Persekutuan Pedang Sakti Lanjutan Pedang Karat Pena Beraksara Karya Qin Hong Bagian 2
"Sudah pasti Tok seh siacu akan mencari menantu!"
sambung Ban-kiam hweecu sambil tertawa ringan.
Gadis itu tidak memberi komentar, bahkan menggubris pun tidak, seolah-olah sama sekali tidak mendengar ucapan tersebut.
Sebaliknya Wi Tiong-hong yang merasakan pipinya menjadi panas dan merah. lama sekali tak mampu mengucapkan sepatah katapun.
"Omitohud." Thi-lohan segera merangkap tangannya memuji keagungan sang Buddha, "Tak nyana Tok-seh siacu adalah seorang wanita, bila kejadian ini sampai tersiar ke dalam dunia persilatan, sudah pasti hal ini akan menjadi satu berita besar."
"Dia bukan Tok seh siacu!" seru Ban-kiam Hweecu.
Baru selesai perkataan tersebut diutarakan, mendadak terdengar suara tertawa dingin yang amat menyeramkan bergema memecahkan keheningan, menyusul kemudian seseorang berseru:
"Tentu saja dia bukan!"
Ban-kiam hweecu amat terkejut, pelan-pelan dia berpaling sambil tegurnya; "Siapakah kau?"
Menggunakan kesempatan sewaktu membalikkan badan tadi. dengan mengerahkan ilmu menyampaikan suara dia berbisik kepada Wi Tiong-hong:
"Saudara Wi, jaga perempuan itu baik-baik, kemungkinan besar kita sudah terjebak oleh kepungan orang, berada dalam keadaan dan situasi apapun, sebelum ada tanda rahasia siaute jangan turun secara sembarangan."
Wi Tiong-hong menjadi sangat keheranan ketika mendengar kalau suara pembicaraan rekannya berat dan amat serius. Selama beberapa hari ini boleh dibilang sudah banyak peristiwa yang terjadi, namun selama ini belum
pernah Ban-kiam Hweecu menunjukkan sikap sedemikian seriusnya sepertl hari ini, biasanya dia amat santai dan seolah-olah tidak memandang serius setiap masalah yang sedang dihadapi.
Berpikir demikian, tanpa terasa dia alihkan pena Lou bun sinya ketangan kirinya sementara tangan kanannya menggenggam gagang pedang erat-erat.
Dengan sorot mata yang tajam ia mencoba untuk mengawasi sekeliling tempat itu. suasana dipuncak tebing itu meski cerah oleh cahaya rembulan, nyatanya tak nampak sesosok bayangan manusia pun.
Sementara itu, Ban-kiam hweecu dengan sorot matanya yang tajam bagaikan sembilu telah dialihkan kearah sumber suara tadi, namun ia lantas terperanjat setelah tidak melihat pembicara tersebut, segera pikirnya:
"Jelas orang itu segera menyembunyikan diri sehabis berbicara tadi, tapi mengapa aku tidak mendengar setitik suara pun?"
Biarpun hatinya terperanjat, diluar ia tetap bersikap tenang seolah-olah tiada kejadian apa pun yang dihadapi.
hardiknya dingin:
"Mengapa kau tidak menampakkan diri untuk berjumpa dengan siaute. . .?"
Suara yang menyeramkan tadi mendadak bergema lagi dari jarak tujuh delapan kaki disisi kanannya,
"Aku berada disini. siapa yang mesti disalahkan?"
Tanpa terasa Wi Tiong-hong dan Thi-lohan Khong-beng hwaesio berpaling kearah sisi kanan.
Sedangkan Ban-kiam hweecu masih tetap berdiri tak bergerak ditempat, ujarnya sambil tertawa dingin,
"Kami telah berhasil menawan Tok seh siacu. bertemu dengan kau atau tidak, bagi kami tak ada masalah!"
Suara yang menyeramkan tadi segera tertawa terbahak-bahak:
"Haaaaanh. ..haaaaahh, . .haaaaah, bukankah kau pernah mengatakan tadi bahwa dia bukan Tok seh siacu"
Mengapa kau anggap dia sebagai Tok seh siacu lagi" Apa tidak menggelikan sikap plin-planmu itu?"
Kali ini suara tersebut mengalun datang dari arah yang berbeda pula, muncul dari sisi sebelah kiri tanpa terlihat bayangan tubuhnya.
Dengan suara hambar Ban-kiam Hweecu berkata:
"Belum pernah ada orang persilatan yang pernah bersua dengan Tok seh siacu, siapa tahu kalau hal tersebut cuma penyaruannya" Sekarang siaute berhasil menawannya, maka bila kusiarkan berita tentang tertangkapnya Tok seh siacu oleh Ban-kiam hweecu, siapakah yang tidak akan percaya ?"
-oo0dw0oo- Jilid 3 Tindakanmu ini memang suatu tindakan yang tepat!
suara yang menyeramkan itu kembali bergema, sayang sekali orang yang akan menyiarkan berita besar keseluruh dunia persilatan besok bukanlah Ban kiam hweecu!
Ternyata suara pembicaraannya kali ini berkumandang sepuluh kaki dari tempat semula, padahal sepuluh kaki diluar sana merupakan jurang yang amat dalam, mustahil
tentunya orang itu bisa berbicara sambil berdiri ditengah awan.
Wi Tiong-hong maupun Thio lohan Khong-beng
hweesio benar benar dibikin terkejut bercampur keheranan oleh kepandaian berbicara lawan yang sebentar dari timur, sebentar lagi beralih kebarat tersebut....
Ban kiam hweecu tetap berdiri tak berkutik di tempat semula, tiba tiba serunya sambil tertawa dingin,
"Siaute masih mengira kau sudah pandai menguasai ilmu Bok sak tun heng batu dan kayu berwujud satu dari Mo bau. rupanya hanya mencuri belajar ilmu Pek poh hui siu seratus langkah pantulan suara dari Lam-hay-bun belaka, hmm..! Buat apa kau pamerkan kepandaian semacam itu dihadapanku?"
"Haaah.. haah.. haah .." suara yang menyeramkan itu tertawa tergelak, Ban kia-hweecu memang benar benar sangat hebat!
Gelak tertawanya kali ini kembali berasal dari tempat suara tersebut dipancarkan untuk pertama kalinya tadi.
Dengan cepat Wi Tiong-hong berpaling. ia saksikan dari helakang batu karang berapa kaki dihadapan Ban kiam hweecu muncul seseorang dengan langkah pelan.
Tanpa terasa Wi Tiong hong mengagumi. sesudah mengetahui keadaan yang sebenarnya, hingga sama sekali tak bergerak dari posisi semula.
Ketika diamati lebih seksama, tampak orang itu memakai bsju hitam, wajahnya tertutup pula oleh topeng berwarna hitam hingga cuma kelihatan dua matanya yang berkilauan saja.
Ban kiam-hweecu memandang sekejap ke arahnya, lalu ujarnya dengan suara tenang dan dalam, "Mungkin kau yg bernama Tok seh siaucu?"
"Heeee...heee.. ilmu silat Siaucu tidak ada taranya, terutama ilmu beracunnya yang tiada bandingannya, aku tak berani dibandingkan dengannya" kembali manusia berjubah hitam itu tertawa seram.
"Lantas siapakah saudara" Kalau toh sudah
menampakkan diri. mengapa tidak perlihatkan tampang aslimu?"
"Aku tak lebih cuma seorang prajurit tak bernama dari Tok seh sia sekalipun ku copot topeng ini, belum tentu hweecu mengenali diriku"
Mendengar perkataan tersebut, Ban kia hweecu segera terpikir didalam hati.
" Orang ini menyebut diri sebagai seorang prajurit tak bernama, tampaknya dia adalah manusia penting dari Tok seh sia, siapa tahu orang kepercayaan Tok seh siacu sendiri?"
Berpikir demikian, katanya kemudian sambil tertawa nyaring
"Kalau toh kau bukan Tok seh siacu, mau apa datang menjumpai diriku?"
Biarpun perkataan tersebut amat sederhana dan biasa, namun jelas mencerminkan kewibawaan seorang ketua perguruan.
Manusia berjubah hitam itu tertawa kering.
"Aku ingin mengajak hweecu untuk rundingkan suatu persoalan".
"Merundingkan apa?"
Sambil menunjuk kearah Cho Kiu moay sekalian berlima yang roboh tak sadarkan diri, manusia berbaju hitam itu berkata:
"Kelima anak buah hweecu telah dilukai oleh Thian tok ci, tak sampai setengah jam kemudian ia bakal mati keracunan. bila saat seperti itu tiba, maka tiada kemungkinan lagi untuk menyelamatkan jiwanya".
"Maksudmu, sekarang mereka masih ada kemungkinan untuk ditolong?"
"Perkataan dari Hweecu memang benar".
"Mana obat penawarnya" Bawa kemari!" sambil berkata Ban kiam hweecu menjulurkan tangannya kemuka.
Manusia berjubah hitam itu segera tertawa seram.
"Obat penawarnya berada disaku ku, cuma setelah kupersembahkan obat penawarnya nanti, harap hweecu pun bersedia membebaskan dia"
Sembari berkata, dia menunjuk kearah perempuan yang menyaru sebagai Tok seh siacu tadi.
Tergerak hati Ban kiam hweecu setelah menyaksikan keadaan itu. pikirnya dengan cepat:
"Jangan jangan perempuan ini adalah Tok seh siacu yang sesungguhnya...?"
Maka sambil menatap tajam wajah manusia berjubah hitam itu, tanyanya;
"Betulkah obat penawar racunnya berada disakumu?"
"Aku datang dengan tujuan menukarkan orang dengan obat, tentu saja obat penawar racunnya kubawa serta"
"Bagus sekali" seru Ban kiam hweecu dingin, "namun aku tak ingin menukar orang dengan obat"
"Dengan enam lembar jiwa anggota perkumpulan kalian untuk ditukar dengan selembar jiwa orang kami, masa hweecu masih tidak puas?"
"Apa kedudukan perempuan ini dalam selat kalian?"
Agaknya manusia berjubah hitam itu tak menduga duga kalau Ban kiam hweecu bakal mengajukan pertanyaan ini, setelah tertegun sejenak katanya kemudian:
"Dia tak lebih hanya seorang dayang dari Siacu kami"
"Hmm..., aku pikir bukan cuma begini saja bukan?"
jengek Ban kiam hweecu sambil tertawa dingin.
Manusia berjubah hitam itu tertawa.
"Hweecu telah menganggap dayang ini sebagai manusia apa" Haa haaa haaa..., bila hweecu lebih mementingkan seorang dayang dari pada lima lembar jiwa anggotamu, bila racun mulai kambuh nanti, harap kau jangan menyesal!
"Bukankah obat penawar racunnya berada disakumu"
Aku tak merasakan hal tersebut bisa berakibatkan terlambat"
"Aku tidak memahami maksud hweecu" manusia
berjubah hitam itu tertawa seram.
"Pernahkah kau dengar istilah tentang membunuh ayam
"tak mengambil telurnya?"
"Membunuh ayam untuk mengambil telurnya hanya perbuatan dan pikiran orang bodoh, bagi yang pintar tak bakal sudi melakukan perbuatan semacam ini"
"Tapi bila kau tidak bersedia menyerahkan obat penawarnya, terpaksa aku
harus melakukan tindakan, membunuh ayam tuk pengambil telur..."
"Hweecu maksudkan obat penawar itu sebagai telur ayam?"
Mencorong sinar tajam dari balik mata ban kiam hweecu, "Criing!" pedangnya tahu tahu sudah diloloskan dari sarung dan ditudingkan kearah manusia berjubah hitam itu.
Serunya kemudian sambil tertawa nyaring "Aku justru menganggap dirimu sebagai ayam".
Manusia berjubah hitam itu kontan saja mendongakkan kepalanya sambil tertawa melengking:
"Haaa...haaaa...banyak orang pintar didunia ini, tapi justru banyak yang suka melakukan perbuatan bodoh!"
"Aku tidak sempat untuk banyak berbicara lagi denganmu, cepat loloskan senjata mu! hardik Ban kiam hweecu
"Hweecu termahsur dalam dunia persilatan karena ilmu pedangnya yang sangat lihay, aku sih tak berani menggunakan senjata tajam"
Selesai berkata, ia mengebaskan ujung bajunya dan tahu tahu dalam genggamannya telah bertambah dengan sebuah senjata penggaris liang thian ci, katanya sambil membungkukkan badan dan tertawa:
"Bila Hweecu bermaksud akan membunuh ayam,
silahkan saja memberi pelajaran!"
Ban kiam hweecu segera tertawa dingin:
"Heee ...heeee....kau anggap aku bersedia mengadu kepandaian dengan seorang prajurit tak bernama dari Tok seh sia" Betul, tujuanku adalah mengambil telurnya, sebelum telur diambil, ayamnya mesti dibunuh pula, mari kita menggunakan jarak empat kaki sebagai batasan, asal
kau berkemampuan untuk menghindari tiga jurus serangan pedangku, perempuan itu boleh kau bawa pergi"
Mendengar ucapan itu, manusia berjubah hitam itu segera tertawa
Terbahak-bahak "Haaa....haaa..., sudah lama kudengar orang berkata, Ban kiam hweecu sangat mahir dalam permainan ilmu pedang terbang, aku yang diberi kesempatan untuk mencoba, benar-benar merasa amat bangga!"
Ban kiam hweecu segera mengangkat pedangnya, kemudian sambil mengamati manusia berjubah hitam itu lekat-lekat, serunya:
"Nah, berhati-hatilah,"
Serentetan pelangi berwarna perak tibs tiba meluncur dari tangannya langsung menyambar kepala manusia berjubah hitam tersebut.
Menghadapi ancaman seperti ini, manusia berjubah hitam itu tak berani bertindak gegabah, sorot matanya yang tajam bagaikan sembilu mengawasi ujung pedang Ban kiam hweecu lekat-lekat.
Mendadak ia menarik napas panjang, tangan kanannya diangkat keatas dan senjata Liang thian ci nya berubah menjadi serentetan cahaya hitam cepat menyambut datangnya cahaya pedang tersebut.
Akibatnya sungguh luar biasa, baru saja cahaya pedang dari Ban kiam hweecu mencapai setengah jalan, tahu tahu serangan tersebut berhasil dihadang oleh Liang thian ci manusia berjubah hitam itu.
Serentetan cahaya putih dan cahaya hitam dengan cepatnya saling menumbuk satu sama lainnya.
"Traang ..!"
Suatu benturan yang amat nyaring bergema
memecahkan kehenirgan, kedua macam senjata tersebut bersama-sama rontok ke tanah.
Ban-kiam-hweecu amat mahir dalam permainan pedang.
Senjata yang ditimpuk kedepan tersebut bukan dilakukan seperti melepaskan senjata rahasia yang setelah ditimpuk tak akan kembali lagi.
Inilah ilmu pedang terbang yang merupakan ilmu pedang tingkat tinggi, boleh dibilang segenap penuh tenaga murni seseorang telah disalurkan dalam tubuh pedang tersebut dengan dikendalikan oleh perasaan.
Andaikata serangan tersebut gagal, maka dalam suatu gapaian tangan saja pedang yang sudah ditimpuk keluar itu akan balik kembali, tentu saja bukan lantas rontok ke tanah.
Setelah melepaskan pedangnya tadi, terutama setelah senjatanya saling membentur dengan senjata Liang-Thian-ci lawan, ia segera merasakan betapa cahaya pedangnya itu berhadapan dengan suatu kekuatan besar yang menghisapnya kuat-kuat.
Tatkala senjata Liang-thian-ci itu rontok ke tanah, ternyata pedang tersebut turut rontok pula ke tanah dan tak mampu dihisap kembali.
Dalam terperanjatnya tanpa terasa dia menengok ke atas tanah.
Biarpun pedang dan senjata penggaris itu sudah rontok ke tanah, namun kedua macam senjata tersebut masih tetap melengket satu sama lainnya dan tak terpisahkan.
Dengan cepat Ban-kiam-hweecu menyadari apa
gerangan yang telah terjadi, rupanya senjata yang
dipergunakan lawan adalah sejenis besi sembrani yang dapat menghisap aneka logam.
Ini menunjukkan kalau orang-orang Tok-the-sia memang sudah mempersiapkan diri sebaik-baiknya dalam menhadapi orang-orang ban-kiam-hwee, hingga pada senjata mereka pun telah dipasangi besi sembrani yang sesungguhnya merupakan tandingan dari senjata pedang.
Berpikir demikian, tanpa terasa ia mendengus gusar.
"Criiing!"
Ditengah dentingan nyaring, dalam genggamannya tahu-tahu sudah bertambah pula dengan sebilah pedang mestika yang siap di pakai untuk melancarkan serangan.
Kali ini, sewaktu pedang tersebut sedang meluncur tidak sampai satu kaki, mendadak ban-kiam-hweecu
mengayunkan telapak tangannya dan menepuk ke bawah.
Ayunan dan tepukan tersebut semuanya dilakukan dari tempat kejauhan, tapi cahaya pedang yang sudah meluncur ke depan sejauh satu kaki itu tahu-tahu berjumpalitan ditengah udara dan berganti menyambar kesamping.
Cahaya tajam berputar, hawa pedang memancarkan ke empat penjuru, benar
Benar suatu serangan yang sangat mengerikan.
Manusia berjubah hitam itu segera berputar kencang, sorot matanya yang tajam mengawasi cahaya pedang tersebut lekat lekat sementara tangan kanannya merogoh kedalam saku dan mencabut keluar sebilah senjata penggaris lain.
Kali ini dia tidak menyambit keluar senjata penggarisnya, melainkan hanya disilangkan di depan dada, menanti cahaya pedang telah meluncur tiba, ia baru
menghimpun hawa murninya dan menyongsong datangnya ancaman tersebut.
"Traaang!"
Suatu bentrokan nyaring yang memekikan telinga segera berkumandang memecah keheningan, begitu pedang dan penggaris saling bertemu, kedua macam senjata tersebut kembali satu sama lainnya.
Dalam detik inilah sekuat tenaga manusia berjubah hitam itu mendorong senjata penggaris besinya ke depan, memanfaatkan kesempatan pada dorongan tersebut, tiba-tiba ia kendorkan cengkeramannya dan secepat kilat meluncur mundur ke belakang.
Tindakan semacam ini boleh dibilang amat berbahaya, andaikata tenaga dalamnya tidak sempurna, lagi pula penggunaan waktunya tepat, biarpun berhasil lolos dari sapuan cahaya pedang lawan, paling tidak juga berakibat menderita luka parah.
Gerakan tubuh manusia berjubah hitam itu benar-benar amat cepat dan tak terlukiskan dengan kata-kata, setelah ia menghindar sejauh delapan depa lebih, barulah terdengar suara dentingan nyaring, pedang dan penggaris itu lagi-lagi rontak ke tanah.
Baik dua kali gerak serangan dari Ban-kiam-hweecu dengan pedang terbangnya, maupun gerak pertahanan dari manusia berjubah hitam yang menahan cahaya pedang lawan. Semuanya dilakukan dengan ilmu tingkat tinggi.
Ini semua segera menimbulkan perasaan jeri dan seram bagi Wi-Tiong-hong serta thi lohan berdua.
Ban-kiam-hweecu sendiripun amat terperanjat. Ia sudah merasakan sekarang bahwa ilmu silat yang dimiliki manusia berjubah hitam itu bukan terbatas sampai disitu saja,
agaknya pihak lawan memang berani untuk
menyembunyikan kemampuan sendiri.
"Heran, siapakah orang ini?"
Berbagai ingatan melintas di dalam benaknya, namun paras mukanya tetap tenang dan sama sekali tidak menunjukkan perubahan apapun.
Setelah tertawa nyaring, sambil mengulapkan tangannya ia berkata:
"Saudara memang benar-benar hebat, bawalah dia pergi!*
Manusia berjubah hitam itu tertawa seram "Hweecu masih punya satu kesempatan lagi yang belum kau lakukan.."
"Tidak usah, berdasarkan daya kemampuan yang saudara perlihatkan tadi, aku sudah menduga siapa gerangan dirimu itu"
Bergetar Keras sekujur badan manusia berjubah hitam itu. Tiba-tiba dia menjura dan berkata sembil tertawa terbahak-bahak:
"Haaaah. . haaaah. . haaah" , hweecu terlalu memuji, aku tak lebih hanya seorang prajurit tak bernama dari selat Tok-she-sia!"
Ban-kiam-hweecu tersenyum. sambil berpaling kearah wi-Tiong-hong, ujarnya kemudian:
"Saudara Wi, harap kau tepuk bebas jalan darahnya dan lepaskan dia pergi!"
Wi-Tiong-hong menurut dan segera membebaskan perempuan itu dari pengaruh totokan.
Begitu ja1an darahnya bebas, meendadak gadis itu mendengus dan mengayunkan telapak tangannya menampar wajah Wi-tiong-hong.
Mimpi pun Wi Tiong-hong tak pernah menduga sampai ke situ, sudah barang tentu tak sempat lagi baginya untuk menghindarkan diri
"plak" tahu-tahu pipinya sudab telah kena ditampar keras-keras.
Sementara Wi Tiong-hong masih berdiri tertegun. gadis itu sudab menundukkan kepalanya dan lari menuruni bukit tersebut.
Manusia berjubah hitam itu segera menjura seraya berkata:
"Harap Wi sauhiap jangan marah, biar aku yang memohonkan maaf kepadamu!"
Wi Tiong-hong hanya blsa meraba pipinya dengan wajah termenung, kalau sudab bertemu dengan perempuan liar seperti ini, terpaksa dia memang harus mengaku lagi sial.
Selesai berkata tadi, pelan pelan manusia berjubah hitam itu merogoh ke dalam sakunya, dia mengeluarkan sebuah botol kristal, kemudian ujarnya lagi dengan suara menyeramkan:
"Hweecu telah berbelas kasihan, tiga jurus belum penuh anggota kami telah dibebaskan. Nah terimalah obat penawar racun dari Thian-tok-ci ini. Bila diminumkan bagi penderita, mereka akan segera sadar asalkan dalam satu jam pertama tidak menggunakan tenaga dalam, jiwa mereka tidak terancam. Dalam pertarungan kali ini, anggap saja kita berdua sama-sama tidak rugi"
"Nama jahat silat kalian sudah termashur dalan dunia persilatan, apakah obat penawar racunmu itu dapat dipercaya?", Ban-kiam-hweecu kelihatan sangsi.
Manusia berjabah hitam itu tertawa terbahak-bahak,
"Haaah .. . haaahh . . haaahh .... sudah lama kudengar akan kegagahan hweecu, mengapa kau malah bersikap banyak curiga" Obat penawar racunku ini di persembahkan secara Cuma-cuma bagi Ban-kiam- hwee, bila obat penawar racun setelah ini siapa yang bakal menaruh kepercayaan lagi terhadap nama besar Tok-seh-sia kami ?"
Ban-kiam-hweecu segera manggat manggut,
"Baik, siaute percaya dengan perkataanmu!"
Selesai berkata dia menerima botol kristal tersebut dan segera diserahkaa kepada Thi lohan.
Setelah menerima botol berisikan obat penawar tersebut, Thi lohan bersama Wi Tiong-hong berdua segera membagikan obat-obat tersebut untuk Ya Seng, To Sam-seng serta ke empat dayang Bau-kiam-hweecu.
Nyatanya obat penawar tersebut memang manjur dan asli, tidak sampai sepeminum the kemudian, ke enam orang yang tak sadarkan diri itu benar- benar telah mendusin.
Bagitu membuka matanya Cho Kiu-moay segera
melompat bangun sambil meraba gagang pedangnya.
Kepada manusia berjubah hitam itu bentaknya keras-keras,
"Kau kah yang telah menyergap ku dengan pil beracun tadi?"
Baru-buru Ban-kiam-hweecu mengulapkan tangannya sambil mencegah,
"kalian baru saja sembuh dari keracunan, dalam satu jam mendatang janganlah menggunakan tenaga murni lebih dulu"
Manusia berjubah hitam itu tertawa melengking, serunya pula dengan lantang, "Mereka telah mendusin semua, sekarang tentunya hweecu sadah percaya bukan?"
"Bila aku tidak mempercayai dirimu, tak akan kusuruh mereka telan obat penawar itu. kau boleh pergi sekarang!"
"Eeeeh.. kenapa Hweecu mengusir tamu?" kembali manusia berjubah hitam itu tertawa kering.
Ban-kiam-hweecu mendongakkan kepalanya melihat orang itu belum pergi juga. dengan perasaan curiga dia lantas menegur,
"Masih ada urusan lain?"
Manusia berjubah hitam itu mengangkat bahunya sambil menyahut,
"Yaa, aku masih ada satu masalah yang memohon bantuan dari bweecu?"
"Urusan apa?"
Sambil menunjuk ke bawah bukit, manusia berjubah bitam itu berkata lagi dengan suara menyeramkan,
"Ratusan orang jago lihay dari selat kami telah terkurung didalam barisan khi-bun-toa-tin perkumpulan anda, sekeliling barisan pun telah dijaga ketat oleh para jago pedang perkumpulan kalian yang dipimpin congkoan masing-masing, jangan lagi saat ini mereka tak bertenaga lagi untuk meloloskan diri dari kepungan, sekalipun ada yang beruntung bisa lolos dari kurungan pun tak akan bisa lotos dengan keadaan hidup. oleh sebab itu ku mohon
kebesaran jiwa hweecu untuk melepaskan mereka dari pada kita dua pihak mesti saling bentrok sendiri"
Wi Tiong-hong, Thi lohan, To Sam-seng maupun Yu Seng sekalian hanya tahu kalau ban-kiam-hweecu mengutus congkoan istana huan-Kong-phu menuju Peng- ciu.
Congkoan 10 pedang berpita putih Lok-Im-lim pergi ke Pan-kiau- phu, congkoan jago pedang bermata hijau Buyung Siu menuju ke Ciang-siu-im dan cuma congkoan jago pedang berpita hitam yang baru diangkat. Ma koan-tojin tetap berjaga di bukit pit-bu-san
Lantas dari manakah datangnya barisan Khi-bun toa-tin seperti yang dimaksudkan manusia berjabah hitam itu"
Semua orang merasa keheranan dan tidak habis mengerti, sehingga tanpa terasa mereka serentak berpaling ke bawah.
Tapi begitu menengok kebawah seketika itu juga mereka semua dibikin terkejut bercampur keheranan.
Rupanya setengah li sekitar kuil Tee-kong-bio dibawah bukit pit-bu-san saat itu sudah diliputi oleh selapis kabut yang berwarna abu-abu, di tengah lapisan kabut tersebut lamat-lamat terlihat bayargan manusia yang tak sedikit jumlahnya sedang menerjang ke kiri menerkam ke kanan dengan ganasnya.
Apa yang terjadi diluar kabut tersebut ternyata tak dapat terlihat jelas.
Sekelompok orang yang berada dimulut jalan sebelah kiri semuanya mengenakan pakaian berwarna abu-abu, semua menggembol pedang dengan pita berwarna putih, dalam sekilas pandangan saja sudah diketabui kalau mereka adalab para jago pedang berpita putih pimpinan Liok Im-lim.
Di mulut jalan sebelah kanan berdiri pula sekelompok manusia berbaju bijau dengan pita pedang berwarna hijau.
Mereka adalah para jago pedang pimpinan dari Buyung siu.
Jalan bukit diarah selatan agak sempit dan jumlah manusia yang berada disitu pun paling sedikit, rupanya yang bertugas menjaga tempat itu adalah Huan Kong-phu.
Di muka kuil too-tee-kong-hio berderet puluhan jago pedang berpita hitam, yang menjadi pimpinannya berdandan tosu, dia adalah Ma koan-tojin.
Tak diragukan lagi daerah seluas setengah persegi yang dilapisi kabut tebal itu tentulah ilmu barisan Khi-bun-toa-tin yang dimaksudkan.
Dengan hadirnya empat congkoan yang memimpin pasukan masing-masing menyumbat setiap mulut jalan menuju keluar.
Hakikatnya tempat tersebut benar-benar sudah tersumbat sama sekali atau dengan perkataan lain, orang-orang dari Tok-she-sia tersebut sudah terjebak dalam kepungan dan ibaratnya ikan dalam jaring.
Tapi semenjak kapan barisan Khi-bun-toa-tin itu dipersiapkan" Tak seorangpun yang tahu dengan pasti.
Sementara itu Ban-kiam-hweecu telah tertawa nyaring setelah mendengar perkataan dari manusia berjubah hitam itu,
"Saudara mesti mengerti dalam peristiwa yang terjadi malam ini, adalah jago-jago lihay dari selat kalian yang datang menyerbu perkumpulan kami lebih dulu?"
"Aku bersedia memberikan janji, bila hweecu bersedia melepaskan mereka semua kamipun akan segera
mengundurkan diri dan masing-masing pihak tidak akan saling mengganggu lagi."
Ban-kiam-hweecu hanya mendengus dingin dan sama sekali tidak menjawab.
"Hweecu sedang mentertawakan aku?" kembali manusia berjubah hitam itu bertanya.
"Betul, aku sedang mentertawakan sikap kalian yang menggelikan itu"
"Jadi hweecu tidak bersedia melepaskan mereka?"
"Kini segenap jago lihay dari Tok-seh-sia sudah masuk perangkap, sudah sepantasnya bila siacu kalian yang datang sendiri untuk merundingkan pembebasan ini"
"Kalau begitu hweecu menganggap kedudukanku masih belum cukup untuk duduk dalam kursi perundingan?"
"Mungkin kedudukanmu cukup", kata Ban-kiam-hweecu dingin, "tapi masalah ini menyangkut permusuhan ataupun persahabatan dari partai kita berdua, sedikit banyak menyangkut juga keselamatan jiwa dari sejumlah orang, jadi jelas sudah masalahnya tidak kecil. Tadi kaupun hanya menyebut diri sebagai prajurit tanpa nama dalam partaimu, coba bayangkan saja bagaimana mungkin bisa mengambil keputusan dalam masalah sedemikian besarnya ini?"
"Sayang sekali dari sejumlah orang yang turut datang malam ini, selain aku beserta ke empat pembantu dan delapan pengiringku, semuanya telah terjebak dalam barisan perkumpulan kalian. Jadi hanya aku seorang yang bisa berunding denganmu, bila hweecu ngotot hendak bertemu dengan siaucu kami sebelum perundingan bisa diselenggarakan, terpaksa hweecu harus turut aku pulang ke selat Tok-seh-sia kami lebih duhulu"
Tergerak hati Ban-kiam-hweecu setelah mendengar parkataan itu. katanya kemudian "Ooh, apakah kau sanggup memaksa aku untuk kesana?"
"TIDAK BERANI", manusia berjubah hitam itu tertawa seram, "bila hweecu tidak bersedia melepaskan mereka, terpaksa kau harus mengikuti aku pulang ke selat Tok-She-sia kami lebih dahulu"
"Tak usah berlarut-larut lagi", tukas Ban-kiam-hweecu sambil mendongakkan kepalanya, "barisan apa yang kau punyai" apa salahnya kalau segera perlihatkan kepadaku?"
"Tadi aku toh sudah bilang, dari sekian orang yang turut kemari, kecuali aku beserta empat pembantu dan delapan pengiring lainnya sudah terperangkap kedalam barisan Khi-bun-toa-tin kalian, jadi sesungguhnya kami tak punya barisan apa apa.
"Namun ke empat pembantu dan delapan pengiringku itu memang sudah hadir semua disini dan dalam genggaman mereka membawa sejenis senjata senjata yang paling ganas, hal ini pun merupakan kenyataan.
Ban-kiam-hweecu tertawa dingin, pelan-pelan dia mengalihkan sorot matanya memandang sekejap sekeliling tempat itu.
Tapi apa yang kemudian terlihat kontan saja membuat Ban-kiam-hweecu terperanjat.
Rupanya dalam sekejap mata itulah dari belakang batu karang di sekeliling tempat itu telah bermunculan empat orang kakek berjubah hijau yang berjenggot putih.
Wajah ke empat orang itu sama sama menyeramkan, bibirnya mendower dan wajahnya mengerikan.
Didalam genggaman orang-orang tersebut masing-masing menggenggam sebutir benda bulat telur yang berwarna hitam berkilat.
Bersamaan dengan munculnya ke empat kakek
berjenggot putih berjubah hijau tadi, dibelakang setiap orang kembali muncul dua orang kakek berjubah abu-abu.
Kedelapan kakek berbaju abu-abu itupun berwajah dingin menyeramkan, hanya saja didalam genggaman mereka membawa sebuah busur kecil berwarna emas, anak panah sudah disiapkan dan tertuju kearah mereka beberapa orang.
Tampaknya benda bulat telur berwarna hitam berkilat di keempat kakek berjengot putih berjubah hijau itu adalah senjata jenis rahasia yang amat dahsyat daya pengaruhya.
Tapi apa pula kegunaan dari busur kecil berwarna emas yang berada ditangan kedelapan kakek berjubah abu-abu itu"
Apakah busur kecil dengan anak panah kecil seperti permainan anak anak itupun bisa dipakai untuk melukai orang"
Tidak, setelah mereka berani muncul dalam saat dan keadaan seperti ini dengan membawa benda tersebut, sudah jelas benda itu merupakan senjata pembunuh yang maha dahsyat.
Sambil tertawa dingin Ban-kiam-hweecu berseru:
"Kau hanya akan mengandalkan barisan seperti ini?"
"Ooh, apakah tidak cukup?" manusia berjubah hitam itu percaya dengan jawaban lawan, Ban-kiam-hweecu memang masih muda dan mungkin saja tidak pernah mengenali benda-benda tersebut.
Maka setelah mendengar perkataan tersebut, ujarnya sambil tertawa geram, "Sekalipun hweecu belum pernah menjumpainya, tapi bila kusebut nama seorang locianpwe, mungkin saja Hweecu akan mengetahuinya. Enam puluh tahun berselang, sembilan partai besar berkumpul di bukit Hong-san, locianpwee cukup kebaskan ujung bajunya, sebuah barisan lou-han-tin kecil yang sengaja dipersernbahkan pihak Siau-lim-pay di kaki bukit untuk menghadang penyerbuan orang luar menjadi terbakar hangus dan punah"
"Tok-hwee-sin-kun (Malaikat sakti api beracun) yang kau maksudkan?" tanya Ban-kiam-hweecu.
Si naga tua berekor botak To Sam-seng paling luas pengetahuannya dalam hal ini, mendadak ia jadi teringat akan sesuatu kejadian, dengan tubuh bergetar keras serunya tertahan;
"Bisa jadi benda yang dibawa oleh ke empat pembantunya Itu adalah Kiu- thiat-sip-tee-tok-hwee-sin-tan (peluru sakti api beracun yang membakar sembilan langit sepuluh bumi) dari Tok-hwee-sinkun ?"
Manusia berjubah hitam itu segera tertawa seram.
"Benar, benda yang berada ditangan mereka adalah mestika dari Tok-hwee- sin-kun, hanya cukup dengan sembilan butir telur bebeknya, sembilan partai besar telah dibikin hangus seperti arang.
Ban-kiam-hweecu seketika itu juga membungkam diri dalam seribu bahasa.
Persekutuan Pedang Sakti Lanjutan Pedang Karat Pena Beraksara Karya Qin Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Mengenai kedelapan lembar busur emas tersebut".."
manusia berjubah hitam itu melanjutkan.
Belum habis dia berkata, Thi lohan telah menyambung;
"Apakah busur beracun cairan emas milik Kim ciangkun yang pernah menjagoi wilayah Biau dimasa lalu?"
Konon sewaktu Kim ciangkun merajai wilayah Biauw tempo hari, dengan senjata busur beracun cairan emasnya dia tak pernah menemui tandingan.
Bila anak panah sudah dilepaskan ke udara, maka bubuk beracun berwarna emas yg tersimpan didalamnya akan menyerbu keluar, bila terhembus angin maka racun akan mencair kemana-mana.
Entah manusia ataupun hewan, asal terkena penyebaran racun itu maka kulit tubuh hanya membusuk dan hancur, dan akhirnya berubah jadi cairan kuning, boleh dibilang senjata semacam ini amat ganas dan bahaya.
Tapi berhubung dia berdiam di wilayah Biau yang jauh sekali letaknya dan belum pernah menginjakkan kakinya di daratan Tionggoan, jarang ada umat persilatan yang mengetahuinya.
Dengan perasaan bangga manusia berjubah hitam itu berkata lagi;
"Toa suhu memang amat hebat, perkataan mu memang tepat sekali..."
"Omintohud" Tio lohan segera merangkap tangannya di depan dada, dari manakah kalian bisa memperoleh barang barang tersebut?"
Manusia berjubah itu tertawa terbahak
"Haa hua haaa. .. siacu memang kami pengumpul barang-barang beracun yang ada di dunia ini, sudah barang tentu barang-barang tersebut diperoleh dengan membayar imbalan yang besar"
Berbicara sampai disitu, kembali ia perdengarkan suara tertawanya yang menyeramkan, terusnya...'
" Hweecu. .."
Sementara itu Ban-kiam-hweecu telah memperhatikan keadaan disekeliling tempat itu, pikirnya kemudian;
"Orang-orang itu telah dilengkapi dengan senjata rahasia yang amat beracun, tapi bila manusia berjubah hitam ini berhasil diringkus, niscaya mereka akan mati kutunya dan bisa kurobah keadaan yang berbahaya menjadi menguntungkan"
Berpikir demikian, tanpa menunggu sampai manusia berbaju hitam itu berbicara lagi, mendadak ia menggerakan bahunya dan secepat kilat menerjang ke arah manusia berbaju hitam itu.
Sejak permulaan tadi si manusia berjubah hitam itu telah mempersiapkan diri dengan sebaik baiknya, begitu menyaksikan Ban-kiam-hweecu menggerakkan tubuhnya, cepat-cepat dia menarik napas panjang dan serentak tubuhnya mundur sejauh lima depa lebih.
Tindakannya yang dilakukan oleh Ban-kiam-hweecu ini boleh dibilang sudah dipersiapkan sedari tadi, tentu saja ia tidak memperkenankan manusia berjubah hitam itu mundur dengan begitu saja.
Dengan melayang agak datar, secepat petir dia menyusul pula dari belakang.
Menurut perkiraannya semula, dalam sekali kelebatan saja sudah akan mencapai depan manusia berjubah hitam itu. Tapi manusia berjubah hitam itu cukup cekatan dan mundur dengan segera. maka yang satu mundur yang lain maju, selisih jarak mereka masih tetap sejauh lima depa lebih.
Sembari bergerak mundur, berulang kali manusia berjubah hitam itu mengegos ke kiri menghindar ke kanan, dengan harapan bisa melepaskan diri dari kejaran Bankiam-hweecu, siapa sangka Ban-kiam-hweecu masih menguntil terus bagaikan bayangan saja, sedikitpun tak pernah mengendor.
Maka kedua orang itupun masing-masing mengerahkan ilmu meringankan tubuh. masing-masing berputar diatas puncak bukit itu, satu mundur satu maju namun selisih jarak mereka masih tetap sejauh lima depa
Begitu menyaksikan Ban-kiam-hweecu turun tangan, Wi Tiong-hong segera memberi kerlingan mata kepada Thi lohan, kemudian dengan pedang terhunus pelan-pelan dia bergeser kearah belakang tubuh manusia berjubah hitam itu.
Thio lohan Khong beng hweesio meloloskan pula dua bilah goloknya, kemudian,.... tanpa mengucapkan sepatah katapun mengikuti dibelakangnya.
Yu Seng si naga tua berekor botak maupun Cho-Kiu-moay sekalian berenam yang melihat keadaan sangat mendesak, masing masing meloloskan senjatanya dan maju ke depan.
Mendadak Ban-kiam-hweecu berseru; "Kalian cukup berjaga-jaga di empat penjuru dan jangan biarkan dia kabur, malam ini juga aku harus menangkapnya!"
Mendengar perintah tersebut, terpaksa delapan orang itu menghentikan gerakan tubuhnya serta manusia berjubah hitam itu dari jarak satu kaki.
Dengan demikian maka kurunganpun kian lama kian bertambah menyempit.
Diluar lingkaran sempit yang di bentuk Wi Tiong-hong sekalian berdelapan adalah lingkaran besar yang terdiri dari
empat kakek berbaju hijau dan delapan kakek berbaju abu abu.
Ban kiam hweecu dan manusia berjubah hitam itu saling berkejar kejaran didalam lingkaran kecil itu.
Sambil bergerak mundur, manusia berjubah hitam itu berseru kembali dengan suara lantang;
"Hweecu jangan lupa, asal kuturunkan perintah maka daerah seluas sepuluh kaki persegi akan rata menjadi tanah"
Ban kiam hweecu segera tertawa dingin "Heeeh, heeeh.
heeeh, aku belum pernah menerima ancaman orang dengan serius, b la kau tak menginginkan pula nyawamu tak ada salahnya untuk menurunkan perintah tersebut !" jawab Ban kiam hweecu
"Sekalipun aku sudah terkurung dalan lingkaran seluas satu kaki, namun bukan urusan yang gampang bagi hweecu untuk berhasil membekukku."
"Kau anggap aku tak mampu membunuh mu?"
Tiba tiba tubahnya menerkam kedepan, pada perputaran pergelangan tangan kanannya mendadak terdengar bunyi gemerincing nyaring, sebilah pedang tahu-tahu sudah diloloskan pula.
Dengan terkamannya sekarang, ditambah pula dengan ayunan pedangnya maka seketika itu juga selisih jarak mereka semakin diperpendek dan ujung pedangpun persis menusuk dada manusia berjubah hitam itu.
Manusia berjubah hitam itu tertawa terbahak-bahak, tangan kanannya segera dikebutkan kedepan, bersamaan waktunya melayang keluar sebuah ruyung panjang kembali
saling membentur, tanpa terasa langkah kaki merekapun semakin berkurang.
Biarpun pedang dan ruyung saling membentur, kenyataannya sama sekali tidak terdengar suara bentrokan apapun. Sementara Ban kiam hweecu masih terheran-heran, tahu tahu dia saksikan ruyung lemasnya sudah melilit ke arah tubuh pedang sendiri.
Tidak, bukan hanya begitu, ruyung lemas tersebut setelah melilit sang pedang kemudian kepala ruyung tersebut dengan menelusuri tubuh pedang langsung memagut tangan kanannya yang memegang pedang.
Bukan cuma memagut bahkan menggigit sebab ruyung lemas itu ternyata adalah seekor ular beracun yang tubuhnya hitam dan berkilat.
Tindakan yang sama sekali tak terduga ini kontan mengagetkan Ban-kiam-hweecu, dengan bermandikan keringat dingin dia menjerit kaget, buru-buru dia mengundurkan diri ke belakang.
Wi Tiong-hong mengira Ban-kiam-hwecu mundur dengan membawa luka, tanpa terasa melompat ke depan dan menghadang di depan tubuh Ban-kiam-hweecu.
Buru-buru Ban kiam hweecu berseru; "Hati hati saudara Wi, ular beracun yang berada ditangannya adalah ular benang besi!"
Sambil melintangkan pedangnya di depan dada dan sepasang mata memancarkan cahaya berkilat, Wi Tionghong mengawasi ular belang besi ditangan manusia berjubah hitam itu lekat lekat, serunya kemudian sambil tertawa nyaring;
"Hmmm.., kalau cuma seekor ular belang besi masih belum bisa menakutkan diri ku"
Manusia berjubah hitam itu berdiri tak berkutik, sorot matanya yang tajam menatap pula pedang karat Wi Tionghong tanpa berkedip. Kemudian sambil pelan pelan menarik ular beracunnya, ia berkata;
"Aku sama sekali tidak berniat untuk memusuhi dirimu"
Wi Tiong hosg tertawa dingin.
"Heeehh . . . heeehh . . heeehh . .. sejak tadi sudah kukenal dirimu, kau adalah orang yang mengundangku untuk bertemu tempo hari"
"Asal saudara cilik sudah tahu yaa sudah lah, dalam peristiwa malam ini, hanya saudara cilik seorang yang merupakan orang di luar garis"
"Bagaimana kalau orang diluar garis ?"
"Sebagai orang diluar garis kau seharusnya menjadi penengah untuk menghentikan pertumpahan darah yaag akan berlangsung diatas bukit maupun bawah bukit, bahkan kemungkinan terjidinya pertumpaban darah yang lebih mengerikan"
"Bukankah Ban-kiam-hweecu telah berkata tadi, selamanya dia tak sudi di ancam orang"
"Sesungguhnya kedudukanku sekarang sudah amat terdesak. masa saudara cilik tidak melihat kalau banyak anggota silat kami yang sudah terkurung didalam barisan Khi-bun-toa-tin tersebut" Asalkan Ban-kiam-hweecu bersedia melepaskan orang, aku pun akan segera menarik diri dan selanjutnya kedua belah pihak tak akan saling mengusik lagi"
Sebetulnya Wi Tiong-hong sendiripun dapat merasakan bahwa tindakan saling mengepung secara begini ini bukan
suatu penyelesaian yang betul, tentu saja cara yang terbaik pada malam ini adalah menarik pasukan masing-masing Tapi dia dan Ban-kiam-hweecu belum lama berkenalan, bersediakah ia untuk mengabulkan permintaan tersebut"
Tanpa terasa dengan perasaan sangsi dia berkata;
"Aku sendiri pun tak bisa mengambil keputusan"
"Silahkan saudara Wi mengambilkan keputusan bagiku"
Ban-kiam-hweecu menyela, "cuma saja seperti yaag siaute katakan, kami tak sudi diancam orang. suruh ia buyarkan orang-orangnya lebih dulu dari puncak bukit ini, aku baru akan turunkan perintah untuk melepaskau orang"
Manusia berjubah hitam itu segera tertawa terbahak-bahak;
"haaahh...haaahh. .haaaahh... harap hweecu melepaskan orang lebih dulu, aku pasti akan mengundurkan diri pula dari sini"
Ban kiam hwecu menjadi gusar sekali, "Kau saja tidak mempercayai aku, bagaimana mungkin aku dapat mempercayai dirimu?"
Wi Tiong-hong yang menyaksikan kejadian itu, diam dan lantas berpikir;
"Masalah ini benar-benar merupakan suatu masalah yang sangat pelik. kedua belah pihak saling menuntut agar lawannya menarik mundur pasukannya lebih dulu, ini berarti kedua belah pibak sama sama tidak saling mempercayai lawannya. bagaimana mungkin aku bisa menjadi penengahnya?"
Sementara itu dia masih termenung, terdengar seruan seseorang dengan suara yaag rendah dan berat bergema dari kejauhan sana;
"wahai orang she Liong ku nasehati kepadamu, lebih baik perintahkan dulu kepada anak buahmu untuk mengundurkan diri!"
Ketika semua orang memasang telinga baik-baik, ternyata suara itu berasal dari bawah bukit sana.
"Siapa kau?" manusia berjubah hitam itu menegur dengan wajah agak emosi.
"Kau tak usah bertanya siapa aku, menuruti saja perkataan dari Ban-kiam-hweecu dengan menarik mundur pasukanmu lebih dulu, dia pasti akan menarik mundur juga orang-orangnya"
"Ooh, rupanya sobat adalah anggota Ban-kiam-hweecu?"
"Aku tak lebih hanya memperingatkan dirimu saja, orang-orang yang terkurung didalam barisan Khi-bun-toa-tin, kini sudah lelah dan kehabisan tenaga, kepalanya pusing dan hampir roboh. padahal Ban-kiam-hwee sudah menetapkan akan membekuk orang tengah malam nanti, berarti mereka sudah ibarat ikan didalam jala. tak seorangpun yang bakal lolos, padahal tengah malam sudah hampir tiba, kini".."
Manusia berjubah hitam itu tertawa seram: "Heeehh . . .
heeehh . . heeehh . .. selama Ban-kiam-hweecu masih berada disini, apa yg mesti kita takuti .. "
Tidak sampai perkataan itu diselesaikan, kembali orang itu sudah menukas,
"Tapi siacu dari selat kalianpun sudah ikut terjatuh ke dalam barisan Khi-bun-toa-tin tersebut"
Seketika itu juga manusia berjubah hitam tertawa terbahak-bahak.
"Haah?"..haah"..haah". mana mungkin Siacu."
"Kau tidak percaya?" sekali lagi orang itu menukas "aku sendiri yang telah mengantar Siacu kalian kedalam barisan tersebut"
"Omong kosong" bentak manusia berjubah hitam itu amat gusar.
"Aku tidak berbohong dan akupun tidak mengaco belo, aku kenal dengannya karena salah satu dari huruf namanya persis seperti namamu, bukankah demikian?"
Bergetar keras sekujur badan manusia berjubah hitam itu selesai mendengar perkataan tersebut, kembali bentaknya;
"Kau".. "
Tidak sampai perkataan itu dilanjutkan kembali orang itu mcnyela,
"tidak usah kau aku lagi, aku sama sekali tiada sangkut pautnya dengan persengketaan kalian berdua. aku pun tak bakal menyusahkan engkoh tua. aku tak lebih hanya seseorang yang kebetulan lewat disini dan tak ingin melihat banyak korban berjatuban dikedua belah pihak, hanya itu saja."
"Nah, sudah cukup bukan " Engkoh tua boleh membawa Su leng dan Pat kong untut mengundurkan diri lebih dulu, kujamin Ban-kiam-hweecu tentu akan membebaskan pula orang-orang yang terkurung dalam barisan tersebut"
"Sobat, bagaimana caramu menjamin" "
Ban-kiam-hweecu segera menyela, "Kukabulkan permintaan itu dan semua yang kusetujui tak akan ku ingkari kembali"
Pelan-pelan manusia berjubah hitam itu mengalihkan sorot matanya ke wajah Wi Tiong-hong, lalu katanya pula,
"Baiklah, tak ada salahnya kutarik diri terlebih dulu tapi Wi siauhiap sebagai penengah harus turut aku berlalu dari sini"
"Heeehh ... heeehh...heeehh".., kau hendak menjadikan saudara WI sebagai sandera?" jengek Ban-kiam-hweecu sambil tertawa dingin.
Manusia berjubah hitam itu tertawa seram.
"Apakah hweecu tidak setuju?"
"Betul, saudara Wi adalah tamu terhormat dari partai kami, dia datang bersamaku, sudah sewajarnya bila turun gunung bersamaku pula, masa akan kubiarkan dia menjadi sandera"
"Hweecu tak usah menguatirkan keselamatanku" buru buru Wi Tiong-hong berseru, "biar aku turut dengannya"
Ban-kiam-hweecu seperti masih ingin mengucapkan sesuatu lagi, namun suara yang rendah dan berat tadi sudah menyela dengan nada tak sabar,
"Begini saja, orang she Wi itupun bukan seorang bocah yang ber usia tiga tahun, masa kuatir dia bakal diculik orang" Biar kutunggunya dikaki bukit, sudah tak usah membuang banyak waktu lagi"
Setelah mendengar perkataan tersebut, Ban-kiam-hweecu jadi rikuh sendiri untuk bersikap teguh dengan pendiriannya.
Manusia berjubah hitam itu segera mengulapkan tangannya kepada ke empat kakek baju hijau itu, ke empat kakek berbaju hijau dan kedelapan kakek berbaju abu-abu itu serentak mengundurkan diri dari bukit itu.
Ditengah jalan manusia berjubah hitam itu berkata kepada Wi Tiong-hong,
"Saudara cilik, kau boleh ikut aku turun sampai ke kaki bukit sebelah sana"
Sambil berkata dia berjaian menuju ke kaki bukit.
Wi Tiong-hong menyimpan kembali pedangnya sambil mengikuti dibelakangnya, tapi baru selangkah dia berjalan, terdengar suara dari Ban-kiam-hweecu telah bergema dari kejauhan sana, "Orang itu licik sekali, saudara Wi mesti berhati-hati!"
Ketika Wi Tiong-hong turun dari bukit, tampak manusia berjubah bitam itu sudah menanti dibawah sebatang pohon siong, bahkan ujarnya sambil tertawa seram, "Saudara cilik, ada satu persoalan hendak kusampaikan kepada dirimu"
"Persoalan apa?"
"Bukankah aku pernah menyinggungnya tempo hari"
Apakah saudara cilik masih mengingatnya?"
"Apa yang pernah kau bicarakan denganku tempo hari?"
Selesai tertawa seram lagi, manusia berjubah bitam itu berkata, "Seorang sababat karibku sudah lima belas tahun lamanya tak pernah berhubungan dengan putra kandungnya, dia ingin sekali bertemu muka denganmu"
"Bukankah sudah pernah kubilang padamu, ayahku sudah lama meninggal dunia"
"Kalau kutinjau dari berbagai gejala dan kemungkinan kau adalah putra Pui Thiat-jia dan hal ini jelas tak mungkin terbantahkan lagi, apakah saudara cilik tak ingin berjumpa dengannya?"
Oleh perkataan tersebut, Wi Tiong-hong dibuat setengah percaya setengah tidak, segera pikirnya, "Terlepas kejadian ini benar atau tidak yang penting aku harus secepatnya menjumpai paman yang tak kuketahui namanya itu"
Berpikir demikian dia balas bertanya, "Sekarang dimanakah orangnya?"
"Lima beias tahun berselang, dia terluka di ujung senjata ruyung ular sehingga menderita luka keracunan. . ."
Berbicara sampai disini, mendadak ia menutup mulutnya rapat-rapat.
Wi Tiong-hong segera teringat kembali dengan senjata ular benang besi yang dipakai manusia berjubah hitam itu untuk bertarung melawan
Ban-kiam-hweecu tadi, dengan amarah yang meluap ia berrseru, "Jadi dia terluka ditanganmu?"
Manusia berjubah hitam itu tertawa kering
"Andaikata Pui Thian-jin terluka oleh ruyung ularku, masa aku bakal memberitahukan rahasia tersebut kepada putra kandungnya?"
Ucapan tersebut memang benar, mana ada orang yang begitu bodoh sehingga memberitahukan kepada putranya kalau ayahnya telah terluka ditangannya.
"Kalau bukan kau, lantas siapa?" , tegur Wi Tionghong.
"Untuk beberapa saat tak mungkin bagi diriku untuk menjelaskan masalah ini sampai jelas, pokoknya sebelum racun itu mulai kambuh kebetulan aku bertemu dengannya.
Saudara cilik boleh percaya boleh tidak, tapi yang pasti bukan suatu hal yang menyulitkan bagiku untuk menolong seseorang yang keracunan"
"Jadi kau yang telah menolongnya?"
"Benar, akupun menyembuhkan luka racun ularnya juga, padahal tindakan demikian merupakan suatu tindakan yaag berbahaya sekali"
Makin didengar Wi Tiong-hong menjadi semakin bingung dan tidak habis mengerti, kembali dia berranya,
"Apa bahayanya?"
Manusia berjubah hitam itu mengehela napas panjang.
"Aaai, bila saudara cilik telah bersua dengan ayahmu nanti kau akan mengetahui dengan sendirinya"
"Kau belum menjawab pertanyaanku tadi, dimanakah dia sekarang?"
"Tok-seh-sia!" jawaban ini diberikan manusia berjubah hitam tersebut dengaa suara setengah berbisik.
"Tok-she-sia?" bergetar keras sekujur badan Wi Tionghong.
Manusia berjubah hitam itu manggut-manggut.
"Seandainya saudara cilik berniat menjenguk ayahmu, aku dapat membantumu secara diam-diam"
Baru berbicara sampai disitu tampak dua sosok bayangan manusia telah meluncur mendekat dengan kecepatan tinggi, dalam waktu singkat, mereka sudah berada dua kaki dihadapan mereka.
Wi Tiong-hong dapat melihat dengan jelas, bahwa kedua orang itu adalah Hek-bun-kun Cho Kiu-moay serta Jin Kiam-moay.
Terdengar Cho Kiu-moay berteriak keras, "Wi sauhiap, kiamcu telah menurunkan perintah untuk melepaskan orang-orang Tok-she-sia yang terkurung, kini budak berdua diperintahkan untuk datang menyambutmu"
Manusia berjubah hitam itu segera tertawa terbahak babak,
"Haaahh. . haaahh.. haaahh .. saudara cilik jangan melupakan perkataanku, kita sampai sampai berjumpa lagi lain kesempatan!"
Habis berkata, sambil menengok kearah Cho Kiu-moay berdua, katanya pula sambil tertawa seram, "Nona berdua baru sembuh dari racun jahat, dalam satu jam janganlah menggunakan tenaga murni, nona berdua mesti berhati-hati!"
"Hmmm, tak usah kau kuatirkan" dengus Cho Kiu-moay dingin, "apakah kau berminat untuk mencoba ilmu pedang kami?"
Manusia berjubah hitam itu segera mengebaskan ujung bajunya sambil melejit ke udara, dalam waktu singkat bayangan tubuhnya sudah lenyap dibalik kegelapan sana.
Wi Tiong-hong mengawasi manusia berjubah hitam itu sehingga lenyap dari pandangan, sementara dalam hatinya berpikir kembali atas perkataan yang baru saja disampaikan kepadanya, dia tidak tahu apakah perkataan tersebut bisa dipercaya atau tidak"
Dengan pedang terhunus Cho Kiu-moy berjalan menghampirinya, lalu menegur, "Wi sauhiap kenapa kau?"
"Ooooh, tidak apa apa", buru-buru Wi Tiong-hong berseru, "aku hanya memikirkan kembali perkataannya barusan"
"Apa saja yang dia katakana kepadamu", tanya Cho Kiu-moay.
Sedangkan Jin kiam-moay menambahkan, "Dunia persilatan penuh tipu daya, hati manusia sukar diukur dengan kata kata, apakah kau mempercayai perkataan dari bajingan tua tersebut dengan begitu saja?"
Wi Tiong-hong tidak menanggapi perkataan tersebut, sebaliknya ujarnya,
"Nona berdua baru sembuh dari luka berat dan dalam satu jam mendatang tidak boleh mengerahkan tenaga dengan sembarangan, kalian berdua tidak apa-apa bukan?"
Cho Kiu-moay tertawa ringan.
"Mungkin disebabkan kami sudah menelan cairan pemunah racun dari Lou-bun-si, maka setelah diberi obat penawar tadi kesehatan kami telah pulih kembali seperti sedia kala"
Seraya berkata dia mengayunkan tangannya dan
?".."Blaaam"!" bunga api meluncur ke angkasa dan meledak.
Sesudah itu dia baru berkata lagi, "Kiamcu takut bajingan tua itu masih mempunyai rencana busuk yang lain, ia telah perintahkan buyung congkoan dan Lok congkoan membawa pasukan masing-masing melakukan pengepungan dari dua arah, kini Wi sauhiap tidak terganggu apa pun, mari kita selekasnya kembali"
Dengan kecepatan gerak mereka bertiga, tak selang berapa saat kemudian mereka sudah sampai didalam ruang batu markas besar pasukan pedang berpita hitam.
Ban-kiam-hweecu sedang duduk di kursi kebesarannya sambil bertopang dagu, tampaknya seperti lagi memikirkan suatu persoalan.
Ketika melihat Wi Tiong-hong melangkah masuk ke dalam, ia segera bangkit berdiri sambil berseru, "Oooh, Saudara Wi sudah kembali"
Buru-buru Wi Tiong-hong menjura, "Oooh, rupanya keselamatan ku telah telah merisaukan kiamcu saja, yaa", aku telah pulang"
Ban-Kiam-hweecu segera menghela napas panjang.
"Aaaai. . . siaute mengira dalam pertarungan malam ini kemenangan total berada dipihak kita, siapa tahu karena salah perhitungan berakibat kegagalan total. coba kalau pamanmu tidak membantu secara diam-diam, entah bagaimana jadinya peristiwa pada malam tadi"
Wi Tiong-hong tersentak kaget mendengar perkataan itu, buru buru tanyanya, "Pamanku yang membantu" Dari mana Kiamcu bisa tahu kalau pamanku telah datang" Dan dia orang tua berada dimana sekarang?"
Melihat kegelisahan dan kegugupan orang, Ban-kiam-hweecu menjadi kegelian sendiri, "duduklah dahulu", katanya kemudian, "Mari kuberitahukan kepadamu pelan-pelan"
Biarpun Wi Tiong-hong merasa gelisah sekali, namun dia menurut juga dan duduk dihadapannya.
"Tadi sudah jelas kita berhasil menawan Tok-seh-siacu, namun kita telah melepaskannya dengan begitu saja?"
"Jadi si nona tadi adalah Tok-seh-siacu?"
"Pamanku kah yang mengatakannya demikian?" seru Wi Tiong-hong terperanjat.
Ban kiam hweece kembali tertawa geli.
"Apa yang mesti diragukan lagi" Kita telah melepaskan dirinya dengan begitu saja. Masih untung pamanmu segera menghadangnya dan menghantar dia masuk ke dalam barisan khi-bun-thoa-tin, dengan kejadian itu pula manusia berjubah hitam baru menuruti permintaan kita"
"Kiamcu dapat mengenali orang yang berbicara dari bawah bukit itu adalah pamanku?"
"Pada mulanya aku sendiripun tak bisa menduga siapa gerangan orang tersebut. Tadi setelah ada seorang jago pedang berpita hijau menghantar secarik surat dari pamanmu, aku baru tahu kalau dia adalah pamanmu"
Sambil berkata, dia menuju ke meja kecil dan mengambil secarik surat dan langsung disodorkan kepada Wi Tionghong.
Belum lagi membaca surat tersebut, Wi Tiong-hong telah bertanya kembali dengan gelisah, "Dimanakah pamanku sekarang?"
"Dia sudah pergi!"
"Aaaaahh, dia orang tua sndah pergi?" Wi Tiong-hong berseru agak kecewa.
Ban-kiam-hweecu segera tertawa ringan.
"Bacalah isi surat itu lebih dulu, kau akan segera tahu dengan sendirinya"
Setelah mendengar perkataan tersebut Wi Tiong-hong baru menyadari kalau dia sendiri telah kelewat terburu napsu. Cepat-cepat dibacanya isi surat tersebut,
"Hweecu telah berhasll menawan Tok-seh-siacu mengapa kau melepaskannya dengan begitu saja" Tolong sampaikan kepada keponakan Hong, tiga hari kemudian kunantikan kedatangannya ditepi sungai Phu-kang-heng-si.
Tertanda: Tanpa nama"
Dengan susah payah dia berusaha mencari pamannya tanpa hasil. sekarang pamannya yang mengundang dia bertemu di tepi sungai Phu-kang-heng-si tiga hari mendatang. tampaknya bakal bertemu dengan pamannya,
teka-teki seputar asal-usulnya serta nama dari pembunuh ayahnya akan segera diketahui dengan jelas.
Membayangkan kesemuanya itu merasakan hatinya bergetar keras dan dipengaruhi emosi, mendadak sambil bangkit berdiri dan menjura kepada Ban-kiam-hweecu serunnya, "harap kiamcu baik-baik menjaga diri, aku akan memohon diri lebih dulu"
"Saudara Wi tahu, sekarang jam berapa?"
"Mungkin tengah malam baru lewat, tapi tak menjadi soal, tak lama toh fajar akan menyingsing juga"
"Pamanmu mengundangmu untuk bersua tiga hari kemudian, walaupun kau datang lebih awal pun percuma saja, toh pamanmu tidak akan muncul sebelum waktu yang dijanjikan. Apalagi dari sini menuju ke Phu-kang Cuma berjarak tiga ratus li, dengan kecepatan langkahmu dalam seharipun sudah sampai"
'Perkataan kiamcu memang benar, Cuma asal-usulku belum jelas, dendam sakit hati ayahku belum terbalas.
Begitu mendapat kabar dari pamanku, aku jadi tak nanti untuk menunggu lama lagi"
Ban-Kiam-Hweecu menghela napas panjang.
"Ya, memang begitulah watak manusia. Kalau toh saudara Wi terburu-buru berangkat, akupun tak akan menahanmu lebih lama lagi, cuma sekarang waktu sudah malam, semalaman suntuk kaupun belum tidur dengan baik, bagaimana kalau beristirahat dulu semalam dan berangkat besok saja?"
Melihat perkataan orang yang begitu bersungguh hati, mau tak mau Wi Tiong-hong harus mengangguk, "Cinta kasih dari kiamcu sungguh membuat aku merasa berterima-kasih"
Ban-kiam-hweecu memandang sekejap ke arahnya. lalu berkata lirih,
"Sejak berjampa kita merasa sudah cocok satu dengan lainnya, hubungan kitapun selama ini bagaikan saudara sendiri, dengan perkataanmu itu apakah kau tidak menganggap asing?"
Wi Tiong-hong merasakan betapa lembutnya sorot mata Ban-kiam-hweecu. bahkan terpancar pula perasaan berat untuk saling berpisah.
Hal tersebut segera menimbulkan suatu perasaan yang sukar untuk dilukiskan dengan kata-kata.
Kedengaren Ban-kiam-hweecu berkata lagi dengan lembut, "waktu sudah tidak pagi, silahkan saudara Wi berangkat untuk beristirahat"
000dw000 MATAHARI lambat laun bergerak makin tinggi, dedaunan dan rerumputan tampak hijau segar dibawah pancaran sinar yang terang benderang.
semuanya nampak begitu indah sehingga
mempesonakan hati orang pada saat itulah disebelah timur bukit Pit-bu-san, di punggung tebing yang berhubungan dengan keresidenan Giok-san-sian tampak dua sosok bayangan manusia sedang menempuh perjalanan bersama.
Yang seorang adalah lelaki berbaju hijau yang mengenakan jubah lebar dan berwajah keemas-emasan. Sedang yang lain adalah seorang pemuda berbaju hijau yang berwajah tampan.
Kedua orang itu tak lain adalah Wi Tiong-hong yang hendak berangkat ke Pau-kang, serta Ban-kiam-hweecu yang merasa berat untuk berpisah.
Setelah menempuh perjalanan beberapa saat lamanya, Wi Tiong-hong menghentikan langkahnya seraya berkata,
"Silahkan Kiamcu kembali. orang kuno bilang, menghantar suami seribu li, akhirnya toh harus berpisah juga. Biar kumohon diri disini saja"
Ban-kiam-hweecu mendehem pelan, lalu berkata lirih,
"Sudah banyak hari kita bergaul dan berkumpul bersama, perpisahan ini sungguh membuat hatiku terasa sedih ... "
Nada suaranya kedengaran agak parau, sementara kepalanya pelan pelan ditundukkan.
Wi Tiong-hong yang mengbadapi kejadian ini menjadi tertegun. dia tidak mengira sama sekali kalau Ban-kiam-hweecu yang begitu mashur namanya dalam dunia persilaten ternyata begitu menaruh perasaan terhadapnya.
Terdorong oleh perasaan terharu, segera ujarnya,
"Kiamcu dan aku memang terasa cocok sekali satu sama lainnya. hubungan kita selama ini melebihi saudara sendiri, aku pun selalu menganggap Kiamcu sebagai kakakku sendiri, . . "
Belum selesai perkataan itu diutarakan, mendadak Bankiam-hweecu mendongakkan kepala nya sambil
menimbrung, "Tidak, kau lebih tua daripada aku, kau wajib menjadi kakak, engkoh Wi, kau . . kau tak akan melupakan aku bukan?"
Ketika sepasang mata Wi Tiong-hong bertemu dengan sorot matanya, ia saksikan air mata telah berkaca-kaca dimatanya, tanpa terasa ia genggam tangan Ban-kiam-hweecu erat erat seraya berkata dengan emosi,
"Manusia bukan rumput atau tetumbuhan perasaan kasih Kiamcu terbadapku, tak nanti akan kulupakan"
-oo-dw-oo- Jilid 4 BAN KIAM HWEE CU tertawa ringan.
"Asal kau tak akan melupakan aku, hati ku pasti akan puas. Engkoh Wi, akan kutunggu kedatanganmu di Kiam bun san, seusai persoalan persoalanmu di Phu kang, segera datanglah ke Kiam bun san."
"Yaa," menggenggam tangannya semakin kencang.
"Lalu kapan kau baru akan datang?"
Menghadapi pertanyaan tersebut, Wi-Tiong hong menjadi tertegun dan untuk beberapa saat lamanya dia sampai tak sanggup mengucapkan sepatah katapun.
Akhirnya setelah termenung sebentar dia baru berkata:
'Dewasa ini sukar bagiku untuk menjawab, setelah bertemu paman nanti baru dapat kujawab, karena aku kuatir masih ada persoalan yang lain"
"Kalau begitu kita berjanji selama tiga bulan saja, selewatnya tiga bulan, aku akan menunggu di Kiam bun san"
Kemudian sesudah berhenti sejanak, dia berkata lagi:
"Paling baik lagi bila pamanpun ikut datang, ia sudah banyak membantu kami, sudah sepantasnya bila aku berterima kasih kepadanya'
"Aku tidak tahu apakah paman bersedia datang, tapi aku pasti akan menempati janji"
''Kalau begitu datanglah, ayahku pasti akan gembira, oya, engkoh Wi aku ingin menghadiahkan sesuatu untukmu"
"Kiamcu, persahabatanmu sudah cukup berharga bagiku.*
Ban kiam hweecu tidak menunggu sampai kata-kata tersebut selesai diucapkan dan dia mengeluarkan sebuah bungkusan kertas kecil yang membentuk segi empat dan diserahkan ketangan Wi Tiong hong sambil berkata:
"Isi bungkusan itu adalah sejilid kitab Imu pedang hasil karya kakekku, mungkin saja kitab tersebut akan bermanfaat sekali bagi usahamu untuk membalas dendam"
''Tapi. kitab itu toh kitab pusaka dari kiamcu, aku tak boleh menerimanya"
'"Kita toh bersaudara mengapa harus dibedakan antara pusaka atau bukan?" Ban-kiam hweecu mendorong tangannya pelan, "simpanlah baik baik, dan manfaatkan satu bulan yang ada untuk banyak melatih diri. Bila satu bulan sudah lewat, toh masih ada kesempatan bagimu untuk mengembalikan kepadaku'
''Soal ini..." Wi Tiong hong menjadi ragu.
"Sudahlah, tak perlu ini itu lagi" tukas Ban kiam hweecu gelisah, "cepat kau simpan, apakah kau masih belum mengetahui perasaanku?"
WI Tiong hong sungguh merasa amat berterima kasih :
"Dendam sakit hati belum sempat kubalas, Kiamcu telah banyak melepaskan kebaikan untukku, baiklah, biar aku terima pemberian ini"
Sehabis berkata, dia berniat untuk membuka bungkusan kertas tersebut.
Buru-buru Ban kiam hweecu menghalanginya seraya berseru:
"Kau tidak boleh melihatnya sekarang simpan saja dulu, dan lihat nanti saja."
Terpaksa Wi Tiong hong menyimpan kembali
bungkusan itu kedalam sakunya.
"Engkoh Wi jangan menyebut Kiamcu lagi padaku" tiba tiba Ban kiamhwecu berkata sambil mendongakkan kepalanya. Ucapan tersebut segera membuat Wi Tiong hong menjadi tertegun.
Sebelum ia sempat mengucapkan sesutu, Ban kiam hweecu telah berkata lagi: "Aku bernama Sie Hui jin!"
Persekutuan Pedang Sakti Lanjutan Pedang Karat Pena Beraksara Karya Qin Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Untuk kedua kalinya Wi Tiong hong tertegun, nama tersebut mirip sekali dengan nama perempuan.
0000OdwO0000 Dengan membelalakkan sepasang matanya yang jernih bagaikan air, Ban kiam -hweecu mengawasi Wi Tiong hong beberapa saat, lalu tegurnya sambil tertawa:
"Eeeh, mengapa kau malah membungkam?"
'Oooh...yaya ya... saudara Sie!" Wi Tiong hong menjadi gelagapan.
"Ayahku hanya mempuuyai seorang putri itulah sebabnya sedari kecil aku telah mengenakan pakaian pria.
.." 'Jadi kau adalah wanita?" seru Wi Tiong hong lagi dengan perasaan terperanjat.
Ban kiam hweecu manggut manggut sambil tertawa rendah :
"Selama ini aku hanya mengenakan topeng kulit manusia, padahal wajah asliku pernah kau jumpai!"
"Tapi kapan .." pemuda itu keheranan
"Masa kau bfenar benar telah melupakan seseorang"''
seru Ban kiam hweecu sambil membelalakkan matanya lebar lebar.
"Siapa?"
"Soat ji!"
Untuk kesekian kalinya Wi Tiong hong merasakan hatinya bergetar keras, sekarang dia baru menjadi paham.
"Jadi kau adalah Soat ji?"
"Ayahku pernah berkata, demi kejayaaa Ban kiam hwee, siapa pun dilarang tahu kalau aku adalah seorang wanita"
ujar Ban kiam hweecu dengan suara lirih, "seandainya ada diantara mereka yang pernah menjumpai wajahmu, "
"Bagaimana seandainya ada yg melihat "
'Kata ayahku, bila aku tidak membunuhnya maka harus kawin menjadi istrinya"
"Ini..." Wi Tiong hong semakin terperanjat.
Sambil mendongakkan kepalanya kembali Ban kiam hweecu berkata:
"Kau adalah lelaki pertama di dunia ini yang pernah menjumpai paras muka asliku tentu saja aku...aku.,.."
Kenapa" Berhubung dia mengenakan topeng kulit manusia, jadi sukar bagi orang untuk mengetahui sikapnya yang tersipu sipu, namun jelas dapat dirasakan bahwa gadis itu sudah tak sanggup melanjutkan kembali kata katanya lantaran jengah.
Kontan saja selembar wajah Wi Tiong^ ong ikut berubah menjadi merah padam, a jadi kelabakan dibuatnya.
"Waaah.. apa yang mesti kukatakan sekarang" serunya kebingungan.
"Sudahlah apa yang ingin kukatakan telah kukatakan semua, kini kau boleh pergi" ucap Ban kiam hweecu lagi.
Dengan wajah tetap merah padam Wi Yiong hong segera menjura: "Kalau begitu harap nona suka menjaga diri baik baik aku hendak mohon diri lebih dulu ' '
Seusai berkata, dia lantas membalikan badan berjalan menuruni tebing itu
Terdengar Ban kiam hweecu kembali berteriak dari belakang:
"Engkoh Wi, jangan lupa, tiga bulan kemudian akan kunantikan kedatanganmu d Kiam bun san."
0000OdwO0000 MENJELANG MALAM Wi Tiong hong sudah sampai
di Kang san. tempat ini sudah termasuk propinsi Ci kang.
Ketika memasuki kota, dia saksikan ada seorang nona dusun yang membimbing orang kakek yang sudah bungkuk punggungnya masuk pula kedalam kota mengikuti belakang tubuhnya.
Setelah mencari tempat penginapan, Wi Tiong hong segera membersihkan badan karena waktu masih sore, diapun keluar dari rumah penginapan untuk mencari angin Terasa olehnya kota ini merupakan buah kota gunung yang kuno, disitu hanya terdapat sebuah jalan raya, orang yang berlalu lalangpun tidak terhitung banyak, sepanjang jalan raya hanya terdapat satu kedai rumah makan namun usaha merekapun tidak begitu baik.
Dengan langkah yg santai dia berjalan masuk kedalam sebuah rumah makan, baru saja memesan sayur tampak olehnya si kakek bungkuk yang dijumpai bersama sinona dusun tadi sedang melangkah masuk pula kedalam rumah makan itu
Sesungguhnya tamu yang sedang bersantap dalam rumah makan itu tidak begitu ranyak, masih tersisa banyak meja kosong tapi anehnya sinona dusun itu justru membimbing kakeknya mencari tempat dimeja kosong yang letaknya persis dihadapan pemuda itu.
Ketika sang pelayan datang dan bertanya akan memesan apa, kakek bungkuk itu ribut menanyakan harganya dulu, akhirnya dia hanya memesan sepoci arak, dua piring sayur dua mangkok mie. Tak selang berapa saat kemudian sayur dan arak yang dipesan Wi Tiong.hong telah dihidangkan.
Kakek bungkuk itu lantas menggerutu tiada hentinya, menuduh pelayan tersebut lebih memperhatikan kongcu yang punya uang ketimbang orang dusun yang tak beruang, mulutnya mengomel terus tiada hentinya
Wi Tiong hong yang duduk tak jauh dari mereka, tentu saja dapat mendengar semua omelannya dengan jelas, saking gemasnya tanpa merasa dia melirik sekejap kearah kedua orang itu.
Sikakek bungkuk itu rambutnya telah memutih, tapi selembar wajahnya merah hitam hitaman, agaknya seorang petani Sedangkan putrinya berusia dua puluh tahunan, kulitnya pun berwarna hitam, tapi sepasang matanya yang bulat besar bersinar jeli rambutnya dikuncir dua dan amat menawan
Ketika Wi Tiong-hong berpaling kearah mereka, kebetulan nona itu juga sedang memandang kearahnya.
bahkan tersunngging pula sekulum senyuman
Buru buru Wi Tiong hong mengalihkan sogot matanya kearah lain, kemudian meneruskan santapannya.
Berapa saat kemudian pelayan mendangkan pula sayur dan arak pesanan dua orang itu, sikakek menuang secawan arak dan dicicipi sedikit, tapi ia segera menggelengkan kepalanya sambil menuduh pemilik rumah makan berhati hitam, araknya sudah di campuri air, lalu ketika mencicipi sayurnya, diapun mengomel sayurnya kurang garam sehingga tidak sedap.
Begitulah sambil bersantap mengomel tiada hentinya, hampir semua orang yang berdagang kena diomeli olehnya, matanya sama tahu uang, tidak bisa dipercaya dan lain sebagainya
Sepanjang bersantap Wi Tiong hong hanya kenyang mendengarkan omelan sikakek angkuk ini, setelah membayar rekening ia segera pulang kepenginapan. Waktu itu hari sudah malam pelayan datang menghantar air teh lalu mengundurkan diri.
Setelah mengunci pintu kamarnya, Wi-Tiong hong mengeluarkan bungkusan kertas yang diserahkan Ban kiam hweecu kepadanya pagi tadi dari sakunya dan membuka nya.
Ternyata dalam bungkusan kertas masih ada sebuah bungkusan kecil, waktu diraba rasanya lembut dan lunak, tidak diketahui benda apakah itu "
Dibawah bungkusan kecil itu adalah se jilid kitab pelajaran ilmu pedang diatas kitab tersebut tertera empat empat huruf besar yang berbunyi :
"BAN KIAM KUI TIONG." Ketika halaman buku itu berbalik, dijumpai banyak tulisan yang disertai lukisa-dan penjelasan yang seksama bahkan banyak pula tulisan dan
catatan kecil disampingnya jelas tambahan yang dicantumkan kemudian.
Menutup kembali kitab itu, Wi Tiong-hong mengambil bungkusan kecil tersebut dan membuka dengan sangat berhati hati
Ternyata isi bungkusan tersebut adalah rambut yang halus dan berbau harum, sudah pasti digunting dari rambut Ban kiam hwee cu sendiri. Perlu diterangkan, pada jaman dahulu kaum gadis memandang penting atas rambut sendiri. Bila seseorang menggunting rambutnya dan diberikan seorang pria, ini berarti ia menyatakan kesediakannya untuk diambil sebagai isteri.
Memandang rambut dalam bungkusan tersebut, Wi Tiong hong tidak tahu mesti girang atau murung, untuk beberapa saat lamanya dia hanya berdiri termangu mangu belaka.
Sementara dia masih melamun, mendadak dari luar pintu bergema suara langkah kaki manusia, menyusul kemudian terdengar suara pelayan berkata ;
"'Lo kek koan, dalam penginapan kami hanya tinggal sebuah kamar ini, silahkan kau memeriksanya dulu "
"Bagusnya sih bagus." suara parau seseorang menyahut
"hanya kelewat mahal, masak sebuah kamarpun harga sewanya dua tahil perak semalam" Apalagi kami ayah dan anak hanya butuh sebuah pembaringan, buat apa mesti disediakan sebesar ini?"
"Lok kek koan, ini kamar kelas, dua tahil perak tidak terhitung mahal !"
"Apa " Dua tahil perak semalam tidak teritung mahal "
Kau tahu berapa banyak sayur yang mesti kutanam untuk memperoleh dua tahil perak?"
Dari suaranya, Wi Tiong hong segera mengenali sebagai sikakek bungkuk dan nona dusun yang pernah dijumpai di rumah makan tadi.
"Dalam penginapan kami hanya tersedia delapan buah kamar" kata pelayan itu lagi ''malam ini kebetulan kedatangan beberapa orang tamu dan penuh semua, untung tamu yang semula menginap dikamar ini pindah kerumah familinya hingga kosong, coba kau lihat, mana tenang kamarnya, bersih lagi'
"Baik, baiklah, kami juga tak masuk kota dalam setahun, biar rugi juga hanya semalam" ucap sikakek kemudian dengan nada terpaksa
Maka kakek dan gadis itu pun masuk ke dalam kamar, sedang sipelayan datang menghidangkan air teh.
Terdengar kakek itu kembali mengomel,
'Kita sudah membayar dua tahil perak masa daun teh yang disediakan keras seperti tiang bendera?"
Wi Tiong hong yang mendengar kesemuanya itu, segera berpikir didalam hati :
"Waah, bisa celaka malam ini, pasti aku akan disuguhi dengan omelannya semalaman suntuk."
Siapa tahu apa yang kemudian terjadi ternyata diluar dugaan Wi Tiong hong, kakek itu hanya mengomel sebentar kemudian memadamkan lampu dan tidur.
Wi Tiong hong segera membungkus kembali rambut dan kitab pedang.itu, kemudian memandamkan lentera bersiap siap bersemedi sebentar sebelum tidur
Siapa tahu baru saja dia duduk bersila mendadak pintu kamarnya terdengar suara aneh, menyusul kemudian
dibuka seseorang dan sesosok bayangan manusia yang ramping telah menyelinap masuk ke dalam
Wi Tiong hong adalah pemuda yang bernyali besar dan berilmu tinggi, dia tetap duduk tak berkutik, sementara sepasang matanya yang dapat memandang di tengah kegelapan tertuju kearah bayangan manusia tadi.
Tapi apa yang lalu terlihat membuatnya tertegun, ternyata orang yang menyelinap masuk kedalam kamarnya adalah sinona dusun berkuncir dua yang dijumpai bersama kakek bawel tadi
Gerakan tubuhnya benar-benar enteng, lincah dan sempurna, di dalam waktu singkat dia telah menyelinap kedepan pembaringan Wi Tiong hong.
Menghadapi kejadian seperti ini, diam-diam Wi Tiong.
hong mendengus, hawa murninya segera dihimpun kedalam telapak tangannya sambil bersiap sedia menghadapi segala kemungkinan yang tidak diinginkan namun tubuhnya tetap tak bergerak, pikir nya :
"Akan kulihat apa maksud dan tujuannya berbuat demikian?"
Di tengah kegelapan yang mencekam seluruh ruangan, sepasang mata nona dusun itu kelihatan berkilauan tajam, begitu menyelinap kedepan pembaringan, dia lantas menegur sambil tertawa:
"Wi sauhiap, ayo bangun, tidak usah berlagak pilon lagi"
Suara teguran mendadak saja membuat
Wi Tiong hong tertegun segera pikirnya: "Waah, bukankah ini suara Cho Kiu moay?" Berpikir begitu, buru buru dia bertanya: "Kau adalah nona Cho?"
"Ssstt,..jangan berbisik" bisik Cho Kiu moay sambil melirihkan suaranya "ayo turut aku kekamar sebelah"
Wi Tiong hoag tidak mengetahui apa gerangan yang terjadi dia segera melompat turun dari pembaringan dan mengikutinya nenyelinap keluar dari kamarnya, lalu menyusup masuk kekamar sebelah.
"Wi sauhiap, cepat kau serahkan pakaianmu kepadanya"
kembali Cho Kiu moay berbisik.
'Nona Cho, sebenarnya apa yang terjadi?""
"Sekarang sudah tiada waktu untuk banyak berbicara lagi, cepat tukar pakaianmu dengannya, nanti saja baru kuceritakan keadaan yang sebenarnya kepadamu"
Wi Tiong hong segera melepaskan pakai luarnya dan bertuker pakaian dengan si kakek. Sementara sikakek menarik lepas janggot palsunya dan melepaskan selembar kulit manusia yang segera disodorkan ke tangan pemuda itu.
Begitu topeng dilepas, sikakek pun berubah menjadi bukan kakek lagi, kini di berubah menjadi seorang pemuda tampan,
Wi Tiong hong merasa kenal sekali dengan raut wajah pemuda itu, karena paras muka ini tak lain adalah dirinya sendiri.
Sementara Wi Tiong hong masih tertegun orang itu sudah menyelinap keluar dari kamar dengan gerakan cepat, tentu saja dia menyusup masuk kedalam kamar sendiri, Sambil menutup kembali pintu kamarnya Cho Kiu moay berkata sambil tertawa.
"Nah, beres sudah, sekarang kau boleh tidur kembali dengan lebih nyenyak"
Biarpun didalam kamar tersedia dua buah pembaringan, bagaimanapun juga berlaku batas batas perbedaan antara pria dan wanita untuk jaman itu, apalagi tinggal se kamar.
"Aku masih belum mau tidur nona" tampik Wi Tiong hong cepat cepat.
"Tidak bisa" tukas Cho Kiu moay sambil menggelengkan kepalanya, ''pendatang memiliki kepandaian silat yang lihay sekali, hanya dengan berlagak tidur jejak kita baru tak sampai ketahuan pihak lawan.'
Dengan perasaan apa boleh buat terpaksa Wi Tiong hong membaringkan diri ke atas pembaringan, Cho Kiu moay membantingkan diri pula pembaringan seberangnya dan menarik selimutnya untuk menutupi badan, kemudian dengan ilmu menyampaikan suara dia baru berkata:
"Sekarang kita boleh mulai berbicara" Berhubung jarak antara kedua pembaring n itu cukup jauh, maka Wi Tion g hong bertanya dengan mengerahkan ilmu menyampai fa suaranya:
'Sebenarnya apa yang bakal terjadi pada malam ini?"
"Tentu saja ada peristiwa penting"
"Darimana nona bisa tahu?"
"Kiamcu tidak tega membiarkan kau pergi seorang diri, maka aku dan sinaga tua berekor botak diutus untuk memberi bantuan bilamana perlu,"
"Oooh, rupanya orang itu adalah To hu congkoan!"
"Oleh sebab pengalamanya didalam dunia persilatan amat luas, Kiamcu khusus mengutusnya kemari, alhasil baru saja melewati bukit Giok san kami telah menyaksikan ada orang yang mengunlilmu secara diam diam"
"Mengapa sedikitpun tidak kurasakan" tanya Wi Tiong hong keheranan, "siapa pula yang telah diutus untuk menguntitku?"
"Agaknya bukan cuma seorang yang ditugaskan menguntil jejakmu, tapi rata rata berkepandaian silat amat tinggi, bisa jadi mereka adalah anggota Tok seh sia '
"Kini To hu congkoan telah menyaru sebagai diriku bagaimana pula hal ini sebenarnya" '
"Ooh, itu sih merupakan hasil dari siasatku, akulah yang menyuruhnya dia menyaru sebagai dirimu dan memancing pergi orang orang yang menguntilmu sebaliknya menyaru sebagai dirinya, sepanjang jalan tentu bisa kau tempuh perjalanan dengan aman. Nah. sekarang semuanya telah kueritahukan kepadanya, kau boleh istirahat dengan tenang"
Wi Tiong hong tidak berbicara pula, terpaksa dia pejamkan mata pura pura tidur, namun lambat laun dia benar benar sudah tidur nyenyak.
Entah berapa saat sudah lewat, ditengah lamat lamatnya suasana, mendadak ia mendengar suara yang amat lirih, seolah olah orang sedang membuka daun jendela kamar sebelah
Dengan perasaan terkejut Wi Tiong hong sadar kembali dari tidurnya, dengan cepat ia memusatkan perhatiannya untuk mendengarkan dengan seksama, benar juga, dari kamar sebelah dia mendengar munculnya napas seseorang yang amat lirih;
Perlu diketahui, antara kamar yang satu dengan kamar yang lain waktu itu hanya dibatasi oleh selembar papan yang sangat tipis, sehingga tak aneh bila suara yang
ditimbulkan dikamar sebelah dapat terdengar dengan cukup jelas.
Dengan ketajaman pendengaran dari Wi Tiong hong, diapun dapat mendengar bahwa penjahat yang berhasil memasuki kama itu bukan hanya satu orang, namun mereka segera mengundurkan diri dengan cepat Diam diam terkejut juga Wi Tiong hong menghadapi keadaan demikian dari gerak gerik musuh, dia mendapat kesan bahwa ilmu meringankan tubuh yang dimiliki kawanan penjahat itu sangat lihay dan luar biasa, padahal si Naga tua berekor botak yang menyaru sebagai dirinya tidak memperdengarkan sedikit suarapun, jangan jangan telah berhasil dipecundangi lawan"
Berpikir sampai disttu, dengan ilmu menyampaikan suaranya dia lantas bertanya kepada Cho Kiu moay:
'Nona, sudah kau dengar?"
"Tentu saja sudah kudengar'
"Jangan jangan To hu congkoan telah di pecundangi kawanan penjahat itu?"
"Tak usah kuatir, Naga tua berekor botak adalah seorang yang ahli dalam ilmu obat pemabuk, mana mungkin ia bisa dipecundangi orang secara begitu gampang" '
Sewaktu mereka bertiga berada di kuil Sik jin tian tempo hari, bukankah mereka juga berhasil dibekuk lantaran terkena obat mabuk dari nona?"
"Hal itu bisa terjadi karena kecerobohannya sendiri sehingga berhasil kupecundangi secara tragis, sedang malam ini dia memang sudah mempersiapkan diri secara baik baik aku yakin dia tidak akan sampai menderita suatu apapun"
"Tapi mengapa tidak kedengaran sedikit suarapun?"
"Mungkin ia kena dibekuk lawan"
"Kita harus____"
Bselesai perkataan itu diutarakan Kiu moay telah membalikkan badan dan menggoyang-goyangkan
tangannya sembari menukas:
"Tidak menjadi masalah, dia pasti dapat meloloskan diri.
kini hari hampir terang tanah, kita harus segera berangkat"
Wi Tiong hong mengambil keluar topeng yang
ditinggalkan Naga tua berekor botak dan dikenakan diwajah sendiri, kemuduan menempelkan juga kumis dan jenggot pal. dalam waktu singkat dia telah berubah menjadi seorang kakek.
Sambil tersenyum Cho Kiu moay membimbingnya sambil membuka pintu, sebelum melangkah keluar dia sempat berbisik
'Jangan lupa untuk membungkukkan pinggang!"
Maka ayah dan anak berduapun membayar rekening penginapan dan segera melanjutkan perjalanan.
000OdwO000 NAGA tua berekor botak yang menyaru sebagai Wi Tiong hong, berhasil ditotok jalan darahnya oleh seseorang dengan ilmu Pit khong tiam hiat (menotok jalan darah lewat udara) yang dilepaskan dari depan jendela, ketika itu dia sedang berlagak tidur.
Sebagai seorang manusia yang licik dan banyak tipu muslihatnya, sudah barang tentu ia tak akan dipecundangi orang secara begitu mudah.
Tatkala segulung desingan angin jari tangan menerobos masuk lewat jendela, dia telah keburu mengerahkan tenaga dalamnya dan menggeserkan jalan darahnya satu dua inci lebih kesamping. Meskipun serangan itu gagal mengenai sasaran, toh ia merasakan juga betapa kaku dan sakitnya bekas serangan tersebut.
Kejadian mana segera mengejutkan hatinya, dia sadar tenaga dalam yang dimilikinang itu tampaknya masih jauh diatas kemampuan sendiri, kenyataan mana membuatnya semakin tak berani gegabah, dia segera memejamkan matanya dan tak berani berkutik lagi. berlagak seolah olah betul betul tertotok.
Lewat berapa saat kemudian terdengar daun jendela dibuka orang, lalu terasa angin berdesir dan dua sosok bayangan manusia telah melayang turun didepan pembaringanya,
Naga tua berekor botak membuka sedikit matanya untuk mencari lihat, ternyata kedua sosok bayangan manusia yang melayang turun didepan pembaringannya adalah dua orang kakek berbaju abu abu yang berwajah dingin menyeramkan.
Tentu saja si Naga tua berekor botak cukup mengenali kedua orang ini, sebab mereka tak lain adalah dua diantara delapan manusia berbaju abu abu yang membawa busur kecil emas semalam, diam diam diapun mendengus,
"Hmm! Ternyata memang orang dari Toi seh sia"
Sementara itu, kedua orang kakek berbaju abu abu itu sudah memandang kearah si naga tua berekor botak yang berbaring diranjang kemudian saling bertukar pandangan sekejap, kedua duanya ternyata hanya membungkam diri dan siapa pun menga capkan sepatah katapun
Mendadak sikakek yang Sebelah kanan maju selangkah dan menyambar bahu naga tua berekor botak, kemudian memutar badan dan menyelinap lebih dulu keluar dari jendela.
Menyaksikan gerakan kakek itu si Naga tua berekor botak sungguh merasa amat terperanjat.
Sementara dia masih termenung, kedua orang kakek itu sudah melompat naik keatap rumah dan berlarian bagaikan terbang daam waktu singkat mereka telah melewati dinding batas kota dan menuju keluar kota. Mereka berlarian lebih kurang sepertanak nasi lamanya, menurut perkiraan sinaga tua berekor botak, dengan kecepatan gerak kedua orang itu, paling tidak mereka sudah menempuh perjalanan sejauh dua tiga puluh
Naga tua berekor botak tidak mengetahui hendak dibawa kemanakah dirinya itu, pun berpikir :
'Cukup ditinjau dari kepandaian silat yang dimiliki kedua orang itu, jelas aku masih bukan tandingan mereka, agaknya rencanaku untuk kabur ditengah jalanpun tak munkin berhasil"
000OdwO000 BUKIT menjulang tinggi keangkasa, keadaan
disekeliling tempat itu lambat laun bertambah sepi dan terpencil.
Kedua orang kakek berbaju abu abu itu belum juga menghentikan langkahnya mereka berlarian terus menuju keatas sebuah puncak bukit kecil sebelum akhirnya berhenti secara tiba tiba
Ketika si naga tua berekor botak mencoba untuk melirik kedepan, tampak olehnya diatas sebuah batu besar dipuncak bukit duduk seseorang, dibawah cahaya rembulan
orang itu kelihatan mengenakan jubah hitam yang besar dan lebar dengan jenggot putih terurai sepanjang dada ternyata dia tak lain adalah Tok seh siacu.
"Orangnya berhasil dibekuk?" terdengar menegur dingin
"Kami telah berhasil" sahut dua orang kakek berjubah abu abu itu sambil menjura. Buru buru si Naga tua berekor botak memejamkan matanya rapat-rapat, ia merasa tubuhnya dibaringkan keatas tanah
Kemudian terdengar Tok seh siancu berkata sambil mendengus dingin :
"Wi Tiong hong,. kau tak mengira kalau akan terjatuh ketanganku bukan!"
Kepada kakek berbaju abu abu itu perintahnya pula.
Kakek berbaju abu abu itu mengiakan dan maju kedepan sambil menepak bebaskan darah yang tertotok Namun si Naga tua berekor botak masih tetap memejamkan matanya dan sama sekali tak berkutik.
Dengan sorot mata yang tajam Tok seh siancu mengawasi sekejap tubuh si naga berekor botak, kemudian menegur
"Masin ada Jalan darah yang belum dibebaskan?"
"Hamba hanya menotok jalan darah ciang tay hiatnya dan kini telah dibebaskan"
"Coba kau teliti sekali lagi"
Naga tua berekor botak segera merasakan kakek berbaju abu abu itu membungkukkan badan dan mulai melakukan pemeriksaan buru buru dia menghimpun hawa murninya keatas jalan darah Hong gan hiat di punggungnya.
Beberapa saat si kakek berbaju abu abu itu merabai seluruh badan si naga tua berekor botak, akhirnya sambil berseru tertahan ia berkata :
'Jalan darah Hong gan hiat di punggung nya seperti tidak lancar, agaknya telah di totok orang, tapi siapa yang telah menotok jalan darahnya itu?"
"Yang penting dibebaskan dulu" perintah Tok seh siancu.
Sekali lagi kakek berbaju abu abu itu menepuk pelan dipunggungnya untuk membebaskan pengaruh totokan tersebut.
Si naga tua berkeor botak batuk batuk sebentar dan muntahkan segumpal riak kental, kemudian sambil menggerakkan anggota badannya dia merangkak baagun, mengucek matanya lantas berseru:
"Aaaah, di mana aku berada " Aku masih ingat tertidur dalam kamar, kenapa bisa sampai disini ?"
Suaranya selain parau dan tua juga membawa logat orang Ci say. Tok seh siacu menjadi tertegun setelah mendengar ucapan tersebut sambil membelalakkan matanya ia bertanya:
"Hei, siapakah dia ?"
"Dengan jelas dia adalah Wi Tiong bong. hamba berdua pun menyaksikan dengan mata kepala sendiri dia masuk ke kamar, bagaimana mungkin dapat keliru ?"
Sementara itu, si naga tua berekor botak sudah merangkak bangun, tiba tiba dia berteriak dengan nada kaget bercampur gemetar:
"Mana putriku" Hoa kob, kau ada di masa"
Sewaktu menjumpai ketiga orang ini mendadak ia berlulut dan menyembah berulang kali seraya berseru.
"Toy. . tayongg. siau loji hanya seorang petani yang masuk kota hendak menjenguk famili. harap tay ong sudi mengampuni aku si orang tua miskin"
Dengan sorot mata yang tajam bagaikan sembilu Tok seh siacu mengawasi wajah si naga tua berekor botak lekat-lekat. kemudian tegurnya lagi dengan suara dalam:
"Dia bukan Wi Tiong hong. wajahnya telah diubah orang"
Si naga tua berekor botak segera mendongakkan kepalanya dan meraba wajah sendiri mendadak dia menjerit kaget:
"Oooh. . .. mengapa wajahku menjadi gini " Kenapa wajahku ini"'
Sepasang tangannya segera meraba kian kemari dan akhirnya berhasil merobek selembar benda yang tipis seperti kulit tahu
Nampaknya kejadian tersebut membuat hatinya semakin gugup dan panik, kembali teriaknya dengan ketakutan:
"Aduuh. . tolong. . kulit mukaku , oooobh, kenapa kulit mukaku bisa terlepas . "
Dengan terobeknya kulit itu, maka muncul seraut wajah yang tua lagi hitam, didagu nya memelihara pula segumpa'l jenggot kambing, jelas dia bukan Wi Tiong hong.
Seketika itu juga Toh seh siacu mengerti apa gerangan yang telah terjadi, sambil mengulurkan tangannya ke depan di berseru
"Bawa kemari!"
Dengan wajah kaget bercampur gugup si Naga tua berekor botak menyodorkan sebuah benda yang lunak ke depan katanya pua:
"Tay ong, aku tak lebih hanya seorang petani kecil, kasihanilah putriku yang sudah tak punya ibu semenjak kecil, kami ayah dan anak harus banting tulang untuk meneruskan hidup, ooh tay ong. ampunlah kami.
lepaskanlah putriku!"
Rupanya dia telah menganggap Tok seh siacu sebagai penyamun yang merampas putrinya untuk dijadikan gundik.
Tok seh siacu sama sekali tidak menggubris, sambil menyerahkan kulit manusia tersebut kepada seorang kakek berbaju abu abu yang disebelah kanan, dia menegur:
*Coba kau kenakan ini, agar dia saksikan!'
Kakek berbaju abu abu yang berada disebelab kanan itu menyabut dan segera mengenaken topeng kulit manusia tersebut.
Kemudian Tok seh siacu berpaling ke arah si naga tua berekor botak sambil bertanya:
'Kau kena! dengan dia ?"
Mengikuti arah yang ditunjuk, si naga berekor botak segera berpaling, tapi begitu melihat wajah si kakek berbaju abu abu tadi. dia lantas berlagak sangat terperanjat, dengan ketakutan dia mundur beberapa langkah, lalu sambil membelalakkan matanya lebar lebar dia berseru:
"Aaaah . . ada siluman, ada siluman ..siluman yang bisa berubah muka. . "
"Kau tak usah takut" ujar Tok seh siacu dengan tenang,
"bukan ada siluman, hanya seorang yang mengenakan topeng kulit manusia belaka"
Si naga tua berekor botak segera berlaku semakin ketakutan lagi, teriaknya keras keras,
"Ooo Thian, kalian telah merobek kulit wajab si pemuda itu?"
"Bukan kulit ini palsu, nah aku ingia bertanya kepadamu sekarang, kau pernah berjumpa dengan orang ini?"
"Palsu" Tapi sudah jelas asli. . "
Kemudian sambil celingukan kian kemari dengan sorot mata yang liar si naga tua berekor botak manggut manggut, terusnya,
"Yaa . aku memang kenal dengan pemuda itu"
"Di mana kalian telah berjumpa?"
Si naga tua berekor botak melirik sekejap kearah Tok seh siacu, melihat sikapnya seperti tidak mengandung maksud jahat, agaknya juga hatinya, maka jawabnya:
"Sewaktu kami makan bakmi, dia pun sedang makan bakmi... ketika aku dan putriku masuk kota, pemuda itu berjalan pula didepan kami, kemudian. . kemudian aku tidak tahu kemana dia telah pergi"
"Bagaimana selanjutnya Kalian pergi kemana" tanya Tok seh siacu lagi dengan tenang.
"Oleh karena aku tak berhasil menjumpai famili kami, akhirnya menginap disebuah rumah penginapan"
'Sewaktu berada di rumah penginapan, apakah kau tidak berjumpa lagi dengan pemuda tersebut?"
"Tidak, sejak sore aku sudah pergi tidur'
Tok seh siacu segera berpaling seraya bertanya:
'Apakah mereka tinggal dalam sebuah rumah
penginapan yang sama. ?"
"Benar" jawab kasek berbaju abu abu yang berada disebelah kiri. "Wi Tiong hong tinggal dikamar sebelah mereka"
Tok seh siacu segera mendengus dingin
"Hmmm! Apakah jejak kalian telah diketahui oleh Wi Tiong hong, ?" tegurnya.
Buru buru kakek berbaju abu abu yang berada disebelah kiri itu membungkukkan badanya memberi hormat:
"Sepantang jalan, hamba berdua selalu menjaga jarak, selisih jarak diantara kami paling tidak mencapai dua tiga puluh kaki apalagi si bocah muda itu tak pernah berpaling mustahil ..."
"Benar benar manusia yang tak berguna, bila jejak kalian tidak sampai diketahui olehnya, bagaimana mungkin dia dapat mengguna san taktik seperti ini untuk meloloskan diri" Seandainya kalian tidak ceroboh, bagaimana mungkin kalian tidak menyadari kalau sudah terkecoh oleh permainan lawan"'
Ke dua orang kakek berbaju abu-abu itu tak berani membantah, mereka hanya membungkukkan badannya sambil mengiakan berulang kali.
Terdengar Tok seh siacu berkata lagi:
'Dalam keadaan demikian, bisa jadi dia telah menyaru sebagai kakek ini dan membawa puterinya untuk melarikan diri. hmmm Makin lama kalian benar benar semakin tak berguna"
Naga tua berekor botak terkejut sekali, tiba-tiba dia berseru:
"Apa" Anak muda itu telah melarikan puteriku" Aduuuh.
bagaimana jadinya ini " Ooo, Tay ong kumobon ampunilah diriku kasihani putriku dia masih seorang gadis perawan'
Sementara itu Tok seh siacu sudah bangkit berdiri, mendadak ia membentak keras: "Ayo cepat kejar ..."
"Bagaimana dengan orang ini . . , " tanya kakek berbaju abu abu yang disebelah kanan sambil mengangkat telapak tangannya
"Bebaskan saja dia "
Dengan tanpa membuang banyak waktu lagi
berangkatlah ke tiga orang ini menuruni bukit dengan kecepatan bagaikan sambaran petir.
Sementara itu, dibalik sela sela kuku jari tangan si naga tua berekor botak telah dipersiapkan bubuk pemabuk yang siap disentilkan keluar, tapi oleh karena pihak lawan tidak menaruh curiga terhadapnya, maka dia pun enggan untuk turun tangan secara sembarangan.
Menyaksikan ke tiga orang itu sudah berlalu dengan tergesa gesa, dia pun menghembuskan napas lega, tapi untuk melengkapi sandiwaranya, sambil memukul mukul dada sendiri dia menjerit jerit macam orang gila:
"Anak muda itu telah melarikan putriku biar harus mempertaruhkan jiwa tuaku, pasti akan kukejar kembali"
Dengan langkah terseok-seok dia pun menyusul turun dari bukit tersebut.
oo^dw^oo SESUDAH perpisahan dengan Cho Kiu moay, Wi
Tiong hong melanjutkan kembali perjalanannya, dia tahu
meskipun kali ini orang orang orang Tok seh sia berhasil terkecoh, bisa jadi mereka akaa melanjutkan usahanya untuk melakukan pengejaran
Tiba di kota Wi ciu, pemuda itu membeli seperangkat baju baru dan mengubah penyamarannya.
Sakarang ia sudah tidak berdandan seorang kekek lagi tapi seorang lelaki berwajah merah yang berusia tiga puluh tahunan, pakaian yg dikenakan pakaian ringkas berwarna biru, sebuah buntalan panjang tergantung pada punggungnya,
Dandanan seperti ini boleh dibilang merupakan dandanan yang paling umum dijumpai dalam dunia persilatan waktu itu, para karyawan biro ekspedisi. para centeng, para piausu, busu hampir semuanya berdandan, asal tempat ramai dikunjungi orang, hampir dapat dipastikan akan menjumpai manusia dengan dandanan begitu
Biarpun dijalan kau berlari cepat, hal inipun tak akan memancing perhatian orang, sebab kau memang berdadan sebagai Busu. seorang busu tentu saja dapat berjalan lebih cepat dari pada orang lain.
Persekutuan Pedang Sakti Lanjutan Pedang Karat Pena Beraksara Karya Qin Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sepanjang jalan tanpa berhenti, Wi Tiong hong berangkat menuju ke Phu kang. ketika tiba ditujuan senja baru menjelang tiba, tapi ia tak tahu dimanakah letak Heng si, apalagi janji pertemuannya dengan paman yang tak dikenal namanya pun baru terjadi tiga hari kemudian, jadi ia masih mempunyai banyak waktu untuk melakukan pencarian.
Dia berencana untuk mencari tempat penginapan lebih dulu. baru keesokan harinya pergi mencari Heng si.
Meka diapun mencari sebuah penginapan yang memakai nama Ki seng wan untuk melepaskan lelah.
Tak jauh dari rumah penginapan Ki seng wan terdapat sebuah kedai yang khusus menjual hidangan dan arak, usaha disitu sangat ramai.
Selesai membersihkan badan. Wi Tiong hong pun menuju kesana untuk mengisi perut.
Setelah memesan sayur dan arak. dia saksikan seluruh kedai hampir terisi penuh oleh tamu.
Diantara mereka terdapat kaum pedagang juga banyak yang berdandan seperti dia, hanya saja berhubung dandanan mereka kelewat sederhana dan umum, maka ia tidak begitu menaruh perhatian.
Setelah hidangan yang dipesan datang, dia pun bersantap seorang diri.
Mendadak orang yang duduk di meja sebelah kirinya berbicara dengan suara rendah :
"Lo ong, tahukah hau Ho bun toucu menyuruh kita berkumpul disini malam ini dikatakan urusan apa?"
"Aku sendiripun kurang jelas" sahut orang yang disebut Lo ong tadi, "agaknya pangcu seperti sudah pulang. dia hendak mengumpulkan kita semua untuk mengumumkan suatu masalah yang sangat penting"
Wi Tiong hong yang secara kebetulan berhasil menyadap pembicaraan itu segara berpikir : "Entah mereka berasal dari perkumpulan mana?"
Sementara dia masih termenung, terdengar orang yang berbicara pertama kali tadi telah berkata lagi;
"Pongcu " Kau bilang Wi pangcu mengumpulkan kita semua?"
"Wi pangcu hanya bersedia menjabat kedudukan tersebut untuk sementara waktu, kau toh tahu. orang lain adalah anggota Bu tong pay mana sudi melakukan pekerjaan seperti kita ini, yang kumaksudkan tentu saja Ting pangcu"
Tergerak hati Wi Tiong hong setelah mendengar perkataan itu. segera pikirnya :
"Rupanya mereka adalah anggota perkumpul Thi pit pang, apa " Ting toako telah kembali?"
Karena masalahnya cukup hangat dan menarik
perhatiannya maka dia pun mendengarkan dengan seksama.
Terdengar orang yang pertama tadi kembali berkata:
"Ting pangcu" Bukankah Ting pangcu telah dibunuh orang di Sik Jin nan?"
"Yang tewas tentu saja bukan Ting pangcu" kata Lo ong
"bila Ting pangcu sudah tewas, masa dia bisa kembal?"
Wi Tiong hong yang mendengar benta itu menjadi sangat sangat gembira, dia memang tahu kalau orang yang tewas di Sik jin nan tempo hari adalah wakil congkoan pedang berpita hitam dari Ban kian hwee yang bernama Cu Bun siu.
Pada mulanya dia mengira Ting toakonya berada ditangan orang orang Ban kiam hwee, tapi kemudian terbukti kalau dugaannya keliru, itu berarti Ting toakonya telah dibekuk oleh pihak Tok seh sia dengan diperolehnya kabar bahwa dia telah kembali sekarang, maka terbukti kembali kalau Ting toakonya bukan di bekuk oleh pihak Tok seh sia. .
Sementara dia masih termenung, pelayan telah datang memberesi mangkuk piring dan menghidangkan secawan air teh wangi.
Wi Tiong hong yang melihat waktu masih sore, maka diapun mengurungkan niatnya untuk pergi.
Lewat berapa saat kemudian. terdengar Lo ong yang ada di meja samping telah berbisik lirih :
"Ho bun teucu datang"
Wi Tiong hong segera berpaling, tampak se orang lelaki berusia empat puluh tahunan yg memakai jubah biru sedang berjalan mendekati dengan langkah lebar.
Dibelakang orang ini mengikuti empat lima orang lelaki yang semuanya mengenakan pakaian ringkas berwarna hijau.
Ketika Wi Tiong hong masih mengawasi sekitar situ, orang orang yang duduk disitu telah pada bangkit berdiri.
Ho hun toucu memandang sekejap sekitar sana, kemudian sambil tersenyum katanya:
"Saudara saudara sekalian silahkan duduk"
Sedang dia sendiri diiringi empat lima orang telah menempati kursi yang kosong disebelah tengah.
Wi Tiong hong yang melihat kejadian ini diam diam berpikir:
"Hanya seorang wakil taucu pun gayanya sudah begitu hebat."
Baru saja Ho bun toucu mengambil tempat duduk, pelayan telah datang menghidangkan air teh, handuk panas dan repotnya bukan ke palang seperti melayani tamu agung saja.
Suasana ruangan yang semula ramai pun seketika berubah menjadi hening dan sepi, banyak tamu yang mengundurkan diri dari sana. sehingga akhirnya tinggal Wi Tiong hong seorang tetap duduk disana.
Ho hun toacu menghirup air tehnya kemudian pelan pelan mengalihkan sorot matanya mengawasi sekeliling ruangan, mendadak sorot matanya berhenti diwajah Wi Tiong hong, lama sekali dia amati pemuda itu sebelum akhirnya menegur; "Saudara, kau terasa asing sekali, kediamanmu pasti bukan di kota ini bukan?"
"Aku hanya kebetulan lewat disini. ."
Tidak sampai kata kata itu selesai diucapkan. Ho hun toucu telah menukas dengan dingin
"Tentunya saudara juga tahu bukan kalau kami hendak mengadakan pertemuan disini?"
"Sebelum ini aku tidak mendengar orang membicarakan soal ini, tentu saja aku tidak tahu"
Ho bun toucu segara tertawa dingin, sambil
mengulapkan tangannya kembali ia berseru:
"Sekarang kau sudah tabu bukan" Ayo cepat pergi dari sini"
Tak terlukiskan rasa gusar dan mendongkol Wi Tiong hong menyaksikan sikap kasar dan tak tahu sopan dari orang itu, keningnya segera berkerut dan siap untuk mengumbar amarahnya, tapi teringat kembali kalau kedudukannya sekarang adalah wakit ketua Thi put pang dia enggan untuk benterok secara langsung dengan mereka.
Apalagi dari nada pembicaraan Lo ong tadi agaknya Ting toako sudah pulang, dia berencana setelah menjumpai pamannya akan berangkat untuk menjenguk toakonya
sakaligus mengembalikan pena Lou bun si tersebut kepadanya.
Disamping itu diapun akan menyelidiki tingkah laku Ho bun toncu ini dari Tan See hoa sebelum mengambil sesuatu kepurusan.
Demikianlah, setelah berpikir sampai disitu, diapun berkata sambi! tertawa hambar,
"Sekalipun Ho hun toucu tidak berbicarapun aku akan pergi juga, mungkin kita akan memperoleh kesempatan lain untuk bersua kembali di markas besar"
Menyinggung soal markas besar, Ho hun toucu nampak tertegun buru buru dia bangkit berdiri seraya berseru:
"Harap saudara tunggu sebentar, siapa namamu?"
Wi Tiong hong membereskan rekeningnya, kemudian baru berpaling sambil menjawab dingin;
"Siapakah aku tak ada salahnya untuk kau tanyakan sendiri kepada Toa See hoa atau Ting toako, mereka pasti akan menjelaskan kepadamu"
Seusai berkata, dia lantas beranjak pergi tanpa berpaling kembali.
Dari arah belakang kedengaran suara dari Ho bun toucu sedang berteriak keras:
"Siaute punya mata tak berbiji, harap saudara menunggu sebentar. ."
Tampaknya dia menyusul pula dengan langkah cepat, sayang gerakan tubuh dari Wi Tiong hong terlalu cepat, ketika Ho hun toucu menyusul keluar pintu, bayangan tubuh dari Wi Tiong hong sudah tak nampak lagi.
Keesokan harinya Wi Tiong hong telah tiba di Heng si.
Tempat itu hanya merupakan sebuah dusun kecil dilereng gunung. jumlah pendudunya hanya terdiri dari belasan keluarga.
Tempo hari paman yang tak dikenal namanya hanya berpesan: "tiga hari kemudian tunggu di Heng si dekat Phu kang" tanpa menjelaskan akan ditunggu di Heng si sebelah mana dan kapan waktunya yang tepat,
Kini, meski Heng si sudah dicapai, toh mustahil dia.
harus menunggu bagaikan orang blo'on ditengah jalan.
Maka dengan berjalan tanpa tujuan diaapun menelusuri lereng bukit Say siu sen melewati selokan kecil dan berjalan terus kedepan, suatu ketika ia mendongakkan kepalanya dan tertegun.
Apa yang terlihat" Rupanya dibawah sebatang pohon siong di depan sana berdiri seseorang,
Sesungguhnya orang berdiri didepan pohon siong bukan sesuatu yang aneh, mengapa pula dia tertegun"
Sebab sepanjang jalan tadi dia serlngkali celingukan kesana kemari namun tak nampak sesosok bayangan manusiapun, sedari kapan orang ini bisa muncul dihadapannya"
Dengan seksama segera diamatinya orang itu, tampak olehnya tamu yang tak diundang itu berbaju biru dan bermata tajam, waktu Itu ia sedang memandang ke arahnya sambil tersesyum.
Wi Tiong hong merasa orang itu berdandan sebagai sastrawan dan lamah lembut namun memancarkan kewibawaan.
Sementara dia masih tertegun, sastrawan berbaju biru itu telah berkata sambil senyum:
'Apakah engkoh cilik pun datang untuk berpesiar "'
Dari ucapan tersebut, dijelaskan sudah olehnya kalau dia pun datang untuk berpesiar.
Oleh karena Wi Tiong hong merasa nada suara orang ini tidak mirip dengan paman tak dikenal, maka sambil menjura dia pun menyahut;
'Oooh, aku hanya secara kebetulan saja lewat sini dan sekalian menikmati keindahan alam"
Sastrawan berbaju biru itu tampak sangat kecewa, katanya kemudian:
"Oooh, rupanya hanya secara kebetulan lewat disini, kalau begitu kau bukan khusus kemari unruk berpesiar"'
Tergerak hati Wi Tiong hong secara tiba-tiba tanyanya kemudian,
"Jadi kau memang sengaja datang untuk berpesiar ?"
Sastrawan berbaju biru itu tersenyum.
"Aku mempunyai seorang teman, dahulu dia tinggal dibawah tebing, jadi kedatanganku kali ini boleg dibilang untuk mengunjungi tempat tempat lama"
Sembari berkata ia menuding ke arah bukit sebelah kanan Mengikuti arah yang ditunjuk, benar Juga, tak jauh dibawah tebing sana dibalik sebuah hutan bambu terdapat beberapa buah bangunan rumah, melihat itu Wi Tiong hong segera berpikir:
'Oooh, rupanya dia datang mencari teman, kalau dilihat sorot mata orang ini, dapat di ketahui tenaga dalamnya luar biasa, ini berarti temannyapun pasti bukan sembarangan orang "
Sementara itu si sastrawan berbaju biru itu sudah bertanya lagi:
'Tahukah engkoh cilik, tempat ini apa namanya?"
"Tidak, aku tidak tahu" Wi Tiong hong menggeleng.
"Cing peng nia'
"Mungkin saja Cing peng nia adalah nama dari tempat yang termashur ..." demikian Wi Tiong hong berpikir Melihat pemuda itu membungkam diri. sastrawan berbaju biru itu segera menunjukkan wajah kaget bercampur tercengang, kembali dia berkata:
"Apakah engkoh cilik tak pernah mendengar orang berkata kalau Cing peng nia adalah tempat kediaman dari Pek ih tayhiap (pendekar baju putih) ?"
'Aku belum pernah mendengar"
Sasrrawan berbaju biru itu melirik sekejap ke arahnya, kemudian manggut-manggut:
"Yaa, usia engkoh cilik memang tidak begitu besar, tapi mungkin juga aku pernah mendengarnya, haaah ...haah ...
bersediakah engkoh cilik mengikutiku untuk menengoknya"
'Aku harus menunggu seseorang disini" sahut Wi Tiong hong ragu ragu..
"Itu sih tak menjadi soal" sastrawan berbaju biru itu tertawa, "asal ada orang mendekati daerah seluas tiga li disekitar tempat ini maka dalam sekali pandangan saja akan diketahui apakah engkoh cilik takut salah janji?"
Wi Tiong hong segera berpikir: "Entah sampai kapan paman baru datang" Kalau toh ditempat ini berdiam seorang pendekar besar, mengapa tidak kumanfaatkan saja kesempatan ini secara baik baik ?"
Berpikir demikian, dia pun segera menjura sambil bertanya:
"Bolehkah aku tahu siapa namamu?"
Sastrawan berbaju biru itu melompat ke depan sambil beranjak pergi, ketika mendapat pertanyaan itu. dia berpaling dan sahutnya sambil tertawa:
"'Aku adalah sahabat karib pendekar berbaju putih, tentu saja aku adalah pendekar baju biru !"
oo^odwo^oo WI TIONG-HONG yang mendengar perkataan itu
menjadi sangat geli. sebutan pendekar rasanya dipakai orang lain untuk menghormati seseorang, mana mungkin ada orang yg menyebut diri sendiri sebagai Pendekar baju biru "
Biarpun berpikir demikian, tanpa terasa dia beranjak puta meneruskan perjalanan.
Jarak antara selokan dengan hutan bambu memang tidak terlampau jauh, di dalam sekejap mata mereka sudah berada didepan bangunan rumah itu.
Tampak pagar bambu yang tinggi mengelilingi rumah itu, pintu berada dalam keadaan setengah tertutup, dalam sekilas pandangan saja dapat terlihat banyak bebungahan tumbuh disana, suasana amat bersih dan rapi, dapat diketahui bahwa pemiliknya adalah seorang yang tahu akan seni.
Ketika tiba dipintu pagar, mendadak sastrawan berbaju biru itu menghentikan langkahnya.
Wi Tiong hong yang mengikuti dibelakangnya segera dapat merasakan didalam waktu yang amat singkat itulah mendadak langkah kaki sastrawan berbaju biru itu menjadi
amat serius dan berat, baju birunya pun ikut goyang goyang terhembus angin.
Sikap serius semacam ini tidak asing bagi Wi Tiong hong. karena memang begitulah keadaan dari seseorang yang sedang menghimpun itu segenap tenaga dalamnya untuk bersiap sedia menghadapi segala sesuatu yang tidak diinginkan.
Kejadian semacam ini tentu saja amat mencengangkan perasaan pemuda kita, bukankah dia bilang kalau tempat itu adalah rumah kediaman sahabatnya " Kalau toh memang bersahabat, mengapa sikapnya begitu serius seakan-akan sedang menghadapi musuh amat tangguh "
Pedang Darah Bunga Iblis 13 Jodoh Si Mata Keranjang Karya Kho Ping Hoo Kisah Pedang Di Sungai Es 18
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama