Ceritasilat Novel Online

Sepasang Garuda Putih 9

Sepasang Garuda Putih Seri Keris Pusaka Sang Megatantra 5 Karya Kho Ping Hoo Bagian 9


Pemuda ini cepat memutar pergelangan tangan kanannya
yang memegang keris, kerisnya berputar menangkis pedang
lawan. Karena maklufn bahwa lawannya memiliki tenaga
besar, ketika menangkis Harjadenta mengerahkan tenaganya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Cring .... tranggg .....!!" Dua kali pedang bertemu keris
dan- tampaklah bunga api berpijar menyilaukan mata ketika
dua batang senjata itu bertemu di udara aengan kuatnya.
Keduanya lalu melangkah ke belakang untuk memeriksa
senjata masing-masing. Setelah mendapat kenyataan bahwa
senjata mereka tidak rusak, keduanya maju lagi dan saling
serang dengan hebatnya. Ternyata tingkat kepandaian kedua
orang ini berimbang sehingga pertandingan itu berlangsung
seru dan sukar untuk diramalkan siapa yang akan keluar
sebagai pemenang. Sebetulnya Harjadenta masih menang
sedikit dalam hal kecepatan , sedangkan tenaga mereka
seimbang. Akan tetapi Rajah Beling menutup kekalahannya itu
dengan kemenangan dalam pengalaman bertanding. Gerakkannya lebih matang dibandingkan Harjadenta, jurusjurus silatnya dapat dikembangkan dengan berbagai gerakan
yang cepat tidak terduga, sehingga kadang-kadang Harjadenta dibuat kaget.
Ada seperempat jam mereka bertanding dan keadaannya
masih seimbang sehingga para penonton kedua pihak merasa
tegang sekali. Jayawijaya yang ikut juga menjadi penonton,
mengerutkan alisnya. .Dalam hati nya dia sama sekali tidak
senang menyaksikan pertandingan ini karena maklum bahwa
seorang di antara mereka yang bertanding tentu akan tewas
atau setidaknya terluka. Dia menganggap bahwa pertandingan
itu bukan merupakan cara penyelesaian yang baik dan sehat.
Akan tetapi diapun tahu bahwa dia tidak dapat mencegah
karena kedua pihak sudah setuju untuk menyelesaikan perso
alan dengan adu kepandaian silat. Tentu saja dia berpihak
kepada rombongan Retno Wilis kareni pihak gadis itulah yang
benar sedangkan pihak Blambangan salah? akan te tapi dia
tidak menghendaki cara kekerasan seperti itu.
"Hauuuppppp......!" Kembali Rajah Beling mengeluarkan
bentakan nyaring dan dia sudah merendahkan tubuh sampai
berjongkok dan pedangnya menyerampang ke arah kedua
kaki Harjadenta. Pemuda ini melompat ke atas belakang, akan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tetapi baru saja kedua kakinya menginjak tanah, Rajah Beling
sudah melompat ke atas dan menyerang dari atas dengan
pedangnya, gerakannya seperti seekor burung garuda
menyambar mangsanya.
Harjadenta terkejut bukan main. Serangan lawannya itu
sedemikian cepatnya dan tahu-tahu pedang itu telah
menyambar ke arah lehernya dari atas! Dia mencoba untuk
mengelak dengan miringkan tubuh atasnya, akan tetapi
pedang itu masih saja dapat menyerempet pundak kirinya.
Baju di bagian pundak kirinya robek berikut kulit pundaknya,
terluka dan mengeluarkan darah.
Akan tetapi Harjadenta cepat menusukkan kerisnya ke arah
tubuh yang masih melayang di atas itu. Rajah Beling menarik
kakinya, akan tetapi tetap saja keris itu masih melukai
pahanya sehingga mengucurkan darah. Keduanya berlompatan ke belakang, Harjadenta berdarah pada pundak
kirinya dan Rajah beling berdarah pula paha kanannya.
Kawan-kawan dari kedua pihak cepat maju menolong
teman masing-masing. Retno Wilis merasa lega setelah
melihat bahwa luka di pundak Harjadenta tidak parah
walaupun tentu saja kurang baik kalau pemuda itu
melanjutkan pertandingan karena lukanya itu akan membuat
gerakannya menja di kurang leluasa dan lambat.
"Retno Wilis, jagomu telah terlukai" kata Wasi Shiwamurti
lantang. Retno Wilis bertolak pinggang menghadapi sang wasi itu.
"Akan tetapi jagomu juga terluka lebih parah pada pahanya!
Jagoku tidak dapat dikatakan kalah?"
Wasi Shiwamurti me lihat betapa luka di paha Rajah Beling
tidak memungkinkan bagi senopati Blambangan itu untuk
melanjutkan perkelahian, maka diapun segera berkata
lantang, "Retno W ilis! Karena jago kita masing-masing sudah
terluka, maka keadaan mereka berimbang, tidak ada yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menang atau kalah. Pertandingan pertama ini kita anggap seri
tanpa ada yang menang. Mari kita lanjutkan dengan
pertandingan ke dua!"
"Kakang Wasi Shiwamurti, biarkan aku yang maju
sekarang!" terdengar teriakan dan Wasi Karangwolo sudah
melangkah maju, menghadapi pihak Retno Wilis sambil
berkata, "Hayo siapa akan berani menandingi Wasi
Kararigwolo, penasihat Sang Adipati di B lambangan!"
Retno Wilis yang sudah tahu akan kehebatan ilmu
kanuragan maupun ilmu sihir yang dimiliki Wasi Karangwolo,
menjadi ragu. Kalau ia sendiri yang maju, bagaimana nanti
kalau menandingi Wasi Shiwamurti dan kedua pembantunya
yang sakti, yaitu Ni Dewi Durgomala dan Ki Shiwananda"
Mereka bertiga itu akan ia hadapi bertiga bersama ibunya dan
kakaknya. Satu-satunya jago yang ada padanya hanya
pemuda yang bernama Jarot itu, akan tetapi karena ia belum
tahu sampai di mana tingkat kepandaian pemuda itu, ia tidak
berani menyuruhnya maju. Kalau tingkatnya hanya setingkat
kepandaian Harjadenta, tentu akan kalah menandingi Wasi
Karangwolo. Ia hanya memandang ke arah pemuda itu dan
kepada ibu nya. la melihat ibunya mengangguk, dan Jarot
agaknya maklum bahwa dia diharapkan untuk mewakili pihak
Retno Wilis. Sejak tadi Jarot memperhatikan Retno Wilis dan
dia menjadi kagum bukan main, bahkan terpesona. Selama
hidupnya baru sekali ini dia bertemu dengan seorang dara
yang bukan saja cantik jelita, namun juga pemberani dan
gagah perkasa. Seperti dara inilah kiranya tokoh Maha Bharata
yang bernama Srikandi itu! Akan tetapi karena baru saja dia
diperkenalkan dengan Retno Wilis dan dia merasa rikuh untuk
bicara kepada dara itu, maka dia berkata yang ditujukan
kepada Endang Patibroto.
"Kanjeng Bibi Endang Patibroto! Perkenankan saya maju
sebagai jago nomor dua pihak kanjeng bibi!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Endang Patibroto tersenyum dan mengangguk. "Akan tetapi
berhati-hatilah, anak-mas Jarot. Aku pernah bertanding
dengan wasi busuk ini, dia cukup tangguh dan memiliki ilmu
sihir, banyak akalnya yang licik!"
Jarot tersenyum. "Saya akan berhati-hati, kanjeng bibi." Dia
lalu melangkah maju menghadapi Wasi Karangwolo dan
berkata, "Sang Wasi, akulah tandingmu dan majulah, aku
sudah siap!"
Wasi Karangwolo marah mendengar ucapan Endang
Patibroto tadi. Dia dikatakan sebagai seorang wasi busuk yang
licik! Dengan muka berubah merah saking marahnya dia
sudah mencabut sebatang keris panjang dari pinggangnya,
mengamangkan kerisnya kepada Jarot dan membentak,
"Orang muda, siapakah andika yang berani menghadapi Wasi
Karangwolo?"
"Namaku Jarot, aku putera Adipati Kertajaya dari Pas isiran,
dan aku adalah murid Sang Bhagawan Dewondaru dari
Gunung Semeru," kata jarot dan melihat lawannya memegang
sebatang keris panjang, diapun mencabut keris yang terselip
di pinggangnya, sebatang keris berluk tujuh yang berwarna
hitam. Itulah keris Nogo Ireng pemberian gurunya, sebatang
keris pusaka yang ampuh.
Mendengar bahwa pemuda itu murid Sang Bhagawan
Dewondaru yang telah dia kenal namanya sebagai seorang
bhagawan yang sakti, Wasi Karangwolo tidak berani
memandang rendah lawannya yang masih muda.
"Jarot, engkau bocah kemarin sore yang masih amat muda
berani menandingi aku yang pantas untuk menjadi kakekmu"
Hayo berlutut dan mengaku kalah, agar engkau tidak perlu
mampus di tanganku. Berlututlah kau!" Sambil berkata
demikian, Wasi Karangwolo mengerahkan kekuatan sihirnya
untuk mempengaruhi pemuda itu. Endang Patibroto terkejut
melihat ini, khawatir kalau-kalau pemuda itu akan tersihir.
Betapapun juga, ia tidak berani menggunakan kekuatan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sihirnya untuk menolong, karena dalam pertandingan yang
diadakan satu lawan satu itu tentu saja tidak boleh ada yang
turun tangan menolong. Maka ia hanya menonton dengan hati
tegang, demikian pula Retno W ilis. Bagus Seto yang melihat
ini, hanya memandang dengan sinar matanya yang lembut
namun tajam mencorong itu.
Jarot telah menerima gemblengan dari Bhagawan
Dewondaru dan sudah dibekali ke kuatan batin yang hebat.
Namun menghadapi kekuatan sihir Wasi Karangwolo,
pertahanan batinnya kurang kuat dan hampir saja dia
menjatuhkan diri berlutut karena perintah itu demikian
berpengaruh dan mengandung wibawa yang
amat kuat, hampir tidak
dapat dia menahannya. Akan tetapi tiba-tiba pengaruh itu lenyap dan
dorongan untuk berlutut
lenyap pula. Dia tersenyum,
tidak tahu bahwa diam-diam
kekuatan pandang mata
Bagus Seto yang membantunya. Dia hanya
mengira bahwa lawannya
itu tidak kuat mempengaruhinya!
"Sudahlah, Wasi Karangwolo, tidak ada gunanya bermainmain dengan kata-kata. Mari kita bertanding untuk
menentukan siapa yang lebih unggul!" kata Jarot sambil
memegang kerisnya menempel di pinggang kanan dan tangan
kirinya melintang di depan dada dengan jari-jari tangan
terbuka. Melihat betapa kekuatan sihirnya tidak mampu memaksa
pemuda yang menjadi lawannya itu berlutut, Wasi Karangwolo
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
maklum bahwa dia tidak akan menang menggunakan sihir. Dia
mengeluarkan suara gerengan seperti seekor binatang buas
dan menerjang ke depan, menusukkan kerisnya ke arah dada
Jarot. Pemuda itu mengelak dengan cepat sambil melangkah
mundur. Akan tetapi dengan ganasnya Wasi Karangwolo
sudah-menyerangkan kerisnya lagi, sekali ini menusuk ke arah
perut. Karena serangan itu di lakukan dari dekat dan cepat
datangnya, Jarot tidak keburu mengelak dan diapun meng
gerakkan kerisnya untuk menangkis.
"Trik-trikk ....!!" Dua kali keris bertemu dan Wasi
Karangwolo merasa betapa tangannya yang memegang keris
tergetar. Akan tetapi Jarot juga merasakan getaran hebat
pada lengannya dan maklum bahwa lawan memiliki tenaga
sakti yang amat kuat. Diapun cepat membalas dengan
tusukan kerisnya ke arah lambung lawan, namun Wasi
Karangwolo juga dapat mengelak dengan cepatnya. Terjadilah
perkelahian yang seru, saling tusuk dan saling elak, kadangkadang saling beradu keris.
"Mampus kau!" terdengar sang wasi membentak dan dia
menubruk lagi ke depan sambil menusukkan kerisnya ke arah
leher lawannya.
"Wuuuuutttt .....!" Tusukan itu luput karena Jarot
mengelak ke belakang.
"Wirrr .....!!" Kaki Wasi Karangwolo menyambar dengan
sebuah tendangan kilat. Tak mengira bahwa lawannya akan
mengirim tendangan yang dahsyat itu, Jarot hanya dapat
menggunakan tangan kirinya untuk menangkis.
"Dukkk...!" Lengan kiri Jarot bertemu dengan kaki wasi
Karangwolo. Tendangan itu demikian kuatnya sehingga
membuat tubuh Jarot terhuyung. Kesempatan ini dipergunakan sang wasi untuk mendesak dan mengejar
dengan tusukan-tusukan kerisnya. Jarot yang terdesak hebat
itu tiba-tiba melempar tubuh ke belakang, berjungkir balik tiga
kali, barulah dia terhindar dari desakan dan kini sudah siap
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lagi menghadapi lawan! Gerakannya ini bagus sekali,
membuat Retno Wilis mengangguk-angguk. Pemuda itu
memang cukup tangkas, akan tetapi ia tetap khawatir karena
Wasi Karangwolo memang benar-benar digdaya. Kembali
mereka bertanding. Jarot membalas pula dengan tusukantusukan, diselingi dengan tamparan tangan kirinya dan
tendangan kakinya. Namun semua serangannya dapat
dihindarkan oleh lawan dengan elakan maupun tangkisan,


Sepasang Garuda Putih Seri Keris Pusaka Sang Megatantra 5 Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bahkan sang wasi membalas dengan tidak kalah hebat dan
gencarnya, membuat Jarot kadang terdesak dan mundur.
Sebetulnya dari Bhagawan Dewondaru Jarot sudah
menerima gemblengan yang hebat, mempelajari aji-aji
kesaktian yang ampuh. Akan tetapi dia masih muda dan masih
kurang pengalaman, jarang mempergunakan kesaktiannya
untuk bertanding. Oleh karena itu, kini menghadapi seorang
tokoh wasi yang berilmu tinggi dan banyak sekali
pengalamannya, tentu saja dia mulai terdesak. Ketika dia
mundur-mundur terdesak dan keris lawan berkelebatan
seperti tangan maut mencari mangsa, Jarot menarik tubuh
atas ke belakang. Setelah keris meluncur lewat, tubuh
atasnya condong lagi ke depan dan dia melancarkan pukulan
yang dahsyat ke arah dada lawannya. Akan tetapi agaknya ini
yang dinanti-nanti oleh Wasi Karangwolo. Tadi sudahbeberapa kali mereka mengadu tenaga lewat keris mereka
dan sang wasi maklum bahwa dalam hal tenaga sakti, dia
masih menang sedikit. Maka dia mengharapkan untuk Idapat
mengadu tenaga sakti melalui pukulan tangan kiri. Ketika
melihat Darot memukulnya dengan telapak tangan dan jarijarinya terbuka, diapun cepat menyambut dengan telapak
tangan kirinya pula sam bil menggeser kaki sehingga kedua
tangan kiri itu dengan tepat bertemu di udara.
"Dessss" Hebat bukan main pertemuan kedua tangan yang
didorong oleh tenaga sakti itu. Wasi Karangwolo sudah
mengerahkan seluruh tenaganya, maka ketika benturan
dahsyat terjadi, tubuh Jarot melayang ke belakang seperti
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
daun kering tertiup angin dan dia jatuh terpelanting! Biarpun
dia tidak terluka parah, namun dia menjadi pucat dan
napasnya agak terengah. Endang Patibroto sudah meloncat
dan menyambar pundaknya, membantunya bangkit berdiri.
"Engkau tidak apa-apa, anakmas Jarot?" tanya wanita
perkasa itu. Jarot menggeleng kepalanya dan menghela napas. "Tidak
apa-apa, kanjeng bibi. Maafkan bahwa saya telah kalah."
"Ha-ha-ha-ha, jagomu yang kedua sudah mengaku kalah,
Retno Wilis.'" Kedudukan kita sekarang menjadi dua satu
untuk kemenangan pihak kami!" Wasi Shiwamurti tertawa dan
mengejek. Endang Patibroto menjadi marah sekali dan ia sudah
melompat ke depan Wasi Shiwamurti sambil membusungkan
dadanya "Akulah jago ke tiga dari pihak kami, wasi siluman.
Hayo siapa yang berani me lawan aku!" bentak Endang
Patibroto, sikapnya amat gagah perkasa, menimbulkan rasa
gentar di hati musuh. T erutama sekali Wasi Karangwolo yang
tadi menangkan pertandingan melawan Jarot, dia merasa jerih
karena dia pernah bertanding dengan wanita perkasa ini dan
harus diakuinya bahwa dia tidak mampu menandingi Endang
Patibroto. Di pihak Blambangan, Ni Dewi Durgomala membuat
perhitungan yang cerdik. Ia sudah pernah bertanding
melawan Retno Wilis dan harus diakuinya bahwa ia tidak
mampu, mengalahkan dara perkasa itu. Juga ia tahu Bahwa
Bagus Seto adalah seorang pemuda yang memiliki kepandaian
hebat sekali. Jelas ia tidak akan mampu mengalahkan Retno
Wilis ataupun Bagus Seto. Maka kini melihat Endang Patibroto
maju, ia memilih wanita itu sebagai lawannya. Biarlah Retno
Wilis dan Bagus Seto nanti dihadapi oleh Ki Shiwananda dan
Wasi Shiwamurti! Dengan ringan ia me loncat ke depan
menghadapi Endang Patibroto sambil mencabut senjatanya
yang istimewa, yaitu sebatang kebutan. Tampaknya saja
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hanya kebutan, namun benda itu merupakan senjata yang
amat ampuh dan berbahaya. Setiap ujung bulu kebutan itu
mengandung racun yang berbahaya sekali dan Ni Dewi
Durgomala dapat memainkan kebutan itu dengan dahsyatnya.
"Endang Patibroto, akulah lawanmu, sudah lama aku
mendengar akan namamu, hendak kulihat apakah itu hanya
nama kosong belaka! Aku adalah Ni Dewi Durgomala dari
Negeri Cola."
Endang Patibroto tersenyum mengejek dan menatap wajah
Ni Dewi Durgomala dengan sinar mata tajam menusuk.
"Hemm, andika tentu perempuan yang menganggap diri nya
penitisan Sang Batari Durgo! Akan tetapi sayang, yang
kauwarisi sama sekali bukan kekuasaan dan kebaikannya,
melainkan sifat sifat buruknya sehingga engkau menjadi
seorang yang keji dan jahat. Karena itu, sudah menjadi
kewajibanku untuk membasmi seorang manusia iblis macam
andika ini!"
Wajah Ni Dewi Durgomala menjadi merah, lalu pucat, dan
merah kembali, matanya melotot sampai seperti akan
meloncat keluar dari rongga matanya ketika ia menudingkan
telunjuk kirinya ke arah muka Endang Patibroto. "Keparat
engkau Endang Patibroto! Berani engkau menghinaku seperti
itu! Aku bersumpah untuk membunuhmu, memenggal
kepalamu, mencabik-cabik dada mu dan mengeluarkan
jantungmu!" Kebutan itu diputar-putarnya di atas kepalanya
sehingga terdengar bunyi bersuitan.
"Tahan dulu .......!" Tiba-tiba terdengar seruan dan
Jayawijaya berlari ke arah Endang Patibroto, tangannya
membawa sebatang kayu yang panjangnya satu meter dan
besarnya seibu-jari kaki. "Kanjeng Bibi Endang Patibroto, ini
namanya tidak adil sama sekali! Lawanmu memegang senjata
sedangkan bibi tioak membawa senjata apapun. Kalau
kanjeng bibi tidak membawa senjata, maka pergunakanlah
sepotong kayu ini untuk senjata!" Setelah berkata demikian,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dia mengulurkan tangannya menyerahkan sebatang kayu itu
kepada Endang Patibroto.
Endang Patibroto tersenyum dan menerima sepotong kayu
itu. "T erima kasih, anak-mas Jayawijaya dan berdirilah engkau
menjauh di sana."
Jayawijaya kembali ke tempat dia berdiri semula. Endang
Patibroto menggerak-gerakkan sepotong kayu itu dan terasa
enak di tangannya. Sebagai seorang sakti, benda apapun
kalau berada di tangannya dapat menjadi senjata dan
memegang sepotong kayu itu ia merasa seperti memegang
sebatang pedang! Biarpun ia tidak gentar menghadapi
kebutan Ni Dewi Durgomala dengan tangan kosong saja, akan
tetapi menghadapi senjata beracun memang lebih baik kalau
ia menggunakan sepotong kayu itu.
"Durgomala, mari kerahkan seluruh tenagamu dan
keluarkan semua ilmumu! Aku sudah siap untuk menandingi
dan menghajarmu!"
kata Endang Patibroto sambil memalangkan sepotong kayu itu di depan dadanya.
Ni Dewi Durgomala yang sudah marah sekali itu berteriak,
"Endang Patibroto, engkau mampus di tanganku!" Dan
secepat kilat iapun menggerakkan kebutannya melakukan
serangan yang dahsyat. Kebutan itu berputaran di atas kepala,
lalu menukik dan menyambar ke arah kepala Endang
Patibroto, didahului angin pukulan yang menderu. Namun,
sikap dan gerakan Endang Patibroto tenang dan mantap
sekali. Ia mengelak dengan melangkahkan kaki kanan ke
kanan dan menggeser kedudukannya sehingga kebutan itu
hanya mengenai tempat kosong saja. Namun dengan
menggerakkan pergelangan tangannya, Ni Dewi Durgomala
telah dapat membuat kebutannya itu menyambar balik dan
kini berubah menjadi kaku seperti baja dan kebutan yang
sudah menjadi kaku itu menusuk ke arah dada Endang
Patibroto seperti sebatang pedang!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Endang tidak menjadi terkejut me lihat betapa bulu-bulu
kebutan yang lemas itu kini berubah menjadi kaku seperti
kawat baja dan dengan masih tenang namun tangkas ia
menggerakkar. tongkat kayunya untuk menangkis tusukan itu.
"Trakk ......!" Kebutan yang menjadi kaku itu terpental
ketika bertemu tongkat dan Ni Dewi Durgomala merasa
betapa tangannya yang memegang gagang kebutan menjadi
tergetar hebat. Diam-diam ia terkejut setengah mati. Kiranya
wanita yang kondang saktinya ini benar-benar memiliki tenaga
sakti yang amat kuat!
Ni Dewi Durgomala menjadi penasaran sekali dan ia
mengeluarkan suara me lengking panjang, lalu kebutannya
bergerak cepat, berubah menjadi sinar bergulung-gulung
ketika ia menyerang secara bertubi-tubi. Namun, Endang
Patibroto berkelebatan cepat dan kadang ia lenyap dari
pandang mata lawannya. Ni Dewi Durgomala menjadi terkejut
sekali. Itulah Aji Bayu Tantra dari Endang Patibroto yang
membuat tubuhnya menjadi ringan sekali dan gerakannya
cepat seperti kilat. Biarpun Ni Dewi Durgomala mengejar dan
menyerang bayangan yang berkelebatan itu, namun
kebutannya tidak pernah dapat menyentuh tubuh Endang
Patibroto! Karena penasaran, Ni Dewi Durgomala menambah
serangan kebutannya dengan pukulan-pukulan tangan kirinya.
Tangan kiri ne nek ini berbahaya sekali karena setiap kuku
jarinya mengandung racun yang amat berbahaya. Ia bukan
hanya memukul dan
menampar, akan tetapi juga
mencengkeram. "Yaaaaaaattttttt............!"
Ni Durgomala berkali-kali mengeluarkan teriakan melengking.
"Haiiiiiitttt.........!" Endang Patibroto juga berteriak-teriak
melengking dan tiba-tiba mulut wanita perkasa ini
mengeluarkan pekik yang dahsyat sekali dan tiba-tiba
mendengar pekik ini, tubuh Ni Dewi Durgomala menjadi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gemetar dan jantungnya terguncang. Itulah pekik yang
disebut Aji Sardulo Bairawa yang memiliki pengaruh seperti
auman seekor harimau yang dapat membuat calon korbannya
menjadi lemas. Dalam keadaan seperti itu, tangan kiri Endang
Patibroto menyambar ke arah kepala lawan dan pukulan
tangan kosong itu adalah aji yang teramat arnpuh, yaitu Aji
Pethit Naga! Angin yang kencang menyambar panas ke muka
Ni Dewi Durgomala. Wanita ini maklum bahwa pukulan itu
amat ampuh maka ia melempar tubuh ke belakang lalu
bergulingan di atas tanah! Ketika Endang Patibroto
mengejarnya untuk menyusulkan serangan, Ni Dewi
Durgomala melompat bangun dan mengelebatkan kebutannya
untuk memukul ke arah muka lawan.
"Hemm......!" Endang Patibroto mengge-rakkan tongkat
kayunya untuk menangkis.
"Plakk!" Bulu-bulu itu membelit tongkat seperti seekor ular!
Endang Patibroto mencoba untuk menarik tongkatnya, namun
tertahan oleh libatan kebutan yang melilit amat kuatnya.
Dengan marah Endang Patibroto mencuatkan kaki kirinya
menendang ke arah tangan kanan lawan yang memegang
kebutan. Melihat tendangan kilat ini, Ni Dewi Durgomala
terpaksa melepaskan lilitan kebutannya. Begitu terbebas dari
lilitan, Endang Patibroto mengamuk. Tongkat kayunya
menyambar-nyambar dengan ganasnya dan biarpun Ni Dewi
Durgomala berusaha mengelak dan menangkis, tetap saja
tongkat kayu itu beberapa kali mengenai tubuhnya dengan
bertubi-tubi. "Plak! Plak! Plak!" T ongkat itu melecut ke berbagai penjuru
dan selalu mengenai tubuh Ni Dewi Durgomala. Robekrobeklah baju nenek itu dan biarpun tongkat itu tidak
mendatangkan luka parah, namun kulit tumbuhnya menjadi
matang biru dan berbilur-bilur, nyeri dan pedih! Ia mundurmundur terus dan dikejar oleh Endang Patibroto yang agaknya
ingin memukuli lawan sampai mati! Terpaksa Ni Dewi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Durgomala lari melompat ke belakang Wasi Shiwamurti dan
pendeta ini menggerakkan tongkatnya yang berkepala naga
untuk menangkis sambaran tongkat kayu di tangan Endang
Patibroto. "Takkk!" Tongkat di tangan Endang Patibroto terpental.
Akan T etapi wanita perkasa itu tidak takut dan ia menghadapi
Wasi Shiwamurti dengan penuh tantangan.
"Andika hendak membelanya" Majulah sekalian!" bentak
Endang Patibroto. Akan tetapi Retno W ilis sudah melompat
dan menyentuh lengan ibunya.
"Kanjeng Ibu, persilakan mundur. Ibu sudah menang dalam
pertandingan tadi!" katanya. Baru sadarlah Endang Patibroto
bahwa ia bertanding untuk mencari kemenangan di pihak
puterinya, bukan untuk berkelahi mati-matian. Ia lalu mundur.
"Nah, Wasi Shiwamurti. Kini pihakku menang dalam
pertandingan ke tiga!" kata Ret no Wilis dengan girang.
"Hemm, keadaan kita baru dua lawan dua, Retno W ilis.
Kami masih belum kalah dan masih ada dua pertandingan lagi.
Ki Shiwananda, majulah sebagai jago ke empat!" katanya
kepada Ki Shiwananda yang bertubuh tinggi besar dan tampak
gagah dan kuat sekali. Ki Shiwananda lalu melangkah lebar ke
depan. Tangan kanannya meraih ke belakang punggung dan
dia sudah melolos senjatanya yang hebat, yaitu sebuah
ruyung besar bergigi. Dahsyat dan mengerikan tampaknya
senjata ini, kuat keras dan berat. Hanya orang yang bertenaga
gajah saja mampu memainkan ruyung seberat itu.
Retno Wilis mendekati Bagus Seto dan ia berkata, "Kakang
Bagus Seto, yang ini akan kuhadapi. Engkau menghadapi,
jago mereka yang terakhir yang tentu adalah Wasi Shiwamurti
sendiri." Bagus Seto mengangguk. "Berhati-hatilah, Retno. Lawanmu
ini bertenaga gajah. Akan tetapi engkau dapat mengatasinya
kalau mempergunakan kecepatan gerakanmu," kata Bagus
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Seto dengan tenang. Kemudian dia memandang ke arah
Jayawijaya dan merasa heran mengapa pemuda itu tenangtenang dan diam-diam saja, tidak mengajukan diri untuk
menjadi jago. Endang Patibroto berkata kepada puteri nya, "Retno Wilis,


Sepasang Garuda Putih Seri Keris Pusaka Sang Megatantra 5 Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

engkau harus dapat mengalahkan raksasa itu. Jangan beri
ampun, hajar saja dan kalau perlu binasakan dia!"
Retno Wilis tersenyum kepada ibunya. Dulu ia bahkan lebih
ganas dan galak dari pada ibunya. Akan tetapi setelah
melakukan perjalanan bersama Bagus Seto, ia sudah banyak
berubah. Tidak haus darah seperti dulu lagi. Apa lagi sete lah
ia bertemu dan berkenalan dengan Jayawijaya. Dengan sikap
tenang ia lalu menghadapi Ki Shiwananda yang memegang
ruyung dan yang memandang dengan sepasang matanya
yang besar. "Ki Shiwananda, akulah yang menjadi lawanmu!" kata
Retno Wilis. Ki Shiwananda adalah seorang laki-laki yang terlalu
mengandalkan kekuatan sendiri dan memandang rendah
orang lain. Juga dia seorang mata keranjang dan entah sudah
berapa ratus atau ribu wanita yang menjadi permainannya
ketika para wanita itu terjatuh ke dalam cengkeramannya
melalui sihir. Akan tetapi selama hidupnya, belum pernah dia
mendapatkan seorang wanita seperti Retno Wilis yang selain
cantik jelita juga gagah perkasa dan sakti mandraguna. Dia
mengamati Retno Wilis dari kepala sampai ke kaki, lalu
berkata dengan suaranya yang berat dan besar.
"Hemm, Retno Wilis. Lebih baik kalau kita berdamai saja.
Eman-eman ayumu kalau engkau bertanding denganku dan
sampai terluka atau lecet-lecet kulitmu yang halus dan putih
mulus tanpa cacat itu. Lebih baik engkau menjadi isteriku dari
pada menjadi musuhku!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Retno Wilis tersenyum. Tidak terpancing kemarahannya
karena ia maklum bahwa ucapan itu bukan hanya dikeluarkan
karena Ki Shiwananda seorang yang mata keranjang, akan
tetapi juga merupakan siasat sebelum bertanding untuk
membuatnya marah. Kemarahan dapat mengurangi kewaspadaan dan inilah yang dikehendaki Ki Shiwananda.
Maka ia tidak menjadi marah bahkan tersenyum dan begitu
tangannya meraih ke belakang, ia sudah memegang sebatang
pedang yang berkilauan. Itulah pedang pusaka Sapudenta!
"Ki Shiwananda, tidak perlu banyak membuka mulutmu
yang lebar dan berbau bangkai itu. Mari tandingi aku kalau
engkau memang memiliki kepandaian!" tantang Retno Wilis.
"Keparat, tidak dapat dieman! Kalau begitu aku akan
membunuhmu! T ubuhmu akan kulumatkan dengan ruyung ini.
Haiiiiittt...!"
Raksasa itu menerjang, ruyungnya menyambar dahsyat
sampai mengeluarkan bunyi mengaung saking kerasnya.
Retno Wilis mengelak, bergerak seperti seekor burung srikatan
sehingga sambaran ruyung hanya mengenai angin belaka.
Sambil mengelak ke kiri, Retno Wilis menggerakkan
pedangnya, menusuk ke arah perut yang gendut itu. Namun,
Ki Shiwananda juga cukup tangkas. Dia sudah memutar
ruyungnya dan kini senjata itu menangkis pedang yang
menusuk perutnya.
"Trangggg........!" Bunga api berpijar ketika ruyung bertemu
pedang, dan Retno Wilis merasa betapa tangannya yang
memegang pedang tergetar hebat. Ia harus mengakui
kebenaran peringatan kakaknya tadi bahwa lawannya ini
memiliki tenaga gajah! Pada saat itu, ruyung kembali
menyambar ke arah kepala Retno W ilis. Ruyung yang
mengerikan itu kalau mengenai kepala, tentu akan
melumatkan kepala itu. Akan tetapi kembali senjata itu hanya
mengenai tempat kosong karena Retno Wilis sudah mengelak
dan merendahkan diri sehingga ruyung lewat di atas
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kepalanya. Menggunakan kecepatan gerakannya, dengan
tubuh agak merendah Retno W ilis sudah menyerang ke arah
kedua kaki lawan dengan pedangnya. Dibabat pedang secara
bertubi-tubi ke arah kedua kakinya itu membuat Ki
Shiwananda menjadi kerepotan. Dia meloncat-loncat ke
belakang, kemudian setelah ia memutar ruyungnya melindungi
kedua kakinya, barulah desakan Retno Wilis dapat dihentikan.
Pertandingan berlangsung seru dan mati matian. Karena Ki
Shiwananda mengandalkan kebesaran tenaganya dan Retno
Wilis mengandalkan kecepatannya, maka pertandingan
berjalan seru sekali, lebih menegangkan daripada pertandingan-pertandingan
sebelumnya. Ki Shiwananda mengeluarkan semua ilmu dan mengerahkan seluruh
tenaganya. Namun, tidak pernah ruyungnya dapat menyentuh
tubuh lawan, bahkan sebaliknya pedang Retno Wilis yang
bergerak sangat cepat itu kadang-kadang membuatnya
kewalahan untuk mengelak dan menangkis.
"Terimalah Aji Kaladahana!" Tiba-tiba Ki Shiwananda
memekik dan tubuhnya merendah dengan kedua lutut ditekuk,
dan tangan kirinya dengan jari tangan terbuka mendorong ke
depan, mulutnya ternganga mengeluarkan hawa. Dari tangan
yang didorongkan itu keluar uap dan telapak tangannya
berubah kemerahan seperti mengandung api. Uap yang
menyambar ke arah Retno Wilis itu membawa hawa yang
panas sekali. Maklum bahwa lawan menggunakan ilmu pukulan jarak
jauh mengandalkan tenaga sakti, Retno Wilis tidak 'kehilangan
akal. Iapun merendahkan tubuhnya dan mendorongkan
tangan kirinya, untuk menyambut serangan lawan. Itulah Aji
Wisolangking. Gelombang hawa yang dingin menyambar ke
depan dan ketika dua tenaga, sakti itu bertumbuk di udara,
keduanya terdorong mundur sampai dua langkah! Akan tetapi
gerakan Retno Wilis memang cepat sekali. Begitu ia dapat
mengatur keseimbangan tubuhnya, tubuhnya sudah melesat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ke depan dan pedangnya menyambar-nyambar dengan amat
ganasnya! Ki Shiwananda terkejut. Bukan saja ajinya Kaladahana
dapat dipunahkan lawan, akan tetapi terutama sekali serangan
dara itu membuatnya repot. Dia berusaha untuk menangkis
dan mengadu senjata karena dia menang kuat dalam adu
tenaga kasar. Akan tetapi Retno Wilis tidak memberi
kesempatan dia mengadu tenaga. Pedang itu mengelak setiap
kali ditangkis dan sudah menusuk lagi atau membacok dengan
cepatnya. Didesak demikian, Ki Shiwananda terpaksa
mempertahankan diri sambil mundur terus.
Tiba-tiba Ki Shiwananda menjadi nekat dan agaknya dia
hendak mengadu nyawa, membiarkan diri terancam asal dia
dapat berbalik mengancam lawan. Dia memutar ruyungnya
dan menerjang ke depan. Dia membiarkan dirinya terbuka
terhadap pedang lawan, akan tetapi kalau pedang lawan
mengenai tubuhnya, ruyungnya berbareng juga akan
mengenai tubuh lawan. Menghadapi serangan nekat ini tentu
saja Retno Wilis terkejut dan ia tidak sudi mengorbankan diri
untuk sama-sama terluka. Ia mengelak dan ketika lawan terus
mendesak dengan sambaran ruyungnya, ia menjatuhkan diri
ke belakang, berjungkir balik di atas tanah dan ke tika
tangan kirinya menyentuh tanah, diam-diam ia mengambil
segenggarn tanah dengan tangan kirinya. Ketika ia berdiri lagi
dan melihat lawan masih terus maju menerjang, tiba-tiba ia
mengeluarkan pekik melengking dan tangan kirinya bergerak
menyambitkan tanah yang digenggamnya ke arah dada Ki
Shiwananda. Jarak di antara mereka dekat sekali dan
sambitan itu dilakukan tiba-tiba dan sama sekali tidak
tersangka-sangka oleh Ki Shiwananda. Ketika ada sinar hitam
menyambar ke arah dadanya, dia tidak sempat mengelak dan
terpaksa dia mengerahkan aji kekebalannya untuk melindungi
dada itu. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Prattt .....!!" Dada itu kena disambar tanah berpasir yang
disambitkan dengan Aji Pancaroba, semacam aji melefnpar
pasir biasa menjadi pasir sakti yang berbahaya. Karena dada
itu telah dilindungi aji kekebalan, maka pasir itu tidak dapat
menembus kulit. Akan tetapi tetap saja terasa nyeri pada kulit
dada dan membuat Ki Shiwananda terhuyung ke belakang.
Saat itu, sinar pedang Sapudenta menyambar ke arah
lehernya. Ki Shiwananda menggerakkan ruyungnya menangkis. "Tranggg ..... bukkk!" Pedang tertangkis akan tetapi pada
saat itu Retno Wilis sudah menendang dan mengenai perut K i
Shiwananda, membuat tubuh raksasa itu terjengkang dan
terbanting keras. Untuk menyelamatkan dirinya, Ki Shiwananda menggulingkan tubuhnya ke arah Wasi
Shiwamurti. Akan tetapi Retno Wilis yang sudah merasa
memperoleh kemenangan tidak melakukan pengejaran,
melainkan memandang kepada Wasi Shiwamurti dengan
senyum mengejek.
"Wasi Shiwamurti, jagomu yang, ke empat sudah keok!
Kedudukan kita kini menjadi tiga lawan dua untuk
kemenangan pihakku. Sebaiknya kalian minggat dari sini dan
jangan ganggu kami lagi karena kalau engkau berani
menghadapi pertandingan terakhir, engkau tentu akan kalah
pula." Wajah Wasi Shiwamurti menjadi merah. "Masih ada sebuah
pertandingan lagi, yang ke lima dan aku sendiri yang akan
maju! Hayo ajukanlah jagomu, Retno Wilis! Jagomu pasti akan
kalah olehku dan kedudukan kita akan menjadi tiga sama dan
seri sehingga kalian semua akan tetap menjadi tawanan kami
untuk dihadapkan kepada Sang Adipati Blambangan sebagai
telik sandi dan pengacau."
"Hei, Wasi Shiwamurti, dengarkanlah omonganku ini!"
terdengar suara nyaring dan semua orang menoleh dan
memandang kepada Jayawijaya yang mengeluarkan suara itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sadarlah bahwa engkau sebagai seorang wasi, seorang
pendeta yang bijaksana, sedang melakukan hal yang sama
sekali menyimpang dari kebenaran!"
"Jayawijaya, engkau ini orang lemah tidak tahu apa-apa
bicara tentang kebenaran. Ketahuilah bahwa semua yang kami
lakukan ini adalah benar belaka!"
"Kebenaran menurut pendapatmu sendiri! Akan tetapi ada
kebenaran umum, kebenaran yang dapat ditelusuri dan
dipertimbangkan akal sehat, Wasi Shiwamurti. Ada dua hal
yang membuat engkau ingin menahan dan menangkap
diajeng Retno Wilis dan pihaknya, yaitu pertama karena
mereka engkau tuduh sebagai telik sandi dan kedua karena
mereka pengacau. Tuduhan pertama itu, kalau benar bahwa
mereka telik sandi, mengapa mereka melakukan itu" Bukan
lain karena Blambangan bersikap rremberontak terhadap
Panjalu dan Jengga la, sehingga sepantasnyalah kalau diajeng
Retno Wilis sebagai kawula Panjalu yang setia menyelidiki
keadaan Blambangan yang rremberontak. Kedua, tuduhan
bahwa ia mengacau itupun ada sebabnya, yaitu karena
engkau dan kawan-kawanmu menyebarluaskan agama baru
yang menyimpang dari kesusilaan. Karena itu, mawas dirilah
engkau, Wasi Shiwamurti sebelum terlambat karena
bagaimanapun juga, yang salah akhirnya akan kalah dan yang
benar akan menang."
"Orang muda cerewet! Diam engkau atau aku akan
merobek mulutmu! Hayo maju kalau engkau berani,
bertanding melawanku, bukan hanya bicara seperti seorang
nenek bawel!"
Bagus Seto melangkah maju menghadapi Wasi Shiwamurti.
''Paman Wasi Shiwamurti! Sepatutnya andika berterima kasih
karena ada orang yang mau mengingatkanmu. Akan tetapi
andika malah marah-marah, ini sesungguhnya bukan sikap
seorang pendeta dan pertapa. Kalau andika menghendaki
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kekerasan dan menantang tanding, nah, akulah yang akan
menandingi-mu!"
Dengan sepasang matanya yang mencorong Wasi
Shiwamurti mengamati pemuda berpakaian putih itu dengan
penuh perhatian. Seorang pemuda yang usianya sekitar
tigapuluh tahun, wajahnya lembut dan matanya juga bersinar
lembut, gerak-geriknya tenang namun dibalik semua
ketenangan itu dia dapat merasakan tenaga yang amat
dahsyat bersembunyi. Dia tahu bahwa pemuda ini tentu
seorang yang memiliki kesaktian tinggi, dan diapun sudah
mendengar laporan mengenai pemuda ini. Maka, diam-diam
dia lalu mengerahkan segenap tenaga batinnya dan
menyilangkan kedua lengannya di depan dada, mulutnya
kemak-kemik dan matanya terpejam mempersatukan segala
daya alam pikirannya. Kemudian dia membuka mata,
memandang ke arah kedua mata Bagus Seto dan terdengar
suaranya yang bergema seperti bukan suara manusia lagi.
"Bagus Seto, lihat, nagaku akan memarigsamu!" Dia
mengembangkan kedua lengannya dan terdengar halilintar
pada saat tenga hari terang benderang itu. Dia melontarkan
tongkat kepala naganya ke udara dan .... tongkat itu lenyap
berubah menjadi seekor naga hitam yang besar badannya
sama dengan pohon kelapa! Moncongnya terbuka lebar,
matanya berapi-api menyeramkan sekali sehingga semua
orang yang melihatnya menjadi terkejut dan memandang
dengan mata terbelalak.
Akan tetapi, walaupun naga itu menghadapinya dan


Sepasang Garuda Putih Seri Keris Pusaka Sang Megatantra 5 Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

moncongnya ternganga siap menelannya dan sepasang kaki
depan dengan kuku-kuku me lengkung runcing siap menerkamnya, Bagus Seto tetap tenang saja. Dari rambut
kepalanya dia mengambil sesuatu dan ternyata setangkai
bunga cempaka putih sudah berada di tangannya. Dengan
mata mencorong menatap naga jadi-jadian
itu dia menyambitkan bunga cempaka putih itu ke arah naga.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Segala sesuatu harus kembali ke asalnya!" katanya dan
bunga itu berubah menjadi sinar putih seperti kilat yang
menyambar ke arah naga. Terdengar suara menggelegar dan
naga hitam itu mengeluarkan asap dan jatuh ke atas tanah,
begitu menyentuh tanah berubah menjadi tongkat kembali. Bu
nga cempaka putih itu me layang turun kembali ke tangan
Bagus Seto. Wasi Shiwamurti dengan muka merah karena
marah menyambar tongkat kepala naganya lagi, lalu
mengetuk-ngetukkan ujung tongkat itu ke atas tanah. Makin
lama ketukan itu semakin kuat dan dari bawah tongkat itu
mengepul debu tebal berikut pasir dan kerikil menerjang ke
arah Bagus Seto! Serangan ini dahsyat sekali sehingga
menegangkan hati Retno Wilis.
Namun Bagus Seto tetap tenang. Dia menanggalkan kain
putih yang menjadi pengikat rambutnya dan menggunakan
kain yang cukup lebar itu untuk mengebut ke depan. Sungguh
aneh! Biarpun yang dikebut-kebutkan itu hanya sehelai kain
putih, akan tetapi ketika debu tebal berikut pasir dan kerikil itu
terkena kebutan itu, terpental kembali, bahkan menyerang
balik ke arah Wasi Shiwamurti. Sang wasi menjadi marah dan
memutar tongkatnya. Semua pasir dan kerikil runtuh ke atas
tanah. "Paman Wasi Shiwamurti, andika hendak mengadu, ilmu
ataukah hendak main-main" Segala macam permainan untuk
menakut-nakuti anak kecil ini tidak perlu andika keluarkan!"
kata Bagus Seto, bukan mengejek melainkan dengan suara
bersungguh-sungguh. Wajah sang wasi menjadi pucat, lalu
merah kembali dan untuk menutup malunya dia berkata
dengan congkak.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Babo-babo,
Bagus Seto! Aku sudah siap
dengan senjata tongkat
wasiatku, sekarang keluarkanlah senjatamu.
Pilihlah senjata yang paling keras dan ampuh
untuk diadu dengan tongkat kepala nagaku!"
Mempersilakan lawan memilih senjata adalah
sikap yang gagah dan ini
diperlihatkan Wasi Shiwa
murti untuk menutupi
rasa malunya karena dua
kali serangan ilmu sihirnya dapat digagalkan lawan. Akan
tetapi sekali inipun dia kecelik karena Bagus Seto tersenyum
dan berkata dengan sikap tenang dan lembut.
"Paman Wasi Shiwamurti, sejak tadi aku sudah memegang
senjataku. Inilah senjataku!" Dia memperlihatkan kain
pengikat rambut di tangan kanan kanan dan bunga cempaka
putih di tangan kiri.
Wajah Wasi Shiwamurti menjadi merah sekali sampai ke
lehernya. Diam-diam dia merasa terkejut dan juga penasaran.
Terkejut karena dia maklum bahwa kalau orang berani
bersenjatakan benda-benda lemah seperti kain dan bunga
cempaka, orang itu pasti memiliki kesaktian tinggi, dan dia
merasa penasaran karena dengan memegang senjata remeh
macam itu, pemuda itu seolah memandang rendah
kepadanya! Akan tetapi kemarahan lebih menguasai hatinya
dan dia segera memutar tongkatnya sehingga tongkat itu
melintang di depan dadanya.
"Bagus! Sambutlah keampuhan tongkat kepala nagaku!"
Dan dia sudah menyerang dengan dahsyat sekali. Retno Wilis
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sendiri sampai mengerutkan alisnya karena dari sam baran
angin serangan itu saja maklumlah dara perkasa ini betapa
sakti orang itu dan betapa dahsyat dan berbahaya tongkatnya.
Namun Bagus Seto bergerak sedemikian ringannya seolah
tubuhnya berubah menjadi asap dan sambaran tongkat yang
bertubi-tubi itu tidak pernah dapat mengenai tubuhnya. Ketika
Retno Wilis sedang memandang dengan mata tidak pernah
berkedip dan dengan hati tegang, tiba-tiba terdengar orang
bicara di dekatnya.
"Diajeng Retno Wilis, kakakmu ini sungguh seorang yang
sakti mandraguna. Juga seorang yang bijaksana. Aku kagum
sekali kepadanya."
Senang hati Retno Wilis mendengar pujian itu dan merasa
bangga, walaupun kekhawatiran masih menyelinap di hatinya
karena ia maklum benar bahwa sekali ini kakaknya
menghadapi seorang lawan yang teramat sakti.
"Akan tetapi
lawannya juga seorang yang sakti
mandraguna, kakang. Aku khawatir...."
"Ingat, diajeng. Kita harus pasrah kepada kekuasaan Hyang
Widhi. Aku yakin, karena kakangmas Bagus Seto berada di
pihak benar, maka dia tidak akan terancam bahaya. Soal kalah
menang bukan yang terpenting, akan tetapi yang lebih baik,
dia selalu berada daiam lindungan kekuasaan Sang Hyang
Widhi." Entah mengapa, setelah mendengar suara dan kata-kata
Jayawijaya ini, hati Retno Wilis menjadi tenteram dan timbul
pula keyakinan dalam hatinya bahwa kakaknya akan
terlindung kekuasaan Hyang Widhi seperti yang dikatakan
Jayawijaya. Sementara itu, pertarungan antara Wasi Shiwamurti dan
Bagus Seto masih berlang sung dengan serunya. Tampak
sekali perbedaan dalam sepak terjang kedua orang sakti
mandraguna itu. Kalau tongkat kepala naga di tangan Wasi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Shiwamurti menyambar-nyambar ganas dan merupakan
tangan maut yang haus darah, setiap serangannya
dimaksudkan untuk membunuh, sebaliknya Bagus Seto hanya
berusaha menghindarkan diri dan kalau sewaktu-waktu kain
pengikat rambutnya membalas serangan, maka serangan itu
hanya untuk menotok jalan darah dan untuk melumpuhkan
saja, tidak ada niat untuk membunuh.
Jilid 15 Akan tetapi sikap mengalah dari Bagus Seto ini merugikan
dirinya sendiri dan dengan sendirinya gerakan tongkat Wasi
Shiwa murti menjadi semakin ganas sehingga Bagus Seto
terdesak hebat. Tiba-tiba Shiwa-murti mengeluarkan suara
gerengan panjang. Suara itu mengandung getaran yang amat
kuat sehingga menggetarkan jantung mereka yang menonton
dan mereka cepat-cepat mengerahkan tenaga batin untuk
menahan jantung mereka dari guncangan yang .akan
mendatangkan luka dalam. Akan tetapi, bersamaan dengan
getaran hebat itu, gerakan tongkat sang wasi menjadi
semakin hebat pula. Ujung tongkatnya tergetar-getar menjadi
banyak dan ujung tongkat itu menyerang secara bertubi-tubi
ke arah tubuh Bagus Seto. Menghadapi serangan dahsyat dan
ganas ini, tiba-tiba tubuh Bagus Seto mumbul ke atas.
Tongkat itu mengejarnya pada saat tubuh pemuda itu masih
berada di atas, akan tetapi sungguh hebat. Tubuh itu dapat
mengelak seolah burung yang sedang terbang saja, atau
tubuh itu seolah telah menjadi asap atau uap. Inilah aji
kesaktian yang disebut Mego Gemulung, yang membuat tubuh
Bagus Seto laksana awan mendung yang berarak di angkasa,
gerangan tongkat yang bertubi-tubi tidak pernah dapat
menyentuhnya. Dengan sedikit elakan saja semua serangan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu luput dan kadang-kadang ujung tongkat dikebut kain
pengikat rambut sehingga menyeleweng tusukannya. Tubuh
Bagus seto bergerak-gerak di udara seperti seekor kupu-kupu!
Pada saat itu terdengar suara gemuruh dan dari jauh
tampak datang ratusan orang perajunt Blambangan. Hal ini
memang telah diatur sebelumnya oleh Wasi Shiwamurti.
Setelah tadi melihat bahwa pihaknya kalah tiga dua melawan
pihak Retno Wilis, sebelum dia sendiri maju sebagai jago
terakhir, dia telah membisiki Senopati Kurdolangit untuk
mendatangkan balabantuan pasukan untuk mengepung dan
menangkap enam orang itu.
Melihat datangnya demikian banyak perajurit dan melihat
pula betapa belasan orang perajurit yang berada di situ mulai
mengepung mereka, pihak Retno Wilis menjadi terkejut sekali.
juga Bagus Seto melihat ini maka dia me layang turun. Ketika
tongkat kepala naga menyambar ke arahnya, dia menangkis
dengan kain pengikat kepala yang melibat tongkat itu
sehingga tongkat itu tidak mampu digerakkan lagi. Bagus Seto
menyimpan bunga cempaka dan pada saat itu, Wasi
Shiwamurti menghantamnya dengan tangan kiri yang terbuka.
Pukulan ini dahsyat sekali mengandung hawa sakti yang amat
kuat. Melihat ini, Bagus Seto juga mendorongkan telapak
tangan kirinya menyambut.
"Blarrrr.......;.!" Dua tenaga sakti yang amat dahsyat
bertemu di udara dan akibatnya, tubuh Wasi Shiwamurti
terhuyung ke belakang dan tongkatnya terlepas dari libatan
kain pengikat kepala yang dipegang Bagus Seto.
Pada saat itu, Endang Patibroto yang melihat datangnya
pasukan, segera berteriak kepada putera puterinya. "Bagus!
Retno! Cepat lari .........! Mereka curang, mendatangkan
pasukan. Lari!"
Retno Wilis menyambar pergelangan tangan kiri Jayawijaya
dan mengajaknya lari dari tempat itu. Harjadenta dan Jarot
juga melihat bahaya, maka merekapun melompat dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
merobohkan perajurit yang berani menghalangi mereka, lalu
melarikan diri.
Endang Patibroto menggerakkan kaki
tangannya dan empat orang perajurit pengepung berpelantingan dan tidak ada lagi yang berani menghalangi
wanita ini lari. Demikian pula Retno Wilis. Biarpun sebelah
tangan nya ia menarik tangan Jayawijaya, namun dengan kaki
dan tangan kirinya ia merobohkan dua orang perajurit lalu
berlari cepat sambil menarik Jayawijaya. Bagus Seto sendiri
juga melompat dan lari paling belakang untuk melindungi
yang lari di depannya.
Pasukan itu telah datang dan dua orang senopati, Rajah
Beling dan Kurdolangit, segera mengerahkan mereka untuk
melakukan pengejaran. Akan tetapi Wasi Shiwamurti dan para
pembantunya tidak me lakukan pengejaran. Sebetulnya para
pembantu itu melihat Wasi Shiwamurti tidak melakukan
pengejaran, merekapun tidak berani mengejar karena mereka
merasa jerih terhadap Endang Patibroto, Retno Wilis, dan
terutama Bagus Seto. Wasi Shiwamurti sendiri tidak
melakukan pengejaran karena merasa malu kalau harus ikut
mengeroyok. Diapun maklum dari pertemuan tenaganya
dengan tenaga Bagus Seto tadi bahwa dia tidak akan menang
melawan pemuda luar biasa itu.
Enam orang itu melarikan diri dengan cepat sekali sehingga
pengejaran pasukan Blambangan itu menjadi sia-sia. Mereka
tertinggal jauh. Setelah tiba di luar batas Blambangan, baru
mereka berhenti berlari. Endang Patibroto lalu berkata kepada
kedua orang putera pulennya.
"Bagus Seto dan engkau Retno Wilis, aku sudah mendengar
bahwa kalian sudah melakukan penyelidikan ke Nusabarung
dan sekarang juga berada di daerah Blambangan. Kita semua
sudah tahu belaka bahwa Blambangan dan Nusabarung telah
mengadakan persiapan untuk memberontak terhadap Jenggala. Selain itu juga mereka mendatangkan pendetapendeta dari Cola yang menyebarkan agama sesat kepada
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
rakyat jelata dengan paksaan. Semua ini sudah cukup untuk
dijadikan laporan kepada Sang Prabu di Panjalu. Oleh karena
itu, mari kita pulang ke Panjalu melapor kepada ayah kalian."
"Kanjeng Ibu, saya menduga bahwa setelah mendengar
laporan ini, Panjalu dan Jenggala tentu akan mengirim
pasukan untuk menundukkan Nusabarung dan Blambangan.
Akan terjadi perang dan kalau sudah begitu, saya tidak suka
terlibat dalam perang."
"Aku juga tidak suka ikut berperang," kata Retno Wilis dan
pernyataan puterinya ini mengherankan hati Endang Patibroto.
Biasanya, puterinya ini adalah seorang yang suka berperang
dan merobohkan sebanyak mungkin musuh. Sekarang ia
menyatakan tidak suka ikut berperang. Ia tahu bahwa tentu
puterinya sedikit banyak telah terpengaruh kakaknya yang
biarpun amat sakti namun tidak suka akan kekerasan.
"Urusan perang adalah urusan ayah kalian. Kalian tidak
perlu mencampuri. Akan tetapi keadaan di Nusabarung dan
Blambangan harus dilaporkan karena kalau dibiarkan saja,


Sepasang Garuda Putih Seri Keris Pusaka Sang Megatantra 5 Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dapat membahayakan Panjalu dan Jenggala. Marilah kita
pulang dan melaporkan kepada ayah kalian agar ayah kalian
dapat melapor kepada Sang Prabu dan dapat diambil tindakan
terhadap Nusabarung dan Blambangan sebelum terlambat,"
kata Endang Patibroto.
Retno Wilis menoleh dan memandang kepada Bagus Seto
seolah hendak m inta keputusan dari kakaknya itu. Bagus Seto
mengangguk dan berkata kepada adiknya, "Diajeng, sudah
semestinya kalau kita menuruti kata-kata kanjeng ibu dan
kembali ke Panjalu menghadap kanjeng romo."
"Kalau begitu, marilah kita segera pergi sebelum mereka
mengejar sampai di sini Anakmas Jayawijaya, anakmas
Harjadenta, dan anakmas Jarot, kami bertiga hendak kembali
ke Panjalu. Andika bertiga hendak ke mana?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Saya akan pulang ke kadipaten Pasisiran, melapor kepada
kanjeng romo agar mengadakan persiapan dan kalau tiba
saatnya kami akan membantu gerakan pasukan Panjalu dan
Jenggala," kata jarot. "Setelah Nusabarung dan Blambangan
dapat ditundukkan, barulah saya akan pergi ke Panjalu dan
mengunjungi keluarga kanjeng bibi."
"Baik sekali anakmas Jarot. Bantuan dari Pasisiran tentu
akan sangat berguna bagi kami. Dan Andika, anakmas
Harjadenta?"
Harjadenta memandang kepada Retno Wilis. "Sayapun
ingin sekali berkunjung ke Panjalu menyambung persahabatan
saya dengan kakangmas Bagus Seto dan diajeng Retno Wilis,
akan tetapi tentu saja saya akan menunggu sampai akhirnya
perang terhadap Nusabarung dan Blambangan yang
memberontak. Sekarang saya akan pulang dulu ke Gunung
Raung menghadap Eyang Empu Gandawijaya."
"Baiklah, kami tunggu kunjunganmu kelak, anakmas
Harjadenta. Dan bagaimana dengan andika, anakmas
Jayawijaya?"
Jayawijaya memandang kepada Retno Wilis. Rasanya berat
untuk berpisah dari gadis itu, akan tetapi dia tersenyum dan
memberi hormat kepada Endang Patibroto dan berkata,
"Kanjeng Bibi Endang Patibroto, saya telah mendapat
kehormatan besar sekali dapat berkenalan dengan kanjeng
bibi se keluarga. Sekarang saya akan kembali ke Pegunungan
Tengger menceritakan pengalaman saya kepada kanjeng romo
dan setelah keadaan damai saya akan mengajak kanjeng
romo untuk berkunjung kepada kanjeng bibi se keluarga."
"Jangan lupa aku selalu menunggu kunjunganmu, kakang
Jaya," kata Retno tanpa malu-ma lu karena ucapannya ini
sedikit banyak membuka rahasia hatinya terhadap pemuda itu.
Jarot mengerutkan alisnya dan memandang kepada
Jayawijaya, akan tetapi Harjadenta menundukkan mukanya.
Pemuda ini pernah menyatakan cintanya kepada Retno Wilis
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
namun ditolak dengan halus oleh gadis itu dan diapun tahu
diri, tidak berani lagi mengharapkan dara perkasa itu untuk
menjadi jodohnya.
"Mari kita berpencar dan pergi dari sini sekarang juga,
jangan sampai keburu mereka yang mengejar kita sampai di
sini!" kata Endang Patibroto dan setelah saling memberi salam
perpisahan, mereka semua meninggalkan tempat itu,
mengambil jalan masing-masing.
(Oo-dwkz-oO) Ki Patih Tejolaksono, Patih Anom dari Panjalu, menyambut
kembalinya isteri, putera dan puterinya dengan gembira. Apa
lagi me lihat perubahan pada sikap Retno Wilis, dia menjadi
gembira sekali. Kalau dulu Retno Wilis bersikap dingin, kini ia
berubah menjadi seorang puteri yang hangat dan ramah,
penuh hormat kepada ayah bundanya. Sifat keliarannya
menghilang dan Ki Patih Tejolaksono mengerti bahwa ini
berkat bimbingan Bagus Seto, puteranya yang luar biasa itu.
Menghadapi puteranya sendiri ini, Ki Patih Tejolaksono merasa
seolah menghadapi seorang yang tingkatannya lebih tinggi
sehingga menimbulkan rasa hormat dan kagum dalam
hatinya. Dengan penuh perhatian Ki Patih Tejolaksono mendengarkan Endang Patibroto dan Retno Wilis yang
menceritakan pengalaman mereka. Dia mengerutkan alisnya
ketika mendengar akan keadaan di Nusabarung dan
Blambangan, apalagi tentang cara cara para tokoh dari Cola
menyebarkan agama sesat itu.
"Hemm, berita ini penting sekali! Perlu segera kulaporkan
kepada Sang Prabu. Memang telah diketahui bahwa
Nusabarung dan Blambangan tampaknya menyusun kekuatan
dan hendak memberontak, akan tetapi baru sekarang aku
tahu bahwa mereka itu bersekutu dan ada usaha melemahkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Panjalu dan Jenggala. Sekarang juga aku harus menghadap
Sang Prabu untuk memberi laporan tentang hasil perjalanan
dan penyelidikan kalian,"
Hari itu juga Ki Patih Tejolaksono pergi menghadap dan
diterima oleh Sang Prabu Sri Jayawarshe Digdaya
Shastraprabu. Persidangan itu lengkap dihadiri para pembantu
Sang Prabu, di antaranya Senopati Sepuh Suryoyudo dan yang
lain-lain. Dengan suara yang tenang dan lancar, Ki Patih Tejolaksono
melaporkan apa yang didengarnya dari isteri dan anakanaknya, tentang hasil penyelidikan mereka. Laporan tentang
persiapan perang yang dilakukan ka dipaten Nusabarung dan
Blambangan tidak mengejutkan karena semua orang sudah
mendengar akan hal itu. Akan tetapi keterangan bahwa
Nusabarung dan Blambangan didukung oleh Bali-dwipa, dan
bahwa ada usaha dari kedua kadipaten itu untuk menimbulkan
pertentangan di antara rakyat Jenggala dengan menyebar
agama baru yang sesat, mengejutkan Sang Prabu dan para
hulabalangnya. "Kanjeng Gusti, dengan seijin paduka, perkenankan hamba
sekarang juga memimpin pasukan untuk menundukkan
Nusabarung dan Blambangan, juga membasmi para penyebar
agama sesat itu!" terdengar Ki Patih Suryoyudo dengan suara
lantang. Patih yang usianya sudah tujuhpuluhan tahun ini
memang masih gagah dan penuh semangat.
Sang Prabu menoleh kepadanya dan berkata dengan
lembut. "Paman Patih Suryoyudo, kami tidak ragu akan
kemampuan andika. Akan tetapi andika sudah tua dan
sebaiknya menemani
kami di istana dan menjaga ketenteraman dalam kotaraja. Mengenai penalukan Nusabarung dan Blambangan, juga pembasmian para
penyebar agama sesat itu, kami serahkan kepada Ki Patih
Tejolaksono."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sendiko dawuh paduka, Kanjeng Gusti," kata Ki Patih
Suryoyudo dengan patuh. Dia patuh dan tidak kecewa karena
diapun maklum bahwa patih anom itu memiliki kesaktian yang
bahkan melebihi kesaktiannya sendiri dan diapun tidak ragu
bahwa kalau Ki patih Tejolaksono yang maju memimpin
pasukan, Nusabarung dan Blambangan pasti akan dapat
ditundukkan. "Hamba siap melaksanakan perintah paduka, Kanjeng
Gusti," kata Ki Patih Tejolaksono sambil menghaturkan
sembah. "Kakang Patih Tejolaksono, buatlah persiapan dengan
membawa pasukan secukupnya, kemudian berangkatlah
segera ke Nusabarung dan Blambangan. Bujuk kedua adipati
itu untuk menakluk dan datang menghadap. Kalau mereka
menolak, beri hajaran kepada mereka, taklukkan mereka
dengan kekuatan. Jangan lupa, cari biangkeladi penyebaran
agama sesat itu dan basmi mereka."
"Sendiko dawuh paduka, Kanjeng Gusti. Hamba mohon doa
restu." "Kami bekali puja pangestu yang berlimpah, Kakang Patih."
"Terima kasih, Gusti."
Persidangan dibubarkan dan Ki Patih Tejolaksono segera
pulang ke gedungnya untuk memberitahu kedua isterinya,
Endang Patibroto dan Ayu Candra, dan kedua orang anaknya.
Keluarga ini lalu berkumpul untuk membicarakan tugas yang
oleh Sang Prabu diberikan kepada Ki Patih Tejolaksono.
Setelah dia menceritakan hasil laporannya kepada Sang Prabu
dan tentang tugas yang harus dipikulnya, Endang Patibroto
lalu berkata, "Aku akan menemanimu, kakangmas. Aku akan
membantumu menalukkan
kedua kadipaten itu dan menghadapi para wasi penyebar agama sesat itu." Ucapan
Endang Patibroto itu diucapkan penuh semangat.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ayu Candra yang lemah lembut itupun berkata halus,
"Akupun ingin ikut membantumu dan diajeng Endang
Patibroto, kakang mas."
"Jangan kalian berdua pergi semua, lalu siapa yang akan
berjaga di kepatihan ini?" kata Ki Patih Tejolaksono. "Diajeng
Ayu Chandra, lebih baik andika berjaga di rumah saja. Biarlah
diajeng Endang Patibroto ikut, sekalian menjadi petunjuk jalan
karena ia sudah menyelidiki ke Nusabarung dan Blambangan."
"Apa yang dikatakan kakangmas itu betul, mbakayu.
Engkau menjaga rumah karena keamanan di kepatihan juga
amat penting. Biarlah aku yang pergi membantu suami kita,
juga Retno Wilis dan Bagus Seto membantu ayah mereka."
"Kanjeng ibu, saya tidak ingin me libatkan diri dalam
perang," kata Bagus Seto dengan lembut.
"Sayapun tidak mau ikut berperang di mana saya harus
membunuh banyak orang," kata pula Retno Wilis.
"Kalian berdua tidak perlu ikut berperang. Akan tetapi para
wasi dari Cola itu amat sakti. Kalau kalian berdua tidak
membantu, ayah kalian dan aku tentu akan kewalahan
menghadapi mereka," kata Endang Pa tibroto.
"Bagus Seto dan Retno Wilis," kata Ki Patih Tejolaksono
dengan tenang, "kalian tentu ingat bahwa kehidupan ini baru
ada manfaatnya kalau kita melaksanakan kewajiban-kewajiban
dalam kehidupan ini. Hidup berarti me laksanakan kewajibankewajiban itu. Kewajiban sebagai seorang ayah atau ibu,
kewajiban sebagai seorang suami atau-isteri, sebagai anak,
sebagai sahabat, sebagai bawahan, sebagai atasan, sebagai
kawula. Mempertahankan negara termasuk kewajiban suci
dari seorang kawula. Lalu apa artinya menjadi kawula negara
kalau tidak mau membela negara" Membunuh orang
berdasarkan kebencian dan permusuhan pribadi memang tidak
baik dan tidak benar, anak-anakku. Akan tetapi membunuh
musuh dalam perang merupakan tugas kewajiban seorang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kawula yang membela negaranya, bebas dari pada rasa benci
perorangan. Nah, sebagai kawula Panjalu, kalian juga
berkewajiban untuk membela negara."
"Sudahlah," Endang Patibroto berkata, "Kalau kedua orang
anak kita ini tidak mau terlibat perang, terserah kepada
mereka. Akan tetapi mereka harus membantu dalam
menghadapi para wasi penyebar agama sesat itu, kecuali
kalau mereka rela melihat rakyat dipaksa memeluk agama
sesat dan kalau mereka tega melihat ayah ibunya menghadapi
para wasi yang sakti mandragu na itu tanpa membantu."
"Kakang, kita harus membantu ayah menghadapi
mereka!" Retno Wilis berkata 'sambil memegang tangan Bagus
Seto dan mengguncangnya.
Bagus Seto tersenyum dan mengangguk.
"Baiklah dan kita lihat saja. Kalau memang amat
diperlukan, kita turun tangan membantu."
Ki Patih Tejolaksono dan Endang Patibroto merasa girang
sekali. Hati suami isteri ini menjadi besar melihat kedua orang
anak mereka yang boleh diandalkan itu mau ikut.
Ayu Chandra yang tadi merasa tidak enak me lihat Bagus
Seto tidak mau ikut, kini lega juga hatinya mendengar
kesanggupan Bagus Seto. "Aku merasa ikut girang kalau
engkau mau ikut, anakku. Semoga Sang Hyang Widhi
memberi kekuatan kepadamu untuk menanggulangi semua
rintangan yang dihadapi ayah dan ibumu."
Demikianlah, Ki Patih Tejolaksono membuat persiapan,
memilih pasukan istimewa dan keesokan harinya, berangkatlah pasukan itu dipimpin Ki Tejolaksono yang
diiringkan isterinya Endang Patibroto dan kedua orang
anaknya, Bagus Seto dan Retno Wilis. Mereka bertiga
menunggang kuda dan di sepanjang jalan mereka dielu-elukan
rakyat jelata yang memandang kagum kepada empat orang
itu yang tampak gagah perkasa. Ki Patih Tejolaksono yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berusia lirna-puluh dua tahun menunggang kuda pancal
panggung yang berkaki putih, masih tampak muda dan gagah
perkasa. Di pinggangnya terselip sebatang keris pusaka
pemberian Sang Prabu. Di sisinya, Endang Patibroto
menunggang seekor kuda hitam, sudah berusia limapuluh
tahun akan tetapi masih tampak cantik dan anggun, dengan
sebatang keris terselip di pinggangnya, gagah perkasa seperti
Woro Srikandi. Pasangan yang sudah amat dikenal rakyat ini
mendatangkan rasa kagum di hati penonton yang mengeluelukan mereka. Di Belakang pasangan ini, juga menunggang


Sepasang Garuda Putih Seri Keris Pusaka Sang Megatantra 5 Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seekor kuda coklat, tampak Bagus Seto yang berpakaian serba
putih, lemah lembut dengan sinar matanya yang penuh
kesabaran, gerak geriknya halus, seperti Raden Arjuna yang
tidak tampak gagah perkasa melainkan lembut namun di balik
kelembutan itu terkandung kekuatan yang maha dahsyat yang
membuat orang memandang dengan hati tunduk. Di
sampingnya, duduk di atas seekor kuda berbulu putih adalah
Retno Wilis yang menjadi pusat perhatian penonton. Seorang
gadis yang juga berpakaian serba putih dari sutera, cantik
jelita dan gagah perkasa, dengan sebatang pedang di
punggungnya, bertubuh sempurna dengan lekuk lengkung
yang menggairahkan. Sinom yang melingkar-lingkar di dahinya
bergerak-gerak tertiup angin, alisnya yang hitam melengkung
dan matanya seperti bintang kejora. Mulutnya tersenyum dan
lesung pipit di sebelah kiri mulutnya menambah kemanisannya. Hati para pria muda yang memandang menjadi
terpesona oleh kecantikan dan keanggunan yang amat
menawan itu. Sepasang orang muda yang berpakaian serba
putih itu benar-benar membuat hati mereka yang menonton
berdebar penuh kebanggaan dan kekaguman. Bangga karena
mereka adalah putera puteri Ki Patih Tejolaksono yang telah
lama menjadi kebanggaan mereka.
Lima losin barisan pengawal menunggang kuda di depan,
diikuti oleh Sang Patih dan isteri serta dua orang puteranya
dan di belakang mereka berbaris pasukan berkuda, lalu diikuti
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pasukan pejalan kaki. Jumlah mereka tidak kurang dari
selaksa orang. Sesuai dengan perintah Sang Prabu di Panjalu, Ki Patih
Tejolaksono membawa pasukannya singgah di Kerajaan
Jenggala. Pasukan berhenti di luar kadipaten, dan Ki Patih
Tejolaksono, diikuti Endang Patibroto, Retno Wilis dan Bagus
Seto memasuki kadipaten menghadap Sri Samarotsoha
Karnake shana Dharmawangsa Kirtisinga Jayantaka Tungga
Dewa, raja di Jenggala yang dahulu nya bernama Pangeran
Sigit dan pernah menjadi teman seperjuangan Ki Patih
Tejolaksono dan Endang Patibroto. Bahkan Setyaningsih yang
kini menjadi permaisuri Raja Jenggala adalah saudara
kandung Endang Patibroto. Maka kedatangan keluarga Ki Patih
Tejolaksono ini disambut dengan gembira dan meriah oleh
keluarga Raja Jenggala. Tentu saja Sang Prabu Jenggala
sudah mendengar akan gerakan pasukan yang dilakukan
Panjalu untuk menundukkan Nusabarung dan Blambangan
dan untuk itu diapun sudah mempersiapkan pasukan sebanyak
duaribu orang untuk diikutsertakan dan membantu pasukan
Panjalu. Bantuan ini dengan senang hati diterima oleh Ki Patih
Tejolaksono. Tidak lama mereka singgah di Jenggala dan pada hari itu
juga, pasukan diberangkat kan menuju ke timur. Kini
jumlahnya bertambah menjadi duabelas ribu orang.
Jauh sebelum mereka tiba di pesisir yang menjadi tapal
batas kadipaten Nusabarung, pihak Nusabarung sudah
mendengar lebih dulu dari para telik sandi mereka dan sudah
membuat persiapan untuk me lakukan perlawanan. Bahkan
mereka telah mendapat balabantuan dari Blambangan
sebanyak seribu orang perajurit sehingga jumlah mereka
semua ada enam ribu perajurit. Sebagian besar para perajurit
itu berjaga di sekitar pantai Nusabarung dan sebagian lagi
menjaga di luar kadipaten yang berada di tengah-tengah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pulau. Ki Patih Tejolaksono menghentikan pasukannya di pantai
Laut Kidul, membuat perkemahan di situ. Lalu semua alat
pembuatan perahu yang telah dipersiapkan lebih dulu
dikeluarkan dan sibuklah para ahli pembuat perahu bekerja
siang malam membuat perahu. Karena banyaknya orang yang
bekerja, dan alat-alat sudah lengkap juga di situ banyak
pohon-pohon yang dapat ditebang dan kayunya dibuat papan
perahu, maka dalam waktu dua pekan saja selesailah sudah
ratusan buah perahu yang akan menyeberangkan pasukan itu
ke Nusabarung. Pasukan itu telah membawa selain
perlengkapan pembuatan perahu, juga tukang-tukang perahu
yang ahli melayarkan perahu-perahu itu menyeberang lautan.
Akan tetapi pelayaran menuju Nusabarung itu tidak mudah
karena di tengah Lautan mereka dihadang banyak perahu dari
para perajurit Nusabarung sehingga terjadi pertempuran di
tengah lautan. Perang anak panah terjadi dan setelah perahuperahu saling mendekat, terjadilah perang campuh di atas
perahu. Ahli-ahli berlayar dari Panjalu dan 3enggala
mengemudikan perahu dengan sibuk dan hati-hati ketika
perahu-perahu itu bertabrakan dan di atas perahu terjadi
pertempuran seru.
Akan tetapi karena jumlah perajurit kalah banyak, dan
kalah dalam hal ketangkasan bertempur, pasukan Nusabarung
mundur dan melarikan diri dengan sisa perahu-perahu mereka
ke pulau, lalu membentuk barisan di pantai pulau itu menanti
datangnya perahu-perahu musuh.
Setelah pasukan Panjalu dan Jenggala mendarat, terjadilah
pertempuran di darat, di pantai pulau Nusabarung. Dalam
pertempuran itu, Ki Patih Tejolaksono dan Endang Patibroto
melihat betapa di bagian kiri para perajurit mereka menjadi
kacau dan banyak yang berpelantingan, tidak kuat
menghadapi amukan lima orang yang rata-rata bertubuh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tinggi besar dan mereka ini mengamuk dengan golok mereka.
Bahkan dua orang senopati dari Jenggaia. yang menjaga
bagian itu kabarnya sudah roboh pula. Mendengar ini, Endang
Patibroto lalu meloncat dan berlari ke bagian itu, diikuti oleh
suami nya. Adapun Bagus Seto dan Retno W ilis hanya menonton dari
tempat tinggi, tidak mencampuri perang itu. Akan tetapi kalau
ada perajurit musuh yang datang menyerbu, mereka hanya
merobohkan mereka dengan tamparan dan tendangan yang
cukup mengusir mereka menjauh dengan gentar dan tidak
membunuh mereka.
Ketika Endang Patibroto dan Ki Patih Tejolaksono tiba di
tempat pertempuran bagian sayap kiri itu, tampaklah oleh
mereka lima orang senopati tinggi besar. Mereka itu bukan
lain adalah Senopati Wisokolo, Senopati Wisangnogo, Senopati
Krendomolo, Senopati Damarpati, dan Senopati Surodiro, lima
orang senopati jagoan dari Nusabarung yang terkenal digdaya.
Sepak terjang lima orang senopati jagoan Nusabarung ini
sudah hebat, merobohkan banyak perajurit Panjalu, akan
tetapi di bagian lain, ada lagi seorang kakek yang mengamuk
lebih hebat lagi. Dia seorang kakek berusia enampuluhan
tahun, berpakaian serba kuning, rambutnya gimbal akan tetapi
dihias tusuk sanggul terbuat dari emas permata, matanya
lebar hidungnya pesek dan mulutnya selalu menyeringai.
Hebatnya, bukan saja tangan kakinya yang mengamuk
dengan tongkat ularnya, juga mulutnya mengeluarkan
bentakan-bentakan dan para perajurit yang terkena bentakan
itu berpelantingan seperti terdorong tenaga yang dahsyat!
Endang Patibroto marah sekali me lihat kakek ini karena ia
mengenalnya sebagai Wasi Surengpati. Kalau dahulu Wasi
Surengpati berpakaian butut, kini biarpun pakaiannya masih
dekil namun dia memakai banyak perhiasan yang mewah! Hal
ini karena dia sekarang telah menjadi penasihat Nusabarung.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kakangmas, hajarlah lima senopati dari Nusabarung itu,
aku akan menghadapi kakek itu!" kata Endang Patibroto
kepada suaminya,
"Hati-hati diajeng. Kakek itu kelihatan sakti, biar aku saja
yang menghadapinya!" kata Tejolaksono khawatir.
"Jangan Khawatir, kakangmas. Aku pernah melawannya
dan aku mampu mengatasinya. Lima orang senopati itupun
digdaya, harap kakangmas waspada," kata Endang Pati broto
yang segera berlari menghampiri tempat di mana Wasi
Surengpati mengamuk.
"Wasi Surengpati, sekali ini engkau tidak akan terlepas dari
tanganku!" bentak Endang Patibroto, sambil melompat dan
tiba di depan kakek yang sedang mengamuk itu. Melihat tibatiba muncul wanita yang ditakuti itu, wajah Wasi Surengpati
menjadi pucat lalu merah sekali karena dia sudah menjadi
marah. Untuk melarikan diri sudah tidak sempat lagi, maka
diapun membentak.
"Endang Patibroto, engkaulah yang akan mampus di
tanganku!"
Dan diapun segera menerjang sambil mengeluarkan pekik yang dapat menggetarkan jantung lawan.
Akan tetapi, Endang Patibroto sudah mengerahkan kekuatan
batinnya dan ia mengelak dari sambaran tongkat ular, lalu
mencabut kerisnya dan membalas dengan serangan kerisnya
yang berada di tangan kanannya. Tusukan itu cepat dan kuat
sekali. Wasi Surengpati terkejut dan mengelak sambil
memukulkan tongkatnya untuk menangkis. Endang Patibroto
menarik kembali kerisnya dan tiba-tiba tangan kirinya
menyambar ke depan dengan aji pukulan Pethit Nogo yang
amat am puh. "Wuuuuuuttt........
desss!!" Wasi Surengpati sudah mencoba untuk menangkis pukulan itu, akan tetapi
tangkisannya terpental dan dadanya terkena sambaran
pukulan yang amat ampuh itu sehingga dia terjengkang dan
terbanting ke atas tanah. Dia cepat melompat bangun, akan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tetapi Endang Patibroto yang menggunakan gerakan dengan
ilmu Bayutantra, membuat tubuhnya dapat mengejar dengan
cepat dan sebuah pukulan dengan Aji Gelap Musti menyambar
ke arah kepala Wasi Surengpati. Sang wasi cepat miringkan
kepala untuk mengelak dan pukulan itu mengenai pundaknya.
Namun, hebat sekali pukulan Aji Gelap Musti itu. Tubuh Wasi
Surengpati terpelanting keras dan bergulingan, tiba di dekat
para perajurit Panjalu. Para perajurit yang melihat musuh
yang sakti ini bergulingan di dekat kaki mereka, segera
menghujamkan senjata mereka. Sang wasi yang sudah
terkena pukulan dua kali dengan hebatnya, tidak lagi mampu
mengerahkan ilmu kekebalannya dan tubuhnya hancur lebur
di bawah hujan senjata para perajurit itu. T ewaslah dia dalam
keadaan tubuh hancur.
Sementara itu, T ejolaksono menerjang lima orang senopati
yang segera terdesak ke belakang. Amukan Tejolaksono
dengan aji Bajra Dahono amatlah dahsyatnya. Kedua
tangannya seolah mengeluarkan api panas dan lima orang ini
terhuyung ke belakang. Dengan gerakan Bayu Sakti,
Tejolaksono dapat bergerak secepat angin dan selagi lima
orang itu belum pulih keadaan mereka, Tejolaksono sudah
menerjang dengan amukan Aji Dirodometo. Seperti seekor
gajah mengamuk kaki tangannya bergerak dan lima orang itu
satu demi satu berpelantingan dan segera dikeroyok oleh para
perajurit Panjalu. Lima orang senopati itupun tewas semua di
bawah hujan senjata.
Setelah lima orang senopati dan Wasi Surengpati tewas,
para perajurit Nusabarung yang kehilangan pimpinan menjadi
kacau balau dan kalang kabut, tunjang palang melari kan diri
ke tengah pulau! Mereka bergabung dengan pasukan yang
berjaga di luar kadipaten. Terjadi lagi pertempuran hebat,
akan tetapi karena kalah dalam jumlah dan kekuatan, apalagi
mereka tidak lagi mempunyai pimpinan yang tangguh,
pasukan Nusabarung tidak kuat menahan serangan para
perajurit Panjalu dan Jenggala dan akhirnya para perajurit
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dapat membobolkan gapura Nusabarung dan dipimpin oleh
Tejolaksono dan Endang Patibroto, pasukan pengawal
memasuki kadipaten!
Di tengah ruangan kadipaten mereka mendapatkan Adipati
Martimpang berikut tujuh orang puterinya dan semua isteri
dan selirnya berkumpul. Sang Adipati sudah kehilangan
kewibawaannya dan menundukkan mukanya ketika Tejolaksono memasuki ruangan itu bersama Endang Patibroto
dan kedua orang putera puteri mereka mengikuti dari
belakang. Dyah Candramanik, puteri sulung sang Adipati Martimpang
ketika melihat Retno W ilis ikut masuk ke ruangan itu,
memandang dengan mata berapi. Dara jelita ini masih merasa
sakit hati karena dulu pernah ditipu oleh Retno W ilis yang
menyamar sebagai Joko Wilis sehingga ia jatuh cinta kepada
"pemuda" itu.
"Adipati Martimpang, pasukanmu sudah hancur, apakah
sekarang andika sudah rnenakluk kepada Kerajaan Jenggala?"
tanya Ki Patih Tejolaksono dengan tegas namun cukup
hormat. Adipati Martimpang mengangkat muka, bertemu pandang
dengan Tejolaksono dan menarik napas panjang. "Kami sudah
kalah, terserah apa yang akan andika lakukan, Ki Patih."
"Untuk sementara, andika sekeluarga menjadi tawanan di
sini dan kadipaten Nusabarung akan diawasi oleh para wakil
dari Jenggala. Setelah kami nanti kembali ke kerajaan Panjalu
dan Jenggala, andika sekeluarga akan menjadi tawanan dan
kami bawa ke Jenggala."
Adipati Martimpang yang sudah merasa kalah hanya
mengangguk dan dia bersama keluarganya lalu digiring ke
pedalaman kadipaten dan ditawan dalam kamar masing
masing dan dijaga oleh para perajurit Jenggala.


Sepasang Garuda Putih Seri Keris Pusaka Sang Megatantra 5 Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Patih Tejolaksono lalu memanggil semua perwira
Jenggala dan memerintahkan kepada mereka dan sisa duaribu
pasukan mereka untuk menguasai dan menjaga Nusabarung.
Dia sendiri bersama pasukan Panjalu yang tadinya sebanyak
selaksa orang akan melanjutkan ekspidisinya ke Blambangan.
Hanya tiga hari pasukan itu dibiarkan beristirahat di
Nusabarung dan pada hari ke empat pasukan itu
menyeberang ke daratan lalu melanjutkan perjalanan menuju
ke barat, ke Blambangan.
Akan tetapi belum lama mereka bergerak, dari depan
menghadang pasukan yang berjumlah lebih kurang limaratus
orang. Pasukan ini dipimpin oleh Sang Adipati Kertajaya, yaitu
adipati dari Pasisiran, bersama puteranya, Jarot. Ternyata
pasukan ini siap membantu gerakan pasukan dari Kerajaan
Panjalu dan Jenggala. Ki Patih Tejolaksono menerima mereka
dengan senang hati, bahkan menganjurkan agar Jarot saja
yang memimpin limaratus pasukan dari Pasisiran itu untuk
membantu sedangkan Adipati Kertajaya menjaga ketenteraman di Pasisiran.
"Tidak baik kalau andika sekalian ikut pergi karena
kadipaten Pasisiran akan menjadi kosong dari pimpinan," kata
pula Endang Patibroto. "Kami rasa anakmas Jarot sudah cukup
untuk membantu kami."
Adipati Kertajaya akhirnya menurut dan membiarkan
puteranya seorang diri yang memimpin limaratus orang
pasukan Kerajaan Panjalu dan Jenggala. Pasukan itu
melanjutkan perjalanan mereka dan kembali di tengah
perjalanan mereka dihadang dua pasukan yang terdiri dari
masing-masing seratus orang. Mereka itu bukan lain adalah Ki
Haryosakti dan Bajramusti, dua orang sakti yang menjadi
pimpinan Jambuko Cemeng dan ketua Bala Cucut, dua orang
yang pernah ditalukkan oleh Retno W ilis dan Bagus Seto dan
kepada dua orang kakak beradik ini mereka sudah berjanji
untuk kelak membantu Panjalu. Setelah mendengar bahwa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pasukan Panjalu dan Jenggala sudah mengadakan ekspidisi ke
timur dan sudah menaklukkan Nusabarung, kini sedang
menuju ke Blambangan. Mereka lalu membawa anak buah
masing-masing dan menghadang di tengah perjalanan.
Retno Wilis lalu memperkenalkan mereka kepada ayah
ibunya. "Paman ini adalah Ki Haryosakti, ketua dari Jambuko
Cemeng yang sudah berjanji kepada kakangmas Bagus Seto
dan aku untuk membantu Panjalu. Dan yang ini adalah paman
Bajramusti, ketua Bala Cucut yang juga berjanji membantu
pasukan Panjalu," demikian Retno W ilis melaporkan kepada
ayahnya. Tejolaksono mengangguk senang dan menerima mereka
dengan baik, menempatkan mereka di tengah pasukannya.
Hal ini menunjukkan bahwa Ki Patih Tejolaksono adalah
seorang panglima yang berpengalaman. Biarpun sudah
diperkenalkan oleh puterinya, namun dia tidak kekurangan
kewaspadaan dan menempatkan dua kepala gerombolan itu di
tengah-tengah pasukannya sehingga mereka tidak akan dapat
berkhianat kalau terjadi perang melawan pasukan Blambangan. Kalau ditaruh di depan, mereka akan dapat
berbalik membantu Blambangan dan kalau ditempatkan di
belakang, mereka juga dapat membokong dan menyerang
dari belakang untuk membantu Blambangan. Akan tetapi kalau
mereka ditaruh di tengah mereka tidak berdaya dan mau tidak
mau harus membantu pasukan Panjalu!
Tentu saja pihak Blambangan sudah mendengar akan
jatuhnya Nusabarung ke tangan pasukan dari Panjalu dan
Jenggala, bahkan pasukan yang mereka perbantukan ke
Nusabarung juga sudah melarikan diri pulang, meninggalkan
kawan-kawan yang gugur, akan tetapi membawa pula banyak
pasukan yang melarikan diri. Kini mereka bergabung dengan
pasukan Blambangan dan melakukan penjagaan di perbatasan
Blambangan, dipimpin sendiri oleh Senopati Kurdolangit dan
senopati Rajah Beling, dibantu para senopati, lainnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
termasuk Raden Kalinggo, putera Senopati Rajah Beling yang
tinggi besar dan brewokan itu. Raden Kalinggo ini dulu pernah
ikut sayembara untuk memperebutkan Dyah Candramanik
puteri Adipati Martimpang dari Nusabarung, namun dia
dikalahkan oleh Joko Wilis.
Jumlah pasukan Blambangan ditambah sisa pasukan
Nusabarung tidak kurang dari delapan ribu orang. Begitu
pasukan Panjalu muncul, mereka segera diserbu oleh pasukan
Blambangan yang masih segar, berbeda dengan keadaan
pasukan Panjalu yang baru tiba dari perjalanan yang cukup
melelahkan. Namun, pasukan Panjalu melawan dengan gigih.
Amukan Senopati Kurdolangit segera di bendung dan
dihadapi oleh Ki Bajramusti ketua Bala Cucut yang
diperintahkan Ki Patih Tejolaksono untuk maju. Hal ini
dinasihatkan oleh Retno Wilis yang sudah maklum akan
kesaktian ketua Bala Cucut ini. Adapun amukan Rajah Beling
dihadapi oleh Ki Haryosakti yang juga maju atas anjuran
Retno Wilis. Ketika Raden Kalinggo maju, maka yang
menghadapinya adalah Jarot!
Terjadilah perang pupuh yang amat seru. Tepat sekali
perhitungan Retno Wilis yang mengajukan jago-jagonya.
Senopati Kurdolangit memang sakti. Senopati yang tinggi
kurus ini memainkan pedangnya dengan tangkas dan kuat.
Namun yang menandingi adalah Ki Bajramusti yang
memegang golok besar. Selain ilmu silat yang tangguh, juga
Ki Bajramusti memiliki kekuatan sihir yang cukup hebat.
Setelah bertempur dengan serunya, Ki Bajramusti berulang
kali mengeluarkan pekik yang amat dahsyat, dan pekik ini
yang mengguncangkan jantung Senopati Kurdolangit dan
membuat permainan pedangnya menjadi kacau. Pada saat dia
terlengah, golok besar di tangan Ki Bajramusti menyambar
dan mengenai pahanya, membuat tubuh Senopati Kurdolangit
terpelanting roboh. Golok besar di tangan Ki Bajramusti
menyambar ganas dan putuslah leher Senopati Kurdolangit,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
disambut sorak sorai para perajurit atau anak buah Bala Cucut
yang mendukung ketua mereka.
Senopati Rajah Beling mendengar sorak sorai itu dan
segera dia mengetahui bahwa rekannya, Senopati Kurdolangit
telah roboh dan tewas. Hal ini tentu saja membuat hatinya
menjadi gentar. Akan tetapi tidak ada jalan lain baginya
kecuali mengamuk dengan tombak cagaknya. Lawannya, Ki
Haryosakti juga bersenjata tombak sehingga ramailah
pertandingan di antara mereka. Akan tetapi setelah Senopati
Rajah Beling mendengar akan tewasnya Senopati Kurdolangit,
hatinya yang gentar membuat permainan tombaknya menjadi
kacau. "Haiiittt.......!" Dia mencoba untuk mengeluarkan gertakan
dan tombak cagaknya
menyambar ke arah
perut Ki Haryosakti.
"Tranggg .......!" Tombak Ki Haryosakti
menangkis, akan tetapi
ujung tombak itu terjepit di antara cagak
tombak di tangan Senopati Rajahbeling. Mereka bersitegang mengadu kekuatan karena tombak mereka
sudah saling jepit. Dan
dalam adu tenaga ini
Senopati Rajahbeling masih kalah set ingkat. T ombak Ki Haryosakti mendorong maju
dan tanpa dapat dielakkan lagi oleh lawan, tombaknya
menusuk ke arah dada lawan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Creppp ...... auhhh......!" Tubuh Senopati Rajahbeling
terjengkang dan dia tewas seketika karena jantungnya
tertembus ujung tombak Ki Haryosakti.
Kalinggo yang bertanding dekat ayahnya melihat robohnya
ayahnya. Dia menjadi kaget, sedih dan marah besar. Akan
tetapi lawannya adalah Jarot, seorang pemuda sakti murid
Bhagawan Dewondaru. Sejak tadi mereka berkelahi dengan
tangan kosong dan dia sudah terdesak terus. Sekarang,
melihat ayahnya roboh dia menjadi nekat dan mencabut
sebatang keris yang besar dan berwarna keemasan. Dengan
keris di tangan dia menubruk dan menyerang ke arah dada
Jarot. Pemuda Pasisiran ini mengelak cepat dan keris itu
meluncur di sampingnya. Cepat dia membalik dan mengetuk
lengan kanan Raden Kalinggo dengan tepi tangannya yang
miring. "Dukk..... !" Akan tetapi Raden Kalinggo hanya meringis
kesakitan. Kerisnya tidak terlepas dari pegangannya. Memang
pemuda ini memiliki kekebalan dan kekuatan yang cukup
hebat. Dia bahkan mengamuk semakin hebat dan menghujani
Jarot dengan serangan kerisnya secara bertubi-tubi. Jarot
mengelak ke sana sini dan merasa bahwa kalau dilanjutkan,
mungkin dia akan kewalahan karena lawannya sudah
mengamuk membabi buti. Maka diapun lalu menghunus
kerisnya dan tampak sinar hitam berkelebat. Itulah keris
pusaka Nogo lreng yang ber warna hitam.
"Trangg ......!" Ketika keris keemasan ditangan Raden
Kalinggo menusuk lagi ke arah perut Jarot, pemuda ini dengan
trengginas menangkis dari samping sehingga keris Kalinggo
menyimpang. Kesempatan ini dipergunakan oleh Jarot untuk
memukulkan tangan kirinya ke depan, tepat mengenai dada
Kalinggo. "Bukk!" Kalinggo terhuyung ke belakang, tangan kirinya
menekan dadanya yang terasa nyeri dan napasnya terengah.
Akan tetapi pukulan ini membuatnya semakin marah dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tanpa memperdulikan rasa nyeri di dadanya yang membuat
napasnya sesak, dia menerjang dengan nekat, menggunakan
kerisnya menusuk dada lawan dan tangan kirinya
mencengkeram ke arah muka Jarot! Pe nyerangan ini sungguh
nekat tanpa memperdulikan pertahanannya sendiri yang
terbuka. Jarot menghindar ke kiri dengan cepat dan keris di
tangan kanannya menyambar ke samping.,
"Crott!" Keris itu menusuk lambung dan Jarot cepat
mencabutnya kembali sambil melompat ke belakang agar
jangan sampai terpercik darah yang menyembur keluar dari
lambung Kalinggo. Kalinggo berteriak keras dan tubuhnya
terguling roboh. Kerisnya terlepas dari pegangannya dan
dengan kedua tangan dia mendekap luka di lambungnya yang
mengucurkan darah. Akan tetapi tidak lama dia menegang dan
menghembuskan napas terakhir, tewas dalam kubangan yang
dibuat darahnya sendiri.
Tejolaksono dan Endang Patibroto dikeroyok oleh para
senopati lainnya. Akan tetapi suami isteri ini mengamuk
seperti benteng terluka. Siapa saja yang berani mengha
dangnya tentu roboh terpelanting oleh tamparan atau
tendangan mereka. Keduanya tidak menggunakan senjata,
hanya dengan tangan kosong saja mereka merobohkan puluh
an perajurit yang berani mengeroyok mereka. Amukan suami
isteri ini menggetarkan semua perajurit Blambangan, akan
tetapi menambah semangat para perajurit Panjalu. Juga
kemenangan yang diperoleh Jarot, Ki Haryosakti dan Ki
Bajramusti membuat anak buah mereka menjadi bersemangat
sekali. Mereka semua mengamuk, membuat pasukan
Blambangan menjadi kocar kacir dan terdesak mundur terus
sampai di pintu gapura Blambangan di mana sudah siap
menjaga sebagian dari pasukan Blambangan yang diperkuat
dan dipimpin Wasi Karangwolo, Adipati Menak Sampar sendiri,
dibantu Wasi Shiwamurti, Ki Shiwananda, dan Ni De wi
Durgomala dan beberapa orang senopati, juga belasan orang
perwira Blambangan. Agaknya sekali ini Adipati Menak Sampar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengerahkan seluruh tenaganya untuk mempertahankan
Blambangan! Tak dapat dicegah lagi terjadilah pertempuran hebat,
perang campuh yang gegap gempita. Para pemimpin kedua
pihak juga segera saling berhadapan dan Retno Wilis sudah
membisikan siasatnya untuk menghadapi para wasi sakti itu.
Bagus Seto segera menghadang Wasi Shiwamurti yang
menjadi musuh lamanya. Retno Wilis menghadapi Ki
Shiwananda. Endang Patibroto menghadapi Ni Dewi
Durgomala. Adapun Wasi Karangwolo dihadapi Jarot yang
dibantu oleh Ki Haryosakti dan.Ki Bajramusti, sedangkan
Adipati Menak Sampar sendiri yang juga sakti dihadapi K i Patih
Tejolaksono! Terjadilah perang tanding yang luar biasa serunya! Wasi
Shiwamurti yang maklum bahwa lawannya yang masih muda
itu memiliki aji kesaktian yang amat hebat, menjauhkan diri
dari yang lain dan mengajak lawannya untuk bertanding di
atas sebuah bukit, agak menjauh dari perang campuh itu.
Bagus Seto mengikuti ke mana Sang Wasi itu pergi dan
mereka kini berhadapan di atas lereng bukit itu.
"Bagus Seto, andika ini orang muda. tidak pandai
menghormati orang yang lebih tua, bahkan berani menentang


Sepasang Garuda Putih Seri Keris Pusaka Sang Megatantra 5 Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

aku yang datang dan negara jauh. Beginikah sikap satria di
Nusa Jawa, satria dari Panjalu" Apakah gurumu mengajarkanmu untuk tidak pandai menghormati orang yang
lebih tua dari-mu?"
"Paman Wasi Shiwamurti, penghormatan seseorang
terhadap orang lain bukan ditinjau dari segi usianya,
melainkan dari sikap dan perbuatannya. Paman wasi datang
dari jauh, sepantasnya dihormati. Akan tetapi melihat
bagaimana paman bersikap dan berbuat di sini, selain
membantu pihak pemberontak Blambangan juga menyebar
luaskan agama sesat untuk melemahkan rakyat dengan cara
paksa dan kekerasan, bagaimana paman menuntut Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
penghormatan" Sebaiknya kalau paman pulang saja ke Cola
dan jangan menimbulkan kekacauan di s ini."
"Babo-babo, Bagus Seto. Jauh-jauh kami diperintahkan raja
kami untuk membantu Blambangan dan mengadakan kontak
dengan Bali Dwipa, menyebar agama kami untuk membahagiakan rakyat. Bagaimana andika berani mengatakan
bahwa kami menyebar agama untuk mengacaukan rakyat.
Buktinya, para pengikut kami mendapatkan kebahagiaan dan
mereka merasa senang menjadi anggauta kami!"
"Kesenangan yang sesat, pengumbaran nafsu yang
semena-mena dan yang menyeret jiwa ke dalam kegelapan.
Wasi Shiwa-murti, andika yang sudah mempelajari berbagai
Weda, masih berpura-pura tidak melihat hal ini" Mustahil
kalau andika tidak mengetahui bahwa agama yang andika
ajarkan itu sesat dan keji!"
"Bagus Seto, jangan dikira bahwa aku takut kepadamu!
Sambutlah ini!" Wasi Shiwamurti mengangkat tongkat kepala
naga ke atas. menggerak-gerakkan ke arah langit dan seketika
langit menjadi gelap tertutup mendung dan awan mendung itu
menyambar turun ke arah Bagus Seto seolah hendak menelan
pemuda itu! Bagus Seto yang melihat ini, dengan tenang mengeluarkan
setangkai bunga cernpaka putih dari rambut kepalanya dan
mengangkat setangkai bunga itu ke atas kepalanya, lalu
melontarkannya ke arah gumpalan awan hitam yang
menyerang ke arahnya.
"Byarrr......!" Tampak sinar terang dan awan gelap itu
ambyar dan lenyap. Bunga cempaka putih sudah turun
kembali ke tangan Bagus Seto yang menyimpannya kembali
ke rambut kepalanya.
Melihat serangannya dapat dipunahkan pemuda itu, Wasi
Shiwamurti menjadi marah sekali. Tongkat kepala naga itu
didorongkan ke arah sebuah batu sebesar kerbau.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sambutlah batu ini!" bentaknya dan ketika dia
mengerahkan tenaganya, batu sebesar kerbau itu melayang
ke arah Bagus Seto dengan cepatnya. Bagus Seto melolos ikat
kepalanya dan menyambut batu besar itu dengan kebutan
kain pengikat kepala.
"Darrr .....!!" Batu besar itu begitu kena dikebut kain putih
pengikat kepala, menjadi hancur berantakan dan pecahannya
terlempar ke kanan kiril
Wasi Shiwamurti terkejut akan tetapi belum mau mengaku
kalah. Dia sudah menerjang dengan tongkat kepala naga itu,
menyerang dengan dahsyat. Tongkatnya menyambarnyambar, mengeluarkan angin bersiutan sehingga menggerakkan daun-daun pohon disekitarnya, bahkan
membuat pakaian putih Bagus Seto berkibar-kibar. Namun
pemuda itu sama sekali tidak merasa gentar. Tubuhnya
bagaikan berubah menjadi bayangan atau awan, diserang
bagaimanapun oleh tongkat kepala naga itu tidak pernah
dapat tersentuh, seolah sebelum hantaman tiba, angin
pukulan tongkat itu telah membuat tubuhnya mengelak.
Diapun membalas dengan kebutan kain putih pengikat
kepalanya, namun Wasi Shiwamurti juga amat tangkas dan
tubuhnya kebal sehingga serangan balasan Bagus Seto juga
tidak mengenai sasaran, atau kalau hanya mengenai pundak
atau bagian tubuh yang tidak berbahaya, kebutan itu meleset
dan tidak melukai lawan.
Adu kesaktian yang terjadi di bukit, jauh dari perang
campuh itu berlangsung amat dahsyatnya. Kalau dilihat dari
jauh, yang tampak hanyalah gulungan sinar tongkat kepala
naga yang bergelombang dan berlenggang-lenggok seolaholah seekor naga yang bermain di angkasa, mengejar sesosok
bayangan yang bergerak seperti awan. Penglihatan yang
menakjubkan! Tiba-tiba tongkat bertemu dengan kebutan kain pengikat
kepala yang berwarna putih itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Plakk ....!" Hebat sekali pertemuan aritara dua tenaga
sakti yang tersalur lewat dua senjata ampuh itu dan
keduanya terdorong mundur sampai lima langkah!
Maklum bahwa dia tidak akan mampu mengalahkan
pemuda itu dengan ilmu sihir atau mengadu senjata, Wasi
Shiwamurti lalu mencoba untuk mengeluarkan senjata
pamungkasnya. Dia menancapkan tongkatnya di atas tanah,
lalu menggosok-gosokkan kedua tangannya sampai tampak
asap mengepul di antara kedua telapak tangannya. Setelah
itu, dalam jarak belasan langkah itu dia lalu mendorongkan
kedua telapak tangannya ke arah Bagus Seto.
Pemuda ini sudah menduga serangan apa yang akan
dilakukan lawannya. Begitu melihat Wasi Shiwamurti
menancapkan-tongkatnya lalu menggosok-gosokkan kedua
tangannya, dia sudah menduga bahwa lawan hendak
mempergunakan aji pukulan jarak jauh mempergunakan hawa
sakti yang mung kin beracun. Maka diapun sudah menyimpan
kain pengikat kepalanya dan diapun menekuk kedua lututnya,
merendahkan tubuhnya dan membuka kedua tangan lalu
menyambut serangan itu dengan dorongan kedua telapak
tangannya yang putih ke arah depan.
Dua tenaga sakti yang mujijat itu bertemu di tengahtengah. Udara bagaikan tergetar dan terguncang hebat
dengan adanya pertemuan dua hawa sakti yang amat kuat itu.
"Blarrrr.....!" T ubuh Bagus Seto bergerak-gerak terguncang
akan tetapi kuda-kuda kedua kakinya masih tetap tegak,
sedangkan tubuh Wasi Shiwamurti terhuyung ke belakang
sampai beberapa langkah, mukanya berubah pucat dan dari
kepalanya mengepul uap putih! Jelas bahwa dia masih kalah
kuat setingkat dibandingkan murid Ki Tunggaljiwo dan
Bhagawan Ekadenta yang sakti ini! Diapun menyadari
kekalahannya, maka dengan suara agak terengah dia berkata.
"Bagus Seto, sekali ini aku mengaku kalah. Akan tetapi
jagalah andika, tak berapa lama lagi aku akan mendatangimu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
di Panjalu mengajak seorang kakak guruku untuk
menantangmu bertanding lagi satu lawan satu untuk
menentukan pihak mana yang lebih unggul!"
Dengan tenang Bagus Seto menjawab, "Aku selalu akan
menunggu dan siap untuk menghadapimu, Paman Wasi
Shiwamurti. Selama andika belum menyadari kekeliruanmu,
aku akan selalu menentangmu."
'Bagus, tunggu saja pembalasanku!" Setelah berkata
demikian, Wasi Shiwamurti mencabut tongkat kepala naga
dari atas tanah, lalu dia me larikan diri dengan amat cepatnya
ke balik bukit, tidak mau memperdulikan lagi perang campuh
yang masih berlangsung di kaki bukit.
Pertandingan antara Wasi Karangwolo yang dikeroyok tiga
tidak berlangsung lama. Biarpun Wasi Karangwolo adalah
seorang yang sakti mandraguna, pandai pula berilmu sihir dan
kerisnya amat berbahaya menyambar-nyambar, namun dia
dikeroyok tiga oleh Jarot, Ki Haryosakti dan Ki Bajramusti yang
ketiganya juga tidak asing dengan ilmu s ihir. Semua ilmu s ihir
yang dikeluarkan oleh Wasi Karangwolo dapat dipunahkan tiga
orang itu. Keris Nogo Ireng di tangan Jarot sudah hebat
berbahaya, tombak di tangan Haryosakti juga ganas, terutama
sekali golok besar di tangan Ki Bajramusti. Tiga orang
pengeroyok ini membuat Wasi Karangwolo kewalahan dan
terdesak hebat. Akhirnya, sebuah bacokan golok dari Ki
Bajramusti menyambar dan mengenai pundaknya. Wasi
Karangwolo berteriak kesakitan dan terhuyung ke belakang.
Dia tidak mampu menangkis atau mengelak lagi ketika tombak
di tangan Ki Haryosakti menusuk dan menembus lambungnya.
Ketika tombak dicabut, tubuh Wasi Karangwolo jatuh
nglumpruk (terkulai) dan dia tidak bergerak lagi, tewas
seketika. Tiga orang itu lalu mengamuk, merobohkan banyak
perajurit Blambangan yang berani menghadapi mereka.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Amukan tiga orang yang gagah perkasa ini membuat pasukan
Blambangan kocar-kacir.
Sementara itu, Retno Wilis juga sudah mendesak Ki
Shiwananda yang memang sudah merasa jerih menandingi
dara perkasa yang sakti mandraguna ini. Permainan
ruyungnya yang berat itu mulai kacau berhadapan dengan
Pedang pusaka Sapudenta di tangan Retno W ilis. Beberapa
kali Ki Shiwananda mencoba untuk mempengaruhi dara ini
dengan sihirnya. Namun Retno Wilis yang pernah menerima
gemblengan dari Nini Bumigarbo tidak miris (gentar)
menghadapi semua pengerahan sihir itu dan dapat
menolaknya sehingga kembali mereka harus bertanding
mengadu kedigdayaan dan ilmu kanuragan.
"Tran-cringg......!" Ruyung bertemu dengan Pedang
Sapudenta dengan kerasnya dan karena Retno Wilis
mengerahkan seluruh tenaganya ketika beradu senjata,
ruyung itu patah menjadi dua potong! Wajah Ki Shiwananda
menjadi pucat sekali, akan tetapi pada saat itu Retno Wilis
sudah menggerakkan kaki kanannya menendang.
"Bukkkk!" Keras sekali tendangan itu sehingga tubuh Ki
Shiwananda terpental dan dia terjatuh dekat para perajurit
Panjalu yang menonton pertarungan itu. Tak dapat dicegah
lagi, hujan senjata menimpa tubuh Ki Shiwananda yang tidak
lagi mampu mengerahkan kekebalannya karena perutnya yang
tertendang tadi merasa nyeri sekali dan melenyapkan
tenaganya. Tubuhnya hancur di bawah hujan bacokan itu.
Retno Wilis hanya menonton dan menahan napas. Berkat
bimbingan kakaknya, ia tidak ingin membunuh lawan, akan
tetapi lawannya terjatuh ke tangan para perajurit yang
menghabisi nyawanya. Bagaimanapun juga, Ki Shiwananda
maju berperang maka sudah lumrah kalau dia tewas dalam
peperangan. Ia lalu membalikkan tubuh dan me lihat Bagus
Seto melangkah menuruni bukit, agaknya sudah ditinggalkan
Wasi Shiwamurti. Dan dilihatnya pula bahwa Jarot, Ki
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Haryosakti dan Ki Bajramusti juga sedang mengamuk,
agaknya sudah pula menewaskan Wasi Karangwolo yang tadi
mereka keroyok.
Yang masih bertanding adalah Endang Patibroto melawan
Ni Dewi Durgomala dan Ki Patih Tejolaksono sendiri yang
masih bertarung melawan Adipati Menak Sampar yang masih
gigih membuat perlawanan sungguhpun dia terus terdesak
mundur. Endang Patibroto juga mendesak Ni Dewi Durgomala yang
kelihatan sudah merasa jerih. Akan tetapi tempat itu
terkepung ratusan perajurit sehingga ia tidak melihat
kesempatan untuk melarikan diri
lagi. Terpaksa ia mengerahkan seluruh tenaga dan mengeluarkan seluruh
kepandaiannya untuk melawan Endang Patibroto. Retno Wilis
yang kini sudah berdekatan dengan Bagus Seto, hanya
menonton saja dan tidak mau membantu karena mereka
maklum bahwa ayahnya dan ibunya tidak akan kalah.
"Di mana Wasi Shiwamurti?" tanya ' Retno Wilis.
"Dia sudah melarikan diri." jawab Bagus Seto lirih. Biarpun
dia tidak bertanya, Retno Wilis menerangkan.
"Ki Shiwananda tewas di bawah puluhan senjata para
perajurit setelah aku merobohkannya. Aku tidak sengaja
membunuhnya."
Bagus Seto menyentuh lengan adiknya. "Engkau tidak
bersalah. Memang sudah tiba saatnya dia tewas dikeroyok
banvak senjata. Agaknya itulah karmanya," kata Bagus Seto
seperti hendak menghibur adiknya.
"Ibu tentu akan dapat mengalahkan Ni Durgomala," kata
Retno Wilis sambil menuding ke arah Endang Patibroto yang
mendesak lawannya dengan hebat.
Bagus Seto menghela napas panjang. "Kanjeng Ibu Endang
Patibroto memang seorang wanita yang sakti mandraguna
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pilih tanding. Beliau pantas untuk menjadi seorang panglima
perang wanita."
"Dan kanjeng romo juga tidak akan kewalahan menandingi
sang Adipati Menak Sampar," kata pula Retno W ilis sambil
memandang kepada ayahnya yang masih bertanding
melawan adipati Blambangan itu.
"Kanjeng romo jelas tidak akan membunuh sang adipati,
melainkan hendak menawannya dan beliau bertindak benar.
Sebaiknya kalau adipati Blambangan ditangkap hidup-hidup


Sepasang Garuda Putih Seri Keris Pusaka Sang Megatantra 5 Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

untuk dihadapkan kepada Gusti Prabu di Panjalu, atau
Jenggala."
Apa yang dikatakan Retno Wilis dan kakaknya memang
benar adanya. Tak lama kemudian Ni Dewi Durgomala
mengeluarkan suara melengking, mirip tangis bercampur tawa
dan tangan kirinya memukul dengan jari-jari terbuka dan
kukunya membentuk cakar. Dari ke lima jari tangannya itu
menyambar sinar menghitam dan hal ini membuat Retno Wilis
terkejut dan mengkhawatirkan ibunya karena ia tahu bahwa
yang dikeluarkan Ni Dewi Durgomala itu adalah ilmu yang keji
dan jahat sekali. Memang Ni Dewi Durgomala telah
mengeluarkan aji pamungkasnya. Aji ini kalau dikerahkan,
dapat membunuh lawan dalam jarak jauh, karena angin yang
menyambar dari pukulan itu membawa hawa beracun yang
amat jahat. Namun Endang Patibroto juga sudah waspada dan maklum
bahwa lawan mengajak mengadu nyawa dengan mengerahkan semua aji pamungkas yang dimilikinya. Maka
iapun menyambut dengan Aji Gelapmusti yang digabung
dengan Aji Pethit Nogo. Tangan kanannya menyambut
pukulan jarak jauh Ni Dewi Durgomala itu dengan aji Gelap
Musti, sedangkan tangan kirinya membalas dengan hantaman
Aji Pethit Nogo.
"Bresssss ... auugghhh ....!" Tubuh Ni Dewi Durgomala
terlempar sampai lima meter jauhnya dan ia terbanting roboh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
muntah darah dan tewas seketika. Akan tetapi Endang
Patibroto juga terhuyung dan mukanya menjadi pucat sekali.
Bagus Seto cepat menghampiri Endang Patibroto dan
mengambil bunga cempaka putih dari rambut kepalanya.
Dengan bunga cempaka di tangan, dia mendekati ibunya dan
mendekatkan bunga itu di depan hidung Endang Patibroto.
"Sedotlah, kanjeng ibu. Hawa beracun itu akan tersapu
bersih." Endang Patibroto menurut. Ia menyedot aroma bunga
itu dengan hidungnya dan seketika napasnya terasa lega dan
sesaknya menghilang.
Mereka lalu memandang ke arah Ki Patih Tejolaksono yang
masih bertanding melawan Adipati Menak Sampar. Tejolaksono bertangan kosong dan Adipati Menak Sampar
menggunakan sebatang keris yang besar dan panjang. "Mampuslah
engkau, Tejolaksono!"
bentaknya dan untuk kesekian kalinya
keris itu meluncur dan
menusuk ke arah dada
Tejolaksono. Ki Patih Panjalu ini miringkan tubuhnya. Keris menancap
di bawah lengannya, lalu
dikempitnya dan tangannya
menebak ke arah dada
lawan. Tubuh Menak Sampar terjengkang dan keris itu
terlepas dari tangannya. Tejolaksono membuang keris itu dan
melangkah maju.
"Menyerahlah, Adipati Menak Sampar!" katanya tegas.
Akan tetapi Adipati Menak Sampar mengeluarkan suara
gerengan seperti seekor harimau terluka dan dia sudah
menubruk maju seperti seekor biruang menerkam mangsanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kedua lengan yang besar dan panjang itu menerkam dari
kanan kiri untuk meringkus tubuh Ki Patih Tejolaksono yang
terbilang kecil kalau dibandingkan dengan tubuhnya yang
tinggi besar seperti raksasa. Namun Ki Patih Tejolaksono
bergerak cepat dan sudah mengelak, kemudian dari samping
dia menampar dengan Aji Bajra Dahono, mengenai pundak
Sang Adipati. "Plakkk ..... aduuuhhh ...!" Terkena pukulan Aji Bajra
Dahono, tubuh Sang Adipati terkulai dan mendesah
kepanasan, Tejolaksono lalu meringkusnya dan tanpa
diperintah Jarot lalu maju membawa tali dan mengikat kedua
pergelangan tangan Adipati Menak Sampar sehingga dia tidak
mampu berkutik lagi.
Setelah melihat para pimpinan sudah dikalahkan semua
para pasukan Blambangan menjadi kecut hatinya dan
semangat perlawanan merekapun membuyar. Pada saat itu Ki
Patih Tejolaksono berseru nyaring.
" rtAdipati Menak Sampar telah menyerah! Kalian yang
melawan akan dibunuh, yang , menyerah akan diampuni!"
Mendengar r*; '^bentakan yang amat nyaring itu, sebagian '.
besar pasukan Blambangan lalu membuang ' -J, .senjata
mereka dan menjatuhkan diri '"'berlutut, menyerah!
Ki Patih T ejolaksono lalu menggiring Adipati Menak Sampar
memasuki kadipaten yang sudah dikuasai oleh para perwira
Panjalu dan para perajurit pengawal. Di tengah ruangan itu
telah berkumpul keluarga Sang Adipati, lengkap dengan
semua isteri dan selirnya. Juga hadir Dyah Ayu Kerti, puteri
Sang Adipati yang cantik jelita. Melihat puteri ini, hati Jarot
berdebar dan dia memandang penuh pesona, akan tetapi
karena hatinya telah terlebih dulu terpikat kepada Retno Wilis,
maka diapun menghilangkan perasaannya yang hanyut oleh
kejelitaan puteri Adipati Menak Sampar itu.
"Bagaimana, Sang Adipati Menak Sampar" Apakah andika
sudah takluk sekarang?" tanya K i Patih Tejolaksono.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dendam Iblis Seribu Wajah 19 Durjana Dan Ksatria Seri Thiansan Karya Liang Ie Shen Pukulan Naga Sakti 12

Cari Blog Ini