Kemelut Kerajaan Mancu Seri Huang Ho Sianli 2 Karya Kho Ping Hoo Bagian 2
tidak pernah mendayung perahu, Sian-li, dan berenang pun
aku hanya bisa sedikit sekali, sekedar tidak tenggelam!"
Thian Hwa tersenyum. "Twako, agaknya engkau lupa
bahwa aku dijuluki Huang-ho Sian-li. Aku dibesarkan di Sungai
Kuning (Huang-ho) dan sejak kecil sudah biasa bermain-main
di air yang dalam. Aku dapat mendayung dan jangan
khawatir."
Kong Liang diam saja dan menurut. Dia khawatir kalau dia
membantah, mungkin Thian Hwa akan nekat melanjutkan
perjalanan dengan perahu dan meninggalkannya! Setelah
melakukan perjalanan bersama gadis itu, Bu Kong Liang
merasa bahwa akan berat sekali baginya untuk berpisah dari
gadis itu. Dia mengalam i perasaan yang belum pernah
dirasakan sebelumnya.
Benar saja, kakek pemilik perahu butut itu menyerahkan
perahunya dengan harga murah. Mereka berdua lalu
melanjutkan perjalanan dengan perahu. Perahu itu kecil dan
begitu me langkah ke atas perahu, Kong Liang menjadi agak
cemas karena perahu itu terayun-ayun ke kanan kiri. Perahu
itu biasanya dipergunakan kakek pemiliknya untuk mencari
ikan dengan jalan mengail. Keadaannya sederhana sekali dan
butut. Ada dua buah dayung butut di situ. Ada pula batu besar
yang diikat tali yang dipergunakan untuk menghentikan
perahu, pengganti jangkar, kalau kakek itu ingin berhenti di
suatu tempat di tengah sungai untuk memancing ikan. Tempat
duduk di bagian depan dan belakang, untuk dua orang saja,
hanya terbuat dari papan yang dipasang melintang di atas
perahu. Masih baik bahwa perahu itu dilengkapi atap anyaman
bambu di bagian tengahnya sehingga penumpangnya dapat
berlindung di bawahnya kalau panas amat terik dan kalau
turun hujan. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan petunjuk Thian Hwa, Kong Liang membantu
dengan sebatang dayung, mendayung di bagian belakang
perahu. Thian Hwa mendayung di kepala perahu, sekalian
mengemudikan perahu dengan dayungnya. Saking gembiranya bertemu perahu dan air sungai, Thian Hwa
mendayung dengan kuat sehingga perahu meluncur cepat.
Biarpun dia seorang murid Siauw-lim-pai yang gagah perkasa,
tidak pernah gentar menghadapi lawan yang kuat dan banyak,
namun kali ini Kong Liang mengerutkan alisnya dan
memandang ke air yang agak bergelombang dengan jantung
berdebar. Kalau perahu butut ini terbalik, dia masih
meragukan kemampuannya apakah dia akan dapat berenang
ke tepi menyelamatkan diri dari ancaman maut di dalam air!
Namun melihat betapa tangkasnya Thian Hwa menguasai
perahu dengan dayungnya, lambat laun hati Kong Liang
menjadi tenang. Bahkan dia mulai mempelajari dari gadis itu
cara mendayung yang benar dan cara menguasai dan
mengemudikan perahu itu.
Perahu kini me luncur dengan mulus dan hati Kong Liang
mulai merasa tenang, bahkan mulai timbul kegembiraannya
karena dia mulai merasakan betapa lancar, tidak me lelahkan,
dan amat menyenangkan melakukan perjalanan dengan
perahu. Mereka meluncur terus sampai matahari naik tinggi
dan perahu mereka tiba di daerah yang sunyi dan di kanan
kirinya tumbuh hutan lebat.
Tiba-tiba terdengar bentakan-bentakan dari belakang
mereka. "Minggir! M inggir!"
"Hayo minggir! Apa kalian sudah bosan hidup?"
"Kena ditabrak perahu kami mampus kamu!"
Mendengar bentakan-bentakan ini, Kong Liang dan Thian
Hwa menoleh ke belakang. Kiranya dari belakang datang
meluncur sebuah perahu besar yang dihias indah, diikuti oleh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dua belas buah perahu kecil yang masing-masing ditumpangi
dua orang prajurit Mancu! Di atas perahu besar itu berdiri pula
enam prajurit, masing-masing memegang tombak dan mereka
berdiri menjaga, tiga di kanan dan tiga di kiri perahu.
Thian Hwa tidak ingin mencari keributan. Pula, tidak ada
alasannya untuk bermusuhan dengan para prajurit Mancu itu.
Maka, ia lalu cepat mendayung perahunya ke sisi agar tidak
menghalangi perahu besar dan dua belas perahu kecil yang
mengawalnya itu. Akan tetapi, ketika perahu besar mendekat,
Thian Hwa mendengar tangis wanita. Ia bangkit berdiri untuk
dapat menjenguk ke atas perahu besar yang mewah itu. Dan
setelah ia berdiri, ia melihat ada suami isteri setengah tua
duduk dengan kaki tangan terikat di atas dek, dan muka lakilaki setengah tua itu bengkak-bengkak. Tangis wanita itu
terdengar dari balik perahu yang pintunya tertutup.
Melihat ini, bangkit jiwa kependekaran Si Dewi Huang-ho!
Ia mengambil batu besar pengganti jangkar, lalu menurunkannya ke dalam air. Perahu segera berhenti, tidak
hanyut terbawa air karena tertahan tali yang diikatkan pada
batu besar yang kini sudah tiba di dasar sungai.
"Hai, mengapa berlabuh di s ini, Sian-li?"
"Tenanglah, Twako. Engkau tunggu saja di sini, aku harus
tolong mereka yang agaknya ditangkap di perahu itu," kata
Thian Hwa sambil sibuk mematahkan papan tempat duduk
perahu itu, lalu cepat mengikatkan dua batang papan itu di
bawah telapak kakinya yang bersepatu kulit. Karena tidak tahu
apa artinya semua itu, Kong Liang hanya memandang dengan
heran. Setelah papan yang dipergunakan sebagai terompah
peluncur itu terikat kuat-kuat di bawah sepatunya, T hian Hwa
mengambil pedang dari buntalan pakaian dan menyelipkannya
di bawah jubahnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tunggu saja di sini, Bu Twako!" kata Thian Hwa dan ia
langsung melompat keluar dari perahu.
Kong Liang terbelalak memandang tubuh gadis itu yang
berdiri tegak di atas air, kemudian gadis itu menggerakkan
dayung yang dibawanya dan tubuhnya meluncur ke
permukaan air, mengejar perahu-perahu itu! Hampir dia tidak
percaya kepada penglihatannya sendiri. Benarkah gadis itu
meluncur di atas air seperti seekor angsa saja" Akan tetapi
Kong Liang kini merasa khawatir akan keselamatan gadis itu.
Dia tadi melihat bahwa perahu besar itu terjaga enam orang
prajurit sedangkan yang mengawalnya ada dua losin orang
prajurit. Bagaimana mungkin Huang-ho Sian-li yang seorang
diri, hanya menggunakan sepasang papan untuk dapat
mengapung di atas air, akan mampu menandingi mereka yang
berada di perahu-perahu itu" Tanpa ragu lagi, Bu Kong Liang
menarik batu penahan perahu itu ke atas, kemudian dia
mendayung perahu itu melakukan pengejaran.
Thian Hwa bersilancar dengan cepat sekali sehingga
sebentar saja ia sudah dapat menyusul perahu-perahu itu.
Dua losin prajurit dalam selosin perahu yang mengawal di
belakang perahu besar memandang heran melihat seorang
gadis cantik seolah berdiri di atas air dan meluncur dengan
cepatnya sambil mendorong air dengan sebatang dayung!
Mereka belum pernah menyaksikan hal seperti itu, maka
mereka terheran-heran dan menjadi kurang waspada sehingga
mereka diam saja tidak mencoba menghalangi, mungkin
karena selain kagum dan heran mereka juga sama sekali tidak
menduga bahwa gadis itu akan menghampiri perahu besar.
Baru setelah tubuh Thian Hwa melompat ke atas perahu
besar, dua losin prajurit pengawal itu menjadi gempar dan
mereka mendekatkan perahu kecil mereka mengepung perahu
besar. Begitu me lompat ke atas perahu dan tiba di dek, Thian
Hwa cepat melepaskan kakinya dari ikatan pada dua buah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
papan. Enam orang pengawal yang tadi berdiri di atas kanan
kiri perahu, kini lari menghampiri dan mengepung T hian Hwa.
Akan tetapi karena gadis itu tidak me lakukan gerakan
menyerang, maka mereka pun hanya mengepung saja. Tibatiba pintu bilik perahu besar itu terbuka dan muncul dua orang
laki-laki. Dari pintu yang terbuka Thian Hwa dapat melihat
seorang gadis berusia sekitar enam belas tahun sedang
menangis di sudut ruangan itu. Ia lalu mencurahkan
perhatiannya kepada dua orang yang muncul itu.
Yang seorang adalah seorang laki-laki berusia sekitar
empat puluh lima tahun, mukanya gemuk perutnya besar
sekali. Mukanya bulat kekanak-kanakan, hidung pesek mata
sipit sehingga mukanya seperti muka babi. Akan tetapi
pakaiannya mewah sekali, tanda bahwa dia adalah seorang
pembesar. Yang muncul bersama dia adalah seorang laki-laki
tinggi besar, mukanya brewok sehingga tampak bengis dan
tangannya memegang senjata Long-ge-pang (Toya Bergigi
Srigala). Begitu membuka pintu, pembesar gendut itu berseru,
suaranya terdengar marah.
"Heii... ada apa ini ribut-ribut menggangguku saja...." Akan
tetapi kata-katanya terhenti dan matanya yang sipit dilebarlebarkan agaknya agar dapat melihat lebih jelas gadis cantik
jelita yang berdiri di perahunya, dikepung enam orang prajurit
pengawal. "Ehh... Nona cantik seperti bidadari... siapakah
engkau dan apa yang dapat kubantu untukmu, Nona manis?"
Mendengar ucapan dan melihat sikap ceriwis ini sudah
cukup membuat Thian Hwa marah dan ingin ia menampar Si
Muka Babi itu. Akan tetap ia menahan sabar dan sambil
memandang kepada laki-laki dan perempuan setengah tua
yang terikat kaki tangannya, yang laki-laki bengkak-bengkak
mukanya dan menunduk lemas sedangkan yang perempuan
sesenggukan menangis tanpa berani mengeluarkan suara, lalu
ia memandang ke dalam kamar di mana gadis remaja itu
duduk menangis di sudut bilik, lalu ia bertanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak penting aku siapa, aku hanya ingin tahu mengapa
dua orang ini diikat di sini, dan mengapa pula gadis itu
menangis di dalam bilik?"
"Ha-ha-ha, jangan salah sangka, Nona manis. Mari kenallah
dulu siapa aku. Aku adalah Jaksa Bong Sun Kok yang bertugas
di T hian-cin. Suami isteri ini adalah pemberontak-pemberontak
yang seharusnya kujatuhi hukuman mati. Akan tetapi karena
aku seorang yang baik hati, aku hendak membawa mereka ke
kota raja berikut anak perempuan mereka. Aku percaya
Pangeran Leng Kok Cun akan suka memaafkan mereka dan
mengambil mereka berikut anak perempuan mereka menjadi
pelayannya."
Thian Hwa mengerutkan alisnya dan kini ia pun mengenal
laki-laki berpakaian sebagai perwira yang bertubuh tinggi
besar dan memegang senjata Long-ge-pang itu. Ia tidak
mengenal namanya, akan tetapi ia ingat bahwa orang itu
adalah seorang di antara Kam-keng Chit-sian (T ujuh Dewa
dari Kam-keng) yang dulu menjadi pengawal Pangeran Cu
Kiong! Empat orang di antara mereka yang berjumlah tujuh itu
dapat roboh tewas di tangan ia dan Ui Yan Bun, sedangkan
yang tiga orang, termasuk orang ini, dapat melarikan diri.
Jilid III DENGAN sinar mata tajam menusuk, Thian Hwa berkata,
suaranya lantang dan ketus. "Aku tahu sekarang, engkau
adalah manusia rendah yang bertindak sewenang-wenang
terhadap orang-orang sederhana ini dengan tuduhan
memberontak karena engkau hendak menyenangkan hari
Pangeran Leng dengan menyerahkan gadis itu kepadanya!
Orang macam engkau yang menjilat kepada orang atasan
patut untuk diberi hajaran!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendengar ini, Bong Su Kok terbelalak, marah bukan main.
Belum pernah sejak dia memegang . jabatannya ada orang,
apalagi seorang wanita muda, berani mengeluarkan ucapan
yang demikian menghina kepadanya.
"Tangkap perempuan kurang ajar ini!" bentaknya.
Begitu mendengar suara Thian Hwa dan melihat sikap yang
galak, perwira tinggi besar bermuka brewok itu teringat bahwa
gadis itu adalah gadis lihai yang pernah mengamuk di istana
Pangeran Cu Kiong dan yang bersama seorang pemuda telah
membunuh empat orang rekannya. Orang ini bernama Ciang
Sun, orang pertama dari Kam-keng Chit-sian yang kini
mengambil jalan sendiri-sendiri dengan dua orang rekannya
yang masih hidup. Setelah melarikan diri dari istana Pangeran
Cu Kiong karena gagal me lawan Thian hwa dan UI Yan Bun,
Clang Sun pergi ke Thian-cln dan dia kini menjadi pengawal
pribadi dari jaksa Bong Sun Kok. Dia merasa lebih cocok
bekerja pada. seorang pembesar yang berasal dari bangsa
Pribumi Han, bukan bangsa Man-cu. Sungguh sama sekali
tidak disangkanya bahya pada hari itu dia bertemu lagi dengan
Thian Hwa. T entu saja dia sudah merasa jerih karena maklum
akan kelihaian gadis itu, maka dia segera berteriak memberi
aba-aba kepada anak buahnya, baik enam orang perajurit
pengawal yang berada di atas perahu maupun dua losin
perajurit pengawal yang berada di perahu-perahu kecil untuk
mengeroyok Thian Hwa. Ciang Sun ini sete lah diterima
menjadi pengawal pribadi Bong Taijin (Pembesar Bong),
segera diberi pangkat perwira yang menjadi komandan dari
pasukan pengawal pembesar itu. Setelah menjadi kaki tangan
penjajah Mancu, Bong Sun Kok merasa bahwa para pendekar
patriot pasti membenci dirinya, maka dia mempunyai pasukan
pengawal yang tidak kurang dari lima puluh orang jumlahnya,
mengalahkan jumlah, pengawai para pembesar atasannya!
Begitu mendengar perintah Bong taijin tadi, para pengawal
sudah siap siaga. Kini mendengar aba-aba dari komandan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mereka Ciang Sun, enam orang pengawal yang berada di atas
perahu segera menggerakkan tombak di tangan mereka untuk
menyerang Thian Hwa. Akan tetapi Thian Hwa yang sudah
siap sejak tadi, begitu menggeraikan tangan, tampak sinarsinar putih menyambar-nyambar dan enam orang perajurit
Kemelut Kerajaan Mancu Seri Huang Ho Sianli 2 Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pengawal itu berteriak dan terjengkang jatuh semua! Mereka
telah menjadi korban senjata rahasia Pek-hwa-ciam (Jarum
Bunga Putih) yang amat dahsyat dari gadis itu. Tentu saja
Bong T aijin dan juga Perwira Ciang Sun terkejut bukan main.
Bong Taijin sudah cepat berlari memasuki pintu bilik yang
segera ditutup dan dipalang dari dalam, lalu dia naik ke atas
dipan rebah meringkuk dengan tubuh menggigil seperti orang
terserang demam!
Ciang Sun terkejut dan gentar menghadapi gadis yang
sekali menggunakan senjata rahasia telah dapat merobohkan
enam orang anak buahnya itu. Dia lalu nekat, menggerakkan
senjata Long-ge-pang itu menyerang sambil mengerahkan
seluruh tenaganya. Toya Gigi Srigala itu menyeramkan, selain
berat juga terbuat dari baja dan di ujungnya menyerupai gigi
dan taring srigala. Ketika menyambar, terdengar bunyi
mengiuk. Namun, kurang lebih dua tahun yang lalu saja Ciang
Sun ini tidak mampu menandingi T hian Hwa. Apalagi sekarang
setelah gadis itu memperdaiam ilmunya di bawah gemblengan
Thian Bong Sianjin. Dengan mudah ia mengelak dari
sambaran toya dan balas menyerang dengan tamparan dan
tendangan. Karena yakin bahwa ia tidak perlu menggunakan
pedang untuk mengalahkan musuh lama ini, Thian Hwa
menghadapi senjata lawan itu dengan tangan kosong saja!
Sementara itu, dua belas buah perahu kecil yang
ditumpangi dua puluh empat orang perajurit pengawal itu kini
menempel pada perahu besar dan perahu-perahu kecil yang
masing-masing ditumpangi dua orang itu mulai sibuk. Dari
setiap perahu kecil dilemparkan tali berujung kaitan ke pinggir
perahu besar dan mereka sudah mulai merayap melalui tali
untuk naik ke perahu besar mengeroyok Thian Hwa.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Akan tetapi tiba-tiba meluncur sebuah perahu kecil lain dan
perahu ini ditumpangi Bu Kong Liang. Mulailah dia melompat
dari perahunya ke atas perahu kecil terdekat dan begitu kaki
tangannya bergerak, dua orang penumpang perahu itu
terpelanting dan terlempar ke dalam air! Sebelas perahu lain
segera mengalihkan perhatian mereka. Mereka mencoba
untuk mengepung Bu Kong Liang yang berada di perahu kecil
setelah dua orang perajurit penumpangnya terlempar ke
dalam air. Begitu dikepung sebelas buah perahu dengan dua puluh
dua orang perajurit, Kong Liang menjadi repot juga. Dia bzrdiri di atas perahu, yang terayun-ayun ketika dia bergebrak
menyambut pengeroyokan banyak perajurit
itu. Dia mengeluarkan senjatanya sepasang tombak pendek bercabang dan berloncatan dari perahu ke perahu lain. Begitu
tubuhnya melayang dan menerjang, dua orang perajurit di
atas perahu mereka pasti terjungkal ke dalam air. Kalau saja
pengeroyokan itu dilakukan di atas daratan, kiranya dua losin
perajurit itu akan dapat dia robohkan dalam waktu yang tidak
terlalu lama. Akan tetapi gerakan Kong Liang kurang mantap,
bahkan terkadang dia harus mengatur keseimbangan
tubuhnya agar tidak sampai terguling dan jatuh ke air!
Sementara itu, Ciang Sun yang mengamuk dengan senjata
Long-ge-pang dan menghujani Thian Hwa dengan serangan
kilat, menjadi pening karena tiba-tiba gadis yang diserangnya
itu berkelebatan seperti telah berubah menjadi bayangbayang. Ke mana pun senjatanya menyambar, selalu
mengenai tempat kosong dan dia dapat menghindarkan
serangan balasan berupa tamparan atau tendangan hanya
mengandalkan perasaannya saja. Serangan gadis itu tentu
mendatangkan hawa pukulan yang dahsyat sehingga dia
dapat mengetahui dan cepat melompat menghindar atau
menggerakkan senjatanya untuk melindungi dirinya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bagaimanapun juga, tingkat kepandaian Thian Hwa jauh
lebih tinggi daripada tingkat Perwira Ciang itu, maka setelah
lewat belasan jurus, sebuah tendangan gadis itu tak sempat
dihindarkan Ciang Sun.
"Wuut... desss....!!" Tubuh Ciang Sun terlempar keluar
perahu dan jatuh tercebur ke sungai. Air muncrat tinggi dan
Thian hwa tidak mempedulikan lagi lawan yang sudah
dikalahkannya. Ia cepat menghampiri pintu dan menendang
daun pintu, "Braakkk....!"
Daun pintu bilik perahu itu Jebol dan ketika ia melompatmasuk, ia melihat gadis tadi masih bersimpuh di sudut kamar
sambil menutupi mukanya dengan kedua: tangan dan
menangis. Adapun Jaksa Bong Sun Kok yang gendut itu
meringkuk di atas dipan nenarik kedua lutut ke perut sehingga
dia tampak seperti seekor babi kekenyangan mendekam
bermalas-malasan! Thian Hwa me lihat sebatang pedang
tergantung di dinding. Tentu pedang tanda kebesaran atau
pelengkap tanda pangkat Jaksa. Bong. Ia cepat mencabut
pedang. Itu dan sekali tangan kirinya bergerak, sebatang
Jarum bunga putih me luncur dan menancap di pinggul yang
besar itu. "Adauuww..!" Jaksa Bong menjerit dan tubuhnya terlompat
ke atas lalu merosot keluar dari dipan, jatuh berdebuk di atas
lantai bilik perahu, kedua tangan meraba pinggul yang terkena
serangan Pek-hwa-ciam, akan tetapi melihat gadis itu sudah
berdiri di situ, dia berlutut menangis sambil membenturbenturkan dahinya ke atas lantai seperti sedang memberi
hormat kepada kaisar!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Manusia hina yang rendah budi! Sepatutnya engkau
mampu!" setelah membentak begitu, tangan kanan Thian Hwa
bergerak, pedang itu berkelebat dan Jaksa Bong menjerit-jerit
sambil kedua tangannya sibuk meraba ke hidung,
kedua telinganya dan
pinggulnya karena di
empat tempat itu terasa nyeri bukan
main. Hidungnya telah terbabat putus,
demikian pula kedua
daun telinganya. Darah membasahi muka dan lehernya
dan akhirnya dia bergulingan sambil menangis! Thian Hwa menghampiri gadis yang menangis itu.
"Adik, bangkitlah. Engkau dan Ayah Ibumu harus cepat pergi
dari Sini!"
Gadis itu melepaskan kedua tangan dari mukanya,
terbelalak ngeri melihat Jaksa Gong mandi darah dan
bergulingan menguik-nguik seperti babi, dan dengan kedua
kaki gemetar ia bangkit dan mengikuti Thian Hwa keluar dari
bilik perahu. Cepat Thian Hwa memutuskan tali pengikat kaki
tangan suami isteri setengah tua itu. Gadis itu kini
berangkulan dengan ibunya sambil menangis. Thian Hwa lalu
melompat lagi ke dalam bilik dan setelah menggeledah
sebentar, ia menemukan sebuah peti kecil berisi potongan
emas yang tidak kurang dari lima tail beratnya. Ia lalu keluar
lagi dan menyerahkan emas itu kepada ayah gadis itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Paman, cepat engkau ajak isteri dan Anakmu pergi dari
sini. Ini uang untuk bekal. Cari tempat lain, jangan tinggal,
lagi di tempatmu yang lama. pergi jauh-jauh ke dusun. Akan
kucarikan perahu untuk kalian!"
Thian Hwa melihat betapa Bu Kong Liang masih dikeroyok
pada perajurit. Ia melihat sebuah perahu kecil milik para
perajurit yang telah kosong, tentu dua orang perajuritnya
telah dirobohkan Kong Liang. Perahu itu masih terkait pada
perahu besar. "Mari kubawa kalian ke perahu!" kata
Thian Hwa dan cepat ia menyambar tubuh tiga orang itu
satu demi satu, dibawanya melompat ke perahu kecil. Setelah
itu, ia melepaskan kaitannya dan menyuruh anak gadis itu
mendayung perahu, pergi dari situ. Ayah, ibu dan. anak Itu
terkait di atas perahu kecil menghadap ke arah Thian Hwa
yang masih berada di perahu besar, mengucapkan terima
kasih "Cepat pergi....!" Seru Thian Hwa dan ia melihat betapa
sebuah perahu dengan dua orang perajurit me luncur
menghampiri perahu yang ditumpangi tiga orang itu. Dengan
cepat ia menyambiikan dua batang Pek-hwa-ciam dan dua
orang perajurit. itu mengaduh, tubuh mereka terguling keluar
dari dalam perahu
Thian Hwa melihat betapa ayah gadis itu sudah mendayung
perahunya menjauh. Maka ia segera memperhatikan keadaan
Konjg Liang. Kini tinggal lima buah perahu yang mengepung
Kong Liang. Sepuluh orang perajurit itu kini menggunakan
anak panah untuk menyerang Kong Liang. Karena musuh
menggunakan anak panah menyerang dari jarak jauh tentu
saja Kong Liang tidak dapat menyerang mereka. Dia hanya
dapat memutar senjatanya untuk menangkis semua anak
panah. Akan tetapi tiba-tiba ada dua orang perajurit yang
muncul dari dalam air dekat perahu di mana Kong Liang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berdiri. Dua orang itu menyelam dan menggulingkan perahu
dari bawah. Menghadapi serangan licik ini, tentu saja Kong Liang tidak
berdaya mempertahankan diri, dengan tergulingnya perahu,
otomatis tubuh Kong Liang juga terpelanting dan dia jatuh ke
dalam air sungai!
Melihat pemuda itu terjatuh ke air, sepuluh orang prajurit
dalam lima buah perahu itu lalu mendekatkan perahu mereka
dan anak panah mereka kini diarahkan kepada pemuda yang
bergerak-gerak dengan kaku dalam air agar tidak tenggelam!
Melihat ini, Thian Hwa cepat melompat dari atas perahu
besar dan bagaikan seekor ikan ia berenang ke arah tempat
dikurungnya Kong Liang. Setelah ia tiba dekat, ia melihat Kong
Liang dengan gerakan kaku karena harus menjaga agar
tubuhnya tidak tenggelam, memutar siang-kek (sepasang
tombak pendek bercabang) untuk melindungi tubuhnya dari
sambaran anak panah. Akan tetapi karena gerakannya tidak
leluasa, maka sebatang anak panah menancap di belakang
pundak kirinya dan Kong Liang gelagapan!
Thian Hwa yang sudah tiba di situ, menggerakkan kedua
tangannya. Jarum-jarum bunga putih me luncur menjadi sinar
putih dan dua orang prajurit yang berhasil memanah Kong
Liang, berteriak dan terjungkal ke air. Thian Hwa yang dapat
bergerak seperti ikan, melompat ke perahu kosong itu dan
dari situ, ia menyebar jarum-jarumnya. Beberapa orang
prajurit terkena sambaran jarum dan terpelanting ke air.
Tinggal empat orang lagi dalam dua buah perahu. Mereka
agaknya gentar menghadapi kehebatan sepak terjang Thian
Hwa, maka mereka berusaha untuk lari dengan mendayung
perahu mereka. Akan tetapi, Thian Hwa mendayung perahu
demikian cepatnya sehingga sebentar saja dara perkasa ini
dapat menyusul mereka. Kini pedang Thian Hwa bergerak
empat kali dan empat orang itu pun roboh keluar dari perahu,
tubuh mereka terbawa hanyut arus air!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Thian Hwa menoleh dan melihat Bu Kong Liang gelagapan,
agaknya sukar baginya yang sudah terluka itu untuk
mempertahankan diri agar tidak tenggelam. Thian Hwa
melompat dan terjun ke air, lalu berenang secepatnya
menghampiri Kong Liang. Ketika ia dapat memegang tangan
pemuda itu, Kong Liang terkulai pingsan! Dengan
mencengkeram leher baju pemuda itu dan menariknya ke atas
dan menelentangkannya sehingga muka Kong Liang tidak
terbenam air, Thian Hwa berenang dan menyeret tubuh
pemuda itu menuju ke perahu mereka. Baiknya tadi sebelum
melakukan serangan terhadap para prajurit di perahu-perahu
kecil, Kong Liang sudah melepas jangkar batu sehingga
perahu kecil mereka tidak hanyut terbawa air sungai.
Thian Hwa mengangkat tubuh Kong
Liang dan merebahkannya dalam perahu, kemudian ia menarik jangkar
batu dan cepat mendayung perahu pergi dari s itu. Ada bahaya
datangnya bala bantuan pasukan, maka T hian Hwa lalu cepat
mendayung perahunya dan setelah melihat bagian yang sunyi
dan di tepi sebelah selatan terdapat hutan yang lebat, ia lalu
mendayung perahu ke tepi.
Setelah perahu menepi dan talinya ia ikatkan pada batang
pohon, Thian Hwa lalu memondong tubuh Kong Liang,
membawanya masuk hutan dan merebahkannya di atas
rumput. Kemudian ia memeriksa tubuh pemuda itu. Anak
panah itu menancap, untungnya tidak terlalu dalam di
belakang pundak kiri. Ia harus berhati-hati mencabut anak
panah agar ujung anak panah jangan sampai patah dan
tertinggal dalam daging. Dengan pengerahan sin-kang, ia
berhasil mencabut anak panah. Ia merasa lega melihat bahwa
ujung anak panah itu tidak mengandung racun. Cepat
ditotoknya jalan darah di sekitar luka agar jangan terlalu
Kemelut Kerajaan Mancu Seri Huang Ho Sianli 2 Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
banyak darah keluar.
Kong Liang mengeluh lalu membuka matanya. Ia seperti
bingung dan nanar, akan tetapi ketika mengenal muka Thian
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hwa, dia bernapas lega dan menggerakkan tubuhnya untuk
bangkit duduk. "Jangan banyak bergerak dulu, Twako. Engkau terluka,"
kata Thian Hwa yang membantunya bangkit duduk.
Kong Liang mengumpulkan ingatannya. Dia memandang ke
kanan kiri, lalu kepada pakaian dan rambut Thian Hwa yang
basah, juga kepada celananya sendiri yang basah dan bajunya
yang sudah ditanggalkan dari badannya, juga anak panah
yang terletak di atas tanah.
"Ah, aku tadi terkena anak panah dan nyawaku terancam.
Hemm, pasti engkau yang telah menyelamatkan nyawaku,
Sian-Ii. Aku me lihat engkau meluncur di atas permukaan air!
Bukan main! Kiranya engkau memang pantas dijuluki Huangho Sian-li. Aku berhutang nyawa kepadamu, Sian-li!"
"Aih, sudahlah, jangan banyak bicara dulu, Twako. Aku
harus mengobati lukamu." Gadis itu lalu mengambil
bungkusan obat dari buntalan pakaiannya. Buntalan itu berisi
bubuk putih. Dari gurunya, Thian Hwa memang dibekali
beberapa macam obat untuk luka dan gadis ini sudah
mempelajari bagaimana mengobati luka-luka, bahkan yang
mengandung racun sekalipun! Sedikit bubuk putih ia taburkan
ke dalam luka anak panah itu, lalu ia mengambilkan pengganti
baju dan membantu pemuda itu mengenakan bajunya.
"Sekarang, paling penting adalah mengganti pakaian kita
yang basah, Twako, agar kita tidak terserang penyakit."
Gadis itu mengambilkan pakaian dalam dan celana untuk
Kong Liang, kemudian ia sendiri mengambil seperangkat
pakaian dan mengganti pakaiannya yang basah sambil
bersembunyi di balik semak belukar.
Setelah selesai berpakaian dan Kong Liang merasa betapa
luka di belakang pundaknya tidak nyeri lagi, mereka duduk
bercakap-cakap di bawah pohon besar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bu-twako, mengapa engkau tadi membantu aku sehingga
membahayakan dirimu sendiri?"
"Aih, Sian-li. Melihat betapa jumlah prajurit demikian
banyaknya, mana mungkin aku membiarkan engkau
menghadapi mereka seorang diri" Bahaya yang menimpaku
tadi adalah karena kesalahanku sendiri. Aku tidak mahir
bermain di air, maka aku sampai terkena anak panah. Apakah
yang terjadi di perahu besar itu, Sian-li?"
"Melihat suami isteri setengah tua yang terikat di perahu
besar dan mendengar suara tangis wanita, aku menjadi
curiga, dan setelah aku melompat ke perahu besar, ternyata
suami isteri setengah tua itu difitnah sebagai pemberontak
dan anak gadis mereka ditawan. Kata Pembesar Bong itu,
orang tua dan gadis itu akan diserahkan kepada Pangeran
Leng di kota raja! Aku membebaskan mereka, menyuruh
mereka naik perahu dan me larikan diri, dan aku memberi
hajaran keras kepada Jaksa Bong itu. Seorang pribumi Han
yang diangkat menjadi pembesar oleh Kerajaan Mancu malah
bertindak jahat terhadap bangsa sendiri! Menyebalkan!"
"Memang demikianlah, Sian-li. Kedudukan mendatangkan
kekuasaan yang membuat manusia menjadi lalim, suka
bertindak sewenang-wenang mengandalkan kekuasaannya."
"Akan tetapi tidak semuanya begitu, Twako!"
"Tentu saja, tentu ada pengecualian. Ada juga pembesar
yang bijaksana, jujur, setia, tidak suka korupsi, tidak suka
menindas bawahan menjilat atasan. Akan tetapi beberapa
gelintir yang seperti itu" Sebagian besar ya seperti jaksa
itulah, tidak peduli bangsa apa orangnya! Akan tetapi
sekelebatan aku tadi me lihat engkau melawan seorang yang
bersenjata Long-ge-pang, dan agaknya dia lihai juga. Aku tadi
khawatir me lihat engkau dikeroyok dan melawan laki-laki
tinggi besar bersenjata Long-ge-pang itu."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dia adalah seorang di antara Kam-keng Chit-sian yang
dulu menjadi pengawal dari Pangeran Cu Kiong di kota raja."
"Wah, Sian-li, sungguh engkau membuat aku semakin
kagum dan heran. Sama sekali tidak kusangka, engkau
ternyata memiliki kepandaian yang luar biasa di dalam air dan
engkau mengenal pula, bahkan pernah bertanding melawan
jagoan-jagoan yang menjadi pengawal para pangeran di kota
raja! Sian-li, agaknya engkau tidak asing dengan keadaan di
kota raja!"
Thian Hwa memandang wajah pemuda itu dengan sinar
mata tajam penuh selidik, lalu ia bertanya, "Bu-twako, setelah
beberapa kali engkau bentrok dengan pasukan Mancu,
katakanlah terus terang, apakah engkau membenci orangorang Mancu seperti Ang-mo Niocu?"
Pemuda itu menggelengkan kepala dengan pasti. "Tidak,
Sian-li. Aku hanya membenci orang yang jahat dan akan
membela yang benar tidak peduli bangsa apa dan apa pula
kedudukannya."
Thian Hwa senang mendengar ini, akan tetapi ia masih
memancing, "Akan tetapi, bukankah engkau seorang pribumi
Han dan menentang penjajahan Mancu?"
Kong Liang menghela napas. "Perjuangan untuk itu sudah
banyak dilakukan dan sia-sia saja hasilnya, bahkan
mengorbankan banyak jiwa. Kalau kelak ada gerakan besarbesaran yang menggerakkan rakyat untuk menentang
penjajah, aku pasti akan membantu mereka. Akan tetapi
untuk saat ini, aku akan bertindak seperti para pendekar
Siauw-lim-pai pada umumnya, yaitu membela kebenaran dan
keadilan, demi melindungi rakyat kecil yang hidup sengsara
dan tertindas. Biarpun dia seorang pembesar Mancu, kalau dia
bijaksana dan baik terhadap rakyat, aku pasti akan
membelanya."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Thian Hwa merasa senang. Pemuda ini ketika menghadapi
gerombolan yang mengaku sebagai pejuang yang menentang
Pemerintah Penjajah Mancu, langsung membasminya. Kini,
berhadapan dengan pasukan yang mengawal pembesar yang
bertindak sewenang-wenang, juga membantunya untuk
membasmi pasukan pengawal itu. Kong Liang telah
membuktikan bahwa dia tidak menentang Pemerintah Mancu
karena merasa belum saatnya, juga dia bukan seorang yang
mengabdi kepada Kerajaan Goan lalu bertindak sewenangwenang terhadap bangsa sendiri seperti yang dilakukan oleh
Jaksa Bong. Maka ia tahu bahwa Kong Liang dapat dipercaya
dan sudah saatnya ia menceritakan dirinya. Ia perlu
mendapatkan seorang sahabat yang dapat dipercaya untuk
diajak bertukar pikiran.
"Twako Bu Kong Liang, aku memang pernah ke kota raja
dan terlibat dalam urusan dengan beberapa pangeran dan
sempat bertanding dengan para pengawal mereka, seperti
Hui-eng-to Phang Houw dan Liong-bu-pangcu Louw Cin yang
dulu memimpin pasukan menyerangmu, dan juga seorang dari
Kam-keng Chit-sian pengawal yang bersenjata Long-ge-pang
di atas perahu besar itu. Karena aku percaya padamu, akan
kuceritakan riwayatku dengan syarat bahwa engkau tidak
akan menceritakan kepada siapapun juga. Kepada orang lain
aku hanya ingin dikenal dengan sebutan Huang-ho Sian-li
saja. Maukah engkau berjanji, Twako?"
Kong Liang memandang wajah gadis itu dengan sikap
serius dan suaranya juga tegas. "Tentu saja, Sian-li. Aku
berjanji tidak akan menceritakan tentang dirimu kepada
siapapun juga!"
"Baiklah, Twako, dan terima kasih. Akan kuceritakan
dengan singkat saja. Sesungguhnya, aku tidak pernah
mengenal orang tuaku, karena ketika masih bayi aku
ditemukan dan diselamatkan oleh Suhu Thian Bong Sianjin,
hanyut dibawa arus air Huang-ho (Sungai Kuning). Aku
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
diambil murid dan diaku sebagai cucu angkatnya. Setelah aku
dewasa dan mendengar keterangan Suhu, aku lalu pergi
mencari keterangan tentang orang tuaku. Suhu pernah
bermimpi bertemu seorang wanita berpakaian bangsawan
yang menitipkan anaknya kepadanya. Karena itu, aku pergi ke
kota raja untuk mencari keterangan tentang ayah bundaku,
karena kami menduga bahwa ibuku adalah seorang wanita
bangsawan."
Thian Hwa lalu menceritakan pengalamannya ketika ia
terlibat dalam urusan Pangeran Leng Kok Cun yang
mengumpulkan orang-orang sakti dengan maksud merampas
tahta kerajaan. Ketika ia dikeroyok para jagoan pembantu
Pangeran Leng, ia lari dan ditolong oleh Pangeran Cu Kiong,
dan di gedung Pangeran Cu Kiong ini ia bertemu dengan
kakeknya, yaitu ayah kandung ibunya.
"Ah, maksudmu Kakek Cui Sam dari dusun Kia-jung itu?"
"Benar, Twako. Ketika aku bercerita tentang keinginanku,
mencari orang tuaku kepada Pangeran Cu Kiong yang
menolongku, Kong-kong (Kakek) Cui Sam mendengarkan. Dia
ketika itu bekerja sebagai pelayan kepada Pangeran Cu
Kiong." Thian Hwa me lanjutkan ceritanya. Ia tidak menceritakan
hubungan batin yang timbul antara ia dan Pangeran Cu Kiong.
Ia hanya menceritakan betapa Pangeran Cu Kiong hendak
memperalatnya untuk membantunya dalam perebutan
kekuasaan, maka ia lalu meninggalkannya. Pangeran Cu lalu
mengerahkan tujuh orang pengawalnya, yaitu Kam-keng Chitsian untuk menangkapnya. Ia melawan mati-matian dan
dalam keadaan terkepung dan terancam bahaya, muncul Ui
Yan Bun membantunya.
"Siapakah Ui Yan Bun itu, Sian-li?"
"Dia adalah seorang sahabatku, boleh juga dianggap
suhengku (Kakak Seperguruanku) karena dia pernah diberi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pelajaran silat oleh Kong-kong atau Suhu Thian Bong Sianjin.
Nah, berdua kami dapat membunuh empat dari ketujuh orang
jagoan itu. Orang bersenjata Long-ge-pang di perahu itu
adalah seorang di antara mereka yang lolos, yaitu ada tiga
orang." Thian Hwa lalu melanjutkan ceritanya betapa sebelum
pertempurannya melawan para pengawal Pangeran Cu Kiong,
ia dapat mendengar dari Kakek Cui Sam tentang ayah ibunya.
"Wah, beruntung sekali engkau, Sian-li. Jadi engkau dapat
berjumpa dengan orang tuamu?"
Thian Hwa menghela napas. "Dari Cui Kong-kong (Kakek
Cui) aku mendengar akan riwayat yang menyedihkan dari ibu
kandungku. Ketika dulu, Kakek Cui bekerja sebagai kepala
pelayan pada keluarga Pangeran Tua Ciu di kota raja. Dia
sudah menduda dan dia membawa anaknya perempuan yang
belum dewasa. Kemudian anak perempuannya yang bernama
Cui Eng juga bekerja di situ sebagai pelayan. Setelah Cui Eng
dewasa, ia saling jatuh cinta dengan Pangeran Ciu Wan Kong,
putera dari Pangeran T ua Ciu. Akan tetapi orang tua Pangeran
Ciu Wan Kong, terutama ibunya, tidak menyetujui kalau
puteranya mengambil seorang pelayan sebagai selir, apalagi
sebagai isterinya. Akan tetapi... pada waktu itu, Cui Eng sudah
mengandung sebagai hasil hubungannya dengan Pangeran Ciu
Wan Kong." Thian Hwa berhenti dan menatap wajah pemuda
itu. Akan tetapi Kong Liang tidak memperlihatkan perasaan
apa pun pada wajahnya, dia tetap tenang mendengarkan.
"Ketika mendengar bahwa Cui Eng sudah mengandung, ibu
dari Pangeran Ciu Wan Kong memutuskan bahwa kalau Cui
Eng melahirkan seorang anak laki-laki, ia akan diterima
menjadi selir Pangeran Ciu Wan Kong, akan tetapi kalau yang
terlahir anak perempuan, ia akan diusir dari gedung Pangeran
Ciu. T ernyata Cui Eng melahirkan seorang anak perempuan. Ia
diusir dari gedung itu dan dibawa ayahnya keluar dari kota
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
raja. Akan tetapi ketika mereka menggunakan perahu berlayar
di Sungai Kuning, perahu itu diserang badai dan tenggelam!"
Melihat Thian Hwa menghentikan ceritanya dan tampak
terharu dan berduka, Kong Liang berkata. "Ah, kejadian
seperti itu sudah sering kudengar, terjadi sejak jaman dahulu.
Kaum bangsawan suka sewenang-wenang menyia-ny iakan
selirnya, dan mereka pada umumnya tidak suka kalau
mempunyai keturunan wanita. Sungguh tidak adil! Sian-li, aku
dapat menduga sekarang. Tentu engkaulah anak itu, dan
ternyata engkau diselamatkan Locianpwe (Orang Tua Gagah)
Thian Bong Sianjin. Juga Kakekmu, Cui Sam, ternyata juga
telah dapat menyelamatkan diri dan masih hidup sampai
sekarang. Akan tetapi, apa yang terjadi dengan ibumu yang
bernama Cui Eng itu?"
Thian Hwa menggelengkan kepalanya dan menarik napas
panjang. "Tidak ada kabar ceritanya lagi tentang ibuku. Cui Kongkong juga tidak tahu dan hanya mengira bahwa ibuku tentu
telah tewas, tenggelam dalam Sungai Huang-ho. Ketika Suhu
Thian Bong Sianjin menemukan aku, dia memberi nama Thian
Hwa kepadaku, menggunakan marga T hian, yaitu marga dari
Suhu sendiri. Sebetulnya, ayah kandungku adalah Pangeran
Ciu Wan Kong yang sekarang masih hidup, maka aku akan
menggunakan nama Ciu Thian Hwa, dua marga itu kupakai
dan namaku Hwa (Kembang) saja! Akan tetapi untuk umum,
aku lebih suka dikenal sebagai Huang-ho Sian-li."
Bu Kong Liang menghela napas panjang. "Aih, riwayatmu
sungguh menyedihkan sekali, Sian-li. Terima kasih bahwa
engkau sudah mempercayai aku dan menceritakan riwayatmu
kepadaku."
"Bu-twako, setelah engkau mengetahui namaku, jangan
engkau sebut aku Sian-li (Dewi) lagi. Panggil saja aku Hwa
(Bunga)!" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kong Liang tersenyum. "Baiklah, Hwa-moi (Adik Hwa).
Sekarang, apa yang hendak kaulakukan" Apakah engkau
hendak ke kota raja untuk menemui ayah kandungmu,
Pangeran Ciu Wan Kong itu?"
"Dulu, sekitar dua tahun yang lalu, aku pernah
mengunjunginya. Ingin aku membalas
penghinaannya terhadap ibuku, betapa tega hatinya mengusir Ibu yang telah
mengandung puteri keturunannya sendiri.
Ingin aku
Kemelut Kerajaan Mancu Seri Huang Ho Sianli 2 Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
membunuhnya. Akan tetapi ketika aku memasuki kamar
Pangeran Ciu Wan Kong, aku melihat dia dengan sedih
merenung dan memandang lukisan wajah ibu kandungku Cui
Eng, dan dia memperlihatkan tanda-tanda seorang yang tidak
waras pikirannya. Aku menjadi tidak tega dan meninggalkannya. Kemudian, malam tadi... aku mendengar
keterangan yang rinci dari Kakek Cui Sam bahwa sebetulnya,
ayah kandungku Pangeran Ciu Wan Kong amat mencinta ibu
kandungku Cui Eng dan yang memaksa untuk mengusir ibuku
adalah orang tuanya, terutama ibunya. Sayang kedua orang
tua Ayah Ciu Wan Kong telah meninggal dunia sehingga aku
tidak dapat membalas sakit hati ibuku. Menurut Kakek Cui
Sam, bahkan sampai sekarang ayah kandungku itu tidak mau
mempunyai seorang selir pun dan mengurung dalam
kesedihan."
"Hemm, kalau begitu sungguh malang nasib ayah dan
ibumu, Hwa-moi. Akan tetapi... maafkan pendapatku ini kalau
tidak cocok dengan pendapatmu. Niatmu dulu untuk
membalas sakit hati ibumu terhadap ayah ibu Pangeran Ciu
Wan Kong itu sungguh tidak benar, Hwa-moi. Pangeran Tua
Ciu itu adalah kakekmu sendiri yang menurunkan ayahmu,
dan isterinya adalah nenekmu sendiri yang melahirkan ayah
kandungmu. Memang kejam sekali mengusir ibumu dari
gedung mereka, akan tetapi jangan lupa bahwa tidak
menyukai anak perempuan merupakan penyakit yang turun
menurun. Nah, sekarang apa yang hendak engkau lakukan,
Hwa-moi?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Pendapatmu itu memang ada benarnya, Bu-twako. Akan
tetapi bagaimanapun juga, Kakek dan Nenek Ciu telah
meninggal dunia, maka urusannya dengan ibu kandungku itu
pun tidak perlu dibicarakan lagi. Sekarang aku hendak
menyelidiki apakah benar ibu kandungku telah meninggal
dunia. Kalau sudah wafat mana kuburnya dan seandainya
masih hidup di mana tempat tinggalnya. Aku akan mulai
mencari keterangan itu dari rumah ayahku. Setelah
mendengar keterangan Kakek Cui Sam, aku ingin dekat
ayahku, ingin menghiburnya dan membantu padanya. Tentu
saja kalau dia berada di pihak yang benar. Agaknya di antara
kalangan pangeran di kota raja terdapat semacam persaingan
dan perebutan pengaruh."
"Nah, keadaan itulah yang harus kuselidiki di kota raja,
Hwa-moi. Para suhu menghendaki aku selain menyelidiki
keadaan kehidupan rakyat, juga bagaimana keadaan
pemerintahan penjajah di kota raja," kata Kong Liang.
"Akan tetapi berhati-hatilah, Bu-twako. Setelah bentrokan
dengan Pembesar Bong yang jahat itu, tentu engkau akan
dicari!" "Hemm, engkau juga harus berhati-hati, Hwa-moi. Engkau
seharusnya membunuh pembesar jahat macam Jaksa Bong
agar dia tidak akan menyusahkan lagi. Dia tentu akan
membalas dendam kepadamu."
"Hemm, aku masih mengampuninya dan hanya memotong
kedua daun telinga dan hidungnya. Kalau dia masih berani
membuat ulah, lehernya yang akan kubuntungi!" kata gadis
itu gemas. Mereka berhenti bicara dan melanjutkan perjalanan mereka
ke kota raja. Dalam perjalanan itu, Thian Hwa membandingkan Bu Kong Liang dengan Ui Yan Bun. Dua
orang pemuda sama-sama gagah perkasa dan baik budi. Akan
tetapi ia harus mengakui bahwa di dalam hatinya hanya ada
rasa kagum dan suka terhadap dua orang pemuda ini, tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ada perasaan mesra seperti yang pernah dirasakan hatinya
terhadap Pangeran Cu Kiong! Dan naluri kewanitaannya
membuat ia dapat merasakan bahwa Bu Kong Liang, seperti
juga Ui Yan Bun, mencinta dirinya. Ada perasaan bangga
dalam hatinya bahwa ia dicinta dua orang pendekar budiman
seperti dua orang pemuda itu, akan tetapi juga ada rasa sedih
karena ia tidak, atau belum dapat membalas cinta mereka.
*** Untuk menjaga keamanan, Thian Hwa dan Bu Kong Liang
menanti sampai senja tiba dan cuaca sudah mulai gelap untuk
memasuki pintu gerbang kota raja. Sebelum tiba di situ,
mereka memang sudah bersepakat untuk berpisah mencari
jalan masing-masing.
"Sekarang kita harus mengambil jalan masing-masing, Butwako. Terima kasih atas semua kebaikanmu," kata Thian
Hwa. "Hwa-moi, akulah yang berterima kasih kepadamu. Engkau
telah menolongku. Kalau tidak ada engkau, mungkin aku
sudah mati tenggelam ke dalam sungai. Jaga dirimu baik-baik,
Hwa-moi. Dan semoga kita akan dapat bertemu kembali."
"Selamat berpisah, Twako."
Thian Hwa langsung menuju ke gedung Pangeran Ciu Wan
Kong, sedangkan Bu Kong Liang yang merasa berat harus
berpisah dari gadis yang dikaguminya itu, pergi mencari Gui
Tiong, murid Siauw-lim-pai yang membuka perguruan silat
"Bangau Putih" di kota raja.
Gui Tiong adalah seorang murid Siauw-lim-pai yang sejak
muda tinggal di kota raja dan membuka perguruan silat
"Bangau Putih". Dia menikah dengan seorang gadis puteri
seorang pedagang di kota raja dan mempunyai seorang puteri
bernama Gui Siang Lin. Gadis ini tentu saja mewarisi ilmu silat
ayahnya sehingga ia dikenal sebagai seorang gadis cantik
yang lihai. Sebagai seorang wanita gagah, ia tidak pemalu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seperti gadis lain dan ia bahkan membantu ayahnya untuk
melatih silat kepada para murid Pek-ho Bukoan (Perguruan
Silat Bangau Putih). Sayang bahwa isteri Gui Tiong meninggal
dunia sejak Siang Lin berusia sepuluh tahun. Nyonya Gui
Tiong meninggal dunia karena wabah yang pernah mengamuk
di kota raja yang menimbulkan banyak korban. Kini Gui Tiong
yang berusia empat puluh lima tahun itu hidup sebagai
seorang duda, bersama puterinya.
Gui Tiong yang kini berusia empat puluh lima tahun dan
tetap menduda adalah seorang laki-laki yang perawakannya
sedang namun tegap. Wajahnya cukup gagah dengan jenggot
pendek dan sinar matanya tajam. Gui Tiong terkenal dengan
Pek-ho-kun (Silat Bangau Putih) yang dia ajarkan dan dia pun
seorang ahli memainkan senjatanya, yaitu siang-to (sepasang
golok). Puterinya, Gui Siang Lin, yang berusia sembilan belas
tahun, adalah seorang gadis yang berwajah bundar, berkulit
putih mulus, matanya lebar, senyumnya manis dihias lesung di
kedua pipinya. Rambutnya hitam panjang dikuncir dua dan
sebagian digelung ke atas. Gadis yang cantik manis ini agak
pendiam dan lembut, namun sikapnya tegas dan ia dapat
memainkan siang-kiam (sepasang pedang) dengan indah dan
kuatnya. Sesuai dengan pendirian Siauw-lim-pai, Gui Tiong tidak
pernah memperlihatkan sikap permusuhan terhadap Pemerintah Mancu, maka dia pun tidak pernah mendapat
gangguan. Apalagi banyak pemuda putera para pembesar
yang belajar di perguruan itu. Akan tetapi, biarpun dia tidak
pernah memperlihatkan sikap menentang penjajah Mancu,
dalam hatinya, Gui Tiong tetap tidak sudi diperalat oleh
penjajah, bahkan pelajaran s ilat yang dia berikan kepada para
pemuda Mancu hanya kulit dan kembangannya saja. Intinya
hanya ia ajarkan kepada puterinya.
Bu Kong Liang tidak menemui kesukaran untuk mencari
guru silat yang masih terhitung susiok-nya (Paman Gurunya)
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu. Gui Tiong pernah belajar silat di Siauw-lim-pai walaupun
tidak mencapai tingkat terakhir, dan Bu Kong Liang adalah
murid Thian Beng Hwesio yang merupakan murid Siauw-limpai seangkatan dengan Gui Tiong. Hanya bedanya, Thian
Beng Hwesio terus memperdalam ilmu silatnya sehingga kini
menjadi pelatih ilmu s ilat di kuil Siauw-lim. Karena itu, biarpun
Gui Tiong merupakan susiok dari Kong Liang, namun dalam
hal tingkat ilmu s ilat, sang murid keponakan ini lebih tinggi.
Setelah menemukan rumah susioknya, Bu Kong Liang pada
suatu pagi berdiri di depan rumah yang cukup besar dan
memandang ke arah papan nama perguruan silat "PEK-HO
BUKOAN". Dengan gembira akan tetapi juga tegang karena selama
hidupnya belum pernah dia bertemu dengan Gui Tiong, hanya
mendengar namanya saja dari T hian Beng Hwesio, Kong Liang
menghampiri pintu depan rumah itu. Dia mengetuk pintu,
akan tetapi agaknya tidak ada yang mendengarnya karena
pada saat itu terdengar bentakan suara dan hentakan kaki
orang-orang yang sedang berlatih silat, sehingga suara
ketukannya tidak terdengar.
Kong Liang membuka daun pintu dan ternyata tidak
terpalang dari dalam. Dia me lihat belasan orang laki-laki, tua
muda sedang berlatih silat dan dia mengenal gerakan kaki
tangan mereka itu sebagai ilmu silat Siauw-lim-pai, walaupun
gerakan mereka kaku karena tidak berbakat. Yang membuat
dia merasa heran, di antara belasan orang murid yang
tingkatnya masih rendah dan gerakannya hanya mengandalkan kekuatan otot itu adalah seorang gadis yang
amat manis! Gadis itu adalah Gui Siang Lin. Seperti biasa, ia mewakili
ayahnya memberi petunjuk kepada para murid itu dan ia pun
mengerti bahwa ayahnya hanya mengajarkan dasar dan
kembangan saja. Para murid itu mempelajari ilmu silat hanya
untuk gagah-gagahan saja. Mereka cukup puas kalau sudah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dapat melakukan gerakan yang tampak indah dan gagah dan
sudah merasa dirinya hebat.
Melihat Kong Liang yang berdiri di ambang pintu yang
sudah terbuka itu, Siang Lin memandang heran karena ia tidak
mengenal pemuda itu. Ia lalu memesan para murid untuk
melanjutkan latihan mereka, dan melangkah keluar menghampiri tamu itu.
Melihat gadis itu menghampirinya, Bu Kong Liang segera
mengangkat kedua tangan depan dada memberi hormat yang
dibalas oleh Siang Lin yang sudah biasa berhadapan dengan
tamu laki-laki yang hendak belajar silat. Ia mengira bahwa
pemuda ini tentu datang untuk belajar ilmu silat seperti yang
lain. "Maaf, Nona, kalau kunjunganku ini mengganggu
kesibukanmu," kata Kong Liang.
Siang Lin tersenyum. Begitu bertemu, ia melihat bahwa
pemuda ini berbeda dengan para murid ayahnya. Ia melihat
sikap sopan pemuda ini wajar dan keluar dari dalam. Hal ini
dapat ia ketahui dari pandang mata pemuda ini. Pemudapemuda lain kalau bicara dengannya, sikap sopannya hanya
dibuat-buat akan tetapi ia dapat melihat pandang mata yang
penuh berahi kepadanya. Pemuda ini memandangnya dengan
jujur, bahkan sinar matanya demikian tajam berwibawa.
"Engkau tidak mengganggu. Siapakah engkau dan apakah
engkau datang berkunjung untuk belajar ilmu s ilat?"
"Tidak, Nona. Aku datang bukan untuk belajar ilmu silat,
melainkan untuk bertemu dengan pemimpin Pek-Ho Bu-koan.
Bukankah yang menjadi pemimpin perguruan ini bernama Gui
Tiong?" Siang Lin memandang tajam penuh selidik dan mulai
merasa curiga. Hal ini tidak aneh karena ia tahu bahwa
sebagai seorang murid Siauw-lim-pai yang menentang
kejahatan, ayahnya tentu saja dimusuhi oleh orang-orang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
golongan sesat dari dunia kang-ouw (sungai telaga /
persilatan). "Kalau tidak untuk belajar ilmu silat, lalu apa keperluanmu
hendak menemui ayahku" Kauwsu (Guru Silat) perguruan ini
memang Gui Tiong, ayahku."
"Ah, maafkan aku. Aku adalah Bu Kong Liang dan aku
datang untuk bertemu dengan susiok (Paman Guru) Gui
Tiong." "Susiok..." Kalau begitu, engkau ini... murid Siauw-lim-pai?"
"Benar, Nona. Aku datang dari Siauw-lim-pai dan Suhu
Thian Beng Hwesio yang memberitahu agar aku menemui
Susiok Gui T iong di s ini."
"Ah, kalau begitu, kita masih seperguruan! Namaku Gui
Siang Lin, Bu Suheng (Kakak Seperguruan Bu). Mari kuantar
menemui Ayah di dalam!"
"Terima kasih, Sumoi (Adik Seperguruan)!" kata Kong Liang
dengan girang. Dia lalu mengikuti Siang Lin memasuki rumah
dan melewati para murid yang masih berlatih silat di halaman
depan rumah itu.
"Kalian boleh istirahat dulu, nanti latihannya kita lanjutkan
lagi," kata Siang Lin kepada belasan orang yang belajar ilmu
silat itu. Para murid itu berhenti lalu mengaso di bawah pohon yang
Kemelut Kerajaan Mancu Seri Huang Ho Sianli 2 Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tumbuh di tepi halaman. Dua orang dari mereka berbisik-bisik
membicarakan tamu yang baru datang.
"Kau dengar tadi" Pemuda itu murid Siauw-lim-pai, murid
keponakan Suhu Gui Tiong. Hemm, mencurigakan sekali. Mau
apa Siauw-lim-pai menghubungi Suhu Gui Tiong?" kata
seorang dari mereka yang usianya sekitar empat puluh tahun
dan bertubuh kurus kering seperti orang berpenyakitan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hemm, perlu kita laporkan. Pergilah, aku akan
memberitahu Nona Gui bahwa engkau merasa sakit perut dan
pamit pulang lebih dulu," bisik orang ke dua yang bertubuh
gemuk dan usianya sekitar tiga puluh tahun.
Si Kurus Kering mengangguk, lalu bangkit berdiri, menekan
perut dan menyeringai, dipapah keluar oleh Si Gendut yang
berkata kepada para murid lain bahwa Si Kurus itu sakit perut
dan hendak pulang lebih dulu.
Sementara itu, Kong Liang bersama Siang Lin memasuki
ruangan samping rumah itu dan Gui T iong yang sedang duduk
di situ, memandang heran melihat puterinya masuk bersama
seorang pemuda.
"Ayah, ini adalah Suheng Bu Kong Liang, murid Supek (Uwa
Guru) Thian Beng Hwesio datang hendak bertemu Ayah," kata
Siang Lin. Kong Liang segera merangkap kedua tangan dan
memberi hormat kepada laki-laki setengah tua itu.
Mendengar ucapan puterinya, Gui T iong cepat bangkit dan
membalas penghormatan Kong Liang. "Ah, kiranya murid
Suheng Thian Beng Hwesio" Kalau begitu, engkau datang dari
Siauw-lim-si (Kui Siauw-lim)?"
"Benar, Susiok. Suhu mengirim salam untuk Susiok."
"Ah, duduklah, Kong Liang! Gembira sekali aku mendapat
kunjungan seorang keponakan murid yang datang dari Siauwlim-si! Siang Lin, cepat ambilkan minuman untuk suhengmu!"
"Tidak perlu repot, Sumoi!"
"Ah, minuman tinggal ambil saja, Suheng!" kata Siang Lin
dan segera gadis ini keluar dari ruangan dan tak lama kembali
lagi membawa minuman air teh.
"Suheng, silakan duduk dan bicara dengan Ayah. Aku harus
mengurus latihan para murid tadi." Setelah berkata demikian
Siang Lin keluar lagi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Nah, Kong Liang, coba ceritakan bagaimana keadaan
Siauw-lim-pai sekarang. Sudah belasan tahun aku tidak
pernah mendengar beritanya semenjak aku meninggalkan Kuil
Siauw-lim."
Dengan singkat Kong Liang menceritakan tentang kuil
Siauw-lim, dan memberitahu bahwa kini yang bertugas
melatih para murid tingkat akhir adalah gurunya, yaitu Thian
Beng Hwesio. Gui Tiong mengangguk-angguk. "Sudah kuduga, memang
Suheng Thian Beng itu memiliki bakat yang jauh melampaui
aku dan tentu dia telah memperoleh kemajuan pesat karena
dia begitu tekun berlatih memperdalam ilmunya."
"Setelah saya tamat belajar, Suhu dan para pimpinan
Siauw-lim-pai mengutus saya untuk pergi merantau sampai ke
kota raja untuk melihat bagaimana keadaan rakyat setelah
pemerintah dikuasai oleh bangsa Mancu. Suhu memesan agar
kalau sampai di kota raja saya mencari Susiok dan minta
keterangan kepada Susiok tentang keadaan di kota raja."
Gui Tiong memberitahukan bahwa keadaan di kota raja
baik saja dan bahwa pemerintah Kerajaan Ceng (Mancu)
menyesuaikan diri dengan kebudayaan bangsa pribumi Han,
sehingga banyak orang Han diangkat menjadi pejabat
pemerintah. Juga bahwa pemerintah Mancu bersikap baik
terhadap perkumpulan-perkumpulan. Kerajaan Ceng hanya
bersikap keras dan tegas terhadap mereka yang menunjukkan
sikap memberontak.
"Karena itu, sikap yang diambil Siauw-lim-pai agar tidak
memancing permusuhan dan tidak melawan pemerintah Ceng,
cukup bijaksana. Buktinya, biarpun semua orang mengetahui
bahwa aku adalah murid Siauw-lim-pai, namun aku tidak
pernah diganggu, bahkan boleh membuka perguruan silat dan
yang datang belajar silat bahkan banyak kaum bangsawan
dan hartawan."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Suhu juga memesan begitu, Susiok. Para murid Siauw-limpai diharuskan menjaga diri agar jangan menentang
pemerintah, melainkan bersikap sebagai pendekar yang
menentang kejahatan dan membela yang benar. Kalau ada
yang ingin menentang Pemerintah Mancu, dipersilakan pergi
ke Secuan dan membantu pemerintah Raja Muda Wu Sam
Kwi. Akan tetapi, biarpun saya tidak pernah menentang, tanpa
sebab saya dihadang dan dikeroyok seregu prajurit Mancu.
Beruntung saya dapat meloloskan diri, Susiok."
"Ah, mengapa tanpa sebab engkau dihadang dan dikeroyok
pasukan kerajaan?" Gui T iong bertanya heran dan khawatir.
"Mereka hanya mengatakan bahwa aku murid Siauw-limpai dan menjadi pemberontak."
"Hemm, aneh sekali ini. Padahal, mereka tahu aku murid
Siauw-lim-pai, akan tetapi aku tidak pernah diganggu."
Mereka lalu bercakap-cakap dengan asyik. Sementara itu
Gui Siang Ling yang keluar lalu menemui para murid yang
sedang berlatih. Mereka tampak sudah kelelahan karena
memang sudah sejak pagi sekali mereka berlatih. Karena ia
ingin sekali ikut bercakap-cakap dengan Bu Kong Liang, Siang
Lin lalu menghentikan latihan itu dan menyuruh para murid
pulang. Akan tetapi, seorang murid, pribumi Han dan usianya
sekitar tiga puluh tahun, sengaja membiarkan dirinya
tertinggal dan setelah tidak ada murid lain, dia menghampiri
Siang Lin dan berkata dengan suara berbisik.
"Siocia (Nona), aku tadi mendengar Ma Kui bicara dengan
Lui Hok tentang Suheng Nona tadi dan Ma Kiu meninggalkan
tempat latihan dengan alasan sakit perut, sebetulnya dia
hendak melaporkan kedatangannya, dan agaknya mereka
berdua mencurigai Suheng Nona."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tentu saja Siang Lin menjadi terkejut bukan main. "Ma Kiu"
Orang setengah tua yang mengaku sebagai pembantu kantor
Jaksa Ji, yang tubuhnya kurus kering itu?"
"Benar, Siocia."
"Dia hendak melaporkan tentang apa" Suhengku tidak
melakukan suatu pelanggaran, dan kepada siapa dia hendak
melaporkan?"
"Mereka tidak mengatakan kepada siapa, Siocia. Saya
hanya ingin memberi-tahu agar Gui Kauwsu (Guru Silat Gui)
dan Nona mengetahui dan berhati-hati."
"Terima kasih, dan sekarang pulanglah."
Setelah murid itu keluar, Siang Lin lalu menutupkan pintu
gerbang di depan halaman, memanggil seorang pelayan lakilaki setengah tua yang membersihkan halaman bekas tempat
latihan itu dan memesan agar menjaga di situ dan melaporkan
kalau ada yang datang bertamu. Setelah itu, Siang Lin
bergegas memasuki rumah dan langsung menemui ayahnya
yang sedang bercakap-cakap dengan Bu Kong Liang.
"Ayah, ada sesuatu yang mencurigakan dan agaknya gawat
terjadi di luar," katanya melaporkan. "Menurut seorang murid,
Ma Kui mencurigai Bu Suheng dan akan me laporkan kepada
atasannya yang tidak diketahui entah siapa."
Gui Tiong mengerutkan alisnya. "Ma Kiu" Pekerja di kantor
Jaksa Ji itu" Hemm, sejak dia menjadi murid di sini, setahun
yang lalu, aku sudah mencurigainya. Aku yakin dia itu hanya
pura-pura saja belajar silat. Dari sinar matanya aku dapat
menduga bahwa dia adalah seorang ahli silat yang memiliki
tenaga dalam cukup kuat. Tentu dia menjadi murid di sini
untuk memata-matai, akan tetapi karena perguruan ini
memang tidak mempunyai niat menentang pemerintah, aku
juga diam dan tenang saja."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ah, kalau begitu kedatangan saya ini hanya menimbulkan
masalah dan kesulitan bagi Susiok!" kata Bu Kong Liang
dengan suara menyesal. "Lebih baik saya pergi secepatnya
agar jangan mendatangkan kesulitan bagi Susiok."
"Tidak, Kong Liang. Jangan khawatir, para pejabat tidak
akan mengganggu kita. Aku mengenal banyak pejabat dan
selama belasan tahun ini mereka tentu yakin bahwa aku sama
sekali tidak pernah menentang pemerintah. Biar saja kita
dicurigai dan kita pura-pura tidak tahu saja. Kalau engkau
pergi dari sini lalu mereka datang bertanya, tentu kecurigaan
mereka bertambah melihat engkau telah pergi tanpa aku
dapat memberitahu ke mana pergimu. Tenang sajalah, kita
hadapi bersama."
"Benar, Suheng. Kalau kita tidak bersalah apa pun, untuk
apa melarikan diri seperti orang yang bersalah?"
"Susiok dan Sumoi memang benar, akan tetapi hendaknya
Susiok ingat bahwa seperti yang saya ceritakan tadi, saya
pernah dihadang dan dikeroyok oleh seregu prajurit yang
dipimpin oleh Hui-eng-to Phang Houw dan Liong-bu-pangcu
Louw Cin karena dituduh sebagai pemberontak. Pada waktu
itu muncul Ang-mo Niocu, seorang penyelidik utusan Raja
Muda Wu Sam Kwi di Secuan dan ia telah membunuh enam
orang prajurit. Dengan adanya peristiwa itu, tentu saya
dianggap sebagai pemberontak dan kalau saya tidak
meninggalkan rumah ini, Susiok dan Sumoi pasti akan
terbawa-bawa."
"Hal itu juga dapat kita jelaskan. Engkau tanpa sebab
dihadang dan diserang, tentu saja engkau berhak membela
diri. Kalau di antara para pengeroyok itu ada yang tewas, itu
pun bukan kesalahanmu, apalagi seperti kauceritakan tadi,
yang membunuh adalah Ang-mo Niocu, bukan engkau.
Tenanglah, di kota raja ini banyak pejabat yang adil, aku pasti
akan membelamu."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hui-eng-to Phang Houw dan Liong-bu-pangcu Louw Cin,
seperti pernah aku mendengar nama itu, Ayah!"
"Tentu saja. Mereka cukup terkenal di sini. Mereka adalah
dua orang di antara para jagoan yang menjadi anak buah
Pangeran Leng Kok Cun."
Kong Liang mengangguk. "Saya pun sudah mendengar
keterangan itu dari seorang pendekar wanita bernama Thian
Hwa yang pernah bentrok dengan mereka."
"Wah, Bu Suheng mempunyai banyak teman pendekar
wanita, ya" Tadi Ang-mo Niocu, sekarang Thian Hwa! Tentu
mereka itu lihai dan cantik!"
Wajah Kong Liang berubah merah. "Bukan teman, hanya
kebetulan bertemu dan berkenalan saja, Sumoi."
"Sudahlah, Kong Liang. Menurut aku sebaiknya engkau
diam saja di sini. Kalau engkau pergi malah mungkin akan
menyusahkan kami. Kalau ada petugas pemerintah datang,
kita hadapi berdua, akan tetapi kuperingatkan lebih dulu,
jangan sekali-kali menggunakan kekerasan untuk me lawan.
Hal itu bahkan akan memperuncing keadaan dan menambah
kecurigaan mereka."
Akhirnya Kong Liang terpaksa menyetujui walaupun dia
merasa tidak enak kepada paman gurunya. Dia tidak
menceritakan betapa dia dan Thian Hwa juga menghajar
seorang jaksa berikut para prajurit pengawalnya. Dia merasa
serba salah. Kalau dia pergi, akibatnya Gui Tiong dan Gui
Siang Lin dicurigai dan ditekan pemerintah, hal itu akan
tampak bahwa dia seorang pengecut yang tidak bertanggung
jawab! Akan tetapi kalau dia tinggal di situ, susiok dan
sumoinya itu akan terseret atau terlibat urusannya dengan
pasukan kerajaan! Di antara dua pilihan itu, dia memilih yang
pertama. Dia akan tinggal di situ dan menghadapi segala
kemungkinan bersama Gui Tiong agar kalau sampai ada
bahaya mengancam paman gurunya, dia dapat membantu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Apa yang mereka khawatirkan itu ternyata terjadi pada
siang hari itu juga. Seorang perwira dengan dua losin orang
prajurit keamanan datang membawa surat perintah Jaksa Ji
untuk memanggil Gui Tiong dan pemuda yang menjadi
tamunya menghadap.
"Harap Gui Kauwsu dan tamunya suka ikut dengan baik
dan tidak melakukan perlawanan agar kami tidak perlu
menggunakan kekerasan," kata perwira itu yang sudah
mengenal Gui T iong.
Bu Kong Liang mengerutkan alisnya, akan tetapi Gui Tiong
memberi isyarat dengan
pandang matanya agar
pemuda itu tidak mengeluarkan bantahan.
"Aih, Ciangkun (Perwira), mengapa harus
melawan" Kami tidak merasa bersalah, maka
tentu saja kami akan
menaati panggilan Ji Thaijin." Ketika Gui Siang
Lin keluar, ayahnya berkata kepadanya. "Siang Lin, engkau menjaga rumah dan sebaiknya liburkan dulu para murid. Aku
dan Kong Liang hendak pergi ke kantor Jaksa Ji memenuhi
panggilannya."
Kemelut Kerajaan Mancu Seri Huang Ho Sianli 2 Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kenapa Ayah dipanggil Jaksa Ji?" Siang Lin bertanya.
"Ah, mungkin ada urusan yang hendak beliau tanyakan.
Jangan khawatir, Siang Lin. Jaksa Ji orangnya baik, pasti tidak
ada apa-apa."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Baiklah, Ayah," kata gadis itu.
Diam-diam Bu Kong Liang kagum kepada ayah dan anak
ini. Kalau mereka melakukan perlawanan tentu Siang Lin juga
akan ditangkap. Akan tetapi karena Gui Tiong bersikap lunak,
maka pasukan itu pun tidak bertindak kasar sehingga mereka
berdua kini hanya dikawal saja tanpa dibelenggu menuju ke
kantor Jaksa Ji.
Setelah tiba di kantor itu, Jaksa Ji sudah menunggu dengan
mengenakan pakaian kebesarannya. Dengan sikap angkuh dia
duduk di atas kursi dan belasan orang prajurit pengawal
berjaga di situ dengan senjata pedang di tangan.
Gui Tiong dan Kong Liang dikawal masuk dan setelah tiba
di ruangan itu dan berhadapan dengan Jaksa Ji, Gui Tiong
memberi hormat dengan mengangkat kedua tangan depan
dada sambil membungkuk, ditiru oleh Kong Liang. Akan tetapi
perwira pengawal di belakang mereka membentak.
"Hayo kalian berdua berlutut memberi hormat kepada Ji
Thaijin!" Mendengar bentakan ini, Gui Tiong segera berlutut, dan
biarpun hatinya mengkal, terpaksa Kong Liang juga berlutut.
Gui Tiong maklum bahwa dia diperlakukan sebagai seorang
terdakwa, maka diharuskan berlutut. Padahal biasanya dia
bersikap biasa saja terhadap jaksa yang sudah dikenalnya ini.
"Ji Thaijin, saya Gui Tiong dan ini keponakan murid saya
bernama Bu Kong Liang, memberi hormat memenuhi
panggilan Thaijin," kata Gui Tiong sambil berlutut.
"Gui Tiong!" kata Jaksa Ji dengan suara keren. "Sudah
tahukah engkau akan dosamu?"
"Ji Thaijin, sesungguhnya saya masih merasa heran dan
tidak tahu mengapa Thaijin memanggil kami, maka mohon
Thaijin jelaskan apakah maksud Thaijin mengatakan bahwa
saya berdosa" Dosa apakah yang telah saya lakukan?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hemm, kura-kura dalam perahu, pura-pura tidak tahu!"
Jaksa Ji mengejek. "Kami mendapatkan kabar dari Pangeran
Lu bahwa pemuda ini adalah murid Siauw-lim-pai yang
memberontak. Karena dia berada di rumahmu, berarti engkau
menyembunyikan seorang pemberontak! Oleh karena itu,
sambil menanti keputusan pengadilan, kalian harus ditahan
dalam penjara!"
"Maaf, T haijin, saya memprotes! Saya murid Siauw-lim-pai
dan tidak pernah memberontak. Andaikata saya yang dituduh
memberontak mengapa Susiok Gui Tiong ikut ditahan" Dia
dan puterinya sama sekali tidak mempunyai hubungan dengan
saya. Bahkan baru pagi tadi saya mengunjungi paman guru
saya ini. Maka, mohon Thaijin membebaskan Susiok Gui
Tiong!" kata Bu Kong Liang dengan lantang.
"Ssstt, Kong Liang, jangan berkata begitu. Aku yakin
penangkapan ini hanya akibat fitnah. Biarlah di pengadilan
nanti kita bicara membela diri kita yang tidak bersalah."
"Diam kalian!" bentak jaksa itu memandang kepada para
prajurit pengawal. "Masukkan mereka dalam penjara!"
Andaikata Kong Liang seorang diri dan tidak melibatkan
paman gurunya, tentu dia tidak sudi ditawan, mengamuk dan
meloloskan diri. Akan tetapi dia maklum bahwa kalau dia
berbuat demikian, dia malah membahayakan keselamatan
guru dan adik seperguruannya. T entu saja dia tidak mau hal
ini terjadi dan dia pun menurut saja ketika dia dan Gui Tiong
digiring belasan orang prajurit ke rumah penjara di mana
mereka berdua dimasukkan sebuah kamar tahanan yang
kokoh dan berterali besi amat kuatnya. Rumah tahanan itu
dijaga banyak prajurit, bahkan di luar sel mereka tampak lima
orang prajurit duduk berjaga.
Mereka tadi datang menghadap Jaksa Ji tanpa membawa
senjata. Gui Tiong yang melarang keponakan muridnya
membawa senjata. Guru silat ini mengetahui bahwa pada
masa itu, sudah dikeluarkan pengumuman bahwa rakyat yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bukan petugas pemerintah, dilarang membawa senjata.
Setelah mereka berdua dimasukkan dalam sel, mereka duduk
bersila di atas lantai batu yang keras dan dingin.
"Susiok, ini tidak adil!" Kong Liang berkata lirih penuh
penyesalan. "Kalau saya yang dituduh sebagai pemberontak,
mengapa Susiok ikut ditahan" Maka, dalam persidangan
pengadilan, harap Susiok jangan membela saya. Katakan saja
terus terang bahwa saya datang berkunjung sebagai sesama
murid Siauw-lim-pai, dan Susiok tidak tahu menahu tentang
semua perbuatan saya. Kalau hanya saya yang dihukum, saya
akan mudah berusaha untuk meloloskan diri. Sebaliknya
Susiok tidak mungkin me lakukan perlawanan karena itu akan
membahayakan diri Sumoi Siang Lin."
Gui Tiong tersenyum, sikapnya tenang. "Jangan khawatir,
Kong Liang. Aku percaya bahwa Jaksa Ji tidak berniat buruk.
Seperti katanya, dia hanya memenuhi perintah Pangeran Lu.
Kita akan bersikap dan bertindak bagaimana, kita tunggu saja
sampai nanti di pengadilan. Jangan risau. Dalam keadaan
begini kita harus tetap tenang dan mengumpulkan tenaga
untuk menghadapi segala kemungkinan."
Sore harinya, seorang penjaga mengantar makan dan
minum untuk mereka, dimasukkan di sela-sela terali. Prajurit
itu yang mengenal Gui Tiong berkata ramah. "Gui Kauwsu,
kalau membutuhkan sesuatu, beritahu saja kepada kami."
"Terima kasih," kata Gui Tiong. Mereka lalu makan minum
dan makanan yang diberikan ternyata cukup baik. Gui Tiong
memberitahu Kong Liang bahwa makanan yang mereka terima
itu saja sudah membedakan mereka dengan tahanan biasa.
Agaknya mereka diperlakukan dengan baik dan kenyataan ini
menunjukkan bahwa pembesar yang menyuruh menangkap
mereka tentu mempunyai maksud lain.
Malam itu, para penjaga penjara tampak sibuk. Bahkan
prajurit yang berjaga di depan sel yang ditempati Gui Tiong
dan Bu Kong Liang, kini dijaga belasan orang prajurit yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sudah siap dengan senjata di tangan. Akan tetapi mereka
berdiri tegap dengan sikap hormat, tidak mengeluarkan suara.
Gui Tiong dan Kong Liang memandang kesibukan itu dari
belakang terali. Tak lama kemudian tampak seorang kakek
berusia sekitar enam puluh tiga tahun, tubuhnya bongkok dan
mukanya buruk. Akan tetapi orang tua yang tampak ringkih
(lemah) ini berpakaian mewah sekali dan tangan kirinya
memegang sebuah tongkat hitam, tangan kanan memegang
sebuah kipas dan di ikat pinggangnya terselip tujuh buah
belati sehingga dia tampak aneh dan lucu sekali tidak tampak
garang menakutkan. Akan tetapi kalau orang mendengar
namanya, dia tentu akan terkejut dan juga takut.
Jilid IV KAKEK itu adalah Pat-chiu Lo-mo (Iblis Tua Tangan
Delapan) yang namanya di dunia kang-ouw terkenal sebagal
seorang yang sakti. Selain ilmu tongkatnya yang hebat, dia
pandai memainkan kipas yang kini dia pakai mengebut!
badannya, sebagai senjata yang ampuh. Kipasnya itu disebut
Yangliu-san (Kipas Cemara) karena bentuknya seperti pohon
cemara. Selain itu, juga ilmunya menyambit dengan hui-to
(belati terbang) amat dahsyat. Dia selalu membekali dirinya
dengan tujuh batang belati yang dapat dia terbangkan
menyerang lawan. Pada waktu itu, Pat-chiu Lo-mo merupakan
seorang di antara para pembantu utama Pangeran Leng Kok
Cun! Di belakang kakek itu berjalan lima orang yang usianya
antara tiga puluh lima sampai empat puluh lima tahun.
Lima orang ini bertubuh tinggi besar dan tegap, tampak
gagah. Mereka adalah saudara seperguruan yang terkenal
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan julukan Twa-to Ngo-liong (Lima Naga Bergolok Besar).
Aneh kalau dilihat betapa kakek bongkok yang tampak
berpenyakitan itu malah menjadi pimpinan lima orang yang
tampak kokoh kuat itu!
Setelah tiba di luar sel mereka berhenti dan kakek itu
memandang ke arah Gui T iong dan Bu Kong Liang.
"Kalian yang bernama Gui Tiong dan Bu Kong Liang*'
"Betul." jawab Gui Tiong yang belum pernah bertemu
dengan kakek itu karena memang Pat-chiu Lo-mo tidak
pernah keluar dari istana Pangeran Leng Kok Cun.
"Nah, ketahuilah kalian berdua bahwa kami datang sebagai
utusan Pangeran Leng Kok Cun untuk bertanya kepada kalian.
Kalian dipersilakan memilih satu di antara dua pilihan.
Pertama, kalian akan diadili sebagai pemberontak- pemberontak dan pasti akan dihukum mati. Ada pun yang ke
dua, kalian akan bebas dari tuduhan kalau kalian mau
membantu Pangeran Leng dan melaksanakan segala
perintahnya, dan kalian menerima imbalan yang amat
berharga. Nah, kalian memilih yang mana" Menolak, berarti
diadili dan dihukum mati, kalau menerima, mari menghadap
Pangeran Leng malam ini juga!"
Melihat sikap kakek, bongkok ini, Kong Liang sudah merasa
tak senang. Dia bertanya dengan suara tegas. "Kalau kami
mau, lalu disuruh melakukan apa?"
"Hai itu akan ditentukan oleh Pangeran sendiri! Bagaimana
jawabanmu Gui Tiong" Engkau menerima atau menolak
tawaran Pangeran Leng?" tanya Pat-chiu Lo-mo.
"Kalau benar Pangeran Leng Kok Cun yang ingin agar kami
menbantunya, mengapa beliau tidak langsung saja menemui
kami" Mengapa kami harus ditangkap lebih dulu dengan
tuduhan yang bohong" Pula, bagaimana kami tahu bahwa
engkau diutus oleh Pangeran Leng" Kami tidak mengenalmu,
sobat." kata Gui T iong yang bersikap hati-hati.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hemm, bagaimana mungkin Pangeran Leng merendahkan
diri berkunjung ke rumahmu, Gui Kauwsu" Tuduhan itu bukan
fitnah. Engkau telah menyembunyikan pemuda ini yang
memberontak dan membunuh banyak perajurit kerajaan. Dan
engkau belum mengenai aku" Aku dikenal sebagai Pat-chiu
Lo-mo, yang bekerja membantu Pangeran Leng. Cukuplah,
cepat beri keputusan. Engkau menolak atau mau kubawa
menghadap Pangeran Leng sekarang juga?"
Kini Gui Tiong dapat menduga bahwa penangkapan ini.
tentu atas perintah Pangeran Leng yang besar kekuasaannya.
Teringatlah dia akan cerita Bu Kong Liang betapa pemuda itu
pernah bentrok dengan dua orang jagoan kaki tangan
Pangeran Leng, yaitu Hui-eng-to Phang Houw dan Liong-bupangcu Louw Cin. Tentu karena itulah Kong Liang dianggap
sebagai pemberontak. Akan tetapi sesungguhnya pemuda itu
bukan pemberontak, melainkan tanpa alasan dihadang dan
diserang pasukan yang dipimpin dua orang jagoan itu. Dia
mengerti bahwa kalau menolak, nyawa mereka pasti tidak
akan tertolong lagi. Akan tetapi kalau menyerah, apakah dia
dan keponakan muridnya harus membantu Pangeran Leng
yang bersaing dengan para pangeran lain untuk menjadi
pengganti Ka isar"
Melihat Paman gurunya bimbang dan ragu, Kong Liang
menyentuh pinggangnya sebagai isarat dan berkata, "Susiok,
kita terima sajalah dan menghadap Pangeran Leng"
Gui Tiong maklum bahwa penyerahan diri Kong Liang ini
mungkin hanya siasat pemuda itu. Akan tetapi, kakek itu
adalah seorang yang cerdik. Dia pun maklum dan dapat
menduga bahwa mungkin setelah keluar dari situ dan dibawa
ke istana Pangeran Leng, dua orang ini akan melawan dan
melarikan diri. Dia sudah mendengar akan kelihaian para
murid Siauw-lim-pai ini, maka kalau benar seperti yang dia
duga, berarti dia membahayakan diri sendiri. Kalau mereka
sampai lolos, tentu dia mendapat marah besar dari
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
majikannya! Biarpun dia sudah mengajak Toa-to Ngo-liong
dan di luar masih ada dua losin perajurit yang akan mengawal
dua orang tawanan ini menuju istana Pangeran Leng, namun
kalau dua orang ini mengamuk, tetap saja ada bahayanya
mereka atau seorang dari mereka dapat lolos! Akan tetapi,
kakek bongkok ini tidak merasa khawatir, malah tertawa
terkekeh-kekeh.
"Heh-heh-heh, jangan kalian berniat yang bukan-bukan.
Cepatlah karena puterimu juga sudah menanti di sana, Gui
Kauwsu!" Wajah Gui Tiong berubah pucat. "Apa" Anakku Siang Lin
juga kalian tawan" Apa salahnya" Awas kalau ada yang berani
mengganggu anakku!" teriaknya marah. Kong Liang juga
terkejut mendengar ini dan dia mengepal tinju. Memang tadi
dia memberi isarat kepada paman gurunya dengan maksud
untuk mengajak paman gurunya memberontak dan melawan
di tengah perjalanan menuju istana Pangeran Leng dan
melarikan diri. Akan tetapi mendengar bahwa Siang Lin telah
berada di tangan mereka, tentu saja dia pun merasa tidak
berdaya! "Heh-heh-heh, jangan marah dan jangan khawatir, Gui
Kauwsu. Puterimu hanya diundang ke sana untuk meyakinkan
kalian bahwa Pangeran Leng berniat baik. Kalau kalian
bersedia menjadi pembantunya
dan menaati semua
perintahnya, pasti semua berjalan dengan baik. Mari kita
berangkat karena beliau sudah menunggumu! Bagaimana,
engkau bersedia, Gui Kauwsu?"
Gui T iong merasa tidak berdaya sama, sekali. Kini puterinya
disandera, maka tidak ada pilihan lain kecuali menyerah.
"Baiklah, Lo-mo, aku siap menghadap Pangeran Leng. Akan
tetapi pemuda ini tidak ada urusannya denganku, maka harap
dia segera dibebaskan. Aku yang siap membantu Pangeran
Leng!" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak!" Bu Kong Liang berseru. "Aku yang menyebabkan
semua ini maka aku harus ikut bertanggung jawab!"
"Bagus!" kata Pat-chiu Lo-mo. "Memang Pangeran Leng
Kemelut Kerajaan Mancu Seri Huang Ho Sianli 2 Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menghendaki kalian berdua yang ikut menghadap beliau!"
Kakek bongkok itu lalu memberi tanda kepada kepala penjara
yang segera membuka pintu sel tahanan itu. Gui T iong dan Bu
Kong Liang keluar dan dibawa keluar. Di luar sudah menanti
dua losiri perajurit dan kedua orang murid Siauw-lim-pai itu
lalu dikawal menuju istana Pangeran Leng. Kalau saja Siang
Lin tidak berada di tangan Pangeran Leng, sudah pasti dua
orang murid Siauw-lim-pai itu akan memberontak dan
melarikan diri. Mereka tidak gentar menghadapi enam orang
jagoan dan dua losin perajurit itu. Akan tetapi ditawannya
Siang Lin membuat mereka tidak berdaya, tidak dapat berbuat
lain kecuali menyerah dan menurut.
Setelah tiba di gedung berupa istana megah itu, Gui Tiong
dan Kong Liang dibawa masuk ke dalam sebuah ruangan yang
diterangi banyak lampu besar dan ruangan itu luas dan terhias
prabot rumah yang serba indah. Di s itu telah duduk Pangeran
Leng Kok Cun. Di luar ruangan itu berjaga banyak perajurit
pengawal dan di belakang Sang Pangeran duduk pula berjajar
belasan orang yang tampaknya gagah dan menyeramkan.
Gui Tiong sudah pernah melihat Pangeran Leng Kok Cun.
Akan tetapi Bu Kong Liang baru sekarang melihatnya dan dia
memandang penuh perhatian. Pangeran itu mengenakan
pakaian yang indah gemerlapan. Usianya sekitar empat puluh
tiga tahun. Tubuhnya tinggi kurus dan tampaknya lemah, akan
tetapi matanya yang lincah dan tajam itu membayangkan
kecerdikan, wibawa, dan kekuatan. Tidak mungkin orang yang
memiliki pandang mata seperti itu adalah seorang yang lemah,
pikir Kong Liang.
"Kalian berdua duduklah!"
kata Sang Pangeran mempersilakan dua orang itu duduk di atas kursi-kursi yang
terdapat di situ.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Terima kasih, Pangeran." Mereka berkata dan keduanya
duduk berhadapan dengan Sang Pangeran. Melihat betapa
pangeran itu mempersilakan mereka duduk di atas kursi
berhadapan dengannya, tidak harus berlutut di atas lantai, Gui
Tiong diam-diam memuji pangeran ini sebagai orang yang
pandai mengambil hati orang. Dia menjadi semakin hati-hati
karena sikap ini saja sudah membayangkan bahwa dia
berhadapan dengan seorang yang cerdik sekali.
"Apakah kalian berdua sudah mendengar keterangan
Locianpwe Pat-chiu Lo-mo tentang mengapa kalian kini
dihadapkan kepadaku di sini?" tanya pangeran itu, suaranya
lembut dan manis.
"Saya sudah mendengar dan mengerti, Pangeran. Akan
tetapi sebelum kita bicara lebih lanjut, saya mohon dapat
diperbolehkan melihat apakah benar anak perempuan saya
berada di sini."
"Hemm, ternyata engkau seorang yang cerdik dan tidak
mudah dibohongi, Gui Kauwsu. Hal ini semakin memperkuat
harga dirimu sebagai pembantu kami yang dapat dipercaya.
Ketahuilah bahwa kami bukan tukang berbohong. Tentu saja
engkau boleh melihat puterimu agar yakin bahwa puterimu
berada di tangan kami yang menanggung keselamatannya."
Pangeran Leng memberi isarat kepada seorang pengawal yang
duduk di belakang. Orang itu, yang bermuka hitam dan
bertubuh tinggi besar, memberi hormat lalu keluar dari
ruangan itu. Tak lama kemudian, daun pintu yang menembus
ruangan itu terbuka dan di ambang pintu muncul Gui Siang Lin
dengan kedua kakinya memakai gelang rantai baja yang
panjang dan di belakang gadis itu terdapat lima orang
menodongkan pedang mereka ke arah gadis itu!
"Siang Lin....!" Gui Tiong berseru, khawatir.
"Tenanglah, Ayah!" kata gadis itu dengan suara lantang
dan berani. "Dan jangan Ayah menurut saja kalau disuruh
melakukan hal yang berlawanan dengan suara hati Ayah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lebih baik aku mati daripada Ayah harus melakukan
perbuatan yang jahat. Aku tidak takut mati, Ayah!" Mendengar
ini, Pangeran Leng cepat memberi isarat dan daun pintu itu
ditutup kembali. Gui Tiong hanya mendengar rantai yang
tergantung di kaki puterinya itu diseret ketika gadis itu
meninggalkan ruangan itu.
"Ha-ha-ha, ayahnya naga puterinya juga naga! Sungguh
mengagumkan sekali! Akan tetapi kalau engkau tidak mau
membantu kami, terpaksa dengan hati berat aku akan
menyerahkan puterimu kepada puluhan orang perajurit yang
boleh berbuat apa saja terhadap dirinya, bahkan sampai mati!
Ia akan tersiksa lahir batin sampai mati, dan kalian berdua
juga tidak akan terbebas dari hukuman mati!"
Ancaman ini hebat sekali. Kong Liang sendiri biarpun tidak
takut mati, menjadi ragu apakah dia akan me lawan dengan
kekerasan kalau keselamatan Gui Tiong dan Gui Siang Lin
terancam. Terutama sekali ancaman terhadap Siang Lin
membuat dia bergidik ngeri dan juga membuat mukanya
menjadi merah saking marahnya.
"Baiklah, demi keselamatan anak saya, saya menyerah dan
bersedia membantu Pangeran. Akan tetapi, pekerjaan apakah
yang harus saya lakukan?" tanya Gui Tiong.
"Nanti dulu, yang kami kehendaki adalah agar kalian
berdua yang menyerah dan membantu kami, taat akan
perintah kami. Sekarang, engkau belum menyatakan
kesediaanmu membantu kami, Bu Kong Liang. Ingatlah,
engkau pernah membunuh perajurit kerajaan. Kalau engkau
menolak untuk membantu kami, berarti engkau memang
seorang pemberontak yang menentang kerajaan kami. Kalau
engkau bukan pemberontak, tentu engkau akan dengan
senang membantu kami!"
Bu Kong Liang mengerutkan alisnya dan merasa tidak
berdaya. Dia tahu sekarang bahwa tentu dua orang anak buah
pangeran ini, Phang Houw dan Louw Cin yang pernah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengerahkan perajurit mengeroyoknya, tentu melaporkan
kepada Pangeran Leng. Boleh saja dia menyangkal bahwa
yang membunuh perajurit bukan dia melainkan Ang-mo Niocu,
akan tetapi apa gunanya" Tetap saja dia harus menyerah dan
menurut, kalau tidak, tentu Gui Tiong dan Gui Siang Lin akan
celaka. Maka, dia pun diam saja dan menyerahkan percakapan
itu kepada su-sioknya.
Setelah menghela napas panjang, Gui Tiong berkata.
"Baiklah, Pangeran, untuk membuktikan bahwa kami sama
sekali bukan pemberontak, kami menyerah dan akan menaati
perintah Paduka dan bersedia untuk membantu."
"Ha-ha-ha, bagus! Kalau begitu, akulah yang akan
melindungi kalian dan tidak ada yang berani menuduh kalian
pemberontak. Kalian adalah pembantu-pembantuku, tidak
mungkin memberontak!"
"Terima kasih, Pangeran. Harap Paduka jelaskan, perintah
apa yang harus kami lakukan?" tanya Gui Tiong dengan
perasaan amat tidak enak.
"Jangan tergesa-gesa. Malam ini kalian beristirahatlah.
Besok baru akan kami beritahukan, apa yang harus kalian
lakukan untuk kami." Pangeran Leng lalu berkata kepada Patchiu Lo-mo untuk membawa dua orang murid Siauw-lim-pai
itu ke kamar mereka.
Gui Tiong dan Bu Kong Liang lalu dikawal Pat-chiu Lo-mo,
Twa-to Ngo-liong dan ditambah empat orang pengawal lain
dari mereka yang duduk di belakang Pangeran Leng, masuk
ke dalam dan ternyata mereka mendapatkan kamar yang
terpisah. Mereka terkejut dan kecewa akan tetapi tidak dapat
menolak dan begitu memasuki kamar masing-masing, kamar
yang tidak berapa besar namun cukup bersih dan prabotnya
serba mewah, mereka berdua lalu duduk bersila di atas
pembaringan untuk mengendalikan perasaan dan mengumpulkan tenaga. Dalam keadaan seperti itu, mereka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
harus selalu tenang dan sehat agar kalau sewaktu-waktu
harus bertanding, mereka sudah siap.
Agak sukar bagi kedua orang itu untuk dapat tidur pulas.
Gui Tiong lalu membayangkan puterinya dan hatinya merasa
khawatir bukan main. Sedangkan Bu Kong Liang memikirkan
nasib ayah dan anak itu. Mereka tertimpa malapetaka karena
kunjungannya ke rumah mereka. Andaikata dia tidak datang
berkunjung, tentu Gui Tiong dan puterinya masih berada di
rumah mereka dalam keadaan selamat. Dia merasa menyesal
bukan main dan mengambil keputusan dalam hatinya untuk
membela ayah dan anak itu sekuat tenaga.
Pada keesokan harinya juga mereka belum ditemui
Pangeran Leng. Mereka diperlakukan dengan baik, bahkan
diberi kesempatan bertemu dengan Gui Siang Lin. Gadis itu
berada dalam sebuah kamar lain yang pintunya berterali
kokoh kuat. Dari luar pintu, mereka dapat melihat keadaan
dalam kamar itu yang indah dan bersih. Gui Tiong dapat
bicara dengan puterinya melalui daun pintu itu dan diberi
waktu beberapa lamanya oleh para perajurit yang mengawal
mereka. Lega hatinya ketika Gui Tiong melihat betapa
puterinya berada dalam keadaan sehat.
"Engkau baik-baik saja, Siang Lin?" tanya Gui Tiong.
Gadis itu mengangguk. "Mereka memperlakukan aku
dengan baik dan sopan sebagai seorang tamu, Ayah.
Bagaimana dengan Ayah dan Bu Suheng?"
"Kami pun baik-baik saja." kata Gui Tiong dan Kong Liang
mengangguk kepada gadis itu ketika mereka saling
berpandangan. "Ayah, apakah artinya penangkapan ini" Apakah rencana
Pangeran Leng terhadap kita bertiga?"
Gui Tiong menghela napas panjang. "Kami diminta untuk
menyerah dan mau menjadi pembantu Pangeran Leng dan
menaati semua perintahnya."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Perintah apa yang diberikan kepada Ayah dan Suheng
yang harus kalian lakukan?"
"Kami belum tahu, belum menerima perintah melakukan
sesuatu untuk Pangeran Leng."
Pada saat itu, Gui T iong merasa betapa lengannya disentuh
Kong Liang. Dia menengok dan melihat pemuda itu
menujukan pandang matanya ke arah kaki Siang Lin. Cepat
Gui Tiong memandang dan melihat betapa kedua kaki
puterinya tidak dibelenggu lagi, dia maklum isarat apa yang
diberikan pemuda itu. Setelah Siang Lin bebas tidak
terbelenggu, tentu Kong Liang berpikir bahwa kini mereka
bertiga dapat melawan dan melarikan diri dari s itu.
Akan tetapi sejak tadi Gui Tiong telah melihat
sesuatu dan kini dia memberi isarat kepada Kong Liang
dengan matanya mengerling ke atas? Pemuda itu memandang
ke atas dan dia terkejut karena di atap kamar itu terdapat
lubang-lubang dan tidak kurang dari enam batang anak panah
tampak sudah siap diluncurkan ke bawah! Ini berarti bahwa di
atas atap itu terdapat enam orang pemanah yang selalu siap
menyerang Siang Lin. Dan agaknya, betapa pun lihainya gadis
itu, kalau berada dalam kamar dan diserang enam batang
anak panah dan tentu saja dapat disusul anak panah
berikutnya, sukar baginya untuk dapat menyelamatkan diri.
Apalagi Kong Liang melihat betapa mata anak panah itu hijau
kehitaman, tanda bahwa mata anak panah itu beracun!
Maklumlah Kong Liang bahwa Pangeran Leng yang cerdik
telah mempersiapkan segala-galanya. T idak mungkin bagi dia
dan Gui T iong untuk melawan karena akibatnya yang pertama
adalah matinya Siang Lin dihujani anak panah beracun!
Agaknya tidak ada jalan lain kecuali untuk sementara ini
menyerah dan melaksanakan perintah Pangeran Leng!
Waktu yang diberikan kepala pengawal bagi mereka yang
berbicara dengan Siang Lin habis dan mereka diminta untuk
kembali ke kamar masing-masing. Sehari itu mereka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mendapat makan minum yang cukup mewah, diantar ke
kamar masing-masing. Bahkan mereka diberi kesempatan
untuk mandi dan pakaian Gui Tiong dan puterinya telah
diambil dari rumah mereka dan diberikan Kepada mereka.
Juga buntalan pakaian Kong Liang diambil dari rumah Gui
Tiong dan diberikan pemuda itu. Uang yang terdapat di
buntalan itu dan juga senjata mereka berdua diserahkan juga!
Gui Tiong menerima sepasang goloknya dan Bu Kong Liang
sepasang siang-kek (senjata tombak pendek bercabang)
miliknya. Mereka berdua maklum bahwa Pangeran Leng yakin
akan ketidak berdayaan mereka berdua dan memang
perhitungan pangeran itu tepat. Selama Siang Lin disandera,
tentu saja mereka tidak berani melawan karena hal itu berarti
tewasnya Siang Lin!
Malam itu mereka diundang makan malam oleh Pangeran
Leng. Setelah mereka tiba di kamar makan yang luas, di sana
telah duduk Pangeran Leng di kepala meja makan dan di situ
hadir pula Pat-chiu Lo-mo yang bongkok, lima orang Twa-to
Ngo-liong yang tinggi besar dan dua orang lain yang membuat
Bu Kong Liang menjadi merah mukanya karena marah. Dua
orang itu bukan lain adalah Hui-eng-to Phang Houw yang
gemuk pendek dan Ketua Liong-bu-pang Louw Cin yang tinggi
kurus! Mereka berdua itu hanya tersenyum ketika melihat
Kong Liang memasuki ruangan bersama Gui T iong.
"Ha, Gui Kauwsu (Guru Silat Gui) dan Bu Enghiong
(Pendekar Bu), silakan duduk dan mari makan bersama kami!
Oh ya, perkenalkan ini Hui-eng-to Phang Houw dan Ketua
Liong-bu-pang Louw Cin."
Gui Tiong dan Kong Liang mengangguk dan mereka lalu
mengambil tempat duduk di atas dua buah kursi yang
agaknya memang disediakan untuk mereka.
"Kita makan dulu baru nanti membicarakan hal penting!"
kata Sang Pangeran dan dia lalu bertepuk tangan. Sepuluh
orang gadis pelayan yang muda dan cantik datang bagaikan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sepuluh ekor kupu-kupu terbang dan mereka agaknya sudah
Kemelut Kerajaan Mancu Seri Huang Ho Sianli 2 Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
diatur karena tanpa ragu mereka lalu masing-masing
menghampiri seorang dengan gaya yang manis dan lembut
sopan mereka menuangkan arak ke dalam cawan sepuluh
orang itu. Mereka lalu makan minum, dilayani masing-masing
oleh seorang pelayan yang membuat Cu Kong Liang merasa
tidak tenang. Dia merasa canggung dan malu dilayani seorang
gadis, hai yang belum pernah dia alam i sepanjang hidupnya!
Setelah selesai makan minum, Pangeran Leng mengajak
sepuluh orang itu ke sebuah kamar yang biasa dipergunakan
untuk mengadakan rapat tertutup dan rahasia. Sekarang Gui
Tiong dan Kong Liang me lihat betapa ruangan-ruangan di
mana mereka berdua berada tidak lagi terjaga pasukan
pengawal dengan ketat. Mereka berdua maklum bahwa
memang hal ini tidak perlu lagi. Pangeran Leng tentu yakin
bahwa selama Siang Lin menjadi sandera, dua orang itu tidak
akan berbuat sesuatu untuk menentangnya!
Setelah semua orang duduk mengitari sebuah meja besar
dan daun-daun pintu dan jendela tertutup rapat, Pangeran
Leng lalu berkata kepada dua orang "pembantu" baru itu.
"Gui Kauwsu dan Bu Enghiong, malam inilah saatnya kalian
berdua membuktikan bahwa kalian benar-benar menjadi pembantuku dan menaati semua perintahku. Kalian berdua akan
dibantu oleh lima saudara Ngo-liong (Lima Naga) ini dan
kalian kami serahi tugas untuk membunuh seseorang."
Pangeran Leng menghentikan ucapannya dan sepasang
matanya menatap wajah dua orang itu dengan penuh selidik,
ingin me lihat bagaimana tanggapan mereka. Akan tetapi baik
Gui T iong maupun Kong Liang tidak memperlihatkan perasaan
apa pun pada wajah mereka, sungguhpun hati mereka
terkejut mendapat tugas untuk membunuh orang!
Mereka juga tidak bertanya siapa yang harus mereka
bunuh itu. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Yang kalian berdua harus bunuh adalah seorang anak lakilaki berusia sepuluh tahun yang kini berada di dalam gedung
Pangeran Bouw Hun Ki."
Bu Kong Liang tidak tahu siapa yang dimaksudkan
Pangeran Leng, akan tetapi Gui Tiong terkejut dan cepat
bertanya. "Siapa anak laki-laki itu, Pangeran?"
"Dia adalah pangeran yang dititipkan kepada Pangeran
Bouw Hun Ki untuk dididik, yaitu Pangeran Kang Shi...."
"Ah! Dia... dia... Putera Mahkota....?"" seru Gui T iong kaget
sekali. "Benar, Putera Mahkota Kang Shi yang berusia sepuluh
tahun. Tugas yang mudah sekali, bukan?"
"Akan tetapi... mengapa harus membunuh Thai-cu
(Pangeran Putera Mahkota)?" kata Gui Tiong dengan muka
pucat. Tugas itu kalau dilaksanakan merupakan dosa yang
teramat besar dan tidak dapat diampuni. Dia dan Bu Kong
Liang akan diburu oleh seluruh pasukan Kerajaan Ceng
(Mancu)! Pangeran Leng tersenyum. "Sekarang belum saatnya
engkau mengetahui sebabnya. Gui Kauwsu. Kelak engkau
akan kami beritahu dan akan mengerti. Sekarang yang
penting laksanakan dulu perintahku dan jangan khawatir,
akulah yang akan menanggung akibatnya. Aku akan
melindungi dan membelamu. Nah, kalian berdua berangkatlah
ditemani Twa-to Ngo-liong. Ingat bahwa puterimu berada di
sini dalam keadaan sehat dan selamat. Kalau kalian berdua
berhasil, bukan saja puterimu akan mendapat kebebasan, juga
kalian berdua akan kami beri kedudukan tinggi. Kalau engkau
gagal, puterimu juga akan kami bebaskan asalkan kalian tidak
mengaku kepada siapapun juga bahwa kami yang mengutus
kalian membunuh Pangeran Mahkota. Kalau kalian membocorkan rahasia ini, berarti puterimu juga tidak akan
selamat." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Twa-to Ngo-liong sudah bangkit dan yang tertua bermuka
penuh brewok berkata kepada Gui T iong. "Mari kita berangkat
sekarang, Pangeran sudah memerintahkan."
Ketika dua orang itu memandang. kepada Pangeran Leng,
Sang Pangeran memberi isarat dengan pandang mata dan
gerakan tangannya agar mereka segera berangkat.
"Jangan lupa bawa senjata kalian!" pesannya dan pangeran
itu lalu bangkit berdiri dan masuk ke sebelah dalam istananya
yang besar dan megah.
"Kami hendak mengambil senjata kami dulu!" kata Gui
Tiong dan bersama Bu Kong Liang dia lalu pergi ke kamar
mereka. Dalam perjalanan ini, sebelum mereka berpisah
memasuki kamar masing-masing, Gui T iong berkata lirih, "Kau
perhatikan isaratku nanti kalau tiba di atas istana Pangeran
Bouw Hun Ki." Setelah berkata demikian dengan suara
berbisik, Gui Tiong dan Kong Liang memasuki kamar masingmasing, Twa-to Ngo-liong yang bertugas menemani dan juga
diam-diam harus mengawasi mereka berdua, segera mengejar
cepat, akan tetapi mereka masih kurang cepat sehingga tidak
mendengar bisikan Gui Tiong kepada Kong Liang tadi. Melihat
dua orang murid Siauw-lim-pai itu memasuki kamar masingmasing lima orang Twa-to Ngo-liong itu menanti di luar
kamar. Tak lama kemudian Gui Tiong dan Kong Liang sudah
mengenakan pakaian ringkas dan membawa senjata masingmasing. Kemudian Twa-to Ngo-liong mengajak keluar me lalui
pintu rahasia yang berada di taman bunga di belakang istana
pangeran itu. Setelah berada di luar pagar tembok yang mengelilingi
istana Gui Tiong berkata kepada Twa-to Ngo-liong. "Sesuai
dengan perintah Pangeran Leng Kok Cun tadi. yang diberi
tugas membunuh adalah kami berdua dan kalian berlima
hanya menemani dan membantu kami oleh karena itu. aku
yang memimpin tugas ini dan kalian berlima harus menaati
petunjukku karena aku yang bertanggung jawab."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Twa-to Ngo-liong yang dikatakan menemani dan
membantu mereka itu sesungguhnya ditugaskan mengawasi
dua orang itu. maka mendengar ini mereka berlima hanya
mengangguk. Tubuh tujuh orang ini berkelebat di dalam
kegelapan bayang-bayang pohon yang disinari cahaya bulan
yang hampir purnama.
0odwo0 Gedung Pangeran Bouw Hun Ki tidaklah semegah gedung
tempat tinggal Pangeran Leng Kok Cun yang seperti istana.
Prabot rumahnya juga tidak terlalu mewah walaupun gedung
itu tetap besar dan luas.
Pangeran Bouw Hun Ki adalah seorang sastrawan, usianya
sekitar lima puluh tiga tahun, rambutnya sudah dihiasi uban
namun wajahnya masih tampan dan sikapnya gagah
sungguhpun pangeran ini tidak pernah mempelajari ilmu silat.
Dia adalah adik Kaisar Shun Chi yang juga seorang sastrawan
dan amat tekun mempelajari Agama Buddha, filsafat Guru
Besar Khong Cu dan Lo Cu. Akan tetapi dia termasuk pemeluk
Agama Buddha yang amat tekun dan mempelajari ajarannya
sampai mendalam. Kaisar Shun Chi amat percaya akan
kebaikan budi dan kesetiaan adiknya itu, maka dia
menyerahkan Pangeran Kang Shi, yang merupakan Thai-cu
(Putera Mahkota) sejak berusia tujuh tahun kepada Pangeran
Bouw untuk dididik dalam ilmu tatane-gara, sastra, agama dan
bahkan di rumah itu pula pangeran kecil itu mendapat
pendidikan dasar ilmu silat dari isteri Pangeran Bouw Hun Ki.
Kini Pangeran Kang Shi telah berusia sepuluh tahun dan
pangeran kecil ini senang sekali tinggal di rumah pamannya.
Di istana dia harus menghadapi banyak peraturan dan
peradatan yang membuat anak ini merasa terikat dan tidak
bebas. Akan tetapi setelah dia berada di rumah pamannya,
Pangeran Bouw Hun Ki, dia merasa bebas dan setelah tinggal
selama tiga tahun di rumah itu, dia merasa akrab dan sayang
kepada penghuni rumah itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pangeran Bouw Hun K i tidak mempunyai seorang pun selir.
Dia amat mencinta isterinya yang dinikahinya ketika dia
berusia dua puluh tahun dan isterinya berusia delapan belas
tahun. Kini isteri-nya yang dahulu ketika menikah bernama
Souw Lan Hui telah berusia lima puluh satu tahun. Akan tetapi
Souw Lan Hui atau Nyonya Pangeran Bouw ini masih tampak
cantik, tubuhnya masih tampak seperti orang muda. Hal ini
tidaklah aneh karena wanita itu sejak masa kanak-kanak telah
mempelajari ilmu silat sehingga ketika masih gadis ia telah
menjadi seorang pendekar wanita sakti yang dijuluki Sin-hongcu (Si Burung Hong Sakti)! Ia adalah seorang murid yang
pandai dari Bu-tong-pai. Maka tidak mengherankan kalau
Pangeran Mahkota Kang Shi dapat memperoleh pendidikan
silat pula di keluarga Bouw.
Pangeran Bouw dan isterinya mempunyai dua orang anak.
Yang pertama adalah seorang anak laki-laki yang diberi nama
Bouw Kun Liong, kini telah berusia dua puluh empat tahun,
belum menikah dan Bouw Kun Liong ini tentu saja mendapat
pendidikan sastra dari ayahnya dan ilmu silat tinggi dari
ibunya. Wajahnya tampan seperti wajah ayahnya dan dia
gagah perkasa seperti ibunya. Pakaiannya selalu rapi, bersih,
dan indah sehingga pemuda bangsawan yang tidak
mempunyai selir seperti para pemuda bangsawan lainnya,
amat menarik hati banyak orang, terutama para gadis yang
pernah melihatnya. Mungkin karena ayahnya adik kaisar dan
ibunya seorang pendekar wanita sakti dan keduanya amat
sayang kepadanya, Bouw Kun Liong agak tinggi hati dan
angkuh walaupun belum sampai dapat disebut sombong.
Anak mereka yang ke dua adalah perempuan yang kini
berusia sekitar delapan belas tahun. Anak ini bernama Bouw
Hwi Siang, cantik jelita seperti ibunya dan walaupun ia juga
mendapatkan pendidikan ilmu silat walaupun tidak setinggi
tingkat kakaknya, namun sikapnya lembut halus seperti sikap
ayahnya. Wajah Bouw Hwi Siang ini mirip ibunya. Kakak
beradik ini belum memiliki tunangan karena keduanya selalu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menolak kalau ayah ibunya bicara tentang perjodohan
mereka. Pangeran cilik Kang Shi disayang keluarga Bouw dan dia
pun amat sayang kepada mereka, terutama sekali kepada
Bouw Kun Liong dan Bouw Hwi Siang, kedua orang kakak
misannya itu. Pemuda dan gadis itu pun merasa amat sayang
kepada Kang Shi yang termasuk seorang anak yang cerdas.
Malam itu biarpun terang bulan, hampir bulan purnama,
karena hawa udara amat dinginnya, maka sebelum tengah
malam keadaan sudah mulai sunyi. Tidak ada orang berlaluloJang di jalan raya. Rumah-rumah sudah menutup pintu dan
jendela. Bahkan di gedung-gedung para bangsawan juga
sudah tampak sunyi. Hanya para penjaga malam, perajuritperajurit pengawal yang masih berada di luar. Akan tetapi
mereka pun lebih suka tinggal di dalam gardu penjagaan di
mana tidak begitu dingin seperti kalau berada di luar.
Bayangan tujuh orang yang berkelebat di antara pohonpohon itu sedemikian cepatnya sehingga para penjaga di luar
gedung-gedung itu pun tidak ada yang melihatnya. Mereka
adalah Gui T iong, Bu
Kong Liang, dan lima orang Twa-to Ngo-liong. Mereka
menuju ke gedung keluarga Pangeran Bouw Hun Ki. Setelah
berada di belakang bangunan besar itu, Gui Tiong memberi
isarat kepada enam orang temannya untuk melompat ke atas
pagar tembok. Akan tetapi dia sengaja melompat lebih dulu
besama Bu Kong Liang dan sebelum lima orang Twa-to Ngoliong menyusul, Gui T iong cepat berbisik kepada pemuda itu.
"Setibanya di atas, kita turun tangan dan bunuh mereka,
jangan ada yang sampai lolos!"
Kong Liang terkejut, akan tetapi dia segera dapat mengerti
mengapa Gui Tiong mengambil keputusan nekat itu. Kalau
mereka berdua menyerang Twa-to Ngo-liong di luar gedung,
di jalan raya, besar kemungkinan perbuatan mereka akan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terlihat orang. Hal ini berbahaya karena kalau sampai
ketahuan Pangeran Leng, mereka pasti dikeroyok dan lebih
parah lagi, Gui Siang Lin terancam bahaya yang lebih
mengerikan daripada maut. Kalau lima orang kaki tangan
Pangeran Leng ini tidak dubunuh, mereka harus melaksanakan
tugas membunuh Putera Mahkota, dan hal ini agaknya tidak
mau dilakukan Gui Tiong. Maka dia mengangguk dan sete lah
lima orang itu menyusul, mereka segera melompat ke atas
wuwungan gedung besar itu, didahului oleh Gui Tiong sebagai
pimpinan. Tujuh orang itu memiliki ilmu meringankan tubuh yang
sudah mencapai tingkat tinggi. Tubuh mereka seolah menjadi
bayangan hitam yang berlompatan di atas wuwungan,
diterangi sinar bulan yang cerah. Hawa dingin tidak terasa
oleh mereka yang berada dalam ketegangan. Twa-to NgoIiong merasa tegang karena sebagai anak buah Pangeran
Leng tentu saja mereka mengerti betapa kuatnya penjagaan
untuk me lindungi Putera Mahkota di gedung itu. Mereka pun
sudah mendengar bahwa biarpun Pangeran Bouw Hun Ki
adalah seorang sastrawan yang bertubuh lemah, namun
isterinya adalah seorang wanita yang lihai sekali karena
Nyonya Pangeran Bouw itu dahulunya seorang pendekar
wanita yang pernah malang melintang di dunia persilatan
dengan julukan Sin-hong-cu.
Kuatnya penjagaan atas diri Putera Mahkota Kang Shi inilah
yang membuat Pangeran Leng sampai lama tidak berani
melakukan usaha untuk membunuh pangeran kecil yang telah
ditetapkan menjadi putera mahkota yang akan menggantikan
kedudukan Kaisar Shun Chi kelak. Berarti pangeran kecil itu
menjadi penghalang utama bagi Pangeran Leng yang
berambisi untuk menggantikan ayahnya kelak!
Kemudian, ketika dua orang pembantunya, Phang Houw
dan Louw Cin melaporkan tentang kegagalan penyerangan
mereka terhadap murid Siauw-lim-pai Bu Kong Liang,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pangeran Leng yang cerdik memesan kepada' para anak
buahnya untuk waspada dan menyelidiki kalau-kalau pemuda
murid Siauw-lim-pai itu masuk ke kota raja. Hal itu benar saja
Kemelut Kerajaan Mancu Seri Huang Ho Sianli 2 Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terjadi. Mendengar bahwa Bu Kong Liang berada di Pek-ho
Bukoan (Perguruan Silat Bangau Putih), dia segera mengatur
siasat untuk menangkap Gui Tiong dan Bu Kong Liang.
Dengan perantaraan Jaksa Ji, seorang di antara para pejabat
yang menjadi anak buahnya, dua orang murid Siauw-lim-pai
itu ditangkap. Dan untuk menyempurnakan siasatnya untuk
memaksa dua orang itu, Pangeran Leng juga menyuruh
orang-orangnya menangkap Gui Siang
Lin dan menawannya
di gedungnya. Kini dia
berani mencoba untuk
membunuh Putera Mahkota Kang Shi,
menggunakan tenaga
dua orang murid Siauw-lim-pai yang sudah menyerah dan
taat untuk melindungi
keselamatan Gui Siang
Lin. Dengan cara ini,
andaikata usaha itu
gagal, yang akan dipersalahkan adalah
Siauw-lim-pai! Mudah
saja dia mengelak dari
tuduhan andaikata dua
orang Siauw-lim-pai itu mengaku dia yang menyuruh mereka.
Bahkan dia dapat membuktikan bahwa dirinya juga diserang
oleh puteri Gui Tiong yang dapat dia tangkap. Dia sendiri
dimusuhi murid Siauw-lim-pai, bagaimana mungkin dia
menggunakan murid-murid Siauw-lim-pai untuk membunuh
Pangeran Mahkota Kang Shi yang adik tirinya sendiri" Karena
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu, T wa-to Ngo-liong yang diutus menemani dua orang murid
Siauw-lim-pai itu sesungguhnya ditugaskan untuk mengawasi
mereka! Setelah mereka tiba di atas wuwungan rumah induk yang
cukup luas, Gui Tiong memberi isarat kepada Bu Kong Liang
dan mereka berdua cepat mencabut senjata mereka, Gui
Tiong mencabut sepasang goloknya dan Bu Kong Liang
mencabut sepasang tombak bercabang, lalu menyerang lima
orang Twa-to Ngo-liong!
Serangan yang dilakukan Kong Liang sedemikian cepatnya
sehingga seorang dari Twa-to Ngo-liong yang sama sekali
tidak pernah menduga, tak mampu menghindarkan diri dan
dia pun roboh mandi darah karena lehernya tertusuk tombak
cagak! Orang ke dua yang diserang Gui Tiong, masih dapat
mengelak walaupun pundak kirinya tergores golok sehingga
baju dan kulit pundaknya terobek dan berdarah.
Twa-to Ngo-liong tentu saja terkejut bukan main. Mereka
waspada mengikuti dua orang itu untuk melihat apakah
mereka benar-benar melaksanakan tugas yang diperintahkan
Pangeran Leng. Andaikata mereka berdua ketahuan dan
terjadi perkelahian, mereka berlima tidak akan membantu,
bahkan akan melarikan diri. Mereka dipesan oleh Pangeran
Leng agar tidak melibatkan diri kalau terjadi pertempuran
sehingga nama Pangeran Leng tetap bersih. Maka ketika tibatiba dua orang murid Siauw-lim-pai itu menyerang mereka dan
sudah merobohkan seorang dari mereka, tentu saja mereka
terkejut bukan main. Akan tetapi sebagai ahli-ahli silat
berpengalaman, tentu saja mereka dapat bertindak cepat.
Mereka sudah mencabut golok masing-masing dan terjadilah
perkelahian seru di atas wuwungan gedung tempat tinggal
Pangeran Bouw! Gui T iong yang dikeroyok dua memutar sepasang goloknya
dan pertandingaan antara dia dan dua orang pengeroyok itu
terjadi amat serunya. Agaknya dua orang pengeroyok itu pun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
telah memiliki ilmu golok yang amat tangguh sehingga
perkelahian itu seru dan seimbang.
Akan tetapi, dua orang lain dari Twa-to Ngo-liong yang
mengeroyok Kong Liang, begitu saling serang, menjadi
terkejut karena pemuda ini memiliki tenaga yang amat kuat
dan gerakannya juga lebih cepat daripada mereka. Mereka
berdua berusaha untuk membela diri mati-matian, akan tetapi
setelah bertahan selama belasan jurus, begitu Kong Liang
memperhebat tekanannya, dua orang pengeroyok itu berturutturut roboh, yang seorang tertusuk lehernya, yang ke dua
tertusuk dadanya oleh siang-kek di kedua tangan Kong Liang.
Mereka roboh dan tewas di atas wuwungan.
Kong Liang cepat menoleh untuk melihat keadaan Gui
Tiong yang juga dikeroyok dua orang lawan. Dia melihat
betapa keadaan mereka seimbang. Pada saat itu, sebelum dia
dapat melompat untuk membantu Gui Tiong, terdengar bunyi
berdesing nyaring tinggi menusuk pendengaran dan tampak
tiga sinar putih berkeredepan secara berturut-turut menyambar dari bawah ke arah tiga orang yang sedang
bertanding itu.
Begitu Kong Liang memperhebat tekanannya, dua orang
pengeroyok itu berturut-turut roboh, yang seorang tertusuk
lehernya. Kong Liang membelalakkan matanya ketika melihat Gui
Tiong roboh bersama dua orang pengeroyoknya!
"Tangkap yang seorang! Jangan bunuh, dia harus dapat
memberi keterangan!" terdengar bentakan suara wanita dan
tiba-tiba ada tiga bayangan hitam berkelebat dan melayang ke
atas wuwungan! Kong Liang cepat menghampiri tubuh Gui
Tiong dan berjongkok memeriksanya. Ternyata keadaan Gui
Tiong parah sekali. Dadanya mengeluarkan banyak darah dan
ternyata sebuah senjata rahasia berbentuk bintang yang putih
mengkilap telah masuk ke dalam dadanya. Kong Liang terkejut
sekali melihat paman gurunya dalam keadaan sekarat dan dia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pun mengenai senjata rahasia itu sebagai Gin-seng-piauw
(Senjata Rahasia Bintang Perak).
"Susiok....!" Dia mengeluh dan menggunakan jari
tangannya menotok beberapa jalan darah untuk mengurangi
rasa nyeri, akan tetapi dia maklum bahwa nyawa paman
gurunya tidak mungkin dapat tertolong.
"Kong Liang... jaga... jaga Siang... Lin....!" Tubuh itu
terkulai dan Gui Tiong telah menghembuskan napas terakhir
setelah meninggalkan pesan itu.
"Susiok.... ah, ampunkan saya, Susiok! Sayalah yang
menyebabkan semua ini....!" Kong Liang meratap penuh
penyesalan. "Orang muda, menyerahlah engkau!" terdengar bentakan
di belakangnya. Kong Liang melompat ke depan sambil
memutar tubuhnya. Dia melihat seorang wanita bertubuh
ramping, namun wajahnya yang cantik menunjukkan bahwa
wanita itu tentu sudah setengah tua, berusia sekitar lima
puluh tahun, pakaiannya indah seperti pakaian wanita
bangsawan. Di punggung wanita itu tampak sepasang pedang
dan di pinggang depan tergantung sebuah kantung merah
yang biasanya untuk menyimpan senjata rahasia. Maklumlah
Kong Liang bahwa tentu wanita ini yang telah membunuh
susioknya. "Engkau telah membunuh Susiok!" bentaknya dan Kong
Liang cepat menyerang dengan sepasang siang kek di
tangannya. Akan tetapi wanita itu bergerak cepat bukan main
dan serangannya yang bertubi-tubi itu mengenai tempat
kosong! Karena penasaran, Kong Liang menyerang lebih
gencar lagi, mengeluarkan jurus-jurus yang paling ampuh.
Namun lawannya berkelebatan dan semua serangannya
Bentrok Rimba Persilatan 10 Pukulan Si Kuda Binal Karya Gu Long Sepasang Pedang Iblis 5
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama