Ceritasilat Novel Online

Sepasang Garuda Putih 8

Sepasang Garuda Putih Seri Keris Pusaka Sang Megatantra 5 Karya Kho Ping Hoo Bagian 8


"Benar, adi Joko."
"Wah, kalau begitu tentu banyak sekali yang kaualam i dan
apakah engkau tidak pernah bertemu dengan orang-orang
jahat yang mencoba untuk mengganggumu?"
"Banyak aku bertemu dengan orang-orang yang menjadi
hamba nafsunya dan mereka berusaha untuk mencelakai
aku,akan tetapi berkat perlindungan kekuasaan Hyang Widhi,
selalu ada saja jalan keluar bagiku dan sehingga kini aku
masih dalam keadaan sehat dan selamat. Yang memprihatinkan hatiku adanya banyak orang jahat yang
hendak memaksa rakyat berganti agama sesat. Kalau hal ini
dibiarkan, amat berbahaya sekali. Rakyat diajar untuk menjadi
bodoh dan menjadi hamba nafsu daya rendah yang akan
menyeret mereka ke jurang kegelapan."
Joko Waras membelalakkan matanya. "Ah, engkau tahu
juga akan hal itu" Apakah engkau tahu juga bahwa para
pimpinan agama baru itu memimpin rakyat untukmembangun
candi-candi Trimurti yang lama" Apakah engkau tahu juga
apakah agama baru itu?"
"Aku mengerti. Aku pernah bertemu dengan Wasi
Karangwolo yang memimpin pembuatan candi yang
menyembah Shiwa, Durga dan Kala. Aku pernah menegurnya
karena dia memaksakan agama baru kepada rakyat
pedusunan."
Joko Waras tahu bahwa Wasi Karangwolo tentu seorang
pemimpin agama baru yang sakti, maka tanyanya, "Dan apa
yang diperbuat olehnya kepadamu, kakang Jaya?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dia berusaha membunuhku, lalu menawanku, akan tetapi
akhirnya aku dapat lolos juga, berkat pertolongan seorang bibi
yangsakti mandraguna."
"Siapa nama bibi itu?" tanya Joko Warasingin sekali tahu.
"Bibi itu adalah Endang Patibroto, isteteri Ki Patih
Tejolaksono dari Kerajaan Panjalu. Orangnya hebat sekali,
cantik jelita, gagah perkasa dan sakti mandraguna. Akan
tetapi sayang ... "
"Sayang" Kenapa, kakang?" Tanya Joko Waras dengan
jantung berdebar.
Orang sedang membicarakan
ibu kandungnya! "Sayang bahwa dia terlalu ganas. Sepak terjangnya seperti
seekor burung rajawali yang tidak mengenal ampun. Aku ngeri
menyaksikan sepak terjangnya."
"Bagi seorang ksatria, kalau bertemu dengan orang-orang
jahat, dia tentu akan turun tangan membasminya, kakang. Itu
bukan ganas namanya, melainkan adil."
"Hemm, engkau boleh menganggap demikian, akan tetapi
aku tidak, adi Joko. Betapa jahatpun seorang manusia, dia
harus diberi kesempatan untuk bertaubat dan kembali menjadi
orang baik-baik. Sekarang ganti engkau,
adi Joko. Ceritakanlah keadaan dirimu kepadaku. Aku merasa amat
kagum dan juga heran melihat engkau, adi Joko."
"Mengapa heran" Apakah keadaan diriku mengherankan
dan aneh, kakang" Bukankah aku seorang pemuda biasa
seperti yang lain?"
"Sama sekali tidak biasa! Engkau seorang pemuda remaja
yang aneh sekali. Bayangkan saja. Usiamu masih, begini
muda, paling banyak tujuhbelas tahun."
"Walah! Aku sudah duapuluh tahun, kakang!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Benarkah" Akan tetapi engkau tampak jauh lebih muda
dan semuda ini engkau telah memiliki aji kesaktian yang
hebat. Nah, ceritakanlah riwayatmu, adi Joko. Riwayatmu
tentu juga hebat sekali. Siapa orang tuamu" Siapa gurumu
dari mana engkau berasal dan hendak pergi ke mana?"
Joko Waras tersenyum. Diam-diam ia merasa heran sekali
mengapa ia merasa begitu dekat dengan pemuda ini.
Perasaan hatinya begitu senang dan aman berdekatan dengan
Jayawijaya. "Sudah kukatakan, namaku Joko Waras dari pegunungan
Kidul di barat sana. Kedua orang tuaku masih hidup dan yang
menjadi guruku adalah mendiang Nini Bumigarbo yang tentu
saja tidak kaukenal. Seperti juga engkau, aku pergi merantau
untuk menambah pengalaman dan pengetahuan, akan tetapi
aku tidak pergi seorang diri. Aku pergi berdua dengan seorang
kakakku yang bernama Joko Slamet. Dalam perjalanan kami
selalu memberantas kejahatan dan menegakkan kebenaran
dan keadilan."
Jayawijaya memandang tajam, dan bertanya, "Di mana
sekarang kakakmu itu" Dia tentu seorang yang sakti
mandraguna pula."
"Dibandingkan dengan dia, maka kepandaianku tidak ada
artinya, kakang. Kakakku itu selain sakti mandraguna, juga
bijaksana dan aku tanggung kalau bertemu dan bercakapcakap dengan dia, engkau tentu akan merasa akrab dan cocok
sekali. Banyak kemiripan di antara kalian berdua, hanya
bedanya dia memiliki kesaktian dan engkau tidak. Kami
sengaja berpencar dan kami berdua memasuki kadipaten
Blambangan dengan mengambil jalan masing-masing untuk
bertemu kelak di B lambangan."
Setelah berkata demikian, Joko Waras memandang
Jayawijaya dan melihat betapa pemuda itu memejamkan
kedua matanya seperti orang bersamadhi. Ia merasa heran,
akan tetapi mendiamkan saja, dan akhirnya menjadi kesal dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menegur, "Kakang Jayawijaya, aku bercerita seperti burung
berkicau tiada hentinya, dan engkau malah tertidur pulas!"
Jayawijaya membuka matanya dan melihat Joko Waras
marah-marah, dia tersenyum lalu berkata dengan sabar
danlembut, "Adi Waras, aku sama sekali tidak tidur nyenyak,
aku mendengarkan semua ceritamu. Ceritamu mergingatkan
aku kepada Bibi Endang Patibroto."
"Ehh" Kenapa engkau tiba-tiba teringat kepadanya, kakang
Jaya?" Joko Waras menatap tajam wajah pemuda itu, penuh
selidik. "Bibi Endang Patibroto menceritakan kepadaku bahwa
ia mencari kedua orang anaknya, seorang laki-laki bernama Bagus Seto dan anak
perempuan bernama Retno
Wilis. Menurut Bibi Endang
Patibroto, kedua orang puteraputerinya itu memiliki kesaktian, oleh karena itu,
bertemu dengan andika dan
mendengar tentang kakak andika, aku teringat akan
cerita Bibi Endang Patibroto itu. Alangkah cocoknya kalau
andika dan kakak andika menjadi anak-anaknya. Akan tetapi,
menurut ceritanya, kedua anaknya itu adalah seorang laki-laki
dan seorang perempuan, sedangkan andika dan kakak andika
keduanya laki-laki."
Joko Waras menelan ludahnya untuk menenteramkan
hatinya yang sempat berdebar. "Akan tetapi engkau melihat
sendiri bahwa aku dan kakakku keduanya adalah laki-laki,
kakang Jaya."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Itulah yang membuat aku tadi seperti me lamun karena
menurut penilaianku, engkau dan kakakmu itu sungguh
pantas menjadi putera-putera Bibi Endang Patibroto."
"Sudahlah, jangan membayangkan yang bukan-bukan,
kakang Jaya. Sekarang aku hendak bertanya, engkau hendak
melanjutkan perjalanan ke mana, kakang?"
"Ke mana saja hati dan kakiku membawanya, Adi Waras.
Aku tertarik sekali mendengar ceritamu tadi. Engkau dan
kakakmu berpencar memasuki Blambangan. Kalau boleh aku
mengetahui, apa yang hendak kalian lakukan di B lambangan?"
"Kami berdua hendak menyelidiki keadaan di Blambangan,
kakang. Kami mendengar bahwa Blambangan dan Nusabarung
sedang menghimpun kekuatan untuk memusuhi Jenggala dan
Panjalu, dan juga kami telah melihat ada usaha untuk
meracuni rakyat Jenggala dengan pemujaan agama baru.
Sebagai seorang kawula Panjalu, tentu saja kami tidak rela
melihat hal ini. Kami akan melakukan penyelidikan di
Blambangan untuk kemudian kami laporkan kepada Kerajaan
Panjalu." "Wah, kalau begitu andika adalah seorang telik sandi
(mata-mata) yang dikirim Panjalu untuk menyelidiki keadaan
di Nusabarung dan Blambangan?"
"Bukan telik sandi yang dikirimkan pemerintah. Kami kakak
beradik tadinya hanya hendak merantau dan meluaskan
pengalaman menambah pengetahuan. Setelah tiba di s ini kami
melihat kenyataan-kenyataan yang membahayakan Panjalu
dan Jenggala. Maka, secara suka rela kami melakukan
penyelidikan, bukan sebagai utusan Panjalu atau Jenggala."
Jayawijaya mengangguk-angguk. "Aku mengerti dan hal itu
sungguh menarik hati sekali. Tujuan andika berdua amat baik
dan sekiranya andika tidak berkeberatan, aku-pun suka untuk
memasuki Blambangan dan ikut pula mencegah agar para
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pemuja Shiwa Durgo-Kala itu tidak menyesatkan orang-orang
dengan agama baru mereka."
"Akan tetapi perjalanan ini berbahaya sekali, kakang Jaya.
Para pemimpin agama baru itu merupakan orang-orang sakti
yang tentu akan membunuhmu kalau mereka mengetahui
bahwa engkau menentang niat mereka."
Jayawijaya tersenyum. "Sudah kukatakan berkali-kali
bahwa aku berlindung di dalam Kekuasaan Hyang Widhi, aku
tidak takut ancaman yang bagaimanapun juga. Kalau Gusti
Yang Maha Kuasa telah menentukan bahwa aku harus mati,
akupun tidak akan berkeberatan atau menyesal. Sebaliknya,
kalau Yang Maha Kuasa belum menghendaki aku mati,
ancaman dari manapun juga datangnya tidak akan mampu
membunuhku."
"Begitu tebalkah keyakinanmu, kakang?"
"Setebal bumi, Adi Waras."
"Baiklah kalau begitu, Kakang Jaya. Semoga keyakinan dan
imanmu akan benar-benar mendatangkan perlindungan bagi
dirimu dari Hyang Widhi, kalau-kalau aku tidak mampu
melindungimu. Mari kita lanjutkan perjalanan kita. Kita harus
berhati-hati karena ini sudah dekat dengan tapal batas
Kadipaten Blambangan."
Matahari telah naik tinggi, tengah hari telah lewat ketika
mereka tiba di perbatasan Kadipaten Blambangan. Dari
sebuah lereng bukit mereka melihat bahwa di depan terdapat
sebuah dusun, masih agak jauh hanya tampak gentengnya
saja. Karena mereka merasa haus, maka melihat dusun ini
mendatangkan semangat kepada mereka sehingga mereka
berjalan lebih cepat agar segera tiba di dusun itu untuk
mencari minuman pelepas haus.
Tiba-tiba saja muncul seorang kakek di depan mereka,
menghadang jalan. Joko Waras menahan langkahnya, diturut
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
oleh Jayawijaya dan mereka memandang kakek itu penuh
perhatian. Dia seorang kakek yang usianya kurang lebih enampuluh
lima tahun, akan tetapi tubuhnya yang sedang besarnya itu
tampak masih tegak dan kokoh. Walaupun gerak geriknya
lembut, namun di balik kelembutanitu bersembunyi kekuatan
yang dahsyat. Dia memakai jubah sederhana berwarna kuning
seperti yang biasa dipakai para pendeta. Rambutnya sudah
berwarna dua, namun jenggot dan kumisnya sudah putih
semua. Tangan kirinya memegang sebatang tongkat
berkepala naga yang panjangnya sama dengan tinggi
badannya. Melihat dua orang muda itu, kakek itu tersenyum lebar dan
mengangkat tangan kanannya ke atas kepala seperti orang
melambai. "Dua orang muda, perlahan dulu! Siapakah andika
berdua dan hendak memasuki wilayah Blambangan ada
keperluan apakah?"
Pertanyaan itu dilakukan dengan suara halus. Akan tetapi
Joko Waras yang melihat pendeta itu dapat menduga bahwa
dia bukanlah seorang pendeta yang hidup suci, dapat ia lihat
dari sinar matanya yang mengandung kekejaman. Maka,
sebelum Jayawijaya menjawab, dia mendahului, "Kakek,
minggirlah dan beri kami jalan. Kami adalah orang-orang
muda yang sedang mengembara, tidak mempunyai urusan
denganmu. Minggirlah!"
Akan tetapi mendadak tampak sesosok bayangan
berkelebat dan di dekat kakek itu berdiri seorang kakek lain.
Kakek ini usianya kurang lebih enampuluh dua tahun,
pakaiannya mewah dan dia pesolek sekali, rambutnya tersisir
licin dan berminyak, sikapnya kewanitaan. Dia melirik ke arah
Jayawijaya lalu berkata kepada kakek pertama, "Kakang Wasi,
pemuda yang lebih tinggi itulah yang pernah kutemui bersama
dengan Endang Patibroto. Mereka berdua itu tentu telik sandi
yang akan menyelidiki B lambangan!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Melihat kakek ke dua ini, teringatlah Jayawijaya akan


Sepasang Garuda Putih Seri Keris Pusaka Sang Megatantra 5 Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

peristiwa yang dialaminya beberapa pekan yang lalu. Kakek itu
adalah Wasi Karangwolo yang dilihatnya membujuk penduduk
dusun untuk beralih agama baru di sertai ancaman. Bahkan
dia telah diserang oleh kakek itu dan kemudian muncul
Endang Patibroto yang mengalahkan kakek itu. Mendengar
ucapan Wasi Karangwolo, Jayawijaya lalu berkata dengan
lembut, namun dengan suara mengandung penuh teguran.
"Mengapa andika selalu mencari permusuhan dan
keributan" Dulu aku me lihat andika membujuk dan memaksa
rakyat untuk berganti agama, sekarang andika menghadang
perjalanan kami. Siapakah andika berdua dan ada maksud
apakah menghadang perjalanan kami?"
Ketika mendengar keterangan Wasi Karangwolo bahwa
pemuda itu pernah bersama Endang Patibroto, Wasi
Shiwamurti, yaitu kakek pertama tadi, mengelus jenggotnya
dan mengangguk-angguk.
"Bagus, kiranya dia pernah bersama Endang Patibroto" Hei,
orang muda. Ketahuilah bahwa aku adalah Wasi Shiwamurti
dan ini adalah adik seperguruanku bernama Wasi Karangwolo
yang menjadi penasihat Adipati Menak Sampar di
Blambangan. Kalau engkau menyayang nyawamu sendiri, mari
ikut dengan kami dan tunjukkan di mana adanya Endang
Patibroto sekarang."
Joko Waras yang sejak tadi hanya menonton dan
mendengarkan saja, ketika melihat Wasi Karangwolo segera
mengenal kakek itu. Wasi Karangwolo itu bersama Wasi
Surengpati pernah mempergunakan sihir dan menawannya,
setelah penyamarannya sebagai Joko Wilis diketahui Dyah
Candramanik puteri Adipati Nusabarung dan oleh puteri itu
dilaporkan kepada ayahnya. Untung kakaknya Bagus Seto
membebaskannya dari tempat tahanan dan ia mengamuk dan
menyandera Adipati Martimpang, yaitu Adipati Nusabarung
sehingga dia dapat lolos dari kepungan para perajurit dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
senopati Nusabarung. Hatinya sudah menjadi marah
sekalimelihat Wasi Karangwolo yang tidak mengenalnya
sebagai Retno Wilis. Dia lalu melangkah maju dan dengan
suara lantang menegur dua orang kakek itu dengan berani.
"Kalian ini dua orang kakek tuabangka, lagi kalian adalah
pendeta, seharusnya mencari jalan terang untuk bekal
kematian kalian. Akan tetapi kalian bahkan berbuat jahat dan
hendak memaksa orang. Pendeta macam apa kalian!"
Wasi Shiwamurti sampai terbelalak saking kaget, heran dan
marahnya. Dia, seorang wasi yang disanjung-sanjung banyak
orang, dipuja-puji seperti seorang dewa titisan Bathara Shiwa,
kini dimaki-maki oleh seorang bocah! Saking marahnya dia
sampai tidak dapat mengeluarkan kata-kata sampai beberapa
lamanya. Dia merasa serba salah. Kalau meladeni seorang
bocah yang tampaknya belum dewasa, berpakaian seperti
bocah petani itu, sungguh merendahkan martabatnya. Akan
tetapi kalau tidak dilayani dan dihajar, bocah ini sungguh
menghina sekali.
"Keparat, engkau bocah masih ingusan berani mengeluarkan kata-kata seperti itu kepadaku?"
"Mengapa tidak berani" Kalian memang pendeta-pendeta
yang tidak tahu diri dan tidak tahu malu. Sepantasnya kalian
ini menjadi maling atau perampok!" kata Joko Waras.
Wasi Shiwamurti menahan kemarahannya dan membentak,
"Jangan kalian mati tanpa nama! Katakan siapa nama kalian?"
Jeko Waras mengacungkan jempolnya menunjuk ke arah
dada sendiri, lalu menunjuk dengan jempolnya ke arah
Jayawijaya sambil berkata, "Aku bernama Joko Waras dan
kakang ini bernama Jayawijaya. Agaknya kalian ini biangkeladinya penyebaran agama baru yang menyesatkan rakyat.
Benarkah itu?"
Wasi Shiwamurti mengeluarkan suara menggereng seperti
seekor biruang terluka. Suara gerengannya menggetar-getar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan amat kuatnya dan terdengarlah suaranya yang lantang
dan mengandung wibawa kuat sekali. Ternyata dia telah
mengerahkan kekuatan sihirnya.
"Joko Waras dan Jayawijaya, berlututlah kalian!"
Joko Waras terkejut bukan main karena ada dorongan yang
luar biasa kuatnya memaksanya untuk menekuk kedua
lututnya, ia tahu bahwa itu adalah gerengan ilmu sihir yang
amat kuat. Ia mengerahkan seluruh tenaga saktinya untuk
melawan, namun ia kalah kuat dan tak dapat tertahankan lagi
kedua lututnya tertekuk dan ia sudah jatuh berlutut di depan
kakek itu. Akan tetapi Jayawijaya sama sekali tidak
terpengaruh. Bentakan dan perintah itu lewat begitu saja
seperti angin dan tidak mempengaruhinya, bahkan dia lalu
mengangkat bangun Joko Waras sambil berkata.
"Adi Waras, tidak perlu berlutut di depan mereka.
Bangunlah."
Dan seketika Joko Waras terlepas dari pengaruh yang
memaksanya berlutut itu. Ia tidak sempat terheran-heran
mengapa Jayawijaya sama sekali tidak terpengaruh oleh sihir
itu bahkan dapat menyadarkan dan membebaskannya dari
pengaruh sihir. Ia marah sekali kepada kakek yang
menamakan dirinya Wasi Shiwaniurtiitu. Karena maklum
bahwa ia berhadapan dengan seorang wasi yang maha sakti,
Joko Waras lalu membungkuk dan mencengkeram tanah
berpasir itu dan ketika ia mengerahkan tenaga saktinya,
segenggam tanah berpasir itu telah menjadi pasir sakti
Pancaroba dan ia mengeluarkan bentakan sambil melontarkan
pasir itu ke arah muka Wasi Shiwamurti.
Sang Wasi terkejut juga me lihat serangan dahsyat ini.
Namun dengan tenang ia mengebutkan lengan jubahnya yang
lebar dan pasir yang berbahaya dan mematikan itu runtuh
semua ke atas tanah. Joko Waras tidak mau berhenti sampai
di s itu saja. Walau pun serangannya gagal, ia menerjang maju
dan menyerang dengan Aji Wisolangking, pukulan yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengandung racun berbahaya, yang dahulu merupakan ilmu
andalan dari gurunya, yaitu Nini Bumigarbo!
Wasi Shiwamurti semakin terkejut melihat betapa "bocah
ingusan" itu dapat menyerangnya dengan ilmu pukulan
sedahsyat itu. Dia menggerakkan kedua tangan untukmenangkis.
"Wuuuttt ... desss ...!"' Dan wasi itu terdorong mundur
sampai tiga langkah!
Hal ini terjadi karena dia masih memandang rendah
sehingga ketika menangkis tidak mengerahkan seluruh
tenaganya. Akan tetapi akibat benturan dua tenaga sakti itu
membuat dia mundur tiga langkah dan hal ini sungguh amat
mengejutkan! Wasi Shiwamurti menjadi marah bukan main.
Mulutnya berkemak-kemik membaca mantera, lalu dia
melontarkan tongkatnya ke atas.
"Wuss ... !" Tampak asap mengepul dan keluarlah dari
angkasa seekor naga hitam yang menggiriskan.
Melihat ini Joko Waras terbelalak dan perasaan ngeri
mencekamnya. Akan tetapi Jayawijaya mendorongkan kedua
tangannya ke arah naga hitam itu sambil berkata lembut,
"Hong ... air boyo sedyo rahayu ... !"
Seketika naga hitam itu jatuh ke atas tanah dan berubah
lagi menjadi tongkat berkepala naga milik Wasi Shiwamurti.
Dapat dibayangkan betapa kagetnya sang wasi melihat ini.
Ilmu sihirnya yang paling diandalkan itu begitu saja
dipunahkan oleh pemuda itu!
Joko Waras juga merasa heran dan girang sekali melihat
ini, maka iapun menyerang lagi dengan Aji Wisolangking,
mendorongkan kedua telapak tangannya ke arah sang wasi
itu. Melihat ini, sekarang Wasi Shiwamurti tidak berani
memandang rendah dan dia mengerahkan seluruh tenaga,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menggunakan tangan kanan menangkis pukulan itu dan
tangan kirinya menyambar ke depan, tepat mengenai bawah
pundak kanan bagian depan dari Joko Waras.
"Desss ... !" Joko Waras terpelanting dan sampai
bergulingan saking hebatnya pukulan itu. Ia merasa betapa
dada bagian atas di bawah pundak kanan itu nyeri bukan
main. "Jangan pukul Adi Waras!" teriak Jayawijaya ketika melihat
Joko Waras dihantam sampai terguling-guling dan dia maju
menghampiri Wasi Shiwamurti untuk mencegahnya menyerang lagi kepada Joko Waras.
Wasi Shiwamurti yang tadi melihat betapa ilmu sihirnya
dipunahkan oleh Jayawijaya, menyangka bahwa pemuda itu
tentu memiliki kesaktian yang tinggi. Maka melihat pemuda itu
menghampirinya, dia lalu memapaki dengan pukulan yang
menggunakan kedua tangannya didorongkan ke arah dada
pemuda itu. Pukulan ini hebat sekali, lebih hebat dari pada
pukulan tangan kiri yang merobohkan Joko Waras tadi. Kalau
terkena pukulan dahsyat ini, tentu Jayawijaya akan remuk
dadanya dan tewas seketika!
Akan tetapi terjadi keanehan yang luar biasa. Ketika kedua
tangan Wasi Shiwamurti dengan tenaga sepenuhnya
mendorong ke depan, tiba-tiba wasi itu merasakan
betapakedua tangannya bertemu dengan hawa yang maha
dahsyat dan demikian kuatnya hawa itu sehingga tubuhnya
terjengkang roboh dan terbanting keras seolah-olah dia yang
terkena pukulannya itu! Sebetulnya peristiwaini adalah
sederhana saja dan sama sekali tidak aneh atau
mengherankan. Harus diketahui bahwa Jayawijaya adalah
seorang pemuda yang sejak kecil sekali sudah diajarkan dan
ditanamkan iman dan penyerahan yang total dan ikhlas
kepada kekuasa an Tuhan sehingga kalau ada bahaya
mengancamnya, seolah-olah dia selalu terlindungi oleh
Kekuasaan yang maha kuat dan tidak tampak. Pukulan Wasi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Shiwamurti memang hebat, terbentuk dari latihan dan
penggunaan aji kesaktian, akan tetapi apa artinya semua ilmu
kedigdayaan dan kesaktian yang dapat dipelajari manusia
kalau dibandingkan dengan kekuasaan Tuhan?"
Joko Waras yang terkena pukulan heba titu, walaupun
menderita nyeri yang hebat namun ia masih sadar. Melihat
Wasi Shiwamurti terjengkang, ia khawatir sekali kalau sampai
sang wasi menyerang lagi dan membunuh Jayawijaya. Maka ia
lalu melompat, menyambar tangan Jayawijaya dan ditariknya
pemuda itu melarikan diri dari tempat berbahaya itu. Baru
Wasi Shiwamurti saja sudah merupakan lawan yang terlalu
tangguh, apa lagi kalau dibandingkan Wasi Karangmolo!
Dengan pikiran ini, Joko Waras menahan rasa nyerinya dan
terus mengajak lari Jayawijaya yang ditariknya itu memasuki
sebuah hutan yang terdapat di lereng bukit itu.
Jilid 13 Halaman 3-4 ga adaaaaaa !!!!
" dan melompat berdiri. Wajahnya menjadi merah sekali
dan matanya mencorong, bersinar-sinar.
Kedua tangannya siap untuk memukul, dan ia berkata
dengan suara terputus-putus saking marahnya. "Engkau ...
kau ... " akan tetapi ia menahan diri dan me lanjutkan,
"Kakang Jaya apa yang engkau lakukan ini?"
Sikap Jayawijaya tenang sekali akan tetapi kini pandang
matanya terhadap Joko Waras menjadi lain, penuh
kekaguman dan terheran-heran sete lah mengetahui bahwa
"pemuda" yang sakti ini ternyata adalah seorang gadis!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dan ketika kau jatuh pingsan dan agaknya terluka
pukulan di bawah pundak, maka aku berusaha untuk
mengurut-urut bagian yang ada bekas pukulan itu dengan
harapan mudah-mudahan bekas luka pukulan itu dapat
disembuhkan. Kemudian karena itu aku telah melihat bagian
" " maka disambungnya dengan wajah yang kemerahan.
"Maafkan aku sama sekali tidak pernah menduga bahwa
andika adalah seorang wanita."
Joko Waras yang memang telah diketahui bahwa ia
sebenarnya seorang gadis, meraba bagian dada yang terpukul
dan menekannya. Tidak lagi terasa nyeri! Lalu diperiksanya.
Warna kehitaman di dadanya yang tadi sudah dilihatnya ketika
ia me larikan diri, kinipun telah lenyap! Lukanya yang
mengandung racun telah disembuhkan! Hawa beracun yang
terkandung di dalamnya sudah bersih. Ia merasa takjub dan
semakin tidak mengerti akan keadaan Jayawijaya. Tadi ketika
ia berlutut karena pengaruh sihir, Jayawijaya sama sekali tidak
terpengaruh! Bahkan kemudian ketika Wasi Shiwamurti yang
amat sakti itu mengirim pukulan jarak jauhnya kepada
Jayawijaya, sama sekali tidak bergeming,
ia ma lah terjengkang sendiri. Dan lukanya hanya dengan urutan jari
tangan pemuda itu telah menyembuhkan lukanya yang
mengandung hawa beracun b " sobek ....pemuda macam
apakah ini" Ketika diajak untuk melarikan diri, terseret di
belakangnya ternyata ia tidak dapat berlari cepat " sobek....
"Andika sudah ta "sobek... itu, kakang Jaya?"
"Aku tahu dan bukan itu saja, aku bahkan dapat menebak
bahwa andika adalah puteri Kanjeng Bibi Endang Patibroto
yang bernama Retno Wilis!" Dalam hatinya, Jayawijaya
merasa agak rikuh ketika teringat akan ucapan Endang
Patibroto yang hendak menjodohkan dia dengan Retno Wilis!
Akan tetapi tentu saja hal ini tidak akan dikatakannya kepada
gadis itu. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Akan tetapi apakah sebelum ini andika tidak menduga
bahwa aku seorang wanita?"


Sepasang Garuda Putih Seri Keris Pusaka Sang Megatantra 5 Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Jayawijaya menggeleng kepalanya. "Siapa yang dapat
menduga" Selain penyamaranmu sempurna, juga siapa yang
mengira bahwa orang muda yang sakti mandraguna itu
seorang gadis " Aku sendiri sukar untuk dapat mempercaya,
akan tetapi ketika aku teringat bahwa andika adalah puteri
Kanjeng Bibi Enang Patibroto yang sakti mandraguna, aku
menjadi tidak merasa heran lagi."
Retno Wilis kembali meraba dadanya dan menggosokgosok bagian yang tadi terkena pukulan Wasi Shiwamurti.
"Kakang Jaya, aku merasa heran sekali. Andika tidak
berkepandaian, akan tetapi bagaimana dapat menyembuhkan
luka pukulan ini demikian cepatnya?" Ia memandang dengan
penuh selidik. "Andika menggunakan ilmu apakah untuk
menyembuhkan ini?"
Jayawijaya menggeleng kepalanya. "Aku tidak mempergunakan ilmu apapun juga. Aku hanya mengurut-urut
dan berdoa semoga Yang Maha Kasih akan menyembuhkanmu. Akan tetapi sudahlah, adi ... eh, diajeng
Retno. Kurasa sebaiknya andika tidak lagi menyamar sebagai
seorang pemuda. Kalau engkau seorang wanita, tentu orangorang itu tidak akan bersikap kejam kepadamu."
"Kaupikir begitukah, kakang" Agaknya engkau belum
mengenal benar watak orang-orang jahat itu. Akan tetapi
kalau engkau menghendaki, baiklah, aku akan berganti
pakaian." Retno Wilis membawa buntalannya pergi ke balik
semak belukar dan di situ ia berganti pakaian, yaitu
pakaiannya yang seperti biasa ia pakai, pakaian serba putih
yang sederhana namun membuat ia tampak cantik jelita dan
agung. Ketika ia muncul dari balik semak belukar, ternyata
Jayawijaya berdiri membelakangi semak belukar itu. Retno
Wilis tersenyum. Benar-benar seorang pemuda yang sopan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan luar biasa sekali. Belum pernah selama hidupnya ia
bertemu dengan seorang yang aneh seperti Jayawijaya ini
yang sekaligus telah menarik hatinyadan menimbulkan
kekagumannya. Bayangkan saja, seorang pemuda yang sama
sekali tidak memiliki ilmu kanuragan, namun berani
menentang para datuk besar, bahkan berani menentang
seorang sakti mandraguna seperti Wasi Shiwamurti dan
kawan-kawannya!
"Kakang Jaya ... !" Retno Wilis memanggil.
Jayawijaya memutar tubuhnya menghadapi Retno Wilis dan
dia memandang dengan mata tidak berkedip, terpesona oleh
apa yang dilihatnya! Dia melihat seorang gadis yang usianya
sekitar duapuluh tahun, rambutnya hitam agak berombak dan
panjang sampai ke pinggang, berpakaian putih bersih dan
walaupun sederhana pakaian itu tidak menyembunyikan
bentuk tubuhnya dengan pinggang ramping dan padat
berlekuk-lengkung sempurna. Sinom (anak rambut) melingkarlingkar di dahinya dan depan telinganya, alisnya melengkung
hitam matanya seperti sepasang kejora, mulutnya manis
menggairahkan dengan bibir yang merah basah, dihias lesung
pipit di kiri mulutnya, dagunya runcing dan lehernya panjang,
hidungnya kecil mancung. Apa lagi ketika itu Retno Wilis
memandangnya dengan senyum simpul dan kedua tangannya
sedang berusaha untuk menggelung rambutnya yang panjang.
"Kaukah itu ... " Benarkah engkau ... Adi Waras ... eh,
diajeng Retno Wilis?" T anya Jayawijaya agak tersendat-sendat
karena apa yang dilihatnya benar-benar melebihi semua
bayangannya tentang gadis itu. Begitu pandainya gadis itu
menyamar sehingga tadi wajahnya agak kecoklatan, tidak
seperti sekarang begitu putih kekuningan. Bahkan kedua
matanya juga berbeda, kini demikian indahnya dan bersinarsinar cemerlang dan bening.
"Aih, kakang Jaya, apakah engkau pangling" Aku Retno
Wilis atau Joko Waras yang tadi."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Engkau cantik jelita seperti seorang bidadari dari
kahyangan, diajeng." Pujian itu demikian jujur dan polos, tidak
mengandung rayuan. Mendengar ini, Retno Wilis tidak menjadi
marah, bahkan mukanya yang putih mulus kulitnya itu kini
menjadi kemerahan dan matanya mengerling tajam. Biasanya,
pujian akan kecantikannya yang keluar dari mulut laki-laki
mengandung rayuan, akan tetapi sekali ini sama sekali lain.
Jayawijaya mengucapkannya dengan setulus hati penuh
kejujuran dan tidak disembunyikan, terbuka dan polos.
"Terima kasih atas pujianmu, kakang Jayawijaya, akan
tetapi ... ah, kukira ada orang-orang berdatangan!" kata Retno
Wilis yang pendengarannya amat tajam terlatih.
Baru saja ia berkata demikian, tampak bayangan empat
orang dan di situ telah berdiri Wasi Shiwamurti, Wasi
Karangwolo, Ni Dewi Durgomala dan Ki Shiwananda! Kiranya
Ni Dewi Durgomala dan Ki Shiwananda juga berada bersama
kedua orang Wasi tadi, hanya tadi belum memperlihatkan diri
dan ketika mereka mengadakan pengejaran terhadap
Jayawijaya dan Retno W ilis, kedua orang itupun ikut
mengejar. Wasi Shiwamurti tidak mengenal Retno Wilis, akan tetapi
tiga orang yang lain segera mengenalnya. Wasi Karangwolo
pernah bertanding melawan Retno Wilis, juga Ni Dewi
Durgomala dan Ki Shiwananda pernah bentrok dengan gadis
perkasa itu. "Kakang Wasi Shiwamurti, inilah gadis puteri Endang
Patibroto dan Ki Patih Tejolaksono dari Panjalu!" Kata Wasi
Karangwolo kepada kakak seperguruannya.
"Ia bersama kakaknya yang bernama Bagus Seto yang
telah menentang penyebaran agama kita, Kakangmas Wasi!"
kata pula Ni Dewi Durgomala.
Melihat sikap mereka, Jayawijaya sudah melangkah maju
dan melindungi Retno Wilis. Dia membusungkan dada, dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
penuh keberanian menentang pandang mata mereka dan
berkata dengan suara nyaring. "Kalian adalah orang-orang
beragama, apakah tidak malu untuk mengganggu seorang
gadis" Sepatutnya kalian bicara baik-baik, bukan menggunakan kekerasan seperti orang yang tidak mengenal
sopan santun!"
Wasi Shiwamurti mengangkat tangan kirinya mencegah
kawan-kawannya yang sudah siap untuk bergerak menyerang
itu. Dia memandang Jayawijaya penuh selidik, juga agak
gentar. Tadi dia sudah mengalam i sendiri betapa hebatnya
pemuda ini. Mampu menolak semua sihirnya, bahkan ketika
dia menyerang dengan pukulan sakti jarak jauh, pemuda itu
sama sekali tidak bergeming apa lagi roboh. Sebaliknya malah
dia sendiri terjengkang karena tenaga dan hawa sakti
pukulannya itu membalik dan menyerang dirinya sendiri. Kini
melihat sikap pemuda seperti menasihati itu, dia menjadi
semakin terheran-heran. Siapakah sesungguhnya pemuda
yang memakai nama Jayawijaya ini" Dari perguruan mana"
Tampaknya demikian lemah lembut dan tidak memiliki
kedigdayaan, akan tetapi mengapa semua serangannya gagal"
Dia tidak berani sembrono lagi dan mencegah kawankawannya untuk turun tangan.
"Heh, Jayawijaya. Kami melakukan kekerasan karena gadis
ini berulang kali menentang kami. Demikian juga ibunya,
Endang Patibroto selalu menentang dan memusuhi kami!"
"Tidak mungkin diajeng Retno Wilis memusuhi kalian kalau
kalian tidak melakukan kesalahan dan kejahatan. Kalian
memaksa penduduk untuk memeluk agama baru, tentu saja ia
menentang kalian! Kalian yang memulai, bukan diajeng Retno
Wilis!" "Akan tetapi kami menyebarkan agama kami sendiri, tidak
ada sangkut pautnya dengan kalian !" bantah Wasi
Shiwamurti. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Penyebaran agama secara wajar tentu tidak akan
menimbulkan pertentangan. Akan tetapi kalian menggunakan
kekerasan, itulah persoalannya," kata pula Jayawijaya dan
Retno Wilis mendengarkannya dengan heran. Pemuda ini
mengajak orang-orang tersesat itu untuk bercakap-cakap dan
agaknya Wasi Shiwamurti me layaninya, seolah mereka itu
berbantahan dan tidak pernah terjadi apa-apa di antara
mereka. Padahal baru saja kakek itu berusaha keras untuk
membunuh ia dan Jayawijaya.
"Hemm, kalaubegitu, mari kita bicarakan hal ini dan
menghadap Sang Adipati di Blambangan. Kita bicarakan
dengan baik-baik seperti yang kaukehendaki," kata Wasi
Shiwamurti dan teman-temannya juga memandang kepada
Wasi itu dengan heran. Kenapa Wasi Shiwamurti bersikap
seperti sahabat terhadap pemuda itu"
Tentu saja dalam hatinya Retno Wilis tidak sudi diundang
menghadap Adipati Blambangan karena ia tahu bahwa hal itu
sama saja dengan memasuki guha penuh dengan srigala yang
buas. Akan tetapi Jayawijaya menyambut undangan itu
dengan suara gembira!
"Begitulah seharusnya! Kalau kami diundang secara
terhormat, tentu kami mau datang, akan tetapi kalau kalian
menggunakan kekerasan, kami bahkan menolak. Kebetulan
karena akupun ingin bicara dengan sang adipati, menasihatinya agar dia tidak menggunakan cara kekerasan
dalam penyebaran agama, melainkan dengan halus dan kalau
ada yang memasuki agama baru itu, dengan suka rela bukan
dengan paksaan."
Retno Wilis terbelalak keheranan. Jayawijaya menerima
undangan itu" Gila! Sama saja dengan memasuki perangkap!
Akan tetapi ia tahu bahwa pada saat seperti itu, melawanpun
tidak akan ada gunanya. Kedigdayaannya masih kalah jauh
untuk melawan mereka. Baru melawan Wasi Shiwamurti
seorang saja, ia sudah kalah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Apalagi kalau Wasi Karangwolo, Ni Dewi Durgomala dan Ki
Shiwananda ikut maju mengeroyok. Ia tentu akan tertawan
juga. Dan kalau dipikir dan diperhitungkan, ikut sebagai tamu
yang diundang dengan hormat jauh lebih baik dari pada ikut
sebagai tawanan! Dan anehnya, hatinya tidak merasa
khawatir. Entah mengapa, ia merasa aman bersama
Jayawijaya, merasa tenang dan sama sekali tidak takut,
bahkan yakin bahwa pemuda aneh itu tentu akan mampu
melindunginya. Dekat dengan Jayawijaya ia merasa seperti
kalau ia dekat dengan kakaknya, Bagus Seto. Teringat akan
Bagus Seto, hatinya menjadi lebih besar lagi. Kakaknya tentu
sudah memasuki Blambangan dan kalau terjadi sesuatu
dengan dirinya, tentu kakaknya akan mengetahuinya dan akan
menolongnya. "Kalau begitu, kami undang kalian berdua untuk mengikuti
kami, menghadap Sang Adipati Menak Sampar di Blambangan," kata Wasi Shiwamurti dan suaranya terdengar
ramah dan halus!
"Kakang Jaya ... !" Retno Wilis hendak memrotes, akan
tetapi Jayawijaya menggerakkan tangannya menenangkan
gadis itu sambil berkata lembut dan tenang.
"Tidak mengapa, diajeng. Kita mendapat undangan dengan
hormat dan karena kita tidak bersalah, Sang Hyang Widhi
akan selalu melindungi kita."
"Kakang Wasi ... !" Wasi Karangwolo menegur kakak
seperguruannya karena telah bersikap sehalus itu terhadap
kedua orang muda yang dimusuhi itu. Akan tetapi Wasi
Shiwamurti juga mengangkat tangan memberi isarat agar
kawan-kawannya diam dan tidak membantah.
Demikianlah, Jayawijaya dan Retno W ilis dikawal oleh
empat orang tokoh itu memasuki pintu gerbang kota
kadipaten Blambangan. Para perajurit yang berjaga di situ
juga terbelalak melihat betapa dua orang itu dikawal masuk
dalam keadaan tenang dan sama sekali bukan sebagai
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tawanan. Wasi Shiwamurti segera menyuruh seorang perwira
untuk melapor kepada Sang Adipati Menak Sampar bahwa
mereka mohon menghadap.
Adipati Menak Sampar sendiri terkejut mendengar bahwa
Wasi Shiwamurti membawa dua orang muda, terutama Retno
Wilis yang namanya menggiriskan itu, datang menghadapnya,
bukan sebagai tawanan melainkan sebagai tamu! Dia merasa
heran dan cepat bersiap siaga untuk menyambut mereka di
Balai Agung. Karena Wasi Karangwolo berkedudukan sebagai penasihat
Sang Adipati, dan tiga orang tokoh agama Shiwa-Durgo-Kala
itu merupakan tamu-tamu terhormat, maka ketika menghadap
Adipati Menak Sampar mereka tidak duduk di atas lantai,
melainkan duduk di atas kursi yang telah disediakan. Juga
disediakan dua kursi untuk Jayawijaya dan Retno Wilis
sehingga mereka benar-benar dianggap sebagai tamu!
Setelah diadakan tegur sapa resmi dan memberi


Sepasang Garuda Putih Seri Keris Pusaka Sang Megatantra 5 Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

penghormatan kepada sang adipati, Wasi Shiwamurti lalu
melapor dengan suara lembut.
"Sang Adipati, kami datang membawa serta dua orang
tamu ini. Mereka ini adalah Retno Wilis, puteri dari Kipatih
Tejolaksono dari Panjalu, dan yang seorang lagi bernama
Jayawijaya. Mereka datang untuk memperbincangkan tentang
penyebaran agama baru di wilayah Blambangan."
Sang Adipati mengangguk dan memandang kepada dua
orang muda itu dengan sinar mata penuh selidik. Ketika
memandang kepada Retno Wilis, dia terpesona oleh
kecantikan gadis itu, akan tetapi mendengar akan sepak
terjang Retno Wilis, hatinya diliputi kengerian dan juga hampir
tidak dapat percaya bahwa gadis cantik jelita seperti itu dapat
menjadi seorang ganas dan sakti menakutkan.
"Hemm, Retno Wilis dan Jayawijaya, apakah yang andika
berdua hendak sampaikan kepada kami mengenai penyebaran
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
agama itu?" tanya Adipati Menak Sampar kepada dua orang
muda itu dengam suara yang dibuat sewibawa mungkin. Akan
tetapi suara itu sama sekali tidak menggetarkan atau
menimbulkan rasa hormat kepada dua orang muda itu. Retno
Wilis hanya memandang dengan dingin dan tidak hendak
menjawab karena ia ikut menjadi tamu itusebetulnya hanya
untuk mengikuti kehendak Jayawijaya saja. Ia membiarkan
pemuda itu yang menjawabnya dan hal ini agaknya juga
dimengertioleh Jayawijaya. Dia menatap wajah sang Adipati
dan dia lalu berkata.
"Sang adipati, sebetulnya bukan keinginan kami untuk
datang ke sini, akan tetapi kami diundang oleh Wasi
Shiwamurti untuk menghadap andika dan untuk bicara
tentang penyebaran agama baru itu. Kami sungguh tidak
setuju dengan cara penyebaran agama baru yang
menggunakan paksaan dan kekerasan. Kami menentang itu
karena hal itu sebetulnya menyalahi prikemanusiaan. Siapa
saja boleh berganti agama sesuka hatinya asalkan agama
yang baru itu tidak memaksakan kehendak para penyebarnya
dengan ancaman. Karena kami sudah diundang ke sini, maka
kebetulan sekali kami hendak menegur andika dengan cara
penyebaran agama itu."
Ucapan itu tegas, tenang, tidak menjilat akan tetapi juga
dengan cukup sopan. Muka sang adipati sudah mulai merah.
Pemuda yang kelihatan seperti pemuda dusun walau pun
wajahnya amat tampan itu menyebutnya dengan "andika"
begitu saja. Pada hal seluruh
kawula Blambangan
menyebutnya "paduka". Dia melirik ke arah puterinya yang
hadir di situ. Puterinya itu adalah anak tunggalnya yang
terkasih, bernama Dyah Ayu Kerti. Ibunya seorang puteri Bali
dan Dyah Ayu Kerti yang berusia kurang lebih tujuh-belas
tahun itu adalah seorang gadis yang teramat cantik jelita.
Sejak tadi, Dyah Ayu Kerti memandang kepada dua orang
tamu itu, terutama kepada Jayawijaya. Pandang matanya
melekat kepada pemuda itu. Entah mengapa, ada sesuatu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pada diri pemuda itu yang menarik hatinya dan membuatnya
terpesona. Apalagi ketika pemuda itu sudah bicara, suaranya
seperti menembus ke hatinya dan kata-katanya demikian
menarik, membuat Dyah Ayu Kerti memandang tanpa
berkedip. Pada saat itu, Jayawijaya sudah selesai bicara dan
Adipati Menak Sampar melirik kepada puterinya. Melihat
puterinya memandang kepada pemuda itu dengan mata
terbelalak dan mulut sedikit ternganga, Adipati Menak Sampar
mengerutkan alisnya. Tidak sepantasnya kalau puterinya
mendengarkan semua percakapan itu. Pula, nanti mungkin
akan terjadi kekerasan di situ kalau dia memerintahkan agar
para senopatinya menangkap dua orang muda itu. Dia tidak
mau puterinya terlibat dalam kekerasan dan berada dalam
bahaya. Maka diapun segera berkata kepada puterinya.
"Anakku Dyah Ayu Kerti, engkau sebaiknya masuk ke dalam
dan menemani ibumu. Urusan ini tidak ada sangkut pautnya
dengan keluargaku. Masuklah, nini."
Dyah Ayu Kerti memandang kepada ayahnya, lalu
menengok dan memandang lagi kepada Jayawijaya. Akan
tetapi biarpun ia tidak ingin meninggalkan tempat itu, ia tidak
mau membantah perintah ayahnya. Ia Ia lu menyembah dan
mengundurkan diri, sebelum memasuki pintu tembusan,
kembali ia mengerling ke arah Jayawijaya.
Setelah puterinya masuk ke dalam, Adipati Menak Sampar
lalu menjawab ucapan Jayawijaya tadi. "Orang muda,
sebetulnya semua ucapanmu tadi salah alamat. Ketahuilah
bahwa Kadipaten Blambangan sama sekali tidak menyebar
agama baru, akan tetapi yang menyebar adalah para pendeta
dari Negeri Cola di dunia barat, yang dipimpin oleh Sang Wasi
Shiwamurti. Bagaimana cara mereka menyebar agama adalah
hak mereka, dan andika sama sekali tidak mempunyai hak
untuk mencampuri. Apa lagi kalau terjadi di daerah
Blambangan, kami tidak ingin orang luar mencampurinya
tanpa seijin kam i!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sang Adipati, kalau peristiwa itu terjadi di daerah
Blambangan, tentu saja hal itu dapat dimengerti dan kamipun
tidak akan mencampurinya. Akan tetapi banyak peristiwa
pemaksaan memeluk agama baru itu terjadi di luar daerah
Blambangan dan Nusabarung, bahkan menjalar ke daerah
Panjalu dan Jenggala. Karena itu kami terpaksa menentangnya. Dan kami menegur kepada andika sama sekali
bukan salah alamat, karena para penyebar agama itu menjadi
tamu kadipaten Blambangan maka kadipaten Blambangan
pula yang harus bertanggung-jawab!"
Retno Wilis merasa heran sekali akan kepandaian
Jayawijaya untuk berdebat. Juga ia merasa lucu. Biasanya,
menghadapi orang-orang seperti para wasi sesat ini, ia tidak
perlu banyak cakap, melainkan tangan kaki yang bicara
mengadu kesaktian. Akan tetapi Jayawijaya berdebat dengan
mulut dan pemuda itu sedikitpun tidak merasa gentar! Diamdiam Retno Wilis bersikap waspada.
Ia tidak dapat percaya terhadap kejujuran orang-orang
seperti Wasi Shiwamurti dan Wasi Karangwolo. Orang-orang
seperti itu biasanya berhati palsu, tidak pantang melakukan
kecurangan dan kekerasan dalam bentuk apapun juga. Ia
merasa bahwa mereka berada di dalam sarang harimau yang
penuh binatang buas dan keadaan mereka berbahaya sekali.
Bagaimana kalau sang adipati itu memerintahkan para
punggawanya untuk menangkap mereka berdua" Kalau Wasi
Shiwamurti, Wasi Karangwolo, Nini Dewi Durgomala dan Ki
Shiwananda turun tangan terhadap mereka, apa yang dapat ia
lakukan" Melawan mereka pasti ia akan kalah dan Jayawijaya
biarpun memiliki pengaruh mujijat, belum dapat diandalkan
untuk menundukkan mereka karena pemuda itu tidak dapat
dan tidak mau berkelahi! Ia teringat akan pengalamannya di
Nusabarung ketika ia dikeroyok banyak punggawa Nusabarung
dan keadaannya berada dalam bahaya. Ia mampu meloloskan
diri dengan menangkap Adipati Martimpang dan menjadikannya sebagai sandera. Ingatan ini yang Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menimbulkan pikiranya untuk berbuat yang sama dikadipaten
Blambangan itu. Kalau terjadi sesuatu yang mengancam
keselamatan ia dan Jayawijaya, ia akan menawan Adipati
Menak Sampar dan menyanderanya agar ia dan Jayawijaya
dapat lolos dari tempat itu! Diam-diam Retno Wilis sudah siap
sedia, seluruh urat syarafnya menegang, siap untuk bergerak.
"Dengan sekali loncatan saja ia akan dapat tiba di dekat
adipati itu dan menyanderanya," demikian pikirnya.
Ketika Adipati Menak Sampar mendengar bantahan
Jayawijaya, wajahnya yang biasanya sudah merah itu menjadi
semakin merah. Tubuhnya yang tinggi besar bergerak gelisah
di atas kursinya dan
kumisnya yang melintang itu seperti
menjadi semakin kaku.
"Jayawijaya, berani
engkau bicara seperti
itu di depan kami!
Ingat, andika sekarang
berada di tempat kami
dan sekali kami menggerakkan tangan
memberi isyarat, orang-orangku akan menangkap kalian, bahkan dengan mudah
kami dapat membunuh
kalian!" Inilah yang dinanti-nanti oleh Retno Wilis. Begitu
mendengar ucapan adipati itu,terutama kalimat terakhir yang
nadanya mengancam, secepat kilat ia sudah meloncat ke
depan dan sebelum ada orang dapat mencegahnya, bahkan
sebelum Adipati Menak Sampar dapat berkutik, tangannya
sudah mencabut pedang pusaka Sapudenta dan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ditempelkannya pedang itu ke leher Adipati Menak Sampar
sambil menghardik dengan suara yang nyaring.
"Siapa berani mengganggu kakang Jayawijaya, pedangku
akan memenggal leher Adipati Menak Sampar!"
"Diajeng Retno W ilis! Jangan, jangan bunuh orang ... !"
Jayawijaya berseru kepadaRetno Wilis. Dia khawatir kalaukalau Retno Wilis benar-benar akan memenggal leher sang
adipati! Wasi Shiwamurti adalah seorang yang berpengalaman.
Sekali pandang dan dengar saja, tahulah dia bahwa pemuda
itu tidak akan membiarkan Retno Wilis membunuh sang
adipati, maka cepat sekali tangannya menyambar dan dia
sudah menangkap kedua lengan Jayawijaya dan dipuntirnya
ke belakang. Di detik lain Jayawijaya telah ditelikungnya dan
pemuda itu tidak mampu bergerak.
"Retno Wilis! Kalau engkau mengganggu Sang Adipati,
pemuda ini akan kuhancurkan kepalanya!" bentak Wasi
Shiwamurti dan diam-diam dia merasa heran dan juga girang
sekali. Ternyata pemuda yang ditakutinya itu sama sekali tidak
memiliki tenaga untuk me lepaskan diri, bahkan mencobapun
tidak! Sama sekali tidak disangkanya bahwa sedemikian
mudahnya dia menangkap pemuda yang disangkanya maha
sakti itu. "Diajeng Retno! Lepaskanlah Sang Adipati. Bukan karena
aku takut mati, akan tetapi karena tidak baik kalau engkau
sampai membunuh orang demi aku. Aku tidak akan rela!"
Retno Wilis menjadi serba salah. Ancamannya dengan
menyandera Sang Adipati ternyata gagal dan tidak ada
gunanya. Selain Wasi Shiwamurti tidak mau melepaskan
Jayawijaya, juga ia tidak dapat membunuh sang adipati
karena Jayawijaya menentang keras! Dengan perasaan
menyesal dan gemas karena Jayawijaya tidak mendukung
siasatnya menyandera sang adipati, terpaksa Retno Wilis
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melepaskan adipati itu. Akan tetapi sebelum ia melepaskan
pedangnya dari leher Adipati Menak Sampar, ia berkata
dengan suara penuh wibawa kepada Wasi Shiwamurti.
"Aku hanya mau membebaskan Adipati Menak Sampar
kalau kalian mau berjanji bahwa kalian tidak akan membunuh
Kakang Jayawijaya!"
Tidak ada yang memberi jawaban atas ucapan Retno Wilis
itu. Para wasi dan kawan-kawannya berdiam diri, dan Wasi
Shiwamurti masih saja menelikung kedua lengan Jayawijaya
ke belakang tubuhnya.
Retno Wilis menggigit bibirnya dengan marah sekali dan ia
berkata kepada Adipati Menak Sampar, "Adipati Menak
Sampar, berjanjilah bahwa engkau tidak akan memperkenankan mereka membunuh kakang Jayawijaya,
atau kalau engkau tidak mau berjanji, demi pari dewa, aku
akan membunuhmu sekarang juga kemudian mengamuk,
kalau perlu mengorbankan nyawaku di sini. Akan tetapi
engkaulah yang akan mati lebih dulu!!" Setelah berkata
demikian, ia menekan pedangnya ke leher adipati itu.
Wasi Shiwamurti menggertak dan berseru keras, "Retno
Wilis! Ka lau engkau tidak cepat melepaskan Sang Adipati, aku
akan membunuh Jayawijaya!"
Retno Wilis membalas dengan kata-kata lantang, "Wasi
Shiwamurti! Begitu engkau membunuh kakang Jayawijaya,


Sepasang Garuda Putih Seri Keris Pusaka Sang Megatantra 5 Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kepala Adipati Menak Sampar akan menggelinding dari
lehernya, kemudian aku akan mengamuk dan percayalah,
sebelum aku mati kalian keroyok, aku pasti telah membunuh
banyak di antara kalian! Tidak ada gunanya engkau
menggertak!"
Merasa betapa pedang itu ditekankan di kulit lehernya dan
tahu bahwa gadis perkasa itu bukan hanya menggertak
kosong belaka, Adipati Menak Sampar menjadi ketakutan
sekali. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Paman Wasi Shiwamurti, jangan bunuh Jayawijaya!"
teriaknya dengan mata terbelalak ketakutan. "Retno Wilis, aku
berjanji bahwa aku tidak akan memperkenankan mereka
membunuh Jayawijaya!"
"Engkau berani bersumpah?" desak Retno Wilis.
"Aku, Adipati Menak Sampar, bersumpah tidak akan
membunuhnya!"
"Aku ingin engkau berjanji dan bersumpah sebagai Adipati
Blambangan, bukan pribadi Menak Sampar yang tidak
kupercaya!" kata pula Retno Wilis.
"Baiklah, sebagai Adipati Blambangan, aku bersumpah tidak
akan membunuh atau menyuruh bunuh Jayawijaya. Paman
Wasi bebaskan pemuda itu!"
Mendengar ini, dengan apa boleh buat Wasi Shiwamurti
melepaskan kedua lengan Jayawijaya yang tadinya dia
telikung ke belakang tubuhnya. Begitu terlepas dari
cengkeraman wasi itu, Jayawijaya mendekati Retno Wilis dan
berkata kepada gadis itu, "Diajeng Retno Wilis, harap engkau
suka melepaskan Sang Adipati."
Sebelum menarik kembali pedang pusakanya, Retno Wilis
yang teringat akan sesuatu berkata lagi, "Adipati Menak
Sampar, katakan sekali lagi bahwa engkau akan membebaskan kakang Jayawijaya!"
"Baik, kami membebaskan Jayawijaya, Sekarang juga dia
boleh meninggalkan tempat ini dan kami tidak akan
mengganggunya sama sekali."
Setelah sang adipati berjanji akan membebaskan
Jayawijaya, barulah lega rasa hati Retno W ilis dan iapun
melepaskan ancamannya, mundur dan tangannya masih
memegang pedang pusakanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Melihat ini, Wasi Shiwamurti, Wasi Karangwolo, Ni Dewi
Durgomala dan Ki Shiwananda lalu bergerak mendekati sang
adipati untuk memberi perlindungan.
Adipati Menak Sampar kini menjadi marah sekali. Mukanya
yang tadinya pucat berubah merah dan dia berkata dengan
mata melotot kepada Retno Wilis. "Retno Wilis, berani sekali
engkau telah menghina kami. Kami terpaksa harus
menawanmu! Terserah engkau hendak menyerah menjadi
tawanan atau kami akan menggunakan kekerasan terhadap
dirimu!" Dengan tangannya sang adipati memberi isyarat dan
dua orang senopatinya, yaitu Senopati Rajah Beling yang
tinggi besar dan Senopati Kurdolangit yang tinggi kurus, telah
memimpin belasan orang perajurit pengawal untuk mengepung dara perkasa itu.
Melihat ini, Jayawijaya berseru dengan penasaran. "Sang
Adipati Menak Sampar! Andika adalah seorang adipati yang
disembah oleh orang-orang sedaerah Blambangan, apakah
engkau tidak malu untuk menjilat ludah sendiri yang telah
dikeluarkan" Engkau sudah berjanji untuk membebaskan
kami. Mengapa sekarang engkau hendak menawan diajeng
Retno Wilis?"
"Ha-ha-ha!" Sang Adipati Blambangan itu tertawa bergelak
penuh ejekan. "Siapa yang melanggar janji" Kami memang
berjanji untuk membebaskan Jayawijaya, dan sekarangpun
engkau boleh pergi, kami tidak akan mencegahmu. Akan
tetapi kami tidak pernah berjanji untuk membebaskan Retno
Wilis! Karena itu ia harus menjadi tawanan kami!"
Retno Wilis teringat akan hal ini dan ia gemas sekali. Dalam
keadaan tegang ingin menyelamatkan Jayawijaya ia sampai
lupa kepada dirinya sendiri.
"Sang Adipati Menak Sampar, andika seorang adipati yang
besar dan tentu tidak akan bertindak sewenang-wenang dan
tanpa alasan. Alasan apa yang andika pakai untuk, menawan
diajeng Retno Wilis?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hemm, ia seorang telik sandi dari Kerajaan Panjalu! Itu
alasan pertama. Dan alasan kedua, ia telah berani menawan
dan menghina kami sebagai sandera. Dan alasan itu sudah
cukup untuk menawannya! Retno Wilis, menyerahlah atau
kami akan menggunakan kekerasan!" bentak Sang Adipati.
Retno Wilis mempererat pegangannya pada gagang
pedangnya, siap untuk melawan dan mengamuk. Akan tetapi
pada saatitu Jayawijaya melangkah maju menghampirinya dan
berkata kepadanya dengan lembut.
"Sarungkan pedangmu, diajeng. Sang Adipati Menak
Sampar, kalau engkau tidak membebaskan diajeng Retno Wilis
dan hendak menawannya, maka akupun ingin menyertainya
menjadi tawanan."
"Ha-ha-ha, ini adalah kemauanmu sendiri, Jayawijaya,
jangan katakan bahwa kami yang melanggar janji. Retno
Wilis, serahkan pedangmu dan menyerahlah."
Retno Wilis menyarungkan pedangnya menuruti permintaan Jayawijaya dan menjawab dengan suara dingin.
"Senjata merupakan nyawa kedua bagi seorang pendekar. Aku
tidak akan menyerahkan pedangku selama nyawaku belum
meninggalkan badan! Tawanlah kami, aku tidak akan
melawan." Sang Adipati Menak Sampar maklum akan kehebatan
wanita yang sudah amat terkenal ini. Dia tidak ingin
mengorbankan orang-orangnya yang tentu banyak yang akan
tewas kalau wanita itu mengamuk.
"Bawa mereka dan masukkan ke dalam penjara!" teriaknya
dengan marah. Dua orang senopati dan belasan orang
perajuritnya segera mengawal Retno Wilis dan Jayawijaya
menuju ke penjara yang terdapat dibelakang kadipaten,
diantarkan pula oleh Wasi Shiwamurti dan kawan-kawannya
yang khawatir kalau-kalau dua orang muda itu akan
memberontak dan meloloskan diri.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Biarpun hatinya mendongkol dan alisnya berkerut, namun
Retno Wilis yang melihat Jayawijaya menyerah dengan sabar
dan tenang, terpaksa mengikuti pemuda itu dan diam saja
ketika diarak menuju ke penjara. Mereka disuruh memasuki
sebuah kamar penjara yang cukup besar, pintunya terbuat
dari baja dan berterali yang kokoh kuat lalu dikunci dari
sebelah luar. Melalui pintu berterali itu Retno Wilis dapat
melihat belasan orang yang memegang tombak atau golok
berjaga disitu.
Setelah mereka ditinggalkan berdua saja, barulah Retno
Wijis menegur kepada Jayawijaya. "Kakang Jaya, engkau ini
bagaimanakah" Kenapa menyerah saja ketika ditawan" Kalau
sudah begini, kita tidak berdaya dan berada di dalam
kekuasaan Adipati Blambangan dan para wasi yang jahat itu.
Bagaimana kita akan dapat lolos dari tempat ini, kakang?"
"Jangan salah mengerti, diajeng Retno Wilis. Aku
menyarankan agar kita menyerah karena tidak ada jalan lain.
Kalau kubiarkan engkau mengamuk, biarpun engkau akan
dapat membunuh banyak orang, akhirnya engkau akan roboh
juga karena keadaan mereka terlalu kuat bagimu. Engkau
akan tewas dan membawa banyak dosa karena membunuh
banyak orang. Dan jangan sekali-kali mengira bahwa kita
berada dalam kekuasaan Adipati Blambangan atau para wasi.
Tidak, kita tetap berada dalam kekuasaan Hyang Widhi,
diajeng. Dan aku yakin kita akan dapat terbebas dari bahaya
kalau Hyang Widhi menghendaki. Aku yakin sepenuhnya
bahwa Sang Hyang Widhi berada bersama kita dan betapa
mudahnya bagi kekuasaan Hyang Widhi untuk membebaskan
kita." "Akan tetapi kita telah berada dalam kurungan dan tidak
berdaya! Bagaimana mungkin kita akan dapat membebaskan
diri tanpa daya upaya dan hanya mengandalkan kekuasaan
Hyang Widhi?" Retno Wilis membantah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Daya upaya merupakan kewajiban kita. Tentu saja kita
harus berdaya upaya karena bimbingan Hyang Widhi mungkin
tersalur lewat daya upaya kita. Akan tetapi tidak selamanya
daya upaya kita mendatangkan hasil dan pada akhirnya kita
harus mendasari semua itu dengan penyerahan, dengan
kepasrahan ke Tangan Hyang Widhi."
Sungguh mengherankan. Entah mengapa, setelah mendengar ucapan-ucapan yang dikeluarkan dengan suara
yang demikian tenang dan sabar, penuh iman, hati Retno Wilis
juga menjadi tenang. Sampai lama mereka berdua berdiam
diri, hanya duduk bersila di atas lantai yang dingin.
Sejak tadi Retno Wilis memperhatikan pemuda itu. Tiada
habis rasa heran di dalam hatinya. Pemuda itu demikian
tenang, demikian sabar, bahkan melebihi ketenangan dan
kesabaran kakaknya sendiri. Berada dalam tawanan musuh,
pemuda itu sedikitpun tidak tampak bersedih atau cemas,
duduk bersila memejamkan mata dengan tenangnya seperti
berada di dalam kamarnya sendiri!
"Kakang Jayawijaya ..." panggilnya.
Pemuda itu membuka kedua matanya, memandangnya dan
tersenyum. "Ada apakah, diajeng?"
"Pernahkah andika merasa berduka atau bersuka?"
Jayawijaya tersenyum sebelum menjawab. "Tentu saja,
diajeng. Aku juga seorang manusia biasa yang kadang
dipermainkan perasaan hati sendiri. Dapat diombangambingkan di antara suka dan duka. Merasa suka atau duka
adalah manusiawi. Selama pikiran dan gagasan menguasai
kita, sudah pasti kita akan diseret di antara dua perasaan yang
berlawanan itu. Akan tetapi, apabila kita menghadapi setiap
peristiwa yang kita hadapi sebagai sesuatu yang wajar dan
sebagai pelaksanaan dari kehendak Hyang Widhi, maka kita
akan dapat memulihkan ketenteraman hati dan tidak terseret
antara suka dan duka. Kita mengenal duka karena kita
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengenal suka dan demikian sebaliknya. Bagaimana mungkin
kita dapat mengenal rasa manis kalau kita tidak mengenal
rasa pahit, masam, asin, getir dan sebagainya sebagai lawan
rasa" Bagaimana kita dapat mengenal malam kalau kita tidak
mengenal siang" Seluruh alam mayapada digerakkan dan
diputar oleh dua keadaan yang saling berlawanan ini, diajeng.
Saling berlawanan, saling menunjang, saling menolak dan
karenanya terjadi perputaran dan terjadi kehidupan."
"Terjadinya kehidupan, kakang?" tanya Retno Wilis heran,
menjadi bingung oleh keterangan yang baginya terlalu rumit
itu. "Ya, terjadinya kehidupan inipun dikarenakan bertemunya
dua keadaan yang berlawanan itu, diajeng. Ingat, kelahiran
manusia dan semua mahluk hidup dapat terjadi karena
adanya sifat jantan dan betina yang saling berlawanan.
Bahkan dalam kehidupan nabati sekalipun terdapat dua sifat
yang bertentangan sebagai sifat jantan dan sifat betina yang
mendatangkan benih."
"Apakah andika tidak pernah merasa takut, kakang?"
Kembali Jayawijaya tersenyum. "Kalau engkau setiap detik
dengan penuh kepasrahan menyerahkan diri ke dalam
kekuasaan Tuhan, engkau tidak akan mengenal rasa takut,
diajeng. Apakah rasa takut itu" Rasa takut timbul kalau
gagasan membayangkan masa datang, membayangkan apa
yang belum terjadi, khawatir kalau sampai terjadi ini atau itu
yang menimpa dirinya. Contohnya. Kalau ada wabah
mengamuk, orang yang belum sakit takut kalau ketularan
penyakit itu. Kalau dia sudah ketularan, maka rasa takut akan
penyakit itu lenyap, terganti rasa takut kalau sampai dia mati,
dan selanjutnya. Rasa takut timbul kalau pikiran membayangkan masa depan, hal yang belum terjadi. Seperti
keadaan kita sekarang ini. Tentu saja rasa takut akan timbul
kalau kita membayangkan apa yang akan dapat terjadi
terhadap diri kita."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Lalu, apakah kita harus tidak mengacuhkan apa yang
boleh terjadi kepada kita dan tidak perduli?" Retno Wilis
mengejar. "Bukan tidak acuh atau tidak perduli,melainkan tidak
membayangkan apa yang akan datang. Hal itu bukan berarti
bahwa kita tidak melakukan usaha untuk menolong diri
sendiri. Akan tetapi seluruh hati akal pikiran ditujukan kepada
masa kini, saat ini dan kalau kita mencurahkan kepada saat
ini, maka mungkin akan terbuka mata kita untuk melihat
kemungkinan-kemungkinan kita dapat menolong diri sendiri,
dengan landasan penyerahan kepada kekuasaan Hyang Widhi.
Bagiku, setiap detik, setiap saat kita harus selalu ingat dan


Sepasang Garuda Putih Seri Keris Pusaka Sang Megatantra 5 Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

waspada, diajeng."
"Ingat kepada siapa dan waspada terhadap apa,kakang?"
"Ingat kepada Sang Hyang Widhi yang berarti penyerahan
diri secara mutlak ke Tangan Hyang Widhi, dan waspadaakan
diri sendiri, apa yang kita pikirkan, ucapkan atau lakukan."
Suasana hening meliputi hati Retno Wilis. Seperti terbuka
mata hatinya dan sadarlah ia bahwa suka duka datang silih
berganti dalam kehidupan manusia dan justeru itulah
romantika kehidupan. Hidup merupakantantangan dan kita
harus berani menghadapi setiap tantangan dengan mata
terbuka, tidak melarikan diri dari keadaan yang bagaimanapun
juga. Menghadapi dan mengatasi setiap tantangan, itulah
seninya hidup! Akan tetapi, kalau hidup hanya untuk
diombang-ambingkan antara suka dan duka, lalu apa artinya
hidup ini" Apa tujuan kehidupan ini" Hatinya merasa
penasaran dan ia langsung mengajukan pertanyaan yang
timbul dalam hatinya itu kepada Jayawijaya.
"Kakang, kalau begitu, lalu apa artinya hidup ini" Apa
tujuan dari pada kehidupan ini" Apa maksudnya kita
dihidupkan sebagai manusia di dunia ini?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jayawijaya tersenyum lebar mendengar pertanyaan ini dan
memandang kepada Retno Wilis dengan mata bersinar lembut
dan penuh ketenangan dan kesabaran.
"Diajeng Retno W ilis, sudah seringkali aku mendengar
pertanyaan ini diajukan orang. Sebelum kita mencari jawaban
atas pertanyaan apa tujuan dari pada kehidupan ini, mari kita
mengamati keadaan diri kita sebagai manusia yang dilahirkan
di dunia me lalui ayah-bunda kita. Ingat, kita ini dilahirkan, di
luar kehendak kita. T idak adamanusia di dunia ini yang minta
dilahirkan. Jadi kelahiran kita ini bukan kehendak kita,
melainkan kehendak Sang Hyang Widhi! Karena kita dilahirkan
di luar kehendak kita, maka tentu saja bagi kita tidak ada
tujuan apapun dalam kehidupan ini. Kita dilahirkan atas
kehendak Yang Maha Kuasa, maka Dialah yang berkehendak
dan bertujuan! Bukan kita. Kita hanya tinggal hidup saja, tidak
menguasai apapun. Bahkan kita tidak menguasai rambut kita
sendiri. Tidak ada selembarpun rambut di tubuh kita yang kita
kuasai sehingga kita tidak dapat mengatur pertumbuhannya.
Kita tidak memiliki apa-apa, bahkan yang menempel di tubuh
kita-pun bukan milik kita. Seluruh diri kita ini ada yang
Memiliki, ada yang Menguasai. Berhentinya kehidupan kita
terserah kepada Yang Memiliki dan Yang Menguasai itulah.
Hanya, ketika kita dilahirkan, diciptakan di dunia ini sebagai
manusia hidup, kita disertai tanggung jawab, disertai
kewajiban-kewajiban untuk menghadapi segala kenyataan dan
mengatasinya, seperti yang telah kukatakan tadi. Kita harus
menghadapi segala tantangan dan mengatasinya, itulahkenyataan hidup. Perut kita lapar dan kalau tidak diisi
kita akan mati kelaparan, maka sudah menjadi kewajiban kita
untuk mengisinya, dan untuk dapat mengisinya sudah menjadi
kewajiban kita untuk mencari makanan pengisi perut itu.
Demikian pula dengan hal-hal lain. Dan Gusti Y ang Maha Kasih
telah menciptakan kita secara sempurna. Untuk dapat
memenuhi kewajiban itu kita te lah disertai segala macam alat.
Setiap anggauta tubuh kita ini bermanfaat, berguna untuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mempertahankan hidup. Demikianlah kehendak Hyang Widhi.
Kita tidak dapat menentang kehendakNya. Karena itu, satusatunya cara hidup yang baik adalah menyerah kepada
kekuasaanNya, menyerah kepada kehendakNya. Apapun yang
terjadi kepada kita, kita harus mengucap syukur karena
berkahNya berlimpah-limpah setiap saat tanpa henti,
walaupun berkah itu terkadang terselubung dan bersembunyi
di balik peristiwa yang bagi hati akal pikiran kita terasa tidak
enak atau tidak menguntungkan. Segala kehendak Hyang
Widhi atas-diri kita adalah baik dan benar dan kita tidak dapat
menilainya melalui pertimbangan hati akal pikiran kita, karena
semua penilaian hati akal pikiran bersifat mementingkan diri
sendiri, mementingkan kesenangan dan keuntungan diri
sendiri. Mengertikah engkau mengapa aku setiap saat
menyerah kepada kekuasaan Sang Hyang Widhi, diajeng?"
Retno Wilis mengangguk, kehabisan bahan untuk bicara. Ia
merasa bahwa segala sesuatu tentang hidup sudah tercakup
dalam kata-kata Jayawijaya tadi, dan ia sudah tidak perlu
mengetahui hal yang lain lagi tentang kehidupan. Sekarang
mulailah ia mengerti mengapa Jayawijaya tidak pernah
merasa takut menghadapi apapun juga. Mengapa Jayawijaya
tidak pernah menggunakan kekerasan, namun tidak takut
menghadapi kekerasan itu sendiri. Cara penyerahan diri
kepada Yang Maha Kuasa secara mutlak lahir dan batin. Akan
tetapi ia sangsi apakah ia mampu bersikap seperti Jayawijaya!
Agaknya tidak mungkin dapat. Gairah hidupnya masih penuh
semangat, bergelora dan ia tidak mungkin dapat mengalah
terhadap kekerasan yang dilakukan orang lain terhadap
dirinya. Pasti akan dilawannya sekuat tenaga!
"Kakang, untuk dapat bersikap seperti engkau ini,
dibutuhkan kekuatan yang luarbiasa, melebihi tenaga sakti
yang manapun. Engkau telah membuat dirimu lebih kuat
daripada segala c ipta, rasa dan karsamu sendiri, engkau telah
mengalahkan segala nafsu-nafsumu! Hal itu tidak mungkin
dapat tercapai oleh aku yang lemah ini."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jayawijaya tertawa dan suara tawanya membuat Retno
Wilis menyadari bahwa yang berada di depannya bukanlah
dewa, melainkan manusia biasa.
"Diajeng, akupun tidak dapat melepaskan diri dari nafsunafsuku. Kalau aku melepaskan diri dari nafsu, aku tidak akan
dapat bertahan hidup di dunia ini. Nafsu adalah keduniawian.
Nafsu adalah alat-alat yang kita pergunakan untuk dapat
hidup dan untuk menikmati kehidupan itu sendiri. Akan
tetapaku selalu memohon kekuatan dari Hyang Widhi agar
nafsu tidak sampai memperbudak aku, agar nafsu-nafsuku
tetap menjadi peserta, menjadi alat yang baik dan berguna,
bukan menjadi majikan atas diriku, bukan menjadi kuda-kuda
binal yang akan menyeret kereta berikut kusirnya ke dalam
jurang." "Kuda-kuda binal, kakang" Apa pula maksudnya itu?"
"Diajeng Retno W ilis yang bijaksana. Nafsu dapat
diibaratkan api yang kalau kita kuasai akan menjadi alat yang
amat berguna dan mutlak bagi kehidupan akan tetapi kalau
menjadi liar akan membakar dan melahap segala yang berada
di depannya. Nafsu-nafsu juga dapat diibaratkan kuda-kuda
penarik kereta, di mana terdapat sang kusir,kereta adalah
badan jasmani kita sedangkan kusirnya adalah rohani kita.
Kalau kuda-kuda penarik itu dapat dijinakkan, maka mereka
akan dapat menarik kereta sehingga maju ke arah yang
semestinya. Akan tetapikalau kuda-kuda itu menjadi liar
sehingga sang kusir tidak lagi mampu mengendalikannya,
kuda-kuda itu akan kabur dan mungkin akan menyeret kereta
berikut kusirnya masuk ke dalam jurang."
"Ah, begitukah" Jadi kuda-kuda itu amat penting untuk
menarik maju sang kereta, akan tetapi juga amat berbahaya
kalau sampai menjadi liar" Begitukah nafsu-nafsu kita itu,
kakang" Lalu bagaimana upaya kita agar nafsu-nafsu kita
tidak menjadi liar dan tetap menjadi peserta yang baik"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bagaimana cara kita untuk dapat menundukkan nafsu-nafsu
kita sendiri?"
"Kita tidak dapat menundukkan nafsu-nafsu kita sendiri
karena kita memang bergantung kepada mereka. Akan tetapi
nafsu-nafsu itu diikut-sertakan kepada kita sejak kita lahir,
merupakan anugerah pemberian Hyang Widhi sebagai
penciptanya. Karena itu, satu-satunya jalan untuk dapat
menempatkan nafsu-nafsu di kedudukannya semula, yaitu
sebagai peserta dan pelayan, hanya lah menyerah kepada
kekuasaan Hyang Widhi. Hanya kekuasaan Hyang Widhi yang
mampu menundukkan nafsu-nafsu yang suka meliar itu,
diajeng." Kembali hening mengikuti percakapan, ini. Retno Wilis
termenung dan semakin merasa bahwa ia akan selalu berada
dalam keadaan damai dan tenteram kalau berdekatan dengan
pemuda ini. Ia merasa terharu sekali, merasa bahwa selama
hidupnya baru kini ia bertemu dengan seorang yang benarbenar dikaguminya lahir batin, ia melihat seorang laki-laki
yang benar-benar gagah perkasa, yang berani menentang
bahaya bahkan maut dengan dada terbuka, sedikitpun tidak
ada rasa takut, dengan hati bersih tidak terkandung perasaan
bermusuhan apa lagi benci! Dan setelah ia termenung dan
tenggelam dalam renungannya, Retno Wilis melihat bahwa ia
telah jatuh cinta kepada pria itu! Rasa kagum bercampur
dengan rasa iba dan sayang, membuatnya timbul keinginan
untuk dapat membahagiakan pria yang dikaguminya itu.
Malam tiba. Dari sela-sela jeruji, penjaga memasukkan
makanan yang terbungkus daun pisang dengan minuman.
Retno Wilis membiarkannya saja. Akan tetapi Jayawijaya lalu
mengambil bungkusan nasi dan
lauk pauknya itu, membawanya ke dekat Retno Wilis. Sinar lampu menyorot dari
luar, memberi penerangan yang cukup ke dalam kamar
tahanan itu. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Diajeng Retno Wilis, silakan makan dan minum hidangan
antaran mereka ini," kata Jayawijaya lirih.
"Hemm, aku tidak suka dengan makanan pemberian
mereka, kakang," jawab Retno Wilis dengan alis berkerut. Ia
tahu bahwa penolakannya itu bukan hanya karena perasaan
tidak senang kepada musuh-musuhnya, melainkan juga
karena rasa khawatir kalau-kalau makanan itu diberi racun.
"Orang tidak tahu apa saja yang dapat dilakukan orangorang licik dan curang seperti itu! Dan kurasa sebaiknya kalau
engkau juga jangan makan suguhan mereka ini, kakang Jaya."
"Akan tetapi mengapa, diajeng" Sudah sejak pagi kita tidak
makan dan perut kita menuntut isi. Kalau tidak makan malam
ini, besok kita akan merasa lemah padahal dalam keadaan
seperti ini kita perlu menjaga kesehatan dan tenaga.
Makanlah, diajeng, biarpun hanya sedikit," Jayawijaya
membujuk. "Terus terang saja, kakang. Aku sangsi akan kebersihan
makanan dan minuman ini. Ingat, mereka adalah orang-orang
sesat. Bisa saja mereka mencampuri makanan ini dengan
racun untuk membunuh kita."
Jayawijaya tersenyum. "Percayalah akan kekuasaan Hyang
Widhi, diajeng. Kekuasaan itu tidak akan membiarkan kita
diracuni orang. Mulut kita tidak akan mau menelan kalau
makanan atau minuman ini mengandung racun. Marilah, biar
aku dulu yang mulai makan dan minum untuk membuktikan
bahwa tidak ada racun dalam hidangan ini."
Jayawijaya lalu menuangkan air teh dari poci itu ke dalam
cangkir yang disediakan, kemudian menempelkan bibir cangkir
pada bibirnya. Diminumnya sedikit dem i sedikit air teh itu dan
ditelannya. Tidak terjadi sesuatu. Kemudian diambilnya
sebungkus nasi dan dimakannya. Juga tidak terjadi sesuatu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Nah, jelas bahwa dalam hidangan makanan dan minuman
ini tidak ada racunnya, diajeng. Mari silakan makan dan
minum." Retno Wilis merasa tidak enak untuk menolak terus. Juga
kekhawatirannya hilang. Kalau tidak ada Jayawijaya di situ,
biar bagaimanapun juga ia tidak akan mau menyentuh
makanan dan minuman itu. Mulailah ia minum dan makan
untuk menenangkan perutnya yang memang lapar dan
tenggorokannya yang memang haus.
Setelah selesai makan dan minum, Jayawijaya membawa
sisa makanan dan bekas hidangan itu ke pintu dan
mengeluarkannya lewat sela-sela jeruji. Kemudian kembali dia
duduk bersila di depan Retno Wilis seperti tadi.
"Mengaso dan tidurlah kalau engkau lelah dan mengantuk,
diajeng." "Aku tidak akan dapat tidur, akan tetapi aku sudah terbiasa
beristirahat dengan duduk bersila dan bersamadhi, kakang."
"Bagus kalau begitu. Mari kita mengaso, diajeng."
Mereka tetap duduk bersila. Malam semakin larut dan
Retno Wilis sudah membuat perhitungan bagaimana kalau ia
berusaha meloloskan diri bersama Jayawijaya. Pintu jeruji besi
itu bukan apa-apa baginya. Dengan aji kesaktiannya dan
kekuatan yang timbul dari hawa sakti, ia tentu akan mampu
menjebol pintu itu. Pedang pusaka Sapudenta juga tentu akan
mampu mematahkan jeruji-jeruji besi itu. Dan belasan orang
perajurit penjaga di luar pintu kamar tahanan, dapat dengan
mudah ia robohkan. Akan tetapi bagaimana kalau Wasi
Shiwamurti dan kawan-kawannya datang" Mereka terlalu kuat
baginya. Dan juga Jayawijaya belum tentu mau, bahkan ia
hampir yakin bahwa pemuda itu tentu akan menolaknya untuk
melarikan diri dengan menggunakan kekerasan. Ah, biarlah. Ia
akan melihat apa yang hendak dilakukan pemuda luar biasa
itu dan ia hanya akan menurut saja apa kehendaknya. Iapun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mulai belajar pasrah dan menyerah kepada kekuasaan Yang
Maha Kuasa! (Oo-dwkz-rhg-oO)
Menjelang fajar. Suasana semakin hening. Para penjaga
tidak terdengar lagi bicara, bahkan ada suara mendengkur.
Agaknya mereka telah tertidur! Hawa udara yang dingin
memasuki ruangan kamar tahanan itu, begitu dinginnya
sehingga Retno Wilis dan Jayawijaya sadar dari samadhi
mereka. Tiba-tiba terdengar suara di pintu besi dan tampak
sesosok bayangan orang ditimpa sinar lampu dari luar.
Sesosok bayangan seorang wanita! Agaknya wanita itu sedang
membuka kunci pintu penjara dan tak lama kemudian pintu itu
terbuka. Bau harum menerpa hidung kedua orang tahanan itu.
Retno Wilis segera mengenal wanita itu yang bukan lain
adalah puteri Sang Adipati Menak Sampar yang cantik jelita
itu. Gadis itu memang Dyah Ayu Kerti, puteri sang adipati!
Retno Wilis segera bangkit berdiri dan bertanya kepada


Sepasang Garuda Putih Seri Keris Pusaka Sang Megatantra 5 Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

puteri adipati itu. "Siapa andika dan mau apa andika
memasuki kamar tahanan ini?"
Akan tetapi Dyah Ayu Kerti tidak memperdulikan
pertanyaan Retno Wilis. Ia menghampiri Jayawijaya yang
masih duduk bersila dan berkata dengan bisikan lembut.
"Kakangmas Jayawijaya, aku Dyah Ayu Kerti datang untuk
membebaskanmu, kakangmas. Andika berdua boleh pergi dan
melarikan diri sekarang juga."
Jayawijaya bangkit berdiri dan memandang gadis jelita itu
dengan heran. "Bukankah andika ini puteri Sang Adipati Menak Sampar"
Bagaimana andika dapat masuk ke sini" Para penjaga itu ... "
"Ssssssttt ... kakangmas Jayawijaya, jangan keras-keras
andika bicara. Mereka sudah tertidur semua, terkena aji
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
penyirepanku," kata Dyah Ayu Kerti lirih sambil me letakkan
telunjuknya di depan sepasang bibirnya yang merah merekah.
"Akan tetapi ramamu" Para wasi itu?" tanya pula
Jayawijaya dengan heran.
"Mereka sedang berpesta mabuk-mabukan semalam suntuk
untuk merayakan kemenangan mereka atas tertawannya
andika berdua."
"Akan tetapi ... mengapakah andika membebaskan kami?"
tanya pula Jayawijaya.
"Karena aku merasa kasihan kepada andika, aku ... aku ... "
Retno Wilis kehilangan kesabarannya, ia menyambar
tangan Jayawijaya dan menariknya sambil berkata, "Marilah,
kakang. Kesempatan terbuka bagi kita untuk melarikan diri.
Jangan disia-siakan kesempatan ini!" Ia menarik Jayawijaya
keluar dari kamar tahanan itu dan lari melalui lorong di mana
para penjaga malang melintang dalam keadaan pulas.
Mereka berdua melangkahi tubuh para penjaga itu. Retno
Wilis tetap menggandeng tangan Jayawijaya yang agaknya
tidak tampak tergesa-gesa, seperti orang hendak pergi
berjalan-jalan saja, bukan melarikan diri!
"Kakangmas Jayawijaya ... !"
Mereka berhenti mendengar seruan ini dan me lihat Dyah
Ayu Kerti berlari-lari menghampiri mereka. Setelah dekat,
Dyah Ayu Kerti memegang tangan Jayawijaya yang sebelah
lagi dengan erat dan ia berkata, wajahnya berubah
kemerahan. "Kakangmas, bawalah aku. Aku ikut, kakangmas Jayawijaya
... " Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ehhhh?"
Ikut bagaimana" Aku tidak
mengerti maksudmu."
"Ikut ke mana saja
andika pergi. Aku ...
aku ... ingin menemanimu, selamanya ... !"
Panas rasa perut Retno Wilis, diamuk
cemburu! Ia cepat menepiskan tangan gadis puteri adipati itu
yang memegangi tangan Jayawijaya sehingga terlepas dan ia menghardik,
"Perempuan tak tahu malu! Hayo, kakang Jayawijaya, kita lari
dan jangan perdulikan gadis gila ini!" Dan diapun menarik lagi
pemuda itu, lari keluar dari bangunan itu.
Dyah Ayu Kerti yang masih berdiri di lorongitu tidak
mengejar lagi, akan tetapi ia menangis sesenggukan dengan
hati duka. Ia telah jatuh kasmaran (cinta) kepada pemuda
yang luar biasa itu, tergila-gila dan ingin sekali hidup bersama
pemuda itu untuk selamanya. Akan tetapi di sana ada Retno
Wilis yang agaknya merebut pemuda itu dan ia merasa tidak
mampu untuk menandingi wanita perkasa itu. Ia sendiri
memiliki aji penyeripan dan beberapa macam ilmu
kadigdayaan, akan tetapi apa artinya kalau dibandingkan
dengan Retno Wilis yang demikian sakti"
Tiba-tiba muncul Sang Adipati Menak Sampar, Wasi
Shiwamurti, Wasi Karangwolo Ni Dewi Durgomala, Ki
Shiwananda dandua orang senopati Blambangan, yaitu
senopati Rajah Beling dan Senopati Kurdolangit, diikuti
belasan orang perajurit pengawal.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Melihat puterinya berada di luar tempattahanan sambil
menangis, sang adipati menghampiri dan bertanya heran,
"Dyah Ayu Kerti! Apa yang kaulakukan di sini" Mengapa pula
engkau menangis?" Sang adipati melihat para perajurit
penjaga yang malang melintang dalam keadaan tidur. Sambil
mengerutkan alisnya karena puterinya tidak menjawab
pertanyaannya, dia lalu memerintahkan dua orang senopatinya. "Periksa ke dalam kamar tahanan!"
Dua orang senopati itu berlari cepat, berloncatan
melangkahi para perajurit penjaga yang tertidur lalu masuk ke
dalam. Tak lama kemudian keduanya keluar lagi dan wajah
mereka berubah pucat.
"Celaka, kanjeng gusti! Dua orang tawanan telah lolos!"
kata Senopati Kurdolangit.
"Wah, celaka! Dyah Ayu Kerti, apa yang telah terjadi?"
bentak sang adipati kepada puterinya.
Sambil menangis
sesenggukan akhirnya gadis
itu menjawab, "Aku ... aku ... telah membebaskan mereka,
kanjeng rama ... "
Sang adipati marah sekali. Matanya melotot memandang
kepada puterinya tersayang itu dan dia menggeram. "Akan
tetapi mengapa?"
"Aku ... aku kasihan ... kepada... kakangmas Jayawijaya ..."
"Celaka!" seru sang adipati. "Mari kita kejar. Mereka tentu
belum berlari jauh," kata Wasi Shiwamurti kepada kawankawannya dan dia melompat keluar, diikuti oleh rekanrekannya, juga oleh dua orang senopati dan belasan
perajuritnya yang dibentak oleh sang adipati untuk ikut pula
melakukan pengejaran.
Sementara itu, Adipati Menak Sampar dengan marah sekali
akan tetapi dia terlalu sayang kepada puteri tunggalnya untuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memarahinya terus, menarik tangan puterinya dan diajak
kembali ke gedungnya.
(Oo-dwkz-rhg-oO)
"Perlahan dulu, diajeng Retno! Kenapa engkau menyeretku
seperti ini?" keluh Jayawijaya yang terpaksa ikut berlari karena
tangannya ditarik dengan kuat oleh Retno Wilis.
Retno Wilis berhenti dan memandang kepadanya dengan
wajah cemberut. Mereka telah berlari agak jauh juga karena
sekarang fajar telah menyingsing, sinar matahari mulai
mengusir kegelapan malam yang meninggalkan kabut.
"Agaknya andika tidak ingin sekali untul melarikan diri, ya
kakang Jaya?"
"Eh, kenapa engkau bertanya demikian" Tentu saja aku
ingin terlepas dari kurungan mereka," kata Jayawijaya sambil
menghapus keringatnya,berlari-lari sejak tadi melelahkannya
dan membuatnya berkeringat.
"Ah, mengakulah saja terus terang. Andika tentu ingin
sekali tinggal di sana agar dapat bersama-sama dengan gadis
cantik jelita puteri Sang Adipati tadi!"
"Lho! Kenapa engkau berkata demikian?"
"Apakah engkau tidak tahu ataukah pura-pura tidak tahu,
kakang" Dyah Ayu Kerti yang cantik jelita itu tergila-gila
kepadamu! Ia telah jatuh cinta kepadamu, kakang, maka ia
berani mati membebaskanmu. Kenapa engkau tadi tidak
menerimanya ketika ia hendak ikut dan ingin menemanimu
selama hidupnya?" Dengan wajah cemberut Retno Wilis lalu
melangkah lagi, kini tidak mengandeng tangan Jayawijaya
seolah hendak meninggalkan pemuda itu. Jayawijaya
mengikutinya dari belakang.
"Begitukah perkiraanmu" Aku sendiri tidak mengira ... "
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hemm, jelas sekali bahwa ia mencintamu. Kalau tidak,
mengapa ia membebaskanmu?"
"Aku hanya menganggapnya sebagai uluran Kekuasaan
Tuhan yang hendak menolong kita melalui tangan puteri itu,
diajeng." "Hemm, apapun anggapanmu, jelas bahwa puteri itu jatuh
cinta kepadamu."
"Andaikata benar demikian, apakah hal itu karena
kesalahanku, diajeng" Aku tidaksengaja ... "
Retno Wilis berhenti melangkah dan menatap tajam wajah
pemuda itu. "Kakang Jayawijaya, apakah engkau tidak
tertarik" Ingat, ia seorang gadis yang amat cantik jelita dan ia
puteri seorang adipati yang berkuasa pula, gadis bangsawan,
kaya raya dan cantik jelita. Kalau engkau menjadi suaminya,
engkau tentu akan menjadi mantu adipati dan memperoleh
derajat dan pangkat tinggi, menjadi orang yang mulia,
terhormat dan disegani orang sekadipaten Blambangan!"
Jayawijaya tersenyum geli ketika dia memandang kepada
gadis yang diam-diam menjadi pujaan hatinya itu.
"Diajeng, aku tidak mengerti mengapa engkau berkata
seperti itu kepadaku. Pernikahan hanya mempunyai satu saja
syarat, yaitu cinta kasih. Dan cinta kasih ini tidak memandang
kecantikan, derajat pangkat atau harta, bukan pula keturunan.
Dyah Ayu Kerti hendak ikut denganku, bagaimana mungkin
aku dapat menerimanya" Ia seorang puteri adipati, dan aku
seorang kelana. Juga tidak mungkin menemaniku selama
hidupnya karena hal itu berarti bahwa aku harus menjadi
suaminya, padahal tidak ada cinta kasih dalam hatiku
terhadap dirinya."
Retno Wilis menunduk dan senyum berkembang di
bibirnya. Wajahnya yang jelitaitu berseri, semringah. "Aku ...
aku girang mendengar pertanyaanmu itu, kakang Jayawijaya."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jayawijaya menatap tajam wajah gadis itu. "Diajeng, aku
heran sekali mengapa engkau tadi seperti orang marahmarah." Retno Wilis masih menundukkan mukanya dan matanya
mengerling ke arah pemuda itu. Lalu katanya lirih, "Aku tidak
senang karena gadis itu mencintamu ... "
"Dan engkau mengira bahwa aku juga membalas
cintanya?"
Dengan suara masih lirih Retno Wilis menjawab, "Aku ...
khawatir begitu."
"Kalau begitu, ah, benarkah dugaanku ini bahwa engkau ...
cemburu, diajeng?"
Wajah Retno Wilis menjadi merah sekali, kepala semakin
menunduk dan suaranya semakin lirih. "Aku ... aku harus
malu, kakang ... "
Jilid 14 "Kenapa, diajeng" Karena cemburu" Kita ini manusia biasa,
diajeng, dan adalah wajar kalau kita masih dipermainkan
perasaan yang terdorong oleh nafsu-nafsu kita. Masih baik
kalau kita tidak menjadi buta oleh nafsu, melainkan dapat
mempergunakan nafsu secara wajar. Kalau engkau cemburu,
hal itu adalah manusiawi, diajeng. Tidak perlu membuatmu
malu. Aku sendiri, aku-pun seorang manusia biasa yang sadar
akan kelemahanku. Karena merasa diri lemah ini lah maka aku
selalu bersandar kepada Kekuasaan Hyang Widhi, selalu
mepyerah. Engkau tidak ingin me lihat seorang wanita lain
mencintaku, hal itu berarti bahwa engkau cinta kepadaku,
bukan?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kini Retno W ilis menundukkan mukanya sampai dagunya
mepet dengan bawah lehernya, jantungnya berguncang keras
dan napasnya tersendat.
Jayawijaya memegang kedua tangan gadis itu, mengangkat
kedua tangan itu mendekatkan kepada mukanya dan mencium
jari-jari tangan itu. "Jangan rikuh atau malu, di-ajeng karena
keadaan hati kita sama. Aku-pun mencintamu sejak pertama
kali kita berjumpa. Hatiku melekat kepadamu. Semoga Sang
Hyang Widhi memperkenankan dan memberkahi hati kita yang
saling mencinta."
"Kakang .....!" Retno Wilis mendesah dan selama hidupnya
belum pernah ia merasakan kebahagiaan seperti saat itu.
Tubuhnya menjadi lemas dan seolah ia tidak kuat menyangga
kepalanya dan menyandarkan kepalanya didada Jayawijaya
yang segera mendekapnya. Dalam dekapan kedua lengan
pemuda itu, Retno W ilis merasa seperti seorang bayi dalam
gendongan ibunya, begitu aman tenteram dan bahagia! Ia
memejamkan kedua matanya dan merasa seperti diayunayun. Sesungguhnyalah, tidak ada kebahagiaan yang lebih besar
dari pada dua hati yang saling mencinta bertemu. Demikian
asyik dan masyuk. Gamelan di Lokananta bagaikan berbunyi
merdu selaras dengan nyanyian hati mereka. Desah " angin di
antara daun-daun pohon seperti berbisik-bisik merdu merayu.
Gemercik air di anak sungai seperti sekumpulan bidadari
menyanyikan lagu puji-pujian. Sinar matahari tampak lebih
cerah dan indah dari pada biasanya. Awan-awan yang
berarak di angkasa membentuk lukisan-lukisan yang indah
menakjubkan. Andaikata dunia kiamat di saat itu, mereka
berdua tidak akan merasakannya dan mati terselubung
kebahagiaan yang terasa sampai di tulang sumsum itu.
Mereka tenggelam dalam lautan asmara, telinga mereka


Sepasang Garuda Putih Seri Keris Pusaka Sang Megatantra 5 Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

penuh dengan sajak-sajak dan nyanyian cinta yang serba
indah, tidak mendengarkan apa-apa yang lain lagi. Cinta
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
asmara memang rremiliki kekuasaan yang amat dahsyat.
Jayawijaya yang biasanya selalu waspada itu, sekali inipun
terlena. Mendekap kepala Retno Wilis baginya seolah dia te lah
mendekap alam semesta, telah mendapatkan segala-galanya.
Dia sampai lupa diri dan memejamkan mata, hanyut terbawa
nyanyian asmara yang mengayun kalbunya.
"Ha-ha-ha-ha-ha! Kiranya kalian berdua saling mencinta!
Bagus sekali! Kami akan menyempurnakan kebahagiaan
kalian dengan keduanya mati bersama!" tiba-tiba terdengar
seruan itu yang bagaikan geledek telah menarik kedua orang
muda keluar dari alam kahyangan Sang Hyang Komajaya dan
Komaratih! Mereka kembali ke dunia yang banyak halangan
dan cobaan, dan menghadapi Wasi Shiwamurti yang muncul
lengkap dengan Wasi Karangwolo, Ni Dewi Durgomala, Ki
Shiwananda, kedua senopati Rajah Beling dan Kurdolangit
bersama belasan orang anak buah mereka! Seketika
maklumlah Retno Wilis bahwa keadaan mereka dalam bahaya
maut. Gertakan Wasi Shiwamurti bukan gertakan kosong
belaka. Kalau mereka semua itu menyerang, ia tidak akan
mampu melindungi Jayawijaya atau bahkan dirinya sendiri. Ia
dan kekasihnya akan mati bersama! Pikiran ini menenangkan
hatinya. Mati bersama! Alangkah membahagiakan itu. Maka
sedikitpun ia tidak menjadi jerih.
"Wasi Shiwamurti, kenapa kalian masih saja mengejarngejar kami" mengapa kalian memusuhi kami, padahal kami
tidak memusuhi kalian" hentikanlah pengejaran ini dan
biarkan kami pergi dengan aman," kata Jayawijaya, sementara
itu Retno W ilis sudah bersiap siaga untuk mempertahankan
diri dan me lindungi Jayawijaya dengan sekuat tenaga sampai
saat terakhir. "Jayawijaya, sekarang juga andika boleh pergi, kami tidak
akan mengganggu, kami tidak mempunyai urusan apapun
denganmu. Akan tetapi, kami tidak akan membebaskan Retno
Wilis. Kami harus menangkapnya, hidup atau mati!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendengar ini, Retno Wilis yang sudah nekat lalu
melangkah maju menghadapi Wasi Shiwamurti dan berkata
dengan lantang. "Wasi Shiwamurti, beginikah sikap seorang
wasi yang mengaku sebagai kepala agama baru dan menjadi
utusan negara Cola" Engkau maju bersama banyak kawan
hendak mer.geroyok aku" Majulah, keroyoklah, aku lidak takut
mati. Lebih baik mati dengan gagah dari pada hidup sebagai
manusia curang dan licik macam engkau yang hanya berani
melakukan pengeroyokan terhadap seorang wanita muda!"
Ucapan Retno Wilis ini tajam sekali dan menusuk perasaan
dan harga diri Wasi Shiwamurti yang menjadi merah mukanya
saking marah dan malunya.
"Babo-babo, Retno Wilis!" bentak Wasi Shiwamurti dengan
suara menggeledek. "Sumbarmu seperti menyambarnya
halilintar dimusim hujan! Kaukira kami takut kepadamu untuk
bertanding satu lawan satu" Hayo majulah, aku tidak akan
mengeroyokmu, aku akan maju seorang diri untuk
melawanmu satu lawan satu!"
Pada saat itu, tampak dua bayangan orang berkelebat dan
terdengar suara lantang, "Diajeng Retno Wilis, jangan takut
aku datang membantumu!"
Retno Wilis cepat menengok dan melihat seorang pemuda
yang tampan bertubuh tegap dan bersikap gagah, ia girang
karena mengenal bahwa pemuda itu adalah Harjadenta,
pemuda perkasa dari Gunung Raung itu. Akan tetapi lebih
girang lagi hatinya melihat Bagus Seto bersama pemuda itu.
Kalau hanya Harjadenta yang datang membantu, ia masih
meragukan apakah ia dan Harjadenta mampu menghadapi
banyak lawan itu. Akan tetapi dengan munculnya Bagus Seto,
ia merasa tenang.
"Kakangmas Harjadenta! Kakang Bagus Seto! Bagaimana
kalian dapat datang bersama?"
"Kami saling berjumpa dalam perjalanan lalu bersama-sama
menuju ke Blambangan," kata Harjadenta dengan girang. Dia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tidak mengenal orang-orang tua berpakaian pendeta itu, maka
dia memandang rendah. Dengan adanya Retno Wilis dan
Bagus Seto di situ, dia tidak merasa takut menghadapi siapa
juga. Akan tetapi ketika melihat Ni Dewi Durgomala dan Ki
Shiwananda, dia lalu teringat akan mereka yang memimpin
agama baru yang menyesatkan itu. Dia mengerutkan alisnya,
maklum bahwa dia berhadapan dengan musuh-musuh yang
sakti. Sementara itu, Bagus Seto yang mengamati Wasi
Shiwamurti, dapat melihat bahwa Kakek itu memiliki wibawa
yang teramat kuat. Dia khawatir kalau adiknya tidak akan
mampu menandingi wasi itu, maka dia lalu menghampiri
adiknya dan berkata, "Retno, apa yang sedang terjadi di s ini?"
dia juga menoleh kepada Jayawijaya yang berdiri di samping
Retno dan terkejutlah Bagus Seto melihat sinar mata yang,
terang dan jernih dari pemuda yang sikapnya amat tenang itu.
Dia kaget karena dapat menduga bahwa pemuda ini tentu
memiliki kekuatan yang dahsyat di balik kelembutannya.
"Kakang Bagus Seto, ini adalah Wasi Shiwamurti, pendiri
dari agama baru yang dibantu Ni Dewi Durgomala dan Ki
Shiwananda yang sudah kakang kenal. Yang lain-lain itu
adalah para senopati Blambangan dan anak buahnya. Mereka
itu hendak menangkap aku dan kakang Jayawijaya ini. Oya,
perkenalkan, kakang. Ini adalah kakang Jayawijaya yang
melakukan perjalanan bersamaku. Kakang Jaya, ini kakakku
bernama Bagus Seto dan yang itu adalah kakangmas
Harjadenta dari Gunung Raung."
Melihat sikap dan pandang mata adiknya terhadap pemuda
yang lembut itu, dan melihat cara pemuda itu memandang
adiknya, Bagus Seto segera tahu bahwa ada hubungan batin
yang istimewa di antara keduanya. Sejenak dia bertukar
pandang dengan Jayawijaya dan dalam waktu beberapa detik
itu seolah keduanya saling dapat menyelami isi hati masingmasing dan kembali Bagus Seto merasa terkejut dan kagum.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dia tahu bahwa pemuda ini bukan seorang pemuda biasa saja,
sebaliknya Jayawijaya juga merasa betapa kuatnya pancaran
sinar mata Bagus Seto.
"Akan tetapi kenapa mereka itu hendak menangkap kalian,
Retno?" "Mereka itu hendak menawan aku dengan tuduhan menjadi
telik sandi, kakang dan hendak membebaskan kakang
Jayawijaya. Akan tetapi kakang Jayawijaya tidak mau
dibebaskan seorang diri saja dan menun tut agar aku
dibebaskan pula. Mereka hendak memaksa aku menyerah dan
aku menen tang untuk bertanding satu lawan satu kalau
mereka itu bukan pengecut yang curang dan suka main
keroyokan."
Melihat Retno Wilis bercakap-cakap dengan pemuda
berpakaian serba putih yang baru muncul bersama seorang
pemuda lain, bicara dan mengobrol tanpa memperdulikan dia
dan kawan-kawannya, Wasi Shiwamurti menjadi marah.
"Retno Wilis, siapa hendak mengeroyokmu" Aku terima
tantanganmu untuk bertanding satu lawan satu! Hayo
majulah, siapa hendak melawanku?" Wasi Shiwamurti
menantang. Tiba-tiba Retno W ilis mendapat sebuah pikiran yang
dianggap baik dan menguntungkan. "Begini saja, Wasi
Shiwamurti. Sekarang telah datang kakang Bagus Seto dan
kakangmas Harjadenta, jadi kami ada bertiga. Nah, kalian
boleh mengajukan tiga orang jagoan kalian untuk
dipertandingkan dengan kami bertiga, maju satu demi satu.
Kalau pihakku menang dua, berarti aku menang dan engkau
harus membebaskan kami. Sebaliknya kalau pihak kalian yang
menang dua, kalian boleh menawanku. Bagaimana, beranikah
engkau menerima tantanganku ini?"
Wasi Shiwamurti tertawa mengejek. Dia mengandalkan dua
orang pembantu utamanya, yaitu Ni Dewi Durgomala dan Ki
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Shiwa nanda. "Ha-ha-ha, bagus! Coba sekarang kauajukan
jagomu untuk melawan jago kami. Ki Shiwananda, majulah!
Nah, siapa yang akan maju melawan Ki Shiwananda?". Pada
saat itu terdengar bentakan nyaring suara wanita. "Siapa
berani menggangu anak-anakku?"
Dua sosok bayangan berkelebat dan di situ telah berdiri
Endang Patibroto dan seorang pemuda gagah yang bukan lain
adalah Jarot. Putera Adipati Kertajaya dari Pasisiran ini
melakukan perjalanan merantau dan memang dia ingin sekali
menyusul Endang Patibroto yang pernah menolongnya dari
tangan kedua orang kakaknya, Lembu Alun dan Lembu Tirta,
yang bermaksud membunuhnya dengan bantuan guru
mereka, yaitw Wasi Surengpati. Karena Adipati Kertajaya
adalah seorang Adipati yang setia terhadap Jenggala dan
Panjalu, maka dia merasa khawatir terhadap keselamatan
Endang Patibroto yang hendak
menyelidiki keadaan
Nusabarung dan Blambangan. "Maka dia tidak mencegah,
bahkan menyetujui ketika puteranya, Jarot menyatakan
keinginannya untuk merantau dan menyusul Endang Patibroto
ke kedua kadipaten itu, dan kalau perlu membantunya.
Demikianlah, ketika tiba di luar perbatasan B lambangan, Jarot
bertemu dengan Endang Patibroto dan mereka melanjutkan
perjalanan bersama memasuki daerah Blambangan. Kebetulan
sekaii mereka melihat Retno Wilis, Bagus Seto, Jayawijaya dan
Harjadenta sedang berhadapan dengan banyak orang yang
sikapnya mengancam, maka Endang Patibroto lalu membentak
marah. "Retno, apa yang terjadi di sini" Siapa orang-orang
menjemukan ini?" bentak Endang Patibroto galak kepada
puterinya. "Kanjeng ibu, mereka adalah Wasi Shiwamurti, pendiri
agama baru dan kawan-kawannya. Dia hendak menawanku,
dan aku mengajukan usul untuk bertanding satu lawan satu."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Babo-babo! Siapa hendak menandingi puteriku, akulah
lawannya! Engkaukah, pendeta palsu, yang hendak maju"
Nah, akulah lawanmu!" kata Endang Patibroto sambil
menghadapi Wasi Shiwamurti. Sang wasi dan kawankawannya terkejut dan gentar menghadapi wanita setengah
tua yang gagah perkasa dan galak bukan ma in itu. Wasi
Shiwamurti sudah mendengar banyak tentang Endang
Patibroto, wanita yang sakti itu. Akan tetapi tentu saja dia
tidak takut karena banyak kawan dan anak buahnya.
"Bagus, kiranya engkau-sendiri yang datang, Endang
Patibroto. Sudah lama karni mendengar akan namamu dan
kebetulan sekali sekarang engkau datang mengantarkan
nyawa!" "Wasi Shiwamurti, keadaan sekarang berubah. Ibuku telah
datang, maka dipihak kami bertambah seorang lagi, menjadi
empat orang yang akan maju sebagai jago kami!"
"Bukan empat, melainkan lima!" Endang Patibroto berseru
dan ia menuding ke arah Jarot. "Pemuda inipun dapat menjadi
jago kita, Retno. Kenalkan, dia bernama Jarot, putera Adipati
di Pas isiran."
Jarot mengangguk kepada Retno Wilis, Bagus Seto,
Harjadenta dan Jayawijaya. Retno segera memperkenalkan
dua orang pemuda yang sejak tadi diam saja itu kepada
ibunya. "Ibu, ini adalah kakangmas Harjadenta yang juga
menjadi jago kita. Dan yang ini adalah kakang Jayawijaya
yang bersama aku dijadikan tawanan oleh orang-orang
Blambangan."
Endang Patibroto tersenyum kepada puterinya. "Aku sudah
mengenal anakmas Jayawijaya, Retno. Anakmas Jayawijaya,
bagaimana andika dapat bersama anakku menjadi tawanan
orang-orang Blambangngan?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jayawijaya memberi hormat kepada Endang Patibroto.
"Bibi, kebetulan sekali saya bertemu dengan diajeng Retno
Wilis dan melakukan perjalanan bersama."
Diam-diam Endang Patibroto merasa girang sekali. Ia sudah
mengambil keputusan untuk menjodohkan Retno Wilis dengan
pemuda yang aneh luar biasa ini, dan tahu-tahu mereka sudah
bertemu bahkan melakukan perjalanan bersama. "Ah,
begitukah" Retno, mari kita berlima maju dan membasmi
orang-orang jahat ini!"
Retno Wilis menghadapi Wasi Shiwamurti. "Wasi Shiwamurti, di pihak kami ada lima orang jago. Mari kita
bertanding satu lawan satu!"
"Paman Wasi, biar aku yang maju sebagai jago pertama!"
terdengar bentakan keras dan seorang laki-laki tinggi besar
melompat keluar. Usianya kurang lebih limapuluh tahun dan
tubuhnya gagah dan tampak kokoh kuat.
"Aku adalah, senopati Blambangan bernama Rajah Beling.
Siapa berani melawan aku?" katanya sambil membusung kan
dadanya yang lebar dan tebal.
"Diajeng Retno Wilis, biar aku yang menandinginya!" kata
Harjadenta dan Retno Wilis yang maklum akan kepandaian
pemuda dari Gunung Raung ini mengangguk. Ia belum tahu.
bagaimana tingkat kepandaian Jarot, pemuda yang datang
bersama ibunya, maka tentu saja ia tidak berani mengajukan
pemuda itu. Dengan gagah Harjadenta melangkah maju menghadapi
Senopati Rajah Beling yang memandang kepadanya dengan
matanya yang tebar itu terbelalak menyeramkan. Harjadenta
tersenyum, sikapnya tenang saja.
"Orang muda, sebutkanlah namamu agar engkau tidak mati
tanpa nama!" bentak Senopati Rajah Beling dengan suara
menggele gar. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku Harjadenta dari Gunung Raung. Guruku adalah Eyang
Empu Gandawijaya kalau engkau ingin tahu," jawab
harjadenta dengan sikap tenang. Dia adalah seorang yang


Sepasang Garuda Putih Seri Keris Pusaka Sang Megatantra 5 Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jujur, maka tanpa ditanya dia sudah memperkenalkan
gurunya. "Hemm, murid Empu Gandawijaya" Orang muda, karena
kami sudah mengenal Empu Gandawijaya dan pernah
memesan keris buatannya, maka kunasihatkan agar engkau
pulang ke Gunung Raung dan jangan mencampuri urusan ini.
Aku memberi kesempatan kepadamu untuk hidup demi
gurumu." "Senopati Rajah Beling, kita telah memilih pihak masingmasing dan kita berhadapan sebagai musuh. Tidak perlu
engkau menyinggung-nyinggung nama guruku. Kita telah
menjadi jago dari masing-masing pihak. Majulah, aku siap
menandingimu!"
"Orang muda keras kepala, tidak tahu di sayang orang.
Sekarang engkau akan mati!" Berkata demikian, senopati yang
tinggi besar itu sudah menerjang maju dengan tangan kanan
dikepal sebesar kepala orang dan menyambar ke arah kepala
Harjadenta, sedangkan tangan kirinya membentuk cakar
mencengkeram ke arah dada pemuda itu. Gerakannya
mendatangkan angin, pertanda bahwa gerakan itu mengandung tenaga yang besar, juga datangnya amat
cepatnya. Namun Harjadenta adalah seorang pemuda yang tangkas
dan gesit. Menghadapi serangan itu dia tidak menjadi gugup,
cepat miringkan tubuhnya dan menarik kepalanya ke belakang
sehingga pukulan dan cengkraman lawan itu hanya mengenai
angin kosong belaka. Rajah Beling menjadi penasaran dan
cepat kakinya menyusul dengan tendangan yang mencuat
secepat ular mematuk. Kaki yang besar dan panjang itu
menyambar ke arah dada Harjadenta. Namun pemuda ini
sudah siap siaga.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Wuuuuuuuuttt.......dukkkk!!" Lengan kanan Harjadenta
sudah menangkis kaki kiri lawan yang menyambar dengan
tendangan itu dan ternyata tenaga pemuda ini tidak kalah
oleh tenaga tendangan lawan. Buktinya kaki yang tertangkis
itu terpental dan membuat tubuh Rajah Beling menjadi
doyong. Kesempatan ini dipergunakan oleh Harjadenta untuk
membalas. Selagi tubuh lawannya condong ke kanan, dia
memapakinya dengan tamparan tangan kiri dengan jari-jari
terbuka yang ditujukan ke arah leher lawan.
"Syuuuuuttt......!" Tamparan yang kuat ke itu juga tidak
mengenai sasaran karena biarpun tubuhnya condong ke
kanan, senopati yang banyak pengalaman bertanding itu
sudah menjatuhkan tubuhnya ke belakang, lalu menggelinding
dan meloncat bangun kembali. Mereka sudah berhadapan lagi
seperti dua ekor ayam jago sedang berlaga. Keduanya
memasang kuda-kuda. Rajah Beling memasang kuda-kuda
atau pasangan yang disebut Mahesa Mungkur, yaitu tubuhnya
membelakangi lawan, akan tetapi lehernya menoleh ke
belakang dan matanya memandang penuh kewaspadaan,
kedua kakinya siap untuk membalik dan kedua tangannya
dengan jari-jari terbuka terpasang di depan dada, seolah-olah
seekor harimau yang sedang marah dan siap untuk menerkam
musuhnya. "Haiiiit....!" Rajah Beling tiba-tiba memutar kedua kakinya
dan kedua tangannya menyambar dari kanan kiri, membuat
gerakan menggunting ke arah tubuh Harjadenta..
"Yaaaaahhhh....!" Harjadenta juga mengeluarkan pekik dan
kedua tangan yang membentuk cakar itu berkembang ke
kanan kiri menangkis dua pukulan yang menggunting dari
lawan, kemudian kaki kanannya menyambar ke arah perut
Rajah Beling. "Wuuuttt .... desss ...." Rajah Beling tidak sempat
mengelak, maka diapun menggerakkan kaki kirinya menyambut tendangan itu sehingga kedua tulang kering kaki
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mereka bertemu dengan kerasnya. Keduanya terpelanting dan
terhuyung ke belakang. Jebol kuda-kuda mereka ketika kedua
kaki mereka saling bertemu itu dan ternyata tenaga mereka
seimbang sehingga keduanya terpelanting dan hampir roboh!
"Babo-baba, keparat! Ada juga isinya bocah ini!" kata Rajah
Beling marah. "Senopati Rajah Beling, keluarkan semua kedigdayaan dan
aji kesaktianmu!" tantang Harjadenta.
"Keparat! Sambutlah pusakaku ini kalau engkau mampu!"
Rajah Beling mencabut sebatang pedang dari pinggangnya.
"Hemm, belum lecet kulitmu, belum patah tulangmu,
engkau sudah mengeluarkan pusaka! Apa engkau kira hanya
engkau yang memiliki pusaka" Akupun memiliki sebatang
pusaka ampuh yang akan menandingi pusakamu!" Berkata
demikian, Harjadenta mencabut kerisnya, yaitu Ki Mengeng,
sebatang keris buatan Empu Gandawijaya.
"Maju dan sambutlah pusakaku ini yang akan mengantarmu
ke alam baka!" bentak Rajah Beling dengan suara garang, dan
dia sudah menerjang ke depan, pedangnya melayang dan
membacok ke arah kepala harjadenta. Pemuda itu maklum
akan datangnya serangan yang berbahaya. Dia cepat
menggeser kakinya dan mengelak ke samping kiri. Ketika
pedang yang berkilauan saking tajamnya itu meluncur lewat,
cepat diapun memasukkan kerisnya menusuk ke arah lambung
lawan. Rajah Beling cukup gesit dan melihat dirinya terancam
maut di ujung keris lawan, diapun melompat ke belakang dan
luput dari serangan itu. kemudian dia menerjang lagi,
memutar pedangnya sehingga tampak gulungan sinar pedang
yang seolah berubah menjadi banyak itu. Dari gulungan sinar
itu mencuat sinar pedang menusuk ke arah dada Harjadenta.
Ilmu Ulat Sutera 7 Peristiwa Merah Salju Karya Gu Long Senyuman Dewa Pedang 3

Cari Blog Ini