Hek houw Thio Leng sangat terkejut karena melihat gerak cepat dari lelaki yang tak dikenalnya itu, akan tetapi dia adalah seorang jago kawakan, dia cepat mengalihkan arah meluncurnya sepasang tangannya, sambil dia ikut membuang dirinya menyamping.
"Bagus, kau dapat menghindar! sekarang kau perhatikan gerak seekor macan yang sebenarnya . !" lelaki bekas orang hukuman itu berkata lagi, dan dia menyudahi perkataannya dengan membarengi menyerang Thio Leng, juga memakai sepasang kepalan seperti yang dilakukan oleh si macan hitam tadi.
Hek houw Thio Leng bergegas hendak menghindar dari serangan sepasang kepalan itu, akan tetapi tahu tahu sepasang tangan laki laki itu sudah berhasil menangkap dia pada bagian tengkuknya, dan pada saat berikutnya tubuh Hek houw Thio Leng yang besar melayang jauh, namun untung bagi si macan hitam ini tubuhnya terbentur dengan tubuh tiga orang pemuda, sehingga mereka semuanya terjatuh bersama sama !
)o(dw)(X)(hen)o(
HEK HOUW THIO LENG bertambah geram merasa dihina dihadapan orang banyak. Dia merayap bangun; dan dia menghalau waktu dua orang pemuda pendek membantu dia berdiri. Lalu dia melihat bahwa Yo Bun Lian sedang mengamuk memakai pedang didalam kurungan kelompok gerombolan pemuda, sementara Lo Tong Soen sedang menghadapi laki laki yang perkasa itu, dan Cie Tong Hee masih gugup berdiri disisi bagaikan patung hidup.
"Pengecut; mengapa kau diam saja" !" teriak Hek houw Thio Leng yang ditujukan kepada Cie Tong Hee, sambil dia melepaskan ikatan pinggangnya yang ternyata adalah merupakan senjata Joan pian atau cambuk lemas.
Lo Tong Soen menyisih waktu Hek houw Thio Leng menyerang memakai senjata cambuk lemas, dan si macan hitam ini bahkan menyerang saling susul sebanyak lima kali, mengakibatkan sesaat laki laki bekas orang hukuman itu menjadi kelihatan kelabakan, sebab dia memang tidak bersenjata.
Sementara itu. Lo Tong Soen sudab menyiapkan sebatang golok, sedangkan Cie Tong Hee memegang sebatang pedang di tangan kanannya.
Sejenak Lo Tong Soen berdua Cie Tong Hee saling mengawasi, setelah itu keduanya perdengarkan suatu suara seruan, dan secara serentak mereka melakukan penyerangan terhadap laki laki bekas orang hukuman itu.
Laki laki bekas orang hukuman itu menjadi agak terkejut waktu dia mendengar suara seruan; dan melihat Cie Tong Hee melakukan serangan bersama sama Lo Tong Soen, yang seorang memakai sebatang golok dan yang lain menggunakan sebatang pedang.
( im yang to loan to hoat .,,!') pikir laki laki bekas orang hukuman itu didalam hati, dan dia menjadi teringat dengan pengalaman tempo dulu.
Im yang to loan to hoat adalah ilmu yang khas diciptakan oleh Cie Hee tojin yang bermukim diatas gunung Bong san, dan Cie Tong Hee dua bersaudara dengan Cie Tong Him adalah merupakan murid muridnya Cie Hee tojin. Cie Tong Hee bersenjata pedang dan Cie Tong Him yang tubuhnya lebih besar memakai senjata golok. Akan tetapi dalam mereka berdua memadu ilmu Im yang to loan to hoat, golok dan pedang seolah olah suami isteri yang saling memadu kasih dan dapat saling bertukar tempat atau saling membantu. Jadi, golok kadang kadang bergerak sebagai benar benar golok, palsu karena bergerak seolah olah sebagai pedang, demikian pula sebaliknya.
Dahulu laki laki bekas orang hukuman itu memakai senjata Ceng liong kiam (pedang naga hijau) yang menjadi barang pusaka milik Ceng liong pang. Ceng liong kiam ada sepasang, pedang yang laki-laki dan pedang yang perempuan. Laki laki bekas orang hukuman itu memakai pedang Ceng liong kiam yang laki-laki, sementara pedang Ceng liong kiam yang perempuan dipakai oleh dara tambatan hatinya.
Jadi, dulu waktu dia melukai Cie Tong Hee dan membinasakan Cie Tong Him laki laki bekas orang hukuman itu memakai pedang pusaka, akan tetapi sekarang dia tidak bersenjata, dan jelas terpikir olehnya bahwa Lo Tong Soen yang dia belum kenal dan bersenjata golok pasti adalah satu muridnya Cie hee tojin atau menjadi saudara seperguruan dari Cie Tong Hee !
Namun demikian laki laki bekas orang hukuman itu tidak sempat berpikir lama oleh karena serangan Cie Tong Hee berdua Lo Tong Soen segera datang.
Dengan mengandalkan kegesitan tubuhnya lelaki bekas orang hukuman itu dapat menghindar dari kedua serangan pertama, dan waktu kedua musuh itu menyerang lagi, maka tiba-tiba lelaki bekas orang hukuman itu lompat menerkam Hek houw Thio Leng, sehingga hampir hampir si macan hitam itu menjadi korban goloknya Lo Tong Soen yang sedang membayangi lelaki bekas orang hukuman itu.
Hek houw Thio Leng terkejut waktu secara tiba tiba dia diterkam oleh lelaki yang tidak dikenalnya itu, yang bergerak bagaikan seekor macan kumbang, dan dia menjadi lebih terkejut lagi waktu goloknya Lo Tong Soen bagaikan mengancam dia.
Si macan hitam Thio Leng menjerit dan dapat juga dia menghindar dari maut, akan tetapi ujung cambuknya kena dipegang oleh lelaki bekas orang hukuman itu yang sengaja tidak mau melepaskan lagi.
Hek houw Thio Leng kemudian hendak mengangkat sebelah tangan kirinya buat dia menangkis goloknya Lo Teng Soen yang masih menyambungi, sedangkan tangan kanannya masih memegang cambuknya yang sedang ditarik oleh laki laki yang tidak dikenalnya, bahkan si macan hitam kalah tenaga, sehingga terpaksa Hek houw Thio Leng melepaskan pegangannya dan cepat cepat dia melompat menghindar dari golok rekannya.
Peluh dingin segera mengucur membasahi muka si macan hitam Thio Leng yang baru lepas dari ancaman maut kena serangan golok rekannya sendiri.
)o(dw)(X)(hen)o(
Jilid 3 SEMENTARA itu, bunyi suara cambuk terdengar menggetar di udara waktu cambuk itu sudah dikuasai sepenuhnya oleh laki laki bekas orang hukuman itu dan cambuk itu bergerak bebas bagaikan seekor naga yang sedang menari.
('Louw jieko, kau lihatlah aku gunakan ilmu kebanggaanmu.,..!) laki laki bekas orang hukuman itu berkata didalam hatinya sambil dia mempermainkan cambuknya yang menderu bersuara bagaikan aum seekor naga sakti.
Tepat pada saat itu, Cie Tong Hee datang menyerang memakai pedang. Gerak serangan Cie Tong Hee bukan menikam akan tetapi membacok sebagai layaknya sebatang golok yang dipakai menyerang. Itulah serangan golok palsu, atau pedang bukan pedang akan tetapi dipakai sebagai golok.
Laki laki bekas orang hukuman itu sudah mempunyai pengalaman waktu tempo dulu, dari itu dia tidak mau kena tipu musuh. Dia cepat bergerak sebelum Cie Tong Hee merobah cara penyerangan menjadi pedang yang benar benar pedang. Cambuk ditangannya berputar menderu deru dan secara tiba tiba menghantam kebagian belakang bukan kepada Cie Tong Hee yang sedang menyerang dan ternyata dibagian belakang itu justeru sedang bergegas Lo Tong Soen menyerang dengan menikam memakai goloknya.
Cambuk itu bergerak pesat bagai seekor naga sakti melibat tiang, berhasil melibat golok dan berbareng dengan itu laki laki bekas orang hukuman itu bergerak pesat menghindar dari bacokan pedangnya Cie Tong Hee, sambil dia menarik memakai tenaga, mengakibatkan tubuh Lo Tong Soen ikut tertarik dan menggantikan keadaan tempatnya berdiri tadi, sehingga waktu Cie Tong Hee merobah cara menyerang, menikam memakai pedangnya, maka tanpa ampun lagi tubuh Lo Tong Soen yang kena ditikam !
Cie Tong Hee berteriak haru waktu mengetahui dia mencapai sasaran yang salah.Untung bagi dia bahwa dia tidak sempat diserang lagi oleh cambuk musuh, sebab laki laki bekas orang hukuman itu sedang dihadapi oleh Hek houw Thio Leng yang memakai sebatang tombak panjang.
Cepat cepat Cie Tong Hee melepaskan pegangannya pada pedangnya yang ujungnya masih membenam ditubuh Lo Tong Soen, dan tanpa menghiraukan suatu apa lagi dia memutar tubuh hendak lari meninggallan tempat pertempuran itu.
Gerak laki laki bekas orang hukuman itu menjadi tertunda sebab dia diserang secara mendadak oleh Hek houw Thio Leng memakai sebatang tombak panjang akan tetapi tidak sukar baginya untuk berkelit menghindar dari tusukan tombak, sedangkan untuk menghadapi gerak berikutnya tangan kirinya berhasil memegang bagian lain pada tombak yang sedang dipegang oleh si macan hitam; lalu cambuk ditangan kanannya bergerak bagaikan seekor naga sakti melepas api, mengakibatkan rambut rambut dari Hek houw Thio Leng lepas dari kepalanya, dan si macan hitam berteriak kesakitan melepas pegangannya pada tombaknya dan cepat cepat dia lari kabur dengan membekap kepalanya yang kena dicukur gundul.
' Kunyuk ! Kau mau lari kemana . . - . ?" bentak laki laki bekas orang hukuman itu, lalu dia melontarkan tombak yang sedang dipegang pada tangan kirinya dan tombak itu melayang mencapai sasaran pada betis kanan Cie Tong Hee, tembus dari bagian belakang kebagian depan. Jadi bukan si macan hitam yang diarahnya !
Sekali lagi Cie Tong Hee berteriak, akan tetapi dia tetap lari dengan kedua kakinya yang pincang, tidak lari cepat sebab tombak panjang yang masih membenam. Namun demikian laki laki bekas orang hukuman itu tak rnengejar, sebaliknya cambuknya menderu deru sambil dia mendekati para pemuda yang masih sedang mengepung Yo Bun Lian.
Para pemuda itu menjadi sangat ketakutan, mereka kabur karena melihat pemimpin mereka sudah mendahulukan.
Yo Bun Lian ingin mengejar, akan tetapi laki laki bekas orang hukuman itu mencegah.
"Akan tetapi, musuh musuhku belum tewas, aku harus membalas dendam . . !" kata Yo Bun Lian yang hendak membantah.
"Sia sia kau mengejar. Si 'kait baja' Cie Tong Hee dan Hek houw Thio Leng tidak akan mungkin singgah ditempat Cung lien hui. Mereka pasti menghilang dan Cung lien hui juga segera akan dibubarkan oleh Liem Biauw Kie dan Liem Toan Ceng.. ."
"Akan tetapi, aku harus membalas dendam.. .!" ulang Yo Bun Lian yang masih berusaha membantah, ingin melakukan pengejaran terhadap musuh musuhnya.
Laki laki bekas orang hukuman itu lalu berkata lagi: "Kau memang wajib membalas dendam dan sudah tentu kau harus lakukan dengan kedua tanganmu sendiri . . . !'
"Maksudmu, kau tidak mau membantuku lagi . . . ?" tanya Yo Bun Lian, dan selekas itu juga dia mengalirkan air matanya.
"Bukan aku tidak mau membantu, akan tetapi aku katakan kau wajib melakukan dengan tanganmu sendiri ...." sahut laki laki itu yang mengulang perkataannya.
"Akan tetapi, ilmu kepandaianku . . ." tak mampu Yo Bun Lian melengkapi perkataannya, kepalanya menunduk dan semakin banyak berlinangkan air matanya,
"Justru itulah sebabnya, aku sengaja membiarkan kedua musuhmu itu hidup untuk sementara. Kau masih muda akan tetapi kau sekarang menjadi anak yatim piatu. Kalau kau mau mengikuti saranku, sebaiknya kau belajar lagi, cukup lagi lima tahun dan kau pasti akan berhasil membalas dendam tanpa bantuan lain orang . . ."
"Aku . ., aku ... apakah kau mau menerima aku menjadi muridmu. . ?" tanya Yo Bun Lian, namun tetap dengan kepala menunduk. Laki laki bekas orang hukuman itu tertawa tawa wajar karena merasa lucu, bukan tawa menghina atau mengejek, lalu dia berkata:
"Aku bukan tidak mau mempunyai murid, sebab aku masih mempunyai urusan lain, akan tetapi ada seorang tayhiap yang menjadi sahabatku, namanya Wie Beng Yam. Dia menetap diatas gunung 0ey san bersama isterinya seorang liehiap. Kalau kau mau, akan aku tulis surat supaya mereka menerima kau sebagai murid..,"
Nama tayhiap Wie Beng Yam memang sudah pernah didengar oleh Yo Bun Lian dari almarhum ayahnya, dari itu sudah tentu dia menjadi sangat girang kalau dapat diterima menjadi murid pasangan suami isteri yang terkenal gagah perkasa itu.
Didalam kuil tua itu tidak ada kertas buat menulis surat, akan tetapi bagaikan orang yang teringat dengan sesuatu maka laki laki bekas orang hukuman itu merogoh kantongnya dan mengeluarkan sesuatu benda yang lalu dia berikan pada Yo Bun Lian, sambil dia berkata :
"Kau bawa saja ini dan kau katakan bahwa aku yang menghendaki kau belajar pada mereka ..."
Yo Bun Lian menyambuti dan meneliti benda itu, yang ternyata adalah sebuah lencana yang dibuat dari bahan perak, tanpa ada huruf kecuali gambar seekor macan terbang.
Dara yang sudah menjadi anak yatim piatu itu percaya, bahwa lencana yang dia pegang itu akan menjadi semacam pengenal bagi tayhiap Wie Beng Yam, dari itu dia mengucap terima kasih sambil berlutut, mengakibatkan lelaki bekas orang hukuman itu menjadi kelabakan.
Dengan demikian meskipun berat rasa hatinya, namun Yo Bun Lian melepas juga kepergian lelaki yang telah menolong dia itu yang katanya masih mempunyai urusan lain namun yang agaknya tidak mau dia memberitahukan.
Dipihak laki laki bekas orang hukuman itu selekas dia meninggalkan kuil tua itu, maka dia memerlukan singgah dirumah Liem Toan Ceng yang dapat dia temui, namun Liem Biauw Lie sudah menghilang entah kemana juga Hek houw Thio Leng dan si 'kait baja' Cie Tong Hee sudah menghilang,
Laki laki bekas orang hukuman itu berhasil mengancam Liem Toan Ceng, sampai dia yakin bahwa hartawan itu tidak akan mengganggu dara Yo Bun Lian, dan dari hartawan itu juga; laki laki bekas orang hukuman itu berhasil 'memeras' sejumlah uang buat bekal dia meneruskan perjalanannya, menuju gunung Ceng liong san !
Sementara itu, ada dusun Liong bun yang letaknya tidak terlalu jauh terpisah dari atas gunung Ceng liong san. Dusun itu keadaannya aman dan tenang, bebas dari kekacauan atau kerusuhan, mungkin karena letaknya yang terpisah tidak terlalu jauh dengan gunung Ceng liong san sehingga pihak yang merasa biasa mengacau menjadi agak jeri terhadap orang orang Ceng liong pang, sedangkan pihak Ceng liong pang sendiri agaknya memang tidak mau mengganggu ketenangan kampung itu.
Seorang laki laki yang usianya lebih dari lima puluh tahun, mengusahakan sebuah kedai nasi yang lumayan besarnya, akan tetapi hanya dibantu oleh anak perempuannya, Mulan; dan menantunya yang bernama Pek Tiong Ho.
Laki laki pengusaha kedai nasi itu agak kurus dan agak tinggi bentuk tubuhnya, kelihatannya dia adalah seorang laki laki yang sudah biasa bekerja keras, memperjuangkan hidup demi memupuk keluarga. Akan tetapi sayang isterinya sudah mendahulukan dia sehingga dia hidup menjadi duda tidak mau kawin lagi karena setia dengan janji waktu dia mengawini isterinya dulu.
Tidak banyak orang yang mengetahui, bahwa tempo dulu selagi dia belum mempunyai anak bini, laki laki itu pernah ikut menjadi anggota persekutuan Ceng liong pang, punya kedudukan yang cukup lumayan berkat ilmu silatnya cukup mahir, sampai banyak orang mengenal dia sebagai Kim to Hua Beng Yao, si golok emas; sebab dia memang bersenjata sebatang golok yang mengeluarkan sinar kuning seperti emas.
Sekarang Hua Beng Yao hidup sederhana sebagai seorang pengusaha kedai nasi, dia sudah berusaha dan berhasil melupakan masa lalu yang hampir selalu menempuh bahaya, akan tetapi dalam suasana gelak dan tawa mengikuti gelora semangat muda yang membara, sekarang goloknya sudah dia buang, jauh ke dasar jurang Ceng liong san selagi dia bertekad hendak meninggalkan gunung yang sudah cukup lama menjadi tempat dia bernaung, mendampingi 'Sam ceecu' yang gagah perkasa, yang dia sangat kagumi dan hormati, meskipun usia 'sam ceecu" itu lebih muda dari usianya sendiri.
Tekad Hua Beng Yao meninggalkan gunung Ceng liong san adalah ketika dia mendengar bahwa 'sam ceecu' sudah tewas didalam rumah penjara pihak pemerintah bangsa asing. Dia sangat menyesal bahwa dulu 'Jie ceecu' dan si burung Hong' yang menjadi kekasihnya 'sam ceecu' tidak berhasil menolong membebaskan sam ceecu Itu, sedangkan dia sendiri, kedudukannya didalam 'pang' atau persekutuan tidak memungkinkan buat dia ikut orang orang yang sedang berusaha hendak memberikan pertolongan terhadap sam-ceecu, disamping kepandaiannya memang tidak memadai buat dia menerjang tembok pertahanan rumah penjara tempat sam ceecu itu ditahan.
'adiknya dw yang nakal" istilah itu kadang-kadang Kim to Hua Beng Yao gunakan terhadap sam ceecu yang sudah dia anggap sebagai adikz kandungnya, sebab meskipun si golok emas ini menjadi anak buahnya sam-ceecu, akan tetapi sang pimpinan itu senang bergaul dan senang bergurau terhadap semua bawahannya sedangkan terhadap si golok emas yang sudah dianggapnya sebagai kakak kandungnya, sam ceecu itu selalu menggoda memakai 'istilah kakak yang Jenaka'. 'Kakak yang jenaka', Padahal Kim to Hua Beng Yao tidak semestinya dia digolongkan sebagai seorang yang gemar melawak atau berkelakar, Adik yang nakal' itu menganggap bahwa sang kakak jenaka sebab Kim-to Hua Beng Yao seringkali bersikap sebagai 'orang tua yang cerewet' atau 'bawel', sering memberikan nasehat nasehat terhadap kenakalan sang adik, sebab 'adiknya yanp nakal" itu kadang kadang bersikap "berandalan". Tetapi, karena sikapnya yang berandal itu, justeru sang 'adik yang nakal' itu berhasil merebut cinta kasih si burung Hong yang cantik dan perkasa puteri tunggal pangcu Ceng liong pang yang menjadi idaman dan rebutan orang orang muda yang perkasa !
Akhir akhir ini setelah sekian lama Kim to Hua Beng Yao mengusahakan kedai nasinya mendadak saja dia seringkali memimpikan sang adik yang nakal itu datang menemui dia. Muka adik yang nakal itu cerah dan tetap kebiasaannya berlaku nakal, sehingga mimpi itu amat berkesan bagi Kim to Hua Beng Yao; namun yang berakhir dengan suatu kesedihan apabila dia telah tersadar dari tidurnya sehingga lagi-lagi si golok emas itu harus mengalirkan air matanya, mengenangkan nasib adik yang nakal itu.
Pagi itu seperti biasanya dia bergegas membuka kedai nasinya bersama menantunya; sedangkan Hua Mu lan masih sibuk didapur menyiapkan beberapa macam makanan.
Kim to Hua Beng Yao masih teringat dengan mimpinya semalam, bahwasanya lagi lagi dia telah kedatangan sang adik yang nakal, akan tetapi kenyataannya yang segera datang adalah 6 orang lelaki muda yang lagaknya sangat garang dan kedatangan mereka ini bahkan langsung sudah menyerang dan mengepung menantunya, Pek Tiong Ho tanpa sesuatu sebab yang diketahuinya.
Pek Tiong Ho tidak mengerti ilmu silat dan Kim to Hua Beng Yao tidak pernah menduga bahwa menantunya bakal diserang bahkan dikepung. Dari itu tidak sempat si golok mas Hua Beng Yao menolong menantunya yang rebah terluka parah, akan tetapi belum sampai menemui ajalnya, sebab Kim to Hua-Beng Yao lompat menerkam dan menendang sekaligus 2 orang pemuda yang sedang berusaha hendak membinasakan menantunya itu.
"Anjing anjing geladak! apa sebab kalian datang melakukan pengacauan..,"' tanya Kim to Hua Beng Yao membendung rasa marah dan sempat melirik ke arah Hua Mu lan yang datang sambil berlari dan menangis, merangkul suaminya yang rebah terluka parah.
Empat pemuda yang berdiri dengan sikap mengurung Kim to Hua Beng Yao saling mengawasi dan sempat pula mereka melirik ke arah kedua rekannya yang sedang merayap bangun, bekas kena tendangan tadi.
Para pemuda itu agaknya datang dengan membawa tekad dan kata sepakat. Mereka tentunya memang sudah merencanakan hendak membunuh Pek Tiong Ho dan sudah pula memperhitungkan adanya Kim to Hua Beng Yao yang pasti akan merintangi niat mereka.
Dengan suatu tanda yang mereka berikan keempat pemuda yang bersikap mengurung itu menyiapkan senjata mereka yang rata rata memakai golok, sementara kedua pemuda yang kena ditendang tadi juga ikut menyiapkan golok mereka namun keduanya tetap berdiri waspada diluar garis pengurungan.
Ke 4 pemuda yang sudah menyiapkan golok golok itu tidak langsung melakukan penyerangan terhadap Kim to Hua Beng Yao, mereka bergerak dalam lingkaran dengan langkah langkah kaki dan sikap "pat kwa".
Pada mulanya Kim to Hua Beng Yao perlihatkan muka geram dan sikap mengejek, sebab melihat para pemuda itu menyiapkan senjata golok suatu senjata yang biasa menjadi permainannya. Akan tetapi pada detik detik berikutnya dia menjadi bercekat sebab mengenali segala gerak para pemuda itu, sehingga dia menjadi bertambah heran, entah apa sebabnya menantunya bermusuhan dengan para pemuda dari golongan Pat kwa bun, suatu golongan yang sangat dikenal dengan ilmu silat golok Pat kwa !
Betapapun halnya, waktu itu Kim-to Hua Beng Yao tidak mempunyai kesempatan buat berpikir lama. Orang-orang yang mengurung dia adalah orang orang muda yang tidak menghiraukan kesopanan kaum rimba persilatan oleh karena mereka segera lakukan penyerangan meskipun Hua Beng Yao tidak bersenjata.
Didalam hati Kim to Hua Beng Yao jadi mengeluh, akan tetapi gerak tubuhnya masih cukup lincah buat dia menghindarkan diri dari serangan dua orang pemuda dan sesuai dengan perhitungannya, selagi dia berkelit dan melompat mundur, dia pasti bakal diserang lagi oleh dua orang pemuda yang lain. Agak nekad kelihatannya, waktu Kim to Hua Beng Yao berusaha hendak merebut golok seorang pemuda yang sedang membacok, sementara sebelah kakinya menendang seorang pemuda yang lainnya.
Dua gerak berlainan yang dilakukan sekaligus oleh Kim to Hua Beng Yao, dan si golok mas ini berhasil menangkap lengan kanan musuh yang sedang memegang golok, akan tetapi tendangannya nyaris karena lawannya dapat melompat menghindar dan berbareng pada saat itu dua pemuda lainnya datang menerkam, yang seorang membacok kakinya dan yang seorang lagi hendak menikam iganya Hua Beng Yao !
Kim to Hua Beng Yao harus menolong diri dari ancaman orang orang yang sedang menyerang itu, sehingga terpaksa dia harus melepaskan pegangannya, batal hendak merebut golok musuh, sebaliknya dia harus melompat jauh buat menghindar namun dia disambut oleh dua orang pemuda yang pernah dia tendang tadi.
Kedua pemuda yang sejak tadi berdiri dengan siap siaga, dapat menduga dengan tepat arah Hua Beng Yao lompat menghindar, dari itu mereka segera menyapu dengan golok golok mereka selagi Hua Beng Yao baru saja menginjak lantai.
Sekali lagi Kim to Hua Beng Yao harus lompat tinggi buat menghindar. Dia menyesal bahwa pada saat itu dia tidak bersenjata sehingga tidak dapat dia menangkis senjata musuh dan menghadapi mereka.
Keadaan si golok mas Hua Beng Yao tetapi dalam gawat karena selagi dia lompat tinggi keatas; dibawah sudah siap menunggu musuh musuh yang akan menyerang dia lagi. Dari itu waktu dia lompat tadi, sudah dia perhitungkan dan kedua telapak tangannya dia gunakan buat mendorong atap rumah, sehingga waktu tubuhnya meluncur turun, maka menjadi menyimpang namun dia tetap dikejar oleh pemuda lain yang menerkam hendak membelah tubuhnya memakai golok mereka.
Berkat cara dia melesat turun tadi maka sempat Kim to Hua Beng Yao meraih sebuah bangku panjang selagi kedua pemuda lawannya hendak membelah dia.
Dengan bangku panjang itu Hua Beng Yao menangkis sepasang golok kedua lawannya, sehingga golok golok itu membenam tidak segera dapat dicabut oleh si pemiliknya, sedangkan Hua Beng Yao menggunakan kesempatan itu buat memandang salah seorang pemuda yang paling berdekatan dengan dia sehingga pemuda itu kena sabetan pedang terlempar jauh, akan tetapi temannya sudah berhasil mencabut goloknya yang membenam dibangku panjang, akan tetapi dia tak perlu mengulang serangannya, sebab dua temannya sudah mewakilkan dia buat menyerang Hua Beng Yao.
Berat perjuangan Kim to Hua Beng Yao yang harus melakukan perlawanan terhadap enam orang pemuda yang bersenjata golok, sedangkan dia sendiri hanya memakai bangku panjang yang dia gunakan buat menangkis atau memukul.
Bangku kayu yang panjang itu cukup kuat akan tetapi lambat laun banyak yang rusak terkena bacokan golok, sementara napas Hua Beng Yao kian memburu karena dia harus mempergunakan tenaga yang besar memakai senjata bangku panjang yang cukup berat itu.
Kim to Hua Beng Yao sangat cemas, terlebih karena menantunya dilihatnya tetap rebah dan Hua Mu lan masih menangis ketakutan, menandakan luka menantunya itu pasti sangat parah.
Tidak ada kesempatan buat Hua Beng Yao mendekati dan melihat keadaan menantunya. Dia harus bertempur bagaikan seekor banteng yang mengamuk. Dua orang pemuda sempat dia hajar pada tulang iga mereka, akan tetapi empat pemuda lainnya tetap mengepung dia dengan langkah dan gerak patkwa, mengakibatkan Hua Beng Yao bagaikan terkurung di dalam rimba golok.
Disaat keadaan Kim to Hua Beng Yao menjadi semakin gawat, tiba-tiba seorang pemuda lain memasuki pintu kedai nasi itu. Pemuda ini memiliki tubuh kurus dengan muka pucat seperti hantu kurang darah; dia mengawasi keadaan pertempuran, lalu secepat kilat sepasang tangannya bergerak dan tahu tahu dua batang pisau belati terbang kearah Kim to Hua Beng Yao yang sedang bertempur, dan tepat mencapai sasarannya pada sepasang mata si golok mas !
Kim to Hua Beng Yao meraung karena rasa sakit pada sepasang matanya, dan karena gusar dengan perbuatan pengecut dari pemuda itu, maka bangku yang dipegangnya dia lontarkan dan menimpa seorang pemuda lawannya membikin pemuda itu remuk kepalanya sebab Hua Beng Yao telah mengerahkan sisa tenaganya; setelah itu sepasang tangannya meraba dan mencabut sepasang pisau belati yang membenam di matanya, dan pisau belati itu dia lontarkan ke arah pintu, akan tetapi pemuda yang menyerang tadi sudah pindah tempat.
Si golok mas Hua Beng Yao sudah buta sepasang matanya yang terus mengeluarkan darah. Akan tetapi dia masih berusaha melawan sisa lawannya yang mengepung dia, dengan mengerahkan alat pendengarannya meskipun dia sekarang tak bersenjata lagi, sebab bangku panjang tadi sudah dia lontarkan.
Beberapa kali Hua Beng Yao masih sempat membebaskan diri dari serangan para pengepungnya, akan tetapi disaat berikutnya sebatang golok membenam dibagian perutnya.
Dengan mengerahkan sisa tenaganya, Hua Beng Yao memukul memakai kepalan tangannya, sehingga si penyerang yang belum sempat mencabut goloknya yang membenam di perut Hua Beng Yao, kena pukulan pada mukanya dan dia rubuh binasa, sementara Hua Beng Yao sempat mencabut golok musuh dari perutnya yang segera memancurkan darah segar !
Hua Mu lan berteriak waktu dia melihat keadaan ayahnya, akan tetapi Hua Beng Yao masih dapat mengamuk dengan sebatang golok ditangannya dan dia bahkan dapat membinasakan dua pemuda lagi, untuk kemudian dia rubuh kehabisan tenaga dan kehabisan darah, apalagi lukanya bertambah dengan beberapa tikaman dan bacokan golok lawannya.
Sekali lagi Hua Mu lan berteriak, dan dia bahkan melepaskan rangkulannya pada suaminya dan lari mendekati tempat ayahnya yang rebah tewas akan tetapi secara tiba tiba dia ditarik oleh pemuda yang bermuka seperti hantu kurang darah, yang tadi membokong ayahnya memakai sepasang pisau belati. Pemuda bermuka pucat itu menarik sebelah tangan Hua Mu lan, sampai Hua Mu lan terkulai didalam rangkulan pemuda itu, dan kedua muka mereka menjadi saling berdekatan; lalu secara tiba tiba Hua Mu lan berteriak lagi:
"Kau" kau. ..!" Agaknya Hua Mu lan kenal dengan pemuda itu,dia tak kuasa menyebut namanya, sebab pemuda itu sebenarnya adalah Go Cay Sim, yang sudah lebih dari lima tahun tidak pernah dilihatnya lagi.
"Ha ha ha . .!" terdengar Go Cay Sim tertawa bagaikan hantu yang sedang tertawa.
Lima tahun Go Cay Sim harus menghilang dari dusun itu dengan membawa hati yang luka karena Hua Mu lan menolak cintanya.
Kemudian Hua Mu lan menikah dengan Pek Tiong Ho, sehingga Go Cay Sim jadi menyimpan dendam terhadap pasangan suami-isteri itu, yang sudah dia kenal sejak mereka masih sama sama kecil.
"Kau. .. kau sangat kejam membunuh ayahku ... ' kata Hua Mu lan dengan isak tangisnya, namun dia meneruskan perkataannya:" . . sekarang aku tahu bahwa kau yang telah mengajak kawan kawanmu karena kau menyimpan dendam ..."
Sambil mengucapkan perkataannya, Hua-Mu lan pun meronta, akan tetapi Go Cay Sim perketat rangkulannya memakai sebelah tangan kanannya.
"Siapa yang kejam. Lan moay.. " kata Go Cay Sim dengan suara lemah, menandakan rasa kasihnya belum padam dan tetap menyebut adik kepada perempuan yang sudah menjadi bini Pek Tiong Ho itu dan Go Cay Sim menyambung perkataannya:
" ... siapa yang kejam, Lan moay" kau atau aku. Kau mau bergaul dengan aku, dan kau berikan harapan padaku, akan tetapi waktu datang lamaranku kau tolak dan kau katakan bahwa ..."
Tak kuasa Go Cay Sim meneruskan perkataannya. terasa amat pedih hatinya kalau harus teringat lagi dengan kata kata yang dahulu pernah dikenang dan diucapkan oleh Mu lan akan tetapi sesaat kemudian Go Cay Sim berkata lagi :
" - - akan tetapi, aku tetap menyintai kau, meskipun perlakuan kau itu aku anggap sangat kejam sekali - - -." terdengar perlahan dia mengucapkan perkataannya itu, juga sikapnya kelihatan berobah menjadi lunak, dan dia menyambung lagi perkataannya sehabis sejenak dia menunda :
" - -bagiku, tak ada bedanya kau dulu dan kau sekarang. Aku tetap menyintai kau dan aku tetap merindukan kau - - - "
Go Cay Sim kemudian berusaha hendak mencium muka Hua Mu lan yang masih berada didalam rangkulannya.
Hua Mu lan meronta menghindar, dan dia berkata :
"Aku" aku sekarang sudah menjadi isterinya - -"
"Aku tidak perduli ! kau adalah milikku, aku tidak rela tubuhmu disentuh oleh laki-laki lain. Aku tidak rela, aku benar benar tidak rela - - - I'
Wajah muka Go Cay Sim kembali jadi berobah. Sekarang berobah bagaikan manusia kemasukan iblis, yang tak kuasa mengekang nafsu dan dia bahkan berkata lagi :
"... katakan kepadaku, apa kelebihan dia sehingga kau mau menyerahkan tubuhmu buat dia, tetapi kau menolak cintaku " Katakan.!''
Agaknya Go Cay Sim benar benar sudah kembali menjadi buas. Pakaian Hua Mu lan kemudian dirobeknya, sehingga bagian dadanya yang terlindung baju dalam yang terbuat dari kain warna merah menjadi kelihatan jelas.
Hua Mu lan merintih ketakutan sementara Pek Tiong Ho yang sebenarnya belum binasa, tidak berdaya memberikan pertolongan. Hanya dia perdengarkan suara yang tidak jelas.
Sementara itu, Hua Mu lan merintih terus dan tubuhnya yang lemah terkulai bahkan menjadi terjatuh rebah dilantai, namun Go Cay Sim tetap merangkul dan berkata lagi : 'Kau telah menyiksa aku. Lebih dari lima tahun lamanya aku terpaksa menjauhi kau buat mencari ilmu, akan tetapi kau tetap terbayang dan aku tidak sanggup menghapus kau dari lubuk hatiku . ."
"Aduh, aduh, jangan?" rintih Hua Mu lan yang tak kuasa menahan tubuh pemuda itu yang menindihkan dia dan memaksa hendak membuka pakaiannya.
Disaat Go Cay Sim hampir berhasil mencari niatnya, mendadak datang dua orang laki laki dan perempuan usia pertengahan. Yang laki laki menjamah punggung Go Cay Sim yang lalu dia lontarkan, sedangkan yang perempuan karena tak kuasa menahan marah melihat perbuatan laknat yang hendak dilakukan oleh Go Cay Sim, maka dengan suatu tikaman pedang nyawanya pemuda itu melayang sebelum dia sempat melihat orang yang membunuh dia !
)c(dwkz)
Suami isteri yang usianya mendekati 40 tahun itu masih tetap gemar mengamalkan ilmu menegakkan keadilan. Mereka datang tepat menolong Hua mu lan dan suaminya serta membinasakan Go Cay Sim akan tetapi mereka telah berlaku lengah dengan membiarkan sisa dua pemuda temannya Go Cay Sim melarikan diri padahal mereka adalah anggota persekutuan Ceng liong pang diatas gunung Ceng liong san.
Sebagai akibat dari perbuatan mereka itu maka 'yan siang hui" jadi bermusuhan dengan pihak Ceng liong pang, terutama dengan kedua kakaknya Go Cay Sim yang bernama Go Cay Bun dan Go Cay Bu.
Tiga bersaudara Go itu diatas gunung Ceng liong san dikenal sebagai Liong in sam koay atau tiga manusia jejadian dari lembah naga, setelah terjadinya peristiwa Go Cay Sim dibinasakan maka dua bersaudara Go menjadi Liong in jie koay atau sepasang manusia memedi lembah naga. Liong-in jie koay yang menerima laporan dari sisa anak buah adik mereka yang bungsu merasa sadar bahwa 'yang siang hui' bukan merupakan musuh yang lemah; sehingga bukan pekerjaan yang mudah buat mereka melakukan balas dendam. Akan tetapi, seperti kata seseorang bahwa di alam ini memang penuh hantu, maka Liong in jie koay go Cay Bu berhasil membinasakan pasangan suami isteri yang siang hui dengan memakai muslihat yang keji.
'Yang siang hui mempunyai seorang anak dara yang baru enam belas tahun umurnya. Dara manis lincah dan manja terhadap kakeknya (ayahnya Cin Yan Hui).
Kakek Cin mahir ilmu silatnya, juga dara Cin Siao Yan pandai ilmu silat sebagai hasil didikan ayahnya dan ibunya.
Kakek Cin tahu bahwa anak dan menantunya tewas di tangan Liong in jie koay Go Cay Bun dan berdua Go Cay Bu, akan tetapi kakek Cin berpendapat tak ada guna permusuhan dan balas dendam berlangsung.
Jadi tidak ada niat sikakek untuk membalas dendam atau menganjurkan cucunya membalas dendam, sebaliknya kakek Cin justeru ingin menghindar dengan mengajak cucunya mengungsi dari tempat kediaman mereka.
Lee Siang Yan, ibunya Cin Siao Yan; mempunyai dua keponakan di kota Lu liang thang. Mereka adalah Lee Kuo Cen dan Lee Su Nio sehingga kakek Cin bermaksud hendak mengajak cucunya mengungsi ke kota Lu liang thang.
Akan tetapi agaknya memang sudah menjadi kehendak takdir bahwa kakek dan cucu itu harus melintas gunung Ceng liong san, dan bertemu dengan Liong in jie koay yang justru sedang bertugas meronda bersama sekelompok anak buahnya.
"Liong in jie koay . .. " kata si kakek dengan cemas waktu dihadang, dan dia menyambung perkataannya :
"... kalian telah membunuh anak dan menantuku, apakah masih belum cukup buat kalian biarkan kami lewat - - ?"
"Ha ha ha ! permusuhan akan tak sudahnya balas membalas akan terus berlangsung kalau aku tidak menghabiskan kalian sampai ke akarnya . "sahut Go Cay Bun yang menyertai tawa menyeramkan.
"Ya ya. mari kita tempur mereka. Lebih baik kita mati dari pada dihina... ." kata Cin Siao Yan kepada kakeknya.
"Siao Yan, lekas kau lari dan aku rintangi mereka ini ..." kata kakek Cin yang menyadari bahwa suatu pertempuran akan terjadi.
Dara manja itu tidak rela membiarkan kakeknya yang bertempur dia siap hendak menghadapi musuh akan tetapi sang kakek tetap menghendaki cucunya kabur.
Sementara itu Go Cay Bun menjadi tertawa menghina dan berkata.
"Tidak seorang dari kalian yang bakal lolos, ha-ha-ha . . . !"
Go Cay Bun menyudahi perkataannya itu dengan suatu bacokan golok mengarah si kakek tua, sementara si kakek menangkis memakai pedangnya, sambil dia berteriak supaya cucunya melarikan diri.
Cin Siao Yan merasa sangat penasaran, akan tetapi dia terpaksa bergegas hendak lari; namun Go Cay Bu tertawa dan mengejar sambil dia mengeluarkan senjatanya yang berupa pecut panjang.
Pecut panjang itu dikibaskan diudara sampai perdengarkan bunyi suara menderu, lalu pecut itu menyerang Cin Siao Yan mengarah bagian betis kakinya.
Meskipun dia sedang lari, akan tetapi Cin Siao Yan mengetahui datangnya serangan. Dara manja ini lompat tinggi dan terhindar dari serangan tadi dia pun telah mengeluarkan pedangnya, sehingga waktu Go Cay Bu datang mendekati maka dara manja itu mendahulukan menyerang, menikam memakai gerak tipu 'burung walet menembus daun jendela. Go Cay Bu tertawa, dia berkelit sementara pecutnya lagi lagi telah menderu, menghajar dengan gerak tipu 'naga hijau melibat tiang*. Cin Siao Yan cukup mahir ilmu silatnya, akan tetapi dia belum pernah melakukan pertempuran, apalagi menghadapi lawan bengis seperti Go Cay Bu, yang mukanya hitam seperti hantu dari lobang dapur.
Dara yang biasa berlaku manja itu menjadi cemas dan gentar, sehingga datang rasa takutnya. Syukur bagi dia bahwa dalam gugupnya dia masih dapat menghindar dari pecut lawannya.
Sekali lagi pecut Go Cay Bu menyerang dan sekali lagi Cin Siao Yan bergegas menghindar.
Dara yang biasa berlaku manja itu mengandalkan kelincahan tubuhnya dan menggunakan gerak tipu 'lee hie-ta teng" (ikan gabus meletik), dengan demikian sampai berulang kali dia dapat menghindar, akan tetapi tidak sempat dia balas melakukan penyerangan.
Sekali terdapat juga kesempatan buat Cin Siao Yan balas menyerang, akan tetapi dara manja itu tidak menggunakan kesempatan itu buat melakukan penyerangan, melainkan dia buru buru melarikan diri.
Sekali lagi Go Cay Bu menjadi tertawa, lalu dengan lima kali lompatan secara beruntun dia mengejar Cin Siao Yan, untuk kemudian pecutnya bergerak dan berhasil melibat betis kaki dara manja itu.
Dengan suatu gerakan, Cin Siao Yan terjatuh celentang. Dia berusaha hendak bangun berdiri, akan tetapi sekali lagi Go Cay Bu menarik dan sekali lagi dara manja itu jatuh celentang.
Cin Siao Yan meramkan sepasang matanya, siap menunggu maut ! Akan tetapi Go Cay Bu malah tertawa sambil dia melangkah mendekati, sedangkan pecutnya beberapa kali perdengarkan suara menderu sebab agaknya dia sengaja mengancam, bukan untuk melukai Cin Siao Yan.
Dara yang biasanya berlaku manja itu menjadi heran, karena maut belum merengut nyawanya, dia memberanikan diri membuka sepasang matanya buat melihat akan tetapi selekas itu juga dia buru buru menutup lagi sepasang matanya, bahkan dibantu dengan sepasang telapak tangannya, sebab dilihatnya musuh itu sedang membuka celana.
"Mengapa kau tidak bunuh aku . . . .?"'tanya dara manja itu, tetap meram dan menutup bagian mukanya memakai sepasang telapak tangannya, sebab dia tidak mengetahui bahwa musuh justru hendak memperkosa dia.
"Ha ha ha ha ! Dara manis seperti kau, akan sia sia kalau mati muda. Akan kuajak kau kesatu jalan menuju sorga . ..." sahut Go Cay Bu yang lagi lagi menyertai tawa yang menyeramkan.
Cin Siao Yan tetap meramkan sepasang matanya, akan tetapi tiba tiba dia menjadi terkejut waktu dia merasakan tubuhnya dirangkul.
Dia meronta, apalagi waktu musuh yang hitam mukanya itu berusaha hendak mencium dan membuka pakaiannya.
Dara manja itu berteriak. Berteriak sekerasnya.
Sementara itu laki laki bekas orang hukuman yang telah melakukan perjalanan sedemikian jauhnya hari itu justru sedang menyusuri jalan daerah pegunungan Ceng liong san dengan semangat membara membawa dendam.
Akan tetapi, mendadak dia menjadi terpesona waktu didengarnya ada pekik teriak seorang wanita yang meminta tolong.
Dihentikannya langkah kakinya, telinganya mencari arah suara yang didengarnya tadi setelah itu dia lompat melesat dan hinggap didekat tempat Cin Siao Yan yang sedang menghadapi bencana hendak diperkosa. "Laki laki laknat ., !" laki laki bekas orang hukuman itu memaki karena tak tertahankan marahnya menghadapi percobaan perbuatan laknat itu.
Go Cay Bu lompat bangun. Sempat dia meraih pecutnya, akan tetapi lupa dia memakai celananya. Karena marahnya, maka dihajarnya laki laki yang merintang niatnya yang hendak memperkosa Cin Siao Yan. Laki laki bekas orang hukuman itu menggunakan tangan kirinya buat dia menyambuti pecut yang sedang mengarah mukanya, dan waktu dia menarik, maka Go Cay Bu ikut terperosok mendekati, dan sebelum si muka hitam itu siaga, maka dadanya telah dihajar membikin dada itu menjadi bolong bertanda tapak lima jari tangan!
Itulah pukulan memakai tenaga 'houw jiauw kang' atau tenaga 'cakar macan'; sehingga mati seketika.
Cin Siao Yan pun telah bangun berdiri. Dia sedang memancingkan bajunya dan dia terpesona menyaksikan dahsyatnya tenaga laki laki yang telah menolong dia.
"Kouwnio, tidak seharusnya kau berada ditempat yang menjadi daerah kekuasaannya si 'tangan beracun' Yang Cong Loei. . .* kata laki laki bekas orang hukuman itu; setelah dia mendekati Cin Siao Yan.
"Aku.. Aku justeru hendak menyingkir dari tempat ini bersama yaya. Eh. . . yaya sedang bertempur melawan rombongan mereka, lekas kau bantu yaya. ." sahut dara manja itu yang tiba tiba menjadi gugup karena teringat dengan kakeknya.
Sekali lagi telinga laki laki bekas orang hukuman itu 'bekerja' mencari arah bunyi suara senjata beradu, setelah itu dia lari dengan meraih sebelah tangan Cin Siao Yan.
"Tunggu.. .:" seru Cin Siao Yan, dan dara manja itu memungut pedangnya dan bungkusannya yang terjatuh tadi, setelah itu dia mendekati laki laki penolongnya, sambil dia mcnyertai seberkas senyuman yang manis dan mengulurkan sebelah tangannya untuk dibiarkannya laki laki itu menuntun dia.
Sementara itu kakek Cin hanya dapat bertahan menghadapi serangan serangan lawannya, sedangkan pundak kirinya sudah terluka, akan tetapi dia terus berkelahi dan pikirannya lebih dia curahkan kepada Cin Siao Yan yang dia risaukan.
Sekali terjadi pedang si kakek terlempar lepas dari tangannya, kena sampokan golok Go Cay Bun yang berat,
"Ha. ha ha... " tawa Go Cay Bun yang merintang waktu anak buahnya hendak membunuh si kakek, karena agaknya Go Cay Bun bermaksud hendak menguliti pecundangnya supaya mati tersiksa.
Si kakek diam menerima nasib dibawah ancaman beberapa senjata tajam dekat tubuhnya. Tak mau orang tua ini memohon ampun hanya didalam hati dia berdoa agar cucunya dapat menyelamatkan diri.
"Hem ! beginikah caranya laki laki menghina seorang tua yang tidak berdaya ?"" terdengar tiba tiba kata seseorang yang mengejek.
"Siapa kau yang berani mengejek tuan besar ?" kata Go Cay Bun sambil dia mengawasi laki laki yang datang menuntun Cin Siao Yan.
"Kau menjadi tuan besar atau kau menjadi kacungnya si tangan beracun Yang Cong Loei... . ?" balik tanya laki laki bekas orang hukuman itu, dan nada suaranya semakin bertambah mengejek.
'Bedebah ! Kau berani menyebut nama ketua kami . . !* Go Cay Bun memaki, dan menyudahi perkataannya dengan melakukan penyerangan, membacok memakai goloknya dengan gerak tipu san ap teng' atau gunung tay san menindih karena agaknya dia ingin membelah tubuh laki laki yang berulang kali telah mengejek dia.
Laki laki bekas orang hukuman itu mendorong Cin Siao Yan kesisi kiri sambil sebelah kakinya menendang lengan Go Cay-Bun, membikin Go Cay Bun berteriak kesakitan dan golokrya terlempar lepas dari pegangannya.
Gerak berikutnya dari laki laki bekas orang hukuman itu adalah tangan kanannya yang menghajar dada Go Cay Bun, membikin tubuh Go Cay Bun terpental dengan mulut muntahkan darah segar dan mati seketika !
Maka lari kabur semua anak buahnya Liong in jie koay membawa berita buat ketua mereka, si tangan beracun' Yang Cong-Loei ! Sementara itu Cin Siao Yan mengejar orang orang yang sedang melarikan diri sambil dara manja itu berteriak mengancam dan mengangkat pedangnya tinggi tinggi sambil mendadak dia terjatuh karena sebelah kakinya tergelincir menginjak batu dan karena jatuhnya itu, maka berantakan isi bungkusan pakaian yang dibawanya.
Laki laki bekas orang hukuman itu menjadi tertawa karena melihat lagak manja Cin Siao Yan yang dia anggap lucu, dan baru hari itu dapat tertawa ria sejak dia kena di penjara !
Dara yang biasa berlaku manja itu menunda niatnya yang hendak memungut pakaiannya yang berantakan. Dia menengadah mengawasi laki laki itu dengan sepasang mata mendelik karena mendongkol, sampai kemudian dara manja itu mengeluarkan lidahnya, balas mengejek laki laki yang menertawakan dia.
Sekali lagi laki laki bekas orang hukuman itu menjadi tertawa. Tertawa girang yang sejenak dapat melupakan kepedihan didalam hatinya, serta dendam yang sekian lamanya membara didalam hatinya.
Sementara itu kakek Cin sudah mendekati laki laki penolongnya, dia mengucapkan terima kasih dan berkata :
"Cong su, kau telah menanam bibit permusuhan dengan si tangan beracun Yang Cong Loei, dan si kepala besi Cee Kay Bu, seorang pendeta gadungan yang terkenal ganas dan laknat ,.. !"
Tiat tauw ciang Cee Kay Bu . ." ulang laki laki bekas orang hukuman itu,
"Benar, sebab kedua bersaudara Go Cay Bun dan Go Cay Bu adalah murid muridnya si kepala besi atau si pendeta gadungan itu" sahut si kakek yang kemudian secara singkat memberitahukan tentang awal kisahnya pertempuran dia melawan orang orang Ceng liong pang, namun dia tidak menyebutkan perihal anak dan menantunya yang pernah menolong Hua Mu lan.
Laki laki bekas orang hukuman itu diam mendengarkan sambil dia berpikir, setelah si kakek selesai bicara; maka dia berkata:
"Lo jin kee, belum lama aku pernah bertemu dengan liehiap Lee Su Nio, dia tidak lagi menetap dikota Lu liang thang . . . " demikian kata lelaki bekas orang hukuman itu yang kemudian menceritakan kisah pertemuannya dengan Ang ie liehiap Lee Su Nio, untuk kemudian dia menambahkan perkataannya :
" . . . kalau lo jinkee bermaksud hendak menemui liehiap Lee Su Nio, sebaiknya menyusul ke teluk Hek liu ouw . . . '
"Sangat jauh untuk menempuh perjalanan ke wilayah utara itu - - -" kata kakek Cin dengan muka muram.
"Aku masih mempunyai urusan dengan si 'tangan beracun' Yang Cong Loei, dari itu maafkan aku tak dapat menemani kalian."
Lelaki bekas orang hukuman itu menyudahi perkataannya dengan memberi hormat dan minta diri, karena dia hendak melaksanakan niatnya membalas dendam.
Akan tetapi secara tiba tiba Cin Siao Yan ikut bicara:
"Tunggu! ayahku pernah berkata bahwa seorang ksatria tidak akan menolong setengah jalan ... '
Laki laki bekas orang hukuman itu batal meninggalkan kakek Cin berdua cucunya. Dia diam termenung karena harga dirinya kena disentuh oleh perkataan dara yang biasa berlaku manja itu dan sesaat kemudian dia berkata,
'Akan tetapi sudah aku katakan bahwa aku masih mempunyai urusan dengan si tangan beracun Yang Cong Loei .."
"Urusan kau adalah urusan kami juga. Kedua orang tuaku tewas oleh orang orang Ceng liong pang, dan kami baru saja diperhina oleh mereka. Kami hendak ikut kau untuk melepas dendam" kata Cin Siao Yan penuh semangat sehingga sekilas sepasang matanya kelihatan seperti menyala.
Laki laki bekas orang hukuman itu tidak daoat mengucapkan apa apapun. Dia yakin bahwa dia tidak kuasa untuk mencegah niat dara manja yang hendak membalas dendam kedua orang tuanya. Dia lalu mengawasi kakek Cin setelah sejenak dia diam berpikir.
Kakek Cin ikut menatap laki Iaki yang sudah menolong dia dan cucunya. Orang tua ini kemudian menarik napas dan berkata :
"Aku sudah tua, tidak ada gunanya lagi dan tidak mungkin lagi aku kuat bertempur. Silahkan kalian pergi berdua dan aku akan menunggu didekat perbatasan dusun Liong bun."
Cin Siao Yan kelihatan bersenyum, lalu dia menyerahkan bungkusan pakaiannya kepada kakeknya, sambil dia berkata :
' Ya-ya. kau tolong bawakan bungkusan ini."
Sesudah dia menyerahkan bungkusan pakaiannya, maka dengan muka tetap berseri seri, lalu dara manja itu mengulurkan sebelah tangan kirinya, bukan buat dituntun akan tetapi dia yang menuntun sebelah tangan laki laki bekas orang hukuman itu, untuk diajak mendaki gunung Ceng liong san !
Sinar matahari menerobos daun daun pohon di atas gunung Ceng liong san. Segala yang dilihatnya oleh laki laki bekas orang hukuman itu sangat mengesankan, mendatangkan kenangan lama, waktu dia sedang memadu kasih dengan dara tambatan hatinya, berjalan berdua dua saling merangkul atau saling berpegang tangan, mirip seperti yang sedang dia lakukan bersama Cin Siao Yan yang saat itu mendampingi dia mendaki gunung itu.
Kenangan lama yang sangat merangsang laki laki bekas orang hukuman itu; mengakibatkan kadang kadang dia lupa bahwa tangan yang sedang dia tuntun atau pegang itu adalah tangan dara manja Cin Siao Yan. Dia merasa seolah olah sedang menuntun dara tambatan hatinya, sehingga beberapa kali dia mempererat pegangannya dengan cara yang penuh rasa kasih dan sayang. Segala laku laki laki bekas orang hukuman itu, culup dirasakan oleh dara manja Cin Siao Yan dan dia yang memang biasa berlaku manja, membiarkan bahkan merasa bangga dan senang hatinya, karena dia dapat mendampingi seorang laki laki perkasa yang memang menjadi idaman dan impiannya, sehingga dia lupa dengan beda umur antara mereka berdua !
( persetan dengan umur . ! ) Cin Siao Yan berkata didalam hati, dan keduanya meneruskan langkah kaki mereka tanpa mengucap apa apa, hanya keduanya terbawa hanyut oleh alam pemikiran masing masing, sampai tiba tiba mereka dihadang oleh sekelompok orang orang Ceng liong pang, yang dipimpin oleh seorang laki laki bermuka menyeramkan.
"Siapa kalian dan apa yang menyebabkan kalian mengacau tempat kami . .?" tanya orang yang menjadi pimpinan itu, yang tentunya sudah menerima laporan dari sisa anak buahnya Liong in jie koay Go Cay Bun berdua Go Cay Bu.
"Ha ha ha ! rupanya Touw tauwbak masih tetap membawa lagak garang ... " laki-laki bekas hukuman orang berkata sambil dia menyertai suara tawa.
Pemimpin rombongan orang orang Ceng Liong pang itu kelihatan terkejut. Dia tidak kenal dengan laki laki yang sedang berdiri dihadapannya, yang dikatakan sudah mengacau ditempat itu, sebaliknya laki laki itu ternyata mengetahui nama dan kedudukannya.
'Siapa kau dan mengapa kau mengetahui pangkatku pada dua puluh tahun yang lampau.., . " demikian pemimpin itu menanya.
'Ha ha ha ! Touw tauwbak, masihkah kau ingat dengan sapta marga persekutuan kau"'' laki laki bekas orang hukuman itu menanya lagi; tetap dengan menyertai tawa namun tidak secara dia mengejek.
"Mengapa tidak . .!" sahut pemimpin rombongan itu yang sesungguhnya bernama Touw liong Kie.
"Hukuman apakah yang berlaku bagi anggota yang menghina seorang tua tidak bersenjata dan hukuman apakah yang berlaku bagi anggota yang hendak memperkosa anak perawan . . ?"
Touw Liong Kie berdiri diam terpesona, sehingga untuk sejenak dia tidak mengucap apa apa, sebaliknya laki laki bekas orang hukuman itu yang menyambung perkataannya:
"'Nah. aku sudah mewakilkan si 'tangan beracun' Yang Cong Loei menghukum Liong-in jie-koay Go Cay Bun dan Go Cay Bu, oleh karena mereka sudah melanggar peraturan persekutuan, dari itu mengapa kau katakan aku mengacau . . ?"
Tak tertahankan lagi kemarahan Touw Liong Kie, juga semua anggota pasukannya sebab adalah suatu kejadian yang aib buat mereka mendengar nama ketua mereka diucapkan seenaknya oleh 'orang luar' itu.
Mereka serentak berteriak dan menyerang, akan tetapi sekali berkelebat maka laki laki bekas orang hukuman itu sudah terbang menghilang, dengan meraih pinggang Cin Siao Yan yang ramping, sambil dia perdengarkan suara tawa mengejek.
Dara manja Cin Siao Yan membiarkan pinggangnya diraih bahkan dia sengaja meringankan tubuhnya yang diajak lompat bagaikan terbang, padahal dara manja ini sudah menyiapkan pedangnya karena menduga bakal ikut berpesta menghadapi rombongan orang-orang Ceng liong pang itu.
Dilain pihak; Touw Liong Kie dan rombongannya mengawasi kearah suara tawa tadi lalu dilihatnya lelaki bekas orang hukuman itu sedang berlari menuju markas mereka dengan sebelah tangan menarik tangan Cin Siao Yan.
Serentak mereka mengejar meskipun mereka sudah tertinggal cukup jauh, sampai kemudian mereka menemui orang yang mereka kejar sedang dihadang oleh rekan rekan mereka di halaman dari bangunan markas mereka."
Dalam marahnya, Touw Liong Kie langsung menyerang memakai senjata bandering dari besi, diikuti oleh segenap pasukannya yang segera mengepung. Akan tetapi dengan mudah laki laki bekas orang hukuman itu menghindar sambil menghalau beberapa senjata yang ditujukan terhadap dara manja Cin Siao Yan bahkan sepasang kakinya sempat menendang rubuh beberapa orang Ceng liong pang.
"Tahan . . . !' tiba tiba teriak seseorang, yang ternyata adalah si 'tangan beracun' Yang Cong Loei.
Serentak orang orang yang sedang mengepung menjadi memisah diri, membikin laki laki bekas orang hukuman itu bebas mendekati si "tangan beracun" Yang Cong Loei, tetap sambil dia menuntun sebelah tangan Cin Siao Yan, sementara sepasang matanya bersinar menyala menatap sarung tangan dari kulit rusa yang membungkus tangan kiri Yang Cong Loei.
'Tetamu siapakah yang telah datang ditempatku, Tok see ciang Yang Cong Loei . . ."* tanya si "tangan beracun" Yang Cong Loei dengan suara ramah tetapi agung sikap dan nada suaranya.
"Ha ha ha! Yang Cong Loei, rupanya masa 20 tahun cukup lama sehingga kau tidak mengenali aku lagi..." sahut laki laki bekas orang hukuman itu sambil dia menyertai tawa mengejek.
Yang Cong Loei mengawasi dan meneliti lalu tiba tiba dia teringat dengan seseorang. Seseorang yang diketahui sudah binasa didalam rumah penjara.
Tanpa rasa tubuhnya menjadi gemetar, karena menyimpan terasa terharu.
"Kau . kau.! sam ceecu ! bukankah kau sudah binasa didalam penjara kaum penjajah .. ?" demikian Yang Cong Loei berkata dengan terbata bata.
"Ha ha ha! Agaknya kau si penghianat benar benar menghendaki aku mati .,.!" sahut laki laki bekas orang hukuman itu, tetap dengan suara mengejek bahkan menghina, sedangkan sepasang matanya menjadi kian menyala !
"Tetapi .,, tetapi..."
Sehingga laki laki bekas orang hukuman itu memutus perkataan Yang Cong Loei yang masih kelihatan gugup:
"Tetapi aku sekarang justeru datang buat membalas dendam.." demikian dia berkata karena tak kuasa menahan rasa dendam yang sudah begitu lama dibendungnya.
Tanpa ada orang yang melihat sebelah tangannya sudah melepaskan pegangannya pada dara manja Cin Siao Yan, lalu bagaikan seekor macan terbang dia lompat menerkam si tangan beracun Yang Cong Loei sedangkan tangan kirinya siap hendak memukul dengan mengerahkan tenaga hauw hauw kang akan tetapi waktu sempat Yang Cong Loei menghindar, maka kakinya yang menendang membikin tubuh Yang Cong Loei terpental jatuh,
Laki laki bekas orang hukuman itu lompat sekali lagi buat menyusul ketempat Yang Cong Loei terjatuh, dia bergerak hendak memukul lagi.
Segenap pasukannya Yang Cong Loei bergerak hendak menolong tanpa menghiraukan Cin Siao Yan merintanginya. Akan tetapi si 'tangan beracun" Yang Cong Loei berteriak :
"Tahan ... !"
Semua menunda gerakan mereka. Juga laki laki bekas orang hukuman itu yang sebenarnya sudah siap hendak melakukan penyerangan, sementara Yang Cong Loei lalu pergunakan kesempatan itu buat dia bicara :
''Sam ceecu, kau tadi menuduh aku sebagai penghianat. Aku rela mati ditanganmu; tetapi aku menghendaki penjelasan tentang tuduhanmu itu."
Laki laki bekas orang hukuman itu perdengarkan suara mengejek ;
"Hm ! Yang Cong Loei. Duapuluh tahun yang lalu kau bukan tandinganku dan kini pun kau tetap bukan tandinganku, dari itu kau berlaku pengecut dan menghianati aku. Hanya kau yang mengetahui tempat aku menginap karena yang menyarankan, akan tetapi kau melaporkan kepada pihak bangsa asing dan mereka menangkap aku dengan memakai cara yang sangat pengecut; dan cara pengecut itu kau yang sarankan pada siperwira yang kau ancam waktu malam-malam kau datangi tempat dia, dengan memakai kain penutup muka warna hitam. Kau menganggap perbuatanmu licin bagaikan belut, akan tetapi kau lupa bahwa si perwira sempat melihat sarung tangan dari kulit rusa yang biasa kau pakai ---!"
'Fitnah ! itulah fitnah belaka dan seseorang telah menjadikan aku sebagai si kambing hitam..,. " kata si tangan beracun Yang Cong Loei, namun selekas itu juga perkataannya telah diputus oleh lelaki bekas orang hukuman itu :
"Bedebah ! kau boleh ingkar dari perbuatanmu akan tetapi aku - - - "
Dan si 'tangan.beracun' Yang Cong Loei buru buru ganti memutus perkataan lelaki yang masih dia anggap sebagai si 'pemimpin ketiga' :
*Sam ceecu. Sudah aku katakan bahwa rela menerima kematian ditangan kau, akan tetapi dengarkan dulu perkataanku, supaya di suatu saat kau dapat menghilangkan rasa penasaranku.., . "
'Penasaran " huh . . !' kata laki laki bekas orang hukuman itu akan tetapi dia menunda gerak tangannya yang sudah siap hendak merenggut nyawa si 'tangan beracun' Yang Cong Loei, dan membiarkan Yang Cong Loei berkata lagi :
"Tiga hari setelah kau berangkat ke kota Hang ciu buat menunaikan tugasmu, maka pangcu memerintahkan aku melakukan perjalanan jauh ke bagian barat, ke perbatasan Thibet. Setelah tiga bulan lamanya, maka aku baru mengetahui bahwa kau telah ditangkap dan tewas didalam penjara."
"Boleh saja kau mengarang ceritamu", kata laki laki bekas orang hukuman itu dengan nada suara mengejek, sedangkan sikapnya tetap kelihatan bengis.
'Akan tetapi aku mempunyai saksi . ."Yang Cong Loei membantah. "Siapa saksi itu . .?"
'Touw Liong Kie . "sahut Yang Cong Loei singkat.
"Hm ! dia komplot kau..,..!"
"Dan jie ceecu mengetahui kepergianku, sebab dia pun mengetahui perintah yang ditugaskan oleh pangcu kepadaku . " Yang Cong Loei berusaha membantah.
"Loei ji ko . . " Laki laki bekas orang hukuman itu bersuara seperti orang menggerutu, akan tetapi cukup didengar oleh Yang Cong Loei, dan laki laki itu lalu menyambung perkataannya.
" - . Louw jie ko juga hadir dan mengetahui waktu mendapat tugas ke kota Hang-ciu. Akan tetapi, tidak mungkin Louw jie ko itu menghianati aku?"
"Orang lain yang hadir pada waktu itu adalah Toa-ceecu ." si tangan beracun Yang Cong loei berkata untuk mengingatkan sam-ceecu itu dengan kejadian lama, dan sam ceecu itu lalu berkata lagi :
"Poei twako juga tak mungkin menghianati aku. Lain orang lagi yang mengetahui tugasku itu adalah pangcu, sebab pangcu justeru yang memberikan tugas itu, akan tetapi tak mungkin menghianati aku, sebab kalau memang pangcu menghendaki nyawaku cukup bagi dia untuk mengeluarkan sebuah 'cian pay* dan aku harus taat dengan peraturan yang berlaku bagi setiap anggota pcrsekutuan kita?"
Tiba tiba Touw Liong Kie ikut bicara sambil dia melangkah mendekati :
"Sam ceecu aku mempunyai sedikit keterangan yang barangkali - -"
"Keterangan apakah itu " Lekas kau bicara- "kata laki laki bekas orang hukuman itu tak sabar.
"Hari itu, sebelum kau berangkat aku berpapasan dengan jie ceecu ditaman belakang, dan jie ceecu sedang berjalan seorang diri; menunduk sambil dia menggerutu. Cepat cepat aku umpatkan diri sehingga sempat aku mendengar beberapa kalimat perkataannya:
" - Aku tidak sangka pangcu berpikiran dungu. Dia mengetahui hubungan Hong-moay dengan samtee, dan dia marah; akan tetapi waktu aku melamar Hong-moay, dengan tegas pangcu menolak - - "
Lentera Maut (ang Teng Hek Mo) Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sam cee-cu, apakah ..." Touw Liong Kie tidak sempat menyudahi kalimat perkataannya, sebab sudah diputus oleh laki laki bekas orang hukuman itu.
'Cukup. . . .!" katanya, sementara tiba tiba air matanya berlinang lagi membasahi mukanya dan sebelah tangannya turun lambat lambat, bekas dipakai untuk mengancam Yang Cong Loei.
Tidak pernah dia duga tidak pernah dia sangka bahwa karena cinta, maka kakaknya yang kedua rela menghianati dia !
"Akh ! Louw jie ko" Louw jie ko . " dia berkata seperti mengeluh.
"Sam ceecu, marilah kau duduk beristirahat didalam . . . " ajak si 'tangan beracun' Yang Cong Loei yang ikut menjadi terharu dan memegang erat sebelah tangan orang yang hampir membunuh dia.
'Yong toako, maafkan sikapku yang telah menuduh kau?" kata laki laki bekas orang hukuman itu dengan nada suara haru, dan dia cuma membiarkan dituntun untuk diajak masuk, bahkan dara manja Cin Siao Yan ikut menuntun sebelah tangannya yang lain.
Dengan demikian laki laki bekas orang hukuman itu melupakan dendamnya yang dia tujukan terhadap si tangan racun Yang Cong Loei, dan dendam itu sekarang dia alihkan kepada Louw jie ko atau sang kakak kedua dalam persekutuan Ceng liong pang.
Sementara itu, laki laki bekas orang hukuman itu dapat membujuk dara manja Cin Siao Yan buat menyudahi permusuhan terhadap orang orang Ceng liong pang itu, mengingat Liong in jie koay Go Cay Bun dan Go Cay Bu sudah dibinasakan dan Liong in jie koay ini justeru yang membinasakan pasangan suami isteri Yan siang hui, ayah dan ibunya dara Cin Siao Yan.
"Sebaliknya si tangan beracun Yang Cong Loei hendak menyerahkan kedudukan sebagai pangcu atau ketua, maka laki laki bekas hukuman itu menolak, akan tetapi dengan lapang hati dia menerima waktu diberikan beberapa potong pakaian dan sejumlah uang perak buat bekal dia dalam perjalanan mencari Louw jie ko atau sang kakak yang kedua.
Si 'tangan beracun' Yang Cong Loei kemudian mengantarkan bekas sam ceecu itu, yang memaksa hendak segera meneruskan perjalanannya.
Dara manja Cin Siao Yan tetap mendampingi laki laki yang menjadi kebanggaannya itu, dan mereka menyusuri gunung Ceng liong san dengan dikawal bagaikan seorang raja dan ratu yang sedang melakukan perjalanan, sehingga banyak hal hal yang indah yang dipikirkan oleh.dara manja itu.
Jilid 4 WAKTU rombongan ini tiba dikaki gunung Ceng liong san, maka laki laki bekas orang hukuman itu minta diri untuk dia berdua dara Cin Siao Yan meneruskan perjalanan mereka, menuju kearah dusun Liong bun buat menemui kakek Cin yang berjanji menunggu.
Matahari waktu itu sudah condong kesebelah barat, dan dara manja Cin Siao Yan melakukan perjalanannya itu dengan hati ria serta bangga, sehingga tak sudahnya dia berceritera tentang dirinya dan juga tentang diri ibu dan ayahnya yang katanya gemar merantau, sebaliknya laki laki bekas orang hukuman itu kelihatan tetap bermuka muram, karena lagi lagi dia jadi teringat dan terbenam dalam kenangan lama waktu hubungannya sedang erat mesra dengan dara tambatan hatinya.
'Eh mengapa kau kelihatan muram ...?" tanya dara manja Cin Siao Yan waktu sempat dia memperhatikan keadaan teman seperjalanannya.
"Akh, tidak.... sahut laki laki bekas orang hukuman itu, sambil sejenak dia mengawasi dara manja Cin Siao Yan dan memaksakan diri untuk bersenyum.
"Hm! kau tidak membohongi aku ?" tanya dara manja Cin Siao Yan yang mempererat pegangannya pada sebelah pada tangan laki laki yang sedang dituntunnya. Laki laki bekas orang hukuman itu tidak segera memberikan jawaban, sebaliknya sepasang matanya mengawasi hampa kesuatu arah namun tetap dia meneruskan langkah kakinya, mengikuti dara manja Cin Siao Yan yang berjalan disisinya.
'Kau tahu, aku sedang menyimpan dendam . . ." akhirnya laki laki bekas orang hukuman itu berkata, oleh karena dilihatnya dara manja Cin Siao Yan perlihatkan muka bersungut.
"Akan tetapi, sekarang kau sudah mengetahui orang yang menghianati kau . . ." Cin Siao Yang berkata lagi, karena percakapan di atas gunung Ceng liong san tadi, didengar dan diketahui semuanya oleh dara manja itu.
Sekali lagi laki laki bekas orang hukuman itu tidak segera memberikan jawaban, sehingga Cin Siao Yan yang meneruskan perkataannya.
".., ,buat apa kau bersusah hati dan bermuka muram, karena dalam waktu yang dekat kau dapat melepas dendam itu . !*
'Dia bukan seorang yang lemah, ilmunya tinggi sekali... ." laki laki bekas orang hukuman itu berkata dengan suara perlahan sementara didalam hati dia jadi memikirkan tentang Louw jie ko atau sang kakak yang kedua itu.
"Akan tetapi kau gagah perkasa, mengapa kau harus takut melawan dia . . . "' masih dara manja Cin Siao Yan meneruskan menanya.
Laki laki bekas orang hukuman itu menjadi seperti tersentakz sampai dia menunda langkah kakinya. Dia mengawasi Cin Siao Yan dengan sepasang mata yang kelihatan bersinar menyala, agaknya dia merasa tersinggung ketika mendengar pertanyaan atau kata kata 'takut* yang diucapkan oleh dara manja Cin Siao Yan, akan tetapi ketika dilihatnya dara manja itu sedang bersenyum manis maka hilang lenyap rasa tersinggungnya, dan dia menuntun lagi sebelah tangan dara manja itu; buat mereka meneruskan perjalanan mereka, sambil berkata :
"Selama hidupku, tidak pernah aku mengenal dengan rasa takut . . ." gumam laki laki bekas orang hukuman itu.
Cin Siao Yan mengawasi laki laki yang menuntun dia, senyum manis tetap menghias di muka dara yang manis itu, yang didalam hati sedang menilai roman muka laki laki itu yang sekarang kelihatan hitam manis karena sudah ganti pakaian.
Dekat perbatasan dusun Liong bun, dara manja Cin Siao Yan melihat kakeknya yang sedang duduk menunggu di tempat seorang penjual arak :
"Yaya . . .!" seru dara manja itu; dan dia melepaskan tuntunan tangan laki laki bekas orang hukuman itu, untuk dia berlari lari mendekati kakeknya.
Kakek Cin berdiri dari tempat duduknya, dia bersenyum sambil meraba jenggotnya yang putih dan cukup panjang sebatas dada.
"... yaya, kita jadi bertempur . ." kata Cin Siao Yan didekat kakeknya; dan secara singkat dia menceritakan bahwa pertempurannya dengan si 'tangan beracun' Yang Cong Loei berbalik menjadi suasana persahabatan.
Kakek Cin kelihatan puas dan mengajak cucunya serta laki laki penolongnya memasuki dusun Liong bun, sampai dilain saat mereka tiba dan memasuki kedai nasi yang menjadi miliknya almarhum Kim to Hua beng Yao. Hua Mu lan tetap meneruskan usaha kedai nasi itu bersama suaminya, Pek Tiong Ho yang sudah sembuh akan tetapi langkah kakinya menjadi pincang untuk seterusnya.
Waktu melihat kakek Cin bertiga datang memasuki kedainya, maka Hua Mu Lan menyambut dengan girang oleh karena dia memang sudah pernah diperkenalkan dengan si kakek juga dengan dara manis Cin Siao Yan yang menjadi anaknya Yan siang hui yang pernah menolong dia.
Waktu pertama kali bertemu dengan laki laki yang menolong mereka, si kakek hanya sempat menceritakan secara singkat tentang awal permusuhannya dengan Liong in jie koay, sekarang selagi mereka berkumpul di dalam kedai nasi itu, maka si kakek memperkenalkan Hua Mu lan dan menceritakan juga tentang kisah tewasnya Kim to Hua Beng Yao ayahnya Hua Mu lan.
Sudah tentu hal itu telah membikin laki-laki bekas orang hukuman itu menjadi sangat terkejut sekali.
"Kim to Hua Beng Yao... . ?" dia mengulang untuk menegaskan, sambil dia mengawasi kakek Cin, untuk kemudian ganti dia mengawasi Hua Mu lan yang menyediakan minuman buat mereka.
Kakek Cin manggut, juga Hua Mu lan sehingga Iaki laki bekas orang hukuman itu yang berkata lagi :
"... dia adalah kakakku. Kakak yang jenaka ..."
Dan sepasang mata bekas orang hukuman itu jadi bersinar hampa, menyusul kemudian kelihatan ada butir butir air mata yang berlinang keluar.
Sementara itu, waktu tadi mendengar disebutnya kata 'kakak', maka Hua Mu lan menjadi heran, karena setahu dia almarhum ayahnya tidak mempunyai adik; akan tetapi waktu laki laki yang belum dikenalnya itu menambahkan kata kata kakak yang Jenaka, maka Hua Mu lan menjadi teringat dengan kedukaan hati ayahnya waktu menceritakan sedikit tentang sang adik yang_nakal itu. "Kau . . . katanya kau sudah binasa di . . " Hua Mu Ian tidak dapat meneruskan perkataannya, maksudnya dia hendak meneruskan kata kata 'dirumah penjara'.
Semua orang memang menganggap aku sudah binasa.." sahut laki laki bekas orang hukuman itu dengan suara yang terdengar parau, lalu dia bangun dari tempat duduknya dan minta diantar ketempat meja abu almarhum Kim to Hua Beng Yao yang memang dirawat oleh Hua Mu lan, dan didepan meja abu itu dia memasang hio sambil sekali lagi dia telah mengeluarkan air matanya.
Dara manja Cin Siao Yan yang ikut mendampingi, juga ikut memasang hio, dan dia mengucap sesuatu yang tidak didengar oleh siapapun juga didepan almarhum Kim to Hua Yao. Lidi lidi hio ditangan laki laki bekas orang hukuman itu kemudian diambilnya oleh dara manja Cin Siao Yan, untuk dia serahkan kepada Hua Mu lan, berikut lidi lidi hio yang dipakainya.
Petang harinya laki laki bekas orang hukuman itu minta diantar ketempat makam sang kakak yang jenaka, dimana sekali lagi dia menghormati arwah Kim to Hua Beng Yao bahkan sambil dia menyebar bunga, diikuti oleh dara manja Cin Siao Yan yang selalu mendampingi, juga Pek Tiong Ho dan isterinya serta sikakek Cin.
)(dw (o) hnd)( CUACA MALAM cukup baik akan tetapi nampak suram, disebabkan sinar bulan hanya bercahaya redup, sedangkan bintang bintang satu demi satu pada menghilang semua.
Laki laki bekas orang hukuman itu duduk seorang diri dihalaman belakang rumah almarhum Kim to Hua Beng Yao, dimana mereka bertiga numpang bermalam bahkan kakek Cin sudah memutuskan hendak menetap dengan Hua Mu Ian dan suaminya yang sudah dia anggap sebagai anak dan menantunya, serta membiarkan cucunya, dara manja Cin Siao Yan mengikuti perjalanan laki laki penolongnya, buat sekalian singgah di teluk Hek liu Ouw menemui dan membawa berita buat liehiap Lee Su Nio dan Lee Kuo Cen. Agaknya kakek Cin sudah percaya sepenuhnya terhadap lelaki yang pernah menolongnya itu, yang sekarang sudah dia ketahui pernah menjadi ceecu dari Ceng liong pang yang terkenal berjiwa kesatrya.
Mimpi almarhum Kim to Hua Beng Yao juga telah menjadi kenyataan bahwa sang adik yang nakal itu mendatangi dia. Akan tetapi sayangnya Kim to Hua Beng Yao telah mendahulukan menjadi almarhum sehingga adik yang nakal itu tak dapat menemui sang kakak yang Jenaka.
Diluar tahu lelaki bekas orang hukuman itu, tempat yang sedang dia gunakan buat duduk, yakni diatas sebuah batu cadas yang besar dan yang dapat dipakai untuk duduk oleh dua orang; sebenarnya adalah batu cadas yang sengaja dibawa oleh Kim to Hua Beng Yao dari atas gunung Ceng liong san sebab diatas batu cadas itu dahulu Kim to Hua Beng Yao seringkali duduk berdua dengan adik yang nakal itu.
Sebelum ajal merenggut nyawanya. Kim to Hua Beng Yao seringkali duduk seorang diri diatas batu cadas itu menemani bulan yang memancarkan sinarnya sambil matanya terus mengawasi gunung Ceng liong san yang jelas kelihatan dari tempat duduk itu dan dia tenggelam dalam lamunan mengenangkan masa lalu, disaat dia masih berkumpul dengan sang adik yang nakal.
Sekarang, adik yang nakal itu ganti duduk seorang diri, juga sambil mengawasi gunung Ceng liong san dan juga sambil mengenangkan masa lalu. Akan tetapi yang terpikir laki laki bekas orang hukuman itu, bukan melulu tentang saat saat yang waktu dia berkumpul dengan sang kakak yang jenaka, akan tetapi juga mengenangkan saat saat waktu dia sedang bermesraan dengan dara tambatan hatinya, sampai kemudian dia jadi teringat dengan orang ketiga yang menyela di antara dia dan 'adik Hong* nya, dan orang ketiga ini bahkan telah menghianati dia, dengan harapan setelah dia mati maka sang adik Hong itu akan dapat dimiliki oleh orang ketiga itu !
Teringat dengan kejadian lama ini, maka laki laki bekas orang hukuman itu menjadi geram karena dendam dan pedih rasa hatinya, sehingga dia tak mengetahui datangnya dara manja Cin Siao Yan yang mendekati dia.
Dara yang manja ini tidak dapat pulas tidur karena pikirannya sangat berkesan dengan laki laki bekas orang hukuman itu yang telah menolong dia berdua kakeknya - yang kemudian pernah dia ketahui menjadi sam-ceecu atau panglima ketiga dari persekutuan Ceng liong pang dulu.
Semua pembicaraan yang berlangsung di atas gunung Ceng liong pang siang tadi, tak ada yang dilupakan oleh dara yang biasanya berlaku manja itu, terutama pada bagian kata kata 'jie ceecu' yang diulang oleh Touw Liong Kie yaitu tentang hubungan mesra antara sam ceecu dengan Hong moay atau adik Hong.
Akan tetapi sampai dimana gerangan hubungan itu" Dan dimana gerangan adik Dw-Hong itu sekarang " Masalah ini ingin benar diketahui oleh dara manja Cin Siao Yan.
"Eh, kau belum tidur...?" sengaja Cin Siao Yan menanya, bersikap tak menduga bakal menemui lelaki bekas orang hukuman itu yang sedang duduk termenung seorang diri.
*Hm ! kau juga belum tidur. ."sahut laki laki bekas orang hukuman itu yang kelihatannya bersikap acuh.
"Kalau aku sudah tidur, bagaimana mungkin aku datang kesini. .?" Cin Siao Yan berkata dengan perlihatkan sikap manja namun tak lupa dia menyertai seberkas senyum yang manis.
Laki laki bekas orang hukuman itu tidak mengucap apa apa lagi, akan tetapi sepasang matanya beralih dan kembali mengawasi gunung Ceng liong san yang tinggi dan kelihatan agung.
"Kau terkenang lagi dengan masa lalu ..?" dara manja Cin Siao Yan yang mulai berkata lagi.
Laki laki bekas orang hukuman itu cuma manggutkan kepalanya, sehingga Cin Siao Yan yang menyambung bicara :
"Teringat waktu kau menjadi sam ceecu . . ."'
Laki laki bekas orang hukuman itu menggelengkan kepalanya, dan Cin Siao Yan yang berkata lagi.
'Kalau begitu kau teringat dengan adik Hongmu . . "
Laki laki bekas orang hukuman itu menengadah, mengawasi muka dara manja Cin Siao Yan yang berdiri disisinya. Sejenak sepasang mata laki laki itu kelihatan menyala bagaikan mata seekor harimau, akan tetapi dilain detik menjadi redup lagi karena senyum manis yang perlihatkan oleh dara manja Cin Siao Yan.
Kau tahu dimana sekarang dia berada. ?" tanya lagi dara manja itu, suaranya merdu halus mengalihkan niat laki laki bekas orang hukuman itu yang sebenarnya hendak marah.
'"Tidak . . .!" sahutnya singkat.
Cin Siao Yan duduk disisi laki laki bekas orang hukuman itu diatas batu cadas yang sama, duduk rapat sampai bahu mereka saling bersentuhan, akan tetapi pandangan mata Cin siao Yan mengawasi arah lain, menembus cela cela kegelapan malam.
Sejenak keduanya membisu tidak mengucap apa apa, sementara angin malam sepoi-sepoi meniup halus mengakibatkan beberapa lembar rambut rambutnya si dara manja itu hinggap dekat muka laki laki bekas orang hukuman itu dibarengi bau harum yang menyergap hidungnya.
"Siapa nama adik Hongmu itu?"" tiba tiba Cin Siao Yan menanya lagi.
Laki laki bekas orang hukuman tidak segera memberikan jawaban. Cukup lama Cin Siao Yan diam menunggu sampai akhirnya dara manja itu memutar arah pandangannya mengawasi laki laki yang duduk disampingnya, dan laki laki bekas orang hukuman itu lalu berkata tanpa dia ikut mengawasi Cin Siao Yan. ' Banyak orang menamakan dia sebagai si burung Hong. "
Dara manja itu sehingga kecewa, akan tetapi dia menanya lagi :
"Dan mana jie ceecu ..."
"Dia adalah si naga sakti ..."
Sekali lagi dara manja itu kelihatan merasa kecewa namun dia menanya terus :
"Dan nama kau ...?"
Laki laki bekas orang hukuman itu menjadi terdiam lagi, akan tetapi dia ikut mengawasi dara manja yang duduk disisinya sehingga dua pasang mata mereka saling bertemu.
"Kau cukup menyebutkan paman" " akhirnya kata laki laki bekas orang hukuman itu.
Dara manja Cin Siao Yan tersentak; bangun berdiri dari tempat duduknya. Sepasang matanya menyala marah dan dia berkata.
"Kau ,. . kau orang yang aneh. Siapa kesudian mempunyai paman seperti kau . ."
Sehabis berkata begitu, maka dara manja itu bergegas hendak meninggalkan lelaki bekas orang hukuman itu; dan lelaki itu duduk membiarkan, padahal adalah menjadi kehendak Cin Siao Yan supaya dia jangan dibolehkan pergi.
Dara manja Cin Siao Yan menjadi kecewa hatinya. Dia masuk kedalam kamarnya dan membanting diri diatas tempat tidur. Hasrat hatinya ingin dia menangis, akan tetapi air matanya tak mau kunjung keluar.
Esok paginya lelaki bekas orang hukuman itu minta diri dan bergegas hendak meninggalkan kedainya Hua Mu lan, dan Cin Siao Yan buru buru mengikutinya.
"Eh ! aku sangka kau tak jadi ikut - -" lelaki bekas orang hukuman itu berkata dengan perlihatkan sikap yang wajar.
*Huh !" Cin Siao Yan bersuara marah sambil dia membanting sebelah kakinya, namun selekas itu juga dia yang bergegas mendahulukan berangkat.
Dara yang biasanya berlaku manja itu rupanya masih terpengaruh dengan kejadian semalam, yang mengakibatkan dia menjadi kecewa, dari itu dia tak mengucap apa apa selama mereka menempuh perjalanan mereka, sampai dilain saat dia singgah disuatu kedai nasi diperkampungan pertama yang mereka capai.
Dara manja Cin Siao Yan tetap tak mengucap sesuatu perkataan selama mereka menyelesaikan santapan siang itu, sementara laki laki yang menemani dia juga ikut membisu bukan sebab dia sengaja hendak menambah kekecewaan dara manja itu, akan tetapi sebab perhatiannya sedang dia curahkan terhadap dua laki laki yang duduk makan disudut sebelah barat.
Kedua laki laki yang sedang makan itu sama sama mengenakan pakaian sebagaimana layaknya orang orang yang biasa melakukan perjalanan dikalangan rimba persilatan. Pada mulanya kehadiran mereka tidak diperhatikan oleh laki laki bekas orang hukuman itu, akan tetapi lambat laun lelaki bekas orang hukuman itu mengetahui bahwa kedua lelaki iti terlalu sering mengawasi dia, sambil mereka bercakap cakap dengan sikap yang mencurigai hatinya.
Naluri hati lelaki bekas orang hukuman itu bagaikan mengatakan bahwa dia harus bersikap waspada, dari itu dia cepat mengetahui bahwa kedua lelaki itu mengikuti perjalanannya dia bersama Cin Siao Yan, sampai mereka meninggalkan kampung bekas mereka makan siang.
Sejenak lelaki bekas orang hukuman itu merasa ragu ragu. Dia ingin menunda langkah kakinya buat menunggu kedua lelaki itu yang sedang mengikuti terus, untuk kemudian hendak dia berikan hajaran dan memaksa mereka bicara, akan tetapi adakah alasan buat dia bertindak seperti itu " Bagaimana kalau kedua lelaki itu hanya kebenaran telah memilih arah perjalanan yang sama "
"Kita sedang diikuti?"akhirnya laki laki bekas orang hukuman itu berkata kepada Cin Siao Yan.
Dara manja itu tidak menunda langkah kakinya, akan tetapi sejenak dia mengawasi laki laki yang jalan disisinya, untuk kemudian dia melihat kearah belakang.
"Mengapa kau tidak hajar mereka . . .?" dara manja Cin Siao Yan kemudian berkata dengan nada suara mengejek, masih ngambek terhadap laki laki bekas orang hukuman itu.
?"Aku baru menduga bahwa mereka mengikuti kita . "sahut laki laki bekas orang hukuman itu, seperti membela diri.
'"Akh ! kau sengaja mencari cari buat mengajak aku bicara . . " kata lagi Cin Siao Yan tetap dengan nada suara seperti mengejek.
Laki laki bekas orang hukuman itu menjadi tertegun, akan tetapi kemudian dia menyadari bahwa dia sedang didampingi oleh seorang dara yang biasa berlaku manja sehingga akhirnya dia jadi tersenyum dan tidak mengucap kata kata lagi.
Cin Siao Yan ikut tersenyum ketika dilihatnya laki laki yang didampinginya itu bersenyum, sehingga hilang sudah rasa kecewa dihatinya.
"Jalan yang kita tempuh ini sangat sunyi, Menurut kata ayah dan ibu, ditempat yang semacam ini biasanya dijadikan tempat bagi kawanan perampok melakukan kejahatan..." Cin Siao Yan berkata selagi dia meneliti keadaan jalan yang mereka sedang tempuh.
"Kau takut dengan kawan perampok "* laki laki bekas orang hukuman itu sengaja menanya sambil sekilas dia melirik kearah dara manja yang jalan disisinya.
"Tidak ada yang aku takuti selama kau berada disisiku " sahut dara manja itu, bangga nada suaranya dan dia bahkan menyertai senyumnya yang nakal.
"Hm ! kau harus belajar lagi supaya kau tidak bergantung pada lain orang " laki laki bekas orang hukuman itu berkata secara wajar, tanpa dia memikirkan akibatnya. Sementara itu Cin Siao Yan kelihatan menjadi girang ketika dia mendengar perkataan laki laki bekas orang hukuman itu, sehingga buru buru dia berkata :
"Bagus kalau begitu, aku justru hendak minta kau ajaran ilmu silat; sehingga mulai sekarang; pada setiap kesempatan kau harus ajarkan aku . ."
"Aku .... aku tidak sesuai menjadi gurumu.. . " sahut laki laki bekas orang hukuman itu yang menjadi gugup.
"Siapa kesudian menganggap kau sebagai guruku ."."'' si dara membantah.
Laki laki bekas orang hukuman itu diam, tidak memberikan jawaban. Tidak mau lagi dia membantah sebab sempat dia melihat perobahan pada muka Cin Siao Yan, yang kelihatannya seperti mau 'ngambek" lagi.
Dilain pihak, kedua orang laki laki yang dicurigai sedang mengikuti perjalanan mereka sesungguhnya keduanya itu adalah alat negara yang sengaja menyamar sebagai orang orang yang sedang berkelana.
Kedua laki laki itu adalah petugas dari pejabat pemerintah kota Lu liang thang, yang memang sedang ditugaskan untuk mencari laki laki bekas orang hukuman itu.
Waktu menerima laporan tentang tewasnya Tay lwee sip sam ciu yang ke tujuh, maka Nie tayjin; pejabat pemerintah Lu liang thang menjadi sangat terkejut. Tay lwee sip sam ciu ke tujuh adalah tenaga pilihan dari kelompok jago jago istana, lagipula saat itu didampingi oleh Yo Sun Kong, seorang perwira menengah yang banyak pengalamannya, serta seorang pemuda dan sejumlah pasukan tentara. Akan tetapi mereka semuanya ternyata tidak berhasil menangkap liehiap Lee Su Nio, bahkan mereka bertiga gugur ditangan liehiap Lee Su Nio yang dibantu oleh seorang laki laki kurus bermuka agak hitam.
Nie tayjin cepat cepat mengirim laporan kekota raja dan juga ke beberapa kota yang terdekat. Orang orang yang ditugaskan membawa laporan itu dilengkapi masing masing dengan sehelai gambar liehiap Lee Su Nio dan laki laki yang membantunya.
Adapun waktu Nie tayjin sedang mempersiapkan orang orang suruhannya itu mendadak dia kedatangan Tay lwee sip sam ciu yang ke 9 dan si malaikat maut yang memakai seragam serba putih ini datang hendak menemui rekannya yang ke 7, membawa perintah dari atasan mereka buat mereka secepatnya berkumpul ditempat rekan mereka yang ke 2 yang kabarnya sudah berhasil menemukan daftar nama ke 108 orang orang bekas orang pendukung gerakan Thio Su Seng yang mereka cari.
Tay lwee sip sam ciu yang ke 9 itu kemudian melihat dan meneliti gambar gambar liehiap Lee Su Nio berdua laki laki yang memberikan bantunan. Dia memang sudah mengetahui tentang kegagahan liehiap Lee Su Nio si pendekar wanita berbaju merah, akan tetapi dia tidak menduga bahwa rekannya yang ke tujuh dapat dikalahkan dan dibinasakan.
Kemudian ketika si malaikat maut yang ke sembilan itu ikut memeriksa rekannya, maka dia menjadi semakin terkejut, oleh karena mengetahui bahwa rekannya itu tewas karena pukulan cakar macan atau houw jiauw kang !
Tay lwee sip sam ciu yang kesembilan itu menjadi teringat dengan waktu mereka dipersiapkan menjadi anggota dinas rahasia atau Tay lwee sip sam ciu. Mereka semuanya mendapat latihan latihan yang sangat berat dan salah seorang pelatih mereka bahkan merupakan seorang jenderal, mereka yang bertugas sebagai menteri bagian keamanan.
Jenderal yang berilmu tinggi itu melatih mereka dalam ilmu pukulan 'eng jiauw kang' tenaga kuku garuda (cakar elang).
"... didalam kalangan rimba persilatan, terdapat banyak macam ilmu yang agak mirip dengan eng jiauw kang..,.. ." antara lain pernah dikatakan oleh jenderal itu, sebagai pesan terakhir waktu selesai masa latihan, dan jenderal itu kemudian menambahkan perkataannya:
?"diantaranya adalah tay lek Kim kong ciang, tay yang sin kang, houw jiauw kang dan lain sebagainya - - "
Mengenai houw jiauw kang ini jenderal itu bahkan masih menambahkan keterangannya, bahwa beliau katanya mempunyai seorang adik angkat yang memiliki dan mahir dengan ilmu itu akan tetapi adik angkat itu katanya sudah binasa didalam melakukan tugas sebagai seorang pejuang bangsa dan negara.
Karena teringat dengan perkataan jenderal yang pernah melatih mereka itu, maka Tay lwee sip sam ciu yang ke sembilan memerlukan menulis surat khusus buat sang jenderal pribadi, melaporkan mengenai peristiwa tewasnya rekan yang ke tujuh itu.
Kemudian pada malam harinya, dinas rahasia yang ke sembilan meluncurkan suatu bunga api berwarna putih cemerlang yang tinggi melesat ke angkasa.
Setelah meluncurkan bunga api yang berwarna putih cemerlang itu, maka si malaikat maut yang ke sembilan menunggu dan meneliti ke segenap penjuru angkasa luas, sampai disuatu saat ia melihat adanya bunga api warna kuning emas yang meluncur tinggi ke angkasa, disebelah barat daya. Itulah suatu tanda sebagai jawaban dari si malaikat maut yang pertama yang tentunya telah melihat bunga api yang berwarna putih cemerlang yang diluncurkan tadi.
Esok paginya si malaikat maut yang kesembilan itu meninggalkan kota Lu liang thang, dan menuju kearah kota Liong bun koan buat mengikuti perjalanan laki laki yang mahir ilmu 'houw jiauw kang' itu, setelah lebih dahulu dia meninggalkan pesan bagi atasannya.
Didalam pihak, dua petugas dari kota Lu-Iiang thang yang ditemui pada waktu makan siang, sesungguhnya mereka menjadi sangat terkejut waktu mereka lihat laki laki bekas orang hukuman itu, yang mukanya mirip dengan wajah digambar itu yang mereka bawa, namun pada saat itu ditemani oleh seorang dara manja, bukan oleh Ang ie liehiap Lee Su Nio.
Kedua petugas itu merasa ragu ragu mengambil tindakan, sebab mereka menyadari bahwa mereka tidak mungkin dapat mengalahkan laki laki bekas orang hukuman itu yang mereka ketahui berilmu sangat tinggi. Oleh karenanya mereka sengaja mengikuti perjalanan laki laki bekas orang hukuman itu, yang kebenaran memilih daerah tujuan yang bersamaan, menuju kekota Liong bun koan, dimana mereka terus mengikuti sampai laki laki itu memilih sebuah rumah penginapan setelah itu baru mereka menemui pejabat pemerintah kota Liong bun koan, buat menyerahkan surat yang mereka bawa dari Nie tayjin, sambil mereka menambahkan laporan bahwa mereka telah menemukan dan mengetahui dimana laki laki bekas orang hukuman itu menginap.
"Mengapa tidak kalian tangkap dan bawa mereka kemari ?" tanya Liu tayjin, pejabat pemerintah kota Liong bun koan dengan nada suara menghina.
Dua petugas itu berdiri saling mengawasi. Mereka anak buahnya Nie tayjin dari kota Lu liang thang, dari itu mereka lalu memberikan jawaban :
"Tayjin, tugas kami adalah menyerahkan surat dari Nie tayjin, lagipula orang yang kami curigai itu berada didaerah kekuasaan tayjin yang berwenang melakukan penangkapan . "
Pejabat pemerintah kota Liong bun koan itu menjadi geram dan merah mukanya, segera dia memerintahkan seorang perwira muda membawa dua belas orang tentara buat melakukan penangkapan.
Dua petugas dari kota Lu liang thang itu sebenarnya hendak memberitahukan tentang kegagahan laki laki yang hendak mereka tangkap itu, akan tetapi mereka batalkan niat mereka sebab mereka melihat sikap pejabat pemerintah kota Liong bun koan itu.
Pasukan tentara yang mendapat tugas menangkap itu, berlaku garang seperti kebiasaan mereka. Dihadapan pengurus rumah penginapan mereka mengatakan hendak menangkap seorang pemberontak yang sedang melarikan diri.
Waktu itu malam belum larut, sebagian besar para tamu belum tidur meskipun kebanyakan sudah memasuki kamar kamar mereka.
Cin Siao Yan yang sedang merengek memaksa minta diajarkan ilmu silat, waktu diberitahukan tentang kedatangan pihak tentara yang hendak menangkap mereka maka dara manja ini menganggap dia mempunyai kesempatan buat memperlihatkan ilmu kepandaiannya, sehingga dia mendahulukan lari keluar dengan membawa pedangnya, dan langsung dia mengamuk dikalangan tentara yarg segera mengepung dara binal ini.
Laki laki bekas orang hukuman yang ikut keluar, tidak sempat diperhatikan oleh tentara negeri, sebab mereka lagi repot menghadapi Cin Siao Yan, sedangkan dara yang biasanya berlaku bermacam aneh dan manja sempat melirik dan kehadirannya laki laki teman seperjalanannya itu telah mengakibatkan Cin Siao Yan jadi tambah semangat tempurnya, tidak takut bahwa dia akan mendapat cedera.
Pasukan tentara itu tidak sanggup menahan amukan dara manja itu yang bergerak bagaikan seekor macan betina yang galak.
Betapa pun halnya Cin Siao Yan adalah anaknya yan siang hui yang kenamaan, dan yang sejak kecil sudah mendapat didikan di dalam pelajaran ilmu silat, hanya belum berpengalaman melakukan pertempuran.
Beberapa orang tentara negeri sudah ada yang tewas dan luka luka kena pedang dara yang sedang mengamuk itu dan sisanya cepat cepat melarikan diri sambil berteriak teriak tangkap pembunuh atau tangkap pemberontak sehingga Cin Siao Yan hendak melakukan pengejaran kalau tidak dirintangi oleh laki Iaki teman seperjalanannya.
Banyak orang orang menjadi sangat ketakutan karena terjadinya peristiwa itu. Juga si pengurus rumah penginapan yang gemetar dan pucat mukanya.
Pengurus rumah penginapan itu kemudian mendekati Cin Siao Yan dan teman seperjalanannya. Dia sesalkan perbuatan Cin Siao Yan yang telah melawan tentara negeri sampai kemudian dia menyatakan keberatan buat menerima kedua tamu itu menginap.
Sia sia laki laki bekas orang hukuman itu memaksa buat menginap untuk semalaman. Mereka diperintahkan segera meninggalkan rumah penginapan itu, dan si pengurus mengatakan tidak perlu membayar uang sewa kamar yang sudah mereka tempati.
Terpaksa laki laki bekas orang hukuman itu mengajak Cin Siao Yan mencari lain rumah penginapan. Akan tetapi, ditempat yang lain mereka ternyata juga ditolak, sebab kejadian pertempuran tadi sangat cepat menjadi pembicaraan orang banyak, sehingga tidak ada lagi pilihan bagi laki laki bekas orang hukuman itu, yang lalu mengajak Cin Siao Yan memasuki bangunan tua yang sudah rusak dan tidak ada penghuninya.
Cin Siao Yan tidak keberatan buat mereka lewati siang malam ditempat buruk itu, dia bahkan kelihatan gembira, karena dengan demikian dapat dia memaksa lagi buat di ajarkan ilmu silat.
Dipihak pejabat pemerintah kota Liong bun koan, sudah tentu dia menjadi sangat marah waktu sisa pasukannya datang memberikan laporan tentang kekalahan pihak mereka. Pembesar ini lalu mengerahkan segenap kekuatannya untuk memimpin sendiri pasukannya itu. Akan tetapi waktu mereka tidak berhasil menemukan orang orang yang menjadi buronan mereka, maka pejabat pemerintah itu menjadi semakin marah sehingga dia lalu memerintahkan buat menangkap si pengurus rumah penginapan yang dituduh dengan sengaja menolong pemberontak melarikan diri.
Pejabat pemerintah itu kemudian membagi tugas bagi pasukannya, buat mereka berpencar mendatangi tiga rumah penginapan lainnya yang terdapat didalam kota itu, namun mereka tetap tidak berhasil menemukan orang orang yang mereka cari, dan sebagai ganti mereka menangkap semua pengurus rumah penginapan itu. dengan tuduhan yang sama seperti pengurus rumah penginapan yang pertama.
Esok paginya pejabat pemerintah itu memerintahkan menutup semua jalan keluar dari kota Liong bun koan dan memerintahkan juga mengadakan pemeriksaan terhadap semua rumah penduduk setempat namun mereka tetap tidak berhasil menemukan orang orang yang mereka cari, sebaliknya mereka banyak menangkap orang orang setempat yang berduit; dan terhadap mereka itu dikenakan tuduhan mengumpatkan orang orang pelarian, sampai akhirnya mereka memberikan uang suap buat mereka memperoleh kebebasan.
Dilain pihak, laki laki bekas orang hukuman itu justeru sudah jauh meninggalkan kota Liong bun koan, sebab sejak mendekati waktu subuh dia sudah mengajak Cin Siao Yan buat meneruskan perjalanan mereka.
Dua hari setelah terjadi peristiwa penangkapan yang gagal itu, pejabat pemerintah kota Liong bun koan menerima kedatangan tiga malaikat maut, masing masing adalah Tay lwee sip sam ciu yang pertama; ditemani dengan yang kesembilan dan kesepuluh.
Tay lwee sip sam ciu yang pertama itu adalah Pangeran Po heng, yang menjadi pemimpin ke 13 malaikat maut. Pangeran yang menjadi kesayangan maharaja Beng tay couw ini justru sedang marah karena mendapat laporan mengenai tewasnya tay lwee sip sam-ciu yang ke 7, yang katanya dilakukan laki laki bekas 'sam ceecu* dari persekutuan Ceng liong pang.
Pangeran Po heng ini sebenarnya sedang ditugaskan mencari daftar nama ke 108 orang orang bekas pendukung gerakan Thio Su Seng ini, segera menulis surat laporan langsung kepada sri baginda maharaja Teng, sambil dia minta dikerahkan pasukan tentara buat mengganyang markas persekutuanCeng liong pang diatas gunung Ceng liong san.
Kemudian waktu dia tiba di kota Liong-bun koan, Pangeran Po heng menjadi bertambah marah, oleh karena menganggap pejabat pemerintah setempat tak becus menangkap si pembunuh Tay lwee sip sam ciu yang ke 7 sebaliknya pejabat pemerintah itu justru melakukan tindakan korupsi dengan memeras rakyat setempat.
Liu tayjin atau pejabat pemerintah kota Liong bun koan itu kemudian dipecat dan dipenjarakan, sedangkan untuk gantinya telah diangkat seorang pejabat sementara selama menunggu datangnya keputusan dari kota raja.
Setelah mengatasi persoalan didalam kota Liong bun koan itu, maka Pangeran Po heng kemudian mengajak kedua pembantunya buat meneruskan pengejaran mereka terhadap 'sam ceecu' atau lelaki bekas orang hukuman itu, dan ketiga malaikat maut itu melakukan perjalanan mereka memakai kuda kuda pilihan yang mereka larikan secepat cepatnya.
Laki laki bekas orang hukuman dan Cin Siao Yan yang dikejarnya itu, justru sudah memasuki dusun Hong in cung yang letaknya tidak jauh lagi dengan kota Hong yang yang menjadi tempat tinggalnya Louw Sin Liong bekas jie ceecu persekutuan Ceng liong-pang.
Kota Hong yang yang letaknya dipropinsi Shoa thang, sebenarnya merupakan suatu kota yang ramai dan makmur, akan tetapi sejak maha raja Beng berkuasa, kota itu menjadi semacam kota yang mati karena bagaikan menjadi kota yang dianak tirikan, tanpa ada perhatian atau bantuan dibidang pembangunan sebagai akibat bekas peperangan, sebaliknya pemerintah setempat membebankan rakyatnya dengan berbagai macam peraturan membayar pajak yang diluar batas kemampuan sehingga tidak mengherankan jika di propinsi Shoa thang menjadi banyak kaum perampok yang mengganas. Didusun Hong in cung, laki laki bekas orang hukuman itu mencari sebuah rumah penginapan buat dia bersama Cin Siao Yan bermalam, sebab esok harinya mereka bakal memasuki kota Hong yang, dan laki laki itu harus menghadapi 'jie ceecu', sehingga dia merasa perlu buat mengumpulkan tenaga, mengingat bahwa 'ceecu' Louw Sin Liong merupakan lawan kuat yang tidak boleh dianggap remeh.
Jie- ceecu Louw Sin Liong sebagai si naga yang sakti, amat tinggi ilmu dan memiliki pula ilmu pukulan 'liong jiauw kang' atau cakar naga yang dahsyat. Dalam latihan berkelahi yang diadakan waktu pangcu Ceng liong pang berulang tahun, ternyata laki laki bekas orang hukuman itu tidak sanggup mengalahkan 'jie ceecu', akan tetapi selama dua puluh tahun sebagai orang hukuman yang setiap hari melakukan kerja paksa, maka pada tiap kesempatan laki laki itu melatih diri, terutama dengan ilmu pukulan "houw jiauw kang" yang menjadikan dia merasa yakin akan dapat mengalahkan jie ceecu Louw Sin Liong yang sudah menghianati dia.
Sementara itu tanda waktu terdengar dibunyikan orang sebanyak dua belas kali, akan tetapi Iaki laki bekas orang hukuman itu masih belum pulas tidur, sedangkan Cin Siao Yan yang menempati kamar disebelah sedang asyik dibuai oleh mimpi yang indah.
Laki laki bekas orang hukuman itu memaksa diri dan meramkan sepasang matanya, akan tetapi dia tak kuasa mencegah alam pikiran yang mengajak dia ke saat-saat tempo dulu, waktu dia berkumpul dengan sang jie ceecu, juga dengan dara tambatan hatinya.
Dulu pernah terjadi bahwa si burung Hong yang mengetahui kalau cintanya terhadap si harimau yang tampan, tidak disetujui oleh ayahnya, sehingga dara yeng cantik dan perkasa itu dengan nekad telah mengajak kekasihnya melakukan upacara pernikahan tanpa wali dan tanpa restu.
Keduanya berlutut menghadap langit dan bumi dan keduanya bersumpah setia serta berjanji telah hidup suami isteri sejak hari itu.
"... Hong moay, setelah sekarang kita sudah menikah, maka kau panggil apa padaku .. .?" tanya harimau yang tampan pada dara yang dia anggap sudah menjadi isterinya itu.
Dara cantik yang perkasa itu bersungut, mencubit sebelah lengan kekasihnya dengan lagaknya yang mesra bercampur manja setelah itu dia berlari lari tanpa mengucap apa apa, namun membiarkan dirinya dikejar sampai mereka berhenti ditempat yang biasa mereka gunakan buat memadu kasih, dan . . .
(Laki laki bekas orang hukuman itu tersenyum seorang diri, selagi dia mengenangkan masa manis penuh madu selagi dia memadu kasih bersama si 'burung Hong' yang jelita dan perkasa). Dan. waktu itu diciumnya kekasihnya yang sudah dia anggap menjadi isterinya, sampai tahu tahu dia dan kekasihnya menjadi terkejut karena adegan itu tanpa setahu mereka.
Si naga sakti perdengarkan suara tertahan, dan dipaksakan dirinya buat ikut bergembira karena mesranya sepasang insan yang sedang memadu kasih itu, padahal didalam hatinya . . .
( ya, didalam hatinya ... ') gumam laki laki bekas orang hukuman itu yang rebah telentang menindihkan sepasang telapak tangan pada kepalanya, selagi dia mengenangkan masa lalu.
("didalam hatinya dia tentu merasa iri hati menyimpan dendam, oleh karena dia merasa kalah serobot dalam lomba asmara segitiga. Akan tetapi cinta yang murni tentunya rela kalau melihat orang yang dikasihinya hidup bahagia, dari itu mengapa Louw jieko menghianati aku " Apakah dengan perbuatannya itu Louw jieko menganggap akan dapat memiliki Hong moay" Kenyataan Louw jie ko sudah membiarkan bencana buat aku yang harus menjalani hukuman selama 20 tahun, dan membawakan juga bencana bagi Hong moay yang tidak diketahui bagaimana nasibnya sekarang, sebaliknya Louw jieko hidup senang mendampingi istri dan seorang anak laki laki yang katanya sudah berusia 9 tahun..")
Dendam laki laki bekas orang hukuman itu menjadi kian membara, waktu dia teringat dengan jie ceecu Louw Sin Liong sekarang hidup bahagia memupuk keluarga, sedangkan dia bersama kekasihnya harus menderita.
Karena dendamnya yang membara maka sepasang mata laki laki bekas orang hukuman itu jadi terbentang lebar, lupa niatnya yang hendak tidur, dan tepat pada saat itu, sepasang telinganya yang peka mendengar bunyi suara yang tidak wajar diatas genteng.
Laki laki bekas orang hukuman itu teringat dengan dara manja Cin Siao Yan yang tidur dikamar sebelah. Dia khawatir adanya kawanan penjahat yang menculik dara manja itu dengan memakai asap pembius, sehingga cepat cepat dia lompat keluar dan langsung naik ke atas genteng.
Cepat bagaikan anak panah yang lepas dari busurnya suatu bayangan merah kelihatan melesat kesebelah utara, disaat laki laki bekas orang hukuman itu lompat keatas genteng tadi.
Gerak lincah dan lari pesat diatas genteng dari bayangan merah itu membikin laki bekas orang hukuman itu menjadi penasaran dan melakukan pengejaran. Ilmu ringan tubuh dan lari cepat 'pat pou kan sian' atau delapan langkah mengejar dewa yang dimiliki oleh lelaki bekas orang hukuman itu sudah mencapai batas kemampuannya. Akan tetapi bayangan merah itu agaknya mengetahui bahwa dia sedang dikejar, sehingga dia mempercepat larinya, tetap memilih arah sebelah utara setelah itu dia turun dari atas genteng, dan lari diatas jalan raya yang sudah sepi.
Lelaki bekas orang hukuman itu tetap melakukan pengejaran, sampai mereka melewati perbatasan dusun Hong in cung, dan dia hentikan langkah kakinya waktu dia menemukan dirinya dihadang dan dikurung oleh 6 orang lelaki termasuk si bayangan merah tadi, yang ternyata adalah si malaikat maut ke- yang berseragam serba merah, lengkap dengan selubung penutup kepala dan muka.
"Haah ! Sam ceecu, selamat bertemu lagi - --" seseorang bersuara menyapa dengan menyertai suara tawa yang menyeramkan, dan seseorang itu ternyata adalah Hek houw Thio Leng, si macan hitam yang berdiri dekat si malaikat ke 10 yang berseragam serba coklat.
Sejenak lelaki bekas orang hukuman itu menjadi terpesona. Diluar dugaannya bekas pecundangannya itu ternyata bekerja sama dengan pihak Tay lwee sip sam ciu, sehingga kedudukannya sebagai bekas sam ceecu dari Ceng liong pang menjadi diketahui oleh pihak pemerintah. Untung bagi dia bahwa saat untuk dia melakukan balas dendam sudah diambang pintu, sehingga dia tak perlu khawatir lagi dilibat dengan urusan permusuhan dengan pihak pemerintah.
Setelah memikir demikian, maka bekas sam ceecu ini lalu perdengarkan suara mengejek, sambil dia lompat menerkam dan menyerang Hek houw Thio Leng.
Simalaikat maut ke sepuluh berseru memerintahkan Hek houw Thio Leng menyisi, sambil dia mengangkat sebelah tangan kirinya buat melakukan penangkisan, sedangkan sebelah kakinya dia gunakan untuk menendang.
Laki laki bekas orang hukuman itu membiarkan tangannya terbentur dengan tangan lawan akan tetapi dia menghindar dari tendangan Tay lwee sip sam ciu yang ke 10 itu dan sebagai akibat dari perbuatannya itu dia kena terdorong mundur sampai beberapa langkah kebelakang, namun tak sampai dia terjatuh.
Tay lwee sip sam ciu yang ke 10 itu ikut terdorong mundur kena tenaga pukulan tadi, bahkan dia sampai harus lompat sebab sebelah kakinya sedang dia gunakan buat menendang. Untung bagi dia bahwa dia tidak terjatuh; sehingga nyaris dia menjadi bahan tertawa kangzusi kawan kawannya dan dia segera menyadari bahwa bekas sam ceecu itu benar benar memiliki tenaga besar seperti yang dikatakan oleh si macan hitam Thio Leng.
Akan tetapi, dinas rahasia yang kesepuluh itu menjadi penasaran, sehingga tanpa perduli bahwa bekas sam ceecu itu sedang bertempur melawan rekannya yang ke empat maka dia perdengarkan suara geramnya sambil dia lompat hendak menendang, dan dia terus menendang secara berantai waktu bekas sam ceecu itu berhasil menghindar dengan lompat mundur kesebelah belakang.
Laki laki bekas orang hukuman itu berhasil terus menghindar dari delapan belas kali tendangan si malaikat maut ke sepuluh berkat dia mengutamakan kelincahan tubuh menggunakan jurus dari ilmu wat lie ciang hoat yang dahulu sangat diandalkan oleh dara tambatan hatinya.
Seorang musuh bernama Cu Yu Seng, ikut merasa penasaran melihat bekas sam ceecu itu tidak kena ditendang oleh rekannya. Dia sebenarnya sedang melakukan perjalanan bersama dua rekannya, waktu ia bertemu dengan Hek houw Thio Leng yang sedang melakukan perjalanan hendak mengejar bekas sam ceecu, bersama Tay lwee sip sam keempat dan kesepuluh, sedangkan pangeran Po heng memisah diri bersama si malaikat yang kesembilan; buat menyusul si malaikat maut yang kedua untuk urusan daftar nama yang sedang mereka cari.
Disaat bekas sam ceecu kian mendekat, Cu Yu Seng dalam usahanya menghindar dari tendangan Tay lwee sip sam ciu yang ke sepuluh, maka Cu Yu Seng lalu menggunakan kesempatannya buat dia membabat memakai goloknya.
Laki laki bekas orang hukuman itu tetap berlaku waspada terhadap musuh musuhnya yang hadir. Dari itu perbuatan Cu Yu seng yang membokong, sudah menjadi perhitungannya.
Dengan gerak tipu yu hie hi long atau ikan gabus bermain di ombak, dengan lincah bekas sam cecu itu menghindar dari serangan golok, sebaliknya dengan caranya berkelit sekaligus dia berada dibagian belakang Cu Yu Seng yang lalu dia hajar punggungnya memakai telapak tangan kanannya.
Cu Yu Seng sebenarnya adalah seorang kepala rampok kenamaan, tetapi saat itu dia terlalu memandang ringan terhadap bekas sam ceecu itu. Oleh karenanya dia tidak menduga akan kena tipuan bekas sam ceecu itu yang dapat bergerak lincah meskipun sedang dibokong.
Dengan muntahkan darah segar dari mulutnya, Cu Yu Seng tersungkur jatuh, sedangkan pada punggungnya terdapat tanda lima jari pukulan tenaga houw jiauw kang. Dua rekannya Cu Yu Seng menjadi sangat gusar. Mereka serentak maju menyerang sementara Hek houw thio Leng memerlukan lihat keadaan Cu Yu Seng yang disangkanya belum tewas. Laki laki bekas orang hukuman itu tidak menjadi gentar meskipun dia diserang oleh dua musuh bersenjata. Dia tetap menggunakan kelincahan tubuhnya buat lompat menghindar bahkan berhasil dia menendang salah seorang penyerangnya!
Si malaikat maut ke empat tidak berdiri diam waktu melihat laki laki bekas sam ceecu berkelit dengan manis menghindar.
Dia langsung menghajar waktu laki laki itu mendekati dia sehabis menghindar dari suatu serangan.
Pukulan Tay lwee sip sam ciu yang ke empat ini adalah memakai tenaga ,Pek kong ciang', pukulan udara kosong yang dahsyat, sedangkan cara dia menyerang adalah bagaikan membokong !
Lambang Naga Panji Naga Sakti 9 Kisah Si Pedang Kilat Karya Kho Ping Hoo Petualang Asmara 18