Ceritasilat Novel Online

Riwayat Lie Bouw Pek 1

Riwayat Lie Bouw Pek Karya Wang Du Lu Bagian 1


"Po Kiam Kim Tjee
(Riwayat Lie Bouw Pek)
PENGARANG : WANG DU LU
Diceritakan oleh : OKT
JILID 1 Buat Penduduk Kie-lok, Tit-lee, nama Jie Hiong Wan sudah
tidak asing lagi Mulai umur delapan-belas tahun ia telah
masuk dikalangan piauw-su, dalam usia enam puluh lebih ia
telah undurkan diri. Ia telah kunjungi banyak tempat,
bertempur dengan banyak lawan, tetapi ia juga telah dapatkan
banyak kenalan. Iapun terkenal manis-budi dan pemurah hati.
Dikalangan Sungai Telaga orang panggil ia Tiat cie tiauw, si
Garuda Sayap Besi, tetapi setelah usianya bertambah, dengan
singkat ia dipanggil Lauw-Tiauw, si Garuda tua.
Mula2 piauwsu ini bekerja pada Tay Hin Piauw-hang di Pakkhia,
dua puluh tahun lebih ia telah kerahkan tenaga dan
kepandaiannya, hingga piauw-hang itu jadi piauw-hang yang
kesatu dikota raja, tetapi setelah masuk umur empat puluh
lebih, ia anggap ia tidak boleh terus jadi kuli orang, maka ia
meletakkan jabatannya dan pulang kekampung halamannya
sendiri, Kie lok, dan disitu mendirikan Hiong Wan Piauw-hang,
yang dibawah pimpinannya sendiri, dapat kemajuan cepat,
karena namanya telah menjadi tanggungan utama. Malah
sekarang, bila menghantar piauw, ia tidak usah selalu
menghantar sendiri, cukup asal benderanya ditancap dikereta
barang2 yang dilindungi, dan karcis nama nya dibawa guna
dihaturkan kepada orang yang berkepentingan. Sebegitu jauh
ia belum pernah menghadapi rintangan apapun juga, sehingga
banyak saudagar menaruh kepercayaan besar padanya.
Akan tetapi pada suatu hari datanglah saatnya Hiong Wan
Piauw-hang ditutup secara mendadak, hingga orang heran,
malah orang2 dalam rumahnya tidak terkecuali juga. Orang
heran, karena orang tahu perusahaan berjalan baik dan sebab
penutupannya merupakan suatu rahasia.
Pada suatu hari Jie Loo-piauw-tauw berangkat seorang diri
ke Holam, ia pergi selama satu bulan lebih, kapan ia pulang,
dengan lantas ia bubarkan perusahaannya, semua pegawai
diberhentikan, dan sejak itu ia jadi lebih sabar daripada
biasanya, bila tidak perlu ia tidak keluar. Putusan mendadak
ini membikin orang heran apalagi sobat dan kenalan, hingga
orang men-duga2. Ada orang bilang piauw terbegal ditengah
jalan. orang lain bilang, bahwa diluaran ia sudah melakukan
suatu pelanggaran, kendati demikian, sampai berselang lima
atau enam tahun tidak pernah ada orang yang cari piauwsu
ini, baik buat minta ganti kerugian, maupun buat bekuk dia.
Jadi orang telah men-duga2 secara sembarangan saja.
Sementara itu kumisnya piauwsu ini telah berubah menjadi
putih, tetapi tubuh nya tetap sehat walafiat, hampir setiap
pagi, dengan tengteng kurungan burung gelatiknya, ia pergi
kewarung teh buat minum teh sambil kongkouw sama kenalan
kenalannya, hanya begitu lekas ia pulang, ia lantas kunci pintu
dan sekap diri didalam rumah.
Keluarga Jie adalah satu keluarga, "kecil" sebagaimana Jie
Hiong Wan cuma tinggal bertiga dengan isterinya, Lauw-sie,
dan anaknya perempuan satu2 nya, Siu Lian. Namanya
piauwsu ini tetap terkenal, hanya sekarang ia tidak jadi buah
tutur sebagai mana dulu2, diwaktu ia masih buka piauw kiok.
Tapi, seperti dia, seluruh kota kenal anak-daranya, nona Siu
Lian, karena kecantikannya.
Siu Lian tidak seperti gadis remaja ke banyakan, yang
jarang keluar rumah, ia adalah sebaliknya. Inipun disebabkan
ia tidak punya bujang atau budak, hingga buat beli jarum dan
benang umpamanya, ia mesti jalan sendiri. Begitulah, maka
orang sering dapat lihat dia, hingga banyak pemuda yang
tersengsam apabila sinona kebetulan pergi belanja........
Sampai sebegitu jauh, tidak pernah Siu Lian mengalami
gangguan anak2 muda yang tertarik hati atau mengaguminya,
kesatu sebab ia toapan, kedua karena orang malui ayahnya, si
jago tua, si Garuda Bersayap Besi.
Didalam rumahnya, Siu Lian melainkan bantu ibunya
didapur dan menjahit, tem po selebihnya ia lewatkan dengan
berlatih ilmu silat dibawah pimpinan ayahnya, yang senggang
seperti ia. Demikian penghidupan tenang tenteram dari keluarga ini,
sampai pada suatu hari datang perubahan yang tidak
diinginkan. Waktu itu dipertengahan sepuluh bulan pertama, Jie Loopiauwtauw
telah kedatangan su-titnya Yok Thian Kiat dari
Ciang-tek, Holam, yang katanya berkunjung buat sekalian
mengaturkan selamat tahun baru.
Dua hari lamanya keponakan murid ini berdiam dirumah
paman gurunya, selama itu mereka telah omong banyak,
tetapi seperginya tuan rumah segera nampak nya berduka
sekali, sebagai juga ada urusan penting yang menindih
hatinya. Kendati demikian, Hiong Wan tidak omong suatu apa
pada isteri dan anaknya.
Malamnya selagi hendak masuk tidur, Hiong Wan kunci
pintu secara istimewa dan pada anak isterinya ia pesan :
"Mulai besok, apabila ada orang mengetok pintu, kau orang
tidak boleh lantas membuka, kau mesti lebih dahulu memberi
tahu padaku !"
Mendengar demikian, Siu Lian jadi heran.
"Ada apa, ajah ?" anak ini tanya. "Kenapa mesti berlaku
demikian hati2 ?"
Tapi, seperti uring2an, sang ayah menjawab :
"Anak perempuan tidak boleh tanya banyak2 !"
Siu Lian menjadi heran. Belum pernah ayahnya berlaku
demikian kaku terhadap ia dan ini adalah yang pertama kali.
Ia lantas diam, ia tidak berani menanya lagi.
Loo-piauwtauw turuni goloknya yang di gantung ditembok,
dengan mengeluarkan suara golok itu dicabut keluar dari
serangkanya. Golok itu berwarna hijau gelap. Itu adalah
senjata yang telah dipakai puluhan tahun, yang pernah
kecipratan darah orang2 yang dianggap jahat. Sudah lama
senjata itu digantung saja, baru sekarang diturunkan. Dengan
lantas piauw su tua ini merasakan goloknya itu berat, maka ia
menghela napas.
"Benar2 aku telah berusia tinggi, aku tidak boleh banyak
tingkah lagi....." demikian ia ngoceh seorang diri.
Orang tua ini masgul. ia ingat, setelah berusia enampuluh
lebih, ia hanya punya seorang anak perempuan. Apakah
artinya anak perempuan, kendati ilmunya tinggi.
Coba Siu Lian anak lelaki......Maka, lain lagi, ia menghela
napas. Lauw-sie tidak curigai suaminya, adat siapa ia telah
ketahui. Baginya, tertawanya dan helaan napasnya suami itu
biasa saja. Tidak demikian dengan Siu Lian, si anak, yang menjadi
heran sekali. Anak ini menoleh pada ibunya, tetapi si ibu terus
tunduk melajani jarum dan benangnya......
Berduka sendirinya, anak dara ini menjadi sedih, hingga air
matanya menetes turun. Lantas juga ia menduga, bisa jadi
ayahnya punya musuh dan sekarang si musuh hendak datang
mencari balas. Bukan kah Yok Thian Kiat datang dengan warta
tentang musuh ayahnya itu " Jika tidak, tidak nanti si ayah
jadi berduka dan begitu ber-hati2 !
Malam itu Siu Lian tidak bisa tidur nyenyak. Pada tengah
malam ia masih dengar ayahnya menghela napas, sedang
sang golok tua telah menjadi kawan dengan menggeletak
terus disamping bantal.
Besoknya loo-piauwtauw bawa goloknya keluar, dengan itu
ia bersilat. Sambil nyisir dikamarnya, dari jendela Siu Lian bisa
awasi gerakannya si ayah. Golok menyambar kesana sini,
kedua belah tajamnya ber kelebatan, tubuhnya orang tua itu
gesit. Tapi belum seperempat jam, loo-piauw tauw telah
berhenti bersilat, mukanya merah, keringatnya mengucur,
napasnya memburu.
Air matanya Siu Lian meleleh apabila ia telah awasi
ayahnya itu. Hari itu jago tua ini tidak pergi kewarung teh, burung
gelatiknya tetap tergantung ditempatnya. ia tidak gubris yang
burung itu berbunyi taktak-tiktik tak berhentinya. Ia kelihatan
lesu. Ia jalan mundar-mandir dengan tangan tergendong
dibelakang. Ia nampaknya sedang berpikir keras, iapun sering
kaget,asal dengar suara pintu lebih dulu ia lari kedalam buat
ambil goloknya, baru keluar.
Oleh karena ini, beda dari biasanya, Siu Lian tidak lagi
pakai bajunya yang gerombongan, ia hanya dandan dengan
ringkas, seperti biasanya kapan ia sedang berlatih silat. Iapun
sering memandang ketembok, di mana tergantung siangtoo,
sepasang goloknya.
Didalam hatinya, anak dara ini telah berpikir: "Jikalau benar
musuh ayah datang, dengan tidak tunggu sampai ayah turun
tangan, aku nanti terjang dia ! Aku ingin unjuk pada ayah,
bahwa tidak percuma ia ajarkan silat padaku!"
Jie Loo-piauwtauw telah jaga diri baik2 tetapi sampai liwat
belasan hari, tidak ada terjadi suatu apa, malah tamu
asingpun tidak ada yang datang berkunjung. Mengenai ini,
hatinya Siu Lan menjadi lega, tetapi dipihak lain ia jadi
berkuatir, kalau2 pikiran ayahnya terganggu.......
"Bisa jadi ayah menjadi begini, karena dulu ia telah rasai
suatu gempuran pada batinnya," akirnya sang anak menduga.
Kelakuannya Jie Hiong Wan dengan polahan telah balik
seperti sediakala, hingga kemudian orang bisa lihat ia diwaktu
pagi pergi pula kewarung teh sambil tengteng kurungan
dengan burung gelatik. Dirumah, dengan anak isterinya, iapun
bisa kongkow sambil ter-tawa2 seperti biasa. Agaknya
pikirannya telah terbuka pula.
Sang hari lewat dengan cepat, sekarang berada dibulan
ketiga, waktu Ceng beng. Hiong Wan mau teecoa, buat itu ia
telah panggil bekas pegawainya, Tee-lie-kui Cui Sam, untuk
diminta tolong jaga rumahnya, karena ia mau pergi bersama
anak dan isterinya. Untuk itu, ia telah sewa kereta.
Kapan kereta telah berangkat, Siu Lian dan ibunya duduk
didalam dan ayahnya duduk diluar. Kereta keluar dari gang,
menuju kejalan besar, ke Pak-mui, pintu kota utara. Jalanan
ramai. "Jie Loo-siok mau pergi tee-coa ?" demikian orang pada
tanya jago tua itu.
karena orang lihat ia bawa hio dan kertas. Banyak orang
kenal piauwsu ini dan rata2 orang tegor dia. Dipihak lainpun
ada orang2 yang ingin melihat kedalam kereta, akan pandang
Jie Kouw-nio yang manis.......
Siu Lian pakai baju dadu, ia mirip dengan bunga toh dari
bulan Shagwee itu.
Sekeluarnya dari pintu kota, kereta di tujukan ketimur.
Kuburan keluarga Jie berada kira2 enam belas lie disebelah
timur Pak-mui, maka itu keretapun ambil tempo cukup lama.
Diluar kota, pemandangan alam indah, rumput menghijau,
bunga sedang mekar, semua segar, nampaknya menarik hati.
Kupu2 pada berterbangan, sedang angin musim semi meniup
dengan halus, seperti mengusap muka dan tangan orang.
"Lihat, ayah, gandum sudah tumbuh tinggi sekali " Siu Lian
kata pada ayah nya. Ia melihat pemandangan yang
merawankan hati itu, hingga ia tidak bisa cegah diri akan tidak
utarakan perasaan hatinya itu.
"Ya," menyahut sang ayah dengan pelahan, "Tahun ini
mestinya panen bagus!"
Hiong Wan memandang kesekitarnya,
Disebelah keindahan alam, ia pun tampak pemandangan
yang menggetarkan hati! Kuburan banyak, sudah ada yang
ditabur dengan kertas dan dipasangi hio. Disebelah mereka
yang sambangi kuburan lama atau tua, ada juga yang
berkabung, yang baru kematian dan mereka ini
bersembahyang sambil menangis ter-sedu2. Ia sudah tua, ia
pun tidak lama lagi akan pergi ke tanah baka, seperti mereka
yang sekarang asyik rebah didalam tanah.......
Tapi Jie Siu Lian berpikir lain dari pada ayahnya. Ia hanya
merasa kegembiraan usia muda. Ia kagumi kepermaian yang
sekarang tersebar dihadapannya. Kemana saja ia menoleh,
tampak kebesarannya musim cun!
Melainkan Lauw-sie, yang tidak unjuk roman seperti suami
atau gadisnya, ia cuma mengharap bisa lekas sampai, buat
pasang hio, kemudian pulang, buat bekerja pula, masak dan
cuci....... Dan harapannya lekas juga terwujud, sebab segera
juga mereka sudah sampai ditempat kuburan keluarga Jie,
yang sederhana sekali, maklum keluarga biasa saja......
Tatkala itu sudah waktu lohor. Siu Lian pimpin ibunya
turun, bersama ayahnya pergi kekuburan leluhur mereka, buat
pasang hio, atur kertas dan paykui, kemudian mereka pergi
kerumah penunggu kuburan, duduk mengaso sambil, minum
teh dan tiamsim. Kemudian naik pula atas kereta, berjalan
pulang. Perjalan baru lima atau enam lie, dari kejauhan sudah
tertampak lauwteng kota Pak-mui. Berbareng dengan itu
tertampak juga empat penunggang kuda, yang sedang
mendatangi dengan cepat. Dan penunggang kuda bulu hitam,
seorang anak muda umur dua puluh lebih, mukanya merah,
segera mendahului maju kedepan kereta dari jago tua kita,
didepan siapa ia menghalang.
"Turun ! Turun !" demikian ia lantas memerintah, dengan
suara bentakan.
Wajahnja Jie Hiong Wan berubah.
Empat penunggang kuda itu sudah lompat turun dari
kudanya masing2 menghunus golok yang tajam. Kembali
simuka merah buka mulut.
"Sekarang barulah sakit hati ajahku bisa terbalas!" kata ia
sambil tertawa dingin.
Berempat mereka maju mendekati, di antaranya ada yang
menahan kuda dan kereta, ada yang hendak betot turun
piausu tua itu.
Jie Hiong Wan bingung. Ia berada bersama anak dan
istrinya, ia tidak bekal senjata. Selagi ia bicara, mendadak Siu
Lian mendahuluinya lompat turun dari kereta sambil ulapkan
tangannya. "Tahan, jangan kau orang turun tangan, dulu !" berseru
nona kita. "Coba bilang, apakah artinya ini ?"
Empat orang itu awaskan si nona, lantas mereka menoleh
pada si Garuda tua.


Riwayat Lie Bouw Pek Karya Wang Du Lu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Eh, kau punya anak perempuan begini manis?" mereka
tanya secara menghina. Hiong Wan menyelak didepan
puterinya. "Kau mundur dulu !" ia membentak. "Kau boleh hadapi aku
!" Tapi seorang dengan muka kuning sudah lantas angkat
goloknya, mengarah jago tua kita. Menampak demikian Siu
Lian lompat maju, akan pegang lengan orang sambil
berbareng rampas galoknya, maka dengan golok rampasan
itu, yang ia putar didepannya, ia bikin empat orang itu
terpaksa mundur.
"Siu Lian, lekas serahkan golok itu pada ku!" Hiong Wan
teriaki gadisnya. Suara-nya orang tua ini gembira.
Tetapi tiga penunggang kuda lainnya tidak mau berikan
ketika si nona serahkan golok itu pada ayahnya, mereka maju
menyerang. atas mana terpaksa nona Jie bikin perlawanan.
Dan ia bersilat begitu rupa, baru saja lima-enam jurus, ia telah
bisa kemplang punggung musuh yang tubuhnya besar dan
gemuk, hingga ia itu menjerit: dan rubuh ! Dengan begitu
sekarang jadi melajani hanya dua orang musuh.
Jie Loo-piauwtauw lompat pada musuh yang rubuh itu,
rampas goloknya, dengan mana ia balas serang dua
musuhnya. "Siu Lian, mundur !" ayah ini teriaki gadisnya.
Siu Lian sebaliknya tidak mau mundur, malah dengan
sengit ia terjang si muka merah, sedang ayahnya melayani
penyerang yang kedua, hingga sekarang mereka jadi
bertempur satu lawan satu.
Tandingan Tiat-cie-tiauw berkumis hitam, ia tidak sanggup
melawan lama, ia lantas saja angkat kaki dan lari menyingkir,
dari itu Jie Hiong Wan sekarang bisa bantu anaknya kepung
simuka merah. Sisa seorang musuh ini menjadi sibuk, karena ia berada
sendirian dan kedua musuh kelihaiannya tangguh sekali.
Ketika itu sudah berkumpul banyak Orang, sebab jalan
besar itu hidup, mereka ini ber-teriak2 katanya : "Berhenti !
Berhenti ! Nanti terbit perkara jiwa ! . . . "
Tentu sekali teriakan itu tidak ada yang perdulikan, tiga
golok terus ber-gerak2 dua antaranya mendesak yang satu.
Sesudah pertempuran berjalan belasan jurus, dari
kumpulan orang banyak keluar seorang anak muda dengan
membawa pedang, sambil melompat ia geraki pedangnya,
hingga mereka itu jadi terpisah dua.
"Tahan ! Tahan ! Mari kita bicara dulu!" begitu ia serukan
ber-ulang2 Orangnya simuka merah tak kepalang, ia segera lompat
mundur dengan napas senin kemis, mukanya bersorot merahbiru.
Situkang kereta ketakutan, malah Lauw-sie pun berkuatir.
Dua penyerang, yang sudah kabur, kembali lagi buat
membangunkan kawannya yang rebah.
Sekarang berkerumun dua hingga tiga puluh orang,
diantaranya banyak yang kenal si jago tua.
"Jie Loo-siok, nona, kalian tentu banyak kaget....." kata
mereka. "Tangkap saja orang jahat ini, serahkan pada pembesar
negeri!" berkata beberapa yang lain. Mereka ini menyangka
ada begal. Jie Hiong Wan angkat tangannya memberi hormat pada
orang banyak. "Jangan tangkap mereka, saudara2!" berkata ia "Mereka
bukannya penjahat, mereka adalah musuh2ku. Tujuanku
adalah permusuhan harus dilenyapkan dan bukannya
diperhebat! Cobalah tanya mereka, jikalau mereka tidak ingin
berperkara, biarkanlah mereka pergi !"
Simuka merah dan dua kawannya tidak berani berkata
apa2, dengan dukung kawannya yang luka, mereka samperi
kuda mereka, yang terus tunggangi dan berlari menuju
keutara. Mereka tinggalkan dua golok mereka, yang kena
terampas. Oleh karena pertempuran sudah berhenti, orang banyak
pun lantas bubar, cuma beberapa diantaranya yang tanya Jie
Piauwsu, apa adanya permusuhan, sedang beberapa lagi telah
puji nona Jie yang gagah.
Sianak muda, yang bersenjata pedang, yang pisahkan
pertempuran, juga tanya jago tua kita tentang duduknya
permusuhan. "Ini adalah gara2 pekerjaanku," sahut Tiat-cie-tiauw. "Dulu
aku jadi piauwsu, separoh dari usiaku dipakai mengembara
saja, tidak heran bila aku punya musuh2, begitulah hari ini
ada orang cari aku. Terima kasih buat kebaikan kau, tuan,
hingga tidak sampai terbit bahaya jiwa. Sebenarnya, kendati
mesti berperkara, aku tidak takut, aku hanya ingin lebih baik
kurang sedikit perkara dari pada terbit banyak urusan !"
Setelah kata begitu, orang tua ini suruh gadisnya haturkan
terima kasih pada orang banyak itu.
Siu Lian menurut, ia memberi hormat sambil haturkan
terima kasih, kemudian ia lompat naik atas keretanya.
Hiong Wan juga unjuk hormat pada orang banyak, setelah
mana ia susul anaknya naik kereta yang lantas dikasi jalan
oleh kusirnya, yang tadi ketakutan sangat hingga ia ngelepot
dalam keretanya.....
Sampai disitu, orang banyak pun pada lanjutkan perjalanan
mereka. Kapan Jie Hiong Wan sampai dirumah, ia suruh anaknya
tolongi ibunya turun kereta, yang terus buka pintu dan masuk
kedalam, ia sendiri lakukan pembayaran pada si tukang
kereta, kemudian dengan bawa dua golok rampasan ia
menyusul masuk.
"Oh, lauwsiok baru pulang!" kata Cui Sam, menyambut.
"Ya, kami baru pulang," sahut orang tua itu. "Terima kasih
buat pertolongan kau sudah menjaga rumah. Sekarang kau
boleh pulung, sebentar minta Sun Ceng Lee datang kemari!"
"Baik, loosiok," sahut Tee-lie-kui, si Hantu Tanah. Ia
mengawasi dua golok itu, lantas ia pergi. Hiong Wan tutup
pintu, yang ia kunci dan ganjal dengan batu besar. Siu Lian
sudah lantas tuang teh untuk ayahnya.
"Sebenarnya bagaimana duduknya hal ini" baru sekarang
Lauw-sie tanya. "Kenapa empat orang itu bersikap demikian
bengis?" Sang suami menghela napas.
"Kasihlah aku mengaso sebentar, nanti aku tuturkan
duduknya perkara," ia menyahut.
Ia letakkan golok dipojok meja, ia samperkan kursi dan
duduk disitu. Sekarang kelihatan napasnya sedikit memburu.
"Minum teh dulu, ayah," Siu Lian berkata.
Ayah itu sambuti cangkir teh yang di sodorkan, isinya ia
irup kering. "Baiknya kau ikut, anak, jikalau tidak pastilah aku akan jadi
korban tangan jahat dari musuhku," kemudian kata Jie Hiong
Wan. Air mata Siu Lian mengetel kapan ia dengar ucapan ayah
itu, ia terharu kapan ia ingat kejadian kejadian tadi, yang
hebat. Melihat anaknya menangis, mata ayah itu pun
mengembeng air.
"Kau ingat kejadian enam tahun yang sudah?" kemudian si
orang tua berkata, sambil menghela napas. "Waktu itu kau
baru berusia sebelas tahun, kau tentu masih ingat itu. Ketika
itu aku pergi ke Holam, pulangnya aku lantas tutup piauwhang
kita, aku berhenti berusaha. Nah, permusuhan itu telah
dimulai sejak itu, permusuhan besar sekali!....." Karena
terharu, jago tua ini menangis. "Kau dulu punya Ho Jie-siok,"
ia meneruskan, suaranya tidak lancar. Ia lalu menunjuk pada
isterinya yang duduk didekat meja sambil menepas air mata
juga, karena isteri ini turut terharu: "Ibumu pernah lihat
encekmu itu, ibumu kenal dia. Ia adalah Potoo Ho Hui Liong,
diwaktu mudanya, ia adalah sobatku yang paling kekal.
Tatkala itu kami masih sama-sama tinggal di Pakkhia, aku
bekerja di Tay Hin Piauw-hang, ia di Po An Piauw-hang, Selagi
senggang kami senantiasa berada berduaan, pasang omong
atau minum arak. Kami Seperti saudara kandung, Ia
berkepandaian tinggi hatinya lurus, cuma cacatnya adalah ia
terlalu gemar paras elok, buat itu ia sampai berani berbuat
luar batas terhadap anak isteri orang baik2. Pernah aku beri
nasehat padanya agar ia robah kesukaannya itu, tapi ia tidak
dengar perkataanku. Karena ini, kemudian ia telah nampak
bahaya." Hiong Wan berhenti sebentar, kemudian menyambung
ceritanya : "Satu kali paman kau itu kepincuk oleh seorang
perempuan, lantaran itu ia Kebentrok dengan lelaki lain, yang
cemburuan, kesudahannya mereka jadi berkelahi, dengan
berakhir lelaki itu kena dibinasakan. Tidak ada jalan lain, Ho
Hui Liong mesti minggat dari kota raja. Aku telah bantu ia
sambil membekalkan tiga puluh tail perak, Ia telah buron ke
Holan, kabarnya disana dalam beberapa tahun ia telah tuntut
penghidupan sebagai penjahat. Aku tidak tahu bagaimana
duduknya hal, belakangan ia telah hidup beruntung.
namanya pun sudah lantas ditukar jadi Ho Bun Liang dikota
Wee hui ia punya rumah, sawah dan kebun. Ia juga telah
punya isteri dan anak. Selama itu diantara kami tidak pernah
ada hubungan surat menyurat.
Pada enam tahun berselang, aku telah terima undangan
dari Ouw Kiejin dari Sinho, untuk hantar ia ketempat jabatan
nja di Bupouw di Holam, dimana ia diangkat jadi tiekoan. Aku
perintah dua orangku pergi. Dua orang itu bawa karcis
namaku. Apa celaka, sesampainya di Wee-hui, Ouw Keijin
diganggu penjahat. Penjahat itu telah bersekongkol dengan
Hui Liong. Uang dan barang tidak dirampas, yang dibawa lari
melainkan isterinya Ouw Kiejin, seorang nyonya muda yang
cantik romannya. Nyonya itu dikeram disebuah bio diatas
bukit, baru dilepaskan pula sesudah berselang tiga hari. Ketika
orangku pulang, ia bawa cerita itu. Tentu sekali, aku menjadi
gusar, maka aku segera berangkat ke Wee-hui cari Hui Liong.
Kami adalah sobat dari empat puluh tahun, maksudku adalah
buat tegor sobat itu, siapa tahu ia bawa sikap keras, ia tidak
mau kenal aku, lantaran itu kami jadi bertempur. Diluar
keinginanku, aku telah membunuh dia.
Jie Hiong Wan berhenti bicara, nampak nya ia sangat
berduka. Siu Lian diam saja, penuturan itu sangat menarik hatinya.
Lauw-sie ingat Hui Liong, waktu itu si orang she Ho baru
berusia dua-puluh lebih, romannya putih dan cakap,
pakaiannya bersih dan perlente. Orang she Ho ini panggil ia
enso, dia itu benar sering bergaul dengan suaminya la telah
buron. Sekarang, sesudah berusia kira2 enam-puluh tahun,
baru ia ingat pula orang she Ho itu. Dan ia tidak sangka, pada
enam tahun yang lalu, sobat itu telah binasa ditangan
suaminya...... "Kendati aku telah bunuh Hui Liong,' Jie Hiong Wan
melanjutkan, ,,anak isterinya tidak berani bikin pengaduan
pada pembesar negeri, sebabnya ialah perkaranya adalah
suatu kejahatan. Juga Ouw Kiejin tidak berani bikin banyak
ribut, karena isterinya telah menjadi korban kekejian. Dengan
begitu, perkara dibikin beres sendiri secara perseorangan.
Kecuali sutit Yok Thian Kiat dan beberapa pegawaiku, perkara
ini tidak ada orang lain yang ketahui. Oleh karena ini, aku
pulang dengan masgul, hilang kegembiraan. Bisa dibilang
kegagalanku tidak ada yang ketahui, toh aku malu pada diri
sendiri. Akupun menyesal, urusan mengenai Ho Hui Liong,
sobat baik dari puluhan tahun, ia mesti binasa di tanganku
sendiri. Ia memang jahat, dengan tidak indahkan aku, ia
berlaku keterlaluan, tetapi dengan binasakan ia, aku merasa
tidak enak sendiri. Begitulah maka aku tutup piauw-hang dan
berhenti bekerja. Lima enam tahun telah lewat dengan
tenteram, siapa tahu, ancaman bencana datang pada dua
bulan berselang, ketika Yok Thian Kiat kunjungi aku. Ia telah
sampaikan warta padaku, bahwa anak2nya Ho Hui Liong mau
mencari balas, bahwa tiap waktu mereka bisa datang kemari.
Menurut Yok Thian Kiat, ketiga anak Ho Hui Liong sekarang
telah menjadi besar. Anak sulungnya adalah Tiat-tah Ho Sam
Houw, anak kedua Cie-lian-kui Ho Cit Houw, dan anak ketiga,
perempuan, Lie-mo-ong Ho Kiam Go. Ia ini sudah menikah
dengan Kim-chio Thio Giok Kin. Semua tiga saudara itu telah
meyakinkan pelajaran silat dan semua berniat mencari balas.
Menurut kabar, dalam tempo tiga bulan mereka akan datang
ke Kie-lok, maka itu, seperginya Yok Thian Kiat, aku lantas
jaga diri. Kau lihat sendiri, sampai dua bulan mereka tidak
datang, lantaran itu, Penjagaanku jadi kendor sendiri, adalah
diluar sangkaan, mereka telah pegat kita, selagi kita pulang
habis teecoa !"
Baru sekarang ibu dan anak ketahui duduknya hal dengan
jelas. "Tapi, ayah," Siu Lian lantas hiburkan ayahnya, kejadian
sudah lewat, baiklah kau jangan berduka. Akupun lihat,
kepandaian mereka itu tidak seberapa, mereka sudah
menyingkir, mereka tentu tidak akan berani datang pula."
Sang ayah geleng kepala, ia menghela napas.
"Kau seperti anak kecil," ia bilang, Diantara empat orang
tadi, aku percaya dua adalah anaknya Ho Hui Liong. Tentu
sekali, melihat kepandaian mereka, aku tidak usah kuatirkan
mereka itu. Apa yang aku pikirkan adalah Kim-chio Thio sok
Kin........."
"Thio Giok Kin itu sebenarnya orang macam apa?" sang
anak menegaskan.
"Aku belum pernah lihat ia, hanya beberapa tahun yang
lalu aku pernah dengar orang omong, bahwa ia gagah,
tumbaknya belum pernah ketemu landingan," Jie Hiong Wan
sahuti anaknya. "Sekarang ia tentu berusia tigapuluh lebih.
Aku tidak sangka, bahwa ia justeru menikah dengan anak
perempuannya Hui Liong. Yok Thian Kiat memberi tahu aku,
bahwa Thio Ciok Kin sangat benci aku, ia telah maki aku tidak
jujur. Aku percaya siang atau malam ia akan datang cari aku,
guna balaskan sakit hati mertuanya itu."
Mendengar ayahnya, Siu Lian tertawa secara tawar, air
mukanya menunjukkan ke gusaran.
"Janganlah ayah ibu tidak keruan," ia kata. "Bila nanti betul
Thio Giok Kin datang, kesihlah aku yang layani ia, jangan kata
baru ia satu, kendati belasan, aku tidak takut ! Aku tidak
ijinkan ia ganggu mesti selembar kumis ayah ! . . .


Riwayat Lie Bouw Pek Karya Wang Du Lu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tiat-cie-tiauw tertawa apabila ia dengar perkataan gadisnya
itu. Buat mengaku terus terang, ia tadinya kurang perhatikan
anak perempuan itu. karena ia pikir, sebagai seorang
perempuan, dalam ilmu silat Siu Lian tidak akan peroleh
kepandaian seperti orang lelaki, ia akan kalah tenaga dan
kalah ulet tetapi tadi diluar kota ia telah saksikan kegesitan
dan kegagahan anak itu. Sejak itu, ia telah robah sikapnya.
Sekarang ia telah dengar suara anaknya, pikirannya lantas
terbuka. "Baiklah, aku tidak nanti berduka pula!" ia jawab anakdaranya.
"Sudah pasti mereka hendak mencari balas,
kemanapun aku singkirkan diri, percuma saja, mereka tentu
bisa menyusul. Sekarang kita boleh tetap tinggal dirumah, asal
kita berlaku hati2, siap sedia untuk sesuatu serangan. Andaikata
Kim-chio Thio Giok Kin betul datang, aku rasa kita berdua
masih bisa pukul mundur dia." ,
Hatinya Siu Lian menjadi sedikit lega, apabila ia telah
dengar pertanyaan ayahnya itu. Lantas dengan ayahnya ia
bicarakan segala rupa hal.
Lauw-sie pergi kedapur, buat masak nasi.
Benar sehabisnya keluarga ini bersantap sore, Cui Sam
datang ber-sama2 Sun Ceng Lee, seorang berusia tiga-puluh
lebih, tubuhnya besar, seperti juga tenaganya, sedang
kepandaian silatnya ia dapat antaranya dari pengunjukannya
Jie Hiong Wan, hingga orang kasi ia julukan ,,Ngo-jiauw eng",
si Garuda Berkuku Lima.
Pada mulanya, Sun Ceng Lee bekerja dalam piauwhang
jago tua kita, ia pandai bekerja dan rajin, ia jadi disayang,
maka Hiong Wan sering ajarkan ia silat, maka ia memanggil
guru pada jago tua ini. Sekian lama, setelah piauwhang
ditutup, Sun Ceng Lee bekerja selaku guru silat di-rumahnya
hartawan she Lauw didalam kota.
Hari itu Cui Sam cari ia, apabila ia dengar gurunya perlu ia,
bersama Tee-lie-kui ia terus pergi pada gurunya itu.
Oleh karena rahasia tak dapat ditutup lagi, Jie Hiong Wan
lantas tuturkan hal permusuhannya dengan keluarga Ho,
bagaimana keluarga itu datang mencari balas. Diakhirnya, ia
tambahkan ; ,,Aku sudah tua, semangatku sudah kendor, tenagaku
sudah kurang, sudah begitu, anakku satu cuma seorang
perempuan, meski kepandaiannya sudah boleh diandalkan ia
toh tetap seorang perempuan. Disebelah itu, anakku, apabila
terjadi suatu apa atas dirinya, bagaimana nanti aku bisa ke
temui besanku" Maka itu, Ceng Lee, aku telah panggil kau,
aku ingin kau bantu aku."
,.Jangan kuatir, suhu !" berkata Ceng Lee sambil tepoktepok
dada. ,,Aku sekarang mengajar silat pada dua orang
murid, kecuali jam belajar, aku punya banyak tempo, maka
baiklah aku pindah kesini, akan tinggal sama suhu. Siang atau
malam, jikalau ada orang2 tidak tahu diri berani datang
ganggu suhu, lihat, pasti aku nanti labrak mereka !"
Jie Hiong Wan serang mendengar suaranya murid itu, ia
tahu murid ini beradat keras. Ia tahu, Sun Ceng Lee memang
bernyali besar dan selama ini kepandaian-nyapun telah
bertambah. "Baiklah," ia lalu menjawab. "Bersama-sama Cui Sam kau
boleh pindah kesini, kau boleh pakai kamar diluar itu."
Ceng Lee dan Cui Sam benar2 pindah, mereka bertempat
dikamar barat. Maka sejak itu, kecuali sedang mengajar, Ceng
Lee terus berada dirumah gurunya, goloknya ia telah asah
tajam, setiap malam ia keluar meronda tiga sampai empat
kali, Tapi, selang dua-tiga hari, tidak ada terjadi suatu apa.
Pertempuran diluar kota dengan tidak perdulikan sebabnya
pertempuran itu sudah terbitkan kegemparan diantara orang
banyak. Baru dua hari atau orang banyak telah ketahui
kepandaiannya nona Jie, hingga ada yang mengatakan : "Oh,
kiranya kegagahan nona Jie melebihi ayahnya!"
Disebelah kekaguman itu, ada beberapa anak muda yang
sebaliknya jadi lesu. Mereka ini, bangsa hidung-belang,
tadinya mengharap akan bisa dapati sinona, tapi sekarang
harapan itu ludes sendiri. Nona begitu gagah, siapa yang
berani permainkan" Bukankah empat orang, yang garang dan
bersenjata, semua kena dipukul mundur "
Demikian adanya kegemparan diluaran, adalah dirumahnya
Lauw Tiauw, si Garuda Tua, keadaan tenteram seperti biasa.
Empat hari kemudian, baru saja lewat waktu santapan
tengah hari, diluar rumah nya Jie Hiong Wan terdengar suara
kelontongan. Siu Lian dengar itu, ia jadi dapat ingatan buat
beli benang untuk bikin sepatu. Ia lari keluar dan terus
membuka pintu. "Ho long !" ia memanggil situkang kelontongan ber-ulang2.
Seorang tua dari usia limapuluh lebih adalah si ho-long atau
tukang kelontong, yang bawa barang dagangan nya dalam
peti kayu yang dipikul dipunggungnya, sedang tangannya
memegang kelontongannya.
"Kau hendak beli apa, nona ?" ia menyahut seraja
menghampiri. Ia letakkan petinya ditangga didepan pintu.
Dengan lonjorkan tangannya dari jeruji pintu, Siu Lian
tunjuk macamnya benang yang ia inginkan, justeru Itu,
mendadak ia dengar suava memanggil "Nona ", hingga ia
menoleh dengan segera.
orang yang memanggil itu adalah searang anak muda umur
tiga puluh kurang-lebih, kulit mukanya bersemu kuning
langsat, alisnya tebal, dan disebelah kanan mukanya, nyata
sekali tertampak tanda tahi lalat merah. Ia pakai baju biru
dengan sepatu biru juga. Ia sudah lantas menghampirkan dan
menjura dengan dalam.
"Nona, apa Jie Loo siok dirumah " demikian ia menanya,
sembari tertawa dengan sikap manis.
Siu Lian seperti kenal orang itu, cuma ia tidak ingat dimana
ia pernah ketemu. Dengan mendadak, tampang mukanya jadi
merah. Ia tidak menyahut, hanya, menoleh kedalam, ia lantas
me-manggil2 : "Engko Cui Sam ! Engko Cui Sam, ada orang cari ayah !"
lekas 2 bayar harganya benang, lantas ia lari masuk.
Cui Sam sementara itu muncul dengan lekas.
"Kau cari siapa, tuan ?" ia tanya apabila ia telah pandang
sianak muda. Sembari disatu fihak mengawasi si nona, yang lari kedalam,
hingga kelihatan saja belakangnya dimana terpeta tubuh yang
langsing, anak muda itu angkat kedua tangannya terhadap Cui
Sam. "Aku hendak cari Jie Loo-siok, lolong kau sudi kabarkan," ia
kata. Cui Sam mengawasi terus, ia merasa curiga.
,,Kau sebenarnya siapa, tuan ?" ia menegasi. "Aku ingin
ketahui kau punya she, supaja aku bisa memberi kabar. Aku
juga perlu ketahui, kau kerja apa dan apa perlunya maka kau
hendak ketemu tuan rumah disini
"Aku orang she Nio," sahut si anak muda, yang kembali
unjuk hormatnya. "Aku tinggal disana, sebelah barat, dengan
Tay Tek Hoo, Jie Loo-siok kenal aku . .
Selagi Cui Sam belum kata apa2, Jie Hiong Wan telah
mendatangi, tangannya menyekal goloknya yang tajam.
Menampak tuan rumah, si-anak muda lekas unjuk
hormatnya sambil menjura.
"Jie Loo-siok !" demikian katanya.
Jago tua kita segera juga mengenali tamu itu, ialah si anak
muda yang bersenjata pedang, yang kemarin diluar kota
sudah menyelak memisahkan pertempuran mereka. Maka
lekas2 ia membalas hormat, dengan manis ia undang tamu itu
masuk kekamar sebelah barat.
Sun Ceng Lee kebetulan ada dikamar-nya, maka tuan
rumah lebih dulu perkenalkan tamunya pada murid itu.
"Ini muridku, Sun Ceng Lee," ia kata. "Apakah she tuan
yang mulia ?"
Tamu itu kasih hormat pada Sun Ceng Lee.
"Aku Nio Bun Kim," ia menjawab tuan rumah. "Toko barang
makanan disebelah timur sana, Tay Tek Hoo, ada
kepunyaanku....."
"Oh, kiranya Nio Tauwkee!" kata Jie Hiong Wan. "Hari itu
diluar kota syukur ada kau yang memisahkan, jikalau tidak,
pasti akan terbit perkara darah hebat....."
Lantas ia letakkan goloknya dipinggir tembok dan minta Cui
Sam menyuguhi teh.
"Siotit tinggal di Lam-kiong," Nio Bun Kim kemudian
perkenalkan diri lebih jauh. "Disini siotit punya perusahaan,
maka itu siotit jadi sering datang kemari.
Kemarin ini siotit pergi keluar guna mengunjungi sobat,
dalam perjalanan pulang siotit saksikan pertempuran itu. Siotit
kagumi kepandaian loo siok dan puterimu dalam memainkan
golok, tetapi kalau sampai aku datang menyelak, itulah
disebabkan kuatir nanti terbit perkara darah yang ber-ekor
panjang. Sebenanya aku hendak bikin kunjungan hari itu juga,
sayang karena ada sedikit urusan, aku telah mesti
menundanya sampai hari ini. Aku harap loo-siok dan puterimu
banyak baik."
"Terima kasih buat kebaikan kau tuan'
Jie Hiong Wan jawab. "Aku undurkan diri dari kalangan
Sungai Telaga sudah hampir sepuluh tahun, aku tahu, aku
adalah orang yang bersikap damai, tetapi kejadian hari itu
hingga kini aku masih belum mengerti duduk hal, aku tidak
tahu kenapa orang cari dan musuhkan aku. Bisa jadi mereka
dulu diluar tahuku bersangkutan dengan aku dan baru
sekarang mereka datang mencari....."
"Loo siok seorang yang terkenal, dulu loo-siok sering
lakukan banyak kebaikan, tidak heran, karena perbuatan loosiok
itu, ada orang yang mendendam sakit hati," berkata si
anak muda, yang sikapnya manis. "Rupanya karena sekarang
loo-siok telah berusia tinggi, mereka jadi tidak pandang mata,
begitulah mereka datang balas, tetapi, diluar sangkaan
mereka, tinggi usia loo-siok, loo-siok masih gagah seperti
sediakala, hingga maksud mereka gagal, sedang disebelah
loo-siok, ada puterimu yang gagah! Aku percaja dibelakang
hari mereka tidak akan berani datang pula kemari."
"Itulah belum tentu!....." kata jago tua kita sambil geleng
kepala. "Tapi itu jangan loosiok buat pikiran!" kata si anak muda.
"Siotit juga
mengerti ilmu, andaikata kemudian orang2 itu datang pula,
tolong loosiok kirim orang buat panggil aku .... Atau .... Aku
pun setiap hari boleh datang jalan2 kemari! Kalau mereka
berani datang pula, loosiok, tidak perduli berapa besar jumlah
mereka, kasi aku dan puterimu yang layani mereka, tidak usah
loosiok sendiri turun tangan, kami tentu bisa hajar mereka!"
Mendengar ucapan itu, yang berbau ke-jumawaan, Jie
Hiong Wan jadi kurang puas, hingga ia tidak mau meladeni
tamu-nya lebih lama pula, hingga ketika orang bicara lebih
jauh, ia cuma manggut2 saja.
Su Ceng Lee, yang sedari tadi diam saja, juga tidak puas
terhadap sikap orang yang agak tinggi itu, hingga kalau boleh,
ia hendak usir saja tamunya itu.
Nio Bun Kim sementara itu sudah lantas berbangkit.
"Tolong loosiok antar, aku ingin ketemu sama encim," ia
kata. Menampak demikian, Jie Hiong Wan jadi hilang sabar.
"Ia berpenyakitan, ia tidak suka ketemu orang," ia sahuti
dengan kaku, "Maaf, aku tidak bisa antarkan kau, tuan !"
"Nio Bun Kim dapat lihat yang Orang tidak puas, sedang
Sun Ceng Lee setiap saat mengawasi ia dengan mata seperti
melotot, lantaran itu ia tidak berani diam lama2 disitu, ia
lantas berbangkit untuk pamitan.
Tuan Tumah hantar tamunya itu, siapa masih melongok
beberapa kali kedalam, baru ia ngelojor pergi. Sun Cun Lee
memburu keluar, tangannya dikepal keras.
"Mahluk apa itu" katanya dengan sengit.
Dengan tidak menoleh lagi kebelakang, Nio Bun Kim jalan
terus sampai diluar gang. Sun Ceng Lee kunci pintu, ia
kembali kedalam.
"Seharusnya suhu jangan ladeni orang itu!" ia kata. "Aku
lihat ia datang bukan dengan maksud baik ,....."
"Sudahlah,?" Jie Hiong Wan kata sambil goyang2kan
tangan. "Aku tahu orang itu, ia tauwkeh muda dari Tay Tek
Hoo, dari keluarga Nio Pek ban dari Lam-kiong yang ter sohor
kaya, Anak2 muda keluarga itu mengerti ilmu silat, mereka
biasanya tidak lakukan benar pekerjaan mereka dan
kedatangannya, aku tahu, ditujukan pada sumoay kau. Tapi
aku tidak ingin bersetori dengan anak muda itu, apa pula dulu,
di waktu piauw-hang masih diusahakan, aku punya
perhubungan dengan tokonya. .. "
Setelah kata begitu, jago tua ini lantas pergi kedalam.
Masih saja Sun Ceng Lee tidak puas dan ia katakan,
gurunya yang sudah tua sudah tidak punya guna.....
"Anak2nya Ho Hui Liong berani menyerang, mereka
seharusnya dibekuk dan diserahkan pada pembesar negeri,
supaya mereka bisa dihukum," ia menggerutu seorang diri,
"siapa tahu mereka diantar pergi, ke sudahannya sahu
ketakutan sendiri, sampai aku dipanggil datang buat tinggal
disini ..... Sekarang muncul bocah she Nio ini, ia dikasi masuk
kedalam rumah, berani kandung maksud jelek terhadap
sumoay, dan kembali ia diantapi, dikasi pergi angkat kaki ....
Suhu, apa begini macamnya adatmu dulu2 " Aku tidak nyana,
Lauw Tiauw yang tersohor gagah, sekarang berbalik jadi
begini lemah !...."
Bahna mendongkol Sun Ceng Lee sampai berniat terbitkan
onar, akan uji semangat gurunya itu tetapi niat ini ia tidak
sampai Wujutkan, hanya ia terus pergi ke Lauw-kee, rumah
keluarga, akan mengajar murid2 nya, sampai sehabis
bersantap sore ia baru pulang.
Begitu melihat orang datang, Cui Sam lantas berkata:
"Sun Toako, mari aku kasi tahu satu hal padamu. Tadi
tauwkee muda dari Tay Tek Hoo telah datang pula kemari . .
." "Ia datang pula" Apakah ia masuk?" tanya Sun Ceng Lee
dengan cepat, "Ia tidak masuk, ia hanya mundar-mandir didalam gang,"
Cui Sam terangkan, "cuma matanya senantiasa diincar kemari,
kepintu kita. Kemudian dijalan besar aku lihat ia berkawan
sama dua hidung belang, jalan sembari ter-tawa2, mereka
pergi masuk di Keng-Kie Ciu-lauw . . ."


Riwayat Lie Bouw Pek Karya Wang Du Lu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Apa kau tidak dengar mereka bilang apa?"
"Aku berada dibelakang mereka, aku dengar nyata" Cui
Sam tertawa, mereka pergi masuk di Keng bila ia tidak mampu
dapatkan si nona she Jie, ia tidak mau datang ke Kielok sini!"
"Kurang ajar !" Sun Ceng Lee berseru. "binatang, bagus
benar angan2mu ! Apa kau kira kau bisa wujutkan
pengharapanmu itu" jangan kata memangnya si nona sudah
ada tunangannya, kendati belum, dan diumpamakan guruku
penuju pada kau, toh masih ada aku yang akan menentang!
Kau mesti ketahui, binatang, aku nanti kasi kau mengerti
bahwa orang Kie-lok tidak boleh dibuat permainan !"
"Sudahlah, kau jangan persalahkan orang," Cui Sam
membujuk. "Dengar sebenarnya, nona kita terlalu menyolok
mata, terlalu menarik hati orang ! Gadis lain tidak ada yang
keluar pintu, atau jarang sekali, tetapi sumoay satu hari tentu
keluar sampai tiga atau empat kali" Lain dari itu, kecuali elok,
cara dandan sumoaypun istimewa, hingga tentu saja ia
menarik hatinya anak2 muda yang iman nya kurang kuat !
Coba sekarang pergi dengar2 didalam kota, siapakah yang
tidak Ketahui yang sumoay kita gagah dan cantik" Suhu terlalu
sayang puterinya, sedikitpun ia tidak suka tilik gadisnya
itu........."
"Kau keliru," Sun Ceng Lee goyang kepala. "Sumoay benar
cantik, pakaiannya benar rapi, tapi kelakuannya tidaklah
seperti kau katakan itu. Sumoay berkelakuan baik Ia keluar
beli benang atau jarum karena terpaksa! Kau tahu sendiri,
disini tidak ada bujang yang boleh di-suruh2. Kita jangan
sangsikan sumoay! yang celaka adalah kawanan pemuda
hidung putih itu! Tunggu saja! Mereka mesti jaga, sapaya
mereka jangan sampai kebentrok dengan aku!"
Kembali ia telah umbar kemendongkolan nya, Sun Ceng
Lee masih belum bisa sabar kan diri. Tidak demikian dengan
Cui Sam si Hantu Bumi ini lantas keluarkan botol arak dari
sakunya dan kacang tanah, bergantian ia irup araknya dan
gayem kacang tanah itu . . .."
Sun Ceng Lee tetap tidak sabar, ia merasa percuma
berdiam ber-hari2 dengan guru nya, tenaganya tidak terpakai,
ilmunya tidak bisa dipertunjukan, kaki tangannya jadi gatel.
Malam itu ia pale goloknya di bawah cahaja api, sedang Teeliekui Cui Sam sudah rebah lantaran setengah mabok. . .
Tidak lama Jie Hiong Wan muncul, ia ajak muridnya pasang
omong. Selama beberapa tahun ini, Sun Ceng Lee telah dapat
sejumlah sobat dikalangan Sungai Telaga, maka selagi bicara,
ia sebut2 mereka itu. Begitulah ia omong hal nya Khu Kong
Ciauw dari kota Pakkhia, yang orang julukkan Gin-Tjhio Ciangkun
si Jenderal Tumbak Perak, hanya Oey Kie Pok, orang
dagang tapi digelarkan Siu Bie-to si Bieto Kurus, begitupun
halnya Teng-ciu-hie Biauw Cin San, si Ikan Paus dari Holam,
dan Kim-too Phang Bauw si Golok Emas dari Timciu. Ia kata,
bahwa ia belum kenal semua mereka itu, maka ia ingin dapat
ketika buat belajar kenal dengan mereka.
Diwaktu yang lampau adalah kebiasaan dari Jie Hiong Wan
apabila ia dengar hal orang2 ternama dari kalangannya, ia
ingin lantas kunjungi mereka itu, buat belajar kenal atau uji
kepandaian, tetapi sekarang, mendengar ucapannya Sun Ceng
Lee ia cuma bersenyum seraya urut2 kumisnya sikapnya
menunjukkan ia tidak tertarik atau ia tidak lihat mata pada
mereka itu ... .
Kemudian Sun Ceng Lee sebut2 lelakon nya gurunya tempo
dulu, ia harap dengan begitu ia bisa bikin gurunya jadi
gembira, diluar dugaannya, siguru melainkan bersenyum saja.
"Apa yang aku lakukan dulu2 adalah main2, itu adalah
kesembronoan saja," ia kata. "syukur waktu itu
peruntunganku masih bagus, bila tidak, kalau ketemu lawan
tangguh, niscaja sudah habis lelakon penghidupanku.
Mereka pasang omong sampai jam tiga.
"Mari kita kunci pintu, kemudian kau boleh tidur," kata sang
guru, yang lantas berbangkit.
Sun Ceng Lee masih mendongkol, akan tetapi ia menurut
akan masuk tidur.
Jie Hiong Wan kunci semua pintu, tapi ia masih periksa
segala pelosok, agaknya ia kuatir ada orang sembunyi didalam
rumah, sikap yang hati2 ini bikin muridnya jadi lenyap
mendongkolnya dan berbalik menjadi merasa kasihan, hingga
Sun Ceng Lee mengeluh dalam hatinya : "Benar2, orang
janganlah menjadi tua . . . Ia gagah, Tiat-cie-tiauw dimalui dimana2,
sekarang sesudah rambut dan kumisnya putih ia
berobah menjadi begini lemah ... mirip dengan nenek2 . . ."
Sesudah periksa didepan, Jie Hiong Wan periksa didalam.
Sun Ceng Lee telah pergi kekamarnya buat terus rebahkan
diri. Tadinya ia mendongkol, lantas perasaan itu lenyap
sendirinya. Sekarang ia merasa, bahwa gurunya ketakutan
sama bayangan sendiri. Musuh toh sudah tidak ada, musuh itu
barangkali sudah tidak niat bermusuhan lagi, apalagi yang
harus dibuat kuatir " Oleh karena ini, ia jadi bisa tidur dengan
tenang. Siapa tahu, entah berapa lama ia sudah menggeros,
mendadak ia dibikin mendusin dengan terkejut oleh suara
riuh. Diatas genteng terdengar suara kaki bergerak kalang
kabutan, diantara itu ter-campur juga suara beradunya
senjata, golok atau pedang, maka dalam kagetnya, ia insyaf
ada bahaja. Segera ia lompat bangun akan sambar goloknya,
lantas ia lari buka pintu dan lompat keluar.
Adalah disaat itu dari atas genteng jatuh satu orang.
"Siapa?" menegor Ngo jiauw-eng.
Tapi orang itu, yang telah merajap bangun, tidak
menjawab, sebaliknya, dengan pedangnya, ia menyerang.
Berbareng dengan itu, diatas genteng terdengar seruan :
"Sun Toako, minggir ! Kasilah aku bekuk dia !"
Seruan ini disusul dengan lompat turunnya Jie Siu Lian,
yang bersenjata siang-too. Si nona terus terjang orang itu,
Yang sudah bertempur dengan Sun Ceng Lee, karena Ngojiauweng tidak diam saja yang ia dibacok, ia telah menangkis
dan melawan. Setelah bertempur belasan jurus, musuh itu lari kepojok
tembok. "Sudah, sudah, aku merah kalah!" ia berteriak ber ulang2.
"Tidak cukup dengan kau menyerah saja!" Sun Tjeng Lee
baliki. "Tidak bisa, aku inginkan jiwa anjing kau!"
Ceng Lee maju, akan menyerang pula. Tapi tiba-tiba
dibelakang ia ada orang pegang lengan nya, seraya berkata:
"Ceng Lee, jangan serang dia!"
Itu adalah suaranya Jie Hiong Wan, si jago tua.
Ketika itu Tee-lie-kui Cui Sam muncul dengan bawa lentera,
dengan itu ia menyuluhi orang yang bersenjata pedang itu,
seorang anak muda, yang berdiri merengket dipojokan
tembok, romannya harus dikasihani..... Ia ternyata Nio Bun
Kim. yang tadi siang datang bertemu.
"Bagus benar!" Ceng Lee mendamprat. "Putera dari Nio Pek
ban dari Lamkiong yang tersohor, malam-malam datang
kemari menjadi pencuri! Kenapa kau masih tidak mau lempar
senjatamu?"
Nio Bun Kim kelihatannya takut benar pedangnya lantas
saja ia lempar ke tanah. Ceng Lee menghampirkan, ia ayun
tangannya dipakai menampar muka orang sampai beberapa
kali, hingga muka orang itu jadi bengap dan dari hidung
mengucur darah. Kendati dihajar demikian, anak muda itu
diam saja. Sebenarnya Jie Hiong Wan gusar, tetapi ia masih bisa
berpikir; "Keluarga Nio di Lam-kiong hartawan besar, dibanyak
tempat ada tokonya, dikalangan piauwhang ia pun banyak
kenalan, kalau sekarang anaknya dibikin celaka. ini berarti
tambah satu musuh, dibelakang hari ekornya tentu akan sulit.
Juga kedatangan nya pemuda ini pastilah bukan hendak
mencuri, ia pemuda hartawan, siapa akan percaya ia mau
mencuri dirumah ku" Pasti sekali ia datang buat coba ganggu
anakku, maka jikalau noda itu ditumpahkan atas diri anakku
itu, bagaimana itu bisa dibantah?"
Oleh karena memikir begini, Hong Wan lantas serahkan
goloknya pada Cui Sam dan gadisnya ia minta masuk, sambil
tarik minggir pada Sun Ceng Lee, ia dekati anak muda itu.
"Tuan Nio. tengah malam buta rata kau datang kerumahku,
kau bawa2 pedang, sebenarnya apakah maksud kau.'" ia
tanya, dengan sabar.
Anak muda itu tunduk, ia tidak berani menyahut. Melihat
orang diam saja, jago tua itu mendongkol.
"Kau masih muda, kenapa kau berani ber buat begini
rupa?" ia menegur. "Apa kau tidak pikir, dengan
kepandaianmu, apa kau bisa bikin dirumahnya Tiat-cie-tiauw?"
Masih saja Bun Kim tunduk dan diam,
"Kau anak kurang ajar " tuan rumah menegor pula.
,.Jikalau aku tidak pandang orang tuamu, yang ada saudagar
terkenal baik, tentu dengan tidak ampun aku . pasti bunuh
kau! Sekarang hayolah kau pergi'"
Oleh karena ia tidak tahan sabar, Hiong Wan telah gaplok
pipi orang. Pukulannya jago tua itu lebih hebat daripada tamparannya
Sun Ceng Lee, yang mana membikin ia sempojongan hampir
rubuh pingsan. "Bukai ia pintu!" Hiong Wan kata pada Cui Sam.
Sedang Ceng Lee, dengan Jiwir kuping orang, tarik pemuda
itu sampai diluar, didepan pintu, setelah ia mendupak, Cui
Sam segera kunci pintu dibelakangnya orang apes itu.
Nio Bun Kim jatuh ngusruk, ia mesti bangun dengan
merayap. Ia merasa sangat sakit pada mukanya, yang telah
bengkak-bengkak dan basah dengan darah dari hidung.
Pemuda ini dengan sebenarnya termasuk keluarga Nio dari
Lamkiong, ia seorang siucay yang berbareng mengerti ilmu
silat, maka dengan sendirinya, ia jadi bangga sekali. Dari
Lamkiong ia telah datang ke Kielok bersama engkunya, Bouw
Cu, dan teman sekolah, Sek Tiong Hauw, maksud-nya adalah
menilik toko sambil sekalian pesiar, diluar dugaannya ia telah
ketemu Sama Jie Siu Lian, yang bikin ia tergila-gila sendiri. Ia
kagumi kecantikan dan ke gagahannya si nona, ia memikir
buat coba "piebu" dengan nona itu, agar si nona kagum dan
sukai ia, dengan begitu dengan mudah ia bisa dapati nona itu.
Dengan keinginan ini, ia harap bisa ikat tali persahabatan,
supaya bisa sering sering datang kerumahnya simanis. Ia tidak
sangka, bahwa ia telah disambut dengan dingin. Penyambutan
ini bikin ia panas hati.
"Aku gagah dan cakap, aku berharta besar," demikian ia
pikir, "orang lain malah sodor2kan gadisnya, supaya bisa
bersanak dengan aku, tetapi kau, satu piauwsu, satu tua
bangka, kenapa kau bertingkah" Apa itu disebabkan kau
punya gadis cantik, yang mengerti silat juga, maka kau
hendak pegang harga tinggi" Lihat, lihat bagaimana aku nanti
dapati gadismu!"
Dengan memikir demikian, Nio Bun Kim jadi sudah
beringatan jahat, sudah begitu, selagi bersantap dirumah
makan, dua kawannya yang telah ketahui kegagalannya tadi
siang sudah pukul sindir padanya, hingga ia jadi bertambah
panas. Bouw Cu Cun tahu yang Tiat-cie-tiauw tidak boleh dibuat
permainan, ia merasa pasti Bun Kim tidak akan sanggup
lawani jago tua itu, tetapi dengan sengaja, ia ojok2 cucukeponakan
itu. Sek Tiong Houw adalah pemuda hartawan dari Lam-kiong,
ia selamanya mau lebih menang daripada Bun Kim, akan
terapi ia tahu betul siapa adanya Jie Hiong Wan, kendati iapun
mengilar pada nona Jie, ia tidak berani main gila terhadap si
Garuda Tua Dimata ia Siu Lian adalah laksana bunga mawar,
indah dan wangi, melainkan harumnya hanya bisa dicium dari
jauh, keindahannya cuma bisa dipandang, kalau diraba,
durinya lantas menusuk jari karena ini ia mundur sendirinya.
Iapun tidak percaya yang Bun Kim bisa dapati nona itu, tetapi
ia jail seperti Bouw Cu Cun, ia sengaja sindirin kawan itu.
Sekalipun mereka menggoda, dua kawan itu tidak pernah
menyangka bahwa Nio Bun Kim begitu berani mati, malam2
sudah satroni rumah keluarga Jie.
Bun Kim pikir ia akan berhasil kalau sudah berhasil, ia mau
pentang mulut lebar dimuka dua kawannya akan hinakan
mereka itu, tetapi ia tidak pernah impikan, baru saja ia lompat
naik keatas genteng, orang telah dengar suara gerakannya. Ia
tidak tahu orang sedang ber-jaga2 diri. Apa mau, orang yang
paling dulu lompat naik kegenteng adalah Jie Siu Lian, si nona
yang ia impikan. Ia pun tidak berdaya terhadap sepasang
golok dari nona gagah itu, diwaktu terdesak, ia kena
ditendang hingga jatuh ketanah, dimana Sun Ceng Lee pegat
ia, hingga akhirnya ia tidak bisa loloskan diri, hingga ia mesti
rasai tangan, mendapat luka dan malu besar. Ia jadi
mendongkol ber bareng menyesal.
,,Apa secara begini aku bisa pulang ?" kata ia dalam
hatinya. ,,Sampai besok mukaku masih bengkak, bagaimana
sekarang?"
Kendati demikian, akhirnya Bun Kim ngeloyor menuju
ketokonya. Jalanan gelap dan sunyi, disitu tidak ada orang
lain. Ia baru keluar dari gang atau didepan ia mendatangi
beberapa orang, yang bawa lentera, ia tadinya pikir buat lekas
menyingkir, apa mau orang telah dapat lihat ia yang segera
dihampirkan. Seorang telah angkat lenteranya tinggi2.
"Lihat, lihat, inilah majikan muda kau!" kata seorang sambil
tertawa. ,,Apa aku bilang, kita mesti mencari kemari, tentu
kita akan ketemui ia, kau orang tidak mau pencaya" Lihat
sekarang, bukankah kita dapat cari majikan kau ini" Lihatlah,
majikanmu sedang beruntung dalam soal percintaan, sampai
bunga toh telah memenuhi mukanya ! . . . ."
Orang itu adalah Sek Tiong Hauw, yang dengki dan jahil.
Nio Bun Kim jadi sangat gusar, hingga ia ayun kepalannya
dan menyerang. "Telor busuk, kau berani hinakan tuan mu?" ia
mendamprat. "Mulai hari ini aku tidak sudi kenal kau lagi!"
Tapi serangan itu tidak mengenai, karena orang telah
lantas memisahkan. Di-antara mereka pun ada Bouw Cu Cun,
si engku jahil. Tiga orang yang lain adalah pegawai toko Tay
Tek Hoo. "Kau tentu sudah mabuk, maka kau jatuh sampai terluka,"
kala Cu Cun. "Kau tahu, kami telah cari kau ubek2 an ! jangan


Riwayat Lie Bouw Pek Karya Wang Du Lu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kau tolak kebaikan orang."
Kendali demikian, Bun Kim masih memaki, hingga Tiong
Houw sambil tertawa dingin berkata ;
"Kau boleh memaki kalang kabutan, aku tidak mau bilang
apa2, tunggu sampai besok kita pulang, aku nanti pergi
ketemu pehhu....... "
Akhirnya mereka ini berjalan pulang ke toko Tay Tek Hoo,
dengan bikin banyak ramai disepanjang jalan yang gelap
gulita, cuma dua lentera yang menerangi jalanan. Kapan
mereka sudah Sampai, Cu Cun perintah ambil air, buat si
tauwkeh muda cuci muka. Kemudian Bun Kim rebah sambil
sedot candu, mukanya ia rasai masih sakit sekali, hatinya
bimbang karena ia jeri.
"Kejadian hebat sekali, aku terlalu sembrono," demikian ia
berpikir. "Jikalau sinona Jie bunuh aku, atau si orang lelaki
kemplang mampud aku, habis perkara, tetapi kapan si orang
tua ringkus aku dan serahkan aku pada pembesar negeri,
inilah hebat, sebab kendati juga bisa digunai pengaruh uang,
buat loloskan aku, malunya bukan main ! Baiknya sinona ada
belas kasihan dan si tua-bangka berhati murah, mereka suka
merdekakan aku . . . .ya, ini adalah satu pengajaran bagiku .
..." Lantas setelah itu Bun Kim ingat dua kawannya.
"Cu Cun aku punya engku, ia tentu tidak akan uarkan
rahasiaku ini," demikian ia pikir lebih jauh, "tetapi Tiong Hauw
orang luar, ini berbahaya, kalau ia cerita diluaran, namaku
akan ternoda."
Oleh karena memikir begini, ia lantas berbangkit,
hampirkan sobat itu pada siapa ia menjura.
"Harap kau maafkan aku buat perkataan-perkataanku tadi,"
ia memohon. Orang she Sek itu bawa aksi, ia tetap gusar dan tidak mau
mengerti, adalah
setelah Bun Kim mau tuturkan kejadian yang benar
dirumahnya Jie Hiong Wan, baru ia tertawa.
"Baiklah, saudara, aku tidak tarik panjang tentang
cacianmu padaku," kata ia. "Rahasia ini berada dalam
genggamanku, mulai sekarang ingat, asal dibelakang hari kau
tidak mau dengar perkataanku, aku akan uarkan ini! Itu waktu
mau lihat, kau berani keluar buat menemui orang atau tidak"
Bun Kim merasa sangat malu dan mendongkol, kendati
demikian, ia diam saja, sampai sobat itu naik
kepembaringannya dan tidur. Ia sendiri tidak bisa pulas, terus
seantero malam, sebab ia tetap mendongkol dan mukanya
sakit..... Besoknya, begitu terang tanah, Bun Kim perintah cari
kereta, buat ber-sama2 Cu Cun dan Tiong Hauw lantas
berangkat pulang ke Lam-kiong. Dirumahnya, pada ayah dan
ibunya ia mendusta,. bahwa ia telah jatuh karena mabok arak,
orang-tua itu tegur dan maki ia baiknya ada engku-nya, yang
menyaksikan dan tetapkan bahwa benar ia telah jatuh
terluka..... Sekalipun demikian, Bun Kim keram dirinya dirumah, muka
dan paha kiri nya sakit., bekas jatuh terbanting dari atas
genteng, hanya selagi tidur, kadang2 ia impikan Siu Lian,
bukan selagi si nona bersenyum manis, hanya sedang
genggam siangtoo dan mata mendelik......Impian ini ada
baiknya baginya, karena selanjutnya ia jadi bisa lupakan si
nona dan tidak punya muka buat pergi pula ke Kielok.
Kepandaian silat Nio Bun Kim sudah terbukti tidak tinggi,
akan tetapi gurunya adalah jago tua yang tersohor di propinsi
Tiilee. Guru itu adalah Lauw-hiap Kie Kong Kiat si Jago Tua,
asalnya siucay tetapi jadi ternama dalam kalangan ilmu silat.
Ia gagah dan budiman, ia suka mengembara, pedangnya
belum pernah ketemu tandingan. Adalah setelah berusia
enam-puluh lebih, jago Tiilee ini undurkan diri, tinggal di Lamkiong
dengan tuntut penghidupan selaku guru silat. Ia punya
banyak murid, dua antaranya adalah Bun Kim dan Tiong
Houw, dua2nya anak hartawan yang doyan pelesiran, tidak
heran jikalau mereka berdua tidak bisa peroleh hasil. Sedang
juga cara mengajar silat Kie Suhupun istimewa. Biasanya,
dalam satu hari, guru ini ajarkan serupa ilmu pukulan dengan
tangan kosong atau dengan pedang, selanjutnya si murid
harus yakinkan sendiri. Maka itu, bagaimana Bun Kim dan
Tiong Hauw punya keteguhan hati akan yakinkan terus
sendirian saja" Maka itu, sekalipun sudah belajar tiga tahun,
kepandaian mereka belum berarti.
Tapi Hun Kim dan Tiong Hauw telah merasa puas, mereka
bisa mainkan pedang, bisa lompat naik dan berlari-larian
diatas genteng, mereka tidak ketahui yang sekali pun gurunya
sendiri pandang mereka sebelah mata. Bun Kim baru tahu
yang ia tidak punya guna sesudah ia dipecundangi sinona dari
Kielok...... Kie Kong Kiat tinggal di Lamkiong kira-kira lima tahun, ia
menutup mata di-tempat itu dan dikubur disitu juga. Sama
sekali ia telah pimpin tiga-puluh murid lebih, akan telapi murid
yang pandai melainkan satu, yalah Lie Bouw Pek, orang asal
Lam-kiong juga.
Sebagaimana gurunya, Lie Bouw Pek pun seorang siucay
yang robah haluan. Ia tinggal di Ngo lie-cun diluar kota Lamkiong,
menumpang pada paman nya. Ia sudah tidak punya
ayah dan ibu, yang telah meninggal dunia selagi ia masih
kecil. Ayahnya adalah seorang dengan adat luar biasa.
Ayah itu, Lie Hong Kiat namanya, dimasa hidupnya, adalah
seorang yang sederhana tetapi berambekan. Sebagai
penasehat ia telah ikuti seorang jenderal, hingga ia bisa pergi
kebanyak kota, kenal banyak sobat, diantaranya seorang jago
dari Kanglam yang dipanggil Kang Lam Ho, hingga berdua
mereka telah angkat saudara, malah Kang Lam Ho telah
ajarkan Hong Kiat ilmu silat hingga ia ini dapati kepandaian
silat yang tinggi, dengan demikian berdua mereka bisa sama 2
bekerja melakukan segala apa yang baik guna orang banyak
yang menjadi korban dari orang jahat. hingga nama mereka
terkenal. Kemudian Hong Kiat menikah di Kanglam dan
peroleh anak lelaki jalah Lie Bouw Pek.
Ketika Bouw Pek baru berumur enam tahun, ayahnya
sudah mulai didik ia ilmu silat, tidak beruntung baginya, dalam
umur delapan tahun ia ditinggal mati oleh ayah dan ibunya,
yang dengan beruntun telah menjadi korban wadah kolera
yang waktu ilu sedang mengamuk di Kanglam. Tatkala hendak
tarik napasnya yang penghabisan, Lie Hong Kiat minta tolong
pada Kang Lam Ho supaya anaknya dikirim ke Lamkiong, buat
ditumpangkan pada saudara mudanya, Lie Hong Keng.
Pesanan ini sudah dilakukan dengan baik oleh Kang Lam Ho,
setelah kubur jenazah sobat dan isterinya, itu, ia bawa Lie
Bouw Pek ke Lamkiong, buat diserahkan pada Lie Hong Keng.
Tapi setelah itu, sobat saudara angkat yang baik ini lantas
pergi mengembara seorang diri.
Lie Bouw Pek selanjutnya dirawat oleh enceknya. Paman ini
hidup cukup, karena ia punya beberapa puluh bouw sawah,
yang memberikan hasil baik, sedang ia juga tidak punya anak,
baik lelaki maupun perempuan. Karena ini juga, sang
keponakan terah dipandang sebagai anak sendiri.
Hong Keng adalah seorang yang memuja orang2 yang
mengerti surat, ia kagumi segala kiejin dan hanlim, maka itu
Bouw Pek sudah lantas disekolahkan, maka ketika dalam umur
tiga belas tahun keponakan ini lulus sebagai siucay, ia girang
bukan kepalang. Lantas encek ini harap2 keponakannya
kemudian nanti menjadi kiejin dan cinsu.
Akan tetapi, setelah usianya mulai naik, pikiran Lie Bouw
Pek berobah dengan lantas. Nyata ia telah wariskan sifat ayah
nya, yang sederhana. Tidak lagi ia ketarik oleh ilmu surat, ia
segan membaca kitab atau memegang pit. Disebelah itu
berpetalah roman gagah dari ayahnya selagi si ayah bersilat
dengan pedang. Ia ingat sikap-tegap dari ayahnya selagi si
ayah ajarkan ia silat. Ia pun segera bayangkan kegagahan
Kang Lam Ho, sang pehhu. Maka itu, ia lantas dapat keinginan
buat lanjutkan pelajaran silat, supaja ia bisa menjadi seperti
ayah dan pehhunya, buat kemudian merantau sebagai hiapsu.
Kebetulan bagi Lie Bouw Pek, selagi ia berusia enam-belas
tahun di Lamkiong datang Kie Kong Kiat, maka lantas ia
belajar silat pada hiap-kek tua itu.
Kie Kong Kiat datang ke Lamkiong sebagian untuk
penuhkan permintaan sobat-nya, jalah Kang Lam Ho, dengan
siapa ia bertemu pada waktu ia belum berangkat pindah. Jago
dari Kanglam ini kata padanya:
"Ada seorang anaknya sobatku almarhum yang bernama
Lie Bouw Pek, ia sekarang tinggal di Lamkiong, apabila kau
pergi kesana, aku minta dengan sangat supaya kau ambil ia
sebagai murid, tolong kau dengan sungguh2 didik dia."
Maka itu ketika Kie Kong Kiat kedatangan Lie Bouw Pek,
apabila ia sudah tanya terang asal-usul anak muda secara lain
dari yang lain, ia bertambah girang ketika dapat kenyataan,
disebelah otak terang, Bouw Pek belajar dengan rajin dan ulet.
Maka belum sampai lima tahun, Lie Bouw Pek telah bisa
wariskan kepandaian gurunya: ilmu silat dengan tangan
kosong dan bersenjata.
Oleh karena perhatiannya diutamakan pada ilmu silat, ilmu
suratnya jadi terlantar, dua kali ia pergi ke ibu kota propinsi
turut ujian, untuk memenuhi keinginan enceknya, dua-dua
kalinya ia gagal. Hal ini bikin hatinya jadi tawar betul dan
berbareng pun enceknya jadi dingin hingga perhatiannya si
encek terhadapnya turut berobah sedikit juga.
Sampai masuk umur duapuluh empat, Lie Bouw Pek masih
belum menikah, anjuran encek dan encimnya akan ia cari
pasangan tidak diperhatikan, dengan begini ia bikin kedua
orang tua itu tidak puas. Tapi ia bukannya tidak mau menikah,
ia hanya hendak cari isteri yang cocok dengan angan2nya. Ia
inginkan isteri kecuali cantik pun pandai silat seperti ia, nona
lainnya, tidak perduli bagaimana elok, ia tidak setuju.
Sikapnya ini bikin ia ditertawakan sekalipun oleh sobat nya
sendiri. Pada suatu hari sehabis terlatih, Bouw Pek pergi keluar
pekarangan, dimana ia berdiri memandang pohon gandum
yang sedang hijaunya dan diluar pohon, bunga toh sedang
permainya, diantara sampokan halus dari angin musim Cun
beberapa pasangan kupu2 berterbangan dari satu ke lain
pohon. Hari itu indah sekali, cuaca nyaman. Dengan tidak
merasa, Bouw Pek menghela napas........
Justeru anak muda ini hendak putar tubuhnya buat masuk
kedalam, dijalanan ia lihat penunggang kuda lagi mendatangi
ketika penunggang kuda itu sudah datang makin dekat, ia
kenali dia itu adalah temannya belajar silat, Sek Tiong Hauw.
Sobat ia pakai baju sutera ungu yang indah, sepalung hijau
dan bagus, sedang kuncirnya yang hitam disisir dan dikepang
licin mengkilap. Dandanan ilu menyatakan kerapian dan
keperlentean. Sebenarnya Lie Bouw Pek tidak suka dekatkan anak2 muda
sebangsa orang she Sek ini, apa mau Tiong Hauw justru suka
bersobat sama ia, oleh karena kepandaian-nya surat dan silat
mendatangkan kekaguman dan Tiong Hauw biasa kunjungi ia,
hingga ia tidak bisa menampik. Demikian pun ini kali.
"Sudah lama aku tidak lihat kau," kata Bauw Pek tatkala si
sobat ulapkan tangan dan berhentikan kudanya didepannya.
Malah sobat ini sudah lantas lompat turun dari kuda dengan
binatang itu terus ditambat pada sebuah pohon angcoh.
"Aku baru balik dari perjalanan kemarin," sobat itu
menjawab. "Buat beberapa hari aku ikut Nio Bun Kim pergi ke
Kie lok." "Bun Kim punya toko di Kie-lok," kata BAUW Pek. "Buat apa
kau pergi kesana?"
"Melulu buat jalan2," Tiong Hauw sahuti. Lantas Bouw Pek
undang sobat itu duduk didalam.
"Cobalah tebak, apa perlunya sekarang aku datang
padamu?" kemudian Tiong Hauw tanya dengan sekonyongkonyong
sambil tertawa.
Halaman 63 dan 64 ROBEK!!
JILID 2 "TAPI AKU TIDAK MAIN MAIN dengan kau, sobatku !"
Tiong Hai baliki, sekarang dengan roman sungguh2. Dengan
sebenarnya, aku telah tolongkan kau cari nona yang elok luar
biasa serta gagah, aku hanya tidak kenal orang itu, aku
melainkan hendak tunjuki dia pada kau, maka di umpamakan
kau penuju, kau boleh berdaya akan majukan lamaran
sendiri........"
Mau atau tidak, Lie Bouw Pek toh merasa tertarik. Dia
tertawa. "Coba bilang, nona itu anak siapa?" dia tanya.
"Kau kenal atau tidak Loo piauw tauw Jie Hiong Wan dari
Kielok ?" Tiong Hauw balik menanya.
"Aku pernah dengar namanya Jie Loo piauw tauw, cuma
orangnya aku tidak kenal"
"Yang aku maksudkan adalah putrinya jago tua itu" Tiong
Hauw lantas terangkan "Nona itu bernama Siu Lian, umurnya
baru enam atau tujuh belas. Bicara tentang kecantikannya, dia
bisa bikin negeri dan kota rubuh! Melihat dia, See Sie akan
tunduki kepala ! Kalau di Kielok orang sebut Jie Biejin, tidak
ada satu orang yang tidak ketahui!"
Bouw Pek manggut.
"Kalau ditempat kecil ada orang elok, itulah tidak heran
apabila dia telah tarik perhatian orang banyak," dia bilang.
Tetapi Sek Tiong Houw geleng kepala.
"Tidak, bukannya begitu, sobatku !" dia kasi tahu. "Aku
lihat, sekalipun dikota besar, sukar akan cari tandingannya si
elok she Jie itu! Kau tidak ketahui, kecuali keelokannya,
kegagahannyapun sama tersohornya!" dia kata dengan roman
sungguh2. "Dengar sobatku," Tiong Houw melanjutkan,
"tadinya orang melainkan ketahui Jie Loo piauw tauw punya
anak dara yang cantik manis, adalah setelah beberapa hari
yang lalu baru ketahuan kegagahannya si nona. Hari itu Jie
Loo piauw tauw telah ajak anak isterinya pergi keluar kota
untuk sambangi kuburan leluhur mereka, pulangnya, ditengah
jalan mereka dipegat oleh beberapa musuh mereka. Semua
musuh bersenjata golok, sebaliknya sijago tua tidak, karena
dia tidak bekal senjata. Adalah selagi si jago tua dibokong,
gadisnya telah lompat menerjang si penyerang, golok siapa
dia rampas dan kemudian dengan golok rampasannya itu dia
terjang musuh musuhnya, yang berjumlah empat lima orang!
Kesudahannya, satu musuh kena dipukul rubuh, yang lain2nya
pada lari ngiprit . . . ."
Keterangan itu telah bikin bangun semangatnya Bouw Pek.


Riwayat Lie Bouw Pek Karya Wang Du Lu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"ya, nona gagah seperti itu jarang terdapat!" kata dia.
"ya jarang terdapat, sebab dia cantik dan gagah berbareng!
Maka sejak itu, namanya nona Jie jadi terkenal. Buat keelokan
dan kegagahannya, hingga dia disukai semua orang berbareng
ditakuti . . . Melainkan Nio Sutee kita, yang tidak tahu diri,
hingga kesudahannya dia terguling ditangan nya sinona,
malah jiwanyapun hampir lenyap, hingga sekarang dia mesti
mengeram didalam rumah takut ketemu orang lantaran kedua
pipinya bengkak tembem . . ."
"Bagaimana itu telah terjadi ?" Bouw Pek menegaskan.
"Dengan sebenarnya, Nio Sutee hampir buang jiwanya,"
sahut Tiong Hauw, yang terus beber rahasianya Bun Kim. Dia
menutur mulai waktu pertama kali Bun Kim lihat si nona, yang
dalam pertempurannya Bun Kim telah memisahkan, sampai
malamnya, sebab tergila2 Bun Kim satroni rumah orang,
dengan kesudahan pemuda she Nio itu kena dibikin jatuh dan
mukanya dihajar bengap, "Sukur Jie Loo piauwtauw murah
hati, dia telah dikasih ampun dan di merdekakan." Tiong Hauw
akhirkan cerita nya. "Bahna malu sekarang dia tidak berani
keluar . . ."
Bouw Pek awaskan sobatnya itu yang kelihatannya tidak
mendustainya. "Sutee," Tiong Houw melanjuti pula, "kau biasa sesumbar,
bahwa kau tidak mau menikah kecuali dengan nona yang elok
dan gagah, sekarang ada si nona Jie, aku percaya dia adalah
nona yang menyadi cita2 mu itu. Apa tidak baik, sutee, kau
pergi ke Kielok, akan ketemui nona itu, buat coba bertanding
dengan dia" Andaikata kau menang, kau boleh lantas pergi
menemui orangtuanya, buat lamar dia. Dengan menikahi si
nona, tidak saja kau peroleh isteri yang cantik, kau juga
angkat kehormatan kita penduduk Lamkiong!"
Perkataan Tiong Hauw sangat menggerakkan hati Bouw
Pek, kendati demikian, anak muda ini masih bisa berlaku
sabar. "Itu adalah hal yang sukar terjadi," dia kata sembari
tertawa. "Tidak usah dibilang yang seorang gadis tidak bisa
bertanding dengan lelaki yang tidak dikenal, taruh kalau
terjadi demikian, jikalau aku menang, orang tuanya pasti
mendongkol dan gusar, mana dia kesudian ambil si lelaki
menjadi mantunya?"
Melihat orang mundur, Tiong Hauw lalu mendusta.
"Kau tidak ketahui," dia bilang. "Adalah Jie Loo piauw tauw
yang bilang sendiri, bila ada orang yang menangi gadisnya,
dia hendak nikahkan gadisnya pada orang yang menang itu.
Kendati demikian, tidak pernah ada orang yang datang minta
bertanding dengan si nona. Kau sendiri lain, sutee, bugee kau
tinggi, roman kau cakap, jikalau kau pergi kesana, siapa tahu,
baru saja lihat kau sinona sudah setuju, dia lantas mengalah,
hingga kau tidak usah adu kepandaian lagi" .
Tiong Hauw dengan tertawa2 didalam hatinya kata: ,,Kau
biasa agulkan kepandaianmu tinggi, aku lihat sekarang, kau
berani pergi atau tidak! . . . Jikalau dengan pedangmu kau
bisa dapat isteri cantik, barulah aku takluk betul2 pada kau . .
Lie Bouw Pek dalam hatinya berpikir.
"Kau telah puji sinona setinggi langit tetapi aku belum
pernah lihat dia!" kemudian dia bilang. Dan tertawa,
"Buat dapat lihat dia mudah sekali. Tiong Hauw bilang. "Dia
bukan seperti anak perawan lain, suka keram diri" Lie Bouw
Pek tersenyum. "Baiklah, aku nanti pergi ke Kielok," akhirnya dia bilang.
"Buat menikah dengan si nona, itu belum pasti, tetapi
terutama aku hendak unjuk padanya, bahwa dikolong langit
ini masih ada orang yang lebih gagah dari dia!"
Tiong Houw girang sekali melihat orang telah kena
dipedayakan. Dia tertawa.
"Baiklah sekarang kita tetapkan," dia kata. "Besok pagi aku
nanti samper kau, supaya kita bisa pergi sama. Aku
mengharap nanti bisa minum arak kegirangan di waktu kau
merayakan pertunangan !"
"Tentang ini baiklah jangan disebut2 sekarang," Lie Bouw
Pek pun tertawa. "Aku hanya percaya, sesampainya di Kielok,
tidaklah aku sampai mengalami nasib seperti Bun Kim, hal
mana cuma membikin orang malu saja........."
Demikian mereka ambil putusan, maka selanjutnya mereka
ngobrol hal2 lain sampai Tiong Hauw berbangkit buat pergi.
Seperginya kawan ini Bouw Pek masih duduk dikamarnya,
tangannya memegang pedangnya, didepan matanya seperti
berbayang nona elok dengan kepandaian tinggi sedang
bergerak2 dengan gesit. Hingga dia tidak ketahui ada orang
masuk didalam kamarnya itu, sampai tiba2 dia dengar suara
yang nyata tetapi pelahan menanya :
"Bouw Pek, apa kau tidak pergi kerumah kouwma, buat
tanya kalau2 dari kota raja ada datang surat atau tidak ?"
Dengan sedikit terperanjat anak muda ini menoleh, dia lihat
pamannya, Lie Hong Keng, sedang awasi dia sambil urut
kumis. Paman itu nampaknya lesu.
"Aku lihat kau sekarang tambah malas," paman itu
tambahkan kemudian. "Kenapa kau tidak pernah pikirkan soal
hidupmu dibelakang hari " Turut dalam ujian kau tidak lulus,
dirumah saja kau selalu nganggur, dengan diam saja, sampai
umur delapan puluh tahun juga kau tetap akan jadi siucay
melarat! Setiap hari kau buat main pedang kau hendak jadi
apa" Apa bisa jadi dibelakang hari kau hendak gunai senjata
itu buat pergi dijalanan akan jual silat untuk dapatkan uang ?"
Sekarang sang paman kelihatan keren.
Bouw Pek tidak enak hati, dia jadi serba salah, sedang buat
jawab sembarangan, dia tidak berani. Ketika dia mau
paksakan menyawab, paman itu sudah mendahului:
"Aku lihat paling baik kau minta bantuannya kouwma kau !"
demikian paman itu. "Toapeh dari kouwma dikota raja bekerja
sebagai cusu dalam Heng pau, itu bukannya pangkat kecil,
jikalau kau pergi kekota raja dan menemuinya, dia tentu bisa
carikan pekerjaan untuk kau, asal kau mau bekerja betul, kau
pasti akan peroleh ke majuan . . . ."
"Benar," Bouw Pek lekas menyawab, "cuma, buat pergi
kekota raja, aku perlu lebih dahulu dapati surat dari piauwcek,
jika tidak, sesampainya disana aku tetap nganggur. Kemarin
aku pergi pada kouwma, surat dari kota raja tidak ada,
rupanya kita mesti bersabar lagi beberapa hari. Lantas, gunai
ketika yang baik ini, Bouw Pek teruskan :
,Pada tahun yang lalu, waktu bikin ujian diibukota propinsi
aku ketemu seorang dari Kielok, Kee Seng Hun namanya," dia
kata. "Sobat itu sudah lulus sebagai kiedjin dan sekarang jadi
tiekoan, baru saja dia pulang kekampungnya, maka aku pikir
besok aku mau pergi ke Kielok, akan mengunjungi sobat itu.
Aku ingin bicara dengan sobat itu, supaya jika bisa, biarlah dia
bantu carikan aku pekerjaan
"Memang sebenarnya kau perlu pergi ke luar, buat
dapatkan kenalan," berkata sang
paman. ,,Tanpa banyak kenalan, kendati kau terpelajar
tinggi, dengan diam saja dirumah, kau tidak nanti dapati Lauw
Pie yang tiga kali berkunjung kerumah gubuk. Setelah kata
begitu, Lie Hong Keng ber lalu, tinggalkan keponakan itu,
yang berduka sampai hampir menangis. Tapi sekarang
berbayang harapan baru didepan mata nya, dia harap
bayangan itu bisa bikin kecil kesukarannya. Maka itu, tidak
tempo lagi, dia lantas siap, sedia buntalan untuk besok
berangkat. Sang tempo pun berlalu dengan cepat, besok pagi2 Sek
Tiong Hauw telah datang menyampar dengan keretanya
sendiri, maka dengan tidak buang tempo lagi, dia tenteng
buntalannya, bawa pedangnya, dan ikut sobat itu berangkat
ke Kielok. Dalam perjalanan ini, Sek Tiong Houw gembira sekali.
"Kemarin aku telah pergi pada Bun Kim dirumahnya." dia
bilang, "aku telah kasih tahu padanya, bahwa kau mau pergi
ke Kielok. Kelihatan nyata yang Bun Kim sedikit cemburuan.
Kau tahu apa yang dia bilang padaku" Dia kata kalau kau
ketemu si orang she Jie, ayah dan gadisnya, kau harus
wakilkan dia buat membikin pembalasan ! Sebaliknya,
katanya, kalau kau pergi buat nikah si nona she Jie, dia
selanjutnya tidak mau kenal kau lagi ! . . . "
"Gila!" kata Bouw Pek, dengan bersenyum ewah. "jangan
kata yang aku pergi bukan saja buat nikah si nona Jie itu,
taruhlah taruh kata benar aku hendak bawa dia pulang
sebagai isteriku, Bun Kim punya hak apa buat larang aku ?"
Bouw Pek tidak senang sekali, hingga pada saat itu juga dia
ambil putusan. "Jikalau nona Jie benar elok dan gagah seperti katanya Sek
Tiong Hauw, tidak bisa tidak aku mesti nikah dia!" demikian
dia pikir. "Biarlah Bun Kim ketahui, terhadap dia aku akan
sengaja bangga bangga kan diri !....."
Tiong Houw lihat orang tidak senang, dia lalu sengaja ojok2
anak muda ini. Tapi Bouw Pek bukannya orang bodoh, dia
mengerti bahwa dengan ajak dia pergi ke Kielok, si sobat
niscaja kandung maksud tidak baik, rupanya, Tiong Houw
sedikitnya ingin dia kena dijatuhkan oleh keluarga Jie ayah
dan anak, agar dia mendapat malu.
"Aku tidak kuatir, aku nanti kasih lihat pada Tiong Hauw,
siapa aku ini !" demikian dia pikir pula.
Diwaktu tengah hari, mereka mampir di tengah jalan akan
cari rumah makan, sehabis bersantap dia lanjutkan perjalanan,
kira2 jam empat lohor mereka sudah sampai di Kielok. Bouw
Pek usulkan ambil hotel, tetapi Tiong Hauw ajak dia pergi ke
Tay Tek Hoo, akan menumpang ditoko beras itu, dimana dia
kenal baik kuasa toko sampai kuli dan bujang2.
Demikian, waktu mereka sampai Loo Cie, si kuasa toko.,
dengan cepat menghampiri mereka, sebab dia ini heran lihat
orang sudah datang pula, sedang perginya baru dua hari.
"Apa taukeh muda kami sudah sembuh ?" Loo Cie tanya.
"Belum, malah tambah bengkak !" Tiong Hauw jawab,
dengan sengaja. Dia lantas ajak kawannya masuk kedalam,
buat merebahkan diri dikamar, akan sedot asap muluk, hingga
asap itu jadi naik bergulung gulung .....
"Ini Lie Bouw Pek, yang tauwkeh muda sering2 sebut,"
Tiong hauw kemudian kata seraya tunjuk sobat nya. "Sobatku
ini datang kemari buat urusan jodohnya....."
"Siapakah fihak perempuan " Loo Chie tanya.
"Ialah gadisnya Jie Loo piauw tauw," Tiong Hauw jawab
secara terus terang.
Mukanya Lie Bouw Pek menyadi merah, serunya "jangan
kau dengarkan dia, tuan Cie, dia sedang ngaco !" dia kata.
"Sama sekali tidak ada urusan! Aku datang kemari melulu buat
pesiar. Kendati Bouw Pek sudah menyangkal, orang she Chie
itu tidak percaya, lebih percaya liong Hauw, Dia awasi muka
orang dengan roman heran.
"Nona Jie itu pintar dan elok." dia bilang. "Keluarga Jie asal
piauwsu, tetapi dia putih bersih dan terhormat, jikalau Lie
Siauwya ikat persanakan pada keluarga itu, tidaklah siauwya
akan terhina....."
Mendengar orang kata demikian, Bouw Pek menyangkal
makin keras. Tiong Hauw, yang terus melepus tidak kata
apa2, dia melainkan tersenyum dan tertawa.
Kemudian barulah Cie Ciangkui, si tuan kuasa, undurkan
diri. "Bisa jadi Tiong Houw tidak cuma omong melulu." Bouw
Pek layangkan pikirannya. "Keiihatannya si tuan kuasa benar,
dialah nona Jie pintar dan elok, orangnya putih bersih......Aku
sendiri bukannya dari keluarga bangsawan, berendeng sama
dia, aku setimpal. ......"
Oleh karena memikir begini, anak muda kita jadi
berkeinginan keras akan segera ketemu si nona, guna
mendapatkan bukti.
Tatkala itu Tiong Hauw sudah berhenti menghisap, dia
panggil pegawai toko beras,, seorang she Ho yang dipanggil
Ho Hweekie Dia ini sanak jauh dari tuan toko orangnya cerdik
dan paling suka keliaran, maka segala kejadian diluaran,
kebanyakan dia ketahui, begitulah hal lelakon majikan
mudanya dengan si nona she Jie tidak bisa diumpatkan
darinya. "Dua hari aku telah berlalu dari sini bagaimana dengan
keluarga Jie, apa tidak ada kabar baru ?" Tiong Hauw tanya
pegawai itu, dia bicara sembari tertawa.
"Orang dari keluarga terhormat, mana bisa jadi bisa terbit
onar," Ho Hweekie sahuti.
Tiong Hauw tertawa, lantas dia tunjuk Bouw Pek.
"Ini Lie Siauwya datang kemari buat tengok si nona she
Jie," dia kata.
"Inilah mudah," pegawai itu jawab dengan lantas. "Besok
ada keramaian digereja Tiang Cun Sie dipintu kota timur, aku
percaya nona Jie bersama ayah dan ibunya akan pergi kesana,
akan bersujut, kalau Lie Siauwya pergi duluan dan menantikan
didepan bio, dia tentu akan dapat dilihat." Bouw Pek tertawa
melihat roman orang yang lucu itu.
"Itulah mudah," dia bilang, "besok atau lusa pun boleh"
Mendadak Tiong Hauw berbangkit. "Aku tidak percaya yang
hatimu tidak ingin lekas2 !" dia kata, buat menggoda
sobatnya. Ho Hweekie sudah lantas undurkan diri.
Oleh karena sudah mendekati sore, Tiong Hauw tidak bisa
ajak sobatnya pergi kemana2, mereka bersihkan tubuh dan
dandan, lantas mereka duduk bersantap, akan kemudian naik
atas pembaringan dan tidur.
Malam itu Lie Bouw Pek tidak bisa tidur nyenyak. Esoknya,
diwaktu fajar, dia sudah mendusin, terus bangun akan mandi
dan salin pakaian. Dia sengaja pakai baju biru dan sepatu biru.
Memandang sobatnya itu, Tiong Hauw berpikir. Sobat ini
benar cakap dan romannya keren.
"Dibandingkan dengan Nio Bun Kim, dia jauh lebih
menang," dia berpikir. "Kalau si nona Jie lihat anak muda ini,
bisa jadi dia penuju dan lantas jatuh cinta ! Sungguh sobatku
ini beruntung andaikata dia bisa genggam bunga mawar itu
dalam tangannya....."
Oleh karena memikir demikian, diam2 Tiong Hauw pun
cemburuan. Lantaran ini, dia lantas sengaja pakai baju sutera,
pakai angkin dan kaca mata, begitupun kantong uang dia
tidak lupai, hingga dia nampaknya aksi sekali. Dia tidak mau
kalah..... Tidak lama telah datang waktunya dahar, Tiong Hauw dan
sobatnya diundang bersantap. Tapi pemuda gila basa ini sibuk
sendirinya, lebih dulu dia minta seorang pegawai pergi


Riwayat Lie Bouw Pek Karya Wang Du Lu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kerumahnya Jie Piauwsu, akan tengok keluarga itu sudah
berangkat atau belum. Dia belum selesai dahar, atau pegawai
itu sudah kembali, air mukanya tersungging dengan
senyuman. "Lie Siauwya benar berjodoh dengan si nona she Jie!"
berkata pegawai ini sambil tertawa. "Barusan waktu aku baru
saja sampai digang dirumahnya keluarga Jie itu, didepan
rumah sudah menunggu sebuah kereta besar, rupanya orang
tua itu hendak ajak isteri dan gadisnya pergi pesiar ke bio . . .
." Tiong Hauw jadi sangat besemangat.
"Hayo dahar lekasan, mari kita lantas berangkat!" dia desak
Bouw Pek. "Kalau orang sampai duluan di bio dan telah
bercampuran dengan orang banyak, sukar untuk cari mereka !
. . . ." Juga Bouw Pek ingin lekas2 dapat lihat si nona yang
begitu disohorkan, dia lalu dahar dengan cepat, maka
sebentar kemudian mereka sudah cuci tangan dan muka.
,,Bawalah pedangmu, sobat," Tiong Hauw kata pada
sobatnya. Sesampainya didepan toko, Tiong Hauw kata pada
sobatnya : "Lebih baik kita melongok dulu kerumah mereka, buat lihat
mereka sudah berangkat atau belum ...''Bouw Pek manggut
dan mengikuti dibelakang.
Selagi menuju kegang dimana ada rumahnya Jie Piauwsu,
Bouw Pek dan sobatnya dapat kenyataan Kielok ramai luar
biasa. Banyak orang umumnya mau pergi ke Tiang Cun Sie,
untuk bayar kaul, minta berkah dan pesiar. Terutama buat
anak2 muda, pesiar ketempat keramaian paling
menggembirakan. Suara roda roda kereta ramai sekali.
Sebentar kemudian kedua anak muda sudah sampai
dimulut gang yang dituju.
"Itu rumahnya Jie Loopiauw," kata Tiong Hauw sambil
tunjuk rumah dengan pintu hitam disebelah utara jalanan.
"Tetapi, eh, mana keretanya ?" Dia menjadi sibuk sekali.
"Hayo, hayo kita menyusul ! Si nona tentu sudah berangkat!
... Tidak tempo lagi, Tiong Hauw ajak sobatnya lekas berlalu
dari gang, begitu sampai dijalan besar dan lihat sebuah kereta
kosong, mereka lantas naik atas kereta itu.
"Ke Tiang Cun Sie di Tongkwan !" kata Tiong Hauw pada
kusir. Keretanya Tiong Hauw dan Bouw Pek pun berjalan diantara
kereta2 lain, disepanjang jalan siorang she Sek terus
celingukan, Lakunya seperti alap2 saja, matanya mengawasi
nyonya2 muda, nona2 manis. Buat ini dia punya alasan,
katanya dia hendak cari Loo Piauw dan anak isterinya.
Kemudian dia nampaknya lesu juga, lantaran sampai begitu
jauh dia belum pernah tengok tampang mukanya nona Siu
Lian. "Apa dia tidak jadi pergi ke gereja"'. Akhirnya dia
menduga2. Bouw Pek juga memandang kekiri dan kekanan, dia lihat
nona2, tetapi tidak ada satu yang menarik perhatiannya,
hingga akhirnya dia kata dalam hatinya :
"Kalau Jie Siu Lian yang disohorkan elok sama saja dengan
mereka ini, kendati silatnya tinggi, tidak nanti aku mau adu
kepandaian sama dia, hari ini juga aku akan segera pulang ke
Lamkiong!..."
Dari atas keretanya, sedikit jauh didepannya, sekarang
Bouw Pek bisa lihat terpancernya dua tiang bendera yang
dicat merah , diatasnya dikibarkan selembar bendera kuning
Heng uy kie dengan ada tulisan empat huruf "Ban Kouw Tiang
Cun," Bendera itu menyatakan bahwa orang sudah sampai di
gereja Tiang Cun Sie.
Dua anak muda ini lompat turun dari kereta mereka, baru
saja mereka hendak turun mendesak diantara orang banyak
tiba2 dari samping ada yang memanggil mereka :
"Sek Siauwya !" katanya.
"Siapa ya ?" pikir Tiong Hauw, yang lantas menoleh
kejurusan dari mana suara panggilan datang.
Dari antara orang banyak lantas muncul seorang, tangan
siapa segera di gape2kan pada mereka. Setelah dia sudah
kenali orang itu, Tiong Houw girang bukan main, sebab orang
itu adalah Ho Hweekie si cerdik.
"Eh, kau sampai duluan ?" dia tegor.
"Aku telah dapat lihat Nona Jie ! dia kata, dengan tidak
perdulikan pertanyaan orang. ,Dia bersama ibunya serta
seorang kurus yang bermuka kuning......."
"Dimana dia?" Tiong Hauw tanya.
"Dia baru saja masuk," sahut Ho Hweekie, sambil berpaling
kedalam bio. Tiong Houw segera teriaki Bouw Pek.
"Marilah '" dia kata, seraja jalan dimuka, Ho Hweekie
dibelakangnya, dan Bouw Pek paling belakang. Tidak lama
mereka sudah sampai di toa thian, yang pun penuh dengan
orang, suaranya gemuruh, sedang asap hio mengulek
memenuhi ruangan.
Lie Bouw Pek tidak bisa lihat di bio itu dipuja patung apa,
bersama Tiong Hauw, dia celingukan, kebarat dan ketimur.
Ho Hweekie juga bantu mencari, sampai dia tarik tangan
bajunya Tiong Hauw.
"Lihat, apa itu bukan dianya ?" berseru pegawai ini
akhirnya. Tiong Hauw segera menoleh, Bouw Pek turut dia.
Tangannya Hweekie menunjuk pada seorang lelaki kurus dan
muka kuning, usianya baru empat puluh lebih, pakaiannya
baru, bajunya pendek, orang ini sedang berdesakan diantara
orang banyak. Lie Bouw Pek telah dapat lihat orang yang dimaksudkan,
dia tercengang. Dia telah tampak seorang nona, yang
sekalipun didalam impian, dia belum pernah lihat. Dia mesti
mengawasi dengan bingung, seperti dua kawannya !
Si nona Jie, yang tidak ketahui sikapnya tiga orang itu,
terus pimpin ibunya buat diajak keluar, maka kemudian, Tiong
Hauw juga ajak dua kawannya pergi keluar, akan mengikuti,
disepanjang jalan mereka terus mengawasi, sambil ulur leher
dan kaki berjingkat, supaya mereka tetap dapat lihat si nona,
kendati cuma belakangnya, kuncirnya saja.......
Tiang Cun Sie bikin perayaan, Jie Loothaythay, yang
percaya Hud Kauw, sudah lantas ajak gadisnya pergi bersujut.
Jie Loo piauw tauw tidak ikut, untuk iringi isteri dan anak nya
dia kirim Tee lie kui Cui Sam, si Hantu Bumi.
Siu Lian bergembira, berjejalnya orang banyak tidak
menjadi halangan baginya, dia hanya jemu kalau ketemu atau
menyaksikan tingkahlakunya beberapa pemuda hidung kapur,
yang bawa aksi menengil, yang menjemukan di pemandangan
matanya. iapun tidak senang, kalau ada orang awasi dia
mati2an, dia tidak bangga akan kecantikannya, dia hanya
anggap perbuatan orang itu tidak pantas. Karena dia bermata
jeli dia lantas dapat lihat sikapnya Tiong Hauw dan Bouw Pek,
yang mencurigakan.
Dua anak muda itu terus menguntit sampai diluar gereja,
dimana si nona dan ibunya telah hampirkan kereta mereka.
Pakaian sutera yang indah mentereng dari Tiong Hauw dan
pedangnya Bouw Pek, adalah dua hal yang menarik
perhatiannya nona ini.
"la bertubuh kekar dan membawa pedang, dia mestinya
mengerti silat," demikian Siu Lian pikir tentang Bouw Pek. "Dia
selalu ikuti kita, apakah dia musuh ayah atau konco dari
musuh ayah ?"
Oleh karena curiga, duduk dikeretanya, Siu Lian pasang
mata dibetulan jendela kereta, akan awasi dua orang itu.
Dengan jalan kaki, Tiong Hauw dan Bouw Pek terus
mengintil, mata mereka tetap ditujukan kereta. Mereka tidak
tahu, atau berpura2 tidak tahu, yang si nona perhatikan sepak
terjang mereka.
"Tidak salah lagi, mereka mesti musuh ayah," akhirnya Siu
Lian pikir. Mereka tentu kuntit aku buat ketahui aku pergi
kemana." Nona Jie tidak takut, sebaliknya dia jadi gembira. Dia sudah
pikir, kalau dugaannya tidak keliru dan mereka itu turun
tangan, dia nanti tempur mereka, agar mereka mengerti
sedang berhadapan siapa.
Juga Tee lie kui telah bercuriga, apabila dia telah dapat
saksikan tingkah orang. "Dua orang telor busuk ini, kembali
jatuh hati pada nonaku!" pikir dia. "Mereka tentunya tidak
ketahui mereka sayang jiwanya atau tidak........"
Kendati demikian Cui Sam perintah si tukang kereta untuk
larikan kudanya. Maka sebentar saja, roda2 kereta lantas
menggelinding cepat, akan kemudian mulai masuk pintu kota.
Tiong Hauw dan Bouw Pek bertindak dengan cepat, akan ikuti
terus keretanya keluarga Jie, hingga mereka tinggalkan Ho
Hweekie, tetapi setelah kereta dilarikan cepat, mereka sendiri
pun ketinggalan, sedang Bouw Pek tidak niat lari sekuatnya
akan mengikuti terus. Dia lantas merandek.
"Rupanya mereka sudah engah!" dia kata sambil tertawa
"Biarlah mereka pulang duluan," Tiong Hauw bilang. "Kita
toh ketahui rumahnya
Sesampainya dipintu kota, dua orang ini lalu menyewa
kereta. Tukang kereta diperintah menuju kegang dalam mana
keluarga Jie tinggal, begitu sampai mereka lompat turun,
setelah membayar uang sewa mereka bertindak masuk
kedalam gang. Pintu rumah keluarga Jie ditutup, rupanya dikunci rapat.
Mereka berhenti didepan rumah itu, berdiri mengawasi.
"Sutee," kata Tiong Hauw akhirnya sambil berbisik, "kau
telah saksikan si nona, pintunya sekarang dikunci, maka
terserah pada keberanianmu! Apa kau berani ketok pintu, buat
ketemu si nona akan tantang dia piebu " Kalau kau menang,
dalam sekejap saja kau akan bertunangan dengan dia !" Oh,
bagaimana menggembirakan !"
Bouw Pek merasa seperti semangat nya sudah terbetot
oleh si nona she Jie. Dia mengerti anjurannya Tiong Hauw,
mengetok pintu dan majukan tantangan adalah perbuatan
lancang, dengan begitu, sobat ini harap sangat dia nanti
terguling ditangan nona itu. Kendati demikian, dia seperti lupai
bahaya. Dia tidak kata apa2, tetapi dia bertindak ditangga,
akan terus saja mengetok pintu..........
Menampak sobatnya benar2 ketok pintu air mukanya Tiong
Hauw berobah, buru2 dia mundur dua tindak. Dia terus awasi
sobat itu. Lie Bouw Pek mesti ulangkan ketokannya sampai beberapa
kali, barulah daun pintu dibuka oleh seorang usdia tigapuluh
tahun lebih, tubuhnya tinggi dan besar, mukanya hitam,
kuncirnya dililit dikepala. Orang itu pakai pakaian sepan,
sepatunya sepatu "jiauw tee houw eh" " sepatu "harimau
menyakar tanah." Dengan roman bengis dia awasi tamunya,
yang dia tegor dengan kaku ; "Kau cari siapa ?"
Bouw Pek bisa lihat roman bengis dan sifat aseran orang
itu. "Aku cari nona Jie buat piebu, aku tidak boleh tarik urat
dengan orang ini," dia pikir. Lalu dengan manis dia
menyawab: "Aku datang buat kunjungi Jie Loo piauw tauw...."
Sebelum si muka hitam menyahut, dipintu muncul orang
lagi, ialah si kurus muka kuning Dia terus saja bisiki si muka
hitam itu, hingga dia ini kelihatannya gusar.
"Ambillah golokku!" dia menitah. Kendati demikian, dia
maju melewati pintu, tangannya dia ulur, rupanya dia hendak
jambak tamunya. Bouw Pek mundur sampai dia turun dari
tangga. "Kau sebenarnya mau apa?" si hitam menegor. "Dari
gereja Tiang Cun Sie di Tongkwan, kau telah menguntit
sampai di sini! Aku kasi tahu kau, baiklah kau buka matamu
sedikit lebar! Jikalau kau memikir buat membunuh mati Jie
Loo piauw tauw, kau mesti lebih dulu cari tahu aku Ngo jiauw
eng Sun Ceng Lee, boleh dibuat permainan atau tidak!"
Ucapan ini segera disusul oleh sambaran kepalan.
Lie Bouw Pek tolong dirinya dengan tolak mundur kepalan
orang itu. Tatkala itu Cui Sam sudah kembali dengan goloknya Sun
Ceng Lee, si orang she Sun lekas menyambuti, sambil maju,
dia terus menyerarg lagi.
Terpaksa Lie Bouw Pek cabut pedangnya akan menangkis,
akan layani penyerang yang aseran itu. Mereka telah
bertempur baru empat jurus, atau nona Jie telah muncul,
pakaiannya ringkas, kepalanya dibungkus, tangannya
memegang siang too, sepasang pedang.
"Sun Toako, silahkan minggir, kasi aku yang layani dia!"
berseru si nona, suaranya nyaring tetapi halus. Bouw Pek lihat
si nona keluar, dia lekas2 lompat minggir.
"Tahan dulu, tahan!" dia berkata. "Aku datang bukan
dengan maksud jahat, aku dengar nona ini bugeenya tinggi,
aku ingin piebu dengan dia. Kalau nanti kita sudah bertempur,
tidak perduli siapa yang menang atau kalah, aku akan lantas
berlalu lagi, aku tidak akan lama2 disini.
"Telor busuk!" Sin Ceng Lee membentak. "Ada alasan apa
maka sumoayku mesti piebu dengan kau?" Dia maju pula, dia
geraki goloknya dan menyerang.
Jie Siu Lian pun maju dengan tidak kata apa, kendati Sun
ceng Lee teriaki supaya dia mundur, dia tidak mau meladeni,
dia menyerang terus, sampai akhirnya sitoako mengantapnya.
Tapi toako ini pun terpaksa maju terus.
Dengan sebelah tangan Bouw Pek tangkis tiga golok dari
dua musuhnya, lantaran dia lihat dia dikepung, dia lantas
lompat mundur, disitu dia lemparkan sarung pedangnya. yang
dia lolosi dari pinggangnya, dan dia singsatkan pakaiannya,
hingga dia jadi bergerak dengan leluasa. Kemudian dia baru
merangsak lagi. Sembari berkelahi, dia perhatikan gerakan
golok si nona. Dengan cepat sepuluh jurus telah lewat, lantas Sun Ceng
Lee berhenti menyerang, dengan napas tersengal2 dia berdiri
dipinggir sambil mengawasi!
Meski begitu, dia masih teriaki si nona akan mudur, akan
dia yang terus melayani musuh ....
Siu Lian tidak perdulikan kawan itu, dia sendiri terlalu repot
melayani Bouw Pek, pedang siapa bergerak2 laksana seekor
ular perak, yang sambar dia dari segala jurusan yang
menikam secara hebat. Kecuali repot telapakan tangannya
juga sudah mulai gemetar, karena seringnya senyata mereka
beradu dan setiap kali beradu, tangannya kesemutan karena
hebatnya benturan !
Pedangnya tamu tidak dikenal itu bergerak makin seru,


Riwayat Lie Bouw Pek Karya Wang Du Lu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tubuhnya enteng dan gesit
Sekali, tetapi sekalipun demikian, dia "bertempur sambil
unjuk muka tersungging senyuman, menunjukan sikap yang
manis, sedikit juga dia tidak tertampak bersungguh2 atau
sengit. Dan apa yang luar biasa, kendati serangan selalu
hebat, tidak ada satu yang diteruskan buat melukai dengan
sungguh sungguh. Nyata anak muda itu kuatir pedangnya
nanti minta korban.
Segera Siu Lian jadi sibuk berbareng malu dan heran.
Percuma dia mencari jalan akan balas rangsak musuh,
kesudahannya adalah dia terus kena didesak !
Cui Sam menonton dari sebelah dalam pintu, hatinya
berdebaran, dia kualir yang nonanya nanti kena dipecundangi.
Sun Ceng Lee kemudian maju pula akan membantu si nona
kepung lawan yang tangguh itu.
Penonton lain yang hatinya paling tertarik adalah Sek Tiong
Houw, yang menyaksikan dari tempat jauh. Dekat sama dia
ada beberapa orang lain yang kebetulan lewat disitu dan
berhenti akan menonton, kapan mereka lihat ada orang
sedang adu kepandaian. Diantara mereka ini, tidak ada satu
yang kelihatan mau memisahkan.
Adalah saat itu Jie Hiong Wan muncul di mulut gang,
tangannya menenteng kurungan burung, dalam mana ada
seekor burung gelatik.
Sek Tiong Hauw sudah lantas dapat lihat orang tua itu,
tidak tempo lagi, dia lari menyingkir. beberapa orang yang
lihat jago tua itu lalu menghampirinya.
Lihat, Jie Loosiok," kata mereka, "lihat, si nona sedang
bertempur!"
Hong Wan kaget, dia lantas lari kegang maka dari situ, dia
lantas menyaksikan pertempuran antara gadisnya dan seorang
yang tidak dikenal, dengan muridnya berada di fihak anaknya
itu. Sambil berlari2, dia pasang mata. Dia bermata tajam,
begitu lihat, gerakan tangan orang, dia lantas mengerti bahwa
anak muda itu muridnya guru yang pandai. iapun lihat yang
anaknya sudah ke teter, bahwa Sun Ceng Lee sudah tidak
punya guna. Tapi diapun mengerti, bahwa orang tidak
bermaksud jahat, karena itu
dia tidak terkejut seperti semula.
"Tahan!" dia berteriak, setelah datang dekat. "Tahan!"
Lie Bouw Pek tidak lantas hentikan gerakan pedangnya,
ujung pedangnya sementara itu telah kena sontek jatuh
saputangan orang yang dipakai mengikat kepala.
Siu Lian lihat ayahnya, dia lari menghampirkan orang tua
itu. "Ayah, orang itu menghina kita!......."
Napas Sun Ceng Lee sudah sangat memburu, kendati
demikian, dia masih tidak mau undurkan diri, dia paksa
hendak rangsak fihak lawan.
Hiong Wan serahkan kurungan burungnya pada anaknya,
golok siapa sebaliknya dia ambil. Dia maju menghampirkan,
kemudian sambil berlompat, dia menjelak, akan tahan senjata
kedua fihak. "Tahan!" dia berteriak pula. "Aku Jie Hiong Wan. Marilah
bicara! jangan bertempur terus!" Lie Bouw Pek lompat mundur
beberapa tindak.
"Suhu, orang ini kurang ajar!" kata Sun Ceng Lee, dengan
napas masih memburu. "Mari kita hajar dia, supaya dia kenal
kelihayan kita!......"
"Keliehayan kita?" jago tua itu ulangkan dengan bersenyum
tawar. "Kelihayan
apa kita punya" Sudah sekian lama kita berdiam di rumah
saja, guna lewatkan penghidupan tenteram, tidak urung masih
saja tidak putusnya datang orang2 yang ganggu kita, yang
menghina kita....."
Lantas jago tua ini ulapkan tangan pada gadisnya, buat kasi
tanda supaya anak itu pergi pulang, sedang Sun Ceng Lee dia
minta supaya jangan bicara lebih jauh. Sesudah itu, dia hadapi
Lie Bouw Pek. "Melihat romanmu, tuan, kendati kau pandai silat, kau
mestinya bukan orang dari kalangan Sungai Telaga," dia
berkata. "Kita tidak kenal satu pada lain, diantara kita tidak
ada permusuhan, kenapa kau satroni rumah kita dengan
bawa2 senjata, kenapa kau coba perhinakan anak perempuan
dan muridku?"
Tiat cie tauw bicara dengan hormat, tetapi perkataannya
tajam. Maka itu, ditanya demikian rupa, Bouw Pek menjadi
bermuka merah, bahna jengah. Lekas dia jumput sarung
pedangnya, masukkan pedang kedalam sarungnya dan
mencantel kan di pinggangnya. Dia pun lekas lekas rapikan
pakaiannya. "Maafkan aku, loocianpwee," dia kata seraya unjuk
hormatnya, "harap loocianpwee tidak menyadi gusar oleh
karena perbuatanku ini yang sembrono. Tapi baiklah
loocianpwee tidak keliru mengerti, aku sebenamja tidak
kandung maksud jahat, kami bertempur sebab aku tidak dikasi
tempo buat bicara. Aku Lie Bouw Pek dari Lamkiong, aku
muridnya kedua suhu Kang Lam Hoo dan Kie Kong Kiat......"
"Jie Lauw Tiauw terperanyat apa bila dia dengar nama dua
hiapkek tua itu, hingga dia awasi anak muda itu dengan
mendelong. "Kiranya kau muridnya kedua loohiapkek itu?" dia
menegasi. "Kie Kong Kiat sobat kekalku, ketika dia tinggal di
Lamkiong, dia sering kunjungi aku. Kami seperti saudara
benar. Kang Lam Ho aku tidak kenal, aku belum pernah
ketemu dia, akan tetapi namanya yang besar aku sudah lama
dengar, aku memang kagumi dia. Anak muda, kau adalah
loohiantit dari aku!"
Setelah kata begitu, jago tua ini tertawa, dia maju akan
pegang tangan orang.
"Mari hiantit, silahkan masuk, kita boleh bicara didalam
rumahku!" dia mengundang.
Bouw Pek terima baik undangan itu. dia ikut masuk. Tapi
sekarang dia tambah jengah, karena dia dengar tuan rumah
bilang, guru she Kie adalah sobat kekal dari tuan rumah ini.
Hiong Wan undang tamunya kekamar barat, yang berada
dibagian luar dari rumahbesar. Dia perintah Cui Sam ambil teh
dan tamu ini dia ajar kenal pada Sun Ceng Lee, siapa telah
ikuti gurunya itu dengan hati tidak tenteram karena dia tidak
sangka bahwa diantara gurunya dan si tamu sedikit nya ada
hubungan tidak langsung......
Bouw Pek berlaku hormat, pada Ceng Lee dia haturkan
maaf. "Sejak aku tutup perusahaan piauw, selama ini sudah
berjalan enam atau tujuh tahun, aku selalu berdiam dirumah,"
tuan rumah kemudian berkata menerangkan keadaannya
sendiri. Sejak itu, aku tidak punya hubungan lagi dengan
sobat ku dari kalangan Sungai Telaga. Gurumu, Kie Kong Kiat,
tinggal dekat dari sini, dia suka kunjungi aku, sebaliknya aku
tak pernah balas mengunjunginya. Adalah setelah lama juga,
baru aku dengar yang sobatku itu telah meninggal dunia.
Sekarang ini usiaku sudah tua, tentang anak2 muda, aku tidak
ketahui, dengar nama mereka pun tidak. Ini, hiantit, terbukti
dengan kau sendiri, aku tidak kenal kau kendati kau muridnya
sobat kekalku. Coba kau tidak perkenalkan diri, pasti aku terus
tidak ketahui, yang dimana hidupnya, gurumu telah terima
kau sebagai muridnya. Kau murid yang baik!"
,,Kau telah undurkan diri, loocianpwee, tidak heran apabila
kau tidak kenal aku!" kata Lie Bouw Pek, yang lebih jauh lalu
tuturkan hal ihwalnya sendiri.
"Ada urusan apa maka kau dalang kemari, hiantit?"
kemudian tuan rumah tanya.
Ditanya begitu, Bouw Pek kemekmek. Tadinya dia tidak
mau mengasi tahu hal yang sebenarnya, tapi mengingat tuan
rumah adalah sobat gurunya, sedang wayahnya si nona telah
menarik sangat hatinya, dia anggap baik dia berlaku terus
terang. Maka mesti dengan kurang lancar, dia menyahut;
"Maksudku yang pertama adalah buat kunjungi
loocianpwee, nama loocianpwee telah lama bikin aku kagum,
sedang loocianpwee adalah sobat baik dari guruku. Sebab lain
lagi, adalah aku telah dengar loocianpwee punya puteri, yang
budi nya tinggi, tentang siapa katanya loocianpwee pernah
omong, kalau ada anak muda yang belum menikah, yang
berani lawan piebu dengan puteri itu dan bisa menangkan
siputeri, si anak muda boleh lantas lamar puterimu itu.
Begitulah dengan lancang aku telah datang kemari dan lawan
piebu puteri loocianpwee......"
Bouw Pek likat, kendati demikian, dari sakunya tarik keluar
sapu tangan sulam pembungkus kepala Siu Lian, yang tadi dia
sontek terlepas dari kepalanya si nona selagi mereka
bertempur. Dia letakkan saputangan itu diatas meja, selaku
bukti dari kemenangannya Saputangan itu agaknya seperti
Siukiu saja.......
Melihat saputangan itu, Jie Hiong Wan mendongkol, tetapi
kemudian., dia tertawa berkakakan.
,,Loohiantit, kau telah dipermainkan orang!" kata dia
dengan tiba2. "Sama sekali aku tidak pernah lepas kata
demikian!"
Bouw pek terperanjat, Tapi dia masih belum mau mengerti.
Ketika dia hendak buka mulutnya, tuan rumah dului dia;
"Anakku, Siu Lian, sedari masih kecil, sudah ditunangkan,"
berkata tuan rumah ini. , ,Tunangannya adalah putera yang
kedua dari Beng Loo piauw tauw dari Soan hos hu. Tahun ini
anakku masuk umur tujuh belas, lain tahun aku
menghantarkan dia ke Soan hoa guna langsungkan
pernikahannya. Bagaimana, anak yang sudah ber tunangan
aku mesti janjikan lagi pernikahan dengan orang lain, dengan
perjanjian piebu dulu" Aku percaya, dalam hal ini kau sudah
jadi korban dari kawan sepantarmu, yang telah permainkan
kau. Kau percaya obrolan kawanmu, kau telah datang kemari
mencari aku. Tapi aku tidak gusar, loohiantit, aku pun harap
kau tidak kecil hati. Aku girang bisa ketemu kau, loohiantit,
dengan begini aku jadi dapat tahu, yang sobatku almarhum
sudah dapat kan kau, murid yang berharga. Selanjutnya tidak
ada halangan kau sering2 datang padaku disini. Aku nanti
lihat2 nona yang sembabat untuk kau."
Tapi Bouw Pek melongo setelah mendengar keterangan
tuan rumah, dia seperti orang yang diguyur air dingin,
pengharapannya seperti telah terbang dengan mendadak. Hal
ini dengan sebenarnya bikin dia hilang harapan. Maka
akhirnya, dia menghela napas.
"Cukup, lauwsiok, baik kau tidak omong lebih jauh, aku
malu . . . . " kata dia. Dia lalu berbangkit sambil gedrukkan
kaki. ,Aku sungguh lancang aku bersyukur yang lauwsiok telah
tidak gusari aku. Sebenarnya, selanjutnya aku tidak ada muka
akan datang ketemui lauwsiok pula.....
Bouw Pek angkat tangan memberi hormat,, lantas dia
bertindak keluar.
Juga Jie Hiong Wan turut merasa tidak enak hati, karena
dia mengerti kejengkelan orang. Dia lekas berbangkit, buat
menahan anak muda itu.
"Silahkan duduk dulu, hiantit, mari kita bicara lebih jauh,"
dia berkata "Tentang kejadian ini baiklah kita pandang seperti
tidak terjadi, baiklah kita jangan ingat lebih lama pula......"
Bouw Pek geleng kepala.
"Tidak, aku ingin berlalu sekarang," dia menyahut, dengan
masgul. Dia lalu menjura pada tuan rumah, lantas dia berlalu.
Hiong Wan hantar anak muda itu sampai diluar.
"Kalau sebentar kau sampai dirumah dan ketemu sobatmu,
harap kau jangan bikin ribut dengan dia itu," dia pesan
"Memang sudah biasanya anak2 muda suka gauwkun satu
sama lain, secara melewati batas....." Kembali Lie Bouw Pek
geleng kepala. "Aku tidak akan sesalkan sobatku," dia bilang, "aku hanya
sesalkan diriku, yang terlalu semberono!....."
Sekarang mereka sampai dipintu luar, Bouw Pek permisi
berlalu. Tindakannya lesu, semangatnya telah runtuh, agaknya
dia sama dengan anak sekolahan yang tidak lulus dari
ujian...... Baru saja dia muncul digang, Sek Tiong Hauw sudah papaki
dia. "Bagaimana, apa kabar girang telah di dapatkan sobat?"
sobat jail ini menanya. Tapi Lie Bouw Pek pandang sobat itu
dengan senyuman ewah, tampang mukanya merah.
"Kau benar pandai menipu orang !" dia kata dengan
mendongkol. , Kau telah bikin aku lakukan suatu perbuatan
semberono dan lancang !" Setelah kata begitu, dia jalan terus.
Tiong Hauw tidak puas, tetapi dia tidak kata apa2, dia ikuti
sobat itu, pulang ketoko Tay Tek Hoo.
Sesampainya dikamarnya, Bouw Pek lolos kan pedangnya
dan letakkan senjata itu diatas meja. Dia lalu menarik napas
panjang dan pendek, dia jatuhkan diri dikursi, dimana dia
duduk menyender dengan lesu. la menyesal bukan main.
Tiong Hauw rebahkan diri ditanah, buat terus sedot pipanya.
"Sutee, bagaimana kau bilang bahwa aku telah tipu kau ?"
dia tanya sembari ngelepus. "Mustahil nona Jie kurang cantik,
bugee nya tidak sempurna " Apakah dia tidak setimpal dengan
kau ?" Jawaban itu tidak sedap didengarnya oleh Bouw Pek.
"Bagaimana kau tidak tipu aku" Coba jawab kapan Jie
Piauwsu pernah keluar kan omongan, bahwa dia suruh
anaknya piebu buat cari pasangan untuk si anak sendiri ?"
Mendengar demikian, Tiong Hauw tertawa berkakakan.
"Jikalau aku tidak kata demikian, belum tentu kau suka
datang kemari," dia jawab "Tapi, tidak perduli Jie Piauwsu
pernah mengucap demikian atau tidak, kau sekarang sudah
piebu dengan nona she Jie itu ! Potonganmu, romanmu,
bugeemu, semua dapat dilihat oleh Jie Piauwsu, kalau kau
buka mulut meminang puterinya itu, mustahil dia nanti tampik
kau ?" "Kau tidak ketahui !" Bouw Pek bilang, sambil bersenyum
dingin. "Jie Loo piauwsu sebenarnya sobat kekal dari suhu
semasa hidupnya suhu, sedang puterinya itu sedari siang2
telah ditunangkan pada putera kedua dari Beng Loo piauw
tauw dari Soanhoa ! Tahun depan si nona akan diantar ke
Pendekar Jembel 6 Kemelut Di Ujung Ruyung Emas Karya Khu Lung Kisah Si Rase Terbang 13

Cari Blog Ini