Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen Bagian 17
kesamplok pula disini!"
Keruan Hong-lay-mo-li naik pitam mendengar orang
menyinggung persoalan lama, tempo hari jiwanya hampir saja
melayang dua kali karena permainan licik Han-sam-niocu,
tanpa banyak bicara kebutnya terayun, beberapa utas benang
kebutnya seketika melesat bagai anak panah. sayang tatkala
itu ombak besar, angin kencang.
Benang kebut itu terlalu ringan, setiba pada tujuannya
arahnya sudah jauh menceng, Namun beberapa utas benang
itu mengeluarkan desisan suara, atap perahu tertusuk bolong,
Melihat benang kebut Hong-lay-mo-li begini lihay, bukan
kepalang kaget Han-sam-niocu.
Gadis didalam perahu Han-sam-niocu tiba2 berpaling
dengan cekikikan, katanya: "Liu Jing-yau, nah inilah ensomu
disini, jelek2 aku ini Susomu, kenapa kau bersikap kurangajar
terhadap temanku?" kiranya gadis ini adalah Giok-bin-yau-hou
Jilian Ceng-poh adanya.
"Kau siluman rase ini, biar kuhancur leburkan badanmu-"
dararat Hong-lay-mo-li.
"Bagus sekali, silakan kemari! Hehe. aku kuatir kau tidak
akan mampu!" ejek Jilian Ceng-poh.
Han-sam-niocu membentak: "Diberi tidak membalas kurang
hormat, Liu Jing-yau, kau pun rasakan senjata rahasiaku."
sekali ayun berbareng dia timpukan tiga batang pisau terbang,
pisau terbang adalah Am-gi yang bobotnya berat jauh lebih
berat dari benang kebut Hong-lay-mo-li.
Satu diantara ketiga batang pisau terbang ini ternyata
melesat kearah tukang perahu tua. Baru saja tukang perahu
ini berteriak kaget: "Aduh, celaka, kalian adalah perompak
perempuan!" Hong-lay-mo-li berhasil raih dan pegang dua
batang, sekali lompat kembali dia pukul jatuh yang ketiga.
"Kepandaian bagus! Nih terima lagi yang ini." seru Jilian
Ceng-poh, dua tangannya terayun bersama, dua belas Tohkutting bagai hujan panah memberondong datang,
Kepandaian menggunakan senjata rahasia Jilian Ceng-poh
jauh lebih lihay dari Han-sam-niocu, Toh-kut-ting merupakan
senjata rahasia yang jahat lagi, khusus mengincar Hiat-to
lawan. Dulu ayah Cin Long-giok yaitu Cin Tiongpun terbokong dan
mati penasaran oleh Toh-kut-ting ini, maka jiwanya akhirnya
melayang tertusuk pedang Khing Ciau.
Hong-lay-jmo-li tidak berani pandang ringan, dua batang
pisau terbang yang ditangkapnya dia gunakan untuk
meruntuhkan serbuan Toh-kut-ting musuh, maka terdengarlah
suara dering ramai, dua belas Toh-kut-ting kena dia pukul
runtuh semuanya.
Tapi disaat dia sibuk meruntuhkan Toh-kut-ting ini, disana
Han-sam-niocu memutar haluan kapalnya, sehingga
perahunya itu berlaju ke belakang perahu Hong-lay-mo-li
setelah mengincar tepat, sekali ayun dia timpukan sebatang
pisau terbang mengarah punggung tukang perahu.
Hong-lay-mo-li tidak sempat lagi menolongnya, maka
terdengar jeritan yang mengerikan, tukang perahu roboh
dengan mandi darah.
Keruan bukan kepalang amarah Hong-lay-mo-li,
dampratnya: "Perempuan sundel yang kejam, kalau tidak
nrembunuhmu, aku sumpah bukan manusia!"
Han-sam-niocu ter-loroh2, serunya: "Liu Jing-yau, diatas
darat kau boleh jadi raja, diatas air, jangan kau takabur
dihadapanku." sekali geraki tangan, kembali dia sambit
sebatang pisau terbang, bukan mengarah Hong-lay-mo-li tapi
terdengar "krak" tiang, layar perahu Hong-lay-mo-li patah jadi
dua, layar seketika kuncup, keruan perahunya oleng dan berputar2
terem-bus angin terhan-yut pusaran air.
Lekas Hong-lay-mo-li gunakan Jian-kin-tui untuk
mengendalikan keseimbangan perahu, dua pisau yang berada
ditangannya segera dia timpukan, Tenaganya besar, baru saja
Han-sam-niocu mendengar samberan angin, tahu2 pisau
terbangnya sendiri sudah melesat kemukanya tahu dirinya tak
kuat melawan, "Byuur!" dalam kesibukannya dia terjunkan diri
kedalam sungai, namun demikian, tak urung rambut
kepalanya terpapas rontok terhanyut oleh air sungai.
Sebatang lagi meluncur kearah dalam perahu, keruan Jilian
Ceng-pok gugup ketakutan, dia tidak bisa berenang, terpaksa
dia cabut pedang menangkis. "Tang" ujung pedangnya
terpapas kutung, kekuatan pisau terbang masih berkelebihan,
menusuk amblas kedalam badan Jilian Ceng-poh, beberapa
dim hampir mengenai jantungnya, Untung dia menangkis
dengan pedang, kalau tidak jiwanya tentu sudah melayang.
Walau jiwa tidak melayang, namun luka2nya cukup berat
Dari bawah air Han-sam-niocu dorong perahunya puluhan
tombak kemudian baru dia lompat naik, Dilihatnya Jilian Cengpoh
rebah didalam genangan darah, suara rintihannya lerputus2.
Lekas Han-sam-niocu berusaha menolong dan
membubuhkan obat pada luka2 Jilian Ceng-poh, pikirnya
tukang perahu Hong-lay-moH sudah mampus, orang takkan
selamat juga sampai disebrang, setelah selesai mengobati dia
bertolak pinggang berdri df ujung perahu, makinya kearah
Hong-lay-mo-li: "Nona besarmu tidak sempat temani kau, Liu
Jing-yau, jangan kau takabur, cepat atau lambat kau akan jadi
santapan ikan dalam sungai." lalu dia kayuh perahunya berlalu
dengan cepat. Baru sekarang Hong-lay-mo-li sempat periksa keadaan
tukang perahu, sayang sudah terlambat napasnya sudah
melayang, Hatinya seperti segumpal bara yang hampir
meledak, namun apapun tak kuasa dia lakukan, akhirnya dia
gunakan kain layar menutupi jenazah tukang perahu. Kepada
sungai dia bersabda dengan sumpahnya: "Paman tukang
perahu, aku tahu matipun kau tidak meram, tapi kematianmu
tidak akan sia2, akan datang suatu ketika, aku akan tumpas
kedua perempuan bangsat itu untuk menuntut balas
kematianmu"
Perahu Han-sam-niocu sudah jauh, tinggal setitik hitam
dipermukaan sungai yang tebar, Kinl Hong-lay-mo-li harus
pikirkan cara untuk menolong diri sendiri, dia harus sampai
disebrang dengan selamat.
Sejak perang berakhir, walau hubungan lalulintas sungai
utara dan selatan sudah pulih, tapi kaum pedagang masih
tidak selancar semula, kadang kala dua tiga hari baru ada
perahu kecil yang menyebrang.
Hari ini keadaan agaknya sepi, selayang pandang air
melulu, hanya perahu Hong-lay-mo-li saja yang masih meronta2
ditengah sungai terbawa hanyut dipermainkan
gelombang ombak.
Dalam keadaan serba kritis, Hong-lay-mo-li terpaksa harus
mengandal kekuatan sendiri untuk kendalikan perahunya
sampai kesebrang, Sejak mengalami peristiwa yang merugikan
tempo hari, Hong-lay-mo-li sudah mempelajari sedikit
kepandaian untuk memegang perahu dan sedikit berenang.
Dengan penggayuh yang berlepotan darah, dia praktekkan
kepandaian yang pernah dia pelajari.
Mengandal kekuatan dan ketabahannya, sabar dan penuh
tekad berjuang melawan gelombang sungai, walau dia harus
habiskan tiga kali lipat tenaganya dari tukang perahu
umumnya, akhirnya perahunya mendarat juga. sayang
perahunya terhanyut jauh sampai mendarat ditempat belukar
dan jauh dari keramaian kota.
Tatkala itu hari sudah petang, rembulan sudah bercokol
dicakrawala, setelah kehabisan tenaga dia harus menahan
lapar lagi, keruan hembusan angin di-permulaan musim dingin
ini terasa dingin. Maka dia pikir hendak mencari pondok dulu
untuk istirahat.
Sayang sekali tempat itu jauh dari keramaian, jauh desa,
terpaksa dia harus melangkahkan kakinya berjalan tanpa
tujuan. Disaat Hong-lay-mo-li gelisah, tiba2 dilihatnya dari arah
depan mendatangi seseorang yang merendahkan topi
rumputnya yang besar, sinar bulan remang2, jarak masih jauh
lagi, dalam waktu dekat sukar mengenali raut muka orang.
Keruan girang hati Hong-lay-mo-li, segera dia memapak
maju dengan langkah lebar, namun setelah dekat, lapat2
seperti amat dikenalnya perawakan orang ini.
Bercekat hati Hong-lay-mo-li, lekas dia hentikan langkah.
Namun orang itu sudah angkat topinya menunjukan muka
aslinya, katanya dengan gelak terta-wa: "Sumoay, kau baik2
saja! Dua bulan berpisah, setiap waktu aku merindukan
dikau!" sungguh celaka, orang didepannya ini ternyata adalah
Kongsun Ki, suhengnya yang murtad.
Kalau bertemu dalam keadaan normal tidak jadi soal, kini
Hong-lay-mo-li sudah kehabisan tenaga, perut kelaparan lagi,
betapapun besar nyali dan ketabahan Hong-lay-mo-li tak
urung dia menjerit kaget.
Kongsun Ki juga bersuara kaget, katanya: "Sumoay,
rupamu kurus dan pucat, apa kau sakit kena air sungai ?"
Hong lay-mo-li tenangkan pikiran, "Sret" dia cabut
pedangnya bentaknya: "Kongsun Ki, kau menghalangi jalanku,
apa maksudmu?"
Kongsun Ki malah melangkah setindak, katanya tertawa:
"O, ya. Hari ini kau terlalu letih berjuang ditengah sungai,
Sumoay, kau hendak cari pondok bukan" Kebetulan aku punya
pondok tak jauh dari sini, tak usah sungkan, marilah ikut aku
istirahat disana "
"Jangan pura2 lagi, minggir!" sentak Hong-lay-mo-li.
"Minggir?" Kongsun Ki gelak2, "Begitu gampang kau
mengoceh?"
"Baiklah," Hong-lay-mo-li nekad. "maritah kita adu jiwa!,"
"Kenapa harus adu jiwa" Cuma kuharap kau berterus
terang saja, Meski banyak pertikaian diantara kita, betapapun
sebagai saudara seperguruan, masakah aku harus adu jiwa
dengan saudara seperguruan sendiri" Aku kuatir kau
menghadapi bahaya, maka dengan maksud baik aku
mencarima, kini beruntung dapat kutemukan mana bisa
kubiarkan kau pergi" Aku tidak ingin jiwamu, aku hanya ingin
dikau." "Mata anjingmu sudah picak. lihat pedang!" damprat HongIay-mo-li. Kongsun Ki berkelip katanya dengan tertawa lantang:
"Sumoay, sia2 kau sebagai Bu-lim-bengcu. memangnya kau
tidak tahu aturan kalangan hitam?"
"Apa, terhadap mu perlu apa aku bicara soal peraturan
segala?" "Bunuh orang hutang jiwa, hutang uang harus membayar,
Aku tidak menagih jiwa, aku hanya ingin kau menggantikan
dia." "Apa2an maksudmu ini?"
"AIah, masih pura2 tidak tahu" Apa yang kau lakukan tadi,
kau membunuh Suso, aku kehilangan istri, apa tidak pantas
kau menggantikan dia?"
Hampir meledak dada Hong-lay-mo-li, makioya: "Mulut
anjing tidak tumbuh gading, Bukan kau biar aku yang mampus
hari ini." segera dia merangsak dengan tusukan pedang.
Kongsun Ki kebaskan lengan bajunya, pedang Hong-laymoli kena disampuk dan tertuntun kesamping, katanya
dingin: "Kau tidak pandang aku sebagai Suheng, biar kau tahu
kelihayanku. Hm, coba lihat kau mampu melarikan diri dari
tanganku" Biar ku tawan dan kupermainkan kau dulu." tempo
hari dia terjebak dan ditawan oleh Sumoaynya, kejadian itu
dianggapnya noda yang memalukan, maka sekarang dia
mencari kesempatan menuntut balas.
Hong-lay-mo-li memang sudah nekad dan pertaruhkan
jiwa, maka permainannya menjadi tenang dan mantap,
dengan sejurus Jun-Iiun-ka-can, dia bebaskan diri dari daya
sedot tuntunan Kongsun Ki, sementara pedangnya bergerak
membundar, berbareng kebutnya terayun pula. dalam sekejap
mata, puluhan gebrak sudah terjadi.
Dengan sepasang tangan kosong Kong-sun Ki melawan
dengan gigih, namun dalam waktu dekat dia tak kuasa
mendekat Sumoaynya, jangan kata hendak menawann.ya.
Se-konyong2 Kongsun Ki tepukan telapak tangan-nya.
angin pukulannya membawa samberan bau amis, katanya
dingin: "Liu Jing-yau, jangan kau keras kepala, menyerah dan
turuti kemauan Suhengmu. Dua ilmu berbisa dari keluarga
Siang sudah kau ketahui kelihayannya, jangan kau nanti
tersiksa oleh jahatnya pukulanku"
"Kongsun Ki, kau memangnya manusia binatang!" damrat
Hong-lay-mo-li, dengan gaya dan gerakan menyedot dada
jumpalitan ditengah mega Hong-lay-mo-li melompat mundur
setombak lebin, beruntung dia hindarkan diri dari serangan
pukulan beracun.. Namun langkahnya sempoyongan hampir
saja jatuh terjerembab.
Kongsun Ki gelak2, sebat sekali dia menubruk maju hendak
menutuk Hiat-tonya. Tiba2 Hong-lay-mo-li balikkan badan,
bentaknya: "Majulah!" pedangnya memetakan tiga kuntum
sinar pedang, sejurus mengincar tiga Hiat-to, Hian-ki, Giokhing
dan Thian-cu. Sebagai seorang ahli ilmu pedang, Kongsun Ki tahu akan
kelihaiyan tusukan ilmu pedang peranti menusuk Hiat-to ini,
apalagi jurus seperti ini sebelumnya belum pernah dilihat dan
dipelajari dari ayah Kongsun Ki, tahu akan kelihayan tapi tidak
tahu cara memunahkannya.
Kiranya jurus ini berkat ajaran ayah Hong-lay-mo-li sendiri,
maka Kongsun Ki tidak paham. Kepandaian menusuk Hiat-to
tingkat tinggi walau harus dilandasi Lwekang, namun tidak
perlu sekuat tutukan jari untung permainan pukulan Kongsun
Ki sudah mencapai taraf tertinggi begitu hati mencelos, serta
merta dia kendalikan diri dan menyurut mundur, katanya
gelak2: "Kau umpama ikan dalam jarmg, biarlah kau meronta2 dulu
biar sekajrat!"
Gebrak selanjutnya Kongsun Ki tidak berani terlalu
mendesak pukulan berbisanyapun tidak kuasa mengenai
badan Hong-lay-mo-li. Tapi dia ganti menggunakan Bik-khongciang,
dalam jarak puluhan langkah dia pukulkan kepalannya,
angin amis dan hawa beracun tetap merangsang hidung.
Bagian 36 Karena kehabisan tenaga Hong-lay-mo-li tidak leluasa
kembangkan Gin-kang untuk berkelit puluhan jurus kemudian,
kepalanya sudah terasa pening.
Disaat dia menghadapi saat kritis itulah, tiba2 Kongsun Ki
Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
membentak: "Siapa itu!" belum lenyap suaranya, tampak
sesosok bayangan bagai anak panah melesat tiba, belum tiba
orangnya, ditengah udara sudah memukul, namun kekuatan
pukulannya sebaliknya menerpa kearah Hong-lay-moli.
Hong-lay-mo-li sudah sesak napas tertekan oleh pukulan
Bik-khong-ciang Kongsun Ki, tiba2 terasa segulung angin
pukulan menerpa lagi, keruan bukan kepalang kagetnya. Tapi
aneh sekali, walau tenaga pukulan ini amat kuat, namun
terasa amat lunak sekali seketika Hong-lay-mo-li merasa
badannya enteng, tanpa kuasa badannya terdorong mundur
beberapa langkah, namun napasnya seketika enteng dan
segar. Sekilas tertegun, cepat sekali Hong-lay-mo-li paham
duduknya perkara, kiranya orang itu menggunakan tenaga
pukulan Lwekeh yang hebat, sejurus dua manfaat, disamping
memutus kekuatan pukulan Bik-khong-ciang Kongsun Ki,
sekaligus mendorongnya mundur beberapa langkan, sehingga
dirinya bebas dari belenggu pukulan berbisa Kongsun Ki.
Sudah tentu Hong-lay-mo-li keheranan semula dia sangka
Bu-lim-thian-kiau atau Siau-go-kan-kun yang menolongnya
setelah dia melihat tegas, orang kiranya laki2 kekar berusia
tiga puluhan, hawa sedingin ini, dia hanya memakai baju tipis,
pakaiannya banyak tambalannya mirip benar dengan
pengemis gelandangan.
Setelah melihat tegas muka orang, seketika heran hatinya,
Serasa dimana dia pernah melihat orang ini, namun kapan dia
pernah melihatnya sudah tak ingat lagi"
Terdengar laki2 itu berkata berbisik: "Kau tanya siapa aku"
Aku laki2 tak bernama yang tidak suka melihat tingkah
lakumu, kau menganiaya seorang perempuan, aku tidak bisa
berpeluk tangan!"
"Baik, kau suka turut campnr, marilah kau ukur
kepandaianku." jengek Kongsun Ki, sebat sekali dia mendesak
maju terus melayangkan telapak tangannya menampar
kepala. "Jangan adu pukulan!" teriak Hong-lay-mo-li
memperingatkan, tapi sudah terlambat, "Blang" kedua pihak
sudah beradu pukulan, Orang itu hanya tergeliat sedikit,
Kongsun Ki sebaliknya tersurut mundur tiga langkah.
Keruan kaget dan girang hati Hong-lay-mo-li, maklumlah
pukulan beracun Kongsun Ki amat lihay, menurut apa yang dia
ketahui, dalam kolong langit ini, kecuali ayahnya dan gurunya
takkan ada tokoh yang berani beradu pukulan, namun laki2 ini
berani melawan pukulan Kongsun Ki, sedikitpun tidak
kelihatan terluka atau keracunan.
Namun hati Hong-lay-mo-li masih kebat kebit, kuatir orang
tidak kuat bertahan lama, lekas Hong-lay-mo-li tenangkan diri
menghimpun semangat kerahkan tenaga mengusir hawa
beracun yang merembes ke badannya, supaya nanti dia siap
membantu orang itu bila perlu.
Untung Hong-lay-mo-li membawa Pi-sia-tan buatan
ayahnya, paling Hong-lay-mo-li hanya mengendus sedikit
hawa beracun saja. cepat sekali rasa mual dadanya sudah
hilang, semangatnya sudah pulih bergairah.
Sementara itu Kongsun Ki berdiri berhadapan dengan laki2
itu, jarak kedua pihak ada tiga tombak. Kongsun Ki lintangkan
tangan, telapak tangannya tegak lurus seperti golok, matanya
lekat2 mengawasi musuh, sementara laki2 itupun pasang
kuda2, sebelah tangan terkepal, tangan yang lain melintang
didada, keduanya beradu pandang seperti ayam jago yang
saling incar mencari posisi kelemahan musuh.
Hong-Iay-mo-li tahu Kongsun Ki sudah kerahkan Hoa-hiatto
dan Hu-kut-ciang, sementara laki2 itu menggunakan "Kimkongciang melindungi badan. Keduanya siaga menunggu
serangan lawan, menunggu kesempatan untuk menyerang
titik kelemahan lawan.
Se-konyong2 Kongsun Ki menghardik bagai guntur
menggelegar secepat kilat dia menubruk maju, tampak sinar
hijau berkelebat amat diluar dugaan Hong-lay-mo-li, Kongsun
Ki tidak gunakan kedua ilmu berbisa, tapi mengandalkan
pedang lemasnya, sekaligus dia kembangkan Yo-hun-kiamhoat
ajaran keluarganya.
Ternyata setelah beradu pukulan barusan Kongsun Ki
dapatkan kekuatan tenaga dalam lawan teramat tangguh,
pukulan Hoa hiat-to dan Hu-kut-ciang yang dia lancarkan kena
ditolak balik, untung dia sudah berhasil meyakinkan Lwekang
rahasia keluarga Siang, cepat melindungi jantung, kalau tidak
bukan lawan yang terluka malah diri sendiri yang terserang
racunnya sendiri.
Setelah mengalami pukulan berat, semula dia masih
hendak menggunakan kedua ilmu berbisa ini untuk
membunuh lawan, Tapi melihat gaya dan kuda2 lawan
sekokoh gunung dan setenang lautan samudra.
Sedikitpun tidak menandakan keracunan, hatinya menjadi
was2 dan ragu2.
Untunglah karena keraguan ini, Kongsun Ki tidak berani
gunakan ilmu beracun lagi, sebetulnya Lwe-kang laki2 itu
hanya sedikit unggul, betapapun akhirnya pasti keracunan
juga, kalau dinilai, Kongsun Ki akhirnya tetap lebih untung.
Kini Kongsun Ki tidak gunakan pukulan berbisa malah
menggunakan pedang, justru kebetulan malah bagi laki2 itu,
Kongsun Ki menubruk cepat, diapun menangkis dengan cepat,
terdengar suara "tang" dibarengi kembang api berpijar,
didalam waktu sesingkat itu tahu2 laki2 itu sudah cabut golok
dengan jurus Liong-ih-hong-bu, pedang mestika Kongsun Ki
kena ditangkisnya pergi jengeknya dingin: "Bagus, mari
kutandingi kepandaian bermain senjata."
"Golok pusaka yang bagus!" tak urung Kongsun Ki berseru
memuji. Maklumlah pedang lemas Kongsun Ki sendiri adalah
senjata mestika yang dibikin dari baja murni yang lemas,
biasanya dia buat sabuk, sembarang waktu bisa dia lolos
untuk senjata, pedang mestikanya tak mampu memapas
kutung golok lawan, setelah saling bentrok, kedua pihak tidak
cidra sedikit-pun, maka dapatlah disimpulkan bahwa golok
lawanpun senjata mestika, jelasnya kwalitet, dari bikinan golok
mestika lawan tidak lebih rendah dari pedangnya.
Yang menimbulkan seruan Kongsun Ki bukan melulu golok
lawan yang bagus, namun ada maksud yang lain, yaitu pada
gagang golok orang ternyata disoroti sebutir jamrut mata
kucing yang berkilauan sebesar kelengkeng.
Hanya jamrut mata kucing, ini saja nilainya cukup untuk
membeli sebuah kota besar, demikian sarung goloknya
disepuh emas murni, laki2 ini berdandan sebagai pengemis,
namun golok mestika bernilai begitu tinggi, mau tidak mau
Kongsun Ki serba ragu dan curiga"
semula Hong-lay-mo-li sendiri tidak perhatikan, setelah
mendengar pujian Kongsun Ki baru dia melihat jelas, Tapi
kecuali memperhatikan goloknya Itu, diapun perhatikan
bentuknya, Golok yang dipakai ini adalah golok melengkung
seperti bulan sabit yang biasa dibuat gaman oleh setiap kaum
bangsawan negeri Kim.
Mau tidak mau timbul rasa curiganya: "Mungkinkah Iaki2ini orang Kim" seorang gagah- yang punya pambek besar
seperti Bu-lim-thian-kiau?"
Apa yang menjadi perhatian Hong-lay-mo-li akhirnya
menjadi perhatian Kongsun Ki pula, sedikit merandek segera
dia tekan pedang seraya membentak: "Siapa kau?"
"Peduli siapa aku" Kau tidak kenal aku, sebaliknya aku
kenal kau! Kau sampah persilatan yang durhaka dan
pengkhianat bangsa, berani se-wenang2 disini, jiwamu takkan
kuampuni lagi" Lihat golok!"
Sinar kilat berkelebat saling gubat dan serang menyerang
laksana dua naga yang berkelahi ditengah udara, kedua pihak
kali ini kerahkan seluruh kepandaian dan ilmu masing2 untuk
menggempur lawan, pertempuran semakin sengit Kongsun Ki
dilandasi dua aliran ilmu dari lurus dan sesat, yang ia mainkan
sekarang adalah Yo-hun-kiam-hoat ajaran keluarganya maka
permainannya amat lancar dan lincah sekali, sesuai dengan
namanya Yo-hun-kiam-hoat mengutamakan kelunakan
menundukan kekerasan.
Sekaligus Kongsun Ki kerahkan Tay-yan-pat-seh ajaran
lwekang dari keluarga Siang pada permainan ilmu pedangnya,
maka perbawanya berlipat ganda, jurus serangannyapun
menjadi lebih ganas.
Walau Lwekang nya masih lebih rendah dari lawan, tapi
didalam pertempuran seru ini permainan jurus2nya jauh lebih
menguntungkan, lambat laun dia berhasil merangsak lawan,
sehingga laki2 itu hanya mampu membela diri belaka.
Dengan seksama Hong-lay-mo-li perhatikan pertempuran
ini, tiba2 dia berteriak: "Masuk Kun-kong putar ke Sian-wi,
tusuk Giok-gan-hiat!" laki2 itu tengah diserang pedang
Kongsun Ki yang aneh dan lihay, disaat dia keripuhan dan
tidak tahu cara bagaimana harus mengatasinya.
Tiba2 mendapat petunjuk Hong-lay-mo-li, serta merta dia
bergerak menurut apa yang di-serukan, betul juga
keadaannya terdesak berbalik bisa balas menyerang.
Sejak kecil Hong-lay-mo-li dididik oleh ayah Kongsun Ki,
ilmu pedang keluarganya sudah dia pelajari seluruhnya
dengan matang, maka kemurnian dari Yo-hun-kiam-hoat ini
dia lebih matang dan apal dari Kongsun Ki, dengan
memberikan petunjuk tanpa dia menggerakan kaki tangan,
berarti dia sudah bergabung mengeroyok Kongsun Ki.
Keruan Kongsun Ki amat gusar, bentaknya: "Kurangajar!
Liu Jing-yau, kau malah membela musuh.luar!"
"Musuh luar apa?" jengek Hong-lay-mo-li, "Hm barusan kau
sudah begitu besar nafsumu untuk membelah kepalaku!"
"Lekas masuk Le-kong, putar ke Sian-wi, pedang menusuk
Thian-cu. telapak tangan gempur Hiat-hay!" kata2nya terakhir
dia tujukan kepada laki2. Sudah tentu malu menyesal dan
marah pula Kongsun Ki dibuatnya, mulutnya kelakep, setelah
beruntun dapat punahkan beberapa jurus serangan bahaya
Kongsun Ki, kini laki2 itu sudah merubah situasi berbalik dia
yang lebih unggul di atas angin.
Ditengah pertempuran seru itu, tiba2 laki2 itu menghardik:
"Diberi tidak membalas kurang hormat! lihat golok!" seketika
sinar goloknya berkembang seperti jala, diiringi benturan yang
berdering nyaring.
Kedua pihak begitu saling beradu lantas merubah gerak
tipu masing2, cepatnya melebihi suara, sampaipun Hong-laymoli yang punya dasar kepandaian tinggi, sudah mengawasi
dengan seksama lagi, Tiba2 dilihat hanya cahaya golok dan
pedang, tidak bisa membedakan bayangan kedua orang lagi.
Dengan golok cepatnya laki2 itu berhasil menekan dan
mengurung lawannya, maka tidak perlu mendapat petunjuk
Hong-lay-mo-li lagi. Mau tidak mau Hong-lay-mo-li memuji
dan kagum dalam hati.
Baru sekarang Kongsun Ki insaf bahwa didalam meyakinkan
ilmu goloknya lawanpun mempunyai keistimewaannya sendiri,
sebetulnya sama2 tinggi dan sejajar tingkatannya dengan Yohunkiam-hoat keluarganya.
Umpama tadi orang tidak mendapat petunjuk Hong-lay-moli,
bila orang menggunakan ilmu goloknya ini untuk
menandingipun takkan terkalahkan.
Bagi dua jago silat yang setaraf kepandaiannya, didalam
pertempuran mengutamakan kesempatan terlebih dahulu
untuk menyerang dan mencecar. Dengan mendapat petunjuk
Hong-Iay-mo-li, laki2 ini berhasil menempatkan posisi yang
lebih unggul, dari pihak diserang kini berbalik menyerang,
sudah tentu ganti Kongsun Ki yang dirangsaknya mencak2.
Dalam sepeminman teh, laki2 itu sudah membacok delapan
puluh satu jurus. Di waktu membacokkan golok pada jurus ke
delapan puluh satu, Kongsun Ki sudah tak mampu berkelit
lagi, tak mampu menyentuh lantas merubah jurus permainan
pula, terpaksa dia harus menyambut secara kekerasan "Tang"
kuping terasa pekak, ujung pedang Kongsun Ki terpapas
sedikit oleh tabasan goloknya.
Gaman kedua pihak sama2 senjata mestika, kwalitet
logamnya sama, Kini ujung pedang Kongsun Ki terpapas putus
sedikit, ini menandakan Lwekang si Iaki2 lebih unggul sedikit,
dan lagi permainan ilmu golok orang sedemikian hebat
ditambah ketajaman goloknya lagi, maka perbawanya lebih
unggul dari Yo-hun-kiam-hoat yang dimainkan Kongsun Ki.
Setelah masukkan golok ke sarungnya, laki2 itu bersenjata
terpapas putus, dalam keadaan serba kalah sudah tentu dia
tidak berani melanjutkan pertempuran, Segera diangkat
langkah seribu, tapi tak lupa dia mengolok2 untuk menutupi
rasa malunya. "Hari ini kau dibantu Sumoayku, biarlah lain
kesempatan kuperhitungkan kepadamu."
"Bagus, sembarang waktu aku menunggu tuntutanmu, Kau
tidak cari aku, akulah yang akan mencarimu." ejek laki2 itu,
kuatir Hong-lay-mo-li terluka, maka dia tidak hiraukan
Kongsun Ki lagi.
Setelah masukan golok kesarungnya, laki2 itu berpaling
serta memberi hormat kepada Hong-lay-mo-li, katanya: "Liu
Lihiap, kau baik2 saja."
"Terima kasih akan bantuan Hohan, aku tidak apa2, sayang
bangsat itu lari. Harap tanya siapakah nama besar Hohan."
Semakin pandang Hong-lay-mo-li seperti pernah
mengenalnya, demikian pula golok itu seperti pernah
dilihatnya entah dimana" Demikian dalam hati dia ber-tanya2.
Laki2 itu lantas perkenalkan diri, katanya: "Aku she Bu
bernama Su-tun. Liu lihiap tak usah sungkan, untung kau
memberi petunjuk, kalau, tidak siapa menang siapa kalah
susah diramalkan."
"Bu Su-tun" nama ini teramat asing bagi Hong-lay-mo-li,
keruan dia keheranan. Agaknya laki2 itu tahu keraguan
hatinya, katanya dengan tertawa "Liu lihiap tidak ingat lagi"
Bukankah dulu kita pernah bertemu sekali!"
Hong-Iay-moli tertawa rikuh, katanya: "Maaf ingatanku
kurang sehat, sungguh tak ingat lagi Entah dimana aku
pernah bertemu dengan Bu Tayhiap?"
"Dipuncak gunung itulah." sahut Bu Su-tun, "Kejadian baru
dua bulan yang lalu." puncak yang dia tudfng adalah bukit
dimana Wanyan Liang bercokol dengan pasukan besarnya
sebelum pertempuran Jay-ciok-ki terjadi pertempuran Jayciokki memang sudah berselang dua bulan.
Baru sekarang Hong-lay-mo-li sadar dan mengerti serunya:
"O, kiranya kau adalah Hohan yang memenggal batok kepala
Wanyan Liang itu." sejak pertempuran itu Hong lay-mo-li
sudah berusaha mencari tahu siapakah opsir yang memenggal
Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
batok kepala Wanyan Liang. baru sekarang tanda tanya besar
itu terjawab. Kiranya Bu Su-tun ini, Sedang golok yang dia gunakan
inipun sebelumnya gaman mestika milik Wanyan Liang, waktu
itu sekaligus Bu Su-tun membawanya sekalian.
Bu Su-tun berkata: "Panggilan Hohan aku tidak berani
terima, Hari itu Wanyan Liang terpanah jatuh dari punggung
kuda oleh kalian, aku hanya menambahkan sekali tabasan
saja, jasa utama tetap berada ditangan kalian."
"Kalau tidak kau jelaskan, sungguh aku tak teringat lagi. Bu
Tayhiap, dandanmu kenapa berbeda jauh sekali," waktu dia
memenggal kepala Wanyan Liang, orang mengenakan
seragam militer dari opsir tinggi negeri Kim, dandanan Bu SuTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com
tun sekarang adalah pengemis rudin. Cuma walau pakaiannya
penuh tambalan, namun bajunya ini kelihatan masih baru dan
bersih. "Apa ya?" Bu Su-tun tertawa. "Aku hanya kembali kerupa
asliku saja."
"Harap tanya apakah Bu Tayhiap anggota Kaypang, pernah
apa dengan Siang pangcu?"
Sebagai Lok lim-beng-cu, sekali lihat dandanan orang
Hong-lay-mo-li tahu orang tentu tokoh penting didalam
Kaypang. "Siang-pangcu adalah guruku berbudi, tapi sayang sekali
bulan yang lalu beliau sudah mangkat."
Perlu diketahui Pangcu dari Kaypang Siang Gun-yang
adalah Bu-lim-cianpwe, selama hidupnya menjunjung jiwa
kependekaran, dimana saja dia mendapat junjungan dan
sanjung puji sesama golongan, Aturan Kaypang yang ketat
hanya mengijinkan anggotanya meminta, dilarang merebut,
apa lagi mencuri.
Maka anggota Kaypang umumnya jarang bergaul dengan
orang2 LokIim. Umpama ada hubungan pribadi sebagai
sahabat karib, namun mereka bekerja menurut pambek dan
angan2nya sendiri. Namun demikian, karena sesama patriot
bangsa melawan penjajah Kim, sedikit banyak Hong-lay-mo-li
pernah mengadakan kontak langsung dengan Siang Gun-yang,
kini mendengar kabar kematiannya, mau tidak mau dia
menghela napas dan nyatakan duka citanya.
Tapi lapat2 Hong-lay-mo-li merasakan adanya sesuatu yang
ganjil dan mengherankan, cuma baru kenal maka tidak enak
dia mengajukan pertanyaan kepada Bu Su-tun. Dan persoalan
yang paling ingin dia ketahui adalah, kenapa sebagai anak
murid Kaypang, Bu Su-tun koh menyelundup dan menjadi
opsir tinggi didalam Gi-lim-kun kerajaan Kim, membunuh
Wanyan Liang lagi, Maka Hong-lay-mo-li lantas mohon
penjelasan. "Mari kita ngobrol sambil berjalan." kata Bu Su-tun, "Liu
lihiap belum makan malam bukan?"
"Hari ini sehari penuh aku berjuang ditengah sungai, boleh
dikata sebutir nasipun belum sempat masuk perut, memang
aku sedang cari makahan. Tahu-kah kau dimana aku bisa
menginap disekitar sini?"
"Tak jauh didepan sana aku punya pondok, kalau kau tidak
merasa lelah dan tidak anggap kotor tempatku boleh silakan
mampir, Nah, paha kambing bakar ini silakan kau makan
dulu." dari dalam kantongan yang dibawanya dia
mengeluarkan sebuah paha kambing bakar yang sudah
matang. "Bagus sekali. Aku bukan putri bangsawan, masakah harus
pakai pantangan segala." tanpa sungkan dia terima paha
kambing itu terus digeragoti dengan lahapnya.
Bu Su-tun melanjutkan penjelasannya: "Asalnya aku
kelahiran Lam-yang, ayahku jadi guru sekolah di-kampung,
Waktu pasukan Kim menduduki Lamyang, aku baru berusia
lima tahun. Ayah tidak sudi jadi rakyat jajahan, maka beliau
bawa tujuh orang keluarganya mengungsi hendak
menyebrang ke selatan.
Tak nyana ditengah jalan kesamplok pasukan musuh,
seluruh keluargaku terbunuh, tinggal aku seorang, akupun
tertusuk golok, untung jiwaku belum melayang, Mungkin
karena aku anak kecil, musuh tidak perhatikan maka
selamatlah jiwaku."
"Akhirnya aku ditolong seorang pengemis yang kebetulan
lewat, setelah aku diobati, dia suruh aku ikut meminta2
sedekah, pengemis ini adalah murid Kaypang, pada suatu
pertemuan diantara sesama anggota Kaypang dia
membawaku hadir dan menghadap kepada Pangcu, minta
pangcu sudi menerima aku jadi murid Kaypang.
Tahun itu aku berusia delapan, didalam Kaypang
merupakan murid terkecil. Dua tahun kemudian, Pangcu
bilang aku punya bakat menyakinkan ilmu silat, maka beliau
menerimaku sebagai muridnya.
"Suhu tahu aku punya dendam keluarga sedalam lautan,
beliau berkeputusan hendak menyempurnakan cita2ku untuk
menuntut balas. Maka aku disuruh mempelajari kehidupan
orang2 Kim, bahasa dan tulisannya. waktu aku berusia
delapan belas, aku disuruh menyaru jadi orang Kim, disaat
Wanyan Liang memilih orang mendirikan Gi-lim-kun, aku
mendaftarkan diri dan ikut ujian, sengaja aku sembunyikan
beberapa kepandaian, supaya tidak menarik perhatian orang.
Akhirnya aku berhasil menduduki nomor lima, sebetulnya
setiap anggota Gi-lim-kun diharuskan punya tanda pengenal
dan keterangan riwayat hidup, untung guruku luas pergaulan,
diantara patriot2 bangsa Kim juga ada kenalan baiknya.
setelah segalanya diatur oleh Suhu, kesulitan ini dengan
gampang kita atasi, Sejak itu aku menjadi bintara didalam Gilimkun. "Seorang bintara belum punya kesempatan untuk
mendekati Wanyan Liang, tanpa terasa sepuluh tahun telah
berlalu, pangkatku terus menanjak, dan kesempatan baik
kuperoleh dipertempuran di Jay-ciok-ki, aku berhasil
memenggal kepala Wanyan Liang dengan tanganku sendiri,
dendam keluargaku terhitung dapat kubalas."
"Berkat usaha berat Unsu dan bimbingannya maka aku
berhasil menuntut balas, sayang disaat aku membawa batok
kepala musuh kehadapan Unsu, aku hanya bisa melihat
wajahnya yang terakhir kali. Waktu itu beliau sudah sakit
berat, melihat batok kepala Wanyan Liang, saking kegirangan,
beliau gelak2, ditengah gelak tawanya mendadak napasnya
putus dan mangkatlah jiwanya."
Hong-lay-mo-li segera menghibur: "Aku ingat tiga tahun
yang lalu adalah hari ulang tahun gurumu yang ke tujuh
puluh, usianya sudah lanjut, melihat murid kesayangannya
berhasil menuntut dendam negara dan keluarga, kematiannya
terang tidak perlu disesalkan, beliau pasti akan tersenyum
dialam baka, Tapi entah siapa pengganti Pangcu yang baru?"
Berkerut alis Bu Su-tun, se-olah2 tidak ingin
memperbincangkan persoalan ini, sahutnya: "Seorang
suhengku yang mewarisi jabatannya, Toa-suhengku ini rada
salah paham terhadapku, mungkin kelak aku harus mohon
bantuan Liu Lihiap."
"Bila tenagaku mampu, aku pasti tidak akan menolak,
silahkan Bu Tayhiap jelaskan."
"Panjang kalau diceritakan persoalan ini. Pon-dokku sudah
sampai, Silakan Liu Llhiap mampir dan nanti kulanjutkan
penjelasanku."
Waktu Hong-lay-mo-li angkat kepala, tampak sebuah
rumah batu diatas gunung, dalam rumah ada sinar lampu
yang menyorot keluar, pandangan Hong-lay-mo li amat tajam,
dari kejauhan dia sudah melihat bayangan seseorang yang
mirip perempuan berada didalam rumah batu itu.
Hakikatnya tidak pernah terbayang oleh Hong-lay-mo-li
bahwa Bu Su-tun bakal menyembunyikan seorang perempuan
dipondoknya, maka sekilas dia melengak. Maklumlah, meski
anggota Kaypang tidak dilarang untuk kawin, namun keadaan
Bu Su-tun berlainan sejak berumur delapan belas dia masuk
kemiliteran, sepuluh tahun jadi anggota Gi-lim-kun kerajaan
Kim, belum pernah kawin, begitu kembali ke Kaypang
kebetulan kebentur kematian gurunya lagi, didalam waktu
sesingkat ini tak mungkin menikah.
Kebiasaan Kaypang tidak pernah menerima murid
perempuan, tapi perempuan ini menetap bersama dengan Bu
Su-tun, tengah malam masih menyalakan lampu menunggu
dia pulang, jelas hubungan mereka tentu bukan sembarangan,
mau tidak mau dia mengerut kening, batinnya:
"Apakah Bu Su-tun seorang yang bersepak terjangnya tidak
genah?" Tengah dia me-reka2 dalam hati, Bu Su-tun sudah tertawa,
katanya: "Liu Lihiap, malam ini sungguh amat kebetulan, kau
punya seorang teman kebetulan berada ditempatku, kau tidak
mengiranya bukan?"
Kini Hong-lay-mo-li sudah melihat jelas bayangan gadis
dalam rumah memang seperti pernah dikenalnya, hanya
dalam waktu dekat belum tersimpul dalam ingatannya, baru
saja dia mau bertanya Bu Su-tun sudah berseru lantang: "Jiyan.
coba kau lihat siapa yang datang bersamaku?"
Gadis dalam rumah segera berlari keluar, begitu beradu
pandang dengan Hong-lay-mo-li, keduanya sama kaget dan
kegirangan tidak sempat saling tanya keduanya sudah saling
berpelukan. Setelah gejolak emosi mereka mereda, baru gadis itu
bertanya: "Liu-cici, empat tahun tak bertemu bikin aku kangen
sekali," "Hun-cici, kaupun demikian, empat tahun ini kemana kau
menyembunyikan diri, kenapa tidak kau tilik aku?"
Ternyata gadis ini adalah seorang sahabat kental Hong-laymoli sejak empat tahun yang lalu, yaitu putri "Hun Ting-giok
guru silat kenamaan dari Lamyang yang bernama Hun Ji-yan.
Empat tahun yang lalu, disaat Hong-lay-mo-li mulai
menjabat Lok-Iim Bengcu dilima propinsi daerah utara,
ketenarannya mulai kumandang di Kangouw, teman baiknya
Hun Ji-yan justru ketimpa suatu kemalangan, ada seorang
janat mencari gara2 kepadanya.Orang jahat ini kebetulan
bukan lain adalah suheng Hong-lay-mo-li, yaitu Kongsun Ki.
Kongsun Ki hendak paksa Hun Ji-yan menjadi gundiknya
tapi dia tidak gunakan cara paksa dan rebut, tapi secara terus
terang mengajukan lamaran ke-rumah keluarga Hun, dia
minta Hun Tiong-giok serahkan putrinya dan mengadakan
upacara perkawinan
Diapun menyatakan bila pinangannya ditolak, dia akan
selalu membuat onar dan menganggu sehingga keluarga Hun
tak kuasa bercokol di Kangouw. Sudah tentu tantangan ini
merupakan suatu penghinaan besar bagi Hun Tiong-giok
sebagai guru silat kenamaan
Akhirnya Hun Tiong-giok dan putrinya kena dikalahkan
Kongsun Ki. Kongsun Ki memberi ultimatum dalam sepuluh
hari Hun Tiong-giok secara suka rela harus menyerahkan dan
mengantar putrinya, Hun Tiong-giok sudah mengundang
beberapa temannya untuk membantu, namun semua dapat
dikalahkan dengan runyam.
Waktu itu Hun Ji-yan belum tahu bahwa Kongsun Ki adalah
Suheng Hong-lay-mo-li, maka dia suruh seorang Sumoaynya
minta pertolongan kepada Hong-lay-mo-li. Namun kedatangan
Hong-lay-mo-li sudah terlambat satu hari, waktu sepuluh hari
yang dibatasi Kongsun Ki sudah lewat.
Sudah tentu Hong-lay-mo-li gelisah, dia kira Hun Ji-yan
sudah digondol pergi Suhengnya, umpama be-lum, paling
tidak tentu sudah dipermainkan. Tak nyana waktu dia tiba
ditujuan, keluarga Hun malah keluar menyambut dengan
wajah berseri, setelah berterima kasih, lalu berkata:
"Syukurlah bangsat jahat itu sudah digebah lari.
selanjutnya takkan mengganggu kita lagi, Tapi bantuanmu
yang berharga, kita tetap mengukirnya didalam hati."
Sudah tentu Hong-lay-mo-li keheranan, dia minta
penjelasan kepada Hun Ji-yan. Kiranya pada saat genting itu,
entah darimana datangnya seorang Suseng muda yang
bersenjata kipas berhasil menghajar Kongsun Ki dan
menyuruhnya sumpah berat, selanjutnya tidak akan
mengganggu keluarga Hun lagi, baru Su-seng muda itu
melepasnya pergi, setelah mengalahkan Kongsun Ki.
Suseng yang tak diundang inipun tertawa gelak2 sambil
melangkah pergi, Hun Tiong-giok belum sempat bertanya
nama besarnya, belakangan baru tahu bahwa Suseng muda
itu adalah Siau-go-kan-kun Hoa Kok-ham.
Dari mulut dan cerita Hun Ji-yan pula untuk pertama kali
Hong-lay-mo-li mendengar tentang nama Siau-go-kan-kun
Hoa Kok-ham. Empat tahun kemudian hari ini mereka bertemu pula,
keruan senangnya bukan main, tanya Hong-lay-mo-Ii: "Kalian
kemari, apakah mengejar jejak Kongsun Ki?"
"Benar, murid Kaypang mendapatkan jejak Kongsun Ki.
maka aku minta Bu-toako menuntutkan balas sakit hatiku, Liucici,
tak nyana bangsat itu adalah Suhengmu."
"Bangsat ini sudah tidak kuanggap sebagai Suheng lagi.
Tujuanku pulang adalah untuk memberi laporan kepada guru
supaya beliau menumpas anaknya yang durhaka, Tapi
Kongsun Ki sudah berhasil meyakinkan dua ilmu berbisa dari
keluarga Siang, kepandaiannya jauh berlipat ganda."
Maka Bu Su-tun lalu menceritakan kejadian tadi Tahu
Kongsun Ki berhasil melarikan diri, Hun Ji-yan menghela napas
dengan gegetun.
"Keadaanku sudah kalian ketahui, sekarang giliranku tanya
keadaan kalian! Hun-cici, kau pandai pura2 dan mengelabui
aku, kenapa Bu-toakomu tidak pernah kau perkenalkan
kepadaku" Sejak kapan hubungan kalian sudah terikat?"
Merah muka Hun Ji-yan, katanya: "Cici menggoda saja. kita
sendiri punya kesulitan, marilah kujelaskan didalam rumah"
Ternyata mereka sama2 orang berasal Tong-pa, keluarga
mereka kebetulan tetangga, Kalau ayah Hun Ji-yan guru silat
kenamaan, sebaliknya ayah Bu Su-tun adalah guru sekolah
dikampung, namun hubungan kedua keluarga amat akrab dan
cocok. Usia Bu Su-tun tiga tahun lebih tua. Waktu keluarga Bu
Su-tun hancur, usianya baru lima tahun, jadi Hun Ji-yan baru
dua tahun. Hun Tiong-giok termasuk keluarga persialatan,
tingkatannya sama dengan Siang Gun-yang, Pangcu dari
Kaypang, hubungan merekapun amat baik. Suatu ketika Siang
Gun-yang pernah menyatakan bahwa muridnya penutup
Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
adalah orang berasal dari Lamyang, waktu ditanyakan baru
Hun Tiong-giok tahu, kiranya adalah putra tangganya, yaitu
Bu Su-tun. Melihat putra temannya sudah tumbuh dewasa, Hun Tionggiok
ikut girang, mengingat hubungan kedua keluarga masa
lalu, serta kasihan bahwa orang sekarang hanya sebatang
kara, maka timbul keinginan Hun Tiong-giok hendak
menjodohkan putrinya dengan Bu Su-tun.
Maka sejak itu, setiap ada kesempatan Hun Tiong-giok ajak
putrinya datang menyambangi Bu Su-tun, lama kelamaan
hubungan kedua muda mudi ini tumbuh dan intim serta
mesra. Waktu itu Hun Ji-yan berusia lima belas, gadis yang mulai
mekar dan mendambakan asmara, hatinya amat kagum dan
memuji kepada Bu-toako yang berkepandaian tinggi ini,
selama bergaul hatinya teramat senang dan riang. Namun dia
belum tahu apa artinya cinta, namun dalam pandangan orang
lain, mereka sudah merupakan pasangan setimpal.
Pernah beberapa kali Hun Tiong-giok menyinggung
perjodohan kedua muda mudi ini kepada Siang Gun-yang.
Tapi Siang Gun-yang selalu mencari alasan dan mengulur
waktu. Suatu hari mungkin karena terlalu banyak minum arak,
Hun Tiong-giok naik pitam dan tanya kepada Siang Gun-yang
apakah putrinya tidak setimpal jadi istri muridnya"
Waktu itu tiada orang lain, terpaksa Siang Gun-yang
memberitahu sebab musababnya, seperti diketahui Bu Su-tun
waktu itu memikul tugas berat, menyaru jadi orang Kim
menjadi anggota Gi-lim-kun berusaha membunuh Wan-yan
Liang. hal ini teramat rahasia, entah kapan dia bisa atau tidak
kembali dengan selamat" Demi masa depan Hun ji-yan maka
Siang Gun-yang berusaha mengulur waktu dan kalau bisa
menolak perjodohan mereka.
Sudah tentu Hun Tiong-giok amat haru, namun tekadnya
semakin besar, Demikian pula Hun Ji-yan yang masih hijau ini,
dihadapan kedua orang tua dan pujaan hatinya dia bersumpah
setia untuk menunggu Bu Su-tun kembali, bila Bu Su-tun
gugur dan takkan kembali diapun takkan menikah seumur
hidup. Karena haru dan merasa hutang budi akan kebaikan
Hun Ji-yan dan ayahnya, maka perjodohan inipun akhirnya
diresmikan. Betapa penting dan terahasia tugas yang dipikul Bu Su-tun
ini, didalam Kaypang kecuali Siang Gun-yang dan seorang
Tianglo, hanya Hun Tiong-giok ayah beranak saja yang tahu.
Sudah tentu keluarga Hun amat merahasiakan hal ini dan
tutup mulut serapat botol, sampaipun terhadap Hong lay-moli,
Hun Ji-yanpun tidak berani menceritakan.
Sejak Bu Su-tun menjalankan tugasnya, mereka tidak
pernah bertemu. Enam tahun kemudian terjadilah peristiwa
pemaksaan Kongsun Ki, sejak peristiwa itu, Hun Tiong-giok
amat penasaran dan jatuh sakit, tahun kedua akhirnya dia
meninggal lantaran sakitnya.
Kuatir Kongsun Ki datang mencari gara2 lagi, Hun Ji-yan
tinggalkan kampung halamannya, menuju "Go-bi-san
memperdalam kepandaian silatnya diba-wah asuhan gurunya
Bu-siang Sinni, Disana dia belajar lagi tiga tahun baru kembali.
Tak lama setelah dia berada dirumah, Bu Su-tunpun sukses
akan tugas-nya, setelah membunuh Wanyan Liang pulang
berkumpul dengannya, sepuluh tahun mereka berpisah baru
kumpul kembali.
Hong-laymo-li tertawa katanya: "SepuIuh tahun sudah
kalian nantikan, kini pahit berlalu manisnya mulai datang, Aku
perlu menunggu arak kegirangan kalian."
Merah malu Hun Ji-yan dibuatnya, katanya tertawa getir:
"Masa begitu gampang membicarakan hal ini" Ai, Liu cici, kau
tidak tahu Bu-toako justru kebentur kesulitan."
"Bu Tayhiap." ujar Hong-lay-mo-li, "menurut aturan
Kaypang kalian, kau harus berkabung setahun dulu bukan"
sepuluh tahun sudah kalian nantikan, apa halangannya
menunggu setahun lagi?"
"Liu cici, aku bicara tentang persoalan sesungguhnya, kau
malah menggoda saja, Soal ini sepuluh lipat lebih penting dari
pernikahan kami."
"Ada persoalan apa sih, kelihatannya Bu Tay-hiap teramat
tegang?" "Liu Lihiap, menyinggung guruku, sulit aku menjelaskan
aku, aku sekarang bukan murid Kaypang lagi."
Hong-lay-mo-li melengak, tanyanya: "Kau meninggalkan
Kaypang?" "Bukan aku meninggalkan, sejak kecil aku mendapat budi
besar dari guru, mana boleh meninggalkan Kaypang" Aku
sekarang adalah murid buangan."
Hong-lay-mo-li amat terperanjat: "Lho, Kenapa bisa
terjadi?" "Waktu aku kembali membawa batok kepala Wan-yan Liang
memberi laporan kepada Su-hu, tak lama kemudian Suhu
mangkat belum lagi Toa-suheng menerima jabatan pangcu
secara resmi, dihadapan layon guruku, dia mengumumkan
mengusirku dari Kaypang"
Hong-lay-mo-li tidak habis mengerti, tanyanya: "Aturan apa
ini" Menurut aturan, kau membunuh ra-ja negeri Kim,
merupakan suatu pahala besar yang tak ternilai, Kaypang
harus menjunjung kau sebagai pengganti Pangcu, kenapa
malah mengusir kau keluar Kaypang?"
"Persoalannya justru terletak pada batok kepala Wanyan
Liang." "Aku semakin bingung, apa salahnya batok kepala Wanyan
Liang?" "Batok kepala Wanyan Liang tidak salah, soalnya seluruh
anggota Kaypang tiada satupun yang kenal atau pernah
melihat Wanyan Liang, tiada orang yang dapat membedakan
tulen atau palsu, Toasuheng menuduh aku, entah dari mana
aku sembarang membawa batok kepala orang, memalsunya
untuk mengejar pahala serta mengelabui Kaypang lagi,
sekaligus untuk menutupi dosa2 sendiri"
"Masih ada dosa apa lagi?"
"SepuIuh tahun aku jadi anggota Gi-lim-kun dinegeri Kim,
semua itu guruku sendiri yang merencanakannya. Tiada orang
lain yang tahu bahwa aku memikul tugas berat ini, mereka
hanya tahu bahwa aku menjadi pejabat tinggi negeri Kim,
Maka Toa-suheng nenambahkan tuduhannya, dikatakan aku
kemaruk harta dan pangkat mengkhianati Kaypang, Setelah
melihat negeri Kim kalah perang, Wanyan Liang mati, tahu
situasi tidak menguntungkan, baru aku mengejar pahala
dengan batok kepala Wanyan Liang yang palsu untuk hendak
menipu mereka"
"Waktu kau kembali, bukankah kau sudah menghadap
gurumu" Adakah orang lain itu waktu?"
"Waktu itu Toa-suhengpun hadir, Tapi setelah melihat
kepala Wanyan Liang Suhu lantas mangkat, tentang tugas
rahasia diriku untuk membunuh Wanyan Liang tetap menjadi
rahasia terbawa keliang kubur."
"Tapi sikap gurumu waktu itu sudah membuktikan bahwa
kau bukan murid pengkhianat. Kalau tidak tentu dia sudah
perintahkan orang meringkusmu, masakah begitu senang
malah?" "Aku pernah menangkis semua tuduhan itu. Tapi Suhu
sedang sakit," kata Toasuheng "dalam sakitnya guru kurang
sadar pikirannya, maka beliau percaya akan obrolanku, baru
beliau merasa girang, jelasnya karena Suhu tidak membeber
tugasku atas perintahnya, aku sendiripun tak bisa memberikan
bukti, maka semua orang percaya akan tuduhan Toa-suheng,
bahwa aku hanya diusir dari Kaypang, katanya sudah
merupakan pengampunan besar bagi diriku,"
"Bukankah masih ada seorang Tianglo yang mengetahui
rahasia ini?" tanya Hong-lay-mo-li.
"Tianglo ini memang masih hidup, namun usianya terlalu
tua dan sering sakit2an, malah pikirannya sudah tidak genah
lagi, Waktu Toa-suheng pergi tanya kepada dia, setengah
harian mereka bicara tanpa hasil, hal itu tetap tak bisa
dibuktikan."
Timbul curiga Hong-lay-mo-li, dia menduga persoalan ini
pasti ada latar belakangnya yang amat rumit dan penting.
Berkata Bu Su-tun lebih ianjut: "Kecuali, masih ada empat
orang yang tahu akan rahasia ini. pangcu dan ayah Ji-yan
sudah meninggal, Tianglo tidak mau memberi kesaksian,
tinggal Ji-yan seorang, banyak orang tahu dia adalah calon
istriku, sudah tentu dia tidak boleh jadi saksi"
"Toa-suhengmu adalah Hong Hwe-liong bukan?" tanya
Hong-lay-mo-li, "Dulu aku pernah melihatnya sekali, cuma
bagaimana martabatnya aku tidak tahu, bagaimana
karakternya selama ini?"
"To-asuheng seorang jujur dan adil dalam tindak tanduk,
banyak anggota mengaguminya."
"Liu-cici," ujar Hun Ji-yau, melihat Hong-lay-mo-li tertunduk
seperti berpikir, dia bertanya "Apa kau punya urusan penting?"
"Hun-cici," ujar Hong-lay-mo-H, "kuharap kau tidak salah
paham bahwa aku sengaja mencari alasan belaka, Bahwa Bu
Tayhiap sendiri yang memenggal kepala Wanyan Liang
kusaksikan sendiri, jangan kata dia bakal menjadi Cihuku,
umpama seorang yang tidak pernah kukenal umpamanya,
setelah tahu akan peristiwa yang tiada juntrungannya ini aku
tetap akan tampil membantu jadi saksi, Kuatirnya hanya aku
seorang saja berhadapan dengan suhengmu juga belum tentu
berhasil."
"Liu-cici," ujar Hun Ji yan- "Kau adalah Loklim Bengcu dari
lima propensi diutara, kata2mu pasti dapat dipercaya, Hong
Hwe-liong boleh tidak percaya kepada orang lain, masakah dia
tidak percaya kepadamu juga?"
"Didalam persoalan ini jelas punya latar belakang yang
masih gelap, biasanya Kaypang tidak pernah kerja sama
dengan-kaum Loklim, justru karena aku adalah Loklim Bengcu,
jikalau aku yang tampil menjadi saksi, mungkin malah
menimbulkan kecurigaan."
Agaknya Hun Ji-yan belum mengerti, tanyanya:
"Kecurigaan apa?"
"Ada sebuah hal entah patut tidak kukemukakan ?" ujar
Hong-lay-mo-li.
Bersinar mata Bu Su-tun. katanya: "Apakah Liu Lihiap
mencurigai suhengku..."
"Benar, Menurut pendapatku, bukan mustahil Hong Hvveliong
sengaja mengatur muslihat hendak menjebak kau, maka
begitu besar tekadnya mengusir kau dari Kaypang, Soalnya
kau berhasil membunuh Wanyan Liang, betapa besar jasa dan
pahala ini, jikalau dia dengan kukuh mengatakan batok kepala
itu palsu, ditambah tuduhan sebagai pengkhianat dan
mengejar pangkat dan kemaruk harta, murid2 Kay-pang
takkan berani mencalonkan dirimu sebagai pengganti Pangcu
baru." Memangnya Bu Su-tun adalah pemuda yang cerdik,
cekatan dan serba bisa, kalau tidak masakah selama sepuluh
tahun dia bisa menyelundup ke jantung musuh serta tak
terbongkar kedoknya" Sudah tentu apa yang dicurigai Honglaymo-li juga pernah dia pikirkan cuma dia tidak tega
mengemukakannya.
Kecuali ambisi suhengnya ini teramat besar ingin
menduduki jabatan tinggi, biasanya Hong Hwe-liong tiada
punya ciri2 yang harus dicela. Demi situasi dan kepentingan
besar pihak Kaypang, supaya tidak timbul perpecahan dalam
tubuh Kayuang maka dia mandah terima segala tuduhan atas
dirinya. Berkata Hong-lay-mo-li lebih lanjut: "Oleh karena itu bila
aku yang tampil sebagai saksi Hong Hwe-liong akan semakin
curiga, dikatakan bahwa Bu Tayhiap sengaja mohon bantuan
kaum Lo-lim sebagai tulang punggungnya hendak merebut
kekuasaan."
Bu Su-tun menghela napas, katanya: "Sebetulnya tiada
niatku untuk menjabat Pangcu, aku hanya ingin mencuci
bersih penasaranku ini, dan kembali keharibaan Kaypang,
untuk membalas budi besar Kaypang terhadapku."
Untuk mencuci penasaran ini, urusan harus dibeber
dihadapan umum." ujar Hong-lay-mo-li "Aku akan berusaha
mengundang para Bulim cianpwe dan orang gagah di
Kangouw yang secara langsung menyaksikan kejadian itu dari
dekat. Entah kapan pertemuan besar pihak Kaypang kalian
akan diadakan?"
"Menurut kebiasaan Kaypang, pejabat Pangcu yang baru
harus mengadakan rapat besar sekali, didalam rapat besar
inilah Tianglo akan mengumumkan secara terbuka dan setelah
upacara pelantikan diresmikan, baru Pangcu baru ini boleh
diakui secara resmi. Tugas2 baru secara langsung sudah harus
ditangani oleh Pangcu baru ini, maka Hong-lay-mo-li ajukan
pertanyaan ini.
"Aku sudah diusir, segala persoalan Kaypang tidak boleh
turut campur. Tapi secara kebetuIan, beberapa hari yang lalu
aku bertemu dengan seorang murid Kaypang yang kukenal
baik datang dari tempat jauh, dia belum tahu bahwa aku
sudah terusir dari Kaypang, dia memberi kabar kepadaku, tapi
aku hanya tahu tempatnya tidak tahu kapan rapat besar itu
akan diadakan."
"Dimana tempatnya?" tanya Hong-lay-mo-li.
"Diatas Siu-yang-san."
Seketika Hotig-Iay-mo-li unjuk rasa keheranan, serunya:
"Apa, Siu-yang-san yang terletak dalam wilayah Liangciu
maksudmu?"
"Benar, Katanya semua murid2 kantong kelima keatas dari
seluruh Kaypang harus berkumpul di Siu-yang-san, Temanku
itu murid kantong ketujuh, menjabat Thocu disebuah kota
perbatasan, sepuluh tahun yang lalu dari pusat dia
dimutasikan kesana.
Dikira-nya aku sudah murid kantong kelima menurut
dugaannya, maka dia bertanya kenapa aku tidak berada di
Siu-yang-san" Aku tidak suka bohong, maka kujelaskan apa
sebenarnya tentang diriku kepadanya.
Dia sih percaya kepadaku, dan merasa penasaran juga
akan nasibku, Tapi mengingat aturan2 Kaypang yang keras,
maka tanggal dan waktunya rapat dimulai tidak dia
beritahukan kepadaku.
"Aneh," ujar Hong-Iay-mo-li, "Kenapa ditentukan di Siuyangsan" Tahukah kau seluk beluknya?"
Siu-yang-san merupakan gunung yang belum terbuka, lalu
Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lintas didaerah gunung ini belum seramai tempat lain,
pantasnya rapat besar Kaypang diadakan di Tionggoan yang
dekat dan gampang dicapai.
Kini Pangcu baru Kaypang justru kumpulkan murid2
Kaypang dipuncak Siu-yang-san yang masih belukar, sudah
tentu berlawanan dengan kebiasaan, Kebetulan dibawah
gunung Siu-yang-san terdapat sebuah desa bernama Jay-hwiceng,
didesa inilah guru Hong-lay-mo-li yaitu Kongsun In
tetirah. "Aku sendiri sudah pesimis dan segan campur urusan
Kaypang, maka bagaimana seluk beluknya akupun tidak tahu,
Aku sendiri sedang keheranan, apakah tempat itu dipilih untuk
mengelabui pihak penjajah Kim yang berkuasa disini?"
Seperti diketahui Hong-lay-mo-li memang hendak pulang
menemui gurunya, jadi kebetulan malah dia sekaligus bisa
mengurus peiistiwa ini, apalagi ditempat kediaman gurunya
dia bakal bertemu dengan ayahnya pula.
Dua tiga puluh tahun yang lalu, nama mereka sudah
menggetarkan Bulim, tentu para Tianglo Kaypang masih kenal
baik akan kebesaran nama mereka. Dan lagi ayahnyapun
menyaksikan juga Bu Su-tun memenggal kepala Wanyan
Liang, maka kedua orang tua ini boleh diminta bantuannya
untuk menjadi saksi didalam rapat besar ini untuk mencuci
bersih penasaran Bu Su-tun.
Maka Hong-lay-mo-li lantas menjelaskan rencananya,
katanya: "Sekarang juga aku menuju ke Siu-yang-san,
sepanjang jalan aku akan menyebar Lok-lim-cian, akan
kuundang beberapa pemimpin pasukan gerilya, dan para
Enghiong kenamaan di Kang-ouw untuk menjadi saksi. Yakin
usahaku akan bisa mencuci bersih nama baikmu yang
tercemar."
Ter-sipu2 Bu Su-tun menjura, katanya: "Liu Li-hiap, banyak
terima kasih akan bantuanmu yang berharga, sekarang aku
tidak perlu banyak omong, pendek kata budimu akan selalu
terukir didalam sanubariku."
Lekas Hong-lay-mo-li balas menjura, katanya: "Malam ini,
tiada bantuanmu, aku pasti sudah celaka oleh kekejian
Kongsun Ki"
"Liu Lihiap, dijalan banyak persoalan yang perlu kau
selesaikan, sebagai murid buangan, tak enak aku ikut hadir
dalam rapat besar itu, disamping itu dengan Ji-yan, aku
memang punya urusan pribadi yang harus lekas diselesaikan,
kira2 dua hari lagi baru aku berangkat."
"Baik, setiba kalian di Siu-yang-san, boleh kalian pergi dulu
ke Jay-hwi-ceng mencariku, Diujung desa ada sebuah rumah,
didepan pintu ada sebuah pohon besar, nah. disitulah tempat
tetirah guruku."
"O, jadi gurumu tinggal dibawah gunung Siu-yang-san, baik
sekali kalau begitu." kata Hun Ji-yan.
Berkata Bu Su-tun dengan tertawa: "Kalian sudah lama
tidak ketemu, tentu banyak bahan percakapan, Biar aku pergi
mencari makan untuk persiapan Liu Lihiap besok pagi."
Setelah Bu Su-tun pergi, Hong-lay-mo-li tertawa, katanya:
"Bu-toakomu begitu sayang dan besar perhatiannya
terhadapmu."
"Memangnya, tiba saatnya kita bicara dari hati kehati, Liucici.
kau sudah punya pujaan hati belum?"
"Belum." sahut Hong-lay-mo-li dengan muka merah.
"Jangan kau kelabui aku, semuanya aku sudah tahu,
Beberapa hari yang lalu kami sudah bertemu dengan Siau-gokankun Hoa-kok-ham."
"Apa benar?" tak terasa Hong-lay-mo-li bertanya, "Apa saja
yang dia katakan?"
"Ternyata Hoa Tayhiap adalah teman baik dengan Butoako,
Hari itu kami bertemu ditengah jalan, begitu adu muka
keduanya sama ter-bahak2. mendadak terus berhantam."
Hong-lay-mo-li keheranan, tanyanya: "Lho, teman baik kok
berkelahi?"
"Waktu itu akupun keheranan, aku tidak tahu bila mereka
teman baik, maka aku tampil kedepan bujuk mereka
menghentikan berkelahi Hoa Tayhiap gelak2, serunya: "Siaubu,
kepandaianmu betul2 maju pesat."
Bu-toako juga gelak2, ujarnya: "Sama2, tak usah sungkan,
Kita berpisah sepuluhan tahun, berkelahi tetap sama kuat."
"Dari percakapan mereka baru aku tahu, semasa hidup
ayah Hoa Tayhiap dulu adalah kawan baik Siang Pangcu,
dimasa kecil dulu kedua orang ini sering bertemu, sering pula
ribut berkelahi saling mengukur kepandaian. Sayang aku tidak
tahu akan hubungan mereka, Hoa Tayhiap pun tidak tahu aku
adalah calon istri Bu-toako. setelah menolong kami ayah
beranak, aku belum sempat menyatakan terima kasih
kepadanya."
"Pernah Bu-toako membicarakan soal Kaypang dengan
dia?" "Hoa Tayhiap sudah tahu akan wafatnya Siang-pangcu,
Waktu Bu-toako menjelaskan bahwa sekarang dia bukan
anggota Kaypang lagi, Hoa Tayhiap malah gelak2, katanya
tawar: "Tidak jadi murid Kaypang memangnya apa ruginya"
Bukankah sama saja kau tetap bisa menjadi pendekar"
Kenapa harus dirisaukan persoalan yang menyebalkan tak
usah disinggung lagilah." Bukan saja dia tidak menanyakan
sebab musabab kenapa Bu-toako diusir dari Kaypang, malah
dia alihkan pokok pembicaraan. Sudah tentu Bu-toako tidak
enak menyinggung kesukarannya. selanjutnya dia malah tanya
tentang dirimu."
Melonjak jantung Hong-lay-mo-li, tanyanya: "Tanya tentang
diriku?" "Dia sudah tahu akan hubunganku dengan kau, dia tanya
akan kabarmu, Kulihat begitu besar perhatiannya terhadapmu
sudah kuduga hubungan kalian tentu tidak sembarangan
sayang aku tak bisa memberi tahu apa2, dengan kecewa hari
itu juga dia lantas pamitan."
"Adakah dia mengatakan tujuannya?"
"Katanya dia hendak pergi ke Kong-bing-si di Yang-kok-san,
Dia malah memberitahu, katanya dalam jangka sepuluh hari
ini kau pasti akan pulang ke-utara, minta bantuan kami untuk
memperhatikan, jikalau bertemu atau tahu jejakku, dia minta
kita memberi kabar kepadamu, supaya kau tahu tujuannya."
Mendengar kabar ini, Hong-lay-mo-li merasa diluar dugaan,
seperti diketahui menurut kabar yang diberikan oleh Tanghayliong, bahwa Hoa Kok-ham hendak menemui gurunya,
kenapa sekarang merubah tujuan pula"
Hongtiang Kong-bing-si Eing-bing Taysu adalah kawan
lama ayah Hong-lay-mo-li, waktu berpisah ayahnya ada pesan,
katanya hendak pergi ke Kong-bing-si lebih dulu, baru akan
menyusut ke Jay-hwi-ceng, dalam perjalanan pulang keutara
Hong-lay-mo-li ada dianjurkan untuk mampir ke Kong-bing-si
lebih dulu untuk tanya tentang dirinya, sekaligus
menyambangi padri angkatan tua yang sakti itu.
Yang-kok-san terletak di Siamsay, sedang Siu-yang-gan
berada di Kamsiok, kedua gunung berjarak ribuan li, tapi
sejajar dalam perjalanan, kalau jalan lewat pegunungan paling
hanya memerlukan ratusan li saja, jaraknyapun lebih dekat.
Disamping merasa diluar dugaan, hati Hong-lay-mo-li pun
merasa senang, dinilai dari persoalan ini menandakan bahwa
Hoa Kok-ham masih ada perhatian terhadap dirinya, agaknya
malah sudah memahami dirinya, Kalau tidak dengan wataknya
yang angkuh dan tinggi hati, pasti takkan melimpahkan
maksud keinginannya ingin bertemu dengan dirinya.
Agaknya Hun Ji-yan seperti meraba isi hatinya, godanya
dengan tertawa: "Kulihat Hoa Tayhiap ada maksud
terhadapmu, bagaimana kau" Kalian memang pasangan yang
setimpal, jangan kau sia2kan jodoh yang baik ini."
Merah muka Hong-ay-mo-li, sahutnya lirih: "Masih jauh
sekali, masakah cepat sekali lantas membicarakan soal jodoh
segala?" Hari kedua pagi2 benar, Bu Su-tun pulang dari berburu,
bertiga mereka makan bersama sekenyang-nya, tak lupa Bu
Su-tun memberikan rangsum kering untuk bekal diperjalanan
Hong-lay-mo-li, setelah menjanjikan untuk bertemu pula di
Jay-hwi-ceng, Hong-lay-mo-li lalu minta diri.
Demi menolong kesukaran sahabat, tak sempat Hong-laymoli kembali kepangkalannya lebih dulu, dia tahu Song Kimkong
tinggal di karesidenan Liok-hap, sebagai tokoh Bulim
yang kenamaan, pernah memimpin pasukan gerilya lagi,
letaknya paling dekat pula, maka langsung dia menuju ke
Liok-hap. Perjalanan seratusan li ditempuh Hong-lay-mo-li dalam
waktu singkat, sebelum hari gelap dia sudah tiba ditempat
tujuan, Melihat kedatangannya yang mendadak ini, sudah
tentu Song Kim-kong kejut2 girang.
Sapanya: "Liu Lihiap, angin apa yang meniupmu kemari"
Kita memang sedang mengharap2 kedatangan-mu, kuharap
kali ini kau sudi menetap lima hari di-tempatku, orang2 kita
bisa kuundang dalam waktu sesingkat itu untuk menemuimu."
"Maaf, segera aku harus berangkat pula, Beberapa kawan
memang aku perlu bantuannya kedatanganku memang mohon
bantuanmu untuk mengumpulkan mereka"
"Boleh saja, Silakan minum teh duIu, Hayolah bicara
didalam." sebagai kawakan Kangouw, melihat Hong-lay-mo-li
tergesa2 dia tahu orang pasti sedang menunaikan tugas
penting, maka secara langsung dia tanya bantuan apa yang
dia perlukan. Kata Hong-lay-mo-li setelah duduk: "Kuharap bantuanmu
mengundang teman2 untuk berkumpul ke Siu-yang-san.
Diantara mereka harus ada dari golongan Loklim, orang2
gagah dan Enghiong- Bila perlu boleh kau menyebar kartu
undangan, untuk kaum Loklim aku akan mengundang mereka
dengan Lok-lim-cian. Untuk persoalan apa setelah berkumpul
di Siu-yang-san baru sempat kujelaskan, Tentunya kau
percaya kepadaku."
________________________________________
Ada latar belakang apa dibalik pengusiran Bu Su-tun dari
Kaypang" Kenapa Hoa Kok-ham menuju ke Kong-bing-si dan minta
Hong-Iay-mo-Ii menyusul ke-sana"
Tokoh macam apa pula si Bungkuk yang sekongkoI dengan
Kongsun Ki" persoalan apa yang melibatkan permusuhan
mendalam dengan Bing-bing Taysu"
(Bersambung ke bagian 37)
Bagian 37 SEBAGAI kepala perkampungan besar, Song Kim-kong
punya ratusan Cengting, puluhan kuda2 jempolan soal
undangan merupakan urusan sepele bagi dia, Demi menjaga
segala kemungkinan maka sementara waktu Hong-lay-mo-li
tetap menyimpan rahasia supaya tidak menimbulkan
kecurigaan orang.
"Bengcu terlalu berat kata." ujar Song Kim-kong gelak2.
"Pesanmu pasti kulaksanakan secepatnya."
Song Kim-kong bukan kaum Loklim, tapi dia tahu banyak
pantangan didalam Kangouw, maka diapun tidak banyak tanya
lagi, segera dia keluarkan alat tulis, satu persatu dia catat
nama2 yang disebut Hong-lay-mo-li.
Kata Hong-lay-mo-li setelah mengkoreksi daftar nama2 itu:
"Dibawah Siu-yang-san ada sebuah desa bernama Jay-hwiceng,
diujung desa ada sebuah rumah, didepan pintunya
tumbuh sepucuk pohon besar, disa-nalah tempat tetirah
guruku Kongsun In, beritahukan kepada mereka supaya
berkumpul dulu disana."
Song Kim-kong kegicangan, katanya: "O, jadi gurumu
Kongsun In cianpwe tinggal disana, Dua puluh tahun yang lalu
pernah aku mendapat pertolongannya. Kebetulan aku
mendapat kesempatan untuk menyambangi beliau. Liu lihiap
masih ada pesan apa?"
"Banyak urusan yang perlu dibicarakan namun biar hal itu
dirundingkan setelah kita berkumpuI, adakah berita lainnya?"
"Berita besar sih tiada, cuma dua hari yang lalu kulihat
orang yang tak pernah terduga lewat disini."
"Siapakah dia?" tanya Hong-lay-mo-li.
"Liu Lihiap, tentunya kau masih ingat pengeran negeri Kim
yang bantu kita melawan Wanyan Liang bukan" Kiranya dia
adalah Bu-lim-thian-kiau yang kenamaan seorang pahlawan
bangsa yang dipuja2 oleh rakyat negeri Kim, setelah perang
berakhir baru aku mendapat tahu tentang dirinya itu."
Sekilas melengak Hong-lay-mo-H menjadi girang. tanyanya:
"Orang yang tidak kau duga apakah Bu-lim-thian-kiau ini?"
"Benar, Hari itu aku sedang mengajar Ginkang beberapa
murid2ku dibelakang gunung, tiba2 kulihat seorang
menunggang kuda lewat dibawah gunung. Yang per-tama2
kuperhatikan adalah kuda tunggangannya, sungguh kuda
jempol yang jarang ditemukan pertama kulihat jaraknya masih
tujuh li dari puncak hanya setitik bayangannya, dalam sekejap
tahu2 sudah tiba dibawah gunung dan lewat dengan cepat.
Walau dia bangsa Kim, namun dia melawan rajanya yang
lalim, maka kuanggap dia sebagai kawan sendiri, waktu itu
ingin aku memanggilnya untuk berkenalan Tapi aku merasa
kurang sopan, disaat aku ragu2, kuda itu sudah lari jauh."
"Kearah mana tujuannya."
"Menyusuri sungai, Dua hari ini kusuruh anak muridmu
perhatikan namun masih belum menemukan jejaknya, entah
dia sudah pulang belum?"
"Kalau belum ketemu ya sudah. Kelak masih ada
kesempatan untuk berkenalan"
"Benar, Memang soal ini tidak begitu penting, Tapi karena
bicara soal ini malah mengingatkan aku akan sebuah hal lain"
"Hal apa lagi?"
"Liu Lihiap kau tidak punya kuda, biarlah kuberikan seekor
kepadamu supaya bebas diperjalanan, meski tidak sebanding
kuda Bu-lim-thian-kiau. tapi kudaku ini boleh dianggap
pilihan." Hong-lay-mo-li tidak sungkan2 lagi, katanya: "Siang hari
bolong tak enak mengembangkan Gin-kang menempuh
perjalanan, aku memang ingin mencari kuda, Kau suka
berikan kepadaku, kebetulan malah, banyak terima kasih akan
bantuanmu."
Setelah berpisah Hong-lay-mo-li seorang diri melanjutkan
perjalanan menunggang kuda pemberian Song Kim-kong,
kuda ini memang benar2 pilihan, dalam sehari itu dia sudah
menempuh tiga ratusan li jauhnya.
Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Semakin dekat tujuan memang dia melihat banyak kaum
jembel namun tingkat mereka yang paling tinggi cuma
kantong enam, karena jarang hubungan dengan Kaypang,
yang dikenalnya cuma beberapa tokoh tingkat tinggi saja,
maka tiada jembel2 ini yang kenal bahwa dirinya adalah
Loklim Bengcu, meski pedang tersoreng dipinggang dan kebut
terselip dipunggung, mereka heran seorang gadis belia
menempuh perjalanan seorang diri, tapi murid2 Kaypang
tersebar diseluruh pelosok dunia, maka mereka tidak menjadi
heran dan memperhatikan dirinya.
Kedua pihak menempuh perjalanannya sendiri2. Hong-laymoli perlu mengejar waktu, maka diapun tidak pedulikan
mereka. Beberapa hari lagi, dengan kecepatan lari kuda Hong-laymoli, ribuan li sudah ditempuhnya, pengemis yang dijumpai
dijalanpun semakin jarang, Hari itu dia tengah congklangkan
kudanya ditengah padang rumput yang tak berujung pangkal,
tiba2 didengarnya disebelah depan ada suara pertempuran
setelah dekat tampak tiga Busu negeri Kim sedang bertempur
sengit melawan dua orang pengemis tua, ditanah sudah rebah
lima mayat, tiga orang Kaypang, dua orang Busu negeri Kim,
sementara kedua pengemis tua yang masih bertempur
mati2an badannya sudah luka2, sekujur badan berlepotan
darah, jelas sebentar lagi mereka takkan kuat bertahan lagi.
Seketika timbul amarah Hong-lay-mo-li. bentaknya bengis:
"Antek2 Kim jangan mengganas disini" lekas kuda dia keprak
maju. Satu diantara ketiga Busu yang gundul tiba2 berpaling
kepadanya dengan menyeringai "Bagus, kiranya kau
perempuan iblis mencampuri urusan orang lain, aku memang
ingin cari perhitungan dengan kau-Mari, mari, kita ulangi
bertanding sampai kalah dan menang."
Busu gundul ini bukan lain adalah Kim Cau-gak yang
menjadi Koksu negeri Kim diwaktu Wanyan Liang masih hidup.
Seperti diketahui Kim Cau-gak pernah dua kali bentrok
dengan Hong-lay-mo-li, pertama kali Hong-lay-mo-li mendapat
bantuan Bu-lim-thian-kiau berhasil mengalahkan dia. Kedua
tiga bulan yang lalu di Hwi-liong-to, mereka baru bergebrak
puluhan jurus, ayahnya Liu Goan-cong lantas menghajarnya
sampai Kim Cau-gak luka parah, Waktu perang Jay-ciok-ki
berlangsung Kim Cau-gak masih merawat luka2nya, maka dia
tidak ikut maju kemedan laga, dan karena itu maka jiwanya
selamat sampai sekarang.
Setelah tiga bulan merawat luka2nya Kim Cau-gak sudah
pulih seperti sedia kala. Dendamnya terhadap Hong-lay-mo-li
sedalam lautan, kini berhadapan dengan Hong-lay-mo-li
seorang diri, keruan besar nyalinya, dia bertekad untuk
menuntut balas sakit hati, segera dia menyongsong
kedatangan Hong-lay-mo-li.
Tapi Kim Cau-gak tidak lepaskan kedua pengemis tua itu,
sebelum dia memapak maju, tangannya memukul balik
dengan landasan sembilan bagian Lwekang-nya, dia pukul
luka parah kedua pengemis itu sampai terguling2.
Gusar Hong-lay-mo-li bukan main, dari atas kuda dia
mencelat tinggi terbang menubruk kedepan, ditengah udara
kebut diayun puluhan benang kebut senjata rahasia
tunggalnya dia timpukan sebagai Bwe-hoa-ciam, yang diarah
adalah kedua Busu teman Kim Cau-gak.
Kedua Busu ini saat mana sedang memburu maju hendak
meringkus kedua pengemis yang roboh itu, Le-kas Kim Caugak
pukulkan Bik-khong-ciang menggetar pergi luncuran
senjata rahasia Hong-lay-mo-li. Tapi satu diantaranya terkena
juga oleh tusukan benang kebutnya tepat di Hiat-tonya.
Lwekang kedua pengemis itu agaknya amat tinggi, meski
terluka parah, napasnya belum berhenti, se-konyong2
keduanya melompat berdiri Busu yang terkena timpukan
benang Hong-lay-mo-li sedang sempoyongan, pengemis yang
tinggi kurus itu segera menubruknya serta memeluknya
kencang, kelima jarinya laksana jepitan besi mencekik
lehernya. Baru saja Hong-lay-mo-li mau berteriak memberi ingat
supaya mereka jangan dibunuh untuk dikompes
keterangannya sayang sudah terlambat "blang" pengemis
yang gemuk itu sudah saling tumbuk dengan Busu yang lain,
kedua kepala keduanya pecah luluh dan roboh tak berkutik
lagi. Kembali Kim Cau-gak ayun telapak tangannya kebelakang,
maksudnya hendak pukul mampus pengemis yang kurus ini,
sekaligus untuk menolong jiwa teman-nya, tapi cepat sekali
Hong-lay-mo-li sudah menubruk tiba, serangannya bagai kilat
lagi, "sret" Hun-bun-hiat Kim Cau-gak lantas ditusuknya.
Kim Cau-gak dipaksa untuk memutar haluan kekuatan
pukulan telapak tangannya untuk memunahkan tusukan
pedang Hong-lay-mo-li, kedua pihak tanpa kuasa tergetar
mundur tiga langkah, masing2 meluputkan diri dari serangan
telak lawan. Busu yang dicekik lehernya itu mengeluarkan suara aneh
seperti kodok bertengkar beberapa kali, kemudian biji
matanya terbalik terus tak bergerak lagu pengemis yang
mencekiknya mengeluarkan gelak tawa yang beringas dan
menggiriskan, serunya: "Ter-hitung aku sudah setimpal
merenggut nyawamu." ditengah gelak tawanya kedua tangan
masih kencang mencekik leher orang, namun dia ikut
terjungkal roboh.
Ditengah padang rumput seluas itu kini tinggal Hong-laymoli dan Kim Cau-gak dua orang yang berhadapan, Kim Caugak
menyeringai sadis, katanya. "Baik, mereka mampus
seluruhnya pun baik, kita tidak usah kuatir lagi, Mari, mari,
sekarang kau adu jiwa bersamaku" sambil menyeringai kedua
telapak tangannya berputar selingkar terus didorong kedepan.
Pukulan yang dilatih Kim Cau-gak adalah Im-yang-ngohingciang, sekali tepukan tangannya menimbulkan badai
angin dingin yang membekukan darah dan tulang.
Lekas Hong-lay-mo-li kebut juga menimbulkan segulung
angin kencang, berbareng kaki mendesak maju dua langkah,
Bergetar hati Kim Cau-gak, bentaknya: "Bagus, Sambut sekali
pukulan lagi," telapak tangan kiri terayun, maka terbitlah
segulung hawa panas yang membakar kulit.
Hong-lay-mo-li tertawa dingin, jengeknya: "Memangnya
apa yang bisa kau lakukan dengan kedua pukulan telapak
tanganmu atas diriku?" kebutnya diobat-abit menyapu dua
arus hawa panas dingin serangan lawan, berbareng pedang
ditangan kanan menyerang dengan pedang, sambil mendesak
maju. Jurus Jun-hun-ka-can yang dilancarkan ini melupakan
serangan biasa dan enteng, kelihatannya tidak memakai
tenaga, namun pedang menusuk dengan mengeluarkan suara
mendesis. Seperti diketahui sejak kumpul dengan ayahnya, secara
langsung Hong-lay-mo-li mendapat tambahan bekal Lwekang
ajaran ayahnya yang baru, kekuatan Lwekangnya sekarang
sudah berlipat ganda, dengan Lwekang dl kerahkan pada
ujung pedang, maka suara mendesis yang keras itu adalah
kekuatan pedangnya yang menempus pertahanan kokoh dari
gelombang tenaga pukulan panas dingin lawan.
Terpaksa Kim Cau-gak harus tumplek seluruh semangat
dan konsentrasinya untuk memainkan sepasang pukulannya,
Im-yang-ngo-heng-ciang dia mainkan sampai puncak
latihannya, hawa panas dan angin dingin mendampar
bergantian. Laksana gelombang tinggi ditengah lautan teduh yang
mempermainkan sebuah sampan, satu gelombang lebih besar
dari gelombang yang lain, puluhan tombak disekitar arena
pertempuran menimbulkan pusaran angin lesus yang kencang
sampai rumput, debu dan batu2 beterbangan. Kuda
tunggangan Hong-lay-mo-li tahu diri, sejak tadi sudah
menyingkir ketempat jauh.
Didalam gencetan panas dingin, tak urung Hong-lay-mo-li
bercucuran juga keringatnya, dia kerahkan juga seluruh
kekuatan dan kepandaiannya, perpaduan ilmu pedang dan
ilmu kebut dia lancarkan semahirnya, terutama ayunan
kebutnya selalu membawa terjangan angin kencang setajam
golok. Dengan permainan kombinasi antara kebut dan pedang,
perlawanannya jaun lebih mantap, peduli kebut atau pedang,
setiap gerak tipunya merupakan serangan mematikan yang
dilandasi kekuatan dalam yang dahsyat juga.
Kedua orang setanding alias sama kuat, tanpa terasa
mereka sudah berhantam sengit ratusan jurus. Walau Honglaymo-li mandi keringat, Kim Cau-gak sendiri napasnya sudah
ngos2an seperti kerbau keletihan.
Apalagi pukulan Im-yang-ngo-hing-ciang paling memakan
tenaga, setelah ratusan jurus belum lagi menang, mau tidak
mau hatinya mencelos, ia insaf bila cara seperti ini terus
dilanjutkan umpama akhirnya menang dia sendiri pasti jatuh
sakit berat. Dalam pertempuran sengit itu, Kim Cau-gak jadi ingin lekas
mengambil kemenangan, se-konyong2 dia lancarkan sejurus
serangan yang menyerempet bahaya, "Creng" jarinya
menjentik dibatang pedang Hong-lay-mo-li.
Inilah ilmu Lwekang tingkat tinggi Kek-bu-joan-kang
(menyalurkan kekuatan melalui benda), pedang panjang
Hong-lay-mo-li kena dijentik dengan Lui-sin-ci ciang, segulung
hawa panas seketika menggetar linu dan kemeng telapak
tangannya, rasanya seperti diselomot bara.
Untung kepandaian Hong-lay-mo-li sekarang jauh lebih
tinggi dari tiga bulan yang lalu, meski akibatnya amat
menyiksa diri, namun dia masih kuat bertahan Kim Cau-gak
menyerang dengan menyerempet bahaya, dengan sendirinya
pertahanannya sedikit kendor dan menunjukan lobang
kelemahannya. Betapa lincah dan gesit gerakan Hong-lay-mo-li, boleh
dikata didalam waktu yang sama, mendadak dia menghardik:
"Kena"
"sret" bagai kilat pedangnya telak sekali mengenai badan
Kim Cau-gak. Tusukan pedang Honglay-mo ii gunakan tusukan Hiat-to
yang diajarkan ayahnya, sasarannya adalah Ih-khi-hiat
dibawah ketiak Kim Cau-gak, namun Kim Cau-gak membekal
Hou-deh-sin-kang yang ampuh melindungi badan, begitu
ujung pedang menyentuh badannya lantas tergetar membal
menggelincir kesamping, sehingga tusukannya sedikit meleset.
Meski demikian ilmu tutukan Hiat-to tunggal ini tidak tepat
mengenai Hiat-to yang diincar, tak urung hawa murni dari
aliran Lwskeh yang dilatihnyapun sudah pecah, bagai sebuah
balon yang gembos, bocor kehabisan hawa.
Kim Cau-gak menggerung seperti singa terus putar badan
lari sipat kuping, langkahnya masih sedemikian cepat dan
enteng, walau badannya sudah terluka, betapa tinggi
kepandaiannya sungguh membuat Hong-lay-mo-li kejut dan
menghela napas, diam2 dia syukur.
Kiranya didalam goncetan pukulan panas dingin lawan,
Hong-lay-mo-li sendiripun lama kelamaan sudah merasa
payah, jikalau seratus jurus pula dilanjutkan umpama benar
dia bisa menang, tentu dirinya takkan bisa jalan kaki dan jatuh
sakit. Kini bila mau dengan Ginkangnya yang tinggi, untuk
mengejar Kim Cau-gak yang terluka, dalam ratusan langkah
kemudian dia pasti bisa menyandaknya. Tapi beberapa
pengemis itu entah mati atau masih hidup dan perlu ditolong,
sedang dia sendiri sudah merasa kaki lemas tangan gemetar,
diapun kuatir bila Kim Cau-gak masih ada punya begundal
lain, kalau mengejarnya mungkin bisa gugur bersama.
Setelah mengatur napas menenangkan diri, tahulah Honglaymo-li bahwa dirinya tidak sampai terluka dalam, segera dia
periksa kelima Pengemis itu satu persatu, Diam2 bercekat
hatinya, kelima murid Kay-pang ini rata2 mempunyai
kedudukan tinggi didalam Kaypang, empat diantaranya
berkantong tujuh, dan satu lagi berkantong delapan, dan
orang yang ini dikenal oleh Hong-lay-mo-li, yaitu murid
keponakan ex Pangcu Kaypang terdahulu Siang Gun-yang
yang bernama Kiong Hou.
Guru Kiong Hou adalah Toa-suheng Siang Gun-yang, dan
dia adalah murid tertua gurunya, maka itu usianya kira2 lebih
muda sepuluhan tahun saja dari Siang Gun-yang, kini dia
adalah orang tua yang sudah mendekati enam puluh tahun.
Bu Su-tun adalah murid Siang Gun-yang yang terkecil
mereka boleh terhitung satu tingkatan, namun usia mereka
terpaut tiga puluhan tahun, Murid Kaypang yang berkantong
sembilan hanya ada empat orang, dalam generasi kedua Kiong
Hou adalah tertua dari murid berkantong delapan, jadi tingkat
kedudukannya didalam Kaypang adalah nomor lima.
Kaypang merupakan Pang terbesar diseluruh jagat, kecuali
bentrok dimedan laga, kalau tidak para Busu negeri Kim
takkan berani sembarangan mengikat permusuhan dengan
pihak Kaypang, "Kenapa Kim Cau gak hendak menyergap Kiong Hou?"
dengan tanda tanya ini, lekas Hong-lay-mo-li periksa keadaan
Kiong Hou. Begitu dia memeriksa pernapasannya, diam2 dia mengeluh
dalam hati, napas Kiong Hou sudah empas empis, lebih
banyak menghembus keluar dari pada menghirup napas,
denyut nadinya sudah hampir tak terasa lagi, sebagai ahli silat
belakangan ini Hong-lay-mo-li ada sedikit mempelajari ilmu
tabib dari ayah-nya, hasil pemeriksaan menyatakan bahwa
Kiong Hou tergetar putus urat2 nadinya oleh pukulan dahsyat
Kim Cau-gak, umpama tabib Hoa Tho pada jaman Sam Kok
yang terkenal itu hidup kembali juga takkan bisa menolong
jiwanya. Hong-lay-mo-li menghela napas, lekas dia periksa murid
berkantong tujuh lainnya, keadaan meraka lebih payah, kalau
denyut dan napas Kiong Hou masih terasa, keempat murid
kantong tujuh ini sudah dingin dan meninggal beberapa saat
tadi. Berpikir Hong-lay-mo-li. "Jiwa Kiong Hou terang tak bisa
diselamatkan namun aku harus mempertahankan beberapa
kejap lagi." segera dia jejalkan sebutir Siau-hoan-tan kemulut
Kiong Hou, lalu memapahnya berduduk, dengan telapak
tangannya menekan di Toa-cui-hiat dipunggungnya, dia
kerahkan Lwekang masuk kebadan orang.
Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Beberapa kejap kemudian, agaknya kasiat Siau-hoan-tan
sudah mulai bekerja dibantu tenaga dalam Hong-lay-moli,
tampak badan Kiong Hou sedikit gemetar, tak lama kemudian
pelan2 membuka mata. Lekas Hong-lay-mo-li berkata: "Aku
adalah Liu Jing-yau. Kiong-locianpwe masih mengenal aku?"
Kiong Hou manggut2 sedikit, sorot matanya mengunjuk
rasa girang dan haru serta kejut, ini menandakan dia sudah
mengenali Hong-lay-mo-li.
Lekas Hong-lay-mo-li pergencar saluran tenaga da-lamnya,
setelah napas Kiong Hou tambah kuat dan terdengar samar2,
lekas dia bertanya lagi: "Kionglo-cian-pwe. adakah urusan
yang perlu kau pesan kepadaku?"
Kiong Hou ulurkan jari tangannya yang gemetar, bibirnya
megap2 mengeluarkan suara yang amat lemah: "Pak-kaupang
ini, harap, harap kau serahkan kepada Bu Su-tun."
tempat dimana jarinya menuding ada sebatang bambu warna
hijau pupus, itulah pentung bambu yang biasanya dibawa
setiap pengemis dalam minta sedekah untuk menghadapi
anjing2 galak. Waktu bertempur melawan Kim Cau-gak barusan, Pak-kaupang
ini terpukul lepas dan jatuh disela2 batu.
Dengan kerahkan sisa tenaganya Kiong Kou menyebut
nama Bu Su-tun, namun kuatir Hong-lay-mo-li kurang jelas,
dengan gemetar tangannya menggaris2 di atas tanah, Lekas
Hong-lay-mo-U berkata: "Apakah Bu Su-tun murid penutup
Siang Pangcu yang akhir ini diusir dari Kaypang" Aku tahu dia,
Aku adalah temannya."
Kiong Hou tampak senang dan terhibur, katanya lebih
lanjut: "lnilah guruku suruh aku memberikan kepada dia, kau,
pergilah kau ke Siu-yang-san, temukan dia, beritahu
kepadanya, ada urusan yang amat penting." sampai disini
hanya bibirnya saja yang ber-gerak2, suaranya sudah tertelan
didalam tenggorokan Lekas Hong-lay-mo-li salurkan tenaga
dalamnya pula, tanyanya:
"Ada barang penting apa" Dimana?" tapi setelah bicara
demikian banyak keadaan Kiong Hou sudah mirip lampu
kehabisan minyak, saluran Lwekang Hong-lay-mo-li pun tak
kuasa memperpanjang usianya, Akhirnya kepalanya tertunduk
lemas, kelopak mata terkatup dan napaspun berhenti.
Hong-lay-mo-li bersabda: "Baik, Kiong-locianpwe, legakan
hatimu, urusan yang kau pesan, pasti akan kuse-lesaikan "
Lalu Kiong Hou dia baringkan kesana menjemput Pak-kaupang
itu. Pak-kau-pang ini rada tergores oleh benturan batu,
untung tidak rusak atau retak.
Memangnya Hong-lay-mo-li sudah curiga dibelakang
pengusiran Bu Su-tun dari Kaypang pasti ada latar belakang
yang terahasia, belum tentu tokoh2 Kaypang tingkat tinggi
semua setuju dan seirama didalam putusan ini, sayang sekali
Kiong Hou sudah ajal, sehingga dia tidak sempat minta
keterangan lebih jelas dan terperinci.
Perlu diketahui Pak-kau-pang ini adalah bambu hijau pupus
yang khusus tumbuh di Tay-pak-san, keras dan kuat senjata
tajam biasa takkan bisa membacoknya putus. Tapi kecuali
keistimewaan kekuatan dan warnanya saja tiada sesuatu yang
aneh pada Pak-kau-pang ini, setelah periksa sana periksa sini
Hong-lay-mo-li tetap tidak mendapatkan apa2 pada pentung
bambu ini, akhirnya dia berpikir
"Kiong Hou minta aku berikan Pak-kau-pang ini kepada Bu
Su-tun, setelah bertemu dengan dia di Siu-yang-san seluk
beluk persoalan ini pasti bisa dibikin jelas, Kiong Hou berpesan
wanti2, cukup asal aku hati2 dan menyampaikan Pak-kaupang
ini kepada Bu Su-tun saja."
Setelah menyimpan Pa-kau-pang Hong-lay-mo-li naik
kudanya pula melanjutkan perjalanan, kali ini dia tidak
berhenti lagi, sampai hari menjadi magrib, dia sudah
memasuki Hu-gu-san didaerah Holam, diatas gunung Honglaymo-li menemukan sebuah kelenteng bobrok, pintunya
keropos, tembok tanah liatnyapun sudah gugur, genteng
pecah atap bocor bila hujan, patung pemujaan dalam
kelentengpun sudah tiada lagi, namun kebetulan bagi Honglaymo-li untuk berteduh semalam.
Kuda diumbar diluar pekarangan supaya cari makan sendiri
dengan membawa perbekalannya Hong-lay-mo-li masuk
kedalam dan menggelar alat2 ala kadarnya untuk tidur, Pakkaupang dan buntalannya dia taruh disamping badannya.
Memang Hong-lay-mo-li sudah teramat capai, begitu rebah
mata terkatup lantas tidur nyenyak, entah berapa lama sudah
dia tidur, dialam mimpinya se-olah2 dia mendengar orang
berbisik dipinggir telinganya:
"Bangun, bangun." berbareng lengannya seperti dipukul
seseorang. Sontak Hong-lay-mo-li terjaga bangun, tiba2 terasa bau
harum yang aneh merangsang hidung Sebagai kawakan
Kangouw Hong-lay-mo-li tahu akan obat bius, sungguh geli
dan dongkol pula hatinya, sebagai bapaknya gembong2 Loklim
masakah Hong-lay-mo-li dapat diselomoti dengan cara
serendah ini. Lekas dia keluarkan sebutir Pi-sia-tan terus dikulum dalam
mulut, dia tetap pura2 tidur, Tak lam-a kemudian terdengar
seorang berbisik lirih:" Sudah selang sepeminuman teh, boleh
turun tangan bukan?" seorang segera menjawab:
"Perempuan iblis ini berkepandaian tinggi, lebih baik hati2,
biarlah tunggu sebentar lagi" Hong-lay-mo-li tahu jelas kedua
orang bisik2 diatas rumah. meski bisik2 suaranya seperti
nyamuk, namun dengan Lwekang Hong-lay-mo-li dengan jelas
dia mendengar percakapan kedua orang ini.
Keruan gusar dan kaget hati Hong-lay-mo-li, bahwa orang
sudah tahu asal usulnya, tapi masih berani turun tangan,
tentu kedua orang ini bukan maling sembarang maling,
Terdengar seorang bicara lagi diatas.
"Lebih baik kita bunuh dia saja, supaya tidak meninggalkan
banyak urusan."
"Jangan," sahut seorang yang lain, "Perintah pang-cu
supaya memungut balik Pak-kau-pang saja,"
Suara yang dahuluan berkata pula: "Sebetulnya menurut
hematku lebih baik dibunuh saja, supaya-tidak membongkar
rahasia kita."
Temannya agaknya jadi marah, sentaknya: "Hus. pangcu
sendiri tidak takut rahasianya terbongkar memangnya kau
perlu kuatir apa" Kau tahu siapa perempuan iblis ini" Dia
Loklim Bengcu dari lima propinsi utara, apa kau hendak
menimbulkan bencana besar bagi Kaypang kita?"
"Justru karena dia Loklim Bengcu, musuhnya tentu tidak
sedikit Memangnya siapa yang bakal curiga terhadap kita?"
"Kalau ingin orang tidak tahu, kecuali kau tidak berbuat Kau
turun tangan jahat, sedikitnya aku mengetahui. Aku akan
membongkar kejahatanmu Mana boleh kau timbul pikiran
jahat dan sekeji ini" Masihkah kau ingat akan undang2 Pang
kita?" Orang pertama agaknya jadi gelisah, lekas dia membela
diri: "Sebetulnya aku berpikir demi kepentingan Pangcu kita,
Kita mencuri Pak-kau-pang, masakah perempuan iblis ini tidak
bakal curiga akan perbuatan pihak kita" Bagaimana kalau dia
mencari onar kepada Pangcu?"
Temannya itu menjawab: "Pak-kau-pang adalah milik kaum
kita yang sudah diketahui umum kenapa kita takut perempuan
iblis ini datang mencari perkara, Pangcu pasti bisa
mendebatnya, justru karena tidak ingin bentrok sama dia
maka Pangcu tidak mau gunakan kekerasan, maka kita
disuruh mencurinya saja, Tapi bukan lantaran kuatir
terbongkar rahasianya. Kau tahu?"
"Ya, ya aku tahu." sahut orang yang bicara duluan, "Maaf
akan kelancangan mulutku tadi. Anggap saja aku tak pernah
mengoceh, dihadapan pangcu harap kau tidak mengungkat
hal ini." Temannya tertawa, katanya: "Asal kau batalkan niatmu,
buat apa aku mencelakai kau?"
Dari pembicaraan ini baru Hong-ay-mo-li tahu akan asal
usul kedua orang ini, keruan jauh diluar dugaan-nya, Pikirnya:
"Kalau Hong Hwe-liong tampil sebagai Pangcu secara terus
terang minta Pak-kau-pang ini dikembalikan aku takkan bisa
menolaknya, dia justru suruh orang menggunakan cara
rendah dan picik ini untuk mencurinya, sungguh keterlaluan.
Dan lagi pentung bambu ini hanya milik seorang Tianglo,
bukan barang mestika, kenapa Hong Hwe-liong
memandangnya begini penting?"
Tengah dia mereka2 ini, terdengar dua orang di-atap
rumah bersuara pula: "Nah, sudah tiba waktunya bukan?"
"Baik, boleh mu!ai. tapi tetap harus hati2, jangan sampai
membuatnya kaget dan terbangun." terdengar temannya
menyahut. Diam2 Hong-lay-mo-li tertawa dingin, dia tunggu mereka
turun. Tapi kedua orang ini ternyata tidak turun seperti yang
diduganya. Terdengar sebuah suara lirih, kiranya kedua orang
tengah membuka genteng, dari lobang diatap rumah ini
mereka menurunkan sebatang joran.
Malam itu ada sedikit sinar bulan yang remang2, untung
sejak kecil Hong-lay-mo-Ii ada latihan senjata rahasia, dia
punya kepandaian melihat benda dimalam gelap, Tampak
dikeremangan malam diujung joran ada sebuah gantolan,
setelah bergelantungan. "Trap." hanya sekali berkelebat
dengan tepat berhasil menggantol Pak-kau-pang disamping
badannya. Agaknya murid Kaypang yang turun tangan ini seorang ahli
mancing, cara yang dia pakai memang lihay dan pintar,
agaknya memang cukup ahli dalam bidang ini.
Tiba2 Hong-lay-mo-li tertawa dingin, bentaknya: "Maling
kecil, mau curi barang ya" Hayo lepaskan." sekali ayun tangan
dia timpukan Ceng-kong-kiam miliknya, tepat sekali kena
mengiris putus tali kawat joran, maka joran dan Pa-kau-pang
itu melayang jatuh pula.
Mengingat mereka adalah murid Kaypang, Hong-lay-mo-li
tidak ingin membongkar kedok mereka, Hong-lay-mo-li kira
setelah dia bersuara, kedua orang ini tentu kabur sipat kuping,
sungguh kenyataan jauh diluar dugaannya.
Tepat disaat Pak-kau-pang jatuh menyentuh tanah, tiba2
terdengar suara ledakan disusul asap dan api menyala
berkobar, seketika Pak-kau-pang itu terjilat api dan menyala,
Bersamaan dengan itu sejalur panah berapi melesat turun
mengincar Hong-Iay-mo-li.
Dua orang murid Kaypang diatas atap yang satu bermaksud
membunuh Hong-laymo-li, sementara seorang yang lain
hendak menolong jiwanya, Maka baru saja senjata gelap
temannya disambitkan, dia segera membentak: "Jangan
melukai orang."
"Ting " dia sambitkan sebutir Thi-lian-cu, menimpuk miring
panah berapi, sejalur sinar api menyamber miring dari
samping badan Hong-lay-mo-li, tak urung percikan api masih
juga mengenai pakaiannya,
Hong-lay-mo-li menjengek dingin: "Memangnya kau
mampu melukai aku."
"Wut" dengan pukulan Bik-khong-ciang dia hantam keatas
sehingga atap rumah jebol dan pecah berantakan, untung
karena Hong-lay-mo-li mengingat mereka murid Kaypang, satu
diantaranya berhati mulia, maka Hong-lay-mo-li tidak ingin
melukai atau membunuh mereka, dengan jelas dia dengar
kedua orang itu menyingkir kesamping, sebaliknya Bik-khong
ciang pukulannya dia arahkan ke jurusan lain.
Namun demikian kedua murid Kaypang itu toh merasa
tergetar hebat dan tak kuasa berdiri lagi, lekas mereka
melompat turun dan ngacir menyelamatkan diri.
Tak sempat mengejar orang, Hong-lay-mo-li
mengutamakan memadamkan api, untung Pak-kau-pang itu
tahan api, lekas sekali Hong-Iay-mo-li berhasil memadamkan
api sehingga pentung bambu itu belum sampai terbakar.
Cuma bagian cacat yang tergores batu itu, setelah
termakan api retaknya menjadi kentara dan dalam, panjang
lima dim lebar dua dim, mirip benar dikorek atau diukir oleh
pisau kecil seorang ahli ukir.
Dengan menjinjing pentung bambu ini, Hong-lay mo-li
mengamat2inya dengan seksama, tiba2 didapatinya sesuatu
keanehan, seperti umumnya setiap ruas bambu pasti kosong
bagian tengahnya tepat diujung retakan ini menonjol keluar
secarik kertas yang sudah rada hangus.
Pelan2 dan hati2 sekali Hong-lay-mo-li menarik keluar
kertas ini, waktu dia periksa kirannya segulung surat
peninggalan yang diluntung sekecil jari kelingking, untung
hanya ujungnya saja yang terbakar hangus.
Baru saja Hong-lay-mo-lj hendak membuka keuntungan
kertas tipis ini, sekonyong2 terdengar jeritan orang minta
tolong yang amat mengerikan, tersirap darah Hong-lay-mo-li,
diam2 dia mengeluh dalam hati, lekas dia simpan kertas surat
itu kedalam bajunya, dengan memanggul buntalan lekas dia
mengejar keluar.
Tak nyana waktu dia membungkuk badan meraih
butalannya itu, tiba2 pandangan matanya terbeliak, dilihatnya
sebutir benda aneh yang bersinar, kiranya itulah sebutir
mutiara yang berkilauan.
Dinilai dari cahaya sinar mutiara ini, jelas mutunya tinggi,
sedikitnya bernilai ratusan tail perak. sebetulnya sebutir kecil
mutiara ini tidak menjadi perhatian Hong-lay-mo-li, yang
membuatnya heran adalah mutiara ini jelas bukan miliknya,
lalu darimana datangnya mutiara sebaik ini didalam kelenteng
bobrok ini"
Sekilas melengak, cepat sekali Hong-lay-mo-li sudah paham
duduknya perkara, Teringat olehnya diwaktu dia siuman dari
tidurnya, terasa seperti ada semut yang menggigit
dilengannya, dan karena rasa sakit inilah maka dia terjaga
bangun, seketika itu pula dia mencium bau harum yang
membiuskan itu.
Baru sekarang dia benar2 sadar bahwa seseorang sengaja
hendak membantu dirinya, dengan mutiara kecil ini dia
menimpuk dirinya sehingga dia terbangun. Kalau tiada mutiara
yang disambitkan orang itu, mungkin dirinya sudah kecundang
oleh murid Kaypang itu, bahkan jiwanya mungkin terenggut,
demikian pula Pak-kau-pangpun ikut tercuri orang.
Lalu siapakah yang begini royal menggunakan mutiara
sebagai senjata rahasia" Kenapa setelah menolong dia orang
itu tidak mau muncul menemui dirinya" Bukankah aneh
kejadian ini" Tiba2 teringat oleh Hong-Isy-mo-li akan
Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
seseorang, batinnya:
"Ya, pasti dia, Kecuali dia tiada orang yang menggunakan
mutiara sebagai senjata rahasia, apalagi dia memiliki Ginkang
setinggi itu." - Sudah tentu si'dia" yang dikira oleh Hong-laymoli adalah Bu-lim-thian-kiau.
Lekas sekali Hong-lay-mo-li sudah berlari keluar, Tampak
bintang kelap kelip, sinar rembulan guram, alam sekelilingnya
sunyi senyap, mana tampak bayangan manusia" Sampaipun
kudanyapun tak kelihatan lagi.
Tapi cepat sekali Hong-lay-mo-li sudah menemukan
kudanya dipinggir sebuah sungai. Kudanya tidak dibunuh
orang seperti yang dia kira semula, tapi kuda inipun terbius
oleh bau harum itu, daya tahan kuda jauh lebih kuat dari
manusia, kebetulan waktu Hong-lay-mo-li lari mendatangi dia
sudah dapat bergerak dan mendengus2 kearah majikannya.
Lekas Hong-lay-mo-li menyiram air dingin keatas
kepalanya, lalu dijejalkan pula sebutir Pi-sia-tan kemulutnya,
tak lama kemudian kuda ini sudah pulih seperti sedia kala.
Jeritan minta tolong tadi kumandang dari arah barat laut,
Hong-lay-mo-li cemplak kudanya terus di-keprak ke arah sana,
Tak lama kemudian, hidungnya mengendus baru anyirnya
darah, segera dia lompat turun mencari ubek2an, akhirnya
dibelakang semak2 rumput menemukan sesosok mayat.
Kebetulan saat mana fajar telah menyingsing, tampak
mayat itu tengkurep, punggungnya ditusuk sebilah pisau
panjang yang runcing, jelas tampak oleh Hong-lay-mo-li,
bahwa orang ini adalah murid Kaypang yang tidak setuju
mencelakai dirinya itu.
Musabab kematiannya sudah gamblang, pembunuh itu
kuatir temannya ini melaporkan maksud jahatnya maka disaat
temannya ini lena dia menusuknya dari belakang dengan pisau
runcing. Sudah tentu Hong-lay-mo-li amat sedih dan haru, gegetun
lagi karena kelakuannya. Namun dari kejadian ini, dia pun
mendapat kesimpulan bila orang yang menolong dirinya itu
benar adalah Bu-lim-thian-kiau, maka orang tentu sudah lama
turun gunung dan pergi jauh. Kalau tidak dengan
kepandaiannya yang tinggi, menguntit kedua murid Kaypang
ini, masakah peristiwa mengenaskan ini bakal terjadi"
setelah mengebumikan jenazah murid Kaypang, Hong-laymoli bertanya dalam hati: "Demi Pak-kau-pang ini, sudah ada
enam murid Kaypang ajal, kini ingin aku melihat apa yang
tertulis didalam gulungan kertas surat itu, Kenapa Kim Caugak
kerahkan orang2-nya untuk mencegat Kiong Hou, kenapa
pula Hong Hwe-liong mengutus orang untuk mencurinya,
kemungkinan semua tanda tanya itu bisa terjawab dari
gulungan kertas ini."
Dengan hati2 Hong-lay-mo-li membuka gulungan kertas itu.
untung tulisan diatas kertas masih jelas terbaca meski
kertasnya sudah menguning hangus.
Setelah membaca apa yang tertera diatas tulisan kertas itu,
bergidik dingin Hong-lay-mo-li dibuatnya, sekian lamanya dia
melenggong, Batinnya: "O, kiranya begini persoalannya, Tak
heran Hong Hwe-liong berusaha memfitnah dan mencelakai
Bu Su-tun. ingin merebut kembali Pak-kau-pang ini."
Kiranya apa yang terbaca oleh Hong-lay-mo-ii adalah
tulisan tangan siang Gun-yang, Kaypang Pangcu yang dahulu
sewaktu dia baru saja jatuh sakit, surat ini ditujukan kepada
suhengnya Loh Yang-koh.
Lok Yang-koh adalah Tianglo pikun yang dikatakan Bu Sutun,
kecuali Pangcu, hanya dia orang saja yang tahu akan
rahasia tugas yang dipikulnya.
Surat ini sengaja ditulis oleh siang Gun-yang khusus untuk
sebagai bukti, pembukaan surat ini mengemukakan bahwa Bu
Su-tun menyelundup ke negeri Kim menjabat perwira Gi-limkun
adalah atas perintahnya, selain itu dijelaskan pula,
bilamana Bu Su-tun kelak benar2 berhasil membunuh Wanyan
Liang, kedudukan Kaypang Pangcu harus diwariskan kepada
Bu Su-tun. Kuatir jiwa sendiri saat mana sudah ajal, maka Siang Gunyang
sengaja meninggalkan surat pesannya ini diserahkan
kepada Tianglo tertua ini untuk disimpan sebagai bukti.
Pada akhir surat ini diterangkan pula, umpama Bu Su-tun
tidak berhasil membunuh Wanyan Liang, setelah dia kembali,
jasa dan pahalanya harus dicatat juga, mengangkatnya
menjadi murid berkantong sembilan, jikalau murid2 Kaypang
lainnya ada yang menaruh curiga, maka Tianglo wajib
membaca dan mengumumkan keputusannya ini dihadapan
rapat besar kaum Kaypang.
Kiong Hou adalah murid tertua dari Loh-tianglo ini, secara
cermat Hong-lay-mo-li menganalisa satu dan lain persoalan
lalu dirangkai menjadi satu, seluruh persoalan lantas dapat
dibikin terang, setelah sutenya yang menjadi Pangcu
meninggal Loh-tianglo sendiripun jatuh sakit parah, disamping
itu diapun sudah mendapat firasat akan intrik2 Hong Hweliong
yang hendak merebut kekuasaan, maka dia tidak berani
membocorkan rahasia ini.
Karena penyakitnya dia tidak bisa hadir di-dalam
pertemuan besar murid2 Kaypang tingkat tinggi di Siu-yangsan,
maka dia suruh muridnya Kiong Hou mewakili dirinya
dengan membawa Pak-kau-pang yang menyimpan surat
rahasia Pangcu mereka, berusaha untuk diserahkan kepada Bu
Su-tun. Betapa rahasianya surat Siang-pangcu kepada suhengnya
Loh Yang-koh yang menyimpannya didalam Pak-kau-pang,
setelah merebut jabatan Pangcu, betapa pula jerih payah
Hong Hwe-liong untuk menyelidiki hal ini, namun dengan
kedudukannya sekarang, memang bukan suatu hal yang
mustahil Kim Cau-gak sebaliknya adalah musuh Kaypang,
diapun tahu akan rahasia ini sehingga mencegat Kiong Hou
terang tujuan-nyapun ingin merebut Pak-kau-pang ini,
sungguh luar biasa dan hebat akibatnya bila berhasil.
Tapi dari percakapan kedua murid Kaypang yang berusaha
mencuri pentung bumbu itu, Hon-g-lay-mo-li menyimpulkan
bahwa Hong Hwe-liong belum sampai gila berani melakukan
kejahatan yang tercela, maka lebih jelas lagi didalam
memutuskan pengusiran Bu Su-tun dari Kaypang, semua
orang dia kelabui, namun dia toh nyata mengusir sang Sute
keluar dari Kaypang belum sampai menjurus kearah kejahatan
yang lebih terkutuk, dari sini jelas terlihat bahwa Hong Hweliong
masih punya setitik peri kemanusiaan.
Sebetulnya apakah benar Hong Hwe-liong berintrik dengan
Kim Cau-gak" Hong-lay-mo-li membuat dua analisa timbal
balik, dua2nya belum berani memberi keputusan.
Tapi persoalan ini cukup genting, terpaksa Hong-lay-mo-li
harus waspada dan bersiaga, soalnya dia membayangkan
akibatnya yang luas dan bakal merupakan bencana besar yang
menyangkut jiwa raga banyak orang.
Setelah menyimpan gulungan kertas, Hong-lay-mo-li
menerawang, cara bagaimana dia harus bertindak untuk
menghalangi langkah2 Hong Hwe-liong, lekas dia cemplak
kuda dan melanjutkan perjalanan kearah barat.
Dijalan dia tidak bertemu dengan murid2 Kaypang lagi,
bayangan Bu-lim-thian-kiaupun tidak dilihatnya tapi kepada
seorang penjual teh dipinggir jalan Hong-lay-mo-li mendapat
keterangan bahwa seorang laki2 menunggang seekor kuda
putih belum lama menuju ke-arah barat.
Semakin besar dugaannya bahwa semalam memang Bulimthian-kiaulah yang menggugahnya bangun, mau tidak mau
hatinya menjadi hambar dan masgul. Walau dia sudah
menentukan pilihiannya, namun persahabatan-nya dengan Bulimthian kiau dulu takkan mudah terlupakan.
Kuda Bu-lim-thian-kiau adalah tunggangan yang mampu
menempuh seribu li dalam sehari, jelas dia takkan bisa
menyandaknya. Menurut rencana semula, Hong-lay-mo-li menuju ke Yangkoksan untuk menyambangi Bing-bing Taysu yang
bersemayam di Kong-bing-si, sekaligus untuk mencari tahu
jejak ayah dan Siau-go-kan-kun, sepanjang jalan tak terjadi
apa2 lagi, hari itu akhirnya dia tiba di Yang-kok-san, saat
mana sudah permulaan musim dingin hawa dingin kembang
salju mulai turun.
Bing-bing Taysu, adalah angkatan tua yang sederajat
ayahnya, maka setiba di Yang-kok-san Hong-lay-mo-li lantas
turun dan menuntun kudanya sebagai rasa hormatnya kepada
tokoh cianpwe ini.
Hujan salju cukup lebat, tanah tandus sudah berubah
menjadi dingin beku oleh bunga2 salju, sementara kembang
salju laksana kapas beterbangan diangkasa, sebagai gadis
kelahiran tanah utara, Hong-lay-mo-li tidak takut menghadapi
hawa dingin ini, menghadapi pemandangan alam yang sudah
amat dikenalnya, tak urung terbayang olehnya akan
keindahan alam dikampung halaman
Tanpa terasa hujan salju sudah mereda, pemandangan
seindah lukisan ini sungguh mempesonakan, sambil menikmati
keindahan kebesaran alam Hong-iay-mo-li terus beranjak naik
keatas, tak lama kemudian Kong-bing-si sudah kelihatan dari
kejauhan diantara tabir putih yang berkilau bagai lautan teduh
itu, tiba2 terbayang warna merah menyolok segar ditengah
lautan salju itu, kiranya tak jauh disamping Kong-bing-si,
teidapat puluhan pucuk kembang Bwe merah, saat mana
kembangnya sedang mekar semarak laksana gincu, maka
perbedaan warna yang kontras ini kelihatan amat menyolok
sekali. Sembari jalan Hong-lay-mo-li merasa gegetun dan kagum
akan pemandangan alam yang permai ini, pada saat itulah
tiba2 didengarnya irama seruling yang mengalun tinggi
kumandang dari dalam hutan Bwe sana seketika Hong-lay-moli
berdiri menjublek, Apakah Bu-lim-thian-kiau"
Agaknya nasib memang mempermainkan dirinya, bahwa
tujuannya kemari hendak mencari Siau-go-kan-kun, takdir
justru menghendaki dia berjumpa dulu dengan Bu-lim-thiamkiau"
Belum lenyap pikiran kalutnya, tiba2 suara seruling berganti
nyanyian merdu dan lincah dari seorang gadis. Gadis yang
nyanyi itu sedang beranjak keluar dari rumpun kembang,
hanya seorang saja, jadi tanpa Bu-lim-thian-kiau. sungguh
kejut dan girang Hong-lay-mo-li bukan buatan, lekas dia
memburu maju menggenggam tangan gadis ini, katanya:
"Lho-kohkau" Bagaimana kaupun bisa berada disini" Mana
Tam-kong-cu" Bukankah dia sudah kemari?"
Ternyata gadis ini bukan lain adalah Jilian Ceng-hun.
Seperti diketahui senjatanyapun sebatang seruling, katanya
dengan tertawa: "Liu-cici, aku sih sudah sudah tahu bilakau
akan datang, cuma tak nyana kedatanganmu begini cepat,"
Hong-lay-mo-li melengak, baru saja dia hendak tanya dari
mana orang tahu, tiba2 Jilian Ceng-hun angkat kepala berseru
lantang: "Toa-ci, tamu sudah datang, lekas keluar."
Kembali Hong-lay-mo-li melengak, katanya: "O, Toacimu
juga disini" Kalian sudah akur?" Hong-lay-mo-li kira Toaci
yang dia panggil adalah Giok-bin-yau-hou Jilian Ceng-poh,
maka dia merasa keheranan.
Jilian Ceng-hun cekikikan, katanya: "Toaci yang ini bukan
kakak yang tidak berbudi itu, aku sih bersama dengan Toacinya:"
habis bicara merah mukanya-baru sekarang Hong-laymoli tahu Toaci-nya yang dimaksud adalah kakak Bu-limthiankiau yaitu Hui-siok Sinni. Betul juga dilihatnya Hui-siok
Sinni sudah berlari keluar dari Kong-bing-si.
Dengan tertawa Hui-siok Sinni menghampiri katanya: "Liu
Lihiap, sudah beberapa hari kami menunggumu. Tentu kau tak
kira kami menetap disini bukan?"
Memang Hong-Iay-mo-li tidak menyangka, namun
menduga mereka punya hubungan erat dengan Bing-bing
Taysu, maka diapun tidak perlu terlalu heran, katanya:
"Sungguh kebetulan sekali, kedatanganku hendak
menghadap kepada Bing-bing Taysu, Darimana kalian tahu
aku akan kemari?"
"Maksud kedatanganmu sudah kami ketahui," ujar Hui-siok
Sinni, "Mari silakan masuk bicara didalam biara."
Sesudah duduk tak tahan Hong-iay-mo-li bertanya-"Apakah
Bing-bing Taysu ada didalam" Mohon dilaporkan kepadanya,
katakan bahwa putri Liu Goan-cong mohon bertemu."
"Kau sudah disini, tidak perlu ter-gesa2 menemui beliau.
persoalan yang ingin kau tanyakan aku bisa wakilkan Bingbing
Taysu menjawab, Kebetulan kita ada kesempatan duduk
ngobrol, akupun ada omongan perlu bicara dengan kau."
Hong-lay-mo-li keheranan, katanya: "Persoalan yang ingin
kuketahui kalian bisa menjelaskan?"
"Sampaipun tanda tanya dalam hatimu akupun bisa
menjawabnya, Baiklah aku akan menjawab satu persatu tanda
tanya yang mengganjel dalam hatimu, pertama kau ingin tahu
apakah Siau-go-kan-kun pernah kemari" Kedua kenapa kami
berdua tinggal disini" Ketiga kenapa sampai detik ini Bing-bing
Tay-su belum keluar" Benar tidak?"
Merah muka Hong-lay-mo-li dikorek isi hatinya, katanya
dengan manggut2: "Dan ayahku" Entah beliau pernah
kemari?" "Ayahmu belum kemari, Siau-go-kan-kun sebalik-nya
pernah mampir."
"Kenapa mendadak ayah merobah rencana perjalanannya?"
demikian batin Hong-lay-mo-li.
Untuk kekuatirannya ini Hui-iok Sinni sekaligus memberi
jawaban: "Ilmu silat ayahmu teramat tinggi, pasti takkan
terjadi sesuatu yang merugikan, Ditengah jalan dia bertemu
dengan Siau-go-kan-kun, titip kabar dan suruh dia
menyampaikan salamnya kepada Bing-bing Taysu. Katanya
ada urusan penting di Siau-yang-san perlu segera dia
selesaikan, apa lagi dia harus berputar ke Ko-gwan dulu untuk
membereskan urusan penting, baru akan menuju ke Siu-yangsan,
maka dia tidak sempat mampir ke Kong-bing-si, Katanya
setelah kembali dari Siu-yang-san baru beliau akan datang
kemari bercengkeraman dengan Bing-bing Taysu,"
Rada lega hati Hong-lay-mo-li, pikirnya: "Ada urusan
penting ditempat guruku" Mungkinkah ado sangkut pautnya
dengan rapat besar pihak Kaypang?"
"Sebagai orang beribadah aku tidak perlu tahu persoalan
apa yang terjadi di Siu-yang-san dan Ko-gwan. Tapi
kedatangan Siau-go-kan-kun kali ini malah bikin terang
persoalan antara kami kakak beradik dengannya." sampai
disini dia tertawa kikuk.
"Baru sekarang aku tahu. nona Liu, pujaan hati yang
Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
benar2 kau cintai adalah Siau-go-kan-kun bukan adikku,
Tempo hari aku sendiri kebingungan, sampai bertindak secara
iseng, pernah aku omong kepada Siau-go-kan-kun, aku sudah
minta maaf kepadanya."
Dengan muka merah Jilian Ceng-hun menggenggam
tangan Hong-lay-mo-li. katanya: "Dulu akupun ada sedikit
salah paham terhadapmu, Liu-cici, sekarang aku mohon maaf
kepadamu."
Hong-lay-mo-li menjadi kikuk dan risi, katanya tertawa:
"Urusan sudah berlalu, tak perlu disinggung lagi, Em, kalau
begitu setelah peperangan Jay-ciok-ki untuk kedua kalinya
kalian bertemu."
"Ya, pertama diperjalanan ke Kanglam, waktu itu dia
berada bersama Ong Ih-ting. Tak kira beberapa hari yang lalu
kita bertemu lagi disini, Baru aku tahu setelah dia
meninggalkan pangkalan Ong Ih-ting ada titip kabar
kepadamu, maka aku menduga dalam beberapa hari ini kau
pasti kemari."
?"Siau-go-kan-kun sudah bertemu dengan Bing-bing
Taysu?" "Tidak, Tapi dia minta aku menyampaikan omongannya
Hati Budha Tangan Berbisa 8 Jodoh Si Mata Keranjang Karya Kho Ping Hoo Pendekar Panji Sakti 6
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama