Kampung Setan Karya Khulung Bagian 1
Kampung Setan Karya : Khulung
Saduran : Tjan ID
Ebook pdf oleh : Dewi KZ
Tiraikasih Website
http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
http://cerita-silat.co.cc/ http://ebook-dewikz.com
Jilid 1 SUATU MALAM dimusim kemarau, udara terang tetapi suasana sunyi senyap. Seorang muda berpakaian warna hijau, seorang diri berjalan dijalan raya Lam-yang. Kepalanya mendongak keatas, memandang rembulan yang memancarkan sinarnya terang benderang di muka bumi.
Terkenanglah ia akan apa yang terjadi diwaktu yang lalu
Sepuluh hari berselang, angin bertiup dengan kencangnya, salju meliputi jagat. Gunung Ho lan san yang letaknya menyendiri ditengah bumi yang sepi, suatu tempat yang sudah lama dilupakan. Disana, guru pemuda itu telah menyerahkan suatu tugas padanya.
Berkatalah sang guru:
"Ho Hay Hong! Dalam waktu satu bulan kalau kau tidak berhasil mencari keterangan jejak si Kakek penjinak Garuda, kau juga akan binasa dikampung orang."
Berangkatlah ia bersama empat kakak-kakak seperguruannya. Kakak-kakaknya juga membawa tugas sendiri-sendiri, tapi mereka tak suka berhubungan dengannya, sebab sang guru lebih sayang kepada Ho Hay Hong. ia terlalu dimanja oleh gurunya.
Meskipun gurunya juga memberikan tugas padanya dengan ancaman MATI, namun demikian, dalam pandangan empat saudara-saudara seperguruannya itu, tercermin anggapan bahwa guru mereka berat sebelah.
Siapakah guru mereka itu " Si pemuda pun tidak tahu. Ia hanya tahu orang banyak menyebutnya DEWI ULAR dari gunung Ho-lan san. Siapa nama sebetulnya, ia juga tak tahu.
Terhadap gurunya, ia tidak begitu simpati, karena wajah sang guru setiap hari selalu asam, tidak menyenangkan.
Dan tentang dirinya sendiri, hingga saat itu masih merupakan suatu teka-teki. Sejak ia mengerti urusan, terus berada disamping gurunya.
Diantara kelima muridnya, ia adalah yang paling kecil. Ketika ia mulai belajar ilmu silat, empat suhengnya sudah mempunyai kepandaian cukup tinggi.
Pertama kali ia meninggalkan gurunya, ia merasa bingung. Ia tidak tahu sampai di mana tingginya kepandaian yang dimilikinya, namun ia harus segera turun gunung.
Ia terus berjalan menyusuri jalan yang ada. Banyak penderitaan dalam pengembaraannya itu, tetapi ia terus melanjutkan usahanya untuk memenuhi tugasnya.
Ia juga pernah mencari keterangan tentang diri si kakek penjinak garuda itu adalah seorang yang sangat kesohor namanya. Ia mulai timbul kepercayaan kepada diri sendiri, akan dapat memenuhi tugasnya.
Bagi orang yang tidak belajar ilmu silat, begitu mendengar nama si Kakek Penjinak Garuda, sikapnya segera menunjukkan perasaan kagum, komentar mereka hampir serupa:
"Memang benar, orang tua itu adalah manusia aneh, sudah sepuluh tahun lebih tidak ada kabar beritanya, kita selalu kangen kepadanya !"
Ada jaga yang mengatakan: "Kakek penjinak Garuda adalah seorang tua yang hidup kesepian, Setengah dari umurnya ia mengabdi masyarakat, melakukan perbuatan mulia, hingga mendapat banyak pujian dari rakyat."
Kakek penjinak Garuda itu memang seorang yang beradat aneh, sering melakukan perbuatan gila-gilaan. Setelah lanjut usianya ia selalu hidup ditempat sepi, agaknya sudah bosan dengan penghidupan ramai. Menurut dugaan orang, usianya yang sebenarnya orang tua itu, sedikitnya sudah lebih seratus tahun.
Sepuluh tahun berselang, kakek itu pernah mencari kawan hidup. Hal itu pernah menggemparkan rimba persilatan, dianggap sebagai suatu kejadian yang ganjil. Tetapi tidak lama kemudian, ada seorang pendekar wanita dari golongan tokoh terkemuka, dengan suka rela, mengorbankan usia remajanya, mengawini kakek yang sudah lanjut usianya itu.
Setahun kemudian, kakek itu mendadak menjadi gila, setiap hari membunuh binatang orang hutan yang menjaga pintu rumahnya, melepas tujuh ekor burung Garudanya yang sudah dipelihara selama sepuluh tahun lebih.
Setelah itu, ia pergi seorang diri meninggalkan rumah tangganya, dan selanjutnya tidak terdengar lagi apakah kakek itu muncul lagi didunia Kang ouw.
Semua itu merupakan bahan yang didapat oleh Ho Hay Hong sepanjang perjalanannya.
Kakek penjinak Garuda itu hidupnya sebagai teka teki, menghilangnya juga merupakan suatu teka-teki.
Ho Hay Hong berjalan sambil berpikir, bagaimana supaya bisa mencari jejak Kakek penjinak Garuda itu" Batas waktu yang di berikan oleh gurunya sudah hampir habis, tapi ia masih belum berhasil menemukan jejak orang tua itu. Ia mulai merasakan betapa berat tugas itu.
Melalui sebuah rimba, didepan matanya terbentang sebuah sungai yang lebar.
Ia terus berjalan ketepi sungai, kebetulan disitu tampak sebuah sampan sedang didayung kepantai, maka ia lantas berdiri menunggu.
Tidak lama kemudian, sampan itu sudah berhenti ditepi sungai. Seorang tukang sampan yang mukanya hitam, menggapai padanya seraya bertanya.
"Apa tuan hendak menyebrang sungai?"
"Ya " jawab Ho Hay Hong singkat.
Tanpa menunggu tukang sampan membuka mulut lagi, ia sudah melangkah kesampan dan duduk didalamnya.
Tukang sampan mempersilahkan Ho Hay Hong minum teh.
Ho Hay Hong tidak menghiraukan, ia membersihkan pakaiannya yang penuh debu.
Tukang sampan itu tidak marah, dengan tenang mendayung sampannya ketengah sungai, menuju keseberang.
Dalam sampan itu sudah ada tiga orang yang duduk berpencaran. Dari pakaian mereka, tampaknya orang biasa. Ia tidak menghiraukan, mencari tempat yang agak tenang, duduk seorang diri!
Ketika sampan tiba ditengah sungai, mendadak timbul goncangan hebat. Ho Hay Hong terkejut, tukang sampan yang bermuka hitam itu memaki sendiri sambil menyusut keringat didahinya.
"Sialan, pasirnya makin lama makin banyak, beberapa tahun lagi, bakul nasiku barangkali akan terbalik."
Ho Hay Hong bangkit, berjalan menuju keburitan. ia mengambil sebatang bambu panjang, ditolaknya sampan supaya berlayar. Beberapa kali gerakan, sampan yang cukup besar itu sudah terlepas dari hambatan pasir dan melanjutkan perjalanannya.
Tukang sampan memandang pemuda itu dengan sikap heran, katanya:
"Terima kasih atas bantuan tuan, ongkosnya tuan tidak usah bayar."
Ho Hay Hong mengawasi padanya dengan sikap dingin, katanya:
"Kau sebetulnya mempunyai tenaga cukup kuat untuk melepaskan sampanmu dari hambatan pasir"
Dari dalam sakunya ia mengeluarkan beberapa potongan uang recehan dan diberikan kepadanya, tanpa menoleh lagi ia balik kedalam sampan.
Wajah tukang sampan merah padam, sebentar ia berdiri terpaku, baru melanjutkan perjalanannya.
Ho Hay Hong duduk lagi dalam sampan, akal bangsat situkang sampan tidak dipikirnya lagi. Ia sudah tahu bahwa tukang tampan Itu pernah belajar ilmu silat, beberapa gerakan barangkali mengerti
Matanya. mulai "langsir" ia merasa bahwa orang yang duduk di sebelah kanannya sedang memperhatikan dirinya.
Orang itu mengenakan pakaian warna kuning. Ketika matanya beradu dengan sinar mata Ho Hay Hong, dengan cepat dialihkannya kelain tempat, tidak berani memandang lagi.
Ho Hay Hong tidak heran atau kaget, karena ia sudah biasa dengan perlakuan demikian. Ia tahu bahwa didaerah Tionggoan banyak orang berkepandaian tinggi, asal ia berlaku hati-hati tentu, orang itu tidak akan mengganggunya.
Tiba-tiba ia merasa sangat letih, rasa kantuk yang belum pernah dirasakan selama diperjalanan, terus mengganggunya. Tanpa terasa ia sudah tertidur.
Entah berapa lama ia sudah tertidur, ketika ia mendusin, keadaan sudah berlainan.
Keadaan disekitarnya sudah berubah, sungai, sampan dan tukang sampan yang wajahnya hitam serta beberapa penumpang, sudah tidak nampak semua.
Sebagai gantinya adalah teriknya sinar matahari, suara ribut-ribut dalam kota dan ramainya orang serta kendaraan yang lalu lalang di jalan.
Sedangkan dia sendiri, ternyata berada didalam suatu rumah penginapan merangkap pula rumah makan yang ramai. Sesaat ia merasa bingung, ia kucak-kucak matanya seolah-olah dalam mimpi. Tetapi tidak lama kemudian, tampak olehnya penumpang berbaju kuning yang bersama-sama dengannya didalam sampan tadi, duduk disampingnya. Bibirnya yang tipis, tersungging satu senyuman.
"Apa yang telah terjadi?" tanya Ho Hay Hong.
"Soal biasa," jawab orang baju kuning itu, "tadi malam, tukang sampan muka hitam itu telah memperdayakanmu dengan obat mabuk, maka aku bawa kau pergi. Begitulah duduk persoalannya."
"Oh, kalau begitu dia seorang jahat?" tanya Ho Hay Hong. Agaknya ia masih tidak percaya, meskipun ia tahu bahwa tukang sampan muka hitam itu mempunyai sedikit kepandaian, tapi waktu itu ia tidak mau mengeluarkannya.
Memang si pemuda sudah merasa curiga, tetapi wajah tukang sampan yang nampaknya jujur dan tawarannya supaya ia tidak usah membayar uang tambangan, menunjukkan ia bukan orang jahat.
"Dahulu aku pernah menumpang sampannya, dia juga pernah berbuat demikian," berkata orang baju kuning. "karena menganggap baru pertama kali ia melakukan kejahatan, aku hanya memberi peringatan saja padanya, suruh dia upaya jangan berbuat lagi. Ia terima baik. Maka kali ini aku menyebrang sungai ini lagi, Lantas memperhatikan gerak-geriknya!"
Orang tua tertawa sejenak, berkata lagi.
"Tidak kusangka ia ternyata masih belum merubah kelakuannya. Ia anggap mencari uang dengan cara demikian itu sangat mudah Ketika aku mengetahui melakukan kejahatan terhadapmu, aku tidak memberi ampun lagi padanya. Sekali pukul, tamatlah riwayatnya.
"Terima kasih atas pertolonganmu." berkata Ho Hay Hong sambil menganggukkan kepala.
"Usiamu masih terlalu muda, pengalamanmu belum cukup. Meskipun mempunyai kepandaian tinggi, toh masih bisa diperdayakan. Waktu aku masih muda, juga pernah mengalami banyak kesulitan seperti kau, maka kau tidak usah mengucapkan terima kasih.
Kau harus tahu, bahwa didalam Dunia Kang Ouw banyak kejahatan, sering kali terjadi saling bunuh tanpa sebab. Sejak dahulu, entah berapa banyak jago-jago tingkatan muda yang mengorbankan jiwa dengan cuma-cuma, tanpa ia sendiri mengetahui apa sebabnya. Maka aku sering berkata bahwa siapa yang tinggal didalam kalangan Kang ouw sekarang ini, sebetulnya kita sudah menganggapnya "setengah-dewa". Kau adalah satu diantara banyak jago-jago muda yang akan dijadikan korban kejahatan. Sebetulnya, diwaktu sampai terbenam dalam pasir, kau tak perlu memamerkan kepandaianmu, supaya orang itu tidak memberikan obat mabuk padamu lebih banyak dari pada orang lain. Jikalau tidak, dengan kekuatan tenaga dalam yang kau miliki, asap dupa yang bisa memabokkan orang itu sebetulnya bukan apa-apa."
Ho Hay Hong mendengarkan penuturan Itu dengan mulut bungkam.
Orang berbaju kuning itu memandang padanya dan bertanya.
"Siapa namamu" Bolehkah kau memberitahukannya padaku?"
Ketika ia mengucapkan perkataan itu, orang berbaju kuning itu agaknya merasa kurang senang. Karena sebagai orang yang pernah memberi pertolongan, seharusnya Ho Hay Hong menanyakan nama tuan penolongnya terlebih dahulu. Tetapi kini sebaliknya, bahkan penolongannya yang menanyakan nama orang ditolong .
Apakah pemuda ini tidak mempunyai perasaan" demikian orang berbaju kuning itu berpikir.
"Namaku Ho Hay Hong." demikian si pemuda menjawab agak terkejut.
"Aku Siang koan Lo, sahabat-sahabat rimba persilatan memberi nama julukan padaku Hong lui Kiam khek!" demikian orang itu memperkenalkan dirinya.
Waktu menyebutkan nama gelarnya Siang koan Lo nampaknya bangga. Tetapi di luar dugaan, ketika Ho Hay Hong mendengar namanya, sedikitpun ia tidak menunjukkan rasa kagum atau kagetnya. Hanya memandangnya sejenak, lantas diam.
Siang koan Lo merasa kecewa, hatinya tak senang, karena ia adalah orang yang sangat disegani oleh orang-orang rimba persilatan, baik dari golongan putih maupun dari golongan hitam. Dikiranya Ho Hay Hong pasti merasa kagum. Tetapi mengapa si pemuda tidak menunjukkan reaksi apa-apa.
Untuk menarik perhatian sianak muda itu. Siang koan Lo berkata pula.
"Dahulu, betapa jahat dan tenarnya kawanan kawanan penjahat seperti Sepasang manusia buas dari Ho pak, Empat hantu dari Leng lam, Delapan belas siluman dari Kiem ie dan Si nenek mata satu dari gunung Tian pek san. Semua telah kubasmi dengan berserikat dengan Tiga jago pedang kenamaan. Dalam pertempuran itu, orang orang Kang-ouw kalau menyebut namaku, sedikit banyak mengunjukkan rasa kagumnya!"
Penjahat-penjahat yang namanya disebut diatas, semua adalah penjahat-penjahat yang sudah terkenal pada lima tahun berselang, Siang koan Lo sengaja menceritakan kejadian yang lama itu, maksudnya ialah hendak membangkitkan ingatan Ho Hay Hong. supaya dipuji olehnya.
Diluar dugaannya, hal itu ternyata malah belum menarik perhatian Ho Hay Hong. Hanya dengan singkat ia memberi pujiannya:
"Kau membasmi kejahatan untuk kepentingan orang banyak, tidak kecewa sebagai satu pendekar yang patut dihormati."
Siang-koan Lo masih belum merasa puas. Ia sudah banyak menerima pujian muluk, kata-kata pujian yang sederhana itu, tidak menimbulkan perasaan puasnya.
Selagi hendak berlalu, seorang pendeta gemuk tiba-tiba muncul didepan pintu. Dengan kedatangan pendeta itu, semua tetamu dalam rumah makan, lantas berhenti bercakap-cakap. Semua mata ditujukan kepada pendeta itu.
Tamu-tamu yang ada disitu agaknya sudah kenal padanya, wajah para tamu pada berubah. Mereka nampak sangat ketakutan, seolah-olah ia sedang menghadapi bahaya.
Dengan sinar mata dingin pendeta itu mengawasi semua tamu yang ada disitu. Ia melepaskan Bok-hie, yang digendong dipunggungnya dan diletakkan ditanah. Dengan terus terang ia berkata kepada kasir rumah makan:
"Kasir lekas keluar, kali ini aku hendak minta derma tiga ratus tail perak ditempatmu ini!"
Bok-hie yang besar itu terbuat dari bahan besi, kalau tidak salah, beratnya kira-kira beberapa ratus kati. Tetapi pendeta itu memanggulnya diatas punggung, seolah-olah tidak berarti apa apa.
Dengan badan gemetaran kasir keluar dari dalam, berhenti sejarak tiga tombak didepan pendeta gemuk, dengar wajah yang minta dikasihani, ia berkata.
"Hut-ya, tolong kurangi sedikit jumlahnya. Belakangan ini keadaan sangat sepi, uang yang masuk tidak seimbang dengan uang yang keluar. Uang yang sekarang ada tinggal tidak seberapa, harap Hut-ya maafkan saja."
Pendeta gemuk itu mendelikan matanya, dengan suara memotong ucapan kasir:
"Kasir, apa katamu" Apakah kau sedikit pun tidak tahu peraturan yang sudah ditetapkan Hut-ya mu?"
Kasir terkejut, ia mundur tiga langkah dengan sikap ketakutan. Ia masih hendak minta dikasihani, tetapi pendeta gemuk itu dengan wajah merah sudah membentak padanya:
"Jangan banyak bicara, kau mau kasih atau tidak ?"
Dengan bertolak pinggang pendeta itu duduk diatas kursi, "Tiga ratus tail perak sudah keluar dari mulutku, satu pun tidak boleh kurang, kalau tidak aku hancurkan rumah makanmu ini!"
Pada waktu itu dalam rumah makan itu sudah berkerumun banyak orang, menyaksikan kericuhan itu, tetapi tidak satupun yang berani membela sang kasir.
Para pelayan rumah makan itu berdiri ketakutan, dalam hati mereka mengharap agar kasir suka memberikan jumlah uang yang diminta, supaya tidak sampai terjadi pengrusakan.
Diantara banyak penonton, tiba-tiba muncul empat pemuda, yang masing-masing membawa senjata ruyung dan sebagainya.
"Kurang ajar, kau manusia biadab, mengapa minta derma secara paksa" Kau sedikit pun tidak mempunyai perasaan cinta kepada sesama manusia, orang beribadat macam apa kau?" demikian salah seorang pemuda itu menegur sipendeta gemuk.
Tetapi pendeta itu sedikitpun tidak menghiraukan bahkan masih berkata kepada kasir dengan sikapnya yang jumawa:
"Lekas, hut-ya mu masih akan minta derma ke lain tempat."
Empat pemuda itu marah, tanpa banyak bicara lagi keempatnya maju menghampiri dan menyerang dengan senjata masing-masing.
Senjata ruyung jatuh dikepala dan pundak pendeta gemuk itu, tetapi pendeta gemuk itu tidak marah, ia membiarkan dirinya di buat bulan-bulanan oleh ruyung empat anak muda.
Siang koan Lo yang menyaksikan kejadian itu, berkata sambil tertawa dingin:
"Pendeta itu kiranya melatih ilmu kebal, pantas ia berani berlaku begitu galak!"
Sungguh aneh, pendeta gemuk itu menerima gebukan begitu rupa, bukan saja tidak merasa sakit, bahkan bergerakpun tidak. Empat pemuda itu mendadak berteriak kesakitan mundur terhuyung-huyung sebentar kemudian, tangan masing-masing telah bengkak, hingga tidak berani turun tangan lagi.
Tanpa menoleh pendeta gemuk itu masih duduk ditempatnya, hanya mulutnya yang menggumam.
"Bocah-bocah tidak tahu tingginya langit tebalnya bumi, sedikit penderitaan ini hitung-hitung sebagai hajaran, aku lihat lain kali kau masih berani berlaku kurang ajar terhadap hut-ya mu atau tidak?"
Siang koan Lo diam-diam berpikir: "Pendeta ini sungguh-sungguh jahat, ia telah menggunakan kekuatan tenaga dalam untuk melukai empat pemuda itu. Rasanya aku perlu turun tangan sendiri."
Selagi hendak meninggalkan tempat ia duduknya, tak disangka bahwa Ho Hay Hong yang duduk disampingnya sudah bertindak lebih dulu.
Anak muda itu menghampiri pendeta gemuk dan berkata padanya:
"Tahukah kau bahwa perbuatanmu ini tidak benar?"
Pertanyaan ini sangat aneh, dengan seorang yang sifatnya jahat seperti pendeta gemuk itu, sudah tentu dianggap sepi saja.
"Kalau kau mempunyai kepandaian, angkatlah dulu "Bok-hie" hut-ya mu, barulah kau nanti menegur aku!" demikian pendeta gemuk itu berkata dengan sikap menghina.
Ho Hay Hong tidak berkata apa-apa lagi, ia berjalan menghampiri Bok-hie, dua jari tangannya dimasukkan kedalam lobang Bok-hie, dengan mendadak ia angkat tinggi barang itu.
Tepuk tangan dan suara pujian terdengar riuh. Semua mengagumkan pemuda itu.
Diantara sorak sorai yang sangat riuh, pemuda itu mengangkat Bok-hie itu dan di lemparkan keluar, kemudian balik ketempatnya.
Pada waktu itu, terdengar suara orang berkata:
"Pendeta jahat sekarang ketemu batunya. Lihat. Bok-hienya sudah dilemparkan ke tempat sampah, hahaha"
Pendeta itu semula terkejut, setelah mendengar suara ejekan orang tua itu, lantas lompat dari tempat duduknya, dengan suara keras ia membentak Ho Hay Hong:
"Tak kusangka kau bocah yang masih ingusan, ternyata mempunyai kepandaian yang berarti, hm, kau berani mengganggu hut-ya-mu. Barang kali kau sudah bosan hidup."
Sehabis berkata, tangannya menyerang dada pemuda itu.
Serangan itu hebat, tetapi dapat dielakkan dengan mudah oleh Ho Hay Hong.
Dengan mengeluarkan suara di hidung, Ho Hay Hong. membalikkan tangan, menyambut serangan pendeta itu, ketika tangan mereka saling beradu, pendeta itu mendadak mundur selangkah, wajahnya berubah seketika dengan mata merah membara ia memandang Ho Hay Hong sejenak, tanpa berkata apa-apa lantas berlalu.
Ho Hay Hong mengawasi berlalunya pendeta itu dengan perasaan heran, entah apa sebabnya tanpa melawan lagi ia lantas pergi.
Para tamu dalam rumah makan itu menyambut girang kemenangan Ho Hay Hong, hingga ia harus mengucapkan terima kasih kepada orang banyak.
Sementara itu Siang koan Lo tahu-tahu sudah berada di belakangnya, sambil menepuk-nepuk pundaknya ia berkata:
"Kekuatan tenaga dalammu cukup hebat, kalau kau mendapat latihan yang sempurna, pasti lebih hebat lagi hasilnya".
"Terima kasih." demikian Ho Hay Hong berkata.
"Pendeta jahat itu baru mendapat sedikit kekalahan sudah berlalu, pasti ia ada mengandung maksud jahat, kau harus hati-hati terhadapnya." berkata Siang koan Lo.
Kasir rumah makan merasa girang ketika menyaksikan Ho Hay Hong berhasil mengusir pendeta itu, ia buru-buru menghampiri dan mengatakan terima kasihnya.
Ho Hay Hong mengeluarkan uang perak potongan, diletakkan diatas meja dan lantas berlalu.
Kasir Ha terkejut, selagi hendak dikembalikan, Ho Hay Hong sudah tidak kelihatan batang hidungnya.
Siang koin Lo mengawasi berlalunya Ho Hay Hong dengan berbagai pertanyaan dalam hatinya, ia menganggap pemuda itu seorang aneh, baik sikapnya maupun tingkahnya.
Dalam otaknya tiba-tiba terlintas suatu pikiran: "dilihat dari luar, pemuda Itu sangat pendiam tetapi cerdik, sebetulnya merupakan satu jago yang banyak harapan dihari depan. Apabila ia memiliki ilmu kepandaian luar biasa. Mengapa aku tidak memperkenalkan ia kepada toako. Ia sekarang sedang dalam bahaya, sangat membutuhkan tenaga bantuan, kalau mendapat bantuan tenaga seperti orang she Ho ini berarti mengurangi ancaman bahaya."
Demikian ia mengambil keputusan, segera mengejarnya.
Ho Hay Hong jalan sendiri sambil menundukkan kepala, gerakannya sangat cepat, sebentar saja sudah berada diluar kota, Waktu itu, ia sedang berada ditengah-tengah hutan.
Mendadak ia merandek, matanya memandang kesuatu arah, agaknya telah melihat apa.
Benar saja, dari sebuah jalan sempit datang lima orang, satu diantaranya ialah pendeta gemuk, bekas pecundangnya.
Pendeta itu segera menghampiri Ho Hay Hong, katanya sambil tertawa dingin.
"Anjing cilik, kau berani mencampuri urusan hut-yamu, hari ini aku akan menghancurkan tulang-tulangmu."
Ho Hay Hong tidak menghiraukan ancamannya, dengan tenang ia mengawasi kawan-kawan sipendeta.
Yang berdiri disebelah kiri sipendeta adalah seorang berusia kira-kira empat puluhan, matanya sipit, hidungnya bengkok, bibirnya tebal, jenggotnya seperti jenggot kambing, di pinggangnya tergantung sebuah golok bintang tujuh.
Berdiri disebelah kanannya sipendeta, seorang bertubuh kurus kering dan jangkung hingga mirip dengan sebatang bambu, ia bermata satu.
Orang ketiga adalah seorang imam bertubuh gemuk, tangannya membawa kebutan, kakinya panjang sebelah, hingga kalau berjalan ia seperti orang pincang.
Empat orang itu berdiri dengan sikap garang, merintangi perjalanan Ho Hay Hong. Pendeta gemuk itu berkata pula: "Anjing cilik, dengar, tiga tuan besarmu adalah jago kenamaan dalam dunia persilatan pada dewasa ini, Git seng Koay khek, Ta gan Sin cu, dan Hai pai Tja. Kau satu bocah yang masih belum punya nama dikalangan Kang ouw, boleh merasa bangga mati ditangan mereka."
Ho Hay Hong mengerti bahwa pertempuran itu sudah tidak dapat dihindarkan lagi, maka ia juga tidak banyak bicara, tangannya mematahkan sepotong bambu, menghampiri empat orang itu dengan tindakan lebar.
Cit seng Koay khek yang pertama-tama terkejut, ia sudah malang melintang banyak tahun dikalangan Kang ouw, tetapi belum pernah melihat seorang muda yang begitu berani.
Pendeta gemuk itu ketika melihat Ho Hay Hong menggunakan sepotong bambu hendak digunakan untuk melawan empat orang, dianggapnya suatu hinaan besar. Dalam murkanya, ia lalu membuka serangan lebih dulu.
Ho Hay Hong lompat kesamping, belum lagi membalas, Cit seng Koay khek sudah menyerang dengan goloknya.
Empat orang itu namanya sudah terkenal dikalang Kangouw, oleh karena sifat mereka yang bersamaan, dengan cepat bergabung menjadi satu.
Setiap kali menghadapi musuh mereka hanya mencari caranya untuk merebut kemenangan, tidak perduli tata tertib dunia Kang ouw. Maka entah sudah berapa banyak orang-orang golongan baik-baik yang terbinasa ditangan mereka.
Orang-orang rimba persilatan asal mendengar nama mereka, benar-benar sangat gemas, semua mengharap agar manusia-manusia jahat itu lekas-lekas disingkirkan. Tak disangka bahwa orang orang yang kejahatannya sudah melewati batas itu, telah bertemu dengan Ho Hay Hong yang baru pertama kali menginjak dunia Kang-ouw.
Ho Hay Hong yang diserang secara pengecut Cit seng Koay khek, karena tidak ke buru menangkis, dengan cepat memutar setengah lingkaran, dengan satu gerak tipu wanita melemparkan alat tenun, ujung bambu menikam lawannya.
Serangan Cit seng Koay khek mengenakan tempat kosong, ia buru-buru geser kakinya dan melakukan serangan dengan tinju. Ujung bambu lewat dibawah sikutnya, terpaut sedikit saja mengenakan jalan darah Sam lie-hiat.
Ia menggeram, golok ditangan kanannya membabat lengan kanan Ho Hay Hong. Tapi dapat dielakan secara manis.
Tok gan Tin cu pikir bocah ini benar-benar lihay, ia segera mementangkan jari tangannya, menyerang dari samping.
Ho Hay Hong lompat sejauh satu tombak mengeluarkan serangan yang berbahaya itu. Serangan Tok gan Sin cu tidak keburu ditarik kembali, sehingga jari tangannya menancap ke tanah. Andaikata jari tangan dengan kukunya yang runcing itu menancap ketubuh Ho Hay Hong, entah apa yang akan terjadi. Disini dapat diduga betapa ganas serangan orang itu.
Dengan wajah tanpa berobah Ho Hay Hong menatap senjata bambunya, menikam jalan darah Thay heng hiat tubuh Hui pat To jin.
Imam itu buru buru menyingkir, tetapi tidak urung jubahnya, kena kesambar sehingga robek.
"Anjing kecil, kau benar-benar mencari mampus, berani menantang aku!" demikian imam itu berkata dengan nada gusar. Lalu mengeluarkan senjata yang berupa kecer kuningan, menyerang lawannya. Kalau serangannya itu mengenai bambu Ho Hay Hong, sudah pasti senjata pemuda itu akan terpotong menjadi dua.
Tetapi Ho Hay Hong ternyata amat lincah dan cekatan sekali, ia angkat tinggi bambunya, mengelakkan serangan imam tua itu, dan merubah gerakannya, kali ini menikam mata kiri imam.
Ho Hay Hong seolah-olah sudah tahu kejahatan dan kekejaman empat orang itu maka ia turun tangan tanpa merasa kasihan.
Kalau tidak berlaku gesit hampir saja ujung bambu pemuda itu menusuk sebelah mata kirinya. Justru karena itn imam itu lantas naik pitam.
Dengan kemarahan meluap-luap, ia menyambitkan senjata kecernya kemuka Ho Hay Hong.
Sementara itu, Tok gan Sin cu sudah lompat setinggi tiga tembok, kemudian melakukan serangan dari atas.
Ho Hay Hong harus melayani serangan dari dua pihak, setelah mengelakkan serangan Tok gan Sin cu, ia menyontek kecer Hui pat Tojin dengan bambunya.
Empat orang yang menyaksikan ketangkasan semua itu, diam-diam juga terkejut. Cit seng Koay khek tidak mau tinggal diam. Belum lagi Ho Hay Hong memperbaiki posisinya, ia sudah diserang dengan menggunakan tangan kosong.
Pendeta gemuk yang sangat membenci pemuda itu, ketika menyaksikan Ho Hay Hong dikeroyok oleh tiga kawannya, setelah mendapat kesempatan, ia juga turut menyerang.
Hai pat Tojin yang kecernya terpukul jatuh oleh Ho Hay Hong, mengeluarkan tiga buah lagi, disambitkan dengan berbareng.
Ho Hay Hong yang menghadapi empat kawannya iblis itu, betapapun tinggi kepandaiannya, juga merasa keripuhan. Akhirnya ia telah mengambil keputusan nekad, dengan tiba-tiba ia membuka mulut dan tertawa terbahak-bahak, dari mulutnya berhembus hawa putih. sedang mukanya yang putih mendadak menjadi merah bagaikan kepiting direbus.
Ia angkat tangannya untuk menyambuti serangan tangan kosong Cit seng Koay khek. Kedua kekuatan tenaga itu saling beradu, hingga menimbulkan suara nyaring. Hawa putih yang keluar dari mulut si pemuda semakin tebal, sedangkan Cit seng Koay khek terdorong mundur sampai beberapa langkah.
Sementara itu serangan hebat dari si-pendeta gemuk, sudah hampir menjangkau leher belakang Ho Hay Hong,
Dengan mendadak pemuda itu mengerahkan kekuatan tenaga dalamnya, hingga tangan pendeta gemuk itu telah terbentur dengan kekuatan tenaga dalam yang tidak berwujud.
Pendeta itu tidak berani melanjutkan serangannya, buru-buru ditarik kembali. Selagi hendak menambah kekuatan tenaga dan hendak melancarkan serangannya lagi, kedudukan Ho Hay Hong sudah berubah.
Kalau Ho Hay Hong berhasil mengelakkan serangan dari dua lawannya, serangan senjata kecer dari Hai pat Tojin yang dilontarkan dari jarak cukup jauh. tidak berhasil dikelitkan, hingga sebuah kecer mengenakan lengan kirinya.
Dengan menahan rasa sakit, ia menggerakkan senjata bambunya, menikam Tok gan Sin Cu
Cit seng Koay khek dan pendeta gemuk itu terpukul mundur oleh Ho Hay Hong, kembali maju lagi, melancarkan serangannya.
Sikap Ho Hay Hong mendadak berubah dari seorang pendiam, tiba-tiba jadi demikian beringas, matanya memandang Cit seng Koay khek sedemikian bengis.
Dengan menahan rasa sakit ia mencabut senjata kecer Hui pat Tojin yang tertancap dilengannya, darah mengucur keluar membasahi bajunya. Dengan senjatanya itu, tanpa memperdulikan lukanya sendiri, lantas melontarkan kepada Cit seng Koay khek. Disamping itu. ia masih melakukan serangan kepada pendeta gemuk.
Badannya tergoncang keras, karena hampir tak sanggup mengendalikan hawa amarahnya.
Hai pat Tojin yang menyaksikan perubahan itu, diam-diam merasa girang, kembali mengeluarkan tiga buah senjata kecernya dan disambitkan kearahnya.
Senjata itu mengeluarkan sinar berkeredepan meluncur ke arah Ho Hay Hong.
Pada saat itu, sesosok bayangan kuning tiba-tiba melayang dan menggagalkan serangan imam itu.
Ho Hay Hong berpaling, segera melihat diri Siang koan Lo.
Datangnya Siang koan Lo itu meskipun sudah menolong jiwa Ho Hay Hong, tetapi telah membangkitkan kemarahan Tok gan Sincu.
Dengan suara keras orang tua itu berkata:
"Bagus sekali perbuatanmu, nampaknya kau Siang koan Lo jaga hendak mencampuri urusan ini."
Cit-seng Koay-khek tidak kenal Siang-koan Lo, ia sangat gemas kepada pemuda pendiam yang sangat membandel itu. Tanpa banyak bicara, ia menyerang dengan golok pusakanya.
Ho Hay Hong telah melupakan keadaannya sendiri, dalam keadaan tergesa-gesa ia menggunakan bambunya untuk menangkis golok Cit seng Koay khek, seketika itu juga bambunya terpapas menjadi dua potong, hanya sepotong yang masih tinggal dalam tangannya.
Cit seng Koay khek tertawa girang, lagi-lagi menyerang dengan goloknya.
Ho Hay Hong terpaksa mundur selangkah, dengan senjata bambunya yang tinggal sepotong, digunakan sebagai senjata totokan menghujani serangan kepada tiga-puluh enam jalan darah Cit seng Koay khek.
Karena serangannya yang demikian gencar dan hebat, membuat kelabakan Cit seng Koay khek. Ia merasa heran dan kagum akan kepandaian pemuda itu, senjatanya yang hanya terdiri dari sepotong bambu, tetapi dapat digunakan sebagai senjata rupa-rupa.
Karena memikirkan diri pemuda lawannya, gerakan agak lambat, sehingga terdesak oleh Ho Hay Hong dan hampir saja tertotok jalan darahnya.
Sebagai seorang kuat yang sudah banyak pengalaman, begitu melihat gelagat tidak baik, buru-buru menenangkan pikirannya.
Selagi hendak melakukan serangan pembalasan, dalam otaknya tiba-tiba terlintas suatu bayangan, wajahnya berubah seketika, ia buru-buru lompat keluar dari gelanggang dan menanya dengan suara keras:
"Kau ada hubungan apa dengan si Kakek penjinak Garuda" Lekas jawab."
Begitu pertanyaan itu keluar dari mulutnya, pertempuran lantas berhenti, semua mata ditujukan ke wajah Ho Hay Hong.
Ho Hay Hong sendiri menjadi bingung, dalam hati ia berpikir, aku sendiri masih belum tahu siapa dan dimana adanya si Kakek penjinak garuda itu. Bahkan kini sedang dalam perjalanan untuk mencari tahu dimana adanya orang tua itu, bagaimana kau menanya aku pernah apa dengannya"
Ia tidak menjawab, hingga Cit seng Koay khek semakin heran. Dengan menahan perasaannya sendiri, ia berkata pula:
"Kalau kau memang orangnya Kakek penjinak garuda, kita juga tidak akan menyulitkan kau lagi"
Sehabis berkata demikian, ia memberi isyarat dengan mata kepada kawan-kawannya seraya berkata:
"Jangan. Kakek penjinak Garuda adalah orang yang selalu kita hormati, kita tidak boleh menyusahkannya."
Tiga orang itu mengerti sikap mereka berubah seketika, dengan muka berseri-seri memandang Ho Hay Hong. kemudian berlalu bersama Cit seng Koay khek. Hanya pendeta gemuk yang agaknya masih penasaran, sambil tertawa dingin ia berkata:
"He, he, tak disangka kau saudara kecil ternyata bukan orang sembarangan. hitung-hitung aku yang kelilipan debu."
Mereka berempat berlalu tidak melalui jalan raya, melainkan mengambil jalan kecil, sebentar kemudian sudah menghilang didalam rimba lebat.
Siang koan Lo lalu berkata:
"Saudara Ho, Kakek penjinak Garuda itu sebetulnya pernah apa dengan kau ?"
Ho Hay Hong benar-benar seorang aneh, begitu lawan-lawannya berlalu, lantas bersemedi untuk memulihkan kekuatan tenaganya, terhadap pertanyaan Siang koan Lo seolah-olah tidak masuk ketelinganya.
Pikirannya melayang ketempat jauh.
Pada suatu hari diwaktu hujan, angin lebat, di bagian dalam gunung Ho lan san, gurunya, Dewi ular dari gunung Ho lan san, telah memberikan sebungkus obat kepadanya, suruh makan seketika itu juga, kemudian berkata padanya, dengan muka masam.
"Hay Hong, sudah lima tahun kau belajar ilmu silat dengan suhumu, sekarang ku utus kau turun gunung untuk melakukan suatu tugas. Kuberi waktu kau satu bulan, untuk menyelidiki jejak si Kakek penjinak Garuda dimana ia berada. Setelah berhasil kau harus lekas pulang untuk melaporkan kepada. Obat yang kau makan tadi adalah obat beracun yang bekerjanya sangat lambat, yang tidak melebihi satu bulan, dan kalau obat itu sudah mulai bekerja, sekalipun dewa, juga sudah tidak sanggup menyembuhkannya."
Pada waktu itu, suhunya juga memerintahkan empat suhengnya segera turun gunung, dengan memberikan tugas:
"Toa suheng dalam waktu satu bulan harus membawa pulang kepala keempat orang tua yang terkenal sebagai tukang menangkis didaerah barat. Mereka itu adalah Hauw-tian, Hauw tee, Hauw hie dan Hauw song.
Jie suheng diperintahkan untuk mengambil batok kepala seorang tokoh kenamaan yang bergelar pelajar berpenyakitan. Batas waktunya juga satu bulan.
Sam suheng diperintahkan mengambil batok kepala tiga jago pedang partay Cong lam-pay dan suheng keempat mendapat perintah mengambil batok kepala paderi gereja Siau lim sie, Siang hui keng!"
Empat suhengnya itu semua memandang padanya penuh kebencian
Dikaki gunung mereka berpisah dengan sikap dingin, empat suhengnya agaknya tidak menyukai dirinya, sebab ia adalah murid paling kecil tetapi yang paling disayang oleh suhunya.
Sejak kecil ia dibesarkan diatas gunung Ho-lansan, tetapi, setiap hari mendapat perlakuan penuh kebencian dari empat suhengnya dalam hati selalu timbul bertanya mengapa ia diperlakukan demikian "
Gurunya Dewi ular dari gunung Ho lan san, setiap hari menutup pintu, mengeram diri melatih ilmu kepandaian, tidak ada waktu untuk mengopeni dirinya, Suheng-suhengnya membenci dirinya, memperlakukannya dengan sikap dingin, sedangkan tempat kediamannya diatas gunung yang jauh dengan manusia, ia seperti sudah dilupakan oleh sesamanya.
Demikianlah ia dibesarkan dalam suasana kesunyian dan kebencian, keadaan telah merubah sifatnya, segala apa yang diterimanya sudah menjadi biasa baginya.
Maka ketika ia mengetahui bahwa Siang koan Lo adalah salah satu dari tiga jago pedang dari partai Cong lam pay, ia sudah tahu bahwa orang itu adalah salah satu orang yang jiwanya dimaui oleh suhunya, dengan demikian, maka ia jaga tahu peristiwa akan berlangsung, bahkan tidak dapat dihindarkan.
Justru itulah, maka ia coba menyingkir dari orang tua itu, ia telah mengambil keputusan meninggalkan dia, sebab ia tidak ingin melanjutkan perhubungan itu, dan apabila perhubungan itu dilanjutkan. Ini berarti menyulitkan kedudukannya sendiri.
Tidak lama kemudian, ia sudah kembali, untuk menghadapi kejahatan. Setelah beristirahat cukup lama. kekuatan tenaganya sudah pulih kembali. Ia lalu bangkit, menepuk-nepuk debu diatas bajunya, kemudian berlalu begitu saja.
Siang koan Lo bukan saja menjadi bingung atas kelakuan pemuda itu. tetapi juga dengan perasaan mendongkol Ia lalu mengejarnya.
"Saudara Ho, dua kali aku menolong jiwamu, tidak lain karena aku ingin bersahabat denganmu. Tetapi kau perlakukan aku dengan sikap demikian, apakah kau sedikitpun tidak mempunyai perasaan?"
Ho Hay Hong perlahan-lahan mendorong tangannya Siang koan Lo yang diletakan diatas pundaknya, lama baru berkata:
"Sudahlah, dalam dunia masih banyak orang yang lebih berharga untuk menjadi sahabatmu."
Siang koan Lo merasa kecewa mendengar jawaban itu, katanya dengan perasaan mendongkol:
"Bagus, benarkah kau tidak sudi pandang muka kepadaku. Kau jelaskan, orang yang bagaimana baru pantas menjadi sahabatmu?"
"Bukan maksud siaotee hendak memilih sahabat," berkata Ho Hay Hong sambil menghela napas.
"Baiklah, kalau kau memang tidak sudi menjadi sahabatku, tetapi, apabila aku ingin meminta pertolongan kepadamu, apakah kau sudi menerima baik permintaanku?"
Ho Hay Hong memandang pada dengan perasaan heran, meskipun tidak membuka mulut, tetapi dari pandangan matanya sudah jelas ada mengandung pertanyaan.
"Urusan ini benar-benar menjadi tanggung jawabku sendiri," berkata pula Siang-koan Lo, "tetapi karena aku sendiri ada urusan penting, tidak bisa membagi waktuku untuk mengurus dalam waktu bersamaan, maka terpaksa minta pertolonganmu."
Ia sengaja diam-diam menantikan perobahan sikapnya, tetapi Ho Hay Hong nampak mendengarkan dengan penuh perhatian, tidak menunjukkan reaksi apa-apa.
Akhirnya ia tidak berdaya, maka lalu melanjutkan kata-katanya:
"Saudara tuaku, Cie lui Kiam khek. waktu belakangan ini sering mendapat gangguan orang-orang rimba persilatan tanpa sebab, sehingga memusingkan sendirinya. Karena khawatir bahwa kepandaian dan kekuatannya sendiri tidak sanggup melayani gangguan itu maka mengirim orangnya untuk minta aku datang memberi bantuan tenaga. Tetapi karena pada saat ini aku tidak bisa membagi waktuku maka aku pikir saudara Ho yang belum mempunyai kediaman tetap, bolehkah untuk sementara berdiam dirumah saudara tuaku itu, sekalian untuk memberi bantuan tenaga."
Ho Hay Hong setelah mendengar penjelasan itu, ternyata masih terbenam dalam kesangsian.
Siang koan Lo yang bisa melihat sikap orang, lalu berkata pula:
"Nampaknya saudara Ho tidak sudi membantu aku."
Ho Hay Hong didesak terus-terusan, terpaksa memotong perkataan orang tua itu dan berkata:
"Baiklah, aku terima baik permintaanmu." Siang koan Lo sangat girang, katanya: "Kebaikan anda, aku Siang koan Lo asal masih bisa bernapas, pasti tidak akan kulupakan"
Sehabis berkata demikian, Ia menggandeng tangan Ho Hay Hong, dengan tindakan lebar berjalan menuju kekota.
Tiba dikota. Siang-koan Lo mendadak berhenti dan menanya:
"Apakah saudara Ho pernah dengar kisahnya Cie lui Kiam khek?"
"Aku hanya dengar ada seorang tua yang mempunyai nama julukan sikakek penjinak Garuda."
Mendadak ia diam, terang ia tidak mau banyak bicara, tetapi Siang koan Lo sudah salah tafsir, katanya sambil tertawa getir:
Kampung Setan Karya Khulung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Sudah tentu si Kakek Penjinak Garuda itu adalah seorang paling kesohor dalam rimba persilatan didaerah selatan ini, saudara tuaku Cie lui Kiam khek bagaimana dapat dibandingkan dengannya" Sayang orang tua itu sudah sepuluh tahun lebih belum pernah muncul didunia kangouw, entah kemana jejaknya."
Berkata sampai disitu mendadak ia lihat sikap Ho Hay Hong berubah, maka ia tidak melanjutkan perkataannya.
Tidak lama kemudian, Siang koan Lo mendadak berkata:
"Sudah sampai."
Saat itu mereka berdiri didepan sebuah gedung besar yang dikitari oleh pagar dinding tembok tinggi.
Ho Hay Hong tidak menyangka bahwa seorang rimba persilatan juga mempunyai kediaman demikian mewah.
Dari dalam rumah itu Ho Hay Hong sama-sama mendengar suara seperti orang sedang melatih ilmu silat, perhatiannya lalu tertarik oleh papan merk yang tergantung di atas pintu gerbang, yang berbunyi: "KANG-LAM BU KOAN."
Perasaannya mulai tenang, ia belum pernah menginjak daerah Tionggoan", juga tidak tahu bahwa "BU KOAN" itu bagaimana rupanya, tetapi arti dari kata-kata itu sudah jelas menunjukkan bahwa gedung itu adalah tempat untuk berlatih ilmu silat.
Dalam perjalanannya kali ini, sepanjang jalan ia juga pernah menjumpai tidak sedikit tokoh rimba persilatan daerah Tiong goan, yang ternyata sangat mengagumkan. Dan dalam gedung yang menjadi tempat untuk berlatih ilmu silat ini, tentunya terdapat banyak tokoh yang berkepandaian tinggi.
Ia ingin mengetahui kepandaian sendiri sebetulnya sampai dimana tingginya, karena selama itu ia masih belum tahu bagaimana kepandaiannya sendiri.
Dengan perasaan penuh tanda tanya ia membiarkan Siang-koan Lo mengetok pintu.
Dengan cara yang sangat aneh, Siang-koan Lo mengetok pintu, setiap mengetok tiga kali, ia berhenti dan begitu seterusnya.
Ho Hay Hong mengerti bahwa cara mengetok itu pasti mengandung suatu tanda rahasia, maka ia mulai anggap bahwa tempat itu agak mirip dengan persekutuan rahasia.
Tidak lama kemudian, dari dalam terdengar suara langkah kaki orang, dan sesaat pintu lalu terbuka.
Mata Ho Hay Hong berkesiap, seorang gadis cilik berusia kira kira tujuh tahun berdiri dihadapannya.
Gadis cilik itu mengenakan pakaian pendek, tubuhnya gemuk, kulitnya putih halus, biji matanya bulat hitam, benar-benar sangat menarik.
Begitu melihat Siang koan Lo. segera memanggil siok-siok, atau paman, kemudian menubruknya dengan mesra, sehingga Siang-koan Lo tertawa girang.
Sebentar kemudian, gadis cilik itu agaknya baru melihat bahwa diluar pintu masih ada berdiri seorang pemuda tampan berpakaian warna hijau, ia lalu menanya sambil membuka lebar kedua matanya:
"Siok siok, siapa dia?"
"Dia adalah Ho siok-siok. lekas memberi hormat!" berkata Siang koan Lo sambil tersenyum.
"Apa Ho siok siok hendak belajar ilmu silat" Ow aku paling takut segala adat istiadat yang membosankan, kita tidak usah memberi hormat saja?" berkata gadis cilik itu sambil tertawa.
"Jangan menduga yang tidak karuan, dia adalah sahabat baik siok siokmu, kepandaian ilmu silatnya jauh lebih tinggi dari pada kepandaian siok-siokmu." berkata Siang koan Lo.
"Bagus, jadi Ho siok siok datang bertamu" Namaku Leng Leng, apakah nama ini baik?" berkata gadis cilik itu sambil menepok-nepok tangannya.
"Baik." menjawab Ho Hay Hong.
Baru saja dia hendak melangkah masuk Leng Leng sudah berkata lagi dengan sikapnya yang masih kekanak-kanakan:
"Paman-paman dahulu pernah datang kemari pada mengatakan bahwa Leng Leng paling baik mereka mengajarkan aku ilmu terbang segala! Ho siok-siok, kau bisa terbang atau tidak" Sukakah kau mengajar Leng Leng" Nanti Leng Leng akan memasakkan makanan yang enak untukmu."
Ho Hay Hong tidak mengira gadis cilik itu memajukan pertanyaan demikian, hingga sesaat tidak dapat menjawab.
Siang koan Lo memeluknya dan berkata padanya:
"Anak kecil jangan suka main main, lekas panggil ayahmu keluar."
Leng Leng yang belum mendapat jawaban dari Ho Hay Hong, agaknya merasa bahwa tamu ini agak luar biasa, lalu berkata sambil pentang lebar matanya:
"Hari ini enci juga pulang."
Setelah itu ia membalikkan badan dan lari masuk.
Ho Hay Hong mengikuti Siang koan Lo berjalan melalui lorong taman dan masuk ke ruangan tamu. Ia duduk dekat jendela, hingga bisa melihat pemandangan luar.
Ia membuka daun jendela, tampak sepuluh lebih anak anak muda setengah telanjang sedang melatih ilmu silat ditanah lapang.
Tidak jauh dari tempat itu terdapat sebuah rak besi, yang dengan berbagai jenis senjata tajam. Ia tersenyum terkenang kepada kejadian yang lalu, dimana dahulu dia belajar ilmu silat diatas gunung, keadaannya juga demikian.
Tidak lama kemudian, seorang laki-laki pertengahan umur berjalan masuk keruangan tamu, Siang Koan Lo mengatakan beberapa patah kata ditelinga laki-laki itu, kemudian barulah diperkenalkan padanya.
"Ini adalah Ho Hay Hong siauhiap." demikian Siang koan Lo berkata kepada laki-laki itu, kemudian berkata pula sambil menunjuk laki-laki itu: "Ini adalah Cie lui Kiam khek So to Siang, ha ha saudara Ho ini dalam suatu pertempuran telah mengalahkan empat iblis jahat, kepandaiannya sungguh hebat."
Cie lui Kiam khek tersenyum dan berkata. "Cit seng Koay khek, Tok gan Sin cu, Hui pat Tojin dan si pendeta gemuk itu. semua adalah iblis-iblis paling ganas dalam dunia Kang-ouw. saudara Ho dengan menggunakan sebatang bambu menjatuhkan mereka. Ini merupakan suatu kejadian yang baru pertama kali terjadi dalam kalangan rimba persilatan." Ia berhenti sejenak.
"Tempatku ini sangat sederhana, tidak ada barang apa-apa untuk menyediakan kepada tetamu. harap saudara Ho memaafkan !"
"Tempat ini sangat baik," demikian Ho Hay Hong berkata sambil menggelengkan kepala.
Cie lui Kiam khek tahu dari mulut Siang koan Lo, tentang sifat pemuda pendiam ini, maka ketika ia mendengar demikian, ia juga tidak marah. Setelah mengucapkan kata-kata seperlunya lagi, lalu memerintahkan orangnya untuk menyediakan kamar bagi tetamu itu.
Menjelang senja. Siang koan Lo minta diri, dengan sikap sungguh-sungguh ia berkata kepada Ho Hay Hong:
"Ho siauhiap, harap jangan pandang kau saudara Cie hui Kiam-khek sebagai orang luar, aku sekarang hendak pergi, urusan disini seluruhnya boleh kuserahkan ditanganmu, sampai kita berjumpa lagi !"
Ho Hay Hong mengantar Siang koan Lo sampai diluar pintu, mulai ia memperhatikan keadaan Cie lui Kiam khek. Dari muka dan sikapnya, jago pedang kenamaan ini bukanlah seorang dari golongan jahat.
Mengapa suhunya. Dewi ular dari gunung Ho lan san menghendaki jiwanya" Apakah suhunya itu benar-benar sudah tidak dapat membedakan mana yang baik dan mana yang jahat "
Mendadak ia teringat kepada suhengnya yang diberikan tugas mengambil kepala jago pedang itu, apakah suheng sudah mencium jejak jago pedang ini "
-oo0dw0oo- Bersambung jilid 2
Jilid 2 DENGAN HATI PILU ia memandang tuan rumah sambil menggelengkan kepala, kemudian keluar dari ruangan tamu.
Cie lui Kiam khek merasa heran, mengapa pemuda itu bersikap demikian.
Dengan seorang diri Ho Hay Hong berjalan mundar-mandir didalam taman, tiba-tiba dikejutkan oleh suara bunyi burung Garuda. Dengan sendirinya matanya tertuju kearah sebuah kurungan besi raksasa dibawah pohon cemara dekat kamar barat.
Kurungan itu bentroknya mirip sebuah kamar, tetapi letaknya di bawah pohon yang sangat bersembunyi, hingga kalau orang tidak memperhatikannya, tidak tahu kalau disitu ada sebuah kurungan besar.
Semula Ho Hay Hong mengira bahwa benda itu hanya sebuah benda perhiasan dalam keluarga beruang, tak menduga bahwa dalam kurungan itu ada terkurung seekor burung sangat berharga, dan burung itu bahkan masih hidup.
Ia menghampiri kurungan itu, diamat-amatinya makhluk yang dikurung itu. Burung Garuda itu ternyata adalah seekor burung Garuda raksasa, sayapnya setengah terbentang matanya berwarna biru, paruhnya tajam, warna bulunya hitam jengat.
Ia diam-diam lalu berpikir, burung Garuda ini nampaknya sangat cerdik, terang bukan burung sembarangan, mengapa terkurung disini.
Burung Garuda itu hinggap disebatang tiang besi besar, matanya memandang Ho Hay Hong tanpa berkedip. Ketika Ho Hay Hong menggerakkan tangannya garuda itu dengan cepat pentang sayapnya, seolah-olah hendak mematok dan melakukan gerak hendak menyerang.
Gerakan segesit itu, tidak dapat di lakukan oleh burung biasa. Ketika burung itu pentang sayapnya. Ho Hay Hong dapat lihat dibawah sayap kirinya, terdapat sebuah pen pendek kecil yang terikat dengan sayapnya. Diatas plat itu terdapat tulisan angka Tiga. ia merasa heran, apakah maksudnya angka tiga itu.
Selagi ia masih putar otak memikirkan tanda aneh itu dibelakangnya tiba tiba terdengar suara dehem-dehem. Dengan cepat ia berpaling. Orang yang berada dibelakangnya ternyata adalah Cie lui Kiam khek Su-to Siang.
Meskipun dibibir Su to Siang tersungging satu senyuman, tetapi dari sikapnya ia menunjukkan perasaan tidak senang. Ia berkata sambil tertawa.
"Burung Garuda ini luar biasa besarnya, siapa saja yang melihatnya merasa heran. Burung ini kutangkap di daerah pegunungan dekat kota ini, pada tahun yang lalu."
Ho Hay Hong menganggukkan kepala, meskipun mulutnya tidak mengatakan apa-apa. Tetapi dalam hatinya merasa bahwa burung Garuda ini bentuknya agak mirip dengan gambar cacahan diatas lengannya.
Gambar burung Garuda yang dicacah diatas lengannya, sejak ia mengerti urusan sudah tampak nyata dilengan kirinya, maka setiap kali ia membuka baju melatih ilmu silat, kalau melihat tandanya gambar itu, selalu merasa heran. Ia juga pernah menanyakan kepada gurunya, tetapi wajah Dewi ular yang selalu masam itu, membuat ia takut hingga tidak berani menanya.
Pada saat itu, mendadak seorang pelayan perempuan yang memberitahukan kepada Cie lui Kiam khek bahwa nona majikannya ingin bicara dengannya.
"Sudah tahu!" demikian Cie lui Kiam khek menjawab, kemudian berkata kepada Ho Hay Hong.
"Ho siaohiap, jikalau ada tempo harap kau memberi petunjuk kepada mereka!"
"Kau seorang yang baru datang?" demikian seorang pemuda menegur dan menghampirinya, "kau datang dari mana?"
"Gunung Ho lan san." jawab Ho Hay Hong singkat, lalu mengambil sebatang tombak panjang yang ronce merahnya, dibuat bermain ditangannya.
Pemuda itu menegurnya tadi agak terkejut. Ternyata pemuda itu masih belum tahu dimana letaknya gunung Ho lan san, tanyanya pula:
"Siapa yang perkenalkan kau kemari" kau belajar ilmu silat apa?"
"Coba kalian pikir sendiri !"
Pemuda itu kembali dikejutkan oleh jawabannya itu, wajahnya menunjukkan perasaan tidak senang. Matanya lalu mengawasi tombak ditangannya, tiba-tiba tertawa terbahak-bahak dan berkata:
"Aku tahu, kau tentunya belajar ilmu tombak."
"Aku datang kemari bukan untuk belajar."
Belum habis ucapannya, dengan sikap mengejek memotong:
"Bagus sekali kau bukan untuk belajar, kalau begitu kau tentunya guru silat. Sekarang aku hendak tanya padamu, siapakah namanya yang mulia?"
Dari sikap dan kata-katanya, Ho Hay Hong mengerti bahwa pemuda itu mengandung maksud tidak baik terhadap dirinya, hingga diam-diam merasa heran.
Tetapi kemudian berpikir, anak muda memang ingin maunya menang sendiri, selalu tidak suka kalau ada orang lain yang lebih tinggi kepandaiannya dari pada dirinya sendiri.
"Namaku Ho Hay Hong!" demikian ia menjawab.
Pada saat itu. sepuluh lebih para pemuda yang melatih ilmu silat pada menghentikan latihannya, mereka datang berkerumun. Sedangkan pemuda yang tadi menanya kepada Ho Hay Hong lantas memperkenalkan dirinya.
"Aku adalah Hok Yam san."
Ho Hay Hong semakin heran, karena yang memperkenalkan namanya dengan disertai istilah "adalah" tentunya seorang yang sudah terkenal atau setidak tidaknya seorang yang mempunyai pengaruh didaerahnya, barulah menggunakan nada demikian berbicara dengan seorang yang baru dikenalnya.
Tak disangka bahwa seorang muda yang masih belajar dibawah Cie lui Kiam khek, sudah berani bersikap demikian jumawa.
"Namamu tidak jelek, asal kau rajin belajar, dikemudian hari pasti akan menjadi terang nama keluarga Hok!"
Hok Yam San membuka lebar matanya, berkata sambil tertawa dingin:
"Nama keluarga Hok sudah lama terkenal, tak kusangka kau sebagai jago dalam ahli tombak masih belum pernah dengar nama keluarga Hok, benar benar sangat menggelikan."
Seorang pemuda yang ada tahi lalatnya dialis kanannya turut berkata:
"Benar dalam rimba persilatan dewasa ini, siapa yang tidak kenal nama keluarga Hok sebagai ahli tombak."
Semua mata kini ditujukan kepada Ho Hay Hong dengan sikap memandang rendah.
"Mungkin, nama besar keluarga Hok belum cukup dikenal oleh semua orang, sehingga sahabat belum pernah dengar. Tetapi sebagai ahli tombak, aku ingin minta petunjuk beberapa jurus darimu" berkata Hok Yam San sambil tertawa dingin.
Dengan demonstratif ia menunjuk seorang pemuda bertubuh tinggi dan katanya pula:
"Saudara ini adalah anaknya Dewa Kampak Say Tong Thian, Say Siao Ceng. sepasang kampak Say locianpwee pernah membinasakan sepuluh siluman perempuan dari luar perbatasan, sehingga mendapat julukan Dewa Kampak."
Dengan sikap kemalu-maluan Say Siao Ceng berkata:
"Bocah she Hok, kau jangan mengucap, bukankah kita semua keturunan orang-orang ternama" Tetapi untuk mendapat nama besar, harus mengandalkan kepandaian sendiri. Kalau diri sendiri tidak becus, hanya mengagulkan nama orang tua, itu berarti membuat tertawaan orang saja!"
Dari jawaban pemuda ini, Ho Hay Hong mau menduga bahwa para pemuda yang belajar ilmu silat kepada jago pedang Cie lui Kiam khek ini semua adalah keturunan orang-orang ternama, pantas pemuda she Hok tak berani perkenalkan dirinya dengan menggunakan istilah "adalah."
Perasaannya mendadak menjadi tegang.
Ia merasa dirinya seolah-olah memasuk goa macan. Ketika ia berpaling kearah para pemuda itu, semua telah mentertawakan dirinya.
Hok Yam San yang pertama berhenti tertawa, katanya dengan penuh ejekkan.
"Gunung Ho lan san itu tentunya adalah suatu tempat dimana terdapat banyak tokoh pandai, maka orang yang datang dari sana, sekalipun pandai menggunakan senjata tombak juga tidak perlu mencari keterangan ahli tombak kenamaan. Sahabat Ho, betulkah perkataanku ini?"
Dengan sinar mata penuh kebencian ia memandang Ho Hay Hong. Dari cara tangannya mempermainkan senjata tombak, jelas menunjukkan perasaan tidak senangnya terhadap pemuda pendiam itu.
Hati Ho Hay Hong mulai panas "Aku tidak percaya anak tokoh kenamaan dari daerah Tiong goan benar benar bisa makan orang." demikian pikirnya.
Tombak ditangannya digetarkan, kemudian katanya kepada para pemuda:
"Kalian lihat."
Ujung tombak bergoyang, sehingga menimbulkan sinar berkeredepen, dengan mendadak ujung tombak itu ditusukkan kesebuah pohon besar.
Ujung tombak itu memperdengarkan suara mengaung, para pemuda itu memandangnya dengan terheran-heran, Ho Hay Hong menonjok pohon yang ditikam dengan tombaknya, dimana terdapat banyak tanda lobang.
"Oh, bocah ini meskipun kekuatan tenaganya masih belum cukup, tetapi gerak tipu yang digunakannya agak mirip dengan gerak tipu ayah yang terampuh. Tak kusangka ia benar-benar mempunyai kepandaian yang berarti" berkata Hok Yam San.
Cie lui Kiam khek masih belum berlalu, ia sembunyi di belakang gunung-gunungan, katanya kepada diri sendiri: "Dia seorang jujur."
Setelah itu Ia kembali berusia pelayannya.
Ho Hay Hong menggunakan tombaknya untuk menikam batang pohon yang lebih kecil, ternyata dapat menikam dengan jitu dan membuat suatu lobang diatasnya.
Kepandaian itu kembali mengejutkan Hok Yam San, mendadak ia mengambil sebatang tombak dari atas rak dan dimainkannya Tetapi betapapun ia coba meniru gerakkan Ho Hay Hong, tetapi ia tidak berhasil. Suatu bukti betapa jauh perbedaan kepandaian mereka berdua.
Namun demikian, Ho Hay Hong juga tidak mentertawakannya. ia hanya berkata dengan singkat:
"Hendak belajar ilmu tombak semacam Ini, harus melatih mata lebih dulu."
Sehabis berkata demikian, ia lantas berlalu.
"Seorang aneh luar biasa." demikian terdengar komentar dari mulut para pemuda itu.
"Sangat menjemukan, mukanya selalu masam." demikian Hok Yam San berkata.
"Dia mirip dengan satu iblis." berkata seorang lain.
"Kau tidak perhatikan bagaimana ada seorang muda begitu pendiam, seolah-olah tidak berperasaan." berkata Say Siao Ceng.
"Mana, bocah itu pandai menyembunyikan kepandaiannya, jelas ia adalah seorang cerdik." kata seorang pemuda.
Seorang lagi nyeletuk:
"Dia berjalan selalu menundukkan kepala, orang semacam ini adalah orang yang paling berbahaya !"
Demikianlah rupa-rupa komentar mengenai diri pemuda pendiam itu.
Esok harinya, matahari pagi baru muncul Ho Hay Hong tiba-tiba dikejutkan oleh suara ribut ribut, Ia membuka daun jendela Matanya melihat didepan pintu sudah berkerumun banyak orang orang Kang ouw yang masih asing baginya. Mereka berduyun duyun masuk kedalam ruangan tamu.
Empat orang diantara mereka menggotong sebuah tempat tidur kayu, diatas terdapat sesosok tubuh manusia yang ditutupi oleh selembar kain warna abu-abu. Orang itu diam tanpa bergerak, hanya sepasang kakinya yang kelihatan diluar.
Ho Hay Hong tidak tahu apa yang telah terjadi. Ia merebah dirinya lagi diatas pembaringannya. Hatinya mendongkol, karena hampir semalaman ia tidak bisa tidur nyenyak, dan baru saja bisa tidur, lantas tergugah oleh suara ribut-ribut.
Tiba-tiba ia dapatkan dirinya setengah telanjang. Ia masih ingat betul, semalam waktu naik pembaringan, ia tidak membuka pakaian, tetapi mengapa kini baju atasnya sudah tidak ada" Apakah tadi malam ada orang yang membuka" Siapa orangnya yang membuat permainan demikian" Apa maksudnya orang mengambil baju atasnya"
Mendadak pintu terbuka, seorang gadis cilik yang lincah dan manis lari masuk sambil memanggil Hok Siok-siok kemudian menubruknya dan menangis, air matanya membasahi celana Ho Hay Hong
"Paman Siang-koan mati, Paman Siang-koan mati" demikian ratap tangisnya gadis cilik itu.
Mendengar penuturan itu, Ho Hay Hong terkejut tanpa diragukan lagi, itu pastilah perbuatan suhengnya.
Ia mendadak merasa terharu, meskipun Siang koan Lo baru saja mengenalnya satu hari, bahkan dua kali pernah menolong dirinya dari kesulitan, tak disangka orang yang kemarin masih tertawa-tawa, kini sudah tiada.
Ia menghiburi Leng Leng yang masih menangis dengan sedihnya, tetapi betapapun dihiburnya, gadis cilik itu masih tetap menangis.
Diam-diam ia menarik napas, dengan sapu memesut air mata Leng Leng, meskipun mulutnya tidak bicarakan apa-apa, tetapi dirinya ia merasa suka terhadap gadis cilik itu.
Buru-buru ia mengenakan baju atasnya, tanpa menyisir rambutnya yang agak kusut, ia sudah lari menuju keruangan tamu.
Ia kini sudah tahu bahwa orang yang terlentang di atas tempat tidur kayu adalah Hong lui Kiam khek Siang koan Lo. Dalam dugaannya, batok kepala Siang koan Lo pasti sudah tiada sebab menurut perintah suhunya kepada suhengnya, batok kepala itu harus dibawa pulang ke gunung Ho lan san sebagai bukti.
Suatu kekhawatiran baru timbul dalam otaknya. Tidak lama lagi ayahnya Leng Leng pasti juga akan mengalami nasib yang serupa. Memikirkan itu, ia tiba2 bergidik.
Tiba diruangan tamu, tampak banyak orang sedang memperbincangkan bagaimana diketemukannya Siang koan Lo yang sudah menjadi bangkai. Cie lui Kiam khek berdiri disamping mendengarkan penuturan dengan penuh perhatian, wajahnya sebentar merah, sebentar pucat, matanya mengembang air
Di samping berdiri seorang gadis berbadan langsing yang memakai pakaian warna hijau. Gadis itu berparas cantik, mukanya agak mirip dengan Leng Leng. Mungkin adalah encinya Leng Leng.
Gadis cantik itu ketika melihat Ho Hay Hong datang tergesa-gesa dengan Leng Leng, tiba-tiba membuka lebar matanya, sekilas lintas mengunjukkan perasaan heran, tetapi sebentar tenang kembali.
Ho Hay Hong sendiri juga memandang sebentar, ia seperti pernah melihat, tetapi tidak ingat di mana, karena sejak kanak-kanak ia dibesarkan di gunung Ho lan san, belum pernah mempunyai kenalan seorang wanitapun juga.
Gadis itu menundukkan kepala, di sampingnya berdiri Hok Yam San. Pemuda keturunan jago tombak kenamaan itu ketika melihat kedatangan Ho Hay Hong, mengawasi dengan penuh kebencian.
Cie lui Kiam khek mempersilahkan ia duduk kemudian berkata sambil hela napas:
"Ho siaohiap. Siang koan Lo sudah menjadi orang halus, kematiannya tidak jelas, bangkainya diketemukan ditepi sungai. "
"Apakah pembunuhnya sudah tertangkap?" demikian Ho Hay Hong pura-pura menanya.
Cie lui Kiam khek menggelengkan kepala, lalu katanya: "Siang koan Lo sutee tak terdapat luka, bangkainya terkapar ditepi sungai. Tidak tahu siapa pembunuhnya. Apalagi setelah melakukan pembunuhan lantas kabur tanpa meninggalkan bekas. Aih, Siangkoan sutee seumur hidupnya banyak menolong orang, ternyata menemukan nasib demikian."
Hati Ho Hay Hong seperti ditusuk dengan belati, tetapi di luarnya tidak mengunjukkan perubahan apa-apa, Ia pura-pura menghibur:
"Manusia yang sudah mati tidak bisa hidup lagi, Sa te tayhiap jangan terlalu bersedih, yang penting kita harus cari pembunuhnya, untuk membalas dendam Siang koan Tayhiap."
Ia membuka tutup kain yang menutupi tubuh Siang koan Lo. Dikiranya sudah tidak ada kepalanya, tetapi ketika tutup muka terbuka tubuh Siang koan Lo masih utuh, hingga wajahnya berubah seketika.
Kalau dibunuh oleh suhengnya, kepala Siang koan Lo pasti sudah terpisah dengan badannya, sebab suhunya meminta kepala itu sebagai bukti, dan perintah itu merupakan perintah mutlak tidak boleh ditawar-tawar.
Ia menjadi bingung, dan pikirnya mulai memikirkan hal lain.
Siapakah sebenarnya yang membinasakan Siang koan Lo, Ho Hay Hong tidak tahu. Tetapi karena bukan mati ditangan suhengnya perasaannya tidak begitu tertekan.
Ia kembali kekamarnya, suatu pikiran terlintas dalam otaknya, ia hampir berteriak.
Kiranya ia telah menemukan jawaban mengenai teka teki tentang burung Garuda dalam kurungan raksasa itu.
Di tubuh burung Garuda itu terdapat tanda huruf. Jelas Garuda itu adalah burung peliharaan si Kakek penjinak Garuda, Sebab kecuali si Kakek penjinak Garuda, dalam dunia ini sudah tidak ada lagi yang mampu memelihara burung Garuda sedemikian jinak.
Si Kakek penjinak Garuda itu mempunyai peliharaan burung Garuda seluruhnya tujuh ekor. Burung Garuda itu semuanya besar-besar, hal ini sudah di ketahui oleh semua orang. Sedangkan burung Garuda dalam kurungan itu memiliki tanda, jelas sebagai tanda burungnya yang ketiga.
Jenazah Siang koan Lo dikubur dibelakang rumah Cie lui Kiam khek, jago pedang ini dalam beberapa hari ini selalu marah-marah, mungkin karena kematian saudaranya itu.
Ia berdiam dirumah memberi hormat komando, banyak orang-orang Kang ouw yang dengan suka rela membantunya, mencari pembunuh Siang koan Lo.
Malam rembulan terang, tetapi tertutup oleh kabut tebal. Jam satu tengah malam, ketika semua orang sedang tidur nyenyak, sesosok bayangan orang tiba-tiba muncul didekat ruangan raksasa ditaman gedung Cie-lui Kiam khek.
Orang itu dengan sinar matanya yang tajam memandang burung Garuda dalam kurungan, burung Garuda biasanya tidak suka didekati manusia, kini mendadak menjadi jinak. Matanya yang merah biru berputaran, tiba-tiba mengeluarkan suara rendah yang memilukan.
Orang itu agaknya tidak dapat kendalikan perasaan sedihnya, tangannya mendadak bergerak, dan mengeluarkan bunyi keretakan, mendadak dimainkan kedalam kurungan.
Kurungan itu terbuat dari besi kokoh kekar dan berlobang kecil kecil. Tapi orang itu telah berhasil memasukan lengannya yang kuat. Ini benar benar merupakan satu keajaiban.
Dengan penuh kasih sayang orang itu mengusap-usap tubuh burung Garuda itu, sedangkan burung itu juga mengunjukan sikap sangat jinak tanpa melawan, kembali merupakan suatu kejadian ajaib.
Tidak lama kemudian, dalam kamar Ho Hay Hong mendadak muncul sesosok bayangan orang, kebetulan waktu itu Ho Hay Hong belum tidur. Ia dikejutkan oleh munculnya orang yang masuk melalui jendela, tetapi ia juga seorang cerdik, ia berpura-pura tidur nyenyak, tetapi diam-diam membuka matanya perhatikan gerak-gerik orang itu.
Dibawah sinar rembulan yang suram, ia melihat orang itu menghampiri dirinya, gerakan orang itu gesit sekali, gerak kakinya tidak menimbulkan suara tetapi ketika tiba sejarak tiga kaki didepannya, gerakannya mendadak menjadi perlahan.
Justru karena itu, maksud Ho Hay Hong hendak menyergap tamu yang tak diundang itu lantas berubah. Ia kini harus diam menunggu kesempatan baik, ia yakin dapat menangkap orang itu sebelum mendekati dirinya.
Orang itu tidak tahu bahwa perbuatannya sudah diketahui, dengan matanya yang tajam memandang Ho Hay Hong yang seperti sedang tidur nyenyak, lalu dengan sangat hati hati membuka bajunya, Ho Hay Hong segera teringat kejadian semalam, diam-diam ia merasa heran. Ia tidak memberi perlawanan, membiarkan bajunya dibuka.
Orang itu memeriksa lengan yang ada tanda gambar cacahan burung Garuda, tiba-tiba mengguman sendiri: "Bangsat cilik, kau toh bukan anakku, dengan hak apa kau berani menggunakan tanda kebesaranku."
Ia ulangi lagi ucapan itu, tiba-tiba dari dalam sakunya mengeluarkan sebilah pisau belati dan katanya lagi: "Bangsat, kau bukan lain dari pada anak haram, aku harus merusak tanda itu."
Ho Hay Hong dapat mendengar dengan jelas semua kata-katanya, ucapannya anak haram bagaikan pisau tajam menusuk hatinya darahnya bergolak, maka lantas menanya.
"Apa katamu?"
Bersamaan dengan Itu, ia sudah lompat bangun dan melontarkan satu serangan.
Orang itu terkejut, kemudian mengibaskan tangannya, dengan kecepatan bagaikan kilat berhasil mengelakkan serangan Ho Hay Hong, setelah itu lompat keluar dari lubang jendela dan sebentar lagi sudah tidak kelihatan bayangannya.
Ho Hay Hong sementara itu telah terdorong oleh kibasan tangan orang itu, hingga terjatuh dilantai, hanya dapat mengawasi berlalunya orang itu, dengan mata terbuka lebar.
Ia merasa bahwa kepandaian sendiri berselisih jauh dengan kepandaian orang itu, sehingga tidak mampu menahannya. Tetapi ia tetap penasaran, sambil mengertakkan gigi ia lompat keluar mengejar orang itu.
Tiba-tiba ia dengar suara bunyi burung garuda. Diwaktu malam sunyi seperti itu, bunyi burung itu benar-benar membuat bangun bulu romanya.
Ia menghentikan kakinya, matanya celingukan lantas menangkap satu bayangan yang lompat tinggi. Bayangan itu membuat setengah lingkaran ditengah udara, kemudian melayang kebelakang gedung.
Potongan tubuh orang itu sedang saja, mirip dengan orang yang tadi masuk kedalam kamarnya, ia sebetulnya ingin mengejar langsung, tetapi kemudian ia pikir, bahwa itu adalah suatu perbuatan yang sangat bodoh. Maka lari keselatan, meskipun arahnya berlainan, tetapi akhirnya pasti akan berjumpa dengan orang itu.
Ia lari menyusuri sepanjang jalan sepi, sebentar saja sudah berada diluar kota.
Tempat itu merupakan satu tempat belukar yang sepi, hanya tanaman rumput yang sudah tinggi dari batu kerikil terdapat di mana-mana, hanya satu tempat yang nampak teratur bersih, tempat itu tidak jauh dari tempat ia berdiri, tampak berdiri sebuah patung perunggu.
Di bawah terangnya sinar rembulan, ia memperhatikan patung itu. Ternyata adalah patungnya Gak Hui, pahlawan kenamaan dalam kerajaan Song.
Ia berdiri tertegun, karena disitu terdapat dua jalan. Ia harus memilih jalan yang dekat. Kalau dugaan tidak salah, orang itu tadi seharusnya akan muncul didepan itu.
Ia teringat ucapan anak haram orang itu tadi, ia menduga orang itu pasti ada hubungan dengan dirinya sendiri, setidak-tidaknya ia pasti tahu asal usul dirinya.
Lama ia menunggu, masih belum tampak bayangan orang itu. Ia mulai putus asa.
Sambil menengadah ia menghela napas. Selagi hendak balik, patung penunggu Gak Hui itu tiba-tiba mengeluarkan suara keresekan, sebentar kemudian sesosok bayangan bagaikan hantu, pelahan keluar dari belakang patung.
Ho Hay Hong bernyali besar, tetap masih dapat dikejutkan oleh kejadian itu. Untung bayangan orang itu agaknya tidak melihat dirinya, sehingga ia dapat menyembunyikan diri dengan selamat.
Sejak kanak-kanak, dia sudah banyak mendengar kisah setan meskipun selama itu ia masih tidak percaya. Tetapi soal setan ini, sejak dahulu kala tiada seorangpun yang dapat membuktikan benar ada setan atau tidak.
Ia anggap bahwa tempat itu tentunya tanah angker, bekas tempat peperangan yang tidak berhenti-hentinya hingga menimbulkan banyak setan gentayangan.
Tetapi, ia juga merasa bersyukur. Setidak-tidaknya, apabila bayangan tadi adalah setan, maka ia telah membuktikan dan membuka tabir yang menjadi teka-teki sejak jaman dahulu.
Melalui rumput-rumput tinggi tempat ia sembunyikan diri, ia telah pasang mata mengintai keadaan disekitarnya, Sementara itu, bayangan bagaikan setan itu sudah menggunakan tangannya menggerakkan patung perunggu itu.
Kembali terdengar suara bunyi keresekan, patung tinggi besar itu mendadak bergerak patung yang semula berdiri berhadap-hadapan dengannya, kini telah berubah membelakangi dirinya.
Ho Hay Hong yang menyaksikan kejadian itu, bukan saja dikejutkan oleh kejadian itu, tetapi juga dikejutkan oleh kekuatan tenaga bayangan itu, yang dapat menggerakkan patung besar bagaikan raksasa.
Ia mulai percaya bayangan Itu pasti adalah setan, karena orang biasa tidak mempunyai tenaga sedemikian besar.
Bayangan itu pelahan-lahan lenyap kedalam tanah, sebentar kemudian hanya tinggal rambutnya yang putih, yang masih tampak olehnya.
Ia ingin berlalu, ia sudah ingat betul letaknya tempatnya. Ia menunggu sampai esok pagi baru akan datang lagi untuk mendapat kenyataannya. Tetapi kepala dengan rambutnya yang putih itu tampak keluar lagi dari permukaan tanah, dan kemudian tampak seluruh tubuhnya.
Ia terpisah jauh dengan bayangan itu, hingga tidak dapat melihat wajahnya, hanya sinar matanya yang tajam, yang sangat mengesankan hatinya.
Bayangan itu menggerakkan tangannya, memutar patung perunggu seperti asalnya, kemudian berlalu dan menghilang kedalam rimba yang tidak jauh dari situ.
Ho Hay Hong dengan tenang menunggu, sekarang ia tidak ingin pulang lagi, tertarik oleh perasaan, Ia menanti sampai bayangan itu tidak muncul lagi, baru memberanikan diri pergi menghampiri patung.
Ia takut bayangan itu akan balik lagi.
Ia tidak berani mendorong patung itu secara terang-terangan. Dengan setengah jongkok, ia menggunakan seluruh kekuatan tenaganya mendorong patung perunggu itu. Patung itu meskipun besar dan berat, tetapi didorong tanpa menggunakan tenaga banyak ternyata dibawah patung itu terdapat roda, asal didorong lantas bergerak dengan mudah.
Setelah patung itu tergeser, dibawahnya terdapat sebuah goa, gelap entah berapa dalamnya. Tetapi Ho Hay Hong kini mengerti bahwa bayangan tadi bukanlah hilang kedalam tanah, melainkan kedalam goa.
Ia tahu bahwa suara bergesernya patung tadi pasti akan menimbulkan kecurigaan bayangan tadi. Maka setelah patung itu bergeser, tanpa ragu-ragu lagi Ho Hay Hong lantas masuk kedalam goa. Ia hendak menggunakan waktu sesingkat singkatnya, untuk mencari rahasia yang paling besar.
Gua itu kira-kira dua tombak dalamnya ketika tiba didalam hampir saja ia jatuh, untung tempat dalam gua itu tanahnya datar.
Ia meraba raba dengan dua tangannya. Apa yang teraba hanya tanah lembab dan sedikit rumput kering. Tapi tanah dibawah kakinya itu ternyata keras, sebuah benda keras terinjak oleh kakinya. Ia membongkok untuk mengambil benda itu, ternyata sebuah sarung pedang. Tergeraklah hatinya, lalu di ambilnya. Sarung pedang itu masih dalam keadaan baik, pedangnya juga masih ada.
Tanpa diperiksanya lagi, ia buru-buru lompat keluar. Kemudian menggeser patung2nya lagi seperti biasa, setelah itu dengan tergesa-gesa lari kedalam gerombolan rumput untuk sembunyikan diri.
Tidak lama kemudian, bayangan bagaikan setan itu mendadak muncul dibelakang patung. Gerakannya itu sedemikian ringan dan gesit, lebih gesit dari pada kucing.
Ho Hay Hong diam-diam mengucurkan keringat dingin. Kalau ia kurang cerdik, perbuatannya tadi pasti sudah kepergok.
Mata tajam dari bayangan bagaikan setan itu mencari disekitarnya, kemudian mengulurkan tangannya meraba raba patung itu sejenak, baru menarik napas lega.
Dari gerakannya bayangan orang itu.
Ho Hay Hong sudah tahu bahwa pada bagian perut patung itu terdapat kunci dan pintu rahasia, yang dapat dimasuki tangan, Benda yang terdapat dalam pintu rahasia itu pasti adalah benda rahasia yang tidak boleh hilang.
Ia bermaksud hendak membuka rahasia itu, tetapi bayangan itu tetap berdiri disitu, tidak mau berlalu hingga ia tidak mendapat kesempatan, terpaksa dengan jalan merayap balik kekamarnya.
Tiba kembali dikamarnya, ia periksa pedang. Baru keluar dari sarungnya, pedang itu memancarkan sinar berkilauan, benar sebilah pedang pusaka dari jaman purbakala.
Ia lebih terkejut karena pedang itu juga terukir oleh dua huruf kecil yang berbunyi:
"Garuda Sakti!"
Ia membuka bajunya, gambar ukiran burung Garuda yang terdapat disisi huruf itu mirip benar dengan gambar cacahan dilengan tangannya. Wajahnya pucat seketika, pikirnya: "apakah gambar Garuda ditanganku ini dicacah menurut ukiran diatas pedang ini?"
Dengan perasaan terheran-heran, ia sembunyikan pedang pusaka itu diatas penglari karena ia takut diketahui orang.
Ia bertekad hendak mengusut urusan ini. Kecuali mencari jejak si Kakek penjinak Garuda, selama didaerah Tiong goan, ia juga akan mengusut asal usulnya pedang sakti itu.
Malam itu, dilewatkannya dengan perasaan tegang.
Esok hari, setelah bangun tidur dan habis membersihkan badan, Ho Hay Hong pergi mencari Cie lui Kiam-khek. Begitu bertemu muka, lantas menanya:
"Kabarnya ditempat dekat sini ada sebuah patung perunggu. Apakah itu betul?" Cie lui Kiam khek merasa heran. Mengapa pemuda pendiam yang jarang membuka mulut ini, mendadak mengajukan pertanyaan demikian" Maka tanpa banyak pikir ia lantas menjawab:
"Benar, tempat itu disebut sebagai Kampung Setan, Kalau matahari sudah mendoyong ke barat, jangan ada orang yang berani jalan melalui tempat itu, Ho siao hiap menanyakan patung-patung itu, ada keperluan apa?"
"Ow! apakah ditempat itu sering muncul setan?"
"Dengan terus terang. Kampung setan itu sudah bertahun-tahun menjadi daerah angker. Banyak orang-orang Kang ouw yang pergi mencari keterangan, tetapi tiada satupun yang kembali, hingga lama kelamaan Kampung setan itu tersiar luas. Penduduk ditempat sekitar tempat ini anggap daerah itu daerah angker, mereka lebih suka jalan memutar yang lebih jauh, tidak berani melalui tempat itu. Sudah tentu ini adalah pikiran penduduk kampung yang bodoh, tetapi kita juga tidak boleh tidak percaya, sebab orang orang Kang ouw yang pergi mencari keterangan itu semua adalah orang-orang kuat yang berkepandaian tinggi dan banyak akalnya. Mereka telah pergi tapi tidak kembali. Bahkan tulang-tulang merekapun tidak diketemukanBukankah ini ada suatu misteri yang sangat mengherankan?"
Ho Hay Hong menganggukkan kepala. "Apakah Su-to tayhiap pernah pergi kesana?"
"Belum!" jawabnya Cie-lui Kiam khek agak terkejut. "Aku sendiri meskipun tidak percaya, tetapi selalu tidak ada kesempatan untuk pergi menyelidiki, asal setan itu tidak mengganggu rumah tanggaku. Sudah cukup."
"Pernahkah Su-to tayhiap merasa curiga, bahwa setan itu adalah manusia biasa yang menyaru?"
Cie-Lui Kiam khek kembali dikejutkan oleh pertanyaan itu.
"Menurut pandanganku, ini tidak mungkin. Mengenai kejadian manusia yang menyaru menjadi setan itu menang ada. Di daerah Kui-ciu dahulu juga pernah kejadian. Tetapi disini tidak ada barang berharga. Daerah ini merupakan daerah tandus, rasanya tidak perlu orang menyaru setan yang hanya untuk menakuti sesamanya saja."
Selagi hendak balas bertanya, tiba-tiba terdengar suara orang berkata: "Lekas kita sudah lama menunggu."
Didalam taman pada saat itu tampak tiga pemuda pemudi sedang berjalan mundar mandir, seakan-akan menantikan sesuatu. Di bawah sebuah pohon besar, tidak jauh dari mereka, tertambat seekor kuda besar.
Cie-Lui Kiam khek lalu berkata kepada Ho Hay Hong:
"Mereka datang hendak mengajak Cien Hui pergi ke danau Liok eng ouw berburu burung!"
"Ow, ya, aku belum memberitahukan padamu, Cian Hui adalah anak perempuanku."
Ho Hay Hong menganggukan kepala, tidak banyak bertanya. Benar saja, diatas pelana kuda itu terdapat banyak anak panah busurnya serta alat-alat berburu lainnya. Ho Hay Hong mendadak tertarik oleh penghidupan riang gembira semacam itu. Ia teringat kepada dirinya sendiri, yang sejak kanak kanak selalu hidup dalam kesunyian, belum pernah mencicipi kegembiraan.
Suara tindakan kaki halus terdengar di belakangnya. Su to Cian Hui yang cantik hari itu tampak semakin cantik dengan dandanannya ringkas serba merah.
Gadis itu menghampiri Cie-lui Kiam-khek dan mengucapkan perkataan "Ayah," kemudian dengan sepasang matanya yang jeli lebar memandang Ho Hay Hong sejenak, lalu mengerutkan keningnya dan berlalu tanpa berkata apa-apa.
Ho Hay Hong mengawasi berlalunya kawanan muda-mudi itu dengan perasaan kagum, lalu kembali kekamarnya.
Ia memikirkan Cie lui Kiam-khek, seolah-olah tidak mempunyai perasaan setia kawan, rasa duka atas kematian saudaranya, Siang-koan Lo kemarin, hari ini ternyata sudah tidak kelihatan bekasnya.
Perlahan-lahan ia berjalan menuju ke tempat latihan, disana sudah ada sepuluh lebih para pemuda dengan setengah telanjang, sedang melatih ilmu silat. Pandangan matanya beradu dengan mata Ho Yam San, dari sinar mata Ho Yam San ia telah mengetahui bahwa pemuda itu ternyata membenci dirinya. Diam diam ia merasa heran, entah apa salahnya terhadapnya"
Hok Yam San tiba tiba berkata padanya:
"Toa suhu, petunjuk ilmu tombak yang kau unjukkan kemarin bagus sekali. Aku telah beritahukan kepada ayah, ia akan menemui kau dengan segera."
Ho Hay Hong tidak menjawab, ia tahu bahwa pemuda itu tidak mengandung maksud baik terhadapnya, maka tidak memikirkan lain.
Ho Yam San seolah-olah sudah pandang Ho Hay Hong sebagai musuh besarnya, sebentar ia berkata lagi:
"Ayahku kecuali terkenal dengan ilmu tombaknya, ia jaga pandai mainkan tombak dari keluarga Wat, tetapi ilmu pedang keluarga Wat ini adalah ilmu tombak ciptaan Wat Kun Ciam dari luar perbatasan. Ayahku belum pernah dengar ada akhli tombak dari gunung Ho lan lan. maka ia ingin belajar kenal denganmu, mungkin ayah pernah melihatmu!"
Ho Hay Hong bukan seorang bodoh, sudah tentu bahwa ucapan pemuda itu mengandung maksud mengejek. Karena ia tentu tidak ingin mencari rewel, maka lantas menjawab sambil tertawa getir:
"Katakan pada ayahmu, ia tak usah datang kemari, aku siorang she Ho hanya seorang kecil tidak ternama dari kalangan Kang ouw."
Hok Yam San semakin galak, katanya dengan suara keras:
"Tidak bisa, toa suhu kau kemari sudah unjukkan kepandaianmu, jelas mengandung maksud menantang kepandaian ilmu tombak keluarga Hok. Aku keluarga Hok bukanlah seorang bodoh, sudah tentu mengerti maksudmu. Ada kemungkinan kali ini toa suhu namanya akan menjadi terkenal, mengapa kau tidak mau menggunakan kesempatan ini untuk mengangkat tinggi derajatmu?"
Para pemuda tertawa riuh, Say Siao Ceng lalu berkata dengan suara lantang:
"Benar, main tombak dihadapan akhli Hok, jelas merupakan perbuatan yang kurang sopan. Pantas saja Hok locianpwee marah dan hendak mencarimu membuat perhitungan!"
Ho Hay Hong mengerti bahwa pemuda-pemuda ini tidak bisa diajak bicara secara sopan, maka ia tidak mau meladeni. Ia berlalu sambil menundukkan kepala.
Tiba tiba terdengar suara orang menanya: "Apakah dia?"
Ho Hay Hong berpaling, entah sejak kapan dari pintu luar sudah masuk serombongan orang banyak, diantaranya terdapat seorang tua pendek gendut, kepalanya botak kelimis, begitupun mukanya juga tidak berkumis, kulit mukanya yang berisi, paling menarik perhatiannya.
Kampung Setan Karya Khulung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Orang tua pendek gemuk itu disambut oleh para pemuda tadi, sedang Cie lui Kiam khek, juga berlaku sangat hormat kepadanya. Tetapi orang tua pendek gemuk itu berjalan terus sedikitpun tidak pandang mata Cie lui Kiam khek, mungkin karena marahnya, sehingga sudah melupakan peradatan.
Cie lui Kiam khek tidak berdaya, terpaksa menjawab.
"Ya, ia bernama Ho Hay Hong. Siang koan sutee yang mengajak kemari!"
Ho Hay Hong bercekat, ia masih belum tahu siapa adanya orang tua itu. Hok Yam San sudah lari menyongsong seraya berkata.
"Ayah sekarang baru datang!"
Mata orang tua itu celingukan, ia memandang Ho Hay Hong sejenak, lalu bertanya:
"Su te Siang, bocah she Ho ini apakah suhu barumu?"
Cie-lui Kiam khek. buru-buru menjawab.
"Kau keliru, dia adalah tamuku!"
"Aku tidak perduli dia siapa! Asal berani mengganggu aku, akan kupandang sebagai musuh!"
Orang tua she Hok itu mendorong Hok Yan San dan berjalan menghampiri Ho Hay Hong.
Melihat bentuk badannya yang tegap dan tindakan kakinya yang mantap, Ho Hay Hong mengerti bahwa orang tua pendek gemuk itu sudah sempurna kekuatan tenaga dalamnya, maka buru-buru ia menyiapkan tenaganya.
"Kau murid siapa?" tanya orang tua itu dengan sikap jumawa.
Ho Hay Hong merasa bahwa orang tua itu terlalu sombong dan menjemukan, maka ia tidak sudi menjawab. Ia berdiri tegak seperti patung sambil menengadah, sedikitpun tidak ambil perduli.
Si orang tua teh Hok itu semakin marah. Dengan sikapnya yang lebih sombong ia berkata:
"Baik, kau tidak menjawab, aku akan menggunakan ilmu tombak keluarga Hok, paksa kau menjawab!"
Setelah itu, ia melontarkan sebatang tombak kepada Ho Hay Hong, yang segera disambut oleh pemuda itu. Ho Hay Hong dapat merasakan hebatnya kekuatan tenaga orang tua itu, maka ia tidak berani berlaku gegabah.
Dengan tombak ditangan, orang tua itu garang, kesombongannya nampak tegas. Ia berkata sambil tertawa terbahak-bahak.
"Dengar kata anakku, ilmu tombakmu tidak jelek, bahkan mirip dengan ilmu tombak keluarga Hok. Aku lihat usiamu masih muda sekali, tetapi sudah mendapat kepandaian sehebat itu. Maka aku ingin mencoba sendiri. Marilah, kalau dalam waktu tiga puluh jurus aku tak dapat mengalahkan kau, selanjutnya aku akan cuci tangan, tidak mau dipanggil ilmu tombak keluarga Hok lagi."
"Jangan banyak bicara yang tidak-tidak, mulailah!" berkata Ho Hay Hong.
Mendengar jawaban demikian, Cie-Lui Kiam khek gabrukan kaki. Ia sebetulnya masih ingin mendamaikan untuk meredakan suasana, tetapi tak disangka Ho Hay Hong yang wataknya aneh itu telah membuyarkan rencananya. Karena ia tahu bahwa pertempuran itu sudah tidak bisa dielakkan lagi. maka juga tidak mau campur tangan.
Orang tua she Hok Itu adanya memang berangasan, ketika mendengar jawaban ketus itu, alisnya lantas berdiri, tombak ditangannya segera meluncur keluar.
Gerakannya itu nampaknya bisa saja, sebetulnya mengandung banyak tipu serangan yang mematikan. Kalau bukan lawannya, sulit untuk mengetahui.
Ho Hay Hong putar balik tombaknya, senjata tombak itu digunakan sebagai senjata ruyung, membabat lawannya.
Orang tua itu terkejut, dengan cepat menarik kembali serangannya. Ujung tombak menotol gagang tombak Ho Hay Hong, dengan meminjam kekuatan tenaga dalamnya, ia putar tombaknya dan menikam jalan darah "Kie-hay hiat".
Menotok jalan darah dengan menggunakan ujung tombak, meskipun itu merupakan gerak tipu biasa, tetapi dalam mata akhli, mengandung perbedaan sangat jauh.
Ujung tombak orang tua itu bergetar, hembusan angin kuat meluncur mendahului ujung tombaknya, hal ini benar-benar mengejutkan semua orang.
Ho Hay Hong mengangkat tombaknya, dengan satu gerak tipu yang dinamakan memancing ikan ditepi sungai, ia menyambuti serangan orang tua itu, untuk menjajaki kekuatan tenaganya.
Ketika dua tombak saling beradu, masing-masing merasa lengannya kesemutan.
Wajah orang tua itu berubah seketika. Ia tidak sangka bahwa lawannya yang masih muda dan belum mendapat nama itu, ternyata mempunyai kekuatan tenaga sedemikian hebat, hingga hampir saja nama baiknya sebagai akhli tombak, hancur ditangannya.
Ia buru-buru kendalikan amarahnya, dengan ilmu simpanannya ia menotok jalan darah Ho Hay Hong lagi.
Ho Hay Hong sebetulnya belum pernah belajar ilmu tombak yang digunakan untuk menghadapi lawannya itu adalah perobahan dari pelajarannya ilmu silat "Kun hap sam-kay".
Keistimewaan ilmu silat ini, terletak pada gerak tipunya yang sangat ruwet. Baik dengan senjata ringan seperti sepotong bambu maupun senjata yang beratnya puluhan atau ratusan kati seperti ruyung atau sebagainya, digunakan sama-sama hebatnya.
Maka ketika ia menghadapi kawanan pendeta gemuk dirinya menggunakan bambu dulu, empat lawannya tidak berdaya terhadapnya.
Ilmu silat "Kun hap sam kay," dapat menggunakan senjata tombak yang dirobah menjadi senjata pedang, dari pedang bila berobah menjadi senjata yang merupakan alat tulis. Dalam keadaan bagaimanapun juga tidak mempengaruhi kekuatan tenaga dan kepandaiannya.
Dalam kalangan Kang ouw, umumnya ada suatu pendapat yang sama. kalau menyaksikan orang menggunakan senjata berat, di anggapnya orang itu bertengkar besar. Kalau melihat orang menggunakan senjata ringan, dianggapnya mempunyai gerak badannya yang sangat lincah.
Tetapi tidaklah demikian dengan Ho Hay Hong. ia sudah membuang pendapat semacam itu. Didalam tangannya, sepotong bambu sama hebatnya dangau sebatang ruyung besi.
Orang tua she Hok itu meskipun sudah lanjut usianya, tetapi begitu mengeluarkan ilmu tombaknya dari keluarga Hok, bagaikan harimau bersayap, begitu hebat ia menghujani serangan kepada Ho Hay Hong, hingga anak muda itu hampir tidak bisa bernapas.
Dalam waktu singkat, sepuluh jurus sudah dilalui, Ho Hay Hong terus terdesak, kelihatannya sudah tidak sanggup melawan senjata orang tua she Hok itu.
Mendadak semangatnya terbangun. sambil mengeluarkan siulan nyaring, tombak ditangannya mengeluarkan gerak tipunya yang dinamakan bunga dan daun berterbangan.
Gerak tipu ini kelihatannya sangat ringan, tidak bertenaga, dari luar dipandangnya sangat indah. Tetapi orang tua she Hok itu tiba-tiba loncat kebelakang sambil membatalkan serangannya, dan berseru:
"Benarkah kau datang dari gunung Ho-lan san ?"
Ho Hay Hong terkejut, ia juga hentikan serangannya dan balas menanya.
"Apakah itu tidak benar?"
"Kau bohong, kau bohong, aku tidak percaya omonganmu!" Demikian orang tua itu menggumam, dan lantas berlalu, tidak mau melayani Ho Hay Hong lagi.
Semua orang dikejutkan oleh kejadian yang tidak terduga-duga itu, sementara itu orang tua she Hok sudah berkata lagi:
"Aku tidak akan bertempur dengan kau lagi, hitung-hitung aku yang sial, telah bertemu dengan kau."
Ho Hay Hong bingung, ia tidak tahu apa sebabnya setiap orang yang bertempur dengannya, pada sebelum diketahui siapa yang menang dan siapa yang kalah, lawannya sudah undurkan diri lebih dahulu.
Cie lui Kiam khek menghampiri orang tua she Hok itu, bertanya padanya dengan suara perlahan:
"Hok locianpwee, kau sebetulnya melihat apa?"
Orang tua itu menggelengkan kepala, tidak menjawab, hanya menggumam sendiri:
"Hitung-hitung aku yang sial, sudah jangan bicarakan lagi."
Dengan tiba-tiba, seorang yang berdiri di atas dinding tembok menyambung:
"Orang tua she Hok. kau tidak bisa menjatuhkan lawanmu sudah tentu kau sial."
Semua orang heran atas kedatangan orang itu tetapi tiada satupun yang kenal padanya.
Orang itu ternyata seorang lelaki pelajar setengah umur. tampaknya pintar, ia mengenakan pakaian panjang warna hijau dan topi seorang pelajar serta sabuk hijau dipinggangnya.
Dengan tenang memperkenalkan dirinya.
"Sun hong Kow khek, inilah orangnya!"
Semua wajah orang ketika mendengar nama itu, masing-masing mengunjukkan rasa terkejut Ho Hay Hong yang menyaksikan perubahan sikap orang orang banyak, segera mengetahui bahwa orang ini bukanlah orang sembarangan.
Orang yang menamakan dirinya Sun-hong Kow khek ini terkenal namanya karena cepatnya mendapat berita apa saja. Bagi orang sudah biasa berkecimpung dikalangan Kang ouw, setidak-tidaknya juga sudah pernah mendengar nama orang aneh itu.
Entah disebabkan hobbynya yang suka mencari berita, atau sahabatnya yang banyak, nyatanya, segala berita atau kejadian kejadian aneh dikalangan Kang ouw, semua tidak lolos dari telinganya.
Oleh karenanya, tokoh rimba persilatan yang ingin mencari kabar tentang suatu kejadian atau rahasia, selalu minta pertolongan kepada orang aneh ini.
Sun hong Kow khek suka datang dan pergi sendiri, tetapi mata-matanya banyak. Jangan dipandang luarnya seperti seorang pelajar, tetapi kalau ia sudah marah, dengan cepat bisa mengumpulkan anak buahnya yang setia padanya.
Munculnya orang aneh secara mendadak itu, lagi pula selagi orang banyak dalam keadaan kebingungan, benar-benar sangat kebetulan. Orang tua she Hok itu segera bergerak hatinya, ia kendalikan hawa amarahnya dan bertanya kepadanya:
"Sun hong-jie. tanpa diundang hari ini kau datang kemari, apakah kau hendak menjual rahasia Kampung Setan?"
"Tepat! Aku sudah tahu bahwa kau sudah lama berpikiran demikian, maka hari ini aku sengaja datang kemari. Maksudku ialah hendak menjual rahasia ini untuk kutukar dengan sebuah barang !"
Ho Hay Hong mendengarkan dengan penuh perhatian, sebab ia juga mengharap ada orang yang bisa membuka rahasia yang meliputi Kampung Setan itu.
Orang tua she Hok itu berkata sambil tertawa terbahak-bahak:
"Sudah lama aku dengar Sun hong Jie adalah seorang yang rikuh terhadap barang pusaka tapi tidak rakus terhadap harta kekayaan. Ucapan ini ternyata sedikitpun tidak salah. Aku duga barang yang kau kehendaki itu pastilah barang pusaka keturunan keluargaku yaitu wasiat yang tidak bisa tembus senjata! Betul tidak ?"
"Orang tua she Hok, kau benar pintar, dugaanmu sedikitpun tidak salah. Terus terang, aku kini sudah bentrok dengan Lam-kiang Tay bong, kalau bukan baju wasiatmu itu, aku tidak dapat menjamin jiwaku !"
Orang tua she Hok itu sejenak tampak ragu-ragu, akhirnya berkata:
"Kau harus memberi penjelasan dulu, supaya aku bisa menimbang: Rahasia apa yang hendak kau jual itu, ada harganya untuk ditukarkan dengan baju wasiatku atau tidak?"
"Dengarkan baik baik, dalam kampung setan ada dua rupa barang yang tidak terduga-duga oleh manusia. Pertama, pedang pusaka, kedua pelajaran ilmu silat dan ketiga perempuan cantik. Tiga rupa barang yang dapat dilihat tetapi tidak bisa diambil ini, sudah cukup berharga untuk ditukarkan dengan baju wasiatmu," kata Sun hong Kow-khek sambil menganggukkan kepala.
Orang tua she Hok itu terkejut, katanya sambil menggelengkan kepala.
"Sun hong jie, perkataanmu ini jelas sudah nyeleweng, apa yang aku kehendaki adalah rahasia!"
"Inilah rahasianya kampung setan, sebelum kedua fihak mengadakan perundingan serius, sudah tentu aku tidak bisa memberitakukan lebih banyak, agar tidak membawa bencana bagi rimba persilatan."
Sun hong Kow khek terkenal dengan pekerjaannya yang suka menjual rahasia. Setiap keterangan yang sudah diberikan olehnya, ia bertanggung jawab sepenuhnya, maka apa yang diucapkannya, tentu merupakan keterangan yang sangat berharga.
Justru karena itu, maka orang-orang yang ingin mengetahui kelanjutan dari rahasia yang akan dijualnya itu, sering terjebak akalnya yang pandai licin itu. Tiga rupa barang yang disebutkan tadi, semua merupakan barang yang paling disukai oleh orang-orang rimba persilatan, maka daya penariknya juga lebih besar.
Jago tua she Hok itu mau tidak mau harus mulai pertimbangkan masak-masak, karena baju wasiat itu adalah barang keturunan keluarganya, ini merupakan suatu barang yang sangat berharga baginya.
Tetapi rahasia mengenai kampung setan, sudah beberapa puluh tahun menjadi pembicaraan orang-orang rimba persilatan, dan selama itu belum pernah terungkap, maka juga merupakan suatu rahasia yang sangat penting.
Dua-dua sama sama berharganya, tetapi ia tidak bisa mendapatkan dua-duanya. Kalau ia ingin mempertahankan baju wasiatnya, ini berarti harus melepaskan keinginannya untuk mendapatkan rahasia yang sangat penting itu.
Kalau ingin mencari tahu rahasianya kampung setan, harus melepaskan baju wasiatnya.
-ooo0d-w0ooo- Bersambung jilid 3
Jilid 3 "ORANG tua she Hok itu kini benar-benar berada dalam keadaan serba sulit."
Hok Yam San yang masih muda, sudah tidak sabaran, ia berkata kepada ayahnya dengan suara perlahan.
"Ayah kalau kau anggap ada harganya, tidak apalah baju wasiat itu diberikan kepadanya!"
"Jangan banyak bicara!" bentak sang ayah.
Sepasang alisnya mengerut, kedua tangannya dikepal erat-erat, lama orang tua itu tidak bisa mengambil keputusan.
Sun hong Kouw khek sudah tidak sabar menunggu, katanya dengan suara lantang:
"Kau masih berat melepaskan baju wasiatmu, aku lihat sudah saja, biar bagaimana aku tokh sudah biasa keluyuran, tidak apalah aku jalan cuma-cuma."
Diolok-olok demikian, orang tua she Hok itu tiba-tiba membentak:
"Baiklah, aku terima baik usulmu!"
Sehabis berkata demikian, ia buru-buru menghampiri dan berkata lagi dengan suara perlahan: "Tetapi harus ada syaratnya."
"Apa syaratnya ?"
"Keterangan tentang dirinya!" berkata siorang tua she Hok sambil menunjuk Ho Hay Hong, "ilmu tombak bocah itu hebat sekali, tetapi aku tidak tahu dari golongan mana" Aku hanya tahu bahwa ia ada hubungannya dengan si kakek penjinak Garuda. Kau harus memberitahukan padaku tentang asal usulnya, baru aku bersedia menukarkan baju wasiatku!"
"Hok lo. kau keliru, dia adalah Tang-siang Su Cu, anak murid Lam kiang Tay-hong."
"Apa?" bukan kepalang terkejutnya si orang tua she Hok itu, "Jangan jangan kau yang salah, mana bisa dia adalah Tang siang Su cu" Ah! Sungguh tak diduga Cie-Lui Kiam khek telah mengadakan perhubungan dengan Lam kiang Tay-hong, hm."
Ia percaya betul perkataan Sun hong Kow khek, dengan langkah lebar ia menghampiri Cie lui Kiam-khek dan berkata padanya:
"Su-to Tayhiap, maafkan daku, mulai hari ini, anakku akan kubawa pulang. Sementara tentang jerih payahmu, bila ada kesempatan aku nanti akan membalas budimu ini."
Dengan menggandeng tangan anaknya, tanpa menunggu penjelasan Su to Siang, lantas berlalu.
Perbuatannya itu bukan saja sangat mengejutkan Cie lui Kiam khek, bahkan semua orang yang ada disitu juga terheran-heran, mereka tidak tahu apa sebabnya jago tua she Hok ini tidak senang terhadap Su to Siang.
Cie-lui Kiam-khek mengawasi berlalunya jago tombak she Hok bersama anaknya tanpa bisa berbuat apa-apa, kemudian alihkan pandangan matanya kediri Sun hong Kow-khek dan bertanya dengan suara berat:
"Sun-hong Tayhiap, kau tadi sebetulnya berkata apa kepada Hok lo enghiong?"
"Saudara Su to, kau seharusnya mengerti sendiri!" jawabnya seenaknya, setelah itu, tanpa menantikan reaksi Cie lui Kiam khek, sudah berlalu dengan tergesa-gesa menyusul jago tombak she Hok.
"Hok lo eng hiong rahasianya ini jangan sampai tersiar, mari kita bereskan dirumahmu." demikian ia berkata dengan suara nyaring.
Cie-Lui Kiam khek sangat marah, segera memerintahkan anak muridnya yang masih berdiri melanjutkan latihannya.
Ia merasa penasaran, karena tanpa sebab dituduh orang yang bukan-bukan. Maka setelah memerintahkan semua muridnya melanjutkan latihan, ia lantas balik kekamarnya.
Tepat pada saat itu, puterinya, Su to Cian hui yang pergi berburu dengan beberapa kawannya, sudah pulang dengan membawa oleh oleh dari hasil buruannya.
Su to Cian hui mengikat kudanya dibawah pohon kemudian menemui ayahnya.
"Ayah hari ini kita pergi berburu kedanau Lok Ing ouw, menemukan banyak kejadian aneh !"
Hawa amarah Su to Siang agak reda oleh kedatangan puterinya. Dalam waktu singkat, wajahnya sudah berubah berseri-seri.
"Kejadian aneh bagaimana" Coba kau ceritakan kepada ayahmu!"
Pada waktu itu, empat kawan berburu Su-to Cian hui, semua sudah turun dari kudanya masing-masing, anak muda itu semua nampak sangat gemilang, mereka membiarkan Su to Cian hui menyeritakan kepada ayah nya, sedikitpun tidak mau mengganggu.
"Ayah, danau Lok ing-ouw telah berubah menjadi danau perang," demikian Su to Cian-hui mulai dengan penuturannya, "dalam waktu tidak ada setengah hari ini, sudah beberapa puluh orang orang kuat dunia Kangouw telah binasa."
"Apakah katamu" Ayah sedikitpun tidak mengerti. Coba jelaskan." berkata Cie lui Kiam khek terkejut.
"Pagi-pagi sekali kita sudah berada di sana, tetapi seorang tua berambut putih ternyata datang lebih pagi dari pada kita. Orang tua itu duduk dengan tenang, tangannya memegang sebatang kail. Kita merasa heran, karena sekarang bukan waktunya memancing ikan, semua penduduk dekat danau itu mengetahui itu, maka kita lantas pada tertawa geli" demikianlah Su to Cian hui melanjutkan penuturannya dengan wajah penuh senyuman.
Tetapi ketika mengetahui dirinya diperhatikan Ho Hay Hong, senyumnya yang menggiurkan lenyap dengan segera. Dengan agak mendongkol matanya melotot dan meneruskan penuturannya.
"Kakek itu ketika mendengar suara tertawa kita menoleh, sinar matanya lebih tajam dari pada manusia biasa, hingga kita semua terperanjat dan berhenti tertawa. Kakek itu lantas menanya kita: "Apakah kalian suka melihat orang berkelahi?"
Kita semua mengerti bahwa dari sinar matanya yang tua bersinar, kekuatan tenaga dalamnya pasti hebat. Maka ketika mendengar pertanyaannya, tentu ingin menyaksikan apa sebetulnya yang akan terjadi. Kita menjawab dengan gembira.
Orang tua itu dari dalam kepisnya mengeluarkan lima buah kail, menyuruh kita berjongkok, meniru cara ia memancing,
Lama kita menunggu, tidak lihat ada orang datang. Kita mulai tidak sabar, dan baru hendak melanjutkan maksud kita hendak berburu. Pada waktu itu, dalam hati kita semua, sudah anggap Kakek itu pasti orang gila, dan kita telah tertipu olehnya. Maka semua tidak memperdulikannya, masing-masing hendak naik kuda hendak pergi kelain tempat.
"Kakek itu tidak menyatakan apa apa, sikapnya selalu dingin, seolah-olah menertawakan kita tidak mengerti apa apa. Tetapi dan setelah kita hendak pergi mendadak ia membuka mulut: "Oh" ! Aku lupa bahwa kalian hendak berburu. Begini saja, karena aku sudah menyia-nyiakan waktu kalian demikian lama, tidak usah kalian berburu, aku akan mengganti kerugian kalian."
"Karena kita semua sudah anggap dia seorang gila, maka ketika mendengar ia berkata demikian semua tidak menghiraukannya. Kakek itu nampaknya marah, ia mendongakkan kepala, tampak dua ekor burung Garuda terbang berputaran diangkasa tidak mau pergi, Kakek itu mendadak mengeluarkan siulan dari mulutnya, suara itu sangat aneh, seperti bernada tertentu.
Sungguh heran, ketika kita semua sedang dalam keadaan keheranan dua ekor burung Garuda diangkasa itu mendadak terbang turun dan hinggap diatas pundak kakek itu.
"Mulut kakek itu mengeluarkan kata-kata yang tidak mengerti apa maksudnya. Dua ekor burung Garuda itu agaknya sangat menurut dan mengerti katanya, dengan cepat terbang lagi keangkasa, kemudian mencari beberapa banyak kawannya. Sebentar kemudian burung-burung Garuda itu sudah berhasil menerkam beberapa ekor burung Walet, Kakek itu kembali memerintahkan seekor Garuda pergi kegunung Lam san, tidak lama burung itu berlalu lantas balik kembali dengan membawa hasil buruannya beberapa ekor binatang kelinci. Kita tidak jadi berburu, semua berdiri terpaku oleh kejadian aneh itu. Kau lihat, diatas kuda itu bukanlah banyak binatang yang sudah mati " Tetapi semua itu, bukanlah hasil berburu kita."
Cie-Lui Kiam khek mendengarkan penuturan puterinya dengan sikap terheran-heran, beberapa kali ia ingin menegur, selalu dicegah oleh puterinya.
"Setelah kita anggap sudah cukup," demikian Su to Cian hui melanjutkan ceritanya, "kakek itu dengan menggunakan suara aneh menyuruh burung Garuda itu berlalu. Kembali ia suruh kita memancing ikan dengan hati tenang. Saat ini kita semua sudah tahu bahwa kakek itu adalah seorang gaib maka tiada satupun yang berani menentang kehendaknya.
Kita mulai memancing lagi, tetapi dalam hati masih diliputi oleh perasaan heran, dengan cara bagaimana ia dapat menjinakkan Garuda sehingga menurut perintahnya "
"Aku ingat ayah selalu dibikin pusing oleh burung Garuda dalam kurungan itu, karena kakek itu mempunyai ilmu menjinakkan Garuda, mengapa ayah tidak mengundangnya datang kemari, untuk meminta bantuannya" Selagi aku hendak menyatakan pikiranku itu, kakek itu sudah dapat seekor ikan besar.
Kita semua telah menyaksikan dengan mata kepala sendiri, bahwa ujung kail kakek itu tidak ada tali dan kailnya, ikan itu pasti terkena oleh kekuatan tenaga dalamnya !"
"Kekuatan tenaga dalam kakek itu sesungguhnya sangat mengherankan, aku coba minta padanya supaya suka mengajarkan padaku cara mengail itu, tetapi ia tidak menghiraukan permintaanku, dengan seenaknya ia makan ikan itu mentah-mentah, hingga kita semua memandangnya dengan mata terbuka lebar.
Kemudian, ia bercerita sambil makan ikannya, katanya ia suka dengan lautan, karena hawa udaranya bersih. Ia menasehatkan kita supaya makan ikan mentah, katanya karena ikan mentah mempunyai khasiat luar biasa untuk memelihara kekuatan tenaga dalam. Ia punya kebiasaan makan ikan mentah itu, katanya sudah dimulai pada beberapa puluh tahun yang lalu"
"Ceritanya sangat aneh itu, kita semua tidak menghiraukan, kita hanya mengagumi dan heran akan kekuatan tenaga dalamnya yang demikian hebat. Ditilik dari keadaan dan penghidupannya yang demikian sengsara, tidak mirip dengan seorang golongan tua yang berkedudukan baik!
Sehabis makan ikan tiba-tiba gilanya kumat lagi, kata-katanya diputar balik tidak karuan, semakin tidak mirip dengan orang tua dunia Kang ouw. Kita mencurigakan keadaan pikirannya, mungkin terpukul oleh sesuatu penderitaan bathin yang sangat hebat, sehingga berubah menjadi demikian.
Lama ia bercerita dengan caranya yang gila-gilaan, tetapi sedikit saja yang kita dengar.
"Apa katanya?" bertanya Ciu lui Kiam-khek dengan sikap tegang wajahnya menunjukkan perhatiannya yang besar.
"Ia kata bahwa ia pernah mempunyai seorang istri yang cantik. Semula, ia memuji kecantikan istrinya, kelakuannya, sangat baik tetapi tidak lama kemudian, nadanya mendadak berubah, dengan tiba-tiba ia memaki istrinya menyebutkan bangsat.
Ia menggambarkan bagaimana rendah sifat istrinya itu, bagaimana telah menipu dirinya. Ia kata bahwa istrinya itu menyanjungnya, mencintainya tetapi semua itu adalah palsu semata-mata maksudnya ialah hendak mendapatkan kepandaian ilmu silatnya.
Memanah Burung Rajawali 2 Pedang Darah Bunga Iblis Terror Bwe Hwa Hwe Karya G K H Suling Emas Dan Naga Siluman 18
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama