Ceritasilat Novel Online

Pendekar Latah 18

Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen Bagian 18


kepada Bing-bing Taysu."
"Apakah Bing-bing Taysu sedang keluar?"
"Tidak."
"Kalau didalam kenapa tidak kelihatan?"
"Bin-g-bing Taysu sedang menyekap diri dalam kamar
meyakinkan ilmunya, sampai nanti malam baru latihan
ilmunya berakhir. Kebetulan waktu Siau-go-kan-kun datang,
beliau disaat keadaan kritis, kita tidak berani mengganggunya,
maka dia belum sempat menemuinya."
Menutup pintu meyakinkan ilmu merupakan cara latihan
Lwekang tingkat tinggi dari aliran Hud, kalau berhasil dengan
sukses memang besar sekali paedahnya, tapi bahayanyapun
teramat besar, disamping tak boleh diganggu, kemungkinan
bisa Cau-hwe-jip-mo.
Berkata Hui-siok Sinni lebih lanjut: "Sekarang biarlah
kujawab pertanyaanmu satu persatu, setelah kau tahu
persoalannya tentu paham sendirinya."
"Pertanyaan kedua adalah: kenapa aku tinggal disini?"
sampai disini tiba2 Hui-siok Sinni unjuk rasa kikuk dan rawan,
tanyanya: "Tahukah kau pernah apakah Bing-bing Taysu
dengan aku" Bing-bing Taysu adalah mertuaku!"
Sungguh jawaban ini amat diluar dugaan Hong-lay-mo-li,
setelah menghela napas Hui-siok Sinni melanjutkan "Suamiku
yang tak berbudi itu bernama Bok Ji-sin, Busu kepercayaan
Wanyan Liang dimasa hidupnya, dia hendak mencelakai jiwa
kami kakak beradik, maka akhirnya berpisah dengan aku,
persoalan ini kabarnya Sam-moay sudah pernah memberitahu
kepadamu?"
Hong-lay-mo-li hanya manggut2 saja tidak memberi
komentar supaya tidak menambah kedukaannya.
"Sekarang aku sudah beribadah, tidak perlu takut
menghadapi persoalan yang memilukan Bing-bing Taysu
adalah mertuaku, namun Bok Ji-sin bukan anak kandungnya
sendiri, Sabelum Bing-bing Taysu mencukur rambut adalah
seorang tokoh Bulim, sepak terjangnya suka menolong yang
lemah menindas kejahatan, dia bertekad tidak mau bekerja
bagi kerajaan. Karena tidak punya anak, seorang teman dekatnya sebelum
ajal titip anaknya supaya mengasuh dan mendidiknya sebagai
putra angkatnya, anak ini adalah suamiku Bok Ji-sin yang
tidak berbudi itu.
"Karena dia putra teman baiknya, Bing-bing Taysu terlalu
memanjakan dia. setelah tamat belajar silat Bok Ji-sin
kemaruk pangkat dan kedudukan, setelah meninggalkan ayah
angkatnya, dia lantas menempuh jalan hidupnya ke pintu
kerajaan, bekerja keras untuk mencapai kedudukan tinggi,
akhirnya dia berhasil menjadi pengawal pribadi Wanyan Liang,
belakangan diangkat sebagai wakil komandan Gi-lim-kun.
Dasar berhati jahat, entah berapa rakyat tak berdosa yang
menjadi korban keganasannya.
"Aku ini istrinya, tapi perbuatan jahat apa saja yang dia
lakukan, semula sedikitpun aku tidak tahu. Sampai dia
berusaha mempralat ku hendak mencelaki jiwa adikku, baru
aku membuka kedok aslinya.
"Tapi perbuatannya selama itu sudah diketahui oleh
mertuaku, Dan karena itulah saking marah, beliau lantas cukur
gundul menjadi Hwesio, dengan patah semangat dia tidak
mau mencampuri urusan duniawi lagi."
"Setelah berpisah dan menjadi musuh suamiku sendiri
karena dikampung halaman tak bisa bercokol lagi, disamping
tinggal ditempat lama hanya meninggalkan kenangan pahit
belaka, Maka aku lari ke Kanglam dan mencukur rambut di
Hian-li-koan digu-nung Ki-sia-nia."
"Sejak terakhirnya peperangan Jay-ciok-ki dengan adik
Ceng-hun kami tak berhasil menemukan adikku, diluar dugaan
bertemu dengan Siau-go-kan-kun, dari penuturannya aku tahu
bahwa mertuaku menjadi Hwesio di Kong-bing-si. Tapi Siaugokan-kun sendiri tidak tahu bahwa Bing-bing Taysu adalah
mertuaku. setengah bulan yang lalu bersama jimoay aku tiba
disini." Hui-siok Sinni berhenti sebentar menyeka air matanya,
katanya lebih lanjut: "Mertuaku tidak menyalahkan aku, malah
membujuk dan menghiburku. Katanya beliau sudah tahu
kejahatan Bok Ji-sin, karma akan menentukan nasibnya, Yang
harus disalahkan malah dia sendiri sebagai ayah angkat tidak
membimbing dan mengasuhnya ke jalan benar. sejak kecil
terlalu memanja dan mengumbar adatnya yang jahat. Beliau
suruh aku tidak perlu bersedih hati karena hal ini. sebagai
orang beribadat, apa yang sudah lalu biarlah pergi."
Haru Hong-lay-mo-li mendengar ceritanya ini, mau tidak
mau terbayang juga akan suhengnya Kong-sun Ki yang
menempuh kejalan sesat juga, bukan mustahil kelak nasibnya
akan jauh lebih mengenaskan.
"Sekarang biarlah aku bicara soal mertuaku, Kedatangan
kami amat kebetulan, karena mertuaku hendak mulai latihan
ilmunya dengan menyekap diri, dengan jimoay aku bisa
menjadi pelindung yang jaga keselamatannya."
Hong-lay-mo-li bertanya: "Ilmu silat Bing-bing Taysu tak
terukur tingginya, kenapa masih memerlukan tutup pintu
meyakinkan ilmu segala?"
"Kata mertuaku seorang musuhnya yang tangguh sudah
tahu akan jejaknya disini, secara sumbar musuh itu menyebar
kabar, katanya hendak meluruk kemari membuat perhitungan.
Beberapa tahun belakangan ini beliau mendalami ajaran
Budha, sehingga latihan silatnya rada terbengkelai, maka
beliau perlu tutup pintu meyakinkan semacam ilmu mujijat
yang hebat sekali."
"Siapakah musuh tangguhnya itu?" terkesiap darah Honglaymo-li, "Bing-bing Taysu sampai sedemikian besar
perhatiannya untuk menghadapinya ?"
"Beliau tidak mengatakan siapa musuhnya itu. Hanya
dikatakan permusuhan sejak dia masih premanan, orang itu
hanya menuntut kepada dia, aku cukup menjaganya saja,
tidak perlu ikut campur, Agaknya beliau kuatir aku sembrono
ikut turun tangan. Walau-musuh tangguh, kalau dia benar2
datang, masakah aku harus berpeluk tangan saja?"
"Nanti tengah malam latihan Bing-bing Taysu akan berakhir
dan berhasil sempurna, kalau dia datang tidak perlu dibuat
takut lagi- Yang harus dikuatirkan musuh tiba sebelum
latihannya berakhir." demikian Jilian Ceng-hun nyatakan isi
hatinya. Bagian 38 "Tentunya tidak akan begitu kebetulan," ujar Hui siok Sinni,
"Sudah puluhan hari kita berjaga disini, selama ini aman
tentram. Masakah hari terakhir ini bakal terjadi apa2?"
"Betapapun kita harus waspada dan siaga menghadapi
situasi yang terburuk, Bukan mustahil kebetulan itu terjadi?"
debat Jilian Ceng-hun sambil menoleh kepada Hong-lay-mo-li.
Hong-lay-mo-li segera berkeputusan: "Malam ini aku tinggal
disini, besok baru berangkat. Apa kalian sudi menerima aku
disini?" "Bagus sekali." Jilian Ceng-hun kegirangan" bicara terus
terang, memang itulah yang kuharapkan, kuatirku Liu-cici terburu2
hendak pergi ke Siu-yang-san, maka tidak berani aku
menahanmu disini."
"Bing-bing Taysu adalah sahabat karib ayahku, urusan ini
sudah kebentur ditanganku, sebagai angkatan muda, adalah
wajib aku membantu melindungi keselamatannya."
"Syukurlah Liu Lihiap sudi tinggal sementara, legalah
hatiku, Sehari ini kau sudah letih menempuh perjalanan,
silakan istirahat bukan mustahil nanti malam kita perlu
menghadapi kejadian diluar dugaan." demikian kata Hui-siok
Sinni. Setelah Hong-lay-mo-li istirahat ala kadarnya, haripun
sudah petang, setelah makan malam, bersama Hui-siok Sinni,
Jilian Ceng-hun jaga malam bersama, setelah kentongan
kedua keadaan masih tetap aman tentram tidak terjadi apa2.
Hui-siok Sinni menghela napas lega, katanya: "Satu jam
lagi, segalanya akan berlalu dengan aman?"
Tak nyana belum habis dia bicara, tiba2 kumandang
sebuah suitan melengking tinggi dari kejauhan, sebagai
seorang ahli silat, jelas terdengar oleh Hong-lay-mo-li
permulaan suitan ini berbunyi kira2 masih tujuh li jauhnya,
namun dalam sekejap mata saja, suara langkah kaki orang
sudah terdengar oleh Hong-lay-moli.
Bahwa yang mengeluarkan suara suitan hanya seorang
namun langkah kakinya adalah dua orang, lekas Hong-Iiy-moli
berbisik: "Musuh mertuamu membawa bantuan tokoh lihay,
lekas sembunyi bekerja mengikuti gelagat."
Baru saja mereka pernahkan diri ditempat
persembunyiannya masing2, kedua orang pendatang itu sudah
mendorong pintu melangkah masuk. Orang memberi isyarat
dulu dengan suitan baru masuk dari pintu depan, itu berarti
bahwa dia tidak sudi bertindak secara menggelap.
Malam itu bulan purnama, ditengah pelataran biara ini salju
bertumpuk memutih memancarkan sinar reflek yang terang,
dari tempat persembunyiannya yang gelap dengan jelas Honglaymo-li dapat mengikuti gerak gerik kedua pendatang ini.
Serta melihat jelas salah seorang pendatang, seketika
berdegup jantung Hong-lay-mo-li, kiranya kedua orang ini
terdiri tua dan muda, yang muda bukan lain adalah suhengnya
Kongsun Ki adanya. seorang yang lain adalah laki2 tinggi
besar yang bungkuk punggungnya dengan melangkah
melewati tumpukan salju dia langsung menuju ke undakan
batu, tak terlihat bekas telapak kakinya dipermukaan salju.
Melihat Ginkang orang bungkuk yang begini tinggi, diam2
Hong-lay-mo-li menerawang pihak sendiri terang bukan
tandingan kedua penyatron ini. Namun akhirnya dia
berkeputusan untuk bertindak menyerempet bahaya.
Dalam pada itu kedua penyatron ini sudah tiba di Toa-tian.
Si Bungkuk gelak2 serunya: "Bing-bing Tay-su, teman lama
datang menyambangimu. Kenapa tidak keluar menyambutku?"
Latihan Lwekang Bing-bing Taysu sekarang sedang
mencapai taraf terakhir yang hampir sempurna, saat2
krisisnya belum berlalu, segala semangat dan konsentrasinya
dia pusatkan pada latihannya, sudah tentu dia tidak
mendengar dan tidak menjawab.
Kongsun Ki berkata: "Mungkin Hwesio tua itu sudah
memperoleh kabar, lalu meninggalkan biara ini entah
sembunyi dimana?"
Si Bungkuk tua geleng2, ujarnya: "Tidak mungkin, Bingbing
Taysu bukan laki2 pengecut tak percaya setelah jadi
Hwesio watak gagahnya sudah luntur."
"Hidup manusia sukar diramalkan, bukan mustahil Hwesio
tua itu sudah meninggal."
"Meninggal memang mungkin, Tapi dari jauh dengan susah
payah aku meluruk kemari, betapapun aku harus menjenguk
jenazahnya juga." baru saja dia melangkah lebih lanjut dan
hendak membobol pintu. tiba2 dia merendek seperti
menyadari sesuatu kejanggalan. Pada saat itu pula Kongsun Ki
tiba2 membentak: "Siapa sembunyi disini" Hayo keluar!"
Tiba2 terdengar suara gaduh dari atas, genta raksasa yang
tergantung diatas belandar tiba2 melorot jatuh. Kongsun Ki
kebetulan berada dibawahnya, namun dia cukup cerdik,
sebelumnya sudah mendapat firasat jelek dan berjaga2,
begitu genta besar itu menungkrup kepalanya, serta merta dia
layangkan telapak tangannya, ?"Tang" suara keras
memekakkan telinga, karena didorong oleh pukulan
tangannya, genta besar itu seperti dipukul godam, mencelat
terbang dari atas kepalanya.
Bertepatan dengan itu, Jilian Ceng-hun yang sembunyi
diatas belandar melompat turun seraya menyambitkan tiga
batang pisau terbang.
"Tak usah sembunyi, keluar semua." bentak si tua
Bungkuk. Terpaksa Hong-iay-mo-li dan Hui-siok melompat keluar
bersama seraya menimpukkan senjata rahasia masing2. Honglaymo-li gunakan benang kebutnya sebagai Bwe-hoa-ciam,
sementara Hui-siok Sinni timpukkan serenteng biji tasbihnya,
dengan gerakan bidadari menyebar kembang, biji2 tasbihnya
itu terpencar di tengah udara mengincar keseluruh Hiat-to
dibadan Iawan. Tapi benang kebut Hong-lay-mo-li ditujukan kepada
Kongsun Ki, sedang biji tasbih Hui-siok ditimpukkan kearah si
tua Bungkuk. Ternyata sebelumnya mereka sudah mengatur rencana,
setelah musuh tiba di bawah genta Jilian Ceng-hun ditugaskan
memutus tali serempak tiga orang menyerang bersama
dengan senjata rahasia.
Sayang sekali rencana mereka sedikit meleset. Karena
terlalu tegang napas Jilian Ceng-hun terlalu keras sehingga
didengar Kongsun Ki, terpaksa dia harus bertindak sebelum
waktunya, sehingga tindakan pertama gagal.
Apalagi yang datang bukan satu seperti yang diduga,
namun dua orang, maka timpukan senjata rahasia mereka
terpencar mengarah sasaran yang diincarnya sendiri, sehingga
kekuatan serangan ini menjadi lemah.
Kalau senjata rahasia mereka bertiga serempak ditujukan
kepada Kongsun Ki, umpama tidak terluka parah, pasti dua
Hiat-tonya kena timpuk, dalam satu jam takkan bisa bergerak.
Kini mereka pencar perhatian sehingga kekuatan terbagi dua,
maka musuh lebih gampang utuk mematahkan serangan ini.
Situa Bungkuk tertawa dingin, jengeknya: "Hm, berani
main2 dihadapan seorang ahli." hanya melambaikan tangan
saja, sungguh aneh bin ajaib, biji2 tasbih yang terpencar dan
mengarah Hiat-tonya dari berbagai arah itu tahu2 seperti
tersedot tenaga gaib semuanya meluncur jatuh ketelapak
tangannya. Di sebelah sana Kongsun Kipun kebutkan lengan bajunya
menggulung seluruh benang2 kebut Hong-lay-mo-li serempak
diapun pukul jatuh tiga batang pisau terbang Jilian Ceng-hun.
Sementara itu genta besar itu masih belum jatuh ketanah,
lekas si tua Bungkuk tambahi sekali hantam lagi ,"Tang" sekali
ini gema suaranya lebih keras, biara kecil ini serasa bergetar
dan kupingpun hampir pecah. Daya luncuran genta besar ini
menjadi bertambah kencang, terbang kearah Hong-lay-mo-li
yang sedang menubruk maju.
Hong-lay-mo-li kerahkan Lwekang tingkat tinggi khusus
untuk meminjam tenaga, berbareng berkelebat sembari ulur


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

telapak tangan mengusap ke depan, dia gunakan tenaga lunak
yang kuat menyisir dan mendorong dipinggir genta besar itu,
genta segede itu seketika terbang kearah lain, sedikitpun tidak
mengeluarkan suara terus terbang kesamping dan jatuh diatas
lantai dengan enteng dan tak menimbulkan suara gaduh.
Akan tetapi meski Hong-lay-mo-li berhasil mendorong
genta besar itu kesamping seperti tidak mengeluarkan banyak
tenaga, hakikatnya dadanya bergetar keras dan napas sesak
oleh getaran tenaga dalam si tua Si tua bungkuk, tanpa kuasa
badannya berputar dua kali.
Si Bungkuk tergelak, ujarnya: "Kalian ini siapa ?"
Belum Hong-lay-mo-li bersuara, Kongsun Ki sudah tertawa
dingin, jengeknya: "Sumoay, agaknya sekarang kau pandai
main bokong dari tempat sembunyi segala, He, he, kau belajar
kepandaian keluargaku buat membokong diriku, apakah kau
tidak merasa keterlaluan " Dan kau Ceng-hun, kaupun hendak
membunuhku dengan pisau terbang, apa kau tega
membiarkan kakakmu menjadi janda?"
"O, kiranya genduk ini adalah Sumoaymu yang diangkat
jadi Bulim Bengcu, dijuluki Hong-lay-mo-li itu" Kalau begitu
kita kan termasuk sekeluarga." ujar si Bungkuk.
"Benar," sahut Kongsun Ki, "mereka adalah Su-muay dan
adik iparku, sayang kupandang mereka sebagai orang sendiri,
sebaliknya mereka pandang aku sebagai musuh."
Tegak alis Hong-lay-mo-li, makinya: "Kongsun Ki, kau
pengkhianat bangsa yang patut mampus ini, tidak malu kau
berhadapan dengan aku" Memang aku mempelajari
kepandaian keluargamu sampaipun cara bokong dan lain2
adalah meniru perbuatanmu. Bedanya bahwa aku membokong
Pengkhianat bangsa yang durhaka, sebaliknya kau khusus
mengerjai orang2 baik, sampaipun famili, istri dan
penolongmu."
"Tutup mulutmu." hardik Kongsun Ki.
"Apa salah yang kukatakan?" ejek Hong-Iay-mo-li.
"Bukankah kau membunuh istri sendiri" Kau mencuri belajar
kepandaian keluarga Siang yang beracun itu, hal ini sudah
membuktikan kau sudah tidak berperi kemanusiaan lagi, Kau
putar balik kenyataan menuduhku malah."
Berubah air muka Kongsun Ki, cepat dia mendebat "Locianpwe
jangan kau percaya obrolannya, Dia tidak mau
mengakui aku Suheng, aku memang memusuhinya, dia
memfitnah."
Si Bungkuk menanggapi secara tawar, katanya: "Persetan
dengan pertikaian kalian, Bahwa kau mau membantu aku,
perbuatanmu yang dulu aku tidak perlu ambil peduli. Sudah
cukup kalian mengobrol sekarang giliranku bicara, Dimana
Bing-bing Taysu" Apakah dia yang suruh kau membokong
kami disini" Hehe, dia tidak akan begini pengecut tidak berani
tampil, suruh anak2 kecil mengantar kematian,"
Hui-siok Sinni segera tampil bicara: "Bing-bing Taysu
adalah pendeta sakti yang luhur budi, sudah lama beliau
membuang sifat ketamakan manusia, memperebutkan nama
dan kedudukan segala, tiada rasa permusuhan dan dendam
pula. Kami sendiri yang tidak suka orang luar mengganggu
ketentramannya, maka sengaja kami tolak kunjungan orang2
luar pendek kata, Bing-bing Taysu tidak mau menemui kalian,
si-lakan Sicu kembali saja."
Si Bungkuk berkakakan, katanya: "Omong kosong, Bingbing
Taysu boleh tidak usah menemui orang lain, mana bisa
dia tidak keluar menemui aku" Kau pernah apa dengan dia,
berani kau tampil bicara?"
Kongsun Ki menyela: "Dia ini adalah kakak Bu-lim-thiankiau.
Entah punya hubungan apa pula dengan Bing-bing
Tausu?" Kongsun Ki tidak tahu, si Bungkuk justru sudah tahu,
Dengan seksama dia perhatikan Hui-siok Sinni sebentar, tiba2
dia menyengir tawa, katanya: "O, kiranya adalah Bok-hujin.
setelah kau bunuh suamimu, ternyata kau menyerah kepada
bapak mertuamu"
Dingin suara Hui-siok Sinni: "Bok-hujin yang kan kenal itu
sudah mati. Gelaranku adalah Hui-siok."
"Bagus, setelah kau jadi orang suci, tidak pantas kau
terlibat dalam pertikaian ini. Biji tasbih kukem-balikan, pergilah
baca mantramu." sekali tangan si Bungkuk terayun, rentengan
tasbihnya melesat terbang menderu keras kearah Hui-siok
Sinni. Semula biji2 tasbih itu ditimpukan secara terpencar dan
serempak jatuh kedalam telapak tangannya semua, kini
setelah bicara beberapa patah kata, dia sudah merentengnya
kembali, serta menimpukan balik sebagai senjata rahasia pula.
Betapa cepat gerak tangannya, sungguh sukar dilukiskan.
Biji2 Tasbih ini meluncur bukan dengan timpukan
mengarah Hiat-to, maka Hui-siok Sinni tahu si Bungkuk
sengaja hendak mengukur tenaga dalamnya, sudah tentu dia
tidak berani melawan dengan keras, segera kebutnya dia
kebas mengurangi daya terjang tenaga lawan, baru kebutnya
dia gulungkan kearah rentengan tasbih itu.
Namun demikian biji2 tasbih sekecil itu rasanya seberat
ribuan kati menindih tangannya. Tak terasa darah bergolak
dalam rongga dada Hui-siok, hampir saja dia terjungkal roboh.
Untung Hong-Iay-mo-li berada disampingnya, telapak
tangannya menempel di punggungnya, menyalurkan tenaga
hangat, baru badannya tertahan dan berdiri tegak lalu
memungut balik tasbihnya.
Kata Hui-siok Sinni menghela napas: "Orang seperti aku
memang tidak patut terlibat urusan, Tapi kalau ada penjahat
masuk kemari, terpaksa aku harus mengusirnya keluar."
Si Bungkuk ge-1ak2- kaianya: "Biar Bing-bing Taysu sendiri
yang menghadapi aku, Memangnya kau berani merintangi
jalanku?" "Bing-bing tidak suka diganggu orang luar, jikalau kau
berkukuh membuat onar disini, meski kepandaianku tidak
becus, tidak akan kubiarkan kau peting-kah disini,"
"Dan kau?" tuding si Bungkuk kepada Hong-lay-mo-li, "Kau
ini Loklim Bengcu, apa kaupun menjadi pelindung pintu biara
ini?" "Bing-bing Taysu adalah sahabat karib ayahku, kau kemari
mengganggu ketentraman beliau, adalah pantas kalau aku
mengusirmu pergi, Baiklah, hayo kau coba bobolkan dulu
pertahananku."
Si Bungkuk kembali bersuara heran, biji matanya terbalik,
katanya: "Ayahmu, em, jadi Liu Goa-n-cong yang dulu
membuat onar di istana negeri Kim dulu?"
"Tidak salah, ternyata kaupun kenal baik nama ayahku,"
Si Bungkuk manggut2, katanya: "Pernah kudengar bahwa
Liu Goan-cong kembali terjun di Kangouw, kembali jadi
preman, Memangnya, kalau dia hendak membantu kawan
tuanya ini, kenapa tidak keluar sendiri?"
"Kau tidak usah kuatir, Ayahku tidak sudi bergebrak dengan
manusia rendah macammu ini. Hayolah kau kalahkan aku
dulu," Si Bungkuk gelak2 ujarnya: "Loklim Bengcu segala aku
tidak takut, ayahmupun tidak gentar kuhadap. Walau kau ini
Loklim Bengcu, tetap adalah angkatan lebih muda,
menangpun tak perlu dibuat bangga. Kalau kau tahu diri
lekaslah menyingkir jangan kau paksa aku melukaimu nanti
orang mentertawakan aku menindas anak kecil."
"Thay-locianpwe," sela Kongsun Ki, "kebetulan dia adalah
Sumoayku, biar aku yang menangkapnya, serahkan dia
kepadaku."
Tahu bahwa Liu Goan-cong pernah mendapatkan ajaran
mujijat ingin si Bungkuk melihat sampai dimana tingkat
kepandaian Hong-lay-mo-Ii yang bukan mustahil pernah
mendapat didikan ayahnya, maka segera dia menjawab: "Baik,
silakan Kongsun-siheng turun tangan."
"Tugas berat ini kuserahkan kepada cici berdua" kata HongLay-mo-li kepada Hui-siok dan Ceng-hun, lalu dia memapak
kedatangan Kongsun Ki, jengeknya dingin: "Kongsun Ki,
bagaimana kalau kau dibanding Wanyan Liang" Wanyan Liang
memiliki laksaan tentara, karena perbuatan jahatnya, akhirnya
mampus tanpa ada tempat untuk mengubusrnya. setelah
mengalami hajaran di Jay-ciok-ki tempo hari, sampai sekarang
kau belum bertobat dan insaf diri" Hanya tiga hari perjalanan
kau bisa sampai di Jay-hwi-ceng, kunasehati kau pulang saja
minta ampun kepada ayahmu, hanya satu inilah jalan
hidupmu." Beringas muka Kongsun Ki malah, katanya sambil melolos
pedang lemasnya: "Liu Jing-yau, Apa kau hendak ke Jay-hwiceng?"
"Kalau benar kenapa" Kalau kau mau bertobat dihadapan
guru aku boleh bantu minta ampun bagi jiwamu."
"Kau ingin pergi ke Jay-hwi-ceng?" jengek Kongsun Ki
menyurigai, "Hm, tidak akan kubiarkan kau mengoceh
sembarangan mengadu domba dihadapan ayahku, Terpaksa
aku harus bertindak terhadapmu."
Agaknya sudah berkobar nafsu jahat Kongsun Ki,
permainan pedangnya diselingi pukulan telapak tangan yang
lihay, begitu turun tangan dia lantas lancarkan kedua ilmu
pukulan beracun yang lihay.
Tamparan telapak tangannya membawa deru bau amis
yang memualkan, untung Hong-lay-mo-li sudah mengulum Pisiatan, namun demikian, dadanya toh terasa sesak juga,
Lekas kebutnya dia mainkan menyampuk bubar bau busuk ini,
dalam waktu bersamaan pedang kedua pihak sudah beradu
"Tring" Hong-lay-mo-li tersurut berputar, tangkas sekali
pedangnya tersoreng miring terus mengiris dari depan.
Kongsun Ki didesak mundur setapak, pedang melintang
melindungi badan mengunci serangan Hong lay-mo-li. "Wut,
wut, wut" beruntun dia balas memukul dengan telapak tangan
Kongsun Ki mengutamakan pukulan tangan beracun,
permainan pedang hanya sebagai imbangan belaka, namun
dia bisa mendesak dengan gencar, Hong-lay-mo-li bergebrak
tak kalah cepatnya, dia menyerang untuk bertahan, dia
kembangkan kelincahan gerak badannya, supaya pukulan
lawan tidak mengenai badannya.
Namun sampukan angin busuk dari pukulan telapak tangan
lawan dirasakan terlalu hebat tekanannya, jelas rasa mualnya
semakin bertambah, Terasa oleh Hong-lay-mo-li setelah tiga
kali bergebrak dengan Kongsun Ki setelah suhengnya ini
berhasil menyakinkan kedua ilmu berbisa itu, tekanan pukulan
beracunnya yang memualkan ini bertambah semakin hebat,
Keruan kagetnya bukan main.
Kiranya dengan memperalat Beng Cau yang sudah menjadi
suami Siang Ceng-hong, akhirnya Kongsun Ki berhasil menipu
belajar ilmu Lwekang ajaran keluarga Siang sampai lengkap,
Lwekang dari aliran sesat memang gampang mencapai puncak
dan kemajuannya pun teramat pesat, apa lagi Kongsun Ki
sudah punya landasan Lwekang murni dari keluarganya,
dengan gabungan ilmu sesat dan lurus ini, dia berhasil
meyakinkan kedua ilmu berbisa itu. Taraf kepandaiannya
sekarang, malah lebih unggul dari tingkat kepandaian yang
pernah diyakinkan oleh Siang Kian-tian dulu.
Se-konyong2 Hong-lay-mo li merubah permainan
pedangnya, kaki bergerak mengikuti perubahan delapan
langkah kedudukan, sekaligus dia menusuk sembilan serangan
kepada Kongsun Ki, yang diincar adalah Hiat-to mematikan,
Kongsun Ki belum pernah menyasikan ilmu pedang serumit
dan seaneh ini, keruan kaget sekali, dia terdesak mundur
delapan langkah.
Dengan susah payah dia gunakan Bik-khong-ciang-lat yang
dikombinasikan permainan Yo-hun-kiam-hoat ajaran ayahnya
baru berhasil mematahkan serangan lawan.
Ternyata kali ini Hong-lay-mo-li lancarkan ilmu pedang
ajaran ayahnya, Dari istana negeri Kim ayahnya Liu Goan-cong
berhasil mencuri tiga belas gambar rahasia Hiat-to-tong-jin,
maka dia berhasil meyakinkan ilmu Tiam-hiat yang tiada
keduanya dalam dunia ini.
Dasar cerdik pandai dan teliti lagi, Liu Goan-cong berhasil
menyerap inti sarinya pula, kini dia merubah Keng-sin-ci-hoat
yang lihay itu melebur kedalam tiru2 permainan pedang, maka
terciptalah Keng-sin-kiam-hoat, pedang sebagai jari, didalam
satu jurus, sekaligus dia mampu mengincar Ki-keng.pat-meh
musuh. Sejak mempelajari ilmu ini dari ayahnya, baru pertama
kali ini Hong-lay-mo-li menggunakannya.
Yo-hun-kiam-hoat ajaran keluarga Kongsun Ki sebesarnya
merupakan ilmu pedang tingkat tinggi yang ampuh juga, tapi
karena Hong-lay-mo-li sendiri amat apal akan permainan Yohunkiam-hoat, maka Kongsun Ki jadi keriputan menghadapi
Keng-sin-kiam-hoat yang lihay dan belum pernah dilihatnya
ini. Dari bertahan kini Hong-lay-mo-li pergencar serangannya.
Kalau dengan ilmu pedang tak kuat bertahan Kongsun Ki
kerahkan pukulan beracunnya, hawa beracun berkembang
semakin tebal, pedang Hong-lay-mo-li selalu berhasil
disampuk pergi, setelah beberapa gebrakan berkutet dengan
sengit dan gigih, baru terhitung dia mampu mempertahankan
diri. Namun disamping dia harus kerahkan Lwekang murninya
untuk mempergencer pukulan Bik-khong-ciang, maka perbawa
dari kedua ilmu berbisanya jadi tak bisa dilancarkan
keseluruhannya.
Berhasil mendapat kesempatan ganti napas, menurut
ajaran Lwekang yang dia pelajari dari ayahnya, cepat sekali
rasa mual didada Hong-lay-mo-li sudah dapat dia usir keluar.
Melihat permainan pedang Hong-lay-mo-li, si Bungkukpun
tengah ber-pikir2: "Tidak sulit aku mengalahkan perempuan
iblis ini, tapi kalau Liu Goan-cong sendiri yang melawanku aku
pasti celaka Em. cara bagaimana aku harus mematahkan
serangan pedang aneh yang mengincar Hiat-to ini?"
Sudah tentu dia tahu bahwa ilmu pedang ini hasil ciptaan
Liu Goan-cong sendiri, dia insaf cepat atau lambat dirinya
pasti akan bentrok langsung dengan orang, kini melihat
perbawa ilmu pedang ciptaannya yang dimainkan putrinya,
tahu dirinya takkan mampu memecahkannya, betapa hatinya
takkan gelisah"
Dengan seluruh perhatian si Bungkuk menonton
pertempuran ini, diam2 dia pikirkan pula cara untuk
memecahkannya, tak terasa dia sampai melamun, setelah
Hong-lay-mo-li pulang pergi mainkan tiga kali ilmu pedangnya,
setengah jam sudah berlalu, waktu hampir mendekati tengah
malam.

Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Diatas pojokan atap biara disebelah kiri sana terdapat dua
lobang cukup besar yang belum sempat di tambal, sehingga
kelihatannya seperti jendela angin, sekilas kebetulan si tua
Bungkuk menengadah, dilihatnya bulan sudah naik tinggi
hampir mencapai pucuk langit sinarnya yang jernih amat
bening dan cemerlang, seketika tersirap darah si tua Bungkuk,
batin-nya: "Kenapa aku melupakan tujuan semula?"
Tapi Hui-siok Sinni dan Jilian Ceng-hun bertahan mati2an
didepan kamar samadi Bing-bing Taysu, Si Bungkuk tiba2
tertawa, katanya: "Apakah Bing-bing Taysu sembunyi dalam
kamar ini meyakinkan ilmu-nya?" sebagai seorang kawakan
dari gelagat yang di hadapi, lapat2 dia sudah menduga
dengan tepat. Sudah tentu bukan kepalang kejut Hui-siok
Sinni mendengar ucapannya.
Sambil melintangkan kebutnya Hui-siok berdiri tegak,
katanya kereng: "Dilarang masuk."
Si Bungkuk gelak2, serunya: "Bing-bing Taysu terlalu
pandang diriku, masakah harus meyakinkan ilmu segala untuk
menghadapi aku" He, he, agaknya kalian jadi tukang jaga
melindunginya, Memangnya kalian anak2 perempuan ini
mampu merintangi aku?"
Belum habis orang bicara, Jilian Ceng-hun menjengek
dingin penuh hina, mendelik mata si bungkuk. tanyanya: "Kau
budak cilik ini tertawa apa?"
"Aku tertawakan kau, sebagai seorang Bulim Cian-pwe,
ternyata nyalimu sekecil tikus."
"Siapa bilang aku penakut?" damrat si Bungkuk murka.
"Memang Bing-bing Taysu sedang tutup pintu meyakinkan
ilmu, malah latihannya segera bakal berakhir dengan baik.
Kalau kau berani silakan tunggu setelah dia keluar, tantanglah
bertanding secara terus terang, berlaku jantan sebagai
seorang ksatria, sekarang kau main kekerasan hendak terjang
masuk, memangnya apa maksudmu"
Kami kaum hawa memang tak terpandang dalam matamu.
tapi aku justru tidak gentar menghadapi musuh tangguh,
sampai matipun kami akan tetap merintangimu. Meski jiwa
kita ajal, jangan harap kau bisa bertindak dengan cara hina
dan-rendah untuk mencelakai jiwa Bing-bing Taysu."
Biasaya si Bungkuk amat membanggakan diri dan
mengagulkan gengsi, keruan merah padam selebar mukanya
dicercah begitu rupa, namun dia tahu bila Bing-bing Taysu
sampai berhasil meyakinkan ilmunya, mungkin dirinya takkan
kuat melawannya, kesempatan sesulit ini, kenapa harus
disia2kan"
Setelah dipertimbangkan bolak balik, pikiran jahatnya tetap
unggul, katanya menyeringai dingin: "Darimana kau tahu aku
hendak mencelakai Bing-bing Tajsu" Aku datang hendak
menjenguk teman tuaku, dia sedang tutup pintu meyakinkan
ilmu, kebetulan aku bisa menjaganya."
"Ucapanmu hanya bisa mengapusi anak2 kecil." Olok Huisiok
Sinni. Dari malu si Bungkuk jadi gusar, katanya, "Kalian tak mau
percayo, apa boleh buat" Aku tiada tempo ngobrol dengan
kalian, lekas minggir, cukup asal melihat muka teman lamaku,
segera aku berlalu. Kalau tidak jangan kalian menyesal kalau
ku bertindak kasar terhadap kalian." sembari bicara kakinya
segera melangkah maju hendak menerjang secara kekerasan.
"Lo-cianpwe, apa tidak tahu malu." maki Hui-siok Sinni,
Kebut dia obat abitkan, dia bertekad akan melawan sampai
titik darah terakhir.
"Kau cari mampus." bentak si Bungkuk, sekali dia
layangkan telapak tangannya, deru angin menerjang kedepan,
tahu2 jari2nya mencakar maju.
Terasa oleh Hui-siok Sinni angin kencang menerpa
mukanya, belum lagi serangan tangan orang mengenai
badannya, dada seperti ditindih benda ribuan kati. Sebat sekali
dari samping Jilian Ceng-hun gerakan serulingnya menutuk Jhkhihiat dibawah ketika si bung-kuk.
Lawan dipaksa membalikan tangan menjentik dengan jari,
serulingnya kena diselentik pergi, namun cengkraman jari
tangannya menjadi menceng, sebat sekali Hui-siok Sinni
berkelit, berbareng menggeser ke-samping sambil ayun
kebutnya yang terkembang, kembali kebutnya menyampuk
kemuka orang. Serempak Jilian Ceng-hun menerjang maju
pula dari arah lain dengan serangan serulingnya.
Kepandaian Hui-siok memang kalah tinggi dari adiknya Bulimthian-kiau, namun kepandaiannya sudah termasuk kelas
satu dalam Bulim, Terutama kepandaian kebutnya ini lain dari
yang lain, merupakan kepandaian tunggal dalam Bulim.
Tak nyana menghadapi serangan gencatan dari dua arah
ini si Bungkuk ternyata tidak berkelit, dia tetap merangsak
kepada Jilian Ceng-hun membelakangi Hui-siok-sinni. Tapi
jubah yang dipakainya itu tiba2 melembung seperti layar
terkembang ditiup angin laju, "BIang" kebut Hui-siok Sinni
hanya mengenai punggungnya seperti memukul tambur.
Toa-cui-hiat dipunggung merupakan Hiat-to yang
mematikan, Bagi tokoh silat yang memiliki Lwekang tinggi, bila
terkena pukulan pada Hiat-tonya ini, jiwanyapun bisa
melayang seketika, Tak nyana si Bungkuk kerahkan hawa
murninya sehingga jubahnya melembung, maka kebut Huisiok
Sinni membalik tanpa menimbulkan reaksi yang berarti,
pakaian orang sedikitpun tidak rusak.
Bahwa si bungkuk tidak hiraukan serangan kebut Hui-siok
dari belakang, namun dalam sekejap itu dia sudah lancarkan
tiga jurus serangan kepada Jilian Ceng-hun, untung ilmu
permainan seruling Jilian Ceng-hun cukup hebat, gerak
geriknya aneh dan banyak variasinya, tiga kali jarinya
mencengkram, ketiga-nya tak berhasil menangkap seruling
orang. "Bagus." tiba2 sibungkuk berseru memuji, "kira-nya kau
salah satu keturunan dari Sam-ho lhsu dari aliran Liau yang
mendapat ajaran murninya. Sayang latihanmu belum matang,
paling hanya kuat melawan sepuluh jurus." - Sam-ho lhsu
adalah kakek guru Bu-lim-thian-kiau, guru ayah Jilian Cenghun
dan guru Siang Kian-tian, ayah Siang Ceng-hong atau
mertua Kongsun Ki.
Karena serangan kebut tak berhasil lekas Hui-siok rubah
permainannya, Lwekang dia kerahkan, benang kebutnya dia
himpun menjadi satu, kini dia mainkan sebagai Poan-koan-pit,
peranti menutuk tiga puluh enam Hiat-to dibadan lawan.
Karena itu meski sasaran serangannya tidak seluas
kebutannya tadi, namun tenaga serangannya ini lebih
dipusatkan dan kuat. Mau tidak mau si Bungkuk harus sedikit
pecah perhatian untuk menghadapinya.
Tekad si bungkuk sudah tak tergoyahkan, ingin selekasnya
menerjang masuk kekamar samadi, lama kelamaan dia tak
sabar lagi, timbul nafsu membunuh, bentaknya: "Kalian mau
mundur tidak" jangan salahkan aku tak kenal kasihan lagi,"
tiba2 dia bahkan telapak tangannya, tenaga pukulannya bagai
gugur gunung, Hui-siok tergertak sempoyongan, hampir tak
kuat berdiri. "Lepaskan." hardik si Bungkuk, lengan bajunya mengebut,
kebut Hui-siok Sinni kena digulungnya.
Dalam pada itu Hong-lay-mo-li sedang berhantam sengit
dengan Kongsun Ki, namun dia selalu pasang kuping dan
pertang mata kesekitarnya, melihat situasi pihak Hui-siok tidak
menguntungkan tiba2 dia jejak kaki mencelat maju seraya
membentak: "Lepaskan." badan masih terapung, belum lagi kaki
menyentuh tanah, pedangnya beruntun menusuk delapan kali
kepada si Bungkuk, dalam sekejap mata Ki-king-pat-meh
disekujur badannya dibawah incaran ujung pedangnya.
Memangnya yang paling ditakuti si tua Bungkuk adalah
Keng-sin-kiam-hoat yang khusus menusuk Hiat-to ini, terpaksa
dia harus luangkan sebelah tangannya, menyampuk pergi
dengan pukulan Bik-khong-ciang, ditengah udara Hong-Iaymoli mencelat jumpalitan ter-balik, kebetulan dia berhadapan
pula dengan rangsakan pedang Kongsun Ki.
Hui-siok Sinni berkeringat dingin, diam2 dia ber-doa dalam
hati supaya Thian melindungi dan sang waktu lekas berlalu,
supaya sang mertua bisa lekas berhasil dan sempurna dalam
latihan Lwekangnya. sementara Jilian Ceng-hun juga
bersyukur bahwa dirinya telah dibantu Liu-cici, kalau tidak
jangan kata sepuluh jurus. mungkin lima juruspun dia sudah
keok. Walau berhasil memukul mundur Hong-lay-mo-li, tak urung
si tua Bungkuk merasa kagum akan Gin-kang dan keganasan
ilmu pedang Hong-lay-mo-li. Untuk menjaga jangan sampai
dirinya disergap dan kena di-selomoti lagi, mau tidak mau
perhatiannya sedikit terpecah dan seranganpun tidak sepenuh
tenaga. Sebaliknya Hui-siok dan Ceng-hun berdiri berdampingan
melawan dengan gigih, setapakpun tak mau mundur, maju
mundur bergantian menghadapi serangan lawan, bila perlu
balas menggempur bersama, Tapi lantaran menyergap dari
belakang dan tertolak balik oleh pukulan Bik-khong-ciang
musuh, tak urung Hong-Iay-mo-li rasakan dadanya bergetar
sesak, darah bergolak, untung tidak terluka, namun hawa
murninya sedikit susut.
Memangnya Lwekang Kongsun Ki sekarang sudah lebih
unggul dibanding dirinya, karena kesusutan ini, sudah tentu
keadaan standing tadi kini berbalik, lawan mendapat
kesempatan balas merangsak dengan gencar.
Dengan kerahkan seluruh kekuatannya Kongsun Ki
kembangkan Yo-hun-kiam-noat ajaran keluarganya, ujung
pedangnya serasa diganduli benda ribuan kati, tunjuk ke timur
mengiris kebarat, gerak jurus permainannya semakin lambat.
Tapi setiap gerakan pedangnya mengandung kekuatan lunak
yang tersembunyi.
Keng-sin-kiam-hoat Hong-Iay-mo li yang cepat laksana kilat
itu ternyata berhasil di kunci dan tak berdaya sama sekali.
Kiranya kedua macam ilmu pedang ini satu sama lain timbul
perlawanan yang mematikan jikalau Lwe-kang kedua pihak
kira2 setanding dan terpaut tidak jauh, jurus permainan Kingsinciam-hoat amat aneh dan menakjupkan, dengan
kecepatan menggempur lambat, lama kelamaan akan bisa
mengambil keuntungan namun kini keadaan terbalik.
Lwekang Kongsun Ki saat ini setingkat lebih unggul dari
Hong-lay-mo-li, Yo-hun-kiam-hoat yang dia kembangkan
justru khusus untuk mengunci setiap jurus ilmu pedangnya,
maka Hong-lay-mo-li terdesak dibawah angin.
Terpaksa Hong-lay-mo-li menyusutkan diri dalam ruang
geraknya dalam arena yang lebih kecil, sekuat tenaga dia
tesus bertahan, gerak langkah dan permainan pedangnya
tetap belum kacau.
Tapi begitu diatas angin, pukulan beracun Kongsun Ki
bertambah kuat ganas, Hong-lay-mo-li dipaksa untuk
mengerahkan hawa murni melawan hawa beracun, sudah
tentu keadaannya lebih runyam, Dalam waktu singkat dia
hanya mampu bertahan dan terkurung oleh sinar pedang
Kongsun Ki, tak mampu balas menyerang lagi.
Panca indra si tua Bungkuk amat tajam, diam2 dia pun
pasang kuping dan pentang mata, melihat situasi mulai
menguntungkan Hong-lay-mo-li takkan mampu main sergap
pula terhadap dirinya, maka penjagaan-nya sudah mulai
berkurang, karena kekuatiranya hilang, sekarang dia bisa
kerahkan seluruh kekuatan dan pusatkan perhatiannya untuk
melancarkan serangan mematikan kepada Hui-siok dan Jilian
Ceng-hun. "Bok-hujin," kata si Bungkuk setelah beberapa jurus
berselang pula. "kalau tidak mau minggir, terpaksa biar
kupertemukan kau dengan suamimu dialam baka." mendadak
dia dorong kedua telapak tangannya, angin pukulannya bagai
gugur gunung, Kebut Hui-siok Sinni sampai tergetar mencelat
pergi, kakipun tersurut tujuh delapan langkah, "Huuuaah."
sekumur darah menyembur dari mulutnya.
Untunglah tepat pada saat itu dari dalam kamar samadi
terdengar suatu suara aneh, semula mendesis seperti sesuatu
yang melayang dan bergerak ditengah udara, suaranya jernih
dan lembut, tiba2 melompat tinggi, laksana pekik naga
ditengah rawa, seperti harimau mengaung dilembah sunyi.
Keruan si tua Bungkuk kaget sekali, Ternyata itulah
pertanda dari tahap terakhir dan latihan samadi memupuk
kekuatan Lwekang tertinggi yang sudah berhasil diyakinkan
secara sempurna.
Untuk melatih Lwe-kang samadi tingkat tinggi terdiri empat
tahap, Tahap pertama adalah "Hong" atau angin, didalam
samadi duduk tenang itu tiba2 terasa dalam keheningan yang
membeku ini timbul angin menghembus silir, itu berarti hawa
murni mulai mengalir lancar memenuhi seluruh badan.
Tahap kedua adalah "Joan" atau sengal, bagi orang yang
meyakinkan latihan ilmu Lwekang jn setelah hawa murni
memenuhi sekujur badan, dimana2 terasa ada hawa sehingga
badan seolah2 akan melembung, secara wajar dan pasti maka
terdengarlah deru napas yang memburu dan panjang, tapi
dengan sengal2 napas orang biasanya berbeda. sedikitpun tak
terasa sesak atau sakit, namun semakin cepat malah semakin
segar dan nyaman.
Tahap ke-tiga adalah "Khi" atau hawa, karena samadi dan
napas sengal2 sehingga mengeluarkan suara aneh, itu
menandakan bahwa hawa murni semakin terpusat dan
menghimpun dalam satu wadah mencapai titik puncaknya jadi
seluruh latihan Lwe-kangnya sudah bakal berakhir pada tahap
tertinggi. Saking kagetnya si tua Bungkuk, tak sempat menambahi
hajaran kepada Hui-siok Sinni lagi, secara kekerasan dia
hendak terjang masuk kedalam kamar, Ss-konyong2 terdengar
"Siiiuut" suitan mendadak putus ditengah jalan. Ternyata Bingbhig
Taysu yang samadi sudah mencapai tahap keempat yaitu
tembus pada Tan-thian (pusar) yang dinamakan tentram
istirahat, artinya bahwa Lwekang yang diyakinkan sudah
berhasil baik dan keadaan berubah menjadi damai tentram,
napas kembali lancar seperti sedia kala.
Lekas si tua Bungkuk hentikan langkahnya tak berani
menerjang lebih lanjut. Tak lama kemudian, di-lihatnya pintu
kamar samadi pelan2 sudah tarbuka, dengan bersabda Budha
Bing-bing Taysu melangkah keluar, katanya:
"Siancay. siancay. Ditempat suci ini darimana datangnya
hawa membunuh" sukalah kalian pandang muka Loceng
berhenti sebentar"-" pelan2 Bing-bing Taysu beranjak keluar.


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bahwa si tua Bungkuk sudah menghentikan pertempuran
namun disebelah sana Kongsun Ki yang sedang unggul tengah
mengembangkan pukulan Hoa-hiat to, dalam detik2 yang
gawat itu jelas pukulannya bakal membunuh Hong-lay-mo-li,
sudah tentu dia tidak mau menghentikan pertempuran begitu
saja. Mengendus bau busuk yang amis dari angin pukulan
Kongsun Ki, berkerut alis Bing-bing Taysu, "0mi-tohud."
setelah bersabda kembali dia berkata: "Biara merupakan
tempat suci ber.sih, mana boleh terkandung bau busuk.,
Harap Sicu suka memberi muka kepada Lolap, hentikanlah
pertempuran."
Dari kejauhan Bing-bing Taysu merangkap kedua telapak
tangan seraya sedikit membungkuk, namun Kongsun Ki disana
seketika merasakan hawa busuk yang ditimbulkan dari
pukulannya tiba2 menerpa balik, sehingga dia sendiri
menyedot hawa beracunnya sendiri, keruan kagetnya bukan
main, lekas ia hentikan serangannya seraya lompat mundur,
ter-sipu2 dia kerahkan hawa murninya, untung latihan
Lwekang yang dia curi dari keluarga Siang sudah mencapai
tingkat ke delapan, setelah menarik napas panjang beberapa
kali, hawa beracun yang disedotnya lekas sekali sudah dia
hembus keluar, namun demikian, kepalanya sendiri toh masih
merasa pusing, keruan kagetnya bukan-main.
Adalah wajar bila Kongsun Ki amat kaget, karena hampir
saja senjata merenggut jiwa tuannya sendiri, tak urung Bingbing
Taysu sendiripun merasa kaget pula. Ternyata untuk
sedikit menghukum dan memberi peringatan kepada Kongsun
Ki yang mentang2, dia gunakan Bu-siang-sia-kang yang baru
saja berhasil dilatihnya.
Walau yang dia gunakan hanya tiga bagian tenaganya saja,
namun bahwa Kongsun Ki mampu bertahan, tidak sampai
celaka oleh racun sendiri yang ditolak oleh angin pukulannya
tadi, terhitung juga sukar dicari orang berbakat sedemikian
lihay. Si Bungkukpun tahu dengan bakal kepandaian Kongsun Ki
cukup berkelebatan untuk menjadi pemban-tunya, maka dia
undang dan mengajaknya kemari. Kini melihat Bing-bing
Taysu hanya sedikit mengangkat telapak tangan sewajarnya,
Kongsun Ki sudah kena di-kebahnya mundur dengan
dirugikan, maka bertambah rasa jeri dalam hatiinya.
Namun dasar tua2 keladi, meski hati jeri namun mimik
mukanya sedikitpun tidak kentara, katanya tawar: "selamat
kepadamu Taysu kembali kau berhasil meyakinkan ilmu
tunggal yang sakti."
Bing-bing Taysu berkata: "Kiranya Thay Bi-heng, sehat2
saja selama berpisah. Entah ada urusan apa kau berkunjung
kemari?" Terbalik mendelik kedua biji mata si tua Bung-kuk, sorot
matanya menyala gusar, katanya: "Dua puluhan tahun
lamanya untung hidup tentram damai, tidak sakit tidak
sekarat. Umpama orang memakiku si Bungkuk cacat juga
sudah kebal telingaku mendengar-nya."
Bing-bing Taysu berkata dengan penuh sesal: "Lo-lappun
amat sesalkan kejadian dulu itu. Thay Bi-heng kemari, apakah
kau hendak menuntut balas kesalahan-ku dulu?"
"Peristiwa tempo dulu kau tidak mau mengungkat-nya,
akupun tak sudi menyinggungnya pula. Tapi mau tidak mau
harus dipersoalkan pula, Apakah pertikaian ini bisa
diselesaikan tergantung kepadamu sendiri."
Bing-bing Taysu menghela napas, ujarnya. "Urusan dunia
melihat manusia, belenggu selalu takkan bisa copot sendiri.
Baiklah. memang sudah lama Lolap menunggu kedatanganmu
cara bagaimana kau ingin menyelesaikan persoalan ini, silakan
katakan. "Kedatanganku membawa dua tugas, disamping demi
kepentingan umum juga demi kepentingan ku sendiri, jikalau
kedua hal ini bisa diselesaikan serentak dengan baik, kita
tetap menjadi sahabat lama."
Bing-bing Taysu rada heran. katanya: "Lho, kau masih
punya kepentingan umum apa pula" Lolap sudah berada
didunia kosong, sudah lama tidak mencampuri urusan
duniawi, Thay Bi-heng memikul tugas dinas masuk kepintu
biaraku, kukira kau salah jalan."
"Walau kau cukur gundul menjadi Hwesio, tetap kau adalah
bangsa Kim. baginda ada perintah, tentunya kau sudi
menerimanya bukan?"
Dingin sikap Bing-bing Taysu, katanya tawar: "Setelah
berada diluar dunia, aku sudah menjadi manusia luar. Perintah
raja segala, belum tentu bisa membelengu diriku, Mau tidak
mau menerima tergantung kepadaku sendiri."
Si Bungkuk ter-Ioroh2, katanya: "Bing-bing Taysu, terlalu
cepat kau menolaknya, Kan kau belum tahu apa bunyi
perintah raja ini?"
"Baiklah, coba kau sebutkan, sebagai seorang luar dunia,
maaf aku tidak bisa berlutut segala untuk menerima perintah
raja." "Baginda raja yang baru sudah menduduki jabatannya,
namun kedudukan Koksu masih kosong, Maksud Baginda ingin
mengundangmu turun gunung menjadi Koksu bangsa negeri
sendiri. Aku tahu kau tidak kemaruk kedudukan dan
kemswahan, namun undangan ini merupakan panggilan besar
yang sekaligus mengangkat nama baikmu, Kau mau terima
tidak?" "Bukankah sudah ada Kim Cau-gak yang menjadi Koksu?"
"Raja dari suatu dynasti berganti maka para menterinyapun
pasti berubah, Kim Cau-gak adalah Koksu-nya Wanyan Liang,
sekarang tidak menjadi gilirannya pula menduduki jabatan ini.
Baginda tahu kau berilmu silat tinggi dan seorang pendeta
sakti yang luhur budi lagi. selama ini kau dikagumi dan
diindahkan oleh rakyat negeri, maka beliau mengundangmu
untuk mengisi kekosongan ini, Derajat setinggi ini, orang lain
meminta dan mengejarnyapun belum tentu memperoleh-nya,
sebetulnya kau mau terima tidak?"
"Terima kasih akan maksud baik ini, aku tidak mau terima."
sahut Bing-bing Taysu tawar.
"Lho. kenapa begitu?" si Bungkuk keheranan.
"Manusia mempunyai cita2nya sendiri, nama dan
kedudukan bagiku bagai mega mengembang, Koksu
kupandang sebagai tanah kotoran. Aku sudah bebas du'i
empat pantangan, kenapa pula harus menjadi Koksu segala,
mencari kesulitan sendiri belaka" Dan lagi aku bukan pilihan
tepat untuk jadi Koksu, manusia sebangsa Kim Cau-gak
memangnya setimpal, kalau tidak kau saudara Thay Bi sendiri
juga cocok."
Sindiran tajam seketika membuat merah padam muka si
Bungkuk, namun repat sekali dia menyeringai tawa, katanya:
"Sayang Baginda tidak mencalonkan aku, Jadi jelasnya, kau
tidak mau terima dan membantu Baginda?"
"Bilang satu tak pernah menjadi dua. Memangnya perlu
kutegaskan sekali lagi."
"Bing-bing Taysu, maaf kalau aku bicara blak2an, kau tidak
mau membantu Baginda, apa kau mau bersekongkol dengan
Liu Goan-cong dan lain2 melawan Kim membantu Song?"
"Aku tidak senang disudutkan dengan pertanyaanmu ini."
"Aku hanya minta kau suka memandang muka sahabat
lama, jawablah sepatah kata, Bukankah kau pun ada maksud
untuk membuat penyelesaian dengan aku?"
"Baik, karena kau sudah menyinggungnya, biarlah kujawab
Lolap hanya tekun mempelajari ajaran agama, tiga puluh
tahun sudah lalu tak pernah aku turun gunung, selanjutnya
seumur hidupku ini akupun takkan turun gunung, Kau cukup
puas bukan."
Memang jawaban inilah yang ditunggu si Bungkuk, keruan
senangnya bukan main, namun dia masih menegas: "Apa
benar ucapanmu?"
"Orang beribadat tidak akan bohong," sahut Bing-bing
Taysu. "Baik, persoalan ini kuhitung beres setengah persoalan
umum sudah kubicarakan kini giliranku membicarakan
persoalan pribadi." kata si Bungkuk.
"Persoalan pribadi apa" Ah, tak usah diperbincangkan."
"Terus terang, untuk kedatanganku ini, persoalan umum
kuangap kurang penting malah, persoalan pribadi aku justru
ingin menanyakan kepadamu supaya jekas."
Apa boleh buat Bing-bing Taysu bertanya: "Baik. silakan
kau ajukan persoalanmu."
Dengan melirik si Bungkuk mengawasi Bing-bing Taysu,
katanya tandas: "Siau-Iing-cu pernah datang kemari tidak?"
Seketika Bing-bing Taysu menarik muka, katanya. "Apa
maksud pertanyaanmu ini?"
Berkata si Bungkuk pelan2: "Sepuluh tahun yang lalu dia
minggat meninggalkan aku, sampai sekarang aku belum
menemukan jejaknya, Kukira dia akan kemari mencari
perlindunganmu, paling tidak pernah kemari menemui kau?"
Dingin sikap Bing-bing Taysu menanggapi pertanyaan ini,
tanyanya malah: "Apakah kalian belum tahu bahwa aku sudah
jadi Hwesio?"
"Aku tahu, diapun tahu, jelasnya kau jadi Hwesio lantaran
dia." "Saudara Thay Bi, agaknya tidak pantas kau mengucapkan
hal ini." sebagai orang beribadah yang sudah sepuluhan tahun
hidup dalam ketenangan namun dikala Bing-bing Taysu
mengucapkan perkataannya ini, suaranya tinggi lantang,
malah kedengaran gemetar, jelas bahwa hatinya terharu dan
emosi. Si Bungkuk tetap menatapnya dingin dan sinis, katanya:
"Orang beribadah tidak bohong, beranikah kau bilang bahwa
hal ini bukan kenyataan?"
"Baiklah, agaknya terlalu besar prasangkamu, terpaksa biar
kujelaskan. Tiga puluh tahun yang lalu, waktu pertama aku
cukur gundul menjadi Hwesio, memang benar ingin
menyingkir dari hadapan kalian, tapi bukan seluruhnya ingin
menjauhi kalian. Setelah lama aku tekun mempelajari agama,
aku sudah tawar akan kehidupan duniawi, pribadiku yang lalu
sudah lama jadi tanah, masakah aku harus mencari kerisauan
hati lagi?"
Agaknya si Bungkuk sedikitpun tidak terketuk sanubarinya
oleh uraian Bing-bing Taysu, seperti percaya tidak percaya,
Terpaksa Bing-bing menambahkan dengan menghela napas:
"Saudara Thay Bi, hari ini kau datang dari jauh, biarlah
sekedar kuberi wejangan sebagai bekal dijalan..."
"Aku tidak ingin jadi pendeta, buat apa belajar wejangan
segala, Hanya sepatah kata pertanyaanku sa-ja: "Apa benar
kau tidak tahu dimana Siau-ling-cu berada ?"
Sedih hati Bing-bing Taysu bahwa orang tak bisa diinsafkan
katanya: "Bukan saja tak pernah aku melihatnya akupun tak
tahu dimana dia berada: Kalau kau selalu berperasangka, yah.
apa boleh buat."
"Baiklah, kalau begitu maaf aku telah mengganggu
ketenanganmu Terima kasih akan petunjukmu. aku mohon
diri." tiba2 dia merangkap kedua tangan seraya membungkuk
badan, Lahirnya dia berlaku hormat, namun kenyataan
sembari membungkuk dan merangkap tangan ini dia
melancarkan serangan bokongan yang amat keji sekali.
Begitu badannya terbungkuk se-konyong2 hawa dingin
timbul dan menerpa kedepan, Hong-lay-mo-li dan Hui-siok
Sinni berdiri disamping, seketika dirangsang hawa dingin yang
membekukan tulang, untung mereka mempunyai dasar latihan
Lwekang yang tinggi, kalau tidak pasti tidak tahan.
Mendadak diserang sudah tentu Hong-lay-mo-ii kaget,
lekas dia menggeser mundur tiga tindak, Tapi Bing-bing Taysu
tetap berdiri tegak tidak bergeming ditempatnya laksana
sebuah patung kaku, bukan saja tidak menghindar juga tidak
menangkis, Hong-lay-mo-li tahu Bing-bing Taysu sengaja tidak
mau balas menyerang, keruan hatinya gusar, teriaknya:
"Taysu, apakah tidak tahu dia main bokong" Terpaksa aku
tidak bisa tinggal diam." Sret segera dia lolos pedangnya,
Tiba2 dilihatnya Bing-bing Taysu mengulapkan tangan
kepadanya, kebetulan Hong-lay-mo-li sedang mengawasi
mukanya, Semula dia kira Bing-bing Taysu takkan terkena dan
terluka, tak nyana dilihatnya biji mata sebelah kiri Bing-bing
Taysu mencucurkan darah, keruan kagetnya bukan main,
namun Bing-bing Taysu sendiri hanya tersenyum ewa saja,
agaknya matanya yang terpejam ini sudah buta.
Si Bungkuk tertawa dingin, katanya: "Banyak adat tidak
akan disalahkan orang. biarlah aku menyampaikan terima
kasih Siau-ling-cu sekalian." belum sempat Hong-lay-mo-li
bertindak, si Bungkuk kembali membungkukkan badan.
Bing-bing Taysu tiba2 menghardik: "Sekali pukulan ditebus
sebuah mata. kau boleh cukup puas, apa-pula yang kau
inginkan" Hutang Lolap sudah lunas, takkan kubiarkan kau
yang berjiwa kotor ini berdiri ditempat suci ini."
Dari samping Kongsun Ki membarengi melancarkan
serangan gelap, Tiba2 terasa sejalur angin kencang laksana
anak panah yang dingin sekali melesat ke arahnya, Kiranya
Bing-bing Taysu gunakan Lwekang tingkat tinggi, tenaga
gempuran si Bungkuk yang dingin dahsyat itu dia putar dan
tuntun kearah dirinya.
Tahu jiwanya terancam, lekas Kongsun Ki gunakan gerak
burung dara jumpalitan, badannya mencelat jumpalitan
kebelakang, beberapa tombak meluncur keluar pintu.
Bersama dengan itu "Sret" Hong-lay-mo-li tusukan
pedangnya, sedang Hui-siok Sinni memburu maju memayang
Bing-bing Taysu, Jelas tusukan pedang Hong-lay-mo-ii hampir
mengenai si Bungkuk, tiba2 ujung pedangnya kena tertolak
miring oleh sejalur tenaga lunak dari samping.
Tampak Bing-bing Taysu merangkap kedua tangan,
katanya: "Jangan terlalu banyak menyambung permusuhan
Biarkan dia pergi Enyah."
Bagi pendengaran Hong-lay-mo-li, Hui-siok Sinni dan Jilian
Ceng-hun, hardikan "ENYAH" kedengarannya biasa saja, tapi
bagi pendengaran si tua Bungkuk justru laksana halilintar.
Kiranya Bing-bing Taysu menggunakan Say-cu-hong-kang
dari aliran Budha, hardikan-nya laksana kemplangan pentung
besar yang keras di atas kepalanya, suaranya dia himpun
menjadi segaris, hanya disalurkan masuk ke telinga si
Bungkuk, maka orang lain tidak terpengaruh apa2.
Bergetar jantung si Bungkuk, baru sekarang dia insaf
bahwa Bing-bing Taysu sudih berhasil meyakinkan Bu-siangsin

Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kang, kepandaiannya ternyata jauh lebih tinggi dari
kemampuannya, Bahwa Bing-bing terima dibutakan sebelah
matanya tanpa balas menyerang, setelah rasa penasarannya
lenyap, rasa takutnyapun hilang. Betul juga seperti mendapat
pengampunan tepat Si Bungkuk lari sipat kuping.
Bahwa Bing-bing Taysu masih mampu menggunakan Saycuho-kang, maka legalah hati Hui-siok, ia tahu bahwa luka2
mertuanya tidak berarti, namun tak tertahan dia bertanya:
"Kong-kong, kau tidak apa2 bukan?"
"Untunglah baru saja aku berhasil meyakinkan Kim-kongputhoay-sim-hoat (ilmu weduk), kalau tidak takkan kuat
menahan kekuatan Hian-im-ci yang ganas itu, Kini aku sudah
kehilangan sebuah mata, namun pertikaian masa lalu
terhitung himpas, legalah sanubariku yang tertekan selama
ini." Haru Hong-lay-mo-li akan kebajikan dan ketulusan Bingbing
Taysu. cuma dia mempunyai pendapat lain mengenai
persoalan ini, Bing-bing Taysu adalah pendeta sakti dari
angkatan tua tak enak dirinya mengembong iblis yang sesat,
masalah Bing-bing Taysu segera dia bertanya:
"Taysu sebenarnya punya permusuhan apa dengan laki2
Bungkuk itu?" sementara dalam hati dia membatin: "Situa
Bungkuk jelas adalah gembong iblis yang sesat, masakah
Biing-bing Taysu pernah melakukan perbuatan tercela
kepadanya?"
Bing-bing Taysu tertawa, katanya: "Dalam persoalan ini aku
sendiri masih bingung, apakah aku yang salah atau dia yang
salah" sebetulnya tak ingin aku mengungkat persoalan ini,
namun kau menanyakan, biarlah kujelaskan ala kadarnya."
"Waktu muda akupun pernah mencintai seorang gadis, hal
ini terjadi pada masa lalu yang sudah lama sekali, gadis itu
adalah Siau-ling-cu yang disebut Thay Bi tadi, Sayang sekali
akhirnya terjadi suatu tragedi yang tragis, didalam tragedi ini
Thay Bi akhirnya menjadi Bungkuk dan aku meniadi Hwesio,
sementara pengalaman hidup Siau-ling-cu jauh lebih
mengenaskan lagi, setelah menjadi istri Thay Bi, suami istri
tidak akur, akhirnya dia minggat meninggalkan suami, sampai
sekarang tidak diketahui jejaknya.
Ai, akupun baru saja tahu bahwa dia sudah menghilang,
Tragedi ini, ai, tragedi ini..."
________________________________________
Dengan akal apa Thay Bi menghadapi tuntutan Kuang Hut
dan berhasil mempersunting Siau-Iing-cu"
Apakah Hong-Iay-mo-Ii dan Siau-go-kan-kun bisa
membongkar intrik2 didalam Kaypang" Apakah Kongsun Ki
berhasil merebut kedudukan Kaypang Pangcu"
Apa pula yang ditemukan dan dihadapi Hong-Iay-mo-Ii
dirumah gurunya"
(Bersambung ke bagian 39)
Bagian 39 Sampai disini biji matanya yang tinggal sebelah itu
terpejam, suaranya terputus, kembali pada posisi duduk
bersimpuh seperti biasanya dia bersamadi, mata terpejam
memeras otak. Maka pengalaman masa lalu kembali
terbayang didepan matanya. Dan terciptalah sebentuk
bayangan seorang gadis muda nan ayu jelita Siau-ling-cu.
Tentunya sekarang Siau-ling-cu adalah seorang nenek yang
sudah penuh keriput wajahnya, tapi diwaktu Bing-bing Taysu
mengenalnya, dia masih merupakan gadis mekar yang
menanjak remaja, usianya belum genap dua puluh, nama
aslinya adalah Ni Kim-ling, karena suara katanya merdu dan
nyaring seperti kelinting enak didengar maka orang manjadi
kebiasaan memanggilnya Siau-ling-cu.
Walau usia Siau-ling-cu masih muda, namun di kalangan
Kangouw dia merupakan Pendekar perempuan yang sudah
punya nama, laki2 yang mengejar cinta dan kepincuk
kepadanya tak terhitung banyaknya. Bing-bing Taysu adalah
salah satu pemuda yang memujanya.
Tentunya Bing-bing Taysu waktu itu belum menjadi
Hwesio, nama premannya yang asli adalah Kuang Hut,
Sebagai seorang bangsa Kim, namun dia menentang rajanya
yang lalim, maka akhirnya dia terima mengembara di
Kangouw menjadi pendekar budiman yang menolong yang
lemah dan miskin memberantar korupsi dan kelaliman
penguasa. Usia Kuang Hut sepuluh tahun lebih tua dari Siau-ling-cu,
ilmu silatnya pada waktu itu sudah termasuk kelas satu
dikalangan Kangouw, Semula Siau-ling-cu menganggapnya
sebagai kakaknya, demikian pula Kuang Hut anggap Siau-lingcu
sebagai adiknya sendiri, amat memperhatikan segala
keperluan dan keselamatannya.
Didalam kehidupan mengembara di Bulim, pernah beberapa
kali dia menolong banyak kesukaran yang selalu melibat Siaulingcu, lama kelamaan hubungan semakin intim dan akhirnya
sama jatuh cinta, namun mereka belum sampai melakukan
perbuatan tercela hanya hati kedua muda mudi ini sudah tahu
sama tahu, janji setia dan bersumpah sehidup semati. Cuma
ikatan resmi belum mereka lakukan.
Disaat2 hubungan mereka semakin erat itulah, tahu2
muncul pula seorang laki2 lain yang ikut berlomba untuk
mendapatkan hati Siau-ling-cu, orang atau laki2 ini bukan lain
adalah si tua Bungkuk tua yang hari ini muncul itu. Tapi waktu
itu dia belum Bungkuk, usianyapun masih muda belia, seorang
pemuda yang berwajah cakap ganteng dan romantis lagi.
Pemuda cakap ganteng ini adalah Thay Bi, kelahiran dari
keluarga bangsawaan negeri Kim, namun dia membekal
kepandaian silat tinggi, waktu itu dia sedang mengembara
kemana2, entah bagaimana pada suatu kesempatan yang
kebetulan, dia berhasil berkenalan dengan Siau-ling-cu, sejak
itu dia jatuh hati dan ter-gila2 kepada Siau-ling-cu, maka
terjadilah kompetisi untuk memiliki pujaan hatinya yang satu
ini. Usia Thay Bi hanya tiga tahun lebih tua dari Siau ling-cu,
usia dan wajah kedua orang muda mudi sudah tentu lebih
cocok dan setimpal bila dibanding Kuang Hut, semula Kuang
Hut memang merasa rendah diri, namun lama kelamaan
diapun merasakan bahwa hobby dan cita2 Siau-ling-cu jauh
berbeda dan tidak mencocoki satu sama lain, walau Siau-lingcu
tetap bersahabat sama Thay Bi namun hatinya jelas tertuju
kepada Kuang Hut.
Bahwa Siau-ling-cu lebih mencintai Kuang Hut hal ini
belakangan diketahui juga oleh Thay Bi. Demi merebut Siaulingcu, maka dia menggunakan cara keji dan kotor,
melakukan perbuatan yang mimpipun tak pernah diduga oleh
Kuang Hut, pada suatu malam hujan badai, dengan akal
liciknya dia gunakan obat bius lalu memperkosa Siau-ling-cu.
Sejak peristiwa itu Siau-ling-cu amat sakit hati dan kalap,
pedang diambilnya terus melabrak Thay Bi dengan sengit,
terpaksa Thay Bi sementara menyingkir, setelah menggebah
lari Thay Bi, Siau-ling-cu merasa malu untuk menemui Kuang
Hut, maka akhirnya diapun menyembunyikan diri, tak pernah
muncul lagi di-dunia Kangouw.
Waktu Kuang Hut mencarinya kerumah Siau-ling-cu, dari
seorang pelayannya dia diberitahu akan kejadian semalam
yang menimpa majikannya, karena kuatir majikannya
membunuh diri maka pelayan setia ini membocorkan kejadian
memalukan ini kepada Kuang Hut minta bantuannya untuk
menuntut balas bagi penasaran majikannya.
Saking gusarnya, Kuang Hut mencari Thay Bi ubek2an,
akhirnya pada suatu hari dia mendapat kisikan dan bantuan
seorang sahabat, pada sebuah desa dia berhasil menemukan
Thay Bi. Sudah tentu Thay Bi tahu kedatangan Kuang Hut adalah
hendak menuntut balas dan melabrak dirinya, namun
sedikitpun dia tidak takut lagi, malah menyambutnya dengan
gelak tawa, begitu berhadapan lantas berkata: "Kuang Hut,
kau datang terlambat Siau-ling-cu sekarang menjadi milikku,
istri teman sendiri pantang diganggu, aku tidak ingin hatimu
sedih, maka lebih baik kau lekas pergi saja, selanjutnya
kaupun tak urah menemui Siau-ling-cu."
Karena sedang marah Kuang Hut tidak banyak bacot lagi
segera dia melabraknya hendak merenggut jiwanya, Setelah
keduanya bergebrak ramai, betapapun Thay Bi berkepandaian
lebih rendah, lama kelamaan dia bukan tandingan Kuang Hut,
akhirnya tulang punggungnya terpukul patah oleh pukulan
Kuang Hut. Di-saat Kuang Hut hendak menambahkan sekali pukul
menamatkan jiwanya, tiba2 seorang gadis dengan airmata
bercucuran berlari keluar dari rumah, menubruk ke badan
Thay Bi, teriaknya gcrung2: "Kuang-toako, jangan... jangan
kau membunuhnya. Aku, aku bersalah kepadamu, aku sudah
menikah dengan dia." gadis ini bukan lain adalah Siau-ling-cu
yang dicarinya.
Kuang Hut ingin mcnuntutkan balas, tak tahunya pujaan
hatinya sudah menjadi istri musuhnya, Keruan Kuang Hut
menyengir sedih, terpaksa dia telan air matanya, tinggal pergi
tanpa bersuara.
Ternyata waktu Kuang ilut ubek2an mencari Siau-ling-cu,
Thay Bi selangkah lebih dulu menemukannya. Thay Bi berusia
lebih muda dan tampan, pandai ngomong lagi, berlutut
dihadapan Siau-ling-cu dia minta ampun serta membujuk
dengan kata2 manis madu, dikatakan perbuatannya lantaran
amat mencintainya, karena kesadarannya kelelap, baru dia
nekad melakukan perbuatan terkutuk itu.
Dia bersumpah untuk menjadi suami Siau-ling-cu yang
baik, mohon Siau-ling-cu sudi mengampuni segala
kesalahannya. Dasar imam Siau-ling-cu kurang teguh, mengingat dirinya
sudah ternoda, terang malu menikah dengan Kuang Hut,
meski tindak tanduk Thay Bi terlalu kejam dan jahat serta
rendah, betapapun orang berbuat kotor lantaran teramat
mencintai dirinya, apa lagi beras sudah jadi nasi, masa depan
dirinya terpaksa harus pasrah kepadanya.
Begitulah, seorang pendekar wanita budiman yang polos
dan jujur, terpaksa rela menikah dengan seorang gembong
iblis yang hina dan jahat.
Sejak peristiwa itu Kuang Hut amat terpukul sanubarinya,
akhirnya dia mengasingkan diri keatas gunung, bersumpah
selama hidup takkan menikah, Tapi dia tidak lantas cukur
gundul jadi Hwesio, setelah dia saksikan sendiri anak
pungutnya Bok Ji-sin menempuh jalan sesat, beruntung
mengalami pukulan batin yang berat ini, hatinya semakin
kecewa, baru dia mencukur gundul menjadi Hwesio.
Kuang Hut menjadi Hwesio sedang Thay Bi menjadi
bungkuk, Dari seorang pemuda yang gagah tampan, Thay Bi
berubah jadi manusia jelek rupa bungkuk lagi karena tulang
punggungnya patah terpukul Kuang Hut, sudah tentu
dendamnya bukan kepalang terhadap musuh bebuyutnya
yang satu ini. Cacat badan Thay Bi bukan saja mempengaruhi
jasmaninya, rohaninyapun berubah sama sekali, wataknya
yang memang sudah kejam berubah semakin buruk.
Memangnya hobby dan cita2 hidupnya berbeda jauh
dengan Siau-ling-cu, setelah badannya cacad, perangainya
semakin pemarah dan sering bertengkar dengan Siau-ling-cu.
Lama kelamaan Thay Bi merasa rendah diri, sering dia
mencari alasan menghajar dan menyiksa Siau-ling-cu untuk
melampiaskan penasaran hatinya, lama kelamaan Siau-ling-cu
tak tahan lagi "akhirnya dia minggat.
Bing-bing Taysu sudah menempuh jalan sucinya, hatinya
sebetulnya sudah setenang air, tak nyana kedatangan Thay Bi
hari ini, bukan saja menimbulkan riak gelombang dalam
sanubarinya yang terang, sekaligus memberikan pukulan batin
laksana batu besar yang dileburkan kedalam air yang tenang
itu. Setelah tiga puluhan tahun berpisah, baru pertama kali ini
dia mendengar kabar Siau-ling-cu, tak urung dia bersedih dan
merasakan penderitaan Siau-ling-cu dengan pengalaman
hidupnya yang sengsara dan tidak bahagia.
Kejadian tiga puluh tahun berselang kembali terbayang
dalam benak Bing-bing Taysu, tak urung ber-kaca2 air mata
dikelopak matanya, se-olah2 dia baru sadar dari mimpi buruk,
dibukanya sebelah matanya yang belum cacat, celingukan kian
kemari sambil mengigau:
"Dimana Siau-ling-cu berada?" tahu2 bayangan- Siau-lingcu
sudah lenyap. Dengan lirih Hui-siok Sin-ni bersabda: "Manusia dan aku
sudah terlupakan, layu kosong berdampingan. Duniawi sudah
putus, kenapa disinggung lagi. Kong-kong kau sudah letih,
silakan masuk istirahat"
Bing-bing Taysu menghela napas, katanya: "Benar,
kejadian yang sudah lampau tak perlu diangkat lagi."
Baru sekarang Hong-lay-mo-li berkesempatan maju
menghadap Bing-bing Taysu serta utarakan maksud
kedatangan nya. Tahu orang adalah putri sahabat lamanya.
Bing-bing amat senang, katanya: "Ayah dan gurumu dulu
adalah teman baikku diwaktu preman, waktu itu kau belum
lahir, Hari berselang dengan cepat, sekejap mata tiga puluh
tahun sudah lalu. Kau mau pergi ke Siu-yang-san, mau
menemui gurumu?"
"Ya, ayahpun akan menuju kesana, dalam perjalanan
pulang kita akan kemari menyambangi Taysu,"
"Kalau begitu lekaslah kau berangkat, situasi di Siu-yangsan
cukup genting, lebih baik kalau kau lekas berkumpul
dengan guru dan ayahmu, supaya mereka tidak kuatir"
"Taysu, aku ingin ajak Ceng-hun-cici dalam perjalanan ini."
pinta Hong-lay-mo-li.
Jilian Ceng-hun tahu maksud baik Hong-lay-mo-li, bukan
mustahil di Siu-yang-san mereka bisa bertemu dengan Bu-limthiankiau, namun dia ragu2. Untung Bing-bing segera
berkata: "Baik, lekas kalian berangkat, Meski mataku picak
sebelah, namun Thay Bi sudah tahu kepandaianku kukira dia
takkan berani datang lagi."
Bahwa Bing-bing memang tidak terluka dalam, maka
dengan lega Jilian Ceng-hun berangkat bersama Hong-lay-moli.
Tatkala itu hari sudah terang tanah, setelah pamitan kepada
Bing-bing Taysu segera mereka menempuh perjalanan.
Dua orang menunggang seekor kuda, hari itu mereka
menempuh tiga ratusan li jauhnya, jarak Kong-bing-si yang
terletak di Yang-kok-san ke Siu-yang-san kira2 seribu li


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jauhnya, diperkirakan tengah hari ketiga mereka sudah akan
tiba ditujuan. Dalam tiga hari ini hubungan kedua orang semakin intim
dan dekat, waktu itu mereka mulai memasuki daerah
pegunungan, menurut perhitungan jarak Jay-hwi-ceng di kaki
gunung Siu-yang-san tinggal seratusan li saja. Tak nyana
dikala kuda dicongklang, tiba2 terdengar kesiur senjata
rahasia yang memecah udara menerjang tiba, lekas Hong-laymoli memukul jatuh dengan kebutnya, kiranya sebutir batu
yang tepat melukai kaki kudanya.
Lekas mereka lompat turun, tahu2 dua orang muncul
dihadapan mereka, bukan lain adalah Sin-tho Thay Bi dan
Kongsun Ki. Agaknya Kongsun Ki memang sudah menduga bahwa
Sumoaynya cepat atau lambat pasti akan pergi ke Jay-hwiceng
kediaman ayahnya, dia paling takut bila sang Sumoay ini
membuka kedok kejahatannya selama ini dihadapan sang
ayah, kalau kejahatan lain mungkin dirinya masih boleh
diampuni namun mengkhianati bangsa dan berkomplot
dengan negeri Kim, justru suatu hal yang paling dihina oleh
ayahnya, bukan mustahil jiwanya akan dicabut bila ketangkap,
oleh karena itu sengaja dia melambatkan perjalanan, sekaligus
menunggu Hong-lay-mo-li tiba serta mcncegatnya ditengah
jalan. Kaget dan gusar pula Hong-lay-mo-li dibuatnya,
bentaknya:"Kongsun Ki, besar nyalimu, berani kau mengganas
didepan rumah ayahmu, tidak takut kau bikin beliau mati
jengkel?" "Kan masih seratusan li jauhnya, umpama tenggorokanmu
pecah, ayahku takkan bisa mendengar suaramu." begitu
menubruk maju angin amis segera menyampuk hidung: Lekas
Hong lay-mo-li gunakan gerakan naga melingkar menggeser
langkah, dalam sekejap mata dia bergerak didalam sembilan
posisi kedudukan yang berlainan, sekaligus menyerang
dengan sembilan tusukan pedang.
Kongsun Ki gelak2, serunya: "Memangnya Keng-sin kiamhoatmu
bisa berbuat apa atas diriku ?" ditengah gelak
tawanya terdengar suara berdering ramai, telapak tangan
terayun pedang Kongsun Ki sekaligus menangkis dan
menggaris, sekali gerakan sekaligus diapun patahkan sembilan
tusukan pedang Hong-lay-mo-li, serangan pedang yang rumit
dan lihay dengan mudah dapat dia punahkan.
Sepuluh jurus kemudian Kongsun Ki sudah mulai unggul
diatas angin, tapi untuk segera mengambil kemenangan masih
belum gampang. Si Bungkuk tiba2 bersuara: "Lohu tiada tempo menunggu
lagi, biarlah aku selesaikan saja." tiba2 dia melangkah maju,
tanpa malu2 menjaga gengsi segala, tiba2 lengan bajunya
terkembang, tak segan2nya dia lancarkan serangan
mematikan kepada Hong-lay-mo-li.
Untung Ginkang Hong-lay-mo-li amat tinggi, dengan
gerakan menekuk dada jumpalitan ditengah mega, dia berhasil
hindarkan diri dari samberan Thi-siu-kang si Bungkuk, Tapi tak
urung mukanya kesampuk hawa dingin yang membuat sekujur
badannya merinding dadapun seperti ditindih batu ribuah kati,
hampir saja dia tak kuat bernapas lagi.
Lekas Jilian Ceng-hun mainkan serulingnya menubruk
maju, dia menghadang diantara Kongsun Ki dengan Hong-laymoli. Tanpa hiraukan godaan Kongsun Ki dengan sengit dia
labrak Kongsun Ki sehingga orang tidak berkesempatan
mengudak Hong-lay-mo-li. permainan serulingnya lain dari
yang lain, sehingga Kongsun Ki yang berkepandaian jauh lebih
tinggi mau tidak mau harus perhatikan juga untuk
melayaninya. Setelah berhasil mengganti napas, tak kepalang gusar
Hong-lay-mo-li, namun dengan menyeringai sadis si Bungkuk
menubruk maju seraya menutuk dengan telunjuknya, Kontan
Hong-lay-mo-li seperti ditusuk anak panah yang dingin, tanpa
kuasa dia bergidik kedinginan. Sebat sekali tahu2 si Bungkuk
sudah melejit tiba dihadapannya, telapak tangan orang sudah
menempeleng ke kepalanya.
Lekas Hong-lay-mo-li gunakan Soat-hoa-kay-ting (kembang
salju menutup kepala), tangan kanan menggetarkan ujung
pedang, dengan tepat dia incar Koan-goan-hiat ditangan si
Bungkuk, Thian-lo-hud-tim dan Keng-sin-kian hoat merupakan
dua kepandaian tunggal yang tiada taranya dalam Bulim.
si Bungkuk cukup tahu diri akan kelihayan kedua serangan
ini, lekas dia ubah gerak serangannya. Sayang sekali Lwekang
Hong-lay-mo-li masih terpaut cukup jauh dari lawannya, dalam
sepuluh jurus dia masih mampu bertahan, lama kelamaan
jelas dia takkan kuat melawan.
Disebelah sana Kongsun Ki sendiripun ingin benar
menyudahi pertempuran ini selekasnya sekali pukul dia
sampuk pergi seruling Ceng-hun, tiha2 badannya melejit
kedepan, bersama si Bungkuk serempak dia menggeroyok
Hong-lay-mo-li.
Dalam pada itu si Bungkuk sudah membendung jalan
mundur Hong-lay-moli, begitu tiba Kongsun Ki lantas
mcnggempur dengan pukulan telapak tangan-nya, dalam
detik2 yang gawat dengan sekali pukul dia pasti berhasil
menamatkan jiwa sang Sumoay itu, tiba2 terasa angin tajam
menerjang tiba, ternyata Jilian Ceng-hun keburu mengudak
tiba, serulingnya terayun menutuk Hong-hu-hiat dipunggung
Kongsun Ki. Untuk menyelamatkan diri Kongsun Ki terpaksa harus
membuang diri kesamping, namun sebat sekali dia sudah
membalik seraya mengayun pedang menangkis seruling Jilian
Ceng-hun. Namun Jilian Ceng-hun sudah kalap, dia malah
menyerang dengan nekad tanpa hiraukan jiwa sendiri.
"Jimoay," seru Kongsun Ki gusar, "jangan kau tidak tahu
diri- kalau tidak jangan salahkan aku tak kenal kasihan lagi
kepadumu."
Si Bungkuk tiba2 menyeringai dingin, serunya "Kongsun Ki
kau tidak tega turun tangan, biar kuwakili kau saja." terdengar
"Blang" dari kejauhan dia layangkan telapak tangannya,
dengan telak Jilian Ceng-hun kena dipukulnya mencelat
jungkir balik dan roboh sejauh setombak lebih.
Keruan bukan kepalang kejut Hong-lay-mo-li, cepat sekali si
Bungkuk sudah membalik badan menghadapi dirinya dengan
serangan mematikan, dari samping Kongsun Ki sekaligus
menyerang dengan pukulan beracun, dapatlah dibayangkan
betapa dahsyat kekuatan gempuran dua tokoh silat yang
mengamuk ini. Untunglah pada detik2 gawat ini, terdengar suara "ting.
ting" seperti tongkat besi menyentuh tanah, cepat sekali
datangnya, si Bungkuk kaget, teriaknya:
"Siapa yang datang..." belum lenyap suaranya, tampak
pendatang itu sudah muncuI, terdengar orang mendamprat:
"Kurangajar, kau si Bungkuk ini berani menganiaya putriku."
yang datang bukan lain adalah ayah Hong-lay-mo-li, yaitu Liu
Goan-cong. Lenyap suaranya orangnyapun tiba, kontan Liu Goan-cong
ayun tongkatnya, Kongsun Ki sudali kapok karena pengalaman
yang terdahulu, ter-sipu2 dia menyingkir kesamping,
sementara si Bungkuk ayun telapak tangannya memapak
kedepan, tongkat besi Liu Goan-cong bagai anak panah dan
menerjang datang sama hebatnya, tidak menjadi kendor
karena tangkisan pukulannya itu.
Keruan kejut si Bungkuk bukan main, kkas dia ubah dari
pukul jadi mencengkram, dengan jurus Liong-go-kiang-sip
(menjibak jenggot dimulut naga) dia berhasil menangkap
ujung tongkat, berbareng jari tangan kiri mengacung dengan
tenaga tenaga tutukan Hian-im-ci menyerang.
Cukup mendorong tongkatnya Liu Goan-cong bikin cekalan
tangan orang tergetar lepas, lekas orang mencelat tiga
tombak jauhnya teriaknya. "Liu-heng, ber henti dulu, ini salah
paham-" Bahwa sodokan tongkat Liu Goan-cong berhasil di-tahan
dan dituntun kesamping sehingga tidak melalui wan diam2 Liu
Goan-cong heran namun dia yakin dirinya masih bisa
mengalahkan lawan. Kuatir akan keselamatan putrinya segera
dia membentak: "Salah paham apa?" tongkatnya terangkat hendak
menghajar lagi "Aku tidak tahu dia adalah putrimu, biarlah aku minta maaf
saja kepadamu."
Kau bersama Kongsun Ki berani kau mengatakan tidak tahu
akan putriku." damprat Liu Goan-cong, Dalam pada itu,
melihat si Bungkuk kelihatannya jeri menghadapi Liu Goancong,
kuatir si Bungkuk merat meninggalkan dirinya, tanpa
menunggu Liu Goan-cong menyerangnya dengan tongkat, dia
angkat langkah seribu lebih dulu.
Dari nada bicara Liu Goan-cong, sibungkuk tahu bahwa
hawa murni orang masih kuat dan penuh. dalam hati diamdiam
dia mencelos. Kiranya dengan Hian im-ci tadi diam-diam
dia membokong Liu Goan-cong, bahwa dia tidak segera lari
karena ingin melihat hasil bokongan.
Sebagai seorang ahli silat, mendengar suaranya saja sudah
bahwa Lwekang orang masih setingkat lebih tinggi segera dia
pura2 memukul terus putar badan lari sipat kuping.
Karena memikirkan keselamatan putrinya Liu Goan- cong
tidak sempat mengejar musuh, waktu dia berpaling, masih
dilihatnya putrinya berputar dua lingkaran dengan langkah
sempoyongan. Kiranya digencet oleh dua tenaga raksasa dua
tokoh kosen, badan Hong-lay-mo-li tergetar seperti terbawa
angin Ie-sus, belum kuasa mempertahankan diri, Lekas Liu
Goan-cong memburu maju memapahnya, tanyanya : "Yau-ji,
bagaimana kau?"
Hong-lay-mo-li menarik napas, sahutnya: "Lihay benar,
untung tidak sampai terluka, Hanya, Hun-moay terluka, ayah
lekas kau tolong dia."
Ilmu pertabiban Liu Goan-cong lihay, hanya meraba urat
nadi putrinya dia sudah tahu memang dia tidak terluka apa2,
legalah hatinya, lekas dia kesana memeriksa keadaan Jilian
Ceng-hun. Jilian Ceng-hun rebah semaput diatas tanah. Lekas Liu
Goan-cong memapahnya lalu tempelkan telapak tangan
kepunggungnya, sejalur hawa murni yang hangat dia salurkan
kebadan orang serta mengurutnya lagi sehingga darahnya
lancar. Kira2 setengah sulutan, dupa tiba2 Jilian Ceng-hun
memuntahkan sekumur darah kental.
"Untung jantungmu tidak sampai tergetar luka, gampang
diobati." kata Liu Goan-cong seraya menjejalkan sebutih Siauhoantan ke mulut Jilian Ceng-nun. Kira2 setengah sulutan
dupa lagi Jilian Ceng-hun sudah siuman dan segar kembali.
Mengingat urusan Kaypang amat penting, Liu Goan-cong
lantas berkata: "Baiklah, Jay-hwi-ceng tinggal seratusan li lagi,
hati2 kau jaga nona Jilian, marilah kerumah gurumu merawat
kesehatannya2. Tetap menunggang seekor kuda Hong-lay-mo-li berdua
menjalankan tunggangannya pelan2, Liu Goan-cong tidak
usah kembangkaan Ginkang dengan langkah lebar dia
mengikuti dibelakang.
Dijalan Hong-lay-mo-li ceritakan kejadian di Kong-bing-si
kepada ayahnya, Liu Goan-cong kaget dan senang, Kaget
karena si Bungkuk bersekongkol dengan Kongsun Ki meluruk
ke Siu-yang san, mungkin mempunyai muslihat tertentu,
senang karena sahabat tuanya tidak kurang suatu apa.
Tak lama kemudian hari mulai petang, untung malam itu
bulan purnama, kuda pemberian Song Kim kong kuda yang
terlatih baik dimedan laga, walau jalan gunung sukar dilalui,
mereka masih bisa menempuh perjalanan ditengah malam.
Jilian Ceng-hun menggelendot dipunggungnya memeluk
perut Hong-lay-mo-li berpegangan kencang, lama kelamaan
dia menjadi puIas, sembari jalan Hong-lay-mo-li menuturkan
pengalamannya selama berpisah, demikian pula Liu Goancong
ceritakan pengalamannya juga, bahwa dia sudah
bertemu dengan Siau-go-kan-kun, orang sudah minta maaf
akan kesalahannya tempo dulu dan lain2.
Keruan merah muka Hong-lay-mo-li, akhirnya dia
membelokan pembicaraan tanya-nya: "Ayah, katanya kau
pernah berputar ke Ko-goan untuk menyelesaikan suatu
urusan, sebetulnya urusan apa?"
"Panjang kalau diceritakan urusan ini penting sangkut
pautnya dengan persoalan Kaypang." sampai disini dia angkat
kepala, tiba2 tertawa, katanya "Tuk terasa kita sudah tiba
ditujuan, Tentang soal itu tak lama lagi kau akan mengerti,
marilah bicarakan dirumah gurumu"
Tujuh tahun sejak Hong-lay-mo-li meninggalkan perguruan,
baru hari ini kembali, sudah tentu girang dan sedih pula
hatinya, Waktu dia angkat kepala, dari kejauhan lapat2
kelihatan sinar lampu didalam rumah gurunya, katanya
senang: "Suhu ada dirumah, entah kenapa malam selarut ini beliau
belum tidur juga?" tatkala itu rembulan sudah larut kebarat,
hari menjelang kentongan keempat.
Setelah membangunkan Jili-an Ceng-hun serta
membantunya turun, Hong-lay-mo-li lantas mengetuk pintu.
"Lho, sudah sampai?"
Jilian Ceng-hun tersentak kaget dari tidurnya, "Eh, kenapa
tiada orang yang membuka pintu?"
Hong-lay-mo-li juga heran, segera dia berseru: "Suhu, aku
pulang bersama ayah menengokmu," sembari berkata dia
dorong pintu terus melangkah masuk, tampak lampu masih
menyala diruang besar, namun tak kelihatan bayangannya"
"Lilin ini tinggal separo, jelas barusan ada orang dirumah
ini. Tiada tanda2 perkelahian disini, lalu kemana mereka"
Aneh!" demikian gumam Hong-lay-mo-li. Liu Goan-cong
berkata: "Kepandaian silat gurumu tiada bandingannya
didunia ini, bersama Kok-ham lagi, dengan kekuatan mereka
berdua tokoh sakti mana dalam dunia ini yang kuat melawan
mereka" Untuk ini kau tak usah kuatir."
"Yang harus kuatirkan musuh bertindak licik menggunakan
cara keji main bokong. Aku hanya kuatir suhu tertipu
mentah2." demikian Hong-lay-mo-li utarakan isi hatinya.
"Kau maksudkan putra mestikanya itu?" tanya Liu Goancong.
"Memangnya. Suhu amat benci terhadap kejahatan, sudah
tidak mengakuinya sebagai putra lagi, namun betapapun
Kongsun Ki adalah putra tunggalnya, Kongsun Ki pandai putar
bacot, kuatirku dengan bujuk manis, Suhuku ditipunya pergi."


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Memang kemungkinan, tapi Hoa Kok-ham sudah tiba
disini, urusan tentu lain, sudahlah tidak perlu banyak kuatir,
yang penting carikan tempat untuk istirahat nona Jilian,"
"Ya," kata Hong-lay-mo-li, "Biar kuperiksa kamarku dulu
apa masih ada" Biarlah adik Hun tidur dikamarku dulu."
Setelah menyalakan sebuah lilin Hong-lay-mo-li membuka
pintu kamar yang dulu dia tinggali, tampak segala sesuatunya
tetap tidak perubah, disapu bersih dan selalu terawat baik,
malah kasur dan sprei baru saja diganti yang baru, agaknya
suhunya sudah tahu bahwa dirinya hendak pulang, maka
sudah dipersiapkan lebih dulu.
Legalah hati Hong-lay-mo-li, maka dia rebahkan Ji-lian
Ceng-hun diatas ranjang, kembali Liu Goan-cong memeriksa
keadaannya setelah ganti obat, dia berkata: "Keadaanmu lebih
baik, dalam tiga hari ini kau boleh turun ranjang, Nona Jilian,
sekarang jangan kau banyak pikiran, rebahlah istirahat dengan
hati tentram, tidurlah."
Tujuh tahun sudah Hong-lay-mo-li meninggalkan kamar
tidurnya ini, namun semuanya serasa serba baru dan bersih
dan lengkap, tiada satu apapun yang kelihatan janggal. Seakan2
baru kemaren dia keluar dan hari ini kembali.
Akhirnya dia bercermin duduk didepan toilet, terbayang
akan kehidupan masa lalu, pelan2 tangannya menarik laci,
tiba2 sorot matanya tertuju kepada sebuah benda, tanpa
terasa dia menjublek seketika.
itulah sebuah kotak ukiran yang terbuat dari kayu kuning,
kotak mainan hasil karyanya sendiri diwaktu kecil, didalam
kotak ini tersimpan dua butir kacang merah, diatas kacang
merah itu masih ada bekas goresan kuku jarinya, malah dia
sendiri yang memetik kacang merah ini dari atas pohon.
Entah mengapa suatu ketika kedua butir kacang merah ini
tiba2 hilang bersama kotak ini, hal ini tidak menjadi
perhatiannya lagi.
Tahu2 dua tahun yang lalu setelah dia berkecimpung
didunia persilatan dan menjabat Bulim Bengcu, Siau-go-kankun
mengutus anak buahnya mengantar kotak ini, waktu itu
dia sudah ber-tanya2, kenapa barang miliknya yang hilang kok
terjatuh ketangan Siau-go-kan-kun dan sekarang dia
kembalikan sebagai kado.
Beberapa kali setiap berhadapan dengan Hoa Kok-ham
selalu tak sempat dia menanyakan persoalan kecil ini. Kini
Hong-lay-mo-li keluarkan kotak mas berisi kacang merah
pemberian Hoa Kok-ham dulu, dia kembalikan kacang merah
pada tempatnya semula, dengan termenung dia pegangi kotak
dan kacang merah itu, entah apa yang sedang dilamunkan.
Disaat dia melamun itulah tiba2 didengarnya gelak tawa
panjang orang dari kejauhan, gelak tawa kumandang dan
berirama, Hong-lay-mo-li tersentak berdiri dan berteriak
kegirangan: "Ayah, coba dengar, bukankah itu gelak tawa Hoa
Kok-ham?" belum habis dia bicara didengarnya pula irama
seruling yang merdu mengalun tinggi laksana musik dewata
yang kumandang ditengah angkasa, gelak tawa dan seruling
sama berpadu dan senada.
Semula Jilian Ceng-hun sudah pejamkan mata dan layap2
hampir pulas. begitu mendengar seruling kontan dia tersentak
bangun, katanya berduduk dengan mata bersinar girang: "Cici,
bukankah itu suara seruling Bu-lim-thian-kiau?"
Liu Goan-cong cegah Jilian Ceng-hun turun ranjang, lalu
dengan menarik tangan putrinya mereka berlari keluar, setiba
diruang tamu berkerut alis Liu Goan cong, katanya berbisik:
"Kukira mereka sudah akur, kenapa masih adu Lwekang"
Memangnya bentrok lagi?"
Hong-lay-mo-li juga merasakan gelak tawa dan irama
seruling memang sedang adu kekuatan Lwekang, kedua pihak
setanding sama kuat.
Tengah hatinya was-was. tahu2 gelak tawa dan irama
seruling berhenti di-depan pintu, Tampak Siau-go-kan-kun dan
Bu-lim-thian-kiau beranjak masuk sambil bergandengan tangan,
dari sikap mereka yang intim dan tersenyum simpul
seperti kakak beradik saja, tiada tanda2 bermusuhan" Legalah
hati Hong-lay-mo-li. Sekian lamanya dia berdiri menjublek, tak
tahu apa yang harus dia bicarakan
Ternyata begitu melihat Hong-lay-mo-li, Siau-go-kan-kun
dan Bu-lim-thian-kiau sama2 melengak, namun kedatangan
Hong-lay-mo-li memang sudah dalam rabaan mereka, lekas
sekali mereka sudah berseru girang: "Ah, Jing-yau, kau sudah
tiba!" dan seorang berkata:
"Nona Liu, capeklah kau ditengah jalan!" sapa kata yang
pendek dan simpatik masing2 mengandung perasaan hati
yang berlainan Untuk pertama kali ini Siau-go-kan-kun
memanggil namanya, itu pertanda bahwa segala kesalahan
paham sudah dimaklumi, demikian pula Bu-lim-thian-kiau
merubah panggilan untuk menyatakan bahwa dia terima
menjadi teman karib saja, kata2 "letih ditengah jalan" secara
tidak langsung memberi kisikan kepada Hong-lay-mo-li bahwa
orang yang menolong dia dengan timpukan mutiara memang
dia adanya. Sudah tentu pertemuan segi tiga hari ini jauh di-luar
perkiraan Hong-lay-mo-li, tak sempat girang atau bingung,
segera dia bertanya: Kongsun Ki sikeparat itu, pernah kemari
tidak?" "Kongsun Ki?" tanya Siau-go-kan-kun heran, "Tidak pernah
dia kemari?"
"Lalu pernahkah seorang tua bungkuk kemari?"
Bu-lim-thian-kiau segera menimbrung: "Maksudmu Sin-tho
(bungkuk sakti) Thay Bi" Dia juga tidak kemari!"
Kini giliran Hong-lay-mo-li yang keheranan, katanya: "Lalu
kemana guruku" Kukira beliau ditipu oleh Kongsun Ki."
"Besok pagi2 Kaypang akan membuka rapat besar di Siuyangsan. Hong Hwe-liong yang diangkat sementara sebagai
pejabat pangcu dengan diketahui para Tiang-lo mengirim
kartu undangan meminta Kongsun-cianpwe hadir pada rapat
besar mereka sebagai tamu agung, Pihak Kaypang yang
merupakan sindikat terbesar diseluruh jagat kali ini
menggunakan tata adat yang paling meriah dan besaran
untuk mengundang beliau, terpaksa Kongsun-cianpwe tidak
enak menolaknya." demikian tutur Siau go-kan-kun.
Bu-lim-thian-kiau menyambung: "Kentongan kedua tadi
baru Kongsun cianpwe naik keatas gunung, kita mengantarnya
sampai ditengah jalan, pulangnya karena terlalu iseng, Hoaheng
ajak menjajal Lwekang, tak kira kalian sudah tiba disini,
Kalau satu jam kalian datang lebih pagi tentu bisa bertemu
dengan gurumu."
Legalah hati Hong-lay-mo-li, namun dia merasakan
dibelakang kejadian ini ada urusan yang kurang benar.
"Kapan kalian tiba disini?" tanya Liu Goan-cong.
"Sudah tiga hari aku berada disini, Tam-heng sih baru
kemaren." sahut Hoa Kok-ham.
"Kalian sudah bertemu dengan Hong Hwe-liong?"
"Tokoh2 penting Kaypang sudah naik kegunung sebelum
aku tiba disini, sebagai orang luar, menurut aturan Kangouw
tak enak kita mencampuri urusan mereka."
"Rada janggal kalau demikian, Biasanya Kaypang paling
cepat mengirim berita, apalagi hanya terpaut di-atas dan
dibawah gunung saja, tentunya pihak mereka sudah tahu
akan kehadiran kalian di Jay-hwi-ceng ini, Kenapa mereka
mengundang Kongsun In tanpa mengundang kalian?"
"Memangnya akupun sedang keheranan akan persoalan ini,
Menurut undang2 Kaypang, selamanya tak pernah
mengundang orang luar hadir dalam rapat besar tokoh2
mereka, kalau mereka hendak pilih Pangcu baru dan minta
sesama tokoh kosen dunia persilatan menjadi saksi, tentunya
tidak pantas hanya mengundang guruku saja. Kebetulan kalian
berada disini, adalah pantas kalau Hong Hwe-liong juga
mengundang kalian."
"Mungkin karena Kongsun cianpwe dianggap tuan rumah
disini," demikian Bu-lim-thian-kiau menim-brung. "Kita tidak
diundang, sudah tentu tak enak ikut Kongsun cianpwe
kesana." "Menurut perhitunganku, kalian akan tiba dalam dua hari
ini, kan lebih menyenangkan aku menunggu kalian saja disini,"
"Kabarnya ciciku berada di Kong-bing-si, apakah nona Liu
bertemu dengan dia?"
"Memangnya aku ini seperti pikun. sejak tadi kan sudah
harus kuberitahu kepadamu, Bukan saja aku bertemu dengan
Cicimu, malah waktu datang aku mengajak seorang, kini dia
sedang menunggu kau."
"Siapa?" tanya Bu-lim-thian-kiau melengak, "Sudah disini
kenapa tidak keluar?"
"Dia terluka, tak usah kuatir, sekarang luka2nya tidak
berbahaya, Cuma belum boleh turun ranjang, lekaslah kau
menengoknya, Dia berada dikamarku dulu."
Bu-lim-thian-kiau sudah membadek, maka lekas dia berlari
masuk, Waktu tiba didepan pintu Bu-lim-thian-kiau sengaja
batuk pelan2, terdengar suara yang amat dikenalnya
bertanya: "Siapa?"
"lnilah aku." sahut Bu-lim-thian-kiau kegirangan lekas dia
menyingkap kerai dan melangkah masuk tampak Jilian Cenghun
duduk dipinggir ranjang, mukanya pucat kekuningan, biji
matanya yang bercahaya berkaca2 tengah mengawasi dirinya
dengan mendelong.
Sungguh kasihan dan sayang serta menyesal sekali hati Bulimthian-kiau, katanya lirih: "Adik Hun, kau terlalu menderita,
Bagaimana luka2mu?"
"Tak nyana kami masih bisa bertemu, aku kemari mencari
kau, apa kau tahu?"
Mendengar ucapan sang Sumoay seperti terketuk sanubari
Bu-lim-thian-kiau, tanpa sadar dia genggam kencang kedua
tangannya, lalu dengan ujung lengan bajunya dia kesut air
mata Jilian Ceng-hun, katanya berbisik dipinggir telinganya:
"Adik Hun, akulah yang menyia2kan harapanmu, semoga
selanjutnya aku bisa menambal kekuranganku dulu."
Kalau didalam kamar Bu-lim-thian-kiau dan Jilian Ceng-hun
sedang dimabuk asmara, demikian pula Siau-go-kan-kun yang
berhadapan dengan Honglay-mo li tengah berpandangan,
banyak perkataan yang perlu mereka biearakan, namun tak
tahu dari mana mereka harus mulai.
Tiba2 Liu Goan-cong berkata dengan tertawa: "Sekarang
sudah lewat kentongan tiga, sudah saatnya kalian berangkat."
Semula Hong-lay-mo-li melengak, Tapi Liu Goan-Cong
lantas menambahkan: "Bukankah kau kemari karena
persoalan Kaypang?"
Hong-lay-mo-li tersentak sadar, katanya "Benar, rapat
Kaypang besok pagi2 dibuka, biarlah kita jadi tamu yang tak
diundang saja, sekarang memang harus berangkat."
"Bukan kita, namun hanya kalian saja" ujar Liu Goan-cong
tertawa, "aku masih perlu memeriksa luka2 nona Jilian sekali
lagi, kalau tidak menguatirkan baru aku bisa menyusul." yang
benar dia sengaja memberi kesempatan kepada Siau-go-kankun
untuk menemani putrinya.
Merah muka Hong-lay-mo-Ii, katanya: "Kalau begitu, biar
kita berangkat dulu. Ayah kau harus lekas datang lho!"
Bunga salju sedang beterbangan diangkasa, hawa semakin
dingin, namun hati kedua muda mudi ini justru sedang
membara hangat, Watak Siau-go-kan-kun biasanya memang
terlalu latah, namun berdampingan untuk pertama kalinya
dengan sang pujaan, entah kenapa sikapnya jauh berbeda,
setelah jauh mereka menempuh perjalanan, baru dia berhasil
menemukan alasan untuk bicara:
"Jing-yau, apa benar kau kemari lantaran persoalan
Kaypang melulu" Jadi kau sudah bertemu dengan Bu Su-tun
dan Hun Ji-yan."
"Disamping untuk menemui Suhu, supaya beliau
menghukum putranya yang durhaka dan khianat, sekaligus
bantu Bu Su-tun mencuci bersih nama baiknya. Apa hal ini
sudah kau beritahu kepada guruku" Alamat suhu sudah
kuberitahu kepadanya."
"Bu Su-tun belum pernah kemari, namun kejadian yang
menimpa dirinya sudah kusampaikan kepada gurumu"
"Apakah Suhu bilang hendak bantu mencuci bersih nama
baiknya?" "Kita percaya kepada Bu Su-tun, sayang tidak punya bukti,
bagaimana mungkin mencuci nama baiknya" Dan lagi ini
persoalan intern pihak Kaypang sendiri, orang luar tak boleh
mencampuri!"
"Kalau bukan melulu persoalan intern bagaimana" Aku
justru punya bukti."
"Apa?" Siau-go-kan-kun kaget, "Apakah untuk merebut
kedudukan ini Hong Hwe-liong berintrik dengan musuh luar"
Kau punya bukti apa?"
Maka berceritalah Hong-lay-mo-li tentang pengalamannya
ditengah jalan serta jelaskan hasil analisa menurut
kesimpulannya. "Ada kejadian ini?" Siau-go-kan-kun kaget, "kalau begitu
Hong Hwe-liong benar2 berintrik dengan musuh?"
"Begitulah, kejadian yang kualami merupakan bukti bahwa
semua kejadian ini memang se-olah2 sudah direncanakan
lebih dulu."
Setelah membicarakan urusan Kaypang, kini rasa kikuk
kedua belah pihak sudah semakin tawar, pembicaraan mereka
semakin lancar dan intim.
Berdebar2 jantung Hong-lay-mo-li waktu melihat Siau-gokankun mengawasinya dengan senyuman melamun, tanyanya
lirih: "Kau tertawa apa?"
"Sungguh menggelikan dulu aku tidak tahu bahwa kau
adalah teman baik Hun Ji-yan, tak nyana bahwa hari kedua
kaupun datang ke rumahnya."
"Kalau kau tahu?"
"Aku tidak akan pergi ter-gesa2, sampai namapun tidak
kutinggalkan Karena ketergesa2ku itu, sehingga tertunda
bertahun2 kemudian baru kita bertemu muka. Agaknya takdir
memang sudah menentukan."
"O, jadi waktu itu kau sudah tahu tentang diriku dan
mencariku?" tanya Hong-lay-mo-li,
"Sejak lama aku tahu akan dirimu, Lalu sejak kapan kau
tahu tentang diriku?"
"Waktu dirumah Hun Ji-yan itulah, untuk pertama kali aku
mendengar namamu. Kau tidak meninggalkan nama, namun
orang banyak sudah menduga akan dirimu."
"Kalau begitu aku lebih dulu tahu akan dirimu dari pada kau


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tahu akan diriku."
"Aku tahu sejak lama kau sudah menemui ayah-ku."
"Lebih lama dari apa yang kau tahu, sebelum bertemu
ayahmu, dari gurumu aku sudah tahu bahwa kau adalah nona
cilik yang berwatak keras, pintar dan nakal"
"Lho, jadi kau sejak lama sudah kenal guruku dan pernah
tinggal dirumahnya?"
"Malah dari gurumu aku mendapat sebuah benda tanda
mata. Belakangan benda ini kuberikan kepadamu sebagai
kado, kau merasa aneh bukan?"
Hong-lay-mo-li tertawa berseri, dia keluarkan kotak mas itu
serta membukanya, katanya sambil mengambil kedua butir
kacang merah itu: "O, jadi begitu, memangnya aku sedang
heran, mana mungkin kacang merah mainanku sejak kecil
terjatuh ketanganmu, Darimana kau bisa menemukannya"
Aku sendiri sudah lupa kapan kedua kacang ini hilang."
"Suatu hari aku membalik2 buku dikamar buku gurumu, tak
sengaja aku temukan didalam sela2 lemari. Di saat aku
menimangnya gurumu masuk, dia tahu kotak kayu bikinanmu
dulu, kacang didalamnya adalah petikanmu waktu kau
berumur tujuh tahun dan dipondong diatas pundaknya.
Karena sepasang kacang merah ini menimbulkan seleranya
bercerita. Malam itu secara panjang lebar dia menceritakan
tentang dirimu kepadaku, Katanya putra satu2nya yang dia
miliki menyeIeweng, maka hanya kau saja yang paling
disayangnya. Dia harap kita berkenalan maka kacang merah itu dia
berikan kepadaku, untuk tanda bukti menemui kau. Kotak
kayu itu dia tinggalkan didalam kamarmu. Katanya seluruh
barang didalam kamarmu harus tetap seperti sedia kala, untuk
mengenang kembali dirimu."
Ber-kaca2 air mata Hong-lay-mo-li, katanya: "Begitu sayang
Suhu kepadaku, entah bagaimana aku harus membalas
budinya." "Kebaikannya terhadapku, akupun tak tahu cara bagaimana
membalasnya. Tentunya kau pun men-gerti, kedua kacang
merah ini dia berikan kepadaku. betapa besar arti kedua
kacang merah ini didalam sanubariku!"
Merah muka Hong-lay mo-li, katanya lirih: "Aku mengerti."
Tanpa merasa kedua tangan mereka saling genggam,
mereka berpandangan dengan mesra, tiba2 Siau-go-kan-kun
tertawa pula. "Apa pula yang kau tertawakan?"
"Aku geli akan kebodohanku dulu, kenapa tidak bisa
memahami hatimu, sampai terjadi banyak peristiwa yang
kurang menyenangkan-" habis berkata kembali dia bergelak
tawa sepuas hatinya,
"Sssst." Hong-lay-mo-li lekas menghentikan tawa-nya.
"Jangan keras2, sudah hampir sampai dipuncak." Waktu
mereka angkat kepala, memang bayangan orang banyak
sudah kelihatan diatas puncak sana. waktu itu sudah
menjelang pagi, orang2 Kaypang sedang sibuk
menyempurnakan segala keperluan untuk rapat besar pagi2
nanti, sebagai Pang terbesar di Ka-ngouw, mereka kira takkan
ada orang luar yang berani bikin onar di rapat besar mereka,
maka penjagaan tidak begitu keras.
Begitulah dengan mengembangkan Ginkang tingkat tinggi,
beberapa murid2 Kaypang yang berjaga disepanjang jalan,
tiada satupun yang melihat bayangan mereka.
Saat mana sudah mendekati puncak, Hong lay-mo-li tak
berani sembarangan bicara, maka dia gunakan ilmu mengirim
gelombang suara panjang bicara dengan Siau-go-kan-kun:
"Bagaimana kita harus bertindak?"
"Bertindak saja menurut situasi." sahut Siau-go-kan-kun,
pembicaraan mereka berlangsung menggunakan ilmu
mengirim suara gelombang panjang.
Diatas gunung ada sebuah lapangan datar berumput yang
luas, diatas lapangan berumput ini tampak bayangan orang
penuh sesak ber-jubel2, jelas dilapangan berumput inilah
rapat besar Kaypang akan diadakan.
Siau-go-kan-kun tarik Hong-lay-mo-li menyelinap sembunyi
dipucuk pohon raksasa yang berdaon rindang, jarak pohon
yang terletak ditengah hutan ini kira2 masih tiga li, namun dari
tempat ketinggian ini mereka bisa saksikan keadaan seluruh
arena rapat besar ini dengan jelas.
Semakin lama orang semakin berdatangan dan semakin
sesak pula tanah berumput itu, tak lama kemudian fajar
menyingsing sang surya sudah keluar dari peraduannya
memancarkan cahayanya yang gilang gemilang, kabut tipis
dipuncak gunung semakin menipis.
Maka terdengarlah "Tong, tong, tong" tiga kali tambur
disusul "Tang, tang, tang" tiga kali gembreng ditabuh, itulah
pertanda bahwa rapat besar ini dibuka. seluruh anak murid
Kaypang yang hadir serempak bersorak gembira, suaranya
bagai guntur menggelegar sehingga puncak gunung ini serasa
bergetar. Dari pucuk pohon dikejauhan Hong-lay-mo-li memandang
kegelanggang rapat dengan seksama, tampak ditengah2
lapangan rumput terdapat sebuah panggung batu, disana
berdiri seorang pengemis berusia lima puluhan, jambang
bauknya kaku lebat, Hong-lay-mo-li kenal orang ini adalah
Hong Hwe-liong adanya dibelakang Hong Hwe-liong ada
tempat bagi tamu, orang yang berdiri itu adalah gurunya
Kongsun In. Tujuh tahun Hong-lay-mo-li tak pernah melihat gurunya
lagi, kini dari kejauhan dia melihatnya rasanya rindu sekali,
maka sorot matanya tidak pernah beralih dari bayangan
gurunya. Waktu dia melihat jelas, kiranya jenggot dibawah
kedua dagu gurunya sudah memutih uban. beberapa jalur
rambutnya sudah kelihatan uban pula, badannya pun sudan
kelihatan rada loyo dimakan usia tua.
Diam2 dia membatin: "Suhu sebaya dengan ayah, namun
kelihatannya lebih tua. Tentunya dia menguatirkan kebejatan
putranya dan merindukan diriku, Suhu hanya punya seorang
keturunan, kalau Kongsun Ki muncul, perlukah aku
membongkar kedoknya secara terbuka."
Tengah Hong-lay-mo-li menduga2, seluruh gelanggang
sunyi senyap, ternyata Hong Hwe-liong sudah naik
kepanggung batu, dia mulai dengan pembukaan katanya.
Terdengar suara Hong Hwe-liong rada gemetar, namun
kata2nya kalem: "Suatu duka cita bagi Pang kita, bahwa pada
bulan tiga yang lalu Lo-pangcu telah mangkat mendahului
kita, Semasa pangcu hidup beliau belum menentukan ahli
warisnya, sebelum ajal beliaupun tidak meninggalkan pesan.
Maka atas prakarsa para Tianglo dan beberapa saudara
seperguruan, hari ini aku mengumpulkan para murid tingkat
kantong lima keatas untuk mengadakan rapat besar Pang kita,
untuk memilih seorang pangcu baru yang benar2 menghayati
sanubari kita bersama."
Dari atas pohon Honglay-mo-li melihat jelas, muka Hong
Hwe-liong rada kurus dan pucat, waktu bicara bukan saja
suaranya gemetar, sikapnyapun seperti takut2 dan menahan
derita. Tengah Hong-lay-mo-li menduga2 melihat keadaan Hong
Hwe-liong yang mencurigakan ini, tiba2 Siau-go-kan-kun
berbisik dipinggir telinganya: "Agaknya Hong Hwe-liong
menderita luka dalam yang sulit diketahui orang."
Dari ayahnya Hong-lay-mo-li ada sedikit mempelajari ilmu
pertabiban sebagai seorang ahli silat lagi, kalau tadi dia tidak
berani berkesimpulan, kini setelah mendengar bisikan Siau gokankun, lebih besar keyakinannya bahwa kecurigaannya
memang beralasan.
Dalam pada itu, suara menjadi ribut diseluruh gelanggang
oleh percakapan orang2 Kaypang, namun tiada murid
Kaypang yang tahu bahwa Hong Hwe-liong sebenarnya
terluka dalam, maklum yang paling mereka perhatikan adalah
memilih Pangcu baru, maka suara dari berbagai penjuru seolah2
berlomba saja: "Hong-hiangcu adalah murid tertua Lo-pangcu, beberapa
tahun belakangan ini, dialah yang bekerja mati2an membantu
Lo-pang-cu, kini Lo-pangcu sudah meninggal adalah pantas
kalau dia yang mewarisi kedudukan ini."
"Hong-suheng, memang Lo-pangcu tidak menunjuk
langsung pilihannya, karena beliau keburu jatuh sakit yang
benar kita sama tahu, biasanya dia amat penujui dirimu-"
"Benar, ada kau yang mewarisi kedudukan ini, adalah
paling cocok, kau tidak usah menolak lagi,"
Hong Hwe-liong angkat tangan memberi tanda supaya
hadirin tenang, katanya: "Kaypang adalah Pang terbesar
diseluruh jagat, maka jabatan berat dan kedudukan tinggi ini
harus dijabat seseorang yang benar2 berbakat. Aku ini cetek
pengalam otak tumpul, bahwa membantu kerja Lo-pangcu
adalah tugas rutin, bilamana aku yang harus menjabat Pangcu
ini, betapapun aku tidak berani terima, harap kalian jangan
ribut. dengarkan penjelasanku.
Soal ahli waris Pangcu, Cu tianglo pernah merundingkan
dengan aku, jikalau kalian tiada calon pilihan yang tepat,
biarlah kita saja yang mencalonkan dia, orang ini tanggung
sepuluh lipat lebih unggul dari aku."
Seluruh hadirin melengak dan merasa diluar dugaan, Honglaymo-li sendiripun merasa was2, nada bicara Hong Hweliong
amat serius, jelas bukan pura2. Kejap lain hadirin
menjadi ribut saling terka, malah ada murid Kaypang yang
kelepasan omong menyebut nama "Bu Su-tun"
Seketika berubah air muka Hong Hwe-liong, katanya
rawan. "Maksudmu Bu-sute bukan" Sayang..."
Belum habis dia bicara, seorang pengemis tua
dibeIakangnya tiba2 tampil kedepan seraya angkat tinggi Pakkaupang ditangannya, bentaknya dengan suara keren:
"Dilarang menyebut nama murid murtad itu. Keparat itu
berkhianat dan rela tunduk kepada musuh mendurhakai
leluhur lagi, adalah pantas dia diusir dari perguruan, hukuman
yang cukup setimpal bagi perbuatannya, apa pula yang harus
dibuat sayang" Hong-su-tit, waktu menjatuhkan hukuman
tempo hari, kau sendiri yang melaksanakan undang2 Pang
kita, Kenapa kau masih menyebutnya Sute segala?"
"Ya, siautit kelepasan omong, Silakan Cu-susiok saja yang
pimpin rapat ini dan mencalonkan Pangcu yang baru."
Pengemis tua yang marah2 ini bukan lain adalah adik
seperguruan ex Pangcu Siang Gun-yang, satu diantara tiga
Tianglo Kaypang yang sekarang masih hidup sehat, dikalangan
Kangouw dia dijuluki Ci-sa-so-bing-ciang Cu Tan-ho. diantara
yang hadir dalam rapat besar ini adalah Cu Tianglo Cu Tan-ho
yang punya tingkat kedudukan paling tinggi, Maka seluruh
hadirin terpaksa harus tunduk dan menghormatinya.
Sejak Bu Su-tun diusir dari perguruan murid2 Kaypang
tingkat kantong lima semua sudah tahu, tapi yang tahu seluk
beluk latar belakangnya hanya sedikit orang saja.
Sudah tentu orang orang yang biasanya mengenal
martabat dan karakter Bu Su-tun amat menyangsikan tuduhan
dan keputusan ini, tapi kebanyakan orang sama mengira Bu
Su-tun memang gila pangkat kemaruk harta, sehingga dia rela
menjadi pejabat negeri Kim.
Oleh karena itu dengan tampilnya Cu Tan-ho, maka tiada
orang yang berani menyinggung nama Bu Su-tun lagi.
Kini suasana kembali tenang, hadirin sama ingin tahu siapa
calon yang hendak diajukan Cu Tan-ho untuk menduduki
jabatan Pangcu mereka.
Hong-Iay-mo-li sendiripun sedang keheranan, didalam
keributan tadi, dia sudah melihat sikap Hong Hwe-liong
terhadap Bu Su-tun, naga2nya masih mempunyai rasa
persaudaraan sebagai sesama perguruan.
Setelah berpikir sebentar Cu Tan-ho yang masih berdiri
dipanggung herkata: "Hong-sutit, rapat ini kau yang
memimpin silakan kau saja yang perkenalkan Calon Pangcu
kepada hadirin."
Kongsun In yang berada ditempat tamu sudah merasakan
bahwa Hong Hwe-liong terkena bokongan luka2 dalam, tapi
luka2 apa, sampai dimana beratnya, diapun tidak bisa
merabanya dengan pandangan mata saja, Maka diam2 dia
berpikir. "Mungkinkah karena tahu luka2nya cukup berat
kemungkinan bisa cacad maka Hong Hwe-liong merelakan
kedudukan ini kepada orang lain?"
Bagian 40 Karena anjuran Cu Tan-ho, terpaksa Hong Hwe-iiong
tertawa, katanya: "Urusan hari ini adalah demi kejayaan pang
kita, sebetulnya Cu-susiok tidak usah sungkan, Baiklah
terpaksa aku yang bicara saja." kalau hadirin sedang
keheranan mendengar ucapan Hong Hwe-liong sementara
Hong-lay-mo-ii lapat2 merasakan Hong Hwe-liong seperti apa
boleh buat harus bertindak dalam hal ini.
Hong Hwe-liong tampil ketengah panggung katanya. "Tadi
kukatakan pangcu baru ini tanggung puluhan kali lebih hebat
dari aku, bukan sengaja mau merendahkan diri sendiri namun
kenyataan memang demikian, Pertama pangcu yang satu ini
masih muda dan gagah, usianya belum ada tiga puluh namun
namanya sudah menggetarkan Bulim. Kedua. Pangcu yang
satu ini dari keturunan keluarga silat yang kenamaan ayahnya
adalah tokoh Bulim tingkat tinggi yang terpandang, Ketiga
diapun pernah mendirikan pahala besar bagi nusa dan bangsa,
untuk ini saja cukup mengetuk sanubari kita semua."
Baru sampai disini dia bicara, hadirin sudah tidak sabar lagi,
dari sana sini banyak orang bertanya: "Siapa" Siapa?"
Tengah Hong-lay-mo-ii menduga2 siapa kiranya tokoh
Bulim yang benar2 memiliki tiga syarat yang diuraikan H0ng
Hwe-liong iLli. tiba2 Siau-g0-kan-kun berbisik ditelinganya:
"Kalau kau laki2, kau cocok benar dengan ketiga syarat itu,
kau boleh menjadi Kaypang Pangcu,"
Disana terdengar Hong Hwe-liong meninggikan suaranya:
"Kalian ingin tahu siapakah
sebenarnya calon pangcu bapu" Rapat besar kita hari ini
ada mengundang seorang tamu Agung, seorang tamu agung
yang melanggar kebiasaan kita untuk mengundangnya,
tentunya hadirin sudah tahu akan Kongsun-cianpwe" Silakan
Kongsun-cianpwe tampil kemuka untuk bertemu muka dengan
hadirin." Sudah tentu Kongsun In melengak keheranan, katanya:
"Lho, aku ini kan tua bangka yang merangkak keliang kubur?"
Cu Tan-ho tertawa, katanya: "Sudah tentu kami tidak


Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berani merendahkan derajat Lo-cianpwe untuk menjabat
Pangcu kita, Tapi sebelum Pangcu yang baru menduduki
jabatannya, betapapun mohon Lo-cianpwe suka tampil
berhadapan dengan murid2 Pang kita, Karena kau orang tua
adalah tokoh yang terpandang dan dipuja oleh pangcu kita
yang baru."
Nama Kongsun In memang sudah dikenal baik oleh seluruh
hadirin, serempak mereka berdiri untuk menyambut
kehadirannya sebagai tanda kehormatan kepadanya, Terpaksa
dengan diliputi rasa curiga K0ngsun Ki tampil kedepan
panggung beruntun dia ber-soja seraya berkata: "Banyak
Hati Budha Tangan Berbisa 7 Pendekar Kidal Karya Tong Hong Giok Kisah Para Pendekar Pulau Es 21

Cari Blog Ini