Iblis Dan Bidadari Karya Kho Ping Hoo Bagian 3
Kim-gan-liong Cin Lu Ek mengerutkan alisnya. "Akan tetapi antara dia dan aku sama sekali tidak ada permusuhan sesuatu, bahkan bertemu mukapun belum. Untuk apa aku ikut pergi ke sana" Kalau cuwi hendak mencarinya dan membalas perhitungan lama, silakanlah, tapi jangan bawa-bawa aku yang tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan urusan ini!"
"Ha,ha,ha! Kim-gan-liong yang gagah perkasa agaknya takut kepada Pat-jiu kiam-ong dan baru mendengar namanya saja sudah menjadi gentar!" Yap Cin Si Lutung Sakti mengejek.
Memang kelemahan Kim-gan-liong terletak di dalam kesombongannya dan sifatnya yang tidak mau kalah. Mendengar ejekan ini, ia mencabut pedangnya dan berkata angkuh.
"Aku Kim-gan-liong tidak pernah takut kepada siapapun juga!" serunya dengan matanya yang tajam itu bersinar ganas. "Sudah lama aku mendengar nama Pat-jiu kiam-ong dan ingin sekali aku mengajaknya pibu. Akan tetapi, maksudku hanyalah menguji kepandaian belaka, tidak bermaksud mencelakakannya karena memang antara dia dan aku tidak ada permusuhan apa-apa. Siapa bilang aku takut kepadanya?"
Leng Kok Hosiang lalu melangkah maju dan menyabarkannya. "Sudahlah, antara kawan sendiri tak perlu ada pertikaian. Sabarlah, Kim-gan-liong taihiap, ketahuilah bahwa Sin-wan Yap enghiong hanya berkelakar. Siapa yang tidak mengetahui bahwa kau adalah seorang gagah" Kau tadi menyatakan ingin berpibu dengan Pat-jiu kiam-ong, mengapa tidak mempergunakan kesempatan baik ini" Marilah kau ikut dengan kami dan nanti sesampainya dihadapan Pat-jiu kiam-ong, kau boleh mengajak ia mengadu ilmu pedang. Bukankah ini baik sekali?"
Kun-lun Siauwhiap
KARENA dibujuk-bujuk, akhirnya Kim-gan-liong Cin Lu Ek menurut juga dan pergilah mereka berlima mendaki bukit Liong-cu-san.
Kedatangan mereka disambut oleh Pat-jiu kiam-ong yang berada di bukit itu seorang diri, oleh karena muridnya, Nyo Siang Lan, baru turun gunung sebagaimana telah dituturkan di bagian depan. Melihat tokoh-tokoh kang-ouw yang datang, Ong Han Cu segera berdiri menyambut mereka sambil tersenyum.
"Ah, Ngo-wi (tuan berlima) enghiong jauh-jauh datang mengunjungi tempatku yang buruk, tidak tahu ada keperluan apakah?" tanyanya.
Leng Kok Hosiang memberi hormat dan sambil tertawa ia berkata. "Pat-jiu kiam-ong, kami telah mendengar nama besarmu dan mendengar pula bahwa kau telah menemukan semacam ilmu pedang yang hebat. Maka kami sengaja datang menghaturkan selamat!"
"Ilmu pedang manakah yang hebat!" Pat-jiu kiam-ong merendah. "Tidak lain hanya beberapa gerakan yang buruk."
"Sesungguhnya kami datang sengaja hendak mengantar Kim-gan-liong Cin Lu Ek yang merasa amat tertarik oleh nama besarmu dan hendak minta sedikit pengajaran!" kata hwesio itu dan Kim-gan-liong merasa terheran sekali mendengar ucapan yang jauh berlainan dengan maksud kedatangan empat orang itu. Terpaksa ia maju dan memberi hormat kepada Hong Han Cu lalu berkata.
"Sesungguhnya, Pat-jiu kiam-ong, aku Cin Lu Ek yang bodoh amat tertarik dan ingin sekali memohon sedikit petunjuk dari kau yang gagah perkasa."
Ong Han Cu tertawa dan menggelengkan kepalanya. "Tak kusangka bahwa Kim-gan-liong yang bernama besar masih suka main-main seperti anak kecil. Kalau kita berpibu dan ada yang kalah, apakah ruginya dan kalau menang, apakah untungnya?"
Memang Kim-gan-liong Cin Lu Ek mempunyai watak yang tidak mau kalah. Mendengar ucapan Pat-jiu kiam-ong, ia merasa diejek dan dianggap ringan, maka merahlah mukanya.
"Pat-jiu kiam-ong, mungkin karena kau telah berjuluk Raja Pedang, kau tidak perlu lagi dengan penambahan ilmu kepandaian. Akan tetapi aku sebagaimana orang-orang kang-ouw yang lain, aku hanya memiliki semacam kesenangan, yakni ilmu silat. Di mana saja aku berada, apabila aku mendapat kesempatan, aku ingin sekali menambah pengetahuanku tentang ilmu silat. Kini aku berhadapan dengan kau yang berjuluk Raja Pedang, tentu saja aku tidak mau menyia-nyiakan kesempatan ini untuk mempelajari beberapa gerakan."
"Bagus, bagus!" seru Leng Kok Hosiang dengan girang dan ia lalu berkata kepada Toat-beng sin-to Liok Kong yang selalu membawa guci arak.
"Liok-enghiong, keluarkanlah guci arakmu! Marilah kita berjanji, siapa yang menang mendapat tiga cawan arak dan yang kalah menerima lima cawan sebagai hiburan! Kim-gan-liong terkenal sebagai jago pedang dari Kun-lun-pai sedangkan Pat-jiu kiam-ong baru saja mendapatkan ilmu pedang yang luar biasa. Sungguh pibu yang amat menarik dan akan membuka mata kita sekalian."
Setelah berkata demikian, empat orang ini lalu duduk dan guci arakpun ditaruh di atas tanah. Terpaksa Pat-jiu kiam-ong lalu mencabut pedangnya karena Kim-gan-liong juga sudah berdiri dan siap dengan pedangnya pula. Jago dari gunung Liong-cu-san ini tentu saja bukan seorang bodoh dan ia dapat menduga bahwa kedatangan Leng Kok Hosiang dan kawan-kawannya ini tentu mengandung maksud tertentu. Ia maklum bahwa mereka tidak mengandung maksud baik dan mungkin sekali lima orang ini sengaja datang hendak mengeroyoknya. Akan tetapi ia tidak merasa gentar sama sekali.
"Kim-gan-liong, kau perlihatkanlah ilmu pedang Kun-lun-pai yang tersohor itu!" katanya sambil memasang kuda-kuda, menaruh kaki kiri ke depan, menekuk kaki kanan dan pedangnya ditempelkan ujungnya pada tanah, sedangkan tangan kirinya ditaruh di dada selaku pemberian hormat. Inilah yang disebut sikap Dewa Muda Menanti Titah.
"Pat-jiu kiam-ong, maafkan keburukan ilmu pedangku," kata Kim-gan-liong yang segera menggerakkan pedangnya menyerang dengan gerak tipu Sian-jin-tit-louw (Dewa menunjukkan Jalan). Akan tetapi tanpa merobah kedudukan kakinya, dengan mudah Ong Han Cu mengangkat pedangnya menangkis.
Getaran pedangnya benar-benar membuat Cin Lu Ek terkejut sekali karena dari getaran pedang yang menangkis itu keluar tenaga yang membuat telapak tangannya yang memegang pedang menjadi kesemutan. Cepat ia menarik kembali pedangnya dan melanjutkan dengan serangan Pek-in-kian-jit (Menyapu Awan Melihat matahari). Pedangnya berkelebat cepat dan menyapu ke arah leher lawannya, sedangkan tangan kirinya di dorong ke depan menyerang dada dengan tenaga lweekang sepenuhnya.
Bahaya yang terdapat dalam serangan ini sesungguhnya terletak dalam pukulan tangan kiri itu dan jarang sekali Kim-gan-liong gagal apabila ia menyerang lawan dengan tipu ini. Ia maklum akan kelihaian Pat-jiu kiam-ong, maka dalam jurus kedua saja, ia telah mengeluarkan gerak tipu yang berbahaya ini.
Ong Han Cu tentu saja maklum akan bahaya serangan ini, maka tiba-tiba ia berseru keras dan kagetlah Kim-gan-liong karena tiba-tiba ia tidak melihat lagi bayangan lawannya. Tiba-tiba dari belakang ia mendengar angin menyambar dan cepat ia merendahkan diri sambil melangkah maju terus membalikkan tubuhnya.
Ternyata bahwa lawannya telah berada dibelakangnya, maka tahulah ia bahwa Pat-jiu kiam-ong dengan ginkangnya yang luar biasa telah melakukan lompatan luar biasa melalui atas kepalanya dan dengan cara demikian menghindar diri sekali gus dari pada serangannya. Akan tetapi ia merasa malu sekali karena ternyata setibanya dibelakangnya, raja pedang itu hanya mengebutkan ujung lengan baju kirinya untuk memberitahu bahwa ia berada dibelakangnya.
Saking malunya, Kim-gan-liong menjadi penasaran sekali dan sambil berseru keras ia lalu bersilat pedang. Ia mengerahkan seluruh ilmu pedangnya dari cabang Kun-lun-pai dan mengeluarkan tipu-tipu yang paling berbahaya dan sukar ditangkis.
Akan tetapi benar-benar Pat-jiu kiam-ong lihai sekali. Dengan tenang dan lambat ia menggerakkan pedangnya, namun pedang itu telah merupakan benteng baja yang membuat pedang di tangan Kim-gan-liong selalu terpental kembali dengan telapak tangan merasa perih. Tiga puluh jurus lebih Kim-gan-liong mengeluarkan kepandaiannya namun sedikit juga ia tidak dapat mendesak lawannya. Jangankan mendesak, bahkan selama iru Pat-jiu kiam-ong tak pernah merobah kedudukan kakinya dan sambil berdiri biasa saja ia telah dapat menangkis semua serangan.
Tiba-tiba Pat-jiu kiam-ong berkata perlahan, "Kim-gan-liong , sekarang kau jagalah seranganku!"
Kim-gan-liong terkejut sekali dan buru-buru ia mainkan ilmu pedang Wanita Cantik Membuka Payung. Pedangnya diputar sedemikian rupa merupakan payung yang memayungi seluruh tubuhnya. Akan tetapi pandangan matanya segera menjadi kabur ketika pedang Pat-jiu kiam-ong berkelebatan bagaikan halilintar menyambar-nyambar.
Silau matanya melihat cahaya pedang ini dan tanpa diketahui bagaimana caranya, tahu-tahu pedang ditangannya telah terlepas dari pegangan dan ketika ia membuka matanya, ternyata bahwa pedangnya itu telah berada di tangan kiri Pat-jiu kiam-ong. Raja pedang itu tersenyum ramah dan mengembalikan pedangnya sambil berkata.
"Ilmu pedangmu cukup lihai, Kim-gan-liong!"
Cin Lu Ek berdiri bengong dan setelah menerima pedangnya cepat ia maju memberi hormat sambil membongkokkan tubuhnya.
"Ah, luar biasa sekali ....! serunya. "Biar matipun aku Cin Lu Ek tidak merasa penasaran setelah menyaksikan ilmu pedang dari Kiam-Ong (Raja Pedang)!"
Melihat sikap Kim-gan-liong, senanglah hati Ong Han Cu karena ia dapat merasa betapa ucapan dan pandangan mata orang ini memang sejujurnya, tidak mengandung pujian yang menjilat.
Sementara itu, ketika kedua orang itu mengukur kepandaian, dengan perlahan Leng Kok Hosiang berbisik kepada tiga orang kawannya. "Aku sengaja mengadu mereka untuk melihat sampai di mana kepandaian Pat-jiu kiam-ong. Kalau kiranya tidak berapa tinggi dan kita sanggup menghadapinya, baik kita mengeroyoknya, akan tetapi kalau terlampau kuat, kita menggunakan jalan lain yang lebih halus." Ia lalu menunjuk ke arah cawan-cawan arak di depannya.
Memang Leng Kok Hosiang, terkenal sebagai ahli racun yang lihai sekali. Bahkan ilmu pukulannya yang disebut Hek-coa-jiu (Tangan Ular Hitam) amat berbahay dan dapat mendatangkan kematian seperti tergigit ular beracun apabila mengenai lawannya.
Melihat kehebatan ilmu pedang Raja Pedang itu, tercenganglah Leng Kok Hosiang dan kawan-kawannya, dan dengan cekatan sekali tanpa diketahui oleh siapapun juga hwesio itu memasukkan jari tangannya ke dalam baju. Ketika dikeluarkannya, ternyata jari tangannya telah berlumur benda putih yang cepat dioles-oleskan ke dalam cawan tuan rumah. Kalau dilihat demikian saja, maka cawan itu tetap bersih tidak terlihat sesuatu, akan tetapi sebetulnya telah mengandung racun yang amat jahat.
"Bagus, bagus!" kata Leng Kok Hosiang sambil berdiri menghampiri kedua orang yang sudah selesai berpibu tadi. "Kepandaian ilmu pedang dari Pat-jiu kiam-ong benar-benar mengagumkan sekali. Terus terang saja, tadinya akupun ingin mencoba-coba, akan tetapi melihat ilmu pedang selihai itu, belum apa-apa aku sudah merasa leherku dingin dan lebih baik niatku itu kubatalkan sajaI"
Bagi Ong Han Cu, pujian ini berbeda jauh sekali dengan pujian yang keluar dari mulutnya Kim-gan-liong. Pujian hwesio inilah yang berbahaya dan perlu dijaga, karena dibelakangnya tersembunyi maksud-maksud tertentu dan jahat.
"Jiwi (tuan berdua) perlu diberi penghormatan dengan tiga cawan arak !" Ia lalu mempersilahkan keduanya duduk di dekat meja. "Marilah, silahkan minum arak untuk penghormatan. Tidak setiap hari kita dapat berkumpul seperti ini dan minum arak bersama-sama!"
Ong Han Cu cukup waspada akan kecurangan dan kejahatan pendeta gundul yang terkenal sebagai penjahat pemetik bunga yang amat cabul. Itu, maka ketika melihat cawan kosong di depannya, ia lalu mengambil cawan itu dan melemparkannya ke atas sehingga cawan itu berjungkir balik beberapa kali di tengah udara lalu turun kembali diterima dengan tangan kanannya. Ia melakukan ini dengan senyum simpul sambil memandang kepada hwesio itu dengan tajam. Akan tetapi Leng Kok Hosiang hanya tertawa saja dan berkata kepada kawan-kawannya.
"Lihatlah, demikian cara seorang kang-ouw yang kosen menjaga diri. Kalau di dalam cawan itu terdapat barang kotor, maka tentu barang kotor itu akan tertiup keluar oleh tenaga khikang yang dipergunakan untuk melontarkan cawan itu. Hebat, ... hebat?"
Ong Han Cu kagum juga akan kelihaian mata hwesio itu, maka ia hanya tersenyum dan berkata. "Kebiasaan orang kang-ouw harus berlaku hati-hati, biarpun menghadapi kawan-kawan sendiri. Tingginya gunung dapat didaki, dalamnya sungai dapat diselami, akan tetapi siapa dapat meraba hati dan pikiran orang?"
"Betul, betul!" kata Hwesio itu sambil menuangkan arak ke dalam cawan kedua orang yang baru saja berpibu tadi. "Nah, marilah kalian minum arak untuk penghormatan yang kami rasa di dalam hati kami terhadap ilmu pedang yang lihai itu!"
Sebelum minum, Ong Han Cu mempergunakan ketajaman hidungnya untuk mencium arak di guci, akan tetapi tidak ada sesuatu yang mencurigakan. Karena ia melihat Kim-gan-liong minum araknya tanpa ragu-ragu lagi, iapun lalu minum araknya sekali teguk.
Harus diketahui bahwa apabila racun yang dioleskan di dalam cawan oleh Leng Kok Hosiang tadi merupakan obat bubuk, tentu obat bubuk ini telah terbang keluar karena ketika melontarkan cawan kosongnya ke udara tadi, Ong Han Cu telah menggunakan tenaga khikangnya.
Akan tetapi racun itu merupakan racun yang telah dicairkan dan ketika dioleskan ke cawan, tentu saja menjadi menempel dan tidak dapat terbang keluar. Pula, racun ini merupakan racun kembang putih yang tidak terasa apa-apa, akan tetapi khasiatnyapun tidak terlalu keras.
Kembali Leng Kok Hosiang menuangkan arak ke dalam cawan itu dan kini Liok Kong mengeluarkan cawan-cawan lain untuk ia sendiri dan kawan-kawannya. Berkali-kali mereka minum arak sampai arak diguci menjadi kering sama sekali.
"Pat-jiu kiam-ong," kata Leng Kok Hosiang kemudian, "Kedatangan kami ini selain mengantar Kim-gan-liong yang hendak menyaksikan kelihaian ilmu pedang, juga oleh karena kami tertarik oleh berita mengenai gua di gunungmu ini. Kami mendengar kabar bahwa di sini terpendam harta pusaka yang tak ternilai harganya. Maka pandanglah muka kami sebagai sahabat-sahabat di dunia kang-ouw dan biarkanlah kami mencari harta pusaka itu yang bagimu tidak ada gunanya lagi."
Ucapan hwesio ini sebenarnya hanya pancingan belaka dan usahanya ternyata berhasil baik. Ong Han Cu terkejut dan memandang dengan tajam, "Dari siapakah kau mendengar tentang harta pusaka itu?" tanyanya.
"Ha, jadi benar-benar adalah harta pusaka itu" Bagus, kau harus memberi kesempatan kepada kami untuk mencarinya, Pat-jiu kiam-ong."
"Tak perlu dicari!" jawab Pat-jiu kiam-ong yang entah mengapa tiba-tiba merasa agak pening. Ia menganggap bahwa hal ini tentu karena ia terlampau banyak minum arak. "Harta pusaka itu telah menjadi hak milikku!"
"Ah, ah, begitukah?" kata Leng Kok Hosiang dengan girang sekali. "Kalau begitu, janganlah berlaku kikir, sahabat. Berilah bagian kepada kami!"
Tiba-tiba Ong Han Cu bangun berdiri dengan marah. "Hm, untuk itukah kalian datang " Sungguh tak tahu malu! Harta dunia saja yang kalian pikirkan dan karena harta dunia pula maka kalian menjadi jahat!"
Leng Kok Hosiang memberi tanda kepada tiga orang kawannya yang segera berdiri dan siap sedia. Adapun Kim-gan-liong masih duduk saja dengan terheran-heran dan hatinya berdebar-debar tegang menyaksikan keadaan yang sudah tidak enak ini.
Akan tetapi, ketika ia bangkit berdiri, Ong Han Cu tiba-tiba merasa pening kepalanya makin menghebat dan pandangan matanya berputar-putar. Ia maklum dengan hati terkejut bahwa tentu ia telah menjadi kurban kekejaman hwesio dihadapannya itu.
"Aha, kau roboh, Pat-jiu kiam-ong .....! Kau roboh ....! Ha, ha, ha ....!" Leng Kok Hosiang tertawa bergelak.
"Jahanam berhati binatang!" Pat-jiu kiam-ong marah sekali dan mengerahkan tenaga untuk menubruk maju. Akan tetapi karena pandangan matanya telah gelap dan kepalanya pening, ia menubruk tempat kosong dan jatuh terguling di atas tanah tanpa dapat berdiri lagi. Ia telah menjadi pingsan.
Sambil tertawa bergelak Leng Kok Hosiang mencabut sebatang golok. Semenjak dikalahkan oleh Ouwyang Sianjin, hwesio ini telah melatih diri dengan semacam ilmu golok yang cukup lihai. Ia lalu maju ke arah Ong Han Cu yang rebah tak berdaya itu sambil mengangkat goloknya membacok.
"Traaang!" tiba-tiba goloknya itu tertangkis oleh sebatang pedang dan ternyata bahwa yang menangkisnya adalah Cin Lu Ek.
"Leng Kok Hosiang, tidak malukah kau untuk berlaku sekeji ini" Bukan perbuatan gagah untuk menewaskan musuh dengan cara demikian curang!"
Marahlah Leng Kok Hosiang. Matanya berputar mengerikan ketika ia menghadapi Kim-gan-liong dan dengan goloknya ia menuding sambil membentak, "Kim-gan-liong, Apakah maksudmu dengan perbuatan ini" Apakah kau hendak membela musuh besar kami?"
"Aku tidak membela siapa-siapa, hanya aku tak dapat membiarkan kalian membunuh Pat-jiu kiam-ong dengan cara yang curang!"
"Kami berurusan dengan musuh kami sendiri, kau perduli apakah?" bentak hwesio itu sambil menggerakkan goloknya kembali. Kim-gan-liong hendak menangis pula, akan tetapi Liok Kong Si Golok Sakti Pencabut Nyawa, Yap Cin Si Lutung Sakti, dan Pendekar Besar dari Santung Siong Tat mencabut senjata mereka dan menghadang di depan Kim-gan-liong dengan sikap mengancam.
"Kim-gan-liong, benar-benarkah kau hendak mengorbankan nyawamu untuk musuh besar kami?"
Akan tetapi Cin Lu Ek yang tidak tega melihat Ong Han Cu hendak dibunuh begitu saja, tetap menangkiskan pedangnya ketika golok Leng Kok Hosiang membacok ke arah tubuh Raja Pedang itu, akan tetapi pada saat itu juga, senjata-senjata empat orang itu menghantam pedangnya sehingga terpental dari tangannya.
"Ha, ha, ha! Dengan kepandaianmu yang rendah ini kau masih hendak berlagak?" Leng Kok Hosiang mengejek dan sebuah tendangan kakinya membuat tubuh Kim-gan-liong terpental tiga tombak jauhnya dan jatuh bergulingan.
Terpaksa Kim-gan-liong meramkan mata ketika melihat betapa Leng Kok Hosiang menggunakan goloknya menyabet putus kedua kaki dan tangan Pat-jiu kiam-ong Ong Han Cu.
"Kejam.... kejam....!" ia berseru sambil menutup mukanya dengan kedua tangan. Hati nuraninya memberontak, akan tetapi apakah dayanya" Menghadapi hwesio itu saja ia takkan menang, apalagi di situ masih ada tiga orang lain yang kepandaiannya tinggi.
Leng Kok Hosiang dan tiga orang kawannya lalu menyerbu ke dalam gua dan dapat menemukan peti yang terisi harta pusaka itu. Mereka lalu membagi-bagi harta itu antara berempat dan dengan senyum mengejek Leng Kok Hosiang menghampiri Kim-gan-liong Cin Lu Ek.
"Kenapa kau sudah ikut kami datang ke sini, sudah hakmu untuk menerima sedikit bagian harta ini. Pulanglah dan bawalah bagianmu dan hiduplah dengan tentram dan aman!"
Akan tetapi Kim-gan-liong menggeleng kepalanya dan berkata dengan tegas, "Tidak, aku tidak sudi menjamah harta kotor ini!"
"Ha, ha, ha! Kim-gan-liong, kau berpura-pura suci. Dapatkah kau membebaskan dirimu dari pembunuhan hari ini" Kau datang bersama kami dan Ong Han Cu telah melihat dengan matanya sendiri bahwa kau termasuk rombongan kami. Kita berlima yang bertanggung jawab atas pembunuhan ini. Apakah kau kira akan dapat membebaskan diri begitu saja" Atau, agaknya kau yang berhati kecil ini takut akan datangnya pembalasan dari pihak Pat-jiu kiam-ong?"
"Tidak, aku tidak takut!" jawab Cin Lu Ek marah. "Sudah sepantasnya aku dibalas dan dibunuh, karena aku yang mengaku sebagai orang kang-ouw tidak berdaya melihat kekejaman ini terjadi, tanpa dapat mencegah sedikitpun. Aku memang patut dibunuh .... patut dibalas .... aku ikut berdosa terhadap Pat-jiu kiam-ong!"
Sambil tertawa-tawa empat orang yang lain mengejeknya sehingga Kim-gan-liong Cin Lu Ek lalu membalikkan tubuh dan lari pergi dari tempat itu.
Mendengar penuturan Kim-gan-liong Cin Lu Ek yang nampak berwajah amat sedihnya itu, Hwe-thian Moli menjadi bingung tidak tahu apa yang harus dilakukannya.
"Demikianlah nona, keadaanku yang sesungguhnya sehingga aku terlibat dalam urusan kematian suhumu itu. Akan tetapi, jangan kau kira bahwa aku menceritakan hal ini untuk membela diri karena aku takut akan pembalasanmu. Tidak! Betapapun juga, aku merasa bahwa akupun ikut berdosa dengan tewasnya suhumu itu. Kalau aku memiliki sedikit saja kegagahan, tentu pada waktu itu aku dapat menolong suhumu. Aku terkena bujukan mereka dan ikut dengan rombongan jahat itu, maka kalau kau menganggap aku sebagai seorang musuh besar suhumu, silahkan kau melakukan pembalasan. Aku takkan mundur setapak menghadapi hukuman yang memang sudah patut kuterima. Aku menceritakan semua ini untuk mencegah jangan sampai kau bertempur dengan Tek Kun!"
Hwe-thian Moli mengerutkan alisnya dan berpikir keras. Haruskah ia mengundurkan diri setelah ia mencari musuh ini dengan susah payah dan setelah kini dapat bertemu" Tidak, sedikitnya ia harus memberi hajaran juga kepada orang ini, bukan karena kejahatannya, akan tetapi oleh karena kelemahan dan kesombongannya telah berani mengadu kepandaian dengan mendiang suhunya dan datang bersama rombongan jahat itu.
"Kau keluarlah dan cabut pedangmu!" ia menantang sambil melompat keluar.
Dengan sikap amat tenang, Kim-gan-liong Cin Lu Ek lalu berjalan keluar dan mencabut pedangnya, siap menanti datangnya serangan.
"Susiok, jangan ......!" Sim Tek Kun berseru, akan tetapi susioknya tidak meladeninya.
"Hwe-thian Moli, jangan kau mendesak orang tua ini!" serunya pula kepada gadis itu, akan tetapi Siang Lan hanya mengeluarkan senyum mengejek dan secepat kilat pedangnya meluncur dan melakukan serangan pertama kepada Kim-gan-liong.
Orang tua ini lalu menangkis dan dari benturan pedang ini tahulah ia bahwa gadis muda ini benar-benar telah mewarisi kepandaian Pat-jiu kiam-ong sehingga diam-diam ia menjadi kagum sekali. Iapun lalu mengerahkan kepandaiannya dan bertempurlah kedua orang itu dengan hebatnya.
Akan tetapi, baru saja bertempur tiga puluh jurus, sudah terlihat nyata sekali betapa Kim-gan-liong terdesak hebat sehingga tak dapat membalas, hanya mempertahankan diri saja.
"Tahan, nona, jangan kau membunuh orang tidak berdosa!" seru Sim Tek Kun sambil maju menerjang dengan pedangnya. Akan tetapi terlambat, karena pada saat itu pedang di tangan Hwe-thian Moli telah bergerak dengan tipu Burung Gagak Menyambar Cacing. Kim-gan-liong berseru keras, pedangnya terlepas dari tangan dan pundak kanannya berlumuran darah karena tertusuk oleh ujung pedang Hwe-thian Moli.
Siang Lan menahan pedangnya dan berkata dengan keren. "Oleh karena kau tidak ikut membunuh suhu dan hanya menjadi kawan gerombolan jahat itu, maka biarlah kuampunkan jiwamu!" Kemudian, ia menatap wajah Tek Kun dan berkata sambil tersenyum menyindir, "Dan kau! Kalau kau merasa penasaran bahwa aku sudah melukai susiokmu, setiap waktu kau boleh mencariku untuk membalas dendam!"
Setelah berkata demikian, sekali berkelebat tubuh gadis itu lenyap ditelan kegelapan malam. Tek Kun berdiri melengak dan menggeleng-geleng kepalanya, lalu menolong susioknya yang terluka pundaknya. Ternyata luka itu hanya merupakan luka di kulit dan daging saja dan sama sekali tidak berbahaya sungguhpun banyak mengeluarkan darah.
"Alangkah ganasnya gadis itu!" Tek Kun menggerutu.
"Akan tetapi ia gagah perkasa dan cukup adil. Ilmu pedangnya lihai seperti suhunya!" kata Kim-gan-liong dan suaranya kini berobah seakan-akan batu besar yang tadinya menindih hatinya telah terangkat. "Kesalahanku dulu telah terbalas, puaslah hatiku!"
Setelah membalut dan merawat susioknya, pada keesokan harinya, Tek Kun lalu berpamit dan berkata pada orang tua itu,
"Teecu melihat Ngo-lian-hengte dan Bong Te Sianjin berada di kota ini, maka tentu akan terjadi sesuatu yang buruk. Teecu perlu menyelidiki keadaan mereka," katanya dan Kim-gan-liong tak dapat menahan murid keponakannya ini karena iapun maklum akan ganasnya sepak terjang Ngo-lian-hengte, lima ketua dari Ngo-lian-kauw itu. Apalagi Bong Te Sianjin yang menjadi supek (uwak guru) dari mereka, karena pertapa tua ini terkenal sebagai seorang tua yang selalu membela dan membantu perkembangan Ngo-lian-kauw.
Adapun Hwe-thian Moli setelah pergi dari rumah Kim-gan-liong dan kembali ke kamar di hotel, lalu merebahkan diri di atas pembaringan dan ia mengenang semua peristiwa tadi dengan hati puas. Ia telah memberi peringatan dan hajaran kepada Kim-gan-liong sehingga dengan perbuatan itu, ia .menghilangkan rasa penasaran dari suhunya dan juga mengangkat nama suhunya. Akan tetapi anehnya, kenangan ini selalu terganggu oleh bayangan wajah pemuda yang tampan itu. Sim Tek Kun ! Nama ini selalu dibisikkan oleh bibirnya.
"Kurang ajar!" kata Hwe-thian Moli karena gangguan ini dan ia berusaha sekuat mungkin untuk mengusir bayangan ini dari ingatannya, Akan tetapi, makin diusir, makin jelaslah bayangan wajah pemuda itu dan makin tak dapat dilupakan. Pandangan mata yang jenaka itu, senyum yang berseri itu, ah....... Hmoli mengeluh dan menganggap diri sendiri sudah menjadi gila.
Gadis perkasa yang berhati baja dan tidak takut menghadapi lawan yang bagaimanapun juga ini, secara tak sadar telah dipermainkan oleh pengaruh yang besar sekali kekuasaannya, yang kuasa mempermainkan manusia yang bagaimanapun juga. Tak perduli ia orang biasa, petani miskin, hartawan, bangsawan, bahkan panglima-panglima perang yang gagah perkasa, tetap saja dapat dipermainkannya seperti halnya Hwe-thian Moli sekarang ini. Dan pengaruh ini bukan lain adalah Asmara.
Hatinya yang keras merasa tidak puas dan gemas terhadap kelemahannya sendiri dan ia juga merasa heran sekali mengapa bayangan pemuda yang belum dikenalnya itu dapat membuat ia hampir tak dapat meramkan matanya semalam penuh.
Dengan hati masih mendongkol, pagi-pagi benar ia sudah bangkit dari tidurnya, duduk bersamadhi untuk mengumpulkan tenaga dan menentramkan semangat, kemudian ia lalu berdandan dan pagi-pagi sekali ia sudah membereskan pembayaran kamar hotelnya dan pergi menggendong buntalannya menuju ke sebelah barat kota. Ia hendak mencari kuil di sebelah barat kota untuk memenuhi janjinya dengan Ngo-lian-hengte yang menantangnya.
Ketika ia tiba di depan kuil, di situ amat sunyi karena kuil itu berada agak jauh di luar kota, di luar sebuah hutan. Hwe-thian Moli berdiri di luar kuil, merasa ragu-ragu untuk masuk. Agaknya kuil ini adalah sebuah kuil kosong dan ia merasa sangsi untuk masuk, kalau-kalau di situ terdapat perangkap.
"Ngo-lian-hengte!" ia berseru keras. "Aku sudah datang memenuhi janji!"
Suaranya bergema sampai di hutan itu dan tak lama kemudian terdengar seruan dari dalam kuil,
"Bagus, Hwe-thian Moli, ternyata kau benar-benar mengantarkan nyawamu kepada kami!" Berbareng dengan ucapan itu, muncullah lima orang saudara she Kui itu dari pintu kuil, dan melihat keadaan mereka yang sudah siap sedia dengan pedang ditangan, dapat diduga bahwa mereka memang telah menanti sejak tadi.
Ketika Siang Lan melihat seorang kakek yang berpakaian seperti pertapa ikut keluar di belakang lima orang itu, ia berlaku waspada. Lima orang ketua Ngo-lian-kauw itu sama sekali tidak ditakutinya karena ia sudah tahu sampai di mana kepandaian mereka, akan tetapi kakek ini agaknya memiliki kepandaian tinggi, melihat dari sikapnya yang tenang dan pandangan matanya yang tajam berpengaruh.
"Aku telah datang dan kalau kalian merasa penasaran atas kekalahan tempo hari, nah, mau tunggu kapan lagi?" kata gadis yang tabah ini sambil melemparkan bungkusan pakaiannya ke bawah pohon dan mencabut pedangnya.
Jerih juga hati lima orang ketua Ngo-lian-kauw itu menyaksikan ketenangan dan ketabahan pendekar wanita itu, akan tetapi Kui Jin yang tertua lalu melangkah maju dan berkata,
"Hwe-thian Moli, urusan penasaran di Kan-cou dulu hanya urusan kecil, karena sudah lazimnya dalam pertempuran ada yang menderita kekalahan. Akan tetapi, kami telah mendengar tentang sepak terjangmu yang ganas dan kejam. Kau telah membunuh Santung-taihiap dan telah mengacau pesta Toat-beng Moli dan kemudian bersama gadis penari itu kau telah membunuhnya pula. Kau benar-benar tidak mengindahkan orang-orang kang-ouw dan mengandalkan keganasanmu berlaku sewenang-wenang!"
Hati Siang Lan merasa sebal sekali mendengar ucapan ini dan dengan gerakan tak sabar ia mengibaskan tangannya.
"Sudahlah, aku datang ke sini untuk memenuhi tantanganmu, bukan untuk mendengarkan ocehanmu. Kita tidak mempunyai permusuhan, akan tetapi kalau kau berlima berani menantang, jangan kira bahwa Hwe-thian Moli akan mundur setapak pun".
"Perempuan sombong!" seru Kui Sin yang termuda dengan marah dan ia segera mulai menyerang gadis itu. Keempat saudaranya juga maju berbareng dan sebentar saja Hwe-thian Moli, terkurung oleh lima orang itu.
Siang Lan mendapat kenyataan bahwa kini ilmu pedang ke lima orang itu agak lebih maju, akan tetapi masih belum cukup berbahaya baginya. Ia hendak menyelesaikan pertempuran ini secepat mungkin, maka sambil berseru keras gadis pendekar ini lalu memutar pedangnya dan mainkan ilmu pedang Liong-cu kiam-hwat.
Bagaikan seekor naga sakti, gulungan pedang di tangan Siang Lan menyambar-nyambar dan bermain-main di antara gulungan lima pedang lawannya, dan saking cepatnya gerakan gadis ini, tubuhnya sampai lenyap dari pandangan mata.
Seperti juga dulu ketika mengeroyoknya di dalam rumah Toat-beng-sin-to Liok Kong, ke lima orang ketua Ngo-lian-kauw ini menjadi terkejut sekali. Mereka telah menciptakan ilmu silat pedang yang dimainkan oleh mereka berlima dan yang berbentuk bunga teratai dengan lima daun bunga yang mereka namakan Ngo-lian-tin atau Barisan Lima Teratai. Akan tetapi menghadapi kegesitan Siang Lan, Ngo-lian-tin mereka ternyata tiada gunanya sama sekali.
Gadis ini tak dapat dikurung ditengah-tengah, baru saja mereka berhasil mengurung, gadis itu telah sanggup memecahkan dengan serangannya yang ganas ke satu jurusan. Kini, setelah gadis itu mengeluarkan kepandaiannya, bukan gadis itu yang terkurung, bahkan mereka berlima yang seakan-akan terkurung oleh gulungan sinar pedang yang berkelebatan tak tentu perkembangan dan perubahannya itu.
Baru saja pertempuran berlangsung dua puluh jurus, pedang di tangan Kui Le telah terlempar karena gempuran pedang Siang Lan. Dan Kui Gi terpaksa harus melepaskan pedangnya pula karena lengannya tercium oleh ujung sepatu Siang Lan sehingga ia merasa seakan-akan tulang lengannya menjadi patah. Kederlah hati tiga orang pengeroyok yang lain dan pada saat itu, terdengar bentakan halus.
"Kalian mundurlah dan biarkan lohu (aku yang tua) menangkap gadis liar ini!"
Siang Lan merasa ada angin menyambar dari kiri dan cepat ia mengelak. Ia terkejut juga ketika melihat bahwa sambaran angin ini dikeluarkan dari tangan kakek itu yang dipukulkan kepadanya dari jauh. Kui Jin, Kui Ti, dan Kui Sin lalu melompat mundur dengan hati lega karena supek mereka sekarang mau turun tangan.
Sementara itu, Siang Lan sambil menunda pedangnya di depan dada, lalu bertanya kepada kakek itu.
"Ngo-ciangbun menantang aku yang muda untuk mengadu kepandaian, dan siapakah kau orang tua yang ikut mencampuri urusan kami?"
Kakek itu tersenyum menyeringai dan terlihatlah bahwa di dalam mulutnya sudah tidak ada gigi sepotongpun.
"Hwe-thian Moli, Sudah lama lohu mendengar namamu yang menggemparkan. Murid-murid keponakanku tak dapat melawanmu, maka biarlah aku Bong Te Sianjin yang menjadi supek mereka main-main sebentar denganmu!" Sambil berkata demikian, kakek itu lalu mengambil senjatanya, yakni sepotong tongkat yang gagangnya berbentuk ular.
"Bong Te Sianjin, kau orang tua yang sudah disebut sianjin (manusia dewa, orang suci) sungguh mengherankan sekali masih suka mencari urusan. Kalian terlalu mendesak maka terpaksa aku yang muda memberi hajaran sedikit. Jangan kira bahwa aku takut. Nah, majulah semua!" tantang Hwe-thian Moli dengan garang sekali.
Bong Te Sianjin terkekeh, lalu menyerang sambil berkata, "Boca cilik yang besar kepala!"
Biarpun tongkat itu kecil saja, namun daya serangannya jauh lebih bertenaga dan lebih berbahaya dari pada lima batang pedang dari Ngo-lian-hengte tadi. Siang Lan maklum bahwa kini ia menghadapai seorang lawan yang tangguh, maka ia berlaku hati-hati. Ia cepat menangkis dengan pedangnya dan baiknya ia berlaku hati-hati, karena begitu pedang menempel pada tongkat lawan.
Tiba-tiba dengan getaran tenaga lweekang, tongkat itu diputar sedemikian cepatnya sehingga kalau Siang Lan tidak cepat menarik kembali pedangnya, banyak kemungkinan pedangnya akan terlepas dari pegangan. Maklumlah ia bahwa kakek ini dapat menyalurkan tenaga lweekangnya yang tinggi melalui tongkatnyasehingga tongkat pendek itu dapat bergerak mengandung tenaga cam (melibat, mengikat), tenaga Coan (memutar), membetot , dan lain-lain menurut kehendak kakek itu.
Gadis yang berilmu tinggi ini teringat akan nasehat mendiang suhunya bahwa untuk menghadapi seorang yang ilmu lweekangnya lebih tinggi darinya, ia tidak boleh menggunakan tenaga kasar, tidak boleh menggunakan tenaga dan harus mengandalkan kecepatan untuk mendahului lawan. Maka Siang Lan lalu mengerahkan ginkangnya (ilmu meringankan tubuh) yang memang sudah sempurna itu, dan ketika ia mainkan ilmu pedangnya, maka kini gulungan sinar pedangnya lebih lebar dan lebih cepat dari pada tadi ketika dikeroyok lima. Semua serangannya ia tujukan ke arah jalan darah yang berbahaya dari kakek itu, merupakan serangan maut yang benar-benar ganas dan berbahaya.
Bong Te Sianjin benar-benar terkejut Tak pernah disangkanya bahwa gadis muda ini sedemikian lihainya. Tadinya ia hendak mendesak, mempermainkan gadis itu untuk memamerkan kepandaiannya di depan ke lima murid keponakannya.
Akan tetapi setelah bertempur mati-matian, jangankan hendak mendesak mempermainkan, bahkan untuk mengimbangi gerakan gadis yang luar biasa cepatnya itu saja telah membuat napasnya menjadi megap-megap. Namun ilmu tongkatnya memang kuat sekali sehingga bagi Siang Lan juga tidak mudah untuk merobohkan kakek ini.
Agaknya hanya soal napas saja yang akan dapat memberi kemenangan kepada gadis itu, maka Siang Lan juga berlaku cerdik dan bergerak makin cepat agar kakek itu mengerahkan tenaga dan kehabisan napas. Kalau tidak dapat menang dalam seratus jurus, biarlah aku ladeni dia sampai dua ratus jurus pikirnya.
Adapun ke lima orang ketua Ngo-lian-kauw itu, ketika melihat betapa supek mereka tidak dapat menang setelah bertempur puluhan jurus, dan malah terdengar napas supek mereka megap-megap seperti kerbau disembelih, mereka serentak maju mengeroyok lagi. Kui Le dan Kui Gi sudah mengambil pedang mereka kembali dan Bong Te Sianjin kini tidak malu-malu lagi untuk membiarkan ke lima orang itu membantunya.
"Bagus, majulah semua!" Siang Lan menantang tanpa takut sedikitpun. Akan tetapi harus diakuinya bahwa keroyokan enam orang ini benar-benar merupakan lawan yang amat berat. Dengan masuknya lima saudara she Kui itu, ia harus memecah perhatiannya dan ini merupakan hal yang berbahaya karena serangan tongkat di tangan Bong Te Sianjin masih tetap kuat dan berbahaya sekali. Ia lalu bersilat dengan hati-hati dan tenang, tidak mau menghamburkan tenaga seperti tadi ketika berhadapan dengan Bong Te Sianjin seorang.
Tanpa terasa, Siang Lan telah bertempur seratus jurus lebih dan masih saja ia dalam keadaan terkurung. Tiba-tiba terdengar suara ketawa bergelak-gelak, disusul dengan suara yang parau.
"Ha, ha, ha, ha...! Enam orang laki-laki mengeroyok seorang gadis muda jelita. Sungguh lucu. Eh, Bong Te Sianjin, apakah kau sekarang sudah menjadi pikun dan loyo?"
Mendengar suara itu, Bong Te Sianjin berseru girang dan menjawab. "Leng Kok Hosiang ! Kau tidak tahu bahwa gadis muda ini adalah Hwe Thian Moli yang lihai dan ganas!"
Ucapan dari Bong Te Sianjin ini mendatangkan rasa kaget kepada Siang Lan dan juga kepada hwesio yang baru muncul itu. Siang Lan terkejut berbareng girang karena dapat bertemu dengan musuh besarnya, sebaliknya Leng Kok Hosiang terkejut karena ia sudah mendengar betapa dara perkasa ini sedang mencari-carinya untuk membalas dendam. Ia juga sudah mendengar betapa Hwe Thian Moli telah berhasil membunuh tiga orang kawannya yang dulu ikut naik ke Liong-cu-san.
Pilihan di Antara Dua Wanita Perkasa
"AH, dia memang gadis jahat dan kejam!" serunya sambil meloloskan goloknya. "Kita harus membunuhnya. Marilah kubantu kalian!" Dengan gerakan cepat sekali Leng Kok Hosiang lalu maju menyerbu dan mengeroyok Siang Lan.
"Keparat jahanam Leng Kok Hosiang! Kebetulan sekali kau mengantar kepalamu yang gundul untuk kuhancurkan!" seru Siang Lan dengan gemas sekali dan ia menyambut kedatangan hwesio itu dengan serangan kilat yang dilakukan dengan sepenuh tenaga. Akan tetapi karena selain Leng Kok Hosiang sendiri memiliki kepandaian tinggi, juga di situ terdapat Bong Te Sianjin dan Ngo-lian-hengte, tentu saja ia tak dapat bergerak dengan leluasa, bahkan sebentar saja ia telah terdesak mundur karena datangnya senjata lawan bagaikan hujan lebatnya.
Sambil menggertak gigi, Siang Lan melakukan perlawanan dan ia telah mengambil keputusan nekad untuk membunuh musuh besarnya atau terbunuh oleh keroyokan itu! Ia mengamuk dengan nekat sekali sehingga ketujuh orang pengeroyoknya menjadi kagum dan juga terheran-heran. Mereka mendesak terus dibarengi dengan suara Leng Kok Hosiang yang menertawakannya dan mengejeknya untuk membuat gadis itu menjadi makin gemas.
"Ha ha ha! Hwe-thian Mo-li, kau hendak lari ke mana" Kau seperti seekor tikus kecil dalam perangkap. Ha ha!"
Pada saat kedudukan Hwe-thian Mo-li benar-benar berada dalam bahaya besar, tiba-tiba terdengar suara dari luar kuil.
"Hm, sungguh tak tahu malu tokoh-tokoh kang-ouw seperti tujuh orang ini mengeroyok seorang gadis muda! Benar-benar dunia ini penuh dengan manusia-manusia curang!" Berbareng dengan habisnya ucapan itu, muncullah seorang pemuda tampan dari pintu kuil. Ia berpakaian seperti seorang pemuda pelajar yang lemah lembut dan sederhana, akan tetapi begitu tangannya bergerak, ia telah mencabut sebatang pedang yang berkilauan dari bawah jubahnya yang panjang.
"Betapapun juga, Kun-lun Siauwhiap (Pendekar muda dari Kun-lun) tidak dapat membiarkan keganjilan ini berlangsung terus!" seru pemuda itu yang segera maju menyerbu dan membantu Siang Lan.
Semenjak mendengar suara itu, dada Siang Lan sudah berdebar aneh karena ia mengenal suara itu. Apalagi setelah pemuda itu muncul, tak terasa lagi muka gadis ini menjadi merah sekali dan gerakan pedangnya kacau sehingga hampir saja tongkat Bong Te Sianjin mampir di pundaknya. Ia cepat membuang jauh-jauh pikirannya yang kacau itu dan bersilat dengan mengerahkan seluruh tenaga.
Sementara itu, Bong Te Sianjin dan Leng Kok Hosiang yang sudah mendengar kemashuran nama Kun-lun Siauhiap, pendekar muda dari Kun-lun-pai yang menurut kabarnya amat tangkas dan gagah perkasa itu, merasa tidak enak hati. Apalagi setelah pedang di tangan Tek Kun bekerja amat cepat dan kuatnya, menghalau beberapa pedang pengeroyok, hati mereka menjadi cemas.
Leng Kok Hosiang mencoba untuk mendesak Siang Lan, namun gadis itu yang memang selalu mengarahkan serangan pedangnya kepada hwesio ini, ternyata masih kuat dan dan tidak mudah dirobohkan begitu saja. Pertempuran menjadi makin hebat. Ngo-lian-hengte mengeroyok Tek Kun, sedangkan kedua orang pertapa itu menghadapi Siang Lan.
Kalau gadis perkasa itu masih merasa kewalahan menghadapi Leng Kok Hosiang dan Bong Te Sianjin yang benar-benar tangguh, adalah Tek Kun yang dikeroyok oleh lima orang ketua Ngo-lian-kauw itu menghadapi makanan empuk. Baru beberapa gebrakan saja terdengar teriakan-teriakan kesakitan, disusul oleh robohnya Kui Sin dan Kui Ti.
Makin cemaslah hati Leng Kok Hosiang. Ia maklum bahwa kalau kawan-kawannya ini roboh dan ia harus menghadapi Hwe-thian Mo-li seorang diri, pendekar wanita itu tentu takkan mau berhenti sebelum mengadu jiwa! Dia melihat kepandaian pendekar wanita ini, ia masih merasa ragu-ragu apakah ia akan dapat menang apabila bertempur satu lawan satu.
Tiba-tiba Leng Kok Hosiang melompat mundur dua tombak lebih dan ketika Siang Lan mengejar, hwesio ini dengan tubuh merendah lalu menyerangnya dengan pukulan Hek-coa-jiu yang lihai itu!
Siang Lan pernah mendengar tentang kelihaian pukulan Hek-coa-jiu ini, maka cepat ia mempergunakan ginkangnya dan tubuhnya mencelat ke udara dan langsung ia menyerang ke arah hwesio itu dengan pedangnya. Akan tetapi Bong Te Sianjin telah datang dan menyambut pedangnya yang menyerang hwesio itu, sedangkan Leng Kok Hosiang yang menyaksikan betapa gadis itu dengan mudah dapat menggagalkan serangannya, cepat mempergunakan kesempatan itu untuk melompat keluar dari kuil dan melarikan diri.
Dengan marah Siang Lan hendak mengejar, akan tetapi Bong Te Sianjin tidak mau melepaskannya, bahkan lalu menyerang hebat sekali dengan tongkatnya.
"Bong Te Sianjin, kau benar-benar menjemukan!" seru Siang Lan dengan gemas sekali dan pedangnya lalu bekerja lebih cepat lagi. Kini ia tidak mau main-main lagi dan kedua tangannya bergerak, yang kanan menyerang dengan pedang, yang kiri melancarkan pukulan-pukulan dengan pengerahan tenaga lweekang sepenuhnya. Ia kini dikuasai oleh nafsu untuk merobohkan dan membunuh kakek yang menghalanginya mengejar hwesio musuh besarnya.
Bong Te Sianjin sudah kehabisan tenaga, maka mana ia mampu mempertahankan diri lebih lama lagi" Biarpun tongkatnya masih berhasil menangkis pedang di tangan lawannya, akan tetapi pukulan tangan kiri Siang Lan telah beberapa kali mengenai dadanya, dan biarpun yang mengenai hanya angin pukulan saja, akan tetapi karena napasnya memang sudah tersengal-sengal sehingga ia tidak dapat mengerahkan tenaga pertahanan dengan baik. Akhirnya ia terhuyung-huyung dan roboh sambil muntahkan darah segar dari mulutnya.
Siang Lan tidak memperdulikan keadaan kakek itu lagi dan melompat keluar mengejar musuh besarnya sambil berseru.
"Bangsat gundul, kau hendak lari ke mana?"
Akan tetapi karena waktu antara kepergian hwesio itu sudah agak lama, ketika ia tiba di luar kuil, Leng Kok Hosiang sudah lenyap tak nampak bayangannya lagi.
Sementara itu, Tek Kun dengan mudah juga sudah merobohkan ketiga orang pengeroyoknya dan melihat gadis itu melompat keluar mengejar hwesio tadi, iapun melompat pula mengejarnya.
Tek Kun melihat gadis itu berdiri di pinggir hutan sambil matanya memandang ke sana ke mari mencari jejak orang yang dikejarnya, dan ketika pemuda itu datang menghampirinya, gadis itu menyambutnya dengan teguran ketus,
"Mengapa kau mencampuri urusanku?"
Tek Kun melengak dan untuk beberapa lama tak dapat segera menjawab. Tak disangkanya bahwa gadis gagah perkasa ini demikian galaknya. Akan tetapi ia tersenyum dan berkata,
"Siapa yang mencampuri urusanmu" Aku hanya melihat ketidakadilan dalam pengeroyokan itu, maka aku membantu tanpa kusadari lagi. Apakah kau marah karena aku membantumu?"
Nada suara yang halus ini menikam hati Siang Lan. Memang semenjak suhunya meninggal dunia, ia merasa hidup sebatangkara dan tak seorang pun di dunia ini yang dapat ia andalkan. Kini setelah ada pemuda yang amat menarik hatinya ini membantu tanpa diminta, mengapa ia harus marah-marah" Ia merasa betapa ia telah bersikap terlalu sekali, maka ia lalu menjawab,
"Tidak ada alasan bagiku untuk menjadi marah. Akan tetapi jangan kaukira bahwa aku harus berlutut kepadamu dan menghaturkan terima kasih atas bantuanmu tadi. Karena kau membantu tanpa kuminta dan akupun belum tentu kalah dikeroyok oleh tujuh orang tadi!"
Tek Kun tersenyum lagi, senyum yang membuat wajahnya yang tampan itu nampak berseri dan senyum yang membuat jantung Siang Lan berdebar aneh.
"Nama Hwe-thian Mo-li memang amat menggemparkan dan sudah lama aku mengagumi namamu. Benar-benar kau gagah perkasa dan maafkan kalau tadi aku telah berlaku lancang."
Kembali Siang Lan merasa terpukul hatinya. Orang telah membantunya, merobohkan, Ngo-lian hengte, kini orang ini tidak mengharapkan terma kasihnya, bahkan datang-datang secara jujur meminta maaf. Sungguh pihaknyalah yang amat keterlaluan dalam hal ini.
"Sudahlah, aku tidak perlu dengan segala permintaan maaf!" katanya.
"Kau galak sekali!" kata Tek Kun sambil tersenyum dan sepasang matanya memandang dengan jenaka.
"Habis, apakah kau menyuruh aku tersenyum-senyum kepadamu, bersikap manis dan genit" Aku tidak bisa bersikap seperti itu!" Siang Lan menantang.
"Maaf nona, bukan maksudku menyinggung hatimu. Sebetulnya mengapakah kau mengejar hwesio itu" Siapakah dia tadi" Kulihat ilmu silatnya tinggi juga."
"Dia adalah Leng Kok Hosiang, musuh besarku. Sayang ia dapat melarikan diri dan aku tidak tahu ke jurusan mana ia pergi!"
Pemuda itu nampak terkejut. "Diakah yang bernama Leng Kok Hosiang yang berjuluk Jai-hwa-sian" Ah, sayang, kalau tadi aku tahu, tentu tak sudi aku melayani segala cacing seperti Ngo-lian hengte dan membantumu merobohkannya."
"Aku tidak minta bantuanmu dan sekarangpun aku hendak mengejarnya seorang diri." Siang Lan hendak pergi, akan tetapi pemuda itu berkata.
"Nona, kau tidak tahu ke mana perginya hwesio itu?"
"Apakah kau tahu?"
"Tentu saja aku tahu ke mana ia pergi! Ia tentu pergi ke kota raja, karena sesungguhnya menjadi tugasku pula untuk menyelidikinya. Ia menjadi utusan kaum pemberontak di selatan. Mungkin sekali dia hendak menghadap kaisar sebagai seorang utusan."
"Begitukah" Nah, aku pergi!" jawab Siang Lan tanpa mengucapkan terima kasihnya.
Akan tetapi belum lama Siang Lan pergi menuju ke kota raja di sebelah utara, tiba-tiba telinga gadis itu mendengar sesuatu dari tempat di mana tadi ia bertemu dengan Tek Kun. Ia segera berlari ke tempat itu kembali dan terheranlah ia ketika ia melihat pemuda itu berlutut di depan seorang tosu (pendeta To) tua yang bersikap bengis dan sedang marah besar,
"Mengapa kau mengabaikan tugasmu dan membuang waktumu dengan membantu segala gadis kang-ouw" Mengapa kau tidak menjatuhkan hukuman kepada susiokmu sebagaimana yang telah menjadi tugasmu?"
"Ampun, Sucouw (kakek guru), teecu tidak sampai hati menjatuhkan hukuman itu karena menurut pendapat teecu susiok tidak bersalah."
Marahlah tosu itu. Ia membanting-banting kaki dan berkata. "Anak lancang! Betapapun tinggi kedudukanmu, siapapun juga adanya kau, kau telah menjadi murid Kun-lun-pai dan harus tunduk kepada semua peraturan. Cin Lu Ek telah melakukan pelanggaran, bersekutu dengan orang-orang jahat dan membunuh Ong Han Cu secara pengecut, curang, dan merendahkan nama Kun-lun-pai yang besar. Kau sudah kuberi tugas untuk menjatuhkan hukuman kepadanya, akan tetapi ternyata kau telah mengabaikan tugasmu. Tahukah kau hukuman apa yang dijatuhkan kepada seorang anak murid Kun-lun-pai yang mengabaikan tugasnya?"
"Teecu tahu, sucouw. Akan dicabut kembali semua kepandaian yang teecu pelajari dari Kun-lun-pai."
Tosu itu melangkah maju. "Nah, kau sudah tahu, itu baik sekali. Bersiaplah kau!" Sambil berkata demikian, tosu ini bergerak hendak menotok kedua pundak Sim Tek Kun. Kalau totokan itu mengenai sasaran, maka kedua lengan tangan pemuda itu akan menjadi lumpuh dan selama hidup kedua lengannya takkan dapat dipergunakan untuk bersilat lagi.
Tiba-tiba menyambar bayangan yang cepat sekali dan tosu itu dengan terkejut merasa betapa ada sambaran angin yang kuat dari belakangnya. Ia membalikkan tubuh dan menunda gerakannya menotok anak muridnya, dan secepat kilat ia mengibaskan ujung lengan bajunya ke belakang. Siang Lan yang ternyata turun tangan menolong Tek Kun, terhuyung mundur sampai lima langkah karena kebutan ujung lengan baju ini.
"Hm, gadis lancang, kau siapakah sebenarnya maka berani sekali turun tangan terhadap pinto?"
Sebagai jawaban, Siang Lan mencabut pedangnya dan berkata tajam. "Totiang, mengapa seorang pendeta seperti totiang masih mengandung hati yang amat kejamnya" Aku sendiri yang menjadi murid dari Pat-jiu kiam-ong, karena otak dan pikiran sehat tidak membalas dendam kepada Kim-gan-liong, mengapa totiang tidak mau mendengar alasan dan secara membuta hendak menjatuhkan tangan ganas terhadap anak murid sendiri?"
Tosu itu tertarik sekali mendengar ucapan ini dan ia lalu berkata. "Hm, jadi kau ini adalah murid dari Pat-jiu kiam-ong" Tentu kau yang disebut Hwe-thian Mo-li?"
"Benar, totiang."
"Pinto berurusan dengan anak murid sendiri, mengapa kau ikut campur" Ada hubungan apakah kau dengan Tek Kun?"
Merahlah seluruh wajah gadis itu. "Tidak ada hubungan apa-apa, hanya aku tidak bisa melihat orang berlaku kejam tanpa alasan. Perbuatan itu tentu akan kuhalangi, tidak perduli siapa yang melakukannya terhadap, siapa pula diperbuatnya!"
"Ha, ha, ha! Kau pintar bicara, anak muda! Hendak kulihat apakah kau benar-benar berani menghalangi perbuatanku menghukum anak murid sendiri!" Sambil berkata demikian, kembali tosu itu melangkah maju ke arah Tek Kun yang masih berlutut. Akan tetapi sekali menggerakkan tubuh, Siang Lan telah melompat dan berdiri menghadang di depan pemuda itu sambil memegang pedangnya.
"Hwe-thian Mo-li, kau anak kecil benar-benar berani mati. Tahukah bahwa kau sedang berhadapan dengan ketua dari Kun-lun-pai" Gurumu sendiri belum tentu berani bersikap sekurang ajar ini."
"Maaf, locianpwe, sudah kukatakan tadi bahwa aku tidak perduli siapa saja yang melakukan perbuatan sewenang-wenang, pasti kulawan. Dari kebutan lengan baju locianpwe tadi saja aku sudah tahu bahwa aku bukanlah tandingan, akan tetapi apa boleh buat, terpaksa kulawan juga."
"Untuk melindungi Tek Kun, kau bersedia mengorbankan nyawamu?"
"Untuk membela kebenaran dan melindungi orang yang tertindas, aku bersedia menghadapi kematian, totiang!"
Tiba-tiba tosu itu tertawa bergelak dan suara ketawanya nyaring sekali sampai menggema di empat penjuru. "Tek Kun, kau untung sekali. Kau telah dicinta oleh seorang gadis yang benar-benar setia dan gagah perkasa!" Setelah berkata demikian, kakek itu mengebutkan lengan bajunya dan tahu-tahu tubuhnya telah lenyap dari situ.
Tek Kun bangun berdiri dan menjura kepada Siang Lan. "Nona, aku telah berhutang budi kepadamu."
Merahlah wajah Siang Lan mendengar ini, apalagi karena ucapan kakek tadi masih mendengung di telinganya. "Siapa yang berhutang budi" Kau mempunyai sucouw yang amat kasar!"
Berkerutlah dahi pemuda itu mendengar ucapan ini. "Hwe-thian Mo-li, kau pandai mencela orang. Tidak tahukah kau bahwa kau sendiri adalah seorang gadis yang amat kasar" Aku ingin bersahabat denganmu karena kau adalah seorang gadis gagah perkasa yang mempunyai pribadi tinggi dan menjunjung keadilan. Akan tetapi berkali-kali kau bersikap kasar kepadaku dan sekarang bahkan kau berani melawan sucouwku dan mengatakan dia seorang kasar!"
"Aku tidak butuh menjadi sahabatmu!" sahut Siang Lan dengan cemberut.
"Hm, sikapmu ini mengingatkan aku akan ucapan sucouw tadi!" Mendengar ini, Siang Lan memandang dengan mata bersinar marah akan tetapi ia tidak dapat membuka mulutnya, bahkan bibirnya bergemetar menahan gelora hatinya. Akhirnya ia membalikkan tubuh dan melompat pergi menuju ke kota raja.
Tek Kun berdiri termenung. Ia tertarik kepada gadis ini akan tetapi tidak dapat mencinta seorang gadis yang menurut pandangannya terlalu kasar dan galak itu. Namun diam-diam ia kagum sekali melihat keberanian Hwe-thian Mo-li. Betapa gagahnya gadis ini ketika tadi menentang sucouwnya. Dan ia kini maklum juga bahwa sucouwnya tadi hanya mempermainkannya saja. Maklum bahwa sucouwnya yang sakti itu telah tahu akan kedatangan Hwe-thian Mo-li dan hendak mencoba watak gadis itu.
Kemudian ia menghela napas dan menyesalkan nasibnya mengapa ia ditunangkan dengan seorang gadis penari. Ia telah mendengar akan hal ini dari seorang sahabatnya, dan ia sedang bingung memikirkannya. Telah berkali-kali ia membantah kehendak orang tuanya yang hendak menikahkannya. Akan tetapi, kali ini orang tuanya telah mengambil keputusan tanpa bertanya dulu kepadanya.
Bagaimana ia dapat membantah" Namun ia merasa penasaran sekali. Ia tidak suka menikah dengan seorang gadis yang lemah, seorang gadis penari. Ah, ia kecewa sekali. Kalau saja Hwe-thian Mo-li tidak seganas dan segalak itu. Dan gadis itu menyinta padanya! Dengan pikiran melamun, pemuda inipun lalu berlari cepat menuju ke kota raja
**** Lian Hong merasa tidak puas akan usaha kakeknya membantunya mencari keterangan tentang musuh-musuh ayahnya. Sebetulnya ia ingin sekali keluar dari gedung Ciok-taijin untuk mencari sendiri musuh-musuh besarnya itu, akan tetapi ia selalu dicegah oleh ibunya dan ia merasa tidak tega kepada ibunya.
Pada hari itu, kakeknya datang ke kamarnya dengan wajah muram.
"Lian Hong, terus terang saja kubertahukan kepadamu bahwa para penyelidik kita telah mendapat tahu tentang Leng Kok Hosiang musuh besar ayahmu itu. Dia adalah hwesio yang dulu pernah datang melukai aku dan kemudian dikalahkan oleh suhumu."
Berserilah wajah Lian Hong yang cantik mendengar keterangan ini. "Dimana dia, kong-kong " Di mana si jahanam itu?"
Kakeknya menghela napas. "Lian Hong, ketahuilah bahwa bukan hanya engkau yang ingin melihat kepala gundul itu mampus. Aku sendiri pernah terkena pukulannya yang keji dan kalau tidak ada suhumu, tentu aku telah tewas pula. Akan tetapi, sekarang dia mempunyai kedudukan yang amat penting sehingga sukar bagi kita untuk melanjutkan usaha balas dendam ini. Dia berada di kota raja sini, nak."
Lian Hong melompat dari kursinya. "Biar aku mencari dia, kong-kong !" Cepat-cepat gadis ini lalu bersiap, membelitkan pedangnya pada pinggang dan mengambil selendang merahnya.
"Nanti dulu, Lian Hong. Selain hwesio itu amat berbahay dan berkepandaian tinggi, juga kau harus tahu bahwa dia sekarang merupakan orang yang amat penting dan kalau kita mengganggunya, kita dapat berurusan dengan kaisar."
Nona itu menjadi bengong dan heran. "apa maksudmu, kong-kong?"
"Dia datang sebagai utusan pemberontak di selatan, dan dia membawa pesanan dari pimpinan pemberontak kepada kaisar. Dengan demikian, kedudukannya penting sekali dan tentu saja tak boleh diganggu."
"Bagaimanapun juga, aku harus menyelidiki keadaannya kong-kong. Kalau perlu, akan kuserang dia di luar kota."
"Baiklah, akan tetapi hati-hatilah jangan kau turun tangan di dalam kota. Akan celaka kita semua kalau hal ini terjadi."
Mereka lalu berunding dan karena mereka mendengar bahwa hwesio itu bermalam di rumah Gan-siupi, seorang pembesar she Gan dan bahwa hwesio itu diterima sebagai seorang tamu agung, maka Lian Hong lalu berkemas untuk mengunjungi gedung Gan-siupi. Ia telah kenal baik dengan Gan-hujin (nyonya Gan) dan Gan Siocia (nona Gan), maka mudahlah baginya untuk mengunjungi gedung itu. Tak lama kemudian, Lian Hong telah naik kendaraan tertutup menuju ke rumah gedung Gan-siupi.
Ketika kendaraannya tiba di jalan yang ramai, ia mendengar pengendara yang duduk di depan berkata perlahan.
"Aduh, alangkah cantik dan gagahnya!"
Lian Hong menjadi tertarik hatinya dan dia lalu menyingkap kain sutera yang menutup kendaraan itu. Dan terkejutlah ia ketika melihat siapa orangnya yang dipuji oleh kusirnya tadi. Ternyata bahwa di pinggir jalan itu seorang nona yang cantik dan gagah sekali sedang berjalan dan memandang ke arah kereta. Nona itu adalah Hwe-thian Mo-li Nyo Siang Lan.
Lian Hong hendak cepat-cepat menutupkan "muili" kereta itu, akan tetapi mata Siang Lan yang tajam telah melihatnya. Juga Hwe-thian Mo-li menjadi terkejut, akan tetapi berbareng nona ini merasa heran dan ragu-ragu. Tak salah lagi, nona di dalam kereta itu pasti Lian Hong, gadis penari yang mengaku menjadi puteri suhunya. Akan tetapi mengapa ia berpakaian demikian mewah dan naik sebuah kendaraan yang jelas adalah kendaraan seorang bangsawan agung" Aku harus mengetahui baik-baik apakah dia benar Lian Hong atau orang lain yang sama mukanya.
Dengan hati amat penasaran, Siang Lan lalu mengikuti kereta itu. Sementara itu, Lian Hong yang berada di dalam kereta juga mengintai dari cela-cela muili dan tersenyum gelilah dia ketika melihat betapa Siang Lan mengikuti keretanya.
Ia memuji ketajaman mata Hwe-thian Mo-li, akan tetapi ia tidak boleh mengetahui keadaan siapa dirinya sebetulnya. Kalau ia melompat keluar dari kereta dan menjumpai gadis gagah itu sebagaimana yang amat diinginkannya, tentu semua orang akan menjadi terheran-heran bagaimana cucu Ciok-taijin mempunyai sahabat seorang gadis kang-ouw.
Biarpun hatinya penasaran dan menurut pandangan matanya ia hampir merasa yakin bahwa gadis puteri bangsawan yang berada di dalam kereta itu adalah Ong Lian Hong puteri suhunya, namun jalan pikirannya tidak membetulkan dugaan ini. Bagaimana bisa jadi puteri suhunya menjadi seorang gadis bangsawan tinggi" Bukankah dulu Lian Hong hanya seorang gadis penari" Demikianlah, sambil mengikuti kereta itu, Siang Lan tiada hentinya berpikir.
Ketika kereta berhenti di depan gedung besar, puteri bangsawan itu turun dan para penjaga di depan gedung itu memberi hormat. Siang Lan merasa makin penasaran dan ia mengambil sebuah batu kerikil kecil sekali. Tanpa diketahui oleh siapapun juga, ia lalu menyambitkan batu kecil itu ke arah leher puteri bangsawan itu.
Ia melakukan percobaan ini karena kalau gadis itu bukan Lian Hong, tentu lehernya akan terkena sambitan ini dan menjerit kesakitan. Akan tetapi, dengan gerakan seperti kebetulan dan tanpa disengaja, gadis bangsawan itu miringkan kepalanya dan sambitan itu mengenai tempat kosong.
Siang Lan menjadi girang. Tentu gadis itu Lian Hong adanya. Akan tetapi melihat betapa Lian Hong sama sekali tidak memperdulikannya, ia masih penasaran dan segera menghampiri puteri itu sebelum masuk ke dalam gedung. Ia menjura kepada Lian Hong sambil mengerahkan tenaga pada kedua tangannya dan dengan jalan itu ia menyerang Lian Hong dengan angin pukulannya sambil berkata, "Siocia, maafkan kalau aku mengganggumu. Bukankah kita pernah bertemu dan berkenalan?"
Para penjaga tentu saja merasa terkejut sekali melihat cucu Ciok-taijin ditegur oleh seorang gadis gagah perkasa yang membawa pedang pada pinggangnya. Juga Lian Hong merasa bingung juga, maka cepat ia membalas pengormatan Siang Lan sambil mengerahkan tenaga menolak angin pukulan itu, lalu berkata,
"Mungkin kita hanya saling bertemu dalam alam mimpi dan dalam keadaan lain. Tak mungkin kita telah berkenalan. Harap kau jangan menggangguku." Setelah berkata demikian, ia lalu pergi masuk ke dalam gedung tanpa menoleh lagi kepada Siang Lan.
Hwe-thian Mo-li ketika merasa betapa gadis bangsawan itu dapat menolak pukulannya, makin merasa yakin bahwa gadis ini tentulah penari yang dulu berhasil membunuh Liok Kong, ia teringat betapa gadis itu tidak mau mengaku tentang keadaan dirinya dan seakan-akan merahasiakan, dan teringat pula akan suhunya yang juga merahasiakan keadaan keluarganya.
Teringat akan hal ini ia tidak mau mendesak dan segera pergi dari situ, melanjutkan penyelidikannya tentang musuh besarnya, yakni Leng Kok Hosiang. Sama sekali ia tidak pernah menduga bahwa hwesio itu berada di dalam gedung di mana ia melihat Lian Hong masuk.
Lian Hong disambut oleh para pelayan yang mengantarnya masuk ke dalam gedung. Di ruang tengah, gadis ini melihat Gan-siupi sedang bercakap-cakap dengan seorang hwesio dan berdebarlah hatinya ketika ia mengenal hwesio ini sebagai hwesio yang dulu pernah menyerang kong-kongnya, yakni Leng Kok Hosiang.
Ketika Gan-siupi melihat kedatangannya, pembesar itu lalu berdiri dan tersenyum kepadanya, sedangkan Lian Hong buru-buru memberi hormat. Sepasang mata Leng Kok Hosiang bercahaya ketika ia melihat gadis yang luar biasa cantiknya itu. Ia merasa seakan-akan melihat seorang bidadari turun dari kahyangan.
Ia sudah lupa lagi kepada Lian Hong karena dulu ketika ia menyerbu rumah Ciok-taijin, gadis ini masih belum sebesar sekarang. Betapapun juga, Leng Kok Hosiang masih mengenal kesopanan dan tidak mau bertanya sesuatu, hanya diam-diam ia menyimpan kecantikan wajah gadis itu di dalam hatinya yang busuk.
Sementara itu, sambil menahan gelora hatinya ketika melihat musuh besarnya ini, Lian Hong buru-buru masuk ke ruang belakang untuk menemui Gan-hujin dan Gan-Siocia. Gan-siocia yang sudah kenal baik dengan Lian Hong, lalu memeluknya dan membujuk-bujuknya untuk bermalam di situ.
Lian Hong pura-pura tidak mau, akan tetapi akhirnya ia menerima undangan ini dan seorang pelayan lalu disuruh pergi ke gedung Ciok-taijin untuk mengabarkan bahwa Ciok-siocia bermalam di gedung siupi. Memang untuk orang luar, Lian Hong selalu disebut Ciok-siocia (nona Ciok) karena kakeknya tidak mau ia menggunakan nama keturunan Ong.
Malam hari itu, ketika semua orang di dalam gedung Gan-siupi sudah tidur nyenyak, dua orang di dalam gedung itu masih belum tidur. Mereka ini adalah Lian Hong dan Leng Kok Hosiang.
Gadis ini sungguhpun sudah mendapat pesan kakeknya jangan turun tangan di dalam kota, namun melihat hwesio yang amat dibencinya itu, ia tidak dapat menahan sabarnya lagi. Ia mengganti pakaiannya yang mewah sebagai puteri bangsawan itu dengan pakaian yang ringkas, membawa kedua senjatanya yang tadinya disembunyikan dibalik pakaiannya, dan bersiap untuk menyelidiki keadaan musuh besarnya dan kalau ada kesempatan, turun tangan.
Adapun Leng Kok Hosiang, semenjak menyaksikan kecantikan wajah gadis bangsawan yang siang tadi memasuki gedung itu, hatinya selalu berdebar. Timbul nafsu jahatnya dan hwesio yang jahat dan cabul inipun mempunyai maksud untuk menyerbu ke dalam kamar gadis bangsawan itu dan mengganggunya. Memang Leng Kok Hosiang adalah seorang yang amat berani.
Menjelang tengah malam, ketika keadaan sudah sunyi betul, dua bayangan yang amat gesit gerakannya dengan hampir berbareng telah melompat ke atas genteng rumah gedung Gan-siupi. Kedua bayangan orang ini bertemu di bubungan rumah dan keduanya menjadi terkejut. Lebih-lebih Leng Kok Hosiang ketika melihat bahwa bayangan yang dapat bergerak dengan amat gesitnya itu bukan lain adalah gadis bangsawan yang tadinya hendak dijadikan korban. Ia hanya memandang dengan mata terbelalak kepada Lian Hong yang sudah mengeluarkan pedang dan selendang merahnya.
"Leng Kok Hosiang, jahanam gundul keparat. Sekaranglah saatnya kau harus melepaskan kepala gundulmu !" seru Lian Hong yang segera menyerang dengan pedangnya, menggunakan tipu gerakan Dewa Bumi Memetik Buah, menusukkan pedangnya ke arah kepala musuhnya.
Leng Kok Hosiang terkejut sekali melihat cara menyerang yang amat cepat dan lihai ini, maka iapun tidak berani main-main dan cepat mengelak sambil melangkah mundur.
"Nanti dulu, nona. Bukankah kau ini Ciok-siocia yang siang tadi datang di gedung ini" Mengapa tanpa sebab kau memusuhi aku" Apakah kesalahanku kepadamu?"
"Jahanam gundul, kau masih bertanya tentang dosamu" Ingatkah kau akan perbuatanmu yang pengecut dan curang terhadap Pat-jiu kiam-ong?"
Terkejut dan terheranlah hati hwesio ini mendengar disebutnya nama ini. "Apakah Pat-jiu kiam-ong juga mempunyai murid seorang gadis bangsawan?" tanyanya seperti kepada diri sendiri. Akan tetapi, Lian Hong tidak memberi kesempatan kepadanya untuk banyak berpikir. Gadis ini sudah maju lagi menyerang sambil membentak.
"Tak perlu kau tahu akan hal itu!" Lian Hong masih berlaku hati-hati dan tidak mau mengaku puteri Pat-jiu kiam-ong, bahkan kini ia menyerang dengan hebat, mempergunakan pedang dan selendangnya.
Leng Kok Hosiang menjadi marah sekali. Ia maklum bahwa gadis muda ini memiliki ilmu silat yang tak boleh dipandang ringan, apalagi setelah melihat gerakan selendang merah yang mengandung tenaga lweekang dan yang merupakan senjata penotok jalan darah yang cukup lihai. Lenyaplah niatnya untuk mengganggu gadis ini dan ia kini berniat hendak membunuh gadis yang berbahaya ini.
Baru menghadapi Hwe-thian Mo-li saja ia sudah merasa berat, apalagi kalau pihak anak murid Pat-jiu kiam-ong ditambah dengan gadis yang aneh ilmu silatnya ini.
Leng Kok Hosiang lalu mencabut goloknya dan ia membalas menyerang dengan hebatnya. Goloknya berkelebat bagaikan seekor naga buas menyambar mangsanya. Serangan golok yang berbahaya ini masih ia seling dengan pukulan-pukulan Hek-coa-jiu yang dilakukan dengan tangan kirinya. Baiknya Lian Hong sudah maklum atas kelihaian ilmu pukulan yang pernah hampir merampas nyawa kakeknya ini, maka ia selalu berlaku hati-hati dan dapat mengelak dari pukulan lawan.
"Ah, tentu kau hendak membalas sakit hati karena kakekmu pernah kurobohkan dulu, bukan?" tanya hwesio itu sambil menangkis serangan lawannya. Kini ia teringat akan keadaan dulu ketika ia mencari Ong Han Cu di gedung Ciok-taijin. Hm, ilmu silatmu hampir sama dengan ilmu silat Ouwyang Sianjin, kau tentu muridnya, bukan?"
Lian Hong tidak menjawab dan terus menyerang. Ia mendapat kenyataan bahwa ilmu silat hwesio ini sekarang telah menjadi makin lihai saja. Memang, Leng Kok Hosiang yang maklum akan banyaknya dan lihainya musuh-musuh yang mencari untuk membalas dendam kepadanya, telah memperdalam kepandaiannya dan bahkan mempelajari ilmu golok yang cukup tinggi.
Kini setelah bertempur belasan jurus, dengan lega ia mendapat kenyataan bahwa betapapun juga, ia masih menang tenaga dan menang ulet. Ditambah lagi dengan pengalaman bertempur dan kematangan ilmu silatnya. Maka ia dapat melayani Lian Hong sambil melanjutkan jalan pikirannya yang kini mulai teringat akan pengalamannya dahulu.
Iblis Dan Bidadari Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Hm, kau cucu Ciok-taijin ....ah, sekarang aku ingat, kau tentulah gadis cilik yang dulu pernah pula menempurku di depan rumah kakekmu! Ha, ..... kalau kau cucu Ciok-taijin, kau tentulah anak perempuan dari Pat-jiu kiam-ong .....!"
Lian Hong tidak menjawab dan terus menyerang bertubi-tubi dengan pengerahan seluruh tenaga dan kepandaiannya. Terpaksa Leng Kok Hosiang mencurahkan perhatiannya untuk melindungi diri karena serangan-serangan nona ini benar-benar berbahaya sekali. Ia juga merasa terkejut dan gentar ketika mengingatkan bahwa gadis ini adalah puteri Pat-jiu kiam-ong, karena sebagai puteri pendekar itu, tentu nona ini merasa sakit hati sekali dan nekad untuk membalas dendam.
Pertempuran berjalan seru dan seimbang. Lima puluh jurus telah lewat dan pertempuran mati-matian itu dilakukan tanpa ada yang mengeluarkan kata-kata sedikitpun. Leng Kok Hosiang mengambil keputusan untuk membunuh anak perempuan musuhnya ini untuk menyingkirkan bahaya yang akan mengancam selalu. Ia mengerahkan seluruh kepandaiannya, mengeluarkan serangan-serangan yang paling berbahaya sehingga Lian Hong terpaksa terdesak mundur.
Pada saat itu, sesosok bayangan tubuh manusia bergerak cepat di atas genteng, berlari menghampiri tempat pertempuran itu. Setelah dekat, bayangan yang ternyata adalah seorang pemuda ini memandang sebentar, kemudian membentak nyaring,
"Leng Kok Hosiang manusia busuk! Agaknya di mana kau berada, tentu kau melakukan kejahatan yang terkutuk!" Setelah berkata demikian, pemuda itu lalu melompat maju sambil mencabut pedangnya dan membantu Lian Hong menyerang hwesio itu.
Ketika mendengar bentakan ini dan melihat pemuda itu, Leng Kok Hosiang menjadi marah sekali.
"Kun-lun Siauwhiap! Berkali-kali tanpa sebab kau memusuhi aku! Awas, kali ini aku tidak akan mengampunkan jiwamu lagi!" Ia lalu memutar senjatanya lebih cepat lagi dan kini ia dikeroyok dua oleh Lian Hong dan Tek Kun, pemuda yang beberapa hari yang lalu telah membantu Siang Lan pula.
Sementara itu, Lian Hong menjadi kagum melihat gerakan pedang pemuda itu. Ia pernah mendengar nama julukan Kun-lun Siauwhiap dan baru sekarang ia melihat orangnya. Melihat pemuda yang mengenakan pakaian seperti seorang pelajar, dengan wajahnya yang tampan dan simpatik ini, tak terasa pula ia menjadi amat tertarik. Hatinya juga merasa lega dan girang karena dengan bantuan pemuda ini, tidak saja ia terlepas dari bahaya desakan musuh besarnya, juga ia mempunyai lebih banyak harapan untuk menewaskan musuhnya. Maka ia lalu menggerakkan kedua senjatanya lebih kuat lagi.
Leng Kok Hosiang menjadi sibuk sekali dan segera ia terdesak hebat. Pada suatu saat, ketika pedang Tek Kun sedang mengurungnya dan membuat ia sibuk menangkis, tiba-tiba sinar merah menyambar ke arah lehernya. Ternyata ujung selendang merah di tangan Lian Hong telah melakukan totokan yang amat berbahaya.
Ia cepat miringkan kepalanya, akan tetapi tetap saja ujung selendang itu masih mampir di pundaknya, mendatangkan rasa sakit sekali. Hwesio ini berseru keras saking marah dan sakitnya, dan ia masih dapat menyelamatkan nyawanya dengan gerakan poksai (berjumpalitan) ke belakang dengan gerak lompat Naga Sakti Membalikkan Tubuh.
Pada saat itu, terdengar suara ribut-ribut di bawah genteng dan ternyata bahwa para penjaga telah mendengar suara orang yang sedang bertempur di atas genteng itu. Tak lama kemudian nampak obor menyala-nyala di bawah genteng dan beberapa orang penjaga yang memiliki kepandaian melompat ke atas genteng.
Baik Lian Hong maupun Tek Kun menjadi sibuk sekali. Keduanya tidak ingin terlihat orang dengan alasan yang sama. Lian Hong tidak mau terlihat orang karena ia adalah cucu dari Ciok-taijin dan hal ini akan membuat kakeknya menjadi marah sekali. Adapun Tek Kun sebagai putera Pangeran Sim Liok Ong, selamanya apabila keluar rumah, tidak pernah mau mengaku sebagai putera pangeran, dan hanya menggunakan nama julukan Kun-lun Siauwhiap. Hampir berbareng, ketika melihat beberapa orang penjaga melompat naik ke atas rumah, kedua orang muda itu lalu melompat pergi dari tempat itu, meninggalkan Leng Kok Hosiang yang masih pucat karena hampir saja ia terkena celaka oleh serangan selendang merah dari gadis pendekar yang lihai itu.
Lian Hong mempergunakan ilmu lari cepat berlompat-lompatan dari genteng ke bubungan rumah lain, lalu melompat turun dan berlari ke tempat yang sunyi. Ia maklum bahwa pemuda yang gagah itupun menyusulnya maka ia lalu berhenti dan setelah Tek Kun berdiri dihadapannya, ia lalu menjura sambil berkata. "Telah lama aku mendengar nama Kun-lun Siauwhiap, dan ternyata malam hari ini aku telah mendapat bantuannya. Melihat ilmu pedangmu, ternyata bahwa nama Kun-lun Siauwhiap bukanlah nama kosong belaka."
Tek Kun memandang dengan mata kagum dan mulut tersenyum berseri. Gadis ini selain berkepandaian tinggi, juga amat elok dan manis, ditambah pula dengan sikapnya yang ramah dan sopan santun. Tahu akan terima kasih, maka ia menjadi makin tertarik.
"Ah, lihiap, jangan kau terlalu memuji, membuat aku yang bodoh merasa tersindir dan malu saja. Mataku yang belum banyak pengalaman ini sungguh harus disesalkan sehingga aku tidak dapat mengenal siapa sebenarnya lihiap ini?"
Lian Hong juga tersenyum. Tadinya ia sudah merasa heran bahwa pendekar pedang yang dijuluki Kun-lun Siauwhiap itu ternyata seorang pemuda tampan yang lemah lembut dan bersikap serta berpakaian sebagai sasterawan. Akan tetapi mendengar ucapan pemuda ini, ia maklum bahwa pemuda ini sudah banyak merantau di dunia kang-ouw sehingga pandai mempergunakan sopan santun orang berilmu yang suka merendahkan diri.
"Kau ingin mengetahui namaku" Tentu saja kau belum pernah melihatku atau mendengar namaku, karena orang seperti aku ini, mana dapat dibandingkan dengan Kun-lun Siauwhiap yang bernama besar?"
"Sudahlah, nona, jangan kau mengejek. Kepandaianku kalau dibandingkan dengan kepandaianmu, sungguh tak patut disebut. Apakah artinya nama julukan" Hanya sebutan dari orang-orang yang suka menjilat belaka."
"Siauwhiap, seperti juga kau, ada orang yang menyebutku dengan nama julukan, yakni Hwe-thian Sianli."
Tek Kun tercengang mendengar sebutan ini dan ia memandang dengan mata terbelalak. "Hwe-thian Sianli ...." Sungguh aneh!"
"Apanya yang aneh?" Lian Hong menahan senyumnya. "Apakah nama julukan itu terlalu buruk dan tidak sesuai dengan orangnya?"
"Ah, bukan demikian, nona. Memang kau sudah pantas sekali disebut Bidadari Terbang. Akan tetapi, nama julukanmu mengingatkan aku akan seorang pendekar wanita yang berjuluk Hwe-thian Mo-li. Tidak tahu apakah masih ada hubungannya antara dia dan kau?"
"Ah, dia...." Jadi kau seorang sahabat baik dari Hwe-thian Mo-li?" Lian Hong balas bertanya sambil memandang tajam.
Di dalam sinar bulan yang tidak begitu terang, Tek Kun memandang wajah yang benar-benar mendatangkan kekaguman di dalam hatinya itu. Memang pantas sekali gadis ini disebut bidadari. Wajahnya yang cantik jelita, tubuhnya yang molek, sikapnya yang gagah, ah, agaknya pantas kalau di atas punggungnya tumbuh sepasang sayap.
"Eh, bagaimana" Apakah yang kaulamunkan, Kun-lun Siauwhiap. Mengapa kau tidak menjawab pertanyaanku?"
"Pertanyaan yang mana" Bukankah kau yang harus menjawab pertanyaanku tadi?" Tek Kun menjawab gagap karena sesungguhnya ia tidak begitu jelas mendengar ucapan gadis itu.
"Kau tanya tentang hubungan" Kalau disebut ada, mungkin ada hubungan antara dia dan aku, akan tetapi nama julukan kami tidak ada sangkut pautnya sama sekali. Nah, sekarang jawablah, apakah dia itu sahabat baikmu?"
Sukarlah bagi Tek Kun untuk menjawab, akan tetapi akhirnya ia berkata dengan sejujurnya, "Sahabat baik sih bukan, akan tetapi aku kenal padanya dan pernah kami bertempur melawan hwesio tadi bersama-sama. Dia murid dari Pat-jiu kiam-ong yang hendak membalas dendam kepada hwesio cabul tadi. Mungkin pada saat ini juga dia berada pula di dalam kota ini."
"Aku telah tahu akan hal itu, tak perlu kau ceritakan lagi. Nah, Kun-lun Siauwhiap, sekali lagi terima kasih atas bantuanmu tadi, Selamat berpisah!" Lian Hong lalu melompat untuk pergi dari situ, akan tetapi tiba-tiba Tek Kun menyusulnya dan berkata.
"Eh, nona, nanti dulu! Secara kebetulan sekali kita bertemu dan ......dan ....kalau sekiranya kau sudi .... aku ingin sekali mengikat tali persahabatan dengan kau yang gagah perkasa ini. Siapak sebenarnya namamu dan di manakah kau tinggal, lihiap?"
Merahlah wajah Lian Hong mendengar ucapan dan melihat sikap pemuda ini. Karena sudah banyak laki-laki yang memandangnya dengan kagum, maka Lian Hong kini mengerti pula bahwa pemuda inipun tertarik kepadanya. Anehnya, kalau kekaguman laki-laki lain selalu mendatangkan rasa jemu dan sebal di dalam hatinya. Kini ia tidak marah atau jemu, bahkan merasa amat malu.
"Apa maksudmu menanyakan nama dan tempat tinggalku?" tanyanya.
Kini Tek Kun yang merasa seperti ditampar mukanya dan menjadi malu-malu dan bingung. "Ah, tidak apa-apa nona. Bukankah sudah sepatutnya orang-orang segolongan seperti kita ini saling berkenalan" Siapa tahu kalau-kalau pada suatu hari aku kebetulan lewat di kota tempat tinggalmu dan dapat singgah untuk berkenalan dengan keluargamu."
Lian Hong tersenyum. Tak dapat ia menceritakan namanya, karena hal ini akan merupakan bahaya bagi kong-kongnya. "Namaku Hwe-thian Sianli dan itu sudah cukup!" katanya. "Adapun tempat tinggalku ..... aku tidak mempunyai tempat tinggal!" Setelah berkata demikian, sambil tertawa perlahan ia lalu melesat dan lenyap di dalam bayangan pohon.
Pertarungan Sepasang Merpati
TEK KUN hendak mengejar, akan tetapi tak dapat menemukan gadis itu yang mempunyai gerakan cepat dan lincah sekali. Tek Kun merasa menyesal sekali. Ia telah bertemu dengan seorang gadis yang telah merebut hatinya pada saat pertemuan yang pertama kali. Ia telah jatuh hati dan diam-diam ia mengakui bahwa ia amat tertarik kepada Hwe-thian Sianli, akan tetapi kini gadis itu telah pergi lagi tanpa mau memberi tahukan nama dan tempat tinggalnya. Sampai lama ia berdiri bengong di tempat itu dengan hati kecewa sekali. Kemudian ia lalu berjalan perlahan-lahan menuju pulang, ke rumah orang tuanya, yakni rumah gedung Pangeran Sim Liok Ong.
Tek Kun sama sekali tidak mengira bahwa semenjak pertemuannya dengan Lian Hong tadi, ada seorang yang mengintai dan mendengar percakapan mereka. Orang ini adalah Hwe-thian Moli Nyo Siang Lan. Sebagaimana telah dituturkan di bagian depan, setelah bertemu dengan Lian Hong dan mencoba gadis penari itu, Siang Lan merasa terheran-heran. Ia merasa yakin bahwa gadis itu tentulah Lian Hong puteri suhunya. Akan tetapi oleh karena sudah jelas bahwa gadis itu agaknya tidak mau memperkenalkan diri di tempat umum, ia juga tidak hendak memaksa dan pergi mencari jejak Leng Kok Hosiang. Tak seorangpun tahu di mana adanya hwesio yang dicarinya itu, maka terpaksa Siang Lan menanti malam tiba.
Ia lalu mengenakan pakaian yang ringkas dan mulailah ia dengan penyelidikannya. Sampai lewat tengah malam, belum juga ia berhasil mendapatkan musuh besarnya. Memang bukan hal yang mudah untuk mencari seseorang di dalam kota raja yang sebesar itu. Kemudian ia melihat bayangan Lian Hong dan Tek Kun. Ia menjadi terheran-heran ketika ia mengenal bayangan dua orang ini, maka diam-diam ia lalu mengikuti mereka dan mengintai. Ia sama sekali tidak melihat hwesio musuh besarnya yang telah turun dan masuk kembali ke dalam gedung Gan-siupi.
Ketika ia melihat sikap kedua orang muda itu pada waktu mereka bercakap-cakap, hatinya merasa tidak enak sekali. Sikap pemuda itu tampak jelas olehnya bahwa pemuda yang dikaguminya ini ternyata amat tertarik pada Lian Hong. Hal ini mudah saja dilihat dari tempat sembunyinya.
Apalagi ketika pemuda itu menyatakan keinginannya berkenalan dengan Lian Hong dan kemudian gadis itu pergi sehingga pemuda itu nampak kecewa, sedih, dan melamun. Kemudian, tanpa disadarinya ketika Tek Kun pergi dari situ, diam-diam Siang Lan mengikuti pemuda ini. Bukan main herannya ketika ia melihat pemuda itu menuju ke sebuah rumah gedung yang besar dan mewah sekali. Bertambah rasa herannya ketika penjaga-penjaga di pintu gerbang rumah itu menegur pemuda ini dengan sikap menghormat sekali.
"Sim-kongcu dari manakah sehingga lewat tengah malam baru pulang?"
"Jangan banyak cakap!" pemuda itu membentak dan terus memasuki rumah sendiri. Siang Lan berdiri bengong di tempat persembunyiannya dan lebih tak mengertilah ia ketika melihat para penjaga itu tertawa dan berbisik-bisik. "Ah, mengapa kongcu menjadi demikian galak" Agaknya ada sesuatu yang mengesalkan hatinya!"
"Kongcu memang aneh. Berbulan-bulan pergi, tak tahu bahwa ia telah ditunangkan dengan seorang puteri jelita, masih saja suka pergi jauh dan lama, dan sekarang pulang pada waktu begini. Biasanya pemuda baru merasa jengkel dan kesal hatinya kalau tergoda oleh wanita."
Siang Lan merasa seakan-akan sedang bermimpi. Siang tadi ia melihat Lian Hong naik kereta dan berpakaian seperti seorang puteri bangsawan. Dan kini ia melihat Tek Kun, pemuda gagah perkasa yang menarik hatinya dan yang disangkanya seorang pemuda kang-ouw itu ternyata juga putera seorang bangsawan besar yang memiliki rumah gedung sehebat ini"
****** Sementara itu, ketika Leng Kok Hosiang ditanya oleh para penjaga dan juga oleh Gan-siupi sendiri, ia tidak mengaku bahwa yang bertempur dengan dia tadi adalah puteri dari Pat-jiu kiam-ong atau cucu dari Ciok-taijin. "Ah, mereka itu hanya dua orang yang agaknya hendak mencuri saja." Katanya dengan hati masih kebat-kebit.
Ia hendak segera membereskan urusannya agar dapat segera pergi dari tempat yang tidak aman itu. Ia maklum bahwa kepandaian puteri Pat-jiu kiam-ong lihai sekali, sama lihainya dengan kepandaian Hwe-thian Moli. Kalau dua orang gadis itu maju berbareng menyerangnya, akan celakalah dia. Apalagi kalau pemuda Kunlun-pai itu membantu pula.
Leng Kok Hosiang memang menjadi utusan dari gerombolan pemberontak dari selatan yang terdiri dari sepasukan tentara kerajaan yang merasa tidak puas dengan pemerintah kaisar. Sukar juga bagi kerajaan untuk menindas pemberontakan ini oleh karena pemberontak-pemberontak ini dibantu oleh orang-orang pandai seperti Leng Kok Hosiang dan yang lain-lain.
Bahkan beberapa perkumpulan gelap telah membantunya, diantaranya perkumpulan agama Pek-lian-kauw dan Ngo-lian-kauw yang banyak mempunyai orang-orang pandai. Kedua perkumpulan agama ini, terutama sekali Pek-lian-kauw yang amat berpengaruh, lambat laun memegang kemudi atau pimpinan atas barisan pemberontak itu sehingga mereka kini merupakan pemberontakan kaum agama Pek-lian-kauw Leng Kok Hosiang masuk pula dalam golongan ini oleh karena banyak kawannya menjadi pemimpin Pek-lian-kauw dan dia dapat hidup dengan mewah dan senang serta mendapat perlindungan yang kuat dan baik.
Pada waktu itu, ia dijadikan utusan oleh pucuk pimpinan pemberotak, untuk menghadap ke kota raja dan menyampaikan surat pernyataan menakluk dengan syarat bahwa gerakan Pek-lian-kauw dan Ngo-lian-kauw akan bebas dan tidak dibatasi oleh larangan-larangan. Dan pula, agar semua bekas tentara yang memberontak dapat diberi kedudukan seperti semula.
Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali Leng Kok Hosiang sudah meninggalkan gedung Gan-siupi untuk menghadap kaisar. Ia sama sekali tidak mengira bahwa Lian Hong dengan amat beraninya telah berada di kamarnya kembali, di dalam gedung Gan-siupi. Memang gadis ini setelah berpisah dari Tek Kun, segera secara diam-diam kembali ke gedung Gan-siupi dan memasuki halaman dari belakang, yakni dari taman bunga.
Beberapa orang penjaga melihatnya di taman, akan tetapi dengan alasan mencari angin, gadis ini dapat kembali ke dalam kamarnya tanpa terganggu. Sungguhpun agak ganjil melihat puteri itu makan angin di waktu lewat tengah malam, akan tetapi para penjaga yang berkedudukan rendah itu mana berani banyak cakap tentang seorang puteri cucu Ciok-taijin"
Diam-diam Lian Hong mendesak Gan-siocia untuk menceritakan tentang tamu hwesio itu dan tahulah ia bahwa pagi hari itu Leng Kok Hosiang hendak menghadap kaisar dan bahwa setelah urusannya beres, hwesio itu hendak langsung kembali ke tempatnya tanpa mampir lagi di gedung siupi. Ia lalu cepat mengendarai keretanya keluar dari gedung itu, hendak ke rumah kakeknya.
Baru saja keretanya keluar dari halaman gedung, ia melihat Siang Lan sudah berdiri di situ dan memandang tajam ke arah keretanya. Lian Hong tersenyum geli dan cepat ia membuka tirai kain penutup kereta dan memberi isyarat kepada Siang Lan dengan gerakan jari tangannya. Siang Lan tersenyum juga dan setelah melihat bahwa di situ tidak terlihat seorangpun yang memperhatikannya, ia lalu melompat bagaikan kilat cepatnya dan tahu-tahu ia telah masuk ke dalam kereta yang pintunya dibuka dari dalam oleh Lian Hong.
Kejadian ini terjadi demikian cepatnya sehingga pengemudi kereta itu sendiri sampai tidak tahu dan tidak merasa sesuatu. "Anak nakal!" seru Siang Lan perlahan setelah ia berada di dalam kereta dan duduk berhadapan dengan Lian Hong. "Mengapa kau berlaku seaneh ini?" Ia memandang pakaian Lian Hong dengan kagum. "Sebenarnya kau ini menjadi puteri apakah" Heran benar aku memikirkan mengapa suhu bisa mempunyai seorang puteri seperti kau!"
Lian Hong menaruh telunjuknya di depan mulut. "Hush, jangan keras-keras, enci Siang Lan. Kalau terdengar oleh pengemudi kereta bisa berabe!"
Siang Lan memegang kedua tangan Lian Hong dan berbisik. "Adik Lian Hong, lekaslah ceritakan, apa artinya semua ini" Baru saja aku melihat Leng Kok Hosiang meninggalkan rumah gedung Gan-siupi di mana kaupun bermalam. Tadi aku hendak turun tangan, akan tetapi melihat bangsat gundul itu berjalan bersama beberapa orang perwira kerajaan, aku menjadi ragu-ragu, apalagi mengingat bahwa kaupun berada di gedung itu. Bagaimana sih ini" Mengapa kau bisa berada serumah dengan musuh besar kita?"
Lian Hong lalu berkata dengan sungguh-sungguh. "Enci Lan. Kau tidak tahu. Malam tadi aku telah bertempur dengan dia, akan tetapi aku tidak berhasil, sungguhpun telah mendapat bantuan .... Kun-lun Siauwhiap. Kita tidak boleh turun tangan di dalam kota raja. Terlalu berbahaya. Ketahuilah bahwa dia adalah seorang utusan pemberontak Pek-lian-kauw yang harus menghadap kaisar. Seorang utusan tak boleh diganggu. Lebih baik kau menanti di luar kota, di sebelah selatan. Kalau hwesio itu keluar, nah, kita turun tangan!"
Siang Lan mengerutkan kening, tanda bahwa ia tidak sabar untuk menanti begitu lama. "Kau boleh menanti sampai ia keluar kota, akan tetapi aku akan menyerangnya begitu ia keluar dari istana kaisar. Kita sama lihat saja, siapa yang akan berhasil lebih dulu!" Setelah berkata demikian, Siang Lan menyingkap tirai dan menanti kesempatan setelah kereta tiba di jalan agak sunyi, ia melompat keluar.
Tak seorangpun tahu, bahwa Leng Kok Hosiang bukanlah datang seorang diri. Serombongan tokoh Pek-lian-kauw telah datang belakangan dan sesuai dengan rencana, mereka telah bersembunyi di luar kota, menanti hasil daripada Leng Kok Hosiang yang menghadap kaisar. Rombongan ini terdiri dari tujuh orang pemimpin Pek-lian-kauw yang berkepandaian tinggi, rata-rata setingkat kepandaian Leng Kok Hosiang.
Mereka telah bermufakat bahwa apabila usaha Leng Kok Hosiang gagal, mereka bertujuh beserta hwesio itu akan menimbulkan huru hara di kota raja, menyerbu kota dan membunuh beberapa orang bangsawan untuk mengacaukan keadaan dan memperlihatkan kekuasaan mereka. Akan tetapi, sebaliknya Leng Kok Hosiang dan ketujuh orang kawannya itu sama sekali tak pernah mimpi bahwa perjalanan mereka telah lama diawasi dan diikuti oleh seorang pendekar tua yang gagah perkasa yakni Ouwyang Sianjin!
Kakek ini memang telah lama mencari jejak Leng Kok Hosiang untuk membantu usaha muridnya membalas dendam. Akan tetapi setelah ia mendapat tahu di mana adanya hwesio itu, ia menjadi terkejut melihat rencana gerombolan itu dan merasa lebih penting untuk menggagalkan usaha mereka daripada membalas dendam. Ia maklum bahwa kalau ia turun tangan, ia takkan dapat memenangkan delapan orang yang berilmu tinggi ini, maka setelah jelas baginya akan maksud mereka mengunjungi kota raja, ia lalu mendahului mereka dan langsung menghadap kepada Panglima Kui yang memegang kekuasaan tertinggi sebagai pelindung kota raja.
Panglima Kui ini telah dikenalnya dan alangkah kagetnya, Kui-ciangkun ketika mendengar penuturan Ouwyang Sianjin. Ia segera pergi menghadap kaisar dan menyampaikan berita yang mengejutkan ini. Namun kaisar tetap tenang bahkan lalu mengatur siasat. Perundingan antara kaisar, Kui-ciangkun dan Ouwyang Sianjin menghasilkan siasat seperti berikut.
Kui-ciangkun sendiri dengan diam-diam berangkat ke selatan bersama beberapa orang perwira, untuk memimpin tentara yang bertugas di selatan dan memukul hancur gerombolan pemberontak yang baru ditinggalkan delapan orang pemimpin mereka yang paling pandai itu. Adapun Ouwyang Sianjin dengan bantuan lima orang perwira yang berkepandaian cukup tinggi hendak menyerbu Leng Kok Hosiang dan tujuh orang pemimpin Pek-lian-kauw yang bersembunyi di luar kota raja.
Demikianlah, ketika hwesio itu datang menghadap kaisar, dengan tegas kaisar menolak permintaan pihak pemberontak dan menyatakan bahwa pemerintah mau menerima pernyataan pihak pemberontak dan Pek-lian-kauw asal tanpa syarat. Dengan hati marah dan kecewa, Leng Kok Hosiang lalu mengundurkan diri, menyatakan hendak menyampaikan keputusan kaisar itu kepada para pemimpin Pek-lian-kauw di selatan.
Ia tidak tahu bahwa ketujuh orang kawannya di luar kota raja, agak jauh dari tembok kota dan dalam sebuah hutan sedang diserbu oleh Ouwyang Sianjin dan lima orang perwira. Baru saja ia tiba di luar kota raja, tiba-tiba dari balik pohon berkelebat bayangan dua orang gadis dan terkejutlah dia ketika melihat Hwe-thian Moli dan Hwe-thian Sianli telah berdiri dihadapannya bagaikan dua orang malaikat maut sedang siap memberi hukuman kepadanya.
"Hwesio cabul! Bersiaplah kau untuk menebus dosamu terhadap suhu!" Hwe-thian Moli membentak sambil mencabut pedangnya.
"Leng Kok Hosiang, pendeta jahanam! Telah lama ayah menantimu di pintu akhirat untuk membuat perhitungan!" Lian Hong juga berseru sambil mengeluarkan senjata-senjatanya selendang merah dan pedang tipis.
Biarpun hatinya merasa gentar sekali, namun Leng Kok Hosiang masih membesarkan hatinya sendiri dan berserulah dia, "Bagus! Kalian telah berada di sini, memudahkan aku untuk membasmi sekali gus!" Ia lalu mengeluarkan goloknya dan menerjang dengan cepat, hendak mendahului kedua lawannya.
Akan tetapi kedua lawannya adalah pendekar-pendekar wanita yang berkepandaian tinggi dan pada saat itu mereka berdua berada dalam keadaan amat marah, maka sebentar saja hwesio ini terdesak dan terkurung hebat oleh senjata-senjata Siang Lan dan Lian Hong. Sibuklah Leng Kok Hwesio dan ia masih mencoba untuk mempertahankan diri memutar-mutar goloknya sambil kadang-kadang melancarkan pukulan Hek-coa-jiu dengan tangan kirinya.
Pada saat hwesio itu berada dalam keadaan amat berbahaya, tiba-tiba terdengar seruan orang dan tahu-tahu dari dalam hutan berlompatan keluar enam orang yang bukan lain adalah Ngo-lian hengte dan Bong-te Sianjin supek mereka. Sebagaimana telah dituturkan di bagian depan, Bong Te Sianjin telah terluka oleh Hwe-thian Moli sedangkan Ngo-lian hengte telah dirobohkan oleh Sim Tek Kun atau Kunlun Siauwhiap. Ternyata bahwa mereka ini telah berobat dan setelah sembuh, mereka lalu menyusul ke kota raja untuk membantu Leng Kok Hosiang dan lawan-kawannya.
Ketika mereka memasuki hutan, terkejutlah mereka melihat tujuh orang pemimpin Pek-lian-kauw sedang terkurung hebat dan terdesak oleh Ouwyang Sianjin yang dibantu oleh lima orang perwira. Bong Te Sianjin hendak membantu akan tetapi Ngo-lian hengte berkata, "Jangan supek, teecu rasa tidak perlu mereka dibantu, karena yang terpenting sekarang adalah mencari Leng Kok Hosiang. Kalau kita membantu dan sampai bermusuhan dengan para perwira kaisar, nama perkumpulan kita akan rusak dan kita akan selalu dikejar-kejar sepertinya Pek-lian-kauw.
Sebetulnya sudah lama Ngo-lian hengte merasa iri hati melhat keadaan agama Pek-lian-kauw yang makin berkembang dan jauh lebih maju dari pada Ngo-lian-kauw, maka kini melihat malapetaka yang menimpa tujuh orang pemimpin Pek-lian-kauw, diam-diam mereka merasa senang. Kalau tidak ada Pek-lian-kauw, dapat diharapkan Ngo-lian-kauw akan cepat maju. Demikianlah, mereka melanjutkan perjalanan dan baru saja keluar dari hutan di mana pemimpin-pemimpin Pek-lian-kauw itu terkurung, mereka melihat Leng Kok Hosiang sedang terdesak hebat sekali oleh dua orang gadis.
Melihat Hwe-thian Moli, timbul kemarahan besar dalam hati Bong Te Sianjin dan murid-murid keponakannya. Tanpa dikomando, secara berbareng mereka telah mencabut senjata masing-masing dan menyerbulah mereka membantu. Leng Kok Hosiang menjadi girang sekali. "Bagus, bagus!" hwesio ini tertawa riang. "Mari kita tangkap dua nona manis ini."
"Bunuh mereka!" seru Bong Te Sianjin yang merasa dendam dan marah kepada Hwe-thian Moli. "Jangan bunuh, tangkap saja. Sayang kalau nona-nona manis ini dibunuh begitu saja!" kata pula Leng Kok Hosiang dan kata-katanya ini disetujui sepenuhnya oleh Ngo-lian Hengte.
Mereka lalu mengurung rapat-rapat dan melancarkan serangan bertubi-tubi. Biarpun dikurung oleh tujuh orang yang lihai, namun kedua orang gadis pendekar itu tidak menjadi gentar, bahkan mereka lalu mengamuk makin hebat. Bagaikan dua ekor naga betina, mereka mengerahkan seluruh kepandaian dan mainan senjata mereka sedemikian garangnya sehingga bagi kelima saudara Ngo-lian Hengte yang ilmu kepandaiannya tidak sehebat Leng Kok Hosiang maupun supek mereka, menjadi kewalahan juga.
Senjata di tangan kedua orang gadis itu benar-benar garang dan berbahaya sekali. Baru bertempur tiga puluh jurus saja, lima orang bersaudara she Kui ini telah terdesak mundur. Baiknya Leng Kok Hosiang dan Bong Te Sianjin memiliki kepandaian yang tinggi sehingga kedua orang gadis itu masih belum dapat merobohkan seorangpun lawan.
"Kurung mereka dengan Ngo-lian-tin!" seru Bong Te Sianjin memberi nasehat kepada keponakan muridnya, dan segera Ngo-lian Hengte menjalankan perintah ini. Mereka bertempur sambil mengatur kedudukan dari lima jurusan dan mengurung rapat. Leng Kok Hosiang memperlengkap Barisan Lima Teratai ini dan berkedudukan sebagai kepalanya sedangkan Bong Te Sianjin menduduki kedudukan sebagai ekor.
Dengan demikian mereka dapat mengurung rapat dan saling membantu. Cara ini benar-benar lebih berbahaya bagi kedua orang gadis perkasa itu karena keadaan lawan menjadi teratur sekali. Setiap serangan senjata mereka dapat digagalkan sedangkan lawan mereka yang banyak jumlahnya selalu melancarkan serangan dari sebelah belakang.
"Jaga pintu depan dan belakang!" tiba-tiba Hwe-thian Moli berseru kepada Lian Hong dan mereka lalu berdiri saling membelakangi. Dengan cara ini mereka dapat menjaga diri dengan baik, karena para pengeroyok itu tidak dapat melakukan serangan gelap dari belakang. Betapapun juga, Siang Lan dan Lian Hong masih saja terkurung dan terdesak. Nasib baik bagi mereka bahwa dalam keroyokan itu, Leng Kok Hosiang tidak mempunyai kesempatan untuk melakukan pukulan Hek-coa-jiu yang lihai, karena kalau ia melakukan pukulan ini, banyak bahayanya akan mengenai dan melukai kawan sendiri.
Pada saat itu, tiba-tiba terdengar bentakan keras dan nyaring. "Leng Kok Hosiang, kau benar-benar sudah bosan hidup!" Dan berbareng dengan suara bentakan ini, muncullah Sim Tek Kun dengan pedang ditangan dan tanpa banyak cakap lagi ia lalu menyerang Leng Kok Hosiang dengan gerakan pedangnya yang kuat dan tangkas.
"Kun-lun Siauwhiap!" tanpa terasa panggilan ini keluar dari mulut Lian Hong dengan suara girang sekali. "Hwe-thian Sianli, mari kita basmi penjahat-penjahat ini!" jawab Tek Kun sambil tersenyum. Adapun Hwe-thian Moli diam saja dan hanya merasa betapa hatinya tidak enak sekali melihat kedua orang muda itu saling menegur dengan suara ramah dan girang.
Datangnya Tek Kun membuat keadaan menjadi berobah sekali. Sebentar saja tujuh orang pengeroyok itu telah terdesak hebat dan hanya dapat menangkis saja atas serangan ketiga orang muda yang lihai itu. Mereka tak dapat lagi melakukan pengurungan oleh karena jumlah lawan sekarang bertambah.
Pertempuran menjadi terbagi tiga, Tek Kun dikeroyok lagi oleh Ngo-lian Hengte yang dulu pernah kalah olehnya. Lian Hong menghadapi Leng Kok Hosiang sedangkan Hwe-thian Moli bertempur melawan Bong Te Sianjin yang pernah ia kalahkan. Entah mengapa, hatinya yang tadinya merasa tidak enak kini berubah menjadi kemarahan besar dan Hwe-thian Moli kini mengamuk bagaikan seorang iblis benar-benar. Dalam jurus ketiga puluh, terdengar teriakan ngeri dan nampak darah menyembur keluar dari dada Bong Te Sianjin yang telah tertembus oleh pedang Hwe-thian Moli.
Setelah menewaskan Bong Te Sianjin, Siang Lan lalu menyerbu Leng Kok Hosiang yang masih bertempur mati-matian melawan Lian Hong. Kedatangan Siang Lan ini membuat Leng Kok Hosiang menjadi gentar sekali. Ia memekik keras, melompat mundur tiga tindak dan tiba-tiba melancarkan serangannya yang paling dihandalkan, yakni pukulan Hek-coa-jiu yang lihai. Pukulan ini menyambar ke arah Siang Lan dan Lian Hong.
Akan tetapi dua orang gadis ini telah tahu akan kelihaian pukulan ini dan cepat mereka telah mengelak ke kanan dan kiri, kemudian dari kedua samping ini mereka melakukan serangan pembalasan yang tak kalah hebatnya. Ujung selendang Lian Hong bergerak ke arah pergelangan tangan hwesio yang memegang golok, pedangnya menyambar ke arah leher, sedangkan pedang Siang Lan dengan cepatnya telah menusuk ke arah ulu hati.
Mana Leng Kok Hosiang dapat menghindarkan diri dari bahaya maut yang melayang dari tiga jurusan ini" Ia masih mencoba untuk menggerakkan golok dan mengelak, akan tetapi terlambat. Hampir berbareng, pedang Lian Hong telah menyerempet lehernya dan pedang Siang Lan telah menusuk dan ambles di dadanya.
Leng Kok Hosiang menjerit ngeri dan tubuhnya terguling roboh. Hwe-thian Moli yang masih marah itu menyusulkan pedangnya dan sekali sabet saja, putuslah leher hwesio cabul itu.
Sementara itu, Tek Kun telah berhasil merobohkan tiga orang dari pada kelima saudara Kui itu. Pemuda ini masih berlaku lemah dan tidak menewaskan mereka, hanya merobohkan mereka dengan luka yang tidak berbahaya. Akan tetapi, tiba-tiba tiga orang yang sudah rebah dan menderita itu menjerit ngeri dan ketika Tek Kun mengerling, ternyata leher mereka pun sudah putus oleh pedang Siang Lan. "Hwe-thian Moli!" serunya tercengang dan menegur.
"Enci Siang Lan, jangan berlaku kejam!" Lian Hong juga mencela, akan tetapi celaan dua orang yang agaknya sehati ini menambah kemarahan Hwe-thian Moli. Ia menerjang kepada Kui Jin dan Kui Ti, yakni dua orang lagi yang masih mengeroyok Tek Kun dan dalam dua kali gebrakan saja, kedua orang itupun roboh mandi darah dan tewas. Hwe-thian Moli masih menambahkan dua bacokan lagi untuk memisahkan kepala mereka dari tubuh.
Mau tak mau Lian Hong dan Tek Kun merasa ngeri sekali. "Hwe-thian Moli, kau memang terlalu kejam," Tek Kun mencela. "Leng Kok Hosiang sudah semestinya dibunuh, akan tetapi apakah dosanya yang lain-lain sehingga harus kau bunuh secara demikian kejam?"
Melihat betapa Lian Hong dan Tek Kun mencelanya, tiba-tiba dari sepasang mata Hwe-thian Moli bersinar cahaya kemarahan yang mebuat matanya seperti berapi. "Membasmi kejahatan harus beserta akar-akarnya. Aku telah melakukan pembunuhan-pembunuhan itu, habis kau mau apa" Kalau kau merasa penasaran dan hendak membela mereka, akupun tidak takut, Kun-lun Siauwhiap!" jawabnya dengan suara dingin dan perasaan cemburu membakar hatinya.
Tentu saja Tek Kun dan Lian Hong heran ketika melihat sikap ini. "Enci Siang Lan ......!" Lian Hong menegur.
"Kau juga mau membelanya. Nah, majulah berdua, aku Hwe-thian Moli memang seorang gadis kejam, jahat dan seperti iblis! Jangan kira aku takut kepada kalian!"
Makin terheranlah Tek Kun melihat kemarahan Siang Lan kini bahkan ditimpakan kepadanya dan juga kepada Hwe-thian Sianli. Ia menghela napas dan berkata perlahan. "Ah, kalau begitu, aku telah berlaku lancang. Biarlah aku pergi saja ....." Pemuda ini lalu pergi dari situ dengan mendongkol sekali.
"Enci Siang Lan, mengapa kau bersikap begitu terhadap dia" Mengapa kau agaknya marah-marah terhadap aku pula?" Lian Hong lalu maju dan memeluk Hwe-thian Moli. Barulah Siang Lan tersadar akan sikapnya yang benar-benar tidak selayaknya itu, dan tanpa disadarinya lagi dua titik air mata mengalir turun ke atas pipinya.
"Lian Hong, musuh-musuh kita telah terbasmi habis ...... kau .....katakanlah terus terang, apakah kau .... kau menyinta Kun-lun Siauwhiap ......?"" Pertanyaan yang sama sekali tak pernah disangkanya ini membuat wajah Lian Hong menjadi merah sekali. Ia memandang dengan bengong, kemudian setelah berkali-kali menarik napas panjang dapat juga ia menjawab, "Mengapa kau mengajukan pertanyaan aneh ini, enci?"
"Dia mencinta padamu, butakah kau?" Ia berkata dengan suara menggetar penuh perasaan. "Aku telah mencuri dengar dan mengintai ketika malam hari itu. Aku ..... aku tidak berhak untuk bicara tentang hal itu karena ketahuilah bahwa aku ..... aku telah ditunangkan dengan orang lain!"
Setelah berkata demikian, Lian Hong lalu menangis. Kini Siang Lan yang menjadi sibuk dan terheran. Ia tidak mengerti mengapa Lian Hong menangis sedemikian sedihnya. Ia tidak tahu bahwa kata-katanya tadi yang menuduh gadis ini menyinta dan dicinta Tek Kun, merupakan pedang yang menikam jantung gadis ini. Bagai diingatkan kepada sesuatu yang tak disukai, Lian Hong mendengar ucapan Hwe-thian Moli tadi. Ia teringat bahwa ia telah ditunangkan dengan putera pangeran yang belum pernah dilihatnya dan kini diam-diam ia harus mengaku bahwa ia amat tertarik kepada Kunlun Siauwhiap.
Kalau tadi ia amat cemburu dan tak enak hati, kini Hwe-thian Moli merasa kasihan melihat Lian Hong. Ia dapat menduga bahwa gadis ini tentu telah ditunangkan dengan orang yang tak disukainya, maka sambil memeluk gadis itu ia menghibur. "Adik yang baik, mengapa seorang gadis gagah seperti kau menurut saja kepada kehendak orang, ditunangkan dengan sembarangan laki-laki."
"Enci Siang Lan, sudahlah jangan kita bicarakan hal yang tidak penting ini. Marilah kau ikut dengan aku, bertemu dengan ibu. Apakah kau tidak ingin bertemu dengan isteri suhumu?"
Siang Lan tidak membantah dan keduanya lalu pergi meninggalkan tempat itu, tidak tahu bahwa Kunlun Siauwhiap seperginya dari situ lalu masuk ke dalam hutan dan bertemu dengan Ouwyang Sianjin yang sedang bertempur melawan tujuh tujuh orang pemimpin Pek-lian-kauw, dibantu oleh beberapa orang perwira. Ternyata bahwa tujuh orang Pek-lian-kauw itu amat tangguh dan sukar dikalahkan.
Tek Kun adalah putera pangeran, maka melihat berapa perwira bertempur melawan tosu-tosu (pendeta) Pek-lian-kauw itu, ia terus saja menyerbu dan membantu. Kedatangan Tek Kun menguntungkan pihak Ouwyang Sianjin dan tujuh orang Pek-lian-kauw itu akhirnya dapat dirobohkan, ditangkap dan digiring ke kota oleh para perwira itu.
Siang Lan disambut oleh Ciok-taijin suami isteri dengan cukup ramah tamah. Terutama sekali Ciok Bwe Kim, ibu Lian Hong menyambutnya dengan pelukan terharu. Sekarang baru tahulah Siang Lan bahwa suhunya telah menjadi suami dari seorang puteri bangsawan dan kemudian kedua orang gadis itu bicara dengan asyik sekali di dalam kamar Lian Hong. Gadis ini menceritakan segala hal kepada Hwe-thian Moli, tentang keadaan ibu dan ayahnya sehingga mereka berpisah, tentang suhunya Ouwyang Sianjin dan tentang pertunangannya juga.
Siang Lan adalah seorang yatim-piatu, maka kini setelah berkenalan dengan Lian Hong, ia merasa sayang sekali dan menganggap Lian Hong sebagai adik sendiri. Ketika ia mendengar tentang pertunanganan Lian Hong yang membuat gadis itu bersedih dan kecewa, ia bertanya.
"Adikku yang baik, mengapa kau begitu benci kepada tunanganmu" Bagaimana orang bisa menyatakan kebencian sebelum bertemu dengan orangnya?" Pertanyaan ini mengandung godaan akan tetapi Lian Hong yang biasanya jenaka itu hanya muram saja wajahnya.
"Engkau tentu mengerti sendiri, enci Lan, bahwa seorang gadis berpendidikan ilmu silat seperti aku tentu akan merasa kecewa apabila kelak menjadi jodoh seorang suami yang kepandaiannya di bawah tingkat kepandaianku. Aku memang mendengar bahwa tunanganku itu pandai pula dalam ilmu-ilmu silat, akan tetapi .... ah, aku sudah dapat membayangkan keadaan seorang putera pangeran yang kaya dan manja. Mana bisa seorang putera bangsawan memiliki ilmu kepandaian tinggi?"
Tiba-tiba Siang Lan teringat akan sesuatu dan bertanyalah ia dengan gairah. "Eh, kau belum menceritakan kepadaku, siapakah sebetulnya tunanganmu itu?"
Dengan bibir mengejek Lian Hong menjawab, "Seorang pemuda bangsawan dan kaya raya yang tiada gunanya. Ia putera Pangeran Sim Liok Ong dan namanya Sim Tek Kun dan ......"
"Oh ....., dia .....?" tiba-tiba Siang Lan memandang kepadanya dengan pucat sehingga Lian Hong terkejut.
"Ada apakah, enci Lan" Kenalkah kau kepadanya?"
Tiba-tiba Siang Lan tertawa bergelak, membuat Lian Hong menjadi makin terheran-heran. "Eh, enci Lan, kau mengapakah" Mengapa kau mentertawakan aku! Apah sih yang demikian lucu?"
Suara Lian Hong terdengar marah, membuat Siang Lan merasa makin geli lagi. Jarang sekali gadis ini tertawa seperti itu dan kemarahan Lian Hong lenyap terganti keheranan ketika ia melihat betapa Siang Lan sehabis tertawa besar lalu mengalirkan air mata yang menuruni kedua pipinya!"
"Kau kenapakah, enci Lan?"
Hwe-thian Moli menggeleng-geleng kepalanya, "Tidak apa, tidak apa. Memang aku mempunyai penyakit seperti ini," ia membohong. Sebetulnya hatinya merasa seperti dikerat-kerat pisau. Ia telah jatuh hati kepada Tek Kun, kemudian ia merasa cemburu melihat betapa sikap Tek Kun dan Lian Hong amat mesra dan seperti saling menyinta.
Kini ternyata bahwa Tek Kun malah sesungguhnya adalah tunangan Lian Hong tanpa diketahui oleh Lian Hong, bahkan agaknya Tek Kun sendiripun tidak mengetahui akan hal ini. Sungguh aneh, aneh dan lucu, akan tetapi sama sekali tidak lucu untuk hati dan perasaannya yang hancur lebur karena kejailan asmara.
"Jadi kau belum pernah bertemu muka dengan tunanganmu itu" Dan kau ...... kau tentu menyinta Kun-lun Siauwhiap, bukan?"
"Enci Lan, aku tak berhak berpikir tentang pemuda lain, tidak selayaknya menyatakan perasaan hatiku terhadap pemuda lain. Akan tetapi, terus terang saja, aku akan merasa puas sekali apabila tunanganku adalah seorang pemuda seperti Kun-lun Siauwhiap, tidak seorang putera pangeran yang biasanya hanya menghamburkan uang warisan belaka!" Hwe-thian Moli mengerutkan keningnya. Ia amat sayang kepada Lian Hong setelah bergaul agak rapat dan ingin sekali ia menggoda serta membahagiakan sumoinya ini.
"Mudah saja, adikku. Mengapa kau tidak menantangnya untuk mengadu kepandaian agar kau dapat mengukur sampai di mana kepandaian tunanganmu itu" Kalau memang ia seorang pemuda yang tidak becus apa-apa, dalam adu kepandaian itu kau robohkan dia, tentu dia akan malu dan mundur sendiri!"
Lian Hong menggelengkan kepala, "Kau tidak tahu cici. Kong-kong tentu akan marah sekali, karena ia tidak suka kalau uaku memperlihatkan kepandaianku, Khawatir kalau-kalau Pangeran Sim akan merasa kecewa dan terhina. Kau tidak tahu betapa tinggi Kong-kong memandang kehormatan dari pinangan Pangeran Sim terhadap diriku. Aku tak sampai hati untuk melukai perasaan kong-kong dan juga orang tuaku. Kau tentu maklum akan hal ini."
"Anak bodoh, tentu saja hal ini harus dilakukan dengan diam-diam jangan sampai ketahuan oleh orang tuamu. Biarlah aku yang akan menantangnya agar putera bangsawan she Sim itu datang ke sini malam hari nanti. Kau tempurlah dia dan biar aku yang menjadi wasitnya, menentukan apakah ia cukup gagah untuk menjadi suamimu!"
"Ah, kau nakal, enci Lan. Kau tidak tahu keruwetan hatiku, bahkan menggodaku. Kau tidak tahu orang sedang susah ......"
Akan tetapi Hwe-thian Moli lalu meninggalkan dia sambil tersenyum, sungguhpun matanya memandang sayu.
Menjelang senja, Hwe-thian Moli datang kembali dan dengan wajah menyatakan kekhawatiran ia berkata. "Adik Lian Hong, sudah berhasil usahaku dan malam nanti menjelang tengah malam tunanganmu itu akan datang di kebun bunga untuk mengadu kepandaian denganmu. Akan tetapi ada hal yang amat menggelisahkan terjadi!"
"Ada apakah, cici" Kau nampak pucat."
"Celaka, adik Hong. Pada saat aku mengucapkan tantanganmu kepada putera pangeran itu, tiba-tiba datang Kun-lun Siauwhiap yang juga mendengar akan hal itu. Ia menghadang perjalananku dan mentertawakanku. Ia berkata bahwa malam nanti iapun hendak datang di sini dan hendak membunuh putera Pangeran she Sim itu!" Terbelalak mata Lian Hong mendengar ucapan ini.
"Kenapa, enci Lan" Kenapa Kun-lun-Siauwhiap hendak membunuhnya?"
Siang Lan menghela napas, "Bodoh kau, Tentu saja karena pendekar Kun-lun itu mencintaimu!"
Kini tiba-tiba muka Lian Hong menjadi merah sekali, akan tetapi sepasang matanya bersinar marah. "Tidak! Betapapun juga, kalau ia berani datang, aku akan membela tunanganku yang tidak berdosa!"
"Akupun takkan tinggal diam, adikku. Kita tunggu saja kedatangannya malam nanti."
"Biarlah, jangan kau ikut turun tangan, enci Lan. Memang aku juga ingin mencoba kepandaian Kun-lun Siauwhiap! Hendak kulihat sampai di mana sih kepandaiannya maka ia berani berlaku lancang mencampuri urusanku dan hendak membunuh Sim-kongcu?"
Siang Lan tidak menjawab, hanya diam-diam tersenyum dihatinya. Baru sekarang selama hidupnya, Siang Lan benar-benar merasa gembira di dalam hatinya dan semenjak saat mengunjungi Sim Tek Kun. Ia selalu merasa berdebar tegang dan juga senang sekali. Telah terlupa olehnya kekecewaan dan kesedihan hatinya karena asmara gagal, terganti oleh keinginan hendak melihat Lian Hong berbahagia.
Malam harinya menjelang tengah malam, Lian Hong dengan senjata ditangan dan pakaian ringkas telah bersembunyi di dalam taman bunga di belakang rumahnya. Siapa yang akan datang lebih dulu, pikirnya, tunangannyakah ataukah Kun-lun Siauwhiap! Bagaimanakah wajah tunangannya yang terkenal di kota raja itu dan sampai di mana tingkat kepandaiannya" Hatinya berdebar kalau merenungkan hal ini kemudian menjadi perih kalau teringat kepada Kun-lun Siauwhiap yang hendak membunuh tunangannya.
Siang Lan juga berada di situ mengawaninya dan tiba-tiba Hwe-thian Moli berbisik, "Nah, itu calon pembunuhnya datang. Hati-hati kau menghadapinya, adikku!"
"Jangan ikut-ikut, enci Lan. Biar dia kuhadapi sendiri!" kata Lian Hong yang segera melompat keluar dan tiba-tiba turun dihadapan Kun-lun Siauwhiap. Melihat gadis itu yang telah memegang pedang di tangan kanan dan selendang merah di tangan kiri. Kun-lun Siauwhiap nampak terkejut dan cepat mencabut pedangnya.
"Kun-lun Siauwhiap, manusia sombong. Sampai di manakah kepandaianmu maka kau berani sekali datang berlagak?" seru Lian Hong yang segera menyerang dengan hebatnya.
Kun-lun Siauwhiap terkejut dan cepat menangkis lalu membalas dengan celaannya. "Hwe-thian Sianli, apakah kau juga berhati kejam dan ganas seperti Hwe-thian Moli?"
Akan tetapi Lian Hong menjadi makin marah dan segera keduanya bertempur seru. Karena ia didesak hebat dengan serangan-serangan maut, terpaksa Tek Kun tidak mau mengalah begitu saja dan membalas pula dengan serangan-serangan hebat. Diam-diam ia mengeluh mengapa gadis yang tadinya ia kagumi dan yang diam-diam ia cintai ini telah berobah menjadi seorang gadis liar yang kejam dan ganas.
Siang tadi ia diberitahu oleh Hwe-thian Moli bahwa Hwe-thian Sianli karena mencintainya, telah mendengar tentang pertunangannya dan malam nanti hendak menyerbu rumah tunangannya dan membunuhnya. Tadinya ia tidak mau percaya dan tidak memperdulikan ucapan Hwe-thian Moli ini, akan tetapi setelah malam tiba, hatinya merasa tidak enak juga. Secara iseng-iseng ia lalu keluar dari rumah, membawa pedangnya dan sekalian ia hendak mencari kesempatan melihat tunangannya yang tidak disukainya.
Demikianlah, Hwe-thian Moli yang merasa kecewa dalam cintanya itu telah sengaja memancing agar Lian Hong dapat bertemu dengan tunangannya dalam cara yang lucu sekali. Bahkan gadis gagah ini diam-diam setelah melihat keduanya bertanding, lalu cepat menuju ke rumah Pangeran Sim Liok Ong dan dengan kepandaiannya ia dapat memasuki kamar pangeran itu.
"Celaka, Sim-taijin. Puteramu Sim Tek Kun sedang bertempur dengan tunangannya di taman bunga Ciok-taijin!" Mendengar ini, Pangeran Sim Liok Ong menjadi terkejut dan marah. Ia lalu mengumpulkan para perwiranya dan cepat berkuda menuju ke rumah gedung Ciok-taijin.
Akan tetapi Siang Lan telah mendahului mereka dan langsung mengetuk kamar Ciok-taijin. "Taijin, lekas bangun! Adik Lian Hong sedang bertempur mati-matian melawan putera Pangeran Sim!" Tentu saja Ciok-taijin menjadi terkejut sekali, apalagi ketika ia mendengar pintu gerbang depan digedor orang dan ketika dibuka oleh penjaga, yang datang adalah Pangeran Sim Liok Ong sendiri beserta para pengawalnya.
Sebelum kedua orang tua ini bicara, Siang Lan telah mendahului mereka. "Lekas .....! Lekas pergi ke kebun belakang! Lian Hong dan Tek Kun sedang bertempur mati-matian ..... ah, celaka!"
Pada saat itu, seisi rumah Ciok-taijin telah bangun semua dan mendengar ucapan ini, mereka semua terkejut sekali dan cepat berlari-lari ke kebun bunga di belakang gedung. Malam itu bulan sedang purnama dan keadaan cukup terang. Ketika tiba di belakang, mereka melihat cahaya pedang berkelebatan dan dua bayangan orang lenyap terbungkus gulungan sinar pedang, seakan-akan menjadi satu. Orang-orang tua itu masih dapat mengenal dua orang muda yang bertempur hebat dan cepat Ciok-taijin membentak marah. "Lian Hong .....! Tahan senjatamu!"
Seruan ini tidak saja membuat Lian Hong terkejut dan melompat mundur, juga Tek Kun menjadi terkejut dan mencelat mundur. Ia menjadi lebih terkejut lagi ketika melihat ayahnya telah berada di situ, maka cepat ia menghampiri ayahnya dan berseru. "Ayah, kau di sini .......?""
"Tek Kun, kau malam-malam datang mengacau di sini apakah maksudmu ?" ayahnya membentak marah.
Hampir berbareng, Ciok-taijin menegur cucunya, "Lian Hong, tengah malam buta kau bertempur di dalam taman, apakah artinya semua ini ?" Hampir berbareng pula, kedua orang muda itu menjawab, "Ayah, gadis kejam dan ganas ini hendak membunuh mati Ciok-Siocia, tunanganku !"
"Kong-kong, pemuda sombong ini hendak membunuh mati Sim-kongcu, tunanganku!"
Ketika Lian Hong mendengar ucapan pemuda itu, ia menjadi pucat, demikianpun Tek Kun. Keduanya saling pandang dengan bengong sedangkan orang-orang tua yang berdiri di situ memandang lebih hebat lagi.
"Tek Kun, apakah kau mendadak sudah menjadi gila" Kau bilang tunanganmu Ciok-siocia hendak dibunuh oleh gadis ini?" Ayaaa... apalagi yang lebih gila dari pada ini .....?""
Juga Ciok-taijin berseru keras. "Lian Hong, apakah kau sedang ngelindur" Bagaimana pemuda ini bisa membunuh Sim-kongcu" Dia sendirilah Sim Tek Kun tunanganmu!"
Baik Lian Hong maupun Tek Kun merasa seakan-akan tanah yang diinjaknya tiba-tiba amblas. Mereka berdiri bengong, saling pandang dengan perasaan tidak karuan. Mereka merasa malu, terkejut, heran, dan juga girang setengah mati.
"Kau ... kau .... nona Lian Hong tunanganku ...?" kata Tek Kun hampir berbisik.
"Kun-lun Siauwhiap .... kaulah sebenarnya Sim kongcu ....?" kata Lian Hong.
Tiba-tiba meledaklah suara ketawa dari Pangeran Sim Liok Ong dan Ciok Taijin. Orang-orang tua ini yang telah berpengalaman dapat menebak dengan jitu apa yang terkandung dalam ucapan perlahan ini. Mereka saling pandang, lalu Pangeran Sim melangkah maju, menggandeng tangan Ciok taijin diajak masuk ke gedung sambil berkata. "Ah .... urusan anak-anak muda! Sim taijin, agaknya pernikahan perlu dipercepat! Ha, ha, ha ....!"
Tak lama kemudian, Tek Kun dan Lian Hong ditinggalkan berdua di taman itu. Mereka masih berdiri saling pandang, penuh perasaan, penuh kebahagiaan, pandangan yang mesra. Bibir mereka bergerak-gerak karena geli hati memikirkan keadaan mereka dan akhirnya meledaklah suara ketawa Sim Tek Kun.
Lian Hong juga tidak dapat menahan kegelian hatinya dan tertawa-tawalah dia sambil menutupi mulut dengan punggung tangan. "Lian Hong ...... kau ........ kau nakal!"
Gadis itu cemberut dan menahan ketawanya. "Siapa ...." Bukan aku, kaulah yang nakal !"
"Salah, bukan kita, manisku. Hwe Thian Moli yang menjadi biang keladi dan gara-gara semua ini!"
Akan tetapi yang dibicarakan pada saat itu telah pergi jauh dan kalau kita mengikutinya, kita hanya melihat bayangannya yang bagaikan seorang iblis wanita melayang-layang seorang diri di tengah hutan di sebelah selatan kota raja. Terdengar ia tertawa-tawa seorang diri dengan geli hati dan gembira, akan tetapi apabila kita melihat pipinya, kita akan melihat betapa sepasang pipinya telah basah oleh air mata.
TAMAT Kekaisaran Rajawali Emas 2 Istana Tanpa Bayangan Karya Efenan Golok Halilintar 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama