Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen Bagian 15
katanya: "Biar manusia atau binatang biar kugebah
keluar dulu."
"Wut" segenggam Bwe-hoa-ciam dia Taburkan ke-semak2
rumput. Tapi timpukan Bwe-hoa-ciam ini tiada yang mengenai
mereka, melesat jauh dibelakang, soalnya Cuti-lo salah
perhitungan dari suara helaan napas yang lirih tadi dia
perkirakan jaraknya cukup jauh, Maka ta-buran Bwe-hoaciamnya
mengarah tiga tombak jauh-nya, diluar tahunya
Hong-lay-mo-li berdua berada didepannya.
Bwe-hoa-ciam tidak mengenai mereka, tapi melukai seekor
ular hijau, karena kesakitan ular ini menerjang keluar kearah
persembunyian Jilian Ceng-sia, Biasanya Jilian Ceng-sia paling
takut melihat ular, untung Hong-lay-mo-li sudah siaga,
disamping menekan pundaknya, sebelah tangan yang lain
meraih ranting kering, sekali ungkit dan sendal, ular hijau ini
mencelat kedepan dan berlari kearah Cutilo.
Agaknya ular hijau ini tahu Cutilo adalah musuh yang
melukai, segera dia angkat kepala pentang mulut serta
menyemburkan asap beracun kearah Cutilo.
Cutilo tertawa, katanya: "Kiranya ular hijau, bikin aku kaget
saja." dicabutnya golok, sekali tabas dia bikin ular hijau mati
kutung menjadi dua.
"Nah, bagaimana" Masakah ada orang sembunyi disemak2"
Masakah ada musuh berani kemari" Kentongan ketiga sudah
dekat, lekas melanjutkan perjalanan kalau terlambat mungkin
Yalu Hoan-ih sudah tidur."
Cutilo jadi risi, katanya: "Memangnya ular ini mengganggu
keasyikan kami bicara, Oh, ya, kenapa Yalu Hoan-ih harus
dilenyapkan coba kau terangkan, Bukankah YaIu-ciang-kun ini
biasanya dimanjakan oleh raja kalian?"
"Justru karena itulah, Biar kuperpendek saja ceritanya.
Hong-siok curiga dia menjadi mata2 namun kuatir Hong-siang
memanjakan dan tidak mau melenyapkannya."
Kio-Io Hoatsu galak tertawa, ujarnya: "Paman raja ingin
kau membantu, membunuh Yalu Hoan-ih dengan racun-"
Keruan Hong lay-mo-Ii dan Jilian Ceng-sia yang mencuri
dengar di belakang semak2 amat kaget.
Cutilo kaget, tanyanya: "Masa Yalu Hoan-ih berani
berkhianat?"
"Memang tiada bukti, tapi cukup mencurigakan semalam
ada dua perempuan yang menyamar Hong-lay-mo-li dan
banyak tersiar kabar yang simpang siur sehingga
menimbulkan keributan Hong-siok curiga pasti ada orang yang
menjadi biang keladi keributan ini dan Yalu Hoan-ih dicurigai
sebagai orang dibelakang layar.
Karena dia asalnya bangsawan dari negeri Liau, anak
buahnya semua orang2 Liau, maka etika dan kesetiaan
mereka amat disangsikan, Tapi tiada bukti, tidak bisa
meringkusnya tanpa alasan. Maka Hong-siok minta Hoatong
suka membantu, melenyapkan dia tanpa meninggalkan
bekas." "O, jadi begitu persoalannya! Tapi sebelum mendapat idzin
Hong-siang, kelak..."
"Legakan hatimu," tukas Kiu-lo Hoatsu, "umpama akhirnya
diketahui Hong-siang, beliau tidak akan menyalahkan kau.
Tujuan Hong-siok adalah melicinkan jalan menyingkirkan bibit
bencana dari dalam demi kejayaan negeri Kim kita. Hongsiang
pasti tahu akan kesetiaannya jikalau Hong-siok tidak
punya pegangan dan keyakinan, masakah berani turun tangan
secara semberono?"
Sebetulnya masih ada sebuah rahasia lain, Kiu-lo Hoatsu
tidak mau menerangkan kepada Cutilo, sebetulnya persoalan
ini bukan sama sekali tidak diketahui Wanyen Liang sebetulnya
Wanyen Liang sudah mulai curiga kepada Yalu Hoan-ih, cuma
dalam saat2 segenting ini dia tidak berani membunuh Yalu
Hoan-ih secara terang2an supaya tidak menggoyahkan tekat
perjuangan tentaranya. Karena diantara sekian banyak
pasukan besarnya, meski tentara bangsa Kim sendiri termasuk
jumlah terbesar, tapi tidak sedikit pula jumlah kelompok dari
suku2 bangsa lain yang terima dan ada pula yang dipaksa
dengan bayaran rendah, Kalau Yalu Hoan-ih terbunuh bukan
mustahil bisa menimbulkan pemberontakan dari dalam, untuk
ini Wanyen Liang harus bertindak secara hati2, meski dia
sepakat tindakan Wanyen Tiang-ci, tapi tidak bisa usaha ini
atas inisiatif dan perintahnya.
Dasar Cutilo seorang yang licik dan banyak akal-nya, diam2
diapun sudah meraba beberapa bagian, katanya tertawa
Iebar: "Membunuh tanpa meninggalkan bekas, amat mudah
bagiku! Dengan sedikit permainan racunku, jiwa Yalu Hoan-ih
pasti melayang tanpa diketahui sebab musabab kematiannya."
Ditengah gelak tawa mereka, terus melanjutkan perjalanan,
jaraknya sudah puluhan tombak dari persembunyian Hong-laymoli berdua, Hong-lay-mo-li cukup tahu betapa lihaynya
racun Mo-kui-hoa milik Cutilo itu.
Jilian Ceng-sia menjadi kuatir dan gelisah, tanyanya
berbisik: "Bagaimana" Mari bunuh saja kedua kepala gundul
ini?" Hong-lay-mo-li masih ragu2, tiba2 dari atas gunung terbit
hembusan angin besar, berkerut alis Hong-lay-mo-li. tiba2
timbul akalnya, pikirnya: "Harus dirintangi lebih dulu."
sekenanya dia raih sebutir batu, dengan kepandaian Tam-cisinthong dia selentik batu kecil itu kedepan.
Saat itu hembusan angin amat besar, batu krikil
beterbangan bercampur daon2 kering, maka luncuran
selentikan batunya tidak bisa dibedakan, Tengah melangkah
tiba2 Kiu-lo Hoatsu merasa telapak kakinya kesemutan, tanpa
kuasa dia terjerumus terus menggelinding jatuh kebawah,
agaknya timpukan batu Hong-lay-mo-li tepat mengenai Hiat-to
pelemas ditelapak kakinya, tenaga yang digunakan sudah
diperhitungkan lagi, maka sedikitpun Kiu-lo Hoatsu tidak
curiga adanya orang yang membokong dirinya.
Cutilo amat kaget, ter-sipu2 dia memburu maju menariknya
bangun, bagian bawah tanah miring itu adalah batu2 gunung
yang tajam, untung Kiu-lo Hoatsu sempat ditolong, kalau tidak
dapat dibayangkan akibatnya.
Kiu-lo Hoatsu mengomel panjang pendek, terpaksa dia
harus istirahat dulu untuk menghilangkan rasa kemeng dan
linu pada telapak kakinya.
Cutilo sendiripun merasa amat diluar dugaan, tapi dia tidak
merasa curiga, katanya: "Baiklah, mari biar kubantu
menguruti."
Hong-lay-mo-li berbisik: "Hayo kita dahului tiba disana
memberi kabar," dengan mengembangkan Gin-kang, tanpa
mengeluarkan suara lekas sekali mereka sudah tiba dibalik
gunung sebelah sana.
Kejap lain mereka sudah tiba dibawah gunung, tempat
dimana pasukan Yalu Hoan-ih bercokol dan berkemah,
pasukan ronda simpang siur, penjagaan amat ketat.
Tapi mereka mengenakan seragam mlliter dari pasukan
ronda pula, punya lencana lagi, tanpa menemui rintangan
mereka maju terus, Malah Jilian ceng-sia memberi tahu
kepada peronda2, bahwa diatas gunung kelihatan bayangan
dua orang, belum diketahui teman atau musuh, supaya
mereka lebih berhati2, Cutilo orang baru, sementara Kiu-lo
Hoatsu biasa disamping Wanyen Liang, belum tentu tentara
sekian banyak itu kenal padanya, meski mereka bisa
menunjukan bukti, betapapun mereka sudah terlambat
datang. Setiba diluar perkemahan Yalu Hoan-ih, mereka minta
penjaga masuk lapor, Yalu Hoan-ih baru saja mau mapan
tidur, mendengar Halukay mengutus orang menemuinya untuk
laporan situasi militer, terpaksa Yalu Hoan-ih terima
kedatangan mereka sementara dalam hati merasa curiga.
Waktu berhadapan muka Yalu Hoan-ih merasa kedua orang
ini seperti sudah dikenalnya, tapi tak teringat dimana dia
pernah melihat mereka, tengah hatinya ragu2, Jilian Ceng-sia
sudah maju memberi hormat secara kemiliteran, katanya:
"Ha-ciangkun ada menyampaikan situasi militer yang cukup
genting, kami diutus untuk menyampaikan kemari." waktu
memberi hormat, sengaja dia unjukan cincin dijari kelingkingnya
kehadapan Yalu Hoan-ih.
Sungguh bukan kepalang senang hati Yalu Hoan-ih melihat
cincin ini. Perlu diketahui bahwa cincin itu adalah tanda
pertunangan Yalu Hoan-ih dengan Jilian Ceng-sia, begitu
melihat cincin ini, sudah tentu dia lantas tahu siapa yang
berada dihadapannya.
Dengan menekan perasaan Yalu-Hoan-ih segera berseru:
"Semua keluar, jaga pintu dan seluruh pelosok pangkalan,
siapapun dilarang masuk." dua orang pengawalnya segera
mengiakan dan lekas mengundurkan diri.
Baru sekarang Yalu Hoan-ih menghela napas lega, katanya:
"Adik Ceng-sia, besar benar nyalimu. saudara ini."
"Saudara ini adalah Liu Lihiap." tukas Jilian Ceng-sia
tertawa, "Ha, ha, kau tidak kenal kami lagi" Kejut dan girang
Yalu Hoan-ih: "Cara bagaimana kalian bisa datang kemari"
Mana Jicimu?"
"Semua itu kurang penting, kelak bicara lagi."
Melihat sikap tunangannya kurang tenang dan ter-gopoh2,
katanya kalem dengan menepuk pundaknya:
"Ada urusan genting apa, setelah kalian berada disini, aku
pasti akan bekerja sekuat tenaga, tidak usah kuatir."
"Bukan urusan kami, justru persoalanmu sendiri. Cutilo dan
Kiu-lo Hoatsu hendak kemari merenggut jiwamu, Cutilo ahli
racun, kau harus lekas cari akal untuk menghadapinya."
segera Jilian Ceng-sia tuturkan apa yang didengarnya
ditengah perjalanan tadi secara singkat jelas.
Yalu Hoan-ih mengurut kening, katanya: "Untuk membunuh
kedua kepala gundul ini bukan soal sulit, cuma kita sekalian
harus memberontak dan keluar dari kelompok besar, dan
usaha untuk menolong Bu-lim-thian-kiau terpaksa batal,
demikian pula rencana kita esok malam semuanya gagal
total." "Lalu bagaimana?" Jilian Ceng-sia gelisah, "sebentar kedua
kepala gundul itu bakal datang."
Sebaliknya Hong-laymo-li tenang2, katanya tertawa: "Tidak
perlu kuatir, kita boleh tipu menipunya,"
"Tipu menipu bagaimana?" tanya Yalu Hoan-ih.
"Telanlah dulu obat ini, bila kedua kepala gundul itu
datang. kau pura2 tidak tahu menahu, sikapmu tetap hormat
menyambut kedatangan mereka. Kepala gundul itu pasti akan
turun tangan secara diam2, umpama kau rasakan kaupun
jangan buat ribut. Besar dan tabahkan hatimu, Umpama dia
hendak menyuguh secangkir arak kepadamu, minum saja
jangan kuatir. Soal tipu apa yang kumaksud, setelah mereka
pergi, baru akan kujelaskan Kini tidak keburu lagi." lalu dia
keluarkan sebutir pil warna hijau pupus.
Jilian Ceng-sia masih kurang mantap, tanyanya: "Obat
apakah ini" Cutilo adalah tokoh kosen yang ahli menggunakan
racun, racun yang dia gunakan pasti amat lihay, harus ada
obat penawar bikinannya, Apakah obatmu ini bisa
menawarkan ratusan racun?"
"Tak usah kuatir, aku bertanggung jawab, kedua kepala
gundul itu pasti tak kubiarkan mengganggu seujung rambut
Ih-komu." "Demi suksesnya urusan besar, kenapa aku harus takut
menampilkan diri untuk mencoba racun, Liu lihiap agaknya
sudah mengatur tipu daya ini dengan baik, kitapun tidak perlu
banyak ragu lagi."
Sampai disini pembicaraan mereka, maka terdengar
seorang penjaga diluar kemah berseru lantang: "Kiu lo Hoatsu
dengan seorang Hwesio gede lainnya mohon bertemu dengan
Ciangkun, apakah mereka boleh masuk?"
Sesuai dugaan Jilian Ceng-sia, setelah mengalami
pemeriksaan dan pertanyaan berbelit2 kedua orang ini baru
sekarang tiba disini.
Yalu Hoan-ih segera menjawab: "Kiranya Hoatsu pelindung
Baginda yang datang, sudah tentu diterima dengan segala
kebesaran Buka pintu tengah, silakan mereka masuk."
Hong-lay-mo-li dan Jilian Ceng-sia sembunyi ke kemah
belakang, Lekas Yalu Hoan-ih panggil orang kepercayaannya
untuk melayani, baru saja dia telan pil obat itu, Kiu-lo Hoatsu
dan Cutilo sudah beriring melangkah masuk dengan tertawa
lebar. Yalu Hoan-ih berdiri menyambutnya, sapanya: "Malam2
Hoatsu berkunjung, entah ada petunjuk apa?"
Maaf Siau-ciang tidak keluar menyambut Toa-hwesio ini
adalah..." pura2 dia tidak tahu siapa sebenarnya Cutilo.
"Supaya Ciangkun tahu, Toa-hwesio ini adalah tamu agung
negeri kita, Sia-jit Hoatang Koksu negeri Turfan."
Yalu Hoan-ih pura2 kaget, serunya: "Haya, sungguh suatu
kehormatan besar bagi kedatangan Hoatong kekemahku ini."
"Ciangkun tidak perlu banyak adat." ujar Cutilo, "Siau-ceng
kebetulan tiba disini, ingin berkenalan dengan orang2 gagah
negeri besar ini. Sudah lama aku dengar kebesaran Ciangkun,
sengaja aku bertandang kemari."
Kiu-lo Hoatsu berkata: "Sia-jit Hoatong diutus kemari untuk
merundingkan perdamaian kedua negara-baginda minta dia
sementara tinggal disini membantu gerakan kita,"
Pembantu kepercayaan Yalu Hoan-ih kebetulan
menyuguhkan tiga cangkir teh yang masih panas, ka-tanya:
"Silakan Siang-jin berdua minum teh."
Kiu-lo Hoatsu menambahkan: "Kali ini kami mendapat
perintah Baginda untuk mengadakan inspeksi keberbagai
pangkalan terpaksa malam2 mengganggu ketenangan
Ciangkun."
"Harap Siang-jin berdua suka memberi sedikit muka,
haturkan sembah sujutku kepada Baginda raja."
Kiu-lo Hoatsu tertawa, katanya: "Disiplin kemiliteran
Ciangkun amat keras, hampir kita sukar masuk kemari,
sungguh dibuat kagum!"
"Musuh sudah dihadapan kita, terpaksa penjagaan harus
diperketat, mohon maaf bila membuat kesalahan kepada
Siang-jin. Silakan minum."
Kiulo Hoatsu sengaja ajak bicara untuk memecah perhatian
Yalu Hoan-ih, sementara Cutilo leluasa turun tangan.
Cutilo menyingkap lengan baju untuk mengambil cangkir,
lengan jubah Hwesionya yang lebar itu menutupi pandangan
Yalu Hoan-ih, katanya:
Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Silakan" membarengi ucapannya ini, jari kelingkingnya
menjentik, dari sela2 kukunya dia selentik bubuk racun
kedalam cangkir teh Yalu Hoan-ih.
Gerak geriknya cekatan dan cepat tangkas, jangan kata
pembantu yang melayani mereka tidak tahu, sampaipun Yalu
Hoan-ih sendiri yang sudah waspadapun tidak merasakan
sama sekali, cuma dia merasa cara orang mengambil cangkir
sedikit ganjil, namun tidak melihat cara bagaimana orang
memasukkan racun ke-dalam air tehnya. Tapi dia cukup
membayangkan bahwa gerak gerik Cutilo barusan tentu sudah
menaburkan racun kedalam air tehnya.
Menurut pesan Hong-lay-mo-li, Yalu Hoan-ih pura2 tidak
tahu, diangkatnya cangkir sekali tenggak dia habiskan seluruh
isinya, Meski tahu yang diminum teh beracun, walau ingat
akan pesan Hong-lay-mo-li, tak urung hatinya kebat kebit
juga. Kiu-lo Hoatsu dan Cutilo menghabiskan air teh nya, Kata
Kiu-lo Hoat-su: "Terima kasih akan suguhan teh ini, Aduh,
sudah kentongan ketiga, kita harus lekas pulang." memang
ronda memukul kentongan pertanda kentongan ketiga.
"Kapan Siang-jin berdua sempat berkunjung kemari silakan
duduk sebentar lagi."
"Kita harus menilik tempat2 lain, Ciangkun sendiri juga
perlu istriahat."
"Baiklah, biar besok aku membalas kunjungan ini, harap
Siang-jin suka memberi pujian dihadapan Baginda."
"Sudah tentu, sudah tentu, selanjutnya kita harus sama2
saling membantu." ujar Cutilo, sementara dalam hati dia
membatin: "Besok kau hendak balas berkunjung" Hm, hm,
silakan setelah kau menitis kembali ke dunia fana ini!"
Setelah mengantar tamunya keluar kemah, waktu jalan
kembali kepalanya sudah terasa pusing, kakinyapun
sempoyongan Lekas Jilian Ceng-sia memapak maju
memayangnya kembali kedalam kamarnya. Hong-lay-mo-li
mengambil sebatang tatakan lilin diletakan didepan meja Yalu
Hoan-ih, dengan seksama dia memeriksa, katanya: "Memang
sesuai dengan dugaan, dia terkena bubuk racun Mo-kui-hoa."
"Darimana kau tahu?" tanya Jilian Ceng-sia.
"Lihatlah kedua alisnya,"
Dengan tajam Jilian Ceng-sia perhatikan dahi ditengah alis
Yalu Hoan-ih, lapat2 seperti ada hawa warna hitam.
"Kalau racun Mo-kuihoa tidak menjadi soal, aku punya obat
pemunahnya," ujar Hong-lay-mo-li.
Begitu menelan pil obat pemberian Hong-Iay-mo-li, Yalu
Hoan-ih lantas duduk sila dengan kekuatan hawa murninya
sendiri dia salurkan kasiat obat keseluruh badan. Dengan hati
tidak tentram Jilian Ceng-sia menunggu dan berjaga
disampingnya, tampak hawa hitam didahinya itu semakin
menipis, dalam semasakan air mendidih. hawa hitam itu sudah
tidak kelihatan sama sekali.
"Liu-cici" ujar Jilian Ceng-sia lega hati, "kalau kepala gundul
itu menggunakan racun jenis lain yang lebih keras, bukankah
amat berbahaya?"
"Menurut perintah Wanyen Tiang-ci dia harus membunuh
Yalu Hoan-ih tanpa meninggalkan bekas2 yang mencurigakan,
masakah dia mau membiarkan orang lain tahu bahwa dialah
pembunuhnya" Maka racun yang dia gunakan, harus bekerja
setelah mereka pergi Dan racun Mo-kui-hoa paling cocok
dengan cara yang dikehendaki, maka aku sendiri tidak perlu
ragu2." Jilian Ceng-sia amat haru dan terima kasih, katanya: "Liucici,
kau begini teliti, urusan pasti tidak akan gagal, Jadi
kekuatiranku tadi memang berkelebihan."
Tengah bicara Yalu Hoan-ih sudah selesai dengan
samadinya, katanya gelak2 sambil berdiri: "Obat penawar ini
kasiatnya memang luar biasa, kini semangatku malah gairah,
rasa kantuk hilang sama sekali."
"Yalu-ciangkun," ujar Hong-lay-mo-li tertawa, "sejak kini
kau harus sudah mati!"
Jilian Ceng-sia berjingkat, baru saja hendak ber-tanya, Yalu
Hoan-ih lekas sekali sudah paham akan maksud Hong-lay-moli,
katanya gelak2: "Kau suruh aku pura2 mati?"
"Benar, Kau sudah diracun Cutilo, mana boleh tidak mati"
Inilah yang kumaksud tipu menipu tadi."
"Aku mengerti akan muslihat ini. tapi cara bagaimana
kelanjutan dari kejadian ini harap Liu Lihiap suka
menjelaskan?"
"Apakah diantara anak buahmu ada tukang kayu yang
pandai?" "Ya, memang ada seorang ahli pertukangan."
"Bagus, suruhlah dia membuat sebuah patung yang
bentuknya mirip dengan kau. Suruh pula membuat sebuah
peti mati, patung kayu itu dimasukan kedalam peti mati dan
perintahkan orang kepercayaanmu laporan kepada Wanyen
Liang akan berita duka cita kematianmu, Sudah tentu semua
perlengkapan harus lekas disiapkan juga. kecuali anak buah
kepercayaanmu jangan sampai rahasia ini bocor."
"Seluruh pangkalan ini diduduki anak buah kepercayaanku
semua, duka cita kali ini pasti dapat kita buat dengan baik dan
ramai, tanggung takkan kelihatan belangnya."
Malam2 itu juga mereka sibuk bekerja, masing2
menjalankan tugasnya sendiri2. sebelum terang tanah patung
sudah dibuat selesai, lalu didandani dan diberi rambut palsu,
mukanya dilumuri minyak dan dimake up sedemikian rupa
mirip benar dengan muka Yalu Hoan-ih.
Setelah hari terang tanah semua keperluan sudah selesai,
ditengah2 perkemahan yang paling besar den luas, diadakan
sekedar sembahyangan semua anak buah Yalu Hoan-ih
mengenakan pakaian duka cita, suasana amat hidmat, maka
disamping memberi laporan kepada Baginda Wanyen Liang,
wakil Yalu Hoan-ih yang bernama Go Ko-ji tampil kedepan
mengumumkan kematian mendadak komandan tinggi mereka
kepada seluruh pasukan besar. Semua serdadu percaya.
semua menyatakan duka cita. Beramai2 mereka berdatangan
melayat. Tak lama kemudian utusan yang laporan kepada Baginda
sudah pulang, Yalu Hoan-ih memanggilnya masuk kekamar
rahasia, Hong-lay-mo-li berdua sembunyi dibalik kemah,
sementara Go Ko-ji temani komandannya mengajukan
pertanyaan yang terperinci kepada utusan itu.
Utusan itu tertawa, katanya: "Ternyata sedikitpun Wanyen
Liang tidak curiga, katanya dia sendiri hendak kemari pimpin
upacara!" "Apa benar?" Yalu Hoan-ih kegirangan.
"Masakah aku main2" Haha, tapi Wanyen Liang memang
pandai main sandiwara, setelah mendengar kematian
Ciangkun, entah bagaimana dia memeras air mata, pura2
berduka. Dikatakan Ciangkun mendirikan pahala besar bagi
negeri Kim, belum lagi gerakan besar kali ini berhasil, tahu2
sudah mangkat lebih dulu, dia menyatakan amat sedih dan
merasa kehilangan seorang pembantu yang terpercaya. Dia
berkeputusan hendak memimpin upacara besar untuk
menyatakan ikut berduka cita."
"Yang terang sandiwaranya itu sengaja di pertunjukan buat
kita semua, dia harus mengikat kepercayaan hati serdadu,
Supaya serdadu dari bangsa Liau kita meneruskan jual jiwa
bagi kepentingannya."
Utusan itu tertawa, katanya: "Anehnya, mendengar
Ciangkun mati mendadak, dia hanya menghela napas tanpa
menanyakan sebab musabab atau penyakitnya."
"Kalau begitu, bukan mustahil Cutilo memang dia yang
suruh meracun aku, Hal itu tidak perlu dibuat heran, kita siap
menunggu kedatangannya. Kapan dia datang?"
"Tengah hari nanti akan kemari."
"Selain itu dia ada memberi pesan apa?"
"Dia perihtahkan Go-ciangkun sementara pegang cap
kebesaran komandan disini. Untuk mendengar perintah lebih
lahjut." Go Ko-ji berkata: "ltu pertanda bahwa dia hendak pilih lain
orang untuk menjabat kekosongan jabatan komando tertinggi
disini, Tapi hal ini merupakan langkah2 terakhir, tak perlu kita
pedulikan, setelah menghadapi Wanyen Liang, kitapun sudah
keluar dari lingkungan markas besar negeri Kim ini."
Setelah utusan itu mengundurkan diri, mereka terus
merundingkan persiapan yang perlu segera dilaksanakan
setelah semua diteliti dan terasa sempurna, masing2 pihak
menempati posisinya sendiri2 sesuai rencana untuk bergerak.
Waktu berjalan cepat, hari udah menjelang lohor, Yalu
Hoan-ih sudah selesai dengan segala persiapan, dibawah
bantuan Hong-lay-mo-li dia menyaru jadi seorang bintara yang
bertugas menerima tamu2 diruang duka, dengan bercampur
baur dengan orang banyak, orang sukar mengenalinya lagi.
Tepat tengah hari, seorang petugas yang berjaga diluar
berlari masuk memberi laporan: "Sudah datang, sudah
datang!" "Berapa banyak yang datang?" tanya Go Ko-ji senang.
"Hanya kelihatan tiga orang menunggang kuda."
"Siapa saja mereka?"
"Belum terlihat jelas."
"Dibelakang adalah rombongan yang mengikuti?"
"Tiada debu mengepul, Orang yang menunggang ditengah
mengenakan topi kebesaran dan membawa tongkat kebesaran
dari Baginda!"
"Lekas dilihat biar jelas dan segera laporkan lagi."
Selagi didalam ribut2 dan kebingungan tiba2 terdengar
irama musik penyambutan bagi pembesar tinggi bergema,
Cepat sekali kedatangan ketiga penunggang kuda itu, Belum
lagi petugas menunaikan perintah, mereka sudah tiba lebih
dulu. Keruan Yalu Hoan-ih amat kaget, Dilihatnya ketiga orang
itu sudah disongsong oleh para panglima bawahannya masuk
kedalam ruang duka, Diam2 mengeluh hati Yalu Hoan-ih
setelah melihat ketiga orang yang datang, Kiranya mereka
adalah Wanyen Tiangci, Sia-jit Hoat-ong dan Kiu-lo Siangjin.
Setiba diruang pemujaan Wanyen Tiang-ci membeber
maklumat membacakan perintah raja, Diam2 semua orang
sama berkeringat dingin, tapi lekas sekali merekapun lega
hati. Wanyen Liang batal datang sendiri tapi dari pembacaan
perintah dan sambutannya terang bahwa sang Raja tidak
curiga sama sekali, cuma dia mengutus pamannya untuk
mewakili dirinya, Betapapun rencana semula harus terus
dilaksanakan meski sasaran utama ganti orang Iain.
Setelah Waiiyen Tiang-ci habis membacakan maklumat
raja, Go Ko-ji pimpin para panglima bawahannya maju
menyampaikan terima kasih kepadanya, tidak lepas sekadar
basa besi saja.
Berkata Wanyen Tiang-ci: "Yalu-ciangkun berbakti dan
pernah mendirikan pahala besar bagi negara, sayang disaat
usia menanjak tutup usia terlalu pagi, Baginda amat
kehilangan seorang pembantu yang amat diandalkan maka
beliau suruh aku wakil untuk menyampaikan bela sungkawa,
Diharap para saudara memaklumi maksud baik baginda,
meneruskan tekad dan cita2 Yalu-ciangkun, bekerja dan
bertugas lebih keras demi negara."
Go Ko-ji dan lain2 berbareng mengiakan, namun dalam hati
mereka sama mengumpat: "Memangnya kita akan berjuang
demi tegaknya negara, tapi bukan negara Kim, tapi negara
Bangsa Liau kita sendiri."
Berkata Wanyen Tiang-ci lebih lanjut: "Bagaimana
hubungan pribadiku dengan Yalu-ciangkun para hadirin tahu
semua, aku pribadipun akan memberi penghormatan terakhir
bagi teman sejawat yang paling akrab, Rntah layon sudah
terpaku belum, aku ingin melihat wajahnya akhir kali."
Hal ini sudah dalam dugaan orang banyak, Go Ko-ji segera
menjawab: "Terima kasih akan perhatian dan keluhuran
Baginda dan paman baginda, hawa panas kuatir berbau
busuk, bukankah bikin pusing kepala Hong-siok saja."
"Hubunganku amat intim dengan Yalu-ciangkun, masakah
aku hiraukan bau busuk segala."
"Banyak terima kasih akan kesudian Hong-siok. Baiklah,
kami akan menurut permintaan Hong-siok sendiri." segera Go
Ko-ji perintahkan orang untuk membuka peti mati.
Begitu tutup peti mati terbuka, serangkum bau busuk
segera merangsang hidung, Kiranya semua ini memang sudah
dipersiapkan lebih duluZ sebetulnya orang meninggal meski
setengah hari belum berbau, tapi kalau kematiannya lantaran
keracunan, maka kulit daging sikorban pasti akan lekas
membusuk adalah jamak kalau sekarang mereka dirangsang
bau busuk soalnya dalam peti mati sudah ditaburi bahan
obat2an yang baunya menyerupai mayat, malah hidungnya
juga dilumuri beberapa tetes darah anjing, kelihatannya panca
indra mencucurkan darah.
Cutilo juga ikut melongok kedalam peti mati di-belakang
Wanyen Tiang-ci. Keruan hatinya terkejut melihat keadaan ini,
diam2 ia membatin: "Semoga tidak menimbulkan curiga para
bawahannya." lekas dia sentuh lengan Wanyen Tiang-ci.
Sebetulnya bila Wanyen Tiang-ci mau meraba dengan
tangannya, dia pasti tahu akan patung kayu yang rebah
didalam peti mati, Tapi main raba dianggap kurang hormat,
Melihat mayat didalam peti memang Yalu Hoan-ih adanya,
baunya amat busuk lagi sedikitpun ia tidak curiga, cukup
sekilas saja, lekas dia suruh orang menutup lagi.
Dengan unjuk muka sedih Wanyen Tiang-ci berkata lagi:
"Yalu-ciangkun sebagai sokoguru negara, sayang wafat lebih
dulu, jangan kata kalian bersedih, Bagindapun merasa amat
kehilangan. Tapi orang mati tak bisa hidup kembali, tugas
negara membebani kita, kuharap kematian Yalu-ciangkun
menjadi cambuk semangat kita untuk menunaikan tugas
negara, Terutama kau Go-ciangkun, sekarang kaulah yang
harus memikul beban Yalu-ciangkun, maka perlu kau menjaga
kesehatan badanmu sendiri, Go-ciangkun, silakan bangun, aku
masih ada omongan hendak kusampaikan."
Dengan, sesenggukan Go Ko-ji berdiri katanya menyeka air
mata: "Aku sendiri merasa kurang becus, kini ditinggal pergi
Ciangkun, entah bagaimana aku harus bekerja, Harap Hongsiok
suka memberi petunjuk."
Wanyen Tiang-ci berkata: "Go-ciangkun terlalu sungkan,
Menurut maksud Baginda, supaya kau tetap pegang cap
kebesaran, setelah peperangan ini berakhir baru diadakan
pembetulan lagi, Sejak sekarang kau boleh langsung terima
Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
cap kebesaran itu. tidak usah menunggu surat kuasa dari
Baginda." "Mungkin aku tidat kuat memikul beban berat ini." sahut
Go-ciangkun. "Memang peperangan akan segera terjadi, maka Baginda
ada maksud mengirim seorang penasehat militer kemari,
sekaligus menjadi ajudanmu, Hal ini dilakukan demi selarasan
tugas dinas saja, harap Ciang-kun tidak banyak curiga, Perlu
juga kuberi tahu, setelah penasehat militer tiba, pasukan
kalian akan dimutasikan kegaris depan. Maka menguburan
jenazah Yalu-ciangkun perlu segera diselesaikan."
Se'elah memberikan pesan2 yang dianggap perlu, dengan
mencucurkan air mata, Wanyen Tiang-ci pura2 bersedih,
katanya sambil memegangi layon: "Yalu-ciangkun, maaf
karena tugas lebih penting, aku tidak bisa mengantar
keberangkatanmu." setelah pura2 menangis, ala kadarnya dia
menyulut dupa berdoa dan ambil berpisah, Bergegas bersama
Cutilo dan Kiu-lo Hoatsu minta diri.
Setelah ketiga orang ini pergi, baru semua orang merasa
lega, Tak tertahan Jilian Ceng-sia tertawa cekikikan, katanya:
"Di-ko memper benar kau berpura2. Hampir saja tak tertahan
aku gelak2 tawa."
"Adik Sia, jangan kau kira dia tadi benar2 memberi hormat
kepada Hi-komu" Agaknya kau tidak tahu betapa licik dan
telengas hati Wanyen Tiang-ci! Coba kau buka peti mati dan
periksa isinya."
"Lho ada keanehan apa lagi2 Ih-ko, baunya terlalu busuk,
coba kau saja yang membukanya."
Yalu Hoan-ih ketarik juga, dengan kekuatan Kim-kong-ci-lat
dia cabut paku dan membuka tutup peti mati, tampak patung
kayu itu masih rebah utuh didalamnya.
Hong-lay-mo-li segera berkata: "Coba kau sentuh patung
kayu itu."
Yalu Hoan-ih menurut, begitu jarinya menyentuh patung
itu, laksana meraba kayu keropos dan lapuk, kayu sekeras itu
ternyata sudah lebur.
Yalu Hoan-ih meleletkan lidah, katanya: "Kalau aku yang
rebah disini, bukankah badanku sudah hancur lebur!"
Peti mati ini dibuat dari kayu jati yang paling baik
kwalitetnya, diwaktu memberi hormat perpisahan tadi,
tangannya pernah meraba peti, tak nyana gerak geriknya itu
hanya menutupi perbuatan jahatnya, Tapi peti mati sedikitpun
tidak kurang suatu apa, patung didalamnya justru sudah
pecah, kepandaian Kek-san-bak-gu (memukul kerbau teraling
gunung) sungguh amat mengejutkan.
"Liu-cici dari mana kau tahu?"
"Dua kali aku pernah gebrak melawan dia, waktu kulihat
dia meraba peti, lantas aku tahu akan maksud kejinya, Kukira
dia kuatir kami sengaja mengatur tipu daya, maka secara
diam2 dia hancurkan mayat didalam untuk menjaga segala
kemungkinan."
"Kejadian ini sungguh celaka!"
"Tapi, ada manfaatnya dan ada ruginya."
"Apa manfaat dan rugi yang kau maksud Liu-cici" Aku tidak
mengerti," tanya Jilian Ceng-sia.
"Sia2lah Ih-komu pura2 mati, tanpa berhasil memancing
Wanyen liang datang, Kini badannya sudah lebur, selanjutnya
tidak bisa muncul dimuka umum, cara bagaimana dia bisa
menolong Bu-lim-thian-kiau" Bukanlah mau untung malah
buntung?" "Untungnya setelah kejadian ini, mereka lebih yakin bahwa
aku sudah mati! Maka keselamatanku tidak perlu dikuatirkan
lagi." demikian timbrung Yalu Hoan-ih.
"Meski tidak curiga, tapi mereka hendak utus penasehat
segala kemari, yang terang hendak mengawasi gerak gerik
kita." Yalu Hoan-ih tertawa dingin: "Tujuan Wanyen Liang hanya
merangkul kita untuk menjual jiwa bagi kepentingannya,
kapan dia pernah percaya kepada bangsa Liau kita?"
"Begitu penasehat tiba, setiap gerak gerik kita menjadi
kurang bebas, Yalu-ciangkun tidak boleh tampil kedepan
umum lagi, lalu bagaimana baiknya?"
Para panglima dan perwira lain beramai2 saling
melimpahkan isi hatinya, ada puia yang berseru: "Lebih baik
berontak saja!"
"Memang cepat atau lambat kita harus berontak, tapi
sekarang belum tiba saatnya, Dengan kejadian hari ini,
masakah Wanyen Liang tidak akan hati2 terhadap gerak gerik
kita" Memangnya gampang tiga laksa pasukan kita hendak
terjang keluar dari kelompok laksaan pasukan besarnya?"
"Kita boleh membarengi besok malam kentongan ketiga
waktu penyerangan keselatan dimulai, angkat senjata
berontak dari dalam."
"Tapi rencana kita hendak menawan Wanyen Liang hidup2,
bergabung pasukan Song menggempurnya dari luar dan
dalam. jadi rencana kita sendiri menjadi gagal. Apalagi masih
ada Tam kongcu yang harus kita tolong?"
Bagian 32 Sekian lama mereka saling debat toh belum menghasilkan
cara yang sempurna, Padahal hari sudah menjelang petang,
Hong-lay-mo-li lebih gelisah, semua rencana sudah diatur
dengan rapi, tapi mereka yang disebelah dalam tak bisa
berbuat apa2, kalau gerakan kali ini tidak mendapat sambutan
Yalu Hoan-ih dari dalam, pihak pasukan Song yang dipimpin
Loh Bun-ing dan Iaskar rakyat yang dipimpin ayahnya tentu
mengalami banyak korban umpama tidak sampai kalah,
persiapan dalam dua tiga jam lagi, apa pula yang dapat
mereka hasilkan secara ajaib?"
Tengah mereka kebingungan itulah, tiba2 rombongan
musik diluar kembali menyambut kedatangan seseorang
pembesar, Yalu Hoan-ih jadi ragu dan kuatir: "Kerabat istana
yang mana pula datang kemari?"
Maka terdengar petugas diluar berseru melapor: "Jiliancuncu
datang, harap Go-ciangkun keluar menyambut !"
Hong-lay-mo-li kaget: "Jilian-cuncu" Bukankah Giok-binyauhou Lian Ceng-poh?"
Yalu Hoan-ih tertawa getir, ujarnya: "Memang Ji-lian Cengpoh
toaci Ceng-sia, kini sudah diangkat Cun-cu, terhitung
kerabat kerajaan, Em, berapa orang yang dia bawa?"
"Ada sebarisan detasemen perempuan yang lengkap
persenjataannya, semuanya puluhan orang, Masih ada
seorang laki2 yang menunggang kuda berjalan di-depan sama
dia." "Cuncu palsu ini orang apa, berani berlagak begini rupa
minta aku nyambut dia!" Go Ko-ji ngomel panjang pendek.
"Lekas kau ganti pakaian lengkap dan menyanding senjata,
naik kuda menyambut keluar." kata Yalu Hoan-ih, "Aku juga
ingin tahu maksud kedatangannya, biar keluar lebih dulu
memeriksa keadaan."
Jilian Ceng-sia menyatakan kekuatirannya, Yalu Hoan-ih
tertawa, ujarnya: "Aku bercampur diantara para bintara,
hanya melongok diiuar pintu saja, tentu dia tidak kenal padaku
lagi." Setelah menanggalkan pakaian duka cita, Go Ko-ji ganti
seragam kemiliteran lengkap dengan pangkat-nya. sementara
Yalu Hoan-ih lekas sudah kembali, ka-tanya: "Mereka baru
sampai pintu gerbang, Adik Sia coba terka siapa laki2 itu?"
"Kalau bukan kaum Thaykam tentulah laki2 busuk entah
yang mana, peduli amat!"
"Kau salah terka, yang laki itu adalah Kongsun Ki!"
"Apa" Jadi gembong iblis itu yang mengiringinya " Wah,
kedatangannya tentu tidak bermaksud baik,"
Semula Hong-lay-mo-li juga kaget, tapi lekas dia sudah
tenangkan diri, katanya:" Bagus. kebetulan kedatangannya !"
"Siapakah dia, kenapa takut sama dia?" tanya Go Ko-ji yang
tidak tahu kelihayan Kongsun Ki.
Yalu Hoan-ih lantas menjelaskan: "Dia adalah suheng Liu
Lihiap." "Tidak," tukas Hohg-lay-mo-li kertak gigi. "keparat itu
sudah terang2an terima menjadi antek musuh, sejak kini
sudah bukan suhengku lagi."
"Baiklah," kata Go Ko-ji. "Biar aku keluar menyambut apa
sih maksud kedatangannya?" Yalu Hoan-ih bercampur diantara
para bintara ber-bondong2 ikut menyambut keluar.
Sementara Hong-lay-mo-li dan Jilian Ceng-sia tinggal
didalam membicarakan cara untuk mengatasi situasi yang
semakin mendesak ini persoalan dan tipu daya apa yang
mereka rundingkan baiklah kami tunda sementara.
Marilah ikuti Go Ko-ji yang keluar menyambut kedatangan
Jilian-cuncu, baru saja dia memberi hormat diatas kuda secara
kemiliteran, belum lagi basa basi sempat dia ucapkan, Jilian
Ceng-poh sudah cekikikan, katanya: "Go-ciangkun, sejak hari
ini kita boleh terhitung sejawat dalam kesatuan yang sama,
atas perintah Baginda aku diutus kemari untuk menjadi
penasehat kalian, inilah Hou-hu (lencana harimau) pemberian
Baginda, silakan kau memeriksanya!"
Lencana harimau dalam kerajaan Kim berarti pula cap
kebesaran raja yang kuasa mengerahkan pasukan, kini
penasehat membawa Hou-hu umpama Baginda datang
sendiri, maka dengan kebesarannya, ini ia boleh memerintah
semua panglima dan perwira yang ada didalam kesatuan ini.
Kedua pihak turun dari tunggangan, diam2 bercekat hati
Go Ko-ji setelah memeriksa keaslian dari lencana harimau itu,
tersipu2 dia persembahkan kembali dengan kedua tangannya,
katanya: "Tak nyana Cuncu sendiri yang diutus menjadi
penasehat kita, maaf Siau-iciang menyambut terlambat" baru
sekarang dia insaf kenapa Jilian Ceng-poh suruh dirinya keluar
menyambut kedatangannya.
"Ciangkun tak usah banyak peradatan, Karena aku ini
orang Liau maka Baginda suruh aku menjadi penasehat dalam
kesatuan bangsaku sendiri, sebagai anak perempuan
sebetulnya aku tidak berani terima jabatan ini, tapi mengingat
seluruh kesatuan disini adalah bangsaku sendiri, kalau bangsa
lain yang menjadi penasehat, kuatir tidak akur, maka aku
memberanikan diri memikul tugas ini. Go-ciengkun kita orang
sendiri, selanjutnya mohon kau bisa kerja sama membantu
aku berbakti bagi Baginda setelah negeri Song dapat kita
caplok, negeri Liau akan bisa didirikan pula menjadi Hoan-kok,
saat mana paling tidak karena jasa2 Ciangkun yang besar,
bukan mustahil kita bisa angkat kau menjadi raja kecil."
Dalam mulut mengiakan, tapi dalam hati Go Ko-ji
mengumpat caci.
"Kongsun-husu, majulah berkenalan dengan Go-ciangkun."
Jilian Ceng-poh berkata.
Dengan sikapnya yang angkuh Kongsun Ki maju
mengangguk, Go-ciangkun membalas hormat Katanya:
"Agaknya Kongsun Tayjin baru datang" Agaknya kita belum
pernah kenal."
Para busu2 dibelakang Jilian Ceng-poh cekikikan geli
katanya: "Kongsun Tayjin adalah babah mantu Cuncu kami,
kemaren baru saja menikah, sudah tentu kau belum pernah
melihatnya."
Go Ko-ji terperanjat serunya: "Selamat kepada pernikahan
Cuncu, maaf Siau-ciang tidak tahu, kalau tahu tentu sudah
kusiapkan kadonya."
Bangga dan malu Jilian Ceng-poh, katanya: "Bagindalah
yang menghendaki perkawinan ini, Baginda amat menjunjung
bakat dan kecerdasannya, tanpa persiapan lagi, maka kami
menikah didalam pasukan besar tanpa menyebar kartu
undangan. Kelak setelah negeri Song sudah kita caplok, biar
kuundang Ciangkun pesta pora."
Seperti diketahui kedok asli Kongsun Ki sudah terbeber
dihadapan orang banyak oleh Hong-Iay-mo li, terpaksa dia lari
kepasukan negeri Kim. Wanyen Liang memang ingin
merangkul dia, apalagi kesucian Jilian Ceng-poh sudah
termakan oleh dia, untuk menghindari gejala2 yang tidak baik,
sudah tentu lebih baik kalau mereka lekas menikah, maka atas
prakasa Wanyen liang sendiri, mereka lantas melangsungkan
pernikahan tanpa menggunakan kebesaran upacara dan pesta
segala. Ambisi Kongsun Ki memang tidak kecil, pikirnya dengan
meminjam kedudukan sang istri kelak akan mencari
kesempatan mengangkat diri menjadi raja di Soatang, maka
terhadap Jilian Ceng-poh dia amat menurut. Karena anggap
ilmu silatnya tinggi. sebagai menantu raja lagi, sudah tentu dia
tidak pandang Go Ko-ji sebelah mata.
Dalam pada itu Jilian Ceng-poh berkata pula: "Urusan dinas
sudah dibicarakan, Yalu-ciangkun adalah kenalan lamaku,
tentunya jenasahnya belum dikebumikan silakan bawa aku
untuk memberi hormat penghabisan didepan layonnya."
Diam2 Yalu Hoan-ih mengeluh dalam hati, maklumlah
siluman rase ini amat cerdik dan licik, kalau dia minta Peti
dibuka bukan mustahil dia bisa melihat keadaan sebenarnya:
Sudah tentu Go Ko-ji,juga memikirkan hal ini, namun terpaksa
juga dia bawa mereka masuk kedalam, Para biti2 itu masih
ditinggal diluar.
"O, sudah masuk peti dan terpaku," ujar Ceng-poh, "kami
suami istri akan menyulut dupa bersembahyang mendoakan
arwahnya mendapat tempat disisi Thian." kiranya dari mulut
Wanyen Tiang-ci dia sudah tahu kejadian disini, maka dia
bersembahyang ala kadarnya."
Sambil mengangkat dupa pikiran Kongsun Ki melayang
tidak menentu, dia tahu istrinya punya adik yang menjadi
kekasih Yalu Hoan-ih, kini kekasihnya sudah mati, entah
dimana adik Ceng-poh sekarang berada, kalau mungkin biar
kucari kesempatan untuk memetiknya sekalian, demikian
Kongsun Ki sedang melamun.
Tiba2 didengarnya Jilian Ceng-poh berteriak kaget,
serunya: "Moaymoay, kau..."
Kejut dan girang Kongsun Ki dibuatnya, "kiranya dia berada
disini, agaknya Thian memang mengabulkan keinginanku."
baru saja dia hendak berpaling, tak nyana dua batu lantai
yang diinjaknya tiba2 amblas kebawah dan munculah sebuah
lobang. Kiranya Hong-lay-mo-li sebelumnya memang sudah
mengatur jebakan ini, Dengan bekal kepandaian Kongsun Ki
sebetulnya takkan menjadi soal perangkap beginian, tapi
karena mimpipun dia tidak menduga didalam markas pasukan
Kim dirinya bakal dibokong, diapun tidak mengira bila
Sumoaynya berada disini.
Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Karena tanpa siaga sedikitpun, batru sadar setelah
terlambat tahu2 separo badannya sudah terjeblos kedalam
lobang. Dalam waku yang sama Jilian Ceng-pohpun kena diingusi,
Untuk menghormati suaminya waktu bersembahyang dia
terima mengikuti dibelakangnya, Begitu Kongsun Ki terjeblos,
batu lantai didepan kakinya ikut anjlok, hampir saja diapun
ikut terjerumus tapi teriakkannya karena dalam waktu yang
sama dia melihat adiknya Jilian Ceng-sia tiba2 muncul di
sampingnya. Kongsun Ki menggerung keras, tiga batang dupa
ditangannya segera dia kipatkan, kedua kakinya menjejak
badanpun melejit naik Tapi betapa cepat dan tangkas gerakan
Hong-lay-mo-li, begitu Kongsun Ki terjeblos dia sudah
menerjang keluar dari balik tirai, dimana kebutnya terayun,
tiga utas benang kebutnya melesat mengincar Ih-khi, Hoantiau
dan Hi-tho tiga Hiat-to penting. Dua Hiat-to yang
terdahulu merupakan jalan darah pelemah tubuh, Hiat-o
terakhir merupakan pencacat badan.
Hebat memang kepandaian silat Kongsun Ki, tiga batang
dupa yang dia kipatkan itu tak kalah hebatnya dari tiga batang
panah, lekas Hong-lay-mo-li kebut jatuh dua batang yang
terdepan, sayang yang ketiga melesat dan mengenai lengan
Go Ko-ji yang berdiri disamping Iayon, untung cuma lecet dan
sedikit terbakar saja.
Dengan memukul jatuh kedua batang dupa orang, luncuran
badan Hong-lay-mo-li tidak berhenti karenanya, dalam waktu
sesingkat itu Kongsun Ki sudah melompat keluar dari lobang,
Lwekangnya sudah kokoh kuat, meski tiga Hiat-tonya
tertimpuk dengan telak, namun dia masih kuat berdiri tanpa
terluka apalagi cacat.
Cuma kedua Hiat-to terasa lemas, dalam waktu dekat
darah tidak berjalan dengan normal, sehingga gerak geriknya
kurang gesit, sudah tentu permainan silatnya jauh menurun.
Cepat sekali kebut dan pedang Hong-lay-mo-li sudah
merangsak tiba, kebut mengurung gerak gerik lawan, pedang
berkembang menyerang dengan tipu2 mematikan, ujung
pedang menusuk, gagang pedang menjojoh pinggang, tajam
pedangnya mengiris lutut orang.
Serempak Kongsun Ki membalas dengan gerakan Wankiongsia-tiau (menarik busur memakan rajawali), telapak
tangan kiri melengkung seperti busur, lengan kanan laksana
batang patiah lempang kedepan, dimana jari tengahnya
menjentik. "Creng" punggung pedang Hong-lay-mo-li kena
diselentik. Angin pukulan bergelombang benang kebut beterbangan
seperti diterpa badai, jurus Thian-lo-hud-tim serangan Honglaymo-li seketika dipatahkan, tapi kekuatan selentikan jarinya
paling hanya bikin sasaran pedang menceng sedikit, pedang
tidak terlepas dari cekalan seperti yang diinginkannya.
Ternyata sejak terkena pukulan Liu Goan-cong dua hari
yang lalu, hawa murni Kongsun Ki belum pulih, kini paling
baru mencapai tujuh bagian keadaan semula. Sejak
meyakinkan ilmu dari keluarga siang dan dikombinasikan
dengan ajaran ayahnya, ilmu silat dan Lwekangnya memang
lebih unggul dari Sumoay-nya, kini tiga bagian tenaganya
belum pulih, Hiat-to terluka lagi, sehingga hawa murninya
tidak lancar, maka Hong-lay-mo-li sekarang kira2 malah sedikit
lebih unggul. Dimana pergelangan tangan berputar terus membalik
gerakan pedangnya amat lincah belum lagi jurus pertama
punah, jurus kedua sudah menyusul tiba, ujung pedangnya
selalu mengincar Hiat-to2 dibadan lawan dengan ketat
Kongsun Ki lancarkan pukulan berbisa, tapi dengan kebutnya
Hong-lay-mo-li cukup tangguh melindungi badan, apalagi
Lwekang Kongsun Ki sekarang paling hanya mampu
menyampuk pergi kebutnya, untuk memukul badan orang
terasa terlalu berat.
Dan lebih mengejutkan lagi, kini dia sudah tahu siapa yang
menjadi lawannya, Hong-lay-mo-li masih berdandan laki2,
namun permainan Yo-hun-kiam-hoat dan Thian-lo-hud-tim
merupakan ajaran tunggal ayahnya, sudah tentu Kongsun Ki
cukup tahu akan permainan ilmu ini, begitu gebrak dimulai dia
sudah lantas tahu laki2 yang menyerang ini adalah
Sumoaynya sendiri.
Tahu bahwa mereka ayah beranak tidak pernah berpisah
sejak kumpul kembali, mau tidak mau semakin jeri hatinya,
Sejak dua kali dirinya kena kecundang oleh Liu Goan-cong
hatinya sudah jera betul2. Karena gugup dan ketakutan, maka
permainan silatnya menjadi kacau.
"Sret, sret, sret" beruntun tiga serangan berantai dengan
jurus Liong-bun-ko-long (memukui ombak di-pintu naga)
Hong-lay-mo-li mencecar dengan gencar, Kongsun Ki tak
berhasil membendung dengan kedua telapak tangannya, dia
berniat lompat menyingkir, tapi Hiat-to dilututnya terluka,
rasanya masih linu kemeng, sehingga gerak geriknya kurang
gesit, dua serangan terdahulu berhasil dihindari, tapi serangan
ketiga tepat menusuk dengkulnya pula, tak tertahan ligi
Kongsun Ki terjerumus roboh ketanah, Untung Hong-1ay-mo-li
masih merasa kasihan, hanya Hiat-tonya saja yang tertusuk
pedang, Kalau dia lancarkan jurus berbahaya tulang lututnya
tentu sudah copot dan putus, selamanya menjadi cacat.
Disebelah sana Jilian Ceng-siapun berhasil membekuk
toacinya Sekaligus dia usap minyak rias dimukanya kembali
pada mukanya semula, tiba2 berhadapan dengan adiknya
yang galak ini, bukan kepalang kejut Jilian Ceng-poh. seperti
diketahui diantara mereka tiga bersaudara Jilian Ceng-sia
pernah mendapat petunjuk Liu Goan-cong, usia paling kecil,
tapi kepandaian silatnya justru paling tinggi, karena Tacinya
gugup dengan gampang Jilian Ceng-sia gunakan Siau-kim-najiu
menangkap pergelangan tangannya dan menutuk Hin-to
sehingga tidak berkutik lagi.
"Sam-moay" kata Jilian Ceng-poh, "kau berbuat sewenang
apa pula dosamu main tangkap penasehat militer ditengah
pasukan besar ini?"
Jilian Ceng-sia tertawa dingin: "Jangan kau kira Wanyen
Liang sebagai sandaran hidupmu yang jaya. kau boleh
selamanya hidup dalam kemewahan, Betapa gagah dan
patriotnya ayah gugur dimedan laga demi membela nusa dan
bangsa, ibu hidup menderita untuk membesarkan kita sebagai
tunas bangsa, beliau mengajarkan untuk jadi srikandi dimedan
laga, Aku tidak punya kakak seperti tampangmu yang takut
mati mengangkat musuh sebagai bapak. Putra putri bangsa
Liau kitapun tidak orang yang pengecut seperti dirimu."
"Jangan kau lupa akan Ih-komu, sebagai panglima besar
salah satu divisi pasukan negeri Kim, sampai matinyapun dia
berbakti dan memperoleh anugrah Baginda. Dia setia kepada
kerajaan Kim, kau sebaliknya menghasut anak buahnya untuk
berontak, dialam baka dia bakal tidak meram, Apa kau ingin
jenasahnya ikut ketimpa malang karena perbuatanmu ini?"
Yalu Hoan-ih gelak2, segera dia unjuk diri dengan muka
aslinya, katanya: "Coba kau lihat siapa aku" Jenazahku
memang sudah hancur lebur He, he, Wanyen Liang tak
berhasil mencelakai aku, kini tiba saatnya aku yang harus
membunuhnya!"
Sekian lama Jilian Ceng-poh melongo, akhirnya dia
menghela napas, katanya: "Selama hidup aku mengagulkan
diri akan kecerdikanku, tak nyana hari ini aku terjebak dalam
perangkap kalian, yah, apa boleh buat, kau tidak mengingat
hubungan persaudaraan silakan kau bunuh aku saja!"
Disebelah sana Kongsun Ki yang tahu kelemahan watak
Sumoaynya, pura2 membusungkan dada: "Baik, aku mati
ditanganmu lebih setimpal dari pada terbunuh orang luar,
Silakan kau bunuh saja dengan kepandaian silat ajaran
ayahku." Hong-lay-mo-li amat gusar, bentaknya: "Kongsun Ki. kau
masih punya rasa malu" Kini aku adalah Bing-cu pasukan
laskar rakyat, kau, sebaliknya menjadi antek musuh! Tak malu
kau berani menyinggung nama ayahmu!" walau demikian
pedang dengannya tak tega menusuknya sampai mampus
Teringat akan dendam pukulan orang tempo hari, seketika
Yalu Hoan-ih naik pitam, dari seorang anak buahnya dia
merebut sebuah cambuk kulit dengan sengit dia hujani
hajaran kekepala dan muka Kongsun Ki. Makinya:
"Pengkhianat, rasakan nasibmu hari ini!"
"Tar" cambuk kulit itu putus tergetar oleh Hou-deh-sinkang
Kongsun Ki, meski tidak terluka berat tapi muka Kongsun
Ki sudah dihajarnya sampai babak belur, kepala keluar kecap.
"Ciangkun, pandanglah mukaku, sementara ampuni
jiwanya, setelah urusan selesai, biar kugusur dia pulang
kehadapan ayahnya."
Hong-lay-mo-li kesana bantu Jilian Ceng-sia menelikung
dan mengikat kencang Jilian Ceng-poh, teringat akan
perbuatan jahat orang selama ini, seketika berkobar amarah
Hong-laymo-li, makinya:
"Giok-bin-yau-hou, apakah kau masih mampu mencelakai
jiwa orang?"
Jilian Ceng-sia menghela napas: "Dia memang pantas
dihukum mati, tapi sebelum ajal ibu ada..." merah matanya.
kata2nyapun tertelan didalam tenggorokan.
Hong-lay-mo-li tahu maksudnya, katanya: "Jilian Ceng-poh,
mengingat permintaan ampun adikmu, kuberi kesempatan
untuk kau bertobat dan menyesali perbuatanmu selama ini.
Tapi sekarang kau harus terima nasibmu seperti ini." lalu dia
suruh Yalu Hoan-ih keluarkan rantai besi yang besar, kedua
orang di-rantai bersama diatas sebuah tonggak kayu, Kaki
masing2 ditambahi gandulan gesi bundar yang beratnya ada
puluhan kati, meski Kongsun Ki punya kepandaian setinggi
langit, untuk lolos dari belenggu seberat ini, rasanya tidak
mungkin. Seluruh anak buah Yalu Hoan-ih disuruh mundur tinggal Go
Ko-ji saja, Hong-Iaymo-li lantas bertanya: "Bu-iim-thian-kiau
dikurung dimana?"
"Didalam penjara ditengah2 perkemahan pasukan besar!"
"Siapa yang menjaganya?"
"Delapan Kim-tiang Busu."
"Masakah Wanyen liang hanya mengutus delapan Kim-tiang
Busunya untuk menjaganya" Apa dia sudah dihajar sampai
jadi cacat?"
"Dihajar sih tidak, cuma dia menelan Hap-kut-san dari
Cutilo, badannya jadi lemas betapapun tinggi kepandaian Bulimthian kiau takkan berguna lagi Wanyen Liang hendak
menyiksanya pelan2."
"Cara bagaimana baru bisa menyambangi dia?"
"Harus ada idzin dari Baginda, Liu lihiap lebih baik kau
batalkan,niatmu, usahamu akan sia-2, bukan mustahil jiwamu
sendiri bisa berkorban."
Hong-lay-mo-li tahu orang memancing dirinya, namun dia
sudah punya persiapan yang matang, katanya dengan tertawa
dingin: "Terima kasih akan maksud baikmu. Asal
keteranganmu tidak bohong, setelah aku kembali baru kulepas
kau, sekarang sementara kupinjam pakaianmu."
Disini Hong-lay-mo-li melucuti pakaian Jilian Ceng-poh,
disana Yalu Hoan-ih juga melucuti seragam kebesaran
Kongsun Ki. Para biti2 dan pasukan perempuan yang dibawa
Jilian Ceng-poh semua sudah ditundukan dan dikurung dalam
sebuah kemah. Dari tangan pelayan pribadi Jilian Ceng-poh,
Hong-lay-mo-li mengambil buntalan perhiasannya, lalu
memilih seorang bi-ti2 yang perawakannya sama dengan
dirinya, lalu bertukar pakaian, setelah dia menyaru jadi
dayang ini, kembali dia merias dan mendandani Jilian Cengsia.
Raut muka Jilian Ceng-sia mirip dengan cicinya, cuma
perawakannya rada pendek, terpaksa disuruh pakai sepatu
yang tinggi, setelah dia mengenakan pakaian Cuncu dan
perhiasannya, orang takkan bisa membedakan siapa dirinya
sebetulnya. Waktu mereka keluar dari kamar rias, Yalu Ho-an-ih lantas
menyambutnya dengan tertawa: "Adik Sia, samaranmu amat
mirip, tanggung Wanyen Liang tak-kan bisa membedakan, Aku
yang nyaru jadi Babah mantumu malah kurang pantas."
"Kau tak usah berhadapan dengan Wanyen Liang, tengah
malam buta rata pasti gampang mengelabui orang."
Waktu itu kentongan pertama sudah lewat, Yalu Ho-kup
mendesak, setelah segalanya dirundingkan segera mereka
bergerak, Dengan menyamar jadi Cuncu, membawa seorang
dayang pribadinya, menunggang kuda milik Jilian Ceng-poh.
Hong-Iay-mo-li bertiga segera berangkat hendak menemui
Wanyen Liang. Waktu itu pasukan besar Wanyen Liang digaris depan
sudah mulai bergerak siap2 menunggu waktu, maka
perjalanan mereka banyak terhalang, setelah kentong kedua
baru mereka tiba dibawah bukit dimana Wanyen Liang
mendirikan kemahnya.
Untung pasukan yang piket dibawah bukit kenal baik
dengan Cuncu, tanpa banyak pertanyaan mereka terus maju
keatas bukit. Setiba diluar istana perkemahan Wanyen Liang, perwira
yang jaga diluar pintu maju menyambut, setelah tanya
maksud kedatangannya, dia lantas mengerut kening, katanya:
"Cuncu, kedatanganmu tidak kebetulan. Baginda sedang
marah besar, aku, aku tidak berani masuk memberi laporan.
Kau tahu tabiat Baginda, aku tidak berani menanggung
akibatnya."
"Tapi aku ada berita penting, sedetikpun tidak boleh
diulur." "Bagaimana baiknya" Begini saja, biar kuundang Haciangkun
keluar, biar dia memberi keputusan."
"Baiklah, lekas kau undang Ha-ciangkun keluar."
"Tugasku jaga pintu. kalau ada orang keluar, baru aku bisa
minta dia memanggil Ha-ciangkun."
"Baiklah, biar aku masuk sendiri, kalau Baginda marah, biar
aku sendiri yang menanggungnya."
Sudah tentu perwira jaga itu amat kaget serunya gemetar:
"Cuncu, kau tidak takut dihukum, Siaujin... siaujin... hah,
kebetulan Ha-ciangkun sudah keluar."
Halukay mendengar suara ribut2 diluar maka segera dia
keluar, Halukay sudah kenal baik dengan Jilian Ceng-poh, dia
tidak tahu bahwa Cuncu samaran dihadapannya ini adalah
Jilian Ceng-sia, katanya tertawan "Cuncu, kebetulan kau
datang."
Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Dia mengatakan Baginda sedang marah, apa benar?"
"Benar, kau bisa membujuknya, Hayo, masuk!"
Ternyata disamping cantik Jilian Ceng-poh memang pandai
merayu dan aleman, suka memuji dan menjilat biasanya amat
disukai Wanyen Liang, Halukay cukup tahu akan hal ini.
Dari Yalu Hoan-ih, Jilian Ceng-sia sudah belajar peradatan
didalam keraton, maka dia suruh Hong-lay-moli yang menyaru
dayang tunggu diluar, bersama Halukay dia melangkah masuk
kekamar buku, dimana Wanyen Liang biasa menerima para
pembesarnya. Halukay suruh seorang biti2 masuk memberi laporan sambil
menunggu mereka duduk, Jilian Ceng-sia segera bertanya:
"Kenapa Baginda marah2."
"The-cin-ong diperairan Soatang mengalami kekalahan
total, beliau sudah gugur demi negara,"
The-ciancong adalah tokoh kedua setelah Wanyen Liang
dinegeri Kim, dalam pergerakan menyerbu ke selatan ini,
Wanyen Liang pegang komando tertinggi The-cin-ong sebagai
wakilnya, dengan membawa dua laksa pasukan, naik tiga ribu
kapal perang, dia pimpin armadanya menuju ke selatan lewat
lautan, tujuannya hendak mendarat di Propensi Kiangsoh, lalu
bergabung dengan pasukan besar Wanyen liang dari utara.
Sudah tentu kabar kematian The-cinong amat
menggirangkan hati Jilian Ceng-sia. tapi sikapnya pura2 kaget
dan gegetun. Tengah mereka bicara, terdengar suara gelak tawa Wanyen
Liang, keruan berdetak tegang jantung Jilian Ceng-sia.
Tampak Wanyen Liang keluar diiringi dua orang, mereka
adalah Wanyen Tiang-ci dan Cutilo. Kedua orang ini berilmu
silat tinggi, maka dia harus bekerja menurut situasi dan
melihat gelagat baru turun tangan.
Dengan tertawa Wanyan Liang berkata: "Cuncu tak usah
banyak adat Baru kemaren kau kawin, hari ini sudah kuutus
jadi penasehat militer, kesenangan tidak kau nikmati didalam
kamar, kenapa malam2 datang kemari, baktimu sungguh
harus dipuji. Kalau semua orang seperti kau, Tim takkan perlu
kuatir lagi" Mana suamimu?"
"Kalau aku kemari, sudah tentu wakilku harus berada
diposnya, Kemenangan sudah didepan mata, apa pula yang
dirisaukan Baginda?"
Seketika timbul pula amarah Wanyan Liang, katanya
uring2an: "Sungguh Tim tidak menyangka The-cinong begitu
tidak becus, dua laksa pasukan kuberikan kepadanya,
menghadapi dua rombongan perompak saja dia malah mati.
Celaka adalah rencanaku semula jadi gagal total."
Jilian Ceng-sia tertawa, katanya: "Baginda tidak usah
kuatir, yang harus dikuatirkan bukan soal kekalahan TheTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com
cinong, Baginda punya kepandaian otak yang tiada taranya,
kini akan terbukti kejayaan negeri kita, asal Loh Bun-ing dapat
dikalahkan, bukankah Kang-lam tetap bakal kau caplok juga"
serangan malam ini merupakan titik tolak dari pementuan
kesuksesan Baginda. bukankah sekaligus akan membuktikan
kebesaran Baginda pula?"
Pujian mu;uk2 yang lain dari yang lain dari Jilian Ceng-sia
benar2 mengetuk sanubari Wanyan Liang, katanya gelak2:
"Bagus, mulutmu yang mungil ini memang pandai bicara,"
tiba2 tergerak hatinya, tanyanya: "Lalu apa pula yang harus
kukuatirkan pula didalam rencana penyerangan ini" Oh, ya,
tadi katanya kau hendak melaporkan situasi, ada urusan apa?"
"Go Ko-ji ada maksud memberontak, untung hal itu belum
menjadi kenyataan, tapi harus hati2 dan di-jaga, Oleh karena
itu tidak bisa tidak aku harus kemari memberi laporan,"
Wanyan Liang terkejut serunya: "Ada kejadian ini" Tim
cukup baik terhadap Go Ko-ji, kini kuberi jabatan komando
tertinggi dalam operasi keselatan ini, memangnya dia tidak
berterima kasih dan membalas kebaikan budiku ini?"
"Sejak Yalu Hoan-ih mati mendadak, anak buahnya curiga
kematiannya karena keracunan, untung mereka tidak bisa
membuktikan, tidak berani dibeber dihadapan umum tapi soal
ini sudah tersebar diluar dan menjadi rahasia umum diseluruh
pangkalan besar ini."
Cutilo tertawa dingin, selanya, "Aku menggunakan racun
Mo-kui-hoa, kematiannya tidak menunjukan gejala2 yang
mencurigakan mereka tidak mendapatkan bukti, peduli kabar
angin segala, mereka toh tak bisa berbuat apa2."
Wanyan liang mendengus, katanya: "Tekad tempur
pasukan goyah, betapapun merupakan suatu kerugian bagi
Tim." Sudah tentu Cutilo tahu maksud dari kata2 Wanyan liang
yang tidak langsung menyalahkan dirinya ini, seketika
sikapnya kikuk dan menyengir risi.
Berkata Jilian Ceng-sia lebih lanjut: "Mereka sudah
memperoleh bukti."
Seketika kereng dan beringas muKa Wanyan Liang,
tanyanya: "Bukti apa yang mereka dapatkan?"
"Setelah Hongsiok kesana melayat, waktu membuka peti
mati ternyata mengendus bau busuk, semakin tebal curiga
mereka Maka mereka undang tabib tentara, layon dibuka pula
hendak memeriksa jenazah, begitu layon terbuka pula,
celakalah!"
"Kenapa celaka?" tanya Wanyan Liang.
"Hakikatnya tidak perlu diperiksa lagi," selintas pandang
mereka lantas tahu bahwa pemimpin mereka memang mati
dikerjain orang, Karena jenazah dalam layon seperti dicacah
hancur oleh bacokan golok menjadi puluhan potong!"
"Lho, apakah yang telah terjadi?" Wanyan liang tidak
mengerti. Pucat seketika roman muka Wanyan Tiang-ci, lekas dia
berlutut mohon ampun, katanyaj "Akulah karena untuk
menjaga segala kemungkinan menggunakan tenaga dalam,
dari luar layon kuhiancurkan jazat Yalu Hoan-ih."
Untuk membebaskan diri dari tanggung jawab ini, lekas
Cutilo menambahkan: "Setelah kena racun Mo-kui-hoa,
masakah dia masih bisa hidup, Hong-siok, seharusnya kau
percaya kepadaku."
Kata Wanyan Liang: "Tak usah kalian saling ngomel,
perkara sudah terjadi, harus secepatnya disiapkan untuk
menambal kesalahan ini, Bagaimana akhirnya?"
Wanyan Tiang-ci merupakan seorang tangan kanannya
yang paling dipercaya dan amat besar bantuannya sebagai
pamannya lagi, meski kurang senang, Wanyan Liang tidak
enak memaki dan menyalahkan dia.
"Sudah tentu mereka jadi marah dan bergolak, karena
didukung semua anak buahnya Go Ko-ji sudah siap hendak
memberontak. Tapi urusan amat penting, maka mereka tidak
berani bicara terang2an dan bergerak seketika, Kebetulan
waktu itu aku diutus kesana sebagai penasehat, segera
kurangkul mereka didalam satu haluan. Go Ko-ji pandang aku
sebagai orang sendiri, seluruh persoalan dia laporkan
kepadaku, pikirnya hendak membujuk aku ikut dalam gerakan
mereka, secara diplomasi aku mengulur waktu dan mencari
alasan, sambil membujuk mereka untuk bersabar sementara,
setelah mereka percaya benar, kutinggalkan suamiku,
langsung aku kembali kesini memberi laporan" Wanyan liang
mendengar dengan amat cermat dan hati2, segera dia
bertanya: "Cara bagaimana kau bisa menipu Go Ko-ji?"
"Go Ko-ji ingin tahu kenapa pemimpinnya dibikin mati,
apakah hal ini dikehendaki oleh Baginda sendiri, atau hanya
perbuatan Hong-siok tanpa sepengetahuan Baginda" jikalau
memang maksud Baginda, diapun ingin tahu, Baginda hanya
ingin melenyapkan dia seorang, atau hendak metnberantas
semua pasukan bangsa Liau mereka."
Seketika Wanyan Liang mengerti, katanya: "O, Tim
mengerti, Agaknya Go Ko-ji masih berat akan kedudukan
tinggi dan kehidupan mewah, maka dia suruh kau kemari
mencari tahu maksud hati Tim, untuk bergerak sesuai
keadaan. jadi kalau dia tahu Tim hanya ingin melenyapkan
Yalu- Hoan-ih seorang, dia tidak akan memberontak?"
"Baginda memang cerdik, begitulah maksud Go Ko-ji
sebenarnya, Dia percaya aku pasti akan bantu kesulitannya
maka dia mau melepas aku kemari. Karena disamping aku ini
bangsa Liau, punya hubungan kekeluargaan sejak leluhur kami
dulu, dengan Yalu Hoan-ih, suamikupun kutinggal disana,
umpama aku tidak harus bekerja demi kepentingan seluruh
pasukan bangsa Liau kami, akupun harus pikirkan
keselamatan suamiku."
Apa yang diuraikan Jilian Ceng-sia masuk akal dan dapat
diterima pikiran sehat. Segera Wanyan liang berkata dengan
suara kereng: "Asal Go Ko-ji belum bertekad memberontak,
masih gampang persoalan ini diselesaikan"
"Tapi banyak anak buahnya yang berkobar tekadnya.
mungkin Go Ko-ji bisa terhasut dan terdesak oleh keadaaan,
jikalau tidak lekas diselesaikan, mungkin bisa timbul keonaran
besar." Seketika terunjuk nafsu membunuh pada roman muka dan
sorot mata Wanyan Liang, keculasan hatinya terunjuk diantara
kedua alisnya, sorot matanya yang berkilat tajam menyapu
pandang dari muka Jilian Ceng-sia, beralih kemuka Wanyan
Tiang-ci, katanya tawar: "Hong-siok, untuk ini aku perlu
tenagamu."
Kebat kebit hati Wanyan Tiang-ci, lekas dia berlutut
katanya: "Akulah yang menyebabkan keonaran ini, siiakan
bunuh aku untuk menentramkan hati mereka."
Wanyan liang gelak2, katanya: "Hong-siok salah paham
akan kehendakku, Tim ingin kau pergi membunuh orang,
bukan membunuhmu, Kau berani tidak?"
Seperti dibebaskan dari hukuman, terhibur hati Wanyan
Tiang-ci, sahutnya: "Baginda ada perintah, menempuh lautan
api atau gunung golok, hamba takkan menolak."
"Bawalah seribu pasukan Gi-lim-kun, lekas kau kesana dan
perintihkan mereka berkumpul untuk mendengar tugas, boleh
kau babat habis mereka yang punya maksud memberontak,
Go Ko-ji boleh sementara kau tahan, Seribu pasukan Gi-limkun
cukup tidak?"
"Menantu raja (maksudnya Kongsun Ki) ada disana
menguasai keadaaan, membunuh beberapa perwira yang
memberontak seribu orang lebih dari cukup."
"Bagus, segera kau berangkat, cuma Cuncu sementara
harus tinggal disini menunggu kabar baik, Tenagamu amat
kuperlukan juga untuk bantu Tim menguasai situasi disini."
Dengan tipu memancing harimau meninggalkan gunung
Jilian Ceng-sia berhasil menipu Wanyan Liang mengutus
Wanyan Tiang-ci pergi, diam2 terhibur hati-nya, pikirnya:
"Rencana sudah berjalan baik, tinggal aku berdaya menipu
obat penawar dari Cutilo."
"Nah apa pula yang kau kuatirkan sampai mengerut kening
segala?" tanya Wanyan Liang.
"Hamba menguatirkan Bu-lim-thian-kiau."
"Bu lim-thian-kiau sudah terkurung, apa pula yang kau
kuatirkan?"
"Hong-lay-mo-li belum tertangkap, mungkin dia bisa datang
menolongnya, Tam Ih-tiong dijuluki Bu-lim-thian-kiau. kalau
mereka kerja sama beberapa Busu saja masa kuat
melawannya."
Wanyan Liang gelak2, ujarnya: "Kalau Hong-lay-mo-li
berani datang dia akan masuk kedalam jaring, umpama dia
bisa menolongnya keluar, Bulim-thian-kiau tidak akan bisa
pergi." "Kenapa tawanan yang ditolong tidak bisa dibawapergi?"
Cutilo unjuk sikap sombong, katanya: "Cuncu tidak tahu,
didalam minuman Bu-Iim-thia-kiau Siauceng ada memberi
Hap-kutsan Meski kepandaian silatnya setinggi langit juga tak
berguna lagi, Masakah perempuan iblis itu mampu
menggendong laki2 segede itu lolos dari kepungan tiga ribu
pasukan Gi-lim-kun?"
Wanyan Liang seperti tersentak sadar, tanyanya: "Ha! ini
Tim pernah kasih tahu kepadamu, kenapa kau melupakannya"
" "Bukan hamba melupakan, soalnya hamba masih kuatir,
Belakangan ini kudengar sebuah kabar, keadaan rada
berubah, Maka hamba usulkan supaya Baginda mengadakan
perubahan..."
"Kau tahu perubahan apa?" tanya Wanyan Liang.
"Kakek tua yang muncul bersama perempuan iblis hari itu,
katanya adalah ayahnya."
"Memangnya kenapa kalau ayahnya?"
"Nama ayahnya itu adalah Liu Goan-cong, kabar-nya laki2
bangsa Han satu2nya yang berhasil lolos pada dua puluh
tahun daIam pencurian pusaka diistana raja dulu. Kini mereka
ayah dan anak kumpul kembali, laksana harimau tumbuh
sayap, maka kita harus lebih waspada?"
Bercekat hati Wanyan Liang, tapi berkata: "Beta-papun
tinggi kepandaian Liu Goan-cong, memangnya dia bisa
menggondol Tam Ih-tiong pergi, Tim akan suruh mereka
hati2." "Bukan saja ilmu silat Liu Goan-cong tinggi, kepandaian
pengobatannyapun luar biasa, kabarnya nomor satu diseluruh
dunia, Bukan mustahil dia bisa mengobati racun Bu-lim-thiankiau,
tiga ribu pasukan Gi-lim-kun belum tentu bisa
menghalangi mereka bertiga."
"Sia-jit Hoatong," tanya Wanyan Liang, "Setelah keracunan
Hap-kut-san, apa perlu menggunakan obat penawar tunggal
dari perguruanmu sendiri?"
"Kecuali ada Thian-san-soat-lian dan beberapa racikan obat
mahal, Aku tidak percaya Liu Goan-cong mampu menangkal
obat2 itu, apa lagi dia tidak tahu racun apa yang mengeram
dalam badan Bu-lim-thian-kiau."
Berkerut alis Wanyan Liang, katanya: "Kalau begitu,
caramu ini tidak seratus persen aman!"
"ltulah menurut apa yang kutahu, bila Lwekang sudah
terlatih ketingkat sempurna, tahu cara memutar balik jalan
darah, umpama terkena Hap-kut-san, lambat laun masih bisa
memulihkan tenaganya juga."
"Tapi Tim tidak ingin segera membunuhnya, Cun-cu,
agaknya kaupun ahli dalam bidang racun" Kapan kau pernah
mempelajarinya?"
Jilian Ceng-sia pura2 kikuk, sahutnya menunduk dengan
muka merah: "Harap Baginda memberi ampun kepada
Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
suamiku yang tidak berterus terang."
"Apa" suamimu mengelabui apa kepadaku?"
"Sebetulnya dia pernah menikah, istri tuanya adalah putri
besar dari Siang Kian-thian gembong iblis besar yang
kenamaan dua puluh tahun yang lalu. Tapi istrinya sudah
mati, aku terima menikah dengannya, maka soal ini tidak
kuperpanjang lagi."
"Hah, persoalan sekecil ini tidak menjadi soal, Lalu kau
punya cara apa untuk menahan Bu-lim-thian-kiau dengan
aman?" "Hamba mendapat petunjuk dari suami untuk kemari
memberi obat Racun yang diberikan kepadaku kasiatnya sama
dengan Hap-kut-san, tiada obat penawarnya dalam dunia ini,
Untuk memunahkannya harus digunakan ilmu tutuk tunggal
dari perguruannya, Cara tutukan ini ada timbal balik, bukan
saja bisa menawar racun, juga bisa menambah kadar kerja
racun menurut kehendak sendiri, Cara tutuk Hiat-to ini,
akupun sudah belajar dari suamiku."
Dengan obrolannya Jilian Ceng-sia berhasil menipu Wanyan
Liang, katanya senang: "Kalau kau punya cara yang lebih
manjur untuk melumpuhkan Bu-lim-thian-kiau dari pada Hapkutsan, Tim akan makan tidur dengan tenang, Lekaslah kau
menengoknya di tempat kurungannya."
Siang Kian-thian memang orang kosen dalam
menggunakan racun, Kongsun Ki adalah menantunya hal ini
sudah didengar oleh Cutilo, maka dia berkata.
"Kiranya ilmu permainan racun ada cara yang begitu aneh
dengan kombinasi ilmu tutuk segala, Harap Ba-ginda memberi
idzin biar pinceng ikut Cuncu, supaya pinceng menambah
pengalaman."
Sudah tentu permintaan ini cocok dengan keinginan Jilian
Ceng-sia, katanya girang: "Dengan didampingan Hoatong
sebagai seorang yang ahli didalam bidang permainan racun,
malah aku bisa mohon petunjuk nanti kepadamu."
Dengan rasa gembira Jilian Ceng-sia lalu mohon diri kepada
Baginda, bersama Cutilo mereka keluar. Tak tahunya setelah
keluar dari lingkungan kemah istana ini sesuatu yang tak
terduga terjadi, keruan rasa senangnya seketika tersapu.
Seperti diketahui Hong-lay-mo-Ii yang menyamar jadi
dayang pribadi Jilian Ceng-sia menunggu diluar kemah, kini
bayangannya ternyata tidak kelihatan entah kemana.
Keruan jantung Jilian Ceng-sia kebat kebit dan mengeluh
dalam hati. Maklumlah kini Wanyan Liang sudah tidak punya
pelindung yang berarti, yang ketinggalan hanya Kiu-lo Siangjin,
orang terang bukan tandingan Hong-lay-mo-li. Menurut
perhitungan Jilian Ceng sia dengan kesempatan ini supaya
Hong-lay-mo-li membekuk Wanyan Liang, dijadikan sandera
untuk membebaskan Bu-lim-tnian-kiau.
Kalau hal ini tidak terlaksana dengan gabungan kekuatan
mereka berdua tentu dengan mudah membekuk Cutilo serta
memaksanya menyerahkan obat pemunah, Tapi Hong-lay-moli
tidak kelihatan bayangannya, perhitungannya yang masak
menjadi hampa belaka.
Jilian Ceng-sia tidak tahu Hong-lay-mo-li menyingkir sendiri,
atau rahasia samaran sudah konangan" Sudah tentu dia tidak
berani bertanya kepada Wisu yang jaga diluar, didalam saat2
yang genting dan merupakan kunci dari sukses usahanya ini,
terpaksa dia keraskan kepala, seorang diri ikut Cutilo ketempat
kurungan. Semoga sebelum kedok aslinya konangan dia berhasil
menipu obat pemunahnya dari tangan Cutilo.
Sebetulnya kemanakah Honglay-mo-li"
Seperti diketahui seorang diri Hong-lay-mo-li harus tinggal
diluar dan mondar mandir diserambi bilangan luar
perkemahan, semua percakapan didalam kemah didengarnya
dengan jelas, dalam hati amat girang.
Pada waktu Wanyan Tiang-ci keluar membawa tugas. hari
itu tanggal tiga belas, sinar bulan cukup benderang, Hong-laymoli sudah menyelinap kesamping, sembunyi dibelakang
bayangan pohon yang gelap, tapi sekilas Wanyan Tiang-ci,
masih melihat bayangannya.
Tersirap darah Wanyan Tiang-ci, bentaknya: "Siapa disana"
Keluar!" Terpaksa Hong-Iay-mo-li keluar menyapa kepada Wanyan
Tiang-ci, katanya: "Hamba datang bersama Cuncu melayani
kepergiannya!" sengaja dia bicara merubah suara.
Pakaian Hong-lay-mo-li dandanan dayang dan mukapun
sudah dimake-up mirip benar dengan para biti2, Wanyan
Tiang-ci tertawa geli dalam hati: "Potongan badan dayang ini
mirip benar dengan perempuan iblis itu. Masakah sebesar
langit nyalinya berani menyaru sebagai dayang pribadi
Cuncu." Sebetulnya Wanyan Tiang-ci amat teliti dan cerdik, kalau
ada tempo untuk mengajukan pertanyaan pasti dia bisa
melihat kepalsuan Hong-lay-mo-li. Tapi tugas cukup penting
tiada tempo lagi mengurus tetek-bengek, Katanya: "Kau tahu
peraturan tidak?"
Hong-lay-mo-li pura2 ter-sipu2, sahutnya: "Hamba belum
tahu melanggar aturan apa?"
"Apa Cuncu tidak berpesan supaya kau tunggu di-luar
istana Keluar, keluar!"
Apa boleh buat terpaksa Hong-lay-mo-li melengkah keluar,
Wanyan Tiangci lalu berpesan kepada Wisu yang jaga: "Kalau
Cuncu memanggil baru kau panggil dia untuk melayani."
Memberi laporan palsu dan memancing Wanyan Tiang-ci
pergi adalah rencana yang diatur oleh Hong-lay mo-li dan
Jilian Ceng-sia Tapi setelah itu dengan obrolannya sendiri
yang mendapat ilham mendadak, Jilian Ceng-sia berhasil
menipu Cutilo pula, hal ini belum diketahui oleh Hong-laymo-li.
Keruan hatinya gelisah, disaat dia mondar mandir dan
kehabisan akal, tiba2 dilihatnya seorang perwira muda
melengkah men-datangi, dari jauh dia sudah memperhatian
Hong-lay-mo-li, begitu Hong-lay-mo-li angkat kepala balas
mengawasi dia, orang menjadi kikuk, sapanya: "Kau datang
bersama Cuncu bukan" Kenapa mondar mandir sendirian
disini?" agaknya perwira muda ini kepincut kecantikan Honglaymo-li maka dia membesarkan nyali maju menghampiri dan
ajak bicara. Tergerak hati Hong-lay-mo-li, katanya: "Tahukah kau
dimana tempat penjara?"
Perwira muda ini melengak, katanya: "Untuk apa kau
hendak ke penjara?"
"Cuncu suruh aku menengok keadaan seorang tawanan."
"Apakah Bu-lim-thian-Hiau?" kiranya tadi siang Jilian Cengpoh
pernah mengunjungi Bu-lim-thian-kiau dipenjara,
kebetulan perwira muda piket disana.
"Benar, Kini Cuncu sedang menemani Baginda, maka dia
suruh aku wakili menengoknya, Menyampaikan beberapa
patah kata kepadanya."
Terhadap penyamaran Hong-lay-mo-li perwira muda ini
tidak curiga, cuma dia masih ragu2 mengenai suatu hal maka
dia tidak segera menjawab.
Hong-lay-mo-li tahu apa yang diragukan orang, katanya:
"Baginda sedang sibuk, Tadi Cuncu mengundangku masuk
kedalam, Baginda langsung memberikan sebuah benda
kepadaku suruh aku pergi seorang diri, setelah diluar baru aku
ingat tanpa teman yang menunjuk jalan kearah mana aku
harus pergi ke penjara,"
"O, jadi kau sudah mendapat perintah langsung dari
Baginda." "Tanpa idzin Baginda masakah aku berani pergi" siapakah
nama Ciangkun, sudikah kau membawaku kesana?"
Sebetulnya alasan yang dikemukakan Hong-lay-mo-li
kurang mantap, tapi masuk diakal sebaliknya perwira muda ini
tahu dan melihat sendiri Hong-lay-mo-li datang bersama Cuncu
maka dia tidak curiga, disamping ingin menjilat Cuncu
melalui dayangnya yang cantik ini.
Segera dia memperkenalkan diri: "Aku bernama Maiban,
anggota bayangkari, untung sekarang aku bebas tugas,
marilah kau ikut aku."
Tak lama kemudian Maiban membawa Hong-lay-mo-li
kesebuah kamar kurungan, Demi mengambil hati, tanpa
dimintai Maiban menemui kepala penjara menjelaskan maksud
kedatangan Hong-lay-mo-li. Tapi Bu-lim thian-kiau diserahkan
delapan Kim-tiang Bun-su untuk menjaganya, maka dia hanya
mengantar dan menyerahkan hal ini kepada ketua dari
delapan Busu itu.
Ketua Kim-tiang Busu berkata: "Kau menyambangi Tam Ihtiong,
apa sudah punya idzin dari Baginda?"
"Ada sebuah Hu-hou (medali harimau) pemberian Baginda."
"Coba keluarkan biar kuperiksa." Dengan hati kebat kebit
Hong-lay-mo-li- keluarkan medali harimau pemberian Jilian
Ceng-sia itu Busu yang satu ini biasanya adalah pengawal
pribadi Wanyan Liang, kenal baik akan medali harimau ini,
Maka dia serahkan kembali medali itu dan berkata:
"Baiklah, mari ikut aku." dia suruh anak buahnya membuka
pintu penjara, semestinya dia hendak menemani Hong-laymoli masuk kedalam.
Hong-lay-mo-li segera berbisik: "Cuncu suruh aku
menyampaikan pesannya, mungkin aku harus bicara sedikit
lama dengan tawanan. jangan kau biarkan orang lain masuk."
Sekilas Busu itu melengak, segera dia mengiakan, Malah
dia sendiripun tak berani masuk.
Begitu berada didalam kamar penjara, Hong-lay-mo-li
kerahkan ketajaman matanya, dilihatnya Bu-lim-thian-kiau
duduk menggelendot tembok dengan kaki tangan diborgol
Waktu Honglay-mo-li datang mendekati ternyata dia diam saja
tanpa pedulikan dirinya.
Bu-lim-thian-kiau mengira yang datang adalah Busu
penjaga, maka dia bersikap acuh tak acuh, sebetulnya dia
memang sudah siap berkorban, beberapa hari ini keadaan
kondisi badannya semakin lemah dan payah, sepertii pohon
yang semakin layu, hati kecewa dan patah semangat semoga
dia tidak tersiksa lebih lanjut, lebih baik kalau lekas mangkat.
Sungguh senang dan pilu hati Hong-lay-mo-li. Pelan2 da
mendekati Bu lim-thian-kiau, lalu berbisik di-sampingnya:
"Coba kau buka matamu, lihat siapa yang datang?"
Se-konyong2 mendengar nama yang sudah amat
dikenalnya ini, sungguh kejut dan girang Bu-lim-thian-kiau
bukan kepalang, teriaknya berjingkrak berdiri:
"Kau..." lekas Hong-lay-mo-li mendekat muIutnya, katanya
lirih: "Benar, inilah aku! jangan bicara keras."
Dalam kegelapan Bu-lim-thian-kiau tidak melihat jelas raut
muka Hong-lay-mo-li, samar2 dia hanya membedakan
perempuan yang berdandan sebagai dayang. Tapi suara
Hong-lay-mo-li cukup dikenalnya.
Tapi kejadian ini terlalu mokal dan susah dipercaya, maka
Bu-lim-thian-kiau menegas: "Kau, siapa kau sebenarnya?"
Hong-lay-mo-li tersenyum, dengan lirih dia membisiki apa2
dipinggir telinga Bu lim-thian-kiau.
"Apakah kita didalam mimpi?" tanyanya kemudian" "Jingyau,
bagaimana kau bisa kemari?"
"Tak bisa kujelaskan sekarang, Ih-tiong, kita harus cari
daya untuk melarikan diri."
"Tidak mungkin, aku terkena racun Hap-kut-san,
setindakpun tak kuat jalan."
Hong-lay-mo-li lolos pedang pusakanya memotong bergol
dikaki tangan Bu-lim-thian-kiau, katanya: "Coba kau telan
obatku ini."
"Apakah ini obat penawarnya" Masakah Cutilo sudi berikan
kepadamu?"
"lnilah Pik-sia-tan buatan ayahku sendiri mungkin kasiatnya
bisa sedikit memulihkan tenagamu."
"Dengan menempuh bahaya sebesar ini kau kemari
menengok aku, sungguh aku amat berterima kasih Tapi aku
tidak bisa bikin kau susah, kau lekaslah kau pergi! Tak usah
dicoba lagi."
"Aku tahu kekuatiranmu, umpama tenagamu pulih sedikit
tetap tidak bisa membantu kepadaku?"
"Kau harus tahu disini ada Wanyan Tiang-ci, Cutilo dan
jago2 kosen lainnya, masih ada tiga ribu pasukan Gi-lim-kun,
betapapun kita takkan bisa lolos, Kau tetap dalam samaranmu
sebelum rahasiamu konangan, masih sempat sekarang kau
meloloskan diri, Jing-yau kau sudah menengok diriku, hatiku
boleh puas dan terhibur, matipun aku meram dan tidak
menyesal" Pilu hati Hong-lay-mo-li mendengar keterus terangan
orang, sebetulnya dia ada maksud merangkapkan jodoh Bulimthian-kiau dengan Jilian Ceng-hun, mengharap pula bisa
rujuk kembali dengan Siau-go-kan-kun.
Sejak saat ini mereka bertiga tetap sebagai sahabat karib.
Tapi waktu amat mendesak tiada tempo Hong-lay-mo-li
pikirkan persoalan lain, para Busu yang piket di-luar mondar
mandir, tiba2 tergerak benak Hong-lay-mo-li mendengar derap
kaki mereka, katanya: "lh-tiong, aku punya akal bagus, kita
tidak usah menerjang pakai kekerasan. Telanlah dulu obat ini,
sebentar kusuruh kepala Busu itu masuk, setelah tutuk Hiattonya,
kau boleh pakai bajunya, dengan topi lebarnya
menutup muka, ditengah malam begini, belum tentu mereka
bisa mengenali dirimu."
"Cara ini tetap berbahaya, Meski bagus akalmu, belum
tentu bisa berjalan lancar." Bu-lim-thian-kiau kukuh pendapat.
"Bagaimana juga harus dicoba dulu, umpama gagal toh
lebih baik dari pada terima nasib! Ih-tiong tekadku tak bisa
diubah lagi, kalau kau tidak mau keluar, biar aku temani kau
disini, kita boleh mati bersama-" Hong-lay-mo-li bicara dengan
tegas dan tandas, apa boleh buat akhirnya Bu-lim-thian-kiau
terima obat itu terus ditelannya
________________________________________
Dapatkah Bu-lim-thian-kiau tertolong oleh usaha Hong-Iiaymoli berdua saja"
Bagaimana nasib Wanyen Liang dengan pasukan besarnya
dalam pertempuran melawan pasukan Song yang menjepit
dari segala jurusan"
Dapatkah Kongsun Ki meloloskan diri dari tahanan Yalu
Hoan-ih" (Bersambung ke bagian 33)
Bagian 33 Bu-lim-thian kiau coba menghimpun hawa murni, terasa
didalam perut seperti ada sebutir mutiara yang menggelinding
Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kian kemari, kekuatan dalamnya sedang terhimpun sedikit
semi sedikit tapi untuk memulihkan tiga bagian tenaganya saja
kira2 harus makan waktu satu jam.
"Bagaimana, ada kemajuan?" tanya Hong-lay-mo-li.
Bu-lim-thian-kiau tertawa getir, katanya: "Jing-yau, waktu
amat mendesak, aku ingin tanya kabar seseorang. sudikah
kau memberitahu kepadaku?"
"Maksudmu Hoa... Hoa Kok-ham?"
"Benar, bagaimana keadaan Hoa Tayhiap?"
"Kabarnya berada di Soatang bersama dengan pasukan
Ong Ih-ting. Kemaren siang memperoleh kemenangan gilang
gemilang dilautan timur, Wanyan Teka-lu (The-cinong)
terbunuh."
"Jin-g-yau sukalah kau mendengar nasehatku, kau sudah
menengokku, kau harus pergi ketempat Hoa Kok-ham
membantunya."
Dalam waktu dekat Hong-lay-mo-li tidak bisa menjawab Bulimthian-kiau berkata pula: "Sukalah kau percaya kepadaku,
aku bicara setulusnya! Aku bukan jelus dan iri hati kepada Hoa
Kok-ham, tiada maksudku menyindir segala,"
"Aku harap kau hidup untuk menemui Hoa Kok-ham, kalian
berdua adalah teman karibku yang paling baik, kuharap
kaupun percaya kepadaku, akupun bicara setulusnya!"
"Mungkin aku sulit keluar, Tapi asal kalian bisa hidup
bahagia, hidupku ini tidak akan sia2."
"Yalu Hoan-ih tengah menunggu kau. Memangnya kau
sudah lupa akan pambekmu" Bukankah sekarang tiba saatnya
melaksanakan cita2mu" Asal ada secercah harapan melarikan
diri, tidak seharusnya kau mandah duduk disini menunggu
ajal." Hati Bu-lim-thian-kiau seperti dipukul godam, seketika dia
tersentak sadar, katanya: "Terima kasih kau memperingatkan
kepadaku, baik, kita bergerak menurut keadaan."
Baru saja Hong-lay-mo-li mau memanggil kepala Busu itu
masuk, tiba2 didengarnya ada suara percakapan orang diluar,
jelas ada dua orang tengah melangkah masuk. Kedua orang
ini bukan lain adalah Jilian Ceng-sia dan Cutilo.
Sudah tentu kepala Busu itu heran melihat kedatangan
Cuncu, tanyanya: "Cuncu, kaupun kemari juga?"
"Kenapa" Aku tidak boleh kemari" Baginda yang suruh aku
kemari, memangnya kau mau bukti?"
Ter-sipu2 kepala Busu menjura, katanya: "Hamba tidak
berani, Tapi dayangmu berada didalam. Katanya kau suruh dia
kemari, kukira kau tidak akan kemari."
Cutilo kaget, teriaknya: "Cuncu, ini, ini... aduh!"
Jilian Ceng-sia turun tangan secepat kilat, kedua jarinya
menutuk ke Hun-bun-hiat. Hun-bun-hiat adalah salah satu
jalan darah pelemas diantara dua belas Hiat-to yang lain,
kalau sampai tertutuk dengan Jiong-jiu-hoat, kepandaian silat
setinggi langitpun takkan berkutik lagi.
Begitu berhasil bukan kepalang senang hati Jilian Ceng-sia,
sebat sekali dia menubruk maju dengan sejurus Liong-singjoancing, jarinya mencengkram ketulang pundak Cutilo.
Tak nyana Cutilo ini cukup cerdik, waktu mendengar
perkataan kepala Busu tadi dia sudah tahu telah terjadi
sesuatu, cuma dia belum curiga akan permainan Cuncu ini.
Begitu tahu gelagat tidak baik, segera dia gunakan cara
menutup Hiat-tu, maka badannya hanya sedikit kesemutan,
tidak sampai roboh, cuma dia pura2 sempoyongan, untuk
memancing lawan.
Jurus Liong-sing-joan-cumg yang dilancarkan Jilian Cengsia
baru saja menyentuh pundak Cuti!o, sc-konyong2 Cutilo
menghardik keras, cepat tangannya terangkat dan membalik,
berbareng jarinya menggantol dan mcnowel, berbalik dia
mencengkram pergelangan tangan Jilian Ceng-sia.
Lwekang Cutilo lebih tinggi dari Jilian Ceng-sia, namun dia
tidak berani turun tangan secara keji, ma-ka tujuannya hanya
hendak menangkap Cuncu dan diserahkan kepada Wanyan
Liang saja. Sudah tentu peristiwa yang terjadi diluar dugaan ini
menimbulkan kegemparan para Busu yang bertugas di
penjara, cepat kepala Busu maju merintangi ditengah mereka
seraya berteriak: "Cuncu, Hoat-tong, apakah yang terjadi,
bicara saja jangan berkelahi."
Kedatangan kepala Busu ini kebetulan bagi Jilian Jilian
Ceng-sia yang merasa berat menahan tekanan lawan. "BIang"
begitu Jilian Ceng-sia menyelinap minggir, kontan badan
kepala Busu terjungkal balik terkena pukulan Cutilo, sebat
sekali Jilian Ceng-sia sudah mencabut golok sabitnya.
Golok ini peranti menutuk Hiat-to juga, jurus permainannya
aneh dan banyak ragamnya, begitu turun tangan dua Busu
disebelahnya dia bikin terjungkal roboh, srei, sret, sret,
beruntun tiga kali Cutilo dicecar.
Terpaksa Cutilo tanggalkan jubahnya, sekali sendal kasa
merahnya segera berkembang seperti layar perahu yang
terhembus angin kencang, sekaligus dia punahkan tiga kali
bacokan golok Jilian Ceng-sia.
Teriaknya: "Cuncu ini pasti palsu, kalian tak usah takut,
hayo ringkus dia."
Kepandaian kepala Busu ternyata tidak lemah, meski
badannya jungkir balik, ternyata tidak lerluka, begitu kaki
menginjak bumi segera dia melenting bangun terus memburu
maju pula, teriaknya: "Peduli jdia tulen atau palsu, tugas kita
adalah jaga penjara, siapapun yang berani meluruk kemari
harus ditangkap."
"Cici keluarlah!" teriak Jilian Ceng-sia! Teriakan ini
menyadarkan kepala Busu, teriaknya "Lekas ringkus dayang
itu, lindungi tawanan!"
Sekali kaki mendepak "Blang" Cutilo tendang pintu penjara
menjeplak terbuka.
Sejak tadi Honglay-mo-li sudah berjaga dibalik pintu, baru
kaki Cutilo melangkah masuk. "Sret" pedangnya lantas
menusuk kelutut orang.
Hong-Iay-mo-li cukup cerdik, tipu dayanya yang pertama
gagal, lekas sekali dia sudah gunakan tipu yang lain,
maksudnya hendak membekuk Cutilo dan memaksanya
menyerahkan obat pemunahnya.
Sudah tentu mimpipun Cutilo tidak menduga bahwa dayang
yang satu ini adalah samaran Hong lay-mo-li, meski dia
berkelit dengan tangkas, tak urung dia tetap keselomot juga.
Terdengar cret dengan jurus Cap-ji-pai-lian kakinya melayang
menendang, namun ujung pedang Hong-lay-mo-li sudah
melukai pahanya.
Sayang sekali terpaut sedikit saja tidak mengenai Hiat-to
dilututnya, maka luka ini hanya luka luar dikulit dagingnya
saja, untung tujuan Hong-lay-mo-li menawannya hidup2,
kalau tidak kakinya itu tentu sudah buntung.
Beberapa gebrak kemudian lekas sekali Cutilo sudah tahu
bahwa lawan yang dihadapi adalah Hong-lay-mo-li, keruan
bukan kepalang kaget dan gusarnya, dengan menggerung
kembali dia sendal kasanya menyapu kearah Hong-lay-mo-li
Bentaknya: "Perempuan iblis yang bernyali besar. Hayo bantu
kemari" Lwekang mereka sebenarnya setanding, karena terluka
Cutilo setingkat lebih rendah, tapi dalam waktu dekat sulit
juga Hong-lay-mo-li membekuk lawan-nya, Kasa Cutilo
menderu2, kebut Hong-lay-mo-li selalu kena disampuk balik,
beberapa jurus serangan pedang Hong-lay-mo-li yang lihay
dan ganaspun kena dia patahkan, tahu2 dia menyelinap dari
samping orang terus menerjang maju.
"Lari kemana!" bentak Hong-lay-mo-li kerahkan tenaga
dalamnya, sekali gentak dia timpukan beberapa utas benang
kebutnya. Kamar penjara gelap, samberan benang kebut tak
bersuara lagi, betapapun tinggi kepandaian Cutilo, kali ini tak
mampu menyingkir lag.
Kasanya hanya berhasil menangkis tusukan pedang Honglaymo-li, tahu2 dua utas benang kebut sudah menusuk
kepundaknya seperti tertusuk dua batang jarum keruan sendi
tulangnya linu dan sakit luar biasa.
Permainan pedang Hong lay-mo-li sekencang kitiran, baru
saja dia hendak tambahi tusukan ke Hiat-to lawan-, sekonyong2
terasa ingin kencang membelah udara
dibelakangnya, ternyata Kepala Busu itu menerjang masuk.
Kepandaian kepala Busu ini bukan tandingan Hong-lay-moIi, tapi kepandaiannya tidak lemah, beberapa jurus dia masih
mampu melawan, Badan Hong-lay-mo-li setengah miring,
kebutnya terayun hendak merebut senjata orang, begitu
kekuatan Lwekangnya sedikit terpencar, Cutilo berhasil
menerjang keluar dari Iingkupan gaya pedangnya. sehat sekali
dia menubruk kearah bayangan hitam yang berada dikaki
tembok sana. Cutilo insaf setelah dirinya terluka lebih bukan tandingan
Hong-lay-mo-li lagi, maka dia bertujuan licik, pikirnya hendak
membekuk Bu-lim-thian-kiau sebagai sandera. Diluar tahunya
setelah menelan Pik-sia-tan, kekuatan Bu-lim-thian-kiau sedikit
demi sedikit sudah terhimpun, kini sudah dua bagian
tenaganya terkumpul, tapi untuk menghadapi Cutilo sudah
tentu masih jauh dari pada kuat.
Untung tujuan Cutilo hanya ingin menawannya, tidak berani
mencelakai jiwanya, Dikiranya setelah makan Hap-kut-san Buhmthiau-kiau tidak mampu berkutik lagi Maka sedikitpun dia
tidak ragu2 menubruk maju terus mencengkram.
Bu-lim-thian-kiau meraih rantai dengan Pa-ong-pian-sek
(Pa-ong mencambuk batu) rantainya menyapu pergelangan
tangan orang, meski tenaganya belum pulih, tapi kepandaian
silat Bu-lim thian-kiau jauh lebih unggul dari Cutilo, maka
cengkraman jari Cutilo tepat mengenai rantai besi, berbareng
dituntun kesamping, tanpa kuasa tubrukan badan Cuiilo kena
terseret ke samping, bukan saja menubruk tempat kosong,
hampir saja dia terjerembab jatuh.
Keruan kejut Cutilo bukan main, Bu-lim-thian-kiau ternyata
masih bisa bergerak. Tapi Cutilo han-ya sedikit putar setengah
lingkar, lekas sekali dia sudah kendalikan badan, setelah
menerima jurus ini, dia tahu tenaga Bu-Iim-than-kiau paling
baru dua bagian saja, Segera dia cengkram rantai itu lebih
kencang terus memukul dengan telapak tangan Bu-lim-thiankiau
tergetar pecah.
"Toa-hwesio," jengek Bulim-thian-kiau, "kepandaian Kekbutgoan kangmu belum sempurna," duduk di-tanah langsung
dia semendeh ke belakang dinding, "Trang" rantai besi itu
menerjang dinding, gempuran tenaga dalam Cutilo teralihkan
menggempur dinding karena permainan Kek-but-joan-kang
yang dilontarkan Bu-lim-thian-kiau.
Betapapun kuat tenaga dalam Cutilo masakah kuat
menggempur dinding, sedikitpun Bu-lim-thian kiau tidak
kurang suatu apa, malah telapak tangan Cutilo sendiri yang
lecet berdarah.
"Trak" rantai itu putus ditengah, langkah Cutilo
sempoyongan, baru saja dia hendak menubruk maju lagi,
didengarnya senjata menyamber dibelakangnya. Ternyata
Hong-lay-mo-li sudah berhasil merobohkan kepala Busu itu,
sebat sekali dia memburu datang menolong Bu-lim-thian-kiau.
Setelah terluka, Lwekangnya terkuras oleh tipu daya Bulimthian-kiau lagi, mana Cutilo kuat melawan Hong-lay-mo-li,
"sret" pedang Hong-lau-mo-li, tepat mengenai Jian-kin-hiat.
Tenaga yang dikerahkan kebetulan pas2an, sedikit lebih berat
dari Jiong-jiu-hoat, kontan Cutilo roboh tak berkutik lagi.
Sementara itu Jilian Ceng-sia masih berkutet melabrak lima
Busu yang mergeroyoknya, dia baru berhasil merobohkan dua
diantaranya, Lekas Hong-lay-mo-li memburu keluar
membanlunya, kejap lain tiga lawannya berhasil dirobohkan
pula. "Bagaimana keadaan Tam-suheng?" tanya Jilian Ceng-sia.
"Tidak apa2, lekas kau masuk!"
Waktu itu sebarisan Wisu sudah mendengar ribut2 disini,
cepat memburu datang mengepung kamar penjara ini dengan
rapat. Setelah Jilian Ceng-sia masuk kedalam penjara Hong-laymoli lantas tutup pintu. Daon pintu terbuat dari papan besi
yang tebal beberapa senti, Hong-lay-mo-Ii berkata: "Untuk
menjebol pintu masuk kemari, sedikitnya mereka harus makan
waktu setengah jam, Kita cari dulu obat penawarnya"
Dari dalam baju Cu-tiIo Hong-lay-mo-li banyak
mengeluarkan banyak macam obat2 puyer dan pil, entah
macam yang mana obat penawarnya.
"Jiwamu berada ditanganku, katakan yang mana obat
penawarnya, jiwamu boleh kuampuni," Cutilo bungkam.
"Jangan kau mimpi hendak jadi Koksu negeri Kim,
kehancuran Wanyan Liang akan terjadi hari ini. coba kau
dengar, pasukan besar kita sudah menyerbu datang."
Cutilo cukup ampuh dalam kepandaiannya dia pintar
mendekam mendengar suara dari dalam bumi, kini kebetulan
rebah ditanah, meski Hiat-to tertutuk, kepandaian kilatnya ini
masih mampu bekerja Dengan seksama dia pasang kuping,
memang 1apat2 dia dengar suara gaduh dari pertempuran
besar dibawah gunung, kira2 lima enam li dari sini. Tapi Cutilo
tetap bungkam. Keruan Jilian Ceng-sia gusar, serunya: "Kepala, gundul
takkan menyesal mesti jiwa melayang, kau rela menjual jiwa
bagi Wanyan Liang."
"Wanyun Liang melayaniku sebagai Koksu, meski matipun
aku tidak menyesal, memangnya sudi aku di-paksa?"
"Kau kira Wanyan Liang benar2 menghormatimu sebagai
Koksu" Baik, coba kau dengar apa yang dipercakapkan diluar
itu, aku sih tidak ingin bunuh kau, tapi Wanyan Liang mungkin
menginginkan jiwamu juga."
Sementara itu suara gempuran dari luar dengan caci maki
tak henti2nya, pintu besi seberat dan setebal itu hampir bobol
digempur beramai2. Terdengar kuasa penjara sedang
berkaok2: "Tak usah kuatir, gunakan api!"
Kepala Busu berkata: "Membakar penjara" Tapi Sia-Jit
Hoatong juga didalam! Kabarnya dia hendak diangkat jadi
Koksu negeri Kim kita."
Kuasa penjaga berkata: "Baginda pernah bilang bekerja
memungut yang untung, jikalau perempuan iblis berhasil
menolong Bu-lim-thian-kiau, bencana lebih besar bagi kita.
Kini kita sedang berhadapan dengan pasukan Song, jangan
dibiarkan orang2 mereka membuat onar dalam pasukan kita,
menambah sayap belaka, jangan kata Cutilo belum diangkat
secara resmi, umpama benar-2 sudah jadi Koksu, terpaksa
Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
harus membakarnya sekalian."
"O, kalau begitu memang kehendak Bugmda sendiri?"
"Selamanya aku bekerja dengan hati2. sudah tentu aku
sudah mohon petunjuk Baginda, kalau tidak masakah berani
turun tangan, Waktu amat mendesak, tangan cerewet lagi,
hayo lepas api bakar sampai habis."
"Baiklah. kalau memang kehendak Baginda, hayo lekas
bakar, bakar!"
Penjara ini dikelilingi tembok batu hijau yang setombak
lebih tingginya, bagian atas ada dibuat jendela berterali besi,
dalam sekejap asap tebal sudah bergulung masuk dari lobang
jendela, Cutilo batuk2 dan merasa sesak lebih dulu.
Bukan Cutilo takut mati, tapi demi gengsi, sebelum tiba
saat genting dia tidak akan mau menyerah. Kini mendengar
Wanyan Liang suruh membakar dirinya, keruan gusar dan
kaget, katanya: "Baik, Wan-yan Liang sekejam itu kepadaku,
apa pula yang kuharapkan dari padanya" Nah inilah obat
penawarnya, kalian ambil!"
Sudah tentu girang bukan main Hong lay-mo-li, lekas dia
jejalkan kemulut Bu-lim-thian-kiau. Tak lama kemudian uap
putih mengepul dari kepaIa Bu-lim-thian-kiau.
"Bagaimana manjur tidak?" tanya Hong-lay-moli sesaat
kemudian. Bu-lim-thian-kiau menjawab dengan manggut2 kepala.
Setelah tahu akan kemanjuran obat itu, segera Hong-laymoIi membuka Hiat-to Cutilo. Cutilo mengunjuk rasa kuatir,
katanya: "Mungkin..." kata2nya dia telan kembali.
"Mungkin kenapa?" tanya Hong-lay-mo-li.
Api berkobar semakin besar, seluruh bangunan penjara
sudah menjadi lautan api, terdengar suara blandar terbakar
dan sembarang waktu penjara ini bisa runtuh. Asap semakin
tebal sehingga pernapasan mereka semakin sesak.
Meski sudah menelan obat penawarnya, untuk memulihkan
tenaga Bu-lim-thian-kiau harus makan waktu setengah jam.
Yang dikuatirkan Cutilo adalah waktunya tidak keburu lagi,
mungkin sebelum obat penawar bekerja dalam badan Bu limthiankiau, mereka sudah sama terkubur dilautan api.
Tapi kalau tiada bantuan Hong-lay-mo-li dan Bu-lim-thiankiau,
seorang diri Cutilo takkan bisa meloloskan diri.
Cutilo tidak menjawab, Hong-lay-mo-li sudah tahu apa yang
dikuatirkan. Guguppun tiada gunanya, terpaksa Hong-Iay-moli
berdiri disamping Bu-lim-thian-kiau bantu menyampuk asap
supaya pernapasannya tidak terganggu.
"Bluk!" blandar besar tepat diatas kepala mereka patah dan
jatuh, lekas Cutilo angkat kedua tangan mendorongnya
kesamping menumbuk tembok. Tembok menjadi panas serasa
hampir lumer oleh kobaran api, ditumbuk kayu sebesar itu
sekelika gugur dan terbukalah sebuah lobang, cukup tiba
untuk dua orang menerjang keluar bersama, asap api segera
terhembus keluar lewat lobang besar itu.
Tiba2 Bu-lim-thian-kiau mencelat berdiri, serunya-"Liu
Lihiap, mari kita bertanding pukulan!" kiranya setelah minum
Pik-sia-tan lebih dulu, tenaga Bu-lim-thian-kiau tiga bagian
sudah pulih, setelah minum obat penawarnya lagi, maka
kasiatnya lebih manjur. Maka Lwekangnya lebih cepat
pulihnya. Sekilas Hong-lay-mo-li melengak, katanya: "Bagus. Adik
Sia, kau ikuti aku!" bersama Bu-lim-thian-kiau angkat kedua
tangan masing2, terdengar deru angin keras seketika
menghembus bara api yang berkobar di-sebelah luar.
Berbareng Cutilo kembangkan kasanya. dimana kasanya
mengebut api yang berkobar dide-pan seketika dibikin tersiakkesamping.
Mereka sama memiliki kepandaian yang tinggi, cukup
menutul kaki badan lantas melenting secepat anak panah,
bagai kecapung menutul air, lekas sekali mereka sudah keluar
dari kurungan api.
Paling sepatu mereka yang terbakar dan telapak kaki
seperti di selomot api.
Tapi begitu menerjang keluar dari dinding api, mereka
dihadang oleh tembok manusia, perwira2 Gi-lim-kun dan para
Busu yang biasa berada disekeliling Wan-yan Liang,
kebanyakan sudah dikerahkan datang, ratusan orang menjadi
barisan tembok yang tak mungkin dijebol, Bu-lim-thian-kiau
dan lain2 terkepung dite-ngah.
Pada saat itulah kumandeng gelak tawa yang menusuk
pendengaran tampak Wanyan Liang diiringi para anak
buahnya muncul dari belakang orang banyak.
Wanyan Liang tertawa dmgin, jengeknya: "Tam Ih-tiong,
sungguh besar rejekimu, sicantik semanis ini rela
menolongmu. Sayang kau tetap takkan lolos dari telapak
tanganku."
"Mulut anjing tidak tumbuh gading-" damrat Hong-lay-mo-li
gusar, sekali kebutnya menyabet dia gulung dan rampas
sebatang golok seorang Busu didepan-nya. sekali ayun dan
timpuk, golok panjang ini berubah selarik sinar meteor jatuh,
melampaui tembok manusia langsung terbang kearah Wanyan
Liang. Sayang jaraknya terlalu jauh, daya luncuran golok terbang
ini sudah lemah, maka dengan mudah Kiu-lo Siangjin yang
selalu berjaga disamping Wanyan Liang memukulnya jatuh
dengan kecer terbangnya
Wanyan Liang gelak2. serunya: "Sungguh tak nyana gadis
secantik dan semungil ini, ternyata adalah kepala perampok
dari lima propinsi utara. Kau kira dengan kekuatan kura2 dan
bulus2mu ini mampu berhadapan dengan aku" Ketahuilah,
tujuh delapan rombongan rampok yang kau utus kemari
seluruhnya sudah kujaring, kini seluruhnya terkepung tak
dapat lolos lagi! jangan kau mimpi hendak bertentangan
dengan aku. Lebih baik kau menyerah saja dan menjadi selirku, kau bisa
hidup mewah berkecukupan, kan lebih enak dari pada kau
mejadi kepala rampok, Kalian dengar, tangkap dia hidup2,
pahala besar menanti di-hadapan kalian!"
Hong-lay-mo-li kembangkan ilmu pedangnya, Busu yang
menerjang maju tertusuk Hiat-tonya. Sayang musuh terlalu
banyak, roboh satu maju dua, untuk menjebol kepungan
terang usaha Hong-lay-mo-li sesulit manjat langit.
Jilian Ceng-sia berdampingan dengan Hong-lay-mo-li, para
Busu masih kira dia sebagai Cuncu, maka mereka tidak berani
mendesak terlalu dekat kepada orang yang disayang Baginda.
HuIukay segera mendekati Wanyan Liang, katanya: "Cuncu
memberontak, Baginda ingin menangkapnya atau mati?"
"Jilian Ceng-poh," seru Wanyan Liang, "aku baik hati
mengasuhmu dan kuangkat menjadi cuncu, kau tidak
membalas budi malah memberontak! Hm, memangnya
kaupun kepincut kepada Tam Ih-tiong" Dosamu pantas di
injak2 kuda, mengingat jasa2mu, lekas kau menyerah, jiwamu
masih boleh diampuni."
Terang Wanyan Liang masih belum tahu akan penyamaran
Jilian Ceng-sia. sebetulnya Jilian Ceng-sia amat gusar, namun
dia lantas berpikir: "Biar dia salah paham, kelak jalan belakang
cici biar buntu."
Setelah merobohkan Busu2 yang menyerang, Jilian Cengsia
menjadi gusar, damratnya menuding dengan golok
sabitnya: "Budi apa kau berikan kepadaku" Kau membunuh
ayahku. membuat sandiwara menipuku, merusak nama baik
ayah, kau kira aku tidak tahu?"
Seketika berubah air muka Wanyan Liang, katanya tertawa
dingin: "Baik, kau sudah tahu. jangan harap kau bisa hidup."
Jilian Ceng-sia adu pungung dengan Hong-lay-mo-li, kebut
beterbangan, hawa pedang berkembang, sinar golok laksana
salju beterbangan, semua musuh yang melabrak dari segala
jurusan dipukul mundur, seruling Bu-lim-thian-kiau terampas
waktu dirinya tertawan kini dia gunakan sepasang kepelannya,
namun tiada orang yang mampu mendekati, cuma dia tidak
mau banyak melukai Busu bangsa dewek, maka dia
kembangkan Kim-na-jiu-hoat, satu persatu dia lempar Bu-su2
yang mendekatinya, atau merebut senjatanya, supaya orang
tahu diri dan mundur teratur.
Memangnya para Busu ini amat mengaguminya, maka
mereka hanya mengepung dan bertariak2 garang, tiada yang
berani menyerang sungguhan, namun mereka megepung
sesungguhnya Cutilo terpisah disebelah sana, Para Busu tahu orang sudah
menjadi kawan Bu-lim-thian-kiau, karena tahu orang sebagai
tamu agung, mereka sungkan juga turun tangan. Tapi melihat
orang menerjang keluar bersama Bu-lim-lhian-kiau maka
merekapun mengepung dengan ketat, tidak berani
membiarkan orang pergi.
"Sia-jit Hoatong adalah orang sendiri," demikian teriak
Wanyan Liang, "dia kena dihasut oleh perempuan siluman ini,
kalian tidak usah menyerangnya." anak buahnya segera
berhenti dan mundur.
"Hoatong bantulah aku menangkap Hong-lay-mo-li, "seru
Wanyan Liang lebih lanjut, "Tim kelak angkat kau sebagai
Koksu." Sebetulnya Wanyan Liang mulai curiga kepada Cutilo,
namun dia lebih mementingkan menangkap Hong-lay-mo-li,
maka dia hendak memancing Cutilo untuk setia kepadanya.
Cutilo ter-loroh2 panjang, katanya: "Terima kasih akan
penghargaan Baginda. Beruntung pinceng tidak mati terbakar
kedudukan Koksu segala sudah tidak berani kuinginkan lagi.
Harap Baginda idzinkan pinceng pulang kenegeri saja."
Wanyan Liang melengak sebentar, lekas sekali dia gelak2,
serunya: "Hoatong agaknya salah paham, sebetulnya tiada
maksudku membakar kau. Beruntung kaupun dapat lolos,
harap Hoatong tak usah curiga, malam ini Tim masih
memerlukan bantuanmu!"
Cutilo sudah tahu keculasan dan kekejaman Wanyan Liang,
masakah bisa ditipu lagi, katanya dingin: "Jago2 kosen
Baginda tak terhitung banyaknya, pinceng orang liar dari
bangsa lain! masakah bisa bantu apa" Biarlah aku pulang
saja." Berubah muka Wanyan liang, katanya: "Baik, kau tidak
mau tinggal, aku tidak memaksa. Diharap dihadapan raja
negerimu kau suka limpahkan maksud baikku untuk
berdampingan secara damai, Hai anak2 hayo beri jalan, biar
Hoatong turun gurung!"
Cutilo keluar dari kepungan, lalu merangkap tangan,
katanya: "Pinceng mohon diri!"
Baru beberapa langkah dan suaranya belum lenyap, tiba2
Wanyan Liang membentak: "Lepas panah!" Lima ratus anak
buahnya yang sudah siap pasang busur dan panah beracun
serempak membidik panahnya bagai hujan lebat.
Cutilo menyangka orang masih segan membunuhnya
mengingat persahabatan kedua negeri, maka orang tidak
berani turun tangan, siapa tahu Wanyan Liang berani turun
tangan sekejam ini sungguh kasihan, meski ilmu silat Cutilo
amat tinggi, masakah dia mampu melawan bidikan ratusan
anak panah"
Dengan mengayun kasanya, Cutilo berusaha kebut rontok
panah2 yang memberondong selebat hujan deras, tapi
betapapun cepat dan perkasa perlawanannya tak urung
pundak, pinggang, paha dan perutnya masing terkena
beberapa batang, ujung panah2 ini sudah dilumuri racun
paling jahat dari jambol merak, hanya terkena sebatang saja
jiwa sukar dipertahankan apalagi sekaligus dia terkena
beberapa batang"
"Wanyan Liang!" suara Cutilo bagai singa menggerung
gusar, "Kau, kau sungguh kejam!" semula suaranya bagai
guntur menggelegar, tapi sampai kata terakhir suaranya
berubah serak dan kering, akhirnya berubah seperti ratapan.
Wanyan Liang gelak2, serunya: "Kau pandai menggunakan
racun, Tim hanya menggunakan keahlian orang untuk
membunuh orang itu pula!"
Menghitam biji mata Cutilo, katanya menghela napas:
"Karma, karma! Tapi iidak seharusnya aku mati ditanganmu!"
disaat dia bicara ulu hatinya kembali tersambit sebatang
panah lagi, Hou-deh-sin-kang pelindung badan Cutilo sudah
pecah, sekonyong2 badannya mencelat seperti ayam sekarat
setinggi setombak lebih, dengan sisa tenaga dalam suaranya
dia berteriak: "Wanyan Lnng, kau kejam! Menjadi setan
gentayangan aku pasti akan membuat perhitungan
kepadamu."
"Blang" badannya terbanting keras diatas tanah dan putus
napasnya. Wanyan Liang tertawa dingin, katanya: "Bukan Tim kejam
bertangan gapah, kalau kau curiga kepada Tim, memangnya
Tim harus membiarkan kau pulang ke negerimu lalu mengadu
biru dihadapan raja Turfan?"
Cutilo pernah bersekongkol dengan Wanyan Tiang-ci
membunuh Ko-gwat Siansu.
Bu-lim-thian-kiau dan lain2 sebetulnya menaruh rasa
dendam kepadanya, tapi melihat cara kematiannya yang
begitu mengenaskan hati, ikut simpatik dan bela-sungkawa,
kini lebih besar kebencian dan dendamnya akan kelaliman
Wanyan Liang. Kembali Wanyan Liang geIak2, serunya: "Kalian sudah
melihat akhir jiwa Cutilo bukan" jikalau siapa saja berani
membangkang dan melawan kehendakku, Cutilo menjadi
contoh bagi kalian."
Bu-lim-thian-kiau gusar, damratnya: "Seorang laki2 sejati
masakah takut mati, mesti aku mati juga takkan sudi
menyerah kepadamu."
Dengan tertawa dingin Hong-lay-mo-li menambahkan:
"Wanyan Liang. Kematianmu juga sudah didepan mata,
Kehidupan manusia harus mati juga akhirnya, tapi mungkin
setelah kematianmu, bau busukmu akan abadi sepenjang
masa, kau selalu akan dimaki dan di-ludahi orang."
"Bagus!" Wanyan Liang mencak2 gusar, "Kau tidak tahu
diuntung, Tim tidak akan sayang lagi kepa-damu, Hayo lepas
panah bunuh mereka semua, hidup tak bisa ditangkap, bunuh
saja habis perkara!"
Pertempuran sengit dan acak2kan, anak panah tak bisa
dipergunakan lagi, maka Bu-lim-thian-kiau bertiga kini tak
usah kuatir dan ber-jaga2 dari bokongan panah gelap, Tapi
dengan kehadiran Wanyan Liang sendiri yang mengawasi
pertempuran ini, para Busu terpaksa harus menjual jiwa
menyerang dengan berani mati, sudah tentu lama kelamaan
Bu-lim-thian-kiau kehabisan tenaga.
Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tatkala itu kentongan ketiga tepat Hong-lay-mo-li amat
kuatir dan gelisah sanubarinya. sekonyong2 terdengar suara
gemuruh seperti bunyi ledakan bom yang bergulung2 dari
kejauhan. Se-konyong2 dari ufuk timur sana seperti berlomba
menjulang tinggi ratusan ular emas, cahaya api yang
benderang menerangi langit.
Berkerut alis Wanyan Liang, hatinya kebat kebit. Tiba2
dilihatnya Panglima garis belakang Uji lari mendatangi dengan
langkah ter-gopoh2, dengan suara sengak dia berteriak2 dari
kejauhan: "Baginda, Baginda, urusan amat celaka!"
Wanyan Liang amat kaget, sengaja dia pura2 te-nang:
"Kenapa ter-gopoh2" Laporkan dengan baik."
Setelah napasnya rada teratur Uji baru melanjutkan
laporan: "Armada pelopor kita yang mendahului kesebrang
ternyata masuk perangkap musuh, mungkin... mungkin
musnah seluruhnya!"
Wanyan Liang setengah percaya, katanya: "Mana mungkin"
Kekuatan armada kita sepuluh lipat lebih besar dari tentara
Song, kapal yang digunakan ada tiga ratus lebih, meski Loh
Bun-ing kerahkan seluruh kekuatan armadanya juga tak kuat
menandingi jumlah ini. Hanya kita yang mengepung mereka,
masakah sebaliknya malah?"
"Ada yang belum Baginda ketahui." tutur Uji lebih lanjut,
"armada kita dibawah petunjuk Han-sam-niocu, perairan yang
dituju amat berbahaya, arus air amat deras, lebar sungaipun
amat sempit, armada Song sebelumnya sudah terpendam
disana, ditengah jalan menyergap, dengan timpukan bom batu
menenggelamkan banyak kapal kita, lebih celaka lagi mereka
menyerang dengan api, malam ini angin kebetulan
menghembus kencang, begitu kapal didepan terbakar, api
berkobar lebih cepat dan menjalar kebelakang terhembus
angin barat laut sehingga jalanan buntu, untuk putar balik
terang tidak mungkin.
Baginda coba lihat cahaya api, langit setengah terbakar
merah dibagian tiangkang sebela barat, Malam ini, mungkin
seluruh armada kita bisa hancur lebur!"
Baru sekarang Wanyan Liang tahu, ratusan ular mas yang
berlomba saling terjang diangkasa itu ternyata adalah
serangan panah api dari pihak tentara Song.
Seketika berjingkrak gusar Wanyan Liang, dampratnya:
Jodoh Rajawali 32 Pendekar Sadis Karya Kho Ping Hoo Kisah Pendekar Bongkok 10
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama