Ceritasilat Novel Online

Perguruan Sejati 2

Perguruan Sejati Karya Khu Lung Bagian 2


In Hok segera ngeloyor pergi.
"Tidak usah," kata lie Tongleng, kami masih sedang bertugas, tidak bisa lama-lama berada disini, atas kejadian ini harap jangan merasa terganggu, semua ini untuk keselamatan Kongcu
!" "Terima kasih atas kebaikan Tongleng!" kata In Tiong Giok sambil merangkapkan tangan. "
"Bolehkah aku menanyaorang tua ini sudah berapa lama menjadi pembantu dirumahmu ?"
kata Lie Tongleng.
Diam-diam Tiong Giok menjadi kaget, tapi parasnya tetap tenang dan menjawab secara wajar:
"Sejak umur belasan tahun ia membantu ayahku sampai sekarang!"
"Ia pengawal lama dan orang kepercayaan ayahmu, maka itu kesetiaannya tak usah diragukan lagi bukan ?"
Perkataan Lie Tongleng tidak berarti apa-apa, tapi Tiong Giok sudah mengenal wataknya yang cerdik, maka iapun menjawab seenaknya: "Ya, memang ia orang kepercayaan ayahku !"
"Ia begitu setia dan bekerja sudah puluhan tahun, apakah sudah berkeluarga ?"
"Ini?" belum pula Tiong Giok berkata habis, In Hok sudah mendahului: "Anakku sudah sebesar Tongleng!" Jawaban ini hampir-hampir membuat sekalian pengawal tertawa
dibuatnya. "In Kongcu katamu belum selesai," kata Lie Tongleng dengan cepat.
"Ini terjadi sebelum aku lahir!" jawab Tiong Giok dengan cepat pula. "Untuk apa Tongleng bertanya hal ini ?"
"Memang seperti tidak berguna tapi bermanfaat besar bagiku, tunggu saja nanti, aku bisa memberikan laporan yang benar-benar bisa mengejutkan Kongcu, nah sekarang sudah lama kami mengganggu dan permisi !" Dengan sekali menggoyang tangan sekalian pengawal mengiringinya keluar.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
39 In Tiong Giok masih terpekur, setelah langkah-langkah para pengawal menjauh ia baru merasa lega. Cepat ditutupnya pintu, lalu dipanggilnya in Hok: "Engkau sebenarnya siapa, lekas bilang !"
"Kongcu masakan sama aku si budak tua tidak kenal " Aku In Hok!"
"Sampai sekarang In Hok belum berkeluarga sebaliknya terus terang saja siapa dirimu " Dan In Hok telah engkau apakan ?"
"In Hok tiba-tiba tertawa: "Harap Kongcu tenang, pengikutmu itu tidak kurang suatu apa dan sudah pulang dengan selamat kerumahmu !"
"Untuk apa engkau menyamar sebagai In Hok, terangkan lekas, jangan sampai aku berteriak dan membuatmu nanti mati secara sia-sia."
"Manusia tidak mau mencelakakan Harimau, sebaliknya harimau mau mencelakakan
manusia", kata In Hok palsu, "tidakkah Kongcu ingat dua kali terlepas bahaya berkat pertolonganku ?" Berbareng dengan habisnya bicara, lengannya dengan cepat menjambak dada In Tiong Giok.
Dengan tangkas pemuda kita menggunakan ilmu menggeser tubuh Kiu toan bie cong pou, tubuhnya berkelebat dan lolos daro serangan.
"Ih, kiranya ada permainannya juga," kata In Hok sambil mengebaskan tangan membuat pelita padam. Lalu tubuhnya merendah dan melancarkan serangan Kui ong tan jiau (raja setan mengcengkeram) kearah ketiak lawan. Tapi dengan cepat dan gusar Tiong Giok melancarkan serangan balasan kearah jalan darah musuh. Serangannya yang cepat dan tepat membuat In Hok kaget, dan menarik tangannya sambil berseru : "Ih Siong liong ciu (ilmu menangkap naga)!"
"Hemm, kau kenal juga, nah ini apa !" kata In Tiong Giok seraya mengumpulkan tenaga untuk melancarkan ilmu mautnya. Tapi dengan tiba-tiba ia ingat pesan gurunya dan buru-buru membatalkan niatnya.
Tapi gerakannya saja sudah dikenali In Hok orang tua itu jadi tersenyum. "Hm, tahan dulu si kutu buku itu apamu ?"
"Aku tidak kenal siapa si kutu buku !"
"Lalu siapa yang memberikan pelajaran Sing Liong ciu dan Hiat cie leng padamu ?"
"Sudah tentu guruku !"
"Siapa gurumu ?"
"Penunggang Hiu dari daerah Honglay, pelajar miskin dari Pegunungan Salju !"
"In Hok menarik nafas panjang, lalu menyalakan pelita. Dibawah sinar lampu. "In Hok telah bersalin rupa: Rambutnya putih, matanya memancar tajam, usianya lebih tua dari In Hok asli, tapi wajahnya kemerah-merahan seperti gadis remaja !
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
40 "Engkau siapa ?"
"Ha ha ha budak cilik, lihatlah yang tegas !" Orang tua itu tertawa dan mengusap wajahnya, warna kemerah-merahan menjadi hilang berubah kecoklat-coklatan, sikapnya penuh wibawa, dialah Ngo Liu Cungcu Tan Toa Tiau. In Tiong Giok menyedot nafas, mengumpulkan tenaga siap dengan Hiat Cie Leng.
"Jangan kesusu, lihat lagi yang tegas," Lagi-lagi si orang tua bersalin rupa persis seperti Lie Kee Cie.
In Tiong Giok kebingungan dan menggeleng-gelengkan kepala sambil menarik nafas:
"Engkau sebenarnya siapa " Setan atau manusia ?"
Orang tua itu mengeset selaput tipis dari wajahnya, menampakkan kembali wajah aslinya yang kemerah-merahan seperti anak gadis remaja. Ia tertawa puas : "Lohu adalah setengah manusia setengah setan, ketemu manusia jadi orang ketemu setan jadi iblis ! Bocah, belum kenal juga padaku ?"
In Tiong Giok menjadi bingung: "Hari-hari belum pernah ketemu mana kukenal engkau siapa, lagi pula yang mana wajah aslimu !"
"Ah benar-benar celaka sampai orang sendiri tidak dikenal. Menurut tingkatan engkau harus memanggil Siok-siok (paman) padaku, tak kira berbalik dijadikan pelayanmu !"
"Sebenarnya engkau ini siapa ?"
"Gurumu si kutu buku itu adalah kawan karibku dari banyak tahun," kata si orang tua.
"Dalam hal menulis dan membuat sajak aku tak memadai kepandaiannya, tapi dalam hal minum arak dan menggerogot daging anjing aku lebih lihai darinya ! Jika engkau mewarisi kepandaiannya dan menjadi muridnya, tentu kenal siapa aku ?"
"Suhu tak pernah menceritakan orang-orang Kang Ouw, bahkan sampai namanya sendiri tak pernah dikatakan!"
JILID 3________
"Ah benar heran, sedang main apa si kutu buku itu" tapi sedikitnya engkau pernah mendengar apa yang dinamai Bulim Cap sa kie bukan ?"
"Oh yang engkau maksudkan dengan Jiak sie to koey kay sin sian yauw mo kui itu " aku baru tahu beberapa hari saja dari Pek Kounio, artinya sama sekali tidak jelas !"
"Ya ketiga belas orang ini empat puluh tahun yang lalu merupakan jago dunia persilatan yang tiada taranya !"
"Aku heran sepuluh huruf itu kenapa bisa jadi tiga belas orang ?"
"Antaranya yang disebut Yauw ialah Hekpek Siangyauw suami istri, atau dua jejadian hitam dan putih. Sedangkan To adalah penganut Taois dari Lau Tze bernama Thay Cin Tojin dari Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
41 pegunungan Hengsan. Kui artinya gadis, yang dimaksud adalah Liap In Eng yang bergelar Piau Hio Kiam atau sipedang semerbak : Sin mewakili Tong Cian Lie yang bergelar Lui Sin atau malaikat petir : Sian adalah Gan Kong Hu dengan gelar Sit bok-sian ong atau dewa bermata hijau, sedangkan Sie mewakili Biku yakni Kay Kong Kiansu : Mo adalah Hiat Mo setan berdarah Kim Kay, sedangkan kui atau setan mewakili Thian Lam Sam Mo, tiga iblis dari daerah selatan yang terdiri dari Siau bin Busiang (iblis tersenyum) , Tok Kay fong, Kiucie Busiang (iblis berjeriji sembilan) Kam Peng Hoo dan Tokpit Busiang (iblis bertangan satu) Ciau Cie Hiong"."
"Engkau hanya menjelaskan artinya delapan huruf, masih ada Jiak dan Kay yang belum dijelaskan !"
"Kedua orang itu sebenarnya tak perlu dijelaskan engkau harus tahu sendiri !" kata si orang tua sambil mengangkat "angkat pundak. "Kelihatannya engkau pintar, nyatanya bodoh dan harus dikasihani : Jiak adalah pelajar, yakni gurumu si kutu buku Han Bun Siang dengan gelar Lo-to sen (sipelajar miskin) dan Kay atau pengemis adalah aku Cu lit dengan gelar manis yakni Cian Bin Sin Kay atau pengemis seribu muka !"
Kaget dan girang bercampur dijiwa Tiong Giok, cepat-cepat ia membungkukkan badan memberi hormat : "Tak kukira bahwa Lo Cianpwee dan guruku adalah Bulim Cap sakie.
Boanpwee benar-benar tidak tahu dan maaf atas kekuranganku.
"Sudah jangan berkata begitu," kata Cian Bin Sin Kay,"Sejujurnya dulu bulim capsahkie namanya tenar, tapi untuk kini telah berubah menjadi Bulim Capsahkie Siu (tiga belas keburukan)" untuk apa ?"
Bocah apakah engkau tahu kedatanganku ke sini ?"
"Boanpwee tidak tahu," jawab In Tiong Giok.
"Aku ingin mencari seseorang yang tidak imannya?" mendadak ia diam dan memiringkan kepala mendengari sesuatu. "Sst jangan bersuara dibelakang rumah datang seseorang berkepandaian tinggi !" Hm, ingin kulihat manusia macam apa dia itu !"
Cepar-cepat selaput tipis dikenakan kemukanya, membuatnya menjadi In Hok kembali.
"Lo Cianpwee jangan lupa, pura-pura tidak pandai silat, agar tak ketahuan," kata In Tiong Giok.
"Ya engkau benar, hampir-hampir kulupa dan terbongkar rahasia kita !"
Berdua-dua mereka berdiam dipojok ruangan ssmbil menahan napas, tak perlu lama-lama mereka menanti, dibelakang rumah terdengar suara berkeresek" Cianbin Sinkay dengan ilmu Toan Im (mengirim suara) berbisik pada kawannya "Binatang ini bermaksud tidak baik, dalam keadaan terpaksa akan kutindak, engkau tetap saja berlagak bodoh !"
Sesosok bayangan hitam masuk kedalam, tubuhnya kurus dan mengenakan pakaian warna kelabu, wajahnya tertutup kedok, hanya matanya saja terbuka memancar tajam. Ia bersenjata, gerakannya ringan, dugaan sipengemis tidak salah, tamu tak diundang ini berkepandaian tinggi. Tiong Giok memperhatikan terus gerak gerik orang itu. Sibaju kelabu seolah-olah Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
42 mengenal baik keadaan rumah, ia menuju ke kamar In Tiong Giok. Pintu memang setengah terbuka, tubuhnya memiring dan mencelos masuk tanpa bersuara. Tapi dengan cepat pula is keluar lagi dari dalam kamar.
"Kawan !" tegur In Tiong Giok, sambil menerkam dan melancarkan serangan Cesiu Puliong (dengan tangan menjirat naga) mencengkeram kearah pundak. Tanpa menoleh, sibaju kelabu tiba-tiba mengengos dan menyerosotkan kakinya, tubuhnya sudah berpisah satu meter, lalu berbalik melepaskan tamparan !
Tiong Giok menyerang tergesa-gesa, cepat-cepat tubuh bagian atas diputar, dan menarik tangan kanannya, kembali menyiapkan seangannya itu yang dikeluarkan dengan jurus In Liong Sian Jiau (naga memperlihatkan kuku diawan), tapi gamparan musuh mengandung kekuatan hebat, tubuhnya hampir terpukul jika tidak ada Cianbin Sinkay yang menalang menangkis ! Sungguh begitu tak urung terhuyung-huyung tiga empat langkah. Sibaju kelabu menggunakan kesempatan ini melompat peergi dan terus hilang kearah jendela. Cianbin Sinkay menyusul dengan cepat, tapi kehilangan jejak, ia merasa kagum, sambil menggoyang-goyang kepala ia kembali kerumah. "Engkau menyuruh aku menyembunyikan kepandaian, kenapa engkau sendiri tak tahan menghadapi keadaan ?"
"Sebab dia bukan orang Pok Thian Pang !"
"Bagaimana engkau tahu ?"
Ia berkepandaian tinggi dan tidak bersenjata, begitu masuk lantas kekamarku tapi ia segera keluar lagi, karena mengetahui kamar kosong. Dari sini kupikir tentu dia orangnya yang tiga kali berturut-turut membunuh penterjemah bahasa Sangsekerta. Tujuannya dari pembunuhan untuk mencegah jangan sampai buku yang berada ditangan orang-orang Pok Thian Pang diterjemahkan, sungguhpun kelakuannya sangat telengas ia berniat melindungi juga kaum bulim, saying kita tidak berhasil membekuknya !"
"Tapi disini hanya aku dan engkaulah yang terhitung orang luar, jika orang itu bukan anggota Pok Thian Pang kenapa bisa masuk kesini !"
"Bisa saja, didunia ini apa yang tidak mungkin ?" kata In Tiong Giok. "Buktinya seperti Locianpwee bisa salin wajah, mungkin dia juga demikian !"
"Ilmu salin rupaku dapat dikatakan tidak ada duanya diatas dunia ini, sehingga mendapat julukan Cianbin, sungguhpun begitu harus menjadi budakmu dulu baru bisa datang kesini !"
"Tujuannya orang itu mencegah aku menterjemahkan buku, jika kita belum meninggalkan tempat ini pasti dia akan datang lagi ! Untuk kedua kalinya kita harus berhasil menangkapnya, mungkin dia itu bisa dijadikan kawan baik !" kata In Tiong Giok, lalu ia ingat perkataan siorang tua tadi : "Locianpwee ingin mencari orang yang tak kuat imannya itu siapa ?"
"Dia adalah salah seorang Bulim Capsahkie, entash kenapa terdengar diluaran namanya tercantum sebagai anggota Pok Thian Pang kalau benar terbukti, dengan tangan ini akan kubunuh dia !"
"Maksudmu Thian Lam Sam Kui ?"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
43 "Sam Kui termasuk orang apa " Yang kumaksud adalah Thay Cin Tojin dari Thay Hengsan !"
"Apa " Dia juga jadi anggota Pok Thian Pang".. ah mana mungkin !"
"Ini kuketahui dari anggota Pok Thian Pang diluaran, bahkan ia berada diistana "sorga"
menikmati segalanya, sayang usahaku merampas perahu tidak berhasil. Jika tidak, hmm !"
In Tiong Giok turut sedih mendengar itu, karena orang yang dimaksud itu, justeru yang hendak diketemukannya, jika sampai benar-benar Thay Cin Tojin jadi anggota Pok Thian Pang bagaimana baiknya " Biarfpun ia seoarang yang pintar menghadapi keadaan begini jadi hilang pendapat. Dipegangnya surat kulit kambing di sakunya dengan bengong, tapi tidak dikeluarkannya untuk diberi tahu pada Cian Bin Sin Kay. "Perkataan sebelah pihak belum tentu benar biarlah nanti kuselidiki untuk mencari kebenaran !"
"Menyelidiki tidak ada gunanya juga, yang baik kau berusaha mendapatkan sebuah perahu !"
"Ya akan kuusahakan sedapat mungkin, tapi waktu sangat mendesak sekali !"
"Engkau boleh mengulur waktu !"
"Tapi gerak gerik Locianpwee sudah mendatangkan kecurigaan Lie Kee Cie, asal ia mengirim pos ke Ngo Liu Cung untuk memeriksa keadaan rumahku, segala kebohongan yang diucapkan Locianpwee bukanlah terbongkar semua ?"
"Aku tak berpikir sampai kesitu, mungkinkah Lie Kee Cie secermat engkau ?"
"Ia licin dan cerdik, buktinya Pang Hui kena dibongkar rahassianya," kata In Tiong Giok, lebih-lebih Locianpwee yang berturut-turut dua malam mengganggu mereka, pasti
mendatangkan kecurigaan !"
"Andaikata ia berbuat seperti yang engkau duga, paling sedikit masih ada waktu lima hari.
Waktu ini cukup lama, andaikata ketahuan sekuat tenaga kulindungi engkau sampai berhasil lolos dari sini, lalu kutempur mereka mati-matian, bagaimana mereka tidak bisa berbuat apa-apa padaku."
Waktu berjalan dengan cepat, sementara mereka bercakap-cakap, fajar sudah menyingsing.
Tak terasa sudah siang Kongcu sebaiknya istirahat dulu, Lohu akan masak nasi !"
"Ah ada-ada saja, yang pantas Boanpwee menyediakan untuk Locianpwee !"
Biar masih ada lima hari, sandiwara ini sebaiknya berjalan terus, duduklah dan akan kubuatkan masakan "Ayam pengemis" untukmu !"
In Tiong Giok mengawasi Cu Lit kedapur, perubahan malam ini biarpun sudah membuka sebagian tabir asap, tapi mendatangkan lagi tabir baru. Bagaimanapun rahasia Cu Lit tidak bisa bertahan lama. Jangka waktu lima hari dalam sekejap mata akan berlalu, sampai saatnya, dengan cara apa bisa meloloskan diri dari tempat berbahaya ini ?" Karena merasa risau ia keluar rumah berjalan-jalan di taman sambil menghirup hawa segar. Ia melangkah perlahan sambil menundukkan kepala, waktu ia dongkak lagi nampak seorang muda berbaju merah sedang berdiri disekat gunung-gunungan terpekur dan memandang ketempat jauh.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
44 "Nah, ini Pek Kian Hong," pikirnya, ia berjalan mendekati !
Pek Kiam Hong tetap berdiri tegak memandang kearah jauh sambil berpangku tangan, seolah-olah ia tidak tahu kedatangan In Tiong Giok, juga seperti tahu tapi tidak meladeninya. Melihat keadaan ini Tiong Giok menghentikan langkah dan niat mundur.
"Pagi benar In Heng bangun ?" tiba-tiba pemuda itu menegur dengan nada dingin.
Cepat In Tiong Giok memberi hormat : "Selamat pagi Siau Pangcu !"
"Untukku sudah tak pagi lagi," jawabnya kasar, aku berdiri dan berdiri setiap hari ditempat ini sebelum surya terbit, tanpa terasa sudah sepuluh tahun, selama itu belum pernah absen seharipun !"
In Tiong Giok tidak tahu harus bagaimana menjawabnya, ia tertawa dan berkata : "Ya sepuluh tahun seperti sehari, kemantapan Siau Pangcu dan daya tahan yang luar biasa membuatku kagum.
Seperti tertawa Pek Kiam Hong berkata: "In Heng menganggap kelakuanku aneh dan enggan bergaul bukan ?"
"Tidak, sedikitpun ridak mengandung maksud begitu, hanya saja."
"Hanya saja engkau telah dipengaruhi perkataan Pek Sumoy soal diriku yang aneh bukan ?"
"Sebenarnya Pek Kounio tidak mengatakan apa-apa, hanya dengan baik hati ia memesan jangan mengganggu ketenangan dari Siau Pangcu."
"Yang dikatakan memang benar, tapi ia tidak mengetahui kepenatan hatiku, perasaan hati yang terbenam dan tidak diutarakan pada orang lain, sama dengan memelihara adat sendiri dan timbul keanehan untuk orang lain, sehingga sukar bergaul."
"Perkataan Siau Pangcu memang benar, masing-masing orang mempunyai tabiat sendiri-sendiri. Bagaimanapun kita tertawa untuk menggembirakan orang lain, tidak berarti kegirangan bagi diri sendiri. Tapi begitu kita sedikit pendiam dianggap sombong dan menyendiri, ah memang jadi orang tidak mudah !"
Perkataan ini mendatangkan suatu kesenangan bagi Kiam Hong, matanya yang memancar tajam menatap pada Tiong Giok : "Apakah In Heng mempunyai juga kandungan hati yang tak bisa diutarakan pada orang lain ?"
"Tidak, tapi aku mengerti apa yang dirasakan Siau Pangcu !"
"Apa yang pernah diucapkan Pek Sumoy kepadamu ?"
"Ia menuturkan secara ringkas hal ikhwal Siau Pangcu?" belum pula Tiong Giok habis berkata, wajah Kiam Hong sudah ditekuk lagi.
"Ah Pek Sumoy terlalu bawel, kenapa ia berkata begitu pada orang luar !"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
45 "Biarpun aku orang luar, apa yang kukatakan adalah kejujuran, harap Siau Pangcu tidak gusar."
Agaknya Pek Kiam Hong menjadi malu hati atas kejujuran Tiong Giok, dilihatnya pemuda kita, parasnya berubah baik, tapi dengan tiba-tiba saja ia berlalu dengan cepat.
In Tiong Giok menggelengkan kepala dan menarik napas panjang melihat sikap si pemuda itu. Tapi dalam perasaan hatinya bisa menilai bahwa pemuda itu tidak seaneh dan dingin seperti yang dibicarakan Wan Jie, tapi ia menyesal percakapan berakhir dengan tak sedap.
Sekembalinya kerumah Cu Lit sudah selesai dengan "ayam pengemisnya" yang menebarkan.
"Lekas dicicipi bagaimana rasanya buah tanganku, sudah banyak tahuntak turun tangan sendiri, entah masih boleh entah tidak !"
Dengan sungkan-sungkan Tiong Giok menggerogoti ayam itu, dalam sebentar saja sudah tinggal separuh, nyatanya kelezatannya luar biasa sekali. Setelah ayam itu habis semua, baru ingat bahwa orang tua itu belum makan.
"Tak apa-apa masih ada empat lagi, mari kita makan sepuasnya, lewat lima hari lagi sulit mencari makan?"
Tiba-tiba dari luar terdengar suara tertawa dari Siau Hong dan Siau Eng :
"Hm, harum benar ! In Kongcu beruntung betul pagi-pagi sudah makan panggang ayam, bolehkah kami mencoba ?"
"Masih banyak, mari makan," kata Cu Lit, dan jangan lupa bawakan sebelah untuk Pek Kounio!"
"Mengapa Pek Kounio tidak turut serta ?" Tanya In Tiong Giok.
"Tiap hari bertemu muka, mungkinkah merasa kangen ?" Tanya Siau Eng.
"Aku ingin membicarakan sesuatu hal yang penting dengannya, bukan main?"
"Kebetulan Kouniopun menyuruh kami menjemput Kongcu kesana !" kata Siau Hong.
"Dimana dia ?"
"Di aula belakang istana !"
In Tiong Giok kaget tapi tak menanyakan lebih lanjut, cepat-cepat ia mengenakan baju, sebelum keluar ia sempat memesan Cu Lit.
"Siapkan ayam, mungkin aku akan makan siang bersama Kounio disini."
"Lebih baik kami yang mengambil, karen kemungkinan besar Kounio menahan Kongcu
makan diistana !"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
46 In Tiong Giok menganggukkan kepala dan keluar dari villa Tenang bersama-sama kedua pelayan wanita itu. Diluar telah tersedia kereta, Siau Eng mempersilahkan Tiong Giok masuk.
Begitu ia berada didalam hatinya jadi girang, karena ada Wan Jie ! Sedangkan Siau Eng dan Siau Hong naik di depan mengendarai kuda.
"Jalan perlahan-lahan," pesan Wan Jie.
"Ya, nona,"jawab pelayan itu. Benar saja kereta jalannya tak ubah seperti kura-kura merayap.
Di dalam kereta terasa sangat harum dan membuat In Tiong Giok heran, dicekalnya lengan si gadis, begitu dingin dan sedikit bergetar. Hal ini membuatnya jadi bergetar juga, dilihatnya si gadis menatap sayu kearahnya, disekalnya lengan si gadis bertambah erat.
"In Kongcu sejak bertemu di Ngo Liu Cung aku sangat menghargaimu, tapi ada satu hal yang aku minta kejujuranmu, benar-beanrkah engkau bisa berbahasa Sangsekerta ?"
"Mengapa Kounio bertanya lagi, jika tidak mampu apa gunanya aku kemari ?"
"Aku percaya padamu, tetapi suhu dan Lo Cucong merasa curiga, karena mereka mendengar tadi malam terjadi sesuatu di villa Tenang, benarkah ?"
"Benar, bahkan Lie Tongleng telah melakukan pemeriksaan !"
"Ya, biang kerok justru Lie Tongleng adannya," kata Pek Wan Jie, "ia melaporkan pada Pangcu bahwa mata-mata itu In Hok adanya, bahkan engkaupun dicurigai pula."
"Bagaimana ia boleh sembarngan menfitnah orang baik ?"
"Menurut dia dengan mata kepala sendiri melihat penjahat masuk kedalam villa, dan potongan tubuhnya mirip In Hok, tetapi waktu memeriksa tak ada bukti. Juga waktu ia menanya In Hok kau melindunginya !"
"Aneh" biasanya penjahat mendatangkan malapetaka bagi penterjemah," kata In Tiong Giok. "Lie Tongleng seharusnnya mengoreksi diri sendiri, Karena sebagai petugas tak berhasil menjalankan kewajiban, kenapa berbalik menfitnah kami sebagai mata-mata. In Hok adalah pengikut ayahku dari puluhan tahun, sedikitpun tak bisa silat, mana bisa jadi penjahat !
Ini terang-terang ia tak bisa bekerja ! Apakah Pangcu percaya ocehannya ?"
"Pangcu sebenarnya tak percaya, dan membentaknya buat membuktikan ! Tapi Lo Cucong yang mengetahui kejadian ini, dia segera memerintahkan mengirim merpati pos, meminta Ngo Liu Cung menyelidiki sampai kedasarnya, lalu menyuruh aku mengundangmu untuk dites?"
"ini cara yang baik, bagaimanapun emas murni tidak takut dibakar !" kata In Tiong Giok memegat pembicaraannya.
"Semoga apa yang kau ucapkan benar semua, ketahuilah Lo Cucong tabiatnya jelek, waktu menjawab segala pertanyaan harus hati-hati"..ah, hatiku sangat risau, jika dipikir membuatku kuatir sekali?"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
47 "Apa yang engkau kuatirkan ?"
"Ada pirasat seolah-olah kita akan berpisah !" kata Pek Wn Jie dengan suara sedikit bergetar.
"Entah apa sebabnya, hatiku kuatir berpisah denganmu, kemudian hari entah masih bisa bertemu entah tidak?" Ia terdiam air matanya berderai turun.
Tergetar sanubari Tiong Giok : "Wan Jie engkau menangis ?"
Wan Jie menggeleng kepala, tapi isak tangisnya keluar tanpa dirasa.
Dengan perasaan saying, Tiong Giok merangkul pundak sigadis dan bertanya : "Wan Jie engkau kenapa begitu baik kepadaku, kenapa ?"
Dengan lemah sigadis menyandarkan tubuhnya kedalam dada Tiong Giok : "Tak dapat
kukatakan kenapa mungkin memang sudah nasib, mau ketemu di Ngo Liu Cung, begitu
melihatmu lantas" ia tidak meneruskan.
"Kounio ! Sudah sampai !" terdengar suara Siau Hong.
Wan Jie melepaskan diri dari Tiong Giok, cepat-cepat menyeka air mata, pintu kereta sudah dibuka Siau Eng. Kedua orang turun di sebuah taman yang besar dengan beraneka ragam bunga indah. Dengan merapikan baju Wan Jie membuka jalan diikuti tamunya dari belakang.
Meeka melewati taman bunga dan naik keundakan tangga, dua penjaga dengan senjata terhunus berdiri tegak, diam tak bertanya. Setibanya mereka didalam, terlihat dua orang berpakaian biru, satu tinggi satu pendek.
"Kedua orang ini adalah Wang Fut Hoat dan Pu Fut Hoat dari Korea !" kata Wan Jie.
"Tiong Giok merangkapkan tangan memberi hormat : "Yang rendah adalah In Tiong Giok."
Kedua Fut Hoat itu tidak membalas hormat, dan tidak berkata sepatah katapun, yang jangkung dengan tiba-tiba saja mencekal kedua tangan Tiong Giok sedangkan yang pendek melakukan penggeledahan. Setelah itu sijangkung mengangguk kepada Wan Jie, mengizinkan masuk.
Kelakuan ini membuat Tiong Giok tersinggung.
"Sabar," kata Wan Jie, yang terus melangkah kesebuah kamar. Begitu masuk benar-benar diluar dugaan, karena Pek Cin Nio berada disitu, kedua Fut Hoat entah kemana tidak terlihat lagi.
Sang Pangcu duduk dikursi bersarapkan kulit harimau, dikiri kanannya tidak terlihat seorang pelayanpun. Wajahnya sangat cantik tersenyum manis, begitu ramah seperti kemarin-kemarin.
"In Kongcu silahkan duduk, mari kita membicarakan sesuatu mengenai pekerjaan
menterjemahkan buku Sangsekerta itu."
Wan Jie berdiri dibelakang gurunya, sedangkan Tiong Giok mengambil tempat duduk di bagian selatan. Diam-diam Wan Jie memberi kode dengan memoncongkan mulut ke arah utara, dimana terdapat pintu yang tertutup kain tipis. Seolah-olah menyuruhnya berhati-hati.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
48 Pertama-tama Pangcu menanyakan soal keluarga Tiong Giok, yang dijawab dengan
sejujurnya. Disamping menjawab iapun memperhatikan kearah utara, kini ia sadar, kiranya dibalik kain tipis, samar-samar terlihat bayangan orang. Mungkin itulah yang disebut Lo Cucong dengan kedua Fut Hoat tadi. Antara pintu berkain tipis dan dimana Tiong Giok duduk saling berhadapan. Orang-orang dibalik kain tipis itu pasti dapat melihat dengan tegas pemuda kita, sebaliknya Tiong Giok hanya melihat bayangan-bayangan saja dan tidak bisa melihat wajah mereka.
"In Kongcu untuk menyingkat waktu, baiklah kita mulai dengan pekerjaan menterjemahkan itu." kata Sang Pangcu , seraya menyerahkan sehelai kertas tipis. "Nah Kongcu coba lihat apa artinya tulisan ini ?"
Dengan kedua tangan Tiong Giok menyambut kertas itu, dan melihat sejenak lalu
menyerahkan kembali dan menjelaskan : "Maknanya dari kata-kata itu bersangkutan
denganilmu silat, Hauw Sian adalah nama dari sipenulis, Ciu Lok tulisan tangan. "Keng Thian Cit Su" nama dari ilmu itu yang berarti : "Tujuh gerakan menjangkau langit."
Sang Pangcu mendengari tenang-tenang wajahnya menunjukkan sinar puas. "Kongcu adalah pemuda berbakat dan berpengetahuan dalam bisa mendapat bantuanmu, peerkumpulan kami marasa bangga dan beruntung !" Ia tersenyum kearah Wan Jie, sigadis mengerti apa yang dimaksud gurunya, maju menerima kertas dari gurunya dan melangkah masuk kedalam pintu berkain tipis.
Bayangan-bayangan orang dibalik kain tipis terlihat bergerak-gerak dan berkata-kata dengan perlahan, sesudaah itu terlihatlah Wan Jie keluar, ditangannya membawa sehelai kertas lain.
Sang Pangcu menerima dan memberikan pada Tiong Giok sambil berkata : "Silahkan Kongcu membacakannya, apa artinya tulisan di kertas ini ?"
Setelah membaca sebentar Tiong Giok berkata : "Oh ini prakata dari buku Keng Thian Cit Su, yang menjelaskan keistimewaan ilmu pedang tujuh gerakan menjangkau langit. Sungguhpun bernama tujuh jurus, sesungguhnya mencakup keseluruhan ilmu pedang, yang dapat berubah tak terpanai banyaknya. Maka itu orang-orang yang kurang cerdas dilarang mempelajari seorang diri, karena bisa tersesat dan gila. Karena pelajaran ini terdiri dari dua jilid, pertama dan kedua. Untuk dipelajari berdua dan dimainkan berdua juga, dengan bersatu padunya pemain, kelihayan dan kekuatan ilmu pedang ini baru dapat dikembangkan menjadi kekuatan yang tiada taranya.
Perbedaan besar dengan ilmu pedang biasa yakni setiap yang mempelajari harus sungguh-sungguh dan tekun?" Tiba-tiba saja dari balik kain tipis berdehemnya suara halus.
"Kongcu benar-benar dikurniakan yang Maha Kuasa kepintaran yang melebihi orang lain!"
kata sang pangcu dengan tersenyum, "untuk mengingat kata-kata ini terlalu panjang, maka itu kuminta Kongcu untuk menuliskannya dibuku" Ia menoleh pada Wan Jie "sediakan alat-alat tulis !"
Ia bangun dan masuk kedalam, bayangan-bayangan dibagian kain tipispun bergerak dan hilang. Wan Jie menarik napas panjang, dan tersenyum kearah Tiong Giok : Senyumnya mengandung, girang, haru, bersyukur dan banyak-banyak yang tak dapat dituliskan.
"Sekarang engkau percaya padaku ?" tegur in Tiong Giok.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
49 "Hm." Wan Jie mendelik dan terus masuk kedalam mengambil alat-alat tulis, dengan cepat ia kembali lagi. Diambilnya pit dan ia menulis dimeja : "Jangan terlalu jujur mengeluarkan keahlian atau kepintaran, kamu pura-pura seperti menghadapi kesulitan, makin lambat makin baik. Wan Jie cepat-cepat menghapusnnya lagi tulisan itu.
Tak selang lama Sang Pangcu datang lagi dan mengawasi Tiong Giok bekerja, gerak geriknya demikian ramah dan selalu tersenyum-senyum, sekali-sekali iapun bertanya keistimewaan dari Sangsekerta kelakuan ini begitu wajar dan bebas, tak ubahnya seperti seorang ibu sedang mendampingi anaknya.
In Tiong Giok menurut permintaan Wan Jie pura-pura menggigit seperti berpikir, dan menulis dengan perlahan-lahan. Sampai tengah hari, ia baru berhasil menterjemahkan satu halaman.
Sang Pangcu meneliti hasil teerjemahan iotu, dengan puas dimasukinya kedalam saku : "In Kongcu, kepandaianmu ini mendatangkan penghargaan Lo Cucong, ia menghadiahkan semeja makanan dan minuman sebagai imbal jasa jerih payahmu hari ini : Wan Jie temani In Kongcu makan disini ! Sesudah itu ajaklah berperahu, agar kepenatan hari ini tersapu bersih, dan bisa memelihara semangat untuk hari esok".. tapi, disebabkan terjadinya dua keributan dimalam hari, kuminta kalian pergi disiang hari. Dan pekerjaan ini dilakukan pada malam hari !"
Sepuluh pelayan datang membawa hidangan dan minuman, begitu banyak dan harum-harum.
Pangcu sebagai tanda hormatnya, memberikan secawan arak pada Tiong Giok baru berlalu.
Wan Jie makan dengan bernafsu, karena segala kerisauan pikirannya dalam beberapa hari, sudah hilang pergi berikut perginya sang Pangcu. Sedangkan In Tiong Giok disamping rasa girang tidak luput timbul rasa kagetnya : yang menggirangkan adalah Sang Pangcu memberi ijin berperahu, yang mengagetkan pekerjaan menterjemahkan harus dilakukan pada malam hari. Dengan begini bisa menghambat usahanya bersama Cu Lit untuk melarikan diri.
Kemungkinan disiang hari bisa meloloskan diri. Ya, biar bagaimana tinggi kepandaian Cian Bin Sin Kay, dengan berdua saja.
"Eh, bagaimana engkau " Maukah main perahu ?"
"Sudah tentu, siapa mau melewatkan kesempatan ini !"
Wan Jie cepat-cepat meminta kartu perahu dari Pangcu dengan girang ia mengajak Tiong Giok keluar istana.
"Main perahu paling enak mengayuh sendiri, maka kuminta perahu kecil yang muat dua orang saja !"
"Hm," dengus Wan Jie dengan pipi merah," kutahu engkau mempunyai maksud tak baik !
Nah kuserahkan kartu ini dan engkau pillih sendiri perahunya ! Coba saja lihat, Siau Hong dan Siau Eng bisa marah-marah !"
In Tiong Giok tidak memperdulikan, ia memilih perahu kecil. Siau Eng danSiau Hong bertolak pinggang dengan mangkel karena mengerti bakalan tak diajak. "Kalian atak usah menunggu kami bisa pulang sendiri," kata Tiong Giok yang terus mengajak Wan Jie naik perahu. Dengan pesatnya perahu lalu menerjang air membiru, makin lama makin kecil dan hilang dari pandangan mata.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
50 Wan Jie duduk diburitan, mengemudikan perahu, sedangkan Tiong Giok duduk berhadapan sambil mengayuh perahu. "Kita pergi melihat air terjun dulu, lalu mampir ditempat pemerahan sapi, minum susu segar, bagaimana ?" Tanya Wan Jie. Tiong Giok
menggelengkan kepala. "Kalau begitu kita pergi dulu kepasir putih, mencari kerang, bagaimana ?" In Tiong Giok menggelengkan kepala lagi. "Baiklah kuajak kesuatu tempat, dimana banyak pepohonan yang rindang, perahu kita tambat dan pergi kehutan mendengari kicauan burung"."In Tiong Giok sudah geleng kepala lagi. "Ih habis mau kemana, jangan goyang kepala saja !"
"Kuingin pergi kepulau itu, disana kulihat ada rumah seperti dipulau ini setujukah ?" kata In Tiong Giok.
"Tidak bisa !" kata Wan Jie dengan tegas, "kemana saja boleh engkau pergi, hanya kedua pulau itu terlarang untukmu !"
"Kenapa ?"
"Pokoknya tidak boleh !"
"Sedikitnya harus kuketahui alasannya, kenapa tidak boleh ?"
"Baiklah kujelaskan padamu, dikedua pulau itu terdapat dua isstana yang bernama "Sorga"
dan "Hayal?""."
"Menarik benar nama kedua istana itu, alangkah senangnya kalau aku bisa mengunjunginya kesana !"
"Kedua istana itu khusus untuk menjamu tamu-tamu terhormat !" kata Wan Jie dengan terpaksa, sedangkan kedua pipinya menjadi merah. "Disana adalah tempat menjijikkan, guruku melarang gadis-gadis pergi kesana, mengertikah ?"
"Asal pikiran kita benar, melihatpun tidak menjadi soal?".."
"Pokoknya bagaimana engkau maupun tidak kuijinkan !" kata Wan Jie, "lebih-lebih kalau sampai guruku tahu, bisa didamprat habis-habisan dan membuatku menaruh muka dimana lagi ?"
"Ya tidak boleh ya sudah ! Marilah kita lihaat air terjun !"
"Perahu laju kearah tujuaan, suara air terjun semakin dekat semakin terdengar. Begitu membisingkan sekali, jika dongak ke atas, terlihat air itu tak putus-putusnya dari puncak-puncak terjun kebawah dan terjadilah percikan air tak ubahnya seperti kabut pagi. In Tiong Giok jagum melihat air terjun ini, tapi tidak menyenangkannya, karena pikirannya masih tetap mengingat "Istana Sorga" dan "Istana Hayal". Tiba-tuba saja terpikir olehnya sesuatu akal, ia pura-pura memandang keindahan alam sekitarnya dan terus berkata : "Tadi engkau
mengatakan dimana terdapat hutan untuk mendengari burung berkicau ?"
"Disebelah barat, nah lihatlah, burung-burung beterbangan disana !" kata Wan Jie sambil menunjuk.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
51 "Jauh sekali, rasa-rasanya tak kuat aku mengayuh kesana !"
"Ah, dasar pelajar lemah," kata Wan Jie, dengan sebelah tangan aku masih sanggup mengayuh pulang pergi, kalau begitu engkau saja yang pegang kemudi !"
In Tiong Giok tak menampik, segera tukar tempat. "Sebagai pelajar, aku kurang bergerak badan, tidak seperti engkau yang belajar silat" Ia tak dapat melanjutkan kata-katnya, sebab dengan terjadinya pertukaran tempat, membuat perahu oleng. Tapi dengan ilmu Cian kin tui (menindih dengan seribu kati) Wan Jie membuat perahu tak bergerak. Sedangkan In Tiong Giok puntang panting tak keruan, dan baru bisa diam sesudah tangannya memegang tubuh si gadis yang berdiri tegak.
Entah disengaja atau tidak, dari memegang tahu-tahu menjadi memeluk. "Eh, kirakira"jangan main-main disini, jika sampai dilihat parng-orang pulau itu, bisa dijadikan bahan tertawaan!" Iapun segera melepaskan diri dan mengayuh sedang Tiong Giok mengemudi.
Wan Jie hati-hatinya berdebar karena pelukan tadi, maka itu ia mengayuh tanpa menoleh kanan kiri, melainkan tunduk, karena merasa likat dipandang terus si pemuda. Kesempatan ini dipergunakan Tiong Giok sebaik-baiknya, perahu itu dikemudikan kearah pulau terlarang.
"Eh", mengapa engkau diam saja ?" Tanya In Tiong Giok, "maukah engkau mendengar


Perguruan Sejati Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ceritaku ?"
"Mau" kata Wan Jie dengan tersenyum. Sekali-kali ia tidak mengetahui maksud Tiong Giok, dengan cerita perhatiannya jadi teralih sedangkan perahu berjalan terus kearah dua pulau.
Waktu aku masih kecil, pernah terserang penyakit keras. Sepanjang haritak makan dan tak munum juga tak bicara, penyakitnya aneh sekali sampai melihatpun tak bisa mengenali siapa-siapa ! Kedua orang tuaku menjadi cemas segala tabib yang pandai diunangnya dari segala tempat, satupun tak ada yang tahu aku sakit apa, perkiraan mereka aku tidak tertolong lagi "
Orang tuaku bersedih hati, pikiran mereka kematianku takkan lama lagi, maka itu segala keperluan mati sudah di siapkan. Pada saat itulah tiba-tiba datang seorang Tojin kerumah aku, sambil nyanyi bagai orang gila.
"Jangan kuatir, jangan susah hati, yang harus mati tak hidup, yang wajib hidup tidak mati, asal tuan dsan nyonya mau menjamu aku rasanya masih ada harapan untuk menolongnya "
kata Tojin itu. Permintaan itu, saat itu juga dikabulkan, dan Tojin itu makan dengan lahapnya, sesudah kenyang, dengan tertawa-tawa ia menghampiri aku dan menepuk jidat aku tiga kali dan menjejali sebutir pil kemulut, lalu membalik badan dan pergi.
Pil itu membuatku mules, waktu buang air tak ada kotoran hanya puluhan cacing hitam yang keluar. Penyakitkupun menjadi baik?"
"Tojin itu tak ubahnya seperti dewa saja, tidakkah orang tuamu menanyakan namanya ?"
"Oh", sudah tentu, ia bernama Thay Heng Thay Cin Tojin?"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
52 "Apa ?" Tanya Wan Jie terkejut terus bangun membuat perahu goyang. Tiong Giok
menggunakan kesempatan ini pura-pura mau menolong sigadis : "Duduk ! Nanti perahu terbalik" Tak ampun lagi perahu itu benar-benar terbalik, kedua-duanya masuk ke dalam air.
Wan Jie berlaku sebat, cepat-cepatlah ia mencelat dari air dan melompat keperahu yang sudah terbalik. Dengan tajam ia memandang sekeliling mencari kawannya. Tiba-tiba terlihat In Tiong Giok yang tenggelam timbul, segera ia terjun memberi pertolongan. Anehnya sudah dekat, tubuh pemuda itu hilang entah kemana, membuat cemas sekali. "Kongcu! Kongcu !
Kongcu! Dimana engkau !" teriaknya keras-keras. Sedikitpun ia tidak menduga pelajar lemah itu, sejak kecil biasa mandi dikali dan pandai berenang. In Tiong Giok muncul lagi beberapa meter dari sigadis, dengan pura-pura kelelap timbul. Tetapi setiap Wan Jie sampai, ia menghilang. Dengan begini tanpa terasa sudah mendekat pulau. Sesudah menghitung dengan cepat, begitu sigadis datang lagi untuk menolongnya, In Tiong Giok mencekal lengan si gadis kuat-kuat, cara ini memang tepat ! Sedikitpun tidak mendatangkan kecurigaan sigadis, dan tak membuatnya sulit, karena kepandaiannya lihay, ditotok dulu pemuda itu, baru dibawanya kedarat.
Dengan cepatTiong Giok ditengkurupi dan diangkat perutnya, kasian pemuda itu tidak memuntahkan air, tapi terus diurut, sampai yang ada dikantong nasinya semua keluar melalui mulut.
***** Saat ini terlihat empat enam orang datang ke arah mereka, dibawah pimpinan seorang laki-laki tua berewokan. Mereka adalah pengawal-pengawal pulau, begitu melihat Wan Jie siberewokan segera tersenyum : "Angin apa yang membawa nona kesini ?"
"Kam Lo Cianpwee ia adalah seorang pelajar kau lihat perahu kami terbalik ?" kata Wan Jie.
"Oh terbalik ?" kata siberewok, "dan siapa itu ?"
"Dia adalah penterjemah yang diundang Pangcu, namanya In Tiong Giok !"
"Oh kiranya tamu terhormat," katanya sambil bergelak-gelak, kedatangannya membuat istana disini bertambah terang. Ia memanggil kedua pengawalnya untuk membawa Tiong Giok.
"Kam Lo Cianpwee, ia adalah seorang pelajar lemah, asal engkau dapat menyediakan baju kering sudah cukup, tak perlu mendapatkan segala "servis?".
"Ya baju Kouniopun basah, apa salahnya mampir dulu dan tukar pakaian."
"Hm, siapa mau memakai pakaian busuk mereka," kata Wan Jie sambil menggelengkan
kepala, angkat perahu kami, segera beangkat lagi"
Agaknya si berewok itu menghormat betul pada Wan Jie, disuruhnya beberapa pengawal mengambil perahu, juga memaksa sigadis datang ketempatnya beristirahat. Sedangkan Wan Jie menggelengkan kepala terus.
In Tiong Giok pura-pura siuman dari pingsannya dan berkata perlahan : "Aduh, perutku sakit, ada air jahe tidak, ambilkan aku secawan."
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
53 "Badan In Kongcu lemah, jangan birakan ia kena inflensa, lekaslah bawa ke istana untuk pengobatan selanjutnya," kata si berewok. "Jika Kounio menganggap perempuan-perempuan disini kotor, kami bisa memerintahkan mereka diam dikamar dan tak boleh berkeliaran !"
Sesudah berpikir sejenak, akhirnya Wan Jie menganggukkan kepala.
Lelaki tua itu membuka jalan, mereka melalui taman-taman yang indah, belok kekanan dan kiri denagn rumitnya, mendatangkan kesan bagi Tiong Giok, tak sembarang orang bisa datang kesini, kepemasakan nasi berlalu, mereka sampai disepan sebuah istana.
"Sebaiknya aku tak masuk," kata Wan Jie.
"Kounio harus tahu orang-orang yang berada di istana "Sorga" ini adalah jago-jago Bulim kelas wahid, mereka tak berani berlaku tak sopan kepada Kounio ?" kata si berewok, dan iapun memerintahkan kepada bawahannya membersihkan loteng dan membuatkan pakaian baru untuk Wan Jie.
Atas perlakuannya yang telaten ini Wan Jie terpaksa takmenolak lagi, dan ikut masuk ke dalam. Terus naik keatas loteng yang terhias rapi dan indah, dari sini bisa memandang kepantai, dan menghirup hawa sejuk, membuat Wan Jie senang juga.
Tak selang lama terlihat seorang perempuan pertengahan tahun atang keloteng membawa pakaian. Begitu ia melihat Wan Jie segera bertekuk lutut memberikan hormat. "Pek Kounio sudah sepuluh tahun tidak terlihat, masih ingatkah dengan aku yang rendah ini ?"
"Ih, Hoo Hoa kenapa engkau bisa ada disini ?" Tanya Wan Jie keheranan.
"Kounio tentu tahu, sejak terjadi peristiwa hari itu, Lo Cucong memberikan hukuman mati padaku dan Teng Pauw masih tetap sebagai pengawal sedangkan aku membantu Thay Cin Tojin mengurus kamar-kamar. Budi kebaikan gurumu, seumur hidup takkan kami lupakan?"
Habis berkata air matanya berderai turun.
"Ah Pek Kounio pertama kali datang kesini engkau jangan membuat hatinya risau dan sedih
!" kata si berewok.
"Jangan perdulikan dia Hoo Hoa, kita bicara urusan kita!" kata Wan Jie, bagaimana selama sepuluh tahun ini ?"
Si berewok hanya tersenyum dan menemui Tiong Giok.
"Kam Lo Cianpwee, jangan engkau mengajak In Kongcu ketempat kotor, sudah salin pakaian ajak lagi kesini, kami segera berangkat !"
"Jangan kuatir ! Disini tidak ada harimau yang bisa memakan orang !" kata si berewok dan terus berpaling kearah Tiong Giok. "Penyakitnya perempuan, senang sekali bertemu teman lama, tak putusnya bercerita, tapi tak lupa mengasi lelaki. Ha ha ha."
"Maaf Lo Cianpwee, dapatkah kutahu namamu yang besar ?"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
54 "Namaku Kam Kong, pengurus istana Sorga."
In Tiong Giok ingat nama itu, tambahan melihat jeriji orang yang kurang satu. Dialah satu dari tiga iblis dari selatan yang bergetar, Kiu cie hu siang. Sungguhpun tampangnya kejam dan jelek tapi kata-katanya lucu dan menarik. Dengan tersenyum Tiong Giok berkata : "Sudah lama kudengar nama besar Lo Cianpwee, dapatkah kiranya mengijinkan aku meninjau
keadaan Istana Sorga ini ?"
"Kutahu engkau pasti mempunyai keinginan kesitu," kata Kam Kong dengan bergerak gerik, lelaki memang bersifat mata keranjang dan senang pelisiran : lebih-lebih keadaan istana Sorga yang luar biasa hebatnya, pasti memberikan suatu kepuasan padamu. Tapi ingat jangan sampai dia tahu !"
In Tiong Giok tidak memperdulikan kata-kata orang, ia salin pakaian dan memeriksa sakunya, untung surat kulit kambing itu tidak basah. Lalu mengikuti Kam Kong meninjau istana Sorga.
"In Kongcu sebaiknya meninjau istana ini silakukan seorang diri, agar kau bebas bergerak seenak-enaknya !" kata Kam Kong.
"Tapi soalnya aku tak tahu peraturan istana ini?"
Disini tempat bebas, tidak ada peraturan, perempuan-peempuan yang ada semuanya sebagai pelayan. Yang datang kesini adalah tamu-tamu terhormat dari Pok Thian Pang, mereka boleh bertindak sesuka hatinya, tidak perlu memikirkan segala ikatan atau peraturan untuk mengekang diri. Pokoknya engkau boleh pergi keistana luar itu, itu khusus untuk kaum Fut Hoat mencuci otak. Ia tersenyum dan mengeluarkan palu kecil dari sakunya, dipukulnya genta kecil tiga kali. Suara genta memecah kesunyian, segera terlihat pintu terbuka, wewangian menyerang hidung, terlihat dua perempuan muda yang cantik menghadap ke arah mereka.
"Kongcu ini adalah tamu terhormat. San San Ting Ting ! Hati-hatilah mengajak Kongcu !"
kata Kam Kong. Dengan hormat kedua pelayan itu mengampit Tiong Giok. Mari Kongcu, " kat amereka hampir berbareng. Dengan likat In Tiong Giok menoleh kearah Kam Kong, tapi orang tua itu sudah lari entah kemana.
Tiong Giok diajak masuk kedalam ruangan yang indah sekali dan besar, dikiri kanan terlihat pintu-pintu kamar yang berhorden kain tipis dn jarang. Ditengah-tengah ruangan terdapat sebuah kolam dan air mancur yang menerbarkan wewangian. Sebuah patung nud yang
memegang kendi, menumpahkan cairan kuning mengucur kedalam kolam, menebarkan
harumnya arak. Disekitar kolam terdapat permadani, disitu terlihat belasan perempuan-perempuan muda, ada yang melonjor, ada yang rebahan, ada yang duduk dan macam-macam. Semuanya cantik dan menggiurkan, membuat seorang berada dalam mimpi.
Perempuan-perempuan itu dengan kerlingan tajam mengawasi pemuda kita, dengan keheran-heranan. "Sejak istana ini dibangun, kaum tamu terdiri dari orang-orang tua melulu, orang semacam Kongcu adlah yang pertama kali, tak heran menimbulkan keanehan pelayan-pelayan disini," kata san san.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
55 Ting Ting mengebutkan lengan bajunya, sebagai sambutan terdengar irama halus yang mengasyikkan. "Kongcu mau mendengarkan nyanyian merekakah " Atau minum-minum
anggur dengan mereka "
"Tidak ! Tidak ! kedatanganku hanya meninjau, asal melihat-lihat ya sudah." Kata Tiong Giok.
"Kongcu tak usah ketakutan tak keruan, disini lain dengan istana Hayal, disini bersifat pasif !"
In Tiong Giok menyaksikan belasan dara-dara cantik, hanya mengerlingkan mata dan bergerak-gerak untuk mendapat perhatian, tapi tak seorangpun yang mendekatinya membuat Tiong Giok merasa tenang.
San San menuju kolam dan menyendok airnya. "Kongcu coba minum, bagaimana rasanya air kolam ini ?"
Tiong Giok meminumnya, merasakan harum dan segar, itu bukan air tapi anggur yang enak.
"alangkah harumnya anggur ini " pujinya.
"Jika Kongcu tidak senang melihat tarian dan mendengar nyanyian, mari kuajak kekolam Merpati ?" ajak San San.
Belum pula Tiong Giok menjawab, tiba-tiba mendengar suara tertawa yang keras menyusul terlihat salah satu pintu kamar terbuka dan keluarlah tiga orang. Yang ditengah adalah seorang tua kurus berpotongan seperti Tojin, usianya lebih dari tujuh puluh tahun, lengan kiri dan kanannya menggandeng dara-dara cantik usia belasan tahun, mulutnya menyanyi-nyanyi jalannya terhuyung-huyung, mukanya penuh senyuman cabul, benar-benar tidak senonoh.
Dara-dara yang berada dipinggiran kolam begitu melihat orang tua ini, dulu mendahului memeluk, ada yang menarik janggutnya, ada yang membuka bajunya, segala kemaksiatan dilakukan dengan penuh kekotoran, dalam sekejap orang tua itu hilang dibawah timbunan dara-dara cantik.
Betapa muaknya Tiong Giok menyaksikan kejadian ini. "Siapa orang tua itu " Kenapa tua-tua tidak tahu malu ?" Tanya Tiong Giok.
"Oh dia " Ia terkenal sebagai Tojin gila, setiap hari tidak ketinggalan arak dan perempuan, pelayan-pelayan disini sudah biasa gila-gilaan menghadapinya, tapi kalau disebutkan namanya, bisa mengagetkan yang mendengar !"
"Siapa namanya ?"
"Thay Heng Thay Cin Tojin !"
"Apa ?" tanya Tiong Giok kaget, dikucek-kucek matanya dan menegasi : "Dia Thay Cin Tojin
?" "Benar !" jawab San San, jangan dilihat ia gila-gila dulunya adalah salah seorang jago Rimba Hijau yang terkenal, tapi sekarang ia menjabat sebagai ketua Fut Hoat di Pok Thian Pang !"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
56 In Tiong Giok hampir tak percaya dengan pendengarannya sendiri, karena orang yang dicari ini didapati dengan mudah, tapi ia menyesal orang yang dicari ini, tak lebih dari seorang tua bangka yang gila-gilaan dan bejat moralnya.
Saat ini dara-dara cantik telah menggotong sang tojin kesebuah balai-balai, sepatunya dicopot, rame-rame mengurutnya, sedang kedua tangan Tojin itu tak pernah nganggur, memeluk ini, meraba sana, tak ubahnya sudah sekarat dn memuaskan nafsu hati sebelum mati.
In Tiong Giok menghampiri, dengan wajah muram ia berkata : "Numpang bertanya apakah Lo Cianpwee benar Thay Cin dari Thay Heng san ?"
"He he he, kawan cilik aku memang Thay Cin Tojin, ada perlu apa mencaari Lohu, mari duduk !"
"Boanpwee bernama In Tiong Giok ada sedikit keperluan dengan Locianpwee, bisakah menyediakan sedikit waktu untuk bicara dengan empat mata ?"
"Mau bicara, silahkan bicara, tak usah empat mata segala ! Mereka boleh menyanyi dan menari engkau boleh berkata-kata, apa salahnya ?"
"Locianpwee adalah seorang ternama, tapi tak kira bisa berbuat sesat sedalam ini, tidakkah kuatir jika halini keluar bisa merusak namamu yang besar ?"
"Anak muda apa yang engkau tahu " Saatnya bersuka ria harus bergirang hati, saatnya sedih harus menangis, bukankah begitu " Kehidupan di dunia ini jangan terikat oleh nama kosong, aku mengerti dulu sebagai salah seorang Bulim Cap sahkie dan terkenal kemana-mana, atas itu aku bangga dan senang, tapi segalanya itu jika dibanding dengan sekarang, hanya nama kosong yang tak berarti bukan ?"
"Sebagai seorang yang kenamaan apakah engkau hidup dipiara orang semacam ini " Biarpun aku bodoh, tapi bisa menilai perbuatan Tojin ini tidak ada harganya dan rendah dipandang umum !"
"Dipiara " Ha ha ha ha !"
"Kira Locianpwee perkataanku lucu dan patut ditertawakan ?"
"Bukan saja harus ditertawakan, juga boleh dikasihani," kata Thay Cin Tojin. "Anak muda sebagaimu saatnya mempergunakan waktu sebaik-baiknya, kenapa harus mempunyai pikiran setolol ini " Ha ha ha !"
"Oh dengan ini kenallah aku siapa sebenarnya Locianpwee," kata In Tiong Giok, "sejujurnya yang harus ditertawakan dan dikasihani bukannya aku, tapi adalah seorang kawan lama Locianpwee !" sehabis berkata ia mengeluarkan surat kulit kambing dari sakunya dan melemparkan ke lantai.
"Ha ha ha seorang Tojin mana mempunnyai kawan atau saudara lagi ?" katanya tanpa melihat apa yang dilempar sianak muda.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
57 San san memunggut surat kulit kambing itu dan membuka, ia hanya melihat sebuah gambar sebatang pohon cemara menjulang tinggi sampai keawan, dibawahnya terlihat bibit cemara yang baru tumbuh, tak jauh dari pohon tampak seorang petani menyiram tunas yang baru tumbuh itu. San san tak mengerti apa yang dimaksud dengan gambar itu. "Heran tidak ada sepotong suratpun hanya sebuah lukisan, apa artinya ini ?"
Thay Cin Tojin hanya melirik sebentar, lalu merampasnya dari San San dan menyobek-nyobek sampai hancur. "Segala gambar setan apa bagusnya ! Ambil arak lekas, kita minum-minum dan menyanyi baru betul !"
In Tiong Giok terkesiap menyaksikan perbuatan si Tojin, tapi tanpa mengeluarkan sepatah kata, ia berjingkat keluar.
Ia berdaya uapaya sampai ke Istana Sorga, tapi bukannya kegembiraan yang diperoleh, melainkan kekesalan dan kemendongkolan. Maka itu waktu kembali dari pulau ia termenung, tanpa bersuara ia mengayuh perahu, sedangkan Wan Jie berhadapan, dengannyapun tampak diam saja seperti tak gembira.
"Eh kenapa diam saja, tak senangkah " Apa dongkol kepadaku ?" Tanya Tiong Giok.
"Jangan banyak pikiran tak karuan, aku sedang memikirkan satu hal."
"Bolehkah kutahu soal itu ?"
"Apakah engkau tahu Teng Jiso tadi siapa ?"
"Bukankah ia bernama Hoo Hoa, seperti yang dia sebutkan tadi ?"
"Ya benar, kalau diceritakan nasibnya kasihan sekali," kata Wan Jie, dulunya dia adalah pelayan dari Soat Kouw, waktu kecil ia sering memomongku, entah kenapa pada suatu saat ia sangat intim dengan seorang pengawal bernama Peng Pauw, diam-diam mereka mengadakan pertemuan digoa-goa yang terdapat ditaman bunga, hal ini diketahui orang dan membuat Lo Cucong marah besar dan menjatuhkan mereka hukuman mati, untung ada Soat Kouw dan guruku yang memintakan ampun, kalau tidak siang-siang mereka sudah mati"."
"Siapa Soat Kouw itu, tak pernah kulihat dia !"kata In Tiong Giok.
"Soat Kouw adalah adik seperguruan suhuku," kata Wan Jie, waktu suhu jadi Pangcu ia menjadi wakilnya atau Hupangcu. Lima tahun yang lalu ia menerima tugas dari Lo Cucong, sejak itu ia tidak kembali lagi !"
"Oh, kata In Tiong Giok, ia heran kenapa sebagai Hupangcu, selama tahun tidak diutarakan ia hanya berkata. Sekarang Teng Jieso tidak kurang suatu apa, untuk apa memikirkannya lagi ?"
"Bukan soal dia yang kupikirkan, dan engkau tak mengerti, jika bukan sesama anggota, tak diijinkan menikah !"
"itu sudah tentu, apa herannya. Agar sesuatu rahasia Pok Thian Pang tidak sampai bocor, kata In Tiong Giok, tapi Teng Pauw dan Hoo Hoa sesama anggota kenapa dilarang menikah dan dihukum ?"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
58 "Hm, cuma-cuma engkau hidup selama dua puluh tahun, sampai soal itu tidak mengeerti !"
bentak Wan Jie marah.
Tiong Giok diam saja, karena benar-benar tidak mengerti. Mereka bicara perahu laju terus tanpa terasa mereka telah mendarat. Sesampainya di villa Tenang Wan Jie berkata dengan tawar : "Besok aku datang, agar engkau dapat berpikir menjadi pintar. Malam kukirim kereta menjemputmu untuk menterjemahkan buku."
"Apa yang harus kupikirkan ?"
"Memikirkan soal yang engkau tak mengerti !" Tanpa menunggu jawaban lagi Wan Jie berlalu. In Tiong Giok mengantar kepergian gadis itu dengan pandangan matanya, ia tidak mengerti disaat mana berlaku salah, kepala digelengkan dan membalik badan masuk dalam rumah.
Banyak soal yang terbenam dihatinya, cepat-cepat dicarinya Cu Lit untuk menuturkan kandungan hatinya, "Lo Cianpwee," serunya.
"Kongcu baru pulang, ada tamu yang menunggumu !" kata Cu Lit sambil menunjuk kedalam dengan serius sekali.
Tak ia mengira tamunya itu adalah pemuda aneh bernama Pek Kiam Hong. Begitu melihat tuan rumah masuk, Pek Kiam Hong segera memberi hormat dan berkata dengan manis :
"Siapa yang In Heng maksud Lo Cianpwee ?" tegurnya.
Tiong Giok cukup tangkas menjawab : "Tidak ! Kumaksud Lo Cianpwee seorang yang patut dihormat. Barusan setelah bekerja sebentar ia menitahkan Wan Jie menemaniku keliling danau, sehingga baru pulang, sudah lamakah ?"
"Oh, dasar peruntunganmu sangat baik, mendapat hadiah makan dan jalan-jalan dengan perahu, aku sendiri belum pernah diundang makan bareng sekalipun."
"In Hok sediakan minuman dan makanan," kata Tiong Giok.
"Tak usah, barusan dua ekor ayam panggang In Heng telah kumakan, kelezatannya luar biasa sekali, atas kelancanganku ini harap In Heng maafkan !"
"Oh tidak apa-apa," kata In Tiong Giok. Ia merasa heran juga pemuda ini bisa berubah sangat ramah tamah dan tidak seperti kemarin-kemarin.
"Apakah In Heng heran atas kedatanganku yang tidak diundang ?"
"Siau Pangcu tentu mempunyai sesuatu soal barangkali ?" Tanya Tiong Giok.
"Sebenarnya bukan soal apa-apa yang maha penting," kata Pek Kiam Hong, "tadi pagi setelah bertemu In Heng aku termenung dan merasakan apa yang kulakukan sangat salah, maka itu datang kesini meminta maaf."
"Oh, begitu, sejujurnya aku yang harus meminta maaf kaerna berkata tanpa beerpikir-pikir !"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
59 "In Heng, sejak sekarang maukah engkau menjadi kawanku ?"
"Aku sebagai pelajar lemah?"
"Soal berkawan bukan dari kedudukan seseorang," kata Pek Kiam Hong, "aku kagum atas kejujuran In Heng, dan patut dijadikan kawan. Sejujurnya apa yang harus kubanggakan sebagai Siau Pangcu " Tujuh belas tahun hidup menyendiri, dengan pakaian mentereng ini, tak ubahnya diriku seperti boneka hidup, atau sebagai mayat hidup dalam bahasa kasarnya?"
"Siau Pangcu jangan berkata begitu?"
"Sudah tujuh belas tahun kata-kata ini terbenam dalam benakku," kata Pek Kiam Hong, "tapi belum bisa diutarakan kepada orang lain, karena tidak ada sahabat maupun saudara, diriku ini seorang tak berayah yang patut dikasihani !"
"Bukan Siau Pangcu seorang saja yang belum pernah melihat ayah sendiri, didunia ini banyak yang bernasib begitu !"
"Tapi sebagai anak ingin aku melihat ayahku, bagaimana potongan badannya, raut
mukanya"..semua ini hanya hayalan belaka".aku hanya tahu dulunya ayahku seorang jago persilatan, tapi terbunuh orang sebelum aku lahir."
"siapa yang membunuhnya ?"
"Mana kutahu !"
"Jika tidak tahu, kenapa tahu ayahmu terbunuh orang ?"
"Ibuku yang menceritakan," kata Pek Kiam Hong, "pembunuh itu sudah dua puluh tahun hilang tanpa kerana, mungkin sudah mati !"
"Jika begitu sakit hati ini seumur hidup takkan terbalas !"
"Biar dia sudah mati aku bisa menuntut balas pada anak istrinya," kata Pek Kiam Hong, beberapa tahun Pok Thian Pang mengejar dan mencari terus seorang muda yang mempunyai tanda luka dipundak kirinya?"
"Apakah pemuda yang bertanda dipundak kiri itu sebagai anaknya pembunuh ayahmu ?"
"Benar"
"Kenapa anak itu bisa mempunyai tanda dipundaknya ?"
"Tujuh belas tahun yang lalu, soal ayahku diselakakan orang tersiar luas, ibuku dan Soat Kouw mengajak jago-jago lainnya mengejar pembunuh itu, sungguhpun dikerubuti penjahat itu dapat meloloskan diri, tapi anaknya yang digendong dan diajak bertempur itu, terkena bacokan, jika tidak mati pasti ada tandanya !"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
60 "Tujuh belas tahun yang lalu anak itu baru setahun, terkena bacokan golok kurasa lebih banyak matinya dari pada hidupnya, jika ayah dan anaknya sudah mati, sama dengan dendam habis sudah. Maka menurutku Siau Pangcu tak usah memikirkan lagi soal itu, masih banyak pekerjaan menantikan kita lakukan, kenapakah harus berkecamuk terus di dalam soal dendam selalu."
"Perkataan In Heng memang benar, tetapi sakit hati orang tua itu beratnya laksana gunung, dalam seperti lautan, walau bagaimana sebagai anaknya harus membereskan soal ini menurut Kang Ouw !"
"Ya begitupun tak salahnya, tapi hari-hari berkesal hati, tak ada gunanya bukan ?"
"Benar," kata Pek Kiam Hong. Entah bagaimana hari ini, sipemuda aneh berubah banyak dan terus bicara panjang lebar dengan pemuda kita, sampai malam mendatang ia baru pulang.
***** Seberlalunya Pek Kiam Hong, Tiong Giok baru bisa menuturkan apa yang di alaminya hari ini kepada Cian Bin Sin Kay.
"Tidakkah engkau melihat salah, buku yang diterjemahkan itu bernama Keng Thian Cit Su ?"
"Mana bisa salah lihat," kata In Tiong Giok.
:Itu adalah buku luar biasa barangkali !"
"Heran kenapa buku itu bisa jatuh ditangan mereka," kata Cu Lit. "Ah, waktu sangat mendesak, biar bagaimana harus meloloskan diri biarlah Tojin keparat hidup beberapa lama lagi."
"Burung pos sudah dikirim, dan aku harus mengerjakan buku itu, bagaimana baiknya ?"
"Biar bagaimana buku itu tidak boleh engkau terjemahkan," kata Cu Lit denagn bersungguh-sungguh. "Sebab menyangkut luas kaum persilatan, jika jatuh ditangan mereka dan dipelajari, tak ada lagi kekuatan untuk menentang sepak terjang orang-orang Pok Thian Pang !"
"Ya, bagaimana menolak pekerjaan ini ?"
"sedapatnya engkau dapatkan itu lalu kita kabur !"
"Mana semudah itu, begitu ketat sekali".. mana mungkin bisa lolos ?"
"Asal engkau bisa memperoleh buku itu, pokoknya aku bisa berdaya keluar dari sini !"
"Sejujurnya aku tak sanggup mendapatkannya?"
"Ah kenapa bodoh betul ! Engkau sediakan sehelai kertas dan tulisan dalam huruf
Ssangsekerta. Selesai menterjemahkan berikan tulisanmu itu dan ambil yang asli !"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
61 "Memang benar, tapi lama kelamaan bisa ketahuan juga !" Disamping itu merekapun
mendapatkan apa yang diterjemahkan, sedikitpun tidak dirugikan bukan ?"
"Menurutmu tidak bisa, hm, lihatlah kerjaanku sebentar malam !" sehabis berkata ia mengeluarkan kedoknya dan mulai mengolah dengan tekun.
"Apa maksud Lo Cianpwee menyamar sebagai boanpwee ?"
"Benar ! Untuk mendapatkan buku itu menyamar sebagai perempuanpun akan kulakukan !"
"Terlalu berbahaya, jika ketahuan hanya kematian yang menantikan !"
"Hm, kau kira mendapat gelar manis sebagai pengemis berwajah seribu itu mudah " Pokonya kau diam-diam dan tahu beres," Disuruhnya sipemuda menulis bahasa sangsekerta dan begitu selesai diolahnya kertas itu menjadi serupa yang seperti Tiong Giok lihat.
Waktu malamnya segala persiapan sudah beres, Cu Lit menyamar sebagai Tiong Giok dan yang belakangan sebagai In Hok. Dengan tenang dinantinya kereta penjemput. In Tiong Giok tidak bisa mencegah kemauan Cu Lit, ia hanya berdoa agar orang tua itu sukses menjalankan rolnya.
Tak selang lama Siau Eng datang menjemput. "Hm, baru kesini saja engkau sudah tak sabar, tadi seharian engkau main perahu membuat kami kesal menanti !"
"Sudahlah, jangan banyak cerita mari kita berangkat !" kata Cu Lit.
In Tiong Giok memandang kepergian mereka dengan berdoa terus. Da terus mundar mandir dengan kuatir. Ia tidak tidur barang sekejap setiap kentongan peronda berbunyi, hatinya dak dik duk tak keruan, kuatir rahasia Cu Lit diketahui orang. Dalam keadaan semacam pikiran selalu berbayang kearah buruknya saja !"
Tiba-tiba hatinya yang sedang risau berdebar semakin keras, karena telinganya mendengar ketoprakan suara kuda. Pikirnya segala rahasia Cu Lit sudah terbongkar, dengan cepat ia mematikan lampu, dan siap-siap menghadapi segala kemungkinan dengan Hiat Ci Lengnya.
Ia tidak mau sampai ketangkap hidup-hidup, pikirannya ini sudah mantap, ia mau mengadu jiwa. Sementara itu suara ketoprakan kuda sudah sampai di depan rumah. Disusuli dengan ketuknya pintu dan suara orang yang memanggil-manggil. "In Hok, lekas buka pintu !"
Hatinya semakin tak keruan rasa, itulah suara Wan Jie. Tapi ia menjawab juga dengan berat.
"Mau apa malam-malam datang kesini !"
"Lekas buka ! Kongcu jatuh sakit, aku mengantarnya pulang !"
Sakit " Benarkah Cu Lit sakit " Cepat ia menyalakan api dan membuka pintu. Tampak Wan Jie dengan kedua pelayannya berwajah masam dua pengawal memondong Cu Lit, masuk
kedalam. Orang tua itu terlihat meram, lengannya menekap perut, dan merintih terus. Tiong Giok tak mengerti apa yang terjadi dengan penuh perhatian ia memegang jidat Cu Lit, yang disebut belakangan menggunakan kesempatan ini membuka mata dan mengedipkannya. "Tak apa bawa aku keranjang, sebentar lagipun".aduh".perutku seperti diiris-iris".aduh".."
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
62 Lekas letakkan In Kongcu dipembaringan, hati-hati jangan menyentuh perutnya," perintah Wan Jie.
JILID 4________
Pengawal itu menjalankan perintahnya. Tanpa bersuara, sedangkan In Tiong Giok mengikuti masuk kekamar, lalu ia berkata pada Wan Jie : "Sejak kecil Kongcu sering sakit perut, asal sudah berkeringat dan istirahat sebentar akan baik lagi, Kounio tak perlu kuatir !"
"Ah, semua salahku juga," kata Wan Jie, jika tidak gara-gara siang kecebur didanau mungkin ia tidak akan sakit !"
"Sudah larut malam, Kounio mencapaikan hati datang kesini mengantar Kongcu, mari duduk dulu, kusediakan minuman hangat !"
"Tak usah kami segera kembali !" kata Wan Jie, "jagalah baik-baik Kongcumu, jika perlu kupanggilkan tabib !"
"Terima kasih atas pertolongan nona, ini penyakit biasa, tak lama lagi ia akan baik jika sudah berkeringat !"
Mereka berlalu, tanpi Wan Jie membalik badan dan memanggil "In Hok" Kutahu mungkin Kongcumu mungkin masih gusar padaku, maka tidak kuganggu lama-lama disini. Jika ia sudah baik, nasehatkan jangan mengambil dihati apa yang kukatakan hari ini"ah, tidak kusangka ia begitu bodoh !"
"Jangan kuatir nanti kuberi nasehat !"
"Barusan Pangcu sudah memberikannya obat !" kata Wan Jie, soal menterjemahkan buku tak usah tergesa-gesa, yang perlu kesehatannya terjaga baik. Untuk ini besok kusuruh Siau Hong datang menjaganya.
"Tak usah, dengan adanya aku sudah cukup !"
"Jangan lupa pesanku barusan, besok kudatang lagi menjenguknya !" Agaknya ia berat meninggalkan si pemuda, matanya masih terus memandang Tiong Giok yang meringkel dan merintih terus dipembaringan.
Begitu kereta pergi dan Tiong Giok masuk kedalam, segala penyakitnya Cu Litpun menjadi sembuh mendadak. Ia duduk dipembaringan sambil membengong.
"Locianpwee kenapa tiba-tiba berlagak sakit " Kukira rahasia ketahuan dan ketakutan setengah mati !"
"Ya hampir-hampir ketahuan, untung aku berlagak sakit, dan berhasil mengelabui mereka."
"Kenapa bisa terjadi begitu ?"
Cu Lit mengeluarkan sepucuk surat dari sakunya dan menyerahkan pada kawannya. Surat itu bertulisan sebagai berikut :
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
63 Siang terkenang malam terbayang.
Makan tak enak tidur tak nyenyak.
Pikiran selalu tergoda.
Ingin hati ke Villa Tenang.
"Locianpwee, tentu Wan Jie yang menulis sajak ini bukan ?"
"Sudah tentu dia, apa itu irama cinta " Aku tak mengerti sedikit juga, gara-gara dia urusan malam ini berantakan tak keruan !"
"Ada sangkutan apa sajak ini dengan urusan malam ini ?"
"Malam ini ?"
"Berjalan dengan lancar, kata Cu lit, Pangcu itu setelah menyerahkan helaian kertas yang harus diterjemahkan lantas berlalu. Kesempatan ini kugunakan dengan cepat untuk mengganti dengan helaian kertas yang sudah disiapkan. Apa celaka kekasihmu tiba-tiba datang membrrikan surat ini kepadaku dan berkata manis : Apakah engkau sudah memikirkan perkataanku tadi siang !"
"Aku bingung, apa maksud surat ini, apa maksud omongannya tidak mengerti sama sekali, maka itu dengan sejujurnya kujawab tidak mengeerti.
Akh celaka banyak perkataan lain kenapa dijawab tidak mengerti.
"Ya akupun merasa heran setelah mendengar jawabanku, gadis itu mengambang air matanya.
Tak lain jawabanmu selalu tak mengerti : "Kutahu engkau pura-pura bodoh, dan memainkan api asmara untuk menipu diriku dan memperkacau !"
"Ini sih membuatku penasaran sja !" kata Tiong Giok.
"akupun berkata begitu padanya, tapi ia tak percaya. Sampaipun akan mengerti padanya, sia-sia saja aku mencapaikan hati, kembalikan surat itu, katanya dengan marah-marah."
"Mati-matian tidak kuberikan, sehingga terjadi pergumulan untuk memperebutkan surat ini akhirnya ia berhasil juga mengambil dari dalam sakuku, tapi bukan surat ini melainkan surat untuk menukar itu. Ia rupanya sedang sengit tanpa banyakbicara disobek-sobeknya surat itu lalu dikantongi. Dalam gugupku aku pura-pura sakit perut !"
"Asal ia mau menyambung-nyambung lagi sobekan kertas itu, segala belang kita akan kelihatan, kata In Tiong Giok. Sudah kukiar jalan ini takkan berhasil, nyatanya benar gagal !"
"Jangan patah semangat, dari soal yang burukpun bisa menadtangkan keuntungan !"
"Aneh dimana ada keuntungan kalau sudah buruk ?"
Cu Lit tidak banyak bicara ia hanya mengubah wajahnya menjadi "In Hok" dan Tiong Giok diwajah aslinya. Setelah itu tanpa banyak komentar ia mendorong jendela dan mencelat Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
64 keluar. In Ting Giok tidak sempat bertanya mau kemana orang tua itu, ia hanya bisa mengusap dada dengan mendongkol.
Lebih setengah jam lamanya Cian Bin Sin Kay telah kembali lagi membawa bungkusan.
Kelas bersiap, mari kita kabur.
Cian Bin Sin Kay membuka bungkusan, disini terdapat baju seragam kuning berbaju emas.
"Ah bukankah ini pakaian Lie Tongleng ?" Tanya Tiong Giok.
"Siapa bilang bukan ?" jawab Cu Lit dan terus menjembreng baju itu, tiba-tiba terdengar bunyi kelenting, sebuah tanda pengenal dari Pok Thian Pang yang mengkilap jatuh kelantai.
"Sampai tanda pengenalpun didapat, dengan cara apa Lo Cianpwee mendapatkannya ?"
Cu Lit menepuk-nepuk dada, "Bukannya sombong segala manusia disini sedikitpun tidak menyulitkan diriku ! Engkau tahu hanya sebatang Bie Hun Hio (dupa pemabuk sukma) cukup membuat Lie Tongleng menyerahkan semua brang-barangnya kepadaku !"
Cu Lit segera mengubah wajahnya menjadi Lie Tongleng, dengan seragam kuning yang sudah dipakai, siapapun sukar membedakannya, tak cuma-cuma ia memperoleh gelar Cian Bin Sin Kay. Eh ingat bila terjadi apa-apa jangan bersuara sepatahpun, semuanya serahkan padaku!"


Perguruan Sejati Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tiong Giok mengangguk, mereka tertawa dan mematikan lampu, diluar tahu siapapun mereka meninggalkan Villa Tenang dengan tenang. Tapi diluar dugaan mereka seorang bertopeng hitam yang berdiam diatas sebatang pohon sejak tadi mengawasi gerak-gerik mereka.
Keadaan malam sangat dingin dan penuh kabut sungguhpun demikian dua pengawal pantai yang bertugas masih mundar-mandir, dengan rajinnya. "Biasanya kalau malam berkabut, besok siang pasti cuaca cerah," kata salah seorang pengawal.
"Ah cuaca ini buruk sekali, malam dingin sekali, siang panasnya gila-gilaan, dan tugas malam ini hanya orang-orang sial yang melakukan ! Sedangkan atasan enak-enakan tidur !"
Tiba-tiba terdengar derapan sepatu, kedua pengawal itu menoleh kearah suara. Remang-remang ia melihat dua bayangan mendatangi.
"Hei, hati-hati bicara, lihat Lie Tongleng datang memeriksa !" kata pengawal yang bicara duluan. "lekas banguni teman-teman."
Dengan cepat pengawal yang satunya berlarian dan memanggil temannya : "Hei lekas ! Lekas
! Lie Tongleng datang memeriksa, sialan lekas bangun !"
Suara ribut terdengar digardu jaga, tujuh delapan pengawal terbangun dari mimpinya, cepat-cepat menyoren pedang dan merapikan baju dengan kagetnya. Waktu mereka "beres" dan keluar gardu, "Lie Tongleng telah datang. Wajahnya ditekuk demikian masam, dengan sinar matanya tajam pengawal-pengawal dipelototi. "Hm" dengusnya tanpa membuka mulut.
Pengawal-pengawal itu ketakutan tak seorangpun berani mengangkat kepala. Salah seorang pengawal maju kedepan dan berkata : "Kami termasuk regu ketujuh, dan yang rendah adalah komandan regu, harap Tongleng perriksa barisan."
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
65 "Hm engkau masih ingat sebagai komandan regu " Tidakkah sedang bermimpi digardu itu ?"
"Ya memang yang rendah harus mati, demikian juga dengan anak buahku ini, mereka
terlampau letih mama"maka?"
"Maka kalian bergiliran tidur " Engkau terlampau berani melanggar kewajiban, ketahuilah, ini tempat terpenting bagi kita, jika sampai penjahat masuk, atau yang dikurung keluar siapa yang harus bertanggungjawab " Engkau atau aku ?"
"Harap Tongleng memaafkan kami, lain kali tak berani lagi."
"Jika bisa memperbaiki kesalahan terhitung baik, tapi disiplin tetap berlaku, dan engkau boleh menghadap besok untuk menerima ganjaran, sekarang lekas siapkan perahu, aku dan In Kongcu akan menyeberang !"
Komandan regu cepat-cepat memerintahkan anak buahnya menyiapkan perahu. "Hm, dungu betul, untuk apa perahu besar ini, aku minta yang kecil ! Kalian tak usah mengawal tidur saja disini !"
Komandan regu semakin ketakutan, lekas menyuruh bawahannya menyediakan perahu kecil.
Tongleng tetiron segera menuntun Tiong Giok naik, ia berdiri dan memaki lagi pada komandan regu ia sendiri belakangan, perahu tidak lantas dikayuh, dengan bengis : "Hm, sudah jaga seenaknya, kerjapun tak benar, engkau sembarangan memberikan perahu ini sebelum melihat ini ?" kata Cu Lit sambil memperlihatkan tanda pengenal yang mengkilap.
"Tongleng pasti memiliki tanda pengenal, maka itu ditanya tak ditanya sama saja?"
"Hm dasar goblok, ini perahu tak peduli siapa harus diperiksa tanda pengenalnya, ingat sekali lagi berbuat begini, hukuman akan bertambah berat."
Komandan regu itu menjadi merah padam, dicaci maki dan diperingati "Tongleng" itu.
Hatinya berdoa agar atasan itu lekas berlalu, permintaannya terkabul, karenaperahu telah meluncur, ia menarik napas lega. Dan lantas mementang mulut keras-keras. "Gara-gara kalian enak-enakan tidur, yang kena maki adalah aku, besok semuanya menghadap ke Tongleng menerima ganjaran !"
***** Dari tengah-tengah danau In Tiong Giok memandang rumah dipulau, hatinya tiba-tiba saja mengingat pada Wan Jie. Saat ini gadis itu tentu sedang mimpi, pikirnya sudah pergi. Apakah peerpisahan ini bisa bertemu lagi.
"Hei, kenapa kau melamun ?" kata Cu Lit, coba lihat kerjaanku, mudah bukan ?"
"Lo Cianpwee jangan terlalu besar hati, perjalanan masih jauh kalau sudah keluar baru kita bicara !"
"Hm, penjaga pertama adalah To Kay Pong, sejak dulu kepandaiannya kuanggap tak berarti, seangkan Kim Tak Can itu, kurasa kepandaiannya tidak melebihi siorang she To !"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
66 "Maksudmu bukan soal berkelahi," kata In Tiong Giok, tapi dalam penyamaran ini bisakah menerobos semua pintu penjagaan itu atau tidak !"
"Dengan tanda pengenal ini semua pintu bisa dilewatkan, apa yang dikuatirkan lagi !"
"Sejujurnya Boanpwee merasa takut dan bagaimana kalau sampai rahasia ketahuan ?"
"Apapun yang terjadi engkau harus berpegang pada satu, tidak boleh turun tangan. Dua engkau harus berdaya lari, sedangkan aku akan menjadi tameng, biar matipun jadilah asal kau berhasil lolos !"
Tiba-tiba saja terlihat sinar terang menyorot mereka disusul dengan teguran : "Siapa yang mengendarai perahu ditengah malam ?"
"Aku Lie Kee Cie !" jawab Cu Lit sambil mengayuh perahunya kepantai. Disitu berdiri sepuluh pengawal memegang obor berdiri dikiri kanan seorang tua yang bukan lain dari To Kay Pong adanya.
In Tiong Giok bukan main takutnya, tapi tidak demikian dengan siorang tua dengan cepat dituntunnya Tiong Giok naik ke darat.
"Sudah begini malam Fut Hoat belum tidur ?" Tanya Cu Lit sambil menjura.
"Oh, kata To Kay Pong dengan tertawa, sebaliknya malam-malam begini Tongleng akan kemana ?"
"Aku menerima tugas rahasia dari Pangcu, untuk mengantar In Kongcu keluar, tak kira mengganggu Fut Hoat saja !"
"Soal apa yang begitu penting dan harus dilakukan malam-malam ?" Tanya To Kay Pong dengan kaget dan hilang senyumnya untuk seketika lamanya.
"Yakni soal yang berhubungan dengan menterjemahkan buku itu," kata Cu Lit, "tapi ini dirahasiakan benar, sebelum In Kongcu lagi tak bisa dibocorkan !"
"Tidajkah sebaiknya menunggu siang hari "
"Soal inipun aku tak jelas, hanya menjalankan ! Yang kutahu In Kongcu menterjemahkan buku dimalam hari, entah ada kesulitan apa dalam kerjaannya itu. Aku terlalu banyak bicara untung Fut Hoat bukanlah orang lain, jika tidak bisa aku celaka tak karuan !"
"Aku sedang heran mengapa tergesa-gesa benar, kiranya Lo Cucong yang memerintahkan, ia memang tak sabaran sekali !"
"Ya ", sebenarnya akupun minta esok saja dilakukan, tapi dihardik sebagai pemalas, mau tak mau dimalam dingin ini keluar juga?"
"Jika begini harus cepat-cepat keluar," kata To Kay Pong, "mana tanda pengenal unutk keluar
?" Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
67 Cu Lit menyerahkan dengan kedua tangan. To Kay Pong memeriksa sejenak dengan cermat, wajahnya muram, tentu membuat In Tiong Giok kebat-kebit tak tentu rasa.
"Jika Fut Hoat tidak ada pesan lain lagi, kurasa mau?" kata Cu Lit.
"Biasanya Lie Tongleng sangat tertib dan hati-hati, kenapa hari ini kesusu sekali ?" Tanya To Kay Pong.
"Mungkinkah begitu, tapi aku tak merasakan sedikit juga !"
"apakah engkau tak tahu di danau ini tidak boleh berlabuh perahu bentuk apapun, apakah lupa
" Jika engkau pergi siapa yang harus membawa perahu ini kepangkalan ?"
"Fut Hoat memang benar, tapi sudah kuperintahkan komandan jaga malam ini untuk
mengambil perahu begitu fajar menyingsing!"
"Sungguhpun engkau sebagai Tongleng tapi tak boleh sembarangan melanggar peraturan lain kali kalau begini lagi jangan salahkan aku berlaku tegas !"
"Ya nasehat ini akan kuingat terus !" kata Cu Lit dengan mendongkol.
To Kay Pong mengembalikan tanda pengenal Cu Lit menerima dengan girang, dengan hormat ia permisi. Tapi baru saja jalan beberapa langkah terdengar To Kay Pong berseru :
"Stop dulu !"
"Masih ada pesan lagi Fut Hoat ?"
"Jangan tergesa-gesa, apakah tak perlu kuda ?"
"Benar !" jawab Cu Lit dengan kemalu-maluan, "terima kasih atas perhatian Fut Hoat !"
Dengan cepat mereka naik keatas kuda dan menerjang kabut dan melanjutkan perjalanan.
Jika terjadi segala perubahan tenang-tenang saja, sebaliknya jika engkau lolos lekaslah pergi kekota Ngo be siang, temui seorang yang bernama Lui Sin (dewa petir). Tong Cian Lie, katakana aku yang menyuruhmu mencarinya.
Dengan cepat mereka sampai didepan pintu keluar, "Buka pintu ! Buka Pintu!" teriak Cu Lit berulang kali.
"Mau kemana malam begini Tongleng ?" tanya penjaga.
"Apakah tidak melihat tanda pengenal ini " Lekas buka pintu !" bentak Cu Lit.
"Aku minta Tongleng tunggu sebentar, aku yang rendah akan lapor dulu pada Fut Hoat !"
"Jangan banyak pernik, lekas buka pintu !"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
68 "Tongleng jangan gusar, bukan yang rendah tak mau buka pintu, tapi "kuncinya berada pada Kim Futhoat, setiap yang keluar harus seijin Futhoat!"
"Jika begitu, lekaslah beri tahu Kim Futhoat, lekas !"
Penjaga itu cepat pergi dan kembali lagi dengan Kim Tak Can. Ia memeriksa dulu tanda pengenal itu dan bertanya :
"Ada urusan apa membuatmu tergesa-gesa ?"
"Atas perintah Pangcu tak dapat aku beritahu padamu, diharap Futhoat memberi jalan setelah melihat tanda pengenal ini !"
"Siapa yang menerima tugas engkau ataukah dia ?" tunjuknya pada In Tiong Giok.
"Aku dan dia !"
"Tak bisa !" jawab Kim Futhoat. "Untukku hanya berlaku peraturan stu tanda pengenal untuk satu orang, bukankah sudah kau ketahui ?"
"Tidakkah Kim Futhoat tahu, aku menjalankan atas perintah Lo Cucong ?"
"Pokoknya sekali kubilang tidak ya tidak !"
"Kalau satu tanda pengenal berlaku seorang silahkan In Kongcu yang pergi, karena dialah yang memerlukan bahan guna pekerjaannya !"
Kim Tak Casn menganggukkan kepala, dan mengeluarkan kunci untuk buka pintu, tetapi dengan tiba-tiba dari balik gunung tedengar suara genta, dan terlihat di udara tiga pancaran sinar api.
Pengawal-pengawal disitupun segera mundur dan siap dengan senjata terhunus, karena tanda itu berarti, semua pintu keluar harus ditutup, ada penjahat didalam. Kim Tak Can tak sudi membuka pintu !.
Cian Bin Sin Kay tahu rahasianya dipecahkan maka dengan gusar ia menghajar jeruji besi berantakan, batu gunung meluruk bagaikan hujan. Obor yang dipegang para pengawalpun menjadi padam. Dengan cepat ia menerobos kedalam terowongan. Tetapi sesampai dimulut terowongan Kim Tak Can sudah menghadang dengan bertolak pinggang. Begitu kedua
buronan tiba ia membarengi melompat sambil membentangkan kedua tangannya menangkap kaki depan kedua kuda. Cu Lit tak menduga Kim Tak Can itu berani gegabah semacam itu, tak sempat buatnya berpikir lama-lama, cepat-cepat melompat sambil menjambrat In Tiong Giok dan turun kebumi. Kim Tak Can kekuatannya luar biasa, kedua kuda ditangan kiri dan kanannya di angkat, lalu diputar sekali dan dilemparkannya didalam jurang, kuda-kuda itu meringkik dan hancur luluh termakan cadas tajam.
Kekuatan dan keberanian Kim Tak Can membuat Cu Lit kagum, dan iapun tahu musuh itu bukan saja kepandaiannya itu luar biasa juga tenaganya luar biasa. Sedangkan pengawal-pengawal menyerang serentak dengan pedang terhunus. "Hmm, kalian sudah bosan hidup !"
bentak Cu Lit dan terus mengebutkan cambuk kuda yang masih dipegangi terus kearah Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
69 pengawal. Senjata darurat itu kelihatannya tidak berarti, tapi berada ditangan Cu Lit menjadi ampuh. Pengawal itu seolah menjadi bingung dan mentah-mentah di lalap cambuk itu, merupakan korban empuk. Terjungkel tanpa berkutik lagi. Kehebatan dari cambuk ini membuat pengawal-pengawal lain gentar sendiri, seangan merekapun kendur sendiri. Cu Lit meraba-raba pinggang mencabut tongkat bamboo yang lunak. Tongkat ini sebesar jeriji tangan besarnya, warnanya hitam, merupakan hasil dari selatan setelah di olah dengan air obat bisa menjadi keras dan lunak ujungnya merupakan kaitan yang tajam yang khusus di gunakan untuk menghancurkan ilmu dalam.
Tongkat ini merupakan pusaka dari kaum pengemis yang bernama Kong Cu Juan Tio (
tongkat bamboo keras dan lunak), puluhan tahun tongkat ini tak pernah digunakan, tak kira malam ini, untuk menghadapi Kim Tak Can di pakainya juga. Dengan kecepatan luar biasa tongkat itu berputar untuk membuyarkan kurungan pengawal-pengawal. Dalam sekejap saja, terdengar bunyi jeritan seram disusul dengan bergelimpangan tujuh delapan pengawal antaranya ada yang mengenali juga senjata Kong Cu Juan Tio. Terus berseru keras. "Dia adalah Cian Bin Sin Kay !" Peringatan ini membuat sisa-sisa pengawal mundur teratur.
"Hm, kiranya engkau bukan Lie Kee Cie !" bentak Kim Tak Can.
"Lie Kee Cie biar mau menjadi anakku, aku tampik, karena keliwat bodoh," jawab Cu Lit dan terus membuka kedoknya memperlihatkan wajah aslinya.
Kim Tak Can tak mengenali ilmu slain rupa, menggantikan Cu Lit ganti rupa menjadi kaget mundur beberapa langkah, "Engkau bisa berubah ?"
"Bukan saja bisa berubah, tongkatkupun bisa membungkamkan mulutmu itu ! Orang she Kim, ilmu pelajaran kamu diperoleh dengan susah payah, maka kunasehatkan berilah jalanku
!" Kim Tak Can seperti mengerti dan tidak, ia terpekur sejenak, lalu berpaling kebelakang dan memerintahkan kepada pengawalnya :
"Bawa kemari !"
Tidak selang lama terlihat empat pengawal menggotong dua kantong besar, Kim Tak Can membuka kantong itu dan mengeluarkan dua senjata aneh yang berbentuk patung berkaki satu. Patung ini tidak bedanya sebesar anak umur dua belas tahun, mengkilap terbuat dari tembaga. "Ya untuk memberi jalan mudah tempur aku dulu !" kata Kim Tak Can sambil mengangkat kedua senjatanya itu, dengan ringan, lalu satu sama lain dibenturkan, menerbitkan dentingan keras. Tubuhnya berbareng maju, serangannya dilancarkan saat itu juga.
Cu Lit dengan gagah melayani musuhnya, dalam sekejap dua bayangan merapat dan
merenggang, dan terdengar tiga kali bentrokan senjata. Cu Lit merasakan pergelangan tangannya mengilu dan tongkatnya hampir-hampir terlepas dari tangan. Sedangkan musuhnya terhuyung-huyung tujuh delapan langkah dan jatuh terduduk.
Kesempatan ini dipergunakan Cu Lit sebaik-baiknya, kaitan tongkatnya akan di gunakan untuk menghancurkan kekuatan musuhnya. Tatkala ujung tongkat hampir mengenai sasaran, Kim Tak Can berseru keras dan melemparkan kedua senjatanya kearah lawan dengan
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
70 kecepatan tongkat laksana kilat, demikian juga dengan kedua senjata beratnya, kedua-duanya tak sempat menarik serangan, hanya terdengar suara "buk-buk" dan "euh euh?"
Cian Bin Sin Kay berhasil membuat musuh jungkir balik dan pingsan ketika itu juga, sedangkan ia sendiri, terhuyung-huyung terkena senjata musuh, "waaak"memuntahkan darah segar. In Tiong Giok dan sekalian pengawal yang menyaksikan perkelahian ini, terpaku bengong tanpa bisa mengeluarkan sepatah suarapun. Cian Bin Sin Kay berdiri sambil menunjangkan tongkatnya, wajahnya pucat, janggut dan bajunya berlepotan darah yang dimuntahkannya.
Sesaat berlalu, keadaan sunyi sekali, baru terlihat Cu Lit mengangkat tongkatnya dan menyeka mulutnya, diajaknya In Tiong Giok ketempat tangga. Sekalian pengawal
menyaksikan akan keahlian, atau juga kegagahan orang tua itu dengan kagum, maka tak merintangi mereka pergi.
Tapi tangga baja yang bisa diturun naikkan itu, saat ini berada ditengah-tengah jurang yang curam. "Dimana tempat menurun naikkan tangga ?" Tanya Cu Lit sambil mendelik pada pengawal-pengawal disekitarnya. Tidak ada jawaban sepatahpun.
"Hm jangan dikia aku sudah menderita luka, tapi untuk mengirim kamu ke liang kubur mudahnya sebagai membalik telapak tangan sendiri !"
"Kami tahu merintangi Lo Cianpwee berarti kematian, tapi memberikan jalanpun mendapat hukuman mati ! Sedangkan kunci menurunkan naikkan tangga berada ditangan Kim Futhoat.
Untuk ini, kami memohon pengertian dari Lo Cianpwee akan kesulitan kami," kata seorang pengawal yang paling tua.
"Kalau begitu kuminta kalian mundur sepuluh langkah kebelakang, jika tidak jangan salahkan aku berlaku kejam dan ganas ?"
Pengawal-pengawal itu saling tatap antara kawannya sendiri,dan tanpa terasa mundur kebelakang seperti yang diperintahkan. Dengan menarik nafas panjang untuk mengumpulkan tenaga, Cu Lit menghampiri Kim Tak Can yang pingsan. Dengan tongkatnya ia membuka baju lalu mengambil kunci dari tubuh musuh. "Nampaknya kitaa masih mujur," katanya pada In Tiong Giok.
"Tapi bagaimana denganmu ?" Tanya In Tiong Giok.
"Tidak apa-apa lekas jalan !"
Mereka menuju ketempat alat-alat menurun naikkan tangga. Alat-alatnya sederhana sekali, terdiri dari dua kerekan yang bertulisan naik dan turun. Cu Lit menggerakkan kerekan turun, tapi tidak beraksi sedikitpun juga, dicobanya menggerakkan kerekan naik, sama juga hasilnya.
"Kalian bangsat-bangsat berani betul menipiku !" teriaknya dengan gusar.
"Mereka tidak berani menipu Cu-heng," tiba-tiba terdengar jawaban dari seseorang,
"dikarenakan tergesa-gesa Cu heng lupa bahwa kerekan itu harus digerakkan oleh puluhan orang, mana bisa oleh seorang " Tambahan caantelannya belum dibuka ! Ha ha ha !"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
71 "Engkau siapa ?" bentak Cu Lit.
"Wah, bagaimana sih sampai kawan lama dilupakan " Siaw tee To Kap Pong !"
Cu Lit menjadi gugup, dan kekecewaannya tampak diwajahnya. Biasa To Kay Pong itu tidak dipandang, tapi dalam keadaan luka parah, sukar untuknya memperoleh kemenangan.
Dibisikinya In Tiong Giok "Keadaan sudah terlalu mendesak, engkau diam disini, aku akan keluar menempur mereka mati-matian !"
"Sejak tadi aku disuruh diam saja, kini saatnya aku bertarung juga !" kata Tiong Giok.
"Tidak ! Engkau tidak boleh berlaku setolol itu !"
"Cu hrng kenapa engkau ragu-ragu " Kita sebagai kawan lama !" seru seseorang dari luar.
"Itu bukan suara To Kay Pong, siapa dia ?" Tanya In Tiong Giok.
"Itu dia sibangsat yang engkau temukan di istana Sorga !" kata Cu Lit, "tak kukira perhitunganku bisa menjadi gagal begini !" Sehabis berkata matanya berkac-kaca, dan bertetesan turun air mata jagonya.
"Apa yang engkau bicarakan, bolehkah kami mendengar ?" seru To Kay Pong.
Dengan tiba-tiba saja Cu Lit menotok kalan darah In Tiong Giok dan mengempitnya keluar dengan terhuyung-huyung.
Keadaan menjadi terang sebab obor-obor dari pengawal yang baru datang : Disitu terlihat empat orang berpakaian biru, merka adalah Thay Cin Tojin, To Kay Pong, Kam Kong dan Ciauw Cie Hiong.
"Tak kukira kalian mau menjadi binatang piaraan dari Pok Thian Pang," kata Cu Lit mengejek, "enakan rasanya rasa-rasa makanan yang diberikan pada kalian ?"
"Eh baru beertemu sudah nyindir-nhindir, tabiatmu itu tampaknya belum berubah juga seperti dulu !" kata Thay Cin Tojin.
"Engkau siapa, rasa-rasanya aku tak kenal!" ejek Cu Lit.
"Ah, bisa saja, aku Thay Cin masa tak kenal ?"
"Oh kiranya engkau, enak ya jadi Fuhoat disini, sebelum mendapat bayaran berapa ?"
"Engkau harus tahu Pok Thian Pang membutuhkan manusia-manusia berbakat, maka itu juka engkau mau, bisa menjadi Cong Fuhoat (ketua dari penasehat-penasehat)"
"Hm engkau sibusuk ini masih ada muka berkata denganku ?" bentak Cu Lit.
"Hm engkau mencari susah saja, pikirlah bahwa Pok Thian Pang begini kuat bagaimanapun mana bisa engkau meloloskan diri ?"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
72 "Biarpun aku sebagai pengemis yang miskin, untuk bekerja dan menjadi anjing Pok Thian Pang, merasa haram dan jijik ! Kini mati hidup tidak kupikirkan, terserah kalian mau apa, aku siap melayani !"
"engkau manusia tak bisa diangkat, kini tak perlu kukekang lagi persahabatan lama, mau coba kemarilah !"
Perkelahian hampir terjadi lagi, tapi To Kay Pong dengan tiba-tiba tergelak-gelak. "Semuanya adalah kawan lama, kenapa begitu ketemu saling mendelik dan mau berkelahi, bukankah damai lebih baik " Cu heng simpanlah tongkatmu itu !"
"Hm, didepan segala anjing-anjing piaraan Pok Thian Pang bagaimanapun tongkat harus disiapkan," jawab Cu Lit.
To Kay Pong tidak gusar, ia tetap tertawa : "Cu heng antara kawan lama sukar mendapatkan kesempatan berkumpul seperti sekarang, mari kita baik-baik bicara ?"
"Sudahlah jangan banyak bicara, lunak maupun keras tidak kuterima, jika masih mengingat persahabatan, berikan aku jalan keluar !" Jika tidak"ha"ha!"
"Jika tidak apa yang hendak engkau lakukan ?" tanya Thay Cin Tojin.
"Sebelum mati terpaksa kubunuh dulu bocah ini agar Pok Thian Pang gagal menterjemahkan buku Keng Thian Cit Su!"
"Hm bocah ini mau mati atau hidup tidak kupikirkan, yang kusayangkan adalah Cu heng !"
kata To Kay Pong. Dimulut ia berkata begitu, dihati merasa kuatir jika Cu Lit benar-benar membunuh In Tiong Giok. Maka itu mereka saling melirik memberikan kode, lalu
menggeserkaki, membuat kedudukan Cu Lit terkurung.
"Hm, mau apa ?" bentak Cu Lit dan terus memutarkan tongkatnya.
Kam Kong begitu melihat pergerakan lawan, cepat-cepat mengengos dan menjulurkan tangan mencakar muka musuhnya. Ciu Cie Hong dan To Kay Pong serentak bergerak melakukan serangan membantu saudaranya.
Cu Lit yang sudah menderita luka dalam, bertahan sekuatnya menghadapi pengepungan ini, tongkatnya menyabet kebelakang dan menotok kedepan dengan gencarnya. Akibatnya keluar tenaga paksaan tubuhnya hampir-hampir jatuh sendiri, hal ini rupanya diketahui Sam Kui.
"Cu heng jika kutahu begini tak usah kita panjang lebar mengadu mulut !" kata To Kay Pong.
"Betapapun aku sanggup menghadapi kalian, mari kita coba lagi !"
"Sudah disepan pintu kematian, sombongpun tak berguna", ejek Ciau Cie Hiong.
Dan terus ia menyergap dengan tangannya yang satu-satunya itu, Cu Lit menggertakkan gigi, matanya memancar tajam, begitu serangan tiba, menyapu dengan keras ! Sekejap saja perkelahian berjalan tiga empat jurus. Cu Lit mengeluarkan tenaga terakhir dan memberikan serangan maut pada musuhnya, terlihat tongkatnya menyabet luar biasa, musuhnya kena terhajar dan terguling-guling beberapa depa jauhnya. To Kay Pong cepat-cepat menolong, Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
73 dilihatnya saudaranya itu demikian pucat, dagingnya pecah dan berapa tulang punggungnya patah.
"Cu heng berkepandaian luar biasa, sayang terlalu telengas !" kata Kam Kong.
"Terhadap anjing-anjing Pok Thian Pang itu masih terlalu ringan !"
Dengan gusar Kam Kong mengeluarkan senjatanya yang bernama Cui hun jiau (gary maut).
"Saudaraku bertangan kosong dan kena kau kalahkan, nah marilah senjata lawan senjata !"
terus melancarkan serangan sambil berputar-putar.
Pandangan mata Cian bin sin kay sudah berkunang-kunang, maka dengan cepat ia meram dan hanya mengandalkan pendengarannya menghadapi musuh. Ia tahu tidak mempunyai kekuatan lagi seperti tadi, tapi dengan berdiam tenang begini, ia berniat melancarkan satu serangan terakhir.
Kam Kong masih berputar-putar dengan cermat, sedikitpun tak berani serampangan seperti saudaranya. Setelah melihat kesempatan baik, ia menerjang dari samping kanan.
"Hai, bentak Cu Lit dan dengan tenaga terakhirnya ia menyabetkan tongkat kearah kanan, matanya dibuka dan bagaimana girangnya ia melihat musuhnya itu telah terpukul dan terhuyung-huyung tujuh delapan langkah. "Ha ha ha hayo maju lagi" wak" Jago tua yang keras kepala ini, perlahan-lahan jatuh ke tanah yang penuh dengan muntahan darahnya sendiri.
Thay Cin Tojin menghampiri, membebaskan Tiong Giok dari totokan, dan memasukkan
sebutir pil pada Cu Lit.
Keadaan Villa Tenang tetap seperti dulu. Dibawah pelita yang berkelap kelip terlihat bayangan orang. Itulah In Tiong Giok adanya. Sejak mengalami peristiwa tiga hari yang lalu membuatnya sedih dan kesal, untuk ini ia minum arak menghilangkan duka. Minuman itu hanya bisa menghilangkan duka dalam sejenak, setelah itu kembali lagi membuatnya terpekur. Bagaimanapun raaut wajah Cian bin sin kay terbayang dialam pikirannya, disaksikannya orang tua itu dengan gagah menghadapi musuh dan yang paling tak bisa dilupakan, tatkala Cu Lit luka parah, memuntahkan darah serta suara tertawanya yang menggoncangkan sukma"."
"Kongcu sudah jauh malam kenapa belum tidur sepanjang hari, jagalah kesehatanmu !"
"Oh, kata Tiong Giok, dan terus mengangkat cawan arak, mengeringkannya dan menambah lagi, Siau Hong mencekal lengan pemuda kita : "Tidak boleh minum lagi ! Selama tiga hari engkau mabuk-mabukan ! Pek Kounio sudah menyesalkan aku memberi arak, aku hanya
sebagai pelayan, boleh didengar boleh tidak, tapi kebaikan Kounio harus diterima.!
"Engkau tahu betapa risau hatiku !"
"Kejadian sudah berlalu tak berguna dipikirkan lagi !" kata Siau Hong, "jangan engkau kena ditipu pengemis lihay itu, sampai Lie Tongleng kena ddiperdayakannya."
"Pengemis itu dijatuhi hukuman apa ?"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
74 "Sebenarnya ia adalah salah seorang dari Bulim Capsahkie, untuk ini Lo Cucong
mengaguminya, dan menempatkannya di Istana Sorga untuk mencuci otaknya dan
membujuknya supaya mau menjadi anggota Pok Thian Pang."
"Sebagai seorang terkemuka didunia Bulim apakah ia mau menjadi anggota Pok Thian Pang
?" "menurut hematku lambat laun ia akan menurut !"
"Mungkinkah ?"
"Betapa tidak ! Setiap yang masuk ke Istana Sorga, biar berhati sekeras baja akhirnya lumer juga !"
IN tiong Giok tidak bertanya lagi, dengan menarik napas panjang ia melangkah keluar rumah.
"Kongcu hendak kemana ?" Tanya Siau Hong.
"Jangan hiraukan diriku, tak lama lagi terang tanah, aku akan jalan-jalan menunggu fajar !"
jawab Tiong Giok dan terus ke taman bunga. Pikirannya melayang ke Istana Sorga, dimana segala kemaksiatan dan kecabulan memenuhi seisi istana, Cian bin sin kay seorang keras kepala, tapi andaikata iapun tergoda, bukankah namanya akan rusak " Dan segalanya ini terjadi karena dirinya yang mengakibatkan bukan "
Lamunannya tiba-tiba terhenti, dilihatnya pengawal-pengawal membawa obor, dan sebuah kereta memasuki perkampungan awan putih. Waktu kereta berhenti, seorang muda turun dari dalamnya, ia bukan lain dari Pek Kiam Hong adanya. Pemuda itu melihat kearah Tiong Giok, ia mengurungkan pulang kerumah melainkan menghampiri sambil bertanya : " In heng belum tidur ?"
"Arak itu membuatku tak bisa tidur !"
"Jika begitu kebetulan," kata Pek Kiam Hong, "ada sesuatu soal yang akan kubicarakan denganmu, bagaimana ?"
Melihat sikap bersungguh-sungguh dirinya, timbul perasaan ingin tahu dari Tiong Giok, maka dipersilahkan Siau Pangcu kedalam rumah. Siau Hong cepat-cepat mengeluarkan the dan menyiapkan makanan lainnya.
"Soal ini membuatku tak habis piker," pek Kiam Hong memulai berkata. "In heng tentu sudah tahu orang yang menculikmu itu adalah Cian bin sin kay Cu Lit seorang jago Rimba Hijau yang terkenal."
"Benar memang dia, lalu bagaimana ?"
"Ibuku dan Lo Cucong menghormati dia sebagai jago bulim, mengandung pikiran untuk menjadikannya sebagai anggota perkumpulan kami, maka itu bukan saja tidak diapa-apakan, bahkan ditempatkan di istana Sorga?"
"Ini sudah kutahu dari Siau Hong, lalu bagaimana ?"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
75 Pek Kiam Hong menggeleng-gelengkan kepala. "In heng tidak menduga, kekepala batuan pengemis itu, begitu sakitnya agak sembuhan, kontan berbalik muka. Bukan saja tak mau menjadi anggota kami, juga mengacak-acak seisi Istana Sorga, perabotan dari benda-benda mahal dihancurkan, dara-dara pelayan dan pengawal dihantam dan luka-luka lebih dari seluruh orang, hampir-hampir tidak ada yang bisa menguasainya."
"Hal itu ada sangkutnya apa denganmu ?" Tanya Tiong Giok, dihati ia girang mendengar kebandelan Cian bin sin kay, tapi tidak diutarakan pada parasnya.
"Pengemis itu bandel sekali, untuk ini ibuku mengajakku kesana, entah apa yang dikatakan ibuku, mendadak saja pengemis itu menjadi lunak. Ia menatap padaku serta membelaiku sekian lama, air matanya mengembang. Sudahlah katanya dan menganggukkan kepala. Ia menerima anggota kami dan menjadi Fuhoat?"
Mendengar ini perasaan Tiong Giok tidak ubahnya seperti disambar geledek : "Katamu pengemis itu mau menjadi anggota Pok Thian Pang ?"
"Ya benar!"
Kecuali menatap dan mengusap-usapmu, tidakkah ia bertanya ini itu padamu "
"Tidak !"
"Tidakkah saat itu ada orang lain kecuali kamu bertiga ?"
"Ya" "Ah, benar-benar mengherankan !"
"Ya memang membuatku tidak habis mengerti," kata Pek Kiam Hong, sejak kecil aku tak pernah pergi dari sini, siapun belum pernah melihatku, kenapa gerak-geriknya aneh sekali !"
Mungkin ayahmu merupakan sahabat baiknya, dan wajahmu itu mengingatkannya pada
ayahmu dan mendatangkan kenangan sedih baginya !
"Ya merupakan suatu keanehan yang mungkin di ketahui ibumu saja tidakkah engkau
bertanya padanya ?"
"Tentu saja tidak mendapat jawaban yang memuaskan, ia hanya mengatakan nanti engkau akan mengerti sendiri !"
Siau Hong sudah membawakan hidangan.
"Bawa araknya" minta Tiong Giok.
"Apa " Mau minum lagi ?"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
76 "Ya aku ingin minum sebagai tanda menghormat dan turut bergirang karena Pok Thian Pang mendapatkan seorang Futhoat baru, kata In Tiong Giok sambil tertawa. Ia tertawa, tapi wajahnya lebih jelek dari pada menangis".
Entah sudah berapa lama berlalu, waktu Tiong Giok bangun dari mabuknya, Pek Kiam Hong sudah tidak terlihat lagi. Ia merasakan sekujur badannya lesu, kepalanya pening. Dicobanya bangun, tak berhasil. Ia bengong dan membuka mata melihat kesana kemari. Bukan main kagetnya, sebab diluar tahunya, Wan Jie berada di dalam kamar sedang menyeka matanya yang basah sambil menatap kearahnya.
"Sudah lamakah ?"
"Tidak, hanya satu hari satu malam !"
"Apa, aku mabuk satu hari satu malam ?"
"Apa herannya, ada orang mabuk dan tidur terus sampai tubuhnya menjadi mayat. Itu baru enak !"
In Tiong Giok mencoba bangun, tapi tetap tak berhasil, matanya berkunang-kunang, napasnya memburu. Wan Jie dengan penuh perhatian menaruhkan kain basah di keningnya. Ini
mendatangkan kesegaran bagi Tiong Giok.
"Untuk apa segala penderitaanmu itu diperlihatkan padaku " Jika merasa tidak senang dengan kehadiranku, aku bisa berlalu"ah?" Suaranya terputus karena datang isakan tangis dan air mata.
"engkau jangan berkata ! Apa yang kurasakan padamu hanya Tuhan yang tahu, semakin engkau berlaku baik padaku, semakin risau hatiku. Orang semacamku tak ada harganya untuk di"."
Wan Jie menekap mulut Tiong Giok dan berkata : "Jangan berkata begitu, aku task
menyalahkan engkau mabuk-mabukan, tapi segala kesalahanmu, kenapa kau tidak utarakan kepadaku " Mungkinkah segenap perasaanku kepadamu sedikitpun tidak dimengerti ?"
"Wan Jie, banyak persoalanku yang tak bisa kujelaskan : misalkan sesudah menterjemahkan buku, jiwaku segera tamat ! Ya kenapa mula-mula bertemu denganmu dan terjerat tali asmara yang tidak bisa dilepaskan " Kita dipermainkan nasib, betapa takkan pilu ?"
"Siapa yang memberi tahu riwayatmu tamat berbareng dengan selesainya pekerjaanmu ?"
"Aku sebagai orang luar yang mengetahui dan membaca Keng thian cit su, untuk menjaga rahasia sudah pasti Lo Cucong takkan memberi ampun kepadaku !"
"Orang luarpun bisa menjaadi anggota, apa susahnya ?"
"Tapi engkau harus tahu tak ada yang minat bagiku menjadi anggota Pok Thian Pang bukan."
"Kenapa " Kenapa " Beritahu kenapa?"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat


Perguruan Sejati Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

77 "Pendapat dan pendirian seseorang tidak bisa dipaksakan, soalnya kenapa belum bisa kuberi tahu !"
Wan Jie menangis. "Untukku juga tak bisa engkau beri tahu ?"
"Wan Jie janganlah engkau mendesak?"
"Ya aku tak bisa mendesak, maka gunakanlah saat ini dengan gembira ! Karena kukuatir dengan berlalunya hari ini, kita bisa main bersama untuk "." Ia bersedu-sedu dengan sedihnya.
"Wan Jie jangan berkata sebodoh itu," kata In Tiong Giok yang turut terisak-isak.
Mereka begitu mencintai satu sama lain dan enggan berpisah. Saat inilah pintu terbuka, Siau Hong masuk kedalam : "Kounio?" Ia tidak meneruskan buru-buru keluar lagi, karena melihat api asmara sedang membakar suasana kamar.
Wan Jie cepat-cepat melepaskan Tiong Giok dan bertanya dongkol "Ada urusan apa ?"
"Pangcu dua kali mengirimkan utusan menanyakan Kongcu."
"Ya, kutahu, katakana Kongcu masih mabuk dan belum bangun.."
"Pangcu mau apa denganku ?" yanya Tiong Giok.
"Tidak apa-apa jangan pedulikan itu sebaliknya kita lewaatkan hari ini dengan gembira?"
"Mungkinkah ia mendesakku untuk bekerja ?""
"Ya Lo Cucong menginginkan buku itu cepat-cepat diterjemahkan, tapi jangan perdulikan.
Terlambat saja !"
"Diperlambatpun akhirnya selesai juga. Sebaiknya lebih cepat beres lebih baik. Wan Jie sediakan kereta, sekarang juga kuberangkat. !" Ia bangun dengan memaksakan diri, terhuyung keluar pintu"
Legenda Kematian 3 Kisah Para Pendekar Pulau Es Karya Kho Ping Hoo Jodoh Rajawali 16

Cari Blog Ini