Ceritasilat Novel Online

Nurseta Satria Karang Tirta 2

Nurseta Satria Karang Tirta Karya Kho Ping Hoo Bagian 2


83 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang tergantung di depan pendopo menambah terangnya
sinar bulan sehingga la segera mengenal siapa lima orang itu.
Tiga orang di antara mereka adalah senopati-senopati yang
terkenal dari Kerajaan Wura-wuri. Mereka terkenal dengan
julukan Tri Kala (Tiga Kala) yang terdiri dari Kala Muka,
berusia enam puluh tahun, tinggi kurus dengan muka
meruncing seperti muka tikus, mulutnya cemberut wajahnya
keruh, pakaiannya mewah seperti pakaian bangsawan. Orang
ke dua adalah Kala Manik, berusia lima puluh lima tahun,
tubuhnya gendut pendek, mulutnya tersenyum-senyum
mengejek, di pinggangnya tergantung sebatang klewang
(semacam golok), juga pakaiannya mewah. Orang ke tiga
adalah Kala Teja berusia sekitar lima puluh tahun, kepalanya
gundul, tubuhnya tinggi besar dan wajahnya bengis, di
pinggangnya tergantung sebatang ruyung. Tri Kala ini adalah
senopati-senopati Kerajaan Wura-wuri, terkenal sakti
mandraguna. Akan tetapi tentu saja Puspa Dewi sama sekali
tidak gentar terhadap mereka. Dulu, ketika ia ditugaskan oleh
Adipati Bhismaprabhawa dan permaisurinya yang baru, yaitu
Nyi Dewi Durgakmala yang menjadi gurunya, ia pernah diuji
kedigdayaannya oleh Sang Adipati yang menyuruh Tri Kala ini
menghadangnya. Dalam pertandingan itu, ia dapat
mengalahkan tiga orang senopati ini. Maka, melihat mereka,
Puspa Dewi memandang rendah. Akan tetapi, selain tiga
orang senopati Wura-wuri ini, ada dua orang lain menyertai
84 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mereka. Dua orang yang pernah bertemu dengannya, bahkan
ia sempat bertanding melawan mereka.
Puspa Dewi teringat akan pengalaman nya sekitar setahun
yang lalu ketika ia membantu Nurseta yang dikeroyok oleh tiga
orang, yaitu Mayang Gupita yang menjadi Ratu Kerajaan
Siluman Laut Kidul, Dibyo Mamangkoro, dan Cekel Aksomolo,
dua orang datuk sesat yang sakti. Ia dan Nurseta berhasil
mengalahkan dan mengusir mereka.
Kini, seorang di antara dua orang yang datang bersama Tri
Kala adalah satu di antara mereka itu, yaitu Cekel Aksomolo
yang berusia sekitar tiga puluh tahun, berpakaian seperti
pertapa, membawa seuntai tasbeh berwarna hitam. Tubuhnya
tinggi kurus, agak bongkok dan mukanya mengingatkan orang
akan tokoh penasihat Kurawa dalam cerita pewayangan yang
bernama Bhagawan Durna. Adapun orang ke dua belum
pernah dilihatnya. Dia seorang laki-laki berusia sekitar dua
puluh delapan tahun, pakaiannya juga mewah, tubuhnya tinggi
tegap dan wajahnya cukup tampan dan gagah, matanya yang
tajam itu memandang Puspa Dewi penuh gairah dan sinar
mata nya seolah menggerayangi seluruh tubuh gadis itu,
membuat Puspa Dewi mengerutkan alis dengan hati panas.
Pria gagah ini adalah Senopati Gandarwo, seorang senopati
muda yang baru diangkat menjadi senopati di Wura-wuri.
Biarpun dia senopati muda, namun tingkat kedigdayaannya
85 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melebihi Tri Kala! Ki Gandarwo ini adalah adik seperguruan
Cekel Aksomolo, maka tentu saja dia sakti mandraguna.
Setelah diangkat menjadi senopati muda di Wura-wuri oleh
Sang Adipati yang dibujuk oleh permaisurinya, Nyi Dewi
Durgakumala, Ki Gandarwo mengundang kakak
seperguruannya, Cekel Aksomolo untuk berkunjung ke Wurawuri dan membantu kerajaan itu. Ki Gandarwo ini adalah
seorang yang wataknya mata keranjang dan dia memang
diam-diam telah menjalin hubungan asmara gelap dengan Nyi
Dewi Durgakumala.
"Hemm, kiranya Tri Kala yang datang membuat ribut!" kata
Puspa Dewi dan suaranya yang merdu itu mengandung
ancaman yang membuat Tri Kala merasa tergetar jantungnya
dan gentar. "Aku tadi mendengar ada yang hendak
menangkap aku" Hemm, coba ulangi, siapa keparat yang
berani hendak menangkap aku?"
"Ha-ha, akulah yang diutus Kanjeng Adipati
Bhismaprabhawa dan Kanjeng Puteri Dewi Durgakumala
untuk memanggil engkau menghadap beliau ke Kerajaan
Wura-wuri. Andika inikah yang bernama Puspa Dewi" Wah,
ternyata Andika melampaui semua gambaran yang
kudapatkan. Andika jauh lebih cantik jelita daripada yang
dikabarkan orang. Puteri Puspa Dewi, karena Andika adalah
sekar kedaton Wura-wuri, maka kami persilakan Andika untuk
86 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bersama kami pulang ke Wura-wuri, jangan sampai kami
terpaksa harus menangkap Andika."
Makin dalam kerut sepasang alis yang hitam melengkung
indah itu. Puspa Dewi merasa sebal melihat lagak dan gaya
pemuda itu. "Kamu siapakah?" bentaknya ketus.
"Ha-ha-ha, Andika belum mengenal saya" Saya adalah
seorang senopati baru, Ki Gandarwo namaku, aku masih
perjaka dan belum beristeri."
Puspa Dewi tidak mampu menahan kemarahannya lagi.
"Jahanam busuk, mampus kamu!" Gadis itu sudah
melompat dan menerjang Ki Candarwo dengan aji pukulan
Guntur Geni. Tangan gadis itu tampak kemerahan seperti bara
api ketika tangannya menampar ke arah kepala Ki Gandarwo.
"Hai ittt. .!" bentaknya melengking.
Ki Gandarwo terkejut setengah mati ketika merasa ada
hawa panas menyambar dari tangan gadis itu. Akan tetapi dia
bukan orang lemah. Ki Gandarwo adalah adik seperguruan
Cekel Aksomolo, maka tentu saja dia sudah memiliki aji
kanuragan yang cukup tinggi. Melihat datangnya pukulan yang
tidak dapat dielakkan lagi itu, dia mengangkat tangannya
untuk menangkis sambil mengerahkan tenaga saktinya.
87 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Syuuut t.. desss. . " Ki Gandarwo mengeluarkan teriakan
kaget. Tubuhnya terpental dan terbanting ke atas tanah
karena terdorong tenaga yang amat kuat. Untung dia memiliki
kekebalan dan dengan menggulingkan tubuhnya dia
menjauhkan diri agar jangan disusuli serangan selanjutnya
oleh Puspa Dewi.
Puspa Dewi memang mengejar dan hendak memukul lagi.
Ia amat benci kepada pemuda yang ceriwis dan banyak lagak
itu dan ingin membunuhnya. Akan tetapi pada saat itu, Tri
Kala dan Cekel Aksomolo sudah menghadangnya.
Puspa Dewi memandang kepada empat orang itu dengan
sinar mata berkilat. "Minggir atau kubunuh juga kalian!"
"Gusti Puteri," kata Kala Muka yang cemberut. "Harap
paduka tidak menyusahkan kami. Kami hanya melaksanakan
perintah Gusti Adipati dan Gusti Puteri, Ibu Paduka."
"Cukup! Pergilah dan jangan ganggu aku lagi!"
"Heh-heh, agaknya puteri ini hendak memberontak
terhadap Kadipaten Wura-wuri!" kata Cekel Aksomolo dengan
suara nya yang tinggi seperti suara wanita.
"Tri Kala Kalau aku tidak mau ikut kalian ke Wura-wuri,
habis kalian mau apa?" Puspa Dewi menantang.
88 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Gusti Adipati memerintahkan kami untuk membawa
Paduka ke Wura-wuri, baik Paduka mau atau tidak. Kalau
Paduka tidak mau, terpaksa kami mempergunakan
kekerasan."
"Kalian kira aku takut terhadap kalian berlima" Majulah
kalian, tambah lagi kalau kurang banyak! Aku tidak akan
mundur selangkah pun!"
"Wah, galaknya! He-he-hi-hik! Mari, kita gempur gadis
sombong ini" kata Cekel Aksomolo sambil memutar-mutar
tasbeh hitam di tangannya sehingga terdengar bunyi
berkeritikan tajam menembus telinga. Bunyi biji-biji tasbeh
yang diputar ini bukan sembarangan karena dapat
dipergunakan untuk menyerang lawan melalui
pendengarannya. Kalau lawan yang diserang tidak memiliki
tenaga sakti yang kuat, dia dapat roboh hanya karena
diserang suara itu. Gendang telinganya dapat pecah dan
jantungnya terguncang. Dan untaian tasbeh itu pun dapat
menjadi senjata ampuh, bahkan biji-biji tasbeh itu dapat
menjadi senjata rahasia yang disebut Ganitri (biji tasbeh) dan
dapat mengejar lawan seperti tawon-tawon yang beracun.
Kala Muka juga sudah mencabut keris nya. Kala Manik
mempersiapkan klewang dan Kala Teja meloloskan
ruyungnya. Ki Gandarwo juga sudah siap siaga dengan
pedangnya. Lima orang itu, dengan senjata andalan masing89 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
masing di tangan, kini perlahan-lahan bergerak mengepung
Puspa Dewi. Namun gadis yang baru berusia sembilan belas tahun itu
sama sekali tidak takut. Ia mencabut pedangnya dan tampak
sinar hitam berkelebat dengan suara berdesing. Ia
melintangkan pedangnya depan dada, berdiri tegak dan tidak
bergerak sedikit pun. Tentu saja ia tidak dapat melihat dua
orang di antara lima pengeroyok itu yang mengepung di
belakangnya. Akan tetapi, perasaan dan pendengaran Puspa
Dewi dapat menggantikan penglihatannya.
Ki Gandarwo, senopati muda Wura-wuri yang bertindak
sebagai pemimpin rombongan, dan pada saat itu sedang
marah karena tadi dia terpental dan terbanting roboh ketika
beradu tenaga melawan Puspa Dewi. "Serang. . !" Dia
memberi komando dan lima orang itu sudah bergerak
menyerang dari depan, kanan kiri dan belakang. Senjata
mereka menyambar-nyambar dengan ganasnya.
Puspa Dewi menggerakkan tubuhnya dan tampak sinar
hitam bergulung-gulung di seputar dirinya ketika ia mainkan
pedang hitam itu. Puspa Dewi bukan hanya melindungi dirinya
dengan perisai sinar pedangnya, melainkan ia juga membagibagi serangan dengan pukulan jarak jauh, yaitu Aji Guntur
Geni. Aji pukulan ini memang dahsyat sekali, menyambarnyambar mengeluarkan hawa panas. Akan tetapi lima orang
90 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lawannya juga bukan orang-orang lemah, terutama sekali
Cekel Aksomolo dan Ki Gandarwo. Betapapun juga,
menghadapi amukan Puspa Dewi yang mengeluarkan
seluruh kesaktiannya itu, mereka kewalahan juga. Mereka
sudah mencoba untuk mendesak, namun senjata mereka
selalu terpental apabila bertemu dengan gulungan sinar hitam
itu. Selain itu, mereka harus waspada dan cepat mengelak
apabila dorongan telapak tangan kiri Puspa Dewi yang
mengandung hawa panas itu menyambar ke arah muka.
"Cring-cring-trangg. .!" Bunyi dentingan nyaring dari
bertemunya pedang hitam di tangan Puspa Dewi dengan
senjata para pengeroyoknya di kuti percikan bunga api
membuat orang-orang yang datang merasa ngeri. Penduduk
dusun yang mendengar akan adanya keributan di pekarangan
Lurah Karang Tirta, berbondong-bondong datang menonton.
Akan tetapi mereka hanya bergerombol di luar pekarangan,
tidak berani masuk melihat betapa Puspa Dewi dikeroyok lima
orang dan mereka bertanding dengan cepat sekali. Tubuh
mereka berkelebatan, sukar di kuti pandang mata penduduk
dusun itu. "Puspa Dewi.. !" tiba-tiba Nyi Lasmi yang sudah berada di
ambang pintu depan berteriak, penuh kekhawatiran. Ia lalu
berlari keluar dan pendopo, menghampiri medan perkelahian
dengan nekat karena khawatir akan keselamatan puterinya.
91 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ibu, jangan mendekat" teriak Puspa Dewi ketika melihat
Ibunya mendekati tempat yang berbahaya bagi Ibunya itu.
Akan tetapi ia harus mencurahkan perhatiannya kepada para
pengeroyoknya karena sedikit saja ia membagi perhatiannyatadi, nyaris pundaknya terkena sambaran ruyung di tangan
Kala Teja. Cepat ia mengelebatkan pedangnya menangkis
karena serangan ruyung itu di kuti tusukan keris di tangan
Kala Muka. "Trangg.. . cringgg.. .!" Kala Teja dan Kala Muka terhuyung karena tangkisan pedang hitam itu kuat bukan main. Akan
tetapi terdengar bunyi mendesing pedang Ki Candarwo sudah
menyambar dengan bacokan ke arah lehernya dari belakang.
Puspa Dewi memutar tubuh dan. karena pedangnya tidak
keburu menangkis, ia menggunakan tangan kiri untuk
menampar pedang yang menyambarnya itu.
"Wuuutt . . plakk!" Ki Gandarwo juga terhuyung ke
belakang. "Rrrik-tik-tik-tik.. .!" Tasbeh di tangan Cekel Aksomolo kini menyambar ganas, di kuti tikaman klewang di tangan Kala
Manik. Puspa Dewi kini sudah sempat mengelebatkan pedangnya
yang sekaligus menangkis dua senjata itu.
92 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Trakk-tranggg. .!" Dua senjata lawan itupun terpental dan
selagi Puspa Dewi hendak membalas serangan, tiba-tiba ia
mendengar ibunya menjerit.
"Ouhhh.. ., lepaskan aku, keparat!"
Puspa Dewi cepat melompat ke belakang dan memutar
tubuh memandang. Ia marah sekali melihat ibunya sudah
diringkus Ki Gandarwo. Nyi Lasmi mencoba untuk melepaskan
diri dengan meronta-ronta, akan tetapi tentu saja ia tidak
mampu berkutik melawan Ki Gandarwo yang kuat, kedua
tangan Nyi Lasmi ditelikung ke belakang dan pergelangan
kedua tangannya dicengkeram tangan kiri Ki Gandarwo yang
menggunakan pedang di tangan kanannya untuk mengancam
Nyi Lasmi dengan menempelkan pedangnya di leher wanita
itu. Sepasang mata Puspa Dewi berkilat. Suaranya terdengar
mengandung kekuatan dahsyat. "Jahanam pengecut!
Lepaskan Ibuku!"
"Puspa Dewi, menyerahlah daa aku akan melepaskan
Ibumu." kata Ki Gandarwo, tegang dan gentar hatinya beradu
pandang mata dengan gadis itu.
"Lepaskan atau kubunuh kamu!" kembali Puspa Dewi


Nurseta Satria Karang Tirta Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membentak dan pedang hitam di tangannya sudah bergetar.
93 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mungkin aku mati di tanganmu, akan tetapi Ibumu akan
lebih dulu mati!" kata Ki Gandarwo sambil menempelkan
pedangnya lebih ketat di leher Nyi Lasmi.
"Dewi, jangan mau menyerah! Tidak mengapa dia
membunuhku. Ibumu tidak takut mati!" Nyi Lasmi berteriak.
Ki Gandarwo tentu saja menjadi panik mendengar ini.
"Puspa Dewi, sekali lagi menyerahlah dan aku akan
melepaskan Ibumu!"
Kala Muka lalu berkata, "Gusti Puteri, sebaiknya Paduka
menyerah saja dan membiarkan kami membawa Paduka
menghadap Gusti Adipati."
Puspa Dewi merasa bingung dan tidak berdaya. Lalu la
berpikir cepat. Yang terpenting sekarang adalah agar ibunya
selamat. Biarlah ia menyerah dan ditangkap, karena kalau
ibunya selamat ia sendiri nanti akan dapat mencari jalan untuk
melepaskan diri.
"Baiklah, aku menyerah. Lepaskan Ibuku."
"Ho-ho-hi-hik, tidak mudah begitu saja Andika menipu kami,
Puspa Dewi!" kata Cekel Aksomolo sambi! tertawa. "Jangan
lepaskan dulu wanita itu, Gandarwo. Kalau ia dilepaskan,
Puspa Dewi tentu akan melawan lagi. Puspa Dewi, kalau
benar engkau mau menyerah,. lepaskan dulu pedangmu dan
94 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
biarkan aku mengikat kedua tanganmu! Kalau engkau tidak
menurut, terpaksa Ibumu kami bunuh dulu!"
Puspa Dewi maklum, bahwa percuma saja berbantahan
dengan mereka. Ia benar-benar ingin menolong ibunya, maka
ia melepaskan pedang Candrasa Langking sehingga pedang
hitam itu jatuh ke atas tanah. Kemudian ia merangkap kedua
tangan di belakang tubuhnya, menyerah untuk di kat!
Sambil terkekeh Cekel Aksomolo berkata kepada adik
seperguruannya. "Gandarwo, hati-hati, jangan sampai wanita
itu terlepas sebelum Puspa Dewi kuikat kedua tangannya.
Kalau ia menyerang jangan ragu-ragu, bunuh saja Ibunya itu
lebih dulu!"
95 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid II SETELAH berkata demikian, Cekel Aksomolo melolos sebatang sabuk lawe kuning dari ikat pinggangnya dan mengikat kedua pergelangan tangan Puspa Dewi di belakang tubuhnya. Puspa Dewi tidak berdaya, tidak mau membahayakan keselamatan Ibunya. Akan tetapi ia juga merasa bahwa tali yang dipergunakan mengikat kedua pergelangan tangannya itu bukan tali biasa, melainkan sabuk lawe yang sudah dirajah, yaitu di-manterai dan di si dengan kekuatan sihir sehingga tidak akan mudah ia dapat melepaskan diri.
Setelah kedua tangannya terikat, Puspa Dewi berseru kepada Ki Gandarwo. "Sekarang bebaskan Ibuku!"
Akan tetapi Ki Gandarwo tertawa.
"Ha ha ha, kami tidak mau terancam bahaya engkau mengamuk lagi, Puspa Dewi. Ibumu akan kami bawa pula agar kalau dalam perjalanan engkau membuat ulah, kami dapat membunuhnya! " Ki Gandarwo lalu mendorong Nyi Lasmi. "Hayo kau ikut dengan kami!"
Nyi Lasmi lari menghampiri dan merangkul Puspa Dewi.
"Ah, Dewi, mengapa engkau menyerah" Kini malah kita berdua yang tertawan. Mereka ini orang-orang yang licik dan curang!"
96 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tiba-tiba puluhan orang dusun penduduk Karang Tirta berduyun-duyun memasuki pekarangan itu sambil berteriak-teriak menuntut agar Puspa Dewi dan Nyi Lasmi dilepaskan.
Sikap mereka marah dan mengancam, bahkan ada yang mengacung acungkan parang, pisau, tongkat dan lain-lain.
Melihat ini, Tri Kala menyambut mereka dengan tamparan dan tendangan. Belasan orang kocar-kacir, berpelantingan dan yang lain menjadi Jerih lalu mundur. Akan tetapi ada seorang kakek yang tidak ikut mundur, bahkan dia melangkah maju dengan tenang. Semua orang, termasuk Puspa Dewi, memandang ke arah kakek itu. Sinar bulan ditambah sinar lampu dari pendopo cukup terang sehingga Puspa Dewi dapat melihat wajah kakek itu dengan jelas. Kakek itu sukar ditaksir berapa usianya, akan tetapi agaknya sudah lebih dari enam puluh tahun. Tubuhnya tinggi tegap dan masih tegak, langkahnya juga tegap, walaupun lembut dan perlahan.
Pakaian kakek itu berupa jubah berwarna kuning yang potongannya amat sederhana. Rambutnya panjang dan hampir putih semua, dibjarkan terurai di atas pundak dan punggungnya, yang di atas dibelah tengah. Dahinya lebar, mata seperti mata kanak-kanak, bening lembut dan mata itu juga tampak gembira, sesuai dengan mulutnya yang selalu mengembangkan senyum. Wajah kakek ini termasuk tampan dan gerak-geriknya lembut.
97 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Melihat ini, Puspa Dewi mengerutkan alisnya. Kakek itu
mencari mati, pikirnya, ia tidak mau kalau ada orang lain
sampai menjadi korban karena hendak membelanya. Maka ia
cepat berseru dengan lantang.
"Eyang, pergilah jangan mendekat, jangan mencampuri
umsanku. Berbahaya sekali bagimu. Pergilah, Eyang!"
Kakek itu memandang kepadanya dan senyumnya
mengembang dan ketika pandang mata mereka bertemu,
Puspa Dewi terkejut dan tertegun. Ia pernah melihat pandang
mata seperti itu dan ia teringat. Yang memiliki pandang mata
seperti itu adalah Ki Patih Narotama, Sang Prabu Erlangga,
dan Nurseta! Akan tetapi, pandang mata mereka, bahkan
sinar mata Sang Prabu Erlangga dan Ki Patih Narotama
sekalipun, tidak sekuat dan sehebat sinar mata kakek ini yang
membuat ia tertegun dan seolah tidak dapat mengeluarkan
kata-kata lagi, hanya memandang dengan terbelalak.
Kini kakek itu sudah tiba di depan Tri Kala. Kala Muka
membentak marah, "Heh, pergi kamu! Apakah kamu ingin pula
kupukul?" "Shanti shanti shanti.. !" Kakek itu berkata lirih namun
suaranya terdengar oleh semua orang, begitu jelas terdengar
walaupun lirih, bahkan terdengar oleh penduduk dusun yang
berada di luar pekarangan. "Aku tidak ingin dipukul, akan
98 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tetapi kalau Andika ingin memukulku, silakan." Kata-katanya
diucapkan dengan lembut dan bukan merupakan tantangan,
lebih seperti orang menyerah.
Mendengar jawaban ini, Kaia Muka menjadi marah. Tadi
dia tidak segera menampar atau menendang karena dia
melihat orang itu tampak ringkih dan pakaiannya bukan seperti
orang dusun, lebih mirip pakaian seorang pertapa atau
pendeta. Kini, mendengar ucapan itu, dia melompat ke depan
dan melayangkan tangan kanannya untuk menampar dada
orang itu sambil membentak marah.
"Pergilah kamu! "
Semua orang memandang dengan hati tegang dan ngeri.
Kakek itu tentu akan terpental dan terbanting keras seperti
mereka yang tadi terkena tendangan atau tamparan tiga orang
itu. Akan tetapi, semua orang terbelalak ketika melihat bahwa
yang terjengkang bukan kakek yang dipukul, melainkan Kala
Muka sendiri! Padahal, semua orang melihat bahwa tamparan
itu belum sampai menyentuh dada kakek itu. Kakek itu
tersenyum dan wajahnya yang bersih, tanpa jenggot tanpa
kumis itu, tampak sabar.
"Shanti-shanti-shanti.. , Andika memetik buah perbuatan
Andika sendiri, Ki Sanak."
99 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ucapan yang maksudnya menasihati itu diterima oleh Kala
Muka sebagai ejekan. Dia melompat berdiri dan kini dia
menyerang lagi, menggunakan kedua tangannya, memukul
dengan dorongan penuh tenaga sakti ke arah dada kakek itu.
Akibatnya lebih parah lagi. Tubuh Kala Muka terpental
sampai tiga tombak dan terbanting keras. Padahal
serangannya tadi belum menyentuh dada lawannya!
Kini tiga orang Kala itu maklum bahwa kakek itu bukan
orang biasa, melainkan seorang yang memiliki kesaktian.
Maka, dengan marah mereka bertiga mengeluarkan senjata
masing-masing. Kala Muka mencabut kerisnya, Kala Manik
mengeluarkan klewangnya dan Kala Teja mengeluarkan
ruyungnya. Kakek ini harus dibunuh dulu agar jangan menjadi
penghalang. Seperti dikomando, ketiganya menerjang ke
depan. Kala Muka menusukkan kerisnya ke arah perut, Kala
Manik membacokkan klewangnya ke arah leher dan Kala Teja
menghantamkan ruyungnya ke arah kepala. Kakek itu masih
diam saja, berdiri santai dengan mulut tersenyum. Semua
orang merasa ngeri bahkan banyak yang memejamkan mata,
tidak tega melihat tubuh kakek itu menjadi bulan-bulanan tiga
macam senjata itu. Akan tetapi kembali mereka terbelalak
heran ketika melihat betapa sebelum senjata itu menyentuh
tubuh kakek itu, Tri Kala terpental ke belakang dan terbanting
jatuh sampai terguling-guling.
100 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Melihat ini, lima orang itu terkejut bukan main. Kini mereka
menyadari sepenuhnya bahwa kakek itu bukan hanya sakti
biasa saja, melainkan sakti mandraguna.
"Orang tua, kalau Andika masih menentang kami, terpaksa
kubunuh wanita ini!" kata Gandarwo. Dia menekan pedangnya
lebih kuat ke leher Nyi Lasmi. Akan tetapi kakek itu menuding
ke arahnya dan tiba-tiba Ki Gandarwo terjengkang sehingga
Nyi Lasmi terlepas dari pegangannya. Nyi Lasmi berlari
menghampiri Tuspa Dewi, akan tetapi Cekel Aksomolo
menghadangnya dan hendak menangkapnya. Kembali kakek
itu menudingkan telunjuknya ke arah Cekel Aksomolo dan
laki-laki yang seperti Pendeta Durna ini terpelanting! Melihat
semua ini, Kala Muka yang sudah mendapat pesan Adipati
Bhismaprabhawa bahwa kalau tidak dapat menangkap Puspa
Dewi lebih baik gadis itu dibunuh saja, lalu menggunakan
kesempatan itu untuk membawa kerisnya dan lari
menghampiri Puspa Dewi, langsung menusukkan kerisnya ke
arah lambung gadis itu!
Biarpun kedua lengannya di kat ke belakang tubuhnya,
namun Puspa Dewi masih dapat bergerak dengan lincah. Ia
mengelak dari tusukan keris itu dengan loncatan ke samping,
kemudian ia memutar tubuhnya dengan cepat dan kakinya
mencuat, merupakan tendangan kilat yang menyambar ke
arah tubuh Kala,Muka.
101 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Wuuutt . . desss!" Tubuh Kala Muka terlempar dan jatuh
berdebuk di atas tanah. Melihat keadaan mereka kini
terancam bahaya, tanpa dikomando lagi lima orang itu segera
melarikan diri meninggalkan pekarangan dan sebentar saja
mereka lenyap ditelan kegelapan malam.
Nyi Lasmi berusaha untuk melepaskan ikatan pada kedua
pergelangan tangan puterinya, akan tetapi, tidak berhasil.
Ikatan itu kuat bukan main.
"Mari kubantu melepaskan ikatan itu," terdengar suara
lembut. Nyi Lasmi menengok dan ia melihat kakek tadi sudah
berdiri di dekatnya.
"Ah, terima kasih, Paman. Tolonglah, ikatan itu kuat bukan
main dan saya tidak dapat membukanya."
Kakek itu tersenyum dan tangannya menyentuh ikatan
sabuk lawe itu. Tiba-tiba saja ikatan itu putus dan kedua
tangan Puspa Dewi bebas!
Puspa Dewi tadi melihat kesaktian kakek iru, dan kini
kembali memperlihatkan kesaktiannya. Ikatan yang demikian
kuat sekali sentuh saja sudah putus! Maka tanpa ragu lagi ia
lalu menjatuhkan diri berlutut di depan kaki orang tua itu dan
menyembah. "Kanjeng Eyang, banyak terima kasih atas pertolongan
Eyang. Saya berhutang budi dan nyawa kepada Eyang. Saya
102 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mohon, sudilah kiranya Eyang menerima saya menjadi murid
Eyang agar saya mendapat kesempatan untuk melayani
Eyang." "Sadhu-sadhu-sadhu. .! Hanya Sang Hyang Widhi Maha
Penolong dan hanya kepada Dia-lah kita mengucapkan syukur
dan terima kasih. Shanti-shanti-shanti.. .'" Kakek itu lalu
memutar tubuhnya dan melangkah pergi dari situ.
"Kanjeng Eyang. . !" Puspa Dewi bangkit dan hendak
mengejar. "Dewi...!" Nyi Lasmi mengejar dan merangkul puterinya.
"Engkau hendak ke mana, Nak?"
"Ibu, Ibu melihat tadi betapa saktinya Kakek itu. Aku harus
berguru kepadanya, Ibu, agar kelak dapat melawan orangorang jahat itu. Sebaiknya Ibu tinggal di rumah Paman Lurah
sini dulu dan menunggu sampai saya pulang. Saya harus
berguru kepada Kakek itu lalu saya akan pergi mengunjungi
Ayah Prasetyo!" Setelah berkata demikian, sekali melompat
Puspa Dewi sudah lenyap ditelan kegelapan maiam.
"Dewi... !" Akan tetapi teriakan dan panggilan Nyi Lasmi itu tidak mendapatkan jawaban. Ki Lurah Pujosaputro dan
keluarganya yang sejak tadi mengintai dan tidak berani keluar,
kini berlari menghampiri Nyi Lasmi yang menangis. Mereka
menghibur Nyi Lasmi dan mengajaknya masuk ke dalam
103 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
rumah. Para penduduk juga bubaran dan kembali ke rumah
masing-masing, tiada hentinya membicarakan peristiwa yang
mereka tonton tadi.
0o0 Hati Puspa Dewi merasa girang karena akhirnya ia dapat
melihat bayangan kakek itu. Untung bulan tidak terhalang
mendung sehingga ia dapat melihat bayangan itu. la segera
mengerahkan tenaganya untuk mengejar, tidak berani
memanggil-manggil karena khawatir akan mendatangkan
kesan lancang atau kurang ajar. Akan tetapi, Puspa Dewi
tertegun dan membelalak-belalakkan kedua matanya untuk
memandang iebih jelas menembus cuaca yang remangremang itu. Ia mengerahkan tenaga saktinya untuk berlari
cepat, diseling loncatan-loncatan jauh, akan tetapi sungguh
aneh bukan main, karena jarak antara ia dan kakek itu tetap
sama! Ia tidak pernah dapat mendekati, padahal ia
mengerahkan ilmu berlari cepat dan kakek itu tampaknya
hanya berjalan seenaknya, melangkah satu-satu. Puspa Dewi
menjadi penasaran sekali dan terus melakukan pengejaran ke
manapun bayangan kakek itu pergi.
Ternyata kakek itu tidak pernah berhenti sejenak pun! Dia
terus saja me-angkah, tampak santai namun kenyataarinya,
Puspa Dewi yang mengerahkan tenaga sakti untuk berlari
cepat sama sekali tidak pernah dapat menyusulnya. Puspa
104 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dewi sudah merasa lelah sekali karena selama lebih dari
setengah malam ia terus berlari cepat yang menggunakan
banyak tenaga. Sampai matahari fajar mulai menyingsing,
kakek itu tidak pernah berhenti, bahkan kini mendaki bukitbukit dari Pegunungan Seribu. Makin payahlah Puspa Dewi
melakukan pengejaran karena sekarang ia harus berlari
mendaki bukit dan menuruni jurang! Setelah matahari naik
agak tinggi, Puspa Dewi tidak kuat lagi dan ia pun roboh
terguling. Ia bangkit lagi, akan tetapi terguling lagi karena
kedua kakinya sudah tidak kuat lagi menyangga tubuhnya! Ia
merasa nelangsa sekali, akan tetapi tidak berani me-nanggil
kakek itu. Selain takut dianggap kurang ajar, ia pun
mempunyai harga diri, bahkan ketinggian hati. Ia memang
mohon dijadikan murid, akan tetapi untuk minta-minta, nanti
dulu! Maka, ia kini merebahkan tubuhnya dan membiarkan
tubuh yang berdenyut-denyut karena penat itu mengaso.
Alangkah nikmtnya rebahan beglnil Bau tanah terasa sedap
harum, bahkan bau daun-daun yang membusuk terasa sedap.


Nurseta Satria Karang Tirta Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dan sinar matahari yang terpecah-pecah oleh celah-celah
daun pohon itu tampak amat indah.
"Sadhu-sadhu-sadhu. . !"
Bagaikan mendapat semangat dan tenaga baru, Puspa
Dewi bangkit duduk dan ternyata kakek tadi kini sudah berdiri
di depannya sambil tersenyum lebar. Betapa ramah senyum
105 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu, dan betapa sabar penuh pengertian sinar mata yang
lembut itu! Puspa Dewi lalu menyembah. "Eyang, sekiranya Eyang
berkenan, sudilah kiranya Eyang menerima saya sebagai
murid." "Bocah manis, sungguh besar sekali tekad dan
semangatmu. Jarang ada seorang bocah, apalagi seorang
wanita, memiliki tekad dan semangat seperti yang telah
engkau perlihatkan. Aku akan menjadi seorang berhati keras
dan kejam kalau tidak menuruti keinginanmu yang amat besar
itu." "Aduh Eyang, terima kasih... terima kasih.. .!" Puspa Dewi menyembah-nyembah dan.. . ia menangis saking girang
hatinya. Kakek itu lalu duduk di atas batu di bawah pohon,
berhadapan dengan Puspa Dewi yang duduk bersimpuh di
depannya. Semua rasa lelah tadi kini lenyap, tak terasa lagi
oleh Puspa Dewi.
"Anak baik, siapakah namamu?"
"Nama saya Puspa Dewi, Eyang."
"Siapa orang tuamu dan di mana mereka" Apakah di dusun
tadi?" 106 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ibu saya bernama Nyi Lasmi dan tinggal di dusun Karang Tirta tadi, Eyang. Akan tetapi Ayah saya bernama Prasetyo dan tinggal di kota raja Kahuripan."
Puspa Dewi sudah merasa bimbang apa yang harus ia ceritakan kalau kakek itu bertanya mengapa ayah dan ibunya berpisah. Akan tetapi agaknya kakek itu tidak hendak bertanya tentang hal itu.
"Puspa Dewi, aku melihat bahwa engkau telah memiliki aji kanuragan yang cukup tangguh walaupun agak liar. Akan tetapi sukurlah, sifat aji-ajimu itu tidak nempengaruhi jiwamu.
Dari siapakah engkau mempelajari semua ilmu itu?"
"Guru saya adalah Nyi Dewi Durgakumala yang sekarang menjadi permaisuri di Kerajaan Wura-wuri, Eyang."
"Nyi Dewi Durgakumala" Shanti-shanti-shanti.. .! Pantas ilmumu seperti itu sifatnya. Akan tetapi sungguh engkau patut bersukur kepada Hyang Widhi bahwa watak Nyi Durgakumala tidak menurun kepadamu. Sekarang jawablah, mengapa engkau ingin sekali menjadi muridku7"
"Saya melihat Eyang seorang yang sakti mandraguna dan saya ingin mempelajari ilmu yang lebih tinggi agar kuat untuk menghadapi semua tantangan orang-orang yang jahat seperti yang tadi menyerang saya. Saya pun ingin menggunakan tenaga saya untuk berbakti kepada Kahuripan.
107 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sesungguhnya, guru saya, Nyi Durgakumala telah mengakui
saya sebagai puteri angkatnya dan saya bahkan diangkat
menjadi Sekar Kedaton di Wura-wuri. Akan tetapi karena saya
melihat watak orang-orang Wura-wuri yang sesat dan saya
.melihat kebijaksanaan Sang Prabu Erlangga dan Ki Patih
Narotama, maka saya mengambil keputusan untuk membela
Kahuripan karena sebagai penduduk dusun Karang Tirta saya
adalah kawula Kahuripan Eyang,"
"Memang engkau berjodoh dengan aku, puspa Dewi. Akan
tetapi, melihat tingkat kepandaianmu, aku hanya ingin
memoles saja dan mencoba untuk melenyapkan sisa-sisa sifat
liar dari ilmumu. Dan untuk itu, aku hanya dapat
membimbingmu selama tiga bulan dan selanjutnya, Sang
Hyang Widhi sendiri yang dengan kemahakuasaan-Nya akan
menjadi guru dan pembimbingmu"
' Terima kasih, Eyang. Saya akan menaati semua
bimbingan dan petunjuk Eyang"
' Sekarang karena aku sedang melakukan perjalanan dan
tidak mempunyai tempat tinggal, carikan sebuah tempat
tinggal yang baik untuk kita berdua tinggal sejama tiga bulan,
yang terpencil dan tidak berdekatan dengan orang lain."
"Baik, Eyang. Silakan Eyang menunggu di sini, saya akan
mencarikan tempat tinggal yang Eyang kehendaki itu."
108 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah berkata demikian, biarpun tadi kedua kakinya
demikian lelahnya sampai berdiri pun ia tidak mampu, kini
timbul semangat yang demikian besarnya sehingga semua
kelelahan itu tidak terasa lagi dan Puspa Dewi lalu mencaricari sebuah tempat yang baik seperti yang dikehendaki kakek
itu. Sambil mencari-cari di sekitar bukit-bukit Pegunungan
Kidul, Puspa Dewi masih merasa kagum dan heran akan
kesaktian kakek itu. Baru teringat olehnya bahwa ia belum
mengetahui siapa nama kakek yang kini menjadi gurunya itu.
Nanti saja, pikirnya, sekarang yang terpenting mencari tempat
tinggal yang dibutuhkan gurunya itu.
Akhirnya setelah matahari mulai condong ke barat, ia
menemukan sebuah guha yang cukup luas dan bersih,
lantainya juga merupakan batu datar sehingga cukup enak
untuk dijadikan tempat tinggal. Juga guha itu terletak di
sebuah bukit yang jauh dari dusun karena dari atas ia hanya
melihat sebuah dusun kecil di kaki bukit. Guha itu terletak
sejauh ud bukit dari tempat di mana ia meninggalkan kakek
itu. Dengan girang Puspa Dewi siap untuk kembali ke tempat
tadi dan memberitahukan gurunya bahwa ia sudah
menemukan tempat tinggal yang baik. Akan tetapi baru saja ia
keluar dari dalam guha yang diselidikinya tadi, kakek itu telah
duduk bersila di atas sebuah batu besar yang berada tepat di
depan guha! 109 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Eyang Guru.. .!" Puspa Dewi berseru dengan girang, heran dan kagum sambil bersimpuh dan menyembah di depan batu yang diduduki kakek itu.
Kakek itu tersenyum dan wajahnya berseri, "Bagus, Puspa Dewi, tempat yang kautemukan ini cukup indah, bersih dan hawanya sejuk sekali. Aku suka tempat ini, Puspa Dewi."
"Saya bersyukur sekali, Eyang. Perkenankan saya mencari kayu-kayu, untuk membuat api unggun di waktu malam pengusir nyamuk dan mimik (kutu terbang kecil yang suka menggigit), dan rumput kering untuk tilam Eyang mengaso."
Gurunya mengangguk dan dari wajah yang lembut itu dapat dilihat bahwa dia suka sekali kepada murid baru ini. Puspa Dewi lalu pergi lagi. Tanpa mengenal lelah ia mengumpulkan kayu dan rumput kering, lalu menggotongnya ke dalam guha.
Kayu-kayu kering itu ia tumpuk di ujung guha dan rumput kering yang sudah ia pilih, yang benar-benar kering dan bersih dari tanah, ia tumpuk dan rapikan di atas bagian yang paling tinggi dari lantai guha itu. Tempat itu memang yang paling enak untuk berbaring atau duduk. Ia sendiri menaburkan rumput kering di sudut yang lain untuk tempat ia mengaso.
Setelah selesai, ia mempersilakan gurunya memasuki guha. Kakek itu masuk ke dalam guha dan tersenyum-senyum melihat tumpukan kayu dan rumput kering itu.
110 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ini saya persiapkan untuk tempat Eyang mengaso."
katanya menunjuk ke arah tumpukan rumput di lantai yang
paling tinggi itu. Gurunya mengangguk-angguk, lalu naik dan
duduk bersila di atas tumpukan rumput kering.
"Nyaman di sini." katanya memuji.
"Eyang, sekarang perkenankan saya mencari semua
kebutuhan untuk makan dan minum Eyang. Saya akan turun
bukit pergi ke dusun di bawah sana. Saudara-saudara di
dusun itu pasti dapat menyediakan semua kebutuhan kita."
"Hemm, bagaimana caranya engkau akan mendapatkan
dari mereka" Orang-orang dusun itu hidupnya sudah serba
sederhana bahkan kekurangan. Bagaimana mungkin mereka
memberikan sebagian dari milik mereka yang sedikit itu
kepadamu?"
"Eyang, tentu saja saya tidak tega minta kepada mereka.
Akan tetapi saya mempunyai perhiasan-perhiasan dari emas
ini untuk ditukar dengan kebutuhan kita. Mereka dapat
menjual emas ini di kota dan dapat membeli keperluan mereka
yang lebih banyak." Puspa Dewi memperlihatkan
perhiasannya berupa gelang kalung, cincin dan lain-lain yang
amat mahal harganya kepada gurunya. Ia mendapatkan
semua perhiasan yang amat indah dan mahal Itu dari Adipati
111 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wura-wuri ketika ia berada di istana Wura-wuri sebagai Sekar
Kedaton. Kakek itu mengangguk-angguk. "Bagus, memang
sepatutnya begitu. Para Saudara di dusun itu perlu diberi
bantuan, bukan dimintai bantuan. Akan tetapi jangan pergi
sekarang, Puspa Dewi. Sebentar lagi malam tiba. Besok saja
pagi-pagi engkau cari semua kebutuhan itu. Yang penting
sekarang cobalah cari di mana adanya air jernih untuk
membersihkan badan dari debu. Pergilah ke sana." Kakek itu
menunjuk dengan tangan kirinya ke arah selatan.
Puspa Dewi lalu keluar dari guha dan menuju ke arah yang
ditunjuk gurunya. Dan.. belum jauh ia pergi, ia melihat sumber
air mancur dari sebuah batu besar. Sejenak ia berdiri tertegun
memandang air mancur itu, seolah terpesona dan tidak
percaya. Dewakah kakek guru-nya itu" Banyak keajaiban
dilakukan kakek itu. Cara kakek itu membuat lima orang
penyerangnya melarikan diri ketakutan karena semua
serangan membalik dan memukul penyerangnya sendiri
sebelum senjata penyerang itu menyentuh tubuhnya.
Kemudian ketika ia melakukan pengejaran, kakek yang jalan
santai itu tidak dapat ia susul padahal ia lari dengan
pengerahan tenaga saktinya. Setelah itu, ketika ia mencari
guha dan menemukannya, tahu-tahu gurunya telah berada di
depan guha! Dan sekarang, gurunya itu seolah sudah tahu
112 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bahwa di sebelah selatan guha, tidak jauh dari situ, terdapat
air yang dibutuhkan.
Segera ia berlari memasuki guha dan menghadap gurunya,
"Eyang, betul terdapat sebuah pancuran air jernih di sana!"
"Bagus, biar aku membersihkan badan lebih dulu," kata
kakek itu dan dia lalu bangkit berdiri dan melangkah perlahan
keluar dari guha menuju pancuran itu. Puspa Dewi duduk
termenung, masih terpesona oleh rasa kagum dan heran
terhadap gurunya. Tampaknya demikian ringkih, namun tubuh
yang tampak ringkih itu ternyata mengandung kekuatan yang
amat hebat! Tak lama kemudian kakek itu memasuki guha kembali.
Wajahnya segar dan basah, demikian pula tangan dan
kakinya Dia tertawa lembut kepada Puspa Dewi
"Sekarang giliranmu membersihkan badanmu, Puspa Dewi.
Cepatlah sebelum keburu gelap."
Dengan hati gembira Puspa Dewi mandi di pancuran.
Biarpun ia tidak dapat berganti pakaian karena kepergian-nya
secara mendadak sehingga tidak sempat membawa pakaian
pengganti, namun tubuhnya terasa segar bukan main. Juga
rasa lelahnya lenyap ketika ia minum air pancuran yang amat
jernih itu. 113 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketika ia kembali ke dalam guha, dalam keremangan cuaca senja ia melihat gurunya duduk bersila di atas tumpukan rumput dengan kedua mata terpejam. Puspa Dewi tahu bahwa kakek itu sedang tenggelam dalam samadhi, maka ia tidak mau mengganggunya. Malam mulai gelap, bulan belum muncul. Ia membuat api unggun di mulut guha, lalu duduk dekat api unggun yang menghangatkan badan dan mengusir nyamuk.
Puspa Dewi duduk melamun dekat api unggun. Karena melamun, Puspa Dewi lupa akan waktu. Seperti biasa, kalau dilupakan, waktu melesat cepat sekali tanpa terasa. Sesekali gadis itu menambah kayu kering agar api unggun itu tidak padam, la merasa perutnya menagih nasi, berkeruyuk seperti ayam hutan bersahut-sahutan.
"Puspa Dewi, engkau lapar?"
Puspa Dewi tersentak dan sadar dari lamunannya. Cepat ia menengok dan gurunya sudah berdiri di situ. Ia cepat bangkit berdiri dan mukanya terasa panas. Tentu mukanya berubah merah karena malu mendengar pertanyaan gurunya. Apakah gurunya itu mendengar bunyi dari dalam perutnya yang berkeruyuk tadi"
Ia memandang wajah gurunya dan ikut tersenyum lalu mengangguk.
114 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Benar, Eyang."
"Ha-ha-ha." kakek itu tertawa lembut, "Bagus sekali, Puspa Dewi. Memang orang tidak perlu munafik menyembunyikan
kelemahannya. Bukan engkau saja, perutku ini pun menagih
karena sudah tiga hari tiga malam tidak menerima makanan.
Akan tetapi, kita tahan malam ini lagi. Besok engkau boleh
mencari makanan untuk perut kita. Sekarang, padamkan api
unggun itu. Sinarnya mengganggu keindahan sinar bulan yang
sudah muncul. Mari kita duduk di atas batu depan guha."
Mereka berdua duduk berhadapan di atas batu depan
guha. Sejenak mereka berdiam diri dan sinar bulan membuat
suasana seperti dalam dongeng atau seperti dalam dunia lain,
penuh keindahan ajaib, mengandung rahasia keagungan yang
meresap melalui udara yang sejuk sampai ke tulang sumsum.
"Nah, sekarang kita sempat bercakap-cakap, Puspa Dewi.
Engkau belum menceritakan semua pengalamanmu sampai
engkau dikeroyok lima orang itu. Akan tetapi sebelum itu,
adakah sesuatu yang ingin kau tanyakan kepadaku?"
Kembali Puspa Dewi tertegun. Kakek ini seolah dapat
menjenguk isi hatinya. Memang sejak siang tadi ia' ingin sekali
bertanya siapa adanya kakek yang luar biasa ini. Kini ia diberi
kesempatan bertanya, maka ia segera berkata.
115 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mohon maaf, Eyang. Kalau saya boleh bertanya, siapakah
asma (nama besar) Eyang" Eyang datang dari mana dan
hendak ke mana" Maafkan kalau pertanyaan saya ini
lancang." "Ha-ha, sama sekali tidak lancang, Puspa Dewi. Sudah
sewajarnya seorang murid mengetahui nama gurunya. Aku
adalah Resi Satyadharma, pertapaanku di Gunung Agung,
Bali-dwipa. Aku sedang mengadakan perjalanan berkunjung
ke Kahuripan dan kebetulan bertemu denganmu, maka aku
menunda kunjunganku selama tiga bulan untuk
membimbingmu."
Nama itu tidak berkesan apa-apa dalam hati Puspa Dewi
karena ia memang belum pernah mendengarnya. Ia tahu
bahwa di Nusa Bali memang terdapati banyak orang-orang
sakti. "Nah, sekarang ceritakanlah tentang pengalamanmu dan
mengapa engkau tadi dikeroyok orang-orang itu."
"Mereka berlima itu adalah para senopati Wura-wuri yang
hendak memaksa saya kembali ke Wura-wuri, Eyang. Karena
saya telah bersalah terhadap Wura-wuri dan saya tahu bahwa
Guru saya Nyi Dewi Durgakumala pasti marah dan tidak mau
mengampuni saya, maka saya menolak ketika diajak ke Wurawuri. Selain itu, juga saya telah mengambil kepastian untuk
116 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memutuskan semua hubungan saya dengan Nyi Dewi
Durgakumala dan Kerajaan Wura-wuri."
"Mengapa engkau dimusuhi mereka, Puspa Dewi?"
"Karena saya telah mengkhianati Kerajaan Wura-wuri,
Eyang." Kakek itu tersenyum lebar. Dia senang melihat betapa
gadis itu amat jujur. Mudah dan enak saja mengakui bahwa ia
telah menjadi pengkhianat!
"Hemm, begitukah" Coba ceritakan."
Puspa Dewi menceritakan betapa sebagai anak angkat Nyi
Dewi Durgakumala ia menjadi Sekar Kedaton di Wura-wuri,
kemudian ia diberi tugas oleh Sang Adipati Bhismaprabhawa
dan Nyi Dewi Durgakumala untuk mewakili Wura-Wuri alam
persekutuan dengan para kadipaten lain, membantu gerakan
Pangeran Hendratama yang memberontak kepada Sang
Prabu Erlangga. Akan tetapi, setelah berhasil diselundupkan
ke dalam istana Kerajaan Kahuripan, Ia membalik, membantu
Kahuripan dan menentang persekutuan yang hendak
menjatuhkan Sang Prabu Erlangga.
"Demikianlah, Eyang. Karena saya telah mengkhianati
Wura-wuri, maka saya tidak mau kembali kesana menerima
hukuman."

Nurseta Satria Karang Tirta Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

117 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kakek itu mengangguk-angguk setelah mendengarkan cerita Puspa Dewi yang panjang lebar itu. "Aku senang melihat kejujuranmu, Puspa Dewi. Akan tetapi katakan, mengapa engkau mengkhianati Wura-wuri di mana engkau telah diangkat menjadi Sekar Kedaton?"
"Arnpun, Eyang. Tadinya memang saya hendak membela Wura-wuri karena saya telah menjadi Sekar Kedaton. Akan tetapi setelah berada di Kahuripan dan bertemu dengan Nurseta, Ki Patih Narotama dan Sang Prabu Erlangga, saya menyadari akan kesalahan saya. Pertama, saya
sesungguhnya adalah kawula Kahuripan. Ke dua, saya melihat betapa para pimpinan Kahuripan itu bijaksana sekali, sebaliknya saya melihat betapa persekutuan itu terdiri dari orang-orang jahat. Ketiga, saya memang sejak dulu selalu menentang perbuatan Nyi Dewi Durgakumala yang amat keji, walaupun ia menjadi guru saya. Karena semua itulah saya lalu membalik, membela Kahuripan dan menentang persekutuan jahat itu, Eyang.",
"Sadhu-sadhu-sadhu, bersyukurlah kepada Sang Hyang Widhi yang telah memberimu kesadaran itu, Puspa Dewi sehingga engkau tidak terseret ke dalam kesesatan. Engkau telah berjasa besar untuk Kahuripan, mungkin pertemuanmu dengan aku ini merupakan imbalan jasamu. Ketahuilah, Sang 118
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Prabu Erlangga dan Ki Patih Narotama yang telah kau bantu
itu, mereka adalah murid-muridku, Puspa Dewi."
"Ahhh.. .!" Puspa Dewi menyembah. "Sungguh merupakan
anugerah besar sekali Eyang sudi menerimaku sebagai
murid." Gadis itu merasa girang sekali.
Pantas kakek ini demikian sakti mandraguna! Kiranya guru
dari Sang Prabu Erlangga dan Ki Patih Narotama yang amat
sakti itu! Pada keesokan harinya, Puspa Dewi menuruni bukit dan
mendapatkan semua kebutuhannya untuk makanan dan
pengganti pakaiannya. Juga ia mendapatkan pakaian untuk
pengganti pakaian gurunya. Sejak hari itu, Puspa Dewi
mendapat gemblengan dari Sang Resi Satyadharma. Bukan
hanya semua aji kesaktiannya yang dipoles oleh Sang Resi itu
sehingga hilang sifat liar dan kejamnya, dan ia menerima pula
ji pukulan yang dahsyat, latihan menghimpun tenaga sakti.
Akan tetapi lebih daripada itu, Puspa Dewi menerima
penggemblengan batin sehingga ia mampu menerima
sentuhan kekuasaan Sang Hyang Widhi Wasa.
Sang waktu meluncur dengan cepat sekali sehingga tanpa
dirasakan dan disadari oleh Puspa Dewi, tahu-tahu tiga bulan
telah lewat semenjak ia tinggal di gua bukit Pegunungan Kidul
itu bersama Maha Resi Satyadharma. la baru menyadari
119 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ketika pada malam bulan purnama yang amat indah itu, Resi
Satyadharma mengajaknya duduk di luar guha.
"Nini, rupanya engkau tidak menyadari bahwa sudah tiga
bulan kita berada di tempat ini." kata Kakek itu setelah mereka
seperti biasa, duduk saling berhadapan di atas batu-batu
depan guha. Hati Puspa Dewi terkejut sekali menyadari bahwa saatnya
tiba ia harus berpisah dari gurunya yang selama tiga bulan ini
telah memberi banyak sekali kepadanya. Bukan hanya aji-aji
kesaktian, akan tetapi terutama sekali kesadaran yang
mengubah sama sekali keadaan batinnya sehingga ia
menyadari betapa selama ini ia berdekatan dengan segala
kesesatan yang dilakukan Nyi Dewi Durgakumala dan para
tokoh lain. Akan tetapi, kekejutan itu sama sekali tidak tampak
pada wajahnya, juga tidak membuatnya berduka karena ia
menyadari sepenuhnya bahwa memang sudah seharusnya
demikian. Ketika gurunya menerimanya sebagai murid,
gurunya telah mengatakan bahwa dia hanya membimbingnya
selama tiga bulan.
"Benar, Eyang. Saya hampir melupakan waktu. Saya hanya
mohon doa restu Eyang agar saya akan mampu menerapkan
dalam kehidupan saya selanjutnya apa yang telah Eyang
ajarkan selama ini."
120 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bagus, Puspa Dewi. Sekarang, pada saat terakhir kita
berkumpul ini, akui ingin mengajakmu bercakap-cakap tentang
kehidupan ini. Kalau ada hal-hal yang merisaukan hati dan
membuatmu penasaran, tanyakanlah padaku, Nini. Aku akan
mengajakmu bersama-sama meneliti, mempertimbangkan dan
menyelidiki sehingga semua hal itu akan dapat kita mengerti
dengan jelas."
Puspa Dewi mengingat-ingat. "Memang banyak hal yang
membuat saya merasa penasaran karena saya melihat
ketidak-adilan terjadi di mana-mana, Eyang. Saya melihat
banyak rakyat, terutama di dusun-dusun yang termasuk
wilayah Kerajaan Wura-wuri, hidup di bawah garis kemiskinan.
Pemerintah Kerajaan Wura-wuri memungut pajak dan
pungutan-pungutan iain yang besar kepada rakyat,
menganjurkan rakyat Wura-wuri agar hidup seadanya karena
Wura-wuri sedang membangun, yang katanya untuk
kepentingan rakyat jelata pula. Akan tetapi apa yang saya lihat
di istana Sang Adipati Bhismaprabawa dan juga gedunggedung para pamong praja yang tinggi kedudukannya,
kehidupan mereka serba mewah dan kaya raya. Rakyat tidak
ada yang berani memprotes, karena perbuatan ini pasti
mengakibatkan dia ditangkap, disiksa dan dihukum dituduh
sebagai pemberontak. Eyang, bagaimana bisa terjadi seperti
itu?" 121 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sang Maha Resi Satyadharma menghela napas panjang.
"Hal seperti itu selalu terjadi dalam kerajaan yang dipimpin orang-orang yang menjadi budak budak nafsunya sendiri, Nini.
Nafsunya sendiri yang memperbudaknya sehingga dia tidak segan untuk menipu rakyat untuk memperkaya diri sendiri, menggunakan kekuasaannya sehingga sewenang-wenang, menerapkan aji mumpung (selagi ada kesempatan), menganggap diri sendiri yang paling berkuasa, lupa bahwa ada Yang Maha Kuasa yang menyaksikan setiap kejahatannya yang terselubung sikap manis membujuk bujuk itu. Lupa hahwa harta dan kekuasaan itu hanya merupakan embel embel sementara saja, sewaktu-waktu harta dan kekuasaan akan meninggalkannya atau dia yang akan meninggalkan harta dan kekuasaan itu dan mempertanggung jawabkan semua perbuatannya di depan Sang Hyang Widhi yang Maha Adil dan Maha Kuasa."
"Akan tetapi, Eyang. Mereka itu, dari yang paling tinggi kedudukannya sampai yang paling rendah, adalah orang-orang pandai! Bahkan saya melihat banyak orang-orang yang mengaku dirinya sebagai pendeta dan pertapa, ahli-ahli pengetahuan, ahli-ahli agama, melakukan banyak perbuatan yang buruk dan jahat. Tidak mungkin kalau mereka itu tidak tahu bahwa perbuatan mereka itu jahat. Bagaimana ini, Eyang?"
122 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Itulah kuatnya pengaruh nafsu daya rendah, Nini. Nafsu jauh lebih kuat daripada pengetahuan. Hal ini sudah terbukti di mana-mana. Bahkan di jaman dahulu, dalam cerita Ramayana, yang bernama Sang Prabu Rahwana atau Dasamuka itu adalah seorang maharaja yang juga terkenal sebagai ahli weda, pengetahuannya tentang agama sudah lengkap. Akan tetapi dia pun terkenal sebagai seorang yang jahat dan kejam. Apakah dia tidak tahu bahwa segala kekejamannya itu berdosa dan jahat, berlawanan dengan pelajaran dalam kitab-kitab Weda" Tentu saja dia tahu! Juga buktinya di jaman sekarang, apakah para pamong praja yang melakukan pemerasan, kesewenang-wenangan dan pencurian harta itu tidak tahu bahwa perbuatan mereka jahat"
Apakah para maling tidak tahu bahwa mendiri itu jahat"
Mereka semua itu tahu belaka, akan tetapi nafsu daya rendah menguasai hati akal pikiran mereka. Nafsu memberi iming-iming (umpan penarik) berupa kesenangan, yang enak-enak dan kenikmatan sehingga manusia tidak kuasa melawan kuasa daya rendah yang digerakkan iblis itu. Bahkan nafsu daya rendah dengan
pandainya menjadi pembela dan membenarkan semua perbuatan jahat itu dengan alasan-alasan yang
kedengarannya masuk akal."
123 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Waduh, kalau begitu bagaimana baiknya bagi manusia
untuk dapat menghindarkan diri dan mematikan nafsu daya
rendah, Eyang?"
"Ha-ha-ha, menghindarkan diri dan mematikan nafsu daya
rendah" Tidak mungkin, Puspa Dewi! Nafsu-nafsu daya
rendah itu sudah disertakan kepada kita sejak kita lahir! Nafsu
merupakan abdi yang melayani kehidupan kita di dunia ini,
yang mendatangkan segala keindahan pada panca indera
kita, mendatangkan segala kenikmatan hidup sehingga kita
dapat bersyukur dan selalu Ingat akan Kasih-sayang Sang
Hyang Widhi kepada kita. Akan tetapi, justeru pelayan kita
yang amat berguna bagi hidup kita itu akan menjadi sumber
kesesatan yang akan menyeret kita ke dalam dosa kalau Iblis
mempergunakannya. Karena ingin mengejar kesenangan
yang dijadikan umpan oleh Iblis, kita menjadi lemah dan
diperbudak oleh nafsu kita sendiri. Citalah yang menjadi budak
dan melakukan apapun juga demi memperoleh kesenangan
yang kita kejar-kejar. Nafsu adalah sebagian dari diri kita, tidak
mungkin kita hindarkan atau matikan. Nafsu harus tetap
menduduki tempatnya yang semula dan wajar- yaitu menjadi
pelayan kita, barulah kehidupan kita dapat sesuai dengan
kehendak Sang Hyang Widhi, yaitu berusaha untuk
menyejahterakan dunia, bukan menyejahterakan diri pribadi,
124 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
si-aku dan keluargaku, sahabatku, golonganku dan segala
yang berbuntut dengan ku lainnya."
"Lalu, apakah dalam kehidupan ini kita tidak boleh
merasakan kesenangan. Eyang?"
"Tentu saja boleh! Kesenangan itu merupakan berkat dari
Sang Hyang Widhi. Sudah sejak Jahir kesenangan itu
dianugerahkan kepada kita, melalui panca indrya kita dan
diterima oleh hati sehingga kita merasa senang. Kesenangan
yang wajar datangnya kita terima dengan penuh rasa syukur
kepada Sang Pemberi rasa kesenangan itu. Akan tetapi kaiau
kita sudah mengejar-ngejarnya karena di ming-imingi rasa
serba enak dan nikmat, kita terperangkap ke dalam jebakan
ibi s. Untuk mengejar kesenangan kita lalu menggunakan
segala macam cara, tidak memakai lagi pertimbangan dan
tidak sungkan melakukan kejahatan yang merugikan orang
lain." "Akan tetapi bagaimana caranya untuk dapat menundukkan
nafsu daya rendah sehingga tetap menjadi pelayan kita dan
tidak menjadi majikan kita, Eyang?"
"Dengan hati akal pikiran, akan teramat sulit untuk dapat
menundukkan nafsu. Akan tetapi dengan berserah diri lahir
batin sepenuhnya kepada Sang Hyang Widhi, yaitu Sang
Maha Pencipta yang juga menciptakan nafsu daya rendah
125 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sebagai peserta kita, maka seperti juga Raden Werkudara
yang membuka pintu hatinya dan membiarkan Sang Dewaruci
(Roh Suci) bertahta dalam dirinya, maka kita akan
dibimbingnya dan dengan sendirinya nafsu daya rendah akan
tunduk dan menduduki tempatnya yang semula, yaitu menjadi
hamba manusia."
"Terima kasih atas semua petunjuk Eyang. Akan tetapi ada
satu hai lagi yang ingin saya ketahui, Eyang. Bagaimana
caranya agar rakyat jelata hidup makmur?"
"Satu-satunya syarat agar rakyat dapat hidup sejahtera
adalah mutu para pemimpinnya. Sang Prabu Erlangga dan Ki
Patih Narotama telah menaati semua petunjukku. Mereka
adalah pemimpin Kerajaan Kahuripan yang bijaksana. Kalau
rajanya bijaksana, pamong-pamongnya tentu juga mengikuti
tauladannya. Seorang raja dapat menjadi raja karena dipilih
rakyatnya. Tanpa rakyat, apa artinya raja, apa artinya
penguasa" Karena itu, seorang pemimpin harus menjadi suri
tauladan. Kalau dia bijaksana, bawahannya pasti tidak berani
melakukan penyelewengan karena raja tentu akan bertindak
menghukumnya. Akan tetapi kalau rajanya sendiri
menyeleweng, bagaimana dia dapat menindak bawahannya
yang melakukan penyelewengan" Raja yang bijaksana
otomatis membuat para pamong menjadi bijaksana pula dan
126 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kebijaksanaannya itu juga dapat mengatur sehingga
kehidupan rakyat menjadi sejahtera."
"Kalau begitu, tidak ada lagi golongan rakyat yang kaya
raya berlebihan dan tidak ada yang melarat dan miskin sekali,
Eyang?" Kakek itu tersenyum. "Tentu saja bukan begitu, Puspa
Dewi. Sudah semestinya ada yang tinggi dan ada yang
rendah, ada yang berhasil dalam usahanya yang jujur dan
wajar sehingga menjadi kaya dan ada pula yang kurang
berhasil. Akan tetapi kalau para pemimpin pandai mengatur,
tidak akan ada rakyat yang demikian melaratnya sehingga
tidak mendapatkan sandang pangan papan yang layak. Yang
kaya harus mengangkat keadaan yang miskin dan
mempergunakan modalnya untuk membuka lapangan kerja,
membagikan sebagian keuntungannya kepada karyawannya
sebagai imbalan karena itu merupakan hak mereka, adapun
yang tidak kaya dan menjadi karyawan dapat
menyumbangkan tenaga dan ketrampilannya untuk bekerja
dengan jujur dan setia sehingga apa yang diusahakan dari
perpaduan ini akan mengalami kemajuan untuk keuntungan
mereka bersama. Kerajaan, seperti yang dilakukan Sang
Prabu Erlangga, harus mengerahkan segala kemampuan
untuk berbuat atas dasar kebenaran dan keadilan,
mengangkat mereka yang lemah, membagi kesejahteraan
127 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
secara adil sehingga semua orang merasa diperlakukan
dengan adil dan akibatnya, seluruh rakyat mendukung
pemerintah raja itu. Karena itu, bagi sebuah kerajaan, yang
paling penting dan harus diutamakan adalah pembangunan
watak dan budi pekertinya, terutama di kalangan para pamong
prajanya. Kalau watak dan budi pekerti mereka sudah sehat,
pembangunan apapun juga yang dilakukan pemerintah, pasti
akan berjalan mulus dan baik tanpa ada gangguan.
Mengertikah engkau, Puspa Dewi."
"Akan tetapi, semua orang percaya akan Sang Hyang
Widhi Wasa, semua orang beragama, akan tetapi mengapa
begitu banyaknya orang yang mengaku beragama masih
melakukan kejahatan, Eyang?"
"Itulah, Nini, yang memprihatinkan. Agama hanya menjadi
bahan pemikiran dan perdebatan belaka, hanya sampai dan
berhenti di pikiran, tidak menyentuh jiwa. Bukan orang
beragama yang melakukan kejahatan, akan tetapi pelaku
kejahatan itu adalah seorang penjahat yang mengaku
beragama' Kalau dia benar-benar beragama, menaati semua
petunjuk agamanya, sudah pasti dia tidak akan melakukan
kejahatan karena hal itu dilarang oleh agamanya. Maka,
seperti telah kau rasakan sendiri setelah engkau membuka
pintu hatimu dan membiarkan Kekuasaan Hyang Widhi
memasuki sanubarimu, jiwamu terbimbing dan otomatis nafsu
128 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
daya rendah akan tetap menjadi peserta dan pelayan. Nah,
kurasa sudahi cukup jelas bagimu. Kini sudah tiba saatnya kita
berpisah, Puspa Dewi."
"Sekarang, Eyang" Bukankah besok pagi.. "
"Tidak, sekarang juga, Nini. Sudah tiba saatnya aku harus
pergi. Jaga dirimu baik-baik." Kakek itu lalu bangkit berdiri.
Sebelum Puspa Dewi sempal bicara lagi, Sang Maha Resi
Satyadharma berkata, "Selamat tinggal dan selamat berpisah,
Nini!" Dan tiba-tiba ada halimun putih yang menyelimuti
tubuhnya sehingga dia tidak tampak lagi. Ketika halimun itu
melayang seperti terbawa angin malam, kakek itu sudah tidak
berada di situ lagi.
Dengan hati terharu Puspa Dewi lalu menyembah penuh
khidmat dan berbisik, "Eyang Guru, selamat jalan dan banyak
terima kasih saya haturkan.. ."
Puspa Dewi menghormati kepergian gurunya itu dengan
duduk bersamadhi di situ sampai keesokan harinya. Barulah ia
membersihkan badan di pancuran, berganti pakaian lalu
membawa buntalan pakaiannya dan meninggalkan guha itu,
meninggalkan semua kenangan selama tiga bulan hidup
bersama Sang Maha Resi Satyadharma di guha itu.
0o0 129 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pemuda itu berjalan dengan santai mendaki Gunung
Arjuna. Usianya sekitar dua puluh dua tahun. Wajahnya
sederhana namun ada sesuatu yang menarik hati dan


Nurseta Satria Karang Tirta Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menimbulkan rasa suka pada orang yang memandangnya.
Mungkin sinar mata yang lembut dan senyumnya yang ramah
penuh kesabaran itulah yang membuat orang tertarik. Tidak
tampan seperti Arjuna, akan tetapi juga tidak buruk. Kulitnya
agak gelap akan tetapi bersih. Tubuhnya sedang namun tegap
dan jalannya tegak, lenggangnya seperti seekor harimau.
Pemuda ini adalah Nurseta. Dia mendaki gunung itu karena
tertarik akan keindahannya dan ingin sekali menikmati
keindahan alam pegunungan itu. Dia berjalan perlahan sambil
mengenang semua pengalaman hidupnya yang penuh likuliku. Ketika kecil dia tinggal di dusun Karang Tirta bersama Ayah
Ibunya. Akan tetapi, ketika dia berusia sepuluh tahun, tiba-tiba
saja Ayah dan Ibunya pergi meninggalkan dia hidup seorang
diri di dusun Karang Tirta. Dia hidup sebagai kacung dan
pelayan pada Lurah dusun Karang Tirta itu, baru kemudian dia
ketahui Ki Lurah itu jahat dan curang. Semua harta
peninggalan orang tuanya diambil lurah itu. Ketika dia berusia
sekitar enam belas tahun, dia diambil murid oleh seorang
pertapa yang amat sakti, yaitu Empu Dewamurti dan diajak ke
lereng Gunung Arjuna yang kini dia daki. Selain ingin
130 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menikmati keindahan alam, dia pun mengunjungi bekas
tempat dia tinggal menjadi murid Empu Dewamurti selama
kurang lebih lima tahun.
Nurseta melanjutkan kenangannya. Setelah Empu
Dewamurti wafat karena luka-luka setelah dikeroyok tiga
orang datuk senopati Wura-wuri bernama Tri.Kala (Tiga Kala)
yang terdiri dari Kala Muka, Kala Manik dan Kala Teja,
bersama Resi Bajrasakti datuk Kerajaan Wengker, dan Ratu
Mayang Gupita dari Kerajaan Siluman Laut Kidul, dia
memperabukan jenazah gurunya dan menyebarkan abunya di
permukaan lereng Gunung Arjuna seperti yang dipesan
gurunya sebelum wafat. Akan tetapi gurunya itu wanti-wanti
(dengan tegas) meninggalkan pesan kepadanya agar dia
jangan membalas dendam kepada orang-orang dari kerajaan
itu. Tentu saja dia boleh membela Kahuripan dan menentang
tiga kerajaan itu kalau mereka mengganggu Kahuripan dan
boleh menentang mereka, akan tetapi tidak ber dasar balas
dendam. Setelah itu dia mengalami banyak suka duka dalam
hidupnya, membela Kahuripan dan mengembalikan Keris
Pusaka Megatantra, yang dia temukan di tegal Karang Tirta,
kepada Sang Prabu Erlangga yang berhak karena keris itu
adalah keris pusaka Mataram. Dia juga membela Kahuripan
dari pengeroyokan kerajaan-kcrajaan kecil yang bersekutu
131 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan pemberontak Pangeran Hendratama sehingga semua
pemberontak dan sekutunya dapat dipukul mundur.
Dia telah bertemu dengan Senopati Sindukerta di kota raja.
Senopati ini adalah kakeknya, ayah dari ibunya yang bernama
Endang Sawitri. Ternyata dahulu, Senopati Sindukerta tidak
setuju kalau puterinya itu menjadi isteri Dharmaguna, seorang
sastrawan putera seorang pendeta miskin. Akan tetapi karena
sudah saling mencinta, Endang Sawitri dan Dharmaguna
melarikan diri berdua. Senopati Sindukerta menyuruh para
perajurit mencari, namun tidak berhasil. Akhirnya suami isteri
itu mempunyai seorang anak, yaitu dirinya. Mereka masih
terus berpindah-pindah dalam pelarian mereka sampai
akhirnya bersama Nurseta mereka tinggal di dusun Karang
Tirta sampai dia berusia sepuluh tahun. Setelah dia menjadi
dewasa dan menyelidiki, dia tahu bahwa orang tuanya pergi
meninggalkan dia karena mereka dilaporkan oleh Ki Lurah
Suramenggala yang jahat. Dia mendengar semua itu dari
kakeknya, Senopati Sindukerta.
Kini dia melakukan perjalanan untuk mencari ayah ibunya
yang melarikan diri. Berbulan-bulan dia merantau, namun
belum juga dia dapat menemukan mereka. Pada pagi hari ini,
ketika lewat di kaki Gunung Arjuna, dia melihat pemandangan
yang indah lalu teringat kepada mendiang Empu Dewamurti.
Maka dia lalu mendaki gunung itu dengan santai sambil
132 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menikmati pemandangan alam yang dilewatinya. Tentu saja
dia masih ingat akan jalan pendakian yang paling mudah
karena dia sudah hafal. Selama lima tahun dia tinggal di
lereng gunung itu dan seringkali naik turun melalui jalan
pendakian itu. Tiba-tiba pendengarannya yang tajam menangkap suara
melengking nyaring. Suara itu demikian tajam dan kuatnya
sehingga dia harus cepat mengerahkan tenaga saktinya
karena suara itu menyerang pendengarannya dan langsung
menyerang jantung! Dia terkejut bukan main karena maklum
bahwa siapa pun orangnya yang mengeluarkan lengkingan
yang membawa getaran sehebat itu, tentu seorang sakti
mandraguna! Dia lalu berlompatan mendaki lereng Gunung
Arjuna, ke arah suara melengking yang mengeluarkan gaung
panjang seolah suara setan penunggu jurang menyambut
lengkingan tadi.
Karena dia mempergunakan Aji Bayu Sakti, maka tubuhnya
seolah melayang cepat sekali dan tak lama kemudian dia
sudah mendekam di balik semak-semak memandang ke
depan dengan jantung berdebar.
Di depannya terbentang lapangan rumput yang landai dan
di sana dia melihat dua orang saling berhadapan. Seorang
kakek dan seorang nenek. Kakek itu berusia sekitar lima puluh
tiga tahun, tubuhnya tinggi kurus, wajahnya masih
133 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memperlihatkan bekas ketampanannya. Jenggotnya panjang
dan pakaiannya yang hanya kain putih dibelit-belitkan di
tubuhnya itu menunjukkan bahwa dia seorang pertapa atau
seorang pendeta. Gerak-geriknya lembut dan mulutnya
membayangkan senyum, akan tetapi pada saat itu, kedua
matanya mengeluarkan sinar berkilat yang ditujukan kepada
nenek yang berdiri di depannya dengan jarak kurang lebih
lima tombak. Nurseta kini memandang ke arah nenek itu.
Nenek itu berusia sekitar lima puluh satu tahun, masih tampak
cantik, rambutnya panjang dan masih hitam, agak berombak
dibiarkan terurai di atas kedua pundak dan punggungnya.
Mulut yang bibirnya masih merah itu tersenyum mengejek
matanya mencorong liar. Pakaiannya serba hitam!
Tiba-tiba nenek itu membuka mulut dan terdengarlah
lengkingan yang tinggi dan dahsyat sekali. Nurseta yang
bersembunyi sejauh sepuluh tombak itu merasa jantungnya
terguncang biarpun dia sudah melindungi dirinya dengan
pengerahan tenaga saktinya.
Akan tetapi kakek berpakaian putih itu sama sekali tidak
tampak terpengaruh walaupun lengkingan itu merupakan
serangan hebat yang langsung diarahkan kepadanya. Dia
malah tersenyum dan setelah suara melengking itu berhenti,
tinggal gaungnya saja yang menggema di bawah sana, kakek
134 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu berkata, suaranya lembut namun dapat terdengar jelas oleh
Nurseta. "Sudahlah, Gayatri, mengapa selama puluhan tahun
engkau masih memelihara kebencian di dalam hatimu"
Mengapa engkau membiarkan racun dendam itu merusak
batinmu" Sadarlah bahwa kekuatan Setan bagaimanapun
hebatnya tidak akan mampu menandingi Kekuasaan Sang
Hyang Widhi. Pertentangan antara yang benar dan yang salah
akhirnya akan dimenangkan oleh yang benar karena Sang
Hyang Widhi selalu membimbing mereka yang benar. Sadar
dan bertaubatlah, Ga-yatri, dan aku yakin bahwa Yang Maha
Kasih dan Maha Pengampun tentu akan mengampuni dan
membimbingmu ke arah jalan yang benar."
"Ekadenta manusia sombong! Jangan mengira bahwa
setelah aku kalah dahulu itu, aku tidak berani lagi
menantangmu. Selama ini aku terus memperdalam ajianku
dan sekali ini aku pasti akan dapat menebus semua
kekalahanku yang sudah-sudah."
"Gayatri, semangatmu itu memang mengagumkan. Engkau
tidak pernah menyerah dan putus asa. Alangkah baiknya
kalau semua orang memiliki semangat seperti yang kau miliki.
Hanya sayang sekali, Gayatri, semangatmu itu kau
pergunakan untuk tekadmu untuk membalas dendam yang
merupakan keangkara-murkaan!"
135 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak perlu memberi wejangan padaku, Ekadenta!
Sekarang dengar omonganku. Aku tidak akan melanggar
janjiku yang dulu, yaitu aku pribadi tidak akan mengganggu
Erlangga dan Narotama kalau aku kalah olehmu. Sebaliknya
kalau engkau yang kalah, aku dapat melakukan apa saja
sesuka hatiku!"
"Hemm, engkau tidak akan dapat menang, Gayatri, karena
nafsu dendam kemarahanmu meracuni dirimu sendiri dan
membuatmu lemah."
"Andaikata aku kalah juga, aku masih dapat melampiaskan
dendamku kepada Erlangga dan Narotama, dua orang murid
Resi Satyadharma itu! Aku akan mengajarkan ilmu-ilmuku
kepada para pimpinan Kerajaan Wengker, aku akan
membentuk pasukan siluman yang akan menghancurkan
Kahuripan!"
"Engkau boleh mencobanya, Gayatri. Engkau tidak akan
dapat mengubah apa yang telah digariskan Sang Hyang Widhi
Wasa. Engkau akan menyesal kelak. Sadar dan bertaubatlah,
Gayatri, aku dengan senang hati akan membimbingmu dan
menemanimu."
"Tidak! Kecuali kalau engkau mau mengambil aku sebagai
isterimu.. "
136 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Gayatri, mengapa engkau masih menginginkan hal itu"
Kita bukan orang muda lagi."
"Huh, engkau selalu saja menolak, karena itu sebelum dendamku kepada murid-murid Resi Satyadharma terlaksana, aku akan selalu hidup dalam penasaran."
"Sekali lagi, sadarlah, Gayatri. Yakinlah bahwa kasih sayangku kepadamu tidak pernah hilang."
"Kalau begitu mengapa engkau tidak mau menjadi suamiku?"
"Bukan, bukan itu, Gayatri. Cintaku kepadamu tidak dikotori nafsu."
"Huh, itulah yang diajarkan oleh Resi Satyadharma sehingga engkau menolak menikah denganku. Sudahlah, sambut ini, Ekadenta!"
Nenek itu mendorongkan kedua tangannya yang terbuka ke depan. Kedua tangannya dijulurkan ke arah kakek itu dan dari kedua telapak tangan nenek itu meluncur sinar yang membawa bola-bola api menyerang kakek itu.
Nurseta yang menonton sambil bersembunyi di balik semak belukar, terbelalak. Bukan main Serangan seperti itu hanya dapat dilakukan orang yang sudah memiliki tenaga sakti yang tinggi sekali!
137 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dia melihat kakek itu masih berdiri tenang dan tersenyum.
Setelah bola-bola api itu meluncur dekat, dia pun menjulurkan kedua tangannya dan dari telapak tangan kakek itu berkelebat sinar putih yang menyambar ke arah bola-bola api dalam sinar merah itu.
"Darrr. . ! Darrr.. .!" Dua bola api itu meledak dan padam, sedangkan sinar merah itu terpental ke belakang dan kembali menghilang ke telapak tangan nenek itu. Sinar putih juga berkelebat pulang ke telapak tangan kakek itu.
Nenek itu mengeluarkan teriakan melengking dan ia menggerak-gerakkan lagi kedua tangannya yang didorong ke arah kakek itu. Kini bukan bola-bola api yang keluar, melainkan asap hitam bergulung-gulung menyerbu ke arah kakek itu.
Nurseta cepat menutup hidungnya dengan tangan karena dia mencium bau yang amat keras, amis dan tajam menusuk hidung, bau yang keluar dari asap hitam itu sehingga dia tahu bahwa asap itu malah lebih berbahaya daripada bola-bola api yang membakar itu. Asap hitam ini mengandung racun yang ganas!
"Shanti-shanti-shanti! Segala macam ilmu sesat kau pelajari, Gayatri. Sungguh sayang!"
138 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kakek itu berkata lalu kembali kedua tangannya
mendorong ke depan dan dari telapak tangannya kini
menyambar asap putih. Terjadi "pertempuran" antara asap
hitam dan asap putih. Dorong-mendorong sehingga sebentar
asap putih terdorong akan tetapi segera asap hitam yang
berbalik terdorong. Akhirnya, asap hitam terdorong terus
sampai kembali ke telapak tangan nenek itu. Sebelum asap
hitam yang mendorong itu menyentuh Si Nenek, kakek itu
telah menyimpan kembali asap putih.
"Sudahlah, Gayatri, untuk apa semua ini kita lakukan"
Hanya akan menjadi buah tertawaan anak-anak saja." kata
kakek itu membujuk dengan suara halus, sama sekali tidak
marah atau mengejek. Bahkan suaranya mengandung penuh
kasih sayang seperti seorang kakak terhadap adiknya.
"Aku belum kalah" Nenek itu membentak galak, matanya
mencorong liar. la lalu bersedakap (melipat kedua lengan di
depan dada) dan memejamkan kedua matanya, alisnya
berkerut dan mukanya ditundukkan, mulutnya berkemak
kenuk membaca mantera.
Nurseta menonton dengan jantung berdebar-debar. Tanpa
disangka-sangka, dia diam-diam telah menjadi saksi
pertandingan adu kesaktian dari dua orang yang benar-benar
sakti mandraguna.
139 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kini dia melihat ada uap hitam perlahan-lahan mengepul
keluar dari kepala nenek itu. Uap itu menjadi semakin tebal
dan menjadi sebuah bentuk, makin lama semakin jelas dan
uap itu kini menjadi seekor harimau yang besar. Harimau jadijadian itu mengaum dan menubruk ke arah kakek itu.
Kakek yang bernama Bhagawan Ekadenta itu juga melipat
kedua lengannya ke depan dada, memejamkan kedua
matanya dan dari kepalanya keluar uap putih yang tidak
membentuk apa-apa hanya menjadi seperti segumpal awan
menyambut tubrukan harimau hitam itu. Binatang jadi-jadian
itu menggereng seperti kesakitan, masih mencoba untuk
menggigit, mencakar dan menubruk, namun sia-sia karena
selalu terpental ke belakang. Akhirnya harimau hitam itu
kembali menjadi asap.
Kini nenek yang bernama Gayatri, yang sesungguhnya
setelah tua kini disebut Nini Bumigarbo, membaca mantram
dengan suara agak keras dan uap hitam itu kini membentuk
seekor naga yang hitam dan amat menyeramkan bagi Nurseta
yang menontonnya. Naga hitam itu sepasang matanya seperti
sinar menyilaukan, moncongnya terbuka dan menyemburkan
api bernyala-nyala!
"Om, shanti-shanti-shanti! Nirboyo sedyo rahayu!
Kembalilah ke asalmu'" Bhagawan Ekadenta berkata lirih dan
uap putih itu menyambar ke depan. Terjadi pertempuran yang
140 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lebih dahsyat dari tadi. Agaknya ilmu sihir menjadikan naga ini
lebih kuat daripada harimau tadi. Nenek Bumigarbo dapat
bertahan lebih lama sehingga sempat Bhagawan Ekadenta
berkeringat pada dahinya. Akan tetapi ketika dia meniup


Nurseta Satria Karang Tirta Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan mulutnya ke arah naga jadi-jadian ini, seolah uap
seperti mega putih itu menjadi lebih kuat dan naga jadi-jadian
itu pun terpukul dan lenyap. Nenek Bumigarbo terengahengah dan tampak marah sekali sehingga wajah yang tadinya
masih tampak cantik itu kini menjadi menyeramkan. Matanya
berkilat, cuping hidungnya kembang kempis, mulutnya agak
terbuka dan menyeringai.
"Gayatri, mari kita sudahi saja main-main yang tidak ada
gunanya ini." kata Bhagawan Ekadenta.
Akan tetapi nenek itu agaknya semakin penasaran. Ia
mengeluarkan teriakan melengking-lengking dan disusul
pembacaan mantram dan begitu ada asap hitam mengepul,
nenek yang cantik itu berubah menjadi seorang raksasa
wanita yang amat mengerikan. Ia telah berubah menjadi Leak!
Matanya merah mencorong dan melotot, giginya bertaring dan
taringnya menonjol keluar, lidahnya terjulur keluar dari
mulutnya, panjang dan merah, menetes-neteskan air liur,
payudaranya panjang bergantungan, kedua tangan dan kedua
kakinya berkuku panjang. Sungguh, baru melihatnya saja
orang biasa dapat jatuh pingsan saking takut dan ngerinya.
141 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Nurseta yang mengintai, terbelalak dan dia bergidik ketika
mencium bau dupa yang wanginya memuakkan, seperti
bunga-bunga yang mulai membusuk.
142 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid IV SAMBIL mengeluarkan teriakan-teriakan gemuruh, Leak itu menerjang Bhagawan Ekadema! Amat cepat dan ganas gerakannya ketika menyerang. Akan tetapi Sang Bhagawan tetap tenang dan dengan gerakan halus dia dapai
menghindarkan diri dari setiap serangan.
"Gayatri, sudahlah, aku sungguh tidak ingin menyakitimu!"
beberapa kali Bhagawan Ekadenta berseru dengan suara
memohon. Namun, Leak itu menyerang semakin ganas.
Nurseta menonton dengan hati tegang dan hampir tak
pernah berkedip saking kagumnya. Belum pernah dia
menyaksikan pertandingan aji kesaktian sehebat ini. Dia
sendiri tidak takut andaikata menghadapi nenek itu, akan
tetapi dia ragu apakah dia akan mampu menandinginya.
Nenek itu memiliki ilmu kepandaian yang amat tinggi dan
berbahaya sekali. Akan tetapi kakek itu lebih hebat lagi, dan
dia merasa amat kagum sungguhpun tidak merasa heran
karena kini dia mengetahui bahwa kakek dan nenek ini
agaknya masih ada hubungan persaudaraan seperguruan,
maka tentu saja memiliki aji kesaktian yang luar biasa.
Kini dua orang tua itu bertanding dengan seru. Gerakan
mereka makin lama semakin cepat sehingga yang tampak kini
hanya bayangan hitam dan putih yang saling sambar.
143 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Maafkan aku, Gayatri!" terdengar suara kakek itu.
"Auhh.. !" Nenek itu menjerit dan terhuyung ke belakang.
Agaknya ia terkena tamparan tangan kakek itu. Akan tetapi
kabut hitam menyelubungi tubuhnya dan ketika kabut itu
lenyap, nenek itu pun sudah tidak ada lagi.
Bhagawan Ekadenta berhenti bergerak, menghela napas
panjang tiga kali lalu memutar tubuhnya menghadap ke arah
semak belukar dan berkata lembut namun dengan nada
memerintah. "Keluarlah Andika dari balik semak!"
Nurseta tidak terkejut. Orang yang demikian sakti
mandraguna, tidaklah mengherankan kalau dapat mengetahui
bahwa ada orang bersembunyi di balik semak-semak. Maka
dia pun cepat keluar dari balik semak-semak, menghampiri
kakek itu dan langsung dia berjongkok dan menyembah depan
kaki Bhagawan Ekadenta.
"Mohon seribu ampun, Eyang, bahwa saya telah lancang
berani sembunyi dan mengintai dari balik semak-semak
karena untuk keluar memperlihatkan diri saya tidak berani."
"Orang muda, Andika siapakah?"
"Nama saya Nurseta, Eyang."
144 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kakek itu tersenyum dan mengangguk-angguk sambil
mengelus jenggotnya yang panjang. Teringat dia akan
pertemuannya dengan Sang Empu Bharada, sahabat baiknya
dan sama-sama tokoh yang setia kepada Kahuripan. Empu
Bharada menceritakan tentang penglihatannya bahwa ada
bahaya mengancam Kahuripan, dan sambil lalu Empu
Bharada bercerita tentang seorang pemuda bernama Nurseta
murid mendiang Empu Dewamurti yang menjadi sahabat baik
Empu Bharada, yang dalam penglihatannya merupakan
cahaya putih (Nur Seta) yang ikut mengusir kegelapan yang
menyelubungi Kahuripan. Juga bahwa Nurseta telah berjasa
ketika Kahuripan dilanda kemelut dengari adanya
pemberontakai yang dilakukan Pangeran Hendratama dibantu
oleh persekutuan para kerajaan kecil. Bahkan lebih dari itu,
Nurset yang telah menemukan dan mengembalikan Sang
Megatantra, keris pusaka yang telah puluhan tahun hilang
dari kerajaan Mataram. Dan kini, tanpa di sengaja, pemuda itu
telah duduk bersimpuh dan menyembahnya.
"Kulihat engkau telah memiliki kekuatan sehingga tidak
terpengaruh kekuatar sihir yang amat ganas yang
dipergunakan Nini Bumigarbo tadi. Siapakah gurumu,
Nurseta?" Bhagawan Ekadenta bertanya untuk memperoleh
keterangan dari pemuda itu sendiri sungguhpun dia sudah
mendapat keterangan dari Empu Bharada.
145 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Saya pernah mendapat bimbingan dari mendiang Eyang
Guru Empu Dewamurti, Eyang."
"Mendiang Kakang Empu Dewamurti adalah Kakak
seperguruanku, Nurseta. Aku mendengar bahwa beliau wafat
setelah terluka oleh pengeroyokan lima orang datuk sesat dari
kerajaan-kerajaan Siluman Laut Kidul, Wengker dan Wurawuri. Bagaimana hal itu dapat terjadi dan apakah engkau tidak
membela gurumu?"
"Ampun, Eyang. Ketika pengeroyokan tu terjadi, saya
sedang tidak berada di pondok sehingga saya tidak sempat
membela Eyang Guru."
"Hemm, dan engkau sama sekali tidak mencari mereka
yang membunuh gurumu untuk membalas dendam?"
Bhagawan kadenta menguji.
"Tidak, Eyang. Mendiang Eyang Guru sudah menanamkan
kesadaran kepada saya bahwa dendam kebencian
merupakan racun bagi batin sendiri. Kalau saya mencari
mereka dan membunuh mereka untuk membalas dendam,
berarti saya telah mengingkari janji saya kepada Eyang Guru
untuk menaati pesan terakhirnya."
Wajah Bhagawan Ekadenta berseri. "Sadhu-sadhu-sadhu,
beruntung sekali Kakang Empu Dewamurti mempunyai
engkau sebagai muridnya! Dan lebih beruntung lagi Kerajaan
146 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kahuripan mempunyai seorang kawula seperti engkau,
Nurseta. Engkau memiliki jiwa satriya."
"Harap Eyang ketahui bahwa saya ini hanyalah seorang
dusun dari desa Karang Tirta yang bodoh." kata Nurseta
dengan rendah hati secara tulus, bukan berpura-pura. Melihat
kakek ini tadi bertanding melawan Nini Bumigarbo, dia benarbenar merasa seperti seorang anak kecil yang lemah dan
semua aji kanuragan yang di kuasai hanya sebagai mainan
anak-anak belaka.
"Tidak Nurseta. Engkau adalah seorang satriya dan
mendiang Kakang Empu Dewamurti telah memberi bimbingan
yang baik sekali kepadamu. Mungkin hanya kurang polesan
saja." "Saya mohon petunjuk Eyang."
"Baik, engkau memang berhak menerimanya. Mari kuberi
polesan selama tiga bulan kepadamu, Nurseta."
Bukan main girangnya hati Nurseta. Dia lalu membangun
sebuah pondok sederhana di mana dulu pondok gurunya
berada. Semenjak hari itu, selama tiga bulan lamanya
Bhagawan Ekadenta memberi petunjuk oleh memoles dan
mematangkan semua aji kesaktian yang telah dikuasai
Nurseta. Bukan itu saja, akan tetapi dia juga mendengar
tentang Nini Bumigarbo yang amat sakti itu akan memperkuat
147 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kerajaan Wengker agar kerajaan itu dapat menjatuhkan
Kahuripan. Bahkan nenek itu telah mengambil Dewi
Mayangsari, permaisuri Wengker, menjadi muridnya.
"Karena itu, kalau engkau membela Kahuripan, waspada
dan berhati-hatilah terhadap Kerajaan Wengker karena
mungkin kerajaan itulah yang akan merupakan musuh yang
paling berbahaya bagi Kahuripan di samping tentu saja
Kerajaan Parang Siluman karena di sana terdapat banyak
orang sakti, terutama Lasmini dan Mandarl bekas selir Sang
Prabu Erlangga dan Ki Patih Narotama, dan Ki Nagakumala.
Setelah menerima gemblengan selami tiga bulan, kesaktian
Nurseta meningkat dengan pesat. Pada malam terakhir, ketika
Nurseta masih tidur, dia mendengar suara lapat-lapat namun
jelas. "Nurseta, kita berpisah. Aku melanjutkan perjalananku."
Itu adalah suara Bhagawan Ekadenta. Nurseta cepat
melompat bangun, akan tetapi kakek itu sudah tidak berada
dalam pondok itu lagi. Dia tahu bahwa percuma saja mencoba
untuk mengejar atau mencari karena bagaimanapun juga,
tingkat kepandaiannya masih jauh selisihnya dibanding tingkat
Sang Bhagawan itu.
0o0 148 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Gadis itu melangkah santai memasuki gapura kota raja
Kahuripan yang sudah dikenalnya dengan baik. Masih
terbayang dalam ingatannya, seolah baru kemarin
dulu terjadi, ketika ia diselundupkan ke istana Sang Prabu
Erlangga dan diterima oleh Puteri Mandari, ketika itu masil
menjadi selir Sang Prabu Erlangga. Sebagai wakil Kerajaan
Wura-wuri ia menyamar sebagai pelayan pribadi Puteri
Mandari, namun akhirnya ia sadar dan membalik, membela
Kahuripan dan menentang persekutuan pemberontak.
Puspa Dewi menghela napas panjang. Ia teringat kepada
ibunya dan kembali menghela napas. Kasihan ibunya, hidup
menderita sejak berpisah dari ayahnya. Setelah berpisah dari
Sang Maha Resi Satyadarma yang telah menggemblengnya
selama tiga bulan, ia langsung saja pergi ke kota raja untuk
melanjutkan keinginannya yang ia tunda selama tiga bulan.
Keinginan itu adalah menemui ayah kandungnya dan
menegurnya karena telah menyia-nyiakan ibunya. Akan tetapi
hati Puspa Dewi sudah berubah sama sekali semenjak ia
digembleng Sang Maha Resi Satyadharma. Kalau dulu ia
merasa penasaran dan ingin memberi teguran kepada
ayahnya, kini kemarahannya sudah tidak berbekas lagi. Ia
hanya ingin bertemu dan melihat ayahnya, juga ia ingin
menceritakan kepada ayahnya tentang penderitaan ibunya
selama ini. Biarpun masih ada sisa ketegasan dalam sikap
149 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Puspa Dewi, jujur dan terbuka, namun sifatnya yang liar kini
sudah berubah, la lembut dan suka tersenyum ramah, juga
pandai dan kuat menahan gejolak perasaannya.
Setelah bertanya-tanya, dengan mudah Puspa Dewi
mendapat keterangan di mana gedung tempat tinggal
Tumenggung Jayatanu, senopati Kahuripan. Juga ia
mendapat keterangan bahwa Prasetyo kini telah menjadi
seorang senopati pula, akan tetapi tetap tinggal di rumah
mertuanya, yaitu Tumenggung Jayatanu. Prasetyo telah
memperoleh kedudukan dan kini menjadi Senopati Yudajaya.
Setelah mengetahui di mana tempat tinggal ayah
kandungnya, yaitu Prasetyo yang kini bernama Senopati
Yudajaya, ia segera mencari rumah itu. Tak lama kemudian ia
sudah berdiri di tepi jalan, tepat di depan sebuah gedung
besar yang bagian depannya memiliki pekarangan luas dan di
belakang pintu gapura terdapat sebuah gardu di mana
terdapat beberapa orang perajurit melakukan penjagaan.
Sampai lama Puspa Dewi berdiri di situ. Jantungnya
berdebar tegang, akan tetapi juga merasa betapa janggalnya
keadaan itu. Ayah kandungnya hidup di gedung yang besar
dan megah ini sebagai seorang senopati yang memiliki
kekuasaan, harta, dan kemuliaan. Rurnah tempat tinggalnya
saja dijaga selusin orang perajurit. Akan tetapi ibunya"
Terlunta-lunta, miskin dan papa. Ibunya rela hidup sengsara,
150 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berkorban demi cintanya kepada pria yang namanya Prasetyo,
yang kini menjadi Senopati Yudajaya. Panas juga rasa hatinya
mengingat akan keadaan ibunya, akan tetapi sekali menarik
napas panjang saja ia sudah menenangkan hatinya kembali.
Matahari pagi telah naik cukup tinggi sehingga sinarnya
menerangi pekarangan yang terhias hamparan rumput hijau
sehingga tertimpa cahaya matahari tampak hijau indah dan
menyegarkan pandang mata. Selusin orang perajurit penjaga
itu agaknya juga terpengaruh kecerahan pagi yang
mendatangkan kegembiraan dalan hati mereka sehingga
mereka duduk bergerombol dan bercakap-cakap sambil
tertawa-tawa, agaknya mereka bersenda-gurau di antara
mereka. Puda saat itu terdengar derap kaki kuda dan seekor kuda
berbulu putih yang besar dan bagus sekali muncul dari
belakang, melalui sisi sebelah kiri gedung. Para perajurit
penjaga memandang dan mereka menghentikan percakapan,
memandang kagum. Juga Puspa Dewi memandang dengan
kagum. Bukan hanya kagum kepada kuda yang indah itu akan
tetapi lebih kagum lagi melihat orang yang menunggang kuda
itu. Penunggang kuda putih itu seorang gadis yang usianya
sekitar delapan belas tahun. Rambutnya hitam panjang
sampai ke pinggul, agak berombak dan ketika diterpa angin,
151 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/


Nurseta Satria Karang Tirta Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berkibar dan sebagian rambutnya menyapu dan menutupi
sebelah mukanya yang berkulit putih. Wajah itu cantik jelita
dan anggun, terutama sepasang matanya yang seperti bintang
dan bibirnya yang merah membasah. Tubuhnya sintal padat
dengan pinggang ramping. Kedua kaki yang telanjang dari
betis ke bawah itu putih dan halus mulus, tampak kekuningan
ketika menempel ketat di kanan kiri perut kuda berbulu putih
itu. Pakaian. gadis Itu jelas menunjukkan bahwa ia seorang
gadis bangsawan. Akan tetapi cara ia menunggang kuda,
memegang kendali dengan sebelah tangan kiri dan tangan
kanannya menepuk-nepuk punggung kuda sambil bicara
dengan suara nyaring.
"Hirr. . bagus, Nagadenta, hayo loncat.. . !"
Kedua kakinya menendang-nendang perut kuda di kanan
kiri dan kuda putih besar yang terlatih itu lalu berlari congklang
setengah berlompatan di atas lapangan rumput di pekarangan
luas itu. Kuda itu dilarikan congklahg mengitari pekarangan.
Tubuh yang indah itu duduknya tegak, bergerak lentur
mengikuti gerakan kuda, menandakan bahwa gadis itu
memang mahir menunggang kuda. Tampak serasi sekali
antara gadis dan kuda itu sehingga tampak indah sekali.
Puspa Dewi sendiri kagum melihatnya.
"Hei , Nimas, mau apa Andika sejak tadi berdiri di situ"
Harap segera tinggalkan tempat ini karena sikap Andika dapat
152 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menimbulkan kecurigaan." kepala pasukan jaga yang usianya
sekitar empat puluh tahun menegur dengan suara halus
namun tegas. Puspa Dewi yang tadinya tertarik dan menonton gadis
penunggang kuda itu melarikan kudanya memutari
pekarangan, kini menghadapi kepala jaga itu. Ia melihat
betapa semua perajurit jaga kini memandang dan
memperhatikannya.
"Maaf, Paman." kata Puspa Dewi halus dan orang yang
setahun lalu mengenalnya akan terheran menyaksikan
sikapnya dan mendengar suaranya yang lembut ramah, tidak
seperti biasanya lincah dan galak. "Saya hendak mencari
seorang laki-laki bernama Prasetyo."
"Prasetyo. . ?" Kepala jaga itu mengerutkan alisnya,
memejamkan matanya, mengingat-ingat. Lalu dia membuka
matanya kembali, memandang kepada Puspa Dewi dan
menggeleng kepalanya.
"Aku tidak mengenal orang yang bernama Prasetyo. Hei,
kawan-kawan, apakah kalian mengenal seorang bernama
Prasetyo?" Sebelas orang perajurif itu berbisik-bisik lalu
menggelengkan kepala mereka.
"Tidak ada yang mengenai siapa Prasetyo itu, Kakang
Jiman!" kata seseorang kepada kepala jaga.
153 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sayang sekali, Ninmas. Kami tidak mengenal orang yang
bernama Prasetyo itu. Di mana rumahnya?"
Puspa Dewi menuding ke arah rumah gedung itu.
"Rumahnya di sini."
Para perajurit itu saling pandang dan ada yang tertawa geli,
bahkan ada yang mulai memandang Puspa Dewi dengan alis
berkerut, mengira bahwa gadis itu tentu tidak waras! Si kepala
jaga bernama Jiman itu pun mengerutkan alis dan
memandang wajah Puspa Dewi dengan aneh karena
menduga gadis cantik itu agak miring ingatannya.
"Engkau keliru, Nimas atau mungkin engkau sedang
bingung! Semua orang di kota raja ini tahu belaka bahwa
gedung ini adalah milik Gusti Tumenggung Dayatanu,
senopati tua Kerajaan Kahuripan!"
"Ya-ya.. Tumenggung Jayatanu. Aku mencari Prasetyo,
mantu Sang Tumenggung itu!"
Kepala jaga itu semakin yakin bahwa gadis cantik di
depannya ini memang agak miring alias tidak waras
ingatannya. Dia memandang dengan pandang mata
mengandung iba. Sayang, pikirnya, gadis yang begini cantik
jelita ternyata setengah gila"
154 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sadarlah, Nimas. Engkau salah masuk dan salah sangka.
Mantu Gusti Tumenggung Jayatanu bernama Senopati
Yudajaya!"
Puspa Dewi tertegun. Kelirukah dia" Ah, tidak mungkin.
"Paman, tentu ada mantunya yang bernama Prasetyo."
"Tidak ada! Mantunya hanya seorang saja karena puterinya
memang hanya seorang dan nama mantunya adalah Senopati
Yudajaya. Ah, pergilah, Nimas, engkau menjadi tontonan
orang nanti. Pulanglah ke rumahmu." Kepala jaga itu
membujuk. "Kalau begitu, aku ingin, bertemu dengan Senopati
Yudajaya itu, Paman. Hadapkan aku padanya!"
Ki Jiman mengaruk-garuk belakang kepalanya yang tidak
gatal. Dia menjadi serba salah menghadapi gadis yang
agaknya gendeng (idiot) ini! Kalau dia melapor kepada
Senopati Yudajaya dan mempertemukan Sang Senopati itu
dengan seorang gadis gila, tentu dia akan mendapat marah
besar dan juga mendapat malu. Akan tetapi kalau tidak, gadis
ini agaknya nekat dan bagaimana kalau gadis gila ini
mengamuk" "Wah, tidak begitu mudah, Nimas," dia membujuk. "Tidak mudah menghadap dan bertemu dengan Senopati Yudajaya.
kami tidak berani mengganggunya karena kami tentu akan
155 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mendapat marah!" Dia lalu membujuk lagi. "Karena itu
pulanglah saja, Nimas. Orang tuamu tentu sedang
mencarimu."
Kesabaran Puspa Dewi menipis, la sudah mencoba untuk
membujuk dan mendesak. Namun kepala jaga ini agaknya
kukuh tidak mau mempertemukannya dengan Senopati
Yudajaya, bahkan melihat sikap nya seolah meragukan
kewarasan otaknyal
"Sudahlah, kalau kalian tidak dapat menolongku, biar aku
mencari dan menghadap sendiri!" Setelah berkata demikian,
Puspa Dewi lalu melangkah masuk dan ingin pergi
menyeberangi pekarangan menuju ke rumah besar itu.
"Hee! Perlahan dulu!" Kepala jaga itu berseru dan dua
belas orang perajurit itu lalu menghadang dan melintangkan
tombak mereka untuk mencegah Puspa Dewi melangkah
maju. "Andika tidak boleh masuk!" kata kepala jaga. Kini agak
marah karena jengkel harus melayani gadis yang jelas agak
gila ini. "Hemm, kalian tidak mau melaporkan ke dalam, tidak mau
menolongku dan ketika aku hendak mencari dan menghadap
sendiri, kalian menghalangi aku! Minggirlah kalian!"
156 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Nimas, lebih baik engkau keluar dan pulanglah, jangan
membikin kekacauan di sini. Kami tidak ingin bersikap kasar
kepada seorang wanita. Keluarlah!" Kepala jaga itu bersama
teman-temannya, menggunakan tombak yang dil ntangkan
untuk memaksa dan mendorong Puspa Dewi keluar dari
dalam pintu gapura itu.
Melihat betapa selusin orang itu berkeras hendak
mendorongnya keluar, Puspa Dewi lalu mendorongkan kedua
tangannya yang menangkap tombak Ki Jirnan yang
didorongkan kepadanya.
"Wuuutt . .!" Bagaikan sekumpulan daun kering tertiup
angin, dua belas orang perajurit itu terlempar ke belakang dan
berpelantingan. Tentu saja mereka terkejut bukan main.
Terdengar derap kaki kuda dan kuda putih itu sudah tiba di
situ. Agaknya tadi ketika mengitari pekarangan, gadis
penunggang kuda itu melihat peristiwa ini dan ia cepat
melarikan kuda menghampiri.
"Apa yang terjadi di sini, Paman Jiman?"
Sambil merangkak bangun seperti juga teman-temannya
yang tidak terluka, hanya terkejut saja, Ki Jiman berkata, "Den
Roro, gadis pengacau ini memaksa kami untuk melaporkan
kepada Gusti Senopati Yudajaya bahwa ia ingin bertemu. Ia
157 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hendak nekad masuk dan ketika kami menghalanginya, la
mendorong kami."
Gadis itu melompat turun dari atas punggung kudanya.
Atas isarat gadis itu, seorang perajunt yang paling dekat
segera melompat dan menerima kendali kuda. Dia segera
membawa kuda itu menjauh.
Sejenak gadis itu mengamati Puspa Dewi dari kepala
sampai ke kaki. Tubuh mereka sama sintal padat, sama
ramping. Wajah mereka juga sama-sama cantik jelita,
walaupun bentuknya berlainan. Setelah cukup mengamati
Puspa Dewi, gadis itu bertanya, suaranya dan sikapnya
menunjukkan kebangsawanannya, anggun dan agak tinggi
hati. "Siapakah engkau dan mau apa engkau mencari Ayahku?"
"Ayahmu?"
"Senopati Yudajaya, dia adalah Ayahku. Mengapa engkau
hendak bertemu dengan dia" Siapa engkau?"
Puspa Dewi tertegun dan kini ia yang mengamati gadis di
depannya itu dari kepala sampai ke kaki penuh perhatian.
Gadis ini puteri ayah kandungnya"
"Kau.. kau puteri Senopati Yudajaya?" tanyanya dengan
suara tidak percaya.
158 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hemm, seluruh penduduk Kahuripan mengenal siapa aku.
Aku adalah Niken Harni, puteri tunggal Senopati Yudajaya dan
engkau agaknya tidak percaya" Manusia aneh, siapa sih
engkau ini?"
"Aku. . namaku Puspa Dewi." kata Puspa Dewi, agak
bingung karena kini ia berhadapan dengan puteri ayahnya,
berarti gadis ini adalah Adik tirinya, satu ayah berlainan ibu.
Inilah agaknya anak dari Dyah Mularsih seperti yang
diceritakan ibunya. Dyah Mularsih puteri Senopati Jayatanu
yang menjadi isteri ke dua ayahnya!
Pada saat itu, terdengar derap kaki kuda dan seorang lakilaki berusia hampir enam puluh tahun, gagah dan tegak di
atas kudanya, memasuki gapura dan melihat ribut-ribut, dia
melompat turun. Gerakannya masih sigap dan melihat
pakaiannya tentu dia seorang berpangkat.
"Hei, ada apa ribut-ribut ini" Niken, ada terjadi apakah?"
tanya orang itu yang bukan lain adalah Tumenggung
Jayataun, Kakek dari Niken Harni.
Dengan suara manja Niken Harni mendekati kakek itu dan
berkata sambil menudingkan telunjuknya ke arah Puspa Dewi.
"Gadis itu, Kanjeng Eyang, membikin kacau dan berkeras
hendak menemui Ayah, namanya Puspa Dewi."
159 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Puspa Dewi.. .?"" Senopati Tumenggung Jayatanu cepat
memandang dan matanya terbelalak lebar ketika dia melihat
Puspa Dewi, kemudian dia cepat mencabut kerisnya dan
berseru. "Benar! Ia Puspa Dewi, mata-mata Wura-wuri yang
dulu menyelundup ke istana dan menjadi pelayan pribadi selir
Mandari yang berkhianat! Para pengawal, tangkap ia! Kalau
melawan bunuh mata-mata ini, karena tentu ia berniat buruk
terhadap kita!"
Seorang perajurit memukul kentungan dan dari dalam
gedung datang berlarian belasan orang pengawal yang
memegang senjata klewang atau tombak. Mendengar perintah
Sang Tumenggung, mereka semua yang berjumlah sekitar
dua puluh lima orang bersama regu penjaga, mengepung
Puspa Dewi dengan senjata siap menyerang.
"Puspa Dewi, menyerahlah kami tangkap agar kami tidak
perlu menggunakan tangan kejam membunuhmu!" bentak
seorang perwira pengawal, lalu dia sendiri bersama dua orang
memasuki kepungan dengan niat untuk menangkap Puspa
Dewi. Dua orang perajurit itu lalu menjulurkan tangan hendak
menelikung kedua lengan Puspa Dewi. Akan tetapi gadis ini
hanya tersenyum saja dan sebelum tangan-tangan itu
menyentuhnya, ia menggerakkan kedua tangannya dan dua
orang itu bersama Sang Perwira terpelanting keras sampai
terguling-guling!
160 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Melihat ini. Tumenggung Jayatanu menjadi marah. Dia
merasa yakin bahwa gadis yang dia dengar merupakan Sekar
Kedaton Kerajaan Wura-wuri itu tentu akan mengamuk dan
melakukan pembunuhan-pembunuhan. Maka dia membentak
memberi aba-aba. "Serbu! Bunuh mata-mata Wura-wuri ini!"
Dua puluh lebih orang itu segera menerjang dengan
senjata mereka. Belasan batang tombak, klewang dan keris
menyambar-nyambar bagaikan hujan ke arah tubuh Puspa
Dewi. Akan tetapi Puspa Dewi tetap tenang dan tersenyum.
Kalau saja dirinya dikeroyok seperti itu setahun yang lalu,
tentu dia akan marah dan mengamuk. Entah betapa banyak
pengeroyok yang akan roboh tewas. Akan tetapi sekarang ia
tidak membiarkan nafsu amarah mempengaruhinya. Apalagi
para pengeroyok itu bukan orang-orang jahat. Maka ia lalu
mengerahkan tenaga saktinya dan menggerakkan tubuhnya.
Kedua tangannya berkelebatan dan dari kedua tangan itu
menyambar angin yang kuat sekali sehingga mereka yang
berani mendekat tentu terpelanting dan roboh dengan tubuh
babak bundas (lecet-lecet) akan tetapi tidak ada yang terluka
berat, apalagi tewas. Namun, setelah dua puluh lima orang itu
terpelanting roboh, mereka merasa jerih dan maklum bahwa
gadis itu memiliki kesaktian yang hebatl
Niken Harni yang sejak kecil sudah mempelajari aji
kanuragan, melihat semua perajurit berpelantingan, menjadi
161 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
marah. Ia mencabut sebatang patrem (keris kecil) dan
melontarkannya ke arah Puspa Dewi. Melempar patrem ini
merupakan satu di antara keahlian gadis cantik ini. Pernah ia
merobohkan seekor harimau dengan lontaran patremnya yang


Nurseta Satria Karang Tirta Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tepat mengenai leher harimau itu. Pada saat hampir
berbareng, Tumenggung Jayatanu juga sudah melontarkan
sebatang tombak ke arah Puspa Dewi.
Dua buah senjata itu meluncur dengan cepat, terutama
tombak itu mengeluarkan suara berdesing dan menyambar
seperti kilat ke arah perut Puspa Dewi, sedangkan patrern itu
menyambar ke arah lehernya!
Puspa Dewi tidak marah, la dapat mengerti mengapa
Tumenggung Jayatanu langsung saja memusuhinya. Tentu
Tumenggung Jayatanu tidak tahu bahwa dulu itu ia membela
Kahuripan dan masih saja dianggap sebagai Sekar Kedaton
Wengker yang ikut dalam persekutuan pemberontak. Yang
tahu akan hal itu hanyalah Ki Patih Narotama, Nurseta, dan
Dyah Untari, selir Sang Prabu Erlangga. Agaknya Sang Prabu
Erlangga tentu mengetahui pula, mendengar dari laporan
Dyah Untari. Selain mereka, mungkin hanya beberapa orang
senopati atau pejabat tinggi yang dekat dengan raja dan patih
itu yang mengetahuinya. Kalau hanya mendengar bahwa ia
adalah wakil Wura-wuri dalam persekutuan pemberontak itu,
162 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tentu saja ia akan dimusuhi, seperti sikap Tumenggung
Jayatanu ini. Ketika patrem dan tombak itu menyambar ke arahnya,
kedua tangan Puspa Dewi bergerak dan ia sudah menyambar
dan menangkap dua buah senjata yang menyerangnya itu.
"Krek-krek-krek. .!" Dengan tenang saja kedua tangan
gadis itu lalu mematah-matahkan patrem dan tombak itu,
demikian mudahnya seperti orang mernatah-matahkan dua
batang lidi saja! Tentu saja Tumenggung Jayatanu dan
cucunya, Niken Harni, terbelalak memandang dengan muka
pucat. Pada saat itu, tampak seorang laki-laki berusia sekitar
empat puluh tahun, berwajah tampan dan ganteng,
berpakaian seperti seorang perwira, berlari cepat memasuki
pintu gapura itu. Dia meliha dua puluh lima orang perajurit
yang masih tampak ketakutan dan babak belur itu, lalu melihat
Tumenggung Jayatanu dan Niken Harni berdiri terbelalak dan
muka mereka pucat memandang kepada seorang gadis
cantik. Dia segera maju menghampiri dan pandang matanya
seperti melekat kepada Puspa Dewi. Puspa Dewi juga
memandang kepada laki-laki itu.
"Ayah, perempuan ini datang mengacau dan mengancam
kita!" kata Niken Harni kepada laki-laki yang baru datang.
163 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Akan tetapi Senopati Yudajaya atau ketika dahulu bernama
Prasetyo, seolah tidak mendengar ucapan puterinya dan tetap
memandang kepada Puspa Dewi seperti terpesona. Setelah
tiba di depan Puspa Dewi dalam jarak sekitar tiga tombak, dia
berhenti melangkah dan berdiri dengan mata tetap terbelalak.
"Lasmi. .. engkau. . Lasmi.. ." dia berseru perlahan dan
terputus-putus.
Hati Puspa Dewi merasa terharu sekali, akan tetapi juga
merasa penasaran dan kecewa.
"Hemm, masih ada orang yang ingat kepada Nyi Lasmi"
Selama, sembilan belas tahun ia hidup terlantar, terlunta-lunta
dan sengsara, akibat ulah seorang laki-laki kejam bernama
Prasetyo!"
Prasetyo, atau Senopati Yudajaya, menjadi pucat wajahnya
dan dia mengamati wajah dan bentuk tubuh Puspa Dewi
penuh selidik. Kini baru dia menyadari bahwa wanita di
depannya ini tidak mungkin Lasmi yang sekarang tentu jauh
lebih tua. "Andika.. . siapakah" Di mana kini. . Lasmi isteriku?"
"Prasetyo, gadis ini adalah seorang telik sandi dari Wurawuri! la dahulu mewakili Wura-wuri dalam persekutuan
pemberontak pimpinan Pangeran Hendratama. la ini sekar
Kedaton dari Wura-wuri yang jahat!"
164 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Benar, Ayah! Puspa Dewi ini jahat dan hendak membunuh
Ayah!" kata Niken Harni.
Tubuh Prasetyo gemetar dan wajahnya menjadi pucat
ketika dia menatap Puspa Dewi dengan mata terbelalak.
"Puspa Dewi.. . kau Puspa Dewi... puteri dari Lasmi.. .?"
Puspa Dewi tersenyum. "Hemm, Andika masih ingat
kepada Ibu dan Anak yang telah Andika telantarkan, Andika
tinggal begitu saja dengan kejam karena Andika mabok
kesenangan dan kedudukan" Begitukah sikap seorang
satriya, seorang suami dan Ayah yang bertanggung jawab?"
Tubuh Prasetyo gemetar seolah lumpuh semua urat dan
syarafnya dan dia terkulai dan jatuh berlutut, menutupi
mukanya dengan kedua tangan . ". . aduhh .. Lasmi..
ampunkan aku. . ampunkan aku. .." Laki-laki ying gagah
petkasa itu menangis tanpa suara dan kedua pundaknya
bergoyang-goyang, tubuhnya terguncang.
"Ayah. . !" Niken Harni menubruk ayahnya. Kemudian ia
meloncat berdiri dengan muka merah dan mata berkilat
memandang kepada Puspa Dewi. "Puspa Dewi! Jangan
sembarangan menuduh Ayahku! Kalau engkau hendak
menghina dan membunuh Ayahku, langkahi dulu mayatku!"
Dengan gagah Niken Harni menantang Puspa Dewi,
sungguhpun ia tahu benar betapa saktinya gadis itu.
165 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tumenggung Jayatanu maju menghampiri Puspa Dewi.
"Andika keliru kalau menuduh Prasetyo seorang suami dan
Ayah yang tidak bertanggung jawab. Selama ini dia juga
menderita dan sudah berusaha mencari Lasmi tanpa hasil.
Kalau mau mencari siapa yang bersalah, akulah yang
bersalah."
Hati Puspa Dewi seperti diremas-remas. Ia sudah merasa
terharu dan kasihan melihat laki-laki yang menjadi ayah
kandungnya itu, menangis menyesali perbuatannya dan minta
ampun, ditambah lagi pembelaan adik tirinya yang menantang
maut untuk membela ayannya, dan sikap Tumenggung
Jayatanu yang mengakui bersalah. Tak dapat ditahannya lagi,
beberapa butir air mata mengalir turun dari sepasang
matanya, la lalu melangkah menghampiri Prasetyo yang
masih berlutut dan kepala menunduk dan kedua tangan
menutupi mukanya. Niken Harni dan Tumenggung Jayatanu
mengikuti Puspa Dewi dengan khawatir, siap untuk melindungi
Prasetyo kalau-kalau akan diserang Puspa Dewi.
Kisah Pedang Di Sungai Es 18 Pukulan Naga Sakti Karya Khu Lung Pendekar Naga Mas 4

Cari Blog Ini