Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen Bagian 12
adalah yang paling tepat soal ilmu perang kau boleh pelan2
belajar kepada Loh-ciangkun. Cuma hal ini boleh ditunda
sementara, untuk soal kedua kau harus segera berangkat."
"Apakah situasi berubah, pasukan musuh sudah mulai
bergerak?" tanya Khing Ciau.
"Bukan. Menurut penyelidikan, pasukan Kim baru akan siap
dan mulai bergerak dalam jangka sebulan lagi. Tapi tugas
yang harus kau selesaikan jauh lebih penting dari pertahanan
menghadapi serbuan pasukan musuh."
"Urusan apa?"
"Loh-ciangkun mendapat berita, Hoan Thong itu kepala
perompak di sungai Tiangkang sedang mengumpulkan
kawanan segerombolannya disebuah pulau di-muara,
waktunya ditentukan tanggal lima nanti, hari ini tanggal satu,
jadi masih empat hari lagi."
"Lho kok Hoan Thong" O, ya aku mengertilah." kata Khing
Ciau tertawa. lalu dia menjelaskan lebih terperinci mengenai
apa yang dia ketahui akan pertemuan besar di Hwi-liong-to
itu. "Nah soal kedua adalah Loh-ciangkun ingin supaya aku
mengutus seorang yang pilihan yang cerdik dan cekatan untuk
menyelundup kesana menyirapi berita. Tugas ini berarti harus
masuk sarung naga gua harimau, bukan urusan sepele, adik
Ciau..." "Biar aku pergi!" Khing Ciau segera menyanggupi "Toako,
bicara terus terang, barusan aku sedang memperbincangkan
hal ini dengan Giok-moay, bila kau tidak mengutus aku,
memangnya aku hendak kesana."
Setelah dirundingan secara seksama akhirnya diputuskan
Khing Ciau berangkat bersama Cin Long-giok dan Sat-lotoa
bertiga. Sin Gi-cik menyiapkan sebuah kapal kecil yang gesit
dengan dek dan dasar kapal yang dilapisi besi, hari kedua
pagi2 mereka berangkat
Hari pertama cuaca cerah, laut tenang, kapal berlaku
dengan cepat mendapat angin buritan. Sat-lotoa cukup mahir
mengendalikan kemudi, maka kapal kecil itu meluncur secepat
anak panah, jauh lebih pesat dari kuda lari.
Hari kedua hembusan angin rada keras, namun kebetulan
malah angin buritan pula sehingga kapal kecil itu seperti
didorong sehingga laju lebih pesat. Khing Ciau pernah belajar
renang dan peperangan di-atas air maka dia sering bantu dan
ganti Sat lotoa jadi juru mudi sementara Cin Long-giok tidak
merasa pusing dan mabuk lagi setelah kejadian di-sungai
tiangkang dimana akhirnya dia ditolong Beng-lothay itu.
Kira2 menjelang magrib, Sat lotoa keluarkan peta air,
katanya: "Besok kalau angin tetap sekeras ini, kita bisa lebih
cepat tiba di Hwi-liong-to.
Hari ketiga sampai tengah hari keadaan tidak be-rubah, tak
nyana setelah lewat lohor tiba2 cuaca be-rubah, dalam
sekejap saja alunan samudra yang bergelombang tenang itu
tiba2 seperti mengamuk, sehingga kapal kecil mereka
terombang ambing naik turun. Sat-lotoa kaget, teriaknya:
"Celaka, kita kebentur angin topan ditengah samudra."
Cuaca menjadi gelap, gelombang air sebesar gunung
menindih dan mendampar, Khing Ciau dan Sat-lotoa harus
kerja sama memegangi kemudi, namun kapal kecil itu masih
terombang ambing, miring ke-kanan doyong kekiri, naik turun
seperti menari2 sementara Cin Long-giok sudah rebah didalam
kamarnya, rasanya mual ingin muntah2, untung Sat-lotoa
sudah membawa obat anti mabuk laut, akhirnya saking tak
tahan dia jatuh semaput dan kebetulan malah mengurangi
siksaan. Khing Ciau berdua sebaliknya sedang berjuang mati2an
kendalikan kemudi, ditengah alunan gelombang besar yang
timbul tenggelam itu, tiba2 terlihat sebuah kapal besar
didepan sana, sebuah bendera besar yang dilukisi tengkorak
tengah ber-kibar diujung tiang kapal. Didalam suasana yang
serba kritis ini, bendera itu kelihatan amat seram dan
menakutkan. Sat-lotoa kaget bukan kepalang, teriaknya: "Lekas putar
haluan, menyingkir dari mereka.
"Kenapa?" teriak Khing Ciau kaget, "Bersua kapal
perompak?"
"ltulah kapal pribadi Jau-hay-kiau Hoan Thong, meski kami
terhitung tamu undangannya, namun bila kesamplok dengan
mereka tentu kurang leluasa." seperti diketahui Sat-lo-toa
mengambil panah undangan itu dari tangan Beng-lothay,
maksud tujuannya memang hendak digunakan bila perlu,
kalau pihak perompak mengenal jati diri mereka, mungkin bisa
menghadapi kesulitan.
Maka mereka berusaha menyingkir saja. Tak nyana setelah
mereka berlaju memutar haluan, sayang gelombang ombak
terlalu besar, sehingga segala daya upaya mereka mengalami
banyak kesulitan, ombak masih permainkan kapal kecil ini,
jarak malah semakin jauh, mula2 kapal besar berbendera
tengkorak itu sudah tak jauh disebelah depan. Khing Ciau
sudah bertekad ingin melabrak musuh matikan Mendadak Satlotoa
bersemi "Lho, kurang benar, Tahan dulu, tahan dulu!"
"Kenapa?" tanya Khing Ciau tidak mengerti.
"Hoan Thong adalah salah satu pimpinan yang akan
memimpin pertemuan besar besok, masakah dia senggang
berlayar keluar lautan" Yang terang kapal ini berlayar dari
tempat jauh. Agaknya kapal ini digunakan anak buahnya
untuk menyambut tamu agung."
Terbangkit semangat Khing Ciau, katanya: "Kalau bukan
Hoan Thong sendiri yang berada diatas kapal, buat apa kita
gelisah. Bukankah kau membawa panah undangan Hwi-liongtocu?"
"Tapi tamu agung siapa yang berada diatas kapal itu,
kenapa Hoan Thong sampai menyambutnya dengan kapal
besarnya ini."
Tengah bicara kapal tengkorak itu kira2 tinggal puluhan
tombak lagi dari mereka, gelombang air menjadi semakin
bergolak sehingga kapal kecil ini oleng dan hampir saja
terjungkir. Disaat2 genting itulah tiba2 terdengar seseorang berteriak:
"Bukankah itu adik Ciau" Eh, adik Ciau, perahumu hampir
tenggelam, lekas kau naik kekapal besar ini."
Suara nyaring dan menusuk pendengaran, Khing Ciau kaget
karena dia kenal suara ini, waktu dia angkat kepala benar juga
dilihatnya di haluan kapal besar itu berdiri seorang gadis,
siapa lagi kalau bukan Giok-bin-yau-hou Lian Ceng-poh.
Lebih mengejutkan lagi karena dilihatnya seorang laki2 tua
yang berdiri disamping Giok-bin-yau-hou itu bukan lain adalah
Koksu negeri Kim, yaitu Ki-lian-lo-koay Kim Cau-gak adanya.
Baru sekarang Khing Ciau mengerti, kenapa Hoan Thong
sampai keluarkan kapal besarnya untuk menyambut mereka.
Kim Cau-gak gelak2, ujarnya: "Jilian-cun-cu, jadi bocah
inikah Khing Ciau" Ayahnya dulu pernah mendapat anugrah
dan kerajaan Kim kita, dia berani membunuh para opas di
Siokciu dan hijrah ke Kanglam, bermusuhan dengan negeri
kita, Hm. hm, besar benar nyalinya."
Lian Ceng-poh cekikikan, katanya: "Koksu, jangan kau
menggertaknya, dia adalah teman baikku."
"Baik, kupandang muka Cun-cu, asal dia mau menyerah
dan tunduk kepada kita, boleh aku mengampuni dia."
"Adik Ciau," Lian Ceng-poh berseru sambil melambaikan
tangan, "Hayolah lekas naik kemari! Kau sudah tahu asal
usulku. akupun tidak perlu kelabui kau lagi. Aku ini adalah
putri bangsawan negeri Kim atas anugrah raja agung kita.
Soal dendam dan sakit hati boleh dikesampingkan maksudku
baik terhadapmu tidak perlu aku harus memayangmu naik
keatas kapal bukan?"
Saking gusar Khing Ciau sudah merah padam mukanya,
baru saja dia hendak buka mulut mencaci maki, tahu2 Cin
Long-giok sudah keluar dan buka suara lebih dulu: "Kau, kau
siluman rase ini, belum puas kau mencelakai jiwa kami" Kau,
kau ini memang binatang."
Kapal masih terombang ambing, tampak oleh Khing Ciau
kaki Cin Long-giok tidak kuat berdiri tegak, keruan kagetnya
bukan main, teriaknya cepat: "Adik Giok, lekas kau masuk
kedalam, Biar aku yang hadapi dia"
Lian Ceng-poh tertawa dingin, katanya: "Nona Cin, apa kau
sudah lupa dendam kematian ayahmu, sekarang malah main
ber-mesra2an dengan orang?"
"Siluman rase," damrat Cin Long giok murka. "Masih berani
kau menipuku" Kaulah durjana pembunuh ayahku! Ciau-ko dia
pula yang membunuh ibumu, hari ini kita jangan biarkan dia
berlalu." saking emosi belum lagi habis kata2nya. "Huuaah!"
tiba2 dia memuntahkan darah segar.
Berubah air muka Lian Ceng-poh, tiba2 dia tertawa lebar,
katanya: "O, agaknya kalian sudah tahu se-mua" Baiklah,
ingin kulihat cara bagaimana kalian hendak menghadapi aku?"
Kim Cau-gak mendengus, jengeknya: "Bocah ini tidak tahu
diuntung, buat apa banyak omong lagi" Cun-cu, kau ingin
hidup atau ingin yang mati?"
"Lebih baik hidup."
"Agaknya Cuncu memang berwelas asih!" ditengah gelak
tawanya, tiba2 seutas tali dadung yang besar terbang
ketengah udara.
-----------------Bagaimana nasib Khing Ciau bertiga dengan kapal
berlobang ditengah lautan"
Bagaimana keadaan pertemuan besar kaum perompak
yang diadakan oleh Hwi-liong-to-cu yang sekongkoI dengan
Liu Goan-ka" Dapatkah Hoa Kok-ham, Hong laymo-Ii dan lain2
menggagalkan intrik mereka dengan musuh"
(Bersambung ke bagian 25)
Bagian 25 Bagai ular sakti ujung tali ini membelit tiang layar, ditengah
gelombang besar itu ternyata kapal kecil Khing Ciau terseret
mendekati kapal besar itu. Lekas Khing Ciau cabut pedang
terus membacok, tahu2 Kim Cau-gak mengayun tangan
kirinya pula. "Wut" seutas tali panjang yang lain lagi2 terbang melingkar2
laksana naga hidup, belum lagi bacokan kedua Khing
Ciau mengenai sasaran, "plak" lengannya tahu2 kesabet
sehingga pedangnya terlepas jatuh, untung tali besar itu tidak
menjirat dirinya.
Sat-lotoa menghardik murka: "Lokoay jangan takabur."
serempak dia gerakan kedua tangannya dengan kencang dia
tarik dan pegang kedua tali itu, kedua pihak lantas adu
kekuatan tenaga dalam.
Betapapun Lwekang Sat-lotoa setingkat lebih rendah, kapal
kecil itu masih terseret juga, untung dengan kekuatan Jiankintui kaki Sat-lotoa masih bisa berdiri tegak dan kokoh tak
bergeming dari tempatnya berdiri.
Untung Lwekang Khing Ciau sekarang maju berlipat ganda,
kalau tidak mungkin lengannya sudah tersabet putus, kini
hanya terasa kesemutan saja tanpa terluka sedikitpun. Lekas
Khing Ciau jemput pedangnya lagu "Cras, cras" dua kali tabas
dia bikin putus kedua tali yang ditarik kencang itu.
Karena kehilangan tekanan, kebetulan ombak mendampar
tiba pula, sehingga kapal kecil ini mumbul keatas, Cin Longgiok
gentayangan hampir roboh, lekas Khing Ciau menariknya
terus dibawa masuk ke-dalam kamar.
Mendadak kehilangan keseimbangan, meski Sat-lotoa
gunakan kekuatan Jian-kin-tui untuk pasang ku-da2, tak urung
dia harus berputar dua kali baru bisa berdiri tegak sementara
Kim Cau-gak yang berada di-atas kapal karena tenaga
tarikannya teramat besar, tali mendadak putus. "Bluk" kontan
dia mencelat mundur dan jatuh duduk diatas geladak.
Kebetulan sebuah pusaran gelombang besar menerjang
tiba, kapal kecil itu kebetulan terseret keda-lam pusaran terus
keterjang air meluncur ketempat yang jauh. Begitu berdiri Kim
Cau-gak segera mencak2, teriaknya: "Kejar, hayo kejar,
tumbuk kapal itu biar karam."
Kapal Hoan Thong ini seluruhnya ada tiga puluh dua anak
buahnya, serempak mereka pegang dayung terus bekerja
keras, menerjang arus air terus mengejar datang.
"HayoIah adu jiwa saja!" Khing Ciau sudah nekad dan
beringas Pedang dilolosnya, dia siap menerjang naik keatas
kapal besar dan bertempur sampai titik darah penghabisan.
"Jangan!" cegah Sat-lotoa dengan suara kereng,
"Memangnya berpeluk tangan saja melihat kapal kita
keterjang pecah?"
"lngin adu jwa bukan demikian caranya." dalam mereka
bicara itu, kapal perompak yang besar itu sudah mengejar
dekat tinggal beberapa tombak lagi.
Sebetulnya Khing Ciau sudah kalap dan tak hiraukan
bujukan Sat lotoa hendak terjang kekapal musuh, tiba2
didengarnya Sat-lotoa berteriak keras: "Berdirilah tegak dan
tancap kakimu kuat2 disebelah kiri dengan memberatkan
badan." mendadak Sat-lotoa putar haluan, tidak lari kedepan,
dia malah menerjang balik menumbuk ekor kapal besar.
"Blang" air muncrat ke tengah udara menimbulkan
gelombang besar, kontan kapal kecil itu sampai terlempar
mumbul keatas seperti naik awan. Sat-lotoa berdiri diujung
kanan sementara Khing Ciau berdiri diujung kiri, keduanya
sama2 mengerahkan Jian-kin-tui badan mereka seberat ribuan
kati sehingga gerakan kapal kecil ini tetap tenang dan
seimbang, meski kapal kecil ini oleng miring kekanan kiri,
untung Khing Ciau bertindak cukup cepat karena peringatan
Sat-lotoa, sehingga kapal itu tidak terbalik.
Kejadian berlangsung teramat cepat kapal kecil itu kembali
dipermainkan dipuncak gelombang pasang setinggi gunung,
kali ini kebetulan meluncur kearus air yang bergerak dengan
cepat, dihembus angin ribut lagi maka kapal kecil itu seketika
meluncur pesat kedepan, sekejap mata saja gelombang juga
sudah mulai mereda, laju kapal mulai tenang, Waktu Khing
Ciau angkat kepala, dilihatnya kapal besar itu sudah
ketinggalan jauh disana tinggal setitik bayangan hitam kecil,
agaknya masih terbendung didalam amukan gelombang besar.
Sat-lotoa menghela napas lega, katanya. "Beruntung Thian
melindungi kita, lekas kau tengok keadaan nona Cin."
Bergegas Khing Ciau memburu datang memapah Cin Longgiok,
nampak raut mukanya pucat pias, kaki tangan dingin
sekali, Untung Cin Long-giok masih bisa bicara dengan suara
gemetar: "Setelah muntah darah, hatiku malah merasa
longgar. Cuma kaki tangan saja yang terasa lemas dan
Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dingin." Legalah hati Khing Ciau, tiba2 terasakan olehnya laju kapal
kecil ini amat pelan tidak terombang ambing lagi, Keruan
Khing Ciau menjadi kuatir katanya: "Kapal besar itu lajunya
lebih cepat, kesulitan masih bisa kita hadapi, eh, kenapa
mereka tidak mengejar kemari?" ternyata setelah dia
celingukan, bayangan kapal besar itu sudah tidak kelihatan
lagi. Kembali kapal itu mulai bergerak2 seperti meronta dalam
ketenangan, waktu So-lotoa memperhatikan arus air,
kebetulan mereka mengikuti arus air yang mengalir deras,
seharusnya kapal tidak bergetar demikian, keruan hatinya
merasa heran. Sementara itu Khing Ciau sudah merebahkan Cin Long-giok
dan memeriksa keadaan sekelilingnya, tiba2 didapati dasar
kapal sebelah samping papannya pecah dan berlobang kecil,
air laut sedang merembes masuk dengan deras.
Keruan kejut Khing Ciau bukan kepalang dengan telapak
tangannya lekas dia menyumbat lobang itu. Namun tekanan
air laut cukup besar, papan yang pecah itu semakin besar dan
sumbatan telapak tangan Khing Ciau tak kuasa menahan
merembesnya air laut, terpaksa Khing Ciau gunakan
punggungnya untuk menyumbat lobang yang membesar itu.
Setelah topan berlalu, cuaca kembali cerah, kembali
mereka lewatkan siang hari itu ditengah lautan, besok adalah
pembukaan pertemuan di Hwi-liong-to Namun dengan kapal
yang sudah berlobang semakin membesar itu, mati hidup
mereka bertiga jadi persoalan.
Tanpa terasa sang waktu berlalu dengan cepat, tahu2
bulan sabit menongol keluar dari ufuk timur, suasana malam
ditengah lautan nan cerah ini amat tenang dan lelap. Tapi
mereka bertiga justru masih harus bergulat mati2an melawan
malaikat elmaut, keruan hati gundah dan tidak tentram, cepat
atau lambat kapal kecil ini akhirnya pasti akan tenggelam.
Mereka mengalami gelombang badai besar ditengah lautan,
berjuang mati2an melawan musuh yang menghabiskan tenaga
pula, setelah sehari semalam ter-katung2 ditengah lautan,
ransum hilang air tawarpun lenyap, dalam keadaan lemas
lapar dan dahaga lagi, sudah tentu keadaan mereka semakin
payah, terutama Khing Ciau betapapun kuat badannya, harus
menyumbat lobang yang pecah dengan punggung lagi, lama
kelamaan badannya menjadi kaku dan dingin, demikian pula
pikirannya sudah memang setengah sadar.
Karena air sudah tergenang didalam kapal, betapapun kuat
Sat-lotoa pegang kemudi lama kelamaan dia kewalahan juga,
tiba2 didengarnya Khing Ciau merintih waktu dia berpaling
dilihatnya Khing Ciau tengkurap lemas, badannya hanyut
keterjang air bah yang membanjir masuk dari lobang besar
itu, Keruan bukan kepalang kejut Sat-lotoa, lebih celaka lagi,
karena kemudi sudah kehilangan manfaatnya. tiba2 terdengar
suara keras dan kapal kecil inipun bergetar keras, kira nya
menumbuk sebuah batu karang besar, dasar kapal pecah air
menerjang masuk, cepat sekali kapal kecil ini sudah mulai
tenggelam. Khing Ciau gigit lidah, sekuatnya dia empos semangat,
meraih Cin Long-giok serta memeluknya erat2. Dalam
keadaan seperti ini tiada harapan untuk lolos dan selamat lagi,
katanya getir: "Adik Giok, Syukurlah bahwa Thian memberi
berkah kami untuk mati dalam waktu yang bersamaan."
Disaat2 jiwa menunggu ajal itulah, tiba2 terdengar suara
kibaran keras, sebuah kapal cepat laksana anak panah berlaju
mendekati kapal kecil mereka yang hampir karam ini, lalu
terdengar sebuah suara perempuan berkata: "Lekas tolong
mereka!" dari dalam kapal ini muncul enam gadis, dua orang
menarik satu, Khing Ciau bertiga lantas diseret naik keatas
kapal itu. Berada diatas kapal yang kelihatannya dipajang serba
mewah ini, sungguh Khing Ciau merasa lega dan berada
didalam sorga, hatinya ragu2 mengira dirinya berada didalam
impian belaka. Seorang gadis keluar dari kamar perahu, tanyanya: "Kalian
ini siapa?"
Waktu Khing Ciau angkat kepala, seketika kagetnya bukan
main, sebaliknya reaksi Cin Long-giok amat spontan, bergegas
dia meronta hendak bangun seraya memaki: "Kau siluman
rase ini, kau..." agaknya dia kira perempuan dihadapannya ini
adalah Lian Ceng-poh,
Gadis itu melengak, lekas sekali dia sudah tersenyum,
ujarnya: "Agaknya kalian belum sadar benar, ai, nona secantik
ini terendam didalam air sehingga basah kuyup, hayo lekas
papah dia masuk kekamar dan ganti pakaiannya."
Khing Ciau tenangkan diri, semula dia kira gadis
didepannya ini adalah Jilian Ceng-sia, namun Jilian Ceng-sia
jauh lebih muda dari Lian Ceng-poh, suaranyapun berbeda
sebaliknya gadis dihadapannya ini usianya kira2 sebaya
dengan Lian Ceng-poh, boleh dikata merupakan duplikatnya.
Cuma tangan gadis ini memegang sebatang seruling,
dandanannya jauh tak sama dengan Lian Ceng-poh dan lagi
sikapnya yang gagah dan berwibawa dan kereng ini, terang
Lian Ceng-poh takkan bisa memalsukannya.
Maka dengan suara lirih dia berbisik dipinggir telinga Cin
Long-giok: "Dia bukan siluman rase." Cin Long-giok sudah
empas empis tak bertenaga, setelah mendengar bisikan Khing
Ciau. legalah hatinya, maka dia diam sewaktu dirinya dipapah
masuk kedalam kamar.
Diantara mereka bertiga Lwekang Sat-lotoa terhitung paling
tinggi, pengalaman Kang-ouwpun jauh lebih luas, meski
kehabisan tenaga, namun pikirannya masih jernih, tanyanya:
"Harap tanya tempat apakah ini?"
"lnilah Hwi-liong-to," sahut gadis itu, "Siapakah kalian?"
Sudah tentu girang Sat-lotoa bukan kepalang, segera dia
keluarkan panah undangan itu, katanya: "Aku menerima Loklimcian Tocu kalian, untuk hadir dalam pertemuan besar
orang2 gagah itu."
Seorang dayang menyeletuk: "O, jadi kalian tamu
undangan Tocu. panah undangan ini memang benar, Tapi
kami bukan penyambut tamu, tak berani membawamu keatas
pulau, untung kapal Lamkiong Thocu tak jauh dari sini, biar
kuantar kau kesana saja."
Khing Cau diam2 mengeluh, batinnya: "Lamkiong Thocu
yang dimaksud tentu Lam-sam-hou. Celaka bila kami masuk
kemulut harimau."
Tiba2 gadis itu berkata: "Tak usahlah, Kalian tidak melihat
mereka sudah kaku kedinginan" Diantar kesana hanya
membuang2 waktu saja, menolong orang lebih penting, lekas
bawa pulang saja, ada apa2 aku yang bertanggung jawab."
Para dayang itu tak berani banyak bicara lagi, sambil
mengiakan segera mereka bekerja menurut apa yang
diperintahkan. Cepat sekali kapal ini sudah sampai di Hwiliongto dan mendarat.
Setiba diatas pulau gadis itu tukar naik kereta. Khing Ciau
bertiga sekereta sama dia, dua dayang menjadi kusir,
sembunyi didalam kereta sepanjang jalan ini mereka tidak
menemui rintangan tak berarti, gadis itu langsung bawa
mereka ketempat tinggalnya, Segera dia pesan para dayang
untuk menyiapkan segala keperluan untuk ketiga orang yang
ditolongnya, setelah mandi mereka diberi bubur secukupnya,
setelah setengah kenyang, hati lega pula, badan masih penat,
rasanya ngantuk ingin tidur.
Tahu2 datang seorang dayang lain berkata: "Siang-kong,
Siocia mengundangmu untuk bicara."
Khing Ciau kaget, katanya: "Hanya aku saja seorang?"
"Ya, Silakan Khing-siangkong ikut aku."
Apa boleh buat terpaksa Khing Ciau mengikuti dayang ini
masuk ke ruangan dalam, setiba disebuah ka-mar, dayang itu
mengetuk perlahan serta berseru "Hamba sudah membawa
tamu kemari."
Dari dalam terdengar jawaban gadis itu: "Baik, silakan
masuk, Kau boleh tak usah melayaniku lagi."
Dayang itu mengiakan, pelan2 dia dorong pintu menyilakan
Khing Ciau masuk lalu menutup pintu pula, terus berlalu.
Khing Ciau ragu2, katanya: "Terima kasih akan pertolongan
Siocia, entah ada petunjuk apa?"
Gadis itu tersenyum, ujarnya "Khing-siangkong, nyalimu
sungguh teramat besar!"
Keruan bukan kepalang kejut Khing Ciau, serta merta
tangannya meraba gagang pedang, Lekas gadis itu berkata
pula dengan tetap tertawa: "Khing-siang-kong tak usah
gelisah. Kalau hendak mencelakai kau, buat apa tadi aku
menolongmu" Kau ini pahlawan penentang penjajah Kim, aku
amat kagum kepadamu, silakan duduk."
Rada lega hati Khing Ciau, tapi hatinya dirundung berbagai
pertanyaan, tanyanya: "Siapa kau" Kau undang aku kemari,
ini..." "Khing-siangkong, mungkin kau ter-heran2 karena wajahku
mirip dengan seseorang yang amat kau kenal bukan" Kami
tiga bersaudara sejak kecil berpisah. Aku adalah adik dari
siluman rase yang kau maki itu."
Ternyata gadis ini adalah Jilian Ceng-hun. setelah berpisah
dengan Bu-lim-thian-kiau, dia menjelajah Kanglam untuk
mencari Toacinya Jilian Ceng-poh. Belakangan dia mendapat
kabar bahwa Hwi-liong-to-cu akan mengadakan pertemuan
besar dari komplotan bajak laut, sekaligus hendak menyambut
kedatangan Kim Cau-gak dan cicinya sebagai tamu agung,
wajahnya mirip dengan sang cici, sebelum dia
memperkenalkan diri, Hwi-long-tocu sudah tahu bahwa dia
adik Jilian Cengpoh, maka segera kedatangannya disambut
dengan segala kebesaran dan kebebasan, sebuah gedung
diperuntukan tempat tinggalnya sendiri, disuruhnya beberapa
dayang melayani segala keperluannya.
Besok hari pertemuan, sampai hari sudah petang Kim Caugak
dan cicinya belum kunjung tiba, maka Jiliam Ceng-hun
segera berlayar sendiri hendak menyambutnya ditengah jalan,
tak kira cicinya tidak ketemu, ditengah gelombang badai itu
dia malah menolong Khing Ciau bertiga.
Setelah tahu siapa gadis dihadapannya, Khing Ciau masih
melongo dengan kaget, Jilian Ceng-hun seperti dapat meraba
isi hatinya, katanya tertawa: "Sepak terjang ciciku sedikit
banyak sudah ku ketahui sungguh tak kira bahwa dia
nyeleweng kejalan sesat, maksud kedatanganku kemari adalah
hendak membujuknya kembali kejalan lurus. Khing-Siangkong,
kau memakinya, apa kalian ada dendam permusuhan"
Bolehkah pandang mukaku untuk menyudahi permusuhan
ini?" Sudah tentu pertanyaan ini sulit untuk dijawab, setelah
berpikir berkata Khing Ciau: "Harap siocia maafkan, terus
terang cayhe sulit untuk memberi jawaban. sebaliknya bila
Siocia merasa sikapku ini kurang dapat diterima, terserah
apapun keputusan siocia akan kuterima dengan senang hati."
"Kalau kau punya kesulitan, tak usah diperbincangkan lagi,
Memang perbuatan ciciku terlalu dicela oleh kaum persilatan
diseluruh jagat ini, Kau adalah pahlawan bangsa, betapapun
aku anggap kau sebagai tamu disini, harap jangan terlalu
curiga." Sikap Jilian Ceng-hun yang terus terang mengharukan
Khing Ciau, segera dia menjura dan katanya: "Kalau demikian,
aku mohon diri saja."
"Harap sukalah tunggu sebentar, harap tanya apakah
Khing-siangkong datang dari Ling-an?"
"Benar, ada urusan apa yang ingin Siocia ketahui?"
"Kabarnya Liu Jing-yau Liu Lihiap ada kenal baik dengan
Khing-siangkong, apakah diapun berada di Ling-an?"
"Waktu di Ling-an, memang aku bersama dia. Tapi
sekarang dia sudah tak disana."
"Bulan yang lalu seorang suhengku she Tam ada pergi
kesana mencari dia, apakah mereka sudah bertemu" sudikah
Khing-siangkong memberitahu?"
Orang she Tam yang dimaksud adalah Tam Ih-tiong, maka
Khing Ciau lantas menjawab: "Mereka sudah ketemu, namun
belum sempat bicara terus berpisah lagi."
"Lho, kenapa begitu" apakah..."
Khing Ciau tak mau membicarakan urusan pribadi orang
lain, maka dia menjawab tegas: "Terus terang, aku sendiripun
tidak tahu seluk beluknya."
Sebentar Jilian Ceng-hun seperti memikirkan apa2, katanya
kemudian: "Khing-Siang-kong sudah capai seharian silakan
istirahat saja, Besok pagi aku harus menemui Tocu, mungkin
tidak menemui kalian lagi, Perlu aku tegaskan kepadamu, aku
tidak tahu apa maksud kedatanganmu kaupun tidak perlu
jelaskan, tapi kalian harus hati2, jangan sembarangan
bertindak disini."
"Ya. Terima kasih akan maksud baik Siocia."
Jilian Ceng-hun panggil dayang tadi suruh mengantar Khing
Ciau kembali kekamarnya.
Khing Ciau dibawa ke sebuah kamar tidur seorang diri,
maka dia bertanya: "Dimanakah Sat-toasiok yang datang
bersamaku itu?"
"Kukira dia adalah pembantumu, kini sudah diberi tempat
tinggal yang lain, siocia sudah berpesan maka hamba tidak
berani memberi putusan apa2. Malam sudah berlarut silakan
Khing-siang-kong istirahat, besok pagi masih ada waktu untuk
menemui temanmu itu."
Apa boleh buat terpaksa Khing Ciau suruh dayang ini
undurkan diri, Tanpa ganti pakaian lagi Khing Ciau lantas
rebahkan diri diatas ranjang. Semula pikirannya masih timbul
tenggelam, namun perjuangan mati hidupnya ditengah lautan
sehari semalam itu benar2 menguras segala tenaganya, maka
tanpa disadari lama kelamaan dia jatuh pulas.
Entah berapa lama kemudian, tiba2 dia dikejutkan oleh
suara tambur dan gembreng yang ditabuh riuh rendah, kontan
Khing Ciau berjingkrak bangun dari tidurnya, waktu dia
melongok keluar jendela, matahari sudah tinggi.
Dayang yang melayani semalam segera mendorong pintu,
sapanya dengan tersenyum: "Siangkong sudah bangun.
silakan sarapan dulu."
Setelah mencuci muka Khing Ciau segera bertanya: "Suara
apakah tambur dan gembreng tadi."
"Hari ini Tocu membuka pertemuan besar orang2 gagah,
suara tambur pertanda mereka berkumpul"
"O pertemuan besar orang2 gagah itu sudah di-mulai?"
Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tapi siocia ada pesan, kesehatan Siangkong belum pulih
seluruhnya, diharap supaya istirahat saja disini."
"Tidak aku harus melihat kesana, Dimanakah Sat-toasiok
yang datang bersamaku?"
"Silakan sarapan dulu, siocia pagi2 sudah keluar, dia tidak
lupa berpesan supaya kami menyediakan makanan ini."
Terpaksa Khing Ciau menurut, dengan lahapnya dia
habiskan dua mangkok bubur, dayang itu geli dan menutup
mulut melihat sikap Khing Ciau yang terburu.
"Nah, hidanganmu sudah kulalap habis, sekarang jelaskan,
dimana Sat-toasiok berada."
"Sat-toasiok itu sudah keluar, semangatnya sudah pulih,
kau tidak usah kuatir."
"Kenapa dia tidak tunggu aku?" Khmg Ciau jadi uring2an
"Mana aku tahu" Mungkin dia tidak mau mengejutkan
kau?" "Laiu bagaimana dengan nona Cin itu?"
"Aku hanya disuruh melayani kau, semalam nona itu tidur
sekamar dengan Siocia, orang lain yang melayani dia, aku
tidak tahu tentang dirinya."
Serasa dibakar hati Khing Ciau, tanpa hiraukan sopan
santun segera dia berlari keluar. Bangunan gedung ini terbagi
tiga bilangan, masing2 bilangan dibatasi satu pintu besar, baru
saja Khing Ciau menerjang keluar dari pintu tengah ini, dia
lantas dicegat seorang dayang.
Khing Ciau memperkenalkan diri dan minta masuk tapi
ditolak mentah2 oleh dayang cilik ini, keruan. Khing Ciau
melengak tanyanya: "Kenapa tidak boleh masuk?"
"Socia baru saja berpesan siapapun dilarang masuk
kekamar mengganggunya."
"Bukankah siocia kalian tadi pagi2 sudah keluar?"
"Memangnya barusan datang lagi adik dari siocia yang
duluan." Bukan kepalang kaget Khing Ciau, pada saat itu pula tiba2
didengarnya suara Cin Long-giok yang berteriak kaget dan
takut didalam kamar.
Tanpa banyak cincong lagi Khing Ciau segera tutuk Hiat-to
dayang cilik ini terus menerjang masuk, "Blang" pintu kamar
dipukulnya terbuka, dilihatnya seorang gadis berdiri
menghadap ranjang, membelakangi dirinya, perawakannya
mirip benar dengan Giok-bin-yau-hou. sementara Cin Longgiok
sedang merangkak bangun, raut mukanya menampilkan
rasa kaget dan kuatir.
Baru saja Khing Ciau memburu maju, didengarnya gadis itu
berkata dengan tertawa: "Nona Cin, tak usah gugup, berpisah
belum ada sepuluh hari, memangnya-kau sudah tidak
mengenalku lagi?"
Dari kejut berubah girang Cin Long-giok, tenak-nya: "Sia-ci,
kiranya kau."
"Khing-siangkong kebetulan kau sudah datang." waktu
gadis ini berpaling, dia memang Jilian Ceng-sia.
Ternyata sejak berpisah dengan Khing Ciau berantai hari itu
Jilian Ceng-sia langsung menyebrang sungai bersama Yalu
Hoan-ih, sayang sekali setelah mereka tiba di Kangpak, sehari
sebelumnya Bu-lim-thian-kau sudah pergi jadi tidak bertemu.
Seperti diketahui Yalu Hoan-ih mendapat tugas dari
atasannya untuk menyelundup ke selatan sebagai spion untuk
menyelidiki situasi dan keadaan kerajaan Song, mumpung
sudah berada di Kangpak langsung dia kembali kepangkalan
memberikan laporan hasil muhibahnya.
Sudah tentu jendral Tengkalu atasannya itu tidak tahu
bahwa laporan Yalu Hoan-ih merupakan saringan yang
memang sudah menjadi rahasia umum di-selatan, ternyata
Tengkalu juga mendapat laporan2 spion2 lainnya, cuma tidak
lebih terperinci dari pada laporan Yalu Hoan-ih. maka dia
diberi hadiah dan di-pujinya dengan muluk2.
Diluar tahu Tengkalu bahwa Yalu Hoan-ih secara diam2
sedang merancang suatu komplotan untuk memberontak serta
mendirikan lagi kerajaan Liau di negerinya, dikiranya
bawahannya ini setia dan bekerja giat demi kepentingannya.
Maka sehari kemudian kembali Yalu Hoan-ih diutus untuk
pergi ke Hwi-liong-to menjadi mata2 pihak Kim pula, Kerajaan
Kim memang sudah mengutus Kim Cau-gak sebagai wakilnya,
namun Kim Cau-gak sebagai Kok-su, berkedudukan tinggi,
maka dia tidak perlu memberi laporan kepada Tengkalu,
apalagi antara Kim Cau-gak dengan Tengkalu memang saling
sirik dan saling ber-muka2 di hadapan Wanyen Liang, jadi
secara diam2 mereka sedang berebut kekuasaan dan
kepentingan. Ditengah lautan Yalu Hoan-ih dan Jilian Ceng-sia juga
kebentur angin topan yang besar itu, maka hari menjelang
subuh baru mereka sampai ditempat tujuan. Jilian Ceng-sia
mempunyai raut muka yang mirip dengan kedua saudaranya,
maka kedatangannya disambut dengan senang hati dan
langsung diantar ketempat kediaman cicinya. Sementara Yalu
Hoan-ih tinggal ditempat penampungan bagi2 tamu2 agung.
Kebetulan Cin Long-giok tidur dikamar Jilian Ceng-hun,
waktu Ceng-sia masuk kekamar tidur sudah tentu girang
bukan main, seorang dayang lantas menceritakan kejadian
semalam, maka Ceng-sia larang si dayang membawa siapapun
kemari. Lalu dia sendiri menjaga dipinggir pembaringan Waktu Cin
Long-giok bangun pandangannya belum jelas, dia salah
sangka orang sebagai Giok-hin-yau-hou maka dia berteriak
kaget. Setelah tahu sang Piaumoay tidak kurang suatu apa
barulah lega hati Khing Ciau, apa lagi berkumpul pula dengan
Jilian Ceng-sia, tanyanya: "Adik Giok, bagaimana
keadaanmu?"
Cin Long-giok coba gerakan kaki tangan. sahutnya tertawa:
"Baik sekali, cuma tenagaku yang masih lemah."
"Lekas kau makan sekadarnya dulu, segera kita menghadiri
pertemuan besar itu."
"Memangnya sudah kusediakan." ujar Jilian Ceng-sia, dia
angsurkan semangkok kuah tim ayam.
Setelah mengucapkan terima kasih Cin Long-giok lantas
habiskan kuah ayam itu, setelah merias diri sekadarnya dan
ganti pakaian, bersama Khing Ciau dan Ceng-sia bertiga
mereka segera berangkat. Sudah tentu Khing Ciau tidak lupa
membebaskan tutukan Hiat-to pada dayang yang ditutuknya
tadi serta minta maaf kepadanya.
Diatas Hwi-liong-to (pulau naga terbang) ini terdapat
sebuah gunung, tempat pertemuan diadakan dise-buah
lapangan berumput yang luas dibawah gunung.
Tampak kepala manusia berjubel2 memenuhi lapangan
berumput ini, masing2 terdiri tiga kelompok bundaran,
dilereng gunung juga tidak sedikit jumlah orang2 yang berdiri
disana Jilian Ceng-sia berbisik: "Aku dan Hoan-ih datang sebagai
perutusan Jenderal kerajaan Kim, jangan sampai tujuan dan
hubungan kami diketahui orang luar, jikalau nanti ada terjadi
keributan terpaksa aku pura2 tidak tahu menahu, jangan
kalian nanti salah paham akan sikap kami berdua."
"Aku tahu," sahut Khing Ciau, "tujuan kami hanya mencari
berita saja, kalau tidak terpaksa pasti tidak turun tangan"
"Baik, kalau begitu kami berpencar dan bergerak sendiri2."
ujar Jilian Ceng-sia, langsung dia memasuki gelanggang dan
menuju ketempat duduk yang khusus disediakan untuk tamu2
perutusan agung mencari Halu Hoan-ih. sementara Khing Ciau
berdua berjubel dengan orang banyak dilereng gunung.
Waktu itu Hoan Thong sedang berpidato dan hampir
berakhir, Hwi-liong-to-cu adalah pimpinan umum untuk
pertemuan besar ini, kini persilakan To-cu keluar bertemu
dengan para hadirin sekalian menyampaikan sepatah dua
patah!" Para hadirin banyak yang belum pernah melihat muka Hwiliongto-cu, maka semua orang sama pasang mata menunggu
orang muncul. Dengan suara lirih Khing Ciau bertanya kepada seorang
yang berdiri di-sampingnya: "Apa saja yang dikatakan oleh
Hoan Thocu ba-rusan?"
"Dia bilang pasukan Kim tak lama lagi bakal menyerbu ke
selatan, maka dia undang para orang2 gagah dari berbagai
golongan yang beroperasi di selatan dan utara aliran sungai
sama merundingkan tujuan serta menentukan arah, untuk itu
perlu dipilih dulu seorang Beng-cu. Sst, jangan banyak bicara,
tuh To-cu sudah keluar."
Tepat ditengah2 lapangan terdapat sebuah batu hijau besar
yang bagian atasnya datar licin laksana sebingkah cermin,
tingginya ada dua tombak, Tampak Hwi-liong-to-cu adalah
laki2 kekar berbadan kasar dengan muka yang penuh
ditumbuhi jambang bauk, dengan enteng orang lompat naik
keatas panggung batu. melangkah pelan2 ketengah
panggung, setiap langkah kakinya meninggalkan tapak kaki
dipermukaan batu yang keras dan lucin itu. Para hadirin yang
duduk dekat panggung bisa melihat dengan jelas, bentuk dan
dalam setiap tapak kaki itu mirip satu sama lain.
Menurut teori ilmu siiat, untuk meninggalkan tapak kaki
diatas batu keras yang diinjaknya, orang harus memliki
Lwekang yang tinggi dengan kombinasi ilmu Ginkang yang
lihay pula, pada setiap langkah kakinya harus mempunyai
bobot dan injakan yang sama dan diperhitungan secara tepat.
Kini tapak kaki Hwi-liong-to-cu tiada bedanya satu sama
lain, maka dapatlah dibayangkan bahwa Ginkang dan
kemantapan langkahnya dengan gerakan Jian-kin-tui sudah
terlatih mencapai taraf yang sudah sempurna, menggunakan
tenaga yang seimbang satu sama lain dan lekas sekali sudah
bergeser langkah lagi, demikian seterusnya, sungguh
merupakan suatu demonstrasi kekuatan dalam yang luar
biasa. Sudah tentu diantara sekian hadirin ada yang ahli ada pula
yang keroco, yang terang pertunjukan ini justru berlawanan
dengan teori ilmu silat umumnya, keruan mereka sama
melongo dan meleletkan lidah.
Maka tokoh2 kosen yang hadir amat kagum dan sama
bersorak memuji, sudah tentu anak buah dan komplotannya
tepuk tangan bersorak sorai.
Setelah suasana menjadi tenang kembali baru Hwi-liong-tocu
menjura keempat penjuru, katanya: "Terima kasih akan
kehadiran para saudara semua dalam pertemuan dlpulau kami
ini, seperti apa yang dikatakan Hoan-thocu tadi, pasukan
besar negeri Kim sudah siap menyerbu keselatan, maka
golongan kita harus cepat2 memilih seorang Beng-cu untuk
menentukan arah langkah dan nasib kita semua.
Sekarang juga aku mengajukan seorang, Lo-enghiong yang
kuusulkan ini adalah seorang yang berbudi luhur dan
terpandang pada kalangan kita semua, bila kusebutkan pasti
hadirin sama tunduk kepadanya."
0rang2 yang menerima undangan panah Hwi liong-to-cu
sama mengira bahwa Hwi liong-to-cu berambisi hendak
menduduki Beng-cu ini, tak kira bahwa dia malah menjunjung
orang lain. Sungguh hal ini amat diluar dugaan para hadirin,
maka mereka sama pasang kuping, Terdengar Hwi-liong-to-cu
berkata pula: "Lo-enghiong yang kumaksud adalah Liu-cheng-cu dari
Jian-Iian cheng."
Liu Goan-ka memang pimpinan Bulim didaerah Kanglam,
kalau orang lain yang menyebut namanya, reaksi tentu tidak
sehebat ini, kini justru Hwi-liong-to-cu yang mengajukan
calonnya, bagi orang2 yang tidak tahu latar belakangnya,
sudah tentu sama merasa heran dan ber-tanya2.
Komplotan Hwi-liong-tocu dan anak buah Liu Goan-ka
sebaliknya sudah tahu akan intrik junjungan masing2,
serempak mereka bertepuk tangan memberi aplus dengan
sorak sorai lagi, yang tidak tahu apa2, memang biasanya
mengagumi Liu Goan-ka ikut2an memberikan suaranya,
sementara ada pula yang tidak tahu seluk beluknya kuatir
Hwi-liong-to-cu hanya memancing maksud mereka, maka
tiada yang berani bersuara.
Agaknya Hwi-liong-tocu tahu akan maksud hati2 orang2 ini,
katanya bergelak tertawa: "Liu-locianpwe ada tokoh yang
paling kukagumi, beberapa tahun belakangan ini beliau
mengasingkan diri sementara aku orang she Cong masib
keluntungan mencari nama kosong di Kangouw, Ada
sementara orang yang salah paham mengira aku hendak
merebut kedudukan Beng-cu ini, bahwasanya setiap
menghadapi urusan besar aku selalu mohon petunjuk dan
minta adpis kepada Liu-locianpwe, Terutama menghadapi
situasi seperti sekarang ini, maka Liu-locianpwe mau tidak
mau harus kuseret untuk tampil kedepan."
Liu Goan-ka pelan2 melangkah keluar, tidak kelihatan dia
menggerakan kaki tangan, tiba2 badannya mencelat tegak
lurus keatas panggung, pertunjukan Ginkang yang tinggi dan
sempurna ini, merupakan taraf tertinggi yang diimpi2kan oleh
setiap kaum persilatan, kini orang mendemonstrasikan dengan
acuh tak acuh, sedikitpun tidak kelihatan hendak pamer
kepandaian. Sama2 mendemonstrasikan kepandaian ilmu sakti, namun
tingkat dan kedudukannya jelas setingkat lebih tinggi.
Liu Gon-ka mengelus jenggotnya, katanya dengan tertawa
lebar: "Maksud baik Cong-tocu amat mengetuk sanubariku,
sebenarnya Lohu sudah lanjut usia, takkan mampu pegang
tanggung jawab sebesar ini. Menurut hematku, kedudukan
Beng-cu ini lebih tepat kalau dijabat oleh Cong-tocu saja, Lohu
dengan suka rela akan membantu sekuat tenaga."
Hoan Thong kembali tampil bicara: "Kukira Liu-cengcu dan
Cong-tocu tak usah saling tampik, Menurut pendapatku,
didalam situasi seperti sekarang, kita harus mempunyai Bengcu
dan wakil Beng-cu, masing2 menguasai daratan dan
perairan baru situasi yang serba gawat ini dapat kita kuasai
seluruhnya. Marilah kita junjung Liu-chengcu sebagai Beng-cu,
sedang Cong-tocu sebagai Hu-bengcu (wakil), merangkap
pimpinan tertinggi para Tho-cu dari perairan Tentunya hadirin
setuju akan usulku ini?"
Sudah tentu anak buah Liu Goan-ka dan kamrat2 Hwiliongto sama tepuk tangan menyatakan setuju.
Liu Goan-ka berseri tawa lebar, katanya: "Para saudara
memikulkan tanggung jawab sebesar ini kepadaku, terpaksa
biarlah aku bagi tugas sama rata dengan Cong-tocu saja,
bekerja demi kepentingan kita semua, Tapi hari ini adalah
Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pertemuan orang2 gagah,.jikalau ada calon pilihan lain yang
lebih cocok."
Hoan Thong kembali berteriak: "Liu-chengcu tidak usah
sungkan2, kami beramai sama menjunjungmu. Memangnya
siapa yang setimpal berebut kedudukan Bengcu ini dengan
kau" Belum habis kata2nya, tiba2 terdengar seorang berseru
lantang: "Tunggu sebentar!" seluruh hadirin melongo kaget
dan berpaling kearah datangnya suara, kiranya pembicara
adalah Thi-pit-su-seng Bun Yat-hoan.
Liu Goan-ka bergelak tawa dibuat2 katanya "Nah, kenapa
kami sampai melupakan Bun Tayhiap" ilmu silat Bun Tay-hiap
dan kebesaran jiwanya..."
Bun Yat-hoanpun bergelak tawa, segera dia menukas
ucapan orang: "Harap jangan salah paham, Bukan aku hendak
memperebutkan kedudukan Beng-cu ini. Aku cuma punya isi
hati yang perlu kukemukakan dan mohon petunjuk kepada
Liu-cengcu."
"Memberi petunjuk aku tidak berani, Bun Tay-hiap silakan
bicara." "Seperti yang dikatakan Hoan thocu tadi, pasukan besar
musuh sudah siap hendak menyerbu ke negeri kita, inilah
situasi yang genting dan luar biasa, kita harus dapat
menghadapinya dengan baik. Harap tanya bila pasukan Kim
benar2 menyebrang sungai, cara bagaimana Liu-loenghiong
hendak menghadapinya" urusan sebesar ini, demi kepentingan
seluruh negara dan bangsa pula, kurasa perlu dibicarakan
lebih dulu, baru tepat kalau kita memilih Beng-cu, Benar tidak
menurut pendapat hadirin?"
Tidak sedikit diantara hadirin adalah patriot bangsa yang
menentang penjajahan musuh, mendengar kata2 Bun Yathoan
yang ber-api2 ini seketika mereka memberi apIus:
"Benar. betul, memang masuk diakal. Biar kita mendengar
maksud dan tujuan Liucengcu."
Dasar licin dan licik meski tidak mengira Bun Yat-hoan akan
mengajukan pertanyaan seperti ini namun Liu Goan-ka
bersikap kalem dan tertawa, jawabanya: "Urusan amat besar
artinya, sebetulnya aku memang sudah ingin merundingkan
hal ini dengan para hadirin. Menurut pendapatku, bukan saja
kita harus memikirkan juga akan nasib kita sendiri, kitapun
harus memperjuangkan kepentingan rakyat jelata. Kita sudah
mempunyai jalan hidup kita sendiri, memangnya disaat rakyat
jelata ketiban mala petaka kita masih tega merampok dan
menambah derita rakyat umum-nya?"
"Memang tidak salah, tapi cara bagaimana Liu chengcu
hendak pikirkan kepentingan rakyat umumnya itu?" tanya Bun
Yat-hoan lebih lanjut.
Sebentar Liu Goan-ka berpikir sambil mengelus jenggot,
lalu katanya pelan2: "Soal ini" peperangan antara negeri Song
dan kerajaan Kim sudah tak bisa dihindarkan lagi, peduli pihak
mana yang menang atau kalah, rakyat jelata yang ketiban
malapetaka, asal kita bisa sedikit mendarma baktikan diri,
cukup asal bisa mengurangi penderitaan rakyat. Menurut
hemadku lebih baik kita tetap bertahan dan mendirikan
sesuatu kekuatan sendiri didalam kandang sendiri, bersikap
netral. Kalau kami tidak diserang, kamipun tidak menyerang.
Gabungan tiga puluh tiga dari kelompok para saudara
dibilangan kekuasaan kita ini kukira cukup tangguh meski
tidak sebanding pasukan kerajaan Kim dan bala tentara negeri
Song. Kalau doktrinku ini bisa disetujui segera akan kukirim surat
kepada jenderal perang kedua musuh yang berhadapan untuk
menerangkan tujuan kita. Sekali2 kita tidak akan memberi
kelonggaran mereka untuk berperang didaerah kekuasaan
kita." Bicara sampai disini, Ong Ih-ting ketua umum dari tiga
belas pimpinan sindikat2 di Thayouw segera tampil bertanya:
"Bukankah caramu itu hendak mendirikan sesuatu negara
tersendiri?"
"Mau dikata demikian juga boleh, pahlawan bangsa berkat
gemblengan situasi, apalagi para hadirin bukankah sudah
menjadi orang2 gagah, memangnya kita harus tetap berjuang
dan hidup didalam dunia gelap yang malu dilihat orang untuk
selamanya" Maka menurut pendapatku, inilah kesempatan
baik untuk kita memperjuangkan suatu dunia baru, bukan saja
berjuang bagi rakyat umumnya, juga berjuang demi nasib kita
dihari depan."
Hwi liong-to-cu bertepuk tangan, katanya: "Beng-cu
memang berpandangan jauh dia punya pambek yang besar,!
Baiklah aku orang she Cong setuju lebih dulu akan doktrin Liuchengcu."
tidak perlu diherankan bila kamrat2 kedua orang ini
segera bersorak sorai memberi suara.
Bun Yat-hoan mendengus hidung, baru saja dia hendak
buka suara, tiba2 terdengar orang bergelak tawa panjang dan
kumandang amat jauh dan keras, suara sorak sorai yang
gegap gempita itu se-oIah2 kelelap oleh gelak tawa panjang
itu. Waktu semua orang berpaling kearah datangnya suara,
tampak seorang pemuda pelajar serba putih tengah melompat
turun dari lereng gunung, ditengah udara bersalto beberapa
kali dengan enteng meluncur ketengah gelanggag, sungguh
laksana malaikat yang turun dari angkasa, seketika seluruh
hadirin melongo dan tertegun kagum. Bagi orang2 yang
pernah hadir di Jian-liu-cheng dulu seketika sama berteriak
kaget: "Hah, itulah Siau-go-kan-kun!"
Terdengar Siau-go-kan-kun pendekar Latah Hoa Kok-ham
berkata lantang: "ltu bukan menentramkan wilayah melindungi
rakyat, sebaliknya membuat bencana negara merugikan
rakyat. Kita semua sebagai laki2 patriot bangsa Han, kerajaan
Kim menyerbu negeri kita, merampas tanah dan membakar
rumah kita, memperbudak para saudara kita! Kita sebagai
soko guru negara memangnya harus berpeluk tangan" jikalau
harus berdamai dan bicara soal tidak saling menyerang
dengan musuh, bukankah berarti membuka pintu menyilakan
perampok masuk, boleh dikata malah membantu kejahatan
menindas keluarga sendiri. Dan lagi kau ingin menentramkan
wilayah melindungi rakyat tapi jikalau kerajaan Kim sudah
mencaplok negeri Song, memangnya mereka mandah
membiarkan kau hidup bercokol didalam wilayahmu sendiri"
Apakah tatkala itu kalian masih tetap akan mengekor dibelakang
Liu-chengcu ini menjadi antek dan terima diperbudak
oleh penjajah Kim?"
Uraian panjang lebar yang gagah dan bersemangat ini
seketika menimbulkan kemarahan semua hadirin yang berjiwa
patriot serta bangkitlah tekad mereka untuk melawan musuh
penjajah, malah ada yang tidak hiraukan keselamatan jiwa
sendiri mencaci maki Liu Goan-ka.
Anak buah Liu Goan-ka dan Hwi-liong-tocu ada yang tak
berani bersuara, tapi ada juga yang berdebat dengan seru
sehingga suasana kacau balau.
Liu Goan-ka menepuk sekali tangannya, katanya dengan
suara tekanan gelombang panjang: "Jangan ribut! Aku hanya
ingin tanya sepatah kata kepada Hoa-sian-sing, Hoa-siansing.
mengandal apa kau berani hadir dalam pertemuan ini" inilah
pertemuan besar kaum Lok-lim kita di Kanglam, termasuk
orang2 gagah dari dua pinggiran sungai Tiangkang perairan
dan daratan sementara tokoh2 Kangouw lain yang hadir
karena undangan tuan rumah disini. Pertama kau bukan kaum
Lok-lim, kedua kau tidak diundang Urusan kita sendiri, kenapa
kau turut campur dan banyak cerewet disini?"
Hoa Kok-ham tertawa dingin, jengeknya: "Urusan - besar
yang sedang kalian rundingkan menyangkut urusan negara
dan bangsa, sebagai seorang rakyat, aku punya hak untuk
bicara disini."
Liu Goan-ka mendengus, ejeknya: "Tak diundang kau
datang sendiri, itu berarti kau tidak menghargai tuan rumah
serta memandang rendah derajatnya tak tahu aturan lagi!
pertemuan orang2 gagah kita ini melarang orang luar hadir
disini, disini bukan tempatmu banyak bacot. Hayo enyahkan
dia dari sini!"
Hwi-liong-to-cu memang sudah siaga, begitu mendengar
aba2 Liu Goan-ka, segera dia ayun tangan "Wut" jari2nya
segera mencengkram kearah Hoa Kok-ham. Jarak kedua
orang masih beberapa tombak, Hoa Kok-ham membuka kipas
dan mengebas dengan enteng, maka terdengarlah suara
ledakan laksana guntur menggelegar, tanah ditengah2 kedua
orang se-konyong2 timbul angin puyuh yang membawa tanah
dan pasir membumbung naik ke angkasa.
Kedua pihak sama2 mengadu kekuatan tenaga murni,
kelihatannya sama kuat dan tanding, tapi dada Hwi-liong-to-cu
terasa sesak dan kesakitan, dia insaf dirinya setingkat lebih
rendah dari lawan.
Serempak dalam waktu yang sama murid tertua Liu Goanka
yaitu Kiong Ciau-bun pimpin keenam sutenya mengepung
Hoa Kok-ham ditengah2, kedua pihak sudah bergaya dan
pasang kuda2 siap bertempur, tiba2 terdengar suara musik
berkumandang, diantara gerombolan orang banyak tiba2
tersiak sebuah jalan dari bawah sana menjurus ke atas,
kiranya Kim Cau-gak bersama Lian Ceng-poh telah tiba.
Kapal besar yang mereka naiki kemaren mengalami
kerusakan besar oleh tumbukan kapal kecil Sat-lotoa yang
berlapis besi, untung jumlah anak buah di-atas kapal itu cukup
banyak, setelah bekerja keras, baru kapal itu tertolong tidak
sampai tenggelam dimakan gelombang badai.
Kebetulan Hwi-liong-to-cu utus sebuah kapal lain untuk
menyusul mereka dan bertemu ditengah jalan, maka baru
sekarang mereka tiba, Meski terlambat namun kedatangan
mereka tepat pada waktunya.
0rang2 yang hadir di Jian-liu-cheng tempo hari sama tahu
siapa sebenarnya Kim Cau-gak, maka mereka lantas berbisik2.
Yang tidak kenal Kim Cau-gak-pun bertanya kepada
teman2nya, maka suasana hening menjadi ramai oleh suara
percakapan bisik2 sehingga kedengarannya seperti suara
kumbang beterbangan.
Maka seluruh perhatian hadirin tertuju kepada Kim Cau-gak
berdua, Maka Hoa Kok-ham, Hwi-liong-tocu, Kiong-Ciau-bun
dengan keenam sutenya berhenti tak bergerak.
Tapi Hoa Kok-ham sendiri sudah terkepung diantara
mereka, maka dia perlu himpun seluruh tenaga dan
mengkonsentrasikan diri, sedikitpun dia tidak hiraukan
kedatangan Kim Cau-gak.
Kim Cau-gak pernah dirugikan oleh Hoa Kok-ham, begitu
melihat musuhnya yang satu ini seketika berkobar amarahnya,
setelah memberi salam hormat kepada Liu Goan ka, segera
dia berkata: "Bocah ini lagi yang bikin ribut disini" Hari ini
kedatanganku ter-buru2 tidak menyiapkan kado, biar kubekuk
bocah ini sebagai persembahanku."
Kim Cau-gak cukup tahu kemampuan Hwi-liong-tocu, dia
yakin bila dirinya ikut turun gelanggang, dengan bantuan HwiIiong-tocu seorang, cukup berkelebihan untuk meringkuk Hoa
Kok-ham. Kata Liu Goan-ka: "Tak berani bikin capai Kim-siansing,
sudah ada Cong-tocu yang mengawasinya, dia takkan bisa
lolos dari Chit-sat-tan murid2ku." agaknya Liu Goan-ka kuatir
bila Kim Cau-gak turun geianggang, mungkin bisa
menimbulkan kemarahan masa.
Baru saja Kiong Ciau-bun hendak memberi aba2
menggerakan barisannya, tiba2 terdengar seseorang
berteriak: "Tunggu dulu!" suaranya nyaring melengking, itulah
suara seorang perempuan, Waktu semua orang angkat kepala,
tampak dipucuk gunung seorang gadis dengan mengayun
kebutan, seperti naik mega menyetir angin sedang melayang
dari atas. Perempuan ini bukan lain adalah Hong-lay-mo-li Liu Jingyau
adanya. Sebetulnya Liu Goan-ka sudah mendapat laporan muridnya
Kiong Ciau-bun tentang kedok samarannya yang telah
terbongkar oleh Hong-lay-mo-li, namun dia belum tahu sampai
dimana Hong-lay-mo-li tahu akan kepalsuannya, lekas dia
pura2 unjuk tawa girang, sapanya: "Yau-ji, betapa sulitnya
aku mencarimu. Mari kuperkenalkan beberapa Enghiong, ini
putri..." Tegak berdiri alis Iiu Jing-yau, dengan suara dingin dia
menjengek hina: "Bangsat tua, penasaranku karena
muslihatmu menipu aku kelak biar kuperhitung-kan, Hari ini
tidak kuidzinkan kau menipu orang2 gagah dlseluruh kolong
langit ini."
Berubah rona muka Liu Goan-ka, bentaknya: "Yau-ji, gila
kau!" "Nona Liu," Hoan Thong segera menyela bicara, "kalau kau
datang sebagai putri Liu-chengcu, aku sebagai paman ini akan
menyambutmu dengan senang hati. Tapi entah dihasut oleh
siapa kau tidak mengakui ayah, hendak membuat ribut lagi
disini, terpaksa aku harus bertindak demi kepentingan umum,
inilah pertemuan golongan Lok-lim daerah Kang-lam, atas
kedudukan apa kau berani datang kemari?"
Thi-pit-su-seng Bun Yat-hoan tiba2 gelak2, serunya: "Hoanthocu,
kau sudah tahu main tanya lagi, pertemuan kita hari ini
kan termasuk orang2 gagah dari perairan dan daratan kedua
pinggiran sungai besar" Bukankah Liu Lihiap adalah Lok-lim
Beng-cu dari lima propinsi daerah utara?"
Pucat muka Hoan-thong, namun dia masih membandel dan
mendebat secara ngawur: "Saudara2 sehaluan sepanjang
pinggiran sungai besar boleh ikut hadir, yang dimaksud hanya
sepanjang pinggiran sungai belaka, Lima propensi utara yang
dijajah kerajaan Kim tidak masuk hitungan, Kaum Lok-lim
mengutamakan garis pemisah, kaum Lok-lim didaerah
Kanglam hendak memilih Bengcunya sendiri, kita tidak
mengundang dan tidak menyambut kedatangan Bengcu dari
utara apa segala."
"Hoan-thocu, salah besar ucapanmu itu," sela Ong Ih-ting
tampil bicara. "Kembang merah daon hijau memangnya
adalah sekeluarga, utara atau selatan sungai besar kenapa
harus dibeda2kan" Hoan-thocu sendiri tadi bilang, pasukan
Kim sedang siap menjajah negeri kita, kita memangnya harus
bersatu padu menghadapi situasi gawat ini, jikalau Beng-cu
dari daerah utara sudi datang kemari, memangnya kau
undangpun belum tentu bisa datang."
Hong-Iay-mo-li segera tuding Kim Cau-gak dengan
kebutnya: "Tua bangka ini adalah Koksu dari negeri Kim,
Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kenapa dia malah boleh hadir dalam pertemuan Loklim
kalian?" Tadi banyak yang masih ber-tanya2 siapa sebenarnya Kim
Cau-gak, sudah tentu Koksu dari kerajaan Kim seperti yang
dibeberkan Hong-Iay-mo-li seketika membuat gempar hadirin,
suasana kembali ribut.
Lekas Liu Goan-ka menimbrung: "Bukankah tadi sudah
kukemukakan pendapatku" Kita hanya mengejar ketentraman
wilayah dan melindungi rakyat, peduli dengan dua pihak yang
sedang berperang asal mereka tidak menyerbu kewilayah kita,
kalau aku mengundang Kim-siansing kemari, tidak lain hanya
supaya dia tahu akan maksud dan tujuan kita," betapapun licik
dan licin serta pandai Liu Goan-ka main debat toh suaranya
sumbang dan gemetar
Melihat Liu Goan-ka terdesak, Hwi-liong-tocu segera tampil
membantu, katanya: "Maksud tujuan Liu-chengcu adalah
maksud tujuanku pula. sebagai tuan rumah, siapa yang suka
kuundang aldalah hakku, yang tidak terima tinggalkan panah
undanganku dan silakan pergi, Tapi sebelum mendapat
persetujuanku hehe, Hwi-liong-to walau bukan kota raja,
namun orang luar jangan harap bisa keluar masuk sesuka hati
sendiri." secara tidak langsung dia sudah mulai mengancam.
Thi-pit-su-seng Bun Yat-hoan gelak2, katanya "Meski Liu
Lihiap tamu yang tak diundang, tapi dia sebagai Beng-cu dari
lima propinsi utara. Bukankah tadi Cong-tocu sendiri bilang
harus merangkul para saudara dari segala aliran dan golongan
untuk memperkuat posisi kita" Kawan sehaluan dari Lom-kim
daerah utara sudah berada disini, bila kita menolak
kedatangannya diluar pintu, bukankah malah memperlihatkan
jiwa sempit dan pandangan cupat kaum Lok-lim daerah
Kanglam kita?"
"Betul." seru Ong Hi-ting menyokong, "Koksu dari kerajaan
Kim boleh hadir dalam pertemuan Lok-lim kita, Liu lihiap
sebagai Liok-lim Bengcu daerah utara sudah tentu harus
diterima pula kedatangannya. Memangnya kami ingin
mendengar pendapat Liu Lihiap yang berharga."
Didalam kalangan tokoh2 pendekar Bun Yat-hoan punya
kedudukan dan nama yang amat disegani, demikian pula Ong
Ih-ting punya pamor yang tidak kecil dalam kalangan Lok-lim
terutama tiga belas pimpinan bajak di Thayouw semua berada
dibawah pimpinannya, meski kekuatan Hwi-liong-to
belakangan ini sudah melebar, namun bicara soal kebesaran
dan kekuatan masih belum memadai, setelah mendengar
uraian kedua orang ini tahu bahwa mereka hanya sirik akan
kedatangan Kim Cau-gak dan tidak memperpanjang urusan,
betapapun sudah memberi muka kepada Liu Goan-ka, maka
sementara diapun tidak berani umbar adat.
Hong-lay-mo-li tertawa, katanya: "Sekarang aku
diperbolehkan bicara" Baiklah biar aku membuka segala isi
hati serta maksud kedatanganku kemari diha-dapan saudara2
sekalian." tiba2 Hong-lay-mo-li merubah suaranya lebih
lantang dan keras, katanya lebih lanjut:
"Saudara2 kita bekerja demi kaum Loklim tapi berbakti
demi negara. Walau benar pasukan Kim menyerbu ke selatan,
kami pasti akan bangkit melawan musuh dari belakang,
sehingga setiap langkah mereka tak bisa berjalan dengan
leluasa. Kedatanganku ini adalah ingin minta kerja sama
dengan kaum Loklim di Kanglam untuk angkat senjata
berjuang membela nusa dan bangsa. Tadi Hoa Tayhiappun
sudah membentangkan untung rugi dari situasi yang kita
hadapi. Sebagai putra putri bangsa yang patriotik, memangnya kita
terima sewenang2 membantu musuh menindas para saudara
sendiri" Keruntuhan negara sudah dialami oleh para saudara
diutara, ingin kami selekasnya mengusir penjajah dari tanah
air kita membebaskan rakyat dan negeri dari kelaliman.
Memangnya para saudara disini sebaliknya terima diperbudak
dan ingin mengalami keruntuhan total?"
Sudah tentu seruan Hong-lay-mo-li membuat suasana
bergolak, serempak para hadirin sama berteriak2: "Benar,
saudara kita diutara sudah angkat senjata melawan penjajah,
mana boleh kita mandah berpeluk tangan menonton diluar
garis" Apalagi terima menjadi antek musuh menindas bangsa
sendiri?" Bun Yat-hoan mendahului tepuk tangan menyatakan akur,
tapi banyak pula orang2 yang takut akan wibawa Liu Goan-ka,
maka mereka tidak berani menyatakan pendapat sementara
anak buah Hwi-liong-to-cu segera berteriak2 menyatakan
tidak setuju. "Tidak!" Hong-lay-mo-li segera berseru lantang, "Aku hanya
ingin berserikat dengan kaum Lok-lim yang sehaluan diselatan
ini, Lok-lim-beng-cu di Kanglam ini, sekali2 aku tidak akan
berani menjabatnya. Menurut pendapatku, yang paling cocok
untuk menduduki jabatan ini adalah Ong-cecu."
Liu Goan-ka jadi merasa dikesampingkan dipinggiran,
sudah tentu dia merasa malu dan gusar, seketika timbul
nafsunya membunuh, bentaknya: "Kau anak yang tidak
berbakti ini, bikin aku mati jengkel saja! Ada bapakmu disini,
berani kau mengoceh sembarangan disini, hayo kemari dan
berlutut minta ampuni."
Hong-lay-mo-li naik pitam, damratnya: "Bangsat tua.
kau..." baru saja dia hendak membeber kedok dan perbuatan
jahat Liu Goan ka, Ltu Goan-ka sudah melompat dari atas
panggung, "wut" telapak tangannya segera didorong kearah
Hong-lay-mo-li.
Tahu bahwa Hong-lay-mo-li takkan bisa diperalat lagi,
maka Liu Goan-ka menyerang dengan sepenuh tenaga.
damparan tenaganya bagai gugur gunung, meski Hong-laymoli sudah putar kencang kebutannya, namun tak kuasa
membendung kekuatan pukulannya itu, seketika terasa dada
seperti ditindih batu besar, maka mulutnyapun tak kuasa
bersuara lagi. Bagian 26 "Liu Goan-ka," sentak Bun Yat-hoan sengit, "Kau tidak tahu
malu, kau..."
"Hm," Liu Goan-ka mendengus, "Kurcaci tidak tahu aturan,
hayo ringkus dia!"
"Yang harus diringkus adalah Koksu negeri Kim itu!" bantah
Bun Yat-hoan gusar.
Kim Cau-gak tertawa dingin, ejeknya: "Baik, kalau punya
kepandaian hayolah maju" beruntun kedua telapak tangannya
ditepukkan, telapak tangan kiri mengeluarkan damparan angin
dingin yang membekukan, sementara telapak tangan kanan
mengeluarkan gelombang hawa panas yang membakar kulit,
digencet dengan serangan panas dingin, seketika Bun Yathoan
tidak mampu bersuara lagi.
Demi tegaknya keadilan Ong Ih-ting menjadi nekad, meski
tahu kepandaian sendiri bukan tandingan Liu Goan-ka, segera
dia menerjang maju seraya berseru: "Apa benar kalian ayah
dan anak, kami tidak peduli. Yang terang Liu Lihiap bekerja
demi kepentingan nusa dan bangsa, umpama benar Liu Goanka
adalah bapaknya, diapun tak boleh membunuhnya untuk
menutup mulutnya, kuharap para hadirin sekalian memberi
keadilan."
"Kurangajar," damprat Liu Goan-ka, "Aku mengajar putriku
sendiri, siapa suruh kau memberi keadilan segala"
Memangnya apa salahnya usulku yang kemukakan tadi?" dari
kejauhan dia lancarkan ilmu tutuk yang menembus udara,
seketika Ong Ih-ting rasakan Bun-hiaiig-hiat tiba2 kesemutan,
seketika diapun menjadi bisu.
Tiga belas Cecu dari Thayouw segera tampil ke-depan,
serunya: "Ong-cong-cecu, haluan tidak sama tidak perlu
bergabung, mari kita pulang bergerak menurut tujuan sendiri"
Tak nyana kalau mereka ingin bergerak menurut tujuan
sendiri, Hwi-Iiong-to-cu justru tidak memberi peluang kepada
mereka, Tatkala itu Kiong Ciau-bun sudah kembangkan Chitsattin, Hoa Kok-ham terkepung didalam barisan tak bisa
berbuat banyak, maka Hwi-liong-toeu segera tampil kedepan,
katanya dengan tertawa dingin:
"Tadi sudah kukatakan, Hwi-liong-to tidak boleh sembarang
orang mau pergi datang sesuka udelnya sendiri, Yang terang
aku hanya menjunjung Liu Goan-ka dan tunduk akan
perintahnya, siapa yang berani membangkang perintah
Bengcu, aku tidak akan sungkan lagi terhadapnya. Siapa yang
berani meninggalkan tempat ini, ringkus dia!"
Hwi liong-tocu punya dua belas Thaubak, ilmu silat masing2
tinggi, dengan kekuatan kedua belas Thaubak ini cukup
berkelebihan menghadapi tiga belas Cecu dari Thayouw,
Karena itu situasi menjadi tegang dan tak mungkin damai lagi,
perpecahan sudah terjadi, agaknya pertempuran besar
acak2an tak bisa terhindar lagi.
Setelah diurut beberapa kali tutukan Hiat-to Ong Ih ting
sudah mulai lancar, dengan suara serak segera dia beekata:
"Seorang laki2 lebih baik hancur dari pada diperbudak
pengknianat bangsa! Hwi-liong-tocu, kau ingin menahan kaml,
kecuali kau bunuh kita semua."
Kata2 yang gagah berani seketika membakar kemarahan
para ksatria yang hadir segera mereka bangkit dan angkat
tangan bersorak sorai, "Benar, laki2 sejati harus berani
berkorban bagi negara, memangnya kita terima diancam
pengkhianat bangsa macam orang she Liu" He, orang she
Cong, kau tidak takut dicaci maki seluruh rakyat di dunia,
memangnya kami takut mencucurkan darah?"
Kemarahan masa sudah tak terkendali lagi, sikap hormat
dan takutnya terhadap Liu Goan-ka tadipun sudah lenyap,
secara langsung mereka memanggilnya orang she Liu.
"Ong Hi-ting," seru Liu Goan-ka tertawa dingin, "besar
benar nyalimu." kembali dia lontarkan tutukan dari jarak jauh,
Licecu dari Tong-thing-san barat di Thayouw segera maju
mengadang didepan Cong-cecu, maka dialah yang roboh
tertutuk. Ilmu silat Hong-lay-mo-li memang kalah tinggi, namun
terpaut tidak jauh dari Liu Goan-ka, sudah tentu dia tidak
tinggal diam melihat orang tutun tangan keji terhadap Ong Ihing.
Tanpa hiraukan keselamatan jiwa sendiri, sret, sret, sret
tiga serangan berantai pedang dia cecar Hiat-to mematikan
dibadan Liu Goan-ka, Goan-ka tahu akan kelihayan serangan
ini, diapun tahu meringkus Hong-lay-mo-li lebih penting. Maka
dia biarkan Hwi-liong-tocu seorang yang pimpin anak buahnya
untuk menghadapi para ksatria.
Hwi-liong-tocu tertawa besar, serunya: "Kalian ingin
mampus, bukan soal gampang." dengan menjepit dua jari
tangan kedalam mulutnya, dia bersuit memberi aba2 kepada
serombongan anak buahnya yang bersenjata gantolan
panjang, dibawah pimpinan dua belas Thaubaknya, terbagi
dua belas rombongan, membentuk barisan mengepung
seluruh orang2 gagah yang hadir.
Perlu diketahui rombongan Lok-lim yang dipimpin Ong Ihting
kebanyakan adalah para Cecu atau tokoh2 kenamaan,
jikalau mereka sampai terbunuh pasti anak buahnya akan
bangkit dan dendam melawan Hwi-liong-tocu, jalan satu2nya
hanyalah menawan mereka hidup2 serta mengancam anak
buah mereka. Ada beberapa orang yang berhasil digantol roboh dan
teringkus oleh mereka, tapi merekapun bukan orang lemah,
mereka melawan dengan gigih, satu roboh yang lain maju,
sambil tempur sambil mengundurkan diri.
Sejak menginjak kakinya diatas pulau ini, walau belum
sempat bicara dengan Hong-laymo-li, tapi melihat kutukan
Hong-lay-mo-li terhadap Liu Goan-ka, Hoa Kok-ham tahu
orang takkan tertipu muslihat orang, maka rasa kuatirnya
segera hilang, ingin cepat2 membantu Hong-lay-mo-li, segera
dia pergencar permainan kipasnya sehingga Chit-sat-tin di
bawah pimpinan Kiong Ciau-bun mulai terdesak, terang tak
lama lagi barisan ini takkan kuat mengurungnya lagi.
Di tengah gelak tawa Hoa Hok-ham, kipasnya bergerak
laksana kilat, "Cret" dengan telak dia menutuk roboh salah
seorang. Hwi-liong-tocu segera membentak maju: "Orang she Hoa,
lari kemana!" sebat sekali dia mencelat datang kebetulan
menambal Chit-sat-tin yang sudah hampir bobol, dengan
sejurus Liat-ciok-kay-pi (membelah pilar meretakan batu),
jari2nya mencengkram ke batok kepala Hoa Kok-ham.
Hoa Kok-ham kebaskan kipasnya, "Cret" kipasnya tergores
sobek sedikit oleh kuku jari lawan, tapi cengkraman jari orang
berhasil disampuk kesamping oleh kipasnya.
Kali ini Hwi-liong-tocu mengerahkan Tay-lik eng-jiau-kang,
Hoa Kok-ham hanya menggunakan kipasnya sudah berhasil
menyampuk tangannya, betapa tinggi Lwekangnya sungguh
amat mengejutkan, tapi Hwi-liong-tocu mampu menggores
sobek kipasnya, terang kepandaiannyapun tidak lemah.
Dengan Hwi-liong-tocu yang menambal lobang Chit-sat-tin,
apa lagi diapun apal akan permainan Chit-sat-tin, maka
dengan kerja sama dengan Kong Ciau-bun, kekuatannya satu
lipat lebih besar, Sudah tentu Hoa Kok-ham terdesak dibawah
angin. Disebelah sana Thi pit-su-seng Bun Yat-hoan berhadapan
dengan Ki-lian-lokoay Kim Cau-gak, keadaan-nyapun amat
genting, beberapa kali dia hampir tereng-gut jiwanya.
Masing2 mempunyai kelebihan kepandaian yang lihay, tapi
Im-yang-ngo-hing-ciang Kim Cau-gak merupakan kombinasi
tunggal dari dua aliran ilmu sesat yang paling hebat, telapak
kiri menggunakan Lui-sin-ciang, sementara tangan kanan
mengerahkan pukulan Im lo-im-sat-kang.
Tiba2 gelombang panas melandai, lain saat badai dingin
menerpa bergantian. Meski Bun Yat-Loan latihan Lwekang
murni dari aliran lurus, betapapun ilmunya belum terlatih
matang, dibawah rangsakan pukulan panas dingin lawan,
bukan saja dia harus kerahkan Lwekang untuk melindungi
badan, dia harus hadapi serangan mematikan lawan, puluhan
jurus kemudian terasa dada sesak dan mual, giginya
gemeratak kedinginan, tapi keringat dingin-pun berketes2
membasahi sekujur badan.
Diam2 Bun Yat-hoan mengeluh, segera dia robah siasat
tempurnya, dia menyerang untuk bertahan, sepasang
potlotnya mencecar tiga puluh enam Hiat-to penting dibadan
Kim Cau-gak. Ginkang Bun Yat-hoan lebih unggul dari lawan,
dibarengi dengan ilmu tutuk-nya yang lihay dan menakjupkan,
Kim Cau-gak dise-rangnya sampai keripuham terpaksa dia
tarik kembali serangannya dan bertahan dengan rapat.
Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dengan demikian meski Bun Yat-hoan masih terdesak
dibawah angin, namun sudah tidak sepayah tadi.
Hoa Kok-ham dan Bun Yat-hoan meski harus menghadapi
musuh2 tangguh, sementara waktu masih kuat bertahan diri.
Lain halnya dengan Hong-lay-mo-li yang sudah amat gawat
dan tinggal memilih waktu untuk ajal dibawah rangsakan
lawan. Sebetulnya kalau dinilai dari kepandaian sejati tingkat
pelajaran Hong-lay-mo-li sudah termasuk kelas tinggi, jarang
bisa ditemukan tokoh yang sejajar dengan kepandaiannya,
tapi lawannya memang terlalu tangguh. sudah tentu dia
menjadi kepayahan.
Bukan saja Lwekang Liu Goan-ka sudah mendalam,
permainan ilmu tutuknyapun amat lihay Hong-lay-moli harus
kerahkan seluruh kemampuan dari permainan kombinasi kebut
dan pedang, diselingi perubahan yang rumit, boleh dikata dia
sudah mainkan ilmu yang jarang terlihat dan tak pernah
terdengar di Bulim.
Tak nyana meski dengan bertangan kosong, Liu Goan-ka
masih mampu menandinginya malah mendesaknya dibawah
angin. Tampak kedua lengan bajunya menari turun naik,
setiap kebutan lengan bajunya membawa damparan angin
puyu, sehingga benang kebut Hong-lay-mo-li beterbangan
sukar dimainkan dengan lancar.
Lekas sekali tiga puluh enam jurus Thian-lo-hud-tim-hoat
Hong-lay-mo-li sudah habis dimainkan.
Berada diatas angin, Liu Goan-ka menyerang semakin
bernafsu dan gencar, Tiba2 jarinya yang tersembunyi didalam
lengan baju menjentik, "Creng-" pedang Hong laymo-li kena
diselentiknya, terasa telapak tangan kemeng, Hong-lay-mo-li
sempoyongan mundur.
"Tidak lepaskan pedangmu!" bentak Liu Goan-ka, "Creng"
kembali jarinya menyelenUk beruntun Hong-lay-mo-li tersurut
tiga langkah, namun tetap memegangi pedangnya dengan
kencang, Dasar berwatak keras, Liu Goan-ka berusaha
merebut pedang, dia justru tidak mau lepaskan.
Diluar tahunya kebandelannya ini malah tertipu oleh siasat
lawan, karena harus kerahkan tenaga untuk mempererat
pegangan tangannya, maka pertahanannya kurang
menyeluruh, Dimana lengan baju Liu Goan-ka dikebaskan,
perhatian orang dia alihkan, sekonyong2 dia mendesak maju
terus menutuk Hiat-tonya.
Liu Goan-ka bergelak tawa, katanya: "Akan kulihat budak
keras kepala seperti kau ini masih berani tidak mengakui
ayahmu sendiri" Hayo berlutut!" ditengah gelak tawanya dia
tutuk Hoan-tiau-hiat dilutut, orang lain yang tidak tahu
menyangka Hong-lay moli sudah mengakui dirinya sebagai
ayah. Pada saat jari2 Liu Goan-ka terulur hendak menutuk itulah,
tiba2 terdengar suara ting ting dari tongkat besi yang
menyentuh tanah, cepat sekali datangnya.
Seketika berubah air muka Liu Goan-ka, seperti tiba2
melihat setan, tanpa kuasa dia tersurut mundur, keringat
dingin gemerobyos. jubahnya kelihatan melembung melambai
tanpa dihembus angin, terang badannya gemeter ketakutan.
Sebetulnya meski kedatangan orang itu teramat cepat, tapi
Liu Goan-ka berada didepan Hong-lay-mo-li, jarak begitu
dekat waktu berkecukupan untuk dia turun tangan
membekuknya, tapi orang ini adalah orang yang paling dia
takuti selama hidupnya, setiap kali hanya mendengar
namanya saja membuat badannya gemetar, dialam mimpipun
dia ketakutan, orang yang disangkanya sudah mati karena
dulu dia celakai.
Sungguh tak nyana didalam pertempuran acak2an seperti
ini mendadak dia orang tiba, betapa tidak membuatnya
ketakutan, serasa sukmanya sudah melayang keluar" Didalam
keadaan kaget dan ketakutan itu, tanpa disadari kakinya
menyurut mundur, sehingga tidak pernah terpikir olehnya
untuk segera membekuk Hong-lay-mo-li.
Dalam waktu sesingkat itu, sanubari Liu Goan-ka dan Honglaymo-li sama2 tergetar, Liu Goan-ka membatin: "Semula
kukira Bu-lim-thian-kiau hanya menggertak dan me-nakut2iku
saja, siapa tahu dia memang masih hidup Bagaimana aku
harus menghadapinya?"
Sementara Hong-lay-mo-li berpikir "Siapakah yang
membuat bangsat tua ini pucat ketakutan" Hanya,
mungkinkah..." karena Hiat-tonya tertutuk, bagaimana
keadaan belakang dia tidak bisa berpaling.
Tapi mendengar suara ketukan diatas tanah, diam2 dia
sudah menduga siapa gerangan yang tengah mendatangi
Belum lagi pikiran kedua orang lenyap orang aneh itu tahu2
sudah berada ditengah2 mereka, itulah seorang kakek tua
yang bermuka bersih, sebelah kakinya pengkor sehingga
jalannya pincang dengan tongkat besi, Hong-lay-mo-li sudah
kenal orang ini adalah orang berkedok bertongkat yang
menolongnya ditaman istana raja tempo hari, sedang Khing
Ciau kenal dia adalah Hwesio tua yang menolong dan
mengajarkan Lwekang itu.
Berpisah hanya beberapa hari, Hwesio tua itu sudah mulai
tumbuh rambutnya, agaknya dia sudah siap kembali menjadi
preman, Kakek aneh ini angkat tongkatnya menuding Liu Goan-ka,
katanya kalem: "Kau adalah pamannya, kau ingin pandang dia
sebagai putrimu sendiripun tidak menjadi soal. Tapi aku belum
mampus, jangan kau menyaru menjadi ayahnya." sekali tutul
dia bebaskan Hiat-to Hong-lay-moli, katanya: "Yau-ji, hari ini
kami sekeluarga kumpul kembali, marilah kau memberi
hormat kepada pamanmu!"
Hong-Iay-mo-li tahu kali ini dia takkan kesalahan mengenali
ayahnya lagi, tak tertahan pecahlah tangis-nya, katanya
sesenggukan: "Ayah! Betapa sengsara putrimu! Putrimu tak
mau mengakuinya sebagai paman!" bahwa kakek tua ini
adalah ayah kandungnya, sejak mulai sudah diduganya.
Tapi bahwa Liu Goan-ka ternyata adalah pamannya,
sungguh tak pernah terpikir olehnya, sebetulnya dia hendak
minta ayahnya bunuh Liu Goan-ka habis perkara, setelah tahu
orang adalah pamannya, permintaan batal dia utarakan.
Kakek tua itu menghela napas, ujarnya: "Goan-ka, dinilai
sepak terjang dan perbuatanmu terakhir ini, kau mirip
binatang jalang, pantas aku membunuhmu, tapi selama dua
puluh tahun aku mempelajari ajaran agama, meski hari ini aku
kembali preman, tetap aku saleh terhadap ajaran-Nya, Thian
memang Maha pengasih, dulu kau mencelakai aku, aku tidak
sampai ajal, marga ketiga hanya tinggal kau seorang, kita
sama2 mempunyai satu kakek moyang, biarlah aku ampuni
jiwamu kali ini. Yau-ji tidak mau aku kau sebagai paman aku
tak bisa memaksanya."
Hong-lay-mo-li menghela napas lega ternyata Liu Goan-ka
adalah saudara se-induk saja dengan ayahnya, jadi bukan
saudara sepupu.
"Ayah," kata Hong-lay-mo-li, "dendam pribadi boleh tidak
usah dituntut, keadilan sebaliknya harus tetap ditegakkan, Kini
dia sudah berintrik dengan musuh, mengkhianati negara demi
kedudukan dan mencari hidup kemewahan, Dia belum lagi
insaf dan bertobat, mana boleh kau mengampuni dia?"
Kakek tua menarik muka, sorot matanya setajam pedang,
menatap Liu Goan-ka, tanyanya: "Apa benar?"
Liu Goan-ka menyurut tiga langkah, tidak berani menjawab.
Ong Hi-ting berteriak: "Ucapan putrimu sedikitpun tidak
salah. seluruh orang gagah yang hadir semua menjad saksi."
Seketika bersinar sorot mata kakek tua ini, suaranya
mendesis dengan tekanan tertahan: "Kau bunuh kakak ipar
dan mencelakai abang boleh diampuni, pengkhianat nusa dan
bangsa takluk kepada musuh, merupakan dosa yang tak
terampun. Aku Liu Goan-cong tidak punya adik seperti kau."
tongkatnya pelan2 sudah terangkat
"Toako harap jangan marah," lekas Liu Goan-ka
membungkuk badan, "Siaute tahu salah."
"Baik sekali kalau kau tahu salah, lekas mohon maaf
dihadapan orang2 gagah seluruh jagat ini, segera suruh
kawanan anjing gerombolan rasemu itu membuang senjata?"
"Baik sekali, kalau kau tahu salah, lekas mohon maaf
dihadapan orang2 gagah seluruh jagat ini, segera kedua
telapak tangan membungkuk badan, se-konyong2 mulutnya
menghardik sekeras halilintar, serempak kedua telapak
tangannya dia dorong menggempur bagian bawah Liu Goancong.
serangan ini sudah dipersiapkan lebih dulu, maka
kekuatan pukulannya laksana gugur gunung, kaki Liu
Goancong timpang, maka kedudukan bagian bawahnya tidak
kokoh. Sasaran serangannya justru merupakan titik terlemah
dibadan Liu Goan-cong, sungguh kejam, culas dan jahat
benar. Liu Goan-cong menggeram, makinya: "Binatang!" tongkat
besinya menutul bumi, badannya melejit ke-udara, berbareng
telapak tangannya menepuk.
Kekuatan pukulan kedua pihak saling bentrok di tengah
jalan mengeluarkan suara keras bagai gunung meletus, Honglaymo-li yang berdiri disebelah samping sampai tersiak
minggir sempoyongan dua langkah.
Dengan sebelah tangan Liu Goan-cong melawan dua
gempuran telapak tangan Liu Goan-ka, kekuatan kedua pihak
setanding alias seri. Disaat orang harus menutuk tongkat
diatas bumi dan badannya masih terapung itu, tiba2 Liu Goanka
robah telapak tangan menjadi tutukan jari, kelima jarinya
tertekuk lalu beruntun melentik malang susul seperti orang
memetik harpa dalam sejuruh serempak dia menyerang
sepuluh Hia-to yang tersebar diatas Sia-yang-king-meh
dibadan lawan. Liu Goan-cong merangkap jarinya terus menggaris,
terdengar suara mendesis yang ramai, seperti bola membal
badan Liu Goan-ka menumbuk tembok serta mencelat
kembali, tapi gerakan tubuhnya menggunakan Ginkang tingkat
tinggi, tampak gerakan bersalto dengan Hu-hi-hoan-hi
(membalik awan dihujan gerimis), badannya meluncur
kesamping tiga tombak jauhnya.
Kelihatannya yang satu balas menyerang dengan hebat,
yang lain berkelit dengan lincah, Tapi bagi ahli silat yang
berkepandaian tinggi cukup tajam pandangannya, termasuk
Hong-lay-mo-li dan lain2, sudah melihat Liu Goan-ka
berkepandaian setingkat lebih rendah, diatas jubah hijaunya
terlihat lima lobang sebesar jari2 tangan.
Liu Goan-cong berkata dingin: "Tiga puluh enam macam
permainan jari yang teramat didalam Hiat to-tongjin belum
lagi kau pelajari sampai matang, Ci-goan-bian ciptaan Gi-sI-loco,
kaupun belum berhasil menemukan bagian yang kedua,
bukan?" Pucat pias muka Liu Goan-ka, katanya: "Toako tidak mau
memaafkan, terpaksa kita menuju arah hidupnya sendiri."
anak muridnya cukup banyak, di-bawah anjuran dan
ancamannya, segera mereka membentuk kelompok2 yang
membundar, berbagai senjata rahasia, bagai hujan deras
sama memberondong datang.
Dari samping Hwi-liong-to-cu ikut berseru memberi
semangat dan aba2: "Gunakan panah beracun, bunuh mereka
semua!" Kim Cau-gak pergencar kekuatan pukulannya, baru saja dia
siap menurunkan tangan keji kepada Thi pit-su-seng, menurut
perhitungannya setelah membunuh Bun Yat-hoat, dia hendak
bergabung dengan Liu Goan-ka untuk menghadapi
engkohnya. Liu Goan-cong kebaskan lengan bajunya, senjata rahasia
yang bertaburan kearah dirinya kena dikebut rontok
berjatuhan semua. tiada satupun yang bisa mendekati
badannya, Dimana dia tutul tongkat diatas tanah, tiba2 dia
melejit maju tahu2 sudah berada di-hadapan Kim Cau-gak,
katanya menyindir.
"Dua puluh tahun yang lalu, beruntung, aku orang she Liu
tidak ajal dibawah keroyokan kalian, Kebetulan hari ini kaupun
datang, Im-yang-ngo-heng-ciangmu apa sudah sempurna kau
yakinkan" ingin aku orang she Liu minta pengajaran
kepadamu-"
Dalam pada itu Thi-pit-su-seng Bun Yat-hoan lompat
menjauh setombak lebih, kedua telapak Kim Cau-gak segera
beralih sasaran menyongsong kedatangan Liu Goan-cong,
Begitu Kim Cau-gak kerahkan tenaga pukulannya, angin
menderu gelombang panas segera melandai dengan dahsyat.
Dengan sebelah tongkat berpijak ditanah, telapak tangannya
yang lain ditepukan kedepan, segulung tenaga dalam yang
lunak dan liat sekali, seolah2 seperti sebuah jala yang
ditebarkan ditengah udara, pelan2 merangkup kebagian
tengah, betapapun kuat dan dahsyat gelombang pasang
pukulan Kim Cau-gak. toh kena dibendung dan sirna terjaring
oleh jala besar yang tidak kelihatan itu sehingga susah
memperlihatkan perbawanya.
"Bagus!" bentak Kim Cau-gak, telapak kiri segera
disusulkan didorong juga, kali ini begitu tenaga pukulannya
dilontarkan seperti hujan badai bersatu yang melandai datang,
hawa panas yang membara dari gelombang pasang tadi
seketika berubah menjadi dingin membekukkan seperti
dikutup selatan.
Jenggot panjang Liu Goan-cong melambai2, uap putih
segera mengepul dari kepalanya, tampak tongkat besinya
yang berpijak ditanah itu amblas satu dim kedalam bumi,
sebaliknya tapak kakinya sedikitpun tidak bergeming.
Maka Siu-lo-ciang-lat yang dilontarkan Kim Cau-gak,
laksana hawa bersalju yang lambat laun menjadi cair dan
hangat dibawah tingkah sinar matahari.
Diam2 Kim Cau-gak mengeluh: "Celaka!" dengan kertak
gigi terpaksa dia harus berani ambil resiko, kemungkinan
hawa murninya bakal terkuras ludes, maka kekuatan pukulan
kedua telapak tangannya dia kerahkan sampai tingkat
kesepuluh panas dingin bergabung jadi satu, badai dingin
gelombang panas, berbareng menerpa tiba membobol
pertahanan pukulan telapak tangan tunggal Liu Goan-cong.
Maka tongkat besi Liu Goan-ka yang menopang badannya
kembali amblas beberapa dim, Hong-lay-mo-li mengawasi dari
samping dengan jantung berdebar2, maklumlah meski
Lwekang Kim Cau-gak tidak sekokoh Liu Goan ka, sudah tentu
jauh lebih ketinggalan dibanding ayahnya, tapi ilmu Lwekang
dari panas dingin ini merupakan dua ilmu jahat dari aliran
Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sesat yang paling lihay, mau tidak mau Hong-lay-mo-li
menjadi kuatir, batinnya:
"Ayah berusia lanjut, betapapun tenaganya tentu sudah
menurun. Umpama nanti dia bisa kalahkan Kim Cau-gak.
beliau sendiri akhirnya akan jatuh sakit juga."
Disaat dia hendak melangkah kedepan, tiba2 dilihatnya
lengan baju ayahnya terkembang, sebelah telapak tangannya
dari kiri kekanan menggaris setengah lingkaran, seketika
terdengar suara geluduk yang ge-muruh, tubuh Kim Cau-gak
laksana bola yang ditendang seketika mencelat mumbul,
ditengah udara beberapa kali bersalto.
"Huuaaah!" darah segar menyembur berhamburan
ditengah udara, baru kedua kakinya tancap diatas tanah.
Ternyata dengan kekuatan Lwekang yang sakti
mandraguna Liu Goan-cong gunakan daya tuntun dari ajaran
Lwekang tingkat tinggi, menyeret kedua tenaga pukulan lawan
yang berlawanannya itu kearah dua jurusan yang berlawanan
sehingga keduanya saling beradu sendiri dan sirna.
Begitu kekuatan pukulannya tahu2 lenyap, sudah tentu Kim
Cau-gak tidak kuat lagi menandingi tenaga pukulan Liu Goancong.
untung Lwekangnya termasuk ampuh, walaupun tidak
ringan luka2 dalamnya, tapi belum sampai ajal seketika.
Kejut dan girang Hong-tey-mo-li dibuatnya, tanyanya
sambil memburu maju: "Ayah, apa kau tidak apa2?"
Liu Goan-cong tersenyum: "Kepandaian cakar ayam dari
Kim Ian-lokoay memangnya bisa melukai aku. Akhirnya aku
berhasil menuntut balas sekali pukulannya dua puluh tahun
yang lalu." ternyata dulu Liu Goan-cong di-kejar2 dan
dikepung oleh Kim Cau-gak dengan delapan belas jago2 silat
negeri Kim yang lain, karena kewalahan dikeroyok sedemikian
banyak orang, akhirnya kakinya itu berhasil dilukai oleh Kim
Cau-gak sehingga cacat.
Akan tetapi walau Liu Goan-cong tidak terluka apa2,
napasnya rada memburu juga, segera dia mengawasi kearah
Hoa Kok-ham yang masih terkepung didalam Chit-sat-tin,
Katanya: "Aku akan membuka jalan, Yau-ji pergilah kau bantu
Hoa-siheng, Kepandaian silat Hwi-liong-tocu amat tinggi,
jangan kau pandang rendah dirinya."
Kiong Ciau-bun adalah murid Liu Goan-ka yang terbesar,
kepandaian silatnya sudah mendapat tujuh delapan bagian
ilmu gurunya, kekuatan Chit-sat-tin yang dipimpinnya kali ini,
jauh lebih kuat waktu mereka mengepung Hoa Kok-ham di
Jian-liu-cheng dulu, lagi ketambahan Hwi-liong-to-cu yang
apal juga mengenai seluk beluk perubahan barisan ini,
sungguh kekuatannya sekarang laksana dinding baja, Hoa
Kok-ham terjang kiri labrak kekanan selalu tak berhasil
menerjang keluar.
Disaat2 keadaan gawat itulah tiba2 dilihatnya Hong-lay-moli
memburu tiba, seketika berkobar semangat Hoa Kok-ham,
kontan dia bergelak tawa, berbareng kipasnya mengebas,
sekaligus ia sam-puk tiga senjata serangan Kiong Ciau-bun
dan lain2, kini kedudukannya menjadi mantep dan kuat.
Setelah mendapat pesan ayahnya tanpa ayal segera Honglaymo-li putar kencang pedangnya menerjunkan diri kedalam
Chit-sat-tin, sepasang ganjalan Hwi-liong-to-cu berusaha
merintangi, dengan mengerahkan sekuat tenaga, "Trang", dia
pukul balik pedang panjang Hong lay-mo-li.
"Budak perempuan," damrat Hwi-liong-to-cu, "Kaupun
mencari kematian?"
Hong-lay-mo-li gusar, serunya: "Akan kubunuh kau sampah
persilatan ini" dimana kebutnya terayun, dia gulung sebilah
golok panjang yang menyerang datang terus disendal
sehingga senjata lawan terlepas, menyusul dengan jurus Pekhongkoan-jit, Ceng-kong-kiam tahu2 merangsak pula kepada
Hwi-liong-to-cu.
Kiong Ciauibun hendak rubah putaran barisan untuk
mengurung Hong-lay-mo-li sekalian, tapi dia dipantek oleh
Hoa Kok-ham sehingga tidak sempat memberi aba2. Dengan
kerja sama mereka yang baik, Hong-lay-mo-li seorang
merangsak Hwi-liong to-cu satu lawan satu, sementara Hoa
Kok-ham menghadapi Kiong Ciau-bun dengan para Sutenya,
sebentar saja mereka sudah berhasil bikin Chit-sat-tin kocar
kacir. Hwi-liong-to-cu mengira Hong-lay-mo-li gampang diIayani,
maka begitu gebrak dimulai, dia lantas keluarkan jurus2 keji.
ilmu silatnya memang hebat, dimana sepasang gantolannya
berputar, laksana sepasang naga bergulung2 keluar dari
gelombang lautan, sehingga Ceng-kong-kiom Hong-lay-mo-li
se-olah2 tergulung didalamnya, permainan senjata
gantolannya ini mempunyai satu jurus yang peranti merampas
senjata lawan, memangnya cocok untuk mengatasi senjata2
berat sebangsa golok, pedang dan lain2, suatu ketika kedua
gantolannya tersilang terus ditarik kedua samping jadi
ujungnya saling gantol, maksudnya hendak menggantol lepas
pedang Hong-lay-mo-li.
Diluar tahunya bahwa permainan ilmu pedang Hong-laymoli yang gemelai ternyata dilandasi kekerasan, berbeda
dengan ilmu pedang dari segala aliran, begitu pergelangan
tangannya terbalik pedangnya mendadak menyendal "sret"
kembali bisa melancarkan serangan dari gencetan kedua
gantolan lawan.
Lekas Hwi-liong-to-cu tudingkan gantolan kiri sementara
gantolan kanan dia tarik, sehingga gerakan pedang Hong-laymoli katut terdorong keluar, namun kebut Hong-lay-mo-li
ternyata sudah mengepruk kepalanya.
Jurus yang digunakan adalah tipu ganas dari tiga puluh
enam jalan Thian-lo-hud-tim, benang2 kebut-nya terangkap
kencang seperti ujung tombak, tak ubahnya seperti sebatang
potlot baja, "Tang" sebatang gantolan Hwi-liong-to-cu kena
diketuknya sampai tertindih turun beberapa dim, cepat sekali
pedang Hong-lay-mo-li sudah berkelebat pula, tahu2 ujung
pedang sudah mengincar tenggorokannya.
Kepandaian silat Hwi-liong-to-cu memang bukan olah2
hebatnya, kedua gantolannya terang tidak sempat menangkis
ujung pedang Hong-lay-mo-li yang mengincar
tenggorokannya, pada detik2 yang gawat ini, tiba2 dia
pentang mulutnya, "krak" dengan giginya dia gigit ujung
pedang lawan. Pedang Hong-lay-mo-li tak kuasa menusuk masuk
tenggorokan lawan, baru saja dia hendak kerahkan tenaga,
gantolan lawan dari kiri kanan berbareng menusuk
lambungnya, dengan kebutnya lekas Hong-lay-mo-li kebas kiri
ketuk kanan, beruntun dia punahkan tiga jurus serangan
ganas yang mematikan.
Tapi dengan sebatang kebut melawan dua gantolan musuh,
terasa amat payah, sudah tentu kekuatan yang dia kerahkan
diatas pedangnya menjadi kendor.
Hwi-liong-to-cu kerahkan tenaga menggigit dengan keras,
terasa bergetar tangan Hong-lay-mo-li, pedang ditariknya
lepas, kebetulan untuk menyampuk kedua gantolan lawan.
Dilihatnya Hwi-liong-to-co menarik napas terus membuka
mulut memuntahkan dua buah gigi, darah segar segera
menyembur keluar, ditengah semburan darah merah itu
kelihatan sekeping pecahan yang berkilauan memutih, kiranya
itulah kutungan ujung pedang Hong-lay-mo-li yang digigitnya
patah, kini dia semburkan sebagai senjata rahasia untuk
menyerang Hong-lay-mo-li.
Melihat orang berlaku begitu beringas dan kalap, terkejut
juga dibuatnya, tanpa terasa Hong-lay-mo-li menyurut,
mundur dua langkah, pakaiannya berlepotan darah oleh
semburan orang.
Karena dua buah giginya rompal, sudah tentu serasa copot
jantung Hwi-long-to-cu, tak berani bertahan lebih lama,
setelah mendesak Hong-lay-mo-li mundur dengan semburan
darahnya, sebelum Hoa Kok-ham sempat mendesak tiba,
segera dia lompat keluar dari kalangan..
Berbareng pada saat itu Hoa Kok-ham gelak2 panjang,
sekali pukul dia bikin seorang Sute Kiong Ciau-bun ikut ngacir,
dengan sendirinya Chit-sat-tin dibikin porak peronda.
Setelah menenangkan hati Hong-lay-mo-li memaki:
"Bangsat keparat. mampuslah kau!" dia masih ingin mengejar
Hwi-liong-to-cu.
Melihat darah berlepotan dibadan Hong-lay-mo-li, Hoa Kokham
terkejut, tanyanya: "Kenapa, kau terluka?"
"Luka sih tidak, cuma ujung pedangku digigitnya sampai
putus!" "Keparat itu gigit putus pedangmu, giginyapun rompal,
terhitung dia kena kau rugikan. Biarlah dia lari. Musuh terlalu
banyak, kita harus lindungi banyak orang untuk meloloskan
diri secepatnya dari pulau ini." Melihat Hoa Kok-ham amat
perhatikan dirinya, syuur hati Hong-Iay-mo-Ii, namun dia
merasa hambar juga.
Se-olah2 sudah menjadi kebiasaan setiap berhadapan satu
diantara kedua orang laki2 yang memuja-nya selalu
memikirkan diri yang lain juga, kini Hoa Kok-ham perhatikan
keselamatan dirinya, terbayang juga dalam benaknya akan diri
Bu-Iim thian-kiau.
"Kuberi selamat kepada kalian ayah beranak yang bersua
dan kumpul kembali, marilah kita gabungkan diri bersama
mereka." Hong lay-mo-li mengiakan dengan lari berjajar adu pundak
mereka melabrak keluar. Berdiri berendeng begitu dekat, mau
tidak mau jantung Hong-lay-mo-li berdebar2, "Entah ayah
benar2 sudah menjodohkan diriku dengan dia?" demikian dia
ber-tanya2 dalam hati karena didengarnya tadi sang ayah
memanggilnya "Si-heng" panggilan akrab yang menandakan
orang sudah dianggapnya sebagai keluarga sendiri.
Se-konyong2 terdengar suara gemuruh, ternyata Liu Goanka
sudah lari keatas puncak, diangkatnya sebuah batu besar
terus ditimpukan kearah Ong Si-ting dan kawan2nya,
kebetulan Tang hay-Iiong berlari bagai terbang, dengan kedua
tangannya dia dorong batu yang masih melayang ditengah
udara itu kesamping, untung tiada seorangpun yang terluka.
Orang2 Hwi-liong-to dan kamrat2 Lhi Goan-ka sementara
itu sudah mundur dan berlari keatas puncak pula, mengikuti
perbuatan Liu Goan ka dari tempat tinggi mereka
menggelundungkan dan menimpuk batu2 besar kecil kebawah
gunung. Letak lapangan berumput ini merupakan sebuah lembah
yang diapit oleh dua puncak, dasarnya berbentuk seperti
baskom, jalan masuknya hanya merupakan sebuah jalanan
kecil sehingga bentuk keseluruhannya mirip benar dengan
terompet. Orang2 Hwi-liong-to yang tahu seluk beluk keadaan
setempat menempati posisi yang menguntungkan lebih dulu,
sehingga suasana gegap gumpita, Sukar orang2 Ong Ih-ting
hendak menerjang keluar, tidak sedikit yang tertumpuk luka
oleh batu, namun kamrat2 Liu Goan-ka yang belum sempat
naik keataspun tidak sedikit yang keterjang oleh berondongan
batu2 ini. Kedua pihak sama berebut untuk menerjang keluar kemulut
sempit yang menembus keluar ituHwi-liong-to-cu ter-kial2, katanya menyeringai sadis "Siapa
suruh kalian tidak mau tunduk akan perintah Liu-bengcu?"
Liu Goan-ka segera tarik suara berseru lantang. "Para Cecu
harus kutahan, anak buahnya boleh kembali Toako, kaupun
boleh pergi, tapi putrimu harus kutahan!" maksudnya hendak
menahan orang sebagai sandera, jikalau tidak mau menurut
semuanya akan dijaring dan dltumpas habis.
Sementara itu Hoa Kok-ham dan Hong-lay-mo-li sudah tiba
dihadapan Liu Goan-cong, tiada tempo banyak bicara segera
Liu Goan-cong memberi pesan: "Kalian bawa serombongan
orang serbu keatas, usir musuh sekuat tenaga, Aku akan
lindungi para saudara yang lain menerjang keluar dari lembah
sempit ini."
Orang2 gagah yang diundang bersama anak buah para
Cecu dari berbagai pangkalan kira2 ada seribu lebih,
sementara anak buah Hwi-liong-to-cu dan kamrat Liu Goan-ka
kira2 ada empat lima ribu orang, pihak tamu jumlahnya lebih
sedikit, tapi yang berkepandaian tinggi jauh lebih banyak,
segera dipilih puluhan Thaubak yang memiliki Ginkang tinggi,
dibawah pimpinan Hoa Kok-ham dan Hong lay-mo-li terbagi
dua barisan menerjang keatas gunung.
Liu Goan-ka ketukan tongkatnya keatas tanah Seraya
menghardik laksana guntur: "Biar kalianpun rasakan betapa
kerasnya batu2 gunung!" yang dia gunakan adalah Say-cuhiongkang (Auman singa), gemuruh batu2 gunung yang
menggelundung jatuh kelelap oleh bunyi hardikan suaranya
yang dilandasi Lwekang.
Kawanan perompak yang sudah menduduki puncak gunung
merasa pekak oleh getaran suara Say-cu-hiong Liu Goan-cong,
meski mereka menduduki posisi yang lebih menguntungkan,
tak urung jeri juga nyali mereka, Liu Goan-cong meraup
sebutir batu besar, dengan kekuatan jarinya dia remas
menjadi batu2 kri-kil, beruntun jarinya menyelentik, satu
persatu batu krikil itu laksana pelor bedil meleset terbang
keatas puncak. Disana ada enam tujuh Thaubak anak buah Hwi-Iiong to
sedang sibuk menggelundungkan batu2 raksasa, mimpipun
mereka tidak menyangka bahwa Liu Gooan-cong mampu
menggunakan Tam-ci-sin-thong, menyelentik krikil keatas dari
jarak yang begitu jauh.
Kecuali seorang yang cukup cerdik segera menjatuhkan diri
menggelundung kearah balik gunung sebelah sana, yang lain
sama tertutuk Hiat-tonya, satu persau jatuh menggelundung
kebawah gunung mengikuti batu2 raksasa yang mereka
jatuhkan sehingga badan hancur lebur tertindih batu.
Liu Goah-cong segera berseru mengancam: "Siapa berani
menjatuhkan batu, batuku akan kutujukan kepada siapa!"
Kawanan rampok yang menjatuhkan batu dari atas kira2
ada ribuan banyaknya, betapapun Liu Goan-cong sebetulnya
takkan mungkin bisa merobohkan mereka seluruhnya.
Tapi mereka gentar dan ciut nyalinya oleh kehebatan
kepandaiannya, separo diantaranya tak berani lagi mejatuhkan
batu, Tak lama kemudian Hoa Kok-ham dan Hon-g-lay-mo-li
masing2 sudah sempat menyerbu naik keatas serta mengusir
mereka, sisa yang lain tak sempat lagi melemparkan batu,
beramai2 mereka angkat langkah seribu.
Dengan bersorak sorai dan berteriak2 para orang2 gagah
segera menyerbu kearah mulut lembah, dari gunung dibawah
Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lembah, terjadilah pertempuran seru dan sengit.
Khing Ciau dan Cm Long-giokpun menggasak musuh
berdampingan, Dengan memutar pedang sekencang kitiran
Khing Ciau lindungi Sumoaynya. Begitu hujan batu mereda,
matanya selingukan kesekelilingnya, banyak orang2 yang
dikenalnya, namun tiada San San yang dicarinya.
"Mungkinkah San San tidak datang?" Cin Long giok merasa
heran, "Musuh besarnya disini dia bertekad menuntut balas,
pasti dia datang juga kemari."
"Aneh," timbrung Khing Ciau, "Lam-san-houpun tidak
kelihatan muncul. Ai, Sat-lotoa entah kemana, kenapa tidak
kelihatan bayangannya?"
Disaat mereka kebingungan itulah se-konyong2 terdengar
suara gemuruh laksana gunung gugur tanah merekah yang
menggoncangkan bumi di dalam lembah.
Ternyata Hwi-liong-to-cu memang sudah menyiap-kan
tumpukan balok-balok besar yang tak terhitung banyaknya
dimulut lembah, maka begitu orang2 yang terpendam
dipuncak gunung memutuskan tautan talinya, ribuan batang
balok2 raksasa seketika bergelundungan jauh kebawah,
sekaligus menyumbat jalan keluar dimulut lembah yang sempit
menyerupai bentuk terompet itu, Khing Ciau dan Cin Longgiok
karena sedikit merandek tadi, kini mereka tertutup
didalam lembah.
Untuk keluar harus memanjat tebing kebalik gunung
sebelah lagi, Tapi orang2 Hwi-liong-to berjaga2 dibenteng2
yang tersebar diatas puncak, diri dalam benteng melepas
panas, maka bukan soal gampang untuk lolos memanjat
gunung2. Didalam suasana pertempuran yang kacau balau, masing2
hanya sempat pikirkan keselamatan sendiri, maka orang-orang
gagah yang dipihak terancam bahaya menjadi banyak jatuh
korban. Untuk menduduki dan menggempur benteng2 itu, terang
bukan soal gampang, yang terang harus mengorbankan
banyak tenaga dan jiwa, Maka Liu Goan-cong segera berseru:
"Suruh mereka mundur dulu dan berkumpul mari kita cari
daya bersama."
Dari bawah sampai keatas ada orang bertempur dengan
suara yang gegap gumpita, untuk mengumpulkan ribuan
orang bukan soal mudah juga."
Dalam pada itu Khing Ciau dan Cin Long giok menerjang
kembali kedalam kepungan musuh, kata Cin Long-giok: "Ciauko,
coba kau lihat dibalik lekukan gunung sana, bukankah..."
"Siapa?" tanya Khing Ciau, dia sangka Cin Long-giok
melihat San San, - Tiba2 didengarnya Cin Long-giok berteriak
kaget: "ltulah siluman rase!"
Kini Khing Ciau juga sudah melihat jelas perempuan itu
ternyata memang Jllian Ceng-poh, alias Giok-bin-yau-hou!
Kim Cau-gak terluka cukup parah, saat itu dia sudah lari
kedalam sebuah benteng mengobati luka dalamnya, Jilian
Ceng-poh ketinggalan dan masih berada dilamping gunung.
Melihat musuh pembunuh ayahnya Cin Long-giok kertak
gigi, katanya: "Ciau-ko, hayo kejar dan adu jiwa sama dia!"
"Dia ditempat jauh, mana kita bisa menyandak-nya" Terlalu
bahaya kita mengejarnya kesana, Selama gunung masih
menghijau. tak usah takut tak mendapat kayu bakar?"
Cin Long-giok jadi uring2an, disaat dia kebingungan tiba2
dilihatnya pula seorang gadis lain yang menenteng sebatang
seruling berkelebat keluar dari balik gunung sana, maka
keduanya kesamplok ditengah jalan
"Eh," Cin Long-giok bersuara heran "Bukankah gadis itu
semalam yang menolong kami?"
"Benar," sahut Khing Ciau, "dla adalah adik siluman rase itu
bernama Jilian Ceng-hun."
"Baiklah, kupandang muka adiknya, hari ini sementara kita
berpeluk tangan tidak buat perhitungan sama dia."
Sementara itu, tiba2 Jilian Ceng-poh melihat seorang gadis
yang berwajah mirip dirinya mendalangi dari depan, sekilas
dia melengak, Jilian Ceng-hun sudah menyapanya lebh dulu
"Cici, masih kau kenal adikmu" sungguh kasihan sejak kecil
kita sudah mencarimu ke-mana2."
Seperti diketahui mereka tiga bersaudara adalah putri
komandan Gi-lim-kun dari negeri Liau, tahun dimana negeri
mereka dicaplok oleh kerajaan Kim. ayah mereka bersumpah
sampai mati berbakti bagi negara, sebelumnya dia ungsikan
keluarganya, seorang diri dia berjaga dan bertahan dikota raja
sampai titik darah penghabisan, ibu mereka membawa mereka
tiga saudara pulang kekampung halaman, ditengah jalan
kebentrok dengan pasukan musuh, ditengah kekacauan itulah
Jilian Ceng-poh anak sulungnya terpencar hilang.
Tahun itu Jilian Ceng-poh berusia tujuh tahun, Cen-g-hun
lima tahun sedang Ceng-sia tiga tahun, Anak tujuh tahun
sedikit banyak sudah tahu urusan, apalagi mereka tiga
bersaudara satu sama lain hampir mirip, begitu melihat
adiknya sebelum orang menyapa lebih dulu Jilian Ceng-poh
sudah tahu bahwa orang adalah adiknya.
Maka terbayanglah kejadian yang kacau balau pada masa
kecil dulu, bagaimana akhirnya dirinya terpencar dengan ibu
dan adik2nya. Girang dan kaget pula Jilian Ceng-poh, katanya: "Hah, jadi
kalian masih hidup! Kau Ji-moay atau Sam-moay" Mana ibu"
Masih sehat2 saja beliau?"
"Aku adalah Ceng-hun, permulaan tahun ini beliau sudah
wafat, sebelum ajalnya dia masih amat merindukan dirimu.
Maka dia suruh aku dan Sam-moay untuk mencarimu sampai
ketemu, Toaci, disini bukan tempat bicara, mari kau ikut aku,
dibalik gunung itu, hayo lekas tinggalkan tempat ini."
Teringat akan ibu, lapat2 masih terbayang oleh Jilian Cengpoh,
betapa kasih sayang ibunda kepadanya dulu, terasa getir
dan duka hatinya, katanya: "Aku tidak ikut berkabung bagi
kematian beliau, sungguh harus disesalkan. untung sekarang
aku sudah punya tempat berteduh, kaupun tak usah pergi,
mari ikut aku saja!"
"Cici, kau punya tempat berteduh dimana?"
"Sekarang aku ini adalah seorang Cun-cu dari negeri Kim.
kau tidak punya sanak tiada kadang, lebih baik ikut aku saja
supaya bisa hidup senang dan ten-ftram," nadanya amat
bangga akan kedudukan dan kemewahan dirinya.
Jilian Ceng-hun menghela napas, ujarnya: "Toaci, tahukah
kau?" "Tahu apa?" tanya Jilian Ceng-poh.
Belum habis dia bicara, tiba2 dilihatnya pula seorang gadis
lain yang berwajah mirip dirinya juga muncul dari dalam
hutan, katanya menyambung. "Bahwa ayah terbunuh mati
oleh bangsa Kim. kau tahu tidak" Tapi kau rela angkat
pembunuh ayahmu sebagai sandaran berbuat sewenang2 pula
bagi mereka?"
"Sam-moay, kaupun sudah tiba2," sapa Jilian Ceng-hun,
"Ada persoalan marilah dibicarakan dengan baik2, terhadap
Toaci jangan kau kurangajar."
Jilian Ceng-poh mengerut kening, katanya: "O, kau ini
Ceng-sia Ayah sudah meninggal apa benar ucapanmu"
Darimana kau mendapat kabar ini?"
"Setelah kotaraja digempur dan bobol, seorang diri ayah
mempertahankan diri sehari semalam, ratusan Busu negeri
Kim dibasminya, sayang sekali seorang diri dia tak ungkulan
melawan musuh yang banyak. akhirnya beliau mati dibawah
hujan panah musuh." demikian Jilian Ceng-hun menjelaskan.
"Anak buah ayah ada yang berhasil lolos, membawa kabar
ini ke desa tempat tinggal kita." Jilian Ceng-sia menambahkan.
"Dikabarkan pula bahwa pemerintah Kim masih mengusut
keluarga ayah, terpaksa kita melarikan diri keatas gunung,
lima belas tahun kita hidup dialas pegunungan yang jauh dari
keramaian."
Jilian Ceng-poh berkata: "Apa yang kutahu koh berlainan
dengan kalian. Pada hari kota raja bobol dan diduduki musuh,
ayah tahu Yang Maha Kuasa memang menghendaki negeri ini
dibawah kekuasaan bangsa Kim, maka dia lantas
menyerahkan kekuasaan militernya, secara suka rela untuk
menjadi rakyat jelata saja. Malah dia dan menulis secarik
maklumat bagi rakyat umumnya menganjurkan mereka hidup
berdampingan secara damai saja, maklumat itu ada ditandai
dengan cap kebesarannya. Hal ini aku sendiri melihat dengan
mata kepalaku sendiri Raja negeri Kim malah memberi
anugerah dan hadiah, tiada orang yang hendak menggerebek
keluarganya."
Jilian Ceng-sia menjadi gusar, serunya: "Omong kosong
belaka, anak buah ayah sendiri melihat jenazah ayah yang
ditaburi anak panah yang tak terhitung banyaknya. Ayah
adalah laki2 patriot bangsa yang sejati, memangnya sudi
beliau menyerah kepada musuh?"
Jilian Ceng-poh tertawa dingin, jengeknya: "Siapa tahu
kalau orang yang memberi kabar itu seorang pembual dan
memberi kabar bohong?"
"Tidak mungkin." sahut Jilian Ceng-sia tegas, "Dia adalah
pembantu rumah tangga ayah yang paling setia dan sudah
puluhan tahun berada di bawah pimpinannya."
"Tak perlu kalian berdebat" sela Jilian Ceng-hun. "Toa-ci,
menurut apa yang kau uraikan. setelah negeri kita runtuh jadi
ayah belum meninggal, malah mendapat anugrah dari raja
Kim segala, Lalu selama ini apa kau pernah bertemu dengan
beliau?" "Setelah aku terpencar, ditengah jalan aku terkejar oleh
pasukan negeri Kim, komandan pasukan ini adalah seorang
pangeran dari negeri Kim, maka dia menerima aku dan dibawa
pulang. Tiga bulan kemudian, aku ikut dia kembali kekota raja
negeri kita, sayang sekali kabarnya ayah sudah wafat
beberapa hari sebelum kedatanganku, tapi mereka ada
membuka layon untuk memperlihatkan jenazah beliau
kepadaku, memangnya bisa salah?"
Jilian Ceng-sia balas menjengek dingin: "Agaknya kau
melihat setan disiang hari bolong!"
Mau tidak mau Jilian Ceng-nun menjadi curiga, katanya:
"Hal itu amat disangsikan, apa benar kau melihat jelas,
memang benar ayah adanya" Mengenai kegagahan ayah yang
gugur dimedan laga demi membela negara, akupun pernah
dengar cerita seorang pangeran.negeri Kim, apa yang dia
ceritakan bahwasanya cocok dan persis dengan apa yang
diceritakan oleh pembantu tua itu."
Jilian Ceng-poh kedip2kan mata, kaanya: "Pange-ran yang
kau maksud tentunya adalah Bu-lim thian kiau Tam Ih-tiong.
Tahukah kau bahwa dia punya ambisi hendak merebut tahta
kerajaan yang berada ditangan raja sekarang?"
"Dengan asal usul dan kedudukan Bu-lim-thian-kiau serta
hubungan kekeluargaan mereka, aku percaya apa yang
pernah dia ceritakan pasti bukan bualan belaka." demikian
kata Jilian Ceng-hun, "Tapi hal ini tidak perlu diperdebatkan
aku hanya ingin tanya kau. apa benar kau betul2 melihat
jenazah ayah serta melihatnya dengan jelas?"
Karena penegasan ini Jilian Ceng-poh jadi ragu2 dan tak
berani menjawab secara tegas, Maklumlah waktu itu dia baru
berusia tujuh tahun, melihat orang membuka peti mati hatinya
sudah takut, apa lagi di-rangsang bau busuk lagi sudah tentu
tidak berani maju mendekat memeriksa dengan nyata. Maka
dia hanya melongok sebentar saja dari kejauhan, memang
Iapat2 sedikit mirip dengan ayahnya.
Jilian Ceng-sia memang dibekali otak yang cerdik, kini
setelah dia tumbuh dewasa, lapat2 diapun sudah merasakan
sedikit kecurigaan tapi dia sudah kemaruk kehidupan mewah
dan pangkat tinggi, maka malas rasanya untuk mencari tahu
hal ini secara mendalam. Kini setelah didesak oleh adiknya,
mau tidak mau berpikir juga benaknya:
"Memangnya bukan soal sulit untuk mencari duplikat
seperti ayah, bukankah aku pernah memalsu Cin Long-giok
membasmi habis para Hwesio Thian-ling-si?"
Apa yang diduga Jilian Ceng-hun memang tidak meleset,
berbagai siasat yang di atur oleh pihak pemerintah Kim
memang ditujukan untuk menipu Cicinya, Bukan saja Jilian
Ceng-poh ditipu mentah2, seluruh rakyat negeri Liaupun
dikelabui. Dalam waktu dekat sulit Jilian Ceng-poh memberi jawaban
kepada adiknya, hatinya timbul tenggelam memikirkan
berbagai persoalan, betapapun dia percaya akan ucapan
adiknya, curiga bahwa negeri Kim yang membunuh ayahnya,
tapi akhirnya dia berpikir:
"Negeri Kim terlalu baik terhadap diriku, kini aku sebagai
Cuncu, betapa agung dan tinggi kedudukan dan geng-siku"
jikalau aku ikut kedua adikku hidup dalam pe-larikan, sungguh
tidak berharga?"
Melihat sorot matanya yang tidak tenang, Jilian Ceng-hun
menghela napas, katanya: "Cici, apa kau masih belum bisa
berkeputusan?"
Jilian Ceng-poh menjawab: "Berkeputusan apa" jangan
kata apa yang kau ketahui itu hanya merupakan suatu
kecurigaan umpama benar ayah gugur di-medan Laga,
menjadi korban ditengah peperangan adalah jamak, sekarang
dunia berada dibawah kekuasaan pemerintah Kim, keruntuhan
negeri Song sudah diambang pintu, kita kaum hawa
memangnya harus bermusuhan dengannya" Kuharap kalian
lebih baik ikut aku saja."
Diantara tiga bersaudara ini Jilian Ceng-sia memiliki watak
paling keras, belum habis Jilian Ceng-poh bicara, dia sudah
naik pitam, "Cis" dia berludah kepada Jilian Ceng-poh,
makinya: "Kau. kau, kau, kata2 sekotor ini juga tega kau
ucapkan" Kau pandang musuh sebagai bapakmu, kita tidak
akan pandang tampangmu sebagai kakak lagi."
Pucat selebar muka Jilian Ceng-poh, dongkol gusar dan
malu pula. Lekas Jilian Ceng-hun memisah: "Sam-moay, jangan kau
banyak cerewet" baru saja dia hendak membujuk lagi untuk
yang terakhir kali kepada kakaknya, ternyata Jilian Ceng-sia
sudah kertak gigi. katanya dingin: "Kau tidak pandang aku
sebagai kakak, memangnya aku sudi punya adik seperti kau,
Tapi, betapapun kita dilahirkan dari satu kandungan, kuberi
peluang kepadamu, lekaslah kau menyinkir jauh2-"
"Aku minta kau melepaskan aku?" damrat Jilian Ceng-sia,
"sekarang kau sudah dijadikan boneka negeri Kim sebagai
Cuncu segala, aku tidak sudi terima kebaikanmu."
"Apa yang kau inginkan?" seru Jilian Ceng-poh marah
Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Toaci," seru Jilian Ceng-hun, "kuharap kau berpikir dengan
kepala dingin, lekaslah kau memberikan pilihanmu antara
kemanusiaan dan kebinatangan! Sam-moay, jangan kau bicara
Rahasia Ciok Kwan Im 5 Harpa Iblis Jari Sakti Karya Chin Yung Jodoh Rajawali 14
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama