Pendekar Sakti Karya Kho Ping Hoo Bagian 15
Akan tetapi gadis ini kembali teringat akan orang tua dan rumahnya, maka ia cepat melompat keluar dari goa itu. Kun Beng telah berdiri di depan goa dan mereka kini berhadapan.
"Aduh, pantas sekali kau memakai pakaian itu!" pujinya dengan pandang mata kagum.
Kui Lan menunduk dengan muka merah. "Jangan kau mengejek, ini hanya pakaian gadis petani sederhana saja."
"Bahkan kesederhanaannya menonjolkan kecantikan yang wajar." Kun Beng memuji lagi.
Pemuda ini memang sengaja memuji dan hendak menghibur hati gadis yang cantik ini.
Karena ketika dia mencarikan pakaian untuk Kui Lan tadi, dia mendengar betapa ayah bunda dari gadis ini telah dibunuh secara mengerikan oleh kawanan perampok, sedangkan rumahnya terbakar musnah!
Berdebar hati Kui Lan mendengar pujian-pujian itu. Ia mengangkat muka dan memandang kepada pemuda itu. Memang tampan, tampan dan gagah sekali, pikinya. Dua pasang mata bertemu dan keduanya memandang penuh arti, sungguhpun berbeda sekali. Kun Beng memandang dengan penuh keharuan dan iba hati terhadap gadis itu, sebaliknya Kui Lan memandang dengan penuh kagum, terima kasih dan ?" suka. Ya, hati gadis ini telah jatuh begitu bertemu pandang dengan Kun Beng.
"Kau".. siapakah namamu?" tanyanya setelah menunduk lagi karena pertemuan pandang itu membuat ia merasa malu-malu.
"Namaku The Kun Beng, pemuda perantau. Dan aku sudah tahu akan namamu, Kui Lan bukan" Aku mendengar dari orang-orang dusun itu."
Kui Lan teringat kembali kepada orang tuanya, ia cepat meloncat dan berkata, "Aku harus pulang?"!"
Akan tetapi tiba-tiba ia merasa terkejut dan marah sekali karena Kun Beng telah menangkap lengan kanannya.
"Eh, kau mau apakah" Lepaskan tanganku!" bentaknya.
Kun Beng melepaskan pegangannya dan pandang matanya makin sayu.
"Kui Lan, kuminta supaya kau jangan kembali ke dusunmu."
Gadis itu membuka matanya lebar-lebar. "Mengapa aku kaularang pulang dan apa maksud dan kehendakmu pula menahanku?"
"Marilah kita duduk di tempat teduh itu, Kui Lan dan kita bicara dengan tenang." Tanpa sungkan-sungkan lagi Kun Beng lalu memegang tangan gadis itu dan menggandengnya, seperti laku seorang kakak terhadap seorang adiknya.
Melihat sikap yang sungguh-sungguh dari Kun Beng dan pemuda ini sama sekali tidak Pendekar Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
420 kelihatan hendak berbuat kurang ajar, hati Kui Lan mulai berdebar gelisah. Pasti ada apa-apa yang hebat, pikirnya. Otomatis ia teringat akan orang tuanya maka dengan wajah pucat ia lalu memegang lengan pemuda itu tanpa menanti sampai di tempat teduh dan mengguncang-guncang lengan itu.
"Taihiap?" katakanlah, apa yang terjadi dengan dusunku?"." Dengan orang
tuaku?"..?""
Kun Beng mengerutkan alisnya. "Sabar dan tenanglah, Kui Lan. Mari kita duduk di tempat yang teduh dan kau harus mendengar dengan tenang."
"Tidak, tidak! lekas kau katakan sekarang juga, atau?" lebih baik aku pulang!" Ia hendak pergi, akan tetapi kembali Kun Beng menangkap lengannya. Pegangan tangan pemuda itu demikian kuatnya sehingga takkan ada gunanya kalau kiranya gadis itu memberontak.
"Apa boleh buat, Kui Lan. Dengarlah, kawanan perampok itu telah banyak mendatangkan bencana di kampungmu, merampoki rumah-rumah, membakar dan membunuh."
"Ayah dan ibu"..?"
Kun Beng mengangguk perlahan. "Ayah bundamu tewas dan rumahmu dibakar oleh
mereka".."
Kui Lan semalam mengalami hal-hal yang menggoncangkan batinnya, dan tubuhnya masih lemah sekali. Kini mendengar warta yang hebat ini, seketika ia menjadi pucat, terhuyung dan tentu akan roboh kalau Kun Beng tidak cepat-cepat memeluk dan memondongnya. Pemuda ini memang sudah dapat menduga lebih dulu, maka cepat dia menotok jalan darah di leher gadis itu agar goncangan hebat tidak merusak ingatan gadis itu. Ia sengaja melarang gadis itu ke kampungnya, karena kalau gadis itu melihat sendiri bencana yang menimpa keluarganya, akan lebih fatal akibatnya. Untuk menjaga ini pula, ketika dia mencarikan pakaian untuk Kui Lan, dia sengaja menyeret mayat-mayat perampok dan melempar mereka ke dalam rawa lumpur sehingga mereka semua terkubur di situ, agar tidak kelihatan lagi oleh gadis itu musuh-musuh besarnya yang telah menghancurkan keluarganya.
Kemudian dia lalu membawa tubuh Kui Lan kembali ke dalam goa. Kui lan mengalami pukulan batin dan tubuhnya mulai panas sekali. Ketika ia siuman dari pingsan, ia mengigau, memanggil-manggil ayah bundanya dan berkali-kali ia roboh pingsan. Kun Beng mersakasiha sekali dan pemuda ini merawatnya baik-baik.
Selama tiga hari Kui Lan berada dalam keadaan setengah sadar setengah pingsan, namun berkat perawatan yang penuh perhatian dari Kun Beng, krisis berbahaya telah lewat dan ia mulai sadar kembali. Panasnya berangsur-angsur berkurang dan kini ia merasa letih dan lemah. Ketika ia membuka matanya pada pagi hari ketiga, ia melihat Kun Beng duduk di dekatnya sambil memegang sebuah mangkok bubur.
"Makanlah Kui Lan. Bubur ini akan menguatkan tubuhmu," katanya halus.
Kui Lan untuk sejenak merasa nanar dan dikumpulkannya ingatannya, mengenangkan semua peristiwa yang telah terjadi. Kemudian ia menangis sambil sambil menutupkan kedua tangan dimukanya, teringat ia akan ayah bundanya yang tewas.
"Tenang, Manis. Jangan menurutkan perasaan hati," Kun Beng menghibur.
Pendekar Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
421 "Aku......sebatang kara ...." Kui lan mengeluh.
"Apa kaukira aku bukan orang?" Tanpa disengaja Kun Beng berkata demikian, maksudnya hanya untuk menghibur.
Kui Lan bangun duduk, akan tetapi meramkan mata karena pusing. Kun Beng cepat menjaga pungungunya dan menempelkan mangkok pada bibir gadis itu.
"Minumlah bubur ini dulu."
Tanpa membuka matanya, Kui Lan makan bubur itu, atau lebih tepat meminumnya. Habislah bubur hangat itu dan ia merasa peningnya hilang dan tubuhnya segar. Dibukanya kembali matanya, dan dipandangnya muka pemuda yang berlutut di dekatnya.
"Berapa lamakah aku tak sadarkan diri?"
"Kau terkena demam, selama tiga hari dan kau tidak ingat apa-apa, setiap hari hanya mengigau saja," kata Kun Beng tersenyum. "Syukurlah sekarang kau telah sehat kembali."
"Tiga hari" Dan selama itu..... kau telah menjaga dan merawatku di sini?"
Merah muka Kun Beng ketika gadis itu memandangnya sedemikian rupa. Ia mengangguk, akan tetapi segera dibukanya mulutnya.
"Apa artinya itu" Kau perlu ditolong dan di sini terdapat banyak bahan makanan."
"Ahh .... The-taihiap.... kau baik sekali..." kembali Kui Lan menangis saking terharu dan juga bersyukur bahwa dalam penderitaannya yang hebat, ia bertemu dengan seoarang pendekar muda yang demikian gagah perkasa dan budiman.
"Hushh, sudahlah, memang sudah kewajibanku untuk menolongmu," kata Kun Beng sambil menepuk-nepuk pundak gadis itu.
Tiba-tiba Kui Lan memegang lengan Kun Beng erat-erat. "Katakan, Taihiap, mengapa kau menolongku" Mengapa kau rela mengorbankan waktu dan tenaga untukku?" Mata gadis itu memandang tajam dan kini terlihat sinar mata yang ganjil dan yang membuat Kun Beng berdebar hatinya. Gadis itu memang cantik sekali dan menarik hatinya yang masih muda dan membuat darahnya yang masih panas itu bergolak.
"Mengapa" Karena kau perlu ditolong, karena aku kasihan padamu......."
"Taihiap, kau ....kau suka kepadaku?"
Makin merah muka Kun beng. Pertanyaan seperti ini tak disangkanya akan keluar dari mulut gadis itu. Akan tetapi dia maklum gadis itu masih lemah hatinya, masih amat perasa hatinya, dan sekali-kali tidak boleh dibikin kecewa atau berduka. Untuk sekedar menghibur hati gadis itu, harus dibikin senang hatinya, dan pula memang dia suka kepada Kui Lan. Laki-laki manakah yang tidak akan suka melihat gadis yang demikian cantik manis, dan juga yang harus dikasihani nasibnya"
"Tentu saja, Kui lan. Aku suka sekali padamu," jawabnya sambil tersenyum manis.
Dengan mata basah Kui Lan memandang kepada pemuda itu, suaranya tergetar penuh haru ketika ia mengajukan pertanyaan penuh mendesak.
Pendekar Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
422 "Dan cinta kepadaku?"
Bukan main bingungnya hati Kun Beng. Cinta" Ini lain lagi halnya. Ia tidak berani memastikan apakah dia cinta kepada gadis ini. Apakah suka itu cinta" Ia memang suka dan kasihan, akan tetapi apakah ini boleh disamakan dengan cinta" Ia masih terlalu hijau untuk mengetahui soal-soal pelik ini. Semenjak Kun Beng sudah pandai mempertimbangkan sesuatu, pertunangannya dengan Bun Sui Ceng murid Kiu-bwe coa-li seperti yang telah ditetapkan oleh gurunya membuat dia sering kali termenung mengenangkan wajah Sui Ceng.
Wajah seorang anak perempuan yang lincah, gembira dan juga manis sekali. Wajah ini lambat-laun menjadi bayang-bayang dalam mimpi dan biarpun dia tidak pernah bertemu dengan tunangannya itu, namun dia menggambarkan di dalam angan-angannya seorang gadis yang gagah perkasa, berwajah cantik manis dan mencocoki hatinya setiap gerak-geriknya. Ia berkeras hati menentukan bahwa dia mencintai Sui Ceng, tunangannya itu. Bukankah sudah semestinya begitu"
Akan tetapi, bagimana dia harus menjawab gadis yang sedang menderita hebat ini" Wajahnya yang agak pucat yang kini basah dengan air mata, suara yang mengandung harap dan permohonan itu, ah, tidak sanggup Kun Beng mengecewakan Kui Lan. Pula, dia hanyalah seorang pemuda yang masih lemah pertahanan imannya menghadapi rayuan seorang wanita yang demikian cantiknya, yang dari pandang matanya merayu-rayu mengharapkan jawaban bahwa dia juga mencintai. Akhirnya, tanpa mengeluarkan sepatah katapun Kun Beng mengangguk-anggukkan kepalanya!
Kui Lan mengeluarkan keluh perlahan, suaranya yang menyatakan keharuan dan kebahagiaan hatinya. Ia lalu menubruk pemuda itu dan menyatakan keharuan dan kebahagiaan hatinya. Ia lalu menubruk pemuda itu dan menyadarkan muka pada dada Kun Beng. Pemuda ini merasa betapa air mata yang hangat menembus baju membasahi kulit dadanya. Sampai lama mereka berada dalam keadaan ini dan semenjak saat itu mereka tenggelam dalam gelombang asmara, bagaikan dua orang yang amat berbahaya. Kurang pandai sedikit saja menguasai kemudi biduk akan terguling tertelan buih-buih onmbak yang berupa nafsu-nafsu hewani dalam diri setiap manusia!
Sampai dua hari lagi mereka berdua berada di dalam goa itu. Pada hari kedua, di waktu senja, bayangan seorang pemuda bertubuh tegap bermuka gagah berlari-lari naik di pegunungan batu karang itu. Gerakannya amat gesit dan cepat, tanda bahwa dia telah memiliki ilmu ginkang yang luar biasa. Memang, setiap orang ahli silat tinggi yang melihatnya berlari-lari seperti itu akan mengetahui bahwa dia adalah seorang ahli dalam ilmu lari cepat Liok-te-hui-teng (Terbang di Atas Bumi).
Pemuda ini bukan lain adalah Gouw Swi Kiat, putera dari keluarga Gouw yang terbasmi oleh perampok, atau kakak dari Gouw Kui Lan. Wajahnya muram dan berduka, karena pemuda ini telah tiba di dusunnya dan melihat kehancuran keluargannya. Ketika dia bertanya tentang adik perempuannya, penduduk di dusunnya tidak ada yang dapat memberitahukannya, hanya menyatakan bahwa ketika terjadi keributan, Kui Lan dilarikan oleh kepala rampok yang bersarang di atas pegunungan batu karang itu dan yang tadinya hendak dijadikan isteri oleh kepala rampok.
"Kemudian datanglah seorang pemuda gagah yang membunuh semua perampok itu, dan tentang adikmu, entah bagaimana nasibnya. Kami sekalian tak seorang pun berani naik ke sana," demikian orang-orang dusun menutup penuturannya.
Mendengar ini, Swi Kiat lalu langsung menuju ke gunung itu. hatinya sedih bukan main, juga Pendekar Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
423 geram dan marah. Kalau saja para perampok itu masih hidup, biarpun sampai ke ujung dunia, pasti akan dikejar dan dibunuhnya semua. Setalah mencari ke sana ke mari, akhirnya dia pun tiba di luar goa bekas sarang perampok dan lapat-lapat terdengar olehnya orang bercakap-cakap. Swi Kiat cepat menyelinap diantara batu-batu karang dan tanpa mengintai ke dalam, dia memasang telinga mendengarkan percakapan itu dari luar goa. Alangkah terkejutnya dan herannya ketika dia mengenal suara adiknya!
"Taihiap, sungguh aneh dan lucu kalau kita renungkan keadaan kita. Aku yang telah menyerahkan jiwa ragaku kepadamu dengan penuh keikhlasan dan cinta kasih, belum pernah mendengar riwayatmu, bahkan belum mengenal betul keadaanmu. Sebaliknya kau pun yang sudah dapat dikatakan menjadi suamiku, belum mengetahui betul keadaanku..." suara ini terdengar demikian manja dan mesra, dan Swi Kiat yang mengenal betul suara adiknya, menjadi ragu-ragu. Betul-betulkah itu Kui Lan yang bicara" Mengapa bicara seperti itu dan bicara kepada siapakah" Karena ingin tahu sekali, Swi Kiat dengan amat hati-hati mengintai dan alangkah herannya ketika dia melihat benar-benar adiknya dengan pakaian seperti petani wanita sedang rebah di atas lantai goa, merebahkan kepalanya di atas pangkuan seorang pemuda yang bukan lain adalah The Kun Beng, sutenya sendiri! Swi Kiat mengejap-ngejapkan matanya, merasa seperti dalam sebuah mimpi. Akan tetapi dia mendengar Kun Beng yang menjawab kata-kata adiknya tadi.
"Kui lan, pertemuan kita memang kehendak Thian. Aku kasihan sekali kepadamu dan aku bersedia mengorbankan nyawa untuk menolong dan membelamu."
"Terima kasih, Taihiap. Kau memang laki-laki yang paling mulia di atas dunia ini."
Kun Beng duduk seperti orang melamun, wajahnya nampak tidak gembira dan berkali-kali dia menghela napas dan seperti tidak merasa sesuatu sungguhpun tangan kirinya mengelus-elus rambut kepala gadis itu.
"Sayang sekali iblis menggangu kita, Kui Lan, sehingga kita tidak berdaya dibuatnya, sehingga kita lupa.... dan kita melakukan pelanggaran yang hebat.... aku menyesal sekali."
"Tidak, Taihiap! Tidak demikian, aku tidak menyesal. Aku memang sudah rela menyerahkan jiwa raga kepadamu. Hanya kau seorang di dunia ini yang akan dapat menguasai hatiku.
Aku....aku girang dan bangga dapat menjadi...."
Sebelum Kui Lan mengatakan "istrimu", lebih dulu Kun beng memutuskan omongannya.
Pemuda ini paling takut dan tidak suka mendengar pengakuan Kui Lan sebagai isterinya.
"Kui lan, aku berdosa besar. Aku telah mempergunakan kesempatan untuk menggangu seorang gadis sebatangkara......"
"Aku tidak sebatangkara, Taihiap. Bukankah ada kau di sini?"
"Maksudku, hidup seorang diri di dunia ini tanpa sanak tanpa saudara, sebatangkara seperti aku pula."
"Salah!" Kui Lan tertawa kecil. "Aku mempunyai rahasia, Taihiap. Sesunguhnya aku masih mempunyai seorang saudara, yakni kakakku yang menjadi seorang pendekar besar seperti engkau pula, Kakakku adalah murid dari Pak-lo-sia Siangkoan Hai, seorang......"
"Apa katamu " Siapakah nama kakakmu itu?" Kun Beng bertanya kaget sekali dan melompat bangun sehingga Kui Lan juga ikut bangun.
Pendekar Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
424 "Mengapa kau sepucat ini, Taihiap" Kakakku adalah Gouw Swi Kiat."
"Aduhai, Kui Lan. Mengapa tidak kau katakan hal ini dulu-dulu kepadaku" Celaka.......!kukira kau.."
"Kaukira apa, Taihiap?" Kui Lan benar-benar gugup dan bingung.
"kukira kau seorang gadis dusun biasa saja yang bernasib malang dan.....dan...kalau aku tahu bahwa kau adalah adik dari suhengku, akau takkan.....takkan berani..."
"Jadi kau ini sute dari Kiat-ko" Dia tidak pernah menceritakan halmu."
"Memang suhu melarang kami membicarakan tentang keadaan suhu dan murid-muridnya.
Aduh, Kui Lan, bagaimana bisa terjadi hal seperti ini" Kau adik dari Gouw-suheng, dan aku.....aku telah...."
Tiba-tiba terdengar suara di luar goa dan Kun Beng cepat melompat. Akan tetapi dia didahului oleh masuknya seorang pemuda yang datang-datang terus memaki-maki.
"Kui Lan, kau gadis tak tahu malu! kau mencemarkan nama keluarga kita! Sute, kau pun seorang berjiwa rendah, kau harus mempertanggungjawabkan semua perbuatanmu!"
Kalau saja yang muncul itu seorang siluman atau iblis yang bermuka mengerikan belum tentu mereka akan sekaget itu. Apalagi Kun Beng yang menjadi pucat dan dengan suara perlahan dia hanya bisa berkata, "Suheng..."
"Kiat-ko.." keluh Kui lan yang sudah mencucurkan air mata melihat kakaknya itu,"Mengapa kau baru datang" Ayah dan ibu..."
Wajah Swi Kiat menjadi makin muram. "Ayah dan ibu dibunuh orang dan kau bahkan main gila dengan seorang laki-laki. Tak malukah engkau?"
"Kiat-ko, jangan berkata demikian keji! Ayah ibu dibunuh perampok dan para perampok itu telah terbalas oleh The-Taihiap ini. Dan aku.....aku cinta padanya. Kiat-ko, kami....kami saling mencinta....harap kauampunkan kami...."
Melihat adiknya ini, kemarahan hati Swi Kiat mereda. Ia menarik napas panjang lalu menghadapi Kun Beng dengan muka keras. "Sute, kau harus mempertanggungjawabkan perbuatanmu. Kau harus menikah dengan adikku dan kau harus segera memberi laporan kepada suhu, membatalkan pertunanganmu dengan Bun Sui Ceng!"
Muka Kun Beng menjadi pucat dan tubuhnya gemetar.
"Suheng, tak kusangka bahwa Kui Lan adikmu....tak mungkin aku membatalkan pertunangan itu,suhu akan marah sekali."
"Apa kau bilang" Tidak peduli suhu marah, kau harus berani menghadapi akibat perbuatanmu sendiri. Kau harus menjadi suami Kui Lan!" Kun Beng menggeleng kepalanya "Tidak ada niatku untuk menjadi suaminya, Suheng. Memang kami telah lupa dan terbujuk iblis, akan tetapi..."
Pendekar Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
425 "Apa" Kau tidak cinta padanya?"
"Aku....terus terang saja aku suka dan kasihan sekali kepada adikmu. Agaknya karena nasibnya yang malang, dan karena tadinya aku sendiri tidak tahu bahwa engkau adalah kakaknya, aku...aku kasihan dan dia....dia menderita sakit, kurawat..dan...dan keadaan yang sunyi ini, ditambah cinta kasih adikmu kepadaku, membuat aku lupa..."
"Keparat! Lekas kaukatakan bahwa kau bersedia membatalkan pertunanganmu dengan Bun Sui Ceng dan bersedia menikah dengan Kui Lan. Kalau tidak, aku akan lupa bahwa kau adalah suteku dan aku akan habiskan perhitungan ini dengan senjata!" Swi Kiat yang berwatak keras menjadi merah mukanya dan dia sudah mencabut keluar senjatanya, yakni sebuah kipas yang amat lihai kalau dimainkan oleh murid Pak-Lo-sian Siang-Koan Hai ini.
"Apa boleh buat, Suheng. Aku.....aku tidak bisa melakukan sesuatu yang berlawanan dengan suara hati. Aku malu terhadap suhu, dan pula....aku tidak ingin menjadi suami Kui Lan... "
"Keparat pengecut!" Swi Kiat cepat menyerang sutenya dengan kipas ditangannya. Serangan ini ditujukan ke arah ulu hati Kun Beng, sebuah serangan yang dapat mendatangkan maut apabila mengenai sasaran. Kipas ini di bagian gagang dan rangkanya terbuat daripada gading gajah, sedangkan permukaanya terbuat daripada kulit harimau, tidak saja dapat dipergunakan untuk menampar dan memukul, juga amat berbahaya karena ujung-ujung gagangnya dapat dipergunakan untuk menotok jalan darah.
Kun Beng cepat mengelak sambil berkata, "Suheng, jangan kau serang aku! Aku sudah menerima salah dan berdosa, jangan menambah dosaku, jangan menambah dosaku dengan mengangkat tangan melawanmu...." Akan tetapi Swi Kiat tidak peduli, bahkan mendesak lebih hebat lagi. "Kiat-ko...jangan kau serang dia....!"
Kui Lan menjerit sambil menangis. Gadis ini hatinya hancur ketika tadi mendengar penolakan Kun Beng. Dari sikap pemuda itu, tahulah ia kini bahwa sebetulnya Kun Beng sudah bertunangan, dan bahwa sesungguhnya pemuda itu tidak cinta kepadanya, hanya suka dan kasihan. Rasa suka yang timbul karena hati kasihan, dan bahwa perbuatan Kun Beng terhadap dirinya lebih banyak dikuasai oleh nafsu semata, bukan oleh cinta kasih yang murni. Hatinya perih sekali dan juga sakit, akan tetapi sekarang melihat Kun Beng diserang oleh kakaknya, ia menjadi khawatir. Betapapun juga, ia masih cinta sekali kepada Kun Beng dan cintanya itu takkan mudah hilang begitu saja.
Seruan Kui Lan menambah kemarahan di hati Swi Kiat yang menyerang lebih hebat lagi dengan gerak tipu Khai-san-coan-hoa (Buka Kipas Menembus Bunga) dan dilanjutkan dengan gerak tipu Khai-san-koan-jit (Buka kipas menutup matahari). Inilah tipu-tipu yang amat hebat dari ilmu kipas Im-yang-san-hoat. Melihat serangan-serangan ini, Kun Beng terkejut sekali karena maklum bahwa kakak seperguruannya bukan main-main lagi, melainkan menyerang untuk mengarah nyawanya!
"Suheng, ingatlah akan hubungan kita, ingatlah Suhu!" Kun Beng berseru kembali sambil sibuk mengelak ke sana ke mari atas serangan-serangan maut yang dilancarkan oleh suhengnya.
"Mampuslah, bedebah!" Swi Kiat maju mendesaknya. Karena cepatnya Swi Kiat menyerang Pendekar Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
426 kipas maut di tanganya telah berhasil menyerempet pundak kiri Kun Beng yang mengeluh sambil terhuyung ke belakang, mukanya pucat dan dia telah menderita luka cukup parah di dekat sambungan tulang. "Kiat-ko.....! Jangan bunuh dia...!" Kui lan menubruk kakaknya.
Pada saat itu, Kun beng sudah naik darah dan sambil meringis kesakitan pemuda ini juga sudah mencabut senjatanya, yakni tombak pendek. Dengan senjata ini, dia membalas serangan suhengnya, karena dia merasa telah dilukai. Tusukan tombaknya ke arah dada itu dielakkan oleh Swi kiat, akan tetapi karena pada saat itu Kui Lan memberot bajunya dari belakang, gerakkannya terhalang dan tombak di tangan Kun Beng menyerempet pinggir lengannya. "Brett!" baju itu robek sedikit dan kulit lengan terluka, walaupun tidak parah namun cukup banyak mengeluarkan darah.
"Kiat-ko, sudahilah pertempuran ini.....! The-taihiap, cukuplah.... kasihanilah aku....!" Kui Lan mengis dan memeluk kakaknya. Tentu saja Swi Kiat menjadi terhalang dan kesempatan ini dipergunakan oleh Kun Beng untuk melompat keluar dari goa dan melarikan diri. Melihat hal ini, Kui Lan menjatuhkan diri di atas lantai goa dan menangis tersedu-sedu. Tadinya Swi Kiat hendak mengejar bayangan Kun beng, akan tetapi melihat keadaan adiknya dia tidak tega meninggalkannya dan dia belutut di depan adiknya dan mendekap kepalanya. "Kiat-ko....,ayah dan ibu..." Kui Lan terisak-isak. Mengingat akan ayah bundanya, tak terasa Swi Kiat juga mencucurkan air mata. Kakak beradik itu menangisi nasib mereka dan kematian orang tuanya, dan keduanya melirik keluar goa di mana nampak bayangan Kun Beng berlari-lari cepat sekali, merupakan bayangan hitam dikala senja itu, seperti seekor kalong yang besar sekali terbang pergi. "Kiat-ko, dia sudah pergi..." kata-kata ini merupakan ratapan hatinya yang merasa perih sekali.
"Aku akan mengejarnya," kata Swi Kiat.
"Kiat-ko, jangan kau bunuh dia. Betapapun juga, aku cinta padanya, aku rela berkorban bagaiman juga untuknya. Aku akan setia sampai mati kepada The Kun Beng..."
Swi Kiat sudah mengerti bahwa hubungan antara adiknya dan sutenya sudah sedemikian rupa sehingga mereka harus menjadi suami isteri, baik dengan jalan kasar maupun halus dia harus mengusahakan hal itu. "Aku akan mengejarnya, Kui lan. Jangan khawatir, aku takkan membunuhnya. Andaikata aku bermaksud membunuhnya juga, belum tentu aku sanggup karena kepandaiannya tidak kalah oleh kepandaianku. Aku akan mengusahakan agar dia suka kembali kepadamu, suka menjadi suamimu." Setelah berkata demikian, Swi Kiat melepaskan pelukannya dan secepat kilat tubuhnya berkelabat keluar, berlari mengejar Kun Beng yang sudah tidak kelihatan bayangannya lagi.
Kui Lan yang ditinggal seorang diri di dalam goa menangis terguguk. Ia tidak tahu bahwa semenjak tadi, semenjak terjadi pertempuran antara Kun Beng dan Swi Kiat, terdapat bayangan orang lain yang mengintai dan mendengarkan semua peristiwa itu. Jangankan Kui Lan yang kepandaianya masih rendah sehingga pendengarannya tidak dapat menangkap gerakan orang yang amat ringan itu, bahkan Kun Beng dan Swi Kiat yang mencurahkan seluruh perhatian untuk pertempuran itu, tidak mengetahui akan adanya bayangan ini. Bukan main kagetnya hati Kui Lan ketika tiba-tiba di belakangnya berdiri seorang pemuda yang yang berkepala botak dan berpakaian mewah sekali. Orang itu tersenyum kepadanya dan sepasang matanya memandang kagum sehingga Kui Lan merasa seakan-akan orang muda itu hendak menelannya bulat-bulat dengan sinar matanya. "Siapa kau....?" tegur Kui Lan kaget sambil melompat bangun. Orang itu masih muda, berwajah cukup menarik, hanya kepalanya Pendekar Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
427 saja botak. Pakaiannya amat indah dan mudah dilihat bahwa dia seorang bangsawan, baik dari gerak-geriknya maupun dari pakaiannya, terutama dari pakaiannya, karena bangsawan manapun juga memakai kalau memakai pakaian butut akan lenyap sifat kebangsawannya.
"Aku bernama An Kong, seorang pangeran," kata pemuda itu sambil menjura hormat, akan tetapi mulutnya tersenyum dan matanya melirik ceriwis. "Nona Kui Lan, aku tanpa sengaja telah mendengar semua urusanmu. Kau harus dikasihani, nasibmu buruk sekali. Kau telah dikhianati oleh pemuda keparat itu dan kini kakakmu bermusuhan dengan sutenya sendiri.
Orang bernasib malang dan cantik jelita sepertimu ini, siapakah yang tidak menaruh hati kasihan" Hanya orang jahat seperti The Kun Beng itu saja yang tega melukai hatimu. Kau harus ditolong, maka ikutlah aku, nona. Kau akan mengalami hidup berbahagia di istanaku.
Jangan kaupedulikan lagi pemuda keparat itu dan kakakmu yang berhati keras. Marilah!"
Sambil berkata demikian , Pangeran An Kong lalu mengulur tangan menagkap pergelangan tangan Kui Lan.
Kui Lan cepat menarik tangannya, namun terlambat. Pemuda itu gerakkannya cepat sekali dan sebelum ia dapat memberontak, ia diangkat dan dipondong! Kui Lan terkejut dan menjerit, akan tetapi sebuah totokan yang tepat telah membuat ia tidak kuasa lagi membuka mulut.
Bagaimana pemuda itu dapat tiba di situ" Sebetulnya, karena Swi Kiat membantu para pejuang rakyat dan membebaskan mereka dari kepungan, pihak pemerintah menjadi marah sekali. An Kong adalah putera dari An Lu Kui, dan pemuda ini secara kebetulan dapat melihat Swi Kiat. Karena dia pun sedang membantu usaha ayahnya berlomba mencari jasa dan kedudukan di kerajaan, diam-diam dia lalu mengikuti perjalanan Swi Kiat. Hanya dia saja yang sanggup melakukan hal ini, karena An Kong adalah murid dari Jeng-kin-Jiu Kak Thong Taisu dan dia memiliki kepandaian tinggi. Diam-diam dia mengikuti jejak Swi Kiat, tidak berani menurunkan tangan. Ia maklum akan kelihaian murid Pak-lo-sian Siangkoan Hai. Ia hendak mencari tahu lebih dulu di mana tempat tinggal pemuda itu sehigga dia dapat membawa kawan-kawannya untuk menangkapnya.
Demikianlah, dia mengikuti Swi Kiat terus sampai tiba di pegunungan itu dan secara kebetulan sekali dia melihat pertempuran antara Kun Beng dan Swi Kiat. An Kong adalah seorang pemuda mata keranjang maka begitu melihat Kui Lan, hatinya menjadi tertarik sekali.
Apalagi dia mendapat kenyataan bahwa Kui Lan adalah adik Gouw Swi Kiat, maka tentu saja hal ini amat baik sekali baginya. Ia dapat menangkap Kui Lan, selain untuk memenuhi hasrat hatinya, juga hal ini berarti sebuah pukulan hebat bagi Swi Kiat!
Sebagaimana telah dituturkan di bagian depan, Kui Lan dibawa ke istana oleh An Kong dan hampir saja Kui Lan menjadi korban keganasan dan kekejian bangsawan rendah ini kalau saja tidak datang Lu Kwan Cu yang menolongnya.
Semua itu diceritakan oleh Kui Lan kepada Kwan Cu yang mendengarkan dengan penuh perhatian. Tentu saja cerita Kui Lan tidak sejelas yang di atas, hanya terbatas pada apa yang diketahui oleh gadis itu. Namun Kwan Cu sudah dapat menduga apa yang terjadi seluruhnya.
*** Kwan Cu menarik napas panjang ketika dia mendengar penuturan itu.
"Kasihan sekali kau, Kui Lan. Dan terlalu Kun Beng. Tak kusangka dia akan tersesat sejauh itu."
Pendekar Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
428 "Dia tidak tersesat, semua yang terjadi adalah kesalahanku. Aku sudah setengah menduga bahwa dia tidak cinta kepadaku, akan tetapi cinta kasih membuat aku buta dan akulah yang menyeretnya sehingga dia melakukan semua hal atas diriku sebagaimana yang kukehendaki."
"Begitukah?" tanya Kwan Cu dan diam-diam pemuda itu berdebar hatinya, bukankah Kun Beng itu tunanngan Sui Ceng" Dan sekarang Kun Beng melakukan hal itu kepada Kui Lan, berarti Kun Beng tidak berharga lagi menjadi calon suami Sui Ceng.
"Memang akulah yang bersalah. The-taihiap tidak berdosa, dan aku tidak menyesal. Biarpun dia tidak mau menjadi suamiku, namun aku tetap akan bersetia kepadanya sampai mati."
Terharu hati Kwan Cu mendengar ucapan ini. Ia mengelus-elus kepala Kui Lan seperti sikap seorang kakak terhadap adiknya.
"Kau anak baik, Kui Lan. Sayang sekali kau terlalu lemah iman, tidak dapat menguasai hati menolak godaan iblis yang berupa napsu. Akan tetapi, hal itupun buka salahmu karena pada waktu itu, kau baru saja menderita tekanan batin yang hebat sehingga imanmu menjadi lemah."
Dengan mata basah Kui Lan lalu berkata, "Taihiap, sukakah kau menolongku mencari mereka itu dan mendamaikan mereka" Kalau sampai mereka saling bermusuhan, baik kakakku atau The-Taihiap yang tewas, aku akan kehilangan orang-orang yang paling kucinta dan kematian seorang di antara mereka akan membawa nyawaku pula."
Kwan Cu mengangguk-angguk. "Baiklah, Kui Lan. Mereka itupun sahabat-sahabatku, kalau aku dapat menemukan mereka, tentu akan kuusahakan sedapat mungkin untuk mencegah mereka saling membunuh."
"Terimakasih, Lu-taihiap, terima kasih. Budimu takan kulupakan selama hidupku."
Kwan Cu tersenyum. "Kau memang anak baik dan perasaanmu halus sekali. Aku pun seorang yang hidup sebatangkara, biarlah kau kuanggap adikku sendiri."
Bukan main girangnya hati Kui Lan mendengar ini. "Terimakasih kepada Thian bahwa kau telah tergerak hatimu untuk menolongku, Koko yang baik. Tadinya aku sudah bingung sekali kemana aku harus pergi dalam keadaan seorang diri ini, akan tetapi setelah kau mengangkatku sebagai adikmu, aku tidak khawatir lagi karena kau tentu akan membawaku kemanapun kau pergi."
Kwan Cu tertegun. Berdiri seperti patung tak mengeluarkan kata-kata lagi. Gadis ini cerdik sekali dan dapat mempergunakan kesempatan dengan amat cepatnya. Hal itu tak pernah disangka-sangkanya dan dia merasa betul, sebagai adiknya, Kui Lan tentu akan ikut dengan dia, atau setidaknya dia harus dapat mencarikan tempat yang layak bagi Kui Lan!
"Kui Lan, kau seorang gadis dan kepandainmu juga belum cukup, mana bisa melakukan perjalanan jauh yang masih tidak ada ketentuan tujuannya?"
"Dengan kau di sampingku, aku takut apakah?" kata Kui Lan sambil tersenyum.
"Tentu saja aku akan melindungimu, akan tetapi kalau kita melakukan perantauan bersama, akan menimbulkan tiga macam kerugian."
Pendekar Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
429 "Kerugian" Coba sebutkan apa itu!" Kui Lan berkata dengan muka cemberut, akan tetapi bahkan menambah kemanisannya.
"Pertama akan mendatangkan kesan buruk karena orang-orang akan menganggap tidak pantas seorang gadis melakukan perantauan bersama seorang pemuda."
"He, bukankah kau ini kakakku sendiri" apanya yang tidak pantas bagi seorang gadis melakukan perjalanan bersama kakaknya?"
"Kui Lan, pandangan mata dan pendengaran telinga orang-orang kang-ouw amat tajam, mereka akan tahu bahwa kita bukanlah saudara kandung dan tentu akan timbul sangkaan yang tidak-tidak yang kesemuanya hanya akan merusak nama baik kita. Hal yang kedua, kalau kau ikut aku, perjalanan tak dapat dilakukan cepat-cepat dan bagaimana aku dapat menyusul mereka" Ke tiga, andaikata tersusul, dan kau berada di dekatku, tentu mereka akan naik darah karena kau yang menjadi pokok pertentangan mereka. Maka lebih baik kau jangan terlihat oleh mereka."
Menghadapi alasan-alasan yang amat kuat ini, Kui lan menghela napas dan mengangkat pundak, katanya tak berdaya,
"Habis, apakah kau mau meninggalkan aku seorang diri di hutan ini?"
"Tentu saja tidak, adik Kui Lan. Aku mengenal sebuah tempat yang amat cocok bagimu, di mana kau boleh tinggal denagn hati tentram dan aku dapat meninggalkan engkau dengan tenang pula. Kau boleh tinggal di tempat itu dengan aman sampai aku dapat menemukan Swi Kiat dan Kun Beng."
"Di mana tempat itu?" Kui Lan ragu-ragu karena pada dewasa itu agaknya tak mungkin mendapatkan tempat yang aman bagi seorang gadis muda seperti dia, yang sudah banyak mengalami ganguan-ganguan dari orang jahat.
"Di dusun Kau-Ling sebelah utara kota Tan-Shan ada sebuah Kwan-im-bio (Kelenteng Dewi Kwan Im) yang besar dan para nikouw (pendeta wanita) yang berada di situ terkenal sebagai pendeta pendeta yang saleh beribadah. Kau boleh tinggal di sana untuk sementara waktu dengan hati aman dan tentram."
Kui Lan mengangguk-angguk menyatakan persetujuannya, maka berangkatlah dua orang muda ini menuju ke kota Tan-shan yang letaknya di sebelah timur laut dari kota raja. Menurut pendapat Kui lan, mereka telah melakukan perjalanan cepat sekali karena gadis ini sepanjang jalan telah mempergunakan ilmu lari cepat yang pernah ia pelajari dari ayahnya. Akan tetapi tidak demikian menurut anggapan Kwan Cu. Kalau pemuda ini tidak melakukan perjalanan bersama Kui Lan, dalam waktu satu hari saja dia tentu akan sampai di dusun Kau-ling.
Sekarang bersama Kui Lan, dalam waktu lima hari barulah mereka tiba di dusun itu dan langsung menuju Kwan-im-bio.
"Taihiap datang......!" seru beberapa orang nikouw yang kebetulan berada di pekarangan depan kuil itu untuk melakukan tugas menyapu dan lain-lain. Agaknya mereka merasa gembira sekali melihat kedatangan pemuda ini dan tahulah Kui Lan bahwa Kwan Cu telah dikenal baik oleh semua nikouw yang sudah tua-tua itu.
"Selamat datang, Taihiap. Kebetulan sekali Taihiap berkenan mengunjungi tempat kami karena kedatangan Taihiap memang amat diperlukan," kata seorang nikouw tua yang Pendekar Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
430 pekerjaannya sebagai nikouw penyambut tamu.
"Ada terjadi apakah, suthai" Dan di mana Ngo Lian Suthai" Teecu mohon bertemu dengan beliau," kata Kwan Cu.
"Ngo Lian Suthai terluka oleh Luan-ho Oei-Lioang (Naga Kuning dari Sungai Luan) dan keadaannya payah."
Kwan Cu terkejut sekali. "Suthai maksudkan Luan-ho Oei-Liong si bajak laut yang merajalela di sungai Luan-ho?" Kwan Cu memang pernah mendengar nama ini dan biarpun dia belum pernah bertemu dengan orangnya, namun sudah lama dia mempunyai niat untuk memberi hajaran kepada bajak yang dikabarkan orang amat ganas ini.
"Benar dia, Taihiap."
"Akan tetapi mengapa demikian" Apakah Ngo Lian Suthai melakukan pelayaran di Sungai Luan?"
Nikouw tua itu menggeleng kepalanya yang gundul halus. "Marilah kita duduk di ruang tamu, Taihiap. Di sana kita akan bicara dengan leluasa."
"Perkenankan teecu (murid) menjumpai Ngo Lian Suthai sendiri agar teecu mendapat keterangan lebih jelas."
"Menyesal sekali, Taihiap. Dalam keadaan seperti sekarang ini, Ngo Lian Suthai tidak boleh banyak bicara dan bergerak. Beliau harus istirahat. tentu saja kau boleh bertemu dengan Ngo Lian Suthai, akan tetapi tidak baik kalau mengajaknya bercakap-cakap. Hal itu akan mengganggu kesehatannya."
Terpaksa Kwan Cu membenarkan pendapat ini dan dengan menggandeng tangan Kui Lan, dia mengikuti nikouw itu ke ruang tamu.
"Siapakah Siocia ini, Taihiap?" Nikouw tua itu bertanya sambil memandang kepada Kui Lan dengan sepasang matanya yang bening.
"Dia ini adalah Gouw Kui Lan adik angkatku. justru kedatanganku ini untuk minta pertolongan Ngo Lian Suthai agar suka menerima adikku sementara waktu tinggal di sini."
"Tentu saja boleh, Taihiap. Jangan khawatir, Nona, kau boleh tinggal disini seperti di dalam rumahmu sendiri."
"Terima kasih, Suthai, Tentu saja sambil menanti datangnya saudaraku, aku akan membantu pekerjaan yang dapat kulakukan di dalam bio ini," kata Kui Lan sambil memandang ke sekeliling. Tempat itu memang menyenangkangkan sekali, selain bersih, juga dikelilingi oleh tanaman bunga, nampaknya aman dan penuh kedamaian.
"Sekarang ceritakanlah, Suthai. Apa yang terjadi dengan Ngo Lian Suthai?"
Nikouw tua itu lalu menuturkan apa yang telah terjadi lima hari yang lalu sebelum Kwan Cu dan Kui Lan tiba di depan kuil itu.
Pendekar Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
431 Ngo Lian Suthai adalah nikouw berusia enam puluh tahun yang menjadi ketua dari Kwan-im-bio. Selain seseorang ahli batin yang patuh akan semua isi kitab dari Dewi Kwan Im, juga Ngo Lian Suthai memiliki kepandaian ilmu silat yang cukup tinggi, karena dia adalah murid dari Bu-tong-pai. Lebih dari dua puluh tahun Ngo Lian Suthai memimpin para nikouw di Kwan-im-bio itu dan selama itu, kuil menjadi lebih terkenal dan mendapatkan banyak penyumbang. Kuil itu dibangun sehingga merupakan kuil terbesar di daerah utara. Selain perabot-perabot yang berada dalam kuil terdiri dari barang-barang berharga sumbangan para penderma, juga di situ terdapat patung-patung yang sukar didapat, di antaranya terdapat sebuah patung setengah badan yang amat besar. Tinggi patung itu sama dengan tinggi seorang manusia biasa akan tetapi karena hanya setengah badan, maka ukuran badannya dua kali lebih besar dari ukuran badan manusia. Patung itu terbuat daripada perunggu dan indah sekali.
Hanya bentuknya amat menyeramkan, karena biarpun dia merupakan sebuah patung pendeta laki-laki yang berpakaian sebagai pendeta biasa, namun di kepalanya terdapat sepasang tanduk seperti tanduk kerbau dan mulutnya bercaling seperti mulut babi!
Jarang ada orang yang mengerti apakah arti patung ini dan patung dewa atau iblis manakah gerangan. Akan tetapi Ngo Lian Suthai yang mendapatkan dan membawa patung itu dapat menceritakan dengan jelas. Patung ini dibuat oleh seorang pendeta Budha yang pandai, dan arti daripada patung ini adalah untuk menggambarkan betapa pada waktu itu banyak terdapat orang-orang yang mengaku pendeta dan berpakaian seperti pendeta, namun sebenarnya masih mempunyai akhlak yang bejat. Oleh karena itu, untuk menyindir bahwa kepala pendeta macam itu masih terisi pikiran-pikiran busuk, maka kepala patung di tumbuhi sepasang tanduk, dan karena banyak di antara pendeta itu mengeluarkan kata-kata yang tidak selayaknya seorang suci pada mulut patung itu dipasangi caling!
Jadi singkatnya patung itu adalah untuk memperingatkan kepada para pendeta atau orang yang menganut penghidupan suci, agar supaya digunduli dan jubahnya merupakan jubah pendeta, namun isi hati dan pikirannnya masih kotor.
Patung yang amat indah dan sukar didapat ini oleh Ngo Lian Suthai ditaruh di ruang tengah sehingga setiap anak muridnya dapat melihatnya tiap hari, merupakan patung peringatan yang mengerikan hati setiap muridnya.
Pada suatu hari, lima hari yang lalu sebelum Kwan Cu datang, di dalam bio kedatangan seorang tamu, seorang laki-laki tinggi besar bermuka kuning yang membawa golok besar terselip di punggungnya. Laki-laki itu sikapnya kasar sekali, akan tetapi nikouw itu menyambutnya, karena mengira bahwa orang itu hendak bersembahyang minta berkah dari Kwan Im Pouwsat (Dewi Kwan Im, yakni Dewi Welas Asih).
"Di mana Ngo Lian Suthai" Aku hendak bicara dengan dia!" Laki-laki tinggi besar itu berkata dengan kasar dan matanya jelalatan ke dalam.
"Congsu siapakah dan ada keperluan apa hendak bertemu dengan Ngo Lian Suthai?" tanya nikouw tua penyambut itu.
"Beritahukan bahwa Luan-ho Oei-Liong datang hendak bertemu," kata laki-laki itu.
Mendengar nama kepala bajak ini, terkejutlah nikouw tua itu.
"Baik-baik, silahkan Congsu duduk menanti sebentar, pinni (aku) akan melaporkan kepada Ngo Lian Suthai," katanya dan cepat-cepat masuk ke belakang utuk melaporkan hal itu kepada ketuanya.
Pendekar Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
432 Akan tetapi Luan-ho Oei-Liong tidak sabar lagi. Ia segera bertindak masuk ke ruang tengah di mana terdapat patung besar dari perunggu itu sambil tersenyum puas dia lalu mengangkat patung itu dengan kedua tangannya, terus diangkat keluar dan diletakkan di ruang tamu.
Semua nikouw yang melihat itu menjadi gempar. Mereka tidak berani mencegah, apalagi setelah melihat betapa dengan mudahnya laki-laki kasar itu mengangkat dan memindahkan patung. Patung itu beratnya hampir seribu kati dan selain Ngo Lian Suthai, tidak ada yang kuat mengangkatnya.
Tak lama kemudian, dari dalam keluarlah seorang nenek yang berpakaian pendeta serba putih, memegang sebatang tongkat hitam yang panjang dan kecil. Nenek ini gerak-geriknya lemah-lembut, demikian pula wajahnya membayangkan sifat yang mulia akan tetapi sepasang matanya amat berpengaruh. Ketika ia melirik ke arah patung perunggu yang sudah berdiri di ruang tamu, ia menggerakkan alisnya yang sudah hampir putih itu dan memandang Luan-ho Oei-liong.
"Congsu, pinni telah keluar, ceritakan apakah maksud kedatanganmu dan mengapa pula kau memindahkan patung itu?"
Melihat sikap yang halus dan sinar mata yang berpengaruh itu, Luan-ho Oei-liong yang bermuka kuning berubah sikapnya, tidak sekasar tadi dan dia menjura memberi hormat.
"Ngo Lian Suthai, telah lama siauwte mendengar namamu yang besar sebagai seorang gagah yang berhati mulia dan pemurah. Oleh karena itu, hari ini aku sengaja datang untuk memberi hormat dan untuk mohon pertolonganmu."
"Pertolongan apakah yang dapat diberikan oleh pinni yang tua dan lemah ini kepada Congsu yang muda dan gagah perkasa?"
"Hanya pertolongan sedikit saja, Suthai, yakni harap Suthai memberikan patung perunggu ini kepadaku, atau kalau Suthai berkeberatan aku bersedia membelinya," jawab kepala bajak itu sambil menunjuk ke arah patung yang berdiri di ruang itu.
Ngo Lian Suthai nampak heran sekali,"Patung ini" Untuk apakah kau membutuhkan patung ini, Congsu?"
"Terus terang saja, Ngo Lian Suthai patung ini hendak kupergunakan untuk tumbal dan jimat penunggu perahu sehingga pengaruh jahat akan merasa takut untuk menggangu kami.
Pendeknya, patung ini akan kami sembah sebagai juru pelindung keselamatan."
Ngo Lian Suthai mengerutkan keningnya. "Salah sekali, Congsu. Patung ini adalah lambang kejahatan dan kepalsuan, tidak seharusnya dipuja-puja. Maaf, untuk keperluan itu terpaksa pinni tidak dapat memberikan patung ini kepadamu."
Berubah air muka kepala bajak itu mendengar ucapan ini, akan tetapi dia masih tersenyum menyeringai.
"Sebetulnya keinginan memiliki patung ini atas desakan adikku perempuan Sin-jiu Siang-kiam (Sepasang Pedang Tangan sakti) yang bernama Oei Hwa. Dialah yang selalu merasa khawatir akan marabahaya yang dapat menimpa kami, maka mendesak agar supaya aku datang ke sini minta atau membeli patung ini, Suthai. Harap kau orang tua suka mengalah dan menolong kami."
Pendekar Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
433 Ngo Lian Suthai tentu saja sudah mendengar nama Sin-jiu Siang-kiam Oei Hwa, nama seorang gadis cantik jelita akan tetapi berwatak seperti siluman, yang kabarnya memiliki kepandaian amat tinggi, lebih tinggi dari Luan-ho Oei-liong, kakaknya. Maka ucapan kepala bajak tadi boleh dibilang selain memperkenalkan adiknya, juga merupakan ancaman halus.
Namun pendeta wanita itu tidak merasa gentar karena hatinya sudah bersih dari perbuatan menyeleweng, maka rasa takut pun lenyap dari lubuk hatinya.
"Menyesal sakali, Congsu. Patung ini buatan sucouw (kakek guru) yang membuatnya dengan maksud membuat peringatan kepada mereka yang menyeleweng daripada garis-garis
kehidupan manusia sesuai kehendak Thian. Pinni amat membutuhkan untuk memberi
peringatan kepada murid pinni khususnya dan masyarakat umumnya."
"Ngo Lian Suthai, kalau begitu percuma saja kau berjubah pendeta dan memakai nama sebagai orang suci!" tiba-tiba Luan-ho Oei-liong berkata marah. Sudah habis kesabarannya.
"Dengan alasan yang mana kau dapat berkata begitu, Congsu?" Ngo Lian Suthai masih bersikap tenang, sabar dan bibirnya tersenyum ramah.
"Kau berpura-pura menjadi orang suci, akan tetapi masih pelit dan kikir. Jangankan menolong orang lain, memberikan patung yang bahkan akan kubeli saja kau tidak rela! Mana sifat-sifat kesucianmu?"
Ngo Lian Suthai mengeleng-gelengkan kepala dan berkata sungguh-sungguh.
"Congsu, tidak ada manusia yang benar-benar suci, kalau pun ada yang mengaku suci, itu hanya pura-pura dan bohong belaka. Pinni sendiri seorang manusia berdosa yang berusaha untuk memperbaiki diri dan menjauhkan segala macam nafsu keduniaan. Memberi itu sifatnya bermacam-macam, demikianpun menolong. Pemberian atau pertolongan yang mendatangkan keburukan, apalagi mendatangkan kejahatan dan penyelewengan, bukanlah pertolongan atau pemberian lagi namanya. Patung ini lambang kejahatan, seharusnya dianggap sebagai peringatan bukan untuk dipuja-puja. Kalau pinni memberikan kepadamu untuk kau puja-puja, hal itu berarti bahwa pinni bahkan menolong kau berbuat sesat. Dan ini adalah dosa besar, Congsu. Kewajiban pinni bukan menolong manusia menjadi sesat, sebaliknya bahkan mengulur tangan untuk mencegah mereka berbuat keliru dalam hidupnya.
Sekali lagi menyesal sekali, pinni tidak dapat memberikan patung ini."
"Biarpun dibeli mahal?" Luan-ho Oei-liong mendesak sambil bangkit berdiri dari bangkunya.
"Patung ini hanya dapat dibeli dengan budi pekerti yang baik dan kesadaran. Kalau Congsu sudah sadar betul dan dapat memperbedakan baik dan buruk, mengejar kebajikan
meninggalkan kejahatan, barulah patung ini patut kaubawa agar kau selalu ingat betapa buruknya kejahatan dan kepalsuan seperti digambarkan pada diri patung ini."
Merah sekali wajah kepala bajak yang berkulit muka kuning itu. Ia mencabut goloknya dan membentak,
"Nikouw tua bangka yang sombong dan bosan hidup. Kalau begitu hendak kubeli dengan golokku!" Setelah berkata demikian, Luan-ho Oei-liong lalu menyerang nenek tua itu dengan goloknya, disabetnya ke arah leher! Memang kepala bajak ini sudah mendengar bahwa nenek itu memiliki kepandaian silat yang lihai, maka dia mendahului menyerangnya.
Pendekar Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
434 "Omitohud, untuk membasmi kejahatan, terpaksa pinni melayanimu, Luan-ho Oei-liong !"
kata nikouw tua itu yang cepat mengangkat tongkatnya menangkis sambaran golok itu.
Ngo Lian Suthai adalah ahli lweekang, akan tetapi ketika ia menangkis sambaran golok, ia merasa tanggannya gemetar. Ia telah tua sekali dan selama menjadi kepala nikouw di Kwan-im-bio, ia tidak pernah bertempur dan hanya melatih ilmu silat untuk menjaga kesehatan jasmani saja. Maka tenaganya banyak berkurang dan memang tenaga dari bajak laut itu besar sekali.
Para nikouw yang berada di situ tak seorang pun berani maju karena mereka maklum bahwa kepandaian bajak laut itu hebat sekali, jauh melebihi kepandaian mereka yang tidak seberapa.
Akan tetapi Ngo Lian Suthai memang patut dipuji. Biarpun sudah amat tua, ia masih gesit dan tongkatnya merupakan benteng pertahanan yang sukar ditembus. Kepala bajak itu menjadi penasaran dan gemas, goloknya diputar makin cepat dan serangan yang dilakukan sambil mengerahkan seluruh tenaganya.
Kalau saja pertempuran itu terjadi tiga puluh tahun yang lalu, belum tentu Luan-ho Oei-liong dapat menahan nikouw ini. Akan tetapi sekarang nikouw itu sudah kehabisan tenaga dan hanya dapat bertarung sampai tiga puluh jurus. Ia mulai lemah dan setiap kali menangkis serangan, tongkatnya terpental ke belakang. Akhirnya, kepala bajak laut itu berhasil membacok ke arah pundak kiri, akan tetapi dia membalikkan goloknya sehingga bagian yang tidak tajam yang memukul pundak. Namun pukulan itu bahkan lebih hebat akibatnya, karena tidak saja meremukkan tulang pundaknya, juga mendatangkan luka di dalam dada! Ngo Lian Suthai terguling dan pingsan.
"Ha, ha, ha, Ngo Lian Suthai, kau mencari penyakit sendiri. baiknya aku Luan-ho Oei-liong bukanlah orang yang kejam. Kalau aku mempergunakan mata golokku, bukankah tubuhmu sudah putus menjadi dua?" Sambil berkata demikian, kepala bajak ini menyambar patung perunggu dan dibawanya lari keluar dari bio.
Para nikouw sibuk mengangkat ketua mereka ke dalam kamar untuk dirawat lukanya. Namun luka itu parah sekali sehingga setelah siuman, Ngo Lian Suthai tak dapat bangun dan dengan suara tenang dan perlahan nikouw tua itu menyatakan bahwa nyawanya takkan dapat ditolong lagi.
"Paling lama aku akan dapat bertahan sampai satu bulan," katanya sambil tersenyum. "Hal ini tidak mengapa, hanya sayang sekali patung itu akan tersenyum dan setan yang menjadi penghuni di dalamnya akan bersorak kemenangan karena dia dipuja-puja oleh manusia-manusia sesat."
Demikian peristiwa yang diceritakan oleh nikouw tua penyambut tamu kepada Kwan Cu.
Pemuda ini menjadi marah sekali, kemudian dia mendapat perkenan untuk menemui Ngo Lian Suthai di dalam kamarnya.
Pendeta wanita yang sudah tua itu nampak berbaring di atas dipan sederhana dan pundaknya di balut. Mukanya pucat sekali dan tubuhnya lemah, akan tetapi begitu melihat Kwan Cu, ia tersenyum dan mengangkat tangan memberi salam.
"Ah, Lu-taihiap, kau datang" Kau baik-baik saja, bukan?"
Kwan Cu terharu. Ia telah mengenal nenek ini ketika dia melakukan perjalanan melewati dusun ini dan mampir karena tertarik akan keharuman nama Kwan-im-bio dan nama Ngo Pendekar Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
435 Lian Suthai yang dihormati banyak orang banyak. Sekali pandang saja Kwan Cu dapat melihat bahwa nenek itu mengalami luka hebat di dalam dadanya dan tak dapat ditolong pula, kecuali kalau di situ ada Hang-houw-siauw Yok-ong Si Raja Obat.
"Teecu menyesal sekali mendengar malapetaka yang menimpa diri Suthai." kata Kwan Cu.
"Bukan malapetaka, orang muda. Segala sesuatu yang telah ditentukan Thian pasti akan terjadi, kita tak mampu menolak atau menawarnya. Kau datang dengan siapa?" tanya nenek itu sambil memandang ke arah Kui Lan.
Pendekar Sakti Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Nona itu lalu maju dan berlutut, sedangkan Kwan Cu memperkenalkan, "Nona ini adalah Gouw Kui Lan, adik angkat teecu. Kedatangan teecu ini pun hendak mohon pertolongan Suthai agar sudi menerima Kui Lan tinggal untuk sementara waktu di sini, sampai teecu dapat menemukan kakaknya."
"Boleh, boleh, jangan khawatir. Tinggalkan dia di sini, tentu akan kami jaga baik-baik. Akan tetapi, kalau kau hendak pergi Taihiap, dapatkah kau menolongku mencari Luan-ho Oei-liong di Sungai Luan-ho?"
"Untuk membalaskan sakit hati Suthai padanya" Teecu tentu akan mencari dia dan menghajarnya!" kata Kwan Cu gemas.
"Bukan begitu, Taihiap. Pinni tidak merasa sakit hati kepada siapapun juga. Yang penting adalah patung itu hendaknya kau suka merampasnya kembali. Mata biasa tak dapat melihatnya, akan tetapi pinni tahu bahwa patung itu telah dijadikan tempat tinggal pengaruh jahat atau boleh disebut siluman. Oleh karena itulah maka pinni tidak menghendaki patung itu terjatuh kedalam tangan orang lain, apalagi orang-orang yang sesat. Hal ini akan menimbulkan bahaya dan kejahatan akan merajalela. Kalau sudah terkejar olehmu hancurkan saja patung itu."
"Baiklah, Suthai. Teecu akan pergi mencari Luan-ho Oei-liong untuk memenuhi perintah Suthai."
Nenek itu menarik napas lega. Adapun Kui Lan lalu maju kedepan dan berkata lembut,
"Suthai, dalam keadaan seperti ini, amat tidak baik kalau Suthai terlalu banyak bicara.
Biarkan teecu merawat dan menjaga Suthai."
Ngo Lian Suthai tersenyum dan memegang lengan gadis itu, lalu melirik ke arah Kwan Cu.
"Lu-Taihiap, terimakasih kau sudah membawa anak baik ini ke sini. Ternyata ia akan merupakan perawat yang berhati mulia."
Kwan Cu merasa bahwa dia sudah terlalu lama mengganggu nenek itu, maka dia lalu bermohon diri dan berpesan kepada Kui Lan agar hati-hati tinggal di tempat itu, menanti sampai dia dapat menemukan Swi Kiat.
Kemudian pemuda itu meninggalkan Kwan-im-bio dan cepat menuju ke utara karena terlebih dahulu, sebelum mencari Swi Kiat dan Kun Beng, dia hendak memenuhi permintaan Ngo Lian Suthai, yakni mencari kepala bajak dan merampas kembali patung setan itu.
*** Pendekar Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
436 Sungai Luan-ho setelah melewati kota Ceng-tek dan mendekati laut, menjadi makin lebar dan besar. Ada bagian-bagian yang merupakan sungai besar sekali sehingga pantai di seberang nampak amat jauh, seakan-akan samudera kecil saja.
Perahu-perahu nelayan nampak di sana-sini, akan tetapi itu hanyalah perahu-perahu nelayan miskin tanpa layar. Ada pula yang mempunyai layar, akan tetapi layar yang butut dan penuh tambalan. Mereka ini boleh berlayar dengan hati tenang, akan tetapi tidak ada perahu besar para saudagar berani melintasi daerah ini, karena nama Luan-ho Oei-liong sudah amat terkenal. Kalaupun ada yang melintas, tentulah perahu-perahu saudagar yang sudah mendapat izin dari kepal bajak laut itu, setelah membayar uang "pajak!" Di bagian timur dekat laut, memang terdapat banyak sekali perahu-perahu basar para saudagar dan dari penghasilan memunggut "pajak" inilah Luan-ho Oei-liong menjadi kaya raya. Siapa tidak mau membayar pajak, tentu kapalnya akan dirampok habis-habisan.
Semua nelayan memandang kepada Kwan Cu dengan mata kaget dan takut ketika pemuda ini bertanya dimana dia dapat bertemu dengan bajak air Luan-ho Oei-liong. Mereka mengira bahwa pemuda ini adalah sahabat bajak itu dan tentu saja seorang penjahat. Akan tetapi Kwan Cu tersenyum melihat salah sangka ini dan berkata,
"Kawan-kawan harap jangan salah lihat. Aku bukan sahabat kepala bajak itu, melainkan seorang yang mempunyai kepentingan untuk bertemu dengan dia. Tunjukkan saja di mana tempat tinggalnya agar aku dapat menjumpainya."
Biarpun merasa amat heran, namun semua nelayan tahu belaka di mana orang dapat bertemu dengan kepala bajak yang menjadi raja Sungai Luan-ho itu.
"Congsu harap menurutkan aliran air sungai ini dan setelah melalui kota Ceng-tek, di dalam hutan-hutan pohon pek kiranya Congsu akan dapat bertemu dengannya. Kalau dia tidak berada di darat dalam hutan itu, tentulah dia berada di perahunya dan sedang berlayar," kata seorang di antara mereka.
Kwan Cu mengucapkan terima kasih dan segera melanjutkan perjalanan menurutkan aliran air sungai. Benar saja, di dalam hutan yang besar di mana sungai itu mengalir terdapat rumah-rumah para bajak air yang merupakan sebuah pedusunan kecil. Para bajak menyambut Kwan Cu dengan pandangan curiga.
"Mengapa kau mencari ketua kami?" tanya seorang di antara mereka.
"Aku datang untuk membayar pajak kepadanya," jawab Kwan Cu sambil tersenyum. "Karena aku utusan para saudagar di kota raja yang hendak mengirim barang melalui sungai Luan-ho, tentu saja untuk hubungan pertama ini kali aku harus bertemu dengan dia sendiri."
Para bajak itu memang telah dipesan kepalanya bahwa mereka tidak boleh sekali-kali mengganggu para pembayar pajak yang bahkan harus dilindungi, maka mendengar bahwa Kwan Cu adalah "langganan" baru segera mereka memberi keterangan.
"Ketua kami sedang berada di perahunya, di sebelah timur hutan ini. Akan tetapi beliau sibuk dan pada waktu sekarang kiranya akan marah kalau ada orang mengganggunya."
"Aku tidak mengganggunya, bahkan mendatangkankan keuntungan baginya. Tak mungkin dia akan marah," kata Kwan Cu tersenyum. "Kalau kalian takut mengantarku, berilah pinjam sebuah sampan dan aku akan menjumpainya sendiri."
Para bajak itu melihat Kwan Cu hanya seorang pemuda yang kelihatan lemah dan tidak membawa senjata, tidak bercuriga apa-apa, bahkan lalu menggeluarkan sebuah sampan Pendekar Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
437 berikut dayungnya untuk dipinjamkan kepada Kwan Cu. Tentu saja untuk ini Kwan Cu harus lebih dulu mengeluarkan sepotong uang emas sebagai hadiahnya.
Agar tidak menimbulkan kecurigaan, Kwan Cu mendayung perahunya dengan tenaga biasa.
Akan tetapi setelah perahunya dibantu oleh aliran air meninggalkan hutan-hutan itu jauh di belakangnya, dia mendayung cepat sekali dan tak lama kemudian sampailah perahunya di bagian sungai yang airnya melimpah-limpah dan amat lebarnya, seperti samudera kecil. Dan di tengah-tengah samudera kecil itu dia melihat kapal-kapal atau perahu-perahu besar dengan layar hitam. Itulah tandan dari perahu bajak sungai!
Jauh di utara, di kaki langit, nampak mega putih menjulang tinggi seperti uap dari kawah berapi. Sinar senja mendatangkan pemandangan yang amat indahnya dan air sungai mengalir tenang. Kwan Cu tertarik oleh sebuah perahu yang paling besar dan dicat paling mewah di antara perahu-perahu yang nampak layar hitamnya di sana-sini. Ke arah perahu besar inilah dia mendayung biduknya.
Ia mendayung perahunya dari sebelah kanan perahu besar itu dan perahu itu sedemikian besarnya sehingga dia tidak melihat adanya lain sampan yang datang dari kiri perahu, yang didayung oleh seorang gadis dengan kecepatan luar biasa pula. Yang mendebarkan hati Kwan Cu adalah sebuah patung besar sekali, dari perunggu, yang berdiri di atas perahu dengan megahnya. Tak salah lagi, itulah patung yang dirampas dari kuil Kwan-im-bio!
Dengan gerakan lincah Kwan Cu melompat ke arah perahu besar, sedikitpun tidak
menimbulkan goncangan pada perahu itu. Hal ini sudah menunjukkan betapa tinggi ginkangnya, sungguh kepandaian yang dimiliki ahli-ahli silat tinggi di masa itu.
Dengan hati tertarik Kwan Cu mendekati patung itu. Di atas perahu sunyi saja dan ada terdengar suara perlahan dari percakapan orang yang agaknya berada di dalam bilik di atas perahu itu. Patung itu memang hebat. Terbuat dari pada perunggu dan ukiranya halus sekali.
Sepasang mata dan tanduknya merah dan seakan-akan mata itu mengeluarkan sinar yang ganjil. Mengingat kata-kata Ngo Lian Suthai bahwa di dalam patung ini tersembunyi pengaruh jahat, Kwan Cu bergidik.
Tiba-tiba perahu bergoncang sedikit dan ketika Kwan Cu menoleh, dia melihat seorang gadis yang cantik jelita telah berdiri di belakangnya. Gadis ini sikapnya gagah sekali, bertubuh langsing padat dan usianya paling banyak baru delapan belas tahun.
"Hm, tentu inilah Sin-jiu Siang-kiam Oei Hwa adik dari kepala bajak itu," pikir Kwan Cu ketika melihat gadis itu membawa sepasang pedang yang gagangnya kelihatan tersembul di balik punggungnya.
Sebaiknya, gadis yang baru saja lompat naik dari sampan itu, terkejut melihat Kwan Cu. Akan tetapi ia segera membentak, "Maling-dina, kau boleh mampus lebih dulu!"
Kata-kata itu disusul oleh tonjokan tangannya yang kecil mungil, menuju ke arah dada Kwan Cu.
Pemuda ini cepat-cepat mengelak dan diam-diam dia kagum sekali karena pukulan itu mendatangkan angin pukulan yang antep dan berbahaya. Hm,lihai sekali, pikirannya. Pukulan tadi membuktikan adanya tenaga lweekang yang tak boleh dipandang ringan.
Sebaliknya ketika gadis tadi melihat cara Kwan Cu mengelak, dia tertegun. Elakan itu demikian capat dan mudah, sewajarnya seakan-akan orang menghadapi pukulan biasa saja.
Tiba-tiba kedua tangannya bergerak dan tahu-tahu sepasang pedang telah di tangannya.Tanpa Pendekar Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
438 banyak cakap lagi gadis itu lalu menyerang Kwan Cu dengan sepasang pedangnya.
Melihat gerakan pedang ini, Kwan Cu makin heran. Bukan ilmu pedang biasa saja, pikirnya.Cepat, kuat dan ganas sekali. Gerakan ini mengigatkan dia akan ilmu silat dari tokoh-tokoh besar di kalangan Kang-ouw, tingkatnya tidak kalah oleh ilmu pedang dari Ang-bin Sin-kai sendiri! Murid siapakah wanita ini" ia cepat mengelak dan untuk mengimbangi serangan-serangan gadis itu, dia lalu mengeluarkan ilmunya yang didapat dari Im-yang Bu-tek Cin-keng. Terjadilah keanehan, Im-yang Bu-tek Cin-keng memang hebat, begitu Kwan Cu mainkan ilmunya ini, semua gerakkan-gerakkan silat lawanya dapat ditiru dan dimainkan sama baiknya! Gadis itu mengeluarkan seruan kaget dan membelalakkan mata dengan amat heran.
"Keparat, mengapa kau meniru-niru gerakan orang?" bentuknya dengan suaranya yang halus, akan tetapi ia tidak mengendurkan serangan-serangannya.
Kwan Cu yang memperhatikan wajah gadis itu setelah kini mendengarkan suaranya untuk kedua kalinya, menjadi berdebar hatinya. Mungkinkah" Tak salah lagi, inilah wajah Bun Sui Ceng! Ia ingat betul wajah itu, sama benar dengan wajah yang diimpikan, dan ilmu pedang yang dimainkannya ini memang tepat kalau diturunkan oleh Kiu-Bwe Coa-Li, wanita sakti itu!
Pada saat gadis itu masih menyerang dan mencoba mendesak Kwan Cu dengan sepasang pedangnya, tiba-tiba terdengar bentakan nyaring dari seorang wanita.
"Siapa berani main gila di perahuku" Apakah belum mendengar nama Sin-jiu Siang-kiam Oei Hwa?" Bentakan ini disusul oleh keluarnya seorang gadis dari pintu bilik.
Gadis itu otomatis menghentikan serangannya dan Kwan Cu menoleh ke arah pintu. Ia melihat seorang gadis yang bertubuh langsing dan hampir sama dengan tubuh gadis yang menyerangnya. Juga gadis yang baru muncul ini memegang sepasang pedang, akan tetapi pedangnya itu berwarna dua macam. Yang kiri putih dan yang kanan hitam. Wajahnya cantik sekali, pakaiannya mewah dan bedanya dengan gadis yang tadi menyerang Kwan Cu adalah sikap yang sangat genit dari gadis yang muncul dari pintu ini. Matanya menggerling tajam penuh gairah pada Kwan Cu, bibirnya tersenyum manis. Akan tetapi ketika ia mengerling kearah gadis yang menyerang Kwan Cu, sinar matanya berapi-api dan bibirnya cemberut.
Dari belakang Sin-jiu Siang-kiam Oei-Hwa ini muncul seorang laki-laki pula, seorang laki-laki tinggi besar yang berkulit muka kuning. Menjadi kebalikan dari sikap Oei Hwa, laki-laki ini memandang kepada gadis penyerang Kwan Cu tadi dengan mata kagum dan kurang ajar sebaliknya memandang kepada Kwan Cu dengan marah.
"Kau siapakah, berani lancang naik keperahu Luan-ho Oei Liong" Apakah kau sudah tidak menyayangi kepalamu lagi?" tanyanya sambil menudingkan jari telunjuknya kepada Kwan Cu.
Pertanyaan yang diajukan oleh Oei Liong ini membuat gadis yang baru saja menyerang Kwan Cu itu menjadi kaget dan ia menoleh memandang ke arah Kwan Cu dengan bingung. Ternyata bahwa pemuda ini bukan anggota bajak jadi siapakah gerangan pemuda tampan yang kelihatan bodoh akan tetapi telah berhasil mengelak dari seranggan-seranggan pedangnya ini"
Adapun Oei Hwa yang memandang ke arah gadis itu dengan marah, menyambung pertanyaan kakaknya sambil menudingkan telunjuknya yang runcing kepadanya,
"Dan kau ini, bocah lancang, siapa pulakah kau?"
Setelah Oei Hwa muncul, memang Kwan Cu makin yakin di dalam hatinya bahwa gadis yang Pendekar Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
439 disangkanya Sin -Jiu Siang-kiam Oei Hwa itu adalah pendatang dari luar dan kalau dia tidak salah sangka, tentulah gadis ini Bun Sui Ceng adanya!
"Luan-ho Oei Liong, soal namaku tidak penting. Adapun kedatanganku ini adalah untuk mengambil kembali patung ini yang hendak kukembalikan ke kuil Kwan-im-bio dan memberi hajaran padamu atas kekurangajaran terhadap Ngo Lian Suthai!" Kata Kwan Cu sambil tersenyum.
"Sin-jiu Siang-kiam Oei-Hwa, adapun tentang aku, soal namaku juga tidak penting.
Kedatanganku sengaja hendak membasmi bajak sungai Luan-ho agar kalian tidak menganggu lagi kepada mereka yang berlalulintas di sungai ini!"
kata gadis itu sambil melirik ke arah Kwan Cu. Pemuda inipun memandangnya dan keduanya tersenyum, merasa geli dan lucu serta gembira dapat mempermainkan pemimpin-pemimpin bajak itu.
"Keparat! Kalau begitu biar kuantar kau ke neraka!" Oei Liong mencabut golok besarnya.
Akan tetapi adiknya mencegah, kemudian Oei Hwa melangkah maju dan bertanya,
"Kalau kedatangan kalian ini sama-sama hendak memusuhi kami, mengapa datang-datang kalian bertempur di atas perahuku?" Memang Oei Hwa jauh lebih cerdik daripada kakaknya dan gadis ini hendak menyelidiki lebih dulu keadaan dua orang penyerang yang tidak mau memperkenalkan nama itu.
Menghadapi pertanyaan ini, dan melihat betapa sepasang mata yang bening itu
memandangnya penuh perhatian dan agak mesra, Kwan Cu menjadi bingung, lalu menjawab sekenanya saja.
"Kami...kami hendak berlatih dulu sebelum menghadapi kalian." Gadis yang tadi menyerangnya itu memandangnya dengan sinar mata lucu, lalu menyambung sambil
mengangguk-angguk.
"Betul, kawan yang baru datang ini hendak mempelajari beberapa petunjuk agar dapat dipergunakan menghadapi kalian kepala-kepala bajak yang sudah tiba masanya mampus!"
Kwan Cu menjadi geli dan gemas. Ternyata gadis itu, kalau benar Sui Ceng, masih sama dengan dahulu, lincah jenaka dan suka mempermainkan orang. Juga agak sombong seperti gurunya, Kui-bwe Coa-li sehingga datang-datang berani mengaku bahwa tadi ia telah memberi petunjuk kepadanya!
Oie Liong tak sabar lagi, dia membentak keras sambil menyerang Kwan Cu dengan golok besarnya. Serangan ini hebat sekali datangnya dan mendatangkan angin keras. Gadis yang tadi menyerangnya Kwan Cu melihat ini menjadi khawatir. Setelah kini dia mengerti bahwa pemuda yang tadi diserangnya bukan penjahat, ia ingin menolongnya dari ancaman serangan golok yang diketahuinya amat lihai itu. Ia hendak melompat dan menangkis serangan golok yang tertuju kepada Kwan Cu, akan tetapi Oei Hwa sudah mendahuluinya dan menyerang sambil membentak marah,
"Gadis liar, jangan berlagak!"
Terpaksa gadis itu menangkis dan terjadilah pertempuran yang hebat antara dua orang gadis yang sama cantiknya itu. Sama-sama bersenjata siang-kiam (sepasang pedang) lagi. Setelah bergerak, ternyata bahwa keduanya sama lincah dan gesit, akan tetapi setelah pertandingan berlangsung belasan jurus, segera kelihatan bahwa ilmu pedang dari Oei Hwa masih kalah jauh. Ilmu pedang dari gadis itu benar-benat hebat sekali, ganas dan gerakannya sukar sekali Pendekar Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
440 diduga, ditambah pula dengan tenaga lweekangnya yang mengatasi Oei Hwa. Oleh karena itu, sebentar saja Oei Hwa terdesak hebat. Tentu saja Sin-jiu Siang-kiam ini terkejut dan heran sekali. Belum pernah ia menghadapi seorang lawan yang begini lihai, padahal sudah ratusan kali ia bertempur menghadapi orang kang-ouw! Di lain fihak, Luan-ho Oei-liong juga sibuk sekali menghadapi Kwan Cu. Berkali-kali golok besarnya menyambar, membabat, menusuk dan membacok, akan tetapi pemuda yang bertangan kosong itu seakan-akan merupakan bayangan setan, selalu serangannya mengenai tempat kosong!
"Setan keparat!" bentaknya berkali-kali sambil memperhebat serangannya. Akan tetapi sebentar saja, setelah beberapa kali Kwan Cu mempermainkannya dengan menjewer telinga, menyepak pantat, mencolok perut, Oei Liong menjadi kewalahan dan gentar sekali, mengira bahwa pemuda ini memang benar-benar iblis sendiri yang datang menganggunya. Mana ada manusia memiliki kepandaian sehebat itu sehingga dengan tangan kosong dapat
mempermainkannnya sedemikian rupa, padahal tokoh-tokoh besar di dunia kang-ouw takkan berani main-main terhadap golok besarnya"
Tiba-tiba Oei Hwa bersuit keras sekali, memberi tanda kepada kakaknya untuk melarikan diri.
Sebelum Kwan Cu dan gadis lihai itu mengerti apa maksud suitan itu, Oei Hwa dan Oei Liong melompat ke pinggir perahu terus terjun ke dalam air.
Pada saat itu, perahu besar itu bergoyang-goyang ke kanan kiri! Ternyata bahwa Oei Hwa melihat anak buahnya datang ke perahu besar dengan sampan, maka ia memberi tanda kepada kakaknya untuk melarikan diri. Kini, dengan bantuan anak buahnya, mereka berusaha menggulingkan perahu itu! Akan tetapi tidak mudahlah untuk menggulingkan perahu sebesar itu.
Kwan Cu dan gadis itu terhuyung-huyung di atas perahu dan gadis itu menjadi gelisah sekali.
"Celaka!" serunya akan tetapi ketika ia memandang kepada Kwan Cu, ia melihat pemuda itu tersenyum saja seenaknya, seakan-akan digoyang-goyang seperti itu di atas perahu merupakan ayunan yang menyenangkan baginya.
"Mengapa kau cengar-cengir saja seperti monyet" Berbuatlah sesuatau, Tolol!" Gadis itu membentak mengkal.
Kemudian gadis itu melihat perahunya di pinggir perahu besar, tergolek-golek karena gerakan air yang diakibatkan oleh usaha para bajak laut.
"Hayo lompat ke dalam perahu itu!" ajaknya. Kwan Cu tersenyum, karena betapapun galaknya sikap gadis itu, ternyata untuk melarika diri dan menyelamatkan diri masih teringat kepadanya sehingga mengajaknya lari bersama.
Gadis itu melompat terlebih dahulu. Akan tetapi segera terdengar jeritnya dan air muncrat tinggi-tinggi. Ternyata bahwa perahu itu adalah perangkap yang sengaja dipasang oleh Oei Hwa yang amat cerdik. Sukar untuk menggulingkan perahu besar, Oei Hwa sengaja
membawa perahu kecil itu, dipasang sedemikian rupa sehingga dari atas kelihatan sebagai jalan satu-satunya untuk melarikan diri, akan tetapi sebenarnya dia dan kakaknya berada di bawah perahu. Begitu gadis itu meloncat, perahu kecil segera digulingkan dan ditarik tenggelam sehingga tentu saja gadis itu terjun ke dalam air!
Melihat ini Kwan Cu terkejut sekali. Baginya sendiri, masih banyak jalan untuk membebaskan diri dari kepungan bajak, akan tetapi melihat bahaya yang mengancam gadis yang disangkanya Bun Sui Ceng itu, dia terpaksa melompat pula ke dalam air!
Baiknya Oei Liong tergila-gila oleh kecantikan gadis itu, sehingga sebelum Oei Hwa turun Pendekar Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
441 tangan, terlebih dulu Oei Liong menangkap gadis itu dan dibawa tenggelam sehingga gadis itu menjadi lelah dan pingsan karena banyak minum air! Sebaliknya, Oei Hwa juga mempunyai maksud hati yang sama dengan kakaknya, ia tertarik oleh ketampanan wajah Kwan Cu, maka bagaikan seekor ikan duyung, nona ini menangkap kedua kaki Kwan Cu dan menyeretnya ke bawah permukaan air!
Oei Liong memeluk tubuh gadis tawanannya, dibawa berenang ke perahu, demikian pula Oei Hwa. Pertama-tama, di atas perahu mereka menolong dua orang tawanannya itu. Tubuh gadis itu dijungkirbalikkan sehingga banyak air sungai keluar dari mulutnya. Akan tetapi anehnya, ketika Oei Hwa membalikkan tubuh Kwan Cu, tidak setetes pun air keluar dari pemuda ini!
Oei Hwa menggaruk-garuk kepalanya, apalagi ketika ia melihat perut pemuda yang tadinya kembung itu kini telah kempes kembali.
"Hwa-moi (adik Hwa), gadis ini cantik sekali, tidak kalah olehmu. Dia pantas menjadi isteriku!" kata Oei Liong tertawa girang dan dia cepat mempergunakan tambang pengikat layar untuk membelenggu kaki tangan gadis itu, sedangkan sepasang pedang gadis itu yang diambil oleh anak buahnya dia rampas. Demikian pula Oei Hwa lalu membelenggu kaki tangan Kwan Cu.
"Hwa-moi, pemuda ini berbahaya sekali. Lebih baik lekas kita binasakan dia!" Kata Oei Liong
Adiknya melirik dengan pipi merah. Dalam pakaian basah kuyup dan rambut awut-awutan, warna merah di pipi itu membuat Oei Hwa kelihatan makin cantik.
"Kau memikirkan kepentingan dirimu sendiri saja, Twako. Pemuda ini kulihat seratus kali lebih baik dari padamu. Apa hanya kau saja yang memikirkan jodoh.?" Oei Liong tertegun, kemudain tertawa bergelak-gelak sambil menudingkan telunjuknya kepada muka adiknya yang menjadi malu.
"Sudahlah, mari kita menghaturkan terimakasih kepada Dewa Air yng telah melindungi kita,"
kata Oei Hwa. Keduanya lalu maju dan berlutut di depan patung perunggu itu!
Kemudian, diantarkan oleh anak buah mereka, kakak beradik ini lalu menggotong tubuh Kwan Cu dan gadis tawanan itu ke pantai dan langsung dibawa ke dalam hutan, sarang mereka. Hati mereka girang sekali karena mereka menemukan orang-orang muda yang menjadi tawanan itu lihai sekali, namun mereka mempunyai daya untuk membuat dua orang tawanan mereka itu tak berdaya, yakni dengan jalan meminumkan obat beracun!
Tiba-tiba sebelum mereka jauh meninggalkan pantai, seorang anak buah mereka menjerit dan menudingkan telunjuk ke tengah sungai. Semua orang menenggok dan aneh sekali! Perahu besar dimana patung perunggu itu disimpan perlahan-lahan tenggelam, seakan-akan di bawahnya bocor.
"Celaka, lekas cegah dia tenggelam!" teriak Oei Hwa dan Oei Liong. Semua anak buah bajak berperahu dan cepat menuju ke perahu besar itu, akan tetapi terlambat, perahu itu telah tenggelam bersama arca yang mengerikan itu!
"Celaka!" Sin-jiu Siang-kiam Oei Hwa membanting-banting kakinya melihat perahu tenggelam. Ia tidak begitu menyayangkan perahunya yang besar dan indah itu tenggelam, terutama sekali yang membikin ia merasa menyesal adalah tenggelamnya patung perunggu yang berada di atas perahunya. Tenggelamnya patung itu merupakan tanda bencana bagi dia dan kawan-kawannya!
Pendekar Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
442 "Sudahlah, Hwa-moi," Luan-ho Oei Liong menghibur adiknya, "Untuk gantinya patung Dewa Air, aku sudah mendapatkan nona ini dan kau mendapatkan pemuda ganteng itu, bukankah mereka lebih baik" Mudah nanti kita mencari patung baru yang lebih baik."
Terhibur juga hati Oei Hwa ketika ia melirik ke arah Kwan Cu yang dipondongnya, maka ia lalu melanjutkan perjalanannya bersama kakaknya dan para bajak sungai, menuju ke hutan yang mereka jadikan sarang.
Malam hari itu bulan bersinar gemilang dan di dusun dalam hutan itu, para bajak mengadalkan perayaan pesta pernikahan dua orang pemimpin mereka. Pesta diadakan di lapangan yang luas dan dua orang tawanan itu dibelenggu kaki tangannya, didudukkan di tengah lapangan. Para bajak sungai hendak menyaksikan betapa dua orang calon pengantin itu hendak diberi obat yang disebut oleh pemimpin mereka sebagai obat pengantin! Padahal obat itu adalah obat beracun yang akan membuat Kwan Cu dan nona tawanan itu mabuk dan kehilangan ingatan sehingga keduanya akan menurut segala kehendak Oei Liong dan Oei Hwa!
Kwan Cu saling lirik dengan nona di sebelahnya. Diam-diam pemuda ini merasa geli karena nona ini cemberut dan memandangnya dengan muka marah. Sedikitpun tidak kelihatan nona perkasa itu takut, maka diam-diam Kwan Cu menjadi kagum. Baginya sendiri, tidak ada yang perlu ditakutkan, karena kalau dia mau, sesungguhnya dengan beberapa gerakan saja semua belenggu kaki tangannya akan mudah dia putuskan dan dengan mudah pula dia akan dapat menolong keselamatan mereka berdua. Akan tetapi dia tidak mau melakukan hal ini dan akan menanti dan melihat lebih dulu apa yang akan terjadi selanjutnya. Kwan Cu mengganggap semua itu sebagai lelucon yang menggelikan belaka belaka, bahkan semua yang dihadapinya merupakan hiburan yang menggirangkan hatinya.
"Dasar kau yang menjadi biang keladi!" Nona di sebelahnya menggerutu kepadanya.
Kwan Cu tersenyum dan memandang dengan mata jenaka. Gadis itu makin marah, akan tetapi juga terheran-heran. Dia sendiri memang berhati tabah dan keras, sedikitpun tidak sudi memperlihatkan kelemahan hati dan tidak mau kelihatan takut. Akan tetapi tersenyum-senyum seperti pemuda itu, dengan pandangan mata demikian jenaka seakan-akan merasa gembira sekali, tak mungkin dapat ia lakukan! Bagaimana dalam keadaan demikian berbahaya dan tidak berdaya, pemuda itu masih dapat tersenyum-senyum gembira"
"Kau cengar-cengir mau apakah?" bentaknya perlahan-lahan sambil melototkan matanya.
"Sungguh, kalau bukan kau tolol atau gila, agaknya aku yang sudah berubah ingatanku melihat orang tertawan dan berada dalam keadaan bahaya masih cengar-cengir seperti badut!"
"Mengapa tidak bergirang hati" Kau dengar sendiri tadi, kau dan aku hendak dikawinkan oleh Oei Liong dan Oei Hwa. Siapa yang tidak girang?"
Nona itu menjebikan bibirnya yang merah. "Hm, kau girang hendak menjadi suami Oei Hwa, siluman wanita itu" Dasar mata keranjang! Huh, muak perutku melihat mukamu!"
Kwan Cu makin geli hatinya. "Jadi kau tidak suka dikawin oleh Oei Liong, kepala bajak yang gagah dan bermuka kuning itu?"
"Siapa sudi" Lebih baik aku mati!"
"Aha, sudah tentu kau tidak suka karena kau sudah bertunangan! Bukankah kau tunangannya The Kun Beng?"
Pendekar Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
443 Nona itu membelalakan matanya dan mukanya berubah."Bagaimana kau bisa tahu" Siapakah kau?"
"Bun Sui Ceng, lupa lagikah kau kepadaku" Dahulu sudah seringkali kita bertemu."
"Heeee....?" Siapa kau?" Gadis itu yang ternyata memang benar Bun Sui Ceng adanya, bertanya kaget.
"Aku selamanya takkan bisa lupa kepadamu, takkan lupa kepada mendiang ibumu yang berhati mulia. Aku adalah bocah gundul yang dulu pernah ditolong oleh ibumu."
"Kwan Cu ...."!" Kau Lu Kwan Cu...?" Sui Ceng memandang dengan mata terbelak dan sinar matanya mencari-cari, menyelidiki ke seluruh kepala dan muka Kwan Cu, maka tertawalah gadis itu, tertawa geli sekali.
Kwan Cu mengerutkan kening, kalau tadi dia mentertawai gadis itu, sekarang dia ditertawai.
apanyakah yang menggelikan" Apakah mukanya bercoreng hitam"
"Eh, Sui Ceng, kau cekikikan itu ada apakah?" tanyanya mendongkol.
Sui Ceng makin geli, mengigit bibirnya agar mulutnya tidak terbuka dalam ketawanya, karena dia tidak mungkin dapat menggunakan tangan untuk menutupi mulutnya. Oleh gerakan bibir itu ia nampak lucu sekali.
"Alangkah lucunya keadaanku," akhirnya ia dapat berkata, "tak kusangka dapat bertemu dengan kau di sini, dalam keadaan ini pula. Hi, hi, hi Kwan Cu , kau masih dogol seperti dulu, dogol dan tolol, sungguh menggelikan hati sekali. Dan kau sekarang agaknya mata keranjang sekali, sehingga kau kelihatan gembira benar hendak dikawin oleh siluman wanita Oei Hwa itu."
"Kau keliru Sui Ceng. Aku bergirang bukan karena akan dipaksa menjadi suami Oei Hwa, melainkan bergirang karena kau dan aku keduanya akan menikah. Dan....melihat keadaan kita ini, aku merasa bahwa kitalah yang akan saling menikah, kau dengan aku dan aku dengan kau"bukankah ini menggembirakan sekali?"
Untuk sejenak Sui Ceng tertegun dan memandang dengan sinar mata bodoh lalu tiba-tiba mukanya menjadi merah sekali sampai ke telinga-telinganya.
"Kwan Cu, kalau aku tidak tahu bahwa kau adalah seorang yang dogol, tolol dan jujur, aku tentu akan menganggap ucapanmu itu kurang ajar sekali."
Kwan Cu tersenyum. "Terus terang saja Sui Ceng, kau tentu lebih suka menikah dengan aku daripada dengan siluman muka kuning itu, bukan?"
"Tentu saja, orang bodoh! Akan tetapi, jangan kita mengoceh yang bukan-bukan. Lebih baik sekarang mencari jalan bagaimanakita dapat lepas dari bencana ini, atau bagaimana menanti sikap kalau mereka memaksa kita."
"Terserah kepadamu, aku akan menurut saja apa yang akan kau lakukan."
Pendekar Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
444 "Kalau mereka memaksa, aku akan memberontak dan melawan mati-matian, begitu mendapat kesempatan melepaskan diri dari belenggu ini."
Kwan Cu mengangguk-angguk. "Aku pun begitu," katanya.
Hening sesaat dan mereka saling pandang.
"Kwan Cu, kau berubah sekali, maka tadi aku tidak mengenalmu. Dulu kau gundul dan buruk, seperti anak cacingan, sekarang....."
"Sekarang bagaimana.....?"
"Hemmmmm, harus kuakui bahwa kau sekarang telah menjadi seorang pemuda yang tampan dan gagah, pantas saja siluman wanita itu tergila-gila padamu."
Merah wajah Kwan Cu, merah karena girang. "Aah, pujianmu itu berlebihan.
Aku bukan apa-apa kalu dibandingkan dengan Kun Beng......"
"Kau sudah bertemu dengan dia" Aku belum pernah melihatnya sekarang."
"Aku pun belum. Akan tetapi sejak pertemuan tadi, aku sudah menduga bahwa kau tentulah Sui Ceng, kau masih lincah dan jenaka seperti dulu.......dan..... lebih cantik!"
Sui Ceng menundukan mukanya, kini agak kecewa menghadapi bahaya yang mungkin akan menamatkan nyawanya, nyawa mereka berdua.
"Sayang sekali, Kwan Cu. Tadinya aku hendak mendahului dan mawakili engkau, menjalankan pesan terakhir dari menteri Lu Pin yang agung. Ternyata agaknya riwayat kita akan tamat sampai di tempat ini....." Gadis itu menghela napas berulang-ulang.
"Pesanan dari Lu-kong-kong" Pesan apakah....?" Kwan Cu bertanya.
"Jadi kau belum sampai ke Goa Tengkorak?"
"Aku memang hendak menuju ke sana, akan tetapi tertunda karena peristiwa ini."
"Hemmm, sayang.....pesanan itu akan hilang begitu saja agaknya kau dan aku takkan terlepas dari ancaman ini. Kasihan Lu-Taijian...."
"Bagaimana bunyi pesan itu?"
"Kau harus pergi ke sana sendiri dan membacanya sendiri."
Percakapan mereka terhenti karena dengan iringan tambur dan gembreng, diiringkan pula oleh anak buah bajak sungai, nampak datang Oei Liong dan Oei Hwa, keduanya dalam pakaian pengantin!
"Ha-ha-ha-ha-ha....!" Kwan Cu tertawa terkekeh-kekeh.
"Hush! kau cekakakan ada apakah" Girang barangkali melihat mempelai datang ?" Sui Ceng menegur
Pendekar Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
445 Kwan Cu makin geli. "Lihat, alangkah lucunya mereka itu....! Mereka telah berpakaian pengantin dan kita masih dibelenggu begini macam, hendak kulihat apakah yang akan mereka lakukan selanjutnya?"
Sui Ceng benar-benar merasa heran melihat sikap pemuda ini yang sama sekali tidak susah atau takut. Ia sendiri sejak tadi sudah mengerahkan seluruh tenaga untuk memutuskan belenggu, namun sia-sia belaka. Kwan Cu tidak berusaha meloloskan diri, sebaliknya menanti kelanjutan perbuatan para bajak itu bagaikan seorang anak kecil hendak menikmati tontonan yang bagus. Benar-benar pemuda aneh sekali!
Oei Liong dan Oei Hwa datang membawa cawan arak dan di tangan kiri masing-masing memegang seguci kecil penuh arak. Inilah arak yang mengandung racun perampas ingatan orang!
"Manisku, sebelum kau memakai pakaian pengantin, lebih dulu minumlah arak ini sebagai tanda pemberian selamat dariku," kata Oei Liong sambil memperlihatkan guci itu.
"Kau juga, Kanda. Minumlah arak ini sebagai tanda cinta kasihku," kata Oei Hwa yang mukanya sudah merah itu dengan sikap genit sekali. Nona ini memang tadi sudah minum arak sampai mabuk sehingga tidak mengenal malu lagi.
"Aku tidak sudi!" Jawab Sui Ceng membentak keras dan mengedikkan kepalanya.
"Sayang sekali kalau harus dipaksa, Manisku. Maafkan,terpaksa aku mempergunakan kekerasan." Sambil berkata demikian, Oei Liong menggerakkan tangan menotokkan leher Sui Ceng yang tak dapat menggelakkan sehingga jalan darahnya terkena totokan yang lihai itu dan lemaslah dia tak berdaya lagi!
Oei Liong sudah siap untuk mendekati Sui Ceng dan membuka mulut gadis itu, ketika tiba-tiba terdengar suara orang-orang menjerit dan berlari-lari. Ternyata bahwa yang berlari-lari itu adalah para bajak yang menjaga di luar dusun.
"Celaka....ada siluman mengamuk!" Begitu terdengar teriakan-teriakan itu dan para bajak yang belari-lari itu mukanya pucat sekali dan tubuhnya menggigil.
Oei Liong terkejut dan terpaksa menunda niatnya untuk memaksa Sui Ceng minum arak itu.
Juga diam-diam Kwan Cu membatalkan niatnya untuk memutuskan belenggu. Karena kalau sekiranya tidak ada gangguan itu, tentu dia telah memutuskan belengu dan memberikan hajaran kepada Oei Liong. Ia tidak akan membiarkan saja Sui Ceng dipaksa minum arak yang memang dia curigai itu.
"Ada apakah ribut-rbut" Siapa yang kurang ajar, tidak tahu aturan sehingga berani mengganggu upacara pernikahan kami?" teriak Oei Liong dengan marah sekali. Kepala bajak ini sudah mencabut golok besarnya, demikian pula Oei Hwa sudah mencabut sepasang pedangnya, keduanya dengan hati marah dan mendongkol lalu melompat menuju ke arah terjadinya ribut-ribut tadi.
Akan tetapi mereka tak perlu lari jauh dan tiba-tiba keduanya berdiri kaku seperti patung ketika melihat apa yang menyebabkan anak buah mereka ketakutan setengah mati itu.
Dari luar dusun, kelihatan bayangan besar berlompat-lompatan menuju ke tempat mereka dan di bawah sinar bulan purnama, kini bayangan itu kelihatan nyata sekali, yakni patung Pendekar Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
446 perunggu yang tadi tenggelam bersama perahu ke dasar sungai! Terkena sinar bulan, patung itu seakan-akan hidup, sepasang matanya yang merah mengeluarkan sinar mengerikan.
Patung itu benar-benar bergerak, melompat-lompat dengan lompatan panjang ke tempat berkumpulnya para bajak itu.
Ketika terjadi ramai-ramai tadi, diam-diam Kwan Cu menggerakkan kedua kakinya yang terbelenggu dan dari belakang dia mengayun kakinya itu menendang ke arah leher Sui Ceng.
Tanpa sepengetahuan gadis itu, dia telah berhasil membuka totokan yang membuat gadis itu bebas kembali jalan darahnya. Gadis ini merasa heran akan tetapi ia tak sempat untuk menyelidiki siapa yang telah membebaskannya karena pada saat itu ia pun memandang ke arah bayangan yang berlompatan itu dengan mata terbelak dan muka pucat. Sui Ceng adalah seorang gadis yang gagah perkasa, akan tetapai melihat patung yang tadi sudah tenggelam bersama perahu itu muncul di darat dan hidup, bulu tengkuknya berdiri semua dan ia bergidik dengan hati merasa seram dan ngeri.
Jangankan Oei Liong, Oei Hwa dan Sui Ceng, sedangkan Kwan Cu sendiri yang semenjak kecilnya mengalami banyak sekali hal-hal yang aneh dan menyeramkan, pada saat itu duduk melenggong dengan mulut terbuka dan mata terbelalak memandang ke arah patung itu seakan-akan dia sendiri sudah berubah menjadi patung.
Semua bajak sungai, seorang demi seorang mengambil langkah seribu dan lari tunggang-langgang ke dalam hutan yang lebat ketika patung itu melompat-lompat menghampiri mereka.
Kini tinggal Oei Liong dan Oei Hwa sendiri yang masih berdiri di situ dengan tangan memegang senjata, akan tetapi tangan mereka serasa lumpuh saking takut yang mengamuk di dalam hati dan pikiran.
"Oei Liong dan Oei Hwa, kalian berdosa besar!" demikian patung itu mengeluarkan suara, suaranya besar dan nyaring sekali sehingga Kwan Cu yang tadinya seperti berubah menjadi patung, kini siuman kembali dari keadaannya. "Kalian membiarkan kami tenggelam dan sekarang melakukan upacara pernikahan tanpa minta ijin. Karena dosa-dosa itu, kalian harus binasa....!" Kemudian terdengar patung itu menggereng, dan melompat-lompat lagi menghampiri Oei Liong dan Oei Hwa !
Kakak beradik ini adalah orang-orang berhati kejam dan mereka takkan merasa ragu-ragu untuk menyembelih leher manusia. Akan tetapi mereka itu amat percaya akan tahayul. Kini menghadapi kemurkaan patung itu, mereka menjadi pucat sekali dan tanpa dikomando, keduanya lalu melompat dan melarikan diri! Oei Liong sampai tersandung dan jatuh dua kali karena biarpun dia berkepandaian tinggi kedua kakinya mengigil dan membuat larinya kaku sekali!
"Ha, ha, ha, ha, ha!" Kwan Cu tertawa geli setelah melihat semua bajak laut berlari pergi.
"Saudara yang baik, lekaslah kau keluar dari kurungan itu!"
Sui Ceng tertegun dan gadis ini pun sudah pucat sekali. Ia membayangkan betapa hebatnya mati dalam tangan patung mengerikan ini. Akan tetapi mengapa Kwan Cu mengajaknya bicara"
Terjadilah hal yang amat aneh. Patung itu tertawa bergelak-gelak tanpa menggerakkan bibirnya, dan tiba-tiba patung itu terlempar ke atas dan jatuh berdebuk, bergulingkan di atas tanah dalam keadaan rusak karena terbentur batu. Akan tetapi ketika terlempar dia meninggalkan seorang manusia yang ternyata bersembunyi di dalamnya! Manusia ini tertawa bergelak-gelak dan ternyata dia adalah pemuda yang bertubuh tinggi besar, bermata lebar dan suaranya besar.
Pendekar Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
447 "Matamu tajam sekali, Kawan! Bagaimana kau bisa tahu bahwa aku bersembunyi di dalamnya?" tanyanya sambil memandang kepada Kwan Cu.
Kwan Cu menatap wajah pemuda tinggi besar itu dengan tajam, kemudian diapun tertawa terpingkal-pingkal.
"Ha, ha, ha, tidak tahunya saudara Kong Hoat yang bermain setan-setanan, pantas saja demikian lihai sehingga tikus-tikus itu melarikan diri."
Pemuda itu terkejut dan sekali dia melompat, dia telah berada di dekat Kwan Cu. Dengan cepat dia membuka belenggu yang mengikat tangan kaki Kwan Cu dan Sui Ceng, kemudian dia bertanya,
"Kau siapakah?"
"Lihat baik-baik, kawan. Lupa lagikah kau kepadaku" Bagaimana dengan keadaan Liok-te Mo-li, ibumu?"
Pemuda itu memang benar pemuda nelayan yang gagah perkasa, putra dari Liok-te Mo-li.
Mendengar suara Kwan Cu dan memandang dengan penuh perhatian, dia lalu teringat dan dengan girang sekali dia menepuk-nepuk pemuda itu.
"Ha,ha,ha, tidak tahunya saudara Lu Kwan Cu! Bagus, bagus, tidak percuma aku bermain gila seperti tadi. Kalau saja aku tahu bahwa kau yang mereka tawan, tentu aku akan mengejar mereka terus sampai mereka mampus ketakutan! Sekali lagi, bagaimana kau bisa tahu bahwa di dalam patung ada orang yang sembunyi?"
"Mudah saja. Kau boleh saja menyembunyikan tubuhmu, akan tetapi ketika kau melompat, kau tidak mungkin dapat menyembunyikan telapak kakimu."
Sui Ceng terheran-heran. Dia sendiri biarpun memandang kepada patung yang hidup itu dengan mata melotot, tidak dapat melihat telapak kaki itu.
Kong Hoat tertawa-tawa lagi, kini bergelak-gelak keras dan dari kedua matanya keluar air mata bercucuran. Melihat ini, Sui Ceng melongo dan tak dapat bicara apa-apa. Benar-benar orang aneh sekali pemuda tinggi besar ini, aneh, seperti juga Kwan Cu.
"Ha, ha, ha, saudara Kwan Cu. Apakah kau tadi melihat betapa siluman wanita itu berlari-lari tunggang-langgang sampai terkentut-kentut?" sambil berkata demikian, Kong Hoat memukul-mukul pundak Kwan Cu dengan keras. Kalau bukan Kwan Cu yang dipukul, tentu pundak itu akan remuk tulang-tulangnya!
Kwan Cu tertawa terbahak-bahak. "Aku lebih memperhatikan Oei Liong yang berlari-lari tunggang-langgang sampai terkencing-kencing!" Kwan Cu juga memukul-mukul pundak Kong Hoat.
Dalam sendau gurau ini, diam-diam kedua orang itu saling menguji kepandaian masing-masing dan sangat terkejut tahulah Kong Hoat bahwa tenaga dan kepandaian Kwan Cu jauh mengatasi kepandaiannya, maka dia menjadi makin kagum, menghormat, dan girang bukan main.
"Eh, sampai lupa aku. Siapakah Lihiap ini?"
Kwan Cu teringat dan dia memperkenalkan Sui Ceng. "Saudara Kong Hoat, Nona ini pun bukan orang luar. Dia adalah nona Bun Sui Ceng, murid terkasih dari Kiu-Bwe Coa-li."
Pendekar Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
448 Mendengar ini seketika lenyap suara ketawa Kong Hoat. Ia cepat menjura dengan penuh hormat kepada Sui Ceng dan berkata,
"Aduh, alangkah bahagia hatiku dapat bertemu dengan murid dari wanita sakti itu. Bun-lihiap, siauwte adalah Kong Hoat, seorang nelayan bodoh."
Sui Ceng tertawa, semenjak tadi melihat pemuda kasar dan jujur ini, ia merasa kagum dan geli, terutama sekali melihat betapa tiap kali tertawa terpingkal-pingkal, Kong Hoat selalu mengucurkan air mata.
"Kong-enghiong, kau terlalu merendahkan diri. Kalau tidak ada kau yang menolong, aku dan dia ini entah sudah mati atau belum pada saat ini," kata Sui Ceng sambil melirik ke arah Kwan Cu dengan pandang mata memandang rendah. "Lebih baik aku sekarang segera mengejar untuk membasmi para bajak sungai itu."
"Tak perlu, lihiap. Tidak akan ada gunanya. Kalau kau mengejar, mereka akan lari cerai berai dan biarpun kau berhasil, tentu hanya beberapa orang saja yang dapat kau susul. Sebaliknya, kalau kau tidak mengejar, kurasa mereka semua akan datang kembali setelah melihat bahwa patung hidup itu sebetulnya hanya main-main belaka." Kembali Kong Hoat tertawa sambil mengucurkan air mata.
"Sui Ceng, dia berkata benar. Mereka tadi melarikan diri hanya karena kaget dan takut setengah mampus terhadap patung itu. Saudara Kong Hoat, lebih baik kau ceritakan bagaimana kau bisa melakukan permainan tadi?"
Sui Ceng terpaksa menunda niatnya mengejar para bajak, karena ia sendiripun ingin sekali mendengar penuturan pemuda tinggi besar itu.
"Aku memang mendapat tugas dari ibuku yang menyelidiki keadaan bajak sungai yang dipimpin oleh Luan-ho Oei Liong dan Sin-jiu Siang -kiam Oei Hwa. Ibuku memang semenjak mudanya menjagoi di kalangan bajak, menguasai daerah sungai dan telaga, juga bahkan sudah menjelajahi sampai ke samudera. Akan tetapi ibu tak pernah melakukan kejahatan, apalagi merampok rakyat yang bermata pencaharian menjadi nelayan. Karena mendengar akan kejahatan bajak sungai yang dipimpin oleh dua saudara Oei itu, ibu lalu menyuruh aku untuk menyelidiki. Kebetulan sekali aku melihat kalian dikeroyok dan karena aku sendiri sangsi apakah aku akan dapat menghadapi dua orang saudara yang ternyata amat lihai ilmu silatnya itu, aku lalu terjun dan menyelam ke bawah perahu besar dan menenggelamkannya.
Kemudian aku lalu mempergunakan akal, memakai patung itu untuk mengusir mereka dan menolong kalian bebas dari belenggu." Setelah menuturkan pengalamannya, kembali nelayan muda yang gagah ini tertawa bergelak sambil mencucurkan air mata.
Sui Ceng geli sekali melihat keadaan pemuda ini dan karena melihat sikap Kong Hoat yang jujur dan polos, tanpa sungkan-sungkan ia lalu mencela, "Saudara Kong Hoat, kau.....cengeng (mudah menangis) sekali!"
Kong Hoat tidak menjadi marah mendengar celaan ini, bahkan sambil tertawa dia menjawab,
"Bukan salahku, salahnya mataku yang gampang menangis. Karena mataku ini maka di tempatku aku dijuluki orang Nelayan Cengeng!" Ucapan ini menambah kegelian hati Sui Ceng dan Kwan Cu sehingga tiga orang muda yang perkasa itu tertawa-tawa.
Tiba-tiba terdengar suara orang-orang berteriak dan para bajak sungai itu dengan berteriak dan para bajak sungai itu dengan dipimpin oleh Oei Liong dan Oei Hwa datang menyerbu!
"Nah, mereka benar-benar datang. Tentu mereka sudah tahu akan tipuanku tadi. Biar aku Pendekar Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
449 mengambil senjataku yang kusembunyikan di luar dusun ini!" kata Kong Hoat sambil berlari keluar dari dusun untuk mengambil senjatanya, yakni sebatang dayung yang panjang dan berat.
"Apakah kau bersenjata?" tanya Sui Ceng kepada Kwan Cu. Pemuda itu mengeleng kepalanya.
"Sepasang pedangku juga dirampas oleh keparat Oei Liong, akan tetapi jangan khawatir, dengan tangan kosong aku sanggup melayani mereka. Apalagi ikat pinggangku masih ada!"
Gadis ini meloloskan ikat pinggang sebelah luar yang berwarna merah dan sekali ia menggerakkan tangan, ikat pinggang itu bergerak-gerak seperti seekor ular merah yang menyambar-nyambar. Diam-diam Kwan Cu kagum sekali dan teringatlah dia akan kelihaian ilmu dari Kiu-Bwe Coa-li, guru dari gadis ini. Ia yakin bahwa dengan senjata ang-kin (sabuk merah) itu, Sui Ceng cukup kuat untuk menghadapi lawan-lawannya. Ia sendiri tersenyum dan tahu bahwa gadis ini masih memandang rendah kepadanya, maka dia pikir tak perlu memamerkan kepandaian dan akan bergerak secara sembunyi saja.
Gerombolan bajak muncul dan meraka telah bersenjata lengkap
"Dimana adanya keparat yang telah menipu kami dan menghina Dewa Sungai!" Oie Liong berseru sambil mengangkat goloknya tinggi-tinggi.
"Aku di sini, siap untuk mengemplang pecah kepalamu!" tiba-tiba terdengar teriakan keras dan Kong Hoat muncul berlari-lari sambil menyeret dayungnya yang besar dan berat.
"Kepung! Bikin mampus keparat itu, tangkap dua orang mempelai!" Seru Oei Liong dan Oei Hwa. Mereka ini menyerahkan pemuda nelayan bersenjata dayung itu kepada anak buah mereka, karena bagi mereka, lebih baik mereka berusaha menangkap kembali Kwan Cu dan Sui Ceng.
"Kwan Cu, mundurlah, biar aku yang menghadapi mereka dan menghajar mereka dengan sabukku!" kata Sui Ceng yang merasa khawatir kalau-kalau kepandaian Kwan Cu masih terlampau rendah untuk menghadapi dua orang kepala bajak itu dengan tangan kosong saja.
Kwan Cu tersenyum dan benar-benar melompat mundur di belakang Sui Ceng, lalu duduk di bawah pohon dengan sikap sebagai seorang yang hendak menonton pertunjukan bagus, akan tetapi diam-diam matanya mencari-cari batu-batu kecil dan kedua tangannya mengerayang mengumpulkan batu-batu ini.
Keadaan menjadi geger. Puluhan orang bajak yang sudah dikumpulkan itu segera menyerbu, sebagian mengepung Kong Hoat dan sebagian pula membantu Oei Liong dan Oei Hwa yang mencoba untuk menangkap Kwan Cu dan Sui Ceng hidup-hidup.
Oei Hwa ketika melihat bahwa Kwan Cu tidakmau melawan, Bahkan duduk di bawah pohon hatinya girang bukan main dan mengira bahwa pemuda itu memang suka menjadi suaminya maka tidak melawan. Ia mendahului semua orang melompat ke dekat Kwan Cu dan dengan sikap yang genit ia berkata,
"Calon suamiku, apakah kau tidak mengalami kekagetan tadi" Marilah kita menyingkir lebih dulu sementara kawan-kawan kita menangkap gadis yang masih berkepala batu ini dan membunuh orang kasar itu!"
Pendekar Sakti > karya Kho Ping Hoo > published by buyankaba.com
450 "Cih, perempuan hina -dina!" Sui Ceng memaki dengan marah dan sinar merah dari sabuknya meluncur ke arah leher Oei Hwa. Kepala bajak ini kaget sekali dan cepat menangkis. Akan tetapi inilah kesalahannya. Ketika ditangkis, sabuk itu bahkan melibat pedang dan pedang itu pasti aka terampas kalau saja Oei Hwa yang menjadi kaget tidak cepat-cepat mempergunakan pedang yang kiri untuk menusuk dan membabat tangan Sui Ceng. Terpaksa murid Kiu-bwe Coa-li ini melepaskan libatan sabuknya karena ia pun maklum akan kelihaian lawan. Ia menarik sabuknya sambil tertawa menghina, kemudian ia menyerang lagi. Terpaksa Oei Hwa melayaninya dan menyerang dengan sengit.
"Hwa-moi, jangan lukai dia. Ingat, dia calon So-somu (kakak ipar perempuan)!" kata Oei Liong yang maju pula membantu adiknya, bukan untuk membinasakan Sui Ceng, melainkan berusaha menangkapnya hidup-hidup. Juga beberapa orang bajak yang kepandaiannya sudah tinggi ikut pula menyerbu.
Akan tetapi Oei Liong dan kawan-kawannya kecele sekali kalau dia mengira akan dapat menangkap hidup-hidup gadis perkasa itu. Biarpun hanya bersenjata sehelai sabuk yang lemas, namun gadis ini lihai sekali. Tadinya para bajak mengira bahwa betapapun pandainya gadis itu, tanpa senjata tajam, hanya memegang sehelai sabuk, tentu mudah ditawan, dan sabuk itu tentu tidak berbahaya.
Akan tetapi tak disangka-sangka, setiap kali sabuk yang berubah menjadi sinar merah itu melayang, ujungnya "mencium" tubuh seorang anggota bajak, orang itu tentu memekik ngeri dan roboh tak bernyawa lagi dalam keadaan tidak terluka sama sekali! Ternyata bahwa inilah ilmu cambuk dari Kiu-bwe Coa-li yang selalu mengarah jalan darah kematian daripada lawan!
Dalam beberapa gebrakan saja, para bajak sungai yang tadinya berlomba ingin sekali berjasa dan menawan serta memeluk gadis cantik itu, dikagetkan oleh robohnya tujuh orang kawan mereka dalam keadaan tewas! Gentarlah mereka semua dan tanpa ada perintah dari Oei Liong dan Oei hwa, sebagian besar sudah mundur tak teratur!
Di lain fihak, para bajak yang mengeroyok Kong Hoat, juga menemui "batunya". Dayung di tangan nelayan muda ini benar-benar lihai dan kekuatannya seperti seekor gajah mengamuk.
Pendekar Sakti Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Banyak kepala anak buah bajak pecah terpukul dayung, tulang-tulang iga patah-patah dan remuk kena sambaran senjata yang keras itu. Para bajak menjadi kocar-kacir dan banyak pula yang tidak tahan menghadapi Kong Hoat lalu melarikan diri, hanya bergerombol di tempat yang jauh sambil menonton mereka yang masih bertempur.
"Pergunakan jala wasiat!" tiba-tiba Oei Hwa membentak keras, memberi perintah kepada aank buahnya. Barulah para bajak itu ingat akan senjata yang ampuh itu. Beramai-ramai mereka lalu mengambil jala-jala yang sengaja dibuat bukan untuk menjala ikan, melainkan untuk menjala manusia, yakni lawan yang tangguh.
Oei Liong sendiri bersama Oei Hwa lalu mencabut jala yang tipis dan dilipat-lipat serta diselipkan di punggung dan sekali Oei Liong menggerakkan tangan, sehelai jala melayang di atas kepala Sui Ceng. Gadis ini cepat mengelak, akan tetapi sehelai jala lain yang berwarna hijau dan dilepaskan oleh Oei Hwa telah menyambar di atas kepalanya. Sui Ceng terkejut sekali. Kalau sampai dirinya tertutup oleh jala, semua ilmu silatnya takkan ada gunanya lagi, tentu akan rusak dan terhalang. Maka ia melompat lagi mengelak, dan sebentar saja dia terdesak hebat.
Panji Wulung 5 Rahasia Peti Wasiat Karya Gan K L Pukulan Naga Sakti 6
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama