Ceritasilat Novel Online

Sepak Terjang Hui Sing 7

Sepak Terjang Hui Sing Murid Perempuan Cheng Ho Karya Tosaro Bagian 7


"Ah, kau tidak bodoh. Siapa bilang kau bodoh. Dulu kau pun sangat hebat. Hanya kau terlalu sibuk dengan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Scan buku : Ottoy,----ebook oleh : Dewi KangZusi pekerjaanmu. Sekarang, kau sebebas burung. Kau punya banyak waktu untuk memaknai Hanacaraka."
Respati melongo. Kepalanya menggeleng. Orang tua ini benar-benar bebal, kadang menyebalkan. Bicara seenak perut sendiri. Meskipun begitu, Respati tetap bersikap hormat karena yakin orang tua itu bukan orang sembarangan.
Hari mulai gelap. Ketiganya mulai sibuk membuat api unggun untuk menghangatkan badan. Hingga larut malam, perbincangan tentang keadaan negara yang carut-marut mengalir deras. Ketiganya semakin akrab meskipun tetap saja sifat-sifat dasar yang saling bertentangan sesekali membuat letupan-letupan. Si kakek setengah gila yang gemar mencaci, Martaka yang cuek tapi cerdas tak seperti wajahnya yang lugu, dan Respati yang kalem dan sedikit menjaga wibawa, menjadi pertemuan yang sungguh unik.
Berbeda satu sama lain dan tak saling mencampur. Seperti air dan minyak. Membentuk garis batas yang tak saling membaur. Hampir fajar ketika ketiganya tertidur sambil bersedekap. Mata terpejam, tapi indra waspada. Hari benar-benar terang ketika Respati menggoyang tubuh Martaka.
Membangunkannya dengan paksa. Keduanya lalu celingukan, mencari-cari. Si kakek aneh itu sudah tak terlihat. Pergi tanpa pamit. Respati terlalu lelap hingga tak sadar orang tua itu meninggalkan tempat itu ketika hari hampir terang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Scan buku : Ottoy,----ebook oleh : Dewi KangZusi 16. Perguruan Kesawa
Kuda yang dinaiki Respati dan Martaka berketipak pelan ketika masuk Kota Tuban. Dari Gresik, keduanya sepakat untuk melanjutkan perjalanan ke kota pelabuhan itu bersama-sama. Setelah memastikan bahwa kakek aneh itu tak bakal kembali, keduanya lalu berboncengan dengan satu kuda melaju ke Tuban.
Hari menjelang siang ketika mereka sampai di gerbang Kota Tuban. Mereka lalu turun dari kuda dan menuntunnya perlahan menyusuri jalan kota yang padat. Kota pelabuhan ini semakin ramai saja. Respati mengunjunginya dua tahun lalu.
Kelihatan sekali ada banyak kemajuan yang dicapai oleh para penduduk.
Bangunan-bangunan baru rata di kanan-kiri jalan. Semakin banyak orang asing yang berlalu-lalang atau berdagang.
Wajah-wajah mereka menunjukkan asal usul beragam. Ada orang-orang berkulit putih dan bermata biru, tidak sedikit juga perantau Tiongkok bermata sipit dengan kulit kuning langsat.
Selain itu, perantau asal Gujarat yang berkulit cokelat juga mulai terlihat banyak.
Mereka berjualan aneka barang yang selalu dikerumuni oleh para pembeli yang kebanyakan warga pribumi. Berbagai perhiasan dan kain-kain indah mereka bawa dari negeri jauh.
Barang-barang itu begitu diminati. Terbukti semakin siang, justru banyak orang-orang yang mengerumuni para penjual itu dan mulai menawar harga barang.
"Aku minta angin berembus kuat, biar ayahku bisa mencari ikan sampai ke tengah laut dan memperoleh hasil tangkapan yang banyak."
Seorang gadis belia berdiri anggun di depan seorang lelaki yang duduk bersila dengan tumpukan daun lontar di depannya. Nada suaranya tegas namun terkesan badung.
Umurnya sekitar delapan belas tahun. Kulitnya cokelat, Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Scan buku : Ottoy,----ebook oleh : Dewi KangZusi kelihatan bersih. Dia mengenakan pakaian sebagaimana perempuan pribumi berdandan. Hanya di bahunya tergantung kain lebar yang terjuntai. Warnanya merah mencolok. Seperti milik gadis-gadis Gujarat. Rambutnya ikal terurai kemerahan.
Kelihatan sangat terawat. Warna merah pada rambutnya tak kering, seperti ketika rambut biasa terpanggang sinar matahari. Rambut indah itu sepertinya sengaja diwarnai dengan cairan khusus hingga kemilau indah.
Wajahnya bulat telur berkulit cokelat halus. Matanya bulat lebar dengan bulu mata lentik. Hidungnya mungil mancung.
Selain gadis itu, beberapa orang ikut berdiri mengerubung lelaki setengah tua yang bertingkah layaknya dukun itu.
"Nini jangan khawatir. Dengan mantra-mantra saya, Dewa akan mendengarkan setiap permintaan Nini."
Si gadis menaruh uang kepengan di depan lelaki yang bersila itu. Dia seorang lelaki pribumi dengan kepala diikat kain berwarna hitam. Mulutnya komat-kamit.
"Tunggu. Pamanku satu lagi adalah seorang petani. Kalau angin bertiup terlalu kencang, bisa-bisa padi yang ditanamnya akan hancur semua!"
Gadis itu terlihat bersungguh-sungguh saat mengucapkan kalimat yang memotong mantra dukun itu. Dia betul-betul seperti sedang mengkhawatirkan seseorang. Sementara si dukun tampak setengah kesal.
"Nini jangan khawatir, dengan mantra-mantra saya, paman Nini yang petani itu akan selamat dari musibah angin besar."
Gadis belia itu tersenyum tertahan. Ia lalu mengangkat dagunya.
"Hebat sekali mantra Bapak ini. Di satu tempat angin bisa mempunyai dua sifat. Setengah besar, setengah kecil."
Gadis itu seperti sedang berbicara dengan dirinya sendiri.
Kesan mukanya seperti tengah berpikir keras untuk memahami kalimat itu. Sementara orang-orang yang ikut mengerumuni dukun itu juga ikut berpikir.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Scan buku : Ottoy,----ebook oleh : Dewi KangZusi
"Wah, kau dukun palsu. Kau cuma ingin cari keuntungan!"
Orang-orang mulai berteriak-teriak. Satu-dua mulai meninggalkan tempat itu dengan gerutu. Sebagian lagi menyusul kemudian.
"Tunggu, Tuan-tuan. Saya bukan pembual. Mantra-mantra saya benar-benar bisa jadi perantara Dewa."
Tak ada yang mendengarkan. Mereka sudah bubar.
Tinggal gadis berambut ombak itu yang masih berdiri di depan dukun itu. Si gadis lalu membungkukkan badannya, memungut lagi uang kepeng yang tadi ia berikan kepada dukun itu.
"Hei, apa yang kau lakukan, Bocah gemblung (gila/edan)?"
Si gadis pura-pura tak paham. Dia tetap memungut uang kepeng itu, lalu hendak membalikkan tubuhnya dan berlalu.
Sementara laki-laki dukun itu bangkit dan meraih bahunya.
"Kau kira bisa seenaknya mempermainkan aku, heh"!"
"Kau hendak berbuat kasar pada perempuan?"
Tangan si dukun semakin kuat mencengkeram bahu gadis itu. Bahkan ketika si gadis mengancam hendak berteriak, lelaki dukun itu bergeming.
"Aku akan memberimu pelajaran dulu, baru kau bisa pergi."
Gadis itu mulai meronta, tapi tak berhasil melepaskan cengkeraman tangan lelaki dukun itu. Malah kemudian lengan dukun itu melingkar di lehernya. Tentu saja si gadis mulai panik. Lehernya yang ramping tergencet oleh lengan si dukun yang cukup berotot. Ia terus meronta. Kedua tangannya bergerak sekenanya. Tapi tetap saja tak mengubah apa pun.
"Kau akan menyesal!"
Itu saja kalimat yang keluar dari bibir gadis belia itu. Sebab, ia lantas sibuk menggerakkan tangan dan kakinya berusaha melepaskan diri. Sementara lengan yang melingkar di lehernya semakin erat mencekik. Orang-orang yang telanjur Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Scan buku : Ottoy,----ebook oleh : Dewi KangZusi berlalu dari tempat itu tak seorang pun berminat menolehkan kepalanya.
Sementara yang lain cuma celingukan. Ragu-ragu, antara hendak menolong atau menyingkir jauh-jauh karena tak ingin ikut repot sebab lelaki dukun itu mulai memperlihatkan wajah aslinya. Tampangnya berubah garang dan mengancam. Pisau besar yang menggelantung di bahunya sewaktu-waktu siap dicabut dan dihunjamkan.
Gadis belia itu pun sudah kehabisan akal. Dia hampir putus asa karena merasa napasnya semakin sesak. Namun kemudian, tiba-tiba desakan di lehernya mengendur. Cepat sekali mengendur. Tubuh lelaki dukun yang memeluknya dari belakang pun secepat kilat melorot dan ambruk ke tanah begitu saja. Dia lantas tak bergerak sama sekali. Cuma matanya yang masih melirik ke sana kemari.
Si gadis menoleh ke kanan dan ke kiri karena yakin ada orang lain yang telah menolongnya. Dukun gila yang menyerangnya tadi jelas terkena totokan yang ampuh. Sebab, dia sama sekali tak mendengar suara apa pun sebelum dukun sableng itu ambruk ke tanah.
"Berbuat baik tak akan pernah berujung penyesalan.
Laksmi berterima kasih atas pertolongan Kakang berdua."
Dari arah kanan gadis itu, Respati dan Martaka berjalan pelan menghampirinya. Respati tegap melangkah sambil memegangi tali kekang kudanya. Sementara Martaka berjalan di samping kuda dengan langkah patah-patah.
"Hmmm, jadi gadis pemberani dan cerdas ini bernama Laksmi?"
Gadis itu tersenyum sambil mengangguk.
"Ah, tak enak rasanya berutang budi. Katakan saja apa yang bisa Laksmi berikan kepada Kakang berdua sebagai balas budi."
Respati tersenyum lebar. Dia terdiam sesaat. Matanya mendapati kebingungan di wajah Laksmi, gadis belia itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Scan buku : Ottoy,----ebook oleh : Dewi KangZusi Respati menggelengkan kepala tanpa alasan. Sosok Laksmi mengingatkannya kepada seseorang, sebuah nama.
"Mengapa berpikir tentang balas budi" Bukankah manusia ada untuk saling membutuhkan?"
Gadis itu menautkan kedua alisnya seperti sedang berpikir keras. Tangannya bergerak luwes membetulkan letak sebagian rambutnya yang dikibarkan angin hingga mengganggu pandangannya.
"Ah, mana boleh begitu. Baiklah, aku akan mengisahkan suatu cerita lucu kepada Kakang berdua. Kalau kalian tertawa, berarti utangku lunas. Bagaimana?"
Respati terpana, sedangkan Martaka tak bereaksi.
Keduanya sama-sama dibuat takjub oleh perilaku gadis belia itu yang lain daripada yang lain.
Respati dan Martaka saling pandang dan tersenyum lebar.
Keduanya lalu mengangguk tanpa beban. Sementara Respati semakin tertarik dengan kepribadian Laksmi yang dianggapnya tak lazim bagi seseorang yang baru saja saling kenal.
Laksmi mulai berjalan bolak-balik. Setiap kakinya membuat tiga-empat langkah. Dua tangannya sibuk mengelus sebagian rambutnya yang ada di depan bahu.
"Seorang buta berjalan membawa gentong di atas pundaknya sambil menenteng obor. Ia berjalan menuju sungai untuk mengambil air. Seseorang yang melihatnya menghampiri sambil terheran-heran. Dia berkata, 'Wahai orang buta, malam hari dan siang hari sama saja bagimu.
Apakah guna obor itu?" Orang buta itu menjawab, 'Hai orang yang suka mencampuri urusan orang lain, lampu ini kuperuntukkan bagi orang-orang yang buta hati agar ia tidak terpeleset atau menabrakku hingga aku terjatuh dan gentongku pecah.'"
Laksmi berhenti bergerak. Menolehkan kepalanya menunggu reaksi dua pemuda di depannya. Tak ada suara.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Scan buku : Ottoy,----ebook oleh : Dewi KangZusi Tapi beberapa saat kemudian, senyum Respati mengembang.
Semakin lebar, hingga gigi-giginya yang putih dan rapi terlihat begitu jelas. Martaka yang tadinya membisu, sontak terbahak.
Keras sekali hingga beberapa lama. Matanya berkaca-kaca, sedangkan kedua tangannya memegangi perut.
"Sungguh lelucon yang sarat makna. Nini pandai sekali bercerita."
Gadis itu tersenyum puas menyambut sanjungan Respati.
"Baiklah. Utangku sudah lunas. Terima kasih karena Kakang berdua sudah bermurah hati. Semoga takdir mempertemukan kita dalam kebaikan."
Setelah mengatakan itu, Laksmi membalikkan badannya dan hendak pergi begitu saja.
"Nini Laksmi, boleh saya bertanya sesuatu?"
Langkah kaki Laksmi terhenti ketika mendengar suara Respati memanggilnya. Ia membalikkan tubuhnya lagi menghadap ke arah Respati dan Martaka. Matanya yang sudah besar itu semakin membulat.
"Apa yang bisa aku bantu, Kakang?"
"Melihat perawakan Nini, saya mengira Nini berasal dari Gujarat."
Laksmi tak menjawab. Dia hanya mengangkat dagu dan menunggu kalimat Respati selanjutnya. Sebab dia tahu, lelaki muda itu bukan tak punya maksud ketika menyebut tenang asal-usulnya.
"Saya datang ke Tuban karena mencari seorang arif bernama Ki Kesawa. Dia berasal dari Gujarat. Apakah Nini mengetahui di mana tempat tinggalnya?"
Laksmi melebarkan senyumnya. Lalu diam sejenak seperti sedang berpikir.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Scan buku : Ottoy,----ebook oleh : Dewi KangZusi
"Ki Kesawa tinggal di ujung timur Kota Tuban. Kakang tak akan kesulitan mencarinya. Setiap orang di timur kota tahu tempat kediamannya."
Respati mengangguk sambil mengucapkan terima kasih.
Sementara Laksmi tak lagi menunggu kalimat lanjutan dari Respati. Setelah berpamitan, ia langsung balik kanan dan berjalan cepat ke arah barat. Sosoknya segera hilang ditelan kerumunan orang yang berlalu-lalang.
Respati tertegun. Dia masih kagum dengan kepribadian gadis itu. Selain penampilannya yang menyedapkan mata, kekayaan hatinya sungguh melimpah ruah. Caranya bicara membuat orang kerasan berlama-lama ada di dekatnya. Tapi di balik sikapnya yang cepat akrab, dia juga sangat menjaga diri.
Sosoknya semakin menyenangkan karena pandai sekali menyisipkan pesan tatanan sikap mulia dalam sebuah lelucon yang menggelikan.
"Kakang!"
Respati menoleh ke arah Martaka. Dia baru sadar bahwa banyak orang berdiri termangu menyaksikan mereka. Orang-orang itu berdiri sejak tadi ketika dia melumpuhkan dukun gila yang nyaris melukai Laksmi.
Mereka berbisik-bisik, di antaranya tak sedikit yang berdecak kagum. Sadar akan hal itu, Respati lalu menghampiri dukun sableng yang masih menggeletak tak berdaya itu, lalu membebaskan toto-kannya.
"Ampun, Kisanak. Saya tak akan mengulangi perbuatan gila ini!"
Dukun itu buru-buru membungkuk sambil mengiba-iba.
Jika Respati tak segera menghindar, sudah pasti dia telah mencium ujung kaki Respati. Namun, karena sifat bekas rakryan rangga Majapahit itu memang tak gila hormat, dia menepisnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Scan buku : Ottoy,----ebook oleh : Dewi KangZusi
"Jika sekali lagi aku mendapatimu melakukan hal yang sama, aku tak akan mengampunimu. Enyahlah!"
Tanpa berkata-kata lagi, lelaki dukun itu langsung beringsut dan lari terbirit-birit meninggalkan tempat tersebut.
Sementara Respati dan Martaka lantas melanjutkan perjalanannya ke arah timur, mencari kediaman Kesawa, lelaki asal Gujarat yang oleh Respati dinilai memiliki kearifan yang mumpuni.
0o0 "Bagus sekali peruntungan saya hari ini, Tuan Respati.
Seorang rakryan rangga Majapahit berkunjung ke rumah saya yang sederhana."
"Ki Kesawa terlalu merendah. Lagi pula, saya bukan lagi seorang rakryan ranggan. Sekarang saya hanyalah seorang pengembara."
Ki Kesawa terdiam, menyimak kata-kata Respati. Lelaki asal Gujarat ini memang begitu santun. Siapa pun yang bicara dengannya pasti akan merasa nyaman. Tutur katanya lembut dan pembawaannya demikian tenang. Setiap orang lain berbicara selalu didengarkan dengan baik-baik dan tak pernah ia sela.
Lelaki berumur empat puluh tahunan itu selalu terlihat sumringah dengan senyum mengembang. Air mukanya jernih, wajahnya tampak bersih. Setiap kata yang ia keluarkan terasa sangat mengena. Dia seperti telah berpikir masak-masak, apakah kalimat yang keluar dari bibirnya akan berpengaruh kepada orang yang diajak bicara.
Kesawa seorang guru. Kediamannya adalah tempat tinggal yang berbentuk seperti padepokan. Setiap hari siswa-siswa datang untuk belajar. Berbagai kelas digelar. Ilmu hitung, baca tulis, obat-obatan, hingga agama semua diajarkan pada kelas-kelas khusus.
Pengajarnya adalah murid-murid utama Kesawa. Tidak mengherankan, sebagai seorang guru, Kesawa memiliki Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Scan buku : Ottoy,----ebook oleh : Dewi KangZusi pengetahuan yang sangat luas dan kedalaman pribadi yang terlihat nyata. Begitu sampai di kediaman Kesawa, Respati dan Martaka disambut hangat.
Bak tamu istimewa, mereka pun dilayani dengan baik.
Setelah beramah-tamah dan mengisi perut, Respati dan Martaka dipersilakan beristirahat. Begitu lelah lepas dari tubuh, setelah semalaman menikmati mimpi, pagi ini Respati dan Martaka ada di ruang tamu, berbincang dengan Kesawa.
"Setelah mengundurkan diri dari jabatan rakryan rangga, saya berkeinginan menuntut ilmu di sini, Ki!"
Kesawa mengangguk-angguk. Masih menunggu kalimat Respati selanjutnya.
"Teman saya ini kebetulan juga punya keinginan yang sama. Karena itu, saya mengajaknya kemari."
Kesawa tersenyum arif. Jubah putih dilengkapi serban yang mengikat kepalanya tambah mengentalkan karisma dari dalam dirinya. Setelah yakin Respati telah menyelesaikan kalimatnya, barulah Kesawa bicara.
"Semua wadah di dunia ini memang akan selalu penuh, kecuali wadah ilmu. Saya senang sekali mendengar bahwa Tuan berdua begitu ingin menambah ilmu. Kalau boleh tahu, ilmu apa yang membuat Tuan begitu tertarik?"
Suara Kesawa sungguh membuat adem. Datar, meresap ke hati, dan seperti memiliki senyum. Respati semakin yakin dia tidak mendatangi orang yang salah.
"Saya ingin belajar hakikat hidup, Ki. Selama ini saya seperti kehilangan pegangan. Menjalani waktu tanpa tujuan pasti. Mengalir seperti air."
Kesawa menganggukkan kepala. Ia menoleh ke arah Martaka. Pemuda tanggung itu tersenyum. Wajahnya yang polos lugu, memerah seperti orang tertangkap basah.
"Ss ... saya ikut saja dengan Kakang Respati."
Senyum Kesawa melebar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Scan buku : Ottoy,----ebook oleh : Dewi KangZusi
"Di tempat kami memang ada kelas agama. Kami mengenalkan agama Islam kepada orang-orang yang berminat mempelajarinya. Tapi saya kira, karena Tuan berdua bukan penganut Islam, tak bijak kalau saya menganjurkan Tuan berdua untuk mengikuti kelas tersebut."
Respati mendengarkan setiap kata yang diucapkan Kesawa dengan saksama. Seperti menikmati alunan musik yang menggetarkan kalbu.
"Mungkin lebih tepat kalau saya sendiri yang akan menemani Tuan berdua untuk membicarakan apa saja. Tak perlu memakai aturan. Seperti sahabat yang tengah berbincang."
Respati semakin takjub dengan lelaki di hadapannya.
Seperti padi, semakin berisi semakin merunduk.
"Saya tidak berkeberatan, Ki."
Respati menoleh ke arah Martaka. Pemuda tanggung itu mengangguk sepakat.
"Saya juga tak berkeberatan."
Kesawa menatap Martaka dengan sungguh-sungguh. Ia tersenyum tulus.
"Orang yang sempurna akalnya memang sedikit bicaranya."
Martaka pura-pura tak paham dengan kata-kata Kesawa.
Kepalanya malah tertunduk malu.
"Baiklah. Sekarang kita jalan-jalan. Tuan berdua akan saya antar untuk berkeliling di padepokan ini. Melihat kesibukan para murid yang tengah rajin menimba ilmu."
"Ki Kesawa, bisakah kita mulai hari-hari penuh ilmu ini dengan menyingkirkan hal-hal yang membuat sungkan" Saya kira, tak perlu lagi Ki Kesawa memanggil kami dengan sebutan tuan."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Scan buku : Ottoy,----ebook oleh : Dewi KangZusi Kesawa tersenyum. Ia lalu bangkit diikuti Respati dan Martaka.
"Baiklah. Begitu lebih nyaman."
"Dan kami harus memanggil guru!"
Ki Kesawa mengerutkan dahinya. Seperti ragu-ragu.
"Kami mohon Guru tak menolak." Akhirnya, lelaki arif itu tersenyum dan mengangguk.
"Untuk satu urusan, saya guru kalian. Untuk urusan lain, barangkali kalianlah guru saya."
Ketiganya tersenyum tulus dan saling memberi hormat.
Kemudian mereka keluar dari ruang tamu, berjalan di lorong panjang di bagian tengah bangunan. Beberapa saat kemudian, kesibukan di perguruan itu terlihat jelas. Para pemuda asyik duduk melingkar beralaskan rumput taman. Ada juga yang melakukan hal sama di ruangan-ruangan.
Mereka mengelilingi seorang guru yang tengah menerangkan berbagai hal. Taman yang cukup luas di tengah bangunan disulap menjadi ruang kelas raksasa. Ada belasan kelompok belajar yang tengah tekun mendengarkan penjelasan guru-guru mereka.
Respati memandang takjub. Ini pertama kalinya melihat kesibukan orang-orang yang begitu giat menimba ilmu, mengisi tempurung otak dengan pengetahuan. Tak ada kekerasan, tak ada ambisi. Semua saling memberi dan menerima dengan kecintaan yang nyata.
Rombongan kecil itu lalu melangkah ke bangunan besar yang ada di bagian tengah kompleks kediaman Kesawa.
Seperti joglo yang ditutup rapat oleh dinding kayu. Setelah melewati pintu, ketiganya masuk ke dalam bangunan dan menyaksikan sekelompok bocah tengah belajar membaca.
Pandangan Respati langsung menancap pada sosok perempuan muda yang giat bergerak dari satu bocah ke bocah Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Scan buku : Ottoy,----ebook oleh : Dewi KangZusi lain. Suaranya lantang membetulkan bacaan para bocah bersuara cadel itu.
"Itu Laksmi, anak tunggal saya."
Respati dan Martaka melongo. Kebetulan yang luar biasa.
Gadis cerdas bermata besar, berambut ikal panjang kemerahan itu ternyata putri Ki Kesawa, lelaki arif yang kini menjadi guru mereka.
"Kami pernah bertemu dengan putri Guru."
Kesawa menoleh ke arah Respati.
"Bocah itu semakin badung saja. Dia pasti tengah sibuk mencampuri urusan orang lain ketika bertemu kalian."
"Buah jatuh tak akan jauh dari pohonnya. Laksmi sungguh mewarisi kearifan dan kecerdasan Guru."
Kesawa tersenyum. Dia manggut-manggut sambil mengalihkan pandangannya ke arah Laksmi. Sadar sedang diperhatikan, gadis ceria itu lalu menghentikan kegiatannya.
Lantas ia berjalan berjingkat menghampiri ayahnya dan dua orang tamu yang sebelumnya sudah sempat ia kenal.
"Rupanya, dua orang berbudi ini sedang bertamu di perguruan kami."
"Nini tak pernah memberi tahu bahwa Ki Kesawa adalah ayah Nini."
"Kakang berdua pernah menanyakannya kepadaku?"
Respati tak berkutik. Dia merasa serbasalah. Pemuda ini benar-benar telah menghapus segala kegagahannya sebagai seorang rakryan rangga yang pantang tunduk terhadap orang lain. Dia malah kebingungan harus berkata apa.
"Maafkan kami karena tak awas sehingga bersikap kurang sopan terhadap putri Guru Kesawa."
Kalimat Martaka melumerkan suasana yang beku. Pemuda itu mengatupkan tangan, memberi hormat.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Scan buku : Ottoy,----ebook oleh : Dewi KangZusi Kali ini, giliran Laksmi yang salah tingkah. Tentu saja penghormatan Martaka terlalu berlebihan. Ia sampai merasa tak enak hati terhadap ayahnya sendiri. Sementara Kesawa tersenyum memandang Martaka.
"Lidah orang berakal ada di belakang hatinya. Hati orang dungu ada di belakang lidahnya."
Martaka menundukkan kepalanya tersipu. Laksmi merasa salah dengan semua gerak tubuhnya, sementara Respati masih menduga-duga maksud kata-kata gurunya.
"Kalian akan segera menjadi saudara seperguruan. Pasti nanti akan lebih banyak perdebatan yang menyenangkan."
Kesawa tersenyum lagi, lalu menghampiri kerumunan bocah yang tengah belajar itu. Seperti Laksmi, dia pun lalu sibuk memeriksa bacaan bocah-bocah itu satu per satu.
Wajahnya kian berseri, berubah-ubah mengikuti keceriaan bocah-bocah itu.
"Kakang berdua ingin belajar di perguruan ini?"
"Sudah. Kami sudah memulainya."
Respati mengamati perubahan kesan di wajah Laksmi.
Gadis itu menepukan kedua telapak tangannya, mewakili rasa sukacitanya.
"Bagus. Bagus sekali. Perguruan ini akan semakin ramai saja. Baiklah. Aku punya hadiah selamat datang untuk kalian berdua."
Respati dan Martaka tertegun.
"Hadiah apa?"
Laksmi tersenyum lalu mengangkat dagu. "Sebuah cerita lucu."
"Lagi?"
"Kalian tidak suka?"
"Ah ... tentu saja kami suka. Kami sangat suka."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Scan buku : Ottoy,----ebook oleh : Dewi KangZusi Respati buru-buru memperbaiki kalimatnya ketika melihat Laksmi yang mulai cemberut. Kini, rona gembira kembali tampak pada wajah gadis itu.
"Seorang badui berwajah buruk kawin dengan seorang wanita berparas cantik. Pada suatu hari, si istri berkata, 'Aku berharap engkau dan aku akan masuk nirwana.' Suaminya lalu bertanya, 'Bagaimana engkau dapat menetapkan hal itu"' Si istri lalu menjawab, 'Sebab, engkau diberi istri seperti aku, lalu engkau bersyukur, sedangkan aku diberi suami seperti engkau, lalu aku bersabar. Orang yang bersabar dan bersyukur pasti masuk nirwana.'"
Cerita itu seperti belum selesai di telinga Respati. Dia belum merasa ada yang lucu. Belum cukup alasan, bahkan untuk sekadar tersenyum. Ia mengerutkan dahi, berpikir.
Menyambungkan setiap kalimat yang diucapkan Laksmi dengan saksama. Barulah perlahan bibirnya mengembang.
Pada saat itulah, tawa Martaka meledak sejadi-jadinya.
Respati menoleh dan menemukan Martaka sibuk memegangi perutnya. Dia menggelengkan kepalanya. Kedua kalinya, Martaka lebih dulu memahami lelucon ala Laksmi. Jelas Respati bukan seorang pandir. Hanya dia belum terbiasa dengan guyonan ala Laksmi yang tak sembarangan lelucon.
Sementara Martaka dan Respati mulai berbincang akrab dengan Laksmi, Kesawa berdiri mematung di antara para bocah yang tengah giat berlatih. Senyum arifnya mengembang ketika melihat keakraban putri tunggalnya dan dua murid barunya itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Scan buku : Ottoy,----ebook oleh : Dewi KangZusi 17. Serangan Serigala Putih
Jalarnya waktu menjadi kilat, ketika seseorang melakukan pekerjaan yang menyenangkan. Sebulan lebih Respati dan Martaka tinggal di perguruan milik Kesawa, orang arif asal Gujarat itu. Mereka melatih diri didampingi Kesawa. Setiap sehabis fajar, Respati dan Martaka dipanggil gurunya untuk berkumpul di ruang belajar. Membicarakan dan membahas apa saja. Begitu hingga siang.
Lepas siang, mereka membantu beberapa murid Kesawa yang lain melakukan banyak pekerjaan rumah. Mulai dari bersih-bersih seluruh ruangan perguruan, menimba air, hingga sibuk di tambak merawat ikan yang menjadi salah satu sumber uang untuk menjalankan perguruan yang tak memungut bayaran terhadap murid-muridnya itu.
Kesawa memang seorang dermawan. Puluhan tahun lalu ia datang ke Tuban sebagai seorang saudagar dari Gujarat.
Waktu itu, dia adalah seorang pemuda tampan berusia sekitar 26 tahun. Sebagai seorang pedagang yang berhasil, kekayaan Kesawa cukup untuk mendirikan sebuah pusat belajar bagi warga Tuban yang punya keinginan untuk menimba ilmu.
Selain pintar berdagang, Kesawa juga seorang cerdik pandai yang menguasai banyak ilmu. Ia lalu membuka perguruan yang dinamai sama dengan namanya, "Kesawa".
Mulailah dia mengajak pemuda-pemuda yang ingin menimba ilmu. Sedikit demi sedikit terkumpul juga pemuda-pemudi pribumi yang benar-benar ingin menempa ilmu di perguruan yang didirikan di pinggir kota, terpisah dari rumah-rumah penduduk itu.
Perlahan-lahan bangunan perguruan diperbesar hingga menjadi sebuah kompleks yang lengkap. Kini, bangunan itu terdiri dari sebuah bangunan besar, lima bangunan sedang, dan belasan bangunan kecil yang mengelompok. Seluruh Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Scan buku : Ottoy,----ebook oleh : Dewi KangZusi kompleks perguruan itu dikelilingi pagar sederhana dari kayu yang tingginya tak melebihi pinggang orang dewasa.
Bangunan besar yang ada di tengah kompleks menjadi kelas raksasa apabila semua murid berkumpul. Ruangan sedang adalah kelas-kelas kecil yang digunakan untuk tempat belajar berbagai macam ilmu, sedangkan bangunan-bangunan kecil yang mengelilinginya adalah pondok-pondok sederhana tempat para murid menginap.
Berbagai ilmu diajarkan di perguruan yang kian berkembang itu. Dari mulai membaca dan menulis, berhitung, bercocok tanam, berdagang, ilmu agama, dan lainnya. Kalau sebelumnya Kesawa mengajar sendiri semua muridnya, lama-kelamaan, dia mengangkat guru-guru baru. Mereka adalah murid- murid pendahulu yang dirasa sudah cukup mampu untuk mengajar di kelas-kelas pemula.
Meskipun begitu, guru-guru baru itu tetap ditempa dalam kelas khusus oleh Kesawa. Pada perkembangannya, tak sedikit para murid Kesawa yang pindah ke agama baru yang dibawa oleh Kesawa. Agama Islam yang mengajarkan Keesaan Sang Penguasa Jagad. Namun, masih banyak yang tetap memegang keyakinan lama mereka.
Kesawa sendiri tak pernah memaksa murid-muridnya untuk mengikuti ajaran baru yang ia bawa. Itulah alasan perguruan yang ia pimpin terus berkembang. Jumlah muridnya kini mencapai ratusan. Setiap hari perguruan itu begitu ramai.
Selain belajar di kelas, para murid juga dikenalkan dengan dunia nyata. Diajarkan bagaimana bertahan hidup dengan membuka usaha atau mengolah lahan. Keseharian yang begitu menyenangkan.
"Respati, apa makna kehidupan bagimu?"
Suara jangkrik mulai bersahut-sahutan. Malam itu, Respati dan Martaka menghadap gurunya di ruang belajar. Setelah sebulan lebih mengikuti cara belajar seperti ini, dua pemuda itu mulai terbiasa mengakhiri kegiatan pada larut malam dan memulainya kembali sebelum fajar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Scan buku : Ottoy,----ebook oleh : Dewi KangZusi
"Kehidupan merupakan peluang bagi manusia berbuat sebaik-baiknya untuk kepentingan orang lain."
Kesawa tersenyum sambil mengangguk-anggukkan kepala. Bertiga mereka duduk bersila dan saling berhadapan.
"Bagaimana menurutmu, Martaka?"
"Kehidupan ini ibarat papan permainan bagi Penguasa Jagad. Manusia adalah bidak-bidak yang tak mampu melakukan apa pun, kecuali menuruti keinginan Sang Pencipta."
Kesawa menatap tajam Martaka. Matanya memicing.
Jawaban pemuda itu bernada satir dan penuh keingintahuan.
Kesawa kembali tersenyum.
"Aku tak ingin memaksakan sebuah pemahaman kepada kalian. Jalanilah hidup kalian. Pada suatu titik, pastilah nanti kalian paham untuk apa kita diciptakan dan untuk apa kehidupan ini diadakan."
Kesawa mendehem, lalu membetulkan caranya bersila.
"Mengapa hanya manusia yang bisa berbicara, bisa melakukan apa saja" Mengapa gunung diam" Mengapa surya tak bersinar pada malam hari" Mengapa daun berwarna hijau?"
Kesawa menangkap bahasa tubuh Respati yang seolah-olah ingin menyela kalimatnya.
"Apa yang ingin kau katakan, Respati?"
"Guru, sejak lama saya berpikir mengenai hal itu. Jika diperhatikan, seluruh isi bumi ini ada sebuah garis yang saling berhubungan. Seolah-olah semuanya ada untuk kepentingan manusia."
Kesawa tersenyum penuh makna.
"Penguasa Jagad ini begitu memanjakan manusia.
Menundukkan semuanya untuk manusia."
Kesawa bertambah takjub.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Scan buku : Ottoy,----ebook oleh : Dewi KangZusi
"Lalu, apa yang bisa kau pahami dari kenyataan itu, Respati?"
"Mohon petunjuk Guru, jika murid salah memahaminya.
Tapi menurut akal saya yang bodoh ini, ada kesan bahwa seluruh alam diciptakan untuk kepentingan manusia. Kuda bisa dinaiki hanya oleh manusia. Laut bisa diarungi, juga hanya oleh manusia. Api bisa dinyalakan juga oleh tangan manusia."
Mulut Respati seperti dipenuhi oleh kata-kata yang tak hendak berhenti keluar. Segala yang berdesak-desakan di otaknya bersikeras ingin segera dimuntahkan. Martaka yang sejak tadi hanya mendengarkan, tampak gelisah.
"Tapi, Kakang, bagaimana dengan banjir, kebakaran, gempa bumi?"
Respati menoleh ke arah Martaka.
"Bisa jadi itu merupakan bahasa Sang Penguasa Jagad.
Itu cara-Nya bercakap-cakap dengan manusia. Memberi peringatan kepada manusia."
Kesawa semakin asyik menyimak perdebatan kedua murid istimewanya itu. Ketika pembicaraan itu mulai meledak-ledak, ia kembali mendehem.
"Itulah beda antara manusia dan ciptaan lain yang ada di muka bumi. Kita diberi akal. Anugerah yang tidak diberikan kepada tumbuh-tumbuhan dan binatang ketika mereka diciptakan."
Respati dan Martaka kembali tenang dan mendengarkan wejangan gurunya.
"Manusia dengan akalnya bisa memiliki rasa malu, sedangkan binatang tidak. Manusia dengan akalnya bisa menciptakan sesuatu, sedangkan ciptaan lain tidak."


Sepak Terjang Hui Sing Murid Perempuan Cheng Ho Karya Tosaro di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Respati dan Martaka semakin khusyuk menyimak setiap kata yang keluar dari bibir gurunya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Scan buku : Ottoy,----ebook oleh : Dewi KangZusi
"Manusia diciptakan dengan bekal yang demikian mulia.
Akal merupakan kelebihan manusia yang tak boleh disia-siakan. Jika akal manusia diasah dengan baik, dia akan bisa menjadi pemimpin bagi seisi bumi. Sebaliknya, jika akal manusia tak dihargai, dia hanya akan menjadi budak manusia lain."
"Guru, lalu bagaimana akal kita bisa memahami, bahwa benar kita sebagai manusia memiliki hubungan dengan sesuatu yang kita anggap sebagai Sang Pencipta?"
Kesawa melepas napas perlahan. Sejak awal dia sadar betul, Martaka bukan pemuda sembarangan. Meskipun penampilannya sangat bersahaja, bahkan wajahnya terlihat demikian lugu, namun cara berpikirnya sangat tidak biasa.
"Semua keyakinan di muka bumi meyakini Sang Pencipta memiliki utusan-utusan di kalangan manusia. Utusan-utusan itu dibekali dengan ilmu yang cukup untuk membahasakan kehendak-Nya terhadap manusia."
"Maaf, Guru, bagaimana jika sang utusan itu sudah mati.
Apakah berarti, perbincangan Sang Pencipta dan ciptaan-Nya terhenti?"
Kesawa tersenyum. Terkesan tulus sekali.
"Martaka, setiap keyakinan di atas bumi selalu dilengkapi dengan kitab-kitab. Kitab-kitab itu menjadi pedoman hidup yang kekal. Tetap digunakan, meskipun para utusan sudah tak hidup lagi."
"Maaf jika murid lancang. Pertanyaan inilah yang selalu mengganggu pikiran saya. Bagaimana kita yakin bahwa kitab-kitab itu tak diubah oleh manusia?"
"Martaka, sebelum kemari, di mana engkau belajar tentang ini semua?"
Martaka terdiam. Dia tak langsung menjawab. Bibirnya bergetar. Wajah lugunya kembali nyata. Dia seperti hendak menangis saja.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Scan buku : Ottoy,----ebook oleh : Dewi KangZusi
"Kau tak perlu menjawab. Hanya kau harus tahu, membincangkan kitab suci tidaklah mudah. Karena keyakinan berhubungan dengan hati, tak selalu dengan akal. Namun, untuk memahami keberadaan Sang Pencipta, bisa juga dicapai dengan akal. Sebab, seluruh isi alam ini membuktikan kebe-radaan-Nya."
Martaka berusaha keras menerima kata-kata gurunya.
"Aku punya sebuah cerita. Pahamilah oleh kalian berdua."
Respati dan Martaka bersiap.
"Ini sebuah dongeng kuno tentang seseorang yang sakit lalu didatangi oleh malaikat pencabut nyawa. Orang sakit itu lalu bertanya. 'Kau datang kepadaku sekadar ingin berkunjung atau kau ingin mencabut nyawaku"' Malaikat itu menjawab bahwa dia datang sekadar berkunjung.'"
Respati mengerutkan dahi. Satu lagi sebuah kisah yang diceritakan dengan gaya yang asing. Meskipun mulai terbiasa dengan cerita-cerita lucu yang disampaikan oleh Laksmi, tetap saja dahinya berkerut setiap mendengarkan kisah-kisah dari negeri asing itu. Kesawa meneruskan ceritanya.
"Orang itu lalu berkata lagi, 'Demi persahabatan kita, jika waktu matiku kelak sudah dekat, tolong kirimkan utusan agar aku bisa bersiap-siap menghadapi maut.' Sang malaikat menyanggupi. Setelah beberapa lama berselang, malaikat itu kembali mendatangi orang yang sakit itu dan mengatakan bahwa dia hendak mencabut nyawanya.'"
Kesawa menarik napas. Sengaja hendak membuat kedua muridnya penasaran.
"Orang itu berontak. Dia berkata, 'Bukankah kau berjanji hendak mengirim utusan kalau waktu matiku sudah dekat"'
Malaikat itu menjawab, 'Sudah ... sudah. Bahkan, utusanku sudah beberapa kali datang kepadamu.'"
Kesawa kembali menjeda kalimatnya. Respati menahan napas. Sementara Martaka bertanya-tanya dalam hati, penasaran.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Scan buku : Ottoy,----ebook oleh : Dewi KangZusi
"Malaikat itu berkata lagi, 'Bukankah tulang punggungmu bungkuk, padahal sebelumnya lurus" Bukankah rambutmu mulai memutih, padahal sebelumnya hitam legam" Suaramu pun kini gemetaran, sedangkan dulu lantang" Bahkan akhir-akhir ini tubuhmu melemah, sedangkan dulu kau gagah perkasa" Pandanganmu semakin rabun, padahal dulu begitu jeli" Kau hanya minta satu utusan, sedangkan aku mengirimkan begitu banyak. Lalu, mengapa kau masih juga menganggapku tak menepati janji"'"
Kesawa mengakhiri ceritanya. Ruang belajar itu berubah hening. Suara jangkrik di taman tambah menguat. Suara-suara lain dari luar juga menyerbu masuk ke gendang telinga tiga orang itu. Desir angin yang tak terperhatikan pun seolah-olah menjadi nyata.
"Pahamilah, betapa Sang Pencipta demikian memanjakan manusia. Begitu berkasih sayang. Dia tak pernah menyia-nyiakan ciptaan-Nya, bahkan yang menentang-Nya sekalipun."
Respati semakin tenggelam dalam alam pikirnya yang berkecamuk. Dia seperti dihadapkan pada gambaran-gambaran yang mewakili setiap perubahan waktu selama masa hidup yang ia jalani.
Begitu juga dengan Martaka yang lebih hening dibandingkan malam itu sendiri. Pemuda bertampang lugu, namun memiliki pemahaman yang dalam itu diam. Kepalanya menunduk, sedangkan matanya berkaca-kaca tanpa sebab.
'"Malam sudah larut. Kalian kembalilah ke kamar.
Renungkanlah apa yang kita bicarakan dan apa yang kalian alami sepanjang hari ini. Besok, menjelang fajar, kalian harus bangun untuk memulai hari baru."
Kesawa menuntaskan hening di ruangan itu. Ia lalu bangkit dari duduk, diikuti kedua muridnya itu. Setelah bersalaman, ketiganya keluar dari ruang belajar. Kesawa kembali ke ruang pribadinya, demikian juga Respati dan Martaka. Mereka berdua berjalan beriringan menuju ruang tempat mereka tinggal.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Scan buku : Ottoy,----ebook oleh : Dewi KangZusi 0o0
"Aku punya satu cerita lucu."
Respati menatap sejenak paras Laksmi yang tanpa dosa.
Gadis itu kelihatan tak pernah bersedih. Selalu ceria seperti burung-burung. Tak pernah diam dan terus berkicau. Petang itu ketika Respati sedang beristirahat di taman, Laksmi menghampirinya dengan langkah seperti kidang.
Lalu, tanpa peduli dengan apa yang sedang berputar di benak Respati, dia mulai mengajaknya bicara tentang banyak hal. Bahkan, ketika Respati tampak tak terlalu tertarik dan kelihatan sedikit terganggu dengan kehadirannya, Laksmi tetap tak mau beranjak.
"Kakang tak mau mendengarnya dan ingin aku pergi?"
"Tentu saja tidak, Laksmi."
"Kalau begitu, usir tampang sedih itu dari wajahmu sebab aku akan mengisahkan cerita lucu untukmu."
Respati tersenyum. Ia berusaha tulus melakukannya. Lalu, ia menunggu cerita Laksmi dimulai.
"Suatu hari, ada seorang lelaki naik perahu kecil bersama ibu, istri, dan anaknya. Ketika sampai di tengah sungai, perahu itu dihempas oleh arus yang besar hingga terbalik. Lelaki itu berpikir keras, siapa dulu yang hendak ia selamatkan, sementara ibu, istri, dan anaknya berteriak-teriak minta tolong.
Serta-merta dia memeluk tubuh ibunya, dan berusaha menyelamatkannya sambil berteriak-teriak, 'Ibuku, ibuku.
Mustahil aku bisa mendapatkan gantinya.'"
Laksmi tersenyum puas. Ia lalu menoleh ke arah Respati.
Senyumnya kabur entah ke mana, ketika ia melihat Respati tetap murung. Pemuda itu berusaha tersenyum, tapi kelihatan sekali dipaksakan.
"Tidak lucu, ya?"
"Bukan begitu, Laksmi. Ceritamu sungguh segar. Caramu bercerita pun menyenangkan."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Scan buku : Ottoy,----ebook oleh : Dewi KangZusi
"Lalu?"
"Lelaki dalam ceritamu itu masih beruntung. Sebab, aku tak pernah tahu siapa dan di mana ibuku. Aku tak punya kesempatan untuk mengabdi."
Laksmi tercenung.
"Aku juga tak mengenal ibuku."
Giliran Respati yang merasa tak enak. Dia menoleh pada Laksmi dengan kening berkerut.
"Maaf."
Laksmi tersenyum tanpa beban. Seperti biasa.
"Ibuku meninggal ketika melahirkan aku. Aku hanya tahu tentang ibu dari cerita ayah."
"Kita bernasib sama, Laksmi."
"Tentu saja beda. Kalau aku menerima kenyataan itu tanpa menyiksa diri."
"Apakah aku menyiksa diri, Laksmi?"
"Apa yang disembunyikan hati seseorang akan dibeberkan oleh wajahnya sendiri."
Respati tersenyum lagi. Ia semakin merasa dekat dengan Laksmi. Pada diri gadis itu dia menemukan keceriaan yang abadi. Seperti warna langit saat tak ada mendung.
"Kakang sedang memikirkan seseorang?"
"Aku tak yakin."
"Berarti jawabannya iya." Respati tak menjawab.
"Kakang memikirkan istri Kakang?"
"Bekas. Bekas istri."
"Jadi, benar Kakang masih memikirkannya."
"Aku menikahinya dua tahun lamanya, Laksmi. Kami telah melampaui banyak peristiwa."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Scan buku : Ottoy,----ebook oleh : Dewi KangZusi
"Lalu, kenapa Kakang tetap meninggalkannya?"
"Barangkali Anindita adalah kesalahan terbesar dalam hidupku."
"Kakang tidak sedang membicarakan perempuan lain, bukan?"
Respati terdiam. Dia membuang pandangannya ke langit lepas. Awan putih seperti kapas mengambang tenang.
Bergerak bagai siput menuju arah yang bebas.
"Berarti jawabannya iya."
"Laksmi. Ini tak semudah yang kau kira."
"Aku mengatakan begitu?"
"Sulit sekali untuk diurai. Demikian bertumpuk. Aku miskin kata-kata."
"Kakang bisa membaginya dengan Laksmi."
Respati tersenyum. Dia menatap Laksmi dengan saksama.
"Kau gadis baik."
"Hanya itu saja yang aku dapatkan, Kakang?"
Respati nyaris tak bisa menahan tawanya melihat cara Laksmi mengatakan kalimat itu. Seperti bocah yang memohon penganan kepada ibunya. Gadis ini begitu istimewa. Jeda waktu hingga petang mereka habiskan dengan bercanda.
Respati menjadi pendengar yang baik untuk cerita-cerita lucu yang mengalir deras dari bibir Laksmi.
Beberapa kali Respati pura-pura tak geli dengan cerita itu.
Dia menggeleng-gelengkan kepalanya sambil membuat bulan sabit terbalik dengan bibirnya. Setiap itu terjadi, Laksmi pasti cemberut penuh kesal dan tertantang untuk memikirkan cerita lain yang lebih lucu. Begitu ia berhasil membuat Respati terpingkal-pingkal, puaslah dia.
"Di sini rupanya putri Ayah."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Scan buku : Ottoy,----ebook oleh : Dewi KangZusi Respati dan Laksmi segera menghentikan candaan mereka ketika melihat Kesawa datang menghampiri. Lelaki arif itu masih juga memiliki senyum yang kalem dan menenangkan. Ia mengenakan jubah hijau lumut dengan serban sewarna di kepala.
Di tangannya tergenggam gulungan daun lontar. Seperti sebuah surat.
"Respati, aku ingin bicara denganmu."
"Kenapa begitu rahasia, Ayah?"
"Ini bukan soal apa yang dibicarakan, tapi dengan siapa membicarakannya, Laksmi."
Laksmi tak menjawab lagi. Setelah berpamitan kepada keduanya, ia lalu meninggalkan tempat itu menuju ruang pribadinya. Meskipun sempat merasa kesal, ia maklum bahwa ayahnya pasti punya alasan untuk tak melibatkannya dalam urusan itu.
"Respati, bacalah ini. Aku menerimanya pagi tadi."
Respati menerima gulungan daun lontar yang diangsurkan gurunya tanpa berkata-kata. Ia membaca setiap kalimat di dalamnya dengan saksama.
Dahinya berkerut.
"Aliran Serigala Putih
"Kau mengenalnya, Respati?"
"Tidak, Guru. Bahkan, baru sekarang saya mendengar nama aliran ini."
"Aliran ini memang belum lama muncul. Konon, mereka datang dari belahan barat Swarna Bumi. Kini, mereka menyebar hingga ke Gresik. Tapi beberapa waktu terakhir, anggota mereka memang mulai bermunculan di Tuban."
"Gresik ...."
Respati tampak tengah berpikir. Mengingat-ingat sesuatu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Scan buku : Ottoy,----ebook oleh : Dewi KangZusi
"Apakah mereka kelompok orang dengan jubah putih dan bertampang dingin, Guru?"
"Kau pernah bertemu mereka?"
"Saya dan Martaka sempat bertemu mereka di Gresik, Guru. Bahkan, saya sempat bertarung dengan mereka."
Kepala Kesawa mengangguk-angguk.
"Lalu, apa alasan mereka memaksaku untuk menyerahkanmu, Respati?"
"Saya tak tahu, Guru. Hanya waktu itu, saya memang hampir mengalahkan mereka, sebelum ...."
Kesawa menatap Respati yang tiba-tiba menghentikan kalimatnya.
"Ah, ilmu mereka sebenarnya tak terlalu tinggi, Guru.
Hanya, mereka menguasai ilmu aneh."
"Maksudmu Jala Sukma?"
"Guru mengetahuinya?"
"Ilmu itu memang tak banyak dikenal di tanah Jawa Dwipa. Namun, di Gujarat dan Tiongkok, banyak pendekar yang menguasai ilmu semacam itu."
"Kalau memang mereka menginginkan saya, Guru tak perlu khawatir. Biar saya saja yang menghadapi mereka."
Kesawa tersenyum. Ia mengalihkan pandangannya ke taman di tengah kompleks perguruan.
"Kita tidak tahu kelompok mana yang kau taklukan ketika mereka bertemu denganmu di Gresik. Jangan anggap remeh mereka, Respati. Kita belum tahu kekuatan mereka yang sebenarnya."
"Maaf jika saya terlalu jumawa, Guru."
"Tidak. Ilmu kanuraganmu memang mumpuni. Tak ada salahnya percaya kepada diri sendiri. Hanya kita tetap harus Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Scan buku : Ottoy,----ebook oleh : Dewi KangZusi selalu waspada. Serigala Putih mengancam akan menyerang kita malam ini, jika aku tak menyerahkanmu."
Respati menyimak kalimat gurunya dengan saksama.
"Kau tahu bahwa sebagian murid perguruan ini sama sekali tak menguasai ilmu kanuragan. Bahkan, apa yang kukuasai pun tak ada seujung kuku jika dibandingkan dengan kelihaianmu. Karena itu, jika mengandalkan kekuatan tubuh, pasti kita akan kalah."
Respati tetap tak memotong kata-kata gurunya.
"Tapi, aku pun yakin Serigala Putih tak akan gegabah.
Bagaimanapun, perguruan ini memiliki nama baik yang dihargai orang-orang mulai Tuban hingga Mojokerto. Mereka akan berpikir dua kali untuk menyerang kita terang-terangan."
"Kenapa rakryan penguasa Tuban tak turun tangan, Guru?"
"Hukum ibarat rumah laba-laba yang hanya menjerat serangga-serangga kecil, Respati. Sedangkan, binatang yang lebih besar merobek-robek-nya dengan mudah."
"Sekuat itukah mereka sekarang, Guru?"
"Serigala putih sangat licin. Kejahatan mereka susah dibuktikan. Mereka pun sangat dekat dengan kekuasaan di Gresik. Entahlah, apa yang akan terjadi dengan Tuban kelak."
"Saya telah membuat perguruan ini jadi susah."
Kesawa tersenyum lagi, lalu memegang pundak Respati.
"Bukan seperti itu. Serigala putih hanya menjadikanmu sebagai alasan. Mereka memang berambisi untuk melenyapkan perguruan ini dan menjadi kekuatan berpengaruh di Tuban."
"Licik sekali. Lalu, apa yang harus kita lakukan, Guru?"
"Menunggu. Tak ada yang akan keluar dari perguruan malam ini. Kita tetap bertahan seperti tidak ada apa-apa. Aku pun ingin tahu apa yang akan mereka lakukan."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Scan buku : Ottoy,----ebook oleh : Dewi KangZusi
"Bagaimana jika mereka membabi buta, Guru?"
Kesawa menurunkan tangannya dari pundak Respati.
"Tidakkah aku bisa mengandalkanmu jika itu terjadi?"
Respati tersipu. Ia lalu mengangguk pelan. Tak banyak yang mereka obrolkan kemudian. Kesawa menyuruh Respati untuk mencari Martaka dan melanjutkan pelajaran mereka hari itu. Seperti tak terjadi apa-apa. Semua berlangsung apa adanya. Entah apa alasannya, Kesawa memang tak memberitahu semua muridnya tentang surat ancaman Serigala Putih yang ia terima.
Hanya Respati dan beberapa murid utama yang diberitahu.
Bahkan, Martaka pun tidak. Tak heran jika suasana belajar di perguruan itu berlangsung biasa. Tidak ada kepanikan.
Sesudah penghuni perguruan itu melakukan sembahyang malam bersama-sama, Kesawa memanggil Respati dan Martaka ke ruangannya untuk melanjutkan pelajaran mereka.
"Guru, di setiap hati seseorang selalu terbersit pikiran buruk walaupun sedikit. Bagaimana caranya untuk membuat pikiran buruk itu menjadi kerdil dan tak merusak hidup kita?"
Martaka tampak bersungguh-sungguh melontarkan pertanyaan itu. Dia tidak tahu bahwa dua orang yang kini duduk satu ruangan dengannya itu tengah menunggu sesuatu.
Wajar saja, sebab Kesawa memang tak memperlihatkan kecemasan sama sekali di wajahnya. Sedangkan Respati selalu mengikuti apa yang dilakukan gurunya.
"Martaka, pertanyaanmu sangat dalam. Memang, hidup setiap orang adalah rentang waktu panjang yang membentrokkan kebaikan dan keburukan. Keduanya sama-sama ingin menjadi pemenang. Seperti apa akhir hidup manusia, seperti itulah dia akan memulai kehidupannya yang abadi kelak."
Martaka mendengarkan dengan khidmat. Malam bergerak lamban. Hawa semakin mencekat, sementara bebunyian hewan semakin ramai. Respati menajamkan pancaindranya, Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Scan buku : Ottoy,----ebook oleh : Dewi KangZusi berjaga-jaga. Ia hampir tidak mendengarkan kalimat-kalimat gurunya lagi.
"Seorang bijak berkata, jika pada hati manusia berdetak bisikan, pemiliknya harus berusaha agar bisikan itu tetap di hatinya. Jika tidak, hal itu akan berubah menjadi buah pikiran.
Tapi jika telanjur menjadi buah pikiran, hendaklah orang itu mendiamkannya dalam benak. Jika tidak, ia akan berubah menjadi nafsu berahi."
Telinga Respati semakin lebur dengan desau angin. Tak lagi jeli mendengar kata-kata gurunya.
"Jika kecenderungan itu telanjur menjadi nafsu berahi, orang tadi harus bisa meredamnya. Sebab jika tidak, ia akan menjadi rencana buruk dalam bentuk kehendak. Ini pun harus dihentikan. Sebab jika tidak, ia akan mewujud menjadi perbuatan jahat."
Dahi Respati berkerut. Bukan memikirkan kalimat gurunya.
Ada bunyi angin yang mendesak-desak. Tapi jaraknya tak terlalu dekat, juga tak semakin dekat.
"Jika perbuatan jahat itu tak bisa dicegah, ia akan menemani manusia sebagai sebuah kebiasaan. Sedangkan bagi manusia, alangkah sukarnya meninggalkan sebuah kebiasaan."
Martaka mengangguk-angguk paham. Dia masih tak bersuara. Memikirkan setiap kata gurunya dan melumerkannya dalam sebuah pemahaman yang utuh.
Sedangkan Respati tak bergerak. Tetap seperti itu, ketika Kesawa menatapnya dengan pandangan heran.
"Respati, kau mendengar sesuatu?"
"Sempat guru. Seperti ada pertempuran. Tapi tak terlalu dekat."
Kesawa tampak berpikir. Dia lalu bangkit menghampiri jendela, dan membukanya perlahan. Angin basah menyeruak masuk. Malam sudah tertinggal di belakang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Scan buku : Ottoy,----ebook oleh : Dewi KangZusi
'"Sebentar lagi fajar. Kalian istirahatlah. Aku harus bersiap untuk sembahyang fajar."
Respati dan Martaka menyusul bangkit, lalu berpamitan kepada gurunya. Baru saja mereka hendak keluar dari ruangan itu, terdengar ribut-ribut dari halaman.
"Guru, kami hendak melapor."
Respati dan Martaka urung membuka pintu ruangan itu.
Mereka menunggu gurunya bertindak. Kesawa yang tadinya asyik menatap langit yang masih gulita, menghampiri pintu. Ia mendahului kedua muridnya membuka pintu itu.
"Ada apa, Seta?"
Beberapa murid Kesawa yang bertugas ronda malam tampak berdiri dengan napas memburu di depan ruangan gurunya. Wajah mereka pucat. Setapati, salah seorang murid kepercayaan Kesawa, berdiri paling depan sambil memegangi obor.
"Perguruan ini sudah dikepung mayat, Guru!"
Kesawa tak menjawab. Dia meneliti wajah Setapati seperti hendak memastikan apakah muridnya itu betul-betul dalam keadaan sadar. Melihat kesungguhan di garis wajah Setapati, Kesawa lalu mendehem.
"Kita lihat ke sana."
Tanpa menunggu persetujuan, Kesawa segera melangkah dengan tegap keluar dari kompleks perguruan, diikuti seluruh muridnya. Murid-murid lain yang ikut terjaga akibat berisik yang ditimbulkan para murid peronda itu keluar dari pondok mereka masing-masing, lalu menyusul gurunya.
Beberapa di antara mereka melengkapi diri dengan obor dan senjata sekadarnya. Jadilah rombongan guru murid yang jumlahnya tak kurang dari dua puluh orang itu berjalan menderap keluar kompleks perguruan.
Apa yang dikatakan Setapati akhirnya dipahami Kesawa.
Puluhan tubuh berjubah putih tergeletak kaku begitu saja di Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Scan buku : Ottoy,----ebook oleh : Dewi KangZusi luar kompleks perguruan. Mereka betul-betul mirip jasad-jasad tanpa nyawa yang menunggu dikuburkan. Tubuh-tubuh mereka tidak berkumpul di satu tempat.
Bergelimpangan dalam barisan seperti bentuk busur panah. Ketika Kesawa, Respati, dan anggota rombongan itu memeriksa, ternyata tubuh-tubuh itu masih bernyawa.
"Serigala Putih. Siapa yang mampu merobohkan mereka tanpa suara."
Respati terheran-heran. Lengannya meraba nadi salah seorang anggota Serigala Putih yang tergeletak meringkuk di depannya, seperti kedinginan.
"Guru, ada seseorang berilmu tinggi yang mencegah orang-orang Serigala Putih menyerang perguruan kita."
"Aku tahu. Bahkan tak satu pun dari mereka dibunuh.
Orang sakti itu hanya melumpuhkan."
Respati memandang ke arah gurunya masih dengan kesan heran di wajahnya.
"Ilmu apa ini" Totokan yang luar biasa."
Kini, Respati menoleh ke arah Martaka yang ada di sampingnya. Matanya membesar.
"Kakang pikir, kakek aneh itu pelakunya?" Martaka segera bisa menebak isi benak Respati. Dia pun berpikiran sama.
"Sudahlah, kita bawa dulu orang-orang ini ke perguruan.
Perlakukan dengan baik."
"Tapi, Guru.."
Sorot mata Kesawa memutus kalimat Setapati yang tadinya hendak memprotes keputusan gurunya.
"Jangan kau benci musuhmu melampaui batas. Tak ada yang tahu, suatu saat bisa saja dia menjadi sahabatmu yang paling setia."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Scan buku : Ottoy,----ebook oleh : Dewi KangZusi Tak ada lagi perbincangan. Kesawa memerintahkan murid-muridnya untuk bergegas. Dia sendiri tak ketinggalan menggendong salah seorang anggota Serigala putih yang tertotok itu menuju perguruan.
Fajar segera sampai, ketika seluruh orang berjubah putih itu sudah berada di ruang besar di tengah-tengah kompleks perguruan. Mereka diikat dengan tali yang kukuh. Pagi harinya, para murid membagikan ransum makanan. Karena anggota Serigala Putih yang jumlahnya sekitar tiga puluh orang itu tertotok, terpaksa para murid menyuapinya satu per satu.
Kebanyakan dari mereka menolak untuk disuapi.
Sedangkan mereka yang mau memakan ransum itu tak menghilangkan kesan dingin dari wajah mereka.
"Menurutmu, apa yang akan terjadi pagi ini, Respati?"
Kesawa, Respati, dan Martaka bicara serius di luar ruang utama perguruan. Mereka berdiri di sana, seperti tengah menunggu kedatangan seseorang.
"Kalau benar kakek aneh itu yang menghalau orang-orang Serigala Putih kemari, kenapa dia tak menampakkan diri?"
Respati tak menjawab pertanyaan gurunya. Justru dia mengambangkan pertanyaan lain yang tak jelas apa jawabannya.
"Siapa kakek aneh yang kau sebut-sebut itu, Respati?"
"Saya pun tak mengenalnya, Guru. Dia datang tiba-tiba, ketika saya dan Martaka dalam keadaan terjepit dikeroyok orang-orang Serigala Putih."
"Ehrn. Siapa pun dia, pastilah dia berkepentingan denganmu atau perguruan ini."
"Guru, jika saja penolong itu tidak turun tangan, bukankah orang-orang Serigala Putih telah menyerang perguruan?"
Kesawa terdiam. Memikirkan betul kata-kata apa yang hendak ia ucapkan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Scan buku : Ottoy,----ebook oleh : Dewi KangZusi
"Artinya, Serigala Putih benar-benar tak lagi memandang kita. Mereka semakin berani."
"Guru, izinkan saya pergi ke Gresik untuk menghancurkan pusat aliran Serigala Putih."
"Jangan. Kita harus memikirkan cara terbaik untuk menyelamatkan perguruan tanpa mengorbankan siapa pun."
Pembicaraan ketiga orang itu terhenti ketika dari arah muka perguruan, Laksmi dan beberapa murid berjalan menghampiri mereka.
"Ayah, ada utusan aliran Serigala Putih yang ingin bertemu dengan Ayah."
"Oya" Kalau begitu, kenapa tidak kau antar tuan-tuan ini ke ruang tamu, Laksmi?"
Laksmi menoleh ke arah lelaki berjubah putih di sampingnya. Dia seorang lelaki bertampang dingin yang usianya tak akan melebihi empat puluh tahun. Perawakannya gempal dengan rambut yang diurai memaksakan kesan angker.
"Ki Kesawa, saya Lembu Peteng, Ketua Serigala Putih wilayah Tuban. Saya datang untuk membebaskan anggota kami."
Kesawa tak langsung menjawab. Dia meneliti orang di depannya dengan pandangan saksama.
"Apakah tidak lebih baik kita bicarakan hal ini sambil menikmati daun sirih, Tuan Lembu Peteng?"
"Kami akan menganggap tak pernah ada masalah di antara aliran Serigala Putih dan Perguruan Kesawa, jika anggota kami dibebaskan sekarang juga."
"Bukankah selama ini pun tidak pernah ada masalah di antara kita, Tuan?"
Lembu Peteng menoleh ke arah Respati. Tatapan matanya menajam. Seperti hendak melumat pemuda itu mentah-Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Scan buku : Ottoy,----ebook oleh : Dewi KangZusi mentah. Sementara Respati menantang tatapan mata Lembu Peteng tanpa ragu. Dia merasa sama sekali tak berurusan dengan lelaki berwajah dingin itu. Dia pun bukan satu di antara gerombolan Serigala Putih yang nyaris mencelakai Respati dan Martaka di Gresik beberapa bulan sebelumnya.
"Baiklah. Saya kira, tak seorang pun ingin membuat masalah. Anggota Serigala Putih ada di ruang utama. Tak satu pun yang terluka. Tuan bisa mengambil mereka dengan syarat."
Lembu Peteng mendongakkan kepalanya menunggu lanjutan kalimat Kesawa.
"Tidak pernah ada masalah antara perguruan kami dan Serigala Putih. Saya ingin pada waktu selanjutnya pun, kita tak akan saling mengganggu."
Lembu Peteng tampak sedang berpikir. Dia terdiam beberapa saat.
"Baik. Saya sepakat."
Tak menunggu lama, puluhan anggota Serigala Putih benar-benar bebas dari sekapan Perguruan Kesawa.
Meskipun bisa saja orang-orang itu melanjutkan rencana mereka menyerang Perguruan Kesawa, tapi hal itu tidak terjadi. Rupanya, Lembu Peteng memegang janjinya.
Pagi itu juga, ruang utama Perguruan Kesawa kembali senyap, tanpa para tawanan. Para murid Perguruan Kesawa banyak yang bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi.
Sebagian besar dari mereka memang tak tahu pasti alasan berdatangannya orang-orang sesat itu ke perguruan mereka.
Tiba-tiba saja setelah sempat disekap, orang-orang asing itu angkat kaki tanpa banyak kata.
"Untuk sementara, kita bisa tenang. Serigala Putih tak akan sembarangan melanggar janji."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Scan buku : Ottoy,----ebook oleh : Dewi KangZusi Kesawa, Respati, Martaka, dan Laksmi berkumpul di ruang pribadi Kesawa. Berempat mereka tengah membicarakan peristiwa dua hari terakhir yang begitu mengagetkan.
"Ayah, apa yang sebenarnya dicari oleh orang-orang Serigala Putih?"


Sepak Terjang Hui Sing Murid Perempuan Cheng Ho Karya Tosaro di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Laksmi yang tak mengikuti sejak awal sebab musabab kedatangan gerombolan sesat itu begitu penasaran.
"Tak ada yang tahu. Gerakan mereka begitu halus. Sulit ditebak apa yang mereka inginkan. Tapi dari gerakan Serigala Putih yang begitu tertata, jelas mereka bukanlah perguruan silat biasa."
"Guru, apakah mereka ingin menggoyahkan kekuasaan Majapahit?"
"Sulit dipastikan. Sebab mereka pun sangat dekat dengan penguasa. Di Gresik, mereka berteman baik dengan penguasa di sana. Yang jelas kita benar-benar harus waspada."
"Negeri ini kian hari kian kacau saja." Laksmi bergumam lirih, menghempaskan kegelisahannya.
"Apa yang bisa kita perbuat jika penguasa sudah tak punya jati diri?"
Respati menoleh ke arah Martaka. Dia masih saja sering merasa tersindir setiap ada yang menilai langkah penguasa Majapahit. Bagaimanapun, dia pernah memegang jabatan wakil panglima perang Majapahit yang berpengaruh. Toh pemuda itu segera menekan perasaannya. Selain karena dia bukan lagi bagian dari penguasa, kata-kata Martaka memang benar adanya.
"Kenyataannya memang demikian. Kita tak lagi menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Sejarah tak lagi berarti apa-apa."
Respati tampak murung. Dia menyudahi kalimatnya dengan tatapan yang tak pasti. Sejak dulu memang dia selalu menyemangati diri sendiri dengan sejarah keunggulan Majapahit di masa lalu. Kekuasaan yang membentang di Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Scan buku : Ottoy,----ebook oleh : Dewi KangZusi seluruh Nusantara. Kini, kekuasaan Majapahit terus menyusut, pengaruhnya pun tak lagi meraksasa.
"Respati, semua yang ada di dunia memiliki masa. Tak akan selamanya. Saling menggantikan satu sama lain. Kita sekarang berbicara di sini. Belum tentu dua puluh tahun lagi, atau sepuluh tahun lagi, atau bahkan esok hari kita bisa mengulanginya. Majapahit pernah besar. Seperti halnya Sriwijaya di Swarna Dwipa. Tapi, adakah yang kekal di dunia ini?"
Respati cukup terhibur dengan kalimat gurunya. Dia mengangguk pelan. Pikirannya bisa sumeleh (pasrah) karenanya. Tak lagi menyalahkan pemimpin-pemimpin negeri secara membabi buta. Keteledoran pemimpin tentu saja menjadi penyebab goyahnya suatu bangsa. Namun, di atas itu semua, pada sebuah tataran yang ada di luar jangkauan akal, ada aturan gaib yang memang telah menentukan semuanya.
Barangkali memang Majapahit tinggal punya sedikit waktu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Scan buku : Ottoy,----ebook oleh : Dewi KangZusi 18. Penantian Bintang
Penyerangan yang gagal oleh orang-orang Serigala Putih telah lewat berbulan-bulan. Tak terasa Respati dan Martaka telah melewati masa setahun lebih di Perguruan Kesawa. Jika digenapkan beberapa bulan lagi, mereka telah dua tahun tinggal berguru di sana.
Jika seseorang pernah mengenal Respati dua tahun sebelumnya, lalu bertemu lagi dengannya sekarang, pastilah dia akan terheran-heran. Mantan rakyran rangga Majapahit itu seperti menjadi manusia baru. Sikapnya yang kalem bertambah-tambah. Segala langkah dan kata-kata begitu ia pikirkan. Perilakunya yang santun bertambah matang. Sama dengan Martaka, dia pun semakin merasa nyaman tenggelam dalam keseharian mencari ilmu yang tak pernah habis bersama Kesawa, guru mereka.
Hanya, sebuah keyakinan adalah sebuah keajaiban yang sama sekali tak bisa teraba. Meskipun sudah hampir dua tahun tinggal dan bergaul dengan orang-orang Islam taat di Perguruan Kesawa, baik Respati maupun Martaka masih bertahan pada keyakinan lamanya. Sejak lama Respati memang cenderung melumuri pikirannya dengan nilai-nilai luhur nenek moyang dibandingkan melakukan upacara-upacara keagamaan yang biasa dilakukan orang-orang di sekitarnya.
Dia merasa cukup dengan kebersihan hati dan keteladanan laku dibandingkan upacara-upacara yang acap kali dipahaminya sebagai topeng semata. Sama saja dengan bekas istrinya, Anindita. Rasanya, tak pernah lepas perempuan itu melakukan upacara-upacara keagamaan dengan begitu khusyuk. Tapi, apa yang kemudian terbongkar setelah dua tahun pernikahan mereka benar-benar membelalakkan mata.
Seperti ada dinding pemisah antara ajaran-ajaran suci dan perilaku manusia yang sebenarnya. Orang-orang menjadi Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Scan buku : Ottoy,----ebook oleh : Dewi KangZusi begitu tunduk kepada Sang Pencipta dan berperilaku alim ketika mengucapkan mantra suci, tapi berubah menjadi Serigala ketika kembali kepada kehidupan nyata.
Respati sendiri bukan bocah ingusan yang buru-buru menyimpulkan sesuatu dengan gegabah. Sebab, kecenderungan keterpisahan antara ajaran agama yang suci dan penganutnya yang taat pun terjadi pada setiap agama.
Karenanya, Respati masih merasa nyaman dengan keteraturan hatinya yang paling dalam, dibandingkan topeng-topeng yang ia anggap menyesatkan itu.
Toh, Respati terkagum-kagum dengan tata cara dan ajaran-ajaran agama baru yang dibawa Kesawa. Sama dengan kekagumannya ketika melihat kesempurnaan hati para biksu yang rela meninggalkan hiruk pikuk kehidupan dan menyepi, mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.
Makna tersembunyi dan luas dalam aturan nyata ketika orang-orang seperti Kesawa hendak bersembahyang sudah cukup mengundang penasaran bagi Respati. Kenapa harus membasuh diri, kenapa harus berpakaian bersih, dan seribu satu kata kenapa yang pelan-pelan ia peroleh jawabannya dari Kesawa.
Sementara itu, Kota Tuban semakin ramai saja. Kapal-kapal asing berdatangan membangun perniagaan yang semakin berjaya. Hampir tak ada gangguan yang membuat warga gelisah. Kecuali orang-orang Serigala Putih yang mulai bermunculan lagi. Namun, mereka tak terang-terangan membuat onar. Mereka sering tampak bersama-sama dengan prajurit Majapahit dan hadir dalam pertemuan orang-orang penting di jajaran penguasa Tuban. Waktu itu, tahun Masehi segera genap pada angka 1410.
"Respati, ada sesuatu yang mengganggu pikiranku.
Apakah kau mau mendengarkannya?"
Pagi itu, Kesawa dan Respati sedang berjalan di antara kesibukan Kota Tuban. Sekadar jalan-jalan melepaskan penat di otak.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Scan buku : Ottoy,----ebook oleh : Dewi KangZusi
"Kenapa Guru menjadi sungkan" Tentu saja saya tak berkeberatan."
"Sebaiknya, kita mampir di kedai itu agar perbincangan kita terasa lebih nyaman."
Guru dan murid itu lalu memasuki sebuah kedai sederhana yang tak begitu ramai pengunjung. Setelah memesan minuman dan sedikit penganan, keduanya duduk berhadapan.
Kesawa menatap Respati dengan saksama. Pemuda itu kian berwibawa saja. Umurnya kini sekitar 28 tahun. Usia matang bagi seorang lelaki. Garis wajahnya pun menyiratkan pemahaman yang sangat baik terhadap kehidupan.
Di luar ketampanan yang tampak mencolok, sekilas pun orang bisa menduga betapa kuatnya kepribadian lelaki muda itu. Bahkan untuk mengganti kesan wajahnya pun, Respati tampak demikian berhati-hati. Kesawa seperti melihat dirinya sendiri sewaktu muda dulu.
"Ini tentang Laksmi, anak tunggalku."
Air muka Respati tetap tak berubah. Hatinya menangkap kalimat Kesawa dengan tak tergesa-gesa. Bibirnya yang seolah-olah selalu tersenyum itu masih diam.
"Usianya sudah hampir sembilan belas tahun. Seharusnya dia sudah memiliki pelindung."
Kata hati Respati mulai menebak-nebak. Tapi bahasa tubuhnya begitu pandai menyembunyikan kegelisahan. Dia masih tetap tenang. Sementara Kesawa tampak sangat berhati-hati memilih kata-kata.
"Sebelumnya aku ingin tahu, apa kesanmu tentang Laksmi, Respati?"
"Sejak awal bertemu, saya tahu Laksmi adalah gadis yang istimewa, pintar, dan berbudi luhur." Kesawa tersenyum lega.
"Adakah yang menahan seorang lelaki untuk jatuh cinta kepadanya, Respati?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Scan buku : Ottoy,----ebook oleh : Dewi KangZusi
"Menurut saya, setiap lelaki memiliki kecenderungan yang berbeda dalam mengagumi sosok perempuan, Guru. Hanya, menurut saya, Laksmi mewakili semua hal yang diinginkan laki-laki."
Senyum Kesawa semakin lebar. Seperti ada gunung es yang melumer dari dadanya.
"Lalu, apa yang menahanmu untuk meminangnya, Respati?"
Kali ini Respati tak menjawab. Bayangan Laksmi berkelebat di benaknya. Keceriaan yang begitu indah. Rambut ikal, merah, dan bercahaya itu demikian memesona.
Wajahnya yang berbinar oleh kedua mata yang jernih tentu saja memancing simpati.
"Tapi, Guru"."
"Apakah yang membuatmu ragu adalah keyakinan kalian yang berbeda?"
Respati mengangguk lemah. Sementara Kesawa meraih cangkir tanah liat berisi air kelapa, lalu menenggaknya perlahan.
"Respati, kapan kau usaikan pencarianmu?"
"Saya tidak begitu yakin, Guru."
"Apakah kau kini telah merasa nyaman?"
Respati lagi-lagi menganggukkan kepala.
"Lalu, kau merasakan lingkungan di sekitarmu dan keseharian yang ada membuatmu tenang dan tenteram?"
"Ya, Guru."
"Itu bukan sebuah akhir pencarian bagimu?"
Respati tak langsung menjawab. Pikirannya menerawang dan enggan kembali ke bumi. Pandangan matanya ragu.
"Mohon Guru memberi saya waktu untuk berpikir."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Scan buku : Ottoy,----ebook oleh : Dewi KangZusi Kesawa tersenyum tulus. "Berapa lama?"
Respati tak buru-buru menjawab.
"Baiklah, Respati. Aku tahu ini bukan masalah enteng. Aku sangat menghargai dan tak ingin menekanmu. Ini hidupmu.
Karenanya, aku tak memberi batasan waktu untukmu berpikir."
Respati mengiyakan. Dia tak lagi bisa bersikap biasa setelah itu. Setelah menghabiskan minuman mereka, guru dan murid itu lalu kembali ke perguruan. Hari-hari terlewati apa adanya. Namun, sesekali Respati menemui Kesawa secara khusus untuk membahas lebih dalam mengenai keyakinan baru yang diamalkan orang-orang Islam.
Seperti melupakan persoalan intinya, yakni usulan pernikahan dengan Laksmi, Respati begitu bersemangat untuk mempelajari agama baru itu. Dia tak memikirkan pendalaman pengetahuannya tentang Islam merupakan langkah awal yang sangat berpengaruh terhadap keputusan diterima atau tidaknya tawaran Kesawa.
Sayangnya, kehidupan di perguruan itu demikian rapat.
Keseharian yang begitu dekat antar penghuninya membuat sebuah rahasia sulit disembunyikan.
Meskipun tak pernah membicarakannya dengan orang lain, namun tawaran Kesawa untuk mengangkat Respati sebagai menantu segera tersebar di antara para murid.
Rupanya, ketika sedang berbicara empat mata, ada salah seorang murid yang mendengar isi pembicaraan antara Kesawa dan Respati. Seperti biasa, inti berita beranak pinak ketika menyebar dari satu orang ke orang lain. Dalam waktu sekejap, tersiar kabar Kesawa sudah pasti akan menikahkan Respati dengan Laksmi, putrinya.
Tak sekadar di antara murid, berita itu mulai didengar oleh warga Tuban. Karena Perguruan Kesawa demikian tersohor dan banyak pemuda Tuban yang belajar di sana, kabar itu pun segera tersiar dari satu keluarga ke keluarga lain. Ini menjadi Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Scan buku : Ottoy,----ebook oleh : Dewi KangZusi berita besar, karena Laksmi adalah gadis pujaan yang membuat banyak sekali pemuda Tuban jatuh hati.
Malah tidak sedikit dari mereka yang menjadi murid di perguruan itu sengaja mendaftar karena ingin mengenal Laksmi. Makanya, begitu tersiar kabar bahwa Kesawa hendak mengangkat Respati sebagai menantu, banyak hati yang remuk redam.
"Kakang, kabar rencana pernikahanmu dengan Laksmi sudah demikian tersebar. Jika kau menampik kabar itu, lalu bagaimana mungkin hal ini bisa terjadi?"
Martaka mencecar Respati dengan pertanyaan bernada cemas. Pemuda yang dulu pernah diselamatkan Respati saat hendak dibantai orang-orang
Serigala Putih itu sudah banyak berubah. Meskipun kesan lugu masih tampak pada matanya, namun kelihatan benar bahwa dia sudah jauh lebih dewasa. Dua tahun belajar di Perguruan Kesawa membentuk pribadinya yang baru.
"Martaka, ini benar-benar di luar kuasaku. Memang benar Guru pernah membahas hal ini. Tapi belum sejauh itu. Aku pun tak paham bagaimana bisa seisi kota tiba-tiba membicarakan hal ini."
"Kakang, guru adalah orang yang sangat dihormati di kota ini. Tentu saja kabar tentang rencana pernikahan putrinya menjadi perbincangan hangat orang-orang."
Respati tampak berpikir. Meskipun hatinya kacau balau, tapi hal itu tak tampak pada air mukanya. Segalanya menjadi begini rumit. Sementara dia belum memutuskan apa pun tentang tawaran Kesawa, kabar tak benar itu sudah menyebar ke mana-mana.
"Aku harus menemui guru."
Setelah berpamitan kepada Martaka, Respati meninggalkan sahabat kentalnya itu di ruang belajar mereka.
Ia lalu bergegas menuju ruang pribadi gurunya yang terpisahkan oleh beberapa bangunan pondok mungil.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Scan buku : Ottoy,----ebook oleh : Dewi KangZusi
"Bocah sableng! Aku pikir kau itu anak bodoh. Tak kusangka, ternyata kau bodoooh sekali!"
Respati menghentikan langkahnya. Tak langsung menoleh.
Dia seperti hendak mencerna arti kata-kata orang asing yang menelusup di telinganya tanpa basa-basi.
"Kenapa" Kau malu untuk bertemu denganku, Bocah"
Benar-benar tak tahu diuntung!"
Lidah pisau itu, siapa yang bisa melupakannya. "Kakek aneh!"
Respati membalikkan tubuhnya dengan wajah sumringah.
Tebakannya benar. Kakek berperilaku aneh yang bertemu dengannya sekitar dua tahun lalu di Gresik kini bertengger di atap salah satu pondok.
"Sembarangan! Siapa yang menyuruhmu memanggilku kakek aneh" Aku punya nama, Bocah gendeng!"
Senyum Respati semakin melebar. Nyatanya, nama itu terlontar begitu saja dari bibirnya tanpa maksud apa pun. Dia memang tak tahu siapa nama lelaki tua nyeleneh yang tetap kelihatan kumal setelah lama menghilang itu.
"Kakek tak pernah berkenan saya mengenal nama Kakek."
"Gombal. Jangan pura-pura sopan kepadaku. Kau memang tak pantas tahu namaku."
Respati tak lantas mengubah sikapnya. Dia tahu benar hati kakek aneh itu demikian baik. Hanya penampakan luarnya yang kasar. Begitu lelaki tua itu melompat turun dari atap pondokan, dia langsung menghampirinya dan memberi hormat.
Dengan angkuhnya, lelaki tua itu bersedekap sambil mendongakkan kepalanya.
"Kau sungguh tak tahu diri."
"Apa tidak sebaiknya Kakek mampir lebih dahulu ke pondokan saya agar lebih tenang berbicara?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Scan buku : Ottoy,----ebook oleh : Dewi KangZusi Kakek tua itu menoleh dengan mata melotot. "Sudah kubilang jangan berlagak sopan terhadapku! Aku ke sini hanya ingin memperingatkanmu."
Respati tak ingin berdebat. Dia lalu menunggu lelaki tua di depannya berkata-kata lagi.
"Sejak dua tahun lalu, ada seseorang yang mengikuti ke mana pun kau pergi dan menyimak setiap tindak tandukmu.
Aku sempat bertemu dengan dia dan kami pun menjadi teman.
Dia sangat cerdas dan berbudi baik."
Respati masih belum tahu ke mana arah pembicaraan orang tua itu.
"Aku benci harus berbicara seperti ini. Huh! Tapi aku tak punya pilihan."
Kakek aneh itu seperti mendebat dirinya sendiri.
"Dia mengikutimu dari Mojokerto sampai ke Tuban ini. Tapi sekarang dia pergi karena kau menyakitinya."
"Kakek, maaf saya benar-benar tak paham."
Kakek tua itu kelihatan sangat geregetan.
"Huh, kau memang bodoh! Gadis itu sangat mencintaimu, sedangkan kau menyia-nyiakannya!"
"Gadis siapa?"
"Muridku, Bodoh!"
"Saya bahkan tak tahu nama Kakek, bagaimana mungkin saya mengenal murid Kakek?"
"Berani-beraninya kau katakan tak mengenal Samita"!"
Respati merasa degup jantungnya bertambah keras. Nama itu sudah sangat lama tak disebut lagi. Sekejap, bayangan wajah Samita berkelebat dalam benaknya. Respati tak sanggup berkata-kata.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Scan buku : Ottoy,----ebook oleh : Dewi KangZusi
"Anak bodoh! Dua tahun lalu, aku mengangkat Samita sebagai muridku. Dia jauh lebih pandai darimu. Dia cepat menguasai jurus Hanacaraka yang kuajarkan."
"Jurus Hanacaraka?"
"Kenapa" Kau pikir hanya kau yang mewarisi jurus itu?"
Respati terdiam. Sebenarnya, nama Samita-lah yang masih membuatnya terbengong-bengong, bukan kata-kata setajam pisau yang dilontarkan kakek itu. Dia bahkan tak peduli siapa kakek aneh yang menguasai Ilmu Hanacaraka itu.
"Boleh saya tahu di mana Samita sekarang, Kek?"
"Enak saja! Dua tahun dia menunggumu di pinggiran Tuban, kau tak peduli. Sekarang, kau pura-pura menanyakannya?"
Respati heran dengan dirinya sendiri. Bagaimana mungkin tiba-tiba dia disergap rasa haru" Matanya bahkan berkaca-kaca. "Dia menunggu saya?"
"Bodoh! Kau kira, siapa yang menyuruhku menyelamatkanmu ketika nyaris dibantai oleh orang-orang Serigala Putih dua tahun lalu?"
"Diakah?"
Respati semakin tak bisa banyak berkata-kata. "Kau pura-pura bodoh, Bocah. Jangan-jangan, kau juga tak tahu siapa orang yang melumpuhkan orang-orang Serigala Putih yang hendak menyerbu perguruan ini beberapa bulan lalu?"
Mata Respati membesar. Ketenangannya tetap terjaga, hanya kesan di matanya benar-benar tak bisa berbohong. Dia sedang gelisah.
"Saya kira, kakeklah yang melumpuhkan orang-orang itu."
"Cih! Benar dugaanku, kau memang bodoh. Buat apa aku menolongmu" Samita mengadu nyawa untuk menyelamatkan perguruan ini karena di sini ada kau."
'"Di mana dia sekarang, Kek?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Scan buku : Ottoy,----ebook oleh : Dewi KangZusi Kakek aneh itu tak bergerak. Dagunya terangkat semakin tinggi.
"Satu lagi, kau tahu kenapa dia mengubah namanya menjadi Samita?"
Respati menggelengkan kepala.
"Sebab, itu satu-satunya hal yang pernah kau tinggalkan padanya."
Bibir Respati bergetar. Sebenarnya, sejak bertemu di batas Kota Medangkamulan bertahun-tahun lalu, Respati sudah menyadari hal itu. Namun, dia sengaja menghapus dugaan-dugaan itu karena ia sendiri masih menjadi suami Anindita.
Lagi pula, dia tak pernah berpikir jika Samita menyimpan perasaan demikian dalam.
"Kakek, saya mohon. Di manakah Samita sekarang?"
"Dua tahun ini dia tinggal di sebuah pondok di pinggir barat Tuban. Tapi entahlah. Setelah mendengar kabar bahwa kau akan menikahi putri Kesawa, sepertinya dia bersiap-siap untuk meninggalkan Tuban."
"Pergi" Pergi kemana?"
"Tahun ini, armada Ming akan kembali datang ke Majapahit untuk menemui Wikramawardhana. Tentu saja Samita akan pergi ke Pelabuhan Surabaya menyambut Laksamana Cheng Ho, gurunya. Barangkali, dia akan ikut kembali ke Tiongkok!"
Napas Respati tercekat. Dia tak sanggup lagi berkata-kata.
Dia bahkan tak berpikir lagi untuk berteriak mencegah, ketika kakek aneh itu melompat dan lenyap di balik atap pondokan.
Satu hal yang terpikir di benak Respati kini adalah mencari Samita. Ia lalu mengurungkan niatnya menemui Kesawa.
Langkahnya berderap menuju kandang kuda di samping bangunan utama, lalu menuntun satu di antara belasan kuda yang ada di sana. Beberapa saat kemudian, dia sudah ada di atas punggung kuda gagah berwarna cokelat yang membawanya ke arah barat.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Scan buku : Ottoy,----ebook oleh : Dewi KangZusi 0o0
Respati berdiri ragu di depan sebuah pondok sangat sederhana di punggung bukit sebelah barat pusat Kota Tuban.
Pondok itu kelihatan sekali dibangun sekadarnya. Atap jerami disokong oleh tiang-tiang berupa potongan batang-batang pohon kering. Lingkungan di sekitarnya memang asri dan bersih.
Udaranya terhirup segar dan hijaunya tetumbuhan merambah kulit dengan nyaman. Dari penduduk di bawah bukit, Respati mendapat keterangan bahwa seorang gadis cantik bernama Samita tinggal di pondok itu selama hampir dua tahun. Penduduk cukup mengenalnya karena Samita bekerja sebagai juru masak di salah satu rumah makan di pinggir kota.
Makanya, tak sulit bagi Respati untuk menemukan pondok itu. Kini, dia berdiri sambil menghardik dirinya sendiri berkali-kali. Bagaimana bisa dia tak menyadari dan mengetahui bahwa Samita tinggal di kota yang sama dengannya selama dua tahun.
Meskipun perasaan itu tak pernah terungkapkan, Respati sadar, dia merasa saat-saat terbaiknya adalah ketika bersama Samita. Meskipun sesaat, namun begitu berarti. Dia membodoh-bodohkan dirinya sendiri karena dua tahun lalu, ia begitu saja meninggalkan Samita. Padahal dia tahu, untuk bisa sampai ke Mojokerto, gadis itu telah melewati perjalanan panjang dan berat.
Sebuah perjalanan yang hampir merenggut nyawanya.
Tapi begitu akhir perjalanan itu tercapai, bahkan Respati tak berusaha memahami maknanya. Ia hanya memberikan ucapan terima kasih mengakhiri pertemuan di pinggir Telaga Tirta Kusuma, lalu ia meninggalkan Samita begitu saja.
Toh, itu semua tak mengubah keteguhan gadis itu. Dia bahkan menyusul Respati ke Tuban dan mengikuti setiap kabar tentangnya tanpa sekali pun menyorongkan rasa ke-Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Scan buku : Ottoy,----ebook oleh : Dewi KangZusi aku-annya dengan menemui Respati dan menuntut bayar atas semua yang telah ia lakukan.
"Dia sudah pergi."
Respati masih termangu di depan pondok yang pintunya tertutup itu, ketika kakek aneh yang sebelumnya menyatroninya di Perguruan Kesawa tiba-tiba keluar dari pondok. Respati tak berkomentar. Tatapannya sendu, sementara kedua kakinya seperti terhunjam ke tanah tanpa mau bergerak.
"Kau tunggu apa lagi, Bocah sableng?"
Respati mendongakkan kepalanya.
"Percuma kau berguru pada orang arif itu jika kata hatimu pun tak kau mengerti."
"Respati mohon petunjuk kepada Kakek."
Lelaki tua nyeleneh itu diam sejenak. Berbeda dari biasanya yang terkesan ceplas-ceplos. Tatapan matanya meredup, tak lagi melotot kejam.
"Apa yang dikatakan hatimu, Respati?"
Pemuda itu tak langsung menjawab. Matanya bergerak-gerak perlahan.
"Saya ingin bertemu dengan Samita, Kek."
"Lalu, apa yang menahanmu untuk menyusulnya ke Surabaya?"
"Bagaimana dengan Perguruan Kesawa" Kabar pertunangan saya dengan Laksmi sudah begitu menyebar.
Bisa menjadi aib besar, jika tiba-tiba saya pergi begitu saja."
"Kau memikirkan perasaan orang-orang Kesawa, sedangkan perasaan Samita sengaja kau abaikan."
"Ini saat paling sulit untuk saya, Kek."
"Kau minta pendapatku atau hanya sekadar basa-basi?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Scan buku : Ottoy,----ebook oleh : Dewi KangZusi
"Respati tak berani bersikap kurang ajar kepada Kakek."
"Kalau begitu, temui Kesawa dan anaknya. Terangkan apa yang terjadi, lalu susul Samita."
Respati merasakan kepalanya mulai berdenyut-denyut.
Sungguh sulit apa yang sedang ia hadapi. Pilihan-pilihan yang tak bisa dianggap remeh.
"Boleh saya masuk ke pondok Samita, Kek?"
Tanpa menjawab, kakek aneh itu lalu menjauhi pintu.
Tanpa memedulikan Respati, dia lalu menghampiri salah satu pohon rindang di dekat pondok, kemudian duduk menyandarkan punggungnya pada batang pohon.
Merasa sudah diberi izin, Respati menghampiri pintu pondok. Perlahan, dia membuka pintu dengan jantung berdegup. Tak ada apa-apa dalam pondokan itu, kecuali tempat berbaring dari beberapa batang bambu yang dirapatkan. Lantai tanah yang lembap tak meninggalkan bekas apa pun.
Respati menghampiri pembaringan sederhana itu dan duduk di atasnya. Tangannya perlahan meraba pembaringan penuh perasaan. Pandangannya merata ke seluruh ruangan.
Pada dinding gedhek (dinding dari anyaman bambu) terlihat guratan-guratan unik. Tak tampak jelas karena jaraknya dari tempat Respati duduk cukup jauh.
Pemuda itu lantas menghampiri dinding gedhek dan mencermati guratan-guratan yang ternyata membentuk huruf-huruf Jawa itu. Respati tersenyum sendiri. Jadi benar bahwa selama dua tahun di tempat itu, Samita mempelajari Ilmu Hanacaraka dari kakek aneh itu.
Kini, Respati mulai mereka-reka siapa sebenarnya kakek nyeleneh yang menguasai jurus Hanacaraka itu. Tapi, dia buru-buru mengusir pikiran itu mengingat tujuan awalnya masuk ke gubuk itu, memastikan ada sesuatu yang ditinggalkan Samita. Ternyata tak ada apa-apa. Ia pun akhirnya keluar gubuk itu menemui si kakek aneh. Respati Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Scan buku : Ottoy,----ebook oleh : Dewi KangZusi tersenyum masygul ketika dia tak menemukan lelaki tua nyeleneh itu di bawah pohon tempatnya bersender sebelumnya. Ia lalu melangkah gontai meniti punggung bukit, mengambil kuda yang sebelumnya ia titipkan kepada penduduk desa di bawah bukit.
0o0 "Bagus sekali. Tentu saja aku mendukung. Kalau Kakang bisa menemuinya, pasti mendung di wajah Kakang akan lenyap sama sekali."
Respati nyaris tak percaya dengan reaksi Laksmi. Gadis itu seperti kegirangan ketika dia mengutarakan maksudnya untuk menyusul Samita ke Pelabuhan Surabaya. Sebelumnya, Respati menceritakan siapa Samita dan apa yang telah ia lakukan pada hidupnya.
Tadinya, pemuda itu berpikir, Laksmi akan terpukul mendengar maksud hati Respati. Kabar burung tentang rencana pernikahan mereka tentu sudah sampai ke telinga Laksmi. Kini, tiba-tiba Respati mengatakan bahwa ia hendak meninggalkan Perguruan Kesawa dan tak pasti apakah akan kembali atau tidak.
Tapi, apa yang dikatakan Laksmi betul-betul di luar dugaan. Mata gadis itu melebar dengan kesan wajah yang ceria. Bahkan, ia menepukkan kedua telapak tangannya menyempurnakan kesan gembira dalam hatinya.
"Kau yakin, Laksmi?"
"Maksud Kakang?"
"Kabar burung itu tak mengganggumu sama sekali?"
"Apa peduliku dengan omongan orang?"
Respati tersenyum sementara hatinya masih merasa tak percaya. Sebelumnya, dia pun dibuat terharu ketika gurunya, Ki Kesawa sama sekali tak menahan niatnya untuk meninggalkan perguruan. Malah, lelaki arif itu membekali Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Scan buku : Ottoy,----ebook oleh : Dewi KangZusi Respati dengan wejangan-wejangan hebat. Dia pun tak mewajibkan Respati untuk berpamitan kepada Laksmi.
Hanya karena Respati sudah merasa dekat dengan gadis itu, dia tetap saja mendatangi Laksmi untuk membicarakan rencananya. Ternyata, semuanya terasa jauh lebih mudah dibandingkan dengan apa yang dibayangkan Respati sebelumnya.
"Baiklah, aku punya sebuah cerita buat Kakang. Cerita ini menjadi kenang-kenangan agar Kakang tak lupa padaku. Aku akan marah kalau sampai Kakang melupakan cerita ini."
Respati manggut-manggut tanpa suara. Sebenarnya, dia memang sudah tak tahu harus berkata apa lagi.
"Di Gujarat banyak dibangun tempat ibadah yang memiliki menara tinggi. Suatu hari, ada dua orang dungu yang memandang menara dengan penuh kekaguman. Salah satu di antara mereka berkata, .Alangkah tingginya badan orang-orang dulu, hingga mereka bisa membangun menara setinggi itu.Kawannya menjawab, 'Bodohnya kamu! Mana ada di dunia ini manusia yang badannya setinggi menara itu" Mereka membuat menara itu di bawah, baru kemudian ditegakkan.'"
Respati memperhatikan betul cara Laksmi bercerita.
Seperti biasanya, gadis itu menjadi pencerita yang baik. Dia mampu membuat perhatian lawan bicaranya terpaku beku.
Begitu cerita itu berakhir, Respati tersenyum simpul.
"Tidak cukup lucu, ya?"
"Kata siapa. Ini sangat lucu."
Laksmi tersenyum puas. Ia banyak bertanya tentang Samita. Beberapa kali dia manggut-manggut, ketika Respati menceritakan sosok tegar Samita dan kemampuan luar biasa yang dimiliki gadis itu. Laksmi semakin tertarik mendengarkan kisah Respati. Dia terus saja bertanya.
"Jadi, kapan Kakang berangkat?"
"Besok pagi."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Scan buku : Ottoy,----ebook oleh : Dewi KangZusi
"Baik. Aku akan menyiapkan perbekalan untuk Kakang.
Sekarang, aku harus kembali ke pondok untuk memasak."
Respati mengangguk pelan. Perasaannya lega bukan main. Segala yang menghimpit dadanya lolos lepas tak berbekas. Ia lalu berjalan pelan menuju ruang pribadinya untuk mempersiapkan keberangkatannya esok harinya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Scan buku : Ottoy,----ebook oleh : Dewi KangZusi 19. Di Atas Geladak
Ada mendung di atas Perguruan Kesawa. Wajah-wajah sedih melepas keberangkatan Respati seorang diri menuju Pelabuhan Surabaya. Para murid yang sudah terbiasa dengan Respati tentu saja merasa sangat kehilangan karena pemuda itu sudah menjadi bagian dari keluarga besar perguruan.
Satu-satunya orang yang justru kelihatan ceria adalah Laksmi. Dia terus mengumbar senyum, seolah ingin menggerus keraguan Respati untuk meninggalkan tempat itu.
Ia membekali Respati dengan ransum untuk beberapa hari dan beberapa kitab untuk teman perjalanan.
Ki Kesawa juga membekali Respati dengan wejangan-wejangan berharga, sebelum akhirnya melepas kepergian pemuda itu. Puluhan murid menemani Respati hingga gerbang perguruan. Tangan mereka melambai-lambai ketika kuda Respati mulai berketipak melangkah semakin cepat meninggalkan perguruan.
"Laksmi, boleh aku menemanimu?"
Martaka menghampiri Laksmi yang dari tadi kelihatan melamun di kursi taman. Siang hari setelah Respati meninggalkan perguruan, kegiatan di tempat itu kembali seperti biasa. Martaka pun tadinya hendak membantu murid-murid lain merawat hewan ternak mereka, ketika ia merasa heran melihat Laksmi duduk tepekur di kursi taman.
Gadis itu menatap kosong. Kitab di depannya dibiarkan begitu saja tanpa sungguh-sungguh ia baca.
"Tentu saja, Kakang Martaka. Kenapa mesti sungkan?"
Setelah dipersilakan, Martaka duduk di depan Laksmi.
Bangku tempat mereka duduk saling berhadapan.
"Aku lihat kau sedang memikirkan sesuatu."
"Biasa saja. Tidak ada yang istimewa."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Scan buku : Ottoy,----ebook oleh : Dewi KangZusi Martaka meneliti kesan wajah Laksmi dengan saksama.
Ada perubahan warna yang bias di sana.
"Kau memikirkan Kakang Respati?"
Laksmi sedikit tersentak. Tapi, dia buru-buru berusaha bersikap wajar.
"Tentu saja. Aku berpikir, apakah dia akan baik-baik saja."
"Dia seorang pendekar tangguh, Laksmi. Kau tak perlu khawatir."
"Ya, tentu saja."
Martaka tersenyum tanpa disadari Laksmi. Jawaban gadis itu jelas sekenanya. Ada sesuatu yang telah terjadi.
Sementara Laksmi mencari kesibukan dengan membolak-balik lembaran daun lontar di depannya.
"Aku punya sebuah cerita, Kakang mau mendengarnya?"
Martaka tak menjawab. Dia malah menatap Laksmi dalam-dalam.
"Rupanya jawabannya tidak. Baiklah, belajarku sudah selesai. Aku harus kembali ke kamarku sekarang."
"Seorang perempuan dapat menyimpan cintanya sampai empat puluh tahun. Tapi, tak bisa menyimpan rasa bencinya barang sesaat."


Sepak Terjang Hui Sing Murid Perempuan Cheng Ho Karya Tosaro di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Laksmi menghentikan kesibukan tangannya yang hendak berkemas. Ia menatap Martaka.
"Apa maksud Kakang?"
Sorot mata Laksmi menajam. Nada suaranya datar namun penuh makna. Martaka terdiam. Dia kelihatan menyesal dengan apa yang ia ucapkan. Pemuda bersorot mata lugu itu menggelengkan kepala tanpa berkata-kata.
Laksmi lalu bergegas mengambil tumpukan daun lontar di atas meja taman dan buru-buru meninggalkan tempat itu. Tapi gerakannya sontak berhenti. Tanpa menoleh pada Martaka, Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Scan buku : Ottoy,----ebook oleh : Dewi KangZusi dia diam berdiri membelakangi pemuda itu. Pandangannya menerawang sendu. Matanya berkaca-kaca.
"Cinta asmara adalah suatu kelelahan yang kebetulan bertemu dengan hati yang kosong. Aku akan segera mengisi hati itu. Pastilah nanti rasa lelahnya akan sirna."
Tanpa menunggu jawaban Martaka, Laksmi
meninggalkan taman dengan langkah buru-buru dan kepala menunduk. Sementara Martaka menggelengkan kepala. Ia masih termangu di kursi taman itu beberapa saat, sebelum kemudian dia bangkit dan berjalan menyusul murid-murid lain yang tengah sibuk mengurus hewan ternak mereka di halaman belakang perguruan.
0o0 Berhari-hari memacu kuda ke arah selatan, rasanya seperti terbang. Respati tak mau disapa rasa lelah. Keinginannya sudah bulat, bertemu dengan Samita. Meskipun ia tak yakin apa yang akan ia lakukan jika bertemu dengan Samita, namun semangat untuk melihat sepasang mata cemerlang milik Samita demikian menggebu.
Berhari-hari terguncang di atas punggung kuda, Respati tak ingin berhenti. Sesekali saja dia menepi untuk memberi makan kudanya sekaligus mengisi perut dengan ransum yang dibekalkan Laksmi. Seperti itu terus hingga ia tiba di Gresik.
Ingatannya kembali ke masa beberapa tahun lalu.
Di tempat yang sama, dia bertemu dengan Martaka dan kakek aneh yang hingga kini tetap tak jelas, siapa dia sebenarnya. Ia pun tak lupa, di tempat ini dia pertama kali bertemu dengan orang-orang Serigala Putih yang hampir membuat Perguruan Kesawa rata dengan tanah.
Hari segera sore ketika Respati masuk ke sebuah rumah makan di tengah kota Gresik. Rumah makan yang sama dengan yang ia datangi dua tahun lalu. Respati sengaja ke sana, sekadar ingin tahu. Ternyata memang tak banyak perubahan. Rumah makan tempat Respati pertama kali melihat orang-orang Serigala Putih itu tetap seperti dulu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Scan buku : Ottoy,----ebook oleh : Dewi KangZusi Bersih, tertata rapi, dan ramai pengunjung. Setelah memesan makanan, Respati langsung memilih tempat di pojok ruangan dan duduk di sana.
"Sayangnya, aku tak melihat secara langsung waktu perempuan pendekar itu mengamuk."
"Yah, sayang sekali. Aku sungguh beruntung karena waktu perempuan digdaya itu melabrak markas Serigala Putih, aku melihatnya langsung."
Mata Respati segera melirik ke arah dua orang lelaki yang berbincang tak jauh dari tempatnya duduk. Kedua lelaki berpakaian bagus itu rupanya baru saja selesai bersantap.
Sambil menunggu perutnya nyaman, keduanya lalu mengobrol.
"Bayangkan, Serigala Putih yang begitu berkuasa, ia obrak-abrik seorang diri."
"Aku pun nyaris tak percaya."
"Seluruh kota juga hampir tak percaya."
Dua laki-laki itu kelihatan sangat bersemangat membincangkan kejadian luar biasa beberapa hari lalu.
Markas kelompok Serigala Putih di Gresik memang baru saja diratakan dengan tanah oleh seorang perempuan pendekar yang misterius. Penduduk Gresik meyakininya sebagai utusan dewa.
Jika tidak, mana mungkin seorang gadis anggun dan berparas jelita itu mengalahkan puluhan jago-jago Serigala Putih yang dikenal memiliki kedigdayaan sangat tinggi.
"Tapi aku dengar, saat pendekar itu menyatroni markas Serigala Putih, dedengkot kelompok itu sedang ada di Tuban?"
"Aku dengar juga begitu. Tapi, tetap saja pendekar perempuan itu sangat hebat."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Scan buku : Ottoy,----ebook oleh : Dewi KangZusi Laki-laki yang mengenakan ikat kepala memberi tanda agar temannya tak terlalu keras membicarakan hal itu. Ia lantas celingukan sesaat.
"Bukan itu maksudku. Kau bisa bayangkan jika Ketua Serigala Putih dan puluhan pengikutnya pulang dari Tuban dan menemukan markas mereka sudah rata dengan tanah.
Kau kira apa yang akan terjadi?"
Lelaki satunya lagi langsung pucat bukan main. Dia juga celingukan, takut kalau-kalau perbincangan itu didengarkan orang lain. Pandangan mereka pun tertumbuk pada Respati.
Pemuda itu mengangkat alis sambil tersenyum.
"Hei, apa yang kau lihat?"
"Kenapa begitu gusar, Kisanak" Saya tak bermaksud apa-apa."
Meskipun sambil menggerutu, dua orang itu kemudian mengalihkan pandangannya dari Respati yang kemudian sibuk menyantap makanan di depannya. Beberapa saat kemudian, suasana menjadi senyap. Padahal masih banyak orang di sana, termasuk dua lelaki yang tadi sibuk berbicara tentang Serigala Putih.
Respati langsung paham jawabannya, ketika dia melihat sekelompok orang-orang berjubah putih masuk ke rumah makan itu. Senyum pemuda itu mengambang karena di antara orang-orang itu, dia menemukan wajah-wajah yang pernah ia lihat sebelumnya. Seorang pemuda berwajah dingin dan perempuan berwajah judes. Dua orang ini pernah bertempur dengannya di pinggiran Gresik dua tahun lalu.
Mereka berdiri mengapit seorang lelaki berjambang dengan rambut digelung dan kumis melintang. Bisa jadi dialah pemimpin Serigala Putih. Kali ini, rupanya rombongan itu sama sekali tak hendak bersantap. Mata angker mereka menyebarkan pandangan ke seluruh ruangan tanpa bicara apa pun.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Scan buku : Ottoy,----ebook oleh : Dewi KangZusi Serta-merta pandangan mereka berhenti pada sosok Respati yang duduk tenang sambil menenggak air dari gelas bambu.
"Rupanya kau di sini! Setelah mengobrak-abrik markas Serigala Putih, kau masih berani muncul!"
Respati menatap lelaki berjambang dan berkumis tebal itu tanpa berkedip. Air mukanya biasa saja. Tak menampakkan kekagetan, apalagi rasa takut.
"Aku tak mengerti bagaimana mungkin kau menudingku sebagai orang yang menghancurkan markasmu. Tapi sebenarnya, aku pun ingin melakukan hal yang sama dengan orang itu."
Mata lelaki setengah tua itu melotot mendengar jawaban Respati.
"Kau cari mati! Jangan harap aku akan sungkan hanya karena kau pernah menjadi rakryan rangga Majapahit!"
"Bagus kalau begitu. Aku pun tak akan sungkan untuk menghukum kalian. Tentukan saja di mana kita akan bertarung. Aku akan menyusul kalian."
Tanpa kehilangan kesan santainya, Respati menghabiskan sisa air di gelas bambu itu. Ia lalu menyenderkan punggungnya ke dinding kayu, ketika lelaki setengah tua itu mendengus sambil memerintahkan anak buahnya keluar dari tempat itu.
"Padang rumput pinggir utara Kota Gresik. Kau pasti sudah tahu tempatnya. Jika kau tak muncul hingga senja ini, kau sudah tak punya muka lagi di dunia persilatan."
Respati tersenyum menjawab tantangan Ketua Serigala Putih itu. Setelah orang-orang itu berlalu, barulah dia memanggil pelayan untuk membayar tagihan, kemudian bersiap-siap pergi ke padang rumput tempat ia akan bertarung dengan orang-orang Serigala Putih.
0o0 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Scan buku : Ottoy,----ebook oleh : Dewi KangZusi Padang rumput di pinggir Kota Gresik itu masih senyap.
Padahal, di sana ada puluhan orang berjubah putih yang berbaris membentuk lingkaran besar. Di tengah lingkaran, seorang lelaki berjambang lebat dan berkumis tebal berdiri kaku. Sorot matanya kejam mengancam.
Dialah Yudayana, ketua kelompok Serigala Putih yang beberapa tahun ke belakang semakin ditakuti penduduk mulai Gresik hingga Tuban. Setelah membangun kelompoknya empat tahun lalu, anggota Serigala Putih kini berjumlah ratusan, tersebar di kota-kota di Jawa Dwipa belahan timur.
Tak heran jika pengaruh kelompok ini semakin mengakar dan terus menyebar. Apalagi mereka sangat lihai menjalin hubungan baik dengan para penguasa kepanjangan tangan Raja Majapahit di daerah-daerah. Para rakryan di daerah sengaja memanfaatkan tenaga Serigala Putih untuk mengamankan kekuasaan mereka.
Orang-orang ini dipelihara untuk menjaga kepatuhan rakyat, agar tak memberontak. Makanya, kebencian rakyat Majapahit kepada Serigala Putih dan pemerintah Majapahit kian menjadi-jadi.
Ini pula yang membuat Yudayana dan orang-orangnya semakin besar kepala. Mereka semakin terang-terangan memperlihatkan kegilaannya. Menampakkan kekuasaan agar rakyat ketakutan dan tak berani menentang. Kejadian beberapa hari lalu ketika markas utama Serigala Putih diobrak-abrik seorang pendekar menjadi aib yang mencoreng nama Yudayana.
Ia marah bukan main. Apalagi markas di Gresik merupakan markas terbesar dibandingkan markas di kota-kota lain.
Karena di kota inilah pusat kekuatan Serigala Putih. Si penyerang misterius itu tahu benar cara menampar harga diri Yudayana. Dengan hancurnya kekuatan di pusat, tentu saja membuat keyakinan anggota di daerah jadi berkurang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Scan buku : Ottoy,----ebook oleh : Dewi KangZusi Inilah yang membuat Yudayana bertekad membalas kekalahan anak buahnya. Paling tidak, rasa malu karena aib itu bisa sedikit berkurang.
"Jadi, kalian akan maju satu-satu atau bersamaan?"
Sebuah bayangan berkelebat, melenting di atas kepala orang-orang berjubah itu, lalu mendarat di tengah lingkaran, berhadapan langsung dengan Yudayana.
"Sombong sekali kau!"
Respati tersenyum, menganggap kalimat Yudayana sebagai angin lalu.
"Aku tak punya alasan untuk takut kepada orang-orang berhati keji seperti kalian. Lebih-lebih, tak ada yang istimewa dari ilmu kasar kalian."
"Pongah! Kau cari mati!"
"Salah satu wujud sikap rendah hati adalah bersikap pongah kepada orang pongah!"
Yudayana tak sanggup lagi menguasai amarahnya. Dia langsung mencabut pedang yang tadi ia sarungkan di pinggang lalu mencelat ke arah Respati. Tanpa panik, Respati menyambut serangan Yudayana dengan gerakan berputar. Ia lebih sering menghindar dari serangan pedang Yudayana sambil mencari titik lemah jurus Ketua Serigala Putih itu.
Lewat beberapa jurus, Respati maklum bahwa kemampuan Yudayana jauh di atas murid-muridnya yang pernah ia kalahkan di tempat yang sama dua tahun lalu. Ia pun bergerak lebih hati-hati. Pada titik waktu paling pas, Respati mencabut keris Angga Cuwiri secepat kilat.
Sinar biru segera terpancar dari logam keris istimewa itu.
Yudayana yang pernah mendengar tentang kesaktian keris itu tetap saja takjub melihat keelokan pamornya. Namun, dia tak punya banyak waktu. Segera sinar biru itu mengurung ruang geraknya dan menebar maut yang mencengangkan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Scan buku : Ottoy,----ebook oleh : Dewi KangZusi Yudayana beberapa kali bersalto dengan pedang berputar cepat. Tenaga dalamnya mengantarkan hawa panas menyengat. Sadar lawannya bukan orang sembarangan, Respati tak mau tanggung-tanggung. Jurus Hanacaraka tingkat tinggi ia kerahkan. Pertempuran semakin seru. Sinar biru dari keris Angga Cuwiri berkelebat-kelebat bukan main.
Pedang di tangan Yudayana pun tak mau menyerah.
Bacokan-bacokan berbahaya meluncur deras ke arah seluruh titik berbahaya di tubuh Respati. Namun, dengan penuh percaya diri, Respati memutar kerisnya agar bisa bertumbukan langsung dengan pedang itu.
Tranggg! Kedahsyatan keris Angga Cuwiri kini terbukti. Pedang di tangan Yudayana patah jadi dua, ketika Respati mengadunya dengan bilah keris pusaka itu. Yudayana melompat mundur sambil mencampakkan potongan pedangnya. Ia lantas membuat kuda-kuda kokoh sebelum menghambur lagi ke arah Respati dengan teriakan lantang.
Respati yang sejak awal sudah siap bertempur habis-habisan sama sekali tak merasa takut. Menyambut serangan terakhir Yudayana, dia langsung membabat ruang kosong sambil melepas tenaga dalamnya.
Benturan tenaga dalam dahsyat terjadi. Yudayana terlempar ke belakang sambil menekan dadanya. Sementara Respati terhuyung ke belakang beberapa langkah.
"Seraaaaaang!"
Melihat ketuanya terluka, orang-orang Serigala Putih tak tinggal diam. Mereka serempak menyerbu Respati dengan senjata terhunus. Respati bereaksi cepat, segera menyambut serangan mereka. Bunyi logam beradu terdengar nyaring.
Jantung-jantung berdegup kencang menyaksikan patahan-patahan pedang yang terlempar ke udara.
Tubuh-tubuh ambruk berdebam dengan luka menganga.
Darah berceceran, menjadi noda merah mencolok pada Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Scan buku : Ottoy,----ebook oleh : Dewi KangZusi pakaian serbaputih yang dikenakan orang-orang Serigala Putih. Satu per satu mereka ambruk dan meregang nyawa.
Respati tak berhenti bergerak. Dia habis-habisan menyerang ke segala arah, membabat siapa saja yang ada di dekatnya.
Namun, datangnya serangan dari segala penjuru seperti ombak yang tak mengenal habis. Puluhan anggota Serigala Putih terus merangsek ke depan. Melayangnya nyawa rekan-rekan mereka tak membuat kendur semangat untuk meringkus Respati. Telanjur basah. Nama besar Serigala Putih sudah babak belur ketika markas utama mereka disatroni pendekar misterius dua hari sebelumnya.
Kelompok ini tak akan punya wibawa lagi di dunia persilatan jika hari ini tak bisa melumpuhkan Respati yang jadi kambing hitam penyerangan hebat yang meruntuhkan ketakutan orang-orang terhadap kelompok Serigala Putih.
Suara ribut kian menjadi-jadi. Sebagian dari orang-orang Serigala Putih itu melemparkan jaring-jaring aneh yang menyerbu Respati dari segala arah. Pemuda itu menyadari bahaya yang mengintainya jika ia membiarkan jala-jala yang beracun itu meringkus tubuhnya.
Respati langsung memutar kerisnya sambil
menghempaskan tenaga dalam yang tersisa di tubuhnya.
Serta-merta, orang-orang Serigala Putih yang tadinya mengepung Respati terlempar ke belakang. Namun, lontaran tenaga dalam Respati kali ini tak sedahsyat sebelumnya sehingga hanya beberapa orang yang ambruk dan tak bisa bangkit lagi. Orang-orang Serigala Putih yang lain langsung melancarkan serangan susulan bersama-sama. Meskipun tak gugup, Respati sadar sepenuhnya, melawan sedemikian banyak orang, kecil kemungkinan menang.
Dia pun cepat memutar otak mencari peluang untuk menuntaskan pertempuran itu dengan kemenangan. Serta-merta, tubuh Respati melenting ke belakang. Bergerak cepat memburu Yudayana yang kini duduk bersila, mengendapkan rasa sakit yang menghantam dadanya akibat adu tenaga dalam dengan Respati beberapa saat sebelumnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Scan buku : Ottoy,----ebook oleh : Dewi KangZusi Gerakan kilat keris Angga Cuwiri tak lagi bisa ia tepis.
Ujung keris sakti itu menyentuh kulit lehernya.
"Aku paling tak suka cara ini. Tapi menghadapi orang-orang seperti kalian, rasanya semua menjadi sah-sah saja."
Orang-orang Serigala Putih yang tadinya hendak menyerbu langsung menghentikan langkahnya. Sedikit saja mereka teledor, ujung keris itu bisa menembus leher Yudayana yang sekarang kelihatan tak peduli dengan keadaan di sekitarnya. Matanya terpejam, bibirnya bergetar menahan sakit.
"Aku tak punya alasan lagi untuk bertempur. Markas kalian sudah hancur, ketua kalian juga sudah kutaklukkan. Aku tak harus membunuh kalian satu per satu untuk menamatkan riwayat Serigala Putih."
"Tutup mulutmu!"
Gendang telinga Respati seperti bergetar. Suara itu lagi.
Suara perempuan yang sangat mengganggu. Respati segera menemukan wajah perempuan sebaya dengannya yang kini berdiri dengan pandangan mata tajam. Wajahnya tak menampakkan kejahatan sebenarnya. Kulitnya bagus, garis wajahnya sama sekali tak kejam. Hanya matanya yang setajam golok demikian mengganggu.
"Apalagi yang akan kau lakukan"! Tak puas kau bunuh semua saudaraku"!"
Bunga Ceplok Ungu 9 Rajawali Hitam Karya Kho Ping Hoo Kisah Sepasang Rajawali 15

Cari Blog Ini