Kemelut Di Majapahit Karya Kho Ping Hoo Bagian 11
Benar, kau cerdik juga! Nah, bukankah orang tadi pun sama kebalnya dengan Setan Jembros" Tentu dia murid Setan Jembros! Dan kau ingat anak perempuan dulu itu yang ditolong Setan Jembros dan menjadi muridnya" Dia tadi datang untuk membalaskan dendam Sri Winarti, bukan"
Lupakah kau akan bocah perempuan bernama Sulastri, Adik Sri Winarti itu" Dan dia tadi menyebut Sri Winarti sebagai Mbakayunya."
Makin lama makin berseri wajah Darumuko dan tiba-tiba dia menggebrak amben yang ditidurinya.
http://kangzusi.com
"Brakk! Kau betul... aduhhh..." Dia menyeringi karena saking gembiranya dia sampai lupa dan hampir saja dia terloncat bangun sehingga gerakan itu membuat kaki dan tangannya yang patah tulang itu nyeri bukan main, kiut miut rasanya menyusup ke tulang-tulang sumsum.
"Jelaslah. Dia itu Sulastri, anak perempuan yang dulu itu!
Dan pernah pula Ki Ageng Palandongan menolongnya ketika kita menangkapnya. Nah, jelas sekarang. Dan keris pusaka Kolonadah kabarnya dilarikan oleh Ki Ageng Palandongan.
Tentu mereka itu sekomplotan! Sekomplotan yang diutus dari 587
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lumajang. Tidak salah lagi. Dan Sutejo ini pun tentulah kaki tangan Lumajang!" kata Reksosuro.
"Hati-hati, Kakang, dia adalah adik dari Lestari, selir terkasih Sang Resi."
"Tentu saja. Cukup kita secara diam-diam melaporkannya kepada Sang Resi saja. Laporan ini penting sekali bagi Sang Resi dan tentu kemarahannya terhadap kita akan berubah menjadi pujian, dan tentu dia akan terus diawasi. Rasakan engkau,Sutejo, engkau telah membikin celaka kami, dan kelak kami akan membalasnya,tunggu saja!"
Demikianlah, rahasia penyamaran Bromatmojo telah dapat diketahui oleh dua orang ini sehingga tanpa disadarinya sendiri, Sutejo terancam bahaya dari fihak Kakak iparnya sendiri yang tentu saja mencurigainya dan selalu mengawasi gerak-geriknya setelah mendengar laporan dari dua orang itu, sungguh pun pada lahirnya Resi Mahapati tetap bersikap ramah.
Resi Mahapati terkejut juga ketika mendengar pelaporan dua orang itu yang disampaikan secara rahasia dan tidak diketahui oleh orang lain. Setelah menyatakan
kegembiraannya dan memberi hadiah kepada dua orang itu dengan pesan agar hal itu dirahasiakan, Sang Resi Mahapati termenung. Dia masi ragu-ragu.
http://kangzusi.com
Benarkah Sutejo tersangkut dalam komplotan itu dan
menjadi mata-mata Lumajang"
Dia harus berhati-hati dan menyelidiki hal ini sedalam-dalamnya. Jadi Bromatmojo itu adalah anak perempuan, adik dari wanita yang membunuh diri menggunakan Kolonadah"
Murid Eyang Empu Supamandrangi" Kalau begitu sungguh sayang dia tidak dapat menangkapnya. Dan bagaimana
dengan Sutejo" Benarkah Sutejo tidak mampu menangkapnya ketika mereka bertempur" Ataukah Sutejo sengaja
melepaskannya" Dia harus menyelidiki, katanya dalam hati 588
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sambil mengepal tinju. Dan dia tidak akan memberitahukan hal ini kepada Lestari. Sebaliknya, dia menarik Resi Harimurti dan membisikinya tentang rahasia itu. Hanya mereka berdua, Reksosuro dan Darumuko saja yang mengetahui akan hal itu.
"Kau manusia bodoh..., kau manusia tolol dan lemah...
ohhh... Sulastri, kau benar-benar tolol...!" Bromatmojo menjambak rambutnya sendiri sambil berjalan di dalam hutan itu dan menangis. Dia masih marah, kecewa, berduka dan penasaran setelah tadi lari meninggalkan dusun Pemintihan.
Ketika dia mendapat kenyataan betapa perasaan hatinya merasa trenyuh, sunyi, berduka dan kecewa karena Sutejo kini memusuhinya dan jauh dari padanya, tangisnya menjadi-jadi dan dia memaki dirinya sendiri.
"Engkau cinta padanya... ah, gadis bodoh, engkau cinta padanya...!" Kini dia menghentikan langkahnya, bersandar pada batang pohon randu yang halus kulitnya itu sambil menangis. Terbayanglah semua keakraban antara dia dan Sutejo selama dalam perjalanan berdua itu, semua kebaikan-kebaikan Sutejo terhadap dirinya dan tangisnya makin mengguguk.
"Kakang Tejo... engkau kejam padaku, Kakang, ah, kenapa engkau kejam padaku...?"
Setelah semua kesedihannya diluapkan melalui tangisan yang tidak ditahan-tahan,karena betapa seringnya dia http://kangzusi.com
menahan tangis selama bersama Sutejo, hatinya terasa agak ringan dan akhirnya dia duduk di atas batu di bawah pohon randu itu,termenung dan kadang-kadang masih terisak sebagai sisa tangis tadi. Mulailah dia berpikir dan perasaannya makin ringan ketika dia teringat bahwa Sutejo melakukan hal itu karena belum tahu bahwa dia adalah seorang wanita.
Bagaimana kalau pemuda itu mengetahuinya" Ah, tidak, dia tidak akan membuka rahasianya. Selain memalukan, juga akan makin menyakitkan hati saja kalau pemuda itu tetap 589
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tidak senang dan marah kepadanya. Kini Sutejo telah menjadi kaki tangan Mahapati!
Kenyataan ini sungguh menyakitkan hatinya karena dia tahu sekarang bahwa dia telah jatuh cinta kepada pemuda itu!
Tadinya, ketika mereka masih bersama-sama,dia hanya merasa suka sekali kepada pemuda itu, dan kini setelah mereka cekcok dan berpisah, baru dia tahu dari penderitaan batinnya bahwa dia mencinta pemuda itu! Teringat semua olehnya betapa dia cemburu sekali kepada Roro Kartiko ketika mengira bahwa Sutejo mencinta puteri itu!
"Kakang Tejo, aku cinta padamu, akan tetapi jalan hidup kita bersimpang...!" Dia mengeluh. Akan ke manakah dia sekarang setelah dia berpisah dari pemuda itu"
Hidup seolah-olah menjadi begini sepi tanpa tujuan!
Kemudian dia teringat tugas yang diberikan oleh Gurunya kepadanya. Dia harus mencari Kolonadah. Bukankah Gurunya mengutusnya untuk menyerahkan keris pusaka Kolonadah itu kepada Pangeran Kolo Gemet, putera Sang Prabu yang
menjadi Pangeran Pati atau Pangeran Mahkota"
Dan sekarang Kolonadah dilarikan oleh Ki Ageng
Palandongan. Akan tetapi sebelum mencari ke Lumajang, dia akan mencari Gurunya yang pertama lebih dulu. Ki Jembros!
Dalam keadaan sepi seperti itu, tiba-tiba saja dia teringat kepada Ki Jembros. Ingin dia berjumpa dengan kakek itu, http://kangzusi.com
menyampaikan semua keluhan hatinya,menyampaikan semua isi hatinya dan minta nasihat dari kakek yang aneh namun bijaksana dan amat mencintanya itu. Ke Pegunungan Pandan!
Dahulu, di sanalah dia meninggalkan Gurunya itu yang katanya hendak beristirahat dan berobat bersama anak buah dua orang gagah yang menjadi pelarian Mojopahit, yaitu Raden Gajah Biru dan Juru Demung yang gagah perkasa.
"Benar," pikirnya. "Seorang diri saja mencari Kolonadah tentu akan sukar. Aku dapat minta bantuan Eyang Jembros, paman-paman yang gagah perkasa itu. Dan aku akan minta 590
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bantuan Eyang Jembros untuk menghadapi Resi Mahapati, untuk menginsyafkan Kakang Sutejo bahwa dia membantu orang jahat!"
Dengan pikiran ini yang menjadi keputusan hatinya,
berangkatlah Sulastri atau karena dia masih berpakaian sebagai pria lebih tepat menyebutnya Bromatmojo,menuju ke Pegunungan Pandan di sebelah utara Mojopahit. Dia
melakukan perjalanan cepat dan dengan hati penuh harapan.
Akan tetapi, ketika dia tiba di Pegunungan Pandan
beberapa hari kemudian, sunyi saja di pegunungan itu.
Bahkan dia tidak bertemu dengan seorang pun ketika dia tiba di tempat yang dulu dijadikan markas oleh Gajah Biru dan kawan-kawannya.
Dia masih ingat betul bahwa di tempat itulah dia dahulu berusaha mencuri ketan untuk Ki Jembros. Akan tetapi rumah itu telah rusak-rusak dan kosong, tidak ada orangnya sama sekali.
Dengan hati kecewa Bromatmojo meninggalkan tempat itu, akan tetapi dia masih terus melakukan penyelidikan di sekitar Pegunungan Pandan. Ternyata hanya sedikit saja orang yang tinggal di sekitar kaki pegunungan itu, dan dusun-dusun yang berada di lereng-lereng gunung telah kosng ditinggalkan para penghuninya. http://kangzusi.com
Dan sedikit kelompok orang yang tinggal di kaki gunung adalah pendatang-pendatang baru yang tidak mengenal nama Ki Jembros, Gajah Biru atau pun Juru Demung.
Penghuni-penghuni lama sebagian besar ikut dalam
pemberontakan dan tewas,sedangkan keluarganya yang tidak ikut telah melarikan diri takut kalau tersangkut.
Di bagian mana pun di dunia ini, dalam jaman apa pun, perang merupakan peristiwa yang paling jahat dan busuk di antara manusia. Bukan hanya karena perang menjatuhkan korban manusia di kedua fihak, akan tetapi lebih dari itu. Juga 591
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
keluarga mereka yang tidak turut apa-apa akan terkena getahnya, ada yang ditangkap, dibunuh, difitnah dan dipermainkan. Kalau tidak begitu, karena kepala keluarganya mati, maka wanita-wanita menjadi janda dan keluarga kehilangan mata pencaharian. Dan masih banyak akibat-akibat dari perang yang amat jahat, yaitu munculnya kekacauan dan kekerasan, munculnya penjahat-penjahat yang
mempergunakan kesempatan memancing di air keruh,
munculnya pejabat-pejabat yang mempergunakan kedudukan dan kekuasaannya untuk menekan rakyat dengan dalih apa pun untuk menakut-nakuti mereka demi tercapainya
kesenangan yang diinginkannya,pemerasan, perkosaan, dan lain sebagainya. Dan lebih mengenaskan lagi, rakyat yang tak terhitung banyaknya itu, manusia-manusia itu, berperang karena digerakkan oleh beberapa gelintir orang pula yang kebetulan duduk di atas!
Manusia-manusia menjadi semacam boneka yang tidak
berdaya menurut saja disuruh saling bunuh demi tercapainya kemenangan beberapa gelintir orang yang berkuasa itu, yang menutupi keinginannya untuk menang itu dengan slogan-slogan dan kata-kata indah dan suci. Perang terjadi di mana-mana di dunia ini, di jaman apa pun, dan selalu didengungkan alasan-alasan yang amat baik untuk itu! Bahkan tidak jarang alasannya adalah untuk menciptakan damai! Menciptakan damai dengan jalan perang!
http://kangzusi.com
Betapa gilanya ini!
Namun, kita hidup di dalam kekerasan sejak nenek moyang kita. Kita dilatih sejak kecil untuk menang, menang, menang!
Dalam hal apa pun juga, kita dididik untuk jangan kalah oleh orang lain! Tentu saja dorongan atau hasrat untuk menang ini selalu menimbulkan kekerasan. Hal ini dapat kita lihat setiap saat, setiap hari di sekitar kita, dapat kita lihat semenjak dalam kehidupan anak-anak. Sekelompok anak-anak akan bermain tari-tarian atau nyanyi-nyanyian dengan rukun dan 592
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
damai,akan tetapi begitu semacam permainan mereka
lakukan, permainan di mana terdapat kemenangan dan
kekalahan, maka timbullah percekcokan dan perkelahian!
Karena tidak berhasil mencari keterangan tentang Ki Jembros, akhirnya Bromatmojo mengambil keputusan untuk melanjutkan saja perjalanannya ke Lumajang. Maka dia lalu kembali ke selatan untuk kemudian melanjutkan
perjalanannya ke timur.
Dua hari kemudian ketika dia sedang berjalan di hutan sebelah utara Sungai Tambakberas, dekat perbatasan timur antara wilayah Tuban dan Mojopahit, dia mendengar teriakan-teriakan orang bertempur. Bromatmojo mempercepat
jalannya,bahkan dia lalu berlari menuju ke suara itu dan terkejutlah dia melihat bahwa yang bertempur adalah Joko Handoko, Roro Kartiko yang dibantu oleh tujuh orang wanita anggauta-anggauta Sriti Kencana, dikeroyok oleh dua puluh orang lebih perajurit Tuban yang dipimpin oleh Gagaksona dan Klabang Curing! Di tengah-tengah tempat pertempuran itu nampak sebuah kereta di mana duduk seorang wanita setengah tua yang cantik dan bersikap tenang, menonton pertempuran itu dengan alis berkerut namun tidak
memperlihatkan ketakutan. Wanita itu adalah Sariningrum, ibu dari Joko Handoko dan Roro Kartiko, yang sedang mereka kawal untuk melarikan diri dari Tuban.
http://kangzusi.com
Karena jumlah musuh lebih banyak dan dua orang
pemimpin mereka, terutama Gagaksona, memiliki kepandaian tinggi, maka pihak Joko Handoko terdesak hebat.
Melihat ini, Bromatmojo berteriak keras dan terjun ke dalam pertempuran,mengamuk dan sekali bergerak dia telah merobohkan empat orang perajurit pengeroyok! Melihat munculnya Bromatmojo, tentu saja putera-puteri
Progodigdoyo itu menjadi girang sekali dan demikian pula anak buah Sriti Kencana. Mereka kini bertempur dengan semangat berkobar.
593 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kakangmas Joko! Diajeng Roro! Serahkan dua ekor celeng (babi hutan) ini kepadaku!" teriak Bromatmojo sambil menerjang ke depan, menendang ke arah Gagaksona dan menampar ke arah Klabang Curing dengan dahsyat. Dua orang itu terkejut dan cepat meloncat ke belakang.
"Terima kasih, Kakangmas Bromatmojo!" Roro Kartiko
berkata dengan kedua pipi merah dan mata bersinar-sinar, lalu bersama Kakaknya dia membantu anak buah mereka, mengamuk di antara para perajurit Tuban.
Gagaksona dan Klabang Curing mengenal Bromatmojo
yang pernah mereka lawan itu.
Tentu saja mereka menjadi marah sekali, juga girang karena inilah pemuda yang dulu menggali lubang kuburan dan menemukan keris pusaka Kolonadah! Maka dengan keris di tangan, kedua orang itu lalu menerjang dengan hebat, mengeroyok Bromatmojo dari kanan kiri.
Boleh jadi Gagaksona merupakan lawan yang agak berat bagi Joko Handoko atau Roro Kartiko, akan tetapi dia adalah lawan yang ringan saja bagi Bromatmojo, biarpun dia masih dibantu oleh Klabang Curing. Melihat bahwa dua orang temannya itu masih dikeroyok oleh banyak perajurit lawan, maka Bromatmojo tidak mau membuang banyak waktu dalam menandingi dua orang lawannya. Dia tidak memandang
kepada keris di tangan mereka, ketika mereka menyerang, dia http://kangzusi.com
malah maju memapaki dengan kedua tangan kosong,
menyambut keris-keris itu dengan tamparan Hasto Bairawa!
"PLAK! Plak!" Dua orang itu terpental ke belakang dengan mata terbelalak. Keris di tangan mereka tentu saja mengenai lengan Bromatmojo, namun lecet sedikit pun tidak kulitnya, rontok sehelai pun tidak bulunya, bahkan mereka merasa seolah-olah mereka tertiup badai yang dahsyat, yang membuat keris mereka membalik dan tubuh mereka terpental.
Tentu saja mereka kaget dan juga marah, penasaran, lalu 594
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sambil mengeluarkan gerengan seperti dua ekor singa mereka maju menubruk lagi dengan keris mereka.
"Robohlah kalian!" bentak Bromatmojo dan kedua
tangannya menyambut tanpa memperdulikan tusukan keris lawan.
"Dess! Dess!!"
"Aduh...!" Gagaksona terguling.
"Tobaaattt...!" Klabang Curing juga terlempar dan
terbanting. Keduanya setengah klenger (pingsan) dan hanya dapat mengeluh panjang pendek memegangi kepala mereka yang seperti hendak pecah rasanya, telinga mereka penuh dengan suara terngiang-ngiang, mata mereka hanya melihat warna merah.
Bromatmojo lalu membantu kakak beradik itu mengamuk.
Tentu saja para perajurit Tuban menjadi gentar. Memang di dalam hati, mereka sudah agak enggan untuk melawan Joko Handoko dan Roro Kartiko, putera-puteri bekas bupati mereka itu.
Mereka mengenal dua orang kakak beradik ini sebagai dua orang muda yang gemblengan dan juga amat baik. Hanya karena terpaksa saja mereka tadi menurut perintah
Gagaksona dan Klabang Curing melakukan pengeroyokan.
Akan tetapi setelah kini mereka berdua itu roboh, dan mereka http://kangzusi.com
memang tidak kuat menghadapi amukan wanita-wanita cantik dan seorang pemuda seperti Joko Handoko, kini ditambah pula oleh pemuda tampan yang amat sakti itu, maka para perajurit itu lalu melarikan diri sambil memondong tubuh Gagaksona dan Klabang Curing yang masih belum sadar betul.
-o0odwo0o- 595 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid 45 "Mari cepat kita melarikan diri sebelum pasukan yang lebih besar datang lagi!" kata Joko Handoko yang mengkhawatirkan keselamatan Ibunya. "Maaf, Adimas Bromatmojo, nanti saja kita bicara!"
Bromatmojo mengangguk, malah menghampiri kereta dan bertanya, "Siapakah Bibi ini?"
"Dia Ibuku...!" kata Roro Kartiko yang sejak tadi menatap wajah Bromatmojo dengan penuh kagum.
"Kalau begitu, kita tinggalkan saja kereta. Biar kupondong beliau agar perjalanan lebih cepat," kata Bromatmojo dan tanpa menanti jawaban lagi, dia menyembah kepada wanita setengah tua itu lalu memondongnya dan lari dengan cepat.
Joko Handoko dan Adiknya saling pandang, Roro Kartiko tersenyum dan mereka lalu cepat mengejar, diikuti oleh tujuh orang anak buah mereka. Dan memang benar,melarikan diri memang lebih baik kalau berjalan kaki, mereka dapat lari nyusup-nyusup di antara semak belukar. Kalau mereka naik kereta mengawal Ibu mereka, mereka harus melalui jalan besar yang kadang-kadang terhalang oleh jalan yang becek akibat hujan besar semalam dan juga pohon-pohan yang tumbang.
Mereka berdua makin kagum melihat betapa Bromatmojo http://kangzusi.com
dapat berlari lebih cepat dari mereka biarpun pemuda tampan itu memondong tubuh Ibu mereka. Kalau saja mereka tidak sering meneriakinya, tentu pemuda itu sudah jauh
meninggalkan mereka. Dan mereka semua, termasuk para anggauta Sriti Kencana, telah terengah-engah kehabisan napas ketika mereka berlari terus menerus tanpa berhenti, akan tetapi Bromatmojo masih enak-enak saja berlari. Hal itu adalah karena Bromatmojo mempergunakan aji kesaktian Turonggo Bayu sehingga dia dapat berlari cepat tanpa banyak mempergunakan tenaga.
596 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Menjelang senja barulah mereka menghentikan perjalanan itu. Mereka beristirahat di bawah pohon-pohon besar yang rimbun. Ketika Bromatmojo menurunkan tubuh Sariningrum ke atas rumput di bawah pohon itu, wanita ini memandangnya dengan kagum dan tersenyum sambil berkata, "Betapa
kuatnya engkau!"
Setelah mereka mengaso, mereka mendapat kesempatan
bercakap-cakap. Roro Kartiko menghampiri Bromatmojo dan dengan suara menggetar saking terharu dia berkata,
"Kakangmas Bromatmojo. Tak terukur besarnya rasa syukur dan terima kasih kami kepadamu. Kalau tidak ada Andika yang datang menolong, entah bagaimana jadinya dengan kami."
"Benar, ucapan Diajeng Roro, pertolonganmu besar sekali artinya bagi kami,Adimas Bromatmojo. Entah bagaimana kami akan dapat membalas budi pertolonganmu itu," sambung Joko Handoko dengan pandang mata kagum dan penuh syukur.
"Sudahlah, di antara kita sebagai sahabat-sahabat, perlu apa bicara tentang budi?" kata Bromatmojo. "Akan tetapi, bagaimanakah Andika berdua dengan Ibu Andika berada di tempat itu, hendak pergi ke mana, dan mengapa pula
dikeroyok oleh pasukan Tuban?"
"Kami memang melarikan diri dari Tuban setelah Ayah meninggal... dan kami dikejar, tersusul di perbatasan. Kami hendak dijadikan orang-orang tawanan,tentu saja kami tidak http://kangzusi.com
mau dan melawan," jawab Joko Handoko yang agaknya
hendak menyembunyikan tentang kematian Ayahnya.
"Kakangmas Bromatmojo... sungguh tidak kusangka..."
Roro Kartiko menangis kini, "Ayah kami... dibunuh secara kejam sekali oleh Kakangmas Sutejo..., disiksa dan dibunuh secara mengenaskan..., ahhh..." Dara itu menangis terisak-isak. Dia mengira bahwa Bromatmojo belum tahu akan hal itu.
Mendengar Sutejo dicela dan dipersalahkan, aneh sekali, hati Bromatmojo menjadi panas! Tanpa disadarinya sendiri, timbul keinginan untuk membela pemuda itu!
597 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sudahlah, Diajeng Roro Kartiko, yang sudah lewat tidak ada gunanya disesalkan lagi. Dan saya kira tidak bijaksanalah kalau Andika mencela dan menyalahkan Kakang Sutejo
tentang hal itu."
"Ah... hu-hukk... kau... kau tidak melihatnya, Kakangmas Bromatmojo... betapa kejamnya Kakangmas Sutejo... dia menyiksa Ayah sampai seperti itu..."
"Diajeng Roro! Apakah artinya kejam" Apakah engkau tahu apa yang telah dilakukan oleh mendiang Ayahmu terhadap dia dan keluarganya?"
Suara Bromatmojo terdengar keras sehingga Roro Kartiko memandang terbelalak karena kaget melihat pemuda itu marah. Wajahnya menjadi merah ketika dia berkata gagap,
"Aku tahu... mendiang Ayah telah membunuh Ayahnya dan Ibunya terbakar dalam rumahnya karena Ayahku... tapi... tapi mengapa menyiksanya seperti itu?"
"Hemm, agaknya engkau belum mendengar seluruhnya,
Diajeng. Baiklah kuceritakan apa yang pernah kudengar dari Kakang Sutejo agar engkau dapat mempertimbangkan
mengapa Kakang Sutejo dan Mbakayunya membunuh
Ayahmu. Ketika Kakang Sutejo masih kecil, Ayahmu datang dan menyuruh bunuh Kakang Sutejo oleh kaki tangannya, kemudian... kemudian Ayahmu itu... memperkosa Ibunya di depan kedua anaknya itu! Bahkan lalu menculik
http://kangzusi.com
Mbakayunya..."
"Ahhh...!!" Seruan ini keluar dari mulut Roro Kartiko dan Joko Handoko karena sungguh baru sekarang mereka
mendengar perbuatan keji yang dilakukan oleh Ayah mereka itu. Muka mereka pucat sekali dan Joko Handoko tertunduk, termenung,sedangkan Roro Kartiko menangis sesenggukan.
Ibu mereka yang duduk agak jauh dari situ, yang tidak mendengar percakapan mereka, memandang dan
menunduk,mengira bahwa anak-anak mereka itu kembali menangis ketika membicarakan kematian Ayah mereka.
598 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wanita ini cukup mengenal suaminya dan dia hanya merasa kasihan kepada suaminya yang semasa hidupnya terlalu mengejar kesenangan, mengumbar nafsu dan bertindak
angkara murka dan sewenang-wenang sehingga akhirnya menemui kematian yang menyedihkan, dan kasihan kepada anak-anaknya yang sekarang menanggung akibat perbuatan Ayah mereka.
"Kakangmas Bromatmojo... maafkan aku... kalau begitu...
Kakangmas Sutejo dan Mbakayunya tidaklah terlalu salah...
mereka tentu mata gelap dan menaruh dendam sedalam
lautan kepada Ayah. Ahh, Kakangmas, setelah Kakangmas mengetahui itu semua, mengetahui betapa kejamnya Ayah kami... tentu... tentu Kakangmas menganggap kami keturunan dari keluarga rendah..." Gadis itu menangis makin sedih sampai terisak-isak.
Bromatmojo memandang dengan penuh iba. Dia maklum
apa yang menjadi gejolak hati dara ini. Jelaslah bahwa Roro Kartiko jatuh cinta kepadanya! Karena cintanya,maka gadis itu khawatir kalau-kalau dia akan memandang rendah kepadanya karena Ayahnya, khawatir kalau cintanya takkan terbalas. Ah, hal seperti ini tidak boleh berlarut-larut, pikirnya. Roro Kartiko seorang dara yang baik sekali,tidak semestinya kalau dia permainkan, tidak boleh menjadi korban cinta yang salah alamat ini! Maka dia lalu memegang tangan gadis yang masih http://kangzusi.com
terisak-isak itu, lalu menariknya berdiri. "Diajeng, mari kita bicara berdua saja di tempat lain, apakah kau mau...?"
Roro Kartiko yang masih dipegang tangannya itu
mengangkat muka dan memandang dengan wajah basah oleh air mata dan rambutnya kusut. Akan tetapi dalam keadaan seperti itu, gadis itu malah kelihatan cantik, kecantikan yang wajar dan asli.
Dia mengangguk pasrah, sungguhpun kedua pipinya
menjadi merah sekali karena tangannya masih belum
dilepaskan oleh Bromatmojo. Joko Handoko juga
599 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memandang,akan tetapi lalu membuang muka, pura-pura tidak tahu karena dia tidak mau membikin malu Adiknya.
"Akan tetapi aku harus minta ijin Ibumu lebih dulu. Mari..."
Bromatmojo lalu menuntun tangan Roro Kartiko menghampiri Ibu gadis itu yang masih duduk menginang di bawah pohon dan kini memandang kedatangan mereka berdua dengan
wajah cerah. "Kanjeng Bibi, bolehkah saya mengajak Diajeng Roro untuk bicara berdua di depan sana" Kami ingin
membicarakan urusan penting dan tidak ingin terlihat atau terdengar oleh orang lain."
Sariningrum memandang sejenak kepada mereka berdua, lalu mengangguk dan tersenyum! Bukan main girangnya hati Roro Kartiko dan ingin dia menubruk,merangkul dan mencium Ibunya untuk menyatakan terima kasihnya! Akan tetapi dia malu untuk melakukan ini, maka hanya memandang Ibunya dengan mata bersinar-sinar.
Kemudian mereka berdua meninggalkan tempat itu dan
lenyap di antara gerombolan pohon dalam cuaca yang sudah mulai remang-remang itu. Semua orang mengikuti mereka dengan pandang mata penuh kemesraan sampai mereka
berdua lenyap. Setelah berdua saja di antara pohon-pohon, tidak nampak dari tempat tadi,Bromatmojo memegang kedua tangan Roro Kartiko dan memandang wajahnya. Gadis itu menunduk, http://kangzusi.com
merasa jengah dan malu, namun jantungnya berdebar tegang tidak karuan,menduga-duga apa yang akan dikatakan atau dilakukan oleh pemuda tampan seperti Arjuno ini.
"Diajeng Roro, katakanlah sebenarnya, apakah kau cinta kepadaku?"
Tentu saja Roro Kartiko merasa malu sekali. Memang dia jatuh cinta kepada pemuda ini, akan tetapi sebagai seorang perawan, mana mungkin dia menjawab pertanyaan itu"
Bukankah wanita itu menyimpan cintanya di lubuk hatinya, 600
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
diselimuti oleh kesusilaan dan hanya pasrah menanti saja, menikmati cinta kasihnya secara diam-diam bahkan kepada orang yang dicintanya pun tidak diperlihatkan secara nyata"
Bukankah cinta kasih terpendam dan menjadi rahasia
pribadinya ini malah lebih dapat dinikmatinya daripada kalau dibuka secara terang-terangan dan menjadi hambar
karenanya, karena sudah tidak ada ketegangan yang
terkandung dalam setiap rahasia lagi"
"Bagaimana, Diajeng" Kita sekarang sudah bertemu empat mata, berdua saja di sini,tidak ada yang melihat atau mendengar. Nah, katakanlah terus terang, apakah engkau cinta padaku?"
Beberapa kali Roro Kartiko menggerakkan bibirnya, akan tetapi tidak ada suara yang keluar. Sukar sekali bagi seorang wanita yang sejak kecil dididik untuk memegang teguh kesusilaan untuk membuka mulut mengaku cinta kepada seorang pemuda, biar pun perasaan cinta sudah
menguasainya sepenuh hatinya. Maka akhirnya karena tidak berhasil mengeluarkan suara, dia hanya mengangkat muka memandang sejenak, lalu mengangguk dan tunduk kembali.
Denyut jantungnya terasa sampai ke ubun-ubun kepalanya!
"Jangan kaget, Adikku yang manis. Sungguh pun aku sama sekali tidak ingin mengecewakan hatimu, akan tetapi sungguh mati aku tidak mungkin dapat membalas cintamu itu, Roro http://kangzusi.com
Kartiko. Karena sesungguhnya aku... aku telah jatuh cinta kepada seorang lain..." Muka Roro Kartiko seketika menjadi pucat dan matanya terbelalak menatap wajah pemuda itu, maka melihat hal ini, Bromatmojo cepat melanjutkan,"aku telah jatuh cinta sejak dulu kepada... Kakang Sutejo!"
"Ihhh...!!" Roro Kartiko melangkah mundur sampai tiga tindak, wajahnya sebentar pucat sebentar merah dan dia menatap wajah Bromatmojo seperti melihat setan di tengah hari, penuh kekagetan, penuh keheranan. "Apa ... apa yang kaukatakan ini?"
601 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dia berhasil mengeluarkan kata-kata dengan gagap. "Akan tetapi dia... dia seorang pria..."
"Tentu saja! Karena dia seorang prialah maka aku
mencintainya, dan karena kau seorang wanitalah maka aku tidak mungkin dapat membalas cintamu. Roro
Kartiko,mendekatlah dan lihat baik-baik, aku siapa?"
Bromatmojo telah menangkap tangan dara itu, menariknya dan mendekapnya. Roro Kartiko meronta, akan tetapi
Bromatmojo tetap memeluknya.
"Bocah ayu yang bodoh... apakah kau tidak tahu bahwa aku pun seorang wanita...?"
"Ihhh...!!" Roro Kartiko meronta dengan keras dan berhasil melepaskan pelukan Bromatmojo. Tangan kanannya menutupi bibirnya agar dia tidak menjerit, matanya terbelalak memandang Bromatmojo dan bibirnya menggigil. "Aku... aku tidak percaya...!"
Sepasang mata yang indah jeli itu makin terbelalak saja ketika melihat Bromatmojo perlahan-lahan membukai kancing bajunya dan tak lama kemudian sepasang mata itu
memandang dengan penuh keheranan sepasang buah dada di dada "pemuda" tampan itu, jelas merupakan sepasang buah dada wanita muda yang tidak kalah indah bentuknya dengan dia punya sendiri! Tak dapat diragukan lagi bahwa
Bromatmojo adalah seorang wanita!
http://kangzusi.com
"Hi-hik, Adikku yang baik, bagaimana aku dapat menjadi suamimu?" Bromatmojo atau Sulastri itu tertawa geli.
Roro Kartiko mengalihkan pandang matanya, dari dada ke mata Sulastri, sejenak mereka saling pandang dan meledaklah suara ketawa Roro Kartiko. Gadis ini lalu berlari kembali ke tempat tadi dan suara ketawanya masih terdengar terus menerus seperti orang kegelian. Sulastri merasa khawatir dan setelah membereskan bajunya dia lari mengejar.
602 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ha-ha-ha, heh-heh...! Dia... dia seorang wanita... hi-hi-hik...! Bromatmojo seorang wanita...!" gadis itu berkata kepada ibu dan kakaknya sambil terus tertawa-tawa akan tetapi suara ketawanya itu makin lama kedengarannya seperti suara orang menangis dan akhirnya gadis itu menangis tersedu-sedu!
Kalau saja Roro Kartiko tidak pernah mendapat
gemblengan batin ketika dia mempelajari aji-aji kesaktian, mungkin saja dia bisa menjadi gila oleh pukulan batin yang tiba-tiba dan amat hebat itu. Bermacam perasaan teraduk di dalam hatinya. Ada rasa terharu, rasa malu, kecewa dan juga geli. Akan tetapi rasa kecewa yang lebih besar sehingga biarpun dia ingin sekali tertawa akan tetapi akhirnya dia menangis!
Bromatmojo mendekati dan memeluknya. "Tenanglah,
Adikku, tenanglah dan karena kau telah membuka rahasiaku kepada yang lain, maka biarlah hanya keluargamu dan anggauta Sriti Kencana ini saja yang tahu. Selanjutnya aku tetap Kakangmas Bromatmojo bagimu dan kau Adikku Diajeng Roro Kartiko."
"Hi-hik... hu-huuhhh..." Roro Kartiko merangkul
Bromatmojo dan menangis di atas dadanya. Bromatmojo mencium pipi yang halus itu. "Sebagai Kakak dan Adik, kita masih dapat saling mencinta, bukan?" bisiknya.
http://kangzusi.com
Joko Handoko dan ibunya menghampiri mereka sedangkan para anggauta Sriti Kencana saling bisik-bisik sendiri, terutama sekali mereka mendengarkan cerita Ayu Kunthi yang
menceritakan betapa dahulu mereka pernah "merayu"
Bromatmojo yang mereka kira juga pria itu. Dan mereka tertawa-tawa sendiri setelah kini mereka mendengar bahwa pemuda yang terlalu tampan itu adalah seorang wanita!
"Dimas... eh... Diajeng Bromatmojo..." Joko Handoko berkata gagap dan bingung.
603 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bromatmojo tersenyum manis kepadanya. "Kakangmas
Joko, harap kau tetap menyebut aku Dimas Bromatmojo saja sungguh tidak pantas kalau Diajeng Bromatmojo, karena nama itu adalah nama pria, bukan?"
Joko Handoko juga tersenyum. Kiranya pemuda tampan
yang mengagumkan itu adalah seorang gadis, gadis yang riang jenaka pula!
"Harap kau maafkan, karena aku sendiri tidak pernah menduga bahwa engkau seorang wanita maka... ah, mungkin sikapku kurang hormat..."
"Jangan berkata demikian, Kakangmas Joko. Laki-laki atau perempuan tidak ada bedanya bagi orang-orang yang
bersahabat, bukan?" kata Bromatmojo.
"Hehhh, dasar kalian anak-anak yang bodoh. Sejak tadi aku sudah tahu bahwa dia ini seorang wanita. Kalau tidak, masa aku membolehkan dia mengajak Roro berdua saja ke tempat sunyi" Dan kalian malah sudah lama berkenalan. Hemm, anak muda sekarang memang bodoh!" Tiba-tiba Ibu mereka
berkata. Joko Handoko merasa heran sekali mengapa tiba-tiba dia merasa canggung dan malu,maka dia lalu menjauhkan diri dan sikapnya termenung. Setelah Joko Handoko menjauh, Roro Kartiko yang sudah menyusut kering air matanya dan kini http://kangzusi.com
merangkul pinggang Bromatmojo yang ramping itu dengan sikap mesra, bertanya kepada ibunya,wajahnya sudah cerah dan biarpun bekas air matanya masih membasahi pipi, namun bibirnya tersenyum.
"Ibu , bagaimana Ibu dapat menduga bahwa dia ini
wanita?"
Kemelut Di Majapahit Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ibu itu melirik ke arah ke arah Joko Handoko yang berdiri cukup jauh, kemudian setelah memadang ke arah tujuh orang anggauta Sriti Kencana yang kini mendekat,dia berkata sambil tersenyum, "Kalian orang-orang muda memang kurang
604 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
waspada dan kurang perhatian. Lihat saja, bukit pinggul wanita adalah bulat lebar dan menonjol rata, sedangkan bukit pinggul pria meruncing seperti kukusan atau trepes. Hanya pria gemuk saja yang kadang-kadang mempunyai pinggul menyerupai pinggul wanita. Karena Nakmas Bromatmojo bukan seorang pria gemuk, maka pinggulnya yang indah penuh dan bulat itu menunjukkan bahwa dia adalah seorang wanita, seorang perawan. Tentu saja, dengan melihat pinggulnya saja aku sudah menduganya, apalagi ditambah oleh ketampanannya yang amat luar biasa itu, mudah saja bagiku, sama dengan dua ditambah dua menjadi empat!"
Semua orang tertawa dan Bromatmojo lalu mengeluh,
"Wah, kalau begini tidak ada gunanya lagi menyamar!
Untungnya menyamar pria belum ada, dan ruginya sudah jelas sekali, pertama : Diajeng Roro Kartiko tergila-gila kepadaku dan banyak lagi wanita lain yang tertarik," dia mengerling ke arah sekelompok wanita anggauta Sriti Kencana dan Ayu Kunti menjadi merah mukanya, "dan ke dua..." Dia tidak
melanjutkan, wajahnya berubah merah dan sinar matanya kelihatan lesu.
Roro Kartiko berbisik, "... adi dia belum tahu?" Bromatmojo menggeleng. Hanya mereka berdua saja yang mengerti apa artinya tanya jawab terakhir ini.
"Mbakayu... eh, Kakangmas Bromatmojo, aku ingin sekali http://kangzusi.com
melihat engkau kalau berpakaian wanita. Mari kupinjami pakaianku..." Roro Kartiko memaksa-maksa dan untuk
menghibur hati gadis yang "patah hati" karena cinta yang salah alamat itu,Sulastri mau saja berganti pakaian wanita dan dibantu oleh Roro Kartiko dia menyanggul rambutnya.
Setelah selesai, Roro Kartiko bertepuk tangan memuji.
"Bukan main! Engkau... engkau cantik sekali!" serunya.
Ibunya mengangguk-angguk. "Memang manis dan kewes,
gagah dan luwes, seperti Srikandi!"
605 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Joko Handoko yang dipanggil oleh adiknya dan datang mendekat, memandang kepada Sulastri dengan melongo
ketika adiknya memperkenalkan. Dia sendiri terkejut dan kagum melihat bahwa Bromatmojo sesungguhnya adalah
seorang gadis yang demikian cantik jelita dan manisnya! Dia hanya mengangguk kaku, kemudian duduk di atas rumput dan mulai membuat api unggun dengan umpan daun-daun dan kayu kering yang tadi dikumpulkan oleh para anggauta Sriti Kencana. Senja telah larut dan cuaca makin suram, bahkan kegelapan mulai menyusup di antara cabang-cabang pohon.
Api unggun yang kini bernyala besar itu amat berguna bagi mereka. Pertama untuk memberi cahaya penerangan, ke dua untuk menghangatkan badan melawan hawa dingin yang
mulai menyusup datang, dan ke tiga untuk mengusir nyamuk dan menakut-nakuti binatang buas yang mungkin datang mengganggu.
Setelah mereka makan dari perbekalan dan ibu kedua
orang kakak beradik itu mengaso sambil rebahan di bawah pohon, dijaga dan ditemani oleh tujuh orang anggauta Sriti Kencana yang sebagian lagi melakukan penjagaan di empat penjuru,tiga orang muda itu bercakap-cakap di dekat api unggun.
"Diajeng... eh, sungguh canggung menyebutmu Dimas
Bromatmojo dalam pakaian seperti sekarang ini," kata Joko http://kangzusi.com
Handoko yang sudah mulai dapat melenyapkan rasa gugup dan malunya. "Bolehkah kami mengetahui nama aslimu?"
"Namaku Sulastri, dan karena aku mulai menyamar pria ketika turun dari Gunung Bromo tempat pertapaan Eyang Empu, maka aku menggunakan nama Bromatmojo," jawab
Sulatri. "Diajeng Sulastri, sungguh untung sekali kami bertemu denganmu. Akan tetapi,mengapa bisa begini kebetulan"
Andika sedang hendak pergi ke manakah dan datang dari mana?" tanya Joko Handoko.
606 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku pulang dari Pegunungan Pandan, mencari Guruku,"
jawab gadis itu.
"Bukankah Gurumu Empu Supamandrangi di Bromo?" Roro Kartiko bertanya.
"Itu adalah Guruku yang ke dua. Atau katakanlah Guru ke tiga. Guruku yang pertama adalah mendiang Adipati Ronggo Lawe yang belum pernah sempat mendidikku,dan Guruku kedualah yang kucari di Pegunungan Pandan itu. Dia adalah yang terkenal dengan nama Ki Jembros."
"Ki Jembros" Ah, yang juga terkenal dinamakan Setan Jembros?"
"Kau tahu di mana dia, Kakangmas Joko?" Sulastri bertanya penuh harapan ketika mendengar bahwa pemuda itu
mengenal nama Gurunya.
Joko Handoko mengangguk dan menunduk, jawabannya
datar, "Ketika Senopati Lembu Sora memberontak kira-kira empat tahun yang lalu, dibantu oleh Raden Gajah Biru dan Juru Demung..."
"Ya, kedua orang Paman itulah yang ketika itu berada di Pegunungan Pandan bersama teman-teman mereka!" Sulastri berkata girang. "Dan Guruku tinggal beristirahat bersama mereka."
http://kangzusi.com
"Mereka menyerbu ke Mojopahit dibantu oleh Ki Jembros dan mereka semua telah tewas..."
"Eyang Jembros...?"
"Menurut cerita, Ki Jembros yang terakhir tewas dikeroyok oleh Resi Mahapati,Resi Harimurti dan Empu Tungjungpetak yang juga tewas oleh Ki Jembros."
"Eyang...!!" Sulastri menjerit dan menangislah gadis ini dengan sedih. Kakak beradik itu membiarkan Sulastri menangis. Terasa perih hati Sulastri mendengar gurunya itu 607
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tewas. Teringatlah dia akan semua kebaikan Ki Jembros kepadanya dan makin terasalah kesunyian menyusup hatinya, teringat akan nasibnya yang terpaksa harus berpisah dari Sutejo sebagai musuh!
Orang-orang yang menangisi orang mati selalu terdorong oleh perasaan iba diri,oleh perasaan kasihan kepada dirinya sendiri yang merasa ditinggalkan, merasa kehilangan dan sebagainya. Sama sekali bukan menangis karena kasihan kepada Si Mati, karena kita yang tidak tahu apa jadinya sesudah mati, bagaimana bisa menaruh kasihan kepada orang mati" Yang jelas, kita menangis dan berkabung karena merasa kasihan kepada diri kita sendiri yang ditinggal oleh Si Mati.
Akan tetapi sayang, jarang yang ingat akan kebenaran ini sehingga banyak air mata terbuang sia-sia, banyak kedukaan diderita tanpa ada gunanya dan banyak kepalsuan dipamerkan tanpa disadari.
Sulastri adalah seorang dara yang masih polos dan wajar.
Hanya sebentar saja rasa duka mencekam hatinya karena tak lama kemudian dia sudah dapat mengatasinya,termenung sejenak kemudian berkata sambil melihat pakaian yang dipakainya,"Untung aku sudah menjadi wanita, kalau masih menjadi pria tentu akan sukar untuk menangis sepuasnya.
Kalau menangis tentu akan ketahuan juga!" Dia tersenyum dengan pipi masih basah air mata!
http://kangzusi.com
Roro Kartiko tersenyum dan menggoda, "Aih, engkau ini sungguh seorang yang aneh luar biasa! Belum juga berhenti tangisnya sudah tertawa!"
"Lebih enak begini, tidak menahan-nahan perasaan seperti kalau menjadi pria," jawab Sulastri. "Kalau begini, mau menangis, mau tertawa, menurut sekehendak hatiku."
Joko Handoko juga memandang heran, lalu cepat
mengalihkan pandang matanya ketika gadis itu memandang kepadanya, takut kalau disangka memandang tak pernah berhenti. Seorang gadis yang hebat, pikirnya, demikian sakti, 608
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
demikian lincah gembira, dan wataknya polos, aneh dan amat menarik hati!
Memang tangis kadang-kadang merupakan jalan keluar
untuk peluapan duka dan setelah orang menangis
menumpahkan semua perasaan duka, pikiran menjadi
kosong,hati menjadi lega dan orang lalu condong untuk mudah tertawa dan mudah gembira!
Sebaliknya, orang yang terlalu gembira, tertawa-tawa sampai keluar air matanya!
Kiranya jelas bahwa ada hubungan yang amat dekat,
bahkan erat antara tawa dan tangis. Betapa besar manfaatnya bagi hidup kalau kita menyadari kenyataan ini setiap saat.
Semenjak Adipati Ronggo Lawe gugur ketika berperang melawan Mojopahit, memang sudah ada rasa tidak senang dalam hati Sulastri terhadap Mojopahit, apalagi karena Reksosuro dan Darumuko adalah orang-orang Mojopahit.
Ketika dia ikut bersama Ki Jembros dan bertemu dengan Gajah Biru dan Juru Demung, kembali dia mendengar tentang ketidakadilan di Mojopahit sehingga orang-orang itu memberontak. Biarpun semua perasaan kurang senang
terhadap Mojopahit ini dibikin mereda oleh nasihat-nasihat Empu Supamandrangi dan oleh pesan Eyang Gurunya itu untuk menyerahkan Kolonadah kepada Pangeran Mahkota di Mojopahit, namun kenyataannya sekarang membuat rasa http://kangzusi.com
tidak senang itu timbul kembali. Tewasnya Ki Jembros, kakek yang disayangnya itu pun oleh orang-orang Mojopahit, dan lebih lagi, Sutejo telah terbujuk oleh Mahapati pula.
Maka terdapat kecocokan antara dia dan kakak beradik itu yang mendendam kepada para ponggawa di Mojopahit. "Sang Prabu yang sudah amat sepuh itu ternyata kurang bijaksana dan lemah," demikian antara lain Joko Handoko berkata ketika mereka bertiga mengadakan perundingan di sekeliling api unggun itu. "Dengan adanya isteri beliau dari Melayu itu, maka terpecahlah para senopatinya dan banyak senopati yang 609
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
semenjak dahulu setia kepada Beliau, kini merasa kurang senang. Apalagi setelah Pangeran Kolo Gemet diangkat sebagai Pangeran Pati.
Pangeran itu bukanlah keturunan dari Sang Prabu
Kertanegara, padahal sebagian besar dari para Senopati Sepuh adalah para pengikut Sang Prabu Kertanegara yang tentu saja ingin melihat keturunan Sang Prabu Kertanegara memegang tampuk Kerajaan Mojopahit. Keadaan di kota raja sudah panas sejak dahulu, secara diam-diam telah terjadi perpecahan di antara para senopati. Mereka itu hanya karena rasa sayangnya kepada Sang Prabu, maka masih menyimpan rasa tidak senangnya itu."
"Dalam keadaan seperti itu tentu muncul orang-orang yang mementingkan diri pribadi, orang-orang yang menyeleweng seperti Resi Mahapati dan... dan... mendiang Ayah," kata pula Roro Kartiko.
Sulastri memegang tangan dara itu. "Sudahlah, jangan menyebut lagi nama Ayahmu yang sudah tidak ada. Tentang Resi Mahapati, memang aku menduga bahwa dia adalah
orang yang tidak baik. Sayang sekali bahwa kakak dari Kakang Sutejo telah menjadi selirnya, bahkan sekarang Kakang Sutejo terbujuk dan membantunya. Mahapati adalah pembunuh
guruku Eyang Jembros, maka aku harus dapat membalasnya kelak."
http://kangzusi.com
Joko Handoko memandangnya dengan penuh selidik.
"Harap kau hati-hati, Diajeng Sulastri. Mahapati itu adalah seorang yang memiliki kesaktian tinggi, apalagi setelah ternyata Sutejo adalah Adik iparnya. Aku tahu Sutejo memilki kepandaian yang hebat pula. Dan di Mojopahit terdapat banyak orang-orang sakti, bahkan Guru kami, Resi Harimurti, juga menjadi pembantu Mahapati. Engkau hendaknya jangan sembrono untuk menyerbu ke sana."
Sulastri menggeleng kepala. "Tidak, aku pun tidak sebodoh itu, Kakangmas Joko. Aku akan menanti saat yang baik dan 610
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tepat, dan sekarang yang penting bagiku adalah mencari pusaka Kolonadah yang hilang."
"Menurut pendapatku, pusaka itu tentu telah dibawa oleh Ki Ageng Palandongan."
Sulastri mengangguk-angguk. "Kurasa pun begitulah.
Eyang Empu memesan kepadaku untuk menyerahkan pusaka itu kepada Pangeran Pati. Akan tetapi melihat perkembangan keadaan, aku sendiripun merasa tidak cocok kalau Mojopahit dipegang oleh bukan keturunan mendiang Sang Prabu
Kertanegara. Aku berfihak kepada mendiang Guruku Adipati Ronggo Lawe dan para pemberontak lain. Oleh karena
itu,mengingat bahwa pusaka Kolonadah tadinya adalah milik Adipati Ronggo Lawe, maka aku akan menyelidiki apakah benar kini terjatuh ke tangan Ki Ageng Palandongan.
Kalau benar demikian, aku hanya akan mengajak Ki Ageng Palandongan untuk berunding, kepada siapa sebaiknya pusaka itu diserahkan, karena beliau adalah mertua Adipati Ronggo Lawe."
Kakak beradik itu mengangguk-angguk. "Pendapatmu itu bijaksana, mbakayu Sulastri," kata Roro Kartiko.
"Menurut perhitunganku, tentu Ki Ageng Palandongan
melarikan diri ke Lumajang karena semenjak gugurnya Adipati Ronggo Lawe, dia pun boyongan ke sana dan tentu berlindung http://kangzusi.com
di bawah kekuasaan Adipati Wirorojo, dan memang semua sisa anak buah Adipati Ronggo Lawe dan Senopati Lembu Sora juga berkumpul di Lumajang."
"Aku memang hendak menyusul ke sana."
"Kami pun bermaksud hendak ke sana, Diajeng Sulastri.
Kami rasa, hanya di Lumajang sajalah tempat paling aman bagi kami sekarang ini," kata Joko Handoko.
"Ah, kalau begitu, sungguh kebetulan. Kita dapat
melakukan perjalanan bersama ke Lumajang!"
611 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak ada hal yang lebih baik daripada itu!" Roro Kartiko berseru sambil memegang tangan Sulastri.
-o0odwo0o- Jilid 46 "Akan tetapi aku akan menyamar sebagai pria lagi, Diajeng, dan jangan lupa, kau harus menyebutku Kakangmas
Bromatmojo, pria yang kau cinta..."
"Hushhh!" Roro Kartiko mencubit lengan Sulastri keras sekali sampai Sulastri menjerit-jerit minta ampun baru dilepaskan.
Ke manakah perginya Ki Ageng Palandongan" Memang
tepat dugaan semua orang bahwa Ki Ageng Palandongan melarikan diri dari Tuban, langsung menuju ke Lumajang dengan mengambil jalan memutar ke selatan dan menjauhi Kota Raja Majapahit.
Keris pusaka Kolonadah yang dahulu dimiliki mendiang mantunya itu masih terbungkus kain kuning dan
disembunyikan di bawah jubahnya, terselip dan diikat pada pinggangnya dengan kuat. Dia berjanji di dalam hatinya untuk melindungi keris pusaka itu dengan seluruh jiwa raganya. Dia mengerti bahwa banyak orang menghendaki keris pusaka http://kangzusi.com
yang merupakan keris pegangan raja itu. Tentu Sang Prabu di Mojopahit sendiri menghendakinya, untuk diserahkan kepada Putera Mahkota kelak, dan juga Mahapati menghendakinya melalui Progodigdoyo. Belum lagi golongan-golongan lain, adipati-adipati dan raja-raja kecil yang sudah mendengar tentang pusaka itu. Maka dia harus menjaganya dengan hati-hati sekali dan menyerahkan kepada Adipati Wirorojo, besannya yang kini menjadi Adipati Lumajang dengan
kekusaan besar dan telah berdiri sendiri itu. Terserah nanti kepada keputusan Sang Adipati hendak dikemanakan keris itu.
612 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Ageng Palandongan jalan menyusup-nyusup hutan
melalui pegunungan kidul,sengaja mencari jalan yang sunyi.
Pada suatu pagi, jauh sekali di daerah selatan dari wilayah Mojopahit yang hampir tak pernah tersentuh kekuasaan Mojopahit karena terpencil, Ki Ageng Palandongan berjalan perlahan melalui sebuah dusun yang rakyatnya hidup
sederhana dan serba kekurangan karena memang daerah selatan ini merupakan daerah yang kurang subur tanahnya, penuh dengan bukit-bukit gamping.
Selagi dia berjalan seenaknya karena kedua kakinya sudah terasa lelah, dia mendengar suara suling di sebelah depan.
Suara suling yang amat merdu dan mendengar jenis lagunya, dia merasa curiga karena agaknya bukan orang dusun yang meniup suling itu. Lagu dusun amat sederhana, akan tetapi gending yang dimainkan suling itu mempunyai banyak
cengkok dan kembangan dan lagu seperti itu hanya dapat dimainkan oleh orang kota yang mengerti tentang seni suara!
Maka dia bersikap hati-hati, mengancingkan kembali kancing jubah paling atas biarpun hawanya amat panas. Kemudian dia melanjutkan langkahnya kini lebih cepat daripada tadi, menuju ke timur, ke arah suara suling itu. Jalan kecil ke arah timur hanya sebuah saja, maka dia tidak dapat menggunakan jalan lain dan terpaksa melanjutkan perjalanannya melalui jalan itu.
Betapapun juga, agaknya kecurigaannya tidak berdasar, karena daerah ini sudah jauh sekali dari Kota Raja Mojopahit http://kangzusi.com
dan lebih jauh lagi dari Tuban. Siapa yang akan mengenalnya di tempat asing ini" Bahkan dia sendiri baru pertama kali ini melalui daerah ini! Hatinya tenang dan dari jauh dia sudah melihat bahwa yang meniup suling itu adalah seorang laki-laki yang usianya kurang lebih empat puluh tahun, meniup sebatang suling yang berwarna hitam sambil duduk di atas galengan sawah di tepi jalan itu.
Laki-laki itu kelihatannya berpakaian sederhana saja, dengan ikat kepala hitam,seperti pakaian seorang petani, akan tetapi Ki Ageng Palandongan tahu bahwa orang itu bukan 613
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
petani. Biarpun orang itu kelihatan asyik meniup suling, namun ada beberapa kali matanya yang seperti terpejam itu terbuka dan memandang ke arah dia. Namun Ki Ageng
Palandongan tidak perduli, seolah-olah tidak mendengar orang itu meniup suling dengan indahnya. Padahal, andaikata dia tidak sedang membawa pusaka Kolonadah, ingin dia berhenti mendengarkan tiupan suling itu dan sekedar omong-omong dengan peniup suling yang amat pandai itu.
Setelah dia berjalan cepat kurang lebih dua ratus langkah, tiba-tiba suara suling itu terhenti. Dia menoleh dan ternyata orang itu telah lenyap dari atas galengan sawah tadi. Padahal tempat itu terbuka. Ke mana perginya" Tak mungkin demikian cepatnya lenyap kalau hanya berlari biasa! Dia merasa curiga sekali,jantungnya berdebar bukan karena takut, melainkan karena tegang, merasa bahwa tentu akan ada sesuatu yang terjadi. Ki Ageng Palandongan adalah seorang kakek yang gagah perkasa, sudah biasa menghadapi kekerasan dalam peperangan, maka tentu saja dia tidak gentar menghadapi bahaya bagi dirinya. Hanya karena dia membawa Kolonadah, maka dia merasa tegang sekali.
Akan tetapi tidak terjadi sesuatu. Hatinya lega ketika dia sudah meninggalkan dusun itu. Di depan terdapat pohon trembesi yang besar, penuh dengan bunga dan dari jauh daun-daun kecil yang rontok tertiup angin nampak seperti http://kangzusi.com
hujan saja. Memang daun pohon trembesi selalu rontok tertiup angin.
Akan tetapi bukan pohon itu yang menarik perhatian Ki Ageng Palandongan, melainkan seorang laki-laki yang duduk di bawah pohon itu. Sesaat jantungnya seperti berhenti berdetik karena dia menyangka bahwa Si Peniup Suling tadi yang duduk di depan itu. Kalau benar demikian betapa anehnya.
Akan tetapi hanya usianya saja yang s.a dan ikat kepalanya yang sama hitamnya. Akan tetapi orangnya jauh berbeda.
Peniup suling tadi bertubuh jangkung, nampak kakinya yang 614
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
panjang ketika duduk di galengan sawah dan mukanya bulat telur dengan kulit agak kuning, akan tetapi orang yang duduk di bawah pohon trembesi ini mukanya hampir persegi, telinganya lebar dan matanya lebar, kulitnya hitam sekali.
Akan tetapi orang itu ramah, dari jauh sudah menyeringai ramah ke arah Ki Ageng Palandongan. Ternyata orang itu sedang menyiapkan kinang dan ketika Ki Ageng Palandongan sudah datang dekat, dia berkata dengan suaranya yang besar parau namun ramah,"Hari amat panas, Kisanak,silakan duduk istirahat sambil menikmati sekapur sirih!"
Melihat keramahan seperti itu, biasanya tentu Ki Ageng Palandongan akan menyambut dengan gembira. Akan
menyenangkanlah duduk mengaso di situ, makan sirih dan mengobrol dengan orang yang ramah ini. Akan tetapi sekali ini dia mengeraskan hati, tersenyum dan berkata, "Terima kasih, Kisanak, saya mempunyai urusan penting dan tidak ada waktu. Lain kali saja!" Dan dia melanjutkan langkahnya dengan cepat. Seperti ada isarat tertentu, kurang lebih dua ratus langkah kemudian dia menoleh dan jantungnya makin berdebar. Orang ramah itu telah lenyap pula! Sama anehnya dengan Si Peniup Suling tadi!
Ki Ageng Palandongan melanjutkan perjalanannya hampir lari. Dan tiba-tiba saja terdengar orang membentak nyaring,
"Perlahan dulu, Ki Ageng Palandongan!"
http://kangzusi.com
Ki Ageng Palandongan yang sudah tegang hatinya itu
terperanjat dan menoleh ke kiri. Dari balik serumpun pohon muncullah seorang kakek yang kelihatan tegap dan gagah biarpun usianya sudah enam puluh tahun lebih, kumis dan jenggotnya masih hitam dan terpelihara baik, matanya tajam dan tangan kirinya memegang sebatang kipas bambu bundar yang dikebut-kebutkannya untuk mengipasi lehernya.
Ki Ageng Palandongan memandang penuh selidik, akan
tetapi dia tidak mengenal kakek yang sudah tahu namanya itu.
Dia adalah seorang gagah. Memang benar bahwa dia
615 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melakukan perjalanan melalui tempat-tempat sunyi agar jangan sampai bertemu dengan tokoh-tokoh Tuban dan
Mojopahit, akan tetapi dia bukan seorang pengecut yang tidak berani mengakui namanya.
"Andika siapakah" Dan ada keperluan apa kiranya Andika menghentikan saya?" dia bertanya, sikapnya tenang namun penuh kewaspadaan.
"Ha-ha-ha, Ki Ageng Palandongan, susah payah aku
sengaja mencari dan mengejarmu. Sudah kuduga bahwa
engkau tentu akan mengambil jalan ini, ha-ha-ha. Resi Harimurti tidak pernah keliru dalam perhitungannya!" Kakek itu mengipasi dadanya dan sikapnya jumawa sekali.
Ki Ageng Palandongan terkejut sekali, akan tetapi tidak diperlihatkan pada wajahnya. Dia memang belum pernah bertemu dengan Resi Harimurti, akan tetapi sudah mendengar nama prtapa ini sebagai sahabat dan pembantu Resi Mahapati yang kabarnya memiliki kesaktian hebat sekali. Maka dia dapat menduga bahwa tentu munculnya Resi ini adalah atas perintah Resi Mahapati. Akan tetapi dia pura-pura tidak tahu dan berkata,"Ah, kiranya Andika adalah Sang Resi Mahapati yang namanya sudah terkenal sekali itu. Saudara Resi jauh-jauh Andika mengejar dan menyusul saya, ada keperluan apakah?"
Wajah yang tadinya tertawa-tawa itu tiba-tiba saja berubah menjadi garang dan kipasnya berhenti bergerak, mulutnya http://kangzusi.com
membentak nyaring, "Ki Ageng Palandongan, serahkan
Kolonadah, baru aku mengampuni nyawamu!"
Ki Ageng Palandongan tidak kaget mendengar ini karena dia sudah menduga bahwa Resi ini tentu menghendaki
Kolonadah. Dan dia pun tidak perlu lagi menyembunyikan diri.
"Resi Harimurti, memang benar aku yang membawa
pusaka Kolonadah. Akan tetapi ketahuilah, pusaka ini adalah milik mendiang mantuku Ronggo Lawe, maka aku berhak melindunginya."
616 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ha-ha-ha, pandai kau bicara, Ki Ageng Palandongan!
Setelah engkau membunuh Empu Singkir dan dua orang
cantriknya dengan keji!"
"Tidak perlu memutarbalikkan kenyataan, Resi Harimurti.
Memang aku telah membunuh mereka, akan tetapi hal itu hanya merupakan pembelaan diri belaka karena
sesungguhnya merekalah yang hendak meracuniku dan
merampas pusaka Kolonadah."
"Tak perlu banyak cerewet! Berikanlah Kolonadah atau harus kubunuh dulu kau?"
"Resi Harimurti, siapapun juga tanpa kehendakku hanya akan dapat mengambil pusaka Kolonadah dari atas mayatku!
"Babo-babo keparat, besar mulutmu, nyaring suaramu
seolah-olah engkau dapat menumbangkan gunung
menyurutkan air lautan!" Resi Harimurti membentak dan dia pun segera menyerang dengan kipasnya yang ampuh. Angin sambaran kipas seperti badai menyambar muka Ki Ageng Palandongan. Kakek ini cepat mengelak dan dia sudah menduga bahwa di dalam angin itu tentu menyambar pukulan maut. Benar saja,tangan kanan Resi Harimurti menyambar ke arah kepalanya dengan tamparan maut yang amat kuat. Ki Ageng Palandongan cepat menangkis dengan tangan kirinya.
"Desss...!!" Ki Ageng Palandongan mengeluh pendek dan http://kangzusi.com
tubuhnya terjengkang dan terbanting. Resi Harimurti tertawa bergelak karena jelas bahwa dia menang kuat dalam
penggunaan tenaga sakti. Namun Ki Ageng Palandongan cukup sigap karena biarpun dia terpelanting, dia ternyata sudah dapat meloncat bangkit kembali dan kini ikat kepalanya yang hitam telah berada di tangan kanannya. Dia maklum akan kedigdayaan lawan, maka dia tidak membuang waktu lagi segera melolos ikat kepalanya karena itulah senjatanya yang paling ampuh.
617 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kipas sudah menyambar lagi, kini lebih ganas diikuti oleh tamparan dari bawah oleh tangan kanan yang bersembunyi dari balik kipas dan sambarannya pun ditutupi oleh angin sambaran kipas. Ki Ageng Palandongan sudah siap, maka ketika kipas menyambar, dia menggerakkan ikat kepalanya itu. Gulungan sinar hitam berkelebat dan menyambut
tamparan tangan kanan Resi Harimurti.
"Brakkk... plakkk!" Kini Resi Harimurti juga terhuyung biarpun Ki Ageng Palandongan juga terdorong ke belakang dan merasa betapa tangan kanannya panas sekali. Resi Harimurti kaget dan marah melihat kipasnya agak rusak pinggirnya.
Kiranya ikat kepala kain hitam itu merupakan senjata yang ampuh!
"Tar-tar-tarrrr...!" Cambuk yang sudah dicabut dari pinggang itu kini meledak-ledak di udara. Pecut sapi panjang itu memang hebat, tentu saja jauh lebih hebat daripada senjata kipas yang pendek. Dan Resi Harimurti memang mahir mempermainkan pecut itu karena memang ketika dia masih kecil, dia bekerja sebagai penggembala sapi dan sejak kecil dia sudah biasa bermain-main dengan pecut.
Dengan mengeluarkan suara meledak-ledak nyaring, ujung pecut itu kini menyambar ke arah kepala Ki Ageng
Palandongan. Kakek ini mengelak dan berusaha menangkis http://kangzusi.com
dengan ikat kepalanya untuk membikin patah ujung pecut, akan tetapi sebelum tertangkis, pecut itu sudah mengelak dan menyambar lagi, seperti seekor ular hidup saja. Diserang seperti itu, akhirnya pundak dan punggung Ki Ageng
Palandongan terkena lecutan cambuk sehingga bajunya robek dan kulitnya pecah.
Kekebalannya tidak mempan ketika terkena lecutan cambuk yang digerakkan oleh tenaga sakti yang amat kuat itu.
618 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Ageng Palandongan melawan dengan mati-matian dan nekat. Namun kini dia kena dihajar oleh Resi Harimurti yang ternyata memiliki kepandaian yang jauh lebih tinggi daripada lawan. Pakaian Ki Ageng Palandongan sudah robek-robek dan berdarah, dan ketika dia menggerakkan ikat kepalanya dengan nekat untuk balas menyerang tanpa memperdulikan ujung cambuk yang seperti hidup itu, tiba-tiba ujung pecut menyambar ke bawah, menyambut ikat kepala dan membelit seperti ekor ular. Ki Ageng Palandongan terkejut, berusaha menarik ikat kepalanya, akan tetapi pada saat itu, kipas di tangan kiri Resi Harimurti sudah menyambar ganas.
"Plakkk!!" Hebat sekali pukulan itu yang mengenai Ki Ageng Palandongan. Kakek ini tidak dapat mengeluarkan suara lagi, tubuhnya berputaran, ikat kepalanya terlepas dan akhirnya dia roboh ke atas tanah dan rebah miring, tak berkutik lagi dengan muka pucat dan dari mulutnya mengalir darah merah!
Resi Harimurti tersenyum, akan tetapi dengan tergesa-tesa dia cepat menggerayangi pinggang Ki Ageng Palandongan.
Dengan seruan girang dia mengambil keris pusaka Kolonadah yang terbungkus kain kuning itu. Dibukanya bungkusan itu dan sekali pandang saja tahulah dia bahwa itu adalah pusaka yang dicari. Dia bergidik melihat sinar pusaka itu, dibungkusnya kembali lalu diselipkan di ikat pinggangnya, tertutup jubah dan diikatnya kuat-kuat di pinggangnya. Sekali http://kangzusi.com
lagi dia menoleh kepada Ki Ageng Palandongan yang
diduganya tentu sudah tewas oleh pukulan kipasnya pada tengkuk tadi, maka karena maklum akan bahayanya
membawa pusaka yang diperebutkan itu, dia cepat melarikan diri ke utara.
Ketika dia tiba di dalam hutan di depan, tiba-tiba terdengar suara suling di sebelah depan. Resi Harimurti terkejut dan heran, memandang ke kanan kiri penuh curiga dan
mengancingkan jubahnya untuk menyembunyikan pusaka
Kolonadah. Ketika dia hendak membalik, tiba-tiba di 619
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
belakangnya ada suara orang tertawa dan tampak olehnya seorang laki-laki setengah tua meludah-ludahkan ludah sirih yang merah seperti darah dari mulutnya. Dia membalik lagi dan kini dia melihat seorang setengah tua yang lain lagi berdiri di depannya, membawa sebatang suling!
"Hemm, kalian siapakah berani menghadang perjalannku?"
Resi Harimurti membentak dan berdiri tegak sambil
membalikkan tubuhnya sehingga dia menghadapi dua orang itu yang tadi datang dari depan dan belakang menjadi berada di kanan kirinya dan kedua tangannya sudah siap memegang kipas dan pecutnya.
"Tidak perlu tahu kami siapa, Sang Resi. Berikan saja Kolonadah kepada kami!" kata yang memegang suling.
"Keparat! Jadi kalian adalah perampok-perampok!" bentak Resi Harimurti marah sambil meledakkan pecutnya di atas kepalanya. "Tar-tarr!"
"Ha-ha-ha, kawan. Kalau kami perampok, Andika adalah begal (perampok), jadi kita sama-sama, tidak ada bedanya, ha-ha!" kata orang yang mukanya hitam dan bibirnya merah berlepotan ludah kinang itu dan kini tangan kanannya telah memegang sebatang keris.
Diejek seperti itu, Resi Harimurti menjadi makin marah.
Ejekan itu menandakan bahwa dua orang ini tadi telah melihat http://kangzusi.com
dia membunuh Ki Ageng Palandongan dan merampas keris, maka dia tidak mau merahasiakannya lagi. "Jadi kalian merasa iri atas kematian Ki Ageng Palandongan" Nah, majulah, biar kukirim kalian ke neraka!"
Dua orang itu menerjang dari kanan dan kiri. Agaknya mereka sudah maklum akan kesaktian Resi ini maka begitu menyerang mereka telah maju berbareng. Dan ternyata mereka memiliki gerakan yang amat cepat, jauh lebih cepat daripada gerakan Ki Ageng Palandongan tadi. Si Muka Kuning memainkan sulingnya yang berwarna hitam dan terbuat dari 620
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
baja itu, sedangkan Si Muka Hitam menusukkan kerisnya dengan cepat dan kuat.
Namun Resi Harimurti cepat mengelebatkan pecutnya yang meledak-ledak dan mengibaskan kipasnya dan dua serangan itu tertangkis dan terpental. Dua orang itu terkejut, maklum bahwa Sang Resi ini benar-benar amat sakti dan kuat. Maka mereka lalu menyerang dengan hati-hati dan saling
melindungi, kalau yang satu menyerang yang lain melindungi dan mereka dapat bekerja sama dengan baiknya.
Resi Harimurti bergerak cepat dan berusaha merobohkan mereka, akan tetapi dengan kerja sama yang baik itu, selalu serangannya dapat ditangkis atau dielakkan,sungguh pun semua serangan dua orang lawan itu juga dapat dia hindarkan dengan baik.
Sebetulnya, kalau mereka itu maju satu demi satu, mereka bukanlah lawan Resi Harimurti. Baik dalam kekuatan tenaga sakti, mau pun dalam permainan senjata dan kecepatan gerak, mereka itu kalah jauh. Namun karena mereka berdua mampu bekerja sama dengan baik sehingga mereka itu
seolah-olah merupakan satu lawan yang bertangan empat dan dapat pindah ke kanan dan ke kiri, Resi Harimurti menjadi repot juga dan dua orang itu mampu mengimbanginya.
Makin lama pertempuran berjalan makin seru, akan tetapi kedua fihak berlaku hati-hati sehingga sekian lamanya belum http://kangzusi.com
juga ada yang terkena senjata. Dua orang sekawan itu sudah mulai berkeringat dan napas mereka agak terengah-engah, sedangkan Resi Harimurti masih tetap segar saja. Hal ini membuat mereka merasa khawatir.
Tahulah mereka bahwa mereka tidak akan mampu
mengalahkan resi ini, dan celakanya, Kolonadah disimpan demikian rapatnya sampai tidak kelihatan. Kalau Kolonadah kelihatan, mungkin mereka dapat menggunakan akal untuk merampasnya. Akan tetapi keris pusaka itu disimpan di balik 621
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
jubah dan tidak nampak, sedangkan pecut itu panjang sekali sehingga tidak memungkinkan mereka mendekati Sang Resi.
"Mundur...!" Tiba-tiba Si Pemegang Suling berseru dan segera dia melompat ke belakang, diikuti oleh Si Muka Hitam dan dengan beberapa loncatan saja lenyaplah mereka di antara pohon-pohon di dalam hutan.
Resi Harimurti berdiri tegak, lalu tertawa bergelak sambil bertolak pinggang. "Ha-ha-ha,belum lecet kulitmu secuwil, belum mengucur darahmu setetes, kalian sudah lari! Huh, pengecut!" Dan dia melanjutkan perjalanannya dan baru sekarang nampak betapa napasnya juga memburu. Cepat dia menarik napas panjang untuk menghilangkan kelelahannya dan dengan berjalan perlahan akhirnya dia dapat juga mengatur pernapasannya dan ketika dia tiba di tengah hutan, keadaannya sudah pulih kembali. Sebetulnya, Sang Resi ini adalah seorang gemblengan yang sudah memiliki kepandaian tinggi dan tenaga sakti yang amat kuat. Akan tetapi, oleh karena dia lemah menghadapi nafsu berahinya sendiri, dan terlampau sering dia melampiaskan nafsu berahinya secara melewati batas, maka daya tahannya berkurang dan kalau tadi dia tidak kelihatan lelah di depan orang lawannya adalah karena dia menggunakan ilmu hitam sehingga dua orang lawan itu melihat dia seolah-olah masih segar, padahal dia sudah mulai loyo dan kalau pengeroyokan itu dilanjutkan http://kangzusi.com
terus, keadaan bisa berbahaya juga baginya.
Ternyata hutan di Pegunungan Kidul itu lebat dan panjang juga sehingga menjelang senja barulah dia dapat keluar dari dalam hutan. Dia sengaja mengambil jalan menyusup-nyusup di antara semak-semak untuk memotong jalan dan
pedomannya hanyalah matahari yang condong ke barat.
Tujuannya adalah ke utara, maka kalau matahari yang condong ke barat itu berada di sebelah kirinya, sudah benarlah arahnya. Hatinya lega ketika dia melihat betapa hutan itu habis di lereng bukit depan.
622 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Eeiiihhhh...!" Dara itu menjerit dan otomatis tangan kirinya diangkat dan punggung tangan itu menutupi mulutnya dengan mata terbelalak memandang kepada Resi Harimurti. Saking kagetnya barangkali, kemben yang melilit pinggang terus ke dada itu ujungnya terlepas sehingga kainnya melorot turun memperlihatkan kaki dan lereng sepasang bukit yang halus padat dan mulai membusung. Apalagi ketika lengan kiri itu diangkat ke atas, nampak ketiak yang halus bersih
menyambung kaki bukit kembar itu. Resi Harimurti tersenyum dan matanya memandang penuh gairah dari atas ke bawah sambil menilai-nilai. Seorang dara dusun yang kelihatannya masih "hijau" usianya tentu tidak lebih dari enam belas tahun,hidup di alam bebas membuatnya cepat matang namun tidak menyadari kematangannya sehingga kelihatan masih
"polos". Rambutnya awut-awutan namun membentuk
keindahan yang wajar tanpa bantuan minyak, kembang dan sisir. Mukanya bulat telur dan segar kemerahan tanda kesehatan berkat hawa yang bersih dan sinar matahari.
Matanya menyinarkan kebodohan yang murni dan mulutnya yang agak terbuka karena keheranan itu memperlihatkan empat buah gigi atas yang kecil dan rapi putih mengkilap.
Tubuhnya padat dan nampak berisi karena setiap hari otot-otot itu bergerak untuk bekerja seperti biasanya perawan gunung.
Kemelut Di Majapahit Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Resi Harimurti menelan air liurnya seperti seorang
http://kangzusi.com
kelaparan melihat nasi putih mengepul hangat, atau seperti seekor harimau kelaparan melihat kelinci muda yang gemuk.
Pikirannya membayang-bayangkan segala kenikmatan nafsu berahi sehingga makin bangkitlah gairahnya.
Nafsu apa pun juga, terutama nafsu berahi, selalu timbul dari pikiran. Kalau seorang pria, tua mau pun muda, yang sehat dan wajar, melihat seorang wanita muda merasa tertarik dan suka, hal itu sudah merupakan suatu kewajaran. Seperti halnya orang akan tertarik melihat sesuatu yang indah dan yang mempunyai daya tarik tersendiri, seperti bunga-bunga, 623
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kupu-kupu, pemandangan alam, bulan, dan sebagainya.
Apalagi karena secara alamiah memang ada daya tarik pada diri wanita terhadap pria, maka wajarlah kalau seorang pria yang melihat seorang wanita,apalagi yang cantik dan muda, lalu merasa tertarik dan suka dengan apa yang dilihatnya.
Akan tetapi, hal ini adalah wajar dan tidak ada jahat atau buruknya,seperti kita melihat bunga, melihat keindahan alam dan sebagainya. Kalau pikiran masuk dan mencampuri
peristiwa itu, barulah menjadi rusak keadaannya dan menjadi jahat atau buruk akibatnya. Pikirannya membayangkan semua pengalaman sendiri,atau yang didengar dari lain orang, tentang kenikmatan yang dapat direguk bersama wanita yang dipandangnya itu, dan bersama bayangan-bayangan itu datanglah gairah nafsu berahi! Dan kalau nafsu berahi sudah menguasai batin,segala perbuatan dilakukan dengan
membuta, yang ada hanya keinginan untuk menikmati seperti apa yang dibayangkannya itu.
Demikian pula halnya dengan Resi Harimurti orang yang sudah terbiasa membayangkan segala kesenangan duniawi, terutama sekali kesenangan bermain cinta dengan wanita, baik secara suka rela maupun secara paksa seperti yang sudah biasa dilakukannya. Melihat perawan gunung ini, timbullah gairah berahinya.
"Eh, Gendhuk yang manis, cah ayu, kenapa kau menjerit"
http://kangzusi.com
Sampai kaget aku!" katanya dengan wajah penuh kemarahan.
"Saya yang kaget... saya kira tadinya bukan manusia..."
perawan itu berkata dan kini tangan yang menutupi mulut itu turun menekan ke atas sebuah di antara bukit kembar yang sebelah kiri. Gerakan ini membuat jantung Harimurti berdebar karena dia merasa seolah-olah tangannyalah yang menjamah dada itu.
"Bukan manusia, habis kau kira apa, Nini?"
"Saya kira tadinya... celeng yang mau menyeruduk saya!"
624 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ha-ha-ha! Celeng (babi hutan)" Kalau ada celeng sebesar dan setua ini, betapa akan alot dagingnya! Ha-ha-ha!"
Gadis itu pun tersenyum sehingga nampak sederet gigi yang putih rata. "Ahh, tadi saya tidak melihat jelas, Kakek..."
"Kakek" Wah, sembarangan saja kau menyebut orang. Aku belumlah begitu tua, cah ayu. Dan aku adalah Resi Harimurti, seorang ponggawa Kerajaan Mojopahit. Dan kau menyebutku Kakek"!"
Dara itu kelihatan terkejut dan matanya terbelalak lebar, mengingatkan Resi Harimurti akan mata seekor kelinci berbulu putih yang manis.
"Ah, kiranya Paduka... bangsawan...?" tanyanya takut-takut.
"Ha-ha-ha, aku priyayi, aku priyayi agung, bangsawan besar yang tinggi pangkatnya, mulia kedudukannya dan kaya raya!"
Perawan dusun itu makin ketakutan dan dia lalu
menjatuhkan diri berlutut dan menyembah. "Harap Paduka mengampuni hamba..." katanya lirih.
"Tentu... tentu...! Siapa bisa marah kepada seorang ayu manis seperti engkau?"
Dan Harimurti lalu duduk pula di atas rumput tebal di dekat http://kangzusi.com
perawan itu,tangannya langsung mengelus dagu.
"Aihhhh...!" Dara itu menjerit lirih dan mengusap dagunya seolah-olah baru saja terbakar api.
"Aahh, aku priyayi agung dari Mojopahit. Apakah engkau tidak senang melayani aku,cah ayu?"
Dara itu mengangkat muka memandang dengan mata
terbelalak, ketika Resi itu mendekatkan mukanya, dia membuang muka dengan ketakutan. "Hamba... hamba
takut...,hamba adalah seorang pencari kayu yang kemalaman.
625 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hamba mau pulang... nanti Ayah dan Ibu mencari-cari hamba..., disangkanya hamba di..."
"Diseruduk celeng?" Harimurti menggoda dan gadis itu mau tidak mau tersenyum.
Melihat senyum ini, Harimurti tidak kuat lagi dan seperti seekor harimau buas saja, dia menerkam, memeluk gadis itu dan mencium mulut itu dengan ganas. Gadis itu meronta-ronta, akan tetapi mana mungkin dia melawan tenaga Sang Resi yang amat kuat dan rontaannya itu menambah gairah hati Sang Resi sehingga pelukannya menjadi makin ketat.
"ADUHHH... perut dan dada hamba sakit tertekan itu..."
Setelah mulutnya dilepaskan gadis itu terengah-engah dan mengeluh. Baru teringatlah Harimurti bahwa di pinggangnya terdapat banyak macam benda keras. Keris pusaka Kolonadah yang terbungkus kain kuning, gagang pecut dan gagang kipas yang kesemuanya menonjol dan keras. Tentu saja
menyakitkan perut dan dada perawan itu.
"Ha-ha-ha, aku sampai lupa membawa senjata-senjata ini!"
katanya dengan suara agak gemetar karena nafsu berahinya sudah memuncak setelah dia memeluk tubuh yang mengkal dan menciumi mulut yang lunak itu. Dikeluarkannya tiga macam senjata itu dan dara itu memandang dengan mata terbelalak. http://kangzusi.com
"Barang-barang aneh yang paduka bawa..." katanya lirih dan makin heran di samping rasa takut dan tegang yang membayang di wajahnya.
"Ha-ha-ha, ini adalah pusaka-pusaka ampuh, cah ayu.
Lihat... prakk!" Kipas itu digerakkan dan sebuah batu sebesar tangan pecah-pecah!
"Dan ini, lihat betapa hebatnya pecutku!" Dia
menggerakkan pecutnya.
626 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tarrr... bruukkk... " Sebatang pohon yang dicambuknya tumbang.
Dara itu pucat wajahnya dan memandang dengan mata
terbelalak makin lebar.
Melihat ini, Harimurti tertawa. "Apalagi ini!" Dia
menyingkapkan kain kuning sehingga nampak keris pusaka Kolonadah yang mengeluarkan sinar aneh. "Kalau sekali memasuki perut, akan hancur lebur tubuh orang itu. Maka, kau tahu sekarang bahwa selain priyayi agung, aku pun seorang yang memiliki kesaktian hebat, maka jangan kau menentang kehendakku, manis. Kau layanilah aku, cah ayu."
Harimurti perlahan-lahan meletakkan semua senjata di atas rumput di dekatnya,kemudian perlahan-lahan pula dia mulai membuka pakaiannya sendiri, dipandang dengan mata
terbelalak oleh perawan itu.
"Ha-ha-ha, jangan kau kira hanya celeng saja yang pandai menyeruduk, aku pun bisa. Lihat!" Dia menerkam lagi dan memeluk gadis itu yang tidak mampu mengeluarkan suara saking takutnya, bahkan tidak lagi meronta ketika Harimurti menarik kain dan kembennya.
Pada saat itu, tiba-tiba nampak dua bayangan berkelebat dan meloncat ke tempat itu dan sekali sambar saja, dua orang itu telah bergerak, yang satu menghantam ke arah Harimurti http://kangzusi.com
dengan suling hitam, yang ke dua menyambar bungkusan kuning keris pusaka Kolonadah.
"Wuuuuttt...!" Suling hitam menyambar ke arah kepala Harimurti yang sedang lengah karena diamuk nafsu berahi yang sedang memuncak. Akan tetapi berkat latihan puluhan tahun, dia mendengar suara mereka dan cepat serta otomatis lengannya menangkis sinar hitam yang menyambar ke arah kepalanya.
627 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dukkk...!!" Si Penyerang itu mengeluh dan terhuyung ke belakang lalu meloncat pergi menyusul Si Muka Hitam yang sudah melarikan Kolonadah.
"Eh, keparat jahanam!" Resi Harimurti terkejut sekali karena melihat bahwa bungkusan kain kuning telah lenyap dari situ. Cepat dia meloncat bangun,mengenakan kembali pakaiannya sejadi-jadinya kemudian lari mengejar.
Gerakannya memang cepat sekali dan kini dia lari sambil mempersiapkan kipas dan cambuk di tangannya.
Karena cepatnya Sang Resi berlari seperti terbang saja, dia sudah berhasil menyusul Si Peniup Suling yang tadi
menyerangnya. "Jahanam, hendak lari ke mana kau?"
bentaknya dan pecutnya yang panjang itu menyambar sambil mengeluarkan suara ledakan-ledakan kecil.
"Plak-plak-tranggg...!!" Berkali-kali Si Peniup Suling menangkis sampai akhirnya dia terhuyung dan sulingnya hampir terlepas dari tangannya.
"Bukan aku yang mengambil Kolonadah...!" teriak Si
Pemegang Suling.
"Heh, Resi cabul! Mau minta kembali Kolonadah" Enaknya, ini dia sudah berada di tanganku!" Terdengar suara di belakangnya. Resi Harimurti yang sedang mendesak Si Pemegang Suling Hitam yang memegang keris dengan tangan http://kangzusi.com
kanan itu mengacung-acungkan bungkusan kain kuning di tangan kirinya, dia mengeluarkan suara gerengan dahsyat dan tubuhnya mencelat ke depan, langsung dia menyerang Si Muka Hitam itu dengan pecut dan kipasnya!
"Kembalikan pusaka itu!" bentaknya akan tetapi
serangannya lebih cepat daripada bentakannya. Hebat bukan main serangannya itu dan biar pun Si Muka Hitam berhasil menangkis pecut dengan kerisnya dan meloncat mundur untuk mengelak,namun tetap saja hawa dari kipas itu 628
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membuat dia terjengkang dan jatuh bergulingan di atas rumput.
"Mampus kau!" Resi Harimurti membentak dan mengejar, akan tetapi tiba-tiba Si Muka Hitam itu mengayun tangan kirinya dan melemparkan bungkusan kuning itu ke kiri.
"Sambut ini...!" teriaknya dan Resi Harimurti cepat menoleh. Ketika dia melihat Si Pemegang Suling menyambut bungkusan kuning itu dan lari, dia marah sekali dan tanpa memperdulikan lagi Si Muka Hitam, dia sudah mencelat dan mengejar Si Pemegang Suling. Dia marah sekali kepada mereka berdua, akan tetapi untuk saat itu, yang terpenting adalah menghalangi mereka melarikan Kolonadah. Setelah dia berhasil merebut kembali Kolonadah, baru dia akan
membunuh mereka seorang demi seorang.
Si Pemegang Suling itu lari cepat sekali, akan tetapi Resi Harimurti lebih cepat lagi gerakannya dan sebentar saja dia sudah hampir dapat menyusulnya. Akan tetapi tiba-tiba Si Pemegang Suling melemparkan bungkusan kuning itu ke arah semak-semak sambil berkata, "Sambutlah!"
"Kresekkk...!" Bungkusan kuning itu masuk ke dalam
semak-semak tanpa ada yang menyambutnya. Melihat ini, giranglah hati Resi Harimurti dan dia pun cepat menubruk ke semak-semak itu untuk mendahului kalau-kalau ada orang lain yang akan mengambil bungkusan itu.
http://kangzusi.com
"Wuuuttt... crott... aduhhh, keparat!" Resi Harimurti masih sempat mengerahkan aji kekebalannya akan tetapi tetap saja keris yang menyambut tubrukannya dari dalam semak-semak itu telah menancap dan melukai pundaknya. Biar pun hanya merobek beberapa senti ke dalam dagingnya, namun cukup panas dan nyeri, akan tetapi lebih nyeri lagi rasa hatinya ketika dia melihat Si Muka Hitam meloncat ke luar dari semak-semak tadi sambil membawa bungkusan kuning Kolonadah!
Kiranya mereka itu sengaja mempermainkan! Si Muka Hitam itu telah menanti dalam semak belukar dan menyambut 629
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tubrukannya dengan keris ditusukkan. Untung tadi dia masih sempat miringkan tubuh dan mengerahkan aji kekebalan, kalau bukan dia, tentu telah menggeletak dengan keris menembus ulu hati!
"Bedebah!" makinya dan dengan kepala pening saking
marahnya dia sudah mengejar Si Muka Hitam yang lari ke atas sebuah lereng. Dia mengejar terus akan tetapi kemarahannya membuat dia terengah-engah. Hatinya girang melihat Si Muka Hitam juga makin lambat larinya dan ketika tiba di tepi jurang, hampir dia dapat menyusulnya.
"Hei, sambut ini, kawan!" teriak Si Muka Hitam sambil melempar bungkusan kain kuning ke bawah jurang!
"Celaka...!" Resi harimurti berseru dan cepat dia menjenguk ke bawah jurang.
Dilihatnya dengan girang bahwa bungkusan itu tertahan oleh sebatang pohon yang tumbuh di lereng tebing jurang itu dan tampak dari atas keris pusaka Kolonadah menancap pada batang pohon sedangkan kain kuning itu tersangkut di ranting pohon.
Bukan main girang hatinya yang penting adalah keris pusaka Kolonadah lebih dulu,pikirnya dan dengan hati-hati namun cepat dia menggunakan kesaktiannya untuk menuruni tebing yang curam itu. Dengan hanya bergantungan pada http://kangzusi.com
akar-akar pohon dan batu-batu karang, akhirnya dapat juga dia tiba di pohon itu, mencabut keris dan membungkusnya kembali cepat-cepat, menyelipkan di pinggang dan
menutupkannya dengan jubah, kemudian tergesa-gesa dia kembali ke atas dengan hati lega akan tetapi juga dengan hati panas sekali.
"Sekarang aku akan bunuh kalian anjing-anjing keparat!"
dia memaki setelah tiba di atas tebing. Akan tetapi tidak nampak lagi bayangan dua orang yang mempermainkannya itu. Dia berteriak-teriak menantang, memaki-maki dan semua 630
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
perbendaharaan kata-kata makian terlontar keluar dari mulutnya. Namun tidak ada orang menjawab. Lalu dia teringat kepada perawan itu dan tersenyum. Masih ada obat
kekecewaanku, pikirnya dan timbul kembali gairahnya ketika dia teringat kepada perawan tadi. Cepat dia lari ke tepi hutan akan tetapi ternyata dara itu pun telah lenyap. Yang ada hanya seikat kayu yang tadi dibawa oleh perawan itu.
Bekasnya pun tidak lagi, entah ke mana menghilangnya.
Tentu telah lari pulang ketakutan, pikirnya dengan penuh sesal.
-o0odwo0o- Jilid 47 Sialan! Perawan yang sudah begitu menurut, seumpama domba tinggal menyembelih,seumpama makanan telah
dikepal tinggal nyaplok, akhirnya gagal terlepas! Dan pundaknya terluka, nyeri dan panas rasanya. Sialan benar!
Keparat dua orang itu,pikirnya. Awas, sekali waktu aku akan mendapatkan kalian dan jangan tanya lagi tentang dosamu!
Sambil bersungut-sungut Resi Harimurti mengeluarkan buntalan kain kuning dan membukanya.
"Heiii...!!" Dia terlonjak kaget, sekali lagi memandang http://kangzusi.com
penuh ketelitian,kemudian dengan kemarahan meluap dia membanting keris itu. Memang mirip Kolonadah akan tetapi jelas bukan.
"Krakk!" Keris itu patah dua karena dibanting menimpa batu. Kalau Kolonadah,tidak mungkin patah, paling-paling batunya yang akan hancur.
"Bedebah, keparat jahanam!" Dia memaki-maki, mengepal-ngepal tinju, membanting kaki, akan tetapi kepada siapa kemarahannya harus ditimpakan" Dua orang itu sudah lenyap.
Akan tetapi, hatinya masih penasaran dan sampai keesokan 631
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
harinya,Resi Harimurti baru berhenti mencari-cari di sekitar tempat itu. Dua orang laki-laki itu lenyap seperti ditelan bumi, lenyap bersama Kolonadah, dan juga perawan dusun itu lenyap pula. Dan pundaknya makin nyeri karena tidak diobati, malah agak membengkak. Celaka! Sialan!
"Mereka tentu orang-orang Lumajang," pikirnya karena ketika mencari-cari mereka,dia lewat di tempat di mana dia membunuh Ki Ageng Palandongan, akan tetapi mayat kakek itu pun sudah lenyap. Tidak ada jalan lain baginya kecuali pulang ke Mojopahit untuk membuat laporan kepada Resi Mahapati dan berobat.
Ke manakah hilangnya mayat Ki Ageng Palandongan yang mengherankan hati Resi Harimurti" Sesungguhnya, Ki Ageng Palandongan belum mati ketika ditinggalkan oleh Resi Harimurti yang tergesa-gesa karena ingin cepat-cepat membawa pergi keris pusaka Kolonadah. Memang hebat sekali hantaman Resi Harimurti yang mrngenai tengkuk Ki Ageng Palandongan dan membuatnya pingsan itu. Dia terluka di sebelah dalam sehingga muntah darah. Akan tetapi, tubuhnya yang kebal itu masih melindunginya sehingga dia belum tewas. Dan semangatnya yang amat besar dapat membuat dia menahan rasa nyeri yang luar biasa. Sambil setengah merangkak Ki Ageng Palandongan melanjutkan perjalanan setelah dia sadar. Dia tidak boleh mati,pikirnya, tidak boleh http://kangzusi.com
mati dulu sebelum menyampaikan berita tentang Kolonadah ke Lumajang! Dan Lumajang tidak begitu jauh lagi.
Dalam keadaan amat sengsara itu, tiba-tiba muncul dua orang perajurit Lumajang yang bertugas menyelidik keadaan tapal batas antara Lumajang dan Mojopahit di sebelah selatan itu. Tentu saja mereka mengenal Ki Ageng Palandongan dan cepat menolongnya.
"Ah, Ki Ageng, apakah yang telah terjadi?" tanya mereka.
Ki Ageng Palandongan tidak berbesar hati melihat dua orang perajurit itu. Mereka ini tidak boleh diandalkan untuk 632
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membantunya merampas kembali Kolonadah, karena mereka hanya perajurit biasa yang sama sekali bukanlah tandingan Resi Harimurti.
Akan tetapi setidaknya mereka dapat membantunya agar cepat dapat menghadap ke Lumajang.
"Cepat... bawa aku... ke Lumajang..., cepat dan jangan ditunda-tunda..." katanya.
Dua orang itu segera menggotongnya dan cepat pergi dari situ, maka tidaklah aneh kalau Resi Harimurti tidak menemukan "mayat" Ki Ageng Palandongan. Biar pun
keadaannya parah, lukanya berat sekali, namun Ki Ageng Palandongan tidak mau berhenti dan mendesak dua orang itu agar bersi cepat membawanya sampai ke Lumajang.
Akhirnya sampai jugalah mereka di Lumajang, akan tetapi keadaan Ki Ageng Palandongan sudah demikian payahnya sehingga dia harus diusung ketika dibawa ke dalam Kadipaten Lumajang.
Pada saat itu, di Kadipaten Lumajang sedang diadakan pertemuan dan perundingan.
Yang hadir dalam persidangan itu adalah Adipati Wirorojo sendiri yang didampingi oleh Aryo Pranarojo, beberapa orang bekas senopati Mojopahit yang dahulu membantu Ronggo Lawe dan Lembu Sora dan yang dapat lolos dari kematian dan http://kangzusi.com
melarikan diri ke Lumajang, dan di situ hadir pula seorang pemuda yang bertubuh tegap dan pendiam serta wajahnya serius sungguh pun usianya kurang lebih baru tujuh belas tahun. Pemuda ini adalah cucu dari Adipati Wirorojo sendiri, yaitu Kuda Anjampiani atau yang juga disebut Raden
Turonggo. Mereka semua memperbincangkan berita kematian Progodigdoyo dan tentang keris pusaka Kolonadah yang kabarnya kini telah muncul dan membuat geger Tuban.
Ketika mendengar berita dari para penjaga bahwa Ki Ageng Palandongan datang dalam keadaan sakit payah, terkejutlah 633
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
semua orang. Apalagi ketika mereka melihat kakek itu diusung masuk ke persidangan. Semua orang merubungnya dan
bertanya-tanya.
Melihat keadaan Ki Ageng Palandongan demikian payah, Adiapati Wirorojo lalu menyuruh mundur semua orang dan memerintahkan pengawal untuk cepat memanggil ahli
pengobatan. "Tak usah... Kakangmas Adipati... dengarkan baik-baik, saya... saya sudah berhasil memperoleh Kolonadah... akan tetapi di jalan... saya dihadang oleh Resi Harimurti...
Kolonadah dirampasnya... dan saya... saya..." Napas kakek itu terengah-engah dan sukar sekali dia bernapas.
Mendengar ini, Adipati Wirorojo menjadi merah mukanya.
"Di mana dia" Adimas Palandongan, di mana Resi Harimurti kini...?"
"Saya... bertemu di Pegunungan Kidul..." Dengan suara tersendat-sendat, mengap-mengap seperti ikan terdampar di darat, Ki Ageng Palandongan menceritakan sedapat mungkin tentang keris pusaka Kolonadah. Dia tidak dapat bercerita panjang lebar,hanya mengatakan bahwa keris itu sudah ada padanya dan sedang dibawanya dari Tuban ke Lumajang, akan tetapi di Pegunungan Kidul dia dihadang oleh Resi Harimurti, dia dipukul roboh dan keris pusaka dirampas. Dia tidak sempat bercerita tentang Bromatmojo, Empu Singkir dan http://kangzusi.com
yang lain-lain.
"Harap... usahakan agar Kolonadah dapat diambil
kembali... berbahaya kalau terjatuh ke tangan... orang...
orang jahat..." Ki Ageng Palandongan tidak kuat bertahan lagi dan menghembuskan napas terakhir pada saat ahli
pengobatan datang.
Akan tetapi kakek tua renta yang pandai mengobati ini setelah memeriksanya hanya menarik napas panjang saja.
634 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sudah hebat dia dapat bertahan sampai beberapa hari,"
ujarnya. Jarang ada orang dapat bertahan hidup setelah menerima hantaman yang mendatangkan luka parah di bagian dalam tubuhnya."
Lumajang berkabung dengan kematian Ki Ageng
Palandongan. Setelah mengurus pembakaran jenazah
sebagaimana mestinya, Adipati Wirorojo lalu mengadakan persidangan dengan para pembantunya yang dipercaya. Juga Aryo Pranarojo ikut pula bersidang dan hal ini memang agak aneh. Aryo Pranarojo adalah ayah Ki Patih Nambi yang kini masih menjadi patih di Mojopahit, namun jelas bahwa dia berpihak kepada Lumajang. Hal ini sebenarnya tidaklah aneh kalau diingat bahwa Aryo Pranarojo adalah seorang
hulubalang yang amat setia semenjak Raja Kertanegara.
Keadaan dalam istana Mojopahit sekarang tidak
menyenangkan hatinya setelah Sang Prabu Kertarajasa Jayawardhana, yaitu Raden Wijaya yang perjuangannya dia bantu bersama-sama dengan Aryo Wirorojo yang kini menjadi Adipati Lumajang, jatuh ke dalam pengaruh isterinya yang dari Negeri Melayu. Kematian-kematian Ronggo Lawe dan Lembu Sora makin menghancurkan hati Aryo Pranarojo maka dia tidak dapat bertahan lagi tinggal di Mojopahit dan pindah ke Lumajang, sungguhpun puteranya masih menjadi patih di sana.
http://kangzusi.com
"Sudah jelas bahwa Resi Harimurti adalah kaki tangan mereka yang mengabdi kepada keturunan Puteri Melayu,"
kata Adipati Wirorojo dalam persidangan itu. "Kalau keris pusaka Kolonadah terjatuh ke tangan Pangeran Pati, sungguh hal itu amat tidak baik. Bagaimanapun juga, kita harus dapat merampas kembali keris pusaka itu. Keris pusaka itu adalah milik anakku Si Ronggo Lawe, siapa pun juga tidak berhak memilikinya dan hanya akulah sebagai ayah Ronggo Lawe, yang berhak memutuskan kepada siapa pusaka itu harus diserahkan."
635 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Semua orang setuju dan agaknya mereka yang sudah
merasa tidak senang kepada Mojopahit itu ingin sekali untuk menyusun kekuatan dan menggempur saja Mojopahit.
"Sang Prabu sudah tidak dapat diberi ingat lagi, dan kekuasaan orang-orang Melayu makin mencengkeram
Mojopahit. Hal itu tidak boleh dibiarkan saja, Kakang Adipati, dan sebaiknya kita gempur saja Mojopahit dan kita hukum orang-orang yang mendukung kekuasaan Melayu itu! Kita bebaskan Sang Prabu dari cengkeraman mereka dengan
kekerasan!" Demikian kata Aryo Semi, seorang senopati yang sangat dekat dengan Lembu Sora dan kini juga berada di Lumajang. Hampir semua orang yang hadir membenarkan dan menyetujui pendapat Aryo Semi ini. Sudah terlampau lama mereka menahan kemarahan semenjak Ronggo Lawe gugur sampai sekarang, sudah hampir sepuluh tahun lamanya.
Adipati Wirorojo mengangkat kedua tangan ke atas
memberi isyarat agar semua pembantunya diam. Lalu
berkatalah dia dengan suara lantang, sepasang matanya mencorong dan biarpun sudah tua, ternyata Aryo Wirorojo masih mempunyai wibawa yang amat menakutkan sehingga semua orang mendengarkan dengan tekun dan hormat.
"Para sahabat dan kawan seperjuangan, dengarlah baik-baik! Kita semua adalah bekas perajurit-perajurit yang mengabdi kepada Raden Wijaya, bahkan sebelum itu di antara http://kangzusi.com
kita yang tua-tua telah mengabdi kepada Sang Prabu
Kertanegara! Raden Wijaya yang sekarang telah menjadi raja di Majapahit adalah junjungan kita,benar atau salah! Kita adalah para ponggawanya yang setia. Memang sudah menjadi tugas kita pula untuk selalu mengingatkan Sang Prabu daripada kekeliruan-kekeliruan tindakan, akan tetapi sampai mati pun aku tidak akan memberontak kepada Sang Prabu di Mojopahit! Dengarkah kalian semua" Sampai mati aku tidak akan memberontak terhadap Sang Prabu di Mojopahit dan 636
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
siapa yang akan memberontak,berarti akan menjadi musuh Wirorojo!"
Hebat bukan main ucapan ini dan semua orang berdiam, menahan napas. Lalu terdengarlah ucapan Aryo Pranarojo,
"Apa yang diucapkan oleh Kakangmas Adipati Wirorojo adalah benar dan tepat. Kita bukanlah pengkhianat-pengkhianat yang suka memberontak kalau keinginan kita tidak dipenuhi. Kalian hendaknya ingat ketika mendiang Ronggo Lawe memberontak karena tidak kuat menahan kemarahan hatinya.
Bagaimana sikap Kakangmas Adipati Wirorojo" Apakah
Beliau membela puteranya"
Sama sekali tidak dan hal itu semata-mata membuktikan kesetiaannya yang luar biasa terhadap Sang Prabu. Oleh karena itu, lenyapkanlah semua pikiran hendak memberontak dan menggempur Mojopahit."
"Kalau begitu bagaimana baiknya sekarang" Keris pusaka Kolonadah juga sudah terampas oleh mereka yang mengabdi kepada kekuasaan Melayu," kata Aryo Semi.
Memang keris pusaka itu harus dirampas kembali, akan tetapi harus dilakukan tanpa perang. Dengan demikian maka hal itu merupakan urusan pribadi, bukan urusan kerajaan! Dan untuk mencapai tujuan itu, kita harus menyebar penyelidik yang terdiri dari orang-orang yang memiliki kesaktian karena http://kangzusi.com
kita tahu bahwa pihak mereka pun menggunakan orang-orang yang berilmu tinggi seperti Resi Harimurti dan yang lain-lain."
"Bagus, memang semestinya begitulah," kata Aryo
Wirorojo. "Akan tetapi ke mana kita harus mencari orang-orang yang sakti?"
"Kita adakan sayembara adu kesaktian untuk memilih
mereka!" Tiba-tiba terdengar usul seorang yang hadir. Usul ini diterima baik oleh Adipati Wirorojo yang segera berpaling kepada cucunya, Raden Turonggo.
637 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kulup, Turonggo, kuserahkan sayembara ini kepadamu.
Engkau adalah seorang pemuda yang sejak kecil telah menerima gemblengan, maka kaulah yang sepatutnya
memimpin sayembara ini dan mengatur sebaik-baiknya untuk mengumpulkan sebanyak mungkin orang sakti di seluruh daerah Lumajang. Umumkan kepada rakyat bahwa semua
orang boleh mengikuti sayembara tanpa memandang kasta dan keturunan, dan bahwa siapa yang lulus akan diterima menjadi angagauta pasukan pengawal yang istimewa."
Raden Turonggo menyembah. "Baik, Eyang Adipati." Lalu disusunlah panitia untuk penyelenggaraan sayembara itu yang dipimpin sendiri oleh Raden Turonggo, pemuda remaja yang gagah perkasa dan pendiam itu.
Setelah berita sayembara itu disebar luas ke seluruh Lumajang, sampai jauh ke perbatasan dan ke pantai Laut Selatan, sebulan kemudian dimulailah sayembara itu.
Lumajang kebanjiran orang-orang muda dan tua yang
berdatangan dari segala penjuru untuk mencoba-coba
memasuki sayembara itu.
Raden Turonggo yang dibantu oleh banyak ahli-ahli
keprajuritan telah mempersiapkan segala-galanya dan dengan cerdik pemuda remaja ini mengatur ujian-ujian bagi mereka yang memasuki sayembara. Karena yang dipilih adalah orang-orang sakti, maka ujian-ujian yang diadakan untuk para calon http://kangzusi.com
juga amat berat dan yang kiranya hanya mampu dilakukan oleh orang-orang yang benar-benar memiliki aji kesaktian.
Pertama, pengikut sayembara harus dapat mengangkat
sebongkah batu sebesar kerbau yang beratnya kira-kira hanya akan dapat diangkat oleh enam orang laki-laki biasa saja!
Melihat ujian pertama ini saja, sudah sebagian besar orang-orang yang berdatangan itu mundur teratur sebelum
melangkah kepada ujian-ujian selanjutnya yang lebih berat.
638 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ke dua, setelah pengikut sayembara lulus dalam ujian pertama, dia diharuskan menunggang seekor kuda yang liar dan belum jinak, kemudian melarikan kuda itu di atas jalan yang tidak rata sambil membawa gendewa dan anak panah.
Di tepi jalan,amat jauh bagi ahli panah biasa, kira-kira seribu kaki jauhnya, dipasangi orang-orangan yang dapat digerakkan dengan tali dan dia harus dapat melepaskan tiga kali anak panah dari atas kudanya ke arah orang-orangan itu dan mengenai dengan tepat.
Tentu saja orang-orangan itu digerak-gerakan dan dapat mengelak ke sana-sini!
Ujian ini membuat para perajurit pasukan panah di
Lumajang menjulurkan lidah mereka. Mana mungkin"
Menunggang kuda liar saja sudah liar sudah sulit sekali,salah-salah bisa dibanting dan remuk tulang pinggulnya. Apalagi sambil memanah orang-orangan yang bisa mengelak dari jarak begitu jauh. Gila, pikir mereka.
Tidak gila, karena sayembara ini bukan diperuntukkan mereka, melainkan orang-orang yang sakti mandraguna!
Syarat ke tiga, setelah pengikut sayembara lulus dalam ujian pertama dan ke dua,dia harus mampu memetik buah kelapa yang digantungkan tinggi di ujung bambu tanpa memanjat bambunya dan sudah diperingatkan bahwa ketika dia berusaha memetik buah itu, akan ada pasukan anak panah http://kangzusi.com
menyerang dan tenghalang-halanginya.
Lebih gila lagi, pikir mereka yang merasa tidak sanggup, itu berarti bunuh diri!
Baru setelah pengikut sayembara lulus dari tiga macam syarat itu, dia dianggap lulus! Tiga syarat itu diadakan bukan semata-mata untuk mempersulit orang yang hendak mengikuti sayembara, namun sudah diperhitungkan masak-masak oleh Raden Turonggo. Syarat pertama adalah untuk menguji kekuatan orang. Syarat ke dua untuk menguji kepandaian 639
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menunggang kuda dan mainkan anak panah, dan syarat ke tiga untuk menguji kecekatan dan ketrampilan, juga daya tahan mereka terhadap ancaman bahaya. Semua itu memang diperlukan mutlak untuk orang-orang yang dapat dipercaya untuk menyelidiki dan merampas kembali pusaka Kolonadah!
Dan apabila tiga syarat itu sudah dipenuhi, maka untuk menentukan tingkat, barulah di antara mereka yang lulus itu akan dipertandingkan untuk menentukan tingginya
kepandaian mereka dan kedudukan mereka kelak!
Alun-alun Lumajang telah dihias karena di alun-alun inilah diadakannya sayembara itu untuk memberi kesempatan
kepada rakyat menonton pula. Semenjak pagi, alun-alun yang luas itu telah dibanjiri orang. Bukan hanya mereka yang ingin mengikuti sayembara, melainkan lebih banyak lagi adalah mereka yang ingin menonton! Tua muda laki perempuan hari itu meninggalkan pekerjaan masing-masing karena tidak mau ketinggalan menyaksikan sayembara yang amat hebat itu.
Para perajurit yang menjaga, dengan teriakan-teriakan mereka menyuruh para penonton untuk jangan melanggar tali yang direntang membentuk lingkaran di tengah-tengah alun, juga mereka minta agar para penonton jangan berhimpit-himpitan,yang di depan duduk agar tidak menghalang yang berada di belakang. Semua penonton mentaati teriakan-teriakan ini, dan itu merupakan pertanda bahwa rakyat tidak http://kangzusi.com
perlu ditekan karena rakyat menghormat dan mencinta para petugas yang tidak pernah menindas mereka. Di sinilah letaknya kebijaksanaan Adipati Lumajang yang dapat mendidik para petugas pemerintah sedemikian rupa sehingga para petugas merupakan pelindung rakyat yang sesungguhnya.
Hanya apabila petugas-petugas pemerintah sudah benar-benar merupakan pelindung rakyat, tidak pernah
menggunakan kekerasan dan tidak suka menindas,
menghadapi pelanggaran dengan keadilan yang bijaksana, maka tanpa diperintah pun rakyat akan sayang kepada mereka, dan rasa sayang karena mempunyai pelindung inilah 640
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang membuat rakyat akan tunduk tanpa dipaksa, tertib tanpa ditekan.
Sayang sekali bahwa Mojopahit pada waktu itu tidak
terdapat ketertiban seperti yang diperlihatkan oleh sikap rakyat di alun-alun Lumajang itu. Mojopahit dilanda kekacauan dan ketidakpuasan. Semua ini disebabkan oleh kelalaian raja yang sudah sering sakit-sakitan itu, yang menimbulkan pertentangan sendiri di dalam istana antara isteri-isterinya, pertentangan yang menjalar sampai di antara ponggawa dan makin meluas di kalangan rakyat. Kekacauan ini timbul dari atas dan menjalar atau mempengaruhi yang berada di bawah.
Selalu akan begitu keadaannya. Kalau yang di atas tertib, tentu yang di atas dapat mengawasi yang di bawah akan dapat mencontoh yang di atas. Kalau yang di atas kacau, yang di bawah lebih kacau lagi dan akibatnya, para petugas akan bersikap sewenang-wenang,bukan lagi menjadi pelindung rakyat, malah sebaliknya menjadi pengganggu rakyat dan kalau sudah begitu keadaannya, mana mungkin rakyat
bersikap taat dan hormat"
Ketaatan dan kehormatan yang diperlihatkan oleh orang-orang yang tertindas tentu saja hanyalah ketaatan palsu belaka yang timbul dari rasa takut. Dan dalam keadaan seperti itu, amatlah mudah bagi mereka yang hendak membangkitkan rasa tidak puas rakyat itu untuk memberontak.
http://kangzusi.com
Mengapa hal yang jelas dan nyata ini tidak disadari oleh mereka yang berada di atas" Mereka hanya menyalahkan rakyat, tidak pernah meneliti keadaan diri sendiri. Hampir sama dengan seorang ayah yang selalu menyalahkan anak-anaknya,tidak penurut, pemberontak, dan sebagainya.
Padahal, sikap anak-anak seperti itu adalah akibat dari kesalahan Si Ayah sendiri! Kalau ayahnya tidak ada cinta kasih kepada anak-anaknya, kalau sewenang-wenang, kalau
menekan, tentu diam-diam Si Anak tidak taat dan bahkan mungkin sekali membenci. Jangan salahkan anak-641
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
anaknya,kenalilah diri sendiri sehingga kita dapat melihat kekotoran-kekotoran diri sendiri. Kalau diri sendiri sudah bersih, kalau ada cinta kepada anak-anak,tentu anak-anak itu tanpa ditekan tanpa diperintah akan taat dan cinta kepada orang tuanya. Demikian pula, kalau atasan ada cinta kasih kepada bawahan, kalau atasan bersih tindakannya, tentu berwibawa dan bawahan akan selalu mentaati dan
Kemelut Di Majapahit Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menyayanginya, dan bawahan itu akan bersikap demikian bijaksananya pula kepada yang lebih bawah lagi dan
seterusnya sampai kepada petugas-petugas terendah
terhadap rakyat jelata! Ini pasti dan jelas! Jadi, ketertiban tidak dapat diciptakan dengan jalan kekerasan, dengan jalan penekanan dan melalui rasa takut yang ditanamkan di hati rakyat! Ketertiban HARUS dimulai dari diri sendiri lebih dulu karena keadaan di luar itu selalu mencerminkan keadaan di dalam. Kalau di dalam tidak tertib, maka keluarnyapun tentu menimbulkan ketidaktertiban.
Para penonton bersorak sorai menyambut munculnya Sang Adipati Wirorojo yang didampingi Aryo Pranarojo dan para pembesar lainnya. Setelah Sang Adipati duduk,maka majulah barisan panjang terdiri dari kurang lebih tiga puluh orang yang dipimpin oleh seorang ksatria yang muda remaja dan gagah perkasa, yaitu Raden Turonggo sendiri. Juga barisan panjang yang berjalan satu demi satu ini disambut sorak sorai karena mereka itulah adanya calon-calon pengikut sayembara! Raden http://kangzusi.com
Turonggo memimpin barisan aneh yang terdiri dari bermacam-macam orang ini lewat di depan panggung tempat duduk eyangnya untuk memberi hormat, kemudian membawa
mereka langsung ke tengah alun-alun di mana mereka disuruh duduk di atas bangku-bangku yang sudah disediakan. Bangku-bangku ini nampak banyak sekali yang kosong.
Melihat ini Sang Adipati Wirorojo berbisik kepada Aryo Pranarojo yang duduk di sampingnya, "Adimas Aryo, kenapa begitu sedikit yang ikut masuk sayembara" Hanya kurang lebih tiga puluh orang?"
642 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hanya tiga puluh tiga orang, Kakangmas Adipati. Tadinya yang mendaftarkan ada seratus orang lebih, akan tetapi ketika mereka datang dan melihat tiga syarat itu, sebagian besar mundur teratur. Betapa pun juga, nama mereka sudah ada dalam daftar, kalau sewaktu-waktu kita membutuhkan
pasukan, mereka boleh dipanggil.
Agaknya yang tiga puluh tiga orang ini tentu orang-orang yang memiliki kedigdayaan, Kakangmas Adipati, buktinya mereka tidak mundur ketika melihat tiga macam syarat yang amat berat itu."
"Mudah-mudahan begitu, kita benar-benar membutuhkan orang-orang pandai," kata Sang Adipati sambil menarik napas panjang. Semalam dia sudah berunding berdua saja bersama Raden Turonggo cucunya, bahwa apabila mereka berhasil mendapatkan kembali keris pusaka Kolonadah, maka akan mereka ikhtiarkan agar keris itu dapat disimpan oleh seorang di antara isteri-isteri Sang Prabu keturunan Sang Prabu Kertanegara. Dengan demikian diharapkan agar keris pusaka itu kelak dapat menjadi pegangan Raja Mojopahit berdarah Sang Prabu Kertanegara. Akan tetapi hal ini menjadi rahasia mereka berdua saja, bahkan kepada Aryo Pranarojo sekali pun Sang Adipati tidak memberitahukan tentang rahasia itu.
Raden Turonggo nampak sibuk sekali, dibantu oleh belasan orang perwira yang bertubuh tegap-tegap dan gesit-gesit, http://kangzusi.com
tanda bahwa para pembantunya itu pun merupakan orang-orang yang cukup tangkas. Raden Turonggo sendiri biar pun masih belum dewasa benar, namun sudah cukup berwibawa dan dia menjadi incaran dara-dara yang banyak pula berada di situ menjadi penonton. Nama Raden Turonggo dihormati setiap orang dan dikagumi setiap orang dara Lumajang karena pemuda ini selain tampan dan gagah perkasa, juga amat ramah dan baik sikapnya terhadap semua orang,juga sopan dan tidak pernah menggoda wanita.
Pendekar Kidal 1 Pusaka Rimba Hijau Karya Tse Yung Pendekar Pemetik Harpa 24
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama