Badai Laut Selatan Karya Kho Ping Hoo Bagian 8
Di sepanjang perjalanan, terutama di waktu malam ketika
mereka mengaso, Roro Luhito selalu bersunyi diri dan sengaja
menjauh, tidak ingin mengganggu sua mi isteri itu sungguhpun
hal ini me mbuat hatinya makin merana.
Namun Kartikosar i secara bijaksana tidak mau me mper lihatkan diri ber mesra-mesraan dengan sua minya,
betapun besar rindu dendam mereka satu sama lain. Bahkan
dengan bisikan, Kartikosari menyatakan bahwa ia tetap
dengan pendiriannya, yaitu tidak hendak "ke mbali" kepada
suaminya me menuhi kewajiban sebagai isteri yang melayani
suami kalau musuh besar mereka belum terbalas dan tewas di
depan kakinya. Pujo sebagai seorang ksatria uta ma juga me ma klumi
perasaan isterinya ini sebagai wanita utama yang dapat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menjaga harga diri, dan iapun merasa lega kalau hal ini malah
me murnikan c inta kasih mereka, cinta kasih yang bukan hanya
berdasarkan nafsu berahi se mata, melainkan lebih men dalam.
Dan selain ini, juga pembatasan mereka dalam hubungan ini
meno long Roro Luhito dari keadaan tidak enak!
*d**w* Kita tinggalkan Pujo, Kartikosari, dan Roro Luhito yang
me lakukan perjalanan men unggang kuda untuk mencari
musuh besar mereka dan melampiaskan denda m hati yang
sedalam lautan sebesar Gunung Mahameru. Kita mengikuti
perjalanan Endang Patibroto, gadis cilik yang meninggalkan
Pulau Sempu setelah me mbunuh dua orang yang mengunjungi pulau itu.
Telah dicer itakan di bag ian depan betapa Endang Patibroto
berhasil me mbunuh mereka dengan amat mudahnya karena ia
me megang pusaka a mpuh Brojol Luwuk. Kemudian karena
takut kepada eyangnya setelah ia me mbunuh orang, pula
karena hatinya tidak rela kalau harus berpisah dari keris
pusaka seperti yang diperintahkan eyangnya, yaitu keris ini
disuruh menye mbunyikan, maka Endang lalu me mpergunakan
perahu kedua orang yang dibunuhnya itu dengan maksud
menyeberang ke darat dan mencari ibunya.
Sudah setahun lebih ia berpisah dari ibunya.Anak
perempuan yang baru berus ia sebelas tahun ini tidak tahu
sama sekali bahwa di suatu daerah dekat Pulau Se mpu
merupakan kedung ikan hiu yang buas. Semua nelayan di
daerah itu tentu saja tahu belaka akan ha l ini dan mereka itu
tidak berani melintasi laut me lalui daerah itu, yakni di sebelah
timur pulau, kecuali kalau mereka menunggang perahu besar
yang cukup tinggi dan kuat sehingga tidak akan dapat
diganggu ikan-ikan hiu. Endang Patibroto secara kebetulan
mendayung perahunya melalui daerah itu karena me mang ia
tadinya berlari ke pantai ujung timur di pulau itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Demikianlah, selagi ia enak-enak mendayung dan sudah
jauh meninggalkan pulau, tiba-tiba air laut di sebelah
depannya bergelombang keras dan nampaklah sirip-sirip ikan
hiu yang seperti layar-layar kecil meluncur cepat mengarah
perahunya. Di pantai Karang Racuk seringkali Endang melihat sirip-sirip
ikan hiu dan oleh ibunya ia sudah diberi tahu bahwa ikan-ikan
hiu merupakan raja lautan yang amat ganas, seperti harimau
di darat. "Tentu saja leb ih berbahaya daripada harimau," kata
ibunya. "Harimau berada di darat dan dapat kita lawan dengan
kecepatan dan kekuatan, akan tetapi ikan hiu dala m air, a mat
sukar untuk dilawan. Maka hati-hatilah kau kalau mandi di
laut. " Dan kini melihat banyak sekali sirip ikan hiu me luncur ke
depan perahu menimbulkan air bergelombang, hati Endang
berdebar. Perahunya amat kecil dan melihat sirip-sirip itu,
dapat diduga bahwa ikan-ikan itu lebih besar dan lebih
panjang daripada perahunya!
Akan tetapi pada saat itu, rasa cemasnya kalah oleh rasa
heran dan kaget ketika ia me lihat pe mandangan yang sukar
dipercaya. Jauh dari arah pantai daratan, ia melihat seorang
laki-laki tua meluncur berdiri di atas air dengan jubah
dikembangkan seperti layar! Mana mungkin ada manusia
berlari di atas air" Ia mengucek-ucek matanya, serasa mimpi,
akan tetapi ketika me mbuka kembali matanya, kakek itu masih
tampak! Bahkan kakek itu agaknya tertawa-tawa, karena
suara gelak tawanya terbawa angin dan sampai d i telinganya.
Suara terkekeh-kekeh seperti seorang anak kecil yang
bergembira dan ber main-main di air.
Saking heran dan kagetnya, sejenak Endang lupa akan
sirip-sirip ikan hiu dan tiba-tiba dayungnya terlepas dari
tangannya seperti ada yang merenggutnya. Ia kaget dan
me loncat berdiri. Untung ia sudah meloncat berdiri karena
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pada saat itu, perahunya tertumbuk dan terdorong dari bawah
dengan kekuatan yang a mat luar biasa sehingga perahunya itu
terlempar ke atas. Tubuh Endang ikut pula mence lat ke atas
dan untungnya ia berlaku waspada. Menduga bahwa ikan-ikan
hiu yang menjungkirba likkan perahunya, di atas udara Endang
cepat berjungkir balik sehingga turunnya ke bawah agak
me la mbat. Perahu jatuh ke a ir dalam keadaan terbalik dan ia
segere turun ke atas perahu terbalik itu. Di kanan kiri perahu,
dekat dengan kakinya mulai tampa klah kepala ikan-ikan hiu
yang besar, yang seakan-akan berlumba hendak menya mbarnya! .
Endang Patibroto merasa ngeri dan takut, akan tetapi ia
tidak kehilangan akal. Di samping rasa ngeri dan takut, juga
kemarahannya me muncak dan ia cepat-cepat menghunus
keris Brojol Luwuk dari kembennya, lalu me masang kuda-kuda
di atas perahu terbalik dengan kedua lutut ditekuk rendah.
Ketika kepala seekor ikan hiu muncul de kat sekali di sebelah
kanan, kerisnya me nyambar dan tepat men usuk kepala ikan
itu. Ikan itu kelabakan, mendatangkan ombak sehingga
perahunya yang terbalik itu terdorong agak jauh.
Terjadilah pergulatan hebat ketika ikan yang terluka itu
diserbu kawannya sendiri. Akan tetapi beberapa ekor ikan
tetap saja masih mengelilingi perahu dan kini tiba-tiba
sekaligus dua ekor ikan menyerbu, mengangkat kepa lanya dan
berusaha menyambar kaki Endang Patibroto. Gadis cilik ini
makin marah, keris pusakanya menyambar dengan kecepatan
luar biasa dan dua ekor ikan itupun ber kelepakan di dalam air
dalam keadaan sekarat, lalu diserbu kawan-kawannya sehingga perut mereka pecah dan ususnya berantakan. Air di sekitar
perahu menjacji kemerahan.
Saking banyaknya ikan hiu yang berkeliaran di tempat itu,
bangkai tiga e kor ikan korban keris pusaka Brojol Luwuk itu
sebentar saja habis dan belum me muas kan kelahapan mereka.
Beberapa ekor ikan mas ih menyerbu perahu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Endang Patibroto berbesar hati menyaksikan hasilnya, dan
dengan gerakan yang lincah se kali ia berloncatan dari ujung
kiri ke ujung kanan perahunya yang terbalik, mengayun keris
pusaka Brojol Luwuk ke kanan kiri dan setiap kali ada ikan hiu
yang , berani me mperlihatkan kepalanya, biarpun sejauh satu
dua meter dari perahu, Endang melompat ke arah kepala ikan,
kedua kaki hinggap d i kepala yang miring dan kerisnya menusuk. Secepat kilat ia melompat sebelum ikan itu tenggela m,
kembali ka atas perahu terbalik atau ke kepala ikan lainsambil
menusukkan kerisnya.
Memang gadis cilik ini sudah biasa berlatih melompatlompat di atas bati-batu karang yang menonjol di per mukaan
Laut Selatan. Maka kali ini gerakannya amat lincah dan
cekatan dan sebentar saja bangkai ikan hiu me menuhi te mpat
di seke liling perahu! .
Dasar masih kanak-kanak, dan pula me mang dasarnya
Endang me miliki watak keras hati, tidak mau kalah dan suka
mengumbar a marah, melihat banyak bangkai ikan, ia menjadi
makin ge mbira.
Kini ia berloncatan, tidak hanya di atas perahu, bahkan ia
me loncat dari bangka i ke bangkai sa mbil men cari-cari. Kalau
ada ikan hiu biarpun hanya tampa k siripnya meluncur de kat, ia
akan menyerang dengan kerisnya ke sebelah depan irip.
Kerisnya masuk ke dalam a ir dan ikan yang tertusuk keris
itu pasti berkelojotan dan tewas! Akan tetapi, perut ikan tidak
sama dengan perut perahu, perut ikan ini licin sekali sehingga
ketika Endang meloncat ke sebuah bangkai ikan , tiba-tiba
ikan yang di injaknya itu bergerak! Ternyata ikah itu belum
mati dan mas ih berkelojotan.
Tentu saja Endang tak dapat me mpertahankan diri di atas
perut ikan yang licin tu dan terpelesetlah ia, jatuh ke dalam
air! Belasan sirip ikan meluncur dari sekelilingnya, menuju ke
arahnya! Ngeri juga hati Endang, karena biarpun ia pandai
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berenang, namun dikeliling ikan-ikan buas itu bagaimana ia
ma mpu melawan"
"Hua-ha-ha-ha, hebat ....... hebat ....... luar biasa sekali
kau!" Tiba-tiba terdengar suara ini yang keras sekali dan tahutahu Endang merasa tubuhnya melayang ke atas. Ketika ia
me lihat, ternyata ia sudah berada di pondongan tangan kiri
seorang laki-laki tua yang tinggi besar, bermata lebar bundar
menciutkan. Teriingat akan keris pusakanya yang tidak boleh kelihatan
orang lain, Endang ce pat-cepat menyimpannya ke dalam
kemben. Ia me mperhatikan kakek tinggi besar yang
menakutkan ini. Kulit kake k itu hita m mengkilap, ra mbutnya
sudah penuh uban, terbungkus kain berwarna ungu
kehita man. Jenggotnya sekepal sebelah, menutupi sebagian
mulutnya yang lebar.
Ketika Endang me mperhatikan, ia dapat menduga bahwa
kakek ini adalah orang yang tadi ia lihat berlari di atas air!
Bahkan sekarang juga ia mas ih berlari di atas air! Kedua
kakinya bergerak ke de pan, cepat sekali dan kainnya yang dikembangkan ke kanan kiri tubuhnya, tertiup angin dari
belakang merupa kan layar kembar sehingga kedua kakinya
amat la ju bergerak ke depan! Benar-benar luar biasa sekali
dan sebagai puteri seorang sakti, Endang Patibroto dapat
menduga bahwa kakek yang aneh dan berwajah menakutkan
ini tentulah seorang yang luar biasa sakt inya!
Oleh karena ini ia me mbiarkan saja dirinya dipondong.
Hanya saja, hatinya berdebar ketika ia mendapat , kenyataan
bahwa kakek itu meluncur kemhali ke arah pulau Se mpu!
"Hua-ha-ha! Genduk bocah ayu, kau siapakah" ",
Sambil me luncur cepat di atas air, menggerak-gerakkan
kedua kakinya, kakek itu bertanya, tangan kiri me mondong,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tangan kanan mengelus-elus kepala me mijit- mijit perlahan dan
meraba raba bentuk kepala orang.
)0oo-dw-oo0( Jilid 14 KARENA s ikapnya halus dan biar suaranya kasar keras
akan tetapi menyenangkan, sekaligus timbul rasa percaya dan
suka di hati Endang Patibroto terhadap ka kek ini.
"Na maku Endang Patibroto, eyang."
"Ha-ha-ha! Memang aku patut menjadi eyangmu. Endang
Patibroto, cah ayu (anak cantik), tandangmu (sepak terjangmu) seperti peri lautan saja tadi. Ha-ha-ha! Kau anak siapa,
cah ayu?" Melihat kake k ini sikapnya ramah dan lucu, tertawa-tawa
dan kasar, timbul keberanian hati Endang untuk main-main
pula. Kakeknya, Bhagawan Rukmoseto sudah berkali-ka li
me mber i nasehat bahwa pada waktu itu kerajaan sedang
kacau-balau, orang orang sakti saling ber- musuhan sehingga
lebih baik tidak me mperkenalkan na ma orang-orang tua
kepada orang la in agar tidak mene mui bencana.
Siapa tahu kakek yang arnat sakti dan pandai berjalan di
atas air ini juga musuh eyangnya, atau musuh ibunya. Maka ia
menjawab sambil main-main,
"Aku anak Ratu Laut Kidul, eyang!"
"Hah?" Hua-ha-ha-ha, pantas, pantas! Kau me mang pantas
menjad i puteri Ratu Laut Kidul dan lebih patut lagi menjadi
murid Dibyo Mamangkoro, ha-ha-ha!"
"Siapakah itu Dibyo Mamangkoro, eyang?" Belum pernah
Endang mendengar seorang berjuluk Dibyo yang artinya
seperti Dewa! Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ha-ha, siapa lagi kalau bukan eyangmu ini, cah ayu!
Tulang tulangmu a mat baik, bentuk kepala mu pilihan, sukar
mencari keduanya di dunia ini. Mau engkau me njadi muridku,
cah ayu?" Endang Patibroto me mang se menjak kecil suka sekali
me mpe lajari ilmu dan ia yakin bahwa kake k yang
menggendongnya sambil berlari di atas lautan ini sudah pasti
me miliki kesaktian yang melebihi ibunya maupun eyangnya,
maka ia senang sekali dan menjawab tanpa ragu-ragu lagi,
"Aku mau, eyang! Aku mau !"
"Ha-ha-ha, bagus! Sepuluh tahun lagi, engkau menjadi
orang yang paling sakti di dunia ini!'
Kakek aneh itu terus tertawa berkakakan dan pada saat itu
ia telah tiba di tepi pantai Pulau Se mpu.
Dengan gerakan seperti seekor burung ca mar ra ksasa
me layang, tubuhnya melompat ke atas pasir dan ia
menurunkan Endang Patibroto. Sekarang tampaklah oleh anak
Badai Laut Selatan Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu bahwa kaki kakek itu ternyata me makai man cung (kelopak
manggar kelapa) yang bentuknya seperti perahu.
Dua buah mancung itu diikatkan di bawah kaki sehingga
kcdua kaki kake k itu seakan-akan berd iri di atas perahuperahu kecil dan angin laut menggerak-kan jubahnya yang
dikembangkan di kanan kin tubuhnya seperti layar. Sungguh
pun angin yang mendorong jubahnya dan kedua buah kelopak
manggar (bungakelapa) itu yang menahan tubuhnya, namun
kalau tidak seorang yang me miliki ilmu kepandaian luar biasa
takkan mungkin dapat melakukan penyeberangan seperti itu.
Dapat berdiri tanpa tenggela m hanya dengan bantuan
mancung kelapa di atas air ini saja sudah me mbutuhkan aji
mer ingankan tubuh yang hebat, belum lag i di ngat betapa air
di laut bergelom-bang dan bahayanya ikan-ikan besar yang
dapat menyerang kaki!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah me mbuang dua buah mancung kelapa dari kakinya
yang telanjang, kakek itu menggandeng tangan Endang diajak
ber jalan ke dalam pulau.
"Mari nonton kerama ian, cah ayu. Mari nonton pertunjukan
bagus!" katanya dan Endang hanya menurut saja karena anak
ini merasa yakin bahwa di sa mping ka kek ini, ia akan aman.
Sementara itu, di tengah Pulau Sempu terjadi pula hal-hal
luar biasa. Ketika Endang Patibroto dan Joko Wandiro berlari
pergi setelah menerima bagian pusa ka Mataram untuk
me lakukan perintahnya menye mbunyikan pusaka masingmasing, Bhagawan Rukmoseto atau Resi Bhargowo duduk
bersila di depan pondoknya, bersila di atas batu hitam bundar
sambil me ngheningkan cipta.
Sebagai seorang berilmu dan seorang pertapa, perasaan
kakek ini sudah peka dan halus sekali sehingga getarangetaran aneh yang terasa olehnya di saat itu seperti
me mbisikkan kepadanya bahwa ia menghadapi ha l-hal yang
hebat. Namun dengan tenang ia sengaja bersila di depan
pondoknya, menanti datangnya hal-hal itu sambil me mpertebal penyerahan diri kepada Hyang Murbeng Dumadi.
Tak la ma kemudian tubuh Bhagawan Rukmoseto tampak
menggigil dan menggetar.
Beberapa lama tubuhnya gemetar keras, akhirnya tenang
kembali dan ia menarik napas panjang sambil me mbuka mata,
menengadah ke langit sa mbil mengeluh,
"Ya Jagad Dewa Batara.......! Terserah kehendak Hyang
Widdhi, ha mba tidak kuasa apa-apa!"
Kakek yang awas paninggal ini seperti telah me ndapat
sasmito dari alam gaib bahwa yang akan datang men impanya
bukanlah hal yang biasa! Dan ia menyerah, rnenyerah bulatbulat kepada kehendak Tuhan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bhagawan Rukmoseto turun dari atas batu, lalu me masuki
pondoknya, membiarkan pintu pondok terbuka. Tidak lama
kemudian, dari pondok yang sunyi itu keluarlah asap tipis yang
harum. Juga dari dua buah lubang jendela di kanan kiri
pondok, asap tipis itu keluar perlahan me mbawa ganda harum
dupa cendana. Makin sunyi keadaan sekeliling te mpat itu.
Tiada suara lain kecuali debur ombak me me cah di pantai
pasir. Sebuah perahu layar besar mendekati pantai Sempu dari
selatan. Kemudian berlompatan keluar enam bayangan orang
dengan gerakan yang luar biasa. Perahu itu tidak mene mpel di
darat, masih beberapo meter jauhnya, namun ena m orang itu
dapat melompat ke darat dengan gerakan ringan.
Hal ini menandakan bahwa mereka bukan lah orang
sembarangan. Ketika ena m orang itu me lompat ke darat, di
atas perahu layar masih terdapat banyak anak buah perahu
yang terdiri dari orang-orang tinggi besar, berpakaian seragam
dan dipimpin oleh seorang yang berpakaian senopati kerajaan.
Bendera di tiang layar membuktikan bahwa perahu ini
bukanlah pe rahu pedagang atau nelayan, melainkan perahu
milik seorang pe mbesar tinggi , Hal ini me mang benar karena
sesungguh nya perahu layar itu milik Pangeran Muda, putera
Sang Prabu Airlangga ! .
Enam orang itu adalah tokoh-tokoh yang sudah kita kenal
baik. Mereka bukan lain adalah Cekel Aksomolo, Ki Warok
Gendroyono, Ki Krendoyakso, Ni Nogogini, Ni Durgogini, dan
Jokowanengpati! .
Seperti kita ketahui, mereka ini adalah orang-orang yang
bersekutu dengan Adipati Joyowiseso di Kadipaten Selopenangkep. Sudah jelas bahwa ad ipati ini berniat
me mberontak terhadap Kahuripan, namun karena maklum
akan hebatnya kekuasaan kerajaan itu maka usaha
pembrontakan mere ka hanya terbatas pada me mbuat
kekacauan-kekacauan be laka.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kemudian terjadilah perebutan kekuasaan di Kahuripan
setelah Sang Prabu Airlangga mengundur kan diri dar i istana
untuk bertapa menjadi pendeta. Kesempatan baik ini
dipergunakanlah oleh para pe mberontak ini untuk me milih
sekutu dan tak la ma kemudian, mereka ini telah diterima
menjad i kaki tangan atau sekutu Pangeran Muda!
Telah kita ketahui bahwa sesungguhnya yang menjadi
pencuri pusaka keraton yang hilang, yaitu patung kencana
Batara Whisnu, bukan lain adalah Jokowanengpati sendiri.
Akan tetapi kemudian di lereng Gunung Lawu, Jokowanengpati kehilangan pusaka itu yang terampas oleh
seorang kakek berkedok Jokowanengpati yang a mat cerdik itu
akhirnya dapat menduga dari gerakan-gerakan kakek
berkedok tadi yang tidak banyak bedanya dengan gerakannya
sendiri, bahwa kakek berkedok itu tentulah Resi Bhargowo!
Maklum bahwa dia sendiri, seorang diri, takkan mungkin
dapat menangkan Resi Bhargowo atau mera mpas kemba li
patung pusaka, maka ia lalu me mber itahukan semua
sekutunya bahwa ia telah melihat pa man gurunya itu
me mbawa patung pusaka akan tetapi tidak berani
mera mpasnya. Berita ini me nggemparkan para tokoh yang menjadi
sekutunya dan mulailah mereka mencari tempat se mbunyi
Resi Bhargowo. Namun s ia-sia belaka. Sa mpai, tiba saatnya ia
menjad i kaki tangan Pangeran Muda, usaha mereka mencari
Resi Bhargowo tetapi nihil. Akan tetap setelah mereka menjadi
kaki tangan Pangeran Muda, usaha mereka mencari Resi
Bhargowo diperhebat, mata-mata diselar luas, bahkan pulaupulau kosong , mereka se lidiki.
Akhirnya mata- mata mereka mengirim berita bahwa di
Pulau Se mpu tinggal seorang kakek yang bertapa seorang diri
yang diduga adalah Resi Bhargowo yang mereka cari-cari.
Mendengar berita ini, segera mereka me laporkan kepada
Pangeran Muda yang amat ingin mendapatkan pusaka yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hilang karena pusaka itu dapat men jadi la mbang pegangan
seorang raja! Diperintahnya tokoh-tokoh sakti itu untuk menyerbu Pulau
Sempu, dan untuk keperluan penyeberangan dipergunakan
perahu layar milik Pangeran Muda sendiri! .
Sebelum perahu layar besar itu menyeberang, lebih dulu
mereka mengirim dua orang mata- mata menyeberang dengan
perahu kecil. Namun sungguh sial nasib dua orang mata-mata
itu karena mereka kebetulan bertemu dengan Endang
Patibroto dan tewas oleh anak pere mpuan itu.
Demikianlah, enam orang sakti yang kini bekerja sebagai
anak buah atau kaki tangan Pangeran Muda itu kini berjalan
me masu ki pulau, menuju ke pondok yang sunyi.
Sementara itu, di sebelah barat Pulau Sempu, sebuah
perahu hitam kecil bergerak mendekati pantai. Seorang la kilaki tua tinggi kurus me lompat dengan sigapnya ke pantai,
me megang i ujung perahunya dan sekali sendal (tarik tiba-tiba)
perahunya terlempar ke pantai.
Kemudian ia berindap-indap me mas uki pulau, matanya
me mandang ke kanan kiri seperti s ikap seorang maling.
Tangan kanannya meraba-raba gagang golok yang tergantung
di pinggang, agak nya siap menghadapi bahaya setiap saat la
tidak berani berjalan di te mpat terbuka, melainkan lari dari
batu ke batu, dari pohon ke pohon sa mbil bersembunyi.
Siapakah kake k ini" Melihat gerak-geriknya yang cekatan
dan sepasang golok yang tergantung di pinggang, ia mudah
dikenal. Bukan lain adalah Ki Tejoranu, kakek pertapa di
Danau Sarangan, ahli ber main golok. Seperti telah kita
ketahui, tadinya Ki Tejoranu juga termasuk anggauta
persekutuan pemberontak, karena ia terbawa oleh Ki Warok
Gendroyono yang menjad i sahabatnya.
Akan tetapi kakek asing ini lebih terdorong oleh watak
petualangannya sebagai seorang ahli silat daripada dorongan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ambisi kedudukan. Oleh karena itu, dalam pertandingan
me lawan Ki Patih Narotama, ia tidak mau melakukan
pengeroyokan sehingga ia dianggap pengkhianat dan
semenjak itu ia malah d imusuhi dan terpaksa menjauhkan diri
dari persekutuan yang me mbantu Adipati Jo-yowiseso.
Telah la ma Ki Tejoranu melakukan perantauan setelah ia
sembuh dar i lukanya karena senjata rahasia ganitri yang
dilepas oleh Cekel Aksomolo. Kakek ini merantau dalam
usahanya mencari Joko Wandiro yang dianggap telah me lepas
budi dan menolong nyawanya ketika ia ha mpir tewas oleh
Cekel Aksomolo. Usahanya mencari Joko Wandiro inilah yang
me mbuat ia sampa i di pantai Laut Selatan dan tanpa
disengaja ia melihat rombongan Cekel Aksomolo yang
menyeberang ke pulau dengan sebuah perahu layar besar. la
menjad i curiga, lalu dia m-dia m dari pantai lain ia
menggunakan perahu menyeberang pula ke Pulau Sempu.
Ketika Ki Tejoranu me ngindap-indap dan matanya
me mandang ke kanan kiri, tiba-tiba di sebelah kanan, agak
jauh dari s itu, ia me lihat tubuh seorang anak laki-la ki
mengge letak di atas tanah. Ki Tejoranu kernbali me mandang
ke sekeliling. Sunyi tidak tampak bayangan seorangpun manusia, tidak
terdengar suara apa-apa. Cepat ia melompat dan lari ke arah
tubuh yang menggeletak seperti mayat.
"Hayaaaa.......!!"
la berseru kaget ketika melihat bahwa tubuh yang
mengge letak seperti mayat itu adalah Joko Wand iro yang
selama ini ia cari-cari. Cepat ia menjatuhkan diri ber- lutut dan
me mer iksa. Kagetnya bukan ma in me lihat bangkai ular yang lehernya
hampir putus dan masih tergigit oleh mulut ana k itu. Bangkai
ular yang sudah kering dan habis darahnya!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hatinya agak lega ketika me meriksa dan mendapat
kenyataan bahwa Joko Wandiro masih ber-napas dan
jantungnya masih berdetik. Cepat ia me mbuang bang kai ular,
me mondong tubuh itu dan me mbawanya lar i ke pantai .
Tiba-tiba Ki Tejoranu dengan gerakan bagaikan seekor
bajing me lompat telah lenyap di balik se ma k-semak sa mbil
me mbawa tubuh Joko Wandiro. la bersembunyi di balik
semak-semak, matanya yang sipit mengintai dari balik daun
dan tiba-tiba mukanya menjadi pucat, matanya yang sipit
terbelalak dan mulut-nya melongo. Apa yang dilihatnya benarbenar kaget dan terheran-heran, melongo saking kagumnya.
Biarpun dia sendiri ada lah seorang berilmu yang sudah
menyeberangi lautan berpekan-pekan jauh dan la manya,
sudah banyak mengalami ha l-hal luar biasa, banyak pula
menghadap i orang sakti, na mun baru sekarang ia melihat
orang dapat meluncur seperti terbang di atas lautan! la
me lihat seorang kakek tinggi besar bermuka menyeramkan
me mondong seorang anak perempuan, dan kake k ini
menge mbangkan kainnya di kanan kiri tubuhnya seperti layar
sedangkan kedua kakinya berdiri di atas ai dan meluncur ke
depan dengan cepatnya! .
"Bukan main ........ ! "
Ki Tejoranu men ggeleng-geleng kepala. Sukar dipercaya
apa yang dilihatnya ini. Betapapun saktinya, bagaimana ada
orang dapat meluncur di atas ombak lautan" ia maklum
bahwa kalau sampai tampak oleh orang sakti itu, tentu ia akan
celaka dan tidak akan dapat menolong Joko Wand iro yang
pingsan. Maka ia cepat-cepat menyelinap dan me lihat kakek
itu kini me luncur me mla kanginya, ia cepat me mondong tubuh
Joko Wandiro dan me mbawanya lari ke pantai di mana
perahunya berada.
Cepat ia meluncurkan perahu ke air dan membawa anak
yang masih pingsan itu me nyeberang ke arah daratan. Ketika
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ia menengok, ia melihat kakek sakti tadi sudah berja lan di atas
pasir sa mbil menggandeng si anak pere mpuan.
Kembali Ki Tejoranu me nggeleng-geleng kepalanya penuh
kekagurnan. *d**w* Pondok itu mas ih tetap sunyi. Asap tipis mengepul dari
jendela kanan kiri pondok dan dari pintu yang terbuka. Asap
berbau harum dupa cendana Di dalam pondok itu, di atas
dipan ba mbu, Bhagawan Rukmoseto atau Resi Bhargowo
tampak duduk bersila dengan kedua lengan di depan dada,
duduk dia m da la keadaan bersa madhi. Tenang dan hening.
Enam orang utusan Pangeran Muda sudah tiba di situ dan
mereka kini mengurung pondok dari ena m jurusan berd iri
Badai Laut Selatan Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dengan sikap siap. Melihat pondok yang sunyi dan asap tipis
harum yang mengepul dari p intu dan jende la, enam orang itu
bersikap hati-hati sekali. Mereka cukup maklum bahwa
Bhagawan Rukmoseto atau Resi Bhargowo bukan lawan yang
boleh dipandang ringan. Resi Bhargowo adalah ad ik
seperguruan Empu Bharodo yang terkenal sakti.
Berbeda dengan Empu Bharodo yang sudah me muncak
ilmu batinnya sehingga kakek ini t idak suka menca mpuri
urusan duniawi dan sudah me miliki kesabaran yang tiada
batasnya berdasarkan kasih yang tulus ikhlas kepada segala isi
dunia, Resi Bhargowo ini masih be lum ma mpu me mbebaskai
diri daripada ikatan duniawi karena resi ini me mpunyai puteri.
Pula, sang resi masih suka olah kesaktian, biarpun sudah
menjad i pendeta, namun masih berwatak satria, tidak suka
me mbiarkan hal yang dianggapnya tidak ad il.
Jokowanengpati sendiri telah me mberitahukan kepada lima
orang tokoh yang menjadi sekutunya bahwa ilmu kesaktian
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Resi Bhargowo a matlah hebat dan sekali-kali tidak boleh
dipandang rendah.
Inilah sebabnya mengapa kini keenam orang itu tidak
berani segera menyerbu masuk ke dalam pondok sunyi,
me lainkan hanya mengurung dan menanti kesempatan baik.
Ni Durgogini dan Ni Nogogini yang menjaga di belakang
pondok, dia m-dia m merasa tidak sabar menyaksikam temantemannya yang sikapnya seperti ragu-ragu dan takut-takut ini
Akan tetapi karema mereka berduapun hanya merupakan
pembantu-pe mbantu, mereka menahan diri.
Mereka juga bukan orang sembarangan, kalau sekali
bertindak terburu nafsu dan se mbrono seh ingga tergelincir,
tentu akan me mperoteh na ma buruk dan rnalu.
Maka merekapun hanya bersikap diam dan siap-siap urtuk
turun tangan apabila keadaan menghendaki .
Seperti biasa di dalam rombongan ini, Cekel Aksomololah
yang dianggap sebagai pelopor atau pimpinan. Pertama
karena Cekel Aksomolo rnerupa kan tokoh yang paling tua di
antara mereka. Ke dua karena apabila diadakan perbandingan
kiranya kake k tua renta seperti Durna inilah yang paling sakti
mandraguna. Di sa mping itu, karena pandainya, kakek ini sudah
rnemperoleh kepercayaan Sang Pangeran Muda sehingga
usaha penggerebegan atas diri Resi Bhargowo inipun oleh
sang pangeran di tugaskan kepada Cekel Akso molo.
"Uuhh-huh-huh! Resi Bhargowo Kau yang sudah gentur
bertapa, yang katanya sudah sidik paningal, waspada dan
mengenal sebelum dan sesudah takdir, apakah kini menjadi
buta atau pura-pura tidak tahu a kan kedatangan kami?"
Tiba-tiba Cekel Aksomolo yang berdiri di depan pintu
berkata, suaranya penuh ejekan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jokowanengpati berdiri tak jauh di sebelah kirinya,
me mandang ke arah pintu penuh perhatian. Hening saja dari
dalam pondok. Tiada jawaban.
"Resi Bhargowo ......... ! Kami masih rne mpergunakan
sopan santun para tamu, tidak sudi menyerbu seperti
perampok! Akan tetapi kalau kau tidak tahu sopan santun
seorang tuan rumah, terpaksa ......."
kata lagi Cekel Aksomolo yang tidak me lanjutkan katakatanya karena pada saat itu dari dalam pondok terdengar
suara orang. Suara itu ringan dan le mah, seakan-akan
menga mbang atau melayang keluar terbawa asap tipis yang
harum, "Tida k ada Resi Bhargowo di s ini, yang ada Bhagawan
Rukmoseto ......... !
Enam orang itu saling pandang. Memang selama ini, usaha
mereka me ncari Resi Bhargowo sia-sia belaka. Tidak pernah
terdengar berita tentang resi ini seakan-akan Res i Bhargowo
sudah lenyap ditelan bumi. Dan sebagai gantinya, muncul
seorang tokoh pertapa yang me ma kai julukan Bhagawan
Rukmoseto. Akan tetapi menurut para penyelidik yang sudah
me mata- matai pulau ini dan sang pertapa, yang bernama
Bhagawan Rukmoseto itu bukan lain ada lah Resi Bhargowo
jugs yang kini ra mbutnya sudah putih semua!
"Uuuh-huh-huh! Kami yang salah panggil kalau begitu.
Baiklah, Sang Bhagawan Rukmoseto! Orang yang sudah
berjuluk bhagawan, tentu tidak buta sehingga dapat tnelihat
kedatangan tamu-ta mu utusan Sang Pangeran Ano m!"
Hening pula sejenak. Jantung enam orang yang mengurung
pondok itu mene gang dalam penantian jawaban. Apalagi
ketika tiba-tiba secara aneh sekali, asap tipis yang tadinya
mengepul keluar dari kedua jendela dan pintu depan, kini
tidak tampak sa ma sekali. Mereka makin waspada dan diamdia m mereka telah meraba senjata masing-masing untuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menjaga kalau- kalau orang yang mereka kurung rnenerjang
keluar. "Hong W ilaheng Nirmala Sadya Rahayu Widodo ......... ! "
Terdengar suara dari dalam, itulah mantera yang biasa
diucapkan para pendeta untuk menjauhkan bahaya dan
menenang kan batin yang hanya mengandung kebaikan, jauh
dari pada nafsu buruk.
Kemudian puja-puji itu jawaban yang ramah, akan tetapi
mengandung tantangan,
"Cekel Aksomolo dan sahabat-sahabat, pintu pondokku tak
pernah tertutup. Masuklah siapa yang me mpunyai keperluan
berlandaskan itikad ba ik. Yang datang ber ma ksud buruk,
sebaiknya jangan menggangguku dan pergi saja dari Pulau
Sempu ini karena aku, Bhagawan Rukmoseto, bukankah orang
yang suka mencari per musuhan!"
Ucapan ini merupakan undangan dan sekaligus juga
tantangan. Tentu saja keenam orang itu tidak seorangpun datang dengan maksud hati baik, karena bukankah mereka
datang sebagai utusan Pangeran Ano m yang menyuruh
mereka mera mpas kembali Pusaka Mataram, baik secara halus
maupun kasar" Kini mereka saling pandang, karena mereka
yang menjaga di pinggir dan belakang rumah kini
mene mpatkan diri sedemikian rupa sehingga mereka dapat
saling lihat. Nampa k keraguan di dalam pandang mata masing-masing.
Jokowanengpati melihat keraguan para jagoannya ini, diamdia m menjadi tak senang dan mendongkol. Orang-orang tua
ini kalau di luaran bicaranya seperti guntur menyambarnyambar, mengangkat diri sendiri sa mpai setinggi langit, akan
tetapi sekali me nghadapi urusan penting, menjad i ragu-ragu
dan seperti saling dorong agar orang lain yang lebih dulu
bergerak rnenempuh bahaya! Diapun amat cerdik, maka
dengan bisik-bisik ia berkata,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Eyang Cekel, biarlah saya yang akan bicara karena dia
masih pa man guru saya. Saya akan me masu ki pintu itu, akan
tetapi saya minta bantuan Ki Warok dan paman Krendoyakso
agar masuk dari kedua jendela pada saat itu sehingga
keselamatanku terjaga."
Cekel Aksomolo mengangguk-angguk, la lu melamba ikan
tangan memaangg il Ki Warok Gendroyono dan Ki Krendoyakso. Dua orang manusia raksasa itu datang
mende kat. Cekel Aksomolo bis ik-bisik dan mereka berdua
mengangguk-angguk,
lalu keduanya me langkah lebar mende kati jendela, Ki Warok Gendroyono di jendela timur,
sedangkan Ki Krendroyakso di jendela barat.
Jokowanengpati lalu me langkah maju mendekati pintu yang
terbuka itu sambil berseru,
"Paman, parnan resi! Inilah saya, murid keponakan pa man,
saya Jokowanengpati murid bapa guru Empu Bharodo !"
"Murid murtad! Pencuri hina!"
Suara dari dalam ini terdengar merah dan penuh wibawa
sehingga Jokowanengpati mundur dua langkah. Mukanya
berubah menjad i merah sekali. Akan tetapi dia cerdik. Melihat
betapa Ki Warok Gendroyono sudah me megang jimat kolor
pusaka di dekat jendela timur sedangkan Ki Krendoyakso juga
sudah me megang senjata pusakanya penggada Wojo Ireng,
hatinya menjad i tabah dan ia me langkah maj u lagi.
"Paman resi, perkenankan saya masu k bertemu dengan
paman. Ada urusan penting hendak saya bicarakan dengan
paman, uruan pusaka Matara m ......... ! "
Semua orang rnenanti dengan hati tegang, hendak
mendengar bagaimana ja waban orang di dalam. Mereka
datang untuk pusaka itu, dan di dalam hati orang tokoh besar
itu, sukar diduga bagaimana sikap mereka dan apa yang akan
terjadi kalau pusaka Mataram yang dirindukan semua tokoh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu benar-benar berada di situ dan sudah berhasil mereka
dapatkan! Akan tetapi tidak ada jawaban dan keadaan sunyi sekali.
Selagi Jokowanengpati hendak mengulang kata-katanya atas
desakan Cekel Aksomolo yang menggerak-gerakkan mulutnya
seperti mencium terasi, terdengarlah suara helaan napas
panjang dari da la m disa mbung kata-kata,
"Pusaka Mataram tidak ada di sini, harap kalian pergi
jangan menggangguku"
Berubah wajah enam orang itu, berubah marah.
Jokowanengpati marah dan penasaran, maka katanya keras,
"Paman, harap jangan me mbohong! Saya tahu, pusaka
Mataram berada di tangan paman!" Sa mbil ber kata demikian
ia me mberi isyarat kepada dua orang kawan yang menjaga di
jendela, lalu me masu ki lubang pintu yang terbuka itu.
"Pergilah ......... ! " Terdengar bentakan dari dalam.
Jokowanengpati terkejut sekali karena tidak ada orang
yang menyerangnya, melainkan segu mpal asap putih yang
tahu-tahu mendorongnya dari depan dengan kekuatan yang
luar biasa! la mengerahkan tenaga untuk melawan, na mun
sia-sia. Tubuhnya terlempar dan terjengkang, terbanting jatuh
di luar pintu, diikuti asap putih yang me ngepul keluar pintu.
Ki Warok Gendroyono dan Ki Krendoyakso sudah menyerbu
masu k, melompat ke dala m jendela yang terbuka. Akan tetapi
mereka inipun disambut gumpa lan asap putih yang amat kuat.
Selagi tubuh mereka masih melompat di udara, gumpalan
asap putih menyambut mereka dan mendorong mereka keluar
lagi dari jendela, terbanting ke atas tanah sehingga tubuh
mereka bergulingan!
Sejenak mereka se mua tercengang.
Ki Warok Gendroyono dan Ki Krendoyakso bukanlah orangorang le mah. Biarpun mereka tadi terbanting oleh gumpalan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
asap yang rnengandung kekuatan luar biasa, namun mereka
serentak sudah bangkit lagi dan me njadi marah.
Tadi mereka dapat dirobohkan karena tidak menyangkanyangka sehingga mere ka menjadi korban serangan dari
dalam. Itulah pukulan jarak jauh yang dilontarkan oleh
Bhagawan Rukmoseto dari te mpat ia duduk bers ila. Karena di
depannya mengepul asap kayu cendana, maka asap itu
terbawa oleh pukulannya sehingga merupakan "senjata" yang
aneh. "Rukmoseto keparat!" bentak Ki Krendoyakso sambil
menggosok-gosok kedua telapak tangannya dan tak lama
kemudian dar i telapak kedua tangannya itu mengepul asap
hitam. Inilah sebuah di antara aji ilmu h ita mnya yang disebut
Kukus Langking (Asap Hitam)!
"Bhagawan pengecut, menyerang tanpa peringatan!" Ki
Warok Gendroyono juga me maki marah sambil melolos kolor
jimat Ki Bandot dan me mutar- mutarnya sehingga terdengar
suara angin menderu dan tampak sinar bergulung-gulung dahsyat! "Gendroyono dan Krendoyakso, aku tidak mencari
permusuhan dan aku t idak me mbawa pusaka Mataram yang
kalian car i-cari. Sekali lagi kuper ingatkan, pergilah dan jangan
menggangguku, Namun kalau kalian me maksa, jangan kira
aku takut melayani kalian. Majulah se mua bersa ma, aku tidak
akan mundur setapak!"
Suara Bhagawan Rukmoseto terdengar mengambang di
antara asap putih harum.
"Babo-babo
si keparat! Sumbar mu seperti akan meruntuhkan puncak Mahameru, Rukmoseto. Akan tetapi
kenyataannya engkau bersembunyi di dalam pondok seperti
seorang perempuan!"
Setelah berkata demikian, Ki Warok Gendroyono lalu
menghanta mkan kolor aj imat Ki Bandot ke arah jendela.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Terdengar suara keras dan jendela itu berikut seluruh dinding
sebelah timur a mbruk ke dalam! Tampa klah kini dari dinding
bambu yang runtuh itu keadaan di da la m pondok di mana
seorang kakek berambut putih berkumis tebal dan bersikap
tenang berwibawa tengah duduk bersila menghadapi pedupan
yang mengeluarkan asap put ih.
Pada saat itu Ki Krendoyakso juga sudah men ggerakkan
Wojo Ireng, senjata penggada yang menyeramkan itu dan
kembali terdengar suara keras ketika dinding sebelah barat
ambruk pula! "Huuh-huh-uh, tidak ada artinya kau melawan kami,
Rukmoseto! Lebih baik serahkan pusaka Mataram kepada
kami dan kau me nurut saja kami belenggu dan jadikan
tawanan. Kau sudah tua, apakah tidak rnencari jalan terang,
Rukmoseto. Uhh-huh-huh!"
Cekel
Badai Laut Selatan Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Aksomolo berkata mengejek. Bhagawan Rukmoseto mas ih duduk bersila dan menundukkan mukanya, menanti sampai dupa cendana itu
habis dima kan api. Asap putih makin menipis dan akhirnya
lenyap sehingga wajah kake k pertapa ini sekarang na mpak
jelas, tidak tertutup asap tipis seperti tadi. Ia mengangkat
mukanya me mandang ke depan, lalu bangkit berdiri dengan
tenang me langkah keluar dari pondok.
Sikapnya yang tenang membuat para lawannya berhati-hati
dan tidak beran i bertindak se mbrono.
"Kalian ini orang-orang apa! Punya ilmu dan kedudukan
hanya untuk mengumbar nafsu angkara, untuk bersikap
adigang-adigung-adiguna, mengandalkan kepandaian untuk
men indas, me mpergunakan wewenang untuk
mencari menang. Sudah kukatakan bahwa pusaka Mataram tiada
padaku, mas ih banyak lagak mau apakah?"
Suara Bhagawan Rukmoseto te gas dan tandas, matanya
menge luarkan sinar berkilat. Ketika sinar matanya rnenusuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jokowanengpati, orang muda itu mere mang bulu tengkuknya
dan ia cepat berkata,
"Paman Resi Bhargowo "
"Tida k ada lagi Resi Bhargowo, yang ada Bhagawan
Rukmoseto!" bentak pertapa itu tegas.
"Baiklah ......... ! , paman Bhagawan Rukmoseto.
HendakIah pa man ketahui bahwa kami berena m adalah
orang-orang kepercayaan ......... "
"Adipati Joyowiseso di Selopenangkep yang hendak
mernberontak kepada Kerajaan Medang, bukan?" kemba li
sang bhagawan me motong sambil tersenyum rnengeje k.
Jokowanengpati menggeleng kepalanya. "Paman keliru dan
salah duga. Memang benar kami sego longan dengan pa man
Adipati Joyowiseso, karena beliaupun rnenjadi satu golongan
dengan kami dalam me mbe la yang benar. Kami semua adalah
orang-orang kepercayaan dan bahkan kini bertugas sebagai
utusan Gusti Pangeran Ano m. Oleh karena itu, saya harap
parnan jangan me mperlihatkan sikap per musuhan, karena
apakah paman ber ma ksud rne mberontak kepada kekuasaan
Gusti Pangeran Ano m?"
Jokowanengpati berhenti sebentar lalu melanjutkan cepatcepat ketika me lihat pendeta itu tersenyum penuh arti,
"Paman, saya tidak me mbohong. Kalau pa man tidak
percaya, boleh pa man periksa di pantai itu. Kami datang
menggunakan perahu gusti pangeran sendiri yang dapat
paman, lihat dari benderarrya di tiang layar. Kami diutus untuk
mene mui pa man dan minta pusaka Mataram dari pa man
bhagawan."
"Sudah kukatakan bahwa pusaka Mataram tidak berada
dalam tanganku. Kalau kalian tidak percaya dan melakukan
penggeledahan, silahkan!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Uuhh-huh-huh, kalau orang sudah me mpunyai niat buruk,
tenth ada raja akalnya, akal bulus-las-lus! Dicari juga mana
bisa dite mukan kalau sebelumnya sudah dise mbunyikan?"
Cekel Aksomola berkata, ludahnya nyiprat-nyiprat karena
marahnya. "Paman Bhagawan Rukmoseto Mengingat bahwa paman
adalah saudara seperguruan bapa guru Empu Bharodo, maka
saya msih menggunakan tata susila dan sopan santun. Akan
tetapi, harap paman ketahui bahwa kami adalah utusanutusan Gusti Pangeran Ano m dan diberi purbowaseso (hak
menga mbil keputusan dan bertindak)."
"Iyahhh, benar tuhhh! Kami sudah mendapat mandat
penuh dari Gusti Pangeran Anom! Berikan saja pusaka itu
baik-baik dan kau menyerah jadi tawanan kami, Bhagawan
Rukmoseto. Kalau tidak, tempatmu akan rnenjadi karang
abang (lautan api) dan kau a kan dijadikan sate gosong
(hangus), uh-huh-huh!"
Tiba-tiba berubah s ikap Bhagawan Rukmoseto. Kalau tadi
ia tenang sabar dan merendah, kini mukanya diangkat,
dadanya dibusungkan, tubuhnya tegak dan tangan kirinya
bertolak pinggang.
Tampak kembali sikap seorang ksatria yang tabah dan
takkan undur selangkahpun mengha i dap i lawan.
"Heh keparat Jokowanengpati! Sabda pendeta hahya ada
satu tidak ada dua ! Kalau kukatakan bahwa pusaka Matararn
yang hilang tidak ada padaku, maka hal itu me mang
sebenarnya demikian. Jangan kira bahwa gertakanmu itu
menakutkan aku, orang rnuda berwatak rendah! Bahkan
kedatangan kalian, terutama sekali kau dan Cekel Aksornolo,
amat melegakan hatiku karena me mberi kesempatan
kepadaku untuk minta pertanggungan jawab kalian berdua
ketika kalian bebetapa tahun yang lalu mengganas di
Bayuwis mo!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Pertanggungan jawab apa" Uuhhuh, seperti me marahi
cucunya saja, keparat! Kau minta pertanggungan jawab apa?"
"Cekel Aksomolo! Kau mengaku menjadi seorang cekel
gemblengan, seorang pertapa, seorang ahli kebatinan,
seorang yang sudah sadar akan hidup, akan tetapi sepak
terjangmu seperti iblis. jahanam! Mengandalkan kepandaian mu yang terkutuk, engkau telah menyiksa dan
menghina para cantrikku. Jelas bahwa engkau yang hendak
mencari kesempurnaan batin, telah tersesat ke lembah
kejahatan dan kehinaan, engkau dipera lat iblis "
Teringat akan cantrik-cantriknya yang menjadi tu li oleh
perbuatan kejam cekel ini, Bhagawan Rukmoseto menerjang
maju dengan terkaman dahsyat, menghantam dengan
gerakan Bayu Tantra dan pukulan tangan mengandung Aji
Pethit Nogo yang dahsyatnya bukan kepalang itu.
"Syuuuuuutt ......... wuttt ......... !! "
Kalau saja hantaman ini men genai kepala sang Cekel,
betapapun saktinya, tentu akan mendatangkan akibat yang
menger ikan. Biarpun Cekel Aksomolo seorang gemblengan
yang sakti mandraguna, kebal nora tedas tapak paluning
pande sisaning gurindo (tak termakan senjata gemblengan
pandai besi dan be kas asahan), namun agaknya ia t idak akan
kuat menerima pukulan Aji Pethit Nogo yang dilakukan oleh
Sang BhagaVran Rukmoseto! Untung bahwa kakek tua renta
ini masih belum kehilangan kewaspadaan mengenal pukulan
ampuh dan masih berhasil menyelamatkan dirinya dengan
me le mpar diri terjengkang ke belakang sehingga punggungnya menyentuh tanah, lalu bergulingan jauh sambil
me mutar tasbih di atas kepalanya.
Malang baginya, ketika bergulingan itu, ia tidak melihat
bahwa ia menuju ke arah tanah selokan, yaitu tempat
menga lirnya air dari belakang pondok seh ingga tubuhnya
lenyap masuk ke dalam selokan yang kurang leb ih setengah
meter dala mnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Adoouuh, sial dangkalan awakku . ........ ! " la menyumpahnyumpah sa mbil me lompat bangun. Muka dan sebagian
pakaiannya kotor terkena lu mpur.
"Ki Warok dan Ki Krendoyakso! Kalian ini benggolanbenggolan besar, tadi dipukul di luar jendela sampa i tergulingguling, apakah dia m saja tidak berani me mbalas?"
Dasar Cekel Aksomolo orangnya cerdik dan licik. Persis
seperti watak Bhagawan Durna dalam cer ita pewayangan
Mahabarata. Begitu ia melihat sambaran pukulan Pethit Nogo
yang sedemikian dahsyatnya, ia maklum bahwa Bhagawan
Rukmoseto merupakan lawan yang amat tangguh.
Karena itu ia me mancing kemarahan dua orang kawannya
itu agar maju lebih dulu sehingga ia nanti dapat maju
me mbant sehingga keadaannya akan lebih menguntungkan,
tidak langs ung berhadapan dengan lawan tangguh itu!
Ki Warok Gendroyono dan Ki Krendoyakso keduanya adalah
orang-orang kasar tidak pandai menggunakan pikiran dan
wawasan, hanya menurutkan hati. Maka mendengar ejekan
Cekel Aksomolo, seketika mereka menjadi marah sekali. Ki
Krendoyakso lalu me lompat dan mengayun senjata penggadanya Wojo Ireng yang besar dan amat berat sambil
me mbentak, "Rukmoseto, lihat senjataku! Pegah dada mu kalau lengah
sedikit saja!" Ia mengayun senjatanya yang mengeluarkan
angin bersiutan.
Adapun Ki Warok Gendroyono juga sangat marah, tidak
mau kalah dengin kawannya ini. Ia sudah me mutar-muthr
kolor ajimatnya Ki Bandot sehingga tare pak sinar bergulunggulung dan me mpetdengarkan suara seperti kitiran tertiup
angin kencang. la maju dan sesumbar,
"Bersiaplah untuk ma mpus, Rukmoseto! Sedikit kurang
cepat, akan remuk kepalamu!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Memang dahsyat terjangan kedua orang raksasa ini.
Penggada Wojo Ireng di tangan Ki Krendroyakso adalah
sebuah senjata yang berat, terbentur sedikit sa ja oleh senjata
seberat ini pada dada, benar-benar dapat mernbuat dada
pecah dan patah-patah tulang iganya. Juga senjata di tangan
Ki Warok Gendroyono, sungguhpun hanya sehelai kolor
(Pengikat celana dala m), na mun bukan kolor sembarang kolor!
Kolor ajimat yang dina ma i Ki Bandot, me mpunyai daya
ampuh menggiriskan hati karena sabetan kolor ini ma mpu
me mbikin hancur batu karang yang keras. Apalagi seorang
manusia. Tidaklah terlalu berlebihan sumbarnya tadi. Memang
kurang cepat sedikit saja menge lak, kepala akan bisa re muk!
Akan tetapi Bhagawan Rukmoseto adalah seorang sakti
yang memiliki Aji Bayu Tantra, yang membuat tubuhnya dapat
bergerak cepat sekali, berkelebat laksana bayu (angin).
Bahkan ilmunya ini me mungkinkan sang bhagawan berkelebat
dengan tubuh ringan seperti sehelai daun kering, dapat
bergerak menyelinap di antara hantaman penggada raksasa
dan kolor maut! Bahkan kecepatan gerakannya me mbuat
Bhagawan Rukmoseto begitu berkelebat mengelak la lu ba las
menyerang dengan pukulan Pethit Nogo, kedua lengannya
dikembangkan dan jari-jari tangannya yang ampuh itu
mena mpar ke arah kepala Ki Warok Gendroyono dan dada Ki
Krendoyakso. Jangan dipandang remeh tamparan jari tangan kedua
telapak tangan Bhagawan Rukmoseto ini. Itulah Aji Peth it
Nogo (Ekor Naga) yang a mpuhnya menggila, agaknya sama
ampuhnya dengan ajl pukulan Bajra Musti ditangan Raden
Gatutkaca dala m cerita pewayangan .
Untung bahwa Ki Warok dan kepala rampok Bagelen itupun
bukan manusia manusia lumrah! Betapapun cepat dan
dahsyatnya datangnya kedua tamparan tangan Bhagawan
Rukmoseto, mereka masih dapat melompat ke be lakang sa mTiraikasih Website http://kangzusi.com/
bil menya mbut tangan kanan kiri lawan itu dengan senjata
mereka. Luar biasa hebatnya akibat pertemuan kedua tangan
dengan kedua senjata itu. Daun-daun di atas pohon terdekat
rontok berhamburan. Burung-burung terbang ber cuitan, kaget
dan takut. Tanah terasa guncang seperti terjadi gempa bumi!
Ki Warok Gendroyono terhuyung-huyung mundur dengan
tangan kanan menggigil dan kolor mautnya le mas. Ki
Krendoyakso terpelanting pula ke belakang dan hampir saja
penggada Wojo Ireng mencium tengkoraknya sendiri. Namun
Bhagawan Rukmoseto juga terkena akibat benturan dahsyat
seperti benturan ombak Segoro Kidul menghanta m karang itu.
Kakek inipun terpental dan terhuyung ke belakang,
mukanya agak pucat namun kedua lengannya tidak terluka.
Betapa sakti kakek ini dapat diukur dari benturan kedua
tangan me lawan dua senjata yang ampuh itu.
Kesempatan selagi Bhagawan Rukmoseto terhuyung ini
dipergunakan oleh Cekel Aksomolo.
Kakek tua renta yang cerdik ini segera maklum bahwa
keadaan lawan itu sedang amat buruk, maka secepat kilat ia
menge luarkan pekik kemenangan sambil melompat dan menerjang dengan tasbihnya diputar di atas kepala lalu
ditimpakan ke atas kepa la lawan.
Mendengar suara berkeretik aneh dan merasai sambaran
angin pukulan dahsyat yang mengandung pengaruh mujijat
seakan-akan urat
syarafnya tersentuh
getaran aneh, Bhagawan Rukmoseto terk?jut. Ia maklu m bahwa kakek tua
renta ini benar-benar amat sakti, dan senjata tasbihnya itu
ampuhnya menggila. Maka ia tidak berani menerima dengan
tangannya, bahkan lalu rnengguling kan tubuh ke kiri terus
mengayun, kaki berjungkir balik dengan gerakan indah sekali.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ho-ho-ho-ho, jangan lar i. Belum busik (lecet) kulit mu
sudah mau lari" Cih, tak ber malu!" Cekel Aksomolo rnengejek
dan menyombong sa mbi mengejar.
Karena Bhagawan Rukmoseto melompat ke dekat Ki
Krendroyakso yang sudah dapat menguasai dirinya lagi, tanpa
berkata apa-apa kepala rampok Bagelen ini sudah mengayun
penggadanya, sekuat tenaga ia menghanta m kepala lawan.
Badai Laut Selatan Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dari arah lain, Ki Warok Gendroyono juga sudah rnengayun
kolor mautnya menghanta m ke arah la mbung!
Memuncak kemarahan Bhagawan Rukmoseto. Ia menge luarkan pe kik yang aneh, jari-jari tangannya bergetar-getar mengeluarkan tenaga sakti yang dahsyat sekali ketika ia
gerakkan. Dibarengi benturan keras tangan kirinya menyambut
penggada Wesi Ireng.
"Desss!!"
Ki Krendoyakso terpekik kesakitan. Hampir saja ia
me lepaskan penggadanya. Ia dapat bertahan dan penggada
itu tidak sampai terlepas, namun ia melompat ke belakang dan
tangan kanannya sengkleh (lumpuh) se mentara, penggadanya
diseret karena tidak kuat lagi mengangkatnya. Tulang tangan
kanannya serasa remuk-re muk karena tadi dihantam oleh
hawa sakti Pethit Nogo yang menjalar dari penggada sampai
tangan dan lengannya!
Pada saat itu, beberapa detik kemudian, kolor di tangan Ki
Warok Gendroyono tiba, menganca m la mbung. Namun
Bhagawan Rukmoseto yang sudah marah itu menyambut
dengan tangan kanannya, juga sambil me mekik keras.
"Desss!"
Ki Warok Gendroyono mendelik matanya, mukanya pucat
ketika tubuhnya terpental melayang ke belakang seperti
layang-layang putus talinya. Pertemuan kolor mautnya dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tangan sakti itu membuat perutnya serasa dihimpit gunung,
me mbuat ia sukar bernapas. Hawa sakti yang menerobos
me lalui kolor ke perutnya benar-benar hebat bukan main
sehingga untuk melepaskan diri dari bahaya, ia cepat-cepat
me mbuka kolornya dan hampir saja celananya terlepas kalau
ia tidak cepat-cepat teringat dan memegangi celananya sambil
terengah-engah!
Biarpun ia sudah berhasil mengundurkan dua orang lawan,
namun harus diakui dia m-dia m oleh Bhagawan Rukmoseto
bahwa dua kali tangkisan tadi telah me mbuat dadanya terasa
sesak dan kedua tangannya agak nyeri. Celakanya, sebelum ia
sempat bernapas, tasbih Cekel Aksomolo yang mengeluarkan
suara tidak sedap itu sudah menyambar lagi, mengarah
kepalanya dengan gerak me lingkar-lingkar aneh dan sukar
dielakkan. Sudah kepalang, pikir sang bahagawan, biar kucoba
tenaga kakek menje mukan ini.
"Mundur ......... ! " teriak Bhagawan Rukmoseto sa mbil
menang kis tasbih itu dengan kedua tangannya, mengerahkan
seluruh tenaganya sambil menahan napas.
"Plakkk!!"
Tidak begitu keras pertemuan antara tasbih dan dua
telapak tangan itu, namun kehebatannya melebihi adu tenaga
dengan kolor dan penggada tadi.
Bhagawan Rukmoseto seperti terdorong mundur yang
me ma ksa kakinya melangkah ke belakang, dadanya makin
sesak dan pusarnya panas sekali. Juga Cekel Aksomolo
terpelanting ke belakang, jatuh terduduk sambil me megangi
tasbih di atas kepala, napasnya ngosngosan seperti lokomotip
mogok dan matanya mere m me lek seperti orang terheranheran! . Baru saja Bhagawan Rukmoseto dapat menguasai
keseimbangan tubuhnya, dari depan berkelebat dua sosok
tubuh yang ramping dan tercium olehnya bau harum sedap
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang menusuk hidung, disusul suara tertawa terkekeh dari kiri
dan suara mengejek dar i kanan, suara merdu wanita,
"Rukmoseto, kau ma mpus di tangan kami!"
Maklum bahwa bahaya maut mengan camnya dari kanan
kiri, Rukmoseto lalu menggerakkan kedua lengannya,
didorongkan ke depan untuk menyambut pukulan yang
dilakukan oleh Ni Durgogini dan Ni Nogogini. Biarpun kedua
wanita ini hanya orang-orang wanita dengan tangan yang
kecil, na mun daya pukulannya tidak kalah hebat dan
bahayanya dibandingkan dengan te man-te mannya.
Bhagawan Rukmoseto merasa betapa kedua telapak
tangannya yang terbuka itu bertemu dengan dua kepalan
tangan yang kecil, lunak dan halus. Akan tetapi tubuh
Bhagawan Rukmoseto menggigil ketika ia merasa betapa
tubuhnya terserang dua tenaga dahsyat yang berlawanan.
Yang kanan mengandung hawa dingin me lebih a ir puncak
Gunung Mahameru, keluar dari kepalan tangan Ni Nogogini,
adapun yang kiri keluar dari tangan Ni Durgogini mengandung
hawa panas melebihi kawah Gunung Bromo!
Tergetar tubuh Bhagawan Rukmoseto dan tak tertahan lagi
ia terdorong mundur sa mpai e mpat meter lalu jatuh terduduk,
bersila dengan punggung tegak lurus juga kedua orang wanita
sakti itu sejenak merasa seakan-akan tangan mereka lumpuh
ketika berte mu dengan tangkisan tangan sang bhagawan yang
tadi mengerah kan Aji Pethit Nogo. Akan tetapi segera mereka
dapat menguasai dirinya dan melancarkan pukulan jarak jauh
dengan kepalan tangan mere ka.
Sang Bhagawan Rukmoseto atau Resi Bhargowo maklum
bahwa keadaannya terdesak dan berbahaya karena kelima
orang lawannya itu benar-benar merupa kan lawan yang
tangguh. Juga ia tahu bahwa Jokowanengpati, biarpun masih
muda, na mun telah mewarisi ilmu kepandaian kaka knya, Sang
Empu Bharodo yang sakti mandraguna.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Maka ia lalu mengerahkan seluruh ajinya, memusatkan
panca indra, menyalurkan seluruh hawa sakti dar i pusat ke
arah kedua lengannya yang menggetar hebat, lalu ia
mendorongkan kedua lengan itu dengan telapak tangan
terbuka, jari-jari menegang. Hebat bukan main keadaan
Bhagawan Rukmoseto pada saat itu. Aji Pethit Nogo telah ia
keluarkan sepenuhnya. Jari-jari kedua tangannya seakan-akan
menge luarkan cahaya dan tenaga mujijat terpancar ke luar dari
sepuluh jari itu, me luncur ke depan.
Ni Nogogini dan Ni Durgogini terpekik kaget ketika mereka
merasa betapa tenaga pukulan jarak jauh yang mereka
lancarkan itu terturnbuk dan me mbalik. Hampir saja mereka
celaka, terserang tenaga sendiri yang membalik kalau saja
pada saat gawat itu Ki Krendoyakso dan Cekel Aksomolo tidak
me mbantu mereka.
Dua orang sakti inipun
menge luarkan aji pukulan
jarak jauh, dengan tangan
kiri miring di depan dada,
tangan kanan diangkat ke
atas kepala dan meluncurlah
tenaga pukulan mereka ke
depan, menyambut cahaya
yang keluar dari kedua tangan Bhagawan Rukmoseto. Ki Warok Gendroyono yang tadi kedodoran celananya, kini sudah dapat me mbereskan celananya. la
marah sekali, dan melihat kini pendeta itu bersila dan
me layani serangan empat orang lawannya dengan pukulan
jarak jauh, ia menjadi tidak sabar. Diputarnya kolor mautnya
dan ia me loncat ke depan hendak menghanta m kepala kakek
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang sedang bersila itu dengan keyakinan sekali pukul akan
menghancurkan kepala lawan.
"Ki Warok, hati-hati ......... ! " seru Jokowanengpati
me mper ingatkan.
Namun terlambat. Ki Warok Gendroyono sudah menyerbu
ke depan dan mengayun kolornya, akan tetapi sebelum kolor
itu dapat menyentuh kepale Bhagawan Rukmoseto, Ki Warok
menjer it dan tubuhnya melayang seperti dilontarkan tenaga
dahsyat, roboh menimpa batu karang dan pingsanlah gegedug
(pentolan) Ponorogo ini! .
Pertandingan adu hawa sakti antara Bhagawan Rukmoseto
dan empat orang lawannya berlangsung terus dengan
hebatnya. Tubuh bhagawan itu duduk dengan tegak lurus,
wajahnya penuh wibawa, kedua lengannya yang dilonjorkan
ke depan dengan kedua tangan terbuka itu membayangkan
kekuatan gaib yang me luncur ke depan. Kedudukannya kokoh
kuat seperti batu karang yang berdiri di sebelah kiri ia duduk
bersila . Pada saat itu, segenap hawa sakti di tubuhnya terkumpul
ke dalam kedua lengannya, seluruh panca indera dipusatkan,
me lawan hawa sakti yang keluar dari tangan keempat orang
lawannya. Ki Krendoyakso, Cekel Aksomolo, Ni Durgogini dan Ni
Nogogini adalah empat orang sakti yang telah me miliki kepandaian luar biasa. Dalam hal aji kesaktian dan tenaga murni
dalam tub uh, kiranya mereka berempat itu mas ing-masing telah mencapa i tingkat yang tidak banyak selisihnya dengan
Bhagawan Rukmoseto. Namun harus diakui bahwa hawa sakti
di tubuh mereka tida klah murni lag i.
Mereka itu e mpat orang yang masih jauh dar ipada ma mpu
menguasai diri pribadi dan nafsu. Bahkan seringkali mereka itu
diper mainkan dan diperhamba nafsu. Kedua wanita cantik itu
dan Cekel Aksomolo seringka li diperha mba nafsu berahi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sehingga untuk me musatkan hasrat nafsu ini, mereka rela
mengha mburkan hawa yang murni hanya untuk mencapai
kepuasan dan ken ikmatan badani.
Adapun Ki Krendoyakso, berbeda pula caranya mengumbar
nafsu setannya. la terjerumus ke dalam ilmu hita m, ilmu iblis
yang me mbuat ia mengambil cara yang men jijikkan dan
menger ikan dalam usahanya mengejar kesaktian, di antaranya
dengan makan daging dan minum darah bayi! Memang ia
berhasil me mpertahankan ilmu hita mnya, namun tanpa
disadarinya ia kehilangan hawa murni yang timbul dari
kemurnian batin, kebersihan pikiran dan perasaan.
Ilmu barulah bersih murni apabila dilandasi kebajikan.
Sebaliknya ilmu menjadi ilmu hita m apabila diper hamba nafsunafsu jasmani. Dala m pertandingan mati-matian itu, barulah terbukti
bahwa Bhagawan Rukmoseto yang berbatin bersih kuat itu
ma mpu menahan pengeroyokan empat orang sakti. Mereka
berempat bahkan mulai me nggigil lengannya, menjadi pucat
wajahnya. Padahal Bhagawan Rukmoseto masih duduk bersila tegak
lurus, kedua lengannya sama sekali t idak bergoyang, dan dari
kedua telapak tangannya seakanakan keluar cahaya putih
yang makin bersinar.
Jokowanengpati menyesal ketika me lihat betapa Warok
Gendroyono roboh oleh kelancangannya sendiri. Alangkah
bodohnya, pikir orang muda ini. Sebagai murid seorang sakti
seperti Empu Bharodo, tentu saja ia maklum betapa
berbahaya menyerang seorang yang sedang mengerahkan
hawa murni seperti sang bhagawan itu, dengan pukulan
langsung. Dala m keadaan seperti itu, tubuh depan sang
bhagawan seakanakan tertutup oleh aliran tenaga tak tampak
yang luar biasa kuatnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jokowanengpati mungkin tak setinggi Ki Warok Gendroyono kepandaiannya, akan tetapi sudah pasti ia lebih
cerdik. Dia m-dia m ia menga mbil penggada Wesi Ireng milik Ki
NiKrendoyakso yang terletak di atas tanah karena oleh
pemiliknya me mang dilepaskan agar lebih le luasa ia mengadu
tenaga dalam membantu te man temannya.
Kemudian Jokowanengpati menyelinap dan dengan jalan
me mutar ia men gelilingi te mpat itu, muncul keluar dari balik
batu karang di sebelah kiri Sang Bhagawan Rukmoseto.
Kemudian, setelah me mperhitungkan sejenak, ia me lompat
dengan pengerahan Aji Bayu Sakti sehingga tubuhnya
mence lat ke depan dengan amat cekatan, penggada Wesi
Ireng di tangan kanannya diayun ke bawah, menghantam
belakang kepala Sang Bhagawan Rukmoseto, di atas tengkuk,
di belakang telinga kanan.
"Prakkkk!!"
Sang Bhagawan Rukmoseto sedang me musatkan se luruh
panca indera kepada empat orang lawannya di depan. Perhatiannya tercurah sepenuhnya dan tenaga murninya disalurkan
ke depan, tentu saja bagian belakang sama sekali tidak
terjaga. Pukulan itu hebat sekali, disertai tenaga seorang
muda sa kti dan dilakukan dengan senjata Wesi Ireng yang
ampuh dan mujijat, mengenai bagian yang a mat le mah dan
penting. Seketika Sang Bhagawan Rukmoseto terguling dan
terjungkal ke depan, rebah telentang tak ma mpu bergerak
lagi, kedua matanya terpejam dan dari telinga, hidung dan
ujung bibir menetes darah! .
"Ha-ha-ha! Akhirnya penggadaku yang berjasa!" kata Ki
Krendoyakso sambil menerima kemba li penggadanya dari
tidak digerakkan tangan" Kalau mau bicara tentang jasa, kita
semua berjasa, akan tetapi yang paling besar jasanya adalah
si Joko!" kata Durgogini yang me megang tangan kanan
Jokowanengpati, tersenyum dan mengerling penuh cumbu
rayu dan mendekap tangan itu ditempelkan ke pipinya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Memang sudah bukan rahasia lagi bahwa Jokowanengpati
menjad i kekasih tetap iblis betina Girilimut ini.
"Uuuh-huh-huh, kacau ....... kacau......... urusan menjadi
Badai Laut Selatan Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
rusak berantakan dan kalian masih me mperebutkan jasa "
Loleee ......... loleee ......... bagaimana baiknya sekarang" Kita
diutus mera mpas pusaka, sekarang yang kita dapatkan hanya
bangkai seorang bhagawan tua bangka yang tak berguna!"
"Si keparat Rukmoseto ini yang keras kepala menggagalkan
semua rencana. Belum puas aku kalau belum ......... "
Ki Warok Gepdroyono yang kini sudah bangkit dan mas ih
belum hilang kemarahannya karena tadi roboh, kini
me langkah maju sa mbil
me mutar kolor maut, ingin
me la mpiaskan kemarahannya dengan menghancurkan tubuh
lawan yang sudah tak berdaya itu. Teman-temannya hanya
me mandang dengan acuh tak acuh.
Akan tetapi tiba-tiba Ki Warok Gendroyono menge luarkan
seruan marah, juga lima orang temannya me man dang dengan
mata terbelalak kaget dan tidak percaya ketika melihat apa
yang terjadi. Ki Warok Gendroyono telah mengayun kolor
mautnya menghanta m ke arah kepala tubuh yang sudah
mengge letak telentang tak berdaya itu. Akan tetapi sungguh
ajaib. Kolornya tak dapat menyentuh kepala sang bhagawan
karena tiba-tiba me mbalik seperti ada yang menangkisnya! Ki
Warok Gendroyono tentu raja merasa heran, juga amat
penasaran dan marah.
Kalau tadi selagi sang bhagawan masih segar, ia tidak
ma mpu menga lahkannya, hal itu tidaklah terlalu me mbuat hati
penasaran karena memang Sang Bhagawan Rukmoseto amat
sakti. Akan tetapi kini pendeta itu sudah mati tentu sedikitnya
sudah sekarat atau pingsan. Bagaimana kolor mautnya tidak
dapat menyentuh orang yang rebah tak bergerak ini " .
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Warok mengeluarkan suara gerengan keras, kolornya
diputar-putar sampai mengeluarkan suara angin mendesir,
kemudian ia hanta mkan ke arah dada Bhagawan Rukmoseto.
"Wettt!"
Kembali kolor itu me mba lik, bahkan kini lebih keras
daripada tadi, karena Ki Warok me nggunakan tenaga lebih
besar. Saking marah dan penasaran, Ki Warok kemba li
menghanta m, kini mengerah kan seluruh tenaga dan akibatnya ia sendiri terguling roboh. Untung ia tadi cepat
menggulingkan tubuh karena kolor itu me mba lik dengan
tenaga demikian dahsyat sehingga kalau ia tidak cepat
meroboh kan diri, tentu kepalanya sendiri yang dihantam
senjatanya! la melompat bangun dan mukanya menjadi pucat.
Terdengar gerengan keras ketika Ki Krendoyakso melompat
ke depan. la juga merasa penasaran sungguhpun hatinya agak
gentar. Kalau tadi ketika Bhagawari Rukmoseto mas ih segarbugar, bhagawan itu tidak ma mpu mengalahkan mereka,
mana mungkin setelah roboh kini malah leb ih digdaya lagi"
Ataukah temannya, Ki Warok Gendroyono yang kehilangan
kesaktiannya" Barangka li kolornya itu kini tidak a mpuh lagi"
Karena penasaran ia lalu melompat sambil menggerakkan
penggadanya, dipukulkan sekerasnya ke arah kepala Sang
Bhagawan Rukmoseto.
"Syuuuutttt!"
Akibatnya, raksasa
tinggi besar ini terpekik dan
penggadanya membalik, bahkan terlepas dari tangannya ia
sendiri terhuyung ke betakang dengan wajah pucat. Jelas ia
merasai tadi betapa penggadanya bertemu dengan sesuatu
yang mengandung tenaga luar biasa sekali. Hanya dengan
susah payah K Krendoyakso ma mpu menahan kakinya dan
berdiri terbelala k.
Benarkah pertapa yang sudah telentang payah itu masih
me mpunyai ked igdayaan seperti itu" .
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Melihat ini, Cekel Aksomolo, Ni Durgogini dan Ni Nogogini
bersiapsiap dan sudah melangkah maju me ndekati tubuh
Bhagawan Rukmoseto yang sudah tak bergerak-gerak itu.
Mereka bersikap waspada dan hati-hati karena siapa tahu,
dalam sa kratul mautnya, sang bhagawan itu me miliki aji
kesaktian mujijat yang dapat mencelaka kan lawan.
Pada saat itu terdengar suara orang ketawa. Suara itu
mengge ledek dan berge ma di seluruh pulau, mengandung
getaran yang mengguncangkan isi dada dan, amat berw ibawa.
"Ha-ha-ha-haha!!
Tiga ekor anjing tua bangka berpenyakitan, dua ekor anjing betina, yang denok, dan
seekor kirik (anak anjing) licik mengeroyok seorang pertapa.
Ramai, lucu dan menyebalkan!"
Semua orang menengok dan ta mpaklah sorang kakek tinggi
besar, dari rambut kepala sampai ke kakinya tampak besar
dan kokoh kuat, kulitnya hita m mengkilap, rambutnya sudah
penuh uban, terbungkus kain berwarna ungu kehita man,
Jenggotnya tebal sekepal sebelah, matanya terbelalak melotot
lebar bundar namun mengeluarkan cahaya yang tajam seperti
kilat menyambar-nyambar.
Tangan kiri kakek itu menggandeng seorang anak
perempuan berusia sebelas tahun. Mereka ini bukan lain
adalah Dibyo Mamangkoro dan Endang Patibroto.
"Uuh-huh-huh, selamat bertemu dan terima lah saya, adinda
Dibyo Mamangkoro ......... tidak nyana tidak kira, dapat
bertemu dengan adinda di te mpat ini huh-huh! Angin buruk
......... eh, angin baik apa yang men iup adinda senopati
datang ke tempat ini ......... ! "
"Huah-ha-ha-ha! Cekel, kau makin la ma makin mirip
Bhagawan Durno, ha- ha-ha!"
Ki Warok Gendroyono dan Ki Krendoyakso yang mendengar
nama ini, terhenyak kaget di tempat masing-masing, tidak
berani berkutik. Juga Ni Durgogini dan Ni Nogogini terkejut.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kemudian dengan senyum-senyum me mikat kedua orang
wanita ini melangkah maju mendekati Dibyo Mamangkoro. Ni
Durgogini ber kata, suaranya merdu seperti orang berte mbang,
"Aduhh, kiranya andika ini sang sakti Dibyo Mamangkoro?"
Mata Ni Durgogin me mandang penuh kekaguman.
"Sudah bertahun-tahun mendengar na ma Senopati Dibyo
Mamangkoro yang sakti seperti dewa, banteng Kerajaan
Wengker ......... ! " Ni Nogogini jugs berkata, dengan suara
yang tidak kalah merdunya.
Akan tetapi ketika mereka berdua sudah tiba dekat, tangan
kedua wanita ini menjangkau maju dan hendak meraba kanan
kiri la mbung yang tak tertutup.. baju itu. Bukan sembarang
meraba, sama se kali bukan dengan ma ksud me mbe lai karena
tangan kedua orang wanita itu mengandung tenaga mujijat
yang akan menghancurkan is i perut!
Dibyo Mamangkoro tertawa bergelak, melepaskan tangan
Endang Patibroto, dan entah bagaimana, sekali kedua
tangannya bergerak, ia telah menang kis uluran tangan kedua
wanita itu dan di lain saat Ni Durgogini dan Ni Nogogini sudah
berada dalam pondongan kedua lengan nya!
Dibyo Mamangkoro kelihatan gembira sekali, mengangkat
kedua wanita itu sa mpai muka mereka dekat dengan
mukanya, kemudian ia berpaling ke kanan kiri me nciumi pipi
dua wanita sakti yang ayu, ini.
" Sengok ! Sengok! Sengok! Sengok!" CiuOman hidung ke
pipi itu me nimbulkan suara nyaring, disusul suara tawanya
terbahak,. "Ha-ha-ha, aku merasa menjadi Yuyukangkang yang
menga mbungi Kle ting Abang dan Kleting Biru. Ha-ha-ha
Sengok! Sengok!"
)0oo-dw-oo0( Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid 15 WAJAH kedua orang wanita itu menjadi merah pada m.
Kumis sekepa l sebelah itu ra mbutnya kasar-kasar seperti
serat kelapa, dan baunya apak. Akan tetapi mereka berdua
tidak berani bergerak lag i. Mereka sudah la ma mereka
mendengar akan na ma Dibyo Mamangkoro yang dikabarkan
sakti mandraguna, senopati dari Kerajaan Wengker, tangan
kanan Sang Prabu Bokoraja yang seperti iblis di Kerajaan
Wengker itu. Raja yang disohorkan amat keji dan menakutkan, paling
suka makan daging kanak-kanak, akan tetapi yang
me mpunyai kesaktian mengge mparkan jagad mengguncang
langit. Hanya karena kalah oleh puteranya sendiri sajalah Sang
Prabu Boko dapat ditewaskan,dan tentu saja semua ini terjadi
karena kebesaran Sang Prabu Airlangga yang memancarkan
sinar kekuasaan ke seluruh daerah Mataram.
Ketika terjadi perang, tidak ada senopati Medang yang
dapat menandingi a mukan Dibyo Mamangkoro ini. Hanya
setelah Ki Patih Narotama sendiri yang cancut taliwondo turun
tangan terjun ke medan laga, baru Dibyo Mamangkoro
bertemu tanding yang setingkat.
Dikabarkan betapa kedua senopati ini bertanding sa mpai
dua hari dua malam.
Akhirnya Dibyo Mamangkoro harus mengakui keunggulan
Ki Patih Narotama , tidak kuat menandingi kedigdayaannya,
lalu melarikan diri, men inggalkan ki patih yang juga mender ita
luka-luka dalam pertandingan paling dahsyat yang pernah ia
alami. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Semenjak kehancuran Kerajaan Wengker,orang tidak
mendengar lagi tentang Dibyo Mamangkoro. Namun na manya
masih menjadi buah perccikapan mereka yang suka akan ilmu
kesaktian, karena selain Sang Prabu Airlangga dan Ki Patih
Narotama, agaknya sukar mencari tokoh yang sanggup
menand ingi Dibyo Ma mangkoro.
Siapa sangka, secara aneh dan tiba-tiba sekali Dibyo
Mamangkoro muncul di Pulau Se mpu pada saat yang demikian
gawat dan pentingnya,di saat para utusan Pangeran Anom
hendak mera mpas pusaka Mataram yang hilang.
Timbul kekhawatiran di hati Ni Durgogini dan Ni Nogogini
tadi bahwa orang yang tersohor ini hendak mera mpas pusaka
pula. Mereka sudah mendengar
nama besar Dibyo Mamangkoro, akan tetapi belum pernah berjumpa dan belum
pernah menyaksikan kedigdayaannya.
Oleh karena itulah tadi mereka mencoba-coba dan hasilnya
benar-benar amat me malukan mereka. Dengan mudah akan
tetapi aneh sekali mereka ditangkap, dipondong dan
dia mbungi! . Mereka sebagai orang-orang sakti maklum bahwa tingkat
kepandaian kakek aneh ini lebih tinggi daripada tingkat
mereka, ma klum pula bahwa kalau mereka menyerang lagi,
mungkin mereka akan menga la mi hal yang lebih hebat.
Maka mereka dia m saja, dia mbungi juga tidak berani
berkutik ! . Melihat betapa kakek yang menjadi gurunya
itu menga mbungi dua orang wanita cantik sehingga terdengar
suara ngak-ngok-ngak-ngok, Endang Patibroto merasa muak.
Muak a kan perbuatan kake k itu. Biarpun ia mas ih kecil,
baru berusia sebelas tahun, namun naluri kewanitaannya
tersentuh oleh perbuatan yang melanggar susila ini. la kecewa
dan marah, karena betapapun juga, kakek itu sudah menjadi
gurunya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Melihat perbuatan gurunya ini, diam-dia m ia ikut merasa
ma lu. Tanpa disadarinya ia mence la,
"Ihhh, menjijikkan dan me malukan ....... ! "
Sambil tertawa-tawa, Dibyo Mamangkoro menoleh ke arah
Endang Patibroto, kemudian ia
menggerakkan kedua
lengannya dan tubuh Ni Durgogini dan Ni Nogogini terlempar
ke depan sampai tujuh de lapan meter jauhnya.
"Hua-ha-ha-ha, pergilah, Nini. Keringat kalian mulai tak
sedap, dan muridku mua k me lihat perma inan kita. Juga
kulihat kirik licik itu me lotot matanya, hatinya penuh iri dan
cemburu. He, kirik licik, apakah engkau kekasih kedua orang
siluman betina itu?"
Ucapan itu ditujukan kepada Jokowanengpati yang sejak
tadi me mang sudah marah sekali. Melihat betapa kakek yang
baru datang dan amat sombong ini menghina Ni Durgogini, ia
tak dapat menahan ke marahannya.
la tidak mengenal dan be lum pernah mendengar na ma
Dibyo Mamangkoro. la dapat menduga bahwa kakek ini tentu
sakti, akan tetapi karena di situ terdapat teman-temannya
yang kesemua-nya adalah orang-orang berilmu t inggi, hatinya
menjad i besar dan sa mbil menge luarkan seruan keras tubuh
Jokowanengpati melompat ke depan dengan Aji Bayu Sakti,
tangannya bergerak melancarkan pukulan Siyung Warak.
"Joko, jangan.......!!"
Ni Durgogini menjer it penuh kekhawatiran, namun
terlambat karena tubuh Jokowanengpati sudah melayang ke
arah Dibyo Mamangkoro.
Hebat serangan itu, dahsyat bukan main Biarpun masih
muda, Jokowanengpati adalah murid Empu Bharodo, bahkan
bekas murid yang terkasih. Di samping ini, iapun menerima
banyak petunjuk dari Ni Durgogini yang menariknya sebagai
kekasih. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Gerakannya cepat laksana burung srikatan dan pukulannya
antep seperti terjangan seekor badak.
Dibyo Mamangkoro yang berdiri sa mbil merang kul pundak
muridnya dengan tangan kiri, tidak mengelak melihat
serangan ini, hanya tersenyum dan berkata,
"Muridku, kau saksikan ba ik-baik gerakanku ! "
Ketika tubuh Jokowanengpati dan terjangannya tiba, Dibyo
Mamangkoro hanya mengangkat lengan kanannya yang besar,
Badai Laut Selatan Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tangannya digerakkan secara aneh dan hebat kesudahannya!
Jari-jari tangan kanan itu selain berhasil menangkis pukulan
kedua tangan Jokowanengpati, juga sempat menyentil kedua
tulang pundak Jokowanengpati sehingga terlepas sambungan
Kedua tulang pundaknya, kemudian tangan itu masih dapat
menerka m bahu di bagian dada lalu melontarkan tubuh itu ke
atas ! . Jokowanengpati mengeluarkan teriakan ngeri dan matanya
terbelalak Saking heran dan kaget bercampur takutnya
Tubuhnya tak tertahankan lagi me layang ke atas berputaran,
kadang-kadang kepala di atas kadang-kadang di bawah, terus
me layang ke atas dan akhirnya te mangsang (tertahan) di
puncak pohon randu alas yang tu mbuh di dekat tempat itu!
Cepat-cepat ia merangkul cabang-cabang pohon dengan
kedua tangan dan kakinya, karena kedua tangannya tidak
bertenaga lagi, lumpuh setelah sa mbungan tulang pundaknya
terlepas. Ni Durgogini cepat-cepat lari ke pohon itu, melompat ke
atas dan dengan cekatan ia menolong dan men urunkan tubuh
Jokowanengpati. Lega hatihya ketika orang muda itu duduk di
atas tanah dan diperiksanya, ternyata hanya kedua pundak
lepas sambungan tu langnya, tidak ada luka lain.
Dengan mudah saja ia dapat menyambungkan kembali
tulang pundak dengan ra muan obat yang selalu dibawanya
dalam kemben (ikat pinggang), yaitu obat-obat untuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menye mbuhkan luka- luka, keracunan, dan patah tulang.
Dengan penuh kasih sayang Ni Durgogini men gurut-urut dan
me mijat- mijat pundak sa mbii menaruhkan obat.
"Hua-ha-ha-ha! Aku mendengar Gusti Pangeran Ano m
me mpunyai banyak pembantu yang sakti. Kiranya hanya
orang-orang maca m ini! Hayo, siapa hendak mencoba lagi"
Hayoh! Mumpung Dibyo Ma mangkoro sedang ge mbira!"
"Huh-huh-huh, bagaimana ini ..........." Sial dangkalan
benar, mencari perkara! Mencari penyakit! Ouhh, Adinda
Senopati Dibyo Mamangkoro! Sudahlah s udah, siapa yang
tidak tahu akan kesaktian mu" Sudahlah, kau a mpunkan
orang-orang muda yang tidak mengena l tingginya gunung
dalamnya lautan! Kami adalah utusan Gusti Pangeran Ano m,
diutus menghukum si pe mberontak Bhagawan Rukmoseto,
sama sekali tidak diutus me musuhimu!"
"Pertapa bungkuk gudang penyakit, Kakang Cekel
Aksomolo! Mulut mu sejak dahulu tetap bau, tak pernah
berubah, tukang bohong tukang fitnah! Siapa tidak tahu kalian
datang ke sini mencar i pusaka Mataram yang hilang" Siapa
tidak tahu engkau meroboh kan Bhagawan Rukmoseto dengan
keroyokan yang mema lukan" Perg ilah kalian se mua, sebelum
aku paksa kalian mengeroyokku ! "
Sebetulnya, kalau saja enam orang itu maju bersama
mengeroyoknyaj belum tentu mereka akan kalah oleh Dibyo
Mamangkoro. Betapapun saktinya Dibyo Mamangkoro, na mun
menghadap i pengeroyokan enam orang yang me mang sakti
itu, agaknya ia takkan dapat menang secara mudah.
Akan tetapi, sikap Dibyo Mamangkoro yang tabah dan
me mandang rendah ini, apalagi sepak terjangnya tadi, sudah
menye mpitkan nyali mereka. Apalagi, jelas bahwa di dalam
pondok tidak terdapat pusaka Matara m dan agaknya kalau
dipikir-pikir, orang seperti Bhagawan Rukmoseto atau Resi
Bhargo-wo ini tidak mungkin mau bicara bohong.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Agaknya me mang patung pusaka Matara m itu tidak berada
di pulau ini. Untuk apa melibatkan diri dalam per musuhan
dengan seorang digdaya seperti Dibyo Mamangkoro ini kalau
sekiranya pusaka tidak berada di situ " .
"Uuh-huh,baiklah....... baiklah...... ! kami pergi. Memang
tugas kami sudah selesai. Mari kawan-kawan, kita kembali ke
perahu. Uuhhh, sialan ! "
Pergilah ena m orang itu bersungut-sungut me ninggalkan
tempat itu, kembali ke pantai di mana perahu besar telal
menanti mereka. Setelah enam orang itu pergi, Dibyo
Mamangkoro melangkah lebar ke pondok, kakinya menendang-nendang apa saja yang menghalang di depannya.
Bangku, meja, pedupaan dan Ia in-la in. Matanya mencar i-cari.
Bahkan ketika kakinya diayun dan tanganny; digerakkan, s isa
pondok kecil itu terbang jauh ke belakang.
Endang Patibroto mendekati tubuh kakeknya yang
terlentang di atas tanah Melihat kakek itu tak bergerak-gerak
dari hidung, telinga dan ujung bibir keluar darah, matanya
terpejam, Endang Patibroto kaget dan berduka sekali. Ia
mengira bahwa kakeknya tentu sudah tewas.
Dia m-dia m ia menggigit giginya dan dalam hati ia mencatat
wajah enam orang tadi. Akan tetapi ia tidak mau berlutut
mende kati tubuh kakeknya, Endang Patibroto seorang anak
yang luar biasa cerdiknya. la maklum bahwa kakek sakti yang
menjad i gurunya itu bukan lah sahabat baik kake k nya, karena
itu tidak perlu ia menceritakan hubungannya dengan kakek
yang mengge letak mati di situ.
Di sa mping kecerdikannya yang luar biasa, juga anak
perempuan ini me miliki dasar hati yang keras, nyali yang
tabah dan dengan mudah ia dapat mene kan perasaan hatinya.
Sungguhpun hatinya seperti diremas me lihat keadaan
kakeknya, namun pada wajahnya yang agak pucat itu tidak
terdapat tanda sesuatu ! .
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
la menoleh ke arah Dibyo Mamangkoro yang masih
menga muk dan menendang-nendang s isa pondok, je las
mencari-cari. "Kau mencari apakah, Eyang?" tanyanya, padahal di dala m
hatinya anak ini dapat menduga bahwa gurunya itu tentu
mencari patung kencana, patung pusaka Mataram yang
menjad i bagian Joko Wandiro. Tanpa disadannya, ia meraba
gagang keris pusaka Brojol Luwuk yang terselip di
pinggangnya, tertutup baju.
"Huh! Mencari apa" Mencari pusaka Matora m yang
kabarnya hilang. Aku belum pernah melihatnya, Kabarnya
pusaka Mataram itu berbentuk patung kencana berujut Sang
Hyang Whisnu. Monyet-monyet tadipun datang untuk mencari
benda itu. Agaknya me mang tidak berada di tempat ini,"
"Patung kencana saja untuk apa sih, Eyang" Mari kita pergi
saja dari sini. Aku tidak senang di sini!"
Endang Patibroto menggandeng tangan gurunya dan
menarik-nariknya pergi dari situ. Dibyo Mamangkoro tertawatawa, akan tetapi tidak me mbantah dan membiar kan dirinya
ditarik-tarik. Dia tidak tahu betapa perbuatan Endang
Patibroto ini ada sebabnya, yaitu ketika anak itu tadi melihat
tubuh kakeknya bergerak-gerak perlahan Setelah tiba di
pantai, mereka melihat perahu layar besar itu sudah berlayar
jauh, Dibyo Mamangkoro la lu men ggendong muridnya, dan
menyeberang ke darat dengan cara seperti tadi, yaitu dengan
"menunggang" mancung ke lapa.
Memang betul apa yang dilihat oleh Endang Patibroto dan
yang diduganya tadi. Tubuh Sang Bhagawan Rukmoseto yang
disangka orang telah tewas itu, bergerak-gerak perlahan.
Mula- mula kedua kakinya, lalu kedua tangannya, kemudian
terdengar ia menge luh per lahan, me mbuka matanya dan
dengan gerakan le mah dan la mbat ia berusaha bangkit.
Namun ia roboh kembali sehingga dagu dan pipinya
menumbuk tanah. Agaknya ini bahkan me mbuat ia sadar. la
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menge luh, mengejap-ngejapkan matanya, lalu berhas il bangkit
dan duduk. Ia memandang ke sekitarnya. Sunyi. Hanya
terdengar suara ombak me mberisik di pantai. Ia menoleh ke
belakang, ke arah pondoknya. Sudah berantakan dan tidak
ada pondoknya lagi, hanya tinggal bekas-bekasnya. la menarik
napas panjang. "Ya Jagad Dewa Batara......., terjadilah kiranya segala
kehendak Hyang Widi Wisesa! ....... Hamba
masih diperkenankan hidup....... untuk apa dan sa mpai kapan?"
la lalu bersila, mengheningkan cipta me musatkan panca
indera, setelah hening lalu diarahkan ciptanya mengumpul dan
menghimpun se mua hawa murni dalam tubuh, menyalurkannya ke arah belakang kepala untuk menye mbuhkan luka pukulan yang sepatutnya menghancurkan kepala-nya itu. Sampai terasa panas seperti
dibakar api dari dalam, nyeri bukan ma in !.
*d***e* Kita tinggalkan dulu Sang Bhagawan Rukmoseto yang
secara ajaib atas kehendak Yang Maha Kuasa, dapat terlepas
dari ancaman maut itu. Mari kita menengok dan mengikuti
perjalanan Pujo bersa ma Kartikosari dan Roro Luhito.
Tiga orang ini me nunggang kuda, pertama-tama mereka
mencari kedua orang anak, yaitu Endang Patibroto dan Joko
Wandiro, di sekitar daerah pantai selatan. Mereka naik turun
gunung yaitu barisan Gunung Kidul yang me mbujur dar i timur
ke barat tiada berkeputusan.
Mereka keluar masuk hutan, ada
kalanya harus men inggalkan kuda untuk mtnuruni tebing pantai yang a mat
curam dan yang tidak mungkin dapat dilakukan seekor kuda.
Namun hasilnya sia-sia belaka. Kedua orang anak itu lenyap
tanpa ada jejaknya, seakan-akan lenyap ditelan bumi. Mulai
gelisah hati Kartikosari yang kehilangan puterinya. Alga Pujo
muiai merasa khawatir kalau- kalau kedua orang anak itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tertimpa ma lapetaka. Ia amat sayang kepada Joko Wandiro,
apalagi setelah kini diketahui bahwa ayah Joko Wandiro
sesungguhnya bukanlah musuh besar yang selama ini
didenda mnya. Dan tentu saja ia ingin sekali berte mu dengan Endang
Patibroto, anak kandungnya. Untung bahwa di sa mping
mereka terdapat Roro Luhito yang pandai sekali menghibur
mereka. Bahkan kadangkadang wanita muda itu berte mbang,
suaranya merdu sekali, pandai berkelakar, wajahnya selalu
riang dan s ikapnya bebas sehingga puteri adipati ini kadang-kadang. dapat menghibur mereka dan me mbuat sua mi isteri
itu tersenyum. "Nimas Sari, kurasa untuk mencari anak kita dan muridku,
kita me mbutuhkan bantuan banyak orang. Bagaimana kalau
kita sekarang pergi ke Bayuwis mo" Para cantrik kiranya. akan
dapat me mbantu kita. Pula, perlu kita menghadap bapa resi
yang tentu amat sengsara hatinya oleh kepergian kita."
Kedua mata Kartikosari menjadi basah ketika ia teringat
akan ayahnya. la mengangguk dan menjawab, "Agaknya
begitulah sebaiknya, Kakangmas Kita perlu mohon pengampunan dan petunjuk dar i ayah."
"Akupun akan pulang ke Selopenangkep. Siapa duga bahwa
kita sebenarnya adalah tetangga dekat! Jangan kalian
khawatir, mari ikut aku ke Selopenangkep. Dengan
pengerahan pasukan kadipa ten untuk mencar i jejak kedua
orang anak itu, tentu akan dapat segera berhasil!"
"Terima kasih, Diajeng. Akan tetapi biarlah kita pergi dulu
ke Bayuwis mo me njenguk ayah sepertl yang diusulkan
kakangmas Pujo. Kalau perlu kelak, boleh saja kami menerima
bantuanmu itu. Memang lebih banyak yang mencari lebih
baik." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mari kita berangkat," kata Pujo, memandang ke angkasa,
"matahari sudah naik t inggi. Kalau kita me mpercepat kuda,
menje lang senja kita akan sampal di Bayuwis mo."
Tiga ekor kuda me loncat ke depan la lu terdengar derap
kaki mereka mernbalap ke arah barat. Pujo berada di depan,
tegap dan gagah perkasa. Kartikosari di tengah dan Roro
Luhito pa ling belakang. Ra mbut kedua orang wanita cantik
jelita ini ber kibar tertiup angin.
Tepat seperti telah diperhitungkan oleh Pujo, lewat tengah
hari sarnpailah mereka di Sungapan dan dari jauh sudah
nampak pondok Bayuwismo.
Tiba-tiba Kartikosari berseru,
"Kakangmas, berhenti di sini ! "
Pujo menahan kudanya dan mereka bertiga melompat
turun. Tiga ekor kuda yang tubuhnya penuh keringat dan
hidungnya berke mbang-kempis terengah-engah itu dilepas.
"Mengapa, Nimas" "
Dengan terharu Kartikosari berkata,
"Sudah terlalu la ma kita tidak pulang. Akan terlalu
mengagetkan ayah kalau kita datang berkuda. Kasihan, ayah
sudah tua ..... "
Wanita itu menahan isak, lalu dengan a ir mata me mbasahi
pipi is memandang Pujo, me ma ksa senyum.
"Hatiku terlalu ge mbira ..... melihat pondok itu. ...... . mari
kita ke sana, Kakangmas. Diajeng Luhito, mari ..... "
Dengan wajah berseri akan tetapi sinar matanya penuh
keharuan Kartikosari menggandeng tangan Pujo dan tangan
Badai Laut Selatan Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Roro Luhito. Berangkatlah mereka berjalan kaki melalui pantai
berpasir, membiarkan kuda mereka mencari rumput dan
me lepaskan le lah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ehhh.. ..... apa itu. .... .. " "
Tiba-tiba Roro Luhito men udingkan telunjuknya ke depan
agak ke atas. Mereka harus melindungi mata dar i sinar
matahari yang sudah condong ke barat, karena letak pondok
itu berada di sebelah barat.
"Seperti ..... burung-burung gaga k ..... " kata Kartikosari.
"Ahhh ..... apakah yang menggeletak di pasir itu. ..... .?"
Pujo berseru dan serentak, seperti mendapat komando,
ketiga orang itu lalu lari, tidak bergan-deng tangan lagi,
me lainkan berlari, cepat seperti tiga orang kanak-kanak
bermain-main dan berlumba lari di atas pasir pantai ! .
"Duh Jagad Dewa Batara .... !!"
Pujo berseru ketika me lihat bahwa ena m orang cantr ik
Bayuwis mo telah mengge letak ma lang-melintang di atas pasir,
tak seorangpun di antara mereka masih bernapas.
"Aduh Gusti....... !! "
Kartikosari menjerit dan berlutut di samping sua minya,
me mer iksa enam orang yang sudah menjadi mayat itu.
Keadaan mereka sungguh mengerikan. Tidak tampa k lukaluka yang menge luarkan darah d i tubuh mereka, na mun je las
bahwa mereka tewas penuh penderitaan. Ada yang dengan
mata terbelalak, dan wajah mereka masih me mbayangkan
kengerian dan ketakutan.
Roro Luhito berdiri seperti patung, terbelalak me mandang
ke arah mayatmayat itu, tidak tahu harus berkata apa ttau
berbuat apa. "Ramanda res i....... !"
Tiba-tiba Kartikosari yang teringat ayahnya menjer it ngeri
dan meloncat lalu lari ke arah pondok, diikuti oleh Pujo yang
wajahnya pucat dan gelisah sekali. Roro Luhito juga berlari di
belakang mereka.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Seperti orang gila, Kartikosari nnema suki pondok ha mpir
berbareng dengan Pujo dan di belakang mereka, Roro Luhito
juga menyusul masuk. Pondok itu kosong! Akan tetapi jelas
tampak tandatanda bahwa orang telah menggeledah pondok
itu dengan kasar. Semua isi pondok jungkir-ba lik.
Melihat pondok itu kosong, Kartikosari agak lapang
dadanya. Akan tetapi ia mas ih merasa tidak ena k, lalu lari
keluar dari pintu belakang, diikut i Pujo dan Roro Luhito.
Setelah rnencari-cari dan yakin bahwa tidak ada mayat lain di
sekeliling pondok, mereka ke mba li ke depan pondok.
Kartikosari terisak dan merangkul lengan kiri Pujo yang
berdiri tegak dengan muka pucat dan mata me lotot
me mandang ke arah mayat-mayat yang ma lang me lintang.
Roro Luhito berdebar debar jantungnya, merasa gelisah dan
tidak enak hatinya. Siapakah yang me lakukan pe mbunuhan
keji ini" Janganjangan pembunuhnya datang dari Kadipa ten
Selopenangkep! la merasa cemas sekali.
"Kakangmas Pujo, siapakah kiranya yang begini keji.
me mbunuhi para cantrik yang tidak berdosa " "
Kartikosari berta nya, suaranya gemetar. la mengenal
semua cantrik ini, apalagi cantrik Wisudo dan cantrik Wistoro
yang tua. Kedua orang cantrik ini dahulu seringka li
menggendongnya dan mengajaknya main-ma in ketika ia
masih kec il. Mereka itu seperti pa man-pa mannya, atau kakakkakaknya sendiri.
Dan sekarang, mereka se mua menggeletak tak bernyawa di
depan kakinya ! Pujo rnenggeleng kepada, lalu menge pal tinju
tangannya. "Aku sendiri tak dapat menduga, Nimas. Akan tetapi
siapapun juga orangnya, dia itu tentu memusuhi bapa resi.
Mungkin bapa resi tidak berada di pondok, ma ka kernarahan
orang atau orang-orang itu ditimpakan kepada para cantrik.
Keji benar mereka!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kakangmas Pujo, bukan kah dekat tempat ini terdapat
dusun" Tentu di antara penduduk dusun ada yang melihat,
siapa yang baru-baru ini datang ke sini. Kulihat para korban ini
belum terlalu la ma tewasnya...."
"Kau benar!" Pujo berteriak. "Nimas Sari, kau bersama jeng
Roro tunggu di s ini, biar kucari keterangan sebentar ke
dusun!" Tanpa menanti jawaban Kartikosari yang masih termangumangu itu Pujo lalu me lesat cepat dan lari secepatnya menuju
dusun terdekat, yaitu dusun Karang Tumaritis.
Seorang nelayan tua me mandangnya dengan mata
terbelalak heran. Barulah nelayan ini merasa yakin bahwa la
tidak ber mimpi ketika Pujo berseru kepadanya,
"Paman Kerpu !"
"Eh....... benarkah ..... Gus Pujo ini.. ..... ?"
"Benar, Paman."
"Wah, sewindu lebih engkau pergi, gus. Juga Nini
Kartikosari ..... ! malah setahun kemudian kakang resi pergi
pula men inggalkan Sungapan. Aduh, alangkah banyaknya
peristiwa terjadi sejak itu ..... Gus. Perubahan besar terjadi di
mana- mana dan ......."
"Maaf, Paman Kerpu," Pujo me motong. "Saya sengaja
mencari Pa man untuk bertanya, apakah Paman me lihat ada
orang mendatangi Bayuwis mo tadi?"
"Tadi ....... " "
"Dalam hari ini ma ksud saya, Paman. Adakah Pa man
me lihat orang-orang pergi ke sana?"
Kakek itu mengerutkan keningnya dan menggeleng-geleng
kepalanya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku tidak me lihatnya, gus. Kalau dahulu me mang. Wah,
jahat-jahat benar orang-orang dari Kadipaten Se lopenangkep.
Pantas saja Sang Hyang Widi sekarang me nghukum mere ka."
"Apa yang terjadi ketika itu, Paman?" Pujo tertarik.
Mungkin kejadian dahulu ada hubungannya dengan kejadian
sekarang. "Terjadinya sudah lama sekali. Setahun lebih setelah kau
dan isterimu perg i, atau tidak la ma setelah kakang resi pergi
tanpa pamit. Serombongan orang-orang dari Kadipaten
Selopenangkep datang dan ....... ah, benar kejam sekali. Lima
orang cantrik di Byuwis mo dibikin tuli se mua!"
"Dibikin tuli?"
"Ya, entah bagaimana. Tahu-tahu mereka itu tuli se mua.
Akhir-akhir ini aku jarang mengunjungi pondok Bayuwis mo.
Habis, enam orang cantrik sana menjad i tuli se mua, sukar
diajak bicara. Akan tetapi sekarang datang hukuman
Kadipaten Selopenangkep. Kabarnya Adipati Joyowiseso
ditangkap, dan kadipaten dia mbil a lih serombongan pasukan
dari kota raja. Entah bagaimana duduknya perkara. Kami
orang-orang kecil mana berani banyak bertanya?"
"Terima kasih, Paman. Saya harus pergi sekarang juga.
Peristiwa hebat terjadi di Bayuwisrno. Keenam paman cantrik
di sana telah terbunuh hari ini."
"Mereka terbunuh ....... " Siapa....... siapa......." "
"Entah siapa pe mbunuhnya. Justeru saya
sedang me lakukan penyelidikan."
"Kalau begitu, biar kukerahkan kawan-kawan untuk
me mbantu di sana, mengurus mere ka ....... " Kakek itu menjadi
pucat dan segera ia berteriak-teriak sambil lar i me masu ki
dusun. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pujo mengangkat pundaknya, lalu ia menggunakan ilmu
Ian cepat kembali ke Bayuwis mo di mana kedua orang wanita
itu menanti dengan pentih harapan.
"Bagaimana, Kakangmas" Berhasilkan" Siapakah yang
me lakukan ini?"
Kartikosari tidak sabar Iagi, menyarnbut suarninya dengan
hujan pertanyaan.
"Tida k ada orang yang melihat orang datang ke sini, Nimas.
Akan tetapi ....... "
Pujo berpaling ke arah Roro Luhito dan menahan katakatanya. Selama ini, Pujo tidak pernah terlepas dari perhatian
puteri Adipati Selopenangkep ini. Belum pernah sedetikpun
juga Roro Luhito dapat melenyapkan rasa cinta kasihnya
terhadap Pujo yang sela ma bertahun-tahun ia tahan-tahan.
Selama bertahun-tahun ketika ia menjadi murid Resi
Telomoyo, ia selalu merindukan Pujo dan seringkali di waktu
tidur ia bermimpi tentang laki-laki yang menjadi pujaan
hatinya. Biarpun Ia tahu bahwa ia telah salah duga, dan
bersama dengan terbukanya rahasia itu maka harapannya
untuk menjad i isteri Pujo tersapu habis seperti asap tipis
tersapu angin, namun tak pernah hatinya dapat ia yakinkan
bahwasanya rnencinta Pujo merupakan hal yang sia-sia
belaka. Perasaannya tetap saja lekat kepada laki-laki itu dan setiap
gerak-gerik Pujo tak pernah terlepas daripada perhatiannya,
sungguhpun tentu saja ia tidak, berani memper lihatkan secara
berterang. Ia tidak ce mburu kepada Kartikosari karena sejak dahulupun ia ma klurn bahwa Kartikosari adalah isteri Pujo. Ia hanya
merasa dia m-dia m iri dan perasaannya seringkali hancur,
namun tangisnya hanya ia kubur di dalam lubuk hatinya, tak
pernah ia biarkan keluar, bahkan ia tutup-tutupi dengan s ikap
riang ge mbira! Hanya di waktu ma la mlah, apabila mereka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bertiga sudah tertidur, ia berani me mbiarkan air matanya
bercucuran, menang is tanpa suara! .
Karena itulah, maka begitu Pujo berpaling dan me mandang, ia sudah dapat menang kap bahwa ada sesuatu
terjadi yang menyangkut dirinya. Jantungnya berdebar dan ia
cepat-cepat bertanya,
"Kakangmas Pujo, ada terjadi apakah" Di Selopenangkep
....... ?"" "
Pujo mengangguk, dan dia m lag i.
"Kakangmas, kalau terjadi sesuatu, ceritakanlah. Diajeng
Roro Luhito bukan lah anak kecil lagi, tak perlu menye mbunyikan sesuatu."
Pujo menarik napas panjang, kemudian is berkata,
"Tadi aku bertemu dengan Paman Krepu "
"Nelayan tua Karang Turnaritis ahli mengail ikan kerpu itu?"
potong Kartikosari.
"Benar, dialah orangnya. Dari paman Kerpu aku mendapat
keterangan bahwa sehari ini tak tampa k orang datang ke
tempat ini. Akan tetapi ha mpir sepu luh tahun yang lalu
me mang ada pasukan dari Selopenangkep yang datang ke
Bayuwis mo dan ....... "
Kembali Pujo men gerling ke arah Roro Luhito. Betapapun
juga, setelah mendengar kisah Roro Luhito dan setelah
meneliti s ikap dan watak gadis bangsawan ini selama dalam
perjalanan. Pujo merasa kasihan kepadanya dan tidak ingin
menyinggung perasaannya atau me mbuatnya berduka.
"Teruskanlah, Kakangmas Pujo. Tak perlu ragu dan rikuh
kepadaku, karena biarpun aku puteri kadipaten, buktinya aku
me larikan diri, minggat dari kadipaten. Berarti aku bukan
puteri kadipaten lagi, me lainkan seorang gadis gelandangan
Kartikosari!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Gadis itu tersenyum, akan tetapi Kartikosari me mbuang
muka karena hatinya tertusuk, tidak tega melihat wajah ayu
yang senyumnya amat pahit me mbayangkan kehancuran
kalbu itu. "Menurut cerita pa man Kerpu, enam orang cantrik itu telah
dibikin tuli, lebih tepat lagi, lima orang cantrik karena Paman
Cantrik Wistoro me mang sudah tuli sejak dahulu."
"Siapa yang me lakukan hal sekeji itu?" tanya Kartikosari.
"Paman Kerpu tidak tahu, juga tidak ada orang lain yang
tahu. Hanya yang jelas diketahui bahwa yang melakukan
adalah rombongan pasu kan dari Selopenangkep. Kemudian
paman Kerpu menceritakan bahwa Kadipaten Selopenangkep
telah dia mbil a lih oleh sero mbongan pasukan dar i kota raja,
dan dan paman Adipati Joyowiseso kabarnya ditangkap."
Perubahan satu-satunya yang terjadi pada diri Roro Luhito
hanyalah cahaya matanya yang mendadak menjad i tajam
berkilat-kilat seakan-akan mengeluarkan api.
"Kalau begitu, mungkin yang melakukan pe mbunuhan
adalah orang-orang yang kini berkuasa di Selopenangkep!"
kata Kartikosari.
"Mungkin sekali dan hal ini baru je las kalau kita menyelidiki
ke sana. Selain itu, agaknya. . ..... hemmm, perlu kau
me mbantu ku, Nimas. Aku harus melihat keadaan kadipaten itu
dan sedapat mungkin menolong ayah diajeng Roro Luhito,
hitung-hitung untuk menebus dosaku dahulu ....... "
Tiba-tiba Roro Luhito tak dapat menahan keharuan hatinya
lagi. la melompat ke depan dan tanpa ragu-ragu ia memegang
tangan Pujo dan tangan Kartikosari, bulu matanya yang pan
jang lentik itu basah ketika ia berkata,
"Kakangmas, Kakangmbok aku a mat berterima kasih
kepada kalian Aku a mat khawatir tentang keadaan ayah.......!
Marilah kita segera !"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pada saat itu datanglah berbondong-bondong penduduk
Karang Tumar itis dan sekitarnya, dipimpin oleh Kerpu.
Pujo lalu menyerahkan kepada mereka untuk mengurus
penguburan enam orang cantrik itu, kemudian ia bersama
Kartikosari dan Roro Luhito segera meninggalkan te mpui itu,
Badai Laut Selatan Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mendapatkan kuda mereka dan cepat mereka menuju ke
Selopenangkep. Datang perjalanan membelok ke utara ini
mereka t idak banyak cakap, dan malam telah tiba ketika
mereka t iba di luar daerah Kad ipaten Selopenangkep.
Pujo menghentikan kudanya, me mberi isyarat kepada dua
orang wanita itu untuk berhenti dan turun.
"Lebih baik kita tinggalkan kuda di s ini dan me lanjutkan
perjalanan dengan jalan kaki. Kita tidak tahu siapa yang
berkuasa di sana, tidak tahu pula apakah mere ka itu akan
me musuhi kita, karena itu, penyelidikan harus dila kukan
secara rahasia."
"Malam hari a matlah tepat untuk melakukan penyelidikan
rahasia," kata Kartikosari.
Setelah mengikatkan kuda di bawah sekelompok pohon,
mereka lalu me lanjutkan per jalanan dengan hati-hati
mende kati tembok rendah yang menge lilingi daerah Kadipaten
Selopenangkep. "Kakangmas berdua setelah nanti tiba di kadipaten, harap
me lakukan penyelidikan dengan hati-hati. Kurasa paling ba lk
masu k melalui pintu depan dan terang-terangan menyatakan
hendak bertemu dengan pengurus yang baru. Mereka tidak
mengenal kalian berdua, agaknya keadaan kalian berdua tidak
akan berbahaya. Akupun tidak takut untuk masu k berterang,
kalau perlu a ku akan men gadakan a muk di sana. Akan tetapi,
aku harus rnemikirkan keselamatan ayah dan keluargaku.
Mungkin mereka masih di tahan di sana, dan sebelum
menyelidiki keadaan mereka, lebih baik aku tidak ikut masuk
bersama ka lian."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Habis, bagaimana kau henda k mencar i keluarga mu?"
"Aku mengenal jalan rahasia me masuki kadipaten dari
belakang. Aku sudah hapal akan tempat tinggalku sejak aku
lahir di sana. Dan akan lebih leluasalah bergerak seorang diri."
Pujo mengangguk-angguk.
"Baiklah, Diajeng. Kami berdua a kan masu k dari depan.
Biar kami menarik perhatian mere ka semua sehingga keadaan
di sebelah da la m berkurang penjagaannya dan kau dapat
mencari ke luarga mu dengan leluasa. "
Kata-kata Pujo ini disa mbung oleh Kartikosari,
"Mudah-mudahan saja ayahmu se keluarga dalam selamat,
Adikku." Sepasang mata Roro Luhito kemba li me mancarkan sinar
berapi seperti tadi.Ia mendengus dan sambil rnenggeget
(me mperternukan gigi) berkata,
"Se moga begitu. Kalau tidak kubikin karang abang (lautan
api) dan banjir darah di Kadipaten Selopenangkep!"
Kartikosari merang kulnya.
"Jangan khawatir, Diajeng. Musuh besar pribadi kita sama
orangnya. Agaknya musuh keluarga kita juga sa ma. Kami
akan menda mpingimu!"
Roro Luhito meraih dan menga mbung pipi Kartikosari.
"Kau seorang yang amat baik."
Ketika mereka tiba di depan istana kadipaten, dari luar
keadaannya seperti tidak ada perubahan. Diam-dia m hati Roro
Luhito terharu melihat tempat tu mpah darahnya ini. Sepuluh
tahun lebih la meninggalkan te mpat ini dan betapa rindunya
akan tempat ini. Melihat sepasang potion beringin di depan
halaman, pohon sawo di sebelah kiri dan taman sari di sebelah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kanan terus ke belakang, terbayanglah is betapa ketika masih
kecil ia ber main-ma in di ternpat itu.
"Ka mi akan masu k berbareng, Diajeng," bis ik Pujo.
Roro Luhito mengangguk dan menyelinaplah dia ke dalam
gelap, menyusuri pagar te mbok kadipaten sebelah kanan.
la mengenal jalan rahasia dar i balik pagar te mbok ta man
sari. Sementara itu, Pujo menggandeng tangan isterinya dan
me langkah lebar ke arah pintu gerbang depan, di mana
terdapat gardu para penjaga. Makin dekat, terdengarlah suara
para penjaga, dan kanan kiri pintu gerbang terdapat lampu
yang apinya bergoyang-goyang tertiup angin.
Waktu itu belum malam benar dan para pen jaga masih
berkumpul di gardu karena belum waktunya meronda.
Pujo yang pernah melakukan penyerbuan ke kadipaten ini
sepuluh tahun yang lalu, melihat betapa pakaian para penjaga
kini berbeda dengan dahulu. Pakaian penjaga yang sekarang
ini ieb ih mentereng, juga sebagian besar adalah orang-orang
muda. Ada tujuh orang penjaga di situ, sedang bercakap-cakap
dan kadang-kadang tertawa. Setelah dekat jelas terdengar
bahwa mereka itu me mpercakapkan wanita. Karena
percakapan mereka itu kotor dan cabul, Pujo me mpercepat
langkahnya dan batuk-batuk.
Berhentilah percakapan itu seperti yang diharap kan Pujo
dan beberapa orang muncul keluar dari gardu penjagaan.
Melihat seorang laki-la ki ta mpan dan seorang wanita cantik
jelita berdiri di pintu gerbang, mereka itu tercengang dan
segera menegur,
"Siapakah kalian dan ada keperluan apakah?"
Tujuh orang penjaga itu kini sudah keluar se mua dan
empat belas buah mata yang haus semua melotot lebar
tertuju ke arah tubuh yang denok montok dan wajah yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
cantik jelita itu. Kecantikan wajah dan kehalusan kulit tubuh
Kartikosari ta mpak makin me mpesonakan tertimpa sinar
la mpu yang kemerah- merahan. Mereka itu selain terpesona,
juga terheran - heran mengapa selama ini mereka tidak
pernah bertemu dengan wanita ayu ini di Kadipaten
Selopenangkep. "Ka mi hendak men ghadap Sang Adipati!" jawab Pujo
singkat, sedangkan Kartikosari me mbuang muka karena tidak
dapat menahan kemarahan dan malunya melihat betapa tujuh
orang penjaga itu me mandangnya dengan mata lahap seakan
dengan Pandang mata itu mereka henda k menelanjanginya
bulat-bulat! "Menghadap Sang Adipati?" Si penanya menyeringai dan
bermain mata dengan te man-te mannya.
"Eh, masih keluarga Adipati Joyowiseso?" tanya orang ke
dua. "Dari mana ka lian datang?" orang ketiga bertanya pula.
"Ka mi bukan keluarga Adipati Joyowiseso dan kami datang
dari Sungapan."
"Dui Bayuwis mo?" kata seorang.
"Murid Resi Bhargowo ....... ?" seru yang ke dua.
Pujo tak dapat mengendalikan ke marahannya lagi.
"Betul, dan le kas beritahukan ad ipati atau yang menjadi
penguasa di Kadipaten Selopenangkep bahwa kami berdua
hendak bertemu!"
Tujuh orang itu kelihatan tegang dan tangan mereka
otomatis meraba senjata. Ada yang niencabut golok, ada yang
meraba gagang pedang dan ada Pula yang menyambar
tornbak. "Tangkap dial"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Biar kutangkap yang wanita, ha-ha ! "
Bermaca m-macarn teriakan mereka. Akan tetapi suara
ejekan dan ketawa mereka segera disusul teriakan kaget dan
kesakitan, mencelatnya senjata dan robohnya tubuh dua
orang. Kartikosari sudah menerjang maju dan dua kali
tangannya hergerak, dua orang tadi sudah roboh. Pujo juga
sudah bergerak karena melihat para penjaga itu mulai
menggerakkan senjatanya. Iapun merobohkan dua orang
dengan sekali bergerak.
Melihat ini, tiga orang lain menjadi gentar, namun mereka
masih berteriak-teriak sambil mengayun-ayunkan senjata dari
tempat agak jauh, takut men dekati sua mi isteri yang sakti itu.
"Ada apa ribut-ribut ini?" Tiba-tiba terdengar suara keras
menegur. "Raden Mas ..... mereka itu .. ..... "
Akan tetapi penjaga itu terpelanting roboh ketika orang
yang muncul itu melihat Pujo dan Kartikosari lalu bergerak
maju sa mbil mendoro ng penjaga itu dengan tangan kirinya ke
samping. "Adimas Pujo ....... ! " Orang itu berseru sambil me langkah
maju mendekat. Pujo mengerutkan alisnya sedangkan Kartikosari dengan
kaget me megang tangan kiri suaminya.
Suami isteri ini menatap tajam wajah orang yang baru
muncul, kemudian oto matis mereka me mandang ke arah
tangan kiri orang itu.
"He mmm...., Kakang Jokowanengpati. Sejak dahulu itu
engkau masih di sini.......?"
Sambil ber kata demikian, Pujo menggunakan tangannya
menowe l lengan isterinya sebagai isyarat dan Kartikosari
dapat menduga bahwa Pujo sedang menjalankan siasat halus.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Memang sebelum yakin benar, tak baik bertindak
sembrono. Tak boleh kali ini mere ka salah .lagi seperti ketika
suaminya menangkap W isangjiwo.
Akan tetapi Jokowanengpati tidak menjawab pertanyaan ini
karena dia sedang me mandang kepada Kartikosari dengan
mata terbelalak dan mulut ternganga, seakan-akan ia melihat
munculnya setan di siang hari.
"Dia ini Kartikosar i, isteriku, apakah kau lupa " " Pujo
me mancing. " ....... dia ....... eh ....... bukankah kau dulu bilang bahwa
Diajeng Kartikosari sudah ....... mati" Adimas Pujo, apa yang
terjadi" Dahulu kau bilang bahwa Diajeng Kartikosari sudah
mati ,terbunuh oleh Wisangjiwo ....... ! "
Pujo tersenyum kecil.
"Tadinya me mang kami
sangka begitu akan tetapi
ternyata tidak demikian.
Kakang Jokowanengpati,
apa yang telah terjadi
dengan kelingking kirimu?"
Dapat dibayangkan betapa kagetnya hati Jokowanengpati mendengar pertanyaan yang tiba-tiba ini kemudian
me lihat betapa sinar mata
sepasang suami isteri itu
me mandangnya bagaikan
ujung dua buah pedang yang tajam runcing menodong ulu
hatinya! Namun Jokowanengpati tetap cerdik sekali bahkan
sekarang lebih berpengalaman dan leb ih licin.
Betapapun kaget hatinya, wajahnya tidak membayangkan
kekagetan ini, bahkan ia dapat me maksa wajahnya itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
me mper lihatkan keheranan dan kesungguhan. Padahal di
hatinya ia mengerti bahwa agaknya suami isteri ini sudah
mengerti atau setidaknya sudah menduga a kan rahasianya,
sepuluh tahun yang lalu di dalam Guha Siluman yang gelap.
Tidak mungkin dalam pertemuan dan da la m percakapan
itu, secara tiba-tiba. saja Pujo menyimpangkan percakapan
dengan pertanyaan tentang tanga kirinya yang kehilangan jari
kelingking, kalau saja mereka berdua itu tidak sudah menduga
bahwa kelingking yang dahulu digigit putus oleh Kartikosari
dalam ge lap itu adalah ke lingkingnya! Agaknya suami isteri ini
Tokoh Besar 6 Tokoh Besar Karya Khu Lung Jodoh Si Mata Keranjang 3
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama