Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung Bagian 13
"Omitohud...." Tayli Lo Ceng manggut-manggut. "Baiklah."
Tayli Lo Ceng mulai mengerahkan Hud Bun Pan Yok Sin
Kang, sedangkan, Tu Siao Cui pun, mulai menghimpun Hian
Goan Sin Kang. "Padri sialan! Aku akan menyerang duluan, berhati-hatilah!"
seru Tu Siao Cui sambil menyerang menggunakan ilmu Hian
Goan Ci. "Omitohud..." ucap Tayli Lo Ceng sambil mengibaskan
lengan jubahnya menangkis serangan itu.
"Blaam! Scrt! Terdengar suara benturan dan sobekan.
Tayli Lo Ceng dan Tu Siao Cui sama-sama mundur tiga
langkah. Wajah Tayli Lo Ceng tampak terkejut, ternyata ujung
jubahnya telah sobek terserang Hian Goan Ci.
"Omitohud!" ucap Tayli Lo Ceng. "Sungguh tak terduga,
engkau telah menguasai Hian Goan Ci!"
"Hi hi hi!" Tu Siao Cui tertawa. "Baru tahu ya" Nah, lihat
seranganku ini!"
Tu Siao Cui langsung menyerangnya dengan ilmu Hian
Goan Ci. Kali ini Tayli Lo Ceng terpaksa harus mengeluarkan
ilmu simpanannya, yakni Kim Kong Cap Sah Ciang (Tiga Belas
Jurus Pukulan Cahaya Emas).
Oleh karena itu, sepasang telapak tangan Tayli Lo Ceng
tampak memancarkan cahaya ke-emas-emasan.
Tu Siao Cui terperanjat dan segera meloncat ke belakang.
Kemudian ia berdiri tegak di tempat sambil mengerahkan Hian
Goan Sin Kang sampai pada puncaknya.
Sementara Tayli Lo Ceng sudah mengerahkan Hud Bun Pan
Yok Sin Kang pada puncaknya pula.
Betapa terkejutnya Toan Hong Ya dan lainnya, mereka tahu
itu merupakan pertandingan antara hidup dan mati. Teganglah
mereka, begitu pula Toan Wie Kie dan Lam Kiong Bie Liong
yang telah di papah ke tempat duduk.
Kini jari telunjuk Tu Siao Cui pun memancarkan cahaya
putih yang menyilaukan mata. Mendadak ia berteriak sambil
menyerang Tayli Lo Ceng. Badannya berputar-putar meluncur
ke atas sekaligus menggerakkan jari tulunjuknya ke arah Tayli
Lo Ceng. Tampak cahaya putih yang menyilaukan mata berkelebat
ke arah Tayli Lo Ceng. Itulah jurus Hung Sui Soh Te (Air Bah
Menerjang Bumi).
"Omitohud!" ucap Tayli Lo Ceng sambil menggerakkan
sepasang telapak tangannya. Tampak cahaya keemasan
meluncur secepat kilat menangkis cahaya putih itu. Ternyata
Tayli Lo Ceng mengeluarkan jurus Kim Kong Cioh Te (Cahaya
Emas Menyinari Bumi).
Blaaam! Terdengar suara benturan dahsyat.
Tayli Lo Ceng terhuyung-huyung ke belakang beberapa
langkah, begitu pula Tu Siao Cui. Namun wanita itu masih bisa
tertawa nyaring.
"Hi hi hi! Padri sialan, engkau memang hebat!"
"Omitohud!" sahut Tayli Lo Ceng sambil menarik nafas
dalam-dalam. "Tu Siao Cui, Hian Goan Cimu itu sungguh
dahsyat!" "Hi hi hi!" Tu Siao Cui tertawa lagi. "Padri sialan, terimalah
seranganku ini!"
Tu Siao Cui bergerak. Mendadak jari telunjuknya berubah
ribuan, sekaligus memancarkan cahaya putih mengarah ke
Tayli Lo Ceng. "Omitohud..." ucap Tayli Lo Ceng sambil mengerutkan
kening, kemudian sepasang telapak tangannya bergerak-gerak
memancarkan cahaya keemas-emasan.
Tu Siao Cui menyerangnya dengan jurus Cian ('i Keng
Thian (Ribuan Jari Mengejutkan Langit), sedangkan Tayli Lo
Ceng menangkis mengeluarku jurus Kim Kong Teng Hai
(Cahaya Emas Menenangkan Laut).
Mereka berdua sama-sama menggunakan ju-nis ampuh
yang sangat dahsyat, maka tidak heran cahaya putih dan
cahaya keemas-emasan itu berkelebat ke sana ke mari.
Betapa tegangnya Toan Hong Ya dan lainnya, mereka
menyaksikan pertandingan itu dengan mata tak berkedip.
Blaaam! Cessss...! Terdengar suara benturan.
Tu Siao Cui terhuyung-huyung lima langkah, sedangkan
Tayli Lo Ceng terpental ke belakang beberapa depa dengan
wajah pucat pias.
"Uaaaakh...!" Mulut Tayli Lo Ceng menyemburkan darah
segar. "Uaaakh...!"
Sementara Tu Siao Cui menarik nafas dalam-dalam
mengatur pernafasannya, kemudian tertawa cekikikan.
"Hi hi hi! Padri sialan! Bagaimana" Masih mau melanjutkan
pertandingan?"
"Omitohud!" sahut Tayli Lo Ceng. "Aku... aku mengaku
kalah. Kepandaianmu memang tinggi sekali."
"Guru! Guru...!" seru Toan Beng Kiat dan Lam Kiong Soat
Lan serentak. "Cepat papah guru ke ruang istirahat!" sahut Tayli Lo Ceng.
"Wie Kie dan Bie Liong juga harus di papah ke ruang
istirahat!"
"Ya, Guru." Toan Beng K'at dan Lam Kiong Soat Lan segera
memapah Tayli Lo Ceng, sedangkan Gouw Sian Eng dan Toan
Pit Lian memapah Toan Wie Kie dan Lam Kiong Bie Liong.
"Hi hs hi!" Tu Siao Cui tertawa nyaring. "Toan Hong Ya,
engkau harus cepat turun dari kursi kebesaran itu!"
"Haaah?" Toan Hong Ya tampak tersentak. "Ba... baik."
"Jangan merasa terpaksa, itu sesuai dengan perjanjian!"
ujar Tu Siao Cui sambil tersenyum.
Toan Hong Ya turun dari kursi kebesarannya, dan Tu Siao
Cui langsung meloncat ke kursi itu.
"Hi hi hi!" Ia duduk di situ sambil tertawa gembira. "Toan
Hong Ya, mulai sekarang aku yang berkuasa di sini. Engkau
dan para pengawal serta para dayang harus mematuhi
perintahku."
"Ya." Toan Hong Ya mengangguk, tapi berkeluh dalam hati.
"Kalau ada orang yang mampu mengalahkan aku, maka
aku akan pergi. Bila tidak, tentunya aku tetap berkuasa di sini,"
tegas Tu Siao Cui dan menambahkan. "Jangan coba-coba
meracuni aku dengan minuman maupun makanan, sebab aku
akan tahu itu dan... aku pasti membunuh para penghuni
istana ini!"
"Kami tidak akan berbuat begitu," sahut Toan Hong Ya dan
bertanya, "Nona Tu, bolehkah aku pergi menengok mereka?"
"Silakan!" ucap Tu Siao Cui.
"Tcrimakasih!" Toan Hong Ya melangkah pergi, namun
mendadak Tu Siao Cui berseru.
"Toan Hong Ya! Suruh para dayang me-n\npkan makanan
dan minuman untukku!"
"Baik." Toan Hong Ya mengangguk, lalu menuju ruang
istirahat. Tayli Lo Ceng duduk bersila di lantai, Toan Beng Kiat dan
Lam Kiong Soat Lan duduk di samping kiri kanannya.
Sedangkan Toan Wie Kie dan Lam Kiong Bie Liong duduk di
kursi, Gouw Sian Eng dan Toan Pit Lian menemani mereka
dengan wajah murung.
"Ayah!" panggil mereka serentak.
"Kakek!" panggil Toan Beng Kiat dan Lam Kiong Soat Lan.
"Ngmm!" Toan Hong Ya manggut-manggut, kemudian
duduk di hadapan Tayli Lo Ceng.
"Lo Ceng!" panggilnya dengan suara rendah.
"Omitohud!" sahut Tayli Lo Ceng sambil menghela nafas
panjang. "Maaf, aku tidak bisa apa-apa!"
"Lo Ceng!" Toan Hong Ya tersenyum getir. "Aku mohon
petunjuk!"
"Omitohud!" Tayli Lo Ceng mengerutkan kening.
"Kepandaian Tu Siao Cui itu sungguh tinggi, memang hebat
sekali ilmu Hian Goan Ci itu. Aku terluka dalam, mungkin
harus beristirahat beberapa bulan baru bisa pulih."
"Kalau begitu, kita harus bagaimana?" tanya Toan Hong Ya.
"Kepandaian Tu Siao Cui memang tinggi sekali. Kalau dia
berhati jahat tentunya akan menimbulkan bencana," ujar Tayli
Lo Ceng dan melanjutkan. "Menurut aku, hanya ada satu
orang yang dapat menundukkannya, bahkan Tu Siao Cui pun
akan mendengar perkataannya."
"Siapa orang itu?" tanya Toan Hong Ya cepat dan penuh
harap. "Omitohud!" Tayli Lo Ceng memberitahukan. "Orang itu
adalah Tio Bun Yang."
"Tio Bun Yang?" Toan Hong Ya tertegun.
"Tio Bun Yang, putra Tio Cie Hiong?" tanya Toan Wie Kie
heran. "Ya." Tayli Lo Ceng mengangguk. "Tentunya kalian pun
mendengar tadi, dia bilang Tio Bun Yang sangat adil dan
bijaksana. Itu membuktikan bahwa dia sangat kagum dan
salut kepada pemuda itu. Maka, aku yakin dia pasti
mendengar perkataannya."
"Kalau begitu, kita harus segera ke markas |iusat Kay Pang
mengundang Bun Yang ke mari," ujar Gouw Sian Eng dan
menambahkan. "Bagaimana kalau aku yang ke sana?"
"Lebih baik kedua muridku yang berangkat ke sana," sahut
Tayli Lo Ceng "Mengenai ini, l-iugan sampai Tu Siao Cui tahu!"
"Ya," sahut mereka semua.
"Guru, kapan kami berangkat ke Tionggoan?" ianya Toan
Beng Kiat. "Kalian berdua boleh berangkat sekarang," l-iwab Tayli Lo
Ceng. "Jangan membuang waktu, sebab kalau Wie Kie dan Bie
Liong tidak segera disembuhkan, mereka pasti lumpuh
selama-lamanya."
"Kalau begitu, kami mohon pamit!" ucap Toan Beng Kiat,
lalu memandang Lam Liong Soat Lan. "Mari kita berangkat
sekarang!"
"Ya!" Lam Kiong Soat Lan mengangguk.
"Kalian berdua harus berhati-hati, jangan membuat
masalah di tengah jalan!" pesan Toan Hong Ya. "Dan harus
segera pulang!"
"Ya, Kakek," sahut Toan Beng Kiat dan Lam Kiong Soat
Lan. "Omitohud!" ucap Tayli Lo Ceng. "Berangkatlah kalian
berdua dan harus berhasil mengajak Bun Yang ke mari!"
"Ya, Guru." Toan Beng Kiat dan Lam Kiong Soat Lan
memberi hormat, setelah itu barulah mereka berdua
meninggalkan istana Tayli.
-oo0de0oo- Bagian ke empat puluh enam
Hal-hal yang tak terduga
Hari ini Tio Cie Hiong memanggil Yatsumi dan Bokyong Sian
Hoa ke ruang depan. Yang lain pun sudah duduk di situ,
tentunya mencengangkan kedua gadis itu.
"Kalian berdua duduklah!" ujar Tio Cie Hiong lembut tapi
serius. Yatsumi dan Bokyong Sian Hoa segera duduk. Kedua gadis
itu menundukkan kepala, karena semua mata memandang
mereka. "Hari ini aku panggil kalian ke mari, karena kalian telah
menguasai ilmu-ilmu yang kuajarkan," ujar Tio Cie Hiong
sambil memandang mereka. "Oleh karena itu, kini sudah
saatnya kalian meninggalkan pulau ini."
"Maksud Paman kami boleh ke Tionggoan?" lanya Bokyong
Sian Hoa dengan wajah berseri.
"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk. "Kalian berdua boleh
berangkat ke Tionggoan, dari Tionggoan Yatsumi boleh pulang
ke Jepang."
"Tapi alangkah baiknya kalian ke markas pusat Kay Pang
dulu," sambung Lim Ceng Im. "Temui Bun Yang dan lainnya di
sana!" "Ya." Kedua gadis itu mengangguk.
"Kepandaian kalian sudah tinggi, namun kali.m harus ingat,
jangan sembarangan membunuh ?uang, sebab membunuh itu
perbuatan yang sangat berdosa!" ujar Tio Cie Hiong sambil
memandang mereka.
"Ya, Paman." Kedua gadis itu mengangguk lagi dan
bertanya, "Kapan kami boleh berangkat ke Tionggoan?"
"Hari ini," sahut Tio Cie Hiong singkat, namun kemudian
menambahkan. "Baik-baiklah kalian membawa diri di rimba
persilatan, jangan sok jago dan sombong!"
"Ya, Paman," sahut kedua gadis itu, lalu menjatuhkan diri
berlutut di hadapan Tio Cie Hiong. "Terimakasih atas budi baik
Paman yang telah membimbing kami!"
"Bangunlah!" Tio Cie Hiong tersenyum dan berpesan, "Yang
penting kalian berdua harus mempergunakan kepandaian
untuk membela kebenaran. Jadilah pendekar wanita yang
berhati bajik, adil dan bijaksana!"
"Ya, Paman." Mereka berdua mengangguk, kemudian
bangkit berdiri sekaligus kembali ke tempat duduk.
"Ha ha ha!" Sam Gan Sin Kay tertawa gelak. "Tak lama lagi
di rimba persilatan akan muncul dua pendekar wanita pembela
kebenaran!"
"Dasar sudah pikun!" sahut Kou Hun Bijin. "Yatsumi harus
pulang ke Jepang, engkau lupa ya?"
"Tentu tidak, tapi engkau yang tak punya otak!" ujar Sam
Gan Sin Kay sambil tertawa-"Maksudku rimba persilatan
Tionggoan dan rimba persilatan Jepang."
"Huh!" dengus Kou Hun Bijin. "Sudah salah omong masih
tidak mau mengaku! Dasar pe-< ngemis bau!"
"Ha ha ha!" Sam Gan Sin Kay terus tertawa| gelak,
kemudian memandang Kim Siauw Suseng seraya bertanya.
"Sastrawan sialan! Kenapa engkau diam saja?"
"Aku tidak mau ikut sinting seperti engkau," sahut Kim
Siauw Suseng dan menambahkan. "Engkau sudah tua sekali,
tapi malah bertambah usil dan tak tahu diri."
"Oh, ya?" Sam Gan Sin Kay tertawa lagi. "Ha ha ha! Kalau
pulau ini tiada kita berdua, pasti sepi sekali!"
"Betul, betul." ujar Tio Tay Seng sambil tersenyum.
"Dengan adanya kalian di sini, maka pulau ini berubah ramai
dan semarak. Ha ha ha...!"
Karena mereka terus bercakap-cakap, maka Tio Cie Hiong
diam saja, tidak berani mengganggu para tingkatan tua itu.
Setelah mereka berhenti hercakap-cakap, barulah Tio Cie
Hiong membuka mulut.
"Yatsumi, engkau harus berhati-hati menghadapi ketua
ninja itu!" pesan Tio Cie Hiong. "Sebab dia pasti memiliki ilmu
istimewa, bisa menghilang mendadak dan menyusup ke dalam
Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tanah. Oleh karena itu, engkau harus mempergunakan
pendengaranmu."
"Ya, Paman." Yatsumi mengangguk.
"Sian Hoa...." Tio Cie Hiong memandangnya. "Menurut aku,
lebih baik engkau jangan pulang ke Manchuria. tinggal di
markas pusat Kay Pang saja."
"Ya, Paman," sahut Bokyong Sian Hoa sambil tersenyum.
"Asal aku jangan disuruh jadi pengemis wanita saja."
"Ha ha ha!" Mendadak Tio Cie Hiong tertawa gelak.
"Mungkin engkau tidak tahu, ketika aku bertemu Adik Ceng
Im, dia justru menyamar sebagai pengemis dekil yang sangat
bau." "Eeeeh?" Wajah Lim Ceng Im langsung memerah. "Mulai
buka rahasia pribadi ya?"
"Ha ha ha!" Sam Gan Sin Kay tertawa terpingkal-pingkal.
"Aku masih ingat itu. Kemudian Ceng Im berdandan dengan
wajah aslinya, yakni merupakan anak gadis yang cantik jelita
menemui Cie Hiong. Begitu melihat anak gadis itu, Cie Hiong
langsung jatuh terduduk di dalam hati anak gadis itu. Ceng Im
memberitahukan bahwa gadis itu adalah kakaknya bernama
Im Ceng. Ha ha ha! Sejak itu Cie Hiong pun menderita sakit
rindu." "Kakek pengemis...." Wajah Tio Cie Hiong kemerahanmerahan.
"Tahukah kalian, cara bagaimana Ceng Im bertemu Cie
Hiong?" tanya Sam Gan Sin Kay mendadak.
"Beritahukanlah!" sahut Bokyong Sian Hoa. "Tentunya
sangat menarik sekali itu."
"Memang menarik sekali." Sam Gan Sin Kay tertawa
terbahak-bahak. "Pada waktu itu. Cie Hiong telanjang bulat
mandi di kali, Ceng Im mengintip."
"Kakek...." Wajah Lim Ceng Im bertambah merah. "Jangan
omong yang bukan-bukan!"
"Itu memang nyata kok," sahut Sam Gan Sin Kay. "Engkau
sendiri yang bilang, bukan?"
"Hebat!" ujar Kou Hun Bijin sambil tertawa cekikikan. "Hi hi
hi! Ceng Im, aku yakin pada waktu itu, hatimu pasti dutdutan."
"Bijin..." Lim Ceng Im menundukkan kepala.
"Apa itu dut-dutan?" tanya Sam Gan Sin Kay sambil tertawa
terbahak-bahak.
"Tanya saja kepada cucumu itu, dia pasti
memberitahukan!" sahut Kou Hun Bijin sambil memandang
Lim Ceng Im. "Jelaskanlah tentang dut-dutan itu!"
Lim Ceng Im tak menyahut.
"Hi hi hi!" Kou Hun Bijin tertawa cekikikan. "Hi hi hi....!"
-oo0dw0oo- Yatsumi dan Bokyong Sian Hoa sudah meninggalkan Pulau
Hong Hoang To, kini mereka mulai memasuki daerah
Tionggoan. Dalam per-lalanan menuju markas pusat Kay
Pang, mereka sana sekali tidak menemui gangguan apa pun.
Dalam tujuh hari kemudian, -- sampailah mereka di markas
pusat Kay Pang.
Bukan main gembiranya Lie Ai Ling. Ia segera
memperkenalkan Bokyong Sian Hoa pada Lim Peng Hang dan
Gouw Han Tiong.
"Kakek Lim, Kakek Gouw, terimalah hormatku!" ucap
Bokyong Sian Hoa sambil memberi hormat.
"Ha ha ha!" Lim Peng Hang tertawa gembira. "Kalian
duduklah!"
"Terimakasih!" Bokyong Sian Hoa duduk. Ke tika Yatsumi
baru mau duduk, Lie Ai Ling memperkenalkan Tio Bun Yang.
"Dia Kakak Bun Yang, yang pernah kuceritakan kepadamu,"
ujar Lie Ai Ling sambil tertawa. "Kakak Bun Yang, dia adalah
gadis Jepang bernama Yatsumi, engkau pasti sudah dengar
tentang dia."
Sementara Yatsumi membungkukkan badannya kehadapan
Tio Bun Yang, pemuda itu segera menjura.
"Selamat bertemu, Nona Yatsumi!" ucapnya.
"Selamat bertemu, Kakak Bun Yang!" sahut Yatsumi sambil
tersenyum. "Jangan memanggilku nona, cukup panggil
namaku saja!"
"Ya." Tio Bun Yang mengangguk.
"Sian Hoa," tanya Lie Ai Ling. "Bagaimana kabarnya yang di
Pulau Hong Hoang To?"
"Mereka baik-baik saja," jawab Bokyong Sian Hoa,
kemudian memandang Tio Bun Yang seraya bertanya. "Di
mana Goat Nio, jantung hatimu itu?"
"Kami...." Tio Bun Yang menghela nafas panjang. "Kami
belum bertemu."
"Oh?" Bokyong Sian Hoa mengerutkan kening. "Hingga
sekarang engkau masih belum bertemu Goat Nio?"
"Ya." Tio Bun Yang menggeleng-gelengkan kepala. "Aku di
sini justru sedang menunggunya."
"Oooh!" Bokyong Sian Hoa manggut-manggut.
"Oh ya!" Yatsumi menengok ke sana ke mari seraya
bertanya. "Di mana Lu Hui San dan Kam Hay Thian" Kok
mereka tidak kelihatan?"
"Mereka...." Lie Ai Ling menghela nafas panjang sambil
menggeleng-gelengkan kepala.
"Kenapa mereka?" tanya Bokyong Sian Hoa tegang. "Telah
terjadi sesuatu atas diri mereka?"
"Ketika kami menuju ke mari, di tengah jalan Kam Hay
Thian pergi secara diam-diam...." Lie Ai Ling menghela nafas
panjang lagi. "Oh?" Bokyong Sian Hoa mengerutkan kening. "Kok dia
begitu" Kalian tahu dia pergi ke mana/
"Tidak tahu." Lie Ai Ling menggelengkan kepala. "Namun
Kakek Lim telah menerima suatu lierila yang sangat
mengejutkan di ibu kota."
"Berita apa?" tanya Bokyong Sian Hoa.
"Itu...." Lie Ai Ling memandang Tio Bun Yang, agar
pemuda itu yang memberitahukan.
"Kakak Bun Yang," desak Bokyong Sian Hoa.
"Beritahukanlah! Aku ingin mengetahuinya."
"Lu Thay Kam telah mati," sahut Tio Bun Yang sambil
menghela nafas panjang. "Dia mati terkena pukulan Kam Hay
Thian. Karena itu Lu Hui San pergi entah ke mana. Hingga
saat ini sama sekali tiada kabar beritanya tentang Lu Hui San
dan Kam Hay Thian."
"Oh?" Bokyong Sian Hoa memandang Tio Bun Yang seraya
berkata. "Kalau begitu, pasukan pamanku pasti tidak akan
menyerbu ke mari."
"Sian Hoa...." Tio Bun Yang menggeleng-gelengkan kepala.
"Setelah Lu Thay Kam mati di istana justru malah bertambah
kacau." "Kenapa begitu?" Bokyong Sian Hoa heran.
"Salah seorang menteri langsung merebut kekuasaan Lu
Thay Kam. Oleh karena itu, banyak jenderal yang menjadi
korban." Tio Bun Yang memberitahukan. "Menteri itu pun
bersekongkol dengan pamanmu."
"Itu bahaya sekali," ujar Bokyong Sian Hoa. "Sebab
pamanku sangat berambisi ingin menjajah negeri Han ini,
kelak pasti akan terjadi peperangan."
"Itu urusan kerajaan, kita tidak usah pusing.' ujar Lie Ai
Ling sambil tersenyum.
"Kita adalah bangsa Han, seharusnya kita j memikirkan itu,"
sahut Sie Keng Hauw dan menambahkan. "Apakah kita harus
membiarkan negeri Hari kita dijajah oleh bangsa Manchuria?"
"Eeeh?" Lie Ai Ling menatapnya. "Sejak kapan engkau
mencampuri urusan kerajaan?"
"Aku...." Sie Keng Hauw menundukkan kepala.
"Oh ya!" ujar Tio Bun Yang melanjutkan. "Setelah Lu Thay
Kam mati maka Gak Cong Heng menjadi ketua Hiat Ih Hwe.
Tapi kemudian ia mengajak para anggotanya bergabung
dengan Seng Hwce Kauw."
"Jadi...." Bokyong Sian Hoa menggeleng-gelengkan kepala.
"Lu Hui San sama sekali tiada jejaknya?"
"Ya." Tio Bun Yang mengangguk. "Begitu pula Kam Hay
Thian. Mereka entah menghilang ke mana. Namun kakekku
telah mengutus beberapa orang untuk pergi menyelidiki
mereka, hingga kini mereka masih belum pulang."
"Oooh!" Bokyong Sian Hoa manggut-manggut.
Sementara Yatsumi diam saja, tapi sering melirik Tio Bun
Yang. Mendadak Tio Bun Yang memandangnya seraya
bertanya. "Nona Yatsumi engkau mau tinggal di sini alau pulang ke
Jepang?" "Aku mau pulang ke Jepang," sahut Yatsumi. "Aku harus
membunuh Takara Nichiba, ketua ninja itu."
"Yatsumi," ujar Lie Ai Ling. "Jangan cepat-cepat pulang ke
Jepang, tinggallah di sini dulu!"
"Itu...." Yatsumi tampak ragu.
"Yatsumi!" Bokyong Sian Hoa memegang tangannya.
"Tinggallah di sini dulu, jangan begitu cepat pulang ke Jepang!
Sebab kalau engkau sudah pulang, entah kapan kita akan
bertemu kembali."
"Baiklah." Yatsumi mengangguk. "Aku akan tinggal di sini
beberapa hari."
"Nah, asyik!" seru Lie Ai Ling sambil tertawa.! "Kita
berkumpul di sini, akan bertambah ramai apabila Goat Nio
sudah muncul."
"Aaaah...!" Mendadak Tio Bun Yang menghela nafas
panjang. "Sudah sekian lama aku menunggunya di sini,
tapi...." "Bun Yang!" Lim Peng Hang menatapnya. "Biar bagaimana
pun engkau harus sabar menungJ gunya."
"Kakek!" Wajah Tio Bun Yang tampak murung sekali.
"Sudah sekian lama tiada kabar beritanya, aku khawatir telah
terjadi sesuatu atas diri nya."
"Itu tidak mungkin, Kakak Bun Yang," sahud Lie Ai Ling
menghiburnya. "Tidak akan terjadi suatu apa pun atas diri
Goat Nio, percayalah!"
"Aaaah...!" Tio Bun Yang menghela nafas panjang lagi.
"Aku... aku...."
"Engkau harus tenang, Bun Yang!" ujar Gouw Han Tiong.
"Tunggu lagi beberapa hari, kalau tiada kabar beritanya,
barulah kita rundingkan kembali."
"Ya!" Tio Bun Yang mengangguk.
"Nah!" ujar Lim Peng Hang sambil tertawa. "Kalian semua
boleh ke belakang, lebih asyik kalian mengobrol di sana."
Mereka mengangguk, lalu beranjak menuju halaman
belakang. Begitu sampai di halaman belakang, Lie Ai Ling
langsung berseru penuh kegembiraan.
"Horeee! Rasanya bebas setelah berada di sini!"
"Memangnya kenapa?" tanya Sie Keng Hauw heran.
"Kalau di hadapan Kakek Lim dan Kakek Gouw, rasanya
kurang leluasa dan tidak begitu bebas berbicara," sahut Lie Ai
Ling. "Kini kita hebas membicarakan apa pun."
"Benar." Bokyong Sian Hoa tersenyum, kemudian
memandang Tio Bun Yang seraya bertanya. "Kakak Bun Yang,
selama ini engkau rindu kepadaku?"
"Eh?" Lie Ai Ling terbelalak ketika mendengar pertanyaan
itu. "Sian Hoa, kenapa engkau tanya begitu kepada Kakak Bun
Yang?" "Memangnya tidak boleh?" sahut Bokyong Sian Hoa.
"Boleh sih boleh, tapi...." Lie Ai Ling menggleng-gelengkan
kepala. "Itu merupakan pertanyaan yang cukup mesra, tidak
pantas lho! Karena Kakak Bun Yang sudah punya kekasih."
"Aku tahu itu." Bokyong Sian Hoa tertawa kecil. "Aku telah
menganggapnya sebagai kakak, tentunya aku boleh bertanya
begitu kepadanya, bukan?"
"Oooh!" Lie Ai Ling tersenyum. "Kalau begitu memang
boleh. Nah, Kakak Bun Yang, jawablah pertanyaannya tadi!"
"Adik Sian Hoa!" Tio Bun Yang tersenyum lembut. "Aku
memang rindu kepadamu, sebab engkau adalah adikku."
"Kakak Bun Yang...." Bokyong Sian Hoa langsung
mendekap di dadanya.
"Adik Sian Hoa...." Tio Bun Yang membelainya dengan
penuh kasih sayang. "Engkau adalah gadis baik yang lincah,
kelak pasti bertemu pemuda yang baik."
"Kakak Bun Yang...." Bokyong Sian Hoa cemberut.
"Adik Sian Hoa!" Tio Bun Yang tersenyum. "Aku berkata
sesungguhnya, sama sekali tidak menggodamu."
"Betul," sahut Lie Ai Ling. "Kelak engkau pasti bertemu
pemuda yang baik, ganteng dan mencintaimu."
"Bagus! Bagus!" Bokyong Sian Hoa melotot. "Ai Ling!
Setelah berada di sisi Keng Hauw, engkau pun berani mulai
menggodaku!"
"Tidak salah," sahut Lie Ai Ling sambil tertawa dan
menambahkan. "Kalau berada di sisi sang kekasih, rasanya
memang bertambah berani."
"Idiih!" Bokyong Sian Hoa tertawa geli. "Dasar genit! Kalau
begitu, cepatlah engkau menikah dengan dia!"
"Sebetulnya aku memang ingin cepat-cepat menikah
dengan Keng Hauw, tapi...." Lie Ai Ling tersenyum sambil
melanjutkan, "Aku khawatir kalian akan merasa iri padaku,
maka aku belum mau menikah."
"Siapa yang iri padamu" Dasar!" Bokyong Sian Hoa
tertawa, kemudian ucapnya serius. "Mudah-mudahan Kakak
Bun Yang bertemu kembali dengan kekasihnya!"
Hari ini Toan Beng Kiat dan Lam Kiong Soat Im sudah tiba
di markas pusat Kay Pang. Ke-'laiangan mereka cukup
mengejutkan sekaligus mi-nggembirakan semua orang,
terutama Gouw Nan Tiong.
"Kakek!" panggil Toan Beng Kiat.
"Beng Kiat cucuku!" seru Gouw Han Tiong sambil
merangkulnya erat-erat. "Bagaimana keadaan ibu dan
ayahmu" Mereka baik-baik saja?"
"Ibu baik-baik saja. Tapi ayah...." Toan Beng Kiat
menggeleng-gelengkan kepala, dan wajah tampak murung
sekali. "Kenapa ayahmu?" tanya Gouw Han Tiong cemas.
"Lumpuh." Toan Beng Kiat memberitahukan. "Ayah Soat
Lan pun begitu."
"Betul." Lam Kiong Soat Lan mengangguk. "Ayahku pun
lumpuh." "Oh?" Gouw Han Tiong dan Lim Peng Hang terkejut. "Beng
Kiat, apa yang telah terjadi di sana, ceritakanlah!"
"Kalian duduk dulu!" ujar Tio Bun Yang sambil tersenyum.
"Jangan terus berdiri!"
"Terimakasih!" ucap Toan Beng Kiat dan Lam Kiong Soat
Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lan serentak lalu duduk.
"Beng Kiat!" Gouw Han Tiong menatapnya seraya berkata.
"Ceritakanlah apa yang telah terjadi atas diri ayahmu dan
ayah Soat Lan!"
"Ayah dan ayah Soat Lan bertanding dengan seorang gadis.
Tidak sampai dua puluh jurus, gadis itu berhasil menotok jalan
darah ayah dan ayah) Soat Lan hingga lumpuh." Toan Beng
Kiat menceritakan tentang itu. "Kemudian muncul guru
kami...." "Maksudmu Tayli Lo Ceng?" tanya Gouw Han Tiong.
"Ya." Toan Beng Kiat mengangguk.
"Lalu bagaimana?" Tanya Lim Peng Hang tertarik.
"Gadis itu menantang guru bertanding dengan suatu
syarat," jawab Toan Beng Kiat memberitahukan. "Syaratnya
yakni kalau gadis itu menang, maka dia yang berkuasa di
istana Tayli. Apabila guru yang menang, dia pasti segera
pergi." "Oh?" Gouw Han Tiong mengerutkan kening. "Kalau begitu,
guru kalian yang kalah, bukan?"
"Kok Kakek tahu?" Toan Beng Kiat heran.
"Kalau guru kalian menang, tentunya kalian tidak ke mari,"
sahut Gouw Han Tiong. "Kalian ke mari pertanda guru kalian
kalah." "Betul." Toan Beng Kiat mengangguk. "Guru kami kalah
dalam pertandingan itu."
"Haaah?" Lim Peng Hang terkejut bukan main, sehingga
mulutnya ternganga lebar. "Tayli Lo Ceng kalah bertanding
dengan gadis itu?"
"Ya." Toan Beng Kiat menghela nafas panjang.
"Kepandaian gadis itu sungguh tinggi! Tapi juga sangat
membingungkan...."
"Kenapa membingungkan?" Tanya Gouw Han 'liong heran.
"Sebab gadis itu mengaku telah berusia delapan puluh
tahun lebih," jawab Lam Kiong Soat Lan memberitahukan.
"Semula guru tidak percaya, tapi kemudian percaya juga."
"Oh?" Gouw Han Tiong mengerutkan kening. "Siapa gadis
itu?" "Bu Ceng Sianli-Tu Siao Cui." Lam Kiong Soat Lan
memberitahukan. "Dia sangat cantik sekali, kelihatannya baru
berusia dua puluhan. Tapi dia telah berusia delapan puluh
tahun lebih."
"Dia... dia adalah Kakak Siao Cui?" Tio Bun Yang terbelalak.
"Betulkah usianya sudah delapan puluh lebih?"
"Kakak Bun Yang kenal dia?" tanya Lam Kiong Soat Lan.
"Kenal!" Tio Bun Yang mengangguk. "Kami pernah
bertemu, dialah yang membunuh Hek Sim Popo. Tapi kenapa
dia ke Tayli cari gara-gara?"
"Itu dikarenakan guru kami," jawab Toan Beng Kiat.
"Tayli Lo Ceng..." gumam Tio Bun Yang. "Oooh! Ternyata
dia ingin membuat perhitungan dengan guru kalian, karena
guru kalian adalah kakak seperguruan Thian Gwa Sin Hiap."
"Siapa Thian Sin Hiap?" Toan Beng Kiat heran.
"Adik seperguruan Tayli Lo Ceng," sahut Tio Bun Yang dan
menambahkan. "Atau paman guru kalian, juga adalah guru Bu
Ceng Sianli-Tu Siao Cui."
"Kalau begitu...." Lam Kiong Soat Lan terbelalak. "Bu Ceng
Sianli itu adalah kakak seperguruan kami."
"Memang. Tapi...." Tio Bun Yang menggeleng-gelengkan
kepala. "Thian Gwa Sin Hiap telah melakukan suatu
kesalahan."
"Kesalahan apa?" tanya Toan Beng Kiat.
"Thian Gwa Sin Hiap salah tangan membunuh sepasang
perampok budiman. Ternyata sepasang perampok itu adalah
kedua orang tua Tu Siao Cui...." Tio Bun Yang menceritakan
tentang itu. "Oooh!" Toan Beng Kiat manggut-manggut. "Ternyata
begitu! Pantas dia ke Tayli mencari guru!
"Tapi...." Lam Kiong Soat Lan mengerutkan kening.
"Kenapa dia melumpuhkan ayah?"
"Dalam suatu pertandingan, memang saling menjatuhkan,"
sahut Tio Bun Yang. "Kita tidak bisa mempersalahkannya.
Yang bersalah adalah orang tua kalian. Seharusnya orang tua
kalian bersabar."
"Dia begitu sombong, maka ayah tidak bisa bersabar," ujar
Lam Kiong Soat Lan memberitahukan.
"Dia berlaku sombong karena ingin meman-i ing emosi
ayahmu, karena itu terjadilah pertandingan." Tio Bun Yang
menjelaskan. "Kalau begitu..." sela Toan Beng Kiat. "Guruku bertanding
dengan dia, apakah juga karena ."mosi?"
"Bukan." Tio Bun Yang menggelengkan kepala. "Tayli Lo
Ceng bertanding dengan dia, ka-w-na membela Tayli dan
orang tua kalian."
"Aaah...!" Toan Beng Kiat menghela nafas panjang. "Guru
kami kalah, maka Bu Ceng Sianli yang berkuasa di istana."
"Oleh karena itu..." sambung Lam Kiong Soal Lan. "Guru
menyuruh kami ke mari menemuimu."
"Oh?" Tio Bun Yang tertegun dan bertanya. "Tayli Lo Ceng
pesan apa untukku?"
"Kami harus menjemputmu ke Tayli," sahut Toan Beng
Kiat. "Guru kami berpesan demikian."
"Lho" Kenapa?" Tio Bun Yang bingung.
"Kata guru...." Lam Kiong Soat Lan memberitahukan.
"Hanya engkau yang mampu menundukkan Bu Ceng Sianli,
dia akan menuruti perkataanmu."
"Itu bagaimana mungkin?" Tio Bun Yang menggelenggelengkan
kepala. "Guru kami yakin itu," ujar Toan Beng Kiat. "Sebab di saat
Bu Ceng Sianli berbicara, dia pun mengatakan bahwa engkau
sangat adil dan bijaksana. Kelihatannya dia sangat kagum dan
salut kepadamu."
"Itu...." Tio Bun Yang mengerutkan kening, "tidak mungkin
aku bisa ikut kalian ke Tayli."
"Kenapa?" Lam Kiong Soat Lan heran.
"Sebab...." Tio Bun Yang menghela nafas panjang, "aku
sedang menunggu Goat Nio, jadi tidak bisa ke mana-mana."
"Tapi...." Toan Beng Kiat memberitahukan dengan wajah
muram. "Kini guru kami terluka, orang tua kami pun lumpuh.
Sedangkan Bu Ceng Sianli berbuat semaunya di istana.
Menurut guru, hada seorang pun yang dapat
menundukkannya kecuali engkau."
"Bukan aku tidak bersedia ke Tayli, melainkan karena aku
harus menunggu Goat Nio di sini."
"Bun Yang," ujar Lim Peng Hang. "Menurut kakek, engkau
harus berangkat ke Tayli."
"Kakek...." Tio Bun Yang mengerutkan kening.
"Kalau engkau tidak ke sana, Kakek khawatir Bu Ceng Sianli
akan bertindak sewenang-wenang di sana." Lim Peng Hang
menatapnya. "Mengenai soal Nio, biar kami yang
menunggunya."
"Kakek, itu...." Kelihatannya Tio Bun Yang masih
berkeberatan meninggalkan markas pusat Kay Pang, sebab ia
harus menunggu Goat Nio.
"Bun Yang!" Lim Peng Hang tersenyum. "Selelah engkau
bertemu Tayli Lo Ceng mungkin engkau bisa minta petunjuk
kepadanya mengenai Goat Nio, bukan?"
"Betul," sahut Lam Kiong Soat Lan. "Aku yakin guru tahu
mengenai Goat Nio, dan pasti mwmberi petunjuk kepadamu."
Tio Bun Yang berpikir, lama sekali barulah ia mengangguk.
"Baiklah. Aku akan ikut kalian ke Tayli."
"Terimakasih!" ucap Toan Beng Kiat dan Lam Peng Soat
Lan serentak. Sementara Bokyong Sian Hoa diam saja. Namun begitu
Toab Beng Kiat muncul di situ, sepasang matanya terus
melirik ke arah pemuda itu. Kelihatannya gadis itu sangat
tertarik padanya Maka ketika Tio Hun Yang mengatakan ikut
meieka ke Tayli, ia pun segera menyelak.
"Kakak Bun Yang, aku juga ikut ah!"
"Apa?" Tio Bun Yang terbelalak. "Engkau ingin ikut ke
Tayli?" "Ya." Bokyong Sian Hoa mengangguk sambi tersenyum.
"Boleh kan?"
"Itu...." Tio Bun Yang tampak ragu.
"Maaf!" ucap Toan Beng Kiat dengan wajah ceria.
"Bolehkah aku tahu siapa Nona?"
"Namaku Bokyong Sian Hoa," sahut gadis itu dengan wajah
agak kemerah-merahan. "Bolehkah aku ikut ke Tayli?"
"Tentu boleh, tapi...." Toan Beng Kiat menatapnya, "orang
tuamu memperbolehkan apa tidak"!
"Aku sudah tidak punya orang tua." Bokyong Sian Hoa
menundukkan kepala. "Aku pernah tinggal di Pulau Hong
Hoang To!"
"Oh?" Toan Beng Kiat tampak tercengang "Nona punya
hubungan apa dengan Paman Cie Hiong?"
"Almarhum ibuku adalah teman baiknya. Maka aku...."
"Beng Kiat!" Tio Bun Yang tersenyum. "Dia mantan Putri
Manchuria, ayahnya bernama Patoho."
"Apa?" Toan Beng Kiat terperanjat. "Raja Manchuria itu?"
"Ya." Tio Bun Yang mengangguk.
"Kami tahu...." Toan Beng Kiat manggut-manggut. "Patoho
adalah raja Manchuria yang baik, tapi sudah meninggal karena
dibunuh adiknya."
"Kok engkau tahu?" Bokyong Sian Hoa bingung.
"Sebelum meninggal, ayahmu pernah berkun-jung ke Tayli
menemui kakekku." Toan Beng Kiat memberitahukan.
"Kakekku adalah Toan Hong Ya!"
"Oooh!" Wajah Bokyong Sian Hoa berseri. "Kalau begitu,
Toan Wie Kie adalah ayahmu!"
"Betul." Toan Beng Kiat tercengang. "Kok engkau tahu?"
"Ayahku pernah memberitahukan kepadaku mengenai
kalian, tidak disangka kita malah bertemu di sini," ujar
Bokyong Sian Hoa sambil tersenyum.
"Nah!" sela Lie Ai Ling. "Itu namanya berjodoh."
"Ai Ling!" Wajah Bokyong Sian Hoa langsung memerah.
"Engkau kok usil sih?"
"Hi hi hi!" Lie Ai Ling tertawa geli. "Aku tahu, engkau
sangat tertarik kepada Toan Beng Kiat, bukan?"
"Engkau...." Bokyong Sian Hoa membanting-banting kaki.
"Engkau jahat!"
Lam Kiong Soat Lan tersenyum, kemudian memandang Lie
Ai Ling seraya bertanya.
"Ai Ling, bagaimana keadaan Kam Hay Thian dan Lu Hui
San?" "Mereka...." Lie Ai Ling menggeleng-gelengkan kepala.
"Kenapa mereka?" Lam Kiong Soat Lan tersentak. "Apakah
telah terjadi sesuatu atas diri mereka?"
"Lu Thay Kam mati di tangan Kam Hay Thiana setelah itu
Kam Hay Thian dan Lu Hui San menghilang entah ke mana..."
jawab Lie Ai Lini sekaligus menutur tentang kejadian itu.
"Aaah...!" Lam Kiong Soat Lan menghela nafas panjang.
"Sungguh kasihan Lu Hui San! entah bagaimana keadaannya"
Aku khawatir dia akan menjadi gila."
"Benar." Tio Bun Yang manggut-manggut "Aku pun
mengkhawatirkan itu."
"Beng Kiat," tanya Lim Peng Hang mendadak. "Kapan
kalian akan berangkat?"
"Sekarang," jawab Toan Beng Kiat.
"Apa?" Lim Peng Hang terbelalak. "Kenapa begitu cepat"
Apakah tidak boleh menunggu bel berapa hari?"
"Memang tidak boleh, sebab guru berpesan kepada kami
harus segera pulang ke Tayli."
"Beng Kiat!" Gouw Han Tiong menatapnya. "Kalau begitu,
lebih baik kalian berangkat esok saja."
"Ya, Kakek." Toan Beng Kiat tidak berani membantah.
"Kakek," ujar Tio Bun Yang berpesan kepada Lim Peng
Hang. "Kalau Goat Nio ke mari, suruh dia menungguku di sini,
jangan menyusul ke Tayli! Aku khawatir akan selisih jalan
lagi." "Jangan khawatir!" Lim Peng Hang tersenyum. "Kakek pasti
menyuruhnya menunggu di sini. Namun engkau jangan lamalama
di Tayli!"
"Ya, Kakek." Tio Bun Yang mengangguk.
Beberapa hari kemudian setelah Tio Bun Yang, Bokyong
Sian Hoa, Toan Beng Kiat dan Lam Kiong Soat Lan berangkat
ke Tayli, justru muncul Ngo Tok Kauwcu-Phang Ling Cu di
markas pusat Kay Pang.
Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong menyambut
kedatangannya dengan penuh keheranan, namun dengan
ramah mempersilakannya duduk.
"Ling Cu, silakan duduk!"
"Terimakasih!" ucap Ngo Tok Kauwcu sambil duduk,
kemudian memandang Lie Ai Ling. "Engkau berada di sini. Oh
ya, di mana Kam Hay Thian dan Lu Hui San?"
"Mereka...." Lie Ai Ling menggeleng-gelengkan kepala, lalu
menutur tentang itu dan bertanya. "Engkau belum tahu Lu
Thay Kam sudah mati?"
"Sudah tahu, tapi tidak begitu jelas tentang kejadian itu,"
jawab Ngo Tok Kauwcu sambil menghela nafas panjang.
"Ternyata begitu!"
"Ling Cu!" Lim Peng Hang memandangnya seraya bertanya.
"Engkau ke mari tentunya ada suatu penting, bukan?"
"Betul." Ngo Tok Kauwcu mengangguk. "Aku ingin
menemui Adik Bun Yang. Dia di mana?"
"Dia sudah berangkat ke Tayli beberapa hari yang lalu." Lim
Peng Hang memberitahukan tentang munculnya Bu Ceng
Sianli di Tayli.
"Oooh!" Ngo Tok Kauwcu manggut-manggut. "Aku juga
pernah mendengar tentang sepak terjang Bu Ceng Sianli itu.
Banyak penjahat yang mati di tangannya. Tapi dia pun
membunuh kaum pesilat golongan putih, termasuk beberapa
murid partai Butong."
"Kami sudah tahu itu," ujar Lim Peng Hang. "Oh ya, engkau
ke mari tentunya ingin menyampaikan sesuatu, bukan?"
"Ya." Ngo Tok Kauwcu mengangguk. "Aku ingin
menyampaikan kabar berita tentang Siang Koan Goat Nio."
"Hah" Apa?" Lim Peng Hang tersentak, begitu pula yang
lain. "Engkau tahu tentang kabar beritanya?"
"Ya." Ngo Tok Kauwcu mengangguk. "Beberapa bulan yang
lalu, Goat Nio ditangkap oleh pihak Seng Hwee Kauw. Pat Pie
Lo Koay yang mengirim berita itu kepadaku."
Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Pihak Seng Hwee Kauw menangkap Siang Koan Goat Nio?"
Betapa terkejutnya Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong.
"Engkau tahu bagaimana keadaannya di sana?"
"Dia baik-baik saja. Tapi disekap di dalam ruang batu."
"Ling Cu!" Lim Peng Hang menggeleng-gelengkan kepala.
"Kenapa sekarang engkau baru ke mari memberitahukan?"
"Maaf! Karena aku masih harus mengatur sesuatu, begitu
pula Pat Pie Lo Koay," ujar Ngo Tok Kauwcu memberitahukan.
"Itu demi keselamatan Siang Koan Goat Nio."
"Oooh!" Lim Peng Hang manggut-manggut, lalu
memandang Gouw Han Tiong seraya bertanya. "Bagaimana
menurutmu?"
"Cukup memusingkan," sahut Gouw Han Tiong sambil
menggeleng-gelengkan kepala. "Sebab Tio Bun Yang tidak
berada di sini, kita tidak boleh sembarangan mengambil suatu
keputusan."
"Tapi...." Lim Peng Hang menghela nafas panjang.
"Bukankah itu akan membahayakan diri Goat Nio?"
"Tidak," ujar Ngo Tok Kauwcu. "Karena Goat Nio cuma
dijadikan sandera saja."
"Ling Cu!" Lim Peng Hang menatapnya. "Menurutmu kita
harus bagaimana?"
"Menunggu," sahut Ngo Tok Kauwcu singkat.
"Maksudmu menunggu Bun Yang pulang?" tanya Gouw Han
Tiong. "Menunggu utusan Seng Hwee Kauw ke mari, sekaligus
menunggu Adik Bun Yang pulang," jawab Ngo Tok Kauwcu
sungguh-sungguh.
"Pihak Seng Hwee Kauw akan mengutus seseorang ke
mari?" tanya Lim Peng Hang sambil mengerutkan kening.
"Ya." Ngo Tok Kauwcu mengangguk. "Itu sudah dalam
rencana Seng Hwee Sin Kun."
"Tapi Goat Nio akan selamat di sana?" tanya Lim Peng
Hang penuh perhatian, namun bernada cemas.
"Jangan khawatir, Goat Nio tidak akan terjadi apa-apa di
sana!" jawab Ngo Tok Kauwcu, kemudian memandang
Yatsumi seraya bertanya. "Nona ini cantik sekali, tapi
dandanannya agak aneh."
"Kakak Ling Cu!" Lie Ai Ling memperkenalkan. "Dia
bernama Yatsumi, gadis dari Jepang."
"Oooh!" Ngo Tok Kauwcu manggut-manggut. "Ternyata
pesilat wanita dari Jepang!"
"Kakak Ling Cu!" Yatsumi tersenyum. "Paman Cie Hiong
adalah teman baik ibuku...."
Yatsumi memberitahukan tentang itu, dan Ngo Tok Kauwcu
mendengar dengan penuh perhatian.
"Oooh!" Ngo Tok Kauwcu manggut-manggut lagi. "Ternyata
begitu, bahkan engkau pernah tinggal di Pulau Hong Hoang
To!" "Paman Cie Hiong mengajarku ilmu silat. Tidak lama lagi
aku akan pulang ke Jepang, aku harus membalas dendam."
Yatsumi memberitahukan. "Aku harus membunuh ketua ninja
itu." "Ngmmm!" Ngo Tok Kauwcu mengangguk. "Tapi engkau
harus berhati-hati menghadapi nin-ja, sebab kaum ninja
memiliki ilmu aneh."
"Paman Cie Hiong sudah memberi petunjuk kepadaku,
bagaimana cara menghadapi kaum ninja," ujar Yatsumi dan
menambahkan. "Aku sangat berterimakasih pada Paman Cie
Hiong." Ngo Tok Kauwcu tersenyum, kemudian memandang Lim
Peng Hang seraya berkata dengan wajah serius.
"Lim Pangcu pernah dengar tentang sekelompok orang
aneh di rimba persilatan?"
"Sekelompok orang aneh" Maksudmu?" Lim Peng Hang
mengerutkan kening.
"Ketika aku ke mari, aku mendengar suara siulan aneh
yang menyeramkan, lalu muncul belasan orang berpakaian
serba putih menunggang kuda, mereka memakai kedok
setan." "Engkau melihat mereka?" tanya Lim Peng Mang terkejut.
"Ya." Ngo Tok Kauwcu mengangguk. "Ketika aku
mendengar suara siulan aneh yang menyeramkan itu, aku
segera bersembunyi di balik pohon Lim Pangcu tahu tentang
mereka?" "Kalau tidak salah, mereka para anggota Kui Bin Pang
(Perkumpulan Muka Setan)," jawab Lira Peng Hang
memberitahukan.
"Oh?" Ngo Tok Kauwcu mengerutkan kening., "Aku tidak
pernah mendengar tentang Kui Bin Pang itu."
"Aaaah...!" Lim Peng Hang menghela nafas panjang.
"Sudah hampir seratus tahun Kui Bin Pang itu lenyap, namun
kini muncul kembali Entah apa yang akan terjadi?"
-ooo0dw0ooo- Bagian ke empat puiuh tujuh
Orang Tua pincang
Tio Bun Yang, Bokyong Sian Hoa, Toan Beni Kiat dan Lam
Kiong Soat Lan sudah tiba di Tayli Toan Beng Kiat dan Lam
Kiong Soat Lan lang sung mengajak mereka berdua ke ruang
istirahat menemui Tayli Lo Ceng. Begitu sampai di ruang itu,
mereka berempatpun segera bersujud di hadapan padri tua
itu, yang duduk bersila.
"Omitohud!" ucap Tayli Lo Ceng dengan wajah berseri.
"Syukurlah kalian sudah pulang!"
"Guru..." panggil Toan Beng Kiat. "Kami telah berhasil
mengajak Bun Yang ke mari."
"Bagus!" Tayli Lo Ceng menatap Tio Bun Yang. "Omitohud!
Memang hanya engkau yang dapat menundukkan Bu Ceng
Sianli-Tu Siao Cui itu."
"Lo Ceng...." Tio Bun Yang menggelengkan kepala. "Itu
belum tentu."
"Omitohud! Percayalah!" Tayli Lo Ceng ter-i.enyum. "Kalian
duduklah!"
Mereka berempat lalu duduk. Tayli Lo Ceng terus menatap
Tio Bun Yang dengan seksama, leinudian ucapnya sambil
manggut-manggut.
"Engkau akan mengalami berbagai percobaan, maka
engkau harus tabah menghadapinya."
"Ya, Lo Ceng." Tio Bun Yang mengangguk." Oh ya, aku
ingin mohon petunjuk."
"Mengenai apa?"
"Sian Koan Goat Nio."
"Omitohud!" Tayli Lo Ceng tersenyum. "Engkau tidak usah
khawatir, dia dalam keadaan baik-baik saja."
"Lo Ceng," tanya Tio Bun Yang cepat. "Dia berada di
mana?" "Setelah engkau pulang ke markas pusat Kay Pang, engkau
pasti mengetahuinya," sahut Tayli Lo Ceng. "Omitohud!"
"Terimakasih atas petunjuk Lo Ceng!" ucap Tio Bun Yang.
"Omitohud!" Mendadak Tayli Lo Ceng memandang Bokyong
Sian Hoa. "Engkau memana sudah ditakdirkan ke mari, bahwa
engkau dari Beng Kiat pun sudah saling tertarik dalam hati!
Bagus! Bagus!"
"Lo Ceng...." Wajah Bokyong Sian Hoa kemerah-merahan.
"Nanti kalau Bun Yang pulang ke Tionggoan, engkau tetap
di sini saja!" pesan Tayli Lo Cengl
"Lo Ceng, aku...." Bokyong Sian Hoa menungdukkan
kepala. "Sian Hoa!" Lam Kiong Soat Lan langsung memegang
tangannya. "Engkau tinggal di sini ya. Jadi aku punya kawan."
"Ng!" Bokyong Sian Hoa mengangguk.
"Guru," tanya Toan Beng Kiat. "Bagaimana keadaan
ayahku?" "Masih lumpuh," sahut Tayli Lo Ceng. "Hanya Bu Ceng
Sianli yang dapat menyembuhkannya.'!
"Bagaimana keadaan luka guru?" tanya Toan Beng Kiat lagi
dengan penuh perhatian.
"Sudah membaik." jawab Tayli Lo Ceng sambil menghela
nafas panjang. "Dua bulan kemudian guru baru bisa pulih."
"Lo Ceng...." Tio Bun Yang menatapnya. "Bolehkah aku
periksa sejenak luka Lo Ceng?"
"Omitohud! Silakan!" sahut Tayli Lo Ceng.
Tio Bun Yang segera memeriksa luka di dada Tayli Lo Ceng,
lama sekali lalu menggeleng-gelengkan kepala.
"Tak disangka sama sekali Bu Ceng Sianli memiliki
lweekang yang begitu dahsyat!" ujarnya sungguh-sungguh.
"Padahal Lo Ceng memiliki Hud Bun Pan Yok Sin Kang, namun
serangan lwee-kangnya mampu menerobos pertahanan
lweekang Lo Ceng."
"Omitohud!" Tayli Lo Ceng menghela nafas panjang. "Dia
menyerangku dengan ilmu Hian Goan Ci."
"Lo Ceng...." Tio Bun Yang duduk di belakang Tayli Lo
Ceng. "Maaf, aku akan mencoba mengobati Lo Ceng!"
"Terimakasih!" ucap Tayli Lo Ceng.
Tio Bun Yang menempelkan sepasang telapak tangannya di
punggung Tayli Lo Ceng, lalu mengerahkan Pan Yok Hian
Thian Sin Kang, sekaligus disalurkan ke dalam tubuh padri tua
itu. Seketika Tayli Lo Ceng merasa ada aliran hangat
menerobos ke dalam tubuhnya. Maka ia segera mengerahkan
Hud Bun Pan Yok Sin Kang untuk menerima aliran hangat itu.
Berselang beberapa saat kemudian, tampak uap putih
mengepul di atas ubun-ubun Tayli Lo Ceng. Sepeminuman teh
kemudian, uap putih itu menerobos ke dalam ubun-ubun padri
tua itu. Di saat bersamaan, Tio Bun Yang menarik kembali
lweekangnya, lalu menghela nafas dalam-dalami sekaligus
menurunkan sepasang telapak tangannya.
"Omitohud!" ucap Tayli Lo Ceng. "Terima-kasih, engkau
telah menyembuhkan lukaku! Tak disangka lweekangmu
begitu hebat!"
"Terimakasih kembali, Lo Ceng!" Tio Bun Yang tersenyum.
"Omitohud! Kalian boleh ke ruang tengah sekarang. Bu
Ceng Sianli dan Toan Hong Ya berada di situ," ujar Tayli Lo
Ceng. "Ya." Toan Beng Kiat dan Lam Kiong Soat Lan
mengangguk. Kemudian mereka berdua mengajak Tio Bun
Yang dan Bokyong Sian Hoa kd ruang tengah.
Tampak Bu Ceng Sianli-Tu Siao Cui sedang duduk di kursi
kebesaran sambil menikmati berbagai macam buah-buahan,
sedangkan Toan Hona Ya duduk di kursi biasa dengan wajah
murung. Akan tetapi, ketika melihat Toan Beng Kiat, Lam Kiong Soat
Lan dan seorang pemuda serta seorang gadis muncul,
berserilah wajahnya.
"Kakek!" panggil Toan Beng Kiat dan Lam Kiong Soat Lan.
"Kalian sudah pulang?" sahut Toan Hong Ya sambil
tersenyum. Sementara Bu Ceng Sianli tidak begitu memperhatikan
mereka, sebab sedang sibuk menikmati buah-buahan.
"Kakak Siao Cui!" Panggil Tio Bun Yang.
Bu Ceng Sianli-Tu Siao Cui tampak tersentak kaget ketika
mendengar suara itu, dan langsung menolehkan kepalanya ke
arah Tio Bun Yang.
"Eeeeh?" Wanita itu terbelalak dan mulutnya ternganga
lebar. "Engkau adalah adik kecil?"
"Betul." Tio Bun Yang mengangguk sambil tersenyum. "Kok
Kakak duduk di kursi itu?"
"Hi hi hi!" Bu Ceng Sianli-Tu Siao Cui tertawa cekikikan.
"Adik kecil, tentunya engkau belum tahu, kini akulah yang
berkuasa di istana ini."
"Aku sudah tahu," sahut Tio Bun Yang dan menambahkan.
"Maka aku ke mari menemuimu."
"Oh, ya?" Tu Siao Cui menatapnya dalam-dalam. "Engkau
kenal Tayli Lo Ceng, Toan Hong Ya dan lainnya?"
"Kenal." Tio Bun Yang mengangguk.
"Oooh!" Tu Siao Cui manggut-manggut sambil tersenyum.
"Engkau kebetulan ke mari atau sengaja ke mari?"
"Beng Kiat dan Soat Lan yang mengajakku ke mari."
"Mereka...." Tu Siao Cui tertegun. "Mereka ke Tionggoan
menjemputmu ke mari?"
"Ya." Tio Bun Yang mengangguk.
"Bukan main!" Tui Siao Cui tertawa, lalu memandang
Bokyong Sian Hoa seraya bertanya, "Gadis itu kekasihmu?"
"Bukan." Tio Bun Yang menggelengkan kepala.
"Kalau bukan, kenapa dia juga ikut ke mari?" tanya Tu Siao
Cui heran. "Bu Ceng Sianli," sahut Bokyong Sian Hoa. "Memangnya
aku tidak boleh ikut ke mari?"
"Kok galak amat." Bu Ceng Sianli tertawa. "Engkau ikut ke
mari pasti punya maksud tertentu, bukan?"
"Itu urusanku, engkau tidak berhak tahu." Bokyong Sian
Hoa melotot sambil mendengus dingin.
"Hmm...!"
"Sian Hoa," tegur Tio Bun Yang. "Jangan kurang ajar."
"Tapi dia...." Bokyong Sian Hoa cemberut.
"Sian Hoa!" Tio Bun Yang tersenyum. "Anak gadis haruslah
sabar, lemah-lembut dan sopan-santun. Jangan berlaku
kurang ajar!"
"Betul." Tu Siao Cui tertawa cekikikan. "Engkau memang
adikku yang baik, adil, bijaksana dan baik hati! Hi hi hi...!"
"Kakak!" Tio Bun Yang memandangnya. "Kalau aku
mengatakan sesuatu, maukah Kakak menurutinya?"
"Aku harus tahu dulu apa yang engkau katakan, maka aku
tidak mau berjanji mengikat diriku sendiri," sahut Tu Siao Cui
sambil tertawa. "Namun aku sudah dapat menerka apa yang
akan engkau katakan."
Tio Bun Yang tersenyum. "Syukurlah kalau begitu! Terus
terang, tidak baik engkau berbuat sewenang-wenang di sini."
"Hi hi hi!" Tu Siao Cui tertawa. "Aku ingin lahu bagaimana
enaknya jadi orang berkuasa di sini. Memang enak sekali. Mau
apa cukup turunkan perintah saja. Hi hi hi!"
"Kakak!" Tio Bun Yang tersenyum. "Kini sudah saatnya
Kakak turun dari kursi kebesaran itu."
"Kenapa?"
"Karena aku tidak mau melihat Kakak berundak sewenangwenang.
Oleh karena itu, aku harap Kakak...."
"Oooh, begitu!" Tu Siao Cui tertawa lagi. "bagaimana kalau
aku tidak mau?"
"Aku... aku...." Tio Bun Yang tergagap.
"Engkau ingin bertanding denganku?" tanya Tiu Siao Cui
Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sambil menatapnya.
"Aku tidak berani bertanding dengan Kakak, Cuma aku
sangat menghargai Kakak."
"Oh, ya" Kalau begitu bersediakah engkau berlutut di
hadapanku?" tanya Tu Siao Cui mendadak.
"Kalau aku berlutut di hadapanmu, maka engkau akan
menyembuhkan Paman Wie Kie dan Paman Bie Liong?"
"Bahkan aku pun akan meninggalkan istana ini:
"Baik." Tio Bun Yang langsung menjatuhkan diri di hadapan
Tu Siao Cui. "Kakak, terimalah sujudku!"
"Eh" Adik kecil...." Tu Siao Cui tertegun. Ia memandang Tio
Bun Yang dengan mata terbelalak. "Kenapa engkau mau
berlutut di hadapanku" Apakah karena engkau ingin membela
mereka?" "Aku telah menganggapmu sebagai Kakak, tentunya pantas
bagiku bersujud memberi hormat kepadamu. Aku yakin,
engkau tidak akan mengecewakanku," sahut Tio Bun Yang
sambil tersenyum lembut.
"Hi hi hi!" Tu Siao Cui tertawa cekikikan dan tampak
gembira sekali. "Tidak disangka sama sekali, di saat aku
berusia delapan puluh lebih, justru punya adik yang begitu
cerdik! Hi hi hi! Bangunlah!"
"Terimakasih, Kak!" ucap Tio Bun Yang sambil bangkit
berdiri. "Adik!" Tu Siao Cui meloncat turun. "Nah bukankah aku
sudah turun dari kursi kebesaran ini?"
"Kakak...." Wajah Tio Bun Yang berseri. "Oh ya, Kakak
masih harus menyembuhkan...."
"Aku tahu." Tu Siao Cui manggut-manggut sambil
memandang Toan Beng Kiat dan Lam Kiong Soat Lan. "Cepat
papah mereka ke mari aku akan menyembuhkan mereka!"
"Ya!" Toan Beng Kiat dan Lam Kiong Soat Lan
mengangguk, lalu segera berlari ke luar.
Tak seberapa lama kemudian, mereka berdua sudah
kembali. Yang memapah Toan Wie Kie dan Lam Kiong Bie
Liong adalah Gouw Sian Eng dan Toan Pit Lian.
"Baringkan mereka di lantai!" ujar Tu Siao Cui.
Gouw Sian Eng segera membaringkan Toan Wie Kie di
lantai, dan Toan Pit Lian segera membaringkan Lam Kiong Bie
Liong di lantai pula.
"Kalian minggir!" ujar Tu Siao Cui sambil mengerahkan
Hian Goan Sin Kangnya.
Gouw Sian Eng dan Toan Pit Lian langsung menyingkir. Di
saat itulah Tu Siao Cui menggerakkan jari tangannya ke arah
Toan Wie Kie dan Lam Kiong Bie Liong. Tampak cahaya putih
berkelebat ke arah tubuh mereka, tak lama kemudian, barulah
Tu Siao Cui menghentikan gerak-kannya.
Toan Wie Kie dan Lam Kiong Bie Liong menarik nafas
dalam-dalam. Tubuh mereka tampak bergerak lalu bangkit
berdiri. Betapa gembiranya Gouw Sian Eng dan Toan Pit Lian
mereka langsung mendekati Toan Wie Kie dan Lam Kiong Bie
Liong dengan wajah berseri-seri.
"Kakak Kie, engkau sudah sembuh?" tanya Gouw Sian Eng
dengan air mata berderai saking gembira.
"Aku sudah sembuh," jawab Toan Wie Kie.
"Kakak Liong, bagaimana keadaanmu?" tanya Toan Pit Lian
lembut. "Aku sudah sembuh," jawab Lam Kiong Bie Liong.
"Hi hi hi!" Tu Siao Cui tertawa cekikikan. "Adik, mereka
sudah sembuh, maka aku harus segera meninggalkan istana
ini." "Kakak...."
"Adik!" Tu Siao Cui tertawa nyaring. "Aku senang sekali,
sampai jumpa!"
"Kakak!" seru Tio Bun Yang memanggilnya.
Akan tetapi, Tu Siao Cui sudah melesat pergi sayup-sayup
masih terdengar suara sahutannya.
"Adik, kelak kita akan berjumpa kembali...."
"Kakak...." Tio Bun Yang menghela nafas panjang.
"Omitohud...." Mendadak muncul Tayli Lo Ceng sambil
tersenyum. "Syukurlah dia akan me nuju ke jalan yang benar."
"Guru, kenapa baru sekarang guru muncul?" tanya Lam
Kiong Soat Lan sambil mengerutka kening.
"Kalau aku muncul sebelum Bu Ceng Sian pergi, dia pasti
marah-marah lagi," sahut Tayli Lo Ceng sambil tertawa.
"Bahkan mungkin dia tidak akan pergi. Maka aku sengaja
muncul setelah di pergi."
"Oooh!" Lam Kiong Soat Lan manggut-manggut.
"Omitohud...." Tayli Lo Ceng menatap Tio Bun Yang dalamdalam.
"Kelak engkau pula yang harus menyelamatkan rimba
persilatan."
"Lo Ceng...." Tio Bun Yang tertegun.
"Bun Yang, engkau harus segera pulang ke Tionggoan."
ujar Tayli Lo Ceng. "Jangan lama-lama di sini, sebab masih
ada urusan yang harus engkau selesaikan di Tionggoan."
"Ya." Tio Bun Yang mengangguk. "Terima-kasih atas
petunjuk Lo Ceng!"
"Omitohud!" ucap Tayli Lo Ceng. "Sampai jumpa!"
"Guru! Guru...!" seru Toan Beng Kiat dan Lam Kiong Soat
Lan memanggilnya, namun padri itu itu sudah melesat pergi.
"Toan Hong Ya!" Terdengar suara seruan Tayli Lo Ceng.
"Toan Beng Kiat dan Bokyong Sian Hoa berjodoh, mereka
ditakdirkan menjadi Suami isteri."
"Terimakasih, Lo Ceng!" sahut Toan Hong Ya.
Sedangkan Toan Beng Kiat dan Bokyong Sian Hoa saling
memandang, kemudian mereka tersenyum sambil
menundukkan kepala.
"Bun Yang, terimakasih!" ucap Toan Hong Ya sambil
memandangnya. "Kapan engkau akan kembali ke Tionggoan"
"Sekarang," jawab Tio Bun Yang.
"Apa?" Toan Hong Ya terbelalak. "Sekarang?"
"Sesuai dengan pesan Lo Ceng, aku harus segera kembali
ke Tionggoan, karena masih ada urusan yang harus
kuselesaikan di sana." Tio Bun Yang memberitahukan. "Aku
harus menunggJ Goat Nio di markas pusat Kay Pang."
"Goat Nio?" Toan Hong Ya tampak tercengang.
"Kakek, Goat Nio adalah kekasihnya...." Toan Beng Kiat
memberitahukan tentang itu.
"Oooh!" Toan Hong Ya manggut-manggut.
"Bun Yang." ujar Toan Wie Kie sambil memandangnya
kagum. "Sebetulnya kami ingin menahanmu tinggal di sini
beberapa hari, namun engkau masih punya urusan di
Tionggoan. Sungj guh sayang sekali! Tolong sampaikan salam
rindu ku kepada ayahmu!"
"Kalau aku ke Pulau Hong Hoang To, pasti kusampaikan,"
ujar Tio Bun Yang sekaligus beri pamit. "Maaf, aku mohon
diri!" "Kakak Bun Yang, kapan engkau ke mari?" tanya Bokyong
Sian Hoa. "Entahlah," jawab Tio Bun Yang. "Tapi bukankah engkau
boleh ke Tionggoan bersama Beng Kiat?"
"Betul." Bokyong Sian Hoa tertawa gembira. "Nanti kami
akan menyusulmu ke Tionggoan."
"Toan Hong Ya, paman-paman!" Tio Bun Yang memberi
hormat : Sampai Jumpa "
Tio Bun Yang melesat pergi, Toan Hoang Ya menghela
nafas panjang seraya bergumam.
"Dia memang luar biasa."
"Sayang sekali...." Gouw Sian Eng menggeleng-gelengkan
kepala. "Aku tidak punya kesempatan bercakap cakap dengan
dia! Dia begitu cepat kembali ke Tionggoan...."
"Ibu, dia memang harus buru-buru pulang ke nana, sebab
harus menunggu Goat Nio!" Toan Glcng Kiat memberitahukan.
"Oooh!" Gouw Sian Eng manggut-manggut. "Ternyata
begitu...."
-ooo0dw0ooo- Setelah memasuki daerah Tionggoan, kening Tio Bun Yang
berkerut-kerut. Ternyata ia mendengar suara langkah
mengikutinya. Walau begitu, ia tetap melanjutkan
perjalanannya menuju markas pusat Kay Pang.
Akan tetapi suara langkah itu terus mengikutinya.
Mendadak Tio Bun Yang bersalto ke belakang secepat kilat.
Dilihatnya seorang tua pincang sedang menguntitnya.
Karena Tio Bun Yang bersalto begitu cepat, orang tua
pincang itu tidak sempat bersembunyi.
"Ha ha ha!" Orang tua pincang itu tertawa gelak. "Anak
muda, sungguh cepat gerakanmu!"
"Lo cianpwee!" Tio Bun Yang tertegun. "Kenapa lo
cianpwee terus mengikuti langkahku?"
"Eh?" Orang tua pincang melotot. "Siapa yang
mengikutimu" Memangnya aku tidak boleh melewati jalan ini?"
"Lo cianpwee...." Tio Bun Yang melongo. "Memang boleh,
tapi...." "Anak muda!" Orang tua pincang melotot lagi. "Sudahlah!
Jangan ganggu aku!"
"Baik!" Tio Bun Yang mengangguk. Ia tahu bahwa dirinya
sedang berhadapan dengan orang tua aneh yang
berkepandaian tinggi, oleh karena itu timbullah niatnya untuk
menguji ginkang orang tua pincang itu. "Permisi!"
Tio Bun Yang melesat pergi menggunakan ginkang.
Dugaannya memang tidak meleset, sebab orang tua pincang
itu mengikutinya menggunakan ginkang pula.
Akan tetapi, makin lama orang tua pincang itu makin
tertinggal jauh.
"Anak muda! Berhenti! Berhenti..." teriaknya!
Tio Bun Yang segera berhenti sekaligus membalikkan
badannya sambil tersenyum, lalu beri tanya.
"Kenapa lo cianpwee menyuruhku berhenti?"
"Anak muda!" Orang tua pincang itu memandangnya
kagum. "Engkau memang hebat, bukankah engkau Giok Siauw
Sin Hiap-Tio Bun Yang?"
"Betul." Tio Bun Yang mengangguk. "Maaf, bolehkah aku
tahu siapa lo cianpwee?"
"Engkau tidak usah tahu siapa aku. Yang jelas aku orang
tua pincang yang tak berguna," sahutnya dan menambahkan,
"Anak muda, mari kita duduk di bawah pohon untuk
mengobrol sebentar!"
"Maaf, lo cianpwee! Aku sedang memburu waktu...."
"Anak muda!" Orang tua pincang tertawa. "Takkan lari
waktu diburu, yang penting selamat."
"Tapi...."
"Ayohlah!" desak orang tua pincang. "Mari kila mengobrol
di bawah pohon!"
"Baiklah." Tio Bun Yang mengangguk. Mereka berdua lalu
berjalan menuju sebuah pohon lalu duduk di bawahnya. Orang
tua pincang terus memandang Tio Bun Yang dengan mata tak
berkedip. "Anak muda, kepandaianmu sungguh tinggi. Aku kagum
padamu," ujarnya sambil menghela nafas panjang. "Padahal
engkau masih sedemikian muda, tapi kepandaianmu sungguh
di luar dugaan "
"Lo cianpwee terlampau memuji." Tio Bun N ang merendah
diri. "Sesungguhnya kepandaian lu cianpwee jauh lebih
tinggi." "Ha ha ha!" Orang tua pincang tertawa gelak.
"Engkau tidak menyombongkan diri, tapi malah mau
merendahkan diri. Sungguh luar biasa!"
"Lo cianpwee...."
"Aku tahu, engkau sedang memburu waktu.' Orang tua
pincang tersenyum. "Namun engkau harus tahu satu hal yang
teramat penting."
"Oh?" Tio Bun Yang menatapnya. "Mengenai hal apa?"
"Mungkin engkau tidak tahu bahwa sebetul nya aku berasal
dari gurun Sih Ih." Orang tua pincang memberitahukan.
"Belasan tahun lalu, aku memasuki daerah Tionggoan ini.
Kebetulan aku melihat seorang anak kecil berbakat, maka
kuangkat dia sebagai murid, kemudian kubawa ke gurun Sih
Ih." Tio Bun Yang mendengar penuturan orang tua itu dengan
penuh perhatian dan orang tua itu melanjutkan penuturannya.
"Beberapa bulan lalu, aku memasuki daerah Tionggoan lagi
karena suatu urusan. Aku pun mencari muridku itu, bahkan
juga menyelidiki asal-usulmu."
"Oh?" Tio Bun Yang mengerutkan kening "Kenapa lo
cianpwee menyelidiki asal-usulku?"
"Sebab menyangkut suatu hal, lagi pula engkau kau adalah
teman baik muridku, bahkan juga pernah menyelamatkan
nyawa ayahnya." Orarg tua pincang memberitahukan.
"Siapa murid lo cianpwee itu?"
"Sie Keng Hauw, putra Sie Kuang Han."
"Oh, dia!" Wajah Tio Bun Yang berseri. "Ternyata lo
cianpwee adalah gurunya! Sekarang dia berada di markas
pusat Kay Pang, sudah punya kekasih...."
"Aku sudah tahu, kekasihnya adalah anak bibimu," ujar
orang tua pincang. "Tapi muridku sama sekali tidak tahu aku
berada di Tionggoan."
"Lo cianpwee, bagaimana kalau kita bersama pergi ke
markas pusat Kay Pang?"
Orang tua pincang menggeleng kepala, kemudian berkata
sambil menghela nafas panjang.
"Muridku itu pun tidak tahu asal-usulku. Kalau dia tahu,
justru akan membahayakan dirinya."
"Kenapa begitu?"
"Inilah yang akan kututurkan padamu," sahut tuang tua
pincang serius. "Penuturanku justru berkaitan pula dengan
Hong Hoang To."
"Apa?" Tio Bun Yang tersentak. "Lo cianpwee tahu tentang
Pulau Hong Hoang To?"
"Tahu." Orang tua pincang mengangguk. "Maka aku harus
menuturkannya. Oh ya, beberapa bulan fni, apakah engkau
pernah melihat sekelompok tiang berpakaian serba putih,
memakai kedok setan dan menunggang kuda sambil
mengeluarkan suara siulan aneh yang menyeramkan?"
"Aku tidak pernah melihat mereka, tapi... kekasih Sie Keng
Hauw pernah melihat mereka." Tio Bun Yang
memberitahukan.
"Oh?" Kening orang tua pincang itu berkerut-kerut,
kemudian menghela nafas panjang. "Aaah! Entah siapa ketua
baru itu...."
Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Lo cianpwee tidak tahu?"
"Sama sekali tidak tahu. Kini Kui Bin Pang itu belum
bergerak, karena belum menemukan tetuanya." Orang tua
pincang memberitahukan "Namun belum lama ini, dua
pelindung sudah! pergi menemui ketua baru itu."
"Kalau begitu apa hubungannya dengan pihak Pulau Hong
Hoang To?" tanya Tio Bun Yang.m
"Kira-kira hampir seratus tahun lalu, ketua Kui Bin Pang
memasuki Tionggoan seorang diri," tutur orang tua pincang.
"Pada waktu itu, di rimba persilatan Tionggoan justru muncul
seorang pendekar yang memiliki Hong Hoang Leng (Tanda
Perintah Burung Phoenix)! Pendekar itu tahu tentang ketua
Kui Bin Pang memasuki daerah Tionggoan."
"Oh?" Tio Bun Yang tertarik. "Nama pendekar itu?"
"Tio Po Thian."
"Tio Po Thian?" Tio Bun Yang tertegun "Dia... dia adalah
kakekku." "Benar." Orang tua pincang manggut-manggut. "Maka tadi
kubilang ada kaitannya dengan Hong Hoang To."
"Kemudian bagaimana?" tanya Tio Bun Yang semakin
tertarik. "Tio Po Thian dan ketua Kui Bin Pang bertemu di suatu
tempat, setelah itu tiada kabar beritanya lagi mengenai
mereka." Orang tua pincang menggeleng-gelengkan kepala
dan melanjutkan, "Kini setelah ketua baru itu muncul, barulah
aku tahu bahwa ketua lama itu terpukul oleh Tio Po Thian
hingga jatuh ke dalam jurang."
"Oh?" Tio Bun Yang mengerutkan kening. "Kakekku juga
terluka?" "Cuma terluka ringan," sahut orang tua pincang
menambahkan. "Ketua baru Kui Bin Pang sedang
mengumpulkan para anggota, namun mereka masih belum
menemukan tetuanya."
"Lo cianpwee, kenapa kakekku bertarung dengan ketua Kui
Bin Pang itu?" tanya Tio Bun Yang ingin mengetahuinya.
"Memang sungguh di luar dugaan." Orang tua pincang
menggeleng-gelengkan kepala. "Ternyata kakekmu tahu
tujuan ketua Kui Bin Pang memasuki Tionggoan, maka
mencegahnya di tempat itu."
"Apa tujuan ketua Kui Bin Pang ke Tiong-l-oan?"
"Ingin menyelidiki situasi rimba persilatan Tioggoan,
setelah itu dia akan menyerbu tujuh Partai besar di
Tionggoan. Ketua Kui Bin Pang ingin menguasai rimba
persilatan Tionggoan!"
"Oooh!" Tio Bun Yang manggut-manggut. "Ternyata begitu,
lalu bagaimana?"
"Berhubung ketua Kui Bin Pang tiada kabar beritanya, maka
tetua dan dua pelindung Kui Bin Pang pun berunding, dan
bersepakat membubarkan perkumpulan itu."
"Kenapa harus dibubarkan?" tanya Tio Bun Yang.
"Sebab...." Orang tua pincang menghela nafas panjang."....
Kui Bin Pang tergolong perkumpulan sesat dan jahat, namun
cuma bergerak di sekitar gurun Sih Ih sampai di Giok Bun
Kwan (Kota Perbatasan). Oleh karena itu, Kui Bin Pang
bermaksud mengembangkan sayapnya ke Tionggoan."
"Ternyata begitu!" Tio Bun Yang manggut-manggut. "Tapi
sungguh di luar dugaan, kini malah muncul seorang ketua Kui
Bin Pang baru."
"Yaaah!" Orang tua pincang menghela nafas. "Sepertinya
sudah ditakdirkan, karena orang itu yang menemukan mayat
ketua lama berikut buku catatan ilmu silat dan lain
sebagainya. Oleh karena itu, para anggota pun tahu bahwa
Tio Po Thian majikan Pulau Hong Hoang To yang memukul
jatuh ketua lama itu ke dalam jurang, maka, mereka bertekad
membalas dendam."
"Oh?" Tio Bun Yang mengerutkan kening dan bertanya,
"Bagaimana kepandaian ketua lama itu?"
"Sangat tinggi sekali, sebab ketua lama itu memiliki Pek Kut
Im Sat Kang (Tenaga Hawa Dingin Beracun)" Orang tua
pincang memberi tahukan. "Siapa yang terkena Pek Kut Im
Sat Kang (Ilmu Pukulan Hawa Dingin Beracun), pasti mati
menggigil kedinginan karena terkena racun."
"Kalau begitu, Pek Kut Im Sat Kang sama seperti Pak Kek
Sin Kang?" tanya Tio Bun Yang.
"Agak berbeda," sahut orang tua pincang menjelaskan.
"Sebab Pek Kut Im Sat Kang mengandung racun, sedangkan
Pak Kek Sin Kang tidak. Lagi pula Pek Kut Im Sat Kang jauh
lebih lihay dan hebat dibandingkan dengan Pak Kek Sin Kang."
"Kakekku mampu memukul ketua lama itu ke dalam jurang,
itu pertanda kepandaian kakekku lebih tinggi, bukan?"
"Betul." Orang tua pincang manggut-manggut. Tapi ada
satu hal yang sangat membingungkan."
"Hal apa?"
"Aku dengar, kepandaian ketua baru itu jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan ketua lama. Aku... aku sungguh tidak
habis berpikir tentang itu "
"Mungkin... ketua baru itu juga mempelajari ilmu silat tinggi
lain," ujar Tio Bun Yang. "Maka kepandaiannya jauh lebih
tinggi dari ketua lama."
'Memang mungkin." Orang tua pincang manggut-manggut
lagi dan memberitahukan. "Ketua baru itu pun telah memiliki
ilmu sesat."
"Ilmu sesat yang bagaimana?"
"Ilmu sesat itu dapat mengendalikan pikiran orang. maka
siapa pun yang terkena ilmu sesat tersebut, pasti akan
menuruti semua perintahnya."
"Oh" Kalau begitu, para anggota Kui Bin Pang pasti sudah
terkena ilmu sesatnya?"
"Justru tidak."
"Kok tidak?"
"Karena para anggota telah bersumpah setia, jadi tidak
perlu dipengaruhi dengan ilmu sesat itu. Sebab kalau ada
anggota yang tidak setia, pasti dihukum mati."
"Kalau begitu... mungkinkah Kui Bin Pang akan menyerbu
ke Pulau Hong Hoang To?"
"Untuk sementara ini tidak, sebab mereka belum
menemukan tetua Kui Bin Pang. Lagi pula Kui Bin Pang belum
berani bertindak begitu sebelum menguasai rimba persilatan
Tionggoan."
"Jadi Kui Bin Pang berniat menguasai rimba persilatan
Tionggoan?" tanya Tio Bun Yang terkejut.
"Ya." Orang tua pincang menghela nafas panjang. "Ketua
lama pun berniat begitu, tapi tidak terlaksana karena
terhalang oleh Tio Po Thian, majikan Pulau Hong Hoang To.
Kini...." "Maksud lo cianpwee kini tiada seorang pun yang dapat
menghalanginya?"
"Ya. Sebab...." Orang tua pincang menggeleng-gelengkan
kepala. "Kepandaian ketua baru itu sangat tinggi sekali. Terus
terang, Tio Tay Se tidak mampu menandinginya."
"Lo cianpwee kenal pamanku?"
"Tidak kenal, namun belum lama ini aku telah
menyelidikinya, maka tahu tentang dirinya."
"Oooh!" Tio Bun Yang manggut-manggut, kemudian
memandang orang tua pincang itu seraya bertanya, "Lo
cianpwee kok tahu jelas sekali piengenai seluk-beluk Kui Bin
Pang?" "Anak muda!" Orang tua pincang menatapnya tajam. "Aku
akan memberitahukan mengenai identitas diriku, namun
engkau tidak boleh memberitahukan kepada siapa pun,
termasuk muridku itu. tipi engkau boleh memberitahukan
pada Lim Peng Hang, Gouw Han Tiong dan para penghuni
Hong Hoang To."
"Lo cianpwee...." Tio Bun Yang tampak kebingungan. "Aku
tidak boleh memberitahukan kepada siapa pun, termasuk Sie
Keng Hauw tapi boleh memberitahukan kepada kakekku,
Kakek Gouw dan para penghuni Pulau Hong Hoang To, aku...
aku jadi bingung...."
"Maksudku engkau tidak boleh memberitahukan kepada
orang lain maupun teman-temanmu. Hanya boleh
memberitahukan kepada tingkatan tua saja."
"Oooh!" Tio Bun Yang manggut-manggut mengerti.
"Baiklah! Aku berjanji, lo cianpwee."
"Anak muda..." ujar orang tua pincang dengan suara
rendah. "Tetua Kui Bin Pang itu adalah ayahku."
"Haaah?" Tio Bun Yang terperangah.
"Maka aku tahu jelas sekali tentang perkumpulan itu,
namun...." Orang tua pincang menggeleng-gelengkan kepala,
"...aku sudah tidak mau bergabung dengan Kui Bin Pang,
karena Kui Bin Pang bertujuan jahat."
"Lo cianpwee...." Tio Bun Yang memandangnya.
"Bagaimana seandainya pihak Kui Bin Pang berhasil
menemukan lo cianpwee?"
"Ha ha ha!" Orang tua pincang tertawa gelak. "Tidak
mungkin, sebab aku cukup cerdik."
"Maksud lo cianpwee?"
"Ketua baru itu tidak kenal aku. Meskipun dia mengenali
ilmu silatku, tetapi, aku telah mengubah semua gerakan ilmu
silatku." "Oooh!" Tio Bun Yang tersenyum. "Jadi Sie Keng Hauw
juga mempelajari ilmu silat lo cianpwee yang telah diubah
itu?" "Ya." Orang tua pincang mengangguk.
"Kok lo cianpwee bisa berpikir sampai kesitu?"
"Sebelum ayahku meninggal sudah menceritakan tentang
Kui Bin Pang dan ketua lama itu Bahkan ayahku pun khawatir
kelak akan muncul ketua Kui Bin Pang. Oleh karena itu,
setelah ayahku meninggal, aku mulai mengubah semua ilmu
silat ayahku itu."
"Lo cianpwee sungguh cerdas!" ujar Tio Bu Yang sambil
tersenyum. "Oh ya, bagaimana kepandaian lo cianpwee
dibandingkan dengan ketua baru itu?"
"Cuma bisa bertahan sekitar tiga puluh jurus," sahut orang
tua pincang dan menggeleng-gelengkan kepala.
"Kok lo cianpwee tahu?"
"Aku pernah membuntuti para anggota Kui Bin Pang,
sampai disuatu tempat aku menyaksikan ketua baru itu
sedang mempertunjukkan kepandaiannya."
"Oooh!" Tio Bun Yang manggut-manggul seraya bertanya,
"kalau begitu, siapa yang mampu menandingi kepandaian
ketua Kui Bin Pang itu?"
"Mungkin engkau, anak muda." Orang tua pincang
menatapnya. "Aku?" Tio Bun Yang tertegun. "Kepandaianku..."
"Anak muda!" Orang tua pincang tersenyum. "Jangan
merendah lagi, aku sudah tahu jelas tenung kepandaianmu."
"Lo cianpwee...."
"Oleh karena itu..." tambah orang tua pincang. 'Aku
memang sengaja menemuimu. Mengenai Kui lim Pang,
engkau harus berunding dengan ayahmu dan para tingkatan
tua lainnya."
"Ya." Tio Bun Yang mengangguk.
"Oh ya, engkau harus ingat!" pesan orang tua pincang.
"Jangan beritahukan kepada Sie Keng Hauw tentang diriku!"
"Ya, lo cianpwee." Tio Bun Yang mengangguk lagi.
"Baiklah." Orang tua pincang menepuk bahu Tio Bun Yang
seraya berkata, "Anak muda, semoga kita berjumpa lagi
kelak!" "Lo cianpwee...."
"Sampai jumpa, anak muda!" ucap orang tu pincang dan
sekaligus melesat pergi.
Kening Tio Bun Yang berkerut-kerut. Ia masih belum
bertemu Siang Koan Goat Nio, ini sudah sangat
memusingkannya, kini malah timbul urusan tersebut. Tio Bun
Yang menghela nafa panjang, lalu melesat pergi.
-oo0dw0oo- Bagian ke empat puluh delapan
Pembicaraan serius di Markas Pusat Kay Pai
Tio Bun Yang terus melanjutkan perjalanan menuju markas
pusat Kay Pang. Ketika ia berada jalan yang sepi, mendadak
terdengar suara siulan aneh yang menyeramkan serta suara
derap kaki kuda.
Segeralah ia meloncat ke balik pohon, mudian mengintip
dengan penuh perhatian. Tampak belasan penunggang kuda
berpakaian serba putih melewati jalan itu, semuanya memakai
kedok setan. Tentunya Tio Bun Yang tahu, mereka adalah para anggota
Kui Bin Pang. Ia tidak menguntit mereka, karena sedang
memburu waktu menuju markas pusat Kay Pang.
Setelah para anggota Kui Bin Pang itu lewat, berselang
sesaat barulah Tio Bun Yang melesat pergi melanjutkan
perjalanan. Beberapa hari kemudian, sampailah ia di markas pusat Kay
Pang. Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong menghela nafas
lega. "Kakek!" panggil Tio Bun Yang dan tercengang ketika
melihat Ngo Tok Kauwcu Phang Ling Cu berada di situ. "Kakak
Ling Cu...."
"Adik Bun Yang!" Ngo Tok Kauwcu tersenyum.
"Bun Yang," ujar Lim Peng Hang. "Duduklah dulu baru
mengobrol, memang banyak yang harus dibicarakan."
"Ya." Tio Bun Yang duduk.
"Kakak Bun Yang," tanya Lie Ai Ling. "Kok Sian Hoa tidak
ikut kembali, apakah telah terjadi sesuatu atas dirinya?"
"Memang telah terjadi suatu yang baik atas dirinya," sahut
Tio Bun Yang sambil tersenyum. Ternyata dia dan Toan Beng
Kiat telah saling mencinta, maka dia pun betah tinggal di
Tayli." "Oooh!" Lie Ai Ling manggut-manggut sambil tertawa.
"Syukurlah kalau begitu!"
"Bun Yang!" Lim Peng Hang menatapnya! "Bagaimana
urusan di Tayli itu" Apakah sudah beres?"
"Sudah beres." Tio Bun Yang mengangguk
"Bun Yang!" Gouw Han Tiong menatapnya seraya bertanya.
"Bagaimana cara engkau memberesi urusan itu?"
"Tidak begitu sulit," jawab Tio Bun Yan sambil tersenyum.
"Karena Bu Ceng Sianli-Tui Siao Cui menuruti usulku, dia
menyembuhkan Paman Wie Kie dan Paman Bie Liong, lalu
pergi" "Syukurlah!" ucap Gouw Han Tiong dan berlega hati. "Oh
Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ya, bagaimana luka Tayli Lo Ceng?"
"Sudah sembuh."
"Bagaimana keadaan Sian Eng?"
"Bibi Sian Eng baik-baik saja. Tapi aku tidak bercakapcakap
dengan mereka, karena Tayli Ceng menyuruhku cepatcepat
pulang." "Oooh!" Lim Peng Hang manggut-manggu kemudian
wajahnya berubah serius. "Bun Yan sudah ada kabar beritanya
tentang Goat Nio.'
"Oh! Dia berada di mana?" tanya Tio Bun Yang girang tapi
juga tegang. "Dia... dia bera di mana" Apa yang telah terjadi
atas dirinya?"
"Adik Bun Yang, tenanglah!" sahut Ngo Tc Kauwcu. "Siang
Koan Goat Nio ditangkap.."
"Apa?" cemaslah Tio Bun Yang. "Siapa yang
menangkapnya?"
"Pihak Seng Hwee Sin Kun," jawab Ngo Tok Kauwcu dan
menambahkan, "Tapi engkau tidak usah cemas, Goat Nio
dalam keadaan baik-baik saja."
"Kakak Ling Cu!" tanya Tio Bun Yang. "Engkau tahu dari
mana?" "Aku memperoleh kabar berita itu dari Pat Pie Lo Koay..."
jawab Ngo Tok Kauwcu dan sekaligus menutur, "...maka
engkau tidak usah cemas."
"Oooh!" Tio Bun Yang menarik nafas lega, kemudian
memandang Lim Peng Hang seraya bertanya, "Kakek, apa
rencana kita?"
"Menunggu," sahut Lim Peng Hang singkat.
"Menunggu apa?" Tio Bun Yang bingung. "Apakah kita
harus membiarkan Goat Nio terus menderita di sana?"
"Adik Bun Yang!" Ngo Tok Kauwcu tersenyum. "Engkau
harus sabar, sebab tidak lama lagi. Seng Hwee Sin Kun pasti
mengutus orang ke mari."
"Tapi Goat Nio...." Tio Bun Yang sangat mencemaskan
gadis pujaan hatinya itu.
"Bun Yang!" Lim Peng Hang menatapnya lembut, sekaligus
menghiburnya. "Engkau tenang saja, Goat Nio tidak akan
terjadi apa-apa."
"Adik Bun Yang, aku berani jamin, Goat Nio pasti selamat."
ujar Ngo Tok Kauwcu sungguh-sugguh.
"Yaaah...!" Tio Bun Yang menggeleng-gelengkan kepala.
"Aku sama sekali tak menyangka kalau Seng Hwee Sin Kun
begitu licik dan pengecut, kenapa dia menangkap Goat Nio?"
"Untuk dijadikan sandera," sahut Ngo Tok Kauwcu.
"Aaah!" keluh Tio Bun Yang sambil menghela nafas
panjang, kemudian mendadak sepasang matanya berapi-api.
"Kalau Seng Hwee Sin Kun berani mencelakai Goat Nio, aku
pasti tidak akan mengampuninya!"
"Adik Bun Yang, kita memang tidak boleh mengampuni
Seng Hwee Sin Kun," ujar Ngok Tok Kauwcu. "Kita harus
membasminya sekaligus memusnahkan markas Seng Hwee
Kauw." "Ya." Tio Bun Yang manggut-manggut.
"Kakak Bun Yang...." Mendadak Yatsumi menatapnya
seraya berkata, "Kini engkau sudah kembali, maka... aku pun
ingin pulang ke Jepang."
"Engkau ingin pulang ke Jepang?" tanya Tii Bun Yang.
"Yatsumi, bukankah lebih baik engkau tinggal di sini beberapa
hari lagi?"
"Aku... aku harus segera membalas dendarr. tidak bisa
terus tinggal di sini," sahut Yatsumi.
"Yatsumi!" sela Lie Ai Ling. "Jangan cepai cepat pulang ke
Jepang, lihat beberapa hari lagil
"Tapi...." Yatsumi tampak berpikir, lama sekali barulah
mengangguk. "Baiklah."
"Bun Yang, lebih baik sekarang engkau beristirahatlah,"
ujar Lim Peng Hang. "Nanti malam kita baru bercakap-cakap
lagi." "Ya, Kakek." Tio Bun Yang berjalan menuju kamarnya,
pikirannya justru menerawang.
-ooo0dw0ooo- Malam harinya, Tio Bun Yang datang di ruang lengah
menemui Lim Peng Hang dan Gouw Han liong. Kebetulan
cuma mereka berdua yang berada di ruang tengah itu,
sedangkan yang lain sudah lulur.
"Kakek..." panggilnya.
"Duduklah, Bun Yang!" sahut Lim Peng Hang sambil
tersenyum lembut. "Engkau sudah tidak merasa lelah?"
"Ng!" Tio Bun Yang mengangguk sambil duduk. "Kakek...."
"Bun Yang!" Lim Peng Hang menatapnya, 'Engkau ingin
menyampaikan sesuatu pada kami?"
"Ya." Wajah Tio Bun Yang tampak serius.
"Mengenai apa?" tanya Lim Peng Hang dan yakin pasti
sesuatu yang penting, sebab wajah Tio Bun Yang tampak
begitu serius. "Kui Bin Pang."
"Apa?" Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong tersentak.
"Engkau bertemu para anggota perkumpulan itu?"
"Kakek, aku bertemu seorang tua pincang."! Tio Bun Yang
memberitahukan. "Orang tua itulah yang menceritakan
kepadaku tentang Kui Bin Pang."
"Siapa orang tua itu?" tanya Lim Peng Hangafl
"Kakek dan Kakek Gouw harus berjanji, tidakl akan
memberitahukan kepada orang lain!" tegas Tio Bun Yang.
"Sebab menyangkut keselamatan!! orang tua itu dan
muridnya."
Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong saling memandang,
kemudian keduanya mengangguk.
"Baik, kami berjanji," ujar Lim Peng Hang.
"Orang tua itu ternyata guru Sie Keng Hauw." Tio Bun Yang
memberitahukan dengan suara rendah. "Juga anak Tetua Kui
Bin Pang."
"Haaah?" Bukan main terkejutnya Lim Peng Hang dan
Gouw Han Tiong. "Kalau begitu...."
"Memang sungguh di luar dugaan, Kui Bin Pang punya
dendam pada kakek tua, majikan lama Pulau Hong Hoang To."
"Maksudmu Tio Po Thian?" Lim Peng Hang terbelalak.
"Ya." Tio Bun Yang mengangguk dan menutur semua yang
didengarnya dari orang tua pincang.
"Jadi ketua baru itu berniat menguasai rimba persilatan,
bahkan juga ingin membalas dendam terhadap pihak pulau
Hong Hoang To?" tanya
Gouw Han Tiong dengan kening berkerut-kerut.
"Ya." Tio Bun Yang manggut-manggut, kemudian menghela
nafas panjang. "Urusan dengan Seng Hwee Kauw belum
beres, kini malah timbul urusan lain!"
"Bun Yang," tanya Lim Peng Hang. "Orang tua pincang itu
memberitahukan kepandaian ketua baru Kui Bin Pang itu
kepadamu?"
"Ya. Menurut orang tua pincang itu, kepandaian ketua baru
Kui Bin Pang sangat tinggi sekali. Dia memiliki Pek Kut Im Sat
Kang (Tenaga Hawa Dingin Beracun), yang sangat lihay dan
hebat!" "Aaaah...!" Lim Peng Hang menghela nafas panjang.
"Sungguh di luar dugaan! Lalu kita harus bagaimana"
Haruskah kita ke pulau Hong Hoang Po memberitahukan
kepada Tio Tay Seng?"
"Kita sedang menghadapi Seng Hwee Kauw, bagaimana
mungkin berangkat ke pulau Hong Hoang To?" sahut Gouw
Han Tiong sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Menurut orang tua pincang itu, sementara ini Kui Bin Pang
belum bisa bergerak, karena belum menemukan tetuanya.
Jadi kita tidak usah memikirkan tentang itu, lebih baik kita
curahkan perhatian pada Seng Hwee Kauw saja."
"Ngmm!" Lim Peng Hang manggut-manggut dan
menambahkan, "Setelah urusan ini selesai, barulah kita ke
pulau Hong Hoang To."
"Memang harus begitu." Gouw Han Tiong mengangguk.
"Sekarang sudah larut malam, lebih baik engkau pergi tidur."
"Ya." Tio Bun Yang meninggalkan ruang tengah itu, namun
tidak menuju kemarnya, melainkan ke halaman belakang.
Tio Bun Yang melihat sosok bayangan di bawah pohon. Ia
tertegun dan segera mendekat sosok bayangan itu yang
ternyata Yatsumi.
"Eh?" Tio Bun Yang tercengang. "Yatsumi kenapa engkau
duduk di sini?"
"Aku...." Gadis Jepang itu menundukkan ke pala. "Aku
teringat pada almarhum dan almarhumah...."
"Sudahlah, jangan dipikirkan!" ujar Tio Bui Yang sambil
duduk di sisinya. "Kini kepandaianmi sudah tinggi, engkau bisa
membalas dendam."
"Memang, tapi...."
"Masih ada masalah lain?"
"Aaaah...!" Yatsumi menghela nafas panjang kemudian
memandang jauh ke depan. "Terus terang, aku mencintai
seorang pemuda."
"Oh?" Tio Bun Yang menatap dalam-dalarr "Siapa pemuda
itu" Apakah dia orang Han?"
"Dia juga orang Jepang, tapi...."
"Kenapa?"
"Dia putra seorang pembesar di Jepang, tentunya orang
tuanya tidak akan merestui hubunga kami."
"Pemuda itu mencintaimu?"
"Kami... kami sudah saling mencinta. Ketika aku mau
berangkat ke Tionggoan ini, aku pun memberitahukan
kepadanya. Dia berjanji menantiku dengan setia."
"Kalau begitu, engkau tidak perlu gelisah." lio Bun Yang
tersenyum. "Kalian berdua sudah .saling.mencinta, jadi... tidak
ada urusan dengan orang tuanya. Ya, kan?"
"Tapi...." Yatsumi menggeleng-gelengkan kepala. "Menurut
adat kami, anak pembesar tidak boleh menikah dengan orang
biasa." "Oh?" Tio Bun Yang menghela nafas panjang. 'Tidak
disangka adat Jepang lebih kolot dibandingkan dengan adat
Han!" "Oleh karena itu, aku...."
"Yatsumi," ujar Tio Bun Yang memberi usul. "Setelah
dendammu itu terbalas, engkau boleh mengajak pemuda itu
ke Tionggoan. Aku yakin orang tua pemuda itu tidak akan
menyusul sampai ke mari."
"Aaaah...!" Yatsumi menghela nafas panjang. "Kalau kami
berbuat begitu, sama juga menghina dan mempermalukan
Bangsa Jepang."
"Lalu... kalian berdua harus bagaimana?"
"Entahlah." Yatsumi menggelengkan kepala. "Aku... aku
pusing sekali."
"Oh ya, engkau pernah bertemu orang tua pemuda itu?"
tanya Tio Bun Yang mendadak.
"Tidak."
"Begini...." Tio Bun Yang menyarankan. "... engkau harus
memberanikan diri menemui orang tua pemuda itu, aku yakin
orang tua pemuda itu pasti merestui kalian."
"Itu... itu bagaimana mungkin?"
"Engkau harus yakin dan percaya diri."
"Betul." Tiba-tiba terdengar suara sahutan, muncullah Lie Ai
Ling dan Sie Keng Hauw sambil tertawa-tawa.
"Eh?" Tio Bun Yang terbelalak. "Kalian berdua kok belum
tidur?" "Terus terang," sahut Sie Keng Hauw sambil tersenyum.
"Dari tadi kami berdua bersembunyi di balik pohon. Ketika
kami ingin keluar menemui Yatsumi, engkau justru ke mari."
"Oooh!" Tio Bun Yang manggut-manggut. "Tentunya kalian
berdua mendengar pembicaraan kami.'
"Ya." Lie Ai Ling mengangguk. "Memang tepat saranmu,
begitu pula apa yang kau katakan barusan, Yatsumi harus
yakin dan percaya diri."
"Tapi...." Yatsumi menggeleng-gelengkan kepala. "Orang
tua pemuda itu adalah pembesar."
"Percayalah!" ujar Tio Bun Yang. "Pembesar itu pasti juga
menghendaki menantu baik. Sedangkan engkau adalah gadis
yang lemah lembutJ cantik jelita dan sopan santun. Maka aku
yakin orang tua pemuda itu pasti merestuinya."
"Benar," sela Lie Ai Ling sambil tertawa
"Yatsumi, engkau harus percaya itu."
"Ya." Yatsumi mengangguk. "Terimakasih atas dukungan
kalian, terimakasih."
"Tidak usah mengucapkan terimakasih," sahut Iie Ai Ling
sungguh-sungguh. "Kita semua adalah kawan baik, jadi harus
tolong-menolong dan bantu membantu dalam hal apa pun."
"Terimakasih," ucap Yatsumi lagi. "Kalau be-ptu, aku
mengambil keputusan pulang esok."
"Apa?" Lie Ai Ling terbelalak. "Kok begitu cepat engkau
mengambil keputusan, pikir-pikir dulu!"
"Ai Ling!" Yatsumi tampak serius. "Aku harus membunuh
ketua ninja lalu pergi menemui pemuda itu."
"Baiklah." Lie Ai Ling manggut-manggut. "Mudah-mudahan
engkau berhasil!"
"Terimakasih," ucap Yatsumi sambil membungkukkan
badannya. "Terimakasih atas perhatian kalian."
Pagi harinya, ketika Yatsumi sudah bersiap uap
meninggalkan markas pusat Kay Pang, di saat bersamaan
justru muncul seorang pengemis tua menghadap Lim Peng
Hang. "Lapor pada Pangcu! Kami melihat beberapa anggota Seng
Hwee Kauw mengantar seorang! berpakaian serba hitam ke
Gunung Hek Ciok San."
"Siapa orang berpakaian serba hitam itu?" tanya Lim Peng
Hang heran. "Maaf Pangcu, kami tidak mengetahuinya," jawab pengemis
tua itu. "Kakek pengemis," tanya Yatsumi mendadak. "Muka orang
itu juga ditutup dengan kain hitam?"
"Betul."
"Haaah...!" Yatsumi tersentak. "Kalau begitu, dia pasti
Takara Nichiba, ketua ninja itu."
"Oh?" Lim Peng Hang mengerutkan kening. "Berarti dia
memburumu sampai ke Tionggoan."
"Ada baiknya juga," ujar Gouw Han Tiong "Jadi Yatsumi
tidak usah pulang ke Jepang."
"Kakek...." Tio Bun Yang menggeleng-geleng' kan kepala.
Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku justru merasa heran, kenapi ketua ninja itu ke markas
Seng Hwee Kauw?"
"Mungkin ingin bergabung dengan Seng Hwee Kauw,"
jawab Lim Peng Hang dan menambahkan "Oleh karena itu,
kita pun harus bersiap-siap menghadapi segala kemungkinan."
"Aku yang menghadapi ketua ninja itu!" ujar Yatsumi
dengan mata berapi-api. "Dia membunuh kedua orang tuaku,
aku pun harus membunuh nya!"
"Aaaah...!" Mendadak Tio Bun Yang menghela nafas
panjang. "Dalam rimba persilatan penuh diliputi dendam dan
kebencian, sedangkan di istana diliputi pergolakan politik.
Akhirnya... rakyat jelata yang menderita."
"Bun Yang!" Lim Peng Hang menatapnya. "Engkau...."
"Kakek!" Tio Bun Yang tersenyum getir. "Kalau aku sudah
berkumpul kembali dengan Goat Nio, alangkah baiknya kami
hidup tenang di pulau liong Hoang To."
"Bun Yang!" Lim Peng Hang menghela nafas. "Apakah
Pulau Hong Hoang To akan aman?"
"Kakek...." Tio Bun Yang menundukkan kepala.
"Dulu ayahmu juga berkata begitu, tapi akhirnya toh dia
juga yang menyelamatkan rimba peralatan. Kini kelihatannya
engkau harus mengikuti jijak ayahmu," ujar Gouw Han Tiong.
"Karena kipandaianmu paling tinggi di antara kita semua."
"Yaaah!" Tio Bun Yang menggeleng-gelengkan kepala.
"Sesungguhnya aku sudah jenuh akan urusan rimba
persilatan, rasanya ingin hidup tenang di suatu tempat."
"Bun Yang!" Lim Peng Hang menatapnya. "Masih banyak
urusan yang harus kau selesaikan, maka engkau harus
bersemangat."
"Bersemangat?" Tio Bun Yang tersenyum geli. "Kini Goat
Nio dikurung di markas Seng Hwee Kauw, bagaimana mungkin
aku bersemangat?"
"Adik Bun Yang!" Ngo Tok Kauwcu mengerutkan kening.
"Kalau engkau tidak bersemangat, bagaimana mungkin dapat
menolong Goal Nio?"
"Kakak Bun Yang," sela Lie Ai Ling. "Bia bagaimana pun
engkau harus bersemangat. Kalau tidak, Goat Nio yang akan
celaka." "Goat Nio...." Tio Bun Yang tampak tesentak. "Benar. Aku
memang harus bersemangat
"Nah, begitu!" Lie Ai Ling tertawa gembira kemudian
memandang Yatsumi seraya berkata "Sekarang engkau sudah
tahu ketua ninja itu ke markas Seng Hwee Kauw, lalu apa
rencanamu!"
"Aku harus ke markas Seng Hwee Kauw mencari ketua
ninja itu," sahut Yatsumi. "Aku harus membunuhnya."
"Kalau engkau ke markas Seng Hwee Kauw justru engkau
yang akan terbunuh di sana," sahut Ngo Tok Kauwcu. "Engkau
tidak boleh ke sana,
"Apakah aku harus diam saja?" tanya Yatsumi sambil
mengerutkan kening.
"Kita semua memang harus diam untuk menanti," sahut
Ngo Tok Kauwcu dan menambahkan "Percayalah! Tidak lama
lagi Seng Hwee Sin Ku pasti mengutus orang ke mari."
"Itu tidak akan meleset?" Yatsumi tampak ragu.
"Aku berani menjamin tidak akan meleset"
Ngo Tok Kauwcu tersenyum. "Percayalah!"
"Aku percaya," ujar Lim Peng Hang dan melanjutkan, "Seng
Hwee Sin Kun pasti berunding dengan ketua ninja itu, lalu
mengutus orang ke mari."
"Benar." Gouw Han Tiong manggut-manggut. "Oleh karena
itu, kita harus sabar menunggu."
"Baik." Yatsumi mengangguk. "Aku menurut saja."
-ooo0dw0oooTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Bagian ke empat puluh sembilan
Utusan Seng Hwee Sin Kun
Di markas Seng Hwee Kauw, terdengar suara tawa
gembira. Tampak beberapa orang sedang bersulang. Mereka
adalah Seng Hwee Sin Kun, Leng Bin Hoatsu, Pek Bin Kui, Pat
Pie Lo Koay dan Tok Chiu Ong. Selain mereka, tampak pula
seorang berpakaian serba hitam, yang ternyata Takara
Nichiba, ketua Ninja Jepang.
"Ha ha ha!" Seng Hwee Sin Kun tertawa gelak. Takara
Nichiba, terimakasih atas kunjunganmu."
"Ha ha ha!" Takara Nichiba juga tertawa gelak.
"Terimakasih atas penyambutan kalian."
"Jangan sungkan-sungkan, kita memang harus bantumembantu!"
ujar Seng Hwee Sin Kun. "Ayoh mari kita
bersulang lagi untuk penjalinan per sahabatan kita!"
"Terimakasih," ucap Takara Nichiba, mereka mulai
bersulang lagi sambil tertawa-tawa.
"Takara Nichiba," tanya Pat Pie Lo Koay "Kedatanganmu di
Tionggoan khusus untuk memburu Yatsumi?"
"Betul." Takara Nichiba mengangguk. "Namun aku juga
ingin bergaul dengan kaum pesilat di Tionggoan."
"Oooh!" Pat Pie Lo Koay manggut-manggul "Engkau sudah
tahu Yatsumi itu berada di mana"
"Aku sama sekali tidak tahu," jawab Takai Nichiba jujur.
"Maka aku minta bantuan kalian"
"Jangan khawatir!" ujar Leng Bin Hoatsu san bil tertawa.
"Kami sudah mengutus beberapa orang untuk menyelidiki
gadis itu."
"Terimakasih, terimakasih..." ucap Takara Nichiba.
Di saat bersamaan, muncullah seseorang menghadap
mereka. Setelah memberi hormat, orang itu melapor.
"Kauwcu, kami telah memperoleh informasi bahwa Yatsumi
berada di markas pusat Kay Pang
"Oh?" Wajah Seng Hwee Sin Kun berseri "Bisa dipercaya
informasi itu?"
"Bisa." Orang itu mengangguk dan menambahkan, "Bahkan
Tio Bun Yang, Ngo Tok Kauw-cu, Sie Keng Hauw dan Lie Ai
Ling juga berada di sana.'
"Ha ha ha! Bagus, bagus." Seng Hwee Sin Kun tertawa
gelak. "Nah, sekarang engkau boleh beristirahat."
"Terimakasih, Kauwcu." ucap orang itu, yang kemudian
meninggalkan ruang tersebut.
"Takara Nichiba," ujar Seng Hwee Sin Kun
memberitahukan. "Ternyata Yatsumi berada di markas pusat
Kay Pang."
"Kalau begitu, aku akan ke sana membunuhnya," sahut
Takara Nichiba.
"Sabar!" Seng Hwee Sin Kun tertawa. "Aku justru ingin
memancing mereka ke mari. Setelah mereka ke mari, engkau
boleh membunuh Yatsumi."
"Baik." Takara Nichiba mengangguk.
"Bagaimana menurut kalian?" tanya Seng Hwee Sin Kun.
"Apakah sudah waktunya aku mengutus orang ke sana?"
"Memang sudah waktunya," sahut Leng Bin Hoatsu. "Kita
pancing mereka ke mari, lalu kita bantai."
"Kita jebak mereka! Ha ha ha...!" Tok Chiu Ong tertawa.
"Menurut aku..." ujar Pat Pie Lo Koay sungguh sungguh.
"Kita tidak perlu menjebak mereka, cukup menantang mereka
bertarung. Kalau dengan akal licik menjebak mereka, itu akan
mempermalukan diri kita."
"Ngmm!" Seng Hwee Sin Kun manggut-manggut. "Baik,
kita undang mereka ke mari! Kita bertarung dengan mereka di
Lembah Kabut Hitam ini! Ha ha ha...!"
"Kauwcu," ujar Takara Nichiba. "Aku akan bertarung
dengan Yatsumi, itu adalah urusanku."
"Baik." Seng Hwee Sin Kun manggut-manggut "Tapi
engkau harus berhati-hati menghadapinya."
"Terimakasih atas perhatian Kauwcu," uca Takara Nichiba.
"Kauwcu," tanya Leng Bin Hoatsu. "Kapan Kauwcu akan
mengutus orang ke markas pusat Kay Pang?"
"Besok pagi," sahut Seng Hwee Sin Kun memberitahukan.
"Aku mengutus engkau dan Pek Bin Kui ke sana."
"Ya." Leng Bin Hoatsu dan Pek Bin Kui mengangguk.
"Undang mereka ke mari tanggal lima belas kita akan
bertarung di Lembah Kabut Hitam" pesan Seng Hwee Sin Kun.
"Ya." Leng Bin Hoatsu mengangguk.
"Ha ha ha!" Seng Hwee Sin Kun tertawa gelak "Setelah kita
membasmi mereka, kita pun akan menguasai rimba persilatan!
Ha ha ha...!"
-oo0dw0oo- Lim Peng Hang, Gouw Han Tiong dan lainnya sedang
bercakap-cakap di ruang depan markas pusat Kay Pang
dengan serius sekali. Yang tampak tidak sabar adalah
Yatsumi, bahkan keningnya pun berkerut-kerut.
"Kok hingga sekarang belum muncul utusan dari Seng
Hwee Sin Kun?"
"Yatsumi!" Ngo Tok Kauwcu menatapnya. "Engkau harus
sabar. Percayalah, dalam beberapa hari ini. Seng Hwee Sin
Kun pasti mengutus orang kemari."
"Kalau beberapa hari ini tetap tidak muncul utusan Seng
Hwee Sin Kun ke mari, aku akan kesana membunuh Takara
Nichiba." "Yatsumi, sabarlah!" ujar Tio Bun Yang. "Aku yang paling
cemas, tapi tetap harus bersabar."
"Kita semua memang harus bersabar. Kalau tidak, justru
kita sendiri yang akan celaka," ujar Lim Peng Hang. "Sebab
kita tidak boleh menyerbu kesana, maka kita harus tetap
bersabar."
Di saat bersamaan, muncul seorang pengemis tua
menghadap Lim Peng Hang, lalu melapor.
"Pangcu! Utusan Seng Hwee Sin Kun ke mari!"
"Oh?" Lim Peng Hang manggut-manggut. "Undang mereka
ke mari!" "Ya, Pangcu." Pengemis tua itu segera pergi.
Tak seberapa lama kemudian, masuklah dua orang yang
tidak lain Leng Bin Hoatsu dan Pek Bin Kui. Mereka berdua
memberi hormat dengan sikap angkuh, kemudian berkata.
"Seng Hwee Sin Kun mengutus kami ke mari."
"Silakan duduk!" sahut Lim Peng Hang sambil menatap
mereka tajam. Leng Bin Hoatsu dan Pek Bin Kui duduk seraya berkata
dengan suara dalam.
"Kami ke mari untuk menyampaikan sesuatu pada Lim
Pangcu, harap Lim Pangcu dengar baik-baik!"
"Ha ha ha!" Ucapan mereka berdua tidak membuat Lim
Pang Hang gusar, sebaliknya ketua Kay Pang itu malah
tertawa gelak. "Katakanlah!!"
"Kami menantang pihakmu bertarung di Lembah Kabut
Hitam," ujar Leng Bin Hoatsu memberitahukan.
"Oh?" Lim Peng Hang tertawa lagi. "Kapan"!"
"Tanggal lima belas," sahut Pek Bin Kui dan menambahkan.
"Kami harap kedatangan kalian, jangan tidak berani ke sana!"
"Ha ha ha!" Gouw Han Tiong tertawa terbahak-bahak.
"Beritahukan kepada Seng Hwe Sin Kun, kami pasti datang
tepat pada waktunya
"Baik." Pek Bin Kui mengangguk.
"Leng Bin Hoatsu," tanya Tio Bun Yan mendadak.
"Bagaimana keadaan Goat Nio yan kalian kurung" Apakah dia
baik-baik saja?"
"Kalian sudah tahu?" Leng Bin Hoatsu balik bertanya
dengan heran. "Kami memang sudah tahu," sahut Tio Bun Yang dingin.
"Beritahukanlah! Bagaimana keadaannya?"
"Dia baik-baik saja," ujar Leng Bin Hoatsu. "Apabila kalian
menang dalam pertarungan nanti, Goat Nio pasti dibebaskan."
"Jangan ingkar janji!" Tio Bun Yang menatapnya tajam.
"Ha ha ha!" Leng Bin Hoatsu tertawa gelak. "Perlukah kami
ingkar janji" Itu tidak perlu kan?"
"Bagus!" Tio Bun Yang manggut-manggut.
"Oh ya!" Pek Bin Kui menatap Yatsumi. "Bukankah engkau
gadis Jepang?"
"Betul." Yatsumi mengangguk dan bertanya, " Takara
Nichiba berada di tempat kalian kan?"
"Kok tahu?" Pek Bin Kui heran.
"Tentu tahu," sahut Yatsumi. "Aku menantangnya
bertarung."
"Itu sudah pasti," ujar Pek Bin Kui sambil tertawa. "Ketua
ninja itu memang ingin bertarung denganmu."
"Bagus, bagus!" Yatsumi manggut-manggut." Itu yang
kukehendaki. Suruh dia bersiap-siap tindik mati!"
"He he he!" Leng Bin Hoatsu tertawa terkekeh, 'sungguh
sayang sekali Nona masih sedemikian muda, namun akan mati
pada tanggal lima belas! lebih baik Nona bergabung dengan
kami, maka ketua ninja itu tidak akan membunuhmu."
"Hei!" bentak Lie Ai Ling mendadak. "Jangan banyak
omong kosong di sini! Cepatlah kalian enyah dari sini!"
"Engkau pasti Lie Ai Ling!" Leng Bin Hoatsu menatapnya
tajam. "Engkau jangan kurang ajar jangan cari mati
sekarang!"
"Mau bertarung?" tantang Lie Ai Ling.
"Engkau...." Wajah Leng Bin Hoatsu merah padam. "Aku
akan membunuhmu!"
"Tenang!" Pek Bin Kui cepat-cepat memegang tangan Leng
Bin Hoatsu sambil bangkit berdiri "Baiklah! Kami mohon diri!"
"Silakan!" sahut Lim Peng Hang.
"Lim Pangcu!" Pek Bin Kui mengingatkan "Jangan lupa
tanggal lima belas!"
"Pasti." Lim Peng Hang tertawa gelak. "Tanggal lima belas
kami pasti ke sana, memenuh undangan kalian."
"Bagus, bagus!" Leng Bin Hoatsu manggut manggut.
"Sampai jumpa!"
Setelah mereka berdua pergi, Lim Peng Hang| Gouw Han
Tiong dan lainnya segera berunding
"Beberapa hari lagi sudah tanggal lima belas kita harus
bagaimana?" tanya Lim Peng Hang
"Mumpung masih ada waktu, alangkah baik nya kita
berlatih," sahut Gouw Han Tiong.
"Benar." Lim Peng Hang manggut-manggulj "Kita memang
harus berlatih mempersiapkan di untuk bertarung nanti."
"Tapi...." Tio Bun Yang mengerutkan kening kemudian
memandang Ngo Tok Kauwcu seraya bertanya, "Kakak Ling
Cu, engkau tahu kekuatan Seng Hwee Kauw?"
"Tahu." Ngo Tok Kauwcu mengangguk. "Di dalam Seng
Hwee Kauw terdapat belasan anggota yang berkepandaian
tinggi, termasuk Leng Bin Hoatsu, Pek Bin Kui, Pat Pie Lo Koay
Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dan Tok Chiu Ong. Kini ditambah ketua ninja itu."
"Ketua ninja itu lawanku," ujar Yatsumi.
"Ng!" Ngo Tok Kauwcu mengangguk. "Kita pun harus
mengatur suatu cara untuk menghadapi mereka."
"Benar." Lim Peng Hang manggut-manggut. "Oh ya, berapa
banyak anggota Seng Hwee Kauw?"
"Seratusan orang." Ngo Tok Kauwcu mem-beiitahukan.
"Aku sudah mengatur puluhan anggotaku di sekitar Lembah
Kabut Hitam, namun kurang kuat menghadapi para anggota
Seng Hwee Kauw yang berjumlah lebih besar itu."
"Kalau begitu..." ujar Lim Peng Hang. "Aku pun harus
mengatur seratus anggota Kay Pang untuk ikut serta, agar
dapat mengimbangi mereka."
"Benar." Gouw Han Tiong manggut-manggut.
"Begini..." ujar Lim Peng Hang sambil memandang Tio Bun
Yang. "Engkau melawan Seng Hwee Sin Kun, aku dan Gouw
Han Tiong me-biwan Leng Bin Hoatsu dan Pek Bin Kui, Ling i u
melawan Tok Chiu Ong, sedangkan Ai Ling dan Keng Hauw
melawan anggota Seng Hwee Kauw yang berkepandaian
tinggi." "Kok Pat Pie Lo Koay tidak masuk hitungan?" tanya Sie
Keng Hauw heran.
"Dia orangku." Ngo Tok Kauwcu memberitahukan.
"Tugasnya membebaskan Goat Nio di saat terjadi
pertarungan."
"Oooh!" Sie Keng Hauw manggut-manggut.
"Tapi kalian harus berhati-hati." pesan Lim Peng Hang.
"Sebab banyak jebakan di sana."
"Jangan khawatir!" Ngo Tok Kauwcu ter senyum. "Pat Pie
Lo Koay pasti sudah merusak semua jebakan itu."
"Oh?" Lim Peng Hang menatapnya. "Benar kah itu?"
"Benar." Ngo Tok Kauwcu mengangguk. "Aku sudah
mengatur itu, jadi kita tidak usah takul akan jebakan-jebakan
di sana lagi."
"Kakak Ling Cu," tanya Tio Bun Yang. "Apa kah Seng Hwee
Sin Kun tidak akan mencuriga Pat Pie Lo Koay?"
"Tentu tidak." Ngo Tok Kauwcu tersenyum "Sebab Pat Pie
Lo Koay sangat cerdik, bisa me ngelabui mata Seng Hwee Sin
Kun." "Syukurlah!" ucap Tio Bun Yang.
"Nah, mulai hari ini, kita semua harus berlatih Tanggal lima
belas kita akan sampai di Lembai Kabut Hitam." ujar Lim Peng
Hang. Sementara itu, Leng Bin Hoatsu dan Pek Bin Kui sudah
sampai di markas Seng Hwee Kauw. Mereka lalu melapor
kepada Seng Hwee Sin Kun.
"Kauwcu, pihak Kay Pang pasti datang pada tanggal lima
belas." "Bagus! Ha ha ha...!" Seng Hwee Sin Kun tertawa gelak.
"Kita habiskan mereka nanti!"
"Yatsumi juga berada di sana. Dia akan bertarung dengan
Takara Nichiba." ujar Pek Bin Kui.
"He he he!" Ketua ninja tertawa terkekeh-kekeh. "Dia pasti
mati di tanganku. Aku harus membunuhnya."
"Kauwcu...." Pat Pie Lok Koay memandangnya seraya
berkata, "Apakah Kauwcu sudah berpikir masak-masak?"
"Maksudmu?" tanya Seng Hwee Sin Kun sambil
mengerutkan kening.
"Seandainya kita dapat membunuh mereka, namun...." Pat
Pie Lo Koay mengingatkan. "Kita masih harus menghadapi
pihak Pulau Hong Hoang To!"
"Ha ha ha!" Seng Hwee Sin Kun tertawa gelak. Kalian
percayalah, aku sanggup menghadapi Tio Cie Hiong dan
lainnya. Tentunya mereka tidak akan mengeroyokku."
"Tapi...." Pat Pie Lo Koay menghela nafas panjang. "Pek Ih
Sin Hiap-Tio Cie Hiong ber-kepandaian tinggi sekali."
"Aku tahu itu." Wajah Seng Hwee Sin Kun tampak serius.
"Tapi aku masih sanggup menghadapinya, bahkan aku pun
yakin kini kepandaianku berada di atas kepandaiannya."
"Syukurlah kalau begitu!" ucap Pat Pie Lob Koay.
"Jadi kuatur begini..." ujar Seng Hwee SinB Kun. "Terlebih
dahulu Takara Nichiba bertarung dengan Yatsumi. Seusai
mereka bertarung, aku akan turun tangan bertarung dengan
Tio Bui Yang. Di saat itulah kalian harus menyerang yang lain,
jangan sampai ada yang lolos."
"Ya, Kauwcu," sahut Leng Bin Hoatsu dan lainnya.
"Setelah kita membunuh mereka, pihak Pulau Hong Hoang
To pasti muncul," ujar Seng Hwe Sin Kun melanjutkan. "Kalau
mereka mengeroyok diriku, tentunya aku kalah. Namun
apabila satt lawan satu, aku pasti menang. Ha ha ha...!"
"Kalau tidak salah...." Pat Pie Lo Koay mem beritahukan.
"Sam Gan Sin Kay, Kim Siauw Su seng, Kou Hun Bijin, Tio Tay
Seng dan Tio Ci Hiong berkepandaian tinggi sekali. Seandainya
mereka muncul nanti, Kauwcu akan menantang mereka satu
lawan satu?"
"Ya." Seng Hwee Sin Kun mengangguk. "Mereka pasti tidak
akan mengeroyokku."
"Aku yakin Kauwcu pasti menang," ujar Pek Bin Kui sambil
tertawa gelak. "Ha ha ha! Tidak lama lagi kita akan menguasai
rimba persilatan
"Ha ha ha! Itu sudah pasti!" Seng Hwee Sin Kun juga
tertawa. "Oh ya, mulai sekarang, kalian harus berlatih."
"Ya," sahut Leng Bin Hoatsu dan lainnya. 'Pokoknya kami
akan menghabiskan mereka semua."
"Pat Pie Lo Koay!" pesan Seng Hwee Sin Kun. "Engkau
harus periksa semua jebakan, apabila perlu, kita akan
menjebak mereka! Ha ha ha...!"
"Ya, Kauwcu." Pat Pie Lo Koay mengangguk.
"Oh ya!" Seng Hwee Kauwcu menatapnya. "Di saat kami
bertarung, engkau harus ke ruang batu untuk membunuh
Goat Nio."
"Ya, Kauwcu." Pat Pie Lo Koay mengangguk lagi. "Agar
mereka patah semangat, aku akan membawa kepala Goat Nio
diperlihatkan mereka. Aku yakin Tio Bun Yang langsung
pingsan, begitu pula yang lain. Nah, bukankah gampang sekali
membunuh mereka?"
"Betul. Ha ha ha...!" Seng Hwee Sin Kun tertawa terbahakbahak.
"Idemu sungguh cemerlang! Bagus! Bagus!"
-oo0dw0ooo- Bagian ke lima puluh
Markas Seng Hwee Kauw musnah
Pada hari yang ditentukan itu, Seng Hwee Si Kun dan
lainnya sudah menunggu pihak Kay Pang di Lembah Kabut
Hitam. Para anggota berbaris rapi dengan senjata di tangan.
Berselang beberapa saat kemudian, muncul lah pihak Kay
Pang. Para anggota Ngo Tok Kau bergabung dengan para
anggota Kay Pang. Mereka berbaris rapi dengan berbagai
macam senjata di tangan.
"He he he!" Seng Hwee Sin Kun tertawl terkekeh. "Selamat
datang! Selamat datang!"
"Selamat bertemu, Seng Hwee Sin Kun!" sahut Tio Bun
Yang. "Anak muda!" Seng Hwee Sin Kun menatapnya tajam. "Kau
memang panjang umur. Setahun lalu kalau monyet sialan itu
tidak menangkis pukulanku, kau pasti sudah mati."
Ketika Seng Hwee Sin Kun menyinggung monyet bulu
putih, timbullah rasa duka dalam hati Tio Bun Yang.
"Seng Hwee Sin Kun!" sahutnya sunggul sungguh. "Kalau
kau mau membebaskan Goat Nio, aku pasti melepaskanmu."
"Ha ha ha!" Seng Hwee Sin Kun tertawa terbahak-bahak.
"Aku akan membebaskan Goat Nio, namun cuma tinggal
kepalanya."
"Apa?" Wajah Tio Bun Yang langsung berubah pucat pias.
"Engkau... engkau telah membunuhnya?"
"Sementara ini belum," ujar Seng Hwee Sin Kun. "Tapi
sebentar lagi kepalanya akan berpisah dengan tubuhnya."
"Engkau____" Suara Tio Bun Yang bergemetar karena
menahan emosi. "Seng Hwee Sin Kun!" Lim Peng Hang menudingnya.
"Bersikaplah gagah, jangan jadi pengecut"
"Tentu, tentu," sahut Seng Hwee Sin Kun sambil tertawa.
"Kita tidak perlu berbasa basi lagi, langsung saja bertarung."
"Bagaimana cara kita bertarung?" tanya Lim Peng Hang.
"Terlebih dahulu ketua ninja akan bertarung dengan
Yatsumi. Itu urusan mereka berdua, kita tidak perlu turut
campur," sahut Seng Hwee Sin Kun.
"Baik." Lim Peng Hang mengangguk.
Bersamaan itu, Takara Nichiba pun berjalan ke tengah.
Yatsumi segera melangkah ke hadapannya, lalu menudingnya
sambil membentak dengan bahasa Jepang.
Takara Nichiba juga menyahut dengan bahasa Jepang yang
tidak dimengerti orang. Setelah itu, ia mengeluarkan
pedangnya, Yatsumi mengeluarku sulingnya. Mendadak
Takara Nichiba memekik keras, kemudian menyerang Yatsumi.
"Hiyaaat!" Gadis Jepang itu pun mcmekikl sambil berkelit,
kemudian mulai balas menyerang! dengan ilmu Giok Siauw Bit
Ciat Kang Khi. Serangan balasan itu membuat ketua ninja terkejut bukan
main. Tiba-tiba ia bersiul panjangi dan seketika juga sekujur
badannya mengeluarkan asap. Terjadilah suatu keanehan,
karena ketua ninja itu mendadak menghilang. Itulah ilmu
istimewa kaum ninja Jepang. Terbelalaklah yanb menyaksikan
itu. Sementara Yatsumi tetap berdiri di tempat! Ternyata Tio
Cie Hiong telah memberi petunjuk kepadanya cara
menghadapi ilmu istimewa itu! Oleh karena itu, Yatsumi sama
sekali tidak gugup. Ia berdiri tenang di tempat, namun terus
pasang telinga.
Sekonyong-konyong Takara Nichiba muncul di belakangnya
sambil mengayunkan pedangnya Yatsumi sudah menangkap
suara itu, dan tanpa melihat ia langsung mengayunkan
sulingnya ke belakang untuk menangkis pedang lawan.
Trang! Terdengar suara benturan.
Takara Nichiba terhuyung-huyung ke belakang beberapa
langkah, begitu pula Yatsumi. DI saat terjadi benturan, ketua
ninja itu tampak tersentak.
"Hiyaaaat!" pekik Yatsumi sambil menyerang. Kali ini ia
menggunakan Cit Loan Kiam Hoa (Ilmu Pedang Pusing Tujuh
Keliling). Tampak Miling di tangan Yatsumi berkelebatan
secara kacau balau mengarah ketua ninja itu.
Di saat itulah Takara Nichiba menggunakan ilmu istimewa
lagi, yakni ilmu menyusup ke dalam tanah.
Yatsumi tidak terkejut, namun Seng Hwee Sin Kun dan
lainnya justru terkejut bukan main, Karena mereka tidak
pernah menyaksikan ilmu tersebut.
Tio Bun Yang, Sie Keng Hauw. Lie Ai Ling ilan Ngo Tok
Kauwcu juga tidak pernah menyaksikan ilmu itu, tapi pernah
mendengarnya. Namun mereka pun tampak terkejut.
Sementara Yatsumi berdiri di tempat, tampak tenang sekali.
Mendadak permukaan tanah dibelakang Yatsumi tampak
bergerak-gerak menuju kearah gadis Jepang itu, sepertinya
ada sesuatu di dalam tanah.
Sekonyong-konyong Takara Nichiba muncul dan dalam
tanah, sekaligus menyerang Yatsumi dari belakang.
Kalau pendengaran gadis Jepang itu belum terlatih, ia pasti
mati terserang pedang Takara Nichiba. Akan tetapi, Tio Cie
Hiong telah melatih pendengarannya guna menghadapi ketua
ninja itu. Seng Hwee Sin Kun dan lainnya yakin bahwa gadis Jepang
itu pasti mati di bawah pedang Takara Nichiba. Namun di saat
ujung pedang Takara Nichiba hampir mengenai leher Yatsumi
pada waktu bersamaan badan gadis Jepang itu bergerak
secepat kilat, berkelebat ke belakang ketua ninja.
"Plaaak! Punggung Takara Nichiba terpukul suling Yatsumi.
"Aaakh...!" jerit ketua ninja itu. Badannya terpental
beberapa depa dan mulutnya menyemburkan darah segar.
"Uaaaakh...!"
Ternyata Yatsumi menggunakan Kiu Kiong San Tian Pou
(Ilmu Langkah Kilat) untuk berkelit ke belakang Takara
Nichiba, sekaligus menyerangnya dengan jurus Kiam Im Ap
San (Bayanga Pedang Menekan Gunung). Maka, tanpa ampun
lagi punggung ketua ninja itu terhajar suling Yatsumi.
Di saat Takara Nichiba terpental, gadis Jepang itu tidak
menyia-nyiakan kesempatan. Tampak badannya bergerak
laksana kilat ke arah ketua ninja, sekaligus menyerangnya.
Takara Nichiba sudah terluka parah, bagaimana mungkin ia
dapat berkelit maupun menangkis" Akan tetapi, ketua ninja itu
tetap berusaha berkelit. Walau ia berusaha berkelit, suling itu
tetap menghajar kepalanya.
Plaaak! "Aaakh...!" jerit Takara Nichiba. Ia terkulai kemudian
menatap Yatsumi dengan mata melotot "Engkau... engkau...."
Gadis Jepang itu memandangnya dingin. Berselang sesaat
Cinta Bernoda Darah 16 Rahasia Peti Wasiat Karya Gan K L Pedang Dan Kitab Suci 5
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama