Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying Bagian 16
"Mengapa kau bersembunyi dalam gerombolan bunga-bunga
itu?" Kongsun Hong tertawa dingin. "Aku memang di sini sejak
tadi!" "Oh?" Wan Fei Yang menggaruk-garukkan kepalanya. Untuk sesaat dia sendiri tidak tahu apa yang harus dikatakannya.
"Selamat!" Tiba-tiba Kongsun Hong mengucapkan sepatah kata ini.
Wan Fei Yang tertegun sejenak. Kemudian dia tertawa lebar.
"Apakah kau sudah mempertimbangkannya dengan baik?"
Wan Fei Yang menganggukkan kepalanya.
"Kau tidak akan menyesal?"
"Mengapa harus menyesal?" Wan Fei Yang malah balik
bertanya. "Sifat Sumoayku itu bukannya kau tidak tahu."
1232 "Tidak seberapa buruk. Apalagi akhir-akhir ini, dia sudah
berubah banyak," sahut Wan Fei Yang.
"Kau juga tidak khawatir kalau orang-orang dunia kangouw
akan mengejek dirimu yang telah mempersunting putri
seorang iblis?"
"Selamanya aku paling tidak perduli apa yang dikatakan orang lain di belakang punggungku."
Kongsun Hong mendelikkan matanya lebar-lebar.
"Baik, Wan Fei Yang. Aku kagum kepadamu!" Suaranya
semakin lama semakin sendu.. "Aku juga sadar tidak dapat
menandingimu dalam segala hal. Tapi, aku harap kau akan
memperlakukan Sumoayku baik-baik!"
Sekali lagi Wan Fei Yang tertawa lebar. Kongsun Hong tidak
usah khawatir."
"Seandainya suatu hari kudapati engkau memperlakukan
Sumoayku dengan semena-mena, biarpun harus kehilangan
selembar nyawa ini, aku tetap akan meminta keadilan darimu!"
kata Kongsun Hong tajam. Selesai berkata, dia langsung
membalikkan tubuhnya dan pergi dengan cepat.
Wan Fei Yang memandangi bayangan punggung Kongsun
Hong sampai menghilang. Dia masih berdiri termangu-mangu
di tempat semula. Setelah beberapa saat baru dia berjalan
kembali ke bekas markas Bu ti bun.
*** Sekembalinya ke bekas markas Bu ti bun, Wan Fei Yang
langsung menghambur ke kamar Yan Cong Tian. Supeknya
itu sedang duduk bersila di atas tempat tidur. Melihat Wan Fei
Yang yang masuk ke dalam, wajahnya murung kembali.
1233 "Supek!" Gairah Wan Fei Yang telah pula kembali.
"Ada urusan apa lagi?" tanya Yan Cong Tian dengan nada enggan.
Wan Fei Yang tidak ambil hati terhadap sikap supeknya itu.
"Supek, kecuali dirimu, aku tidak punya sanak famili lagi."
"Kau ingin aku menjadi walimu bukan?" Yan Cong Tian
mendengus dingin. "Seandainya Fu Hiong Kun yang kau pilih, tanpa kau katakan apa-apa, aku juga akan mengatur
segalanya, tapi putri Tok ku Bu ti itu...."
Wan Fei Yang memandangnya dengan heran. "Bukankah
Supek juga sangat menyukai Hong kouwnio?"
"Sekarang masalahnya bukan aku suka atau tidak!" Yan Cong Tian lagi-lagi mendengus dingin.
"Aku benar-benar tidak mengerti hatimu. Meskipun Hong
kouwnio orangnya boleh juga, tapi bagaimana pun tidak dapat
menandingi Hiong Kun. Mengapa kau tidak bisa menyukai
Hiong Kun saja?"
"Fu kouwnio memang seorang gadis yang baik."
"Baik sudah lebih dari cukup...!"
"Urusan cinta kasih, orang lain memang sulit mengerti. Kami juga sukar menjelaskannya. Supek, pernahkah kau menyukai
seseorang dalam hidupmu?"
"Sejak usia sepuluh tahun aku sudah mulai giat berlatih ilmu silat. Seluruh perhatianku hanya dipusatkan pada ilmu silat.
Aku tidak pernah mengenal cinta kasih antara pria dan
wanita!" sahut Yan Cong Tian dengan nada dingin.
1234 "Itulah sebabnya, tidak aneh mengapa Supek tidak mengerti
perasaanku. Selama ini aku selalu menganggap Fu kouwnio
sebagai adikku sendiri. Sedangkan perasaanku terhadap
Hong kouwnio...."
"Kau anggap dialah jodohmu yang sebenarnya?" tanya Yan Cong Tian sambil tertawa dingin.
Wan Fei Yang merenung sejenak.
"Bu ti bun dan Bu tong pai memang merupakan musuh
bebuyutan selama ini. Meskipun sekarang Bu ti bun sudah
hancur, kita belum dapat memastikan kalau anggota mereka
tidak berusaha untuk membangkitkan kembali perguruan
tersebut. Dengan menikahnya aku dengan Tok ku Hong,
dendam antara kedua partai tentu dapat diselesaikan sampai
generasi ini saja. Lagipula hati Hong kouwnio sebetulnya
sangat baik. Dia pasti akan menghalangi ayahnya berbuat
yang tidak menguntungkan pihak kita."
Mendengar ucapan Wan Fei Yang itu, wajah Yan Cong Tian
berubah lebih lembut. Dia mempertimbangkan sejenak.
"Apakah kau yakin pasti demikian halnya?"
Wan Fei Yang menganggukkan kepalanya dengan yakin. Yan
Cong Tian mempertimbangkan kembali. "Seandainya di dunia
ini tidak ada lagi Bu ti bun, pasti kita akan merasa jauh lebih tenang daripada sekarang."
"Bagus sekali kalau Supek mulai mengerti apa yang Tecu
maksudkan."
"Kau mempersunting Tok ku Hong, sebetulnya untuk dirimu
sendiri atau kau memikirkan kepentingan dunia Bulim?" tarnya Yan Cong Tian tiba-tiba.
Wan Fei Yang tertegun sejenak. "Sebetulnya memang untuk
diriku sendiri. Aku benar-benar menyukai Hong kouwnio."
1235 Jawabannya keluar dari hati yang tulus. Wan Fei Yang merasa
tidak perlu berpura-pura di depan Yan Cong Tian.
Mata Yan Cong Tian mendelik lebar-lebar, kemudian dia
menarik nafas panjang. "Aku sungguh tidak mengerti
mengapa hatimu sedemikian setia kepada gadis itu?"
"Supek " Yan Cong Tian tertawa sumbang. "Tampaknya mau tidak mau
aku harus meneguk arak kebahagiaan ini juga."
Wan Fei Yang menjatuhkan diri dan berlutut di hadapan Yan
Cong Tian. "Terima kasih atas restu Supek!"
"Aku hanya berharap setelah menikah degan Tok ku Hong,
kalian berdua bisa menasehati Tok ku Bu ti baik-baik. Jangan
sampai dia melakukan lagi hal yang mencelakakan orangorang dunia kangouw."
Wan Fei Yang menundukkan kepalanya dalam-dalam.
"Murid-murid Bu tong pai yang dipaksa mengikuti Siau Yau
kok semuanya masih ada di sini" Kau suruhlah mereka
mengurus segalanya."
Bagaimana pun Yan Cong Tian orang yang periang. Dia tidak
pernah memendam kekesalan hatinya lama-lama.
*** Untuk kedua kalinya markas Bu ti bun mengadakan pesta
besar- besaran. Tentu saja para murid Bu tong pai gembira
sekali Sekarang mereka sudah tahu siapa benar dan siapa
yang bersalah. Sikap mereka terhadap Wan Fei Yang berubah
seratus delapan puluh derajat. Demikian juga Yo Hong cs.
Mereka membantu persiapan pernikahan Wan Fei Yang
1236 dengan senang hati. Dengan sikap enggan Yan Cong Tian
juga ikut turun tangan mengurus segala keperluan.
Yang paling kacau pikirannya tentu saja Kongsun Hong.
Untung saja para anggota Bu ti bun sudah tersebar kocarkacir. Sisanya hanya kaum keroco yang pasti tidak berani
mengatakan apa pun di hadapannya. Hanya Tok ku Bu ti yang
masih sering mengucapkan kata-kata yang membuat hati
Kongsun Hong tersayat-sayat. Tapi anak muda itu tidak
memandangnya sebagai kesengajaan.
Mereka sudah kembali ke bekas markas Bu ti bun. Keduanya
tinggal di sebuah ruangan yang terpisah. Melihat seluruh
persiapan sudah hampir selesai, Tok ku Bu ti memanggil
Kongsun Hong datang menghadap.
"Sampai di mana persiapannya sekarang?"
"Urusan kartu undangan merupakan tanggung jawab Tecu
dengan murid Bu Tong yang bernama Yo hong. Semuanya
sudah disebarkan kepada teman-teman Bulim. Urusan tetek
bengek lainnya juga sudah hampir selesai. Paling butuh waktu
beberapa hari lagi," sahut Kongsun Hong tetap dengan
sikapnya yang begitu hormat kepada Tok ku Bu ti.
Tok ku Bu ti menarik, nafas panjang. Entah sengaja atau
tidak. ' Dibandingkan dengan pesta pernikahan yang aku
persiapkan untukmu tempo hari, sekarang ini jauh lebih
semarak tampaknya...."
Wajah Kongsun Hong berubah hebat. Dia menundukkan
kepalanya dalam-dalam. Tok ku Bu ti baru sadar bahwa dia
sudah kelepasan bicara. Cepat-cepat dia mengalihkan bahan
pembicaraan. 1237 "Pasti masih banyak anggota Bu ti bun yang masih berkeliaran di mana-mana!"
"Semuanya sudah memencarkan diri..." sahut Kongsun Hong tetap dengan kepala tertunduk.
"Memang benar apa yang dikatakan oleh Ci Siong tempo
hari." Tok ku Bu ti menarik nafas panjang.
"Pohon tumbang buahnya pun berserakan!"
Kongsun Hong seperti ingin mengatakan sesuatu namun
dibatalkannya. Tok ku Bu ti mengibaskan tangannya.
"Uruslah pekerjaanmu!" katanya kemudian.
"Baik...." Dengan kepala tetap tertunduk Kongsun Hong mengundurkan diri. Sesampainya di pintu luar, kebetulan dia
bertemu dengan Tok ku Hong merasa serba salah bertemu
dengan Kongsun Hong, tapi dia tetap menyapanya.
Kepala Kongsun Hong tertunduk semakin dalam.
"Sumoay..." balasnya menyapa lalu cepat-cepat pergi
meninggalkan tempat itu.
Tok ku Hong merasa kasihan terhadapnya, namun dia tidak
bisa berbuat apa-apa. Diteruskannya langkah kakinya ke
dalam ruangan dan berhenti di hadapan Tok ku Bu ti.
"Hong ji, apakah ada urusan maka kau datang mencari Tia?"
tanya Tok ku Bu ti.
Tok ku Hong menganggukkan kepalanya. "Anak mempunyai
satu permintaan yang harap Tia dapat kabulkan.."
1238 "Katakan saja," kata Tok ku Bu ti sambil tertawa lebar. "Asal urusan yang dapat Tia lakukan, pasti Tia akan
mengabulkannya."
Tok ku Hong gembira sekali mendengar ucapan ayahnya.
"Anak ingin mencari ibu dan memintanya kembali ke sini."
Tok ku Bu (i tertegun. Wajahnya mulai berubah. Tetapi sesaat
kemudian dia sudah pulih kembali seperti sedia kala.
"Memang seharusnya demikian, tapi ibumu...."
"Anak tahu di mana ibu sekarang!" tukas Tok ku Hong cepat.
"Oh?" Sinar mata Tok ku Bu ti bercahaya.
"Kalau Tia sudah setuju, anak akan segera berangkat mencari ibu...."
"Tidak bisa," sahut Tok ku Bu ti menolak.
"Bukankah Tia...." Tok ku Hong menjadi panik.
"Kau salah paham. Maksud Tia, sebagai seorang pengantin
mana boleh kau pergi kemana-mana sembarangan. Apalagi
perjalanan jauh."
Tok ku Bu ti tertawa lebar. "Begini saja, kau katakan kepada Tia di mana ibumu berada, sekarang juga aku akan menyuruh
Kongsun Hong memanggil ibumu pulang."
Barulah wajah Tok ku Hong kembali berseri-seri. Dia
tersenyum manis. Sama sekali tidak curiga akan niat yang
terkandung dalam hati ayahnya. Tok ku Bu ti lalu memanggil
Kongsun Hong. Di depan Tok ku Hong, dia menyuruh laki-laki
itu mengikuti petunjuk yang diberikan putrinya dan memanggil
Sen Man Cing kembali.
1239 Hati Kongsun Hong merasa segan, namun mana berani dia
membantah perintah yang diberikan oleh Tok ku Bu ti.
*** Setelah meninggalkan Tok ku Bu ti, Kongsun Hong keluar dari
ruangan besar. Dia melihat kertas warna-warni telah dipajang
di sekeliling halaman. Para murid Bu Tong masih sibuk
mengerjakan ini itu. Hatinya semakin tidak enak. Cepat-cepat
dia meneruskan langkah kakinya.
Kebetulan Yo Hong sedang menoleh ke arahnya. Melihat
Kongsun Hong, dia segera menghadang di depannya. "Kami
sedang membutuhkan bantuan tenaga. Hendak ke mana
kau?" "Aku menjalankan perintah Suhu untuk menjemput Suho
kembali," sahut Kongsun Hong dengan nada kemalasmalasan. "Mana boleh begitu?" Yo Hong menggelengkan kepalanya. "Di sini masih banyak urusan yang harus diselesaikan. Kalau kau
pergi, aku tentu kelabakan...."
"Itu urusanmu."
"Urusanku?" teriak Yo Hong. "Kau lupa Toa siocia Bu ti bun kalian yang melangsungkan pernikahan!"
"Tidak perlu kau ingatkan."
"Kalau kau tetap mau pergi, tidak apa-apa. Tapi kau harus
suruh orang lain menggantikanmu!" kata Yo Hong.
Sinar mata Kongsun Hong mengedar ke sekeliling. Dia tidak
menyahut. Mata Kongsun Hong mengikuti pandangan Yo
Hong. Yang terlihat di sekitar tempat itu cuma murid Bu tong
pai. 1240 "Apakah murid Bu ti bun sudah mati semua sehingga tidak
ada satu pun yang tertinggal?" katanya tanpa sadar.
Kongsun Hong mendengus dingin.
"Kalau kau tidak mau diam di sini, aku tidak akan perduli
segala macam lagi," kata Yo Hong selanjutnya.
Kongsun Hong menatap Yo Hong dengan mata menyiratkan
kemarahan. "Kalau kau tidak mau mengurusnya, panggil saja Wan Fei
Yang agar mengurusnya sendiri!' Dia langsung membalikkan
tubuhnya dan meninggalkan tempat itu.
*** Setelah keluar dari pintu gerbang Bu ti bun, Kongsun Hong
langsung naik ke atas punggung seekor kuda dan memacu
kudanya melesat pergi. Hatinya kesal sekali. Dia
menghentakkan pecutnya dengan keras. Karena kesakitan
kuda itu lari semakin kencang. Dalam sekejap mata, pintu
gerbang Bu ti bun sudah tidak terlihat lagi.
Kurang lebih setengah li, Kongsun Hong melarikan kudanya.
Dia memasuki sebuah hutan yang lebat. Kecepatannya tidak
dikurangi. Kongsun Hong menolehkan kepalanya. Jarak
dengan Bu ti bun sudah cukup jauh. Dia baru melambatkan
kudanya dan mengendarai dengan perlahan.
Pecut di tangannya dilipat dan diselipkan pada ikat pinggang.
Tepat pada saat itu, sesosok bayangan berkelebat di
Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
hadapannya. Seseorang muncul dari balik pepohonan dan
menghadang di depannya.
"Kurang ajar!" bentak Kongsun Hong marah. Pecutnya
dikeluarkan kembali. Baru saja dia berniat menyabetkan pecut
1241 itu ke depan, tiba-tiba dia menariknya kembali. Tepat pada
saat itu juga, dia sudah melihat siapa yang ada di
hadapannya. "Suhu..." panggilnya tanpa sadar. Hampir saja dia melorot turun dari kudanya.
Ternyata orang yang menghadangnya adalah Tok ku Bu ti.
"Kongsun ji, mengapa kau melarikan kuda dengan tergesagesa?" Ucapan Tok ku Bu ti lebih mengherankan lagi.
"Bukankah Suhu memerintahkan agar Tecu bergegas
menghadap Subo kembali ke sini?" tanya Kongsun Hong
bingung. Tok ku Bu ti menggelengkan kepalanya.
"Aku hanya memerintahmu untuk menjemputnya, tapi tidak
menyuruhmu tergesa-gesa menjemputnya."
"Suhu...?" Kongsun Hong semakin tidak mengerti. "Waktunya sudah tinggal sedikit hari lagi."
"Lebih baik kau kembali pada hari kedua setelah pernikahan Sumoaymu."
"Bukankah Subo tidak sempat ikut merayakan hari pernikahan Sumoay?"
"Memang aku berharap demikian."
"Mengapa?" tanya Kongsun Hong penasaran.
"Tidak usah banyak tanya!"
1242 Wajah Tok ku Bu ti berubah kelam. "Tapi...."
"Orang lain bergembira merayakan hari pernikahannya,
apakah kau juga senang menyaksikan dari samping?" tanya
Tok ku Bu ti sambil tertawa dingin.
Kongsun Hong tertegun mendengar ucapan itu.
"Lakukanlah apa yang aku perintahkan. Ingat baik-baik!"
Tanpa menunggu jawaban dari Kongsun Hong, tubuh Tok ku
Bu ti langsung berkelebat menerobos ke dalam hutan.
Mengapa" Kongsun Hong menatapi kepergian Tok ku Bu ti
yang sulit ditebak. Cara bicaranya juga demikian misterius.
Kata-katanya sangat terbalas. Biasanya dia selalu
menjelaskan rencananya panjang lebar. Mau tidak mau
perasaan Kongsun Hong jadi tidak dapat melepaskan diri dari
pikiran yang bukan-bukan.
*** Malam semakin larut, kesunyian mencekam.
Kongsun Hong mondar-mandir di dalam kamarnya. Dia
menyewa sebuah kamar di penginapan yang cukup mewah.
Kenangan masa lalu berputaran di benaknya. Dia teringat
ketika dirinya rela menerima tujuh kati tebasan golok demi
membebaskan Tok ku Hong dari hukuman kematian. Dia juga
teringat sikap Tok ku Hong yang dingin terhadapnya selama
ini. Hatinya semakin galau dan gelisah. Salahkah bila dia
mencintai gadis itu" Patutkah gadis itu mendapat cinta kasih
yang sedemikian dalam darinya" Akhirnya ternyata yang
mendapatkan Tok ku Hong adalah Wan Fei Yang yang tidak
pernah mengorbankan apa-apa untuk gadis tersebut.
Kongsun Hong membuka jendela kamarnya dan menatap
langit. Rembulan berbentuk sabit. Laksana senjata yang siap
1243 menyayat hati Kongsun Hong. Hati laki-laki itu memang sudah
hancur berkeping- keping.
*** Rembulan yang sama, perasaan hati yang berbeda.
Di dalam taman Bu ti bun, Tok ku Hong sedang menikmati
indahnya rembulan Dia merasakan keberuntungan yang
belum pernah ia rasakan sebelumnya.
Sejak berkenalan sampai sekarang. Wan Fei Yang memang
pernah beberapa kali membuat hatinya sedih. Namun anak
muda itu juga tidak pernah membuatnya kecewa. Teringat
akan wajah Wan Fei Yang yang ketolol-tololan dan tidak
hentinya mencari akal untuk menggembirakan hati Tok ku
Hong, diam-diam gadis itu tersenyum seorang diri.
Perasaannya semakin gembira, hatinya berbunga-bunga.
Senyuman yang dikembangkan merupakan lambang
kebahagiaan dirinya. Dia yakin Wan Fei Yang pun mempunyai
perasaan yang sama. Tiba-tiba sebuah wajah yang lembut
terlintas di benaknya. Wajah seorang gadis bernama Fu Hiong
Kun! *** Pada saat yang sama. Wan Fei Yang sedang berada dalam
kamar. Dia sedang mencoret-coret huruf di atas sehelai
kertas. Kertas itu besar sekali, namun huruf yang dicoretnya
sejak tadi hanya satu kata 'Hong' saja.
Sebetulnya dia sudah naik ke pembaringan sejak tadi, dia
tetap tidak dapat pulas juga. Hatinya terlalu bahagia.
Semangatnya berkobar-kobar. Segala penderitaan dan
kesedihan yang pernah dialaminya ia anggap sebagai ujian
Thian untuk menuju kebahagiaan abadi.
1244 Sementara itu, Tok ku Bu ti juga sedang berdiri di bawah
cahaya rembulan. Wajahnya lebih dingin dari sinar rembulan
itu sendiri. Senyum di ujung bibirnya menyiratkan kelicikan
dan kekejian yang berbisa. Apalagi hatinya yang memang
jahat dan berlumuran kedengkian yang beracun.
Sen Man Cing, Ci Siong, putri kalian sebentar lagi akan
menikah. Hal ini terjadi karena karma yang kalian lakukan.
Kalian memang patut menerimanya!
Tidak ada seorang pun yang dapat menghalangi terjadinya
peristiwa ini. Sen Man Cing, aku ingin kau menderita seumur
hidup karena kejadian ini. Ci Siong, biar di alam baka pun, kau tidak akan dapat mencapai ketenangan.
Tidak ada seorang pun yang mendengar apa kata-kata yang
tersirat dalam hatinya, lalu siapa yang bisa menghalangi agar
peristiwa itu jangan sampai terjadi" Dapat dibayangkan
betapa kejinya hati orang yang satu ini.
*** Senja hari.. Sen Man Cing berjalan mondar-mandir di depan pondok
penyimpanan alat-alat penangkap ikan. Di bawah sinar
mentari yang hampir tenggelam, keadaan di sekitar tampak
demikian tenang. Mestinya hati Sen Man Cing juga sudah
mencapai ketenangan, tapi entah mengapa tiba-tiba dia
mendapat firasat yang tidak enak.
Ada apa sebetulnya"
Pada saat itu juga, dia membayangkan Tok ku Hong. Bagi
seorang ibu, keselamatan anaklah yang paling diutamakan.
Apabila perasaannya tidak enak, dia segera resah. Pikirannya
mulai membayangkan yang tidak-tidak. Jangan-jangan telah
terjadi sesuatu hal yang tidak di nginkan pada diri putrinya"
1245 Tapi dengan didampingi oleh Wan Fei Yang dan Yan Cong
Tian, rasanya tidak mungkin terjadi sesuatu pada Hong ji.
Keselamatannya pasti dijaga oleh kedua orang itu.
Sen Man Cing menarik nafas panjang. Tiba-tiba telinganya
mendengar suara langkah kaki. Dia menolehkan kepalanya.
Terlihat Fu Hiong Kun menghampiri dengan sebuah kail dari
batang bambu dan sebuah keranjang tempat menaruh ikan.
"Hujin, di luar angin begini kencang. Mengapa kau tidak
berdiam di dalam rumah saja?"
Sebagaimana biasanya sikap Fu Hiong Kun tetap lembut dan
penuh perhatian.
Sen Man Cing menggelengkan kepalanya..
"Tidak apa-apa." Matanya menatap ke arah keranjang yang dibawa Fu Hiong Kun. "Berapa ekor ikan yang kau dapat hari ini?"
Fu Hiong Kun mengangkat keranjangnya dan memperlihatkan
isinya kepada Sen Man Cing. "Yang kecil-kecil sudah aku
lemparkan kembali ke dalam laut. Hanya tersisa dua ekor
yang paling besar saja."
Sen Man Cing tersenyum lebar. "Hal apa pun kau mengerti.
Seandainya Hong ji ada setengah hari dari bakatmu saja
sudah terhitung lumayan.
"Aikh," anak itu memang sejak kecil terlalu dimanjakan." Sen Man Cing menarik nafas kembali.
"Tapi ilmu silat Hong cici tinggi sekali."
"Apa gunanya ilmu silat yang tinggi bagi seorang gadis"
Setiap hari berkelahi dan membunuh. Adat pun menjadi
1246 semakin keras. Tidak ada seorang pun yang bisa
menasihatinya kalau dia sudah bertekad ingin melakukan
sesuatu. Tempo hari beberapa kali, untung saja ada Wan Fei
Yang yang turun tangan memberikan pertolongan, kalau tidak
sejak dini sudah mati atau paling tidak terluka parah di tangan bocah Kuan Tiong Liu itu." Sen Man Cing menarik nafas
dalam-dalam. Mendengar ucapan Sen Man Cing dan sikapnya, Fu Hiong
sudah dapat menerka sebagian isi hati wanita itu. Dia cepatcepat menghiburnya.
"Ada Wan Toako yang menjaga Hong cici, pasti tidak akan
terjadi apa-apa."
Sen Man Cing mengangguk kecil. "Mudah-mudahan," kalanya lirih.
"Wan Toako pasti tidak akan membiarkan Hong cici dihina
orang." Kata-katanya ini diucapkan dengan hati terharu.
"Hiong Kun, bagaimana menurut pendapatmu pemuda
bernama Wan Fei Yang itu?" Sen Man Cing mengalihkan
pertanyaannya. "Meskipun sikapnya kadang-kadang sedikit ketolol-tololan, tapi hatinya mulia sekali. Dia lebih suka dirinya sendiri yang terhina daripada temannya yang dihina."
"Tidak salah. Maka aku tidak sayang mewariskan sebagian
tenaga dalamku untuk menyempurnakannya agar berhasil
melatih Tian can sinkang."
"Kelak dia pasti akan membalas budi Hujin," sahut Fu Hiong kun.
1247 "Semuanya merupakan takdir Thian. Aku hanya berharap
kelak dia dan Hong ji akan berbahagia untuk selamanya...."
kata Sen Man Cing dengan mata menerawang di kejauhan.
Hati Fu Hiong Kun pedih mendengar kata-kata itu. Namun dia
tidak memperlihatkan perasaanya. Dia memang seorang gadis
yang bijaksana serta tidak pernah dengki terhadap siapa pun.
"Wan Toako sudah menguasai semua ilmu pusaka Bu tong
pai. Kelak namanya pasti akan menonjol di dunia kangouw."
Sen Man Cing merasa terharu.
"Selama hidupnya Ci Siong melatih ilmu dengan giat, toh dia hanya sanggup menguasai Bu Tong liok kiat. Untung saja ada
Wan Fei Yang. Kalau tidak, mati pun dia tidak dapat
memejamkan mata dengan tenang."
Dia berhenti sejenak. "Ini yang dinamakan orang baik jangan takut kehilangan generasi penerus."
"Tentu saja. Wan Toako sebenarnya memang putra Ci Siong
to jin. "Apa?" Sen Man Cing terkejut sekali. Matanya membelalak dengan lebar. "Apa yang kau katakan" Wan Fei Yang adalah
putra Ci Siong tojin?"
Fu Hiong Kun menganggukkan kepalanya dengan yakin.
"Menurut cerita yang aku dengar, kejadiannya sebelum Ci
Siong to jin menyucikan diri menjadi pendeta. Dia
berhubungan dengan sepupunya sehingga gadis itu hamil,
namun Ci Siong to jin tidak tahu. Ketika dia datang berkunjung
lagi beberapa tahun kemudian, ternyata anak itu sudah mulai
besar. Ibunya sendiri meninggal sehabis melahirkan Wan
Toako. Ci Siong lalu membawa anaknya ke Bu tong san.
Namun karena saat itu dia sudah menjadi Ciang bun ji Bu tong
1248 pai, dia tidak dapat mengakui Wan Fei Yang sebagai anaknya.
Secara diam-diam dia mengajarkan Wan Toako ilmu silat. Hal
ini pulalah yang akhirnya ketahuan sehingga Wan Toako dikira
sebagai pembunuh Ci Siong to jin. Salah paham pun semakin
besar karena Wan Toako sendiri tidak berani mengakui di
depan umum bahwa Ci Siong tojin adalah ayahnya."
Sementara mendengarkan, wajah Sen Man Cing semakin
berubah. Hal ini bagaikan kilat yang menyambar di tengah hari
bolong. "Putra Ci Siong..." gumamnya seorang diri Tubuhnya
terhuyung-huyung. Kepalanya pusing tujuh keliling. Dia
mengulurkan tangannya bertumpu pada tembok rumah.
Melihat keadaannya, Fu Hiong Kun terkejut sekali. Keranjang
dan kail di tangannya cepat-cepat diletakkan di alas tanah, dia segera membimbing Sen Man Cing.
"Hujin, bagaimana keadaanmu?" tanyanya cemas.
Keringat dingin mengucur deras dari kening Sen Man Cing.
"Tidak apa-apa.... Rasanya tubuhku kurang sehat," sahutnya lirih.
"Mari aku papah Hujin masuk ke dalam rumah."
"Tidak usah...."
Tiba-tiba Sen Man Cing mengajukan pertanyaan yang
mengejutkan Fu Hiong Kun, "Fu kouwnio, bukankah kau juga
sangat menyukai Wan Fei Yang?"
Wajah Fu Hiong Kun merah padam karena jengah.. Dia tidak
menyahut pertanyaan itu. Sen Man Cing menarik nafas
panjang. 1249 "Kau tidak usah khawatir. Kalau Fei Yang tahu kau begitu
memperhatikannya dan secara diam-diam menyukainya, dia
pasti tidak akan menyia-nyiakan engkau begitu saja."
"Hong cici dengannya barulah pasangan yang serasi," sahut Fu Hiong Kun dengan hati tersayat pilu.
"Dia...." Sen Man Cing seperti ingin mengatakan sesuatu tetapi dibatalkannya, akhirnya dia hanya berkata: "Kelak dia hanya bisa bersanding denganmu."
Fu Hiong Kun menggelengkan kepalanya. "Lebih baik aku
masuk ke dalam dan membersihkan kedua ekor ikan tadi agar
dapat dimasak secepatnya."
Sen Man Cing memandangi punggung gadis itu sampai
masuk ke dalam rumah. Dia masih berdiri termangu-mangu di
sana. Wan Fei Yang adalah putra kandung Ci Siong. Untung saja
belum terjadi apa-apa antara diri anak muda itu dengan Hongji. Sen Man Cing mengangkat tangannya dan mengusap keringat
dingin yang membasahi keningnya. Hatinya baru lega sedikit,
namun kekhawatiran itu datang lagi.
Entah bagaimana keadaan kedua orang itu sekarang"
Semacam kengerian yang sukar dilukiskan menyelimuti hati
Sen Man Cing. Sepanjang malam itu dia tidak dapat
memejamkan matanya. Bayangan Wan Fei Yang dan Tok ku
Hong terus berkecamuk di hatinya. Bagaimana kalau
seandainya sekarang sudah terjadi sesuatu di antara mereka"
Tapi Wan Fei Yang bukanlah pemuda sembarangan Sen Man
Cing yakin dia pasti akan berpikir panjang sebelum melakukan
sesuatu. 1250 Tapi bagaimana kalau iblis merasuki hati mereka" Seperti apa
yang terjadi antara dirinya dengan Ci Siong.
Sen Man Cing tidak berani membayangkan hal yang bukanbukan. *** Senja hari menjelang lagi. Fu Hiong Kun baru kembali dari
Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dusun terdekat, tangannya memeluk sekarung terigu. Karung
terigu itu ternyata berlubang. Isinya berceceran. Tapi Fu Hiong Kun rupanya masih tidak menyadari.
Tampaknya pikiran gadis itu sedang kacau, langkah kakinya
seperti berat sekali. Cara jalannya juga seperti orang yang
hilang ingatan. Setelah masuk ke dalam rumah, dia
meletakkan karung berisi terigu di atas meja. Dia duduk di
atas bangku panjang yang terdapat di samping meja tersebut.
Sekian lama dia duduk termenung, Sen Man Cing sudah
berada di sampingnya pun dia masih belum sadar.
Melihat keadaannya yang aneh, Sen Man Cing merasa heran.
"Hiong Kun. Apa yang telah terjadi?" tanyanya penuh
perhatian. Fu Hiong Kun tersentak dari lamunannya. Dia menggelengkan
kepalanya dua kali. "Ti... tidak ada... apa-apa."
"Apakah tubuhmu kurang sehat?"
Sen Man Cing mengulurkan tangannya meraba kening gadis
itu. Tapi tampaknya keadaan Fu Hiong Kun baik-baik saja.
Fu Hiong Kun tidak dapat menahan kepiluan hatinya lagi.
Sejak kecil dia memang tidak merasakan perhatian seorang
ibu. Kasih sayang Sen Man Cing membuat hatinya semakin
tersayat. Dia menangis tersedu-sedu. Sen Man Cing semakin
1251 bingung melihatnya. "Hiong Kun, ada apa sebetulnya"
Katakanlah padaku. Siapa tahu aku dapat membantumu
menyelesaikan masalah yang menggelayut hatimu?"
Fu Hiong Kun menggelengkan kepalanya dengan air mata
mengalir dengan deras. Sen Man Cing membelai-belai rambut
gadis itu. Akhirnya Fu Hiong Kun mengatakan juga apa yang
menyusahkan hatinya, "Wan Toako dan Hong cici akan
menikah." Rasa terkejut Sen Man Cing bukan alang kepalang. Tubuhnya
terhuyung-huyung mundur beberapa langkah. Tiba-tiba dia
menjerit dengan keras: "Tidak mungkin!"
Suara jeritannya demikian keras sehingga Fu Hiong Kun
terperanjat. "Hujin, hal ini memang kenyataan! Tokoh-tokoh Bulim di
sekitar sini sudah menerima surat undangan. Mereka beramairamai sudah bergegas berangkat ke markas Bu ti bun."
Sen Man Cing tampaknya kalang kabut mendengar berita itu.
"Kapan waktu pernikahan akan berlangsung?" desaknya.
Fu Hiong Kun malah memandang Sen Man Cing dengan
terpana. "Cepat katakan kepadaku! Kapan?" Suara Sen Man Cing lebih mirip ratapan.
"Lusa...."
Sen Man Cing langsung menghambur ke depan. Fu Hiong
Kun mengejarnya. "Hujin, kemana kau akan pergi?"
"Bu ti bun!" sahut Sen Man Cing sambil menerjang ke depan dengan kalap.
1252 Fu Hiong Kun merasa heran juga khawatir, cepat-cepat dia
menyusul. Tiba-tiba Sen Man Cing menolehkan kepalanya.
"Di mana aku dapat mendapatkan kuda di sekitar sini?"
"Di dusun tempat kita biasa membeli segala keperluan."
*** Kuda berlari di tanah pegunungan. Tubuh Sen Man Cing
menempel erat-erat di pelana kudanya. Fu Hiong Kun yang
mengendarai kuda lainnya berusaha mengikuti di belakang
Sen Man Cing. Dari mula sampai berangkat, Sen Man Cing tidak mengatakan
apa-apa. Fu Hiong Kun tidak jelas memahami apa yang telah
terjadi. Tapi melihat kepanikan Sen Man Cing, dia dapat
membayangkan bahwa urusan yang dihadapi nyonya itu pasti
genting sekali. Dia juga tidak berani banyak bertanya. Dia
hanya mengintil terus di belakang Sen Man Cing.
Sepanjang perjalanan, kuda tidak pernah berhenti untuk
beristirahat. *** Pagi-pagi buta, dua ekor kuda melintasi sebuah sungai kecil.
Kebetulan Kongsun Hong sedang berhenti di tepi sungai,
kudanya sedang beristirahat meminum air. Melihat Sen Man
Cing lewat di depannya, dia segera berteriak memanggil:
"Subo...!"
Kuda Sen Man Cing melesat sejauh sepuluh depa baru dapat
dihentikan. Dia menolehkan kepalanya ke arah Kongsun
Hong. "Kongsun ji, apa yang kau lakukan di sini?" tanyanya dengan nada tajam.
1253 "Suhu menyuruh aku menjemput Subo kembali ke Bu ti bun."
"Pada saat ini kau baru sampai?"
"Aku... Tecu...."
Untuk sesaat Kongsun Hong juga tidak tahu bagaimana harus
memberi jawaban kepada Sen Man Cing.
"Apakah Tok ku Bu ti yang memintamu agar tidak usah
tergesa-gesa?" tanya Sen Man Cing dengan nada sinis.
"Tecu... Suhu...."
"Apa sebetulnya yang ia katakan?" bentak Sen Man Cing dengan suara keras.
"Suhu mengatakan bahwa biar Subo sampai pada hari kedua
setelah pernikahan juga tidak jadi masalah." Kongsun Hong
memberanikan dirinya. Karena bentakan Sen Man Cing tadi,
dia tidak dapat berterus terang.
Sen Man Cing tertawa sumbang. "Bagus! Tok ku Bu ti. hatimu benar-benar berbisa!"
Tentu saja Fu Hiong Kun tidak mengerti apa maksud katakatanya. Kongsun Hong juga tidak mengerti. Sen Man Cing
juga tidak menjelaskan panjang lebar. Dia langsung menarik
kudanya agar berlari dengan cepat.
Fu Hiong Kun segera mengikuti dari belakang. Kongsun Hong
tertegun sejenak.. Akhirnya dia naik ke atas kudanya dan
berlari menyusul. Memang sifatnya kadang-kadang
berangasan, tapi dia bukan orang bodoh. Melihat tampang
Subonya yang begitu marah, lagipula melarikan kuda
sedemikian cepat dan panik. Dia ingat lagi mimik wajah Tok ku
Bu ti dan cara bicaranya yang aneh. Kongsun Hong segera
1254 dapat merasakan bahwa sesuatu yang mengerikan pasti akan
terjadi. Tapi biar bagaimana pun memeras otaknya dia tetap tidak
dapat berpikir mengenai yang akan terjadi. Kenyataannya, hal
mengerikan yang akan terjadi benar-benar di luar dugaannya.
Kalau saja dia tahu sejak semula, bagaimana pun dia akan
membangkang perintah suhunya yang akan menghancurkan
hidup Tok ku Hong.
*** Senja hampir berakhir. Malam sebentar lagi menjelang. Tibatiba awan menjadi gelap. Langit mendung. Lalu disusul
dengan kilat menyambar serta geledek bergemuruh. Namun
pesta pernikahan tidak berhenti walaupun hujan turun dengan
lebat. Para tamu sudah hampir memenuhi tempat itu. Cahaya
lentera terang benderang. Suara tambur bertalu-talu. Belum
lagi pekik sorak dan tawa para hadirin. Begitu keras dan
riuhnya sampai-sampai sambaran petir pun hampir tidak
terdengar jelas. Peristiwa ini memang menggembirakan
semua orang. Termasuk to-koh-tokoh Bulim. Dengan
bergabungnya Bu tong pai dan Tok ku Bu ti, tentu orang itu
akan kembali memulai hidup baru dan tidak akan
menimbulkan bencana lagi bagi dunia persilatan.
Oleh karena itu, pesta pernikahan berlangsung dengan lancar.
Wan Fei Yang juga gembira sekali, tapi kadang-kadang ada
terselip juga kepedihan di dalam hatinya. Alangkah
bahagianya seandainya ayah dan ibunya masih hidup dan
dapat menyaksikan dirinya menikah.
Sedangkan Tok ku Bu ti juga sedang melamun.
Mengapa ibu belum sampai juga"
1255 Hatinya sudah rindu sekali. Berulang kali ia melirik ke halaman depan.
*** Pada saat itu, Sen Man Cing masih melarikan kudanya di luar
kota. Kuda yang ditungganginya saat ini adalah kuda yang
kelima. Dia tidak pernah berhenti untuk mengisi perutnya
selama dua hari ini. Tentu saja kudanya tidak kuat bertahan.
Oleh karena itu, setiap setengah hari dia mengganti kuda yang
baru. Dia sendiri bahkan tidak meminum air setitik pun.
Sen Man Cing hanya berharap tidak terlambat mencegah
pernikahan antara Wan Fei Yang dengan Tok ku Hong. Angin
bertiup dengan kencang. Hujan semakin deras. Petir terus
menyambar. Geledek memekakkan telinga. Sen Man Cing
tidak memperdulikan semuanya. Dia terus memacu kudanya
menerjang ke depan. Dipeluknya kudanya erat-erat. Wajahnya
basah kuyup, demikian pula sekujur tubuhnya. Entah air hujan
atau air mata yang membasahi pipinya.
Fu Hiong Kun dan Kongsun Hong mengejar dari belakang.
Mereka sendiri sudah seperti orang kalap. Jalanan di hadapan
mereka hanya remang-remang. Entah masih berapa jauh
jarak yang harus ditempuh untuk mencapai Bu ti bun" Diamdiam Fu Hiong Kun mengkhawatirkan keadaan Sen Man Cing.
*** Upacara pernikahan berakhir dengan sempurna. Tok ku Bu ti
sendiri yang mengantar sepasang pengantin itu masuk ke
dalam kamar untuk melewati malam pertama. Dia tidak bisa
menahan dirinya untuk tersenyum simpul atas keberhasilan
rencananya yang jahat.
Yan Cong Tian duduk di ruangan besar. Hatinya galau sekali.
Bagaimana pun dia tidak menyangka bahwa antara Bu ti bun
1256 dan Bu tong pai bisa menjadi besan. Apakah ini suatu
keberuntungan ataukah suatu kemalangan" Dia benar-benar
tidak tahu. Tok ku Bu ti masuk ke dalam ruangan tersebut. Dia melirik
sekilas kepada Yan Cong Tian lalu mengangkat cawannya
dari atas meja. "Yan heng, Siaute menghormatimu dengan
secawan arak. Secawan arak ini sebagai tanda musnahnya
permusuhan antara Bu ti bun dan Bu tong pai, juga demi
ketenteraman dunia Bulim sejak sekarang," katanya.
Mulutnya memang mengucapkan kata-kata itu, tetapi sudah
pasti hatinya tidak. Tentunya Yan Cong Tian tidak dapat
menerka pikiran Tok ku Bu ti, dia hanya mendengar apa yang
keluar dari bibirnya yang manis. Dia merasa arak yang
ditawarkan oleh Tok ku Bu ti memang harus diterima.
Perasaan gagahnya terbangkit seketika. Dia mengangkat
cawannya tinggi-tinggi.
"Bagus sekali! Apa yang kau katakan memang benar. Mari kita minum!"
Secawan demi secawan mereka keringkan Kadang-kadang
keduanya saling pandang lalu tertawa terbahak-bahak. Para
tamu yang masih ada juga ikut meneguk arak sebanyakbanyaknya. Hari yang berbahagia ini harus diakhiri dengan
meriah. Tidak ada orang yang memperhatikan senyum licik
yang tersungging di bibir Tok ku Bu ti.
Tidak seorang pun.
Di luar ruangan hujan dan kilat saling menyapa. Geledek
seakan tidak mau kalah menunjukkan kewibawaannya.
Setelah suara tambur berhenti, suara geledek seperti lebih
berkuasa lagi memperlihatkan keangkerannya.
*** 1257 Di dalam kamar pengantin menyala sepasang lilin merah.
Kerumunan orang-orang yang mengganggu sudah keluar
semua. Hanya tertinggal sepasang pengantin baru yang saling
berhadapan. Tok ku Hong berjalan menuju tempat tidur dan
duduk di bagian ujungnya. Kepalanya tertunduk dalam-dalam.
Tadinya dia tidak merasakan apa-apa. Sekarang kerumunan
orang sudah bubar, tinggal mereka berdua. Perasaannya
jengah sekali. Dia tidak berani menatap Wan Fei Yang. Hati
anak muda itu sendiri sangat tegang. Maklumlah pengantin
baru. Apalagi seumur hidupnya, dia belum pernah bermesraan
dengan seorang gadis. Hatinya gelisah. Jantungnya berdebardebar. Dengan tangan gemetar, dia membuka kerudung yang
menutupi wajah Tok ku Hong.
Gadis itu melirik Wan Fei Yang sekilas. Pipinya merah karena
malu. Dia baru bermaksud menundukkan kepalanya kembali,
tetapi Wan Fei Yang sudah memegang dagunya dan
mengangkatnya ke atas sedikit. Dua pasang mata saling
pandang. Seribu kata-kata telah terucap dalam sinar mata
keduanya. Selelah sekian lama, akhirnya Tok ku Hong juga
yang mulai membuka suara. "Tolol, mengapa kau
memandang aku seperti itu?"
Sahutan Wan Fei Yang lebih tolol lagi..
"Aku baru menyadari kalau kau demikian cantik."
Tok ku Hong mencibirkan bibirnya.
"Tadi kau hanya perduli meminum arak bersama para tamu.
Kau bahkan tidak melirik aku sekalipun," sindirnya pura-pura marah.
".Maka dari itu sekarang aku jadi terpesona memandangmu.."
1258 Tok ku Hong mengerutkan pucuk hidungnya. Wan Fei Yang
juga melepaskan pegangannya. Dia berjalan ke arah meja dan
mengambil dua cawan arak.
"Jangan marah. Sekarang aku minum secawan denganmu."
"Aku tidak ingin minum," sahut Tok ku Hong sambi!
memalingkan wajahnya.
"Orang mengatakan bahwa pengantin baru malah harus
minum arak dari cawan yang sama. Mana boleh tidak mau
minum?" Tok ku Hong terpaksa menerima cawan arak itu dan
mengeringkan isinya sekaligus. Sekejap kemudian wajahnya
sudah berona merah, tetapi hal itu malah membuat
kecantikannya semakin kentara.
Wan Fei Yang kemudian mengeluarkan sepotong belahan
giok dari saku pakaiannya.
"Siau fei adalah orang yang melarat. Hanya ada sepotong giok ini yang dapat dihadiahkan kepadamu."
Tok ku Hong mengulurkan tangannya menerima potongan
giok tersebut. Wan Fei Yang mengambil kesempatan itu untuk
meraih tangan Tok ku Hong. Dalam waktu yang bersamaan,
keduanya saling berpelukan dengan erat..
Tepat pada saat itu juga, tiba-tiba pintu didobrak dari luar. Sen Man Cing menerjang masuk dengan seluruh tubuh basah
kuyup. Wajahnya pucat pasi....
"Kalian tidak boleh...!"
1259 suaranya terdengar parau. Baru mengucapkan beberapa
patah kata itu,
dilihatnya keadaan kedua orang itu masih berpakaian rapi. Dia
menghela nafas lega, seakan baru saja terlepas dari beban
Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang berat. Wan Fei Yang dan Tok ku Hong terkejut sekali. Melihat
keadaan Sen Man Cing, hati mereka semakin tergetar. Sen
Man Cing bertumpu pada pintu kamar. Nafasnya tersengalsengal. Hampir saja dia jatuh terkulai.
"Ibu...!" Tok ku Hong menyapa satu kali kemudian termangu-mangu. Akhirnya dia membuka suara juga.
"Apakah ibu marah karena anak tidak memberitahu dahulu
tentang pernikahan ini?"
"Hujin...!" Wan Fei Yang masih menyapa dengan panggilan yang biasa digunakan.
Tok ku Hong mengerling ke arah Wan Fei Yang sekilas. Baru
saja dia hendak menegur Wan Fei Yang, Sen Man Cing sudah
mencegahnya. Wanita itu menggoyangkan tangan berulang
kali. "Kalian tidak boleh menikah," katanya lirih.
Tok ku Hong hampir tidak mempercayai pendengarannya.
Namun dia masih belum mengerti. Dikiranya Sen Man Cing
benar-benar marah karena tidak menghadiri pesta
pernikahannya. "Ibu, Tia sudah menyuruh Suheng memanggilmu pulang.
Tetapi rupanya terlambat. Kalau Ibu masih marah, biar anak
menyembah dengan membenturkan kepala tiga kali untuk
memohon pengampunan darimu."
1260 "Aku juga..." tukas Wan Fei Yang gugup.
Melihat keadaan kedua orang itu. Sen Man Cing tertawa getir.
"Ibu, berjanjilah bahwa kau tidak akan marah lagi," kata Tok ku Hong selanjutnya.
Wan Fei Yang baru saja bermaksud mengucapkan beberapa
patah kata, tapi Sen Man Cing kembali menggelengkan
kepalanya. Dia tertawa sumbang. "Nasib kalian sungguh
buruk," sahutnya sambil menarik nafas panjang.
Tok ku Hong dan Wan Fei Yang semakin terpana. Air mata
Sen Man Cing sudah mengalir dengan deras. Dia
mendongakkan kepalanya ke langit-langit dan berkata dengan
suara mantap: "Thian. Seandainya kesalahan Sen Man Cing
demikian besar, juga tidak seharusnya kau menghukum kedua
anak yang tidak berdosa ini. Hukumlah aku seorang!"
Tok ku Hong memandangnya dengan tatapan tidak mengerti.
"Ibu, apa yang kau katakan?" tanyanya kebingungan.
Wan Fei Yang menatap ke arah Tok ku Hong kemudian
beralih kepada Sen Man Cing. Meskipun dia tidak mengerti
apa yang diucapkan wanita itu, namun hati kecilnya
membisikkan tentang sesuatu yang tak beres. Sen Man Cing
menolehkan kepalanya ke arah kedua orang itu. Dia
menggelengkan kepalanya dengan tegas. "Bagaimana pun
kalian tidak boleh menjadi suami istri...!"
"Kenapa?" teriak Tok ku Hong. Dia menghambur ke depan dan mencengkeram sepasang tangan Sen Man Cing.
Wan Fei Yang juga cepat-cepat menghampiri.
"Betul, Hujin. Apa sebabnya kami tidak boleh menikah?"
tanyanya penasaran.
1261 "Karena kalian adalah abang adik seayah lain ibu," sahut Sen Man Cing sepatah demi sepatah.
Tiba-tiba kilat menyambar menerangi wajah ketiga orang itu.
Tidak ada satu pun yang tidak berubah wajahnya pada saat
itu. Demikian juga Sen Man Cing. Terbukti betapa besar
keberanian yang harus dikumpulkan untuk mengutarakan
kenyataan ini. Wan Fei Yang tertegun. To ku Hong malah seperti orang
kalap. "Mana mungkin" Siau Fei she Wan, anak she Tok
ku...?" Sen Man Cing menggelengkan kepalanya. "Sebenarnya kalian
berdua sama-sama she Gi. Kalian adalah putri Gi Ban li!"
Hati Wan Fei Yang tergetar. Tubuhnya sampai terhuyunghuyung. Tok ku Hong masih belum mengerti. Dia menatap
Sen Man Cing keheranan....
"Bukankah Gi Ban li adalah nama asli Ci Siong tojin sebelum menjadi pendeta. Antara Tia dengan dia...."
"Tok ku Bu ti bukan ayahmu!" tukas Sen Man Cing. Dia
berhenti sejenak. Kemudian duduk di samping meja dengan
wajah sendu. Sekarang kejadian sudah terlanjur sedemikian
rupa. Aku juga tidak perlu mengelabui kalian lagi." Matanya menerawang di kejauhan. Peristiwa itu terjadi ketika Ci Siong
pertama kali bertarung dengan Tok ku Bu ti...."
Akhirnya Sen Man Cing menceritakan rahasia hatinya yang
telah terpendam selama puluhan tahun.
"Dua puluh tahun lebih yang lalu, aku menikah dengan Tok ku Bu ti. Usianya masih cukup muda. Namun karena cita-citanya
untuk menguasai dunia persilatan, dia rela mempelajari ilmu
Mil kip sinkang. Sedangkan dia sendiri tahu dengan jelas,
bahwa Mit kip sinkang adalah ilmu silat yang dapat
1262 merusakkan bagian kelamin kaum pria sehingga tidak dapat
membuahkan anak. Tetapi Tok ku Bu ti tetap nekat. Akhirnya
kami menjadi suami istri dalam pandangan orang luar saja.
Padahal kami tidak bisa melaksanakan kewajiban sebagai
suami istri yang sebenarnya."
Tok ku Hong dan Wan Fei Yang mendengarkan sampai
termangu-mangu.
"Pada saat itu, hal yang paling diutamakan oleh Bu ti bun
adalah pertarungan yang telah ditentukan selama sepuluh
tahun sekali dengan Bu tong pai. Ketika saat pertandingan tiba
akhirnya Tok ku Bu ti dapat mengalahkan Ci Siong tojin
dengan ilmu Mit kip sinkangnya. Sen Man Cing menarik nafas
panjang. Matanya masih menerawang seakan sedang
mengingat kembali peristiwa yang terjadi saat itu.
Tok ku Hong dan Wan Fei Yang menunggu dengan hati
berdebar-debar.
"Sebetulnya dia bermaksud membunuh Ci Siong tojin saat itu juga. Untung saja Ci Siong tojin masih mempunyai sisa tenaga
untuk melarikan diri. Tidak disangka-sangka dia justru lari ke
arah Liong hong kek. Pada saat itu, Tok ku Bu ti sudah
bertekad untuk menguasai dunia persilatan. Dia menutup diri
dan berlatih dengan giat agar dapat mencapai taraf tertinggi
Mit kip sinkang. Hatiku juga sempit saat itu. Aku seperti
sengaja ingin menantangnya sampai di mana pun. Orang
yang ingin dibunuhnya jatuh tidak sadarkan diri di daerah
Liong hong kek. Aku justru sengaja menolong orang itu. Aku
bahkan membawa Ci Siong tojin tinggal di dalam Liong hong
kek. Dengan penuh perhatian aku merawatnya. Sampai lama
waktu berlalu, tetap tidak terlihat bayangan Tok ku Bu ti
datang berkunjung. Selama dalam perawatanku, Ci Siong to
jin sering mengajarkan berbagai hal kepadaku. Seperti
melukis, membaca syair, memetik harpa bahkan bermain
catur. Selama itu hubungan kami masih terbatas dalam
kesopanan yang sudah semestinya.."
1263 Mendengar sampai di situ, tanpa sadar Wan Fei Yang
memperdengarkan suara tertawa getir. Tok ku Hong justru
semakin tertegun.
"Tiga bulan berlalu kembali. Akhirnya Tok ku Bu ti keluar dari ruangan di mana dia menutup diri. Namun dia tidak
mengunjungi aku, hanya menyuruh salah seorang anak buahnya membawakan secarik kertas yang isinya menyatakan
bahwa dia sudah berangkat ke Thai san untuk memenuhi
undangan Eng-hiong tai-hwe (pertemuan para pendekar). Dia
juga menyatakan keinginannya untuk menggemparkan dunia
persilatan. Kurang lebih setahun setengah baru bisa kembali
lagi. Meskipun aku tahu, sebetulnya dia ingin melatih Mit kip
sinkang sampai taraf yang lebih tinggi, maka dari itu dia
sengaja menghindari aku agar terlepas dari ikatan cinta kasih.
Aku merasa sedih dan kecewa. Malam itu aku meminum arak
sebanyak-banyaknya agar melupakan kepahitan yang
kuterima itu. Siapa sangka setelah benar-benar mabuk, aku
melakukan kesalahan besar."
Wajah Wan Fei Yang dan Tok ku Hong semakin tidak enak
dipandang. Sen Man Cing masih menangis terisak-isak.
"Setelah tersadar dari mabuk, Ci Siong dan aku merasa sedikit menyesal. Saat itu luka Ci Siong sudah hampir sembuh.
Ketika dia mengetahui aku juga mempelajari lwekang, maka
dia mewariskan ilmu Tian can sinkang kepadaku. Dia
berharap aku dapat menemukan kuncinya agar dapat
mencapai taraf akhir ilmu tersebut. Di kemudian hari bila kami
sampai mempunyai anak, dia meminta aku mewariskan ilmu
itu kepada anak kami...."
Semakin lama berbicara, perasaannya semakin bergejolak.
Suaranya juga semakin parau. Dengan termangu-mangu Wan
Fei Yang serta Tok ku Hong menatapnya lekat-lekat. Mereka
tidak mengatakan apa-apa. Air mata Tok ku Hong sudah mulai
membasahi pipinya. Tanpa menunggu sampai Sen Man Cing
1264 menyelesaikan kata-katanya, air mata sudah mengalir
semakin deras. Tiba-tiba dia bangkit berdiri dan ber-teriak
sekeras-kerasnya: "Jangan katakan lagi!"
Sen Man Cing memang tidak sanggup meneruskan katakatanya lagi. Dengan berurai air mata dia memeluk Tok ku
Hong erat-erat. Tanpa dapat menahan diri lagi, Tok ku Hong
menangis tersedu-sedu.
Adatnya sangat keras. Biasanya jangan kata menangis
tersedu-sedu, mengalirkan setetes air matapun tidak mudah
baginya. Tapi kesedihannya sekarang sudah tidak terkatakan.
Wan Fei Yang juga merasa hatinya tertekan. Dia menatap Tok
ku Hong yang saling merangkul dengan Sen Man Cing
dengan pandangan terpana. Air mata juga sudah membasahi
pipinya. Tepat pada saat itu juga, tiba-tiba Tok ku Hong menarik
dirinya dari pelukan Sen Man Cing. Dia menghambur dari
kamarnya. Di luar angin masih bertiup dengan kencang. Hujan
juga masih turun dengan lebat. Tanpa memperdulikan
keadaan sekitarnya, Tok ku Hong berlari seperti orang kalap.
Sekejap saja wajah dan tubuhnya sudah basah kuyup. Tok ku
Hong seperti tidak merasakannya. Dia terus menerjang ke
depan. "Hong ji...!" teriak Sen Man Cing pilu. Dia terus mengejar di belakang gadis itu.
Sesampainya di koridor panjang, terdengar kilat menyambar.
Geledek bergemuruh seakan ingin memecahkan angkasa.
Hati Sen Man Cing semakin tergetar.
"Blukk!" Dia menjatuhkan diri berlutut di atas tanah..
"Thian, kalau kau memang ingin menjatuhkan hukuman,
biarlah aku yang menerima hukuman ini...!" ratapnya pilu.
1265 Mendengar teriakannya hati Wan Fei Yang semakin tertekan.
Dengan air mata berderai, dia juga menerjang keluar dari
kamar. Saat itu dia merasakan benaknya berubah menjadi
kosong melompong.
Kilat masih menyambar. Geledek masih menggelegar. Sekali
disusul dua kali, membuat hati orang yang mendengarnya
semakin tercekam. Di bawah cahaya kilat yang menyambar,
perlahan-lahan Sen Man Cing bangkit berdiri. Dengan susah
payah dia menyeret langkah kakinya.
Meskipun hatinya sedih, tapi dia masih bersyukur kepada
Thian. Setidaknya Thian telah menunjukkan kebesarannya
dengan memberi kesempatan padanya untuk tiba pada saat
yang tepat. Hanya satu orang yang dibencinya saat ini. Kebencian yang
menyusup sampai ke tulang sumsum.
Tok ku Bu ti! * ** Angin bertiup dengan kencang. Hujan tetap mencurahkan air
dengan deras. Tok ku Bu ti justru membuka jendela di ruang
perpustakaannya lebar-lebar. Sambil menikmati cahaya kilat
dan suara guntur, dia meneguk arak seorang diri.
Jilid 28 Malam sudah demikian larut. Tapi dengan pikiran yang
bergejolak, mana mungkin dia dapat tidur dengan pulas.
Sambil meminum araknya dia membayangkan apa yang telah
terjadi. Tanpa dapat menahan diri dia tertawa terbahak-bahak.
1266 "Ci Siong, Sen Man-cing, hari ini dua puluh tahun telah
berlalu. Namun kalian tidak menyangka kalau aku masih
sempat membalas dendam yang terpendam selama dua puluh
tahun ini bukan?" Tentu saja semua ucapannya itu hanya
untuk didengar oleh dirinya sendiri.
"Wan Fei-yang! Tahu rasa kau!" Dengan mata berkobarkobar dia mengeringkan isi cawannya. "Meskipun kau telah
berhasil melatih Tian-can sinkang, dan tidak ada tandingannya
lagi di dunia ini, namun mulai besok, jangan harap kau masih
punya muka berhadapan dengan orang-orang dunia
kangouw." Tok-ku Bu-ti mulai mabuk. Dia berkata seorang diri sambil
menganggukkan kepalanya.
"Malam ini kau boleh merasakan kepuasan dan
kegembiraan sepenuhnya. Besok aku akan membeberkan
kebejatan kalian yang menikah antara saudara kandung
sendiri. Pada saat itu aku ingin lihat bagaimana kalian harus
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan oleh
teman-teman dari dunia kangouw!" Dia mengisi cawannya lagi sampai penuh. Lagi diteguknya sekaligus.
Belum lagi dia sempat meletakkan cawannya di alas meja.
Pintu ruang perpustakaan itu sudah didobrak oleh seseorang.
Tok-ku Bu-ti langsung menoleh ke arah pintu tersebut.
"Siapa?" bentaknya dengan suara keras.
Kilat yang menyambar menyorotkan cahaya ke atas wajah
orang itu. Sen Man-cing. Rambutnya acak-acakan. Matanya
menyorotkan sinar kepedihan juga kemarahan. Tampangnya
lebih mirip mayat yang baru bangkit kembali.
"Ternyata kau sudah datang," sapa Tok-ku Bu-ti sambil mengerutkan alisnya. Kemudian dia mengangkat cawannya
1267 tinggi-tinggi, "Hari ini adalah hari baik. Kita berdua suami istri harus minum satu dua cawan untuk merayakannya!"
Bibir Sen Man-cing bergetar. "Apakah perbuatanmu ini
masih dapat disebut kelakuan seorang manusia?" Akhirnya
Sen Man-cing tidak dapat menahan diri lagi. Dia berteriak
sekeras-kerasnya.
Ternyata Tok-ku Bu-ti masih bisa tertawa lebar. "Apa
sebetulnya maksud perkataanmu itu?"
Sen Man-cing menatap Tok-ku Bu-ti lekat-lekat. Dia
seakan malam ini baru melihat jelas siapa adanya manusia
yang satu ini. "Apa yang kau katakan tadi?"
Tok-ku Bu-ti pura-pura terkejut.
"Oh" Rupanya kau sudah mendengar semuanya?"
"Aku sudah mendengar semuanya dengan jelas.
Semuanya.... Tidak ada satu kata pun yang ketinggalan!"sahut Sen Man-cing sepatah demi sepatah.
"Kalau begitu, aku malah harus mengundang kau masuk
ke dalam," kata Tok-ku Bu-ti sambil bangkit dari duduknya.
Sen Man-cing justru sengaja masuk ke dalam. "Kalau kau
memang membenci aku, kau boleh bunuh saja diriku.
Mengapa harus melakukan semua ini?"
Tok-ku Bu-ti hanya tersenyum simpul.
Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
1268 "Betul, aku memang bersalah terhadapmu. Aku
mengkhianatimu. Tapi kau tidak perlu membalaskan sakit hati
ini kepada putriku!"
Senyum Tok-ku Bu-ti semakin lebar. "Masa ini yang kau
namakan balas dendam" Putri kita mencintai Wan Fei-yang,
aku justru merestui mereka. Apa salahnya?"
"Kau masih berani membantah?" Sen Man-cing maju
selangkah demi selangkah ke hadapan Tok-ku Bu-ti.
"Kau tahu putri siapa Tok-ku Hong sebenarnya. Kau juga
tahu Wan Fei-yang adalah anak kandung Ci Siong. Mengapa
kau membiarkan mereka menikah?"
"Dapatkah kau membiarkan aku mengatakan sesuatu
yang bijaksana?" sikap Tok-ku Bu-ti tetap demikian tenang.
"Kau juga punya kata-kata yang bijaksana?"
"Dengar baik-baik. Semua ini adalah hasil perbuatanmu
sendiri!" Tok-ku Bu-ti menuding Sen Man-cing.
"Thianlah yang lelah mengatur segalanya sebagai hukum
karma kepada kalian pasangan anjing ini!"
Sen Man-cing terhuyung-huyung mundur dua langkah.
Tok-ku Bu-ti mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahakbahak. Dia mengulurkan tangannya menarik Sen Man-cing ke
dekatnya. Dia mendelik ke arah Sen Man-cing dengan tertawa
lebar. 1269 "Tidak seharusnya kau datang ke mari. Tetapi karena kau
sudah datang, aku tidak akan membiarkan engkau
meninggalkan kamar ini dan menghancurkan apa yang telah
kurencanakan!" Tangannya mencengkeram lengan Sen Mancing semakin erat.
Sen Man-cing tertawa sumbang. "Dengan kecerdasan
otakmu, seharusnya kau dapat berpikir bahwa sebelum
menginjak tempat ini, aku pasti sudah singgah di tempat yang
lain." "Kau sudah ke kamar pengantin Hong ji?" tanya Tok-ku Bu-ti yang wajahnya langsung berubah kelam.
"Untung saja belum terlambat."
Sen Man-cing menggelengkan kepalanya.
"Meskipun hati mereka sangat sedih, tapi mereka toh
belum melakukan hal yang akan menghancurkan kehidupan
mereka sendiri."
Wajah Tok-ku Bu-ti berubah hebat.
"Brak!" Cawan di tangannya diremasnya sampai hancur.
Dia melepaskan cengkeramannya pada Sen Man-cing.
Tangan kanannya terkepal erat. Dadanya naik turun.
Wajahnya dari putih menjadi merah padam. Tampaknya dia
akan menghantamkan tinjunya kepada Sen Man-cing.
Wanita itu memandangnya dengan tatapan dingin. Tidak
ada sorot takut sedikit pun di matanya. Tinju Tok-ku Bu-ti tidak dihantamkan ke depan. Malah tangannya yang tadi terkepal
kiri mengendur kembali.
Meskipun kau telah menggagalkan rencana yang aku
jalankan, namun aku tetap tidak akan membunuhmu," katanya
dengan suara berai.
1270 "Apa lagi yang kau tunggu?" Nada Sen Man-cing dingin
dan datar. "Kalau aku berniat membunuhmu, tentu sudah aku
lakukan dua puluh tahun yang lalu. Tidak perlu menunggu
sampai sekarang."
Sen Man-cing tidak berkata apa-apa.
"Aku rasa, terlalu enak kalau membunuhmu begitu saja,"
kata Tok-ku Bu-ti selanjutnya.
"Tanpa terasa air mata Sen Man-cing mengalir dengan
deras. Tok-ku Bu-ti yang melihat keadaannya malah tertawa
terbahak-bahak. "Tapi aku juga merasa heran, kau toh masih ada muka untuk hidup sampai hari ini."
Sen Man-cing tetap menangis tanpa menyahut. Tok-ku
Bu-ti menepuk tangannya keras-keras. "Ternyata Wan Feiyang sudah mengetahui urusan ini. Mengapa dia masih belum
mencari aku untuk membuat perhitungan?"
Baru saja ucapannya selesai, Wan Fei-yang sudah
muncul di depan pintu. Tubuhnya basah kuyup. Dia mendelik
ke arah Tok-ku Bu-ti dengan pandangan sedih.
"Menantu yang baik...."
Tok-ku Bu-ti juga sudah melihat Wan Fei-yang. Dia malah
terbawa terbahak-bahak. "Ini kan malam pengantinmu,
mengapa kau tidak berdiam di kamar saja bermesraan dengan
istrimu yang cantik jelita?"
"Tutup mulut!" bentak Wan Fei-yang dengan tubuh
gemetar. Sepasang tangannya terkepal erat-erat sehingga
berubah warna menjadi putih pucat.
1271 Tok-ku Bu-ti semakin senang melihat keadaannya.
Seraya tertawa lebar dia menoleh kepada Sen Man-cing.
"Hujin, menantu kita ini lumayan juga...."
"Tok-ku Bu-ti, orang-orang boleh menganggap dirimu
seekor burung rajawali, tapi aku memandangmu seperti
seekor gagak!" tukas Sen Man-cing ketus.
Wan Fei-yang langsung mengulurkan jari tangannya
menuding Tok-ku Bu-ti. "Tok-ku Bu-ti, keluar kau!" bentaknya.
Tok-ku Bu-ti menepuk-nepuk bajunya sen diri agar terlihat
rapi. "Menantu yang baik, luka dalam mertuamu ini masih
belum pulih betul."
"Tidak perduli. Pokoknya malam ini aku harus
membunuhmu!" tukas Wan Fei-yang.
Tok-ku Bu-ti tertawa lebar. "Membunuhku" Demi Bu-tongpai atau demi Ci Siong?"
"Terhadap manusia sesat dan keji seperti engkau, tidak
perlu mengemukakan alasan kalau hanya untuk
membunuhmu!"
"Kata katamu ini kedengarannya sangat berjiwa pendekar.
Sayangnya pribadi seseorang tidak dapat ditentukan dari
pembicaraan saja. Apalagi murid Bu-tong," sindir Tok-ku Bu-ti tajam.
Wan Fei-yang marah sekali.
"Tidak usah banyak bicara!"
Tok-ku Bu-ti tidak memperdulikannya.
1272 "Umpamanya Ci Siong tojin, dia menjabat sebagai
Ciangbunjin Bu-tong-pai, tetapi tindak-tanduknya sungguh
memalukan. Berani merayu istri orang!" sindirnya kembali.
"Aku suruh kau keluar!" Suara Wan Fei-yang semakin
menggelegar. "Kok cuma kau sendiri" Mana pengantin perempuannya?"
tanya Tok-ku Bu-ti mengalihkan pokok pembicaraan.
Wan Fei-yang tidak dapat menahan dirinya lagi. Seraya
meraung murka, dia menerjang ke arah Tok-ku Bu-ti. Telapak
tangannya sudah bersiap-siap untuk dihantamkan ke depan.
Angin yang terpancar dari sepasang telapak tangannya seperti
badai yang siap mengamuk.
Tok-ku Bu-ti mengungkit kakinya. Tongkat kepala naganya
melayang ke udara. Sepasang tangannya mendorong, tongkat
kepala naga itu meluncur ke depan. Wan Fei-yang
merangkapkan kedua telapak tangannya. Tenaga dalam
dikerahkan. Tongkat kepala naga itu pun terpental kembali.
Setengah tubuh Tok-ku Bu-ti bagian atas melenggok sambil
memutar tongkat kepala naganya seperti gasing. Tongkat
kepala naga Tok-ku Bu-ti memang berbentuk panjang.
Ujungnya yang berputaran menyerang Wan Fei-yang secara
gencar. Wan Fei-yang menghimpun hawa murninya. Dia
mengkombinasikannya dengan jurus Pik lek ciang. Sepasang
telapak tangannya tiba-tiba berubah kaku laksana lempengan
baja. Hantaman telapak tangannya terus menyambut sapuan
tongkat kepala naga Tok-ku Bu-ti. Dua puluh sembilan kali
berturut-turut tongkat kepala naga Tok-ku Bu-ti menyerang
Wan Fei-yang dan semuanya berhasil disambut dengan baik.
Namun seluruh perabotan dalam kamar seperti meja, kursi,
jambangan bunga, kendir arak serta beberapa cawan pecah
berkeping-keping akibat pertarungan mereka.
1273 Meskipun demikian, sepasang telapak tangan Wan Feiyang sama sekali tidak tergores ataupun terluka akibat
hancuran perabot-perabot tersebut. Melihat keadaan itu, Tokku Bu-ti terkejut sekali. Tongkat kepala naganya masih
berputaran. Angin yang ditimbulkannya menerpa di sekitar.
Tiba-tiba Tok-ku Bu-ti merubah gerakannya. Dia melancarkan
sebuah jurus yang bernama 'Ular berbisa keluar dari goa'.
Serangannya kali ini tertuju ke arah ulu hati Wan Fei-yang.
Tubuh Wan Fei-yang menggeser ke samping menghindari
serangannya. Tongkat kepala naga meluncur lewat di
bahunya. Sepasang tangannya terulur secepat kilat. Dia
mencengkeram tongkat kepala naga tersebut. Padahal Tok-ku
Bu-ti telah mengukur dengan seksama.
Namun ternyata perkiraannya meleset juga. Bukan saja
dia tidak berhasil melukai Wan Fei-yang, malah tongkat kepala
naganya kena dicengkeram. Dengan demikian, terjadilah adu
tenaga dalam tarik menarik. Bagaimana pun Tok-ku Bu-ti
berusaha, dia tetap tidak berhasil menarik kembali tongkat
kepala naganya dari cengkeraman Wan Fei-yang. Lengan
baju keduanya menimbulkan bunyi keresekan dan sepasang
kaki masing-masing amblas ke dalam tanah. Tok-ku Bu-ti
sudah mengerahkan Mit-kip sinkangnya. Wan Fei-yang juga
sudah menghimpun tenaga Tian-can sinkang. Dua pasang
mata saling tatap dengan tajam seperti bilah pisau yang saling
beradu. Suara keresekan lengan baju tidak terdengar lagi.
Lengan baju Tok-ku Bu-ti bagai balon yang ditiup sampai
mengembang. Sedangkan lengan baju Wan Fei-yang
perlahan-lahan lurus dan semakin lama semakin kaku. Mereka
tidak bergeming sama sekali.
Sen Man-cing yang berdiri di sudut tanpa sadar telah
mundur satu langkah. Sekarang dia mundur lagi satu langkah.
Hal ini bukan atas kehendaknya sendiri. Tapi karena segulung
demi segulung kekuatan yang tidak berbentuk maupun
1274 bersuara mendesaknya, sehingga mau tidak mau dia terpaksa
mundur terus. Nafasnya semakin lama semakin sesak. Seluruh udara
dalam ruangan itu seakan tersedot oleh tenaga kedua orang
itu. Kekuatan yang menyelimuti keadaan sekitar juga semakin
lama semakin dahsyat. Sen Man-cing sampai terdesak
mundur tujuh langkah berturut-turut. Setelah itu barulah
perasaannya lebih lega.
Sementara itu, rambut Tok-ku Bu-ti dan jenggotnya tibatiba mengembang kaku. Demikian juga kuncir rambut Wan
Fei-yang. Bedanya kalau rambut serta jenggot Tok-ku Bu-ti
berdiri kaku, sedangkan rambut Wan Fei-yang berdiri namun
lembut melambai-lambai bagaikan terapung di permukaan air.
Di tengah-tengah kedua orang itu, tongkat kepala naga
Tok-ku Bu-ti mulai memperlihatkan perubahaan. Kadangkadang menyapu ke atas, kadang-kadang menyapu ke
bawah. Kadang-kadang meluncur ke depan kemudian ditarik
kembali. Akhirnya yang terlihat hanya bayangan putih yang
berkelebat. Terdengar suara
"Brak!" Tongkat kepala naga Tok-ku Bu-ti terputus menjadi dua bagian. Tubuh kedua orang itu terpental ke belakang
dalam waktu yang bersamaan. Kemudian terjatuh di atas
tanah. Begitu kerasnya tenaga kedua orang itu sehingga
melayang keluar dari kamar.
Wan Fei-yang bangkit dan mulai mengerahkan ilmu di
koridor panjang tersebut. Tok-ku Bu-ti menerobos lewat
sebuah jendela sehingga pecah berantukan. Dia juga terpental
di tempa! yang sama. Tepai pada saat itu. di benaknya
terlintas pikiran untuk melarikan diri. Pikiran ini datangnya
begitu cepat dan sensitif. Tempo hari di Kuan-jit-hong, Tokku Bu-ti pernah dikurung oleh Thian-ti dan Fu Giok-su dan
kawan-kawan dalam barisan Hujan. Angin, Kilat serta
1275 Geledek. Keadaannya waktu itu sangat berbahaya, namun dia
tetap melangsungkan pertarungan. Dia menyadari bahwa
keenam orang itu, seandainya berduel satu lawan satu sama
sekali bukan tandingannya. Sekarang dia juga sudah
menyadari bahwa kekuatan Wan Fei-yang seorang diri saja
sudah jauh di atasnya. Boleh dikatakan bahwa sejak menjabat
jadi ketua Bu-ti-bun atau seumur hidupnya baru kali ini dia
menemui lawan setangguh Wan Fei-yang.
Seorang lawan yang dihadapinya berdasarkan dendam
pribadi dan benar-benar mempunyai ilmu lebih tinggi
daripadanya. Sampai di mana kehebatan Tian-can sinkang dia
sama sekali tidak tahu. Dia hanya tahu ketua generasi
pendahulu dari Bu-ti-bun yaitu Sia ho Tian cong pernah
mengalami kekalahan. Justru kekalahannya terjadi karena
lawannya menggunakan Tian-can sinkang. Sedangkan dia
berhasil mengalahkan Ci Siong tojin sebanyak tiga kali adalah
karena Ci Siong tojin sama sekali tidak menguasai Tian-can
singkang. Dalam soal adu tenaga dalam antara dia dan Wan Feiyang tadi, paling tidak dia sudah dapat memastikan satu hal:
yakni tenaga yang terpancar dari Tian-can singkang, sama
sekali bukan kekuatan yang dapat ditandingi oleh Mit-kip
sinkang. Meskipun tidak terluka, tapi kalau diteruskan, dia juga tidak mempunyai kemungkinan untuk memenangkan
pertarungan tersebut.
Dia seorang yang penuh perhitungan. Dari caranya
menggempur Go-bi-pai, sudah terlihat jelas bahwa dia adalah
jenis manusia yang tidak akan melakukan suatu hal yang tidak
dapat dipastikannya. Seandainya dia sudah sadar bahwa
pertarungan ini tidak mungkin dimenangkannya, mana
mungkin dia masih mempunyai gairah untuk melanjutkan
pertarungan itu" Toh tidak ada orang yang akan
memperdulikan menang atau kalahnya lagi, lalu mengapa
1276 tidak menggunakan kesempatan yang ada untuk melarikan
diri..." Begitu pikirannya tergerak, tubuhnya langsung melesat ke
atas. Pada saat itu juga Wan Fei-yang sudah menerjang tiba.
Dia sama sekali tidak perduli apa yang dilakukan oleh Tok-ku
Bu-ti. Orangnya sampai telapak tangannya langsung
meluncurkan dua kali hantaman, Wan Fei-yang juga tidak
bimbang sewaktu menghantamkan telapak tangannya. Tokku Bu-ti tidak bisa tidak menghalangi datangnya serangan itu.
Telapak tangannya terulur dan menyambut dua kali serangan
tersebut. Tubuhnya yang sedang melesat di udara terdesak
melayang turun kembali. Wan Fei-yang memutar tubuhnya.
Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dua hantaman diluncurkan kembali, namun begitu ia sampai
di hadapan Tok-ku Bu-ti, serangan itu menjadi delapan belas
kali hantaman. Setiap hantaman, telapak tangan Wan Fei
Kang tampaknya demikian ringan. Kening Tok-ku Bu-ti
berkerut. Sepasang telapak tangannya maju menyambut
serangan delapan belas kali hantaman itu. Kakinya terdesak
mundur dua langkah.
Serangan Wan Fei-yang tidak berhenti di situ. Sambil
meraung keras, dia terus meluncurkan serangan ke arah Tokku Bu-ti. Sepasang telapak tangannya kadang-kadang
terkepal menjadi tinju dan terkadang membuka lagi serta
menghantam. Sepasang kakinya juga menyepak serentak.
Tubuhnya bergerak kian ke mari. Serangannya menimbulkan
angin keras bagai badai yang melanda.
Nafsu bertarung Tok-ku Bu-ti juga sudah terbangkit.
Sepasang tinjunya dikerahkan. Terjadilah pertarungan sengit
dengan Wan Fei-yang. Kecepatannya dalam menyerang
ataupun bergerak tidak di bawah anak muda itu. Hanya dalam
hal tenaga dia terpaksa harus mengakui bahwa dia masih
kalah satu tingkat.
1277 Semakin bertarung gerakan keduanya semakin cepat.
Suara teriakan terdengar terus dari mulut Wan Fei-yang.
Gerakannya sudah hampir mirip orang kalap. Mungkin karena
kebencian yang memenuhi hatinya, maka dia tidak berpikir hal
lainnya lagi kecuali membunuh Tok-ku Bu-ti. Hujan masih
turun dengan lebat. Kilat terus menyambar. Suara benturan
telapak tangan serta tinju berkecamuk dengan piara teriakan
Wan Fei-yang dan suara siulan panjang yang keluar dari mulut
Tok-ku Bu-ti. Dua pasang telapak tangan berkali-kali beradu. Keduanya
bagai dua ekor ulat perak yang pedang bergelut. Sama sekali
tidak perduli hutan badai yang masih terus berlangsung.
Kecuali yang mabuk, para tamu lainnya yang mendengar
suara pertarungan itu menjadi terkejut. Berbondong-bondong
mereka keluar untuk melihat apa yang telah terjadi. Setelah
berhasil melihat dengan jelas, mereka semua terbelalak dan
melongo. Bagaimana mereka tidak terperanjat apabila melihat
kedua orang Sang sedang bertarung mati-matian itu adalah
mantu dan mertua yang masih terlihat baik-baik ketika pesta
pernikahan berlangsung.
Kongsun Hong dan Fu Hiong-kun juga sudah menyusul
tiba. Mereka melihat pertarungan antara Wan Fei-yang dan
Tok-ku Bu-ti bukan hanya tidak main-main malah sudah
menjurus ke arah menyabung nyawa masing-masing. Tentu
saja Fu Hiong-kun dan Kongsun Hong menjadi tertegun
seketika. Yan Cong-tian yang baru sampai di tempat kejadian lebih
bingung lagi. Dia segera menerjang ke hadapan kedua orang
itu. "Berhenti!" teriaknya sambil menghantam ke depan.
Dalam waktu yang bersamaan, air hujan yang sedang
mencurah tampak terkuak oleh tenaga hantaman telapak
1278 tangan Yan Cong-tian. Kurang lebih tiga depa di sekitar kedua
orang itu langsung melompong. Pada saat itu juga. Wan Feiyang dan Tok-ku Bu-ti terpental mundur.
Begitu mundur, sepasang telapak tangan Tok-ku Bu-ti
terentang kembali. Dia mendengus dingin dua kali. Wan Feiyang marah sekali. Kakinya segera memasang kuda-kuda
siap menerjang lagi ke depan.
Yan Cong-tian menghantam lagi tiga kali berturut-turut.
Kemudian dia menghadang di depan Wan Fei-yang. "Siau-fei,
apakah kau jadah gila?" bentaknya lantang.
"Aku ingin membunuhnya!" teriak Wan Fei-yang sambil
bersiap menerjang lagi. Namun lagi-lagi dia dihadang oleh
Yan Cong-tian. "Siau-fei, tenangkan dirimu. Katakan dulu yang jelas, nanti turun tangan juga belum terlambat!" serunya.
Dihadang untuk kedua kalinya oleh Yan Cong-tian,
perasaan Wan Fei-yang baru rada tenang. Dia berusaha keras
menahan emosinya. Tapi matanya masih mendelik ke arah
Tok-ku Bu-ti dengan sinar kemarahan yang berkobar-kobar.
Sinar mata Yan Cong-tian menatap wajah Wan Fei-yang
lalu beralih kepada Tok-ku Bu-ti.
"Sebenarnya apa yang telah terjadi?" tanyanya dengan
tampang angker.
Tok-ku Bu-ti tertawa dingin. "Seharusnya kau tanya saja
pada Wan Fei-yang. Dia yang datang mencari aku dan
mengajakku berkelahi."
Sinar mata Yan Cong-tian beralih kepada Wan Fei-yang.
1279 "Kalau memang ingin berkelahi, mengapa harus
menunggu sampai sekarang" Kalian toh bukan orang luar lagi.
Apakah tidak takut ditertawakan teman-teman yang hadir?"
Wajah Wan Fei-yang berkerut-kerut. Dia bermaksud
membuka mulut mengatakan sesuatu, tapi dibatalkannya
kembali. Tok-ku Bu-ti memandangnya dengan sinis. Dia juga
yakin Wan Fei-yang tidak akan berani mengatakan apa-apa di
hadapan para tamu yang hadir.
"Sejak semula aku sudah meminta agar kau
mempertimbangkan segalanya dengan matang-matang.
Sebelumnya tidak berkelahi, sekarang lebih lebih tidak boleh
lagi," kata Yan Cong-tian selanjutnya.
Wan Fei-yang menggelengkan kepalanya.
"Supek, ada masalah yang belum kau ketahui."
"Apa yang tidak aku ketahui?" tanya Yan Cong-tian
semakin tidak mengerti.
Wan Fei-yang tidak dapat mengatakannya.
Yan Cong-tian menyapu pandangannya ke sekitar tempat
itu. "Di mana Hong ji?" tanya kembali.
Hati Wan Fei-yang pedih sekali. "Dia sudah pergi,"
sahutnya kelepasan.
Yan Cong-tian tertegun.
"Mana boleh begitu" Hari ini kan malam bahagia kalian!"
1280 Wan Fei-yang merasa sulit menjelaskannya. Kepalanya
tertunduk dalam-dalam. Yan Cong-tian memandangnya
dengan lembut. "Apakah Tok-ku Bu-ti memecah belah kalian agar kalian
suami istri menjadi tidak akur?" tanyanya penuh perhatian.
Wan Fei-yang tidak menyahut. Mata Yan Cong-tian beralih
lagi kepada Tok-ku Bu-ti.
"Bu-ti, kalau memang demikian, berarti kau yang
bersalah!"
Tok-ku Bu-ti tertawa lebar. "Siapa yang salah atau benar,
sebelum Yan heng tahu jelas masalahnya, lebih baik jangan
sembarangan menduga!"
Sinar mata Yan Cong-tian berubah menjadi ingin seketika.
"Kalau begitu maksudmu...."
Wan Fei Yang mengangkat tangannya. "Supek...."
Yan Cong-tian menghentak tangan Wan Fei-yang. "Benar
atau salah, Supek mempunyai pertimbangan sendiri."
Mimik wajah Wan Fei-yang tambah sedih. Supek, kau
masih belum mengerti masalahnya," kata anak muda itu
dengan suara parau.
"Oleh karena itu, aku ingin menanyakan ampai jelas!" kata Yan Cong-tian sambil mengelus jenggotnya.
Tok-ku Bu-ti tertawa lebar. "Kalau begitu ku terpaksa
mengatakan semuanya."
1281 Baru saja Wan Fei-yang bermaksud menegah, Yan Congtian sudah menukasnya: "Biar dia mengatakan. Bu-ti-bun
memang aliran sesal. Masa apa yang dikatakannya bisa suatu
hal yang masuk akal dan adil?"
Wan Fei-yang tertawa sumbang. Tok-ku Bu-ti maju
selangkah ke depan.
"Peristiwa ini harus diceritakan mulai dari dua puluh tahun yang lalu." Tok-ku Bu-ti berhenti sejenak. Kemudian dia
menarik natas panjang dan melanjutkan kembali.
"Pada waktu itu aku mengadakan pertarungan dengan Ci
Siong tojin dari Bu-tong-pai di Kuan-jit-hong. Dengan Mil kip
sinkang aku berhasil menghancurkan Bu-tong-liok-kiat yang
dikerahkan oleh Ci Siong tojin. Akibatnya tosu tua itu terluka
parah di bawah seranganku."
Berbicara sampai di situ, mata Tok-ku Bu-ti tanpa sadar
menerawang. Dadanya dibusungkan tinggi-tinggi. Seakan
kemenangan itu masih terbayang jelas, di pelupuk matanya.
Yan Cong-tian tertawa dingin.
"Urusan sudah lama berlalu, sampai sekarang masih juga
dibanggakan. Apakah kau tidak takut ditertawakan para tamu
yang hadir malam ini?"
Tok-ku Bu-ti tidak memperdulikannya.
"Dengan luka parah, Ci Siong berusaha melarikan diri.
Tanpa mengenal arah, ternyata dia lari ke tempat yang
bernama Liong-hong-kek di Bu-ti-bun. Keberuntungan dan
kemalangan pun terjadi!" Suaranya semakin lama semakin
jelas. Kata-kata ini memang sengaja diucapkannya agar dapat
terdengar oleh seluruh tamu yang hadir memenuhi undangan.
"Ci Siong ditolong oleh seorang wanita, tapi kemudian dia
1282 merayu wanita itu sehingga jatuh cinta padanya. Wanita itu
bernama Sen Man-cing. Itulah orangnya!" kata Tok-ku Bu-ti
sambil menunjuk ke arah Sen Man-cing yang berdiri di depan
pintu kamar. Kilat menyambar. Wajah Sen Wan Cing pucat pasi.
Bibirnya bergetar. Matanya menyorotkan sinar permohonan.
Dia memandang ke arah Tok-ku Bu-ti dengan wajah sendu.
Namun dia tidak sanggup membuka mulut melalap kepada
laki-laki yang dibencinya itu.
Sepasang tinju Wan Fei-yang terkepal erat. Tubuhnya
tidak henti bergetar. Tapi bahunya dirangkul oleh Yan Congtian. Melihat keadaan mereka, hati Tok-ku Bu-ti semakin
kenang. "Menolong nyawa orang melebihi tujuh amal lainnya.
Sebetulnya perbuatan ini tidak salah. Tapi selagi aku sedang
tidak ada, sengaja melakukan hal yang busuk dan
mengkhianatiku, bagaimana aku tidak menjadi marah?"
Yan Cong-tian marah sekali: "Mulutmu memang harus
dicuci bersih! Ci Siong...."
Tok-ku Bu-ti tertawa dingin. "Seandainya Ci Siong orang
yang jujur dan mematuhi peraturan keagamaan, dari mana
datangnya seorang anak bernama Wan Fei-yang?"
Kata-kata ini menyusup di telinga, kecuali Wan Fei-yang
sendiri, Yan Cong-tian, Fu Hiong-kun dan Sen Man-cing,
orang-orang yang hadir tidak ada satu pun yang tidak terkejut.
Wajah Yan Cong-tian merah padam. Berkali-kali dia
mendengus dingin.
"Karena anak ini anak haram, karena Ci Siong tojin adalah
Ciangbunjin Bu-tong-pai, maka tidak dapat diakui secara
1283 terang-terangan. Dia terpaksa mengikuti marga ibunya, yakni
marga Wan!" Sekali lagi Tok-ku Bu-ti tertawa dingin.
"Hal ini sebetulnya tidak perlu lagi disesali karena terjadi sebelum Ci Siong tojin menyucikan diri menjadi pendeta, tapi
merayu istri orang, jangan kata seorang Ciangbunjin yang
sudah memilih pintu Budha, sedangkan orang biasa pun
merupakan hal yang paling hina."
Mata Yan Cong-tian mendelik lebar-lebar. Kejadian sudah
begini kau masih berani mengatakannya."
Tok-ku Bu-ti tertawa terbahak-bahak. "Meskipun hari ini
Bu-ti-bun sudah hancur akibat perbuatan Siau-yau-kok, aku
Tok-ku Bu-ti juga bukan orang yang tidak mempunyai nama di
dunia persilatan. Seandainya peristiwa ini bukan benar-benar
demikian jalan ceritanya, kau kira aku bersedia merusakkan
namaku sen-diri?"
Hawa amarah Yan Cong-tian semakin meluap. Mata Tokku Bu-ti beredar.
"Bu-ti-bun memang sebuah partai beraliran sesat. Bu-tongpai merupakan partai lurus yang menjunjung tinggi kebenaran.
Tapi seumur hidup ini, aku Tok-ku Bu-ti tidak pernah
melakukan hal yang demikian rendah. Malah Ciangbunjin Butong-pai mengaku sebagai aliran lurus, seorang pendeta
agama To, sang-gup melakukan perbuatan yang bahkan
dipandang hina oleh aliran sesat!"
Tanpa terasa tangan Yan Cong-tian yang sedang
menekan bahu Wan Fei-yang terlepas seketika. Tangan Wan
Fei-yang sendiri terkulai ke bawah. Matanya pun tidak berani
diangkat ke atas. Hampir seluruh mata dari orang-orang yang
hadir terpusat pada dirinya. Tok-ku Bu-ti merasa bangga
berhasil menarik perhatian mereka. Suaranya semakin
lantang. 1284 "Pasangan laki-laki dan perempuan yang tidak tahu malu
ini akhirnya melahirkan seorang putri. Mereka menganggap
aku sebagai si tolol yang mudah dikelabui. Putri itu dikatakan
sebagai anakku!"
"Apakah putri yang diceritakan itu Tok-ku Hong adanya?"
Tiba-tiba salah seorang tamu tidak dapat menahan diri dan
mengajukan pertanyaan itu.
"Tidak salah!" sahut Tok-ku Bu-ti dengan suara yakin dan tegas.
Terdengar suara bising berupa kejutan dari para hadirin.
Seluruh wajah Yan Cong-tian merah padam seketika.
"Maksudmu Wan Fei-yang dan Tok-ku Hong adalah
saudara seayah lain ibu?"
Jawaban Tok-ku Bu-ti masih dua patah kata yang serupa.
Dada Yan Cong-tian hampir meledak mendengar
keterangan itu. "Lalu, mengapa kau masih merestui mereka
menikah menjadi suami istri?" bentaknya garang.
"Bukan aku yang sengaja melakukan hal itu. Mereka yang
memohon do'a restu dariku," sahut Tok-ku Bu-ti dengan nada yang demikian tenang.
"Sebelumnya, kau sudah tahu tentang hal ini bukan?"
tanya Yan Cong-tian dengan nada tajam.
"Sebetulnya, aku paling tidak suka menyulitkan cinta kasih orang lain. Lagipula seandainya aku tidak mengabulkan,
mereka pasti marah sekali. Mereka tentu akan mengatakan
kalau aku orang tua yang tidak berpengertian. Bukankah lebih
baik merestui saja?"
1285 Begitu marahnya Yan Cong-tian sehingga urat-urat hijau di
keningnya bertonjolan keluar. "Apakah kau masih mempunyai
sedikit saja silat kemanusiaan?"
"Ini yang dinamakan hukum karma!"
Yan Cong-tian marah juga sedih. Dia sampai tidak
sanggup mengatakan apa-apa.
Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tapi kalian jangan khawatir. Perempuan busuk itu sampai
di sini tepat pada waktunya. Sepasang pengantin baru itu
belum sempat melakukan apa-apa."
Suara lega terdengar di sana sini. Yan Cong-tian seperti
baru saja terlepas dari beban yang berat. Fu Hiong-kun yang
sejak tadi berdiri di sudut baru berani melirik ke arah Wan Fei-yang. Sejak tadi dia diam saja. Mendengar ucapan Tok-ku Buti yang terakhir, dia baru berani memandang ke arah Wan Feiyang. Sinar matanya menyorotkan perasaan iba yang dalam.
Terhadap nasib Wan Fei-yang yang demikian malang, dia
hanya bisa merasa kasihan. Bagaimana keadaan Hong cici
sekarang" Teringat akan Tok-ku Hong, Fu Hiong-kun tambah
khawatir lagi. Meskipun sifat Tok-ku Hong sangat keras,
namun apakah dia dapat menahan pukulan batin yang
demikian hebat, Fu Hiong-kun benar-benar tidak berani
memastikan. "Begini juga ada bagusnya...!" Sinar mata Tok-ku Bu-ti beralih ke arah Sen Man-cing. "Kalau tidak, para sahabat di dunia kangouw pasti mengira aku sengaja menutupi
kebusukan ini, aku benar-benar tidak dapat menerimanya!"
Yan Cong-tian memperdengarkan suara tertawa dingin.
"Aku yakin kata-kata itu bukan keluar dari hati kecilmu!"
1286 Sikap Tok-ku Bu-ti masih tenang-tenang saja. "Iya juga
boleh, bukan juga tidak apa-apa. Semuanya sudah terlanjur
terjadi, setidaknya harus ada yang berani mengemukakannya
agar menjadi jelas."
Yan Cong-tian memperhatikan Tok-ku Bu-ti dari atas
kepala sampai ke ujung kaki. Dia seperti baru melihat jelas
Tok-ku Bu-ti hari ini.
"Meskipun Bu-ti-bun adalah sebuah aliran sesat dalam
dunia persilatan, tapi selama ini aku selalu mengagumi kau,
Buncu yang satu ini. Aku selalu menganggap bahwa kau
masih tidak terlalu licik kalau dibandingkan dengan orangorang Siau-yau-kok. Sekarang aku baru menyadari, meskipun
manusia-manusia dari Siau-yau-kok adalah golongan manusia
rendah, tapi masih belum ada setengahnya kalau
dibandingkan denganmu!"
"Yan heng terlalu memandang tinggi diriku," sahut Tok-ku Bu-ti benar-benar tidak tahu malu.
"Dengan melakukan semua ini, sebetulnya apa faedahnya
bagi dirimu sendiri?"
Tok-ku Bu-ti menggelengkan kepalanya. Tidak ada,"
sahutnya mengakui.
Yan Cong-tian mendengus dingin. "Tapi kau tetap
melakukannya!"
Tok-ku Bu-ti tersenyum simpul.
"Seandainya kau mencintai seorang wanita dengan
sepenuh hati. Dan setelah berhasil menikahinya, sebagai
istrimu dia menyeleweng dengan orang lain, apa yang akan
kau lakukan?" tanyanya tenang.
1287 Yan Cong-tian tertegun. Seumur hidup dia tidak pernah
mengenal apa arti kata asmara, tentu saja dia tidak tahu
bagaimana perasaan hati orang yang cemburu."Aku tidak
tahu!" Tok-ku Bu-ti menarik nafas panjang. "Aku lupa bahwa kau
adalah seorang tosu. Seumur hidup kau hanya tahu berlatih
ilmu silat untuk mencapai tingkat tertinggi agar dapat
mengharumkan nama Bu-tong-pai." Dia berhenti sejenak.
"Kau sama sekali tidak mengerti apa yang dinamakan cinta
kasih antara dua orang lawan jenis. Kau benar-benar seorang
tosu sejati!" Sekali lagi Tok-ku Bu-ti menarik nafas panjang.
"Biar aku katakan kepadamu. Per buatanku ini masih belum
dapat dikatakan keterlaluan."
Yan Cong-tian terpaku di tempatnya.
"Dari awal sampai akhir, aku telah mengampuni jiwa Ci
Siong sebanyak tiga kali. Aku juga tidak mencelakakan istriku
yang jalang. Terhadap putri mereka aku juga selalu
menyayangi seperti anak kandungku sendiri. Tahukah kau apa
sebabnya?" tanya Tok-ku Bu-ti selanjutnya.
Yan Cong-tian memandangnya dengan aneh.
"Apakah demi pembalasan seperti hari ini?"
Tok-ku Bu-ti menggelengkan kepalanya. Kalau bukan
manusia she Fu yang mengatakannya, aku sendiri tidak tahu
Wan Fei-yang adalah anak kandung Ci Siong."
Yan Cong-tian merenung sejenak. "Lalu apa sebabnya?"
"Karena aku tidak memasukkan semua ini dalam hati,"
kata Tok-ku Bu-ti dengan tegas. "Sebelum ini, aku hanya
1288 memikirkan satu hal, yaitu bagaimana caranya agar aku dapat
menguasai dunia persilatan!"
Yan Cong-tian manggut-manggut. "Selama ni kau
memang mengerahkan segala jerih payah untuk mencapai
maksud yang satu ini."
"Sekarang Bu-ti-bun sudah tidak ada lagi," kata Tok-ku Bu-ti sambil mengepalkan tinjunya erat-erat. "Munculnya Tian-can sinkang yang sudah sekian lama menghilang, benar-benar
merupakan suatu pukulan yang hebat bagiku. Tadi aku
mengira tidak ada ilmu lain lagi yang dapat menandingi Mit-kip
sinkang milikku."
"Dalam keadaan putus asa dan tiada harapan lagi kau
merencanakan pembalasan seperti ini," akhirnya Yan Congtian mengerti perasaan hati Tok-ku Bu-ti.
"Semua ini bukan salahku sendiri," kata Tok-ku Bu-ti
dengan suara tajam. "Juga kebetulan aku dapat menggunakan
kesempatan ini untuk memberitahukan kepada para sahabat
di dunia kangouw bahwa orang yang berasal dari sebuah
partai lurus juga belum tentu seorang laki-laki sejati yang tidak pernah melakukan kesalahan!"
"Bocah tua Ci Siong ini..." gerutu Yan Cong-tian tanpa sadar.
"Sampai-sampai seorang Ciangbunjin juga dapat berbuat
demikian, para murid yang diajarkannya juga belum tentu lebih
baik dari para murid partai sesat seperti kami ini," kata Tok-ku Bu-ti melanjutkan kembali.
Para hadirin yang mendengarkan kata-kata ini, semuanya
memperlihatkan wajah sendu. Tapi tidak ada seorang pun
yang membuka suara. Selama ini mereka selalu mengagumi
Ci Siong tojin sebagai seorang Cianpwe dari dunia persilatan.
1289 Sekarang kenyataannya orang yang mereka kagumi itu dapat
melakukan hal seperti ini. Apa lagi yang dapat mereka
katakan. Melihat tampang mereka, hati Yan Cong-tian semakin
tertekan, tapi di hatinya juga masih terselip sedikit harapan.
"Kau yakin Tok-ku Hong bukan putrimu?"
"Tentu saja aku yakin," sahut Tok-ku Bu-ti. kemudian dia malah balik bertanya.
"Tahukah kau lwekang apa yang aku pelajari?"
"Mit-kip sinkang," kata Yan Cong-tian tidak mengerti
maksud pertanyaan itu.
"Apa hubungannya" Apakah dengan berlatih ilmu itu kau
tidak dapat mempunyai keturunan lagi barang seorangpun?"
"Memang demikian kenyataannya!" sahut Tok-ku Bu-ti
mengaku terus terang.
Yan Cong-tian tertegun. Sesaat kemudian dia tertawa
terbahak-bahak.
"Tidak heran namanya Mit-kip (putus turunan) sinkang!"
Tok-ku Bu-ti tidak marah. Malah penampilan wajahnya
semakin tenang. "Seseorang yang mabuk ilmu silat, meskipun pengorbanan yang dituntut tetap dapat dimaafkan."
Sekali lagi Yan Cong-tian tertegun.
"Tidak, salah!"
1290 Dia sendiri terpaksa mengakui. Karena seperti dirinya
sendiri yang begitu gila mempelajari ilmu silat sampai-sampai
rela untuk tidak menikah seumur hidup.
"Terhadap perbuatan busuk yang dilakukan Ci Siong tojin,
entah bagaimana pendapat para murid Bu-tong-pai?" tanya
Tok-ku Bu-ti. Wajah Yan Cong-tian juga tidak berubah. Hanya matanya
saja yang menyorot lebih tajam. "Apa pun yang dilakukannya, kita tidak dapat menyelidiki lebih jauh lagi. Sekarang toh dia
sudah menjadi sesosok mayat yang telah dikuburkan!" Yan
Cong-tian berhenti sejenak.
"Lagipula masalah ini, aku rasa bukan keseluruhannya
salah Ci Siong juga."
Tok-ku Bu-ti tertawa terkekeh-kekeh.
"Maksudmu?"
Mata Yan Cong-tian beralih ke wajah Sen Man-cing, dia
seperti ingin mengatakan sesuatu, tapi dibatalkannya. Tibatiba dia menyadari, pada saat seperti ini, apabila dia masih
menyalahkan Sen Man-cing, tindakannya malah akan
membuat nasib wanita itu menjadi semakin tragis.
Sinar mata Tok-ku Bu-ti mengikuti pandangan Yan Congtian. Belum lagi dia mengatakan apa-apa, tubuh Sen Man-cing
sudah terkulai di atas tanah. Sepasang tangannya mendekap
di dada. Darah segar mengalir membasahi pakaiannya.
Dengan seruan terkejut, Fu Hiong-kun penghambur
menghampiri. Cepat-cepat dia memapah tubuh wanita itu.
"Hujin, kau...!"
1291 Mata Sen Man-cing masih membuka, dia tersenyum pilu.
"Sejak dulu aku sudah ingin mati. Aku masih bertahan hidup sampai hari ini adalah karena masih banyaknya persoalan
yang membuat hatiku tidak tenang. Sekarang biarpun masih
ada yang aku khawatirkan, lapi terpaksa aku harus
membiarkannya." Tangannya mengendur. Sebuah tusuk
konde yang hanya terlihat ujungnya saja menancap di dada
wanita itu. Fu Hiong-kun terkejut sekali. Dengan panik Wan Fei-yang
menerjang maju mendekati. Dia juga ikut memperhatikan
posisi tikaman tusuk konde itu, tanpa sadar keningnya
berkerut. "Fei Yang...." Air mata Sen Man-cing mengalir dengan
deras. "Jaga baik-baik adikmu. Katakan kepadanya agar kelak jangan terlalu keras kepala lagi." ucapannya selesai,
nyawanya pun melayang.
Perlahan-lahan Wan Fei-yang menjatuhkan dirinya
berlutut di depan mayat wanita itu. Tok-ku Bu-ti yang
memperhatikan semua itu dari tempatnya, tidak dapat
tersenyum lagi. Bagaimana pun dia sebetulnya masih
mencintai Sen Man-cing. Kalau tidak, dia tentu tidak akan
membiarkan istrinya hidup sampai saat ini.
Sinar mata Yan Cong-tian berpendar ke sekeliling
kemudian beralih kembali ke arah wajah Tok-ku Bu-ti. Dia
tertawa dingin. "Tentunya kau senang sekali sekarang,"
sindirnya tajam.
Tok-ku Bu-ti memaksakan dirinya terbahak-bahak.
"Senang bukan kepalang!"
Tiga kali berturut Yan Cong-tian memperhatikan Tok-ku
Bu-ti dari atas kepala sampai ke bawah kaki, kemudian
1292 perlahan-lahan dia membalikkan tubuhnya dan berjalan
mendekati Wan Fei-yang.
Tok-ku Bu-ti mengusap air hujan yang membasahi
wajahnya. Dia memandang Yan Cong-tian dengan tatapan
penasaran. Yan Cong-tian berjalan ke depan beberapa
langkah, tiba-tiba dia berhenti. Kepalanya menoleh ke arah
Tok-ku Bu-ti. "Tadinya aku ingin menghajarmu sampai puas,
sekarang malah keinginan itu sirna seketika!"
Tok-ku Bu-ti tertawa dingin. "Yan Cong Tian, apabila ada
kata-kata yang ingin kau ucapkan, katakan saja terus
terang, tidak usah pemutar balik seperti kaum
perempuan!"
Yan Cong-tian memandangnya dengan tatapan dingin.
"Kau sendiri seharusnya mengerti!"
"Katakan!" teriak Tok-ku Bu-ti.
Yan Cong-tian mencibirkan mulutnya sekilas. Kemudian
dia mendengus satu kali. "Membunuh manusia rendah seperti
dirimu, hanya mengotor-kotorkan tanganku saja. Enyah kau
dari sini!" bentaknya dengan mata mendelik.
Wajah Tok-ku Bu-ti berubah hebat.
"Makian yang bagus. Sayangnya meskipun aku kepingin
enyah dari sini, belum tentu Wan Fei-yang mengijinkannya!"
Yan Cong-tian menganggukkan kepalanya. "Urusan ini
biar dia tangani sendiri!"
Di pihak sana. Wan Fei-yang sudah bangkit berdiri.
Kematian Sen Man-cing bukannya pembuat dia semakin
1293 kalap, malah penampilannya jauh lebih tenang dari
sebelumnya. Yan Cong-tian menoleh kepadanya.
"Siau-fei, apakah kau ingin menyelesaikan semua masalah
yang ada malam ini juga?" tanyanya lembut.
Wan Fei-yang menganggukkan kepalanya.
"Bagus juga kalau demikian," kata Yan Cong-tian
selanjutnya. Dia membalikkan tubuhnya dan berseru lantang.
"Nyalakan lentera!"
Terdengar sahutan serentak. Para murid Bu-tong-pai
segera pergi menyiapkan lentera yang diperlukan. Bibir Tok ku
Bu t'i bergerak-gerak, tapi dia tidak mengatakan apa-apa.
Sementara itu Wan Fei-yang sudah duduk di atas undakan
batu di ujung koridor panjang. Dia setiang menghimpun hawa
murninya. Mata para hadirin bertumpu pada diri Tok-ku Bu-ti. Entah
apa yang terkandung dalam hati mereka. Tok-ku Bu-ti sendiri
tetap tenang-tenang saja. Dia membalikkan tubuhnya dan
duduk bersila di hadapan gunung-gunungan yang terdapat di
sudut halaman. Dia juga menghimpun hawa murni serta
mengatur tenaga dalamnya. Kongsun Hong yang sejak tadi
diam saja maju beberapa langkah. Sampai di samping Tok-ku
Bu-ti, dia menghentikan gerakan kakinya. Dia berdiri tegak
melindungi Suhunya itu.
Tok-ku Bu-ti memperhatikan sewaktu dia mendatangi.
"Kepulanganmu memang tepat waktunya," sindirnya tajam Kongsun Hong tertawa getir. "Sebetulnya Tecu bertemu
dengan Subo di tengah perjalanan."
Tok-ku Bu-ti mendengus dingin. "Mungkin semua ini
memang sudah takdir yang kuasa. Bagus juga...."
1294 Wajah Kongsun Hong jadi serba salah. "Suhu, masalah
ini...." "Semuanya memang telah kurencanakan," sahut Tok-ku
Bu-ti tenang. Kemudian dia balik bertanya. "Apakah kau
merasa tidak puas melihat keadaan ini dan menganggap
Suhumu memang manusia rendah?"
Kongsun Hong menundukkan kepalanya. "Tecu tidak
berani!" Tok-ku Bu-ti mendelikkan matanya lebar-lebar ke arah
Kongsun Hong. "Kalau kau ingin pergi, pergi saja. Bu-ti-bun sudah tidak ada lagi. Kau juga tidak perlu mengikuti aku
selamanya!"
"Sehari mengangkat guru, seumur hidup tetap menjadi
Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
guru. Tecu bersumpah mengikuti dan mendampingi samping
Suhu sampai kematian menjelang!"
Tok-ku Bu-ti tertawa lebar. "Walau kebusukan apa pun
yang telah dilakukan gurumu ini?"
Kongsun Hong menggertakkan giginya sambil
menganggukkan kepala.
"Walaupun kau memang seorang murid yang baik, tapi
kau juga orang paling tolol yang pernah aku temui!" Tok-ku Bu-ti tertawa terbahak-bahak.
Kepala Kongsun Hong tertunduk semakin rendah.
"Murid yang baik. Sekarang kau lindungi gurumu ini.
Sebentar lagi kau lihat bagaimana aku akan membunuh bocah
itu!" kata-kata yang keluar dari mulutnya terdengar penuh
keyakinan. 1295 Kongsun Hong hanya menganggukkan kepalanya.
"Kau tidak usah khawatir, dia pasti tidak sanggup
membunuh gurumu ini," kata Tok-ku Bu-ti selanjutnya.
Mendengar ucapan itu, tanpa terasa Kong sun Hong
mendongakkan kepalanya. Pada saat itu dia baru melihat
jelas. Meskipun Tok-ku Bu-ti berkata demikian, namun
matanya menyorotkan sinar ketakutan.
*** Sinar matanya itu mungkin tidak terlihat oleh orang lain.
Tapi Kongsun Hong sudah terlalu mengenal diri Tok-ku Bu-ti.
Sekali lirik saja, dia sudah dapat membaca isi hati gurunya itu.
Apakah dia sedang marah, sedih, kecewa, senang atau
ketakutan seperti sekarang.
Pengalaman menakutkan seperti sekarang hampir tidak
pernah dirasakannya, tapi sekali ini saja sudah cukup bagi
Tok-ku Bu-ti. Kongsun Hong hanya pernah melihat sinar itu
sebanyak tiga kali dengan yang sekarang ini. pertama ketika
Tok-ku Bu-ti sendiri melawan Thian-ti, Fu Giok-su, Hujan,
Angin, Kilat dan Geledek. Kedua kali ketika Yan Cong-tian
bersama Wan Fei-yang mengerahkan tenaga Tian-can
sinkang untuk membunuh Thian-ti. Dan sekarang adalah
ketiga kalinya dia melihat sinar ketakutan yang serupa tersorot dari mata Tok-ku Bu-ti.
Tempo hari ketika di Kuan-jit-hong, meskipun Kongsun
Hong tidak melihat langsung sinar mata Tok-ku Bu-ti, tapi
sebagai murid yang sangat paham akan diri gurunya, Kongsun
Hong dapat merasakan ketakutan yang melanda gurunya itu.
Bagi Tok-ku Bu-ti sendiri, penampilannya sekarang ini sudah
menyiratkan perasaan hatinya yang sesungguhnya.
1296 Kongsun Hong menoleh ke arah Wan Fei-yang. Anak
muda itu masih bersila di atas batu. Matanya terpejam.
Tampangnya demikian tenang sehingga di luar dugaan
Kongsun Hong. Dia tidak tahu apakah dia masih membenci
anak muda itu atau malah merasa iba kepadanya. Kongsun
Hong menatapnya lekat lekat. Tanpa sadar dia menarik nafas
panjang Sesungguhnya nasib Wan Fei-yang malah lebih
malang daripadanya. Namun kalau ditilik dan keadaannya
sekarang, tampaknya Tok-ku Bu-ti sudah mengalami
kekalahan sebanyak tiga bagian.
*** Satu demi satu lentera mulai dinyalakan. Seluruh gedung
itu menjadi terang benderang" seketika. Hujan sudah mulai
reda. Hanya tinggal rintik-rintik kecil yang masih tersisa.
Kadang-kadang masih terdengar geledek bergemuruh. Kilat
pun masih menyambar, tapi tidak begitu mengejutkan seperti
sebelumnya. Akhirnya Wan Fei-yang membuka mata. Penampilannya
terlihat tenang sekali, namun matanya tetap memperhatikan
sorot yang sedih. Perlahan-lahan dia berdiri dan berjalan
selangkah demi selangkah. Sementara itu, Tok-ku Bu-ti juga
sudah membuka matanya. Dengan kesigapan yang dibuatbuat dia langsung berdiri.
Sambil berteriak lantang, tubuh Wan Fei-yang berkelebat
cepat. Dia yang pertama-tama menerjang ke depan. Tok-ku
Bu-ti tidak bersuara sama sekali. Dengan sendirinya dia juga
maju menyambut. Empat pasang telapak tangan saling
beradu. Suara benturannya memekakkan telinga. Kaki Tok-ku
Bu-ti berubah-ubah gerakannya, kadang-kadang melangkah
ke kanan, kadang-kadang ke kiri. Sepasang telapak
tangannya membentuk bayangan cepat. Dalam sekejap mala,
dia sudah menghantamkan telapak tangannya sebanyak dua
1297 puluh tujuh kali. Setiap serangannya selalu ditujukan ke
bagian tubuh Wan Fei-yang yang paling mematikan.
Namun perubahan gerakan yang dilakukan oleh Wan Feiyang lebih cepat lagi. Sepasang telapak tangannya bagai roda
yang berputar cepat. Mata pun sulit menangkap dengan jelas.
Hantaman demi hantaman saling susul menyusul membalas
serangan Tok-ku Bu-ti.
Pik lek cang dari Bu-tong-liok-kiat tidak usah diragukan
lagi kehebatannya. Apa lagi dipadu dengan tenaga Tian-can
sinkang yang dahsyat. Sekali dilancarkan, tidak ada satu pun
hadirin yang tidak tercengang. Serangan telapak tangan Wan
Fei-yang semakin gencar. Seratus tujuh puluh kali hantaman
telah dilancarkan. Tok-ku Bu-ti terdesak sampai bawah
tembok pekarangan Tiba-tiba kakinya melangkah mundur,
sepasang telapak ditarik kembali. Hawa murni dihimpun.
Dengan kekuatan yang mengerikan dia menerjang lagi ke
depan. Tubuh Tok-ku Bu-ti melesat ke atas. Ilmu Mit-kip sinkang
dikerahkan sepenuh tenaga. Dia menyambut datangnya
hantaman telapak tangan Wan Fei-yang dengan nekat.
"Blamm!"
Terdengar suara benturan yang bergemuruh. Tubuh Wan
Fei-yang terpental mundur tiga langkah. Sedangkan tubuh
Tok-ku Bu-ti amblas ke dalam tembok yang hancur seketika.
Debu-debu putih berhamburan ke mana-mana. Tembok
pekarangan itu bagai terbelah-belah. Wajah Tok-ku Bu-ti pucat
pasi. Segumpal darah segar mengalir dari sudut bibirnya.
Sepasang tangannya tetap mendekap di depan dada.
1298 Sepasang telapak tangan Wan Fei-yang memutar kembali.
Belum sempat dia melancarkan serangan. Di belakang
tubuhnya terdengar desiran angin. Segulung tenaga yang
cukup kuat menekan dari atas.
"Beraninya hanya membokong!"
Dia mendengar suara bentakan Yan Cong-tian.
Tanpa berpikir panjang lagi Wan Fei-yang menghantam
telapak tangannya setelah membalikkan tubuh. Terdengar
suara menggelegar terbit dari serangannya.
"Plak!" Tubuh Wan Fei-yang tidak bergerak. Malah orang yang diam-diam membokongnya terpental sampai jauh.
Orang itu tidak asing lagi. Dia adalah Kongsun Hong.
Sepasang telapak tangannya beradu dengan hantaman
telapak tangan Wan Fei-yang. Isi perutnya tergetar hebat.
Darah segar muncrat dari mulutnya. Dia menggelinding di atas
tanah. Dengan menahan sakit dia merangkak bangun dan
menerjang lagi ke depan.
"Suhu, cepat lari!" teriaknya kalap.
*** Semua perbuatannya tidak luput dari perhatian Tok-ku Buti. Hatinya tergetar. Sejenak dia merasa ragu. Kemudian dia
menggertakkan giginya serta bangkit berdiri. Tanpa menunda
waktu lagi dia langsung menerjang keluar. Seumur hidupnya
dia tidak pernah melakukan hal seperti ini. Ujung matanya
berkerut menandakan kepedihan hatinya. Tapi Tok ku Bu fi
sekarang sudah jauh berbeda dengan Tok-ku Bu-ti yang dulu.
Kewibawaannya sebagai seorang ketua sebuah perguruan
sudah tidak ada lagi.
1299 Bu-ti-bun sudah hancur. Buncu dari Bu-ti-bun ini juga
hanya tinggal kenangan. Dia tidak mempunyai keangkeran
seperti sebelumnya. Tingkah lakunya juga tidak segagah dulu
lagi. Namun dia tetap tidak menyadari bahwa semua ini
adalah hasil perbuatannya sendiri.
Wan Fei-yang bermaksud mengejar. Tapi serangan
telapak tangan Kongsun Hong sudah tidak di depan mata.
Tentu saja dia tidak khawatir. Dengan mudah dia menyambut
serangan tersebut. Keadaan Kongsun Hong sudah terluka.
Apabila dia menyambut lagi serangan balasan Wan Fei-yang,
akibatnya tentu akan merugikan.
Sedangkan Wan Fei-yang tidak sempat lagi
menghindarkan diri. Mau tidak mau dia harus menyambut
serangan ini. Tubuh Kongsun Hong sekali lagi terpental ke
belakang. Dadanya basah kuyup oleh darah yang kembali
muncrat dari mulutnya. Tetapi murid Tok-ku Bu-ti itu memang
keras kepala. Hampir tidak berbeda dengan Tok-ku Hong.
Dengan mati-matian dia terus menyerang Wan Fei-yang. Dia
tidak mau memberi kesempatan bagi anak muda itu untuk
mengejar Tok-ku Bu-ti. Tentang Yan Cong-tian, dia sama
sekali tidak khawatir. Sebagai seorang Cianpwe, Yan Congtian pasti memegang perkataannya. Tadi dia sudah
mengatakan bahwa dia tidak sudi membunuh Tok-ku Bu-ti.
Kata-kata yang sudah dikeluarkannya pasti tidak akan
ditariknya kembali. Meskipun ilmu silatnya jauh lebih rendah
dari Wan Fei-yang, tapi apabila Wan Fei-yang hendak
melepaskan diri darinya, juga bukan hal yang mudah. Apalagi
keadaan Kongsun Hong yang sudah kalap begitu. Dia
menerjang Wan Fei-yang tanpa memperdulikan mati hidupnya
sendiri. Kecepatan serangan Wan Fei-yang sulit diuraikan
dengan kata-kata. Perubahan gerakannya juga hebat
sekali. Setelah berputaran beberapa kali. kembali telapak
tangan nya menghantam tubuh Kongsun Hong
1300 Darah sudah membasahi seluruh pakaian Kongsun Hong.
Isi perutnya sudah tergelar sehingga hancur berantakan.
Seandainya tabib sakti Hua To hidup kembali pun.
kemungkinan baginya untuk hidup sudah tipis sekali. Dia
sebenarnya sudah tidak kuat bertahan. Tubuhnya
menggelinding di atas tanah. Darah dan debu membaur
menjadi satu di seluruh tubuhnya. Namun sepasang
tangannya tetap merangkul kaki Wan Fei-yang erat-erat.
Sepasang telapak tangan Wan Fei-yang terangkat ke atas.
Dia sudah siap menghantamkan batok kepala Kongsun Hong,
namun hatinya tidak tega melakukan perbuatan yang begitu
keji. "Kau... apa sebetulnya yang kau lakukan" Dia
meninggalkan engkau tanpa memperdulikan nasibmu, tapi kau
malah membelanya mati-matian!" kata Wan Fei-yang dengan
suara parau. "Biar... bagaimana dia... adalah guru... ku!" Dengan susah payah Kongsun Hong mengucapkan kata-kata itu. Air menetes
membasahi seluruh wajahnya. Entah air matanya yang
berderai atau air hujan yang menetes dari atas.
Wan Fei-yang tertegun mendengar ucapannya.
"Jaga.... Su... moayku... baik-baik!"
Selesai berkata, cengkeraman tangan Kongsun Hong
pada kaki Wan Fei-yang pun mengendur. Nafasnya pun putus
seketika. Tanpa sadar Wan Fei-yang membungkukkan tubuhnya
dan meraih Kongsun Hong yang hampir terkulai. Mulutnya
bergerak-gerak, tetapi tenggorokannya seperti tersendat. Dia
tidak sanggup mengucapkan sepatah kata pun.
1301 Air hujan masih terus turun membasahi tubuh Wan Feiyang. Perasaannya saat itu seakan sudah hambar. Dia tetap
termangu-mangu di tempat itu. Bergeming sedikit pun tidak.
Yan Cong-tian berjalan menghampiri. Sinar matanya terpusat
pada diri Kongsun Hong. Tanpa sadar dia menarik nafas
panjang. "Tidak disangka seorang manusia rendah seperti Tok-ku
Bu-ti bisa mempunyai seorang murid yang demikian berbakti."
Seluruh tamu yang hadir tidak mengucapkan sepatah
katapun. Namun dalam hati mereka semua mengakui apa
yang dikatakan Yan Cong Tian memang benar. Wan Fei-yang
akhirnya membuka suara juga.
"Dia adalah seorang laki-laki sejati!" Kata-kata itu
merupakan pujian pada Kongsun Hong.
Sinar mata Yan Cong-tian mengedar. Tembok di
pekarangan telah hancur tidak karuan. Namun bayangan Tokku Bu-ti sudah tidak terlihat lagi.
"Sayangnya dia salah memilih Tok-ku Bu-ti sebagai guru."
Sinar mata Yan Cong-tian kembali terpusat pada mayat
Kongsun Hong. Sekali lagi dia menarik nafas panjang.
Sinar mata Wan Fei-yang juga tidak beralih dari tubuh
Kongsun Hong. Dia menggelengkan kepalanya dengan arti
menyayangkan kematian laki-laki itu.
"Yan Supek tidak usah khawatir. Meskipun hari ini dia bisa melarikan diri, tapi kelak dia juga tidak mempunyai tempat lagi di dunia kangouw!"
Yan Cong-tian menganggukkan kepalanya membenarkan
pendapat Wan Fei-yang. Anak muda itu masih memegang
1302 mayat Kongsun Hong. Dia membopong tubuh itu dan berjalan
ke ruangan ulama.
Tok-ku Bu-ti pasti tidak mempunyai muka lagi untuk
berkecimpung di dunia kangouw. Bagaimana dengan Wan
Fei-yang sendiri"
** * Yan Cong-tian tidak mencegah Wan Fei-yang. Dia hanya
melangkah perlahan mengikuti Wan Fei-yang dari belakang.
Dia mengerti, perasaan Wan Fei-yang sekarang ini pasti
sangat tertekan. Dia juga sadar, betapa hebat pukulan yang
diterima Wan Fei-yang akibat kejadian hari ini.
Tapi apa yang dapat dilakukannya"
Sementara itu, Fu Hiong-kun juga menghampiri mayat Sen
Man-cing dan membopongnya. Dia berdiri termangu-mangu.
Melihat Wan Fei-yang lewat di hadapannya, dia juga tidak
memanggil. Sinar matanya mengikuti punggung Wan Fei-yang
yang memasuki ruangan utama. Sepatah kata pun tidak
terucap dari bibirnya.
Wan Fei-yang meletakkan mayat Kongsun Hong di
tengah-tengah ruangan utama itu.
Kemudian dia balik kembali dan mengambil mayat Sen
Man-cing dari bopongan Fu Hiong-kun. Wajahnya datar sekali.
Dia seperti tidak melihat kehadiran Fu Hiong-kun.
"Wan Toako...!" panggil Fu Hiong-kun tanpa dapat
menahan perasaan hatinya lagi.
Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Wan Fei-yang menoleh kepada Fu Hiong-kun. Bibirnya
tersenyum. Tapi melihat senyuman itu, tanpa terasa tubuh Fu
1303 Hiong-kun menggidik. Senyumnya lebih mirip seringai orang
yang pikirannya sudah tidak waras.
Setelah tersenyum, Wan Fei-yang membalikkan tubuhnya
sambil membopong mayat Sen Man-cing menuju ruangan
utama. Fu Hiong-kun memandangi bayangan punggung Wan
Fei-yang dengan termangu-mangu. Sampai Yan Cong-tian
berjalan menghampiri dan menepuk bahunya dengan lembut,
dia baru tersentak sadar.
"Hiong-kun...." Yan Cong-tian menarik nafas panjang.
"Pergilah kau nasihati Siau-fei...."
"Aku?" Fu Hiong-kun tertawa getir.
"Saat ini hanya engkau seorang yang masih mempunyai
kemungkinan untuk menyadarkan dia." Yan Cong-tian juga
tersenyum pahit.
"Orang yang kaku dan tidak banyak bergaul seperti aku ini, benar-benar tidak tahu apa yang harus dikatakan untuk
membujuk dirinya agar tabah menghadapi semua ini."
"Baiklah... aku akan mencoba."
Fu Hiong-kun sama sekali tidak mempunyai keyakinan.
Meskipun sudah berkali-kali dia menghadapi marabahaya
bersama Wan Fei-yang, dan hubungan mereka cukup akrab,
namun pukulan batin yang diterima Wan Fei-yang kali ini
Sesungguhnya terlalu berat. Juga terlalu hebat.
Fu Hiong-kun memandang Yan Cong-tian sekali lagi.
Akhirnya dengan susah payah dia menggerakkan kakinya.
Yan Cong-tian juga mengikuti langkah kaki Fu Hiong-kun. Dia
sendiri tidak dapat tenang, juga tidak yakin bahwa Fu Hiongkun akan berhasil. Setidaknya bujukan dua orang mungkin
lebih baik dari pada satu orang saja.
1304 Di dalam ruangan utama hanya terlihat mayat Kongsun
Hong dan Sen Man-cing yang tergeletak di atas tanah.
Sedangkan bayangan Wan Fei-yang pun tidak terlihat lagi. Fu
Hiong-kun mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan.
"Wan Toako...!" Tanpa sadar dia berteriak.
Pada saat itu Yan Cong-tian masih melangkah dengan
lambat. Mendengar teriakan Fu Hiong-kun, dia menghambur
ke dalam ruangan. Dia juga memandang ke sekeliling ruangan
tersebut. "Di mana Siau-fei?" tanyanya panik.
Fu Hiong-kun menggelengkan kepalanya. "Entah ke mana
perginya Wan Toako."
"Dalam keadaan seperti sekarang ini, apabila dia berlari
tanpa tujuan, tentu mudah terperangkap bahaya. Kita harus
menemukannya...!" kata Yan Cong-tian gugup. Dia langsung
menghambur keluar dari ruangan itu.
Fu Hiong-kun segera menyusul dari belakang. Baru saja
mereka menghambur keluar dari ruangan utama itu, terlihat
seseorang menyongsong dari depan. Dia adalah murid Butong-pai, Yo Hong. Melihat Yan Cong-tian, dia mempercepat
langkah kakinya.
"Supek, Wan Fei-yang berlari ke arah sana. Aku sudah
berteriak-teriak memanggilnya, namun dia tidak menggubris.
Kau orang tua...."
"Arah mana yang diambilnya?" tukas Yan Cong-tian
membentak. Yo Hong mengangkat tangannya menunjuk. Tanpa
menunggu dia berbicara, Yan Cong-tian sudah menghambur
1305 bagai seekor kuda yang terkena pecutan. Dengan panik Fu
Hiong-kun mengejar. Tapi ilmu ginkangnya memang terpaut
jauh dengan Yan Cong-tian. Dalam sekejap mata dia sudah
tertinggal jauh di belakang.
** * Di daerah pegunungan angin malah lebih kencang. Hujan
juga rasanya lebih deras. Kilat masih menyambar
memperlihatkan keperkasaannya. Alam tiba-tiba bercahaya
tersorot sinarnya. Pemandangan di sekeliling dalam sekilas
seperti dunia lain. Seperti planet-planet lain di angkasa luar
yang asing sama sekali.
Tetes hujan sebesar kacang kedelai jatuh membasahi
pepohonan. Tetesan air itu menimbulkan suara seperti musik
yang indah, orang yang mendengarkannya tentu akan terlena.
Tapi tidak demikian halnya dengan Wan Fei-yang.
Perasaannya sudah hambar sama sekali. Dengan terpaku dia
berdiri di hadapan sebatang pohon yang besar. Dia biarkan
Tujuh Pedang Tiga Ruyung 18 Penelitian Rahasia 8 Jurus Lingkaran Dewa 1 Karya Pahlawan Laron Pengisap Darah 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama