Ceritasilat Novel Online

Bunga Ceplok Ungu 1

Bunga Ceplok Ungu Karya Herman Pratikto Bagian 1


Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Karya : Herman Pratikto
Sumber djvu Ismoyo http://gagakseta.wordpress.com/
Ebook oleh : Dewi KZ
http://kangzusi.com/ atau http://
http://dewikz.byethost22.com/
HERMAN PRATIKTO
Bunga Ceplok Ungu Oleh : Herman Pratikto
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Gambar cover : Oengki S
Gambar dalam : Oengki S
ISBN 181030318 979-20-4256-3 979-20-4257-1
Hak cipta terjemahan Indonesia
? 2003 PT ELEX MEDIA KOMPUT1NDO
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.
Diterbitkan pertama kali tahun 2003
oleh PT ELEX MEDIA KOMPCITINDO
Kelompok Gramedia, Anggota IKAPI, Jakarta.
Dilarang keras memfotokopi atau memperbanyak sebagian
atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit.
Dicetak oleh Percetakan PT Gramedia. Jakarta Isi diluar
tanggung jawab percetakan
Kupersembahkan Untuk: - HIDUPKU Kebebasanku Ayah Bunda Anak Isteri dan siapa saja yang mau kusebut Keluargaku
eling-eling mangka eling rumingkang di bumi alam darma
wawayangan bae raga taya pangawasa lamun kasasar lampah
napsu nu matak kaduhung badan anu katempuhan
(Ratu Bagus Boang...)
PEMBERONTAKAN BANTEN
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
SINOM bungah amawarta suta
bungangang teu aya tanding
teja-teja sulaksana
nu dianti siang wengi
ayeuna atos sumping
ama matur rewu nuhun seja didama-dama bahu denda
nyakrawati binatara nyangking ieu karajaan
capetang jeung rada centang goyang dua anting-anting
pakna sumuhun pariksa sayaktosna jisim abdi estuning urang
sisi imah lembur luhung agung patapan Argapura rengganis
ngaran sim abdi bapa abdi katelah raja pandita
(Wawacan Rengga)
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
1 HATI SEORANG PEREMPUAN
ITULAH TAHUN-TAHUN JAUH"sesudah Ratu Banten tewas
tatkala berusaha merebut pangkalan di Selat Malaka. Tahun
1605 sudah jauh pula dilampaui. Dengan demikian Raja
Abdulmafakir yang termasyur tinggal menjadi dongengan
rakyat belaka. Juga dongeng tentang kegagahan Jayanegara
seorang penasehat raja. Juga dongeng tentang kesaktian Nyai Emban Rangkung yang terkenal dengan nama: Nyai Gede
Wanagiri. Pada pagi hari di tahun 1716, muncullah seorang
penunggang kuda dari celah-celah Gunung Patuha. Tinggi
Gunung Patuha kurang lebih 2.434 m. Puncaknya menjulang
ke angkasa seperti sedang mencari sorga. Pinggangnya penuh
dengan jurang dan hutan lebat. Batu-batu gede berserakan di antara pagar alam yang kabarnya penuh dengan binatang
berbisa. Jalanan yang kebanyakan berada di atas tebing
sungai amat sempit dan penuh lika-liku yang membahayakan.
Pada musim hujan, lumpur turun dari ketinggian. Sebaliknya
pada musim kemarau batu-batu dikerumuni lumut. Licinnya
luar biasa. Seringkali terdengar warta kema-tian serombongan pendaki gunung akibat tergelincir dan terbanting ke dasar
jurang atau lalu dihanyutkan arus sungai yang turun dari
ketinggian dengan amat derasnya. Meskipun demikian,
pemuda yang menunggang kuda itu seakan-akan tidak
menghiraukan semuanya itu. Bahkan ia memacu kudanya
makin lama makin cepat. Wajahnya nampak gugup. Kerapkali
ia menoleh ke belakang. Terang sekali, ia sedang dikuntit
orang. Kuda tunggangannya memang kuda jempolan. Warna
bulunya putih bersih. Namanya Lang-lang Buwana. Dengan
gesit, jempolan mendaki dua ketinggian yang menghadang di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
depannya. Melintasi lapangan alang-alang, melompati jurang
pendek, menyerobot celah-celah dinding gunung dan dengan
lancar mengambah jalan-jalan berlumut.
Pemuda itu berparas sangat tampan. Ia mengenakan
pakaian serba putih juga, sehingga nampak serasi dengan
kudanya. Pada pinggangnya tergantung sebatang pedang
yang diteretes kumala hijau. Perawakan tubuhnya tegap dan
pedangnya berwibawa, sehingga mengherankan apabila dia
melarikan kudanya seolah-olah terbirit-birit. Sepatutnya dia bukan termasuk golongan manusia yang takut mati.
Tatkala memasuki tikungan, ia mendengar suara nyanyian
nyaring menumbuki dinding-dinding gunung. Sederhana
bunyinya, tetapi membuat hatinya tercekat:
duh Gusti Nu Maha Agung anu sipat rahman rahim heman
ka sugri mahluk Na legakan hate sin abdi anu nuju nandang
branta... Mestinya masih satu deret kalimat lagi, tetapi ia sudah
menutup kedua telinganya. Kemudian dengan mengeraskan
hati, ia mengaburkan kudanya ke arah timur laut. Sekian
lamanya ia mengaburkan kudanya, sampai gaung nyanyian itu
hilang dari pendengaran. Ia melepas napas lega. Kemudian
memasuki lembah sunyi yang tergelar di depannya.
Di tepi sungai yang mengalirkan air bersih bening, ia
membiarkan kudanya minum sepuas-puasnya. Ia sendiri di
pinggir sungai di atas batu yang mencongakkan diri dari
permukaan air. Teringat akan gaung nyanyian tadi, tak terasa ia bersenandung dengan lagu Asmarandana, seolah-olah
menjawab bunyi syair yang membuat hatinya tercekat.
eling eling mangka eling rumingkang di bumi alam darma
wawayangan bae raga taya panguwasa lamun kasasar lampah
napsu nu matak kadulung badan anu katampuhan
Alih bahasa bebas :
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ingat ingatlah! Hidup di bumi ini sebenarnya bagaikan
bayangan-bayangan belaka. Jasmani tiada kekuasaan.
Manakala sampai tersesat jalan kepada nafsu yang
menyesatkan"kelak tubuhmu yang kan menanggung
akibatnya... Ia menoleh ke belakang, takut kena intip. Teringat Langlang Buwana seekor kuda jempolan, hatinya tenteram
kembali. Fati-mah yang mengubernya semenjak ia turun dari
perguruan, tidak mungkin dapat menyusulnya dengan cepat.
Tadi sudah kabur berjam jam lamanya. Pastilah jaraknya kini sudah terpisah sangat jauh. Apalagi perjalanan makin terasa menjadi sukar.
Pemuda itu sesungguhnya Ratu Bagus Boang. Putera
Pangeran Purbaya yang bermusuhan dengan Sultan sekarang,
masalah perebutan tahta Kerajaan Banten. Karena Pangeran
Purbaya dikabarkan hilang di daerah Priangan, ibunya
mencemaskan keselamatan putranya. Dengan diam-diam ia
mengirimkan Bagus Boang kepada pendekar Mundinglaya,
salah seorang pengawal suaminya agar diasuh untuk
persiapan perjuangan dikemudian hari.
Bagi Mundinglaya, itu merupakan suatu tugas mulia.
Segera ia memanggil rekan rekan seperjuangan lainnya agar
ikut menurunkan ilmu keistimewaannya masing-masing
kepada bagus Boang. Dan dua belas tahun lewatlah sudah.
Bagus Boang kini tumbuh menjadi seorang pemuda cakap
yang sempurna pula ilmu kepandaiannya.
Beberapa hari yang lalu ia dipanggil menghadap gurunya.
Dua orang utusan ibunya datang menyampaikan kata
persetujuan. Kata persetujuan permufakatan bekas pejuang
pihak Pangeran Purbaya untuk memberi tugas kepada Bagus
Boang membinasakan musuh besarnya. Musuh itu bermukim
di Gunung Patuha yang letaknya di sebelah timur Laut
Rancabali. Dan baru saja ia turun dari perguruan, datanglah Fatimah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Fatimah"putri angkat pendekar lskandar. Seringkali
Fatimah ikut ayah angkatnya ke perguruan Bagus Boang,
apabila sedang merundingkan sesuatu yang pelik dengan
gurunya. Itulah mula-mula Fatimah berkenalan dengan Bagus
Boang. Fatimah seorang gadis cantik, genit dan cerdas.
Perawakannya langsing montok. Kabarnya mempunyai darah
Persia atau Arab. Karena itu gerak geriknya panas bagaikan
api membara. Dengan Bagus Boang ia menaruh hati. Setelah
lama bergaul, lambat laun mencintainya dengan sungguhsungguh. Sebaliknya Bagus Boang belum pernah menaruh
perhatian yang istimewa kepadanya.
Hari itu merupakan hari yang sangat penting bagi Bagus
Boang. Seumpama ia menaruh perhatian juga kepada
Fatimah, agaknya tak sempat lagi untuk berpikir yang tidak
tidak. Tugas yang hendak dilaksanakan bukan merupakan
pekerjaan mudah. Dari gurunya ia memperoleh keterangan,
bahwa musuh yang dimaksudkan itu seorang pendekar
pedang yang ilmunya paling sempurna pada dewasa itu.
Sudah barang tentu bagi Fatimah tiada yang nampak penting.
Baginya soal hari depan adalah segala-galanya. Maklumlah,
cinta kasih bagi seorang wanita ialah seluruh hidupnya.
Sulit sekali bagi Bagus Boang untuk menginsyafkan gadis
itu. Ia seorang pemuda yang berperasaan halus. Untuk
bersikap tegas terhadap seorang gadis yang mencintainya, tak sampai hati. Akhirnya ia berjanji hendak membicarakannya
perlahan-lahan. Tetapi begitu ia mulai dengan perjalanan,
Fatimah ternyata terus menguntitnya. Cepat ia mengaburkan
kudanya. Fatimahpun lantas mengaburkan kudanya pula.
Jarak antara Gunung Sangga Buwana dan Gunung Patuha
ratusan pai jauhnya. Apalagi pada dewasa itu wilayah
Pasundan masih penuh dengan hutan-hutan lebat. Namun
dalam perjalanan beberapa hari itu, masih saja Fatimah tak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mau melepaskannya. Ia bagaikan seekor kelinci kena buru
sergap seekor binatang buas.
Suryakusumah dengan gesit meloncat sambil menyambar
kendali Lang-lang Buwana. Dengan sebelah tangan tenaga lari Langlang Buwana dapat ditahannya, sehingga binatang itu
berjingkrak tegak.
"Bukan aku menolak cinta kasihmu, Fatimah," katanya perlahan di dalam hati. "Engkau seorang gandis cantik serta lembut. Setiap kali aku berlatih kau sabar menunggu.
Suaramu bening jernih sampai kerapkali kubawa bermimpi.
Tetapi aku sendiri belum tentu dapat mempertahankan jiwaku
menjelang tahun depan. Musuh yang bakal kuhadapi memiliki
ilmu pedang yang jauh tinggi diatasku, Kalau aku membiarkan diriku menerima cintamu, aku takut engkau akan terluka
hatimu dalam masa muda. Akibatnya hebat. Hatimu mungkin
pula tertutup untuk selama-lamanya."
Memikirkan demikian, matanya berkaca-kaca. Dan tak
terasa kembali ia mengulangi bait-bait Asmarandana yang
mengharukan hatinya sendiri. Selamanya Ibu hidup seorang
diri. Satu-satunya teman hidup hanya aku seorang. Apakah
hari ini aku bakal berpisah dari Ibu untuk sepanjang zaman"
pikirnya lagi. Matahari kala itu sudah condong ke barat. Perlahan-lahan
petang hari telah mengabarkan kedatangannya. Dengan
menunggang kuda putihnya, ia mendongak mengawaskan
puncak Gunung Patuha. Disanalah musuh yang harus
dibunuhnya bermukim. Teringat akan keperkasaan musuhnya,
hatinya tegang dengan sendirinya. Segera ia memasuki
tikungan dan melarikan kudanya lurus ke arah timur.
Sekeluarnya dari mulut lembah, Bagus Boang mulai
mendaki pegunungan yang berliku-liku. Hatinya ragu. Langlang Buwa-na memang Seekor kuda jempolan. Tetapi ia harus
memperhitungkan tiga hal. Jalan sangat sempit, musuh di
depan sangat tinggi ilmunya dan di belakangnya mengejar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pula Fatimah. Ketiganya merupakan bahaya besar baginya.
Tergelincir sedikit, ia akan jatuh terbanting di dasar jurang yang curam. Kurang berwaspada, ia akan kena tikam musuh.
Dan apabila Fatimah akhirnya dapat pula menyusul, pasti akan melibatnya terus menerus. Gadis itu tidak akan mengancam
nyawanya. Tetapi menyerang lawan tangguh dengan
membagi perhatian, samalah halnya dengan menyerahkan
nyawanya dengan sangat mudah.
Tetapi Bagus Boang sudah ditakdirkan untuk menjadi
seorang maha perwira dikemu-dian hari. Keraguannya hanya
terjadi dalam mata. Segera ia memperbaiki letak pakaiannya, kemudian menggebrak kudanya dengan menguatkan hati.
"Lang-lang Buwana, majuuuu!" perintahnya.
Sekonyong-konyong pendengarannya yang tajam
mendengar pula derap seekor kuda yang arahnya
bertentangan dengan keblatnya. Belum lagi ia menentukan
sikap, kuda itu sudah tiba didepannya. Lang-lang Buwana
yang lari melesat dengan cepat nyaris bertubrukan.
Penunggang kuda di depan dengan gesit meloncat turun
sambil menyambar kendali Lang-lang Buwana. Dengan
sebelah tangan tenaga lari Lang-lang Buwana dapat
ditahannya, sehingga binatang itu berjingkrak tegak. Dengan meringik, Lang-lang Buwana memukul-mukulkan kedua kaki
depannya. Namun tetap saja ia tak dapat melepaskan diri dari terkaman orang itu yang ternyata tangguh bukan kepalang.
Bagus Boang melompat pula ke tanah. Sekarang ia dapat
mengamat-amati orang yang menahan kendali kudanya. Dia
seorang pemuda yang beralis tebal, bermata besar,
bergunduh hitam dan berparas dingin penuh duka. Cuaca
waktu itu sudah remang-remang, sehingga kesan pemuda itu
sangat seram. Sedetik Bagus Boang tercengang. Lantas saja ia mengenal
siapa dia. Dengan membungkuk hormat, ia berkata: "Saudara
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sur-yakusumah. Sungguh mati, ini adalah pertemuan yang
menyenangkan."
Suryakusumah masih mempunyai hubungan darah dengan
Bagus Boang. Ia murid paman gurunya atau tegasnya murid
ayah Fatimah. Dengan Fatimah sudah barang tentu
mempunyai pergaulan yang rapat. Wataknya dingin dan
seolah-olah tidak berperasaan. Senang menyendiri sehingga
berkesan angkuh. Dan begitu mendengar ucapan Bagus
Boang, ia hanya mendengus dingin. "Hmm!"
Kemudian berkata dengan nada tawar. "Memang
menyenangkan pertemuan kita ini. Dimanakah Fatimah?"
"Dia ada di belakang," sahut Bagus Boang. "Kau lewati lembah di depan itu dan engkau akan bertemu dengannya."
Dengan telunjuknya Bagus Boang menuding ke arah


Bunga Ceplok Ungu Karya Herman Pratikto di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lembah yang tadi telah dilewati. Tetapi Suryakusumah tidak
mengacuhkan. Sepasang alisnya yang tebal terbangun dan
kesan parasnya yang dingin bertambah dingin menyeramkan.
"Hm! Jadi dia mengikutimu terus menerus?" katanya.
Merah muka Bagus Boang mendengar kalimat Suryakusumah.
Cepat-cepat berkata, "Ah, janganlah engkau bergurau!"
Mendengar kalimat Bagus Boang, Suryakusumah gusar.
Bentaknya garang. "Siapakah hendah bergurau denganmu"
Justru aku hendak minta ketegasan darimu, kau senang
dengan dia atau tidak?"
"Eh, Saudara Suryakusumah. Engkau berbicara perkara
apa?" sahut Bagus Boang dengan suara keras pula. "Terhadap Fatimah, belum pernah aku berpikir yang bukan-bukan."
"O, begitu. Jika demikian, jadi engkaulah yang
mempermainkannya. Kau sudah memikatnya, lalu kini kau siasiakan. Manusia macam apakah kau ini sebenarnya?"
Paras Bagus Boang berubah. Katanya nyaring, "Saudara
Suryakusumah! Kau anggap macam manusia apakah aku ini"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Terhadap Fatimah, aku hanya menganggapnya sebagai
saudara, lain tidak! Apa dasarnya kau menuduh aku
memikatnya?"
Suryakusumah tertawa dingin. "Jadi menurut pendapatmu, Fatimah yang justru memikat padamu?"
Bagus Boang terdiam. Dahinya berkeringat. Memang
Fatimah yang mencoba melibat padanya. Tetapi apabila hal itu dikatakan, bukankah akan merusak nama seorang gadis"
Sebaliknya Suryakusumah tak mau mengerti, la malahan maju
dua langkah. Lalu membentak bengis, "Bagus Boang, kau
kembalilah!"
"Apa maksudmu?" Bagus Boang menegas.
"Kau temui Fatimah. Lalu pintalah maafnya. Kau harus
berjanji, semenjak kini kau takkan menyia-nyiakan cintanya!
Aku sendiri akan menjadi saksinya. Kau dengar" Nah,
berangkatlah sekarang! Jangan kau mencoba membangkang!"
Bengis kata-kata Suryaksusumah, tapi nadanya seolah-olah
mohon perhatian Bagus Boang. Ia bahkan nampak bersedih.
Bagus Boang mundur dua langkah sambil berkata, "Tidak
salah, dialah satu-satunya dara di dunia ini yang kucintai
dengan segenap hatiku," sahut Suryakususmah dengan cepat.
"Itulah sebabnya pula, engkau harus menerima cinta
kasihnya."
Mendengar pengakuan Suryakusumah, Bagus Boang
tersenyum lega. Katanya girang, "Saudara Suryakusumah, benar-benar engkau seorang ksatria sejati. Itulah ucapan
seorang pria sebenarnya. Tetapi mengapa engkau tidak
mengetahui hatiku" Cobalah baca! Aku berdoa untukmu, agar
kau dan dia akan menjadi sepasang dewa dewi yang
berbahagia dikemudian hari. Percayalah pernyataanku ini!
Janganlah kausangsikan ucapanku!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bagus Boang sudah menyatakan isi hatinya dengan setulustulusnya. Tetapi Suryakusumah seorang pemuda yang tinggi
hati. Benar, ia mencintai Fatimah sampai ke bulu-bulunya.
Namun tak sudi ia menerima kasih sebagai hadiah. Itu bukan
cinta sejati, melainkan karena kasihan kepadanya, la lantas merasa diri direndahkan. Memperoleh kesan demikian,
terbangunlah sepasang alisnya. Dan wajahnya yang beku
kembali menjadi suram muram. Lalu membentak tinggi,
"Bagus Boang, kau merasa diri Dewa Kamajaya yang berhak memberi hadiah penghibur padaku. Bagus! Pendek kata, kau
mau balik tidak?"
Bagus Boang membuang pandangnya ke udara yang telah
mulai gelap. Ia kenal lagak lagu Suryakusumah. Manakala
wajahnya yang beku sudah menjadi suram muram, itulah
suatu tanda jalan buntu. Namun masih ia mencoba.
"Rupanya kau tak mengerti hatiku. Baiklah hal ini kita tunda dulu. Hari ini aku mempunyai urusan sangat penting. Sukalah kau membagi jalan padaku."
Belum selesai ia berbicara, Suryakusumah sudah melolos
senjata tongkat bakanya yang termasyur. Bentuknya berduri
seperti gergaji. Dengan suara nyaring ia membentak, "Kau ingin aku membagi jalan untukmu" Jangan bermimpi! Aku
justru hendak malang melintang di tengah jalan ini. Kau
memang laki-laki busuk! Manusia yang tidak berjantung!"
Mendengar kata-kata Suryakusumah, hati Bagus Boang
mendongkol. Betapa sabar dia, namun kata-kata itu sangat
menusuk. Pikirnya,"Mengapa ia berbicara perkara budi
segala?" Tapi tengah ia berpikir, tongkat baja Suryakusumah sudah berkelebat mengancam dahinya.
"Masih kau tak menghunus pedangmu?" bentak
Suryakusumah. Gesit Bagus Boang mengelak sambil berkata membujuk.
"Sabar, sabarlah! Dengarkan dahulu kata-kataku!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kau hendak menjual omongan apalagi?"
Hati Bagus Boang mulai panas. Namun teringat akan
tugasnya, ia harus menyabarkan diri. Katanya, "Kalau
memaksa aku untuk mencoba-coba ilmu tongkat bajamu,
sudah barang tentu tak dapat aku menolak. Tetapi
bersabarlah barang sepuluh hari lagi. Manakala sudah selesai melaksanakan urus-anku, pasti aku datang mencarimu. Tapi
andaikata dalam sepuluh hari aku tidak muncul, bukannya aku sengaja hendak ingkar janji. Itulah suatu tanda bahwa aku
sudah kena dibunuh lawan."
Suryakusumah tercengang. Tetapi hanya sejenak. Lagi lagi
ia membentak, "Kau hanya memikirkan kepentingan dirimu sendiri. Masakan aku mempunyai waktu pula untuk menunggu
sampai sepuluh hari" Kau berkata urusanmu sangat maha
penting. (Jrus-anku ini sangat maha penting pula. Kau
hunuslah pedangmu. Sekarang kita mencari keputusan
siapakah di antara kita yang lebih unggul. Dengan begitu,
fatimah tidak akan lagi menanggung duka."
Setelah berkata demikian, tanpa menunggu jawaban Bagus
Boang, Suryakusumah sudah menyerang tanpa segan-segan
lagi. Tongkat bajanya berkelebat menghantam kepala.
Dengan terpaksa, Bagus Boang mencabut pedangnya.
Sebentar saja terjadilah suatu benturan nyaring. Sekali lagi Suryakusumah menghantamkan tongkat bajanya. Dan pedang
Bagus Boang hampir saja terpental dari genggamannya.1)
Suryakusumah tertawa lebar. Pikirnya dalam hati, Fatimah
memang pilih kasih. Begini saja dikabarkan memiliki ilmu
pedang yang sangat tinggi. Hm! Setelah berpikir demikian, ia berkata mengejek. "Fatimah selalu memuji-muji ilmu
pedangmu sampai setinggi langit keseratus. Alihkan hanya
sebegini saja."
Bagus Boang menghela wapas. Hatinya mendongkol.
Pikirnya, biarlah aku mengalah, agar hatimu senang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah berpikir demikian, Bagus Boang menikam. Ia
merabu dengan serangan balasan berantai. Maksudnya
hendak mencari kesempatan untuk kabur secepat-cepatnya.
Di luar dugaan tongkat baja Suryakusumah dapat digunakan
sebagai pedang. Perlawanannya tangguh dan rapat. Setiap
kali ia mampu mengadakan serangan balasan bertubi-tubi
pula. Langkah kakinya menempati tiap bidang gerak, sehingga Bagus Boang tiada mempunyai harapan untuk dapat
meloloskan diri dari rantai serangannya yang dilakukan
dengan bertubi-tubi. Mau tak mau hatinya mengeluh.
1) Permusuhan ini diuraikan Suryaksumah kelak dihadapan
para " raja muda Himpunan Sangkuriang.
Dalam pada itu cahaya petang hari sudah lenyap dari
udara. Malam mulai tiba. Bulan sabit mencongakkan diri di
sebelah barat. Tatkala itu terdengarlah suara derap kuda dari lembah. Hati Bagus Boang tercekat. Tak bersangsi lagi, itulah Fatimah yang sudah dapat menyusulnya. Pikirnya, "Meskipun andaikata aku berfiasil lolos, namun dia sudah tiba pula di sini.
Sulitkah aku untuk bersikap bermasa bodoh lagi. Sebab disinilah daerah wilayah lawan."
Itulah sebabnya"kalau tadi dia bersikap hanya melayani
kehendak lawan"kini berubah ganas. Tujuannya hendak
mencari lubang untuk cepat-cepat kabur.
Suryakusumah lantas saja terkejut. Serangan ini sama
sekali tak diduganya. Pikirnya, "Pantas saja Fatimah mencintai bocah busuk ini. Benar-benar ilmu pedangnya hebat!" Tetapi meskipun berpikir demikian, tak mau ia mengalah. Ia
mengimbangi dengan jurus-jurus berat juga.
Dalam pada itu suara derap kuda makin dekat. Bagus
Boang membalikkan tangannya. Ia melancarkan suatu
serangan mati-matian. Dengan jurus ini, ia berhasil
mendorong tongkat baja Suryakusumah ke samping. Katanya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memperingatkan, "Masih saja kau tak mau mengerti" Buka jalan!"
Dalam cuaca remang-remang bulan sabit, nampaklah
seekor kuda menderap tiba. Penunggangnya seorang gadis
jelita berpakaian ungu. Melihat yang sedang bertarung, ia
berseru nyaring: "Bagus Boang! Siapakah lawanmu
bertempur" Hai! Suryakusumah! Ayo berhenti!" %
Suryakusumah segera menyahut, "Tunggulah sebentar!
Bocah ini tak sudi mene-muimu. Nanti kucekuknya untukmu."
Bagus Boang gelisah, la menyerang dengan sungguhsungguh. Namun Suryakusumah benar-benar tak gampang
diundurkan. Ia terpaksa berpikir keras, kalau aku sampai
melukainya di depan mata Fatimah, jangan-jangan aku
malahan akan menggagalkan perjodohannya. Sebaliknya kalau
aku mengalah, agaknya aku akan terluka. Biarlah aku terluka di depan Fatimah. Dengan begitu, dia dapat mengangkat
hidungnya..."
Tak sempat ia berpikir berkepanjangan. Tiba-tiba tongkat
baja Suryakusumah menyerang dengan deras. Bagus Boang
menangkis dengan deras juga. Akibatnya baik tongkat baja
maupun pedang terpental di udara. Diluar dugaan, tangan
Suryakusumah masih dapat menerobos masuk menghantam
dada. Bagus Boang tak mengira sama sekali bahwa
Suryakusumah masih dapat meneruskan serangan dengan
tangan kosong, la lengah sehingga dadanya terluka. Tahutahu suatu pukulan dahsyat menghantam dengan deras.
Dengan menjerit ia rubuh terjungkal.
Suryakususmah tercengang. Dengan serangan senjata ia
gagal. Dengan serangan tangan kosong, ia justru berhasil.
Fatimah yang masih berada di atas kudanya kaget sampai
memekik. Lalu turun ke tanah seraya berkata nyaring.
"Suryakusumah! Apa yang kaulakukan" Kenapa kau memukui dengan suatu hantaman deras" Cepat, tolonglah dia!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Suryakusumah mencoba menenangkan diri. Kemudian
menghampiri tubuh Bagus Boang yang roboh terpental
dengan tak berkutik. Tapi baru ia hendak membungkuk, Bagus
Boang melesat tinggi di udara dan turun tepat di atas
kudanya. Lang-lang Buwana tahu akan kesukaran majikannya.
Dengan berjingkrak ia menjejak tanah dan kabur mendaki
tinggi gunung. Kejadian itu benar-benar berada diluar dugaan
Suryakusumah. Terang sekali, Bagus Boang rebah kena
hantamannya. Mengapa dapat melompat dengan tiba-tiba.
Benar-benar ia heran. Tatkala melihat pedangnya sempat
dipungut pula dalam satu gerakan, diam-diam ia kagum.
Cepat ia hendak mencegah. Tapi Lang-lang Buwana kuda
jempolan. Ia tak dapat dirintangi. Secara wajar,
Suryakusumah mengawaskan Bagus Boang. Pemuda itu
mendekam di atas punggung Lang-lang Buwana. Jadi terang
sekali, bahwa ia terluka benar-benar. Dan bukan berpurapura. Fatimah cepat bertindak. Sekali melompat ia sudah berada
di atas kudanya. Kemudian mengayunkan cambuknya sambil
membentak, "Minggir !" ,
Suryakusumah kala itu masih tercengang-cengang
mengawaskan kaburnya Bagus Boang yang terluka parah
dengan menggenggam dadanya. Tiba-tiba ia mendengar suara
kesiur angin. Hatinya mendongkol melihat berkelebatnya
cambuk. Malu, menyesal, kecewa dan rasa cemburu bercampur-baur dalam saat sedetik itu. Timbullah niatnya hendak
menerkam Fatimah"kemudian ditamparnya"setelah itu
ditangisinya. Tetapi itu hanyalah suatu angan. Begitu ia
menepi karena rasa kaget, kuda Fatimah sudah lenyap pula di belakang tikungan.
Bukan main dongkolnya hati Suryakusumah. Tak tahu lagi
ia, apakah harus menangis, memaki, tertawa atau mengutuk.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tak dikehendaki sendiri, tiba-tiba saja ia sudah berada di atas kudanya dan menyusul mereka dengan cepat.
Fatimah mengejar Bagus Boang dalam keadaan tergopohgopoh. Dalam cuaca remang-remang ia kurang cermat
memperhatikan jalan. Begitu kudanya memasuki tikungan
dengan cepat, tiba-tiba membentur batu yang menghadang
didepannya. Tak ampun lagi, ia terpental tinggi. Justru waktu itu,
Suryakusumah sudah berada dibelakangnya. Dengan kaget,
Suryakusumah melesat hendak menangkap tubuh Fatimah
yang sedang menurun. Tetapi Fatimah ternyata tidak
terbanting roboh. Begitu merasa diri terpental di udara,
dengan berjumpalitan ia turun di tanah dengan manis sekali.
"Hm!" Dengus gadis itu menyesali Suryakusumah yang sudah berdiri di depan hidungnya. "Kau memang baik sekali."
Ia dorong tangan Suryakusumah yang hendak memeluknya
dalam usaha menolong dirinya. Tangan itu tertolak
kesamping, tetapi ia terkejut. Ia merasakan suatu gumpalan
darah mengaliri telapakannya. Ternyata lengan Suryakusumah
berlepotan darah.
"Mengapa?"tanyanya
"Tadi"Tongkat bajanya kena terlempar-kan di udara.
Pedang Bagus Boang begitu juga. Tetapi berbareng dengan
terpentalnya, masih bisa Bagus Boang menangkis selin-tasan"
Fatimah terperanjat berbareng tercengang. Inilah suatu
gerakan pedang yang cepat luar biasa, la pandang
Suryakusumah yang kini sadar akan lukanya. Pemuda itu
duduk bersandar pada dinding batu dengan wajah bermuram
durja. Melihat wajah itu, Fatimah menarik napas.
"Kau sudah dewasa. Masakan menderita luka tak seberapa sudah kehilangan semangat?" tegur Fatimah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hati Suryakusumah memang penuh sesal. Ia menyesal,
mengapa terluka di depan hidung dara yang dicintainya
dengan segenap hatinya. Dengan begitu tak dapat dia
bersorak penuh kemenangan.
Dengan membungkuk, Fatimah mengambil saputangan dari
sakunya, kemudian membalut luka Suryakusumah dengan
hatihati. Melihat sikap Fatimah yang seolah-olah menaruh iba padanya, cepat-cepat ia hendak menolak. Tetapi tenaganya
punah. Itulah akibat garitan sebatang pedang pusaka yang
besar tuahnya. Karena itu tak dapat ia menolak tangan
Fatimah yang mulai memegang lengannya. Tetapi hatinya tak
tahan menghadapi hinaan itu. la merasa diri sebagai seorang gagah yang sedang dibalut kekasihnya. Saking malunya, ia
melemparkan pandang dan dengan membisu ia mencaci
dirinya kalang kabut.
"Untung tak mengenai tulang," kata Fatimah dengan menghela napas.
"Mati pun aku ikhlas," sahut Suryakusumah tawar.
"Mengapa?" Fatimah heran. Sepasang alisnya yang lentik bangun tegak. "Mengapa kau bertekad sampai
mempertaruhkan nyawa?"
Sekali gerak, Suryakusumah menatap wajah Fatimah
dengan sungguh-sungguh. Katanya, "Fatimah! Semenjak
muda remaja kita bergaul. Mengapa kau tak mengenal hatiku"
Semuanya ini kulakukan demi... demi... kebahagiaanmu. Tak
tahukah engkau?"
Fatimah menghela napas. Suryakusumah berkata lagi, "Aku tahu, tenaga ilmu sakti Bagus Boang sudah sempurna.
Meskipun seranganku datang dengan bertubu-tubi sehingga
dapat melukainya, tapi takkan sanggup mengambil nyawanya.
Sebaliknya, walaupun untuk itu nyawaku harus melayang,
rasanya hatiku akan puas."


Bunga Ceplok Ungu Karya Herman Pratikto di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Fatimah tercengang. Ia seakan-akan lagi berusaha menelan
kalimat-kalimat Suryakusumah. Sejenak kemudian berkata
menyesali, "Kau ingin berbuat untuk kebahagiaanku"memang bagus. Tetapi mengapa engkau melukai dengan suatu
serangan sungguh-sungguh. Apabila salah taksir, dapat
membinasakan nyawanya. Sekarang dia benar-benar terluka
parah. Bagaimana dia sanggup meloloskan diri dari maut"
Seumpama dia masih sanggup menahan rasa sakitnya, tetapi
tenaganya akan terkuras. Dia luput dari tangan mautmu,
tetapi tidak bakal dapat terlolos dari tangan maut yang lain.
Kalau sampai terjadi demikian, samalah halnya engkau yang
membunuhnya."
Suryakusumah kaget.
"Kau berkata apa?" la menegas.
"Hari ini dia mendapat tugas untuk membunuh seseorang.
Orang itu sudah terma-syur ilmu pedangnya semenjak dua
puluh tahun yang lampau. Entah apa sebabnya, tiba-tiba
orang itu lenyap dari percaturan hidup. Sekarang bayangkan!
Bagus Boang memiliki ilmu pedang paling lama baru sepuluh
tahunan. Sebaliknya lawannya sudah mengantongi nama
termasyur selama dua puluh tahun yang lampau. Betapa tolol, orang akan dapat mengira-ngira bagaimana dahsyat tenaga
sakti orang itu setelah melampaui masa dua puluh tahun.
Ayah sendiri belum tentu dapat melawannya."
Mendengar kata-kata Fatimah, paras Suryakusumah
berubah. Sekarang barulah ia menginsyafi akan arti kata janji Bagus Boang selama sepuluh hari. Dia berkata, andaikata
dalam sepuluh hari tidak muncul, itulah berarti ia sudah kena di bunuh seseorang. Kalau demikian, kata-katanya bukan
merupakan omongan kosong untuk menaikkan harga diri.
"Siapakah orang itu?" akhirnya ia minta keterangan.
"Apakah engkau pernah mendengar Har-ya Odaya?"
Fatimah membalas bertanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apa?" Suryakusumah kaget.
"Bagus Boang hendak mencari Harya Odaya?" dan wajah Suryakusumah berubah hebat.
Fatimah tercengang melihat perubahan wajah temannya.
Berkata menegas, "Apakah engkau kenal padanya?"
"Omurku sebaya dengan Bagus Boang. Tahun ini belum lagi genap dua puluh tiga tahun. Harya Odaya termasyur semenjak
dua puluh tahun yang lalu. "Bagaimanakah aku sudah kenal padanya selagi umurku waktu itu baru menginjak tiga tahun?"
sahut Suryakusumah. "Coba katakan padaku, mengapa Bagus Boang harus membunuh Harya Odaya!"
"Bagaimana menurut pendapatmu?" Lagi-lagi Fatimah membalas dengan suatu pertanyaan.
"Guru Bagus Boang bukan manusia goblok. Beliau pasti
tahu siapa Harya Odaya. Seorang maha pendekar pedang
yang kesaktiannya tiada tandingnya semenjak dua puluh
tahun yang lalu. .Aku berani bertaruh meskipun guru Bagus
Boang memiliki corak ilmu pedang sendiri tapi beliau sendiri belum tentu mampu menjatuhkan. Mengapa" Malahan dia
mempercayakan hal itu di atas pundak muridnya. Nampaknya
di sini ada sesuatu hal yang sudah diperhitungkan."
Fatimah menghela napas, menyahut: "Apakah engkau
belum pernah mendengar hal itu dari tutur kata Ayah?"
"Belum. Guru tak pernah menyinggung hal itu."
Suryakusumah mengelengkan kepala.
"Panjang ceritanya. Memang di sini terjadi suatu lika liku pelik," kata Fatimah. "Masihkah engkau ingat riwayat putera Ratu Kali-nyamat."
"Tentu saja. Maksudmu Pangeran Jepara, bukan?" sahut Suryakusumah lancar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Benar. Dialah dahulu yang akan menggantikan tahta
Kerajaan Banten. Tetapi dia ditolak para kadi. Disinilah mulai terjadi suatu perseteruan. Suatu perseteruan yang akhirnya
menerbitkan suatu pertempuran. Suatu perseteruan yang
panjang umurnya yang berekor terus sampai kini."
Kebangunan Kerajaan Banten di mulai pada tahun 1552,
tatkala Sultan Hassanudin naik tahta. Sultan ini membebaskan diri dari pemerintahan Demak.
la menanamkan pengaruhnya di Lampung lewat penyiaran
agama Islam. Sultan itu wafat pada tahun 1570. Kemudian
putera-nya"Pangeran Yusuf"naik tahta. Hebat raja muda ini.
Ia menghancurkan Kerajaan Pakuan dan menewaskan rajanya
bernama Prabu Sedah. Prabu Sedah merupakan lambang
agama Hindu. Dengan tewasnya Prabu Sedah, rakyat yang
kebanyakan masih setia pada agamanya yang lama"
mengutuk peristiwa itu. Dimana-mana rakyat memanjatkan
doanya, agar yang Maha Adil menurunkan keadilan. Entah doa
itu di dengar atau tidak, tetapi setelah Sultan Yusuf wafat pada tahun 1580, mulailah kerajaannya terjadi kekeruhan-kekeruhan.
Pemerintah Demak yang merasa tak senang atas keputusan
almarhum Sultan Hassanudin memisahkan diri dari pemerintah
Demak, mengirimkan wakilnya' dengan tugas mengawasi
Sultan itu. Wakil pemerintahan Demak dipercayakan penuh
kepada Pangeran Jepara, putera Ratu Kalinyamat yang
termasyur pada zaman Aria Jipang Panolan2)- Tatkala Sultan
Yusuf wafat, segera ia hendak merebut pemerintahan
Kasultan-an Banten dengan mengangkat diri sebagai sultan.
Tetapi maksud itu ditentang para kadi. Maka terbitlah suatu pertempuran yang berlarut.
Kerajaan Banten kemudian mengangkat Pangeran Maulana
Muhammad menjadi Sultan. Kala itu dia berumur sembilan
tahun. Tampuk pimpinan pemerintahan dipegang Pangeran
Mas yang terkenal dengan nama Aria Pangiri. Ia dibantu oleh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seorang penasehat kerajaan yang ulung bernama Jayanegara. Setelah dewasa penuh Sultan Maulana Muhammad
menyebut dirinya Ratu Banten. Diluar dugaan, ternyata dia
seorang sultan yang pandai dan bijaksana, la mencontoh
sepak terjang Pangeran Ranamanggala yang memusuhi
pedagang-pedagang Belanda yang menamakan diri VOC. Ia
meluaskan daerah pengaruhnya ke wilayah Priangan, Cirebon
dan Tegal. Kemudian memimpin laskarnya menyerang
Palembang. Maksudnya hendak mendirikan pangkalan di Selat
Malaka agar dapat bersaing dengan pedagang-pedagang asing
yang pada dewasa itu mulai merambah daratan Pulau Jawa
seperti Inggris, Belanda, Perancis, Portugal Denmark,
Tionghoa, Arab, India dan Persia. Sayang, maksud baiknya tak sampai. Ia tewas dalam peperangan itu.
Puteranya bernama Abdulmafakir yang baru berusia lima
bulan dinaikkan ke tahta kerajaan oleh Wali Kerajaan
Jayanegara yang kemudian menjadi penasehat pertama
(Perdana Menteri). Jayanegara terpengaruh benar oleh
seorang wanita cendekiawan yang bernama Nyai Emban
Rangkung. Wanita ini kelak terkenal dengan nama Nyai
Gede Wanagiri. Dia merupakan wanita pertama yang
secara tidak langsung ikut mengendalikan pemerintahan3).
Peristiwa ini terjadi pada tahun 1605. Dan dari sinilah pula mulai terjadi huru hara yang memperlemah Kasultanan
Banten. Timbulnya Nyai Emban Rangkung, mengilhami para kerabat
raja untuk berani menentang Sultan. Aria Pangiri bekas
penase-hat raja yang disingkirkan Jayanegara oleh nasehat
Nyai Emban Rangkung, apakah mau tinggal diam"
Dengan diam-diam ia mulai membentuk persekutuan
penentang raja dengan dalih hendak menyingkirkan Nyai
Emban Rangkung beserta Jayanegara sekalian. Tentu saja
terbitlah suatu pertarungan-pertarung-an dan persainganTiraikasih Website http://kangzusi.com/
persaingan sengit. Persatuan rakyat mulai terpecah-belah. Dan kekeruhan ini terus berjalan selama kurang lebih empat puluh lima tahun lamanya. Tetapi kekeruhan zaman itu melahirkan
seorang calon raja yang mengerti isi hati nurani rakyat. Dialah Pangeran Abdul Fatah. Dengan tangkas ia memadamkan
pemberontakan, membujuk dan mempersatukan rakyat.
Kemudian naik tahta dengan sebutan Sultan Agung Tirtayasa,
karena bersinggasana di istana Tirtayasa. Keberanian rakyat mengangkat senjata dialihkan untuk menentang VOC Belanda.
Ia membantu Trunojoyo dan melindungi orang-orang Makasar
yang bermusuhan dengan Belanda. Lalu memperluas daerah
kekuasaannya sampai ke Priangan, Cirebon dan Tegal. Sepak
terjangnya mengingatkan rakyat kepada almarhum Sultan
Maulana Muhammad (Ratu Banten) yang giat berjuang
memajukan negeri. Meskipun Sultan Agung Tirtayasa
memerintah dengan keras, namun ia disujudi. Baru dua puluh
tahun ia memerintah negeri, rakyat memujanya sebagai
bintang pembawa kejayaan.
Sultan Agung Tirtayasa mempunyai dua orang putera yang
mempunyai sikap dan pandangan hidup yang bertentangan.
Yang pertama, Pangeran Abdulkahar. Yang kedua, Pangeran
Purbaya. Pangeran Abdulkahar menaruh perhatian kepada masalah
ketatanegaraan. Seluruh hidupnya dipersiapkan untuk masa
depan. Ia sadar bahwa dirinya kelak yang akan menggantikan
ayahnya memerintah negeri.
Pada dewasa itu, Bandar Banten sudah ramai dikunjungi
kapal-kapal seberang lautan. Penduduk kota tidak hanya
terdiri dari rakyat Nusantara belaka. Tapi pun penuh dengan orang-orang asing yang sedang berniaga. Inggris, Belanda,
Portugal, Perancis, Denmark, Arab, India, Tionghoa dan
Persia. Pangeran Abdulkahar seorang yang cermat dan hati-hati
dalam setiap tindakannya. Ia tak sepaham dengan pendirian
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ayahnya yang dalam setiap tindakannya bertujuan untuk
merugikan Kompeni Belanda. Menurut anggapannya, itulah
tindakan mempersempit pergaulan sendiri. Itulah sebabnya, ia malahan bersikap mengambil hati terhadap Kompeni Belanda.
Dengan sendirinya bersahabat dan mengadakan persekutuan
dengan diam-diam untuk menentang tindakan ayahnya. Sadar
bahwa hal itu akan dapat menerbitkan suatu pertikaian, maka belum-belum ia sudah mencari sandaran kepada kaum ulama
yang sangat berpengaruh di dalam negeri.
Sultan Agung Tirtayasa mengira, bahwa sikap putera
mahkotanya itu terjadi karena mencemaskan masalah
mahkota kerajaan. Maka ia melantiknya sebagai Mangkubumi
Kasultanan. Dengan kebijaksanaan itu, ketegangan yang
terjadi antara kaum ulama dan pemerintah dapat diatasi.
Tetapi Pangeran Abdulkahar cerdik, la tak mau kehilangan
pengaruhnya terhadap golongan ulama. Clntuk meyakinkan
golongan ulama bahwa dia ada dipihaknya, ia berangkat naik
haji pada tahun 1671.
Sekarang, tinggallah Pangeran Purbaya mendampingi
ayahnya. Pangeran ini mempunyai pandangan dan sikap hidup
yang sepaham dengan ayahnya. Selagi kakaknya menekuni
soal-soal ketatanegaraan, dia mempersiapkan diri sebagai
seorang maha prajurit. Tujuan hidupnya hendak mengusir
orang-orang asing dari bumi Banten. Jakarta sebagai pusat
VOC hendak dibasmi. Karena itu dengan giat ia mendaki
gunung-gunung, menuruni jurang-jurang untuk mencari guruguru pandai. Akhirnya ia terkenal sebagai seorang ahli pedang kenamaan.
Pengalamannya memasuki wilayah negara itu banyak
mempengaruhi pertumbuhan hidupnya, la lebih mengenal hati
nurani rakyatnya yang ternyata masih setia kepada adat
istiadat lama dan agama nenek moyang.
Terhadap bangsa asing mereka bersikap curiga. Terhadap
agama Islam, mereka merasa tak sepaham. Pada sendi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kekuatan hati nurani rakyat inilah, Pangeran Purbaya
bersandar. Karena itu terhadap golongan ulama yang suka
bersahabat dengan kompeni be-landa, ia bersikap angkuh dan
curiga. Sebaliknya terhadap orang-orang Makasar laskar
Trunojoyo yang memperoleh perlindungan ayahnya, ia rapat
bergaul. Dengan demikian, ia termasyur dikalangan rakyat,
sehingga kepergian Pangeran Abdulkahar, ia sudah dianggap
sebagai Putera"mahkota yang sah.
Pada tahun 1681, Pangeran Abdulkahar datang dari
Mekkah dan Turki. Melihat perubahan pandangan rakyat
terhadapnya segera ia mempersiapkan diri. Ia kini sudah
mendapat kepercayaan penuh dari kaum alim ulama. Dengan
persetujuan kompeni belanda, lantas ia mengangkat dirinya
sebagai sultan baru dengan nama: Sultan Haji.
Sultan Agung Tirtayasa dibantu laskar Lampung dan
Makasar. Sedangkan Sultan Haji dibantu kaum ulama dan VOC
Belanda. Pada mulanya, Sultan Agung memperoleh
kemenangan. Tapi akhirnya kalah dan kena tawan. Ia disekap
di Jakarta dan wafat pada tahun 1692. Pangeran Purbaya
hilang dari percaturan rakyat. Kabarnya berada di wilayah
Priangan. Dan pada zaman perang itu, Bagus Boang, Fatimah
dan Suryakusumah hidup.
"Eh, Fatimah!" kata Suryakusumah. "Mengapa engkau mengangkat-angkat cerita lama" Apa sih, hubungannya
dengan keper-gian Bagus Boang?"
Fatimah tertawa pelan melalui hidungnya. Katanya
perlahan pula, "Engkau ini kalau dikatakan sebagai manusia setengah matang pastilah sakit hati. Kalau engkau
menghendaki keterangan yang gamblang mulailah dengan
sebab musabab permulaan. Kalau latar belakangnya sudah
kauketahui, sedikit keterangan saja engkau akan jadi terang gamblang. Bukankah aku sudah berkata, panjang ceritanya.
Nah, kau butuh keterangan atau tidak?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Suryakusumah menatap wajah Fatimah. Dalam cuaca
remang bulan sabit, wajah gadis itu bertambah elok. Wajah
agung, berbentuk bujur telur. Berhidung mancung, bermata
tajam. Beralis lentik dan berambut panjang berombak. Inilah wajah seorang gadis keturunan Arab atau Persia. Dan
terhadap wajah demikian itulah, Suryakusumah merasa takluk
sampai ke bulu-bulunya.
"Baiklah, baiklah..."katanya mengalah.
Fatimah merenung sejenak mencari kesan. Lalu berkata
menggurui, "Sudah selang berapa tahun, Sultan Agung
Tirtayasa wafat?"
Suryakusumah tercengang sejenak, namun hatinya
menghitung dengan jarinya. "Sekarang tahun 1716, bukan"
Masuk dua puluh empat tahun!"
"Masih ingatkah engkau tentang kedahsyatan perang di tepi Sungai Cisedane?" tanya Fatimah.
"Waktu itu, aku masih kanak-kanak. Bagaimana aku bisa
tahu?" Suryakusumah menghela napas oleh pertanyaan yang bertubi-tubi itu.
Fatimah tertawa. Berkata membenarkan, "Benar. Meskipun kita lahir jauh dibelakang-nya, tapi pernah mendengar cerita orang-orang tua. Tatkala itu hiduplah dua pendekar besar.
Harya Odaya dan Harya Sokadana. Yang satu seorang ahli
pedang. Yang lain seorang ahli tongkat baja. Kedua-duanya
merupakan tokoh andalan Pangeran Purbaya."
"Nanti dulu!" potong Suryakusumah. Teringatlah dia, Bagus Boang seorang ahli pedang dan dirinya sendiri mengandalkan
pada senjata tongkat baja. Maka ia menegas, "Kau cerita tentang kedua tokoh sakti itu, apakah sengaja mengarang
cerita kiasan untuk menyindir aku dan Bagus Boang?"
"Siapa sudi bercerita tentang dirimu?" Fatimah
memberengut. Dan lagi-lagi Suryakusumah mengalah. Buru
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
buru ia memperbaiki, "Baiklah. Mulutku memang usil. Hartya saja apakah hubungannya dengan percobaan Bagus Boang
hendak membunuh sang maha sakti Harya Odaya?"
"Hmm!" dengus Fatimah. Rupanya masih ia menyesali Suryakusumah yang tak pandai memuaskan hatinya. Tapi
setelah diam sejenak, kembali ia bertanya: "Selain kedua orang itu, Pangeran Purbaya mendapat bantuan siapa lagi?"
"Orang-orang Lampung."
"Benar. Siapa lagi?"
"Orang-orang Makasar."
"Benar. Siapa lagi?"
Suryakusumah mendongkol karena merasa diri
diperlakukan sebagai murid sekolah dasar. Namun ia berpikir keras. "Orang-orang gagah perkasa zaman itu bagaimana aku dapat mengingat-ingat namanya. Itu saja merupakan hasil
tutur kata orang-orang tua." Ia berkata demikian, tetapi matanya bersinar terang menyembunyikan sesuatu. Fatimah
tak melihat sinar matanya karena keremangan malam. Segera
gadis itu berkata menang, "Itulah Paman Mundinglaya" guru Bagus Boang."
"Ah, ya! Mengapa aku tak berpikir sampai di situ!"
Suryakusumah pura-pura terkejut.


Bunga Ceplok Ungu Karya Herman Pratikto di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Fatimah dilahirkan untuk menjadi ratu pertama Kerajaan
Banten dikemudian hari. Tadi sewaktu Suryakusumah
menyembunyikan sinar mata, ia tak mengetahui karena
terlindung keremangan sesuatu. Namun ia pandai membawa
diri. Lalu berkata acuh tak acuh, "Dengan begitu, Harya Gdaya, Harya Sokadana dan Paman Mundinglaya merupakan
tiga serangkai pendekar besar. Mereka bersahabat sangat
eratnya. Tapi sekarang, apa sebab Paman Mundinglaya
menyuruh Bagus Boang membinasakan Harya Gdaya" Dan
mengapa ibu Bagus Boang menyetujui pula?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Seumpama nama Mundinglaya tidak dibawa ke persoalan,
akan gampang dijawab. Karena Harya Odaya musuh raja,
dengan sendirinya Bagus Boang berpihak pada Sul-tan.Tapi
Harya Gdaya bersahabat erat dengan Mundinglaya. Masakan
Bagus Boang hendak membunuh Harya Gdaya atas nama
rekan-rekan seperjuangan" Kalau tidak, siapakah Bagus Boang sebenarnya"
"Ya. Memang sungguh mengherankan!" seru
Suryakusumah. "Makin direnungkan, makin ruwet"
Fatimah tertawa. "Tak kukira, kaupun pandai bersandiwara.
Kau berkenalan dengan Bagus Boang tidak hanya dua tiga hari yang lalu. Masakan tidak tahu. Bagus Boang putera Pangeran
Purbaya." "Justru itulah yang membuat ruwet persoalan. Harya Odaya adalah pahlawan Pangeran Purbaya!" Suryakusumah
menyahut cepat.
"Apakah kau belum pernah mendengar kabar" Dengan
mengandalkan pedangnya, ia merebut istri kedua Pangeran
Purbaya. Inilah yang membuat rekan-rekan seperjuangannya
mengutuknya."*
"Ah! Masakan begitu?" Suryakusumah kaget.
"Jangan berlagak dungu!" Fatimah mem-berengut. "Tiap orang tahu belaka peristiwa pertarungan besar di tepi Sungai Cisedane. Pangeran Purbaya dengan dibantu tiga
pahlawannya itu berkelahi dengan mati-matian. Sebab itulah
perang yang akan menentukan. Ternyata Pangeran Purbaya
tidak dikehendaki sejarah untuk menang. Dia kalah dan
melarikan diri ke Priangan. Kedua istrinya terpisah. Yang satu kena dibawa ke Banten oleh Mundinglaya. Yang lain
diungsikan Harya Odaya dan Harya Sokadana. Mula-mula
mereka berdua melindungi, kemudian bertengkar. Kira-kira
sampai di sini Fatimah tak meneruskan pembicaraan.
Wajahnya merah dan ia membuang pandang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Suryakusumah bukanlah pemuda tolol. Ia malahan cerdik
serta memiliki otak cerdas. Dengan sendirinya tahulah dia,
mengapa Fatimah membuang pandang. Sebab di sini terjadi
suatu peristiwa perkara perempuan. Dua sahabat yang
berjuang bahu membahu itu akhirnya pecah. Teringat akan
dirinya sendiri yang sedang bertengkar perkara Fatimah,
hatinya menjadi risih dengan sendirinya. Ia pun lantas
membungkam. Lama mereka berdiam diri dengan pikirannya masingmasing. Mendadak Fatimah berkata dengan nada tinggi, "Mari...
Marilah kita berbicara yang lebih terang! Apa perlu berputar-putar seperti gangsingan. Kau memang berotak cerdik,
masakan aku tak tahu?"
"Apa maksudmu, Fatimah?" Suryakusumah kaget.
"Pastilah kau sudah mengetahui belaka siapakah nama
kedua isteri Pangeran Purbaya."
"Tentu! Yang pertama, Gdani Sari Ratih. Yang kedua, Bibi Naganingrum."
"Kau menyebutnya dengan Bibi?" Fatimah heran
"Ya, karena Bibi Naganingrum adik guruku yang pertama: Ganis Wardhana."
"Hai!" seru Fatimah. Kali ini benar-benar ia heran berbareng terkejut. "Jadi...j adi... Sebelum kau berguru kepada Ayah, kau sudah menjadi murid pendekar besar Ganis
Wardhana" Mengapa kau tak pernah menerangkan" Apakah
Ayah sudah tahu?"
Suryakusumah mengangguk. Kemudian meruntuhkan
pandang ke tanah. Ia mengutuk dirinya sendiri, apa sebab
telah kelepas-an kata.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Fatimah seorang gadis cerdas. Melihat pandang
Suryakusumah, timbullah berbagai pertanyaan dalam
benaknya, la menunggu. Dilihatnya mata Suryakusumah
berkilat tajam. Bibirnya hendak mengucapkan suatu kata-kata, tetapi urung. Maka segera ia dapat menebak, bahwa pemuda
itu mempunyai suatu kesulitan. Sebagai seorang gadis yang
berpandangan jauh, tak mau ia mendesaknya.
Ganis Wardhana dan Naganingrum menjadi ahli waris ilmu
sakti kakeknya. Syech Yusuf, seorang ulama berasal dari
Makassar. Pada zaman perang Banten melawan Belanda, ia
terkenal sebagai seorang pendekar besar tanpa tanding.
Belanda segan dan takut padanya. Setelah tertangkap, la
dibawa ke Jakarta untuk menerima hukuman mati. Tapi atas
permintaan Kaisar Aurang-zeb dari Moghul India, hukuman
mati diubah menjadi hukuman buang sampai ia wafat.
Riwayat Syech Yusuf sangat terkenal. Namanya tenar,
sehingga tiap orang mengetahui tentang kegagahannya.
Fatimah sendiri mempunyai hubungan keluarga dengan
Naganingrum. Menurut tutur kata orang, ibunya berasal dari
keluarga istana. Entah bagaimana riwayatnya, ibunya kawin
dengan seorang laki-laki berbangsa Arab entah Persia. Hal itu sangat dirahasiakan. Laki-laki itulah ayah Fatimah. Sewaktu ia sedang belajar bicara, ibunya sudah kawin lagi dengan
ayahnya sekarang: Iskandar namanya. Dan Iskandar adalah
saudara misan Naganingrum. Karena itu ia kenal benar
dengan keluarga Naganingrum. Dengan sendirinya juga,
pendekar besar Ganis War-dhana yang menjadi guru
Suryakusumah. Nama Ganis Wardhana sejajar dengan Mundinglaya, Harya
Odaya maupun Harya Sokadana. Kalau seorang sudah
diterima menjadi murid Ganis Wardhana, mengapa berguru
lagi kepada ayahnya sekarang" Fatimah seorang gadis cerdas.
Suatu pikiran menusuk benaknya. Segera ia dapat menerka.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Itulah karena dirinya. Dan memperoleh dugaan demikian, ia
menghela napas.
Sekian tahun aku bergaul, belum pernah aku melihatnya
bersilat dengan jurus ajaran Paman Ganis Wardhana, pikir
Fatimah dalam hati. Lalu menegas, "Jadi engkau murid Paman Ganis Wardhana" Mengapa engkau tak pernah
memperlihatkan kepandaianmu, meski sejuruspun?"
Suryakusumah tak segera menjawab. Mukanya kian
menunduk. Ia nampak menimbang-nimbang pula. Setelah
beberapa saat termangu-mangu, akhirnya ia menjawab
dengan suara rendah.
"Aku baru menerima kulitnya saja. Masakan aku bermuka
tebal sampai pula berani melagak di depan umum untuk
memperlihatkan satu dua jurus ilmu ajaran guru yang belum
kumengerti intisarinya" Itu sama halnya dengan menelanjangi pamor perguruannya sendiri."
Fatimah tak mau mendesak. Meskipun pemuda itu memberi
keterangan demikian, terasa benar ia menyembunyikan
sesuatu. Lagi-lagi itulah karena mengingat dirinya. Maka
cepat-cepat ia mengalihkan pembicaraan. Katanya
mengembalikan persoalan, "Baiklah. Katakan saja kau pandai menjaga pamor perguruanmu. Tetapi justru itu ingin aku
minta pendapatmu, apa -sebab kau membiarkan salah
seorang sahabat menempuh bahaya?"
"Sahabat yang mana?" Suryakusumah tercengang.
Mendadak terkesiap. Katanya tinggi, "Bagus Boang
maksudmu?"
"Benar. Kalau Sultan Haji ingin melihat Harya Odaya mati dibunuh orang, itu dapat dimengerti. Sebab mereka
bermusuhan. Kalau Paman Mundinglaya ingin mendengar
kabar Harya Odaya tewas dalam suatu perkelahian, itu pun
dapat dimengerti. Sebagai seorang teman seperjuangan ia
malu mendengar kabar Harya Odaya merebut isteri
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
junjungannya. Tapi mengapa kedua-duanya justru memilih
Bagus Boang untuk tugas seberat itu?" kata Fatimah dengan suara menggelegar.
Mendengar suara Fatimah, hati Suryakusumah tercekat.
Tak sampai hatinya melihat Fatimah dalam kesedihan. Masih
mencoba, "Dahulu hari, Pangeran Purbaya dikalahkan
Sultan Haji di tepi Sungai Cisedane. Tetapi itu bukan
merupakan kekalahan mutlak. Kalau mau, masih dia dapat
mengadakan serangan pembalasan. Tetapi dia tidak mau.
Itulah disebabkan, kedua isterinya terpisah. Dan ini
merupakan alasan aneh bin ajaib."
"Apakah yang aneh?" Fatimah memotong. "Karena Sultan Haji berjanji kepada Pangeran Purbaya hendak mengangkat
kemenakannya itu menjadi putera mahkota di-kemudian hari.
Janji inilah yang membuat Pangeran Purbaya harus merasa
puas. Tapi apa sebab, bagus Boang diungsikan ke Ar-gapura"
Sebab Sultan menghendaki Bagus Boang mati muda.
Kabarnya Sultan Haji kini sudah mempunyai Putera Mahkota.
Masakan kau tak tahu?"
Setelah berkata demikian, Fatimah membungkam.
Suryakusumah heran melihat lagak lagu pujaan hatinya itu.
Biasanya Fatimah bersikap tenang menghadapi segala
persoalan. Tapi kali ini nampak gugup dan gelisah. Suaranya bernada tinggi dan menggeletar. Itu suatu tanda, hatinya ikut berbicara. Dan setelah diamat-amati, ia melihat kelopak mata Fatimah basah.
"Suryakusumah, maaf..." Tiba-tiba suara Fatimah
merendah. Kemudian meneruskan dengan suara lemah,
"Sama sekali aku tidak menyesalimu. Aku hanya
mencemaskan keselamatan jiwa Bagus Boang."
Suryakusumah jadi perasa. Sebagai salah seorang kerabat
istana, tahulah dia bahwa Bagus Boang putera Pangeran
Purbaya dari isteri pertama. Hanya saja, bahwasanya Bagus
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Boang dicalonkan sebagai putera mahkota baru hari itu ia
mendengar kabar dari mulut Fatimah.
Sekarang agak jelaslah mengapa Fatimah mencintai Bagus
Boang. Selain Bagus Boang memang pemuda cakap, ia juga
seorang calon putera mahkota Kerajaan Banten pula.
"Bagus Boang hendak membunuh Harya Udaya," katanya kemudian. "Tahukah engkau, dimana Paman Harya Odaya
bermukim" Sekalipun isteri Paman Harya Odaya bibi guruku,
tetapi dengan sebenar-benarnya tak tahu aku dimana
pendekar besar itu bermukim."
"Di atas Gunung Patuha," sahut Fatimah.
Dan baru saja Fatimah menyelesaikan kalimat terakhirnya,
Suryakusumah sudah melompat bangun. Serunya nyaring,
"Fatimah, adikku. Legakan hatimu. Jika aku tak dapat mencari dan menyelamatkan Bagus Boang, selama hidupku tak akan
aku melihatmu kembali."
Setelah berkata demikian, ia melesat mendaki gunung.
Cepat gerakannya tak ubah seekor kera memanjat
pepohonan. Gunung Patuha kala itu mulai diselimuti awan
malam. Itulah sebabnya, sebentar saja tubuh Suryakusumah
lenyap dari penglihatan. Dan diam-diam gelap malam mulai
tiba. Tatkala itu Fatimahpun hendak menyusul, akan tetapi
sudah terlambat. Sekarang ia mencari kudanya. Ternyata
binatang itu pecah kepalanya akibat membentur batu. Kuda
Suryakusumah tidak nampak pula batang hidungnya. Setelah
ditinggalkan majikannya bersandar pada dinding batu,
binatang itu lari sejadi-jadinya.
Bulan sabit kini mulai beringsut ke tengah udara. Namun
cahayanya terhalang awaa gunung, sehingga sekitar tempat
itu menjadi gelap pekat. Dingin gunung mulai meresapi tubuh pula. Clntung, Fatimah bukannya gadis biasa. Kehangatan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tubuhnya mampu membendung dingin hawa yang mencoba
meresapi tulang.
Sepeninggal Suryakusumah, Fatimah merasa sepi. Bagus
Boang sudah jauh meninggalkan dalam keadaan luka parah.
Teringat luka itu, hatinya menjadi gelisah. Suryakusumah
pergi juga dengan janji hendak mencarinya. Pemuda itu
biasanya cerdik. Tapi kali ini entah berhasil atau tidak.
Teringat bahwa Bagus Boang mungkin tak mau
mendengarkan kata-kata Suryakusumah seumpama dapat
diketemukan, ia merasa perlu untuk segera menyusulnya.
Dengan perlahan, ia mencoba mengikuti tapak-tapak kaki
Lang-lang Buwana.
2 KITAB SAKTI SYECH YUSUF
DENGAN MENDEKAM di atas kuda Lang-lang Buwana,
Bagus Boang mendaki Gunung Patuha. la menderita luka
parah. Penglihatannya makin lama makin gelap. Dan
tenaganya punah pula dengan tak diketahuinya sendiri.
Karena itu ia meneruskan perjalanannya dengan
mengandalkan pada Lang-lang Buwana belaka. Untunglah,
lang-lang Buwana benar-benar kuda jempolan. Meskipun
perjalanan makin lama makin sulit serta berbahaya, namun
kecepatan berlarinya tidak berkurang. Ia seperti paham akan Iika likunya. Dengan meringik, ia melintasi jalan berlumut
yang penuh pula dengan kerikil-kerikil tajam. Tetapi binatang tetap binatang. Walaupun jempolan, namun takkan melebihi
kewaspadaan orang. Andaikata Bagus Boang dalam keadaan
sadar, tidak mungkin ia mempercayakan keselamatan jiwanya
kepada binatangnya. Tahu-tahu ia telah terbawa pada suatu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tempat yang gelap pekat. Agaknya lagi memasuki suatu lorong tertutup seperti suatu gua panjang.
Ia menengadahkan mukanya melihat ke depan. Jauh di
sana, samar-samar ia melihat suatu cahaya lembap. Tatkala
itu dadanya terasa nyeri luar biasa. Dengan menggigil ia
menekan dadanya kuat-kuat untuk menahan rasa sakit. Tibatiba pada saat itu ia mendengar kudanya meringik terkejut.
Dan tubuhnya terlempar turun. Ia merasa dirinya melayanglayang. Maka dengan hati cemas, tahulah dia, bahwa
tubuhnya sedang terlempar ke dalam jurang yang dalam.
Dengan menguatkan tubuhnya ia. menunggu. Kiranya LangIang Buwana tergelinudayar memasuki mulut jurang. Dalam
kagetnya Lang-Iang Buwana masih bisa menolong diri. la
melompat ke atas mencapai daratan jalan. Tetapi majikannya
yang mendekam di atas punggungnya terlempar ke bawah.
Dalam keadaan antara sadar dan tidak sadar, tiba-tiba
Bagus Boang merasa tengkuknya kena peluk suatu lengan.
Dan dadanya sedang diurut-urut.
Pada saat itu bermacam-macam bayangan melintas cepat
dalam benaknya. Nampaklah suatu bayangan, tatkala gurunya
memberi selamat kepadanya dengan mengangsurkan pedang
pusakanya sendiri. Kemudian di kaki gunung ia bertemu
dengan Fatimah dan terus diburunya. Lalu suatu nyanyian
asmara mengiang-ngiang lagi dalam telinganya. Naynyian
asmara dengan suara Fatimah yang jernih bening. Fatimah
berdarah Arab atau Persia. Perawakannya tinggi langsing dan montok. Pandangannya panas bagai api membara.
Apakah Fatimah yang mengurut dadanya itu" Ingin ia
membuka matanya, tetapi kelopaknya seakan akan
terkanudayang rapat. Sekonyong-konyong teringatlah kejadian yang baru dialami. Ia menderita luka parah kena pukulan
Suryakusumah yang menggunakan jurus ajaib, la tak tahu,
bahwa jurus itu adalah jurus ajaran pendekar besar Ganis
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
War-dhana yang dirahasiakan. Kemudian ia membiarkan
dirinya dibawa kabur Langlang Buwana.
Dirumun ingatan itu, mau ia bergerak. Tetapi dadanya yang
tadi terasa sangat sakit, kini menjadi nyaman sekali. Suatu hawa dingin meresap naik. Dan rasa panas yang menyekap
dirinya perlahan-lahan terkikis lenyap. Tahu-tahu ia tertidur dengan nyenyaknya.
Entah sudah berapa lama Bagus Boang tertidur dalam
keadaan tak sadar, tetapi tatkala terbangun, ia seperti


Bunga Ceplok Ungu Karya Herman Pratikto di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tersadar dari suatu mimpi buruk. Sebentar tadi ia merasa
dirinya dibawa terbang Lang-Iang Buwana melintasi gununggunung di seluruh jagad. Kemudian bertempur dengan
ratusan bayangan yang menyerang dirinya bertubi-tubi.
Tatkala ia tersadar benar-benar, segera bergerak hendak
membalikkan tubuh.
"Hai! Dimana aku berada ini?" la berseru kepada dirinya sendiri. Tangannya meraba-raba. Ia tercengang. Ternyata ia
berada di atas tempat tidur. "Suryakusumah! Fatimah! Di mana kalian" Eh, tempat apakah ini?"
Ia melayangkan matanya. Hari sudah cerah. Kecerahan
pagi hari. Didepannya menyongsong suatu jendela panjang.
Terasa angin lewat berdesir. Kemudian suatu keharuman
bunga terbawa masuk menusuk lubang hidungnya. Dan
dadanya terasa menjadi nyaman. Terus saja ia bangun dan
duduk berjuntai ditepi dipannya.
Mendadak ia seperti mengenal kamar itu. Ia jadi
keheranan. Katanya dalam hati, ah, benarkah aku berada
dalam kamarku sendiri" la mengucek-ucek matanya. Lalu
menggigit jarinya. Benar-benar tidak bermimpi, la mencoba
menggunakan ingatannya. Teringatlah dia, tadi ia mendaki
Gunung Patuha dengan menunggang Lang-Iang Buwana.
Jarak antara Gunung Patuha dan padepokan Argapura ratusan
pai jauhnya. Sekalipun andaikata Lang-Iang Buwana tiba-tiba mempunyai sayap, mustahil dapat membawa dirinya kembali
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ke rumah dengan sekejap mata. Atau tadi ia bertemu dewa"
Dan dewa itu mendukungnya terbang kembali kerumahnya"
Tidak! Di dunia ini belum pernah ada seorang bertemu dengan dewa. Teranglah, dia bukan lagi bermimpi. Dan kalau bukan
lagi bermimpi, apa sebab tiba-tiba dia berada dalam kamarnya sendiri"
Jendela yang berada didepannya menghadap ke timur.
Terbuat dari bambu dan terbuka separuh. Dengan begitu,
Bagus Boang dapat melepaskan mata keluar halaman. Tepat
di depan jendela, berdiri sebatang pohon kamboja. Hiasan
jendela begini ini hanya terdapat pada rumahnya sendiri. Juga perabot kamar. Sebuah meja panjang yang biasanya
dipergunakan untuk menulis atau membaca surat. Kemudian
didekatnya, sebuah lampu dinding. Dan di dinding pojok
kanan, tergantunglah hiasan bunga anggrek. Inilah macam
bunga kegemaran ibunya. Setiap kali ibunya menjenguk
kamarnya untuk melihat anggrek itu sambil menanyakan
kesehatannya. Maka tatkala ia mendengar langkah ringan di
luar kamar, segera ia turun dari tempat tidur seraya berkata,
"Ibu! Aku datang!"
Suara yang datang menghampiri pintu kamar tidak
menyahut. Hatinya tercekat karena biasanya ibunya lalu
memperhatikannya. Jangan lagi sampai diseru, selagi
berdeham saja ibunya pasti sudah memanggil namanya.
Tirai yang menutupi kamar tersingkap. Dan muncullah
seorang gadis yang menghadiahi senyum kepadanya. Paras
muka gadis itu bulat telur. Alisnya lentik, matanya cemerlang jernih bening. Hidungnya mungil dengan bibir merah muda
tipis membatasi bentuk mulutnya yang sedang. Paras
wajahnya cerah lembut sehingga serasi benar dengan kulitnya yang berwarna kuning langsat. Hanya saja kesannya masih
belum dewasa. Ia tersenyum untuk menyatakan kesan
hatinya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Melihat munculnya wajah itu, Bagus Boang tercengang.
Belum lagi ia dapat menentukan sikap, gadis itu telah
mendahului berkata: "Syukurlah. Engkau sudah dapat turun dari tempat tidurmu. Inginkah engkau pulang ke rumah
sampai memanggil-manggil ibumu?"
Halus suara kata-kata gadis itu. Dan mendengar katakatanya, Bagus Boang bertambah tercengang. Jadi, ini bukan
rumahku sendiri" Lantas rumah siapa" pikirnya.
Gadis itu datang menghampiri padanya dengan langkah
perlahan-lahan. Sekarang ia tidak tersenyum, tapi malah
tertawa. Kemudian berkata dengan suara lembutnya, "Mula-mula aku melihat seekor kuda putih lari'berjingkrakan. Tatkala aku menjenguk ke dalam jurang, engkau sudah menggeletak
didasarnya. Tak kukira engkau membawa-bawa pedang
mustika pula. Gntung pedangmu tak mengenai dirimu.
Rupanya terpental sewaktu engkau terbanting di atas tanah
lembek." Sederhana kata-kata gadis itu. Tetapi justru karena
sederhana, Bagus Boang menjadi terharu. Tiba-tiba saja ia
merasa hormat padanya. Tak terasa terlontarlah
pertanyaannya, "Sebenarnya siapakah engkau ini dan
dimanakah aku berada?"
Gadis itu tertawa manis, la tak menjawab pertanyaan
Bagus Boang, bahkan ia membalas dengan pertanyaan pula.
"Sebenarnya engkau ini siapa sampai ter-luka begini hebat.
Siapakah yang melukai dirimu" Coba, seumpama di rumah ini
tiada obat mujarab, bukankah nyawamu mengkhawatirkan
sekali?" "Terima kasih... terima kasih," Bagus Boang tersekat-sekat.
"Sekarang perkenankanlah aku mohon keterangan, di rumah siapakah aku kini berada?"
"Ini rumahku. Mengapa" Buruk, bukan?" sahut gadis itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bagus Boang terbelalak. Sekali lagi ia menjelajahkan
matanya seperti tadi. Rumahnya" Dia berpikir. Mengapa cara
mengatur perabot dan hiasan kamar bagaikan kamarnya
sendiri" Sekarang ia melemparkan pandangnya ke arah dinding.
Pada dinding" itu tergantung suatu lukisan. Lukisan tentang pertempuran di tepi Kali Udayasedane. Dan melihat lukisan
itu, hati Bagus Boang tergetar.
Di samping lukisan itu, tergantung pula sebatang pedang.
Mungkin itu sebatang pedang mustika. Sebab kesannya
mempunyai perbawa yang dapat meresap sampai ke ulu hati.
Dan melihat dua penglihatan itu, barulah Bagus Boang
percaya bahwa kamar itu bukan kamarnya sendiri, ia tak
mempunyai dua benda kuno itu.
Memperoleh ingatan itu, kini ia menje-Iahkan matanya
dengan kesadaran penuh. Tiap-tiap perabot kamar diamatamati dengan teliti. Ternyata kini nampak perbedaannya. Cat meja panjang, warna lampu dinding dan bunga anggrek.
Bunga anggrek di rumahnya berwarna putih, sedang di dalam
kamar itu berwarna ungu. Bagaimana bisa mirip dengan selera ibunya yang menanam pohon itu di depan jendela kamarnya.
Gadis itu mengawaskan paras wajah Bagus Boang yang
nampak menjadi bingung. Dan karena hatinya termangumangu ia jadi nampak tolol pula.
"Mengapa?" ia menyadarkannya dengan suatu pertanyaan.
"Kamarmu sangat indah. Mengapa di depan jendela itu
tumbuh pula sebatang pohon kamboja?" Bagus Boang
menjawab gopoh.
Gadis itu heran mendengar pertanyaannya. Mengapa
pertanyaannya aneh. Sejenak ia tertawa manis seraya
menyahut, "Itu selera ayahku atas permintaan Ibu. Mengapa?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan berpegangan dinding, Bagus Boang berjalan
tertatih-tatih menghampiri jendela, la melongok keluar jendela merenungi pohon kamboja itu. Lalu berkata pelan, "Bila melihat sebotong pohon kamboja, selalu ibu berdendang
begini untukku:
utun inji jabang bayi
nu karek lahir ka bumi
ibu bapak bungah ati
kitu deui kulawargi
pamuga muga anaking
pahang tulang pait daging
dijaga beurang jeung peuting
ulah berewit jeung rungsing
dipukpruk didama dama
ku ibu sareng ku rama
dianteur sakama kama
geusan udagan utama
sing inget waktu dikandung
di guha garba nyalindung
salapan bulan dikandung
nu matak dirajah kidung
Alih bahasa bebas:
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
adalah seorang bayi
yang sedang lahir ke bumi
ibu bapak senang hati
begitu juga keluarga
semoga anaknya bertulang kuat berdaging pahit
dijaga siang dan malam
jangan berisik jangan sakit
ditimang timang didamba damba
baik ibu maupun bapak
diantarkan sedapat dapatnya
jadilah manusia utama
ingatlah waktu dikandung
berlindung dalam kandungan
sembilan bulan dikandung
makanya dibuat senandung
Heran gadis itu mendengar
Bagus Boang pandai bersenandung nyanyian Sunda,
sampai matanya terbelalak. Itulah geguritan(pantun) "pantun Sawer Orok dan Sawer Budak Sunatan yang seringkali
disenandungkan orang-orang tua. Biasanya anak-anak muda
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seumur Bagus Boang tidak begitu senang pada nyanyian
daerah. Waktu itu pantai
Jawa sudah diraba VOC, Inggris, Portugis, Peranudayas,
Denmark dan bangsa-bangsa seberang lainnya. Pemudapemuda tanggung banyak yang menirukan lagu-lagu mereka
seperti burung beo, sebagai modal pemikat asmara. Terang
sekali Bagus Boang seorang pemuda kota pantai, apa sebab
dia gemar bersenandung nyanyian daerah.
Gadis itu mencoba. Katanya kagum, "Ah! Engkau seperti
ayahku senang bersenandung lagu daerah. Kulihat model
pakaianmu berasal dari tepi pantai. Bukankah begitu?"
Bagus Boang tercengang. Diam-diam ia kagum akan
keluasan penglihatan gadis itu. Tanpa merasa ia mengangguk.
Dan gadis itu meneruskan, "Kabarnya, orang-orang pantai pandai menyanyikan lagu Portugis4) benarkah itu?"
Sekali lagi Bagus Boang mengangguk kagum. Pikirnya,
mustahil apabila dia tak pernah meraba Pantai Laut Utara.
Kalau tidak, masakan ia mengetahui kemajuan zaman.
Gadis itu memang hendak mencoba. Maka ia lantas
menyanyikan lagu Dandang-gula. Bagus suaranya, sampai
Bagus Boang mengira sedang bermimpi:
gunung gede di garut ngadinding
henteu asa paturaj nya badan
udayakur jangkung jahe koneng
naha teu palaj tepung
sim abdi mah ngabeunjing leutik
ari ras udayamataan
gedong tengah laut
ulah kepalang nya bela
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
paripaos gunting pameulahan gambir
kaudayapta salamina
Alih bahasa bebas:
Dandanggula gunung gede di garut menjulang
tak terasa pertemuannya badan
kencur tinggi jahe kuning
kenapa tak mau bertemu
raga hamba keudayal mungil
bila air mata bertetesan
gedung tengah laut
jangan kepalang tanggung membela
peribahasa gunting pemotong gambir
terudayapta selamanya
Takjub bukan kepalang Bagus Boang mendengar lagu
suara dan bunyi baitnya. Indah lukisan kata tentang
pertemuannya sekarang. Benarkah demikian" Selagi dia
memikirkan arti kata-kata bait lagu itu, si gadis berkata:
"Sebenarnya ini lagu kesayangan Ayah. Seringkali Ayah
menyanyikan senandung itu sampai akhirnya aku hafal betul.
Tapi entah benar atau tidak."
"Mengapa tak benar" Inilah lagu Dan-danggula!" seru Bagus Boang cepat. Dan mendengar ucapan Bagus Boang,
gadis itu nampak berlega hati. Ternyata pemuda itu benarbenar mengerti tentang lagu daerah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kau tadi melongok keluar jendela, lalu bersenandung.
Agaknya ada suatu kenangan yang senantiasa meresap dalam
kalbumu. Pastilah suatu kenangan yang indah," kata gadis itu.
"Benar. Itulah senandung ibuku. Karena... karena..."
"Karena apa" Gadis itu mendesak."
"Kamar ini..." Bagus Boang ragu. "Cara mengatur kamar ini tidak ada bedanya dengan ibuku. Tadi aku mengira berada
dika-marku sendiri."
Mendengar keterangan Bagus Boang, hati gadis itu tertarik.
Matanya bercahaya. Katanya perlahan penuh perasaan,
"Alangkah bahagianya, engkau mempunyai seorang Ibu yang besar udayanta kasihnya kepadamu."
Bagus Boang memang dekat benar hatinya dengan ibunya.
Kasih sayang ibunyapun besar kepadanya. Itulah sebabnya,
mendengar pernyataan gadis itu, hatinya sangat bersyukur.
"Sayang, tidak demikian halnya dengan ibuku."Kata gadis itu. "Sudah sepuluh tahun ini, Ibu menyekap diri dalam biliknya. Aku bisa berbicara sepatah dua patah kepadanya,
manakala dia sedang berjemur di halaman, ltupun hanya
terjadi satu tahun sekali untuk dua tiga hari lamanya."
"O, jadi ibumu pun berada dalam rumah ini?" Bagus Boang terperanjat. "Aku belum menghadap padanya..."
Gadis itu menggelengkan kepalanya. Kemudian berkata
dengan suara berduka, "Kesehatan Ibu tak mengizinkan siapa pun juga untuk menemuinya. Itulah sebabnya, aku hanya
dapat bertemu padanya dua tiga hari selama satu tahun"
"Ah! Masakan...." Bagus Boang tak yakin
"Jangan lagi menemui seorang tetamu..." potong gadis itu meyakinkan. "Melintasi ruang depan ini, belum pernah."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Melihat wajah gadis itu yang bersungguh-sungguh, Bagus
Boang merasa bersalah. Untunglah, dalam sekejap saja paras
gadis itu kembali jernih. Tiba-tiba mengalihkan pembicaraan.
"Kau membawa-bawa pedang mustika. Kudamu pun kuda
jempolan. Tatkala aku membawamu kemari, binatang itu
mengikuti dari belakang sambil meringik. Pastilah engkau
seorang yang berilmu. Dari siapakah engkau belajar ilmu
pedang?" Mendengar pertanyaan itu, Bagus Boang keripuhan.
Menjawab asal, "Ibuku yang mengajari aku ilmu pedang."
"Ibumu?" Gadis itu terbelalak. "Apakah ayahmu tak pandai bermain pedang?" Bagus Boang menundukkan mukanya. Sulit ia hendak menjawab pertanyaan gadis itu. Ia berusaha agar
jangan mengecewakan gadis yang telah menyelamatkan
jiwanya. Tapi pun ia teringat, bahwa gadis itu belum
dikenalnya. Sedangkan pada waktu itu ia masih harus memikul tugas yang berbahaya. Maka ia membohong terpaksa.
"Ayahku... ayahku telah meninggal dunia semenjak aku
masih belum dapat merangkak-rangkak..."
"Ah!" gadis itu berseru pilu. Lalu membungkam.
Bagus Boang jadi perasa. Selama ini belum pernah ia
berbohong. Apalagi terhadap seorang gadis yang kini bahkan
telah menolong jiwanya. Maka cepat-cepat ia memperbaiki.
"Aku bernama Bagus Boang. Siapakah namamu" Apakah


Bunga Ceplok Ungu Karya Herman Pratikto di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ayahmu berada pula di dalam rumah?"
Gadis itu tertawa manis, katanya lembut: "Aku tidak
mengharapkan balasan budi. Apa sebab engkau bertanya
tiada habisnya?"
Merah paras muka Bagus Boang. Ia terlalu polos sampai
pula menanyakan pantangan seorang gadis yang baru untuk
pertama kalinya bertemu. Mama, umur dan hari lahir biasanya merupakan rahasia pelik bagi seorang gadis. Tetapi gadis itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terlalu menarik hatinya, sehingga ia lupa pada undang-undang itu.
Matahari di luar jendela sudah sepeng-galah tingginya.
Gadis itu melemparkan pandang ke tengah alam. Ia seperti
tersadar. Lalu berkata, "Satu malam penuh engkau tertidur nyenyak. Pastilah perutmu sudah memerlukan isi. Tunggulah
sebentar."
Sebenarnya kehadiran gadis itu lebih berharga daripada
segala makanan di pagi hari yang hendak disediakan. Mau ia
menahannya, namun takut salah. Mulutnya sudah bergerak,
namun batal dengan sendirinya. Maka tatkala gadis itu
memutar badannya kemudian berjalan hendak keluar kamar,
ia hanya mengikuti pandang dengan membungkam mulut.
Diluar dugaan, sewaktu sampai diambang pintu, gadis itu
mendadak menoleh sambil tertawa manis. Katanya mengalah,
"Baiklah, kukatakan padamu. Namaku Ratna Permanasari. Kau boleh memanggilku dengan Ratna atau Permanasari atau Sari.
Sesukamulah! Permanapun boleh. Hanya saja kedengarannya
terlalu mentereng bagi orang pegunungan. Ayahlah yang
memberi nama itu. Katanya hendak meniru-niru nama seorang
kelahiran kota besar."
Mendengar nama "Sari", hati Bagus Boang terkesiap.
Ibunya bernama Sari pula. Gdani Sari Ratih! Pikirnya menduga duga, ayahnya yang memberinya nama Sari, biasanya nama
itu menunjukkan asal keturunan. Apakah... apakah... Ah, siapa pun boleh mengenakan nama Sari. Siapa yang melarang" Di
dunia manakah terdapat undang-undang tentang nama
seseorang" Selagi ia sibuk berpikir demikian, Ratna
Permanasari sudah menghilang dibalik tirai.
Kembali ia merenung-renung seorang diri di dalam kamar
itu. Ia mencoba menguasai pikirannya yang melonjak-lonjak
karena belum memperoleh jawaban yang memuaskan hatinya.
Baginya, semuanya masih berkesan teka-teki. Karena tidak
ada yang dilakukan lagi, ia mencoba merentang-rentangkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kaki dan tangannya. Lega hatinya karena kedua kaki dan
tangannya dapat bebas bergerak. Juga dadanya yang kemarin
terasa nyeri luar biasa, pulih kembali seperti sediakala.
Pukulan Suryakusumah bukan pukulan lumrah. Tetapi kena
obat mujarab Ratna Permanasari lenyap tiada bekasnya, pikir Bagus Boang. Pastilah dia berasal dari keluarga yang kenal
ilmu silat. Ia menegakkan kepalanya, merenungi lukisan yang
tergantung pada tembok samping. Tatkala pandang matanya
tertumbuk pada sebatang pedang yang berkesan agung,
hatinya tertambat. Ingin ia melihatnya, tetapi rasa tata
santunnya tidak mengizinkan. Beberapa saat ia bergulat dalam dirinya. Ternyata ia tak mampu membendung kehendak
hatinya. Perlahan-lahan ia menghampiri dan menurunkan
pedang itu dari dinding. Hati-hati ia menghunusnya. Dan
benar-benar pedang istimewa. Suatu sinar hijau samar-samar
memancar dari logamnya.
Usia Bagus Boang kurang lebih dua puluh tiga tahun. Tapi
ia seorang ahli alat-alat senjata. Begitu melihat pedang itu, hatinya tercengang.
Ini bukan sembarang pedang! pikirnya bolak balik di dalam
hati. Terhadap seorang asing pedang begini dibiarkan
tergantung di sini. Untuk pedang ini, berani seseorang
mempertaruhkan nyawanya. Kalau Ratna Permanasari tidak
percaya penuh kepadaku, siang-siang sudah disimpannya
baik-baik. Dengan seksama ia mengamat-amati. Pada gagangnya
tergurit suatu ukiran huruf kuno. Huruf daerah (Sunda) pada zaman dua ratusan tahun yang lampau. Ia mencoba
mengingat-ingat kembali bunyi huruf kuno itu. Sewaktu dia
masih berumur tujuh delapan tahun, ibunya pernah mengajari.
Menurut pesan ibunya, 'Itulah huruf pusaka turun temurun.
Betapa pun juga, tak boleh lenyap dari sejarah'. Sekali lagi ia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengamati-amati lebih teliti lagi. Lantas saja berbunyilah
huruf itu : SANGGA BUWANA
Sangga Buwana adalah nama sebuah gunung, tinggi 1919
meter yang berada jauh di sebelah selatan Banten. Kakinya
meraba pantai selatan, mendekati teluk Pelabuhan Ratu.
Sungai Udayamadur, Udayadurian, Udayaberang dan
Udayabareno bermata air pula di situ. Penduduk memujanya
sebagai tangga menuju surga tempat dewa-dewa
bersemayam. Itulah sebabnya, gunung itu di sebut Gunung
Sangga Buwana. Semenjak zaman ratusan tahun yang lalu,
banyak orang-orang sakti bermukim di situ. Karena itu tidak mengherankan bahwa pedang Sangga Buwana berasal pula
dari tangan orang-orang sakti zaman kuno yang bermukim di
pinggang Gunung Sangga Buwana.
Ayah Bagus Boang adalah Pangeran Pur-baya yang pada
zaman mudanya seringkah mendaki gunung menuruni jurang.
Pengetahuannya banyak yang diwariskan kepada isterinya.
Maka ibu Bagus Boang"Odani Sari Ratih"pandai
meriwayatkan pusaka-pusaka kuno yang ada hubungannya
dengan sejarah kerajaan di Jawa. Sesekali pernah pula
disinggung nama pedang Sangga Buwana. Hal itu disebabkan,
selain Pangeran Purbaya seorang ahli pedang, ia pun
mengharapkan anaknya menjadi seorang ahli pedang juga
dikemudian hari.
Menurut tutur kata Udani Sari Ratih, pedang Sangga
Buwana entah sudah berapa kali berpindah tangan. Yang
terakhir jatuh pada Raja Pakuan: Prabu Sedah. Sewaktu
Sultan Yusuf menyerbu Kerajaan Pakuan, pedang Sangga
Buwana memegang peranan sangat penting. Beberapa kali
Sultan Yusuf mencoba merampas Kerajaan Pakuan, namun
tetap saja gagal. Para pahlawannya tidak ada yang berani
mendekati Sangga Buwana. Karena pedang itu tajam luar
biasa. Senjata macam apa pun tak dapat melawannya. Sekali
terbentur pasti ran-tas seperti terajang. Akhirnya dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
suatu tipu muslihat, pedang Sangga Buwana dapat tercuri.
Dan pada tahun 1579, Prabu Sedah tewas tertikam pedangnya
sendiri oleh salah seorang pahlawan Sultan Yusuf yang
kebetulan menjadi nenek moyang Pangeran Pur-baya. Sampai
di sini, Udani Sari Ratih tak mau meneruskan riwayat pedang pusaka itu. Ia seperti lagi menyembunyikan suatu rahasia
yang bersangkut paut erat dengan keluarganya. Dia hanya
pesan kepada pu-tera tunggalnya itu. Alangkah baiknya
manakala Bagus Boang dikemudian hari dapat memiliki pusaka
Sangga Buwana. Sama sekali tak diduganya, bahwa pedang
itu dapat diketemukan dalam kamar itu. Apakah pedang ini
milik keluarga Ratna Permanasari" Pikirnya sibuk. Ia memeras otaknya untuk mencoba memecahkan teka teki besar itu.
Tetap saja ia belum memperoleh kepastian, sampai
pendengarannya menangkap suara langkah Ratna
Permanasari. Cepat-cepat ia mengembalikan pedang Sangga
Buwana ketempatnya semula.
Tepat pada saat itu, muncullah Ratna Permanasari dari
balik tirai. Ia datang dengan membawa niru penuh dengan
nasi dan masakan. Dengan tertawa ia berkata ramah.
"Nasi yang kubawa ini nasi lembut. Kau baru saja sembuh.
Aku mengkuatirkan perutmu belum tahan menerima makanan
kasar." la mengawaskan Bagus Boang yang tidak segera
menyahut. Melihat dahi anak muda itu mengerenyit, ia berkata lagi penuh pertanyaan. "Kau sedang memikirkan apa?"
Sekali lagi ia mengamat-amati wajah Bagus Boang. Paras
pemuda itu seakan-akan sedang memikirkan sesuatu yang
mengherankan hatinya. Segera ia mengikuti pandangnya.
Dilihatnya sarung pedang bergerak-gerak. Dan tahulah ia
sebab musababnya. Lantas saja ia tertawa lagi penuh
pengertian. "Ah, kiranya engkau tertambat dengan
pedangku?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya benar," sahut Bagus Boang perlahan oleh rasa malu.
"Pedang itu luar biasa..."
"Luar biasa bagaimana?"
"Agaknya sebilah pedang kuno."
Sambil meletakkan niru, Ratna Permanasari berkata:
"Benar. Menurut Ayah, pedang itu dibuat pada zaman
Pajajaran oleh Empu Sempani. Pandang matamu sangat
tajam!" "Apakah pedang ini merupakan pedang keturunan
keluargamu?"
Ratna Permanasari tersenyum. Matanya bercahaya. Ia lalu
menjawab, "Mestinya harus begitu. Kalau tidak, masakan sampai tergantung di sini. Itulah pedang mustika Ayah.
Biasanya selalu dibawanya kemana dia pergi. Dan tiada
seorangpun diperkenankan merabanya. Ibu tidak, aku pun
tidak. Baru beberapa minggu yang lalu, tatkala aku berumur
sembilan belas tahun, mendadak pedang itu diberikan
kepadaku sebagai hadiah."
Setelah berkata demikian, wajah Ratna Permanasari
bersemu merah. Ia menyesal, apa sebab sampai
memberitahukan umurnya kepada seorang pemuda asing.
Beba-rapa jam yang lalu, tak sudi ia memperkenalkan nama
atau asal usulnya meski Bagus Boang mendesaknya. Tapi
sekarang, tanpa diminta ia sudah memberitahukan segalanya.
Bukankah keterlaluan"
Bagus Boang tidak menghiraukan keadaan hati Ratna
Permanasari. "Jika begitu, pastilah engkau seorang ahli silat."
"Ahli?" mata Ratna Permanasari membelalak. "Kata Ayah, aku belum mewarisi ilmu kepandaiannya meskipun hanya
sepertiga bagian saja. Mana bisa di sebut ahli!"
Bagus Boang tercengang. Diluar dugaannya sendiri, gadis
itu ternyata berhati terbuka. Hati Bagus Boang makin tertarik.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Engkau senantiasa bersikap segan-segan terhadapku"
katanya. "Alangkah senang hatiku jika engkau sudi
memperlihatkan barang sejurus dua jurus kepadaku. Biarlah
mataku terbuka lebih lebar lagi."
"Ilmu kepandaianmu melebihi aku. Sepuluh kali lipat
barangkali. Betapa aku berani mempertunjukkan ilmu warisan
yang hanya kumiliki tiga bagian saja?"
"Bagaimana kau bisa tahu, bahwa aku memiliki ilmu
kepandaian?" Bagus Boang tercengang. "Kapan kau pernah menyaksikan?"
"Kau menderita luka parah, masih pula terbanting di dasar jurang. Namun kesehatan dan tenagamu pulih kembali hanya
dalam waktu satu hari satu malam saja. Kalau engkau tidak
memiliki ilmu tenaga dat, bagaimana dapat pulih secepat itu,"
sahut Ratna Permanasari gampang. "Apa yang kutelankan
dalam mulutmu sesungguhnya bukan obat mujarab. Itu buah
Dewa Ratna. Memang khasiatnya dalam dunia ini tidak ada
bandingnya. Nama Dewa Ratna hanya terdapat dalam cerita
Ramayana. Konon kabarnya"pada suatu kali Prabu Siliwangi
Raja Pajajaran menerima anugerah dewa dan kemudian
ditanamnya di dalam salah satu tamannya yang luas. Buah itu hanya muncul pada penglihatan manusia seratus tahun sekali
untuk selama satu hari saja. Hal itu terjadi karena pada suatu hari kena raba tangan seorang wanita. Lucu ceritanya,
bukan" Seseorang"seumpama tiada tenaga, manakala
menelan buah itu, akan menjadi kuat seperti gajah. Seorang
pikun, manakala ia menelan buah Dewa Ratna, akan menjadi
muda kembali. Paling tidak akan panjang usianya." Sampai di sini Ratna Permanasari tertawa geli. Kemudian melanjutkan
lagi, "Aku belum pernah menelannya. Tetapi Ayah berkata, bahwa buah Dewa Ratna itu besar faedahnya untuk seseorang
yang sedang menderita luka dalam.
Meskipun khasiatnya besar, seumpama engkau tidak
memiliki ilmu dat sakti dalam badanmu, mustahil dapat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengembalikan tenaga dan kesehatanmu seperti sediakala
hanya dalam waktu satu hari satu malam saja. Entahlah, kalau engkau percaya do-ngengan itu."
Mendengar tutur kata Ratna Permanasari tentang buah
Dewa Ratna yang sudah ditelannya, ia tercengang sampai
terpaku. Tentang kesaktian buah itu, hampir tiap murid di
perguruan pasti mengenal sebagai pengetahuan dasar.
Walaupun tidak sebesar do-ngengannya, namun memperoleh
buah sakti tersebut tidaklah mudah. Seseorang yang hanya
mengandalkan kepada kepanjangan umur seratus tahun
belaka, belum tentu berhasil. Maka apa dasarnya, Ratna
Permanasari menelankan buah berharga itu ke dalam
mulutnya, sedangkan dia sendiri belum pernah berkenalan"
Memikirkan demikian, hati Bagus Boang menjadi terharu.
Ratna Permanasari sendiri tidak menyadari pikiran Bagus
Boang. Masih ia meneruskan perkataannya. "Menurut
pendapatku, ilmu kepandaianmu tak berselisih jauh dengan
ayahku. Mungkin sejajar pula. Sedang Ayah tiada di rumah.
Dia baru berpesiar turun gunung. Seumpama berada di
rumah, engkau akan dapat mengajaknya membicarakan soalsoal pelik."
Bagus Boang menghela napas.
"Meskipun aku belum berjodoh bertemu dengan ayahmu,
tetapi mendengar kete-ranganmu saja tahulah aku bahwa
ayahmu seorang pendekar besar. Karena itu, makin berani aku memintamu agar engkau sudi memperlihatkan sejurus dua
jurus kepadaku!"
Ratna Permanasari tertawa. "Selamanya aku berada di
sini"bercokol di atas gunung. Tiada sekelumit
pengalamanku." Ia berkata dengan terus terang. "Menurut hematku, di dunia ini hanya Ayah seorang yang pandai ilmu
silat. Itulah sebabnya aku memuji-muji-nya setinggi langit.
Benar-benar aku membuatmu tertawa saja." Ia berhenti
mencari kesan. Mengalihkan pembicaraan. "Kau, makanlah!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Aku akan memperlihatkan sejurus dua jurus kepadamu. Hanya
saja, kalau ada kekurangannya, maukah engkau memberi
petunjuk-petunjuk?"
Mendengar keputusan Ratna Permanasari, hati Bagus
Boang girang. Tentu saja ia menyahut, "Aku akan
menghabiskan semua masakanmu."
"Kau ini pandai mengambil hati orang melebihi dugaanku,"
ujar Ratna Permanasari. Segera ia menyajikan hidangan yang
dibawanya tadi. Kemudian ia menghampiri pedangnya dan
dihunusnya dengan tangkas. Sebelum Bagus Boang sempat
memasukkan nasi lembut ke dalam mulutnya, Ratna
Permanasari sudah memperlihatkan ilmu pedang warisan
ayahnya. Hebat gerakannya. Tiba-tiba saja sinar pedang Sangga
Buwana yang kehijau-hijauan memancarkan cahaya kemilau
menyilaukan mata. Bagus Boang kagum melihat gerakan
Ratna Permanasari yang lembut, lincah dan gesit. Pedang
Sangga Buwana yang tergenggam di dalam tangannya
bergerak tiada putusnya mengikuti kemauan majikannya. Ia
menikam, menusuk, menggurat, memotong, memapas dan
membabat dengan sangat serasi. Nampaknya suatu gerakan
indah tak ubah suatu tarian, tetapi mengandung ancaman
dahsyat. Baru Bagus Boang memperhatikan gerak tipunya,
sekonyong konyong tubuh Ratna Permanasari berkelebat.
Gerakannya kini pesat dan cepat luar biasa, hingga cahaya


Bunga Ceplok Ungu Karya Herman Pratikto di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pedang Sangga Buwana kelihatan bagaikan segumpal asap
bergulungan. Kamar itu terlalu sempit untuk
mempertontonkan gerakan ilmu pedang. Walaupun demikian
gerakan pedang Ratna Permanasari seperti tidak merasa
terhalang. Jurusnya terjadi dengan sangat wajar. Lincah
berlenggak lenggok bagaikan ratusan lalat terbang
berserabutan, tapi indah dipandang mata. Semua penjuru,
keblat dan bidang gerak kena ditutupnya. Sehingga andaikata
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bertempur benar-benar, sulit lawannya untuk
mengembangkan jurus perlawanannya.
Diam-diam Bagus Boang menghela napas oleh rasa kagum
bukan main. Orang berkata, bahwa ilmu pedangnya sudah
mahir. Tetapi apabila dibandingkan dengan kemahiran Ratna
Permanasari belum tentu dapat menandingi.
Kerapkali perguruan Bagus Boang dikunjungi pendekarpendekar kenamaan di seluruh Jawa Barat. Manakala mereka
datang, gurunya selalu minta kepadanya agar memperlihatkan
ilmu pedangnya. Dengan demikian, Bagus Boang mempunyai
kesempatan untuk mengenal macam ilmu pedang yang
terdapat di Jawa barat. Sekarang ia melihat ilmu pedang
Ratna Permanasari, sekian lama berpikir tak dapat ia
mengenalnya. Kelincahan dan kegesitannya mirip dengan ilmu
pedangnya sendiri. Tetapi keperkasaan serta kerapatannya
mirip ilmu tongkat baja Suryakusumah. Dan kelembutan serta
keganasannya mirip ilmu pedang Fatimah.
Sekonyong konyong sambil bergerak lincah, Ratna
Permanasari berkata dengan suara wajar: "Ayah berkata, bila aku memainkan jurus ini, dalam hatiku harus aku menyanyi
begini: hingkang serat miwah pangabakti
medal saking ikhlasing werdaya
abdi dalem sunda kilen
kang dahat budia panggung
kang tetengga pasiten gusti
kita ing pamoyanan
tepising udayaanjur
arya wira tanu datar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
muga kunjuk ing dalem kanjeng dipati
sinuhun ing mataram...
Alih bahasa bebas:
dengan surat berbareng salam bakti
yang membersit dari keikhlasan
hati hambamu dari sunda barat
yang berbudi sombong
yang menunggu wilayah paduka
di kota pamoyanan
di perbatasan udayaanjur
arya wira tanu datar
semoga diterimalah di hadapan duli
tuanku raja di mataram...
"Menurut Ayah, itulah tata santun yang memuji nenek
moyang, karena tidak mengingkari asal ilmu pedang ini. Pada zaman dahulu adalah ilmu pedang udayaptaan Arya Wira Tanu
Datar yang hendak dipertontonkan dihadapan Raja Mataram.
Ah, rupanya Pasundan mempunyai hubungan budaya sangat
erat dengan Mataram. Tahukah engkau?"
Bagus Boang terbenam mendengar bait nyanyian itu.
Sudah barang tentu ia tahu hubungan budaya antara
Pasundan dan Mataram. Bahkan Kerajaan Banten berasal
darah dengan Mataram. Hanya saja siapa yang bernama Arya
Wira Tanu Datar, masih asing baginya. Mendengar namanya,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pastilah ia seorang pendekar sakti yang lama memendamkan
diri. Pastilah pula riwayat hidupnya sangat menarik.
Dalam pada itu,
Ratna Permanasari
sudah berhenti bersilat pedang. Ia
tertawa manis, lalu
menanyakan bagaimana pendapatnya tentang nyanyian
itu. Memperoleh
pertanyaan itu,
merah muka Bagus
Boang. Dengan sesungguhnya ia
belum mengenal siapa Arya Wira
Tanu Datar itu.
Ingin ia minta keterangan, tapi
hatinya segan. Ia
takut dikatakan
terlalu melit. Maka
tatkala mulutnya
hendak bergerak, ia
membatalkan sendiri. Kemudian berkata mengakui, "Aku
terlalu malas mendengarkan riwayat kuno...."
Gadis itu nampaknya tidak begitu menanggapi. Dengan
memasukkan pedang Sangga Buwana ke dalam sarungnya.
"Aku sudah membawakan hidangan sekedarnya untukmu.
Akupun sudah mempertontonkan ilmu pedangku yang belum
sempurna. Kenapa masih saja engkau belum mencoba
masakanku?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ditegur demikian, Bagus Boang tertawa, ujarnya: "Aku
kagum kepada ilmu pedangmu sampai lupa menyuap nasi.
Maafkan." Setelah berkata demikian, ia lalu menyuap.
Sedehana hidangannya, tapi sedap rasanya. Tatkala melihat
masakan kulit ayam, hatinya tercekat. Pikirnya: Hai! Hanya
Ibu yang mengerti kegemaranku. Mengapa dia pun masak
begini" Karena memikir demikian, sesaat ia lupa menyuap. Ratna
Permnasari lantas jadi perasa. Katanya berhati-hati, "Apakah tidak cocok dengan seleramu" Ini masakan gunung."
"Bukan! Bukan begitu! Aku justru heran," katanya cepat.
"Malahan enak sekali. Masakan ini seperti masakan ibuku."
Paras Ratna Permanasari bersemu merah, la merasa kena
teguran halus. Maka cepat-cepat ia berkata dengan suara
berduka. "Selamanya belum pernah sekali juga aku turun gunung. Semua pengetahuanku hanya ku-peroleh dari Ayah.
Aku belajar memasak sendiri, kadangkala Ayah mengawasi."
"Ratna! Masakan ini enak sekali. Masakan kulit ayam ini adalah masakan kegemaranku," kata Bagus Boang khawatir.
Melihat wajah Bagus Boang sungguh-sungguh dan
memanggil namanya untuk yang pertama kalinya, ia girang
dan bersyukur, la menghampiri jendela dan menyibakkan
tirainya. Harum bunga lantas saja merayap masuk melalui
hidung. "Kemarin kau jatuh terbanting di dasar jurang. Dan baru saja engkau sembuh. Meskipun mujarab khasiat buah Dewa
Ratna, tetapi engkau harus beristirahat dahulu. Biarlah
kuambil secawan arak istimewa," katanya ramah.
"Tetapi aku tidak biasa minum arak!" seru Bagus Boang.
"Hm... penduduk gunung rata-rata menggunakan arak
sebagai penghangat badan. Tunggulah! Arakku bukan arak
biasa. Kau terka saja, macam arak apa nanti" bantah Ratna
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Permanasari sambil tertawa. Ia lalu menghilang di balik tirai.
Dan benar saja, sebentar lagi ia muncul kembali dengan
membawa segelas arak berwarna hijau muda.
"Arak apa ini?" Bagus Boang tercengang
"Minumlah!" perintah Ratna Permanasari.
Percaya kepada kesungguhan gadis itu, bagus Boang
meneguk arak itu sampai habis. Tetapi begitu arak itu masuk ke dalam tulang sumsumnya, tiba-tiba ia merasakan sesuatu
yang aneh. "Kau... kau., eh, arak apakah ini" Mengapa...." seru Bagus Boang terkejut. Tiba-tiba saja lidahnya menjadi kaku. Dan ia tak dapat berbicara lancar lagi. Tatkala hendak menggerakkan tubuhnya, tulang belulangnya serasa terlolosi. Rasa kantuk
yang tak dapat di tahan lagi melengket di kelopak matanya.
Beberapa kali ia menguap. Ia kaget bercampur bingung.
Ratna Permanasi mendorongnya dengan perlahan.
Ternyata Bagus Boang lantas saja roboh tak dapat berkutik.
Parasnya membayangkan rasa kaget, sesal dan kecewa. Ingin
ia menyampaikan perasaannya, tapi mulutnya terkunudaya
rapat. Matanyapun tertutup. Samar-samar ia mendengar
langkah ringan meninggalkan kamarnya. Terdengar Ratna
Permanasari berkata sambil tertawa.
"Hari ini cukuplah sudah engkau menggunakan pikiranmu.
Lebih baik begitu daripada banyak yang kau tanyakan."
Setelah mendengar kata-kata itu selintas, Bagus Boang
tertidur pulas.
* * * Waktu petang telah tiba sebentar tadi, tatkala Bagus Boang
membuka mata. Penglihatannya masih samar-samar. Di celah
celah atap, nampak cahaya bulan sabit tengah membagi
sinarnya. Angin membawa hawa gunung yang sejuk dingin
meresapi tubuh. Dari dalam rumah itu, terudayaum bau dupa.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Teringatlah dia, penduduk mempunyai kebiasaan membakar
dupa pada hari Selasa Kliwon atau Jumat Kliwon. Mereka
menganggapnya sebagai hari keramat. Maka Bagus Boang
segera dapat menentukan, bahwa hari itu memasuki malam
Selasa Kliwon. Perlahan-lahan ia melayangkan matanya. Masih ia berada
dalam kamar semua. Dide-katnya bertambah dengan sebuah
meja keudayal. Diatasnya tersedia teko yang masih terasa
hangat. Teringat akan kejadian tadi pagi, ia mencoba menarik
napas dan menggerakkan anggota tubuhnya. Ternyata
napasnya terasa segar bugar. Begitu juga anggota badannya.
Bahkan seluruh ruas tulang-tulangnya tak terasa nyeri, la
bangun menegakkan badannya. Benar-benar menjadi nyaman,
segar dan penuh. Sekarang mengertilah ia maksud Ratna
Permanasari. Ia menyesali diri sendiri apa sebab tadi ia sangsi dan berpikir yang bukan-bukan. Sekarang hatinya berbalik
mengucapkan rasa syukur.
"Rupanya arak kehijau-hijauan tadi bukannya sekedar
penghangat badan semata. Agaknya mengandung pula
ramuan khasiat mujarab. Ah, tadi aku menyangka yang
bukan-bukan, sampai teringat pada racun yang berbahaya."
Hendak ia turun dari tempat tidurnya, tiba-tiba ia
mendengar langkah di luar kamar. Mengira bahwa itu langkah
Ratna Permanasari, segera ia hendak menyambut untuk
menyatakan kelirunya prasangkanya tadi.
Tiba-tiba pendengarannya beragu. Langkah itu berat dan
lebih dari seorang. Maka cepat ia mendekam di bawah
jendela, mengintip keluar.
Di ruang sebelah, dian telah dinyalakan. Dua bayangan
nampak berlenggok pada dinding. Segera ia mendengar suara
bagaikan genta. Kemudian berkata nyaring, "Saudara Harya Udaya! Tempatmu bertapa ini benar-benar tak ubah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
khayangan. Pandai engkau memilih bumi. Pantas engkau
betah bermukim di sini bertahun-tahun lamanya. Sebaliknya
aku, meskipun kata orang kedudukanku lumayan juga, tapi
sebenarnya tidak beda dengan seekor kuda yang lari pon-tang panting ke sana ke mari mengarungi angin dan' lautan debu.
Ah, dibandingkan dengan dirimu, hm... rasanya masih jauh
ketinggalan."
Wajar kata-kata orang itu, tetapi bagi telinga Bagus Boang
bagaikan guntur menggelegar dalam telinganya. Dia
menyebut nama Harya Udaya sebagai pemilik rumah itu"
Orang itulah justru yang hendak dibunuhnya. Ah, kalau begitu ia berada di tengah musuh. Dengan sendirinya seisi rumah
pula, termasuk Ratna Permanasari yang telah menawan
hatinya. Lalu ia mendengar suara jawaban.
"Selama belasan tahun ini, aku tidak memperoleh kemajuan satu jengkal jua. Sebaliknya engkau sudah menjadi pembantu
seorang raja terdekat. Seorang raja yang bijaksana dan
berhasil. Karena itu, kerapkali aku mendengar kabar tentang jasamu yang disebut-sebut orang. Bagaimana mungkin
dibandingkan dengan orang gunung seperti aku ini."
Tenang suaranya. Suara seorang yang berusia tua. Tentang
riwayat hidup Harya Udaya, ia hanya mendengar sedikit.
Gurunya menyebutnya sebagai seorang pengkhianat yang tak
tahu budi. Karena itu sewaktu ia menerima tugas untuk
membunuhnya, ibunya tidak menghalang-halangi, la hanya di
pesan agar berhati-hati dan waspada. Sekarang nyatalah, dia justru bersahabat dengan seorang kepercayaan Sultan, la jadi berpikir keras untuk persiapan diri.
Tatkala itu terlihatlah suatu api dari balik tirai pintu ruang dalam. Ratna Permanasari datang dengan membawa lampu
menyala. Begitu tiba di ruangan itu, ia berkata menyambut.
"Ayah baru saja pulang?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya," sahut Harya Udaya dengan suara dalam. "O ya, ini pamanmu Arya Wirareja. Dialah komandan Bhayangkara
Kerajaan Banten.
Ratna Permanasari agaknya belum mengerti apa arti
Bhayangkara. Itulah pasukan pengawal pribadi Sultan. Besar
kekuasaannya. Sebab selain menjaga keamanan Sultan,
tugasnya merangkap pula sebagai penyelidik. Maka ia
berkuasa untuk menangkap siapa yang dicurigai. Barangsiapa
bertemu dengan Arya Wirareja akan bersedia mendekam
dihadapannya. Sebaliknya Ratna Permanasari hanya
bersembah dada seperti adat istiadat lumrah yang berlaku di tanah Pasundan untuk menghormati orang-orang tua.
Arya Wirareja semenjak dahulu adalah pengawal Sultan
Haji yang kenamaan. Berkali-kali ia menyelamatkan nyawa
Sultan. Bahkan dia pulalah yang menentukan kemenangan
Sultan Haji atas Pangeran Purbaya. Karena itu ia merupakan
seorang hamba Sultan Haji yang besar jasanya terhadap
kebangunan pemerintahan baru.
Dengan Harya Udaya, sudah barang tentu bertentangan
kedudukannya. Sebab Harya Udaya justru pengawal Pangeran
Purbaya. Bagus Boang tahu akan hal itu. Karena itu ia heran, mengapa Arya Wirareja petang hari itu mengunjungi rumah
Harya Udaya. Tetapi Harya Udaya seorang pemuda yang cerdas. Segera
ia dapat menduga-duga. "Harya Udaya seorang pengkhianat.
Rupanya dia kini berhubungan dengan pihak raja. Sekarang
raja mengutus Arya Wirareja mengadakan kunjungan balasan
pada petang hari ini." Dan memperoleh dugaan itu, hatinya gusar bercampur cemas.
Tatkala ia menerima tugas untuk membinasakan Harya
Udaya, tahulah dia betapa tinggi ilmu lawannya. Namun ia
sudah memutuskan untuk mengorbankan jiwa bagi
kebangunan para pendekar merebut tahta Kerajaan Banten.
Tetapi setelah melihat ilmu pedang Ratna Permanasari yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dipertontonkan tadi pagi, hatinya kian menyadari malapetaka itu. Ia tak takut mati, tapi tak mau terhina. Bukankah seorang yang tinggi ilmunya dapat mempermain-mainkan lawannya
dahulu sebelum menghabisi nyawanya" Ia bakal tak ubah
dengan seekor tikus kena dipermainkan kuudayang sebelum
diterkam mati. Dan laki-laki di dunia manakah yang sudi
menemui malapetaka demikian" Seorang laki-laki boleh


Bunga Ceplok Ungu Karya Herman Pratikto di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dibunuh tanpa liang kubur, tetapi jangan sampai kena hina.
Celakanya, Harya Udaya bahkan didampingi Arya Wirareja,
salah seorang jago Sultan Haji yang diandalkan.
Disamping semuanya itu, teringatlah dia pada Ratna
Permanasari. Hatinya lantas menjadi gelisah. Gadis itu telah menolong jiwanya. Dan Harya Udaya adalah ayah Ratna
Permanasari. Seumpama dia malaikat sakti, sampai hatikah ia menurunkan lonceng maut pada ayahnya" Sedangkan
menurut tutur katanya, hanya ayahnya itulah tempat sandaran ketentraman hatinya. Ibunya sendiri hampir tak pernah
dilihatnya, karena selalu menyekap diri dalam kamarnya. Tak terasa ia menghela napas.
"Siapa yang berada dalam kamar depan itu?" tiba-tiba Harya Udaya bertanya. Mendengar bunyi pertanyaan itu Bagus
Boang kaget sampai berjingkrak. Secara wajar tangannya
menggerayangi bawah bantal. Pedang mustikanya tadi berada
di bawah bantal.
"Seorang pemuda yang menderita luka parah," jawab Ratna Permanasari. "Kutemukan dia jatuh terdampar di dasar jurang bertanah lembek. Aku bawa dia kemari untuk..."
"Kenapa sampai terluka" Siapa dia sebenarnya?" potong Harya Udaya. Suaranya terdengar berwibawa. Harya Udaya
merasa diri berkhianat terhadap junjungannya. Ia menyekap
diri di atas gunung. Merasa cemas apabila rekan-rekannya
datang untuk menghukumnya, ia senantiasa menaruh curiga
terhadap sesuatu hal yang baru.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Entahlah," jawab Ratna Permanasari. "Sudah lewat satu hari satu malam dia tertidur pulas. Maka tak sempat berbicara dengannya."
"Ah, Ratna! Mengapa engkau main tolong segala"
Bukankah engkau belum pernah mengenalnya" Inilah yang
dinamakan orang mencari-cari kesulitan sendiri."
"Kata Ayah, orang hidup ini wajib menolong sesamanya.
Mengapa Ayah mencela aku menolong seseorang yang sedang
menderita luka parah?" sahut Ratna Permanasari tak senang.
Suaranya seperti setengah meng-gerembengi. "Masakan aku harus membiarkan saja ia tergeletak di dasar jurang, sedang aku tahu nyawanya masih bisa ditolong?"
Harya Udaya diam seperti sedang menimbang-nimbang.
Sejenak kemudian terdengarlah suaranya lagi. "Baiklah. Tapi mestinya tidak perlu kautidurkan di dalam kamarmu sendiri.
Mengapa tidak kau bawa saja ke dalam?"
"Aku kuatir membuat Ibu terganggu," jawab Ratna
Permanasari. "Hm. Sebenarnya dia terluka karena terbanting atau...."
"Tampaknya dia terluka hebat sebelum jatuh ke dasar
jurang. Dadanya kena suatu pukulan berat."
"Ah! Kalau begitu, apa sebab dia dapat sembuh hanya
dalam waktu satu hari satu malam?" Harya Udaya curiga.
"Karena, karena aku telah memberinya sebuah Dewa
Ratna. Dan tadi pagi kusuruh meneguk pula segelas air
Tirtasari buatan Ayah dahulu...."
"Apa?" kata Harya Udaya tinggi-tinggi. "Buah Dewa Ratna bukan gampang kau peroleh!"
"Aku tahu"
"Dan Tirtasari itu...Massya Allah...bahannya saja hasil curian seorang tabib pandai dari istana Udayarebon yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kebetulan jatuh di tangan Ayah. Cara membuatnya sukar pula.
Ayah harus bersabar sampai tujuh tahun. Apa sebab
kauhadiahkan dengan gampang saja?"
"Aku tahu Ayah..."sahut Ratna Permanasari dengan suara merendah. Kemudian meneruskan dengan nada manja,
"Apakah Ayah menyesali aku?"
Bagus Boang tak dapat melihat gerak gerik Ratna
Permanasari, tetapi dapat membayangkan. Dan hatinya
menjadi cemas. Pikirnya, sama sekali belum pernah dia kenal padaku. Tetapi dia sudah memberikan segalanya dan
kemudian merawat diriku dengan sungguh-sungguh. Ah,
benar-benar mulia hatinya.
Oleh pikiran itu, hati Bagus Boang menjadi terharu.
Memang aneh perjalanan hidup ini. Terhadap Fatimah yang
menyatakan udayantanya begitu membara bagaikan api,
hatinya tak tergerak. Padahal dia seorang gadis berdarah
Persia atau Arab yang membuat perawakannya montok dan
warna kulitnya sesuai dengan kehijauan alam Pasun-dan.
Sebaliknya terhadap seorang gadis yang bermukim di atas
gunung dan baru saja berkenalan selintasan, ia sudah merasa diri tertawan benar-benar.
Bagus Boang mendengar Harya Udaya tertawa.
"Baiklah," kata Harya Udaya. "Kalau besok sudah dapat bangun, aku ingin melihatnya."
Harya Udaya yakin, bahwa barangsiapa meneguk arak
Tirtasari akan tertidur pulas selama satu hari satu malam. Ia tidak menyangka bahwa Bagus Boang memilki tenaga dat
yang sempurna. Tenaganya pulih seperti sediakala setelah
menelan buah Dewa Ratna. Itulah pula sebabnya, ia hanya
tertidur pulas selama satu hari saja.
Pada saat itu, Bagus Boang sibuk sendiri untuk mengambil
keputusan. Apakah malam nanti dia hendak menikam Harya
Udaya selagi tidur atau menyingkir saja dari rumahnya" Ia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berpikir bolak balik tanpa suatu keputusan yang menentukan.
Karena itu ia terus menerus bersangsi.
"Bagaimana dengan ibumu selama aku tinggal bepergian?"
Tiba-tiba Harya Udaya mengalihkan pembicaraan.
"Obat macam apa pun Ibu tak mau meminumnya," jawab Ratna Permanasari dengan suara berduka. Tiga hari yang lalu masih Ibu mau minum obat ramuan Ayah. Setelah itu, aku
dilarangnya memasaknya lagi. Meskipun penyakit Ibu
nampaknya tiada surutnya."
"Hai! Apakah aceu (panggilan untuk kakak perempuan)
sakit?" sela Arya Wirareja.
"Ya, hanya saja tidak sakit berat. Sering-kali ia diganggu sakit kepala, sehingga tak senang lagi berjalan-jalan di
halaman seperti dahulu hari... Ratna! Katakan pada ibumu
bahwa esok hari aku baru dapat menemui."
Heran Bagus Boang mendengar kalimat penghabisan Harya
Udaya. la seorang pemuda yang sangat berbakti kepada
ibunya. Mendengar ucapan Harya Udaya, perasaan halusnya
tertusuk. Aneh dan kasar benar orang ini, pikirnya dalam hati. Isteri sakit dan ia baru datang bepergian meninggalkan rumah. Apa
sebab tidak segera ingin menjenguk isterinya" Dan sebaliknya Nyonya Harya Udaya pun seorang wanita aneh pula agaknya.
Meskipun dia sering diganggu sakit kepala, tetapi penyakitnya tidak sampai membuat dirinya tak dapat bergerak dari tempat tidur. Apa sebab ia tak segera menemui suaminya yang baru
saja tiba dari bepergian" Nampaknya masing-masing bersikap
tawar." Pada waktu itu, ia mendengar Ratna Permanasari
mengiyakan. Kemudian berjalan masuk. Tiba-tiba langkahnya
terdengar menghampiri dinding kamar sebelah dalam. Sebat
sekali Bagus Boang menusup ke-dalam selimutnya di atas
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tempat tidur dan cepat-cepat berpura-pura tertidur pulas. Ia menunggu dengan jantung berdegupan.
Dalam pada itu napas Ratna Permanasari terdengar halus
di luar dinding. Gadis itu tertawa perlahan. Lalu terdengar suaranya seakan-akan sedang membujuk. "Anak baik. Jangan takut, tidurlah sepuas hatimu! Kau sangat memikirkan ibumu.
Moga-moga kau bermimpi bertemu dengan ibumu. Aku sendiri
hendak menemui Ibu."
Bagus Boang tertwa geli dalam hatinya mendengar gadis
itu memanggil dirinya dengan "anak baik". Tetapi hatinya goncang juga. Tatkala langkah kaki Ratna Permanasari
terdengar menjauhi dinding kamarnya, ingin ia menyerunya.
Tetapi pada saat itu, ia mendengar suara Harya Udaya yang
membuatnya sadar kembali.
"Saudara Wirareja! Selamanya kau berada di ibukota
kerajaan menikmati hari kebahagiaanmu di dekat Sultan.
Tetapi mendadak hari ini kau datang menjenguk gubukku.
Pastilah kedatanganmu ini karena titah raja. Bukankah
begitu?" Arya Wirareja tertawa panjang. Lalu menyahut, "Baiklah kuberi keterangan padamu dahulu, sebelum menjawab
pertanyaanmu. Sri Paduka Sultan Haji telah memutuskan
mengangkat putera keturunan Pangeran Purbaya menjadi
calon Putera Mahkota Kerajaan Banten.
Meskipun demikian, Pangeran Purbaya tidak juga mau
takluk. Dia bahkan hidup menjadi buron di bumi Priangan ini.
Kau tahu sendiri di kolong langit ini tidak ada dua matahari.
Karena itu dengan terpaksa, Sri Sultan memutuskan untuk
memberi hadiah kepada siapa saja yang dapat menangkap
Pangeran Purbaya hidup-hidup atau sekalian
membinasakannya. Tapi, hm....hm....!" Ia berhenti
mendengus. Lalu melanjutkan dengan suara nyaring. "Tapi pengikut-peng-ikutnya masih juga bersembunyi di gunung-gunung dan di hutan-hutan. Sultan Haji sudah naik tahta
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
selama dua puluh dua tahun. Apakah ini bukan merupakan
kenyataan yang meyakinkan" Meskipun demikian, pengikutpengikutnya masih saja bergerak sampai kini. Malahan
nampaknya sedang asyik mempersiagakan diri untuk
menunggu saat yang baik untuk memukul kita. Bukankah
perbuatan demikian adalah perbuatan goblok?"
"Benar," sahut Harya Udaya tanpa bimbang. "Itulah perbuatan yang sia-sia belaka. Sultan Haji berebut dengan
Pangeran Purbaya. Kedua-duanya saudara sekeluarga. Tapi
apa sebab kita ikut campur" Bukankah ini akan membuat
malapetaka rakyat yang tidak tahu apa artinya semuanya itu"
Sultan Haji menang, rakyat tetap rakyat. Pangeran Purbaya
menang, rakyat tetap rakyat juga. Sorak kemenangan salah
seorangnya, apakah keuntungannya bagi rakyat" Sadar akan
hal ini aku kemudian menyingkir kemari. Biarlah aku
menunggu hari-hari kematianku di sini. Apa perlu mencampuri segala urusan tetek bengek?"
Mendengar kata-kata Harya Udaya, tak terasa Bagus Boang
mengangguk membenarkan. Pikirnya, inilah pendirian seorang
pendekar sejati. Masalah pertengkaran keluarga memang
harus diselesaikan dalam keluarga itu sendiri. Apa sebab
membawa-bawa rakyat. Bukankah akan membuat mala
petaka belaka" Dan kalau dia kini bersedia menunggu hari
kematiannya di sini, apa perlu aku membunuhnya"
Selama hidupnya baru kali ini ia mendengar kata-kata sejati yang membersit dari mulut seorang gagah. Berkata lagi ia di dalam hati, "Benar, tiap orang bukanlah mempunyai
persoalannya sendiri" kalau tiap orang yang mempunyai
persoalan lalu membawa-bawa rakyat jelata untuk diajak
membenarkan pendiriannya masing-masing, bukankah
peradaban ini jadi jungkir balik tak karuan?"
Dalam pada itu ia mendengar gelak Arya Wirareja lagi.
Kemudian dengan suara gemuruh orang itu berkata, "Bagus!
Bagus! Itulah ucapan seorang yang sadar benar. Dengan ini
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terimalah hormatku!" ujar Arya Wirareja. "Tetapi selama aku belum dapat menghancurkan semua yang menentang Sri
Sultan, betapa aku dapat tidur dengan nyenyak. Kuingat,
saudara seorang pendekar besar yang memiliki ilmu
Pedang Tanpa Perasaan 11 Pendekar Jembel Karya Liang Ie Shen Kitab Pusaka 12

Cari Blog Ini