Alap Alap Laut Kidul Seri Ke 3 Pecut Sakti Bajrakirana Karya Kho Ping Hoo Bagian 8
Kalau hal ini masih meragukan, kita beri mereka racun yang akan bertahan sampai saat terjadinya penyerbuan Mataram seperti yang mereka katakan. Setelah ternyata keterangan mereka kelak benar, mereka kelak boleh datang minta obat penawar kepada kita."
Kapten De Vos melihat betapa semua pembantunya mengangguk-angguk menyetujui siasat itu, maka diapun berkata gembira, "Bagus, bagus sekali. Dengan begitu, kita tidak melanggar janji, juga kita tetap mengikat mereka sehingga mereka pasti tidak berani berbohong!" Dengan gembira dia lalu mengajak semua orang untuk menambah minuman anggur.
Sementara itu, setelah menunggu cukup lama, membiarkan musuh-musuh mereka berpesta dan makan minum sepuasnya, sesuai dengan yang sudah mereka atur dalam
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
pembicaraan mereka siang tadi, Sulastri menerima ketukan pada dinding kamarnya yang bersebelahan dengan kamar Aji.
Ketukan tiga kali, berarti ia harus mulai dengan tugasnya. Ia membalas dengan ketukan tiga kali sebagai isarat bahwa ia telah mengerti dan siap melaksanakan tugasnya. Ia mengintai dari balik daun pintu kamarnya. Ada dua orang penjaga duduk di depan , di antara kamarnya dan kamar Aji. Dua orang kulit putih dan bertubuh tinggi kurus, bermuka merah dan hidung mereka panjang seperti hidung Petruk. Sulastri segera memasang aksi, tersenyum manis sekali ketika ia membuka pintu kamarnya dan menghampiri dua orang anak buah kapal yang memegang bedil itu. Melihat gadis cantik itu tersenyum-senyum dan menghampiri mereka dengan langkah yang lemah gemulai, dua orang laki-laki kulit putih itu tentu saja merasa senang, Mereka juga tersenyum dan menyambut Sulastri dengan bahasa daerah yang patah-patah.
"Selamat malam, nona manis. Belum tidurkah?" tegur seorang.
"Nona manis hendak pergi ke manakah?" Tanya yang kedua.
Sulastri memperlebar senyumnya sehingga sinar lampu gantung menimpa deretan giginya yang putih mengkilap. "Aku kesepian sekali, tuan-tuan. Aku ingin mengajak kalian bercakap-cakap." kata Sulastri dan sengaja ia menggunakan jari-jari tangannya yang lentik untuk menyentuh tangan mereka. tentu saja dua orang anak buah kapal itu yang seperti hmpir semua pelaut, selalu haus akan hiburan dan gila perempuan.
"Ah, kami senang sekali, nona!" kata yang kedua lebih berani. Tangannya hendak merangkul. Akan tetapi Sulastri
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
melangkah mundur lalu menoleh ke kanan kiri dan berkata lirih.
"Jangan di sini, tuan. Aku takut dan malu kalau ketahuan orang lain. Mari kita bicara dalam kamarku saja."
Dua orang anak buah kapal yang usianya sekitar tiga puluh tahun itu saling pandang, terbelalak dan tersenyum. Hati mereka melonjak dan rasanya ingin bersorak gembira. Ketika melihat gadis itu dengan lenggang memikat sehingga pinggulnay menari-nari melangkah menuju kembali ke kamarnya, dua orang itu seperti berebut mengikuti dari belakang. Karena seluruh perhatian mereka tertuju kepada tubuh belakang Sulastri yang menggairahkan, mereka sama sekali tidak tahu bahwa pintu kamar sebelah terbuka dan sesosok bayangan berkelebat keluar dari kamar itu. Ketika dua orang penjaga itu tiba di luar kamar Sulastri yang daun pintunya terbuka lebar, Sulastri berkata dengan manis,
"Masuklah saja, tuan-tuan, jangan ragu dan malu!"
Dua orang itu melangkah masuk dan pada saat itu, Aji melompat ke belakang mereka. Kedua tangannya menyambar ke arah tengkuk dua orang anak buah kapal itu.
"Ngek-ngek!" Dua orang itu terkulai. Sulastri cepat menyambut bedil mereka yang terlepas dari pegangan agar tidak menimbulkan suara gaduh. Aji sudah menangkap lengan kedua orang itu sehingga tidak sampai terguling roboh. Dia lalu menyeret dua tubuh yang sudah tak dapat bergerak karena pingsan itu ke dalam kamar. Menggunakan kain alas pembaringan yang dirobek, aji mengikat kaki tangan kedua orang itu dan menyumbat mulut mereka. Kemudian, tanpa mengeluarkan suara, kedua orang muda itu berindap ke luar.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Mereka tidak perlu bicara lagi karena siang tadi mereka telah mengatur rencana dengan matang. Setelah membuat dua orang penjaga itu tidak berdaya, Sulastri menyelinap dan menuju ke buritan kapal. Sedangkan Aji sudah menyelinap dan bersembunyi di balik tihang.
Sulastri tiba di luar bilik yang menjadi gudang kapal itu. Ia mengambil lampu gantung yang berada di luar bilik, kemudian mendorong daun jendela dengan kekuatan tangannya. Ia tidak berani mengerahkan tenaga sakti karena hal itu akan menimbulkan nyeri hebat dalam dadanya. Akan tetapi kedua tangannya yang terlatih itu memiliki tenaga otot yang cukup kuat untuk membuat daun jendela yang tidak begitu kokoh itu terbuka. Setelah jendela terbuka, ia lalu melemparkan dan membanting lampu gantung ke dalam gudang. Terdengar ledakan kecil dan gudang itu segera terbakar. Minyak yang tersimpan dalam gudang itu segera disambar api dan bernyala besar. Setelah berhasil membakar gudang, Sulastri cepat berlari dan terengah-engah ia mendekam di samping Aji, di belakang tihang besar.
"Brand! Brand! (Kebakaran, kebakaran!)" Tiba-tiba terdengar teriakan-teriakan dan banyak kaki berlari-larian.
Mereka yang sedang berpesta terkejut bukan main. Mereka yang tidak mengerti bahasa Belanda, saling pandang dengan heran. Ki Warga cepat memberitahu mereka, "Ada kebakaran!"
"Cepat, kita lihat! Maya Dewi, Tuan Harya dan Tuan Somad, juga kamu Tuan Warga dan Tuan Banuseta, pergilah kamu ke kamar dua orang tawanan itu!" kata Kapten De Vos.
Mereka semua menghambur ke luar dari ruangan di mana mereka tadi berpesta. Lima orang pembantu itu berlari ke arah dua buah kamar di mana dua orang tawanan itu berada,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sedangkan De Vos sendiri berlari ke arah buritan kapal karena di sanalah terjadinya kebakaran.
Semua anak buah kapal sibuk berusaha untuk memadamkan kebakaran. Sebetulnya, dengan tenaga banyak orang, kebakaran tentu mudah dipadamkan. Akan tetapi karena persediaan minyak dalam bilik gudang itu terbakar, maka agak sukarlah kebakaran itu dipadamkan, Kapten De Vos yang marah-marah memberi petunjuk dan aba-aba kepada anak buahnya. Dia berjalan mondar-mandir sambil berteriak memberi komando.
Tiba-tiba, lengan kanannya ditangkap sebuah tangan yang amat kuat dan lengan itu ditelikung ke belakang tubuhnya. Sebelum dia sempat meronta, sebatang ujung pisau belati yang runcing tajam menempel dilehernya. Aji yang menangkap kapten itu berseru, "Diam, jangan bergerak, atau lehermu akan kupenggal!"
Sulastri yang berada di dekat Aji, cepat mengambil pistol yang tergantung di pinggang Kapten De Vos dan membuang senjata api itu ke luar kapal. Kemudian mereka berdua mengundurkan diri ke pagar kapal. Aji menarik dan memaksa De Vos ikut dengan menyeretnya.
Sementara itu, lima orang pembantu yang berlari menuju je dua buah kamar tawanan, tentu saja menjadi terkejut melihat dua orang penjaga berada di kamar Sulastri dalam keadaan terikat dan tersumbat mulut mereka, sedangkan dua orang tawanan itu tidak tampak. Ki Warga cepat membebaskan mereka dan bertanya apa yang telah terjadi.
"Perempuan itu ........ ia memanggil kami dan tahu-tahu kami dipukul dari belakang dan tidak ingat apa-apa lagi. Ketika
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kami siuman, kami telah berada di sini dalam keadaan begini."
Dua orang itu bercerita.
"Tawanan lolos! Tentu mereka yang melakukan pembakaran itu. Mari cepat keluar dan cari mereka!" kata Ki Warga. Semua orang berlari keluar. Mereka berlari ke arah buritan dan membantu mereka yang memadamkan api. Tak lama kemudian api dapat dipadamkan.
"Di mana Kapten de Vos?" Tanya Ki Warga. Barulah semua orang merasa heran dan panic. Pimpinan mereka itu tidak tampak batang hidungnya, pada hal tadi sibuk memimpin anak buahnya memadamlan api. Tiba-tiba mereka mendengar suara yang nyaring yang datangnya dari bagian tengah di atas dek itu.
"Heii, kalian
semua lihatlah! kapten De Vos berada di sini!" Semu a orang berlarian menuju ke arah suara dan setelah tiba di dekar tihang layar besar mereka tertegun, berdiri mematung dengan mata terbelalak. Di sana, dekat pagar di pinggir, Kapten De Vos
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
berdiri tak berdaya dengan muka pucat. Di belakangnya berdiri Lindu Aji dan Sulastri, keduanya memegang sebatang pisau belati yang runcing dan tajam. Aji menempelkan belatinya di leher De Vos sedangkan Sulastri menodongkan belatinya di lambungnya! Melihat ini, para anak buah kapal sudah menodongkan bedil mereka ke arah dua orang tawanan itu, akan tetapi Aji cepat membentak.
"Lepaskan bedil kalian atau kami akan membunuh Kapten De Vos lebih dulu!" Dia dan Sulastri menekan pisau belati yang mereka rampas dari dua orang penjaga tadi lebih kuat sehingga ujung pisau yang runcing itu mulai menembus kulit dan kulit di leher dan lambung terluka dan mengeluarkan darah.
"Stop! Lepaskan semua bedil itu, kalian goblok!!"
Kapten De Vos berteriak kepada anak buahnya. Anak buah kapal itu tak dapat berbuat lain kecuali menaati perintah atasan mereka. Kalau mereka nekat menembak, tentu Kapten De Vos akan mati dan kalau hal ini terjadi, berarti malapetaka besar bagi mereka! Ditangkapnya De Vos oleh dua orang tawanan itu benar-benar membuat mereka tidak berdaya. Terpaksa mereka melepaskan bedil masing-masing ke atas dek.
Nyi Maya Dewi berkata dan suaranya terdengar penuh ancaman. "Lindu Aji, apa yang kaulakukan ini" Bukankah kita sudah berjanji bahwa engkau besok akan melaporkan keterangan kepada kami dan sebagai gantinya kami akan membebaskan kalian dan memberi obat penawar kepada Sulastri yang akan mati tersiksa beberapa hari lagi?"
"Maya Dewi, siapa percaya akan janji-janji kalian"
Sekarang bukan saatnya bagi kalian menuntut. Bukan kalian yang berhak menentukan, melainkan kami! Kalian harus
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
memenuhi permintaan kami sebagai pengganti nyawa Kapten De Vos!" Melihat beberapa orang di antara mereka ada yang membuat gerakan seolah hendak menyerang, Aji berteriak lantang. "Jangan bergerak atau aku akan memenggal leher Kapten De Vos! Jangan kira bahwa kami tidak akan berani melakukan itu. Kami akan membunuhnya dulu kemudian mengamuk sampai mati!"
"Tahan ........ !" Ki Warga berseru. "Aji, apa yang kaukehendaki" Akan tetapi bersumpahlah dulu bahwa engkau akan membebaskan Kapten De Vos kalau kami memenuhi permintaanmu."
"Baik, aku bersumpah akan membebaskan Kapten De Vos kalau kalian memenuhi semua permintaan kami." kata Aji.
"Permintaan kami yang pertama, serahkan obat penawar bagi Sulastri!" Berkata demikian, Aji memandang kepada Nyi Maya Dewi. Dia tahu bahwa obat itu ada pada kekasih wanita itu yang kini berdiri di sebelah kiri Maya Dewi.
Dia akan tahu bahwa kalau obat itu diberikan oleh Maya Dewi, berarti obat itu palsu. Ki Warga dan semua orang kini menoleh dan memandang kepada Maya Dewi. mereka tahu bahwa yang dapat memberikan obat yang diminta itu hanyalah Maya Dewi.
-o0-dwkz~budi-0oJILID XIV yi Maya Dewi balas memandang Aji dan sikapnya tenang saja. Hal ini menunjukkan bahwa ia adalah N seorang wanita yang banyak pengalaman, licik dan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tidak mudah gugup.
"Akan tetapi, Aji. Aku tidak dapat menyerahkan obat itu kepadamu di sini. Obat penawar itu kusimpan di daratan, yaitu di Tegal di rumah Ki Warga."
"Hemm, Nyi Maya Dewi, tidak perlu lagi kau berbohong. Aku tahu pasti bahwa obat penawar itu ada padamu. Hayo cepat berikan! Ataukah aku harus menyiksa Kapten De Vos lebih dulu?" Aji sengaja menekan pisau belati itu di leher De Vos sehingga kapten itu berteriak.
"Ben je gek, Maya (Gilakah kamu, Maya)" Hayo cepat berikan obat penawar itu kepadanya!"
Maya Dewi tampak bingung dan ia memandang kepada banuseta. Terpaksa ia menangguk memberi isyarat kepada pria itu dan berkata lirih, "Berikanlah, Raden."
Banuseta mengerutkan alisnya dan memandang kepada Sulastri. Dia tidak rela melepaskan kesempatan untuk menguasai gadis yang digandrunginya itu. "Akan tetapi ........
Maya ........ "
"Tidak ada tapi!" Kapten De Vos membentak marah.
"Godverdomme, zeg! Berikan obat itu atau kuperintahkan orang-orangku untuk menembak kepalamu!"
Mendengar bentakan ini, Banuseta menjadi pucat mukanya dan dia segera merogoh ke balik ikat pinggangnya, mengeluarkan sebuah bungkusan kain kecil dan menyodorkannya kepada Sulastri. Akan tetapi seperti yang sudah ia rencanakan bersama Aji, Sulastri tidak mau menerimanya, tidak mau memberi kesempatan dirinya ditangkap.
"Letakkan di atas lantai dekat sini!" perintah Aji.
Banuseta menurut karena Kapten De Vos memandang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kepadanya dengan mata mendelik dan memerintah. Dia meletakkan bungkusan obat penawar itu di atas lantai di depan Aji.
"Tuan Kapten, sekarang perintahkan Maya Dewi mengembalikan keris dan pedang kami yang dirampasnya."
kata Aji. "Kembalikanlah, Maya dan cepat!" perintah De Vos.
Maya Dewi tidak berani membangkang. Ia
mengeluarkan Pedang Nogo Wilis milik Sulastri dan Keris Nogowelang milik Aji, meletakkan dua buah pusaka, itu di atas lantai dekat bungkusan obat penawar.
"Lastri, ambillah semua itu." kata Aji.
Sulastri melangkah maju, dengan waspada ia mengambil bungkusan obat penawar dan menyimpan di ikat pinggangnya, kemudian menyerahkan Keris Nogo Welang kepada Aji dan menggantung sarung pedang Nogo Wilis di ikat pinggangnya. Kedua orang muda itu lalu membuang pisau belati dan kini memegang pusaka masing-masing untuk menodong Kapten De Vos dan melindungi diri sendiri.
Karena Kapten De Vos benar-benar berada dalam kekuasaan Aji dan Sulastri, dan keselamatan nyawanya terancam, maka biarpun di situ hadir orang-orang sakti seperti Ki Harya Baka Wulung, Aki Somad, Nyi Maya Dewi, Ki Warga, Raden Banuseta, Hendrik dan para perajurit, mereka tidak berani berkutik. Bahkan Aki Somad dan Harya Baka Wulung juga tidak berani membuat ulah atau mencoba mempergunakan aji sihir mereka karena mereka maklum betapa saktinya kedua orang muda itu, terutama sekali Lindu Aji.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Kapten, cepat perintahkan menurunkan perahu kecil itu!" kata Aji kepada tawanannya. "Juga sediakan tangga tali untuk turun!"
Perintah itu diteriakkan Kapten De Vos. Setelah perahu diturunkan ke air dan tangga tali dipasang, Aji memberi isarat kepada Sulastri untuk menurunkan tangga tali dan masuk ke dalam perahu kecil yang sudah diturunkan di sisi perahu besar.
Kemudian dia berkata kepada Nyi Maya Dewi dengan nada suara mengancam.
"Kami akan menyandera Kapten ini. Nanti kalau ternyata bahwa obat penawar yang kauberikan itu manjur dan menyembuhkan Sulastri, kami pasti akan membebaskan dia.
Kalau ternyata engkau menipu kami dan obat penawar itu tidak dapat menyembuhkan Sulastri, kapten ini akan kami bunuh!"
Mendengar ini, Kapten De Vos menjadi pucat wajahnya. "Maya, jangan main-main kamu! Kalau kamu menipu dan gadis itu tidak dapat disembuhkan sehingga aku terbunuh, Kumpeni tentu akan menangkap kalian semua dan menghukum kalian dengan siksaan yang paling berat!"
Mendengar ini Maya segera berkata kepada Aji. "Aji, kami telah menuruti semua permintaanmu, akan tetapi engkau harus berjanji bahwa engkau akan benar-benar membebaskan Tuan Kapten De Vos."
"Aku pasti akan membebaskannya. Katakan bagaimana aturan minum obat penawar racun itu."
"Mudah saja. Masukkan obat bubuk itu semua ke dalam secangkir air kelapa muda hijau, kemudian minum sampai habis dan pengaruh racun itu akan punah. Akan tetapi setelah itu engkau harus membebaskan tuan kapten."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Aku tidak akan melanggar janji!" Setelah berkata demikian, Aji memegang lengan kanan De Vos, tetap menempelkan keris di punggungnya dan memaksa kapten itu menuruni tangga tali bersama dia. Mereka turun ke perahu di mana Sulastri telah menunggu. Aji lalu mendayung perahu itu dengan cepat meninggalkan kapal menuju ke pantai. Lampu-lampu yang menyorot dari rumah-rumah para nelayan di pantai memudahkan Aji menujukan arah perahunya.
Fajar mulai menyingsing ketika akhirnya perahu kecil itu mendarat. Aji dan Sulastri mengajak De Vos meninggalkan pantai menuju ke bagian barat yang jauh dari perkampungan karena mereka tidak ingin menarik perhatian penduduk pantai.
Juga mereka hendak memasuki daerah yang tertutup oleh bukit karang agar tidak dapat tampak dari kapal karena mereka maklum bahwa mereka yang berada di kapal tentu akan berusaha untuk mengintai dengan alat teropong.
Mereka berhenti di sebuah tegalan di mana terdapat beberapa batang pohon kelapa. Melihat beberapa butir buah kelapa muda hijau bergantungan di pohon, Aji mempergunakan batu karang untuk menyambit dan dua butir buah kelapa muda hijau runtuh. Dengan pedang milik Sulastri, dia membelah buah kelapa muda itu dengan hati-hati sehingga airnya tidak tumpah. Dimintanya bungkusan obat dari Sulastri dan dimasukkan obat bubuk itu ke dalam air kelapa muda.
"Minumlah, Lastri. Mudah-mudahan engkau sembuh."
"Maya pasti tidak berbohong." kata De Vos. "Kalau ia berbohong dan obat itu tidak menolong, ia dan kawan-kawannya akan dihukum mati semua!"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Mudah-mudahan engkau benar, tuan kapten, karena nyawamu juga tergantung kepada kesembuhan Sulastri." kata Aji.
Sulastri minum air kelapa muda yang sudah dicampur obat bubuk itu. Setelah air kelapa muda diminumnya habis, ia lalu duduk bersila, mengatur pernapasan untuk membiarkan obat di dalam perutnya bekerja. Aji dan De Vos memandang dengan penuh perhatian dan perasaan tegang. Tiba-tiba gadis itu mengerutkan alisnya dan menggigit bibirnya sendiri. Ia tampak menahan perasaan nyeri yang hebat.
"Lastri, kenapa ...... ?" Aji bertanya khawatir.
"Perutku ....... mulai melilit-lilit ........ ah, aku tidak kuat lagi ....... harus ke sungai ........ !" Gadis itu melompat berdiri dan lari ke arah anak sungai yang tadi mereka lewati.
"God ........ (Tuhan)! Apa yang terjadi dengannya ......
?" De Vos berkata dengan muka pucat sambil memandang ke arah menghilangnya bayangan gadis itu di balik pohon-pohon.
Aji masih tenang. Dia merasa yakin bahwa Maya Dewi pasti tidak berani menipunya, apa lagi mencelakai Sulastri dengan obat palsu karena Kapten De Vos masih berada di tangannya. Wanita itu tidak akan berani melanggar perintah De Vos yang merupakan orang penting dari Kumpeni.
"Mungkin itu pengaruh obat penawar yang akan menyembuhkan." kata Aji tenang.
"Mudah-mudahan begitu ........ " Kapten De Vos termenung, hatinya masih diliputi kekhawatiran kalau-kalau terjadi sesuatu pada diri gadis itu yang dapat menyebabkan dia dibunuh. Dia duduk dengan lemas di atas akar pohon yang menonjol di permukaan tanah dan menanti. Dia merasa tidak berdaya sama sekali. selama ini andalannya hanyalah senjata
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
apinya dan pistol-pistolnya telah dilucuti sebelum dia ditawan tadi. Untuk nekad menyerang pemuda ini dengan kaki tangannya" Sama saja dengan membunuh diri! Dia sudah melihat akan kehebatan pemuda itu ketika tadi pemuda itu bertanding melawan Hendrik De Haan. Jagoan juara tinju itu saja tidak mampu berkutik melawan Aji, apalagi dia!
Tak lama kemudian Sulastri muncul. Gadis itu melangkah dengan lenggang gemulai seperti menari. Sinar matahari pagi yang kemerahan menimpa wajahnya, tampak cemerlang dan segar, masih basah. Sepasang matanya yang jeli tampak bersinar mencorong, berbeda dengan pandang matanya tadi yang mengandung penasaran dan agak gelisah. Sinar mata ini saja sudah menggirangkan hati Aji karena merupakan pertanda yang baik.
Bahkan Kapten De Vos menyambutnya dengan penuh perhatian dan ketegangan. Keadaan gadis itu menentukan nasib dirinya.
"Bagaimana, lastri?" Tanya Aji sambil memandang wajah gadis itu penuh harapan.
"Ya, bagaimana, nona" Sudah sembuhkah kamu ........
?" De Vos bertanya.
Sulastri tersenyum kepada Aji dan berkata. "Engkau lihat sendiri, Mas Aji!" Ia menghampiri pohon kelapa, berdiri dalam jarak dua meter, menekuk sedikit kedua lutut kakinya, mengerahkan tenaga saktinya lalu mendorong dengan kedua telapak tangan terbuka sambil membentak nyaring.
"Aji Margopati ........ !"
Angin pukulan dahsyat menyambar ke arah batang pohon kelapa sebesar pinggang gadis itu. "Wuuuttt ........
kraaakkk ........ bruuukkk ........ !"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Pohon kelapa itu tumbang! Kapten De Vos terbelalak dan mukanya berubah pucat. Kalau tidak melihat sendiri, pasti dia tidak akan percaya bahwa ada orang apalagi ia seorang gadis jelita, mampu merobohkan dan menumbangkan sebatang pohon kelapa hanya dengan pukulan jarak jauh.
"Lastri, engkau telah sembuh!" seru Aji dengan girang sekali. Gadis itu telah mampu mempergunakan pukulan tenaga sakti, berarti ia telah sembuh sama sekali.
"Obat itu memang manjur sekali, semua racun terkuras keluar dari perutku. Saking lega dan girang, aku tadi sekalian mandi, segar sekali rasanya." kata Sulastri.
"Syukurlah! Kamu telah sembuh, ahhh ........ aku girang sekali ........ !" De Vos berseru sambil berloncatan seperti hendak menari-nari karena hal itu akan berarti dia dibebaskan!
Sulastri menoleh kepadanya dan alisnya berkerut.
"Jangan girang dulu, kumpeni jahat! Hendak kulihat apakah badanmu lebih kuat dari pada batang pohon kelapa itu?" Tiba-tiba Sulastri sudah menghantamkan tangan kirinya yang terbuka dengan dorongan dahsyat ke arah orang Belanda itu.
"Haiiittt ........ !"
"Plakk ........ !!" Sulastri terdorong ke belakang dan ia memandang kepada Aji dengan mata terbelalak.
"Kangmas Aji! Kenapa ........ kenapa kau lakukan itu"
Kenapa engkau menangkis pukulanku dan ........ melindungi kumpeni musuh rakyat ini?"
"Tenanglah, Adi Sulastri. Aku tidak ingin melihat engkau menjadi seorang yang melanggar janji sendiri. Kita sudah berjanji bahwa kalau obat penawar itu berhasil menyembuhkanmu, kita akan membebaskan Kapten De Vos ini."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Akan tetapi janji orang-orang seperti dia dan antek-anteknya itu, apakah dapat dipercaya?" Sulastri membantah dengan penasaran, sementara itu De Vos memandang dengan sinar mata gelisah.
"Mereka memang tidak dapat dipercaya dan bukan orang-orang yang baik, akan tetapi kita tidak sama dengan mereka, bukan" Kita adalah orang-orang yang menjaga kebenaran dan keadilan, menjunjung tinggi kehormatan dan kegagahan. Kita tidak perlu meniru kecurangan mereka. Kita adalah orang-orang yang tidak akan melanggar janji sendiri, bukan?"
Sulastri menarik napas panjang. "Sudahlah, aku takkan menang berdebat melawanmu. Bebaskan dia kalau engkau sudah memutuskan demikian."
Aji bernapas lega. Tadinya dia merasa khawatir kalau gadis yang keras hati itu akan memaksakan kehendaknya membunuh orang Belanda ini.
"Terima kasih, Lastri." Kemudian dia berkata kepada De Vos, "Tuan kapten, sekarang engkau boleh pergi. Aku membebaskanmu."
Kapten De Vos adalah seorang yang sejak mudanya perajurit dan pelaut. Diapun seorang yang amat menghargai kegagahan dan dia merasa kagum sekali akan sikap dua orang muda yang dia anggap sebagai bangsa yang sederhana dan terbelakang itu, terutama sekali dia kagum melihat sikap Aji.
"Tuan Lindu Aji," katanya dan nada suaranya mengandung hormat. "Tidak akan menyesalkah tuan membebaskan saya" Ketahuilah bahwa kalau kelak kita saling berjumpa dalam sebuah pertempuran, saya tidak akan ragu-ragu untuk menembak kepala tuan dengan pistol saya."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Aji tersenyum. "Itu sudah menjadi kewajibanmu, tuan.
Akupun kalau bertemu denganmu dalam pertempuran, tidak akan ragu untuk membunuhmu."
"Mas Aji, kenapa susah-susah" Bunuh saja dia sekarang! Bukankah dia musuh kita?" kata Sulastri.
"Tidak, di antara dia dan kita tidak ada permusuhan pribadi, Lastri. Tuan kapten, ketahuilah, kami adalah satria-satria Mataram yang tahu akan harga diri dan kehormatan.
Yang bermusuhan adalah antara kerajaan kita. Karena itu, dalam perang membela kerajaan masing-masing mungkin kita akan saling bunuh. Akan tetapi antara kita pribadi tidak ada permusuhan apapun Apa lagi kami sudah berjanji akan membebaskan setelah Sulastri sembuh oleh obat penawar itu.
Pergilah, tuan, mudah-mudahan engkau akan menyadari bahwa kerajaan tuan dari seberang lautan yang jauh itu sedang mengganggu dan mengacau tanah air kami!"
Kapten De Vos tersenyum dan menggerakkan
pundaknya sebagai tanda bahwa dia tidak berdaya dalam hal itu. "Apa boleh buat, Tuan Aji, salah atau benar Belanda adalah kerajaanku yang harus kubela. Selamat tinggal!" Dia lalu melangkah pergi dengan cepat menuju ke pantai di mana tadi Aji meninggalkan perahu kecil yang mereka naiki untuk mendarat.
Setelah Kapten De Vos pergi, Sulastri menghela napas, memandang Aji dan berkata. "Mas Aji, siasat kita berjalan baik dan mulus seperti kita rencanakan. Untung sekali bahwa aku telah dapat disembuhkan. Akan tetapi hatiku merasa penasaran bukan main, bahkan sampai sekarang masih terasa panas dan tidak puas!"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Wah, kenapa begitu, Lastri" Bukankah kita sepatutnya bersukur kepada Gusti Allah karena kita berdua dapat meloloskan diri dari tangan mereka dengan selamat?"
"Benar, kakangmas, akan tetapi hatiku merasa penasaran karena kita tidak dapat membasmi orang-orang yang menjadi antek Kumpeni itu. Aku merasa muak dan benci kepada mereka dan ingin sekali menumpas mereka! Terutama nenek tak tahu malu Maya Dewi itu!"
"Hal itu tidak mudah, Lastri. Kalau hanya Maya Dewi seorang, tentu tidak sukar kita mengalahkanny a. Akan tetapi ia
memiliki sekutu
orang-orang yang sakti mandraguna seperti Ki Harya
Baka Wulung, Aki Somad, laki-laki bangsawan tinggi kurus itu, dan kita tidak boleh memandang remeh orang yang tinggi besar, pandai berbahasa belanda yang disebut Ki Warga itu. Agaknya dia mempunyai kekuasaan dan pengaruh besar dan menjadi orang penting dari Kumpeni Belanda. Belum lagi di sana ada Kapten de Vos dan anak buahnya yang amat berbahaya dengan senjata
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
api mereka. Setidaknya kita sekarang mengetahui siapa-siapa yang menjadi antek dan mata-mata Kumpeni."
"Hemm, kalau saja tadi aku membunuh Belanda itu, setidaknya akan tertebus rasa penasaranku."
"Sebaliknya, Lastri. Perasaan kita akan tertekan karena kita telah melanggar janji sendiri. sudahlah, mari kita cepat pergi dari sini. Aku yakin bahwa kalau Kapten De Vos suadah kembali ke kapalnya, mereka semua akan mencari kita di sini.
mereka tidak ingin melepaskan kita begitu saja karena telah mengetahui semua rahasia mereka."
Dengan wajah membayangkan ketidak puasan hati, Sulastri mengikuti Aji meninggalkan tempat itu dengan cepat menuju ke arah barat, Karena mereka melakukan perjalanan cepat, mempergunakan ilmu berlari cepat, maka seandainya gerombolan antek Kumpeni melakukan pengejaran, tetap saja mereka tidak akan dapat menemukan dua orang muda perkasa itu.
-o0-dwkz~budi-0oUsaha penyerangan Sultan Agung dengan mengerahkan pasukan besar ke Batavia untuk pertama kalinya (tahun 1628) telah mengalami kegagalan besar. Senopati Baureksa yang diserahi tugas memimpin pasukan penyerbuan itu gugur dalam perang, tertembak peluru meriam Belanda. Banyak perwira Mataram gugur sehingga melemahkan semangat bertempur pasukan Mataram. Selain itu, timbul pula gangguan yang teramat besar dan yang merupakan pukulan parah bagi pasukan Mataram yang mengepung Batavia, yaitu berjangkitnya penyakit malaria yang menewaskan banyak perajurit dan melemahkan sebagian besar dari mereka. Ditambah lagi karena
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kekurangan pangan karena gudang-gudang ransum mereka dibakar habis oleh antek-antek Kumpeni Belanda. Maka penyerbuan pertama itu gagal sama sekali.
Sultan Agung merasa kecewa, menyesal dan marah besar. Saking marahnya melihat usaha penyerbuan itu gagal dan melihat pasukan Mataram pulang membawa kehancuran, Sultan Agung amat marah karena pasukannya tidak melawan terus sampai Batavia dapat dirobohkan. Dia menganggap sebagian para perwira kurang semangat dan bersikap pengecut.
karena itu dia memerintahkan Tumenggung Suro Agul-agul untuk menghukum mati para pasukan pengikut yang melarikan diri. Akan tetapi perintah itu disalah artikan oleh Tumenggung Suro Agul-agul. Dia malah menangkap Adipati Mandureja dan Kyai Adipati Upasanta, lalu menghukum mati dua orang senopati ini. Hal itu tentu saja menggegerkan di kalangan pamong praja. apa lagi mengingat bahwa kedua orang senopati yang dihukum mati itu adalah cucu-cucu keturunan mendiang Ki Patih Mandaraka yang termasyhur, yang menjadi pembantu utama mendiang Sang Prabu Panembahan Senopati. Ketika Sultan Agung mendengar akan kekeliruan hukuman ini, dia meenjadi semakin sedih dan marah. "Semua pimpinan penyerangan ke Batavia yang gagal itu ikut bertanggung jawab, bukan hanya kedua orang senopati itu!" katanya dan Sultan Agung lalu menjatuhkan hukuman mati kepada Tumenggung Suro Agul-agul dan banyak bangsawan yang dianggap gagal memimpin penyerbuan itu.
Peristiwa yang amat menyedihkan ini, kegagalan penyerbuan ke Batavia, kehancuran pasukan dan banyaknya korban yang gugur dalam perang atau terserang penyakit, lalu banyaknya bangsawan yang dihukum mati, medatangkan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kegelisahan di antara para menteri, senopati, para panglima dan perwira. Akan tetapi, kegagalan besar itu sama sekali tidak membuat jera hati Sultan Agung yang amat membenci sepak terjang Kumpeni Belanda yang semakin meluaskan kekuasaannya secara licik, mula-mula melalui perdagangan, lalu perlahan-lahan memperluas bumi Nusantara yang dicengkeramnya.
Sultan Agung membuat persiapan lagi untuk melakukan penyerangan kedua yang lebih besar. Untuk itu, dia mengangkat Tumenggung Singoranu yang tua sebagai senopati yang akan memimpin penyerbuan, memerintahkan Tumenggung Singoranu untuk melatih dan memperkokoh barisan Mataram, mengundang para pemuda yang perkasa untuk menjadi perajurit. Juga Sultan Agung menyerahkan kepada Senopati Suroantani untuk memimpin mempersiapkan penyerbuan dengan cara menyebar banyak telik sandi (mata-mata) ke kadipaten-kadipaten sampai menyusup ke Batavia, untuk menyelidiki siapa-siapa yang akan menjadi lawan dan siapa menjadi kawan, serta sampai di mana ketahanan dan kekuatan pihak Kumpeni Belanda.
Setelah berhasil melepaskan diri dari cengkeraman para antek kumpeni yang dipimpin Nyi Maya Dewi, Aji lalu mengajak Sulastri untuk pergi ke Kadipaten Cirebon. dari Senopati Suroantani Aji sudah mendengar bahwa Adipati di Cirebon dapat dipercaya dukungannya terhadap Mataram.
Mereka lalu mohon menghadap dan setelah Aji memperlihatkan Keris Pusaka Nogo Welang hadiah yang juga merupakan tanda kekuasaan dari Sultan Agung, Sang Adipati Cirebon menerima kunjungan Aji dengan hormat.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Setelah memberi hormat dan kedua orang muda itu dipersilahkan duduk oleh Sang Adipati, Aji lalu berkata dengan hormat. "Gusti Pangeran, hamba mohon beribu ampun karena sudah berani mengganggu ketenangan paduka dan berani menghadap tanpa dipanggil. Hamba menerima perintah Gusti Sultan Agung, diperbantukan kepada Paman Senopati Suroantani, dan dalam tugas ini hamba diberi sebutan Alap-alap Lauit Kidul. Gadis ini adalah seorang sahabat hamba yang telah membantu pekerjaan dan tugas hamba, namanya Sulastri."
Adipati Cirebon adalah seorang pria yang sudah tua namun tubuhnya masih tampak sehat dan kuat. Dalam usianya yang sudah enam puluh lima tahun itu masih tampak penuh semangat. matanya yang tajam mengamati wajah Lindu Aji dan sulastri dan dia tampak puas dengan apa yang dilihatnya.
Raja ini disebut Pangeran Ratu dan dia adalah cicit dari Sunan Gunung Jati yang pernah menjadi penguasa di Cirebon dan amat terkenal sebagai tokoh yang mengembangkan Agama Islam di Cirebon.
Sang Adipati mengangguk-angguk. "Kami telah melihat pusaka yang merupakan hadiah penghargaan dari Sultan Agung dan kami percaya kepadamu, orang muda.
Sebutanmu Alap-alap Laut Kidul" Andika pantas menyandang sebutan itu, akan tetapi siapakah nama andika yang sebenarnya" Ataukah nama itu dirahasiakan?"
"Hamba tentu saja tidak merahasiakan terhadap paduka kalau memang paduka berkenan ingin mengetahui. Nama hamba adalah Lindu Aji."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Lindu Aji" Wah, nama yang bagus sekali! Nah, sekarang katakanlah kepada kami, kepentingan apa yang membawa andika menghadap?"
"Hamba hendak melaporkan bahwa keadaan di
Kadipaten Tegal cukup mencurigakan, Gusti Pangeran. Di sana hamba berdua telah ditawan oleh segerombolan orang-orang yang menjadi kaki tangan Kumpeni Belanda. Beruntung sekali Gusti Allah masih melindungi hamba berdua sehingga hamba dapat membebaskan diri hamba dan hamba segera menghadap paduka untuk menceritakan hal ini karena siapa tahu mereka itu akan mengadakan kekacauan di daerah paduka."
Adipati itu mengerutkan alisnya dan berseru,
"Alhamdulillah bahwa kalian telah dapat melepaskan diri dari cengkeraman mereka. apa yang terjadi dan siapa mereka yang menjadi antek Kumpeni Belanda itu?"
Aji lalu menceritakan pengalamannya bersama Sulastri ketika bentrok dengan Nyi Maya Dewi dan kawan-kawannya sampai mereka berdua tertawan dan dibawa ke kapal Belanda, dihadapkan kepada Kapten De Vos sampai akhirnya mereka berdua mempergunakan siasat dan dapat membebaskan diri dari cengkeraman mereka. Sang Adipati mendengarkan dengan penuh perhatian. setelah Aji mengakhiri ceritanya dia bertanya.
"Coba andika sebutkan lagi satu demi satu nama mereka yang menjadi antek Kumpeni Belanda."
Aji menjawab dengan jelas. "Mereka adalah Ki Warga yang tinggal di Tegal dan agaknya dia orang penting dari Kumpeni. Kemudian Nyi Maya Dewi, Ki Harya Baka Wulung, Aki Somad pertapa di Nusakambangan. Ki Harya Baka Wulung itu seorang tokoh besar dari Madura, dan seorang lakiTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
laki berpakaian seperti bangsawan yang disebut Raden oleh Maya Dewi akan tetapi hamba tidak mengetahui namanya."
Sang adipati mengangguk-angguk. "Hemm, kami mengenal nama-nama itu. Bukan nama yang asing. Akan tetapi baru sekarang kami yakin dari ceritamu bahwa mereka benar-benar telah merendahkan diri menjadi antek Kumpeni Belanda.
Ki Harya Baka Wulung setahu kami adalah seorang tokoh besar dan pahlawan Madura yang dahulu membela Madura mati-matian dari serbuan Mataram. Kenapa dia mau merendahkan diri menjadi antek Belanda, pada hal orang-orang Madura pada umumnya tidak suka kepada Belanda" Hemm, kukira dia hendak membalas dendam kepada Mataram dengan jalan membonceng kekuatan Kumpeni. Dan Nyi Maya Dewi"
Kami mengenal wanita cantik sebagai puteri mendiang Resi Koloyitmo, seorang datuk sesat yang amat terkenal dari Parahyangan dan karena kejahatannya bahkan menjadi buronan Kerajaan Pajajaran. Kabarnya puterinya itu juga menjadi seorang gadis yang sakti mandraguna namun sesat seperti bapaknya, akan tetapi sungguh tidak disangka-sangka bahwa iapun begitu jauh tersesat untuk mengabdi kepada Bangsa Belanda memusuhi bangsa sendiri dan mengkhianati tanah airnya. Dan tentang Aki Somad" Wah, kami pernah juga mendengar nama tokoh dari Nusakambangan ini. Namanya juga tak dapat dibilang bersih. Kabarnya dia menjadi datuknya para bajak laut dan perampok di daerah Cilacap dan Banyumas.
Akan tetapi juga sungguh mengejutkan kalau kini dia begitu merendahkan diri untuk menjadi antek Kumpeni Belanda.
Adapun tentang Ki Warga, dia itu seorang yang aneh. Ada berita bahwa dia memang orang kepercayaan Adipati Tegal dan dialah orangnya yang menjadi perantara dalam semua
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
urusan dengan pihak Kumpeni Belanda. Masih diragukan apakah dia itu antek Belanda ataukah sebetulnya dia alat Kadipaten Tegal untuk menyelidiki keadaan demi keuntungan Kadipaten Tegal yang sebetulnya tidak memperlihatkan tanda-tanda menentang Mataram, akan tetapi juga tidak berkeras menolak kehadiran kapal Kumpeni di pantainya.
Bagaimanapun juga, berita yang andika sampaikan kepada kami ini amat penting sehingga kami dapat bersiap-siap dan waspada tehadap segala kemungkinan buruk."
"Hal ini sudah menjadi tugas kewajiban hamba, gusti.
Paman Senopati Suroantani memang memesan kepada hamba untuk menceritakan semua hal yang menyangkut gerakan Kumpeni Belanda melalui para mata-matanya kepada para kadipaten yang menjadi sekutu Mataram termasuk Kadipaten Cirebon. Karena itu, hamba mengharap paduka sudi mengirim utusan untuk mengabarkan semua ini kepada Paman Senopati Suroantani di Mataram."
"Jangan khawatir. Kami akan mengabarkan semua kepada Senopati Suroantani di Mataram. dan andika, Nini Sulastri, andika, telah dapat membantu anakmas Lindu Aji.
Agaknya andika juga seorang gadis yang memiliki aji kesaktian, nini. Apakah andika tunggal guru dengan anakmas Lindu Aji?"
"Hamba bukan saudara seperguruan Kakangmas Aji, gusti. Guru hamba adalah Ki Ageng Pasisiran yang tinggal menyepi di daerah pantai Dermayu."
"Hemm, Ki Ageng Pasisiran" Kami pernah mendengar akan adanya seorang pertapa yang tua renta di pantai Dermayu itu. Akan tetapi tidak pernah terdengar dia membuka perguruan pencak silat. Kiranya andika seorang wanita yang masih muda
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
menjadi muridnya. Hebat sekali! Dari mana andika berasal, Nini Sulastri dan siapakah orang tuamu?"
"Orang tua hamba tinggal di Dermayu, ayah hamba bernama Ki Subali."
"Ah, apakah bukan Ki Subali, sasterawan yang juga pandai menjadi dalang itu?"
"Benar dia, gusti."
"Bagus! Kami mengenal Ki Subali. Pernah kami mengundang dia mendalang di kadipaten. Kalau begitu, nini, andika adalah orang sendiri yang dapat kami percaya. Dan andika anak mas Lindu Aji, siapakah guru andika?"
"Guru hamba adalah mendiang Eyang Tejobudi, gusti."
"Mendiang Ki Tejobudi" Dia sudah meninggal dunia"
Ah, belasan tahun yang lalu dia pernah menjadi tamu kami dan kami bersahabat baik! Bagus, sungguh kebetulan sekali.
Agaknya memang Gusti Allah yang mengirim kalian ke sini untuk membantu kami. Anakmas Lindu Aji dan Nini Sulastri, kami membutuhkan pertolongan kalian dan kami harap kalian tidak berkeberatan untuk menyingkirkan duri yang mengganggu ketenteraman kadipaten kami."
"Tentu saja hamba berdua siap untuk membantu, gusti.
apakah yang dapat hamba lakukan untuk Kadipaten Cirebon?"
Tanya Aji. "Begini, anakmas. Sudah ada kurang lebih dua bulan ini daerah pinggiran kadipaten kami di sekitar Gunung Cireme, diganggu ketenteramannya oleh gerombolan yang mengacau dan melakukan perampokan dan penganiayaan. Bahkan mereka itu berani merampok sampai ke Majalengka dan Leuwimunding. Gerombolan itu memakai nama Munding Hideung dan memiliki pimpinan terdiri dari orang-orang yang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
digdaya. Beberapa kali kami mengirim pasukan untuk menumpasnya, namun sejauh ini belum berhasil bahkan kami kehilangan banyak perwira yang tewas ketika terjadi pertempurang. Gerombolan Munding Hideung itu bersarang di gunung Cireme. nah, mengingat bahwa andika berdua adalah murid-murid tokoh sakti mandraguna dan juga merupakan orang kepercayaan sultan agung, kami harap andika berdua menolong kami. Hancurkan gerombolan itu dan tangkap hidup atau mati, para pimpinan Munding Hideung. Kami akan menyediakan pasukan yang kalian butuhkan.
Aji menoleh kepada Sulastri dan kebetulan gadis itupun sedang menoleh kepadanya sehingga mereka bertemu pandang sejenak. Namun pertautan pandang mata mereka yang sejenak itu sudah cukup untuk dapat saling mengerti perasaan masing-masing. mereka setuju untuk membantu Kadipaten Cirebon.
Maka, tanpa ragu-ragu lagi Aji lalu berkata dengan sembah.
"Hamba berdua siap untuk membantu dan
melaksanakan perintah paduka, gusti pangeran."
Adipati itu tampak gembira sekali. "Bagus! Terima kasih, anakmas Lindu Aji dan Nini sulastri. lalu, berapa banyak perajurit yang kalian butuhkan?"
Alap Alap Laut Kidul Seri Ke 3 Pecut Sakti Bajrakirana Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Hamba berdua tidak akan membewa pasukan, gusti.
Kalau membawa pasukan, tentu akan mudah ketahuan dan gerombolan itu dapat bersiap-siap, bersembunyi atau bahkan menjebak kami. Kami akan melakukan penyelidikan berdua saja dan akan berusaha untuk menangkap pemimpin gerombolan itu. Hamba kira kalau pemimpinnya sudah dapat ditangkap, para anak buahnya tidak akan merajalela lagi dan mudah untuk dibasmi."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Berdua saja" Apakah tidak berbahaya" Nini Sulastri, bagaimana pendapat andika?"
"Pendapat hamba sama dengan pendapat Kakangmas Aji, gusti. Dengan bekerja berdua saja, kami akan lebih mudah menyusup ke sarang mereka dan lebih leluasa bergerak."
Sang adipati mengangguk-angguk, "Hebat! Kami kagum akan keberanian dan semangat kalian orang-orang muda. Mengingatkan kami puluhan tahun yang lalu ketika kami masih muda. Ahh, petualangan-petualangan seperti inilah yang membangkitkan semangat dan gairah hidup. Menghadapi bahaya, rintangan, ancaman, dan tantangan dan berhasil mengatasi semua itu. Alangkah indahnya! Kalau begitu, katakan, apa saja yang kalian perlukan untuk bekal pelaksanaan tugasmu yang berat ini dan kami pasti akan mengadakannya untuk kalian."
"Hamba menghaturkan banyak terima kasih. gusti pangeran. Akan tetapi sesungguhnya, hamba berdua tidak membutuhkan apapun." kata Sulastri.
"Benar, gusti Pangeran. Hamba berdua hanya membutuhkan doa restu paduka." sambung Aji dengan suara sungguh-sungguh.
Sang Adipati mengangguk-angguk sambil tersenyum.
"Tentu, tentu sekali. kami akan selalu berdoa semoga Gusti Allah melindungi andika berdua dan akan membimbing andika sehingga tugas berat ini dapat andika laksanakan dengan berhasil baik. Nah, kalau begitu berangkatlah sekarang juga.
Kasihan rakyat kami di pinggiran kalau kekacauan ini dibiarkan berlarut-larut."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Sendika, kami nyuwun pangestu, gusti." kata Aji dan Sulastri sambil menyembah. sang adipati melambaikan tangan dan keduanya lalu keluar dari ruangan paseban.
Akan tetapi begitu mereka tiba di pintu gerbang kadipaten, dua orang perajurit yang menuntun dua ekor kuda menghadang mereka dan memberi hormat lalu berkata, "Kami diperintahkan Gusti Pangeran Ratu untuk menyerahkan dua ekor kuda ini kepada andika berdua."
Aji saling pandang dengan Sulastri dan kedua orang muda ini tertawa senang. Jalan pikiran mereka sejalan. Kalau bicara tentang kebutuhan mereka pada saat itu, yang mereka butuhkan memang dua ekor kuda sehingga mereka dapat melakukan perjalanan menuju pegunungan Careme dengan cepat. Mereka mengucapkan terima kasih, mencengklak kuda masing-masing dan melarikan kuda keluar dari Kadipaten Cirebon.
Menjelang senja tibalah mereka di sebuah dusun yang berada di kaki gunung Careme, yaitu dusun kecil yang disebut Dusun Kapayun. Karena di dusun sekecil itu tidak terdapat warung makan maupun penginapan, Aji dan Sulastri lalu langsung mencari rumah pamong dusun atau kepala dusun itu.
Semua orang menunjuk ke sebuah rumah yang lebih besar dari pada sekitar tiga puluh rumah yang berada di dusun itu.
Ki Sajali, pria berusia lima puluh tahun yang bertubuh tinggi kurus berkumis panjang yang menjadi pamong dusun Kapayun, menyambut dua orang muda itu dengan sinar mata penuh curiga. Sinar matanya memandang penuh selidik kepada dua orang muda yang sedang menambatkan kuda mereka di sebatang pohon di pekarangan rumahnya. Stelah menambatkan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kuda, Aji dan Sulastri melangkah menuju ke pendapa dan disambut oleh laki-laki yang tinggi kurus itu.
Aji membungkuk dengan hormat lalu bertanya,
"Maafkan kami, paman. Kami hendak bertemu dengan Paman Sajali yang menjadi pamong dusun ini."
"Hemm, andika siapakah dan ada keperluan apakah hendak bertemu dengan pamong dusun?"
Mendengar pertanyaan yang dilakukan dengan sikap kasar dan galak itu, Sulastri tak sabar lagi dan menjawab dengan galak pula, "Kami adalah orang-orang kepercayaan dan utusan Gusti Pangeran Ratu di Cirebon untuk membasmi gerombolan yang dipimpin Munding Hideung!"
Orang itu tampak terkejut, matanya terbelalak dan sikapnya berubah hormat, "Ah, kiranya andika berdua adalah utusan Gusti Pangeran Ratu" Mohon maaf atas sikap saya tadi, denmas dan denroro! Saya adalah Ki Sajali, pamong dusun ini."
Melihat Ki Sajali bersikap hormat, Aji segera berkata dengan lembut pula. Bagaimanapun juga, dia dan Sulastri membutuhkan bantuan kepala dusun itu untuk diberi makan malam dan tempat peristirahatan malam itu. "Maaf, Paman Sajali. Sesungguhnya bahwa kami berdua adalah utusan Gusti Pangeran Ratu yang mengemban tugas membasmi gerombolan pimpinan Munding Hideung yang mengganas di sekitar Gunung Careme. Karena kami kemalaman di sini, maka saya mohon paman suka menampung kami untuk semalam ini. Saya bernama Aji dan nona ini adalah Sulastri."
"Ah, silakan, silakan, denmas aji dan denroro Sulastri!
Saya merasa girang dan mendapat kehormatan besar sekali andika berdua sudi bermalam di sini. mari silakan masuk,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
barangkali andika berdua ingin mandi-mandi dan mengaso dulu. Saya akan menyuruh orang mempersiapkan makan malam."
"Wah, tidak usah terlalu merepotkan paman." kata Aji agak rikuh.
"Tidak, sama sekali tidak repot, den mas!" Kepala dusun itu melangkah masuk diikuti dua orang muda itu.
Mereka mendapatkan dua buah kamar dan dengan ramah Ki Sajali mempersilakan mereka untuk mandi di kamar yang berada di belakang, lalu meninggalkan mereka untuk mempersiapkan makan malam.
Aji dan Sulastri memasuki kamar masing-masing.
Kamar yang kecil sederhana, namun cukup lumayan untuk melewatkan malam itu karena di situ terdapat sebuah amben (dipan) yang bertilamkan tikar yang cukup bersih. Aji bersikap hati-hati dan mereka mandi bergantian untuk dapat melakukan penjagaan atas barang-barang yang mereka tinggalkan dalam kamar. Setelah selesai mandi dan bertukar pakaian, mereka keluar dari kamar, meninggalkan buntalan pakaian mereka kecuali senjata mereka yang mereka bawa. Sulastri menggantungkan pedang Nogo Wilis di punggung sedangkan Aji menyelipkan Keris Nogo Welang di ikat pinggangnya.
Mereka bertemu di luar kamar dan Sulastri berbisik.
"Mas Aji, engkau melihat sesuatu yang aneh?"
"Di rumah ini?"
"Di rumah ini dan di dusun ini."
"Hemm, sikap Ki Sajali itu cukup mencurigakan.
Tadinya dia bersikap angkuh, keras dan curiga, kemudian setelah dia tahu siapa kita, sikapnya berubah dan berlebihan,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
bahkan menjilat. Sikap seperti itu biasanya menyembunyikan niat tertentu yang tidak baik."
"Aku melihat yang lebih aneh lagi."
"Apa itu Lastri?"
"Apakah engkau tidak melihat di waktu pergi ke belakang untuk mandi tadi" Di rumah ini tidak tampak ada wanitanya. Semuanya laki-laki, bahkan aku melihat kesibukan di dapur juga dilakukan laki-laki dan mereka semua masih muda dan kelihatan kasar."
"Ah, aku ingat sekarang. Pantas ketika aku memasuki dusun dan bertanya-tanya tentang kepala dusun, aku merasa ada sesuatu yang kurang di dusun ini, yaitu tidak tampak adanya wanita dan kanak-kanan di dusun ini."
"Benar, bahkan tidak ada laki-laki tua. Semua laki-laki muda yang kelihatan kasar. Inilah yang kuanggap aneh dan tidak wajar." kata Sulastri.
Aji mengangguk-angguk. Diam-diam dia merasa girang bahwa perjalanannya ditemani seorang gadis seperti Sulastri yang ternyata selain digdaya, juga cerdik dan waspada.
"Kita sudah mengerti dan menaruh curiga, ini baik, Lastri. Akan tetapi kita besikap tidak tahu saja dan diam-diam waspada menjaga segala kemungkinan. Kalau kita diajak makan malam nanti, kau harus berhati-hati dan jangan menyentuh suatu hidangan sebelum tuan rumah mengambil dan memakannya lebih dulu."
"Bagaimana kalau mereka menghidangkan minuman?"
"Sama saja, jangan diminum. Kita lihat saja nanti perkembangannya."
"Engkau khawatir kalau mereka menggunakan racun, Mas Aji?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Orang-orang jahat tidak pantang menggunakan cara-cara yang licik dan jahat. Kita sudah mengalaminya sendiri ketika tertawan komplotan para antek Kumpeni Belanda itu.
Karena kita tidak mengenal benar Ki Sajali dan keadaan di sini mencurigakan, maka kita harus berhati-hati."
Sulastri mengangguk-angguk, lalu berbisik, "Sstt, dia datang."
Ki Sajali yang kini sudah pula berganti pakaian menghampiri mereka. "Denmas dan denroro sudah mandi" Ah, kenapa andika berdua membawa-bawa senjata pusaka" Saya hanya ingin mengundang andika berdua untuk makan malam!"
Aji cepat menjawab, "Paman, kami adalah pengemban-pengemban tugas penting yang selalu menhadapi bahaya dimanapun kami berada. Oleh karena itu, terpaksa kami selalu membawa pusaka untuk melindungi diri kami."
"Akan tetapi di sini andika berdua aman! Marilah, kita makan dulu sebelum beitirahat. Akan tetapi di dusun ini kami tidak dapat menyuguhkan makanan yang pantas untuk andika berdua."
"Ah, sambutan paman ini saja sudah cukup
menyenangkan hati kami dan kami berterima kasih sekali."
kata Aji dan bersama Sulastri dia mengikuti tuan rumah itu menuju ke ruangan makan yang berada di bagian kiri rumah.
Ketika mereka memasuki ruangan yang diterangi tiga lampu gantung yang cukup besar itu, mereka melihat di ruangan yang luas itu sebuah meja besar yang penuh dengan masakan sayur-sayuran dan daging ayam dan kambing! Cukup mewah bagi suguhan di dusun yang kecil dan sunyi itu. Juga masakan-masakan itu masih mengepulkan uap, tanda bahwa
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
masakan itu masih hangat. Nasinya dalam bakul juga putih dan masih hangat.
Dua orang muda itu dipersilahkan duduk bersanding, berhadapan dengan tuan rumah terhalang meja yang penuh hidangan itu. Agaknya memang sudah diatur. Di depan mereka terdapat dua gelas minuman air teh. Akan tetapi di depan Ki Sajali tidak tersedia gelas terisi minuman teh, melainkan terdapat sebuah kendi besar hitam mengkilap.
"Mari denmas, denroro, silakan makan seadanya!" Ki Sajali mempersilakan dua orang tamunya. Aji dan Sulastri melihat ada dua orang laki-laki muda bertubuh tinggi besar di dekat dinding, sikapnya seperti pelayan-pelayan yang siap menanti perintah.
Sulastri melirik ke arah Aji. Gadis ini bersikap hati-hati, tidak mau sembarangan mengambil makanan. Ia hendak menanti apa yang akan diperbuat kawannya itu.
"silakan paman mengambil lebih dulu," kata Aji dengan sikap menghormati tuan rumah yang lebih tua.
Ki Sajali tersenyum. "Harap andika berdua tidak malu-malu," katanya dan diapun mulai mengambil nasi di atas piringnya. Aji dan Sulastri diam-diam mengusap piring kosong mereka dengan jari tangan untuk merasa yakin bahwa piring mereka itu bersih dari olesan atau taburan racun. Juga mereka mempergunakan ketajaman penciuman mereka. Piring mereka bersih. Merekapun baru berani mengambil nasi seperti yang dilakukan tuan rumah dan sengaja menyendok nasi di bekas yang disendok tuan rumah.
Demikian pula cara mereka mengambil masakan.
Selalu mengambil sayuran atau daging yang lebih dulu diambil tuan rumah. Bahkan ketika mereka mulai makanpun, mereka
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
selalu menyentuh dan makan hidangan setelah melihat tuan rumah memakannya. sikap hati-hati mereka itu agaknya tidak diketahui Ki Sajali dan mungkin dia menganggap kecanggungan dua orang tamu mudanya itu karena rikuh dan malu-malu.
Setelah selesai makan, Ki Sajali mempersilakan dua orang tamunya untuk minum air teh mereka. Dia sendiri minum dari kendi dengan mengucurkan air dari mulut kendi yang langsung diterima mulutnya yang ternganga. Melihat ini, Aji mengedipkan mata kepada Sulastri dan mengerling ke arah kendi yang dipergunakan tuan rumah untuk minum. Sulastri mengangguk.
Ki Sajali menurunkan kendinya ke atas meja. Melihat dua orang tamunya belum minum air teh mereka, dia kembali mempersilakan. "Mari, silakan minum air tehnya, denmas dan denroro, selagi masih hangat."
Aji tersenyum dan berkata, "Paman Sajali, melihat paman minum air kendi itu kelihatannya segar sekali dan membuat saya ingin sekali minum air kendi itu pula!" Dia menuding ke arah kendi besar itu.
"Aku juga demikian! Kelihatan sejuk dan segar sekali!"
kata Sulastri sambil memandang kendi besar itu penuh gairah.
"Ah, begitukah" Silakan!" kata Ki Sajali.
Aji mengambil kendi itu dan menyerahkannya kepada Sulastri. Karena dia yakin bahwa minum air kendi itu tentu aman, seperti telaj dilakukan oleh Ki sajali, maka dia membiarkan Sulastri minum lebih dulu. Tanpa ragu lagi Sulastri mengangkat kendi, mengucurkan air dari mulut kendi ke mulutnya yang dibuka sedikit tidak seperti Ki Sajali tadi yang mulutnya dingangakan lebar.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Setelah minum beberapa teguk air kendi, Sulastri bangkit dari duduknya, meletakkan kendi ke atas meja, lalu ia memegangi perutnya dan terhuyung, menabrak kursi yang tadi didudukinya sehingga kursi itu terpelanting.
"Lastri ........ !" Aji cepat bangkit dan memegang lengan gadis itu untuk menjaganya agar jangan sampai jatuh. Dia lalu menarik gadis itu dan didudukkan di kursinya sendiri.
Sulastri terkulai, kepalanya di atas meja dan kedua tangannya menekan-nekan perutnya. "Aduh ...... perutku ...... di ulu hati ...... nyeri dan perih ...... panas ......!"
Aji menendang kursi yang menghalanginya dan dia sudah melompati meja, tiba di dekat Ki Sajali dan memegang pergelangan tangan orang itu. Seketika dia tahu apa yang terjadi. Air kendi itu dicampuri racun! Kalau tadi Ki Sajali dapat minum dan tidak keracunan, tentu dia telah menelan obat penawarnya.
"Engkau menaruh racun dalam air kendi itu!" bentak Aji sambil mencengkeram pergelangan tangan Ki Sajali dengan kuatnya. "Cepat keluarkan obat penawarnya!"
Akan tetapi tiba-tiba Ki Sajali bangkit dan tangan kanannya bergerak memukul ke arah kepala Aji. Angin yang berdesir menunjukkan bahwa orang tinggi kurus ini memiliki tenaga yang hebat juga! Dan pada saat itu, dua orang laki-laki muda yang tadi berdiri dekat dinding dan bersikap sebagai pelayan, telah berlompatan mendekat sambil memegang pisau belati dan langsung menyerang Aji! Melihat gerakan mereka, jelas bahwa dua orang inipun bukan orang-orang lemah.
Melihat serangan Ki Sajali, Aji menangkis dengan tangan kirinya lalu mendorong dada Ki Sajali sehingga laki-laki setengah tua itu terjengkang dan jatuh terguling. Pada saat
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
itu, serangan dua orang yang bersenjata pisau belati menyambar. Aji mengelak dengan loncatan ke kiri, kemudian sebelum dua orang itu sempat menyerang lagi, dari samping dia mengayun kedua tangannya menampar.
"Plak-plakk!" Dua orang itu terpelanting roboh. Ketika mereka bergerak untuk bangkit, Aji mengayun kakinya dua kali menendang, mengenai tangan mereka yang memegang pisau. Dua orang muda itu berseru kesakitan dan pisau belati mereka terlepas dari pegangan, terlempar jauh. Mereka agaknya maklum bahwa yang mereka hadapi adalah orang yang sakti, maka cepat mereka merangkak dan melarikan diri.
Aji melihat Ki Sajali juga sudah bangkit dan melarikan diri.
Cepat dia melompat dan berhasil menangkap tengkuk orang itu, menekan sehingga tubuh Ki Sajali terpaksa berjongkok.
Dengan tangannya yang terisi tenaga sakti, Aji menekan tengkuk itu.
"Aduhhh ........ aduhhh ........ !" Ki Sajali mengeluh kesakitan, merasa tengkuknya seperti dijepit catut baja yang amat kuat.
"Cepat berikan obat penawar itu!" bentak Aji lagi dan memperkuat cengkeraman tangannya pada tengkuk itu.
"Aduhhhh ...... baik ...... baik ...... akan tetapi ......
lepaskan ...... ," keluh Ki Sajali yang wajahnya menjadi pucat sekali saking nyerinya.
Aji melepaskan cengkeramannya dan Ki Sajali bangkit berdiri, kedua tangan memegangi leher dan menjatuhkan diri duduk di atas kursi, terengah-engah. Lalu tangannya meraba-raba ikat pingang dan dia mengeluarkan sebuah botol kecil berisi cairan putih, lalu menyerahkan botol kecil itu kepada Aji.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Cara menggunakannya?" Tanya Aji.
"Minumkan semua dan ia akan sembuh."
"Awas, kalau engkau membohongiku, engkau akan dihukum seberat-beratnya." kata Aji dan diapun cepat menghampiri Sulastri yang masih duduk dan menyandarkan kepalanya menelungkup di atas meja, berbantal lengan. Ia tampak pucat dan lemah, napasnya agak terengah.
Pada saat ia duduk di atas kursi mendekati Sulastri, dia mendengar gerakan dibelakangnya. Cepat dia menoleh dan melihat Ki Sajali membuat gerakan melarikan diri.
Disambarnya kendi yang berada di atas meja dan sekali menggerakkan tangan, kendi itu telah dilontarkan ke arah Ki Sajali yang melarikan diri.
"Wuuuttt ........ prakkkk!" Kendi itu menghantam kepala Ki Sajali dan pecah berantakan. Air kendi muncrat dan tubuh Kim Sajali terpelanting roboh. Dia mengaduh dan merintih sambil berusaha untuk bangkit. Dengan beberapa langkah Aji sudah mendekatinya.
"Manusia jahat, engkau hendak melarikan diri"
Tunggu, engkau tidak boleh pergi ke manapun juga sebelum Sulastri sembuh dari keracunan. Engkau harus bertanggung jawab. Benarkah obat ini akan dapat mentembuhkannya"
Jawab yang benar atau terpaksa aku akan menyakitimu!" Aji mencengkeram lengan kanan Ki Sajali sedemikian kuatnya sehingga orang itu merasa tulang lengannya seperti remuk.
"Aduh ...... ampuuun ...... obat ...... obat itu akan menyembuhkannya ...... " dia meratap.
Aji cepat melepaskan lengannya dan kembali menghampiri Sulastri. Kini dia merasa yakin bahwa Ki Sajali pasti tidak akan berani berbohong setelah dapat hajaran keras
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
itu. Dia membantu Sulastri, menengadahkan kepalanya dan membuka mulut gadis itu dengan tangan kirinya. Sulastri tidak pingsan, akan tetapi lemas dan pening. Akan tetapi ia masih menyadari bahwa Aji yang berusaha menolongnya, maka ia menurut saja ketika kepalanya didongakkan dan mulutnya dibuka. Iapun menelan saja ketika isi botol itu dimasukkan ke dalam mulutnya.
Tak lama kemudian, Sulastri membungkuk dan muntah-muntah. Semua makanan dan juga air yang mengandung racun tadi ikut tumpah keluar semua dari dalam perutnya. Aji membantunya dan memijit-mijit tengkuknya, mengurut punggungnya sampai semua isi perutnya dimuntahkan. Tubuh gadis itu penuh keringat. Akan tetapi setelah muntah-muntah, peningnya hilang, ulu hatinya tidak nyeri lagi dan ia merasa ringan dan lemas.
Aji menggandengnya dan didudukkan di kursi yang agak jauh dari meja itu. Sulastri duduk dan mengusap keringat dari dahinya.
"Bagaimana rasanya, Lastri?"
Gadis itu tersenyum! "Rasanya sudah sembuh, Mas Aji.
tidak penting lagi, tidak nyeri lagi perutku, racun itu pasti telah keluar semua. Aku hanya merasa lemas ...... eh, mana dia manusia jahanam itu" Aku harus membunuhnya! Dia meracuni aku, keparat!" Sulastri bangkit dengan cepat, akan tetapi karena tubuhnya terasa lemas, ia terhuyung dan cepat dirangkul Aji dan dibantunya lagi duduk. Aji menengok ke arah di mana tadi ki Sajali berada, akan tetapi orang itu ternyata telah pergi.
Agaknya Ki Sajali menggunakan waktu selagi dia menolong Sulastri tadi, diam-diam dia melarikan diri dari rumah itu.
"Hemm, keparat itu telah melarikan diri." kata Aji.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Kejar dia, Mas Aji. kejar dan tangkap. orang itu harus dipaksa mengaku siapa yang berada di belakangnya dan dia harus dibunuh!" Suara Sulastri masih lantang galak walaupun tubuhnya masih lemas.
"Percuma, Lastri. Dia sudah melarikan diri keluar dari rumah ini. Tentu akan sukar menemukannya di tempat gelap.
Pula, aku tidak mau meninggalkanmu seorang diri di sini selagi engkau masih dalam keadaan lemah seperti ini. Mari, engkau harus beristirahat di kamarmu itu. aku akan mencari beras dan membuatkan bubur untukmu. Engkau lemas karena perutmu kosong sama sekali." Aji membantu Sulastri bangkit berdiri lalu memapahnya ke dalam, mengantarnya masuk ke dalam kamar yang disediakan untuknya. Untung bahwa di kamar itu, juga di ruangan lain dalam rumah itu, dipasangi lampu-lampu yang cukup terang.
Setelah Sulastri merebahkan tubuhnya, Aji
mengeluarkan sehelai kain dari buntalan pakaian gadis itu lau menyelimutinya. Dia menepuk-nepuk pundak Sulastri dan berkata. "Kasihan sekali engkau, Lastri. Dua kali berturut-turut engkau diracuni orang sehingga keselamatan dirimu terancam maut dan engkau menderita sekali."
Sulastri menyentuh tangan Aji yang menepuk-nepuk pundaknya dan ia tersenyum. "Dan untuk kedua kalinya pula engkau yang menolong dan menyelamatkan aku, kakangmas Aji."
"Akan tetapi engkaupun tahu bahwa engkau dua kali keracunan adalah karena engkau melakukan perjalanan bersama aku. aku yang menyebabkan engkau diserang orang jahat."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Sudahlah, apa kaukira aku akan diam saja dan tidak berusaha sekuat kemampuan untuk menolongmu kalau engkau yang terancam bahaya seperti yang kaulakukan tehadap diriku ini" Kita melakukan perjalanan bersama, harus menghadapi segala bahaya bersama pula. Bukankah begitu?"
Aji tersenyum dan memandang kagum. Dalam keadaan nyaris tewas dan baru saja lolos dari maut, gadis itu sudah bersikap sedemikian tabah dan gagahnya. "Sulastri, engkau
...... seorang gadis yang hebat! Mengasolah, aku akan membuatkan bubur untukmu." katanya dan dia lalu keluar dari dalam kamar itu, dan memeriksa semua jendela dan pintu belakang dan depan. Dipalangnya semua jendela dan pintu.
Setelah memeriksa seluruh ruangan dalam rumah itu dan merasa aman meninggalkan Sulastri seorang diri di kamarnya, Aji lalu masuk ke dalam dapur. Dia mendapatkan prabot dapur yang cukup lengkap dan dapat menemukan beras dan garam.
maka dengan girang dia lalu memasak bubur secukupnya untuk Sulastri. Selagi melakukan pekerjaan ini, dia selalu waspada, menggunakan ketajaman pendengarannya untuk menjaga keamanan Sulastri yang berada di dalam kamarnya.
Setelah buburnya matang, dia membawa makanan itu dalam sebuah mangkok besar ke kamar Sulastri. Gadis itu ternyata tidak tidur, sedang rebah telentang memandang ke atap kamar. Ia tersenyum ketika Aji memasuki kamar sambil membawa semangkuk bubur panas dan sendoknya.
"Aah, Mas Aji. Engkau membuat aku merasa malu sekali." kata gadis itu sambil bangkit duduk. Ia tidak begitu lemas lagi dan dapat bankit duduk sendiri tanpa bantuan.
Aji duduk di atas sebuah bangku dekat pembaringan.
"Mengapa engkau merasa malu kepadaku, Sulastri?" tanyanya
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
heran. "Kalau engkau masih lemas, mari kusuapi, jangan malu-malu."
"Jangan, mas. kesinikan, aku dapat makan sendiri." Ia menerima mangkuk bubur itu dengan tangan gemetar.
"Masih agak panas, Lastri. Ditiup dulu agar lebih dingin."
"Mas Aji, bagaimana aku tidak menjadi malu. Keadaan kita sungguh terbalik. Masa engkau yang malah melayani aku, memasak bubur untuk aku" Semestinya wanita yang sibuk di dapur membuat masakan!"
"Ah, kenapa engkau berpendapat begitu, Lastri" Dalam keadaan seperti ini, mengapa kita harus bersikap sungkan-sungkan lagi" Engkau keracunan, bahkan hampir saja tewas.
Keadaanmu masih lemah, tentu saja harus aku yang membuatkan bubur untukmu! Dalam keadaan darurat seperti ini, tidak ada perbedaan antara tugas seorang laki-laki atau seorang perempuan. Makanlah, aku akan melakukan pemeriksaan dan penjagaan di luar, untuk menjaga segala kemungkinan."
"Mas Aji!" Sulastri memanggil ketika Aji sudah bergerak ke pintu kamar.
Aji berhenti melangkah dan menoleh "Ada apakah, Lastri?"
"Aku berpendapat bahwa tuan rumah ini tentu mempunyai hubungan dengan gerombolan yang dipimpin Munding Hideung. Ketika dia mendengar bahwa kita bertugas menumpas gerombolan itu, dia lalu turun tangan hendak membunuh kita."
"Akan tetapi dia kepala dusun ini ........ " kata Aji meragu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Itu menurut orang-orang yang kita tanyai di dusun ini.
Ingat, kita tidak melihat wanita atau kanak-kanak di dusun ini, hanya laki-laki muda. siapa tahu mereka itu semua anak buah gerombolan yang kita sedang selidiki."
"Aku sependapat denganmu, Lastri. Akan tetapi malam ini kita tidak dapat berbuat sesuatu. Malam gelap sekali dan kita tidak mengenal medan. Makan lalu beristirahatlah. Engkau perlu menghimpun kembali tenagamu karena besok kita tentu akan menghadapi ancaman mereka. Aku akan melakukan pengintaian di luar pondok."
"Baiklah, mas Aji. Akan tetapi berhati-hatilah."
Aji melangkah keluar dan Sulastri mulai menyendok dan makan buburnya yang masih hangat. Setelah menghabiskan bubur semangkuk itu tubuhnya mulai pulih dan sehat kembali, tidak terlalu lemas seperti tadi. Ia lalu duduk bersila dan menghimpun tenaga sakti untuk memulihkan keadaan tubuhnya.
Sementara itu, Aji membuka daun pintu depan dengan hati-hati. Di luar pondok gelap dan sunyi. Bahkan rumah-rumah dalam perkampungan itu tampak gelap. Tidak ada sinar lampu sama sekali dari sekeliling pondok milik kepala dusun itu. Agaknya semua rumah di dusun itu tidak memasang lampu! Atau Ki Sajali yang memerintahkan semua penduduk untuk memadamkan lampu di rumah mereka" Dia menyelinap keluar dengan cepat lalu menutupkan kembali daun pintu rumah dari luar. Dengan hati-hati dia membiasakan pandang matanya dengan kegelapan di luar rumah. Lambat laun tampaklah kelap-kelip beberpa kelompok bintang di langit dan pandang matanya mulai terbiasa dengan kegelapan di luar. Dia lalu melangkah perlahan dan berjalan mengelilingi pondok itu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sambil memperhatian keadaan sekeliling. Sunyi saja di luar.
Tidak terdengar suara manusia, sesepi kuburan! Aji mendapat perasaan bahwa dusun itu telah ditinggalkan dan agaknya malam itu tidak ada lagi seorangpun berada di sini!
Setelah melakukan pengamatan selama hampir dua jam, Aji masuk lagi ke dalam pondok dan dia menghampiri kamar Sulastri, membuka daun pintu kamar perlahan-lahan. Lampu kecil itu masih bernyala dan di atas meja dalam kamar dan dia melihat gadis itu rebah miring. Mangkuk bubur kosong berada di atas meja. Aji tersenyum lega. gadis itu telah menghabiskan bubur dan dari pernapasannya yang lembut itu dia dapat mengetahui bahwa Sulastri telah tidur pulas! Dengan hati-hati dia keluar dan menutupkan kembali daun pintu kamar, lalu ia duduk di atas sebuah kursi, di ruangan dalam. Dari situ dia dapat melihat ke pintu kamar yang ditiduri Sulastri.
Karena maklum bahwa keadaan mereka terancam bahaya, maka Aji tidak tidur, melinkan duduk di atas kursi dengan bersila seperti orang sedang bersamadhi. Biarpun dia memejamkan kedua matanya, namun dia sama sekali tidak tidur, bahkan dia waspada sekali. Semua panca inderanya bekerja sepenuhnya, bahkan peka sekali, terutama pendengarannya. Sedikit saja ada suara yang tidak wajar pasti akan dapat didengarnya dan semua urat syarafnya siap bergerak menghadapi segala macam keadaan darurat dan bahaya.
Pada saat sudah jauh lewat tengah malam, tiba-tiba Aji terkejut. Biapun amat lirih, dia dapat mendengar berkesiurnya angin dari arah belakangnya. Dia memang duduk menghadap ke arah pintu depan dan membelakangi kamar di mana Sulastri tidur. Dengan cepat diapun memutar lehernya dan menengok.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Alangkah herannya ketika dia melihat Sulastri yang mengakibatkan berkesiurnya angin lembut itu. Gadis itu sedang menghampirinya dan tubuhnya bagaikan bayangan saja, demikian ringan dan gesit. Dia merasa kagum sekali. Jelas dapat dia ketahui bahwa gadis itu mengerahkan ilmu meringankan tubuh yang hebat.
"Kiranya engkau, Lastri" Mengapa engkau bangun"
Malam telah larut, tidurlah lagi dan jangan bangun sebelum pagi."
Gadis itu memandang Aji dengan sinar mata
menyatakan kekagumannya yang tidak disembunyikan.
-o0-dwkz~budi-0oJILID XV ah, Kakangmas Aji! Aku sudah mengerahkan
seluruh kemampuanku untuk meringankan tubuh, W namun tetap saja engkau dapat mengetahui kedatanganku. Tadinya aku hendak mengejutkanmu, akan tetapi aku kecelik."
Aji bangkit berdiri dan tersenyum memandang gadis itu. "Aku cukup mendapat kejutan, Lastri, kejutan yang menggembirakan. Gerakan dan sikapmu menunjukkan bahwa engkau telah sembuh dan tenagamu sudah pulih sama sekali.
Sukurlah, Lastri. Akan tetapi kenapa engkau sudah bangun"
Tidurlah lagi."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Tidak! Aku sengaja bangun untuk menggantikanmu, mas Aji. sekarang engkaulah yang harus istirahat, biar aku menjaga di sini."
"Tidak perlu, Lastri. Aku juga berjaga di sini juga sambil beristirahat."
"Akan tetapi engkau perlu tidur agar besok pagi segar untuk bersamaku menghadapi gerombolan. Hayo, pergilah ke kamarmu dan tidur. Aku yang akan melanjutkan tugas berjaga di sini."
"Tapi Lastri ........ "
"Tidak ada tapi, Mas Aji. Kalau engkau menolak, hatiku akan merasa tidak senang karena berarti engkau tidak menghargai kerja sama dengan aku. Hayo, pergilah mengaso!"
Melihat kesungguhan gadis itu, Aji menurut karena dia maklum bahwa Sulastri benar-benar akan merasa tersinggung dan akan marah kalau dia berkeras menolak. Pula, menyaksikan gerakan gadis itu tadi, demikian gesit dan ringan tubuhnya, dia percaya bahwa Sulastri akan mampu menghadapi ancaman yang bagaimanapun juga. Diapun pergi ke kamarnya dan tanpa ragu-ragu lagi diapun merebahkan dirinya dan sebentar saja dia tenggelam ke dalam tidur yang pulas.
*** Untung bahwa dalam kamar mandi di rumah itu masih tersedia banyak air dalam bak sehingga Aji dan Sulastri dapat mandi sepuasnya. Setelah mandi dan sarapan bubur, mereka berdua membuka pintu depan dan memandang ke luar. Cuaca masih remang-remang dan keadaan di dusun itu sunyi sekali.
Yang terdengar hanya keruyuk ayam jago di sana sini dan burung-burung gereja berceloteh riang. Mereka berdua keluar
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dari dalam rumah, buntalan pakaian mereka telah bertengger di punggung masing-masing. Ketika mereka mencari-cari, ternyata seperti yang sudah mereka duga dan khawatirkan, dua ekor kuda tunggangan mereka yang kemarin sore mereka tambatkan pada batang pohon di pekarangan rumah, sudah tidak tampak. Dua ekor kuda mereka telah dicuri orang!
"Jahanam keparat Ki Sajali itu!" Sulastri mengepal tangan kanannya. "Awas kamu, sekali tertangkap olehku, akan tahu rasa kamu!"
"Sabar dan tenanglah, Lastri. Agaknya kita berhadapan dengan gerombolan yang teratur, licik dan berbahaya. Lihat, dusun ini agaknya telah kosong. Kurasa dugaanmu semalam tepat sekali. Dusun ini adalah perkampungan gerombolan dan besar sekali kemungkinan mereka adalah anak buah gerombolan pimpinan Munding Hideung."
"Barangkali Ki Sajali itu pimpinan mereka." kata Sulastri.
Aji menggeleng kepalanya. "Kurasa bukan. Menurut keterangan Gusti Pangeran Ratu, Munding Hideung pemimpin gerombolan itu digdaya sehingga berulang kali serbuan pasukan Cirebon gagal. Sedangkan Ki Sajali tadi, kulihat tidak berapa tangguh. Mungkin dia hanya seorang di antara para pembantunya saja."
"Mari kita kejar dan cari mereka, kakangmas!
Tanganku sudah gatal-gatal untuk segera menhajar mereka!"
kata Sulastri yang merasa tidak sabar lagi. Kini gadis itu bukan hanya menjadi utusan Adipati Cirebon untuk membasmi gerombolan munding hideung, melainkan juga hendak membalas dendam karena nyaris ia tewas oleh gerombolan itu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Nanti dulu, Lastri. Lihat, cuaca masih remang-remang, apa lagi di atas sana, di dalam hutan, tentu lebih gelap lagi.
Amat berbahaya bagi kita untuk memasuki daerah yang asing itu dalam keadaan gelap. Gerombolan licik itu mungkin memasang jebakan-jebakan yang berbahaya. Kita tunggu sebentar sampai sinar matahari mengusir kegelapan dan halimun tebal ini."
Sulastri tidak membantah karena iapun melihat kebenaran pendapat Aji itu. Mereka duduk di atas bangku di depan pondok itu sambil menanti munculnya sinar matahari.
Setelah sinar matahari mulai menyentuh tanah pedusunan itu, Aji berkata, "Lastri, mari kita memeriksa keadaan dusun ini sambil menanti matahari naik lebih tinggi."
Mereka berdua meninggalkan halaman rumah itu dan berjalan-jalan di sepanjang jalan dusun itu. Benar seperti yang mereka sangka, tidak ada seorangpun manusia yang berada di dusun itu. Dusun itu telah ditinggalkan orang dan ternyata pondok-pondok itupun isinya sederhana sekali. Setelah selesai memeriksa semua pondok yang telah kosong, matahari sudah menjadi semakin terang. mereka siap untuk meninggalkan dusun itu dan mendaki gunung. Akan tetapi ketika mereka berdua berjalan menuju ke pintu gerbang dusun itu, tiba-tiba terdengar suara gaduh dan sekitar dua puluh orang laki-laki yang memegang parang (golok) berserabutan memasuki dusun itu dan mereka mengepung Aji dan Sulastri! Baru melihat cara mereka bergerak mengepung itu saja Aji dan Sulastri sudah maklum bahwa mereka merupakan sekelompok orang yang terlatih, merupakan pasukan yang tangguh. Di antara mereka yang sekitar dua puluh orang jumlahnya itu tampak pula Ki Sajali dan seorang laki-laki tinggi besar yang mengenakan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
celana dan baju loreng terbuat dari kulit harimau loreng. Laki-laki yang berusia kurang lebih empat puluh tahun itu memegang sebatang tombak yang berwarna hitam dan berlekuk-lekuk, mengerikan sekali.
Aji menudingkan telunjuk kirinya kepada Ki Sajali dan berkata dengan lantang. "Ki Sajali, kiranya dusun ini menjadi sarang gerombolan. tentu engkau dan semua penduduk dusun ini adalah kaki tangan gerombolan yang dipimpin Munding Hideung!"
Ki Sajali yang memegang sebatang golok tidak menjawab, akan tetapi laki-laki gagah
yang memegang tombak itu yang menjawab dengan suaranya yang besar dan parau. "bagus kalau andika sudah tahu bahwa kami adalah Gerombolan Mundung Hideung! Dan aku, Ki Manggala, yang memimpin pasukan ini. Kalian anak-anak menyerah dan berlututlah agar dengan baik-baik kami bawa menghadap pimpinan kami!"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Gerombolan busuk! Gerombolan licik! Kalian pengecut, hanya berani menggunakan racun dan main keroyokan! Ki Sajali, engkau sudah berani meracuni aku, sekarang engkau harus menebus perbuatanmu yang curang dan keji itu!" bentak Sulastri dan secepat kilat tangan kanannya sudah mencabut Pedang Nogo Wilis. Sinar kehijauan tampak menyilaukan mata dan gadis itu dengan gerakan yang cepat dan ringan sekali sudah melompat ke depan. Gulungan sinar hijau pedangnya menyambar ke arah leher Ki Sajali.
Orang tinggi kurus itu terkejut bukan main melihat sinar hijau menyambar sedemikian dahsyatnya seperti kilat saja. Dia cepat menggerakkan goloknya menangkis, dibantu oleh dua orang di kanan kirinya yang juga ikut menangkis sambaran sinar hijau itu.
"Trang-cring-trakkk ........ !"
Golok Ki Sajali terpental, juga golok kawannya yang berada dikirinya, akan tetapi golok seorang lagi di sebelah kanannya, yang menangkis sambil mengerahkan seluruh tenaga untuk mematahkan pedang hijau itu sebaliknya malah patah menjadi dua potong!
Pada saat itu, orang yang mengaku bernama Ki Manggala, yang memimpin gerombolan itu, mengeluarkan bentakan nyaring dan dia sudah menusukkan tombak hitamnya ke arah dada Sulastri!
"Tranggg!!" Tombak itu terpental dan Ki Manggala terkejut melihat bahwa yang menangkis dan membuat tombaknya terpental itu hanya sebatang keris yang digerakkan Aji untuk menangkis tombaknya tadi.
Sementara itu, Sulastri sudah mengamuk, dikeroyok oleh Ki Sajali dengan kawan-kawannya. Dikeroyok belasan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
orang itu, Sulastri sama sekali tidak menjadi gentar. Bahkan ia seperti mendapat kegembiraan, dengan penuh semangat ia bergerak ringan dan cepat bagaikan bayang-bayang, berkelebatan ke sana sini dan pedangnya digerakkan cepat, berubah menjadi sinar kehijauan yang bergulung-gulung dan menyambar-nyambar. Dalam waktu beberapa menit saja terdengar teriakan-yeriakan disusul robohnya empat orang pengeroyok, menjadi korban Pedang Nogo Wilis.
Aji juga sudah dikeroyok. Mula-mula Ki Manggala menggerakkan tombaknya. menyerang secara bertubi-tubi.
namun dengan mudah Aji dapat menghindarkan diri dari serangkaian serangan tombak itu. Tubuhnya seperti tubuh seekor burung alap-alap ketika dihujani serangan patukan ular, mengelak dengan cepat dan ringan sehingga serangan tombak itu selalu mengenai tempat kosong belaka. Kemudian dia bergerak sambil membalas, dengan tamparan tangan kiri dan tendangan kedua kakinya silih berganti. Dia tidak menggunakan kerisnya karena Aji sama sekali tidak ingin membunuh lawannya. Akan tetapi serangan balasan itu cukup hebat sehingga akhirnya Ki Manggala tidak mampu menghindarkan diri dari sambaran kaki kiri Aji.
"Bukk!!" pinggangnya menjadi sasaran tendangan yang dilakukan dengan tubuh miring dan Ki Manggala terpental dan roboh terbanting. Akan tetapi dia memang cukup tangguh. Dia melompat bangun dan menyerang semakin ganas, kini dibantu oleh lima orang anak buahnya, sisa dari mereka yang mengeroyok Sulastri.
Terjadilah pertempuran yang hebat di dekat pintu gerbang perkampungan gerombolan itu. Sulastri mengamuk dan pedangnya bergerak semakin ganas, Gulungan sinar
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kehijauan itu menyambar-nyambur dan terdengar bentakan-bentakannya yang nyaring. Lima belas orang yang mengeroyok kini tinggal delapan orang saja karena yang lain telah roboh terluka oleh pedangnya. Ketika Sulastri mempercepat gerakannya, delapan orang termasuk Ki Sajali itu bergabung menjadi satu dan selalu main mundur. Demikian cepat gerakan pedang sinar hijau itu sehingga mereka hampir tidak memiliki kesempatan untuk menyerang!
Biarpun Ki Manggala merupakan lawan yang cukup tangguh dan masih dibantu lima orang pula, namun Aji merupakan lawan yang terlalu berat bagi mereka. Sambaran kaki Aji telah merobohkan dua orang pengeroyok dari tangkisan Keris Nogo Welang telah membuat buntung dua batang golok para pengeroyok. Ki Manggala menjadi gentar juga dan melihat betapa Ki Sajali yang mengeroyok gadis itupun kini terdesak hebat bahkan banyak yang roboh mandi darah, Ki Manggala memberi aba-aba sambil melompat ke belakang untuk melarikan diri.
"Kita pergi ........ !!" Dia sendiri sudah berlari cepat meninggalkan tempat itu.
Mendengar ini, para anak buah yang memang sejak tadi sudah merasa gentar, cepat berlompatan untuk melarikan diri meninggalkan kawan-kawan yang terluka. ketika melihat Ki Sajali melarikan diri, sulastri cepat membungkuk dan mengambil sebatang golok yang terlepas dari tangan anggota gerombolan yang dirobohkannya dan sambil mengerahkan tenaganya, ia melontarkan golok itu kearah Ki Sajali yang melarikan diri.
"Singgg ........ !!" Golok itu mengeluarkan suara berdesing saking kuatnya lontaran itu dan tak dapat
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dihindarkan lagi, golok itu tepat mengenai punggung Ki Sajali, menancap sampai setengahnya. Ki Sajali mengeluarkan teriakan mengerikan dan tubuhnya roboh menelungkup, tewas seketika!
"Mari kita kejar mereka, Mas Aji!" seru Sulastri.
"Tunggu dulu, Lastri!" kata Aji.
"Tunggu apa lagi?" gadis itu mencela. "Jangan biarkan mereka semua lolos. Kita harus membasmi mereka semua!"
"Mereka hanya anak buah, Lastri. Lebih baik kita mencari seorang yang dapat membawa kita ke sarang mereka dan bertemu dengan pimpinan mereka. Kita dapat memaksa seorang di antara mereka yang terluka itu."
Pada saat itu, seorang diantara para anak buah gerombolan yang roboh terluka, bangkit berdiri dan dia melarikan diri. Akan tetapi dengan lebih cepat lagi Aji melompat dan tiba di depan orang itu. Ternyata orang itu tidak terluka. Tapi dia roboh pingsan ketika tengkuknya terkena pukulan tangan Aji dan setelah siuman dia berusaha untuk melarikan diri. Akan tetapi alangkah kagetnya melihat bayangan berkelebat dan tahu-tahu Aji sudah berada di depannya. Karena tidak melihat jalan lain, dia menjadi nekat dan menyerang dengan pukulan ke arah dada Aji.
"Wuuuttt ........ plakkk!" Tangan kanan yang memukul itu tertahan dan telah ditangkap tangan kiri Aji yang segera mengerahkan tenaga untuk mencengkeram pergelangan tangan lawan itu.
"Aduhhh ...... aduhhh ...... ampun ...... !" Orang itu berteriak-teriak kesakitan.
Alap Alap Laut Kidul Seri Ke 3 Pecut Sakti Bajrakirana Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sulastri sudah meloncat dekat dan pedangnya menodong lambung orang itu disusul bentakannya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Dengar! Engkau harus menunjukkan sarang
gerombolan Munding Hideung kepada kami. Awas kalau engkau menipu kami, pedangku akan membuntungi semua kaki tanganmu!"
Merasa betapa ujung pedang itu menempel di lambungnya orang itu terbelalak dengan wajah pucat. Dia menangguk-angguk dan berkata dengan takut. " ...... baik ......
baik ...... akan saya antar ...... !"
Sulastri menarik kembali pedangnya dan Aji melepaskan cengkeraman tangannya. Orang itu memijit-mijit pergelangan tangan kanannya yang masih terasa nyeri berdenyut-denyut.
"Hayo cepat antar kami ke sarang itu!" bentak pula Sulastri dan dengan wajah ketakutan orang itu lalu mengangguk-angguk dan berjalan mendaki lereng bukit.
Diam-diam Sulastri harus membenarkan pendapat Aji.
Ternyata pendakian Gunung Careme itu tidaklah mudah dan lerengnya penuh dengan hutan dan semak belukar. Tanpa penunjuk jalan, mereka berdua tentu akan mendapatkan kesukaran untuk dapat menemukan jalan setapak yang membawa mereka ke atas. Lereng yang penuh dengan jurang-jurang yang curam dan jalannya melalui semak belukar dan licin sekali. Akan tetapi anggauta gerombolan yang menjadi penunjuk jalan itu agaknya sudah hafal akan keadaan di situ.
Dia melangkah tanpa ragu. Agaknya dia mengambil jalan pintas karena hanya dalam waktu sekitar dua jam mereka sudah tiba di lereng paling atas, dekat puncak.
"Berhenti dulu!" kata Aji. Orang itu berhenti melangkah dan Sulastri memandang kepada Aji, tidak mengerti apa kehendak Aji menghentikan perjalanan mereka itu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Ada apakah, mengapa kita berhenti di sini?" Tanya Sulastri dan juga tawanan mereka itu memandang wajah Aji dengan sinar mata bertanya.
"Kita sudah hampir tiba di puncak, mengapa belum juga sampai di sarang kalian?" Tanya Aji kepada orang itu. "Di manakah sarang gerombolan itu" Jangan coba-coba untuk menipu kami!"
Orang itu menggeleng kepala, apa lagi ketika Sulastri memandang kepadanya dengan sinar mata marah dan penuh ancaman. Dia merasa lebih takut terhadap gadis itu daripada Aji. Dia tadi melihat betapa banyak kawan-kawannya yang mengeroyok gadis itu roboh dan mandi darah, terluka parah atau tewas, bahkan Ki Sajali juga tewas oleh gadis itu.
Sedangkan para pengeroyok Aji yang roboh tidak terluka parah seperti dia, dan agaknya tidak ada yang tewas.
"Tidak, saya tidak berani menipu. dahulu, sarang kami memang berada di hutan sebelah bawah itu. Akan tetapi setelah dua kali kami diserang pasukan Kadipaten Cirebon, pimpinan kami lalu memindahkan sarang kami di lereng balik gunung, di seberang sebuah danau kecil yang terdapat di sana."
"Cepat antar kami ke sana! Ingat, kalau engkau berani menipu kami, aku akan menyayat-nyayat seluruh kulit tubuhmu agar engkau mati dengan tersiksa sekali!" bentak Sulastri.
Orang itu mengangguk dan melanjutkan perjalanan. Aji menegerling kepada Sulastri dan mengerutkan alisnya.
Sebetulnya dia tidak setuju dengan sikap dan sepak terjang Sulastri yang demikian ganas, akan tetapi dia tidak berani menegurnya, maklum bahwa teguran akan membuat gadis itu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
marah dan tersinggung. mereka berdua jalan berdampingan di belakang penunjuk jalan itu.
Kini mereka menuruni lereng di balik gunung. Dari atas sudah tampak sebuah danau kecil di lereng bawah puncak. Air danau berkilauan tertimpa sinar matahari yang mulai meninggi, putih seperti cermin.
"Di seberang danau itulah sarang kami yang baru!" kata penunjuk jalan itu. Mereka bertiga menuruni puncak dengan cepat. setelah tiba di tepi danau, Aji bertanya.
"Di mana sarang itu?"
Penunjuk jalan itu menunjuk ke seberang danau. Danau itu tidak serapa luas dan keadaan di situ sunyi sekali. Di seberang sana tampak hutan lebat.
"Bagaimana kita harus menyeberangi danau ini?"
Tanya pula Aji.
"Tidak ada jalan lain menuju ke sana kecuali dengan menyeberang. Biasanya terdapat perahu-perahu kami di sini.
akan tetapi sekarang tidak tampak sebuahpun perahu. Tentu para pimpinan kami sudah mendengar dari teman-teman kami yang melarikan diri dan mereka menarik semua perahu ke darat agar andika tidak dapat mendatangi sarang kami. Aku ........ aku takut, karena kalau Ki Munding Hideung dan Ki Munding Bodas melihat bahwa aku telah menjadi penunjuk jalan, mereka pasti akan menyiksa dan membunuhku." Orang itu memandang ke arah seberang dengan muka pucat.
Aji memandang keadaan sekeliling danau. memang tidak ada jalan lain menuju ke seberang danau di mana terdapat hutan luas. Danau itu dikelilingi tebing yang tinggi sehingga untuk menuju ke hutan di seberang itu jalan satu-satunya hanya menyeberangi danau. Kalau mengambil jalan memutari tebing
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
itu tentu akan makan waktu lama dan juga amat sukar karena terdapat jalan setapak.
"sarang kalian berada di hutan seberang danau itu?"
tanyanya. "Benar, denmas," kata orang itu. "Lihat itu ada asap mengepul. tentu asap dari dapur umum kami." Dia menuding ke seberang. Aji dan Sulastri melihat itu dan mereka percaya.
"Berapa banyaknya anggauta gerombolan?" tanya Sulastri.
"Ada lima puluh orang lebih, den roro."
"siapa saja yang menjadi pemimpin mereka?" Aji bertanya.
"Pemimpin kami adalah Ki Munding Hideung dan adiknya, Ki Munding Bodas, dibantu oleh lima orang. Kami membangun pondok-pondok kayu di dalam hutan itu."
Matahari telah naik tinggi. "Lastri, kita harus menyeberang." kata Aji.
"Kurasa juga begitu. Akan tetapi dengan apa" Tidak ada perahu di sini."
"Mudah saja. banyak bambu besar tumbuh di sana." Aji menuding ke kiri.
Sulastri maklum. "Heh kamu! Cepat tebang tiga batang pohon bambu besar dan buatkan rakit untuk kami1" bentaknya kepada orang itu.
Orang itu mengangguk. "baik, denroro. akan tetapi
........ saya tidak mempunyai alat menebang."
Sulastri mencabut pedang Nogo Wilis. "Aku yang akan menebang. Engkau harus membuatkan rakit untuk kami!"
Setelah berkata demikian, gadis itu mengajak anak buah gerombolan itu menghampiri rumpun bambu. Dengan tiga kali
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sabetan saja, tiga batang bambu yang besar dan sudah tua tumbang. Sulastri lalu memotong-motong tiga batang bambu itu sesuai dengan prtunjuk orang itu. Karena orang itu memang ahli dalam pekerjaan itu, sebentar saja dia telah merampungkan pembuatan rakit yang kokoh, terdiri dari bambu-bambu disejajarkan dan diikat dengan tali bambu yang kuat.
Aji membantu anak buah gerombolan mengangkat rakit ke tepi danau. Setelah mereka siap menyeberang danau dengan rakit, orang itu memandang Aji dan mukanya pucat sekali, tubuhnya gemetar. : "denmas ........ denroro ........ kasihanilah saya ........ saya tidak berani ikut ....... mereka tentu akan mencincangku melihat saya membawa andika berdua ke sana.
Kasihanilah saya ........ jangan ajak saya ke sana ......... "
"Engkau harus ikut! Kalau engkau tidak ikut, bagaimana kami tahu apakah engkau menipu kami atau tidak"
Hayo ikut kami menyeberang!" Sulastri membentaknya. Orang itu ketakutan dan memandang Aji dengan sinar mata penuh permohonan.
"Ikutlah, aku akan melindungimu dari mereka," kata Aji yang tidak dapat menyalahkan sikap Sulastri karena memang orang itu perlu ikut untuk menjamin bahwa dia tidak akan menipu mereka. mendengar ucapan Aji itu, anggauta gerombolan itu tampak lega dan dia lalu ikut naik ke atas rakit sambil membawa dua potong kayu yang dibentuk sebagai dayung. Dia menyerahkan sepotong kepada Aji, kemudian dua orang laki-laki itu mulai menggerakkan dayung. Sulastri berdiri didepan sambil mengamati keadaan depan dengan waspada.
Karena rakit itu didayung dua orang dan tenaga Aji yang mendayung amat kuat, rakit meluncur cepat. Danau itu termasuk kecil sehingga sebentar saja rakit itu sudah hampir
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mencapai seberang. Tiba-tiba tampak bayangan banyak orang bermunculan dari balik batang-batang pohon dan meluncurlah puluhan batang anak panah menyambar ke arah tiga orang yang berada di atas rakit!
Karena Sulastri berdiri di bagian depan rakit, tentu saja ia yang lebih dulu menjadi sasaran hujan anak panah itu. Ia memutar pedangnya dan tampak gulungan sinar hijau menjadi perisai dan semua anak panah yang menerjang perisai gulungan sinar hijau itu runtuh dan terlempar ke kanan kiri. Anak buah gerombolan yang melihat penyerangan anak panah ini, berderu ketakutan dan dia sudah melompat ke dalam air, berenang sekuatnya berusaha menjauhi pantai itu. Akan tetapi beberapa batang anak panah menyambar ke arahnya. Terdengar dia menjerit dan dia tenggelam. Tampak gelembung-gelembung di permukaan air yang berwarna agak kemerahan.
"Putar terus pedangmu, Lastri!" kata Aji dan pemuda ini mengerahkan tenaganya mendayung sehingga rakit itu meluncur dengan cepatnya ke tepi danau. Anak panah semakin gencar meluncur dan menyerang, namun tidak sebatangpun mampu menerobos gulungan sinar hijau dari Pedang Nogo Wilis yang diputar cepat sekali olah Sulastri. Puluhan batang anak panah itu terlempar ke sana sini, banyak di antaranya patah ketika bertemu sinar hijau. Setelah rakit meluncur dekat, dalam jarak dua tiga meter dari darat, Aji berseru kepada Lastri.
"Lastri, kita mendarat!"
Aji melompat ke darat sambil memutar dayungnya sedangkan Sulastri melompat sambil memutar pedangnya.
Mereka menangkis anak panah yang masih menyerang seperti hujan. Akhirnya mereka tiba dan berdiri di atas tanah. Tidak
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
ada anak panah lagi menyerang, akan tetapi puluhan orang mengepung mereka. Orang-orang itu tampak terbelalak, kagum dan heran. Sama sekali mereka tidak mengira bahwa yang
"menyerbu" sarang mereka itu hanya dua orang muda, yang seorang malah seorang gadis remaja! Ketika mendengar laporan-laporan para anak buah yang melarikan diri dari dusun Kapayun, mereka tidak mau percaya begitu saja. Akan tetapi sekarang mereka melihat buktinya, juga melihat betapa gadis remaja itu mampu menangkis semua anak panah dengan pedangnya!
Yang berdiri paling depan adalah dua orang yang jelas merupakan pimpinan mereka. bahkan Aji dan Sulastri yang sudah mendengar dari anak buah gerombolan yang mereka tawan tadi siapa yang menjadi pemimpin mereka, segera dapat menduga siapa dua orang tinggi besar yang mengenakan pakaian seorang senopati yang gagah dan mewah. Selain pakaian mereka terbuat dari kain halus dan potongannya seperti pakaian seorang senopati, juga mereka memakai kalung dan gelang yang terbuat dari emas!
Begitu kakinya mendarat dan saling adu pandang dengan dua orang laki-laki tinggi besar itu, Sulastri segera bertolak pinggang dengan tangan kiri dan pedangnya kini menuding ke arah muka dua orang itu.
"Heh, kalian berdua manusia-manusia curang dan licik!
Kelihatannya saja kalian ini gagah perkasa dan tinggi besar, tidak tahunya kalian hanya pengecut-pengecut besar yang kalau berhadapan dengan musuh beraninya menggunakan racun dan main keroyokan! Aku mengenal siapa kalian. Kamu yang bermuka hitam tentulah si kerbau hitam (Munding Hideung) dan kamu yang bermuka putih tentulah si kerbau
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
putih (Munding Bodas). Hayo, kutantang kalian untuk bertanding satu lawan satu! Kalau main keroyokan ternyata kalian memang hanya kerbau-kerbau tolol yang pengecut!"
Semua anggauta gerombolan itu terbelalak. Belum pernah selama hidup mereka menyaksikan seorang gadis remaja seberani dan segalak ini! Menantang Munding Hideung dan Munding Bodas! Dan menghina mereka lagi, menghina secara keterlaluan dan tidak kepalang tanggung! Bahkan Aji sendiri merasa betapa Sulastri telah menghina orang secara berlebihan, akan tetapi tentu saja dia diam dan hanya waspada, siap menghadapi segala kemungkinan. akan tetapi diam-diam diapun kagum karena dia dapat menduga bahwa kegalakan sikap Sulastri itu memang disengaja untuk memanaskan perut dua orang pemimpin gerombolan agar mereka menyambut tantangannya demi harga diri mereka! Hal ini menunjukkan betapa cerdiknya Sulastri.
Dugaan Aji memang tepat dan ternyata akal Sulastri itupun berhasil baik. Wajah Munding Hideung yang hitam itu berubah menjadi semakin hitam dan wajah Munding Bodas yang putih itu kini tampak kemerahan. Dari sinar mata mereka tampak bahwa dua orang benggolan perampok itu marah bukan main mendengar ucapan Sulastri yang amat menghina mereka.
Dua orang itu, kakak beradik Munding Hideung dan Munding Bodas, adalah tokoh-tokoh yang mewarisi aji kesaktian dari peninggalan Kerajaan Pajajaran. Guru mereka adalah mendiang Ki Mahesa Sura, seorang datuk yang berasal dari kerajaan Pakuwan (Bogor). Mereka memang digdaya sehingga tidak aneh kalau dua kali serangan pasukan Cirebon dapat mereka pukul mundur. Selain aji kanuragan, yaitu ilmu pencak silat yang disertai penggunaan tenaga sakti, juga mereka
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mempelajari ilmu sihir dari mendiang guru mereka. Kakek dari Ki Mahesa Sura yang bernama Mahesa Badag, dahulu terkenal sebagai seorang datuk Kerajaan Pakuwan yang kemudian merajalela sampai ke Kerajaan Pajajaran sukar dicari tandingnya.
Mendiang Ki Mahesa Badag ini memiliki aji kesaktian yang dapat membuat dirinya berubah menjadi berbagai binatang buas. Dapat berubah menjadi seekor harimau, atau seekor kerbau liar yang amat ganas. bertahun-tahun dia merajalela di Kerajaan Pajajaran. Akhirnya, dia bertemu juga dengan seorang lawan yang sakti mandraguna, yang bukan lain adalah Sunan Gunung Jati yang semula dikenal dengan banyak nama, antara lain Nurullah, atau Syekh Ibnu Molana. Ada pula yang menyebutnya dengan nama Faletehan atau Tagaril. Dia dikenal sebagai Sunan Gunung Jati karena setelah wafat dia dimakamkan di sebuah gunung yang disebut Gunung Jati dekat ibu kota Cirebon. Ketika kebetulan Sunan Gunung Jati berada di Kerajaan Pajajaran, dia bertemu dengan kakek bernama ki Mahesa Badag ini.
Mereka bertanding, kabarnya sampai sehari semalam lamanya dan akhirnya Ki Mahesa Badag harus mengakui keunggulan Sunan Gunung Jati, penyebar agama baru Islam itu. Semenjak itu, Ki Mahesa Badag mengundurkan diri ke Pegunungan Careme sampai anak cucunya yang hidup sebagai petani juga tidak pernah meninggalkan Pegunungan Careme.
Dia menurunkan ilmu-ilmunya kepada keturunannya, akan tetapi setelah ilmu-ilmu itu dipelajari oleh dua orang buyutnya, yaitu Ki Munding Hideung dan Ki Munding Bodas, ilmu-ilmu itu hanya tinggal kurang lebih setengahnya saja. Pada jaman itu, seorang guru menurunkan ilmu kepada muridnya tidak
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sepenuhnya sehingga makin lama ilmu itu semakin merosot tingkatnya.
Biarpun demikian Ki Munding Hideung dan Ki Munding Bodas masih mewarisi aji kesaktian yang cukup hebat, diantaranya mengubah diri menjadi harimau besar yang ganas! Maka, tentu saja mereka menjadi marah sekali ketika ada seorang gadis remaja menghina mereka di depan anak buah mereka. Kemarahan membuat mereka menjadi lengah, kemarahan membuat mereka lupa betapa pembantu mereka, Ki Sajali dikabarkan tewas di tangan gadis ini dan dua puluh lebih anak buah mereka dibuat kocar-kacir, ada yang tewas dan ada yang terluka, sisanya melarikan diri dan melapor kepada mereka berdua. Mereka lupa bahwa mereka kini sedang berhadapan dengan lawan yang sakti mandraguna. Mereka terlalu tekebur dan mengandalkan kekuatan sendiri, memandang rendah kepada orang lain.
Dua kakak beradik itu saling pandang dan maklumlah mereka akan isi hati masing-masing, bahwa mereka harus membunuh gadis remaja yang telah melontarkan penghinaan yang amat menyakitkan hati mereka itu. Mereka berkemak-kemik membaca mantera, lalu keduanya mengeluarkan suara gerengan yang menyeramkan. Bukan suara manusia lagi, melainkan suara harimau yang menggereng-gereng marah, lalu suara itu makin meninggi menjadi auman harimau yang menggetarkan hati. Tiba-tiba mereka berdua menurunkan kedua tangan ke atas tanah, seperti merangkak, berjungkir balik tiga kali dan dua orang kakak beradik itu seketika berubah menjadi dua ekor harimau sebesar anak lembu! Dua ekor harimau itu mengaum-aum, mendesis memperlihatkan taring
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dan mencakar-cakar tanah dengan kedua kaki depan membuat tanah dan batu berhamburan!
Sulastri tidak merasa gentar. Gadis itu melintangkan pedangnya dan siap melawan dua ekor harimau itu dengan pedangnya. Akan tetapi Aji lalu melangkah ke depan.
"Mundurlah, Lastri. Biarkan aku yang menghadapi permainan mereka ini!"
Aji kini maju menghadapi dua ekor harimau yang tampaknya menjadi semakin ganas. Auman mereka menggetarkan seluruh tepi danau, bergema di dalam hutan di belakang mereka. Akan tetapi Aji tenang-tenang saja, lalu dia membungkuk, meraup tanah dengan kedua tangannya lalu menyambit dua ekor harimau itu dengan tanah yang digenggamnya.
"Demi Asma Gusti Allah, yang palsu akan lebur, dari tanah kembali menjadi tanah! Mahluk jadi-jadian, kembalilah kalian ke asalmu!"
Sambitan itu dengan tepat mengenai kepala dua ekor harimau yang mengaum-aum dan sungguh aneh. Dua ekor harimau besar yang kelihatan amat liar dan kuat itu, begitu terkena hantaman tanah itu, roboh terguling-guling dan ketika mereka bangkit kembali, mereka telah berubah menjadi Ki Munding Hideung dan Ki Munding Bodas! Dua orang itu membelalakkan mata dan memandang kepada Aji dengan penuh kemarahan.
"Keparat!" Bentak Ki Munding Hideung sambil menudingkan telunjuk kirinya ke arah Aji dan Sulastri yang kini sudah melangkah maju di samping Aji. "Katakan siapa kalian dan mengapa kalian berdua mambuat kacau di wilayah kami!"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Dengan sikap tenang namun suaranya yang lembut penuh wibawa, Aji menjawab. "Ki Munding Hideung dan Ki Munding Bodas! Benarkah kalian yang bernama demikian dan menjadi pimpinan gerombolan yang suka mengacau di Kadipaten Cirebon selama ini?"
"Benar, kamilah pimpinan gerombolan Munding Hideung! Siapa kalian?"
"Aku bernama Lindu Aji dan gadis ini adalah Sulastri.
Kami berdua merupakan utusan dari Gusti Pangeran Ratu di Cirebon untuk menangkap kalian yang mendatangkan kekacauan."
"Hoa-ha-ha-ha!" Ki Munding Hideung tertawa bergelak. "Adi Munding Bodas, kamu dengar ocehan bocah ini" Mereka hanya datang berdua tanpa pasukan dan katanya hendak menangkap kita. Ha-ha-ha!"
Ki Munding Bodas juga tertawa bergelak.
"Heh, kalian dua ekor kerbau gila yang tolol! Apa kalian berani menerima tantanganku tadi untuk bertanding satu lawan satu" Atau kalian adalah pengecut-pengecut yang hendak melakukan pengeroyokan" Kalau begitupun kami berdua tidak takut dan akan membasmi kalian semua!"
"Gadis sombong! Aku yang akan menandingimu dan kalau engkau tertawan olehku, engkau harus menghiburku sampai aku merasa bosan dan membunuhmu!" teriak Ki Munding Bodas dan dia sudah menerjang gadis itu menggunakan sebatang senjata ruyung, yakni sebuah penggada terbuat dari galih asem (bagian tengah pohon asam) yang diberi benjol-benjol runcing. Senjata yang menggiriskan ini berat sekali, akan tetapi Ki Munding Bodas dapat menggerakkannya dengan cepat seolah senjata itu hanya seringan kayu. Angin
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mengiuk dan menyambar ketika dia menyerang Sulastri dengan ruyungnya.
"Wuuuttt ...... wesss!!" pukulan ruyung ke arah kepala Sulastri itu dapat dielakkan gadis itu dengan mudah ke kiri dan dari bawah pedangnya mencuat dan menusuk ke arah perut lawan. Ki Munding Bodas terkejut sekali melihat betapa serangannya dibalas secara langsung oleh gadis itu. Dia memutar pergelangan tangannya. Ruyungnya yang tadi luput menghantam kepala gadis itu membalik ke bawah dan menangkis pedang bersinar hijau itu. Ki Munding Bodas mengerahkan seluruh tenaganya dengan maksud untuk memukul patah pedang lawan atau setidaknya membuat pedang itu terlepas dari pegangan tangan Sulastri.
"Cringggg ........ !!"
Biarpun ruyung itu terbuat dari kayu asam, akan tetapi keras sekali dan bertemunya ruyung dengan pedang itu sampai menimbulkan bunga api yang berpijar. Alangkah kaget hati Ki Munding Bodas ketika melihat bahwa pedang hijau di tangan gadis itu sama sekali tidak patah atau terlepas, bahkan sebaliknya dia merasa tangan kanannya tergetar hebat, tanda bahwa tangan kecil lembut putih mulus yang memegang pedang itu memiliki tenaga sakti yang dahsyat! Barulah dia menyadari bahwa gadis itu bukan sekedar sombong melainkan benar-benar merupakan lawan yang amat tangguh. Maka diapun segera memutar ruyungnya dan mengamuk dengan mengerahkan semua tenaganya dan mengeluarkan semua ilmu silatnya. Namun, Sulastri tidak menjadi gentar dan dapat mengimbangi permainan senjata lawan, bahkan iapun tidak mau mengalah melainkan membalas serangan dengan serangan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
yang berbahaya dan mematikan. Terjadilah pertandingan yang seru dan mati-matian.
Sementara itu, melihat adiknya sudah saling serang dengan gadis berpedang sinar hijau itu, Ki Munding Hideung lalu mencabut senjatanya, sebatang parang (golok) yang besar dan berat.
"Bocah lancing, mampus kau!" bentaknya dan parangnya yang sudah menyambar dengan amat cepat dan kuatnya ke arah leher Aji. Agaknya dia ingin memenggal kepala pemuda itu dengan satu kali bacokan!
"Singggg ........ !"
Golok itu menyambar lewat atas kepala Aji ketika pemuda ini mengelak dengan merendahkan tubuhnya. Akan tetapi dengan amat cepat, golok itu seperti terbang membalik dan sudah menyambar lagi ke arah dadanya. Bukan main cepatnya gerakan golok di tangan Munding Hideung itu.
Namun Aji lebih cepat lagi. Dia sudah melangkah ke belakang sehingga ujung golok menyambar lewat di depan dadanya.
Akan tetapi kembali golok itu membalik dan sudah menyerang lagi dengan cepat, menyambar ke arah kedua kaki pemuda itu.
Bertubi-tubi datangnya serangan golok, namun Aji yang segera menghadapi serbuan golok itu dengan ilmu silat Wanara Sakti, dapat bergerak lincah dan cepat luar biasa, berloncatan mengelak ke sana-sini sehingga golok itu sama sekali tidak pernah dapat menyentuh tubuhnya. Diam-diam Aji harus mengakui bahwa lawannya ini benar-benar memiliki ilmu golok yang amat dahsyat. Maka dia berhati-hati sekali dan menggunakan kecepatan gerakannya untuk menghindarkan diri sambil mencari kesempatan dan lowongan untuk merobohkan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Pendekar Wanita Penyebar Bunga 14 Pendekar Sakti Dari Lembah Liar Karya Liu Can Yang Golok Yanci Pedang Pelangi 7
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama