Pertempuran Di Lembah Bunga Hay Tong Karya Okt Bagian 2
Bukankah ada aturan kita yang melarang anggotanya
berlalu dari rombongan dan tidak boleh ditinggal pergi"
Kau mesti insyaf dan harus hormati aturan kita itu. Kita
hidup senang di sini, semua bukan karena kemampuanku
sendiri sebagai ketua, itu hanya disebabkan ragamnya
kita semua. Maka kau berhak untuk mengicipi apa yang
kita semua rasakan! Kalau kau menyingkir, kau tentu
pulang ke Hucun-kang, apabila itu terjadi, di sana kau
mestinya merasa malu sendiri. Kita sekarang terancam
bahaya paling hebat, kau bisa buktikan ini dari
pengalamanmu sendiri, maka itu kita tidak boleh
pandang enteng pada musuh. Terang musuh ada liehay,
apabila ia telah turun tangan, pertempuran hebat mesti
terjadi. Giokliong-giam akan mandi darah, maka itu, kita
justru mesti keluarkan antero tenaga akan membela diri,
akan lawan musuh. Untuk kita, tambah satu orang
berarti tambah satu tenaga. Tentang ilmu silat, kita tidak
boleh ambil kepastian, karena yang pandai ada yang
terlebih pandai lagi. Tentang orang yang bantu kita
secara menggelap, kecuali sudah pasti ia berilmu tinggi,
aku duga pasti ia dari kaum kita. Aku pun merasa aneh
pada Yan Toa Nio dan gadisnya, kita sangka mereka
sebagai cecolok, penyakit di dalam, siapa nyana mereka
justru ada bintang penolong kita! Apa penolong itu
bukannya mereka berdua" Tetapi, di sebelah itu kita lagi
hadapi musuh berbahaya!...."
Lim Siong Siu tunduk saja, ia malu bukan main.
"Aku bersyukur yang cuncu sudi memberi ampun
padaku," ia bilang, "tetapi keampunan ini membikin aku
jadi lebih-lebih bersusah hati. Untuk keselamatannya
Kiushe Hiekee, aku tidak mampu berbuat jpa-apa,
bagaimana aku tidak malu dan menyesal" Tapi aku
berjanji, .iku akan serahkan jiwaku dan kucurkan
darahku untuk Giokliong-giam. Melainkan satu hal aku
minta, sukalah cuncu menjaga hati-hati. Aku baru pergi
ke rombongan musuh sebelah kiri, mereka semuanya
liehay bukan main. Aku tidak takut cuncu cela aku, terus
terang saja di Hiecun ini sukar untuk cari tandingan
musuh, kecuali orang-orang itu yang dengan menggelap
telah bantu kita. Dua kali aku telah didekati, dua-dua
kalinya aku tidak bisa lihat padanya Bukan aku saja, juga
pihak Kangsan-pang tidak dapat lihat padanya meskipun
pihak itu liehay. Karena itu, bentrokan di antara mereka
belum pernah terjadi. Asal saja orang-orang yang
menolong kita suka membantu, harapan kita ada besar.
Ketika keluar dari penjagaan musuh, mereka telah
lumpuhkan penjagaan musuh. Tapi, yang tadi berkatakata
menegur aku dari luar perahu, ia terang ada dari
pihak tetua Kiushe Hiekee. Coba cuncu pikir, siapa
kiranya dia itu?"
"Sekarang ini yang sanggup tolong kita hingga
Giokliong-giam tidak usah jatuh ke dalam tangan musuh
melainkan ada 2 orang," Tay Yong berkata. "Mereka ada
orang-orang luar biasa dari kaum kita ialah pehhu-ku Tan
Ceng Po serta engkongmu Lim Siauw Chong. Tapi
mereka umpati diri di daerah Hu-cun-kang, sudah banyak
tahun mereka tidak pernah muncul. Malahan masih
menjadi pertanyaan apakah kedua loojinkee itu ketahui
atau tidak tentang kepindahan kita kemari.... Maka
adalah luar biasa, justru kita berada dalam bahaya,
mereka lantas datang menolong kita! Sungguh aku tidak
berani mengharap untuk kedatangan mereka! Tentang
Yan toanio dan gadisnya, aku bersangsi untuk pastikan
mereka orang macam apa atau dari golongan mana,
maka itu, mereka tetap menjadi kecurigaan kita. Tentang
mereka aku juga telah pikir hingga seharian, akhirnya
aku masih sangsi. Menampak keadaan musuh demikian
rupa, sedang bala bantuan kita tidak bisa dapatkan, tidak
bisa lain, terpaksa kita mesti mengandal pada diri sendiri!
Kalau bisa kita bela, jikalau tidak kita juga akan bela
sampai mati. Tay Yong tidak akan menyingkir dari sini,
apapula untuk nyingkir sendirian! Segala apa aku pasrah
pada Thian!.... Penjagaan di mulut muara masih kurang,
coba kau tambah dengan seluruh pasukanmu. Siong Siu,
tetapi hatimu jangan sangsi! Kau niat kucurkan darah
untuk Giokliong-giam, angan-anganmu sama dengan
angan-anganku! Nah, mari kita orang bekerja!"
Siong Siu bersyukur pada cuncu yang baik budi itu.
"Baik, cuncu!" ia berkata. "Aku nanti atur saudarasaudaraku
guna bela mulut muara ini! Tentang Yan
toanio dan anaknya baik cuncu jangan alpa, sebaiknya
kau minta Ho siokhu dari pasukan ketiga yang lakukan
penilikan. Siapa tahu hati manusia" Sungguh berbahaya
kalau dalam perut kita ada tersembunyi musuh!...."
"Aku mengerti," sahut Tay Yong, yang lantas saja
minta Siong Siu balik ke perahunya dan ia lantas bawa
perahunya, akan lanjuti penilikannya.
Dari mulut muara, Tan Tay Yong memandang ke
jurusan perahu-perahu musuh. Malam ada gelap, cahaya
api tidak ada, sukar untuk melihat rombongan musuh itu.
Keadaan pun sunyi. Maka itu, ada sukar akan mendugaduga
aksi musuh. Hanya satu hal sudah pasti, ia harus
berlaku hati-hati, karena musuh, yang sudah datang,
tentunya sudah siap sedia akan menyerang, tinggal
tunggu waktu saja. Dengan masgul ia berjalan pulang,
sembari lewat, ia memandang ke jurusan gubuknya Yan
Toa Nio dan anak. Gubuk ada gelap dan sunyi, rupanya
orang sudah tidur dengan tenang, karena biasanya,
gubuk itu selalu memasang api.
Untuk mengawasi ibu dan anak ini ada kewajibannya
Ho Jin dari rombongan ketiga, ia keluar menemui Tay
Yong kapan ketua itu datang ke tempat jagaaannya.
"Kenapa api di gubuk itu padam?" Tay Yong tanya.
"Apa ada kelihatan itu ibu dan anaknya keluar dan
masuk?" "Tadi, begitu lekas cuaca menjadi gelap, mereka
pasang api terang sekali, tidak berhentinya mereka
mundar-mandir," Ho Jin bentahukan. "Sejak jam dua, api
dipadamkan dan lantas gubuk itu jadi sunyi, sampai
sekarang tidak kelihatan ada gerakan apa juga di dalam
situ. Aku percaya mereka tidak akan lolos dari
pengawasanku."
Tay Yong goleng kepala, ia tidak kata apa-apa
"Ancaman bahaya ada hebat, kau harus waspada,"
kata ia kemudian, yang terus pulang. Ia terus tidak bertenteram
hati, hingga orang-orang di rumahnya turut jadi
sibuk. Giok Kouw yang tunggui ayahnya, sudah sambut ayah
itu, ia bisa lihat romannya yang kucai.
"Malam ini toh tidak ada bahaya, ayah?" kata puteri
ini. "Ayah lelah, lebih baik sekarang kau pergi rebahkan
diri." Tay Yong menghela napas, sambil batuk-batuk ia
jatuhkan diri di kursi. Ia lihat pelita sudah guram, maka
ia berbangkit seraya ulur lengannya, akan tarik sumbu
pelita itu. Atau mendadakan ia terperanjat.
"Eh, perbuatan siapakah ini?" lanyanya, dengan mata
mendelong. Di bawah pelita ada selembar kertas!
Giok Kouw mendekati, ia pun iidak kurang herannya.
Ia jumput kertas itu, yang ada suratnya, maka berdua
ayahnya, ia membaca surat ini yang berbunyi begini:
Perhatikan! Pihak Englok-kang niat mencari balas, barusan
perahunya sudah siap! Jangan memandang enteng!
Mereka telah berserikat dengan pihak Kangsan-pang,
yang tangguh! Kau semua bukan tandingan mereka
tetapi jagalah mulut muara dengan kuat, guna lindungi
Hiecun! Jangan bertindak sembrono, untuk mencegah
keruntuhan, yang harus disingkirkan. Di saatnya yang
berbahaya, aku nanti datang, akan lindungi
keselamatannya anak cucu dari Kiushe Hiekee, supaya
mereka luput dari pembasmian secara kejam. Maka,
berhati-hatilah kau!
SIAUW CHONG. Siauw Chong berarti Chong si Kecil, bukan "Siauw"
dari Siauw Chong. Yang sama adalah huruf "Chong" itu.
--ooo0dw0ooo-- III Ayah dan anak itu menjadi girang, setelah besarkan
api, dengan hati-hati mereka letaki surat itu di atas meja
dan keduanya lantas unjuk hormat sambil paykui pada
surat itu. "Dasar anak cucunya Kiushe Hiekee di sini tidak akan
ludas, mereka telah bikin tergerak hatinya leluhur kita,
hingga mereka hendak ditolong," kata Tay Yong
kemudian pada anaknya. "Siauw Chong ini adalah
couwhu Lim Siauw Chong."
"Dengan begini menjadi nyata, Lim couwhu dan
engkong kita terang masih berada di dunia ini," kata Giok
Kouw yang kegirangan. "Sudah lama aku tidak lihat
mereka itu, mereka telah bertapa hingga ada yang kata
mereka telah jadi malaekat dan tidak campur lagi urusan
dunia, siapa nyana sekarang mereka masih ingat anak
cucunya, yang mereka hendak lindungkan
keselamatannya."
"Sekarang telah menjadi terang, Lim Siong Siu berlima
telah ditolong oleh Lim couwhu," Tay Yong berkata.
"Couwhu janji mau bantu kita, kendati demikian,
kelihatannya kita masih mesti lakukan satu pertempuran
hebat, karena musuh ada tangguh sekali. Aku kuatir
kalau mereka lakukan pembokongan terhadap kita...."
Tay Yong berhenti bicara dengan mendadak, karena
mereka dengar suara apa-apa di jendela, ia kaget karena
melihat daun jendela terbuka sendirinya. Hampir dengan
berbareng, mereka lompat ke kedua pinggiran. Tapi daun
jendela tertutup pula kapan dari luar melesat masuk
selembar kertas.
"Siapa?" teriak Tay Yong, yang menjadi gusar serta
hunus goloknya.
Tapi keadaan ada sunyi seperti biasa.
Ketika cuncu ini lari ke luar rumah, sampai di lataran,
ia tidak melihat siapa juga. Malam ada tenang sekali.
Dari empat penjuru, di mana kaum nelayan melakukan
penjagaan, tidak ada gerakan apa juga.
"Ayah, mari!" terdengar suaranya Giok Kouw di dalam
rumah. Tay Yong masuk dan lihat muka anaknya pucat.
"Apakah bunyinya surat itu?" ia tanya
Giak Kouw angsurkan kertas itu pada ayahnya, siapa
segera membaca. Surat itu datangnya dari Na Thian
Hong, ketua dari Englok-kang Coanpang dan Pian Siu
Hoo, ketua dari Kangsan-pang Coanpang. Coanpang
berarti rombongan perahu nelayan. Mereka itu tidak
menulis apa-apa kecuali memberi hormat....
"Ini ada suatu hinaan besar bagi kita!" kata Tay Yong
dengan gusar sekali. "Kita telah kirim orang membikin
penyelidikan, kita gagal, sudah begitu, mereka sengaja
antarkan surat mengirim tabe ini. Dengan jalan ini
mereka hendak majukan tantangan secara hormat, inilah
tanda bahwa mereka ingin tumplek antero tenaganya
untuk hadapi kita, guna rampas Giokliong-giam Hiecun!
Maka sekarang tidak ada lain jalan daripada kita terima
tantangannya itu. Jangan kuatir, anak, kita akan hadapi
segala apa!"
"Kita memang tidak usah takut, ayah," Giok Kouw
bilang. "Aku memang ketahui, ayah ada berani dan tidak
takut mati. Tapi, dengan penjagaan yang begini kuat,
musuh bisa datang dan pergi dengan merdeka, apakah
artinya penjagaan kita terlebih jauh?"
Belum Tay Yong sahuti anaknya kapan kuping mereka
dengar suitan bambu, maka berdua mereka lari keluar,
akan cari keterangan, justru satu nelayan dari mulut
muara datang pada mereka untuk memberi laporan.
"Ada apakah?" Tay Yong mendului tanya.
"Dari jurusan mulut muara, tidak ada gerakan apaapa,
tanda datang dari jurusan Giokliong-giam," sahut
pembawa warta itu.
Tay Yong menoleh pada gadisnya.
"Pergi pulang dan tunggu rumah, aku mau pergi
melihat," ia berkata.
"Aku juga mau pergi melihat," kata si nona.
Tay Yong sudah lantas lari menuju ke jurusan bukit, ia
ambil jalan air, untuk mana telah dibuka satu jalanan air
yang sempit, yang muat hanya sebuah perahu kecil. Ia
lompat turun atas perahu dan anaknya pun turut. Dua
nelayan sudah menunggu di perahu itu, yang segera
digayuh pergi. Di sepanjang jalan ada nelayan-nelayan yang
menjaga, tapi saban kali Tan cuncu menanya, selalu ia
dapat jawaban bahwa tanda datangnya dari atas bukit,
bahwa sudah ada orang yang memburu naik ke atas
bukit itu. "Apakah ada musuh datang dari sana?"
Semua orang menjawab tidak terang. Maka Tay Yong
maju terus, dengan terus menanya tidak berhentinya,
sebentar saja ia sudah sampai di tempat tujuannya. Di
sini ia dapat kenyataan, nelayan-nelayan dari empat
perahu yang menjaga di situ sudah pergi melakukan
penyelidikan, dan dari atas bukit tertampak dua lentera
sorot Khongbeng-teng yang bersinar kuning.
"Apakah cuncu yang datang?" demikian terdengar
orang menanyanya.
"Benar," sahut Tay Yong, yang segera ajak puterinya
mendarat dan naik terus.
"Tidak apa-apa, cuncu," adalah laporannya satu
pemimpin rombongan itu, Lie Coan Seng namanya. Ia
telah papak ketua itu. "Kita sudah periksa semua tempat
di sini, kita tidak dapatkan juga...."
Pertempuran Di Lembah Bunga Hay Tong Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Sebenarnya, apa yang sudah terjadi?" ketua itu
menegaskan. "Kita diperintah menjaga di bawah curam," Coan Seng
jawab. "Kita tidak lihat suatu apa, tapi barusan satu
saudara dengar suara apa-apa di atas curam, ketika ia
pergi periksa, samar-samar ia tampak bayangan orang.
Ia kuatir matanya kabur, ia tidak berani banyak berisik,
tapi dengan diam-diam ia memberi kabar padaku, maka
aku segera kirim dua saudara akan pasang mata. Belum
lama, dari bawah lompat naik satu bayangan, loncat
tinggi sampai tiga kaki, maka dengan tiga kali loncatan
saja, ia telah bisa sampai di atas. Ia segera ditegur oleh
saudara-saudara yang menjaga di atas, tetapi ia tidak
menjawab, malahan ia lari terus, ketika ia dipanah, ia
lolos. Kemudian muncul satu bayangan lain yang
mengejar bayangan pertama, bayangan kedua ini
mempunyai gerakan tubuh yang tidak kalah gesitnya. Ia
juga ditegur tetapi ia diam saja. Maka itu terang mereka
bukan ada orang dari pihak kita. Karena ini, tanda suitan
lantas dibunyikan. Dari bawah kita semua memburu ke
atas, untuk lakukan pemeriksaan, tetapi kesudahannya
nihil, hanya dari kejauhan kita dengar orang bertempur
serta saling menegur."
Hatinya Tay Yong berdebar mendengar keterangan
itu. Itulah di luar dugaan yang orang benar-benar ambil
jalan dari atas bukit, dari curam yang tidak disangkasangka,
sedang yang dijaga keras adalah mulut muara.
Cara bagaimana orang bisa jalan di tempat yang tidak
ada jalanannya itu, yang penuh dengan bahaya"
Dengan ajak kawan, Tan cuncu coba bikin
pemeriksaan sendiri, lentera Khongbeng-teng telah
digunakan, hasilnya sama saja, yaitu kosong. Di tempat
yang sukar itu tidak kedapatan tanda atau bekas apa
juga yang mencurigai.
Akhirnya Tay Yong pulang sesudah ia pesan untuk Lie
Coan Seng menjaga pula dengan hati-hati serta
menambah jumlahnya saudara-saudara yang menjaga di
atas curam itu. Ia ajak Giok Kouw mampir ke mulut
muara, akan menilik pula sambil menanyakan keterangan
kalau-kalau di muara ada gerakan apa-apa, tetapi
jawaban yang ia dapat adalah bahwa segala apa tenang
seperti biasa. Hanya tadi, di pihak musuh datang lagi tiga
buah perahu besar di kiri dan kanan, muatannya ada
tujuh atau delapan orang yang dandanannya bukan
seperti dari Englok-pang.
Tan Tay Yong manggut-manggut, ia mengerti bahwa
musuh telah tambah tenaga, bahwa Hiecun terancam
bahaya, la utarakan apa yang ia pikir ini kepada anaknya.
Tatkala itu sudah terang tanah. Dalam perjalanan
pulang, Tay Yong coba melihat ke jurusan gubuk, ia lihat
ibu dan anak dari keluarga Yan itu berada di dalam
pekarangan rumahnya, sikapnya tenang.
Lagi-lagi Tay Yong goleng kepala. Ia seorang yang
berpengalaman, tetapi sekarang ia menjadi bingung. Apa
yang harus dilakukan terhadap ibu dan anak itu, yang ia
tidak berani " malahan tidak nanti " usir dengan paksa"
Ia toh tidak berani pastikan dua orang asing itu ada
sahabat atau musuh, sedang mereka ada orang-orang
perempuan. "Andaikata mereka datang untuk membantu, aku toh
harus malu, karena aku tidak mampu duga mereka
dengan jitu...." demikian ia pikir.
Kira-kira tengah hari, dari mulut muara datang satu
nelayan yang melaporkan bahwa pemimpin dari Englokpang,
Na Thian Hong, ada kirim utusan membawa karcis
nama dan surat untuk minta ketemu dengan Tan cuncu.
Tay Yong berpikir sebentar, lantas ia perintah utusan
itu diijinkan masuk ke mulut muara, ia akan menantikan
di sana di dalam perahunya.
Seperginya nelayan itu, Tan cuncu lantas siap dan
pergi ke mulut muara, di sini ia naik sebuah perahu besar
dan atur sejumlah saudara-saudara nelayan untuk
berbaris menyambut utusan musuh. Mereka berbaris rapi
dan unjuk roman keren tetapi tidak bersenjata.
Tidak antara lama dari mulut muara kelihatan
mendatangi sebuah perahu yang laju sekali. Di kepala
perahu itu berdiri tegak satu orang, tubuhnya bergeming
kendati juga perahu memain karena bergeraknya
penggayuh. Ia berumur tigapuluh lebih, baju dan
celananya hijau, kaki celananya digulung, hingga
kelihatan kakinya yang telanjang, hanya dibungkus
dengan cauw-eh, sedang kepalanya ditutup dengan
tudung rumput. Melihat romannya, ia ada seorang yang
cerdik. Sebentar saja, perahu nelayan itu telah sampai pada
perahu besar. Dengan tubuh yang nampaknya enteng
sekali, orang itu mencelat lompat dari perahunya pindah
ke perahu besar. Dari kere, yang memisahkan mereka,
Tan Tay Yong dapat melihat nyata gerakan orang yang
gesit itu, hingga ia menduga pada kepandaian orang.
Satu nelayan segera singkap kere serta berkata,
"Silakan, tuan, cuncu undang kau masuk!"
Tay Yong berbangkit menyambut sambil unjuk
hormatnya "Aku girang sekali jikalau kau sudi perkenalkan dirimu,
tuan," ia berkata.
"Aku ada Cee Sie Kiat, orang sebawahan dari Na lootocu
dari Englok Coanpang," sahut tamu itu. "Apa aku
lagi berhadapan dengan cuncu dari Giokliong-giam
Hiecun?" "Benar. Silakan duduk!" "Terima kasih, cuncu. Aku
sedang terima perintah, aku pun ada pegawai rendah
dalam Englok-pang, mana aku berani berlaku tidak tahu
aturan...."
Sembari kata begitu, dari jepitan surat yang ia cekal,
ia keluarkan selembar karcis nama dan sepucuk amplop,
yang mana ia serahkan pada tuan rumahTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Tay Yong menyambuti sambil mengucap terima kasih,
lagi sekali ia mengundang duduk. Tapi tamu ini tetap
berdiri diam. Segera juga Tay Yong kenalkan karcis nama itu, yang
sama dengan yang ia terima di waktu malam. Maka ia
lalu buka suratnya dan baca seperti berikut:
Yang terhormat,
Cuncu Tan Tay Yong dari Giokliong-giam Hiecun.
Dengan hormat, karena paksaannya musim paceklik,
pihak kita telah coba minta pinjam tempat di daerah
perikanan Giokliong-giam, apa mau, karena penolakan
cuncu, satu pertempuran yang menyedihkan telah
terjadi. Tatkala itu, karena sedang bepergian, aku tidak
bisa lantas datang pada cuncu untuk menghaturkan
maaf. Sejak itu, banyak tahun telah lewat, tetapi
saudara-saudaraku yang telah terima budi kebaikan
cuncu, tidak ada satu yang bisa lupai itu. Demikianlah,
sekarang kita orang datang berkunjung. Dalam tempo 3
hari, saudara-saudara kita akan memasuki Gioklionggiam
untuk minta pengajaran, aku minta sukalah cuncu
jangan menampik. Sekian, lain tidak.
Hormatnya. NA THIAN HONG. Tay Yong tertawa setelah ia habis baca surat itu.
"Aku merasa girang sekali yang pemimpinmu begini
hargakan aku," ia kata, "aku pun girang yang ketua dari
Kangsan-pang turut datang juga. Memang, sejak di
Hucun-kang, pihak kamu memang sudah punyai
perkenalan, aku tidak nyana, setelah berselang duapuluh
tahun lebih orang masih tidak lupai aku! Karena
omongan terlebih sempurna daripada surat, maka
sahabat, kau saja tolong sampaikan jawabanku. Tempo
tiga hari itu aku terima baik, waktu itu aku akan
menyediakan air dan arak guna menyambut pihakmu,
sebagaimana keharusannya satu tuan rumah. Kau
banyak cape sahabat, sampai secangkir thee kau tidak
minum, aku tidak berani tahan kau lebih lama lagi, nah,
persilakan! Sampai ketemu pula lagi tiga hari!"
"Terima kasih, cuncu!" sahut tamu itu. "Kau sudi
terima kita, itu menyatakan kau ada satu sahabat. Nah,
sampai ketemu pula!"
la putar tubuhnya dan bertindak pergi, Tay Yong
mengantarkan hingga ia bisa lihat bagaimana leluasa
orang lompat balik ke perahunya, perahu bergeming,
papan perahu tidak bersuara, mula-mula kakinya itu
berdiri sebelah, dalam sikap dari Kimkee toklip atau
"Ayam emas berdiri dengan sebelah kaki", kemudian ia
putar tubuhnya serta terus angkat kedua tangannya
menghadapi tuan rumah.
"Maaf, aku tidak mengantar terlebih jauh!" kata Tay
Yong yang balas hormat itu.
Anak perahu dari Giokliong-giam tidak senang
menampak sikap yang jumawa itu, maka waktu ia kasih
bekerja penggayuhnya, akan bikin perahu mulai
berangkat dan sengaja gunakan tenaganya dengan
dikageti. Biasanya gerakan itu akan bikin terpelanting
orang yang sedang berdiri di atas perahu. Tapi maksud
ini gagal, karena cepat sekali Cee See Kiat sudah
turunkan sebelah kakinya yang lain, hingga ia injak
papan perahu dengan kedua kakinya" kedua kaki yang
berdiri dengan tetap!
"Saudara-saudara, kamu benar pandai!" ia kata sambil
bersenyum. "Kamu pasti ada banyak cape!"
Anak-anak perahu itu menjadi malu sendirinya,
dengan tidak kata apa-apa, mereka kasih perahunya
jalan terus, sampai di mulut perahu di mana tamu yang
jumawa itu segera lompat ke perahunya sendiri untuk
lanjuti perjalanannya pulang.
Sementara itu Tan Tay Yong sudah lantas pulang,
sedang tadinya orang mengharap ia menuturkan apa-apa
berhubung dengan diterimanya karcis nama dan surat
dari Kangsan-pang dan Englok-kang itu. Karena ini,
mereka hanya bisa menduga-duga saja.
Giok Kouw mengerti kesukaran ayahnya. Pian Siu Hoo
dari Kangsan-pang dan Na Thian Hong dari
Englok-kang memang ada musuh-musuh yang harus
dimalui, sedangkan tenaganya Giokliong-giam Hiecun
hanya cukup untuk dipakai melayani orang-orang biasa
saja, tidak segala jagoan dari kalangan Sungai Telaga.
Karena ini, ia pun diam saja, ia ikuti ayahnya pulang.
Alisnya Tay Yong mengkerut. la tahu ia lagi hadapi
musuh berbahaya dan ia tidak bertetap hati kendati ia
ketahui, pada pihaknya ada bantuan dari pihak tetuanya
yaitu Lim Siauw Chong.
"Ayah, bukalah pikiranmu," kata Giok Kouw akhirnya
untuk hiburkan ayah itu. "Selagi bahaya mengancam,
kita mesti lupakan segala apa kecuali persiapan untuk
membela diri. Louw couwhu telah berjanji akan bantu
kita, aku percaya ia tidak akan antap anak cucunya
menjadi korban musuh. Umpama kata kita tidak berdaya,
ini juga bukannya alasan untuk kita mandah saja! Semua
saudara kita bukannya orang-orang yang takut mati!
Kalau sudah sampai saatnya, mari kita melawan, apabila
mesti binasa, mari kita binasa semuanya!"
Tay Yong manggut-manggut, anak itu benar adanya.
"Aku mengerti," ia bilang, "ini ada jalan satu-satunya
bagi kita."
Lantas Tay Yong ajak pengiring akan melakukan
penilikan lagi, setelah mana ia himpunkan semua kepala
rombongan, pada mereka ia beritahukan tentang
tantangan musuh dan minta semua bersatu hati untuk
bersiap dan membela diri, untuk usir musuh. Ia minta,
sekalipun siang, jangan ada yang alpa.
Penjagaan di atas Giokliong-giam telah ditambah.
Kemudian Tay Yong melongok lagi nyonya Yan dan
anaknya, untuk kesangsiannya, ia dapati ibu dan anak itu
tenang seperti biasa. Ia benar-benar tidak bisa bade
halnya dua orang asing ini.
Sementara itu, dua hari telah lewat dengan tenteram.
Di hari ketiga, Seantero hari tidak ada gerakan apaapa
dari pihak musuh. Di waktu sore, Tay Yong juga
tidak dapati munculnya Lim Siauw Chong, susiok-nya,
tetua dari Kiushe Hiekee, ia menjadi bingung. Maka ia
kumpulkan empat tauwbak: Wan Sam Siu, Yap A Tiong,
Ho Jin dan Lim Siong Siu.
"Kita telah terima tantangan Na Thian Hong, malam ini
adalah waktu yang ditetapkan," ia berkata. "Mereka
mempunyai banyak orang pandai, inilah terpaksa aku
mesti bilang terus terang padamu, karena, sebagai
cuncu, aku tidak boleh justakan kamu. Sebagai ketua,
aku tidak boleh ucapkan kata-kata yang bisa
melemahkan pihak kita, toh aku tidak bisa sembunyikan
rasa hatiku. Apa faedahnya akan omong besar apabila
buktinya sebaliknya" Aku tahu, apabila tidak ada orang
berilmu bantu kita, kita mesti menderita kekalahan,
tetapi sebagai ketua, aku akan pertaruhkan jiwaku, akan
membela Hiecun sebisa-bisaku. Di atas itu, aku mesti
lindungkan kehormatannya Kiushe Hiekee! Maka
sekarang aku harap semua saudara pun bersatu pikiran
dengan aku!"
Empat tauwbak itu tidak kenal takut, sebaliknya
mereka jadi bersemangat
"Jangan cuncu berkuatir," mereka nyatakan. "Kita
semua tidak takut mati, kita akan belakan Giokliong-giam
dengan jiwa kita, kalau perlu, kita akan siram Hiecun
dengan darah kita!"
"Ini barulah turunan dari Kiushe Hiekee!" berkata Tay
Yong sambil manggut-manggut. "Sekarang aku mau
minta perhatian kamu semua. Kalau sebentar musuh
datang, apabila perahu mereka tidak melebihkan sepuluh
buah, kau boleh ijinkan mereka masuk, tetapi begitu
mereka sudah ada di dalam, mulut muara harus ditutup,
Pertempuran Di Lembah Bunga Hay Tong Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dengan tidak ada titah, penutupan itu tidak boleh dibuka,
satu perahu pun tidak boleh keluar! Tentang kejadian di
dalam, semua pihak penjagaan di sini jangan ambil tahu.
Untuk penjagaan di mulut muara, aku ingin disediakan
duapuluh empat perahu, setiap perahu mesti pasang dua
lentera merah dan empat obor. Semua perahu ini harus
berbaris dari Hiecun sampai di mulut muara Mulai dari
mulut muara, Lim Siong Siu mesti menjaga bersama
delapan buah perahu. Pasukan ketiga dari Ho Jin tidak
usah semuanya mengawasi nyonya Yan dan anaknya,
kau mesti siap untuk bantu di sebelah dalam muara,
untuk menjaga kalau-kalau musuh menerjang dengan
mendadak. Pasukan kedua dari Yap A Tiong semasuknya
perahu-perahu musuh, mesti lantas gabungkan diri
dengan pasukan kesatu dari Wan Sam Siu, kau mesti
berpencar di sekitar daerah kita, untuk menunggu titah
terlebih jauh. Malam ini ada malam terakhir bagi hidup
atau musnahnya kita aku harap semua insyaf dengan
kewajiban masing-masing. Sekarang, silakan kamu
bekerja!" Empat tauwbak itu berikan janji mereka, sesudah itu
mereka pergi dengan berpencaran, akan bersiap
menuruti perintah ketuanya. Maka selanjutnya, Hiecun
malam itu ada beda daripada biasanya Maka setiap satu
tombak lebih tentu ada terdapat dua perahu di kiri dan
kanan, masing-masing dengan dua lentera dan empat
obor. Di depan Hiecun ada enam-belas perahu besar, pada
setiap tiang layarnya ada satu lentera merah yang besar,
pada setiap kepala perahu ada empat nelayan, yang
bersenjata tempuling, pakaiannya pakaian berenang,
kepalanya dibungkus rapi.
Di pantai di depan Hiecun, di mana ada lapangan yang
besar, ada ditaruh enambelas perangkat kursi meja,
guna sambut tamu. Di sini ada diatur barisan-barisan dari
empat-puluh nelayan, sebagian pegang lentera, sebagian
bersenjata tempuling, golok dan klewang, untuk di air.
Tan Tay Yong pakai thungsha biru, ia tidak bekal
senjata, hanya karcis nama. Ia telah siap akan sambut
tamu. Giok Kouw telah dandan dengan ringkas, tetapi orangorang
perempuan lainnya semua berdiam di dalam
rumah dan dilarang keluar. Tapi mereka insyaf
gentingnya keadaan, maka mereka tidak masuk tidur.
Sekalipun adanya persiapan, seluruh Hiecun ada sunyi
senyap. Maka Tan Tay Yong merasa puas di waktu ia
pergi untuk melakukan penilikan, ia dapat semua
titahnya telah dijalankan betul.
Belum terlalu lama, dari atas Giokliong-giam ada
terdengar suara suitan bambu, yang beruntun terus, satu
kali. Suitan itu memang ada pertandaan dan suaranya
ada rupa-rupa, dengan dengar suaranya orang lantas
ketahui ada terjadi apa-apa.
Tan Tay Yong terperanjat.
"Kembali di puncak ada orang yang menoblos dengan
diam-diam," ia berkata. "Sekarang semua mesti siap dan
pasang mata! Na Thian Hong gunakan cara ini, terang ia
bukannya saru sahabat dari kalangan Sungai Telaga. Kita
telah bikin perjanjian, kenapa ia bersikap begini"
Sekarang mari kasih dengar tanda, supaya semua pihak
kita umpati diri, supaya dilepaskan anak panah terhadap
siapa saja yang melintas dalam daerah kita!"
Baru saja titah itu hendak dijalankan, mendadak dari
tempat gelap di samping mereka, lompat keluar satu
orang ke depannya Tay Yong.
Semua orang menjadi kaget, mereka menyangka
musuh, lantas mereka maju.
Tan Tay Yong tidak bersenjata tetapi ia tidak takut,
dengan tabah ia awasi orang itu.
"Siapa kau, sobat?" ia menegur. "Kenapa kau lancang
masuk kemari?"
Ditegur demikian, orang itu tertawa berkakakan.
"Aku pulang ke rumah sendiri, kenapa aku dikatakan
lancang?" ia berkata.
Tay Yong lihat orang itu pakai baju biru dengan celana
pendek biru juga, kakinya tidak terbungkus kaos,
bersepatu rumput, kepalanya ditawungi tudung lebar,
hingga orang itu mirip dengan satu nelayan atau tukang
sawah. Mengawasi lebih jauh, ia taksir usianya
tujuhpuluh lebih, kumis dan jenggotnya ubanan,
mukanya kurus tetapi segar dan sehat. Tiba-tiba ia
terperanjat, lantas ia menghampirkan, untuk berlutut.
"Siokhu, Tay Yong unjuk hormatnya padamu!" ia
berkata. Melihat sikapnya ketua itu, semua orang lantas
batalkan sikap mereka yang mengancam.
"Bangun, bangun!" berkata orang tua itu, yang bukan
lain daripada tetua Kiushe Hiekee, Lim Siauw Chong.
"Sekarang bukan waktunya untuk bicara lagi, segera juga
kedua kunyuk tua dari Englok-pang dan Kangsan-pang
bakal datang kemari! Aku datang bersama dua orang,
aku nanti ajar kau kenal dengan mereka...."
Sembari kata begitu, tetua itu menoleh ke tempat
gelap dan meng-gape.
"Mari sini! Sekarang aku telah menjadi tuan rumah di
sini, aku undang kamu untuk minum thee! Mari!"
Berbareng dengan undangan, itu, dari tempat gelap
ada lompat keluar dua orang, lompat turun dari tempat
tingginya tiga tombak dan turunnya tepat di samping Lim
Siauw Chong. Dua-dua mereka mempunyai roman luar
biasa. Yang pertama rambut dan kumis jenggotnya
sudah ubanan, alisnya tidak terkecuali, tubuhnya tinggi
dan besar, muka bundar dan montok serta segar, satu
muka yang tidak seharusnya dipunyakan oleh satu akiaki.
Bajunya warna abu, adalah thungsha, dengan
kancing-kancing tembaga yang besar, tangan bajunya
lebar dan panjang, hingga jadi gerombongan. Kakinya
pakai kaos panjang dan sepatu. Air mukanya tersungging
dengan senyuman. Yang kedua, beda dengan, si
jangkung dari besar itu, ia bertubuh kate dan kurus luar
biasa, mirip dengan kulit membungkus tulang,
pakaiannya ringkas dan pendek, bersepatu rumput
dengan tidak pakai kaos kaki, sedang kulit mukanya ada
pucat kuning seperti seorang yang penyakitan. Berdua
mereka jadi tambah luar biasa, karena mereka berdiri
berendeng, hingga roman mereka jadi beda sekali satu
dengan lain. "Jiewie loo-suhu, ini adalah keponakanku yang tak
berguna, Tan Tay Yong namanya," berkata Lim Siauw
Chong pada kedua tamunya. "Apa yang bakal terjadi
malam ini, keponakanku sekalian ada mengandel betul
pada kamu berdua...."
Si tua tinggi besar dan ubanan tertawa haha-hihi.
"Siauw Chong, kau aneh!" ia berkata. "Kita orang
bekerja janganlah seperti katanya pribahasa: 'Kapan
sudah terdesak, baru merangkul kaki Budha', sesudah
melewati sungai, segera merusaki jembatan, sesudah
luka sembuh, lantas melupai sakit, atau sesudah urusan
beres, lantas berpura tidak kenal, hingga dua atau tiga
tahun, kau sukar untuk diketemukan! Inilah aku tidak
mau, sahabat, dengan begitu kau bukanlah sahabatku!
Kita orang bersaudara biasanya tidak ada hutang, kita
menjual kontan dan tidak mainkan tempo, maka kalau
nanti urusan sudah beres, dengan baik-baik kau harus
undang kita berjamu!...."
Tay Yong sementara itu sudah lantas berlutut di
depannya tamu untuk perkenalkan diri sambil unjuk
hormatnya. Si kate kurus, yang romannya mirip dengan monyet,
sudah lantas berkata dengan suaranya yang agak serak,
"Cucu, apakah kau kenal siapa kita berdua" Dengan kau
berlutut di depan kita, apakah itu tidak menurunkan
derajatmu sebagai ketua di sini?" demikian ia tanya.
"Aku minta loo-cianpwee jangan tertawai aku, dengan
sebenarnya aku tidak kenal pada loo-cianpwee
berdua...." jawab Tay Yong dengan jengah. Kemudian ia
menoleh pada Lim Siauw Chong sambil berkata. "Siokhu,
tolong kau ajar aku kenal dengan jiwie loo-cianpwee ini...
" Tetua Kiushe Hiekee manggut, ia segera tunjuk si
tinggi besar yang ubanan.
"Ini ada Hengyang Hie-in Sian le, untuk seluruh
Ouwlam, dengan ilmu silatnya Bianciang Kanghu, ia telah
pimpin semua ahli silat..." Kemudian ia menunjuk si
kurus kering yang beroman monyet, ia tambahkan, "Ia
adalah tukang usil urusan sewenang-wenang di daerah
Tiangkang, hingga orang juluki ia Souwposu, atau si
Pembalasan cepat. Ia ada orang she Cukat ber nama
Pok." Baru saja Lim Siauw Chong tutup mulutnya atau ada
lompat turun orang yang ketiga yang kumis dan
jenggotnya hitam menutupi mulutnya.
"Dan ini ada Hee In Hong, yang namanya tersohor di
selatan dan utara Taykang, karena golok besarnya
Kimpwee Kamsantoo," ia segera perkenalkan lebih jauh.
Maka Tay Yong pun lekas-lekas unjuk hormatnya pada
orang yang ketiga ini. Kemudian ia lekas berbangkit dan
segera mengundang duduk pada ketiga tamunya itu.
Sementara itu beberapa nelayan segera menyuguhkan
thee panas. "Kau telah undang kita, apa begini caranya kau
sambut tamu?" menegur Cukat Pok pada Lim Siauw
Chong. "Kamu semua benar-benar tidak boleh dibuat
permainan. Sampaipun arak kau tidak sediakan! Kenapa
kau begini muris, sampai uang dipandang dan disayang
seperti jiwa sendiri?"
"Jangan tidak kenal aturan, sahabat!" Lim Siauw
Chong sahuti. "Dengan tidak berjasa kau menerima
pahala, aku kuatir, umpama kau makan, barang
makanan juga tidak nanti mau hancur. Kau lihat cuaca,
sekarang ini sudah jam berapa" Bukankah di mulut
muara sedang menantikan sahabat-sahabat karib kita!
Kita harus terlebih dulu usir mereka pergi, baru kemudian
kami bisa makan dan minum dengan tenang, untuk
merayakan pesta kemenangan! Waktu itu barulah barang
makanan dapat digayem hingga hancur!...."
"Kau harus hati-hati jika setelah melewati sungai
segera merusak jembatan, atau setelah liamkeng segera
memukul hweeshio!" berkata Souwposu Cukat Pok
sambil bersenyum. "Kau harus mengerti, aku bisa
membayar dan membalas kontan padamu, jangan
karena kau telah mencari aku, segera kau boleh perintah
aku sebagai si kacung tolol, yang boleh diperintah
menjual tenaga untuk si orang she Lim! Bukankah kau
ada dari pihak Kiushe Hiekee" Jikalau padaku tidak
dihaturkan terima kasih sebagaimana pantasnya, di
antara kami mesti ada perhitungan yang belum
beres!...."
"Eh, Cukat Pok, kenapa sih kau tidak mengenal
aturan?" menegur Hee In Hong. "Kenapa di antara
sekalian tetua, kau berhitungan begini matang" Apa kau
tidak kuatir kehormatan dirimu nanti juga turun harga?"
Hengyang Hie-in tertawa berkakakan.
"Cukat loosu, apa kau tidak dengar suara suitan di
mulut muara itu?" ia tanya. "Bukankah itu ada tanda
bahwa di mulut muara orang telah bergerak" Pasti,
rupanya usaha kita bakal segera dimulai!...."
Benar saja, suara suitan lantas terdengar berulangulang,
disusul dengan lajunya sebuah perahu kecil yang
sangat pesat, di atas mana ada tanda lentera dan
bendera merah. Sesampainya di depan Hiecun, satu
nelayan yang berdiri di kepala perahu kecil itu sambil
goyang bendera merahnya segera berseru, "Tiga perahu
besar dari pihak luar sudah mulai masuk!"
"Aku tahu," jawab Tay Yong serta berbangkit.
Atas jawaban itu, perahu kecil tersebut segera balik
kembali. Sekarang semua mata ditujukan ke muka air, ke
jurusan mulut muara. Tiga buah perahu nelayan besar
tertampak sedang mendatangi, empat buah perahu di kiri
dan kanan mengiringi. Muka air menjadi terang, di situ
memain cahaya obor dan lentera, air jadi bercahaya
bergemirlapan. Lajunya perahu-perahu sangat cepat, air
sungai sampai jadi berombak.
Tay Yong ajak sejumlah saudaranya pergi ke tepi
untuk membikin penyambutan. Delapan nelayan, dengan
masing-masing pegang lentera, berbaris di kedua
pinggiran. Selagi tiga perahu besar mendatangi, kelihatan di
perahu pertama ada empat anak buahnya berdiri di
kepala perahu, pakaiannya serupa, di tangannya masingmasing
me-nyekal obor, sedang di perahunya ada dua
buah lentera besar. Kelihatan nyata di kertas lentera ada
tiga huruf "Kang San Pang". Kedua jendela telah
dipentang, di dalam perahu kelihatan tiga orang sedang
berduduk. Penumpang lainnya adalah enam anak buah
dan satu tukang kemudi.
Perahu yang kedua ada sama keadaannya, kecuali di
lenteranya ada tertulis tiga huruf lain, yaitu "Lan Kie
Pang". Adalah perahu ketiga yang pakai lentera dengan tiga
huruf "Eng Lok Pang" dan di situ ada berduduk lima atau
enam orang. Sebentar kemudian ketiga perahu sudah berlabuh, dari
perahu pertama mendarat satu anak buah, tangannya
menyekal karcis nama, yang mana sambil menjura ia
serahkan pada Tan Tay Yong. Ia kata itu adalah karcis
nama tanda menghormat dari pihaknya, pihak tamu.
Di antara terangnya lentera, Tay Yong periksa karcis
nama itu. Ia baca:
Pertempuran Di Lembah Bunga Hay Tong Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Na Thian Hong, pemimpin dari Englok-pang.
Pian Siu Ho, pemimpin dari Kangsan-pang.
Han Kak, pemimpin dari Hangciu-pang.
le Tong, pemimpin dari Lankie-pang.
Auwyang Cu Him, pemimpin dari Tonglouw-pang.
Sun Po Sin, pemimpin dari Liongyu-pang.
Cui Cu le. Cia Kiu Jie. Dua nama yang tidak berpartai itu ada ahli-ahli silat
ternama di Tiangkang.
Segera Tay Yong perintah satu nelayan bawa surat itu
pada Lim Siauw Chong, agar tetua itu ketahui siapa-siapa
yang berada pada pihak musuh, ia sendiri lalu berkata
pada pembawa karcis itu, "Silakan sekalian tamu-tamuku
mendarat!"
Sementara itu sekalian tamu sudah mulai mendarat,
maka kapan mereka itu telah datang dekat, sambil
bertindak ke samping, Tay Yong angkat kedua tangannya
untuk unjuk hormatnya.
"Tan Tay Yong dari Giokliong-giam Hiecun berterima
kasih yang cuwie loo-suhu telah sudi datang ke desaku
ini, harap dimaafkan yang aku telah terlambat
menyambut...." ia berkata. "Silakan cuwie loo-suhu
duduk minum thee...."
Na Thian Hong adalah yang kepalai kawan-kawannya
itu. Di antara mereka, empat berpakaian sebagai nelayan
sejati, yaitu baju dan celana pendek, kaki telanjang,
hanya pakai cauw-eh, tetapi mereka semua membawa
senjata, senjata rahasia tidak terkecuali.
Dengan sikap menghormat Tay Yong memimpin
rombongan tamunya menuju ke kursi meja di mana Lim
Siauw Chong dengan tiga sahabatnya telah berbangkit
dan bertindak maju akan bikin penyambutan.
Selagi kedua pihak saling mendekati, Hengyang Hie-in
Sian Ie segera mendului kawan-kawannya maju ke
depan, sembari tertawa, ia lantas berkata, "Malam ini
pertemuan kita ada suatu pertemuan yang beruntung
sekali! Aku tidak sangka bahwa Pian loo-suhu dari Kangsanpang juga telah turut datang! Ini ada pertemuan
yang sukar dicari keduanya! Dan kau, Auwyang loo-suhu
dari Tonglouw-pang, apakah kau masih kenal padaku,
Hengyang Hie-in Sian Ie" Cu Ie, Kiu Jie, jiewie loo-suhu,
kamu telah membuang tempo akan datang kemari! Kalau
tidak keliru, sudah beberapa tahun telah lewat sejak kita
orang bertemu paling belakang!"
Ternyata, dari pihak tamu, empat orang telah dikenal
oleh Sian Ie. Di antara tamu-tamu itu, Pian Siu Hoo adalah yang
merasa paling heran atas beradanya Hengyang Hie-in di
Giokliong-giam Hiecun, keheranan ini sampai terpeta
pada air mukanya, akan tetapi ia sudah lantas maju akan
menjabat tangan orang serta berkata sambil paksakan
bersenyum. "Sian loosu, kau telah datang kemari untuk bantu
meramaikan pertemuan kita, inilah hal yang kita
sebenarnya minta pun tidak berani! Adalah
pengharapanku, ke mana saja kita sampai, kita akan
ketemui sahabat-sahabat kekal, karena dengan begitu, di
mana ada urusan, kita orang bisa bicara dengan leluasa.
Loo-suhu, aku ingat, kita orang telah berpisah empat
atau lima tahun lamanya...."
"Rasanya jauh terlebih lama daripada itu, loo-suhu!"
Sian le jawab. "Pada tujuh tahun yang lalu, di waktu aku
pergi ke See-ouw, aku telah ketemu kau di sana!
Bukankah apa yang aku ingat ini tidak keliru?"
Pemimpin dari Kangsan-pang yang bergelar Tiathongliong,
si Naga Besi, manggut.
"Matahari dan bulan lewat laksana melesatnya anak
panah, apa yang sudah lewat nampaknya ada seperti di
depan mata," berkata ia. "Lihatlah, sekarang rambut dan
kumis kita sudah putih, akan tetapi kita tidak engah sang
waktu telah lewat entah berapa banyak tahu-tahu kita
telah menjadi tua!"
"Tetapi Pian loosu, aku sendiri merasa bahwa aku
masih belum tua!" berkata Nelayan Tersembunyi dari
Hengyang, si sobat tua bangka, kalau bukannya pada diri
kita masih ada hati jagoan, mana kami berani campur
tahu segala urusan orang lain?"
Mukanya ketua dari Kangsan-pang menjadi bersemu
merah, ia merasa terpukul sindir oleh kenalan itu, yang
bicara secara manis dan halus, tetapi yang maksud
ucapannya sangat menusuk hati. Maka ia lekas-lekas
simpangi pembicaraan.
"Loo-hiapkek, di sini masih ada orang yang belum
dikenal, mari kita belajar kenal, supaya kita bisa pasang
omong dengan leluasa," demikian katanya.
Mendengar itu, Tan Tay Yong segera mendahului.
"Ini ada Cukat Pok loo-suhu," berkata ia. "Ini ada Hee
In Hong loo-suhu. Dan ini ada pamanku Lim Siauw
Chong." Atas itu, ketua dari Englok-pang, Na Thian Hong, juga
maju, akan perkenalkan kawan-kawannya, sebagaimana
nama-nama mereka telah termuat dalam karcis nama.
Sampai di situ barulah mereka pada ambil tempat
duduk. Beberapa nelayan sudah lantas datang menyuguhkan
thee. "Berhubung dengan kedatangan kita malam ini, aku
minta Tan cuncu tidak anggap kita lancang," Na Thian
Hong mulai berkata. "Untuk kebaikannya nelayan dari
kedua pihak, untuk penghidupan mereka, aku anggap
soal lebih baik diurus beres terlebih siang. Seperti telah
diketahui, Englok-pang telah hidup turun menurun
sebagai keluarga nelayan yang hidupnya di muka air
selalu. Beberapa ratus keluarga kita tidak pernah memikir
untuk hidup dari usaha lain. Adalah tidak beruntung,
selama ini kita telah hadapi bahaya paceklik, hingga kita
telah datang ke Giokliong-giam Hiecun ini. Daerah
Giokliong-giam adalah daerahnya Englok-pang, sejak Tan
cuncu pimpin rombongan ini, kau telah duduki daerah ini.
Ketika itu kita telah ketahui, yang daerah ini telah
diduduki oleh pihakmu, tetapi kami diam saja. Itulah
disebabkan adanya tahun-tahun yang makmur, hingga
kita masing-masing dapat hidup senang dan tenteram di
masing-masing daerah sendiri. Adalah karena nasehatku,
Na Thian Hong, maka pihak Englok-pang diam saja
mengawasi sepotong dari daerahnya ini diduduki oleh
pihak lain. Kita sama-sama mau cari hidup dan aku telah
larang pihakku ganggu pihak lain. Apa lacur, tiga tahun
beruntun, kita telah mengalami saat yang sukar, di
sebelah itu, kita mesti melihat Giokliong-giam tidak
kurang suatu apa, malahan sebaliknya daripada
terancam bahaya, ia bertambah makmur. Giokliong-giam,
di air ada banyak ikannya, di darat ada subur sawah
kebunnya. Ini adalah suatu imbangan tidak adil, karena
satu pihak terancam bahaya lapar, lain pihak makmur. Ini
juga sebabnya kenapa kita akhirnya menoleh kemari,
adalah menjadi pengharapan kami untuk mendapat
bagian. Kita anggap keinginan kita ada pantas dan sah.
Pantas karena kita ada sesama manusia, dan sah karena
daerah ini asalnya ada milik kita. Tapi sayang, maksud
kita itu tidak kesampaian. Kau ketahui sendiri, Tan
cuncu, pihakmu telah kang-kangi Giokliong-giam yang
kamu telah jadikan seperti kepunyaanmu sendiri, dan
sudah begitu, lain pihak, ialah kita dari Englok-pang,
dilarang datang kemari, sekalipun untuk menangkap
ikan. Sebuah perahu kita pun tidak boleh masuk kemari!
Kalau kau ada pihak Englok-pang juga, kita masih bisa
bicara halnya siapa datang duluan dan datang
belakangan, tetapi ini tidak, karena kau ada pihak tamu
dan kita tuan rumah. Kenapa, sebagai tamu, kau larang
tuan rumah masuk ke dalam daerahnya sendiri" Oleh
karena ini, seperti telah diketahui, maka telah terjadi
bentrokan di antara kita. Sebab anak-anak muda kita
yang tidak bisa dikasih mengerti, yang telah turuti suara
hatinya, telah datang juga kemari dengan paksa, tetapi
mereka telah diserang dan diusir, hingga antara mereka
ada yang binasa dan luka, perahu-perahunya ada yang
karam, kena dirampas dan rusak. Kejadian ini, aku
anggap tidak pantas, inilah sebabnya kenapa
pembicaraan secara baik sampai tertukar dengan cara
keras. Kendati demikian, aku tidak mau berlaku lancang.
Maka ini juga sebabnya kenapa sekarang kami datang
secara baik untuk lakukan pembicaraan. Kita tidak
datang sendiri, kita datang beramai-ramai bersama
sahabat-sahabat yang kita sengaja undang. Mereka
adalah dari berbagai-bagai kalangan. Dengan bertindak
begini, aku tidak ingin nanti dikatakan bahwa kita telah
gunai paksaan. Dengan ada saksi kita orang bisa pasang
omong, guna cari keadilan, siapa benar, siapa salah.
Cuncu, kau telah pegang pimpinan, kau mestinya dari
satu rombongan. Ini ternyata benar, sebab aku dengar
kau sebenarnya ada asal Hucun-kang, dari pihak Kiushe
Hiekee. Karena kau ada dari Hucun-kang, tindakanmu
jadi terlebih-lebih tidak pantas. Hucun-kang ada jauh dari
sini, daerah itu ada luas, beberapa ratus lie lebarnya. Di
sebelah mana saja kau dapat mendirikan pangkalan di
sana, maka kenapa kau justru datang ke sini, daerah
Englok-pang, dan di sini kau duduki tempat secara paksa
dan segera menjagoi, hingga tuan rumah sendiri kau
usir, tidak ijinkan menginjak sebelah kaki" Dengan
menuruti kau, cuncu, tidak bisa tidak, adalah terlebih
baik buat kita untuk bubarkan saja Englok-pang, semua
angkat kaki dari muka air, akan cari penghidupan baru di
daratan! Maka sekarang, cuncu, aku telah datang kemari,
maksudku adalah untuk minta kau suka mengalah,
supaya pihakmu pulang ke Hucun-kang dan Gioklionggiam
ini kau serahkan kembali pada kita, selanjutnya kita
orang hidup dengan tidak saling ganggu. Tapi andaikata
kau paksa hendak menggunakan kekerasan, sudah
terang di antara kita tidak bisa lagi ada pembicaraan
secara baik, kita hanya mesti andalkan tenaga dan
kepandaian masing-masing!"
Tan Tay Yong antapi orang bicara dengan merdeka,
adalah setelah tamu sudah tutup mulutnya, ia tertawa
berkakakan. "Englok pangcu, terhadap pengutaraanmu ini, aku
tidak puas," ia berkata. "Sebegitu jauh aku ketahui kaum
nelayan di Englok-kang adalah merdeka, mereka tersebar
di muka air, mencari penghidupan dengan tidak memakai
modal uang, adalah pihakmu yang telah persatrukan
mereka, hingga kemudian mereka berpencarian secara
tidak terang, hingga pemerintah, pembesar negeri, telah
berikan garis-garis di mana mereka bisa menangkap
ikan, hingga lain pihak dilarang berusaha di situ. Orangorangku
sekarang memang berasal dari Hucun-kang, dari
pihak Kiushe Hiekee, tetapi kita ada penduduk yang
merdeka, untuk usaha kita tidak dibataskan oleh aturanaturan
atau larangan-larangan dari pembesar negeri. Kita
ada merdeka untuk pergi ke mana suka. Dari Hucunkang
benar aku telah datang kemari, tetapi aku tidak
bermaksud untuk mengganggu orang, aku telah
kendalikan orangku yang berjumlah seratus jiwa lebih.
Kau ketahui sendiri, muara ini dulunya ada tersia-sia,
tertutup dan balah, coba ini ada satu muara seperti
sekarang keadaannya, siang-siang tentu sudah ada
orangmu yang usahakan duduki, tidak nanti pihakku
kebagian ketika akan berusaha di sini! Kau tahu, berapa
banyak keringat telah kita kucurkan, beberapa tahun kita
harus lewatkan, untuk bikin Giokliong-giam Hiecun
berupa seperti sekarang ini! Pihakmu hanya melihat dan
berniat mendapat hasil, kamu tidak memikirkan susah
payah orang bertahun-tahun, apakah itu adil! Cara
bagaimana kau bisa datang-datang mau enak dahar cape
lelahnya lain orang. Secara begitu, kau jadinya
menghina, bersikap keterlaluan! Aku sudah ambil tujuan,
kita tidak mau mengganggu orang, kita juga tidak mau
diganggu! Giokliong-giam ini ada tempat kita, di sini kita
mau tetap berdiam, kecuali orang musnahkan, kita tidak
hendak berlalu dari sini! Na pang-cu, untuk suruh kita
mengalah, itu adalah soal lain!"
Na Thian Hong tertawa dingin. "Tan cuncu, aku minta
kau jangan pandang urusan secara begini enteng!" ia
mengingatkan. "Aku si orang she Na memang ada satu
nelayan yang tidak ternama, tetapi, setelah aku datang
kemari, jangan kau ambil putusan cara sembarang-an.
Bisa jadi aku sendiri suka terima perkataanmu, tidak
demikian dengan rombonganku! Kau telah saksikan
sendiri, kawanan dari Englok-pang sudah ambil sikapnya
terhadap Giokliong-giam, maka aku kuatir, kapan sudah
tiba saatnya, urusan tidak bisa diperbaiki lagi. Jangan
kau nanti menyesal sesudahnya kasep!..."
Tan Tay Yong juga tertawa ber-kakakan.
"Na pangcu, kau menjadi satu ketua, kau adalah
orang yang berarti dari rombonganmu, kenapa kau
bicara secara begini rupa?" ia menegur. "Kita dari pihak
Kiushe Hiekee, dari yang tua, yang ubanan, yang muda
sampai pada bocah-cilik, semuanya tidak kenal apa yang
disebut 'takut mati'. Jikalau kau paksa kehendaki
Giokliong-giam ini, kami tidak merasa puas kecuali kau
telah unjuk dirimu siapa! Bagaimana kesudahannya
tindakan kami ini, tidak nanti kami menyesal! Maka, Na
pangcu, kau boleh bertindak sesukamu, jangan kau
sungkan-sungkan!"
Tan Tay Yong telah bicara sebagai cuncu, kendatipun
di situ ada Lim Siauw Chong yang menjadi tetua. Ia
berani tanggung jawab atas sikap keras dan putusannya
yang pasti itu.
Na Thian Hong beradat keras, ia segera berbangkit.
'Tan cuncu, kau berani omong besar, ini ada
Pertempuran Di Lembah Bunga Hay Tong Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
urusanmu sendiri!" ia berkata dengan nyaring. "Kau nanti
lihat aku si orang she Na ambil tindakan!"
Lim Siauw Chong berada di tempat berkumpul itu,
selama pembicaraan itu, dari pelahan sampai keras, ia
diam saja, ia melainkan bersenyum kapan ia saksikan
sikap yang jumawa dari pihak tamu.
Ketua dari Kangsan-pang, Tiat-hong-liong Pian Siu
Hoo sudah lantas berbangkit.
"Na loosu, jangan kau gusar dulu," ia berkata. "Jikalau
begini macam jalannya pembicaraan, kita-orang sebagai
sahabat-sahabat pasti tidak perlu lagi berada di sini.
Dalam urusan ini, pertimbangannya orang banyak adalah
sangat perlu, karena kami datang kemari pun untuk
mencari keadilan. Tunggu sebentar loosu, aku ingin
bicara sedikit dengan Tan cuncu."
Mendengar ucapan itu, Tay Yong segera unjuk
hormatnya pada si Naga Besi itu.
"Pian pangcu, silakan bicara," ia berkata. "Dalam
rombongan Hu-cun-kang aku ada dari golongan muda,
dalam kalangan coanpang, rombonganku pun ada dari
golongan kecil, maka itu aku ada seorang yang kurang
pengalaman, hingga aku selalu bersedia akan terima
pengajaran. Aku juga mohon maaf andaikata dalam
omonganku ada apa-apa yang tidak seharusnya..."
"Jangan terlalu sungkan, Tan cuncu," Pian Siu Hoo
bilang. "Kami dari kalangan coanpang, masing-masing
mempunyai aturan sendiri. Itu bukannya undang-undang
dari negeri akan tetapi aturan itu biasanya dijunjung
tinggi oleh kalangan kita, dan biasanya tidak ada yang
berani langgar. Kita kaum nelayan memang merdeka,
lebih-lebih mereka yang tidak tunduk langsung di
bawahnya pembesar setempat, tetapi kendati demikian,
apabila kami tidak punya aturan, sebenarnya kami sukar
merasakan ketenteraman. Aku tahu betul, sejak dulu,
pihak Kiushe Hiekee hidup di daerah Hucun-kang, belum
pernah ada yang pindah atau mengembara, hanya baru
Tan cuncu sendiri, yang ajak suatu rombongan pergi
merantau sampai di Giokliong-giam ini, ialah daerah dari
sungai Englok-kang. Memang kita tahu cuncu adalah
orang yang buka daerah perikanan ini, hingga menjadi
makmur seperti sekarang. Tapi juga benar, pihak Englokpang
yang terdiri dari beberapa ribu keluarga, di muka
perairan, belum pernah menggangu lain pihak. Jadi
tegasnya, masing-masing pihak hidup sendiri, tidak
terbitkan onar, tidak saling ganggu. Disebabkan karena
pihak Englok-pang hidup dalam kecukupan, maka kami
tidak pernah perhatikan daerah Giokliong-giam ini, akan
tetapi selama beberapa tahun yang terakhir ini, ia telah
mengalami kesukaran, bahaya paceklik telah mengancam
hidup mereka, maka akhirnya mereka menoleh kemari.
Cuncu, kau ada punya daerah perikanan yang makmur,
dari pihak tamu kau sekarang menjadi tuan rumah,
dengan melarang pihak Englok-pang mencari hidup di
sini, menurut aku, kau berlaku kurang adil. Di kalangan
Sungai Telaga ada suatu aturan umum, yaitu siapa pun
juga, tidak boleh bertindak melewati batas. Maka, dalam
hal ini, cuncu, aku mau minta supaya kau sudi mengalah
sedikit. Umpama kata kau berkokoh, hingga kedua pihak
mesti alami kerusakan, itu bukannya tindakan dari
seorang cerdik! Kenapa mesti mengambil tindakan tolol"
Cuncu, kita ada orang-orang luar, kita datang untuk
bantu cari perdamaian. Menurut aku, daerah perikanan
ini baiklah dibuka, kau kasih ijin untuk pihak mana saja
menangkap ikan di sini, siapa ada nelayan pandai, dialah
yang akan peroleh hasil banyak. Biarlah semua orang
punyai hak, akan dapatkan hasil dari muara pemberian
Thian ini. Bukankah ini ada tindakan yang bagus, yang
menguntungkan dua-dua pihak?"
Tay Yong hendak jawab tamunya, tetapi Hengyang
Hie-in Sian le, yang datang atas undangannya Lim Siauw
Chong, telah dului ia. Orang tua ini, sambil urut-urut
kumisnya yang telah jadi putih semua, berkata dengan
sabar, "Pian pangcu, pertimbanganmu ini benar ada
pertimbangan untuk damaikan perselisihan, maka
menurut aku, setelah dengar kau, Tan cuncu haruslah
mengalah, mengalah dengan banyak. Memang biasanya,
dalam mendamaikan perselisihan, orang mesti lihat siapa
si juru damai itu. Di antara Englok-pang dan pihak
Giokliong-giam Hiecun sekarang telah terdapat satu jalan
buntu, kesudahan dari itu akan ada suatu pertempuran
yang hebat. Maka tidak heran sekarang, dari daerah Hucunkang, telah muncul orang ternama dari Kangsanpang,
yang mau jadi juru damai, guna bikin kedua pihak
menjadi akur pula. Tan cuncu, tidak peduli beralasan
atau tidak, kau seharusnya mengalah pada Pian pangcu.
Dilihat dari pihak perseorangan, kau berdua tidak
mempunyai pergaulan yang rapat, tetapi dilihat dari
coanpang, ialah kalangan nelayan, kau orang sedikitnya
ada punya hubungan. Tidakkah Kangsan-pang dan
Giokliong-giam telah hidup dari serupa mangkok nasi"
Tan cuncu, jangan kau tidak puas atas pertimbangannya
Pian pangcu, kau mesti pandang si juru pendamai, maka
hayo-lah kau bikin sudah perselisihan ini, kau harus lekas
ajak semua penduduk Hiecun mundur dari Gioklionggiam
pulang ke Hucun-kang, di sana telah menantikan
periuk yang lama!...."
Setelah mengucap demikian, Sian le tertawa bergelakgelak.
Mukanya Pian Siu Hoo menjadi merah. Ia merasa
ketusuk dengan ucapan itu.
"Sian tayhiap, kita ada sama-sama orang dari
kalangan Sungai Telaga, kalau bicara, aku minta sukalah
kau omong dengan terus terang!" ia berkata. "Aku minta
janganlah orang hanya bicara dengan andalkan lidahnya
yang tajam. Tayhiap, andaikata kau anggap kami orangorang
luar, ada terlalu usilan, baiklah, aku akan segera
undurkan diri dari Giokliong-giam ini!"
"Pian pangcu, kau omong terlalu jauh!" berkata Sian le
dengan lekas. "Sebagai orang tua, aku biasa omong
terus terang, apa yang dipikir di hati, dikeluarkan di
mulut. Bukankah kita ada orang-orang dari satu
golongan, yaitu golongan yang paling suka campur tahu
urusannya sahabat-sahabat agar sahabat-sahabat itu
menjadi akur" Apakah yang pangcu anggap tidak cocok"
Barangkali lain halnya jika pangcu dan Kiushe Hiekee
mempunyai ganjalan yang hendak dibikin beres
sekarang, justru ada urusan sulit ini. Kalau tidak, pangcu,
kau dan aku ada sama saja, kedatangan kami kemari
untuk mendamaikan. Dalam hal ini, aku minta janganlah
orang berpemandangan cupet!...."
Mukanya Pian Siu Hoo menjadi bertambah merah,
tanda dari kemurkaan, ia tentu sudah lantas berbangkit
kalau tidak Han Kak, ketua dari Hangciu-pang ulapkan
tangannya, akan mencegah padanya.
"Sian loo-hiapkek, kau adalah tetua dalam kalangan
Bulim, kendatipun aku belum pernah ketemu, tetapi
namamu yang besar aku pernah dengar," berkata orang
she Han ini. "Di kalangan Sungai Telaga, apakah yang
paling dijunjung tinggi" Tidakkah kita orang paling bisa
membedakan di antara kebaikan dan kejahatan,
persahabatan dan permusuhan" Kalau kita mempunyai
ganjalan dengan pihak Kiushe Hiekee, tidak nanti kita
gunai ketika ini berbareng dengan adanya urusan dari Na
pangcu, kami tidak akan pinjam golok orang untuk
membunuh orang! Loo-hiapkek, ucapanmu barusan ada
melukai perasaan orang. Kita yang datang semua ada
sahabat-sahabat, kecuali Na pangcu, tidak satu dari kita
ada musuhnya Tan cuncu. Kita datang guna prikeadilan,
maka itu kita anggap ada kurang benar untuk pihak
Hiecun kangkangi muara ini...."
Mendengar perkataannya ketua dari Hangciu-pang,
Lim Siauw Chong lantas berbangkit, dengan angkat
kedua tangannya ia unjuk hormat pada tamunya itu.
"Lauwhia, terima kasih untuk nasihatmu," kata tetua
dari Kiushe Hiekee ini. "Mengenai urusan kita ini,
barangkali penjelasan sangat perlu. Pada duaratus tahun
yang lalu, oleh leluhur kita, kita dilarang meninggalkan
Hucun-kang. Maksud dari larangan itu ada baik, tetapi
akibatnya ada berbahaya. Mana bisa kita hidup di satu
tempat turun temurun dengan tidak ada perobahan,
sedang kita ada kaum yang gagah dan bersemangat"
Dulu kita bisa hidup menyendiri, tetapi sekarang tidak.
Jumlah kita bertambah, tetapi daerah tidak ikut meluas
mengimbangi jumlah itu, maka untuk hidup kita, anak
cucu kita harus mencari jalan sendiri. Semua orang tahu,
kalangan pencarian kita ada cupet, dan pihak yang
memusuhkan kita bukannya tidak ada. Sampai sebegitu
jauh, pihak kita hidup dalam lapangan yang sempit,
maka bisalah dimengerti bahwa kita menghadapi
kesukaran. Meski begitu, kita jaga diri, kita tidak mau
ganggu lain pihak dan tetap berusaha sendiri. Kita pun
tetap hidup di muka air. Adalah karena terpaksa, maka di
antara kita ada yang meninggalkan Hucun-kang.
Rombongan Tan Tay Yong ini adalah salah satu di
antaranya, la dudukkan Giokliong-giam dengan tidak
menyusahkan pihak mana juga, ia banting tulang, makan
dan pakai dari hasil tenaga sendiri. Semua orang ketahui,
daerah perikanan ini tadinya ada daerah kosong dan
tersia-sia, daerah ini baru jadi makmur setelah disiram
keringat mereka yang bercape lelah. Apakah adil, kalau
sekarang mereka hendak diganggu" Kenapa tidak dari
tadi-tadinya, dari mulanya diusahakan, mereka dilarang
dan dicegah" Kenapa baru sekarang mereka didatangi,
dengan bawa satu jumlah besar kawan-kawan dan juga
membikin pusing sahabat-sahabat yang sedikit pun tidak
ada kepentingannya dalam hal ini" Tidakkah dengan
demikian kita jadi tidak enak hati terhadap sahabatsahabat
itu" Kalau Englok-pang hargai persahabatan,
tidak nanti ia datang dan ganggu kita! Kalau Englok-pang
tidak ganggu kita, sudah pasti kita tidak akan ganggu
padanya. Adalah kalau terpaksa, baru kita tidak bisa
diam saja. Maka sekarang aku hendak tegaskan, pihak
Hiecun tidak bisa berlalu dari sini, kecuali apabila darah
kita telah mengucur habis. Terserah pada Englok-pang,
tindakan apa ia hendak ambil!"
Ketua dari Tonglouw-pang, Auwyang Cu Hin,
berbangkit. "Lim loo-enghiong, apakah kau bukannya loocianpwee
Lim Siauw Chong, ketua dari Kiushe Hiekee?"
ia tegaskan. Lim Siauw Chong manggut. "Itulah benar," ia
menyahut dengan manis.
"Lim loo-enghiong," kata pula Auwyang Cu Him,
"sebenarnya adalah keinginanku yang kedua pihak saling
mengalah. Dalam hal ini kita sebenarnya cocok dengan
bunyinya pri-bahasa yang membilang, 'Orang hanya lihat
keuntungan, tidak bahayanya, seperti ikan cuma lihat
umpan, tidak melihat pancing'. Dari pri-bahasa ini,
haruslah kita menyingkir. Mengalah ada berarti
keberuntungan kita, kalau sebaliknya, itu berarti jalan
buntu, orang sama-sama ada di pojokan. Apakah artinya
kalau kedua pihak sampai nampak kerugian, hingga
muka air mesti disiram darah" Menurut aku, looenghiong
baik mengalah dan Na pangcu jangan
mendesak, dengan begitu, perselisihan dapat
dibubarkan...."
Mendengar begitu, Samsiang Cui Cu Ie dan Kimpian
Cia Kiu Jie, kedua ahli silat undangannya Na Thian Hong
lalu berbangkit.
"Apa yang Auwyang pangcu bilang ada hal yang
sebenarnya," mereka nyatakan berbareng. "Urusan
bagaimana besar juga, harus dibikin habis. Kenapa kedua
pihak tidak mau saling mengalah?"
IeTong, ketua dari Lankie-pang, juga berbangkit.
"Kita kaum Sungai Telaga memang harus saling
mengalah," ia berkata. "Na pangcu inginkan Kiushe
Hiekee berlalu semua dari Hiecun ini, itu ada keterlaluan,
dan Tan cuncu berkokoh hendak kangkangi daerah ini,
itu pun kurang pantas. Di sini mesti ada tempat untuk
tuan rumah dan tamu Kiushe Hiekee tetap sebagai tamu,
kendati ia telah banting tulang mengusahakan daerah ini,
maka itu, ia mesti sedikit sungkan. Di sebelah itu, Tan
cuncu juga niscaya telah saksikan kesulitan hidup dari
pihak Englok-pang. Satu makmur dan ada kelebihannya,
satu malang dan lagi menderita Bagaimana sekarang"
Menurut aku, baiklah Hiecun bagikan umpama separoh
dari hasil kelebihannya untuk menolong pihak yang
menderita dari Englok-pang. Dengan begitu, kedua pihak
jadi saling menolong, kedua pihak tidak bermusuhan
lagi.... Apakah kedua pihak sudi dengar pertimbanganku
ini?" "Cara pemecahan ini, maafkan aku, tidak dapat aku
terima!" berkata Na Thian Hong sambil bersenyum tawar.
"Kalau ini dilakukan sebelumnya ada bentrokan, bisa jadi
kami akan terima, tapi sekarang, tidak! Sekarang
melainkan ada satu jalan, ialah pihak Kiushe Hiekee
mesti angkat kaki semua dari Giokliong-giam, aku tidak
akan ganggu selembar jiwa atau sebuah perahu pun,
jikalau tidak, tidak bisa lain, kedua pihak harus unjuk
kegagahannya! Aku si orang she Na tak berguna, aku
bersedia akan korbankan semua orang dari Englok-pang!
Aku mempunyai kepandaian akan ambil pulang
Giokliong-giam! Maka Kiushe Hiekee baik lekas mundur,
kita lantas jadi tidak saling ganggu! Aku telah bicara,
ijinkanlah aku berlalu!"
Baru saja Na Thian Hong tutup mulutnya atau satu
suara tertawa yang panjang dan nyaring yang membikin
sakit kuping mendengarnya, terdengar oleh ketua dari
Englok-pang itu!
Itu ada suara tertawanya Souw-posu Cukat Pok, tamu
yang kurus kering dari Lim Siauw Chong. Dia ini sampai
Pertempuran Di Lembah Bunga Hay Tong Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sebegitu jauh duduk diam saja, atau ia bicara sambi
tertawa-tawa dengan Hee in Hong, ia seperti tidak punya
sangkutan suatu apa dengan jalannya pembicaraan yang
begitu hebat, malahan ia agaknya tidak sudi dengar
pembicaraan orang. Tetapi sekarang, dengan tiba-tiba ia
kasih dengar suaranya " suara yang tidak diinginkan.
Kemudian, setelah lenyapnya suara tertawa itu, ia
hadapi Na Thian Hong sambil menggape-gape serta
berkata, "Sahabat, tunggu dulu! Dengan maksud apa kau
datang kemari" Dengan cara bagaimana barusan kau
datang kemari" Apakah dapat kau pergi dengan begini
saja" Kenapa kau tidak menanyakan dulu pada ketua dari
Giokliong-giam Hiecun, apakah tempat ini bisa
mengantapi orang datang dan pergi dengan sesukasukanya
saja" Tunggu dulu, sahabat, aku Cukat Pok, aku
ingin tanya kau!"
Mendengar suara dan melihat sikapnya, bukan main
mendongkolnya Na Thian Hong.
"Eh, sahabat, jangan kau berlaku kurang ajar padaku
si orang she Na!" ia menegur. "Aku bukannya orang yang
kau boleh permainkan menurut sukamu! Apakah bisa jadi
kau hendak larang aku pergi?"
"Sahabat, sikapmu sungguh aneh!" kata Cukat Pok,
yang tidak pedulikan orang gusar. "Kalau kau datang
dengan maksud untuk gunakan kekerasan saja, kau
sebenarnya tidak perlu omong banyak! Kau telah datang
kemari dengan cara baik, bukankah ada maksudmu
untuk kita gunakan cara-cara terhormat dari kalangan
Sungai Telaga, maka kenapa sekarang kau main ancamancaman"
Lihatlah pasukan perahumu di luar muara!
Dengan itu kau boleh gertak segala penduduk biasa!
Kalau dengan pasukan itu kau hendak gertak Hiecun, kau
keliru! Nyata sekali, dengan bawa pasukan, kau sudah
berniat menyapu Hiecun ini! Tetapi, kejadiannya bakal
tidak begitu gampang seperti kau kira! Bukankah di sini
ada berkumpul banyak sahabat-sahabat baik, yang ingin
rekoki urusan" Maka aku percaya, urusan akhir-akhirnya
akan dapat dibikin beres. Sahabat, turutlah aku,
bereskanlah urusan secara damai, kekerasan tidak akan
ada faedahnya. Kenapa air sungai ini mesti disiram
dengan darah" Bisakah kau berlaku sabar" Kalau tidak,
sahabat, sekarang kau boleh mundur dari Gioklionggiam,
aku kasih kau tempo sepuluh hari, akan
menyerang masuk kemari. Selama tempo itu, andaikata
ada sebuah saja dari perahumu yang menoblos ke dalam
muara ini, aku akan nyatakan takluk padamu, aku akan
angkat kau menjadi guru! Ingat, sahabat, untuk bekerja,
orang jangan ingat saja keuntungan diri sendiri, orang
mesti ingat juga kepentingannya lain orang! Kau terlalu
kouw-ka-tie, karena kau hendak korbankan banyak jiwa,
malahan juga jiwanya sahabat-sahabatmu! Bukankah
ada jalan paling adil kalau sekarang ditetapkan, dua kali
dalam satu tahun, setiap musim Cun dan Ciu, pihak
Giokliong-giam membantu pihakmu dengan barangbarang
kelebihan hasilnya, untuk dibagikan di antara
nelayan-nelayan Englok-pang yang paling melarat" Cara
ini akan menyingkirkan pertempuran yang tidak ada
perlunya, akan memegang kekal persahabatan kami.
Kenapa kau tidak ambil tindakan ini, Na pangcu?"
--ooo0dw0ooo-- IV Na Thian Hong tertawa berka-kakan setelah
mendengar perkataan orang itu.
"Aku kira kau mempunyai anggapan baru, tuan!"
berkata ia dengan menghina. "Apa yang lain orang telah
ucapkan, tidak usah kau ulangkan! Urusan kita sekarang
sudah tidak bisa dibikin beres lagi, maka aku anggap,
sekarang kita mengandal pada masing-masing saja, siapa
yang punya kepandaian, ia keluarkan itu, siapa yang
kalah ia mesti menyerah, mengaku tak punya kepandaian
dan tidak boleh menyesal atau penasaran! Kita dari
Englok-pang, kendati tidak bisa bangun selama beberapa
tahun ini, tetapi kita tidak sampai mesti dapati sisa
makanan dari lain orang. Terima kasih untuk
kebaikanmu. Nah, sumpai kita ketemu pula!"
Juga Cukat Pok tertawa dingin atas kejumawaan orang
itu. "Na pangcu, dengan maksud baik aku bicara dengan
kau, kau tidak sudi meladeni, terserah pada mu!" ia
bilang, "Tetapi, pangcu secara begini saja kau undurkan
diri. pihak tuan rumah merasa tidak enak hati. Kau lihat
sendiri, di Hiecun ini tidak ada banyak orang, justru
sekarang ada ketika yang baik. marilah sekarang kita
berdua main main sedikit, dengan begini, kita bisa segera
bereskan urusan kedua pihak. Sudah tentu saja, aku
harus berikan tanggungan padamu, supaya kau bisa
merasa bertetap hati kau ada tamu, seharusnya kau akan
dapat perlakuan menuruti hakmu dan kita akan berlaku
sebagai tuan rumah. Bukankah kita orang bicara secara
baik dan urusan juga mau dibereskan secara damai" Tan
cuncu, silakan kau perintahkan agar semua perahu
Hiecun di luar muara ditarik pulang, sesudah itu. kau
antapkan pasukan besar dan Englok-pang menerjang
masuk, jangan sekali kau pegat atau merintangi. Cara ini,
aku anggap ada cara yang paling adil!"
Belum sampai Na Thian Hong berikan jawabannya,
menerima atau menolak tantangan itu, ketua Kangsanpang
Tiathong-liong Pian Siu Hoo dan ketua Tonglouwpang
Auwyang Cu Him telah berbangkit serta terus
berkata dengan berbareng, "Cukat loosu, kau benar ada
satu sahabat! Perkataanmu menyatakan suatu
penetapan, baiklah, kita trima itu! Untuk bicara terus
terang, kita sebenarnya sangat kagum atas nama loosu
sekalian, karena masing-masing mempunyai kepandaian
sendiri-sendiri, sedang ketika yang baik seperti ini ada
sangat sukar dicarinya. Aku harap, loosu, dengan jalan
ini kita orang bisa mendapati banyak pengalaman!...."
Begitu mendengar ucapannya tamu-tamu itu, Lim
Siauw Chong segera berbangkit.
"Satu hal aku ingin terangkan," demikian katanya.
"Ketua di sini adalah Tan Tay Yong, meski demikian
sebagai tetua dari Kiushe Hiekee, aku pun ada hak untuk
bicara. Di sini tuan-tuan hendak uji kepandaian, sebagai
sahabat hendak saling merundingkan kebisaan, aku tidak
berkeberatan. Tindakan ini ada biasa saja dalam
kalangan Bulim. Akan tetapi, apabila di sini tuan-tuan
hendak menguji masing-masing, aku menentangi, karena
itu berarti permusuhan. Pihak untuk urusan kita kedua
pihak, atau untuk lampiaskan ganjelan siapa saja yang
berbuat demikian, aku tidak bisa terima baik! Kita kedua
pihak, Englok-pang dan Hiecun, akan bertempur sendiri
untuk mangkok nasi kita, kita ingin gunakan tenaga
sendiri, siapa menang dan siapa kalah, ia mesti terima
kesudahannya dengan ikhlas, tapi siapa cari kemenangan
karena andeli sahabat, itu tidak seharusnya, perbuatan
demikian tidak terhormat, perbuatan demikian bukannya
perbuatan dari kalangan Sungai Telaga! Aku Lim Siauw
Chong, tidak sudi menipu dan tidak mau berbuat busuk,
aku sengaja omong terus terang, supaya di belakang hari
tidak timbul omongan yang tidak-tidak. Aku tidak ingin
menjadi satu laki-laki yang bercacat!"
Lim Siauw Chong bicara dengan sikap sungguhsungguh,
tidak urung ia telah bikin mukanya Na Thian
Hong menjadi merah padam, saking malunya. Ia
memang datang dengan berkawan, untuk mengandeli
kawan merebut kemenangan. Ia tidak nyana, tetua she
Lim itu telah menyindir padanya, tapi ia lekas berbangkit.
"Lim loosu, kau benar!" ia berkata. "Urusan adalah
urusannya Englok-pang dengan Giokliong-giam Hiecun,
maka dalam urusan ini, biarlah aku Na Thian Hong
berhadapan dengan ketua dari Hiecun, dengan begitu
orang luar jadi bisa dibilang tidak campur tangan!"
Diam-diam Lim Siauw Chong kutuk kelicinannya Na
Thian Hong, karena sudah terang orang she Na ini
ketahui sampai di mana kepandaiannya Tan Tay Yong
dan tidak ingin ia sendiri yang turun tangan untuk
wakilkan Tan cuncu. Meski demikian, di muka umum ia
masih bisa tertawa
"Bagus!" ia berseru. "Bagus, aku memang ingin kamu
berdua main-main! Ini barulah kelakuannya satu lakilaki!...."
Baru saja Siauw Chong tutup mulutnya, atau Pian Siu
Hoo goyangi tangan pada ketua dari Englok-pang.
"Na pangcu, kau jangan repot tidak keruan!" demikian
katanya. "Urusan kau orang baik ditunda dulu, sekarang
kita baik kemukakan urusan persahabatan, urusan
pergaulan kita" Ia menoleh pada Cu-kat Pok dan
melanjuti, "Cukat loo-suhu, aku ingin menerima
pengajaran dari kau. Aku dengar kebisaanmu Kauwtah
Sinna dan tubuh enteng yang sangat terkenal, sekarang
apa kau suka turunkan kepandaian-mu itu padaku?"
"Tentu saja!" sahut Cukat Pok dengan cepat.
"Sabar," Lim Siauw Chong me-nyelak. "Apa yang
barusan aku bilang, aku anggap harus dijalankan dulu.
Tay Yong, apa kau belum juga perintahkan mundur
semua perahu di mulut muara, supaya Englok-pang
merdeka untuk berlayar masuk" Aku ingin supaya
mereka jangan dilarang atau dicegah!"
"Baiklah," jawab Tan Tay Yong pada pamannya itu,
tetapi ketika ia mau berbangkit untuk berikan titahnya,
Na Thian Hong bikin ia merandek dengan suara
tertawanya yang dingin dan ucapan, "Tan cuncu, tunggu
sebentar! Kami datang kemari dengan tujuan, lebih dulu
gunai adat kehormatan, baru kekerasan apabila itu perlu.
Kita juga tidak mau pakai cara: dengan jumlah yang
terlebih besar merebut kemenangan. Hiecun mesti
diserang, itulah benar. Sesudah jalan menjadi buntu, kita
mesti berdaya masing-masing, tetapi tidak malam ini.
Dengan tindakanmu pada malam ini, nyata sekali kau
ada satu laki-laki, dan kita, sebaliknya, kita jadi seperti si
pengecut, karena menyerang selagi orang tidak bersiap.
Kalau benar pertempuran mesti dilakukan, kita baik
lalukan itu cara begini: Apabila aku ada punya
kepandaian, aku nanti pimpin barisanku datang
menyerang. Dan kau, apabila kau ada punya kepandaian,
kau boleh menangkis sebisa-bisamu guna lindungi
Hiecun. Tegasnya, kita unjuk kepandaian masing-masing!
Tan cuncu, beginilah caranya satu eng-hiong. Kita sudah
datang, itu tandanya kita tidak takut, umpama kata kau
hendak tahan kita, persilakan!"
"Na pangcu, kau benar. Kalau kau kehendaki caramu
itu, baiklah, aku bersedia akan iringi kau," Tay Yong
jawab. Mendengar demikian, Lim Siauw Chong
menggerendeng dengan pelahan, "Menyerang dengan
berterang atau bergelap ada sama saja, itu adalah
seperti setengah kati dengan delapan tail....."
"Sudah cukup," Cukat Pok lalu menyelak. "Na pangcu,
urusan kamu berdua pihak baiklah ditutup dulu, tetapi
sekarang mari kita wujudkan pembicaraan kita barusan.
Aku ingin terima pengajaran dari Pian loo-suhu, enghiong
yang ternama dari daerah Hucun-kang! Kau telah
mengadu biru, aku tidak sabaran lagi! Pian loosu,
marilah, mari kita main-main untuk beberapa jurus saja,
main-main seperti caranya si penjual silat di muka
umum!" Pian Siu Hoo yang ditantang hebat, sambut tantangan
itu, di saat ia hendak berbangkit, Ie Tong, ketua dari
Lankie-pang mendahului ia.
"Pian loosu, tunggu! Demikian orang she Ie itu. "Na
pangcu telah undang kita, untuk itu mesti ada perbedaan
sahabat jauh dan dekat, sahabat kekal dan bukan. Kau
ada seperti saudara angkat, maka itu kau harus
mengalah. Apakah bisa jadi, bahwa kita sebagai sahabatsahabat
yang tak berguna tidak boleh turut ambil bagian
dalam ini macam piebu" Maka, Pian loosu, sukalah kau
nonton saja dulu untuk bantu meramaikan, aku nanti
yang layani Cukat loosu main-main sebentaran!.?"
Setelah kata begitu, Ie Tong buka thungsha-nya
sambil lemparkan itu ke samping, ia lompat maju
menghampirkan Cukat Pok serta terus angkat kedua
tangannya memberi hormat.
"Cukat loosee, sudah sejak lama aku kagumi
kepandaianmu, kau adalah orang yang jarang ada
tandingannya di kalangan Bulim, maka itu aku girang
malam ini bisa ketemu kau dalam Hiecun ini! Loosu, le
Tong tidak tahu diri, ia ingin minta pelajaran dari kau,
maka sudikah kau mengajarkan aku?"
"le pangcu, kau terlalu seejie," Cukat Pok berkata.
"Toh tidak ada halangannya untuk orang-orang sebangsa
kita main-main satu sama lain untuk tambah
pengalaman" Hanya aku kuatir, aku bukan tandinganmu,
dengan cara bagaimana kau ingin kita main-main?"
"Kita sebenarnya tidak kenal satu dengan lain, kita
berdua tidak bermusuhan," berkata le Tong, "maka itu,
main-main kita melulu ada untuk mencoba-coba saja.
Cukat loosu, kau terkenal dengan Shacaplak-louw KimnaTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
hoat-mu, aku ingin kau gunai kepandaian istimewamu itu
yang telah tersohor di kalangan Sungai Telaga!"
Cukat Pok tertawa dingin. "Dengan menyebut-nyebut
namanya ilmu kepandaian, aku menyesal tidak dapat
turuti kehendakmu, le pangcu," ia bilang. "Marilah kita
omong biar jelas. Karena kau telah ketahui yang aku
Cukat Pok mengerti ilmu Kimna-hoat, aku hendak
terangkan padamu, aku bukannya jumawa, tetapi benar,
ilmu itu aku telah yakinkan dengan sungguh-sungguh,
malahan selama tigapuluh tahun aku berlatih terus
dengan tidak pemah alpa barang satu hari. Aku tidak
kuatir kau tertawakan aku, le pangcu, siapa saja yang
pernah beradu dengan Cukat Pok, ia mesti akui sampai di
Pertempuran Di Lembah Bunga Hay Tong Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mana adanya kesempurnaan dari ilmu kepandaianku itu,
sebab biasanya belum pemah ada orang yang aku
pemah kasih hati di bawahnya sepasang tanganku. Tapi
kau, le pangcu, kau berani tantang aku, kau pasti ada
mempunyai kepandaian untuk lawan atau kalahkan
kepandaianku itu, maka aku harus ambil satu sikap.
Untuk pertahankan nama baikku, tidak bisa tidak, aku
harus gunai kepandaianku itu. Oleh karena ini, aku tahu,
di antara kita, mesti ada salah satu yang bakal mendapat
malu. Maka, le pangcu, selagi di antara kita tidak ada
permusuhan, apa kau tidak bisa pilih lain cara" Aku
anggap baiklah ditukar suatu cara lain...."
le Tong tidak senang mendengar ucapan orang itu,
karena ia merasa bahwa dirinya sedang dipermainkan
dan diancam secara samar-samar, maka ia keluarkan
suara dari hidung.
"Cukat loosu, kau kelihatannya anggap urusan secara
sungguh-sungguh sekali," ia berkata. "Main-main di
kalangan kita, kalangan Bulim, ada hal umum, maka
menang dan kalah juga ada umum, hingga itu sama
sekali tidak merupakan halangan suatu apa. Bukankah
kita tidak bermusuhan" Maka sudah seharusnya, di
antara kita tidak ada dikandung maksud jahat, hingga
siapa menang dan siapa kalah, ia tidak harus buat
pikiran. Cukat loosu, silakan kau keluarkan kepandaian
istimewamu itu, umpama kata aku roboh di bawah
tanganmu, satu ahli silat ternama, aku tidak akan jatuh
merk! Bukankah begitu, loosu?"
"Ie pangcu, kau ternyata ada seorang yang
berpemandangan luas, kau benar ada satu enghiong,"
Cukat Pok berkata. "Bukannya aku Cukat Pok
berpemandangan cupet, aku sengaja omong lebih
dahulu, supaya segala apa di antara kita jadi jelas, agar
di waktu turun tangan, apabila ada terjadi kesalahan,
tidak nanti ada orang yang katakan aku tidak
memandang sahabat. Di muka medan pertandingan, satu
kali orang gerakkan tangan, tangannya tidak mengenal
kasihan lagi. Kau baik hati, le pangcu, sekarang
persilakan kau bergerak terlebih dulu?"
Setelah kata begitu, Souwposu lantas mundur, segera
buka pakaiannya yang gerombongan, apabila thungsha
itu dipegang lehernya dan dibalingkan sambil memutar,
sekejap saja, dari satu baju panjang telah menjadi
tergulung bulat dan panjang, merupakan seperti
sebatang toya. Tan Tay Yong mengerti maksud orang, ia lompat
menghampirkan tamunya itu, serta ulur kedua tangannya
akan sambut baju panjang itu.
Ie Tong bisa lihat gerakan orang, yang membikin ia
terperanjat. Ia tahu, lawanan itu sengaja pertontonkan
kepandaiannya. Tapi ia tidak takut. Ia ketahui, Cukat Pok
ada ahli dari Shacaplak-louw Kimna, ilmu "menangkap
menyekal" yang terdiri dari tigapuluh enam jalan.
Dengan ilmu itu, gerakan kaki tangannya ada gesit,
pandai menangkap tangan dan senjata musuh, melulu
dengan tangan kosong. Tapi ia sendiri mengerti Pekwanciang,
ilmu "Telapakannya Monyet Putih", yang punya
perobahan dari tigapuluh enam sampai tujuhpuluh dua
rupa, maka ia percaya, dengan ilmu ini ia akan sanggup
tandingi musuh.
Demikian, keduanya sudah lantas berhadapan, akan
segera bergerak memutari lapangan.
Biasanya, dengan punyai ilmu Shacaplak-louw Kimna,
yang ringkasnya dipanggil Kimna-hoat, orang mesti
berani merangsek, tetapi tidak demikian dengan Cukat
Pok. Dari itu, le Tong heran lihat musuh tidak segera
merangsek padanya, hingga terpaksa ia mesti mendekati
terlebih dulu. "Cukat loosu. sambutlah!" berseru ketua Lankie-pang
ketika ia lompat maju serta tangannya menyamber muka
orang. Dengan tangan kanan ia hanya mengancam,
adalah setelah itu, tangan kirinya, dengan Yaptee
touwtoh atau "Di bawah daun mencuri buah toh", ia
menotok tenggorokan orang.
Cukat Pok bisa menduga gerakan musuh, ia tidak
mundur hanya angkat kedua tangannya ke depan dada,
selagi tangan kiri musuh mendekati, tangan kanannya
melonjor di bawah tangan musuh itu, dengan sedikit
gerakan saja, ia sudah kasih bekerja ilmu Kimsie canwan
atau "Benang sutera melibat lengan".
Tapi Ie Tong juga bisa melihat gelagat, gerakannya
pun gesit. Untuk tolong dirinya, ia bikin dua gerakan
dengan berbareng, yaitu tangan kiri ia tarik pulang,
tangan kanan yang tadi dipakai mengancam, menotok
pada lengan kanan lawannya di bctulan urat yang
berbahaya. Lekas sekali Souwposu men-dek, supaya totokan
musuh tidak mengenai sasarannya, berbareng
menggerakkan kaki, ia bikin tubuhnya berada di samping
kanan musuh, adalah dari sini, selagi tubuhnya bangun,
tangan kanannya bergerak terlebih jauh, akan hajar
pundak orang yang sedikit turun karena gerakan
totokannya barusan.
Oleh karena maksudnya tidak kesampaian dan
berbareng dirinya terancam bahaya, terpaksa le Tong
enjot tubuhnya untuk lompat mundur sampai jauhnya
satu tombak lebih, dengan renggangkan diri, ia hendak
mengambil sikap lain.
Tetapi Cukat Pok tidak mau pisahkan diri dari musuh,
sebaliknya, ia mau rapatkan terus, maka itu di waktu
lihat musuh menyingkir, ia barengi merangsek dengan
satu lompatan, hingga ketika keduanya injak tanah,
mereka tetap berada berdekatan.
Cukat Pok berada di sebelah belakang musuh, tidak
tempo lagi sebelah tangannya bergerak ke arah batok
kepala musuh akan hajar batok kepala itu.
le Tong telah menduga pada gerakan lawannya,
apapula ia pun telah merasai samberannya angin, maka
begitu lekas menginjak tanah, tubuhnya ia cenderungkan
ke depan. Kaki kirinya melonjor ke depan. Sambil
berbuat demikian, tangannya digeraki dari bawah ke
atas, akan terjang lengan kanannya Cukat Pok pada
bagian sikut. Itu adalah tipu silat Hian-in tokgoat atau
"Mega menampak rembulan".
Souwposu batalkan serangannya apabila ia dapat
kenyataan musuh telah siap akan celakai sikutnya.
berbareng dengan itu, ia majukan kaki kanannya hingga
tubuhnya jadi berdiri berendeng dengan musuh itu.
Melainkan tubuh mereka tidak nempel satu dengan lain.
Adalah setelah itu ia totok iga kanan orang.
Dengan geraki kaki kirinya ke depan, le Tong
singkirkan tubuhnya dari totokan. la juga mau balas
menyerang, maka tangan kanannya dari atas turun ke
bawah, akan hajar pundak kanan lawan. Gerakan yang
sebat ini dibarengi dengan putaran tubuh yang gesit.
Tetapi serangan ini tidak memberikan hasil, karena pihak
lawan telah mendului berkelit.
Demikian selanjutnya, dengan bergantian mereka
saling menyerang, dua-duanya dengan unjuk kecelian
mata, kegesitan tubuh dan kesehatan bergeraknya
tangan dan kaki mereka. Masing-masing tidak mau
mengalah, tetapi, sama-sama mereka berlaku licin,
supaya bisa rebut kemenangan dengan tidak usah diri
sendiri kena diserang.
Penonton di kedua pihak telah menyaksikan dengan
kagum dan hati berdebar-debar, sebab mereka samasama
ada gesit, tetapi sesuatu serangan mereka
berbahaya sekali, siapa terkena, ia mesti terluka parah.
Kecuali lompat jauh, mereka juga lompat tinggi, baik di
waktu merangsek maupun di waktu berkelit.
Untuk duapuluh tahun le Tong dari Lankie-pang telah
melatih diri dengan Pekwan-ciang, ia ternyata telah
dapatkan kesempurnaannya ilmu silat tangan kosong itu.
Dan sekali ini ia telah mesti gunakan puluhan macam dari
perobahan gerakan tangannya, akan layani ahli dari
Kimna-hoat. Tan Tay Yong berdiri bengong, dalam hatinya ia
merasa malu sendiri. Ia, yang namakan dirinya ketua
atau cuncu, yang berani kepalai suatu rombongan besar,
ternyata tidak punya kepandaian yang berarti apabila ia
mesti dipadu dengan dua orang yang sedang adu
kepandaian itu. Dengan kepandaian yang rendah, cara
bagaimana ia bisa pertahankan diri dan melindungi
Giokliong-giam Hiecun dari serangannya Englok-pang"
Musuh ada berkawan banyak dan ini satu saja sudah
bukan main liehaynya!
"Syukur siokhu Lim Siauw Chong datang dengan
kawan-kawannya.. " demikian ia hiburkan diri.
Pertempuran sudah berjalan dua-puluh jurus lebih,
keduanya kelihatan sama tangguhnya. Ie Tong telah
saksikan kepandaian lawan, ia lalu ambil putusan, di satu
pihak ia mau jaga diri, di lain pihak ia mencari lowongan
untuk berikan pukulan yang memutuskan guna merebut
kemenangan. Demikian pun pikirannya Cukat Pok, yang
telah merasai ketangguhannya musuh, hingga Souwposu
tidak berani alpa
Segera juga datang saatnya kedua tangan dari
Souwposu bergerak berbareng laksana gunting,
mengarah kedua pundak orang, apabila serangan ini
mengenai dengan jitu, dua-dua tangan musuh akan
menjadi gepeng. Serangan ini hanya dapat dikelit, tapi Ie
Tong tidak berbuat demikian, kendati ia ketahui ancaman
lawan. Dengan luar biasa sehatnya ia angkat kedua
tangannya ke depan dadanya untuk dari situ dengan
cepat menyerang jurusan dada Souwposu.
Sekarang dua-dua sedang menyerang, dua-dua
serangan ada berbahaya sekali.
Cukat Pok lihat gerakan orang, yang bikin ia kaget
berbareng kagum. Ia tahu, andaikata ia berhasil, musuh
juga akan berhasil seperti ia. Ia mau singkirkan ini, tapi
ia tidak mau batalkan serangannya itu, maka ia mengulur
tangannya, dengan kedua kaki tidak bergerak, ia bikin
tubuhnya mundur dengan tangan menyerang terus. Ini
ada gerakan yang dinamai Sioksin giekut-hut atau
"Ringkaskan tubuh dan ciutkan tulang".
Ie Tong tidak sangka musuh akan bersikap demikian,
karena kedua tangannya telah terlepas, ia lantas merasai
kedua pundaknya terbentur tangan musuh seperti yang
tergosok, karena tenaga musuh tidak lagi penuh seperti
gerakannya yang pertama, tetapi tidak urung ia segera
merasai kedua pundaknya kesemutan.
Terpaksa ia pindahkan kaki kirinya ke kiri dan kaki
kanannya terangkat, bukan untuk menyingkir lebih jauh,
hanya untuk gedor kuda-kudanya lawan. Dengan jalan ini
ia ingin melakukan pembalasan.
Dalam keadaan yang berbahaya itu, Cukat Pok dapat
melihat gerakannya kaki musuh, ia lekas mundur dengan
sebelah tangan menyabet ke bawah, akan sabet kaki
musuh itu, apa mau, gerakannya le Tong cepat istimewa,
kendati tangannya bergerak, kaki musuh telah mendului
mengenai pahanya, meski serangan itu tidak berbahaya
lagi. Cukat Pok dapat perbaiki diri terlebih dulu, merangkap
kedua tangannya pada lawan itu, ia segera berkata, "le
pangcu, sungguh Pek-wan-ciang ada liehay sekali, aku
takluk." le Tong lekas-lekas membalas hormat.
"Cukat loosu, malam ini barulah aku betul-betul takluk
padamu," berkata "Baru sekarang aku dapatkan bahwa
namamu tersohor tidak kecewa."
Setelah berkata begitu, le Tong lantas undurkan diri.
Cukat Pok juga hendak mundur ketika seseorang lain
dari pihak Englok-pang maju menghampirkan ia serta
terus berkata, "Kau tidak ketahui, le pangcu, kecuali
Kimna-hoat yang sangat tersohor di Kang-lam dan
Kangpak, Cukat loosu juga mempunyai lain kepandaian
istimewa ialah ilmu tombak Souw-cu-chio, yang ia tidak
mau sembarangan pertontonkan di muka umum! Aku
dengar, pada sepuluh tahun yang lalu, dengan ilmu
tombaknya ia telah bikin tergetar tujuh propinsi di
selatan. Maka sekarang, pangcu, silakan kau beristirahat,
kebetulan ada pertemuan ini, aku hendak gunakan ketika
ini akan main-main dengan Cukat loosu, aku Cia Kiu Jie
ingin terima pengajaran...."
"Itu benar," le Tong manggut-manggut. "Dengan
begini tidaklah kecewa yang kita orang telah berkumpul
di Giokliong-giam ini. Aku pun jadi dapat ketika akan
turut menyaksikan Cukat loosu dengan kepandaiannya
Souwcu-chio itu!"
Setelah berkata begitu, le Tong lantas mundur.
Cukat Pok ketahui, Kimpian Cia Kiu Jie ada ahli silat
ternama dari Ouwlam, bersama Tin-sam-ouw Cui Cu le
adalah guru silat dari tingkatan tua (loo-cianpwee) dari
Ouwlam, kepandaiannya di air dan di darat ada terkenal,
sedang gegamannya cambuk Kimsie Siauw-kauw-pian,
ringkasnya Kimpian. Di Ouwlam belum pernah ada
tandingannya. Ia pun ketahui, Cia Kiu Jie ada ternama
baik, hanya bersama Cui Cu le, ia ada beradat sedikit
tinggi dan keras, maka mereka berdua " saudara
angkat"tidak suka bergaul dengan sembarang orang.
Maka adalah aneh yang sekarang mereka berdua dapat
diundang oleh kawanan coanpang itu.
"Cia loosu, janganlah kau angkat-angkat aku," kata
Cukat Pok sambil tertawa. "Namaku ada nama kosong,
dan kepandaianku barusan telah dipertunjukkan, maka
aku minta janganlah kau suruh aku pertunjukkan lagi
keburukanku. Kita orang pun piebu untuk persahabatan,
andaikata urusan kedua pihak tidak dapat diselesaikan,
kita sendiri tidak seharusnya membawa sikap saling
bermusuh. Dengan gunai senjata, itulah berbahaya, aku
Pertempuran Di Lembah Bunga Hay Tong Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kuatir salah satu nanti terluka, kejadian itu bisa
merugikan persahabatan kita, maka aku pikir, baik kita
main-main dengan tangan kosong saja. Dengan jalan ini
kita juga bisa menyingkir dari tertawaannya orang
banyak...."
"Cukat loosu, terang kau merendah saja!" kata Cia Kiu
Jie sembari tertawa. "Kami bukannya jumawa atau
mengandeli ilmu silat, tetapi apa sih artinya ilmu silat"
Apa namanya kepandaian jikalau kita tidak mampu
kendalikan gerakannya kaki dan terutama tangan kita di
waktu maju dan mundur" Souw-cu-chio sudah berada
beberapa puluh tahun di tanganmu, aku tidak percaya
kau bisa melukai atau membahayakan jiwa orang kecuali
kau inginkan itu. Kalau dibilang gerakan senjata di
tangan sukar dikendalikan, itu hanya ada ucapan untuk
justakan orang. Kalau senjata di tanganmu tak bisa
terkendali, kita baik jangan omong lagi perihal ilmu silat.
Cukat loosu, aku telah omong dari hal yang benar, harap
kau tidak tertawakan aku."
"Cia loosu, oleh karena kau kata begitu, aku tidak bisa
bantah pula padamu," Cukat Pok mengalah. "Hanya perlu
aku terangkan, memang ada satu waktu, satu kali
senjata telah digerakkan, bisa kejadian bahwa orang
tidak berkuasa lagi. Dengan ucapanmu, Cia loosu, terang
kau hendak menyukarkan satu sahabat, kau agaknya
tidak sudi memberi ketika. Aku datang ke Giokliong-giam
ini selaku sahabat, tujuanku adalah mendamaikan kedua
belah pihak, maka kalau karena aku, urusan jadi tambah
genting, terang kita bukannya sahabat dari kedua pihak
itu!" "Kalau begitu, Cukat loosu, baiklah, aku nanti kasih
keterangan dulu pada semua orang," berkata Cia Kiu Jie.
Cukat Pok manggut, dalam hatinya ia kata, "Aku tidak
boleh tidak pandang mata pada orang she Cia ini, ia ada
satu orang gagah yang jujur dan terhormat....."
Cia Kiu Jie, sudah lantas hadapi orang banyak serta
angkat kedua tangannya.
"Adalah kebiasaan dari aku Cia Kiu Jie akan urus
urusan lain orang seperti urusan sendiri," ia berkata,
"maka itu aku bisa mengerti, bahwa pembicaraanku
dengan Cukat loosu barusan, telah berlaku sedikit keliru.
Sekarang, selagi tuan-tuan dengar pembicaraan kita
barusan, aku minta sukalah tuan-tuan tolong unjuk,
bagian manakah dari kata-kataku barusan yang tidak
cocok. Aku tidak ingin, karena urusanku sendiri, di luar
tahuku, aku nanti bikin gagal urusan besar."
Ketua dari Englok-kang Coanpang, Na Thian Hong,
tidak senang dengan sikapnya tamu itu. Ia anggap,
setelah diundang datang Cia Kiu Jie mestinya terus
berpihak padanya dalam keadaan apa juga, karena ia
pun akan tunjang tamu itu sampai di akhirnya. Siapa
nyana, sekarang Cia Kiu Jie lebih utamakan kehormatan
sendiri. Tapi karena di situ ia masih punyakan lain-lain
kawan yang ia andelkan, ia lalu menjawab, katanya, "Cia
loosu, kau telah datang bersama aku, untuk kebaikanmu
aku haturkan banyak-banyak terima kasih. Dengan apa
yang kau ucapkan barusan, aku akur, itu ada ucapannya
satu laki-laki. Tentang urusanku, jangan kuatir, untukku,
menang atau kalah aku akan menerima. Dalam halnya
kau ini, loosu, aku senantiasa berada di belakangmu.
Mengenai urusan di antara Englok-kang dan Gioklionggiam,
putusanku sudah tetap, aku akan bergulat sampai
di akhirnya, kesudahannya akan terserah nanti pada
kekuatannya kedua pihak masing-masing. Cia loosu,
persilakan, kau ada merdeka!"
Mendengar itu, Cia Kiu Jie pun tidak puas. Jelaslah
bahwa. Na Thian Hong tidak inginkan perdamaian dan
mengandung maksud jelek. Tapi, karena sudah terlanjur,
ia juga tidak bisa mundur. Ia lalu ambil putusan.
"Na pangcu, terima kasih untuk kebaikanmu," ia
berkata, la menoleh pada Cukat Pok akan berkata pula,
"Cukat loosu, kau telah dengar kata-katanya Na pangcu
barusan. Nyata ia telah berikan kehormatan padaku. Aku
percaya, malam ini juga, hal urusan kedua pihak akan
ada putusannya. Sekarang, Cukat loosu, silakan kau
berikan pengajaran kepadaku, agar aku dapat pelajaran
dari kau."
Setelah berkata begitu, Cia Kiu Jie lompat mundur,
sembari lompat, tangannya meraba ke pinggangnya, dari
mana ia tarik keluar cambuk Kimsie Siauwkau-pian yang
lemas, yang dapat dipakai melibat pinggang.
"Baiklah!" Cukat Pok menyahut, serta ia pun mundur,
sebelah tangannya juga meraba pinggang, akan loloskan
tombaknya, Sun-kong Souwcu-chio, yang pun lemas
seperti angkin, tetapi, apabila telah digentak dengan
keras, segera menjadi lempang seperti kimpian lawan.
"Cia loosu, terpaksa aku mesti layani kau," ia berkata.
"Aku minta dengan kimpianmu, sudilah kau menaruh
belas-kasihan kepadaku....."
Sambil bersenyum, kedua pihak telah berdiri dengan
bersiap. Cukat Pok sudah lantas putar souwcu-chio di atasan
kepalanya, setelah itu dengan tangan kiri ia samber
bagian tengahnya. Atas itu, Cia Kiu Jie telah putar
cambuknya dengan tubuhnya ikut bergerak.
"Cia loosu, silakan mulai!" Cukat Pok mengundang.
Sembari menyahuti, Cia Kiu Jie lompat maju,
cambuknya bergerak menyamber kepala lawan dengan
tipu silat Huihong loktee atau "Bianglala merah turun ke
tanah". Cukat Pok menyingkir ke samping kanan, "tombak"nya menyamber ke atas, guna sambut dan libat cambuk
musuh. Menampak lawan dengan sekejap saja hendak bikin
senjatanya terlepas, Cia Kiu Jie lantas berhati-hati. Ia
lekas tarik pulang tangannya, kakinya yang di depan
turut mundur juga, tapi setelah itu, tangan kanannya ia
gerakkan ke depan, hingga cambuknyajadi lempang
seperti to-ya, dan cambuk ini dipakai menusuk dada
orang. Sekarang Cukat Pok pindahkan kaki kiri ke kiri,
tubuhnya ikut mengegos. Guna membarengi, ia sabet
pundak kanannya Kiu Jie.
Cepat sekali, Cia Kiu Jie mendek dan terus loncat
mundur, sampai lima kaki, tapi baru saja kakinya yang
sebelah injak tanah, atau ia telah enjot kaki itu dan
tubuhnya juga, buat terus lompat maju ke depan, sedang
kimpian terus dipakai menyabet pundak kanan dari
lawan. Gerakan ini ada di luar dugaan, cepatnya bukan
buatan. Cukat Pok kagum untuk gerakan luar biasa dari lawan
itu. Baru saja ia memukul tempat kosong, jika terlambat,
ia akan menjadi korbannya kimpian. Tapi matanya celi
dan gesit gerakannya. Sambil mendek, ia geser kaki kiri
ke samping, begitu lekas serangan lawan mengenai
lowongan, ia barengi maju, akan kirim serangan yang
ketigakah. Lagi-lagi ia arah sebelah kanan lengan musuh.
Demikian dua orang pandai ini telah adu
kepandaiannya. Mereka berdua sama gagahnya, mata,
tubuh, ada sama celi dan gesitnya. Senjata mereka juga
ada sama sifatnya, ialah senjata-senjata lemas, dapat
dilibat di pinggang, tetapi, jika perlu, dapat dibikin jadi
kaku laksana tombak dan toya.
Di bawahnya sinar api, kimpian berkelebatan laksana
emas dan souwcu-chio berkilau-kilau sebagai perak. Duaduanya
bergerak sebat, menuruti gerakan tubuh masingmasing.
Kalangan ada luas tetapi kalangan itu seperti
penuh oleh mereka berdua Sekalian penonton yang ahli,
kagum berbareng kuatir. Mereka kagum untuk
kepandaian orang, sebaliknya mereka kuatir untuk
keselamatannya masing-masing, oleh karena mereka
tahu, siapa lambat sedikit atau alpa, akan terima
bagiannya yang hebat, dan pamornya akan ludes!
Melainkan ahli-ahli lweekang yang dapat
menggunakan dua macam senjata tersebut.
Lekas sekali, duapuluh jurus telah dilewati, keduanya
masih sama gagahnya.
Sesudah gagal berulang-ulang, dengan siauwkauwpian,
Cia Kiu Jie gunai tipu silat Hongsauw lokhio atau
"Angin meniup daun rontok". Sambil mendek,
cambuknya menyamber ke bawah, pada kaki lawan.
Gerakan ini ada luar biasa cepat.
Coba lain orang yang diserang secara demikian, ia
pasti sudah loncat mencelat akan apungi diri. Serangan
itu biasanya mesti beruntun, beberapa kali. Cukat Pok
tidak berbuat begitu. Kaki kanannya yang berada di
depan ia angkat dan pindahkan ke belakang, tubuhnya
ikut bergerak, disusul oleh kaki kirinya yang terangkat
juga Gerakan ini cepat luar biasa, hanya mendahului
sedikit saja daripada siauwkauw-pian, dan ujung cambuk
terpisah kira-kira dua tiga dim dari kaki kirinya
Souwposu! Mengetahui bahwa serangannya gagal, Cia Kiu Jie
benar-benar menyusul dengan yang kedua kali. Dari
kanan, ia putar tubuh ke kiri, sembari menaruh kaki ia
maju setindak. Serangan kali ini adalah Giok-tay wieyauw
atau "Angin kumala melibat pinggang".
Untuk kedua kalinya, Cukat Pok angkat kakinya seperti
yang pertama kali. Ia tidak mau lompat tinggi atau loncat
ke samping, memapaki cambuk itu. Hanya sekarang,
sambil berkelit, ia geraki souwcu-chio akan sambar
cambuk musuh, hingga kedua senjata mengenai satu
dengan lain, seperti terlibat, hingga Cia Kiu Jie menjadi
kaget. Sekarang ada saatnya akan ketahui, tenaga siapa
terlebih besar, atau tipu siapa terlebih liehay. Guna
loloskan senjata masing-masing, keduanya perlu
gunakan tenaga lengan dan kekuatan kuda-kudanya,
karena jika kuda-kudanya lemah, tubuhnya akan kena
tertarik, tubuh itu akan gusruk atau sedikitnya maju ke
depan. Atau tangan yang dipakai mempertahankan
senjata, akan kena tertarik keluar.
Luar biasa cepatnya, begitu lekas masing-masing
gunakan tenaganya, kedua senjata yang terlibat dengan
sendirinya terlepas juga. Kelihatannya tangan dan tubuh
mereka tidak tergerak, saking cepatnya gerakan mereka
masing-masing. Tapi di matanya sekalian ahli, tidak ada
suatu apa yang dapat lolos.
Hampir seperti tidak tertampak, kuda-kudanya Cia Kiu
Jie bergerak, tapi di pihaknya Cukat Pok, ternyata ia tidak
menggunakan seantero tenaganya, dengan begitu,
mukanya si ahli silat dari Ouwlam jadi terlindung.
"Terima kasih untuk mengalahnya loosu," berkata Cia
Kiu Jie serta perlihatkan hormatnya, la tidak penasaran,
tidak menyerang dan tidak menantang lagi.
Cukat Pok lekas-lekas unjuk hormatnya, akan balas
hormat lawan. "Cia loosu, justru adalah kau yang menaruh belas
kasihan pada ujung tombakmu," ia berkata dengan
merendah. Ketua dari Tonglouw-pang, Auwyang Cu Him, lantas
saja tertawa berkakakan.
"Siang atau malam, persobatan akan segera terikat!"
ia kata. Ia dapat lihat keadaan, ia dapat terka yang Cukat
Pok sayangi kepandaian orang itu dan mau melindungi
muka terangnya Kiu Jie.
Mendengar demikian, Cui Cu le berbangkit, akan
hampirkan orang she Auwyang itu.
"Auwyang loosu," berkata ia, "jietee kami tidak punya
guna karena ia tidak mampu membantu si orang she Na,
malah ia telah bikin si orang she Na itu mendapat malu,
untuk itu, aku dan saudaraku merasa malu sekali.
Auwyang loosu, sepasang Poankoan-pit-mu ada tersohor
di dalam kalangan Sungai Telaga, aku Cui Cu Ie telah
lama dengar itu, maka sekarang selagi ada ketikanya,
kenapa loosu tidak mau keluarkan, untuk siang-siang
merebut muka terang untuk Na pangcu" Dengan kau
maju, kita bersaudara juga akan turut mendapat cahaya
terang...."
Ditegur begitu, Auwyang Cu Him bersenyum sindir.
"Cui loosu, dalam pertempuran, siapa berani ambil
kepastian?" ia kata. "Apakah di hadapannya sekalian ahli
silat yang ternama ini kau mengharap kemenangan yang
pasti" Itulah tidak bisa terjadi! Hanya di sini ada suatu
jalan"di sini, persahabatan kekal atau tidak,
memandang muka atau tidak, orang sebenarnya harus
berlaku sungguh-sungguh! Siapa-siapa yang mempunyai
kepandaian tetapi tidak mau keluarkan di sini, itulah
aneh! Kita ada sama-sama sahabat baik, bahwa aku
tertawa, itu adalah sebabku sendiri. Cui loosu, kenapa
kau bercu-riga tidak keruan" Di pemandangan mataku,
souwcu-chio dari Cukat Pok tidak ada bagian yang tidak
boleh dipandang enteng, yang sukar dilawan, maka itu
aku yang rendah, ingin sekali belajar kenal!...." Cia Kiu
Jie sedang undurkan diri ketika ia dengar ucapan orang
itu, yang menusuk hatinya, sebab terang ia sedang
dicela, maka dengan air muka sungguh-sungguh ia
hadapi ketua dari Tonglouw-pang itu.
"Auwyang loosu, ucapanmu ini, aku Cia Kiu Jie tidak
mengerti!" ia berkata. "Apakah kau dapat lihat bagian
yang mana yang aku tidak lakukan kewajibanku sebagai
sahabat kekal?"
Baru saja dengar begitu, belum sampai Auwyang Cu
Him menyahuti, ketua dari Kangsan-pang, Tiat-hongliong
Pian Siu Hoo segera berbangkit dan maju, akan
menyelak di antara kedua kawan itu.
"Di kalangan Sungai Telaga, kita orang adalah
sahabat-sahabat yang mempunyai she dan nama," ia
berkata dengan lekas, "dan kita orang sama-sama telah
ikut Na pangcu datang ke Giokliong-giam, maka kalau di
Pertempuran Di Lembah Bunga Hay Tong Karya Okt di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
antara kita ada hal-hal yang bisa menyebabkan
timbulnya buah tertawaan, orang luar niscaya akan
tertawakan kita sampai kita mati! Memang, ucapanucapan
bisa menerbitkan salah mengerti, dari itu segala
apa serahkanlah padaku, Pian Siu Hoo! Ada apa juga di
antara kita sekarang, nanti saja kita orang bicarakan
terlebih jauh, seperginya kita dari sini! Auwyang loosu,
kau ingin keluar untuk menemui Cukat loosu itu"
Persilakan!"
Dengan tidak tunggu jawaban, Pian Siu Hoo tarik
tangannya Cia Kiu Jie untuk diajak duduk di tempatnya,
sambil berbisik ia berkata, "Biar bagaimana, Cia loosu,
dan kau juga, Cui loosu, sudilah kau memandang pada
sahabat-sahabat. Segala apa, apabila dibicarakan di sini,
sangat jelek bagi pemandangan, maka biarlah itu ditunda
sampai lain kali!"
Cia Kiu Jie tidak kata apa-apa, tetapi ia duduk dengan
mendongkol. Sementara itu, Auwyang Cu Him sudah bertindak,
menghampirkan Cukat Pok.
Souwposu tidak dengar apa yang dibicarakan oleh
pihak lawan, hanya melihat dari sikapnya, ia mengerti di
antara mereka telah terjadi bentrokan. Inilah
menggirangkan ia. Tapi ketika ketua dari Tonglouw-pang
samperkan ia, ia merandek.
Auwyang Cu Him sudah lantas berkata, "Cukat loosu,
Kimna-hoat dan ilmu souwcu-chio-mu yang barusan
benar-benar ada kepandaian istimewa, dengan itu,
pemandangan mataku, Auwyang Cu Him, menjadi
terbuka. Meski demikian, permainan senjata jiwie itu, di
mataku belum sampai di pokoknya kesempurnaan, jiwie
tentu meninggalkan bagian-bagian yang sengaja tidak
mau dipertontonkan! Ini hal, jiwie, menjadikan aku putus
asa! Maka itu sekarang aku Auwyang Cu Him minta
pengajaran dari kau, Cukat loosu, sudilah kau ajarkan
aku!...." Cukat Pok belum menjawab atau Hee In Hong telah
samperkan padanya.
"Eh, Cukat loosu, apa sih sebenarnya kehendakmu?" ia
tegur kawan itu. "Apakah kau berniat borong semua
tamu undangan dari Englok-pang" Apakah urusan Hiecun
ini kau hendak urus sendiri saja" Kalau begitu kau bikin
kita semua yang turut menonton, tidak mendapatkan
cahaya terang pada muka kita! Maka, Cukat loosu, aku
minta, sudilah kau mengalah, biarlah aku Hee In Hong
dapati juga ketika akan minta pengajaran dari loo-suhu
yang ternama, agar tidaklah kecewa yang aku dari jauhjauh
telah datang kemari...."
Cukat Pok bisa duga maksudnya Kimpwee Kamsantoo,
maka itu, mendengar orang tegur atau bangkit
padanya, ia tidak jadi gusar, sebaliknya ia tertawa
berkakakan. Ia lalu berkata, "Hee loosu, ini bukannya
tempat untuk merebut jalanan atau merampas pasar,
kau telah datang bukan pada saatnya yang tepat!
Sepasang poankoan-pit dari Auwyang loosu, ketua dari
Tonglouw-pang, bukannya senjata yang boleh dibuat
permainan, tetapi jikalau kau ingin wakilkan aku dan
roboh, awas, jangan kau nanti sesalkan aku dan katakan
aku licin licik! Kebetulan sekali, sekarang ini aku sudah
mulai merasa tidak ungkulan akan melayani pertempuran
yang seperti roda mutar ini! Nah, Hee loosu, kau
wakilkanlah aku!"
Lantas, dengan tidak kata apa-apa lagi pada Auwyang
Cu Him, Cukat Pok keluar dari kalangan. Ia merasa puas
telah pukul sindir pada musuhnya.
Auwyang Cu Him merasa sangat tidak puas, karena ia
datang dengan kemendongkolan, untuk tandingi
Souwposu, siapa tahu, lawan itu telah tinggalkan ia
mentah-mentah. Karena ini, ia jadi tumplek hawa
amarahnya pada Hee In Hong.
"Hee loosu, kau memandang terlalu tinggi kepadaku!"
ia kata pada orang yang baru ini, serta angkat kedua
tangannya. "Hee loosu, Kimpwee Kamsan-too-mu yang
mempunyai enampuluh empat jurus, yang sangat
terkenal itu, mana aku Auwyang Cu Him sanggup
tandingi" Hanya, karena kau telah berikan kehormatan
padaku, jika aku tidak paksakan diri menerima itu, kau
bisa keliru artikan dan akan katakan aku tidak sudi
melayani kau, maka sekarang aku hanya minta, di waktu
geraki tangan, sukalah kau berlaku murah, supaya kau
bisa kira-kira!...."
Hee In Hong bersenyum mendengar ucapan itu.
"Dengan begini, kami hanya saling merendah," kata In
Hong. "Sekarang silakan Auwyang loosu bergerak terlebih
dulu, agar aku bisa dapat saksikan keindahannya
sepasang poankoan-pit."
Sembari kata begitu, orang she Hee ini lantas siap. Ia
memang seorang polos dan ia paling tidak suka banyak
pernik. Auwyang Cu Him segera keluarkan sepasang
senjatanya, yang berupa seperti ruyung dengan ujung
seperti pit dari hakim, ia cekal itu di kiri dan kanan, lalu
dengan letaki itu di atas lengan ia kiri, ia kiongchiu.
"Hee loosu, persilakan!" ia berkata serta terus
bergerak, maka sekarang, kedua senjata itu digerakkan
ke kiri dan kanan, kaki kanannya diangkat naik, kaki
kirinya nancap terus, hingga ia merupakan Kimkee toklip
atau "Ayam emas berdiri dengan sebelah kaki" dan
kedua tangan bersikap Taypeng thiancie atau "Burung
garuda pentang sayap". Setelah ini, kaki kirinya terus
mendek, tangan kanan pindah ke kiri, menindih tangan
kiri, kaki kanan berbareng dipindahkan ke kanan, hingga
tubuhnya turut pindah juga. Ia bergerak gesit sekali.
Hee In Hong pun telah geraki goloknya, dari tangan
kiri ia pindahkan pada tangan kanan, tangan kirinya
dipakai menekan belakang golok itu. Dengan tubuhnya ia
pun bergerak ke kanan.
"Auwyang loosu, silakan kau berikan pengajaranmu!"
ia berkata serta maju.
Oleh karena Auwyang Cu Him pun telah maju, mereka
sekarang datang semakin dekat satu dengan lain.
Ketua dari Tonglou w-pang tidak mau berlaku
sungkan-sungkan, dengan gerakan Siangliong cutsui atau
"Sepasang naga muncul di muka air" ia totok kedua
belah pundaknya Hee In Hong.
Hee In Hong bisa menduga pada totokan ancaman
belaka, tetapi dengan lintangi golok di depan dadanya, ia
pun bersikap hendak menangkis.
Benar saja, Auwyang Cu Him hanya menggertak,
karena begitu lekas sepasang poankoan-pit ditarik
pulang, segera diteruskan untuk menotok iga kiri dan
kanan lawannya!
Sambil tarik pulang goloknya untuk terus melindungi
diri, Hee In Hong mundur sedikit dengan kaki kanan,
karena poankoan-pit tidak ditarik pulang, sepasang
senjata itu kebentrok dengan golok hingga menerbitkan
suara nyaring. Adalah hampir berbareng dengan itu, Hee
In Hong gerakkan kaki kirinya maju ke samping,
tangannya membarengi, ujung golok mengarah dada. Ini
ada gerakan Tooteng kimteng atau "Menyontek jatuh
lentera emas".
Auwyang Cu Him kaget melihat kedua senjatanya
tidak mengenai sasaran dan ujung golok mendekati
dadanya, lekas-lekas ia mendongak ke belakang dengan
kaki kanan ditekuk mundur, kepalanya pun diegoskan.
Dengan cara berkelit ini, ia bikin ujung golok lewat di
atasan kepalanya. Karena ia tidak mau menyerah, di saat
itu, dengan pit-nya ia sampok golok lawan.
Hee In Hong berlaku sebat begitu mengetahui ia tusuk
tempat kosong dan kemudian lihat musuh hendak ketok
goloknya itu. Ia tidak mundur atau tarik pulang goloknya,
hanya ia simpangkan ke kiri juga, tubuhnya ikut pindah.
Adalah dari sini, satu kali lagi ia bacok iga kanan musuh.
Dalam keadaan berbahaya itu Auwyang Cu Him hanya
bisa tolong diri dengan terus loncat melesat ke depan
sampai tujuh atau delapan kaki. Tentu saja, ini ada
gerakan yang sangat berbahaya, sebab ayal sedikit saja,
golok pasti akan mengenai sasarannya. Tapi juga Hee In
Hong tidak diam menonton. Menampak musuh berlaku
licin, ia pun ujuk kegesitannya, sambil putar tubuh ia
loncat menyusul, hingga lagi-lagi ia datang dekat pada
musuh. Beruntung bagi ketua dari Tong-louw-pang ini, ia
sudah bisa tancap kaki dan putar badannya, maka begitu
lawan sampai, ia bisa melayani lebih jauh.
Sekalian penonton menjadi kagum setelah mereka
menyaksikan pertempuran itu.
Perguruan Sejati 12 Duri Bunga Ju Karya Gu Long Kisah Para Pendekar Pulau Es 22
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama