Ceritasilat Novel Online

Bu Kek Kang Sinkang 3

Bu Kek Kang Sinkang Karya Kkabeh Bagian 3


pemilik toko buku itu sudah bertahun tahun, tidak pernah keluar kota"
"Jika ia adalah cianpwee itu, sukar untuk menundingnya telah mencuri di
perguruan kalian yang jauh letaknya dari kota Lok Yang" kata Tan Leng Ko
perlahan. "Benar, tapi ini satu satunya titik terang yang kami punyai, kami juga tidak dapat melepaskannya begitu saja"
"Makanya kalian belum menyerbu tempat itu secara terang terangan"
"Benar!"
Tan Leng Ko terpekur beberapa saat, sambil memandang tajam Giok Hui Yan, ia bertanya,
"Kenapa kau mencurigai aku?"
Giok Hui Yan membalas tatapan mata Tan Leng Ko,
"Kan sudah kukatakan, kau bukan jenis yang gemar membaca. Menurut hasil
pengamatan kami, hampir semua yang datang ketempat itu, bertampang macam
si cacing buku Khu Han Beng. Ketika kau muncul, otomatis kami menjadi heran"
Dengan sorot mata menyelidik, Giok Hui Yan bertanya sepatah demi sepatah,
"Sebetulnya apa tujuanmu ke toko buku itu?"
Tan Leng Ko menghela napas,
"Tujuanku datang kesana, memang untuk menyelidiki toko buku itu" kata Tan
Leng Ko mengakui.
Giok Hui Yan memang sudah menduganya, cepat ia bertanya,
"Apa yang kau curigai?"
"Kau sudah tahu, Khu Han Beng gemar sekali membaca. Kupernah memasuki
kamarnya dan tanpa sengaja telah menemukan buku buku yang kuheran
darimana dia memperolehnya"
Mata Giok Hui Yan seperti bersinar terang,
"Apakah bocah itu mempunyai buku yang semestinya dia tidak miliki?"
"Benar!"
"Apakah jenis buku yang langka?"
"Benar!"
Giok Hui Yan menatap Tan Leng Ko lama sekali,
"Sebetulnya jenis buku apa yang dimilikinya?" tanyanya sepatah demi sepatah.
Tan Leng Ko nampak ragu ragu untuk menjawab.
Melihat keraguan Tan Leng Ko, Giok Hui Yan cepat mendesak,
"Banyak yang telah kuceritakan, karena kupercaya kepadamu. Kuharap kau juga percaya kepadaku"
Tan Leng Ko diam saja tidak menjawab.
"Kuminta kau berterus terang kepadaku, apakah kitab pusaka Mi Tiong Bun
berada di kamar Khu Han Beng?" desak Giok Hui Yan dengan tegang.
Akhirnya Tan Leng Ko menjawab,
"Tentu saja tidak, masakkan seorang bocah kau curigai mempunyai kitab pusaka segala"
Dengan penuh selidik, Giok Hui Yan menatap Tan Leng Ko lama sekali.
Akhirnya, ia menarik napas lega walau terdengar agak kecewa, lalu tanyanya,
"Sebetulnya buku apa yang kau lihat?"
"Buku porno" kata Tan Leng Ko perlahan.
Merah padam muka Giok Hui Yan, ia melengos.
Tan Leng Ko cukup mengetahui, konon katanya walau kejahatan yang paling tua adalah pembunuhan, tapi kejahatan yang paling sering dilakukan orang adalah pelacuran!
Dari jaman dulu perempuan sudah pandai melacur. Memang nafsu birahi lelaki
sukar dihindari, dengan sendirinya pelacuran mempunyai peminat yang sangat
banyak jumlahnya.
Sesuatu yang digemari oleh banyak orang, dijaman apapun otomatis
berkembang menjadi sesuatu yang didagangkan, baik sesuai hukum atau tidak.
Tidak hanya dalam bentuk orang, pelampiasan nafsu birahi diterjemahkan pula dalam lukisan dan susunan kata. Buku buku porno termasuk salah satu yang
dijual belikan, walau tidak terang terangan.
Giok Hui Yan terdiam sesaat, kemudian katanya dengan ragu,
"Apa...apa benar buku itu yang kau lihat"
Tan Leng Ko menghela napas,
"Boleh kutunjukkan buku buku itu kepadamu, jika kau tetap curiga padaku"
Tentu saja Giok Hui Yan menolak.
Diam diam Tan Leng Ko geli dalam hati. Ia memang telah menyiapkan jawaban
pertanyaan ini. Alasan ia menghentikan percakapan di ruang kerja Khu Pek Sim semalam, adalah agar mendapat waktu yang cukup untuk memikirkan jawaban
jawaban yang masuk akal. Tentu saja ia enggan menceritakan alasan
sesungguhnya. Tan Leng Ko tidak mempunyai pilihan lain kecuali berbohong. Dia harus
mencegah Giok Hui Yan untuk sembarangan masuk ke kamar Khu Han Beng.
Bukan saja Giok Hui Yan harus menerima alasan ini. Sebagai seorang gadis
perawan, tentu ia kesulitan untuk memeriksa kebenaran ucapannya. Tidak ada
gadis perawan yang berani memeriksa sesuatu yang bersifat porno.
Giok Hui Yan mendengus,
"Huh! Kutahu bocah itu tidak genah. Ketika kumasuk kamarnya, dia membuka
baju dihadapanku. Nampaknya saja bocah itu seperti pelajar alim, tak tahunya berbakat menjadi jai hoa cat"
Tanpa sengaja, Tan Leng Ko telah menanam bibit kesan buruk di hati Giok Hui Yan terhadap Khu Han Beng.
Cepat Tan Leng Ko mengalihkan perhatian Giok Hui Yan,
"Kuyakin tidak sedikit orang pintar di Mi Tiong Bun. Yang masih aku tidak paham, kenapa kaumemerlukan bantuanku?"
"Sebab Khu Han Beng satu satunya yang dekat dengan Gu Cin Liong, tadinya
aku hendak meminta bantuannya bukan bantuanmu"
"Kenapa tidak kau minta padanya?"
"Huh! Bocah itu sukar didekati. Doyan buka baju, aku malas berhubungan
dengan dia"
Rupanya perbuatan Khu Han Beng membuka baju, membekas dalam dihati Giok
Hui Yan. "Apakah kau mencurigai Khu Han Beng?" tanya Tan Leng Ko dengan tak acuh.
"Tadinya... Setelah kami tahu, dia telah berkunjung ke toko buku itu sudah
tahunan lamanya, bahkan sejak dari kecil. Kami tidak beralasan mencurigainya lagi, sebab hilangnya kitab kami baru terjadi dalam hitungan bulan"
"Makanya kau tahu nama, dan tempat tinggalku, karena kalian telah menyelidiki Khu Han Beng dengan seksama"
"Benar. Pertemuan kita di Se Chuan Koan memang kejadian yang kusengaja.
Yang membuatku terkejut, ketika kau mengunjungi toko buku itu"
"Karena itu, kau memutuskan untuk menyelundup masuk ke Lok Yang Piaukok"
"Tepat!"
"Kenapa baru sekarang kau lakukan?"
"Sebab aku memang belum lama tiba di Lok Yang"
Tan Leng Ko menarik napas dalam dalam, ia tahu walau tidak diucapkan, Giok
Hui Yan memintanya untuk mengorek keterangan dari Khu Han Beng. Ia juga
mempercayai ucapan Giok Hui Yan.
Yang ia kurang percaya, adalah kemampuan dirinya untuk menyelidiki toko buku itu. Kalau pihak Mi Tiong Bun saja kewalahan, kesempatan dirinya berhasil tentu tidak besar.
Tapi bukan berarti dia takut, Tan Leng Ko cukup mengenal dirinya yang jika
sudah memutuskan sesuatu, biasanya akan dikerjakan hingga tuntas. Apakah
dia akan terluka atau tewas dalam mengerjakannya, biasanya tidak ia terlalu pikirkan.
Yang mesti diucapkan, telah dikatakan. Karena tidak ada lagi yang mesti
dibicarakan, Tan Leng Ko segera membalikkan kudanya, di kuti oleh Giok Hui
Yan, mereka menuju ke toko buku Gu Cin Liong, toko buku terbesar di kota Lok Yang.
Tan Leng Ko dan Giok Hui Yan menambatkan kudanya didepan toko kain dua
blok dari gang sempit itu. Tanpa bertanyapun, Giok Hui Yan cukup memaklumi
alasan perbuatan Tan Leng Ko yang tidak ingin kuda mereka dikenali. Terutama oleh Khu Han Beng yang setiap saat bisa muncul di toko buku Gu-suko.
Walau kurang mengerti sebabnya, Giok Hui Yan dapat melihat bahwa Tan Leng
Ko mempunyai rasa segan terhadap bocah itu. Ia tidak ingin banyak bertanya
soal ini, toh tiap orang berhak mempunyai urusan pribadi masing masing.
Apalagi, mereka juga menghargai haknya dan tidak usil dengan urusan
pribadinya. Mereka melangkah perlahan menyusuri pinggiran toko toko, jalanan didepan
rumah makan Se Chuan Koan semakin penuh dengan orang persilatan yang
berkeliaran. Melihat keramaian ini, tanpa terasa dahi Tan Leng Ko berkerenyit
"Ada apa?" tanya Giok Hui Yan dengan heran.
Tan Leng Ko menghela napas, kemudian katanya,
"Kebanyakkan orang persilatan mempunyai watak ingin menang sendiri. Dua
orang saja sudah cukup untuk memulai suatu pertarungan, apalagi dalam jumlah sebanyak ini"
Sembari tertawa kecil, Giok Hui Yan menjawab,
"Yaa, urusan lain mungkin mereka kurang paham, jika disuruh mencari gara
gara, tanggung mereka ahli!"
Dengan menatap tajam, Tan Leng Ko berkata perlahan,
"Kuharap kau dapat menahan diri dan tidak menimbulkan keributan"
Baru Giok Hui Yan mau menjawab, tiba tiba terdengar,
"Bruaakkk!!!" sesosok tubuh menjebol pagar tingkat atas rumah makan Se
Chuan Koan, melayang turun dengan kepala lebih dahulu.
Bagaikan hujan, titik titik kental berwarna merah bertebaran kemana mana. Usus bewarna putih, panjang melingkar terkuar dari perut orang tersebut yang robek menganga.
Suara tengkorak kepala pecah menghantam jalanan yang keras, menimbulkan
kepanikkan banyak orang yang segera kabur menghindar jauh. Sebuah kereta
kuda yang sedang berjalanpun mau tidak mau ikut berhenti.
Satu orang berbaju hitam yang berambut ikal panjang tidak ikut menyingkir. Dia berdiri tegak disebelah mayat orang itu, dengan rambut ikalnya yang menjadi lurus dibasahi cipratan darah.
Matanya memancar kilat kemarahan, memandang kelantai atas rumah makan
Se Chuan Koan yang tiba tiba menjadi sunyi. Jalanan yang tadi ramai sekarang menjadi lengang. Orang ramai berdesakkan dipinggir jalan ingin menonton
kejadian kejadian yang bakal menyusul.
"Kau yang turun atau aku yang naik keatas?" geramnya perlahan.
Terdengar suara lantang tertawa mengejek dari lantai atas,
"Apa kau tidak berani naik kesini?"
Lidah sibaju hitam bergerak menjilati darah yang menetes,
"Aku tidak ingin membunuh orang satu lebih banyak" ujarnya dingin.
Kelihatan sekali, ia berusaha menahan diri. Sorot matanya berubah dari
kemarahan, sejenak menjadi sedih, kemudian perlahan tapi pasti berganti
dengan rona kebuasan yang timbul diwajahnya yang keriputan.
Dari lantai atas, seseorang berbahu lebar memegang kampak yang berlamuran
darah melenting turun. Wajahnya buruk rupa, lucunya ketika ia menyeringai,
nampak deretan giginya yang putih dan bagus sekali.
"Apakah kau mempunyai kemampuan untuk membunuhku?"
Sibaju hitam tidak menjawab, ia menatap dingin orang itu, seperti seekor buaya mengincar mangsanya.
"Tahukah kau, siapa dia?" tanya siburuk rupa sekali lagi sambil menunjuk
kepada mayat itu.
"Aku tidak perlu tahu siapa dia, aku juga tidak perlu tahu siapa kau. Yang
kuketahui hanya satu hal" akhirnya sibaju hitam menjawab dengan lambat.
"Apa yang kau ketahui?"
"Aku sudah tidak mau mengganggu orang, tapi juga tidak ingin diganggu orang"
"Salahmu sendiri, kenapa kau tidak menghindar!"
"Aku memang dapat menghindar"
"Kenapa tidak kau lakukan?"
"Karena aku belum makan siang"
Siburuk rupa menjadi bingung, ia tidak mengerti. Dengan heran ia bertanya,
"Aku tidak paham, apa hubungannya kau sudah makan atau tidak?"
"Begitu kau paham, mungkin sudah terlambat" gumam sibaju hitam sembari
menyodokkan tangan kiri kedepan.
Siburuk rupa tidak menghindar, dengan tertawa dingin ia mengayunkan
kampaknya dengan cepat menyongsong serangan itu. Ketika kampaknya
mencapai sekitar satu inci dari dari pergelangan tangan, jari tangan kiri sibaju hitam tiba tiba bergerak menepis kampak yang kemudian mencelat jauh entah
kemana. Gerakkan sibaju hitam tidak terlihat aneh atau cepat. Hanya perhitungan
gerakkannya yang sungguh tepat! Siburuk rupa menjadi melongo terkesima.
Waktu yang sekejap itu, dimanfaatkan oleh sibaju hitam dengan sodokkan
tangan kanannya ke dada sebelah kiri.
Rasa sakit yang luarbiasa menyerang siburuk rupa, tubuhnya menjadi dingin dan lumpuh. Sebelum tubuhnya terkulai jatuh, ia sempat melirik genggaman tangan kanan sibaju hitam. Sedetik menjelang ajalnya, ia telah paham, walau ia lebih suka tidak mengerti!
Konon katanya sebelum kedatangan kematian, orang akan teringat banyak hal.
Yang ia ingat hanya kemuakkan dan rasa ingin muntah, sebelum kegelapan
yang abadi, dingin, dan dalam mulai menyelimuti benaknya...untuk selamanya!
Giok Hui Yan membuang pandangannya, timbul kemarahan diwajahnya yang
pucat. Begitu pula Tan Leng Ko, yang hatinya menjadi tenggelam meyaksikan
sibaju hitam memakan jantung segar yang masih berdenyut dengan penuh
kenikmatan. Suara gigitan dan kelahapannya sungguh menggidikkan hati.
Dengan cepat Giok Hui Yan memegang lengan Tan Leng Ko yang telah
bergerak maju. Giok Hui Yan menggeleng perlahan, matanya tetap menatap
kedepan, melihat seorang pemuda berwajah tampan, keluar dari kereta kuda
yang tadi terhenti dijalan.
Pemuda itu melangkah maju dengan mengulum senyum ramah, matanya
menatap Giok Hui Yan beberapa kejap. Nampaknya ia terpesona oleh
kecantikkan Giok Hui Yan walau langkahnya tidak berhenti mendekati sibaju
hitam yang sedang makan siang.
Pemuda itu memakai baju bewarna biru dan memiliki rambut panjang yang
dikepang seperti seekor ular, rambut panjang yang membelit dua kali melingkari lehernya.
Potongan bajunya mengikuti potongan mutakhir seorang bangsawan, tangan
kanannya menggoyangkan sebuah kipas yang juga bewarna biru. Nampak
serasi sekali dengan penampilannya.
Sibaju hitam tidak menghiraukan kehadiran pemuda itu. Dengan rakus ia
menelan sisa makanannya yang terakhir seakan kuatir, pemuda itu akan
meminta sebagian.
"Dengan bekal kepandaianmu, semestinya kau memang dapat menghindar" kata
pemuda itu dengan halus.
Dengan tawar sibaju hitam menjawab,
"Kau juga dapat menghindar menjadi santapanku, semestinya kau tidak usah
mengangguku"
Dengan tertawa dingin, pemuda itu berkata,
"Aku sudah tidak mau mengganggu orang, tapi juga tidak ingin diganggu orang"
Agak melengak sibaju hitam mendengar ucapannya tadi, diulang secara persis.
Dia memandang sekejab kepada kereta yang berhenti ditengah jalan, kemudian
katanya, "Yaa, nampaknya, secara tidak sengaja aku telah menganggu perjalananmu"
"Thi Bin Eng, si pendekar muka besi juga tidak sengaja menganggumu, toh kau tidak memberi ampun kepadanya" kata pemuda itu sembari kipasnya menunding
mayat siburuk rupa.
Sibaju hitam termenung sejenak, kemudian katanya dengan dingin,
"Siapa kau?"
"Bok Siang Gak, seorang yang baru berkelana di rimba persilatan"
"Apakah kau ingin mencampuri urusan ini?"
Pemuda yang bernama Bok Siang Gak tertawa halus,
"Thi Bin Eng merobek perut orang itu bukan karena ia dikenal sebagai Giok Bin Cat atau pemerkosa bermuka giok"
"Sebab apa ia membunuhnya?" tanya sibaju hitam tak acuh.
"Sebab Giok Bin Cat hanya memperkosa atau menyukai sesama jenis"
"Apakah Thi Bin Eng telah diperkosa olehnya?" timbul juga rasa ingin tahu sibaju hitam.
"Tidak. Giok Bin Cat telah jatuh cinta kepada Thi Bin Eng"
"Karena tersinggung Thi Bin Eng membunuhnya?"
"Juga tidak. Mereka saling mencinta. Giok Bin Cat mendesak Thi Bin Eng untuk meninggalkan istrinya. Karena hanya dijanjikan berulang kali, Giok Bin Cat
mengancam akan menyiarkan hubungan mereka"
"Maka Thi Bin Eng membunuhnya ditempat umum, agar terlihat ia melakukan
kewajibannya sebagai seorang pendekar"
"Benar. Giok Bin Cat yang dijanjikan muluk muluk, tentu saja tewas dengan
mudah, dari serangan maut Thi Bin Eng yang diluar dugaannya"
"Kematiannya sungguh penasaran sekali" gumam sibaju hitam perlahan.
Bok Siang Gak mengangguk,
"Walau dia jahat, cintanya terhadap Thi Bin Eng tulus sekali. Cinta kasih antara sibagus dan siburuk, biasanya memang berakhir dengan tragedi"
"Kau banyak sekali tahu urusan mereka, apakah kau salah satu kekasih
mereka?" tanya sibaju hitam dengan dingin.
Suara tertawa Giok Hui Yan terdengar cukup keras, Bok Siang Gak melirik
kepadanya dengan muka merah.
"Walau Thi Bin Eng memang pantas mati, tapi bukan karena alasan ini kau
membunuhnya"
"Karena alasan apa aku membunuhnya?"
"Karena kau memang belum makan siang. Kau pernah berjanji tidak akan
memakan jantung manusia lagi kecuali orang yang telah mengganggumu"
Wajah sibaju hitam berubah hebat. Setelah termenung sejenak, ia berkata
"Apa yang hendak kau lakukan sekarang"
"Aku ingin melakukan apa yang kau telah lakukan"
"Apakah kau hendak memakan jantungku?"
"Aku bukan Hek I Houw" kata pemuda itu dengan hambar
Terkejut juga Tan Leng Ko mendengar nama ini. Hek I Houw, atau harimau
berbaju hitam adalah seorang iblis yang pernah menggemparkan rimba
persilatan generasi lampau.
Hobinya yang gemar memakan jantung manusia sempat menimbulkan
kemarahan tujuh perguruan besar. Entah kenapa, sudah puluhan tahun ia
menghilang tidak terdengar kabarnya, tak nyana iblis ini bisa muncul disini!
"Tak kusangka seorang pemuda yang baru berusia belasan tahun dapat
mengenalku" gumam Hek I Houw perlahan.
"Itu mah tidak sulit, tidak banyak orang yang memiliki selera makan sepertimu"
ujar pemuda itu halus.
Mendadak senyum yang menghias bibirnya menghilang, dengan kaku pemuda
itu berkata, "Membunuhmu, itu yang sukar!"


Bu Kek Kang Sinkang Karya Kkabeh di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sinar kebuasan kembali terpancar dari mata Hek I Houw,
"Apakah kau mempunyai kemampuan untuk membunuhku?" geramnya
Sebagai jawaban, kipas ditangan pemuda itu diayunkan mengarah mata Hek I
Houw yang dengan cepat mengelak. Sebentar saja mereka terlibat disebuah
pertarungan yang seru.
Puluhan jurus telah berlalu, yang terlihat hanya kelebatan bayangan mereka
disertai debu jalanan yang beterbangan diterpa oleh deru angin pukulan.
"Blaaarrr!!!" sodokkan tangan kanan Hek I Houw bertemu dengan kipas pemuda
itu yang kemudian membuat pemuda itu terhuyung mundur lima langkah dengan
wajah pucat. Bentrokkan tenaga sakti barusan, juga membuat tubuh Hek I Houw tergetar,
tanpa terasa ia mundur selangkah. Terkejut hatinya melihat kemampuan pemuda itu yang dapat menandinginya.
Betul ia lebih menang tenaga, tetapi sedikit sekali bedanya. Jelas pemuda itu mempunyai asal usul yang tidak sembarangan, tapi ia tidak perduli. Sambil
membentak keras, ia meloncat dan menghantam kepala pemuda itu.
Dengan menggigit bibir, pemuda itu menyongsong pukulan dengan kepalan
tangan berbareng kipasnya.
"Duarrr!!!" kembali ledakkan angin pukulan berbunyi nyaring. Debu bercampur tanah seperti ditup angin taufan mencelat kesana sini mengaburkan
pemandangan. Dengan tegang Tan Leng Ko memperhatikan pertarungan itu. Ia tidak kenal
pemuda itu, tapi sedikit banyak ia bersimpati kepadanya.
Setelah debu mereda, nampak pemuda itu berdiri dengan limbung disebelah
liang cukup besar hasil bentrokkan tenaga sakti mereka. Wajahnya pucat pasi, ujung bibirnya menetes darah segar, jelas ia terluka dalam yang cukup parah.
Darah bercampur debu tanah yang menempel dimuka, membuat Hek I Houw
terlihat lebih menyeramkan. Ia menatap tajam pemuda itu seperti harimau
memandang mangsanya.
Tiba tiba paras muka Hek I Houw menunjukkan suatu perubahan yang aneh
sekali...Sinar matanya yang buas seperti meredup kemudian berganti
memancarkan sinar ketakutan dan rasa ngeri yang amat tebal..
Suara gerengan harimau yang sedang terluka keluar dari mulutnya. Tanpa
diduga tubuh hek I Houw mencelat tinggi ke atas kemudian menghilang dibalik atap rumah makan Se Chuan Koan.
Pemuda itu termangu. Ia tidak mengerti kenapa lawannya yang sudah menang
malah merat kabur"
Setelah menghela napas, ia membungkuk badan menyingkirkan sehelai daun
segar yang menutupi sebagian dari batang kipasnya yang tadi terjatuh diatas gundukkan tanah dekat liang itu.
Perlahan pemuda itu berjalan menuju kereta kudanya yang tak lama kemudian
bergerak menuju kedepan di ringi kerumunan orang orang yang membubarkan
diri. Giok Hui Yan yang terdiam sedari tadi, nampak termenung. Sinar terang seperti memancar dari matanya.
"Apa yang kau lamunkan?" tanya Tan Leng Ko tak tahan.
Giok Hui Yan menarik napas dalam dalam,
"Tidakkah kau rasakan, kejadian tadi rada janggal?"
"Yaa, memang aneh seorang manusia memakan jantung manusia lain mentah
mentah" Giok Hui Yan menggeleng perlahan,
"Kejadian itu memang mengerikan, tapi bukan sesuatu yang aneh"
"Maksudmu?"
"Pohon terdekat berjarak puluhan kaki dari sini, darimana datangnya helaian daun yang menutupi kipas itu?"
Berdesir hati Tan Leng Ko mendengar ucapan ini,
"Gadis ini tahu!" jeritnya dalam hati.
Giliran Tan Leng Ko menarik napas menenangkan hatinya yang berdebar,
"Daun itu hanya salah satu sampah di jalan, buat apa kau pusingkan" katanya datar.
"Tidak mungkin! Jika hanya sampah tentu telah tertimbun gundukkan tanah dari liang hasil bentrokkan pukulan dahsyat itu. Lagipula letak daun itu berada diatas kipas yang terjatuh"
"Sebenarnya, apa maksud perkataanmu?" tanya Tan Leng Ko perlahan.
Giok Hui Yan termenung sebentar, kemudian katanya
"Daun tersebut pasti berada disitu setelah pukulan dilepaskan, bukankah hal ini sebuah kejadian yang aneh"!"
"Mungkin terbang tertiup angin"
"Memang mungkin, tapi daun itu masih terlihat segar, jelas baru dipetik orang"
Mau tidak mau, Tan Leng Ko mengakui daun itu memang seperti baru dipetik.
Matanya yang tajam dapat melihat tetesan getah dari ujung tangkai daun
tersebut. Giok Hui Yan menatap tajam Tan Leng Ko,
"Daun itu tentu telah disambit oleh seseorang" katanya sepatah demi sepatah.
"Aku tidak melihatnya" kata Tan Leng Ko
Giok Hui Yan tertawa secara aneh, air mukanya berubah serius,
"Kutahu sebagai ahli golok, kau pasti memiliki mata yang tajam. Ingin kutanya padamu. Jika seseorang dapat menggertak pergi seorang iblis seperti Hek I
Houw hanya dengan sehelai daun, dapatkah kau terka kehebatan ilmu silatnya?"
Tan Leng Ko terdiam. Ia paham maksud Giok Hui Yan yang secara tidak
langsung mengatakan pemetik daun itu mungkin sekali berhubungan erat
dengan sipencuri Kitab Mo Tiong Bun. Apalagi tempat ini memang dekat sekali dengan toko buku Gu-Suko.
Sebetulnya jalan pemikirannya tidak berbeda dengan gadis ini, hanya ia lebih suka tidak mengatakannya.
Setelah berpikir sejenak, ia menarik ujung baju Giok Hui Yan,
"Ayoh kita lekas kesana!" katanya sambil menggeretakkan gigi.
Giok Hui Yan membiarkan dirinya diseret pergi. Setiba didepan gang yang
berbau sampah itu, perlahan ia menarik ujung bajunya melepaskan diri.
Jengah juga Tan Leng Ko ketika menyadari, tanpa sengaja ia telah menarik
ujung baju gadis ini. Buru buru ia berkata,
"Mungkin pemetik daun itu sedang mengejar Hek I Houw, ini merupakan
kesempatan baik untuk kita menyelidiki toko buku itu"
Giok Hui Yan mengangguk,
"Sebaiknya aku tunggu disini saja, agar dapat memperingatkan kau jika Khu Han Beng munculkan diri"
"Dasar setan!" gerutu Tan Leng Ko dalam hati.
"Tadi bersikeras untuk ikut, begitu sampai malah tidak ingin ikut masuk"
Tapi ia hanya berani mengomel dalam hati. Ia cukup paham dalil yang
mengatakan, jika kau dapat memahami perubahan tabiat seseorang, yang jelas
orang itu bukan seorang perempuan. Jika kau mampu menyelami watak seorang
perempuan, dapat dipastikan kau bukan seorang lelaki.
Tan Leng Ko tidak ingin menarik panjang urusan ini. Apapun juga ucapan Giok Hui Yan toh masuk akal.
"Sebaiknya kau tirukan bunyi burung gagak tiga kali" usulnya perlahan.
Secara samar sekali lagi Giok Hui Yan mengangguk. Entah apa yang sedang
dipikir olehnya, raut mukanya serius sekali.
"Hey! Kau dengar tidak ucapanku" kata Tan Leng Ko agak keras.
Tersentak Giok Hui Yan dari lamunannya,
"yaa...yaa...yaaa, gagak tiga kali..." agak gelagapan ia menjawab.
Geli bercampur heran, Tan Leng Ko melihat kegugupan gadis itu. Jarang sekali gadis ini menunjukkan sikap demikian. Apapun yang dipikir oleh Giok Hui Yan, sukar bagi Tan Leng Ko untuk percaya, gadis ini mempunyai maksud yang
genah, walau ia tetap percaya bahwa Giok Hui Yan tidak berniat jahat padanya.
"Kuingin meminjam kantong kainmu" pinta Tan Leng Ko
"Buat apa?" tanya Giok Hui Yan heran.
"kau mau berikan tidak?"
Dari lapisan dalam baju luarnya, dengan berat hati Giok Hui Yan memberikan
kantong kain berisi kumpulan ronce ronce pedang.
"Sebaiknya kau jaga baik baik mustikaku" pintanya dengan sangat.
"Orang harus melangkahi mayatku, sebelum kubiarkan merebut mustikamu"
jawab Tan Leng Ko asal lalu, kemudian melangkah pergi memasuki toko buku
Gu-Suko. Terharu sekali Giok Hui Yan mendengar perkataan ini. Dia tidak menyangka
begitu besar perhatian Tan Leng Ko kepadanya.
Toko ini tetap saja sepi, jumlah pengunjung dengan jumlah buku buku benar
benar tidak sebanding. Dia tidak sendirian, selain dirinya, masih ada seorang lain yang sedang membersihkan buku dengan kebutan debu. Ia menoleh
memandang Tan Leng Ko cukup lama, kemudian menghentikan pekerjaannya.
Jelas orang itu bukan pelayan tua yang dulu. Usianya sebaya dengan dirinya, atau mungkin lebih tua beberapa tahun. Wajahnya tampan, walau sudah nampak
kerutan disekitar matanya.
Pakaiannya sederhana ditambah kulitnya yang bersih, nampak sekali orang ini mempunyai kebiasaan mandi setiap hari. Tan Leng Ko yakin, dalam satu minggu orang ini lebih sering mandi dibanding Lo Tong dalam sebulan.
Kesan suka timbul disanubari Tan Leng Ko terhadap orang ini. Juga ia seperti melihat sesuatu yang tidak asing walau mereka baru berjumpa untuk pertama
kali. Sayang, ia juga merasa orang ini seperti dirundung kesusahan. Mungkin kesan murung timbul dari sorot matanya yang seperti acuh lagi hambar. Apakah orang ini Gu Cin Liong, Gu-Suko pemilik toko buku ini" Tan Leng Ko menduga dalam
hati. "Beli dua, dapat satu buku gratis" kata orang itu lambat.
Merinding bulu kuduk Tan Leng Ko mendengar ucapan ini. Cara orang ini
berbicara sangat datar, tanpa irama, tidak mencerminkan suatu perasaan.... Ia seperti sedang berbicara dalam hati!
"Kuingin melihat lihat dulu" ujar Tan Leng Ko dengan dingin, otomatis kesan sukanya menjadi berkurang banyak.
Dengan perlahan ia meletakkan kantong kain yang dibawanya diatas jejeran
kitab, kemudian sekenanya dia mengambil sebuah buku. Matanya melirik ke
pintu belakang yang setengah terbuka. Tidak banyak yang dapat dilihatnya,
hanya sebagian halaman belakang diantara tiang tiang penyanggah.
Mendadak terdengar tiga kali suara yang semestinya seperti bunyi burung
gagak. Belum pernah Tan Leng Ko mendengar suara gagak semacam ini. Mana
ada burung gagak bersuara merdu seperti itu!
Orang itu menoleh kepada Tan Leng Ko, walau tidak mengatakan apa apa, sinar matanya seperti mengandung senyuman.
Tan Leng Ko menyengir. Terasa olehnya, orang ini serasa menyindir, seakan
akan tahu maksud kedatangannya bukanlah untuk membeli buku.
Secara sembarang, Tan Leng Ko meraih tiga buku dan meletakkan setahil perak diatas meja kasir.
"Kuingin melihat suara apa itu" kata Tan Leng Ko dengan jengah, cepat ia berlari keluar.
Giok Hui Yan menarik tangannya dan bergegas mengajak masuk ke sebuah toko
yang menjual berbagai bentuk porselin.
Dari jendela toko yang terbuka, tak lama kemudian Tan Leng Ko mengintip Khu Han Beng memasuki gang sempit itu.
"Kau membeli buku apa?" tanya Giok Hui Yan yang tertarik melihat buku buku
ditangan Tan Leng Ko.
"Akupun tidak tahu" kata Tan Leng Ko seraya melirik ketangannya.
"Omitohud!" kata Giok Hui Yan sambil meleletkan lidah.
Geli juga Tan Leng Ko ketika ia melihat kitab yang dibelinya ternyata merupakan kitab ajaran Budha.
"Omitohud!" serunya perlahan seraya memasukkan buku itu ke bagian dalam
baju di saku sebelah dada kiri.
Giok Hui Yan tertawa perlahan, kemudian katanya,
"Kutahu kau tidak punya banyak bakat, kujamin kau berbakat sekali menjadi
seorang pendeta"
"Dan kau berbakat menjadi seorang nikouw" omel Tan Leng Ko.
Sambil menyeringai, Giok Hui Yan memicingkan matanya,
"Yaa, bentuk kepalamu jika digundulkan hingga plontos, tentu serasi sekali
dengan warna pakaianmu"
"Gundul dengkulmu!" balas Tan leng Ko dengan gemas.
Selesai berkata, ia pun tidak dapat menahan tawanya mengikuti suara cekikian Giok Hui Yan, orang orang didalam toko sampai menengok heran ke mereka
berdua yang tidak peduli dengan pandangan orang lain.
"Apa yang kau ketemukan disana?" tanya Giok Hui yan setelah puas tertawa.
"Aku tidak sempat melihat banyak"
Lalu Tan Leng Ko menceritakan apa yang dialaminya. Giok Hui Yan menghela
napas selesai mendengar penuturan ini.
"Dugaanmu tidak salah, orang yang kurang semangat hidup itu memang Gu Cin
Long, pemilik toko buku itu" ujarnya perlahan.
"Ia tidak terlalu mirip seorang locianpwee sakti" gumam Tan Leng Ko.
"Kami pernah mengujinya, ia memang orang biasa yang tidak mempunyai
kepandaian silat"
Tan Leng Ko percaya dengan ucapan ini. Seseorang yang berkepandaian tinggi
biasanya mempunyai semacam ciri, jika keningnya tidak menonjol, tentu
matanya mencorong mengkilat.
Sorot mata Gui Cin Liong jelas hanya sorot mata orang biasa yang tidak pandai bersilat, seperti sorot mata Khu Han Beng.
Setitik ingatan berkelebat di benak Tan Leng Ko, membuatnya tertegun. Bentuk mata Gu Cin Liong banyak mirip dengan bentuk mata Khu Han Beng, pantas ia
mempunyai perasaan seperti pernah mengenal Gu Cin Liong sebelumnya.
Apakah hubungan akrab mereka sedikit banyak mempengaruhi pertumbuhan
fisik Khu Han Beng"
Tan Leng Ko belum pernah menikah, tapi banyak temannya yang sudah, bahkan
sampai ada yang telah menjalani pernikahan hingga puluhan tahun lamanya.
Konon katanya hubungan akrab maupun hubungan cinta kasih dapat merubah
fisik seseorang. Wajah suami istri yang saling mencinta lama lama bisa
menyerupai satu dengan yang lainnya.
Bukankah Tiada kekuatan yang lebih dahsyat daripada cinta kasih!
Giok Hui Yan cepat menarik kepalanya dari jendela, Khu Han Beng yang baru
saja keluar dari gang sempit itu seperti melirik kearahnya.
"Ada apa?" tanya Tan Leng Ko cepat.
"Bocah mesum itu, baru saja keluar dari sana" jawab Giok Hui Yan sambil
mencibir. Mendengar julukan Giok Hui Yan terhadap Khu Han Beng, Tan Leng Ko hanya
dapat menarik napas.
"Mana kantong kainku?" tanya Giok Hui Yan.
"Sengaja kutinggalkan disana"
"Supaya kau mempunyai alasan untuk kembali kesana?"
Tan Leng Ko mengangguk.
Setelah termenung sejenak, Giok Hui Yan berkata perlahan,
"Toko buku itu hanya sebuah toko, setahu kami tidak ada yang aneh ditempat
itu" "Dan tempat yang harus kuselidiki?"
"Dari gang buntu itu Kau harus meloncat tembok, memasuki pekarangan
belakang toko buku"
"Kenapa kau tidak bilang sedari tadi?" tanyanya kesal.
Kali ini Tan Leng Ko benar benar tidak dapat menebak maksud tujuan Giok Hui Yan sesungguhnya. Sesaat ia bersikeras untuk menyelidiki tempat itu
bersamanya, disaat lain, gadis ini seperti mencegahnya.
Giok Hui Yan seperti hendak mengatakan sesuatu tapi akhirnya memilih tutup
mulut. Melihat gadis itu tidak mau menerangkan alasannya, Tan Leng Ko
melangkah keluar.
"Kau hendak kemana?" tanya Giok Hui Yan yang mengejarnya keluar.
"Kudatang kesini bukan untuk membeli buku" jawab Tan Leng Ko datar.
"Sekarang, kau tidak boleh mengunjungi perkarangan itu!"
"Kenapa tidak?"
Semenjak melihat kemunculan daun itu, timbul keraguan dihati Giok Hui Yan. Ia yakin si pencuri kitab benar benar berada disini.
"Kukuatir sesuatu buruk terjadi atas dirimu. Kepandaian orang itu tingginya bukan main, kau bukan tandingannya" setengah berbisik Giok Hui Yan
mengutarakan isi hatinya.
"Kau sudah tahu aku bukan tandingannya, toh kau ceritakan juga mengenai
perkarangan belakang itu. Bukankah kau mengetahui, aku pasti akan kesana"
dengus Tan Leng Ko pelan.
"Aku tidak ingin membohongimu, tapi aku juga tidak ingin kau celaka" pedih hati Giok Hui Yan melihat sikap Tan Leng Ko yang seperti curiga padanya.
Tak tega Tan Leng Ko melihat mata yang indah berkaca kaca oleh air mata,
lekas ia menghibur,
"Paling paling aku hanya tertotok, tertidur di pinggir jalan bukan masalah bagiku"
"Kau tidak tahu, selain tertotok tidur, sebagian orang kami seperti tongcu Ou Leng Poo dimusnahkan kepandaiannya" akhirnya Giok Hui Yan berterus terang.
"Dan sebagian yang lain?"
"Sebagian yang lain tewas dengan cara yang mengerikan" jawab Giok Hui Yan
dengan sedih. Tan Leng Ko berpikir sejenak, ia masih percaya Giok Hui Yan tidak berbohong.
Tapi sekarang ia juga sadar, tidak semua keterangan telah diberikan oleh gadis ini.
"Kenapa kalian tidak segera membalas dendam?"
"Sebab kami kurang yakin sipencuri kitab itu yang telah melakukan
pembunuhan"
"Orang itu telah mencuri, dan kalian tidak yakin ia melakukan pembunuhan"
Dengan tertawa getir, Giok Hui Yan menjawab,
"Menurut ayahku, ditinjau dari cara pencuri kitab menggores daun, sukar untuk mencegahnya jika ia berkeinginan melakukan pembantaian di Mi Tiong Bun.
Orang yang kami kirim ke toko buku itu, kecuali Ou Leng Poo, kebanyakkan juga dari tingkat rendahan, makanya kami menjadi kurang yakin pencuri itu
melakukan pembunuhan. Apalagi..."!"
Giok Hui yan nampak ragu untuk meneruskan.
"Jika kau ingin bantuanku, kuminta kau tidak lagi menahan keterangan" desak Tan Leng Ko.
Setelah menarik napas panjang, Giok Hui Yan berkata,
"Orang kami diketemukan tewas dengan luka tipis dibagian dada yang
menembus hingga membolongi bagian punggung sebesar mangkuk besar"
"Luka dari hawa pedang?"
"Benar!"
"Apa pencuri kitab itu, tidak menggunakan pedang?"
Giok Hui Yan menggeleng,
"Kami tidak tahu, yang kami tahu luka semacam itu hanya dapat disebabkan oleh Hay Thian Sin Kiamsut"
"Hay Thian Sin Kiamsut?"
"Jurus pedang andalan Mi Tiong Bun dari kitab Hay Thian Sin Kiamboh" ujar
Giok Hui Yang sepatah demi sepatah.
"Kitab yang hilang dicuri?"
"Benar!"
"Apa tidak mungkin pencuri itu telah mempelajari dan menggunakan jurus
tersebut" "Ayahku bilang, tenaga sakti pencuri kitab itu sudah mencapai taraf tiada tara, jika ia yang menggunakan jurus tersebut, tentu korbannya hancur berkeping
keping. Tidak mungkin hanya meninggalkan bolongan sebesar mangkuk"
Tan Leng Ko terdiam. Sebagai ketua Mi Tiong Bun, ayah Giok Hui Yan sudah
pasti seorang ahli pedang. Penilaiannya mengenai urusan pedang, tentu tidak bakal salah.
Rupanya masalah yang dihadapi pihak Mi Tiong Bun, tidak hanya sekedar
kehilangan kitab saja. Apa ada kemungkinan terjadi suatu penghianatan didalam perguruan misterius itu"
Sekarang Tan Leng Ko mulai mengerti, kenapa Giok Hui Yan seperti enggan


Bu Kek Kang Sinkang Karya Kkabeh di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menceritakan semuanya sekaligus. Selain, si pencuri kitab, siapa lagi yang
mampu melakukan jurus Hay Thian Sin Kiamsut, kecuali orang Mi Tiong Bun
sendiri" Giok Hui Yan tentu segan menceritakan borok sendiri kepada orang lain.
Tan Leng Ko menarik napas panjang, ia tidak ingin terlibat urusan dalam sebuah perguruan. Perlahan ia menggerakkan kakinya mengarah ke gang sempit itu.
"Kujanji untuk menjaga kantong kainmu, bagaimanapun juga aku harus
mengambilnya kembali" ujar Tang Leng Ko tanpa menghentikan langkahnya.
Giok Hui Yan cukup paham, niat lelaki sejenis Tan Leng Ko tidak dapat
dihentikan hanya dengan kata kata. Tan Leng Ko pasti akan mengunjungi
perkarangan belakang itu.
"Kau harus hati hati!"
"Jangan kuatir, nasibku selalu mujur" terdengar jawaban Tan Leng Ko sebelum menghilang dibalik tikungan.
Lama Giok Hui Yan termangu dipinggiran jalan. Rasa perih kembali muncul dari bahu kirinya, ia tahu luka dalamnya semakin parah. Tapi luka hatinya lebih parah lagi.
Memang rencananya, ia ingin memanfaatkan orang orang Lok Yang Piaukok
untuk kepentingannya. Yang dia tidak perhitungkan, ternyata mereka memang
sangat baik padanya. Giok Hui Yan menggigit bibirnya, ia tidak berani
membayangkan jika sesuatu menimpa Tan Leng Ko, dirinya tentu....
Mendadak, bahunya ditepuk orang dari belakang, dengan cepat Giok Hui Yan
menoleh. Pek Kian Si yang berbaju kuning emas sedang menyeringai
dihadapannya. "Semestinya,kau yang harus berhati hati" katanya dengan seram.
Giok Hui Yan menjerit kaget, cepat ia melompat menuju gang sempit itu.
Sementara itu, begitu menutup pintu masuk toko buku itu, didapati olehnya Gu Cin Liong seperti sedang berdiri menunggu kedatangannya. Sebelum Tan Leng
Ko sempat berkata, Gu Cin Liong menyodorkan tangan kanannya yang
memegang kantong kain Giok Hui Yan.
Seraya mengucapkan terima kasih, Tan Leng Ko menerima kantong kain
tersebut,. Mendadak, kaki kanannya kesandung kaki kirinya, tubuhnya menjadi limbung dan pundaknya menubruk tubuh Gu Cin Liong, yang tanpa dapat
dicegah lagi terjengkang jatuh.
"Bluuuk.....Bluuuk!" suara tubuh Gu Cin Liong menimpa lantai terdengar jelas sekali.
Cepat Tan Leng Ko menarik bangun Gu Cin Liong seraya minta maaf
kepadanya. Tan Leng Ko yang baru saja menguji Gu Cin Liong tidak begitu
heran, ketika mengetahui ternyata pemilik toko buku ini benar benar tidak
mengerti ilmu silat. Bagaimanapun juga, Ia harus mengujinya sendiri untuk
mengetahui benar tidaknya ucapan Giok Hui Yan.
Yang ia heran, dirinya tidak ikut terjatuh, kenapa bunyi suara orang jatuh bisa terdengar dua kali" Bahkan suara yang terakhir seperti datang dari luar toko.
Hatinya tiba tiba seperti mendapat firasat yang tidak enak. Seakan dituntun oleh suatu kekuatan yang ia tidak dapat jelaskan, Tan Leng Ko bergegas keluar dari toko buku itu.
Tan Leng Ko menjerit tertahan, ditengah jalan gang sempit itu, tergeletak diam tidak bergerak tubuh Giok Hui Yan yang terkapar.
Secepat kilat, Tan Leng Ko memburu kesana, nampak olehnya napas Giok Hui
Yan kembang kempis lambat sekali, darah segar bergolak dari mulutnya.
Wajahnya yang pucat, sudah mulai membiru. Giok Hui Yan bukan saja luka
parah, bahkan sudah sekarat mendekati ajal.
Dengan tubuh gemetar Tan Leng Ko mengangkat tubuh Giok Hui Yan dari
lumpur becek berbau sampah. Segera ia mengerahkan tenaga saktinya ke tubuh
Giok Hui Yan. Hati Tan Leng Ko tenggelam begitu menyadari, aliran tenaga saktinya seperti tenggelam sirna ke dalam lautan yang tanpa terbatas, tiada sambutan dari
tenaga sakti Giok Hui Yan.
Cepat Tan Leng Ko memusatkan pikiran, dengan menggeretak gigi, ia
mengalirkan terus tenaga saktinya walau cara ini bukan saja merugikan dirinya bahkan dapat membahayakan jiwanya.
Ia tidak perduli. Tan Leng Ko tidak berani mencari tempat, takut terlambat
menolong Giok Hui Yan yang keadaannya genting sekali. Lebih dari
sepernanakan nasi ia berdiri mematung menggendong tubuh Giok Hui Yan
menyalurkan hawa sakti.
Usahanya sedikit berhasil, Giok Hui Yan membuka kelopak matanya.
"Siapa yang tega melukaimu" tanya Tan Leng Ko dengan mata berkaca kaca.
"Peeek.....Kian...Si i i i" lirih Giok Hui Yan nyaris tidak terdengar.
Selesai berkata, tubuh Giok Hui Yan terkulai kaku dipelukkan Tan Leng Ko yang menemukan nadi gadis itu telah berhenti berdenyut!
Di gang buntu yang sempit, gelap dan berbau sampah, terdengar suara
gerengan yang keras bagaikan seekor harimau yang terluka.
Tan Leng Ko meletakkan kepalanya yang miring diatas dada Giok Hui Yan. Ia
mengisak dengan perlahan, air matanya bercucuran dengan deras. Ia memang
baru kenal dengan gadis ini. Tapi Tan Leng Ko tidak dapat mengingkari, dari cara tutur kata gadis ini yang nakal, mau tidak mau telah menimbulkan suatu ciri khas di lubuk hatinya.
Bukankah kata kata tidak hanya dapat menggugah perasaan melainkan juga
mempunyai pengaruh kuat terhadap tingkah laku seseorang"
Mendadak telinga Tan Leng Ko menangkap suara detak jantung yang lambat
dan terdengar lemah sekali. Bergetar tubuh Tan Leng Ko menahan perasaannya
yang terguncang. Giok Hui Yan belum mati!
Cepat Tan Leng Ko memeriksa nadi Giok Hui Yan lebih seksama. Ternyata urat
nadi dipergelangan tangan Giok Hui Yan telah tergeser dari tempatnya, hingga Tan Leng Ko tidak merasakan denyutnya.
Walau belum tewas, Tan Leng Ko maklum keadaan Giok Hui Yan kritis sekali. Ia harus memberi pertolongan secepat mungkin sebelum terlambat! Hanya
bagaimana caranya"
Luka gempuran tenaga sakti biasanya dapat disembuhkan oleh obat mustika.
Obat mustika semacam ini selain dia tidak punya, tabib di Lok Yang Piaukok juga tidak memiliki. Ia cukup paham, umumnya, obat seperti itu memang sukar
diperoleh! "Apa harus membawanya ke gunung bunga putih?" gumamnya dalam hati.
Gunung bunga putih, atau Pek Hoa San merupakan tempat tinggal sepasang
tabib suami istri yang beradat aneh. Mereka dengan senang hati menyembuhkan penyakit penduduk sekitarnya, tapi enggan menolong orang persilatan.
Mereka beranggapan, orang yang berkecimpungan di rimba persilatan sudah
sepantasnya mampus. Mereka seperti tidak ingat, bahwa merekapun orang
persilatan, bahkan berkepandaian tinggi.
Jarang sekali yang mencari gara gara dengan mereka, jika tidak terlalu terpaksa.
Tan Leng Ko tidak takut perkara, hanya kuatir dengan kondisi Giok Hui Yan yang buruk, mungkin waktunya sudah tidak keburu.
Walau Pek Hoa San tidak terlampau jauh dari Lok Yang, pergi kesana dengan
kereta, tetap akan memakan dua hari. Dua hari yang ia tidak miliki!
Semacam pikiran aneh berkelebat dibenaknya. Setelah menimbangnya sejenak,
ia bergumam, "Apapun juga aku harus mencobanya"
Bergegas Tan Leng Ko sambil menggendong Giok Hui Yan meloncat ke atas
tembok di ujung gang buntu kemudian meniti dan melayang masuk perkarangan
belakang toko buku Gu-suko.
Ia sudah tidak menghiraukan apakah jebakan maut sedang menunggunya atau
seorang sakti yang dapat memusnahkan kepandaiannya. Ia harus dapat
berjumpa dengan orang sakti itu yang mungkin mempunyai kemampuan untuk
menyembuhkan luka Giok Hui Yan dengan tenaga dalamnya.
Yang menyambut kedatangan mereka hanya keheningan dan angin utara yang
bertiup perlahan. Tan Leng Ko berdiri termangu ditengah perkarangan yang
cukup luas. Perkarangan yang dipenuhi rumput botak yang sudah layu
kecoklatan, ciri dari pergantian musim.
Diujung sebelah kiri, dekat sebuah pohon yang masih rindang, terdapat sebuah naungan jalan yang menuju kebelakang sana. Disalah satu deretan tiang
naungan jalan, terikat seekor ular sebesar lengan manusia.
Ular itu tidak terlalu panjang, dan juga tidak terlampau pendek. Bersisik putih, kontras sekali dengan bola matanya yang merah. Melihat kedatangan Tan Leng
Ko, ular itu mendongakkan kepalanya memandang curiga.
Terdengar suara desis di ringi uap putih yang keluar dari mulut ular itu. Setengah badannya berdiri tegak, lidahnya keluar masuk dari rongga mulut yang berwarna hitam.
Tan Leng Ko belum pernah melihat ular sejenis ini. Setahunya, ujung ekor ular meruncing, ujung ekor ular ini justru pipih melebar. Cabang lidahnya juga tidak umum, yang satu berwarna hitam, dan yang satu lagi berwarna putih. Benar
benar seekor ular yang aneh, tapi bukan hal ini yang membuat Tan Leng Ko
termangu. Yang menarik perhatiannya, justru pohon yang masih rindang itu! Ia tidak kenal nama pohon itu, tapi ia cukup mengenal daun yang berbentuk lebar itu. Daun
yang ujung tangkainya akan meneteskan getah jika dipetik.
Tan Leng Ko yakin, jenis daun ini yang telah menutupi kipas pemuda yang
bernama Bok Siang Gak.
"Kutahu maksud kedatanganmu" Suara lirih tapi jelas terdengar berbisik ditelinga Tan Leng Ko.
Tubuh Tan Leng Ko tergetar, ia tidak dapat menentukan sumber suara itu.
Bahkan sulit baginya untuk menerka, apakah suara lelaki atau perempuan"
"Kumohon locianpwee berkenan menyembuhkan dia" pinta Tan Leng Ko dengan
sangat. Lama sekali tidak terdengar jawaban, Tan Leng Ko memeluk erat tubuh Giok Hui Yan kemudian memutarkan badan melihat sekelilingnya.
Suasana sepi sekali, kecuali mereka, tidak ada orang lain. Entah ada dimana locianpwee itu.
"Pihak Mi Tiong Bun gemar mengacau disini, kenapa harus kutolong dia?"
"Sebab....sebab locianpwee telah mencuri kitab Hay Thian Sin Kiamboh mereka, sudah sepantasnya jika locianpwee menyembuhkannya" kata Tan Leng Ko
dengan gelisah.
"Apa ada buktinya?"
Walau hanya lirih, Tan Leng Ko seperti menangkap nada keheranan di suara
bisikkan itu. "Ada! Sehelai daun kering yang ditinggalkan di ruang kitab Mi Tiong Bun" jawab Tan Leng Ko.
Kembali suasana hening beberapa saat, kemudian terdengar bisikkan itu
berkata, "Bukan aku yang mencurinya"
"Apa buktinya?" tanya Tan Leng Ko memberanikan diri.
"Kami tidak mengetahui letak perguruan Mi Tiong Bun yang misterius itu. Walau kami berniat, bukan berarti kami telah mencuri Hay Thian Sin Kiamboh"
"Kami?" Tan Leng Ko terpelangak dalam hati. Tiga kali locianpwee ini
mengucapkan kata 'kami', apa mereka tediri dari lebih satu orang"
"Apa di helaian daun itu mempunyai guratan simbol?" bisik locianpwee itu.
"Benar helaian daun tersebut tergores tulisan keriting. Tulisan keriting yang banyak terdapat di kamar Khu Han Beng!"
"Hmm....Kutahu kau telah memasukki kamarnya"
"Kenapa kau mengajarinya untuk mencuri?" tanya Tan Leng Ko dengan lantang.
"Pernahkah Khu Han Beng mencuri?"
Tan Leng Ko terdiam. Memang tidak mungkin Khu Han Beng yang melakukan
pencurian kitab.
"Tapi salinan kitab Hui Liong Cap Sa Cik, jelas berasal dari Kun Lun Pay!"
"Benar! Tapi bukankah gadis dipelukkanmu telah bercerita bahwa kitab kitab
yang dicuri telah dikembalikan"
Kecut juga hati Tan Leng Ko mendengar gerak gerik juga percakapannya
dibawah pengawasan seorang sakti tanpa setahu dirinya.
"Aku tidak paham, kenapa setelah kau curi kemudian kau kembalikan?" tanya
Tan Leng Ko tak tahan.
Lama tidak terdengar bisikkan perlahan.
"Putri ketua Mi Tiong Bun jika tidak lekas ditolong, sukar untuk diselamatkan jiwanya"
Tan Leng Ko paham, orang ini mencoba mengalihkan perhatiannya, jelas
locianpwee ini enggan menjawab. Bagaimanapun juga keselamatan Giok Hui
Yan jauh lebih penting dari pertanyaannya.
"Dapatkah ia diselamatkan?" tanya Tan Leng Ko dengan penuh harapan.
"Jalan darah Khi Hay, Thian Tie, Hwee Tie, telah tersumbat darah beku. Begitu pula sembilan nadi penting ditubuhnya. Hanya aliran tenaga sakti yang mengalir tidak putus di dua belas jalan darah yang dapat menyelamatkan gadis itu. Di dunia saat ini, hanya dua orang yang mampu melakukan hal itu"
Baru sekarang Tan Leng Ko mengerti, kenapa tubuh Giok Hui Yan terkulai kaku.
Jalan darah Khi Hay jika tertotok atau tersumbat, memang dapat membuat kaku tubuh. Begitu pula jalan darah Hwee Tie yang terletak disikut lengan, nadi yang beku menghalangi peredaran darah, pantas ia tidak berhasil mendengar denyut nadi pergelangan tangan Giok Hui Yan.
Yang Tan Leng Ko tidak mengerti adalah cara pengobatannya. Letak dua belas
jalan darah ada yang di lengan, dada, punggung dan sebagainya. Bukankah
tenaga sakti yang mengalir tidak putus harus dapat meliuk, berubah dari daya lurus untuk mencapai punggung"
Dengan hati berdebar debar Tan Leng Ko berkata,
"Dua orang itu, tentu yang pertama adalah Goan Kim Taysu, dan yang satu lagi tentu adalah locianpwee sendiri"
"Goan Kim Taysu masih belum mempunyai kemampuan itu"
Kaget juga Tan Leng Ko mendengar hal ini, Goan Kim Taysu telah diakui
sebagai jeniusnya didunia persilatan. Kepandaiannya sudah mencapai taraf yang sempurna sekali. Nampaknya kepandaian locianpwee ini jauh lebih tinggi dari Goan Kim Taysu!
Hal yang ia percaya, bukankah Giok Hui Yan telah bercerita ruang kitab
Siaulimsi juga kebobolan" Yang ia sukar percaya, ada orang kedua yang
melebihi kepandaian Goan Kim Taysu. Apakah ketua dari perguruan Lam Hay
Bun" "Kumohon locianpwee segera menyembuhkan Giok Hui Yan sebelum terlambat"
"Hilangnya kitab Mi Tiong Bun tiada sangkut paut denganku. Sekali lagi kutanya padamu, kenapa harus kusembuhkan dia?"
Tan Leng Ko termenung sejenak, kemudian katanya,
"Kutahu loncianpwee akan menolong dia, hanya mungkin.... mungkin locianpwee ada persyaratan yang harus kupenuhi?"
"Iiihhh...Darimana kau tahu?"
Bisikkan dengan nada terkejut itu membuat tubuh Tan Leng Ko terhuyung.
Telinganya seperti mendengar dentuman keras, dadanya seperti dihantam martil dengan keras. Cepat ia menarik napas menenangkan jantungnya yang berdebar
keras. Hatinya lega ketika melihat bisikkan yang disertai tenaga sakti itu, tidak mempengaruhi Giok Hui Yan.
Dengan muka masih pucat, Tan Leng Ko menjawab,
"Sebab disekitar ular aneh itu tidak terdapat kotoran, jelas ular itu belum lama dipindahkan. Apalagi sedikit sekali yang berani datang kesini, maka kutahu ular itu sengaja dipertontonkan untukku walau belum dapat kuterka untuk apa"
Setelah menelan ludah, Tan Leng Ko melanjutkan,
"Locianpwee sudah tahu maksud dan kedatanganku, jika tidak mau menolong,
tentu tidak akan bersusah payah memindahkannya"
Suasana kembali hening, hanya angin menderu makin kencang. Cukup lama
Tan Leng Ko menunggu, akhirnya dia tidak tahan,
"Jika tidak melanggar aturan, apapun yang locianpwee minta tentu akan
kulakukan!"
"Jika kupinta kau melompat ke wajan panas, atau menerjang ribuan golok,
apakah akan kau lakukan?"
"Tidak! Aku bukan orang bodoh!"
Tan Leng Ko seperti mendengar suara orang tertawa,
"Kau orang pintar, kusuka dengan orang pintar!"
"Apa yang locianpwee ingin kulakukan?"
"Tahukah kau, kenapa kubiarkan kau mengetahui isi kamar Khu Han Beng?"
Giliran Tan Leng Ko yang terdiam, tidak menjawab.
"Kuingin kau menjaga ruang pustaka itu"
"Hanya itu?" tanya Tan Leng Ko dengan heran.
"Tanpa locianpwee pintapun, aku tentu akan menjaga kitab kitab di kamar itu"
"Tentu saja tidak hanya itu, tapi kondisi gadis itu sudah kritis sekali. Kau julurkan tangannya, biar dia digigit sekali oleh Hek Pek Coa"
Tan Leng Ko tertegun. Walau ia baru tahu Hek Pek Coa adalah nama jenis ular itu, ia yakin betul ular itu sangat berbisa. Masakkan racun Hek Pek coa dapat menyembuhkan luka dalam"
Setelah termenung sekian lama, dengan meggigit bibir ia mendekati ular berbisa itu.
Desis Hek Pek Coa semakin keras melihat Tan Leng Ko menghampirinya. Ular
itu membuka mulutnya, nampak dari lubang pernapasannya keluar kabut tipis
berbau amis. Dengan hati berdebar debar, Tan Leng Ko melambaikan lengan
Giok Hui Yan didepan mulut Hek Pek Coa. Secepat kilat, ular itu mematuk sekali meninggalkan dua lubang kecil yang menitik darah, dipergelangan tangan Giok Hui Yan.
"Bagus! Kusuka dengan tindakkanmu yang tegas. Nah sekarang, kau julurkan
tanganmu sendiri, dan biarkan ia juga mematukmu sekali"
Kali ini Tan Leng Ko benar benar terperanjat! Ia tidak tahu banyak soal racun, tapi pikirnya, mungkin saja racun Hek Pek Coa dapat melancarkan darah Giok
Hui Yan yang beku.
Sedangkan ia tidak sakit, kenapa ia harus juga dipatuk"
Ia membaringkan tubuh Giok Hui yan diatas rumput, kemudian menghampiri Hek
Pek Coa yang memandangnya dengan garang. Tanpa berpikir panjang dengan
nekat ia menyodorkan tangan kanannya.
Taring Hek Pek Coa yang menembus kulit tangan Tan Leng Ko, dirasakannya
seperti tisikan jarum. Ia tidak merasa sakit, hanya rasa linu dan kemeng. Tiba tiba rasa dingin yang luar biasa bercampur rasa panas yang juga luar biasa
merambat naik. Tan Leng Ko merasa kepanasan juga menggigil kedinginan.
"Apakah kau tidak curiga, telah kucelakai kalian?" suara bisikkan itu seperti bernada kagum melihat keteguhan dan kecepatan Tan Leng Ko bertindak.
Sambil tertawa perlahan, Tan Leng Ko menjawab,
"Jika locianpwee berniat mencelakai kami, dengan kepandaian yang tinggi,
locianpwee dapat melakukannya dengan mudah. Tentu tidak akan mau repot
repot begini. Kuyakin locianpwee mempunyai maksud yang dalam. Jika
locianpwee mau menjelaskan tentu akan kudengar dengan senang hati"
"Haruskah kujelaskan perbuatanku kepadamu?"
"Ti....tidak harus. Hanya kuyakin, locianpwee akan menyembuhkan dia" gumam
Tan Leng Ko perlahan.
Pandangan matanya mulai kabur, dunia sekelilingannya seperti berputar dengan kencang. Tan Leng Ko mencoba mempertahankan keseimbangan tubuhnya
yang bergoyang tapi malah rubuh tidak sadar diri disebelah tubuh Giok Hui Yan.
Suasana perkarangan rumput itu seperti diliputi hawa kematian yang tebal. Angin utara yang tadinya bertiup kencang berhenti mendadak. Desis Hek Pek Coa juga tidak terdengar, ular itu seperti termangu memandang dua korban gigitannya.
Tidak ada yang bergerak, kecuali sebuah bayangan yang berkelebat menyambar
tubuh mereka berdua, kemudian menghilang bagaikan bayangan setan yang
bergerak cepatnya bukan main.
********************************
Kelopak mata itu terbuka dengan perlahan. Nampak taburan bintang gemerlapan
memenuhi angkasa. Suara burung hantu disahuti oleh binatang malam lainnya,
menyadarkan Khu Pek Sim dari tidurnya.
Mereka menginap dipinggir sebuah hutan di sebuah lereng gunung yang Khu
Pek Sim tidak tahu namanya. Matanya yang masih mengantuk melirik sebentar
kepada kedua ekor kuda mereka yang sedang memakan rumput dengan tenang.
Setelah menggeliat badan, ia menghampiri Buyung Hong yang sedang
menyusun ranting kayu sehingga nyala api unggun jauh lebih terang.
"Kuheran dengan kelakuanmu" kata Khu Pek Sim sambil meneguk guci arak
yang disodorkan Buyung Hong.
Beberapa guci arak mereka peroleh dan mereka boyong dari kereta kuda Lok
Yang Piaukok sebelum mereka bakar menjadi abu.
"Kau heran padaku?"
"Kau toh tahu mustika kemala pelangi berada padaku. Kenapa tidak kau rebut
saja ketika aku sedang tidur?"
Dengan tertawa Buyung Hong menjawab,
"Aku memang sedang sibuk memarahi diriku. Kenapa tidak main rebut?"
Khu Pek Sim menghela napas,
"Ternyata, kau memang bukan seorang yang rendah"
Buyung Hong ikut menghela napas, katanya perlahan:
"Sebetulnya ingin sekali aku menjadi seorang siaujin... sayang aku tidak dapat"
Khu Pek Sim termenung sebentar, kemudian mengangguk,
"Yaa, kau memang tidak dapat. Melakukan perbuatan rendah mestinya suatu hal yang mudah. Sedikit yang tahu untuk sebagian orang, hal itu sukarnya bukan


Bu Kek Kang Sinkang Karya Kkabeh di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

main" "Dia tidak dapat, aku bisa!" tiba tiba terdengar suara dingin dari balik bayangan pohon.
Buyung Hong dengan sigap meloncat menjauhi api unggun, kemudian katanya
sambil tertawa dingin,
"Kau dapat berada disini tanpa sepengetahuanku, nampaknya kepandaianmu
tidak rendah. Kenapa tidak lekas munculkan diri?"
Khu Pek Sim tidak terkejut ketika seorang berkedok muka berjalan perlahan
menghampiri mereka. Ia juga tidak kaget mendengar nada suara orang itu yang naik turun. Ia maklum seorang bertenaga dalam tinggi memang dapat mengubah
ubah suaranya. Ia hanya heran dengan kedok orang itu. Kepala orang itu dibungkus seluruhnya oleh bajunya sendiri. Badannya yang telanjang setengah dada kelihatan masih kekar walau kulitnya sudah keriputan, jelas usianya tidak sedikit.
Lengan bajunya di kat kencang dibelakang kepala, hanya dua lubang kain
disekitar mata yang agak kendur.
Mata orang itu menatap Khu pek Sim dengan tajam, kemudian serunya,
"Kau berikan mustika kemala pelangi padaku. Kubiarkan kalian hidup"
Sebelum Khu Pek Sim menjawab, Buyung Hong dengan serius berkata,
"Apakah kau bertekad bertarung menentukan mati hidup hanya disebabkan
sebuah mustika?"
"Benar!' jawab orang itu tegas.
Buyung nampak ragu, lama sekali ia termenung. Akhirnya setelah menghela
napas ia berkata,
"Baik kuiringi kemauanmu"
Tanpa banyak bicara, orang berkedok itu menyodok keempat jari tangannya
yang menegak lurus ke tubuh Buyung Hong. Gerakkannya selain cepat juga
disertai dengan tenaga penuh.
Khu Pek Sim yang yang berdiri tidak jauh dari Buyung Hong terpaksa ikut
menghindar ketika deru angin pukulan yang dingin terasa mengiris wajahnya.
Cara Buyung Hong menghindar selain cepat juga indah luar biasa. Kaki kirinya diangkat, dan tubuhnya yang bertumpu dikaki kanan bergeser dengan licin
kebelakang. Dalam waktu yang singkat, mereka sudah terlibat dalam pertarungan seru yang sudah meliputi puluhan jurus.
Kecepatan tubuh mereka berkelebat membuat kepala Khu Pek Sim mulai
berkunang, matanya sudah tidak dapat memandang mereka dengan jelas.
Bayangan tubuh mereka seperti bergumul menjadi satu. Cara bertarung jarak
dekat semacam ini sangat berbahaya, salah perhitungan satu kali dapat
berakibat fatal.
Khu Pek Sim tidak mendengar benturan benturan tenaga dalam, rupanya cara
mereka bertempur lebih dititik beratkan kepada tipu muslihat gerakkan ilmu silat.
Entah sudah berapa lama mereka bertempur, jelas tidak sebentar. Ranting kayu di api unggun sudah habis terbakar, yang tersisa hanya redupnya bara api. Sinar terang di ufuk timur mulai menerangi jalannya pertempuran.
Khu Pek Sim menggenggam erat tombaknya. Dilihat dari kemampuan orang
berkedok itu mengimbangi kepandaian Buyung Hong yang tinggi untuk sekian
lama, Khu Pek Sim yakin, orang itu termasuk orang yang ternama dirimba
persilatan. Tentu orang itu tidak ingin dikenal maka memerlukan membungkus
wajahnya. "Bluuuk....!" terdengar suara pukulan yang telak mengena dibarengi tubuh
mereka yang berpisah.
Buyung Hong terhuyung mundur sambil meringis kesakitan. Tangannya bergerak
cepat menutuk untuk menghentikan kucuran darah yang keluar cukup deras dari lambung kanannya yang terluka.
Khu Pek Sim segera meloncat menghampiri mereka. Diterangi nuansa pagi, ia
dapat melihat jelas sebuah telapak tangan bersemu hitam kemerahan yang
tertera di dada kiri orang berkedok itu yang menggeletak tidak berkutik. Hanya melihat sekilas, Khu Pek Sim paham, jelas urat besar disekitar jantung orang itu tergetar putus oleh sodokkan tangan Buyung Hong yang dahsyat.
Khu Pek Sim melirik sebentar ke Buyung Hong, kemudian menghampiri mayat
itu hendak membuka kedoknya.
"Jangan sentuh dia!' teriak Buyung Hong dengan parau. Teriakkannya membuat
tubuhnya tergetar, lukanya kembali terbuka, darah segar membasahi bajunya.
Khu Pek Sim menahan gerakkan tangannya.
"Apa tubuhnya beracun?"
Buyung Hong menggeleng perlahan. Tanpa menghiraukan lukanya, ia bergerak
perlahan menghampiri mayat itu. Wajahnya nampak pucat, rupanya lukanya
tidak ringan. Dengan heran Khu Pek Sim bertanya,
"Apa kau tidak ingin tahu, siapa dia sebenarnya?"
Buyung Hong menatap sayu mayat orang berkedok itu, katanya dengan
perlahan, " lubang mata dikedoknya seperti digunting rapih, hanya tenaga jari Kim Kong Ci dan Im Yang Kiam Ci yang mampu melakukan serajin itu. Dia adalah seorang
sahabatku"
"Sahabatmu?" kejut juga Khu Pek Sim mendengar hal ini.
Buyung Hong termangu sebentar, katanya kemudian dengan sedih,
"Sudah puluhan tahun kami berteman, tak kusangka hanya karena urusan
mestika kemala pelangi, ia tega melupakan persahabatan"
"Makanya kau juga tega untuk membunuhnya?"
Buyung Hong tertawa getir,
"Semua serangannya mengandung maut, aku tidak diberi pilihan lain olehnya"
Khu Pek Sim menghela napas, ia dapat merasakan kepedihan perasaan Buyung
Hong. "Lukamu nampaknya tidak ringan" ujarnya perlahan.
Buyung Hong seperti tidak mengacuhkan keadaan dirinya, malah ia memandang
Khu Pek Sim dengan tajam.
"Dengan kondisiku saat ini, nampaknya aku bukan tandinganmu"
"Yaa, sekarang aku memang dapat mengalahkanmu" kata Khu Pek Sim juga
memandang Buyung Hong dengan tajam.
Dengan dingin Buyung Hong berkata,
"Untuk melepaskan diri dariku, sekarang merupakan kesempatan yang paling
baik bagimu"
"Aku bahkan dapat membunuhmu" ujar Khu Pek Sim tidak kalah dinginnya.
Buyung Hong memaksa dirinya mengerahkan tenaga dalam yang sudah
menyusut banyak. Ia tidak marah atas sikap Khu Pek Sim. Sahabat kentalnya
yang dia kenal puluhan tahun saja tega menghianatinya, apalagi Khu Pek Sim
yang baru saja dikenalnya.
Hati Buyung Hong tenggelam ketika ia menyadari lukanya ternyata lebih parah dari yang dibayangkannya. Selain darahnya sudah keluar cukup banyak,
ternyata serempetan jari Im Yang Kiam Ci yang setajam pedang, juga telah
menggetarkan isi perutnya.
Buyung Hong maklum tanpa diserangpun, tak lama lagi ia akan rubuh dengan
sendirinya. Mumpung masih bertenaga dengan mengemposkan semangat ia
menyerang Khu Pek Sim yang menyongsong tubuhnya dengan ujung tombak.
Muka Buyung Hong mendadak berubah aneh, ketika ujung tombak Khu Pek Sim
mengenai tubuhnya. Ia terkejut bukan saja lukanya menyebabkan gerakkannya
menjadi lambat sehingga tidak dapat menghindari serangan Khu Pek Sim. Yang
membuatnya heran, ia tidak merasa sakit.
Ternyata Khu Pek Sim telah memutar balik tombaknya. Tubuh Buyung Hong
terkulai pingsan tertotok oleh ujung tombak dari tangkainya yang tumpul.
********************************
Kelopak mata itu terbuka dengan perlahan. Nampak taburan bintang gemerlapan
memenuhi angkasa. Suara burung hantu disahuti oleh binatang malam lainnya,
menyadarkan Buyung Hong dari pingsannya.
Setelah menggeliat badan, ia baru menyadari luka dilambung kanannya telah
terbalut rapi walau ditandai oleh bercak darah yang telah mengering. Dengan perlahan Buyung Hong bersila kemudian mengatur pernapasannya untuk
menyembuhkan luka dalamnya.
Malam semakin larut.
Buyung Hong membuka matanya kemudian menarik napas dalam dalam.
Tubuhnya terasa lebih segar setelah bersamadi. Hanya pertunya terasa lapar
bukan main. Entah sudah berapa lama ia pingsan, ditilik dari gelapnya malam, sedikitnya sudah lebih dari setengah hari. Perlahan ia berjalan menghampiri api unggun.
Khu Pek Sim sedang menyusun ranting sehingga nyala api unggun jauh lebih
besar untuk membakar ayam hutan yang sedang dipanggangnya.
Buyung Hong duduk disebelahnya sambil menerima sobekkan ayam panggang
yang berbau semerbak mengundang rasa lapar.
"Kuheran dengan kelakuanmu" kata Buyung Hong disela sela gigitan
santapannya. "Kau heran padaku?"
"Kau toh tahu dengan membunuhku, bukankah urusanmu jauh lebih
sederhana?"
Dengan tertawa Khu Pek Sim menjawab,
"Aku memang sedang sibuk memarahi diriku. Kenapa tidak main bunuh?"
Buyung Hong menghela napas,
"Ternyata, kau juga bukan seorang yang rendah"
Khu Pek Sim ikut menghela napas, katanya perlahan:
"Kutahu ketika kau menyerangku, hatimu sedang kecewa setelah dihianati oleh sahabat sendiri, sukar bagimu untuk percaya kepada siapapun"
"Kenapa kau totok diriku?"
"Lukamu sudah mengeluarkan darah cukup banyak, aku tidak melihat jalan lain"
"Dan kau kuatir, aku akan curiga dengan maksud baikmu?"
Khu Pek Sim tidak mengiakan, ia malah mengalihkan pembicaraan,
"Merebut mustika dengan sahabat sendiri, memang suatu perbuatan yang
rendah" Buyung termangu memandang gundukkan tanah yang nampaknya baru digali.
Dengan lambat, ia menghampiri kuburan sahabatnya dan berdiri termenung
lama sekali. "Apakah ia masih kau anggap sebagai sahabatmu?" tanya Khu Pek Sim
perlahan. Dengan tegas Buyung Hong menjawab,
"Yaa, ia tetap sahabatku"
"Walau ia telah menghianati dirimu?"
"Yaa, ia hanya bersalah satu kali kepadaku. Aku harus dapat memaafkannya"
Khu Pek Sim terdiam sejenak, kemudian katanya,
"Apakah aku juga termasuk sahabatmu?"
Buyung Hong tertawa, katanya,
"Kau bukan saja seorang sahabatku, malah sahabatku yang paling baik"
Dengan cepat Khu Pek Sim bertanya,
"Maukah kau menerangkan padaku, darimana kau tahu mustika kemala pelangi
berada ditanganku?"
Buyung Hong mengerinyitkan alisnya,
"Kukuatir tempat ini sudah tidak aman lagi"
"Kau kuatir bukan satu hal kebetulan sahabatmu datang kemari?"
"Benar!"
Setelah berpikir sebentar, Khu Pek Sim berkata:
"Kukira temanmu yang pandai Im Yang Kiam Ci memang secara tidak sengaja
menemukan jejak kita"
"Kenapa?"
"Sebab ia malu dikenal olehmu, tapi juga tidak tahan untuk tidak merebut
mustika kemala pelangi yang mempunyai daya tarik luar biasa"
"Maka ia membungkus kepalanya dan juga mengubah suaranya?"
Khu Pek Sim mengangguk,
"Jika ia mempunyai persiapan yang cukup, tentu tidak perlu repot membuka dan menggunakan bajunya sendiri sebagai penutup kepala"
Buyung Hong mengakui ucapan Khu Pek Sim mengandung kebenaran. Setelah
menghela napas, ia berkata:
"Seharusnya dapat kupikirkan hal itu"
"Dari keraguanmu tadi untuk meladeninya bertempur, kuyakin engkau telah
mengetahui siapa sebenarnya dia. Banyak hal telah kau pikirkan sehingga
pikiranmu menjadi kusut. Aku tidak heran kau terluka dan kau tidak usah heran kenapa tidak berpikir hal itu"
Buyung Hong berjalan perlahan dan kembali duduk didepan api unggun
menghadap Khu pek Sim.
"Aku memang lebih banyak menghindar dari menyerang. Kuladeni dia bertempur
sekian lama agar ia paham bahwa ia tidak dapat mengalahkanku dan mundur
dengan sendirinya"
"Ternyata perbuatanmu membuatnya penasaran dan tersinggung. Ia malah
menyerangmu semakin nekat dan tidak memberimu pilihan kecuali
membunuhmu"
Kerlingan sedih keluar dari mata Buyung Hong, ia tidak menjawab. Tangannya
meraih guci arak dan meminumnya seteguk.
Lama mereka terdiam, terbenam oleh pikirannya masing masing. Akhirnya Khu
Pek Sim memecahkan kesunyian,
"Disini dekat air, dan banyak ayam hutan, kukira sebaiknya kita tinggal disini saja hingga lukamu sembuh"
"Bagaimana dengan urusanmu?"
"Kau telah pingsan lebih dari lima hari. Apa salahnya kutunda urusanku
beberapa hari lagi"
"Lima hari katamu"!" tanya Buyung Hong terkejut.
"Bukankah perutmu lapar sekali?"
Buyung Hong tidak menjawab, ia menyobek paha ayam dari panggangan api
unggun dan memakannya dengan lahap.
Selesai makan dan mencuci tangan disebuah sungai kecil, mereka kembali
duduk didepan api unggun sambil menikmati minuman arak.
Khu Pek Sim berkata perlahan memecah keheningan,
"Lima hari kujaga dirimu. Aku tidak takut kedatangan musuh, yang kutakut
adalah kesunyian. Sepi sekali tempat ini"
Buyung Hong tertawa mendengar pancingan Khu Pek Sim.
"Kau ingin aku mengisi kesunyian dengan bercerita darimana kutahu mustika
kemala pelangi berada ditanganmu"
"Benar!"
Buyung Hong membalikkan ranting api unggun yang belum terbakar. Kemudian
tanyanya, "Tahukah kau asal usul mustika kemala pelangi?"
"Tidak! Yang kutahu mustika ini di ncar banyak orang konon karena
menunjukkan tempat penyimpanan kitab kitab ilmu silat yang luar biasa"
"Tahukah kau bahwa mustika kemala pelangi merupakan hasil karya
Budhidharma"
Terkejut sekali Khu Pek Sim mendengar hal ini,
"Budhidharma Tat Mo Couwsu pendiri Siaulimsi"! Jadi Siaulimpay adalah pemilik sebenarnya dari mustika kemala pelangi?"
"Kau salah!"
Dengan penasaran Khu Pek Sim berkata,
"Jika mustika itu buah tangan dari Tat Mo Couwsu, sudah tentu menjadi hak
Siaulimpay. Aku tidak dapat melihat kesalahanku"
Buyung Hong menatap Khu pek Sim dengan tenang, kemudian katanya sepatah
demi sepatah, "Tat Mo Couwsu bukan pendiri Siaulimsi! Mustika itu oleh beliau telah
dihadiahkan kepada orang lain, sudah tentu bukan menjadi hak Siaulimpay lagi.
Siaulimpay sama sekali tidak mempunyai hak atas mustika itu"
Khu Pek Sim tidak dapat menahan dirinya, ia melonjak kaget,
"Apa kau bilang?"
Walau belum lama mengenalnya, Khu pek Sim cukup mengerti, Buyung Hong
bukan jenis yang gemar asal bicara.
Buyung Hong menghela napas, kemudian ujarnya:
"Sedikit sekali yang mengetahui bahwa kuil Siaulimsi didirikan oleh kaisar Siao Wen Ti dari Wei dinasti bagian utara sebagai tempat menetap untuk Batuo atau Buddhabadra, seorang bhiksu dari aliran Hinayana dari daerah Biau. Sedangkan Budhidharma baru mengunjungi Siaulimsi 17 tahun setelah kuil itu didirikan dan tak lama kemudian menjadi pemimpinnya. Beliau juga berasal dari daerah Biau hanya berbeda aliran dengan Buddhabadra. Budhidharma merupakan sesepuh
dari aliran Mahayana"
Seperti terpukau berbareng kecewa, Khu Pek Sim menggumam sendirian,
"Tidak kusangka, Tat Mo Couwsu bukan pendiri Siaulimpay"
Melihat reaksi Khu Pek Sim, Buyung Hong cepat menghibur,
"Beliau memang bukan pendiri kuil Siaulimsi, tapi bukan tidak mungkin Tat Mo Cowsu memang pendiri Siaulimpay"
Khu Pek Sim menatap bingung Buyung Hong yang lekas berkata,
"Kurang kutahu pasti siapakah sebenarnya pendiri Siaulimpay, apakah
Buddhabadra yang lebih tua atau Budhidharma. Yang pasti Tat Mo Couwsu telah menciptakan barisan LoHanTin yang terdiri dari 2 kali 9 orang yang bisa dibilang cikal bakal gerakkan ilmu silat ditanah tionggoan. Konon katanya Thio Sam Hong pendiri Bu Tong Pay, ketika kecilnya pernah menerima mainan yang dapat
melakukan gerakkan LoHanTin. Sedikit banyak gerakkan ini mempunyai andil
dalam pemikiran Thio Sam Hong ketika menciptakan gerakkan ilmu silat Bu
Tong Pay" Setelah meneguk arak menghilangkan rasa hausnya, Buyung Hong melanjutkan,
"Setelah sekian ratusan tahun, banyak gerakkan silat telah disempurnakan oleh bhiksu bhiksu Siaulimpay bahkan ada ilmu silat yang berubah total. Hanya
LoHanTin yang walau sekarang telah dikembangkan menjadi barisan enam lapis
2 kali 9 orang atau menjadi 108 anggota barisan LoHanTin yang terkenal, Inti barisan ini tidak berubah. Barisan LoHanTin masih mengandung daya tekan
tenaga 'Kang' yang dahsyat yang merupakan ciri khas dari aliran kuno
Mahayana" "Dan peta petunjuk ilmu kuno dari aliran Mahayana inilah yang ditaruh oleh Tat Mo Couwsu di dalam mustika kemala pelangi" kata Khu Pek Sim menerka.
Buyung Hong menggeleng,
"Konon justru Buddhabadra yang telah menaruh peta ilmu kuno aliran Hinayana yang menekankan lebih banyak ditenaga lemas dan gerakkan ilmu silat di dalam mustika itu. Kurang kutahu dengan pasti, tapi kukira telah terjadi perselisihan antara murid murid Buddhabadra dengan murid murid Tat Mo Couwsu. Beliau
memberikan kotak kemala berwarna pelangi itu sebagai lambang perdamaian
dari dua aliran yang berbeda tapi sama sama penganut ajaran Buddha"
"Sebetulnya apa keistimewaan kotak kemala itu?" tanya Khu Pek Sim tak tahan.
"Dengan kejeniusannya, setelah bersusah payah sekian tahun lamanya, Tat Mo
Couwsu berhasil menciptakan sebuah kotak penyimpan yang berongga dibagian
dalam. Rencananya semula adalah menaruh peta petunjuk ilmu kuno aliran
Mahayana didalamnya. Kotak itu hanya dapat dibuka dengan satu cara, jika
dibuka dengan kekerasan, maka racun kering yang ikut tersimpan akan
menghancurkan peta itu. Hal ini beliau lakukan untuk mencegah kotak kemala itu jatuh ketangan yang salah."
"Pernah kucoba memutar kotak itu kesana kemari, tapi tidak pernah berhasil
membukanya" gumam Khu Pek Sim perlahan.


Bu Kek Kang Sinkang Karya Kkabeh di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sambil tertawa kecil, Buyung Hong berkata:
"Jumlah kombinasi cara memutar kotak itu dengan salah, mungkin sama
banyaknya dengan jumlah bintang dilangit"
Khu Pek Sim menghela napas sambil memandang taburan bintang di angkasa,
"Kurasa Buddhabadra menaruh peta petunjuk ilmu kuno Hinayana untuk
menghormati jerih payah Tat Mo Couwsu"
Buyung Hong mengangguk perlahan,
"Entah bagaimana cara beliau melestarikan ilmu aliran Mahayana"
"Bukankah ilmu tersebut sudah terlebur di dalam ilmu silat Siaulimpay" seru Khu Pek Sim.
"Tidak benar! Ilmu Siaulimpay merupakan ilmu silat ciptaan Tat Mo Couwsu
setelah ia berada di Tionggoan, sedangkan ilmu kuno asli dari aliran Mahayana yang dipelajari beliau entah tersimpan dimana"
Khu Pek Sim termenung sejenak, kemudian katanya,
"Jika telah terjadi perselisihan antara murid mereka, berarti terdapat murid Tat Mo Cowusu yang mempelajari aliran Mahayana tapi bukan dari golongan
Siaulimpay"
Tergerak hati Buyung Hong mendengar hal ini, katanya sambil bergurau,
"Jika keturunan murid itu masih ada hingga jaman sekarang, boleh kau anggap mereka sebagai saudara dari angkatan tuamu"
Khu Pek Sim memandang Buyung Hong dengan tajam,
"Rahasia ini jelas tidak sembarangan orang yang tahu, darimana kau tahu
sebanyak ini?"
Buyung Hong menatap Khu pek Sim dengan tenang,
"Pernahkah kau mendengar istilah 'dengan kepandaiannya, digunakan di atas
dirinya' dari keluarga Buyung di Ko-soh?"
"Pernah kudengar" jawab Khu Pek Sim.
"Sehebat hebatnya kemampuan seseorang, mungkinkah mampu mempelajari
ilmu silat yang sekian banyaknya dalam hidupnya?"
Giliran hati Khu Pek Sim yang tergerak, serunya dengan cepat:
"Apalagi keluarga Buyung terkenal selama beberapa generasi. Tidak mungkin
setiap generasi terus menerus melahirkan seorang jenius yang dapat menguasai ilmu silat sedemikian banyaknya"
Buyung Hong tersenyum, katanya pendek:
"Tepat sekali ucapanmu"
"Jadi kau merupakan keturunan murid dari aliran Hinayana?" tanya Khu Pek Sim dengan kaget.
"Aku memang keturunan generasi penerus dari murid aliran Hinayana di
Tionggoan. Mustika kemala pelangi memang sepatutnya sudah menjadi hakku"
Dengan ragu Khu Pek Sim bertanya,
"Jika demikian, kau telah menguasai ilmu kuno yang hebat itu, untuk apa kau mencari tempat penyimpanan kitab kitab itu?"
Dengan muka muram, Buyung Hong menjawab,
"Sudah menjadi kebiasaan di rimba persilatan, setiap guru biasanya menyisihkan sebagian kepandaiannya dan tidak mengajari muridnya. Setelah sekian ratus
tahun, kepandaian tersisa yang diajarkan semakin sedikit, dan boleh dibilang sudah tidak karuan dari kepandaian aslinya. Aku ingin memulihkan, atau
menghidupkan kembali kepandaian kuno yang sejati itu."
Khu Pek Sim menghela napas, kemudian katanya,
"Kepandaian yang kau miliki yang menurutmu hanya sisa dan tidak keruan,
sudah kuanggap hebat sekali"
Buyung Hong ikut menghela napas,
"Dapat kau bayangkan bagaimana saktinya kepandaian kuno yang asli?"
Bergidik Khu Pek Sim membayangkan hal ini,
"Tidak heran banyak yang mau mengorbankan nyawanya untuk merebut mustika
kemala pelangi" gumamnya lirih.
"Tahukah kau nama asli orang yang mahir Im yang Kiam Ci itu" Tanya Buyung
Hong sambil menuding gundukkan kuburan itu.
"Kau tidak ingin aku melihat dirinya, aku tidak membuka kerudung kepalanya
ketika menguburnya"
Buyung Hong memandang Khu Pek Sim dengan rasa terima kasih. Timbul rasa
hormat dari lubuk hatinya kepada orang yang sudah tua ini.
"Dia bernama Ki, she Buyung" katanya perlahan.
"Buyung Ki"!...Jadi dia...?"
Buyung mengangguk,
"Dia sahabatku sekaligus sanak keluargaku dari Ko-soh"
Khu Pek Sim membungkam mulutnya dengan tegukkan arak. Lama mereka tidak
berbicara, guci arak itu lambat laun habis diminum mereka berdua.
"Apakah kau heran kenapa kubunuh dia" tanya Buyung Hong memecah
kesunyian. "Tidak. Yang kuheran, kenapa setiap kutanya padamu mengenai darimana kau
tahu mustika kemala pelangi berada ditanganku, kau sepertinya menghindar"
Buyung Hong tertawa kecut, katanya:
"Kukira setelah kuceritakan perihal mustika kemala pelangi, kau telah melupakan pertanyaan itu"
"Ceritamu memang menarik. Tapi bukan itu jawaban yang ingin kuketahui"
"Baik! Kuceritakan kepadamu darimana kutahu mustika itu berada ditanganmu"
Ditinjau dari susunan meja kecil berlaci dibawah lampu kertas yang menempel di dinding disebelah sebuah cermin tembaga, Giok Hui Yan yang baru saja
membuka kelopak mata, maklum ia berada di sebuah kamar penginapan.
Dahinya berkerut, ketika hidungnya mencium semacam bau aneh. Giok Hui Yan
yang kurang berpengalaman, tidak mengetahui bahwa bau khas semacam itu
biasanya tersuar dari tubuh lelaki jantan.
Wajahnya merah padam ketika menyadari, ia tertidur dengan kepala
menggelendot diatas dada Tan Leng Ko yang bidang. Dengan tangkas, ia
meloncat turun dari tempat tidur.
Bergegas ia memeriksa dirinya, hatinya yang kuatir berubah lega melihat ia
masih berpakaian lengkap, bukan saja ia merasa dirinya tidak kurang apa,
bahkan terasa lebih segar dari sebelumnya.
Ia mengerti, entah bagaimana caranya, Tan Leng Ko telah berhasil
menyembuhkan lukanya yang parah. Tapi bukan berarti, ia boleh seenaknya
membawa dirinya tidur berduaan disebuah kamar penginapan.
Timbul hawa kemarahan dihati Giok Hui Yan, tangannya dengan cepat
menampar ke pipi Tan Leng Ko.
"Plaaakkk....!"
Tamparan yang keras itu membuat pipi Tan Leng Ko bengap, darah mengalir
dari ujung bibirnya. Anehnya, ia seperti tidak merasakan, Tan Leng Ko tetap tertidur dengan tenang.
Semacam pikiran melintas di benak Giok Hui Yan yang keheranan. Cepat ia
memeriksa tubuh Tan Leng Ko yang ternyata telah tertotok di tiga puluh enam urat nadinya.
"Rupanya locianpwee itu yang membawa kami kesini" gumam Giok Hui Yan.
Segera ia berusaha menyadarkan Tan Leng Ko. Segala cara ia mencoba,
setelah berkutet sekian lama, ternyata ia tidak berhasil juga membuka totokkan itu.
Giok Hui Yan menghela napas, ia maklum keadaan Tan Leng Ko mirip dengan
nasib Ou Leng Poo dan anak buahnya yang lain. Tidak ada jalan lain, kecuali membiarkan totokkan itu terbuka dengan sendirinya.
Ia memandang wajah Tan Leng Ko sejenak, senyuman manis menghias bibir
Giok Hui Yan, ketika melihat pipi Tan Leng Ko yang membengkak. Tiba tiba sinar matanya berbinar terang, mulutnya cengar cengir.
Tangan kanannya meraih kesaku baju dalamnya dan mengeluarkan sebilah
pisau pendek yang berkilauan hijau saking tajamnya.
Sambil menyeringai seperti seekor rase siluman, tangan kirinya menjambak
rambut Tan Leng Ko sedangkan tangan kanannya sibuk menggerakkan pisau
disekitar kepala Tan Leng Ko.
Giok Hui Yan tertawa cekikikan, mengagumi hasil karyanya. Setelah puas, ia
menyimpan pisaunya dan kemudian menghampiri cermin tembaga itu.
Nampak pantulan wajahnya yang cantik segar tidak sepucat seperti biasanya.
Giok Hui Yan termangu memandang dirinya, rambutnya yang panjang terlihat
kusut berantakan.
Tangannya menarik laci bagian atas meja itu. Ia tidak menemukan sisir yang
dicarinya, malah menemukan sebuah buku ajaran Buddha.
Giok Hui Yan tidak dapat menahan ketawanya, matanya melirik ke kepala Tan
Leng Ko. Ia menutup kembali laci itu, kemudian merapikan rambutnya dengan
jari tangannya.
Ketika Ia menarik napas dalam dalam, hampir saja ia terbatuk. Bau apek
ruangan ini sangat menusuk hidungnya. Nampaknya, tidak setiap hari kamar ini dibersihkan.
Segera ia membuka jendela kamar penginapan, sinar matahari pagi menerobos
masuk disertai tiupan sepoi angin dingin. Hanya sekilas ia memandang, Giok Hui Yan segera mengenali jalanan luar.
Ia berjalan ketengah ruangan, kemudian duduk bersimpuh mengatur posisi kaki tangannya. Dengan mata tertutup, ia mengatur tenaga saktinya yang berputar
mengikuti irama pernafasannya. Sebentar saja ia sudah tenggelam di alam
semadhinya. **********************************
Waktu berlalu dengan lambat. Suasana kamar gelap sekali hanya sedikit cahaya
yang menerobos masuk dari jendela yang terbuka. Giok Hui Yan membuka
matanya perlahan, tubuhnya terasa ringan sekali.
Bukan saja ia telah sembuh dari luka dalamnya, bahkan ia merasa tenaga
saktinya seperti bertambah.
Giok Hui Yan mengeluarkan batu ketik apinya dan menyalakan semua lampu
kertas yang berada di kamar itu. Perutnya terasa lapar sekali, ia ingin mencari makanan di luar, tapi juga tidak ingin meninggalkan Tan Leng Ko sendirian
dalam keadaan begitu!.
Ketika Tan Leng Ko bangun dari tidur, bukan saja badannya terasa panas dingin dari terjangan hawa liar, pipinya pun terasa sakit, anehnya kepalanya terasa ringan. Tak terasa ia mengusap batok kepalanya,
Tan Leng Ko terkejut bukan main begitu mengetahui rambutnya yang panjang,
ternyata telah hilang... Kepalanya gundul plontos!
Terdengar suara cekikikan yang khas, Tan Leng Ko menengok, nampak olehnya
Giok Hui Yan yang sedang duduk disebuah kursi disebelah meja kecil. Dua titik lubang kecil bekas gigitan hek pek coa di pergelangan tangan, membuktikan dia tidak sedang bermimpi.
Melihat Giok Hui Yan yang tadinya sudah sekarat ternyata sekarang sehat
bugar, pipinya yang biasa pucat kekuning kuningan, malah terlihat memerah
seperti tomat segar, Tan Leng Ko tidak dapat menahan rasa harunya. Lehernya seperti tercekik, matanya mengembang merah, hampir ia menitik air mata.
"Dari bentuk kepalamu, kutahu kau cocok sekali menjadi seorang bhiksu" kata Giok Hui Yan dengan cengar cengir.
Begitu mendengar ucapan gadis itu, perasaan terharu Tan Leng Ko dengan
cepat berubah bercampur dongkol. Dari gumpalan rambut yang berserakan
disekitarnya, ia paham, tentu Giok Hui Yan yang telah membotaki kepalanya.
"Kenapa kau memerlukan untuk mencukur rambutku?" tanya Tan Leng Ko
menyesali. Sambil menepuk tangannya senang, Giok Hui Yan menjawab: "Bukankah pernah
kukatakan, dengan warna bajumu kan lebih cocok, juga kau lebih tampan jika
kepalamu gundul"
Mendengar jawaban yang tidak karuan ini, Tan Leng Ko hanya dapat menghela
napas. Sambil bangkit dari tempat tidur, ia bertanya: "Tempat apa ini?" "Se Chuan Koan"
Tan Leng Ko mengangguk. Se Chuan Koan seperti kebanyakkan rumah makan,
juga menyediakan sarana tempat penginapan. Walau sering makan disini, tapi ia belum pernah menginap. Hanya ia tidak menduga, mereka dipindahkan ke
tempat yang tidak jauh dari toko buku itu.
Giok Hui Yan memandangnya sejenak, kemudian katanya perlahan: "rupanya
kau memang mempunyai setitik hubungan dengan toko buku itu" "Kenapa kau
berpikir begitu?" "Ou Leng Poo mengundurkan diri dari perguruan kami karena kepandaiannya telah musnah, siapapun yang pernah mengunjungi taman
belakang itu, jika tidak mengalami nasib yang sama tentu tewas mengerikan!"
Giok Hui Yan menatap Tan Leng Ko dengan tajam, katanya dengan perlahan:
"Hanya nasib kita yang berbeda, kuyakin hal ini bukan disebabkan oleh diriku"
Tan Leng Ko menggerakkan tubuhnya, duduk di pinggiran tempat tidur. "Ada
yang aku kurang mengerti, sesaat kau bilang mereka hanya tertotok pulas,
disaat lain kau katakan mereka tewas atau dimusnahkan kepandaiannya.
Sebetulnya mana yang benar?"
Dengan muka murung, Giok Hui Yan menjelaskan, "Awalnya mereka memang
hanya tertotok pulas. Ou Leng Poo, tongcu pemimpin tugas ini, memutuskan
mengirim mereka kembali kesana, toh paling banter hanya tertidur sekali lagi.
Ternyata tidak ada yang pernah datang untuk kedua kali tanpa mengalami nasib tragis, termasuk dirinya"
Tan Leng Ko menghela napas, sudah menjadi pandangan umum bagi kaum
persilatan, musnahnya kepandaian silat dianggap jauh lebih mengenaskan
dibanding tewas terbunuh.
Ia tidak mengenal Ou Leng Poo, namun hatinya ikut berduka atas kemalangan
yang menimpa bekas tongcu Mi Tiong Bun itu.
Setelah berpikir sejenak, Tan Leng Ko berkata: "Kau kan tahu, aku kesana baru satu kali, hasilnya aku tertotok pulas. Aku tidak melihat nasibku berbeda dengan mereka"
"Benar! Memang pertama kali kau pergi kesana, tapi bagiku, ini kali yang kedua"
Kaget juga Tan Leng Ko mendengar hal ini, "Kau tidak sadar diri, darimana kau tahu aku telah membawamu kesana?" "Hanya locianpwee itu yang dapat
menotokmu dengan cara demikian, juga kutahu betapa parah lukaku. Hanya
locianpwee itu yang mampu menyembuhkanku, kau tidak mempunyai
kemampuan itu" "Yaa, aku memang tidak dapat menyembuhkanmu"
"Sembuhnya diriku, tentu disebabkan kau mempunyai hubungan dengan
locianpwee itu"
Tan Leng Ko menghela napas, akhirnya ia mengakui: "Tadinya tidak punya,
sekarang memang ada satu titik"
Berubah muka Giok Hui Yan mendengar hal ini, "Kenapa locianpwee itu mau
mengecualikan diriku, bahkan menyembuhkanku?"
Tan Leng Ko ragu, ia mengalami kesulitan untuk menjawab. Ia tidak ingin seperti menonjolkan jasa, tapi lebih lebih tidak ingin hubungan locianpwee itu dengan Khu Han Beng diketahui orang lain.
Akhirnya dengan pelan ia menggumam: "Karena aku telah menyanggupi
melakukan satu hal"
"Sebetulnya apa yang telah terjadi?" desak Giok Hui Yan.
Tan Leng Ko termenung sejenak, masih segar dibenaknya apa yang telah
terjadi. Ini yang ketiga kali ia terjaga dari tidur atau pingsannya setelah dipatuk Hek Pek Coa.
Yang pertama, ia pun berbaring disebuah tempat tidur disebuah ruangan yang
juga dihiasi sebuah meja kecil lengkap dengan cermin tembaga. Ia meronta
bangun kemudian duduk dipinggir tempat tidur.
Tubuhnya terasa tersiksa bukan main, mulutnya kering, ia kehausan. Badannya dibagian sebelah kiri terasa panas seperti dibakar hidup hidup. Tapi ia juga menggigil kedinginan, separuh badan kanannya seperti dibungkus lapisan es
yang tebal. Dua hawa panas sekaligus dingin bergulung mengikuti aliran darah di urat
nadinya. Tubuhnya berkeringat bergemetaran, tak terasa mulutnya melolong
kesakitan. Anehnya dua hawa yang bertentangan itu tidak bercampur. Yang
panas semakin menyengat, sedangkan hawa yang dingin semakin dingin.
Ngeri hati Tan Leng Ko, begitu melihat keringat di tangan kirinya menjadi kabut putih, dan selapis es tipis membungkus tangan kanannya. Mendadak segulung
hawa hangat memasukki urat nadi dibagian punggungnya.
"Cepat kau bersamadhi menyatukan hawa racun itu ke urat nadi Khi Hay,
kemudian alirkan perlahan ke Hwee Tie" tiba tiba suara yang dikenalnya berbisik dari belakang.
Dengan susah payah Tan Leng Ko mengalirkan hawa liar itu ke tiga puluh enam nadi pentingnya mengikuti perintah locianpwee itu. Hampir ia tidak dapat
menguasai gelombang hawa panas dingin yang menerjang, untung hawa hangat
yang mengalir halus tapi kuat membimbing dan menguasai hawa liar itu.
Entah sudah berapa ratusan kali hawa gabungan itu mengitari tubuhnya, lama
kelamaan, rasa sakit yang timbul dari hawa panas dingin yang bersilih ganti berubah menjadi hawa hangat yang menimbulkan rasa nyaman. Matanya terasa
berat, kantuk mulai menyerang tubuhnya, tak terasa ia tertidur!
Tan Leng Ko tidak tahu telah berapa lama ia tertidur, hanya ketika ia terjaga untuk yang kedua kali, tubuhnya terasa lebih mendingan walau hawa panas
dingin masih menerjang urat nadinya secara liar.
Tanpa terasa ia bersiul nyaring, cermin tembaga yang menempel di dinding
tergetar oleh nada siulannya. Diam diam ia terkejut ternyata tenaga dalamnya telah meningkat tidak sedikit, cepat ia melompat membetulkan cermin tembaga yang hampir terjatuh.
Tan Leng Ko melongo!
Bayangan mukanya yang terpantul di cermin sungguh terlihat mengerikan!
Bagian sebelah kiri hangus berwarna hitam, sedangkan sebagian kanan
berwarna seputih salju. Sebuah garis membelah persis ditengah. Melihat
mukanya yang menjadi tidak karuan, mau tidak mau hatinya sedih juga.
"Tak kusangka, kau jenis lelaki yang peduli dengan penampilan" tiba tiba
terdengar suara bisikkan locianpwee itu.
Tan Leng Ko melirik sekeliling ruangan itu, ia tidak melihat orangnya, tentu locianpwee itu telah menggunakan ilmu mengirim gelombang suara.
"Giok Hui Yan juga digigit oleh Hek Pek Coa, tak kusangka kau tega membuat
seorang gadis berwajah seperti ini" kata Tan Leng Ko dengan geram. "Giok Hui Yan belum melatih Hek Yang Pek Im Sinkang tidak mungkin wajahnya akan
berubah" Tan Leng Ko menjadi bingung, seingatnya, ia tidak pernah melatih ilmu Hek
Yang Pek Im Sinkang, mendengarnyapun baru sekarang. "Apakah dengan cara
mengalirkan hawa liar itu mengikuti petunjukmu, telah kulatih ilmu itu?" tanya Tan Leng Ko setelah berpikir sejenak.
"Benar! Jika kau tidak mengerahkan tenaga dalam, mukamu pun akan pulih"
Ketika Bersiul tadi memang Tan Leng Ko secara tidak sengaja telah
mengerahkan tenaga saktinya. Benar saja, mukanya berangsur pulih begitu ia
menghentikan aliran tenaga dalamnya.
Tan Leng Ko menghela napas, tanyanya kemudian, "Apakah kau ingin aku
mengangkat guru padamu?" "Tidak perlu! Ilmu itu toh andalan Ngo Tok Kauw,
denganku tidak ada sangkut pautnya" "Darimana kau...?" Tan Leng Ko tidak jadi meneruskan pertanyaannya. Walau Ngo Tok Kauw termasuk perkumpulan yang
cukup besar dan disegani, tapi masih jauh dibanding dengan tujuh perkumpulan besar, sedangkan ruang kitab mereka saja kebobolan.
"Kau tidak perlu kuatir, ilmu itu tidak beracun, malah cocok untuk mempercepat melebur racun Hek Pek Coa dengan tenaga dalam" "Apakah racun Hek Pek Coa
dapat digunakan untuk meningkatkan tenaga dalam?" "Benar!" "Jadi gigitan ular itu, tidak ada hubungannya dengan pengobatan?" tanya Tan Leng Ko dengan
muka berubah. "Kan pernah kukatakan, hanya aliran tenaga sakti yang mengalir tidak putus yang dapat menyelamatkan gadis itu"
"Sebenarnya ilmu apa yang dapat menyelamatkan gadis itu?" tanya Tan Leng Ko ingin tahu.
"Kujamin kau belum pernah mendengar namanya"
Tan Leng Ko termenung sejenak. Ia cukup mengerti locianpwee itu
menginginkan dirinya memiliki kemampuan yang cukup untuk menjaga ruang
pustaka. Ia juga paham, kenapa Giok Hui Yan tidak diajarkan Hek Yang Pek Im Sinkang, karena soal penampilan wajah sangat penting bagi seorang gadis.
Walau ia tidak tahu Giok Hui Yan sekarang berada dimana, Tan Leng Ko merasa terhibur, paling tidak ia menduga tentu sedang dalam pengobatan.
Lapat lapat, ia seperti mendengar, locianpwee itu berbisik: "Ada dua cara
meningkatkan tenaga dalam dengan cepat, menggunakan racun Hek Pek Coa
adalah cara kedua"
Tan Leng Ko tidak ingin mengetahui cara pertama, walau sedikitnya ia dapat
menerka tentu berhubungan dengan aliran tenaga sakti itu. Tapi masih banyak hal yang ia tidak mengerti!
"Apakah kau ingin aku yang mengajar Hek Yang Pek Im Sinkang kepada Giok
Hui Yan?" "Itu terserah padamu. Satu hal yang kau perlu tahu, muka kalian tidak akan
berubah jika racun Hek Pek Coa telah berhasil melebur dengan tenaga sakti
kalian. Tapi ada satu hal yang harus kau beritahu padanya"
Setelah menghela napas, akhirnya Tan Leng Ko bertanya: "Urusan apa?"


Bu Kek Kang Sinkang Karya Kkabeh di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Toko buku Gu-suko menjadi daerah terlarang bagi orang Mi Tiong Bun" "Dan
jika mereka melanggar?"
"Mereka tidak hanya akan tertotok pulas, kujamin mereka akan tidur untuk
selamanya... Dan kuyakin kau akan memikirkan satu akal untuk mencegah,
karena kunjungan berikutnya dapat berpengaruh buruk dan kau menguatirkan
kesehatannya"
Tenggelam hati Tan Leng Ko mendengar hal ini. Ia yakin locianpwee ini mampu dan akan menyembuhkan Giok Hui Yan. Tapi ia juga percaya, locianpwee ini
mampu dan akan membunuh Giok Hui Yan jika berani melanggar larangannya.
"Dengan meningkatkan tenaga dalam Giok Hui Yan, apakah kau juga
menginginkan dia untuk menjaga ruang pustaka itu?"
"Tidak! Urusan ini tidak boleh kau ceritakan kepadanya, maupun kepada orang lain!"
Tan Leng Ko menggaruk kepalanya yang tidak gatal, ia tahu Giok Hui Yan juga dipatuk Hek Pek Coa. Jelas bukan dalam upaya penyembuhan, melainkan untuk
meningkatkan tenaga dalamnya. Jika tidak ikut menjaga, lalu apa tujuannya"
Tan Leng Ko menyeringai, banyak hal yang ingin ia ketahui nampaknya bakal
sukar memperoleh jawaban.
"Kenapa kau pilih aku untuk menjaga isi kamar Khu Han Beng?"
"Karena kau yang paling cocok untuk menjaga ruang pustaka itu"
"Bukan aku tidak berterima kasih, namun aku tidak melihat perlunya kau
tingkatkan tenaga dalamku. Bukankah Khu Han Beng yang tinggal dikamar itu
tidak bisa silat?"
"Khu Han Beng tidak akan dicurigai, lain halnya jika kau yang tidur disitu.
Kemungkinan orang lain memasukki kamar itu jauh lebih besar"
"Maksudmu?"
"Sebentar lagi Khu Han Beng harus meninggalkan Lok Yang Piaukok, dan kau
yang harus tinggal di kamar itu"
"Kemana dia harus pergi?"
"Tahukah kau kenapa setiap pertanyaanmu kujawab?"
"Akupun sedang heran"
"Sedikitnya, ada dua cara untuk meminta orang melakukan apa yang kukendaki, yaitu menekan secara kekerasan...!"
Tiba tiba Tan Leng Ko tidak mampu untuk bergerak. Sekujur tubuhnya kaku,
bahkan suara gerengan keluar dari mulutnya yang bergerak gerak seperti sukar untuk bernapas. Dirinya seperti digulung serangkum kekuatan tenaga sakti yang tak nampak.
"...Atau dengan ketulusan!"
Mendadak tubuh Tan Leng Ko tergetar mundur beberapa langkah, dengan
segera ia menarik napas dalam dalam.
Diam diam bergidik hati Tan Leng Ko membayangkan pengalamannya barusan.
Ia cukup menyadari, jika locianpwee ini berniat membunuhnya tentulah tidak
terlampau sukar.
"Karena banyak hal yang ingin kau tahu tapi tidak kau ketahui, otomatis kau mudah curiga, maka kuusahakan untuk memberimu pergertian. Tapi ada
beberapa hal yang tidak kuperkenankan kau bertanya"
Dengan sedikit terengah, Tan Leng Ko menjawab:
"Salah satunya, urusan yang menyangkut perihal Khu Han Beng?"
"Benar!"
Tan Leng Ko menarik napas dalam dalam. Jika dugaannya benar, locianpwee ini nampaknya telah mengenal Khu Han Beng jauh lebih dulu, malah sebelum ia
tinggal di Lok Yang Piaukok.
Betapapun rumit hubungan mereka jelas tidak bermaksud buruk terhadap Khu
Han Beng. Hanya kemisteriusan yang menyelimuti dan terlibatnya locianpwee ini terhadap kasus pencurian kitab membuatnya sedikit kuatir terhadap masa depan Khu Han Beng.
"Kuheran kenapa kau tidak sembunyikan saja kitab kitab itu ditempat yang
aman?" "Bukan hanya tempat, orang yang menjaganya pun harus tepat. Kau sendiri toh tidak mencurigai kamar itu, walau sudah tinggal disana selama bertahun tahun.
Lagipula kau yang datang dan memohon padaku, dan aku telah menyanggupi"
Tan Leng Ko tidak mengelak, juga tidak ingin! Ia memang telah menyanggupi
untuk menjaga ruang pustaka di kamar Khu Han Beng.
"Sekarang kau perhatikan meja di depanmu, kau boleh buka laci bahagian atas!"
Tanpa membantah, Tan Leng Ko membuka laci tersebut yang berisi sebuah
salinan kitab. Tiba tiba muka Tan Leng Ko berubah hebat ketika ia membaca
sekilas lembaran halamannya....
"in....ini..."!"
"Kau boleh mengingat dan mempelajari secara lengkap 13 jurus Ouw Yang Ci
To, hanya tidak diperkenankan membawa kitab itu!"
"Ini..."!" Kerongkongan Tan Leng Ko seperti tercekik, hatinya terenyuh. Sungguh ia tidak sangka, ternyata dirinya benar benar begitu mujur, impiannya selama tujuh tahun berubah menjadi kenyataan.
Sebercik pikiran memasukki benaknya, lekas ia membalik halaman kitab itu.
Hatinya berdesir ketika ia menyadari gerakkan ke tujuh dari Ouw Yang Ci To
ternyata sama persis dengan gerakkan yang pernah diperagakan oleh Khu Han
Beng. "Ini... bukan tulisan tangan Khu Han Beng?"
"hemm... Pintar juga kau! Ternyata kau memang mengenali tulisan Khu Han
Beng dari gumpalan kertas yang kau peroleh di keranjang sampah tujuh tahun
yang lalu"
"Kau...Kau tahu kejadian itu"!"
"Banyak orang di dua propinsi mengetahui dirimu menguasai Ouw Yang Ci To,
setelah kuketahui kau hanya menguasai enam jurus, kuyakin ilmu tersebut kau peroleh dari keranjang sampah itu"
"Sebenarnya, apa yang telah terjadi" Kukurang mengerti kenapa salinan ilmu
langka itu dibuang begitu saja ke keranjang sampah"!"
"Hemm... Jika tidak kuceritakan tentu kau akan penasaran sekali!"
Lama tidak terdengar suara bisikkan, sepertinya locianpwee itu sedang
menimbang, menceritakan atau tidak.
"Boleh kuceritakan sedikit hal ini. Sebetulnya urusan ini tidak terlalu luar biasa, saat itu bocah itu memasukki usia sedang belajar menulis, dan karena tulisannya dianggap kurang baik, ia menjadi mengkal. Selang beberapa hari, baru kuketahui ia telah membuang kertas kertas tulisan itu ke keranjang sampah dan aku
terlambat menemukannya kembali"
Tan Leng Ko menyengir, tadinya ia selalu berkeyakinan, Khu Han Beng
membuang gumpalan kertas Ouw Yang Ci To karena mengandung sifat rahasia.
Makanya ia menjadi bingung melihat bocah itu kembali ke gang sempit itu.
Sungguh tidak terpikir olehnya, ternyata peristiwa itu tidak ada rahasia segala, bahkan hanya sebuah perbuatan seorang bocah yang mengambek karena
tulisannya dianggap jelek!
Sebagai bocah yang sedang belajar menulis, tentu saja ia tidak mengetahui
betapa tinggi nilai tulisannya. Sekarangpun, rasanya bocah itu juga seperti tidak mengetahui betapa berharganya kumpulan kitab di kamarnya.
Ketika kuda bocah itu menabrak Pek Kian Si tempo hari, wajahnya tidak nampak cemas. Apa bocah itu memang menganggap kitab di dalam tasnya seperti kitab
umum yang biasa, yang setiap saat dapat diperoleh di setiap toko buku"
Mendadak, Tan Leng Ko menyadari tiga hal. Pertama, banyak urusan yang
misterius begitu ketahuan sebab akibatnya kebanyakkan menjadi hambar,
cemplang seperti tiada harganya.
Anehnya, sedikit sekali orang yang bisa menahan rasa ingin tahunya, kadang
malah bersedia mengorbankan nyawanya untuk memecahkan hal hal yang
misterius. Yang kedua, locianpwee ini walau sakti jelas bukan seorang dewa yang serba
tahu. Sedikitnya beliau kalah cepat, juga nasibnya kalah mujur dibanding dengan dirinya. Yang ketiga, locianpwee yang sukar diajak berkomunikasi ini,
nampaknya juga minim sekali berkomunikasi dengan Khu Han Beng.
Setelah termenung sejenak, Tan Leng Ko bertanya:
"Kenapa kau tidak mengambil tindakkan setelah mengetahui gumpalan kertas itu berada ditanganku?"
"Tidak banyak orang yang berbakat mempelajari Ouw Yang Ci To, dan kau
orang yang tepat! Kenapa harus kurebut kembali darimu?"
"Sebab..."!" Tan Leng Ko termangu, ia tidak mampu untuk menerangkan.
Tan Leng Ko menghela napasnya,
"Yang kuheran, kenapa kau tidak mengajarkannya saja kepada Khu Han Beng,
jelas jelas bocah itu tidak bisa silat!"
"Kuheran jelas jelas kau orang pintar, kenapa masih juga mengeluarkan
pertanyaan yang bodoh?"
"Kutahu locianpwee melarangku bertanya urusan Khu Han Beng, tapi aku sangat memerhatikannya. Kutahu locianpwee juga sayang padanya, hanya aku tidak
habis mengerti, dengan kesaktian locianpwee juga dengan koleksi kitab kitab itu, kenapa bocah itu tidak dilatih silat?"
"Sebab tadi pagi, ku santap telur rebus sebanyak 5 butir"
Tan Leng Ko bengong! Ia tidak mengerti dengan jawaban yang tidak juntrungan, tanyanya heran:
"Apa hubungan sarapanmu dengan pertanyaanku?"
"Apa setiap jawaban harus berhubungan dengan pertanyaanmu" Jengek
bisikkan itu. "Aku..."!"
Sekitar sepenanakan nasi mereka tidak berbicara. Akhirnya, terdengar bisikkan halus, suara helaan napas locianpwee itu.
"Kutahu kau juga kasih pada bocah itu. Baiklah, sekali ini kujawab
pertanyaanmu. Khu Han Beng tidak melatih Ouw Yang Ci To sebab bocah itu
tidak memerlukannya"
"Tidak memerlukannya?" tanya Tan Leng Ko semakin bingung.
"Sudahlah, sudah waktunya kau melatih Hek Yang Pek Im Sinkang, jika tidak
hawa liar itu akan menganggumu"
Lama sekali, Tan Leng Ko termenung. Sedari tadi semacam pikiran menganggu
benaknya. Akhirnya dengan menggeretak gigi, ia tidak tahan untuk tidak
bertanya: "Apakah Hek Yang Pek Im Sinkang, Ouw Yang Ci To, seperti halnya Hui Liong
Cap Sa Cik, merupakan hasil curian?"
"Apakah engkau enggan melatih ilmu hasil curian?"
"Benar!"
"Jika kau tidak melatih Hek Yang Pek Im Sinkang, kau akan mati oleh hawa liar racun Hek Pek Coa, berarti ruang pustaka itu tidak akan kau jaga. Kau
mengingkari janji, aku juga tidak harus menyembuhkan putri Mi Tiong Bun itu"
"Tidak adil! Ini sebuah pemerasan...!" protes Tan Leng Ko agak keras.
"Tidak, ini sebuah pilihan. Aku tidak memeras juga enggan memaksamu. Kau
sepenuhnya berhak memilih"
Dengan sedih dan terpaksa, akhirnya Tan Leng Ko mengakui ia tidak
mempunyai pilihan lain.
"Baik! Akan kulatih Hek Im Pek Yang Sinkang agar gadis itu tetap hidup. Tapi kau tidak dapat memaksaku untuk melatih Ouw Yang Ci To"
"Bukankah kau telah menguasai tujuh jurus?"
"Aku dapat saja tidak menggunakan jurus itu lagi...untuk selamanya" kata Tan Leng Ko dengan sedih.
Sebetulnya impiannya sekarang telah menjadi kenyataan, kitab Ouw Yang Ci To sesungguhnya benar benar ada didepan mata, sayang impiannya tetap hanya
sebuah mimpi yang tidak bisa terlaksana.
"Selain Ouw Yang Ci To, boleh dibilang kau tidak memiliki kepandaian lain yang berarti, apakah engkau hendak mengingkari tugasmu"
Tidak! Tanpa jurus itu pun, aku tetap akan melaksanakan tugas itu walau harus mengorbankan jiwa raga" kata Tan Leng Ko dengan tegas.
"Kalau kukatakan kitab itu bukan hasil curian?"
"Locianpwee sukar untuk membuktikannya"
"Apa kau sudah tidak ingin mempelajari Ouw Yang Ci To secara lengkap?"
"Tetap ingin, hanya aku tidak dapat"
"Kenapa?"
"Karena mencuri itu salah!...Ketika kecil, aku dididik demikian"
"Kuyakin kau juga dididik membunuh itu tidak benar! Hmm...Orang yang mati
ditanganmu tentu tidak sedikit!"
"Benar! Cuman pada saat itu, pilihanku hanya membunuh atau dibunuh!"
locianpwee itu seperti menghela napas, ia cukup paham. Seorang lelaki
berapapun usianya, betapa besar kekuasaannya toh sukar melepas diri dari
didikan orang tua, terutama pengaruh seorang ibu!
Tan Leng Ko terdiam sejenak. Kemudian katanya:
"Dengan kemampuan locianpwee yang luar biasa, tidak seharusnya kau orang
tua mencuri kitab dan mempelajari ilmu orang lain"
"Apakah kau telah ditunjuk oleh tujuh perguruan besar untuk menarik panjang urusan pencurian kitab ini" Pihak mereka saja tidak mengurusinya lagi!"
Tan Leng Ko menyeringai tersipu sipu,
"Tapi mencuri adalah perbuatan yang salah!"
"Oooh!....dan kau beranggapan, aku memerlukan pendapatmu mengenai
perbuatan mana yang baik dan mana yang salah?"
Tan Leng Ko tidak bisa menjawab kecuali menyengir.
Setelah terdiam beberapa saat, akhirnya bisikkan itu terdengar lagi:
"Dari tiga belas gerakkan Kun Lun Hui Liong Cap Sa Cik, tiga jurus diantaranya meniru persis gerakkan Soh liong Jiu (tangan sakti pengunci naga) dari
perkumpulan Siu Lo Bun. Tanpa mengetahui latar belakang persoalan atau
sejarah ilmu silat, darimana kau memastikan satu perbuatan mana yang baik
atau yang salah?"
Terkejut juga, Tan Leng Ko mendengar hal ini, tak dapat ia berbuat lain kecuali menghela napas. Dari segi ilmu silat, pengetahuan, sejarah dan sebagainya dia kalah segala galanya.
Dan sekarang, ia malah mencoba menggurui locianpwee ini mengenai urusan
'Gie'. Nampaknya urusan pencurian kitab ini lebih ruwet dari dugaannya semula.
Misalnya saja, dari keterangan Giok Hui Yan, ia yakin kitab Tat Mo Ih Kin Keng yang dikembalikan puluhan kali lipat lebih bernilai dibandingkan kitab yang tercuri yang malah sudah dikembalikan.
Ia tidak mengerti sebabnya, lebih tidak paham lagi, kenapa ia mesti pusing
kepala sedangkan pihak yang bersangkutan saja tidak melakukan tindakkan"
Apa karena ia sangat memerhatikan Khu Han Beng" Atau karena ia tidak dapat
menahan rasa ingin tahunya" Jangan jangan rahasia dibalik kemisteriusan
pencurian kitab juga akan terasa cemplang, tiada harganya"
"Terserah padamu, kau akan mempelajari kitab itu atau tidak. Seperti kukatakan tadi, aku enggan memaksamu!"
Suling Emas Dan Naga Siluman 1 Pendekar Gila Karya Cao Re Bing Kisah Sepasang Rajawali 30

Cari Blog Ini