Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung Bagian 9
dapat membuat pedang pusaka itu terlepas dari tangan Lu Hui
San dan menancap di dinding. Dapat dibayangkan, betapa
tingginya lweekang orang yang menyambitkan kerikil itu.
Di saat itulah melesat ke dalam sosok bayangan melalui
jendela, yang ternyata Tio Bun Yang.
"Bun Yang!" seru Lu Hui San dengan kening berkerut.
"Engkau____"
"Hui San!" Tio Bun Yang menggeleng-gelengkan kepala, ia
berdiri di hadapan gadis itu. "Engkau tidak boleh membunuh
Lu Tliay Kam, sebab biar bagaimana pun dia tetap ayah
angkatmu."
"Dia pembunuh kedua orang tuaku, aku harus
membunuhnya!" sahut Lu Hui San dengan mata bersimbah
air. "Tadi Lu Thay Kam telah memberitahukan, bahwa kedua
orang tuamu mati dikarenakan politik dai istana. Maka, engkau
harus mengerti. Lagi pula tadi Lu Thay Kam sama sekali tidak
melawan. Apakah engkau tega membunuh orang yang tiilak
melawan"' ujar Tio Bun Yang.
"Aku... aku..-" Lu Hui San menundukkan kepala. "Bun Yangl
Kenapa engkau ke mari mencampuri urusan ini?"
"Aku ke mari dengan maksud ingin menolongmu, tapi tidak
tahunya____" Tio Bun Yang menghela nafas panjang,
kemudian memandang Lu Thay Kam sambil memberi hormat.
"Maafkan aku. Lu Kong Kong'"
"Anak muda...." Lu Thay Kam terbelalak, lalu tertawa gelak.
"Engkau ke mari ingin menolong San San, tapi malah
menyelamatkan nyawaku. Anak muda, kenapa engkau
menyelamatkan nyawaku?"
"Karena Lu Kong Kong ayah angkat Hui San. Lagi pula tadi
Lu Kong Kong tidak melawan sama sekali," sahut Tio Bun
Yang sambil tersenyum. "Itu membuktikan betapa sayangnya
Lu Kong Kong kepada Hui San."
"Ha ha ha!" Lu Thay Kam tertawa terbahak-bahak. "Tidak
salah, aku memang sayang sekali kepada San Sanl Oleh
karena itu, aku bersedia mati di tangannya."
"Aku tak menyangka sama sekali, Lu Kong Kong memiliki
perasaan itu," ujar Tio Bun Yang sambil menghela nafas
panjang. "Padahal Lu Kong Kong sangat terkenal akan
kekejamannya."
"Anak muda! Aku kejam karena politik dalam istana. Kalau
aku tidak kejam, mungkin aku sudah mati di tangan para
menteri. Tentunya engkau mengerti tentang itu."
"Maaf! Aku tidak mengerti dan tidak mau mengerti tentang
itu sebab aku bukan pembesar."
"Ha ha hal" Lu Thay Kam tertawa gelak. "Kalau engkau
ingin menjadi pembesar, aku bersedia mengangkatmu."
"Terimakasih, Lu Kong Kong!" ucap Tio Bun Yang. Tapi aku
tidak berniat menjadi pembesar."
"Oh ya!" Lu Thay Kam menatapnya tajam. "Engkau
memasuki istanaku ini, apakah engkau membunuh para
pengawalku?"
"Tidak," Tio Bun Yang menggelengkan kepala. "Aku hanya
menotok jalan darah mereka, agar mereka tidak bisa bergerak
maupun berteriak."
*Oooh!" Lu Thay Kam manggut-mangguL "Anak muda,
engkau punya hubungan apa dengan San San?" tanyanya.
"Sebagai teman," sahut Tio Bun Yang memberitahukan.
"Masih ada dua temannya berada di rumah penginapan."
"Goat Nio dan Ai Ling juga datang di ibu kota?" tanya Lu
Hui San. "Ya." Tio Bun Yang mengangguk. "Mereka ingin ikut, tapi
kularang. Mereka menunggu di rumah penginapan."
"Aaah...!" Tiba-tiba Lu Hui San menghela nafas panjang.
"Karena engkau mencampuri urusan ini, sehingga aku tidak
jadi membunuh penjahat ini!"
"Hui San" Tio Bun Yang menggeleng-gelengkan kepala. "Lu
Kong Kong bukan penjahat, dia adalah ayah angkatmu Ihol"
"TapL..."
"San San" ujar Lu Thay Kam sungguh-sungguh. "Kalau
engkau masih ingin membunuhku, aku tetap bersedia mati di
tanganmu."
'Tidak mungkin!" Lu Hui San menggelengkan kepala. "Bun
Yang berada di sini"
"Hui San," sahut Tio Bun Yang. "Kalau engkau masih ingin
membunuh Lu Kong Kong, aku tidak akan turut campur lagi."
"Oh?" Lu Hui San mengerutkan kening. "Kenapa?"
"Sebab aku tahu engkau masih punya perasaan," jawab Tio
Bun Yang. "Dari kecil engkau hidup bersama Lu Kong Kong,
bagaimana mungkin engkau tega membunuhnya?"
"Aku... aku____" Lu Hui San mulai terisak-isak.
"San San!" Lu Thay Kam mendekatinya, kemudian
membelainya seraya berkata. "Aku membunuh kedua orang
tuamu karena ada surat perintah dari kaisar."
"Kalau engkau tidak memfitnah ayahku, bagaimana
mungkin keluargaku akan dihukum mati oleh kaisar?" ujar Lu
Hui San dengan air mata berderai.
"San San!" Lu Thay Kam menghela nafas panjang.
"Sebetulnya bukan aku yang memfitnah ayahmu. Ketika aku
baru mau memfitnah ayahmu, justru muncul seorang menteri
memfitnah ayahmu. Oleh karena itu, kaisar mengeluarkan
surat perintah untuk menghukum mati seluruh keluargamu.
Aku yang melaksanakan tugas itu, namun____"
"Kenapa?"
"Aku tidak membunuhmu dan membiarkan Sie Kuang Han
meloloskan diri dengan membawa putranya." Lu Thay Kam
memberitahukan. "Kalau aku memang berhati kejam, tentunya
engkau, Sie Kuang Han dan putranya sudah mati."
Lu Hui San tak menyahut. Lu Thay Kam menghela nafas
seraya melanjutkan.
"Karena aku tidak membunuhmu dan membiarkan Sie
Kuang Han meloloskan diri dengan membawa putranya, maka
menteri itu memfitnah diriku. Tapi aku berhasil menuduh
menteri itu dengan berbagai alasan, akhirnya menteri itu
bersama keluarganya dihukum mati oleh kaisar."
"Oh?" Lu Hui San terbelalak.
"Karena itu...." Lu Thay Kam menggeleng-gelengkan
kepala. "Sie Kuang Han tidak seharusnya menyuruhmu
membalas dendam."
"Pamanku tahu tentang itu?" tanya Lu Hui San.
"Dia tahu." Lu Thay Kam manggut-manggut dan
menambahkan "Terus terang, aku dan ayahmu merupakan
kawan baik, tapi kami berdua selalu berselisih paham,
akhirnya menjadi musuh. Aaah. Itu telah berlalu, tidak perlu
kuungkit lagi"
"Kalau begitu, kenapa tadi Lu Kong Kong tidak mau
menjelaskan?" tanya Tio Bun Yang. "Apabila aku terlambat
datang, bukankah Lu Kong Kong."."
"Yaaahl" Lu Thay Kam menghela nafas panjang. "Memang
aku yang membunuh kedua orang tuanya, maka kalau dia
ingin membunuhku, aku pun bersedia mati di tangannya."
"Aaaakhl" keluh Lu Hui San.
"San San!" Lu Thay Kam menatapnya dalam-dalam seraya
bertanya, "Engkau masih sudi mengaku aku sebagai ayah
angkatmu?"
"Aku____" Lu Hui San manggut-manggut.
"San San anakkul" Lu Thay Kam memeluknya erat-erat
"Tidak sia-sia aku membesarkanmu, sebab engkau adalah
gadis baik yang kenal akan budi kebaikan."
"Ayah_" panggil Lu Hui San sambil terisak-isak.
"San Sanl" Lu Thay Kam membelainya. "Jangan menangis,
tidak baik menangis di hadapan pemuda tampani"
"Ayah"." Wajah Lu Hui San agak memerah.
"Anak muda, aku belum tahu namamu," ujar Lu Thay Kam
sambil tertawa gelak. "Bentahukan lahl"
"Namaku Tio Bun Yang."
"Engkau masih muda, tapi memiliki Iweekang yang begitu
tinggi. Aku sungguh kagum kepadamu."
"Ayah" Lu Hui San memberitahukan. "Dia putra Tio Cie
Hiong, yang sangat terkenal itu." .
"Oh!" Lu Thay Kam terbelalak. "Pek Ih Sin Hiap adalah
ayahmu?" "Ya." Tio Bun Yang mengangguk.
"Kalau begitu...." Lu Thay Kam teringat sesuatu. "... engkau
adalah Giok Siauw Sin Hiap?"
"Ya." Tio Bun Yang mengangguk lagi.
"Tapi____" Lu Thay Kam mengerutkan kening.
"Setahuku, ada seekor monyet bulu putih menyertaimu.
Kenapa tidak tampak monyet bulu putih itu?"
"Aku tidak ajak kauw heng ke mari," ujar Tio Bun Yang.
"Kauw heng berada di dalam kamar penginapan menemani
Goat Nio dan Al Ling."
"Kenapa tidak engkau ajak mereka ke mari?" tanya Lu Thay
Kam mendadak. "Aku khawatir akan terjadi sesuatu di sini, maka aku tidak
mengajak mereka ke mari," sahut Tio Bun Yang dan
menambahkan. Tapi apabila aku tidak kembali pagi hari,
mereka akan menyusul ke sini."
"Kalau begitu, biar mereka menyusul ke sini sajal" ujar Lu
Thay Kam sambil tertawa.
"Maaf. Lu Kong Kongl" ucap Tio Bun Yang.
"Aku harus mohon diri sekarang, sebab urusan di sini sudah
beres." "Ayah, aku juga mau mohon pamit," sambung Lu Hui San
dan melanjutkan. "Karena masih ada urusan lain yang harus
kuselesaikan"
"San San____" Lu Thay Kam menghela nafas panjang.
"Engkau baru pulang-..."
"Ayah, kalau urusanku itu sudah beres, aku pasti kembali,"
ujar Lu Hui San sungguh-sungguh. "Jadi Ayah jangan
melarangku pergi sekarang, sebab aku harus menemui Goat
Nio dan Ai Ling."
"Baiklah," Lu Thay Kam manggut-manggut. "Tapi..."
"Ada apa, Ayah?" tanya Lu Hui San heran.
"Pemuda ini harus bertanding tiga jurus dengan ayah,
barulah ayah memperbolehkan engkau pergi," sahut Lu Thay
Kam sambil memandang Tio Bun Yang.
"Ayah____" Lu Hui San mengerutkan kening.
"Anak mudai" Lu Thay Kam tertawa. "Bagaimana, engkau
bersedia bertanding tiga jurus dengan aku?"
"Lu Kong Kong..." Tio Bun Yang menggelengkan kepala.
"Kita tidak perlu bertanding. Bagaimana kalau aku mengaku
kalah saja?"
"Mengaku kalah" Ha ha ha Tentunya aku tidak terimal Nah,
alangkah baiknya kita bertanding tiga jurus sajal" desak Lu
Thay Kam. "Anak muda, jangan mengecewakan aku dan
mempermalukan Pek lh Sin Hiap, ayahmu!"
"Lu Kong Kong, aku ke mari bukan untuk bertanding"
"Kalau engkau tidak bersedia bertanding de ngan aku,
tentu aku akan melarang San San pergi," tegas Lu Thay Kam.
"Ayah?" Lu Hui San mengerutkan kening."Kenapa Ayah
mendesaknya untuk bertanding"*
"Ha ha ha!" Lu Thay Kam tertawa. "San San,, engkau harus
tahu, ayah mau bertanding dengan dia, itu berarti ayah
menghargai dia."
"Oh?" Lu Hui San memandang Tio Bun Yang.
"Kalau begitu?" Pemuda itu menghela nafas, "maafkan
atas kelancanganku bertanding dengan Lu Kong Kong!"
"Ha ha hal Anak muda!" Lu Thay Kam tertawa gelak.
"Engkau memang pemuda yang sopan, aku suka kepadamu.
Nah, bersiap-siaplah, aku akan menyerangmu dengan tangan
kosong!" Tio Bun Yang mengangguk, sekaligus mengerahkan Pan
Yok Hian Thian Sin Kang, sedangkan Lu Thay Kam juga
mengerahkan Iweekangnya.
"Anak muda, hati-hati!" seru Lu Thay Kam dan langsung
menyerangnya dengan ilmu Ie Hoa Ciap Bok Ciang Hoat (Ilmu
Pukulan Memindahkan Bunga Menyambung Pohon), ia
mengeluarkan jurus Hoa Kay Cang Cun (Bunga Mekar
Sepanjang Musim Semi).
Sungguh hebat jurus tersebut, sebab sepasang tangan Lu
Thay Kam berubah menjadi ratusan kuntum bunga mengarah
kepada Tio Bun Yang.
Tio Bun Yang terperanjat menyaksikan jurus itu la ingin
berkelit tapi sudah terlambat. Maka, ia terpaksa menangkis
dengan ilmu Jari Sakti Bit Ciat Sin Ci. mengeluarkan jurus Cian
Ci Soh Te (Ribuan Jari Menyapu Bumi).
Betapa terkejutnya Lu Thay Kam menyaksikan jurus
tersebut. Cepat-cepat ia menarik kembali serangannya,
kemudian menyerang lagi dengan jurus Ki Yauw Yap Lok
(Dahan Bergoyang Daun Rontok).
Daaar! Terdengar suara benturan dahsyat.
Lu Thay Kam berdiri tak bergeming, sedangkan tubuh Tio
Bun Yang tampak bergoyang-goyang.
"Ha ha ha!" Lu Thay Kam tertawa terbahak-bahak.
"Sungguh luar biasa! Ternyata engkau memang berisi! Kini
hanya tinggal satu jurus, engkau harus berhati-hati! Karena
jurus ini akan kusertai dengan Iweekang sepenuhnya, maka
eng kau jangan menganggapku main-main!"
"Ya." Tio Bun Yang mengangguk, lalu menghimpun Kari
Kun Taylo Sin Kang.
Lu Thay Kam menatapnya tajam, kemudian mendadak
bersiul panjang sambil menyerang dengan jurus le Hoa Ciap
Bok (Memindahkan Bunga Menyambung Pohon), jurus
tersebut amat lihay dan hebat, bahkan disertai pula dengan
Iweekang sepenuhnya.
Menyaksikan serangan itu, wajah Lu Hui San langsung
memucat. Gadis itu tidak menyangka kalau ayah angkatnya
akan mengeluarkan jurus tersebut untuk menyerang Tio Bun
Yang. "Ayah...." Lu Hui San memejamkan matanya karena merasa
tidak tega menyaksikan tubuh Tio Bun Yang akan hancur
berkeping-keping.
Kenapa Lu Thay Kam mengeluarkan jurus tersebut"
Ternyata Lu Thay Kam tahu Tio Bun Yang berkepandaian
sangat tinggi. Kalau ia tidak menyerangnya dengan sungguhsungguh,
tentunya pemuda itu tidak akan mengeluarkan jurus
andalannya pula. Oleh karena itu, Lu Thay Kam terpaksa
harus mengeluarkan jurus andalannya.
Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ketika menyaksikan serangan itu, Tio Bun Yang tahu Lu
Thay Kam tidak main-main, maka iapun menggunakan Kan
Kun Taylo Ciang Hoat, mengeluarkan jurus Kan Kun Taylo Hap
It (Segala-galanya Menyatu Di Alam Semesta) untuk
menangkis. Blaaaml Terdengar suara benturan dahsyat.
Tio Bun Yang terhuyung-huyung ke belakang tiga langkah.
Lu Thay Kam begitu juga, bahkan wajahnya tampak pucat
pias. Sedangkan wajah Tio Bun Yang tetap tampak seperti
biasa. "Bun Yang..." keluh Lu Hui San tidak berani membuka
matanya. Gadis itu yakin tubuh Tio Bun Yang telah hancur
berkeping-keping.
"Anak muda!" ujar Lu Thay Kam sambil menatapnya
terbelalak. "Engkau memang luar biasa sekali! Aku sungguh
kagum kepadamu!"
"Tenmakasih atas kemurahan hati Lu Kong Kong!" sahut
Tio Bun Yang dan sekaligus memberi hormat.
Mendengar suara itu, barulah Lu Hui San membuka
matanya. Begitu melihat Tio Bun Yang tidak kurang sualu apa
pun, berserilah wajahnya.
"Bun Yang!" serunya girang. "Engkau tidak apa-apa?"
"Aku tidak apa-apa," sahut Tio Bun Yang sambil tersenyum.
"Terimakasih atas perhatianmu!"
"Sungguh keterlaluan!" ujar Lu Thay Kam dengan tertawa.
"San San, engkau sama sekali tidak menaruh perhatian pada
ayahmu, malah menaruh perhatian pada Bun Yang."
"Ayah...." Wajah Lu Hui San memerah. "Ayah tidak apaapa?"
"Kalau ayah tak memiliki leekang le Hoa Ciap Bok, ayah
pasti sudah terkapar tak bernyawa di sini," sahut Lu Thay Kam
sungguh-sungguh.
"Oh?" Lu Hui San tampak kurang percaya. "Ayah jangan
bergurau!"
"Ayah tidak bergurau, sesungguhnya memang begitu" ujar
Lu Thay Kam sambil menatap Tio Bun Yang. "Anak muda, tadi
engkau menggunakan ilmu apa untuk menangkis
seranganku?"
"Aku menggunakan Kan Kun Taylo Ciang Hoat." Tio Bun
Yang memberitahukan. "Kalau aku tidak menggunakan ilmu
tersebut, aku pasti sudah menjadi mayat."
"Sungguh bebat ilmu itul" ujar Lu Thay Kam sambil
menghela nafas. "Dapat balik menyerang dengan Iweekang Si
Penyerang pula. Apabila Iweekang le Hoa Ciap Bok tak
memiliki keistimewaan, nyawaku pasti sudah melayang."
"Lu Kong Kong! Sungguh luar biasa ilmu le Hoa Ciap Bok
itu, sebab Kan Kun Taylo Sin Kangku tidak mampu
membalikkan seluruh Iweekang le Hoa Ciap Bok tersebut,
bahkan masih menerobos menyerangku."
"Itulah keistimewaan Iweekang tersebut, tapi tetap tidak
mampu melukaimu."
"Karena aku masih memiliki Pan Yok Hian Thian Sin Kang
yang melindungi diriku."
"Ooohi" Lu Thay Kam manggut-manggut. "Pantas engkau
tidak terluka sama sekalil Ternyata engkau masih memiliki
Iweekang pelindung tubuh, sungguh bukan main!"
"Tapi kalau Lu Kong Kong tidak mengurangi Iweekang di
saat menyerang, mungkin aku sudah terluka," Tio Bun Yang
memberitahukan.
"Kalau aku tidak mengurangi Iweekangku itu, aku pun
sudah terluka parah," sahut Lu Thay Kam sambil tertawa
gelak. "Ha ha ha! Pertandingan tadi sungguh memuaskan! Oh
ya, apabila engkau bersedia menjadi pembesar, aku pasti
mengangkatmu setinggi-tingginya."
"Maaf, Lu Kong Kong, aku tidak berniat menjadi pembesar!
Kini sudah hampir pagi, aku harus segera kembali ke rumah
penginapan."
"Baiklah." Lu Thay Kam manggut-manggut, "Mudahmudahan
kita akan berjumpa lagi kelak!"
"Permisi!" ucap Tio Bun Yang.
Lu Thay Kam mangut-manggut lagi, kemudian memandang
Lu Hui San seraya berpesan.
"San San, setelah urusanmu itu beres, engkau harus
kembali ke sinil"
"Ya, Ayah," Lu Hui San mengangguk. "Sampai jumpa,
Ayah!" "San San," tanya Lu Thay Kam mendadak. "Engkau sudah
punya kekasih belum?"
"Ayah...." Wajah Lu Hui San langsung memerah.
"San San," ujar Lu Thay Kam sambil tertawa. "Bun Yang
adalah pemuda tampan dan baik, janganlah membiarkannya
terbang ke dalam pelukan gadis lain!"
"Ayah!" Lu Hui San tersenyum. "Bun Yang sudah punya
kekasih, maka Ayah jangan mengharapkan yang bukanbukan!"
"Oh?" Lu Thay Kam menghela nafas panjang. "Sungguh
sayang sekalil"
"Lu Kong Kong," ucap Tio Bun Yang. "Sampai jumpa!"
"Sampai jumpa, anak mudai" sahut Lu Kong Kong sambil
tertawa. "Ingat! Pintu tempat tinggalku ini selalu terbuka
untukmu!" "Terimakasih, Lu Kong Kongl" Tio Bun Yang melangkah
pergi Lu Hui San segera mengikutinya, sedangkan Lu Thay
Kam memandang punggung mereka sambil menghela nafas
panjang. Di dalam kamar penginapan, Lie Ai Ling berjalan mondarmandir
dengan kening berkerut-kerut, sedangkan Siang Koan
Goat Nio duduk tenang di kursi.
"Goat Niol" Mendadak Ue Ai Ling menunjuknya seraya
berkata. "Aku sangat cemas, sebaliknya engkau malah begitu
tenang duduk di kursi. Engkau tidak memikirkan Kakak Bun
Yang dan Lu Hui San?"
"Tentu memikirkan mereka " sahut Siang Koan Goat Nio,
yang tetap tampak tenang. "Namun aku yakin Bun Yang tidak
akan terjadi sesuatu, maka aku bisa tenang dan berlega hati."
"Sudah hampir pagi, bagaimana kalau kita menyusu! ke
istana?" usul Lie Ai Ling, yang kelihatan tidak sabaran.
"Kita tunggu lagi sebentar, jangan terburu-buru menyusul
ke sana!" ujar Siang Koan Goat Nio. "Jadi tidak akan selisih
jalan." "Tapi___" Ketika Lie Ai Ling baru mau mengatakan sesuatu,
tiba-tiba kamar itu terbuka, Tio Bun Yang dan Lu Hui San
berjalan masuk.
"Ai Ling, Goat Nio!" panggil Tio Bun Yang sambil
tersenyum. "Kakak Bun Yang!" seru Lie Ai Ling girang. "Syukurlah
kalian tidak terjadi apa-apa!"
"Al Ling!" Lu Hui San tersenyum. "Terima kasih atas
perhatianmu!"
"Hi hi hil" Lie Ai Ling tertawa. "Dari semalam kami tidak
bisa tidur. Aku terus berjalan mondar-mandir, sedangkan Goat
Nio terus duduk mematung di kursi."
"Oh7" Tio Bun Yang memandang Siang Koan Goat Nio.
"Goat Nio...."
"Bun Yang..." sahut Siang Koan Goat Nio lembut. "Aku...
aku sangat mencemaskan mu "
"Goat Nio____" Tio Bun Yang tersenyum. "Terimakasihl"
"Eh" Goat Niol" Lie Ai Ling terbelalak. "Tadi engkau
kelihatan begitu tenang, kenapa sekarang bisa bilang
mencemaskan Kakak Bun Yang?"
"Aku mencemaskannya dalam bati, maka tetap kelihatan
tenang," sahut Siang Koan Goat Nio memberitahukan.
"Oooohl" Lie Ai Ling manggut-manggut sambjl tertawa.
"Mencemaskan Kakak Bun Yang dalam hati...."
Siang Koan Goat Nio tersenyum dengan wajah agak
kemerah-merahan, kemudian memandang Tio Bun Yang
seraya bertanya,
"Engkau bertemu Lu Thay Kam?"
"Ng!" Tio Bun Yang mengangguk, lalu menutur dan
menambahkan. "Aku tak menyangka sama sekati kalau Lu
Thay Kam begitu menyayangi dan mencintai Hui San."
"Itu memang sungguh di luar dugaan." Siang Koan Goat
Nio menghela nafas panjang. "Ternyata Lu Thay Kam masih
punya rasa kasih sayang dan cinta terhadap Hui San."
"Kalau begitu..." ujar Lie Ai Ling. "Lu Thay Kam
sesungguhnya tidak jahat, sebab dia masih mau membesarkan
Hui San, bahkan juga membiarkan Sie Kuang Han meloloskan
diri dengan membawa anaknya."
"Yaaahl" Tio Bun Yang menghela nafas panjang. "Semua
itu dikarenakan politik dalam istana, sehingga menimbulkan
berbagai pergolakan."
"Kakak Bun Yang," Lie Ai Ling menatapnya. "Urusan di sini
telah beres, kita akan langsung berangkat ke Gunung Hek
Ciok San?" tanyanya.
"Ya." Tio Bun Yang mengangguk. "Sekarang sudah pagi,
mari kita berangkat!"
"Kita harus makan dulu, setelah itu barulah berangkat,"
sahut Lie Ai Ling dengan tersenyum.
"Jangan berangkat perut dalam keadaan kosong, bahkan
kita pun harus beli sedikit makanan kering!"
"Benar." Tio Bun Yang mengangguk. "Mari kita pergi makan
dulu lalu berangkat! Kita tidak boleh membuang waktu lagi."
-ooo0dw0ooo- Bagian ke tiga puluh tiga
Pertarungan Dimulut Lembah Kabut Hitam
Kam Hay Thian memang benar berangkat ke Lembah Kabut
Hilam di Gunung Hek Ciok San. Namun ia belum tiba di
lembah itu karena mengambil jalan putar Hal itu dilakukannya
agar Seng Hwee Sin Kun tidak mengetahui kedatangannya,
tapi justru banyak menyila waktunya.
Ketika dia hampir mendekati Gunung Hek Ciok San,
sekonyong-konyong melayang turun seorang gadis di
hadapannya. Betapa terkejutnya Kam Hay Thian, ia menatap
gadis itu dengan Lajam dan siap bertarung.
"Selamat bertemu Saudara Kam!" ucap gadis itu sambil
tersenyum dan sekaligus memberi hormat. "Namaku Phang
Ling Cu, ketua Ngo Tok Kauw."
"Nona Phang. kok kenal aku?" Kam Hay Thian mengerutkan
kening. "Padahal kita tidak pernah bertemu."
"Aku bertemu Bibi Suan Hiang, ketua liong Ngie Pay, dia
yang menceritakan kepadaku tentang dirimu," sahut gadis itu,
yang ternyata Phang Ling Cu, ketua Ngo Tbk Kauw.
"Oooh!" Kam Hay Thian manggut-manggut.
"Bahkan____" Ngo Tok Kauwcu memberitahukan sambil
tersenyum. "Aku pun sudah bertemu Tio Bun Yang!"
"Oh?" Kam Hay Thian menatapnya. "Maaf! Ada urusan apa
Nona Pbang muncul di sini menemuiku?"
"Saudara Kam!" Ngo Tok Kauwcu tersenyum lagi. "Terus
terang, kita punya musuh yang sama."
"Siapa musuhmu?"
"Seng Hwee Sin Kun."
"Apa?" Kam Hay Thian tertegun. "Dia musuhmu juga?"
"Betul." Ngo Tok Kauwcu mengangguk. "Dia pembunuh
ayahku, maka aku harus membalaskan dendam."
"Dia pembunuh ayahmu?" Kam Hay Thian terbelalak. "Nona
Phang, bolehkah engkau menutur mengenai kejadian itu?"
"Tentu boleh." Ngo Tok Kauwcu mengangguk lalu menutur.
"Dia membunuh ayahku gara-gara sebuah kitab pusaka Seng
Hwee Cin Keng."
"Apa?" Kam Hay Thian mengerutkan kening. "Dia
membunuh ayahku juga dikarenakan kitab pusaka itu. kalau
begitu?" "Ayahmu bernama Kam Pek Kian, bukan?"
"Betul. Dari mana Nona Phang lahu?"
"Ketika ayahku terluka parah oleh pukulan Seng Hwee Sin
Kun, tiba-tiba muncul ayahmu berusaha menolong ayahku."
Ngo Tok Kauwcu memberitahukan. "Ayahku memberikan kitab
pusaka itu kepada ayahmu, setelah itu ayahku menghembus
nafas penghabisan. Sungguh lak terduga. Seng Hwee Sin Kun
tahu kitab pusaka itu jatuh ke tangan ayahmu...."
"Ooooh!" Kam Hay Thian manggut-manggut. "Ternyata
begitu! Namun kenapa Seng Hwee Sin Kun bisa tahu ayahmu
memperoleh kitab pusaka itu?"
"Sebetulnya dia dan ayahku merupakan kawan akrab. Dia
memperoleh Seng Hwee Tan (Pil Mujarab Api Suci),
sedangkan ayahku memperoleh kitab pusaka Seng Hwee Cin
Keng. Akan tetapi, dia berhati serakah dan berupaya
membunuh ayahku demi memperoleh kitab pusaka itu."
"Ooohl Kam Hay Thian menghela nafas. "Gara-gara kitab
pusaka itu, kawan pun jadi lawan, bahkan ayahku mati
lantaran kitab pusaka tersebut."
"Karena Itu, dia musuh kita berdua," ujar Ngo tok Kauwcu
dengan mata membara. "Kita harus membunuhnya."
"Kalau begitu, mari kita ke Lembah Kabul Hitami" ajak Kam
Hay Thian dan memberitahukan, "Markas Seng Hwee Kauw
berada di lembah itu."
"Baik." Ngo Tok Kauwcu mengangguk. Mereka berdua lalu
melesat ke arah lembah tersebut.
-oo0dw0oo- Sementara itu, di dalam markas Seng Hwee Kauw
terdengar suara tawa terbahak-bahak, ternyata Seng Hwee
Sin Kun yang tertawa.
"Ha ha ha! Chu Ok Hiap (Pendekar Pembasmi Penjahat)
dan Ngo Tok Kauwcu sedang menuju ke mari! Berarti mereka
mengantar diri, bagus Bagus sekali!"
"Kauwcu, apa rencanamu sekarang?" tanya Leng Bin
Hoatsu "Aku akan membunuh Chu Ok Hiap, sedang kan kalian
berlima menghadapi Ngo Tok Kauwcu tapi harus berhati-hati
terhadap racunnya!" sahut Seng Hwee Sin Kun dan
melanjutkan. "Mengingat almarhum ayahnya adalah kawan
baikku, maka kalian tidak usah membunuhnya, cukup
menahan nya saja."
"Menahannya?" Lcng Bin Hoatsu tidak mengerti. "Maksud
Kauwcu?" "Maksudku kalian menahannya agar dia tidak ikut
menyerangku, sebab aku tidak ingin melukainya." Seng Hwee
Sin Kun menjelaskan. "Kalian mengerti?"
"Ya." Leng Bin Hoatsu dan lainnya mengangguk.
"Ha ha ha!" Seng Hwee Sin Kun tertawa gelak sambil
bangkit dari tempat duduknya. "Mari kita ke mulut lembah
menyambut kedatangan merekal Hari ini aku harus turun
Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tangan membunuh Chu Ok Hiap."
Mereka berenam menlngalkan ruang itu. Begitu sampai di
luar markas, mereka mengerahkan ginkang menuju mulut
lembah. Sementara itu, Kam Hay Thian dan Ngo Tok Kauwcu teiah
sampai di mulut lembah tersebut. Mereka berdua tidak
langsung masuk, melainkan cuma berdiri di mulut lembah itu.
"Mungkinkah di dalam lembah terdapat jebakan?" tanya
Kam Hay Thian dengan kening berkerut.
"Mungkin." Ngo Tok Kauwcu mengangguk. "Maka kita
harus berhati-hati, jangan bergerak scmbaranganl"
"Biar bagaimana pun, kita harus memasuki lembah ini.
Aku...." Ucapan Kam Hay Thian di putuskan oleh suara tawa
keras. "Ha ha hal Chu Ok Hiap, sungguh besar nyalimu untuk ke
mani" Melayang turun Seng Hwee Sin Kun di hadapan Kam
Hay Thian. Setelah itu, melayang turun lagi Leng Bin Hoatsu dan
lainnya, yang langsung mengurung Ngo Tok Kauwcu.
"Engkaukah Seng Hwee Sin Kun?" tanya Kam Hay Thian
dingin sambil menatapnya dengan mata berapi-api.
"Betul!" sahut Seng Hwee Sin Kun. "Hari ini engkau barus
mampus! Ha hal"
"Seng Hwee Sin Kun!" bentak Kam Hay Thian mengguntur.
"Aku ke mari untuk membalas dendam! Bersiap-siaplah untuk
mati!" "Anak muda!" Seng Hwee Sin Kun tertawa terkekeh. "He he
he! Kematianmu sudah berada di ambang pintu, namun masih
berani omong besari"
"Hmm!" dengus Kam Hay Thian sambil mengerahkan Pak
Kek Sin Kang (Tenaga Sakti Kutub Utara).
"Eh?" Seng Hwee Sin Kun mengerutkan kening. Ternyata ia
merasa ada hawa dingin. Seketika juga ia menghimpun Seng
Hwee Sin Kang (Tenaga Sakti Api Suci).
Kam Hay Thian tampak terkejut, karena merasa ada hawa
panas. Mereka berdua saling menatap, kemudian mendadak
Kam Hay Thian mulai menyerang.
"Ha ha ha!" Seng Hwee Sin Kun tertawa. "Bagus, bagus!"
Seng Hwee Sin Kun berkelit sekaligus balas menyerang,
maka terjadilah pertarungan sengit. Mereka bertarung dengan
tangan kosong. Ngo Tok Kauwcu menyaksikan pertarungan itu dengan
penuh perhatian, begitu pula Leng Bin Hoatsu dan lainnya.
Tak terasa pertarungan sudah melewati belasan jurus. Kam
Hay Thian tampak mulai berada di bawah angin. Karena itu, ia
mulai mengeluarkan jurus-jurus andalannya.
Sekonyong-konyong ia menyerang Seng Hwee Sin Kun
dengan jurus Han Thian Soh Swat (Menyapu Salju Hari
Dingin). Menyaksikan serangan itu, Seng Hwee Sin Kun
tertawa gelak. "Ha ha ha! Serangan yang bagus! Nah, bersiap-siaplah
menghadapi jurusku!" serunya sambil berkelit, kemudian
mendadak balas menyerang dengan jurus Seng Hwee Sauh
Thian (Api Suci Membakar Langit).
Bukan main lihay dan dahsyatnya jurus terbut karena
sepasang telapak tangan Seng Hwee Sin Kun memancarkan
cahaya kehijau-hijauan yang mengandung api.
Kam Hay Thian tidak bisa berkelit, maka terpaksa
menangkis dengan jurus Leng Swat Teng Hai (Salju Menutupi
Laut), sekaligus mengerahkan Pak Kek Sin Kang sepenuhnya.
Sepasang telapak tangannya mengeluarkan hawa dingin.
Daaar! Terdengar suara benturan dahsyat.
Kam Hay Thian terhuyung-huyung beberapa langkah ke
belalang, pakaiannya telah hangus. Sedangkan Seng Hwee Sin
Kun tetap berdiri di tempat, keningnya tampak berkerut-kerut.
"Hebat juga engkaul" ujar Seng Hwee Sin Kun. "Mampu
menangkis serangankul"
"Hmml" dengus Kam Hay Thian. Wajahnya pucat pias,
ternyata dadanya terkena pukulan itu.
Mendadak ia membentak keras sambil menyerang dengan
mengeluarkan jurus Swat Hoa Phiau Phiau (Bunga Sarju
Berterbangan). Seng Hwee Sin Kun tidak berkelit, melainkan menangkis
dengan jurus Seng Hwee Jip Te (Api Suci Masuk Ke Bumi).
Daaaarl Terdengar suara benturan yang amat dahsyat
memekakkan telinga, disusul suara jeritan Kam Hay Thian.
"Aaaakh...!" Badannya terpental belasan depa, kemudian
roboh telentang dengan dada hangus dan nafasnya tampak
lemah sekali. "Ha ha hal" Seng Hwee Sin Kun tertawa gelak. "Chu Ok
Hiap, ajalmu telah tibal Ha ha ha...l"
Seng Hwee Sin Kun mendekati Kam Hay Thian selangkah
demi selangkah. Sementara wajah Ngo Tok Kauwcu tampak
memucat, kemudian perlahan-lahan menggerakkan
tangannya. "Jangan bergerak sembaranganl" bentak Pat
Pie Lo Koay melotot sambil menyerangnya, sekalgus
berbisik kepadanya menggunakan ilmu menyampaikan suara.
"Nona Phang, cepat kabur!"
Ngo Tok Kauwcu berkelit meloncat ke belakang. Sungguh
mengherankanl Ngo Tok Kauwcu tidak tampak terkejut sama
sekali akan suara bisikan itu, sepertinya mereka berdua punya
suatu hubungan.
Sementara Seng Hwee Sin Kun terus mendekati Kam Hay
Thian, kelihatannya ia ingin menghabisi nyawa pemuda itu.
Namun di saat bersamaan, terdengarlah suara bentakan
keras. "Berhenti!"
Tampak seseorang melayang turun di hadapan Seng Hwee
Sin Kun, yang ternyata Tio Bun Yang bersama monyet bulu
putih yang duduk di bahunya.
"Haah"!" Seng Hwee Sin Kun tertegun ketika metibat
kemunculan Tio Bun Yang, yang mendadak itu, ialu tertawa
gelak. "Ha ha ha! Tak disangka Giok Siauw Sin Hiap yang
muncull Bagus, bagus!"
"Seng Hwee Sin Kun!" Tio Bun Yang menggelenggelengkan
kepala. "Sungguh kejam hatimu!"
"Ha ha ha!" Seng Hwee Sin Kun tertawa lagi. "Aku memang
kejam, karena akan membunuhmu juga!"
Sementara Ngo Tok Kauwcu tampak gembira sekali, tapi
juga merasa cemas karena tidak begitu yakin Tio Bun Yang
mampu mengalahkan Seng Hwee Sin Kun.
"Adik Bun Yang, hali-hatil" serunya mengingatkan.
"Terimakasih atas perhatian Kakak Ling Cui" sahut Tio Bun
Yang sambil tersenyum.
"Oooh" Seng Hwee Sin Kun manggut-manggut. "Ternyata
kalian adalah teman, bagus. Aku akan membunuh kalian
semual" Pada waktu bersamaan, berkelebat tiga sosol bayangan ke
sisi Tio Bun Yang. Tiga sosok bayangan itu ternyata Siang
Koan Goat Nio, Lie A Ling dan Lu Hui San.
"Goat Nio, Adik Ai Ling" bisik Tio Bun Yang "Kalian bantu
Ngo Tok Kauwcu! Hui San menjaga pemuda itul"
"Tapi engkau..." Lie Ai Ling mengerutkan kening.
"Jangan khawatir!" sahut Tio Bun Yang. "Aki mampu
melawan Seng Hwee Sin Kun, percaya lahl"
"Bun Yang, hati-hati!" pesan Siang Koan Coa Nin, lalu
bersama Lie Ai Ling mendekati Ng Tok Kauwcu. Sedangkan Lu
Hui San segera berlari menghampiri Kam Hay Thian.
"Kakak Hay Thian!" panggil gadis itu terisak isak.
"Bagaimana keadaanmu?"
"Hui San, aku... aku____" Suara Kam Hay TTiia lemah
sekali. "Aku telah terluka parah, mungkin... mungkin tidak hisa
hidup lama lagi...."
"Kakak Hay Thian, engkau jangan berkata begitu!" Air mata
Lu Hui San berderai-derai. "Engkau... engkau tidak akan
mati...." "Hui San...." Kam Hay Thian menatapnya dengan mata
redup. "Aku... aku sudah tidak tahan. Aku,..."
"Bertahanlah Kakak Hay Thian! Bertalianlah!" Lu Hui San
memeluknya erat-erat.
Menyaksikan Itu, Seng Hwee Sin Kun justru tertawa
terkekeh-kekeh, kelihatan gembira sekali.
"He he hel Chu Ok Hiap, nasibmu sungguh tragis. Di saat
akan menemui ajal, malah muncul gadis cantik menemanimu!"
"Diam!" bentak Lu Hui San mendadak sambil nrenghunus
pedang Han Kong Kiam
Begitu melihat pedang tersebut, kening Seng Hwee Sin Kun
berkerut. "Pedang apa itu?" tanyanya.
"Pedang Han Kong Kiam."
"Kalau begitu...." Seng Hwee Sin Kun menatapnya tajam.
"Engkau adalah putri Lu Thay Kam. Ya, kan?"
"Ya." Lu Hui San mengangguk.
"Ngmm" Seng Hwee Sin Kun manggul-mang-nt. "Aku tidak
akan membunuhmu, lebih baik engkau segera meninggalkan
tempat inil"
"Aku tidak akan pergi!" sahut Lu Hui San.
"Engkau boleh membunuhku, pokoknya aku tidak akan
pergi!" "Oh?" Seng Hwee Sin Kun tertawa, kemudian menatap Tio
Bun Yang dengan dingin sekali. "Kecuali Lu Hui San, kalian
semua harus mampus hari mil"
"Belum tentu," sahut Tio Bun Yang. Sedangkan monyet
bulu putih bercuit-cuit dan menyeringai, kelihatan marah
sekali. "He he he" Seng Hwee Sin Kun tertawa terkekeh. "Monyet
bulu putih itu pun harus mampus!"
"Oh?" Tio Bun Yang tertawa dingin. Ia mengeluarkan suling
pualamnya sekaligus menghimpun Pan Yok Hian Thian Sin
Kang untuk melindungi diri, karena tahu Seng Hwee Sin Kun
pasti menyerangnya.
"Ha ha hal" Seng Hwee Sin Kun tertawa gelak sambil
mengerahkan Iweekangnya, kelihatannya sudah siap
bertarung. Suasana di tempat itu mulai mencekam. Leng Bin Hoatsu
dan lainnya langsung mengarah pada mereka, begitu pula
Siang Koan Goat Nio, Lie Ai Ung, Ngn Tok Kauwcu dan Lu Hui
San Sementara Kam Hay Thian diam saja, temyata pemuda itu
telah pingsan. "Giok Siauw Sin Hiap!" seru Seng Hwee Sin Kun. "Berhatihatilah!
Aku akan menyerangmu!
"Seng Hwee Sin Kun, terimakasih atas peringatanmu!"
sahut Tio Bun Yang. "Aku sudah siap menyambut
seranganmul"
"Bagusi Lihat serangan!" bentak Seng Hwee Sin Kun sambil
menyerangnya. Tio Bun Yang berkelit, kemudian berbisik kepada monyet
hulu putih. "Kauw heng, turunlah!"
Monyet hulu putih langsung meloncat turun, sedangkan
Seng Hwee Sin Kun mulai menyerang lagi.
Tio Bun Yang cepat-cepat berkelit menggunakan Kiu Kiong
San Tian Pou (Ilmu Langkah Kilat), kemudian halas
menyerang dengan ilmu Giok Siauw Bit Ciat Kang Khi (Ilmu
Suling Kumata Pemusnah Kepandaian), mengeluarkan jurus
San Pang Te Liak (Gunung Runtuh Bumi Retak).
"Ha ha ha!" Seng Hwee Sin Kun tertawa gelak. 'Bagus!
Engkau masih mampu menyerangl"
Ketua Seng Hwee Kauw itu mengelak, sekaligus balas
menyerang dengan ujung lengan jubahnya.
Tio Bun Yang tidak berkelit, melainkan menangkis serangan
itu dengan jurus Hoan Thian uoan Te (Membalikkan Langit
Memutarkan Bumi).
Blaml Terdengar suara benturan.
Seng Hwee Sin Kun berdiri tak bergeming di tempat,
sedangkan Tio Bun Yang terpental beberapa langkah. Dapat
dibayangkan, betapa terkejutnya pemuda itu.
"Ha ha hal" Seng Hwee Sin Kun tertawa. "Hebat juga
engkau, mampu menangkis seranganku! Nah, sambut lagi
seranganku"
Seng Hwee Sin Kun menyerangnya dengan sepasang
telapak tangan. Mendadak Tio Bun Yang bersiul panjang
sambil menggerakkan sulingnya.
Seng Hwee Sin Kun tersentak ketika menyaksikan gerakan
suling itu, karena tampak kacau balau dan membuat matanya
berkunang-kunang. Ternyata Tio Bun Yang menggunakan Cit
Loan Kiam Hoat (Ilmu Pedang Pusing Tujuh Keliling),
mengeluarkan jurus Ban Kiam Hui Thian (Selaksa Pedang
Terbang Di Langit). Tampak suling itu berkelebatan tidak
karuan ke arah Ser.g Hwee Sin Kun.
"Haaah?" Bukan main terkejutnya Seng Hwee Sin Kun. Ia
segera meloncat ke belakang.
Akan tetapi, suling itu tetap berkelebatan menyerangnya,
bahkan membuatnya pusing sekali.
Breeetl Jubah Seng Hwee Sin Kun telahi berlubang.
"Hiyaatl" teriaknya sambil mengibaskan lengan jubahnya,
kemudian secepat kilat meloncat ke samping.
Akan tetapi, Tio Bun Yang terus menyerangnya, sehingga
Seng Hwee Sin Kun kalang kabut menghindar ke sana ke mari.
"Kakak Bun Yang" seru Lie Ai Ling sambi bertepuk tangan.
"Terus serang dia, jangan membiarkan dia lolos!"
Suara seruan itu membangkitkan kegusaran Seng Hwee Sin
Kun. Mendadak ia bersiul panjang sambil bersalto ke belakang
secepat kilat. Ketika melayang turun, sepasang matanya telah
dipejamkan. Tentunya membuat Tio Bun Yang terheran heran.
"He he he!" Seng Hwee Sin Kun tertawa terkekeh-kekeh.
"Coba serang aku lagi!"
Tio Bun Yang mengerutkan kening. Ia tidak tahu apa
sebabnya Seng Hwee Sin Kun memejamkan sepasang
matanya. Kemudian ia mulai menyerang lagi menggunakan Cit
Loan Kiam Hoat.
Akan tetapi, kali ini Seng Hwee Sin Kun dapat berkelit
dengan mudah sekali, bahkan mampu balas menyerang.
Tio Bun Yang tersentak. Kini ia sudah tahu bahwa Seng
Hwee Sin Kun mengandalkan ketajaman pendengarannya. Hal
itu dikarenakan sepasang matanya berkunang-kunang dan
merasa pusing menghadapi ilmu pedang tersebut, maka kini ia
menghadapi ilmu pedang itu dengan mata dipejamkan.
Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Walau mata dipejamkan, namun Seng Hwee Sin Kun lebih
dapat bergerak dengan gesit menghindari serangan-serangan
yang dilancarkan Tio Bun Yang, bahkan balas menyerangnya.
Setelah pertarungan melewati belasan jurus, mendadak
Seng Hwee Sin Kun bersiul panjangi dan berdiri diam.
Tio Bun Yang menyaksikannya. Ia pun berhenti menyerang,
namun memandangnya dengan penuh perhatian. Berselang
sesaat, wajah Tio B-uti Yang tampak berubah karena melihat
sepasang telapak tangan Seng Hwee Sin Kun berubah agak
kehijau-hijauan.
Pemuda itu tahu, bahwa Seng Hwee Sin Kun akan
mengeluarkan ilmu andalannya. Oleh karena itu, ia segera
menyimpan sulingnya lalu menghimpun Kan Kun Taylo Sin
Kang. Tak seberapa lama kemudian, sepasang telapak tangan
Seng Hwee Sin Kun mengeluarkan hawa yang panas sekali.
Betapa terkejutnya Siang Koan Goat Nio, Li AI Ling, Lu Hui
San dan Ngo Tok Kauwcu menyaksikannya.
"Hati-hati Kakak Bun Yangl" seru Lie Ai Ling, tak tertahan.
Sementara itu, monyet bulu putih yang berdiri tak jauh dari
tempat itu pun tampak tegang sekali
Mendadak Seng Hwee Sin Kun membentak keras sambil
menyerang Tio Bun Yang dengan Seng Hwee Ciang Hoat
(Ilmu Pukulan Api Suci) mengeluarkan jurus Seng Hwee Sauh
Thian (Api Suci Membakar Langit).
Sepasang telapak tangan Seng Hwee Sin Kun yang kehijauhijauan
berkelebatan ke arah Tio Kun Yang. Tak ada waktu
bagi Tio Bun Yang untuk berkelit, maka terpaksa menangkis
menggunakan Kan Kun Taylo Ciang Hoat (Ilmu Pukulan Alam
Semesta), mengeluarkan jurus Kan Kun Taylo Bu Pien (Alam
Semesta Tiada Batas).
Blaaam! Kedua tenaga sakti itu beradu sehingga
menimbulkan suara ledakan dahsyat.
Perlu diketahui, ilmu Kan Kun Taylo Sin Kang berfungsi
untuk bertahan sekaligus membalikkan Iweekang pihak lawan,
sedangkan pan Yok Hian lliian Sin Kang berfungsi melindungi
diri. Akan tetapi, terjadi suatu hal yang sungguh di luar dugaan.
Ternyata Kan Kun Taylo Sin Kang hanya mampu membalikkan
sebagian kecil Seng Hwee Sin Kang itu, sebaliknya Seng Hwee
Sin Kung tersebut malah dapat membobolkan pertahanan Kan
Kun Taylo Sin Kang. Maka, ketika terjadi benturan. Seng Hwee
Sin Kang pun menerobos menyerang Tio Bun Yang.
Itu membuat Tio Bun Yang terhuyung-huyung ke belakang
beberapa langkah dengan wajah pucat pias, dan pakaiannya
pun telah hangus. "He he he!" Seng Hwee Sin Kun tertawa
gelak. "Giok Siauw Sin Hiap, hari ini engkau pasti pampus! Ha
ha ha. " Seng Hwee Sin Kun mulai menyerangnya lagi. kali ini Tio
Bun Yang bergerak cepat menghindar menggunakan Kiu Kiong
Sen Tian Pou (Ilmu Langkah Kilat). Ia memang berhasil
menghindar, namun Seng Hwee Sin Kun terus menyerangnya
Tio Bun Yang kewalahan berkelit, sehingga terpaksa
menangkis dengan mengeluarkan jurus Kan Kun Taylo Hap It
(Segala-galanya Menyatu Di Alam Semesta).
Blaaam! Terdengar suara benturan dahsyat.
Seng Hwee Sin Kun terhuyung-huyung be berapa langkah,
sedangkan Tio Bun Yang terpental beberapa depa, barulah
bisa berdiri tegak.
Betapa terkejutnya Siang Koan Goat Nio, Lie Ai Ling, Lu Hui
San dan Ngo Tok Kauwcu, karena melihat dada Tio Bun Yang
telah hangus. "Bun Yang. " jerit Siang Koan Goat Nio.
"Kakak Bun Yang!" teriak Lie Ai Ling denga suara gemetar.
Lu Hui San dan Ngo Tok Kauwcu juga menjerit tak tertahan.
"Ha ha ha!" Seng Hwee Sin Kun tertawa gela "Giok Siauw
Sin Hiap, engkau memang harus mampus hari ini! Ha ha ha !"
Kini Tio Bun Yang tahu jelas dirinya bukan tandingan Seng
Hwee Sin Kun, karena itu harus meloloskan diri. Mendadak ia
bergerak ke arah Kam Hay Thian yang tergeletak pingsan itu,
sekaligus menyambarnya dan berseru.
"Mari kita pergi!"
Lu Hui San, Siang Koan Goat Nio, Lie I Ling dan Ngo Tok
Kauwcu langsung melesat pergi secepat kilat.
"He he he!" Seng Hwee Sin Kun tertawa kekeh-kekeh "Giok
Siauw Sin Hiapl Engkau tidak akan bisa kabur!"
Seng Hwee Sin Kun melesat ke arahnya. Sepasang telapak
tangannya tampak memancarkan cahaya kehijau-hijauan.
Ternyata ia telah menghimpun Seng Hwee Sin Kang sampai
pada puncaknya, bahkan mengeluarkan jurus yang paling
dahsyat untuk menyerang Tio Bun Yang, yaitu jurus Thian Te
Seng Hwee (Api Suci Langit Humi).
Apabila Tio Bun Yang terkena pukulan itu, biarpun tidak
mati, tapi pasti terluka parah, pada waktu bersamaan, tampak
sosok bayangan putih melesat secepat kilat menghadang Seng
Hwee Sin Kun, sekaligus menangkis serangannya. Sosok
bayangan putih itu ternyata monyet hulu putih. Di saat itu
pula Tio Bun Yang melesat pergi dengan mengapit Kam Hay
Thian. Daaaarf Terdengar suara seperti ledakan. Monyet bulu
putih berhasil menangkis serangan Seng Hwee Sin Kun. Akan
tetapi, monyet itu terpental berapa depa dan bulunya telah
hangus, begitu pula dadanya. Namun monyet itu masih
mampu melesat pergi menyusul Tio Bun Yang.
Sedangkan Seng Hwee Sin Kun terhuyung-huyung
beberapa langkah, kemudian mulutnya memuntahkan darah
segar. Leng Bin Hoatsu dan lainnya segera menghampirinya. Seng
Hwee Sin Kun menarik nafas dalam-dalam untuk mengatur
pernafasannya. "Kauwcul Bagaimana keadaanmu?" tanya Lena Bin Hnatsu.
"Aaaah " Seng Hwee Sin Kun mengheli nafas panjang. "Aku
sama sekali tidak menyangka, kalau monyet bulu putih itu
memiliki lwekang begitu tinggi. Aku... aku telah terluka
dalam." "Kauwcul Bagaimana kalau kami pergi kejar mereka?" tanya
Pek Bin Kui. "Tidak usah!" Seng Hwee Sin Kun mengg4 lengkan kepala.
"Mari kita kembali ke markas saja!"
Sementara itu, Tio Bun Yang dan lainnya telah berhenti di
dalam sebuah rimba. Tio Bun Yang segera memeriksa luka
Kam Hay Thian, lal mengeluarkan sebutir pil dan
dimasukkannya ke mulut pemuda itu.
"Bun Yang, bagaimana lukamu?" tanya Sian Koan Crnnl Nio
cemas. "Cuma luka ringan," sahut Tio Bun Yang dai
memberitahukan. "Namun Kam Hay Thian mengalami luka
parah, maka kita harus segera membawanya ke Pulau Hong
Hoang To. Kalau tidak " dia pasti akan mati."
"Kalau begitu...." Lu Hui San cemas sekali "Mari kita segera
berangkat, jangan membuang buang waktu lagi"
Di saat bersamaan, muncullah monyet bulu putih
terhuyung-huyung lalu roboh di hadapan Tio Bun Yang,
"Kauw hengl" seru Tio Bun Yang sambil mendekatinya.
"Engkau terluka?"
Monyet bulu putih manggut-manggut, kemudian bercuit
lemah sambil memandang Tio Bun Yang dengan mata redup.
"Kauw heng____" Tio Bun Yang segera menggendongnya.
"Aaaakh! Tubuhmu telah hangus, engkau..."
Monyet bulu putih bercuit lemah lagi. Tio Bun Yang segera
mengambil sebutir pil lalu dimasukkannya ke mulut monyet
butu putih. Berselang sesaat, monyet bulu putih itu puri
bercuit-cuit sambil menunjuk ke atas.
"Kauw heng...." Tio Bun Yang memandangnya dengan air
mata berderai-derai. "Engkau menyuruhku membawamu ke
Gunung Thian San, tempat tinggalmu?"
Monyet bulu putih manggut-manggut, kemudian menunjuk
dadanya sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Apa" Dadamu terluka parah?"
Monyet bulu putih mengangguk dan terus menunjuk ke
atas, lalu menunjuk dirinya sendiri.
"Aku harus segera membawamu ke Gunung Thian San"
Engkau sudah tidak bisa bertahan lama?" tanya Tio Bun Yang
dengan suara bergemetar.
Monyet bulu putih mengangguk. Tio Bun Yang memeluknya
erat-erat sambil terisak-isak.
"Kauw heng," ujarnya dengan air mata bercucuran.
"Engkau telah menyelamatkan nyawaku, namun...."
Monyet bulu putih bercuit lemah dalam pelukan Tio Bun
Yang, dan nafasnya pun tampak lemah sekali.
"Baik. Aku akan segera membawamu ke Gunung Thian
San," ujar Tio Bun Yang sambil memandang Siang Koan Goat
Nio. "Kalian bertiga harus segera membawa Kam Hay Thian ke
Pulau Hong Hoang To, mungkin ayahku dapat menolongnya."
"Tapi engkau...." Siang Koan Goat Nio merasa berat
berpisah dengan Tio Bun Yang.
"Aku harus segera membawa kauw heng ke Gunung Thian
San, sebab dia... dia sudah sekarat," Tio Bun Yang
memberitahukan.
"Bagaimana kalau aku Ikut ke sana?" tanya Siang Koan
Goat Nio penuh harap.
"Lebih baik engkau menyertai Adik Ai Ling dan Hui San ke
Pulau Hong Hoang To, sebab lebih aman di sana," sahut Tio
Bun Yang lalu berkata kepada Ngo Tok Kauwcu. "Kakak Ling
Cu, aku mohon bantuanmu!"
"Katakanlah apa yang harus kubantu!"
"Pergilah ke markas pusat Kay Pang menemui kakekku,
beritahukan tentang kejadian ini!"
"Baik." Ngo Tok Kauwcu mengangguk. "Aku pasti segera ke
sana." "Terirnakasih, Kakak Ling Cu!" ucap Tio Bun Yang,
kemudian memandang Siang Koan Goat Nio seraya berkata.
"Setelah membawa kauw heng ke Gunung Thian San, aku
pasti segera kembali ke Pulau Hong Hoang To."
"Bun Yang...." Wajah Siang Koan Goat Nio tampak murung.
"Aku?"
"Goat Nio," ujar Tio Bun Yang sungguh-sungguh- "Kam Hay
Thian sudah sekarat, cepatlah kalian hawa ke Pulau Hong
Hoang Tol Jangan membuang waktu di sini, sebab kalau
terlambat, dia tidak akan tertolong."
"Biar aku berangkat duluan." ujar Lu Hui San yang
langsung menggendong Kam Hay Thian lalu melesat pergi.
"Goat Nio, Adik Ai Ling, cepat ikut dial" seru Tio Bun Yang.
"Baik." Siang Koan Goat Nio dan Lie Ai Ling mengangguk,
kemudian keduanya segera melesat pergi menyusul Lu Hui
San. "Maaf, Kakak Ling Cul" ucap Tio Bun Yang. "Aku pun harus
segera pergi."
"Baik," sahut Ngo Tok Kauwcu. "Aku pasti ke markas pusat
Kay Pang menemui kakekmu memberitahukan tentang
kejadian ini."
"Terirnakasih, Kakak Ling Cul Sampai jumpa!" ucap Tio Bun
Yang kemudian melesat pergi dengan menggendong monyet
bulu putih yang terluka parah
-ooo0dw0oo- Phang Ling Cu Ngo Tok Kauwcu telah tiba di markas pusat
Kay Pang. Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong menyambut
kedatangannya dengan penuh keheranan sebab mereka sama
sekali tidak kenal wanita itu.
"Maaf! Bolehkah kami tahu siapa Nona?" tanya Lim Peng
Hang. "Namaku phang Ling Cu," sahut Ngo Tok Kauwcu sambi!
memberi hormat. "Aku adalah Ngo Tok Kauwcu, sengaja ke
mari untuk menemui Lim Pangcu."
"Ngo Tok Kauwcu?" Lim Peng Hang tersentak, sebab
selama ini Kay Pang tidak punya hubungan dengan Ngo Tok
Kauwcu, lagi pula Ngo Tok Kauwcu tergolong perkumpulan
sesat. "Ya." Ngo Tbk Kauwcu mengangguk sambil tersenyum.
"Adik Bun Yang yang menyuruhku ke mari."
"Oh?" Lim Peng Hang terkejut. 'Di mana cucuku" Kenapa
dia menyuruh Anda ke mari?"
"Adik Bun Yang sudah berangkai ke Gunung Thian San."
Ngo Tok Kauwcu memberitahukan. "Monyet bulu putih terluka
parah." "Apa"!" Bukan main terperanjatnya Lim Peng liang.
"Bagaimana kauw heng bisa terluka parah" Apa yang telah
terjadi" Cepat tuturkan!"
"Lim Pangcu!" Ngo Tok Kauwcu tertawa kecil. "Apakah aku
harus menutur dengan cara berdiri?"
"Maaf, maaf]" ucap Lim Peng Hang- "Silakan duduk!"
"Terirnakasih!" Ngo Tok Kauwcu duduk.
"Ngo Tok Kauwcu," desak Lim Peng Hang. "Tuturkanlah
apa yang telah terjadi, bagaimana kauw beng bisa terluka
parah?" "Adik Bun Yang bertarung dengan Seng Hwee Sin Kun.
Monyet bulu putih menolongnya sehingga terkena pukulan
yang dilancarkan Seng Hwee Sin Kun." Ngo Tok Kauwcu
memberitahukan.
"Ngo Tok Kauwcu," ujar Gouw Han Tiong. "Harap tuturkan
lebih jelas!"
"Baik, aku akan menutur dari awal." Ngo Tok kauwcu
menutur tentang pertemuannya dengan !io Bun Yang dan lain
sebagainya. Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong mendngarkan dengan
penuh perhatian, kemudian Gouw Han Tiong menghela nafas
seraya berkata.
"Kalau begitu, kita punya musuh yang sama."
"Oh?" Ngo Tok Kauwcu tertegun. "Maksud Gouw Tianglo?"
"Seng Hwee Sin Kun juga membunuh ayahku, bahkan
membunuh para anggota kami." Lim Peng Hang
memberitahukan.
"Oooh!" Ngo Tok Kauwcu manggut-manggut. "Kepaudaian
Seng Hwee Sin Kun memang tinggi sekali. Kelihaiannya Adik
Bun Yang juga masih bukan tandingannya."
"Cucuku cuma mengalami luka ringan?" tanya Lim Peng
Hang tampak cemas.
"Adik Bun Yang cuma terbakar ringan. Yang terluka berat
adalah Kam Hay Thian dan monyet bulu putih "
"Goat Nio, Ai Ling dan Lu Hui San membawa Kam Hay
Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Thian ke Pulau Hong Hoang To?" tanya Gouw Han Tiong.
"Ya." Ngo Tok Kauwcu mengangguk. "Monyet bulu putih
menyuruh Adik Bun Yang membawanya ke Gunung Thian San.
Kelihatannya monyet bulu putih sudah sekarat."
"Aaaakh!" keluh Lim Peng Hang. "Kauw heng.?"
"Ngo Tok Kauwcu," tanya Gouw Han Tiong. "Seng Hwee
Sin Kun sama sekali tidak terluka oleh tangkisan monyet bulu
putih?" "Dia juga terluka dalam. Kalau tidak, mungkin kami semua
tidak akan bisa meloloskan diri," jawab Ngo Tok Kauwcu.
"Tapi...." Gouw Han Tiong mengerutkan ke ning.
"Bukankah Seng Hwee Sin Kun punya bawahan yang
berkepandaian tinggi" Kenapa mereka tidak mengejar kalian?"
"Mereka bukan tandingan Adik Bun Yang, maka mereka
tidak berani mengejar kami," ujar Ngo Tok Kauwcu dan
menambahkan, "Lagi pula Pat Pie Lo Koay adalah saudara
angkat ayahku."
"Apa?" Gouw Han Tiong tercengang. "Pat Pie Lo Koay
saudara angkat ayahmu?"
"Ya." Ngo Tok Kauwcu mengangguk. "Namun Seng Hwee
Sin Kun tidak mengetahuinya, maka tidak bercuriga sama
sekali." "Oh yaf" Gouw Han Tiong teringat sesuatu. "Toan Beng
Kiat pernah memberitahukan kepadaku, ketika dia bertarung
dengan Pat Pie Lo Koay, kelihatannya Pat Pie Lo Koay tidak
bersungguh-sungguh menyerangnya. Tahukah engkau apa
sebabnya?"
"Toan Beng Kiat?" Ngo Tok Kauwcu kebingungan.
"Dia adalah anak Gouw Sian Eng putriku, ayahnya adalah
Toan Wie Kie." Gouw Han Tiong memberitahukan.
"Oooh!" Ngo Tok Kauwcu manggut-manggut. "Itu
disebabkan Tui Hun Lojin."
"Apa?" Gouw Han Tiong terbelalak. "Kenapa disebabkan
almarhum ayahku?"
"Sebab Tui Hun Lojin pernah menyelamatkan nyawa Pai Pie
Lo Koay," ujar Ngo Tok Kauwcu menjelaskan. "Maka ketika
bertarung dengan Toan Beng Kiat, Pat Pie Lo Koay tidak
menyerangmu dengan sungguh-sungguh."
"Oooh!" Gouw Han Tiong manggut-manggut "Kalau begitu,
engkau yang mengutus Pat Pie Ia Koay memata-matai Seng
Hwee Sin Kun?"
"Itu cuma kebetulan saja. Karena Seng H Sin Kun yang
menguudangnya untuk bergabung jadi kumanfaatkan
kesempatan untuk memata-matai gerak-gerik Seng Hwee Sin
Kun melalu Pat Pie Lo Koay," ujar Ngo Tok Kauwcu dai
menambahkan sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Aku
justru tak menyangka, Seng Hwee Si Kun berkepandaian
begitu tinggi."
"Benar" Lim Peng Hang manggut-manggut "Dia mampu
melukai kauw heng, pertanda 'kepandaiannya memang tinggi
sekali. Mungkin cuma Tio Cie Hiong yang mampu
melawannya."
"Itu pun belum tentu," sahut Gouw Han Tion, sambil
mengerutkan kening. "Sebab kepandaian Bun Yang sudah
begitu tinggi, tapi masih terluka."
"Aku yakin itu karena Bun Yang kurang berpengalaman,
maka Seng Hwee Sin Kun dapat melukainya," ujar Lim Peng
Hang. "Belum tentu karena itu," sela Ngo Tok Kaucu. "Aku
menyaksikan pertarungan itu, kepadaian Adik Bun Yang
memang masih di bawah tingkat kepandaian Seng Hwee Sin
Kun." "Oh?" Lim Peng Hang mengerutkan kenin "Kalau begitu,
mungkinkah Seng Hwee Sin Kun mampu mengalahkan Tio Cie
Hiong?" "Menurut aku, tidak gampang bagi Seng Hwee Sin Kun
mengalahkan Tio Cie Hiong," sahut Gouw Han Tiong,
kemudian menghela nafas panjang. "Kita entah harus
bagaimana, perlukah kita berangkat ke Pulau Hong Huang
To?" "Tidak perlu." Lim Peng Hang menggelengkan kepala. Tapi
kita harus tahu bagaimana gerak-gerik Seng Hwee Kauw.
Mungkinkah mereka akan menyerang ke mari?"
"Itu tidak mungkin," ujar Ngo Tok Kauwcu. "Sebab Seng
Hwee Sin Kun telah terluka, lagi pula Pat Pie Lo Koay pasti
akan mencegah penyerangan ke mari."
"Benar." Gouw Han Tiong manggut-manggut.
"Maafl" Ngo Tok Kauwcu bangkit dari tempat duduknya lalu
berpamit, "Aku mau mohon diri!"
"Baiklah." Lim Peng Hang mengangguk sambil herdiri.
"Terimakasih atas kedatanganmu untuk menyampaikan
tentang kejadian itu!"
"Adik Bun Yang menyembuhkan wajahku, maka aku pun
harus membantunya," ujar Ngo Tok Kauwcu sungguhsungguh.
"Maka Lim Pangcu tidak usah berterimakasih
kepadaku."
"Ngo Tok Kauwcu!" Lim Peng Hang tertawa. 'Aku harap
engkau jangan memanggilku Lim Pangcu, lebih baik panggil
saja aku paman!"
"Baik, Paman!" Ngo Tok Kauwcu tersenyum. Tapi Paman
pun jangan memanggilku Ngo Tok Kauwcu, cukup panggil
namaku saja!"
"Baiklah." Lim Peng Hang tertawa. "Oh ya, engkau mau ke
mana?" "Aku harus segera kembali ke markas, karena aku masih
harus menghimpun kekuatan Ngo Tok Kauw, agar kelak
mampu melawan Seng Hwee Kauw," ujar Ngo Tok Kauwcu.
"Paman, sampai jumpa!"
"Selamat jalan, Ling Cu!" sahut Lim Peng Hang dan
bersama Gouw Han Tiong mengantarnya sampai di luar.
Setelah Ngo Tok Kauwcu melesai pergi, barulah mereka
berdua kembali masuk.
"Entah bagaimana keadaan kauw heng?" gumam Lim Peng
liang dengan wajah muram "Mudah-mudahan monyet bulu
putih itu tidak apa-apa"
Bagaimana keadaan luka Seng Hwee Sin Kun " Apakah
separah luka monyet bulu putih" Luka ketua Seng Hwee Kauw
itu memang parah. Ketika sampai di markas, ia pun berkata
kepada Leng Bin Hoatsu.
"Tangkisan monyet bulu putih itu membuat aku terluka
dalam, maka aku harus beristirahat setahun agar bisa pulih.
Karena itu, mulai saat ini engkau harus menangani semua
urusan Seng Hwee Kauw."
"Ya, Kauwcu." Leng Bin Hoatsu mengangguk.
'Dalam waktu setahun, janganlah kalian mengganggu aku"
pesan Seng Hwee Sin Kun sungguh-sungguh. "Sebab aku
harus memperdalam Seng Hwee Sin Kang. Tentunya kalian
masih ingat, aku masih menyimpan Seng Hwee Tan (Pil Api
Suci). Nah, kini sudah waktunya aku makan sisa pil itu."
"Oooh!" Leng Bin Hoatsu manggut-manggut.
"Kauwcu," tanya Pek Bin Kui. "Setahun kemudian,
Iweekang Kauwcu pasti bertambah tinggi. Ya, kan?"
"Betul." Seng Hwee Sin Kun mengangguk.
"Kalau begitu," ujar Pek Bin Kui sambil tersenyum. "Sudah
waktunya kita menguasai rimba persilatan."
"Tidak salah." Seng Hwee Sin Kun manggut-manggut dan
berpesan. "Oh ya, dalam waktu setahun ini, kalian pun harus
memperdalam kepandaian masing-masing."
"Ya." Pek Bin Kui dan lainnya mengangguk.
"Sekarang aku akan ke ruang rahasia untuk mengobati luka
dalamku, setahun kemudian barulah kita bertemu," ujar Seng
Hwee Sin Kun lalu melangkah ke dalam menuju ruang rahasia.
Leng Bin Hoatsu dan lainnya saling memandang, kemudian
mereka duduk dengan kening berkerut kerut
"Kini Seng Hwee Sin Kun telah memasuki ruang rahasia,
setahun kemudian kita baru bertemu dia. Menurut kalian apa
yang harus kita lakukan sekarang?" tanya Leng Bin Ituatsu.
"Seng Hwee Sin Kun telah berpesan tadi, kita harus
memperdalam kepandaian masing-masing, itu yang harus kita
lakukan," sahut Pek Bin Kui.
"Menurut aku," ujar Hek Sim Popo dengan tertawa.
"Bagaimana kalau kita menyerang Kay Pang?"
"Itu tidak boleh." Pat Pie Lo Koay menggelengkan kepala.
"Karena kita harus mentaati pesan Seng Hwee Sin Kun, maka
alangkah baiknya kita memperdalam kepandaian saja."
"Benar." Tok Chiu Ong manggut-manggut dan
menambahkan, "Setahun kemudian barulah kita berunding
dengan Seng Hwee Sin Kun, apakah kita perlu menyerang Kay
Pang atau tidak?"
"Ngmm!" Leng Bin Hoalsu mengangguk. "Memang harus
begitu, jadi kita tidak melanggar apa yang dipesankan Seng
Hwee Sin Kun."
"Lalu bagaimana para anggota kita?" tanya Hek Sim Popo
mendadak. "Apakah kita masih perlu melatih mereka?"
"Tentu perlu," sahut Leng Bin Hoatsu. "Ka rena setahun
kemudian, kita harus menyerang Kay Pang dan tujuh partai
besar lainnya."
"Ha ha hal" Pek Bin Kui tertawa gelak. "Setahun kemudian,
Seng Hwee Kauw pasti akan menguasai dunia persilatan!"
"Betul." Leng Bin Hoatsu manggut-manggut dan tertawa
terbahak-bahak. "Ha ha ha. "
"Setahun kemudian, Kay Pang dan tujuh partai besar harus
tunduk kepada Seng Hwee Kauwl" ujar Hek Sim Popo sambil
tertawa terkekeh-kekeh. "He he hel"
"Eh?" Pek Bin Kui memandang Pai Pie Lo Koay. "Lo Koay,
kenapa engkau diam saja?"
"Dulu Bu Lim Sam Mo ingin menguasai rimba persilatan,
tapi akhirnya mereka bertiga malah mati. Oleh karena itu...."
Pat Pie Lo Koay menggeleng-gelengkan kepala.
"Maksudmu Seng Hwee Kauw tidak mampu menguasai
rimba persilatan?" tanya Pek Bin Kui dengan kening berkerut.
"Kita harus tahu, kepandaian Tio Cie Hiong tinggi sekali,"
sahut Pat Pie Lo Kuay "Kelihatannya Seng Hwee Sin Kun masih
tidak mampu mengalahkan putranya, apalagi melawan Tio Cie
Hiong." "Tapi kita pun harus tahu," ujar Pek Bin Kui sungguhsungguh.
"Kini Seng Hwee Sin Kun sudah memasuki ruang
rahasia untuk mengobati lukanya, sekaligus memperdalam
lwekangnya. Nah, setahun kemudian Iweekangnya pasti tinggi
sekali. Aku yakin Tio Cie Hiong bukan lawannya."
"Tidak salah," sela Tok Chiu Ong. "Kareni itu, setahun
kemudian Seng Hwee Kauw pasti dapat menguasai rimba
persilatan."
"Mudah-mudabanI" ucap Pat Pie Lo Koay lalu tertawa
gelak. "Ha ha ha! Mulai sekarang, kita pun harus
memperdalam kepandaian maslng masing."
--ooo0dw0ooo-- Bagian ke tiga puluh empat
Monyet Bulu Putih Menemui Ajalnya
Setelah menempuh perjalanan siang malam beberapa hari,
akhirnya Tio Bun Yang tiba juga di Gunung Thian San dengan
menggendong erat erat monyet bulu putih
Setibanya di gunung itu, Tio Bun Yang segera
mengerahkan Pan Yok Hian Thian Sin Kan untuk
menghangatkan monyet bulu pulih yang digendongnya. Ia pun
menggunakan ginkang menuju goa tempat tinggal monyet
bulu putih, da-n ketika hari mulai sore barulah sampai di
tersebut. "Kauw heng, kita sudah sampai." Tio Bun Yang
memberitahukan.
Monyet bulu putih menengok ke sana ke mari dengan mata
redup, kemudian bercuit lemah.
"Kauw heng!" Tio Bun Yang duduk bersila. Ditaruhnya
monyet bulu putih itu di pangkuannya, lalu dibelainya.
"Gembirakah engkau berada di dalam goa ini?"
Monyet bulu putih mengangguk sambil bercuit, menunjuk
dirinya lalu menunjuk ke kiri.
"Kauw heng____" Tio Bun Yang terisak-isak.
"Engkau bilang setelah engkau mati, aku harus ke arah
timur puncak gunung ini?"
Monyet bulu pulih manggut-manggut lemah. Tio Bun Yang
memandangnya dengan air mata herderai-derai.
"Kauw heng, engkau... engkau tidak akan mati____" Tio
Bun Yang terus membelainya.
Monyet bulu putih menggeleng-gelengkan kepala,
kemudian air matanya pun meleleh, sekaligus menjulurkan
tangannya memegang lengan Tio Bun Yang.
"Kauw heng____" Tio Bun Yang juga menggenggam
tangannya erat-erat. "Engkau tidak akan mati____"
Monyet bulu putih bercuit-cuit lemam.
"Maksudmu aku harus ke arah timur puncak punung ini?"
tanya Tio Bun Yang. "Di sana terdapat sebuah goa es?"
Monyet bulu putih itu mengangguk, nafasnya semakin
lemah. "Kauw heng...." Tio Bun Yang memeluknya erat-erat.
"Kauw heng...."
Monyet bulu putih itu bercuit, kemudian kepalanya terkulai.
Seketika juga Tio Bun Yang menjerit.
"Kauw hengl Kauw heng "
Monyet bulu putih itu diam saja, ternyati nafasnya telah
putus. Dapat dibayangkan, betapa sedihnya hati Tio Bun
Yang. Ia terus membelai monyet bulu putih itu sambil
menangis meraung raung.
"Kauw beng. Kenapa engkau tinggalkan aku Kauw heng...."
Tio Bun Yang terus menangis meraung-raung, akhirnya
pingsan. Berselang beberapa saat, barulah ia siuman dan segera
memeluk monyet bulu putih itu lagi.
"Kauw heng! Engkau mati karena menyelamatkan
nyawaku. Aku bersumpah, semua keturunanku tidak boleh
membunuh monyet jenis apa pun. Kauw heng, aku
bersumpahl"
Setelah bersumpah, barulah Tio Bun Yang mengubur
monyet bulu putih tersebut, lalu berangkat ke arah timur
puncak gunung itu.
-ooo0dw0oooTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Bukan main dinginnya hawa di puncak sebelah Timur
Gunung Thian San. Sejauh mata memandang hanya tampak
salju. Tio Bun Yang tidak habis pikir, kenapa monyet bulu
Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
putih itu menyuruhnya ke tempat tersebut.
Setibanya di tempat itu, ia melihat sebuah jurang yang
ribuan kaki dalamnya. Tio Bun Yang berdiri di pinggir jurang
itu sambil mengerutkan kening, la yakin monyet bulu putih itu
punya maksud tertentu menyuruhnya ke mari. Karena itu,
tanpa ragu ia menuruni jurang tersebut sekali gus
mengerahkan Pan Yok Hian Sin Kang, agar tidak kedinginan.
Tak seberapa lama, sampailah Tio Bun Yang di dasar
juraog Sungguh dingin dan indah dasar jurang itu, Tio Bun
Yang merasa dirinya seperti berada di dalam sebuah kaca
besar, karena di tempat itu hanya terdapat salju beku. Kalau
ia tidak memiliki Pan Yok Hian Thian Sin Kang, mungkin sudah
mati beku di dasar jurang itu.
Tio Bun Yang menengok ke sana ke mari. tiba tiba
dilihatnya sebuah goa, dan segeralah ia menuju goa itu.
Sampai di depan goa, ia tidak berani langsung masuk,
melainkan berdiri di situ sambil memandang ke dalam.
Sungguh mengherankan, karena goa itu tampak terang.
Berselang sesaat, barulah Tio Bun Yang melangkah
memasuki goa itu. Bukan main indahnya goa itu, sehingga
sukar diuraikan dengan kata-kata. Tampak berbagai macam
bentuk balok es berdiri di dalam goa, dan dinginnya sungguh
luar biasa. Tio Bun Yang telah mengerahkan Pan Yok Hian Thian Sin
Kang, tapi ia masih merasa dingin., Tiba-tiba ia melihat
beberapa baris tulisan terukir pada dinding goa, ternyata
merupakan huruf-huruf Han kuno. Tio Bun Yang mengerti,
sebab ketika masih kecil, ayahnya pernah mengajarnya hurufhuruf
Han kuno tersehut. Maka, segeralah ia membacanya
Engkau telah memasuki goa es ini, pertanda monyet salju
itu telah mati oleh pukulan Seng Hwee Ciang Hoat yang
mengandung api Itu memang sudah takdir, maka engkau tak usah sedih.
Tentunya engkau merasa heran, kenapa monyet salju itu
menyuruhmu ke mari, itu merupakan pesanku, sebab Seng
Hwee Sin Karg telah muncul di rimba persilatan.
Oleh karena itu, engkau harus mempelajari Kan Kun Taylo
Sin Kang yang mengandung hawa dingin di dalam goa es ini.
Perlu engkau ketahui bahwa Kan Kun Taylo Sin Kang yang
engkau miliki mengandung hawa panas yang disebut 'Yang',
begitu pula Pan Yok Hian Thian Sin Kang yang engkau miliki.
Walau engkau memiliki Pan Yok Hian Thian Sin Kang
pelindung diri, namun tidak akan terluput dari serangan Seng
Hwee Sin Kang yang mengandung semacam api, yang akan
membuatmu terluka dalam.
Apabila engkau cuma terluka luar, berarti engkau memiliki
mutiara inti es yang di dalam batu es di dalam goa hangat
tempat tinggal monyet salju. Sungguh beruntung engkau
memiliki mutiara inti es itu, karena akan mempermudah
engkau mempelajari Kan Kun Taylo Im Kang (Tenaga Sakti
Alam Semesta Yang Mengandung Hawa Dingin).
Kalau engkau telah berhasil mempelajari Kan Kun Taylo Im
Kang, barulah engkau mampu melawan Seng Hwee Sin Kang.
Kan Kun Taylo Sin Kang dan Seng Hwee Sin Kang berasal
dari Persia, apabila Seng Hwee Sin Kang muncul, maka Hian
Goan Sin Kang pun akan muncul (Tenaga Sakti Melumpuhkan
Lawan). Ilmu tersebutpun berasal dari Persia. Seandainya ilmu
tersebut dimiliki penjahat, celakalah rimba persilatan, sebab
Pan Yok Hian Thian Sin Kang dan Kan Kun Taylo Sin Kang
maupun Seng Hwee Sin Kang masih di bawah tingkat Hian
Goan Sin Kang. Oleh karena itu, engkau harus berhati-hati
menghadapi orang yang memiliki Hian Goan Sin Kang.
Kini engkau boleh mulai mempelajari Kan Kun Aiylo Im
Kang. Ikuti saja petunjuk-petunjuk berikutnyal Engkau harus
duduk bersila, sepasang telapak tanganmu harus memegang
mutiara inti es itu.
Dengan penuh perhatian Tio Bun Yang membaca petunjukpetunjuk
tersebut. Ia bergirang dalam hati karena telah
memperoleh mutiara inti es tersebut.
Seusai membaca petunjuk-petunjuk itu, se geralah ia
mengeluarkan kantong kulit dari dalam bajunya, lalu
mengambil mutiara inti es di dalam kantong kulit itu.
Tio Bun Yang duduk bersila sambil menggenggam mutiara
inti es dengan kedua telapak tangannya. Seketika ia merasa
hawa yang amat dingin menerobos ke dalam tubuhnya melalui
kedua telapak tangannya. Cepat-cepat lah ia mengatur
pernafasannya sesuai petunjuk-petunjuk yang dibacanya tadi
dengan mata dipejamkan, ia mulai mempelajari Kan Kun Taylo
Im Kang. --ooo0dw0ooo-- Para penghuni Pulau Hong Hoang To terheran-heran
bercampur gembira karena kemunculan Tayli Lo Ceng yang
mendadak itu. Seketika Kou Hun Bijin tertawa cekikikan.
"Kepala gunduli Aku kira engkau sudah mampus, tidak
tahunya masih hidup!"
"Omitohudl" ucap Tayli Lo Ceng sambil tertawa. "Ha ha ha!
Apakah kalian senang apabila aku mampus?"
"Kami pasti berkabung untukmu!" sahut Kou Hun Bijin.
"Kepala gundul, engkau muncul mendadak di pulau ini,
tentunya ada sesuatu yang penting. Ya, kan?"
"Betul." Tayli Lo Ceng mengangguk, kemudian menatap Lie
Man Chiu. "Omitohud! Kenapa engkau tidak bersujud
kepadaku?"
"Aku sudah tidak punya muka bersujud di hadapan Lo
Ceng," sahut Lie Man Chiu dengan kepala tertunduk.
"Ha ha hal" Tayli Lo Ceng tertawa. "Engkau adalah
muridku, maka harus bersujud di hadapanku."
"Guru!" panggil Lie Man Chiu dengan suara bergemetar
saking terharu, lalu bersujud di hadapan Tayli Lo Ceng sambil
terisak-isak. "Muridku, kenapa engkau terisak-isak?" tanya Tayli Lo Ceng
sambil tersenyum lembut.
"Guru, aku pernah melakukan kesalahan," jawab Lie Man
Chiu. "Mohon Guru sudi menghukumku!"
"Omitohudl Aku telah menghukummu, maka kini aku tidak
perlu menghukummu lagi."
"Guru telah menghukumku?"
"Ya." Tayli Lo Ceng mengangguk. "Batinmu selalu tertekan
oleh perbuatanmu itu merupakan hukuman bagimu.
Mengerti?"
"Mengerti, Guru," ujar Lie Man Chiu. "Guru, bebaskanlah
hukumanku itu! Aku... aku sudah tidak tahan."
"Muridku!" Tayli Lo Ceng tersenyum. "Bangunlah! Aku telah
membebaskan hukumanmu.'
"Terirnakasih, Guru!" ucap Lie Man Chh sambil bangkit
berdiri. "Ha ha ha!" Sam Gan Sin Kay tertawa gelak "Lo Ceng, mari
kita masuk!"
"Terirnakasih!" Tayli Lo Ceng manggut-manggut, lalu
melangkah ke dalam
Begitu sampai di dalam, Tio Tay Seng seger
mempersilakannya duduk.
"Silakan duduk, Lo Ceng!"
"Terirnakasih, Tio Tocu!" sahut Tayli Lo Ce sambil duduk.
Pada waktu bersamaan, muncullah Toan Ber Kiat dan Lam
Kiong Soat Lan seraya berse dengan penuh kegembiraan.
"Guru!"
"Gurul"
Mereka berdua langsung bersujud di hadapi Tayli Lo Ceng.
Padri tua itu memandang mereka sambil tertawa.
"Ha ha ha! Ternyata kalian berada di sini bagus, bagus!"
ujar Tayli Lo Ceng. "Bangunlah!"
Toan Beng Kiat dan Lam Kiong Soat Lan bangkit berdiri,
kemudian duduk di sisi Tayli Lo Ceng. Tak lama, muncullah Tio
Cie Hiong dan Lim Ceng Im.
"Lo Ceng!" panggil mereka sambil bersujud.
"Omitohud!" ucap Tayli Lo Ceng sambil tersenyum lembut.
"Sungguh bahagia kalian berdua, bangun lah"
"Terimakasih, Lo Ceng!" ucap Tio Cie Hiong sekaligus
bangkit berdiri, begitu pula Lim Ceng Im.
"Kepala gundul!" tanya Kou Hun Bijin. "Sebetulnya ada
urusan apa, sehingga engkau harus ke mari?"
"Aku ke mari untuk melihat-lihat," sahut Tayli Lo Ceng
sambil tertawa. "Apakah aku tidak boleh ke mari kalau tiada
urusan?" "Tentu boleh, Lo Ceng," sahut Tio Tay Seng. "Kehadiran Lo
Ceng merupakan suatu kehormatan bagi kami semua."
"Omitohud!" Tayli Lo Ceng menghela nafas panjang.
"Belum lama ini, mendadak aku merasa tidak tenang, maka
aku segera ke mari."
"Murid-muridmu berada di sini, tentunya sekarang engkau
sudah bisa tenang," ujar Kou Hun Bijin sambil tertawa nyaring.
"Ya, kan?"
"Sebetulnya ya, namun...." Tayli Lo Ceng mengerutkan
kening, "hatiku masih berdebar-debar. seakan telah terjadi
sesuatu." "Oh?" Kou Hun Bijin menatapnya. "Apa yang telah terjadi?"
"Aku justru tidak tahu." Tayli Lo Ceng menggelenggelengkan
kepala. "Tapi aku yakin, ke jadian itu pasti
berkaitan dengan kita."
"Kepala gundul, apakah itu tidak salah?" tany Kou Hun Bijin
dengan kening berkerut kerut "Engkau harus tahu, bahwa Lie
Ai Ling, Tio Bu Yang dan putriku tidak berada di sini.
Mungkinkah telah terjadi sesuatu atas diri mereka?"
"Maaf!" sahut Tayli Lo Ceng. "Aku tidak berani memastikan,
maka aku pun tidak berani sembarangan menjawab."
"Lo Ceng?" Wajah Lim Ceng Im tampak lagi cemas. "Sudah
lama putra kami tidak pula apakah...."
"Omitohud! Aku tidak berani memastikan nya " ujar Tayli Lo
Ceng dengan kening berkerut kerut. "Mudah-mudahan mereka
tidak akan terjadi sesuatu!"
"Lo Cengl" Sam Gan Sin Kay menatapnya "Kami semua
menjadi cemas. Beritahukanlah kira kira apa yang telah
terjadi!" "Aku yakin telah terjadi sesuatu, namun tidak berani
memastikan apa yang telah terjadi," ujar Tayli Lo Ceng sambil
menggeleng-gelengkan kepala.
"Kalau begitu____" Kou Hun Bijin tampak serius. "Besok
aku dan suamiku harus ke Tionggoan."
"Bijin...." Kim Siauw Suseng tersentak. "Besok kita akan ke
Tionggoan?"
"Ya." Kou Hun Bijin mengangguk. "Kita harus mencari Goat
Nio dan Ai Ling, sebab aku khawatir telah terjadi sesuatu atas
diri mereka."
"Itu tidak perlu," ujar Tayli Lo Ceng dan menambahkan.
"Lebih baik kita tunggu beberapa hari, kalau mereka masih
belum pulang, barulah kalian berangkat ke Tionggoan mencari
mereka." "Itu____" Kou Hun Bijin mengerutkan kening.
"Kakak," ujar Tio Cie Hiong. "Kita tunggu saja beberapa
hari, kalau mereka masih belum pulang, barulah kita ke
Tionggoan "
"Engkau dan Ceng Im juga mau ke Tiong goan ?" tanya
Kou Hun Bijin. "Apa boleh buat!" Tio Cie Hiong menggeleng-gelengkan
kepala. "Kita harus mencari mereka."
"Aku pun harus ikut," sela Sam Gan Sin Kay.
"Omitohud!" ucap Tayli Lo Ceng. "Kemungkinan besar
kalian tidak perlu ke Tionggoan."
"Kenapa?" tanya Kou Hun Bijin.
"Sebab..." jawab Tayli Lo Ceng sungguh-sungguh, "aku
merasa ada beberapa orang sedang menuju ke mari."
"Kepala gundul!" Kou Hun Bijin menatapnya tajam
"Perasaanmu tidak akan salah?"
"Aku yakin tidak akan salah."
"Ha ha ha!" Sam Gan Sin Kay tertawa. "Mari kita buktikan!
Mungkin Lo Ceng tidak akan omong kosong."
"Kalau kepala gundul itu berani omong kosong, kepalanya
yang gundul itu pasti benjoli "sahut Kou Hun Bijin samhil
tertawa cekikikan "Aku pasti mengetuk kepalanya!"
"Omitohud...." Tayli Lo Ceng tersenyum,
"Tidak salah," ujar Tio Cie Hiong mendadal "Aku
mendengar suara langkah berat menuju kemari."
"Omitohud!" Tayli Lo Ceng manggut manggut. "Sungguh
tajam pendengaranmu! Sekarang aku baru mendengar suara
langkah." "Benar," sahut Kou Hun Bijin. "Aku pun sudah mendengar
langkah." Berselang beberapa saat, muncullah Sian Koan Goat Nio,
Lie Ai Ling dan Lu Hui San memapah Kam Hay Thian.
Kemunculan mereka membuat semua orang melongo
bercampur terkejut, sebab Kam Hay Thian dalam keadaan
pingsan dan wajahnya pun pucat pias.
"Tolong dia! Tolong dia!" seru Lo Hui San dengan air mata
berderai-derai sambil membaringkan Kam Hay Thian di lantai.
Tio Cie Hiong segera mendekati Kam Hay Thian, lalu
memeriksanya dengan teliti sekali Setelah itu, ia duduk bersila
di lantai dan sebelah telapak tangannya ditempelkan di dada
Kam Hay Thian yang hangus itu, sekaligus mengerahkan Pan
Yok Hian Thian Sin Kang.
"Omitohud!" ucap Tayli Lo Ceng sambil menghela nafas
panjang. "Pemuda itu terkena pukulan Seng Hwee Gang Hoat
(Ilmu Pukulan Api Suci)]"
"Seng Hwee Gang Hoat?" Kini Siauw Suseng, Kou Hun Bijin,
Sam Gan Sin Kay dan Tio Tay ng terkejut bukan main. Mereka
saling memandang sambil mengerutkan kening.
"Ya." Tayli Lo Ceng mengangguk.
"Lo Ceng, apakah Cie Hiong dapat menyelamatkan
nyawanya?" tanya Sam Gan Sin Kay.
"Mudah-mudahan!" sahut Tayli Lo Ceng. Sementara Tio Cie
Hiong sudah berhenti mengerahkan Pan Yok Hian Thian Sin
Kang. Ia bangkit berdiri sambil menghela nafas lega.
"Paman, bagaimana keadaannya?" tanya Lu Huii San
cemas. "Masih bisa ditolong," sahut Tio Cie Hiong. Kemudian ia
berkata kepada Toan Beng Kiat. "Beng Kiat, gendong dia ke
kamar!" "Ya, Paman." Toan Beng Kiat segera menggendong Kam
Hay Thian yang masih dalam keadaan pingsan itu ke kamar.
Tio Cie Hiong juga ikut ke kamar. Lu Hui San tidak
Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ketinggalan. Gadis itu mengikuti dari belakang.
Toan Beng Kiat membaringkan Kam Hay Thian di tempat
tidur, sedangkan Tio Cie Hiong mengambil dua butir pil,
kemudian dimasukkan ke mulut Kam Hay Thian, dan setelah
itu ia berkata.
"Pemuda itu akan siuman esok, mari kita ke ruang depan!"
"Paman, aku... aku ingin menjaganya," ujar Lu Hui San
sambil menundukkan kepala.
"Dia tak perlu dijaga. Lebih baik engkau ikut ke ruang
depan," sahut Tio Cie Hiong dan sekaligus berjalan ke ruang
depan. "Hui San, mari kita ke ruang depan!" ajak Toan Beng Kiat.
"Engkau harus menuruti perkataan Paman Cie Hiong."
Lu Hui San mengangguk, lalu bersama Toan Beng Kiat
berjalan ke ruang depan. Mereka duduk di sebelah Lam Kong
Soat Lan. Suasana di ruang itu tampak agak luar biasa.
"Cie Hiong, bagaimana keadaan pemuda itu?" tanya Sam
Gan Sin Kay. "Dia akan siuman esok," jawab Tio Cie Hiong
memberitahukan. "Namun aku masih merasa heran."
"Kenapa merasa heran?" tanya Kim Siauw Suseng.
"Mungkinkah dia punya hubungan dengan Bui Lim Sam
Mo?" Tio Cie Hiong mengerutkan ke ning. "Karena dia memiliki
Pak Kek Sin Kang "
"Oh?" Sam Gan Sin Kay tertegun. "Kalau begitu,
mungkinkah dia murid Bu Lim Sam Mo?"
"Pengemis bau, engkau sudab pikun barangkali!" ujar Kui
Hun Bijin sambil tertawa. "Sudah hampir dua puluh tahun Bu
Lim Sam Mo mati, sedangkan pemuda itu berusia dua
puluhan! Coba-lebih pikir, mungkinkah pemuda itu murid Bu
Lim Sam Mo?"
"Oh, ya! Aku...." Sam Gan Sin Kay tertawa. "Aku memang
sudah pikun, tidak memikirkan itu."
"Goat Nio, tuturkanlah apa yang telah terjadi!" ujar Kou
Hun Bijin sambil menatap putrinya.
"Kam Hay Thian bertarung dengan Seng Hwee Sin Kun..."
tutur Siang Koan Goat Nio mengenai kejadian itu.
"Jadi engkau dan Ai Ling sudah bertemu Bun Yang?" tanya
Kou Hun Bijin dengan wajah berseri.
"Ya." Siang Koan Goal Nio mengangguk. Wajahnya tampak
agak kemerah-merahan. "Tapi____"
"Kenapa?" Kim Siauw Suseng memandangnya dalamdalam.
"Dia... dia terluka ringan." Siang Koan Goat Nio
memberitahukan. "Kauw beng terluka parah kali, aku
khawatir...."
'Omitohud!" ucap Tayli Lo Ceng sambil menghela nafas
panjang. "Sungguh kasihan monyet bulu putih itu!"
"Bagaimana kauw heng bisa terluka parah?" tanya Tio Cie
Hiong cemas. "Dan bagaimana keadaan Bun Yang?"
"Kauw neng menyelamatkan nyawa Bun Yang, maka
terkena pukulan yang dilancarkan Seng Hwee Sin Kun," jawab
Siang Koan Goat Nio memberitahukan. "Bun Yang membawa
Kauw heng ke gunung Thian San."
"Kenapa Bun Yang membawa kauw beng ke sana?" Lim
Ceng Im mengerutkan kening. "Seharusnya Bun Yang
membawa kauw heng ke mari."
"Itu atas kemauan kauw heng. Kelihatannya____" Siang
Koan Goat Nio menggeleng-gelengkan kepala. "Kauw heng
tidak bisa hidup lama lagi"
"Benar," sambung Lie Ai Ling dengan mata basah. "Kauw
heng tidak bisa hidup lama, karena dadanya telah hangus."
"Aaakh...!" keluh Tio Cie Hiong dengan mati bersimbah air.
"Engkau menyelamatkan Bun Yang namun harus
mengorbankan dirimu Kauw heng kami berhutang budi
kepadamu!"
"Omitohud!" ucap Tayli Lo Ceng. "Itu memang sudah
merupakan takdir. Kalau tiada monyet bulu pulih itu, aku yakin
Bun Yang pasti celaka di tangan Seng Hwee Sin Kun."
"Goat Nio, benarkah Seng Hwee Sin Kun berkepandaian
tinggi sekali?" tanya Kou Hui Bijin.
"Benar." Siang Koan Goat Nio menganggut
"Kepandaian Bun Yang masih di bawah kepandaiannya."
"Tapi dia pun terluka oleh tangkisan kauw heng." Lie Ai
Ling memberitahukan. "Kalau tidak, dia pasti mengejar kami."
"Dia juga terluka parah?" tanya Sam Gan Sin Kay.
"Entahlah." Lie Ai Ling menggelengkan kepala. "Kami tidak
mengetahuinya, sebab kami langsung kabur ketika kauw heng
menangkis pukulannya."
"Seng Hwee Sin Kun dapat melukai kauw heng, pertanda
kepandaiannya tinggi sekali. Namun aku pun yakin dia terluka
oleh tangkisan kauw heng, hanya tidak separah kauw heng,"
ujar Tio Cie Hiong dan menambahkan. "Kepandaiannya masih
di atas Bu Lim Sam Mo."
"Sungguh tak disangka sama sekali____" Tio Tay Seng
menggeleng-gelengkan kepala. "Seng Hwee Sin Kun
berkepandaian begitu tinggi...."
"Omitohud!" sahut Tayli Lo Ceng memberi-tahukan "Seng
Hwee Sin Kang berasal dan Persia, ilmu itu telah muncul.
Mungkin tidak lama lagi semacam ilmu lain berasal dari Persia
juga akan muncul di rimba persilatan."
"Ilmu apa itu?" tanya Kou Hun Bijin.
"Hian Goan Sin Kang (Tenaga Sakti Melumpuhkan Lawan),"
jawab Tayli Lo Ceng dan menambahkan, "Ada beberapa
macam ilmu berasal dari Persia, yaitu Kan Kun Taylo Sin Kang,
Seng Hwee Sin Kang dan Hian Goan Sin Kang Tio Cie Hiong
memiliki Kan Kun Taylo Sin Kang, Seng Hwee Sin Kun memiliki
Seng Hwee Sin Kang. Namun Hian Goan Sin Kang-..."
"Siapa yang memiliki ilmu Itu?" tanya Kira Siauw Suscng.
"Omitohud...." Tayli Lo Ceng menggeleng-gelengkan
kepala. "Seharusnya yang memiliki ilmu itu adalah adik
seperguruanku."
"Apa?" Kou Hun Bijin tertegun. "Kepala gundul, engkau
punya adik seperguruan?"
"Ya." Tayli Lo Ceng mengangguk.
"Siapa adik seperguruanmu itu?" tanya Ku Hun Bijin heran.
"Kenapa engkau tidak pernah menceritakannya?"
"Omitohud____" Tayli Lo Ceng menghela nafas panjang.
"Percuma aku menceritakannya."
"Kenapa?" Kou Hun Bijin heran.
"Karena...." Tayli Lo Ceng menghela nafas panjang lagi.
"Sudah delapan puluh tahun aku tidak bertemu dia, entah
menghilang ke mana adik seperguruanku?"
"Kalau begitu...." Sam Gan Sin Kay memandangnya.
"Delapan puluh tahun lalu, Lo Ceng masih bertemu dia, kan?"
"Ya." Tayli Lo Ceng mengangguk. "Pada watu itu dia
berusia empat puluh lebih, gagah tampan dan berkepandaian
tinggi sekali. Dia menggandeng seorang anak gadis berusia
sekitar lima 11 tahun. Aku tersentak ketika menyaksikan anak
gadis itu."
"Lho" Kenapa?" tanya Sam Gan Sin Kay heran.
"Sebab wajah anak gadis itu penuh diliputi dendam, bahkan
juga mengandung hawa membunuh yang sangat berat." Tayli
Lo Ceng memberitahukan. "Karena itu, aku bertanya kepada
adik seperguruanku, siapa anak gadis tersebut. Katanya anak
gadis itu bernama Tu Siao Cui, calon muridnya."
"Kepala gundul, engkau tidak bertanya asal-usul anak gadis
itu?" tanya Kou Hun Bijin.
"Aku bertanya, namun adik seperguruanku itu tidak mau
menjawab. Maka aku tidak bertanya lagi, hanya berpesan
kepadanya harus berhati-hati terhadap anak gadis itu," jawab
Tayli Lo Ceng dan melanjutkan. "Justru ada satu hal yang
sungguh di luar dugaanku, ternyata tanpa sengaja adik
seperguruanku itu memperoleh sebuah kitab."
"Kitab apa?" tanya Tio Tay Seng tertarik.
"Hian Goan Cin Keng (Kitab Pusaka Ilmu Silat)" jawab Tayli
Lo Ceng memberitahukan. "Aku tak menyangka, dia yang
memperoleh Kitab pusaka tersebut."
"Kepala gundul, sebetulnya siapa adik seperguruanmu itu?"
tanya Kou Hun Bijin mendadak.
"Tan Liang Tie, julukannya adalah Thian Gwa Sin Hiap
(Pendekar Sakti Luar Langit)," jawab Tayli Lo Ceng dan
menambahkan, "Adik seperguruanku itu dan Thian Gwa Sin
Mo (Iblis Sakti Luar Langit) adalah kawan baik."
"Oh?" Kou Hun Bijin tertegun. "Thian Gwa Sin Hiap adalah
adik seperguruanmu" Itu... sungguh di luar dugaanl"
"Benar." Tayli Lo Ceng mengangguk.
"Aku memang pernah bertemu dia bersama Thian Gwa Sin
Mo, tapi setelah itu tidak pernah bertemu dia lagi," ujar Kou
Hun Bijin. "Mungkinkah dia telah... mati?"
"Mungkin." Tayli Lo Ceng manggui-manggut sambil
menghela nafas panjang. 'Kalau tidak bagaimana mungkin aku
tidak bertemu dia hampir delapan puluh tahun?"
"Lo Ceng," tanya Sam Gan Sin Kay. "Muridnya itu juga tiada
kabar beritanya sama sekali ?"
"Tidak ada." Tayli Lo Ceng menggelengku kepala. "Itu
sungguh membingungkan!"
"Mungkinkah adik seperguruanmu dan muridnya itu telah
mati?" tanya Kou Hun Bijin.
"Omitohud!" sahut Tayli Lo Ceng. "Aku tidak berani
memastikan itu, tapi... mungkin mereka telah mati."
"Kalau begitu, ilmu Hian Goan Sin Kang pasti tidak akan
muncul di rimba persilatan." ujar Ki Siauw Suseng.
"Itu yang diharapkan," sahut Tayli Lo Ceng
"Kepala gundul," tanya Kou Hun Bijin. "Bagaimana
kehebatan ilmu Hian Goan Sin Kang itu?"
"Berapa kehebatan ilmu itu, aku tidak mengetahuinya,"
jawab Tayli Lo Ceng jujur. "Yang jelas, ilmu itu hebat bukan
main." "Lo Ceng, bagaimana kalau dibandingkan dengan ilmu Kan
Kun Taylo Sin Kang?" tanya Tio Cie Hiong.
"Kedua ilmu itu belum bertemu, maka sulit
membandingkannya. Namun..." sahut Tayli Lo Ceng sungguhsungguh.
"Siapa yang terserang Hian Goan Sin Kang, pasti
akan menjadi lumpuh tak ber-kepandaian lagi."
"Kalau begitu...." Tio Cie Hiong manggut-iiMnggut. "Ilmu itu
sangat hebat sekali!"
"Benar," ujar Tayli Lo Ceng- "Apabila yang memiliki ilmu itu
berhati jahat, pasti akan menimbulkan bencana dalam rimba
persilatan."-"
"Kepala gundul" Kou Hun Bijin tertawa nyaring. "Bagaimana
mungkin ilmu itu akan muncul" Bukankah adik seperguruanmu
itu sudah tiada kabar beritanya?"
"Omitohud!" ucap Tayli Lo Ceng- "Mudah mudahan ilmu itu
tidak muncul, jadi tidak akan menimbulkan suatu masalah lagi
dalam rimba persilatan!"
"Kalau pun muncul, itu tidak apa-apa," sahut Kui Hun Bijin.
"Sebab kini rimba persilatan memang sudah kacau."
"Omitohud!" Tayli Lo Ceng menggeleng-gelengkan kepala.
"Bijin, engkau memang suka akan kekacauan."
"Omong kosongi" kilah Kou Hun Bijin. "Siapa bilang aku
suka akan kekacauan" Dasar kepala gundul"
"Omitohud...." Tayli Lo Ceng menghela nafas panjang.
"Bijin, engkau sama sekali tidak tahu akan satu hal."
"Hal apa?" Kou Hun Bijin mengerutkan kening.
"Aku pernah ke tempat tinggalmu, yang di Kwan Gwa.
Siang Koay dan Ngo Kui sudah menjadi tulang belulang." Tayli
Lo Ceng memberilahukan. "Aku yang menguburkan tulang
belulang itu."
"Apa?" Betapa terkejutnya Kou Hun Bijin "Maksudmu
mereka sudah mati semua?"
"Ya." Tayli Lo Ceng mengangguk.
"Siapa yang membunuh mereka?" tanya Kui Hun Bijin
dengan mata berapi-api.
"Seng Hwee Sin Kun."
"Dari mana engkau tahu Seng Hwee Sin Ku yang
membunuh mereka?"
"Sebab tulang mereka ada yang hangus, maka aku yakin
mereka terkena pukulan Seng Hwee-Sin Ciang."
"Kalau begitu," ujar Kou Hun Bijin sambii berkertak gigi.
"Aku harus pergi membunuh Seng Hwee Sin Kuni"
"Omitohud!" Tayli Lo Ceng menggeleng-gelengkan kepala.
'Engkau harus sabar, jangan emosi!"
"Aaaakh..." keluh Kou Hun Bijin.
"Ibu," ujar Siang Koan Goat Nio dengan mata bersimbah
air. "Paman-paman itu telah mati semua sungguh kasihan
mereka," "Jangan berduka. Nak!" hibur Kim Siauw Suseng "Kelak kita
akan menuntut balas kepada Seng Hwee Sin Kun."
"Heran" gumam Kou Hun Bijan. "Kenapa Seng Hwee Sin
Kun membunuh Siang Koay dan Nyo Kui?"
"Aku yakin mereka punya dendam. Kalau tidak, bagaimana
mungkin Seng Hwee Sin Kun membunuh mereka?" sahut Tayli
Lo Ceng. "Kalau begitu," ujar Sam Gan Sin Kay dengan kening
berkerut. "Kenapa Seng Hwee Sin Kun membunuh Tui Hun
Lojin dan Lam Kiong hujin?"
"Itu..." Tayli Lo Ceng menggeleng-gelengkan kepala. "Itu
memang agak membingungkan. Sudahlah, aku mau pergi!"
"Kok begitu cepat, Guru?" ujar Toan Beng Kiat. Lam Kiong
Soat Lan dan Lie Man Chiu serentak.
"Omitohud!" sahut Tayli Lo Ceng. "Guru memang harus
pergi, kalian baik-baiklah menjaga diri!"
"Kepala gundul," tanya Kou Hun Bijin sambil tertawa
nyaring. "Kapan kita akan bertemu lagi"
"Omitohud Apabila aku belum-mati, kita semua pasti akan
bertemu kembali kelak. Selamat tinggal!" ucap Tayli Lo Ceng
lalu melesat pergi. Dalam waktu sekejab ia telah hilang dari
pandangan semua orang.
--ooo0dw0ooo-- Perlahan-lahan Kam Hay Thian membuka matanya, namun
masih tidak mampu menggerakkan badannya, karena tak
bertenaga sama sekali
"Hay Thian...." panggil Lu Hui San girang "Engkau...
engkau sudah sadari"
"Aku... aku berada di mana?" tanya Kam Hay Thian
bingung. "Apa yang telah terjadi?"
"Engkau pingsan belasan hari, kami membawamu ke mari."
Lu Hui San memberitahunya
"Oh?" Kam Hay Thian menatapnya. "Aku aku berada di
mana sekarang" Siapa yang menyelamatkan nyawaku?"
Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Engkau berada di Pulau Hong Hoang tempat tinggal kami.
Kakak Bun Yang yang menolongmu di Lembah Kabut Hitam,
dan kami yang membawamu ke mari. Paman Cie Hiong yang
menyelamatkan nyawamu." sahut Lie ai ling.
"Aku berada di Pulau Hong Hoang To" Paman Cie Hiong
yang menyelamatkan nyawaku?" Kam Hay Thian tampak
tertegun. "Ya." Lu Hui San mengangguk.
Di saat bersamaan, Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im
melangkah ke dalam kamar itu. Betapa girangnya mereka,
ketika melihat Kam Hay Thian telah siuman.
"Syukurlah engkau sudah siumanl" ucap Tio Cie Hiong
dengan wajah berseri-seri. Tapi engkau masih tidak boleh
bergerak, harus tetap berbaring di tempat tidur."
"Maaf. Paman!" Kam Hay Thian memandangnya.
"Aku adalah Tio Cie Hiong, kawan baik ayah dan ibumu."
Tio Cie Hiong memberitahukan.
"Paman Tio, maafkan aku karena tidak bisa memberi
hormat" "Tidak apa-apa." Tio Cie Hiong tersenyum, "Engkau masih
belum bisa bergerak, beberapa hari kemudian barulah engkau
bisa bergerak."
"Terimakasih Paman Tio telah menyelamatkan nyawakul"
ucap Kam Hay Thian. "Terima kasih!"
"Seharusnya engkau berterimakasih kepada mereka
bertiga." Tio Cie Hiong menunjuk Lu Hui Sam, Siang Koan
Goat Nio dan Lie Ai Ling. "Kalau mereka terlambat
membawamu ke mari, nyawamu pasti sulit diselamatkan."
Kam Hay Thian memandang ketiga gadis itu bergantian,
kemudian ucapnya terharu.
"Terimakasih atas pertolongan kalian bertiga aku...."
"Hi hi hil" Lie ai ling tertawa geli. "Tidakusah mengucapkan
terimakasih kepada kami ingat kita semua adalah teman baik"
"Ya, ya." Kam Hay Thian mengangguk. "Kita semua
memang teman baik. Terimakasih"
Siang Koan Goat Nio melirik Lu Hui san gadis itu tersenyum
malu-malu sambil menundukkan kepala.
Itu tidak terlepas dari mata Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im,
mereka berdua tersenyum.
"Hay Tiran," tanya Tio Cie Hiong sambil menatapnya
dalam-dalam. "Engkau punya hubungan dengan Bu Lim Sam
Mo?" "Bu Lim Sam Mo?" Kam Hay Thian tampak tertegun. "Aku
tidak kenal Bu Lim Sam Mo Paman."
"Oh?" Tio Cie Hiong mengerutkan keniing "Kalau begitu,
engkau belajar Pak Kek Sin Kang dari mana?"
"Ketika aku berusia sebelas tahun, ibuku memberitahukan
kepadaku tentang Paman. Katanya kalau aku ingin menuntut
balas kepada pembunuh ayahku, maka aku harus berguru
kepada Paman Karena itu, aku meninggalkan rumah dengan
tujuan mencari Paman. Aku sampai di kota Leng An, lalu
belajar ilmu silat kepada guru silat Lie..." tutur Kam Hay Thian
dan menambahkan, "Namun ketika aku kembali ke kota Leng
An, guru silat Lie dan putrinya yang baik hati itu telah mati
dibunuh oleh para anggota Hiat Ih Hwe."
"Oooh!" Tio Cie Hiong manggut-manggut seusai
mendengar penuturan Kam Hay Thian. "Sungguh di luar
dugaan, ternyata engkau memperoleh kitab-kitab pusaka itu di
dalam goa bekas markas Bu Tek Pay! Pantas engkau memiliki
Pak Kek Sin Kangl Hanya saja belum begitu tinggi
lweekangmu."
"Paman, aku mohon diberi petunjuk!" ujar Kam Hay Thian.
"Aku harus membalaskan dendam ayahku kepada Seng Hwee
Sin Kun." "Kami pun harus menuntut balas padanya." sela Toan Beng
Kiai dan Lam Kiong Soat Lan serentak.
"Kalian____" Tio Cie Hiong menghela nafas panjang. "Balas
membalas, kapan akan berakhir itu!"
"Paman, aku mohon...."
"Hay Thian, aku pasti memberi petunjuk kepadamu, namun
harus menunggu engkau pulih dulu." ujar Tio Cie Hiong.
"Terirnakasih, Paman!" ucap Kam Hay Thian. "Oh ya.
Paman, kira-kira kapan aku akan pulih?"
"Mungkin membutuhkan waktu enam atau tujuh bulan." Tio
Cie Hiong memberitahukan "Setelah engkau pulih, barulah aku
membimbing mu."
"Kenapa harus begitu lama aku baru pulih?" Kam Hay Thian
menghela nafas.
"Itu...."
"Engkau harus sabar, lagi pula Seng Hwee Sin Kun pun
telah terluka," ujar Tio Cie Hiong "Dia harus mengobati
lukanya, yang tentunya juga membutuhkan waktu."
"Oohl" Kam Hay Thian manggut-manggut "Paman, siapa
yang mampu melukai Seng Hwee Sin Kun?"
"Kauw heng," jawab Tio Cie Hiong samb menghela nafas.
"Namun monyet bulu putih itupun terluka parah."
"Paman, siapa pemilik monyet bulu putih itu!" Kam Hay
Thian heran. "Aku." Tio Cie Hiong memberitahukan. "Tapi kauw heng itu
ikut Bun Yang pergi mengembara"
"Jadi Bun Yang adalah putra Paman?"
"Ya." Tio Cie Hiong manggut-manggut, kemudian menghela
nafas panjang lagi. "Dia membawa Kauw heng ke Gunung
Thian San, mungkin kauw heng tidak bisa hidup lama lagi."
"Paman, kenapa Bun Yang membawa monyet bulu pulih itu
ke Gunung Thian San?" tanya Kam Hay Thian heran.
"Itu atas kemauan Kauw heng. Sebab tempat tinggal Kauw
heng berada di Gunung Thian San sahut Tio Cie Hiong sambil
menggeleng gelengkan kepala. "Kemauan kauw heng begitu,
pertanda-.."
"Paman?" tanya Lie Ai Ling dengan air mata becucuran
"Betulkah kauw heng tidak bisa hidup lagi?"
"Yaaahl" Tio Cie Hiong menarik nafas. "Kira-kira begitulah.''
"Aaaahl Kauw heng...." Lie Ai Ling terisak-isak. "Dia
berkorban demi menyelamatkan Kakak Bun Yang. Kita semua
berhutang budi kepada monyet bulu putih itu!"
"Benar." Siang Koan Goat Nio manggut manggut dan
matanya pun tampak basah. "Kita semua berhutang budi
kepada kauw heng."
"Memang tidak salah," ujar Tio Cie Hiong. "Kauw heng pun
pernah menyelamatkan nyawaku, dan kini menyelamatkan
nyawa Bun Yang. Oleh karena itu, aku harap kalian semua
jangan membunuh monyet jenis apa pun!"
"Ya," sahut Siang Koan Goat Nio dan Lie Ai Ling serentak.
Sedangkan Toan Beng Kiat dan Lam Kiong Soat Lan manggutmanggut.
"Baiklah." Tio Cie Hiong tersenyum "Engkau beristirahatlah
kami mau ke ruang depan!"
"Paman, aku... aku tetap di sini menemani Hay Thian." ujar
Lu Hui San dengan kepala tertunduk.
"Itu...." Tio Cie Hiong memandang Lim Ceng Im.
"Bagaimana menurutmu?"
"Tentu boleh," sahut Lim Ceng Im sambil tersenyum, lalu
memandang Lu Hui San seraya berkata, "Engkau boleh tetap
di sini menemani Hay Thian!"
"Terimakasih, Bibil" ucap Lu Hui San dengan wajah agak
kemerah-merahan.
Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im saling memandang,
kemudian mereka meninggalkan kamar itu menuju ruang
depan, diikuti Siang Koan Goa Nio, Lie Ai Ling, Toan Beng Kiat
dan Lam Kiong Soat Lan dari belakang.
"Cie Hiong, pemuda itu sudah sadar?" tanya Sam Gan Sin
Kay ketika melihat kemuncullannya
"Dia sudah sadar," sahut Tio Cie Hiong sambi duduk dan
memberitahukan. "Ternyata dia memperoleh kitab kitab
pusaka itu di dalam goa bekas markas Bu Tek Pay."
"Oooh!" Sam Gan Sin Kay manggut-manggul "Sungguh
beruntung pemuda itu!"
"Hanya saja?" Tio Cie Hiong menggeleng gelengkan
kepala. "Aku membutuhkan waktu sekitar enam atau tujuh
bulan untuk mengobatinya barulah dia bisa pulih. Setelah itu,
aku pun hari memberinya petunjuk mengenai ilmu silatnya.
Karena dia belajar Pak Kek Sin Kang tanpa guru maka belum
mencapai tingkat tertinggi."
"Ngmm!" Sam Gan Sin Kay manggut-manggu "Memang ada
baiknya engkau rnembimbingnya sebab dia sangat sadis
terhadap penjahat."
"Ya" Tio Cie Hiong manggut-manggut.
"Sadis terhadap penjahat tidak ada salahnya," sela Kou Hun
Bijin. "Karena dia adalah Chu Ok Hiap (Pendekar Pembasmi
Penjahat). Kalau dia tidak sadis terhadap penjahat, itu berarti
dia bukan Chu Ok Hiap."
"Kakak____" Tio Cie Hiong menggeleng gelengakan kepala.
"Hi hi hi!" Kou Hun Bijin tertawa nyaring, 'Engkau berhati
bajik, namun orang lain belum tentu akan berhati bajik lho!"
"Karena itu, aku harus membimbingnya agar berhati bajik,"
sahut Tio Cie Hiong sungguh-sungguh.
Di saat bersamaan, tampak Lie Man Chiu dan Tio Hong Hoa
berjalan ke dalam dengan wajah berseri-seri.
"Eeeh?" Kou Hun Bijin memaudang mereka dengan mata
terbelalak- "Kenapa wajah kalian berseri-seri" Apa yang
membuat kalian begitu gembira?"
"Bijin!" Terdengar suara sahutan. "Kami yang membuat
mereka gembira."
Muncul beberapa orang, yaitu Toan Wie Kie, Gouw Sian
Eng, Lam Kiong Bie Liong dan Toan Put Lian.
"Kalian...?" Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im membelalak,
kemudian mereka segera bangkit berdiri menyambut
kedatangan Toan Wie Kie dan lainnya.
"Ayah, Ibu!" seru Lam Kiong Soat Lan, yang langsung
berlari menghampiri Toan Put Lian. la mendekap di dadanya.
"Soat Lan?" Toan Pit Lian membelairnya dengan penuh
kasih sayang. Sementara Toan Beng Kiat juga menghampiri kedua orang
tuanya. Toan Wie Kie memandang nya sambil manggutmanggut.
"Nak..." panggilnya lembut.
"Ayah, Ibu!" Panggil Toan Beng Kiat sambil tersenyum.
"Nak____" Gou Sian Eng membelainya. "Aku rindu sekali
kepadamu."
"Acara mencurahkan kerinduan telah usai "ujar Sam Gan
Sin Kay sambil tertawa. "Ha ha Sekarang kalian duduklah!"
Toan Beng Kiat, Gouw Sian Eng, Lam Kio Bie Liong dan
Toan Pit Lian segera menghormat kepada mereka lalu duduk.
"Dari mana kalian tahu Beng Kiat dan Sot Lan berada di
sini?" tanya Tio Cie Hiong heran
"Kami ke markas pusat Kay Pang dulu, Pang Lim dan
Paman Gouw yang memberitahu kami bahwa Beng Kiat dan
Soal Lan berada di Pulau Hong Hoang To, maka kami ke mari
"jawab Toan Wie Kie dan menambahkan. "Mereka pun
menceritakan tentang kejadian ku."
"Ooohl" Tio Cie Hiong manggut-manggut, kemudian
memandang Lie Ai Ling seraya bertanya. "Bagaimana kalian
bisa kenal Ngo Tok kauwcu?"
"Kakak Bun Yang yang kenal dia. Namun karena buru-buru
menolong Kam Hay Thian, maka Kakak Bun Yang tidak
sempat memperkenalkan kami," jawab Lie Ai Ling
menjelaskan. 'Kakak Bun Yang minta bantuan Ngo Tok Kauw
m untuk ke markas pusat Kay Pang menemui kakek Lim."
"Heran?" gumam Tio Cie Hiong. "Bagaimana Bun Yang bisa
kenal Ngo Tok Kauwcu yang tergolong, sesat itu?"
"Kakak Cie Hiong," ujar Lim Ceng Im sambil tersenyurn.
"Walau sesat, tapi Ngo Tok Kauwcu itu tidak jahat!"
"Oh yal" Toan Beng Kiat memberitahukan. "Paman Lim juga
menceritakan bahwa Bun Yang yang mengobati wajah Ngo
Tok Kauwcu."
"Oh?" Tio Cie Hiong mengerutkan kening.
"Adik," ujar Kou Hun Bijin sungguh-sungguh, "tidak usah
mencemaskan Bun Yang! Bukankah kakak juga tergolong
wanita sesat" Nah, buktinya kakak tidak jahat kok."
"Betul, Paman," sambung Siang Koan Goat Nio.
"Kelihatannya Kakak Phang adalah gadis yang baik, bahkan
punya dendam pula terhadap Seng Hwee Sin Kun."
"Oh" Dia punya dendam apa terhadap Seng Hwee Sin
Kun?" tanya Tio Cie Hiong.
"Hay Thian tahu tentang itu," jawab Sia Koan Goat Hio.
"Lebih baik Paman bertanya kepadanya, agar akan lebih
jelas." "Ngmm" Tio Cie Hiong manggut-manggut
"Kini kita sudah tahu siapa pembunuh kakekku dan Lam
Kiong hujin, maka kita harus pergi membunuhnya," ujar Gouw
Sian Eng sungguh-sungguh.
"Seng Hwee Sin Kun telah terluka, jadi tidak perlu pergi
membunuhnya," sahut Tio Hiong.
"Ini justru merupakan kesempatan baik buat kita untuk
menyerbu ke markas Seng Hwee Kauw "sela Lam Kiong Bie
Liong. "Janganlah kita menyia-nyiakan kesempatan ini, mari
kita segera menyerbu ke sana membunuh Seng Hwee Kunl"
"Kita bukan pengecut," sahut Tio Cie Hiong sambil
tersenyum. "Tentunya kita tidak akan bertindak begitu. Ya,
kan?" "Ini...." Wajah Lam Kiong Bie Liong tampaki kemerahmerahan.
Pada waktu bersamaan, muncul Lu Hui San sambil
memapah Kam Hay Thian. Seketika , Tio Cie Hiong
mengerutkan kening.
"Hui San, kenapa engkau papah dia ke mari?" tanya Tio Cie
Hiong bernada teguran.
"Maaf, Paman!" jawab Lu Hui San dengan kepala
tertunduk. "Hay Thian yang menyuruhku memapahnya ke
mari." "Betul, Paman." sambung Kam Hay Thian. "Harap Paman
jangan mempersalahkan Hui Sanl"
"Hay Thian...." Tio Cie Hiong menggeleng-gelengkan
kepala. "Engkau masih tidak boleh tergerak, namun malah?"
"Paman, aku____" Kam Hay Thian menundukkan kepala.
"Hui San," ujar Lim Ceng Im. "Cepatlah papah dia ke
tempat duduk!"
"Ya, Bibi." Lu Hui San segera memapahnya ke tempat
duduk. Setelah itu gadis tersebut duduk di sebelahnya"Dia Kam Hay Thian." Tio Cie Hiong memperkenalkan.
"Putra Kam Pek Kian dan Lie Siu Sien, namun ayahnya telah
meninggal dibunuh Seng Hwee Sin Kun."
Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ooohl" Toan Wie Kie dan Lam Kiong Bie liong manggutmanggut,
"Hay Thian, bagaimana engkau bisa kenal Ngo Tok
Kauwcu?" tanya Lim Ceng Im mendadak.
"Ketika aku hampir tiba di Lembah Kabut Hitam, tiba-tiba
dia muncul," jawab Kam Hay Thian memberitahukan. "Setelah
itu. kami pun berkenalan Kemudian dia menceritakan tentang
kematian ayahnya, yang ternyata dibunuh oleh Seng Hwee Sin
Kun gara-gara sebuah kitab pusaka, yakni Seng Hwee Cin
Keng." "Oooh!" Lim Ceng Im manggut-manggut. "Dia tidak
menceritakan bagaimana berkenalan dengan Bun Yang?"
"Dia tidak menceritakan tentang itu, hanya bilang kenal
Bun Yang," ujar Kam Hay Thian "Tapi dia memberitahukan,
bahwa Bun Yang yang menyembuhkan wajahnya."
"Oh?" Lim Ceng Im mengerutkan kening "Kenapa
wajahnya?"
"Entahlah." Kam Hay Thian menggelengkan kepala. "Dia
tidak memberitahukan kepadaku."
"Cie Hiong," ujar Lam Kiong Bie Liong sambil
memandangnya. "Apa rencanamu sekarang?" tanya nya.
"Rencana apa?" Tio Cie Hiong heran.
"Mengenai Seng Hwee Sin Kun" sahut Lam Kiong Bie Liong.
"Maaf!" Tio Cie Hiong menghela nafas pa jang. "Aku tidak
punya rencana apa pun, sebab aku sudah tidak mau
mencampuri urusan dunia persilatan."
"Cie Hiong...." Lam Kiong Bie Liong mengeleng-gelengkan
kepala. "Engkau?"
"Kini Seng Hwee Sin Kun telah terluka," ujar Tio Tay Seng,
majikan Pulau Hong Hoang "Kita tunggu saja bagaimana
perkembangannya setelah itu barulah kita berunding."
"Baiklah." Lam Kiong Bie Liong manggut-?unggul. "Tapi
kami tidak bisa lama-lama di sini, sebab Toan Hong Ya telah
berpesan kepada kami harus segera membawa Soat Lari dan
Beng Kiat pulang ke Tayli."
"Oooh!" Tio Cie Hiong manggul-manggut. "Kapan kalian
akan pulang ke Tayli?"
"Lusa," jawab Toan Wie Kie.
"Kok begitu cepat?" Tio Cie Hiong memandangnya.
"Padahal kalian baru tiba di sini."
"Maafl" ucap Toan Wie Kie. "Ayahku yang terpesan begitu,
maka kami harus menurut."
"Oh ya!" Tio Cie Hiong memberitahukan. "Tayli Lo Ceng ke
mari, tapi sudah pergi kemarin."
"Oh?" Toan Wie Kie tertegun. "Apakah Lo Ceng berpesan
sesuatu untuk kami?"
"Tidak" Tio Cie Hiong menggelengkan kepala.
"Sayang sekali!" Toan Wie Kie menghela nafas panjang
"Kami tidak bertemu padri tua itu!"
'Kenapa harus merasa sayang tidak bertemu dia?" tanya
Kou Hun Bijin mendadak, kemudian ter tawa nyaring. "Dia
berkepala gundu!, apakah kalian juga ingin menggundulkan
kepala?" "Bijin, kami-." Toan Wie Kie tergagap. "Kami.-."
"Ha ha ha!" Sam Gan Sin Kay tertawa gelak, "Bijin, engkau
senang apabila mereka juga berkepala gundu!?"
"Hi hi hi!" Kou Hun Bijin tertawa cekikikan "Kalau kepala
mereka digundulkan, isteri mereka pasti merana! Hi hi hi..-!"
--ooo0dw0ooo-- Bagian ke tiga puluh lima
Hian Goan Sin Kang (Tenaga Sakt! Melumpuhkan
Lawan) Di Lembah Ang Hoa Kok (Lembah Bunga Merah) terdapat
sebuah goa yang amat besar dan indah. Lembah tersebut
ditumbuhi bunga-bunga liar berwarna merah, maka dinamai
Lembah Bunga Merah.
Tampak seorang nenek berusia delapan puluhan duduk di
dalam goa itu. Kelihatannya nenek itu sedang melatih
semacam Iweekang. Berselang sesaat, ubun-ubun nenek itu
mengeluarkan uap putih. Itu pertanda Iweekangnya telah
mencapai tingkat yang sangat tinggi.
Justru sungguh mengherankan, karena uap itu sama sekali
tidak buyar, melainkan terus berputar di atas kepala nenek itu.
Beberapa saat kemudian, uap putlb itu menerobos ke dalam
ubun-ubun nenek tersebut.
Perlahan lahan nenek itu membuka matanya, lulu tertawa
nyaring menggetarkan goa itu, bahkan berkumandang di luar
goa pula. Siapa nenek itu" Ternyata Tu Siao Cut murid Thiaan
Gwa Sin Hiap - Tan Liang Tie, adik seperguruan Tayli Lo Ceng.
"Hi hi hil Aku telah berhasil menguasai ilmu Hian Goan Sin
Kang! Hi hi hi..." Tu Siao Cui terus tertawa nyaring dan
bergumam. "Akhirnya aku berhasil menguasai ilmu itu!
Tapi...." Mendadak Tu Siao Cui menangis meraung-raung dengan air
mata berderai-derai, setelah itu bergumam lagi.
"Tapi... aku telah kehilangan masa mudaku. Enam puluh
tahun lebih aku berada di dalam goa ini sehingga membuat
masa mudaku habis di dalam goa ini pula. Aku benci kepada
guruku itu! Benciii...!"
Kenapa Tu Siao Cui membenci gurunya" Kenapa sekian
lama ia berada di dalam goa itu" Apakah dikarenakan berlatih
Hian Goan Sin Kang"
"He he he!" Tiba-tiba Tu Siao Cui tertawa terkekeh kekeh.
"Tapi aku pun telah mengurungnya di dalam goa di Gunung
Hong San, mungkin dia sudah mampus! He lie he..!"
Seusai tertawa terkekeh-kekeh dan bergumam, Tu Siao Cui
bangkit berdiri sambil bergumam lagi.
"Puluhan tahun aku tidak pernah berjalan ke dalam, karena
terluka parah oleh pukulan yang dilancarkan guruku! Namun
hari ini aku sudah kuat berjalan ke dalam. Aku ingin tahu, ada
apa di dalamnya."
Tu Siao Cui mengayunkan kakinya ke dalam Goa itu
memang aneh, sebab batu-batu yang dindingnya
memancarkan cahaya, sehingga membuat goa itu menjadi
agak terang. Kenapa selama puluhan tahun ini Tu Si Cui tidak pernah
berjalan ke dalam menelusuri goa tersebut" Ternyata ia
menderita luka parah akibat terkena pukulan gurunya,
sehingga membuat sepasang kakinya lumpuh.
Oleh karena itu, ia harus mengobati lukanya. Setelah
lukanya sembuh, barulah ia mulai mempelajari Hian Goan Sin
Kang. Kini sepasang kaki nya telah sembuh, maka ia berjalan
ke dalam melihat-lihat goa yang dihuninya itu.
Ketika sampai di ujung goa, ia terbelalak melihat sebuah
sumur alam, dan tampak kabut kemerah-merahan di
permukaan sumur itu.
Tu Siao Cui tercengang. Ia menghampiri sumur alam itu
dan melihat airnya. Sungguh mengherankan, ternyata air
sumur alam itu berwarna merah.
"Herani" gumam Tu Siao CuL "Kenapa sumur alam ini
berwarna merah" Mungkin mengandung racun?"
Tu Siao Cui memungut selembar daun kering lalu
dicelupkan ke air sumur alam itu. Lama sekali barulah
diangkat daun kering itu, lalu diperiksanya dengan teliti sekali.
Daun kering itu tampak segar, oleh karena Itu. Tu Sisa Cui
yakin air sumur alam itu tidak mengandung racun.
"Hi hi hi!" Nenek itu tertawa girang. "Aku akan mandi
sepuas-puasnya! Hi hi hi..."
Tu Siao Cui mulai menanggalkan pakaiannya yang dibuat
dari kulit pohon. Usianya sudah delapan puluh lebih, tentunya
tubuhnya sangat tak sedap dipandang. Dia lalu mencebur ke
dalam sumur alam itu.
Sungguh di luar dugaan, sumur alam itu cukup dalam
sehingga kaki Tu Siao Cui tidak menyentuh dasar sumur alam
itu. Sambil tertawa gembira Tu Siao Cui berenang ke sana ke
mari, kemudian menyelam ke dasar sumur itu. Bukan main
indahnya dasar sumur tersebut karena batu-batu di situ
memancarkan cahaya. Karena ingin menyaksikan keindahan
dari sumur itu, maka ia menghimpun Hian Goan Sin Kang
untuk menahan nafasnya.
Entah berapa lama kemudian, barulah ia muncul di
permukaan air, lalu naik ke atas. Setelah Ia berada di atas, ia
pun terbelalak melihat sepasang tangannya. Ternyata
sepasang tangannya berubah bersih dan halus, begitu pula
sepasang payudara nya tampak agak padat.
Dapat dibayangkan, betapa kaget dan gembiranya Tu Siao
Cui. Cepat-cepat ia melihat wajahnya di permukaan air sumur
itu. Begitu melihat, membuatnya terheran heran, karena
wajahnya yang keriput itu tampak segar dan agak halus.
"Haaah..?" Mulutnya ternganga lebar. "Mungkinkah air
sumur itu akan membuat diriku muda kembali, apabila aku
menghimpun Hian Goan Sin Kang di dalam air sumur alam
itu?" Berpikir begitu, mendadak Tu Siao Cui meloncat ke sumur
alam itu, sekaligus menghimpun Hian Goan Sin Kang.
Tu Siao Cui memang tidak tahu, bahwa sumur itu
mengandung semacam obat yang menghaluskan kulit. Apalagi
ia menghimpun Hian Goan Sin Kang, sehingga mempercepat
proses penghalusan itu.
Beberapa bulan kemudian, Tu Siao Cui yang berusia
delapan puluhan itu telah berubah menjadi seorang gadis
berusia dua puluh, bahkan sangat cantik pula. Itu boleh
dikatakan tidak masuk akal, namun Tu Siao Cui memang
mengalami perubahan itu.
"Hi hi hil Hi hi hil" Tu Siao Cui tertawa girang sehingga
sepasang matanya mengucur, air mata. "Aku sudah muda
kembali, aku sudah muda kembalil Aku akan segera
meninggalkan goa inil Hi hi hi..!'
--ooo0w0ooo-- Sementara itu, di dalam goa es di Gunung Thian San, Tio
Bun Yang telah berhasil mengusai ilmu Kan Kun Taylo Im
Kang. Buktinya mutiara inti es yang digenggamnya itu telah
Pendekar Kelana 4 Rajawali Hitam Karya Kho Ping Hoo Pukulan Naga Sakti 10
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama