Ceritasilat Novel Online

Pendekar Wanita Penyebar Bunga 9

Pendekar Wanita Penyebar Bunga Karya Liang Ie Shen Bagian 9


hingga ia mirip ibu merawati anak.
"Puteri touwsu tahun ini berusia enam belas," berkata pula
si nyonya, "dia dinikahkan sebab menurut dukun, jodohnya
cocok sekali. Mempelai ini berumur empat belas, jadi usia
mereka tidak beda banyak."
Pemuda-pemuda Biauw itu telah memanggang matang
daging kerbaunya, mereka dahar itu sambil minum arak,
mereka gembira sekali, saban-saban mereka bersorak.
"Dalam pesta pernikahan kami, tetamu tak usah diundang
lagi," berkata si nyonya. "Kau pun boleh turut dahar daging
panggang itu."
"Ah, aku tidak lapar."
"Kalau kau tidak dahar daging atau tidak minum arak, itu
artinya kau tidak memberi muka pada tuan rumah," si nyonya
mengasi tahu. "Baiklah, kau tentu malu bercampuran sama
anak-anak itu, nanti aku yang ambilkan."
Sin Cu tidak perdulikan nyonya itu, ia hanya mengawasi
Siauw Houwcu. Ia menjadi lebih heran mendapatkan bocah itu
diam saja, matanya juga mengawasi hanya kesatu jurusan.
Siauw Houwcu tidak lincah lagi seperti biasanya, dia malah
mirip boneka kayu, dia dapat orang perbuat sesukanya. Dari
heran, si nona jadi bercuriga.
Tiba-tiba seorang pemuda Biauw bernyanyi dalam bahasa
Tionghoa: "Puteri Malam di atas langit dikawani mega dadu yang
indah permai, burung hong di muka bumi bagaimana dapat
545 dipasangi burung gaok" Haha! Nona yang begini cantik
kenapa dijodohkan baba begini jelek?"
Sebagai sambutan, seluruh hadirin bersorak ramai.
Sembari bernyanyi, orang itu muncul dari antara orang
banyak. Melihat dia itu, Sin Cu kata dalam hatinya: "Hm! Kau
katakan Siauw Houwcu si baba jelek tapi sebenarnya dia jauh
lebih ganteng dari padamu!"
Pemuda itu bermuka merah tidak keruan akibat banyak
minum arak, rupanya menjadi jelek. Dia mengham-pirkan
Siauw Houwcu, dia mengusap pipi orang seraya berkata:
"Baba kecil, mari aku lihat gigimu sudah tumbuh semua atau
belum?" Siauw Houwcu diam saja, cuma mendadak tangannya
terangkat. "Plok!" demikian satu tamparan, atas mana pemuda jail itu
menjerit kesakitan, tubuhnya terpental roboh, dua buah
giginya copot berdarah!
Para hadirin ribut tertawa.
Lalu seorang lagi bernyanyi:
"Inilah binatang kielin dipasangi dengan burung hong,
bukannya burung hong direndengi dengan gaok!"
Sin Cu bisa melihat, kalau tadinya orang bersikap
menggoda Siauw Houwcu, sekarang mereka itu dipengaruhi
rasa heran dan kagum. Si nyonya sementara itu telah
membawa datang sebuah lodong arak serta sepotong daging
kerbau. Ia serahkan semua itu kepada tetamunya.
546 "Bocah itu sudah sinting, kalau tidak, tidak nanti dia main
gila seperti barusan," katanya.
"Siapa bocah itu?"
"Dia anaknya salah satu kepala di bawahan touwsu.
Memang sudah lama dia gilai puteri touwsu malah pada tahun
yang lalu, dia telah menari bunga sama puteri itu. Nampaknya
puteri pun menyukai bocah itu. Setahu kenapa sekarang
mendadak touwsu jodohkan puterinya pada bocah Han ini
yang tidak terang asal-usulnya. Bocah ini rupanya tidak puas,
dia minum banyak arak, lalu dia menggoda. Ha, bocah Han itu
liehay! Kau tidak tahu, nona, bocah jail itu ada seorang kosen
di antara pemuda-pemuda kami!"
Sin Cu berdiam tetapi kecurigaannya bertambah. Siauw
Houwcu baru berumur empat belas tahun, tak tahu dia urusan
pernikahan. Kalau dia tidak setuju, dengan kepandaian yang
ada padanya, siapa dapat memaksa dia" Sekarang kenapa dia
diam saja" Kenapa dia mau direndengi sama pengantin
perempuan ini" Kenapa dia bisa menghajar pemuda jail itu"
Itu waktu ada terdengar orang meniup terompet tanduk
kerbau yang panjang, hingga beberapa kali, lalu tertampak
sebarisan tukang musik.
"Upacara nikah sudah dimulai!" berkata si nyonya.
Seorang tetua Biauw mengambil dua buah cawan tanduk,
semuanya diisikan arak dicampur darah kerbau, lalu orang tua
itu berseru sebagai menyanyi: "Minum arak perpaduan dua
cawan, saling menyinta sampai di hari tua!" Terus dua cawan
itu dibagi kepada mempelai.
Nona pengantin menyambut dengan malu-malu, baba
pengantin tetapi menyentil cawan seraya berkata dengan
nyaring: "Ayahku telah memesan, sebelum aku dewasa, aku
547 dilarang minum arak!" Dan cawan itu mental tinggi, araknya
tumpah berhamburan. Maka basahlah si orang tua pemimpin
upacara itu! Tak tahan lagi, Sin Cu tertawa. Bukankah lucu Siauw
Houwcu masih ingat pesan ayahnya itu"
Tetua itu terkejut. Tumpahnya arak campur darah itu
beralamat buruk.
Sin Cu terus tertawa di dalam hati, ingin ia menyaksikan
lebih jauh. "Kasikan lagi dia satu cawan!" tiba-tiba satu suara dalam
dan seram, lalu orangnya muncul. Dia mirip orang Han akan
tetapi dandan sebagai orang Biauw, usianya empat puluh
lebih, romannya bengis. Dia yang memerintah tetapi dia
sendiri yang menyiapkan arak campur darah itu, ia sendiri
juga yang membawa ke depan si baba pengantin, terus dia
mengangsurkannya.
"Aku bilang aku tidak minum arak!" Siauw Houwcu bilang.
Mendadak ia menyentil pula dengan dua jari tangannya.
"Jangan main gila!" membentak si orang bengis, yang
menyingkir dari itu sentilan, menyusul mana, cangkir
disesapkan ke tangan Siauw Houwcu, terus ia paksa menuang
ke mulut orang selagi si baba pengantin berseru.
Siauw Houwcu gelagapan, ia lekas menyemburkan keluar
arak campur darah itu, meski demikian, ia dapat minum juga
sedikit. Semua itu terjadi dengan cepat, hingga para hadirin
menyangka baba pengantin meminumnya sendiri. Melainkan
Sin Cu yang melihat nyata. Maka nona ini jadi terkejut. Orang
itu liehay sekali, dia sudah menggunai tipu silat "Meminjam
548 tenaga untuk membunuh orang," yang lebih hebat dari tipu
"Meminjam tenaga menyerang lawan."
Semua anak muda, pria dan wanita, bersorak-sorai seraya
berjingkrakan. Pengiring pengantin lantas membuka payung,
untuk memayungi pengantin perempuan, untuk berjalan
berlalu dari tanah datar itu. Siauw Houwcu, seperti ada yang
mendorong, berjalan di samping pengantinnya itu.
"Selesai sudah upacara ini!" kata si nyonya. "Sebentar di
rumah touwsu orang akan menggodai kedua mempelai!"
*** Sin Cu nelusup di antara orang banyak, untuk mengikuti
kedua mempelai itu.
"Apa" Kau hendak turut mengacau di kamar pengantin?" si
nyonya tanya, tertawa. "Aku sudah tua bangka, rambutku
sudah putih semua, tidak dapat aku turut-turutan bergurau
sebagai kamu anak-anak muda!"
"Kau letih, nyonya silahkan kau pulang lebih dulu," kata Sin
Cu. "Upacara ini menarik hati, sukar aku menemuinya lain kali,
maka ingin aku menonton mereka mengacau kamar
kemantin..."
Upacara menggoda pengantin bangsa Biauw lebih banyak
ragamnya daripada cara orang Han. Kedua mempelai mesti
sama-sama menggigit sebuah pinang. Mempelai laki-laki mesti
membukai tutup muka mempelai wanita. Mempelai wanita
mesti bernyanyi untuk menghaturkan terima kasih kepada
tetamu-tetamunya. Dan lain-lain lagi.
Sin Cu di antara orang banyak terus memperhatikan Siauw
Houwcu saja. Ia dapat kenyataan sinar mata orang mendelong
549 saja, bagai orang hilang semangatnya. Bocah itu menurut saja
apa yang orang suruh dia lakukan.
Habis bergurau sekian lama, laki-laki yang tadi memaksa
Siauw Houwcu minum arak berkata: "Cukup sudah! Mempelai
laki-laki tipis kulit mukanya, kalau dia digoda terus, nanti dia
menangis!"
Orang semua tertawa riuh.
Wanita pengiring mengambil kipas, dia kasikan itu kepada
Siauw Houwcu, yang disuruh mengetok pundak mempelai
wanita tiga kali.
Tiba-tiba Siauw Houwcu mengasi lihat roman sungguhsungguh.
"Dia baik sekali terhadapku, kenapa aku mesti ketok dia?"
tanyanya, keras.
Mendengar itu, kembali orang banyak tertawa riuh. Wanita
pengiring berbisik di kuping mempelai laki-laki: "Inilah
upacara. Kau ketok saja pelahan-pelahan tiga kali."
Bisikan itu seperti tidak didengar nyata Siauw Houwcu,
sebaliknya seorang muda di sampingnya mendengarnya, dia
ini lantas berseru: "Tidak boleh! Tidak boleh. Mesti mengetok
dengan keras, kalau tidak, itu artinya takut bini!"
Kembali orang tertawa gempar.
Matanya Siauw Houwcu bersinar, agaknya ia cemas
hatinya. Mungkin ia ketahui artinya "takut bini" itu, bahwa itu
memalui. Ia lantas angkat kipasnya, tiga kali ia pukul pundak
pengantinnya. Hebat pukulannya itu, setiap kalinya, pengantin
itu berjengit. Bahkan setelah pukulan yang ketiga, dia
550 berlompat, kedua matanya mengeluarkan air, parasnya
berubah pucat. Kembali orang banyak tertawa, semua memuji: "Bagus!"
Sin Cu terkejut. Ia tahu pukulan Siauw Houwcu itu hebat,
pantas nona pengantin kesakitan, melainkan dia mencoba
menahan sakit, dia dapat tidak menjerit. Suara tertawa baru
berhenti kapan orang melihat baju di pundaknya nona
pengantin itu pecah robek, hingga terlihat kulit pundaknya.
Mereka tidak berani menggoda pula. Hanya seorang
mengambil air labu, untuk disiramkan kepada kedua
mempelai bergantian.
"Ha, kau berani siram aku?" membentak Siauw Houwcu. Ia
terus menyampuk sama kipasnya, maka air labu itu berbalik
menjeblok muka si penyiram, muncrat kepada mereka yang
berdekatan. Kali ini suara orang riuh bahna kaget dan heran. Menyiram
dengan air labu itu ada adat kebiasaan orang Biauw, tanda
pemberian selamat, makin basah pakaian pengantin, makin
beralamat baik katanya. Si orang lelaki memegang lengan
Siauw Houwcu, ia membisiki, lalu air labu disiramkan untuk
kedua kali, kali ini basah bajunya Siauw Houwcu. Meski begini,
itulah alamat tak baik. Menurut kepercayaan orang Biauw,
maka di belakang kali, kalau bukan si lelaki tentulah si
perempuan, yang bakal menikah pula.
Sampai di situ selesai sudah upacara mengacau pengantin,
berkesudahan dengan kacau dan kecewa, orang semua lesu.
Selagi orang bubaran, diam-diam Sin Cu sembunyi di gununggunungan
di dalam pekarangan rumah si kepala suku,
kemudian ia naik ke atas genteng kamarnya Siauw Houwcu,
untuk mengintai. Ia lihat dua-dua mempelai duduk di atas
551 pembaringan, keduanya berdiam saja, tidak ada roman
gembiranya. Baru kemudian mempelai perempuan memecahkan
kesunyian. "Eh, kau bilang kau suka aku, nyata kau mendustai"
katanya. "Siapa bilang dusta?" Siauw Houwcu menjawab. "Terhadap
Siauwliong aku tidak sebaik terhadapmu."
"Siapa itu Siauwliong?" si nona tanya.
"Siauwliong itu anaknya tetanggaku yang aku panggil
paman yang nomor dua," jawab Siauw Houwcu. "Dari masih
kecil sekali kita biasa bermain-main berdua, cuma dia bernyali
sedikit kecil. Begitulah di bulan ketiga, dia tidak berani turun
ke empang untuk menangkap ikan. Dia takut dingin!"
Sin Cu ingat ketika pertama kali ia ketemu Siauw Houwcu,
anak ini lagi mengganggu satu bocah nakal. Bocah itulah
rupanya si Siauwliong. Diam-diam ia tertawa dalam hatinya.
Nona pengantin rupanya merasa lucu.
"Mana dapat aku dibanding dengan Siauwliong!" katanya.
"Aku ini isterimu!"
"Isteri" Isteri itu apa?" Siauw Houwcu tanya.
"Isteri yaitu orang paling terdekat denganmu."
"Oh..." agaknya Siauw Houwcu bingung atau linglung, ia
seperti tak aku si nona ada orang terdekat dengannya.
552 "Sebenarnya kau akui aku sebagai isterimu atau tidak?"
sang isteri menanya pula.
"Eh, kenapa sih kau mendesak aku dengan pertanyaanmu
ini?" Siauw Houwcu tanya.
"Habis, kenapa kau tidak mau saling tukar minum arak
denganku?"
"Usiaku masih muda sekali, aku tidak minum arak."
Nona itu sangat mendongkol dan berduka, dia menangis.
"Kenapa kau menangis?" Siauw Houwcu agaknya cemas.
"Aku toh tidak menghina kau?"
"Kau berani menyebut tidak menghinaku" Kenapa kau
pukul aku tiga kali dengan keras" Sampai sekarang pundakku
masih sakit."
"Sebab mereka itu bilang, jikalau aku tidak memukul, aku
takut bini! Oh, kiranya kau gusar karena itu. Nah, kau pukullah
aku tiga kali! Maukah kau" Jikalau masih kurang, kau boleh
pukul sampai enam kali!"
Selagi berkata, sinar mata Siauw Houwcu bercahaya. Sin
Cu lihat dia seperti kembali kepada kenakalannya. Ia
bersenyum, di dalam hatinya ia kata: "Di mana di kolong
langit ini ada mempelai laki-laki bicara seperti bocah cilik?"
Karena memikir begini, timbul pula kecurigaannya. Maka ia
berpikir lagi: "Siauw Houwcu sangat cerdik jarang ada


Pendekar Wanita Penyebar Bunga Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bandingannya, kenapa sekarang dia jadi tolol, mirip anak desa
yang dungu" Kenapa dia kasi dirinya diperbuat sesukanya oleh
orang lain" Inilah bukan sifatnya! Mungkinkah dia telah
kehilangan sifat nuraninya?" Ia ingat Tan Hong pernah
membilang, siapa terlalu bergirang atau terlalu berduka, sifat
553 aslinya bisa hilang atau berubah. Tapi Siauw Houwcu masih
bocah, dia belum kenal asam garamnya dunia. Kenapa dia
agaknya berubah"
"Apa benar?" si nona tanya.
"Kenapa tidak benar" Kalau kau senang, kau pukullah!"
Si rona mengambil kipas. Siauw Houwcu buka bajunya.
"Mulailah! Aku buka bajuku supaya kau memukul
sepuasnya!"
"Plok!" demikian suara pukulan. Si nona benar-benar
memukul dada orang.
"Eh, kenapa nona ini pun bersifat kekanak-kanakan?" Sin
Cu heran. Ia mengawasi lalu ia menjadi kaget. Ia dapatkan
cara memukul si nona ada menurut gerakan menotok jalan
darah, sasarannya pun jalan darah soankie hiat. Dalam
kagetnya, ia siapkan bunga emasnya, siap akan menolong
kalau Siauw Houwcu dihajar hingga pingsan.
Ia mengawasi terus. Ia dapatkan Siauw Houwcu menarik
napas dalam-dalam. Si nona menyerang pula, menotok hingga
tiga kali, semua itu melejit, seperti dada itu ada minyaknya
dan licin. Nona itu menyerang dengan totokan hebat tetapi
Siauw Houwcu merasakannya sebagai garukan. Menampak itu
Sin Cu heran berbareng girang. Baru satu tahun tidak
bertemu, bocah itu sudah maju pesat ilmu Iweekang-nya.
Memang, siapa latihannya ilmu itu sudah sempurna, dia tak
takuti totokan jalan darah lagi. Ilmu itu bisa dicapai dengan
latihan sedikitnya sepuluh tahun. Di India ada ilmu Yoga, yang
pun bisa menutup jalan darah, caranya berlainan dan tempo
pelajarannya sedikitnya dua tiga tahun untuk yang telah ada
dasarnya. Siauw Houwcu mengikuti Hek Pek Moko baru satu
554 tahun, dia telah dapatkan ilmu menutup diri itu, sungguh
langka. "Tiga kali kau membalas menyerang aku, kau puas bukan?"
Siauw Houwcu kata pada kemantinnya.
"Tidak!" sahut si isteri. "Tadi kau pukul aku sampai aku
merasa sakit hingga air mataku keluar, kau sendiri,
mengkerutkan alis pun tidak, jadi kau tidak merasa sakit
sedikit juga."
"Ya, habis apa daya?" kata Siauw Houwcu. "Ilmu ini aku
diajarkan guruku, bagaimana pun kau pukul aku, aku tidak
akan merasa sakit. Ilmu ini tidak dapat dipelajari lain orang."
"Kau dapat belajar, kenapa lain orang tidak ?"
Siauw Houwcu mementang lebar kedua matanya. Ia
rupanya anggap pertanyaan itu beralasan.
"Eh, kau ajari aku ilmu itu, bolehkah?"
Ditanya begitu, sinar mata Siauw Houwcu berubah,
agaknya ia cemas. Ia lantas menggeleng kepala.
"Tidak dapat!" sahutnya.
Si nona heran. Ia menanya kenapa.
"Sebab ini... ini tidak dapat diajarkan kepada lain orang..."
"Ngaco! Lain orang boleh kau tidak ajari, aku lain, aku
isterimu! Suami isteri ada seperti satu tubuh! Bagaimana kau
tidak sudi mengajari aku?"
555 "Beginikah liehaynya satu isteri?" tanya Siauw Houwcu
meringis. "Benar! Apa yang isteri minta suaminya mesti
memberinya!"
"Ah, kalau begitu seumurku aku tidak mau beristeri!..."
"Tapi kita sudah menikah! Mana dapat kau menyangkal!"
Kelihatannya Siauw Houwcu berkuatir, dia duduk bengong
saja. "Begini saja," katanya kemudian. "Aku ajari ilmu ini tetapi
kau tidak dapat menjadi isteriku! Dapatkah begitu?"
"Tidak!" sahut si isteri.
Sin Cu heran mengapa Siauw Houwcu jadi demikian tolol.
Ia menduga nona pengantin itu bakal gusar. Tidak tahunya si
nona menunjang janggut dan berpikir. Kemudian dia kata:
"Baiklah, karena kau tidak sudi jadi suamiku, tidak dapat aku
paksa. Sekarang kau ajari aku ilmumu, tidak apa aku tidak jadi
isterimu. Berapa lama aku mesti belajar?"
"Lamanya tiga tahun atau cepatnya cuma satu tahun,"
sahut Siauw Houwcu.
"Hanya, setelah mempelajari rahasianya, selanjutnya orang
mesti berlatih sendiri."
"Berapa lamanya tempo belajar rahasianya itu?"
"Kurang lebih sepuluh hari."
556 "Baik! Dalam sepuluh hari kau ajarkan aku sampai bisa,
sepuluh hari sehabisnya itu, aku akan melepaskan mengasih
kau pergi!"
"Benarkah itu?" Siauw Houwcu kelihatan girang sekali.
"Kita bangsa Biauw tidak pernah mendustai"
"Baiklah! Sekarang juga aku mengajari kau!"
Sin Cu heran bukan main.
"Rupanya nona ini bukan menikah dengan sesungguhnya,"
ia berpikir. "Dia terlebih muda daripada aku tetapi dia cerdik
sekali. Apakah dia telah diajari oleh orang tua" Ah, hebat!
Apakah ini bukan semacam jebakan, perangkap guna
memperdayakan Siauw Houwcu?"
Ilmu silat ada golongannya masing-masing. Ilmu silat
rahasia sesuatu golongan, atau perguruan, tidak dapat
diajarkan kepada orang luar, kecuali orang dapat perkenan
dari gurunya. Sekarang Siauw Houwcu hendak obral ilmunya
itu, pasti Sin Cu berkuatir. Tidak dapat ia menguasai diri lagi,
ia lompat turun ke bawah, terus ia lompat masuk ke dalam
kamar. Nona pengantin kaget bukan main melihat ada orang
berlompat masuk ke kamarnya, dia ternganga hingga tak
dapat dia mengucapkan sesuatu. Siauw Houwcu pun
menjublak mengawasi Nona Ie, hatinya gelisah.
"Siauw Houwcu, kau kenali aku atau tidak?"
Sin Cu tanya si bocah tanpa ia gubris nona pengantin.
Bocah itu mundur dua tindak. Ia mengawasi.
557 "Kau... kau siapa?" ia tanya. "Di mana kita pernah
bertemu?" ia bingung, ia seperti lagi berpikir keras,
mengingat-ingat sesuatu yang ia lupakan.
Sin Cu masgul sekali. Ia mau percaya, bocah itu telah
makan semacam obat hingga dia tak sadar akan dirinya.
Kasihan bocah demikian lincah kena dibikin jadi dungu begini.
Ia ulur tangannya, ia pegang pundak orang.
"Aku ialah encie Sin Cu-mu!" katanya. "Apakah kau sudah
lupa?" "Encie Sin Cu?" Siauw Houwcu mengulangi, suaranya
pelahan. Ia seperti ingat tetapi tidak berani segera
mengutarakannya.
Sin Cu menatap bocah itu, sampai mendadak ia ingat
pengajarannya gurunya, Thio Tan Hong, tentang ilmu
menyadarkan orang yang lupa ingatan. Dengan mendadak
saja ia menotok jintiong dari Siauw Houwcu tanpa bocah itu
sempat berkelit atau menangkis. Atas itu, Siauw Houwcu
menjerit kaget.
Sin Cu menyambar kipas di atas pembaringan, seraya
membeber dan mengibaskan itu, ia tanya si bocah: "Ingatkah
kau siapa aku?"
Siauw Houwcu mementang kedua matanya lebar-lebar.
"Inilah ilmu yang kau ajarkan aku!" sahutnya lekas. "Encie
Sin Cu!" Memang di musim semi tahun itu, waktu pertama kali
mereka bertemu, si nona telah menggunakan kipasnya
mengipas air di tubuhnya Siauw Houwcu dan sekarang Siauw
Houwcu ingat gerakan tangan orang itu.
558 Sin Cu girang bukan main mendapatkan orang telah sadar.
"Kau telah dapat mengingatnya, bagus!" katanya.
"Sekarang lekas ikut aku pergi!" Ia pun menarik tangan orang.
Tiba-tiba Siauw Houwcu nampaknya bergelisah, rupanya
dia jeri. "Tidak, tidak!" katanya. "Tidak dapat aku pergi. Apakah kau
juga ingin menjadi isteriku ?"
Bocah ini telah makan obat pelupa ingatan, totokannya Sin
Cu kurang tepat, totokan itu tidak dapat dipakai
mengobatinya, mendadak saja Siauw Houwcu ingat "encie Sin
Cu," habis itu, ia tak sadar pula.
Sin Cu mendongkol berbareng geli hatinya. Ia tidak
menyangka bahwa orang belum sadar anteronya.
"Tidak dapat aku menjadi isterimu," ia berkata. "Aku hanya
hendak menolongi kau! Kau takut apa?" Ia sambar pula
tangan orang, untuk ditarik, buat diajak pergi berlari. Justeru
itu ia merasakan sambaran angin di belakangnya. Itulah si
nona pengantin yang dengan sebilah pisau tajam di tangannya
sudah menikam sambil mempelai itu mendamprat:
"Perempuan tidak tahu malu! Kenapa kau merampas
suamiku?" Sin Cu tidak menjadi kaget atau bingung, sembari menarik
sedikit tubuhnya, ia memutar diri, sebelah tangannya diulur,
maka sedetik saja ia sudah dapat merampas pisaunya si nona,
yang ia terus lemparkan keluar kamar.
"Kau yang tidak tahu malu!" ia balik mendamprat. Ia
mendongkol didamprat nona itu. "Kau toh menikah bukan
559 dengan sesungguhnya hati" Kau masih begini muda, kenapa
kau begini licik" Kenapa kau hendak mengakali kepandaian
orang?" Nona pengantin itu mendadak menangis, dia menjatuhkan
diri berguling di tanah, lalu dengan kedua kakinya dia
menendang kalang kabutan kepada Nona Ie. Dia nyata telah
bersilat dengan ilmu silat tendangan berantai.
"Benar! Kau pun mengatakan kau tidak dapat menjadi
isteriku!" tiba-tiba Siauw Houwcu berkata. Ia nampaknya
bingung melihat nona pengantin menangis dan menyerang
hebat itu. Sin Cu berjaga diri dari serangan nona pengantin, satu kali,
ia menyabat kaki orang.
"Jangan lukai dia!" Siauw Houwcu berseru seraya ia
menarik tangan si nona. Bocah ini ketahui itulah serangan
berbahaya. "Dia sebenarnya orang baik!"
"Orang baik apa!" berkata Sin Cu. Kembali ia ayun
tangannya. "Jangan!" Siauw Houwcu mencegah pula. "Baik aku akan
turut kau pergi!"
Inilah jawaban yang diharap Sin Cu, maka ia tarik tangan
orang, ia biarkan si nona pengantin. Keduanya sudah lantas
keluar dari rumah. Baru mereka tiba di pekarangan, mendadak
mereka dengar suara yang seram: "Perempuan siluman yang
bernyali besar! Bagaimana kau berani datang ke mari
merampas baba pengantin?" Kata-kata itu disusul sama
menghalangnya satu orang.
560 Sin Cu segera mengenali orang yang memaksa Siauw
Houwcu minum arak pengantin. Dia mengenakan pakaian
orang Biauw, di kedua lengannya masing-masing ada lima
buah gelang perak, ketika ia berbicara, ia mengangkat kedua
tangannya, maka sepuluh buah gelang itu memperdengarkan
suara beradunya yang nyaring dan berisik.
Sin Cu tidak mempunyakan kegembiraan untuk berbicara,
ia lantas ayun sebelah tangannya melayangkan tiga tangkai
bunga emas, yang ia telah genggam di tangannya itu. Ia
menyerang orang itu di tiga jalan darah cianbie hiat, yangpek
hiat dan hiathay hiat. Orang itu tertawa berkakak, dia
mengibas tangannya yang kiri. Entah tipu silat apa itu yang
dia gunakan selagi dia mengibas, terdengar suaranya yang
rada aneh, lantas sebuah gelang di tangannya itu melesat,
melayang menyamber, tak lurus, tetapi kesudahannya, semua
tiga bunga emas terjatuh ke dalam tangan bajunya. Yang
aneh, gelang perak itu pun kembali ke tangan pemiliknya.
Inilah kejadian di saat Sin Cu hendak menghunus
pedangnya guna menangkis gelang itu. Orang itu mengasi
keluar ketiga bunga emas, apabila dia sudah melihat nyata,
dia menunjuki roman heran. Sin Cu pun tercengang. Ia dapat
kenyataan, caranya orang menggunai gelang adalah dengan
bantuan kekuatannya tenaga dalam, jadi orang ini benarbenar
liehay. "Siauw Houwcu!" ia lantas menyadarkan bocah itu. "Jikalau
kau hendak berlalu dari sini mari kita bekerja sama!" Ia
mengucap demikian karena ia pikir: "Siauw Houwcu telah
maju banyak dalam satu tahun ini, kalau dia membantu, aku
pasti dapat melayani ini orang aneh..."
Di luar dugaannya, ia tidak dapat jawaban dari bocah itu.
Ia dapatkan Siauw Houwcu berdiri menjublak, sedikit juga
561 tidak ada tandanya dia hendak menyambut ajakannya itu. Ia
heran dan merasa kecele.
"Siauw Houwcu, kau kenapa?" ia tanya, membentak.
Bocah itu tidak menjawab, jawaban datang justeru dari si
orang aneh, dengan tertawanya yang dingin dan seram.
"Merampas baba pengantin juga mesti dengan
persetujuannya si baba pengantin sendiri!" dia berkata, dingin.
"Fui! Kau main tarik-tarik orang, sungguh kau tidak tahu malu
barang sedikit juga!"
Sin Cu menjadi gusar sekali.
"Kamulah yang merampas baba pengantin!" ia membaliki.
"Cis Kamu memperdaya kan satu bocah! Tidak tahu malu!"
Kembali orang itu mengasi dengar tertawa dingin.
"Kau hendak bawa lari orang, di sini banyak calonnya!" dia
berkata. "Tapi dia ini tidak sudi ikut padamu! Perlu apa kau
masih berdiam di sini menggerembengi dia" Dengan
memandang kepada tiga buah bunga emasmu ini, aku tidak
hendak melukai padamu. Nah, kau pergilah! Jikalau kau sudah
pulang, kau beritahu pada subomu, kau kau bilang bahwa
Bong Goan Cu murid dari Cekseng Pay menahan tiga buah
bunga emasmu ini! Jikalau dia hendak mengambilnya pulang,
dia boleh datang ke Ouwbong San!"


Pendekar Wanita Penyebar Bunga Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sin Cu murka bukan kepalang. Belum pernah ia terhina
sebagai ini. Parasnya pun berubah pucat. Tidak ayal lagi, ia
cabut pedangnya, pedang Cengbeng kiam.
"Siauw Houwcu, mari kau turut aku pergi!" ia berseru
seraya ia geraki tubuhnya untuk menerobos pergi.
562 "Tinggalkan Siauw Houwcu! Kau pergi sendiri!" membentak
Bong Goan Cu si orang aneh itu dengan suaranya yang keras
dan seram. Ia pun mengibaskan sebelah tangannya yang
panjang, atas mana dua buah gelangnya molos dari
tangannya dan menyamber sambil berputar ke arah nona kita.
Sin Cu terkejut berbareng gusar. Ia menjejak dengan
kedua ujung kakinya, untuk mencelat lompat, ketika kedua
gelang tiba padanya, ia menyabet dua kali beruntun. Di dalam
ilmu ringan tubuh dan menggunai pedang, kecuali kurang
mendalam latihannya,
Sin Cu jarang tandingannya. Hal ini di luar dugaannya si
orang aneh, maka juga, dia kaget bukan kepalang tempo
tahu-tahu dua buah gelangnya itu kena terbacok hingga putus
menjadi empat potong! Tentu sekali dia tidak keburu menarik
pulang... Sin Cu tidak berhenti sampai di situ, sudah kepalang
tanggung, ia mencelat pula, maju kepada orang aneh itu,
untuk menyerang dia, hingga dalam sekejap, sinar pedangnya
sudah berkelebat di depan mata orang.
"Pedang yang bagus!" Bong Goan Cu berseru, sedang
tangannya mengibas. Dia bukannya menangkis, dia hanya
memapaki, untuk menyamber, menyengkeram lengan orang.
Dia bergerak tak kalah dengan dengan kesebatannya Law
Tong Sun. Hebat ancaman bahaya untuk Sin Cu itu, karena
serangan pedangnya sudah berjalan, untuk menariknya
pulang, sudah tidak ada tempo lagi. Segera lengannya bakal
kena dilanggar tangan musuh dan mungkin bakal patah.
Siauw Houwcu rupanya dapat melihat ancaman itu, dia
berseru kaget. 563 Sin Cu sendiri tidak mau menyerah lengannya dibikin patah
untuk menolong diri, ia kasi bekerja tangannya yang kiri.
Dengan dua jari tengah dan telunjuk, ia menotok kepada
tangan lawannya itu!
Bong Goan Cu tidak menyangka sama sekali, dia kaget
tidak terkira. Syukur untuknya, dapat dia membatalkan
serangannya sambil tubuhnya juga dimundurkan, dengan
begitu, serangannya gagal, dia sendiri tertolong.
"Itulah Hookun!" berseru Siauw Houwcu, yang dapat
melihat serangan si nona. Hookun ialah ilmu silat Burung Hoo.
"Tidak salah!" Sin Cu menyahuti bocah ini. Tapi ia
membuka mulut untuk terus berdiam. Kembali ia meneruskan
serangannya kepada orang aneh dari Ouw Bong San itu. Ia
menyerang dengan ujung pedangnya, di bawah itu ikut
bergerak tangannya yang kiri, yang dikasi melengkung sedikit.
"Itulah Pakun!" Siauw Houwcu berseru pula. Ia lantas ingat
tipu silat itu Pakun atau Macan tutul. Ketika dulu hari Hek Pek
Moko di Thayouw mengajarkan dia ilmu silat "Loohan
Ngoheng Kun," kedua saudara Moko itu sudah gunai sasaran
hidup dalam dirinya tujuh pahlawan dari istana. Itu waktu,
Siauw Houwcu ada bersama Sin Cu, keduanya
memperhatikannya hingga sekarang merasa dapat
mengingatnya dengan baik.
Siauw Houwcu telah kena makan obat akan tetapi ia tak
lenyap antero kesadarannya, masih ada sisa ingatannya, maka
itu, melihat penyerangannya Sin Cu itu, ia ingat samar-samar
pengajaran gurunya. Ia lantas saja berpikir keras, untuk
mengingat-ingat terlebih jauh. Sayang, dalam sesaat itu, ia
tidak cukup kuat untuk mengatasi dirinya.
564 Itu waktu Bong Goan Cu telah kerjakan tangan dan
kakinya, dia mulai menyerang si nona, selagi kedua tangannya
menyerang saling susul, kedua kakinya mengikuti maju
merangsak. Nampaknya dia berlaku bengis sekali.
Sin Cu lantas terdesak, terpaksa ia main mundur.
"Kenapa kau tidak hendak menggunai Liongkun?" tanya
Siauw Houwcu. Ia terus memperhatikan jalannya
pertempuran itu, ia melihat kefaeda-hannya "Liongkun" ilmu
silat "Naga".
"Aku lupa!" menyahuti si nona sengaja. Sebenarnya ia
bukannya lupa, ia hanya tidak berani mengadu tenaga, keras
lawan keras, karena ia tahu ia kalah kuat. Di antara Loohan
Ngoheng Kun ilmu silat Lima Macam Hewan Liongkun adalah
yang memerlukan tenaga besar sedang ia sendiri bertenaga
kecil, di lain pihak, musuhnya sangat tangguh.
Bong Goan Cu juga telah dapat melihat kelemahan orang,
ia mendesak di bagian yang lemah itu, ia menggunai ilmu silat
"Kimna ciu" Menangkap Tangan dibantu "Kungoan lat"
Tenaga Sejati. Beruntung buat Sin Cu, liehay ilmu pedangnya dan enteng
sekali tubuhnya, ia dapat bergerak dengan lincah, sedang
Cengbeng kiam, pedangnya itu, ada pedang mustika yang bisa
merusak ilmu tubuh kedot semacam Kimciongtiauw dan
Tiatpousan. Ia bersilat dengan Hookun, Pakun dan juga
Coakun ilmu silat Ular, karena itulah ilmu yang paling tepat
untuknya, tak usah ia menggunakan tenaga berlebihan.
Begitu, dengan pedang ia mainkan ilmu silat Pekpian Hian Kee
Kiamhoat, dengan tangan kiri dengan Ngoheng Loohan kun.
Ia terdesak tetapi ia masih dapat bertahan.
565 Si nona pengantin juga selama itu telah turut menonton
pertempuran, ia berdiri di samping. Sampai itu waktu,
mendadak ia menegur Siauw Houwcu: "Siauw Houwcu,
perkataanmu dapat dipercaya atau tidak?"
Justeru itu, Sin Cu pun menyerukan:
"Siauw Houwcu, kenapa kau masih tidak mau mengangkat
kaki" Dia nanti memaksa kau menjadi suaminya!"
Karena ia berbicara, hampir saja Nona Ie kena dihajar Bong
Goan Cu, yang telah menjambak secara hebat sekali.
"Kenapa kau tidak hendak menggunai Houwkun?" berteriak
Siauw Houwcu. Ia lihat si nona terancam, ia sampai tidak
menghiraukan pertanyaan pengantinnya atau peringatannya
Nona Ie itu. Houwkun ialah ilmu silat "Harimau."
"Ah, Houwkun pun aku lupa!" Sin Cu menjerit dengan
jawabannya. Kembali Bong Goan Cu menyerang, kali ini ia membuatnya
si nona terhuyung tiga tindak. Saking cepatnya peristiwa
berlaku, Siauw Houwcu tidak tahu nona itu terluka atau tidak.
Hanya, saking kaget, sekonyong-konyong dia berlompat
dengan terjangannya, tepat dia mengenai pundak bagian
belakang dari Bong Goan Cu, sembari menghajar dia berseru:
"Houwkun begini bukan?"
Orang aneh dari Ouw Bong San itu tidak menyangka sekalikali
bahwa Siauw Houwcu bakal menyerang padanya, ia tidak
dapat menangkis atau berkelit, maka itu ia merasakan sangat
sakit. Tentu saja ia menjadi sangat murka.
"Siauw Houwcu! Kau berontak?" dia membentak, bengis.
566 Sin Cu menggunai ketikanya yang baik, yang ia memang
sedang cari. Ia tidak mau mengasi ketika bocah itu
terpengaruh si orang aneh.
"Betul!" ia berseru. "Kau gunai lagi Liongkun!"
Di mulut nona kita menganjurkan Siuw Houwcu,
gerakannya adalah lain. Sekonyong-konyong saja ia mencelat,
meninggalkan lawannya, berlompat kepada nona kemantin,
yang ia segera totok urat gagunya, menyusul mana, ia berseru
pula: "Siauw Houwcu, mari kita bekerja sama! Kita robohkan
ini manusia jahat! Dia tentu tidak bakal menjadi isterimu!"
Dengan "dia," Sin Cu maksudkan nona pengantin.
Serangannya ini tepat waktunya, sebab itu waktu si nona
justeru hendak mempengaruh-kan pula Siauw Houwcu,
supaya Siauw Houwcu mengajarkan dia rahasia ilmu silatnya.
Siauw Houwcu terpengaruh kata-katanya Sin Cu. Dia
benar-benar takut takut nanti menjadi suaminya nona
pengantin itu. Di lain pihak, ia mulai merasa semakin
mengingat Sin Cu, kesannya bertambah baik. Karena ini, ia
serang pula Bong Goan Cu.
"Lihat, apakah ini bukannya Liongkun?" katanya
membarengi serangannya itu.
"Benar! Itulah Liongkun!" berseru Sin Cu seraya ia tertawa
terbahak-bahak. Ia pun membarengi menyerang dengan
pedangnya, dengan gerakannya Menggulung Sungai Perak.
Itulah tikaman dari atas ke bawah.
Bicara dari hal ilmu silat, Siauw Houwcu masih kalah jauh
daripada Bong Goan Cu dan walaupun serangannya Ie Sin Cu
sangat liehay, dapat si orang asing mengelakkannya, hanya
567 kali ini dia menghadapi dua serangan berbareng. Dapat dia
berkelit dari kepalan, tidak dapat dari pedang, dapat dari
pedang, mestilah ia kena tertinju. Tentu saja dia tidak sudi
kena ditikam dadanya atau didodet perutnya, dia lebih suka
merasakan bogem mentahnya si bocah. Demikian sudah
terjadi, selagi dia berkelit dari si nona, "Duk!" maka dia
merasakan pinggangnya terhajar hebat, sampai dia terhuyung
beberapa kali. Masih dia bersyukur yang dia bisa menyingkir
dari ujung pedang Cengbeng kiam.
Siauw Houwcu baru berusia empat belas tahun, tetapi
sebagai bocah, ia telah terlatih baik sekali. Sejak umur satu
tahun ketika ia mulai belajar jalan, ia sudah mulai dilatih uraturat
dan tulangnya, ialah dengan setiap waktu dipakaikan
rendaman obat kuat dan setelah ia mulai mengarti ini dan itu,
ia mulai diberikan pelajaran silat pokok, untuk menanam
dasar. Thio Hong Hu mengarti dua-dua ilmu dalam dan ilmu
luar, maka Siauw Houwcu pun dididik dalam dua rupa ilmu
kepandaian itu, mulanya ilmu luar, lalu ilmu dalam. Maka itu,
di antara Sin Cu dan Siauw Houwcu, si nona menang ilmu
silat, si bocah menang tenaga. Demikianlah, hebat Bong Goan
Cu merasakan pukulan bocah itu, meskipun dia tidak roboh,
dia hampir menjerit "Aduh!"
"Bagus!" berseru Sin Cu, yang tak berhenti dengan
penyerangannya, malah dia perhebat. Setelah menikam tiga
kali saling susul, ia serukan si bocah: "Bagus, Siauw Houwcu!
Mari kita bertaruh! Mari lihat, kau punya Lohan Ngoheng Kun
lebih liehay atau aku punya Hian Kie Kiamhoat!"
Bocah-bocah umumnya suka menang sendiri, Siauw
Houwcu tidak menjadi kecuali. Bukankah ia telah berhasil
menggebuk Bong Goan Cu sampai dua kali" Maka itu ia lantas
tertawa berkakakan.
568 "Pastilah tinjuku lebih liehay!" dia menjawab. Dengan tinju
dia maksudkan ilmu silatnya Loohan Ngoheng Kun itu. "Kau
lihat tua bangka ini, dia tidak dapat berkelit! Lihat, akan aku
hajar pula hidungnya dengan Pakun!" Dia terus lempangkan
pinggangnya, dia menyambar dengan kepalan kirinya,
berbareng dengan mana, kepalan kanannya meninju!
Itulah gerakan Pakun atau ilmu silat Macan Tutul.
Berbareng dengan itu, Ie Sin Cu juga menyerang dengan
pedangnya, bagaikan "Bianglala Perak Menyamber Melintang,"
guna memegat jalan mundur lawan mereka.
Dikepung begitu rupa, jago dari Ouwbong San itu terpaksa
mesti berlompat ke depan. Tidak dapat ia mundur, dan kalau
ia diam saja, ia bakal dihajar pula si bocah! Walaupun begitu,
meski juga ia berlaku gesit sekali, ia masih kalah cepat dari
Siauw Houwcu. Dengan menerbitkan suara dalam, batang
hidungnya terhajar tepat hingga kembali ia merasakan sakit.
Girangnya Siauw Houwcu bukan alang kepalang.
"Lihat, akan aku serang pula dia dengan Hokun!" dia
berseru pula. Bong Goan Cu mendongkol sekali, sedang hidungnya telah
mengucurkan darah!
"Kali ini tidak nanti kau dapat meninju aku," pikirnya. Ia
berkelit dari serangannya Sin Cu, yang telah mendesak pula,
sembari menangkis, ia angkat sebelah kakinya untuk
menendang si bocah, menendang kepalan orang. Di waktu
melawan demikian, ia tidak pernah pikir liehaynya Loohan
Ngoheng Kun, yang mengutamakan kecepatan. Maka juga,
cepat gerakannya kaki, lebih cepat pula melesatnya tinju.
Hanya, disebabkan kaki itu menghalang di tengah jalan, maka
569 bagian dengkulnya yang kena dihajar! Mau atau tidak, jago
Ouw Bong San itu mesti menekuk kaki berikut tubuhnya.
"Hai, kau berlutut di depanku memohon ampun?" berseru
Siauw Houwcu yang melihat gerak-gerik orang itu. "Ah, tidak
enak hatiku untuk menghajar pula padamu!..."
Pertempuran itu telah mengejutkan orang-orang di rumah
touwsu itu serta dekat-dekatnya, yang termasuk satu
halaman kampung, begitupun sejumlah penari-penari bunga
yang masih belum berlalu. Mereka itu lantas lari menghampirkan.
"Tidak bagus!" Sin Cu teriaki Siauw Houwcu apabila ia
tampak mendatanginya banyak orang. "Jikalau kau tidak hajar
tua bangka ini, kita pasti tidak bisa lolos dari sini!"
Siauw Houwcu kena dipengaruhkan pula.
"Baiklah, akan aku hajar pula dia dengan Liongkun!" ia
berseru menyahuti, terus dengan mengerahkan tenaganya, ia
menyerang pula Bong Goan Cu.
Jago Ouwbong San itu tengah tak berdaya, maka itu
kembali ia kena dihajar. Ini kali ia tidak dapat bertahan lebih
lama pula, begitu terserang, ia menjerit, tubuhnya roboh
terguling, tidak dapat ia lantas merayap bangun pula. Sin Cu
tidak mau bekerja kepalang tanggung. Meninggalkan Bong
Goan Cu itu, ia lompat memapaki orang banyak, ia serang
mereka itu tanpa memilih bulu. Ia tidak menggunai
pedangnya, hanya ia menotok setiap orang yang berada
paling dekat dengannya, hingga orang tidak dapat berdaya
lagi kecuali nanti, selang dua belas jam, mereka itu akan
bebas sendirinya. Setelah itu, dengan menyekal lenganya
Siauw Houwcu, ia tarik bocah itu untuk dibawa lari kabur dari
rumahnya touwsu.
570 Sesudah lewat tengah malam itu suasana jadi sunyi sekali.
Ketika Sin Cu berdua sampai di tanah datar di mana tadi orang
menarikan bunga dan kedua mempelai menjalankan upacara,
di sana pun sunyi senyap, tinggal sisa api bekas memanggang
daging kerbau serta berserakannya bunga-bunga. Di situ si


Pendekar Wanita Penyebar Bunga Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

nona memandang kawannya, ia lantas saja tertawa.
Siauw Houwcu masih mengenakan pakaian pengantin!
Habis itu, nona ini berdiri diam. Aneh pengalamannya malam
ini, ia merasakan seperti habis bermimpi. Ia pun merasakan
dunia sangat luas tetapi sepi...
Siauw Houwcu sendiri juga merasa ia tengah bermimpi,
kedua matanya celingukan ke sekitarnya. Sekian lama ia
mengawasi Sin Cu. Akhir-akhirnya ia membuka mulutnya. Ia
tanya: "Ke mana kau hendak membawa aku?"
"Kau sendiri hendak pergi ke mana?" si nona balik
menanya. Ia lihat orang bingung atau belum sadar betul.
"Aku tidak tahu," menyahut anak itu, ke tolol-toloan.
"Kenapa kau dapat datang kemari?" Sin Cu menanya pula.
"Aku tidak tahu!"
"Kenapa kau tidak tahu" Mustahilkah kau jatuh dari atas
langit" Coba kau pikir baik-baik. Kapan pengantinmu itu
muncul di dampingmu" Mustahil dia muncul dari dalam
tanah?" Habis berkata, si nona tertawa manis. Siauw Houwcu
tunduk. Ia rupanya berpikir. Ketika ia mengangkat kepalanya,
matanya memperlihatkan sinar berkuatir, suatu tanda hatinya
tidak tenang. 571 "Aneh sekali!" katanya kemudian. "Dia memang seperti
muncul dari dalam tanah! Rasanya, begitu aku mendusin, dia
sudah berada di dampingku, lagi melayani aku..."
Sin Cu pun heran.
"Mana gurumu?" ia tanya. Ia menanya tetapi hatinya
mengatakan: "Hek Pek Moko itu beroman sangat luar biasa,
tidak nanti Siauw Houwcu dapat melupakan mereka."
"Guru" Guru apa?" Siauw Houwcu balik menanya.
"Apakah ilmu silatmu didapat sejak kau dilahirkan?" berkata
si nona, menanya.
"Siapakah yang telah ajarkan kau ilmu silat itu" Kau
ingatkah?"
Siauw Houwcu berpikir pula. Agaknya ia pusing.
"Seperti ada banyak orang yang mengajari aku..." sahutnya
kemudian. "Ha, aku ingat sekarang! Kau juga pernah
mengajarkan aku! Aku menyampok arak dengan kipas,
sampokan itu adalah ajaranmu! Ya, kaulah guruku!"
Sin Cu berduka sekali berbareng merasa lucu, mau ia
tertawa, tetapi tidak dapat. Bocah ini lupa akan dirinya, dia
harus dikasihani.
"Entah dia telah di-kasi makan obat apa sampai gurunya
pun dia lupakan," pikirnya.
"Walaupun demikian, ia agaknya belum melupakan semuamua.
Bukankah tadi setelah melihat aku, dia rada-rada masih
mengingatnya?"
572 "Enciel" berkata Siauw Houwcu, menanya. "Eh, suhu!.
Sekarang kita hendak pergi ke mana?" Dia memanggil
encie dan suhu dengan beruntun. Rupanya dia masih ingat
nona itu pun gurunya (suhu).
Sin Cu juga tidak tahu ke mana ia harus ajak bocah ini
tetapi ia tertawa.
"Aku bukannya gurumu, akulah encie-mu1." ia bilang.
"Gurumu adalah dua orang India yang parasnya masingmasing
hitam dan putih!"
Kedua matanya Siauw Houwcu mencilak, ia seperti ingat
suatu apa. "Ah, aku takut!..." katanya.
"Kau takut apa?" si nona tanya.
"Aku takut padamu!"
Nona itu tertawa.
"Kenapa kau takut padaku?"
"Sebab dia telah bilang padaku, kecuali dia, tidak ada lagi
orang lain yang hatinya baik. Tadi kau telah serang dia, aku
takut..." Dengan "dia," terang bocah ini maksudkan
pengantinnya. Inilah Sin Cu bisa duga.
"Benar-benarkah kau percaya dia?" ia tanya, tertawa.
Siauw Houwcu tidak menjawab, dia cuma mengawasi.
"Habis dia itu hendak jadi isterimu! Apakah kau tidak
takut?" 573 Tubuh Siauw Houwcu menggigil.
"Benar, kelihatannya setiap orang pun menakuti!..."
katanya. Nyata dia jeri.
"Bagaimana aku mesti berbuat untuk membikin dia
mempercayai aku?" Sin Cu tanya dirinya sendiri. Ia berpikir
keras. Tiba-tiba ia kena raba sesuatu di pinggangnya. Segera
ia menanya: "Ayahmu telah wariskan kau golok Bianto apakah
golokmu itu masih ada?"
Siauw Houwcu mengawasi dengan bengong.
"Masih ada!" sahutnya sesaat kemudian. Goloknya itu ada
golok lemas, yang dia libat di pinggangnya bagaikan sabuk,
sampai si nona pengantin pun tidak mendapatkannya. Dia
lantas lepaskan golok itu dari pinggangnya, terus dua kali dia
membacok ke udara.
"Bukankah ini golok itu?" dia tanya. Dia ada begitu
gembira, di situ juga dia lantas bersilat, memainkan ilmu golok
Ngohouw Toanbun too. Dia tertawa, terus dia tanya: "Kau
lihat, aku masih belum lupa!"
"Betul!" Sin Cu menyahuti.
"Kuat ingatanmu! Sekarang coba kau mengingat-ingat pula.
Siapakah yang ajari kau ini ilmu golok?"
"Pasti sekali ayah!" sahut Siauw Houwcu, cepat dan
bangga. "Ayahku ada satu enghiong terbesar, satu hoohan
sejati!" "Mana baju yang berlumuran darah dari ayahmu itu?" tibatiba
Sin Cu menanyakan lain hal.
574 Kembali Siauw Houw menjublak.
"Baju yang berlumuran darah?" katanya, bagaikan
mendumal. "Benar, baju berdarah!" Sin Cu memberi kepastian.
"Mustahil kau lupai baju ayahmu itu?"
Siauw Houwcu berdiam, pikirannya bekerja. Erat sekali
perhubungan di antara ayah dan anak, tidak gampang untuk
melupakan itu. Sebagaimana Sin Cu tidak dapat melupakan
Tan Hong, gurunya, yang ia sangat puja. Siauw Houwcu
sebaliknya sangat menghargakan dan memuliakan ayahnya
itu. Pelahan-lahan ingatannya itu seperti terbangun.
"Eh, mengapa ayahku memberikan aku baju berdarah itu?"
katanya, habis menjublak lagi sekian lama. "Ayah penasaran
kenapakah?"
"Ayahmu itu orang baik atau bukan?" Sin Cu tanya
mendadak. "Apa perlunya untuk menyebutkan itu lagi?" Siauw Houwcu
menjawab, membentak. Ia terlihat murka.
"Ini golok Bianto serta baju berdarah itu, siapakah yang
kasikan padamu?" Sin Cu tanya pula tanaa pedulikan
kemarahan orang.
Bocah itu mementang lebar matanya.
"Itulah kau!" serunya. "Ya! Encie Sin Cu, sekarang aku
percaya kau, kau memang orang baik! Bilangi aku, encie,
kenapa ayahku serahkan baju berdarah padaku?"
575 Sin Cu menatap, ia bersenyum.
"Kau percaya aku, itulah bagus," sahutnya. "Tentang
ayahmu itu nanti saja aku tuturkan padamu. Sekarang coba
kau pikirkan, kenapa kau dapat tiba di sini. Dan kedua gurumu
itu, ke mana mereka sudah pergi?"
Sengaja Sin Cu menanya begini, supaya orang tidak
"terpukul" urusan hebat dari ayahnya dia itu. Ia pun mencoba
menggempur ingatan orang yang kabur. Sia-sia usahanya ini.
Siauw Houwcu, tidak dapat lantas mengingatnya.
Sin Cu menanti, ia mencoba menanya, hasilnya tidak ada.
Hingga ia ingat: "Pernah aku dengar di wilayah orang Biauw
ini ada kedapatan beberapa rupa rumput obat yang mujijad,
sekarang baiklah aku ajak Siauw Houwcu ke rumah si nyonya
yang rumahnya aku tumpangi, untuk menanyakan
keterangannya."
Untuk pulang dengan mengajak Siauw Houwcu, Sin Cu
tidak menampak kesukaran. Siauw Houwcu benar-benar telah
mempercayai ia, tempo ia mengajak, bocah itu mengikuti
dengan jinak Nyonya rumah sudah tidur ketika Sin Cu mengetok pintu. Ia
mendusin dengan kaget.
"Apakah sudah bubaran orang mengacau di kamar
pengantin?" menanya nyonya itu sambil ia turun dari
pembaringannya. "Aku menyangka kau akan pulang di waktu
terang tanah!"
Ia membuka pintu, tangannya memegang sebatang obor
cabang cemara. Lantas saja ia terkejut kapan ia melihat si
nona datang berdua dan bersama siapa. Ia sampai tergugu.
576 "Kau... kau..." katanya kepada Siauw Houwcu. "Bukankah
kau si mempelai laki-laki" Ha, perawan yang bernyali besar!
Kenapa kau bawa pulang baba mantunya touwsu kami?"
Perkataan itu, pertanyaan itu, ditujukan kepada si bocah dan
si nona berbareng.
Sin Cu bersikap tenang.
"Dia ini ialah adikku," ia menjawab. "Entah dia makan obat
apa, ingatannya menjadi kacau hingga dia lupa segala apa.
Sebenarnya dia sungkan menjadi baba mantunya touwsu !"
Nyonya itu heran.
"Ha" Benarkah itu?" katanya. Ia lantas menyuluhi mukanya
Siauw Houwcu. Mendadak ia ketakutan, mukanya menjadi
pucat. Ia lantas tarik Sin Cu ke samping.
"Celaka!" serunya. "Dia bukan cuma telah makan obat lupa
ingatan, dia pun terkena buatan orang! Lewat satu tahun
habis ini, kalau dia tidak ditolong dengan obatnya orang yang
mencelakai dia, dia pasti bakal mati! Mungkin ini ada
perbuatan puterinya touwsu, yang kuatir adikmu berubah
hatinya. Sudah obat pelupa itu sukar disembuhkannya, obat
racun itu terlebih sukar lagi seperti aku katakan, cuma
pembuatnya yang dapat menolongnya..."
Sin Cu terkejut. Ia mau percaya keterangannya nyonya ini.
Selang sesaat baru ia dapat kembali ketenangannya. Menurut
nyonya itu, daya pertolongannya bukannya tidak ada. Ia
lantas minta si nyonya tolong mengobati itu penyakit lupa
ingatan. Nyonya itu berdiam sekian lama, lalu dengan cepat ia pergi
keluar rumahnya. Ia pergi tidak lama atau ia telah kembali,
tangannya membawa segeng-gam rumput, ialah daun obat
577 yang ia maksudkan. Ia lantas saja masak air, untuk menyeduh
rumput itu, yang terus diminumkan kepada Siauw Houwcu.
"Pahit!" kata si bocah habis dia menenggak seceglukan.
"Satu enghiong, satu hoohan, dia tidak takut langit atau
bumi!" berkata Sin Cu. "Masa dia takut rasa pahit?"
"Akur!" menimpali Siauw Houwcu, lantas dia cegluk habis
air obat yang pahit itu. Hanya, habis itu, ia kata: "Ah, aku
kepingin tidur!"
Nyonya rumah menepuk punggung orang dua kali.
"Baiklah, pergi kau tidur!" katanya.
Siauw Houwcu tapi-nya bukan tidur, dia hanya duduk
bersila, kedua matanya dimeramkan. Nyata ia duduk
bersamedhi. Sin Cu mengeluarkan sepotong perak, ia angsurkan itu
kepada si nyonya.
Nyonya itu agaknya tidak senang, dia menampik uang itu.
"Aku lihat kau baik, aku suka membantu padamu," Ia
berkata. "Apakah kau sangka aku mengharap uangmu?"
"Maaf, maaf!" berkata Sin Cu lekas. Ia simpan pula
uangnya. Nyonya itu menghela napas.
"Aku juga tidak merasa pasti obatku akan berhasil atau
tidak," katanya kemudian.
578 Sin Cu terperanjat.
"Kenapa begitu?"
"Obatku ada obat yang umum," menerangkan si nyonya.
"Racun yang dimakan adikmu ini sebaliknya mirip dengan
racun terhebat yang sulit didapatnya di wilayah kita ini.
Namanya racun itu ialah Bongyu cauw rumput lupa kedukaan.
Lagi pula ia kena buatan orang, maka setelah makan obatku,
mungkin dia tak sadar seluruhnya.
Hanya, melihat keadaannya sekarang ini, mungkin
ingatannya akan kembali."
Keduanya lantas berdiam. Sin Cu dengan pikiran kurang
tenang. Berselang lagi sekian lama, Siauw Houwcu kelihatan
menggeraki pinggangnya dibikin lempang. Terus saja dia
membuka matanya.
"Aku merasa lega," katanya. "Aku ingat sekarang! Kedua
guruku telah bertempur sama satu orang, bertempurnya di
dalam sebuah rumah yang luar biasa..."
Sin Cu terkejut.
"Tunggu!" katanya. Terus ia menghadapi nyonya rumah,
akan berkata: "Nyonya, terima kasih untuk kebaikan kau.
Sekarang juga aku mesti berangkat pergi..."
"Benar," berkata si nyonya, yang mengarti maksud orang.
"Memang kamu mesti lekas pergi menyingkir. Begitu lekas
sang fajar datang, sukar untuk kamu melarikan diri!"
579 Lagi sekali Sin Cu mengucap terima kasih, terus ia ajak
Siauw Houwcu lari keluar.
"Dengan siapa kedua gurumu itu berkelahi?" si nona tanya,
sesudah mereka sedikit jauh dari rumah si nyonya.
"Bagaimana caranya kau berpisah dengan kedua gurumu itu?"
"Aku merasa aku dan kedua suhu datang dari tempat yang
jauh sekali," Siauw Hou Cu menyahut. Ia agaknya berpikir.
"Pada suatu hari, setahu kenapa, kami memasuki sebuah
rumah tua semacam bentengan. Di sana sedang diadakan
pesta. Para hadirin di situ, semuanya beroman luar biasa.
Yang lebih menakuti adalah seorang di antaranya. Dia lanang
kepalanya, tubuhnya sangat kurus, kulitnya kering, dia mirip
dengan mayat hidup. Meski begitu, terhadap kedua guruku,
nampaknya mereka hormat sekali, mereka mengundang


Pendekar Wanita Penyebar Bunga Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

minum arak. Habis itu, entah kenapa, mendadak mereka
berkelahi. Aku membantu kedua guruku melawan mereka.
Tiba-tiba aku kena dijambak si mayat hidup, lantas aku tak
sadar lagi. Ketika kemudian aku mendusin, aku rebah di
rumah si touwsu tadi. Puteri touwsu itu mengasi aku minum
secangkir teh panas. Setelah itu, kacaulah ingatanku. Tapi dia
berlaku sangat baik padaku, setiap hari dia merawat dan
melayani aku dengan telaten sekali. Sesudah aku sembuh,
lantas dia menggerembengi aku, dia bilang dia mau menjadi
isteriku. Coba aku tahu dia bukannya isteri yang baik, tidak
nanti aku menerima baik untuk menjadi suaminya."
Sin Cu tak tahan tertawa. Bukan saja ceritera Siauw
Houwcu lucu, ia pun senang yang ingatan orang telah pulih
kembali, meskipun belum seluruhnya.
"Kalau benar dia mempunyakan tempo satu tahun untuk
dapat disembuhkan dari racun buatan orang itu," ia berpikir,
"masih ada tempo untuk mendaya-kan memaksa si
perempuan siluman menyerahkan obat pemunah-nya.
580 Sekarang ini perlu dicari tahu dulu di mana adanya Hek Pek
Moko." Maka ia lantas tanya Siauw Houwcu: "Di mana
letaknya benteng tua itu" Apakah kau masih ingat?"
"Nanti aku coba mencarinya," menyahut bocah itu. "Kalau
tidak salah adanya di lembah di gunung depan itu..."
Sin Cu suka mengiringi, maka sekarang dialah yang
dipimpin Siauw Houwcu pergi ke gunung di depan mereka.
Jalanan sukar dan banyak tikungannya tetapi bocah itu dapat
mengingatnya. Tidak selang lama, tiba sudah mereka di
sebuah lembah yang gelap di mana cahaya rembulan tak
dapat menembus masuk. Cuma ada cahaya yang kecil sekali
yang molos di antara sela-sela batu. Dari atas gunung sering
terdengar suaranya si burung malam dan angin gunung yang
dingin saban-saban meniup bersilir. Hawa dingin itu dan
suasana lembah itu dapat membuat orang bangun bulu
romanya. Sin Cu sendiri sampai merasa seram.
Lagi sekian lama, lalu Siauw Houwcu menghentikan
tindakannya. "Sudah sampai!" katanya. "Lihat, itulah benteng tua itu!"
Sin Cu mengawasi benteng yang ditunjuk si bocah.
Bangunan itu memang luar biasa. Di empat penjuru tembok
semua. Di kiri dan kanannya ada bangunan seperti menara
bundar. Sebuah pintu sempit sekali kedapatan di situ, sempit
hingga cuma muat satu orang untuk keluar dan masuk. Dari
dalam pintu itu terlihat sinar terang dari api. Sebab pintu itu
terbuka. Pula dari dalam terdengar suara orang bicara sambil
tertawa-tertawa, meskipun lapat-lapat.
Ketika itu sudah jam empat, di dalam benteng masih ada
api menyala dan pula suara orang pasang omong, benarbenar
luar biasa. Cuma sedetik saja Sin Cu bersangsi, lantas ia
581 tarik tangannya Siauw Houwcu, buat diajak menghampirkan
pintu itu, untuk ke dalamnya, terus ke sebuah ruang besar. Di
situ ada sebuah meja panjang, di atasnya tersajikan rupa-rupa
barang hidangan berikut araknya. Duduk di meja tuan rumah
ada seorang yang kepalanya gundul licin, tubuhnya kurus
sekali dan kulitnya kering, benar mirip satu mayat hidup.
Di tempat tetamu, semua kursi kosong. Adalah di
lorongnya, di kiri dan kanan, ada berbaris pelayan pria dan
wanita. "Itulah dia si orang aneh!" berkata Siauw Houwcu
menunjuk si mayat hidup. Ia agaknya tidak jeri, sebagaimana
juga Sin Cu. Kalau tidak, tidak nanti mereka berani masuk
sampai di ruang besar itu.
Melihat Siauw Houwcu, kelihatan si mayat hidup itu kaget,
sampai ia mengeluarkan sepatah kata tertahan. Kemudian
barulah ia berkata terus.
"Kenapa kau tidak jadi mempelai di rumahnya touwsu?"
demikian pertanyaannya. "Mau apa kau datang ke mari?"
"Aku tidak menginginan isteri!" teriak Siauw Houwcu
dengan jawabannya. "Aku menghendaki guruku!"
Orang aneh itu tertawa dingin.
"Suhu apa kau ada punya?"tanyanya.
"Kenapa aku tidak punya suhu?" Siauw Houwcu
membentak pula. "Guruku bukan cuma satu! Bukankah itu
hari aku punya Hek Suhu telah berkelahi denganmu di sini"
Lekas kembalikan guruku!"
Wajahnya orang aneh itu jadi semakin tak enak dilihat.
582 "Siapakah yang telah memberi obat pemunah kepadanya?"
dia menanya bengis pada seorang di sampingnya, ialah
muridnya. "Lekas bekuk dia!"
Murid yang diperintah itu bergerak maju, akan tetapi baru
ia bertindak, ia sudah diserang Sin Cu dengan setangkai
bunga emas, tepat mengenai jalan darahnya, bukan dia
roboh, dia hanya menindak seraya kedua tangannya diangkat,
seperti mengancam hendak menerjang.
Orang aneh itu mengasi dengar suara tertawa terkekeh
yang menyeramkan.
"Kiranya ada Thio Tan Hong yang menjadi tulang
punggungmu!" katanya bengis, mengejek. "Pantas kamu
berani datang ke mari meminta orang!" Dia melenggak, dia
tertawa tiga kali, terus dia berkata nyaring: "Thio Tayhiap
kesohor di dunia ini, mengapa kau menyembunyikan kepala
dan mengumpatkan ekor" Kenapa kau cuma kirim dua bocah
datang mengacau di sini" Kau sembunyi saja, apakah kau
tidak kuatir nanti ditertawakan orang" Diundang tidak sama
dengan bertemu secara kebetulan, maka itu silahkanlah
masuk ke mari. Aku silahkan kau minum tiga buah cangkir!
Tidak ada halangannya bukan?"
Sin Cu melihat orang menggerakki tubuh dan tangan
seperti orang yang mempersilahkan tetamunya masuk dan
duduk, mau atau tidak, ia menjadi tertawa berkakakan.
"Apakah kau melihat hantu?" di menegur sekalian
mengejek. "Guruku ada di Tali di gunung Khong San! Jikalau kau
hendak mengundang dia menghadiri pestamu ini, lekas kau
583 menulis surat undangannya, kau serahkan itu padaku, nanti
aku yang tolong membawa dan menyampaikannya!"
Orang aneh itu mengawasi dengan perasaan sangat heran.
Dia tidak menyangka sekali orang ada demikian berhati besar.
Ia menduga Thio Tan Hong datang bersama. Ia pun mau
percaya Siauw Houwcu ditolongi Tan Hong. Karenanya tidak
berani ia lancang turun tangan. Sekarang mendengar Tan
Hong berada jauh di gunungnya, wajahnya lantas saja
menjadi berubah bengis.
"Kau dengar tidak perkataanku?" dia tanya Siauw Houwcu.
Kedua matanya pun mencorong menatap bocah itu. Kemudian
dia menyapu dengan matanya yang berpengaruh itu kepada
Sin Cu. Tanpa merasa, kedua orang itu bergidik sendirinya. Sin Cu
merasa mata orang mempunyai pengaruh iblis, yang
membuatnya hati orang goncang. Maka ia lantas saja
menguasa dirinya, kepada Siauw Houwcu ia membisiki: "Lekas
pusatkan pikiranmu, jangan kau awasi dia!"
Siauw Houwcu sudah menjublak seperti ia terkena
pengaruh ilmu sihir, mendengar kisikan si nona, mendadak ia
sadar. Malah segera ia membentak: "Siapa sudi dengan
perkataanmu" Aku cuma dengar perkataan guruku! Mana
kedua guruku itu?"
"Kedua gurumu itu bukan tandinganku," menyahut si orang
aneh. "Mereka telah aku hajar hingga mereka lari kabur!"
"Ngaco!" Siauw Houwcu membentak. "Kedua guruku ada
enghiong-enghiong di jaman ini, mana dapat kau menghajar
mereka!" 584 "Baik!" seru orang aneh itu. "Jikalau kau tidak percaya,
mari aku ajak kau pergi melihatnya!" Sembari mengatakan
demikian, setindak demi setindak dia menghampirkan si
bocah, kedua matanya dengan sinarnya yang tajam terus
menatap, mukanya memperlihatkan senyum aneh.
"Celaka!" berseru Sin Cu di dalam hatinya seraya terus ia
menimpuk dengan tiga buah bunga emasnya.
Orang aneh itu tertawa dingin.
"Segala mutiara sebesar biji beras juga mengeluarkan
sinar!" mengejeknya. Ia mengibaskan tangannya, jari-jarinya
menyentil. Dengan menerbitkan suara nyaring, ketiga bunga
emas terpental nyamping tinggi, nancap di balok penglari
merupakan tiga segi seperti huruf " pin." Coba serangan itu
mengenai tubuh manusia, sasarannya ialah tiga jalan darah
lengciu hiat di kiri buah susu serta pusar.
Hebat sentilannya orang aneh itu, Sin Cu kaget hingga
parasnya berubah menjadi pucat, karena ia tahu, bunga
emasnya itu tajam di empat penjuru, tidak dapat senjata
rahasia itu membentur daging. Tapi sekarang si orang aneh
menyentilnya! Malah sentilan itu mengasi dengar suara
nyaring, itu menyatakan tangannya bukan seperti berdarah
daging... "Siauw Houwcu lekas gunai Liongkun!" ia segera serukan
kawannya. Meski ia kaget dan gentar hatinya, ia masih ingat
akan bahaya yang mengancam mereka. Ia sendiri pun sudah
lantas menghunus Cengbeng kiam.
Siauw Houwcu berada di sebelah depan, dia sudah lantas
menyerang. 585 "Bus!" demikian serangannya mengenai jitu tetapi suaranya
seperti ia memukul rumput layu dan tubuh orang pun tidak
bergeming jangan kata terhuyung. Malah si orang aneh pun
sudah lantas mengibas mental pedangnya si nona.
"Haha!" dia tertawa lebar. "Biarpun pedangmu tajam, apa
dia bisa bikin terhadap aku?" Dia mengejek Sin Cu, matanya
tapinya melirik tajam kepada Siauw Houwcu, suaranya yang
bengis diperdengarkan: "Hm! Kau berani tidak dengar kataku!"
Siauw Houwcu bergidik, ia mengigil. Sin Cu penasaran
kembali ia menyerang dengan hebat, tiga kali beruntun. Orang
aneh itu sangat terkebur, dia tetap membawa sikapnya yang
sangat memandang enteng kepada si nona, dia pun
menggunakan pula kibasannya untuk menghalau pedang,
supaya pedang itu terpental seperti tadi. Akan tetapi kali ini
dia keliru menduga, dia tidak menginsafi liehaynya ilmu
pedang Hian Kee Kiamhoat dari Hian Kee Itsu. Tanpa
keliehayannya itu, Hian Kee Kiamhoat tidak nanti menjadi
sangat tersohor.
Dua serangan Sin Cu yang pertama gertakan belaka, yang
ketiga kali adalah serangan sungguh-sungguh, dan
gerakannya pun diubah sedikit di saat ujung pedang
meluncur. Maka "Bret!" robek dan kutunglah ujung bajunya si
orang aneh itu!
"Sayang!..." Sin Cu mengeluh. Sebenarnya ia mengarah
lengan si orang aneh, untuk dibikin putus, saking lincahnya
musuh, ia tidak dapat mencapai maksud hatinya itu. Cuma,
karenanya, ia membikin buyar beberapa bahagian dari
kejumawaan orang.
Di saat si orang aneh menyingkir dari pedang si nona, yang
membuatnya ia terperanjat, kembali pukulannya Siauw
586 Houwcu mengenakan perutnya hingga terdengar suara keras
"Buk!" Sebab bocah itu menyerang selagi Sin Cu membabat.
Hanya akibat serangan bocah ini ada hebat. Dia mengenai
sasarannya tetapi dia tidak mampu segera menarik pulang
kepalanya itu, yang seperti nancap atau nempel di perut
orang. "Enciel" dia berteriak, dengan mukanya menjadi merah
bahna malu dan kaget. Kaget karena mendadak tubuhnya
lantas terangkat naik dan terlempar!
Sin Cu pun kaget akan tetapi ia cukup tabah dan sebat,
begitu kaget begitu ia menyerang, membabat lengan si orang
aneh itu. Lagi sekali si orang aneh mengibas dengan tangan
bajunya, kali ini dia bukannya hendak membikin mental tetapi
untuk melibat. Tapi si nona liehay sekali, ia lantas berontak
seraya menegakkan tangannya, maka itu, ia dapat lolos
dengan tangan bajunya lawan lagi-lagi terbabat kutung! Si
nona tidak berhenti sampai di situ, kecerdasannya membuat ia
sadar. Maka menggunai ketikanya itu, hendak ia menusuk ke
dadanya lawan. Akan tetapi bertepatan dengan itu mendadak
ia mendapat cium semacam bau yang asing untuknya, bau itu
keluar dari tangan baju si orang aneh. Ia kaget, buru-buru ia
menahan napas, guna menyingkir dari bau itu. Karena ini,
belum sempat ia menikam. Di saat itu, tahu-tahu ia telah kena
ditotok si orang aneh!
"Haha!" orang aneh itu tertawa. "Sebenarnya aku ingin
menyaksikan Hian Kie Kiamhoat di jalankan habis, untuk
menyaksikan keliehayannya, sayang aku mesti melayani
tetamu agung, sukar untuk aku menemani kau lebih lama
pula!..." Hampir berbareng dengan itu, Siauw Houwcu juga telah
kena ditotok hingga berdua Sin Cu ia menjadi mati daya,
587 berdua mereka lantas dibawa ke barisan murid-muridnya si
orang aneh. Nona Ie tidak dapat menggeraki kaki tangannya
tetapi pikirannya sadar. Ia heran bukan main, hatinya menjadi
goncang. Ia heran atas keliehayan orang, ia pun mendugaduga
siapa tetamu agung dari orang itu. Adakah si tetamu
juga orang aneh semacam dia"
Orang aneh itu berlalu sebentar, untuk menyalin pakaian,
ketika ia muncul pula, ia menitahkan tetabuan dibunyikan.
Cuma sebabak, musik berhenti, lantas terlihat datangnya dua
orang. Sin Cu mementang matanya. Ia dapatkan dua orang itu
adalah seorang pria dan seorang wanita, dan si wanita adalah
orang asing yang berambut berwarna keemas-emasan,
wajahnya cantik, romannya agung. Dia mengenakan rok yang
panjang hingga mengenai lantai. Kembali Sin Cu heran melihat
wanita agung ini. Kenapa dia datang ke tempat semacam
benteng tua ini"
Si orang pria be-roman tampan, tubuhnya tinggi,
nampaknya pun agung. Ia tidak bisa lantas dikenali apa ia
orang Barat atau orang Han. Tapi ia mengenakan pakaian
orang asing. Ia berhidung mancung dan kedua matanya
bersinar tajam. Kulitnya berwarna kuning tetapi rambutnya
hitam. Ia berjalan dengan berpegang tangan dengan si


Pendekar Wanita Penyebar Bunga Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

wanita, keduanya nampak akrab sekali perhubungannya.
Siauw Houwcu mengawasi dengan bengong. Sin Cu
sebaliknya menduga-duga, mereka itu berdua suami isteri
atau bukan. "Aku menghaturkan banyak-banyak terima kasih untuk
perlayanan ongya di sini," terdengar si pria berkata kepada si
orang aneh, yang dipanggil "ongya" atau "tuanku raja" atau
"tuanku pangeran." Untuk banyak hari kami sudah
menggerecok di istanamu ini, tidak dapat kami berdiam lebih
lama pula, maka itu hari ini kami mohon pamitan."
588 Orang itu bicara dalam bahasa Tionghoa yang kaku, seperti
juga orang yang sudah lama meninggalkan kampung
halamannya, yang baru pulang kembali, tinggal lagu suara
asalnya yang belum berubah.
Sin Cu berpikir keras. Orang aneh ini ongya dari mana" Biar
bagaimana ia ada puterinya satu menteri dan luas juga
pengetahuannya. Kerajaan Beng, semenjak dibangun Kaisar
Cu Goan Ciang, meskipun banyak menganugerahkan raja-raja
muda di pelbagai propinsi tetapi belum pernah ia dengar ada
pangeran yang diangkat menjadi raja atau raja muda di
propinsi Kuiciu ini. Orang ini dipanggil ongya maka heran dia
punya " onghu" alias istana adalah macam ini benteng tua dan
juga tidak seharusnya dibangun di tanah pegunungan sepi
sunyi seperti ini. Bukankah ongya ini ongya palsu"
Si mayat hidup itu bersikap sangat menghormat kepada
kedua tetamunya itu, wajahnya senantiasa tersungging
senyuman manis. Ketika ia menyahuti, ia pun menjura dalamdalam.
"Sungguh siauw ong sangat berbahagia telah mendapat
kunjungan dari kongcu dan huma ini," demikian katanya.
"Oleh karena huma berkeras hendak berangkat, siauw ong
tidak dapat menahannya terlebih jauh. Perjalanan ini ke kota
raja Tiongkok adalah jauh, jalannya banyak sungai dan
gunungnya, keamanannya pun kurang, maka itu perlu sekali
ada orang pandai yang mengiringinya, baru hatiku
tentaram..."
Kembali Sin Core heran. Si orang aneh dipanggil ongya,
selayaknya saja dia membasahkan diri siauw ong," yaitu "raja
yang kecil." Wanita itu dipanggil "kongcu" artinya puteri, dan
si pria dipanggil "huma," yaitu suaminya puteri atau menantu
raja. Tidakkah itu aneh"
589 "Benarlah mereka sepasang suami isteri," nona kita
berpikir. "Entah dia kongcu dari raja atau negara mana. Dia
menjadi kongcu, kenapa dia tidak punya pengiring" Apa
perlunya tuan puteri ini berkunjung ke Tiongkok" Meski
Tiongkok ada negara besar, sudah lama lemah kedudukannya,
sudah lama tak pernah datang utusan dari negara lain, maka
itu, dari mana tuan puteri ini" Umpama kata benar dia
mewakilkan negaranya dan hendak datang ke Tiongkok untuk
membayar upeti, bukankah tak perlu dia mengambil jalan dari
Kuiciu ini terutama mengambil jalan pegunungan yang jauh
dan sulit hingga dia mesti mampir di sini" Bukankah dia juga
tuan puteri palsu" Hanya, kalau dikata palsu, suami isteri ini
nampaknya benar-benar agung..."
Maka itu, pusing Sin Cu memikirkannya. Pria yang dipanggil
huma itu kelihatannya rada bersangsi.
"Sebenarnya kami telah diantar oleh dua orang pandai,
hanya dengan mereka itu kami berpisah di tengah jalan,"
berkata dia kemudian. "Lama kami menantikan mereka, tidak
juga mereka kunjung tiba, dari itu terpaksa kami lantas
berangkat terlebih dulu."
"Kalau begitu, tidakdapat kongcu dan huma berangkat
sendiri," berkata si orang aneh, "Baiklah siauw ong saja yang
mengiringi pengantar. Baiklah surat kepercayaan dan barang
hadiah diserahkan dia yang bawa. Dia ada seorang gagah
yang kenamaan, ilmu silatnya tinggi, orangnya pun jujur dan
setia, karenanya huma boleh tidak usah menguatirkan apaapa
lagi." Huma itu menggeleng kepala.
"Tidak usah," bilangnya. "Tentang surat kepercayaan dan
barang hadiah itu, semua telah diserahkan kepada dua orang
590 pengantar kami itu. Kami berjalan dengan tubuh kosong, kami
tidak kuatirkan apa juga. Umpama kata di tengah jalan ada
gangguan segala kurcaci, rasanya dapat aku melayani
mereka!" Orang asing itu tertawa.
"Huma pandai surat dan silat, siauw ong memang sangat
mengagumi kau," katanya, "Beda dengan kongcu, seorang
tuan puteri yang lemah lembut hingga kaget saja tidak dapat
kongcu mendapatkannya. Oh, ya, huma barusan menyebutkan
kedua orang pandai yang menjadi pengantar, bukankah
mereka ada dua saudagar bangsa India yang mukanya
masing-masing hitam dan putih, ialah kedua saudara kembar
yang dipanggil Hek Pek Moko?"
Huma itu nampaknya heran.
"Mengapa ongya ketahui mereka itu?" ia balik bertanya.
"Mereka pernah mengirim satu muridnya datang ke mari,
siauw ong kurang percaya," sahut orang aneh itu. "Kiranya
benar-benar mereka adanya."
"Mana dia muridnya Hek Pek Moko itu?" si huma tanya.
"Dia ada di sini..."
Sembari menyahuti, si orang aneh menghampirkan Siauw
Houwcu, yang ia tarik dari antara murid-muridnya. Sin Cu
bermata celi, dia mendapat tahu orang aneh itu telah
menggunai ilmu totokan yang luar biasa untuk membebaskan
si bocah, hanya sementara itu, sembari mencekal tangan
orang dia sebenarnya memencet nadi.
591 Siauw Houwcu bergidik, dengan jinak dia mengikuti orang
aneh itu. Sin Cu heran menyaksikan bocah itu demikian jinak.
"Siauw Houwcu beradat keras dan berani, biar nadinya
dipencet, tidak selayaknya ia jinak begini?" ia berpikir. Maka ia
mengawasi terus. Siauw Houwcu tetap jinak dan si orang aneh
memperlihatkan kedua matanya yang bersinar sangat tajam
dan berpengaruh menatap bocah itu.
"Bukankah kau datang bersama kedua gurumu, Hek Suhu
dan Pek Suhu itu?" tanya si orang aneh.
"Benar," Siauw Houwcu menjawab.
"Kau datang ke mari mencari gurumu, benarkah?" tanya
pula si orang aneh.
"Benar, tidak salah," jawab pula Siauw Houwcu. Ia seperti
terpengaruh tetapi ia dapat menjawab rapi.
"Eh, Siauw Houwcu, apakah kau masih kenali kami?" si
huma turut bertanya.
Siauw Houwcu menjublak mengawasi huma dan kongcu
itu, ia rupanya mengingat secara samar-samar saja.
Si orang aneh tertawa.
"Ingatannya anak kecil kurang kuat," ia bilang. "Berapa
kalikah huma pernah bertemu sama Siauw Houwcu?"
"Heran!" berkata huma itu. "Ketika pertama kali aku
bertemu dengannya di Kalimpong, dia nampaknya sangat
cerdik." 592 "Setibanya di sini, karena udara tidak cocok, dia lantas
dapat sakit," berkata si ongya , "Sudah beberapa hari dia jatuh
sakit, baru sekarang dia sembuh sedikit." Dia lantas menepuknepuk
tangannya dan berkata nyaring: "Undang Bong Goan
Cu datang ke mari!"
Titah itu rupanya ada yang lakukan, maka sebentar saja
dari dalam terlihat munculnya satu orang dengan dandanan
sebagai bangsa Biauw. Dialah itu orang yang di rumah touwsu
telah memale Siauw Houwcu, yang kemudian ditinggal lari
Siauw Houwcu dan Sin Cu sehabisnya dia dihajar roboh.
"Siauw Houwcu, apakah kau masih kenali orang ini?" si
orang aneh tanya sambil menunjuk Bong Goan Cu.
"Aku ingat," sahut Siauw Houwcu. "Tadi malam kita masih
ada bersama."
Si orang aneh menghadapi huma, lalu sambil menunjuk
Bong Goan Cu, dia kata: "Ini orang bersahabat kenal dengan
Hek Pek Moko. Hek Pek Moko itu lagi beberapa hari bakal
datang ke mari. Umpama kata huma ingin cepat-cepat
berangkat, boleh siauw ong menitahkan Bong Goan Cu yang
mengantarkan, biar Hek Pek Moko menyusul belakangan."
Setelah melihat Siauw Houwcu, huma itu nampaknya mulai
percaya si ongya. Ia mengangguk.
"Baiklah kalau begitu!" katanya.
"Bagus!" kata si ongya pula. "Sekarang mari siauw ong
memberi perjamuan selamat berpisah kepada kongcu dan
huma." Ia lantas menuangi arak ke dalam cawan kumala
putih, araknya berwarna hijau. Lebih dulu ia menyuguhkan
kepada huma. 593 Itulah arak Biauw yang dicampuri obat pengacau asabat.
Huma itu menyambuti cawan itu, yang ia terus antar ke
mulutnya. Baru pinggiran cangkir nempel pada bibir, atau satu
sinar kuning emas berkelebat, segera terdengar suara nyaring
dari pecahnya cangkir. Sebab cangkir di tangan huma itu
pecah terbelah empat, terlepas dari tangan, mental jauh.
Berbareng dengan itu terdengar juga suara nyaring tetapi
halus: "Arak itu ada racunnya! Binatang ini bukannya orang
baik-baik!"
Itulah Sin Cu, yang telah menimpuk dengan kimhoa, bunga
emasnya. Selama itu di samping memasang mata dan kuning,
ia pun sudah kumpul semangatnya, ia empos itu. Dengan
mengerahkan tenaga dalamnya, berhasil ia membebaskan diri
dari totokannya si orang aneh. Tentu sekali, kejadian ini ada di
luar dugaan mayat hidup itu. Malah saatnya pun sangat tepat,
hingga Sin Cu bisa menolong si huma tanpa orang aneh itu
dapat mencegah.
Setelah itu Sin Cu berlompat maju dan dengan pedangnya
ia serang pula si mayat hidup. Ia ada sangat berani. Orang
aneh itu menggeraki tangannya, dari dalam tangan bajunya
lantas menghembus pula bau aneh yang tadi menyerang
hidungnya si nona. Tapi sekarang Sin Cu dapat menahan
napas, dia pun menahas tangan baju orang. Dengan berpaling
cepat, ia melepaskan napasnya yang tertahan itu.
"Lepas pedangmu!" tiba-tiba si mayat hidup berseru.
Sin Cu merasakan tenaga kuat sekali menekan pedangnya.
Ia dapatkan orang aneh itu telah menjepit dan menekan
pedangnya dengan sepasang sumpit yang dia dengan sebat
telah samber dari atas meja, dengan itu dia menangkis
serangan membarengi menjepit. Pasti sekali Sin Cu kalah
tenaga hingga ia tidak berdaya.
594 "Jangan takut, encie Sin Cu!" Siauw Houwcu berteriak. "Aku
akan bantui kau!"
Juga bocah ini sadar akan dirinya, malah kata-katanya
disusuli serangannya, dengan begitu "Buk!" si orang aneh
kena terhajar kepalan Liongkun. Tapi serangan ini tidak
mengenai seluruhnya, sebab dari samping Bong Goan Cu
sudah menyambar tangan orang.
Bong Goan Cu telah kena orang hajar, dia bersakit hati,
maka itu sekarang dia turun tangan tidak kepalang tanggung,
hendak dia membikin remuk tulang orang, hingga Siauw
Houwcu merasakan tangannya sakit tidak terkira. Tapi ia
bandal, ia menahan sakit, tidak sudi ia menjerit kesakitan.
Menyaksikan kejadian itu, si huma mengkerutkan
keningnya. Di saat ia hendak perdengarkan suaranya,
mendadak dari pintu luar terdengar suara tertawa yang luar
biasa yang disusul seruan: "Siapa berani menghina muridku!"
Tertawa dan seruan itu segera disusul pula sama suara
hebat bagaikan guntur, yang disusul lagi dengan gempur
robohnya daun pintu, yang mendatangkan angin sampai api
lilin tertiup bergoyang-goyang.
Orang menjadi kaget, apapula setelah itu segera mereka
melihat munculnya dua orang yang romannya keren sekali,
ialah Hek Pek Moko, dua saudara kembar yang mukanya
hitam dan putih itu, malah lagu suaranya sama juga.
Bong Goan Cu terperanjat, ia segera melepaskan
cekalannya. Tapi ia sudah terlambat, serangannya Hek Moko
telah tiba tanpa dia sanggup menangkis atau berkelit dari itu.
Tidak ampun lagi dia kena terhajar hebat sampai tubuhnya
terlempar ke meja panjang di atas mana ada banyak rupa
595 barang makanan. Kaget jatuhnya tubuh, sebuah kaki meja
tidak dapat menahannya, meja itu turut ambruk bersama,
piring mangkoknya pada pecah dan hancur, bekas ketindihan
dan jatuh belarakan, menambahkan berisik.
Hek Moko sudah lantas tertawa berkakakan.
"Beginilah Liongkun harus digunakan, baru tenaganya
cukup besar!" ia kata, suaranya nyaring,
"Siauw Houwcu, kau lihat tegas-tegas! Aku hendak
mengajarkan pula kepadamu!"
Tangannya si hitam ini segera terayun pula, terayun
dengan memperdengarkan suara anginnya. Kepalan itu
melayang ke arah si orang aneh yang terpisah cukup jauh
dengan penyerang ini, sasarannya adalah muka orang.
Berbareng dengan itu, Sin Cu merasakan pedangnya
enteng. Itulah sebab dua batang sumpitnya si orang aneh,
yang dipakai menjepit pedang, telah kena dibikin patah oleh
sampokan ujung baju Hek Moko. Si orang aneh kaget dan
cemas. Untuk menangkis, ia menyamber dua muridnya yang
berada paling dekat dengannya, dia angkat tubuh orang,
untuk dipakai sebagai tameng. Kedua murid itu kalah pandai
daripada Bong Goan Cu, pasti mereka tidak berdaya. Masih
beruntung untuk mereka, Hek Moko tidak gunai seantero
tenaganya setelah ia lihat kelicikan si orang aneh.
Kesudahannya mereka terhajar terpental, yang satu patah
tulang rusuknya, yang lain patah lengannya, keduanya rebah
di lantai sambil merintih.
Kejadian itu membikin ciut hatinya murid-murid lainnya dari
orang aneh itu, banyak yang menyingkir, kuatir nanti digunai
gurunya sebagai tameng lagi.
596 "Hek Pek Moko, jikalau mau bicara, bicaralah dengan baik!"
berseru si orang aneh.
"Ada bicara baik apa!" menjawab Pek Moko. "Kepalanku ini
masih belum laku! Eh, Siauw Houwcu, kau lupa atau tidak


Pendekar Wanita Penyebar Bunga Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ilmu silatmu Loohan Kun?" dia menanya muridnya.
Murid itu berjengit.
"Suhu, tanganku ini tidak dapat digunai," dia menjawab.
"Ngaco!" bentak Pek Moko. "Kenapa tidak dapat digunai?"
Dia menghampirkan, dia jambret tangan yang sakit dari
muridnya itu, setelah menekan, dia menarik pelahan-pelahan.
Cuma sekejap itu saja, lenyap rasa sakitnya Siauw Hou Cu.
"Bagus!" berseru pula Pek Moko, si guru. "Dia membikin
luka lenganmu, sekarang kau hajar dia sepuluh kali!"
Bong Goan Cu lagi merayap bangun ketika Siauw Houwcu,
yang menghampirkan padanya, sudah melayangkan sebuah
kepalannya, maka tidak ampun lagi, dia terhuyung beberapa
tindak, hampir dia terguling. Dia terluka hingga kulitnya
pecah. Hek Pek Moko tertawa berbareng.
"Bagus!" mereka membentak. "Sekarang kau, hantu
bangkotan, mari kau rasai kepalanku!"
Dengan berbareng dua saudara kembar itu berlompat
kepada si orang aneh, kepalan mereka menyambar. Orang itu
menjambret meja batu marmer, dengan itu ia menangkis.
Maka hancurlah batu marmer itu.
597 "Suhu, jangan sembrono!" si huma berteriak, kepada kedua
pengantarnya. "Apa?" kedua Moko berpaling dan menanya. "Kamu
mengundang kami untuk mengantar kamu, kenapa sekarang
kamu melarang kami menghajar orang?"
"Dialah seorang raja Hoan!" huma menyahuti.
"Raja apa!" berseru Hek Moko, tertawa. "Dia ini adalah
Poan Thian Lo si siluman dari Ouwbong San. Dia sekarang lagi
main gila di sini!"
Lantas dua saudara kembar itu maju pula.
"Hek Pek Moko!" berkata si orang aneh. "Aku bermaksud
baik mengajak kamu berdamai! Apakah kamu sangka aku jeri
terhadapmu?"
Dia lantas meraba ke pinggangnya, maka di lain saat dia
telah mencekal serupa senjata yang aneh. Senjata itu mirip
dengan joanpian, ruyung lemas, akan tetapi seputar badannya
penuh duri bagaikan gergaji. Sebab itu adalah kiesit pian,
ruyung lemas bergigi. Itulah senjata yang cuma dapat digunai
partai persilatan Cie Hee Toojin dari Ouwbong San,
keistimewaannya ialah melibat merampas senjata lawan serta
menghajar pecah siapa yang tubuhnya kebal, yang tidak
mempan senjata.
Kedua Moko tertawa lebar melihat senjata itu.
"Lihat, senjata mustikanya Ouwbong San telah
dikeluarkan!" mereka berseru. "Kamu ada punya cambuk
mustika, kami juga ada punya tongkat serupa! Sekarang kami
ingin saksikan, cambuk atau tongkat yang terlebih liehay!"
598 Hek Moko sudah lantas menarik tongkatnya, Lekgiok thung,
dan Pek Moko, Pekgiok thung, masing-masing tongkat hijau
dan putih mengkilap, bila diputar keras, keduanya dapat
mengeluarkan suara nyaring berirama.
Poan Thian Lo melihat dan mendengar suara senjata lawan
itu, dia bergidik sendirinya, tetapi terpaksa dia lantas melayani
berkelahi. Oleh karena mereka sama-sama kosen, lekas sekali
mereka sudah bertempur sekira dua puluh jurus. Hanya hebat
kedua tongkat dari saudara kembar itu. Dulu hari melawan
Thio Tan Hong, tongkat itu membuat Tan Hong kewalahan
sebab pedang Cengbeng kiam tidak dapat merusaknya, maka
juga sekarang, senjatanya si orang aneh sudah lantas saja
menjadi gompal!
Hebat Hek Pek Moko, dengan pelahan-pelahan, dengan
teratur, mereka mulai mendesak, kedua tongkat mustika
mereka seperti menjadi satu. Ruyung lemasnya Poan Thian Lo
panjang setombak lima kaki, kalau itu digunai, diputar, senjata
itu seperti dapat menyamber dua lipat jauhnya, biasanya tidak
ada orang yang berani menghampirkan dia sampai dekat,
akan tetapi sekarang dia bertemu batunya, bukan saja dalam
hal ilmu silat dia kalah, mengadu senjata pun dia keteter, dari
itu kalangan pembelaan dirinya semakin lama jadi semakin
ciut. Agaknya segera pertempuran itu akan sampai di
akhirnya. "Eh, Siauw Houwcu!" tiba-tiba Sin Cu berseru. "Kenapa kau
diam saja?"
Pek Moko dapat dengar pertanyaan itu, ia heran, hingga ia
lantas berpaling kepada muridnya. Ia menjadi bertambah
heran. Ia dapatkan Siauw Houwcu berdiri diam di hadapannya
Bong Goat Cu, matanya mendelong, kedua tangannya dikasi
turun. Di lain pihak Bong Goan Cu dengan matanya yang
599 tajam terus menatap bocah itu, tidak pernah dia menoleh ke
kiri dan kanan.
"Siauw Houwcu, kau mesti turut perkataanku!" demikian
Bong Goan Cu berkata suaranya bengis.
Menampak itu dengan mendadak guru yang putih itu
berlompat keluar dari kalangannya mengepung Poan Thian Lo,
dia berlompat kepada muridnya.
"Siauw Houwcu, kau kenapa?" dia berseru dengan
pertanyaannya. "Apakah kau sudah lupa ilmu silat Loohan
Ngoheng Kun yang aku ajari padamu?"
Sin Cu berteriak kepada orang India itu: "Siauw Houwcu
telah kena makan obat jahat dari mereka hingga urat sarafnya
terganggu!"
"Oh begitu!" seru Pek Moko. Lantas dia tarik tangan
muridnya, terus dia tepuk embun-embunannya, bebokongnya
dan rusuknya yang kiri, beruntun tiga kali. Habis itu ia berseru
menyuruh: "Lekas kau hajar dia! Dialah orang jahat!"
Itulah cara mengobatinya Pek Moko menurut ilmu yoga,
untuk menolong siapa yang urat sarafnya terganggu hingga
dia menjadi pelupaan. Pengobatan itu sangat mustajab, Siauw
Houwcu sudah lantas sadar, hingga bagaikan satu manusia
baru, dia segera ingat segala apa seperti sediakala. Bagaikan
berbayang di depan matanya, ia ingat baik-baik bagaimana
Bong Goan Cu telah perlakukan padanya. Tentu sekali ingatan
itu membangkitkan hawa amarahnya, maka juga tanpa Sin Cu
mente-riakinya lagi, seperti harimau ganas, dia berlompat
kepada Bong Goan Cu, untuk menyerang pula tanpa
mengucapkan sepatah kata, malah terus ia menyerang saling
susul dengan Loohan Ngoheng Kun, ialah ilmu silat Naga,
Harimau, Macan Tutul, Burung Hoo dan Ular.
600 Tadi diserang Hek Pek Moko, kepandaiannya Bong Goan Cu
telah lenyap separuh-nya, sekarang dia dirabuh si bocah, dia
menjadi kewalahan, dia tidak sanggup melayani lama-lama.
Maka lewat lagi sekian lama dia sudah roboh di lantai, kulit
dan dagingnya pada pecah dan hancur, urat-uratnya putus,
tulang-tulangnya patah, dengan napas empas-empis, dengan
tubuh berlumuran darah, ia rebah tanpa mampu merayap
bangun lagi! Selama Pek Moko menolongi muridnya, Hek Moko mesti
menyerang Poan Thian Lo seorang diri, dengan begitu Poan
Thian Lo menjadi seperti dapat napas separuh, tetapi di
bawah desakan orang India ini, dia tetap keteter, dia tetap
kena didesak. Sudah begitu, segera Pek Moko datang pula
dengan tongkat putihnya, saking terdesak, dia sampai tak
malu-malu untuk berkaok-kaok...
Dua-dua Moko tertawa lebar.
"Baiklah!" berkata mereka. "Aku mengasi ketika untuk kau
memanggil bala bantuan!"
Lantas mereka tancap tongkat mereka, mata mereka
memandang ke kiri dan kanan.
Menyusul kaokannya Poan Thian Lo itu di ruang besar itu
sudah lantas muncul dua orang aneh lain!
*** Dua orang yang baru datang itu masing-masing
mengenakan baju kuning yang panjang, rambut mereka
digubat, sudah hidung mereka mancung, mata mereka celong.
Tapi yang aneh adalah, di samping pakaian mereka yang
berseragam itu, rupa mereka pun sangat mirip satu dengan
601 lain, kecuali, yang satu hilang kuping kirinya, yang kanan
lenyap kuping kanannya.
Di dalam ruang itu orang sudah heran melihat Hek Pek
Moko si saudara kembar, sekarang itu ditambah dengan
keheranannya atas dua orang baru ini. Benar-benar dunia
aneh, dalam sekejap, di sini muncul dua pasang saudara
kembar. Akan tetapi dua orang aneh ini dikenal oleh Hek Pek
Moko, juga oleh Sin Cu dan si bocah, malah mereka pernah
dilukai dengan panah oleh kedua saudara Moko itu. Mereka
dilukai pada tahun yang lalu di gunung Tongteng san di telaga
Thayouw. Sebab merekalah itu dua saudara kembar bangsa
Arab, Ismet dan Akhmad.
Melihat mereka itu, mulanya Hek Pek Moko tercengang, lalu
segera mereka tertawa lebar. Lekas-lekas mereka merangkap
kedua tangan mereka untuk memberi hormat.
"Saudara-saudara, sungguh kamu memegang
kepercayaan!" kata Hek Moko. "Tapi sekarang ini untuk
sampai kepada janji satu tahun masih kurang tiga hari!"
"Hm!" Ismet bersuara seraya ia membalas hormat. Tapi ia
tidak melayani orang bicara hanya lebih dulu dia berpaling
kepada si wanita asing yang cantik, untuk membungkuk
memberi hormat dari mulutnya terdengar kata-kata yang tidak
di mengerti Sin Cu dan Siauw Houwcu dan yang lainnya,
malah Hek Pek Moko juga mengarti tak sepenuhnya.
Habis mendengar perkataan orang, wanita cantik itu
mengkerutkan keningnya, d ujung matanya lantas terlihat air
mengembeng, parasnya turut berubah pias, akan kemudian
dia menjadi tak wajar lagi. Ismet bersikap semakin
menghormat, tetapi di samping itu, ia masih berkata-kata tak
hentinya. 602 Sin Cu sangat heran hingga ia berpikir: "Ismet dan Akhmad
ada kosen sekali, mereka sekarang berlaku begini hormat
terhadap ini wanita asing, terang benarlah ia ada seorang
wanita agung, satu tuan puteri. Hanya, kenapa mereka ini ada
sangkutannya sama Hek Pek Moko dan ini orang aneh dari
benteng tua ini?"
Sin Cu tidak mengarti tetapi dugaannya itu tidak meleset.
Wanita cantik itu memang ada puterinya raja Iran, suaminya
ialah itu pria yang berdiri di dampingnya, yang romannya
separuh orang Tionghoa dan separuh orang Arab. Sebenarnya
dia adalah seorang dari suku bangsa Pek dari Tali, namanya
Toan Teng Khong. Untuk negara Tali itu. Keluarga Toan
adalah keluarga besar dan kenamaan. Semenjak sebelum
kerajaan Song, keluarga itu menjadi raja turun temurun.
Adalah sejak kerajaan Goan memus-nakan negara Tali itu,
turunan keluarga Toan diubah kedudukannya dari raja
menjadi " pengciang" yaitu kedudukan perdana menteri.
Toan Kong itu pandai bekerja, dia dapat mendirikan jasa di
Tali melebihkan leluhurnya, hingga penduduk propinsi Inlam
dalam mana Tali berada, memuji tinggi padanya. Dan Toan
Teng Khong ini adalah generasi yang ke tujuh. Ketika dulu hari
tentara Mongolia menerjang ke Eropah, Asia dan Afrika, ada
satu puteranya Toan Kong yang menjadi perwira dan turut
dalam angkatan perang itu. Kemudian, setelah kerajaan Goan
runtuh, keluarga putera Toan Kong itu berdiam terus di Iran
(Persia) dan turun temurun menikah sama wanita Iran. Karena
keluarga Toan ada keluarga orang peperangan, mereka
pandai ilmu silat pedang. Demikian Toan Teng Khong ini, yang
di masa mudanya telah menjadi ahli pedang nomor satu
untuk seluruh Iran, hingga raja Iran undang dia menjadi guru
silat pedang, hingga karenanya dia dicintai puteri Iran itu.
Untuk beberapa tahun mereka berasmara secara diam-diam.
Kemudian barulah raja Iran mendengar selentingan. Ia tidak
setujui perjodohan itu, sebabnya ialah keagungan raja, tak
603 pantas puteri menikah sama satu guru silat pedang. Raja itu
ada kakaknya puteri, ia lantas mendesak adiknya menikah
sama lain pemuda. Puteri tidak setuju, dia menjadi nekat, dia
minggat bersama Toan Teng Khong. Di waktu pergi, puteri itu
membawa banyak barang berharga dari istana. Raja menjadi
gusar sekali, perintah dikeluarkan akan cari puteri itu. Dua
saudara Ismet dan Akhmad berkedudukan sebagai guru
negara, merekalah yang diutus pergi mencari, dibebankan
tanggungan mesti dapat menawan dan membawa pulang
sepasang merpati yang terbang kabur itu. Toan Teng Khong
merasa ia tidak sanggup melawan kedua guru negara itu,
ketika dia dan puteri lari sampai di India, dengan perantaraan
orang, ia minta bantuannya Hek Pek Moko. Mereka ini
menerima baik permintaan tolong itu. Sebagai saudagarsaudagar
barang permata, dua saudara Moko biasa mengitari
seluruh India, Iran dan Tiongkok. Isteri mereka pun orang
bangsa Iran. Maka itu, mereka mengantarkan Toan Teng
Khong dan sang puteri ke Tiongkok.
Ismet dan Akhmad telah menyusul puteri sampai di India,
di Kalimpong mereka bertemu sama Hek Pek Moko, kedua
pihak bertempur seruh tanpa ada yang kalah atau menang.
Tidak berhasil Ismet dan Akhmad mendapatkan tuan
puterinya. Hek Pek Moko berhasil menyembunyikan puteri itu
di rumah seorang sahabatnya bangsa India juga, mereka
sendiri menyingkir guna menyesatkan kedua orang Iran itu.
Mereka ini menyusul terus menerus hingga ke Tiongkok. Hal
ini membuat dua saudara Moko itu sangat mendongkol,
hingga mereka pernah memikir meminta bantuannya Thio Tan
Hong untuk menghajar dua orang itu, agar keduanya kapok
dan kabur. Ketika mereka tiba di Tongtengsan, Thayouw, Thio
Tan Hong sudah berlalu dari gunung di tengah telaga itu dan
pindah ke Inlam. Di Tongteng san, Hek Pek Moko bertemu
sama Sin Cu, maka mereka lantas pinjam panah pusaka dari
Thio Su Seng, dengan tiga batang panah itu mereka berhasil
meluka-kan Ismet dan Akhmad, yang kena dipukul mundur.
604 Karena luka itu, satu tahun lamanya dua jago Iran itu mesti
memelihara diri untuk memulihkan kesehatannya.
Dari gunung Tongteng san, Hek Pek Moko kembali ke
India, untuk menyambut tuan puteri dan Toan Teng Khong
berangkat ke Tiongkok. Puteri itu suka pergi ke Tiongkok
karena ia sekalian mempunyai suatu maksud.


Pendekar Wanita Penyebar Bunga Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mongolia itu semenjak Perdana Menteri Yasian(Essen)
bangkit pula kembali telah menjadi kuat. Yasian telah
membantu Toto Puhwa membangun negara Watzu, hingga
dalam peperangan di Tobokpo hampir dia dapat
memusnahkan Tiongkok, Kemudian dari itu Yasian sendiri
kena dibasmi oleh suatu suku lain bangsa Mongolia, akan
tetapi putera Toto Puhwa dapat bangun lagi. Dia inilah yang
pemerintah Beng sebut " siauw ong cu" atau "raja kecil".
Siauw ong-cu ini menjadi kuat pelahan-pelahan, pengaruhnya
sampai di Asia Tengah hingga hampir berhubungan sama
Persia. Persia itu dulu pernah diilas-ilas bangsa Mongolia,
maka juga kalau mereka mendengar disebutnya "Bahaya
Kuning," mereka jeri sekali. Maka itu walaupun puteri Iran
(Persia) itu lari dari negaranya, dia tetap masih memikirkan
keselamatan negaranya. Dari itu dengan kedudukan sebagai
puteri Iran, ingin ia berkunjung ke Pakkhia untuk menghadap
kaisar Tiongkok, untuk mencoba mengadakan persahabatan di
antara Iran dan Tiongkok, maksudnya ialah untuk menjaga diri
dari ancaman bangsa Tartar (ialah siauw ongcu itu). Yang
dimaksudkan Tartar di sini adalah pemimpin bangsa Watzu,
yang disebutnya "khan Tartar."
Puteri itu berminat demikian, ia tapinya belum ketahui
keadaan yang sebenarnya dari kerajaan Beng, yang kusut di
dalamnya. Toan Teng Khong pun ada sama tidak
mengetahuinya, karena ia, semenjak beberapa turunan,
berada di luar negeri. Ia hanya ingin sekalian pulang ke
605 Tiongkok dengan maksud serupa seperti isterinya, untuk dapat
melakukan sesuatu guna kebaikan Tiongkok dan Iran.
Di dalam tugasnya mengantar suami isteri bangsawan itu
ke Pakkhia, Hek Pek Moko ada mengalami sedikit kesulitan,
ialah mereka tidak berani berjalan sama-sama secara
berterang, mereka cuma dapat mengawasi secara sembunyi.
Sebabnya ialah pada belasan tahun yang lalu, mereka pernah
mencuri batu-batu permata di istananya pangeran Seng Cin
Ong di Pakkhia, sedang pergaulannya dengan Tan Hong,
menyebabkan mereka juga dicari Kaisar Kie Tin yang telah
kembali ke atas takhta kerajaannya. Sebenarnya mereka
bukan takut dibekuk pemerintah, mereka hanya tidak ingin
sebab urusan pribadi mereka nanti merembet-rembet puteri
Iran dan Toan Teng Khong. Mulanya mereka berniat pergi
dahulu ke Tali di Inlam, kesatu untuk mengunjungi Thio Tan
Hong untuk mendamaikan sesuatu, kedua supaya Toan Teng
Khong dapat menengok kampung halamannya, apa mau di
tengah jalan di tanah datar Kuiciu itu kedua pihak
berpencaran, hingga kesudahannya mereka mencari puteri
Iran dan Toan Teng Khong itu di tempatnya Poan Thian Lo.
Poan Thian Lo adalah murid kepala dari Cie Hee Toojin dari
gunung Ouwbong San. Cie Hee ada punya tiga murid tetapi
murid kepala inilah yang paling pandai, cuma nama Poan
Thian Lo tidak tersohor secara umum disebabkan dia tidak
pernah ke luar dari propinsi Kuiciu dan ia senantiasa melayani
gurunya. Yang Cong Hay adalah murid yang ketiga, ialah yang
paling disayang gurunya maka itu ia mewariskan ilmu silat
pedang Cek Seng Kiamhoat dan di wilayah Barat daya ia
menjagoi hingga namanya sama terkenalnya seperti nama
Thio Tan Hong. Bong Goan Cu ada murid yang nomor dua dan
ialah yang kepandaiannya paling lemah.
Dua saudara Ismet dan Akhmad itu, setelah mereka terluka
panah oleh Hek Pek Moko, mereka sudah lantas pergi pada
606 Poan Thian Lo, untuk memohon bantuan guna menghadapi
pula musuhnya, yaitu kedua saudara Moko. Mereka dapat
persetujuannya Poan Thian Lo. Maka itu mereka lantas
mengatur rencana. Perjanjian mereka yaitu, Ismet dan
Akhmad cuma menghendaki membawa pulang puteri Iran ke
negerinya, sedang Poan Thian Lo boleh dapatkan semua
kekayaannya puteri itu. Poan Thian Lo mengatur rencananya
sebab, biar bagaimana, ia jeri terhadap Hek Pek Moko.
Partai Cek Seng Pay itu berpengaruh di propinsi Kuiciu,
maka juga Poan Thian Lo dapat bekerja dengan leluasa.
Mulanya Poan Thian Lo mengirim sejumlah muridnya
memegat puteri Iran itu di tengah jalan. Hal ini terjadi
sebelum Hek Pek Moko dapat menyusul puteri itu suami
isteri. Di lain pihak Poan Thian Lo sendiri memimpin sejumlah
orangnya pergi "menolongi" puteri Iran itu. Ia mengaku diri
sebagai Hoan ong atau raja muda, maka ia dipanggil
pangeran. Setelah menolongi, ia sambut puteri itu serta
suaminya ke bentengnya itu di mana ia melayani orang
dengan cara hormat dan telaten sekali. Ketika pertama kali
Hek Pek Moko datang menyusul, mereka gagal, malah Siauw
Houwcu kena ditawan.
Ismet dan Akhmad serta Poan Thian Lo memang jeri
terhadap Hek Pek Moko, yang mereka malui terutama ilmu
yoganya, maka setelah Siauw Houwcu tertawan mereka, Poan
Thian Lo hendak mengorek pelajaran yoga itu dari murid
orang ini, tetapi Siauw Houwcu cerdik sekali, ia tidak kena
dibujuk atau dipedayakan, karenanya oleh Poan Thian Lo dan
Bong Goan Cu ia dikasi makan obat yang melemahkan urat
sarafnya hingga ia jadi pelupaan dan tolol sekali, sesudah
mana ia dinikahkan dengan puteri touwsu, puteri mana ada
muridnya Bong Goan Cu dan touwsu pun sudi menerima
bocah itu sebagai baba mantunya.
607 Itulah apa yang Sin Cu dapat menyaksikan di kamar
pengantin. Hek Pek Moko tidak puas mendengar Ismet dan Akhmad,
Hek Moko lantas saja tertawa dingin dan menegur: "Tuan
puterimu tidak suka pulang, perlu apa kamu masih mengoceh
saja" Kalau kau lantas pulang, kau justeru masih dapat
melindungi kedudukanmu sebagai guru negara! Ketahui
olehmu, apabila kamu tetap tidak tahu gelagat, kami tidak
nanti sudi berlaku sungkan lagi! Dulu kamu kehilangan
kepandaianmu satu tahun, kali ini bisa untuk beberapa tahun,
dengan begitu, apakah kamu masih dapat menduduki kursi
kebesaranmu?"
Dua saudara itu merasa sangat terhina mereka sudah kena
terpanah, sekarang mereka diperingati hal lukanya itu, yang
meminta perawatan satu tahun, keduanya menjadi sangat
gusar, dengan berbareng mereka menghunus golak mereka
yang melengkung model bulan sabit, maka di situ terlihatlah
sinarnya kedua golok itu yang berkilauan.
Hek Pek Moko pun menggeraki tongkat mereka hingga
terdengar suaranya yang nyaring. Maka itu kedua pihak sudah
lantas bertempur. Cepat sekali belasan jurus telah dikasi
lewat. "Sungguh golok yang bagus." Hek Moko memuji senjata
lawannya, berbareng dengan mana ia menyapu dengan
tongkatnya, Lekgiok thung.
Ismet membalas menyerang hingga tiga kali beruntun. Sin
Cu telah menyaksikan dan delapan Nippon menggunai
goloknya, sekarang ia lihat cara berkelahinya orang Iran ini, ia
merasa orang ada terlebih liehay. Ismet pun menyerang
sambil berseru.
608 Akhmad menyontoh saudaranya, ia menyerang tidak
kurang hebatnya, tetapi goloknya dihalau Pekgiok thung,
tongkatnya Pek Moko, maka habis itu, ia menjaga hingga
senjata mereka tidak bentrok pula. Demikian juga dengan
Ismet. Tadi Hek Moko memuji lawannya tetapi bentrokan senjata
mereka merugikan Ismet, yang gigi goloknya pada patah, dari
itu ia mendahului saudaranya berkelahi dengan
menghindarkan peraduan senjata.
Di dalam halnya tenaga, dua saudara Ismet dan Akhmad
itu merasa mereka kalah, disebabkan tenaga dan keulatan
mereka belum pulih anteronya, oleh karenanya, untuk dapat
melawan, mereka mengandal kepada ilmu silat golok mereka.
Hek Pek Moko juga berkelahi dengan sabar, daripada
mendesak, mereka lebih banyak membela diri. Mereka mau
menanti ketika. Meskipun demikian, hebatnya pertempuran
tidak jadi berkurang.
Semua orang menonton dengan kagum.
Setelah lewat sekian lama, terlihat sinar hijau dari tongkat
mengalahkan sinar putih dari golok, melihat itu Siauw Houwcu
sudah lantas berseru kegirangan: "Guruku menang!"
Bocah ini tidak melihat keliru. Belum lagi seruannya
berhenti, sudah terdengar seruan hebat dari Ismet dan
Akhmad, lalu di luar tahu Sin Cu keduanya telah lompat
keluar dari gelanggang, menyingkir dari pengaruhnya tongkat,
sesudah mana terdengar Ismet bersumpah: "Hari ini aku
bersumpah mesti membalas sakit hati panah dahulu hari!"
Menyusul itu sebelah tangannya terayun!
609 Semua orang lantas menampak sebuah sinar terang kuning
emas meluncur, sinar yang keluar dari tiga bola yang pun
memperdengarkan suara mengaung. Ketiga bola itu
menyambar ke arah Hek Moko.
"Sungguh suatu senjata rahasia yang temberang!" Hek
Moko tertawa setelah ia lihat serangan itu, "Eh, berapa banyak
juga senjatamu ini, suka aku membelinya! Berapa harga yang
kau minta?"
Dua saudara kembar India ini ada saudagar-saudagar
barang permata, maka sifat dagangnya itu tidak gampanggampang
lenyap. "Aku kuatir kau tidak sanggup membelinya!" Ismet
mengejek. Ia kembali menyerang dengan tiga bolanya, karena
tiga yang pertama dapat dikelit musuhnya.
Berbareng dengan itu, Acmad juga menyerang Pek Moko
dengan tiga bola yang sama.
Setelah menyaksikan senjata rahasia orang Iran itu, Sin Cu
kata di dalam hati kecilnya: "Apakah yang aneh dari senjata
ini" Sama saja dengan bunga emasku, yang bisa menyerang
jalan darah! Mana bisa senjata begini melukai Hek Pek Moko?"
Dua saudara Moko itu telah menggunai tongkat mereka,
mereka menyampok serangan hingga senjata rahasia itu
mental balik kepada lawannya masing-masing.
Ismet dan Akhmad memunahkan senjatanya itu sendiri
dengan lain bola mereka, sesudah itu mereka mengulangi
serangan mereka, beruntun beberapa kali, hingga mereka
telah membikin habis semuanya tiga puluh enam bola emas
mereka. Bola-bola emas itu bentrok satu dengan lain, hingga
suaranya menjadi sangat nyaring dan berisik, berkumandang
610 ditengah udara, hebat didengarnya, hati orang menjadi
goncang, hingga orang lekas-lekas menekap kuping.
"Kiranya suaranya bola ini begini berpengaruh..." berpikir
pula Sin Cu. "Cuma suara ini pasti tidak bakal mempengaruhi
mereka yang tenaga dalamnya tangguh."
Memang juga perhatian Hek Pek Moko tak terganggu suara
hebat itu. Mereka cuma repot menangkis setiap bola, sebab
Ismet dan Akhmad memungut pula yang jatuh, buat dipakai
menyerang lagi, atau menanggapi yang mental balik, yang
terus dipakai menimpuk pula.
Sekarang Sin Cu mengagumi bola emas itu. Sebab nyata
setiap sasarannya adalah jalan darah yang berbahaya.
"Encie, lihat!" berkata Siauw Houwcu.
Sin Cu tengah mengagumi senjata rahasia musuh, ia
seperti tidak dengar suara bocah itu.
"Enciel" Siauw Houwcu memanggil pula, terus hingga tiga
kali. "Jangan berisik! Jangan berisik!" kata Sin Cu akhirnya. "Aku
lagi melihat!"
Memang benar Nona Ie ini lagi memperhatikan cara
menyerang dari Ismet dan Akhmad itu, ia pikirkan cara itu
untuk dipakai dengan bunga emasnya sendiri, kalau ia dapat
meniru, bunga emas itu dapat dipakai menotok berbareng
melukai karena lembaran-lembaran bunganya tajam.
"Itulah tidak aneh!" kata pula Siauw Houwcu. "Guruku
terlebih liehay lagi! Kau lihat! Kau lihat!"
611 Mau atau tidak, Sin Cu menjadi tertarik hatinya, maka ia
lantas memasang mata terhadap Hek Pek Moko. Ia
mendapatkan kedua sinar hijau dan putih dari dua saudara itu
bersinar bundar sebagai roda, menutupi tubuh mereka itu,
maka setiap kali bola emas menerjang, masuk ke dalam
bundaran sinar, masuknya itu bagaikan kerbau tanah kecemplung
ke laut, tidak dapat keluar pula seperti tadi. Lalu tak
berselang lama, kedua tongkat kedua saudara Moko itu telah
tergantungkan banyak bola emas dengan sinarnya kuning
mengkilap. Semua bola emas itu tadi dapat mental balik, kesatu karena
cara menyerangnya Ismet dan Akhmad, dan kedua
disebabkan dihajar mental oleh kedua lawannya. Tapi
sekarang, semua bola itu tidak dihajar, hanya disambuti sinar
bundar seperti roda itu, sinar yang seperti merupakan jala
perangkap, dibiarkan dapat masuk, tidak diijinkan keluar lagi.
Sin Cu kagum hingga ia berdiri menjublak. Ismet dan
saudaranya hebat caranya menyerang, dan dua saudara Moko
ini hebat kepandaiannya menyambuti itu.
"Sekalipun nelayan menebar jala, masih ada ikannya yang
molos," ia berpikir. "Tapi dua saudara ini membuatnya bola
emas bergantung di tongkat mereka... Sungguh hebat!"
Tiba-tiba Sin Cu ingat kepandaian menggunai pedang dari
suami isteri gurunya.
"Sepasang pedang suhu dan subo liehay sekali apabila
keduanya telah tergabung," demikian pikirnya pula. "Pasti
kepandaian suhu dan subo lebih liehay dari dua saudara Moko
ini. Sayang ilmu pedang itu tidak dapat dipelajari satu orang
sendiri, tidak demikian, apabila itu digabung dengan
kepandaiannya Hek Pek Moko ini, tentu senjata rahasia yang
paling liehay di kolong langit ini dapat dipunahkan juga..."
612 Girang Sin Cu dapat menyaksikan ini kepandaian dari Hek
Pek Moko dan Ismet dan Akhmad itu, ia dapat melihat
kefaedahannya, yang ia hendakmeneladannya. Selama
sepuluh tahun ia mengikuti kedua gurunya, banyak
pengetahuannya dan kecerdasannya bertambah, hingga ia
gampang mengarti, gampang menerima pelajaran.


Pendekar Wanita Penyebar Bunga Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Habis itu terdengarlah suara tertawa nyaring dari Hek Pek
Moko. "Pembicaraan dagang kita ini sudah dibicarakan putus jadi!"
demikian mereka itu berseru. "Haha! Kiranya di kolong langit
ini ada juga kejadian tanpa modal sepeser tetapi dapat kita
memperoleh begini banyak emas kuning! Perdagangan serupa
ini, seumur hidupnya satu manusia, satu kali juga sungguh
sukar diketemukannya! Ya, kamu masih mempunyai berapa
banyak emas lagi" Mari, ada berapa banyak juga kami suka
menerimanya!"
Ismet dan Akhmad berdiri bengong di dalam gelanggang
itu. Mereka masih mempunyai sisa enam biji bola emasnya
tetapi mereka tidak berani pakai itu untuk menyerang pula.
Mereka cuma memegangi saja golok bulan sabit mereka.
Poan Thian Lo menonton semenjak tadi, ia perhatikan
pertempuran dan segala apa di sekitarnya. Ia kagum untuk
jalannya pertempuran, ia bercemas hati untuk kesudahannya
itu. Sudah ia tidak sanggup berbuat apa-apa, juga dua
saudara kembar itu yang diharapkan bantuannya, gagal. Tapi
ia ada sangat cerdik dan licik, maka juga tengah Ismet berdua
berdiam saja dan kedua saudara Moko bergurau, ia
perdengarkan pekik yang aneh, tubuhnya lantas berlompat ke
arah Siauw Houwcu.
613 Hebat akibat pekik dan gerakan Hoan ong palsu ini,
bagaikan orang tersadar, Ismet dan Akhmad segera bergerak
pula, dengan memutar goloknya masing-masing, mereka
menerjang pula Hek Pek Moko.
Hebat adalah gerakannya Poan Thian Lo. Cambuknya yang
luar biasa sudah lantas menyambar ke arah si bocah, yang dia
niat lilit. Sin Cu berada di damping Siauw Houwcu, ia sebenarnya
gesit tetapi ia masih kalah sebat. Ia pun tidak menyangka
sama sekali atas serangan mendadak ini. Ketika ia menyabet
dengan pedangnya, ujung cambuknya Poan Thian Lo sudah
menyamber robek ujung bajunya si bocah.
Tidak berhasil seanteronya terhadap Siauw Houwcu, Poan
Thian Lo memutar cambuknya yang istimewa terhadap
dadanya Sin Cu, nona yang merintangi usahanya itu. Ia
menyerang dengan jurusnya "Naga berbisa keluar dari
sarangnya."
Sin Cu menangkis serangan itu dengan sama kerasnya,
maka itu kedua senjata bentrok hebat, hingga muncratlah
lelatu apinya. Setelah bentrok, cambuk itu tidak berhenti
hanya masih mencoba melilit. Cambuk panjang setombak
lebih, dengan begitu seperti juga si nona dirintangi jalannya di
samping kiri atau kanan, sedang ujung cambuk mencari
bajunya, untuk digaet dengan gigi-giginya cambuk yang
Pendekar Super Sakti 2 Anak Berandalan Karya Khu Lung Pendekar Kidal 16

Cari Blog Ini