Ceritasilat Novel Online

Tujuh Pedang Tiga Ruyung 10

Tujuh Pedang Tiga Ruyung Karya Gan K L Bagian 10


sedangkan yang dua orang tentu takkan ikut pergi karena harus menghadapi diriku disini.
Sebaliknya Siu Su pasti akan berusaha ikut kepergianku."
Mendadak ia terus melompat kesamping dan melayang pergi.
Bersambung ke-16.
Jilid 16 Benar juga, Siu Su juga yakin Buyung Siok-sing pasti tidak mau pergi lebih dulu,
disangkanya yang kabur itu ialah Toanbok Hong-cing, kalau Buyung Siok-sing masih tinggal
disini, ia pikir untuk apa kudiam juga disini"
Karena pikiran itu, serentak ia pun mengejar kesana.
Maka yang tertinggal disitu sekarang hanya Toanbok Hong-cing dan Ciok Ling berdua saja.
Karena mereka juga tidak mau bersuara, dengan sendirinya mereka tidak tahu siapa pihak lain.
Pikir Ciok Ling, Buyung Siok-sing tidak mungkin kabur lebih dulu, yang pergi itu tentu
Toanbok Hong-cing, dia bermaksud memancing pergi Buyung Siok-sing, siapa tahu Buyung
Siok-sing justru sengaja tinggal disini sampai semuanya pergi lebih dulu."
Sebaliknya Toanbok Hong-cing juga lagi berpikir sama, disangkanya Ciok Ling yang pergi dulu
dan disusul oleh Siu Su.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Meski mereka bertiga terhitung orang cerdik, tapi mereka tetap tidak dapat menyelami perasaan
kaum wanita yang jelimet, dan sekali salah duga, semuanya menjadi kacau balau!
Jadi baik Toanbok Hong-cing maupun Ciok Ling sama mengira pihak lain adalah Buyung Sioksing.
Tadi Toanbok Hong-cing mendengar pujian Mao Bun-ki terhadap sang Suci, sudah timbul
maksudnya akan menguji kehebatan kungfu Buyung Siok-sing, sekarang tanpa ragu lagi ia
lantas mendahului menyerang.
Ciok Ling juga berpikir setelah Siu Su pergi, biarlah kutahan Buyung Siok-sing disini. Maka ia
menangkis serangan lawan dan balas menyerang.
Kedua orang sama tidak menggunakan kungfu perguruan sendiri melainkan saling labrak
dengan bungkam, setelah belasan jurus, mendadak Ciok Ling menubruk maju, secara beruntun
tangan yang satu menjotos muka lawan, menyusul kepalan yang lain terus menghantam dada,
Inilah serangan berantai Bu-tong-pai yang lihai. Akhirnya tanpa terasa Ciok Ling mengeluarkan
juga kungfu perguruan sendiri.
Dengan sendirinya Toanbok Hong-cing kenal kungfu orang , cepat ia melompat mundur sambil
berteriak, "Ciok Ling?"
Tentu saja Ciok Ling juga kaget dan menahan daya pukulannya, serunya dengan sangsi, "Eng. .
. engkau Toanbok-heng"!"
Toanbok Hong-cing mengentak kaki dan menggurutu, "Wah celaka! Kita salah sangka semua!"
Cepat Ciok Ling melompat keatas pagar tembok, namun suasana malam sunyi senyap,
bayangan Siu Su dan Buyung Siok-sing sudah tidak kelihatan lagi.
"Wah, bilamana Siu Su menyangka Buyung Siok-sing yang ikut pergi bersama dia itu ialah
salah seorang diantara kita, akibatnya sungguh sukar dibayangkan," gumam Ciok Ling.
"Kejar!" seru Toanbok Hong-cing.
"Mungkin tidak dapat menyusulnya lagi," Ciok Ling menggeleng.
"Tidak dapat menyusulnya juga harus dicoba." seru Hong-cing.
Segera mereka memburu ke jurusan sana. . . . . .
. === ooo OO ooo ===
Sementara itu, dalam waktu singkat saja Siu Su sudah dapat menyusul bayangan orang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
didepan, ia yakin yang disusulnya pasti Toanbok Hong-cing, maka ia lantas berseru, "Tunggu
sebentar, Toanbok-heng!"
Tentu saja Buyung Siok-sing bergirang demi mengenali suara Siu Su, namun dia tidak
memperlihatkan sesuatu tanda dan berhenti.
Begitu sampai didepan orang, dengan tertawa Siu Su berkata pula, "Untung tadi cuma ada
empat mayat hidup, kalau tidak, bisa tambah membingungkan orang. Toanbok-heng, Buyung
Siok-sing itu sungguh perempuan luar biasa, hanya sayang berwajah buruk, kalau tidak tentu
jadilah dia nona serba lengkap dan sukar dicari bandingannya."
Sama sekali tak terpikir olehnya bahwa orang yang jalan berendeng dengan dia justru adalah
Buyung Siok-sing yang "berwajah buruk".
Sembari bicara mereka berlari lagi sekian jauhnya kedepan. Mendadak Buyung Siok-sing
memutar kesamping.
Selagi Siu Su hendak tanya apa kehendak orang, mendadak pergelangan tangan sendiri telah
kena dicengkeram. Sama sekali tak terpikir olehnya gerak memutar Buyung Siok-sing itu hanya
untuk membelokkan perhatian Siu Su dan ternyata anak muda itu dapat ditipunya.
Keruan Siu Su kaget, "Hei, siapa kau?"
Dengan mencengkeram urat nadi pergelangan tangan Siu Su, cepat Buyung Siok-sing
menambahi lagi tutukan pada Kik-ti-hiat di bagian kedua lengannya sehingga tangan Siu Su
tidak dapat bergerak lagi, tapi kaki tetap dapat berjalan.
Sembari tetap berlari dan tetap menarik tangan Siu Su, Buyung Siok-sing lantas menjengek,
"Hm, kau tanya siapa aku" Inilah Buyung Siok-sing yang berwajah buruk!"
Seketika Siu Su melenggong dan tidak sanggup bicara lagi. Tapi apa daya, kedua lengan terasa
kaku, tanpa kuasa ia ikut lari terseret.
Tentu saja ia gugup, cemas dan juga menyesal, sejenak kemudian ia coba berkata, "Nona
Buyung, kau tahu antara lelaki dan perempuan ada pembatasannya, caramu memegang
tanganku ini bukankah kurang sopan?"
"Hm, jika kau ingin kulepaskan tanganmu, boleh juga kututuk hiat-to pingsanmu, boleh kau
pilih." Siu Su terkesiap, saat ini dia masih ada harapan dapat membebaskan diri, jika tertutuk pingsan,
nasibnya tentu celaka. Terpaksa ia diam saja.
"Betapapun aku juga tidak dapat memanggul dirimu, maka kakimu harus lebih giat sedikit," ujar
Buyung Siok-sing.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Siu Su menyesali dirinya yang ceroboh sehingga tertipu seorang perempuan.
Selang sejenak, kembali ia bertanya lagi, "Nona Buyung, sesungguhnya hendak kau bawaku
kemana" Ketempat gurumu atau mencari nona Mao?"
"Kau tahu Sumoaiku berada dimana?"
Tergerak hati Siu Su, jawabnya, "Meski sekarang tidak kuketahui, tapi bila kucari pasti dapat
kutemukan dia."
Ia pikir Toh dirinya memang ingin mencari Mao Kau, maka sekalian dapat mencari Mao Bun-ki,
tentu Buyung Siok-sing tak dapat menutuk pingsan padanya, sepanjang jalan juga tidak
mungkin selalu menggandeng tangannya, asalkan pegangannya mengendur sedikit, segera
ada kesempatan baginya untuk meloloskan diri.
"Baik, kupercaya kepadamu, lekas kita mencari Sumoaiku." kata Buyung Siok-sing. "Tapi awas,
jika kau sengaja main gila, nanti biar kau tahu betapa wajahku yang jelek ini tidak lebih jahat
daripada tanganku."
Diam-diam Siu Su membatin, "Sungguh konyol. Tanpa sengaja aku mengatakan mukanya
buruk, selama hidupku ini pasti akan dibencinya habis2an. Tampaknya sebelum dapat
kulepaskan diri sedikit banyak pasti akan tersiksa olehnya."
Belum habis ia berpikir, terdengar Buyung Siok-sing mendengus lagi, "Awas, jangan sekali-kali
berusaha melarikan diri. Dengan susah payah baru dapat kutawan dirimu, mana dapat
kulepaskanmu begitu saja. Waktu tidur akan kututuk hiat-to tidurmu, dalam keadaan sadar akan
kucengkeram urat nadimu, bila berani main gila bisa kupotong sebelah kakimu, lalu kubuatkan
kaki palsu bagimu. Toh aku ini perempuan buruk, apa pun dapat kulakukan, aku juga tidak
pantang pembatasan antara lelaki dan perempuan segala."
"Wah, celaka. . . ." kembali Siu Su mengeluh.
"Ayo, kejurusan mana" Lekas jalan!" bentak Buyung Siok-sing.
Siu Su memandang kegelapan malam sana, dimana Mao Kau berada mana dia tahu" Apa
daya" Terpaksa pasrah nasib dan melangkah maju ke depan.
. === oo OOOOO oo ===
Sejak pertemuan besar para kesatria yang berakhir dengan menghebohkan itu, dunia persilatan
daerah Kanglam menjadi lebih sepi daripada biasanya.
Namun diam-diam orang Bu-lim juga merasa heran, sebab para peran pokok dalam pertemuan
besar itu kemudian lantas tidak diketahui jejaknya. Bukan cuma Mao Kau saja yang tiada kabar
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
beritanya, sampai Ong It-peng, Cu Pek-ih, Hoa-san-gin-ho dan sebagainya juga tidak siketahui
kemana perginya. Lebih-lebih "Siu-kongcu" yang misterius itu, bayangannya saja tidak
kelihatan. Tapi didunia Kangouw lantas tersiar pula semacam berita. Katanya Leng-coa Mao Kau tidak
rela sarangnya diobrak-abrik orang, diam-diam ia sedang memupuk kekuatan untuk bangkit
kembali, bahkan pengaruhnya terlebih besar dan lebih misterius daripada dulu. . . . .
Walaupun desas-desus itu sangat santer, namun jejak Leng-coa Mao Kau tetap tak diketahui.
Menjelang musim panas, gumpalan awan memenuhi langit, malam tambah gelap, terkadang
berkumandang gemuruh guntur melempen, angin meniup membawa hawa kelembaban, suatu
tanda hujan badai selekasnya akan turun.
Ditengah antara kota Tanyang dan Tinkang, disawah ladang tepi jalan raya berdiri sebuah
Suteng atau rumah pemujaan leluhur yang sudah bobrok, dalam kegelapan malam rumah
berhala ini serupa seekor binatang raksasa yang mendekam di tengah ladang.
Bunyi serangga bagai paduan suara ditengah deru angin dan berkelebatnya cahaya kilat, tibatiba
dari kejauhan muncul lima sosok bayangan melintasi sawah ladang dan menuju kerumah
berhala itu dengan cepat.
Setiba di depan rumah berhala itu, dengan cerdik orang-orang itu mengawasi sekitarnya,
setelah pasti tiada sesuatu tanda mencurigakan, barulah mereka menyelinap kedalam suteng
yang daun pintunya sudah rusak sebelah itu.
Di halaman dalam rumput alang-alang hampir memenuhi halaman, ruangan tengah cukup
megah, tapi juga sudah bobrok, cat merah sama terkupas, daun jendela juga terlepas,
undak2an batu juga tumbuh rumput liar sehingga semakin menambah keseraman suteng yang
tak terawat ini.
Dua orang yang berjalan didepan menaiki undak2an batu dan mendorong pintu ruang tengah
dengan pelahan, terdengar suara keriut, daun pintu terpentang dengan mudah, segera debu
berhamburan dari atas.
Cepat orang-orang itu menyurut mundur, setelah debu rontok habis barulah mereka masuk
kesitu. Seorang diantaranya merapatkan lagi daun pintu dan kembali menimbulkan rontoknya
debu. Sekonyong-konyong cahaya api berkelebat, obor telah dinyalakan.
Di bawah cahaya api kelihatan galagasi memenuhi ruangan, debu bertimbun di-mana2, kecuali
altar sembahyang yang masih agak utuh, baik patung maupun meja sembahyang sudah sama
rusak dan runtuh, jelas tempat ini sudah lama sekali tidak dirawat. Bahkan patung apa yang
dipuja disini sudah tidak dikenal lagi.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Orang yang menyalakan obor itu adalah seorang pemuda jangkung berbaju ringkas, baru saja
dia tersenyum, segera ia menggerakkan kepalanya memberi isyarat kepada temannya.
Teman yang diberi isyarat juga seorang pemuda cakap berdandan ringkas, segera ia melompat
keatas altar, dengan hati-hati sekali ia gunakan dua jari untuk memegang pundak salah sebuah
patung, diam-diam ia mengerahkan tenaga untuk memutarkan. Maka terdengarlah suara
"keriat-keriut".
Sejenak kemudian, dibawah altar lantas muncul sebuah lubang sebesar dua-tiga kaki bulatan
tengahnya. Pemuda jangkung tadi memberi tanda kepada tiga orang temannya yang lain sambil mendesis,
"Ikut kemari!"
Dengan membawa obor segera ia mendahului melompat kedalam lubang.
Ketiga orang itu, yang satu lelaki bermuka hitam dan bercambang, seorang lagi setengah baya
bermuka putih dan berjenggot jarang, orang ketiga adalah lelaki pendek kecil tapi kelihatan
tangkas. Mereka saling pandang sekejap, tanpa bersuara mereka lantas ikut melompat kedalam lubang
itu dengan wajah prihatin, hal ini menandakan hati mereka agak tegang.
Si pemuda cakap cepat menarik jarinya yang memutar patung, lalu menyelinap juga kedalam
lubang dan patung itu segera bergeser kembali kepada posisi semula, segera juga lubang
dibawah altar lantas merapat kembali.
Setiba didalam lubang bawah tanah, ia mengangguk pelahan terhadap si pemuda jangkung
sebagai tanda semuanya sudah beres.
Pemuda jangkung juga mengangguk sebagai tanda tahu, lalu melangkah kedepan.
Di bawah cahaya obor kelima orang terus menyusuri sebuah lorong sempit, tercium bau apek
lembab yang menusuk hidung, suasana seram.
Kedua pemuda yang berjalan di depan seperti cukup apal terhadap lorong bawah tanah ini,
mereka tidak pernah berhenti. Setelah membelok dua-tiga kali, se-konyong2 angin dingin
menyambar tiba dan api obor mendadak padam.
Suasana menjadi gelap gulita, seram seperti di neraka.
Dalam kegelapan mendadak berkumandang orang membentak dengan suara tertahan, "Sunluikeng-cit (guntur musim semi mengejutkan ular)!"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Segera kedua pemuda yang berjalan didepan menjawab, "Leng-kau-ting-siau (naga sakti naik
ke langit) Dalam kegelapan seorang mendengus, cepat pemuda jangkung itu memberi hormat, "Tecu Thi
Peng dan Auyang Bing telah mengundang datang Wi-im-sam-kiat dan mohon berjumpa dengan
Insu (guru berbudi)."
Kiranya kedua pemuda ini adalah murid Mao Kau, yaitu dua murid utama kesepuluh Ciok-kutsucia,
Toat-beng-sucia (duta perengut nyawa) Thi Peng dan Gin-to-sucia (duta golok perak)
Auyang Bing."
Selesai mereka bicara, lorong bawah tanah itu mendadak terang benderang suara orang tadi
lantas berkumandang lagi dari balik tabir yang terpasang disebelah kiri lorong.
"Masuk!"
Dengan hormat Thi Peng dan Auyang Bing mengiakan, mereka membawa Wi-im-sam-kiat atau
tiga jagoan dari Wi-im, masuk kebalik tabir sana.
Di dalam adalah sebuah ruang rahasia seluas empat meter persegi, sebuah meja sembahyang
terletak ditengah dengan dua batang lilin sebesar lengan anak kecil, dibawah cahaya lilin yang
cukup terang tertampak diatas meja sembahyang tertaruh sebuah tempayan tembaga, didepan
meja sembahyang ada sebuah kursi berlapis kulit harimau, disitulah berduduk seorang tua
jangkung dengan tulang pipi menonjol, mata besar dan hidung seperti paruh elang.
Dia inilah Leng-coa Mao Kau, si ular sakti yang baru saja mengalami musibah, rumah hancur,
usaha bangkrut, para mengikut sama meninggalkannya pula, lalu sudah sekian lama ia sendiri
pun menghilang.
Mao Kau sekarang kelihatan lesu, agak kurus, kerut mukanya tambah nyata, lagak kereng
masa lalu sudah lenyap, hanya sorot matanya yang tajam itu belum lagi berkurang. Ia pandang
Wi-im-sam-kiat dengan tajam tanpa berkedip.
Thi Peng dan Auyang Bing melangkah maju dan memberi hormat sambil melapor, "Tecu berdua
telah melaksanakan tugas ke utara dan selatan sungai besar (Tiangkang) untuk menghimpun
para pahlawan, kini mendapatkan kesanggupan Wi-im-sam-kiat yang mau membantu, maka
Tecu khusus mengantarnya kemari untuk menemui Insu."
Habis melapor, Thi Peng berdua lantas berbangkit dan melangkah mundur serta
memperkenalkan Wi-im-sam-kiat satu persatu.
Rupanya lelaki bermuka hitam dan bercambang itu adalah kepala Wi-im-sam-kiat, Thi-ciang Utti
Bun, si telapak besi sakti. Lelaki setengah baya bermuka putih adalah jago kedua Ciok-binboankoan Tong-hong, si hakim bermuka kemala, dan lelaki pendek kecil tapi tangkas itu adalah
Pang Kin berjuluk Lui-tian-kiam, si pedang guntur dan kilat. Ketiga orang sama mempunyai
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
kungfu yang khas, mereka terkenal sebagai tokoh hartawan disekitar daratan dan perairan
Wiyang. Selama ini Mao Kau belum kenal ketiga tokoh ini, cuma nama Wi-im-sam-kiat sudah sering
didengarnya sebelum ini, walaupun belum diketahui dengan jelas berapa bobot ketiga orang
tamu ini, namun orang bermaksud baik hendak membantunya, dengan tersenyum ia lantas
membungkuk tubuh sebagai tanda hormat dan menyapa,
"Kalian bertiga ingin membantu, dengan sendirinya kuterima dengan senang hati. Cuma urusan
ini bukan tugas ringan, malahan sangat berbahaya, untuk ini hendaknya ketiga saudara
menimbang secara masak."
Sebagai kepala ketiga jago Wiyang itu. Utti Bun lantas menjawab, "Nama kebesaran Mao-toako
sudah lama tersiar luas, bahwa hari ini kami dapat sekedar mengabdikan diri sungguh suatu
kehormatan bagi kami. Maka apapun yang harus kami laksanakan tidak nanti kami tolak."
Terkilas senyuman puas pada sorot mata Mao Kau, ia mengucapkan terima kasih, lalu
dikeluarkannya tiga bentuk mainan kecil yang indah dan diberikan kepada ketiga orang itu,
katanya, "Sedikit tanda mata ini sekedar tanda hormat dariku, bilamana kelak berhasil
memulihkan kejayaan masa lalu, tentu Mao kau akan memberi tanda terima kasih yang pantas."
Wi-im-sam-kiat saling pandang sekejap, lalu menerima hadiah itu dan mengucapkan terima
kasih. Habis itu mendadak Mao kau bicara lagi dengan serius, "Bahwa terpaksa orang she Mao
mengasingkan diri disini untuk memupuk kekuatan, sebelum pekerjaan dimulai, segala sesuatu
harus dirahasiakan. Untuk ini kukira kalian bertiga dapat memaklumi kesukaranku, sebab itulah.
. . ." sampai disini Mao kau berdehem dan melirik sekejap tempayan yang terletak diatas meja
dan tidak meneruskan ucapannya.
Wi-im-sam-kiat saling pandang sekejap, Lalu Utti Bun berkata dengan suara lantang, "Apa pun
juga kami patuh kepada perintah Toako."
Begitu dia berucap demikian, Gin-to-sucia Auyang Bing yang berdiri disamping segera melolos
sebilah golok perak yang berkemilau dan diserahkan kepada Utti Bun.
Dengan khidmat Utti Bun menerima golok perak itu, bersama Cia Tong-hong dan Pang Kin
mereka lantas maju kedepan meja sembayang, sekilas mereka melirik tempayan tembaga itu,
terlihat isinya adalah arak darah, didalam tempayan terdapat berpuluh potong ujung jari kecil.
Berubah juga air muka mereka bertiga, Utti Bun memandang sekejap wajah Mao kau yang
dingin itu, akhirnya dia mengertak gigi dan angkat golok perek lalu "sret", jari kecil tangan kiri
sendiri dipotongnya hinga putus dan jatuh kedalam tempayan.
Ber-turut2 Cia Tong-hong dan Pang Kin bergiliran menerima golok perak itu dan masing-masing
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
juga memotong ujung jari kelingking sendiri. Muka mereka sama berubah pucat. Sebaliknya
arak darah dalam tempayan bertambah kental.


Tujuh Pedang Tiga Ruyung Karya Gan K L di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Auyang Bing lantas mengambil cangkir, dengan khidmat ia menceduk tiga cangkir arak darah,
lalu disodorkan kepad Wi-im-sam-kiat.
Setelah menerima ketiga cangkir arak darah, Wi-im-sam-kiat menyurut mundur kehadapan Mao
Kau, lalu berlutut berjajar, dengan khidmat mereka bersumpah, "Kami, Utti Bun, Cia Tong-hong
dan Pang Kin, selanjutnya berjanji akan setia bekerja dibawah perintah Mao-toako dan pasti
takkan membocorkan segala sesuatu yang kami ketahui disini, bilamana melanggar sumpah ini,
biarlah kami binasa serupa jari ini."
Berbareng mereka lantas menenggak arak darah masing-masing.
Air muka Mao Kau berubah cerah, ucapnya, "Silakan kalian bangun, mulai sekarang kalian
adalah saudaraku sehidup semati, ada rejeki dirasakan bersama, ada kesukaran ditanggung
bersama, bila aku. . . ."
Belum habis ucapannya, se-konyong2 terdengar suara seorang berteriak dan berkumandang
dari lorong sana, "Dimana beradanya Mao-tayhiap?"
Air muka Mao Kau berubah seketika, sorot matanya yang tajam menatap Thi Peng, Auyang
Bing dan Wi-im-sam-kiat, tanyanya, "Apakah waktu kalian masuk kesini telah diketahui orang?"
Cepat Thi Peng melapor, "Jejak Tecu berlima waktu datang kemari sangat dirahasiakan,
sebelumnya juga sudah kami periksa sekitar sini dan tidak terlihat bayangan seorang pun, dari
suara pendatang ini nadanya seperti belum. . . . ."
Belum habis perkataannya, terdengarlah suara langkah orang dari lorong sempit itu.
Air muka Mao Kau berubah pula, sekali mengayun tangan lilin dipadamkannya, namun dia tetap
duduk tenang ditempatnya, sorot matanya yang tajam menatap tabir yang menutupi pintu
tembus kelorong itu dan siap tempur.
Thi Peng berlima serentak juga menyebar dan siap diberbagai pojok. Terdengar suara langkah
orang semakin dekat, agaknya tidak cuma satu orang saja.
Pelahan Mao Kau berbangkit dan siap melancarkan serangan. Didengarnya suara kaki
mendadak berhenti dibalik tabir, lalu suara lantang seorang bertanya, "Mao-tayhiap. . . ."
Suaranya berat, tapi jelas, menggetar anak telinga.
Mao Kau menggeser kesamping tabir, telapak tangan siap dibelakang tabis, lalu menjawab
dengan suara pelahan, Siapa?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Suara dibalik tabir menjawab, "Kong-yu dari Kun-lun mohon bertemu!"
Kembali suaranya menggetar anak telinga dan se-olah2 tersiar dari berbagai penjuru dan
membuat Mao Kau ragu harus menyerang kearah mana.
Setelah berpikir, cepat Mao Kau melayang mundur, lilin dinyalakan pula, lalu duduk tenang lagi
dikursinya, kemudian dia memberi tanda dan berkata, "Singkap tabir, silakan tamu masuk!"
Serentak Thi Peng dan Auyang Bing memburu kesamping tabir dengan belati terhunus. Sekali
sinar pisau berkelebat, dengan ujung belati mereka mengangkat kain tabir.
Di bawah cahaya lilin tertampaklah didepan pintu berdiri seorang paderi tinggi besar, berkasa
warna kelabu dengan tangan memegang tasbih.
Seorang lagi berbaju pendek dan berikat kepala hijau, memakai sepatu rumput, seorang lelaki
setengah umur yang berdandan sebagai petani berdiri disamping si paderi, sorot matanya tajam
kemilau lagi menatap Mao Kau.
Dengan pelahan Mao Kau berkata, "Aku inilah Mao Kau, ada keperluan apa kalian berkunjung
kemari?" Hwesio tinggi besar itu melirik kedua belati Thi Peng dan Auyang Bing yang melintang didepan
pintu itu, ucapnya, "Dari jauh aku berkunjung kemari, apakah cara begini biasanya Mao-tayhiap
menerima tamu?"
Mao Kau mendengus, "Caraku menerima tamu biasanya juga melihat apa maksud kedatangan
kalian." Hwesio yang mengaku bergelar Kong-yu itu bergelak tertawa, ucapnya, "Jika ada maksud
jahatku, sebelum datang kemari rasanya perlu kudatangi dulu putra orang she Siu itu, Betul
tidak, Mao-sicu?"
Serentak Mao Kau berbangkit dan menegur, "Sesungguhnya siapa kau dan mau apa?"
"Orang beragama sudah melupakan asal-usulnya, kedatanganku kesini memang ada sesuatu
keperluan." ujar Kong-yu dengan tertawa.
"Urusan apa?" tanya Mao kau.
"Selama hidupku ini tidak dapat berdiri berdampingan dengan putra Siu Tok itu!" kata Kong-yu.
Sejenak Mao Kau melengak, setelah menatap tajam si hwesio sekejap, mendadak ia tertawa
dan berseru, "Silakan masuk!"
Serentak Thi Peng dan Auyang Bing menarik kembali senjatanya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Kong-yu Hwesio dan lelaki petani itu lantas melangkah masuk.
"Mao Kau lagi kepepet dan tidak mempunyai tempat pantas untuk menerima tamu, diharap
kalian suka maklum," ujar Mao Kau.
Sesudah berhadapan dengan kedua tamunya, dengan prihatin ia menyambung lagi,
"Sesungguhnya tempat sembunyi orang she Mao ini sangat dirahasiakan dan kuyakin sangat
sedikit diketahui orang entah cara bagaimana kalian mampu menemukan tempat ini, sungguh
aku tidak mengerti."
"Ya, aku memang tidak mempunyai kesaktian mencari tempatmu ini," kata Kong-yu Hwesio.
"Tapi, nah ini dia. . . ." ia tuding petani itu dan menyambung. "Tanpa bantuan Liang-sicu ini,
betapa pun tidak mungkin dapat kutemukan Mao-sicu."
Mao Kau memandang lelaki berdandan petani itu sekejap, serunya dengan tertawa, "Aha,
barangkali anda inilah Liang Siang-jin, Liang-tayhiap yang termashur itu?"
Petani itu tersenyum, "Ah, mana berani kuterima sebutan Tayhiap segala. Paling-paling lantaran
setiap hari aku bergaul dengan orang dari berbagai lapisan masyarakat sehingga sumber
beritaku jauh lebih cepat dan dapat dipercaya."
"Memang sudah lama kudengar pergaulan Liang-tayhiap yang luas, mata-telingamu tersebar di
segenap pelosok, apa pun mendengar, setelah bertemu sekarang, terbukti memang tidak
bernama kosong. Sungguh harus disesalkan Oh-site belum sempat mengajak Liang-tayhiap
kesini untuk diperkenalkan padaku, kalau tidak tentu takkan terjadi salah paham seperti tadi."
Hendaklah maklum, memang sudah lama Mao Kau bermaksud merangkul Liang Siang-jin untuk
bekerja sama, maka dia pernah menyuruh Pat-bin-ling-long Oh Ci-hui untuk membujuknya,
sekarang dilihatnya Liang Siang-jin datang sendiri, tentu saja ia sangat girang.
Setelah beramah tamah sejenak, lalu, Mao Kau bertanya, "Bahwa sudah sekian lama
kuasingkan diri disini, entah ada petunjuk apakah atas kunjungan Taisu berdua secara tiba-tiba
ini?" Kong-yu menyebut nama Buddha, lalu mengeluarkan sebuah sepatu kecil anyaman benang
perak dan disodorkan kepada Mao Kau, katanya, "Apakah Mao-sicu kenal pemilik barang ini?"
Mao Kau memandangnya dengan bingung, jawabnya kemudian dengan menggeleng, "Maaf,
mungkin mata tua sehingga tidak kukenal lagi barang ini."
Dengan tersenyum Kong-yu menyodorkan sepatu kecil itu kedapan Liang Siang-jin, tanyanya,
"Apakah Liang-sicu mengenalnya?"
Wajah Liang Siang-jin tampak khidmat, jawabnya, "Inilah barang tanda pengenal penolongku
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
yang paling kuhormati, yaitu Ban-biau Siansing Locianpwe, sampai mati pun tetap kukenal
benda ini."
Hati Mao kau terkesiap, serunya, "Ban-biau Siansing?"
Kong-yu mengerling dengan tersenyum, katanya, "Bilamana putri anda berada disini, tentu dia
juga kenal asal-usul barang ini."
Mao Kau merasa heran, "Ban-biau Siansing suka berkelana menjelajahi jagat, beliau serupa
naga sakti yang cuma terlihat ekornya dan tak tertampak kepalanya, hanya sekilas muncul
lantas hilang lagi. Selama dua puluh tahun ini juga cuma muncul beberapa kali saja didepan
umum, dari mana putriku bisa mengenalnya" Ah, mungkin Taisu salah sangka. . . . ."
Belum habis ucapannya, se-konyong2 tabir pintu disebelah kanan sana tersingkap, sesosok
bayangan ramping melayang keluar, siapa lagi dia kalau bukan Mao Bun-ki.
Pakaiannya sekarang sudah berganti putih mulus, rambutnya tampak kusut, kelihatan kurus dan
pucat, hanya kedua matanya kelihatan tambah besar. Ia memandang sekejap sepatu perak
yang dipegang Kong-yu Taisu, lalu berkata pelahan, "Memang betul, kukenal barang tanda
pengenal ini."
Dia bicara dengan kaku tanpa emosi, seperti sudah kehilangan gairah hidup.
Tentu saja Mao kau tambah heran, "dari mana kau kenal barang ini?"
"Tentu saja anak kenal, sebab sepatu perak mini ini adalah milik guruku," tutur Bun-ki.
Wi-im-sam-kiat memandang si nona, terpesona kepada kecantikannya sehingga apa yang
diucapkannya tidak diperhatikan oleh mereka.
Namun keterangan Bun-ki telah mengejutkan Mao Kau, Liang Siang-jin dan lain-lain.
Dengan heran Liang Siang-jin berseru, "Tak tersangka nona Mao adalah murid Ban-biau
Siansing. . . ."
"Siapa itu Ban-biau Siansing" Siapa yang mengenalnya?" tukas Bun-ki dengan ketus.
Liang Siang-jin jadi melongo, dengan pandangan heran ia tanya Kong-yu Taisu.
Kong-yu tertawa, tuturnya, "Pantas juga bila kalian sama heran oleh urusan ini, sebab kejadian
ini sendiri memang peristiwa yang aneh dan mengejutkan, Bahkan nona Mao kenal sepatu mini
ini sebagai milik To liong-siancu, sebaliknya Liang-sicu cuma tahu barang ini adalah tanda
pengenal pribadi Ban-biau Siansing, seluk-beluk urusan ini hanya aku saja yang tahu sedikit."
"Mohon Taisu memberi penjelasan." kata Mao Kau.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
"Orang Kangouw sama tahu ilmu silat To-liong-siancu maha tinggi dan sukar diukur, bahkan
kepandaiannya merias muka cukup menandingi Seng-jiu Siansing jaman dulu yang terkenal ahli
menyamar."
"Ya, hal ini memang cukup diketahui setiap orang Kangouw kawakan, entah ada sangkut-paut
apa antara dia dan Ban-biau Siansing?" tanya Mao Kau.
Kong-yu terbahak, "Soalnya justru To-liong-siancu adalah Ban-biau Siansing, dan Ban-biau
Siansing sama dengan To liong-siancu."
Semua orang sama melenggong.
Pelahan Kong-yu menyambung pula, "Dahulu, setelah To-liong-siancu mengasingkan diri dan
menyimpan golok jagalnya, meski maksudnya ingin tirakat dan menyesali perbuatannya, namun
dia tetap merasakan banyak kejadian didunia Kangouw yang tidak adil".
"Sebab itulah dia lantas menyaru sebagai lelaki dan memakai nama Ban-biau Siansing untuk
menjelajahi Kangouw lagi?" tukas Mao Kau.
"Tepat, Mao-sicu sungguh seorang yang cerdik," ujar Kong-yu dengan tertawa.
"Pantas tingkah-laku Ban-biau Siansing sedemikian misterius, mendadak muncul, tahu-tahu
menghilang pula, entah datang dari mana, perginya juga tidak diketahui lagi jejaknya sehingga
tiada seorang pun orang Kangouw tahu asal-usulnya." ujar Mao Kau dengan gegetun. Tiba-tiba
tergerak pikirannya, katanya pula, "Rahasia dunia Kangouw ini sejauh itu tiada seorang pun
yang tahu, bahkan putriku yang menjadi muridnya juga tidak pernah diberitahu, tapi entah
darimana Taisu malah mengetahuinya?"
"Tidak boleh kukatakan, tidak boleh kukatakan," tiba-tiba Kong-yu menjawab dengan menyitir
ucapan Buddha. Terpaksa Mao Kau ganti haluan dan bertanya, "Dan apa kehendak Taisu dengan
memperlihatkan sepatu perak mini ini?"
"Bahwa Mao-sicu bermaksud membangun kembali pangkalanmu, untuk ini seharusnya kuberi
bantuan seperlunya mengingat musuh yang kita hadapi adalah sama."
"Jika Taisu mempunyai niat demikian, sungguh Cayhe merasa sangat berterima kasih," kata
Mao kau. Dengan tersenyum Kong-yu berkata pula, "Meski To-liong-siancu tidak mendapatkan sesuatu
pahala didunia Kangouw, tapi orang Kangouw yang pernah ditolong oleh Ban-biau Siansing
berjumlah tidak sedikit, apabila Mao-sicu menggunakan sepatu perak ini sebagai tanda
pengenal beliau untuk menghimpun para pahlawan, kukira pekerjaan ini sangat bermanfaat
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
bagi Mao-sicu, sebab itulah jauh-jauh kudatang kemari untuk mempersembahkan barang ini
kepadamu, tentu Mao-sicu dapat mengerti maksudku ini."
Mao Kau ada jasa apa sehingga mendapatkan dukungan Taisu sebesar ini?" ucap Mao kau.
Meski diluar dia tetap tenang saja, tapi didalam hati merasa girang sekali.
"Cuma. . ." Kong-yu memandang Mao kau dengan tersenyum, "Bilamana kelak Mao-sicu sudah
berhasil bangkit kembali, hendaknya jangan lupa kepada diriku."
"Tentu saja. . . ."
"Tapi," potong Kong-yu, "Didunia persilatan dinegeri ini sejak dulu hingga sekarang selalu
terbagi dalam beberapa wilayah kekuasaan masing-masing, di utara sungai besar ada ketua
perserikatan Bu-lim, didaerah selatan juga ada pimpinan dunia persilatan, untuk ini kukira Maosicu
pasti juga maklum."
Tiba-tiba air muka Mao Kau berubah kelam, "Bicara kesana kemari, rupanya tujuan Taisu
adalah ingin membagi wilayah kekuasaan denganku?"
Dengan tenang Kong-yu menjawab, "Bilamana kita gunakan Tiangkang sebagai tapal batas,
daerah selatan menjadi wilayah kekuasaan Mao-sicu dan utara sungai menjadi daerah
pengaruhku, kita saling mendukung, bekerja sama, tentu akan saling menguntungkan."
Mao Kau terdiam sejenak, mendadak ia tertawa keras dan berkata, "Tak tersangka Taisu
ternyata mempunyai ambisi sebesar ini. . . ."
"Hendaknya Mao-sicu ingat, bersatu teguh, berpisah runtuh, bahkan besar untung-ruginya,
cuma dimana letak untungnya dan ruginya belum lagi kukatakan," sampai disini si hwesio
berhenti sejenak, lalu menyambung pelahan, "Dengan sepatu mini yang kubawa ini dapat
menghimpun para pahlawan, inilah keuntungan pertama."
"Betul, memang menguntungkan." jengek Mao kau.
Kong-yu tersenyum, mendadak ia membalik tubuh secepat kilat, kedua tangan bekerja cepat,
terdengar Thi Peng dan Auyang Bing menjerit kaget, tahu-tahu kedua belati mereka sudah
berpindah ketangan si hwesio.
Hanya sekali membalik tubuh saja senjata dua orang sudah dirampasnya, betapa cepat dan jitu
cara turun tangannya sungguh sangat mengejutkan.
Sambil siap tempur lebih lanjut Thi Peng dan Auyang Bing lantas melompat mundur dengan
terkesiap. Serentak Mao Kau berbangkit dan membentak, "Apa maksud tindakan Taisu ini?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Pelahan Kong-yu menaruh senjata rampasan diatas meja, lalu berkata pula dengan tersenyum,
"Kudatang jauh dari Kun-lun-san, kupercaya kungfu sendiri tidak terlalu rendah, berdasarkan
sedikit kemampuanku ini sudah cukup untuk memberi segala bantuan kepada Mao-sicu, inilah
keuntungan kedua bagimu."
========================================================================
========================
= Sesungguhnya siapa Kong-yu Hwesio ini" Jadikah dia bersekutu dengan Mao Kau"
= Dimana beradanya Siu Su, apa yang sedang dirancangnya dalam usahanya mencari musuh"
=== Bacalah jilid lanjutannya ===
========================================================================
========================
Mao Kau termenung sejenak sambil duduk kembali, lalu mengangguk, "Baik, ini pun dapat
dianggap suatu keuntungan bagiku."
Kong-yu mengerling sekejap, lalu bicara pula, "Mao-sicu telah berusaha memupuk kekuatan,
tujuanmu adalah membangkitkan kembali kejayaan masa lalu, tapi yang lebih utama adalah
ingin menumpas bencana yang senantiasa mengancam dirimu itu, ialah putra Siu Tok, betul
tidak?" Sambil mengreget Mao Kau menjawab, "Betul!"
"Tapi saat ini dimana beradanya putra Siu Tok, apakah kau tahu?"
Selagi Mao Kau melenggong, segera Kong-yu melanjutkan, "Saat ini dia mungkin berada di
daerah Kanglam, bisa jadi jauh diluar perbatasan utara sana, atau bukan mustahil bersembunyi
ditengah semak pohon di kegelapan sekitar rumah berhala ini."
Seketika air muka Mao Kau berubah hebat, kembali ia berbangkit, dibawah cahaya lilin
kelihatan pucat mukanya.
Mao Kau benar-benar sudah serupa burung yang ketakutan bila mendengar suara jepretan
pelinteng, asalkan mendengar "putra Siu Tok" disebut, seketika hati berdebar dan bingung.
Kong-yu menatap tajam muka Mao kau, katanya pula dengan pelahan, "Tahu pihak sendiri dan
kenal kekuatan lawan barulah seratus kali bertempur seratus kali menang. Inilah ajaran siasat
perang yang dikenal oleh siapa pun. Bila Mao-sicu ingin memenangkan perang tanding ini,
tentu perlu kau temukan dulu dimana jejak putra Siu Tok, betul tidak?"
"Betul." sahut Mao kau kaku.
Kong-yu tersenyum, "Kawanku Liang-sicu ini mempunyai mata-telinga di segenap pelosok
negeri, kecuali dia mungkin tiada orang lain yang mampu menemukan jejak orang she Siu,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
bilamana Mao-sicu mau bergabung denganku mengingat diriku tentu Liang-sicu mau berusaha
mencari dimana beradanya putra orang she Siu itu, dan inilah keuntungan ketiga bagimu."
Mao Kau duduk bersandar dikursinya dan berkata, "Betul, inilah keuntungan ketiga,"
Berulang ia menyatakan "betul", tapi makin lama makin lirih, air mukanya juga semakin kalem.
Dengan sendirinya Kong-yu tahu hati orang sudah mulai goyah, segera ia berkata pula dengan
tertawa, "Tapi bila antara kita terjadi keretakan, jelas lebih banyak ruginya."
"Rugi dalam hal apa?" Mao kau coba bertanya pula.
"Jika tidak ada kesepakatan diantara kita, tentu orang she Siu itulah yang akan kuajak
bersekutu, lantas bagaimana akibatnya, kukira tanpa kuceritakan pasti juga Mao-sicu sudah
tahu sendiri."
Mendadak wajah Mao kau berubah beringas, teriaknya, "Jika demikian, memangnya kau kira
dapat kau pergi begitu saja?"
Kong-yu menengadah dan tertawa, "Umpama kami tidak mampu menerobos keluar dari sini,
tidak lebih dari tiga hari setiap tindak-tanduk Mao-sicu pasti juga akan sampai ditelinga orang
she Siu, selanjutnya dimana pun Mao-sicu bercokol tetap akan diketahui olehnya, apalagi. . .
hehe, umpama Mao-sicu ingin menahan kami disini, kukira juga bukan pekerjaan gampang."
Sampai disini ia lantas berpaling dan bertanya kepada Liang Siang-jin, "Betul tidak, Liang-sicu?"
Tanpa memperlihatkan sesuatu emosi Liang Siang-jin menjawab, "Betul."
Waktu Kong-yu berpaling kembali, dilihatnya Mao Kau berduduk lemas dikursinya dengan kulit
muka berkerut-kerut, segera ia berkata pula, "Maka kuharapkan Mao-sicu memberi. . . ."
"Memberi apa?" bentak Mao Kau mendadak.
"Maksudku, sebelum persatuan kita terlaksana, perlu kuminta dulu pembagian setengah
kekuatan manusia dan benda dari Mao-sicu, selain itu juga ingin kuketahui termasuk siapasiapa
saja orang yang ikut dalam 'sumpah potong jari' yang kau tetapkan ini."
"Lantas bagaimana setelah persekutuan kita terlaksana?" tanya Mao kau.
"Tentu saja pembagian wilayah kekuasaan secara tegas seperti apa yang kukatakan tadi, Maosicu


Tujuh Pedang Tiga Ruyung Karya Gan K L di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

di daerah selatan sungai dan kami di utara, kedua pihak bahu membahu dan saling
membantu bila perlu."
"Alangkah serakahnya hwesio ini!" teriak Mao kau sambil menggebrak meja.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
"Hm, memangnya kenapa?" jengek Kong-yu, "Daerah Kanglam jauh lebih menguntungkan
daripada daerah utara, jika kuberikan kekuasaan Kanglam padamu, memangnya belum
memuaskanmu."
Gemertuk gigi Mao Kau dan mengepal tinjunya erat-erat, sejenak kemudian dia berteriak pula,
"Dan apalagi kehendakmu yang lain.?"
Kong-yu tersenyum licik, ucapnya, "Ingin kutahu dulu apakah Mao-sicu sudah menerima
syaratku yang pertama?"
"Hm, kau kira aku sudah terima?" jengek Mao Kau.
"Mengingat keuntungan kedua pihak, tentu saja akan Mao-sicu terima," ujar Kong-yu dengan
tertawa. Lalu sambungnya. "Tentang permintaanku yang kedua menjadi jauh lebih sederhana.
Bahwa bila antara kita sudah ada persekutuan, dengan sendirinya akan kuberitahukan asalusulku."
"Jadi untuk menceritakan asal-usulmu itu juga merupakan suatu syarat?" jengek Mao Kau.
"Haha, betul." seru Kong-yu.
"Dan apa yang kau minta?" teriak Mao Kau dengan gusar.
"Minta sebuah kepala manusia." ucap Kong-yu dengan tenang.
Serentak Mao kau menggebrak meja lagi sambil berbangkit, dengan beringas ia tanya, "Kepala
siapa?" Kong-yu tersenyum, pelahan ia menggeser kedepan tabir dan berdiri disitu, ia menyapu
pandang sekejap dengan sinar matanya yang tajam, air mukanya berubah menjadi kelam
penuh nafsu membunuh.
Leng-coa Mao Kau juga siap tempur, Mao Bun-ki berdiri dibelakangnya dengan wajah pucat
sambil memandang Kong-yu dengan dingin.
Auyang Bing dan Thi Peng saling pandang dengan perasaan ngeri.
Wi-im-sam-kiat berdiri berjajar dengan hati sama kebat-kebit, terutama sinar mata Cia Tonghong
tampak gemerdep memperlihatkan rasa waswas, semua orang sama bertanya didalam
hati, "Kepala siapakah yang dikehendaki hwesio ini?"
Terlihat Kong-yu hwesio melirik sekejap setiap orang yang berada disitu, lalu berucap dengan
suara berat, "Sebelum cukur rambut, jelek2 diriku juga punya nama didunia Kangouw.
Sayangnya aku telah salah mengambil isteri perempuan jalang, diam-diam perempuan celaka
itu bergendakan dengan lelaki lain, dia membikin malu padaku, bahkan mengakibatkan aku
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
dihina oleh Siu Tok. . . ."
Tergerak hati Mao kau, tercetus pertanyaannya, "Hah, jangan-jangan anda ini Bo-ih-cian Tio
Kok-bing!"
Kong-yu Hwesio menengadah dan terbahak, "Ya, memang betul!"
"Jadi musuhmu yang akan kau. . . . ."
Belum lanjut ucapan Mao kau, serentak Kong-yu melompat maju.
Pada detik itu juga air muka Cia Tong-hong juga berubah mendadak, cepat ia menggeser dan
melayang kearah pintu sebelah sana.
"Lari kemana"!" bentak Kong-yu Hwesio sambil memburu maju, secepat kilat kedua tangan
menghantam punggung Cia Tong-hong.
Kungfu Cia Tong-hong juga tidak rendah, dengan jurus "Tai-tau-bong-goat" atau mengangkat
kepala memandang rembulan, ia berpaling sambil menangkis, berbareng sebelah tangan lain
balas menutuk perut Kong-yu.
Cia Tong-hong adalah ahli Tiam-hiat, meski belum sempat digunakan senjata andalannya, yaitu
sepasang Boan-koan-pit, potlot baja, namun tutukan jarinya cukup keras dan jitu, bila kena pasti
binasa. Mendadak Kong-yu bersuit sambil berputar, dengan gerakan yang tak terduga serangannya
berubah, dari menghantam berubah menjadi mencengkeram.
Sungguh jurus serangan yang lihai, sebelum Cia Tong-hong tahu apa yang terjadi, "krek",
terdengar suara tulang patah, Cia Tong-hong menjerit ngeri dan jatuh kelenger. Ternyata kedua
pergelangan tangannya telah dipatahkan pleh Kung-yu Hwesio.
Malahan Kong-yu lantas menambahi sekali tendang sehingga kena dagunya, ditengah cahaya
lilin yang bergoyang Kong-yu sudah berdiri tegak.
Kedua orang hanya bergebrak dua jurus dan cuma berlangsung dalam sekejap saja, setelah
Cia Tong-hong menggeletak semua orang masih berdiri melongo.
Semuanya kejut dan sangsi, sebab tidak tahu sesungguhnya ada permusuhan apa diantara
Kong-yu Hwesio dan Cia Tong-hong.
Demi melihat saudara angkatnya roboh, serentak Utti Bun dan Pang Kin lantas menubruk maju.
Pan Kin melolos pedangnya dan membentak, "Selamanya kami tidak ada permusuhan apa pun
denganmu, mengapa kau turun tangan sekeji ini kepada saudara kami?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
"Bayar nyawa Jite kami!" teriak Utti Bun, kontan telapak tangan besi lantas menghatam.
Tapi Mao Kau lantas membentak, "Berhenti! Akan kutanya dia lebih dulu."
Utti Bun dan Pang Kin tidak berani bergerak lagi melainkan cuma mendelik kepada Kong-yu
Hwesio. "Hm, kau mau tanya apa?" jengek Kong-yu.
Mao Kau menyeringai, katanya, "Kau tahu Wi-im-sam-kiat sudah bersumpah setia padaku,
sekarang kau berani mencederai salah seorang diantaranya didepanku, memangnya sengaja
kau pamer kekuatan disini?"
"Setelah kita sepakat untuk bersekutu, anak buahmu sama juga dengan anak buahku, jika
pimpinan ada permusuhan dengan anak buahnya, mengapa tidak boleh kubunuh dia?"
"memangnya ada permusuhan apa antara kalian?" tanya Mao Kau.
"Cia Tong-hong inilah yang telah menghancurkan rumah tanggaku tujuh belas tahun yang
lampau, mengapa tidak boleh kubunuh dia?" teriak Kong-yu dengan penuh dendam.
Semua orang sama melengak, betapapun Utti Bun dan Pang Kin tidak dapat ikut campur lagi,
soalnya mengenai perzinahan dengan istri orang, hal ini merupakan pantangan besar orang
persilatan, dengan alasan apa pun tak dapat diampuni.
Mao kau melenggong sejenak, ia duduk kembali, lalu berkata, "Dan apalagi perkataanmu yang
ketiga?" "Sebelum kukatakan soal ketiga ini, hendaknya. . . ." mendadak Kong-yu menuding Utti Bun dan
Pang Kin berdua dan membentak, "Sekarang juga Mao-sicu tangkap kedua orang ini."
Serentak Utti Bun dan Pang Kin menyurut mundur. Sedangkan Mao kau lantas tanya, "Sebab
apa?" "Dengan sendirinya ada alasanku, tangkap saja dulu!" kata Kong-yu.
Selagi Mao kau merasa ragu, se-konyong2 sinar pedang berkelebat dan cahaya lilin sama
padam, secepat kilat Pang Kin telah mengayun pedangnya dan sekali tabas memadamkan api
lilin. Berbareng Utti Bun lantas membentak, "Orang she Mao, engkau orang yang tidak dapat
dipercaya, tiada gunanya kami tinggal lebih lama disini, selamat tinggal!"
"Hm, dapatkah kau pergi?" jengek Kong-yu. Dalam kegelapan segera terdengar suara "blang"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
sekali, dua orang telah adu pukulan.
Sekonyong-konyong cahaya api berkelebat, tertampak Kiu-ciok-sin-tu Liang Siang-jin telah
menyalakan lilin dan berdiri di pojok sana dengan tersenyum.
Di sebelah lan Utti Bun dan Kong-yu Hwesio sudah saling ebrak beberapa jurus, pukulan Utti
Bun sangat dahsyat, memang tidak malu berjuluk "telapak tangan besi".
"Coba beradu tangan lagi sekali!" jengek Kong-yu.
Kembali terdengar "blang" yang lebih keras, empat telapak tangan Utti Bun dan Kong-yu
beradu, Utti Bun menyurut mundur beberapa langkah dengan tergeliat, mendadak ia berteriak
dan tumpah darah terus roboh disamping meja sembahyang.
Tempayan tembaga ikut teraih dan tumpah, darah dan jari berserakan di lantai.
Dengan pedang terhunus Pang Kin berdiri di pojok sana dengan pandangan yang jeri.
"Lekas menyerah, pengkhianat!" bentak Mao Kau.
Tubuh Pang Kin tampak gemetar, pedang pun hampir terlepas. Biarpun tinggi kepandaiannya,
berada dibawah pengawasan tokoh-tokoh kelas tinggi sebanyak ini, mau-tak-mau ia ketakutan.
Dengan suara bengis Kong-yu lantas berkata, "Cia Tong-hong merasa diselamatkan oleh Siu
Tok, tidak nanti dia setia kepada Mao Kau, kalian berdua adalah saudara angkat orang she Cia,
tentu juga kalian bukan manusia baik-baik."
Ia berhenti sejenak, nafsu membunuhnya tampak berkobar, katanya pula, "Melanggar sumpah
dan berkhianat harus dihukaum mati, tapi bila kau mau mengaku atas suruhan siapa kalian
menyelundup kesini, mungkin Mao-tayhiap akan mengampuni jiwamu."
Dengan suara lantang Pang Kin coba membantah, "Kami bertiga mestinya ingin mengabdi
kepada Mao-toako, tapi lantaran Jiko kami kau bunuh, terpaksa kami membelanya, sama sekali
tidak ada maksud khianat kami, apalagi disuruh orang."
"Hm, apa betul?" jengek Kong-yu Sembari bersuara, pelahan ia melangkah maju mendekati
Pang Kin. Muka Pang Kin menjadi pucat, ucapnya dengan rada keder, "Sudah tentu benar. Ada
permusuhan apa antara Jiko kami dengan Siu Tok dan dirimu, sama sekali kami tidak tahu
menahu, biarpun kau bunuh diriku juga tetap ini saja yang dapat kukatakan."
Dalam pada itu Utti Bun sudah mulai siuman, dengan terengah ia pun bicara, "Mao-toako,
dengan sesungguh hati kami ingin. . .ingin bekerja bagimu, tapi jika cara demikian engkau
memperlakukan orang, siapa pula yang mau bergabung denganmu?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Sejak tadi Auyang Bing dan Thi Peng berdiri kaku disamping, mendadak Thi Peng ikut bicara,
"Suhu, tampaknya mereka bertiga memang sungguh-sungguh ingin bekerja setia kepada Suhu,
menurut pendapat Tecu sebenarnya tidak ada persoalan diantara mereka, harap Suhu jangan
percaya kepada ocehan orang luar."
Betapapun hati Mao Kau tergerak juga, namun dia tetap merasa ragu, sejenak kemudian
barulah ia berkata, "Ya, kutahu, kalian mundur saja."
Kong-yu lantas mendengus, "Kuberi nasihat dengan cara baik, sekarang terserah Mao-sicu
bagaimana akan bertindak."
"Nasihat baik apa," seru Pang Kin mendadak, "soalnya Jiko kami sudah kau bunuh, kau kuatir
kami akan menuntut balas dan ingin membabat rumput sampai akarnya, maka hendak kau
binasakan juga kami."
"Apa katamu?" bentak Kong-yu dengan murka dan segera hendak menerjangnya.
Tapi Mao Kau lantas mencegah, "Nanti dulu, Taisu!"
"Lebih baik salah bunuh sepuluh orang daripada tersisa seorang yang akan mendatangkan bibit
bencana dikemudian hari, bila Mao-sicu tidak turut nasihatku, kelak engkau pasti akan
menyesal sendiri," ujar Kong-yu.
Tiba-tiba Thi Peng mendengus, "Engkau dijanjikan kekuasaan setengah negeri ini dan belum
lagi puas, memangnya hendak kau bikin lagi Suhu dikhianati setiap pengikutnya supaya engkau
dapat mengangkangi dunia ini?"
"Tutup mulut, Peng-ji!" bentak Mao Kau. Lalu ia berpaling dan berkata kepada Kong-yu,
"Persoalan anggota kami sendiri boleh dikesampingkan dulu, sekarang silakan Taisu
menjelaskan dulu permintaanmu yang ketiga."
Bersambung ke-17.\
Jilid 17 "Semula kusangka engkau seorang tokoh yang tegas dan dapat melihat kenyataan, maka
kubicara terus terang padamu, siapa tahu engkau juga berpikir seperti orang perempuan, mana
mungkin bisa menghasilkan pekerjaan besar. Biarlah tidak jadi kukatakan urusan lain."
Sambil memegang lilin Liang Siang-jin lantas mendekatinya dengan pelahan, katanya dengan
tertawa, "Taisu jangan marah dulu, harap Mao-tayhiap juga sudi mendengarkan keteranganku."
"Ada urusan apa, silakan Liang-tayhiap bicara saja," kata Mao Kau.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Liang Siang-jin menaruh lilin diatas meja, lalu berucap, "Persoalan kedua pihak sama-sama
mempunyai alasan yang cukup, jika Taisu mau menjelaskan permintaanmu yang ketiga, kukira
urusannya akan lebih mudah dibicarakan."
"Kuanggap ucapan Liang-heng ini tidak membela pihak manapun, kuterima jasa baik Liangheng,"
ujar Mao Kau. "Tapi. . . ."
Belum lanjut ucapan Kong-yu, tiba-tiba Liang Siang-jin memotong, "Tentang permintaan Taisu
yang ketiga itu, jika sekiranya Taisu sungkan mengatakan sendiri, biarlah Cayhe mewakili
engkau bicara."
"Silakan, ingin kudengarkan apa kehendaknya, kata Mao Kau ketus.
Dengan tersenyum Liang Siang-jin berucap, "Sebenarnya permintaan Taisu hanya urusan
sepele saja, beliau ingin mengangkat Mao-tayhiap sebagai kaum Cianpwe demi memperkukuh
kepercayaan kedua pihak."
Mao Kau tidak menyangka permintaan orang hanya urusan begini saja, ia bergirang, tapi ia pun
tidak mengerti apa maksud orang yang sesungguhnya, apakah ingin mengangkat guru
padanya" Maka berkatalah dia dengan rendah hati, "Ah, mana berani kuterima gagasan demikian ini,
Taisu sendiri seorang paderi saleh. . . ."
Diam-diam Liang Siang-jin tertawa geli, tapi dimulut ia bicara lagi dengan serius, "Taisu
mengajukan permintaan ini dengan setulus hati, maka anda juga tidak perlu sungkan."
Mao Ka tersenyum, "Jika demikian, lantas apa imbalan yang diminta Taisu?" Ia pikir, jika benar
orang mau mengaku guru padanya biarpun kepala Utti Bun dan Pang Kin yang diminta juga
akan diberikannya. Sekilas ia melirik Pang Kin dan Utti Bun.
Dalam pada itu Pang Kin sudah membangunkan Utti Bun, hati mereka kembali kebat-kebit
setelah mengikuti percakapan itu, Thi Peng dan Auyang Bing juga merasa penasaran.
Terdengar Liang Siang-jin lagi berkata dengan tertawa, "Imbalan yang diminta Taisu hanya satu
panggilan dari Mao-tayhiap. . . . ."
"panggilan apa?" sela Mao Kau dengan tertawa.
Liang Siang-jin melirik sekejap kearah Mao Bun-ki yang berdiri dibelakang sang ayah itu, lalu
menyurut mundur dua tindak dan menjawab, "Dia minta Mao-tayhiap memanggilnya sebagai
anak menantu. . . . ."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Sebutan 'anak menantu' ini membikin orang terkesiap.
Sampai sekian lama Mao kau terkesima, mendadak ia melompat bangun dan berteriak, "Apa
katamu"!"
Dengan Liang Siang-jin menjawab dengan tersenyum, "Maksudku, Taisu ingin menjadi menantu
Mao-tayhiap, bila diantara kalian terikat menjadi besanan, sedikitnya Cayhe ikut bahagia
sebagai perantaranya. Peristiwa menggembirakan ini selanjutnya pasti akan tercatat dalam
sejarah dunia persilatan sepanjang jaman."
Sedapatnya Mao Kau menahan rasa gusarnya, jengeknya, "Kong-yu Taysu adalah orang yang
telah meninggalkan rumah, tidakkah Liang-heng cuma bergurau saja."
"Tidak, sama sekali tidak bergurau." jawab Liang Siang-jin, "Janda boleh kawin lagi, duda juga
boleh menikah pula. Meski Kong-yu Taysu telah cukur rambut dan menjadi hwesio, asalkan dia
menanggalkan jubahnya dan piara rambut kembali, segera pula beliau akan berubah menjadi
seorang lelaki gagah perkasa."
Pandangan Mao Kau beralih kearah Kong-yu, tanyanya dengan gusar. "Apakah betul
ucapannya?"
Kong-yu duduk tenang saja dan menjawab, "Jika urusan ini tidak dapat kau terima, urusan lain
juga anggap batal."
Mata Mao Kau melotot, kedua tinju terkepal erat, Auyang Bing dan Thi Peng juga lantas
menggeser kesana, menyumbat jalan keluar.
Suasana dalam ruangan bawah tanah ini seketika berubah tegang. Dengan beringas Mao Kau
berucap sekata demi sekata, "Jika kau minta putriku menjadi istrimu, hanya bilamana air sungai
mengalir terbalik dan matahari terbit di barat."
Serentak Kong-yu berbangkit dan mendengus, "Apa katamu, coba ulangi lagi!"
"Jika. . . ."
Belum lanjut perkataan Mao Kau, mendadak Bun-ki memotong, "Aku akan kawin dengan dia!"
Suaranya pelahan dan dingin, sama sekali tidak menampilkan perasaan, tapi sangat diluar
dugaan orang dan mengejutkan.
Sampai Kiu-ciok-sin-tu Liang Siang-jin juga terperanjat, seketika lenyap senyumannya. Air muka
Thi Peng dan Auyang Bing juga pucat.
Sudah lama mereka berdua juga menaksir Ma Bun-ki dan belum pernah mendapat sambutan
yang pantas dari nona itu, siapa tahu gadis yang angkuh ini sekarang mendadak menyatakan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
mau kawin dengan seorang kepala gundul alias hwesio.
Sampai gemetar tubuh Mao kau menahan gejolak perasaannya, "Anak Ki, masuklah sana!"
Muka Bun-ki tampak pucat lesi, sorot matanya justru memancarkan semacam sinar yang aneh.
Dia tetap berdiri tak bergerak ditempatnya, jawabnya kalem, "Dengan suka-rela anak bersedia
kawin dengan dia!"
Mao Kau menyurut mundur dengan lemas, hampir saja dia jatuh terkulai. Dengan geram ia
berseru sekata demi sekata, "Anak Ki, jangan kau pikirkan ayahmu, biarpun usaha ayah akan
gagal total juga takkan mengorbankan dirimu untuk dijadikan istri hwesio ini."
Dengan sinar mata tajam ia menyapu pandang sekejap dan mendadak membentak, "Jaga
semua jalan keluar, siap tempur!"
Auyang Bing dan Thi Peng berteriak mengiakan. Pang Kin juga memegang pedang dan siap
melabrak musuh.
Bun-ki lantas melangkah maju dengan pelahan serupa badan halus, katanya, "Seorang
perempuan akhirnya toh harus menikah, menikah dengan siapa pun sama saja. Hanya saja ada
syaratku, harus menunggu sampai pekerjaannya berhasil dengan baik barulah aku mau
melangsungkan upacara nikah dengan dia."
"Tapi. . . . ."
"Itulah keputusanku, ayah, tidak perlu disesalkan lagi," sela Bun-ki.
Mao Kau terkesima sekian lama, akhirnya ia duduk kembali dikursinya dengan lemas.
Dengan tertawa manis Bun-ki lantas berkata kepada Kong-yu Hwesio, "Nah, kan sudah
kuterima lamaranmu, kenapa tidak lekas kau sembah kepada ayah?"
Kong-yu Hwesio sendiri jadi melengak, sahutnya dengan gelagapan dan menyengir, "O, ini. .
.ini. . . ."
Karena ingin membalas sakit hati dan demi memupuk kedudukan sendiri, dengan berbagai cara
dia berusaha memperistri Mao Bun-ki. Tapi sekarang dia masih memakai kasa (jubah hwesio),
usianya juga jauh lebih tua, jika dia disuruh menyembah dan memanggil "bapak mertua" kepada
Mao Kau, sungguh hal ini membuatnya rikuh.


Tujuh Pedang Tiga Ruyung Karya Gan K L di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Berputar biji mata Liang Siang-jin, cepat ia berkata dengan tertawa, "Ah, masakah Taisu perlu
merasa malu segala. Lamaran sudah diterima, selain perlu menyembah dan memanggil mertua,
bahkan juga harus menyerahkan beberapa barang tanda mata sekedar mengukuhkan
perjodohan ini."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
"Tapi paderi. . . ." mendadak Kong-yu merasa ucapannya tidak betul dan cepat tutup mulut.
"Anak menantu, begitulah sebutan bagi dirimu sendiri," tukas Liang Siang-jin dengan gelak
tertawa. Bahwa seorang hwesio harus menyebut dirinya sendiri sebagai anak menantu dan memanggil
orang sebagai mertua, sungguh lelucon yang tidak lucu. Namun dalam keadaan begini,
siapapun tidak ada yang merasa geli.
Hati Kong-yu Hwesio terasa gembira, tak dirasakannya ucapan Liang Siang-jin yang bernada
mengejek itu, ia termenng sejenak dengan ragu, akhirnya berkata dengan pelahan. "Tapi Cayhe
terburu-buru keluar rumah sehingga tidak membawa sesuatu benda berharga. . . . ."
"Selanjutnya kalian adalah orang sekeluarga, apa alangannya Taisu menggunakan sepatu
perak mini sebagai emas kawin, sepatu itu memang milik guru nona Mao, jadinya kan lebih
baik." demikian usul Liang Siang-jin.
Kong-yu termenung dan tidak menanggapi.
"Memangnya kau rasakan berat memberikan sepatu mini itu?" jengek Bun-ki.
"Ah, masa," seru Kong-yu mendadak, akhirnya ia keluarkan sepatu mini itu dan diserahkan
kepada Mao Kau.
Melihat orang telah mengeluarkan sepatu perak itu, diam-diam Liang Siang-jin membatin.
"Asalkan tanda pengenal ini telah kau serahkan, selanjutnya aku pun tidak perlu tunduk lagi
kepada perintahmu."
Sedangkan wajah Thi Peng dan Auyang Bing tampak kelam dan mata merah berapi, meski
tidak bersuara, namun dari sorot mata mereka yang penuh kebencian sudah cukup bicara
segalanya. Pikiran Mao Kau juga bergolak, diam-diam sudah timbul niatnya membunuh, tapi dalam
keadaan ditempat ini betapapun dia tidak dapat bertindak secara terang2an, maka sepatu mini
dari Kong-yu Hwesio lantas diterimanya.
Sekilas dilihatnya air muka Thi Peng dan Auyang Bing yang penuh rasa dendam itu, segera ia
memberi tanda dan berkata, "Wi-im-sam-kiat terluka satu dan yang satu lagi tewas, lekas kalian
membantu Pang Kin membereskan jenazah yang mati dan merawat luka yang cedera, untuk
apa berdiri saja disini?"
Auyang Bing dan Thi Peng mengiakan dan mengangkat jenazah Cia Tong-hong dan memayang
pergi Utti Bun yang terluka itu bersama Pang Kin.
Diam-diam Mao Kau menghela napas, dikeluarkan sebuah kipas lempit, lalu berkata, "Ini,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
terimalah!"
Selagi Kong-yu belum tahu apa kehendak Mao Kau. Liang Siang-jin lantas menepuk pundaknya
dan berkata, "Itulah tanda mata balasan dari bakal mertua, lekas kau terima."
Setelah Kong-yu menerima kipas itu, mendadak dirasakannya sikap Liang Siang-jin terhadap
dirinya baik sebutan maupun cara bicara ternyata telah berubah agak kasar.
Teringat pada hal ini, terkesiap juga dia, dengan menyengir ia coba berkata, "Sekali ini telah
banyak mendapat bantuan Liang-heng, sungguh aku. . . . ."
Liang Siang-jin mendengus, "Aku seangkatan dengan Mao-tayhiap, selanjutnya lebih pantas
kaupun panggil aku sebagai paman, kalau tidak kan terasa kurang sopan?"
Kong-yu jadi melenggong dan tidak sanggup bicara lagi.
Melihat perubahan sikap dan cara bicara mereka, diam-diam Mao Kau bergirang, pikirnyanya,
"Hm, biarpun engkau selicin belut dan hampir saja aku terjebak olehmu, tapi akhirnya kau
sendiri tetap salah, sekarang berbalik aku yang akan mengemudikan dirimu."
Hati Kong-yu juga terkesiap demi melihat sikap Mao kau yang pongah itu, tapi ia pun tidak
gentar, pikirnya, "Hm, tidak perlu kau senang, bila ada sesuatu maksud jahatmu padaku, segera
engkau akan tahu rasa."
Yang paling gembira adalah Kiu-ciok-sin-tu Liang Siang-jin, pikirnya diam-diam, "Wahai saudara
Siu, jika benar mereka bedua bergabung menghadapi dirimu, memang engkau akan repot juga,
untunglah kedua oang ini sama-sama mempunyai niat busuk sehingga engkau pun tidak perlu
kuatir lagi."
Air muka Mao Bun-ki kelihatan tetap dingin saja, ia pun berpikir, "Wahai Siu Su, bila aku tidak
dapat menjadi istrimu, pasti juga aku takkan menikah dengan orang lain, begitu pula bila engkau
tidak dapat menikahiku, pasti juga takkan kubiarkan kau nikahi orang lain."
Begitulah cinta kasihnya yang semula berkobar kini telah berubah menjadi dendam kesumat.
Wataknya yang suci bersih kini juga berubah menjadi dingin, kejam tanpa kenal ampun.
Jika mereka yang berada disini sama mempnyai pikiran masing-masing, Thi Peng dan Auyang
Bing yang sudah meninggalkan ruang ini juga sukar diraba jalan pikirannya.
Setelah keluar dari ruangan itu, menerobos lorong dan keluar lagi keruangan tengah rumah
berhala yang kotor itu.
Diluar kegelapan malam tetap pekat, bahkan hujan keras disertai suara gemuruh guntur dan
terkadang berkelebatnya sinar kilat memecah angkasa yang gelap, Inilah sesaat yang paling
gelap sebelum subuh tiba.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Baru saja keluar diruang rumah berhala itu, segera Thi Peng berhenti dan memberi hormat
kepada Pang Kin. ucapnya, "Sungguh Siaute merasa sangat berterima kasih bahwa Pang-heng
telah tutup mulut serapatnya."
Dengan suara gemas Pang Kin menjawab, "Ai, janganlah Thi-heng bicara demikian, kami
bersaudara sudah lama menerima budi kebaikan Siu-siansing, adalah pantas bila kami bekerja
baginya. Apalagi sekali ini juga kami telah menjadi korban keganasan mereka."
Auyang Bing muncl paling akhir, sambil merapatkan kembali lubang bawah tanah itu, katanya
dengan menyesal, "Sungguh kami tidak menyangka ditengah jalan bisa muncul seorang Kongyu
Hwesio, kalau tidak tentu kami takkan mengundang kalian bertiga dan mengakibatkan Ciatoako
tewas secara sia-sia."
Utti Bun menghela napas, "Ah, mungkin sudah takdir, tak dapat menyalahkan kalian. . . ."
Mendadak Thi Peng menghela napas panjang, "Takdir. . . takdir. . . .Jika bukan takdir masakah
kami berdua dapat mengetahui bahwa guru kami yang paling kami hormati dan kagumi adalah
musuh kami pula yang telah membunuh segenap anggota keluarga kami."
Dengan heran Pang Kin bertanya, "Eh, kiranya baru sekarang kalian mengetahui Mao Kau
adalah musuh yang membunuh keluarga kalian, tadinya kusangka kalian cuma dendam saja,
maka pura-pura berguru kepada Mao Kau."
"Sebenarnya kami berdua adalah saudara misan," demikian Auyang Bing bertutur dengan
sedih, "Pada waktu berumur tujuh kami sudah berguru kepada orang she Mao."
"Mengapa kalian masuk keperguruannya?" tanya Pang Kin.
"Tatkala mana sudah timbul ambisi Mao Kau yang ingin merajai dunia persilatan, sebab itulah
dia khusus mencari anak yatim piatu yang cukup berbakat untuk dijadikan murid kepercayaan
sendiri demi memupuk kekuatan dikemudian hari."
"Dengan sendirinya sama sekali tak tersangka olehnya bahwa diantara anak yatim piatu yang
diterimanya itu terdapat juga putra musuh sendiri yang telah menjadi korban keganasannya,"
sambung Thi Peng dengan gemas, "Rupanya jaring langit memang cukup ketat, apa yang telah
diatur Thian terkadang memang sangat ajaib."
Saat itu diluar suara guntur lagi menggelegar sehingga makin membuktikan kebesaran Thian.
"Oo, jadi dia ang menemukan kalian dan bukan kalian yang mencari dia." ucap Pang Kin
dengan gegetun.
Utti Bun juga tertarik oleh cerita mereka itu, ia meronta bangun dan bertanya, "Jika hal itu sudah
terjadi belasan tahun dan tidak kalian ketahui, kenapa akhir-akhir ini dapat diketahui kalian?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Thi Peng tersenyum pedih, "Apabila Mao Kau tidak bermaksud mencakup segenap jagoan
didunia ini, tentu kami takkan mencari kalian bertiga. Dan bila kami tidak mencari kalian tentu
kami takkan pulang ke Wi-im dan tentu pula takkan mengetahui persoalan ini, jika persoalan ini
tidak kami ketahui, pasti juga Cia-jiko takkan tewas."
"Tapi jika Cia-jiko tidak mati, kalian berdua yang sudah mati." tukas Pang Kin dengan sedih.
"Mengapa bisa begitu?" tanya Auyang Bing dengan heran.
"Sebab ketika kalian berkunjung ketempat kami, diam-diam kami sudah menaruh racun didalam
arak," tutur Pang Kin. "Kami ingin meracun mati kedua utusan Mao Kau sekedar membalas budi
kebaikan Siu-siansing, siapa tahu. . . . . ."
"Ya, waktu perjamuan di Sam-kiat-ceng kalian, segera kami mengetahui dalam arak beracun."
tukas Thi Peng dengan tertawa. "Dari sana beru kami tahu bahwa antara Wi-im-sam-kiat juga
ada permusuhan dengan Mao kau. Kalau tidak, mana kami berani secara terang2an mengajak
kerja sama dengan kalian kesini, memangnya kami tidak kuatir akan dijual oleh kalian."
Utti Bun dan Pang Kin sama melenggong, kemudian Pang Kin berkata, "O, kiranya kalian juga
cerdik." "Ah, sama-sama." ujar Thi Peng dengan tersenyum.
Ke-empat orang lantas saling pandang dengan sama-sama merasa ngeri. Dunia Kangouw
memang penuh intrik, penuh pertentangan antar pribadi dan kelompok, setiap saat bisa terjadi
perubahan dan bilamana salah dalam sekejap mungkin akan mendatangkan bencana bagi diri
sendiri. Sejenak kemudian Utti Bun berkata pula, "Agaknya setiba di Wi-im kalian menemukan sesuatu.
. ." "Ya, Wi-im sesungguhnya adalah kampung halaman kami," tutur Thi Peng. "Seplangnya disana,
dengan sendirinya kami berziarah kemakam leluhur, siapa tahu. . . . ."
Tiba-tiba tertampil rasa duka dan juga dendamnya, dengan tandas ia sambung pula, "Selesai
kami berziarah dan baru meninggalkan makam leluhur, tiba-tiba datang dua orang kakek
berjubah hijau. Waktu itu sudah jauh malam, karena ingin tahu sesungguhnya siapa kedua
kakek itu dan apa yang akan diperbuatnya, maka diam-diam kami bersembunyi.
Dalam kegelapan terlihat kedua kakek itu yang satu tinggi dan yang lain pendek, keduanya
berbaju dekil, rambut sudah ubanan, tampaknya merekapun dirundung duka nestapa. Mereka
memberi hormat didepan makam leluhur kami, kakek yang pendek mendadak menghela napas
panjang dan bergumam, 'Wahai Siu Tok, ternyata tidak salah ucapanmu!'
Hati kami sama terkesiap waktu itu, sungguh kami tidak menyangka orang tua kami almarhum
bisa ada sangkut-pautnya dengan gembong iblis Siu Tok itu" Kudengar kakek yang tinggi itu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
juga bergumam dengan menyesal, 'Wahai Siu Tok, dahulu pernah kau bilang Mao kau telah
banyak melakukan perbuatan kotor dan jahat disekitar Tinkang, sayang kami tidak mau
percaya, tapi setelah tujuh belas tahun kemudian sekarang kami telah menyelidiki daerah
sekitar Tinkang dan baru diketahui bahwa keteranganmu memang benar seluruhnya. Namun
urusan sudah terlambat.'
Mendengar uraian kakek tinggi itu, kembali hati kami bergetar. . . . ."
Sampai disini, Pang Kin coba menyela, "Apakah makam itu makam ayah-bundamu?"
"Betul." jawab Thi Peng.
"Jika begitu, untuk apa kedua kakek itu menyebut Siu-siansing didepan makam dan menyebut
pula apa yang diperbuat Mao kau di Tinkang segala?" tanya Pang Kin.
"Meski asal leluhurku di Wi-im, tapi ayah membuka Piaukok di Tinkang." tutur Thi Peng.
"Setelah kedua orang tua dan paman serta bibi terbunuh pada sembilan belas tahun yang lalu,
sanak famili yang masih hidup lantas membawa layon orang tua kami kembali ke kampung
halaman di Wi-im."
Sampai disini air matanya tak terbendung lagi, sambungnya dengan tersendat, "Kematian orang
tua kami sungguh sangat mengerikan, biarpun marah, namun tidak ada seorang kawan
Kangouw yang mengetahui siapa pembunuhnya. Maka hatiku tergerak ketika mendengar
ucapan kedua kakek itu, kupikir perkataan mereka itu pasti ada sangkut-pautnya dengan ayahbundaku."
Sampai disini, kerongkongan Thi Peng serasa tersumbat dan tidak sanggup meneruskan lagi.
Pelahan Auyang Bing menepuk bahu sang Suheng, lalu menyambung, "Selagi kami merasa
sangsi, kakek tinggi itu berkata pula, 'Wahai arwah didalam kuburan, bilamana kalian bisa
mendengar di-alam baka, ketahuilah bahwa musuh kalian akhirnya ketahuan juga, dia bukan
lain ialah Mao kau.'
Kakek yang lain lantas menyambung, ' Meski kalian tidak mempunyai keturunan yang akan
menuntut balas bagimu, tapi. . . .' Sampai disini kami tidak tahan lagi, tanpa berjanji serentak
kami melompat keluar bersama dan menangis sedih didepan makam."
Auyang Bing mengusap air matanya yang bercucuran, lalu melanjutkan, "Tentu saja kedua
kakek itu terkejut, tapi setelah mereka tahu kami adalah keturunan orang di dalam kuburan,
serentak mereka pun bersorak dan bersyukur.
Kakek jangkung itu meng-amat2i kami sejenak, mendadak air mukanya berubah dan bertanya,
'Apakah kalian murid Mao Kau"'
Kami lantas menceritakan tentang masuknya kami keperguruan Mao Kau yang tidak sengaja
itu, sungguh duka dan murka kami pada waktu itu sukar dilukiskan."
Thi Peng berhenti menangis dan menyambung, "Sejak dari kedua kakek itu kami mengetahui
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Mao kau adalah musuh kami, tentu saja disamping girang hati kami juga berduka dan murka.
Sebab musuh yang ingin kami cari akhirnya ditemukan juga, tapi Thian justru mengatur kami
masuk dalam perguruannya sehingga kami secara diam-diam dapat menyabot segala
usahanya."
"Masakah Mao kau sendiri sama sekali tidak tahu?" ujar Pang Kin dengan alis berkerut.
Wajah Thi Peng yang belum kering dari air mata itu menampilkan senyuman licik, katanya,
"Itulah ganjaran yang diberikan oleh Thian. Sebab pada waktu kami masuk perguruan, Mao Kau
mengharuskan kami bersumpah agar selamanya tidak lagi mengungkit asal-usul kami sendiri."
"Tindakannya itu adalah ingin memutuskan segala hubungan kekeluargaan kami dengan leluhur
kami agar dapat bekerja baginya dengan sepenuh hati dan mati baginya," sambung Auyang
Bing dengan gemas.
"Tapi dia tidak menyangka bahwa masih ada Thian yang maha kuasa yang telah mengatur dan
menentukan segalanya akhirnya senjata makan tuan dan dia harus menelan hasil perbuatannya
sendiri," kata Thi Peng dengan tersenyum pedih.
Utti Bun dan Pang Kin sama menghela napas, agar tidak membikin duka hati Thi Peng dan
Auyang Bing, mereka tidak tanya lagi cara bagaimana kematian orang tua mereka yang
mengenaskan itu.
Tapi Pang Kin lantas bertanya, "Sesungguhnya siapakah kedua kakek itu?"
"Kami telah tanya mereka berulang-ulang tapi mereka tidak mau omong, mereka lantas tinggal
pergi begitu saja kecuali menyatakan bahwa nama mereka sudah terlupakan dua puluh tahun
yang lalu." tutur Thi Peng dengan gegetun.
Diluar suara guntur tambah keras, hujan semakin deras.
Perasaan semua orang sama tertekan dan memandang air hujan yang seperti dituangkan dari
atas itu, semua diam saja.
Kecuali pada waktu sinar kilat berkelebat, suasana gelap gulita, siapa pun tidak dapat melihat
wajah masing-masing, namun keempat orang mempunyai dendam yang sama dan saling
mengerti. Mendadak Thi Peng bersuara pula, "Dan sekarang bagaimana dengan jenazah Cia-jiko, akan
dikebumikan dimana?"
"Cia-jiko sudah meninggal, kami wajib menuntut balas baginya, supaya rohnya dapat tenang di
alam baka, harus kami kebumikan dia se-baik2nya," ujar Utti Bun.
Tiba-tiba Pang Kin menambahkan, "Eh, kukira untuk menuntut balas, kesempatan yang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
terbesar terletak juga pada tangan Thi-heng berdua, kalian yang selalu mendampingi jahanam
she Mao itu, mengapa kalian tidak ada rencana untuk membunuhnya?"
"Cara membunuh Mao kau terhadap orang tua kami terlalu keji. . . ." saking emosinya Thi Peng
tidak sanggup meneruskan, sejenak kemudian baru menyambung pula dengan gemas, "Maka
bila kami hanya membunuh dia begitu saja, kan terlalu murah baginya?"
"Jika demikian, kecuali akan kami bantu dari dalam, kukira kita masih harus mengatur
seperlunya, kalau tidak. . . ."
Belum lanjut pembicaraan mereka, mendadak terdengar suara derapan kaki kuda yang ramai
ditengah hujan lebat.
"Ssst, ada orang datang!" desis Auyang Bing dengan air muka berubah.
Waktu mereka pasang kuping, suara lari kuda itu ternyata menuju kerumah berhala ini.
Cepat Auyang Bing mengangkat mayat Cia Tong-hong dan disembunyikan dibawah meja
sembahyang, katanya dengan suara tertahan, "Lekas sembunyi ditempat yang tak kelihatan."
Rumah berhala ini memang cukup luas, ada belasan patung yang dipuja disini, ruangan ini
sedikitnya ada belasan meter luasnya. Cepat mereka lantas mencari tempat sembunyi.
Sejenak kemudian, terdengar suara ringkik kuda diluar, seorang berkata dengan tertawa,
"Haha, untung dapatlah kita menemukan tempat berteduh sebaik ini."
Baru lenyap suaranya, masuklah dua orang dengan basah kuyup. Seorang muka putih dan
berjenggot pendek, tegap dan gagah. Seorang lagi rambut terikat diatas kepala dan berjubah
kelabu, langkahnya tampak gesit, tapi sikapnya kelihatan lesu.
Thi Peng yang bersembunyi dibelakang altar samar-samar dapat membedakan bangun tubuh
kedua orang ini, mendadak sinar kilat berkelebat hingga wujud kedua orang itu tertampak jelas.
"Ah, kiranya Jing-hong-kiam- Cu Pek-ih dan Hoa-san-gin-ho," demikian pikir Thi Peng.
Begitu kedua orang itu masuk kesitu, lebih dulu mereka mengebaskan baju masing-masing
untuk membuang air yang masih berketes, lalu baju luar dilepas dan diperas, kemudian
mengusap muka. Baju yang basah itu lantas dibentang dan digantung di dinding.
"Apakah Toheng membawa alat ketik api?" tanya Cu Pek-ih.
"Umpama membawa alat ketik api juga basah dan tidak dapat digunakan lagi." ujar Gin-ho
Tojin, cara bicaranya kurang bersemangat, agaknya lagi menanggung sesuatu pikiran.
"Haha, boleh juga duduk dalam kegelapan." ucap Cu Pek-ih dengan tertawa.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Kedua orang lantas diam.
Sejenak kemudian Cu Pek-ih buka mulut pula, "Tempat ini entah Tokoan (kuil To atau Tao) atau
Hudsi (biara Buddha), jika yang dipuja adalah Sam-ciang-loco (tiga tokoh agama Tao yang
dipuja), kita harus memberi sembah hormat."
Dalam kegelapan, yang sebentar2 bicara hanya Cu Pek-ih saja, Hoa-san-gin-ho cuma berduduk
mematung, tidak buka mulut, juga tidak menanggapi.
Selagi Thi Peng dan lain-lain merasa heran, tiba-tiba Cu Pek-ih berkata pula, "Toheng, engkau
sudah menyerahkan dirimu kedalam agama, sepantasnya urusan budi dan dendam
dikesampingkan saja, jika engkau sudah bertekad takkan menuntut balas, kenapa engkau
memikirkannya pula?"
Sinar kilat kembali berkelebat, mendadak Hoa-san-gin-ho berdiri, dengan langkah lebar ia
menuju kepintu rumah berhala itu, tapi lantas putar balik, dan bergitulah ia mondar-mandir


Tujuh Pedang Tiga Ruyung Karya Gan K L di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

beberapa kali, lalu menghela napas dan menggerundel, "Tapi kalau tidak menuntut balas, mana
bisa rasa dendamku ini terlampias?"
"Balas membalas,lantas sampai kapan baru akan berakhir?" ujar Cu Pek-ih.
Hoa-san-gin-ho duduk kembali dan berdiam lagi sekian lamanya, kemudian berkata pula
dengan suara berat, Cu-heng, kau tahu betapa susah aku meyakinkan ilmu pedanku, siang
malam tidak kenal lelah, orang lain sudah tidur, aku masih giat berlatih, soalnya kutahu bakatku
sendiri terlalu rendah, kalau aku tidak berlatih segiatnya, cara bagaimana aku dapat menntut
balas?" "Meski aku tidak mempunyai dendam kesumat apa-apa, caraku berlatih ilmu pedang juga segiat
itu," ujar Cu Pek-ih.
"Tapi selama dua puluh tahun ini tak pernah kulupakan dendan kemsumat ini barang
sedetikpun, kini ilmu pedangku sudah selesai kuyakinkan, apakah boleh kulupakan sakit hati
yang kudendam selama dua puluh tahun ini?" seru Gin-ho Tojin.
"Ya, biarpun tidak dapat melupakannya juga harus dibikin lupa, di dunia ini memang banyak
urusan yang membikin orang apa boleh buat." ujar Cu Pek-ih dengan menyesal. "Sekalipun
dendammu merasuk tulang juga tidak dapat kau tuntut balas."
Thi Peng dan lain-lain sama heran dan kejut mendengar percakapan mereka. Diam-diam
mereka sama membatin, "Siapakah musuh mereka?"
Tertampak Hoa-san-gin-ho berdiri pula dan mondar-mandir diruangan rumah berhala ini, jelas
hatinya tidak tentram, penuh pertentangan.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
"Toheng," kata Cu Pek-ih lagi, "Maaf jika kubicara terus terang. Bahwa Siu-siansing itu telah
membunuh ayah-bundamu, tapi Cukat It-peng suka menindas orang kecil dan memeras orang
baik-baik, Cukat-toanio juga memaksa perempuan baik menjadi pelacur, hal ini cukup diketahui
khalayak ramai, sakit hati terbunuhnya mereka itu andaikan harus kau tuntut balas juga tidak
pantas dijatuhkan terhadap anak keturunan Siu-siansing."
Thi Peng dan lain-lain sama terkesiap, pikir mereka, "Hah, kiranya Hoa-san-gin-ho ini asalnya
ialah putra Cukat It-peng yang terkenal dijaman dahulu dan juga musuh Siu-siansing."
Teringat kepada permusuhan yang ruwet ini, tanpa terasa semua orang sama menghela napas.
Terdengar Hoa-san-gin-ho lagi berkata pula dengan menyesal, "Wahai, Siu Su, jika kulupakan
dendam padamu, memangnya dapat kau lupakan dendammu terhadap orang lain."
Habis bergumam kembali ia duduk lemas lagi. Kedua orang lantas tidak bicara lagi. semuanya
sama termenung.
Ditengah hujan lebat dan gelegar guntur terdengar ringkik kuda sehingga suasana terasa
seram. Kembali sinar kilat berkelebat, cu Pek-ih berkata, "Aneh, selain patung Sam-cing-cosu kenapa
disini juga ada patung Buddha. . . ."
Belum lanjut ucapannya, sekonyong-konyong dua sosok bayangan orang menyelinap masuk
dari luar. Keduanya sama bertubuh jangkung, lelaki setengah umur yang jelas berkungfu tinggi.
Sesudah berada didalam, kedua orang mengebaskan air yang membasahi baju mereka, setelah
mengucap maaf, lalu mereka duduk dipojok sana.
Meski empat orang berduduk di suatu ruangan, namun siapa pun tak dapat melihat wajah yang
lain. Cu Pek-ih dan Hoa-san-gin-ho tidak bicara, sebaliknya kedua pendatang baru lantas kasakkusuk
entah apa yang sedang dibicarakan mereka.
Selang agak lama, ketika sinar kilat berkelebat lagi, waktu Cu Pek-ih dan Gin-ho Tojin
memandang kesana, terlihat kedua orang itu juga sedan memandang mereka, setelah keempat
orang saling pandang sekejap, semuanya sama tersenyum.
Keadaan kembali gelap lagi, lamat-lamat Cu Pek-ih merasa satu diantaranya seperti sudah
dikenalnya, cuma tidak ingat siapa dia.
Suara kasak-kusuk dipojok sana juga sudah berhenti, agaknya kedua orang itu sedang
mengheningkan cipta.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Cu Pek-ih coba membisiki Gin-ho Tojin, "dari geraK tubuh waktu mereka datang tadi,
tampaknya mereka bukan sembarang jagoan Kangouw, tapi mengapa aku tidak ingat siapakah
mereka ini?"
"Apu pun tidak kenal mereka," Gin-ho Tojin menjawab dengan lirih.
Cu Pek-ih lantas menghela napas dan menggurutu sendiri, "Ai, hujan selebat ini, entah sampai
kapan baru akan berhenti"!"
Semua orang tidak ada yang menanggapi ucapannya, terpaksa Cu Pek-ih memejamkan mata
dan menghimpun tenaga, Keempat orang sama duduk diam dalam kegelapan sehingga serupa
patung diatas altar.
Dalam kegelapan keempat orang yang lain menjadi gelisah juga dan berharap hujan lekas
berhenti. Mereka bersembunyi, ada yang dikolong meja sembahyang, ada yang dibelakang
altar, sampai bernapas juga tak berani keras-keras.
Tak lama kemudian, mendadak terdengar suara orang, kembali dua sosok bayangan melayang
masuk, gerakan mereka ternyata tidak kurang gesitnya daripada kedua pendatang yang
pertama. Semua orang sama terkejut dan memandang kesana.
Dalam kegelapan hanya tertampak dua sosok bayangan tinggi besar, meski tidak tertampak
jelas wajahnya, tapi dapat diketahui kedua orang ini adalah orang cacat badaniah.
Agaknya kedua orang ini sama berwatak keras, begitu masuk kesini, mereka memandang
sekitarnya apakah ada orang lain atau tidak, seorang diantaranya lantas membentak, "Jika
terus menerus kau recoki diriku, bisa kupukul mampus dirimu."
Suaranya kedengaran agak serak, jelas suara orang tua renta.
Seorang lagi mendadak berlutut dan memohon, "O, ayah. . . .ayah. . . ."
Suara tua itu membentak pula dengan gusar, "Jika tidak kau bawa kepala putra Siu Tok
kepadaku, seterusnya tidak perlu kau panggil ayah padaku. Putra yang tidak membalaskan
dendam ayahnya, untuk apa aku mengakui dia sebagai anak?"
Orang kedua mendekam dilantai dan menangis tergerung-gerung.
Tidak perlu tanya juga Cu Pek-ih dan Hoa-san-gin-ho tahu siapa kedua orang ini, yaitu Ong
Loh-peng dan putranya.
Mendadak Cu Pek-ih bersuara, "Jika putra berbakti begini tidak kau terima, sungguh engkau ini
orang bodoh."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Jin-beng-loh-hou, si pemburu nyawa manusia Ong Loh-peng serentak berpaling dan
membentak, "Siapa itu yang bicara?"
Cu Pek-ih tertawa, "Aku yang memper temukan kembali kalian ayah dan anak, masakah
sekarang engkau tidak kenal lagi padaku."
Dibawah berkelebatnya sinar kilat dapatlah Ong Loh-peng melihat jelas wajah Cu Pek-ih.
Tiba-tiba guntur menggelegar dengan dahsyatnya sehingga kuda yang tertambat di-emper
rumah meringkik kaget.
Ong Loh-peng mendengus, "Hm, kiranya lagi-lagi sahabat yang suka ikut campur urusan ini,
untuk apa kau datang kesini?"
"Untuk menunggu seorang teman yang tidak mau mengakui anaknya sendiri." sahut Cu Pek-ih
dengan tertawa.
Ong Loh-peng melangkah maju dan berteriak dengan gusar, "Kudengar kabar yang
mengatakan Mao Kau dan keturunan orang she Siu telah berada disekitar Tinkang sini, sebab
itulah kususul kemari. . . ."
"Memangnya mau apa menyusul kemari?" jengek Cu Pek-ih.
"Kau sendiri menunggu disini, apakah juga sedang menunggu orang she Siu?" damperat Ong
Loh-peng dengan gusar. "Tampaknya kau sendiri adalah calo bagi orang she Siu itu, tapi
biarpun mengoceh tiga hari tiga malam juga takkan menggoyahkan pendirianku."
"Jadi kau pasti akan menuntut balas?" Cu Pek-ih menegas.
"Tentu saja, sakit hati selama dua puluh tahun harus kubalas," teriak Loh-peng.
"Hm, kau sendiri berjuluk si pemburuh nyawa manusia, kenapa engkau tidak langsung
memburu putra orang she Siu, tapi sengaja mempersulit putramu sendiri" Orang she Siu telah
menyelamatkan nyawanya, tapi engkau malah. . . . ."
"Keparat. . . ."
Selagi Ong Loh-peng meraung murka, memdadak dari pojok sana seorang mendengus, "Hm,
Siu-siansing telah menyelamatkan jiwa anakmu, tapi berbalik hendak kau bunuh putra Siusiansing,
dimana letak keadilan urusan ini?"
Dua sosok bayangan jangkung lantas berbangkit pelahan dari pojok sana, lalu bersama
menggeser kearah Ong Loh-peng.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Kedua orang ini sama tinggi perawakannya dan sama besarnya, langkahnya juga sama enteng
dan pelahan, dipandang dalam kegelapan serupa badan halus saja.
Dengan suara bengis Ong Loh-peng menegur, "Siapa kalian, ada sangkut-paut apa denga
orang she Siu?"
"Sebelum kau cari orang she Siu untuk menuntut balas, ingin kutanya dulu kepadamu." jengek
orang yang sebelah kiri, "Coba jawab, kau sendiri telah banyak membunuh orang jauh
diperbatasan utara sana, lalu apakah tidak kau pikirkan orang juga akan menuntut balas
padamu?" Segera orang yang sebelah kanan menyambung, "Tidak sedikit kafilah yang kau ganggu di
padang pasir sana, arwah orang-orang yang kau bunuh dan gentayangan itu juga akan minta
ganti nyawa kepadamu."
Terkesiap Ong Loh-peng, dengan suara gemetar ia tanya, "Se. . . .sesungguhnya siapa kalian?"
"Siapa kami?" jengek orang sebelah kiri, "Boleh kau lihat sendiri. . . ."
Belum habis ucapannya, kembali sianr kilat berkelebat disertai guntur menggelegar, kuda juga
meringkik dan daun jendela sama bergetar, bumi ini seakan-akan berguncang.
Sekilas Ong Loh-peng dapat melihat wajah kedua orang itu putih pucat dan kaku serupa mayat
hidup, namun sinar matanya setajam sembilu. Wajah kedua orang ternyata serupa bagai pinang
dibelah dua. "Kau. . .kau. . . ." sambil menuding Ong Loh-peng menyurut mundur dengan gemetar..
"Hehehe," orang sebelah kiri menyeringai, "Sudah sekian lama kucari kau, selama kau masih
hidup didunia sehari, selama sehari pula kafilah di padang pasir akan terasa tidak aman. Maka
kukira akan lebih baik kau susul Siu-siansing saja ke-akhirat untuk menuntut balas padanya
disana." Sambil bicara pelahan ia lantas mendesak maju.
Dalam kegelapan, samar-samar Ong Loh-peng merasa wajah orang serupa orang yang pernah
dibunuhnya digurun dan sedang menyeringai padanya. Tiba-tiba terbayang darah yang
berhamburan dan mayat yang bergelimpangan. . . . Mendadak ia berteriak, lalu membalik tubuh
dan berlari pergi dengan cepat.
Si Thauto berambut kusut sudah berhenti menangis, tapi masih mendekam dilantai, melihat
sang ayah berlari pergi seperti orang kurang waras, ia pun menjerit kaget, "Ayah!"
Cepat ia pun melompat bangun dan ikut lari keluar secepat terbang.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Sejak tadi Cu Pek-ih hanya mengikuti kejadian itu dengan tak acuh, mendadak sekarang ia
bertepuk tangan dan berkata dengan tertawa, "Haha, bagus! Tindakan kalian ini sungguh
sangat mengagumkan."
Kedua pendatang terakhir itu tersenyum, yang sebelah kiri berkata, "Seterusnya kukira dia tidak
berani lagi mencari orang untuk menuntut balas dan juga tidak berani burbuat kejahatan pula.
Tapi kalau dia tidak memperbaiki perbuatannya, suatu ketika dia tetap tak bisa lolos dari
tanganku."
"Tadi kulihat jelas kalian adalah tokoh yang gagah dan cakap, mengapa dalam sekejap kalian
telah berubah wujud, barangkali kalian juga selalu sedia kedok kulit manusia?" tanya Cu Pek-ih
dengan tertawa.
Kedua orang itu tertawa, seorang diantaranya berkata, "Tajam benar pandanganmu." Serentak
mereka menanggalkan kedok masing-masing.
"Ketika sinar kilat berkelebat segera dapat kulihat wajah asli kalian, entah sudikah kalian
memberitahukan nama kalian yang mulia?" tanya Cu Pek-ih.
"Cayhe Toanbok Hong-cing!" jawab orang sebelah kiri dengan tersenyum.
Hendaknya maklum, biarpun nama "Kim-kiam-hiap" telah menggemparkan dunia Kangouw, tapi
nama Toanbok Hong-cing sendiri sama sekali asing bagi dunia persilatan.
Cu Pek-ih bersuara heran, ia tidak mengerti ginkang orang sedemikian tinggi, mengapa
namanya tidak pernah terdengar didunia Kangouw"
Pandangannya beralih kepada orang sebelah kanan, ketika itu sinar kilat kebetulan berkelebat
lagi sehingga kedua orang dapat saling pandang dengan jelas. Tanpa terasa orang itu
memanggil dengan pelahan, lalu menunduk, seperti malu bertemu dengan Pek-ih.
Tergerak hati Cu Pek-ih, teringat olehnya siapa orang ini, dengan suara terputus ia melangkah
maju dan menyapa, "Ah, bukankah engkau ini Siausute Ciok Ling?"
Ia pegang pundak Ciok Ling dengan erat, meski kelihatan kurus dan tua, tapi raut wajah Ciok
Ling dan sinar matanya yang terang masih sangat dikenal oleh Cu Pek-ih.
Merasa tidak bisa menghindar lagi, Ciok Ling menghela napas, katanya, "Suheng, kiranya
engkau masih kenal Siaute."
Selama belasan tahun ini dia patah semangat dan putus asa, selalu menghindari bertemu
dengan para saudara seperguruan dari Bu-tong-pai, ia tidak ingin keadaannya yang nelangsa
dilihat oleh mereka.
Pek-ih memegang erat Ciok Ling dan berkata, "Ah, masa aku tidak kenal padamu. Selama ini
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
justru selalu ingin kucari dirimu untuk memberi pengajaran sepantasnya. . . . ." sampai disini
suaranya menjadi tersendat.
Hati Ciok Ling juga terharu, darah serasa bergolak, ucapnya dengan menunduk, "Mohon
Suheng memberi petunjuk."
"Sejak tujuh belas tahun yang lalu mengapa selalu engkau menghindari kami dan tidak pernah
pulang kegunung sama sekali, apakah karena ada sesuatu kesalahan kami terhadapmu atau
engkau yang merasa bersalah kepada kami?"
Dengan sedih Ciok Ling menjawab. "Siaute merasa bersalah kepada diri sendiri dan berdosa
terhadap perguruan, sebab. . . .sebab selama ini Siaute hanya luntang-lantung didunia
Kangouw tanpa menghasilkan sesuatu, sungguh Siaute malu untuk bertemu kembali dengan
para Suheng, kini hati Siaute sudah beku dan. . . . ."
"Hatimu beku?" bentak Cu Pek-ih mendadak, "Mengapa hatimu beku" Usiamu masih muda,
hari depanmu masih panjang dan gemilang, mengapa kau patah semangat dan masa bodoh,
apakah caramu ini tidak berdosa terhadap orang tua, terhadap perguruan?"
Ciok Ling menunduk dan menghela napas tanpa bicara.
Kedukaan dan kehancuran hatinya sungguh sukar baginya untuk dipaparkan kepada orang lain.
Sudah sepuluh tahun ini dia hidup merana sejak gadis yang dicintainya meninggalkan dia,
baginya hidup ini menjadi tidak ada artinya lagi.
Dengan suara lantang Cu Pek-ih berkata pula, "Sekalipun hatimu mengalami pukulan, tidak
layak lantas melupakan segalanya, tidak boleh kau lupakan saudara seperguruanmu yang
pernah berkumpul dan belajar bersama sekian lama, terlebih tidak pantas kau lupakan budi
kebaikan perguruan yang telah memupukmu,"
"Tapi Siaute. . . ."
"Jangan bicara lagi, singkatnya mulai sekarang kau harus bangkit kembali, harus
memperbaharui hidupmu, supaya dunia tahu bahwa Ciok Ling bukanlah pemuda yang rela
tenggelam dalam kehidupan yang tak berarti."
Ciok Ling masih tetap menunduk.
Dengan gusar Cu Pek-ih menambahkan, "Sebenarnya dalam hal apa engkau lebih rendah
daripada orang lain, mengapa kau rela dipandang hina orang" Asalkan engkau berdiri tegak
dan membusungkan dada, siapa pula yang takkan menghormati orang yang bernama Ciok
Ling?" Hati Ciok Ling mulai tergerak, darah terasa mendidih, mulai tumbuh daya hidupnya. Mendadak
ia berbangkit dan berseru lantang, "Teguran Suheng memang benar, mulai saat ini Siaute
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
menurut pada nasihat Suheng dan akan menjadi manusia baru."
Hao-san-gin-ho yang sejak tadi diam saja mendadak juga berbangkit dan berseru, "Jika ada
orang yang ingin kuajak menjadi sahabatku, orang pertama adalah Ciok-heng!"
Ciok Ling tertawa cerah dan memegang tangan Gin-ho dengan erat, serunya, "Hoa-san-gin-ho,
sungguh sudah lama kukagum padamu."
Toanbok Hong-cing juga berseru dengan tertawa, "Haha, bagus, inilah peristiwa yang paling
menyenangkan selama aku berkelana sekian tahun. . . ."
"Cuma sayang disini tidak ada arak, kalau tidak tentu aku akan minum sampai mabuk," seru Cu
Pek-ih. "Disini tidak ada arak, memangnya ditempat lain juga tidak ada." kata Toanbok Hong-cing. "Ayo
berangkat!"
Meski hujan diluar sudah agak mereda, tapi masih gerimis.
"Kedatangan kita ini adalah untuk berteduh karena kehujanan, masa sekarang akan berangkat
begini saja?" ujar Cu Pek-ih.
"Menerobos hujan golok dan pedang saja tidak gentar, masakah takut kehujanan?" seru
Toanbok Hong-cing.
Keempat orang lantas bergelak tertawa. Segera terdengar ringkik kuda yang ramai, akhirnya
derapan kaki kuda pun lenyap dan suasana kembali dalam kesunyian.
Thi Peng berempat yang bersembunyi ditempat gelap baru merasa lega, setelah ditunggu lagi
sekian lama, kemudian barulah mereka melompat keluar.
"Wah, jika mereka tidak segera pergi, sungguh aku bisa mati sesak napas," kata Pang Kin.
"Jika tidak ada Hoa-san-gin-ho, tentu sejak tadi kukeluar untuk menemui mereka." ujar Thi
Peng. Luka Utti Bun tidak terlalu parah, setelah istirahat sekian lama, keadaannya sudah tambah baik
dan sudah dapat berjalan.
Dengan tersenyum ia pun berkata, "Meski Hoa-san-gin-ho ada permusuhan dengan Siusiansing,
tapi dia pasti bukan orang yang suka membocorkan rahasia orang lain. Justru kukuatir
mereka memergoki kita dan timbul salah paham."
Auyang Bing memandang patung yang menjadi kunci lubang masuk tadi dan berkata, "Selang
sekian lama, mungkin hwesio itu segera akan keluar."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
"Ya, kita juga harus membereskan jenazah Cia-jiko, tempat ini juga bukan tempat bicara yang
baik, marilah kita pergi saja." ujar Thi Peng.
Tanpa bicara lagi mereka lantas membawa mayat Cia Tong-hong dan berangkat dibawah
hujan. Suasana rumah berhala ini segera kembali sunyi senyap.


Tujuh Pedang Tiga Ruyung Karya Gan K L di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dalam pada itu subuh pun tiba, di-ufuk timur sudah mulai remang-remang, samar-samar patung
sudah mulai kelihatan. Bilamana patung-patung ini makhluk hidup, setelah menyaksikan sukaduka
soal budi dan dendam serta percakapan orang-orang tadi dengan rahasianya, entah
bagaimana pula dia akan berpikir.
Tiba-tiba ditengah suara gemercik hujan, ruang rumah berhala ini bergema lagi suara orang
menghela napas.
Hah, jangan-jangan patung itu benar-benar hidup dan lagi menyesali manusia dengan beraneka
ragam persoalannya didunia ini.
Dibawah remang fajar, pada tempat pemujaan sebelah sana, suara oang menghela napas itu
bergema dari balik tabir rumah patung sana.
Anehnya mendadak sebuah patung diantaranya lantas bergerak pelahan, mendadak patung itu
melompat keluar dan hinggap ditengah ruangan.
Terlihat patung ini berjubah Tosu, mukanya sangat jelek, sorot matanya mencorong terang
seperti dapat menembus segala keburukan dan kejahatan yang terjadi pada kehidupan
manusia ini. Dia memandang sekejap sekeliling ruangan, mendadak melompat kembali kerumah patung dan
berkata, "Sudah pergi semua!"
Dari dalam rumah patung lantas bergema suara orang yang mendongkol, "Hm, tentu saja sudah
pergi semua."
Rupanya patung itu juga bukan patung benaran melainkan manusia hidup.
Tapi siapakah dia" Setelah mendengar rahasia sebanyak ini dan melihat macam-macam
sengketa yang ruwet itu, apa yang akan dilakukannya.
Jika dia sekutu Mao Kau, maka rencana rahasia Thi Peng dan kawan-kawannya bukankah akan
gagal total" Bahkan jiwa mereka pun terancam bahaya, Mana Leng-coa Mao Kau dapat
mengampuni mereka.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Sebaliknya bila kedua orang ini sahabat Siu Su, setelah mendengar perundingan rahasia
komplotan Thi Peng tadi, mengapa mereka tidak keluar untuk bergabung melainkan cuma
mencuri dengar saja secara diam-diam.
Bila mereka teman Siu Su, seharusnya mereka keluar untuk menemui Toanbok Hong-cing dan
Ciok Ling serta memberitahukan kepada mereka bahwa rumah berhala inilah tempat sembunyi
rahasia Mao kau.
Namun semua itu tidak dilakukan oleh mereka, sungguh sukar untuk dimengerti, siapakah
mereka" Angin pagi tambah dingin, sebaliknya hujan mulai reda.
Dari rumah patung rahasia itu kemudian melompat turun dua orang, tangan kanan seorang
memegang pergelangan tangan temannya, perawakan orang kedua ini lebih tinggi, tapi gerakgeriknya
lebih lamban. Dia menengadah dan menarik napas panjang lalu berkata dengan gemas, "Mengapa kau tutuk
diriku, padahal mana ada maksudku untuk melarikan diri" Jika kau tetap siksa diriku cara
begini, rasanya lebih baik aku bunuh diri saja."
Yang lebih pendek itu mendengus, "Hm, jika tidak kututuk dirimu hingga tak bisa berkutik, ketika
melihat Ciok Ling tentu engkau sudah berteriak minta tolong. Pendek kata, sebelum
menemukan adik Ki tidak dapat kubebaskan dirimu."
Tidak perlu diterangkan lagi kedua orang ini jelas ialah Siu Su dan Buyung Siok-sing.
Tempo hari, karena salah langkah, Siu Su telah kena dikibuli Buyung Siok-sing dan tertawan,
sebegitu jauh dia belum berhasil meloloskan diri, sebab pada hakikatnya satu langkah pun
Buyung Siok-sing tidak pernah meninggalkan dia tanpa menghiraukan pantangan antara lelaki
dan perempuan yang dilarang berdekatan.
========================================================================
========================
= Apakah Siu su dan Buyung Siok-sing akan menerjang ketempat sembunyi Mao Kau untuk
membekuknya"
= Cara bagaimana akan terselesaikan berbagai permusuhan antar kelompok dengan macam2
persoalan yang ruwet itu"
=== Bacalah jilid selanjutnya ===
========================================================================
========================
Jilid 18 TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Mereka berdua semula memakai jubah hijau dan memakai kedok mayat hidup, tapi
sepanjang jalan mereka selalu menarik perhatian orang awam, maka Buyung Siok-sing lantas
memberi tukar Siu Su dengan jubah Tosu serta diberinya kedok yang buruk sehingga membuat
orang awam tidak senang memandang keburukan muka mereka, dengan demikian terhindarlah
berbagai kesulitan dalam perjalanan.
Namun dari mana Siu Su tahu akan jejak Mao Kau, dengan sendirinya mereka hanya mencari
kian kemari dan tidak menemukan sesuatu.
Setelah berputar kayun, secara tidak sengaja mereka pun berteduh kerumah berhala ini
ketika hujan lebat, sungguh mereka tidak menyangka rumah berhala inilah sarang rahasia Mao
Kau. Pada waktu Thi Peng berempat keluar dari lorong bawah tanah, cepat Buyung Siok-sing
mengempit Siu Su dan bersembunyi didalam rumah-rumahan patung setelah menutuk hiat-to
bisu dan kelumpuhannya. Dengan demikian merekapun disangka patung karena pakaian
mereka mirip jubah yang dipakai patung yang dipuja disitu.
Dengan demikian jadilah mereka seperti patung benar dan dapat mengikuti macam-macam
adegan beberapa kelompok orang itu dengan berbagai persoalannya yang ruwet itu. Dan
setelah semua orang sudah pergi barulah Buyung Siok-sing membuka hiat-to Siu Su yang
ditutuknya. Setelah berdiam sejenak, kemudian Siu Su berkata, "Setelah kau dengar percakapan Thi Peng
dan lain-lain tadi, tentu kau tahu bahwa Mao Kau bersembunyi disini,"
"Betul!" jawab Buyung Siok-sing.
Jika begitu, mengapa tidak lekas kaucari dia?" tanya Siu Su, "Kaupun dengar orang-orang tadi
sama hendak memusuhi Mao Kau, mengapa engkau tidak ikut campur?"
"Tujuanku hanya mencari adik Ki, peduli apa urusan Mao Kao denganku?"
"Setelah kau temukan dia, apakah segera akan kau lepaskan diriku?"
"Untuk itu perlu lihat keadaan nanti," jengek Buyung Siok-sing.
Diam-diam Siu Su merasa sangsi, pikirnya, "Meski dia menyatakan tidak peduli urusan Mao
Kau, tapi bila bertemu dengan Mao Kau dan dia tetap tidak melepaskan diriku, kan bisa celaka
bagiku?" Tengah berpikir, Buyung Siok-sing lantas menariknya melompat keatas altar tempat Thi Peng
menerobos keluar tadi.
"Lubang masuknya tentu pakai alat rahasia, memangnya dapat kau temukan?" jengek Siu Su.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Buyung Siok-sing juga mendengus, "Untuk apa ikut resah, murid To-liong-siancu masakah
dapat dipersulit oleh soal lubang masuk begini" Hm, pesawat rahasia apa pun sukar
mengelabuiku."
"Tapi sudah sekian lamanya, bisa jadi dia sudah pergi dari sini."
"Kuyakin tempat ini pasti cuma ada sebuah lubang keluar, dia takkan pergi dari sini."
Habis berkata, pelahan tangan Buyung Siok-sing meraih dan memutar salah sebuah patung,
terdengar suara "krek", segera tertampak sebuah lubang dibawah altar.
"Bagaimana?" ucap Buyung Siok-sing sambil tersenyum bangga terhadap Siu Su. "Ayo, turun!"
Segera ia menarik Siu Su. Dengan mengertak gigi, mendadak Siu Su mendahului melompat
kebawah. Dibawah keadaan gelap gulita serupa neraka.
"Mereka ayah dan anak telah kau desak hingga bersembunyi ditempat seperti ini, seharusnya
kau tahu batas dan sudahi urusan ini," ujar Buyung Siok-sing dengan menyesal.
Siu Su hanya mendengus saja tanpa menanggapi. Segala apa sekarang tidak terpikir lagi
olehnya, maka hatinya tidak gentar sedikitpun.
Setelah melangkah beberapa tindak, Buyung Siok-sing berkata pula, "Yang kau pikir hanya
menguber musuh sendiri saja, mengapa tidak kau pikirkan juga bahwa orang lain pun ingin
menuntut balas padamu gara-gara perbuatan mendiang ayahmu" Apakah ucapan Cu Pek-ih
tadi tidak kau dengar?"
"Urusanku tidak perlu kau pikirkan," jengek Siu Su.
"memang tidak perlu kupikirkan, aku justru ingin tahu cara bagaimana akan kau selesaikan
urusan ini," jengek Buyung Siok-sing dengan gusar.
Ia percepat langkahnya, tidak lama kemudian, tiba-tiba disebelah kiri lorong ada cahaya lampu
yang guram, sebuah tabir tampak terjulur menutupi sebuah pintu.
Nyata dibalik tabir itulah akan ditemuinya musuh bebuyutannya. Sampai disini segera Siu
merandek. Tak terduga langkah Buyung Siok-sing mendadak juga berhenti, padahal tujuannya ingin
mencari Mao Bun-ki, seharusnya dia menerjang kedalam sana.
Terlihat dia termenung sejenak, akhirnya dia memanggil pelahan, "Adik Ki, adakah engkau
didalam?" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Namun dibalik tabir sunyi senyap tiada sesuatu suara. Cepat Buyung Siok-sing menyingkap
tabir dan melompat kedalam.
Ternyata keadaan ruangan yang cukup luas ini morat-marit, meja kursi terjungkir balik, lantai
penuh bekas darah, diantara bekas darah itu ada tiga potong jari putus.
Sebuah meja sembahyang doyong bersandar dipojok dinding, lilin diatas meja sudah hampis
habis terbakar, cahaya api berkedip, tiada seorang pun didalam kamar ini, apalagi bayangan
Mao Kau dan Bun-ki.
Kedua orang sama melenggong, entah bagaimana perasaan Siu Su, entah kecewa atau
gembira. Bilamana sekarang dia bertemu dengan Mao Kau, memang sukar diramalkan bagaimana
akibatnya. Tapi demi tidak menemukan Mao Kau, tanpa terasa timbul juga rasa kecewanya.
Mungkin yang membuatnya kecewa adalah karena tidak terlihat Mao Bun-ki berada disitu.
Karena tidak menemukan Mao kau dan Bun-ki, Siu Su yang seharusnya gembira malah
menampilkan rasa kecewa. Sebaliknya Buyung Siok-sing yang seharusnya kecewa, sorot
matanya ternyata tidak menampilkan rasa kecewa.
Ia termenung sejenak, lalu bergumam, "Masakah mereka sudah pergi. . . ."
Tiba-tiba dilihatnya dibawah tatakan lilin sana tertindih secarik surat. Cepat ia memburu kesana
dan mengambilnya, terbaca surat itu tertulis, "Pangkalan ketiga sudah dihapus, pindah ke
pangkalan kelima."
"Hm, betul tidak?" jengak Siu Su, "Tadi mereka memang berada disini, cuma agak terlambat
kedatanganmu."
Buyung Siok-sing diam saja, anak muda itu ditariknya masuk ke pintu yang lain.
Disitu kembali ada sebuah kamar dibawah tanah, ada dua dipan didalam kamar, jelas inilah
tempat istirahat Mao Kau berdua. Bantal selimut masih lengkap, namun orangnya sudah lenyap.
Setelah menembus ruangan ini, kembali ada sebuah lorong gelap dan seram, enah menembus
kemana. "Mereka pasti keluar melalui lorong ini." ucap Buyung Siok-sing.
"Hm, pintar juga kau." jengek Siu Su.
Mendadak Buyung Siok-sing berpaling dan mendamperat, "Kenapa setiap kataku selalu kau
tanggapi dengan mengejek?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
"Mana aku berani." sahut Siu Su dingin.
"Hm, kau tahu bilamana hendak kubunuh dirimu adalah sangat mudah." jengek Buyung Sioksing
pula. "Jika begitu silakan membunuh, silakan!" jawab Siu Su dengan ketus.
Dengan gusar Buyung Siok-sing membenak, mendadak sebelah tangannya menghantam dada
anak muda itu. Dendam Iblis Seribu Wajah 20 Senyuman Dewa Pedang Karya Khu Lung Kisah Pendekar Bongkok 15

Cari Blog Ini