Pedang Tanpa Perasaan Karya Khu Lung Bagian 7
tempat kediaman keluarga Sang di Si Cuan, mereka juga pernah melalui tempat itu.
Pada saat itu, empat ekor kuda menarik kereta yang ditumpangi mereka. Mereka juga
memerlukan waktu selama satu hari satu malam baru bisa keluar dari gurun pasir itu.
Saat itu, Tao Ling sudah menjadi istri I Ki Hu. Ketika melalui gurun pasir itu, I Ki Hu
pernah bercerita, siapa pun yang tersesat di gurun pasir itu, sulit untuk menemukan
jalan keluarnya. Mungkin malah bisa seumur hidup, terkatung-katung di sana.
Perasaan hati Tao Ling ketika itu sedang gundah, di sepanjang perjalanan dia juga
melihat tulang-tulang berserakan. Ada tulang manusia, ada tulang binatang. Rupanya
tulang-tulang manusia dan hewan yang mati kehausan di sana.
Hanya sesaat Tao Ling ragu-ragu, kemudian ia tetap meneruskan langkahnya.
Tao Ling merasa satu-satunya harapannya tetap hidup sekarang hanya untuk
menyelamatkan Lie Cun Ju. Dan demi menolong pemuda pujaan hatinya itu,
jangankan di hadapannya baru terbentang gurun pasir, meskipun lautan api atau
gunung golok, dia tetap akan menerjangnya.
Sembari berlarian di atas gurun pasir, Tao Ling memperhitungkan waktu yang mereka
perlukan untuk keluar dari tempat itu tempo hari. Keempat ekor kuda itu memerlukan
waktu selama satu hari satu malam baru akhirnya keluar dari gurun pasir itu. Dengan
demikan jarak yang ditempuh kira-kira tiga ratus li. Sedangkan saat ini Tao Ling tidak
menggunakan kuda tunggangan. Dengan berlarian tanpa berhenti, mungkin dua hari
dua malam dia baru bisa keluar dari gurun pasir itu.
Keluar dari gurun pasir tidak seberapa jauh, dia akan sampai di padang rumput tempat
I Ki Hu memaksanya menikah. Sedangkan setelah sampai di tempat itu, berarti lembah
Gin Hua kok tidak seberapa jauh lagi.
Sembari berpikir, Tao Ling terus berlari dengan perasaan was-was. Ketika menjelang
sore hari, tiba-tiba dia merasa pemandangan di sekitarnya sangat ganjil. Perasaan
ganjil itu benar-benar sulit diuraikan dengan kata - kata. Apa yang dihadapinya tidak
245 ada perubahan sama sekali. Tapi Tao Ling yang sedang melakukan perjalanan dengan
tergesa-gesa jadi berhenti karenanya.
Justru karena tidak ada perubahan sedikit pun, keadaan di sekitarnya demikian sunyi,
bahkan terlalu sunyi sehingga timbul perasaan was-was di dalam hati Tao Ling.
Setelah menghentikan langkah kakinya, tiba-tiba Tao Ling merasa saat itu berada di
sebuah alam yang lain. Semuanya tidak berbeda dengan hari-hari rutin yang telah
dilaluinya. Matahari mulai turun di ufuk barat. Warnanya kuning keemasan. Pasir di
atas tanah juga berwarna kuning keemasan. Pasir-pasir di atas tanah tidak bergerak
sedikit pun. Sebutir pun tidak ada yang terbang. Sedikit suara pun tidak terdengar,
depan belakang kiri kanan hanya bentangan bewarna kuning. Meskipun langit dan
bumi begitu luas, tetapi Tao Ling justru mempunyai perasaan seperti terkurung dalam
sebuah kotak yang kecil dan berwarna kuning polos.
Tao Ling tidak tahu apa yang akan terjadi. Tetapi dia yakin apa yang ada di
hadapannya sekarang merupakan suatu gejala yang tidak baik. Perlahan-lahan dia
maju satu langkah. Bekas tapak kakinya karena berdiri terlalu lama, langsung menjadi
rata karena desiran pasir di sekelilingnya. Tao Ling melangkah lagi beberapa tindak.
Tiba-tiba angin semilir berhembus.
Perasaan Tao Ling lebih nyaman. Dia mengambil keputusan untuk meneruskan
perjalanannya. Dia berlari terus ke depan. Tetapi baru menghambur sejauh beberapa
depa, tiba-tiba langit menjadi gelap. Warna kuning di sekitarnya juga mendadak
menjadi pekat. Sayup-sayup telinganya mendengar suara gerungars yang belum pernah terdengar
sebelum-nya. Suara itu lama-lama berubah menjadi suara menggelegar yang
berkumandang dari kejauhan. Tao Ling memalingkan kepalanya. Permukaan tanah
seperti timbul gulungan awan berwarna kuning. Seakan ada ribuan ekor kuda yang
sedang menerjang ke arahnya.
Saat itu juga, Tao Ling langsung menyadari apa yang sedang terjadi.
Angin badai sedang melanda datang.
Di tengah gurun pasir menghadapi angin badai" Tao Ling benar-benar tidak dapat
membayangkannya. Tadi keadaan di sekitarnya demikian sunyi. Sedikit suara atau
gerakan pun tidak ada. Hatinya sudah yakin bahwa yang dilihatnya merupakan gejala
yang tidak baik. Ternyata firasatnya memang tepat. Suatu ketenangan yang begitu
mencekam sebelum angin badai menerjang.
Sekarang begitu badai datang, langit dan bumi pun mengeluarkan berbagai suara yang
ganjil. Seluruh pakaian Tao Ling yang tertiup angin juga menimbulkan suara mendesir-desir.
Rambutnya awut-awutan, seperti hendak terlepas dari kulit kepalanya.
Boleh dibilang tak ada tempat bagi Tao Ling untuk berlindung. Di bawah ancaman
kemarahan alam, ia merasa dirinya demikian kecil, demikian tidak berguna.
246 Dengan termangu-mangu dia berdiri mempertahankan diri. Telinganya berdengung
karena suara yang bergemuruh. Semakin lama suara itu semakin keras. Pasir kuning
yang membentang luas juga mulai mengelilinginya.
Perasaan Tao Ling pun semakin tertekan. Ada keperihan yang tidak terkatakan. Ia
sama sekali tidak takut menghadapi kematian. Tapi hatinya semakin pilu mengingat
tidak ada lagi orang yang akan memperingatkan Lie Cun Ju bahwa dirinya sedang
terancam bahaya.
Sepasang tangannya dikepalkan erat-erat. Menyambut datangnya angin yang menderuderu,
Tao Ling berteriak sekeras-kerasnya.
"Lie kongcu! Lie kongcu! Aku tidak dapat menolongmu lagi."
Begitu suaranya tercetus keluar, selalu dibuyarkan oleh deru angin. Bahkan dia sendiri
tidak dapat mendengar apa yang diteriakkannya.
Tiba-tiba, telinganya mendengar sebuah suara yang lain. Dia mempertajam
pendengarannya. Sekarang dia yakin yang didengarnya itu suara manusia.
Tao Ling tertegun, ia menenangkan perasaan dan mencoba mendengarkan dengan
penuh per-hatian. Ternyata suara itu dapat didengarnya lebih jelas.
"Ce ... pat ke ... mari! Ka . . . lau gu . . . lungan pa ... sir datang, kau . . . bi . . . sa
mati!" Tao Ling dapat mendengar bahwa kata-kata itu diucapkan oleh seorang laki-laki dan
perempuan. Ia menolehkan kepalanya mengikuti sumber suara. Tampak di hadapannya
yang terbentang semua berwarna kuning, tetapi di kejauhan tampak selembar kain
merah sedang melambai-Iambai kepadanya.
Lembaran kain merah itu tidak seberapa lebar, letaknya agak jauh pula. Tetapi Tao
Ling dapat melihatnya dengan jelas.
Tiba-tiba saja, timbul perasaan akan tertolong dalam hati Tao Ling. Dia memutar
tubuhnya kemudian menggunakan segenap kekuatan untuk menghambur ke depan.
Tetapi pasir kuning yang bergumpal-gumpal seperti gulungan awan itu mulai
menerjang ke arahnya.
Tao Ling berteriak di dalam hati.
"Lari! Lari! Tidak boleh berhenti! Pokoknya tidak boleh berhenti!"
Darrrr! Sekali terdengar suara menggelegar yang memekakkan gendang telinga.
Segulung pasir kuning menerpa ke arah tubuh Tao Ling. Langkahnya jadi limbung.
Tetapi gadis itu dengan nekat menerjang terus ke depan. Sebetulnya, semua ter-jadi
dalam sekejap mata tetapi bagi Tao Ling justru terasa lama sekali.
247 Akhirnya, dia berhasil juga meraih kain merah itu. Tiba-tiba dia merasa tubuhnya
ditarik oleh seseorang sehingga terjerembab ke dalam sebuah lekukan.
Tao Ling tidak sempat memperhatikan siapa yang menariknya. Telinganya kembali
mendengar suara menggelegar yang bergemuruh. Kali ini bahkan lebih keras dari
sebelumnya. Keadaan saat itu persis seperti langit runtuh, pasir kuning dihempas badai
topan sehingga nienimbulkan ombak yang bergulung-gulung.
Tetapi, tak lama kemudian, suara bergemuruh tadi mulai menjauh. Tao Ling
mengibas-ngibaskan pasir yang memenuhi seluruh tubuhnya. Saat itu dia baru tahu
bahwa dirinya berada dalam sebuah lekukan yang cukup dalam. Di hadapannya ada
sebuah batu besar. Batu itulah yang menghalangi pasir yang bergulung-gulung
terhempas angin topan. Apabila tidak, tentu dirinya sudah hanyut oleh hempasan
ombak pasir. Ada sepasang laki-laki dan perempuan yang bersandar di batu besar itu dengan saling
berangkulan. Bahkan sebelah tangan si perempuan memeluk pinggang Tao Ling eraterat.
Saat itu, mereka juga sedang memalingkan kepalanya sehingga pandangan mata
mereka bertiga bertautan. Tanpa dapat ditahan lagi, mereka langsung termangumangu.
Saat itu juga, air mata Tao Ling berderai bagai air sungai yang deras. Bibirnya
bergerak-gerak. Air matanya menetes ke bibirnya. Pandangan matanya menjadi
buram. Sampai saat itu Tao Ling baru sanggup berteriak mengucapkan dua patah kata.
"Tia! Ma!"
Sepasang laki-laki dan perempuan itu juga baru tersentak sadar.
"Ling ji!" teriak mereka serentak. Ternyata sepasang laki-laki dan perempuan itu
bukan orang lain, tetapi Pat sian kiam Tao Cu Hun dan istrinya Sam Jiu Kuan Im Sen
Cin. Setelah saling memanggil Sen Cin pun berpelukan dengan Tao Ling. Sejak hari itu,
saat perahu mereka terbelah menjadi dua bagian, orang-orang yang ada di atas perahu,
jatuh ke dalam sungai. Tao Ling hanya pernah mendengar satu kali berita tentang
kedua orang tuanya. Yakni ketika dia berlindung di gedung 'Ling wei piau kiok'. Saat
itu, ia tidak berniat menemui kedua orang tuanya, sebab dia sedang bersama Lie Cun
Ju. Tao Ling takut orang tuanya akan menghalangi persahabatannya dengan pemuda
itu. Sedangkan saat itu juga, Tao Ling terluka parah di tangan tiga iblis dari keluarga
Lung. Sampai saat ini, entah sudah berapa banyak perubahan yang terjadi pada
dirinya. Dalam keadaan putus harapan, ia bahkan bertemu kem-bali dengan kedua
orang tuanya. Perasaan hatinya saat itu benar-benar tidak teruraikan dengan kata-kata.
Ibu dan anak itu berpelukan sampai cukup lama. Setelah itu mereka sama-sama merenggangkan
pelukan mereka dan saling menatap sampai beberapa saat. Wajah mereka
masing-masing berlumuran debu dengan demikian siapa pun tidak dapat meiihat
wajah di hadapannya dengan jelas. Tetapi mereka toh bisa mengenali. Yang satu
mengatakan dalam hati bahwa inilah putri kesayanganku. Dan yang satu Iagi
mengatakan bahwa inilah ibu yang sudah lama kurindukan.
Bukan hanya mereka berdua saja yang berderai air mata, bahkan pelupuk mata Tao Cu
Hun pun sudah memhasah. Air mata berderai di wajahnya yang juga penuh dengan
248 debu. Sampai..lama sekali, mereka saling berpandangan. Seakan baru tersentak dari
mimpi. "Tia . . . Ma! Mengapa kalian bisa berada di tempat ini?" tanya Tao Ling.
"Ling ji, justru kami baru ingin bertanya kepadamu, mengapa kau bisa berada di sini?"
Tao Ling termangu-mangu beberapa saat. Dia teringat apa yang dialaminya selama ini.
Tao Ling tidak tahu bagaimana harus menceritakannya.
Sekali Iagi Sam Jiu Kuan Im Sen Cin memeluk Tao Ling.
"Ling ji, ma tahu kau pasti menderita sekali. Sekarang apa Iagi yang kau takutkan"
Kita kan sudah berkumpul bersama."
"Sudah terlambat," jerit Tao Ling dalam hati.
Saat itu juga, dia bertekad untuk tidak memberitahukan apa yang terjadi pada dirinya.
Tetapi apakah dia sanggup menyembunyikannya dari kedua orang tua yang
menyayanginya dan sejak kecil menjadi tempat pengaduannya"
"Setelah perahu kita terbelah menjadi dua bagian, aku terbawa hanyut oleh arus sungai
yang deras. Kemudian aku terdampar di sebuah pulau. Sejak itu aku selalu mencari
berita tentang kalian, tapi tidak pernah berhasil," kata Tao Ling.
Tao Cu Hun mengeluarkan suara keluhan.
"Aih! Kok aneh sekali!"
"Ling ji, ketika terjatuh ke dalam sungai, kami tidak hanyut terlalu jauh. Saat itu kami
langsung naik ke tepi sungai. Dan kami juga menanya-nanya kabar tentang kalian.
Tidak seharusnya kau tak berhasil menemukan kami."
Tao Ling menarik nafas panjang.
"Aku juga pernah mendengar kalian tinggal di gedung Kuan Hong Siau, tetapi "
tetapi aku belum sempat menemui kalian dan saat itu aku terluka parah oleh tiga iblis
dari keluarga Lung."
Pasangan suami istri Tao Cu Hun saling lirik sekilas. Wajah mereka tampak
menyiratkan perasaan terkejut.
"Kau bertemu dengan tiga iblis dari keluarga Lung?"
Tao Ling tertawa getir sekilas.
"Tia, apa sih kehebatan tiga iblis dari keluarga Lung?"
Wajah Tao Cu Hun tampak serius sekali.
249 "Ling ji, mengapa kau bertanya demikian" Ilmu kepandaian mereka tinggi sekali. Biar
ayah ibumu sendiri pun belum tentu bisa menandingi mereka."
"Bagaimana bila mereka bertiga dibandingkan dengan Gin leng hiat dang I Ki Hu?"
tanya Tao Ling.
Padahal pasangan suami istri Pat Sian kiam juga tergolong jago kelas satu di dunia
kang ouw yang sudah cukup mempunyai nama. Yang satu terkenal karena ilmu
pedangnya sedangkan yang satunya lagi terkenal karena senjata rahasianya. Tetapi
begitu mendengar nama Gin leng hiat dang I Ki Hu, tetap saja mereka tak dapat
menahan diri sehingga termangu-mangu beberapa saat.
Sampai cukup lama Sen Cin baru menggenggam tangan putrinya erat-erat.
"Anakku, apakah kau bertemu dengan Raja Iblis itu?"
Tao Ling seperti diingatkan kembali akan peristiwa pahit yang dialaminya. Serangkum
perasaan sedih langsung memenuhi hatinya. Tanpa dapat ditahan lagi, air matanya
mengalir dengan deras. Sen Cin segera memeluk putrinya erat-erat.
"Jangan menangis, anakku! Mama tahu kau sudah banyak mengalami penderitaan.
Tetapi sekarang kami sudah di sampingmu, tidak ada lagi yang perlu kau takutkan."
Tenggorokan Tao Ling seperti tercekat.
"Ma, aku . . . aku .. ."
"Jadi . . . kau benar-benar telah bertemu dengan Raja Iblis itu" Seandainya benar,
sekarang kau sudah berhasil meloloskan diri darinya, apa lagi yang kau takutkan?"
Dalam hati pasangan suami istri Pat Sian kiam Tao Cu Hun, putri mereka Tao Ling
masih anak-anak. Mungkin ia teringat masa-masa berbahaya ketika dirinya bertemu
dengan si Raja Iblis I Ki Hu sehingga sampai sekarang masih ketakutan.
Suara tangis Tao Ling masih terisak-isak.
"Ma, aku bukan hanya bertemu dengan I Ki Hu, tetapi . . . atas desakannya, aku . . .
terpaksa menjadi istrinya."
Begitu kata-kata Tao Ling tercetus, wajah pasangan suami istri itu pucat pasi seketika.
Serentak mereka menegakkan tubuhnya.
"Apa yang kau katakan?"
Pada saat itu, angin badai sudah berlalu, tetapi angin masih menghembus dengan
keras. Begitu pasangan suami istri menegakkan tubuhnya, mereka langsung terhempas
jatuh. Melihat kedua orang tuanya jatuh, suara tangis Tao Ling meledak kembali.
Segera mereka bangun dan menerjang ke depan.
"Ling ji, jangan pergi!" Tao Cu Hun berteriak memanggil Tao Ling.
250 Tangan Sam Jiu Kuan Im Sen Cin segera mengibas, sebatang senjata rahasia
disambitkannya ke betis Tao Ling dan tepat menotok jalan darahnya. Gadis itu pun
terkulai jatuh. llmu inenyambitkan senjata rahasia Sen Cin sudah mencapai taraf yang
tinggi sekali, lagi pula Tao Ling tidak bersiap siaga. Karena itu dia pun terkena
serangan telak.
Begitu tubuhnya terkulai, Tao Cu Hun langsung menghambur ke depan dan berdiri
menghadang di hadapan anaknya.
"Ling ji, apa pun yang telah terjadi, kau tetap putri kami. Kami juga tetap orang
tuamu. Ada urusan apa-apa, kau bisa katakan terus terang. Mengapa kau harus
menghindar dari orang tuamu sendiri?"
Air mata Tao Ling berderai semakin deras.
"Aku sudah mengatakan, begitulah kejadiannya."
"Kemudian, kau berhasil melarikan diri darinya, begitu bukan?" sahut Tao Cu Hun.
Tao Ling mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Apakah I Ki Hu mengejarmu, setelah ia tahu kau melarikan diri?" Tao Cu Hun
bertanya kembali.
"Aku ingin pergi ke lembah Gin Hua kok. Meskipun dia mengejar aku, mungkin dia
tidak akan menyangka aku berani menginjakkan kaki ke tempat tinggalnya," sahut Tao
Ling. Sam Jiu Kuan Im Sen Cin heran mendengar keterangan anaknya.
"Kau sudah berhasil meloloskan diri dari tangannya, mengapa kau masih hendak pergi
ke lembah Gin Hua kok" Kau ingin mengantarkan kematian?"
Perlahan-lahan Tao Ling menarik nalas panjang.
"Aku kesana untuk menolong seseorang." Gin Hua kok adalah tempat tinggal I Ki Hu.
Tapi Tao Ling berani menempuh perjalanan sebesar itu untuk menolong seseorang.
Pasangan suami istri itu segera dapat menduga bahwa urusannya pasti tidak demikian
sederhana. "Siapa yang akan kau tolong?" Tao Ling terdiam beberapa saat. Akhirnya dia baru
menjawab. "Kalian juga mengenalnya. Dia adalah Lie Cun Ju, putra kedua pasangan suami istri
Lie Yuan," jawab Tao Ling.
Tao Cu Hun menatap putrinya lekat-lekat. "Bagaimana kau bisa berkenalan
dengannya?" Mendengar pertanyaan ayahnya, Tao Ling kembali teringat ketika mulamula
berkenalan de-ngan Lie Cun Ju. Meskipun waktunya sudah berlalu cukup lama,
251 tetapi bagi Tao Ling terasa seperti baru kemarin. Perlahan-lahan dia menarik nafas
panjang, namun tidak mengucapkan sepatah kata pun.
Pedang Tanpa Perasaan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tao Cu Hun melihat badai topan sudah reda. Dia juga tidak mendesak Tao Ling lagi.
"Ling ji, kebetulan kami ada sedikit urusan dan akan menuju suatu tempat. Kami akan
melewati Gin Hua kok. Lebih baik kau berjalan bersama-sama kami saja!"
Tao Ling hanya menganggukkan kepalanya. Ketiga orang itu berjalan bersama.
Perasaan hati mereka berbeda-beda. Hal itu membuat mereka saling membisu. Tidak
ada seorang pun yang membuka suara.
Sampai tiga hari tiga malam mereka menempuh perjalanan, baru akhirnya berhasil
keluar dari gurun pasir itu. Ketika melihat padang rumput, perasaan mereka terasa jauh
lebih nyaman. Mereka melanjutkan perjalanan. Tidak lama kemudian, mereka sampai
di tempat Tao Ling dipaksa menikah oleh I Ki Hu. Huruf 'hi' hasil guratan jari tangan
si Raja Iblis itu masih ada. Tao Ling tidak ingin melihatnya kembali. Cepat-cepat ia
melengos dan berjalan dengan tergesa-gesa.
Pasangan suami istri Tao Cu Hun saling lirik sekilas. Mereka tahu pasti ada sesuatu di
balik sikap Tao Ling. Selama beberapa hari ini, mereka merasakan putri mereka
seakan berubah menjadi orang lain setelah berpisah sekian lama. Tao Ling bukan lagi
putri kecil mereka yang kekanak-kanakan dan manja. Gadis itu berubah menjadi
pendiam dan selalu murung.
Sam Jiu Kuan Im Sen Cin juga mempercepat langkah kakinya. Tetapi belum lagi dia
sempat mengejar Tao Ling, tiba-tiba dari belakang terdengar suara siulan bagai burung
hantu yang sedang meratap.
Suara siulan itu terputus-putus. Dapat diperkirakan bahwa sumbernya berasal dari
jarak kurang lebih empat lima li. Berarti suara siulan itu terdengar dari arah gurun
pasir. Begitu mendengar suara siulan itu, pasangan suami istri Tao Cu Hun langsung
mengeluarkan suara seruan terkejut.
"Cu Hun, mari kita lihat!" teriak Sen Cin.
Tao Ling masih berlari di depan. Mendengar kata-kata ibunya, diam-diam dia merasa
heran. "Ma, kalian ingin balik lagi ke gurun pasir?"
"Betul."
"Ma, aku harus segera sampai di Gin Hua kok, aku tidak ingin kembali ke gurun pasir
itu lagi."
Perasaan Sen Cin pilu mendengar kata-kata putrinya.
"Ling ji, kau baru bertemu lagi dengan kami. Masa kau tidak memiliki sedikit pun
perasaan rindu kepada ayah ibumu?"
252 Pelupuk mata Tao Ling membasah.
"Ma, jangan salahkan anakmu. Justru kalian yang menyimpan sesuatu di dalam hati
dan tidak bersedia mengemukakannya kepada anakmu ini."
Mimik wajah Sen Cin dan Tao Cu Hun lambat laun jadi berubah.
"Ling ji, apa yang kau katakan memang benar. Di dalam hati kami ada suatu masalah
yang besar sekali dan sampai saat ini belum sempat kami katakan kepadamu. Urusan
ini rumit sekali, tak dapat diceritakan dalam waktu yang singkat. Kau ikut dulu dengan
kami, sesampai di gurun pasir dan bertemu dengan orang yang mengeluarkan suara
siulan untuk memanggil kami itu kau sendiri akan mengerti semuanya," kata Tao Cu
Hun. Sejak beberapa hari yang lalu, Tao Ling selalu menanyakan tujuan ayah ibunya, tetapi
mereka selalu ragu menjawabnya. Karena itu, Tao Ling yakin ada sesuatu masalah
yang disembunyikan mereka dan tidak ingin diketahui olehnya.
Perasaan Tao Ling saat ini tidak tertarik lagi pada persoalan sebesar apa pun. Dia
hanya ingin sampai di lembah Gin Hua kok secepatnya untuk menemui Lie Cun Ju.
Setelah itu dia akan melanglang buana ke seluruh jagat untuk menghabiskan sisa
hidupnya. Karena itu, pertanyaannya tadi juga dicetuskan secara spontan tanpa
mengharap untuk mendapat jawaban dari kedua orang tuanya. Tidak disangka-sangka
sekarang dia mendengar nada bicara ayahnya yang demikian serius, dan mimik
wajahnya yang diliputi perasaan serba salah. Mau tidak mau hatinya jadi tergerak.
"Tia, kalau memang ada keperluan dengan kalian, mengapa orang itu tidak menyusul
kemari saja?"
"Kalau mendengar suara siulannya, mungkin dia sudah bertemu dengan musuh yang
tangguh," sahut Tao Cu Hun.
Tao Ling langsung tertegun mendengar keterangan ayahnya.
"Siapa sih orang itu?"
Baru saja Tao Cu Hun ingin menyahut, tiba-tiba suara siulan itu berkumandang
kembali. Dan kali ini nadanya melengking tinggi.
"Urusan sudah gawat, cepat kita kembali ke sana!" kata Sen Cin gugup.
Tangan Tao Cu Hun menyusup ke ikat pinggangnya. Seiring dengan suara siulan yang
melengking tinggi itu, dia sudah meghunus pedang Hek pek kiamnya. Tubuhnya
berkelebat, bersama istrinya Sam Jiu Kuan Im Sen Jin. Mereka lari secepat kilat
kembali ke gurun pasir. Dalam sekejap mata, tubuh mereka sudah berada di tempat
yang jauh sekali.
Untuk sesaat Tao ling jadi tertegun. Dia belum bisa mengambil keputusan untuk ikut
serta dengan kedua orang tuanya atau langsung menuju lembah Gin Hua kok saja.
253 Justru ketika pikirannya masih bimbang, tiba-tiba dari kejauhan berkumandang suara
Tao Cu Hun. "Ling ji. Kau ... ce ... pat pergi! Cepat tinggalkan tempat ini!"
Pada saat itu, Tao Cu Hun dan Sen Cin sudah berada di tempat yang jauh sekali.
Bayangan mereka pun sudah tidak jelas dilihat. Entah apa yang sedang terjadi pada
diri mereka. Tetapi suara teriakan Tao Cu Hun yang dicetuskan dengan mengerahkan
tenaga dalamnya masih bisa terdengar dengan jelas.
Tadinya Tao Ling masih bimbang apakah ia harus mengikuti kedua orang tuanya
kembali ke gurun pasir atau tidak. Tetapi mendengar suara teriakan ayahnya yang
mencegah ia datang dan meminta dia selekasnya meninggalkan tempat itu, hatinya
menjadi bingung. Padahal tadi kedua orang tuanya masih menganjurkan agar
mengikuti mereka.
"Tia! Mengapa aku harus pergi?" teriak Tao Ling.
Sampai cukup lama, baru terdengar sahutan suara Tao Cu Hun. Tetapi yang
diteriakkannya tetap dua patah kata yang sama.
"Cepat pergi!"
Tao Ling dapat mendengar suara ayahnya berkumandang dari jarak paling sedikitnya
tiga li. Hatinya menjadi bingung. Mungkinkah dalam waktu yang demikian singkat
telah terjadi sesuatu yang mengejutkan"
Saat itu juga, terbayang di pelupuk mata Tao Ling budi kedua orang tuanya yang
membesarkannya dengan penuh kasih sayang. Dia juga merasa sikapnya yang
bimbang tadi benar-benar tidak pantas. Karena itu, tanpa bimbang lagi, dia berlari
kembali ke arah gurun pasir.
Kepandaian Tao Ling memang tidak lemah. Saat itu dia berlari dengan panik,
kecepatannya tentu saja laksana terbang. Dalam sekejap mata, dia sudah menginjakkan
kakinya kembali ke gurun pasir. Tampak pasir kuning bertebaran di udara. Tao Ling
berlari lagi sejauh satu li lebih. Ternyata dia tidak mendengar suara apa pun dan tidak
bertemu dengan seorang manusia pun.
Perasaan Tao Ling semakin bingung.
"Tia! Ma! Dimana kalian! Tia! Ma!" Tao Ling teriak sekeras-kerasnya.
Sembari berteriak, langkah kakinya tetap tidak berhenti. Setelah berlari sejauh belasan
depa, tiba-tiba Tao Ling tertegun. Tampak di hadapan matanya terhampar segumpal
darah segar. Di tengah gurun pasir, tadinya yang terlihat hanya hamparan warna kuning, kini
bertambah dengan adanya gumpalan darah berwarna merah, tentu saja merupakan
pandangan yang sangat menyolok.
254 Sedangkan darah yang tercecer di atas tanah itu dapat dipastikan baru mengalir belum
berapa lama dari tubuh seseorang. Karena masih tercium bau amisnya dan warnanya
masih demikian segar.
Setelah tertegun sejenak, tiba-tiba di benak Tao Ling timbul bayangan kedua orang
tuanya dalam keadaan terluka. Perasaannya menjadi panic, cepat-cepat dia
mendongakkan kepalanya. Tampak tidak jauh dari gumpalan darah itu masih ada
tetesan darah lainnya yang memanjang ke suatu arah.
Tetesan darah itu terus memanjang ke depan. Tao Ling cepat-cepat menghambur
mengikuti tetesan darah itu. Berlari kurang lebih setengah li, Tao Ling melihat
seseorang terkapar di atas tanah dengan bersimbah darah.
Cepat-cepat Tao Ling membungkukkan tubuhnya untuk memeriksa keadaan orang itu.
Ternyata dia menemukan orang itu sudah terluka parah. Wajahnya pucat pasi dan
nafasnya tersengal-sengal. Namun orang itu bukan salah satu dari kedua orang tuanya.
Dengan susah payah orang itu membuka matanya. Nafasnya tinggal satu-satu. Saat itu
Tao Ling baru melihat bahwa di pundak orang itu ada luka yang menganga. Lebar luka
itu sungguh mengerikan.
"Dimana ayah ibuku?" tanya Tao Ling.
Luka orang itu masih mengucurkan darah. Tadinya Tao Ling ingin menolong orang
itu, tetapi waktunya sudah demikian mendesak. Mana mungkin ia sempat
menghentikan darah di luka orang itu. Tampak orang itu berusaha memberontak,
mulutnya mengeluarkan suara erangan pendek.
Perasaan Tao Ling semakin tertekan.
"Dimana ayah ibuku?" tanyanya sekali lagi.
Orang itu memaksakan diri untuk membangkitkan tubuhnya, kemudian tangannya
menyusup ke dalam kantong seakan ingin meraba sesuatu. Tetapi baru saja tangannya
menyusup ke dalam saku pakaiannya, tiba-tiba tenggorokannya mengeluarkan suara
krek! Orang itu pun terkulai mati.
Perasaan Tao Ling benar-benar tertekan. Padahal dia ingin mendapat keterangan dari
mulut orang itu tentang ayah bundanya. Kemana sebetulnya mereka" Tetapi belum
sempat mengucapkan sepatah kata pun, orang itu sudah mati. Dia hanya sempat
mengeluarkan suara erangan yang tidak menentu. Tao Ling sendiri tidak tahu apa
artinya, atau mungkin hanya erang kesakitan"
Tao Ling sempat berjongkok di samping orang itu termenung beberapa saat. Timbul
keinginan untuk menyusul ayah ibunya. Tetapi setelah berlari satu langkah, dia
menolehkan kepalanya kembali menengok mayat orang tadi. Tiba-tiba hatinya
tergerak, tangan orang itu masih menyusup di sakunya dan belum sempat ditarik
keluar, tapi orangnya sudah keburu mati.
255 Kalau ditilik dari gerakannya, tampaknya orang itu ingin mengeluarkan sesuatu dari
sakunya namun tidak sempat lagi. Sedangkan barang yang ada dalam sakunya itu
mungkin ada hubungannya dengan kedua orang tuanya.
Berpikir sampai di sini, segera Tao Ling kembali lagi dan berjongkok di samping
mayat itu. Dia menarik tangan orang itu dari saku pakaiannya. Tampak tangan orang
itu menggenggam segumpal kertas erat-erat. Perlahan-lahan Tao Ling merenggangkan
jari jemari orang itu dan mengambil kertas yang sudah lusuh karena tergenggam. Dia
merasa kertas itu seperti membungkus sesuatu yang berbobot.
Cepat-cepat Tao Ling membuka kertas itu. Ternyata yang terbungkus di dalam kertas
itu merupakan seekor naga-nagaan dari emas murni yang panjangnya satu cun lebih
dan menyorotkan sinar berkilauan.
Setelah melihat sejenak, perasaan Tao Ling kembali dilanda kebingungan. la tidak
tahu apa artinya naga emas itu. Kemudian dia merogoh kembali saku pakaian orang
itu. Kecuali sebuah peletekan api dan beberapa keping uang perak, di dalamnya
ternyata masih ada sepucuk surat.
Ketika melihat sampul surat itu, Tao Ling langsung terkesiap. Karena huruf yang
tertera di atas sampul surat itu adalah tulisan tangan ayahnya sendiri.
Ditujukan kepada Su Song heng, di Siau San.
Membaca nama 'Su Song', sekali lagi hati Tao Ling tercekat. Karena kedua huruf itu
tidak asing lagi baginya. Orang yang bernama Su Song adalah seorang pendekar yang
mempunyai nama besar di sekitar danau Ang Kit hu. Tetapi menurut cerita yang
pernah Tao Ling dengar orang itu mempunyai cacat bawaan sejak lahir, yakni gagu.
Mungkinkah orang yang mati ini pendekar yang mendapat julukan 'Pendekar gagu Su
Song'" Tao Ling hanya merenung sejenak. Kemudian dia mengeluarkan surat dari dalam
sampul itu. Tampak di atasnya tertulis.
Salam untuk Song Heng, harap tidak terkejut dengan datangnya surat ini. Hengte ing
hi mem-beritahukan kepada Song heng bahwa hengte sudah mendapatkan Tong tian
pao Hong. Tetapi tidak tahu berapa jumlah keseluruhannya. Pada hengte sekarang ada
dua buah. Apabila Song heng mempunyai minat bekerja sama. Harap datang pada
tempat yang telah ditentukan untuk menentukan langkah berikutnya.
Harap hati-hati dalam perjalanan.
Adikmu, Tao Cu Hun.
Setelah membaca surat itu, perasaan Tao Ling bertambah bingung. Sekarang dia yakin
bahwa orang yang mati di hadapannya itu niemang si pendekar gagu Su Song. Dan
apa yang disebut Tong tian po Hong, kemungkinan naga-nagaan jari emas yang ada di
tangannya sekarang.
Ayahnya juga sudah mendapatkan dua buah naga-nagaan emas yang sama. Mereka
berdua sudah berjanji untuk bertemu di suatu tempat. Tetapi Tong tian po Hong ini
256 mungkin menyangkut suatu masalah yang besar sehingga dalam perjalanan bisa jadi
ada yang ingin merebutnya. Karena itu ayahnya memperingatkan pendekar gagu Su
Song agar berhati-hati. Namun akhirnya Su Song terkapar juga di gurun pasir ini
dengan luka yang demikian parah sehingga selembar jiwanya tidak tertolong lagi.
Berpikir sampai di sini, kekhawatirannya terhadap keselamatan kedua orang tuanya
tidak dapat ditahan lagi. Ketenaran si pendekar gagu Su Song tidak kalah dengan
ketenaran ayah ibunya sendiri. Apalagi orang itu juga pernah mempelajari ilmu kebal.
Ternyata sekarang dia mati juga di gurun pasir ini. Tao Ling khawatir kedua orang
tuanya juga akan menemui kemalangan yang sama.
Karena itu pula, Tao Ling cepat-cepat memasukkan naga-nagaan dan surat itu ke
dalam saku pakaiannya dan berlari lagi ke depan.
Setelah berlari kurang lebih satu setengah li, tampak di atas pasir kuning sebuah benda
yang berwarna hitam pekat. Begitu agak dekat, Tao Ling dapat melihat dengan jelas.
Ternyata sebatang pedang yang berwarna hitam dan merupakan senjata yang selalu
digunakan ayahnya sehari-hari serta dipandang seperti nyawanya sendiri, yakni Hek
pek kiam. Hati Tao Ling langsung bergidik melihat pedang ayahnya ada di tempat itu.
Untuk sesaat tidak ada keberanian sedikit pun dalam hati Tao Ling untuk memungut
pedang itu. Padahal Tao Ling sudah membayangkan, kedua orang tuanya menghilang
secara tiba-tiba, sedangkan si pendekar gagu ditemukan mati di gurun pasir. Semua ini
ada kaitannya dengan kedua orang tuanya. Maka dapat diduga bahwa apa yang
terbentang di hadapannya bukanlah sesuatu yang menyenangkan.
Apalagi sekarang dia menemukan pedang Hek pek kiam ayahnya tergeletak di atas
pasir. Timbul firasat buruk d dalam hati Tao Ling. Seakan-akan dia melihat ayah ibunya
terkapar di atas pasir bersimbah darah. Dan dalam keadaan yang sama dengan si
pendekar gagu Su Song, mati.
Apabila benar demikian, berarti pedang Hek pek kiam itu merupakan satu-satunya
benda peninggalan kedua orang tuanya untuk dirinya. Hati Tao Ling merasa perih,
bahkan di dalam hatinya tidak ada keberanian sedikit pun untuk memungut pedang itu
mengingat kemungkinan apa yang telah menimpa kedua orang tuanya. Tidak lama
kemudian, tiba-tiba terdengar suara siulan yang melengking. Suara itu tidak berhentihenti
terdengar, entah berkumandang dari tempat yang tak seberapa jauhnya. Ketika
suara siulan menyusup ke dalam telinganya, Tao Ling seakan tersentak bangun dari
angan-angannya yang buruk. Dengan panik dia memungut pedang Hek pek kiam,
kemudian berlari terus ke depan.
Pedang Hek pek kiam itu terdiri dari sebagian putih dan sebagian hitam. Kalau dari
penampilan luarnya, tampaknya pedang itu tidak mempunyai keistimewaan apa-apa.
Tetapi sebetulnya merupakan sebatang pedang yang bukan alang kepalang tajamnya.
Juga merupakan sebatang senjata langka di dunia bu lim. Ketika Tao Ling memungut
pedang itu, bayangan masa lain kedua orang tuanya pun terlintas di pelupuk matanya.
257 Di satu pihak hatinya marah sekali. Marah terhadap musuh yang telah membunuh
kedua orang tuanya. Di pihak yang lain, dia juga menyesali dirinya sendiri.
Dia menyesal, mengapa ketika terkurung bersama I Ki Hu di dalam rumah batu, hanya
teringat kepada Lie Cun Ju, tidak teringat kepada kedua orang tuanya sendiri. Dan
sekarang, mungkin kedua orang tuanya telah terpisah dengannya untuk selamalamanya.
Dengan perasaan tak menentu, Tao Ling terus menerjang ke depan. Angin berhembus
kencang sehingga rambutnya awut-awutan tidak diperdulikan lagi. Pasir-pasir yang
beterbangan menghantam wajahnya. Tao Ling menutup seluruh panca inderanya
sembari terus berlari. Dalam waktu yang singkat, dia sudah berlari sejauh tiga li.
Tiba-tiba pandangan matanya seperti berkunang-kunang. Tao Ling tertegun. Dia
berusaha memusatkan perhatiannya. Ternyata di hadapannya tampak pemandangan
yang aneh. Entah sejak kapan, tahu-tahu tidak jauh dari hadapannya terbentang sebuah danau
yang airnya jernih sekali. Di bawah cahaya matahari yang terik, air danau itu tampak
beriak. Di tepi danau terdapat banyak pepohonan kecil. Benar-benar pemandangan
yang indah. Melihat pemandangan yang demikian janggal, Tao Ling jadi tertegun.
Diam-diam dia berkata dalam hati.
"Entah sudah berapa kali aku bolak balik di gurun pasir ini. Mengapa sebelumnya, aku
tidak pernah melihat pemandangan yang begini indah. Sekarang tenggorokanku
sedang haus. Lebih baik aku minum dulu beberapa teguk air, baru melanjutkan
pencarian."
Pedang Tanpa Perasaan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Baru saja dia ingin menggerakkan kakinya, tiba-tiba dia melihat dua sosok tubuh
sedang menghambur ke arah danau itu. Melihat kedua orang itu, hati Tao Ling
langsung diliputi kegembiraan.
"Tia! Ma!" Tao Ling berteriak.
Tadinya dia mengira kedua orang tuanya telah celaka. Sekarang tiba-tiba dia melihat
mereka. Maka hatinya jelas menjadi gembira. Suara teriakannya berkumandang
sampai jauh. Sedangkan danau itu letaknya tidak terlalu jauh. Seharusnya kedua orang
tuanya dapat mendengar suara panggilan Tao Ling.
Tetapi, kedua orang itu justru seakan-akan tidak mendengar suara teriakan putrinya.
Mereka terus menghambur sampai di tepi danau kemudian baru berhenti.
Pada saat itu, Tao Ling baru dapat melihat bahwa tampang kedua orang tuanya tidak
karuan. Pakaian mereka robek di sana sini, bahkan di sebagian tubuh mereka terdapat
beberapa luka yang masih mengucurkan darah.
Kedua orang itu berhenti di tepi danau. Tao Cu Hun langsung mengulurkan tangannya
menyusup ke dalam saku pakaian dan mengeluarkan semacam benda yang entah apa.
Tangannya mengibas, benda itu dilemparkan ke dalam danau. Air danau bergerakPedang
Tanpa Perasaan >> Khu Lung >> published by buyankaba.com
258 gerak menimbulkan gelembung seperti gelembung sabun. Semuanya terlihat jelas oleh
Tao Ling. Ketika Tao Cu Hun melemparkan sesuatu ke dalam danau, tampak seekor kuda
berwarna hitam pekat menerjang datang. Di atas kuda itu duduk seseorang. Padahal
Tao Ling sudah bertekad untuk menghambur mendekati kedua orang tuanya. Tetapi
tiba-tiba saja dia merasa urusan ini benar-benar aneh sehingga sulit diuraikan dengan
kata - kata. Rupanya kuda itu berlari demikian pesat sehingga debu-debu beterbangan. Dan ketika
sam-pai di depan pasangan suami istri Tao Cu Hun, Tao Ling dapat melihat mimik
wajah ayahnya yang panik dan mulutnya bergerak-gerak seperti membentak
penunggang kuda itu.
Namun yang membuat perasaan Tao Ling merasa aneh, dia tidak mendengar suara
sedikit pun. Baik suara derap kaki kuda maupun suara teriakan ayahnya.
Begitu sunyinya tempat di sekitar Tao Ling, seakan-akan apa yang disaksikannya
merupakan sebuah mimpi.
Kebingungan di dalam hati Tao Ling tak terkirakan lagi. Setelah tertegun sejenak, dia
berteriak kembali sembari menghambur ke depan. Ketika mulai melangkahkan
kakinya, dia masih sempat melihat seorang laki-laki bertubuh kurus tinggi
mengenakan jubah hitam mencelat turun dari kudanya.
Bentuk tubuh orang yang mencelat turun dari kuda itu seakan tidak asing lagi bagi Tao
Ling. Tubuhnya yang tinggi kurus serasa pernah dilihat oleh Tao Ling di suatu tempat.
Tetapi untuk sesaat Tao Ling tidak dapat mengingatnya. Begitu mencelat turun dari
kudanya, laki-laki berjubah hitam itu langsung mengibaskan tangannya. Rantingranting
pepohonan kecil di tepi danau tampak terputus beberapa batang sehingga
berserakan di atas tanah. Bahkan ada sebagian yang terpental di udara kemudian jatuh
ke dalam danau sehingga menimbulkan percikan air di permukaan danau itu.
Tao Ling terus berlari menerjang ke depan. Tampak laki-laki berjubah hitam itu mulai
berjalan setindak demi setindak menghampiri kedua orang tuanya. Tiba-tiba, kaki Tao
Ling menginjak sebuah lekukan pasir. Dia hampir jatuh karena kehilangan
keseimbangan. Begitu terasa kakinya menyurut ke depan, dia langsung mencelat ke
udara dan berjungkir balik tiga kali. Ketika kakinya mendarat turun di atas pasir, Tao
Ling segera mengalihkan pandangannya ke depan. Namun mendadak dia tertegun.
Tiba-tiba di depan matanya tampak terbentang pasir kuning yang tidak berbatas. Pasirpasir
kuning itu beterbangan karena hembusan angin. Di bawah cahaya matahari yang
terik, pemandangan itu sungguh menyebalkan, dan sedikit pun tanpa mengandung
keindahan. Danau yang jernih, laki-laki berjubah hitam, kuda hitam, kedua orang
tuanya, dan ranting-ranting pohon yang terputus karena kibasan lengan laki-laki
berjubah hitam itu, dalam sesaat semuanya hilang tanpa meninggalkan bekas sedikit
pun. Seakan tidak pernah ada.
259 Tadinya Tao Ling masih mengira ketika ia berjungkir balik, mungkin dia melayang
turun di arah yang salah. Karena itu yang terbentang di hadapannya sekarang hanya
pasir kuning belaka.
Tao Ling segera membalikkan tuhuhnya. Tetapi biar arah sebelah mana pun yang
dihadapinya, apa yang dilihatnya tetap sama. Di mana-mana hanya pasir kuning belaka
dan danau itu seperti raib entah ke mana.
Tao Ling segera mengucek-ngucek matanya. Tetapi yang terlihat tetap hamparan pasir
berwarna kuning. Di mana-mana yang ada hanya pasir kuning, baik kiri kanan depan
maupun belakang.
Mungkinkah apa yang disaksikannya tadi benar-benar hanya sebuah mimpi buruk"
Tetapi, Tao Ling masih mengingat semuanya dengan jelas. Dia benar-benar melihat
adanya sebuah danau yang airnya jernih sekali.
Bukan hanya danau itu saja yang dilihatnya, namun Tao Ling masih mengingat
dengan jelas bahwa kedua orang tuanya sudah terluka cukup parah ketika
menghambur ke tepi danau. Bahkan ayahnya melemparkan sehuah bungkusan ke
dalam danau itu. Kemudian seorang laki-laki bertubuh tinggi kurus, bejubah hitam
menerjang datang dengan menunggang seekor kuda berwarna hitam pula
Kalau ditilik dari gerak geriknya, tampaknya ilmu kepandaian laki-laki berjubah hitam
itu jauh lebih tinggi daripada kedua orang tuanya sendiri. Dia khawatir kedua orang
tuanya akan mati di tangan laki-laki berjubah hitam itu.
Namun, justru di saat-saat yang genting, belum lagi Tao Ling keburu sampai di tepi
danau itu memberikan bantuan kepada kedua orang tuanya, tahu-tahu semua
pemandangan di depan matanya sudah lenyap.
Tao Ling tahu kedua orang tuanya sedang menghadapi bahaya besar, tetapi dia tidak
bisa berbuat apa-apa.
Di mana danau itu" Arah mana yang harus ditempuhnya untuk menolong kedua orang
tuanya" Apakah semua yang dilihatnya tadi hanya khayalan semata" Tao Ling benarbenar
tidak sanggup memastikannya, karena seumur hidupnya, ia belum pernah
menemui kejadian yang demikian aneh.
Tao Ling terus berlari mengikuti jalan semula sembari mengingat-ingat mengapa
bentuk tubuh si laki-laki berjubah hitam terasa tidak asing baginya. Siapa dia
sebetulnya" Tidak lama kemudian, sebuah ingatan melintas di benaknya. Dia ingat
sekarang. Laki-laki berjubah hitam pasti dia.
Sebetulnya, Tao Ling sendiri tidak dapat mengatakan siapa 'dia' yang
dimaksudkannya. Tetapi dia berani memastikan bahwa laki-laki berjubah hitam
merupakan orang yang sama ketika kokonya Tao Heng Kan mengadu ilmu dengan
putra pertama pasangan suami istri Lie Yuan di gedung Kuan Hong Siau kemudian
tiba-tiba membunuh lawannya, Li Po. Setelah itu Tao Ling bersama kedua orang
tuanya kembali ke atas perahu, mereka sedang mencari jejak abangnya Tao Heng Kan.
Saat itu Tao Heng Kan terlihat berada di dalam perahu dengan seseorang laki-laki
260 bertubuh tinggi kurus. Kesan yang didapatkan Tao Ling saat itu dalam sekali. Dan
sekarang dia ingat laki-laki berjubah hitam yang dilihatnya mempunyai bentuk tubuh
yang sama dengan laki-laki dalam perahu itu.
Tidak diragukan lagi bayangan tinggi kurus yang dilihatnya dalam perahu pasti lakilaki
berjubah hitam yang hendak mencelakai kedua orang tuanya.
Tapi siapa dia sebenarnya" Tao Ling justru merasa bingung.
Kepala Tao Ling terasa pusing tujuh keliling karena berbagai kejadian aneh yang
dialaminya. Seperti histeris dia menjerit sekeras-kerasnya kemudian berlari kalap.
Tubuhnya hampir terhempas jatuh oleh sapuan pasir kuning yang tertiup angin. Dia
mencelat ke atas kemudian berlari lagi. Tao Ling sama sekali tidak memperdulikan
lagi keletihan tubuhnya. Hanya satu niatnya saat itu. Dia ingin mencari danau berair
jernih yang tiba-tiba menghilang itu.
Karena, Tao Ling yakin kedua orang tuanya sedang mempertahankn diri mati-matian
dari serangan laki-laki berjubah hitam itu.
Mungkin, kedua orang tuanya saat ini sudah terluka parah dan mengharap
kedatangannya untuk menyampaikan pesan yang terakhir.
Tao Ling yakin semua itu bukan mimpi, tetapi nyata melihat semuanya dengan jelas.
Dan semuanya tiba-tiba menghilang secara misterius.
Dia sendiri tidak tahu sudah berapa lama dia berlari. Hanya terasa sepasang kakinya
semakin lama semakin lemas. Matanya semakin lama semakin berkunang-kunang.
Mulutnya seperti bisa menyemburkan api saking keringnya.
Tetapi, yang ada di sekitarnya tetap saja merupakan hamparan pasir kuning. Dimana
sebetulnya danau itu" Tao Ling sendiri tidak berhasil menemukannya.
Akhirnya, Tao Ling tidak kuat lagi. Tubuhnya terjerembab di atas pasir. Sama sekali
tidak ada kekuatan untuk bangkit kembali. Beberapa kali Tao Ling berusaha
menumpukan kedua telapak tangannya di atas pasir untuk bangun, tetapi dia tidak
berhasil juga. Tao Ling menarik nafas panjang-panjang. Tubuhnya terbaring di atas pasir. Rasa
panas menyengat seakan memanggang tubuhnya. Lambat laun sebagian tubuhnya
tertutup pasir. Tao Ling berusaha mengangkat kepalanya. Tampak mata-hari masih
bersinar dengan gagah di atas kepalanya. Hal ini membuktikan bahwa dia lari tidak
seberapa lama. Paling-paling satu kentungan saja.
Tetapi, dalam waktu satu kentungan itu, Tao Ling sudah mengerahkan tenaga di luar
batas kemampuannya.
Sejak tadi dia berlari terus. Namun tidak menyadari seberapa cepat dia mengerahkan
kakinya. Seandainya saat itu dia dapat memperhatikan keadaannya sendiri, mungkin
dia akan terperanjat mengetahui kemampuannya berlari secepat itu.
261 Padahal, kecepatannya tadi, seharusnya dilakukan orang yang tenaga dalamnya tiga
kali atau empat kali lipat darinya. Tapi, tanpa disadari, Tao Ling ternyata sanggup
melakukannya. Karena itu pula, setelah memaksakan did selama satu kentungan lebih. Tenaganya
sudah terkuras habis. Akhirnya dia terjatuh di atas pasir. Bahkan tidak ada kekuatan
sedikit pun untuk bangkit kembali.
Tao Ling mengguling-gulingkan tubuhnya di atas pasir. Dijilatinya bibir sendiri yang
hampir pecah-pecah karena keringnya.
"Tia . . . Ma! Di mana kalian" Cepat katakan kepadaku, di mana sebetulnya danau
itu?" gumamnya.
Bintang-bintang yang tampak di pelupuk matanya, semakin lama semakin banyak.
Akhirnya, setelah matanya semakin berkunang-kunang, kemudian berubah menjadi
gelap, Tao Ling pun jatuh tidak sadarkan diri.
***** Entah berapa lama sudah berlalu, Tao Ling tiba-tiba merasa nyaman. Dia siuman dari
pingsan. Tampak dirinya masih terbaring di atas pasir. Namun sebagian besar dari
pasir kuning di sekelilingnya sudah membasah. Gurun pasir yang entah sudah berapa
puluh tahun kekeringan, tiba-tiba tersiram hujan. Timbul suara pletak! pletek! Air
hujan itu tersedot ke dalam tanah.
Tiba-tiba saja Tao Ling merasa haus setengah mati, dia berusaha mengangkat
kepalanya untuk menjilati pasir yang basah itu. Tetapi baru saja dia menjulurkan
lehernya, sekonyong-konyong telinganya mendengar seseorang berkata.
"Ini ada air." Kemudian sebuah kantong kulit disodorkan ke hadapannya.
Untuk sesaat Tao Ling juga belum sempat mendengar dengan jelas siapa yang
berbicara dengannya. Dia juga tidak memalingkan kepalanya. Tangannya mengulur ke
depan menyanibut kantong kulit itu. Digenggamnya kantong itu erat-erat seakan takut
direbut kembali. Hampir seluruh kepalanya menyusup ke dalam kantong kulit dan
meneguk air di dalamnya dengan rakus. Setengah dari isi kantong kulit diteguknya.
Setelah itu, dia baru mendongakkan kepalanya.
Tampak seorang laki-laki yang usianya sudah setengah baya tapi masih terlihat gagah
dan tampan berdiri di hadapannya. Di antara sepasang alisnya tersirat beberapa bagian
hawa kesesatan. Dan laki-laki itu bukan orang lain. Jusru suaminya sendiri, gin leng
hiat ciang I Ki Hu.
Mengetahui I Ki Hu ternyata sudah mengejarnya sampai di tempat itu, Tao Ling hanya
dapat menarik nafas panjang-panjang. Ia tidak mengucapkan sepatah kata pun.
I Ki Hu tersenyum tawar.
"Hu jin, sekarang kita berkumpul lagi."
262 "Iya. Sekarang kita berkumpul lagi," sahut Tao Ling seperti orang latah.
Sekali lagi I Ki Hu tersenyum, tetapi kali ini tidak sekaku tadi.
"Apabila hu jin merasa sebal melihatku, boleh pergi sekarang juga. Teruskan saja arah
yang kau tuju. Kalau berjalan satu hari satu malam lagi, kau sudah bisa keluar dari
gurun pasir ini. Seandainya sekali waktu kau ingin bertemu lagi denganku, datang saja
ke lembah Gin Hua kok, aku pasti ada di sana."
Kata-kata ini diucapkan oleh I Ki Hu dengan nada yang datar, tetapi sebetulnya
hatinya sedang terguncang.
Bagi Tao Ling sendiri, menjadi istri I Ki Hu tentu saja karena terpaksa. Jelas dia juga
menderita sekali, karena tidak mempunyai sedikit perasaan apa pun terhadap
suaminya. Perbuatan I Ki Hu itu berarti telah menghancurkan seluruh hidupnya. la
tahu, seumur hidupnya, tidak akan merasakan lagi kebahagiaan.
Tetapi pemikiran si Raja Iblis sungguh jauh berbeda dengan Tao Ling. Menurut I Ki
Hu, Tao Ling dapat menjadi istrinya justru merupakan sebuah keberuntungan besar.
Dalam pikirannya, perbuatannya itu malah merupakan sebuah budi yang tidak alang
kepalang besarnya, karena dengan menjadi istrinya, derajat Tao Ling ikut terangkat.
Bukan karena ilmu kepandaiannya yang tinggi dan kedudukannya di dunia bu lim
membuat Tao Ling ikut termashyur. Namun karena selama ini dia menduda terus,
berapa banyak perempuan yang telah digaulinya, boleh dibilang tak ada tandingannya
lagi di dunia ini. Apalagi wajahnya yang tampan, setiap perempuan yang bertemu
dengannya pasti jatuh cinta kepadanya dan minta dinikahi.
Di dalam benaknya terlintas bayangan putri Mo kau. Meskipun perempuan itu
berwajah tidak cantik, tetapi banyak tokoh bu lim yang mengincarnya. Tentu saja hal
itu karena nama besar Mo kau yang menjulang tinggi. Tetapi perempuan itu justru
tergila-gila kepadanya. Karena itu I Ki Hu selalu menganggap bahwa setiap
perempuan yang dapat menjadi istrinya, merupakan sebuah keberuntungan bagi
perempuan itu sendiri.
Namun, Tao Ling justru menggunakan kesempatan di kala dia membunuh seluruh
keluarga Sang untuk melarikan diri.
Tindakan Tao Ling itu sama saja memberitahukan kepada I Ki Hu bahwa gadis itu
sama sekali tidak mencintainya. Seorang gadis yang sudah menjadi istrinya, toh masih
tidak mencintainya, bahkan berusaha melarikan diri. Pukulan bathin ini bagi I Ki Hu
tidak ada duanya lagi.
Ketika belum berhasil menemukan Tao Ling, kegusarannya seperti ingin membalikkan
seluruh dunia. Namun akhirnya dia dapat menenangkan diri. Dalam perjalanan menuju
lembah Gin Hua kok, dia melihat Tao Ling yang sudah terkulai lemas di atas pasir.
Entah mengapa, tanpa ia sadari ia dapat mengucapkan kata-kata barusan.
263 Mendengar kata-kata I Ki Hu, perasaan Tao Ling justru menjadi gundah. Dia
termangu-mangu beberapa saat. Tiba-tiba suatu ingatan melintas di benaknya. I Ki Hu
pasti mengenal dengan baik situasi tempat ini. Dan apabila mengenal dengan baik
sekali, tentunya dia tahu dimana letak danau berair jernih yang pernah dilihatnya.
Tao Ling segera berdiri dan mengibas-ngibas pasir yang melekat di seluruh tubuhnya.
"Hu kun, apakah kau tahu di gurun pasir ini ada sebuah danau?"
Sepasang alis I Ki Hu langsung menjungkit ke atas.
"Danau?"
"Benar," sahut Tao Ling cepat. "Sebuah danau. Airnya jernih sekali. Di sekelilingnya
terdapat pepohonan kecil-kecil. Tadi aku masih melihatnya, tetapi entah bagaimana,
tiba-tiba saja danau itu raib tidak ketahuan rimbanya."
I Ki Hu tersenyum tawar.
"Hu jin, aku percaya kau tadi memang melihat sebuah danau. Tetapi danau yang kau
katakan itu letaknya empat puluh li lebih dari tempat ini. Lagipula arah yang kau
ambil juga salah."
Tao Ling terkejut setengah mati.
"Empat puluh li lebih" Tapi aku benar-benar melihatnya tadi. Jaraknya paling-paling
satu li lebih dari sini."
"Hu jin, apakah kau belum pernah mendengar kata 'fata morgana'" Apa yang kau lihat
hanya khayalan belaka. Hal seperti itu tidak aneh bagi orang yang melintasi gurun
pasir." I Ki Hu menukas, tanpa menunggu Tao Ling melanjutkan ucapannya.
Tao Ling tetap ngotot dengan pendapatnya sendiri.
"Bukan! Bukan khayalan! Terang-terangan kedua orang tuaku ada di tepi danau itu.
Bahkan mereka bertemu dengan seorang musuh yang tangguh, mungkin saat ini
nyawa mereka pun sulit dipertahankan lagi."
I Ki Hu mengeluarkan seruan terkejut.
"Akh! Rupanya kedua orang tuamu bertemu dengan musuh tangguh di tepi danau"
Kalau begitu, silakan hu jin meninggalkan tempat ini. Aku sendiri akan menuju ke
danau itu untuk melihat apa yang terjadi di sana."
Tao Ling mendongakkan kepalanya. Dia melihat kereta kuda I Ki Hu berhenti di
tempat yang tidak jauh.
"Aku ikut denganmu."
I Ki Hu tersenyum sinis.
264 "Toh kau sendiri yang melarikan diri, mengapa kau sekarang ingin bersama-sama
denganku lagi?"
Pedang Tanpa Perasaan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kalau kau tidak sudi aku mengikutimu, tidak apa-apa. Asal kau tahu saja, meskipun
harus merangkak, aku tetap akan mencari danau itu sampai ketemu."
I Ki Hu tertawa terbahak-bahak.
"Sejak semula aku tahu bahwa hatimu keras sekali. Baiklah! Kita sama-sama pergi ke
danau itu."
Selesai berkata, I Ki Hu menjulurkan lengan kirinya untuk meraih pinggang Tao Ling.
Gadis itu hanya merasa ada sambaran angin yang kencang melanda dirinya. Tahu tahu
tubuhnya sudah melayang bersama-sama I Ki Hu secepat kilat. Ketika mereka
mendarat lagi, di atas tanah, keduanya sudah berada di depan kereta. Gerakan yang
diperlihatkan I Ki Hu sungguh indah dan sudah pasti tidak dapat dilakukan sembarang
orang. Gerakan I Ki Hu meraih pinggang Tao Ling lalu melesat ke samping kereta,
sebetulnya merupakan gin kang tingkat tinggi, yang hanya bisa dilakukan oleh orang
yang mempunyai tenaga dalam sempurna. Di dunia ini orang yang dapat melakukan
hal yang sama dapat dihitung dengan jari.
Baru saja Tao Ling naik ke atas kereta, tuhuh I Ki Hu sudah berkelebat lagi dan tahutahu
sudah duduk di sampingnya. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, laki-Iaki itu
mengayunkan pecutnya dan terdengarlah suara Tar! Tar! Tar! sebanyak tiga kali.
Kereta kuda itu pun meluncur ke depan dengan kecepatan tinggi.
Kurang lebih satu kentungan kemudian, mereka sudah meninggalkan gurun pasir.
Suara laju kereta berderak-derak. Pemandangan di kanan kiri seperti berlari
meninggalkan mereka. Hal ini membuktikan bahwa 1 Ki Hu menjalankan keretanya
dengan kencang.
Bahkan Tao Ling tetap berharap agar kereta itu dapat dilarikan lebih cepat Iagi.
Dengan perasaan kurang sabar, Tao Ling merebut pecut dari tangan I Ki Hu dan terus
diayunkannya ke depan. Tidak lama kemudian, hidungnya mulai mengendus bau
udara yang segar.
Ketika Tao Ling mengalihkan pandangan matanya, ternyata dana itu sudah terlihat
olehnya. Air danau itu begitu tenang. Persis dengan apa yang dilihatnya tadi. Hanya
saja, tadi dia tidak mencium bau udara yang segar itu. Dan pemandangan pun tidak
sejelas sekarang.
Kembali Tao Ling mengayunkan pecut di tangannya. Kuda-kuda putih itu terkejut,
serentak mereka mengeluarkan suara ringkikan panjang dan melesat lagi ke depan
sejauh satu depa lebih, setelah itu baru benar-benar terhenti.
265 Karena dihentikan dengan mendadak, kereta itu pun terguncang-guncang. Tanpa
memperdulikannya, tangan Tao Ling menumpu di kereta itu kemudian mencelat turun.
Begitu turun dari kereta, dia segera melihat ranting-ranting pohon yang berserakan.
Tadinya Tao Ling mulai percaya bahwa apa yang dilihatnya memang hanya khayalan.
Karena jarak yang sudah ditempuhnya, ternyata begitu jauh dari tempat yang tadi.
Sekarang dia percaya apa yang dikatakan I Ki Hu orang yang berada di gurun pasir
memang ada kemungkinan menemui kejadian seperti yang dialaminya. Suatu tempat
yang jaraknya puluhan li bisa terpampang di depan mata.
Pada saat itu juga, Tao Ling juga teringat keadaan kedua orang tuanya dan si laki-laki
ber-jubah hitam. Dia dapat menduga bahwa kedua orang tuanya tidak sanggup
melawan laki-laki berjubah hitam itu. Tao Ling menghampiri tempat itu dengan
tergesa-gesa. Tetapi di atas tanah hanya tampak ranting-ranting pohon yang
berpatahan. Tidak terlihat bayangan seorang pun.
"Tia! Ma!" Walaupun dia berteriak sampai tenggorokannya kering, tetap tidak ada
sahutan sedikit pun.
Tao Ling berlari mengelilingi danau itu, tetap saja dia tidak menemukan siapa-siapa.
Hatinya menjadi panik. Tapi tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Ketika dia
menolehkan kepalanya melihat ke arah I Ki Hu, suaminya itu sedang berjalan
perlahan-lahan dengan tangan disilangkan di depan dada. Sepasang matanya
mengawasi patahan ranting-ranting pohon dengan seksama.
"Entah kemana perginya mereka?" guman Tao Ling.
I Ki Hu tidak memberikan komentar apa-apa. Matanya masih menatap patahan ranting
" ranting pohon yang berserakan dan mengulurkan tangannya meraba bekas patahan di
dahan pohon. "Tadi kau mengatakan bahwa di di gurun pasir kau melihat kedua orang tuamu
bertarung melawan seorang laki-laki berjubah hitam?" I Ki Hu bertanya sambil
mendongakkan kepalannya.
"Aku tidak melihat mereka bertarung, hanya kalau ditilik dari keadaannya, akhirnya
pasti terjadi pertarungan di antara mereka."
I Ki Hu menggeleng-gelengkan kepalanya. "Hu jin, bila aku mengatakan sesuatu harap
kau jangan bersedih."
Perasaan Tao Ling langsung tercekat. Kakinya maju satu langkah dan tanpa dia sadari,
dia telah mencengkeram lengan I Ki Hu erat-erat. "A ... pa yang terjadi pada mereka?"
Nada suara I Ki Hu justru berbalik dengan suara Tao Ling. Suara laki-laki itu begitu
tenang sehingga terkesan tidak berperasaan.
"Kemungkinan ayah ibumu tidak ada di dunia ini lagi."
Tao Ling menjerit histeris. Matanya berubah menjadi gelap dan hampir saja tubuhnya
terkulai jatuh apabila I Ki Hu tidak cepat-cepat memapahnya. Sesaat kemudian Tao
Ling baru berusaha menenangkan hatinya.
266 "Jadi, laki-laki berjubah hitam itu yang mencelakai mereka?"
"Hal itu sulit dikatakan. Menurut keteranganmu, mereka berdua sampai di tepi danau
ini sudah dalam keadaan terluka. Coba kau lihat, bekas patahan ranting-ranting pohon
ini seperti ditebas senjata tajam. Hal ini membuktikan bahwa tenaga dalam laki-laki
berjubah hitam sudah mencapai tingkat yang tinggi sekali. Dia sudah mencapai taraf
menyambit bunga sebagai senjata rahasia dan dapat menggunakan selembar daun
melukai lawannya."
Tao Ling ikut memperhatikan patahan ranting itu. Ternjata bekas patahannya licin
sekali bagai disayat pisau yang tajam. Padahal laki-laki berjubah hitam hanya
mengibaskan lengannya asal-asalan ketika mematahkan ranting-ranting pohon itu.
"Di dalam dunia ini, orang yang tenaga dalamnya sudah mencapai taraf itu sebetulnya
tidak banyak. Gerakan tangan orang itu dapat mengakibatkan ranting-ranting pohon
ini terputus sampai licin, benar-benar membuktikan tenaga dalamnya sudah begitu
tinggi sehingga hantamannya setajam pisau. Sudah tentu kedua orang tuamu bukan
tandingannya. Karena itu pula, aku berani mengatakan bahwa keadaan mereka lebih
banyak celakanya daripada selamatnya," kata I Ki Hu.
Tao Ling terdiam beberapa saat.
"Siapa kira-kira laki-Iaki berjubah hitam itu?" tanya Tao Ling kemudian.
I Ki Hu menggelengkan kepalanya. "Sulit dipastikan."
Dia mendongakkan wajahnya dan maju beberapa langkah, kemudian katanya lagi, "Hu
jin, kalau menurutku, tentu berbahaya apabila kau berjalan seorang diri. Lebih baik
kau ikut aku pulang ke lembah Gin Hua kok saja!"
Tao Ling menarik nafas panjang.
"Aku . . . tidak ingin ke sana."
Ketika mengucapkan kata-kata itu, hati Tao Ling berdebar-debar, Dia takut I Ki Hu
akan marah kepadanya.
Tetapi kenyataannya I Ki Hu tidak menunjukkan kegusarannya.
"Baiklah! Asal kau tingkatkan kewaspadaan. Sembari berkata, dia menundukkan
kepalanya dan berjalan menjauhi Tao Ling. Tanpa menolehkan kepalanya sedikit pun,
dia berkata kembali. "Kemana pun kau ingin pergi, terserah kehendakmu sendiri.
Tetapi dunia kang ouw, penuh dengan mara bahaya. Sedangkan kau hanya seorang
perempuan yang lemah. Karena itu, aku tinggalkan kereta kuda ini. Para tokoh di
dunia bu lim, asal mereka melihat kereta ini, sebagian pasti tahu asal usulnya. Pasti
mereka tidak berani menimbulkan kesulitan untuk dirimu. Apabila orang yang tidak
tahu asal usul kereta ini, pasti dia hanya seorang bu beng siau cut, dengan
kepandaianmu sekarang, sudah cukup untuk menghadapinya."
267 Selesai berkata, tubuh I Ki Hu berkelebat melesat ke depan. Dalam sekejap mata
bayangan-nya sudah tidak kelihatan lagi.
Melihat perhatian I Ki Hu yang begitu besar dan bahkan meninggalkan kereta kudanya
untuk dirinya, hati Tao Ling agak terharu. Diam-diam dia berpikir, seandainya dia
menjadi istri I Ki Hu bukan atas dasar paksaan, pasti Tao Ling akan menganggapnya
sebagai seorang yang berbudi karena perhatiannya yang demikian besar. Sekarang,
meskipun sikap I Ki Hu terhadapnya cukup baik, tapi mana mungkin bisa
mengembalikan kehilangannya yang demikian besar"
Tao Ling termangu-mangu di tepi danau beberapa saat. Kemudian dia baru naik ke
atas kereta dan dijalankannya mengeiiiingi danau itu. Danau itu memang tidak
seberapa luas. Dalam waktu yang singkat, kereta itu sudah kembali ke tempat semula
dan Tao Ling tidak berhasil menemukan siapa-siapa.
Tao Ling tahu I Ki Hu tidak mungkin hanya menakut-nakutinya. Mungkin kedua
orang tuanya memang sudah mati di tangan laki-laki berjubah hitam itu. Tetapi
mengapa sarnpai mayat kedua-duanya pun tidak diketemukan"
la merenung sejenak di atas kereta. Tiba-tiba dia teringat, ketika danau itu muncul di
hadapan-nya, yang menurut I Ki Hu disebut 'fatamorgana atau pemandangan semu', ia
melihat kedua orang tuanya berlarian ke tepi danau. Sebelum laki-laki berjubah hitam
sampai di hadapan mereka, ayahnya melemparkan suatu bungkusan ke dalam danau.
Meskipun Tao Ling tidak tahu apa isi bungkusan itu, tetapi kemungkinan besar benda
di dalam bungkusan itu ada kaitannya dengan kematian kedua orang tuanya.
Mengingat sampai di sini, Tao Ling segera meloncat turun dari kereta. Kemudian dia
membuka baju luarnya dan mengira-ngira tempat yang masih diingatnya lalu terjun ke
dalam danau. Memang danau itu tidak seberapa besar dan airnya juga tenang. Tetapi dalamnya
ternyata lumayan juga. Tao Ling menyelam ke dasarnya, keadaan di bawah juga datar.
Tao Ling meraba-raba dengan tangannya, tetapi tidak berhasil mendapatkan apa-apa.
Dalam hati dia memang ragu bisa menemukan bungkusan yang dilemparkan oleh
ayahnya. Tetapi karena sudah kepalang terjun, toh tidak boleh sekali cari tanpa
berhasil lalu putus asa. Sekali lagi Tao Ling membuka matanya dan dengan seksama
memperhatikan keadaan sekitarnya. Tangan dan kakinya terus bergerak ke sana ke
mari. Kurang lebih setengah kentungan kemudian, ia menemukan sebuah bungkusan
kecil. Hati Tao Ling merasa gembira. Segera ia menutulkan kakinya dan mencelat ke luar
dari dalam danau. Setelah sampai di tepi danau, dia memutar-mutar beberapa kali agar
air yang membasahi tubuhnya terkibas jatuh. Kemudian dia membuka telapak
tangannya, ternyata bungkusan itu memang bungkusan yang dilemparkan ayahnya ke
dalam danau. Tao Ling mengenakan kembali baju luarnya, lalu mencelat ke atas kereta. Setelah itu
dia membuka bungkusan di tangannya, tampak sinar berkilauan. Ternyata isinya
268 merupakan dua buah naga-nagaan emas yang bentuk maupun besarnya sama persis
dengan yang didapatkan Tao Ling dari saku pendekar gagu Su Song.
Selain dua buah naga emas itu,tidak ada barang lainnya lagi dalam bungkusan itu. Tao
Ling membolak balikkan dua buah naga-nagaan itu, tetapi sampai sekian lama dia
masih tidak mengerti kegunaan barang itu. Baru saja dia bermaksud memasukkan
kedua buah benda itu ke dalam saku pakaiannya, tiba-tiba dari belakangnya terdengar
suara terkekeh-kekeh yang dingin.
Rasa terkejut dalam hati Tao Ling jangan dikatakan lagi. Baru saja dia ingin
memalingkan kepalanya untuk melihat siapa yang mengeluarkan suara tawa yang
tidak enak didengar itu, tahu-tahu kedua pundaknya telah ditekan oleh sepasang
tangan dengan kuat.
Tenaga yang terpancar dari sepasang tangan itu bukan main kuatnya. Tao Ling tidak
dapat menggerakkan tubuhnya sedikit pun.
"Siapa . . . kau?" tanya Tao Ling dengan gemetar.
Orang yang ada di belakangnya kembali tertawa dingin. Tao Ling memaksakan diri
memalingkan kepalanya sedikit. Di bawah cahaya matahari, tampak bayangan orang
itu dengan bayangannya sendiri menyatu. Tetapi bayangan tubuh orang itu jauh lebih
panjang daripada bayangannya sendiri. Sekali lihat saja, Tao Ling langsung dapat
mengenali orang itu. Ternyata si laki-laki berjubah hitam. Darahnya seakan mendidih
mengetahui siapa orang itu.
"A ... pa yang kau lakukan terhadap kedua orang tuaku?" tanya Tao Ling.
"Tidak melakukan apa-apa," sahut orang itu dengan nada suara menyeramkan.
Tao Ling hanya dapat melihat bayangan orang itu, tetapi tidak dapat melihat
keseluruhan wajahnya.
"Sia ... pa kau sebetulnya?" tanya Tao Ling lagi.
Orang itu tidak menjawab. Tangannya menjulur lewat sisi leher Tao Ling dan
diambilnya dua buah naga-nagaan emas dari tangan gadis itu. Pada dasarnya kedua
pundak Tao Ling ditekan oleh tangan laki-laki itu. Dia merasa seakan ada benda yang
beratnya ribuan kati membebani kedua pundaknya. Begitu sebelah tangan laki-laki itu
menjulur ke depan, rasa berat itu pun jauh berkurang. Tao Ling segera mengeluarkan
hawa murninya. Dikerahkannya tenaga untuk memberontak. Pada saat itu juga, Tao
Ling segera menyadari bahwa tujuan laki-laki itu tentu kedua buah naga-nagaan emas
di tangannya. Tao Ling segera mengibaskan tangannya. Kedua buah naga-nagaan dari
emas itu pun dilemparkannya jauh-jauh.
Karena memberontak, Tao Ling pun terlepas dari cengkeram laki-laki berjubah hitam
itu dan tubuhnya terjatuh dari kereta.
Terdengar orang itu mendengus marah. Terasa ada serangkum angin yang menerpa
lewat. Ketika Tao Ling menolehkan kepalanya, tampak tubuh orang itu melesat di
269 udara. Kedua naga-nagaan emas itu belum sempat mencapai tanah, tangan orang itu
sudah menjulur dan meraih kedua benda itu.
Saat itu, Tao Ling juga belum sempat melihat wajah orang itu. Sebab ia langsung
menerjang ke arah dua buah naga-nagaan eiuas yang dilempar oleh Tao Ling. Tetapi
bayangan punggungnya justru terlihat jelas. Orang itu menggunakan stelan pakaian
berwarna hitam, Ternyata dugaan Tao Ling memang tidak salah. Dialah si laki-laki
berjubah hitam yang pernah dilihatnya.
Tao Ling ingat, ketika I Ki Hu membicarakan laki-laki ini, mimik wajahnya juga
menyiratkan perasaan terkejut. Hal itu membuktikan bahwa kepandaian laki-laki
herjubah hitam itu benar-benar sudah mencapai taraf yang tinggi sekali.
Kalau ditilik dari keadaannya, tampaknya ayah ibu Tao Ling lebih banyak celaka
daripada selamat. Dan laki-laki berjubah hitam itu sudah pasti musuh bebuyutannya.
Kalau menurut hati kecilnya sendiri, ingin rasanya dia menerjang laki-laki berjubah
hitam itu dan mengadu jiwa dengannya.
Tapi Tao Ling bukan orang bodoh. Dia tahu, apabila dia mengikuti emosinya
menerjang ke depan, bukan saja dia akan mengantarkan nyawa secara sia-sia, tetapi
dendam kematian ayah ibunya tidak diketahui orang lain, jangan lagi membicarakan
urusan balas dendam.
Karena itu, Tao Ling menumpu sepasang tangannya di atas tanah, tubuhnya mencelat
keatas kemudian turun tepat di dalam kereta. Tanpa menunggu si laki-iaki berjubah
hitam membalikkan tubuhnya, dia langsung mengayunkan pecut dan menjalankan
kereta itu secepat terbang.
Tao Ling sendiri tidak menyangka keempat ekor kuda itu dapat berlari demikian
kencang. Hatinya merasa terkejut sekaligus gembira. Dari belakangnya terdengar suara
siulan panjang. Ternyata laki-laki berjubah hitam itu sudah mengejarnya.
Perasaan Tao Ling tercekat seketika. Kereta kuda itu sudah dijatuhkan demikian cepat.
Sehingga pemandangan di kedua sisi jalan seakan berjalan berbalik seperti terbang.
Tetapi laki-laki berjubah hitam itu tetap mengerahkan segenap kemampuannya untuk
mengejar. Dapat dibayangkan apa yang diinginkannya.
Dalam keadaan panik, Tao Ling menyempatkan dirinya menoleh ke belakang. Tampak
laki-laki itu bagaikan segumpal asap hitam yang mengikuti ketat di belakang kereta.
Jarak antara laki-iaki berjubah hitam dengan kereta yang ditumpanginya paling-paling
belasan depa. Hati Tao Ling semakin terkesiap. Cepat-cepat dia mengayunkan pecut lagi beberapa
kali dan kereta pun melesat ke depan semakin pesat. Kereta itu berguncang hebat dan
nyaris tubuh Tao Ling terpental keluar. Tao Ling segera menghimpun hawa murninya
dan mengimbangi gerakan kereta. Dengan demikian kereta itu melesat lagi sejauh
sepuluh li lebih.
270 Tao Ling mengira dirinya sudah berhasil melepaskan diri dari incaran si laki-laki
berjubah hitam. Tanpa sengaja dia menolehkan kepalanya. Hatinya kembali tercekat.
Ternyata laki-laki itu masih laksana gumpalan asap hitam yang mengikuti terus di
belakang kereta. Bukan saja dia tidak berhasil meloloskan diri, tapi jaraknya malah
semakin dekat. Paling-paling tiga-empat depaan lagi.
Kepanikan dalam hati Tao Ling jangan dikatakan lagi. Dengan kalang kabut dia
memecutkan cambuknya. Kuda-kuda itu meringkik kesakitan. Sekali melesat mereka
menerjang ke depan sejauh dua-tiga depa. Kereta itu langsung terpental ke atas.
Kemudian terhempas kembali di atas tanah dengan keras. Terdengarlah suara krek!
Penyambung kayu di depan kereta patah seketika. Sedangkan keempat ekor kuda putih
itu terus melesat ke depan.
Saat itu juga, putuslah hubungan antara kuda dan kereta. Keempat ekor kuda tetap
melesat ke depan, sedangkan kereta itu terhenti di pinggir jalan tanpa bergerak lagi.
Tao Ling menatap keempat ekor kuda itu sambil menarik nafas panjang.
Tarikan nafasnya belum habis, laki-laki berjubah hitam itu melesat lewat di sisinya.
Melihat keadaan itu, Tao Ling menjadi bingung. Tadi laki-laki berjubah hitam itu
mengejar ke arahnya. Sekarang kuda-kuda itu melesat pergi, Tao Ling merasa ajalnya
pasti akan tiba, tapi tiba-tiba dia melihat laki-laki itu melesat lewat di sampingnya
begitu saja. Apa gerangan sebabnya"
Pedang Tanpa Perasaan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tampak laki-laki berjubah hitam itu terus mempercepat langkah kakinya. Tubuhnya
seperti terbang di udara. Terdengar suara siulan panjang. Laki-laki berjubah hitam itu
telah berhasil menyandak seekor kuda kemudian mencelat ke atasnya. Sembari
mencelat ke udara, tangannya mengirimkan dua buah pukulan berturut-turut. Kaki
keempat ekor kuda itu pun lemas dan menekuk. Pada saat itulah, laki-laki berjubah
hitam itu berjungkir balik di udara kemudian mendarat turun tepat di punggung salah
satu ekor kuda. Kakinya menjepit perut kuda itu erat-erat. Terdengar suara ringkikan
panjang, kuda itu pun berdiri lagi lain melesat ke depan secepat kilat.
Melihat gerak gerik laki-laki berjubah hitam itu, perasaan Tao Ling terkesima. Untuk
beberapa saat dia duduk di atas tanah dengan termangu-mangu. Sekarang dia baru
mengerti bahwa sejak tadi laki-laki itu bukan mengejarnya, melainkan ingin merampas
salah seekor kuda yang menarik keretanya.
Akhirnya Tao Ling baru bisa menghembuskan nafas lega. Tapi barusan dia sudah
melihat betapa tingginya kepandaian laki-laki berjubah hitam itu. Boleh dibilang
hampir tidak dapat dibayangkannya. Pasti dia bukan tokoh sembarangan, tapi orang itu
justru musuh besarnya. Tampaknya dendam kematian kedua orang tuanya sulit
dibalas. Tao Ling menarik nafas panjang-panjang. Matanya melirik sekilas ke arah kereta.
Sekarang kuda-kuda yang menariknya sudah tidak ada. Kereta itu tidak berfungsi lagi.
Begitu dia ingin pergi meninggalkan kereta kuda itu, tiba-tiba dari kejauhan terdengar
suara siulan yang melengking tinggi. Nadanya seakan mengandung pertanyaan. Jarak
sumber suara siulan itu masih jauh, tetapi suaranya berkumandang jelas sekali di
telinga Tao Ling.
271 Mula-mula Tao Ling agak tertegun mendengar suara siulan itu. Tetapi sesaat
kemudian, dia mengenali bahwa suara siulan itu berasal dari I Ki Hu.
"Hu jin, kau tidak apa-apa bukan?" tanya I Ki Hu.
Nada suaranya penuh perhatian. Tao Ling yang mendengarnya sampai merasa terharu.
Dalam sekejap mata, bayangan tubuh I Ki Hu sudah kelihatan. Lalu tahu-tahu sudah
muncul di hadapannya. Melihat Tao Ling berdiri di pinggir jalan dengan termangumangu,
wajah laki-laki itu tampak menyiratkan perasaan terkejut.
"Aih" Hu jin, kau tidak apa-apa bukan?"
"Aku tidak apa-apa," sahut Tao Ling.
"Tadi aku melihat seorang laki-laki berjubah hitam menunggang salah seekor kuda
putih kita. Dia melesat secepat terbang. Aku mengira telah terjadi sesuatu pada dirimu.
Kalau memang kau tidak kenapa-napa, aku akan pergi saja."
Tao Ling menarik nafas panjang.
"Hu kun, aku ingin memohon sesuatu kepadamu, seandainya kau bersedia memenuhi
permintaanku, maka seumur hidup ini aku rela mengikutimu."
I Ki Hu menggelengkan kepalanya.
"Hu jin, tak perlu kau bicarakan. Aku sudah tahu apa permintaanmu."
Tao Ling sadar I Ki Hu memang sudah tahu bahwa dia akan meminta laki-laki itu agar
jangan mencelakai Lie Cun Ju. Kalau ditilik dari tampang I Ki Hu, dia juga tahu
permintaannya tidak mungkin dikabulkan. Tanpa dapat dipertahankan lagi air matanya
jatuh berderai.
"Kalau begitu, ten ... tu aku juga tidak berani memaksakannya."
"Hu jin, ingat baik-baik. Jangan sekali-sekali timbul pikiran ingin membalas dendam!"
Hati Tao Ling langsung tergerak.
"Kenapa" Apakah kau sudah tahu siapa musuh besarku itu?"
I Ki Hu menganggukkan kepalanya.
"Tadi ketika kuda putih itu melesat lewat di hadapanku, aku sempat melihat wajah
penung-gangnya. Aih! Aku tidak menyangka ternyata dialah orangnya."
Tao Ling merasa penasaran.
"Hu kun, apakah ilmu kepandaian orang itu benar-benar demikian tinggi, bahkan
sudah melampauimu?"
272 Pertanyaan Tao Ling itu sebenarnya tidak aneh. Karena kepandaian I Ki Hu sudah
mencapai taraf yang demikian tinggi. Sungguh sulit dibayangkan apabila masih ada
orang lain yang dapat melampauinya.
I Ki Hu tertawa panjang.
"Melampauiku" Benar-benar lucu. Aku melihat orang itu, memang timbul rasa
tercekat dalam hati. Tetapi bila dia melihatku, apa kau kira hatinya tidak mempunyai
perasaan yang sama" Tampaknya dia sedang ada urusan penting, sehingga tidak
memperdulikan apa-apa lagi, baru berani-beranian merampas kuda putihku itu."
Mendengar sampai di sini, kembali perasaan Tao Ling dilanda kebingungan.
"Ini benar-benar aneh. Setahuku, dia sendiri mempunyai seekor kuda berwarna hitam"
"Tidak salah. Kuda itu bernama Cui hong be (kuda pengejar angin). Tetapi masih jauh
bila dibandingkan dengan Sam tian pek (si putih secepat kilat) kepunyaanku. Mari kita
cari dulu Cui hong be kepunyaannya baru kita tentukan langkah berikutnya."
Tao Ling merasa urusan itu semakin lama semakin rumit. Dan rasanya seluruh urusan
itu ada kaitannya dengan laki-laki berjubah hitam itu. Apalagi menilik sikap I Ki Hu
yang tidak bersedia mengatakan siapa laki-laki berjubah hitam itu. Ada baiknya juga
bila menemukan kuda tunggangannya lebih dahulu.
Karena itu Tao Ling segera menyetujui usul suaminya. Mereka berdua tidak
mempunyai tujuan tertentu, akhirnya hanya berjalan mengelilingi tempat sekitar itu.
Kira-kira setengah kentungan kemudian, tiba-tiba terdengar suara ringkikan kuda.
Yang disusul dengan suara derap langkah kakinya yang tidak terburu-buru. Asalnya
dari sebelah timur.
I Ki Hu dan Tao Ling segera memalingkan kepalanya. Tampak seekor kuda sedang
berlari ke arah mereka dengan tenang. I Ki Hu langsung mengeluarkan suara siulan
panjang. "Ternyata dugaanku tidak meleset. Kuda hitam itu memang ada di sekitar sini," kata I
Ki Hu. I Ki Hu menarik tangan Tao Ling lalu diajaknya menghampiri kuda itu. Ketika
jaraknya sudah dekat, mereka melihat di atas punggung kuda hitam itu tertelungkup
dua orang. "Tia! Ma!" Tao Ling menjerit keras-keras. I Ki Hu ikut tercekat.
"Apakah kedua orang yang ada di atas punggung kuda itu ayah ibumu?"
Mana mungkin Tao Ling masih punya niat menjawab pertanyaannya. Yang tersisa
pada dirinya hanya tangis tersengguk-sengguk. I Ki Hu segera melesat ke depan.
Tangannya memegang kendali kuda kemudian menghentakkannya. Kuda itu pun
segera menekuk kedua lututnya.
273 Sebelah tangan I Ki Hu yang lain segera meraih tubuh pasangan suami istri Tao Cu
Hun. I Ki Hu seorang tokoh yang sudah banyak pengalaman. Begitu tangannya
menyentuh tubuh kedua orang itu, dia langsung dapat mengetahui apakah kedua orang
itu masih hidup atau sudah mati. I Ki Hu menolehkan kepalanya dan berkata kepada
Tao Ling. "Ibumu sudah meninggal. Tetapi ayahmu masih mempunyai sisa sedikit nafas."
Air mata Tao Ling berderai semakin deras.
"Apakah masih ada harapan bisa tertolong?"
I Ki Hu menggelengkan kepalanya.
"Rasanya tidak mungkin. Tetapi apabila ada yang ingin dikatakannya, masih ada
sedikit kesempatan."
Tangan I Ki Hu mengendur, diletakkannya pasangan suami istri itu di atas tanah. Tao
Ling menelungkup di atas tubuh ibunya dan menangis beberapa saat. Telinganya
mendengar suara panggilan ayahnya yang lirih.
"Ling ... ji ... Ling ... ji ..."
Tao Ling mendongakkan kepalanya. Tampak sebelah tangan I Ki Hu sedang menekan
di belakang punggung ayahnya. Wajah ayahnya pucat pasi seperti selembar kertas.
Matanya tidak menyorotkan sinar lagi. Mulutnya bergerak-gerak memanggil namanya.
Tao Ling segera menghambur ke sisi ayahnya sambil bertanya.
"Tia . . . siapa yang mencelakai kalian?"
Nafas Tao Cu Hun tinggal satu-satu, dengan susah payah akhirnya dia baru sanggup
berkata. "Ling ... ji, tia ... bersalah . . . kepada kalian."
Mendengar kata-kata ayahnya, Tao Ling jadi bingung. Air matanya masih terus
berderai. "Tia, mengapa kau harus berkata begitu?"
Dengan tubuh gemetar, Tao Cu Hun mengangkat kepalanya sedikit. Dia ingin meraih
kepala Tao Ling. Tapi tangannya baru terangkat sedikit, sudah terkulai jatuh kembali.
"Tao sian sing, apabila masih ada kata-kata yang ingin kau sampaikan, utarakanlah
secepat-nya, jangan menghabiskan waktu apalagi menghambur-hamburkan tenaga!"
ucap I Ki Hu dengan panik.
Tao Cu Hun menarik nafas panjang. "Ling ji... apa .. . kah kau tahu di mana toako mu
sekarang?"
274 Tao Ling menggelengkan kepahnya, "Aku tidak pernah tahu di mana toako berada."
Pelupuk mata Tao Cu Hun juga mulai membasah.
"Ling ji . . . sebe . . . lum terluka, tia melemparkan bungkusan . . . berisi dua buah
Tong tian pao liong ke dalam danau."
"Aku tahu, bahkan aku sudah mengambilnya dari dalam danau."
Tampak secercah sinar terang melintas sekilas di mata Tao Cu Hun.
"Sim . . . pan ba . . . ik-baik . . . kedua . . . Tong . . . ti . . . an pao ... li ... ong itu. Yang .
. . paling penting ... ka ... in pembung . . . kusnya ... Ja ... ngan sam . . . pai di . . .
ketahui ... o ... leh orang lain, agar . . . kematian . . . ayah . . . bun . . . damu tidak . . .
sia-sia!" "Tia, jangan bicarakan urusan ini dulu. Siapa sebetulnya yang mencelakai kalian?"
teriak Tao Ling.
Mata Tao Cu Hun jelalatan ke sana ke mari, bibirnya bergerak-gerak seakan ingin
mengatakan sesuatu, namun akhirnya tenggorokannya hanya mengeluarkan suara
krok! krok! dua kali, laki-laki itu pun terkulai mati.
Tao Ling bersimpuh di sisi jenasah kedua orang tuanya termangu-mangu beberapa
saat. Kese-dihannya terlalu dalam, pukulan bathin yang diterimanya terlalu hebat. Hal
ini membuat Tao Ling tidak sanggup mengalirkan air mata.
I Ki Hu melepaskan tangannya yang menekan di punggung Tao Cu Hun. Kemudian
berdiri tegak. "Hu jin, dalam keadaan terluka parah, ayah ibumu masih berusaha naik ke atas
punggung kuda, tentu tujuannya agar dapat ditemukan olehmu. Ini bukan hal yang
mudah dilakukan setiap orang. Untuk apa kau terus bersedih?" kata I Ki Hu.
"Aku tidak sedih," sahut Tao Ling datar.
I Ki Hu ikut menarik nafas panjang.
"Hu jin, kau tidak perlu membohongi dirimu sendiri. Menjelang kematiannya, ayahmu
meng-ungkit soal Tong tian pao liong. Ini benar-benar bukan hal yang sepele. Kita ..."
Tao Ling tertawa getir.
"Aku belum sempat mengatakan bahwa kedua Tong tian pao liong itu sudah direbut
oleh si laki-laki berjubah hitam."
I Ki Hu langsung mengeluarkan seruan terkejut. Mimik wajahnya menyiratkan
kekecewaan. "Tampaknya hu kun juga menginginkan Tongtian pao Hong itu?" sindir Tao Ling.
275 I Ki Hu segera menggenggam tangan Tao Ling erat-erat.
"Hu jin, rumitnya urusan yang menyangkut Tong tian pao liong ini sulit dijelaskan.
Urusan itu menyangkut suatu masalah yang sangat besar. Mengapa kau begitu ceroboh
membiarkan orang itu merebutnya dari tanganmu?"
Tao Ling langsung menceritakan peristiwa yang dialaminya.
"Tetapi sekarang aku masih menyimpan sebuah Tong tian pao liong itu," kata Tao
Ling. Wajah I Ki Hu berseri-seri seketika mendengar keterangannya.
"Bagus sekali. Hu jin, tadi kau mengatakan bahwa setelah melemparkan Tong tian pao
liong itu, si laki-laki berjubah hitam langsung mengeluarkannya dari dalam bungkusan
kain kemudian pergi begitu saja?"
"Betul," kata Tao Ling sambil menganggukkan kepalanya.
"Lalu, pembungkus kedua Tong tian pao liong itu benar-benar selembar kain belacu?"
Tao Ling berusaha mengingat-ingat.
"Aku tidak begitu memperhatikannya bisa jadi memang benar."
"Lalu di mana kain itu sekarang?" tanya I Ki Hu cepat.
"Ketika berhasil mendapatkan bungkusan itu, aku langsung membukanya. Mungkin
ketika aku melemparkannya, kedua Tong tian pao liong itu masih ada di dalam
bungkusan kain itu."
"Tapi kau yakin laki-laki berjubah hitam itu hanya mengambil Tong tian pao liongnya
saja?" Sekali lagi Tao Ling menganggukkan kepalanya. Sikap I Ki Hu tampak agak panik.
"Di mana kau lemparkan kain itu?"
Melihat I Ki Hu terus mendesaknya, hati Tao Ling agak jengkel.
"Mana aku ingat lagi?" sahutnya dengan ketus sambil memalingkan wajah.
I Ki Hu menghentakkan kakinya di atas tanah.
"Hu jin! Hu jin! Kalau kau ingin membalas dendam kematian kedua orang tuamu,
maka kau harus menemukan kain belacu itu!"
"Kenapa?"
276 "Apakah kau belum pernah mendengar cerita yang ada hubungannya dengan Tong tian
pao liong?"
"Tidak pernah."
"Urusan ini kalau diceritakan panjang sekali. Lebih baik kita kubur dulu kedua orang
tuamu, baru cerita dengan tenang."
Tao Ling tertegun beberapa saat. Dia seakan-akan baru menyadari kedua orang tuanya
sudah meninggal.
"Mari!" sahut Tao Ling kemudian.
Kedua orang itu segera menggali tanah dan menguburkan jenasah pasangan suami istri
Tao Cu Hun. "Hu jin, untuk sementara kau juga tidak kembali ke Iembah Gin Hua kok, maukah kau
berjalan bersamaku?" tanya I Ki Hu.
"Kau hendak kemana?"
"Aku ingin mengejar laki-laki berjubah hitam itu."
Tao Ling merasa heran.
"Aih, apakah kau tahu kemana perginya laki-laki berjubah hitam itu?"
"Tadinya aku juga tidak tahu. Tapi menjelang kematiannya, ayahmu mengungkit
masalah Tong tian pao liong. Dan laki-laki berjubah hitam itu juga merebut dua buah
Tong tian pao liong dari tangan-mu. Dengan demikian aku jadi tahu kemana dia
pergi." Mendengar kata-kata I Ki Hu, perasaan Tao Ling masih bingung juga. Tapi dia malas
bertanya panjang lebar.
"Jadi kita tidak perlu mencari kain belacu itu lagi?" tanya Tao Ling.
"Tentu saja harus. Aku yakin laki-laki berjubah hitam itu tidak tahu pentingnya kain
belacu itu. Maka, biarpun kita lambat sedikit, tidak menjadi masalah. Hu jin, naiklah
ke atas kuda!"
Tao Ling mencelat ke atas Cui hong be. I Ki Hu mengikuti dari samping. Kuda itu
mengeluarkan suara ringkikan. Begitu pantatnya ditepuk oleh I Ki Hu, kuda itu pun
melesat ke depan secepat kilat.
***** Tidak lama kemudian, mereka sudah sampai di tepi danau. Tao Ling menarik tali
kendali kuda hitam itu.
277 "Hu jin, dimana kau lemparkan kain belacu itu, masa kau tidak ingat sama sekali?"
tanya I Ki Hu. Tao Ling berusaha mengingat-ingat.
"Ketika itu aku sedang panik, jadi bungkusan kain itu aku lemparkan sekenanya saja.
Di mana tepatnya aku tidak begitu ingat lagi."
I Ki Hu memperhatikan keadaan di sekitarnya.
"Terpaksa kita cari dengan teliti. Kalau tidak berhasil juga, ya sudah."
Pikiran Tao Ling justru berbeda. Dia tahu, menjelang kematian, ayahnya masih
mengingatkan soal kain belacu itu. Pasti bukan tanpa sebab. Dengan kata lain, kain
belacu itu pasti penting sekali artinya.
Karena itu, Tao Ling segera mencelat turun dari kuda, kemudian mulai mencari
dengan sek-sama. Setiap gerombolan rumput disibaknya dengan hati-hati. Tapi kain
belacu yang dilemparnya asal-asalan itu entah ada di mana. Kedua orang itu mencaricari
di tepi danau sampai kurang lebih setengah kentungan lamanya, namun tidak ada
hasilnya. I Ki Hu menarik nafas panjang.
"Hu jin, kalau tidak ketemu juga, ya apa boleh buat."
Hati Tao Ling merasa tidak rela. Dia tidak tahu, apa lagi yang harus dilakukannya.
Akhirnya dia berdiri. Begitu dia berdiri, tiba-tiba tampak kain belacu itu tersangkut
pada ranting sebuah pohon. Seketika itu hati Tao Ling merasa gembira sekali.
"Lihat, itu kainnya bukan?" kata Tao Ling.
I Ki Hu mendongakkan kepalanya.
"Ini yang dinamakan, 'Mencari sampai sepatu besi pecah juga tidak ketemu. Tetapi
tidak dicari malah datang sendiri'."
I Ki Hu menghentakkan kakinya. Tubuhnya melesat ke atas, tangannya menjulur ke
depan, dan kain belacu itu sudah tercengkeram di tangannya. Sekejap kemudian dia
Pedang Tanpa Perasaan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sudah berdiri di samping Tao Ling. Mereka sama-sama melihat kain belacu itu.
Tampaknya kain itu tidak mempunyai keistimewaan apa-apa. Bahkan jahitannya juga
kasar sekali. Tetapi, di bagian tengah kain itu, terdapat lima titik bundar berwarna merah. Kalau
dilihat sepintas lalu, kemungkinan bekas noda darah. Kelima titik merah itu tersusun
rapi sekali. Bentuknya seperti bunga bwe. Selain itu, tak ada gambar lainnya lagi.
Tao Ling kebingungan. Dia mendongakkan kepalanya menatap I Ki Hu. Tampak
sepasang alis suaminya menjungkit ke atas seakan-akan sedang menguras otaknya.
Sesaat kemudian, tiba-tiba dia menepukkan kedua tangannya keras-keras.
278 "Aku sudah tahu!" kata I Ki Hu.
"Apa yang kau ketahui?" tanya Tao Ling cepat.
"Kita berangkat dulu baru membicarakannya lagi," sahut I Ki Hu.
"Kemana tujuan kita?"
"Jauh sekali. Mungkin kita memerlukan waktu berbulan-bulan di perjalanan." I Ki Hu
menarik tangan Tao Ling kemudian mengangkat tubuh istrinya itu ke atas kuda.
Kemudian dia sendiri juga mencelat di belakangnya. Mereka segera memacu kudanya.
Terdengar suara derap kaki kuda yang nyaring, mereka mengambil arah barat daya.
Diam-diam Tao Ling berpikir dalam hati.
"Tidak kembali ke lembah Gin Hua kok, bahkan kebetulan. Untuk sementara Lie Cun
Ju tidak akan mengalami bencana."
Tao Ling tidak tahu, sejak meninggalkan lembah Gin Hua kok, telah banyak terjadi
perubahan pada dirinya. Dan di dalam lembah Gin Hua kok juga telah terjadi berbagai
peristiwa. Sudah lama Lie Cun Ju tidak berada di lembah itu lagi.
Kuda itu melesat terus ke depan sampai sejauh beberapa li.
"Hu jin, kau mengatakan bahwa kau belum pernah mendengar cerita mengenai Tong
tian pao liong. Apakah kau pernah mendengar tentang tujuh orang Portugis berambut
merah yang menjadi legenda masyarakat kita?"
Mula-mula Tao Ling tertegun. Kemudian hampir dia tertawa geli.
"Tentu saja pernah. Tapi itu kan cerita rakyat yang hanya dikisahkan para orang tua
untuk menakut-nakuti anaknya agar mau disuruh tidur. Memangnya cerita itu benar?"
Wajah I Ki Hu justru tampak serius sekali.
"Coba kau ceritakan apa saja yang pernah kau dengar."
"Ketika aku masih kecil, setiap mama menidurkan aku, mama sering menceritakan
kisah itu. Setelah aku besar, dia tidak pernah bercerita lagi. Menurut cerita mama,
entah berapa puluh tahun yang lalu, di daerah Tiong goan tiba-tiba kedatangan tujuh
orang Portugis berambut merah. Mereka sendiri sebetulnya tidak punya kebiasaan apaapa.
Tapi mereka justru mengharapkan tokoh-tokoh di daerah Tiong goan mengangkat
mereka sebagai pimpinan. Mula-mula orang-orang mengira mereka mempunyai
kesaktian yang disembunyikan.
Tetapi kemudian kedok mereka terbongkar. Ternyata mereka hanya sekelompok orang
yang tidak bisa apa- apa.Bahkan tidak mengerti ilmu silat sedikitpun. Tentu saja
mereka semuanya mati terbunuh diwilayah Tiong Goan.. kata Tao Ling mengulangi
kisah yang pernah didengarnya.
"Apa yang pernah dengar hanya sebegitu saja?" tanya I Ki Hu.
279 Tao Ling mengerut-ngerutkan sepasang alisnya.
"Tentu masih ada beberapa bagian yang lucu. Kebanyakan mengenai diri ketujuh
orang Portugis yang dipermainkan oleh tokoh-tokoh kita. Buat apa diceritakan lagi?"
"Hu jin, dulu ketika aku baru belajar ilmu silat, aku juga pernah mendengar cerita itu.
waktu itu aku mengira cerita itu hanya karangan orang-orang iseng saja. Tetapi pada
suatu saat aku jadi percaya dengan cerita itu. Bahkan benar ada kejadian tentang
datangnya tujuh orang portugis yang ingin menjadi pemimpin di wilayah tionggoan."
Tao Ling tertawa geli.
"Mana mungkin" Ketujuh orang itu tidak memiliki kepandaian sedikitpun. Mana bisa
menjadi pemimpin tokoh persilatan di tionggoan" Kecuali kalau otak mereka sudah
tidak waras."
"Kau dengar dulu ceritaku. Dulu di dalam partai Mo kau, aku mendapat kepercayaan
penuh dari kaucu tua. Justru karena usianya sudah lanjut, kaucu Mo kau enggan
mengurus tetek bengek yang menyangkut Mo kau lagi. Boleh dibilang akulah yang
menjabat sebagai ketua dalam partai Mo kau itu. Ketika aku membereskan pembukuan
di dalam markas Mo kau, tanpa disengaja aku menemukan sebuah kitab kecil dari kulit
kambing." Perhatian Tao Ling jadi tertarik mendengar sampai di sini.
"Apa yang tertulis di dalam kitab itu?" tanya Tao Ling.
"Kitab kecil itu merupakan buku harian peninggalan ketua Mo kau cabang tenggara.
Sampai sekarang kitab itu sudah berusia tiga ratusan tahun. Untung saja hurufnya
ditulis dengan darah kambing sehingga tidak mudah luntur. Meskipun usianya sudah
tua, warnanya hanya menguning. Tadinya aku hanya membolak balik karena iseng.
Ternyata pada salah satu halamannya tertera tanggal tiga bulan tiga, tertulis 'hari ini
ketujuh orang Portugis datang mengantarkan berbagai batu permata seperti batu
Manau, batu giok, dan lain-lainnya'."
"Orang Portugis memang terkenal sebagai pedagang batu permata. Seandainya mereka
menghadiahkan batu-batuan itu kepada ketua Mo kau, rasanya tidak perlu diherankan.
I Ki Hu menganggukkan kepalanya.
"Tidak salah. Tetapi ketika aku membalikkan halaman berikutnya, di sana tertulis lagi.
'Tujuh orang Portugis datang lagi dan berbicara dengan serius terhadap ketua Mokau'.
Kemudian ada lagi tulisan tertanggal bulan tiga tanggal sembilan, yang menyatakan
'Ketua Mo kau pergi dengan ketujuh orang Portugis'.
Tao Ling menjadi kurang sabar.
"Apa artinya?"
I Ki Hu tertawa lebar.
280 "Ada suatu hal yang aneh dan tidak kau ketahui."
"Apa itu?"
"Ketua Mo kau cabang tenggara itu, sejak kepergiannya dengan tujuh orang Portugis,
tidak pernah ada kabar beritanya lagi. Menghilang begitu saja. Hal ini menyebabkan
terjadinya kekacauan di dalam cabang Mo kau itu sampai tujuh-delapan tahun
lamanya." Tao Ling memalingkan kepalanya.
"Mengapa bisa demikian?"
"Saat itu, aku juga bertanya kepada diriku sendiri. Mengapa bisa demikian" Kemudian
aku merenungkan kembali. Akhirnya aku yakin bahwa ketujuh orang Portugis itu
memang benar-benar ada. Mereka juga sungguh " sungguh ingin menjadi pemimpin
tokoh-tokoh persilatan diwilayah tionggoan. Meskipun mereka tidak mengerti ilmu
silat, tapi pasti ada syarat tertentu yang menjadi pegangan. Namun karena syarat yang
mereka miliki terlalu tidak memungkinkan, maka orang " orang pun tidak percaya dan
mengira mereka tidak waras."
Pada dasarnya Tao Ling memang seorang wanita yang cerdik.
"Menurut pendapatmu, ketua Mo Kau pada jaman itu percaya dengan persyaratan
yang mereka miliki?" tukas Tao Ling.
I Ki Hu menganggukkan kepalanya.
"Tidak salah. Di dalam catatan itu tertera bahwa selam lima hari berturut " turut ketua
Mo Kau cabang tenggara itu mengadakan perundingan serius dengan ketujuh orang
Portugis itu. Pasti mereka berhasil membujuknya."
Tao Ling menggeleng-gelengkan kepalanya. Baginya, hal itu terlalu mustahil. Hatinya
tetap tidak mempercayai apa yang dikatakan I Ki Hu.
"Aku masih kurang percaya. Seandainya mereka memang memiliki sesuatu yang dapat
membuat mereka menjadi pemimpin diwilayah Tionggoan, mengapa mereka tidak
pergi mengambilnya sendiri?".
Justru karena urusan itu berlalu sudah terlalu lama, maka apa saja yang terselip di
balik sernua itu, bukan sesuatu yang dapat kita pahami."
"Lalu, apa hubungan cerita itu dengan Tong tian pao Hong?"
I Ki Hu tersenyum.
"Hubungan yang menyangkut kedua urusan itu, di dunia ini yang benar-benar
megetahuinya mungkin tidak lebih dari sepuluh orang."
281 Tao Ling semakin penasaran.
"Coba kau jelaskan."
"Kau tidak perlu terburu-buru. Kenyataannya aku merasa adanya ketujuh orang
Portugis itu bukan hanya cerita karangan belaka, tetapi merupakan sebuah fakta. Tentu
saja timbul minat-ku untuk menyelidikinya lebih lanjut. Aku menghabiskan waktu
hampir setengah tahun untuk menyelesaikan pembukuan pihak Mo kau dan sembari
membaca dengan teliti buku harian peninggalan cabang tenggara Mo kau jaman itu.
Akhirnya kembali aku menemukan sesuatu, yakni sebelum pergi dengan ketujuh orang
Portugis itu, Mo kau terdahulu meninggalkan sepucuk surat kepada para pengikutnya."
"Oh?" Tao Ling berseru heran. "Kalau benar ada peninggalan surat, bukankah
semuanya malah menjadi jelas?"
I Ki Hu menarik nafas panjang.
"Seandainya aku berhasil membaca surat itu, tentu semuanya akan jelas. Tetapi surat
itu justru tidak ditemukan. Hanya terdapat sedikit catatan dari Mo kau kaucu itu.
Bahwa surat itu menyangkut nasib seluruh Mo kau. Dan ada seseorang yang mungkin
wakil dari Mo kau kaucu itu juga menuliskan catatan yang sama. Bisa jadi orang itu
pula yang menyimpan surat peninggalan Mo kau kaucu itu."
"Apa artinya semua itu" Aku benar-benar tidak menemukan setitik pun hubungan
Tong tian po Hong dengan apa yang kau ceritakan itu. Coba kau jelaskan lebih detail!"
"Kalau dilihat sepintas lalu, memang tidak mudah menemukan kejanggalan apa-apa.
Tetapi kalau diperhatikan dengan teliti dan dengan sedikit menguras otak, tidak sulit
menemukannya. Sebelum kepergiannya, Mo kau kaucu itu pasti sudah ada persiapan.
Dia sendiri menyadari bahwa kepergiannya mungkin membutuhkan waktu yang cukup
lama, sehingga perlu mengadakan persiapan lebih dahulu atas kelanjutan partai Mo
kau. Tetapi akhirnya, mungkin ada seseorang yang berhati culas di dalam Mo kau. Dia
menyembunyikan surat peninggalan itu sehingga kemudian terjadi kekacauan besar di
dalam partai."
Tao Ling merenung sejenak.
"Masuk akal juga. Coba kau teruskan keteranganmu!"
I Ki Hu mengernyitkan keningnya. "Kemudian aku memeriksa nama-nama kaucu
generasi berikut. Akhirnya aku mendapatkan beberapa orang yang berkepandaian
tinggi. Ada salah seorang yang kedudukannya tinggi sekali, gerak geriknya
mencurigakan. Maka aku menaruh perhatian besar pada kaucu yang satu ini. Aku
menyelidiki riwayat hidupnya. Ternyata setelah kaucu yang lama pergi bersama
ketujuh orang Portugis, dia yang tadinya hanya seorang penasehat langsung
mengangkat dirinya sendiri sebagai Mo kau kaucu. Banyak pengikut Mo kau yang
tidak puas atas tindakannya. Akhirnya dia dibunuh oleh para pengikutnya. Menjelang
kematiannya, ada beberapa catatan khusus. Justru yang menarik adalah kata-katanya
menjelang kematian."
282 Pada saat itu, seluruh perhatian Tao ling sudah tertarik pada cerita I Ki Hu. Dia
mendengarkan dengan seksama.
"Apakah kata-kata yang diucapkan menjelang kematian orang itu ada kaitannya
dengan orang-orang aneh dari Portugis?"
I Ki Hu menganggukkan kepalanya.
"Ternyata kecerdasan Hu jin melebihi orang lain. Orang yang menjelang kematiannya
itu menderita luka yang terlalu parah. Meskipun ucapannya dicatat oleh pengikut Mo
kau, namun tidak banyak yang bisa dipahami. Kata-katanya diucapkan dengan susah
payah. Hanya beberapa patah kata saja, bahkan aku pun dapat menghapalnya luar
kepala." I Ki Hu merenung sejenak, dia menarik tali kendali Cui hong be agar jangan
berlari terlalu cepat. Kemudian baru meneruskan ucapannya. "Orang itu berkata, 'Mo
kau kaucu . . . sebelah barat Kun Lun san . . . Orang-orang Portugis membawa tujuh
buah Tong tian pao Hong ... dia tidak akan kembali lagi . . . kalian jangan bermimpi . .
. semuanya hanya aku . . . yang tahu' . . . Hanya beberapa patah kata itu yang
diucapkannya."
Tao Ling merenung sesaat.
"Hu kun, jadi tujuan kita sekarang sebelah barat Gunung Kun Lun itu?"
"Tidak salah. Mungkin pada waktu itu orang yang meneruskan catatan itu masih
membocorkan beberapa rahasia. Sebab sejak itu di dalam dunia bu lim bertambah lagi
semacam cerita yang bekaitan dengan Tong tian pao liong. Dikatakan bahwa barang
siapa yang berhasil mencapai tempat tertentu di sebelah barat Gunung Kun Lun, maka
sekembalinya dari sana dapat menjadi tokoh nomor satu di kolong langit ini."
Tao Ling tertawa dingin.
"Hu kun, kepandaianmu sekarang boleh dibilang sudah menjadi tokoh nomor satu di
kolong langit. Apakah kau masih ingin mengejar sesuatu yang belum jelas di sebelah
barat Gunung Kun Lun itu?"
I Ki Hu tersenyum simpul.
"Hu jin, apa yang kau katakan tidak benar sama sekali. Meskipun kepandaianku sangat
tinggi, tetapi bukan berarti tidak ada orang yang tidak dapat mengimbangiku. Karena
itu tidak dapat disebut tokoh nomor satu di kolong langit ini. Lagipula, kalau ditilik
dari keadaannya sekarang, tampaknya tempat tertentu di sebelah barat Gunung Kun
Lun juga bukan hanya legenda belaka."
"Dari mana kesimpulanmu itu?"
"Sekarang aku sudah tahu bahwa apa yang disebut Tong tian pao liong ternyata bukan
naga sungguhan. Tetapi tujuh buah naga ernas seperti yang ada padamu sekarang."
Tao Ling hanya berdiam diri. I Ki Hu melanjutkan kata-katanya kembali.
283 "Sekarang ketujuh buah naga emas ini semuanya sudah muncul. Hal ini membuktikan
bahwa tempat yang katanya bisa membuat seseorang menjadi tokoh nomor satu di
kolong langit juga merupakan sebuah kenyataan."
Diam-diam Tao Ling berpikir dalam hati, dia menggunakan segala macam cara untuk
melepaskan diri dari cengkeraman I Ki Hu, tujuannya ingin menyelamatkan selembar
nyawa Lie Cun Ju
Sekarang, tidak disangka-sangka I Ki Hu percaya dengan legenda mengenai Tong tian
pao liong dan ingin menuju sebelah barat gunung Kun Lun san. Meskipun tempat ini
sudah termasuk wilayah barat, tetapi untuk mencapai gunung Kun Lun, masih harus
menempuh perjalanan sejauh laksaan li. Ada baiknya seandainya bisa memancing
suaminya itu pergi sejauh-jauhnya dari tempat itu.
"Kalau begitu, marilah kita pergi bersama-sama. Seandainya bisa menemukan suatu
rahasia yang selama ini tidak diketahui orang lain, tentunya seru juga."
Meskipun I Ki Hu laki-laki yang kecerdasannya melebihi orang tain, tetapi saat itu
seluruh perhatiannya sedang terpusat pada masalah yang ada kaitannya dengan Tong
tian pao liong. Karena itu dia sama sekali tidak menyadari maksud hati Tao Ling yang
sebenarnya. Dia mengira Tao Ling sudah tergerak hatinya oleh serangkaian cerita yang ia
kisahkan, sehingga bersedia melakukan perjalanan bersama-sama. Tanpa dapat ditahan
lagi hatinya diliputi kegembiraan. Dia segera mengeluarkan suara siulan panjang dan
mendepak kuda hitam itu agar melesat lebih cepat. Selama tiga hari tiga malam
mereka terus menuju ke arah barat.
Sampai pada hari keempat, tampak sebuah sungai besar menghadangi perjalanan. I Ki
Hu mengendalikan kuda membelok ke arah barat dan meneruskan perjalanan. Sepanjang
perjalanan I Ki Hu sering mengeluarkan kain belacu pembungkus Tong tian pao liong
itu dan dibolak-balikkannya kemudian diperiksanya dengan teliti.
Kira-kira tengah hari, Tao Ling melihat dua orang berjalan berdampingan di tepi
sebuah sungai yang airnya sudah mengering. Kalau dilihat dari bayangan
punggungnya, mereka sepasang laki-laki dan perempuan. Yang perempuan berambut
panjang mencapai bahu, pinggangnya langsing dan mengenakan pakaian serba putih.
Mereka berjalan dengan perlahan-lahan. Walaupun wajah gadis itu tidak kelihatan,
dapat dibayangkan bahwa wajah-nya pasti cantik sekali.
Bayangan punggung kedua orang itu rasanya tidak asing bagi Tao Ling. Ketika ia
memper-hatikan sekali lagi, hatinya langsung berdebar-debar. Begitu mereka
mendekat, tiba-tiba sepasang laki-laki dan perempuan itu menolehkan kepalanya.
Tanpa dapat ditahan lagi air mata Tao Ling mengalir dengan deras. Tenggorokannya
seakan tercekat.
"Koko!" teriak Tao Ling.
284 Pada saat itu, laki-laki yang sedang berjalan bersama seorang gadis itu juga sudah
menghambur ke arahnya sambil berseru.
"Moay moay!"
Tao Ling mencelat turun dari kudanya. Dia menghambur ke dalam pelukan pemuda
itu. Memang bukan orang lain, tetapi kokonya sendiri, Tao Heng Kan.
Sedangkan gadis yang tadi hanya tampak punggungnya itu, juga sudah membalikkan
tubuh-nya, ternyata I Giok Hong.
Ketika kakak beradik Tao Heng Kan dan Tao Ling saling berpelukan, I Giok Hong
dan I Ki Hu. kedua ayah dan anak itu justru saling bertatapan dengan pandangan
dingin. Mimik wajah I Giok Hong tampak menyiratkan keangkuhan dan sinar matanya
mengandung sorotan merendahkan.
Terdengar I Ki Hu berkata.
"Hu jin, apakah kau ingin mengajak kokomu melakukan perjalanan bersama?"
Tao Heng Kan melepaskan diri dari pelukan Tao Ling. la melirik I Ki Hu sekilas.
"Siapa kau?" Tao Heng Kan menyapa I Ki Hu.
"Aku she I," sahut I Ki Hu dingin.
Pedang Tanpa Perasaan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sejak semula Tao Heng Kan sudah melihat ada kemiripan antara laki-laki setengah
baya ini dengan I Giok Hong. Karena itu ketika I Ki Hu menyatakan dirinya juga she
I, hatinya dilanda kebingungan. Untuk sesaat ia termangu-mangu, dengan
menundukkan kepalanya ia bertanya.
"Moay moay, menga ... pa dia memanggilmu . . . hu jin?"
Tao Ling menghapus air mata yang membasahi pipinya.
"Koko, kau tidak perlu menanyakan apa alasannya, pokoknya sekarang aku sudah
menjadi istrinya."
Sepasang alis Tao Heng Kan langsung menjungkit ke atas. Agak lama dia berdiam
diri. Ter-ingat kembali kata-kata I Giok Hong yang dulunya dikira hanya gurauan
belaka. "Apakah ayah dan ibu sudah mengetahui urusan ini?" tanya Tao Heng Kan kepada I
Giok Hong. Tao Ling menundukkan kepalanya dalam-dalam.
"Kedua orang tua kita sudah tidak ada di dunia lagi."
Wajah Tao Heng Kan langsung berubah hebat.
285 "Apakah kedua orang tua kita mati di tangannya?" tanyanya sambil menunjuk kepada
I Ki Hu. Tao Ling menggelengkan kepalanya.
"Tidak ada hubungannya dengan dia. Koko, kau . . . sendiri mengapa bisa berjalan
bersama I kouwnio?"
Tao Heng Kan menarik nafas panjang. Baru saja dia ingin menjawab pertanyaan Tao
Ling, sepasang alis I Giok Hong sudah menjungkit ke atas sembari membentak.
"Heng Kan, mari kita lanjutkan perjalanan!"
"Giok Hong, kami kakak beradik sudah lama tidak berjumpa ..."
I Giok Hong tidak menunggu Tao Heng Kan menyelesaikna kata-katanya. la langsung
tertawa dingin.
"Apa yang dipesankan oleh suhumu, apakah kau sudah lupa?"
Wajah Tao Heng Kan langsung menyiratkan perasaan apa boleh buat.
"Moay moay, kita sudah akan berpisah lagi . . . kau . . . jangan . . . bersedih."
I Ki Hu masih duduk di atas kuda. Dengan nada berat dia berkata ...
"Giok Hong, kakak beradik baru bertemu lagi, mengapa kau justru ingin memisahkan
mereka?" kata I Ki Hu dengan nada berat.
Watak I Giok Hong memang tidak berprikemanusiaan. Apalagi setelah I Ki Hu
mengambil Tao Ling sebagai istri dan membuat sepasang tulang kecil di kakinya
patah. Dalam hatinya, tidak tersisa lagi kasih sayang sedikit pun antara ayah dan anak.
Mendengar kata-katanya dia langsung tertawa dingin.
"I Sian sing, kau bisa mengurus istrimu yang cantik, termasuk boleh juga. Mengapa
kau juga ingin menahan Tao kongcu?"
Mendengar putrinya sendiri menyebutnya dengan panggilan 'Tuan I' dan nada
bicaranya yang begitu ketus, kebencian I Ki Hu semakin meluap. Wajahnya berubah menjadi angker.
"Apakah kau masih belum ingin menggelinding dari hadapanku?"
I Giok Hong tertawa terbahak-bahak.
"Tentu saja aku akan pergi. Heng Kan, jangan menunda waktu lagi!"
Tanpa dapat berbuat apa-apa, Tao Heng Kan maju beberapa langkah. la berjalan di
samping I Giok Hong kemudian baru menolehkan kepalanya kembali.
286 "Moay moay, kelak pasti masih ada kesempatan bagi kita untuk bertemu lagi. Dendam
kematian kedua orang tua kita, bebankan saja pada kokomu ini!" Baru menyelesaikan
kata-kata itu, I Giok Hong sudah menarik tangannya dan mengajaknya berlari
meninggalkan tempat itu.
Jilid 6________
Dengan perasaan pilu Tao ling mendongakkan kepalanya, tampak wajah I Ki Hu hijau
membesi. la juga tidak mengatakan apa-apa lagi, kakinya menghentak di permukaan
tanah dan mencelat ke atas kuda. Mereka kembali melanjutkan perjalanan.
Para pembaca sekalian, Tao Heng Kan dan I Giok Hong dapat bertemu dengan
pasangan I Ki Hu dan Tao Ling di tempat itu, menimbulkan suasana yang tidak enak,
sebenarnya hal itu bukan kebetulan.
Tempo hari, ketika I Giok Hong dan Tao Heng Kan kehilangan jejak Lie Cun Ju,
mereka berdua menyusuri sungai itu mencari pemuda itu. Tetapi Lie Cun Ju sudah
dibawa pergi oleh para lhama dari Agama Oey kau. Tentu Tao Ling dan I Giok Hong
tidak berhasil menemukannya.
Selama melakukan perjalanan bersama-sama dalam beberapa hari, I Giok Hong sudah
mendengar cerita dari mulut Tao Heng Kan sendiri mengapa ia bisa tiba-tiba dianggap
sebagai tokoh misterius bagi seluruh umat bulim.
Kesatria Berandalan 4 Pertarungan Dikota Chang An Seri 2 Kesatria Baju Putih Karya Wen Rui Ai Bentrok Para Pendekar 8
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama