Ceritasilat Novel Online

Istana Kumala Putih 12

Istana Kumala Putih Karya O P A Bagian 12


Kim Houw. Semua kedukaan dan kebencian seketika itu lantas lenyap tanpa batas.
Dengan segera ia putar tubuhnya, balik ke arah suara pertempuran tadi.
Ketika ia tiba di luar dinding bambu, kebetulan anak muda sekolahan itu dengan tangan
memegang senjatanya Ciok-cu-tiauw-kiam-kao, tengah menghalang di depan Kim Houw,
sementara dua orang tua tadi sudah pada rebah menggeletak dalam keadaan terluka.
Karena hanya pemuda itu seorang saja yang menghadapi Kim Houw, hati Peng Peng merasa
agak lega, maka ia sembunyi disamping untuk sementara tidak mau unjuk diri. Sebab betapapun
tingginya kepandaian anak muda itu, ia yakin benar tidak nanti dapat menandingi Kim Houw.
Tetapi, ketika Kim Houw dan anak muda itu sedang bertempur dengan sengitnya, Peng Peng
telah melihat dua orang tua itu sudah siuman, sedangkan Ho Leng Than sudah menggunakan
kesempatan tersebut menotok dirinya Kie Yong Yong yang asyik memperhatikan jalannya
pertempuran. Dalam keadaan tidak berdaya Kie Yong Yong sudah dibawa kabur oleh Ho Leng Than.
Peng Peng yang masih dirongrong oleh perasaan cemburu, menyaksikan itu semua tidak
memberikan pertolongan, bahkan menjerit sajapun tidak.
Ketika Kim Houw berlalu ia sebetulnya ingin memanggil, tetapi suara yang masih ada dalam
tenggorokan akhirnya ditelan kembali. Pikirnya: "Biarlah dia pergi! Aku tidak akan temui engkau
lagi." Ketika Kee Yong Seng terkejut karena lenyapnya Kie Yong Yong, Peng Peng sebetulnya ingin
memberitahukan padanya supaya ia mengejar Ho Leng Than, niatan itu ia urungkan. Pikirnya,
biarlah wanita yang tidak punya malu itu merasakan sedikit kesulitan. Ia mengira Kie Yong Yong
yang dibawa pergi oleh Ho Leng Than, sedikit banyak tentu akan disiksa oleh anak muda itu.
Akhirnya suara berbengernya kuda telah membawa pergi anak muda sekolahan itu. Sampai
disini keadaan sunyi kembali, di kalangan pertempuran tidak terlihat seorangpun juga. Tetapi Peng
Peng tetap masuk ke dalam pekarangan karena ia ingin memberi sedikit harapan kepada
Gwanswe yang kikir itu, sekalian untuk mengambil dua ekor ayamnya yang masih berada di dalam
dapur, tetapi baru saja ia masuk, telah muncul pikiran sehat, buat apa meladeni segala begituan.
Tidak nyana, Huan Ciangkun tidak tahu diri, masih berani menggoda si nona.
Setalah memberi hajaran kepada Hoan Ciangkun, Peng Peng masih merasa kurang puas,
dengan kakinya ia menendang, sehingga Hoan ciangkun jatuh bangun dan menjerit-jerit seperti
babi mau disembelih. Si nona yang menyaksikan keadaan Hoan Ciangkun, hatinya merasa
mendongkol tetapi juga merasa geli, ia tidak mau memperdulikan Hoan ciangkun lagi, terus masuk
ke dapur untuk mencuri ayamnya.
Ayam panggang itu sebetulnya lezat rasanya, tetapi karena saat itu hati Peng Peng sedang
risau, maka dirasakannya sangat tawar.
Walaupun demikian ayam itu dimakannya juga sampai habis.
Mendadak ada angin meniup disampingnya.
Angin itu datangnya sangat aneh, berbareng dengan itu ia juga seperti melihat berkelebatnya
bayangan orang. Dalam kagetnya, ia lantas memeriksa keadaan sekitarnya.
Tetapi dalam kamar itu kosong melompong, kecuali ia, tidak ada orang lain. Oleh karena itu
Peng Peng juga tidak mau memikirkan bayangan itu lagi. Tetapi ketika ia balik hendak mengambil
ayamnya lagi, ternyata ayam itu sudah tidak ada di tempatnya.
Peng Peng coba mencari sampai di bawah meja, tetapi tetap tidak menemukan apa-apa.
Sekarang Peng Peng baru merasa kaget benar-benar.
Ia tahu bahwa ada orang yang lebih pandai telah mempermainkannya.
Karena sejak anak-anak ia tak takut akan setan, maka ia juga tidak percaya adanya setan. Ia
tahu bahwa itu adalah perbuatan manusia, tetapi siapa gerangan dia"
Siapa orangnya yang mempunyai kepandaian yang begitu tinggi, sehingga datang dan
perginya tidak meninggalkan bekas"
Meskipun Peng Peng merasa kaget, tapi sedikitpun tidak merasa takut. Ia percaya bahwa
orang itu tidak bermaksud jahat, mungkin maksudnya hanya main-main atau ditujukan khusus
kepada daging ayam itu saja.
Di atas meja masih ada ayam rebus, dengan tidak berayal lagi Peng Peng lantas
menghabiskan makanan itu.
Pikirnya, kalau tidak dimasukkan ke perut mungkin nanti disambar orang lagi.
Tetapi selagi enaknya makan, dengan tidak disengaja ia telah ingat akan dirinya Kim Houw.
Jika pada saat itu tidak muncul si perempuan she Kie, bukankah ia bersama Kim Houw akan
menikmati lezatnya ayam ini"
Pada saat itu cuaca sudah mulai terang. Peng Peng sejak kekuatan tenaganya bertambah,
sekalipun satu malam suntuk tidak tidur, buatnya tidak berarti apa-apa. Hatinya yang masih terus
mendongkol membuat ia uring-uringan.
Ia belum tahu dimana Kim Houw kini berada dan kapan dapat bertemu kembali dengan si dia.
Pikiran ini Peng Peng ingin usir jauh-jauh. Namun pikir atau tidak, hal itu tetap berputaran di
otaknya, sehingga membuat hatinya bertambah risau.
Mendadak Peng Peng ingat si gwanswe yang berbadan kurus kering itu, sebab terkecuali
Hoan ciangkun yang tadi sudah mengundurkan diri, mengapa yang lainnya tidak kelihatan"
Lantas dia berteriak-teriak memanggil, tetapi tiada seorangpun yang menyahut.
Dalam hati Peng Peng pikir, mungkinkah mereka sudah menduga bahwa ia akan mencari
setori pada mereka" Kalau tidak, mengapa seorangpun tidak perlihatkan cecongornya"
Peng Peng lantas keluar dari dapur dan masuk ke ruangan besar. Selagi hendak berteriak
memanggil lagi, mendadak ia terkejut melihat dua lemari besar yang berada dalam ruangan
tersebut sudah tidak ada di tempatnya lagi. Semua barang berharga itu, entah sejak kapan dibawa
pergi. Peng Peng tidak habis pikir, benarkah mereka sudah berlalu semuanya" Tapi ia tidak percaya
bahwa dalam tempo satu malam saja mereka sudah menghilang semuanya.
Si nona mencoba untuk mencapai ke seluruh pelosok gedung itu, tetapi satu bayangan
manusiapun tidak terlihat. Akhirnya ia tiba di depan kamar tempat menyimpan ayam.
Dalam pikiran Peng Peng, sekalipun orangnya berlalu semuanya, masa ayam juga
dibawanya"
Tetapi ketika ia membuka kamar tersebut, ternyata memang tidak seekor ayampun yang
tinggal kecuali bulunya yang berhamburan di tanah.
Betul-betul Peng Peng merasa heran, dengan cara bagaimana ayam-ayam itu dapat dibawa
kabur" Apakah Gwanswe kurus itu pandai bermain sulap"
Meskipun dalam hati Peng Peng berpikir demikian, namun ia tetap tidak percaya kalau
kejadian itu merupakan suatu kenyataan. Ia sebenarnya hendak masuk ke dalam kamar ayam itu
untuk mengadakan pemeriksaan, tetapi karena di situ penuh dengan tai ayam, maka terpaksa ia
mengurungkan niatnya.
Mendadak ia mendengar suara panggilan orang: "Peng Peng, Peng Peng mengapa kau
berada disini" Aku mencari kau setengah mati."
Peng Peng mendengar suara itu bukan main terkejutnya, sebab suara itu untuknya tidak asing
lagi, lagi pula kedengarannya sangat menyayang, tetapi suara itu bukan suara pemuda pujaannya.
Mendadak Peng Peng membalikkan badan. Sesosok bayangan manusia lompat turun dari
dinding bambu, ketika Peng Peng menegasi, ia baru mengenali orang itu ternyata adalah Ciok
Liang, puteranya Ciok Goan Hong.
Begitu melihat Ciok Liang, bukan kepalang kagetnya Peng Peng.
"Apa perlunya kau mencari aku ?" ia menanya dengan suara kaku.
"Apa perlunya ?" balas menanya, Ciok Liang sambil tertawa cengar-cengir. "Kau tokh
tunanganku " Apa aku tidak boleh mencari kau ?"
"Aku harap kau bicara sedikit sopan, sekarang aku tidak takuti kau lagi!" kata si nona dingin.
"Kau telah mencelakai dirinya nona Bwee Peng, sekarang Kim Houw sedang mencari kau untuk
membuat perhitungan, jiwamu berada dalam bahaya..... "
Belum habis ucapan Peng Peng. Ciok Liang mendadak memotong sambil tertawa tergelakgelak:
"Kau jangan bawa-bawa Kim Houw untuk menggertak aku, Kim Houw she apa, ia sendiri juga
tidak tahu, apa ia masih dapat mengenali aku siapa " Ha.. ha.. ha... "
"Kalau begitu kau sudah mengaku sendiri bahwa nona Bwee Peng kau yang membinasakan."
Ciok Liang dengan bangga berjalan menghampiri Peng Peng.
"Peng Peng di hadapanmu aku mengakui segala perbuatanku, apa yang aku takuti?" katanya.
Peng Peng belum menjawab, ia sudah meneruskan.
"Tokh tidak nanti kau akan membantu orang luar, untuk mencelakakan bakal suamimu sendiri,
betul atau tidak ?"
"Diam!" bentak si nona. "Harap kau berlaku sedikit sopan, jangan mengaco belo tidak keruan.
Kau mau tahu " Aku bukan saja hendak membantu Kim Houw, tetapi juga kalau kau masih tetap
tidak mengerti kesopanan, aku tidak akan memperdulikan hubungan keluarga kita lagi, aku akan
turun tangan menuntut balas untuk nona Bwee Peng."
Tetapi Ciok Liang yang mendengar itu bukannya jerih sebaliknya telah tertawa terbahakbahak.
"Peng Peng, dua tahun sudah kita tidak saling bertemu, apakah kau sudah mendapatkan ilmu
silat yang hebat" Mari, mari kita tidak usah mengatakan hubungan suami istri, marilah kita
mengadu tenaga sebagai tanda persaudaraan saja."
"Aku tidak mempunyai waktu untuk melayani kau, pergilah dari sini!" jawab Peng Peng.
Ciok Liang yang sebenarnya sudah terdiam, saat itu kembali maju lagi dua tindak sambil
berkata: "Peng Peng, sudah dua tahun kita tidak saling bertemu, mengapa kau begini galak
terhadapku" Coba beritahukan kepadaku, dimana adanya Kim Houw sekarang?"
Peng Peng yang sedang jengkel terhadap Kim Houw, segera menjawab dengan suara ketus,
"Aku tidak tahu!"
"Aaa! Bagaimana kau bilang tidak tahu " Aku tadi masih mengira kau bersama-sama dia.
Souw Suheng telah memberitahukan padaku, aku masih belum percaya. Ow, ya! Apa kau telah
bertemu dengan Souw Suheng " Dia sebenarnya berjalan-jalan bersama-sama dengan aku, tetapi
kemudian di kaca-kaca oleh dua orang tua keparat, aku lalu berteriak-teriak memanggil nama Kim
Houw baru aku terlolos dari bahaya, sebab nama Kim Houw sekarang ini sudah menggetarkan
dunia Kang Ouw...."
"Cis, tidak tahu malu!" mengejek si nona. "Meminjam nama orang lain untuk menggertak orang
benar-benar kau memalukan Kow-thio sebagai jago kenamaan di daerah Sanshe selatan, dan
tokh kau masih ada muka untuk menceritakan kepada orang lain."
"Kau jangan terburu napsu dulu, dengarkan dulu penuturanku!" kata Ciok Liang. "Aku baru
menyebut nama Kim Houw sekali saja, tidak nyana kedua tua bangka itu segera kelihatannya
sangat gusar dan menanyakan dimana adanya Kim Houw, malahan ia memaki-maki Kim Houw
sebagai penjahat, perusak kehormatan kaum wanita dan sebagainya. Ternyata Kim Houw ada
satu Don Yuan, banyak gadis-gadis di daerah Su-coan Timur yang di rusak kehormatannya,
sehingga pembesar negeri harus campur tangan dan sekarang sudah mengutus orang-orangnya
untuk menangkap padanya."
Mendengar keterangan itu, Peng Peng merasa kaget sekali. Ia sebenarnya tidak percaya Kim
Houw ada orang semacam itu, sebab ia sendiri kenal padanya sejak masik kanak-kanak sehingga
mengenal betul sifat-sifatnya.
Tapi kalau ingat dirinya Kie Yong Yong, Peng Peng lantas mulai bimbang lagi pikirannya.
Bagaimana Kim Houw bisa berbuat tidak patut terhadap Kie Yong Yong " Apakah diantara mereka
berdua ada tumbuh perasaan cinta " Ataukah hanya main-main saja"
Namun biar bagaimana Kie Yong Yong sudah mengandung untuk dia!
Peng Peng terus memikirkan soal ini dengan hati bimbang, ia makin memikir makin cemas,
makin perih hatinya, sampai Ciok Liang datang dekat sekali di depan dirinya, ia juga tidak sadar.
Apa yang diucapkan oleh Ciok Liang memang benar seperti apa yang tersiar diluaran, cuma
Peng Peng tidak tahu kalau ia ada perbuatannya Siao Pek Sin.
Ciok Liang tahu bahwa sejak masih kanak-kanak Peng Peng ada menyintakan Kim Houw,
maka ia tahu bagaimana mengatur supaya Peng Peng berbalik membenci Kim Houw.
Ia yakin jika Peng Peng mendengar keterangannya itu tidak perduli si nona mau percaya atau
tidak, kalau terluka hatinya itu sudah tentu. Bahkan ada kemungkinan si nona akan membenci Kim
Houw. Sebab umumnya kaum wanita hampir semua membenci laki-laki yang suka berbuat cabul.
Ciok Liang ketika menampak Peng Peng sudah masuk perangkapnya, dalam hati merasa
girang. Ia hendak menggunakan kesempatan selagi Peng Peng masih bimbang, segera turun
tangan. Kalau sebentar nasi sudah menjadi bubur biar bagaimana Peng Peng tentu tidak bisa
menolak lagi untuk menjadi isterinya.
Ciok Liang berada semakin dekat pikiran begitu ia ulur tangannya bisa menotok jalan darah
Peng Peng, akan kemudian di perlakukan tidak senonoh. Siapa nyana baru ia ulur tangannya,
tiba-tiba merasa kesemutan dan tangannya kemudian menjadi teklok.
Bukan main kagetnya Ciok Liang, hingga seketika itu lantas menjerit.
Karena suara jeritan itu, Peng Peng jadi tersadar dari lamunannya.
Baru saja membuka matanya, Peng Peng juga mengeluarkan jeritan keras, bahkan lebih keras
dari suara jeritan Ciok Liang.
Apakah sebabnya " Kiranya Peng Peng telah melihat di belakang Ciok Liang telah berdiri
seseorang dan orang itu bukan lain dari pada Kim Houw sendiri.
Kim Houw saat itu nampaknya sangat gusar sekali, matanya merah beringas, bibirnya ditutup
rapat, hingga bagi siapa saja yang melihatnya tentunya dapat segera mengetahui bahwa
kegusarannya sudah sangat memuncak.
Oleh karenanya, maka Peng Peng lantas menjerit ketakutan.
Walaupun dosa Ciok Liang sangat besar, yang membinasakan dirinya nona Bwee Peng, tetapi
biar bagaimanapun keluarga Ciok hanya mempunyai keturunan Ciok Liang seorang saja. Apakah
benar-benar keluarga Ciok harus diputuskan keturunannya" Demikian pikir Peng Peng.
Lagi pula antara Peng Peng dengan Ciok Liang masih tersangkut sanak saudara hal ini juga
Peng Peng tidak boleh mengabaikan begitu saja.
Ciok Liang ketika sikutnya terkena totokan, dalam herannya ia celingukan mencari penotoknya,
ia tidak mengetahui kalau Kim Houw berada di belakangnya. Maka ketika Peng Peng menjerit ia
sendiri juga merasa kaget.
Ia lihat Peng Peng tunjukkan perhatiannya ke belakang dirinya dengan wajah ketakutan, ia
segera mengetahui di belakangnya tentu ada seseorang. Tetapi sungguh tidak dinyana bahwa
orang yang berdiri di belakangnya itu justru ada Kim Houw sendiri.
Dengan cepat ia memutar tubuhnya, seketika itu ia melihat wajah Kim Houw yang merah
padam. Tetapi dalam kagetnya Ciok Liang masih mengandung sedikit pengharapan, sebab apa yang
diketahuinya ialah bahwa Kim Houw sudah kehilangan ingatannya, tentunya tidak mengenali
dirinya siapa. Peng Peng yang tahu Kim Houw sudah sembuh dari penyakit kehilangan ingatannya segera
berkata : "Ciok Liang, kau cari mampus"
Selanjutnya Peng Peng lantas bergerak dan menjatuhkan dirinya dalam pelukannya Kim Houw
seraya berkata :
"Engko Houw, engko Houw jangan begitu beringas, Peng Peng takut benar! Keturunan
keluarga Ciok hanya tinggal dia seorang saja, bolehkah kau melepas padanya " Oh engko
Houw..." Kim Houw yang mendengar itu, segera ingat akan dirinya Bwee Peng, air matanya seketika itu
mengalir bercucuran.
"Adik Bwee Peng juga hanya seorang tanpa kakak dan adik!..." jawabnya dengan suara sedih.
Ciok Liang yang mendengarkan pembicaraan mereka berdua segera mengetahui bahwa Kim
Houw sudah sembuh dari penyakitnya, maka segera ia merasa ketakutan sekali. Dulu ia pernah
terlolos dari bahaya, tetapi kali ini seolah-olah ia mengantarkan diri sendiri ke tangan seorang
algojo, maka kalau mau berlalu dalam keadaan hidup mungkin masih lebih sukar dari pada naik ke
langit. Tetapi walaupun bagaimana juga ia tidak ingin menantikan kematian begitu saja.
Ketika melihat Peng Peng berada dalam pelukan Kim Houw untuk memintakan keampunan
dirinya, dalam anggapannya itu merupakan suatu kesempatan yang paling baik untuk ia
meloloskan diri.
Ciok Liang tidak sia-siakan kesempatan segera ia mengerahkan seluruh kepandaiannya dan
dengan gesit lompat melesat ke arah dinding bambu.
Tetapi sebelum orangnya sampai ke tempat tujuannya di depannya sudah berkelebat
bayangan seseorang yang merintangi perjalanannya. Itulah Kim Houw sendiri yang berdiri sambil
memondong Peng Peng.
Hal ini telah membuat Ciok Liang terbang semangatnya!
Peng Peng masih meratap -ratap meminta keampunan untuk dirinya.
"Engko Houw, kau harus ingat budinya Ciok Ya-ya terhadap dirimu, apakah jiwanya Ciok Liang
tak dapat kau ampuni?"
Kim Houw mendengar disebut Ciok Ya-ya lantas menggetar seluruh badannya. Bukankah Ciok
Ya-ya sebelum menutup mata telah meninggalkan pesan padanya supaya ia jangan membenci
orang-orang dari keluarga Ciok"
Mengingat dirinya Ciok Ya-ya, air mata Kim Houw kembali mengalir. Ia menyesal tidak dapat
menuntut balas untuk kematiannya Bwe Peng, karena mengingat budinya Ciok Ya-ya yang begitu
besar atas dirinya.
Dapatkah ia melupakan budi Ciok Ya-ya terhadap dirinya " Dan tega untuk turun tangan
membinasakan Ciok Liang sebagai cucu tunggalnya" Saat itu hatinya dirasakan tidak menjadi
karuan, malu, benci, dendam tercampur aduk menjadi satu sampai otaknya dirasakan mau pecah.
Ciok Liang yang melihat keadaan demikian, tidak berani berdiam lama-lama lagi maka dengan
cepat ia segera angkat kaki untuk melarikan diri.
Ketika ia berada kira-kira tiga tombak jauhnya, dengan tidak disengaja ia telah menoleh ke
belakang, dilihatnya Kim Houw dan Peng Peng sedang berpelukan sambil menangis nampaknya
sangat mesra sekali, tetapi berbareng jug seperti mengharukan sangat.
Ciok Liang sejak masih kanak-kanak sudah menyintai Peng Peng kalau bukan karena Kim
Houw, mungkin siang-siang Peng Peng sudah menjadi istrinya. Dan Sekarang, menyaksikan
keadaan demikian mesra, sudah tentu hatinya merasa sedih, iri hati dan benci.
Saat itu mendadak timbul pikiran jahatnya diam-diam ia telah mengambil dua buah senjata
rahasianya, selagi kedua orang itu sedang berpelukan, segera diserangnya dengan dua senjata
rahasia itu. Senjata rahasia Ciok Liang merupakan satu senjata rahasia tunggal dari keturunan keluarga
Ciok dan sudah dilatih sampai mahir betul oleh Ciok Liang, maka ketika senjata itu meluncur dari
tangannya sedikitpun tidak mengeluarkan suara.
Kedua senjata rahasianya itu semuanya tujukan pada dirinya Kim Houw seorang.
Begitu senjata meluncur dari tangannya, Ciok Liang segera lompat melesat untuk menjauhkan
diri. Karena ia mengetahui betul kepandaian Kim Houw sukar diukur, maka serangan
bokongannya itu berhasil atau tidak masih merupakan suatu pertanyaan, maka pikirnya lebih baik
ia melarikan diri lebih dahulu.
Ketika ia berada di luar pagar bambu itu ia mendengar jeritan Kim Houw.


Istana Kumala Putih Karya O P A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Diam-diam Ciok Liang merasa girang sekali. Senjata rahasianya yang berbentuk sangat mirip
dengan lidah burung dari itu mengandung racun yang sangat berbisa, kalau mengenai sasarannya
dan sasaran itu justeru orang, maka jiwa si korban susah sekali ditolongnya.
Maka untuk kedua kalinya Ciok Liang lompat memasuki pagar bambu.
Tetapi baru saja ia berada di atas pagar dan masih belum dapat melihat apa yang telah terjadi,
mendadak ia melihat suatu benda hitam mendatangi laksana terbang.
Ciok Liang tidak tahu benda apa itu, maka ia tidak berani menyambuti, hanya cepat melompat
ke samping kira-kira setombak jauhnya. Tapi mendadak lengan tangan kanannya dirasakan sakit.
Ciok Liang benar-benar menduga bahwa gerakannya yang begitu gesit masih juga kelanggar
benda hitam itu. Ketika ia memeriksa lengannya, kagetnya bukan main.
Ternyata Kim Houw sudah menggunakan senjata rahasia Ciok Liang sendiri untuk menyerang
balik. Bagaimana Ciok Liang tidak terkejut" Melihat lengan kanannya itu sebentar saja sudah
bengkak dan matang biru sukar ditolong.
Tanpa ragu-ragu lagi Ciok Liang lantas menghunus pedangnya dan menabas kutung lengan
kanannya sendiri, inilah satu-satunya jalan untuk menolong jiwanya.
Waktu lengan itu baru saja terlepas dari anggota badannya, mendadak ia mendengar orang
berkata dengan suara tajam :
"Hukuman mati meskipun dapat diampuni tetapi tidak dapat lolos dari hukuman hidup. Jika kau
masih tidak dapat merubah kelakuanmu yang sudah-sudah dan masih berani berbuat jahat, di
kemudian hari jika kita bertemu lagi, pasti tidak ada keampunan untukmu."
Suara itu agaknya dari tempat yang jauh sekali, ketika Ciok Liang menengok ke dalam pagar,
memang betul di sana tidak ada orang lagi, entah kemana perginya Kim Houw dan Peng Peng.
Sungguh pilu dan menyesal hatinya Ciok Liang, jikalau tadi ia tidak balik lagi mungkin lengan
kanannya itu masih utuh.
Dan sekarang ia telah menjadi seorang yang cacad.
Kim Houw dan Peng Peng setelah meninggalkan desa Gu kee chun, terus lari menuju ke
gunung Ceng Shia-san. Di sepanjang jalan, Kim Houw terus menjelaskan duduknya perkara
mengenai urusan dirinya Kie Yong Tong.
Walaupun apa yang dijelaskannya oleh Kim Houw itu belum tentu dapat dipercaya
keseluruhannya oleh Peng Peng, tetapi si nona telah berkeputusan lebih baik menerima nasibnya.
Sebab jika ia berpisahan dengan Kim Houw, ia merasakan sangat kesepian, maka sebaiknya tidak
mengurusi itu lagi supaya hari itu dapat di lewatkan dengan kegembiraan.
Oleh karena pikiran Peng Peng yang optimis itu, maka keterangan Kim Houw telah dipercaya
sepenuhnya. Di sepanjang perjalanan dapat melewatkan waktu dengan penuh kegembiraan.
Disamping itu sudah tentu Kim Houw juga tidak mau melupakan kewajibannya untuk
memberikan pelajaran ilmu silat pada Peng Peng, dan pedang Ngo heng-kiam juga dikembalikan
kepada Peng Peng untuk keperluan menjaga diri.
Pada suatu hari, ketika Peng Peng sedang berlatih ilmu silat, tiba-tiba teringat akan soal yang
terjadi di depan pintu Gwanswee kurus itu, maka ia lantas menanyakan pada Kim Houw.
"Engko Houw, apa benar kau sudah pandai ilmu menyampaikan suara dengan kekuatan nafas
sampai ribuan lie jauhnya ?"
"Masih terlalu pagi! Jangan kata seribu lie, satu lie saja aku tidak mampu. Ilmu ini siapa saja
yang mau belajar semua bisa, tetapi kalau kekuatan tenaga lweekangnya kurang, belajar juga
tidak ada gunanya. Selama berada di istana panjang umur kekuatan tenaga sebenarnya belum
seperti sekarang ini, setelah keluar dari istana panjang umur, juga tidak pernah mendapat
kesempatan untuk berlatih dengan baik."
Peng Peng mendengar keterangan itu lantas tidak memikirkan lagi.
Kemudian ia ingat dirinya Kim Houw sudah pergi mengapa dapat dengan cepat balik kembali,
maka ia segera menanyakan hal itu kepada Kim Houw.
Kim Houw lalu memberikan keterangan sambil tertawa :
"Aku sebenarnya ketika melihat kau pergi dalam keadaan gusar, segera mengejar dan siapa
nyana telah dirintangi oleh kedua orang tua keparat itu. Dalam gusarku terpaksa aku turun tangan
melukai mereka, tetapi setelah kedua orang tua itu terluka, kembali aku dirintangi oleh seorang
anak muda seperti anak sekolahan itu. Anak muda itu ternyata lebih lihay dari pada kedua orang
tua tadi. Ia juga bermaksud untuk membela Kie Yong Yong. Aku sebetulnya tidak ingin turun
tangan terhadapnya, maksudku hanya ingin melayani dia sebentar untuk kemudian mengejar kau,
tetapi ketika dengan tidak disengaja aku memeriksa keadaan di sekitar kalangan pertempuran itu
untuk melihat masih ada siapa lagi orang yang lebih lihay, di luar dugaan aku telah dapat melihat
kau yang sedang bersembunyi di luar pagar bambu itu. Begitu aku melihat bayanganmu, hatiku
lantas tenteram dan aku tahu untuk sementara kau tidak akan pergi jauh, maka aku lantas
melayani anak muda itu dengan leluasa sampai dia merasa takluk benar-benar. Akhirnya aku
sebenarnya ingin memanggil kau, tetapi kemudian berpikir pula sebaiknya menyingkir lebih dahulu
untuk menunggumu reda dari rasa gusarmu, baru menjelaskan persoalannya padamu."
Setelah mendengarkan keterangan yang panjang lebar itu, Peng Peng tertawa puas.
"Kiranya kau belum berlaku ?" kata si nona seraya mengerlingkan matanya yang bagus.
"Kalau begitu daging ayamku tentunya kau yang mencuri makan."
"Apa kau enak makan sendirian ?" tanya Kim Houw tertawa.
"Memang, saat itu aku telah menduga tentunya kau yang menggoda aku."
Kim Houw hanya menjawab dengan tersenyum.
Begitulah kedua kekasih itu sepanjang hari mengobrol sambil berjalan.
Pada suatu malam, kedua kekasih itu telah semalaman di dalam hutan belukar, terpaksa
mereka mengaso di tepi sungai di bawah sebuah pohon besar.
Malam itu rembulan memancarkan sinarnya yang terang benderang dan bintang bintangpun
banyak bertebaran di langit yang bersih.
Kim Houw dan Peng Peng berpelukan sambil memandang rembulan yang bundar dan bintangbintang
yang bergemerlapan di langit.
Mendadak Peng Peng berkata sambil menuding ke langit.
Engko Houw, kau, lihat sungai perak itu!"
KIm Houw yang selamanya belum pernah memperhatikan itu, ketika mendengar disebutsebutnya
nama sungai perak oleh Peng Peng, lalu menengok ke arah yang ditunjuk. Tapi dimana
adanya sungai itu " Maka lantas ia menyahut sambil menggelengkan kepala : "Dimana adanya
sungai perak itu dan mengapa aku tidak dapat melihatnya ?"
"Kau benar-benar bodoh, apa kau tidak dapat melihat bintang-bintang Gu-long (Penggembala
kerbau) dan Cit-lie (wanita pemintal) " Jarak yang memisahkan antara kedua bintang itulah yang
disebut sungai perak! Sebetulnya Tuhan juga terlalu kejam..... "
(Bersambung ke jilid 24)
JILID 24 Kontributor: Agusis, Martinus, Axd002, Koedanil
"Apa sebabnya Tuhan kau katakan kejam ?"
"Apa tidak kau lihat bahwa dikedua tepi sungai perak itu berdiri Gu-long dan Cit-lie yang
sebenarnya saling menyinta, tetapi telah dipisahkan oleh Tuhan, sehingga mereka tidak dapat
bersatu ?"
Mendengar perkataan sang kekasih, Kim houw tidak tahu bagaimana harus menjawab, maka
ia menjawab sekenanya saja :
"Sebetulnya di dunia atau akherat, bukankah sama saja" Dimana ada suatu perjamuan yang
tidak berakhir...?"
Tidak nyana belum habis ucapan Kim Houw wajah Peng Peng mendadak berubah dan
seketika itu air matanya lantas mengalir dengan deras.
Menyaksikan keadaan demikian hati Kim Houw merasa heran, ia tidak tahu apakah
perkataannya tadi salah atau telah menyinggung hatinya, maka lantas buru-buru merangkul
seraya berkata: "Peng Peng. Oh Peng Peng kau kenapa?"
Ditanya demikian, nampaknya Peng Peng semakin sedih dan air matanya mengalir deras, lalu
menjatuhkan dirinya dalam pelukan Kim Houw.
"Dimana ada suatu perjamuan yang tidak berakhir?" katanya perlahan, suaranya sedih.
"Oh, perkataan yang kuucapkan barusan hanya sekenanya saja, mengapa kau anggap benarbenar"
Aku ucapkan itu tanpa disadari bukankah aku sudah berjanji padamu bahwa aku tidak
akan berpisah dengan kau lagi. apakah kau tidak percaya terhadapku?"
Peng Peng menjawab dengan suara sesenggukan :
"Kepercayaanku terhadap dirimu sebetulnya sangat teguh, tetapi itu serentetan peristiwa yang
terjadi pada beberapa hari yang lalu telah menggoyahkan kepercayaanku. Pepatah mengatakan
bahwa kalau tidak ada angin sudah tentu tidak akan timbul ombak, apakah mereka itu semuanya
sedang bermain sandiwara saja" Hal ini tidak perlu ku usut lebih jauh lagi, tetapi perkataanmu tadi,
telah menunjukkan betapa tipisnya perasaanmu, bagaimana aku tiada bersedih dan bagaimana
pula aku dapat mempercayai dirimu" Apa sebetulnya yang kau maksudkan dengan perkataanmu
tadi mengatakan dimana ada perjamuan yang tiada berakhir itu?"
Kim Houw yang menyaksikan Peng Peng makin sedih, lalu memeluk si nona erat-erat.
"Diwaktu malam terang bulan begini rupa perlu apa kau keluarkan perkataan yang begitu
sedih" Peng Peng, kau hanya ucapkan ucapanku yang satu, mengapa tidak menyebut-nyebut
janjiku yang aku tidak akan tinggalkan kau"
Akhirnya Peng Peng mengalah juga, ia berhenti menangis, tetapi ia masih mau membantah
dan mengatakan bahwa Kim Houw pandai memutar lidah. Perselisihan paham antara kedua
kekasih itu telah berakhir sampai di situ.
Kim Houw lantas memeluk dan mencium pipinya Peng Peng si nona mandah saja ketika Kim
Houw angkat mukanya ia melihat di kelopak mata si nona telah mengembeng air mata pula, Kim
Houw heran, lalu bertanya:
"Peng Peng, mengapa kau menangis lagi" apa kelakuanku terlalu kasar terhadapmu"
Sungguh mati, aku tidak dapat membendung rasa cintaku yang besar, maka mungkin aku berlaku
agak kasar terhadapmu, harap kau suka memaafkan. Peng Peng kau jangan bersusah hati..."
Peng Peng ulur tangannya, menekap mulut Kim Houw katanya:
"Engko Houw, aku tidak menangis, juga tidak merasa susah. Air mataku ini merupakan air
mata kegirangan. Sejak aku dijelmakan oleh ibu aku baru pertama kali ini aku bersentuhan begitu
erat dengan kaum lelaki, untuk pertama kali ini aku serahkan pipiku dicium oleh orang lelaki, aku
merasa terlalu girang, sebab orang yang memeluk dam mencium diriku itu ialah orang satusatunya
yang aku cintai sejak aku masih anak-anak, sehingga membuat aku teringat semua
kejadian dimasa lampau. Bagaimana aku dapat bersusah hati?"
Kim Houw mengelus-elus rambutnya, kepalanya dan tangannya Peng Peng, lalu menciumnya
lama sekali baru ia dapat berkata lagi:
"Peng Peng asal kau tidak berduka, aku juga merasa girang. Walaupun sebelum itu hatiku
pernah mencintai seorang wanita lain, tetapi kala itu kita masih sangat muda dan aku mengaku
bahwa seumurku ini juga baru pertama kali ini aku mencium orang perempuan. Pada sebelumnya,
belum pernah aku mencium orang perempuan, dan untuk selanjutnya juga tidak nanti aku
mencium lain orang perempuan. Dengan demikian bolehlah kau berlega hati?"
Peng Peng yang mendengar keterangan itu bukan kepalang girang hatinya, sehingga ia balas
memeluk Kim Houw dengan erat. Selagi mereka berdua berada dalam keadaan seolah-olah lupa
daratan itu, mendadak Kim Houw dengan satu tangan memeluk Peng Peng, badannya
bergulingan ke belakang pohon, pada saat itu tiba-tiba terdengar suara barang jatuh ditempat
mereka rebahan tadi, kemudian disusul oleh suara orang yang ketawa menyeramkan:
"Hmm, sekarang akhirnya aku dapat menangkap bukti! kau bangsat cabul, bukan lekas keluar
untuk menerima hukuman. Meskipun kau dapat menghindarkan kedua senjata rahasia, apakah
kau kira dapat lolos dari tanganku?"
Kim Houw mula-mula tidak mengetahui orang yang menyerangnya tadi, tetapi ketika
didengarnya perkataan tersebut, mau tidak mau juga ia merasa terkejut. Mungkinkah benar
perkataan Ciok Liang yang mengatakan bahwa pembesar negeri telah mengirim orang-orangnya
untuk menangkap dirinya.
Oleh karena pada anggapan Kim Houw bahwa orang itu dari kalangan pembesar negeri, maka
ia tidak mau mengajukan diri, sebab ia paling benci orang-orang yang menjabat pangkat dan untuk
menghindarkan supaya salah pengertian tentang dirinya itu, yang dianggapnya sebagai Siao Pek
Sin, biarlah dicari sendiri oleh pembesar-pembesar negeri.
Saat itu setelah merapikan pakaian masing-masing, Kim Houw lalu memandang Peng Peng
sejenak, kemudian menunjuk ke atas pohon terus menunjuk pula ke arah bukit Ceng-shia-san.
Peng Peng yang cerdik segera mengetahui apa yang dimaksudkan Kim Houw. Cuma dalam
anggapannya, didalam soal-soal itu seharusnya dihadapi dengan terus terang dan tidak perlu main
sembunyi-sembunyi.
Tetapi ia tidak mau menentang maksud Kim Houw, maka ia lantas enjot tubuhnya melompat
ke atas pohon. Baru saja Peng Peng berlalu, Kim Houw segera ayun lengannya dan sebuah batu
meluncur dari tangannya dengan sangat cepat.
Kim Houw bergerak seperti kucing. Ia enjot tubuhnya melesat ke arah kebalikannya.
Gerakannya bukan saja gesit luar biasa, tetapi juga tidak menimbulkan suara.
Apa mau, belum sampai kakinya menginjak tanah, kembali terdengar suaranya Peng Peng
membentak: "Anjing buduk, kau berani menghalangi nonamu, kau mau mencari mampus?"
selanjutnya lantas terdengar suara jatuhnya senjata rahasia yang makin lama nampaknya
makin gencar. Dari suaranya, Kim Houw duga itu ada suara senjata rahasia yang sangat ganas.
Oleh karena Peng Peng terhalang, otomatis Kim Houw tidak membiarkan bakal istrinya itu
terancam bahaya, maka segera ia lompat balik.
Di bawah sebuah pohon besar ia lihat Peng Peng sedang bertempur sengit dengan seorang
laki-laki yang berusia kira-kira lima puluh tahun lebih. Melihat gerakan orang tua itu Kim Houw bisa
kenali orang itu bukan dari golongan sembarangan. Ia heran, bagaimana di dalam pegawai negeri
ada orang yang berkepandaian begitu tinggi"
Walaupun pihak lawan merupakan orang yang berkepandaian tinggi, tetapi Kim Houw masih
belum mau lekas-lekas menggantikan Peng Peng untuk bertempur dengan orang tua itu. Ia hanya
memungut beberapa buah batu dari tanah, dengan tangannya ia membuat batu-batu itu menjadi
beberapa puluh batu-batu kecil-kecil.
Apa sebabnya ia tidak lekas-lekas menggantikan Peng Peng" Tidak lain karena ia hendak
menguji kepandaian ilmu silat si nona yang selama beberapa hari ini telah digembleng dalam ilmu
pedang dan ilmu serangan menggunakan tangan kosong.
Batu-batu kecil di tangannya hanya untuk menjaga-jaga saja dari segala kemungkinan, bukan
untuk melukai orang. Ia tahu bahwa lawannya juga mahir menggunakan senjata rahasia, maka
sedikit saja salah perhitungan mungkin dapat membahayakan jiwa Peng Peng.
Baru saja Kim Houw membikin hancur batu di tangannya, senjata rahasia lawan kembali
meluncur dan mengarah Peng Peng.
Sekarang Kim Houw tahu bahwa senjata lawan itu ada sebuah peluru. Ia tidak mau
membiarkan lawannya berbuat sesukanya, maka ia mengayunkan tangannya, segera tiga butir
batu kecil melesat dan memukul jatuh senjata peluru yang mengancam Peng Peng.
Diluar dugaannya, setelah senjata peluru itu dipukul jatuh, telah menyusul beberapa puluh butir
peluru yang bergemerlapan menyambar ke arah dirinya sendiri.
Kim Houw tertegun. Diam-diam ia memuji kepandaian lawan dalam menggunakan senjata
rahasia. Oleh karena sudah tidak keburu untuk menggunakan batunya lagi menghajar peluru-peluru itu,
terpaksa semua batu di tangannya disebar dan dilemparkan ke arah pohon, dari mana senjata
peluru tadi meluncur keluar. Ia sendiri sama sekali tidak berkelit dan dengan tangan kirinya ia
menyambuti beberapa butir senjata peluru itu, satupun tidak ada yang lolos.
Orang yang melancarkan senjata rahasia tadi, meskipun dapat menghindarkan serangan batu
Kim Houw, tetapi ia telah dikejutkan oleh kepandaian Kim Houw yang sekaligus dapat menyambuti
beberapa butir pelurunya.
Sementara orang tua yang bertempur dengan Peng Peng, mendadak lompat keluar dari
kalangan pertempuran. Mundur beberapa tindak dikala ia menggerakkan kedua tangannya lantas
meluncur keluar dua buah benda hitam menyerang ke arah Kim Houw.
Dua buah benda hitam itu kira-kira sebesar kepalan tangan, tetapi meluncurnya lebih cepat
dari pada peluru tadi dan suara anginnya juga menderu lebih keras, dari sini dapat diketahui
bahwa kekuatan orang tua itu sangat hebat.
Kim Houw masih tetap tenang dan hanya mengayun tangan kirinya, agaknya seperti acuh tak
acuh, tetapi dari tangannya justru sudah meluncur dua butir peluru yang tepat mengenai kedua
benda hitam yang mendatangi tadi.
Tiba-tiba terdengar suara ledakan dua kali, lantas terlihat lelatu api berhamburan, sedangkan
kedua buah benda hitam tadi telah menyebarkan banyak benda hitam kecil-kecil yang mengurung
Kim Houw. Kim Houw terkejut dan segera ia putar kedua tangannya untuk menjatuhkan semua benda
hitam kecil-kecil itu kemudian berseru: "Sahabat, kau dengan Cu-bo sin-tan To Pa Thian masih
pernah apa?"
Dua butir peluru yang dilepas oleh Kim Houw tadi sudah dapat memecahkan kedua senjata
rahasianya, itu saja sudah cukup mengherankan hati orang tua itu. Kemudian dengan satu tangan
telah menjatuhkan semua benda hitam kecil-kecil yang keluar dari induknya, ini menunjukkan
betapa tinggi kepandaiannya Kim Houw.
Dan kini Kim Houw membuka mulut menyebut nama To Pa Thian, orang tua itu semakin heran
dan bertanya: "Apakah saudara kenal dengan pamanku?"
Kiranya orang itu adalah keponakan To Pa Thian yang bernama To Siao Peng. Oleh karena
hendak mencari sang paman, maka ia datang ke Su Coan. Tentang usahanya hendak menangkap
Kim Houw itu disebabkan anjurannya Chi Kiong yang tadi menyerang Kim Houw dengan peluru
peraknya. Oleh karena Chi Kiong dengan To Siao Peng merupakan dua sahabat karib, maka ia
telah meminta To Siao Peng untuk membantunya.
Tidak nyana begitu melihat peluru hitam Cu-bo-sin-tan, Kim Houw lantas menanyakan dirinya
To Pa Thian. Mengetahui bahwa orang tua itu adalah keponakan To Pa Thian, Kim Houw lantas berkata:
"Aku bukan saja kenal padanya, bahkan sudah lama makan dan tidur bersama-sama di dalam
istana panjang umur......"
Ketika mendengar keterangan itu To Siao Peng tergesa-gesa memotong: "Benar, benar,
pamanku memang sudah masuk ke dalam istana panjang umur, hanya begitu pergi lantas tidak
ada kabar ceritanya lagi. Khabarnya Tiancu dari Istana Panjang Umur di Koa Cong San, Siao Pek
Sin, pernah memimpin serombongan orang keluar dari Istana Panjang Umur di rimba keramat,
apakah paman juga termasuk diantara mereka" Maka aku sengaja datang ke daerah Su-coan,
dengan maksud hendak ke Pek liong po untuk mencari Siao Pek Sin guna meminta penjelasan
mengenai soal ini."
Kim Houw ingat bagaimana To Pa Thian dan Lie Cit Nio telah binasa di tangannya sendiri
secara tidak disengaja, kini setelah menghadapi keponakannya, dalam hati merasa sangat
berduka. Sebab ia memang tidak ada maksud hendak membinasakan jiwanya kedua orang tua itu.
Sekarang, harus bagaimana ia menerangkan duduknya perkara kepada To Siao Peng"
To Siao Peng ketika menampak Kim Houw bersangsi, lalu menanya pula : "Kalau saudara
mengetahui persoalannya paman, harap supaya suka menjelaskan secara sejujurnya. Aku hanya
kepingin tahu saja, sudah merasa puas. Apalagi paman usianya kalau dihitung-hitung kini dia
sudah ada delapan puluh tahun lebih."


Istana Kumala Putih Karya O P A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Sungguh tidak beruntuk, paman saudara meski sudah berhasil keluar dari Istana Panjang
Umur di rimba keramat, apa mau kemudian sudah meninggal dunia bersama-sama dengan Lie Cit
Nio." "Ow! Bibi Lie Cit .." To Siao Peng berseru, ia menangis mendengar berita jelek itu.
"Bukan Lie Cit, tapi Lie Cit Nio yang aku maksudkan." Kata Kim Houw.
"Lie Cit Nio juga adalah bibi Lie Cit, kita sudah biasa membahasakan demikian padanya. Dia
sebetulnya bakal istrinya paman, tapi entah apa sebabnya, mereka berdua telah bertengkar dan
kemudian masing-masing pergi mengembara mencari jalannya sendiri-sendiri. Meskipun demikian,
mereka berdua tidak lupa setiap dua-tiga tahun masih pulang untuk menengok rumah tangganya.
Paling akhir, keduanya lantas menghilang, sudah hampir dua puluh tahun tidak ada kabar
ceritanya, tidak nyana mereka masuk ke dalam Istana Panjang Umur di rimba keramat. Mungkin
dimasa tuanya mereka sudah akur kembali. Semoga di alam baka arwah mereka bisa saling
menyinta." Demikian To Siao Peng menutur.
Kim Houw mendengar keterangan To Siao Peng, teringat akan keadaan mereka berdua ketika
masih bersama-sama berada di dalam Istana Panjang Umur di rimba keramat, memang luar biasa
juga keadaan mereka.
Saat itu, To Siao Peng mendadak ingat dirinya Cie Kiong, maka ia lantas berkaok-kaolk
memanggil padanya, tapi entah kemana perginya Cie Kiong"
Kim Houw lalu memperkenalkan To Siao Peng kepada Peng Peng yang diakui sebagai
istrinya. To Siao Peng dapat tahu bahwa Peng Peng adalah cucu perempuannya Tiong Ciu Khek, buruburu
memberi hormat serta meminta maaf atas perbuatannya yang ceroboh tadi. Peng Peng juga
membalas hormat sebagaimana mestinya. Cuma, ketika ingat bagaimana perbuatannya dengan
Kim Houw sudah diketahui oleh orang tua itu, diam-diam ia merasa jengah.
Kim Houw ajak To Siao Peng duduk di atas rumput. Dalam bercakap-cakap, Kim Houw
menjelaskan bagaimana dirinya telah difitnah oleh Siao Pek Sin, sehingga di luaran ia mendapat
nama jelek. To Siao Peng yang mendengar keterangan itu lalu berjanji akan berusaha membikin bersih
nama baik Kim Houw.
Sudah tentu janji ini membuat Kim Houw merasa sangat girang.
Akhirnya, To Siao Peng lantas pamitan kepada Kim Houw dan Peng Peng, untuk melanjutkan
perjalanannya. Tidak antara lama lagi cuaca sudah mulai terang.
Kim Houw dan Peng Peng masing-masing lantas duduk bersemedi untuk memulihkan
kekuatan tenaganya.
Tapi baru saja mulai bersemedi, dari jauh tiba-tiba terdengar suara orang menyanyi dengan
lagu yang biasa dinyanyikan oleh si imam palsu, hingga membuat kaget Kim Houw dan Peng
Peng. "Hei, itu apa bukan Kee Toya...?" Menanya Peng Peng heran.
"Kee Toya tokh sudah dipanggil pulang oleh Tuhan, bagaimana bisa dia" Juga tidak mungkin
orang yang sudah mati bisa hidup kembali." Sahut Kim Houw sambil gelengkan kepalanya.
Tapi bila ingat akan dirinya si imam palsu yang tingkah lakunya gila-gilaan itu, hati Kim Houw
lantas merasa sedih.
"Kalau bukan Kee Toya, mengapa suaranya ada begitu mirip benar" Coba aku pergi tengok."
Kata pula Peng Peng, romannya penasaran.
Kim Houw belum menjawab, Peng Peng sudah enjot tubuhnya dan lompat melesat ke arah
datangnya suara orang bernyanyi tadi.
Melihat perbuatan Peng Peng terpaksa Kim Houw mengikuti jejaknya.
Setelah lari melalui satu bukit kecil, di depan terbentang sebidang tanah sawah yang penuh
tanaman padinya.
Tapi di sawah itu tidak kedapatan satu petanipun juga, sebaliknya ada satu imam yang sedang
berjalan di tengah galangan sawah. Sayang Kim Houw dan Peng Peng cuma melihat
belakangnya, tidak dapat lihat dengan tegas bagaimana wajah aslinya.
Oleh karena ia adalah satu imam, maka Peng Peng lantas berseru memanggil:
"Kee Toya ..."
Perbuatan Peng Peng itu sebetulnya sangat gegabah. Semula karena terdorong oleh
napsunya kepingin tahu, maka ia memanggil secara tidak sadar, tapi setelah suara panggilan itu
keluar dari mulutnya, ia baru mendusin kalau perbuatannya itu sangat gegabah. Sebab topi dan
pakaian imam itu sangat bersih, beda jauh dengan dandanannya si imam palsu yang mesum dan
tidak karuan. Apalagi mengingat si imam palsu belum pernah membawa-bawa senjata tajam,
sedang imam ini di gegernya menggemblok sebilah pedang panjang.
Kim Houw yang tidak keburu mencegah sudah lantas menduga bahwa kali ini kembali Peng
Peng akan menerbitkan onar. Sebab bagi seorang imam umumnya tidak suka disebut imam palsu,
kecuali si imam palsu Kee Toya sendiri.
Imam itu ketika mendengar panggilan Peng Peng, dengan perlahan membalikkan badannya
dan saling memandang. Kim Houw dan Peng Peng pada berseru kaget, melihat sepasang
matanya imam itu bukan saja begitu dingin, wajahnya juga keren, nampaknya sangat berwibawa.
Kim Houw ketika menyaksikan wajahnya imam itu, hatinya tercekat. Pikirannya siapakah imam
ini" Mengapa mempunyai kekuatan tenaga lwekang begitu dalam" Nampaknya bukan orang dari
golongan sembarangan.
Imam itu memandang Kim Houw dan Peng Peng berdua agak lama, masih tetap tidak
bergerak, begitu pula wajahnya, juga tidak mengunjukkan reaksi apa-apa.
Kim Houw yang menyaksikan keadaan demikian, telah menganggap imam itu sudah gusar,
tapi karena tidak ada sebab dan lantarannya, ia pikir tidak ada perlunya membuat onar. Maka ia
lantas menjura memberi hormat.
"Istriku ini karena kesalahan lihat, tadi telah kesalahan memanggil Toya, harap supaya Toya
suka memberi maaf." Katanya merendah.
Kim Houw sehabis mengucapkan perkataannya itu kembali menyoya dalam-dalam.
Tapi imam itu nampaknya masih tidak tergerak hatinya, ia masih tetap memandang Kim Houw
dengan sorot mata yang dingin, agaknya hendak menegasi siapa sebetulnya sepasang anak
muda ini" Kim Houw melihat imam itu tidak menggubris padanya, dalam hati agak mendongkol. Pikirnya,
begitu jumawa kelakuanmu. Walaupun kau mempunyai kepandaian sangat tinggi, apa kau kira aku
Kim Houw takuti padamu"
Hening lagi sejenak, imam itu masih tidak bergerak atau menjawab perkataan Kim Houw.
Menganggap sifatnya imam ini ada serupa dengan sifatnya si imam palsu yag gial-gilaan,
maka Kim Houw lantas berkata pula:
"aku yag rendah karena tahu sudah berbuat kesalah, maka tadi meminta maaf kepada Toya
untuk istriku. Kalau toya rasanya sudah memberi maaf, sekarang kami mohon diri untuk
melanjutkan perjalanan"
Kali ini, Kim Houw tanpa menunggu jawaban si imam, lantas tarik tangannya Peng Peng diajak
berlalu. Karena tidak mau membanggakan kepandaiannya, maka ia tidak mengeluarkan ilmunya
mengentengi tubuh!
Tapi, baru saja berjalan kira-kira delapan tindak, di belakangnya seperti ada suara orang yang
membuntuti. Kim Houw lantas menduga bahwa imam itu menyusul padanya.
Kim Houw diam-diam memberi isyarat kepada Peng Peng, supaya ia berlaku waspada. Tapi
diluarnya masih pura-pura tidak tahu, ia jalan seperti biasa.
Tapi sebentar kemudian, suara itu sudah tidak kedengaran. Kim Houw diam-diam merasa
heran, apakah imam itu tidak membuntuti lagi"
Karena hatinya bercuriga, ia lantas berpura-pura membungkukkan badannya untuk memungut
sebuah batu, tapi matanya melirik ke belakangnya.
Begitu melihat, Kim Houw semakin heran sebab imam itu ternyata sudah tidak kelihatan mata
hidungnya ! Tapi, selagi masih dalam keragu-raguan mendadak dengar suaranya imam itu yang dibarengi
dengan suara ketawanya yang dingin :
"Apa kau ada itu pemuda bernama Kim Houw dan namanya begitu menggetarkan jagat ?"
Dalam kagetnya, Kim Houw lantas lompat berdiri, namun imam itu tidak kelihatan di
belakangnya. Entah sejak kapan, tahu-tahu ia sudah berada di depan matanya. Kegesitannya
imam bergerak sungguh menakjubkan.
Begitu buka mulut lantas si imam menyebut namanya, maka Kim Houw menjawab dengan
merendah : "aku yang rendah memang benar Kim Houw siapakah nama Toya yang mulia " Bolehkah
kiranya memberi tahukan kepadaku seorang yang tidak berharga ini ?"
Meski Kim Houw terlalu menghormat dan merendah begitu rupa, tapi imam itu masih tetap
dingin kaku sikapnya.
"San-hua Sian-lie bukankah telah binasa di tanganmu ?" demikian ia menanyakan soalnya
San-hua Sian-lie, dengan tiba-tiba.
Kim Houw ketika mendengar disebutnya nama San-hua Sian-lie, seketika itu wajahnya lantas
pucat pasi. Mengingat San-hua Sian-lie ada ibunya Bwee Peng, dan ibu yang bernasib malang itu
memang benar binasa didalam tangannya, bagaimana ia bisa mungkir"
Cuma, kematian San-hua Sian-lie itu ada serupa dengan kematian To Pa Thian dan Lie Cit
Nio, yang memang sengaja mencari jalan mati, tapi hanya meminjam tangannya yang
melaksanakan kematian itu, dan akibatnya justru adalah Kim Houw yang dianggap sebagai
algojonya. Dan apa yang mendukakan, hal itu ia tidak mengetahui pada sebelumnya, andai kata ia
tahu maksudnya itu, sekalipun harus korbankan sebelah tangannya, ia juga tidak mau melakukan
pembunuhan itu.
Belum sempat Kim Houw memikirkan jawabannya, imam itu sudah ketawa dingin pula, sambil
menghunus pedang di belakang gegernya ia berkata :
"Rasa kau tidak berani tidak mengakui. Sekarang tidak perlu banyak rewel, lekas keluarkan
senjatamu !"
Mendengar perkataan itu, hati Kim Houw sangat cemas. Kematian San-hoa Sian Lie
sebenarnya merupakan suatu kesalah pahaman, maka kejadian itu membuatnya menyesal dan
sekarang bagaimana harus ia menjawab "
Terutama imam tua itu dari golongan mana, belum diketahui dengan jelas. Jika terjadi
kesalahan tangan lagi, bukankah berarti menambah dosa" Andaikata arwah Bwee Peng di alam
baka mengetahui hal ini, sudah tentu tidak akan memaafkan padanya.
Si Imam tua itu, ketika melihat Kim Houw lama tidak menjawab, lalu berkata pula :
"Hm! Apa kau takut " Sebaiknya kau bunuh diri saja, habis perkara !"
Diejek secara demikian hati Kim Houw mulai gusar, tetapi ia masih mencoba untuk
mengendalikan diri sambil berkata:
"Numpang tanya apa sebutan totiang yang mulia dan ada hubungan apa dengan San-hou
Sian-lie Lo Cian-pwee" Kalau totiang mau menjelaskan, mungkin aku juga bisa berbuat menurut
kehendak totiang"
Imam itu kembali perdengarkan tertawanya yang mengejek.
"Bohong!" bentaknya, "Dasar ceriwis, sekalipun kau tidak mau turun tangan apa kau kira
toyamu bisa mengijinkan kau berlalu dalam keadaan hidup" Kau jangan mengimpi !"
Ucapan itu sungguh jumawa, seolah-olah ia sendiri seorang yang paling kuat didalam dunia
persilatan, siapapun tidak dipandang mata.
Kim Houw panas hati, tetapi ia masih bicara dengan sikap yang sangat merendah:
"Kim Houw, meskipun munculnya di dunia Kang-ouw belum lama, tetapi sedikit banyak sudah
pernah menghadapi banyak bahaya. Kalau totiang tidak mau memberikan kelonggaran, terserah
apa yang totiang hendak perbuat"
"Bohong! bohong! bohong! dan sekarang kau mau apa ?"
Beruntun sampai tiga kali si imam mengatakan kau bohong, benar-benar Kim Houw sudah
tidak dapat mengendalikan dirinya lagi. Kelakuan imam itu, sekalipun terhadap orang yang
bagaimana sabarnya, rasanya tidak dapat membiarkan.
Maka Kim Houw sambil tertawa dingin berkata:
"Aku seorang hse Kim meminta dengan hormat, supaya totiang menjelaskan duduknya
perkara, tetapi totiang tetap berkeras dengan kemauan sendiri. Jika totiang masih tetap tidak mau
memberi penjelasan, jangan sesalkan aku si orang she Kim nanti turun tangan dengan tidak
mengenal kasihan!"
Imam itu tertawa, lalu mengacungkan pedangnya. "Memang itu yang aku harapkan, marilah!"
ia menantang. Pedang panjangnya imam itu, ketika diayun di udara, entah dengan cara bagaimana, tersorot
oleh sinar matahari lantas mengeluarkan sinar yang berkilauan, sehingga membuat silau mata Kim
Houw dan Peng peng.
Kim HoUw terkejut. PikirNya hari ini benar-benar ia telah menemukan musuh yang tangguh
sebab dalam kitab pelajaran silat Kao jin Kiesu juga ada dimuat tentang ilmu pedang yang di
namakan "Tiauw-yang ye-hui" ialah ilmu pedang menggunakan sinarnya matahari membuat silau
mata lawannya, supaya ia sendiri berada di tempat yang menguntungkan. Ilmu pedang itu banyak
sekali perubahan gerak tipunya, sehingga boleh dikatakan ada semacam ilmu pedang yang sangat
luar biasa. Kao-jin Kiesu hanya mengenai ilmu pedang itu, tetapi sebelum berhasil mempelajari
bagaimana memecahkan ilmu pedang tersebut, ia sudah keburu menutup mata.
Maka ketika mata Kim Houw dibikin silau oleh sinar matahari yang menyorot melalui pedang si
imam, segera mengenali ilmu pedang itu. Siapakah adanya imam ini yang sudah mampu
menggunakan ilmu pedang yang luar biasa hebatnya"
Si imam ketika melihat Kim Houw terkejut dan kemudian berdiam, lantas berkata sambil
tertawa bergelak-gelak :
"Menurut apa yang tersiar di dunia Kang-ouw, khabarnya kau mempunyai kepandaian luar
biasa, tetapi hari ini aku lihat ternyata kau hanya begitu saja, sehingga percuma saja aku berharihari
menantikan kedatanganmu."
Sebelum si imam selesai ocehannya dan selagi hendak menarik pedangnya, mendadak ia
melihat sebutir mutiara yang berkelebat di depan matanya.
Ketika ia menegasi, ternyata senjata Bak-tha Liong-kin sudah tergenggam di tangannya Kim
Houw. "Banar, itulah baru namanya laki-laki sejati, "kata si imam mengejek." Berani berbuat juga
harus berani bertanggung jawab. Mari, mari, kita jangan membuang tempo lagi." Kim Houw yang
merasa didesak terus menerus, sudah tidak ada lain jalan kecuali turun tangan, meskipun hal itu
tidak dikehendaki oleh hati kecilnya.
la lalu mendongakkan kepalanya dan bersiul panjang, lama sekali siulannya itu masih
menggema di udara.
Sehabis bersiul, ia lantas berkata: "Totiang benar-benar mendesak keterlaluan, sekalipun Kim
Houw tidak mampu menandingi kau, tetapi juga ingin belajar kenal dengan ilmu pedang totiang
"Tiaw-yang-fe-hui" yang luar biasa hebatnya itu."
Mendengar ucapan Kim Houw itu, si imam segera mengetahui bahwa Kim Houw sudah
menanti ilmu pedangnya yang di latih dengan susah payah selama beberapa puluh tahun
lamanya. Karena ilmu pedang itu baru saja berhasil disempurnakannya, bagaimana Kim Houw dapat
dengan segera mengenalinya.
Lewat sejenak, imam itu baru berkata dengan mendongkol! "Baiklah, kau ternyata sudah
mengenali ilmu pedang toyamu, sehingga perjalananku ini tidak tersia-sia hanya aku ingin melihat
dengan cara bagaimana kau hendak melayani ilmu pedangku yang istimewa ini."
Kim Houw tidak memperdulikan ocehan imam itu lagi, hakekatnya ia sendiri juga tidak
mengerti dengan cara bagaimana dapat mengalahkan ilmu pedang yang luar biasa itu. Dalam
pikirannya ialah ingin menggunakan kepandaian diri sendiri yang luar biasa untuk melayani imam
yang sangat jumawa itu.
Si imam ketika melihat Kim Houw masih belum mau bergerak, jengkel kelihatannya.
"Kalau kau tidak mau turun tangan terlebih dahulu, hati-hatilah sedikit."
Tetapi Kim Houw tetap tidak menggubrisnya.
"Siapakah sebetulnya nama totiang yang mulia?"
Sebagai jawaban adalah pedang si imam yang sudah datang membabat dirinya.
Melihat si imam itu tetap tidak mau memberitahukan namanya, dalam hati makin mendongkol.
Dengan tidak mau memperdulikan siapa adanya si imam itu lagi, ia lalu mengayun senjatanya
Bak-tha Liong-kin untuk menyambuti senjata pedang musuhnya.
Siapa nyana, sebelum ia menegakkan dirinya, kembali pedang imam itu sudah mengancam,
sedangkan sinarnya yang berkilauan kembali membuat silau pada kedua matanya.
Dalam keadaan demikian, Kim Houw terpaksa mendongakkan kepala untuk melihat keadaan
udara. Ia ingin menyelidiki matahari sedapat mungkin ia akan berdaya untuk mencoba berdiri di
bawah kaki matahari, supaya matanya tidak dibikin silau, pikirnya jika dapat merebut kedudukan
yang menguntungkan itu, tentu matanya tidak akan dibikin silau lagi oleh sinarnya matahari.
Diluar dugaan, pikiran Kim Houw itu seolah-olah sudah diketahui dengan jelas oleh lawannya,
sehingga penjagaannya makin rapat dan serangannya makin gencar. Asal Kim Houw baru
bergerak sedikit saja, imam itu sudah merebut tempat yang menguntungkan untuknya.
Beberapa puluh kali Kim Houw mencoba tetapi biar bagaimana juga ia tidak berhasil lolos dari
kurungan si imam. Satu kali pernah kejadian, terang ia sudah merebut tempat yang menghadapi
matahari, di belakang dirinya mendadak ada angin menyambar. Ketika ia berpaling, kembali
matanya dibikin silau oleh sinarnya matahari.
Sinar matahari yang menyorot ke matanya melalui pedang imam itu, benar-benar membuat
kepalanya terasa pusing. Karena disamping menjaga matanya ia juga harus menjaga ujung
pedang si imam yang setiap saat dapat membahayakan jiwanya. "
Pada saat itu Peng Peng yang menonton disamping, hatinya sudah kebat-kebit, hampir saja ia
melompat untuk membantu Kim Houw.
Bermula ia masih belum tahu benar sebab-sebabnya, ia merasa heran, mengapa kepandaian
Kim Houw mendadak menurun begitu rupa.
Tetapi akhirnya dapat juga diketahuinya bahwa yang membikin repot Kim Houw ternyata
adalah itu sinar matahari yang berkelebatan melalui pedangnya si imam.
la lalu mulai memutar otaknya, dengan cara bagaimana supaya ia dapat menolong Kim Houw.
Tetapi untuk nama baiknya Kim Houw dalam dunia Kang-ouw di kemudian hari, sekali-kali ia
tidak boleh turun tangan memberi bantuan, karena sekalipun dengan kekuatan dua orang dapat
mengusir pergi imam itu, tetapi jika hal itu tersiar di kalangan Kang-ouw, benar-benar tidak
menguntungkan Kim Houw.
Lagi pula apakah Kim Houw mengijinkan ia berbuat demikian, juga masih merupakan suatu
pertanyaan. Apabila perbuatannya itu menimbulkan salah paham Kim Houw, bukankah akibatnya
akan lebih runyam lagi"
Maka ia cuma merasa cemas didalam hati, dan ia hanya ingin menggunakan otaknya untuk
memikirkan dengan cara bagaimana ia dapat membantu Kim Houw tanpa turut turun tangan.
Segera Peng Peng memikirkan tentang cara supaya Kim Houw tidak membelakangi sinar
matahari, tetapi sebelum membuka mulutnya ternyata Kim Houw sudah dapat pikiran itu lebih
dahulu, tetapi tidak dinyana bahwa usaha Kim Houw itu masih sia-sia saja.


Istana Kumala Putih Karya O P A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sebentar saja pertempuran itu sudah melalui beberapa puluh jurus, tetapi Kim Houw masih
tetap belum berhasil menghindarkan dirinya dari ancaman bahaya.
Peng Peng semakin cemas, apalagi menyaksikan pedang si imam itu terus mendesak Kim
Houw, sampai rasanya pemuda pujaannya seperti itu tidak dapat berkutik.
Tiba-tiba Peng Peng ingat bagaimana kalau melayani musuh dalam gelap gulita selalu
mengandalkan ketajaman pendengaran telinganya. Ia ingat pula dimasa kanak-kanak ketika masih
melatih ilmu silat ditempat gelap, apakah sekarang Kim Houw tidak dapat melayani musuhnya
dengan menutup mata supaya terhindar dari ancaman sinar matahari"
Begitu Peng Peng mendapatkan pikiran tersebut, ia lantas berseru dengan suara nyaring;
"Engko Houw, pejamkan mata, pejamkan mata!"
Setelah itu kembali terdengar suara beradunya dua senjata, tetapi sudah tidak segencar tadi
lagi. Selewatnya itu, keadaan telah berubah dengan mendadak, Bak tha Liong-kin-nya Kim Houw
telah meluncur keluar dari kurungan sinar pedang sehingga tirai sinar pedang yang diciptakan oleh
si imam, telah terbelah menjadi dua.
Bak tha yang ada di atas Liong-kin, diputar sedemikian rupa, seolah-olah seekor naga hitam
yang perlahan-lahan menelan sinar pedang. Ketika Peng Peng mengamat-amati keadaan Kim
Houw, benar saja Kim Houw telah menutup rapat kedua matanya, di bibirnya tersungging satu
senyuman gembira suatu tanda bahwa dirinya merasa puas dengan teriakannya tadi. Perubahan
itu menggembirakan Kim Houw, pula halnya dengan Peng Peng sebab tidak dapat disangkal lagi,
itu merupakan jasa Peng Peng yang telah mendapatkan cara memecahkan ilmu pedang lihay itu.
Hanya Peng Peng juga tidak habis mengerti, cara menghadapi ilmu pedang yang begitu
mudah, mengapa Kim Houw yang terkenal juga tidak mampu memikirkan"
Ini ada juga sebabnya. Karena mula-mula Kim Houw belajar ilmu silat, sudah kesalahan
makan buah batu yang dikerami oleh binatang kalajengking besar yang sangat berbisa, sehingga
matanya menjadi terang. Mata terang itu bagi orang rimba persilatan merupakan suatu pusaka
yang sangat berharga.
Dan Kim Houw yang telah mendapatkan mata terang itu, meskipun dapat membedakan siang
dan malam hari, tetapi hampir-hampir ia tidak ia tidak mengerti apa artinya malam, sebab matanya
memang boleh dikatakan tidak mengenal gelap, terang atau gelap baginya serupa saja, oleh
karena itu, bagaimana dapat memikirkan cara menghadapi musuh di tempat gelap "
Sekarang kita balik lagi pada si imam yang melihat ilmu pedangnya yang sudah di latih
beberapa puluh tahun ternyata sudah dipecahkan oleh Kim Houw, karena peringatannya Peng
Peng, sudah tentu merasa gusar sekali.
Apalagi setelah Kim Houw melakukan serangan pembalasan dan telah mendesaknya
sedemikian rupa sehingga ilmu pedangnya tidak berdaya lagi.
Mendadak ia membentak dengan keras, kemudian meninggalkan Kim Houw dan mencoba
untuk menyerang Peng Peng, sehingga sekarang Peng Peng yang terkurung oleh sinar pedang si
imam. Bukan main kagetnya Peng Peng, meskipun ia telah mengetahui bahwa di belakangnya masih
ada jalan buat mundur, tetapi ia juga mengetahui bahwa kalau dirinya di tarik mundur, pedang si
imam segera dapat menembusi ulu hatinya.
Keadaan Kim Houw saat itu sungguh serba salah, sebab imam tadi setelah mengeluarkan
seruannya, ia mengira masih hendak mengeluarkan ilmu pedang simpanannya untuk
menyerangnya lagi, siapa nyana si imam itu telah merubah siasatnya, ujung pedangnya berbalik
ditujukan pada Peng Peng.
Dalam keadaan demikian, Kim Houw tidak dapat berpikir panjang lagi, ia membenci perbuatan
imam itu yang telah menghina kekasihnya yang tidak bersenjata.
Maka ia juga lantas berseru keras, mengayun senjata dan dengan secepat kilat menyerang ke
arah si imam. Siapa nyana, baru saja Bak-tha Liong-kin meluncur dari tangan KIm Houw mendadak telah
berkelebat sinar pedangnya yang kemudian di susul oleh suara jeritan dan tubuhnya badan
manusia. Dalam keadaan bingung, Kim Houw tidak dapat melihat dengan tegas siapa orangnya yang
roboh itu dan ia masih mengira bahwa yang tubuh itu ialah Peng Peng, karenanya itu dia tidak
berani melihat.
Tetapi sebentar kemudian, telinganya mendadak dapat mendengar suara yang halus dan
merdu : "Engko Houw, kau tidak kenapa-napa ?"
Kim Houw terkejut dan dengan cepat ia membuka matanya dan terlihat di depannya Peng
Peng dengan senjata pendeknya Ngo-heng-kiam, sedang di tangan kirinya memegang senjata
Bak-tha Liong-kin, ia memandang Kim Houw sambil tersenyum, agaknya tidak menderita luka apaapa.
Bukan main girangnya Kim Houw, lalu mengukur tangannya dan memeluk Peng Peng sambil
berbisik : "Peng Peng, kau tidak apa-apa " Aku tadi lupa bahwa kau ada menyimpan pedang Ngo-hengkian
dari yayamu."
Peng Peng hanya tertawa saja dan dalam kegirangannya ia balas memeluk Kim Houw.
Sunyi keadaan sekian lamanya, baru kedua kekasih itu melepaskan pelukannya.
"Luka si imam tidak sampai membahayakan jiwanya," kata Kim Houw. "Marilah kita lihat dia
sebenarnya dari golongan mana. Kalau masih ada hubungan dekat dengan kita, sebaiknya lekaslekas
kita obati lukanya supaya dia tidak menderita lama-lama."
Kim Houw lantas memutar tubuhnya untuk memberikan pertolongan, tetapi ternyata si imam itu
sudah tidak kelihatan cecongornya.
Terang tadi ia terluka, tetapi dalam waktu sekejap saja sudah dapat menghilang tanpa bekas.
Kim Houw menyesal telah berkelahi tanpa faedah, sebab siapa musuhnya dan kemana
perginya tidak diketahuinya.
Ketika ia melihat keadaan di sekitarnya, ternyata hanya sawah saja yang terhilat, tidak ada
suatu bayangan orang.
Mendadak Peng Peng menunjuk ke sebuah atap rumah yang berada agak jauh.
"Engko Houw, mari kita kesana sebentar," ia mengajak kekasihnya.
Pada saat itu, si depan rumah atap itu tiba-tiba terlihat sesosok bayangan manusia yang
menghilang dengan cepat.
"Itu tentunya si imam tadi, mari kita lihat!" Kim Houw kata.
"Sudahlah, Orang sudah lari perlu apa di kejar lagi," jawab Peng Peng sambil menggandeng
tangan Kim Houw.
"Tidak, aku bukannya mengejar dia, aku hanya ingin tahu sebenarnya dia siapa dan lagi pula
untuk melihat lukanya membahayakan jiwanya atau tidak."
Peng Peng anggap perkataan Kim Houw beralasan, maka keduanya lantas lari ke rumah
tersebut. Gubuk atap itu rupanya telah didirikan oleh pak tani untuk menjaga sawahnya panjangnya
hanya kira-kira enam kaki dan lebarnya empat kaki, yang hanya cukup untuk rebah satu orang
saja. Sungguhpun nampaknya seperti gubuk, tetapi sebenarnya bukan gubuk.
Ketika Kim Houw dan Peng Peng tiba di depan gubuk itu, benar saja telah terlihat si imam itu
sedang duduk bersemedi, sepasang matanya dipejamkan dan napasnya agak memburu, ruparupanya
sedang menggunakan kekuatan tenaga lweekangnya untuk mengobati lukanya. Atas
kedatangan Kim Houw dan Peng Peng sedikitpun ia tidak menggubris.
Kim Houw lalu menarik tangan Peng Peng, "peng Peng, jangan ganggu dia." katanya dengan
suara perlahan.
Lewat sejenak, napas si Imam sudah teratur kembali dan lukanya agaknya sudah banyak
sembuh. Dengan tiba-tiba ia membuka matanya, bibirnya mengunjukkan satu senyuman yang penuh
rasa welas asih.
Matanya memandang Kim houw dan Peng Peng sambil mengangguk anggukan kepalanya,
agaknya sedang memberikan pujiannya.
Menyaksikan itu semua, Kim houw bukannya girang, sebaliknya malah berkuatir. Ia pikir imam
itu pasti ada sedikit hubungan dengan mereka berdua, terang bukan orang dari golongan jahat.
Hati Peng Peng pun merasa curiga, tetapi ia juga masih belum dapat menduga siapa
sebenarnya imam itu.
Tiba-tiba terdengar si imam menghela napas panjang, kemudian berkata:
"Kalian berdua apa tahu siapa sebenarnya aku ini " Sejak aku menjadi imam, aku telah
menamakan diriku Bwee-hoa Keisu!"
"Bwee-hoa-Keisu" Bwee-hoa-Keisu"... "
Nama itu selalu berputaran diotaknya Kim Houw dan Peng Peng, sebab mereka belum pernah
mendengar nama itu, dengan sendirinya mereka tidak mengetahui imam itu. Bwee-hoa_kiesu
lantas berkata lagi :
"Bwee-hoa-Keisu ialah nama julukanku, setelah aku menjadi imam, sebelum itu aku adalah
Chung-cu dari Bwee-kee-cung, yang bernama Bwee Seng dengan gelar Kiam-seng. Bwee Peng
adalah putraku sedangkan San-hoa Sian-lie ialah istriku..."
Mendengar keterangan itu Kim Houw bukan main kagetnya dan segera ia menekuk kedua
lututnya berlutut di hadapan si imam dan berkata :
"Boanpwee Kim houw, sungguh tidak mengetahui kalau kau adalah Empe Bwee, aku benarbenar
sangat berdosa. Tidak tahu bagaimana luka Empe Bwee " Apakah membahayakan ?"
"Sekalipun kepandaianmu sudah sangat tingi, tetapi kalau hendak melukai diriku, rasanya juga
tidak begitu mudah. apa yang barusan terjadi, sebenarnya aku hanya pura-pura saja, kau tidak
usah kuatir, hanya aku ingin memberitahukan sesuatu hal padamu, suatu kisah yang sudah
tersimpan dalam hatiku, hampir dua puluh tahun lamanya, sekarang ini rasanya sudah tiba
saatnya untuk aku memberitahukan kisah tersebut, marilah kalian berdua mengikuti aku"
Bwee-hoa Kiesu lantas berbangkit dan mengajak kedua anak muda itu berjalan melalui sawah
dan tegalan. Kim Houw menyaksikan gerak gerik si imam yang benar seperti orang yang tidak terluka, maka
hatinya merasa lega.
Bwee Peng telah binasa untuk dirinya, sedang San-hoa Siau-lie telah terbinasa di tangannya
meskipun perbuatannya itu bukan disengaja. Jika Bwee-hoa Kiesu juga terluka di tangannya,
benar-benar Kim Houw tidak dapat membayangkan apa akibatnya.
Setelah melalui galangan sawah dan bukit-bukit, di depan matanya terbentang satu dusun
kecil yang mempunyai penduduk beberapa puluh rumah tangga saja. Di luar dusun itu ada
beberapa puluh anak gembala yang sedang bermain-main dan membiarkan kerbaunya makan
rumput. Kim Houw mengira bahwa Bwee-hoa Kiesu dalam dusun itu mempunyai beberapa kenalan,
tetapi nyatanya tidak demikian.
Bwee-hoa Kiesu setelah turun dari bukit, sebaliknya malah menuju ke lain bukit yang terletak di
sebelah dalam. Kim Houw dan Peng Peng tidak berani menanya banyak-banyak dan hanya mengikuti saja di
belakangnya. Selanjutnya terlihat bahwa Bwee-hoa Kiesu telah mempercepat gerak kakinya naik turun bukitbukit,
ia seperti berkuatir kedua anak muda tidak dapat mengejar jejaknya, maka kadang-kadang
ia berpaling ke belakang.
Siapa nyana Kim Houw dan Peng Peng bukan saja tetap mengikuti di belakangnya, bahkan
sikapnya sangat tenang dan mukanya tidak merah, juga napasnya tidak memburu.
Akhirnya ketiga orang itu mendaki puncak bukit laksana terbang.
Tetapi berjam-jam meraka berjalan dan matahari juga sudah mendoyong ke barat, tetapi
tampaknya Bwee-hoa Kiesu belum bermaksud untuk menghentikan tindakan kakinya. Walaupun
kaki Kim Houw dan Peng Peng dapat mengikuti, tetapi perut mereka sudah keroncongan.
Kim Houw masih dapat tahan lapar. Untuk Kim Houw, tiga sampai lima hari tidak makan pun
tidka menjadi soal, tidak demikian halnya dengan Peng Peng, tidak saja perutnya sudah
keroncongan tetapi juga dirasakannya sudah agak nyeri.
Tetapi, untuk mengetahui kisah yang sudah disimpan selama dua puluh tahun oleh Bwee hoa
Kiesu, terpaksa ia kertak gigi menahan sakit dan laparnya, sebab kisah itu mungkin ada
hubungannya dengan dirinya Kim houw yang belum jelas asal usulnya. Cuma ia merasa heran,
apa sebabnya untuk menceritakan suatu kisah saja harus melakukan perjalanan begitu jauh.
Matahari sudah mendoyong ke barat, Bwee-hoa Kiesu yang sudah mengajak kedua anak
muda itu melalui beberapa buah bukit, tibalah mereka di sebuah tanah datar dan memasuki suatu
kota yang sangat ramai.
Tetapi Bwee-hoa Kiesu masih juga lebum mau berhenti di kota, setelah mengajak Kim Houw
dan Peng Peng menangsal perut dalam salah satu rumah makan diluar kota, kembali ia
melanjutkan perjalanannya.
Tadinya Peng Peng mengira bahwa Bwee-hoa Kiesu akan menceritakan kisahnya dirumah
makan, siapa nyana imam itu masih mau melanjutkan perjalanannya, maka sepasang alisnya
yang lentik, terlihat dikerutkan dan dalam hati merasa tidak senang, entah, permainan apa yang
akan dipertunjukkan oleh imam itu.
Perubahan sikap Peng Peng itu, rupanya dapat dilihat oleh Kim Houw tetapi ia tidak dapat
mengatakan apa-apa, sebaliknya telah mengulurkan satu tangannya untuk menggandeng dirinya
Peng Peng. Peng Peng tahu bahwa dengan bantuan tangan Kim Houw itu, telah membuatnya ia berlari
lebih cepat bahkan laksana tebang, tanpa menggunakan banyak tenaga.
Maka ia lantas mengawasi Kim Houw sambil tersenyum, tetapi mendadak dilihatnya ada
perubahan pada wajah Kim Houw, sehingga hatinya tercekat.
"Engko Houw, engkau kenapa?" demikian tanyanya.
Kim Houw hanya menggelengkan kepala dan tidak menjawabnya, sambil menggandeng
tangan Peng Peng, ia mengikuti di belakangnya Bwee hoa Kiesu.
Akhirnya di bawah sebuah puncak gunung yang menjulang tinggi, Bwee-hoa Kiesu lantas
berhenti berlari dan setelah mencari tempat yang agak datar untuk mereka duduk, ia lalu menanya
: "Tahukan kalian ini tempat apa ?"
Kedua orang muda itu yang hanya mengikuti jejak Bwee-hoa Kiesu saja, sudah tentu tidak
mengetahui hal itu tempat apa, maka mereka hanya dapat menggelengkan kepala sebagai
jawaban. Bwee-hoa Kiesu lantas berkata pula :
"Ini ialah gunung Ceng-shia-san tempat asalnya partai Ceng-shia-pay yang namanya sangat
tersohor dalam rimba persilatan. Meski pun gunung ini tidak tinggi, tetapi di atas gunung itu
terdapat banyak sekali orang-orang yang berkepandaian tinggi dan aku juga menjadi imam dalam
daerah gunung ini!"
Kim Houw dan Peng Peng pada melengak. Nama Ceng-shia-pay memang benar telah
menggetarkan dunia Kang-ouw, tetapi selama beberapa puluh tahun ini, sudah tidak terdengar lagi
namanya, agaknya partai itu sudah lama tertelan oleh masa. Kalau kini Bwee-hoa Kiesu
mengatakan bahwa di atas gunung terdapat banyak orang yang berkepandaian tinggi, ini benarbenar
susah dimengerti.
Bwee-hoa Kiesu melihat kedua anak muda itu menunjukkan sikap yang agak tidak percaya,
juga tidak mengunjukkan sikap apa-apa, hanya ia berkata :
"Aku mengajak kalian berdua datang ke mari, sudah tentu ada sebabnya. Sekarang aku akan
menceritakan pada kalian suatu kisah yang sudah terjadi pada dua puluh tahun berselang, ialah di
bawah bukit Ceng-shia-san ini, juga di atas tempat yang sekarang kita duduki ini, kala itu aku telah
melakukan pertandingan silat dengan seorang muda yang umurnya sebaya dengan diriku. Asal
mulanya pertandingan itu hanya disebabkan karena saling mengagumi kepandaian masingmasing,
tetapi boleh juga dikatakan karena perasaan saling mengiri. Dan karena kebetulan aku
dengan dia bertemu di tempat ini, maka akhirnya kita lantas mengadu tenaga. Pertandingan itu
seru sekali, sebab kita keduanya merupakan orang-orang yang namanya baru menonjol di dunia
Kang-ouw, siapa yang akan menjadi pecundang, pihak yang menang dengan sendirinya namanya
segera akan menggetarjan jagat...."
Tiba - tiba Peng Peng memotong perkataan imam itu :
"Barangkali Empe Bwee yang menang, maka mendapat julukan Kiam-seng atau dewa pedang
itu ?" "Kau salah menebak.... " Bwee-hoa Kiesu menjawab sambil tersenyum.
"Empe Bwee, siapakah lawanmu itu ?" Kim Houw memotong.
Bwee-hia Kiesu sambil tetap bersenyum mengatakan :
"Ya, itulah yang penting, lawanku itu ialah Siao-hui-liong Pek Leng dari Pek-liong-po yang
letaknya tidak jauh dari sini, ilmu silat warisan dari keturunan keluarganya saja sudah cukup untuk
mengagetkan orang, bagaimana aku dapat memenangkan dengan mudah ?"
Mendengar disebut nama Pek Leng, Kim Houw mendadak bercekat hatinya. Ia ingat Ceng
Niocu ketika di istana panjang umur di gunung Kao-chong-san juga pernah menyebutkan nama
Pek Leng itu bahkan menyebutkan namanya Ceng Kim-jie yang agaknya nama seorang wanita,
sebab di mulutnya Ceng Niocu kalau menyebut nama Ceng Kim-jie, selalu mengatakan
perempuan hina. Kim Houw tahu bahwa Bwee-hoa Kiesu akan menceritakan kisahnya yang
sebenarnya, maka ia tidak berani memotong lagi dan ia juga menarik-narik ujung baju Peng Peng,
agaknya hendak memperingatkan supaya nona itu jangan banyak menanya tetapi di dalam hati
Kim Houw sendiri, saat itu sungguh tidak enak, selanjutnya Bwee-hoa Kiesu lalu berkata pula :
"Nona ini barangkali ada orang she Touw, Tiong-ciu-khek Touw Cianpwe pernah apa dengan
nona ?" Dalam hati Peng Peng merasa heran, sebab pada waktu sebelumnya ia belum pernah
bertemu dengan imam yang menyebut dirinya Bwee-hoa Kiesu ini. Di sepanjang jalan ia dengan
Kim Houw juga tidak pernah menyebut-nyebut nama Yayanya, mengapa ia dapat mengenali.
Seketika itu ia lantas menjawab :
"Ia adalah Yayaku."
Bwee-hoa Kiesu kembali anggukan kepala dan bersenyum ia bertanya :
"Dugaanku ternyata tidak salah, sebab pedang pendek Ngo-heng-kiam itu pernah kulihat dari
tangan Yayamu, sebabnya kala itu ketika kita sedang bertanding, kebetulan Tiong-ciu-khek Touw
Cian-pwee lewat sini. Ketika ia melihat kita bertanding ilmu silat, ia kelihatannya sangat girang,
bahkan sudah menjadi saksi kita dan pedang Ngo Heng-kiam itu disediakannya bagi siapa yang
dapat merebut kemenangan."
Peng Peng merasa heran dan dengan tidak sengaja memotong :
"Ini rasanya tidak benar, mengapa pedang ini masih berada di rumahku?"
"Sedikitpun tidak salah," Bwee-hoa Kiesu menjawab sambil tertawa. "Kau dengar dulu kisahku!
Kala itu pertandingan di lakukan sejak tengah hari sampai tengah malam masih belum ada yang
kalah dan menang, tetapi dalam hati, kita sama-sama mengerti bahwa kekuatan kita memang
berimbang. Siapa yang hendak mengalahkan siapa, sebetulnya bukan soal mudah, juga tidak
dapat dilakukan dalam waktu satu dua hari saja. Dan kesudahannya kedua pihak lantas
mengakhiri pertandingan itu sambil tertawa bergelak-gelak.
"Sehabisnya pertandingan sengit itu, aku lantas mengangkat saudara dengan Pek Leng.
Karena usia Pek Leng lebih muda dari padaku, maka ia menjadi adik angkatku, tetapi berbeda
dengan Tiong-ciu-khek Touw Cianpwee, sebaliknya merasa kurang gembira dan pedang Ngoheng

Istana Kumala Putih Karya O P A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kiam urung diberikan kepada salah satu antara kita, maka masih tetapi berada di dalam
rumahmu. Tadi ketika kau keluarkan pedang Ngo-heng-kiam, lantas kuketahui siapa adanya kau."
Bicara sampai di situ, Bwee hoa Kiesu berhenti sejenak kemudian meneruskan pula :
Bersambung jilid ke 25
Jilid 25 "Sejak hari itu aku lantas menjadi tetamu terhormat dari Pek-liong-po. Tetapi siapa nyana oleh
karenanya, akhirnya telah menimbulkan keruwetan. Sebabnya ialah, didalam Pek-liong-po kecuali
aku, masih ada sepasang tetamu perempuan yang juga boleh dikatakan sepasang kembang.
Mereka berdua merupakan kakak beradik dari satu ayah lain ibu, tetapi keduanya sama-sama
cantik. Sang kakak bernama Ceng Nio cu dan sang adik bernama Ceng Kim-cu, tetapi sifat dan tabiat
mereka ada berlainan. Sang kakak tabiatnya keras dan berangasan, sedikit tidak senang saja
dapat mengumbar amarahnya, sedangkan sang adik ada sebaliknya, dia seorang perempuan
yang sangat lemah lembut dan suka bergaul dengan siapa saja. Kala itu adik dari Pek Leng
bermaksud menjodohkan aku dengan Ceng Nio-cu, menurut katanya yang tuaan harus mengawini
yang tuaan pula, sedang dia sendiri mengingini Ceng Kim-cu.
"Semula aku tidak mengetahui adat Ceng Nio-cu, karena parasnya cantik, aku suka juga
bergaul dengan dia." berbicara sampai di sini, wajah Bwee-hoa Kiesu agah kemerah-merahan,
mungkin terkenang akan keberadaannya dimasa mudanya, dan sekarang waktu membicarakan
hal itu di hadapan kedua anak muda, agaknya merasa tidak enak sendiri.
Tetapi keadaan itu hanya berlangsung sepintas lalu saja, lantas Bwee-hoa Kiesu menuturkan
kembali: "Siapa nyana dalam hati Ceng Nio-cu siang-siang sudah mencintai adik Peng Leng, maka ia
selalu berusaha supaya aku banyak bergaul dengan adiknya. Tetapi adik Peng Leng di
hadapanku, selalu mengutarakan isi hatinya dengan terus terang. Begitu juga dalam cintanya
terhadap Ceng Kim-cu, tidak mudah untuk dirubahnya, dalam keadaan demikian, belum sampai
setengah bulan aku sudah merasa sulit untuk tinggal lebih lama lagi di Pek-liong-po. Aku paham,
jika keadaan itu dibiarkan begitu saja, pada akhirnya pasti akan timbul kejadian yang tidak enak
bagi semua pihak. Maka pada suatu malam terang bulan, setelah aku meninggalkan surat untuk
adik Pek Leng, dengan cara diam-diam aku berlalu dari Pek-liong-po, lantas aku bertemu dengan
San hoa Sian lie. Meski setelah kita menikah baru kuketahui bahwa dia putrinya Lui Kong, tetapi
karena dia sendiri merupakan seorang perempuan yang bijaksana, maka aku tidak memperdulikan
hal itu dan lantas aku mengajaknya pulang ke Bwee khe chung.
"Sejak aku berlalu dari Pek liong po, dengan tidak dirasakan empat tahun telah berlalu. Pada
suatu malam, adik Pek Leng mendadak berkunjung ke rumahku sambil mendukung satu bayi lakilaki
yang baru lahir kira-kira beberapa bulan. Aku heran mengapa dia jauh-jauh telah mengunjungi
aku dengan membawa bayi, ternyata, didalamnya ada terselip suatu tragedi yang mengharukan.
"Menurut keterangan adik Peng Leng tidak lama setelah aku meninggalkan Pek liong po, dia
lantas menikah, istrinya adalah Ceng Kim cu yang sudah lama dicintainya. Karena perkawinan
Ceng Kim cu, dari pihak Ceng kee-ce telah datang banyak orang, tetapi diantaranya tidak terdapat
ibunya Ceng Kim cu. Menurut keterangan Ceng Kim cu sendiri, katanya sang ibu itu sudah lama
meninggal dunia. Upacara dan pesta perkawinan itu sangat ramai.
"Di Pek liong po hampir satu minggu lamanya kebanjiran tetamu, dan setelah semua tetamu
berlalu, keadaan tenang kembali. Tetapi dalam suasana tenang itu, adik Pek Leng baru
mengetahui bahwa istrinya ternyata bukan Ceng Kim cu yang dia cintai, sebaliknya ialah Ceng Nio
cu yang sangat dibencinya. Adik Pek Leng lantas menjadi gusar, dia mencari Ceng Kim Cu hampir
ke seluruh pelosok Pek Liong po.
"Semula dia masih mengira bahwa Ceng Kim cu benci padanya dan sengaja tidak mau
menemuinya, tetapi kemudian diketahuinya bahwa Ceng Kim cu telah disembunyikan oleh mereka
dan menggunakan Ceng Nio cu untuk menggantikan kedudukan Ceng Kim cu. Tetapi di Pek liong
po dia tidak dapat menemukan Ceng Kim cu akhirnya salah satu adik dari Pek Leng, karena tidak
tega melihat keadaan saudaranya yang sudah seperti orang gila, baru diberitahukan bahwa Ceng
Kim cu siang-siang sudah dibawa pulang oleh ayannya ke Ceng kee-ce.
Ketika adik Pek Leng mendengar berita itu malam-malam lantas dia pergi ke Ceng-kee-cee di
gunung Ceng lay san. Di sana akhirnya dapat diketemukan Ceng Kim cu yang telah dikeram
didalam suatu goa.
"Dengan tidak banyak rewel lagi adik Peng Leng lantas menolong diri Ceng Kim cu dan
mereka berdua lantas menjadi suami istri tanpa mempunyai kediaman yang tetap. Baik dipihaknya
Ceng Kee-ce maupun dari pihaknya Pek liong po semuanya tidak menyetujui perbuatan mereka
itu, maka kedua pihak lantas mengutus banyak orang untuk mencari jejak mereka. Selama tiga
tahun lamanya adik Peng Leng dengan mengajak Ceng Kim cu, telah menjelajahi seluruh daerah
Kang-lam dan Kang-pak.
"Mereka juga pernah ke Kwan-gwa dan Sinkiang, tetapi selalu tidak dapat hidup dengan
tenang, bahkan Ceng Kim cu yang berbadan lemah dan berpenyakitan setelah melakukan
perjalanan jauh, badannya makin lama makin payah. Tahun itu Ceng Kim cu mulai mengandung,
justru karena kandungannya, makin sukar untuk mereka melakukan perjalanan jauh. Adik Peng
Leng merasa sangat gelisah, tetapi apa gunanya gelisah itu" Akhirnya entah dengan cara
bagaimana adik Peng Leng telah mengajak Ceng Kim cu kembali ke Su-coan. Dia menetap di
desa Ka-leng, di tepi sebuah sungai dan hidup di sana sebagai nelayan.
"Sungguh aneh sekali, penghidupan demikian sebaliknya malah membuat mereka lebih tenang
dan tentram. Dan setelah jabang bayi terlahir, keadaan badan Ceng Kim cu semakin lemah,
sehingga tidak dapat menyusui bayinya lagi. Maka mau tidak mau adik Peng Leng mencari
penduduk yang mempunyai anak kecil untuk diminta bagi air susunya untuk bayinya.
"Pada suatu hari ketika adik Peng Leng habis menjala ikan, telah melihat di tepi sungai ada
tiga orang laki-laki yang sedang menggoda seorang perempuan. Apa mau, perempuan itu justru
ialah si nyonya yang sering diminta air susunya oleh Pek Leng. menyaksikan keadaan demikian
adik Peng Leng lantas ikut campur tangan. Siapa nyana, ketika mereka melihat keadaan adik Pek
Leng, dianggap oleh mereka bahwa adik Pek Leng seorang lemah, maka mereka telah perlakukan
adik Pek Leng secara kasar. Adik Pek Leng yang sedang risau hatinya, karena memikirkan diri
istrinya, maka perbuatan ketiga orang laki-laki itu telah membuat panas hatinya. Percekcokan
segera terjadi dan mereka itu masih belum mengetahui bagaimana cara Pek Leng bergerak, tahutahu
pipi masing-masing sudah ditampar sedemikian kerasnya sehingga mereka merasa
kesakitan. "Di Su-coan sebenarnya ada beberapa golongan atau disebut juga dengan nama Pang-hwee
dan orang-orang dari golongan ini kebanyakan merupakan bangsa berandalan yang juga mengerti
sedikit ilmu silat. Karena mengandalkan nama seseorang, maka mereka sering berlaku sewenangwenang.
"Setelah ketiga orang itu ditampar, mereka lantas menjadi kalap dan dengan berbareng
mereka menerjang adik Peng Leng. tetapi begitu cepat mereka menerjang, begitu cepat pula
mereka rubuh dan anehnya mereka masih belum mengetahui caranya turun tangan adik Peng
Leng, sehingga mereka segera berteriak-riak untuk meminta bantuan, sebentar saja beberapa
puluh orang sudah datang mengurung adik Peng Leng dan diantaranya terdapat juga orang-orang
yang membawa golok, ruyung, dan sebagainya.
Tetapi bangsa kurcaci demikian, mana dapat menandingi adik Pek Leng, maka sebentar saja
beberapa puluh orang itu sudah dibikin rubuh kucar kacir. Tiba-tiba terdengar suara orang berkata
sambil tertawa dingin:" Tidak nyana didalam got ada sembunyi seekor naga."
Adik Pek Leng yang mendengar ucapan itu, merasa kaget juga dan mengetahui bahwa hari itu
dengan tidak sengaja dia telah menunjukkan kepandaiannya dan dalam waktu beberapa hari
orang-orang pasti akan datang mencari padanya, maka dengan tidak berkata apa-apa dia lantas
pulang ke rumahnya.
Oleh karena kesehatan Ceng Kim-cu selama dua hari itu agaknya terganggu, tentang kejadian
itu, tidak berani adik Peng Leng memberitahukan padanya. Ceng Kim-cu memang sudah berkalikali
menyatakan kepada adik Peng Leng bahwa nasibnya sangat buruk dan dia telah meminta
supaya adik Peng Leng jangan terlalu memikirkan dirinya, dia hanya mengharap supaya anak
satu-satunya itu dijaga keselamatannya. Tidak lama setelah meninggalkan pesannya itu Ceng
Kim-cu meninggal dunia. Dapat dibayangkan betapa sedih hati Pek Leng dikala itu. Baru saja ia
selesai mengubur jenazah Ceng Kim-cu, orang-orang dari Pek-liong-po semuanya datang, bahkan
ayahnya sendiri juga terdapat diantara mereka. Adik Pek Leng tidak mau menemui siapapun juga,
sambil mendukung anaknya dia melakukan perjalanan siang malam dan akhirnya telah tiba di
rumahku. Akhirnya dia berkata bahwa dia akan menyerahkan anaknya itu di bawah perawatanku,
ialah anak satu-satunya dan turunan satu-satunya yang ditinggalkan oleh Ceng Kim-cu. Mengingat
tali persaudaraan kita, aku tidak dapat menolak, apalagi istriku tahun itu juga baru melahirkan satu
anak perempuan, maka tentang air susu tidak menjadi soal lagi, maka aku lantas menerima baik
permintaannya dan adik Pek Leng lantas berlalu."
Bwee-hoa kiesu lantas berhenti menutur dan Kim Houw yang sedari tadi mendengarkan
dengan hati berdebar-debar, tiba-tiba bertanya:
"Dan kemudian dimana adanya anak itu?"
Bwee-hoa Kiesu mendongakkan kepalanya dan menjawab sambil menghela napas:
"Dia berada tidak jauh dari sini"
Kim Houw menggigil dan seketika itu ia berdiri terpaku.
"Apa kau merasa heran?" tanya bwee-hoa Kiesu.
Jago pedang itu mengawasi Kim Houw dengan perasaan terharu. Lalu menuturkan pula:
"Bayi laki-laki itu adalah kau sendiri. Kim Houw! sudah tentu dalam hal ini ada sebabsebabnya.
Tempo hari adik Pek Leng pernah memesan supaya aku tidak memberikan pelajaran
ilmu silat padamu, sebaliknya dia telah menyuruh aku mengajarkan ilmu surat. Meskipun aku
mengetahui bahwa tulang tulangmu sangat baik sekali untuk belajar ilmu silat, tetapi aku tidak
berani melanggar pesan adik Peng Leng. Ketika kau baru berumur tiga tahun, tiba-tiba ada orang
datang dari Pek-liong-po yang menanyakan tentang dirimu, sedang ayahmu sendiri sekian
lamanya tidak ada kabar beritanya.
"Untuk menjaga keselamatanmu, malam itu juga aku lantas mengajak kau meninggalkan
rumah. Baru tiga hari berjalan sejak meninggalkan rumah, aku telah bertemu dengan Ciok Siucay,
empek Ciok, yang baru pulang dari luar kota. Untuk menepati janji pada ayahmu dan juga untuk
menjaga kebaikanmu sendiri maka dengan diam-diam aku menyerahkan pada orang tua yang
lemah. Dengan demikian maka kau lantas dibawa kembali lagi ke Bwee-kee-chung.
"Untuk menghindarkan perasaan curiga dari orang-orang Pek-liong-po dan sekalian untuk
menyerapi jejak ayahmu, aku telah pergi merantau. Setahun kemudian baru aku kembali ke Bweekeechung, begitu sampai di rumahku, pertama-tama aku pergi melihatmu, sudah tentu kau tidak
mengenali aku. Di bawah pimpinan Ciok Yaya, ternyata kau sudah mengenali huruf dan tulisan
dan kelihatannya kau hidup lebih tentram, sehingga membuat hatiku merasa lega, tetapi
disamping itu istriku sendiri sudah tidak ada, entah kemana perginya. Menurut keterangan orangorang
di rumah belum lama setelah aku pergi, dia juga lantas berlalu. Waktu perginya dia telah
meninggalkan sepucuk surat, oleh karena sudah terlalu lama entah kemana sekarang adanya
surat itu. Mendengar itu hatiku merasa sedih, perlu apa dengan surat, satu orang perempuan telah
meninggalkan rumah tangganya dan anak-anaknya begitu saja, untuk apa harus aku cari lagi"
Maka dalam rumahku aku hanya berdiam tiga hari lamanya dan aku segera merantau lagi di dunia
Kang-ouw."
Pada saat itu Kim Houw yang mendengarkan, menggigil badannya, air matanya turun
membasahi dikedua pipinya, begitu pula Peng Peng tidak terkecuali.
Bwee-hoa Kiesu sendiri mungkin juga terkenang oleh kejadian dimasa lampau, matanya juga
mengembang air mata.
"Aku telah mengajak kalian kemari, apakan kalian ketahui apa maksudku?" si imam menanya.
Kim Houw menggelengkan kepalanya.
"Maksudku ialah supaya kau ayah dan anak bertemu muka!"
"Apa, ayahku?" tanya Kim Houw dengan heran. "Empek Bwee, dimana adanya ayahku
sekarang, tolong bawa aku padanya, tolong!"
"Kau tokh sudah sampai di sini, tidak perlu kau meminta pertolonganku lagi. Semua itu
tergantung atas usahamu sendiri, sebab ayahmu justru berada di atas gunung Ceng-shia-san ini.
Malam ini kalian berdua mengasolah dulu, setelah terang tanah kau boleh pergi naik gunung untuk
menemui ketua Ceng-shia-pay dan padanya kau boleh meminta ijin untuk bertemu dengan
ayahmu, sebabnya ialah ayahmu di sini hanya merupakan satu tawanan.
"Bagiku sendiri, juga setelah mengetahui hal ini dengan tidak disengaja, baru masuk dalam
Ceng-shia-pay menjadi imam, disamping mencari keterangan aku juga ingin melindungi ayahmu."
Karena kagetnya Kim Houw sampai lompat.
"Apa, ayahku sebagai tawanan" Apa dosanya dan dengan hak apa Ceng-shia-pay berani
menawan ayahku" Aku tidak dapat menunggu lagi, sekarang juga, aku hendak berangkat!"
Meski dimulut Kim Houw berkata dengan demikian, tetapi nyatanya ia tidak bergerak, sebab ia
ingin mengetahui dahulu apa sebabnya maka ayahnya ditahan oleh Ceng-shia-pay.
Bwee-ho Kiesu menggelengkan kepala dan menjawab sambil menghela napas:
"Sudah sepuluh tahun aku beribadat, meskipun sudah beberapa kali aku bertemu dengan adik
Pek Leng, tetapi dia belum pernah mengatakan apa-apa, maka bagiku sendiri juga tidak
mengetahui apa sebabnya ayahmu ditawan. Hanya kau jangan terlalu terburu napsu, mengasolah
dulu sebentar."
Ketika mengucapkan perkataan itu Bwee-hoa Kiesu sambil mengulur tangannya hendak
menarik tangan Kim Houw. Diluar dugaan, dengan kecepatan kilat, Bwee-hoa Kiesu menotok jalan
darah Kim Houw, sehingga Kim Houw rubuh seketika itu juga.
Hal ini telah terjadi di luar dugaan semua orang, Kim Houw tidak berjaga-jaga, begitu pula
halnya dengan Peng Peng, bagaimana mereka dapat menduga, kalau Bwee-hoa Kiesu dapat
mendadak turun tangan.
Bwee-hoa Kiesu yang berada dekat sekali dengan Kim Houw, lantas lompat menyingkir sambil
menyambar tubuhnya anak muda itu dibawa ke suatu tempat aman tidak jauh dari situ.
Peng Peng kesima. Tiba-tiba mendengar suara Bwee-hoa Kiesu yang berkata sambil tertawa.
"Nona Touw, kemarilah! Kau jangan camas, juga tidak perlu takut, aku hanya ingin supaya dia
mengaso sebentar, setelah terang tanah baru boleh pergi naik gunung. Harap kau beritahukan
padanya, kalau dia naik ke gunung untuk minta bertemu dengan ayahnya, jangan terlalu sombong
dan jangan terlalu penakut, ambil saja sikap sewajarnya. Dengan kepandaian yang dipunyainya
sekarang ini, dia tidak perlu takut apa juga sebaiknya kalian jangan pergi bersama-sama supaya
dia tidak memikirkan dirimu. Sekarang aku hendak pergi dahulu, walaupun aku sendiri berada di
atas puncak gunung itu, tetapi aku tidak dapat memberi bantuan pada kalian, harap kalian suka
memaafkan, sebab dengan penuturanku tadi aku sebenarnya sudah melanggar peraturan partai,
maka hatiku merasa tidak enak."
Sehabis berkata, Bwee-hoa Kiesu lantas berlalu dan sebentar saja sudah menghilang ditempat
gelap. Setelah berlalunya Bwee-hoa Kiesu, Peng Peng menghampiri kekasihnya dan memeriksa
pernapasan Kim Houw. Ternyata jalan napasnya normal dan memang benar ia sedang tidur
dengan nyenyaknya, maka ia lantas meletakkan kepalanya anak muda itu di pangkuannya,
sedang ia sendiri duduk bersila untuk bersemadi.
Entah berapa lama telah berlalu, ketika Peng Peng sedang tidur, Kim Houw merayap bangun
dari pangkuan Peng Peng. Ternyata tadi sebenarnya ia telah main gila dan berpura-pura rubuh,
sehingga Bwee-hoa Kiesu sendiri juga dapat dikibuli.
Tetapi setelah Kim Houw bangun berdiri ia merasa bingung, bagaimana ia hendak perlakukan
dirinya Peng Peng" Apa si nona harus didiamkan begitu saja, sudah tentu itu sangat berbahaya.
Mengingat tentang bahaya, memang dimana saja tidak ada yang aman, maka seketika itu Kim
Houw lantas menjadi kebingungan sendiri.
Selagi berada dalam keadaan demikian, tiba-tiba muncul sesosok bayangan manusia yang
melayang turun dari atas pohon dan lantas berkata padanya:
"Serahkan Peng Peng padaku!"
Ketika Kim Houw mengamati orang yang baru datang itu, hatinya sangat girang, sebab orang
itu Tiong-cu-khek Touw Hoa adanya.
Buru-buru Kim Houw maju memberi hormat:
"Maafkan aku yang sedang berada dalam kesulitan" katanya.
"Kedatanganku sudah lama," kata Tiong-cu khek. "Soal urusanmu juga sudah kudengar
sebagian. Aku dapat mengerti perasaanmu, nah, ini ada sebuli air dan kau boleh
menggunakannya untuk menambahkan tenaga, juga untuk membangkitkan semangat. Kau
pergilah cepat-cepat biarlah Peng Peng aku yang menjaganya."
Mendengar itu bukan main rasa girangnya Kim Houw, ia tahu bahwa air dalam buli-buli itu
ialah air yang berbusa hijau dari kerbau hijau yang mujijat.
Mulanya ia tidak ingin menerima, sebab ia tahu bahwa sebuli air sekecil itu dapat dipakai untuk
menolong banyak jiwa manusia, tetapi ketika ia melihat bahwa di belakang badan Tiong-ciu-khek
masih membawa banyak buli-buli serupa itu, maka ia menerimanya juga. Ia berlutut mengunjuk
hormat pada Tiong-ciu-khek kemudian permisi berlalu.
Malam itu karena bulan tiada bersinar, meskipun banyak bintang-bintang yang bertaburan di
langit, agaknya tidak cukup menerangi lebarnya jagat.
Saat itu baru saja kira-kira jam satu malam, keadaan disekitar gunung sunyi senyap. Ketika
Kim Houw berada di bawah kaki gunung Ceng-shia-san, dari jauh ia sudah dapat melihat sesosok
bayangan manusia yang naik ke atas gunung.
Siapa bayangan orang itu" Tanpa dipikir juga sudah dapat diduga bahwa bayangan itu tentu
Bwee-hoa Kiesu.
Tetapi ia juga mengetahui, bahwa Bwee-hoa Kiesu tentu pulang ke gunung dengan melalui
jalanan yang sewajarnya, sedangkan ia sendiri yang sudah tidak mempunyai banyak waktu lagi
dan tidak mengetahui jalanan yang menuju ke gunung itu, maka ia sebaliknya melalui jalan yang
terdekat dan dapat mendahului Bwee-hoa Kiesu.
Kim Houw yang bersama Bwee-hoa Kiesu sudah berlari-larian sehari penuh, telah mengetahui
benar kepandaian imam itu.
Maka Kim Houw segera mengeluarkan ilmu mengentengi tubuhnya yang luar biasa dan terus
melesat ke atas gunung.
Sebentar kemudian ketika ia sudah berada ditengah gunung, ternyata bayangan Bwee-hoa
Kiesupun tidak kelihatan lagi.
Ditengah gunung itu Kim Houw telah menemukan sebidang tanah datar yang agak luas,
dimana ada berdiri sebuah gereja yang cukup besar. Setelah memeriksa keadaan tempat itu, Kim
Houw tidak melihat bayangan satu manusiapun, dengan beberapa kali gerak saja ia telah dapat
melalui tanah datar itu.
Waktu tengah malam yang sunyi itu, sudah tentu semua orang sudah pada tidur dan pintu
gereja juga sudah tertutup rapat. Kim Houw yang saat itu berada di luar pintu gereja, tanpa banyak
pikir, lantas melompat ke atas tembok.
Tepat pada saat itu mendadak terdengar bunyi sesuatu yang memecahkan suasana sunyi
dimalam itu. Ia mulanya mengira bahwa dirinya telah dipergoki orang maka ia buru-buru
mendekam dan lompat turun lagi.
Tetapi selewatnya beberapa lama ia masih juga belum melihat sesuatu gerakan, Kim Houw
lalu sesalkan dirinya sendiri yang demikian Pengecut.
Andaikata perbuatannya itu diketahui orang, seharusnya ia berlaku secara terus terang. Maka
untuk kedua kalinya, Kim Houw lompat naik ke atas tembok.


Istana Kumala Putih Karya O P A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tetapi baru saja ia tancap kaki, ia telah mendengar tindakan kaki orang yang sedang berjalan.
diduga tentunya yang datang itu ada Bwee-hoa Kiesu, maka ia segera mencari pikiran, bagaimana
nanti harus menjawab kalau berpapasan dengan dia.
Selagi bingung, dari dalam gereja tiba-tiba terdengar suara orang tertawa dingin yang
kemudian disusul dengan kata-katanya:
"Bangsat dari mana yang tidak mempunyai mata, begitu berani mati naik ke bukit Ceng-shia"
Lekas enyah dari sini, kalau kau masih ayal-ayalan, hati-hati dengan sepasang kakimu."
Mendengar itu Kim Houw tahu bahwa dalam Ceng-shia-pay benar-benar banyak orang
pandainya. sebab begitu ia tiba sudah diketahui perbuatannya.
Karena sudah kepergok, Kim Houw lantas bertindak secara terang-terangan. Setelah melalui
beberapa tembok pagar ia segera masuk ke dalam pekarangan gereja.
Dari dalam gereja segera terdengar orang yang berseru kaget, disusul dengan munculnya
bayangan orang yang mencoba menghalangi tindakan Kim Houw sambil membentak:
"Binatang kau benar-benar bernyali besar!"
Siapa nyana, belum selesai perkataan tadi, ia sudah dipukul rubuh oleh Kim Houw.
Tetapi justru karena perbuatannya itu, dalam gereja itu segera terdengar suara yang riuh,
kemudian disusul oleh penerangan lampu dan munculnya beberapa orang yang semuanya
menghampiri Kim Houw.
Kim Houw mengetahui, jika ia tidak menunjukkan kepandaiannya, tentunya sukar untuknya
dapat berlalu. Maka ia sengaja berdiri diam dan dengan tenang ia menantikan kedatangan
mereka. Di sekitarnya telah berdiri lebih dari tiga puluh orang, tetapi tidak seorangpun yang berani turun
tangan terlebih dahulu, hanya mengawasi segala gerak gerik Kim Houw dengan mata terbuka
lebar. Tidak antara lama, seorang diantara imam-imam itu berkata:
"Orang gagah dari mana yang datang berkunjung ke sini, silahkan maju berbicara."
Ketika Kim Houw menengok, melihat ia ada seorang imam tua yang rambut dan jenggotnya
sudah putih semua sedang berdiri ditengah-tengah orang banyak.
Melihat keadaan si imam, Kim Houw dengan tidak sadar telah timbul rasa hormatnya dan
dalam hati diam-diam berpikir bahwa imam itu nampaknya sangat berwibawa, mungkin ia
merupakan salah satu orang yang berkepandaian sangat tinggi dari golongan Ceng-shia-pay.
Ia buru-buru bertindak maju, sambil memberi hormat ia berkata:
"Aku yang rendah bernama Kim Houw, datang ke gunung ini hendak mencari seorang, harap
toting memberi sedikit kelonggaran!"
Imam tua itu tertawa tergelak-gelak, sambil membalas hormat ia menjawab:
"Kim Siaohiap, kau terlalu merendah, aku si orang tua adalah Pek Ho Tojin yang mendapat
tugas untuk mengepalai gereja Pek-ho-koan ini, entah siapa orangnya yang Siaohiap cari,
sehingga diwaktu tengah malam buta seperti ini telah memasuki Ceng-shia."
"Orang yang ingin kucari ialah ayahku sendiri yang bernama Pek Leng!" jawab Kim Houw.
"Pek Leng?" Pek Hoa Tojin berseru kaget dan wajahnya berubah. "Apakah Pek Leng itu
ayahmu, mengapa namamu sendiri Kim Houw dan kedatanganmu hanyalah untuk mencari dia
semata-mata?"
Kim Houw angguk-anggukkan kepalanya.
Pek Ho Tojin perlahan-lahan gelengkan kepalanya, matanya yang sangat tajam mengawasi
Kim Houw. "Soal Pek Leng berada dibukit Ceng-shia-san, siapa yang memberitahukan padamu?"
tanyanya. Mendengar pertanyaan itu Kim Houw terkejut pikirnya:
"Hal ini tak boleh kuberitahukan dengan terus terang, kalau Bwee-hoa Kiesu yang
memberitahukan, sebab itu berarti ia mencelakakan dirinya Bwee-hoa Kiesu, juga berarti
membalas budi dengan kejahatan.
"Dalam hal ini, harap Koancu jangan tanyakan, hanya apa yang dapat kuberitahukan pada
Koancu ialah jika di Ceng-shia-san aku tidak dapat melihat ayahku, aku tidak mau turun dari
gunung ini."
Pek Ho Tojin mengerutkan alisnya.
"Kalau Kim Siaohiap benar-benar mau berbuat demikian," katanya "Itu hanya akan membuat
Siaohiap sangat kecewa, sebab Pek Leng adalah penghianat dari kaum kami, meskipun beberapa
tahun yang lalu pernah disekap didalam gunung, tetapi tahun yang lalu ia sudah dilepas turun
gunung dan sekarang entah kemana perginya."
"Koancu, juga terhitung golongan tua dari rimba persilatan yang mempunyai nama dan
kedudukan yang sangat baik, tentunya tidak akan bicara secara main-main dengan seorang dari
tingkatan muda dan juga tentu tidak boleh berdusta, betul atau tidak?" Kim Houw kata sambil
tertawa dingin.
Pek Ho Tojin sungguh tidak menyangka bahwa lidah Kim Houw itu sangat tajam.
"Orang yang beribadat perlu apa berdusta?" jawabnya.
"kalau bukan berdusta, mengapa kau mengatakan bahwa ayahku sudah dilepas turun
gunung" Sebab menurut apa yang aku ketahui, sampai sekarang ayahku masih disekap didalam
gunung." Kim Houw penasaran.
Pek Ho Tojin kembali dibuat terkejut, sesaat itu wajahnya lantas berubah dan berkata sambil
menunjukkan sikapnya yang bengis:
"Aku tadi telah menasehati kau dengan baik, aku ingin supaya kau jangan mencari kesulitan
sendiri dan lekas-lekas turun gunung. Kalau kau masih tetap membandel, jangan sesalkan aku,
kau boleh coba saja sendiri, Ceng-shia-san ini lain dari pada yang lain!"
Melihat Pek Ho Tojin, meskipun ia seorang beribadat, tetapi sikapnya mudah berubah,
sehingga segera Kim Houw tahu bahwa imam itu seorang yang licin dan tentunya juga seorang
yang kejam pula. Maka dengan tidak sungkan-sungkan lagi lantas ia menjawab dengan suara
tegas: "Nasehat baik dari Koancu, Kim Houw terima dengan perasaan banyak terima kasih, tetapi
seperti apa yang sudah kukatakan tadi, setelah aku berada di sini jika aku belum dapat melihat
ayahku, aku juga tidak mau turun dari gunung ini. walaupun ayah, Koancu katakan sebagai
seorang penghianat dari partaimu seharusnya juga memberikan ijin supaya ayah anak bertemu
muka barang sejenak. Nama Ceng-shia-pay dari Ceng-shia-san yang sudah menggetarkan jagat,
semua orang sudah mengetahuinya. Aku si orang she Kim karena ingin menemui ayahku, aku
tidak sayangi jiwa sendiri untuk menempuh bahaya. Sekalipun Koancu menyediakan minyak
dalam kuali yang mendidih, kalau sampai Kim Houw kerutkan alisnya, dia bukannya anak Pek
Leng lagi."
"Sungguh gagah ucapanmu, ilmu mengentengi tubuh juga tidak tercela, siapa suhumu"
Supaya setelah hari ini kami mengusir kau turun gunung, kemudian hari membuat perhitungan
dengan suhumu!"
"Kau ingin tahu siapa guruku" Kalau kau mampu mengusir aku turun dari gunung, ini aku nanti
segera memberi tahukan padamu. Tetapi kalau kau tidak mampu mengusir aku, kau juga tidak
pula menanya, sekarang jangan banyak rewel, aku akan segera turun tangan!" Kim Houw sudah
tidak sabaran. Pek Ho Tojin mendadak mengebutkan lengan jubahnya, dua imam yang lompat turun dari atas
genteng dan sedang hendak membokong Kim Houw mendadak urungkan maksudnya.
"Kalian menjaga ditempat sendiri-sendiri, tidak boleh bergerak sesukanya, aku akan
menyambuti serangan Kim Siaohiap lebih dulu, kecuali jalanan yang menuju ke atas gunung, jalan
untuk turun gunung tidak perlu diadakan penjagaan terlalu keras." Setelah memberikan pesannya
itu, Pek Ho Tojin lalu memutar lagi lengan jubahnya dan sebentar saja ia sudah berdiri kira-kira
satu tumbak di depan Kim Houw.
"Siaohiap silahkan, Koancu sudah lama tidak pernah berlalu dari gunung ini sehingga tidak
mengetahui keadaan di dunia Kang-ouw, telah tumbuh berapa banyak tenaga muda yang usianya
begitu muda seperti kau juga tidak mau memandang muka pada Ceng-shia-pay. Kalau aku tidak
memberikan sedikit hajaran padamu, kau tentunya akan mengira bahwa di Ceng-shia-san sudah
tidak ada orang lagi."
Berkata sampai di sini, keadaan juga sudah menjadi jelas, kalau Kim Houw tidak dapat
menemui ayahnya dengan jalan damai.
Empek Bwee-nya mengatakan bahwa ayahnya masih berada di atas gunung, toh tidak
mungkin kalau empek Bwee-nya menipu padanya. Kalau begitu sudah tentu Pek Ho Tojin yang
berdusta. Tetapi Kim Houw juga merasa heran, mengapa sampai saat itu, ia tidak melihat Bwee-hoa
Kiesu menunjukkan diri. Apa ia menyesalkan perbuatannya yang telah bertindak terlebih dahulu"
Sebab menurut perhitungannya, seharusnya Bwee-hoa Kiesu sudah sampai terlebih dahulu, tetapi
pada saat itu ia tidak sempat memikirkan lainya, sebab Pek Ho Tojin sudah berada di depan
mukanya, maka ia lantas maju dua tindak dan berkata sambil mengangkat tangannya memberi
hormat. Pek Ho Tojin yang menyaksikan Kim Houw yang sangat tenang, yang seolah-olah
menganggap pertandingan itu bukan suatu soal penting, atau dengan lain perkataan juga berarti
sudah tidak memandang mata kepadanya, maka seketika itu Pek Ho Tojin lantas menjadi gusar.
Kumisnya berdiri, kemudian ia mengebutkan lengan jubahnya sebagai tanda membalas hormat.
Sebetulnya ketika Pek Ho Tojin menggerakkan jubahnya, ia telah menggunakan tipu
serangannya Ceng-shia-pay yang terkenal dengan tenaga lweekangnya yang demikian tinggi,
ialah yang disebut "Cie-khie-sin-kang" maksudnya hanya hendak menundukkan Kim Houw yang
sangat jumawa itu.
Ilmu Cie-khie-sin-kang merupakan satu-satunya serangan yang menggunakan tenaga
lweekang yang paling lihay dari golongan Ceng-shia-pay, kalau sudah berhasil melatih sampai di
puncaknya, begitu dikerahkan lantas keluarkan asap ungu yang mengepul mengurung lawannya.
Pek Ho Tojin yang sejak masih kanak-kanak sudah mempunyai bakat yang luar biasa, ilmu
Cie-khie-sin-kang yang sudah dilatihnya beberapa puluh tahun lamanya, sudah tentu tidak boleh
pandang ringan.
Kali ini ia hanya menggunakan enam puluh persen tenaganya saja, tetapi asap yang berwarna
ungu sudah kelihatan begitu nyata mengurung dirinya Kim Houw, tetapi sayang sekali ini ia telah
salah perhitungan, tadinya ia telah mengira bahwa dengan mengerahkan ilmunya itu secara diamdiam,
tentu ia akan dapat menjatuhkan lawannya yang masih sangat muda itu, sekalipun tidak
dapat lantas rubuh, setidak-tidaknya juga akan mundur sempoyongan.
Siapa nyana ia telah menemukan seorang yang mempunyai kepandaian luar biasa tingginya.
Ilmu Han-bun-coa-kie Kim Houw merupakan suatu ilmu tanpa tandingan, bagaimana ia takut
segala ilmu Cie-khie-sin-kang.
Kelihatannya Kim Houw sedikitpun tidak bergerak, agaknya juga tidak memberi perlawanan
apa-apa. Pek Ho Tojin melihat itu, diam-diam merasa girang. Pikirnya, benar-benar dia seorang bocah
Pedang Ular Mas 17 Pendekar Satu Jurus Karya Gan K L Ksatria Negeri Salju 3

Cari Blog Ini