Ceritasilat Novel Online

Kisah Para Naga Di Pusaran Badai 1

Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall Bagian 1


Kisah Para Naga di Pusaran Badai
BAGIAN I Oleh : Marshall
Final edit & Ebook : Dewi KZ
di http://kangzusi.com/
Daftar Isi : KISAH PARA NAGA DI PUSARAN BADAI BAGIAN I
EPISODE 1. NAGA-NAGA KECIL
(1): PEMBANTAIAN
(2): PESOLEK ROMBENG SAKTI
(3): LEMBAH PUALAM HIJAU
(4): KIANG CUN LE
(5): SIANGKOAN TEK - TOKOH BENGKAUW
EPISODE 2: ANAK-ANAK NAGA BERTUMBUH
- ANAK DARI LANGIT
4 TOKOH GAIB RIMBA PERSILATAN
- PERTEMUAN 10 TAHUNAN
EPISODE 3: BADAI MULAI MENGAMUK
(1): KUN LUN PAY
(2): PERTANDINGAN DI KUN LUN PAY
(3): DUTA AGUNG VS BARISAN WARNA-WARNI
(4): DUTA AGUNG VS BARISAN WARNA-WARNI
EPISODE 4: HURU HARA DAN DUEL DI KAYPANG
(1): RAPAT DI KAY
(2): BI HIONG VS CIU SIAN
(3): KIANG HONG VS CIU SIAN
EPISODE 5: TEKA-TEKI DI SIAUW LIM SIE
(1) - DUTA AGUNG DI SIAUW LIM SIE
(2) - PENCURIAN
(2) - SIAPA PELAKUNYA "
EPISODE 6: RAIBNYA KIOK HWA KIAM
DUEL DI BU TONG
CIU SIAN VS SIAN ENG CU
EPISODE 7: NAGA-NAGA MUDA
MEMBERSIHKAN KAY PANG
SI YANG SIE CAO
DI SARANG MUSUH
PEMBERSIHAN DI CIN AN
EPISODE 8: DARA SAKTI DARI BENGKAUW
PENDEKAR KEMBAR
SIANGKOAN GIOK LIAN
DI RUMAH KELUARGA LIM
EPISODE 9: SIAUW LIM SIE CABANG POH THIAN
SURAT PERINGATAN
DISERBU PERTEMPURAN DI POH THIAN
EPISODE 10: MENCARI KIOK HWA KIAM DI KOTA RAJA
TUGAS MENCARI PEDANG SERUNI
DIALOG DGN BENG SAN SIAN ENG
DATUK KAUM SESAT
EPISODE 11: DIMANAKAH KIM CIAM SIN KAY "
CENG I KOAI HIAP
CHIT CAY SIN THO
MENUJU PAKKHIA DUEL DUA NAGA SAKTI
EPISODE 12: HEK-I-KAY PANG (1)
HEK-I-KAY PANG (2)
EPISODE 13: MENYELAMATKAN KIM CIAM SIN KAY (1)
MENYELAMATKAN KIM CIAM SIN KAY (2)
EPISODE 14: AIB DAN KESEMBUHAN (1)
AIB DAN KESEMBUHAN (2)
EPISODE 15: LIOK TE SAM KWI VS LIONG-I-SINNI (1)
LIOK TE SAM KWI VS LIONG-I-SINNI (2)
EPISODE 16: PERTEMUAN 10 TAHUNAN TERAKHIR
PERTEMUAN 10 TAHUNAN TERAKHIR (2)
EPISODE 17: LAGI - BANJIR DARAH
LAGI - BANJIR DARAH (2)
EPISODE 18: SURAT DARI LEMBAH SIAU YAU KOK
SURAT DARI LEMBAH SIAU YAU KOK (2)
EPISODE 19: PERTEMPURAN DI SIAU YAU KOK
PERTEMPURAN DI SIAU YAU KOK (2)
EPISODE 20: MENJADI DUTA AGUNG
MENJADI DUTA AGUNG (2)
EPISODE 21: MELAWAN HU HOAT THIAN LIONG PANG
MELAWAN HU HOAT THIAN LIONG PANG (2)
EPISODE 22: UPACARA DUKA DI SIAUW LIM SIE
UPACARA DUKA DI SIAUW LIM SIE (2)
UPACARA DUKA DI SIAUW LIM SIE (3)
UPACARA DUKA DI SIAUW LIM SIE (4)
UPACARA DUKA DI SIAUW LIM SIE (5)
Episode 1. Naga-naga Kecil
(1): Pembantaian
Udara sungguh bersih, sangat cerah malah. Sinar matahari menerobos melalui celah dedaunan dari pohon-pohon berdaun jarang, sementara kicau burung bertingkah menghadirkan
suasana gemilang.
Keadaan ini, seharusnya membuat siapapun gembira.
Betapa tidak, berada di tengah keadaan yang begitu damai, pastilah akan menularkan kedamaian dan ketenangan serupa.
Tapi tidak bagi orang tua yang satu ini. Pakaiannya sangat sederhana, layaknya orang pertengahan umur yang sedang
menyepi dan mengais ketenangan hidup.
Orang tua dengan rambut dan alis yang sebagian mulai
memutih ini terlihat berkali-kali menarik nafas panjang, seperti ada sesuatu yang sedang dipikirkan dengan keras. Sungguh kontras dengan alam yang sedang cerah gemilang.
"Kek, berhasil kek. aku berhasil, huraaa," seorang anak kecil yang sedang melakukan gerakan-gerakan silat tak jauh dari si orang tua memecahkan keheningan. Usia anak itu
paling banyak 9 tahun dan dia nampak gembira karena
berhasil melakukan beberapa gerakan yang baru dipelajarinya.
"Bagus Liong ji. Kamu mengalami kemajuan pesat," puji si orang tua menanggapi keriangan cucunya.
"Tapi masih banyak yang perlu kamu benahi untuk menjadi seperti Ayahmu," ujar si orang tua sambil mengelus-elus janggutnya.
"Tapi gerakan-gerakan "walet berkelit mengepakkan sayap"
yang kakek ajarkan sudah bisa kulakukan," kejar si bocah.
"Benar, tapi itu baru dasar dari gerakan-gerakan melatih kelincahan tubuh kita. Besok Kakek akan mengajarkan dasar gerakan tubuh yang lain buatmu. Tapi sekarang, kamu harus menyempurnakan gerakan itu," Sahut si orang tua menahan senyum.
Ketika si Bocah kembali sibuk dengan gerakan-gerakan
dasarnya, si orang tua kemudian bergumam. "Harus segera diputuskan, nampaknya waktu tidak lama lagi," gumam si
orang tua sambil mengamati dan nampaknya dengan sangat
serius, keadaan alam, bahkan sambil memandang ke atas
seakan sedang menghitung awan.
"Ya, nampaknya, akan segera terjadi dan akan segera
dimulai. Mudah-mudahan badai ini bisa reda tanpa korban yang terlalu berat. Dan mudah-mudahan benar, Liong ji
mampu melewati badai yang teramat kelam ini".
Sang kakek kembali terbenam dalam lamunan dan
pertimbangan-pertimbangan rumitnya, sang cucu kembali
dalam kesibukan mengolah dan menempa gerakannya,
sementara alam tetap ceria. Tapi, intuisi sang kakek
nampaknya membuatnya harus memutuskan sesuatu.
"Ya, memang aku harus segera memutuskannya, harus
dimulai," gumamnya.
-0o~Marshall~DewiKZ~o0"Kita tidak oleh gagal. Yang gagal lebih baik mengakhiri hidupnya daripada gerakan kita tercium sebelum dimulai
benar-benar." Seorang berperawakan besar nampak sedang
mengatur siasat dengan belasan pengikutnya. "Sasaran awal kita sebanyak empat Perguruan Silat menengah, harus tuntas hanya dalam waktu satu hari. Ingat, barisan ombak merah tidak boleh kalah dari barisan lain. Segera setelah tugas selesai, kembali berkumpul di bukit sebelah barat sana, bersama dengan barisan ombak lainnya, Kemudian kita akan menghilang untuk merencanakan gerakan selanjutnya. Semua siap?" Tanya sang pemimpin.
"Siap!!" serempak jawaban sekitar 12 orang anggota
barisan merah menyahut di hadapan sang pemimpin.
"Barisan merah 1 bersama regunya masuk melalui sisi
kanan," seruan ini dengan segera ditanggapi secara tertib dan serius oleh barisan kelompok pertama. Jumlah kelompok
pertama ini ada sekitar 3 orang.
"Barisan merah 2 bersama regunya memasuki sisi kiri,"
seruan dan perintah ini diarahkan kepada barisan kedua yang juga berjumlah hamper sama dengan barisan pertama, yakni sebanyak 3 orang.
"Sisanya memasuki pintu utama segera setelah mendengar
dan melihat tanda siulanku. Kita tetapkan dimulai
sebagaimana kesepakatan dengan Barisan warna biru, hijau dan kuning menjelang malam ini dan selesai secepatnya untuk bergabung di bukit sebelah barat," ujar si Pemimpin. Semua nampak mengangguk-angguk paham dan tetap dalam barisan
dengan sangat tertib dan teratur.
-0o~Marshall~DewiKZ~o0
PEK LIONG PAI, Perguruan Naga Putih. Papan nama megah
itu nampak menyuram, seiring dengan mentari yang semakin condong ke barat. Bersamaan dengan itu, beberapa anak
murid yang bertugas, mulai melakukan ronda menjelang
malam. Menyalakan obor di beberapa sudut dan menempati
pos penerima tamu yang sekaligus menjadi gerbang
perguruan yang berada di sisi sebelah depan.
Bagian belakang Perguruan ini jarang didatangi orang,
karena langsung berbatasan dengan tebing yang sangat tinggi sehingga selalu diabaikan untuk dijaga. Lagipula, di dekat tebing itu justru ketua Perguruan Naga Putih, Can Thie San tinggal. Jikapun ada penyusup, masakan tidak diketahui dan konangan oleh sang Ketua"
Dua orang murid yang bertugas jaga baru mau mulai
bertugas meronda ketika sebuah piauw berbentuk bintang laut berwarna merah berdesing dan jatuh di halaman dalam.
Keduanya terperanjat, akan tetapi dengan segera menjadi lebih terperanjat lagi ketika tanpa mereka sadari, dalam hitungan sepersekian detik seseorang dengan tutup wajah merah dan jubah merah lebar telah berdiri di belakang
mereka. Tanpa mereka sadari dan ketahui. Bahkan berdiri dengan seramnya dibelakang mereka. Terlebih karena cahaya bulan berada dibelakang manusia berjubah itu, membuat
tampilannya menjadi semakin menyeramkan bagi kedua
penjaga itu. "Bawa, Piauw bintang laut merah itu kepada ketuamu.
Sampaikan bahwa duta barisan ombak merah menunggu di
halaman depan." Terdengar ucapan dengan nada yang sangat dingin dan menusuk dari Ketua Kelompok Barisan Merah yang nampak menyeramkan itu.
Tapi, para penjaga itu segera menyadari keadaan, dan
ketika mulai menemukan kembali keberanian mereka, dengan segera seorang dari peronda malam itu menggerutu dan
memaki: "Setan, siapa kamu gerangan hingga berani lancang tangan memerintah kami anggota perguruan " ngek"." Belum
selesai bicara, sang murid yang lancang mulut itu telah terkulai. Lehernya tertembus sebuah piauw bintang laut merah yang berukuran jauh lebih kecil dari tanda pengenal yang dilemparkan sebagai tanda pengenal di halaman perguruan Naga Putih tadi.
Murid atau penjaga malam yang satunya lagi terbelalak
kaget dan menjadi sangat ketakutan. Betapa tidak, dia tidak melihat dan tidak sanggup mengikuti kibasan tangan duta ombak merah, tahu-tahu kawannya sudah terkulai tewas
dengan leher tertembus piauw bintang laut merah yang kecil.
Sebentar kemudian, suara dingin dan menusuk itu kembali terdengar:
"Mau sok hebat seperti kawanmu, atau segera masuk dan
memanggil ketuamu?" Kalimat ini diiringi dengan dengusan sang ketua barisan yang menjadi agak marah karena terusik oleh penjaga yang dibunuhnya barusan dengan sebuah
kibasan piauw bintang laut merah.
"Ba " ba ". Baik tuan, silahkan tunggu di sini"." murid yang satu lagi dengan gemetar, kecut dan ketakutan segera memutar balikkan tubuhnya untuk memasuki ruangan dalam
guna memberitahu kawan-kawan dan ketuanya.
Tetapi tiba-tiba, "siiiiinnnng", terdengar desingan yang lain yang kemudian menghadirkan rasa dingin di lehernya dan
entah bagaimana tiba-tiba dia merasa kesakitan pada bagian telinganya, dan terasa sakit dan darah, sebuah telinganya tiba-tiba terlepas.
"Aduh" jeritnya kesakitan, tapi ketakutan membuatnya
tidak berhenti dan malah berlari masuk sambil membekap
bekas telinga kirinya yang kini buntung oleh si jubah merah yang sangat ganas dan telengas, bukan saja membunuh
kawannya tetapi juga memapas telinganya hingga buntung
dan membuatnya sangat ketakutan.
Tidak beberapa lama kemudian, sekitar 20-an murid Pek
Liong Pai berduyun-duyun keluar dan dengan marah, dan
maju bergerombol di depan Sang ketua Barisan Merah. Sang ketua barisan tetap berdiri menyeramkan dan nampak angkuh menghadapi demikian banyak anak murid Pek Liong Pai yang datang mengerubutinya.
Nampak jelas bila si ketua barisan merah sama sekali tidak menganggap para murid ini sebagai orang-orang yang
membahayakan dan bahkan tidak mengindahkan para murid
yang murka melihat tubuh salah seorang teman mereka
terbujur dihalaman dengan leher tertembus piauw kecil.
"Setan, siapa kamu yang begitu berani menyatroni
perguruan kami?" Seorang yang cukup berwibawa bertanya
dengan muka masam kepada si duta. Menjadi makin masam
begitu melihat mayat salah seorang muridnya yang terkulai dengan leher tertembus piauw di depannya.
"Apakah kamu yang membunuhnya?" Tanya orang itu yang
ternyata adalah Murid Kepala Can Thie San bernama Li Bu San, yang nampak menjadi semakin marah memandang si
Pemimpin Barisan Merah
"Benar, dan siapa pula kamu?" Dengus sang pemimpin
barisan merah dengan nada menghina dan tidak memandang
sebelah mata. "Li Bu San, Murid kepala Pek Liong Pay?" Jawab Li Bu San lantang dibarengi kemarahan akibat seorang murid terluka dan seorang lagi tewas. Sungguh sombong dan telengas
orang ini, pikirnya.
"Kau belum cukup berhak untuk berhadapan denganku.
Panggil ketuamu atau korban akan menjadi semakin besar"."
dengus si pemimpin yang membuat Li Bu San tambah naik
pitam. Betapapun dia adalah murid kepala sang Ketua dan memiliki wewenang besar di perguruannya.
Sementara itu, lebih 20-an lagi murid Pek Liong Pay keluar dan mereka serentak mulai mengambil sikap untuk
mengurung pemimpin barisan Merah yang sombong dan
memuakkan itu. Tapi tiba-tiba sang pemimpin barisan merag mengibaskan
tangannya sambil kemudian sebuah siulan panjang terdengar dari bibirnya. Dan dalam waktu yang tidak lama, kepungan para murid Pek Liong Pay buyar, sebagian besar terlempar kebelakang meski tidak terluka, hanya terdorong oleh
hempasan membadai dari tangan Sang pemimpin barisan
merah yang ternyata sangat lihay bagi para murid Pek Liong Pay.
Sementara di belakang sang pemimpin barisan merah,
sejurus kemudian dalam waktu yang tidak lama telah
bertambah dengan 6 orang lain dengan tubuh bersaputkan
kain merah dan wajah juga tertutup kain merah. Bedanya
dengan Pemimpin Barisan Merah adalah, adalah warna
jubahnya yang lebih pekat dibandingkan dengan anak
buahnya. "Jangan memaksa kami menurunkan tangan lebih kejam.
Kami ingin bekerjasama dengan kalian, tetapi bila kalian mengambil jalan kekerasan, kami tidak segan-segan
menurunkan tangan kejam?" Si pemimpin barisan merah
mengancam. Bahkan ancamannya sudah dibuktikan dengan
tak segan-segannya dia membunuh dan melukai orang, meski dihadapan banyak anak murid perguruan itu.
"Apa kehendak kalian sebenarnya" Bertanya Li Bu San
mewakili gurunya dan tentu kawan-kawan perguruan dan
murid-muridnya.
"Kau tidak berhak bertanya jawab denganku. Jika Ketua
Kalian berkeras tidak mau menghadapi kami, maka jangan
salahkan bila kami melepas tangan kejam untuk muridmuridnya. Cukup kamu tahu, bahwa kami tidak berpantang
melakukan pembunuhan, termasuk membunuh seluruh anak
murid Pek Liong Pay apabila memang dibutuhkan?" Hebat
bukan main ucapan pemimpin barisan merah ini, sampaisampai wajah Li Bu San menjadi pucat menahan
kemendongkolan dan kemarahan yang memenuhi relung
dadanya. "Tahan, ada apa malam-malam orang mencariku?" Sebuah
suara diikuti tindakan lebar dibarengi pengerahan tenaga mendatangi ke halaman depan. Dan tidak berapa lama
kemudian nampak berdiri gagah seorang berumur
pertengahan dan yang dengan cepat semua murid termasuk Li Bu San menghormat sambil berkata: "hormat Pangcu". Tapi orang itu hanya memandang sekilas untuk kemudian matanya beralih kepada si pendatang, pemimpin barisan merah
bersama anak buah yang menyertainya. Wajahnya berkernit sekejap melihat sudah ada anak muridnya yang menjadi
korban dan ada yang terluka.
"Apakah kau, Ketua Pek Liong Pay?" Tanya pemimpin
barisan merah ketika orang yang baru datang memandang
kearah kelompok barisan merah dan dirinya seakan bertanya-tanya siapa mereka gerangan.
"Benar, Can Thie San, Ketua Pek Liong Pay" Jawab sang
Ketua yang kemudian dari belakangnya keluar pula anak laki-lakinya, Can Liong dan selanjutnya berdiri di sebelah kiri dan istrinya berdiri di sebelah kanan seakan mengapit Can Thie San ditengah mereka berdua..
Tapi ketika melihat piauw Bintang Laut Merah di tengah
halaman, wajah Can Thie San nampak berubah hebat. Apalagi ketika melihat bahwa Barisan Merah telah hampir lengkap, sudah ada 6 orang, dan berarti masih ada 2 sayap lainnya yang menunggu untuk bergabung. Sebagai seorang tokoh dan ketua perguruan, Can Thie San sudah maklum apa yang akan terjadi. Sesuatu yang membahayakan dirinya, perguruannya, semua anak muridnya dan tentu juga keluarganya.
"Apa yang kalian kehendaki?" Tanya Can Thie San
"Meminta Pek Liong Pay tunduk kepada kami, dan kemudian bekerjasama untuk menguasai dunia persilatan. Jika ditolak, maka berarti bermusuhan, dan Barisan Merah tidak segan
melakukan pembunuhan dan pembasmian"." Sahut pemimpin
barisan merah dingin dan tajam menusuk.
Wajah Can Thie San nampak makin kelam. Dia tahu dan
sadar belaka dengan siapa dia kini berhadapan. Di Lautan sebelah selatan, Can Thie San tahu bahwa ada sebuah
Perkumpulan Misterius yang sangat ambisius dan memiliki 4
barisan utama, yakni barisan merah, barisan biru, barisan hijau dan kuning.
Jangankan dengan barisan itu, dengan duta yang menjadi
kepala dari barisan itu, dia sadar betul masih belum nempil menjadi lawannya. Apalagi menghadapi barisan yang dia
dengar, bila bergerak tidak akan menyisakan orang yang
berada di tengah barisan itu.
Can Thie San juga sadar, meski masih belum pernah tampil di Tionggoan, Ketua Perkumpulan misterius ini, dikabarkan tanpa tanding. Atau sulit dicarikan tandingannya, karena kesaktiannya yang luar biasa, sehingga bahkan barisannya saja sudah demikian sakti. Anehnya, mau apa mereka
memasuki Tionggoan setelah puluhan tahun berdiam di lautan selatan" Apakah ada sesuatu yang berubah ataukah tiba-tiba muncul ambisi mereka untuk berkuasa juga di Tionggoan"


Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Banyak pertanyaan di benak Can Thie San, tetapi
sayangnya tidak semua bisa ditanyakannya kepada pemimpin barisan merah yang dia tahu juga sangat lihay dan ganas, dan mengahdirkan ancaman baginya, keluarganya dan
perguruannya. Tetapi, sebagai seorang Ketua sebuah Perguruan, meski
bukan perguruan terbesar dalam dunia persilatan Tionggoan, dalam waktu sekejap, Can Thie San sudah mengambil
keputusan. Setidaknya, dia berharap anaknya Can Liong dan istrinya boleh luput dari sergapan dan pembantaian oleh barisan merah yang menakutkan ini.
Meskipun nampaknya berat, tetapi demi kegagahan dia
harus mempertahankan kehormatannya. Betapapun kecilnya
Pek Liong Pay, tetapi kehormatan sebagai kaum persilatan harus dijaganya, dan justru karena berpikiran demikian maka Can Thie San menjadi pasrah, dan karena itu, dengan tegas dia berkata:
"Baik, bagaimana jika diputuskan bahwa siapa yang
menang dia berhak menentukan nasib yang kalah?"
"Suhu" murid-muridnya menjerit kaget, sungguh luar biasa apa yang diucapkan guru mereka. Dari semua murid, hanya Li Bu San yang bisa memahami makna dari ucapan yang keluar dari mulut suhunya, karena sedikit banyak dia sudah
mendengar kehebatan dan keganasan Barisan merah ini.
"Sudah kutetapkan demikian, entah bagaimana pemikiran
pemimpin Barisan Merah?" Tanya Can Thie San
"Kami perlu dukungan dan kerjasama banyak perguruan.
Karena itu, pikirkan sekali lagi Can Thie San, menakluk dan bekerjasama dengan kami atau terpaksa kami membuka jalan darah"." sahut pemimpin barisan Merah.
"Beri aku waktu untuk mencoba merundingkan beberapa
hal dengan murid kepalaku?" Can Thie San berkata kepada pemimpin Barisan Merah, sebuah upaya lain untuk mengulur waktu buat meloloskan putranya dan istrinya dari marabahaya yang mengancam.
"Silahkan" Jawab Sang pemimpin.
Can Thie San menghampiri istri dan anaknya dan
nampaknya berusaha memberikan beberapa pengertian serta juga beberapa pesan yang mesti dilakukan menghadapi
bahaya ini. Nampak anaknya seperti tidak setuju, tetapi ayahnya tetap berkeras karena sadar betul kekuatan yang sedang mereka hadapi, sebuah kekuatan yang tak
tertahankan bagi mereka.
Pada akhirnya, Can Liong nampaknya mengangguk berat,
sangat berat hatinya harus meninggalkan ayahnya bertarung tanpa keyakinan menang, sementara dia merat bersama
ibunya. Semuanya tidak lepas dari pengamatan Pemimpin
Barisan Merah, bahkan dengan jelas dia mendengar
percakapan mereka melalui telinganya yang tajam.
Pemimpin Barisan Merah hanya memandang diam, dia tahu
sayap kiri kanan akan menyelesaikan yang tersisa ataupun siapa saja yang akan tersisa dan lolos dari halaman depan.
Sementara itu, Can Thie San setelah menerima anggukan
persetujuan istri dan anaknya, kemudian menghampiri murid-muridnya dan mengeluarkan pesan-pesannya yang dimintanya untuk ditaati oleh murid-muridnya:
"Seandainya Gurumu kalah, ingatlah selalu untuk
menegakkan kebenaran. Bukan masalah hidup atau mati yang penting, tapi bagaimana kehormatan dan kegagahan
ditegakkan. Jika aku beruntung menang, tidak akan ada
masalah. Jika tidak, Li Bu San, tolong kau perhatikan
nantinya"."
Li Bu San mengangguk-angguk sambil menyatakan "Iya
suhu, hati-hatilah".
Can Thie San kemudian menghampiri Sang Duta dan
menyatakan, "silahkan, kita mulai, kami memutuskan untuk melawan dengan kehormatan dan kegagahan kami".
Tapi Sang pemimpin barisan merah dengan dingin dan
tenang malah menyatakan, "jika dalam 5 jurus kamu mampu bertahan, kami akan berlalu. Tapi bila kami menang, maka Perguruan ini akan segera kami musnahkan karena berani
menentang perintah menakluki?"
Perkataan ini disambut dengan gerengan marah muridmurid Pek Liong Pay yang merasa sangat terhina oleh ucapan pemimpin barisan merah yang bukan hanya menghina, tetapi bahkan mengancam akan membunuh mereka semua.
Begitupun, ucapan 5 jurus ini, membuat semangat Can
Thie San bangkit lagi. "Masakan bertahan 5 juruspun aku tak sanggup?" pikirnya, dan membuatnya seperti mendapatkan
dorongan moral dan semangat baru untuk mempertahankan
hidupnya dan perguruannya.
Dengan segera dia mengempos tenaga dan dengan
sengaja dia kemudian menetapkan memilih dan mengeluarkan serta mengerahkan jurus-jurus terampuh dari perguruan yang diciptakan ayahnya berdasarkan Jurus Kibasan Naga Putih.
Pada saat menyerang, tangan dan kakinya bergerak kuat
dan dengan segera menerpa menyerang kearah pinggang dan kaki pemimpin barisan Merah. Tapi sayang, baik kegesitan maupun tenaga, nampaknya Can Thie San masih terpaut
cukup jauh dari pemimpin barisan Merah yang digdaya itu.
Hanya dengan menggeser 1 langkah kekiri, menyentil
pergelangan tangan dan kemudian mengegos perlahan dan
santai, 3 jurus ampuh Naga Putih sudah bisa dipunahkannya.
Dan ketika Can Thie San melancarkan Serangan "Naga
Putih Berontak", dengan kedua tangan mendorong ke depan kemudian cepat melingkar dengan serangan kaki kanan,
disertai tenaga yang hebat, pemimpin barisan Merah dengan gesit menghindar.
Bahkan kemudian bukan hanya menghindar sebuah
sodokan yang nampaknya perlahan saja, secara aneh dan
telak telah nyelonong ke dada Can Thie San yang segera
terlontar ke belakang dan dan kemudian dari mulutnya
menyeburlah darah segar.
"Can Thie San, kau sudah kalah. Aku hanya memainkan 4
jurus, 3 jurus mengelak dan sebuah jurus menyerang, dan itu sudah cukup mejatuhkanmu. Maafkan, bila barisan merah
terpaksa memaksa Pek Liong Pay untuk terbasmi?" Berkata pemimpin Barisan Merah kepada Can Thie San yang jatuh
terduduk dengan darah berceceran disampingnya dan
mengotori juga jubahnya.
Tiba-tiba, suara siulan pemimpin barisan merah kembali
terdengar, sebuah perintah untuk turun tangan kepada
barisan merah, baik yang bersamanya maupun yang masuk
melalui pintu kiri dan pintu kanan perguruan Pek Liong Pay sebagaimana yang mereka rencanakan.
Dan bersamaan dengan itu, nampak murid-murid Pek Liong
Pay juga bergerak, malah nampaknya Li Bu San mendahului mendekati pemimpin Barisan Merah dan dengan garang
menantang untuk bertempur dengan si pemimpin:
"Aku akan minta pengajaranmu?" Li Bu San nekat maju
menyerang pemimpin barisan merah, dan langkahnya diikuti oleh beberapa murid lain yang merasa muak dan marah
dengan kesombongan pemimpin barisan merah. Tetapi hanya dengan menggeser kaki kekanan, diikuti sebuah sodokan
pemimpin barisan merah telah melontarkan Li Bu San kembali ke tempatnya.
Li Bu San yang keras kepala kemudian malah menghunus
pedangnya dan dengan lantang berseru, "Kita lawan", dan seruannya diiringi dengan sambutan murid-murid lain yang dengan segera ikut menggempur Barisan Merah yang juga
sudah menerima perintah melalui siulan untuk membasmi Pek Liong Pay.
Maka dimulailah proses perkelahian dan pertempuran yang lebih mirip pembantaian anak murid Pek Liong Pay.
Pertempuran yang berat sebelah itu berlangsung timpang, meskipun Pek Liong Pay menang jumlah, malah sangat
banyak, tetapi kemampuan mereka bertempur masih sangat
jauh dibandingkan dengan kekuatan Barisan Merah.
Barisan ini seakan-akan bermain-main dengan mencabut
nyawa kekiri dan kekanan, dan tidak lama kemudian anak
murid Pek Liong Pay sudah pada bergelimpangan menjadi
korban, tak satupun tersisa. Bahkan Can Thie San dan juga Lu Bu San menjadi korban diantara mayat bergelimpangan
dihalaman perguruan mereka.
Bahkan Can Liong bersama ibunya yang mengambil jalan
belakang sesuai pesan ayahnya, juga ikutan menjadi korban.
Pek Liong Pay akhirnya jatuh dan terbasmi habis oleh di tangan Perguruan Misterius dari Lautan Selatan yang
menyerang dan menyerbu dengan barisan merahnya.
Hari itu, 4 perguruan kelas menengah menjadi korban. Dari keempat perguruan itu, hanya 1 perguruan yang menakluk
dan dikuasai. Sementara sisanya, 3 perguruan lain dibasmi habis sampai keakar-akarnya. Setidaknya hampr 200 orang tewas dalam pembasmian, dimana hampir tiada seorangpun
anggota perguruan 3 perguruan yang melawan yang
tertinggal, semua mati terbantai secara mengerikan.
Bahkan juga anggota keluarga pemimpin perguruan itu,
ditemukan tewas dengan cara yang hampir sama. Perguruan yang menakluk itu dan selamat, kini dikuasai oleh Perguruan Misterius yang nampaknya berkeinginan melebarkan sayap ke Tionggoan. Perlawanan pek Liong Pay bersama 2 perguruan lainnya terlampau lemah dan sangat mudah di kuasai.
-0o~Marshall~DewiKZ~0o(2): Pesolek Rombeng Sakti
"Hiyaaaa, hiyaaaa," Sang kusir mengemudikan keretanya
dengan tenang dan mengatur kuda-kuda penarik agar tidak rewel. Keretapun berjalan teratur, getaran-getarannya
memang tidak mungkin tidak terasa, tapi bagi banyak orang, terlebih pejabat Negeri, naik kereta tentu lebih bergengsi ketimbang jalan kaki. Selain tentu, memang tepat untuk
memanjakan kemalasan berjalan kaki. Bahkan lebih dari itu, berkereta adalah lambang status.
Isi kereta itu, dengan mudah bisa ditebak, tentulah
bukanlah orang biasa. Bukan orang kebanyakan. Tentu tidak.
Isinya adalah salah seorang adik Kaisar, yang dikenal dengan nama Pangeran Liang Tek Hong. Seorang adik tiri.
Pangeran ini sungguh sangat terkenal dengan reputasi
berbeda di kalangan berbeda. Pangeran Liang bertingkah
sebaliknya dengan Kaisar yang adalah Kakak tirinya, berlainan ibu sebagai turunan Kaisar sebelumnya. Kaisar yang sekarang, Kaisar Liang Tai Po, adalah kaisar yang lemah, hobynya
bersenang-senang dan jatuh di bawah pengaruh para kaum
kebiri (thaikam) yang pandai menyediakan wanita dan pandai bermulut manis.
Kekuasaan tertinggi memang masih di tangan Kaisar, tetapi kemudinya sudah benar-benar di tangan Perdana Menteri
Kerajaan yang dengan mulut manisnya mampu mengatur
kebijakan Kerajaan. Bahkan Pangeran Liang Tek Hongpun
sampai tidak mampu menyainginya.
Dan di mata Perdana Menteri ini, Pangeran Liang sungguh sangat menyebalkan, dianggap sebagai ancaman, dan hanya karena Pangeran Liang adalah adik Kaisar maka Sang Perdana Menteri masih menaruh segan.
Pangeran ini, berbeda dengan bangsawan pada umumnya,
tidak menarik garis yang jauh dengan masyarakatnya. Dia disenangi dan disegani baik oleh para patriot yang mulai berani menentang Raja yang malas, dan korupsi para thaikam.
Juga dia disegani banyak pejabat karena tegas dan selalu berpegang pada prinsip pemerintahan yang baik. Tentunya para pejabat yang masih mempergunakan nurani dan
liangsimnya. Karena itu, jika Pangeran Liang dianggap berbahaya oleh para Thaikam dan oleh Perdana Menteri Kerajaan, disisi lain ia sangat disegani para patriot dan terlebih rakyat yang
mengenalnya. Bahkan, pergaulannya dengan kaum kelana dan kaum dunia persilatan sungguhlah akrab.
Tidak jarang di waktu malam dia bercakap-cakap dengan
salah seorang atau beberapa tokoh kang-ow sekaligus yang senang datang mengunjunginya. Dia juga tidak segan
menyapa rakyatnya dan bahkan menolong mereka yang
ditemuinya dalam kesulitan. Karena kedekatannya dengan
rakyat serta hubungannya dengan kaisar itulah yang membuat para thaikam takut mengganggunya.
Pangeran Liang mempunyai empat orang anak, anak
pertama seorang anak laki-laki berusia hampir 11 tahun
bernama Liang Tek Hu. Anak yang kedua juga anak laki-laki bernama Liang Tek Hoat berusia hamper 8 tahun, sementara anak ketiga dan keempat adalah wanita, masing-masing
berusia 7 dan 2 tahun bernama Liang Mei Lan dan Liang Mei Lin.
Jika Tek Hu mirip ibunya yang halus dan pendiam serta
berwibawa, sebaliknya Tek Hoat seperti ayahnya, ramah,
mudah bergaul, mudah beradaptasi dan supel.
Pembawaannya selalu riang dan memberi pengaruh kepada
orang-orang yang berada disekitarnya.
Sementara anak perempuan sang Pangeran, Mei Lan
cenderung galak, tetapi sangat mudah tersentuh dan
mengasihi orang yang menderita. Mei Lan sejak kecil, meski berbeda usia hanya setahun dengtan kakak keduanya Tek
Hoat, sangat erat dan lebih dekat dengan kakak keduanya itu dibandingkan kakak sulungnya.
Sementara Mei Lin masih belum ketahuan tabiatnya. Ketiga anak Pangeran ini, sudah sejak kecil diajari sastra dan baca tulis, dan di bidang ini Tek Hu sangat menonjol melebihi kedua adiknya, tetapi untuk dasar dan gerak silat yang dipercayakan kepada seorang guru silat sewaan di kota raja Hang Chouw, justru Tek Hoat dan Mei Lan yang nampak sangat antusias dan sudah jelas jauh lebih berbakat. Bahkan beberapa tokoh silat pernah mengutarakan hal ini kepada sang Pangeran.
Hari itu, Pangeran Liang sedang mengadakan perjalanan
dengan hanya diiringi 5 orang prajurit disekitar kota raja Hang Chouw. Bersama sang pangeran adalah anak kedua Liang Tek Hoat serta anak ketiga Liang Mei Lan, karena kedua anak inilah yang paling dekat dengannya. Sementara anak
sulungnya, Tek Hu lebih dekat kepada ibunya ketimbang
ayahnya. Keduanya, nampak mewarisi kegagahan ayahnya
meskipun usia mereka masih teramat sangat belia.
Sepanjang perjalanan, kegembiraan kedua bocah ini, justru menggembirakan ayahnya dan merupakan hiburan tersendiri bagi sang Pangeran yang memang mengajak kedua anaknya
ini untuk hanya sekedar berjalan-jalan di luar kota raja sambil melepas kepenatan.
Sayangnya sang Pangeran tidak menyadari jika
perjalanannya kali ini sudah dan sedang diintai maut. Ketika situasi politik dan hubungan Kerajaan Sung Selatan memasuki masa kritis dengan kerajaan tetangganya, maka kondisi politik seputar istana juga memanas.
Maka, beberapa pejabat termasuk patih atau perdana
menteri Kerajaan melakukan upaya memperkuat diri dengan menyewa beberapa tokoh dunia hitam untuk membantunya.
Tentunya dengan iming-iming uang dan kemewahan. Ada
lagikah motif lain bagi orang dengan pekerjaan membunuh selain uang banyak, kemewahan dan ganjaran-ganjaran lain yang serba menyenangkan" Karena, dimanakah uang akan
ditolak orang" Penjahat manakah yang tidak tergoda dengan uang melimpah dan hidup nyaman" Para politisi kerajaan pasti paham dengan rumus ini.
Ketika memasuki pinggiran hutan sebelah barat yang agak sepi dan berjarak sekitar setengah jam perjalanan dari Kota Hang Chouw, seorang Laki-laki pesolek nampak seperti
berjalan santai dan normal saja dari arah berlawanan dengan kereta sang Pangeran. Orang tersebut nampak sangat aneh dan bernyanyi-nyanyi dengan nada aneh:
"Aduhai dinda, dimanakah engkau?" nyanyian dengan tetap maju seakan tidak takut tabrakan dengan kereta. Ataukah memang dia sengaja ingin menabrakkan dirinya dengan
kereta" "Duhai dinda, lihat betapa kejamnya kuda-kuda itu?"
lanjutnya sambil tetap terus bernyanyi.
"Duhai dinda, betapa kerasnya para prajurit bodoh itu?"
Dia tetap bernyanyi dan makin dekat dengan kereta, semakin dekat dan dekat dengan tiada tanda-tanda si pendatang
menghentikan langkahnya agar tidak tabrakan.
"Hei, pria pesolek, minggir, mau ditabrak ya?" gertak
prajurit dari jauh yang khawatir juga bila benar terjadi tabrakan dengan si pria pesolek yang tidak mau menyingkir dari jalanan.
"Duhai dinda, dengar gertak sambal prajurit bodoh?"
justru si pria pesolek tetap bernyanyi dan sekarang malah bernyanyi sambil mengejek dan mencela para prajurit yang mendampingi Pangeran.
Sementara itu sang kusir mulai memperlambat kereta,
betapapun dia juga khawatir jangan sampai terjadi tabrakan.
"Duhai dinda, sang kusir lumayan baik. Tapi isi keretanya tetap penting?" si pesolek terus bernyanyi, dan terus
melangkah maju, bahkan nampak akan terus maju seandainya kereta tak berhenti sekalipun.
"Ada apa?" Pangeran Liang bertanya kepada Kusir ketika
merasa kereta melambat dan kemudian malah berhenti.
"Aaaa, anu, anu Pangeran, ada orang gila sedang
menghadang di jalanan" sang kusir menjawab
"Ah, yang benar. Mana mungkin hari begini ada yang
menghadang jalannya kereta..." Pangeran Liang kemudian
mencoba turun dari kereta sambil sebelumnya menenangkan anak-anaknya dan meminta mereka untuk tetap di dalam
kereta. "Paman kusir, siapa yang menghadang?" suara anak lakilaki yang nyaring gembira terdengar.
"Barangkali bukan menghadang, mungkin ada yang perlu
dibantu?" sambut suara anak perempuan
Sementara Pangeran Liang dengan sabar setelah turun dari kereta dan melihatn keberadaan si pesolek yang berhadapan dengan keretanya kemudian menyapanya.
"Saudara, ada keperluan apa gerangan menghentikan
kereta kami?" bertanya sang Pangeran dengan ramah seperti biasanya.
"Duhai dinda, orang ini memang sopan. Sayang tetap harus dihabisi?" si Pesolek tetap berceloteh.
"Apa maksud saudara?" Tanya pangeran Liang tercekat.
Mulai khawatir juga karena orang yang disapanya nampak
menunjukkan gejala yang aneh, jangan jangan orang ini
utusan para pejabat yang sentiment terhadapnya dan yang ingin menghilangkan nyawanya.
Sementara itu, salah seorang pengawal Pangeran yang
melihat lagak tengil dan tidak hormat kepada junjungannya menjadi sangat marah dan dengan keras menegur si
penghadang: "Kurang ajar, berani kau menghina Pangeran?" seruannya
tersebut bahkan sudah diikuti dengan tindakannya yang nekat dengan menyerang si Pesolek yang dianggapnya tidak tahu aturan.
"Ah, lalat bodoh, mengganggu saja".." dengan santai si
Pesolek mengibaskan lengan kanan, dan akibatnya si prajurit melayang jauh dan jatuh setelah menabrak sebatang pohon di pinggir jalan.
Kejadian mencengangkan ini membuat kuncup nyali para
prajurit, tetapi sebaliknya membangkitkan rasa kagum di hati Tek Hoat dan Mei Lan. Bukannya takut, anak-anak itu
malahan kagum melihat si pesolek mampu menerjang dan
menerbangkan seorang pengawal.
"Wuah, ayah, paman pesolek ini hebat juga. Kelihatannya lebih hebat dari Guru Liu.." kata Tek Hoat yang sudah turun dari kereta bersama adiknya sambil mendekati ayahnya yang juga nampak tertegun dan sadar sedang berhadapan dengan orang pandai. Pergaulannya dengan para tokoh dunia
persilatan telah membuatnya awas terhadap tanda-tanda
seorang yang berkepandaian tinggi seperti yang dilihatnya dalam diri penghadangnya.
"Saudara hebat sekali, tetapi apa salahnya seorang prajurit seperti itu sampai dicederai dengan begitu beratnya?"
Pangeran Liang menegur si pesolek meskipun sadar resikonya.
Tetapi kegagahannya membuatnya tetap berkeras menegur si pesolek itu.
"Duhai dinda, Pangeran ini memang ramah dan sopan.
Sayang perintahnya jelas, habisi dia"." kicau si Pesolek dengan mata memandang kagum terhadap Tek Hoat yang
gagah dan juga Mei Lan yang menyusul tiba dengan tidak
menunjukkan rasa takut, malah rasa kagum.
"Duhai dinda, anak-anaknya juga sangat mengagumkan,
sungguh anak-anak yang menggemaskan?"
Sementara para prajurit meskipun dengan rasa gentar,
tetapi tetap menunjukkan kehormatan dan kegagahan
mereka, terutama kesetiaan mereka terhadap junjungan
mereka, pangeran Liang. Pangeran ini, bagi mereka sungguh sangat dihormati, karena memperlakukan mereka sangat baik dan sangat bersahaja. Karena itu, mereka mengeraskan hati untuk membela Pangeran yang mereka hormati dan junjung
itu. Sambil memandang sekilas kepada para prajurit, dan
dengan tidak memandang sebelah mata, si pesolek
mengalihkan perhatiannya kepada kedua anak yang
mengundang kekagumannya, dan terakhir memandang
Pangeran Liang.
"Pangeran, anda membuat saya kagum, tapi sayang
tugasku harus membunuhmu. Sungguh sayang, tapi jangan
takut, aku dan temanku pastilah tidak akan merusak tubuhmu, karena kami nampaknya tertarik dengan anak2mu yang gagah ini?" bekata si Pesolek.
"Ah, paman yang baik, mengapa siang-siang mau pakai
bunuh segala" Tek Hoat menyela, berani dan tidak
menunjukkan tanda-tanda ketakutan ataupun jeri terhadap si pesolek.
"Bukankah membunuh manusia sangat dilarang?"
tambahnya mencerca si pesolek.
"Hoat ji, mundur" Pangeran Liang menarik mundur
anaknya, dan meskipun bangga dengan keberaniannya tetapi menjadi khawatir dicelakai atau malah disulik si Pesolek yang tadi mengakui kagum terhadap anak-anaknya.
"Jangan ayah, dia mau membunuh ayah" Tek Hoat
berkeras. "Tidak, mundur ke belakang, biar ayah yang berhadapan
dengannya?" Pangeran berkeras dan mendesak anaknya ke
belakang. Tetapi Tek Hoat nampaknya tetap berkeras untuk tidak bersembunyi.
"Hahahaha, mengharukan. Duhai dinda, lihat betapa hebat anak itu, tetapi juga betapa gagah korban kita kali ini" si Pesolek kembali berkicau
"Baik, majulah bila kalian ingin membunuhku. Tapi, tolong jangan mencelakai anak-anakku" Pangeran Liang maju di


Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

depan anak-anaknya dan menjadi sadar sedang berhadapan
dengan siapa. Dia teringat sepasang manusia aneh dari Selatan, si pria senang bersolek dan gampang dikenali dengan kalimat yang hampir selalu ada kata-kata "duhai dinda", dan si wanita pasangannya yang justru berpakaian awut-awutan meskipun sangat cantik. Dua pasangan aneh ini dikenal sangat sakti dan terkenal sulit menemukan tandingan di Selatan. Tapi
nampaknya kali ini mereka sedang mengerjakan tugas orang lain yang sengaja membayar mereka.
"Heran, siapakah yang berhasil menyewa mereka untuk
membunuhku?" pangeran Liang bertanya keheranan dalam
hati sekaligus dengan penuh kekhawatiran.
"Jangan takut pangeran, aku sudah berjanji tidak akan
merusak tubuhmu?" Sang pesolek bersiap-siap. Dan
Pangeran Liang maklum belaka bahwa orang aneh ini pasti sanggup mengerjakannya. Apalagi dari kawan-kawan Kang
Ouw dia tahu kedua orang ini memiliki sejenis Ilmu Beracun yang sangat ampuh, bukan melalui senjata tetapi hawa
pukulan. Meskipun mereka berdua memiliki hawa beracun yang
sangat lihai dan kuat, tetapi mereka tidak dilengkapi dengan senjata-senjata beracun, saking percayanya dengan kekuatan hawa beracun pada pukulan mereka yang mereka namakan
Hwe Tok Sin Ciang (Tangan Api Sakti Beracun).
Dengan pukulan inilah mereka sering malang melintang di dunia kang ouw khususnya di daerah selatan dan jarang sekali menemukan lawan sepadan bertahun-tahun terakhir ini. Itu juga sebabnya si pesolek merasa sanggup mengerjakan tugas yang diembankan baginya melalui pembayaran sejumlah
uang. Tapi sebelum si Pesolek bergerak, keempat prajurit yang selalu melindungi Pangeran Liang serentak meloncat ke depan Pangeran dan langsung menyerangnya. Tetapi, si pesolek
dengan bersiul-siul melangkah ke-kiri dan ke-kanan,
menyampok pedang dan pada gerakan cepat yang kesekian
melepaskan pukulan empat arah.
Dan, seperti prajurit pertama, empat prajurit sisanyapun melayang jauh dan tiga diantaranya tidak sanggup bangkit kembali, terluka parah. Dengan cepat, si pesolek meloncat memburu Pangeran Liang yang mengundurkan diri ke kereta mendorong Tek Hoat dan Mei Lan masuk kedalamnya dan
kemudian memerintahkan kusir untuk melarikan kereta ke
dusun terdekat. Sementara sang Pangeran dengan kepandaian seadanya menanti di belakang kereta menghadapi si Pesolek.
"Lari, cepat, selamatkan anak-anakku" Pangeran Liang
berseru kepada kusir kereta sambil menghunus pedangnya.
Meskipun dia sadar tidak akan sanggup melawan si pesolek, tetapi dia harus tetap berusaha, setidaknya melindungi anak-anaknya. Panbgeran ini memang gagah.
"Hahaha, duhai dinda, lihat bodohnya sang pangeran?" Si Pesolek meloncat keatas dan mendorongkan satu tangannya kearah kusir kereta, sementara satu arah pukulannya
mengarah ke Pangeran Liang, ingin sekali pukul selesai dan terkesan sangat memandang enteng Pangeran Liang.
"Dessss, aaaaaaaaaaah, braak".", pukulan jarak jauh
dengan tangan kanan si Pesolek dengan telak menghantam
kusir kereta yang segera berkelojotan tewas terkena pukulan jarak jauh. Tapi, hentakannya itu menyebabkan kuda-kuda penarik kereta terkejut, dan dengan segera mereka berlari meninggalkan tempat tersebut.
"Omitohud, sungguh kejam?" Suara pujian kepada Budha
terdengar bersamaan dengan kesiuran angin menangkis
pukulan yang satu lagi yang terarah kepada Pangeran Liang.
"Bluk ".. haiiiiit" benturan pukulan menyebabkan pelepas masing-masing pukulan terdorong ke belakang.
"Pangeran, maafkan, pinto terlambat datang" Si pendatang baru menjura ke Pangeran Liang.
"Terima kasih, betapapun Lo Suhu telah menyelamatkan
jiwaku" Pangeran Liang membalas penghormatan si
pendatang yang ternyata adalah seorang pendeta Budha
berjubah hwesio.
"Duhai dinda, bantuan besar datang menggagalkan
pekerjaanku"." Pesolek berkicau murung, karena gagal
menyarangkan pukulannya kepada Pangeran Liang yang
tertolong orang lain.
"Pesolek Rombeng Sakti Dari Selatan, serendah itukah
kalian sampai rela dibayar untuk membunuh?" tegur Kong
Hian Hwesio, seorang Pendeta Sakti pengembara dari Siauw Lim Sie. Pendeta Sakti ini adalah Kakak seperguruan Ketua Siauw Lim Sie sekarang ini, Kong Bian Hwesio. Pendeta yang lebih senang mengembara dan membaktikan kepandaiannya
daripada bertekun dalam ritual keagamaan di kuil Siauw Lim Sie.
Sebagai Kakak seperguruan, Pendeta ini memiliki Ilmu
Kepandaian yang tidak berada di bawah Kong Bian sang Ketua Kuil di Siong San. Bahkan variasi dan ginkangnya masih lebih kaya dan di atas Ketuanya, meskipun kekokohannya masih
lebih sang Ketua Siauw Lim Sie.
Pesolek Sakti dan Rombeng Sakti dari Selatan kenal betul dengan tokoh pengembara dari Siauw Lim Sie ini. Berhadap-hadapan satu lawan satu akan menempatkannya dalam
kesulitan, sementara bila bergabung, Pesolek-Rombeng Sakti hanya mampu melawan sama kuat. Karena itu, sambil tertawa ngakak dengan nada tinggi yang sekaligus isyarat memanggil Rombeng Sakti dari Selatan, Pesolek Sakti berujar:
"Angin apa yang membawa Pendeta Kong Hian sampai ke
Hang Chouw?" Tanya Pesolek dengan maksud
memperpanjang waktu. Tetapi, pada saat itu, tiba-tiba
Pangeran Liang sadar bahwa kereta yang dalamnya berisi
kedua anaknya sudah lenyap dibawa lari kereta yang kusirnya telah terbunuh. Bahkan mayat sang kusir tergeletak tidak jauh dari tempat mereka berbincang. Pangeran Liang segera
berbisik kearah si Pendeta penuh kekhawatiran:
"Lo suhu, anak-anakku"
"Astaga, pinto sampai lupa. Bagaimana ini?" Kong Hian
Hwesio nampak kebingungan, karena tidak tega meninggalkan Pangeran Liang yang tentu masih terancam oleh si Pesolek Sakti.
"Jangan hiraukan aku, tolonglah anak-anakku. Bila aku
celaka, tolong mendidik Hoat Ji dan Lan Ji" mohon Pangeran Liang kepada si Pendeta yang menjadi semakin kebingungan.
Tengah si pendeta dalam kebingungan dan belum sempat
dia membuat keputusan apakah mengejar kereta dan
menyelamatkan anak-anak si pangeran atau tidak, sesosok bayangan berkelebat terengah-engah. Bayangan itu
nampaknya juga bukan tokoh lemah dan mendarat persis di samping si Pesolek Sakti.
Keadaan mereka sungguh kontras dan aneh, berbeda
seratus delapan puluh derajat dengan si pesolek, pendatang baru ini seorang wanita yang sangat jelita. Sayangnya,
pakaian dan dandanannya justru sangat awut-awutan. Baju yang dikenakan seadanya meski tidak terkesan mesum.
Tetapi, sejujurnya dia memang layak digelari rombeng, karena pakaiannya seperti dikenakan begitu saja tanpa meresapi makna estetika.
Untungnya, wajah dan potongan tubuhnya memang indah,
sehingga keindahan dan kerombengan adalah fakta kontras yang agak unik. Berbeda dengan Pesolek Sakti yang berwajah pas-pasan, tetapi dengan pakaian dan dandanan yang luar biasa apik, necis dan benar-benar menunjukkan cirri khas orang gemar berdandan, meski dia seorang lelaki.
"Huh, kenapa banyak amat tokoh hebat yang membantu
Pangeran gagah ini?" omel si pendatang, Rombeng Sakti Dari Selatan.
"Duhai dinda, apa maksudmu" Apakah anak-anak itu
mampu kabur dari tanganmu?" Tanya Pesolek Sakti.
"Dikaburkan orang, jelasnya" Jawab Rombeng Sakti singkat dan menggambarkan kemangkelannya akibat kegagalannya
menahan kedua anak dalam kereta. Tapi dalam kekesalannya dia memandang Pangeran Liang.
"Karena itu, kita tidak boleh gagal dengan pangeran ini"
lanjutnya dingin.
"Rombeng Sakti, kamu apakan anak-anak tidak berdosa
itu" Tanya Kong Hian dengan suara yang sangat serius.
"Mau kuambil murid, tapi dibawa lari Pengemis Tawa Gila.
Memalukan, menjemukan dan menggemaskan. Awas
Pengemis itu, suatu saat akan kubalas dia?" Dengus
Rombeng Sakti Mendengar berita tersebut, Pangeran Liang menarik nafas lega. Dia pernah mendengar nama Pengemis Tawa Gila,
bahkan Pengemis itu pernah sekali berkunjung ke rumahnya.
Selain itu, dia tahu pengemis ini adalah seorang tokoh besar dalam Kay Pang.
"Anak-anakmu selamat Pangeran, tenang sajalah" Hibur
Pendeta Kong Hian atas kekhawatiran Pangeran Liang.
"Tapi apakah perempuan rombeng itu bisa dipercaya?"
Pangeran Liang masih dengan ragu, meskipun dia berharap cerita itu benar dan dengan dmeikian anak-anaknya berada di tangan Pengemis Tawa Gila.
"Perempuan itu mungkin kita ragukan, tapi Pengemis Tawa Gila jelas bisa dipercaya" Jawab Kong Hian.
"Maksud Suhu?" Tanya Pangeran
"Tawa gilanya sudah dikirimkannya sesaat sebelum
perempuan ini datang, dan menyerahkan urusanmu ke
tanganku. Pengemis Gila itu memang mau enaknya saja" Kong Hian menggerutu, tapi senang karena anak-anak Pangeran
Liang sudah selamat.
Tapi tiba-tiba Kong Hian menangkap sesuatu yang kurang
beres. Intuisinya cepat bekerja dan tiba-tiba sebuah teriakan dengan Ilmu Saicu Ho Kang menggema. Tapi tidak untuk
menyerang lawan, melainkan di arahkan jauh ke suatu tempat dan seperti sebuah isyarat.
Dan intuisi Pendeta tua ini ternyata tepat, karena tidak beberapa lama kemudian, gerombolan Pesolek-Rombeng Sakti bermunculan di sekitarnya dan mengepungnya bersama
Pangeran Liang di tengah jalan.
"Hahahaha, ternyata Pesolek-Rombeng Sakti benar-benar
sudah menjadi anjing peliharaan orang" Kong Hian tertawa sambil menegur Pesolek-Rombeng Sakti yang sebelumnya
memang berada di garis tengah antara Kelompok Putih
(Lurus) dan Kelompok Hitam (Jahat).
"Kadang-kadang daya tarik uang menjadi besar, terlebih
disaat sangat dibutuhkan. Nah, Pendeta, karena sekarang bukan saat berkhotbah, lebih baik bersiaplah" desis Pesolek Sakti.
"Kalian semua, kami akan menghadapi Pendeta Kong Hian,
tugas kalian menyelesaikan Pangeran itu" Teriak Rombeng Sakti.
Belum selesai teriakannya, hawa pukulan andalannya Hwe
Tok Sin Ciang sudah diarahkan ke dada Kong Hian, dan
langsung diikuti dengan kerjasama yang baik dari Pesolek Sakti.
"Omitohud, sungguh ganas. Tetapi memang benar-benar
bertambah hebat setelah 10 tahun tidak bersua", desis Kong Hian, sambil berharap dia mampu mengatasi meski hanya
seurat seperti 10 tahun sebelumnya. Sebab kedua manusia aneh ini pastilah terus mengasah diri dan bukannya ongkang-ongkang kaki belaka. "Tapi betapapun aku telah pula
mengasah diri dan terus menerus menyempurnakan semua
Ilmuku sehingga sudah juga jauh maju dibandingkan dulu, "
yakinnya. Benturan pertama terjadi ketika Siauw Lim Kun Hoat yang dilambari tenaga Kim Kong Ciang andalannya bertemu dengan lengan penuh hawa beracun dari Rombeng Sakti. Masing-masing menjadi sangat terkejut dan mengagumi kemajuan
lawannya, tetapi hanya sesaat karena mereka kemudian
melanjutkan bergebrak. Terlebih karena Pesolek Sakti sudah mengejar pinggang Kong Hian dengan tendangannya.
Dan gebrakan-gebrakan selanjutnya menunjukkan, dengan
berdua " Pesolek Rombeng Sakti mampu untuk mengimbangi
Kong Hian si Pendeta Sakti dan memaksanya menguras
himpunan tenaga Kim Kong Ciang serta ginkangnya. Hanya, keseimbangan tersebut menjadi bergeser ketika teriakan
kesakitan Pangeran Liang yang lengannya tergores pedang lawan-lawannya.
Tapi Kong Hian segera dilibat ketat oleh Pesolek Rombeng Sakti dan tentu tidak ingin memberinya kesempatan untuk turun tangan membantu Pangeran Liang. Pesolek Rombeng
Sakti bergantian mencecar Kong Hian dengan jurus-jurus
andalan mereka, dan memaksa Pendeta itu terlibat dalam
pertarungan yang ketat dan menguras semua kekuatan dan
kesaktiannya untuk mengimbangi serangan lawan. Dengan
demikian, Kong Hian Hwesio kehilangan ketika untuk
membantu Pangeran Liang.
Tiba-tiba, "Pendeta Miskin, konsentrasilah menghadapi
pasangan unik itu, biarlah anak-anak ini kutulari kudisku"."
sebuah suara muncul diiringi tawa ngikik seperti orang gila.
Tapi bersamaan dengan itu, kepungan terhadap Pangeran
Liang yang sudah terluka membuyar dengan segera, bahkan beberapa orang terlempar ke pinggir jalan tanpa mengerti apa yang sedang terjadi.
Tawa yang unik dan khas bagaikan orang gila itu,
bukannya membuat si Pendeta Sakti Kong Hian kaget atau
marah, sebaliknya dia merasa senang, karena itu adalah tawa khas kawan akrabnya dari Kay Pang. Tidak salah lagi, bantuan sudah datang, dan bantuan itu tepat waktu.
"Pengemis Gila, kembali dia mengacau" desis Rombeng
Sakti kesal atas kedatangan si Pengemis.
"Kerja orang kemaruk biasanya memang rusak dengan
sendirinya" sindir Kong Hian yang tadi memanggil Pengemis Gila dengan Ilmu Teriakan atau Auman Singanya.
Akibat kedatangan Pengemis Tawa Gila, pergeseran
kembali terjadi. Kepanikan justru menimpa Pesolek Rombeng Sakti dan permainan silat mereka menjadi serampangan.
Sebagai akibatnya keduanya jatuh dalam libatan serangan Kong Hian Hwesio, yang untungnya seorang yang welas asih dan tidak sembarangan menjatuhkan tangan berat dan keras.
Dan lebih untung lagi Pendeta yang memiliki hati yang
welas asih ini, juga memang tidak berniat untuk menurunkan tangan jahat meski saat itu posisinya sudah sangat
menguntungkan. Menyadari keadaan itu, Pesolek Sakti tiba-tiba bersiul memberi isyarat, dan kemudian nampaknya
sesuatu mereka persiapkan secara berpasangan.
Mereka mempersiapkan "Badai Api Beracun", sebuah
serangan pamungkas yang mereka latih berpasangan sekian waktu lamanya. Keduanya mengambil jarak tertentu dari Kong Hian yang sedikit lena dan secara bersamaan menempelkan tangan kiri dan kanan mereka dan kemudian mengayunkan
tangan kanan dan kiri masing-masing yang bebas kearah Kong Hian Hwesio. Melihat kondisi ini, Kong Hian tidak mau ayal, dengan segera dia meningkatkan kekuatan Kim Kong
Ciangnya ke tingkat tertinggi dan kemudian menyambut
dorongan tangan Pesolek Rombeng Sakti
"Blaaaar", benturan dahsyat terjadi. Asap mengepul ke
atas, Kong Hian terdorong sampai 5 langkah ke belakang.
Tetapi ketika keadaan menjadi lebih tenang, Kong Hian tidak lagi menemukan pasangan aneh yang menjadi lawannya. Tapi dia geleng-geleng kepala karena kedahsyatan pasangan
tersebut sudah jauh meningkat dibandingkan 10 tahun
sebelumnya ketika mereka ditaklukkannya. Bila di lalai, kali ini dia pasti sudah jadi mayat.
Benturan tenaga dan kekuatan tadi memang membuatnya
terluka dalam, meski ringan, dan dia yakin pasangan tersebut terluka lebih parah dibanding dirinya. Sungguh kekuatan pukulan beracun kedua manusia unik dan aneh itu sudah maju sangat jauh. Dan akan menjadi bahaya bagi umat persilatan kalau kedua manusia aneh itu melanjutkan cara hidup sebagai pembunuh bayaran dan bergerak di sisi kaum sesat. Tengah Kong Hian Hwesio, si Pendeta Sakti termenung dengan hasil pertempurannya, terdengar suara si Pengemis:
"Pendeta Miskin, kamu urus sisanya ini. Harus
kuperhitungkan keselamatan anak-anak itu, jangan sampai kecolongan pasangan antik itu" Pengemis Gila itu sudah
melompat jauh dan kemudian segera menghilang dari arah
tempat munculnya tadi.
"Terima kasih pengemis gila, jangan lupa ketemu di rumah pangeran malam nanti"
Perkelahian tidak lagi dilanjutkan, karena gerombolan yang telah ditinggalkan pemimpinnya itu, jadi tidak bersemangat lagi dan lari serabutan masuk hutan untuk menyelamatkan diri masing-masing. Sementara itu, Pendeta Kong Hian juga tidak berminat untuk mengejar, demikian juga dengan Pangeran
Liang. Mereka berdua kemudian lebih memilih untuk
mengurus korban-korban yang terluka daripada mengejar
mereka yang kabur dan melanjutkan urusan dan permusuhan dengan perkelahian yang selain tidak ada gunanya juga tidak ada untungnya.
-0o~Marshall~DewiKZ~0o(3): Lembah Pualam Hijau
"Losuhu, kira-kira apa yang terjadi" Kenapa Pengemis Tawa Gila belum datang juga?" tanya Pangeran Liang yang mulai khawatir. Sama khawatirnya dengan istrinya yang masih
belum berhenti menangis menunggu kedatangan kedua
anaknya yang diselamatkan Pengemis Tawa Gila. Tapi
Pengemis Tawa Gila yang kemunculannya ditunggu sejak sore hari masih belum kelihatan juga batang hidungnya.
"Tenanglah, pinto mengenal betul Pengemis Gila itu. Kita menunggunya biar semua jelas," Kong Hian menyabarkan
Pangeran Liang, meski juga makin lama makin khawatir.
Makan malam sudah lama lewat dan malam semakin larut,
tetapi Pengemis Gila belum nampak juga.
"Ya mudah-mudahan memang tidak terjadi hal yang tidak
diinginkan" desis Pangeran Liang menyabarkan dan
menenangkan hatinya.
Kong Hian Hwesio memandangi Pangeran Liang sesaat dan
kemudian terdengar diapun berkata:
"Mari kita mendoakannya Pangeran. Selebihnya,
kelihatannya keselamatan Pangeran sendiri juga nampaknya semakin tidak lagi terjamin" kata Kong Hian. "Kelihatannya keamanan perlu ditingkatkan, dan perjalanan keluar pangeran sebaiknya dibatasi dan dirahasiakan waktunya"
"Ya losuhu, kelihatannya gerakan para menteri korup
menjadi semakin kasar dan berani" keluh Pangeran.
Percakapan diiringi rasa khawatir kedua tokoh itu berlanjut sampai tengah malam, sampai kemudian Pendeta Kong Hian
termenung dan nampak berpikir sejenak untuk kemudian
membuka suara: "Pengemis gila, masuklah. Menjadi aneh buatku sekarang
karena dihadapanku baru kali ini kamu menjadi agak
canggung" seru Kong Hian
"Hahahaha, telinga Pendeta miskin ternyata belum rusak
juga" seru Pengemis Gila sambil berkelabat masuk melalui pintu jendela yang terbuka di sisi sebelah kanan ruangan tersebut.
"Ginkangmu makin mengagumkan pengemis gila, rupanya
tidak sedikit kemajuanmu dalam ilmu melarikan diri dan
mengejar orang itu" puji Pendeta Kong Hian lagi.
"Ya tapi belum di atas ginkang dan sinkangmu. Kita masih belum mampu mengungguli satu dengan yang lain, padahal
sudah reot tulang dan ototku berlatih terus dan terus" omel Pengemis Gila.
"Sudahlah, duduklah dulu, dan hei, kemana kedua anak
itu?" Wajah Pengemis Gila Tawa nampak menjadi murung dan
sedih. Bahkan rona kesal, penasaran dan khawatir juga jelas sekali terbayang di wajahnya dan tidak sanggup
disembunyikannya.
"Aku benar-benar kehilangan calon muridku yang luar biasa itu. Entah bagaimana keduanya menghilang, padahal sudah kubawa ke sebuah gua yang tersimpan rapih dan sangat
aman. Tetapi yang sudah pasti bukan pekerjaan Pesolek
Rombeng Sakti, karena mereka juga sedang mencari-cari
ketika mereka kutemukan dan kuintip. Anehnya, tidak ada jejak sama sekali, tidak ada jejak paksaan, tidak ada jejak lari.
Pokoknya, seperti menghilang begitu saja di Gua itu?" papar Pengemis Tawa Gila dengan murung dan sedih sambil
menatap tuan rumah Pangeran Liang yang jadi tambah
gelisah. "Padahal lagi, aku sudah kepengen betul menjadikan anak laki-laki itu muridku" tambah Pengemis Gila
"Tanpa jejak maksudmu?" cecar Kong Hian. "Bagaimana
mungkin ada seseorang yang bisa dan mampu main gila
dengan Pengemis Gila" Kong Hian benar-benar merasa aneh, heran dan sulit percaya dengan pendengarannya. Tapi dia tahu, dalam urusan begini, Pengemis Gila ini tidaklah suka bermain-main.
"Tidak ada jejak, menghilang begitu saja" jawab Pengemis Gila
"Maksud hiante, anak-anakku hilang begitu saja dan tidak ada tanda kemana dan dibawa siapa?" tanya Pangeran Liang
"Tepat seperti itu Pangeran, dan aku nampaknya terpaksa harus menggunakan semua dayaku dan bahkan kekuatan Kay
Pang untuk membantu mencari. Mereka anak-anak luar biasa, jangan khawatir. Meskipun untuk itu dibutuhkan waktu" hibur Pengemis Gila.
Pengemis Gila Tawa memang adalah seorang tokoh
kawakan dan bahkan salah satu yang terkemuka dari Kay
Pang. Pengemis Gila Tawa, dinamai demikian karena suka
tertawa seperti orang gila, atau tawa ngikiknya persis seperti orang gila yang tertawa, padahal orangnya sangat waras.
Tapi, itulah uniknya, orangnya malah senang dinamakan dan dipanggil demikian, bahkan nama sendiri sudah dilupakan orang.
Saat ini dia menjabat sebagai Hu Kawcu atau wakil kepala urusan luar karena kegemarannya berkelana dari satu tempat ke tempat lain. Kepandaiannya sejak masih muda tidak pernah lebih hebat ataupun lebih lemah dari Kong Hian Hwesio, dan mereka terlibat lomba meningkatkan Ilmu. Karena itu,
kemajuan Ilmu Silat keduanya termasuk pesat dan luar biasa.
Kedua tokoh dunia persialatan ini secara kebetulan berjanji untuk bertemu di rumah Pangeran Liang untuk kemudian
mengadu ilmu di hutan sebelah barat Hang Chouw. Tidak
disangka mereka terlibat dalam masalah yang dihadapi
Pangeran Liang yang memang dikasihi para tokoh patriot dan tokoh dunia persilatan itu. Dan mau tidak mau kedua tokoh itu harus berupaya untuk membantu menemukan kedua anak
pangeran Liang, yang sekarang entah berada di mana.
Mereka berjalan meninggalkan rumah Pangeran Liang
besoknya dengan diiringi air mata istri Pangeran Liang dan tatapan sedih Pangeran sendiri, meski merasa berterima kasih atas perhatian dan usaha kedua tokoh ini yang berjanji
mencari anak-anaknya sejak hari itu.
-0o~Marshall~DewiKZ~o0"Bulan lalu Pek Liong Pay bersama tiga partai lainnya,
kemudian Perguruan Macan Terbang bersama dua Partai lain, dan sekarang Hong Lui Pang bersama tiga partai lainnya.
Tentu bukan sebuah kebetulan?" renung orang tua ini.


Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Anehnya, ketika dikunjungi, tiada satupun jejak menunjuk kemana, selain berita bahwa mereka diserbu Barisan Warna-Warni, yakni bila bukan Barisan Merah, pastilah Barisan Kuning atau Barisan Hijau. Tiada yang tahu mereka darimana, dan, taraf kepandaian yang berlipat lipat dari perguruan perguruan menengah tersebut" lanjutnya merenung.
"Tanda-tanda itu sudah semakin jelas, dan sudah harus
segera kulakukan. Ya harus mulai kulakukan, itu keputusanku"
Orang tua itu kemudian menarik nafas panjang.
"Semakin jelas, bukan hanya ambisi sebuah perguruan, tapi nampaknya juga dendam dan kepandaian ilmu silat. Dan
nampaknya juga benda ini" desis si Orang Tua sambil
mengelus sebuah gelang gemuk yang nampaknya berongga di tengah. Gelang biasa dari perak murahan, tidak ada yang istimewa, nampak aneh kalau akan menyebabkan banyak
persoalan. Tapi, siapa tahu" Akhirnya orang tua itu
berketetapan, matanya menunjukkan sebuah tekad dan tidak mungkin ditunda lagi. Sebelum terlambat harus segera
dimulai, harus hari ini dimulai.
-0o~Marshall~DewiKZ~o0Di hadapan orang tua itu bersimpuh sepasang suami istri.
Sang laki-laki adalah Pendekar Golongan Lurus terkemuka dewasa ini, Kiang Hong, berwajah gagah, kokoh dan tampan, setidaknya berumur 33 tahunan. Dari wajahnya sudah
terpancar kewibawaan serta kekokohan hati atas keyakinan yang dipegang, sangat pantas mewarisi nama besar
perguruan keluarga yang dihormati dan menjadi pegangan
dunia persilatan dewasa ini.
Soal kepandaian, Kiang Hong tidak berbeda jauh dengan
Kakak kembarnya Kiang Liong, yang sekarang sedang
mengobati luka batin dan pikirannya. Kakak beradik kembar ini dikenal bintang dunia persilatan sejak usia 20-an, dan tampil menggemparkan dengan menyelesaikan banyak persoalan
rumit di dalam dunia persilatan. Keduanya sudah secara
sempurna mewarisi Ilmu Silat Keluarga Pualam Hijau dan
sekarang malah sudah masuk pada tahapan matang di usia
30an. Perguruan Keluarga Kiang, atau Lembah Pualam Hijau,
demikian disebutkan orang, sejak didirikan Kakek Buyut Kiang 100 tahunan silam, mendapatkan nama yang lebih harum
daripada Perguruan Silat utama lainnya. Terutama ketika memimpin tiga Ksatria utama Tionggoan berhadapan dengan serbuan Perguruan Lam Hay Bun, Tokoh dari India dan Beng Kauw. Kakek Buyut Kiang bernama Kiang Sim Hoat, mampu
mematahkan perlawanan tokoh utama India, Bengkauw dan
Lam Hay meski hanya setengah jurus.
Serbuan yang berbentuk tantangan tokoh utama dari ketiga kalangan tersebut, dihadapinya bersama tokoh utama Siauw Lim Sie, Bu Tong Pay dan Kay Pang. Bahkan dengan
pertarungan Ilmu Dalam (Batin) melawan jagoan India, Kiang Sim Hoat juga mampu memenangkannya. Badai dunia
pesilatan waktu itu, bisa diredam dan Kiang Sim Hoat menjadi Dewa Penyelamat Dunia Persilatan bersama tiga tokoh lain dari Kay Pang, Siauw Lim Sie dan Bu Tong Pay.
Atas jasanya yang menonjol, Kiang Sim Hoat dan
perguruan keluarganya kelak kemudian diberi tanda
kepercayaan berupa sebuah Pedang Pualam Hijau yang
diciptakan oleh Kakek Dewa Pedang di penghujung usianya dengan bahan pusaka Pualam Hijau dari Lembah kediaman
Kiang Sim Hoat.
Pedang itu kemudian bersama Lencana Pualam Hijau yang
diciptakan bersamaan waktunya, diakui oleh Dunia Persilatan mewakili Bengcu atau Pimpinan Dunia Persilatan secara
formal, meski Kiang Sim Hoat sebetulnya tidak
menginginkannya. Dan untuk seterusnya, belum pernah
sekalipun dalam 100 tahun kemudian ada yang menolak
mentaati kehadiran dan perintah yang datang baik melalui Pedang Pualam Hijau ataupun dari Lencana Pualam Hijau
asalnyai Lembah Pualam Hijau tempat berdiam Kiang Sim
Hoat dan keluarganya.
Sejak turun temurun, Perguruan ini bersifat sangat tertutup dan hanya mewariskan Ilmu Keluarga pada anggota keluarga semata. Belum pernah ada murid yang bukan keluarga Kiang yang mewarisi Ilmu Pusaka keluarga Kiang, hingga generasi Kiang Hong.
Selain Kiang Sim Hoat, tokoh lain yang menonjol adalah
Kiang Sin Liong, yang jika masih hidup saat ini, mungkin sudah berusia mendekati 100 tahun. Tokoh ini sangat rendah hati, tetapi memiliki kesaktian yang bahkan lebih dahsyat dari Kakeknya, Kiang Sim Hoat. Pada masa hidupnya, kembali
terjadi pertarungan, kali ini tidak massal, tetapi diketahui dunia persilatan, karena mempertaruhkan gengsi antara tokoh Tionggoan yang diwakili Kiang Sin liong dari Lembah Pualam Hijau, Pangcu Kay Pang Kiong Siang Han Kiu Ci Sin Kay,
Ciangbunjin Siauw Lim Sie Kian Ti Hosiang dan Tokoh utama dari Bu Tong Pay Wie Tiong Lan yang kemudian belakangan menjadi Pek Sim Siansu ketika menjadi Ciangbunjin Bu Tong Pay.
Kiang Sin Liong dengan menggunakan pengaruh Pedang
Pualam Hijau menetapkan pertarungan tidak diikuti orang banyak, tetapi perang tanding antara tokoh-tokoh utama
Tionggoan dengan Bengkauw, Lam Hay Bun dan Thian Tok.
Dengan demikian menekan korban sia-sia diantara kedua
pihak, dan taruhannya adalah mundurnya Perguruan Lam Hay dari Tionggoan atau bebasnya mereka mengembangkan
pengaruh di Tionggoan. Pertarungan yang sangat legendaris dan bersejarah itu banyak dipercakapkan orang hingga
puluhan tahun berikutnya.
Pertarungan antar para raksasa dunia persilatan tersebut berlangsung sangat ketat dan seimbang, pada posisi sama, karena baik Ketua Kay Pang, Ketua Siauw Lim Sie maupun Wie Tiong Lan, hanya berakhir draw dalam pertarungan mati hidup dengan tokoh dari Beng Kauw, Pertapa dari India dan Hu
Kauw Cu Lam Hay Bun yang adalah adik Ketua Lam Hay Bun
dan memiliki kesaktian yang setara dengan kakaknya.
Pertarungan puncak antara Ketua Lam Hay Bun melawan
Kiang Sin liong berakhir dramatis dengan kemenangan yang kelihatan secara kebetulan, hanya setengah jurus
kemenangan Sin liong atas Ketua Lam Hay Bun. Sama seperti kakeknya, ketika dicoba bertanding dengan Ilmu Batin oleh Tokoh India, Mahendra yang lihay Ilmu Sihirnya, Sin Liong juga masih sanggup mengimbanginya dan bahkan kemudian
memenangkannya.
Ke-4 tokoh ini kemudian menjadi legenda, dan mereka
selalu bertemu setiap 10 tahun sekali. Dewasa ini, mereka bahkan cenderung menjadi tokoh setengah dewa yang tiada seorangpun tahu apakah mereka masih hidup ataukah tidak lagi. Desas desus rimba persilatan yang memang ramai
berseliweran dan sudah dibumbu-bumbui malah memastikan
mereka sudah menjadi manusia gaib yang luar biasa saktinya, alias manusia setengah dewa. Yang pasti, Kiang Sin Liong, bahkan keturunannya sendiripun tidak tahu lagi dimana
keberadaannya sejak 30 tahun berselang ketika mewariskan kedudukan Ketua Lembah Pualam Hijau kepada anaknya.
Kepahlawanan keluarga Kiang, kembali ditunjukkan oleh
cucu-cucu Kiang Sin Liong yang mewarisi bakat dan
kemampuan kakeknya. Kiang In Hong, seorang wanita muda
cerdik dan sangat berbakat dan kakaknya Kiang Cun Le.
Sayangnya ayah mereka mati muda, dan karenanya mereka
dididik langsung oleh Kiang Sin Liong. Bahkan ketika Kiang Sin Liong menghilang dari depan umum yang waktunya berbeda
beberapa tahun dengan menghilangnya 3 tokoh lain, masih beberapa kali kakek ini mampir mendidik kakak beradik ini dalam Ilmu Silat.
Kedua Kakak beradik ini, juga berhasil memaksa Lam Hay
Bun untuk mentaati syarat ketika mereka takluk dikalahkan Kakek mereka puluhan tahun sebelumnya melalui cara yang sama, perang tanding antara keduanya melawan Ketua dan
Wakil Ketua Lam Hay Bun. Dan bahkan merekapun bertarung melawan Suami Istri pesilat asal India yang mahir Ilmu Silat dan Ilmu Sihir. Kedua Kakek Nenek ini dikalahkan di Siauw Lim Sie di depan banyak tokoh Kang Ouw dan semakin
meneguhkan kejayaan Lembah Pualam Hijau sebagai andalan dan pegangan Persilatan Tionggoan selain Siauw Lim Sie, Bu Tong Pay dan Kay Pang.
Kehadiran Kiang Cun Le dan Kiang In Hong, sayangnya
tidak dibarengi oleh tampilnya tunas utama yang sama di kalangan Kay Pang, Siauw Lim Sie dan Bu Tong Pay. Meskipun perguruan-perguruan itu tetap melahirkan banyak tokoh sakti, tetapi masih kalah gemilang dengan kakak beradik Cun Le dan In Hong.
Sebenarnya Kiang Cun Le memiliki 2 orang Kakak laki-laki, Kiang Siong Tek yang sulung dan Kiang Tek Hong kakak
kedua. Tetapi Siong Tek lebih mahir menekuni ilmu dalam dan keagamaan, dan karena itu memilih meninggalkan Lembah
Pualam Hijau untuk merantau dan kemudian masuk
menyucikan diri di biara Siauw Lim Sie di Siong San.
Sementara Kiang Tek Hong yang tidak kurang berbakat
dibandingkan dengan Cun Le menghilang di saat yang sama dengan keputusan toakonya Siong Tek untuk menyucikan diri.
Akhirnya Kiang Cun Le yang memegang pimpinan Lembah
Pualam Hijau selama 30 tahun lebih, dan kemudian
mewariskan kedudukannya kepada anaknya Kiang Hong.
Cun Le memiliki sepasang anak kembar laki-laki disamping anak sulungnya yang perempuan bernama Kiang Sian Cu yang pernah dididik langsung oleh bibinya Kiau In Hong. Anak lelaki kembar yang sulung bernama Kiang Liong dan yang bungsu
bernama Kiang Hong. Sepatutnya, Kiang Liong yang
memegang tampuk pimpinan tertinggi, tetapi karena
mengalami tekanan batin dan sedikit terganggu kesehatan batin dan pikirannya, akhirnya dengan rela dia menyerahkan kepemimpinan kepada adik kembarnya Kiang Hong, dan dia
sendiri kemudian menekuni ilmu sambil mengobati luka batin dan pikirannya.
Sebelum menjadi Orang Utama di Lembah Pualam Hijau,
Kiang Hong bersama Kiang Liong sudah banyak membantu
dunia persilatan baik menyelesaikan masalah rumit ataupun menumpas para penjahat rimba hijau. Karenanya, bersama
Kiang Liong, mereka menjadi sepasang pendekar muda yang sangat dihormati. Sayangnya, Kiang Liong mengalami
gangguan mental dan pikiran karena bencana tertentu, dan karenanya Kiang Hong yang kemudian terpilih untuk menjabat sebagai Ketua Lembah atau dinamakan Duta Agung.
Kiang In Hong adik wanita salah satu legenda Lembah
Pualam Hijau Kiang Cun Le, juga mendadak menghilang
beberapa tahun setelah memenangkan pertarungan
bersejarah di Siauw Lim Sie. Tetapi, tidak lama setelah dia menghilang, muncul seorang Pendeta Wanita Sakti dari Timur.
Rahib wanita itu kemudian terkenal dengan sebutan Liong-i-Sinni (Pendeta Wanita Sakti Berbaju Hijau).
Hampir tidak ada yang bisa menggambarkan kesaktian
Pendeta Wanita tersebut yang bila tampil pasti selalu dengan pakaian hijau dan dengan hiasan putih di tangan, kaki dan senjata hudtimnya. Spekulasi merebak menyebutkan Pendeta Wanita tersebut adalah jelmaan Kiang In Hong yang
mengalami patah hati dan kemudian menyucikan diri. Hingga sekarang, Pendeta Wanita ini masih menjadi misteri lain dunia persilatan. Tapi yang pasti dia selalu berpihak kepada
kebenaran dalam setiap kesempatannya untuk unjuk diri, juga murid-muridnya.
Kekuatan Lembah Pualam Hijau sejak dahulu bertumpu
pada 12 Duta Utama. Duta Agung adalah Ketua Lembah
sekaligus Bengcu Persilatan sejak 100 tahun sebelumnya, diapit oleh Duta Luar dan Duta Dalam sebagai wakil dari Duta Agung. Disamping itu, terdapat 3 orang Duta Hukum yang
selalu bertugas memberi pertimbangan dalam sebuah
pertemuan dengan Duta Agung dan Duta Luar dan Duta
Dalam. Baru kemudian terdapat 6 Duta Perdamaian yang bertugas
membantu penyelesaian masalah yang dihadapi dunia
persilatan. Duta Perdamaian ini, biasanya sekaligus sanggup membentuk Barisan 6 Pedang Pualam Hijau yang terkenal
kesaktiannya dalam rimba persilatan. Rapat biasanya diadakan untuk mendengarkan laporan dari 6 duta atau laporan khusus yang disampaikan ke Lembah Pualam Hijau. Sistem dan
mekanisme lembah ini sudah mulai dilaksanakan dan dibentuk oleh Kiang Sin Liong, dalam menjawab begitu banyak
permintaan tolong dari banyak perguruan silat yang
bermasalah waktu itu. Dengan wibawa Pedang dan Medali
Pualam Hijau banyak persoalan tersebut terselesaikan.
-0o~Marshall~DewiKZ~0o(4): Kiang Cun Le
Duta Agung, Duta Dalam dan Duta Luar biasanya
merupakan Keturunan Keluarga Kiang (bermarga Kiang), atau istri dari Keluarga Kiang yang terutama, sementara 3 Duta Hukum adalah juga lingkungan keluarga Kiang, atau murid dari seorang tokoh keluarga Kiang, bisa juga karena ibunya bermarga Kiang atau garis keturunan keluarga Kiang sebelah Ibu.
Sementara 6 Duta Perdamaian adalah murid-murid dari
Duta Agung, Duta Dalam dan Duta Luar yang sudah
dinyatakan lulus untuk melaksanakan tugas. Tidak semua
murid mendapatkan kehormatan ini, hanya 6 dari sekian
banyak murid yang bisa melakukan tugas Duta Perdamaian
dan tidak menetap di Lembah. Di Lembah sendiri yang
berdiam hanyalah Duta Agung, Duta Dalam, Duta Luar dan
Duta Hukum bersama keluarganya. Yang dimaksud Keluarga
adalah Anak dan Istri, selebihnya tinggal di luar lembah meski masih dalam wilayah dan teritori Lembah Pualam Hijau.
Pesan dan perintah biasanya diberikan kepada Duta
Perdamaian oleh Duta Hukum dari Duta Agung atau Duta Luar dan Duta Dalam. Kemanapun Duta Agung pergi, setidaknya
didampingi oleh Duta Luar atau Duta Dalam dengan seorang Duta Hukum.
Di samping Kiang Hong, duduk istrinya yang bernama Tan
Bi Hiong. Seorang murid anak murid preman Ketua Bu Tong Pay yang menikah dengan Kiang Hong sekitar 10 tahun
sebelumnya, saat Kiang Hong belum menjadi ketua Lembah.
Wanita ini merupakan "bunga" dunia persilatan ketika
berkelana di dunia Kang ouw dan merupakan murid
kesayangan Ketua Bu Tong Pay dewasa ini. Berhati lembut dan sangat jelita, sangat mandiri dan juga sangat cerdas, sehingga sering banyak membantu suaminya memecahkan
persoalan persoalan yang dihadapi lembah.
Dari Bu Tong Pay dia menguasai ilmu-ilmu utama Bu Tong
Pay seperti Bu Tong Kiam Hoat bahkan juga Ilmu Thai Kek Sin Kun, ilmu andalan sang Ketua. Ilmunya meningkat pesat
ketika menikah dengan Kiang Hong dan menerima banyak
petunjuk langsung dari mertuanya Kiang Cun Le yang kini duduk dihadapannya. Karena itu, Bi Hiong kemudian menjadi Duta Dalam Lembah Pualam Hijau mendampingi suaminya,
sementara duta Luar dipegang oleh Kiang Sian Cu, kakak
Kiang Hong. Hubungan kekeluargaan akan berubah 180% ketika
pertemuan terjadi dalam bentuk struktur hubungan Lembah Pualam Hijau sebagai Perguruan Perdamaian dalam dunia
persilatan. Ukuran adalah dalam kedudukan, bukan anak, cucu atau ipar. Tetapi, hubungan kekeluargaan akan berstruktur normal, ketika pertemuan yang terjadi dalam konteks
kekeluargaan. Dalam hal hubungan keluarga, Kiang Hong akan memanggil
Sian Cu dengan sebutan Suci, tetapi dalam tugas sebagai Duta Agung dia akan memanggil Sian Cu dan Istrinya Bi Hiong
dengan sebutan Duta Dalam dan Duta Luar dengan
menanggalkan kekerabatan pribadi.
"Hong Ji dan Hiong Ji, anak-anakku, bagaimanakah
perkembangan terakhir keadaan dunia persilatan?" Kiang Cun Le membuka percakapan dengan anak-anaknya. Karena dia
sudah mengundurkan diri dan cuci tangan mensucikan diri dan meninggalkan dunia persilatan, dia tidak terikat peraturan struktur hubungan Lembah Pualam Hijau dengan Kiang Hong sebagai pucuk pimpinannya.
Terdengar Kiang Cun Le melanjutkan:
"Seperti kalian berdua ketahui, setelah menutup diri, saat ini ayah tinggal mengandalkan ilmu batin dan perkembangan perbintangan, dan tentu informasi dari kalian. Dan rasanya kemelut dunia persilatan menjadi semakin terbuka
kemungkinannya. Setelah kurang lebih 10 partai menengah menjadi korban tanpa kita tahu jejak pelakunya yang
misterius, maka gerakan yang lebih besar pasti akan terjadi.
Bagaimana pengamatan kalian atas kejadian ini?"
Kiang Hong memandang istrinya sejenak sebelum bicara,
dalam banyak urusan memang menjadi kebiasaannya seperti itu.
"Ayah, keadaannya memang agak mencekam. Tetapi,
nampaknya selain Barisan warna-warni, masih belum
ketahuan tokoh utama dibalik kejadian tersebut. Apabila kita menuduh Lam Hay sebagai pelakunya, fakta menunjukkan
banyak penyimpangan. Pertama, dalam sejarah mereka tidak banyak melakukan pembunuhan. Kedua, mereka hanya
meninggalkan sebagian murid yang relatif tidak berbahaya, ketiga mereka terikat perjanjian dengan kita untuk tidak mengganggu wilayah Tionggoan. Hong Ji melihat bahwa
insiden tersebut tidak bisa secara lancang ditanggungkan kepada Lam Hay Bun" Demikian laporan dan penjelasan Kiang Hong.
"Kau benar Hong Ji, bukan seperti itu gaya dan cara Lam Hay Bun. Betapa ambisiusnya mereka, kita tahu. Tapi betapa mereka sangat mengagungkan kegagahan, juga kita mengerti.
Hanya kekuatan Ilmu Silat yang sanggup menundukkan hasrat dan kegagahan mereka. Baik Kauwcu maupun Hu Kauwcu
mereka yang kakak beradik seperguruan, sangatlah gagah dan sakti. Kecuali ada perubahan yang sangat besar dan dahsyat di Lam Hay Bun, sesuatu yang rasanya tidak akan diijinkan oleh sahabat Lam Kek Sin Kun, Pak Tian Ong selama dia
masih hidup. Meskipun dia sangat berambisi, tetapi
kegagahannya sangatlah kukagumi dan dia tidak akan
sebodoh itu menyerahkan Lam Hay Bun ke tangan orangorang yang akan mengaburkan dan mengikis kegagahannya"
Jelas Kakek Cun Le.
"Nampaknya, bukan tidak mungkin ada pihak-pihak yang
mengail diatas air keruh kali ini" Tan Bi Hiong ikutan
nimbrung. "Apabila bukan karena terjadi perubahan drastis dalam Lam Hay, maka sudah pasti ada kekuatan tertentu yang
memanaskan situasi dan memanfaatkan reputasi masa lalu
Lam Hay. Beng Kauw, bisa dikategorikan disini, tetapi dengan syarat, juga terjadi perubahan besar dalam kebijakan
kelompok agama ini. Mereka juga biasanya hanya melibatkan diri dalam pertarungan Ilmu Silat dengan mengandalkan Ilmu mereka, dan paling banter yang turun adalah Ketua Agama mereka bersama Hu Pangcu dan 3 pelindung agama mereka.
Dan jika Beng Kauw harus dihapus dari daftar ini, maka
menjadi sangat sulit mencari kekuatan mana lagi yang mampu membuat dunia persilatan kisruh. Kemungkinan, kita malah akan memasuki sebuah badai persilatan dengan jangka yang cukup panjang. Mengapa" Karena badai kali ini mengandalkan strategi dan kelicikan, dan bukannya penguasaan wilayah melalui Ilmu Silat sebagaimana para kakek buyut
menghadapinya dahulu berhadapan dengan Thian Tok,
Bengkauw dan Lam Hay" Papar Bi Hiong.
"Ah, kamu selalu berpandangan terang ke depan Hiong Ji.
Justru kemungkinan itulah setengahnya yang kulihat dalam awan kelam yang akan melingkupi persilatan Tionggoan ke depan. Awan itu, bahkan tragisnya akan sampai kesini, akan menyentuh kita sampai kemudian sinar yang sudah terlalu kelam tapi dekat dengan kita akan mengirimkan sinar terang yang lain bagi kita. Meskipun tidak hancur, tetapi kalian harus menata Lembah kembali dalam waktu lama untuk memulihkan nama baiknya. Hong Ji dan Hiong Ji, kepada kalian kutitipkan bagaimana menata kembali lembah ini sampai sinar terang itu kembali. Badai ini jauh lebih dahsyat dari yang dihadapi kakek buyut Sim Hoat dan kakek Sin Liong dan yang juga kuhadapi dahulu".
Kiang Cun Le nampak berhenti sebentar, dengan wajah
serius dia kemudian melanjutkan:
"Benar Hiong Ji, aku melihat Beng Kauw akan kembali menuntut, Lam Hay juga, bahkan sebuah benda yang jadi
taruhanku dengan kedua orang tua dari India juga akan
menimbulkan masalah. Pekatnya badai itu, karena harus
ditambah dengan mencari tahu, siapa yang mencoba
menajamkan pertarungan dengan darah, dan bukan cuma adu ilmu silat sebagaimana biasanya".
Kembali Kiang Cun Le berhenti sebentar, menimbangnimbang banyak hal, kemudian melanjutkan:
"Samar-samar, Ilmu Silat dan Ilmu Batin kalian akan sangat menentukan dalam menangani masalah ini. Aku sudah letih dan punya persiapan khusus untuk ikut menangani persoalan ini, sudah ada yang akan dan sedang siap untuk
melakukannya. Tetapi, kalian jangan alpa, dan jika mungkin juga membangun komunikasi dengan Kay Pang, Siauw Lim
Sie, BuTong Pay dan juga Liong I Sinni (Pendeta wanita Sakti berjubah hijau). Nampaknya, misteri dan badai ini akan sangat dahsyat karena akan melibatkan generasi lama, cuma aku
belum yakin benar soal ini. Awas-awaslah dengan peningkatan Ilmu kalian dan cermati persoalan di luaran. Liong Ji sejak hari ini akan bersamaku, dan jangan tanyakan sampai kapan,
sementara Nio Ji kalian antarkan kepada Liong I Sin Ni.
Kepada Sinni tidak perlu kalian bicara apa-apa, hanya kalian berikan mata kalung pualam hijau ini kepadanya (sambil
menyerahkan mata kalung bertuliskan "Kiang" kepada Kiang Hong) dan dia tahu apa yang akan dia kerjakan. Kalian
terpaksa harus berpisah dari anak-anak kalian untuk
meredakan badai ini"
"Bagaimana dengan lembah ini Ayah?" Tanya Kiang Hong
"Meski aku menyucikan diri dan tidak terlibat urusan Kang Ouw, bukan berarti aku haram mempertahankan rumahku.
Lakukan tugasmu dan kerahkan semua kekuatan kita dalam
melacak berita. Tetapi, diatas semuanya, jangan lupakan terus menempa diri kalian. Hiong Ji, jika bertemu Sinni mintalah dia menyempurnakan pengerahan tenaga lemas dan keras ketika menghentak ginkang dan sinkang pada tataran tertinggi
perguruan kita, dan sampaikan salam rindu saudaranya
kepadanya. Sementara kakakmu Kiang Liong, biarlah aku dan nasib yang akan mengurusnya, jangan kalian pikirkan dulu masalahnya saat ini. Dan kamu Hong Ji, aku punya waktu
semalaman ini untuk membicarakan sesuatu denganmu
sebelum besok aku menutup diri dengan Liong Ji. Besok sore sebaiknya kalian berangkat kearah timur, tinggalkan Sian Cu bersama 2 Duta Hukum disini, sementara kamu boleh
menugaskan 6 duta perdamaian membangun kontak dan
mencari informasi, setelah itu kalian upayakan menyelidiki kejadian-kejadian yang paling akhir. Akan ada banyak kejutan, tapi jangan panik. Hiong Ji, dalam hal ini kamu malah lebih piawai dari Hong Ji, ingat jangan mudah dipecah belah dalam urusan apapun. Baiklah, kita tetapkan demikian untuk hari ini"
Kakek Cun Le mengakhiri percakapan.
-0o~Marshall~DewiKZ~o0Setelah lebih 5 tahun menyepi dan hanya sesekali keluar mendidik cucunya, Cun Le sebenarnya banyak
mengembangkan ilmu dalam atau ilmu kebatinan. Dalam hal ini, dia malah lebih dahsyat pada usianya dibandingkan Sin Liong, karena pada usianya yang mendekati 55an sudah
sanggup membaca gejala alam, mampu memprediksi kejadian dengan tingkat keakuratan yang tinggi.
Selain memperdalam Ilmu Kebatinan, diapun melakukan
penelahan lebih jauh atas Ilmu-Ilmu peninggalan keluarganya.
Ilmu keluarganya sudah lama digolongkan tingkat atas
bersama dengan Ih Kin Keng, Selaksa Tapak Budha dan Tay Lo Kim Kong Ciang dari Siauw Lim Sie; Hang Liong Sip Pat Ciang, Pek Lek Sin Jiu (Pukulan Halilintar) dan Tah Kaw Pang dari Kay Pang, serta Bu Tong Kiam Hoat, Thai Kek Sin Kun, Ling Gie Sim Hwat dari Bu Tong Pay.
Kiang Sim Hoat menciptakan sebuah Ilmu Khas Lembah
Pualam Hijau berdasarkan sebuah Kitab Pusaka yang sudah sangat lapuk ketika ditemukannya di Lembah Pualam Hijau.
Bahkan nama kitab disampulnyapun sudah tidak bisa dieja dan dibaca lagi, tetapi kitab itu nampaknya sangat menekankan unsur kehalusan dan kedalaman.
Penekanan pada unsur "im" yang halus dan dingin
dipertegas dengan hawa dingin yang dilatih oleh Sinkang khusus dalam kitab tersebut. Sayangnya, pencipta dan
pengantar kitab itu sebagai informasi mengenai kitab, sudah tidak bisa terbaca, justru bagian inti dari ilmu yang termuat dalam kitab tersebut masih bisa utuh. Tapi itupun tidak mengurangi kedahsyatan Ilmu yang kemudian terkenal
menjadi ciri pengenal dan pamungkas dari Lembah Pualam
Hijau. Kitab Silat kuno itu ternyata berisikan 13 jurus sakti yang kemudian digubah Sim Hoat menjadi Giok Ceng Cap Sha Sin Kun (Tiga Belas Jurus Sakti Pualam Hijau). Dinamakannya demikian karena dalam sebuah Gua Rahasia yang hanya
diketahui rahasianya oleh para Ketua Lembah setelah Sim Hoat, ditemukan sebuah pembaringan sempit yang hanya
sanggup menampung 1 orang dan terbuat dari PUALAM
HIJAU. Pembaringan itu juga ditemukan khasiatnya oleh Sim Hoat dalam kitab kuno sebagai alat untuk membantu memperkuat Sinkang guna melatih Ilmu dalam kitab. Khasiat pembaringan Giok Hijau itu adalah memperdalam dan mempercepat
meningkatkan hawa Sinkang jenis dingin, karena pembaringan itu dinginnya bukan main. Untungnya, pelajaran jenis sinkang bagi 13 jurus sakti kuno ini dan bagaimana memanfaatkan pembaringan Giok diajarkan dalam kitab dan kemudian
diturunkan bagi pewaris lembah kemudian secara lisan.
Pembaringan itupun hanya diketahui paling banyak 2 orang, Ketua Lembah dan Istrinya.


Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Selain Giok Ceng Cap Sha Sin Kun ini menjadi ilmu khas
Lembah Pualam Hijau, Sim Hoat kemudian menggubah Ilmu
Pedang Giok Ceng Kiam Hoat yang mencampurkan beberapa
rahasia Ilmu Pedang Kakek Dewa Pedang berdasarkan gerak Pat Sian Kiam Hoat (Ilmu Pedang Delapan Dewa) yang
menjadi andalan Kakek Dewa Pedang tersebut.
Ilmu pedang ini sebenarnya gubahan bersama, sebagai
hadiah kakek Dewa Pedang yang membuatkan Pedang Giok
Hijau bagi Kiang Sim Hoat. Perbendaharaan Ilmu Sakti
Lembah Pualam Hijau bertambah dengan diciptakannya
kemudian oleh Kiang Sin liong ilmu Soan-hong Sin-ciang
(Tangan Sakti Angin Badai) dan Toa-hong Kiam-sut (Ilmu
Pedang Angin Badai).
Semua Ilmu itu bertumpu pada Giok Ceng Sinkang yang
ditumbuhkan, diperdalam dan dikuatkan oleh Pembaringan
Giok Ceng yang rahasianya dimiliki oleh pewaris Lembah. Baik Soan Hong Sin Ciang maupun Toa Hong Kiam Sut merupakan
ilmu khas yang mampu menciptakan prahara angin dan badai dan banyak dilambari oleh kekuatan batin.
Ilmu ini diciptakan Sin Liong setelah bertarung dengan
jagoan India yang sangat kuat Ilmu Silat dan Ilmu sihirnya.
Terlebih karena khasiat lain pembaringan Giok Hijau adalah memperkuat batin seseorang dan karena itu, baik Sim Hoat maupun Sin Liong, mampu menghadapi serangan sihir yang
luar biasa kuat melalui penguasaan batin yang luar biasa.
Memang, selain bantuan pembaringan Giok hijau, bakat
dan ketekunan juga sangat menentukan. Setiap pewaris
lembah, rata-rata memiliki kekuatan batin yang sangat luar biasa, sehingga mampu menolak kekuatan sihir lawan yang bagaimanapun kuatnya.
Sementara Cun Le sendiri pada beberapa tahun terakhir
sedang menggubah sebuah ilmu yang dinamakannya Khongin-loh-Thian (Awan Kosong Menggugurkan Langit) dan sejenis ilmu langkah ajaib yang diberinya nama Sian-jin-ci-lou (Dewa Menunjukkan Jalan).
Sama seperti Ilmu Ciptaan Sin Liong yang bernama Toa
Hong Kiam Sut dan Soan Hong Sin Ciang, penggunaan Khong in loh Thian juga sangat sarat kekuatan batin dan memang khusus digunakan untuk melawan kekuatan sihir lawan.
Hanya, berbeda dengan Soan Hong Sin Ciang yang membawa
perbawa badai dalam serangannya, maka Khong in loh Thian justru mementalkan dan bahkan membalikkan serangan-serangan Ilmu Hitam dan Ilmu Sihir kepada pemiliknya.
Dan ketika membalik, seseorang dengan kepandaian
tanggung tidak akan sanggup mengantisipasi karena tenaga serangannya diserap dan dikembalikan tanpa tanda-tanda
desiran sedikitpun. Karena itu dinamakan awan kosong.
Tetapi, Ilmu Sian Jin Ci Lou, termasuk Ilmu langkah kaki ajaib yang agak bersifat gaib. Sesuai namanya, pemilik Ilmu yang memainkan Ilmu ini seakan akan mendapatkan petunjuk dewa tentang bagaimana menghindarkan serangan sehebat
apapun. Sayangnya, sampai saat ini Cun Le sendiri seperti masih merasakan adanya kekurangan dalam Ilmu Langkah
yang dia gubah atas pengenalannya terhadap Ilmu dari India dan warisan puisi kuno dalam sebuah Gelang yang maknanya sangat dalam.
Pada malam terakhir yang disebutkan Kiang Cun Le kepada anaknya, dipaparkannya kembali seluruh rahasia Ilmu
keluarga dan secara bersama mendalami beberapa unsur baru yang digubah Cun Le beberapa waktu belakangan. Ilmunya
Khong In Loh Thian diturunkan secara sempurna kepada
Kiang Hong, termasuk membuka wawasan Kiang Hong
mengenai kemungkinan yang sangat luas terhadap langkah
ajaib Sian Jin Ci Lou.
Percakapan antara 2 ahli tidak butuh lama untuk mengerti, memahami dan melakukannya. Semalam, berarti bisa 30
tahun bagi orang yang baru memulai berlatih Ilmu Silat untuk memahami apa yang dikemukakan Cun Le kepada anaknya
Kiang Hong. Bagian paling rumit adalah memperkuat Tenaga Batin
anaknya agar sanggup memainkan baik Soan Hong Sin Ciang dan Khong in loh Thian sebelum meninggalkan lembah,
sesuatu yang dirasa masih diperlukan bagi Kiang Hong. Dan selepas pertemuan itu, Kiang Hong merasa seperti menjadi lebih nyaman dan lebih ringan.
-0o~Marshall~DewiKZ~0o(5): Siangkoan Tek - Tokoh Bengkauw
"Saatnya sudah tiba dan nampaknya waktuku tidak sangat
panjang. Heran, kenapa si tua itu sangat tidak sabaran" Kakek Cun Le sedikit menggerutu.
Karena disaat dia memutuskan melakukan apa yang
diniatkan dan direncanakan sejak lama, justru seorang "kawan lamanya" nampaknya sedang datang untuk menemui dan
mengganggunya. Tapi perhitungannya sudah matang, tidak
mungkin ditundanya lagi.
"Baiklah, Liong Ji, ".., Liong Ji" Kakek Cun Le memanggil
"Liong Jie sedang berlatih kek, di luar" sahut suara anak kecil dari luar.
"Sudahi latihanmu dan masuklah kedalam" panggil Kakek
Cun Le "Baik kek ".. hait" dan tidak lama, Kiang Ceng Liong
memasuki kamar khusus kakeknya.
"Liong Ji, waktu kita sangat terbatas dan tidak boleh gagal"
papar Kakek Cun Le dan membuat Ceng Liong menjadi heran, terutama karena kakeknya nampak sangat serius. Meskipun usianya belum mencapai 10 tahun, tetapi Kiang Ceng Liong menunjukkan bakat yang luar biasa baiknya dalam Ilmu Silat.
Bahkan sejak berusia 5 tahun Ceng Liong sudah dibiasakan berbaring di pembaringan rahasia Pualam Hijau. Bakatnya yang luar biasa, keteguhan dan kekerasan hatinya
membuatnya sanggup mulai menjalankan semedi dan berlatih di atas pembaringan sejak berusia 6 tahun. Bahkan dasar-dasar ilmu Pualam Hijau sudah sanggup dimainkannya dengan sempurna.
Daya ingat anak ini, baik untuk pelajaran sastra maupun ilmu silat sungguh luar biasa. Kakeknya, Kiang Cun Le,
kadang-kadang sering tertegun melihat bakat, kemauan dan potensi yang dimiliki cucunya, tentu juga dengan kekaguman.
"Pertama, jangan menolak dan jangan melawan terhadap
apapun yang kulakukan atasmu. Seperti biasa, kosongkan
pikiran dan mengalir bersama nafasmu. Sesakit apapun.
Paham?" "Paham kek" sahut Ceng Liong serius.
"Kedua, ingat, bahwa sakit yang kamu alami demi
menegakkan wibawa Kakek, Ayah dan lembah kita. Camkan
itu dan tanamkan dalam hatimu"
"Jelas kek"
"Ketiga, kita akan menghadapi bencana yang sangat besar.
Mengancam kakek, mengancam ayahmu dan mengancam
umat manusia dan lembah kita. Sesakit apapun harus bisa kamu tahan. Sanggup?"
"Sanggup kek" makin kokoh suara si bocah
"Keempat, saat kakek melontarkanmu ke sungai itu, jangan memecah perhatianmu. Belajar menyerah dan pasrah pada
alam dan biarkan nasib memutuskan apa yang akan terjadi.
Sanggup?" "Maksud kakek?" Tanya si bocah
"Demi keselamatan kakekmu, ayahmu dan umat manusia
juga lembah kita, sanggupkah kamu" tegas Kakek Cun Le
"Liong Ji sanggup, tapi apa mati hidup Liong Ji harus
mandah saja?" si bocah penasaran.
"Ya" tegas sang Kakek
"Tapi kek" si Bocah bertahan
"Sebab itu adalah salah satu syarat kamu akan berhasil
atau tidak. Jika kamu melawan, maka semua akan sia-sia.
Bagaimana?"
Setelah lama berpikir, akhirnya si bocah mengangguk
perlahan. "Kamu harus yakin atas dirimu sendiri dan jangan dengan keterpaksaan. Jawab sanggup atau tidak?"
"Sanggup kek" jawaban tegas setelah berpikir lama.
"Kamu berjanji di hadapan kakekmu, dihadapan
kehormatan keluargamu dan lembahmu?" desak sang Kakek
"Liong Ji berjanji. Liong Ji yakin Kakek dan Ayah tidak akan mencelakakan Liong Ji" tegas sekali jawaban si Bocah.
Kakek Cun Le terharu dan hatinya seperti diremas-remas
membayangkan perjalanan hidup cucunya ini, tetapi tidak ada cara lain. Dan perasaan haru dan sayang tidak dia tunjukkan, sebaliknya malah.
"Kamu sudah berjanji. Ingat kehormatanmu dan
kehormatan kakek, ayahmu dan lembah ini dipertaruhkan
diatas janjimu itu. Ingat dan camkan itu" tegasnya
"Liong Ji yakin mampu" tegas sang Bocah.
"Baik dan yang terakhir, terimalah gelang perak ini (sambil menyerahkan dan mengenakan sebuah gelang perak yang
sedikit gemuk karena berongga didalamnya). Ingat dan
camkan, jangan pernah mencoba membuka gelang ini dan
membaca isinya sebelum waktunya. Kamu sanggup"
"Sanggup kek. Tapi kapan bisa kubuka dan lihat isinya?"
jawab Ceng Liong
"Pada saat kamu merasa sepertinya akan mati karena
penuh hawa, daya dan tenaga yang berontak. Pada saat kamu merasa tiada daya lagi, kamu ingat ayahmu dan kakekmu,
maka saat itulah kamu boleh membukanya. Ingat dan camkan waktunya"
"Baik kek" jawab si bocah sambil manggut-manggut.
"Justru syarat tadi kamu harus pasrah meski menghadapi
kematian mulai besok secara sendirian akan menentukan
apakah kamu akan sukses nantinya atau malah gagal total.
Ingatlah baik-baik pesan kakekmu ini" Ujar Kakek Cun Le sambil mengulang-ulangi kalimatnya itu.
Meskipun bingung, Ceng Liong mencatatnya dalam
sanubarinya. Dan secara kebetulan, anak ini memang memiliki daya ingat dan daya melekatkan sesuatu yang penting dalam sanubarinya hingga susah lenyap.
"Baiklah, sekarang kita akan memulai. Lupakan orang
tuamu, mereka sedang mengantarkan adikmu Nio ke paman
nenekmu di Timur, suatu saat kamu akan ketemu mereka.
Sekarang kamu lepaskan pakaianmu, semuanya. Harus
telanjang bulat dan kemudian mulailah lakukan semedi,
satukan nafas, pikiran, hasrat dan kemauan dan kemudian hilangkan semuanya itu. Mulailah" perintah si Kakek dengan terharu, karena bocah kecil yang dikasihinya ini akan mulai mengembara sendirian luntang lantung karena bencana yang diantisipasikan olehnya sebagai kakek si bocah cilik.
Tidak berapa lama si bocah sudah diam terpaku dalam
semedi, nafasnya bergerak teratur dan wajahnya nampak
damai dan sentosa. Kakek Cun Le sejenak menjadi tidak tega, tetapi keselamatan lembah dan umat persilatan
mendorongnya untuk melakukan sesuatu.
Dan tentu sekarang sudah saatnya, karena sudah
dimulainya. Perlahan Kakek Cun Le memusatkan perhatiannya, mengatur nafas dan kemudian membelai, menotok, memijit
jalan darah di tubuh Ceng Liong. Meski di wajah bocah itu tidak nampak reaksi, tetapi otot, jalan darah dan urat-urat di sekujur tubuhnya mengalami perubahan-perubahan yang luar biasa. Tetapi pijatan dan totokan yang dilakukan ahli sekelas Kiang Cun Le, pendekar legendaries dari Lembah Pualam
Hijau, membuat perubahan tersebut hanya dirasakan sesaat.
Semua dilakukan untuk membuat persiapan dan adaptasi
tubuh cucunya untuk menerima penyaluran tenaganya. Dan
selang beberapa waktu, justru wajah Cun Le yang menjadi muram, di atas kepalanya mengepul uap putih, dan pada saat itulah dia mulai menyalurkan tenaga murni yang diyakini selama lebih dari 50 tahunan.
Proses itu berlangsung cukup lama, sejak menjelang malam dan bahkan sudah melampaui tengah malam. Wajah Cun Le
sudah pucat pias, kabut di kepalanya sudah sangat pekat, sementara sang bocah, nampak oleng kiri dan oleng kanan, wajahnya terkadang mengernyit, tetapi kekerasan hatinya sungguh luar biasa.
Penderitaannya pada waktu itu dirasakannya sebagai cara untuk menjaga kehormatan keluarga dan lembahnya, dan
perasaan inilah yang melahirkan kekuatan yang luar biasa dalam dirinya. Bisikan kakeknya menyadarkannya, biarkan hanyut, biarkan menyatu dan jangan melawan. Cara itu
sungguh membantu, dengan segera dia menjadi semakin
oleng kiri dan kanan, dan makin keraslah kerja Kakek Cun Le menahan tubuh cucunya untuk tidak miring kekiri dan
kekanan. Saat-saat menegangkan dan pada proses puncak
penyaluran tenaga untuk berdiam di pusar Ceng Liong sedang terjadi. Sementara itu sebuah bayangan seperti setan dan luar biasa pesatnya nampaknya mondar-mandir mencari jalan.
Untunglah Duta Agung, Majikan Lembah dan Para Duta
sedang berada di Luar lembah, jika tidak maka bayangan
tersebut pasti sudah bisa teridentifikasi sejak lama. Tapi mungkin juga tidak, karena tokoh yang bergentayangan ini bukan tokoh biasa. Karena bayangan yang datang adalah
seorang tokoh gaib yang lain pada jaman itu, seangkatan dengan Kiang Cun Le sendiri.
Dialah Siangkoan Tek, pentolan Bengkauw, Ketua Beng
Kauw saat ini, yang sebetulnya sudah malas mencampuri
dunia ramai. Tetapi pengecualian kalau yang berurusan adalah dengan kawan seangkatannya di dunia persilatan, salah
satunya adalah Kiang Cun Le dan Kiang In Hong.
Ketika merasa bahwa Beng Kauw juga dicurigai dalam
kasus pembantaian dan pencaplokan sejumlah Perguruan Silat kecil, Siangkoan Tek merasa tersinggung dan ingin bertanya langsung kepada Cun Le dan bukannya kepada Kiang Hong.
Maklum, gengsi angkatan tua memainkan peranan penting
disini." Masakan harus bertanya kepada anak-anak?" pikirnya, dan karena itu dia hendak bertanya langsung kepada Cun Le.
Tapi, celakanya, sudah sejak menjelang malam dia
mengirimkan isyarat batin untuk bertemu, tetapi sama sekali tiada balasan dari Cun Le. Akhirnya dia memutuskan untuk menerobos masuk.
"Kenapa daya hidup Cun Le begitu lemah" Bahkan
tandanya malah sangat redup dan semakin redup saja?"
"Apa yang sedang dia alami?" atau apakah dia tahu aku
yang datang dalam keadaannya yang lemah ini?"
"Cun Le, ada apa denganmu?" desis Siangkoan Tek
Maklum, rekan seangkatannya, meski rekan bertarung
tetapi bertemu tetap merupakan kerinduan tersendiri.
Lagipula, jika kawan bertempur yang sepadan tiada lagi, apa gunanya tetap hidup dan memiliki ilmu tinggi lagi, bukankah malah jadi membosankan"
Hal yang wajar, sebab biarpun Siangkoan Tek berwatak
berangasan dan begitu ketemu langsung menyerang Cun Le
ataupun Ketua Siauw Lim Pay, tetapi rasa kagum dan
hormatnya tidak hilang. Kegagahan masih tetap dimilikinya, masih melekat dalam sanubarinya.
Setelah bolak-balik mencari jalan masuk yang terbatas ke lembah, akhirnya Siangkoan Tek berhasil menyusup dan terus menuju tempat terlarang, yakni tempat meditasi Cun Le. Dan ketika menemukan Cun Le persis dari sisi belakang, dengan tidak tanggung-tanggung melalui suara bathin dia menegur tanpa menyelidiki dulu apakah gerangan yang sedang
dilakukan Cun Le dan mengapa dia tidak menjawab panggilan batinnya:
"Rupanya kamu sedang berlatih " baiklah, terimalah tanda pertemuan kita" ujarnya sambil mendorongkan tangannya
kedepan dengan menggunakan tenaga saktinya.
Serangkum angin dahsyat menerjang kearah Cun Le, dan
dengan telak mengenai bagian belakang Cun Le yang pada
saat itu justru berada di puncak penentuan kegagalan atau keberhasilan. Tambahan tenaga dari Siangkoan Tek, justru mempercepat usahanya dan menyisakan tenaga terakhir
untuk melontarkan Ceng Liong kearah sungai yang langsung mengalir ke air terjun dibelakang ruang meditasinya.
Tapi sebelum melontarkan Ceng Liong, Cun Le masih
sempat berbisik, ingat, jangan melawan sampai kamu sadar sendirinya pagi nanti, dan setelah itu Ceng Liong terlontar oleh tenaga penuh dan meluncur kearah sungai.
Sebentar saja tubuhnya hilang di sungai tesebut, bahkan hilang di telan sungai menjelang air terjun ?"selebihnya, dia tidak ingat lagi.
Tetapi, segera setelah dia melakukan pelontaran cucunya, dia sadar sebelum kehilangan kesadarannya bahwa dalam
ruangan sudah bertambah bukan cuma 1 orang, tetapi malah 2 orang, tapi dia tidak sempat tahu lagi. Entah siapa orang kedua yang hadir di tempat samadinya.
-0o~Marshall~DewiKZ~o0Dunia Persilatan gempar. Lembah Pualam Hijau, salah satu tempat keramat Rimba Persilatan kebobolan. Hebatnya
lagi,salah seorang Duta Hukum menjadi korban dan
ditemukan tewas dengan tubuh yang jelas-jelas keracunan hebat.
Sementara, bisa dilacak, satu-satunya tokoh tingkat sepuh dan gaib yang muncul disana adalah bekas Ketua Bengkaw
Siangkoan Tek. Tapi, dunia persilatan juga tahu belaka bahwa Bengkauw apalagi Siangkoan Tek, tidak pernah menggunakan racun.
Jadi, ada apa di Lembah Pualam Hijau" Kemana tokohtokohnya yang mumpuni" Kemana Kiang Hong Duta Agung
yang masih muda nan sakti dengan istrinya yang tidak kurang saktinya" Kemana pula Cun Le yang legendaris itu" Apa
kerjaan para Duta Hukum atau apalagi Duta Luar Sian Cu
yang masih kakak Kiang Hong"
Jika Lembah Pualam Hijau yang begitu sakti dan
diagungkan bahkan terkadang melebihi Siauw Lim Sie
sekalipun bisa dibobol, apalagi Perguruan lain" Untungnya, selain terbunuhnya tokoh duta hukum, dan belakangan
ketahuan Kiang Cun Le yang bersemadi ikutan lenyap bersama anaknya Kiang Liong, tidak ada lagi kerugian yang lain.
Tidak ada pusaka yang hilang, tetapi nama kesohor dari
Lembah Pualam Hijau menjadi tercoreng. Tidak ada yang tahu bahwa justru kedatangan Siangkoan Tek telah menyelamatkan Cun Le, tapi tak sanggup menyelamatkan seorang Duta
Hukum yang adalah murid Cun Le. Selain seorang Duta
Hukum, yang lainnya dalam keadaan normal, karena
Siangkoan Tek berhasil menggagalkan serangan bokongan si pembunuh bertopeng.
Dan yang pasti lagi, nampaknya penyerang itu bahkan
kepandaiannya tidaklah berada di sebelah bawah Siangkoan Tek. Malah mungkin melebihinya, cuma karena selain
Siangkoan Tek tiba-tiba muncul tokoh besar lembah yang lain, yakni Kiang In Hong Liong-i-Sinni, maka si penyerang beranjak pergi merat entah kemana.
Maka tinggal nama Lembah Pualam Hijau yang tercoreng,
dan akan butuh waktu lama untuk mencari perusuh yang
nyelonong memasuki lembah. Musibah yang dialami Lembah
Pualam Hijau mulai menghadirkan kepanikan yang lebih besar di kalangan Dunia Persilatan, karena serangan kini mulai merambah Perguruan Silat yang lebih besar.
Tidak tanggung-tanggung, symbol keperkasaan Dunia
Persilatan Tionggoan, disentuh dan diobrak-abrik. Untung perselisihan dengan Bengkauw masih bisa diatasi dengan
kedatangan Liong-i-Sinni yang sangat yakin akan kebersihan Siangkoan Tek.
-0o~Marshall~DewiKZ~0oEpisode 2: Anak-Anak Naga Bertumbuh
- Anak Dari Langit
"Koko, aku lapar" seorang anak perempuan merengekrengek kepada kakaknya. Tampang keduanya sungguh kotor, dan badan mereka juga menunjukkan rasa lelah dan jelas
kelaparan yang sungguh.
Pakaian merekapun sudah compang camping dan dekil
meskipun dari bahannya nampak agak mewah dibandingkan
tubuh dan wajah mereka yang kuyuh. Tapi itupun tidak
menyembunyikan wajah cantik molek sang anak perempuan,
juga cahaya ketampanan yang membayang di wajah kakak
laki-lakinya. "Sebentar Lan Moi, koko coba mencari buah-buahan" si
kakak lelaki mencoba menghibur. Meskipun dia sendiri juga takut di hutan itu, tapi rasa sayang dan tanggungjawab atas adiknya membuatnya menjadi sedikit lebih berani.
Apa boleh buat, karena tidak mencari makanan di hutan,
juga toch mereka akan mati. Seseorang, bila didesak dan dipaksa keadaan akan melupakan rasa takutnya, takut mati sekalipun.
"Tapi, jangan tinggalkan aku sendirian koko" si gadis agak khawatir ditinggalkan
"Kalo begitu mari kita berjalan perlahan mencari buahbuahan" ajak sang kakak
Kedua kakak beradik malang yang sekarang hidup luntanglantung ini adalah anak seorang Pangeran bernama Liang Tek Ong, keduanya bernama Liang Tek Hoat yang lelaki dan Liang Mei Lan adiknya yang perempuan. Keduanya terpisah dari
ayahnya yang diserang penjahat dan kemudian ditolong
Pengemis Tawa Gila.
Tapi karena omongan dan tawa sang Pengemis yang rada
menyeramkan, membuat kedua anak kecil ini merasa kurang nyaman dan minggat darinya. Pengemis Tawa Gila tidak
menyangka apabila lubang menjorok yang dijadikannya
tempat menyimpan kedua anak ini menyimpan sebuah lubang kecil yang hanya sanggup menerima tubuh anak kecil.
Ruang disebelahnya berhubung dengan lorong yang
tembus ke tebing sebelah dan tidak heran Pengemis Tawa Gila tidak sanggup menemukan mereka. Dan dari sana, sudah
nyaris 2 bulanan kedua anak Bangsawan ini luntang lantung sekedar cari makan.
Di desa atau kota lain, mereka malah ikut-ikutan mengemis untuk menyambung hidup mereka. Sebagai anak cerdik, Tek Hoat mengerti bahwa mereka harus agak hati hati membuka statusnya, apalagi dia tahu ayahnya banyak dimusuhi pejabat negeri yang korup.
Siang hari itu setelah makan buah-buahan dan terus


Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mencari jalan ke Kota Hang Chouw, kedua kakak beradik ini tiba di jorokan sebuah sungai. Kedua anak yang letih dan kehausan ini sangat gembira melihat sungai yang
pinggirannya bisa mereka jangkau dengan mudah. Terlebih nampak tidaklah berbahaya karena arus sungai juga nampak tidaklah sedang deras.
Tapi belum sempat Mei Lan menjangkau pinggiran sungai,
dia terkejut ketika melihat sesosok tubuh teronggok lemah di pinggir sungai, hanya terhalang tetumbuhan kecil yang kurang lebat, dan dia menjerit "ih", karena melihat tubuh itu telanjang bulat.
"Koko, a..a" ada orang disana" Jerit Mei Lan kaget sambil menunjuk tubuh yang terbaring di tepian sungai. Tubuh
seorang anak kecil lainnya yang nyaris sebaya dengan Tek Hoat.
"Mana " mana orangnya?" Tek Hoat kaget dan dengan
mengikuti telunjuk Mei Lan dia menemukan sosok tubuh kecil yang terbaring. Diam terbanring, cuma dia tidak tahu apakah tubuh yang terbaring diam dan nampaknya anak kecil itu
masih hidup atau sudah mati.
"Ayo, kita lihat, siapakah orang itu" Tek Hoat
memberanikan diri mendekati sosok tubuh kecil tersebut.
"Anak kecil, seperti kita" desis Tek Hoat sambil
membalikkan tubuh yang masih basah dengan air sungai itu.
"Sudah mati Koko?" Tanya Mei Lan takut-takut.
"Belum, masih bernafas" Jawab Tek Hoat sambil meraba
dada dan hidung anak malang yang dia temukan itu.
"Tapi nampaknya tidak ada luka dan tidak ada bekas
kemasukan banyak air. Seperti tidak terjadi apa-apa atasnya"
jelas Tek Hoat menjadi agak heran juga dengan keadaan
tubuh kecil itu.
"Tapi, buat apa dia terbaring disini dan, iiih, telanjang lagi"
desis Mei Lan lirih dan agak malu, karena seusianya sudah mulai memiliki rasa malu melihat tubuh telanjang lawan
jenisnya, meski belum dengan tatapan dan nafsu berahi.
"Kita tidak tahu, ayo bantu kita angkat ketepian" Ajak Tek Hoat untuk kemudian berusaha mengangkat dan memayang
tubuh kecil itu dan kemudian menyeretnya ketempat yang
lebih aman. Akhirnya kedua anak Bangsawan yang tidak tahu caranya
pulang kerumah mereka, membantu mengangkat tubuh kecil
itu dan kemudian membawanya ke bawah pohon rindang
dekat tepian sungai. Tapi karena tidak tahu harus melakukan apa dan bagaimana terhadap tubuh kecil yang pingsan tak sadarkan diri itu, akhirnya mereka duduk-duduk saja
menunggui tubuh itu.
Baru beberapa jam kemudian tubuh anak yang tadinya
terbaring di tepian sungai itu perlahan-lahan mulai bergerak.
Perlahan dan perlahan, dan tak lama terdengar desisannya
"jangan melawan, ikuti arus air, biarkan pikiran
kosong, pasrah terhadap alam" .
Berulang-ulang desisan itu, dan perlahan-lahan dia mulai membuka matanya. Heran, dua wajah anak-anak yang asing
terpampang dihadapannya. Dan ". Secara refleks dia
bergerak, loncatan dan lonjakannya sangat tinggi untuk
ukuran anak-anak, dan jelas mengagetkan Tek Hoat dan Mei Lan dan membuat kedua anak bangsawan itu ternganga-nganga melihat loncatan tinggi anak yang baru sadar itu.
"Hei, apa-apaan kamu, apa yang terjadi padamu" Tanya
Tek Hoat setengah berteriak, dan tentu masih dalam keadaan kaget melihat lonjakan anak yang baru bangun dari
pingsannya. "Kamu siapa?" bertanya anak itu setelah berdiri tegak
"Kami menolongmu, lihat bahkan kamu belum berpakaian"
tegur Mei Lan melengos.
Si anak kecil itu menjadi kaget dan malu serta rikuh, tidak tahu mau berbuat apa karena tidak melihat adanya bahan
yang mungkin dikenakan atas dirinya yang telanjang itu.
"Ah, ada apa, siapa pula diriku?" Si anak ikut menjerit dan bingung tidak menemukan sesuatu kainpun untuk
dikenakan. "Tenang ". tenang kita ada ditepi sungai, tidak jauh disana ada Kampung. Tapi, ceritakan dulu siapa kamu" Tek Hoat
yang periang dan mudah bergaul menghadirkan rasa nyaman dan terima kasih di hati anak itu. Membuatnya tidak merasa malu dan bingung lagi.
"Ya " siapa namaku, dan darimana aku, mengapa pula aku
ada disini?" Si anak kebingungan dan tentu juga membuat Tek Hoat dan Mei Lan bingung karena si anak tidak lagi mengenal dirinya sendiri.
"Kamu sendiri tidak tahu siapa kamu" Masakan" Mei Lan
jadi bingung, juga Tek Hoat
"Kalian Bantu aku, aku tidak tahu apa-apa dan juga tidak ingat apa-apa lagi" jawab si Anak masygul.
"Kamu tidak ingat apapun mengenai dirimu?" Tanya Tek
Hoat yang juga tak kalah bingungnya.
"Tidak ingat apa-apa, dari mana aku, namaku, dan apa
yang terjadi" si anak bingung sambil berusaha keras
mengingat sesuatu, tapi tidak ada yang bisa diingatnya.
Kecuali desisan-desisan tadi yang nampaknya tertanam dalam sanubarinya.
Mei Lan dan Tek Hoat memandang anak itu terharu,
sementara anak itu masih bungung dan bertanya-tanya siapa dirinya, darimana asalnya dan apa yang telah terjadi. Kecuali kalimat yang didesisikannya tadi, yakni "jangan melawan, ikuti arus air, biarkan pikiran kosong, pasrah terhadap alam" tiada lagi yang lain yang didengarkan Mei Lan dan Tek Hoat.
"Sudahlah, biarlah kami memanggilmu Thian Jie untuk
sementara, Anak Langit karena nampaknya kamu seperti jatuh dari langit dan jatuhnya tepat ditepi sungai itu" gurau Tek Hoat.
"Lagi pula, matamu bersorot tajam seperti bintang yang
sangat terang" lanjutnya.
"Anak Langit, Thian Jie, Anak Langit Thian Jie" gumam si anak yang kemudian dipanggil Thian Ko oleh Mei Lan dan
Tek Hoat karena nampaknya anak itu lebih tua usianya dari mereka.
"Iya, dan aku akan memanggilmu Thian Ko" jerit Mei Lan
gembira "Iya, aku juga. Tapi Thian Ko harus cari pakaian dulu" desis Tek Hoat sambil nyengir memandang Thian Jie yang masih
Burung Hoo Menggetarkan Kun Lun 3 Panji Sakti Karya Khu Lung Kisah Para Pendekar Pulau Es 5

Cari Blog Ini