Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall Bagian 7
hati bagi seorang gadis sakti yang baru turun gunung seperti Mei Lan ini" Tantangan dari Hek-i-Kay Pang justru
dipandangnya hanya seperti mainan anak-anak, meskipun dia pernah memperoleh gambaran Hek-i-Kay Pang dari Beng San Siang Eng dahulu. Tidak, Mei Lan tidaklah takut.
Terkesan gegabah memang, karena memang begitulah
rata-rata keadaan mereka yang baru terjun ke dunia
persilatan. Sangat atau terlalu percaya diri, sehingga dengan pengetahuan yang sangat dangkal dan minim, Mei Lan sudah memutuskan untuk memenuhi undnagan Hek-i-Kay Pang.
Dengan penuh kepercayaan diri, menjelang tengah malam
sehabis bersiulan memulihkan semangat dna kekuatan, dia mendatangi hutan sebelah timur kota Pakkhia. Keadaan pada waktu itu, yakni pada waktu menjelang malam, sudah mulai sepi atau malah sudah sangat sepi, tiada lagi manusia yang berlalu lalang. Karena di musim dingin, menjelang malam aktivitas biasanya sudah banyak berkurang, tetapi bagi orangorang berilmu, rasa dingin masih bisa ditahan.
Tepat pada waktu yang disebutkan oleh sehelai surat, Mei Lan melangkah keluar dari gerbang timur kota. Dandanannya ringkas, dengan baju berwarna biru dan hiasan kepala juga pita berwarna biru. Nona yang mungil dan cantik jelita ini, sepantasnya memang tinggal di istana, tetapi heran menjelang malam yang dingin, justru dia berjalan maju mendekati
barisan Hek-i-Kay Pang yang sudah menunggunya dengan
sikap dan penampilan angker.
Tapi keangkeran barisan itu tidak membuat keder si nona.
Sebaliknya nona ini terus berjalan, berjalan mendekat sampai akhirnya berdiri berhadapan dengan barisan Hek-i-Kay Pang yang namapknya dipimpin oleh 2 orang tokoh utamanya. Di Barisan depan, nampak seorang kakek berusia belum 50 tahun lebih dengan menenteng tombak tiat-kauw (gaetan besi).
Kakek ini berkedudukan sangat tinggi dalam Hek-i-Kay
Pang, dia adalah Ciam Goan, berjuluk Thai-lek-kwi (Setan Bertenaga Besar) yang merupakan murid ketiga dari See Thian Coa Ong atau Adik seperguruan Pangcu Hek-i-Kay Pang yang bernama Hek Tung Sin Kai yang adalah murid kedua See
Thian Coa Ong. Ciam Goan berkedudukan sebagai Hu Pangcu bagian dalam dari He-i-Kay Pang.
Disampingnya adalah sutenya sendiri, atau murid keempat See Thian Coa Ong yang bernama Ma Hoan dengan julukan
Ngo-bwe Sai-kong (Kakek Muka Singa Berekor Lima) dan
membekal senjata siang-kek (sepasang tombak cagak).
Kedudukannya dalam He-i-Kay Pang adalah Hu Pangcu bagian Luar. Di belakang keduanya, anehnya nampak juga Louw Tek Ciang, Hek-bin Thian-sin (Malaikat Muka Hitam) Thian Liong Pang Tancu pakkhia beserta Hu Tancu Pakkhia Ca Bun Kim
Twa-to Kwi-ong (Raja Setan Golok Besar).
Baru di belakang ke-empat orang ini, berjejer para anggota Hek-i-Kay Pang yang nampak berwajah seram-seram. Jumlah mereka tidak kurang dari 50an orang dan nampak
menyeramkan karena mereka mengenakan pakaian berwarna
hitam pekat meskipun dengan banyak tambalan kain hitam
disana-sini. Hek-i-Kay Pang (2)
Tetapi Mei Lan tidak memandang gentar semua tokoh dan
manusia yang kini berdiri di hadapannya. Bahkan masih
dengan suara yang tenang dia menyapa;
"Ach, inikah Hek-i-Kay Pang yang mengundangku. Hebat,
hebat. Tapi ada apa gerangan menyambutku dengan barisan sebanyak ini?"
Kakek Ciam Goan, nampak terkejut juga dengan lagak si
Nona yang menurut taksirannya masih remaja ini. Hebat.
Bukannya keder, malah masih mampu mengeluarkan katakata dan kalimat menyindir Hek-i-Kay Pang. Tetapi
keterkejutannya segera ditindas dan dengan segera kemudian kakek Ciam Goan ini bersuara:
"Hm, Nona, engkau melanggar perbawa Pang kami di kota.
Menghajar beberapa sumber dana kami, bahkan berani pula menghajar anak buah lohu di kota. Tapi melihat tampang
nona, biarlah lohu minta nona untuk minta maaf dan kita habiskan urusan sampai disini. Bahkan lohu akan mengundang nona dalam perayaan persahabatan kita dalam markas kami"
"Hihihihi, menjadi tamu Hek-i-Kay Pang tentu sebuah
kehormatan. Tetapi, minta maaf untuk kesalahan yang tidak kulakukan, lain lagi ceritanya" Tangkis Mei Lan cerdik. Dia tidak mau mengaku salah, tetapi tidak menjatuhkan Hek-i-Kay Pang.
Kini, bahkan Ciam Goan sendiri yang dalam kesulitan.
Melabrak anak remaja gadis ini, sungguh sebuah tindakan yang memalukan Hek-i-Kay Pang di dunia persilatan. Bahkan bisa menjatuhkan martabatnya. Sungguh keki harus
menghadapi gadis semuda ini. Tapi, membiarkannya tanpa
menghukum atau minimal minta maaf, akan sangat merugikan mereka.
Terutama karena para kongcu yang mengadu ke mereka,
bakal mengurangi dukungan dana ke mereka. Tentu saja
membuatnya jadi serba salah. Tetapi, tentu harus ada yang dilakukannya dengan tepat.
"Kouwnio, kejadian itu ketika kita belum saling mengenal.
Tidak ada salahnya setelah saling kenal, saling meminta maaf"
Bujuk Ciam Goan yang masih berharap Mei Lan minta maaf
dan memenuhi undangannya dalam perjamuan persahabatan.
"Tapi maaf, saya menghajar mereka yang tidak tahu malu
di kota, dan mereka yang membela para pemuda hidung
belang. Siapapun mereka, bila kurang ajar, maka tanganku gatal-gatal untuk menghajarnya. Terlebih, pemuda-pemuda bangor itu sungguh memuakkan" Mei Lan dengan berani.
"Kouwnio, jadi engkau menolak uluran arak persahabatan
dan memilih arak permusuhan?" Ciam Goan panas hati juga, meskipun kebat-kebait, bagaimana menangani anak gadis
yang masih remaja ini.
"Arak apapun, aku tidak suka meminumnya" balas Mei Lan
cerdik, sekaligus makin menyudutkan Ciam Goan. Membuat
Ciam Goan tidak memiliki pilihan lain. Tapi untuk turun tangan, dia sendiri jelas malu. Masakan berkelahi melaan anak kecil" pikirnya.
Dan karena itu dengan terpaksa dia harus bertindak. Dia menoleh kearah 4 orang muridnya dan memilih mengadu
mereka dengan gaids remaja mungil itu. Dia kemudian
berkata, "Song Hai, bekuk gadis sombong itu hidup-hidup"
"Baik suhu" Song Hai yang merupakan salah seorang murid Ciam Goan segera majukan diri, setelah menghormat Ciam
Goan segera dengan tangkas meloncat kedepan Mei Lan.
"Maaf, nona, aku mendapat tugas menangkapmu" Song Hai
memulai dengan menyapa terlebih dahulu, betapapun dia
malu menghadapi seorang anak gadis remaja sekecil Mei Lan ini. Padahal, tidak seharusnya dia sungkan, karena jika demikian dia memandang Mei Lan terlampau rendah.
Dan benar saja, tidak lama waktu yang dibutuhkan untuk
menyadari bahwa sikapnya keliru. Song Hai terkejut ketika semua gempuran dan usahanya untuk menangkap Mei Lan
dengan mudah diegoskan dan dielakkan oleh Mei Lan. Malah semua gerakannya dilakukan dengan santai dan seenaknya, seperti bermain-main saja. Untuk diketahui, gadis cantik ini dibekali dengan ilmu-ilmu yang sangat mumpuni baik oleh Suheng-suhengnyanya maupun tentu saja oleh suhunya
sendiri yang sakti mandraguna itu.
Dengan lincah dan menggunakan gerakan-gerakan umum,
dia sudah mampu membuat Song Hai berlari-lari menabrak
angin semata. Dan Ciam Goan segera memahami sulitnya
usaha Song Hai, karena itu, dia memerintahkan 3 anak murid lainnya sute Song Hai untuk ikut maju mengerubuti Mei Lan dan menangkapnya.
Tetapi, sama saja. Karena dengan bertambahnya 3 orang
yang mengejar-ngejar bayangan Mei Lan, mereka tetap tidak mampu, jangankan memegang tangannya, menyentuh
pakaiannyapun tidak sanggup. Karena si gadis tetap bergerak-gerak santai dan terkesan main-main, semua gerakan lawan, baik tangkapan, tonjokan maupun totokan tak sanggup
menemui sasaran.
Apalagi ketika Mei Lan kemudian mengerahkan seadanya
ilmu ginkangnya Sian Eng Coan-in (Bayangan Dewa
Menembus Awan). Tubuhnya seperti berkelabat mengelilingi pengeroyoknya yang tak mampu mengapa-apakannya, selain
mengejar-ngejar bayangannya. Gerakan-gerakan ginkangnya ini telah mengejutkan Ciam Goan, bahkan juga beberapa
pasang mata yang mengintai pertempuran itu.
Dan tidak lama kemudian, nampak kedua tangan Mei Lan
bekerja cepat, mengebut-ngebut dan kemudian melancarkan pukulan ringan yang kemudian melontarkan keempat
pengeroyoknya ke tempatnya dengan tidak terluka sedikitpun.
Betapapun Mei Lan sadar berada di tengah kepungan musuh dan karenanya tidak ingin memperkeruh suasana. Song Hai yang terlontar, dengan penuh penasaran ingin maju kembali, maklum, tentu saja dia merasa sangat malu dipermalukan
anak gadis remaja.
Tetapi Ciam Goan segera sadar, bahwa anak muridnya
tidak ada yang sanggup menandingi gadis yang nampak aneh tetapi menyenangkan ini. Dia berpandangan dengan sutenya, dan keduanya sepakat, tokoh yang lebih kuat harus maju
menandingi Mei Lan.
Kemudian nampak Ma Hoan melirik kepada 5 orang
pengemis pertengahan umur dan meminta mereka maju
melalui isyarat mata. Nampaknya kelima pengemis ini sudah memiliki kedudukan yang cukup tinggi di Hek-i-Kay Pang.
Gerakan mereka juga lugas dan tenang.
Dari pancaran sinar matanya, mereka nampak memang
lebih berisi, setidaknya melampaui kepandaian Song Hai
berempat. Mereka dengan segera memberi hormat kepada Ma Hoan dan Ciam Goan, dan kemudian berkata kepada Mei Lan:
"Biarlah kami berlima mencoba menangkap nona" seru
yang tertua dan dengan segera kemudian bergerak
menyerang Mei Lan. Jika ke-4 orang terdahulu berusaha untuk menangkap semata, maka kelima pengemis yang lebih tua ini sadar, menangkap akan sangat menyulitkan, maka mereka
bukannya mengejar tetapi menyerang dengan pukulanpukulan. Sekali ini, pukulan-pukulan tersebut nampak lebih berat, lebih berisi dan jauh lebih cekatan dibanding rombongan Song Hai sebelumnya. Kelima pengemis ini, kemudian bergerak
saling mendukung meski tidak dalam satu barisan. Mereka menyerang silih berganti dan saling melindungi bila salah seorang kawannya mendapatkan kesulitan. Karena itu, Mei Lan menjadi kesulitan untuk menyerang salah seorang
diantaranya, padahal pukulan mereka menyambar cukup
dahsyat. Tidak heran, karena kelima orang ini dikenal dengan nama Ngo To Kwi (Lima Setan golok), yang karena diperintah
menangkap, jadinya tidak menggunakan golok. Mereka
berlima sebenarnya adalah kaum sesat yang suka mengganas, tetapi kemudian ditaklukkan menjadi anak buah Hek-i-Kay Pang oleh Hek Tung Sin Kay. Kelima orang ini bergantian memukul, untungnya kepandaian khas mereka bukan ilmu
pukulan, tetapi ilmu golok, itulah sebabnya Mei Lan merasa tidak terlampau sibuk.
Sebaliknya, malah dia memanfaatkan kesempatan tersebut
seperti berlatih saja layaknya. Dia berkelabat, menangkis, menyerang dengan hebatnya kea rah 5 orang ini, tetapi sama sekali tidak berniat menjatuhkan mereka. Yang pasti, Ciam Goan dan Ma Hoan jadi berkerut keningnya karena ternyata 5
tokoh andalan merekapun masih belum sanggup menahan
anak gadis ini.
Bahkan nampaknya seperti dipermainkan oleh Mei Lan yang bersilat dengan bebas, tanpa beban dan bergerak sangat
pesat dan sangat cepat. Akhirnya Ma Hoan memerintahkan:
"Gunakan golok kalian, paksa gadis ini menyerah"
Perintah ini sungguh menggirangkan. Sangat
menggirangkan. Mereka sedang berada diambang kekalahan
yang memalukan, jatuh ditangan gadis remaja. Keadaan yang tentu akan sangat menajtuhkan wibawa mereka,
menghancurkan nama yang dipupuk puluhan tahun.
Tengah mereka merasa penasaran karena kesulitan
memegat lawan, perintah menggunakan golok sungguh
melegakan mereka. Tentu saja serentak mereka mencabut
golok masing-masing dan cahaya menyilaukan serentak
memancar dari mata golok yang nampak sungguh tajam
tersebut. Mereka berlima, betapapun masih ingat sedang berhadapan dengan seorang anak remaja, gadis pula. Karena itu, salah seorang diantaranya berkata:
"Nona, mari cabut senjatamu. Kami tidak terbiasa dengan tangan kosong, tetapi bersenjata"
Tetapi, Mei Lan masih tetap belum nampak takut dan jeri, malah sambil tertawa dia berkata:
"Wah, aku mau disembelih juga, hampir 5 orang yang mau
mengejar-ngejar menyembelihku. Tapi, rasanya masih cukup menghadapi kalian dengan tangan kosong" masih sempat dia berkelakar. Tetapi selanjutnya, sulit baginya untuk memecah konsentrasi karena serangan kelima golok itu sungguh cepat, pesat dan bekerjasama dengan baik.
Karena itu, segera Mei Lan meningkatkan kemampuan
ginkangnya Sian Eng Coan In, dan tubuhnya dengan indah
seperti meliuk-liuk , melompat keatas, menyelinap kebawah dan semua serangan cepat kelima golok bisa dielakkannya dengan baik. Benar bahwa kelima golok setan ini cepat dan sangat tangguh.
Tapi yang mereka hadapi adalah gerakan ginkang yang
sangat mahir dari seorang yang berjuluk "Bayangan Dewa", karenanya masih tetap mudah bagi Mei Lan meladeni mereka.
Tapi betapapun dia sadar, ini ujian yang sangat pantas bagi ilmu ginkangnya.
Meskipuni, semakin lama, semakin cepat dan pesat
kerjasama kelima golok tersebut dan semakin sedikit
kesempatan Mei Lan untuk mementil, menyerang apalagi.
Setelah sekian lama membiarkan dirinya diserang dan dia menggunakan gerakan-gerakan ginkangnya untuk
mengimbangi, akhirnya Mei Lan berkeputusan lain. Ingin
mecoba ilmu lain.
Akhirnya sambil berseru dia melenting keatas, bagaikan
seekor burung dan begitu turun ditangannya tergenggam
sebatang pedang yang cukup tipis, tetapi nampaknya sebuah pedang pilihan. Sewaktu menukik turun, dengan tangkas
pedangnya menyentil sebuah golok dan dengan indah
tubuhnya kembali mumbul keatas dan kembali menukik turun menghujankan serangkaian serangan pedang kearah lima
lawannya. "Hm, Bu Tong Kiam Hoat" Ma Hoan bergumam dibenarkan
Ciam Goan "Anak ini pasti didikan tokoh utama Bu Tong Pay" Ciam
Goan menambahkan
Percakapan sambil bergumam antara kedua pimpinan Heki-Kay Pang tersebut membuat mereka tegang, dan semakin
tegang ketika melihat kepungan kelima Golok Setan ternyata semakin longgar. Pedang tipis Mei Lan nampak dengan
gemulai bermain-main menyambar, mementil dan
mementalkan golok yang menyerangnya dan bahkan sekarang sudah lebih banyak menyerang lawan ketimbang bertahan.
Dengan tangkas Mei Lan membagi-bagi serangan
pedangnya yang memaksa barisan 5 golok itu keteteran dan merusak kerjasama mereka. Sedangkan Mei Lan menjadi lebih bersemangat, meski tidak bermaksud menerjang dan melukai lawannya, dia terus meningkatkan penggunaan Bu Tong Kiam Hoat dan meruntuhkan ambisi dan kerjasama 5 lawannya.
Semakin lama semakin jelas, bahwa jika dilanjutkan kerugian akan dialami oleh 5 golok setan itu. Untungnya Mei Lan tidak berniat membunuh atau melukai mereka dengan berat, tetapi menyerang mereka sampai kalang kabut.
Ciam Goan dan Ma Hoan yang mengikuti perkembangan itu
menjadi maklum akan keadaan andalan mereka. Tiba-tiba
terdengar Ciam Goan berseru:
"Tang Sun, maju dan tangkap bocah ini"
"Baik Suhu" Seorang berusia hampir 40 tahun dan
merupakan murid tertua dan terpandai dari Ciam Goan
berkelabat maju. Tapi, belum lagi dia mencapai area
pertandingan, tiba-tiba terdengar sebuah suara:
"Tahan dulu kawan, jangan bergantian melawan seorang
anak gadis. Memalukan nama Hek-i-Kay Pang" Di depan Tang Sun, kini berdiri seorang pemuda yang nampak sangat
tampan, terlalu tampan malah dan menghadangnya untuk
menyerang Mei Lan.
"Lagipula, aku ikut merubuhkan beberapa pengemis di luar rumah makan dalam kota karena mual melihat mereka
membela orang tidak genah" Sadarlah Mei Lan mengapa
beberapa pengemis yang lain sudah jatuh sebelum
diserangnya. Tadinya tidak begitu diperhatikannya, kini barulah dia sadar, ternyata benar ada yang ikut
membantunya. Dan pemuda inilah yang nampaknya ikut
merubuhkan beberapa pengemis dalam kota Pakkhia tadi
siang. "Tangkap sekalian pemuda itu Tang Sun" perintah Ciam
Goan. Dan dengan segera arena pertempuran berubah
menjadi 2, di arena pertama Mei Lan sudah mendesak Ngo To Kwi habis-habisan, sementara arena satu lagi Tang Sun baru membuka serangan menghadapi si pemuda tampan yang baru
datang. Tapi, si pemuda juga ternyata sangatlah lihay, semua
serangan Tang Sun dengan mudah dapat dielakkan dan
dipatahkan. Bahkan ketika Tang Sun menggunakan salah satu ilmu andalannya dari gurunya, Tok-hiat-ciang (Pukulan Darah Beracun) dengan deru angin yang menyeramkan, masih
dengan mudah dihindarkan oleh si pemuda. Langkah-langkah ajaib dikembangkan oleh si pemuda mengikuti jurus Jiauw-sin-pouw-poan-soan (Langkah Sakti Ajaib Berputar-putar).
Dengan sendirinya, pukulan-pukulan beracun Tang Sun
menjadi tidak bermanfaat karena lawannya bisa dengan gesit bergerak kesana kemari dan dengan ajaib menghindari semua pukulannya.
"Sute, itu jelas jurus Langkah Sakti dari Bengkauw. Urusan makin runyam" Ciam Goan berdesis
"Benar Suheng, urusan disini bisa jadi melebar. Sebaiknya kita cepat turun tangan sebelum semakin banyak kesempatan kepergok orang lain" Ma Hoan mengusulkan.
Tapi baru saja mereka menyepakati untuk turun tangan,
tiba-tiba terdengar bunyi sret-sret-sret-sret-sret dan lima Golok Setan mengeluh mundur. Tangan mereka masing-masing telah tergores ringan dan mengalirkan darah, tanda bahwa mereka telah dilukai meski hanya luka ringan oleh Mei Lan.
Dan tidak lama kemudian, di arena kedua terdengar sebuah benturan pukulan "Plak, plak", nampaknya si pemuda telah membenturkan tangannya dengan jurus Kang-see-ciang
(Tangan Pasir Baja) dan membuat racun di hawa pukulan
Tang Sun seperti lari entah kemana, tiada pengaruh sama sekali.
Bahkan akibat benturan itu, Tang Sun terpental dan
terhuyung-huyung baru kemudian bisa berdiri dengan tegak, meski dengan nafas sesak. Dalam kondisi demikian, kedua pemimpin itu dengan saling melirik terlebih dahulu sudah menetapkan maju menandingi dan menangkap kedua
pengacau. Ciam Goan dengan cepat berkelabat kearah si Pemuda.
Betapapun dia masih risih berhadapan dengan seorang gadis dan lebih memilih si pemuda yang baru datang. Sementara Ma Hoan telah maju mendatangi si remaja cantik jelita Mei Lan.
Meskipun telah berkelahi sekian lama, tetapi nafas Mei Lan masih nampak teratur, terutama karena lawannya memang
masih belum mampu menandingi tingkatannya saat ini.
Karena itu, dengan senyum dia menanti kedatangan Ma Hoan sambil berkata:
"Ach, akhirnya rajanya turun tangan juga"
"Nona, bersiaplah. Terpaksa lohu menangkapmu biar lebih cepat beres urusan disini"
"Tangkaplah jika bisa" Mei Lan dengan jenaka.
"Baik, berkelitlah nona" Ma Hoan dengan cepat membuka
kedua tangannya dan mulai melakukan serangan. Pada
pembukaan serangannya, dia telah menggunakan Tok-hiatciang (Pukulan Darah Beracun) yang merupakan Pukulan
Beracun dari perguruan See Thian Coa Ong. Tentu, kadar
racun dan tenaga dalamnya berbeda jauh dengan kemampuan Tang Sun, dan Mei Lan sadar betul dengan bahaya ini.
Dengan cepat dia mainkan Bu Tong Kun Hoat, sebuah Ilmu
Sakti yang bisa dimainkan dengan Ilmu Pukulan maupun Ilmu Pedang (Bu Tong Kiam Hoat) dengan sama hebatnya. Bahkan Ma Hoan menjadi terperanjat ketika terjadi benturan tenaga, dia merasa tenaga sakti si gadis ternyata luar biasa kuatnya dan membuatnya tergetar. Dan lebih kaget lagi ketika dia melihat si Gadis malah tidak terpengaruh oleh kekuatan hawa racun yang terkandung dalam pukulannya. "Luar biasa, pantas Tang Sun dan murid lainnya tidak sanggup menangkap gadis ini" pikirnya, sekaligus melahirkan kekhawatiran akan
gagalnya tugas mereka.
Mati-matian kemudian Ma Hoan meningkatkan kekuatan
hawa racun dan kekuatan sinkangnya melalui serangan Tok Hiat Ciang. Tetapi semakin dia menigkatkan tenaganya,
semakin meningkat juga kemampuan dan pengerahan tenaga
Mei Lan. Karena itu semua serangannya masih bisa dengan mudah dipunahkan oleh Mei Lan, bahkan membalas semua
serangan tersebut dengan lebih berat dan lebih keras.
Gebrakan awal ini telah membuka mata Ma Hoan, bahwa
gadis yang sedang dihadapinya ternyata tidak berkepandaian lemah, bahkan dia mulai ragu apakah sanggup menangkap si gadis remaja. Bahkan ketika dia meningkatkan
kemampuannya dengan bersilat mengikuti pengerahan hawa
beracun lainnya, yakni Hek Hwe Ji (Hawa Hitam Beracun)
justru dihadapi Mei Lan dengan mengganti ilmunya dengan Thai Kek Sin Kun.
Ilmu ini juga bisa dimainkan dengan tangan kosong
maupun dengan pedang, bahkan bila digabungkan bisa
menjadi lebih dahsyat lagi. Dengan Ilmu ini, baik Tok Hiat Ciang maupun Hek Hwe Ji menjadi mandul, karena selalu
terhalang dan terdorong hawa sakti yang muncul dari
pengerahan Ilmu Thai Kek Sin Kun. Apalagi dengan kecepatan gerakannya, Mei Lan membuat Ma Hoan menjadi kalang
kabut, sungguh tak sanggup diimbanginya kecepatan gerak Mei Lan yang sudah meningkatkan kecepatannya.
Sementara itu, Ciam Goan juga bertarung dengan rasa
kaget karena ternyata si pemuda pendatang sungguh lihay dan diluar dugaannya. Diapun mengalami kekagetan ketika penggunaan Ilmunya Tok Hiat Ciang bisa dihadapi dengan
mudah oleh si pemuda, bahkan hawa beracunnya amblas
ketika dibalas oleh si pemuda dengan Kang-see-ciang (Tangan Pasir Baja).
Getaran Ilmu Sinkang juga terasa tidak dibawahnya,
apalagi dalam hal kegesitan. Diam-diam dia menjadi
berkhawatir dengan keadaan dirinya bahkan dengan
kehormatannya sebagai tokoh hitam ternama yang memegang jabatan Hu Pangcu di Hek-i-Kay Pang. Seperti juga Ma Hoan, bahkan ketika dia menggunakan Hek Hwe Ji, masih bisa
dihadapi dengan tenang oleh si pemuda baik dengan Ilmu
Langkah Sakti maupun dengan membenturnya menggunakan
kekuatan Jit Goat Sin kun Hoat (Tangan Sakti Bulan Matahari).
Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Hawa sakti yang terpancar dari Ilmu tersebut mampu dengan telak membalikkan dan memunahkan hawa racun Hek Hwe Ji
maupun hawa racun Tok Hiat Ciang.
Sayang, menurut guru mereka See Thian Coa Ong, jangan
berani-berani mempergunakan Hun-kin Coh-kut-ciang (Tangan Pemutus Otot dan Pelepas Tulang) bila belum sanggup
meyakinkannya. Salah-salah bisa merusak tubuh bagian dalam dan racunnya malah meresap ketubuh sendiri. Karena itu, Ma Hoan dan Ciam Goan tidak berani mempergunakan ilmu
pukulan yang hanya bisa dilakukan oleh Toa Suheng dan ji Suheng mereka selain tentu See Thian Coa Ong sendiri.
Tetapi, mereka masih berharap melakukan sesuatu dengan
ilmu andalan mereka yang lain. Ciam Goan kemudian
membentak; "Anak muda, cabut senjatamu. Lohu akan mempergunakan
senjata andalanku" Sambil berkata demikian, Ciam Goan
kemudian menjangkau senjatanya tiat-kauw (gaetan besi) dan segera menyerang si Pemuda dengan cepat. Si Pemuda hanya membekal sebuah pedang sederhana, pedang biasa dan
dengan segera bersilat menurut ilmu In-Iiong Kiam-sut (Ilmu Pedang Naga Awan) yang juga sebuah ilmu pusaka dari Beng Kauw.
Ilmu ini bisa menahan kehebatan dan keganasan dari Ciam Goan, apalagi karena langkah-langkahnya menggunakan
Langkah Sakti berputar-putar. Ciam Goan seperti dikelilingi bayangan awan pedang, tetapi tetap bersilat tangguh dengan tiat kauw yang sering memusingkan si Pemuda.
Di arena lain, Ma Hoan juga sudah menyerang Mei Lan
dengan siang-kek (sepasang tombak cagak) yang menyambar-nyambar ganas menusuk kesemua jalan darah dan bagian
penting di tubuh Mei Lan. Tetapi, dengan Bu Tong Kiam Hoat, tiada satupun yang sanggup menerobosnya, bahkan dia
kembali secara perlahan mulai mendesak Ma Hoan hingga
banyak bertahan.
Ketika melirik Ciam Goan, ternyata kondisinya juga sama belaka, agak terdesak oleh si Pemuda dari Bengkauw.
Menyadari keadaan yang berbahaya ini, tiba-tiba Ma Hoan berseru:
"Saudara Tek Ciang dan Bun Kim, cepat bantu kami
masing-masing"
Sementara itu, Low Tek Ciang dan Ca Bun Kim memang
sedang berpikir melakukannya. Hanya mereka tentu merasa tidak enak hati tanpa diundang, karena khawatir dianggap tidak menghargai kegagahan kedua Hu-Pangcu Kay Pang baju hitam ini.
Dengan segera mereka bersiap untuk memberi bantuan ke
Ma Hoan dan Ciam Goan. Tetapi, belum lagi maksud mereka kesampaian, di hadapan mereka di dekat arena telah berdiri dua orang pemuda. Seorang pemuda berjubah hijau, nampak memapak Bun Kim yang mau membantu Ciam Goan,
sedangkan yang berbaju biru nampak memapak Tek Ciang
yang mau membantu Ma Hoan.
Begitu melihat pemuda berbaju hijau, Bun Kim jadi
melongo terkejut, karena pemuda ini bahkan dikenalnya lebih lihay lagi. Keadaan menjadi berbahaya, tiba-tiba dia berseru:
"Angin rebut ". Serbu"
Serentak dengan seruannya, nampak murid-murid dan
anggota Kay Pang baju hitam bergerak mengurung tempat
tersebut. Tetapi bersamaan dengan itu, pertempuranpertempuran yang terjadi nampak mulai menuai hasil akhir, Ma Hoan dan Ciam Goan nampak terpental terpukul oleh
masing-masing lawannya meski teruka tidak berat.
Sementara itu, si pemuda berbaju biru yang baru datang, nampak memburu Tang Sun, dengan beberapa kali pukulan
dia meringkusnya. Selanjutnya pertempuran menjadi kacau, karena banyaknya pengerubut yang mengerubuti ke-4 orang muda tersebut. Tetapi Thian Jie, si pemuda yang berbaju hijau dengan cepat berseru, "Tek Hoat, aku membuka jalan dan
engkau memimpin yang lain pergi, cepat" Sambil berseru
demikian, nampak Thian Jie kemudian mengerahkan
kekuatannya dan bersilat secara luar biasa.
Lawan-lawan didekatnya bagaikan didorong tenaga dan
angin rebut yang tidak kelihatan, bahkan memandang Thian Jie ketakutan akibat perbawa ilmunya. Demikian pula, Mei Lan, Tek Hoat dan si pemuda dengan cepat meningkatkan
ilmu dan membuka jalan seperti upaya Thian Jie. Tetapi Tek Hoat yang telah mengenal betul Thian Jie paham maksud
kawannya, dengan berbisik dia memberi tahu Mei Lan:
"Lan Moi, ikut aku. Aku Tek Hoat kokomu, kita menghindar dulu menyusun kekuatan" Sontak Mei Lan terkejut, tetapi maklum keadaan tidak memungkinkan mereka membagi rasa
rindu dan bercengkarama. Kepada si pemuda, kemudian Mei Lan juga berkata:
"Saudara, yang datang kakak lelakiku, kita pergi menyingkir sebentar" dan disambut dengan anggukkan kepala si pemuda.
"Mari, kita buka jalan dan pergi"
Maka mengamuklah ketiga anak muda sakti ini, tidak ada
yang sanggup menahan mereka ketika mereka mengerahkan
kekuatan sinkang dan mengembangkan ilmu sakti mereka.
Ketika jalan terbuka, Thian Jie berseru, "pergi cepat" sambil mendorongkan lengannya menahan mereka yang mau
menghalangi ketiga anak muda tersebut.
Tetapi, sambil berkelabat pergi, ketiganya juga
mendorongkan tangan kearah para pengeroyok yang banyak
berjatuhan akibat dorongan tangan penuh tenaga sakti itu.
Pada saat Thian Jie juga hendak berkelabat pergi, tiba-tiba terasa sebuah serangan yang sangat tajam dari arah belakang sedang mengancamnya. Dia sadar, ini pastilah bukan tokoh sembarangan dan tidak mungkin lagi dielakkan, harus dilawan karena sudah terlambat. Dengan segera dipusatkannya
kekuatannya dan membalik menangkis serangan tajam
tersebut. "Blaaar" sebuah ledakan dahsyat akibat benturan tenaga
yang besar terjadi, dan akibatnya orang-orang terdekat malah terpental. Thian Jie yang dalam kondisi yang lebih lemah, menderita kerugian akibatnya, dia terdorong keras dan dari mulutnya mengalir darah segar akibat bokongan tersebut. Dan ketika dia menarik nafas untuk memulihkan diri, serangan tersebut tiba-tiba datang lagi.
Thian Jie sadar keadaannya sangat berbahaya, sementara
ketiga temannya sudah berkelabat menjauh. Karena itu,
dengan memaksakan diri dia mempersiapkan tenaga saktinya, tetapi belum lagi dia melakukannya tiba-tiba terdengar sebuah suara lembut,
"Liong Jie, pergilah" Terasa sesuatu memasuki mulutnya
dan dia sadar sebuah pil mujarab baru saja memasuki
mulutnya. Dan tubuhnya tiba-tiba terlontar ke belakang dan terdengar suara dari jarak jauh:
"Cepat susul kawan-kawanmu, tokoh yang menyerangmu
biarlah urusanku, sampai bertemu lagi"
Liong Jie, siapa Liong Jie" Mengapa pula 2 kali ini orang yang sama menolongnya dan memanggilnya Liong jie dengan mesra" Thian Jie kebingungan.
Dan Thian Jie hanya sempat melihat kembali terjadi
benturan hebat, dan kedua bayangan berpisah, dan sekejap kedua bayangan itupun menghilang ke jurusan yang berbeda.
Thian Jie kemudian mengempos semangat, meski masih
terluka, tetapi sudah terasa baikan, kemudian
mengembangkan ginkang menyusul Tek Hoat dan kawankawannya. Tetapi, dalam perjalanan Thian Jie benar-benar dipusingkan oleh tokoh misterius yang sudah dua kali membantunya dan selalu menyebut dan memanggilnya "Liong Jie". Siapa pula Liong Jie, dan mengapa pula dia dipanggil begitu. Dan, tanpa disadarinya, rasa mesra dari dirinya, juga terbangkitkan oleh sapaan lembut dari suara tersebut.
Dengan membawa kebingungan dan rasa penasaran ini,
Thian Jie berkelabat dan mengejar ketiga kawannya yang
sudah lebih dahulu pergi. Pergi bukan karena takut, tetapi karena "jengah" harus membunuh dan melukai orang terlalu banyak.
-0o~Marshall~DewiKZ~0oEpisode 13: Menyelamatkan Kim Ciam
Sin Kay (1) "Nona, penyamaranmu sungguh hebat, tetapi masih belum
bisa mengelabui Maling Sakti" Si Maling Sakti memandang kearah Pemuda yang membantu Mei Lan ketika mereka semua sudah berada cukup jauh dari arena dan menunggu Thian Jie.
"Hm, mata Maling Sakti memang sulit dikibuli. Maaf, mari perkenalkan, namaku Siangkoan Giok Hong, cucu perempuan Bengkauw Kauwcu" Si pemuda yang ternyata samaran
seorang gadis dengan nama Siangkoan Giok Hong ini
memperkenalkan diri. Sambil memperkenalkan diri, diapun membuka dan melepaskan alat penyamarannya.
Dan dihadapan mereka, kini berdiri seorang gadis cantik lainnya. Sedikit saja lebih tinggi dari Mei Lan, tetapi rambutnya masih lebih panjang dengan sepasang lesung pipit menghiasi wajahnya dan menambah kecantikan wajahnya. Sepasang
matanya bersinar indah dan memancarkan keadaan jiwanya
yang riang dan bebas. Umurnya paling banyak 1-2 tahun
diatas Mei Lan, tetapi kecantikan mereka nyaris sebanding.
Sungguh seorang gadis yang cantik. Begitu setidaknya
perasaan dan kekaguman didada Tek Hoat dan Maling Sakti.
Hal yang membuat mata Mei Lan menjadi bersinar aneh,
karena sempat hadir rasa mesra dalam hatinya memandang
pemuda yang sangat tampan atau bahkan terlalu tampan ini.
Tetapi dengan segera keriangan memenuhi hatinya,
memperoleh teman baru yang telah menolongnya, dan sangat lihay pula.
"Hahahahaha, enci Giok Hong, engkau mengelabui aku
rupanya, perkenalkan aku Liang Mei Lan dan yang ini, pemuda yang gagah perkasa ini, bernama Liang Tek Hoat. Kakak
lelakiku".
"Wuah, baru ketemu adik nakalku ini sudah langsung
mengambil alih tugasku memperkenalkan diriku sendiri
keorang lain" Tek Hoat sambil nyengir memandang adiknya dengan sayang. Keduanya memang sangat dekat sejak masih bocah, melebihi kedekatan mereka dengan kakak dan adik
mereka yang lain di rumah orang tuanya di kota raja Hang Chouw.
Bahkan sambil berkata demikian, Tek Hoat kemudian
meraih adiknya dan mengelus elus sayang kepala adik
mustikanya itu. Terlebih sudah lama mereka berpisah sejak jatuh ke aliran sungai yang menggila itu.
"Kouwnio, maafkan kami, sudah hampir 10 tahun tidak
berjumpa adik nakalku ini. Begitu ketemu, langsung
melihatnya bertempur seperti macan betina, dan langsung juga mengambil alih tugasku memperkenaklan diriku kepada Kouwnio" Tek Hoat memang tidak pernah kehabisan bahan
untuk menjernihkan suasana. Apalagi hatinya sekarang
senang luar biasa melihat adiknya tidak kurang lihay dari dirinya sendiri.
"Tapi, terima kasih atas bantuan Kouwnio terhadap adik
nakalku ini. Hehehe" Sambil memandang wajah adiknya yang jadi nampak lucu.
"Ach, koko, kau keterlaluan membiarkan aku terus menerus berkelahi dengan menonton saja"
"Thian Jie, kokomu itu yang memintaku untuk menahan
diri, karena menginginkan seseorang yang sekarang dipundak Maling Sakti untuk mengantar kita menemui Kay Pang
Pangcu" jawab Tek Hoat.
"Thian Jie koko" Maksudmu, pemuda yang berpakaian hijau dan membantu kita itu adalah Thian Jie si anak dari langit itu?" Mei Lan bertanya penasaran.
"Habis, dari mana lagi anak itu kalau bukan dari langit (Thian)" Tek Hoat dengan wajah dan senyum lucu.
"Ach, tapi dia juga hebat sekali" Mei Lan berdesis
"Tapi, sampai sekarang dia belum tiba" Giok Hong tiba-tiba menyiratkan kekhawatirannya karena sekian lama Thian Jie masih belum datang juga.
Tetapi, belum lagi mereka membicarakan keterlambatan
Thian Jie, tiba-tiba dari jauh terdengar sebuah suara lirih dan bening:
"Maafkan, Thian Jie agak terlambat datang" dan beberapa lama kemudian, si Pemuda berbaju hijau, Thian Jie mendekati tempat mereka berkumpul menunggunya. Dengan segera dia
menjura dan menyapa semua orang dan terhenti ketika tidak mengenali Giok Hong lagi. Giok Hong mengerti dan berinisiatif memperkenal kan diri:
"Namaku Siangkoan Giok Hong, dari Bengkauw"
"Ach, kiranya sedang berhadapan dengan dara sakti dari Bengkauw. Maafkan Thian Jie tidak mengenal sebelumnya"
Thian Jie menyapa sambil memperkenalkan diri. Sinar
matanya menyorotkan kekaguman atas Gadis cantik dari
Bengkauw itu. "Ach, biasa saja, terima kasih atas bantuan kalian" balas Giok Hong.
"Lan Moi, bagaimana keadaanmu" engkau telah berubah menjadi gadis yang luar biasa lihaynya sekarang" Thian Jie menyapa Mei Lan yang merasa bangga mendapat pujian Thian Jie.
"Tetap, marilah, lebih baik kita bicara di markas Kay Pang, lebih aman. Ada tokoh-tokoh hebat mereka yang sempat
memergokiku" Thian Jie mengajak mereka berlalu.
"Hm, tapi agaknya kau terluka Thian Jie" Tek Hoat
memotong "Benar, aku terbokong seorang yang luar biasa lihaynya.
Tapi untung ada tokoh lain lagi yang menolongku" Thian Jie menjawab.
"Sudahlah, lebih baik kita mengatur rencana secepatnya di markas Kay Pang, lebih cepat lebih baik pada saat mereka masih kebingungan mencari tahu kemana kita pergi" tambah Thian Jie.
"Benar, mari", Tek Hoat mengajak semua, bahkan juga
Siangkoan Giok Hong yang baru berkenalan dengan mereka di medan pertempuran tadi.
Malam itu juga, setelah beristirahat sejenak, semua kembali berkumpul. Berbicara banyak hal, bahkan Giok Hong
memberitahu kepenasaran Bengkauw yang dicurigai dibalik kerusuhan dunia persilatan, dan karenanya mengutus dua
cucu perempuannya menyelidiki ke Utara dan Selatan. Dan kebetulan Giok Hong mendapat tugas ke Utara Sungai Yang Ce dan kemudian bertemu dengan Mei Lan, Tek Hoat dan
kawan-kawan. Tugasnya memang mencari informasi seputar perusuh di
dunia persilatan, yang menurutnya sudah mulai berani bekerja terang-terangan setahun terakhir ini. Keadaan dan
pembicaraan mereka dengannya menemui jalan dan
kesamaan. Meskipun Tek Hoat sendiri sedang mengurusi Kay Pang
dengan dibantu Thian Jie, tetapi sudah lama mereka tahu bahwa urusan ini terkait dengan kisruh rimba persilatan.
Kehadiran Giok Hong menyadarkan banyak orang, bahwa tipu daya yang luar biasa busuknya dilancarkan orang dengan
meminjam kewibawaan dan symbol perguruan besar lain,
yakni Lam Hay Bun dan Bengkauw. Sungguh keadaan dunia
persilatan yang mencekam.
Selanjutnya Tek Hoat, yang telah bicara banyak dengan
adiknya Mei Lan semasa istirahat tadi, juga menceritakan keadaan Kay Pang. Nampaknya ada hubungan antara
mengganggu Kay Pang, mengganggu Lam Hay dan Beng
Kauw dan usaha membenturkan mereka dengan Perguruan
terkenal di Tionggoan.
Tetapi, Lam Hay juga menurutnya sudah mengutus orang
untuk mencari tahu berita mengenai kerusuhan dan badai di daerah Tionggoan. Karena itu, gerakan diam-diam mulai
berganti strategi, yakni menjadi gerakan berterang dengan menggunakan bendera Thian Liong Pay. Dan sejauh ini, sudah banyak perguruan silat yang ditaklukkan dan dihancurkan oleh Thian Liong Pay. Tek Hoat juga menceritakan keadaan Kay Pang, sejak ditinggal Kim Ciam Sin Kay sudah lebih 5 tahun tidak kedengaran kabarnya.
Dan bahkan sudah berdiri sempalan Kay Pang dengan
nama Hek-i-Kay Pang di utara sungai Yang ce. Maka tugasnya sekarang adalah, mencari Pangcu Kay Pang dan membasmi
para pemberontak Kay Pang dan mereka yang merusak nama
Kaypang diutara.
Semua akhirnya menuturkan pengalaman masing-masing,
termasuk Thian Jie dan Maling Sakti yang diburu-buru para pembunuh bayaran dan pembunuh Thian Liong Pang. Juga
seputar urusan lain yang mereka temukan sepanjang
perjalanan menuju ke utara sungai Yang ce.
Hanya, Thian Jie tidak bercerita soal keperluannya mencari Kim Ciam Sin Kay, karena itu adalah urusannya pribadi yang tidak perlu diketahui orang lain. Begitu juga dengan
perkembangan yang didengar Mei Lan dari Beng San Siang
Eng dan temuannya di perjalanannya.
Bahkan juga informasi yang dikumpulkan Giok Hong
sepanjang penelusurannya atas krisis dunia persilatan yang melibatkan mereka secara tidak langsung. Kisah yang terpilah-pilah antara mereka semua nampaknya seperti diduga
menyatu dalam kondisi kacau balau dunia persilatan. Karena itu, mereka semua menjadi antusias dalam membedah dan
mengurai kejadian tersebut.
Tengah semua orang tegang membicarakan kondisi terakhir dunia persilatan, tiba-tiba muncul seorang tua, pengemis tua salah seorang pemimpin Kay Pang bernama Pengemis Tawa
Gila. Wajahnya kusut dan nampak sangat kurang senang.
Begitu masuk dia langsung mengeluh:
"Sungguh celaka, budak itu tidak mau sekalipun bicara,
meski sudah kusiksa. Bahkan dia memilih mati daripada
berkhianat" lapornya. Yang dimaksudkannya adalah Tang Sun, tawanan yang darinya ingin diperoleh data terakhir soal Kaypang Baju Hitam dan tempat tahanan Kim Ciam Sin Kay.
"Apakah tidak mungkin diusahakan lagi paman?" Tek Hoat
bertanya penasaran, karena hanya Tang Sun yang mereka
miliki untuk mengantar ke tempat penahanan Kim Ciam Sin Kay.
"Orangnya sudah hampir mau mati tersiksa. Lohu tidak
tahu jalan lain lagi" berkata Pengemis Tawa Gila dengan penuh rasa penasaran dan geram karena jalan menemukan
Pangcunya kembali tertutup.
"Apakah penting sekali menggali info dari Tang Sun" dan apakah gunanya?" Thian Jie bertanya. Agaknya dia mengerti dan kasihan melihat keadaan Pengemis Tawa Gila yang kusut masai dan penasaran dengan kegagalan memaksa Tang Sun
untuk bicara. Keadaan itu membuat Thian Jie ikut penasaran dan mencoba memikirkan jalan guna menyiasati keadaan yang membuat runyam itu.
"Sangat penting, sebab dia tahu kondisi markas Kaypang
Baju Hitam di utara kota dan didalam kota. Kita perlu
mengompres dia untuk bicara semua hal, termasuk dimana
Pangcu ditahan. Sebagai murid tertua dari Hu Pangcu, dia pasti tahu" Berkata si pengemis.
Nampak Thian Jie termenung sebentar seperti sedang
menimbang-nimbang sesuatu. Dan nampaknya dia kemudian
memutuskan melakukan sesuatu setelah berpikir panjang:
"Baiklah paman pengemis, biarlah aku mencobanya jika
memang sangat perlu. Tapi aku minta ditemani 1 atau dua orang untuk mengingat apa yang akan dikatakannya" Thian Jie berkata.
"Kamu yakin bisa anak muda?" bertanya si Pengemis Tawa
Gila, heran dan kebingungan kiarena melihat Thian Jie sangat yakin.
"Mudah-mudahan berhasil Paman pengemis, doakan saja"
Thian Jie berkata mantap dan tegas.
"Baik jika demikian biarlah lohu dan Tek Hoat yang
menemanimu"
"Baik, sebaiknya sekarang juga"
Pengemis Tawa Gila dan Tek Hoat tercekat kagum melihat
Thian Jie ketika kemudian dengan mengerahkan Ilmu
Hipnotistnya atau I-hun-to-hoat, Tang Sun dengan lancar tanpa ragu menceritakan suasana di markas besar Hek-i-Kay Pang. Bahkan tanpa ragu Tang Sun menceritakan setiap detail markas Pengemis Baju Hitam dan juga menceritakan bahwa
Kim Ciam Sin Kay masih ditahan di markas utama Hek-i-Kay Pang di In-kok-san (Lembah Mega).
Diceritakan pula bahwa dari rombongan Pangcu Kaypang
yang hendak membasmi pemberontak di daerah utara Yang
ce, semua tertawan, bahkan para murid Can Bu Ti, Tan Can Peng dan Sie Han Cu sudah terbunuh sementara Hu Hoat Pek San Fu Han-ciang Tiau-siu (pemancing dari telaga Han-ciang) dan Ceng Fang-guan, si Pengemis Sakti dari Pintu Selatan (Lan Bun Sin Kay) terluka parah dan ditahan bersama dengan Pangcu Kay Pang.
Mereka disekap di lembah In Kok San. Bahkan dari mulut
Tang Sun juga diketahui bahwa markas Hek-i-Kay Pang di
kota Pakkhia justru lebih kuat karena dijaga oleh Thian Liong Pay, anggota Hek-i-Kay Pang dan bahkan tentara yang
memang dibantukan oleh Perdana Menteri Kerajaan Cin.
Meski tidak sekuat markas di Pakkhia yang dijaga bersama dengan Thian Liong Pay, tetapi markas di Lembah Mega juga sebenarnya kuat bukan main. Disana tinggal Hei-i-Kay Pang Pangcu, Hek Tung Sin Kay bersama Suhengnya yang juga
sama saktinya dengan si Pangcu, namanya adalah Bu-tek Coa Ong (Raja Ular Tanpa Tanding) Ong Toan Liong meniru nama julukan gurunya See Thian Coang Ong.
Tapi memang, kepandaian Bu Tek Coa Ong dibandingkan
gurunya sudah tidak terlalu jauh, sama seperti ji sutenya Hek Tung Sin Kay, Lim Kiang yang juga memiliki kesaktian yang bahkan masih jauh melebihi 2 saudara perguruan mereka
yang lain. Dalam hal kesaktian, Hek Tung Sin Kay dan Bu Tek Coa Ong sama-sama lihay, hanya dalam hal racun ular Bu Tek Coa Ong malah sudah menyamai gurunya, jauh dibandingkan dengan Hek Tung Sin Kay yang tidak tertarik dengan soal racun dan ular. Kelebihan Hek Tung Sin Kay adalah dalam cara memimpin, dimana dia jauh lebih lihay daripada Bu Tek Coa Ong.
Di Markas Hek-i-Kay Pang ini, bercokol 3 jagoan yang luar biasa hebat ini, yang kadang kadang terlibat dalam urusan Hek-i-Kay Pang tapi kadang dengan urusan Thian Liong Pang, meski See Thian Coa Ong jarang turun tangan dan lebih
banyak berdiam diri dan bersamadhi dan konon sedang
menciptakan ilmu baru di sebuah kamar Rahasia di In Kok San.
Selanjutnya dengan lancar dan dengan sangat hafal, Tang Sun menceritakan bagaimana jalinan koordinasi dan
kerjasama Hek-i-Kay Pang dan Thian Liong Pay yang bisa
saling berkomunikasi melalui burung. Sementara mencapai In Kok San dari Pakkhia, dengan berkuda cukup membutuhkan
waktu 1-2 jam belaka, sebuah jarak yang tidak jauh.
Diceritakannya juga dengan lancar seakan sedang
melaporkan pengetahuannya kepada Thian Jie, bagaimana
kerjasama Thian Liong Pang, Hek-i-Kay Pang dan Perdana
Menteri Kerajaan Cin yang saling dukung dan saling
memanfaatkan. Bahkan dukungan dana buat Thian Liong Pang banyak datang dari Perdana Menteri, selain dukungan
keamanan dengan sejumlah tentara tertentu.
Paling akhir, Tang Sun menceritakan cara masuk dan
keadaan dalam in Kok San, sebab dia sendiri berkali-kali memasuki In Kok San sebagai salah seorang pemimpin di
lingkungan Hek-i-Kay Pang. Lembah itu memang agak
tertutup, meski bisa dimasuki dari banyak sisi, tetapi hampir semua sisi telah dibentengi dengan pasukan pendam dan alat jebakan. Karena itu, pintu masuk yang paling baik adalah melalui pintu utama, meski dijaga ketat tetapi lebih mudah diterobos daripada berjudi melalui sisi kanan dan kiri lembah.
Anggota Hek-i-Kay Pang di In Kok San paling banyak
berjumlah 100-an orang, selebihnya dikonsentrasikan di kota Pakkhia dan sekitarnya.
Hampir selama 1 jam Thian Jie mengerahkan kemampuan
Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
hipnotisnya dan membuat Tang Sun langsung tertidur lelap setelah itu. Tetapi, Thian Jie sendiri melorot lemas dan sangat kelelahan setelah melepas kemampuan hipnotisnya.
Tenaganya banyak terserap untuk menjaga keseimbangan
penggunaan tenaga agar informasi dari Tang Sun bisa
terserap lancer.
Karena itu, Thian Jie membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memulihkan tenaganya dan memulihkan semangatnya.
Tapi hasilnya ternyata luar biasa tanpa harus menyakiti atau menyiksa Tang Sun. Karena hasilnya luar biasa dan tidak perlu sampai membunuh dan menyakiti Tang Sun, akhirnya Thian
Jie merasa cukup senang.
Demikianlah, akhirnya diputuskan malam itu juga bahwa
gerakan menumpas markas Pengemis Baju Hitam akan
dilakukan besok malam. Seharian waktu yang dibutuhkan
untuk mempersiapkan banyak hal, termasuk menyiapkan anak buah Kay Pang dan mengatur alternative lain penyerangan, termasuk strategi menyerang untuk bergerak menyerbu
markas Hek-I-Kay Pang, meski anggota Kay Pang di markas yang tersedia kurang dari 70 orang.
Tetapi, penggunaan tenaga 70 orang ini hanya akan
dilakukan bila keadaan sangat mendesak. Diputuskan, hanya 6
orang yang akan bertugas untuk sementara, yakni Pengemis Tawa Gila, Tek Hoat, Thian Jie, Mei Lan dan Giok Hong yang bersedia membantu, serta Maling Sakti yang telah
menyerahkan hidupnya kepada Thian Jie. Sepanjang malam
waktu digunakan untuk mematangkan strategi dan mengatur keperluan-keperluan lain seputar pelaksanaan penyerangan tersebut.
Menjelang pagi, baru para tokoh berinisiatif untuk
beristirahat, memulihkan kesehatan dan tenaga, terutama Thian Jie yang banyak menggunakan kekuatan dan tenaganya sepanjang hari, bahkan sampai malam dalam menguras
informasi dari Tang Sun.
-0o~Marshall~DewiKZ~o0Sudah lewat tengah malam. Bahkan fajar pasti akan
menyingsing kurang lebih 2-3 jam lagi. Lembah Mega, di
sebelah utara kota Pakkhia, sudah lama lelap. Tetapi di tengah malam itu, nampak 6 bayangan bergerak sangat gesit
menerobos kekiri dan kekanan dan nampak mengendap
dengan ginkangnya mendekati pintu masuk lembah.
Sementara pintu masuk sendiri hanya dijaga sekitar 6-10
orang, itupun sudah terkantuk-kantuk menahan rasa ingin tidur yang menyerang.
Tetapi, tanpa tahu apa yang terjadi, gedebak-gedebuk
sebentar, 10 orang itu tiba-tiba sudah tertotok-lumpuh. Dan seperti penjelasan Tang Sun, keadaan In Kok San memang
mirip sekali dengan gambarannya. Ada jarak hampir 500
meter jauhnya dari pintu lembah ke pekarangan rumah yang juga sekelilingnya dibangun tembok penjagaan. Tetapi, seperti juga di pintu masuk, penjagaannya sudah sangat kelelahan akibat godaan angin malam yang meminta siapapun untuk
beristirahat. Sebagaimana yang disepakati, maka Tek Hoat akan
menantang berterang di halaman depan, sementara Maling
Sakti akan menimbulkan kebakaran dan keributan di sisi timur untuk kemudian bergabung dengan Tek Hoat dan Mei Lan.
Kemudian di sisi Barat, Thian Jie akan melakukan hal yang serupa dengan Maling Sakti, tetapi sebentar saja untuk
kemudian harus bergabung dengan Pengemis Gila dan Giok
Hong masuk ke ruang bawah tanah tempat penyekapan Kim
Ciam Sin Kay. Dibutuhkan kekuatan, karena Kamar Tahanan berdekatan
dengan kamar samadhi See Thian Coa Ong, tetapi gabungan kekuatan Thian Jie, Pengemis Gila dan Giok Hong dianggap cukup melawan sang Datuk. Dengan tugas semacam itu,
maka nampaklah orang-orang itu kemudian berkelabat secara terpisah dan terbagi dalam 3 kelompok untuk melakukan
tugasnya sesuai dengan perencanaan.
Tek Hoat dan Mei Lan yang akan menantang secara
berterang, menunggu beberapa saat setelah 4 orang lainnya sudah menyusup masuk untuk kemudian secara terang-terangan menuju pintu masuk. Dengan sekali dorongan
tenaga, pintu masuk tersebut terhempas terbuka, dan tentu saja mengagetkan semua penjaga yang ternyata tidak
menyadari sudah ada orang masuk ke area yang sebenarnya terlarang.
Tetapi keterlarangan area itu sudah tidak terjaga lagi
karena bisa diterobos orang dengan sangat mudahnya. Tek Hoat dengan tenang melangkah masuk dan kemudian
berkata: "Bangunkan Hek Tung Sin Kay, katakan Kay Pang pusat
datang menagih hutangnya" Tek Hoat membentak sengaja
dengan suara keras. Sengaja memperdengarkannya agar
semua tokoh Kaypang Baju Hitam keluar sarang dan
membiarkan bagian dalam kosong tak terjaga.
"Bangsat, siapa berani mati menerjang masuk In Kok San?"
Seseorang tiba-tiba melayang menyerang Tek Hoat, tetapi hanya dengan sekali tangkisan dan dorongan, orang tersebut sudah terdorong jatuh untuk tidak mampu bangkit berkelahi lagi. Tek Hoat sengaja bersikap keras untuk menggertak
kawanan pengemis baju hitam, sekaligus mengurangi jumlah lawan.
Kawan-kawan para pengemis segera sadar, bahwa
pendatang adalah seorang berilmu, bahkan ketika tiga orang lain melakukan hal yang sama, juga berakibat ketiganya roboh dan tidak sanggup bangkit lagi buat berkelahi. Semakin
banyak kemudian orang yang terjaga, dan datang
mengerubuti kedua orang muda tersebut. Tetapi, semakin
banyak pula yang kemudian roboh, karena memang para
tokoh Hek-i-Kay Pang pada jam seperti itu sudah terlelap, bahkan sebagian terlelap benar-benar akibat mabuk arak dan susah bangun dengan kondisi normal.
Tek Hoat dan Mei Lan terus mengamuk dan tidak berapa
lama kemudian, sudah hampir 15 orang anggota Hek-i-Kay
Pang yang terkapar tidak sanggup berkelahi lagi. Yang lain menjadi jerih untuk mendekat, sementara itu kentongan tanda bahaya sudah dibunyikan sehingga membangunkan nyaris
seisi Lembah Mega tersebut.
Tapi sudah cukup waktu bagi Mei Lan dan Tek Hoat untuk
mengurangi jumlah musuh hampir sebanyak 25 orang yang
merintih-rintih terkena tamparan, pukulan dan totokan kakak beradik sakti tersebut. Setelah jatuh korban yang cukup banyak tersebut, baru kemudian terdengar sebuah suara yang agak berat dan sedikit menggetarkan Tek Hoat dan Mei Lan yang segera sadar ada orang berilmu yang datang:
"Siapakah yang berani mati mengganggu ketentraman Heki-Kay Pang?" Nampak seorang yang sudah berusia lebih 50
tahun berjalan turun dari rumah utama dengan membekal
sebatang Tongkat Hitam. Tak pelak, dia pastilah si Hek Tung Sin Kay, pemimpin pemberontakan terhadap Kay Pang,
bahkan yang kemudian menahan dan menyekap Kay Pang
Pangcu Kim Ciam Sin Kay di markas pemberontakannya.
Kakek ini berjalan dengan langkah tergesa dan nampak
agak gusar. Terlebih karena jam istirahatnya terganggu oleh gangguan yang sangat tidak diharapkannya. Meski demikian, keangkeran pengemis ini memang terasa, terlebih sambil
menenteng tongkat hitamnya yang dijadikan salah symbol
kelompok pengemis ciptaannya yang membelot dari Kay Pang pusat.
"Hahahaha, akhirnya si Hek Tung pemberontak berani juga keluar rumah" Tek Hoat tertawa memanaskan suasana.
Karena memang maksud dan tugasnya untuk menarik
perhatian banyak kaum pengemis untuk mengosongkan
rumah dan gedung agar kawan yang lain boleh masuk
membebaskan Pangcu Kay Pang.
"Ha, anak bau kencur rupanya. Orang boleh memujimu
sebagai Si-yang-sie-cao (matahari bersinar cerah), pendekar muda berbakat, tetapi belum cukup untuk mengguruiku" Hek Tung kemudian berkelabat mendekati Tek Hoat dan Mei Lan yang tetap berdiri dengan tenang.
"Koko, inikah pengemis hitam bau yang memberontak itu?"
Mei Lan bertanya dengan gaya polosnya yang membuat hek
Tung Sin Kay meringis mau marah susah, mau berdiam diri juga susah. Sungguh kalimat polos yang telak dan
menyudutkan hek-tung.
"Betul, lihatlah betapa hitamnya dia kan, begitulah corak pemberontak. Gaya-gaya dan tipe pemberontak memang ada
di tubuhnya" Tambah Tek Hoat memanasi, padahal karena
memang cuaca gelap, otomatis Hek Tung Sin Kay nampak
sangatlah hitam dan gelap. Tapi Hek Tung Sin Kay bukan
orang bodoh, dia tidak akan membiarkan dirinya termakan hasutan kedua anak muda ini yang meskipun sakti, tapi tetap mengherankannya karena berani menerobos markasnya.
Otaknya yang cukup cerdas berjalan, tidak mungkin hanya dua anak muda ini yang menyatroni markasnya, pasti masih ada kekuatan lainnya, tapi dimana"
"Cuma dengan kalian berdua, Kay Pang pusat berani main
gila disini" Bahkan Kay Pang Pangcupun masih kutahan,
masakan kalian berdua anak kemaren sore berani
menempurku?" Hek Tung bertanya heran.
"Sudah banyak anak buahmu yang kujatuhkan Sin Kay, dan
aku membawa cukup banyak anak buah di luar sana" Tek
Hoat menunjuk ke arah luar, dimana anak buah Kay Pang juga bersiap. Dan muka Hek Tung berubah gelap mendengar
ucapan Tek Hoat, karena perang terbuka nampak menjadi
sangat terbuka. Padahal, dia tidak tahu kalau jumlah anak buah Kay Pang yang dibawa Tek Hoat tidaklah nempil dengan jumlah mereka.
"Jadi apa maksudmu ribut-ribut disini?" Bertanya Hek Tung Sin Kay
"Masakan Sin Kay tidak tahu" Ataukah sengaja pura-pura
tidak tahu?" Tek Hoat menjawab diplomatis dengan maksud untuk mengulur waktu memberi ketika bagi kawan-kawannya menyusup lebih jauh kedalam. "anggap saja tidak tahu"
"Begitu saja susah, kami ribut-ribut biar banyak anak
buahmu maju duluan dan kami jatuhkan. Biar kekuatan jadi berimbang" terang Mei Lan dan membuat Hek Tung Sin Kay
tambah murka. "Jika begitu, biar kalian berdua dulu yang kutangkap" jerit Hek Tung Sin Kay murka bukan buatan.
"Ach, masakan Ketua Hek Tung Sin Kay mau mengeroyok
kami?" Tek Hoat sengaja memanaskan hati Hek Tung
"Koko, biarlah aku coba-coba menantang Pangcu hitam
pemberontak ini" Mei Lan sudah langsung menyerang Hek
Tung Sin Kay, sementara Tek Hoat membiarkan karena
menunggu Bu Tek Coa Ong yang konon malah sedikit lebih
lihay lagi dibanding Hek Tung Sin Kay yang memilih menjadi Pangcu Hek-i-Kay Pang ini.
Tapi Mei Lan sadar 2 hal, pertama dia harus mengulur
waktu pertempuran sampai munculnya Bu Tek Coa Ong agar
gedung benar-benar aman diterobos ketiga kawannya. Kedua, dia mengerti bahwa lawan kali ini sungguh sangat tangguh dan lihay, melebihi lawannya di luar kota Pakkhia menjelang malam tadi. Karena itu, Mei Lan bersilat aman dengan
menggunakan Bu Tong Kun Hoat, karena lawan juga
bertangan kosong.
Serang menyerang antara mereka sungguh seru, Hek Tung
Sin Kay menemukan betapa lawannya yang masih muda
ternyata sanggup mengimbanginya dalam tenaga sakti,
bahkan mengunggulinya dalam kecepatan. Dengan bersilat Bu Tong Kun Hoat, Mei Lan sanggup menghalau serangan-serangan gencar yang dilakukan Hek Tung Sin Kay. Bahkan ketika Hek Tung Sin Kay menggunakan tenaga Tok Hiat Ciang, juga tidak sanggup mendesak Mei Lan yang terpaksa
mengganti jurusnya dengan Thai kek Sin Kun. Serang
menyerang terjadi dengan serunya antara mereka berdua, dan pertempuran keduanya pasti tidak akan selesai dalam waktu singkat.
Sekilas pandang saja, Tek Hoat segera sadar dan
bersyukur, karena ternyata adiknya tidaklah jauh berbeda kelihayannya dibandingkan dirinya. Kekuatan sinkangnya
nampak tidaklah ringan, dan pasti tidak berbeda jauh dengan kekuatannya sendiri. Dapat dirasakannya ketika Mei Lan
mengerahkan kekuatan sinkangnya melawan Hek Tung
dengan tidak keteteran.
Bahkan dari segi ginkang, dia terkagum-kagum dengan
gerakan adiknya yang sangat luwes dan sangat pesat.
Mungkin bahkan adiknya melebihinya dalam hal ginkang, dan hal tersebut membanggakannya. Keliru mengkhawatirkannya, pikir Tek Hoat. Dari gerakan tangan, kaki dan serangan, dia menemukan kekuatan luar biasa yang tersimpan dalam diri adik perempuannya, dan dia tidak lagi memiliki alasan
mengkhawatirkan adiknya. Akhirnya, dialihkannya pandangan ke luar arena.
Masih belum ditemukan Bu Tek Coa Ong dan See Thian
Coa Ong, sementara para anggota Kay Pang Baju Hitam masih tetap mengepung arena perkelahian tersebut.
Sementara itu, Mei Lan sudah mengimbangi permainan Hek
Tung Sin Kay dengan gabungan pukulan dan hawa pedang
Thai Kek Sin Kiam dan dengan demikian kembali menekan
Hek Tung yang mendandalkan Tok Hiat Ciang dan Hek Hwe Ji yang jahat dan kejam. Dengan gabungan permainan pukulan dan hawa pedang Thai Kek Sin Kiam, Mei Lan berhasil
mematahkan dan bahkan membalas dengan sama tajamnya
serangan-serangan Hek tung Sin Kay.
Ilmu-ilmu beracun Hek Tung Sin Kay bagaikan lenyap
kemujarabannya ketika menempur Mei Lan yang
membentengi dirinya dengan aliran hawa Liang Gie yang
mengontrol penyaluran kekuatannya. Pertarungan kembali
berjalan imbang, dengan gerakan lebih gesit dan lincah
dilakukan Mei Lan yang menjalankan jurus Sian Eng Coan In.
Pukulan lebih banyak dilayangkannya dan membuat Hek
Tung Sin Kay keripuhan, bahkan puluhan jurus mereka
mainkan keadaan masih tetap seimbang. Hal mana membuat
Hek Tung Sin Kay terkesiap, sekaligus kemarahannya semakin memuncak. Dia mulai mempertimbangkan mengerahkan
kekuatannya dan meningkatkannya sedikit demi sedikit. Tapi, sayangnya, gadis muda lawannya tetap mampu
mengimbanginya.
Di tempat lain, Maling Sakti belum turun tangan membakar gedung di bagian timur, karena anak buah Hei-i-Kay Pang masih belum turut mengerubut. Sementara di sisi Barat, Thian Jie sudah bergabung kedalam gedung dan mencoba
menemukan rahasia jalan ke ruang bawah tanah. Mereka
bertiga mencari-cari jalan rahasia itu, karena memang rahasia ke bawah tanah tidak diketahui Tang Sun, dan harus mereka temukan sendiri.
Tengah mereka celingukan mencari, tiba-tiba dinding
rumah sebelah kanan berderak-derak seperti ada yang
mendorong dari dalam. Benar saja, tak lama kemudian sebuah wajah nongol dari balik pintu yang disamarkan dibalik sebuah rak buku tua. Ketiga tokoh sakti ini menahan nafas agar tidak ketahuan orang yang baru dari bawah tanah. Untungnya,
suasana perkelahian di luar, menarik perhatian orang yang baru keluar itu, karenanya dengan cepat dia berkelabat keluar dan meninggalkan jalan masuk ke bawah yang cepat diketahui Thian Jie bertiga.
Dengan cepat mereka menyusup ke bawah, berjalan
berhati-hati, berliku-liku di terowongan bawah tanah, sampai kemudian melihat simpang jalan kekanan dan kekiri. Tapi, simpang kiri terkesan agak ribut, seperti banyak orang berada disana, sementara simpang ke kanan agak sepi. Thian Jie mengusulkan ke kiri, dengan asumsi bahwa sebelah kanan
pastilah ruangan menyepi See Thian Coa Ong, sedangkan
ruangan kanan nampaknya tempat penyekapan.
Dengan asumsi tersebut, mereka bertiga kemudian
melanjutkan jalan kearah kiri, dan memang benar saja,
ruangan bawah tersebut adalah tempat penyekapan.
Khususnya anggota-anggota Kay Pang yang tidak takluk,
disekap di ruang bawah tanah dan sebagian dari mereka
nampaknya mengalami siksaan yang cukup berat. Tapi,
karena tugas utama mereka membebaskan Pangcu Kay Pang,
maka mereka berjalan terus mencari ruangan mana yang
kiranya digunakan menyekap Pangcu Kay Pang.
-0o~Marshall~DewiKZ~0oMenyelamatkan Kim Ciam SIn Kay (2)
Ketiga orang ini kembali melanjutkan perjalanan dan
menemukan beberapa puluh langkah kedepan sebuah
ruangan yang dijaga 5 orang. Hampir bisa dipastikan, ruangan itulah yang digunakan untuk menyekap Pangcu, pikir
Pengemis Gila. Karena itu, setelah saling mengedipi mata, ketiganya
kemudian bergerak dan berkelabat cepat dan melumpuhkan
kelima penjaga tersebut. Dan memang ternyata, didalamnya terdapat 3 orang tokoh Kay Pang yang selama lebih 5 tahun disekap di kamar tahanan tersebut. Tokoh pertama adalah Pek San Fu, Han-ciang Tiau-siu (pemancing dari telaga Han-ciang) yang nampaknya kondisinya tidak terlalu memprihatinkan.
Tokoh ini adalah salah seorang Hu-Hoat Kay Pang yang
mendampingi Kim Ciam Sin Kay ke utara untuk memadamkan
pemberontakan Kay Pang baju hitam.
Tokoh kedua Ceng Fang-guan, si Pengemis Sakti dari Pintu Selatan (Lan Bun Sin Kay), juga Hu-Hoat Kay Pang dan tidak terlalu parah keadaannya, berbeda dengan Pangcu Kay Pang Kim Ciam Sin Kay yang nampaknya lama mengalami siksaan.
Sekujur tubuhnya terluka, tetapi untungnya hanya fisiknya yang mengalami luka parah, tetapi bagian dalam dan
sinkangnya masih cukup kuat. Ketiganya kemudian
dibebaskan dari belenggu dan juga totokan atas mereka
dibebaskan oleh Thian Jie dibawah pandangan kagum Kim
Ciam Sin Kay. Melihat keadaan Pangcunya, Pengemis Tawa Gila datang
berlutut: "Menghadap Pangcu dan maaf, baru sekarang datang
menyelamatkan Pangcu, sungguh banyak persoalan yang kita hadapi"
"Sudahlah Hu Pangcu, syukur kalian datang. Apakah cukup kekuatan kita di luar?" Pangcu Kay Pang tetap menunjukkan kematangan kepemimpinannya, bukan dirinya yang
diperhatikan, tetapi kekuatan di luar. Benar benar
mengagumkan Giok Hong dan Thian Jie.
"Tidak mencukupi Pangcu, tetapi harap kedua Hu-Hoat
membantu Tek Hoat di luar. Murid Hiongcu Kiong Siang Han sedang menghadapi Pangcu dan Pembantu pangcu Hek-i-Kay
Pang di luar dan memungkinkan kami menerobos masuk"
"Tapi siapakah kedua jiwi enghiong ini?" Kim Ciam Sin Kay bertanya menunjuk Thian Jie dan Siangkoan Giok Hong yang keduanya memang masih asing dan tidak dikenalnya.
"Cucu Bengkauw Kauwcu, Siangkoan Giok Hong
menghadap Kay Pang Pangcu" Giok Hong menyapa dan
menghormat Kim Ciam Sin Kay, Pangcu Kay Pang yang
terhormat. "Tecu Thian Jie, murid suhu Kiang Sin Liong menghadap
pangcu" Thian Jie juga ikut memberi hormat. Dan dua kali atau yang ketiga kalinya wajah Pangcu Kay Pang ini berkerut terkejut, sejak mendengar murid tetuanya Kiong Siang Han datang dan kemunculan murid Kiang Sin Liong dan malah
cucu Kauwcu Bengkauw. Sungguh hebat kejadian ini, sangat luar biasa, dia bergumam. Sulit dipercaya bahwa murid orangorang hebat kini bahkan membantu Kay Pang keluar dari
kesulitannya. Lebih kaget lagi mengingat kehadiran murid Kiang Sin Liong dan Kawcu Bengkauw.
"Sudahlah Pangcu dan para locianpwe, kita harus cepat
meninggalkan tempat ini. Kawan-kawan anggota Kay Pang
diluar, harap dibebaskan oleh Paman Pengemis Gila, kedua Hu-Hoat harap membantu Tek Hoat di luar, Paman Pengemis nanti bergabung kami berdua menyelematkan Pangcu ke
markas Kay Pang" Tiba-tiba Thian Jie menyela cepat, dan mengundang kekaguman semua orang atas ketangkasannya
menentukan sikap dengan cepat.
"Betul, kita harus bergerak cepat" Pangcu Kay Pang
menyetujui saran Thian Jie dan segera dikerjakan. Kedua Hu-Hoat yang lihay dengan segera menemukan jalan keluar dari rumah yang menyekap mereka dan segera bergabung di luar, terutama begitu melihat gerakan-gerakan Tek Hoat yang
sudah sedang bertanding dengan Bu Tek Coa Ong.
Gerakan dan ilmu-ilmu yang dikerahkannya tidak
disangsikan lagi jelas-jelas adalah ilmu pusaka Kay Pang. Ilmu yang hanya diwariskan kepada orang yang sudah sangat
dipercayai. Dan tingkat kemahiran yang ditunjukkan sungguh luar biasa, tidak mungkin dididik oleh orang sembarangan.
Tetapi, karena Kiong Siang Han memang bukan orang
sembarangan, mereka maklum saja dengan kehebatan dan
kelihayan Tek Hoat yang sedang membantu perkumpulan
gurunya. Sementara itu, di sisi timur, tiba-tiba terjadi kebakaran hebat atas salah satu Gedung utama mereka disana.
Kebakaran itu nampak cukup hebat dan malam yang
menjelang fajar menjadi semakin terang dan membingungkan pengemis anggota Hek-i-Kay Pang karena kebingungan tugas mana yang didulukan.
Tapi Hek Tung Sin Kay cepat menguasai dirinya:
"Sebagian ke timur memadamkan api, yang lain tinggal
menangkap para penyusup" perintahnya. Tapi akibatnya, dia nyaris termakan pukulan Mei Lan yang dengan deras datang, untung masih bisa diegosnya, tapi dengan segera dia jatuh di bawah angin. Ketika memandang suhengnya, dia berdebar,
karena suhengnya juga bisa diimbangi si anak muda yang
lainnya. Sementara kehadiran kedua hu-hoat Kay Pang membuat
barisan pengepung juga menghadapi lawan yang lihay.
Pertempuran di luar menjadi semakin sengit, korban lebih banyak di pihak Hek-i-Kay Pang karena para penyusup
ternyata semua berkepandaian tinggi dan sulit ditaklukkan, terlebih para tokoh mereka terlibat pertarungan dahsyat.
Sementara itu, Thian Jie dan Giok Hong telah
menyelesaikan tugas mereka membawa keluar Pangcu Kay
Pang di daerah sebelah Barat. Mereka menunggu Pengemis
Gila sejenak untuk bersama-sama menerobos pintu masuk
Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
guna bergabung dengan anak buah Kay Pang di mulut
lembah. Tak lama kemudian, nampak Pengemis Gila
menerobos keluar dan mengarahkan kurang lebih 20an tokoh Kay Pang yang disekap untuk membantu para pemimpin
mereka di luar.
Anggota Kay Pang yang disekap, rata-rata berkedudukan
tinggi dan setia, tidak mau takluk kepada Hek-i-Kay Pang, karena itu, bantuan mereka di sisi depan dengan segera
merubah peta kekuatan pertandingan. Dengan cepat kekuatan hek-i-kay pang merosot tajam, sebab meski kaki tangan masih kaku, tapi kedua hu-hoat Kay Pang memberi semangat
berkelahi yang luar biasa bagi para tokoh Kay Pang yang baru dibebaskan. Dan terlebih buruk bagi Hek Tung yang kemudian menjadi semakin bingung, karena tiba-tiba di sebelah
baratpun muncul api yang tidak kurang dahsyatnya.
Tapi Thian Jie, Pengemis Gila dan Tek Hoat semua paham, waktu mereka cuma paling lama 2 jam, sebab bila bantuan datang dari Pakkhia, maka keadaan bisa berubah tambah
menyulitkan mereka. Karena itu, tidak ada niatan mereka untuk membasmi markas Hek-i-Kay Pang, kecuali
membebaskan Pangcu Kay Pang.
Dan setelah tugas itu tercapai, maka Pengemis Gila melirik Thian Jie, keduanya tersenyum tanda bahwa keadaan sudah cukup memadai untuk tugas mereka malam ini. Maka
ketiganya segera mengawal Pangcu Kay Pang menerobos ke
depan tanpa ada halangan yang berarti lagi, dan kemudian mencoba meraih dan memperpendek jarak dengan barisan
Kay Pang yang menunggu di luar lembah.
Tetapi dalam perjalanan mereka itu, tiba-tiba mereka
dikejutkan oleh sebuah serangan yang tidak tampak, tetapi sungguh sangat ampuh. Ketika menangkis, ketiganya justru terdorong, meskipun si penyerang sempat juga terdengar
mengaduh. Thian Jie cepat menyadari apa yang terjadi,
dengan cepat dia mempersiapkan diri dan kekuatan batinnya dan berseru kepada Pengemis Gila:
"Bawa Pangcu menyelamatkan diri, biar tecu dan
Siangkoan Kouwnio yang menahan iblis ini". Setelah itu, Thian Jie mengeluarkan Pek Hong Cao-yang-sut Sin Ciang (Tangan Sakti Awan Putih Memanggil Matahari), ilmu puncak yang
berbahaya dan kemudian bersilat seperti tidak mengetahui lawan berada dimana. Tapi akibat perbawa ilmu tersebut
terdengar seruhan "Ih", dan nampaklah seorang tua yang
sudah berusia sekitar 70 tahunan, mungkin lebih, sedang bersedekab badan di bawah sebatang pohon.
Dia masih mencoba merintangi Pengemis Gila, tetapi Thian Jie kembali mengeluarkan pukulan sakti dengan perbawa
menggila meskipun belum sempurna diyakinkannya. Bahkan
nampak Giok Hong kemudian juga melontarkan pukulan Hunkin-swee-kut-ciang (Pukulan Memutuskan Otot
Menghancurkan Tulang), sebuah pukulan berhawa sesat dari nenek buyutnya. Kedua pukulan mengerikan itu,
menghentikan upaya Kakek Sakti ini untuk melontarkan
pukulan hitam kearah pengemis Gila dan mau tidak mau dia harus melayani kerubutan kedua remaja yang membuatnya
terheran-heran dan juga marah ini.
Kerubutan dua orang muda yang masih remaja ini
mengagetkannya. Luar biasa, karena angin pukulan mereka membuatnya tergetar hebat, meski masih belum sanggup
menjatuhkannya, tapi cukup menghentakkan.
Ketika melihat pengemis Gila sudah menghilang, kakek
ampuh yang sudah renta dan dikenal sebagai See Thian Coa Ong ini kemudian memusatkan perhatiannya untuk
melumpuhkan kedua anak muda ini. Tetapi Thian Jie yang
menyelingi pukulannya dengan Soan Hong Sin Ciang digabung dengan Toa Hong Kiam Sut, sedangkan Giok Hong menyelingi dengan Koai Liong Sin Ciang (Ilmu Pukulan Naga Siluman) yang ampuh hanya sanggup menahan sementara Kakek sakti
ini. Berkali-kali mereka mengadu lincah dengan kakek ini dan memang, cuma ini kesempatan mereka dan untungnya
mereka berdua membekal ginkang yang sangat lihay sehingga terbebas dari amukan ilmu dahsyat kakek aneh yang maha
sakti ini. Tetapi, toch penggunaan kedua ilmu ampuh Pek Hong Cao-yang-sut Sin Ciang (Tangan Sakti Awan Putih
Memanggil Matahari), dan Hun-kin-swee-kut-ciang (Pukulan Memutuskan Otot Menghancurkan Tulang) membuat kakek ini geleng-geleng kepala.
Akhirnya dia butuh waktu cukup lama untuk melayani
kedua anak muda yang sangat alot dan sangat lihay ini.
Bahkan pertarungan mereka, dimana kedua anak muda itu
terus main mundur, telah memasuki hutan di sisi kanan pintu masuk dan nampak jarang terjamah orang. Baik Thian Jie
maupun Giok Hong sadar betul, bahwa mereka butuh
kelincahan dan daya tahan menghadapi kakek sakti ini.
Meskipun Thian Jie terkadang mnembentur kekuatan kakek
ini, tapi dia sadar, akibat getaran benturan itu, belum sanggup dia terima karena belum sempurna mencairkan sumber
kekuatan dalam pusarnya. Karena itu, dia tidak berani lagi adu tenaga, tetapi tetap menyerang dengan jurus-jurus dan ilmu ampuh dari perguruan keluarganya.
Pertempuran dahsyat itu masih terus berlangsung, bahkan semakin dalam memasuki hutan sisi jalan masuk lembah
mega, dan kakek tua yang sudah renta itupun semakin
penasaran dengan ketidaksanggupannya menguasai kedua
anak muda ini. Semua ilmunya sudah dicoba, bahkan ilmuilmu hitam juga dicoba, tetapi bisa dimentahkan oleh
gabungan kedua ilmu anak muda tersebut yang menghadirkan perbawa sihir dan kekuatan batin yang cukup tinggi.
Akhirnya kakek ini sadar, bahwa tenaganya sedang dikuras oleh kedua anak muda yang cerdik ini, dan diapun merasa cadangan tenaganya sudah mulai menyusut. Karena itu ketika mendekati sebuah liang berbentuk Goa, dia menemukan akal untuk menggunakan sebuah ilmunya yang beracun yang bisa sangat mempengaruhi iman orang, apalagi anak muda. Dia
beringsut mendekati gua tersebut, dan dengan sebuah
gerakan kilat, dia kemudian menyerang kedua pemuda
tersebut dan mengerahkan tenaga menyudutkan Thian Jie dan Giok Hong ke arah lobang atau Gua tersebut.
Thian Jie dan Giok Hong tidak menyadari apa yang sedang dipikirkan dan dikerjakan See Thian Coa Ong, tetapi ketika mereka menyadari di belakang mereka ada sebuah Gua,
mereka terkejut. Bertempur di ruang sempit dan terbatas bakal sangat membahayakan mereka. Tetapi ketika untuk
merubah posisi sudah sangat sulit, See Thian Coa Ong
nampak kembali mengibaskan tangannya, dan bau amis yang harum tiba-tiba merangsang hidung kedua anak muda ini.
Thian Jie terkejut melihat senyum licik di wajah See Thian Coa Ong, dengan memusatkan pikirannya dikembangkannya
Pukulan paling maut yang dikenalnya dari Pek Hong Cao-yang-sut Sin Ciang (Tangan Sakti Awan Putih Memanggil Matahari), sebuah serangan dengan gaya yang dinamakan gurunya
"Membongkar Awan Meruntuhkan Langit" dan meluncurlah
kekuatan menggetarkan yang deras dari tangannya,
bersamaan juga dengan luncuran kekuatan sakti Giok Hong dari jurus mengerikan yang bernama Taot beng Ci, mencicit-cicit mengerikan.
See Thian Coa Ong tidak menyangka kedua anak muda itu
masih punya daya melontarkan pukulan mematikan, tapi
masih sempat dia mengangkat kedua tangannya melakukan
tangkisan: "Blaaaar, dess, bresss"
See Thian Coa Ong terlempar dengan mulut berlumur
darah, terluka sangat parah, tapi masih sempat melarikan diri.
Tidak sempat lagi dia menyaksikan kedua anak muda yang
menyerangnya terlontar kedalam gua yang tertutup rimbunan semak yang memang disiapkannya sesuai siasatnya. Dan
keadaanpun kemudian sepi...
Sementara itu, pertarungan antara Mei Lan dan Hek Tung
Sin Kay masih tetap berjalan imbang. Semua jurus yang
dikeluarkan seakan saling mengunci, dengan hanya
keunggulan kegesitan yang dimiliki Mei Lan. Ditempat terpisah Bu Tek Coa Ong yang memang lebih lihay dari sutenya Hek Tung, nampak bisa mengimbangi Tek Hoat. Sebetulnya,
tingkat ilmu Bu Tek Coa Ong sudah lebih lihay dari Hek Tung Sin Kay karena memang dia lebih berkonsentrasi dalam ilmu silat dan racunnya, sementara Hek Tung masih disibukkan dengan mengurus urusan Kay Pang Baju Hitam. Karena itu, wajar bila Hek Tung hanya bertarung setanding dengan Mei Lan, sementara nampaknya Bu Tek Coa Ong mampu
mendesak Tek Hoat yang bertarung dengan seluruh
kemampuannya. Untuk diketahui, untuk saat ini, Bu Tek Coa Ong adalah
tokoh tersakti di Hek i-Kay Pang, setelah gurunya, See Thian Coa Ong. Tapi, karena See Thian Coa Ong sudah lebih memilih melatih dan memperdalam ilmu, maka yang aktif tentu saja adalah bu Tek Coa Ong. Dan tokoh yang sudah menguasai
seluruh ilmu See Thian Coa inilah yang menandingi Tek Hoat.
Tokoh ini sudah sanggup memainkan Tok Hiat Ciang, Hek
Hwe Jie dan bahkan juga Hun-kin Coh-kut-ciang (Tangan
Pemutus Otot dan Pelepas Tulang) yang mirip ilmu kedua
anak gadis bengkauw yang sangat dahsyat tersebut. Dalam ilmu yang terakhir, Bu Tek Coa Ong masih mengungguli Hek Tung Sin Kay. Dan bahkan Hek Tung belum sanggup
menggunakannya maksimal tidak seperti Bu Tek Coa Ong
yang hanya kalah dari gurunya dalam penggunaan ilmu sesat yang sangat sadis ini.
Dan dengan ilmu itulah dia mendesak dan menyerang tek
Hoat habis-habisan, ditambah lagi dengan bau memuakkan
dan busuk dari tubuhnya, maka tambah tersiksalah Tek Hoat menghadapi murid datuk sesat yang sangat busuk ini.
Sebetulnya, bukan mutu ilmu silat yang kalah dari tek Hoat, tetapi pengalaman bertempur. Seandainya dia membentengi dirinya dengan Ilmu yang bisa mempengaruhi mental dan
indranya, maka tidak akan sulit untuk menahan dan
mengimbangi tokoh ini. Untungnya, selain tabah dan ulet, anak ini memang banyak akalnya. Setelah berkali-kali
perasaannya terpengaruh oleh bau busuk menyengat, tibatiba dia teringat ketika sedang berlatih tanding dengan Thian Jie. Ya, mengapa tidak menggunakan ilmu itu, ilmu ampuh dari gurunya Sin-kun Hoat-lek (Ilmu Sihir Silat Sakti).
Mulailah dia mempersiapkan diri untuk menempur Bu Tek
Coa Ong dengan ilmu pamungkasnya dan tiba-tiba dia
menggerakkan tubuhnya dengan gerakan jurus Tian-liong-kia-ka" (naga langit menggerakkan kakinya), membebaskan
dirinya dari Bu tek Coa Ong, dan melontarkan Pukulan
petirnya yang membahana. Bu Tek Coa Ong tertahan sejenak, dan sejenak itu sudah cukup buat Tek Hoat untuk membuka jurus dengan Sin kun Hoat Lek.
Tubuhnya berputar-putar bagai Naga Sakti, sesekali
terlontar halilintar dari lingkungan tubuhnya dan benar saja, bau amis itu kemudian hilang sedikit demi sedikit. Sebagai gantinya, dia kini bisa memperoleh keleluasaan menyerang dan nafas yang lega, sementara lawannya bingung dengan
lontaran halilitar dari tubuhnya. Keadaan kembali menjadi imbang, masing-masing saling melontarkan serangan dan
berjaga atas serangan musuh.
Dilain pihak, Mei Lan, juga mulai memainkan ilmu-ilmu khas Bu Tong Pay. Karena bertangan kosong dia akhirnya mencoba menggunakan gabungan Sian Eng Coan In dengan Sian Eng
Sin Kun, yang dengan segera membuat Hek Tung Sin Kay
kelabakan setengah mati. Untung, dia pernah menyaksikan ilmu ini dimainkan Sian Eng Cu Taihiap dan karena itu, meski berayal dia masih sanggup tergopoh-gopoh menyelamatkan
diri. Tetapi, kini dia semakin jatuh di bawah angin di bawah
hujaman serangan Mei Lan yang semakin membahana dan
datang seperti dari seluruh penjuru tubuhnya. Bahkan ketika menggunakan tongkat hitamnya, tongkat itupun seperti hanya berfungsi untuk membela dirinya. Semakin lama dia semakin jatuh dalam kesulitan, dan melihat kenyataan ini, Mei Lan menjadi gembira dan menjadi ingin mencoba jurus yang satu lagi, jurus yang belum pernah dicoba digunakannya, karena dilarang gurunya kecuali untuk keadaan memaksa.
Meski keadaan sekarang tidak memaksa, tetapi Mei Lan
merasa ingin mencobanya, ingin melihat keampuhannya
sehingga dilarang gurunya. Ilmu Ban Sian Twi Eng Sin Ciang (Pukulan Sakti Selaksa Dewa Mendorong Bayangan). Ketika Hek Tung Sin Kay sedikit mundur, Mei Lan memang
membiarkannya untuk mempersiapkan jurus ini, dan
sayangnya Hek Tung Sin Kay tidak memperhitungkan langkah Mei Lan yang seperti membiarkan dia mundur tanpa
menyerang. Justru Hek Tung Sin Kay yang memulai serangan, tepat ketika Mei Lan mempersiapkan jurus awal dalam gaya
"Selaksa Dewa Merenggut Bayangan", jurus yang tepat untuk menghadapi serangan lawan.
Secepat kilat, Mei Lan melangkah kedepan menyongsong,
bukan berkelit dari tongkat hitam Hek Tung, tetapi malah seperti menyiasati tongkat itu, dan Hek Tung hanya sempat merasa sesuatu yang lunak dan dingin menyentuh tangannya, ketika dia insyaf, bahaya sudah datang. Kedua lengan yang lunak dan dingin itu sudah mendorong tongkat berikut
tangannya dan hanya terdengar seruan dan jeritan Hek Tung Sin Kay dan akhirnya "bresss".
Tubuhnya terbanting ke tanah, bibir berlumur darah hidup dan sepasang tangannya menggantung lemas, sepertinya
patah atau remuk. Mei Lan tidak lagi memperhatikan, karena kemudian terdengar sebuah isyarat lengkingan yang berarti tugas dan misi selesai.
Kebetulan pada saat itu, adalah ketika kemudian kedua Hu-Hoat Kay Pang ikut membantu ditambah kemudian dengan 20
tokoh Kay Pang yang disekap datang ke arena. Sementara
anak buah hek-i-kay pang sibuk dengan kebakaran dan
penyerbuan, membuat keseimbangan dengan mudah bisa
ditentukan. Keadaan sebenarnya sudah semakin parah bagi Hek-i-Kay Pang, banyak korban tewas dan terluka, bahkan Hek Tung Sin Kay sudah jatuh dan tiba-tiba terdengar suitan di angkasa, suitan tanda selesai dari Pengemis Tawa Gila.
Maling Sakti, Tek Hoat dan Mei Lan sudah segera tahu
maknanya, dan Tek Hoat kemudian memberi perintah untuk
mundur setelah melontarkan sebuah serangan kilat ke arah Bu Tek Coa Ong yang juga melangkah mundur. Tetapi saat itu, kedua Hu-Hoat berkeras melanjutkan karena termakan sakit hati disekap selama lebih lima tahun ditempat itu. Bahkan ke-20 tokoh lainnya yang nampak tinggal 18 orang, juga ikut berkeras untuk melanjutkan pertempuran. Hal ini membuat Tek Hoat menjadi gemas dan tiba-tiba dia teringat pesan gurunya dan Kiam Pay Emas yang dihadiahkan padanya.
Jimat atau tanda kekuasaan paling Keramat bagi Kay Pang yang hanya dimiliki oleh Kiong Siang Han, yang berarti ketika tidak ada Pangcu, maka pemegangnya akan bertindak sebagai pangcu. Tek Hoat mengangkat tanda pengenal tersebut, dan memerintahkan dengan suara keren:
"Pemegang Kiu Ci Kim Pay memerintahkan semua mundur"
Semua, tiada kecuali, Kedua Hu-Hoat, ke-18 tokoh lainnya memandanga kaget dan sangat terperanjat memandang Kiam
Pay yang sudah puluhan tahun tidak dikeluarkan. Maka
dengan penuh rasa hormat dan segan segera berseru:
"Tunduk kepada Kiu Ci Kim Pay" dan kemudian semua
membuka jalan untuk mundur. Sementara Pangcu He Tung
Sin Kay sudah tidak berdaya dan tentu tidak lagi berkeinginan dan berkemampuan mengejar, seperti juga Bu Tek Coa Ong
yang merasa ngeri juga dengan kerubutan Kay Pang dan
tokoh muda pemegang Kiu Ci Kim Pay tadi.
Para tokoh Hek-i-Kay Pang sungguh kaget menemukan
kerugian yang mereka alami. Pertama, semua tokoh Kay Pang tahanan mereka lepas dan hanya 2 orang yang ditemukan
tewas dalam pertempuran. Kedua, Pangcu Kay Pang dan
kedua hu-hoat tahanan mereka, juga ikut terbebaskan dan sungguh sebuah pukulan telak bagi hek-i-kay pang. Ketiga, anggota hek-i-kay pang yang terluka berjumlah puluhan, dan setelah tokoh yang ditahan dibebaskan, setidaknya mereka membunuh sampai 30 lebih anggota hek-i-kay pang.
Dan yang lebih mengagetkan lagi, mereka mendapati
Pangcu mereka sudah dalam keadaan yang mengenaskan.
Kedua lengan patah-patah dan untung tidak remuk, dan masih juga terluka dalam yang sangat parah. Keadaan yang sama mengejutkan ketika mereka menemukan Guru Besar, See
Thian Coa Ong dalam keadaan luka parah dan tiada
seorangpun yang tahu siapa yang bertempur dan melukai
datuk lihay ini separah itu. Tapi yang pasti, dari mulut datuk itu mustahil memperoleh jawaban karena dia sudah menutup diri untuk mengobati luka dalam yang cukup parah.
-0o~Marshall~DewiKZ~o0Setelah dunia persilatan digegerkan oleh seranganserangan mengejutkan ke Siauw Lim Sie, Lembah Pualam
hijau, Pencurian di Bu Tong Pay, hancurnya Go Bie Pay,
penyerangan ke Kun Lun Pay, menghilangnya Kim Ciam Sin
Kay Pangcu Kay Pang dan menghilangnya Kiang Hong Bengcu dan rombongannya yang terdiri dari orang-orang sakti,
rasanya masa depan dunia persilatan Tionggoan menjadi
suram. Tetapi, tiba-tiba, Thian Liong Pang yang seperti susah
terlawan, mendapatkan pukulan yang cukup telak di beberapa tempat. Gangguan mereka atas Kay Pang di propinsi Cin an dan sekitarnya bisa digagalkan oleh Hu Pangcu Kay Pang dan seorang tokoh muda yang terkenal dengan nama Si-yang-sie-cao (matahari bersinar cerah). Bahkan kemudian diikuti
dengan pembersihan-pembersihan yang dilakukan oleh Kay
Pang didaerah itu, juga atas pimpinan Pengemis Tawa Gila dan Tek Hoat yang menjadi semakin terkenal sebagai salah satu tokoh muda yang sakti dari Kay Pang.
Kemudian, kejadian yang sama, kegagalan dan hancurnya
jaringan Thian Liong Pang juga terjadi menyusul di Bing Lam.
Bukan hanya gagal membungkam Siauw Lim Sie cabang Poh
Thian di Bing Lam, malahan Thian Liong Pang yang bermarkas di Rumah keluarga Lim yang mereka taklukkan, kemudian
juga diserbu dan dienyahkan oleh 3 orang muda yang lihay, dibantu beberapa pendeta Siauw Lim Sie di Poh Thian.
Dari sana mulai terkenal Siauw Lim Siang Eng Taihiap atau Sepasang pendekar Sakti Dari Siauw Lim Sie. Tentulah mereka adalah si pendekar kembar Souw Kwi Beng dan Souw Kwi
Song. Dari Poh Thian juga kemudian menjadi terkenal seorang
Pendekar Wanita yang berasal usul dari Bengkauw, yang
dikenal dengan nama Siangkoan Giok Lian, Thiat-sim sian-li (Dewi Berhati Besi). Ketiga pendekar muda ini kemudian
mengobrak-abrik markas Thian Liong Pang di rumah keluarga Lim, membebaskan penyanderaan atas Keluarga Lim dan
membongkar jaringan Thian Liong Pang di daerah Bing Lam.
Terakhir kemudian mencuat nama-nama baru di daerah
utara sungai Yang ce, yakni Ceng-i-Koai Hiap, Thian Jie dan Sian Eng Li (Nona Bayangan Dewa), Liang Mei Lan. Sian Eng Li menjadi sangat terkenal karena sanggup melumpuhkan dan membuat cacat tangan Pangcu Hek-i-Kay Pang yang dengan
terpaksa kemudian digantikan kedudukan pangcunya oleh Bu Tek Coa ong.
Bahkan tersiar kabar dari pertarungan di In Kok San, selain Kim Ciam Sin Kay bisa dibebaskan, juga menghancurkan kubu dan kekuatan Hek-i-Kay Pang, bahkan Cheng-i-Koai Hiap
mampu dengan parah melukai See Thian Coa Ong. Sungguh
sebuah kabar yang sangat mengejutkan. Nama Ceng-i-Koai
Hiap terkenal karena selain tidak suka membunuh, juga juga sekaligus berhasil membebaskan Pangcu Kaypang dengan
menempur See Thian Coa Ong, bahkan melukai datuk itu.
Sementara Sian Eng Li juga namanya membahana setelah
menghancurkan Hek-i-Kay Pang bersama Tek Hoat dan
Siangkoan Giok Hong.
Bengkauw juga menghadirkan suasana baru dunia
persilatan, setelah 2 gadis asal bengkauw terlibat dalam upaya menantang Thian Liong Pang. Yakni Siangkoan Giok Lian (Tiat SIm Sian Li) dan Siangkoan Giok Hong. Dunia persilatan jadi ramai dengan banyak tokoh muda sakti.
Dunia persilatan seperti mengalami dan memiliki harapan baru setelah generasi Kiang Hong seperti tak berdaya. Tapi kini muncul Naga-naga sakti yang baru di daerah Tionggoan.
Dan Naga-naga muda itu telah dengan telak memberi pukulan yang hebat dan memalukan bagi Thian Liong Pang yang
sangat berambisi untuk menyebar kekuatannya ke semua
daerah. Bukan saja Siauw Lim Sie tidak dapat dikangkangi kecuali mencuri sesuatu darinya, Bu Tong Pay juga sulit ditaklukkan, bahkan Kay Pang yang terpecah, nampaknya juga mengalami penyatuan kembali dengan tampilnya Pemegang JIMAT NAGA
EMAS atau juga Kiu Ci Kim Pay sebagai tanda kehadiran
sesepuh cemerlang mereka Kiong Siang Han. Gelagatnya,
perlawanan terhadap Thian Liong Pang akan segera terjadi, dan untungnya karena kekalutan dengan Lam Hay Bun masih bisa ditunda dan bahkan Bengkauw justru menunjukkan
bakat-bakat muda yang berdarah pendekar.
Sementara itu, bagi Thian Liong Pang, kekalahan-kekalahan beruntun membuka mata mereka bahwa kekuatan yang
menyebar begitu luas tidaklah mungkin bermanfaat. Karena musuh bisa memilih titik terlemah untuk menggoncangkan
kekuatan mereka seperti yang terjadi di Bing Lam, Cin an dan kemudian terakhir di daerah Pakkhia. Beberapa lokasi penting kemudian dikuasai oleh lawan-lawannya, termasuk kemudian secara perlahan namun pasti, dengan dibantu oleh Pangcu, Hu-Hoat dan Pendekar Muda Liang tek Hoat dan Adiknya Mei Lan, perlahan-lahan bahkan Hek-i-Kay Pang kemudian bisa dibubarkan.
Bahkan pembersihan itu berlangsung hampir tanpa
perlawanan di semua tempat, karena nampaknya Thian Liong Pang menarik ulang semua kekuatannya untuk waktu tertentu.
Untuk sementara badai yang mengamuk sedikit mereda, tapi justru akan datang dengan sapuan gelombang yang lebih
mengerikan. Karena kekuatan mereka kelak akan terpusat di Selatan, disana mereka menyusun rencana-rencana untuk
menghapuskan pusat kekuatan Dunia Persilatan Tionggoan.
Itu juga sebabnya Kay Pang bisa dengan relatif muda
mengkonsolidasikan kekuatan mereka, membersihkan semua
Cabang dan menghukum yang berkhianat. Selama hampir 8
bulan kedua kakak beradik she Liang, putra Pangeran Liang membantu Kay Pang, menegakkannya kembali, dan kemudian
berkunjung ke rumah orang tua mereka di Hang Chouw untuk kemudian menunggu waktu pertemuan 10 tahunan.
Banyak orang menduga, bahwa badai dunia persilatan
sudah berlalu. Tetapi tokoh-tokoh dunia persilatan sadar belaka, bahwa dalang dan pelaku kekerasan dan kerusuhan masih belum menampilkan diri. Bahkan ancaman yang lebih mengerikan nampak sedang bertumbuh kembali dan
dampaknya bisa lebih mengerikan lagi. Karena itu, waktu yang nampak aman dan tentram justru terasa mencekam dan
dimanfaatkan oleh banyak perguruan dan tokoh silat untuk memperdalam kemampuannya.
Tokoh-tokoh Kay Pang selain sibuk mengatur dan menata
kembali Pang mereka, juga sibuk melatih diri. Demikian juga Bu Tong Pay, tokoh-tokoh utamanya sejak melatih Mei Lan, juga melatih Ilmu terakhir yang diciptakan Guru Besar mereka, Pek Sim Siansu, Wie Tiong Lan. Bahkan semua murid Wie
Tiong Lan diharuskan berada di Bu Tong San, mendidik murid-murid Bu Tong dan memperkuat Bu Tong Pay. Hal yang sama juga dengan Siauw Lim Sie, peningkatan kemampuan mutlak dibutuhkan melihat ancaman kedepan.
-0o~Marshall~DewiKZ~0oEpisode 14: Aib dan Kesembuhan (1)
Bagaimana sebenarnya nasib Thian Jie dan Siangkoan Giok Hong yang gabungan kekuatan mereka sanggup melontarkan
dan melukai See Thian Coa Ong" Seperti diketahui, kedua anak muda ini secara bersama membentur lontaran kekuatan iweekang beracun yang dilakukan See Thian Coa Ong. Dengan gabungan kekuatan itu, See Thian Coa Ong terlontar dalam keadaan luka parah.
Tetapi kedua anak muda itupun, tidak luput dari benturan tersebut dan menyebabkan mereka berdua keracunan.
Keduanya memang terjerembab kedalam liang goa akibat
pukulan sakti beracun yang dilontarkan datuk sesat tersebut.
Ketika keduanya terlempar kedalam goa, mereka sudah dalam keadaan tidak sadarkan diri, dan bahkan tanpa mereka sadari tubuh mereka sudah keracunan hebat.
Tetapi karena terlempar pingsan, keduanya sama sekali
tidak menyadari bahwa mereka jatuh tumpang tindih kedalam gua yang hanya memiliki cahaya yang remang-remang.
Pukulan See Thian Coa Ong yang mereka tangkis dan bentur bersama tidak lagi memiliki kemampuan merusak kekuatan
dan tubuh mereka, karena itu keduanya hanya mengalami
keracunan, tetapi kekuatan mereka pada dasarnya tidak
terganggu. Lebih untung lagi, karena goa mereka terlontar masuk,
tertutup semak-semak yang membuat keberadaan mereka
tidak tercium perondaan Hek-i-Kay Pang ketika membersihkan daerah sekitar. Setidaknya sampai kemudian daerah itu
dibersihkan Kaypang pusat.
Celakanya, kedua anak muda itu tidak menyadari kalau
keduanya sudah keracunan oleh racun yang dinamakan "racun dewa asmara" yang terkandung dalam pukulan beracun See
Thian Coa Ong. Sebetulnya, See Thian Coa Ong berkeinginan merusak konsentrasi kedua anak muda ini dengan racun
Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
perangsang yang bisa dikerahkannya melalui kekuatan
pukulan. Bagi orang biasa, terkena pukulan tersebut akan membuat pikiran berkunang-kunang dengan rangsangan nafsu birahi yang tinggi. Tetapi, See Thian Coa Ong kaget, mengapa kedua anak muda ini justru masih sanggup melontarkan tenaga
pukulan dahsyat dan bahkan kemudian dengan parah
melukainya. Itulah yang kemudian menolong kedua mudamudi ini. Tetapi keadaan ini, sekaligus membawa mereka kedalam
ancaman lain yang tidak kurang berbahayanya. Karena
kekuatan tenaga mereka memang relatif tidak berbeda jauh, sadarnya merekapun nyaris bersamaan. Dengan Thian Jie
yang lebih dulu mulai membuka mata, menggerak-gerakkan
matanya dan menyadari bahwa suasana dalam goa sangat
remang-remang, sementara di luar hari mulai gelap. Otomatis jangkauan pandangan matanyapun menjadi terbatas, apalagi karena memang diapun terluka dalam meskipun tidak parah.
Mereka memang tidak menyadari jika sudah pingsan nyaris seharian, sejak menjelang fajar mereka terpukul masuk
kedalam goa hingga matahari kembali akan tenggelam di ufuk Barat. Karena itu, ketika mereka sadar suasana sungguh
remang-remang dan bahkan sinar matahari yang tersisa
nampak sendu cahayanya. Bersamaan dengan mulai sadarnya Thian Jie, Giok Hong juga mulai membuka matanya, tetapi masih sulit menyadari dimana dia berada.
Lama-kelamaan keduanya mulai sadar dan tahu bahwa
mereka bergelimpangan saling menindih dengan badan dan
tubuh Thian Jie di bawah dan Giok Hong menindih di atas tubuhnya. Tetapi, pada saat kesadaran mereka hampir penuh, dorongan lain yang tidak kurang kuatnya adalah,
mempertahankan keadaan saling tindih, jika perlu lebih dari itu. Lebih lama dari itu, bahkan mungkin selama mungkin dalam posisi itu. Keduanya sama sadar bahwa keadaan
tersebut sangatlah tidak pantas, tetapi entah kenapa mereka menginginkannya dan tidak beringsut untuk menjaga jarak.
Thian Jie yang secara perlahan menyadari keadaan diri
mereka, juga tidak kuasa menolak keinginan untuk lebih lama ditindih badan empuk dan harum si gadis. Sementara Giok Hong yang juga mengerti bahwa hal itu tidak sepantasnya, tidak menunjukkan gejala penolakan. Dia, meski menyadari hal itu tidak pantas, tetapi merasakan adanya dorongan dan keinginan kuat untuk tidak beringsut dari atas tubuh itu.
Terlebih terselip kekaguman atas Thian Jie dan rangsangan dari dalam, dan akhirnya membuatnya membiarkan tubuhnya rebah menindih Thian Jie. Sementara, perlahan namun pasti Thian Jie kemudian mulai takluk oleh keinginan hatinya yang memerlukan penyaluran. Dan karenanya dia mulai membelai rambut Giok Hong yang lembut. Sebaliknya si Gadis yang
merasa hal itu belum saatnya, justru bertindak sebaliknya, mendiamkannya dengan aleman sambil menikmati dan
meresapinya. Keduanya memang masih remaja, masih belum pernah
mengalami sensasi seksual. Karena itu semua gerakan mereka terasa kaku, tetapi justru murni dorongan naluri seks
manusiawi. Tidak ada kerakusan untuk meraba, tidak ada
kehausan berlebihan untuk mencium, ataupun ketergesaan
yang didorong nafsu birahi yang meletup-letup. Padahal kedua anak manusia ini, sudah jelas-jelas terperangkap dalam nafsu, dan hampir tidak mungkin tidak terjadi.
Apalagi ketika kemudian belaian-belaian di rambut mulai turun ke punggung dan mulai berani menekan punggung Giok Hong yang bahkan pakaiannyapun sudah awut-awutan dan
tidak teratur. Beberapa kali belaian tangan Thian Jie justru dengan sengaja mendekatkan punggung itu kedadanya, sebab disana dia merasakan kelembutan dan kekenyalan daging
yang belum pernah dirasakan dan diresapinya sebelumnya.
Perlahan-lahan sensasi-sensasi baru itu, mulai berbaur
dengan penguasaan nafsu berahi atas pengaruh racun di
tubuh mereka. Karena itu, Giok Hongpun mulai kehilangan keawasan dirinya, sama seperti yang dialami oleh Thian Jie.
Usapan di punggung Giok Hong ketika menemukan sobekan
pakaian yang tidak lengkap menutupi punggung dan bertemu kulit telanjang, bagaikan minyak yang disiramkan ke api bagi keduanya. Semakin ingin tangan-tangan Thian Jie untuk
mencari lembah dan kulit halus yang sama untuk diusap dan dibelai, dan itu ditemukannya disepanjang celah yang
ditinggalkan terbuka oleh kain tercabik-cabik ditubuh gadis itu.
Sementara gadis itu sendiri, justru merasakan kenikmatan tertahan ketika usapan dan belaian itu dilakukan bukan dari balik pakaian, tetapi langsung bertemu kulit punggungnya.
Perlahan namun pasti area yang terbuka menjadi semakin luas karena belaian itu diikuti oleh gerakan membuka kain pakaian si gadis. Dan semakin lama menjadi semakin meluas dan
melebar, bahkan kemudian sudah memasuki daerah pundak.
Dan dengan gemulai Giok Hong bahkan mengangkat sedikit
tubuhnya hingga usapan dan belaian Thian Jie guna melepas pakaiannya menjadi semakin mudah, dan semakin mudah
seterusnya dan seterusnya. Tidak cukup lama waktu yang
dibutuhkan keduanya untuk meresapi keindahan permainan
seks anak manusia, manakala keduanya mempertemukan
lekuk tubuh keduanya dalam kepolosan.
Meski terangsang obat akibat pukulan beracun, tetapi
keduanya melakukan tugas yang diskenariokan obat
perangsang itu dengan manis. Saling membelai, saling
memberi, saling menyentuh, saling mencium, saling menikmati lekuk tubuh masing-masing.
Pengalaman pertama mereka memang sayangnya terjadi
pada saat mereka dalam keadaan antara sadar dan tidak
sadar. Tidak sadar karena mereka terbawa oleh rangsangan racun asmara, sadar karena jelas-jelas mereka meresapi, menikmati dan terbuai oleh alunan memabukkan itu. Yang
dalam tahapan mereka, bila sadarpun mungkin sudah tak ada jalan mundur karena keduanya sudah saling menelanjangi, saling menikmati pori-pori kulit masing-masing pasangannya.
Terutama ketika keduanya sudah tidak terpisahkan oleh
sehelai benangpun ditubuh mereka. Ketika Thian Jie dengan leluasa, bebas dan penuh semangat membelai, meremas
seluruh lekuk tubuh mungil Giok Hong, dan ketika Giok Hong hanya sanggup mendesis-desis dan merengek-rengek manja
minta dipuaskan. Semuanya berlangsung alamiah dan
naluriah, kecuali bahwa diawali oleh rangsangan racun dewa asmara.
Semua berlangsung penuh perasaan, sedemikian hingga
kemudian keduanya memasuki tahapan akhir permainan itu
dengan saling memberi dan menerima. Dan pada akhirnya
mereka memasuki tahapan yang membuat mereka banyak
menghabiskan tenaga, namun dengan penuh semangat dan
penuh gairah. Dan hebatnya, pengaruh obat itu membuat mereka mampu
melakukannya terus dan terus, bahkan mungkin bisa
sepanjang malam sampai kemudian keletihan dan racun yang menguasai mereka nanti mereda dengan sendirinya. Tetapi, ada suatu hal yang tidak disadari keduanya yang justru nyaris merenggut nyawa keduanya. Seperti diketahui, dalam tantian Thian Jie, terdapat sumber kekuatan yang luar biasa besarnya yang berasal dari kakeknya.
Kekuatan itu, tanpa disengaja telah melahirkan daya
menyedot hawa oleh kekuatan racun perangsang. Dan selama berhubungan seks semalam suntuk, kekuatan penghisap hawa itu, telah secara otomatis perlahan-lahan menguras banyak perbendaharaan tenaga Sinkang Giok Hong hingga dia
bagaikan manusia yang tak bertulang dan tak bertenaga lagi.
Sementara sebaliknya bagi Thian Jie, ketambahan hawa yang cukup banyak dari Giok Hong, hawa campuran Im dan Yang, kekuatan Matahari dan Bulan dari Jit Goat Sin Kang khas Beng Kauw, telah membuatnya sangat merana sejak selesai
melakukan dan mencapai hajat seksnya.
Untungnya, setelah berhubungan badan berjam-jam dalam
pengaruh racun, keduanya dipergoki oleh sesosok bayangan yang merasa kaget melihat kejadian tersebut. Bayangan
tersebut awalnya marah dan risih menyaksikannya, tetapi pandang matanya yang tajam membuatnya mengerti apa
yang terjadi, tepat ketika Thian Jie nyaris menyedot habis hawa Giok Hong.
Bayangan yang menyaksikan hal ganjil yang
membahayakan kedua anak muda tersebut, dengan risih dan rasa kasihan berhasil memisahkan kedua tubuh yang
bertelanjang bulat itu. Meskipun usaha itu juga sangatlah sulit akibat daya sedot Thian Jie yang semakin lama semakin kuat.
Sehingga akhirnya, bayangan itu menotok beberapa titik di tubuh Thian Jie baru bisa memisahkan mereka berdua.
Bayangan tersebut kemudian berusaha membantu Thian Jie
dan Giok Hong yang semakin lemah, tapi bayangan itu
bergidik ngeri sendiri. Karena setiap kali dia menyentuh lengan atau badan Thian Jie, daya hisap itu muncul dengan
sendirinya. Segera bayangan itu sadar, sesuatu yang luar biasa dan tidak wajar telah terjadi, beberapa kali totokan dilancarkannya, dan kemudian baru bisa menormalkan Thian Jie meski dia tahu tidak akan lama.
Karena tidak tahu dan tidak punya akal menyelamatkan
Thian Jie yang selalu menyedot hawa saktinya, akhirnya
bayangan itupun meninggalkannya telanjang bulat dalam Goa.
Kemudian dengan hanya menyelimuti tubuh telanjang Giok
Hong kemudian dibawanya masuk lebih kedalam, lebih jauh kedalam goa sampai akhirnya hilang dan sampai lama tidak ketahuan dimana beradanya Siangkoan Giok Hong.
Sementara itu, tidak lama setelah ditinggal bayangan yang menolong mereka, Thian Jie sendiri mengalami siksaan yang lebih hebat dari yang pernah dialaminya ketika mencoba
menaklukkan dan mengendalikan hawa dari kakeknya. Secara perlahan dia memperoleh kesadarannya dan perlahan juga dia mulai mengalami penderitaan yang terus meningkat, seluruh tubuhnya berkelojotan menahan hawa yang bergolak dan
saling bertentangan didalam.
Hawa sakti kakeknya bergerak semakin liar, karena seperti mendapatkan tantangan meski sedikit lemah dari hawa Jit Goat Sin Kang Bengkauw. Sampai akhirnya tangannya
bergerak-gerak tak tertahankan, kakinya juga seperti
bergerak-gerak sendiri, beberapa kali tubuhnya mumbul
keatas tanpa dapat dia kuasai. Kepalanya pening setengah mati, sementara peluhnya mengucur deras bagaikan bijian kacang-kacangan. Hal tersebut berlangsung terus dan makin bertambah-tambah penderitaannya dari waktu kewaktu
dengan kondisinya yang tak bisa diatasinya lagi.
Cukup lama Thian Jie mengalami penderitaan antara mati
hidup akibat siksaan hawa yang luar biasa banyaknya. Ada beberapa ketika memang, keadaan itu sedikit menyurut,
keadaan dimana rasa sakit berkurang, tetapi tidak lama
kemudian kembali berulang dengan rasa sakit yang makin tak tertahan. Racun dan tambahan tenaga baru itu membuatnya tidak sanggup lagi bahkan menguasai hawa tinggalan
kakeknya yang kini meluap dan meluber karena belum
sanggup dicernakan dan disatukannya dengan tenaganya.
Karena penderitaan yang tidak tertahankan lagi, akhirnya Thian Jie perlahan menutup matanya dan perlahan dia
mendesiskan sesuatu yang sejak ditemukan gurunya selalu disuarakannya tanpa sadar:
jangan melawan, ikuti arus air, biarkan pikiran
kosong, pasrah terhadap alam
Berkali-kali dia menggumam seperti itu, tetapi tidak ada perubahan apa-apa. Bahkan kesakitan dan penderitaan yang diakibatkan hawa sakti berlebihan itu mulai menusuk-nusuk jantungnya, dan seperti uraian gurunya, bila mulai mengarah ke jantung dan hati, maka itulah saat-saat menentukan
apakah seseorang akan bertahan atau tidak. Semakin sakit, berarti semakin dekat dengan akhir kehidupan. Dan itulah yang dialami Thian Jie, semakin lama semakin sakit menusuk, dan diapun mengerti akhir kehidupannya sudah menjelang
datang. Tapi ketika rasa sakit yang meningkat itu semakin tak tertahankan, berada diantara sadar dan tidak sadar, tiba-tiba tangannya menggenggam gelang gemuk berwarna perak
ditangannya, dan tiba-tiba terngiang wajah kakeknya tercinta, dan teringatlah wejangan-wejangannya pada saat-saat
terakhir berpisah:
"Baik dan yang terakhir, terimalah gelang perak ini
(sambil menyerahkan dan mengenakan sebuah gelang
perak yang sedikit gemuk karena berongga
didalamnya). Ingat dan camkan, jangan pernah
mencoba membuka gelang ini dan membaca isinya
sebelum waktunya. Kamu sanggup?"
"Pada saat kamu merasa sepertinya akan mati
karena penuh hawa, daya dan tenaga yang berontak.
Pada saat kamu merasa tiada daya lagi, kamu ingat
ayahmu dan kakekmu, maka saat itulah kamu boleh
membukanya. Ingat dan camkan waktunya"
Seberkas harapan seperti membersit disanubarinya. Bukan percuma kakeknya memesankan hal yang sama, yang
diingatnya hanya dalam sanubarinya, tanpa tahu lagi siapa kakek itu dan siapa ayahnya dan apa pula kehormatan
lembahnya. Tidak, yang dia ingat adalah, saat kapan harus membuka gelang itu dan saat ini pasti waktu yang
diperhitungkan kakeknya, ya saat ini. Bila tidak, kapan lag"
Bukankah penderitaan ini sudah mendekatkannya pada liang kubur" Kapan lagi jika bukan sekarang"
Tiba-tiba diperolehnya kembali sedikit kekuatannya.
Dengan sisa-sisa tenaga itulah, kemudian direnggutkannya gelang itu. Dan sambil menahan kesakitan yang dalam, dia kemudian memencet gelang ditangannya itu dan sebuah helai kertas penuh tulisan terpampang dihadapannya.
Apa pula maksudnya" Pikir Thian Jie. Apakah sesuatu yang akan memberi petunjuk bagaimana mengatasi kesulitanku ini"
Pikirnya lagi. Apapun, lebih baik dibaca. Sebab bukan tanpa sebab kertas itu dimasukkan dalam gelan oleh kakeknya. Maka perlahan-lahan dibukanya kertas itu dan dengan susah payah, dibacanyalah tulisan kakeknya yang hanya beberapa kalimat: Bumi " dalam diam & kekokohannya ".
menampung segenap kekuatan. Kekuatan apapun.
Lautan ". dalam ketenangannya " menampung
seluruh air di jagad raya.
Angkasa Raya " dalam gemulai geraknya "..
mewadahi seluruh hembusan angin alam raya.
Maka ".. ?" Kokohlah, sekokoh bumi
?" Tenang setenang samudra raya
?" Bergerak bagaikan angkasa raya
Manusia laksana bumi, seperti lautan, bagaikan
angkasa Pasrah akan sekokoh bumi
Pasrah akan setenang samudra
Pasrah akan seelastis angkasa raya
Karena ".. Manusia adalah alam dalam bentuk mini
Pikiran Thian Jie sejenak tumplek atas isi kertas itu, dan melupakan sakit yang menusuk ulu hati dan jantungnya.
Kekuatan apa yang tidak bisa ditampung bumi, aliran air mana yang tidak ditampung lautan, dan gerak angin apa yang tidak menyatu di ruang angkasa raya. Manusia adalah alam dalam bentuk mini, tentunya manusiapun bisa menampung semua
hawa, semua kekuatan, semua gerakan.
Secara kebetulan, sangat kebetulan sejak meninggalkan
lembah, Thian Jie sudah terbukti pernah dan sanggup
memasrahkan hidupnya atas kekuatan dan kekuasaan alam.
Thian Jie pernah memasrahkan nasibnya atas aliran sungai dan membiarkan gerakan aliran sungai untuk membimbingnya entah kenapa. Dia, hanya memasrahkan semua, dengan
perlindungan otomatis hawa tenaga kakeknya yang mengeram dalam pusarnya.
Dan karena itulah, Thian Jie terkenang dengan kalimat
yang selalu didesiskannya jangan melawan, ikuti arus air, biarkan pikiran kosong, pasrah terhadap alam. Pasrah
terhadap alam, biarkan pikiran kosong, ikuti arus air, jangan melawan. Itulah pikir Thian Jie, itu yang harus dilakukannya
". Pasrah terhadap alam, kosongkan pikiran dan jangan
terganggu apapun, ikuti arusnya air dan jangan dilawan.
Seperti mendapat kekuatan baru, tiba-tiba Thian Jie
mengulang kembali apa yang pernah disebutkan kakeknya
sebelum berpisah:
Pasrah ". Membiarkan semua hawa itu mengganyang
entah kemanapun disemua sudut tubuhnya, membiarkan
hawa itu mengalir kemanapun dia mau, biarkanlah
kemanapun dia mau, jangan dihambat, jangan ditentang, dan biarlah dia menentukan bagaimana dan apa akhirnya.
Kosongkan Pikiran ". Hanya dengan mengosongkan pikiran
maka kesakitan yang diciptakan oleh gerakan hawa itu
menjadi tidak terasakan, maka kosongkanlah, lupakanlah
segala apapun, biarkan semua kekuatan dan hawa itu
bermain-main sesuka hatinya.
Ikuti Arus air ". Ikuti saja kemana hawa itu mau bergerak, toch pada akhirnya arus itu akan bermuara disebuah tempat dimana gerakan arus itu kemudian tertampung dan kemudian diam tidak beriak.
Jangan melawan ". Inilah kuncinya, jangan melawan arus
kekuatan itu, karena semakin dilawan dan ditentang akan semakin kuat dia menerjang kemana-mana. Kekuatan sekuat apapun, akan menemukan tempat yang tepat apabila tidak
ditentang, dan suatu saat akan reda dengan sendirinya.
Bila manusia adalah alam dalam bentuk mini, maka semua
kekuatan yang bisa diserap alam, apakah kekuatan,
ketenangan, gerakan atau apapun pasti bisa diserap manusia.
Masalahnya, apakah cukup punya keyakinan dan kekokohan
hati dan batin untuk membiarkan diri sendiri dalam percobaan yang berbahaya itu.
Untungnya, Thian Jie, memang tidak punya pilihan lain
selain melakukannya, membiarkan dirinya bengkok kekiri dan kekanan, membiarkan tangannya bagaikan lemas tak
bertulang diterjang aliran hawa, membiarkan kepalanya
bagaikan bengkok dan bonyok-bonyok dengan tidak merasa
sakit karena pikiran kosong dan pasrah. Sepanjang waktu 2
hari 2 malam dia membiarkan hawa tersebut bermain-main, menerjang kesana kemari, membentur kekiri dan kekanan.
Bahkan, bentuk tubuhnya kadang mengembang kekiri dan
kekanan, besar kecil tangan dan kakinya, bahkan badannya kadang mengembang tidak keruan. Tetapi, Thian Jie
membiarkan semuanya terjadi dan pasrah mengikuti arah dan elastisitas yang dibutuhkan oleh kekuatan yang membahana dalam dirinya. Bahkan terkadang dia mumbul kesana kemari dan membuat tubuhnya lecet-lecet disana-sini. Tetapi yang pasti, dia menyerahkan semua atas nasib dan takdirnya.
Dan setelah 2 hari 2 malam, perlahan-lahan aliran hawa
tersebut mulai mereda, tidak lagi melontarkannya kekiri dan kekanan atau mumbul keatas. Tidak lagi memperbesar dan
mengerutkan besar kecil tubuhnya. Pada akhirnya, benar bila pikiran bisa dikosongkan, bila manusia adalah alam mini, maka manusia mampu menampung semuanya, bahkan hingga suatu
saat menggerakkan semuanya.
Setelah merasa mampu mengamankan, menyimpan,
menjinakkan dan mengendapkan semua hawa yang bergerakgerak selama 2 hari, perlahan kemudian Thian Jie mencoba cara mengedalikan hawa yang diajarkan gurunya. Tetapi,
itupun dilakukannya dengan hati-hati dan perlahan-lahan.
Kondisi fisiknya sebetulnya sudah sangat mengenaskan. Baju terkoyak-koyak, nyaris telanjang bulat, bahkan sudah lecet-lecet disana sini, dan usaha keras yang dilakukannya jelas banyak menguras kekuatan fisiknya.
Tetapi, semangat dan kemauan anak ini memang luar
biasa. Masih sanggup perlahan-lahan dia menggerakkan hawa di pusarnya, sedikit saja, karena dia khawatir hawa itu kembali berontak dan menghantamnya didalam. Tetapi, perlahan dan sedikit demi sedikit dia membangkitkan kekuatan itu,
membawanya berputar mengelilingi pusar, bahkan badan dan menyalurkan ke kaki dan tangannya. Begitu terus menerus dan ditingkatkannya kekuatan itu perlahan-lahan, hingga makan waktu beberapa jam.
Hampir dia berteriak kegirangan, setelah usahanya
setengah harian, ketika menurut petunjuk gurunya, pada saat membangkitkan hawa sakti dalam pusar tidak lagi mengalami hambatan mau digerakkan kekiri atau kekanan, keatas atau kebawah dengan sama lancarnya, sama cepatnya, atau
bahkan mampu menggerakkan sesuka hati, maka artinya
penguasaan hawa sakti tersebut sudah sempurna dan tuntas.
Bahkan tiada lagi perbedaan antara im dan yang, antara
keras dan lunak, karena sudah sanggup meresap dan sanggup menyatu dengan kerangka wadag. Dan upaya setengah
hariannya itu, mulai mampu menggerakkan tenaga di
tantiannya sesuai kebutuhannya. Sungguh Thian Jie bergirang, bagaimana tidak, dari nyaris mati, dia justru sanggup
meleburkan semua kekuatan yang dimilikinya, baik kekuatan dari kakeknya, bantuan gurunya, hasil latihannya maupun tenaga Matahari dan Bulan. Semua bisa didasarkannya,
dikokohkannya dalam tubuhnya, bahkan diserapnya habis dan mulai bisa dikendalikannya sesuka hatinya.
Mimpipun Thian Jie tidak menyadari bahwa kata-kata bijak dari kertas itu, adalah sumber perseteruan kakeknya dengan pendekar-pendekar dari Thian Tok. Lembaran itupun,
sebetulnya hanya 1 bagian dari 3 lembar kertas yang dimiliki oleh Pendekar dari Thian Tok yang memperoleh dan
Kisah Sepasang Rajawali 25 Perjodohan Busur Kumala Karya Liang Ie Shen Pendekar Satu Jurus 3
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama