Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen Bagian 2
pendekar latah Hoa Kok-ham, masih terpaut cukup jauh bedanya.
Tengah me-nimang2, seorang serdadu datang melapor,
katanya seseorang mohon bertemu dengan Khing Ciau, belum
selesai serdadu ini melaporkan, tampak seorang menunggang
kuda sudah memburu datang, kiranya Tang hay-liong
Tangwan Bong. lekas Tangwan-Bong melompat turun serta
menyapa lebih dulu : Ternyata Liu Lihiap berada disini, itulah
lebih baik."
Diam2 Khing Ciau mendelu, pikirnya. "Selama ini aku belum
kenal dia, buat apa dia mencari diriku?" -Hong-lay-mo-li Liu
Jing-yaupun merasakan kata2nya ini punya maksud tertentu,
berbareng mereka berdua balas menyapa: "Tangwan
Cianpwe!" Tengah mereka hendak tanyak maksud kedatangannya,
Tang-hay-liong (naga laut timur) tiba2 membentak: "Angkat
kepalamu!" Sudah tentu Khing Ciau tertegun, sebaliknya Hong
lay-mo-li tahu bentakannya ditujukan kepada Pakkiong Ou,
pikirnya "Kebetulan kau datang, aku sendiri sedang bingung
cara bagaimana menghukum Pakkiong Ou, biarlah kuserahkan
kepadanya."
Ternyata selama hidupnya Pakkiong Ou paling takut
terhadap Toakonya ini, begitu melihat kedatangan Tang-hayliong,
lekas ia tundukan kepalanya dan mengkeret disamping,
namun masih konangan juga oleh pandangan tajam Tanghayliong, terpaksa ia angkat kepala, suaranya gemetar dan
tersendat sapa-nya: "Toako."
Membesi hijau muka Tang-hay-liong, jengeknya setelah
mendengus hidung: "Siapa Toakomu, masih ada muka kau
berhadapan dengan aku?"
"Toako mohon ampun!" gemetar sekujur badannya, Maki
Tang-hay-liong sambil menudingnya: "segala tindak tandukmu
belakangan ini sudah kuketahui semua, Tahukah kau orang
poyoki apa terhadap kau" Orang memanggilmu Pak-bong-kau
(anjing buduk utara)! Dianggapnya kau sebagai anjing
penjaga pintu negeri Kim! Memang bukan sembarang orang
bisa menjadi Enghiong atau pendekar, akupun tidak
mengharap kau jadi pendekar atau Enghiong, tapi benar dan
salah harus bisa kau bedakan, seorang laki2 harus punya
pambek dan jiwa ksatria, kau tidak takut membikin malu dan
menghina nama leluhur, suka rela menjadi antek bangsa lain,
aku sebagai orang yang kau pandang sebagai Toako, kulit
mukaku ikut kau kupas, bikin malu saja!"
Tertunduk kepala Pakkiong Ou, rona mukanya berubah
merah, hijau dan pucat, desisnya ketakutan: "Toako, aku tahu
bersalah!"
Tang-hay-liong memakinya pula: "Aku pernah tulis surat
kepadamu, kubujuk kau lekas berpaling dan bertobat, kupesan
teman2 untuk membujukmu pula, kau agaknya sudah kelelap
akan harta dan pangkat, terjeblos semakin dalam! Kau tahu
apa" Hm, kali ini kau sekongkol dengan Thio Ting-kok,
membunuh Khing ciangkun lagi, sungguh kau sudah gila,
dosamu takkan terampun lagi oleh Thian!" semakin damprat
semakin memuncak amarah Tang-hay-liong saking sengit
tiba2 tapak tangannya terayun, "prak" batok kepala Pakkiong
Ou remuk seketika. Terlambat Hong-lay-mo-li hendak
mencegahnya. Sebetulnya Hong lay-mo-li masih ingin bertanya kepada
Pakkiong Ou, namun apa boleh buat segera ia suruh serdadu
angkat jenazah Pakkiong Ou, kembali mereka saling memberi
hormat kepada Tanghay-liong, serta tanya maksud
kedatangannya. "Kali ini aku diminta Hoa Tayhiap Hoa Kok-ham untuk
mengantar surat." kata Tangwian Bong.
Tempo hari dengan susah payah Hong-lay-mo-li pernah
mengejar jejak orang, hasilnya nihil, tak nyana hari ini
mendadak bertemu dengan Tang-hay-liong yang membawa
suratnya, segera ia bertanya: "Dimana Hoa Tayhiap " Kapan
kalian berpisah " Untuk siapa surat yang kau bawa?"
"Hoa Tayhiap sudah menuju ke Kanglam."
"O, untuk urusan apa dia pergi ke Kanglam, apa Cianpwe
tahu?" "Ditengah jalan Hoa Tayhiap mendapat sebuah berita
rahasia yang teramat penting, Kabarnya maha raja negeri Kim
Wanyen Liang sudah mulai kerahkan pasukannya hendak
menyerbu negeri Song, dengan sesumbar dia berkata hendak
mengadakan perayaan Tiongchiu di Ling-an."
"Kapan kabar ini diketahui?" tanya Hong lay-mo-li.
"Tanggal empat belas bulan yang lalu, waktu itu aku
menginap di Giok-hong-koan dipuncak Thaysan bersama dia,
Thay-ceng Totiang ketua Giok-hong-koan adalah sahabatku,
malam itu aku mengobrol berduaan semalam suntuk, Hoa
Tayhiap seorang diri pergi ke puncak Giok-hong-ting
menikmati bulan purnama.
Di-saat kami mengobrol itulah Hoa Tayhiap pulang tergesa2,
segera ia desak aku turun gunung, katanya kalau
terlambat atau tetap tinggal disini, mungkin bisa membawa
kesulitan, terpaksa aku menurut saja turun gunung.
Setiba dikaki gunung baru dia menyelaskan, kiranya raja
negeri Kim Wanyen Liang juga berada di-atas gunung, jago2
pengawalnya yang kosen cukup banyak, walau tidak takut,
tapi kalau sampai bentrok, Thay-ceng Totiang yang akan
tertimpa getahnya, terpaksa kami harus menyingkir saja."
setelah menuturkan pengalamannya Tang-hay-liong merasa
heran pula melihat sikap Hong-lay-mo-li tidak menunjukkan
rasa heran dan prihatin.
Ternyata diiuar tahunya bahwa Hong-lay-mo-li pada waktu
yang bersamaanpun pernah memergoki kehadiran Wanyen
Liang di puncak Thaysan itu.
Pada tanggal lima belas bulan yang lalu, karena mengejar
jejak pendekar Latah Hoa Kok-ham, secara kebetulan Honglaymo-li memergoki Wanyen liang bersama jago2nya sedang
menikmati bulan purnama sambil senandung dan menciptakan
syair2 baru, secara langsung karena disanjung puji para
menterinya, Wanyen Liang keluarkan isi hatinya.
Mendengar rencana orang, seketika timbul pikiran Honglaymo-li untuk membunuhnya terlebih dulu, sebelum musuh
bangsa Han ini berhasil dengan rencananya.
Dengan menghardik keras: "Raja anjing, lihat pedang!"
Hong-lay-mo-li melompat turun dari pucuk pohon tempat
sembunyinya, sinar pedangnya bagaikan seutas rantai
panjang, langsung menusuk ketenggorokan Wanyen Liang.
Sudah tentu Wanyen Liang amat kaget, namun serta
melihat jelas orang yang berada dihadapannya adalah
perempuan cantik molek, seketika ia bersorak kegirangan,
serunya: "Buat apa harus cari cewek ayu ke Kanglam,
perempuan ini jauh lebih cantik dari dewi bulan! Lekas kalian
ringkus dia, jangan sampai melukainya!"
Para pengawal Wanyen Liang adalah jago2 kosen yang
berkepandaian tinggi, sudah tentu mereka tidak tinggal diam
menghadapi aksi Hong-lay-mo-li, dengan mati2an mereka
merintangi dan mengadang dihadapannya.
Tangan kiri Hong-lay-mo-li mainkan kebutannya, sementara
tangan kanan dengan sebatang pedang sekaligus
mengombinasikan permainan Thian-lo-hud-tim-cap-pwe-sek
dan Yo-hun-kiam-hoat, didalam kepungan jago2 pengawal itu,
ia tuding timur hantam barat, incar selatan pukul utara, para
Busu ini tidak berani melukai dia, sudah tentu jauh lebih
menguntungkan Hong-lay-mo-li malah.
"Trang" beruntun beberapa kali, senjata2 kawanan Busu
tergulung lepas oleh kebutannya, disusul dengan samberan
kilat pedangnya, seorang Busu tahu2 terjengkang roboh
dengan tenggorokan berlobang. Melihat kelihayannya,
kawanan Busu baru insaf akan kepandaiannya dan jeri. Tapi
untuk menjebol kepungan jago2 pengawal yang sedemikian
banyaknya, bukan soal sepele bagi Hong-lay-mo-li.
Se-konyong2 salah satu Busu itu berteriak: "Aku kenal dia,
hati2 saudara2, kita sedang menghadapi Hong-lay-mo-li Liu
Jing-yau."
Terdengar Wanyen Liang bergelak tertawa diluar kalangan,
serunya: "Jelas dia ini patut dinamakan Hong-lay-sian-cu,
kenapa dipanggil Hong-lay-mo-li?"
Busu tadi mundur keluar kalangan, sehingga tekanan
serangan Hong-lay-mo-Ii tidak sampai mengenai dirinya,
katanya: "Ucapan Cukong memang tidak salah, semula
perempuan ini memang dijuluki Hong-lay-sian-cu, soalnya dia
bertangan gapah berhati kejam, maka kawan2 Kangouw
mengubah nama julukannya."
Wanyen Liang ter-kekeh2, serunya: "Tim tidak takut dia
kejam atau telengas, asal kalian membekuknya hidup2, Tim
akan beri hadiah besar kepada kalian!"
Hong-lay-mo-Ii gusar, kebetulan wakil komandan Gi-limkun
yang bergelar San-tian-sin-chio (tombak kilat sakti) itu
berada dibelakangnya, sebat sekali mendadak ia menerjang
kebelakang dengan punggungnya.
Wakil komandan ini sedang menyerang dengan tusukan
tombaknya, mimpipun ia tidak menduga Hong-lay-mo-li bakal
menggunakan permainannya yang aneh ini, keruan hatinya
mencelos, soalnya junjungannya sudah berpesan melarang
melukai seujung rambut perempuan yaug dipenujuinya ini,
kalau tusukan tombaknya diteruskan, bukankah jiwa orang
bakal melayang diujung tombaknya"
Namun memang tidak malu dia dijuluki tombak sakti, dalam
waktu yang gawat itu tombak panjangnya secepat kilat tahu2
sudah ditarik mundur. Diluar tahunya bahwa Hong-lay-mo-Ii
memang mengharap demikian.
Baru saja wakil komandan itu hendak mengubah tutukan
menjadi menjungkit tungkak kaki Hong-lay-mo-li untuk
menyengkelit orang, tak nyana gerakan Hong-lay-mo-Ii jauh
lebih cepat dari tombak kilatnya, "sret" tahu2 Hong-lay-mo-li
membalikan pedang, sementara kaki masih melangkah
mundur seperti meluncur dipermukaan salju, tanpa berpaling
ujung pedangnya menyelonong keluar dari bawah ketiaknya,
menusuk kebelakang, telak sekali menghujam ketenggorokan
wakil komandan ini.
Karena kematian wakil komandan ini kepungan menjadi
berlobang, lekas dua Busu mengisi kekosongan ini, namun
kepandaian kedua orang ini jauh lebih rendah dari wakil
komandannya, pedang Hong-lay-mo-li ditarikan bagai kitiran,
Sret, sret, dalam kilasan pedangnya, dua Busu roboh binasa
pula, tiba2 badannya melambung tinggi laksana burung
raksasa, ditengah udara ia kembangkan sejurus To-kian-culian
(menggantung kerai mutiara), berbareng kebutan
ditangan kiri, tahu2 mengepruk kebatok kepala seorang Busu
tercekat. Serasa copot arwah si Busu, lekas ia lecutkan cambuk
panjangnya menjadi bundaran besar kecil ber-lapis2 berkisar
hebat laksana gelombang samudra, maka terdengar "Byar!"
tipu hebat dari serangan balasan lawan ini seketika dipatahkan
oleh kebutan Hong-lay-mo-li.
Seketika Busu itu rasakan pergelangan tangan seperti
tertusuk jarum, jari2nya tak kuasa pegang cambuknya lagi,
lekas ia jatuhkan diri terus menggelundung sambil memeluk
kepala, terdengar suara mendesis, ternyata Hong-lay-mo-li
kerahkan Lwe-kangnya keujung kebutannya sehingga
benang2nya berkembang laksana ribuan ujung jarum2 tajam,
seketika pakaian si Busu berlobahg tak terhitung banyaknya.
Untunglah tipu cambuknya tadi sedikit banyak mengurangi
tenaga Iawan, disamping gerakan menggelundung tadi
teramat tangkas, meski badannya tertusuk luka puluhan
tempat, jiwa masih bisa dipertahankan.
Hong lay-mo-li pikir bunuh Wanyen Liang lebih penting,
tanpa bertindak lebih jauh kepada si Busu, kembali ia tutul
ujung kakinya, seketika badannya melejit tinggi, bagai burung
menyusup kedalam hutan, seperti burung walet melesat diatas
gelombang samudra, luncuran tubuhnya cepat bagai kilat
membawa samberan selarik sinar pedang, langsung menusuk
kearah Wanyen Liang yang sedang berdiri dibawah sebuah
pohon besar. Busu2 pengawal itu sama berkaok memburu
dibelakang, mana mereka bisa menandingi kecekatan gerak
badan Hong-lay-mo-li.
Terdengarlah jeritan keras yang menyayatkan hati, seketika
para Busu pengawal itu terbelalak pucat, sementara Hong-laymolipun berseru heran, damprat-nya: "Raja anjing yang licin,
kemana kau bisa lari?" - ternyata karena tidak bisa melarikan
diri, lekas Wanyen Liang tarik seorang pengawal pribadinya
yang berdiri disamping terus didorong kedepan menyongsong
kedatangan pedang Hong-lay-mo-li. Keruan dadanya tembus
dan jiwa melayang seketika.
Betapa cepat gerakan Hong-lay-mo-li, seperti bayangan
mengikuti wujudnya, sebat sekali ia mengudak kepada
Wanyen Liang, kembali pedangnya berkelebat menusuk.
Disaat rangkaian serangan pedang Hong-lay-mo-li
dilancarkan se-konyong2 terdengar hardikan keras bagai
guntur menggelegar: "jangan lukai Cukong-ku!" dari samping
melayang tiba segumpal awan merah menghadang didepan
Wanyen Liang, maka tusukan pedang Hong-lay-mo-li seketika
menerbitkan suara gemerantang yang ramai, sehingga kuping
semua hadirin terasa pekak.
Ternyata dalam waktu yang gawat itu, seorang Lama
berkasa merah tiba2 menerobos keluar dari samping Wanyen
Liang, dia kembangkan sepasang kecernya sekaligus
menangkis tusukan pedang Hong-lay-mo-li.
Ternyata lama berkasa merah ini adalah Sute dari ketua
Miciong di Tibet, gelarannya Kiu-lo Hoatsu, tingkat
kepandaiannya sudah tiada tandingan di daerah Se-sk,
Wanyen Liang mengundangnya serta mengangkatnya jadi
Koksu (iman negara), setiap melakukan inspeksi melindungi
jiwa Wanyen Liang lagi, disaat para Busu mengepung Honglaymo-li ia tetap berpeluk tangan mendampingi
junjungannya, Walau berhasil mematahkan serangan Hong-lay-mo-li tak
urung Kiu-lo Hoatsu sendiri mengucurkan keringat dingin,
Kecepatan gerak badan dan serangan kilat pedang Hong-laymoli barusan sungguh jauh berada diluar perhitungannya.
untunglah Wanyen Liang keburu menarik pengawalnya,
namun Kiu-lo toh sudah terlambat setindak Maka terdengarlah
suara ting-ting-tang-tang yang ramai, dalam sekejap mata,
pedang Hong-lay-mo-li sudah beradu puluhan kali dengan
sepasang kecer Kiu-lo Hoatsu.
Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kiu-lo kembangkan sepasang kecernya melindungi seluruh
badan sedemikian rapatnya, dalam waktu dekat Hong-lay-moli
tak berhasil menjebol pertahanan lawan, Kiu-lo Hoatsu
sendiripun tak mampu balas menyerang.
Sementara kawanan Busu itu sudah memburu datang,
mereka kepung Hong-lay-mo-li di tengah lingkaran pula, Sejak
malang melintang di kalangan Kang-ouw Hong-lay-mo-li tak
pernah kalah menghadapi musuhnya, hari ini baru pertama
menghadapi musuh tangguh, semangat tempurnya seketika
bergairah, pedang panjang ditarikan sedemikian lincah dan
kebat, meski dirinya terkepung, namun dia menyerang lebih
banyak dari pada berahan, Lama kelamaan kawanan Busu itu
menjadi jeri sendiri.
Badan Wanyen Liang berlepotan darah, namun dia sendiri
tidak terluka apa2, saking kagetnya tadi serasa arwahnya
sudah melayang keluar. Tiba2 dilihatnya sesosok bayangan
orang meluncur turun disampingnya, belum lagi hatinya
tenang, seketika ia menjerit kaget dan ketakutan.
Lekas orang itu bersuara: "Hamba datang terlambat
membuat Cukong kaget saja!" baru sekarang Wanyen liang
lega, ternyata orang ini adalah komandan Gi-lim-kun Tam Toceng
adanya. Tadi Tam To-ceng ikut mengerubut Hong-laymoli, setelah Kiu-lo Hoatsu menerjunkan diri, lekas dia
menggantikan kedudukan Kiu-lo Siangjin melindungi
junjungannya. Semula Wanyen Liang kepincut oleh paras cantik Hong-laymoli, kini setelah jiwanya hampir saja terbunuh, dengan berat
hati terpaksa ia ubah keputusannya. Lekas Tam To-ceng
disuruh mengubah pengumumannya.
Wanyen Liang kira kepandaian Kiu-lo Siangjin tiada
tandingan, setelah perintahnya dikeluarkan Hong-lay-mo-li
pasti dapat dibereskan dengan gampang, siapa tahu setelah ia
saksikan jalannya pertempuran beberapa kejap lagi, dilihatnya
Hong-lay-mo-li semakin gagah dan perkasa.
Kiu-lo Siangjin hanya mampu membela diri tak bisa balas
menyerang, Kawanan Bu-su itupun kocar kacir tak berani
maju mendekat di-luar kalangan.
Rasa sayang Wanyen Liang seketika berubah menjadi
kaget, gelisah dan kuatir.
Kiranya walau kepandaian Kiu-lo Siangjin amat tinggi,
betapapun setingkat masih lebih rendah dibanding Hong-laymoli. Waktu itu Hong-lay-mo-li sudah membunuh lima Busu,
melukai berat Busu bersenjata cambuk yang bernama
Pakkiong Ou pula, sementara Tam To-ceng harus
mengundurkan diri mendampingi sang junjungan.
Oleh karena itu kekuatan yang mengepung Hong-lay-mo-li,
meski kutambah tenaga Kiu-lo Siangjin, namun dikurangi dua
jagoan kosen dan kematian lima Busu, terang kekuatan
sekarang bukan bertambah kuat malah jauh lebih lemah.
Lwekang Kiu-lo Siangjin terpaut tidak jauh dibanding Honglaymo-li, namun Ginkangnya terang ketinggalan jauh,
serangan Hong-lay-mo-li laksana kilat cepatnya, setiap tipu
serangannya ganas dan mematikan lagi.
Kedua kecer Kiu-lo Siangjin cukup mampu untuk menjaga
diri saja, untuk melindungi sesama teman terang tidak
mungkin, Suatu ketika Hong-lay-mo-li melihat suatu peluang,
sebat sekali ia gunakan Ih-sing-hoan-wi, mendadak ia
menerobos kearah timur laut, dua Busu yang berjaga disini
lebih jauh dari teman2 yang lain melihat musuh justru
menubruk kearah mereka, belum lagi sempat angkat senjata,
satu persatu jiwa mereka sudah dihabisi.
Lekas Kiu-lo Siangjin memburu maju, secepat kilat Honglaymo-li sudah bunuh dua Busu, tiba2 ia menyebir bibir
bersiul panjang tangkas sekali dia sudah membalik badan
memapak kedatangan Kiu-lo Siangjin.
Melihat kehebatan orang, semakin jeri hati kawanan Busu,
dalam sekejap kembali tiga orang kena terbunuh oleh kebutan
Hong-lay-mo-li.
Jelas sebentar lagi kekuatan kepungan ini bakal kocar kacir,
Kiu-lo Siangjin kertak gigi melawan mati2-an. Se-konyong2
ujung pedang Hong-lay-mo-li menukik kebelakang, beberapa
Busu dibelakangnya ia desak mundur, mendadak mulutnya
menghardik: "Kena!" berbareng kakinya menjejak bumi badan
melambung ketengah udara, dimana kebutannya terkembang
ia kepruk batok kepala Kiu-lo Siangjin yang gundul kelimis.
Kepandaian Kiu-lo Siangjin memang tidak rendah, lekas ia
gunakan Hong-tiam-thau, berbareng sebelah kecernya dia
lempar keatas udara menangkis kebutan Hong lay-mo-li.
Tangkas sekali Hong lay-mo-li menekuk kedua kakinya, badan
jumpalitan me!uncur- turun kesamping, berbareng ia tarik
kebutannya, beberapa ujung kebutannya kebetulan menyapu
lewat menyerempet batok kepala Kiu-lo Siangjin, membuat
beberapa jalur luka2 berdarah, untung kebutan Hong-lay-mo-li
sebelumnya tertolak oleh kecernya, kepalanya hanya
keserempet sisa tenaganya saja, kalau tidak tentu batok
kepalanya sudah bocor dan mengucurkan kecap.
Walau berhasil melindung jiwanya, tapi sebuah kecer Kiu-lo
Siangjin terpental jauh, maka pertahanan kepungannya
semakin kendor.
Tam Toceng berjaga disamping Wanyen Liang, tapak
tangannya yang menyoreng pedang sudah berkeringat dingin,
sebetulnya kalau dia bergabung dengan Kiu-lo Siangjin,
sedikitnya bisa menandingi Hong-lay-mo-li. tapi dia kuatir,
apakah Hong-lay-mo-li punya kamrat tidak, ingin dia maju
membantu, kuatir Wanyen Liang menghadapi bahaya pula,
hatinya jadi hebat kebit, susah dia mengambil keputusan.
Tiba2 Wanyen Liang menghela napas, gumamnya: "Sayang
orang itu tiada, Kalau orang itu disini, tak usah kuatir
perempuan ini takkan bisa dibekuk!"
Hong-lay-mo-li menyeringai dingin, jengeknya-"Kematian
didepan matamu, kau bermimpi hendak menawanku?"
"Sret, sret" kembali ia melukai dua Busu.
Teriak Wanyen Liang: "Tim berikan separo dari negeri
kekuasaanku ini kepadamu, kau sudah puas belum" Hm Hm,
kau memang terlalu pongah!"
"Aku hanya ingin jiwa anjingmu, persetan dengan
negerimu!" Hong-lay-mo-li kira kata2 Wanyen liang ini
ditujukan kepada dirinya, setelah dipikir lebih cermat terasa
janggal, sekilas ia melirik, dilihatnya Wanyen Liang
menengadah, mulutnya menggumam sendiri, se-olah2 sedang
bicara dan minta bantuan kepada orang lain.
Meski sedang menghadapi kerubutan musuh2nya, namun
mata dan kuping Hong-lay-mo-li selalu perhatikan keadaan
sekelilingnya, kecuali Tam To-ceng yang menjaga Wanyen
Liang, tiada Busu lain disamping Wanyen Liang, mengandal
ketajaman kupingnya, Hong-lay-mo-li yakin tiada seseorang
yang sembunyi disekitar gelanggang.
Cepat ia kembangkan serangan lebih ganas, kebutannya
berkelebat didepan mata Kiu-lo Siangjin memancing sorot
pandangan orang, cepat sekali pedangnya membarengi
menusuk kekiri dimana tempat kelemahan orang yang
terbuka, Kecer Kiu-lo Siangjin tinggal sebuah, mana mampu
bertahan, tahu2 pundaknya tertusuk berlobang, terpaut satu
dim saja, hampir tulang pundaknya tembus.
Karena darah bercucuran dan rasa sakit merangsang ulu
hati, lekas Kiu-lo Siangjin mundur beberapa langkah, Dengan
berhasil menjebol kepungan, Hong-lay-mo-li kembangkan
pedangnya secepat angin puyu, kekiri menyendal, ke-kanan
mengetuk, sebentar saja, ia sudah menerjang keluar dari
kepungan. Baru saja Hong-lay-mo-li hendak menerjang kea-rah
Wanyen Liang, se-konyong2 kupingnya seperti mendengar
seseorang berbisik dipinggir telinganya: "Hong-lay-mo-li, ilmu
silatmu memang hebat, tapi jangan harap kau bisa membunuh
maha raja negeri Kim!"
Sekilas Hong-lay-mo-li tertegun merandek oleh suara ini,
sementara Kiu-lo Siangjin sudah jemput sebuah kecernya yang
jatuh tadi, mundur kesamping Wanyen Liang.
Segumpal awan kebetulan terhembus angin sehingga
menutupi sinar rembulan, kembali Hong-lay-mo-li desak
mundur kawanan Busu, baru saja ia hendak melayang kesana,
suara tadi kembali terkiang di-pinggir telingannya: "Kau masih
belum lepas tangan" Baik, biar aku jajal kepandaianmu!" sekonyong2
terasa angin berkesiur, lekas Hong-lay-mo-li
kembangkan kebutannya menjaga badan, "Ting" tusuk kundai
kemala diatas sanggul kepalanya tahu2 terpukul jatuh oleh
samberan Am-gi.
Selama hidupnya Hong-lay-mo-li belum pernah kecundang
sedemikian rupa, keruan kaget dan gusar pula, didengarnya
suara itu berkata pula dengan tertawa: "Bagaimana, kau
berani adu kepandaian dengan aku?" dari datangnya suara
Hong-lay-mo-li menentukan arah, sambil mengayun kebutan
untuk melindungi tubuh, badannya meluncur kesana sambil
menusukkan pedang.
Tusukan mengenai tempat kosong, rembulan kembali
menongol keluar, Hong-lay-mo-li sudah mengejar keluar
hutan, bayangan orangpun Hong-lay-mo-li tidak melihatnya,
bentaknya: "Main sembunyi dan membokong pula, terhitung
orang gagah macam apa" Kalau berani keluar dan lawan aku!"
suara itu tertawa, sahutnya:
"Kalau berani kau kejar aku!" dari suaranya sedikitnya
sudah terpaut dua tiga li.
Hong-lay-mo-li membatin: "Ada tokoh sedemikian kosen
diam2 melindungi raja anjing itu, agaknya tujuanku malam ini
tak dapat terlaksana. Baik, biar aku lihat tokoh macam apa
keparat ini, berani permainkan aku." segera ia kembangkan
Ginkang mengejar kedepan,
Agaknya orang itu tahu bahwa dirinya tengah dikejar, tak
perlu memancing dengan suara tawanya, lambat laun
suaranya jauh dan sirap.
Begitulah Hong lay-mo-li melanjutkan pengejaran sampai di
Ngo-toa-hu-siong, keluar dari Tiong-thian-bun tiba di Kwi-hwesamli. Naik lagi keatas tiba di Seng-sian-hong dan Tio-yangtong,
semakin naik semakin tinggi, jalan gunungpun semakin
berbahaya, akhirnya ia tiba dijalan yang diapit dinding gunung
yang tinggi, inilah Lam-thian-bun, daerah paling berbahaya di
gunung Thaysan.
Dengan hati kebat kebit Hong-lay-mo-li maju terus dengan
waspada kuatir di-bokong musuh, namun setelah dia keluar
dari jalan sempit yang berputar2 itu, sesuatupun tidak terjadi,
barulah Hong-lay-mo-li menghela napas lega.
Setiba diatas Lam-thian-bun keadaan disini rada datar,
pandangan bisa menjelajahi ke segala penjuru, sesaat Honglaymo-li sampai terpesona melihat pemandangan alam
dibulan purnama dipuncak Thaysan ini, kebetulan angin
datang menghembus, pohon2 raksasa itu segera menggoyang
melambai mengeluarkan suaranya, seketika Hong-lay-mo-li
tersentak sadar, "Aku sedang mengejar musuh, kenapa
sampai terpesona oleh pemandangan seindah ini."
Se-konyong2 didengarnya suara harpa dipetik mengalun
dari dalam hutan dipinggir sana, Hong-lay-mo-li pelan2
menghampiri kesana, dilihatnya seorang laki2 mengenakan
mantel kulit rase duduk dibawah pohon menopang sebuah
harpa diatas lututnya.
Begitu asyik orang ini memetik harpanya, mendadak ia
menengadah sambil bersenandung dengan suara lantang dan
gagah, Hong-lay-mo-li sampai menjublek dan kesi-ma, "creng"
tiba2 snar harpa putus. Tiba2 orang itu angkat harpanya terus
dibanting, lalu peluk kepala tangis gerung2.
Hong-lay-mo-li tersentak kaget, tanyanya: "He, siapa kau"
Kenapa nangis disini?"
"Aku nangis, apa sangkut pautnya dengan kau" Siapa pula
kau?" "Aku rakyat Song raya, apa maksudmu?"
"Kau tahu siapa aku?"
"Agaknya kau memang pikun" Kalau aku tahu buat apa aku
tanya?" sambil berlinang air mata, tiba2 orang itu ter-loroh2 tawa,
"Apa pula yang kau tertawakan?" tanya Hong-lay-mo-li.
"Aku tertawa melihat kegabahanmu, kami belum saling
kenal, kau belum tahu siapa aku" Kenapa kau perhatikan
diriku" sehingga aku tak bisa nangis se-puasnya."
"Cis, siapa perdulikan kau" Mau nangis silakan, sampai
matipun aku tidak peduli."
Orang itu melongo, mulutnya menggumam: "Nangis sampai
mati tiada orang yang pedulikan diriku, Haha, betapa besar
dunia ini, kiranya tiada satu orangpun yang perhatikan diriku."
lenyap tawanya, kembali ia menangis sesenggukan.
"Memangnya orang gila!" batin Hong-lay-mo-li dalam hati ia
merasa sayang melihat harpa yang terbanting hancur itu, tak
terasa mulutpun mendesis pelahan :"Sayang, sayang."
Mendadak orang itu ter-bahak2 pula, serunya lantang:
"Apanya sayang, hanya sebuah harpa kuno saja apanya yang
dibuat sayang" Haha, kukira kau ini perempuan ksatria besar,
ternyata begini kikir, Baiklah, barangmu biar kukembalikan
saja." Tengah Hong-lay-mo-li melengak heran, tiba2 didengarnya
suara samberan senjata rahasia, selarik sinar perak berkelebat
sebuah benda tahu2 meluncur kearah dirinya, Keki hati Honglaymo-li, ia kira dirinya diserang senjata rahasia, segera ia
kembangkan cara meraih senjata rahasia, cukup ia gape
sebelah ta-ngan, tahu2 benda itu sudah terjepit oleh kedua
jarinya. Terasa tangan sedikit bergetar kemeng, ternyata
sambitan orang ini amat kuat.
Setelah melihat tegas benda yang terjepit dikedua jarinya,
seketika Hong-lay-mo-li kaget gusar dan heran pula, kiranya
benda itu adalah tusuk kondai diatas sanggulnya yang
tertimpuk jatuh tadi, Baru sekarang ia paham seluruhnya, jadi
laki2 inilah yang secara diam2 membantu dan melindungi
Wanyen Liang. "Bagus, jadi kau kiranya! Kenapa kau bantu raja anjing
itu?" bentak Hong-lay-mo-li.
Orang itu menjengek dingin: "Raja Song-kau memangnya
juga baik?"
"Sekarang jelas sudah bagiku, kau adalah antek anjing dari
raja anjing itu."
"Siapa aku, tak perlu kau tahu. Matamu tak pandang lain
orang, aku tak senang melihat tindak tandukmu."
Saking gusar hampir saja Hong-lay-mo-li melabrak musuh,
namun ia tahan dan mendadak tertawa lebar sambil
Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menengadah. "Apa pula yang kau tertawakan?" tanya orang itu.
"Aku geli melihat kau tak bisa membedakan hitam dan
putih, baik buruk, pintarmu cuma menyalahkan orang lain,
Ketahuilah Wanyen Liang adalah raja anjing yang paling lalim
dalam dunia ini, dia hendak kerahkan pasukannya mencaplok
Kanglam, dia sangka Song raya tiada orang pandai, maka
perlu aku bikin dia melek matanya, Wanyen Liang anak
serigala berhati buas, membuat kehidupan rakyat seluruh duni
menderita dan sengsara, kau tidak membencinya, malah
memakiku, kecuali kau ini memang budaknya, kalau tidak
sampai hati kau membelanya?"
Orang itu menjadi rawan, tiba2 menghela napas, katanya:
"Song dan Kim bertentangan bentrokan besar takkan mungkin
dicegah, Aku atau kau takkan kuasa meredakan peperangan
ini. Tadi aku nangis lantaran ini. Kau hendak membunuh
Wanyen Liang aku tidak salahkan kau, tapi dihadapanku
jangan harap keinginanmu bisa terlaksana."
Mendengar komentar orang, bertambah rasa bermusuhan
Hong-lay-mo-li terhadap orang ini. Segera ia meraba pedang
dan berkata: "Kalau demikian, kau sudah berkeputusan
hendak menjual jiwa bagai Wanyen Liang?"
Orang itu tertawa dingm, katanya: "Dalam kolong langit ini
siapapun tak kuasa menyuruh aku menjual jiwa bagi dia, aku
hanya mengejar ketenangan dan ketentraman hati belaka,
Kau dan aku baru kali ini bertemu dan berkenalan, isi hatiku
tak bisa kujelaskan kepada kau!"
"Siapa tahu apa isi hatimu" Yang jelas bahwa kau berdiri
dipihak musuhku, itu sudah cukup! Tak perlu cerewet lagi,
lihat pedang!"
"Nanti dulu!" seru orang itu mundur selangkah.
"Apa pula yang hendak kau katakan?"
"Bagaimana kalau kuajukan pertaruhan kepada kau?"
"Apa?"
"Jikalau kau mengalahkan aku, terserah kalau kau hendak
membunuh Wanyen Liang, aku tak mau tahu lagi. Tapi
bagaimana kalau kau yang kalah?"
"Kecuali kau bunuh aku, kalau tidak setiap ada
kesempatan, aku akan tetap membunuh dia." tukas Hong-laymoli. "Sebagai rakyat Song yang setia kepada negerinya, aku
bersumpah takkan berjajar dengan raja anjing dari negeri Kim
itu, Aku tidak sudi bertaruh segala dengan kau!!"
Sekilas bertaut alis orang itu, kejap lain mendadak ia terbahak2,
serunya: "Begitupun baik, Biarlah kami tak usah
bertaruh, kami atur saja menurut aturan Kangouw yang biasa
berlaku, Akan kubuat kau tahu, dalam kolong langit ini kecuali
kau dan Siau-go-kan-kun pendekar Latah Hoa Koh-ham
bukannya tiada tokoh lain yang sejajar!"
Tergerak hati Hong-lay-mo-li mendengar orang
menyinggung Hoa Kok-ham pendekar Latah, terasa semakin
misterius asal usul orang ini. Tanpa banyak pikir segera ia
angkat kebutannya dan mengayun pedang, tantangnya:
"Keluarkan senjatamu!"
"Tidak usah sungkan, kau sebagai tamu, silakan kau
menyerang dulu!"
Hong-lay-mo-li gusar, damratnya: "Kau hendak bertangan
kosong melawanku ?"
Orang itu mengeluarkan sebatang seruling, katanya
tertawa: "Kau tidak sudi melawan tangan kosong-ku, biarlah
kutiupkan sebuah lagu kepadamu." Beruntun dua kali ia tiup
serulingnya dengan suara merdu mengalun jernih, enteng
laksana mega beralun, tapi tiba2 ia turunkan pula serulingnya
dan berkata: "Lagu untuk menyambut tamu sudah kutiup, kau
tamu agung ini kenapa tidak lekas mulai ?"
Hong-lay-mo-li naik pitam, tanpa banyak bicara aturan
Kangouw segala, segera ia mendahului menubruk maju,
Thian-lo-tim-hoat segera dia kembangkan, dengan sejurus Tokiansing-ho, setiap ujung benang kebutannya seruncing
jarum, ribuan jumlahnya bagai kan ujung tombak besar, yang
diarah adalah batok kepala orang itu.
Jurus To-kian-sing-ho ini merupakan salah satu jurus yang
lihay dan keji dari Thian-lo-hud-tim-koat yang mempunyai tiga
puluh enam jalan dan variasi, begitu benang2 kebutan
berkembang, bayangan orang itu seketika terkurung dalam
lingkungan sambaran kebutannya, untuk berkelitpun tak bisa
lagi. Tapi dalam keadaan terdesak yang berbahaya ini, ternyata
orang itu masih adem ayem seperti tidak menghadapi apa2,
pelan2 ia tempelkan pula seruling kedepan bibirnya, kembali
meniupkan lagunya.
Bergetar hati Hong-lay-mo-li se-konyong2 terasa segulung
hawa hangat menghembus datang dari depan, benang2
kebutannya seketika terhempas bubar bertaburan Sudah tentu
kejut Hong-lay-mo-li bukan main, batinnya: "Ternyata orang
ini sudah berhasil meyakinkan Lwekang tingkat tinggi dari
aliran Sia-pay." kiranya seruling itu kosong bagian tengahnya,
dari batang seruling yang kosong ini orang itu meniup keluar
segulung hawa murni yang bersuhu hangat, sehingga benang
kebutan Hong-lay-mo-li terhembus bubar.
Orang itu masih tertawa serunya: "Lagu menyambut tamu
agungku ini belum selesai Lho!" segera ia meniup serulingnya
pula, Hong-lay-mo-li mengerut kening, lekas ia tusukan
pedangnya, Sret, seketika ia bikin suara lagu lawan terganggu
"Sayang! Sayang!" seru orang itu, lekas ia gunakan
serulingnya menyampuk, suara benturan kedua senjata amat
nyaring memekakkan telinga, entah terbuat dan bahan apa
seruling ini, Ceng-kong-kiam ditangan Hong-lay-mo-li ternyata
tergentak miring, tapak tanganpun terasa linu kemeng,
sebaliknya seruling itu tidak kurang suatu apa.
Pedang Hong-lay-mo-li memang bukan benda mestika,
namun dilandasi Lwekangnya, jangan kata sebilah pedang
tajam, seumpama sebatang pohon, diapun bisa bikin batu
keras pecah berantakan dengan sekali ketuk.
Tapi seruling orang ini malah menyampuk miring
pedangnya, Terang Lwekang orang ini agaknya lebih tinggi
dari dirinya. Baru pertama kali ini Hong-lay-mo-li menghadapi lawan
yang benar2 tangguh, seketika semangat tempurnya semakin
me-nyala2, Ceng-kong-kiam terayun melingkar diudara,
seketika terciptalah bayangan sinar pedang kemilau yang
ceplok2 seperti kuntum bunga, laksana sinar bintang yang
beterbaran diangkasa, beribu berlaksa jumlahnya, semuanya
meluncur turun bersama meluruk kearah lawan, dalam
sejurus, beruntun ia incar tiga puluh enam Hiat-to besar
dibadan musuh. "ilmu pedang bagus!" seru orang itu memuji, kembali
terdengar suara Trang tring ber-ulang2 yang gencar, didalam
kilasan bentrokan sejurus ini, seruling orang itu sudah saling
bentur tiga belas kali dengan pedang panjang Hong-lay-mo-li.
Berputar tajam pedang Hong-lay-mo-li, sementara kebutan
ditangan kiri lagi2 mengebas datang, kali ini ia kerahkan
tenaganya sehingga benang2 kebutannya tergulung dalam
satu untaian maka ia gunakan kebutan sebagai Boan-koan-pit,
sasarannya adalah Thay-yang-hiat orang itu, sementara
pedang bergerak menggunakan daya lengket, pikirnya hendak
menuntun seruling lawan kelingkaran luar.
Kembali orang itu menghela napas, ujarnya: "Kami cukup
saling sentuh saja, bukankah lebih baik" Apa benar kau
hendak adu jiwa kepadaku?" mulut bicara kaki tangan tidak
menjadi kendor, serulingnya dia jungkit keatas dengan jurus
Ki-hwe-liau-thian, kembali ia sampuk miring kebutan lawan,
sebat sekali ia robah pula dengan gerakan melintang, begitu
membentur pedang panjang kembali serulingnya ia puntir dan
disendal, sekaligus ia punahkan tekanan daya lengket Honglaymo-li. Sekaligus Hcng-lay-mo-li menggunakan dua macam gaman,
satu lemas yang lain kaku, sekali tempo bisa dibuat lunak bisa
digunakan secara kekerasan pula, bahwasanya kombinasi ilmu
yang hebat ini merupakan inti pelajaran silat tingkat tinggi
yang sukar dipelajari orang sembarangan, tak nyana lawan
dengan mudah dapat mematahkan setiap rangsakan kedua
senjatanya ini, mau tidak mau Hong-lay-mo-li merasa masgul
dan hambar. "Nah, sekarang tiba saatnya, silakan siocia sambut
beberapa jurusku." dimana serulingnya terayun, terbayanglah
bayangan seruling beribu lapis, sekaligus ia lancarkan enam
jurus serangan, beruntun menutuk tiga puluh enam Hiat-to
Hong-lay-mo-li.
Dengan kebutan melindungi badan, pedang Hong-lay-mo-li
menyerang musuh, ia tumplek seluruh kemampuan latihan
silatnya, satu persatu enam jurus rangsakan lawan ia
patahkan. Orang itu berseru memuji: "Bagus, Hong-lay-mo-li memang
tidak bernama kosong!" sebaliknya Hong-lay-mo-li sendiri
amat mendelu, maklumlah orang melawan serangannya
dengan adem ayem, sebaliknya dia harus kerahkan seluruh
kemahirannya baru bisa punahkan enam jurus serangannya.
Timbul rasa ingin menang dalam benak Hong-lay-mo-li,
segera ia kembangkan Thian-lo-hud-tim-sha-cap-lak-sek dan
Yo-hun-kiamhoat, entah berkembang atau terikat kencang
kebutannya, sementara pedangnya tegak atau mengiris
miring, permainannya amat serasi dan kompak antara kedua
gaman yang berlainan ini, gerak langkahnya enteng laksana
air mengalir selincah kupu menari diatas kuntum kembang,
setiap ujung pedangnya meluncur mengeluarkan desiran suara
tajam. Kedua macam ilmu tunggal antara positip dan negatip
dikembangkan bersama, sungguh hebat iluar biasa
perbawanya, Hanya bertahan dengan serulingnya lambat laun
orang itu mulai terdesak, sebentar lagi, Hong-lay-mo-li sudah
mendesak lawannya dari bertahan balik menyerang.
Tiba2 orang itu bersiul panjang, serunya: "Baik, sekarang
akupun harus bertindaklah!" seruling melintang melindungi
dada, se-konyong2 tapak tangan kirinya menepuk kedepan,
kelihatannya tapak tangannya menepuk sewajarnya saja, tapi
tenaganya menerpa kedepan dengan dahsyat, se-olah2
mengandung damparan gelombang yang tak kelihatan
melandai kedada Hong-lay-mo-li, lekas Hong-lay-mo-li
gunakan gerakan Jian-kin-tui (berat seribu kati), tak urung
badan masih ter-geliat
Merasa Lwekang lawan lebih unggul dari dirinya, lekas
Hong-lay-mo-li robah permainan pedangnya, dari Yo-hunkiamhoat menjadi Tui-hong-kiam-sek, dikombinasikan dengan
kebutannya ia merangsak lebh gencar lagi, kedua senjata
sama menggunakan tenaga kasar, jurus tipunyapun semakin
ganas dan keji.
Tapi pukulan tapak tangan lawanpun tak kalah gencarnya,
dari satu disusul yang iain, angin pukulannya menderu keras,
sehingga kebutan Hong-lay-mo-li terhembus buyar melambaiTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com
lambai, sinar pedang pecah berhamburan. Meski Hong-lay-moli
sudah mencecar dengan rangsakan membadai, namun tak
kuasa mendesak lawan.
Semakin tempur semakin cepat dan sengit, sehingga dahan
dan daon pohon rontok berhamburan, burung2 dipucuk pohon
terkejut terbang kian kemari, begitulah mereka bergerak
selulup timbul naik turun mengadu kelincahan dan
ketangkasan pula, tanpa terasa seratus jurus sudah dicapai
Hong-lay-mo-li merasa tenaga dalamnya takkan kuat bertahan
lama lagi, diam2 ia mengeluh dalm hati, terpaksa ia pergencar
serangannya, sebaliknya orang itu kembali bersikap adem
ayem dan tak gentar sedikitpun, kembali ia tempelkan seruling
kebibirnya dan berkata tertawa:
"Tiada perjamuan yang tak bubar dalam dunia ini, kalau
tadi kutiup lagu selamat datang, biar sekarang kuan-tar
dengan lagu selamat berpisah." irama yang bernada sedih
memilukan seketika mengalun dari batang serulingnya.
Begitu rawan dan sedih lagu serulingnya ini, se-olah2
menyayangkan perkenalan singkat dengan seorang teman
baru yang belum lama dikenalnya harus berpisah kembali,
sementara dirinya selanjutnya seperti mega mengembang
yang mendadak dihembus angin dibawa kian kemari tak
menentu arah, empat lautan menjadi rumahnya.
Semula Hong-1ay-mo-li masih punya rasa permusuhan, tapi
serta mendengar irama serulingnya yang memilukan ini, mau
tidak mau ia terbawa kealam pikiran yang mengetuk kalbu.
Hong-lay-mo-li tersentak sadar dari buaian irama seruling
yang sedih ini, segera ia kertak gigi, Sret, pedangnya segera
menusuk, Orang itu sedang meniup lagunya sampai ritme2
terakhir, agaknya dia sendiripun sedang tenggelam dalam
buaian kepedihan irama serulingnya sendiri, karena rangsakan
pedang Hong-lay-mo-li yang gencar ini, tanpa sadar ia mundur
ke-pinggir jurang.
Betapa cepat gerak serangan pedang Hong-lay-mo-li,
kebetulan disaat lagunya habis belum lagi orang itu gerakan
serulingnya untuk melawan, ujung pedang lawan tahu2 sudah
mengancam ulu hatinya, tenaga tepukan tapak tanganpun tak
kuasa menyampuk miring tusukan telak pedang lawan.
Tahu2 kaki orang itu menginjak tempat kosong, seketika
badannya terjungkal jatuh kedalam jurang melayang seperti
layang2 putus benang, Semula Hong-lay-mo-li amat getol
hendak membunuh orang, mimpipun tak terpikir olehnya
kemenangan dicapainya sedemikian mudah, keruan hatinya
amat kaget dan terasa hambar, hampir saja dia menjerit kaget
dan kuatir. Dalam kejap lain orang itu jumpalitan dengan gaya burung
dara jungkir balik ditengah angkasa, kaki kanan menginjak
dipunggung kaki kiri, dengan ringan tahu2 badannya sudah
hinggap diatas bumi dibawah jurang sana.
Terdengar senandungnya yg lantang ku-mandang dialam
pegunungan, sekejap saja orang sudah kembangkan
Ginkangnya dan menghilang ditelan semak2 rumput yang
belukar dikeremangan malam purnama.
Bayangan orang itu sudah tak kelihatan pula, Tapi siulan
panjangnya masih bergema dari kejauhan, laksana naga
menari terbang keangkasa.
Lama dan lama sekali dalam kehambaran hati Hong-laymoli tersentak sadar. Disaat ia menerawang pengalaman
selama ini dan baru saja hendak meninggalkan tempat itu,
tiba2 didengarnya keresekan suara lirih, terang itulah
Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
langkah2 Ginkang tinggi yang sedang mendatangi kearah
dirinya. Tanpa banyak membuang waktu lekas Hong-lay-mo-li
melambung naik ke-pucuk pohon, dengan cermat ia awasi
keadaan sekelilingnya.
Dibawah cahaya bulan betul juga dilihatnya dua orang
mendatangi, tapi kedua orang ini sama mengenakan seragam
militer, Ternyata kedua orang ini adalah komandan Gi-lim-kun
negeri Kim Tam To-ceng dan seorang Busu anak buahnya,
kedua orang ini tiba ditempat pertempuran Hong-lay-mo-li
tadi, dengan seksama mereka memeriksa jejak2 pertempuran
yang masih membekas diatas tanah, terdengar Tam To-ceng
berkata lantang: "Banswe (raja) ada mengundang, diharap
Kongcu sudi keluar supaya kami menghadapi keadaan hutan
sunyi senyap, yang terdengar hanya gema suara Tam To-ceng
sendiri. Tiba2 Busu itu menjerit kaget "Ada apa gembar gembor?"
tanya Tam To-ceng.
"Tam-ciangkun, lihatlah kemari, dipinggir jurang ini ada
setengah tapak kaki, tanah disinipun gugur sebagian, terang
baru saja rontok kebawah, wah, mungkinkah orang itu sudah
terbunuh oleh Hong-lay-mo-li?"
Dugaannya sebenarnya tidak meleset, namun Tam To-ceng
mendengus hidung, melirikpun ia tidak kearah yang ditunjuk,
jengeknya dingin: "Omong kosong belaka, Bu-lim-thian-kiau
memangnya gampang dikalahkan orang Iain?"
Baru sekarang Hong-lay-mo-li tahu nama orang yang
dilabraknya tadi kiranya bergelar Bu lim-thian-kiau, gelar
julukannya ini memang cukup segar, cuma rada takabur,
demikian batinnya.
Busu itu kurang terima, tapi Tam To-ceng sebagai
atasannya, tak berani ia mendebatnya, sesaat baru dia
bertanya: "Tam-ciangkun, apa kau pernah melihat Bu-limthiankiau ?" "Pernah melihatnya sekali."
"Aku hanya pernah dengar petualangannya, Tam-ciangkun
apa benar ilmu silatnya selihay apa yang tersiar dikalangan
Kangouw" Menurut pendapatmu bagaimana kalau dibanding
Kiu-lo Siangjin?"
"ltu seumpama aliran sungai dibanding lautan teduh, sinar
kunang2 dibanding cahaya bulan purnama, bahwasanya tak
bisa disejajarkan, jangan kau sangka Mo-li itu bisa kalahkan
Kiu-lo Siangjin lantas tiada tandingan dikolong langit, aku
yakin Bu-lim-thian-kiau kita itu pasti bisa membekuknya."
"Kalau demikian, sekarang dia sudah menagih jasanya
kepada Hong-siang, untuk apa pula kami lama2 berada
disini?" "Kalau Bu-lim-thian-kiau seorang yang sudi terima jasa dari
Hongsiang, dia takkan menggunakan julukan Thian-kiau! Kau
tidak tahu..." mendadak ia berhenti
"Tidak tahu apa?" desak si Busu, "Tak perlu kukatakan,
kalau kau tahu urusan2 itu malah bikin celaka dirimu."
"Aku memang ada mendengar sedikit kabar, katanya
Hongsiang ingin minta bantuannya, namun juga rada takut
terhadapnya, dia..."
"Urusan kerajaan tak boleh kami sembarang
memperbincangkan." sentak Tam To-ceng, lalu ia menghela
napas, katanya: "Bu-lim-thian-kiau tidak mau unjukan diri,
terpaksa kita pulang saja."
Kebetulan Hong-lay-mo-li dapat mencari tahu asal usul Bulimthian-kiau dari kedua orang ini, mana dia mandah
membiarkan mereka berlalu" Segera a lompat turun dari atas
pohon, serunya: "Coba kalian lihat siapa aku" Aku belum mati
Iho! Siapa itu Bu-lim-thian-kiau, lekas katakan ?"
Pucat seketika rona muka Busu itu, batinnya: "Kiranya
benar Bu-lim-thian-kiau sudah terbunuh olehnya!"
Sebagai komandan Gi-lim-kun, kepandaian dan nyali Tam
To-ceng sudah tentu lebih besar dan berani, meski
kedatangan Hong-lay-mo-li amat mendadak dan diluar
dugaan, namun ia tidak menjadi gugup.
"Sret" beruntun dua kali ia menusuk kepada Hong-lay-mo-li
lebih dulu, Hong-lay-mo-li menyontek dengan kebutannya,
pedang panjang Tam To-ceng ternyata cukup lincah dan bisa
berubah menurut gelagat, dengan tenang ia hindari kebutan
lawan yang hendak merebut pedangnya, segera ia
kembangkan ilmu pedangnya saling serang menyerang
dengan sengit. Bagian 04 Busu itu mengeluarkan golok panjang yang melengkung,
cepat ia menubruk maju membantu, dia yakin jiwanya takkan
hidup lagi, rasa takutnya hilang malah, sambil menggembor
dan membentak2 segera ia mainkan ilmu goloknya menyerang
dengan kalap, sengaja Hong-lay-mo-li memberi lobang
sehingga lawan merangsak masuk kedalam perangkapnya,
disaat golok lawan membacok datang, tiba2 kebutannya ia
putar balik, digunakan sebagai potlot baja, dimana gagangnya
mengetuk, dengan telak ia menutuk Hoan-tiau-hiat dilutut si
Busu, golok si Busu seketika berhenti ditengah udara tak
kuasa diayunkan.
Sekejap saja Tam To-ceng sudah menyerang dua puluhan
jurus, Sekonyong2 pedang Hong-lay-mo-li melengket dan
memelintir terus dituntun keluar, sebat sekali merangsak balik
pula ketengah, Tam To-ceng mengayun balik pedang, terasa
angin keras menerpa, tahu2 Hong-lay-mo-li sudah mengubah
permainan menggeser kedudukan, ujung pedangnya menukik
turun mengincar Hiat-to di tulang iga kirinya, begitu Tam Toceng
memantek dengan pedang, tahu2 Hong-lay-mo-li sudah
berada disebelah kanannya, ujung pedang kembali mengincar
tulang iga kanan.
Beruntun Tam To-ceng sudah gunakan beberapa
permainan pedang dan gerakan tubuh, selalu tak berhasil
meloloskan diri dari libatan sinar pedang lawan, Hong-lay-moli
selalu setindak lebih cepat mendahuluinya, yang dincarpun
selalu Hiat-to yang mematikan.
Hong-lay-mo-li bermaksud membekuknya hidup2, kalau
tidak mana dia mampu bertahan sampai tiga puluhan jurus
melawannya" Tatkala itu Tam To-ceng boleh dikata sudah
bisa ditundukkan asal sedikit menyurung ujung pedangnya,
jiwa Tam To-ceng tentu melayang seketika. Dengan bandel
Tam To-ceng malah membentak: "Mau bunuh atau sembelih,
silakan saja, apa sih maksudmu?"
"Tam-ciangkun," ujar Hong lay-mo-li tertawa, "Kau sudah
menyerah" Kulihat kau memang laki2 sejati, aku tidak ingin
membunuhmu. sebetulnya siapakah Bu-lim-thian-kiau itu"
Tuturkan asal usulnya, nanti kulepas kau pulang!"
Tam To-ceng gusar serunya: "Seorang laki2 sejati matipun
tak sudi dihina, mana aku sudi minta ampun dibawah
ancaman pedangmu" Gampang kau bunuh aku, sulit kau bisa
mendengar setengah patah omonganku." tiba2 pedang ia
balikan lantas hendak menusuk puser sendiri, lekas kebutan
Hong-lay-mo-li menggulung, ia rebut pedang panjang orang,,
tapi ujung pedang sudah melukai kulit perutnya, darah segar
memancur deras.
Melihat orang berwatak begitu keras dan kukuh, timbul
rasa hormatnya, sengaja ia beri kesempatan orang lari, pelan2
ia putar badan tanpa hiraukan dia, dengan kebutannya ia buka
tutukan Hiat-to Busu itu, dengan ujung pedang ia
mengancam: "Kau belum pernah melihat Bu-lim-thian-kiau,
tentu pernah mendengar banyak persoalannya, asal kau
tuturkan apa yang kau ketahui, kuampuni jiwamu."
Karena ada harapan hidup, Busu itu ragu2, katanya dengan
ter-gagap: "Aku, kukatakan..." baru dua patah kata, tiba2
terdengar suara mendesir menyamber datang, dengan
kebutannya Hong-lay-mo-li mengebas jatuh satu batang
panah pendek, tapi sebatang yang lain meluncur dari arah
yang berlainan keleher si Busu, Hong-lay-mo-li tak sempat
memukul-nya jatuh, seketika Busu itu menjerit mengenaskan
dan roboh binasa, panah itu menembus kedalam
tenggorokannya.
"Kurangajar, sengaja kuberi kelonggaran kepada mu, malah
kau merusak usahaku! Kau kira aku tidak berani
membunuhmu?" damprat Hong-lay-mo-li menghampiri
bagaikan api lilin yang terhembus angin bergoyang gontai
badan Tam To-ceng terhuyung2, serunya sambung
menyambung: "Kerajaan besar Kim tak bisa antap manusia tak punya
tulang seperti itu hidup, ingin aku supaya kau tahu kerajaan
besar Kim juga punya laki2 gagah." tiba2 sekumur darah
menyembur keras dari mulutnya, berbareng badannya roboh
terjengkang kiranya setelah menyambitkan anak panah-nya, ia
sendiri bikin urat nadi dalam tubuhnya bergetar pecah dan
binasa. Setelah kekerasan berlalu, bau darah yang amis-pun
terhembus angin lalu, suasana gunung belukar ini kembali
sunyi senyap, ketinggalan dua sosok mayat yang menggeletak
diatas tanah, Betapapun Hong-lay-mo-li tetap gagal untuk
mengetahui asal usul Bu-lim-thian-kiau yang sebenarnya.
Peristiwa sudah berselang satu bulan, kini mendengar
Tangwan Bong mengisahkan pengalaman kejadian ditempat
yang sama dalam waktu yang bersamaan pula, maka dalam
hati ia membatin: "Kiranya satu hari dia datang lebih dulu dari
aku di Thay-san, entah pernahkah dia bertemu dengan Bu-limthiankiau" Dia menyingkir ter-gesa2, kecuali hendak
melindungi keselamatan Tang-hay-liong, apakah lantaran Bulimthian-kiau juga?"
Terdengar Tang-hay-liong melanjutkan ceritanya: "Hoa
Tayhiappun bilang, waktu dia menemukan jejak Wanyen liang
dan kamrat2nya, secara diam2 ia mencuri dengar percakapan
mereka, yaitu tentang penyerbuan pasukan besar negeri Kim
ke negeri Song diselatan, Maka dibawah gunung Thaysan dia
berjanji kepadaku, kami masing2 berpencar menunaikan
tugas, dia langsung menuju ke Kanglam, sementara aku
diutus menemui Khing King Ciangkun, Hoa Tayhiap ada
menulis sepucuk surat, suruh aku langsung menyerahkan
kepada Khing King Ciangkun, siapa tahu aku datang terlambat
satu hari! Ada orang beritahu kepadaku, Khing-siangkong
adalah keponakan Khing-ciangkun, terpaksa surat ini
kuserahkan kepadanya saja." baru sekarang Khing Ciau tahu
kenapa Tang-hay-liong mencari dirinya.
Khing Ciau buka surat itu, Ternyata sebelum ini Hou Kokham
memang pernah bertemu dengan Khing King, dalam
suratnya ini dia anjurkan supaya Khing King pimpin
pasukannya memberontak demi membela nusa dan bangsa,
sekaligus untuk mengobrak-abrik garis belakang pasukan
negeri Kim. Berkata Khing Ciau berlinang air mata setelah membaca
surat ini: "Terima kasih akan petunjuk dan bantuan Hoa
Tayhiap, terima kasih kepada Lo-cian-pwe jauh2 kemari
mengantar surat ini, sebelum cita2 paman terlaksana, beliau
menemui ajalnya dengan mengenaskan Tapi apa yang
diharapkan oleh Hoa Tayhiap, beliau sudah melaksanakannya
dengan baik."
Baru sekarang Tang-hay-liong ingat seperti pernah
mengenalnya, tanyanya: "Khing-siangkong, agaknya kami
seperti pernah bertemu entah dimana?"
"Tajam benar pandangan Lo-ciannpwe, tempo hari waktu
Lo-cianpwe meluruk ke Siang-keh-po, menempur Kongsun Ki
suami istri, kebetulan Wanpwepun berada disana."
"Benar, menyinggung peristiwa Siang-keh-po, aku jadi
ingat Liu Lihiap, Hoa Tayhiap titip kabar kepadaku supaya
disampaikan kepada kau, yaitu mengenai keparat Kongsun Ki
itu." "Darimana Hoa Tayhiap tahu aku berada disini?"
"Kalau dikatakan persoalan ini rada ber-belit2, biarlah aku
mulai dari Khing-siang-kong saja, Hoa Tayhiap memang belum
pernah melihat Khing-siang-kong, tapi dia tahu akan dirinya,
kerajaan Kim sedang menyebar maklumat hendak menangkap
dirinya." Khing Ciau menyela bicara: "Hoa Tayhiap pernah bertemu
dengan paman, tentu paman pernah menyinggung diriku
kepadanya, apalagi setelah melihat maklumat itu, tentu dia
mengira bahwa aku sudah berada dalam pasukan paman."
"Benar, bukan saja dia jelas tahu mengenai dirimu, malah
diapun tahu kau seperjalanan dengan nona San San. Dia
berkata kepadaku, setelah bertemu dengan Khing Ciau, boleh
titip kabar ini supaya disampaikan kepada nona San San, dari
San San langsung disampaikan pula kepada Liu Lihiap, Tak
kira Liu Li-hiap pun berada disini, urusan jadi tak usah berputar2."
Hong-lay-mo-li manggut2 paham, Tanyanya: "Kabar apa
yang Hoa Tayhiap minta disampaikan kepada-ku?"
"Hoa Tayhiap berkata, hari itu karena dia pandang muka
Liu Lihiap maka dia lepaskan Kongsun Ki. Di-katakan Kongsun
Ki sudah nyeleweng dan terjeblos ke jalan sesat, kabarnya
belakangan ada main pat-gulipat dengan Giok-bin-you-hou,
dia kuatir Liu Lihiap kena dikelabui. Sepak terjang Kongsun Ki
belakangan ini Hoa Tayhiap bilang tak leluasa turut campur,
dia .... "
"Jadi dia minta supaya aku menyelesaikan persoalan..."
"Dia tidak bicara secara gamblang, dia cuma minta aku
menyampaikan kabar ini kepadamu!"
Hong-lay-mo-li menggigit bibir, katanya: "Ya, aku sudah
tahu." dalam hati ia amat sedih, teringat olehnya bahwa
gurunya hanya punya seorang anak tunggal saja, yaitu
Kongsun Ki, tak urung hatinya jadi gundah dan kusut.
"Baiklah, surat sudah kusampaikan, sekarang aku harus
kembali." "Kenapa Lo-cianpwe ter-buru2?" tanya Hong-lay-mo-li.
"Adikku ketiga Say-ci-hong ada janji dengan seorang
musuhnya, aku kuatir akan keselamatan jiwanya, hari yang
ditentukan sudah bakal tiba, aku harus lekas kesana
membantunya."
Ternyata diantara "Su-pak-thian" (empat brandal langit)
Tang-hay-liong adalah yang tertua, ilmu silatnyapun paling
tinggi, namun sepak terbangnya ada kalanya rada nyeleweng
juga. Sebaliknya Say-ci-hong berbakat dalam ilmu silat dan
sastra, dimana ia berada sering membantu yang lemah
menindas yang lalim, bolehlah di pandang sebagai pendekar
kelana pembela keadilan, ilmu silatnyapun tidak terpaut jauh
dengan Tang-hay-liong.
Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Diam2 Hong-lay-mo-li membatin: "Hanya ada beberapa
tokoh kosen saja yang berkepandaian silat lebih unggul dari
Tang-hay-liong dan Say-ci-hong, entah siapa pula musuh Sayciihong
itu, sehingga mereka berdua harus melawannya
bersama?" tapi ia tahu persoalan balas dendam dalam Bulim
sering terjadi, kalau orang yang bersangkutan tidak memberi
penjelasan orang lainpun tidak enak menanyakannya.
"Samte Say-ci-hong, sering mendarma baktikan dirinya bagi
kesejahteraan hidup sesama manusia, dalam hal ini dia jauh
lebih unggul dari aku. sebaliknya jite Lamkiong Tio sepak
terjangnya tak boleh dihargai pula, walau tidak sebejat
Pakkiong Ou terima menjadi antek bangsa lain, namun sering
berbuat jahat sekarang dia menjadi begal besar di Kanglam.
Kali ini entah aku masih bisa hidup tidak dengan Samte,
jikalau tak beruntung aku ajal, kumohon kepada Khing kongcu
menyampaikan permintaanku kepada Hoa Tay-hiap, supaya
dia mengekang dan menindas Jiteku itu. Kebetulan Khingsiangkong
hendak ke Kanglam, tentu kau bisa bertemu
dengan Hoa Tayhiap disana."
"Sesat takkan mengalahkan lurus, Lo-cianpwe tentu bisa
selamat dalam menghadapi tantangan mara-bahaya kali ini,
Mengenai pesan Lo-cianpwe, pasti akan kusampaikan kepada
Hoa Tayhiap."
San San membatin: "Lam-san-hou Lamkiong Tio itu adalah
musuh pembunuh ayahku, kau tidak menindas-nya, biar aku
yang menuntut balas kepadanya." namun ia tidak utarakan isi
hatinya. Setelah Tang-hay-liong pergi dengan tertawa San San
berkata: "Cici, selama ini kau mengejar jejak Hoa Kok-ham,
kini kau sudah tahu kabar beritanya yang sesungguhnya,
kenapa tidak bersama kami pergi ke Kanglam saja" Soal Giokbinyau-hou masih ada lain kesempatan untuk membereskan
dia." Merah kedua pipi Hong-Iay-mo-li, katanya menggeleng:
"Bukan karena Giok-bin-yau-hou tapi lantaran Kongsun Ki. Aku
harus cegah dia tertipu oleh siluman rase itu, urusan ini tidak
boleh terlambat sebentar aku harus langsung menuju ke
Siang-keh-po."
"Kongsun Ki sudah jelas seorang jahat," ujar San San,"
Siocia, buat apa kau berjerih payah lantaran dia?"
"Orang2 Kangouw pandang aku sebagai Mo-li memangnya
kaupun berpandangan demikian?"
"Aku tahu siocia punya hati welas asih dan bajik seperti
sang Budha, tapi..."
"Kau sudah tahu dan tak perlu banyak bicara lagi. Posat
memberi bimbingan hidup kepada umatnya, memangnya aku
tidak pantas menolong Kongsun Ki" terpaksa San San diam
saja, cuma hati rada heran. Diluar tahunya bahwa Kongsun Ki
bahwasanya adalah suheng atau anak tunggal gurunya.
Mereka langsung kembali ke Kilam, saat mana Sin Gi-Cik
sedang pimpin upacara penguburan jenazah Khing King,
dengan tangannya sendiri dia penggal kepala Thio Ting-kok
dihadapan pusara Khing King sebagai sesaji sembahyang.
Setelah upacara selesai Hong-Lay-mo-li minta diri dan
berpisah dengan Khing Ciau dan San San. Berkata Sin Gi-cik:
"Kali ini berkat bantuan Liu Lihiap pemberontak dapat
ditumpas, kelak masih mengharap bantuan Lu lihiap pula
untuk mengkerek panji perjuangan demi kemerdekaan nusa
dan bangsa."
"Ciangkun tak usah kuatir," ujar Hong-lay-mo-li, "Disaat
pasukan besarmu kembali keutara, aku pasti pimpin laskar
rakyat menyambutmu!"
Mendengar jawaban ini Sin Gi-cik amat girang dan lega
hati. "Biar kuantar Liu-cici!" kata San San, karena sedang
berkabung Khing Ciau tak enak ikut mengantar.
Setelah cukup jauh Hong-lay-mo-li berkata: "Adikku, kau
kembalilah."
"Hari masih begini pagi, kenapa ter-gesa2. Cici, Thian-lohudtim-sha-cap-lak-sek dan Yo-hun-kiam-hoat yang kau
ajarkan kepadaku masih ada beberapa jurus yang belum
kupahami."
"Coba jelaskan, jurus2 yang mana?" lalu sambil jalan Honglaymo-li memberi petunjuk dan penjelasan, tanpa terasa
mereka sudah sepuluhan li diluar kota, semua pertanyaan San
Sanpun sudah terjawab.
Berkata Hong-Iay-mo-li: "Kecerdasanmu luar biasa, setelah
memahami Thian-lo-hud-tim dan Yo-hun-kiam-hoat ini,
berkecukupan untuk menghadapi Lam-san-hou (harimau
gunung selatan), Hari sudah hampir lohor, kau mengantarku
sedemikian jauh, apa kau tidak kuatir Khing Ciau gelisah"
Lekaslah pulang!"
"Cici, aku takkan kembali pula."
Hong-lay-mo-li melengak, "Kenapa kau tidak kembali?"
Sudah kutulis surat untuk Khing Ciau, kuberitahu bahwa
aku hendak ikut Cici, tak bisa seperjalanan dengan dia."
"Apa kau tak mau ke Kanglam menuntut balas kepada Lamsanhou pembunuh ayahmu itu?"
"Dendam kematian ayah, mana boleh tidak dibalas" Cici,
disini aku berpisah dengan kau, langsung aku-akan menuju ke
Kanglam." demikian sahut San San penuh keyakinan.
Hong-lay-moli melengak, tanyanya: "Lha tadi kau katakan
hendak ikut aku" Apakah yang terjadi?"
San San tertawa cekikikan sambil membuat muka setan,
ujarnya: "Kalau tidak kukatakan demikian, mana dia mau
percaya?" sengaja ia perlihatkan sikapnya yang nakal, dengan
mengulum senyum lebar, namun senyum yang syahdu dan
tawa yang getir dan pilu.
Hong-lay-mo-li paham, katanya: "O, jadi kau sengaja
menyingkir dari samping Khing Ciau, seorang diri hendak pergi
ke Kanglam."
San San tertunduk, sahutnya. "Benar, aku tidak bisa
bergaul sama dia pula, Aku tidak suka menimbulkan banyak
kecurigaan-nya, sengaja kubuat alasan ini untuk meninggalkan
dia." Dengan hambar Hong-lay-mo-li bertanya: "Kenapa kau
berbuat demikian, bukankah Khing Ciau baik2 terhadapmu?"
"Justru dia terlalu baik kepadaku, dia pandang dan bersikap
sebagai kakak kandungku sendiri, maka aku tidak akan
membuatnya sulit dan bimbang."
Hong-lay-mo-li menghela napas, katanya: "Aku sudah
paham, bukan saja lantaran Khing Ciau, demi merangkap
perjodohan orang lain pula, Tapi bukankah hatimu malah
sedih?" Ber-kaca2 mata San San, katanya: "Cici, jangan kau bujuk
dan cegah aku. Aku memang teramat sedih. Tapi, kalau aku
tidak tinggalkan Khing Ciau, ada orang yang lebih sedih dan
merana daripadaku. Riwayat hidup nona Cin seperti aku,
sekarang diapun anak yatim-piatu, tapi dia jauh lebih harus
dikasihani dari aku, aku masih punya kau sebagai Cici-ku, ada
Tai Mo, Bing Cu dan lain2 sebagai saudara dekat sebaliknya
dia hanya Khing Ciau seorang sebagai tulang punggung.
Sejak kecil mereka sudah terangkap dan tumbuh dewasa
bersama, hati masing2 sudah terjalin mendalam, Cici,
memangnya kau tidak tahu akan hal ini" Mereka mengalami
banyak penderitaan dan kesengsaraan, gembelangan dan
ujian yang begitu berat hampir saja membuat mereka salah
paham dan bermusuhan, baru sekarang duduk perkaranya
dibikin jelas dan rujuk kembali, mana boleh aku menyelinap
diantara mereka?"
Hong-lay-mo-li tertunduk diam, ujung matanyapun pun
berlinang air mata.
Ujar San San lebih lanjut: "Cici, apa kau anggap
perbuatanku ini salah" Kalau kau sendiri, apa pula yang akan
kau lakukan?"
Dengan kencang Hong-lay-mo-li genggam tangan San San,
katanya: "Adikku, kau memang nona yang baik, gadis
bijaksana, Memang kalau aku sendiri yang mengalami akupun
akan berbuat seperti kau."
San San mendongak melihat cuaca sambil tersenyum,
katanya: "Baiklah, kini aku harus segera berangkat Cici,
semoga kau selekasnya tiba di Kanglam, Siau-go-kan-kun Hoa
Kok-ham itu sekarang sedang berada di Kanglam bukan!"
San San menempuh kejalan lain yang jaraknya lebih jauh,
maksudnya hendak mengitari Kilam langsung menuju ke
Kanglam, Hong-lay-mo-li antar bayangan orang sampai tidak
kelihatan, baru dengan langkah gemuntai ia lanjutkan
perjalanannya sendiri.
Belum jauh ia berjalan, tiba2 didengarnya suara keliningan
kuda, seseorang sedang membedal kudanya mengejar dari
belakang, yang bercokol dipunggung kuda adalah seorang
gadis, dari kejauhan sudah berteriak: "Liu Lihiap, harap
tunggu sebentar."
Tak terasa melengak pula Hong-lay-mo-li dibuat-nya,
serunya: "Eh, nona Cin, kenapa kaupun datang?"
Cin Long giok lompat turun lalu memburu kede-pan HongIay-mo-Ii, tanyanya: "Apakah San San cici sudah pulang?"
"Sudah sejak tadi Masa kau tidak bertemu ditengah jalan?"
Hong-lay-mo-li tahu orang sengaja mengejar kemari hendak
menarik San San pulang.
Tak nyana Cin Long-giok sudah unjuk rasa riang, katanya:
"Untung tidak ketemu dia, aku berputar lewat jalan kecil,
maksudku supaya tidak kebentur sama dia."
"Kenapa?" tanya Hong-lay-mo-li tertegun.
"Karena aku tidak ingin pulang."
Kejut dan heran Hong-lay-mo-li, tanyanya: "Eh,
memangnya kenapa?"
"Liu Lihiap, urusan akan kujelaskan kepadamu, aku mohon
sesuatu dulu kepada kau, apa kau sudi melulusi?"
"Apa yang kau inginkan, silakan berkata."
"Aku minta kau menerima aku sebagai dayangmu."
"Nona Cin, kau hendak menyiksaku saja. Ayahmu dan
guruku setingkat dan seangkatan, hubungan kami layak
sebagai kakak beradik pula."
"Sakit hati pembunuh ayahku, berkat petunjuk dan jerih
payahmu baru aku mendapat tahu pembunuh yang
sebenarnya, Liu Lihiap, budi bantuanmu terhadapku, meski
badanku hancur leburpun tak kuasa aku membalasnya. Biarlah
kau terima diriku mendampingimu saja." habis berkata ia
tekuk lutut hendak menjura.
Lekas Hong-lay-mo-li kebaskan lengan bajunya,
menerbitkan segulung tenaga lunak, menahan kedua
pundaknya, katanya: "Se-kali2 aku tidak berani terima,
seumpama San San, selama ini aku tidak pernah pandang dia
sebagai dayangku, Nona Cin, kau lahir dalam tahun yang
sama dengan Khing Ciau, benar tidak?"
Orang mendadak menyinggung Khing Ciau, Cin Long-giok
tidak tahu kemana maksud kata2nya, sahutnya setelah
melengak: "Benar!"
"Kalau demikian, aku lebih tua dua tahun dari kau, biarlah
aku anggap diriku sebagai kakak, kau boleh panggil aku
sebagai Cici."
"Liu Lihiap, kau terlalu baik terhadapku." setelah dia
menyebut "Cici", barulah Hong-lay-mo-li menerima sembah
hormatnya. "Cici, kau tidak mau terima aku sebagai dayangmu, sukalah
kau bawa aku, sekarang aku sudah tidak punya rumah lagi!"
"Kau kan masih punya Piauko" Kau harus ikut Khing Ciau,
kenapa kau harus meninggalkan dia?" tanya Hong-lay-mo-li!
Merah biji mata Cin Long-giok, sahutnya: "Aku tidak mau
membuatnya serba susah, kalau aku berada bersama dia,
bukan saja hatiku takkan tenang, kelak diapun pasti
menyesal" Mendengar lagu bicara orang mirip dengan San San, Honglaymo-li sudah paham seluruh persoalan nya, tergerak dan
haru hatinya, katanya lembut sambil mengelus rambutnya:
"Adikku, kau punya isi hati apa, bicaralah dengan Cicimu!"
Ber-Iinang air mata Cin Long-giok, ujarnya: "Aku sudah
berpikir bolak balik, kecuali aku berpisah dengan dia, kalau
tidak hatiku takkan tenang."
"Maksudmu lantaran San San?" tanya Hong-lay-mo-li
secara langsung.
"Demi San San cici juga demi dia. Cici San San setia dan
berbudi terhadap Piauko, aku tahu riwayat hidup Cici San San
seperti aku harus dikasihani aku tidak bisa membuat seorang
anak yatim piatu kesusahan seorang diri." ia menyeka air
mata, lalu meneruskan: "Budi pertolongan cici San San
terhadap Piauko setinggi gunung, beberapa hari ini secara
seksama aku mengamati dari samping, perangai dan watak
mereka satu sama lain amat cocok, satu sama lain punya
pengertian yang mendalam lagi.
Kalau aku hadir diantara mereka, akibatnya tentu amat
fatal, Aku harap dia tidak menyia2kan cinta kasih cici San San,
akupun dak mau melukai dan membuat hati cici San San sedih
Liu Lihiap sukalah kau menerima permohonanku, biar aku ikut
kau saja."
Hong-lay-mo-li amat haru dan serba susah pula. Terdengar
Cin Long-giok berkata pula: "Cici, aku ingin ikut kau masih ada
tujuan pribadiku sendiri."
"Tujuan pribadi apa?"
"Musuh pembunuh ayahku sudah kuketahui, sayang ilmu
silatku teramat rendah, mungkin takkan mampu menuntut
balas, Cici, biar aku meladeni kau, disamping minta belajar
kepandaian kepadamu." sembari bicara kembali ia hendak
berlutut lagi. Lekas Hong-lay-mo-li menariknya pula, katanya: "Jangan
begitu, nona Cin, dengarkan dulu kata2ku! Aku tahu apa yang
kau katakan tadi adalah suara hati nuranimu! Tapi apa yang
pernah kukatakan tadi, terus terang aku ngapusi kau!"
Cin Long-giok tertegun, sorot matanya hambar dan was2,
dengan mendelong ia awasi Hong-lay-mo-li. Berkata Hong-laymoli pelan2: "Tadi kukatakan San San sudah pulang, itu tidak
benar, Dia tidak pulang, seorang diri dia sudah pergi."
Terkejut Cin Long-giok, katanya ter-gagap: "Dia, dia sudah
pergi seorang diri" Kenapa?"
"Karena jalan pikirannya sama seperti kau, diapun tidak
ingin membuatmu sedih, Maka diapun berkeputusan untuk
berpisah dengan Khing Ciau."
Cin Long-giok menjerit gugup dan gelisah, hatinya hambar
dan menjublek tak bergerak.
Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Hong-lay-mo-li pegang lengannya, katanya lebih lanjut:
"Maksud kalian sama, tentunya kau bisa memahami isi
hatinya, Dia ingin supaya kau tetap mendampingi Khing Ciau
kini dia sudah pergi, maka kau jangan berlalu."
"Tidak!" tiba2 Cin Long-giok menjerit dari lamunannya, "Cici
San San pergi lantaran aku, aku harus mencarinya kembali."
"Tenangkan dulu pikiranmu, jangan kau abaikan maksud
baik San San!" sampai disini, tiba2 Hong-lay-mo-li ulur jari
tangannya menutuk Hiat-to Cin Long-giok.
Seketika Cin Long-giok rasakan badannya lemas lunglai,
tanpa kuasa ia meloso jatuh terduduk diatas tanah tanpa bisa
bergerak. Hong-lay-mo-li berkata: "Aku pergi, Aku hanya bisa sekedar
bantu kau mempertinggi ilmu silatmu, meski tidak mencapai
tingkatan tertinggi namun untuk menghadapi Giok-bin-yauhou,
kukira sudah cukup berkelebihan." suaranya semakin
jauh dan lirih, sekejap saja bayangannya sudah hilang
dikejauhan. Karena Hiat-to mendadak tertutuk sungguh Cin Long-giok
kaget dan heran pula, terasa badan menjadi panas seperti
dibakar, hawa murninya bergolak dan luber menerjang kian
kemari, se-olah2 hendak menerjang keluar dari sendi2 tulang
dan semua Hiat-to2 tubuhnya, rasanya amat menyiksa.
Secara reflek lekas ia gunakan ajaran inti sari Lwekang
perguruannya, duduk samadi, menghimpun semangat
mengatur napas, hawa murni mulai dia himpun kembali,
semula dalam hati ia masih ber-tanya2, kenapa Hong-lay-mo-li
menutuk Hiat-tonya.
Lambat laun hawa murninya sudah terkumpul seluruh Hiatto
dalam tubuhnya seperti tertusuk jarum sakitnya, terpaksa ia
harus kerahkan seluruh tenaganya untuk pertahankan diri,
maka segala persoalan tak sempat dipikir pula.
Entah berapa lama kemudian, tiba2 terasa badan nyaman,
darah dalam badannya berjalan lancar seperti air bah yang
menyebol bendungan mengalir dengan lancar dan leluasa,
semangat menjadi segar dan napaspun enteng, dengan
sendirinya Hiat-to yang tertutuk tadipun terbuka punah.
Dengan rasa hambar dan tidak mengerti Cin Long-giok
bangkit berdiri, coba2 ia gerakan kaki tangan, terasa tenaga
murni bersemayam penuh dalam badan, setiap gerak kaki
tangannya menerbitkan deru angin keras.
Keruan heran dan tak mengerti Cin Long-giok dibuat-nya,
coba2 tapak tangannya menebas kedepan, dahan pohon
sebesar lengan bocah dengan mudah terbabat kutung.
Baru sekarang Cin Long-giok sadar dan paham, Ternyata
tutukan Hiat-to Hong-lay-mo-li barusan ternyata sekaligus
bantu dia menyebol Sam-king-meh dalam badannya yang
selalu menghambat kemajuan latihan ajaran ilmu pedang dan
pukulan perguruannya selama ini.
Karena King-meh atau urat nadi ini terbuka, selanjutnya
dalam latihan Lwekang tingkat tinggi, akan jauh lebih mudah
tercapai sungguh haru, terima kasih dan hambar pula hati Cin
Long-giok. Akhirnya ia berkeputusan lekas ia cemplak kepunggung
kudanya, seorang diri dengan menunggang kuda ia menuju ke
utara, Dia ingin memindah dulu pusara ayahnya ketempat
yang lebih sesuai dan tersembunyi, setelah itu baru berusaha
menemukan jejak Ciok-bin-yau-hou serta menuntut belas
kepadanya. Sementara kami tinggalkan dulu pengalaman Cin Long-giok
dan San San dalam perjalanan masing2. Ma-rilah kita ikuti
perjalanan Hong-lay-mo-li yang menuju kerumah Su-hengnya,
sepanjang jalan hatinya gundah hampa dan terkekang akan
masa lalu. Dua hari kemudian ia sudah tiba di Hou-loan-san, dimana
letak Siang-khe-po tempat tinggal Kongsum Ki suami istri,
Tatkala itu sudah menjelang kentongan kedua, rembulan
pudar sinar bintang guram, tabir malam remang2, diam2
Hong-lay-mo-li menimang dalam hati aku harus langsgung
hadapi Suheng seorang diri atau menemui Suso saja"
Suso (istri Kongsun Ki) adalah putri tertua gembong iblis
siang Kian-thian, belum tentu dia sehaluan dan seorang yang
baik hati" suheng nyeleweng kejalan sesat, tentulah lantaran
terpengaruh oleh istrinya ini."
Sejak kecil kesan Hong-lay-mo-li terhadap suhengnya yang
diasuh dan dididik bersama oleh gurunya (ayah Kongsun Ki)
amat baik, oleh karena itu betapapun Hong-lay-mo-li jauh
memberi kelonggaran dan memaafkan kekeliruan Suhengnya,
sulit ia percaya bahwa suhengnya sudah sedemikian bejat dan
tak bisa ditolong lagi.
Keadaan Hou-loan-san memang amat berbahaya, namun
betapapun sukarnya tidak akan bisa mempersulit Hong-laymoli, dengan mengembangkan entengi tubuhnya, sebentar
saja, dia sudah tiba dipinggang gunung.
Rumput liar tumbuh setinggi kepala manusia, hembusan
angin malam membuat rumput bergoyang mengeluarkan
suara keresekan, suasana malam memang seram dan
menggiriskan, namun dengan tabah Hong-lay-mo-li maju terus
keatas gunung. Tak lama kemudian, Hong-lay-mo-li sudah tiba di balik
gugusan puncak Hou-loan-san, dari arah yang tak terdua
diam2 ia menyelundup turun dan masuk kedalam Siang-kehpo,
memang tidak sedikit jumlah Busu yang jaga malam,
namun tiada seorangpun yang menemukan jejaknya.
Hong-lay-mo-li cukup kenal situasi perkampungan ini, tanpa
banyak makan tenaga, langsung ia menuju kekamar tidur
Suhengnya. Dilihatnya sinar pelita dalam kamar masih
menyorot terang benderang, bayangan sesosok tubuh
kelihatan diatas jendela, itulah bayangan bentuk badan
Suhengnya. Disaat Hong-lay-mo-li menerawang bagaimana cara
memancingnya keluar, tiba2 didengarnya suara Siang Pekhong
istri Kongsun Ki berkata dengan napas memburu:
"Kukira obat ini tak perlu kumakan lagi. Sudah beberapa hari,
sedikitpun aku tidak merasa lebih baik."
Hong-lay-mo-li kembangkan Ginkangnya bergelantung
diemperen rumah, kepala ia dekatkan ke jendela mengintip
kedalam, Tampak Siang Pek-hong rebah diatas ranjang
menghadap keluar, kearah suaminya.
Raut mukanya pucat kekuningan, dibawah penerangan
sinar pelita lebih jelas akan kesehatannya yang terganggu,
kulit mukanya kelihatan kuyu. Didepan ranjang terdapat
sebuah meja kecil, dimana terletak sebuah mangkok yang
mengepulkan asap, agaknya berisi obat yang baru digodok
oleh Kongsun Ki dan menunggu rada dingin baru akan
diminumkan kepada istrinya.
Kongsun Ki menyengir tawa, katanya: "Hong-moay, kenapa
kau begini gugup, penyakit harus dirawat secara sabar dan
tenang, jangan kau terlalu banyak pikiran membuat hati
sendiri tidak tenang."
"Aku tidak banyak pikiran, coba kau pikir Tay-hoan-tan
buatan keluarga kami khusus untuk menyembuhkan luka2
dalam, luka2mu sembuh sedemikian cepat sebaliknya semakin
hari kesehatanku malah memburuk, apakah lantaran ajalku
memang sudah dekat sungguh aku tak sabar lagi minum
obat!" "Menurut tabib kau terluka bagian empedu, Tay-hoan-tan
jadi kurang cocok untuk menyembuhkan penyakitmu ini, resep
obat dari tabib ini justru untuk menambah semangat dan
kekuatan empedumu, kira2 setengah bulan lagi baru akan
nampak hasilnya, sabarkanlah hatimu."
"Aduh, harus menunggu setengah bulan lagi, aku bisa mati
saking sebal dan kesal, kau tidak tahu betapa dongkol dan
jengkel hatiku?"
"Aku tahu keluarga Siang kalian menjagoi Kang-ouw
puluhan tahun, selamanya belum pernah terjungkal. Hari itu
Tangwan Bong dan Hoa Kok-ham ber-turut2 meluruk datang,
sampaipun kawanan Song Kim-kong keparat itupun ikut2
mencari gara2 terhadap kita, sudah tentu hatimu amat marah
dan dongkol, untunglah setengah bulan akan tiba dengan
cepat, setelah penyakitmu sembuh, kita balik labrak kawanan
Song Kim-kong itu, lalu satu persatu mencari perhitungan
dengan, Tangwan Bong dan Hoa Kok-ham."
Tiba2 Siang Pek-hong merayap duduk menggelendot
dipinggir ranjang, dengan tajam ia pandang sua-minya,
katanya: "Kau singgung peristiwa beberapa waktu yang lalu
itu, kenapa tidak kau singgung pula seorang yang lain?"
"Siapa maksudmu?" balas tanya Kongsun Ki.
"Siapa lag?"" jengek siang Pek-hong dingin, "Su-moaymu
Liu Jing-yau."
"Hari itu dia kan kemari membantu kesulitan kami, toh
bukan musuh kami!"
"Aku tahu, Kalau toh kau bicara soal peristiwa hari itu,
peduli tuan penolong atau musuh kan seharusnya kau
menyinggung dirinya, Coba kutanya, dalam hati, apakah kau
tidak amat berterima kasih terhadap Sumoaymu?"
"Sumoayku itu anak yatim piatu, ayahku mengasuh dan
merawatnya sampai dewasa, dia bantu aku kan jamak dan
pantas, buat apa harus terima kasih segala."
Siang Pek-hong tertawa dingin, "O, jadi kalian sudah orang
sekeluarga, sanak dekat, bantu membantu dan tolong
menolong adalah jamak dan wajar, jadi aku yang keterlaluan
menyinggung soal terima kasih segala."
Melihat roman muka orang yang kurang wajar, lekas
Kongsun Ki berkata: "Hong-moay, kau..."
"Nanti dulu, aku masih ingin bertanya, jikalau aku mati, kau
hendak mengawini Sumoaymu itu?"
Berubah rona muka Kongsun Ki, lekas sekali ia unjuk tawa
getir, katanya: "Hong-moay, itulah lantaran hatimu tidak sabar
dan banyak curiga, jikalau kau bisa melegakan hati,
melapangkan pikiran, penyakitmu tentu lekas sembuh."
Sungguh dongkol hati Hong-lay-mo-li mendengar
percakapan ini, namun iapun sedih hati bagi nasib Suhengnya,
Batinnya: "Suso menilai orang lain dengan ukuran manusia
rendah macam pribadinya sendiri, dibelakang orang menista
dan memburukan nama orang lain, menghinaku lagi. Hm,
jikalau tidak dalam keadaan sakit, pasti kupersen dua kali
tamparan pipinya! suhengku memang harus dikasihani,
sebagai putra dari keluarga kenamaan, dia sudi kawin lari dan
terpincut oleh siluman perempuan ini, jalan yang
ditempuhnyapun semakin sesat. Agaknya dia cukup kasih
sayang dan telaten meladeni istrinya, Suso malah curiga dan
mengolok2."
Terdengar Siang Pek-hong berkata lebih lanjut.
"Memangnya aku amat kuatir, O, jadi kau memang mencintai
aku sesungguh hatimu, benar2 mengharap penyakit ku lekas
sembuh?" "Baik, biar aku bersumpah dihadapanmu, bilamana aku
mempunyai maksud hati yang tidak baik terhadapmu biar aku
mampus tiada liang kubur." terpercik sekulum senyum dimuka
Siang Pek-hong, lekas ia ulur tangan menutup mulutnya,
katanya: "Baiklah, aku percaya kepadamu, tak usah kau
bersumpah lagi."
Kongsun Ki payang istrinya rebah kembali, katanya:
"Supaya hatimu tentram, biarlah aku bicara sejujurnya,
Semula aku hendak cari Sumoay mohon bantuannya untuk
menuntut balas, kalau kau masih kuatir, baiklah kubatalkan
niatku ini selanjutnya, akupun takkan menemui dia lagi."
"Buat apa kau berkeputusan begitu."
"Aku ingin melampiaskan dendam hatimu, tanpa bantuan
orang luar, kitapun bisa menuntut balas."
Siang Pek-hong menghela napas, ujarnya: "Semoga hatimu
takkan berubah selamanya terhadapku, bila tak bisa menuntut
batas ya sudahlah, Kami berdua bergabung tak kuasa
melawan Siau-go-kan-hun Hoa Kok-ham, kalau kau tidak
minta bantuan Sumoaymu, kecuali kau kembali keharibaan
ayahmu, mohon pengampunannya, lalu mempelajari seluruh
kepandaian beliau, tapi keluargamu dengan keluargaku
merupakan musuh kebuyutan, ayahmu mungkin mau
mengampuni kau, mana sudi memberi kelonggaran
terhadapku, aku tahu dia tidak sudi melihat aku memasuki
pintu keluargamu, menjadi menantunya. Lebih baik tidak usah
menuntut balas, dari pada aku kehilangan kau."
Dengan lembut Kongsun Ki mengelus rambut istrinya,
katanya lembut: "Legakan hatimu, Mana aku rela
meninggalkan kau" Tapi aku sudah memikirkan tanpa minta
bantuan ayahku, tak perlu pula minta bantuan Sumoayku, kita
tetap masih bisa menjatuhkan Hoa Kok-ham."
"Aku sebaliknya tidak begitu yakin."
"Tidak, jikalau ilmu silat dua keluarga kita dapat kita
kombinasikan Hoa Kok-ham tidak perlu ditakuti, setelah aku
meyakinkan Tay-hing-pat-sek, terasa Lwekangku maju pesat,
sayang sampai sekarang kau belum mengidzinkan aku
melatih..."
"Jangan kau salahkan aku," tukas Siang Pek-hong,
"Sebelum ajal ayah pernah berpesan kepadaku, kepandaian
silat keluarga Siang sekali-kali tidak boleh diturunkan kepada
orang luar!"
Kongsun Ki tertawa, ujarnya: "Menantu bukan orang luar,
jikalau ayahmu masih hidup, tentu beliau tidak sependapat
seperti itu."
"Justru lantaran sikap baikmu terhadapku, maka beberapa
tahun ini aku sudah melanggar larangan ayah, menurunkan
beberapa macam ilmu kepadamu."
Pelajaran itu kan tidak termasuk ilmu tingkat tinggi."
"Tay-hing-pat-sek kau sendiri sudah melatihnya, apapula
yang kau inginkan?"
"Aku ingin meyakinkan dua ilmu beracun dari keluarga
Siang kalian - Hu-kut-ciang dan Hoa-hiat-to."
"Apa?" Siang Pek-hong menjerit kaget "Kau ingin
meyakinkan kedua macam ilmu itu" ini, ini .. "
Kongsun Ki membungkuk badan mengecup pipi istrinya,
"Hong-moay," bujuknya lembut, "Aku sudah bersumpah berat,
memangnya kau masih tidak percaya kepadaku" Kau kuatir
setelah aku meyakinkan kedua ilmu itu lantas meninggalkan
kau" Ai, lantaran kerisauan hatimu inilah, maka kau jatuh sakit
dan tidak bisa sembuh, sebetulnya kita bisa mengecap
kehidupan bahagia, asal kau mengurangi rasa curigamu!"
Mendengar sampai disini hati Hong-lay-mo-li jadi kurang
enak, plkirnya: "Kukira mereka suami istri hidup senang dan
Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
saling cinta dan kasih sayang, tak nyana satu sama lain
menaruh curiga dan main sembunyi2. Suami istri harus hidup
rukun memberi saling pengertian yang mendalam, Suso justru
merahasiakan kepandaian khibunya untuk membelenggu
suaminya, jiwanya memang terlalu sempit sebaliknya Suheng
tidak punya pambek seorang laki2 sejati, buat apa dia incar
ilmu silat keluarga orang lain"
Kepandaian ayahnya sendiri jelas tidak lebih asor dari
keluarga Siang, jikalau dia suka giat dan tekun belajar, selama
hidupnya takkan habis dia menggunakan manfaatnya. Kenapa
pula harus meyakinkan ilmu beracun yang jahat dari aliran
sesat?" Sebaliknya siang Pek-hong agaknya terharu akan
kesungguhan kata2 suaminya, katanya: "Suamiku, dengarlah
penjelasanku bukan aku kikir tidak mau menurunkan kepada
kau, aku kuatir bila kau meyakinkan kedua ilmu beracun itu
malah membawa malapetaka bagi dirimu, tahukah kau
bagaimana kematian ayah?"
"Bukankah ayahmu meninggal lantaran sakit?" tanya
Kongsun Ki heran.
"Lantaran meyakinkan kedua ilmu beracun itulah, karena
kurang hati2 ayah tersesat jalan dan meninggal. Kedua ilmu
beracun itu amat hebat pengaruhnya, bahayanya terlalu besar
dalam latihan, Selama ini aku sendiripun tak berani
melatihnya."
"Tapi kalau kita hendak mengalahkan Hoa Kok-ham, kedua
ilmu beracun itu harus kita yakinkan, Biarlah aku mencobanya.
Mungkin mengandal Lwekang murni dari perguruanku sebagai
landasan, bisa mengendalikan kadar racunnya"
Siang Pek-hong bimbang dan tak bersuara, Berkata
Kongsun Ki lebih jauh: "Aku bekerja demi kau pula. Coba pikir,
kalau kami berhasil kombinasikan ilmu dari kedua keluarga
kita, tiada orang yang menjadi tandingan kita dikolong langit
ini" Takut apa?"
Siang Pek-hong lemas dan bersikap aleman, sesaat baru
berkata: "Suamiku, Berilah waktu biar aku pikir2 dulu ya"
Kedua ilmu beracun itu teramat lihay. Sudah tentu kau ingin
berlatih, akupun tidak akan kikir lagi, namun terhadap rahasia
inti latihannya, aku sendiri belum lagi menyebarnya secara
sempurna, perlu aku mulai mempelajarinya kembali supaya
jelas dan aman."
Meski rada kecewa, namun Kangsun Ki tahu sang istri
sudah terbujuk olehnya, cepat atau lambat kedua ilmu
beracun itu pasti berhasil dipelajari, tanpa terasa lirikkan
matanya menyungging senyum kegirangan, segera ia ambil
cawan obat terus diangsurkan katanya:
"Kami terlalu asyik bicara, obat sampai dingin, nan lekas
minumlah!"
Siang Pek-hong tolak cawan obat itu, katanya:
"Nanti dulu!"
"Kenapa?"
"lngin aku tanya kau sebuah hal lagi, dimana adikku?"
"Minumlah dulu, nanti kujelaskan."
"Tidak, selama ini aku amat menguatirkan dirinya, kau tidak
mau jelaskan, hatiku terasa pepat dan kusut, sedih sekali, Kau
jelaskan dulu baru kuminum obat itu."
Kongsun Ki tertawa ujarnya: "Ceng-hong mungkin pergi
kejar bocah she Khing itu."
"Siapa yang memberitahu kepadanya?"
"lni, ini... dia cerdik dan lincah, kupingnya tajam lagi,
Darimana aku tahu entah dari siapa dia tahu akan kabar
bocah keparat itu?"
"Jangan kau kelabui aku, bukankah Giok-bin-yau-hou
pernah berkunjung kerumah kami?"
Kongsun Ki tertawa getir, sahutnya: "Aku kuatir kau
menaruh curiga lagi, maka tidak kuberitahu kepada kau,
Benar, dia memang pernah kemari."
"Apa benar kau tidak sekongkol dan ada main sama dia?"
Kongsun Ki pura2 marah, katanya: "Kau pandang orang
apa suamimu ini, siluman rase itu umpama kembang dipinggir
jalan yang boleh dimiliki laki2 siapa saja, masakah suamimu
sudah sedemikian bejat dan rendah."
Karena Kongsun Ki marah, Siang Pek-hong malah unjuk
tawa manis, ujarnya: "Aku tahu kau takkan berani, Tapi Giokbinyau-hou memang bukan manusia baik2, aku tidak ingin
kau hubungan terlalu erat sama dia."
"Dia hanya mencari Ceng-hong. Hari kedua secara diam2
Ceng-hong lantas berlalu sama dia, akupun tidak diberitahu."
"Dia bukan hanya mencari adik bukan" Bukankah kau
pernah bicara apa2 dengan dia dua kali dalam kamar rahasia"
Apa yang kalian bicarakan, boleh beritahu kepadaku?"
Kongsun Ki terkejut, sahutnya: "Tiada apa2 yang kami
bicarakan, dia cuma memberitahu berita bocah she Khing itu,
dia tahu bahwa Khing Ciau berhasil mencuri belajar Tay-hingpatsek kita, dia tanya kepadaku apakah Khing Ciau perlu
diringkus. Aku ingat pesanmu, kupandang muka adikmu, kau
sendiri tidak mau pedulikan persoalan ini, maka kujawab
demikian kepadanya.
Mungkin karena aku sendiri tiada perhatian, belakangan dia
beritahukan kabar ini kepada adikmu, kau harus tahu bahwa
adikmu sudah jatuh hati kepada bocah itu, maka esok harinya
lantas pergi tanpa pamit. Sakitmu belum sembuh, aku kuatir
penyakitmu bertambah berat, maka tidak kuberitahu kepada
kau." "Kukira persoalan tidak sederhana seperti itu saja bukan?"
jengek Siang Pek-hong.
"Memangnya kau sangka masih ada apa lagi?"
"Aku kuatir kau kena dipelet dan digosok oleh dia,
melakukan perbuatan yang tercela."
"Ah, kau mengada2 saja, ai, selalu kau tidak bisa
melegakan suamimu."
"Tidak, bukan begitu maksudku." sela siang Pek-hong
goyang tangan. "Memangnya apa maksudmu?"
"Aku sedang kuatir, kuatir kau kena digosok dan dipancing
menjadi antek kerajaan Kim."
Berubah air muka Kongsun Ki, katanya: "Kau memang
ngelantur, sembarang berpikir, tak ada kejadian itu."
"Kaiau tidak itulah baik, Masihkah kau ingat, tempo hari
waktu Pakkiong Ou kemari, dia memberi kisikan, katanya raja
Kim Wanyen Liang hendak mengundangmu menjadi apa
Liong-ki To-wi, segera kugebah dia lari.
Aku justru tak senang kau menjabat pangkat dari kerajaan
Kim, bergaul dan keluntang keluntung sama Pakkiong Ou dan
Giok-bin-yau-hou orang2 bejat itu."
Kongsun Ki- berkata lirih: "Aku tahu maksud baikmu."
"Masih ada yang tidak kau ketahui." kata Siang Pek-hong
meninggikan suaranya, "Ayah disebut gembong iblis besar,
diapun kepala perampok. Tapi selama hidup dia tidak sudi
melakukan sesuatu, dimasa hidupnya beliau berkata
kepadaku, perbuatan jahat apa saja boleh dilakukan, cuma
pantang menjadi pejabat bangsa Nuchen, karena begitu kau
terima meng-hamba kepada bangsa penjajah, laki2 siapa saya
yang punya jiwa gagah, tidak akan tunduk pula kepadamu,
masakah mereka sudi menjunjungmu sebagai kepala
perampok. Anak buah kita sekarang, kebanyakan adalah pembantu
lama ayah dulu, asal mereda tahu kau ada hubungan dengan
siluman rase itu, mereka akan menentang dan takkan setia
pula kepadamu, Oleh karena itu bukan lantaran aku kuatir kau
dipelet oleh siluman rase itu saja, aku kuatir kau bikin usaha
besar kita ini berantakan, kukira kau perlu berpikir kembali
secara cermat sebelum bertindak."
Dingin bulu kuduk Kongsun Ki, katanya: "Hong-moay,
benar ucapanmu, legakan hatimu, akupun tidak akan
melakukan perbuatan sebodoh itu."
Mendengar ucapan siang Pek-hong ini, Hong-Iay-mo-li
merasa diluar dugaan, batinnya: "Kukira Suso yang membuat
Suheng bejat, ternyata diapun punya hati yang lurus, Walau
demi keuntungan pribadi, namun patut dihargai juga." karena
pikirannya ini, rasa benci terhadap Susonya inipun berkurang.
Kembali Kongsun Ki angsurkan cawan obat sembari
berkata: "Obatnya sudah dingin, nah minumlah!"
"Ai, sungguh aku tidak ingin meminumnya lagi."
"Kalau tidak minum obat, sakitmu mana bisa sembuh"
Hong-moay, seumpama lantaran aku, silakan kau minum
sajalah!" "Aku punya firasat aneh, penyakitku ini takkan bisa
sembuh. (Kongsun Ki menyela: "Hus!") Tapi kalau kau ingin
aku meminumnya, baiklah biar kuminum."
Cawan obat sudah dekat didepan bibir, disaat Siang Pekhong
buka mulut hendak hirup obat dalam cawan itu, sekonyong2
terjadi sesuatu peristiwa yang tak pernah terduga,
terdengar "Ting" disusul suara mangkok jatuh dan pecah,
kiranya cawan obat yang diangsurkan Kongsun Ki jatuh dan
pecah menjadi delapan belah, cairan obat muncrat ke-mana2
diatas lantai serta mengepulkan segulung asap ungu.
Dalam sekilas itu, saking kejut Kongsun Ki sampai
melenggong. "Eh, kenapa kau?" ujar Siang Pek-hong, "Tidak
minum obat inipun tak menjadi soal, kenapa dibuat sedih?"
karena sedang sakit mata kupingnya kurang tajam, ia kira
Kongsun Ki kurang hati2 menjatuhkan cawan obat itu.
Dilain pihak, kejut Hong-lay-mo-li justru jauh lebih besar
dari Suhengnya, dari luar jendela ia sempat mendengar suara
"Ting" yang amat lirih itu, seperti senjata rahasia lembut
macam Bwe-hoa-ciam membentur cawan, tapi karena cawan
itu seketika jatuh dan mengeluarkan suara ramai, maka suara
lirih pertama itu kelelap dan tak terdengar bila memang tidak
diperhatikan Siang Pek-hong sendiri baru terkejut setelah
mendengar suara jatuh pecah diatas lantai, bahwasanya ia
tidak tahu bahwa ada seseorang menggunakan senjata
rahasia menimpuk jatuh cawan obat itu.
Cepat sekali Hong-lay-mo-li menginsafi bahwa ada seorang
lain, seperti dirinya, sedang mengintip keadaan didalam
kamar, sebelumnya Kongsun Ki sendiri tidak tahu akan hal ini,
maka dapatlah dibayangkan bahwa kepandaian silat orang ini
tentu amat tinggi.
Serta merta Hong-lay-mo-li ber-tanya2 dalam hati: "Siapa
yang punya kepandaian sedemikian tinggl" Kenapa dia
menimpuk jatuh cawan obat itu" Mengandal kepandaian orang
itu, ia mampu mengincar Kongsun Ki, kenapa justru cawan
obat itu yang dijadikan sasarannya" ini tidak lain lantaran dia
hendak mencegah Siang Pek-kong minum obat ini, Kenapa"
Ai, wah, apa mungkin..." sampai disini tak berani Hong-laymoli banyak pikir, lekas dengan gaya burung dara jumpalitan,
dari badan bergelantung ia rubah gerakan
badannya menjadi It-ho-ciong-thian, sebat sekali ia melejit
naik keatas rumah, gerakannya sudah amat cekatan dan cepat
luar biasa, namun dibawah sinar bintang tak terlihat bayangan
seorang manusiapun disekelilingnya.
Tepat pada saat itulah baru terdengar Siang Pek-hong
berteriak: "Diluar ada orang!" ia meronta berusaha bangun,
Serempak Kongsun Ki tersentak sadar, tangkas sekali ia putar
badan seraya mengebutkan lengan baju membuyarkan asap
ungu itu, terus melejit keluar jendela.
Siang Pek-hong keheranan, dengan mendelong ia awasi
bayangan punggung orang, gumamnya: "Apakah sebabnya"
Kenapa dia kelihatan begitu gugup?" Karena rasa curiganya ini
pelan2 ia meronta bangun dan turun dari atas ranjang, ingin
dia memeriksa duduk persoalan yang sebenarnya.
Sementara mari kami ikuti jejak Kongsun Ki yang mengejar
keluar, sementara itu Hong-lay-mo-li sudah sembunyi
dibelakang sebuah gunung palsu. Disamping ingin menunggu
orang lain itu muncul, diapun tidak ingin menimbulkan
kecurigaan Siang Pek-hong, maka sementara dia tidak keluar
untuk menemui Suhengnya.
Begitu lompat keatas sebuah gunung2an palsu, Kongsun Ki
jelajahkan matanya keberbagai penjuru, tidak terlihat
bayangan seorangpun, tapi diapun tidak membikin banyak
keributan, seenteng asap segera ia angkat langkah seribu dari
tempat itu. Mimpipun ia tidak menduga bahwa Hong-lay-mo-li
sembunyi dibawahnya.
Dengan mendekam ditanah Hong-lay-mo-li dengarkan arah
langkah kaki suhengnya, setelah orang pergi dalam jarak
tertentu, baru dia kembangkan ilmu en-tengi tubuhnya yang
tinggi mengudak ke jurusan sana.
Dari kejauhan dilihatnya sang Suheng memasuki sebuah
petak bangunan rumah.
Disinilah letak kamar buku Kongsun Ki, langsung ia
menyulut pelita, menarik laci, mengeluarkan sejilid buku
catatan terus dimasukan kedalam kantung bajunya, itulah
catatan ilmu silat dari keluarga Siang yang dapat dia pelajari
secara sembunyi2, Tay hing-pat-sek yang belakangan ini dia
perolehpun tercatat didalamnya, cuma catatan ilmu silat dari
kumpulan bukunya ini masih morat marit dan petil2an belum
lengkap dan tidak bisa sambung satu sama lain, maka perlu
dia andalkan kepintaran dan kecerdikan otaknya untuk
menyelami, menganalisa dan menyempurnakannya.
Oleh karena itu bukan saja buku ini merupakan catatan
ilmu silat hasil curiannya, boleh dikata merupakan hasil
ciptaannya sendiri dari jerih payah dan peras keringatnya.
Dengan main sembunyi dibalik bayangan pohon dan batu2
gunungan palsu, Hong-lay-mo-li maju terus mendekati kamar
buku Suhengnya, dari luar jendela ia mengintip kedalam pula,
dilihatnya sang Suheng sedang berjalan mondar mandir bolah
balik sambil menggendong kedua tangannya, sikapnya gugup,
gelisah seperti ada persoalan besar yang merasuk ketenangan
hatinya, sehingga susah ia mengambil ketetapan.
Kiranya saat itu Kongsun Ki sedang menerawang: "Pekhong
adalah seorang ahli dalam permainan racun, jikalau
timbul rasa curiganya, tentulah dia tahu akan rencanaku, Ai,
kenapa tidak segera kubunuh dia tadi." mendadak timbul
keinginan jahatnya, dia sendiripun menjadi kaget, lalu terpikir
pula olehnya: "Mana boleh aku punya pikiran yang jahat ini" Betapapun
dia adalah istriku, jikalau aku benar2 membunuhnya, urusan
bakal menjadi besar, penghuni perkampungan ini kebanyakan
anak buah lama ayahnya, meski aku tidak gentar menghadapi
akibatnya, namun tempatku berpijak disini bakal ludes.
Apalagi inti pelajaran kedua ilmu berbisa itu, belum lagi
Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berhasil kudapatkan." teringat akan kedua ilmu beracun itu,
tanpa sadar mulutnya menggumam. "Aku pergi atau tetap
tinggal disini?" ternyata dia takut belangnya konangan, satu
hal dia takut akan rencana kejinya diketahui oleh Siang Pekhong,
sebab lain ia kuatir orang yang menimpuk jatuh cawan
obat beracun yang hendak dia minumkan kepada Siang Pekhong
itu adalah orang kepercayaan Siang Pek-hong yang
sebelumnya memang sudah dipendam dalam kamarnya,
jikalau urusan menjadi kenyataan, terang dirinya takkan bisa
tinggal lebih lama lagi dalam perkampungan ini.
-------------------Apakah Hong-Iay-mo-Ii kuasa menundukkan sang Suheng
dan menuntunnya ke jalan yang lurus" Apa pula yang
dikuatirkan oleh Kongsun Ki sehingga hatinya kurang tenang"
Siapa pula gembong iblis besar musuh Tang-hay-liong dan
Samte-nya Say-ci-hong"
Apa pula hubungan antara Giok-bin-yau-hou Lian Ceng-poh
dengan Bu-Iim thian-kiau"
(Bersambung ke bagian 5)
Bagian 05 Tapi terpikir pula olehnya: "Tidak benar, kepandaian orang
itu begitu tinggi, jauh lebih unggul dari Pek-hong, penghuni
perkampungan ini mana ada yang memiliki kepandaian
setinggi itu" Em, sulit juga di-katakan, ayahnya adalah
gembong iblis maha guru persilatan, teman2nya tak terhitung
banyaknya, bukan mustahil salah seorang kenalan lama itu
yang sembunyikan diri diperkampungan, sehingga akupun
kena dikelabui" Hari ini rencana jahatku sudah konangan,
maka dia turun tangan memberi sekedar peringatan." bolak
balik Kongsun Ki menganalisa segala seluk beluk persoalan
yang dihadapinya ini, lama kelamaan hatinya jadi jeri sendiri,
bukan saja tak berani pulang kekamar Siang Pek-hong, takut
pula orang yang tersembunyi itu membuat perhitungan
kepadanya. Terang istrinya tidak akan berpeluk tangan melabrak
dirinya habis-habisan, setelah pikir punya pikir, karena tiada
jalan lain yang lebih sempurna terpaksa ia berkeputusan
tinggal minggat saja.
Disaat ia siap hendak buka pintu, tiba2 didengarnya
grendel pintu berputar mengeluarkan suara lirih, itu pertanda
seseorang mengetuk pintu diluar, keruan bukan kepalang
kejut Kongsun Ki, bentaknya: "Siapa?" begitu pintu ditariknya
terbuka ia mundur sembunyi kebelakang pintu sambil melolos
pedang, begitu orang diiuar melangkah masuk, ia siap
menyerang dengan tusukan pedangnya.
Tak nyana orang itu melangkah sambil menjawab sepatah
kata: "Akulah!" tusukan pedang Kongsun Ki seketika berhenti
ditengah udara, yang masuk bukan lain adalah Hong lay-mo-li.
Kongsun Ki lekas menyeka keringat dingin di atas jidatnya,
pedang disarung masuk kedalam sarungnya, katanya:
"Sumoay kiranya kau" Kenapa kau kemari" Bikin aku kaget
saja." Hong-lay-mo-li bersikap dingin, jengeknya: "Selama hidup
tak pernah berbuat jahat, mendengar ketukan pintu ditengah
malampun takkan terkejut. Memangnya perbuatan jahat apa
yang pernah kau lakukan?"
"O, jadi yang menyambitkan Bwe-hoa-ciam tadi adalah
kau?" tanya Kongsun Ki, hatinya kaget namun girang.
Dengan tatapan dingin Hong-lay-mo-li awasi Suhengnya,
katanya: "Obat apa yang hendak kau mium-kan kepada
Suso?" "Kuah jinsom yang menambah semangat!"
Tegak alis Hong-lay-mo-li, katanya tertawa dingin: "jangan
kau kelabui aku, kuah jinsom mana bisa mengepulkan asap
ungu diatas lantai?"
Kongsun Ki nekad, katanya: "Sumoay, kau sudah tahu, biar
aku bicara terus terang, memang dalam kuah jinson itu
kutambahi sedikit bubuk akar kembang ari2 yang terdapat di
Tho-hoa-hi di Binglam."
Hong-lay-mo-li terkejut, teriaknya tertahan: "Apakah itu
bukan racun?"
Kongsun Ki tertawa kikuk, katanya: "Aku tak bermaksud
menghabisi jiwanya, racun ini bekerja lambat latihan
Lwekangnyapun sudah tinggi, tidak akan mati begitu saja.
Asal aku berhasil mendapatkan pelajaran kedua ilmu beracun
itu, aku takkan menggunakan obat beracun ini."
"Bila dia berkukuh tak mau menyerahkan inti pelajaran
kedua ilmu itu, kau tetap hendak menggunakan obat itu untuk
membunuhnya" Dan lagi, kadar racun sudah terlalu banyak
bersemayam dalam badannya, seumpama kau hentikan
perbuatanmu diapun akan rebah ber-tahun2 diatas ranjang
takkan mampu bangun lagi." Kongsun Ki megap2 tak mampu
menjawab. "Kau gunakan obat racun yang bekerja lambat, lalu pura2
telaten meladeni, jadi tujuanmu hendak menipu pelajaran
kedua ilmu itu?"
"Dan lagi, kau masih ingin kendalikan anak buah lama
ayahnya, untuk menjagoi Kangouw, maka kau harus bikin dia
mati tanpa menunjukan gejala2 keracunan supaya semua
anak buahnya tidak curiga, tetap setia kepadamu?"
Karena dikorek isi hatinya, terpaksa Kongsun Ki tunduk
kepala tak bersuara.
Bergidik seram bulu kuduk Hong-lay-mo-li, tak nyana
suhengnya ini bertindak begitu keji dan jahat, sungguh pedih
dan perih serta marah hatinya, pikir-nya: "Kukira Suso bukan
orang baik, ternyata suheng jauh lebih jahat berlipat ganda."
Tiba2 Kongsun Ki berkata: "Sumoay, kau tidak tahu,
sungguh aku amat menyesal."
"Apa yang kau sesalkan?"
"Aku menyesal kenapa dulu aku meninggalkan kalian,
kawin lari dengan perempuan siluman itu."
Tertusuk perasaan Hong-lay-mo-li mendengar sang Suheng
menyebut istri sendiri sebagai perempuan siluman, katanya:
"Suso tetap cinta setia terhadap kau, sampai hati kau
memakinya demikian" Baik buruk kalian sudah menjadi suami
istri, memangnya kau tidak punya perasaan hubungan antar
suami istri ini?"
Kongsun Ki menjengek tawa, katanya: "Sumoay, kau tidak
tahu, semula memang aku tiada rencana menjadi suaminya.
Dulu aku baru tumbuh dewasa, lantas kena dipelet dan
terpincut oleh dia, sampai aku dibawanya lari meninggalkan
keluarga, kini kalau dipikirkan sungguh tidak setimpal. Coba
kau pikir, mungkin kaupun bisa geli, sebenarnya usianya lebih
tua dari aku, tapi selama ini aku memanggilnya Hong-moay.
Coba katakan, menggelikan tidak" Hm, bicara terus terang,
sudah lama aku membencinya."
Dalam hati Hong-lay-mo-lipun membatin: "Kau tidak tahu,
mendengar ucapanmu ini, betapa benciku kepada kau."
Betapa cerdik Kongsun Ki, diam2 ia perhatikan perubahan
rona wajahnya, katanya pula sambil menghela napas: "Setelah
mengawini biniku ini, sampai aku tak berani pulang ke rumah
sendiri, ayah tak akui sebagai putranya lagi, Sumoay
hubungan mesra kami dulupun terputus sama sekali. Ai,
terkenang akan kehidupan kami dulu, masakah aku takkan
menyesal, tidak bersedih?" ternyata menetes dua butir air
matanya. sebetulnya Hong-lay mo-li amat buruk kesannya terhadap
sang Suheng, mendengar kata2nya ini, teringat pula akan
kasih sayang sang guru, sedang sang guru hanya punya putra
tunggal ini, tak terasa ia ikut terbenam dalam kedukaan,
katanya: "Suheng, memang ayah tak senang melihat
perbuatanmu, lahirnya beliau tak mengakui kau sebagai
putranya, namun beliau masih mengenangmu. Begitu dia
mabuk minum arak, namamu masih sering disebutnya,
Suheng, jikalau kau bertobat dan insaf akan kesalahanmu
tentu kubantu kau minta ampun dihadapan ayahmu, Susopun
boleh dibawa pulang, Mengenai aku, aku tetap pandang kau
sebagai Suhengku."
"Terima kasih Sumoay, aku tahu kau baik terhadapku asal
hubungan kami tetap seperti sedia kala, akupun takkan
bersedih hati, Tapi kukira tak perlu membawa perempuan
jalang itu pulang kerumah, Coba pikir urusan sudah
ketelanjur, apakah aku bisa tetap hubungan sebagai suami
istri dengan dia" Sumoay asal sikapmu masih tetap seperti
dulu kepadaku, sekarang juga aku ikut kau pulang, Segala apa
yang kuinginkan selama ini boleh tak usah ku-kejar2 lagi."
Berubah muka Hong-lay-mo-li, katanya: "Suheng, apa2an
maksud ucapanmu ini?"
"Sumoay, kau seorang pintar masakan belum mengerti"
Sampai hati aku menggunakan racun terhadap Susomu,
lantaran untuk kau juga."
Saking marah Hong-lay-mo-li tak kuasa bicara, baru saja ia
hendak umbar amarahnya, tiba2 terdengar derap langkah
mendatangi Kongsun Ki kaget, dengan gerakan tangan ia
suruh Hong-lay-mo-li sembunyi ke-belakang almari, Hong-laymolipun berpikir "Biar kulihat siapa yang kemari?" maka ia
menurut petunjuk Kongsun Ki, lekas menyelinap kebelakang
almari, diluar sudah terdengar ketukan pintu.
"Ya, tunggu sebentar!" sahut Kongsun Ki, diam2 tangannya
sudah menggenggam sebatang jarum beracun, lekas ia maju
membuka pintu. Kong-sun Ki kira istrinya datang hendak membuat
penyelesaian kepadanya, maka dia nekad hendak
membunuhnya saja dengan jarum beracun ini. Beta-papun
mereka sudah menjadi suami istri belasan tahun, untuk turun
tangan keji terhadap istri sendiri, tangan yang menggenggam
jarum itu tak terasa gemetar, tapak tangannyapun
berkeringat. Pelan2 Kongsun Ki menarik daon pintu, tampak seorang
gadis berpakaian mantel berbulu melangkah masuk sapanya
tertawa: "Kongsun Ki, ternyata kau sembunyi disini, sulit juga
menemukan kau!"
Sekilas Kongsun Ki melenggong, katanya: "Kira-nya kau,
untuk apa pula kau kemari?" pendatang ini bukan lain, ialah
Giok-bin-yau-hou Lian Ceng-poh.
Hong-lay-mo-li yang sembunyi dibelakang almari diam2
bersorak girang, dicari tak ketemu, hari ini ke-bentur diluar
dugaan, perempuan siluman ini hari ini masuk kedalam jaring
tangannya, pasti takkan lolos dari tapak tanganku. Biarlah aku
dengar dulu percakapan mereka, ada intrik rahasia apa
diantara hubungan mereka " Demikian pikir Hong-lay-mo-li.
Lian Ceng-poh tertawa cekikikan, katanya: "Kau sangka
siapa" Kalau tidak kau katakan hampir saja aku lupa, tempo
hari kapan aku datang kemari?"
Kongsun Ki, mengerut kening, katanya: "Aku tiada tempo
mengobrol dengan kau."
"E, eh, besar benar pamormu, memangnya kau tidak mau
kenal lagi dengan aku" Hai, aku memang sudah lupa kapan
kami pernah bertemu, kau tidak sudi beritahu kepadaku?"
Kongsun Ki membelakangi almari, dia duga Hong-lay-mo-li
takkan melihat mimik wajahnya, maka berulang kali dia
memberi tanda kedipan mata, memberitahu bahwa dalam
rumah ada orang lain, supaya kau lekas pergi saja, sementara
dalam hati heran, kenapa orang menyinggung perihal
pertemuan tempo hari"
Segera ia menjawab "Aku sendiri tidak ingat lagi, mungkin
tanggal dua belas atau tiga belas bulan yang lalu."
Agaknya Lian Ceng-poh tidak paham kedipan matanya,
katanya: "Baik, jadi satu bulan lebih sudah berselang, urusan
yang kami rundingkan tempo hari, kau sudah persiapkan diri
belum ?" "Sudah siap apa segala" Bahwasanya aku tidak tahu apa
maksud ucapanmu ini?" kembali dia gerakan jari tangan
ditambah gerakan mata memberi isyarat.
"Coba kau pikir, urusan apa yang tempo hari kubicarakan
dengan kau?"
"Kau ini memang meng-ada2 mencari gara2, lekas pergi,
pergilah!"
Bukan pergi Lian Ceng-poh malah mendeprok duduk diatas
kursi, katanya: "Betapa aku susah payah menemukan kau,
memangnya harus pergi begini saja" jangan kuatir, aku sudah
periksa keadaan sekeliling kamarmu ini, tiada orang diluar
sana. Lekas kau katakan, bagaimana rencanamu yang sudah
kau siapkan, beritahu kepadaku, segera aku berlalu."
Tiba2 terpikir sebuah akal, kata Kongsun Ki mengurut alis:
"Ceng-poh, tahukah kau, istriku sedang marah2 karena kau,
penyakitnya sudah sembuh." maksudnya hendak menggertak
Lian Ceng-poh supaya lari pergi, siapa tahu Lian Ceng-poh
hanya mengerut kening, tetap tak bergerak dari tempat
duduknya, katanya tertawa dingin: "Aku tahu dia memang
perempuan cemburu, aku kemari secara terang2an, kenapa
takut kepadanya" Hm, jika kau takut bini jangan kau mengulur
waktu, lekas beritahukan rencanamu, supaya aku kembali
laporkan tugasku, kaupun tidak perlu dicurigai orang."
"Kau tahu kenapa dia marah kepada kau" Lantaran kau
menggosok adiknya dan membawanya pergi, maka dia hendak
membuat perhitungan dengan kau! Soal rencana apa segala,
aku tidak tahu apa2, aku tahu tempo hari kau kemari hanya
hendak mengajak Ceng-hong pergi mengejar bocah she Khing
itu. Kau harus hati2, kalau sampai dia marah besar, aku tak
mampu melindungi kau."
Sengaja Kongsun Ki ucapkan kata2nya ini supaya didengar
oleh Hong-lay-mo-li dan tahu jelas hubungan dirinya dengan
Lian Ceng-poh. Tak nyana Lian Ceng-poh tetap tak mengerti, katanya:
"Bocah she Khing yang mana, perduli amat dengan
urusannya."
"Bukankah kau yang memberitahu kepada Ceng-hong serta
membawanya pergi untuk menggusur bocah she Khing itu
kembali" Kemana dia sekarang?"
Lian Ceng-boh menghadap kealmari, dari sela2 lobang kecil
Hong-lay-mo-li mengintip keluar, dilihatnya roman mukanya
melengak sebentar, barulah dia menyahut dengan suara tak
lancar: "O, ya, benar, Ceng-hong memang mengejar bocah
she Khing itu, ilmu silatnya lebih tinggi, maka aku tidak bantu
dia, Setiba di kota Po-tong, aku lantas berpisah sama dia."
sebentar dia merandek, lalu menambahkan
"Jangan kau bicarakan urusan lain, marilah bicarakan
urusan pokok, Bukan kah kau bilang hendak bekerja bagi
kerajaan, tapi menurut maksud Pakkiong Ou, supaya kau
Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bekerja secara diam2 saja" Pakkiong, Ou ingin tahu
rencanamu, supaya kau memberi laporan jelas kepadanya."
Mendengar sampai disini, seketika timbul kecurigaanHong-lay-mo-li. Pertama: jelas Lian Ceng-poh ditengah
perjalanan ke Kilam pernah bertemu dengan Khing Ciau,
malah Khing Ciau ditipunya untuk menolong perwira tawanan
itu, Siang Ceng-hongpun terang ikut dia sampai di Kilam.
Kedua, waktu Pakkiong Ou tertawan, dia berada di Kilam,
bukan mustahil dia sudah tahu akan hal ini, kenapa dikatakan
Pakkiong Ou sedang menunggu laporan" Diam2 ia
menerawang: "Kata2nya menunjukan banyak kejanggalan,
semuanya tak cocok dengan kenyataan, Suheng sedang
sekongkol sama dia, masakah perlu dia berbohong terhadap
Suheng. Agaknya diapun sedang memancing keterangan atau
pengakuan Suheng, apa pula maksudnya"
Percakapannya dengan Suhengpun tidak cocok satu sama
lain, Aneh, Giok-bin-yau-hou terkenal licin dan licik, mungkin
dia sudah tahu aku sembunyi disini, sengaja mengobrol
sembarangan?" Tapi terasa bahwa rekaannya ini kurang tepat,
jikalau Lian Ceng poh tahu dalam kamar ada orang lain,
Kisah Pendekar Bongkok 14 Lencana Pembunuh Naga Karya Khu Lung Pendekar Pemetik Harpa 20
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama