Ceritasilat Novel Online

Pedang Ular Merah 9

Pedang Ular Merah Karya Kho Ping Hoo Bagian 9


Dengan tergopoh-gopoh, Pat-jiu Toanio lalu mengetuk kedua lutut Tiong Han untuk menyembuhkan pemuda itu.
"Aduh, maafkan aku yang sudah tua, anak muda! Jadi kau ini murid Lui Thian Sianjin yang mendapat tugas mencari murid murtad itu" Ada juga Lui Thian bercerita kepadaku, akan tetapi dia tidak mengatakan bahwa kau adalah kakak dari sikhianat itu dan bahwa mukamu sama benar dengan penjahat muda itu."
"Toanio, kami adalah saudara kembar, salahkah aku kalau muka kami bersamaan ?"
Pat jiu Toanio menghela napas berkali-kali, "Jadi kau telah bertemu dengan dia dan dikalahkan " Karena itukah maka kau seperti orang nekad dan rela mati di bawah tongkatku" Apakah kau sudah putus asa ?"
"Benar, Toanio. Tidak saja aku kalah, bahkan pedang pusaka Ang-coa kiam yang kubawa terampas pula dan agaknya selama hidupku aku takkan dapat menunaikan tugas yang dipercayakan oleh suhu kepadaku. Karena penjahat yang dikejar-kejar adalah adik kembarku sendiri bukankah hal ini akan menimbulkan anggapan bahwa aku sengaja tidak mau menyerang adikku " Bahwa aku sengaja melindunginya?"
"Hm, jangan gelisah dan kuatir, orang muda. Aku sudah sampai di sini, tunjukkan saja di mana adanya adikmu yang jahanam itu. Aku yang akan menamatkan riwayatnya!"
"Tidak ada gunanya, Toanio. Tetap saja orang akan mengira bahwa aku melindungi adikku sendiri. Pula, penangkapan atas diri Tiong Kiat harus kulakukan sendiri, tidak boleh orang Iain. Betapapun juga, dia adalah adik kandungku, dan aku tidak rela melihat dia binasa di tangan orang lain."
Pat-jiu Toanio menggeleng-geleng kepalanya. "Kau orang muda yang aneh tapi jujur dan berbudi mulia. Sim Tiong Han, kalau kau ingin mengalahkan adikmu mengapa kau tidak minta belajar silat dari aku ?"
Tiong Han tertegun. Tak disangkanya bahwa nenek yang galak ini akan mau memberi pelajaran ilmu kepandaian kepadanya. Tentu saja ia menjadi girang dan cepat menjatuhkan diri berlutut.
"Kalau suthai sudi menolong teecu, tentu saja teecu akan merasa girang dan bersukur sekali."
Terdengar suara ketawa yang merdu dari nenek ini. "Anak lucu! Kalau gurumu melihat, tentu kau akan ditegur mengapa tidak dari tadi tadi minta belajar ilmu silat dari padaku. Dulu ketika aku masih seringkali mengadakan pertemuan dan mengobrol dengan gurumu tentang ilmu silat pernah kami mencoba kelihaian Ang coa kiamsut yang menjadi kepandaian pusaka dari Kim-liong pai. Pada waktu itu kira-kira dua puluh tahun yang lalu memang aku tidak dapat memecahkan bagian-bagian terakhir dari Ang coa-kiamsut yang lihai. Pada waktu itu, selain Hek-sin-mo orang aneh itu dan Lui-kong jin Keng Kin tosu tokoh dari Hongsan, tak seorangpun dapat mengalahkan atau memecahkan Ang-coa-kiamsut. Akan tetapi, selama ini aku mencari-cari dan akhirnya aku dapat menciptakan ilmu silat tangan kosong yang terdiri hanya dari dua belas jurus yang kunamai Kong jiu cap ji kun [Silat Tangan Kosong Dua Belas Macam). Biarpun hanya dua belas jurus, akan tetapi kalau kau dapat mempelajarinya dengan baik kurasa dengan tangan kosong kau akan sanggup menghadapi pedang di tangan adikmu itu!"
Tiong Han merasa girang sekali dan mulai saat itu juga ia mempelajari ilmu silat itu di kuil bobrok. Ternyata bahwa dua belas jurus pukulan itu ternyata mempunyai perkembangan yang Iuas sekali dan Tiong Han harus akui kehebatan ilmu silat ini. Selain ilmu silat ini, iapun menerima petunjuk-petunjuk tentang ginkang dari nenek itu sehingga ilmu meringankan tubuh dari Tiong Han makin maju saja.
Selama lima hari, terus menerus ia berlatih diri dan karena ia memang berbakat, dan telah memiliki dasar ilmu silat tinggi, dalam waktu Iima hari saja ia telah dapat mainkan Kong jiu cap ji-kun dengan amat baiknya.
Pada senja hari kelima, Pat jiu Toanio Li Bie Hong sengaja minta pemuda itu memperlihatkan ilmu silat yang baru dipelajarinya itu, ditonton pula oleh Li Lan yang sementara itu telah kenal baik dengan Tiong Han. Pendeta wanita ini amat suka kepada Tiong Han yang halus dan sopan santun dan diam-diam ia mengakui betapa jauh perbedaan antara Tiong Han dan Tiong Kiat. Tiong Han memenuhi permintaan gurunya yang baru dan ia berniat dengan bersungguh-sungguh, mengeluarkan segala gerak tipu dari dua belas jurus ilmu silat itu.
"Bagus, bagus, suci Bie Hong! Kong-jiu cap ji-kun yang kauciptakan ini benar-benar hebat dan kau mempunyai ahli waris yang benar benar cocok dan pantas mewarisi ilmu silat ini !" Ucapan ini dikeluarkan dan terdengar jelas, akan tetapi orangnya tidak kelihatan dan baru setelah gema suaranya lenyap, berkelebatlah bayangan hitam dan tahu-tahu di depan mereka berdiri seorang kate yang bermuka aneh dan berpakaian hitam seluruhnya !
IniIah Lui kong jiu Keng Kin Tosu, tokoh di Heng san yang berkepandaian tinggi sehingga mendapat julukan Lui kong jiu atau Si Tangan Geledek !
Usia orang ini sudah tua, akan tetapi wajahnya nampak berseri, tanda bahwa ia adalah seorang yang berwatak gembira. Semenjak dahulu ia memang menganggap Pat jiu Toanio sebagal saudara tua, bahkan ia selalu memanggil "enci" kepada nenek itu.
"Aha, Keng Kin Tosu, baru sekarang kau muncul ! Kukira kau akan bersembunyi di dalam gua menanti kematianmu setelah kau kecewa karena salah menerima murid." kata Pat-jiu Toanio yang kemudian berkata kepada Tiong Han dan Li Lan.
"Berilah hormat kepada susiok kalian. Dia ini jelek-jelek adalah Lui-kong Jiu Keng Kin Tosu, orang nomor satu dari Heng san yang mempunyai kepandaian jauh lebih tinggi dari pada aku sendiri !"
Li Lan tentu saja belum pernah mendengar nama ini, dan ia memberi hormat karena gurunya yang memperkenalkan. Akan tetapi Tiong Han sudah seringkali mendengar suhunya di Liong-san menyebut-nyebut dan memuji setinggi langit nama Keng Kin Tosu ini, maka dengan girang ia lalu menjatuhkan diri berlutut di depan tosu kate itu.
Keng Kin Tosu mengangguk-angguk. Dengan tangan kiri ia menjambret baju pada pundak Li Lan dan sekali ia menarik, pendeta wanita muda ini tak terasa lagi terangkat bangun karena ada tenaga raksasa terasa olehnya menarik tubuhnya ke atas. Dengan tangan kanannya, tosu itu melakukan haI yang sama kepada Tiong Han, akan tetapi pemuda ini yang maklum bahwa susiok yang aneh ini sedang mengujinya, lalu mengerahkan tenaganya, maka segera terdengar suara kain robek. Ternyata bahwa bajunya bagian pundak itu yang tidak dapat bertahan dan menjadi robek terbawa oleh jepitan dua jari kakek itu.
Keng Kin Tosu tersenyum dan kini ia tidak menggunakan jari tangan menjepit baju melainkan menggunakan semua jari jari tangan kanannya untuk memegang pundak Tiong Han dan ditariknya pemuda itu bangun. Kembali Tlong Han terkejut. Kalau tadi ia merasa tenaga raksasa menarik bajunya, sekarang ia merasa betapa tangan susioknya itu dingin seperti salju yang menempel dan menyedot pundaknya sehingga ia merasa pundaknya membeku! Cepat-cepat ia mengerahkan sinkangnya yang disalurkan ke arah pundak kanannya dan ketika ia merasa betapa tangan susioknya itu merupakan jepitan yang mencengkeram pundaknya dan menariknya ke atas dengan tenaga yang tak terkira besarnya, ia cepat mempergunakan tenaga Thi su-cui (Tenaga Gunung Baja) untuk memberatkan tubuh sehingga kedua kakinya seakan-akan berakar pada tanah!
Ketika tosu itu nampaknya tertegun dan menahan kembali tenaganya mengangkat, Tiong Han cepat mengalirkan Iweekangnya sehingga pundaknya yang masih tersentuh oleh jari tangan Keng Kin Tosu itu tiba - tiba menjadi lemas seperti kapas!
"Ha, ha, ha, bagus, bagus !" kata Keng Kin Tosu dan tiba-tiba sekali dua buah jari tangannya menekan, disusul pula oleh jari tangan kiri yang kini memegang pundak pemuda itu. "Bangunlah, anak muda yang gagah !" bentaknya. Tiong Han terkejut sekali karena betapapun ia mengerahkan lweekang, tetap saja jari-jari tangan kakek itu dapat menembus pertahanannya, dan sedlkit pencetan saja pada jalan darah di pundaknya, seketika itu juga buyarlah semua tenaganya dan dengan mudah tubuhnya terangkat ke atas ! Namun karena Tiong Han memang sudah berjaga-jaga dan terlatih baik, tubuhnya yang terangkat itu masih tetap berada dalam keadaan berlutut ! Lagi-lagi Keng Kin Tosu memuji. "Bagus sekali, sekarang awaslah tubuhmu akan terbanting !"
Sambil berkata demikian, orang tua ini menggerakkan kedua tangannya dan tubuh Tiong Han mencelat ke atas sampai dua tombak lebih ! Tiong Han terkejut sekali dan cepat ia mengerahkan ginkangnya, menggerakkan pinggang, dibantu oleh kaki tangannya, sehingga tubuhnya yang tadinya terlempar ke atas dengan kepala di bawah dan kaki di atas, kini dapat berjungkir balik dan ketika ia turun ke bawah, kedua kakinya seakan-akan tidak mengeluarkan suara sedikitpun juga !
"Ha, ha, ha, enci Bie Hong ! Ternyata kau pun telah memberikan ilmu Teng-peng touw itu kepada pemuda ini. Muridmu benar-benar hebat, enci !"
"Keng Kin, sayangnya dia bukan muridku yang betul." kata Pat-jiu Toanio sambil menghela napas, 'aku hanya menyerobotnya saja dan memberi tambahan ilmu silat karena merasa kasihan kepadanya. Dia ini sebetulnya adalah murid pertama dari Lui Thian Sianjin, si tua bangka dari Liong-san itu."
Sepasang alis yang masih hitam dari Keng Kin Tosu Si Tangan Geledek itu terangkat naik. "Aku mendengar tentang murid Lui Thian yang tersesat dan murtad, seperti halnya muridku si Ang Kun ! Bukan yang inikah?"
"Bukan, bukan, Keng Kin. Bukan yang ini melainkan adiknya. Kalau dia ini murid murtad yang kau maksudkan itu tentu dia sudah binasa di tanganku seperti yang terjadi dengan muridmu itu, Keng Kin !'
Tosu itu tersenyum pahit. "Memang tanganmu keras sekali terhadap orang-orang muda yang sesat, enci Bie Hong. Akan tetapi memang baik sekali. Siapakah pemuda ini dan bagaimana bisa kejatuhan bintang, menerima warisan ilmu darimu?"
Dengan singkat Pat jiu Toanio Li Bie Hong lalu menceritakan riwayat Tiong Han dan tentang kegagalannya menangkap Tiong Kiat adiknya yang murtad itu. Mendengar penuturan ini Keng Kin Tosu tergerak hatinya.
"Kasihan Lui Thian Sianjin, mengalami nasib yang lebih buruk dari padaku. Muridnya tidak saja jahat, bahkan mencemarkan nama baik Kim liong-pai yang telah diangkat tinggi oleb locianpwe Bu Beng Siansu. Lebih kasihan lagi pemuda ini yang harus menjadi algojo dari adik kembarnya sendiri. Memang begitulah kehidupan di atas dunia, anak muda isinya hanya penderitaan belaka. Akan tetapi kalau kau kuat imanmu, segala macam cobaan dan penderitaan itu sesungguhnya ada manfaatnya. Aku kasihan kepadamu dan merasa sudah menjadi kewajibanku untuk membantumu mengalahkan adikmu yang jahat itu. Agaknya akupun mempunyai beberapa macam kepandaian yang masih dapat menambah pengertianmu."
Tiong Han menjadi girang sekali dan cepat cepat ia menjatuhkan dirinya berlutut lagi di depan tosu kate yang aneh ini. "Banyak terima kasih teecu ucapkan atas kemuliaan buat suhu. Tentu saja teecu akan menerima petunjuk-petunjuk suhu dengan segala perhatian dan rasa sukur."
Demikianlah, kembali dengan tekunnya Tiong Han menerima latihan-latihan beberapa macam ilmu silat dari Keng Kin Tosu, dan seperti juga Pat jiu Toanio, Keng Kin Tosu memberi pelajaran dari ilmu silatnya yang paling tinggi. Pemuda itu menerima dua macam ilmu, yakni ilmu pukulan tangan kosong yang di sebut Pek Iui kong cianghwat (Ilmu Silat Sinar Geledek Putih) dan ilmu pedang yang disebut Kim kong.kiamsut (Ilmu Pedang Sinar Emas). Juga dua macam ilmu silat ini dapat dimainkan dengan baik sekali oleh Tiong Han setelah melatih diri selama tiga pekan saja!
Keng Kin Tosu menjadi amat girang dan setelah melihat pemuda itu menamatkan pelajarannya, ia segera memanggil Tiong Han dan di depan Pat jiu Toanio, ia berkata.
"Enci Bie Hong, ternyata murid kita ini tidak mengecewakan. Sebetulnya kedatanganku ini membawa berita yang amat penting, yang merupakan panggilan bagi kita untuk turun tangan. Akan tetapi setelah melihat murid kita ini, aku mendapat pikiran baik sekali. Sudah sepatutnya kalau dia yang mewakili kita untuk tugas penting ini."
"Keng Kin. jangan bicara seperti orang rahasia. Omonganmu seperti teka teki saja. Hayo jelaskan, apakah itu yang kau maksudkan dengan tugas penting?" Pat jiu Toanio mendesak dengan tak sabar lagi.
"Aku mendengar berita dari seorang perwira bahwa kini terdapat panglima dengan barisannya yang amat besar jumlahnya sedang merencanakan pemberontakan! Hal ini berbahaya sekali karena pemberontak-pemberontak itu kabarnya bersekutu dengan orang-orang Mongol di utara. Jendral Gak yang gagah perkasa itu kini memimpin pasukannya untuk menggempur dan mencegah pemberontak-pemberontak itu melakukan rencana mereka yang busuk. Oleh karena itu, kita harus membantunya dan sekarang tidak ada jalan yang lebih tepat selain menyuruh Tiong Han mewakili kita."
Pat jiu Toanio mengerutkan keningnya, "Sungguh menjemukan sekali penghianat itu. Siapakah gerangan panglima pemberontak itu" Bagaimana dia bisa bersekutu dengan bangsa asing untuk mencelakai negara sendiri" Sungguh tak tahu malu!"
"Aku tidak mendengar siapa namanya, hanya menurut berita, ada orang-orang Pek Iian kauw yang ikut menyokong gerakan itu."
"Apa! Jahanam Pek-lian kauw berani mengacau lagi! Ah, kalau begitu Tiong Han harus pergi. Mereka harus dibasmi !" kata-kata Pat jiu Toanio ini amat bersemangat sehingga diam diam Tiong Han menjadi kagum melihat betapa dua orang tua ini masih demikian gagah dan bersemangat membela negara.
"Tentu saja teecu bersedia untuk pergi melakukan tugas yang diperintahkan oleh jiwi suhu." kata Tiong Han.
"Memang seharusnya begitu, Tiong Han, jadi tidak percuma aku dan enci Bie Hong mewariskan kepandaian kami kepadamu. Soal adikmu itu biarlah ditunda dulu saja. Pertama karena adikmu adalah seorang perwira dan pada masa ini kita amat membutuhkan tenaga perwira-perwira pembela negara. Kedua, tugasmu pergi membantu Jenderal Gak ini jauh lebih penting daripada urusan pribadi. Setelah tugas ini selesai, barulah kau selesaikan urusan dengan adikmu yang jahat itu."
Tiong Han tidak berani membantah dan ia lalu mendengarkan perintah suhu kate yang lihai ini. la diharuskan menyusul barisan Jenderal Gak dan menawarkan bantuannya untuk menghancurkan barisan pemberontak dan menyampaikan pesan bahwa Lui kong jiu Keng Kin Tosu dan Pat jiu Toanio Li Bie Hong selalu memperhatikan perjuangan menghancurkan pemberontak ini dan siap untuk turun tangan sendiri apabila perlu!
Setelah menerima banyak nasihat, berangkatlah Tiong Han mencari Jenderal Gak dan barisannya. Mudah saja untuk mencari barisan jenderal Gak yang amat terkenal ini, dan beberapa hari kemudian ia disambut oleh jenderal Gak sendiri yang berkedudukan di lembkah Sungai Sungari. "Kebetulan sekali, saudara Sim, memang kami membutuhkan tenaga bantuan orang-orang gagah seperti kau ini. Aku girang sekali bahwa yang menyuruh kau datang membantu adalah Lui-kong jiu Keng Kin Tosu dan Pat-jiu Toanio yang sudah kukenal baik. Bahkan akupun mengenal baik suhumu Lui Thian Sianjin. pihak musuh mempunyai banyak sekali pembantu yang pandai dan kedudukan mereka amat kuat. Susahnya, dalam waktu kacau ini, ada saja yang menjadi gangguan. Orang orang jahat pada muncul dan memancing ikan di air keruh. seperti halnya gerombolan Sorban Merah yang bersembunyi di dalam hutan sebelah barat itu. Benar-benar menjemukan! Mereka itu memang benar melakukan penyerbuan secara diam-diam terhadap fihak pemberontak, akan tetapi aku paling tidak suka dengan bantuan pasukan liar itu. Tanpa dipimpin, mereka itu bukan merupakan bantuan, bahkan mengacaukan rencanaku."
Tiong Han mendengarkan dengan sabar jenderal tua yang pandai bicara ini. Atau tetapi mendengar disebutnya Sorban Merah ia menjadi tertarik sekali.
"Siapakah yang menjadi kepala Sorban Merah ini, goanswe?"
"Siapa tahu" Gerombolan liar ini macam itu siapa yang perduli" Akan tetapi mereka itu benar-benar mengacaukan rencanaku. Sebetulnya aku memang sengaja memancing pasukan pemberontak agar terus bergerak ke selatan tanpa diganggu. Kalau mereka sudah menyeberangi Sungai Sungari barulah aku akan memotong jalan pulang mereka sehingga dengan leluasa kita boleh membasminya. Siapa tahu Sorban Merah gerombolan liar itu merusak rencana, melakukan serbuan-serbuan sendiri yang tidak berarti sehingga menimbulkau kecurigaan barisan pemberontak yang hendak bergerak ke selatan!"
'Mengapa tidak membubarkan mereka saja"'" tanya Tiong Han.
"Itulah sukarnya. Biarpun jumlah mereka tidak banyak namun ternyata rata-rata mereka memiliki ilmu golok yang lihai dan kalau digunakan kekerasan, amat tidak baik. Mereka bukan musuh dan kalau sampai terjadi pertempuran berarti kita mencari musuh baru. Ini tidak bijaksana sekali."
"Goanswe, maafkan kalau aku lancang. Akan tetapi, aku bersedia untuk menemui kepala mereka dan membujuknya agar supaya tidak bertindak menurut kehendak sendiri."
Gak goanswe memandang tajam. "Kau sanggup ?"
Tiong Han tersenyum. "Tentu saja, goanswe. Malahan, kalau tidak salah aku tahu siapa orang yang menjadi pemimpin mereka. Biarlah aku berangkat besok pagi-pagi dan dalam sehari saja aku akan sanggup membuat laporan yang memuaskan. Kedua orang guruku tidak percuma mengirim aku ke sini, Goanswe."
Jenderal itu tidak tersenyum, akan tetapi wajahnya yang nampak keren dan galak itu berseri, "Baiklah, besok pagi kau pergi dan sekarang mengasolah !"
Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali Tiong Han sudah masuk ke dalam hutan sebelah barat perbentengan bala tentara jenderal Gak. Benar saja seperti keterangan yang ia dengar sebelumnya, hutan itu amat luas dan liar di sana sini nampak gunung-gunung kecil yang menjadi benteng di pinggir Sungai Sungari yang lebar.
Beberapa kali Tiong Han melihat bayangan orang berkelebat di balik pohon yang besar-besar, akan tetapi ditunggu-tunggu tak seorangpun nampak muncul. Tiong Han tersenyum dan melanjutkan perjalanan, masuk makin dalam di hutan itu, bayangan-bayangan orang makin banyak, akan tetapi tetap saja tidak ada orang muncul. Matanya yang tajam dapat melihat betapa bayangan-bayangan itu benar-benar mengenakan Sorban Merah yakni ikat kepala terbuat daripada kain merah, dan pada pinggang mereka tergantung golok. Biarpun bayangan-bayangan itu berkelebat cepat dan ia hanya melihat sekejap mata saja namun ia telah dapat melihat dengan jelas. Hatinya makin berdebar. Tak salah lagi, melihat pakaian dan ikat kepala mereka orang-orang ini adalah anak buah dari sumoinya !
Bagaimanakah mereka yang dulu tinggal di Heng-yang ini bisa sampai di tempat ini" Dan bukankah sumoinya yakni Can Kui Hwa, dan suaminya, Siok Un Leng telah pindah ke kota raja"
Karena orang-orang itu main bersembunyi saja, dan ditunggu-tunggu tak juga ada yang muncul akhirnya Tiong Han menjadi hilang sabar.
"Perkumpulan Sorban Merah yang pernah kukenal biasanya terdiri dari orang-orang gagah. Akan tetapi yang sekarang berada di hutan ini mengapa begini pengecut tidak berani bertemu dengan orang " Apakah yang sekarang ini Sorban Merah palsu ?"
Baru saja ia menutup mulutnya, dari depan, belakang, kanan dan kiri bersiutan bunyi anak panah yang menyambarnya dari balik pohon-pohon. Tiong Han menggeser kakinya sehingga keadaan tubuhnya berubah. Dengan gerakan ini ia dapat mengelakkan diri dari sambaran panah dari belakang dan depan. Adapun dua batang anak panah dari kanan kiri, dengan cara yang amat mengagumkan dapat ditangkapnya dengan kedua tangan !
Tiong Han mempergunakan tenaga jari-jari tangannya mematahkan dua batang anak panah itu yang lalu dilemparkannya ke atas tanah kemudian ia berseru Iagi.
"Aku datang untuk bertemu dengan pemimpin Sorban Merah, bukan untuk mencari permusuhan ! Beginikah caranya Sorban Merah menyambut datangnya tamu" Hayo keluarlah pemimpin Sorban Merah ataukah kalian menghendaki aku turun tangan ?" Ucapan ini sekaligus merupakan sesalan, bujukan, dan juga ancaman.
Tiba-tiba terdengar seruan keras dan sesosok bayangan hitam melompat keluar dari balik sebatang pohon besar. Setelah bayangan ini berada di depan Tiong Han, pemuda itu meIihat bahwa di depannya telah berdiri seorang laki-laki setengah tua yang berwajah galak dan gagah sekali. Orang ini berpakaian ringkas berwarna hitam dengan sorban warna merah darah dan golok besarnya tergantung di pinggang.
"Pemuda liar dari manakah berani sekali memasuki wilayah kami dan mengeluarkan omongan besar?" bentak orang bersorban merah ini.
Tiong Han tersenyum dan cepat memberi hormat sambil menjura. "Sahabat, aku adalah seorang utusan dari benteng Gak goanswe. Aku datang untuk bertemu dengan pemimpin dari Sorban Merah."
Orang itu memandang dengan mata curiga dan mulutnya menyeringai dengan mengejek. Ternyata ia tidak mau percaya akan keterangan Tiong Han.
"Kau" Utusan dari Jenderal Gak " Siapa mau percaya obrolanmu ini " Pakaianmu bukan seperti seorang perwira atau perajurit. Jangan kau mencoba membohongi aku!" Kemudian dengan sikap mengancam ia memandang tajam dan berkata, "Lebih baik kau mengaku bahwa kau adalah seorang mata-mata dari barisan pemberontak!"
"Kau benar-benar galak, sahabat. Sebaliknya, kau ini siapakah " Apakah kau juga seorang anggaota Sorban Merah?" tanya Tiong Han sambil memandang ke arah sorban yang berwarna merah darah itu.
Sepasang mata yang lebar dari orang itu terputar merah. "Anggauta biasa" Dengar, pemuda bermata buta, aku adalah pemimpin pasukan Sorban Merah yang pada saat ini telah mengurungmu! Aku adalah Louw Tek si Kerbau Besi, orang yang telah menewaskan banyak sekali anggaota pemberontak. Hayo lekas berlutut kurantai dan kubawa menghadap kepada ketua kami !"
Tiba-tiba Tiong Han tertawa geli. "Kukira pemimpin seluruh kesatuan Sorban Merah tidak tahunya hanya pemimpin pasukan kecil saja. Eh, Low twako, aku bukan seorang taklukan. Aku adalah utusan dari Jenderal Gak. Hayo jangan kau main-main dan lekas antarkan aku kepada ketuamu."
"Orang yang tidak mempunyai kepandaian tidak boleh dipercaya menjadi utusan Jenderal Gak dan sama sekali tidak patut menghadap ketua kami sebagai tamu. Kalau kau dapat menahan kedua kepalan tanganku, baru kau boleh menghadap sebagai tamu ketua kami." Sambil berkata demikian, Louw Tek memperlihatkan sepasang tinjunya yang besar dan kuat.
Tiong Han tersenyum, "Begitukah" Baiklah kau boleh mempergunakan kepalanmu yang seperti tahu lunaknya itu untuk memukulku sampai dua kali pukulan, akan tetapi kaupun harus dapat mempertahankan diri dari pukulan balasanku."
"Boleh !" Si Kerbau Besi menantang. "Siapa yang roboh, dia kalah !" Memang Louw Tek ini selain kasar dan jujur, juga mempunyai kesukaan berkelahi dengan siapa saja yang ditemuinya, dan sebelum dikalahkan, ia tidak akan dapat merobah sikapnya yang memandang ringan.
Tiong Han berdiri tegak dan mengangkat dada. "Pukullah sesuka hatimu !"
Sebelum memukul, Louw Tek memandang ke sekeliling lalu berkata dengan suara keras,"Kawan-kawan perhatikan baik-baik, kalian menjadi saksi. Kalau orang ini bermain curang, tentu dia mata-mata pemberontak dan lekas hujani anak panah!"
Kemudian ia menghadapi Tiong Han, memasang kuda-kuda dan berseru keras,"Awas pukulan !"
Kedua lengannya bergerak cepat dan "buk! Buk!!" dua kali kepalan tangannya bergantian jatuh di dada Tiong Han. Akan tetapi pemuda ini hanya tersenyum saja, sama sekali tidak mengejapkan mata menerima pukulan-pukulan itu. Tentu saja Si Kerbau Besi menjadi heran sekali.
"Sudah kaupukulkah" Ah, aku tidak merasa sama sekali."
"Pemuda sombong, coba kurasakan pukulan tanganmu yang seperti bubur itu !" kata Louw Tek dengan muka merah dan ia memperteguh kuda-kudanya, melambungkan perut dan dadanya sambil menahan napas !
Tiong Han menjadi geli sekali. "Kau benar-benar seperti kerbau, bukan kerbau besi, melainkan kerbau tanah lempung! Awas, rebahlah !" Sambil berkata demikian, Tiong Han mendorong dada orang itu dengan kedua tangannya sambil mengerahkan sedikit tenaga dalamnya. Louw Tek mempertahankan diri, akan tetapi sia-sia saja. Ia merasa seakan-akan diseruduk seekor gajah dan tanpa dapat dicegah lagi tubuhnya terpelanting ke belakang seperti sehelai daun kering tertiup angin !
Terdengar seruan marah dan dari balik pepohonan berlompatan keluar orang-orang bersorban merah yang jumlahnya tiga puluh orang lebih. Mereka ini mengurung Tiong Han dengan sikap mengancam, bahkan ada beberapa orang telah menghunus golok. Akan tetapi tiba-tiba terdengar bentakan nyaring. "Mundur semua!"
Hebat sekali pengaruh bentakan ini, karena bagaikan disengat ular berbisa, orang-orang itu melompat ke belakang dengan terkejut, lalu berdiri dengan tegak dan sikap menghormat. Bahkan Louw Tek yang masih meringis-ringis kesakitan sambil mengurut pantatnya yang menimpa batu ketika terjatuh tadi, kini sudah berdiri tegak dengan sikap hormat.
Tiong Han menengok dan alangkah girangnya ketika ia melihat Kui Hwa dan Un Leng berlari mendatangi sambil tertawa-tawa. Di belakang mereka berlari pula sepasukan Sorban Merah yang diantaranya banyak sudah mengenal Tiong Han.
"Suheng"!" Kui Hwa girang sekali dan berlari-lari menghampiri kakak seperguruannya. Juga Un Leng menghampiri Tiong Han sambi1 tersenyum girang.
"Sumoi! Saudara Un Leng! Sudah kuduga akan melihat kalian di sini." kata Tiong Han dengan girang sambil memegang tangan Kui Hwa dan Un Leng.
Louw Tek dan kawan-kawannya berdiri bengong dan menjadi pucat, akan tetapi Tiong Han yang melirik ke arah mereka berkata kepada suami istri pemimpin pasukan Sorban Merah itu. "Sumoi, anak buahmu benar-benar teliti sekali. Tidak mudah bagiku untuk meyakinkan mereka bahwa aku tidak bermaksud buruk. Benar-benar kau mempunyai pasukan yang berdisiplin, sumoi."
Bukan main girang dan bersukurnya hati Louw Tek dan anak buahnya mendengar ucapan Tiong Han ini.
"Pangcu (ketua), enghiong (orang gagah) ini adalah utusan dari Jenderal Gak!" kata Louw Tek kepada Kui Hwa. "Akan tetapi sebelum mempercayainya dengan membuta, saya telah mencobanya dulu, tidak tahu bahwa dia adalah suheng dari pangcu. Mohon maaf."
"Tidak apa, tidak apa. Lekas atur penjagaan dan biarkan kami bertiga bercakap-cakap di sini."
Setelah semua orang pergi, Kui Hwa lalu menuturkan kepada Tiong Han bahwa dia dan suaminya, Un Leng, telah pindah ke kota raja. Akan tetapi, ketika mereka mendengar bahwa ada barisan penjaga tapal batas utara memberontak, ia lalu bersama suaminya mengumpulkan semua bekas anggauta Sorban Merah dan membentuk pasukan untuk melakukan perang gerilya dan mengganggu barisan pemberontak itu.
"Dengan jalan ini aku hendak menebus semua kesalahan-kesalahanku yang dahulu twa-suheng." kata Kui Hwa.
'Bukan itu saja, memang sudah menjadi kewajiban kita sebagai putera ibu pertiwi untuk mengabdi dan membela tanah air, mengusir pengacau-pengacau yang hendak merusak keamanan negara dan bangsa." kata Un Leng.
Tiong Han menjadi terharu sekali. "Kalian memang orang-orang yang baik dan pantas sekali menjadi suami istri. Akan tetapi, sumoi, mengapa kau dan suamimu tidak mau menggabungkan pasukanmu dengan pasukan pemerintah di bawah pimpinan Jenderal Gak " Bukankah dengan persatuan, maka kekuatan akan menjadi lebih besar?"
"Siapa yang dapat mempercayai barisan pemerintah, suheng " Barisan pemberontak yang bergerak dari utarapun tadinya barisan pemerintah. Sesungguhnya, pada waktu sekarang ini sukar sekali untuk membedakan mana pemberontak dan mana pengawal negara yang setia !'
Tiong Han menghela napas, kemudian berkata,"Kata-katamu memang merupakan kenyataan yang amat pahit, sumoi. Akan tetapi, percayalah kepadaku bahwa Jendral Gak benar-benar adalah seorang panglima yang berjiwa besar dan setia kepada negara. Kalau tidak, masa kedua orang guruku menyuruh aku datang kepadanya ?" Setelah Tiong Han menuturkan riwayatnya secara singkat, Kui Hwa dan suaminya tidak membantah lagi dan berbondong-bondonglah anggauta Sorban Merah yang jumlahnya lima puluh orang lebih itu berbaris mengikuti Tiong Han, Kui Hwa, dan Un Leng menuju ke benteng tentara pemerintah.
Tentu saja Jenderal Gak menjadi tertegun melihat betapa pemuda itu benar telah kembali pada senja harinya sambil membawa serta semua anggauta Sorban Merah. Akan tetapi ketika ia mendengar bahwa pemimpin pasukan gerilya ini bukan lain adalah sumoi sendiri dari Tiong Han, ia tertawa bergelak.
"Memang murid-murid dari Lui Thian Sianjin di Kim liong-pai ternyata gagah perkasa dan berjiwa patriot sejati. Hanya sayangnya aku mendengar bahwa ada juga murid dari orang tua itu yang murtad dan sesat."
"Murid itu adalah adik kembarku, Goanswe !" kata Tiong Han.
Jenderal Gak memandang tajam sekali dengan pandang mata penuh selidik, kemudian ia mengangguk-anggukkan kepalanya dan berkata, "Sesungguhnya aku sudah tahu akan hal itu, saudara Sim yang baik. Jawabmu yang singkat tadi, yang menyatakan pengakuanmu, sekarang melenyapkan keraguan hatiku. Tadinya aku curiga dan sangsi sebagaimana yang harus kulakukan sebagai seorang petugas yang berhati-hati. Aku curiga kepadamu, karena siapa tahu kalau-kalau kau tidak memihak kepada adik kandungmu sendiri" Nah sekarang kujelaskan bahwa adikmu yang jahat itu sekarang bahkan menjadi tangan kanan dari pemimpin pemberontak."
Hal ini sama sekali tidak pernah diduga-duga oleh Tiong Han, maka mendengar keterangan ini hampir saja ia melompat.
"Apa" Dan belum lama ini aku bertemu dengan dia dibenteng panglima Oei !"
"Justru Oei ciangkun atau Oei Sun itulah pemberontaknya ! Dia adalah bekas pemimpin Pek-lian kauw, sekarang mengadakan pemberontakan dengan bantuan Go bi Ngo-koai tung yang sesungguhnya dahulu adalah tokoh-tokoh Pek lian-kauw yang dikejar-kejar oleh pemerintah. Dan celakanya, sekarang adikmu sendiri, Ang coa kiam yang namanya terkenal itu menjadi pembantunya pula.
Ketika Tiong Han mengerling ke arah Kui Hwa, ia melihat adik seperguruannya ini hanya duduk mendengarkan sambil menundukkan mukanya.
Jenderal Gak yang banyak pengalaman dalam hal peperangan dan memiliki siasat yang lihai, sengaja melakukan gerakan memancing yang disebut "memancing serigala memasuki perangkap". Ia hanya melakukan perlawanan kecil-kecilan saja terhadap barisan Oei Sun, dan pasukan-pasukan kecil inipun dipimpin oleh perwira-perwira rendahan, pertempuran dilakukan sambil mundur sehingga Oei Sun makin besar hati dan mengejar terus ke selatan.
Bahkan dengan sengaja Jenderal Gak lalu membuat pertahanan yang amat lemah di sebelah utara Sungai Sungari hanya terdiri dari seribu orang tentara. Di tempat itu, Jenderal Gak menyuruh orang-orangnya membuat perahu sebanyak-banyaknya untuk memancing Oei Sun. Ternyata pancingannya ini berhasil dan Oei Sun yang mendengar tentang pembuatan perahu ini, diam-diam merasa girang sekali.
"Jenderal Gak ternyata seorang yang bodoh." katanya sambil tertawa, "kita ingin menyeberang dan sekarang dia yang membuatkan perahu. Ha, ha, ha !" Juga Go bi Ngo koai tung tidak mempunyai dugaan buruk.
"Biarkan mereka membuat perahu sampai banyak dan cukup, baru kita datang merampasnya." kata Thian It Tosu.
Tentu saja percakapan mereka ini terjadi di luar tahunya Tiong Kiat yang masih belum sadar bahwa ia telah salah memilih tempat. Pemuda ini kurang memperhatikan keadaan kawan-kawannya, bahkan ia tidak memperdulikannya lagi. Yang penting baginya ialah bermain dengan Ang Hwa, memburu binatang bersenda gurau atau bermain pedang !
Kurang lebih tiga pekan kemudian, ketika perahu-perahu yang dibuat oleh orang-orang jenderal Gak sudah banyak, menyerbulah barisan yang dipimpin oleh Oei Sun sendiri. Karena barisan ini jauh lebih besar jumlahnya, juga karena barisan jenderal Gak sudah dipesan lebih dulu agar jangan banyak melakukan perlawanan dan mengundurkan diri melalui darat di sepanjang lembah Sungai Sungari sambil meninggalkan semua perahu, maka pertempuran tidak berjalan lama dan semua perahu telah dapat terampas oleh Oei Sun! Korban yang jatuh tidak banyak, karena memang pasukan-pasukan pembuat perahu itu tidak melakukan perlawanan gigih.
Demikianlah, dengan girang sekali pasukan-pasukan Oei Sun lalu mempergunakan perahu-perahu itu untuk menyeberangi sungai dan mendaratlah mereka semua di pantai selatan dengan selamat. Dengan semangat penuh dan harapan besar Oei Sun lalu menggerakkan barisannya maju ke selatan ! Sama sekali Oei Sun tidak menduga tidak lama setelah barisannya menyeberangi Sungai Sungari, nampak pasukan-pasukan lain yang besar jumlahnya berkumpul dan membuat pertahanan di tepi sungai sebelah selatan. Inilah barisan-barisan yang sengaja disediakan oleh Jenderal Gak untuk menghadang jalan pulang dari barisan pemberontak itu apabila kelak dipukul mundur! Tiga hari kemudian, barulah barisan pemberontak yang jumlahnya telah meliputi sepuluh ribu orang itu menghadapi perlawanan hebat dari Jenderal Gak ! Nampak puluhan ribu tentara kerajaan berbaris menghadang perjalanan di sebelah selatan. Bendera kerajaan berkibar-kibar dan bendera besar yang bertuliskan huruf "Gak", amat megahnya berkibar di mana-mana, tanda bahwa barisan-barisan itu berada di bawah pimpinan Jenderal Gak.
Melihat besarnya barisan musuh Oei Sun lalu membuat aba-aba berhenti dan pasukannya lalu diatur membuat pertahanan yang kuat. Akan tetapi tiba-tiba datang beberapa orang perajurit penyelidik yang dengan wajah pucat membuat laporan bahwa terdapat banyak sekali tentara musuh di belakang, di kanan dan di kiri. Pendeknya, secara tidak terduga sekali barisan mereka telah terkepung oleh barisan-barisan yang besar jumlahnya dari tentara kerajaan yang mengibarkan bendera Gak !
"Jahanam besar ! Jenderal Gak telah memancing dan memperdayai ! Kita harus melawan mati-matian dan memerintahkan membuat tenda-tenda dan sekitar tempat itu dikurung oleh penjaga-penjaga yang merupakan benteng penjagaan amat kuat.
Sementara itu, Tiong Han yang menyaksikan kelihaian siasat dari Jenderal Gak ini, merasa amat kagum. Ia mengerti bahwa memang dalam sebuah perang besar, tidak boleh terlalu menurutkan perasaan sendiri atau dipengaruhi oleh urusan pribadi. Kalau tadinya ia berlaku nekad dan menerjang benteng musuh untuk mencari adiknya, tentu siasat dari Jenderal Gak ini akan terancam bahaya dan musuh mungkin akan merasa curiga. Setelah keadaan musuh terkurung, ia lalu menghadap Jenderal Gak dan bertanya.
"Gak goanswe, mengapa tidak terus memukul hancur mereka saja " Mau menanti apa lagi " Aku sudah tidak sabar untuk segera membekuk adikku yang jahat !"
Gak goanswe tersenyum, "Saudara Sim, Pasukan-pasukan yang kita kurung itu tadinya adalah anak buah dari barisan kerajaan sendiri, jadi kawan-kawanku juga. Sekarang mereka diselewengkan oleh Oei Sun, mungkin dalam keadaan tidak sadar, atau dalam keadaan terpaksa. Mengapa mesti membasmi mereka semua " Barisan-barisan itu merupakan tubuh dan ekor dari seekor ular. Ke mana saja kepalanya bergerak, tubuh dan ekor akan mengikutinya. Kalau yang menjadi biangkeladinya dapat dibasmi kurasa semua prajurit itu akan dapat diinsafkan dari kesesatan mereka. Buat apa harus bunuh-membunuh antara saudara dan kawan-kawan sendiri ?"
"Habis apakah yang akan dilakukan sekarang " Apakah menanti sampai mereka mencari jalan keluar dengan kekerasan ?"
Jenderal itu menggeleng-geleng kepalanya. "Kita kurung mereka dengan rapat sampai mereka kehabisan ransum. Kalau mereka mencari jalan keluar, kita pukul mereka kembali lagi di dalam kurungan. Kita akan mengurung terus sampai mereka menyerah, yakni Oei Sun dan kaki tangannya."
"Jadi kita memberi syarat, yakni penyerahan diri dari Oei Sun dan kaki tangannya ?"
Jenderal tua itu mengangguk. "Dan kaulah yang akan menjadi utusanku !"
"Aku?"
"Ya, kaulah orangnya saudara Sim. Tidak ada utusan yang lebih baik daripada engkau sendiri. Kau pandai menjaga diri dan kalau seandainya mereka mengganggumu dan menahanmu, barulah aku akan turun tangan. Akan tetapi kurasa Oei Sun takkan begitu bodoh mengorbankan keselamatannya untuk mengganggumu seorang."
"Baik, Gak-goanswe. Akan tetapi"."
"Tentang adikmu ?"
"Ya, bagaimanakah kalau aku bertemu dengan dia " Bolehkah aku turun tangan ?"
Gak-goanswe menggelengkan kepalanya. "Jangan saudara Sim. Hal itu hanya akan mengakibatkan pertempuran dan kedudukanmu sebagai utusan terancam. Utusan tidak boleh diserang dan juga tidak boleh menyerang fihak tuan rumah. Ingat, kita dalam keadaan perang, tidak boleh menurutkan nafsu hati mengurus urusan pribadi."
Tiong Han menarik napas panjang, "Baiklah, akan kuperhatikan baik-baik."
Demikianlah, setelah menerima pesanan-pesanan dari Gak-goanswe bagaimana harus bicara terhadap Oei Sun, pada pagi hari keesokan harinya Tiong Han berangkat. Ia mengenakan pakaian ringkas warna putih dengan leher baju biru, ikat kepala hijau muda. Ia tidak membawa senjata karena memang semenjak menerima gemblengan ilmu silat dari Pat jiu Toanio dan Lui kong-jiu tak perlu lagi ia mengandalkan bantuan senjata ! Yang dibekalnya hanyalah sehelai bendera putih yang bertuliskan huruf GAK dan dibawahnya bertuliskan huruf UTUSAN.
Dengan gerakan kaki ringan dan cepat sekali Tiong Han memasuki daerah terkepung. Markas dari Oei Sun terletak sedikitnya lima lie dari tempat kepungan dan untuk menuju ke markas kepala pemberontak itu, Tiong Han harus melalui daerah berhutan yang cukup liar. la berjalan sambil membayangkan bagaimana nanti penerimaan Tiong Kiat kalau bertemu dengannya. la masih sukar untuk dapat percaya bahwa adiknya itu kini telah menjadi pembantu kepala pemberontak.
Ia dapat mengenal watak Tiong Kiat. Memang benar semenjak kecil adiknya ini nakal, mudah marah, akan tetapi gembira dan tidak licik. Harus diakui bahwa setelah dewasa Tiong Kiat mempunyai watak buruk dan mata keranjang akan tetapi adiknya itu diam-diam masih menjunjung tinggi ayah mereka. Sejak kecil Tiong Kiat begitu bangga nampaknya apabila membicarakan ayah mereka yang kabarnya dahulu menjadi panglima gagah !
"Tiong Kiat, Tiong Kiat"sekali ini aku tidak dapat mengampunimu?" keluhnya.
Ia maklum bahwa kalau sekali lagi bertanding, ia pasti akan dapat memukul mati adiknya itu, karena ilmu-ilmu silat tangan kosong yang ia pelajari dari kedua orang gurunya yang baru memang khusus untuk memecahkan Ang-coa kiam.
la tahu dengan baik bagaimana harus mengalahkan Tiong Kiat, dan pukulan-pukulan yang dipelajarinya bukanlah pukulan biasa-biasa, melainkan pukulan-pukuIan maut yang takkan dapat ditahan pula oleh Tiong Kiat!
Ketika ia telah tiba di pinggir hutan dan puncak-puncak tenda barisan pemberontak telah nampak samar-samar, tiba-tiba ia mendengar suara orang berkelahi. Cepat Tiong Han lari ke tempat itu dan alangkah terkejut dan herannya ketika ia melihat tiga orang sedang berhadapan, yakni Eng Eng, Tiong Kiat, dan seorang nyonya cantik yang tidak dikenalnya! Bagaimana Eng Eng bisa sampai di tempat itu"
Marilah kita mengikuti sebentar perjalanan Eng Eng sebelum tiba di tempat itu yang membuat Tiong Han berdiri di belakang pohon sambil berdiri bengong saking herannya.
Sebagaimana telah dituturkan di bagian depan Eng Eng bersama ayah angkatnya, yakni Piloko kepala suku bangsa Cou, turun dari gunung di mana seluruh keluarga Cou bertahan dari serangan orang-orang Ouigour dan lain-lain. Piloko mengajak anak angkatnya menuju ke kota raja untuk menghadap kaisar dan menyampaikan protes tentang bantuan tentara kerajaan yang menyerang orang-orang Cou membantu orang Ouigour bertindak sewenang-wenang.
Tanpa banyak halangan kedua orang ini tiba di kota raja dan dengan mudah Piloko yang sudah dikenal itu diterima oleh Kaisar Tai Cung sendiri. Sebagai anak angkat Piloko, Eng Eng juga diperkenankan masuk menghadap kaisar sehingga gadis ini menjadi bingung dan sungkan-sungkan memasuki ruangan yang indah dan menghadapi keagungan kaisar itu.
Akan tetapi, apa yang mereka dengar dari kaisar benar-benar merupakan guntur di siang hari. Dari kaisar, Piloko dan Eng Eng mendengar tentang pemberontakan Oei Sun dan bahwa tentara kerajaan yang membela Huayen-khan itu sebetulnya adalah pemberontak-pemberontak yang bersama Huayen-khan merencanakan penyerbuan ke kota raja!
Akan tetapi kaisar menghibur mereka sambil menyatakan bahwa kini barisan besar yang dipimpin oleh Gak goanswe telah mulai bergerak untuk menghancurkan pemberontak itu berikut tentera yang dipimpin oleh Huayen-khan. Bahkan dianjurkan kepada Piloko untuk menggabungkan anak buahnya dengan Gak goanswe untuk bersama-sama memerangi para pemberontak dan orang orang Ouigour.
Piloko keluar dari istana kaisar dengan hati lega ternyata bahwa kaisar tidak memusuhi bangsanya. Akan tetapi Eng Eng keluar dengan hati panas sekali. Kebenciannya terhadap Tiong Kiat memuncak setelah ia mengetahui bahwa pemuda yang dibencinya itu ternyata adalah seorang pemberontak.
Ia minta kepada ayah angkatnya agar supaya pulang lebih dulu, karena ia hendak menyusul Jenderal Gak dan hendak membantunya menghancurkan pemberontak. Pertemuan Eng Eng dengan kaisar membangunkan semangatnya, demikian katanya kepada Piloko. Padahal yang benar merupakan dorongan kepadanya ialah keinginannya hendak membalas dendam kepada Tiong Kiat dan ia merasa kuatir kalau-kalau ia didahului oleh orang lain !
Kalau sampai barisan pemberontak itu dapat dihancurkan oleh Gak goanswe dan Tiong Kiat binasa dalam perang, bukankah ia selamanya akan merasa kecewa tidak dapat membalas orang itu dengan kedua tangannya sendiri" Piloko tidak merasa keberatan sungguhpun ia merasa menyesal tidak dapat mengawani anak angkatnya itu karena keluarga-keluarga Cou di atas bukit itu harus dilindunginya, maka berangkatlah Eng Eng menuju ke utara terus mencari barisan-barisan dari Jenderal Gak. Ketika ia melihat dan mendengar betapa barisan pemberontak itu telah terkurung di sebelah selatan Sungai Sungari, ia menjadi girang sekali.
Tentu Tiong Kiat berada di dalam daerah terkurung itu, pikirnya. Lebih baik aku mendahului Jenderal Gak, sebelum pemberontak diserang dan dihancurkan, aku lebih dulu memasuki daerah terkurung untuk mencari jahanam itu!
Dengan pikiran ini, Eng Eng lalu mempergunakan kepandaiannya di waktu malam gelap ia menerobos masuk ke dalam daerah kepungan tanpa dapat terlihat oleh para penjaga yang mengepung daerah itu.
Gadis yang berani ini lalu melewati malam di dalam hutan dan begitu malam gelap telah terusir pergi oleh sinar pagi, ia lalu keluar dan hutan untuk mulai usahanya mencari Tiong Kiat.
Memang sudah menjadi kehendak Thian bahwa hari itu harus terjadi peristiwa besar-besaran. Dengan cara kebetulan sekali, pada pagi hari itu Huayen-khan dan Ang Hwa naik kuda memasuki hutan itu berdua saja. Eng Eng segera bersembunyi dan diam-diam menghampiri mereka ketika kedua orang ini menahan kuda dan turun lalu bercakap-cakap di bawah pohon-pohon yang rindang.
"Ang Hwa, ternyata Oei Sun yang tolol itu telah membawa kita kepada kehancuran ! Seluruh barisan telah terkurung. Kita harus berdaya untuk melepaskan diri, isteriku."
"Enak saja kau bicara. Bagaimana kita bisa melepaskan diri dalam keadaan terkurung seperti ini" Paling baik kita berusaha sekuat tenaga untuk membantu Oei ciangkun mencari jalan keluar!"
"Bodoh! Mana bisa kita melawan Gak goanswe" Tidak tahukah kau bahwa Gak goanswe memiliki kepandaian tinggi dan para perwiranyapun gagah perkasa" Lebih baik begini, Ang Hwa, aku dan kau diam-diam melarikan diri dan menyerah kepada Gak goanswe?"
"Tentu saja kita akan dihukum sebagai pemberontak."
"Belum tentu. Kita bisa menggunakan alasan bahwa kita telah dibodohi oleh Oei Sun dan tokoh-tokoh Pek lian kauw itu."
Sebelum Ang Hwa menjawab, berkelebat bayangan biru dan tahu tahu Tiong Kiat telah berdiri di hadapan mereka! Wajah pemuda ini membuat Huayen khan memandang pucat.
"Pengkhianat, apa katamu tadi?" pemuda ini membentak. Ternyata bahwa kepandaiannya yang tinggi membuat kedatangannya tidak diketahui oleh Huayen khan dan Ang Hwa. Tentu saja Eng Eng yang masih bersembunyi dapat mengetahui kedatangan pemuda ini dan hatinya berdebar keras. Ingin sekali ia melompat keluar dan menyerang pemuda yang dibencinya ini, akan tetapi ia hendak melihat dulu apakah yang akan terjadi antara tiga orang itu. Ternyata bahwa sampai saat itupun Tiong Kiat masih belum sadar bahwa yang mengurung mereka adalah tentara kerajaan yang asli ! Menurut keterangan Oei Sun, yang mengurung adalah tentara Gak yang memberontak dan mereka menanti datangnya bala bantuan yang datangnya dari kota raja ! Dan tadi ia hanya mendengar sebagian saja ucapan Huayen khan yakni bagian di mana Huayen Khan menyatakan hendak menyerah kepada Jenderal Gak. Tentu saja ia menjadi marah sekali.
Ketika Ang Hwa melihat munculnya kekasihnya ini, ia cepat mendekati Tiong Kiat, merangkul lengannya dan dengan manja dan genit ia berkata,
"Tua bangka ini hendak mengkhianati kita dan hendak menyerah kepada musuh !"
Huayen khan tertawa bergelak dan kumisnya berdiri saking marahnya. "Perempuan busluk dan rendah !" makinya. Ia ingin mengeluarkan banyak kata-kata, akan tetapi hanya terengah-engah saking marahnya. Cepat ia mengeluarkan busurnya dan segera tersusul oleh suara menjepretnya lima batang anak panah ke arah Ang Hwa ! Tiong Kiat sudah maklum akan kelihaian anak-anak panah kepala suku Ouigour ini maka sejak tadi ia telah mencabut pedangnya. Sekali cabut ia telah mengeluarkan dua buah pedang, yakni pedang Ang coa kiam di tangan kanan dan pedang Hui-liong kiam di tangan kiri.
Di tempat persembunyiannya, Eng Eng menjadi pucat, ia mengenal pedang yang dulu dibawa oleb Tiong Han. Sekarang pedang ini berada di tangan Tiong Kiat. Apakah yang telah terjadi dengan Tiong Han?"
Dengan sekali menggerakkan kedua pedangnya, semua anak panah dari Huayen khan dapat dipukul jatuh oleh Tiong Kiat yang tertawa menyindir. "Huayen-khan, kau benar-benar pengecut besar! Ternyata kau hanya pandai menggunakan anak-anak panah terhadap kawan sendiri. Pengkhianat dan pengecut !"
"Orang she Sim! Kaulah yang pengecut dan manusia tidak tahu malu! Telah lama kau mempermainkan istri orang, apakah hal ini patut dilakukan oleh seorang gagah" Ha, ha, ha, manusia macam kau mau menganggap diri sebagai seorang gagah seorang patriot, seorang perwira"ha, ha, ha, seorang perwira" Sungguh lucu!" Ia menggerakkan kedua tangannya lagi dan menjepretlah gendewanya, melayangkan Iima buah anak panah lagi, ke arah Tiong Kiat dengan hebatnya.
Tiong Kiat yang menjadi amat merah mukanya mendengar makian dan ejekan tadi memutar kedua pedangnya dengan cepat dan setelah lima batang anak panah itu dapat diruntuhkan, ia lalu menyerbu ke depan sambil berseru,
"Huayen khan, manusia hina dina! Kubunuh kau, bangsat tua bangka!"
"Benar, Sim-taihiap, bunuh saja monyet tua ini. Aku sudah bosan melihat macamnya!" kata Ang Hwa yang juga menjadi merah mukanya.
Huayen khan kembali tertawa bergelak, mencabut golok besarnya dan melawan mati-matian. Akan tetapi memang ia bukan tandingan Tiong Kiat yang kini sudah memiliki Ang coa kiamsut seluruhnya. Baru belasan jurus saja Huayen khan tak kuat melawan lagi dan ketika Tiong Kiat menyerangnya dengan gerak tipu Ang coa kan goat (Ular Merah Mengejar Bulan) terdengar teriakan ngeri dan Huayen khan roboh mandi darah dengan ulu hati tertembus pedang Ang coa kiam!
Kepala suku bangsa Ouigour ini tewas pada saat itu juga, menjadi korban daripada keserakahannya sendiri hendak menguasai Tiong kok dengan mengorbankan istrinya sendiri menjadi permainan orang!
Ang Hwa menjadi girang sekali dan nyonya muda yang cantik ini lalu memeluk dan merangkul leher Tiong Kiat, dan diciumnya muka pemuda itu dengan penuh kasih sayang.
"Koko yang baik, sekarang aku bisa menjadi isterimu !" katanya dengan manja dan genit.
Pada saat itu, Eng Eng yang sudah tak dapat menahan sebalnya menyaksikan peristiwa yang amat rendah itu, melompat keluar dengan pedang di tangannya.
"Iblis bermuka manusia, orang she Sim, di sinilah aku harus melenyapkan kau dari muka bumi. Manusia tak tahu malu, yang membunuh orang dengan kejam setelah bermain gila dengan istrinya ! Cih, di dunia tidak ada keduanya laki-laki macam kau yang bermoral bejat ini!"
Tiong Kiat tidak saja amat terkejut ketika melihat Eng Eng muncul, juga dampratan gadis ini membuat ia menjadi pucat dan tertegun.
Ia menggerakkan pundaknya sehingga pelukan dan rangkulan kedua tangan Ang Hwa terlepas. Dengan muka merah Tiong Kiat berkata kepada Eng Eng.
"Ah kiranya Suma siocia! Aku ...... Jangan menyangka yang bukan-bukan, nona. Orang ini.... dia adalah Huayen khan yang hendak memberontak dan mengkhianati kawan-kawan sendiri. Dia hendak menyerahkan diri kepada pemberontak dan ......dan?" Tiong Kiat menjadi bingung dan gagap karena tiba-tiba teringat bagaimanakah nona Suma Eng ini bisa masuk ke daerah yang terkurung itu !
'Pandai saja memutar lidah ! Kaukira aku tidak mendengar semua yang diucapkan tadi " Kaukira aku tidak tahu bahwa perempuan kotor ini adalah isteri dari orang yang kaubunuh itu " Dan bahwa kau membunuhnya karena hendak merebut isterinya " Dan bahwa kau adalah seorang pemberontak yang hina dina, seorang yang sepuluh kali lebih patut dihukum gantung ?"
Untuk sesaat Tiong Kiat tak dapat menjawab dan pada saat itulah muncul Tiong Han yang cepat menyembunyikan diri di belakang pohon dengan muka terheran-heran !
Ketika Tiong Han tiba di tempat itu, Tiong Kiat masih belum dapat menjawab dan pemuda itu masih memandang kepada Eng Eng dengan muka sebentar pucat sebentar merah. Eng Eng sendiri dengan pedang di tangan, mukanya merah sekali dan matanya bersinar-sinar menyeramkan.
Adapun Ang Hwa masih berdiri dekat Tiong Kiat, karena nyonya ini terkejut sekali ketika tadi Tiong Kiat merenggut dan melepaskan tangannya yang memeluk leher pemuda itu.
Tiba-tiba Tiong Kiat berkata sambil menangkap tangan Ang Hwa. "Nona Suma.......sungguh mati, perempuan ini tidak ada artinya bagiku! Di dunia ini....... hanya kau seorang yang boleh memenuhi ruang hatiku. Perempuan ini......" Hm, dia bukan lain adalah seorang perempuan lacur yang hina dina. Aku membunuh Huayen khan karena dia seorang pengkhianat, sama sekali bukan karena perempuan ini!"
Ketika Tiong Kiat melihat betapa Eng Eng tersenyum menghina dan mengejek, ia menyambung kata-katanya.
"Kau tidak percaya" Lihat, perempuan ini sesungguhnya bukan apa-apa bagiku!" Dan secepat kilat Tiong Kiat menggerakkan Ang coa kiam dan sebelum Ang Hwa yang semenjak tadi mendengarkan ucapan Tiong Kiat dengan wajah pucat dan mata terbelalak itu dapat mengetahui gerakan pemuda ini, pedang Ang coa kiam di tangan Tiong Kiat telah membabat lehernya!
Ang Hwa tak sempat mengeluarkan sedikitpun suara dan tubuhnya roboh tergelimpang di dekat mayat suaminya dalam keadaan tak bernyawa lagi dan lehernya hampir putus !
"Bangsat she Sim! Jangankan baru kau membunuh anjing betina ini yang sama kotornya dengan engkau, biar kau membunuh ayah bundamu sendiri dihadapanku tetap saja kebencianku terhadapmu takkan berkurangl Kau harus mampus !"
"Suma Eng... sungguh kau kejam dan keterlaluan! Kau tahu bahwa aku cinta kepadamu. Aku telah merobah hidupku, lihat, bukankah aku telah menjadi seorang perwira kerajaan " Bukankah aku telah memilih jalan yang benar " Mengapa kau masih saja membenciku " Eng Eng, lupakanlah urusan dahulu dan berilah kesempatan kepadaku untuk menebus dosa. Katakan bahwa kau suka menjadi istriku, dan aku akan menurut apa saja yang kau kehendaki."
"Bangsat rendah bermulut kotor ! Jangan kau berani sebut-sebut hal itu lagi. Kau telah mencemarkan nama orang tuamu, nama perguruanmu, bahkan kau telah mencelakakan kehidupan kakakmu yang amat berbudi dan mencintaimu, kau........ kau manusia rendah....!"
"Ha, agaknya kau lebih suka kepada kakakku dari pada kepadaku ?" pertanyaan Tiong Kiat ini terdengar penuh cemburu sehingga Tiong Han yang mendengarkan percakapan itu merasa mukanya panas dan warna merah menjalar dari leher ke mukanya. "Tutup mulutmu ! Dia seribu kali lebih berharga dari pada engkau ! Untuk menggosok sepatunya saja kau masih terlalu kotor, jangankan menjadi adiknya, tahu?"
"Eng Eng kau terlalu?"
"Siapa yang terlalu " Kau seorang rendah, seorang hina dan sekarang menjadi pemberontak pula!"
"Pemberontak " Apa maksudmu " Eng Eng kalau orang sudah membenci, selalu buruk saja pandangannya. Aku bukan pemberontak, aku bahkan melawan pemberontak she Gak itu dan?"
"Bangsat lihat pedang !" Eng Eng tidak sabar lagi dan cepat menyerang dengan pedangnya. Ucapan Tiong Kiat tadi dianggapnya sebagai bujukan belaka. Mana bisa jenderal Gak disebut pemberontak ?"
Tiong Kiat menangkis dengan pedang Hui liong-kiam di tangan kirinya. Dengan dua batang pedang di tangan, ia selalu menghindarkan diri dari serangan gadis itu yang mendesak dengan hebat.
Diam-diam Tiong Han memuji kepandaian adiknya itu. Tiong Kiat dengan kedua tangan memegang pedang, sanggup memainkan Ang coa-kiamsut dengan dua pedang itu !
"Sungguh benar kata-kata suhu dulu bahwa dia memang berbakat sekali." kata Tiong Han dalam hatinya. Ia harus akui bahwa dia sendiri tak mungkin dapat mainkan Ang-coa kiamsut sekaligus dengan dua batang pedang. Akan tetapi, sekarang ia sanggup untuk menghadapi Tiong Kiat, biarpun dengan tangan kosong setelah ia digembleng oleh Pat jiu Toanio dan Lui-kong jiu. Melihat betapa Eng Eng tak mungkin dapat merobohkan Tiong Kiat yang menangkis sambil mundur, agaknya hendak memancing gadis itu ke arah markas besar Tiong Han lalu melompat keluar.
"Tahan dulu !" katanya lalu tahu-tahu tubuhnya telah berada di depan Tiong Kiat. Ia hendak mempraktekkan gerakan Lutung Sakti Memetik Buah yang ia pelajari dari Pat jiu Toanio untuk merampas pedang.
Tiong Kiat mencoba untuk menarik kembali pedang di tangan kirinya, akan tetapi ternyata kalah cepat, ia hanya mengerahkan tenaganya dan memegang pedang Hui-liong kiam itu erat erat karena kalau sampai pedang itu direbut, belum tentu lawan akan berhasil merenggutnya. Akan tetapi ia tidak tahu bahwa Tiong Han mempergunakan ilmu silat baru.
Tiba-tiba ia merasa pergelangan tangan kirinya lemas dan otomatis pegangannya terbuka sehingga pedang itu tahu-tahu sudah pindah ke tangan Tiong Han !
Tiong Kiat terkejut dan heran, akan tetapi sifat sombongnya keluar dan sambil tersenyum-senyum ia berkata, "Ambillah, memang itu pedangmu!"
Sementara itu ketika melihat Tiong Han, wajah Eng Eng berseri sebentar, akan tetapi segera ia menghadapi segala gerak-gerik dari Tiong Kiat lagi, dengan marah sambil berkata kepada Tiong Han. "Aku yang mendapatkannya lebih dulu, maka aku yang hendak membunuhnya."
"Maaf, nona Suma, sekarang bukan waktunya untuk mengurus urusan pribadi. Aku datang sebagai utusan dari Jenderal Gak untuk melakukan pembicaraan dengan Oei Sun dan kaki tangannya." Kemudian ia memandang dengan tajam kepada Tiong Kiat,
'Kau tentu kaki tangan Oei Sun pula, bukan?" Suaranya mengandung penyesalan dan juga ejekan, lalu disambungnya.
'Pergilah sampaikan kepada Oei Sun bahwa aku utusan Gak-goanswe sengaja datang untuk bertemu dan bicara !" Sambil berkata demikian, Tiong Han lalu mencabut sehelai kain putih yang merupakan bendera tanda utusan dari Gak goanswe.
Tentu saja Tiong Kiat memandang dengan mata terbelalak. Wajahnya menjadi pucat seperti melihat setan di tengah hari.
"Engko Tiong Han"
"Tutup mulut! Jangan menyebut engko, aku bukan saudaramu! Kau seorang perwira pemberontak dan aku seorang utusan dari tentara kerajaan ! Lekas kau melaporkan kedatanganku, ataukah aku sendiri harus masuk ke sana?" Ia menunjuk ke arah bayangan tenda di kejauhan.
Tiong Kiat menggigil seluruh tubuhnya.
"Apakah artinya ini?" Tiong Han"demi kehormatan ayah... demi Tuhan, katakanlah, apa artinya ini" Benar-benarkah Oei ciangkun memimpin barisan pemberontak, bukankah jenderal she Gak itu yang memberontak ?"
"Kebiasaan jahat mendatangkan pemandangan yang sempit dan jiwa yang hampa !" kata Tiong Han. "Entah kau berpura-pura atau tidak, akan tetapi sungguh amat lucu kalau tidak tahu bahwa Oei Sun yang bersekutu dengan Huayen-khan adalah pemberontak-pemberontak keji yang patut dibasmi! Sungguh menyebalkan mendengar orang berkata bahwa Jenderal Gak yang gagah perkasa adalah seorang pemberontak. Pemutarbalikan yang tidak kenal malu ! Siapa tidak tahu bahwa pemberontak Oei Sun adalah bekas tokoh Pek lian-kauw dan bahwa dia dibantu oleh lima orang bekas pemimpin Pek Iian kauw yang kini bernama Go bi Ngo-koai-tung" Entah matamu yang buta, entah batinmu yang sudah tak dapat melihat lagi."
Makin pucat wajah Tiong Kiat mendengar ini dan bibirnya bergetar. Sukar sekali ia dapat mengeluarkan kata-kata, akan tetapi akhirnya dapat juga ia berkata,
"Tiong Han........ demi mendiang ayah kita"tidak bohongkah kau" Bersumpahlah..!"
"Aku bukan seperti kau, tak sudi berbohong dan tak perlu bersumpah."
Mendengar ini, terdengar isak tangis tertahan dari dada Tiong Kiat. la membanting-banting kaki beberapa kali kemudian membalikkan tubuh terus berlari secepat terbang menuju kepada tenda tenda yang terpasang di luar hutan.
"Bangsat hendak lari ke mana?" Eng Eng membentak nyaring dan mengejar, akan tetapi tiba-tiba tangannya dipegang orang dari belakang. Ia menengok dan memandang kepada Tiong Han dengan heran.
"Eh, eh, saudara Sim. Mengapa kau memegang tanganku " Apakah kau kembali hendak membela adikmu yang murtad itu?"
Tiong Han melepaskan pegangannya dan menggeleng kepalanya.
"Nona Eng Eng, jangan salah sangka. Aku hanya mencegahmu untuk mengejarnya oleh karena hal itu amat berbahaya. Baru Tiong Kiat seorang saja agaknya amat sukar kau menjatuhkannya, apalagi di sana masih banyak orang-orang kosen dan berkepandaian tinggi. Go-bi Ngo koai tung dan Oei Sun adalah lawan-lawan yang amat berat, kalau kau mengejarnya, bukankah itu sama saja dengan mengantarkan nyawa?"
"Kau perduli apakah, Saudara Sim " Aku tidak takut mati." jawab Eng Eng sambil mengedikkan kepalanya.
"Aku tidak meragukan kegagahanmu, nona. Akan tetapi" aku tidak rela kalau kau mati begitu saja.... "
Wajah nona itu berubah merah, menambah kecantikannya yang amat menarik hati Tiong Han, "Apakah maksudmu" Apa hubungannya kematianku dengan rela atau tidaknya kau, saudara Sim?" Dengan jujur dan tajam mata pemuda itu menatap wajah Eng Eng, lalu disusul oleh kata-katanya yang jelas.
'Nona Suma Eng, terus terang saja, aku amat kasihan kepadamu, dan juga aku amat suka dan tertarik oleh kegagahan dan nasibmu. Selain itu, aku merasa ikut bertanggung jawab atas kejahatan adikku itu, maka"aku ingin sekali"menebus dosa adikku terhadapmu, aku ingin sekali memperbaiki segala kesalahan adikku terhadapmu, dan aku tidak ingin melihat kau mengalami penderitaan lebih lanjut karena adikku yang jahat, Ketahuilah bahwa semenjak pertemuan kita, aku selalu memikirkan keadaanmu, nona. Hanya dua macam tugas suci dalam hidupku, pertama-tama membela negara dan menghancurkan adikku sendiri yang jahat. Kedua kalinya, mendatangkan kebahagiaan padamu dengan jalan apa saja yang kau kehendaki !"
"Eh, eh. saudara Sim, dalam keadaan seperti ini, mengapa kau bicara yang bukan-bukan" Sudahlah, nanti saja kita bicara kalau urusan sudah selesai. Aku harus menyusul dan mengadu nyawa dengan adikmu !"
Kembali Eng Eng hendak berlari mengejar Tiong Kiat, akan tetapi Tiong Han mencegahnya lagi.
"Nanti dulu nona. Ucapanku tadi pun ada hubungannya dengan urusan ini. Kukatakan tadi bahwa tugasku pertama-tama membela negara. Urusan Tiong Kiat mudah diselesaikan kemudian kalau tugas pertama ini sudah selesai. Aku adalah seorang utusan dari jenderal Gak. Kau ikutlah dengan aku menjumpai Oei Sun dan kaki tangannya. Aku ditugaskan untuk membujuk mereka menyerah agar tidak terjadi perang antara bangsa sendiri. Setelah itu kita bersama mengejar Tiong Kiat. Bagaimana pikiranmu" Kalau kau pergi sekarang mengejar akan mengacaukan dan menggagalkan rencanaku karena fihak pemberontak tentu akan menjadi geger dan mencurigaiku."
Eng Eng berpikir sebentar, kemudian ia mengangguk. "Baiklah, saudara Sim, aku turut nasihatmu."
Tiong Han tersenyum. 'Nona, dulu ketika bertemu, kau menyatakan hendak menyebut twako kepadaku, akan tetapi sekarang agaknya kau telah lupa akan sebutan itu. Tak enak melihat kau berlaku sungkan-sungkan lagi setelah kita menjadi sahabat baik."
Gadis itu tersenyum dan tanpa menjawab ia lalu melangkah maju, bersama dengan pemuda itu menuju ke arah tenda-tenda yang kini nampak terang di bawah sinar matahari.
Tenda yang ditempati oleh Oei Sun adalah tenda atau kemah di tengah-tengah yang paling besar. Di depannya terdapat sebuah bendera besar dengan huruf OEI yang besar pula, berkibar-kibar tertiup angin. Kemah yang besar ini dikelilingi oleh lima buah kemah lain yang menjadi tempat tinggal Go bi Ngo koai tung. Ada pun Tiong Kiat biasanya bermalam di dalam kemah terbesar bersama Oei Sun, atau seperti seringkali terjadi, ia bermalam di kemah lain, tentu bersama Ang Hwa !
Ketika Tiong Han dan Eng Eng tiba di perkemahan paling depan mereka disambut oleh barisan penjaga pertama yang segera menodong mereka dengan tombak. Tadinya para penjaga itu merasa ragu-ragu dan menyangka bahwa pemuda ini tentu Sim ciangkun yang menyamar akan tetapi melihat sikap pemuda ini berbeda dari Sim ciangkun mereka lalu berlaku hati hati dan membentak,
"Siapakah kalian dan ada keperluan apa datang ke sini ?"
Tiong Han tidak mau banyak cakap, lalu mengeluarkan bendera putihnya. Para penjaga terkejut dan seorang di antaranya cepat-cepat memberi laporan ke dalam. Kemudian keduanya dipersilakan masuk melalui perkemahan pertama. Tiong Han menjadi heran mengapa agaknya para penjaga itu belum tahu akan kedatangannya. Apakah Tiong Kiat belum memberi laporan kepada pimpinan pemberontak" Akan tetapi ia tidak banyak cakap dan berjalan terus dengan sikap waspada. Ia memegangi bendera putih itu di depan dadanya sedangkan Eng Eng dengan gagah sekali berjalan di belakang Tiong Han. Gadis ini menyimpan pedang di punggung dan nampak cantik dan gagah sehingga para penjaga memandangnya dengan kagum.
Setelah melalui beberapa lapis penjaga akhirnya mereka tiba juga di barisan tenda Go-bi Ngo Koai-tung yang mengelilingi tenda tempat tinggal Oei Sun. Di sana sini nampak perajurit berdiri menjaga bagaikan patung. Ternyata penjagaan dilakukan amat rapi dan teguh.
Tidak seperti pada lapisan-lapisan perkemahan di luar, di sini mereka tidak di sambut oleh penjaga-penjaga, bahkan para penjaga yang berdiri menjaga bagaikan patung tidak bergerak sama sekali seakan-akan tidak melihat mereka, Tiong Han menjadi ragu-ragu. Jalan untuk memasuki lingkungan tenda itu tidak ada, karena antara tenda satu dengan yang lainnya, yakni antara lima buah tenda tempat tinggal Go-bi Ngo-koai tung dipasangi tali yang menghubungkan yang Iain dan juga merupakan penghalang bagi mereka yang hendak masuk. Akan tetapi dari luar, Tiong Han dan Eng Eng dapat melihat bendera yang bertuliskan huruf OEI. Adapun pada tenda yang lima buah banyaknya itu dipasangi bendera bendera hitam yang model bentuknya menyeramkan seperti bendera yang biasa dipergunakan oleh pendeta-pendeta untuk mengusir roh jahat.
"Bagaimana kita harus masuk !" Kata Tiong Han perlahan kepada Eng Eng.
"Putuskan saja tali yag menghalang ini," kata gadis itu.
Tiong Han menggeleng kepala. "Seorang utusan tidak boleh berlaku kasar dan menghina tuan rumah, sebaliknya tuan rumah juga tidak boleh menghina utusan lawan."
Setelab berkata demikian, Tiong Han mengumpulkan khikangnya, lalu berseru,"Utusan dari Gak goanswe telah tiba, mohon menghadap kepada pemimpin she Oei !" la sengaja tidak mau menyebut Oei ciangkun, karena setelah menjadi pemberontak otomatis ia tidak bisa menganggap orang she Oei itu sebagai perwira lagi.
Suara yang dikeluarkan oleh Tiong Han ini bergema sampai jauh. Sampai lama mereka menanti, barulah terdengar jawaban dari dalam tenda Oei Sun. "Utusan Gak goanswe silakan masuk saja. Tenda kami tidak berapa tinggi !"
Tiong Han memandang ke atas. Hem, mereka sengaja menguji kepandaiannya, pikirnya, ia memberi isyarat kepada Eng Eng, kemudian mereka lalu mengenjot tubuh, melompat ke atas tenda yang berbendera hitam itu. Gerakan mereka bagaikan dua ekor burung walet saja gesitnya. Setelah berdiri di atas tenda itu, Tiong Han lalu melompat turun ke dalam diikuti oleh Eng Eng yang masih terus berada di belakangnya ! Sepasang orang muda ini benar-benar nampak gagah dan elok ketika mereka melompat turun tanpa mengeluarkan suara.
Keadaan di situ sunyi saja, akan tetapi perasaan mereka memberitahukan bahwa diam-diam banyak mata mengikuti gerak-gerik mereka. Tiong Han dan Eng Eng menghampiri pintu tenda terbesar yang masih tertutup. Mereka berdiri, tidak berani masuk.
'Masuklah saja, kami telah menanti kedatanganmu !" Suara tadi terdengar lagi dari dalam tenda.
"Hati-hati, nona Eng Eng " bisik Tiong Han dan sambil membawa bendera putih yang tadi dimasukan dalam saku ketika ia melompati tenda, lalu membuka pintu tenda besar itu. Dengan gagah ia berjalan masuk diiringi oleh Eng Eng.
Ternyata di dalam tenda itu telah duduk enam orang, yakni Oei Sun dan Go-bi Ngo koal-tung yang kesemuanya pernah dilihat oleh Eng Eng dan Tiong Han.
Oei Sun tertawa bergelak, lalu berkata.
"Aah, tidak tahunya saudara Sim Tiong Han dan nona Suma Eng yang menjadi utusan dari Gak goanswe! Ini namanya berurusan dengan sahabat-sahabat lama. Bagus, bagus!"
'Menurut pendapatku, kita bukan sahabat-sahabat. Cuwi (tuan-tuan sekalian) adalah pemimpin pemimpin pemberontak, adapun kami berdua adalah utusan dari Jenderal Gak pemimpin balatentara kerajaan." jawab Tiong Han dengan tegas karena ia hendak menyatakan bahwa tak mungkin dengan dia dan Eng Eng dapat diadakan persekutuan !
"Bukan sahabat juga tidak mengapa " Thian It Tosu berkata dengan senyum menyindir, "kamipun tidak suka menjadi sahabat dari orang-orang yang pernah kami kalahkan."
Tiong Han dan Eng Eng merasa panas, akan tetapi karena merasa Tiong Han maklum bahwa mereka itu memancing "suasana panas" agar ia sebagai utusan melakukan pelanggaran dan kekerasan, hanya tersenyum saja dan tidak mau menjawab.
"Kau datang sebagai utusan membawa kabar apakah" Apakah Jenderal Gak mengajak damai?"
'Memang mengajak damai, hanya dengan satu syarat, yakni supaya kau dan semua bekas pemimpin Pek Iian kauw dan pemimpin-pemimpin pemberontak menyerahkan diri untuk dibawa ke kota raja. Dengan begitu, barulah barisanmu akan diampuni. Kalau tidak, kepungan akan lakukan terus sampai kalian kehabisan ransum sama sekali!'
Bukan main marahnya hati Oei Sun mendengar ini akan tetapi ia dapat menyembunyikan kemarahannya di balik ketawanya yang bergelak-gelak. "Ha, ha, ha, lucu sekali kau ini. Orang macam kau bisa dijadikan utusan. Ha, ha. Ingin aku melihat bagaimana pendapat Sim-ciangkun melihat kakaknya yang menjadi pelawak ini. Penjaga! Coba kaucari Sim ciangkun dan panggil dia ke sini !" teriaknya kepada penjaga yang segera memberi hormat dari luar dan pergi. Kemudian Oei Sun berkata lagi kepada Tiong Han.
'Apakah Gak-goanswe berani menjamin bahwa aku dan kawan-kawanku takkan dihukum apabila kami sudah dibawa ke kota raja?"
"Hal ini tentu saja Gak-goanswe tidak dapat menjamin. Tergantung kepada keputusan Hongsiang sendiri." jawab Tiong Han, sementara itu, pemuda ini dan juga Eng Eng merasa heran mengapa Tiong Kiat tidak berada di situ dan bahkan tidak kelihatan sehingga dicari oleh Oei Sun.
"Kalau jenderal Gak mau membuka jalan untuk kami melarikan diri dari kepungan, kami suka meninggalkan barisan dan tidak melakukan perlawanan lagi" kata Oei Sun.
"Akan kusampaikan permintaan ini." jawab Tiong Han "akan tetapi kurasa sia-sia belaka karena jenderal Gak adalah seorang yang memegang teguh disiplin. Membebaskan pemimpin pemberontak berarti sebuah pelanggaran yang besar !"


Pedang Ular Merah Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pada saat itu, dengan wajah pucat masuklah tiga orang suku bangsa Ouigour yang melaporkan bahwa Huayen-khan dan Ang Hwa didapatkan telah mati terbunuh di dalam hutan. Oei Sun berseru keras sambil mencabut goloknya, demikian pula Go bi Ngo koai tung bangkit sambil meloloskan tongkat mereka.
Ketika Oei Sun mengeluarkan suitan keras, sebentar saja kemah itu telah dikepung oleh barisan yang banyak sekali !
"Sim Tiong Han! Kau benar-benar utusan yang tidak patut ! Bagaimana kau berani membunuh Huayen khan dan Ang Hwa" Kau melanggar peraturan!"
"Bukan kami yang membunuh mereka," jawab Tiong Han dengan tenang, "yang membunuh mereka adalah pembantumu yang bernama Sim Tiong Kiat !"
Oei Sun dan Go bi Ngo-koai tung saling pandang.
"Kalau begitu bangsat itu telah berkhianat !" kata Thian lt Tosu dan dengan suara menyesal ia berkata kepada Oei Sun. "Apa kataku dulu " Tidak baik mempercayai orang jahat itu. Tangkap yang dua ini sekalian si bangsat she Sim agar dapat kita pergunakan sebagai orang tahanan dan pembuka jalan kita melarikan diri!"
Eng Eng berseru keras dan mencabut pedang merahnya. Sedangkan Tiong Han pun bersiap sedia dan berkata kepada Eng Eng, "Nona, mari keluar !" la menarik tangan Eng Eng dan keduanya melompat keluar dari tenda ini. Di luar mereka telah dicegat oleh banyak sekali tentara yang terdiri dari perwira-perwira pemberontak, yakni sebagian besar bekas orang orang Pek-lian-kauw yang diangkat oleh Oei Sun.
Eng Eng memutar pedangnya dan Tiong Han lalu mengeluarkan kepandaiannya. Biarpun ia bertangan kosong, akan tetapi kehebatan sepak terjangnya tidak kalah oleh Eng Eng yang berpedang. Tiap kali tangannya mengena tubuh lawan, berteriaklah lawan itu dan roboh tak dapat bangun lagi.
"Mundur semua, biarkan kami menangkap mereka!" Oei Sun berseru keras dan para pengeroyok itu mundur cepat-cepat, mengatur barisan kepungan sehingga tidak memungkinkan dua orang itu melarikan diri. Tiong Han menendangi tubuh para pengeroyok yang tadi sudah roboh sehingga ia dan Eng Eng mendapatkan tanah lapang cukup luas. Dari dalam tenda muncul lima orang tosu itu bersama Oei Sun yang bergerak menyerang mereka.
Eng Eng menyambut Oei Sun dan karena Oei Sun sudah pernah merasai kelihaian gadis ini, maka ia minta tolong kepada Thian It Tosu yang segera membantunya. Adapun Tiong Han yang bertangan kosong menghadapi keroyokan Thian Ji Tosu dan tiga orang adik seperguruannya. Pertempuran berjalan seru sekali. Eng Eng yang dikeroyok dua dapat mengimbangi permainan kedua lawannya.
Pedangnya bagaikan seekor naga merah menyambar-nyambar di antara tongkat dan golok kedua lawannya. Akan tetapi ia merasa betapa lihai permainan tongkat dari Thian It Tosu. Kalau saja tidak dibantu oleh Oei Sun, agaknya sanggup ia mendesak tosu ini. Akan tetapi golok besar Oei Sun juga tidak boleh di pandang ringan, sehingga gadis ini harus bertempur dengan hati-hati sekali.
Adapun Tiong Han, dengan menggunakan ilmu silat tangan kosong yang ia pelajari dari Pat jiu Toanio dan Lui-kong-jiu, dapat mengimbangi permainan tongkat keempat orang pengeroyoknya bahkan ia mulai mendesak mereka dengan angin pukulannya yang lihai. Kalau lawan-lawannya kurang hati-hati, baru terkena sambaran pukulannya saja tentu akan terluka. Empat orang tosu itu maklum akan kelihaian pemuda ini, maka mereka selalu menjauhkan diri dan hanya mempergunakan tongkat untuk menyerang sambil mengepung.
Yang membuat Tiong Han dan Eng Eng gelisah adalah kepungan para perwira yang makin lama datang makin banyak itu. Ratusan orang mengepung tempat itu dan mereka tahu bahwa di situ masih ada ribuan orang tentara lagi.
Bagaimana mereka bisa keluar dari situ dengan selamat" Beberapa orang perwira yang berkepandaian lumayan, mulai masuk pula dalam kalangan pertempuran sehingga kini Eng Eng dikeroyok oleh lima orang dan Tiong Han menghadapi tujuh orang pengeroyok. Terpaksa pemuda ini menggunakan kepandaiannya untuk merobohkan seorang perwira, dan dengan pedang Hui-liong kiam yang tadi dirampas dari Tiong Kiat, ia lalu mengamuk dengan pedang di tangan kanan dan pukulan di tangan kiri masih mainkan ilmu silat Kong-jiu-cap-ji-kun !
Bukan main ramainya pertempuran itu. Sudah beberapa orang perwira lagi roboh oleh amukan Tiong Han dan Eng Eng, akan tetapi kedua orang muda ini tetap saja masih belum berhasil merobohkan Go-bi Ngo-koai-tung dan Oei Sun, pengeroyok-pengeroyok yang paling berbahaya.
Kini keadaan Tiong Han dan Eng Eng mulai berbahaya. Perwira-perwira yang jatuh ditarik mundur dan diganti oleh perwira Iain yang kepandaiannya lumayan juga. Kedua orang muda itu mulai menjadi lelah! Dan Go-bi Ngo koai tung mulai kemak kemik membaca mantera untuk mempergunakan hoatsut (ilmu sihir) guna merobohkan dua orang lawan muda yang lihai ini !
"Semua mundur biarkan kami menjatuhkan mereka !" kembali Thian lt Tosu berseru keras dan para perwira lalu mengundurkan diri. Sambil menunjuk ke arah Eng Eng, tosu ini lalu mengerahkan tenaga batinnya dan berseru,"Rebah engkau" rebah".!"
Eng Eng merasa tiba-tiba kepalanya pening dan ia mulai terhuyung-huyung! Permainan pedangnya kacau balau dan hampir saja ia celaka.
Tiong Han terkejut sekali dan cepat ia melompat ke dekat gadis itu sambil berseru,
"Eng moi !" Seruan ini keluar dari hati yang amat gelisah, mengandung kasih sayang dan kekuatiran atas diri gadis yang dicintanya itu !
Aneh sekali begitu telinga Eng Eng mendengar panggilan ini, seketika itu juga lenyaplah rasa pening dan mabok. Alangkah mesra dan merdunya suara panggilan dari Tiong Han itu. Jantungnya berdebar, darahnya berdenyut keras dan terusirlah pengaruh hoatsut yang dijalankan oleh Thian It Tosu! Ia mengamuk lagi dengan hebat setelah mengerling dan melempar senyum manis ke arah Tiong Han!
"Han-ko, jangan takut akan segala ilmu siluman ini!" katanya dan bagi Tiong Han kata-kata gadis ini merupakan panambahan semangat yang luar biasa sehingga kembali ia dapat mendesak keempat orang pengeroyoknya, sehingga kembali para perwira yang tadi mundur kini maju lagi mengeroyok. Akan tetapi mereka itu hanya menjadi seperti kupu-kupu mendekati api lilin. Baru saja masuk, beberapa orang telah menjadi korban lagi!
Betapapun juga, Eng Eng dan Tiong Han mulai menjadi lelah dan peluh telah mengalir membasahi seluruh tubuh mereka. Tiong Han telah berhasil merobohkan Thian Sam Tosu dan Thian Ngo Tosu, orang ketiga dan kelima dari Go bi Ngo koai-tung. Akan tetapi jumlah pengeroyok makin bertambah.
Adapun Eng Eng, biarpun telah banyak merobohkan perwira yang mengeroyok, namun masih amat sukar baginya untuk menjatuhkan Oei Sun dan Thian It Tosu. Tosu ini tidak dapat mempergunakan hoatsutnya lagi setelah beberapa kali dicobanya tidak mempan, bahkan ia lalu mengomel keras.
"Keparat, tidak tahunya saling mencinta lagi dua ekor tikus ini!"
Ucapan dan Thian It Tosu ini membuat Tiong Han dan Eng Eng menjadi merah mukanya, karena mereka maklum bahwa yang dimaksudkan oleh Thian lt Tosu tentu mereka. Agaknya rasa cinta yang tumbuh di dalam hati kedua orang muda di dalam bahaya ini merupakan daya penahan atau penolak yang amat kuat bagi serangan ilmu hitam dari tosu itu tadi !
Pada saat Eng Eng dan Tiong Han mulai terdesak, tiba-tiba terjadi geger di luar kepungan dan teriakan-teriakan keras. "Api"api" Gudang ransum kebakaran"! Ah... tenda-tenda mulai kebakar"tolong ! Kebakaran !"
Keadaan menjadi kacau balau. Benar saja, mulai nampak asap bergulung-gulung dan api mengamuk hebat, membakari tenda-tenda yang seperti jamur di bawah itu. Para pengeroyok menjadi panik dan ketakutan, bahkan banyak yang meninggalkan tempat itu untuk menolong tenda mereka sendiri.
Dan tiba-tiba, sebuah bayangan biru berkelebat dengan cepatnya, didahului oleh cahaya merah dan tahu-tahu Thian Ji Tosu dan Thian Su Tosu, orang kedua dan keempat yang mengeroyok Tiong Han roboh mandi darah.
"Tiong Kiat...!" Tiong Han berseru, ketika melihat pemuda yang kini sudah berganti pakaian biru-biru itu.
"Sim ciangkun" kau" pengkhianat !!" Oei Sun berseru keras dengan amat marahnya, lalu meninggalkan Eng Eng dan menyerang Tiong Kiat dengan goloknya.
"Jahanam besar, sekarang kau binasa!" Eng Eng ikut berteriak dan melompat ke arah Tiong Kiat, menyerang dengan pedangnya ditusukkan ke arah lambung Tiong Kiat yang sedang menangkis golok Oei Sun.
Tiong Kiat mengelak cepat sambil berteriak. "Nona Suma, awas serangan gelap !" Akan tetapi terlambat, Eng Eng yang hanya mencurahkan perhatiannya kepada Tiong Kiat telah meninggalkan Thian It Tosu dan tidak memperdulikannya lagi. Kesempatan baik ini dipergunakan oleh Thian It Tosu. Ketika dilihatnya Eng Eng berbalik menyerang Tiong Kiat, tosu ini mengeluarkan sebatang Hek-tok-ciam (Jarum Racun Hitam) dan disambitkan ke arah Eng Eng. Gadis itu mengeluh, dan cepat meraba pangkal lengan kirinya yang dirasa amat sakit dan gatal. Akan tetapi tiba-tiba ia merasa kepalanya pening dan robohlah ia dengan tubuh lemas !
"Thian It totiang, kau tahanlah pengkhianat ini !" seru Oei Sun yang segera diturut oleh Thian lt Tosu. Oei Sun sendiri setelah Tiong Kiat dihadapi oleh Thian It Tosu, lalu melompat ke arah Eng Eng, menyambar tubuh gadis ini dengan tangan kanan dan menjemput pedang merah gadis itu dengan tangan kiri, lalu melarikan diri !
"Bangsat lepaskan dia !" teriak Tiong Han akan tetapi lebih dari sepuluh orang perwira menghadangnya sehingga terpaksa ia membabat mereka dalam amukan hebat.
Tiong Kiat dengan marah sekali lalu mainkan ilmu silat pedang Ang coa kiamsut yang paling tinggi, dan Thian It Tosu yang sudah tua dan sudah lelah itu tidak dapat menangkis lagi. la berseru keras dan roboh dengan dada tertembus pedang Ang-coa-kiam !
"Han-ko jangan khawatir, aku akan menolong nona Suma Eng !" seru Tiong Kiat yang cepat mengejar ke arah Oei Sun melarikan diri tadi.
Tiong Han tak dapat membantah karena ia sendiri sedang dikepung dan tidak kuasa melakukan pengejaran. Terpaksa ia mengamuk dan sebentar saja mayat bekas pemimpin Pek-lian-kauw bergelimpangan di sekitarnya.
Sementara itu, Jenderal Gak yang tidak melihat Tiong Han kembali dan mendengar laporan bahwa di tempat markas besar pemberontak yang terkepung itu nampak asap mengepul segera memerintahkan pasukannya bergerak menyerbu !
Tiong Han yang mengamuk seperti naga terluka itu hampir saja roboh saking lelahnya ketika barisan Jenderal Gak sudah tiba di situ.
"Menyerahlah semua! Jangan kena dibujuk dan ditipu oleh pemimpin kamu orang-orang Pek-lian kauw!" Tiong Han dan Jenderal Gak dibantu oleh panglima-panglima lain mengerahkan tenaga khikang berteriak-teriak kepada para pemberontak. Tak lama kemudian, para pemberontak yang sudah terkepung dan kehilangan pimpinan itu lalu melemparkan senjata dan menyerah.
Tiong Han biarpun masih lelah, biarpun ditahan oleh Jenderal Gak, memaksa pergi sambil berkata singkat, "Maaf, goanswe, saya masih mempunyai urusan penting sekali yang harus diselesaikan!" Setelah berkata demikian, dengan pedang Hui liong kiam di tangan, ia lalu berlari secepat mungkin mengejar ke utara !
Ketika tiba di tepi Sungai Sungari yang lebar ia melihat dua buah perahu terapung-apung. Ternyata bahwa di dalam perahu yang tidak beratap ia melihat Eng Eng rebah miring seperti orang tidur, sedangkan seorang pemuda baju biru berlutut di dekatnya sambil memegangi lengan kirinya. Ternyata pemuda itu adalah Tiong Kiat yang sedang memeriksa luka di lengan Eng Eng! Ketika tadi Tiong Kiat mengejar, ternyata Oei Sun telah mendapatkan seekor kuda dan melarikan Eng Eng dengan amat cepatnya ke utara. Maksud Oei Sun melarikan Eng Eng ialah untuk dijadikan tanggungan agar ia dapat melarikan diri. Benar saja, ketika ia bertemu dengan tentara mengepung di sebelah utara, ia dapat mengancam mereka, akan membunuh Eng Eng kalau tidak diberi jalan. Di antara para perwira ada yang sudah mengenal Eng Eng, maka terpaksa mereka melepaskan Oei Sun pergi.
Tiong Kiat menjadi marah sekali dan biarpun tentara pengepung menghadangnya, ia mengamuk dan dapat merobohkan beberapa orang tentara kerajaan dan dapat lolos dari kepungan, lalu melanjutkan pengejarannya !
Ternyata bahwa Tiong Kiatlah yang tadi melepas api dan membakari gudang ransum dan tenda-tenda. Pemuda ini demikian sakit hati karena telah ditipu dan dibujuk sehingga ia membalas dendam dengan hebatnya. Kini biarpun ia amat lelah, ia memaksa diri untuk melakukan pengejaran terhadap Oei Sun yang menggendong pergi tubuh Eng Eng yang terluka.
Oei Sun tiba di tepi Sungai Sungari dengan selamat. Ia merampas sebuah perahu dengan mendorong nelayannya ke sungai, kemudian ia meletakkan tubuh Eng Eng di atas perahu dan mendayung perahu itu ke tengah sungai.
Ia tidak tahu bahwa diam-diam Tiong Kiat mengikuti gerak-geriknya, dan tanpa diketahui oleh Oei Sun, Tiong Kiat lalu menceburkan diri ke dalam sungai dan berenang menghampiri perahu itu. Alangkah kagetnya hati Oei Sun ketika tiba-tiba muncul kepala Tiong Kiat di pinggir perahunya !
Sebelum ia dapat menyerang, Tiong Kiat telah melompat ke dalam perahu dan dalam beberapa gerakan saja Oei Sun roboh ke dalam sungai dengan kepala terbelah oleh pedang Ang-coa kiam !
Tiong Kiat cepat minggirkan perahu itu. Beberapa orang nelayan yang melihat peristiwa ini menjadi ketakutan dan melarikan diri, meninggalkan perahu-perahu mereka sehingga di situ banyak terdapat perahu-perahu kosong di tepi sungai bergolek-golek tanpa penumpang dan terikat pada sebatang patok. Tiong Kiat segera memeriksa luka di lengan Eng Eng dan merobek baju pada lengan yang luka itu. Melihat jarum hitam itu masih menancap, ia lalu mencabutnya dan berkerutlah keningnya melihat betapa luka itu menghitam dan membengkak.
Ia lalu mendekatkan mulutnya dan dihisapnya luka itu sehingga darah yang hitam membeku keluar dari luka itu ke dalam mulutnya. Beberapa kali ia menyedoti luka di lengan itu dan sebagai orang yang sudah lama bergaul dengan Thian It Tosu, ia membawa obat penawar Hek tok-ciam. Diambilnya obat penawar yang berupa bubuk putih yang sudah basah kuyup itu, lalu ditempelkan di atas luka setelah darah yang terkena racun telah disedotnya habis. Ia membalur luka itu dengan kain pengikat kepalanya.
Pada saat itu Eng Eng sadar akan tetapi masih pening. Gadis itu memandang muka pemuda yang berlutut di dekatnya, lalu berbisik lemah. "Han-ko" kau baik sekali"alangkah jauh bedanya dengan adikmu yang jahat..." Lalu gadis itu meramkan lagi kedua matanya dan bibirnya yang manis tersenyum.
Dua titik air mata melompat keluar dari mata Tiong Kiat ketika ia mendengar bisikan ini. la merasa ulu hatinya seperti ditikam pedang. Ia menyambar pedang Ang coa kiam, mengamat-amatinya lalu berdiri di pinggir perahu. Dengan muka pucat ia menengadah, lalu berkata keras.
"Ayah, aku juga seorang perwira....... seorang perwira gagah?" Lalu ia menggerak-gerakkan pedang sambil bernyanyi, nyanyian yang dulu ketika kecil sering ia nyanyikan bersama Tiong Han.
Pedang telanjang di tangan
berlumur darah musuh jahanam !
Anak panah beterbangan
bagai maut mengintai nyawa !
Pasukan musuh di mana "
Serbu"! Maju gembira !
Inilah tugas tiap ksatrya !
Mati " Hanya gugur bagai bunga.
Aku hanya ingin menang........ menang !
Biar takkan mendapat jasa
Biar takkan menerima pahala.
Tidak perduli, aku ingin menang !
Aku ingin menjadi pahlawan
Seperti ayah seperti ayah"!
Air mata turun bagaikan hujan dari kedua matanya ketika berkali-kali ia menyebut bait terakhir. "Seperti ayah" seperti ayah"!"
"Ayah, aku ingin seperti engkau"akan tetapi aku" aku perwira pemberontak ! Ha, ha, perwira pemberontak harus mampus!" Setelah tertawa seperti mayat hidup, ia mengerak-gerakkan pedang Ang-coa-kiam ke arah lehernya.
"Tiong Kiat"!" terdengar seruan keras dari pinggir sungai dan Tiong Han datang berlari-lari. Pemuda inipun menumpahkan air mata ketika ia mendengar adiknya bernyanyi tadi.
Tiong Kiat menahan pedangnya dan menoleh. "Han-ko, kau perlu hidup, Eng Eng mencintaimu. Berbahagialah kau dengan dia, Han-Ko!" Pada saat Tong Kiat berkata demikian Eng Eng baru saja sadar dan gadis ini mulai bangkit dan duduk. Akan tetapi Tiong Kiat tidak melihat lagi karena ia telah mengayun pedang yang kini menancap ke dadanya dan tubuhnya beserta pedang itu terjungkal ke dalam air yang dalam!
Tiong Han melompat ke dalam perahu dan hanya melihat air sedikit kemerahan. Ia berjongkok dan dengan saputangannya, dihapus tiga titik darah dari Tiong Kiat yang tadi jatuh di atas papan perahu. Kemudian ia menyimpan saputangan itu untuk bukti kepada suhunya kelak dan duduk menghadapi Eng Eng.
Perahu itu bergerak perlahan terbawa aliran air Sungai Sungari. Angin senja bertiup perIahan, bermain-main dengan rambut kepala Eng Eng yang berjuntai dengan kacau di atas jidatnya. 'Kau sudah mendengar ucapan terakhir dari Tiong Kiat?" tanyanya.
Eng Eng mengangguk diam. Akhirnya ia bertanya, "Kita ke mana, Han-ko?"
Tiong Han terkejut menjawab. "Ke mana....." Ke" pantai bahagia, Eng-moi kau bersedia bukan?"
Kembali Eng Eng mengangguk diam. Keduanya menikmati rasa bahagia tanpa banyak cakap, perahu meluncur terus dengan lancar!
TAMAT Suling Emas Dan Naga Siluman 13 Kemelut Di Ujung Ruyung Emas Karya Khu Lung Pendekar Laknat 1

Cari Blog Ini