Misteri Kapal Layar Pancawarna Karya Gu Long Bagian 8
Selagi mereka asyik bicara, tiba-tiba Thi-wah berteriak gembira, "Toako, jangan cuma mengobrol saja, lihatlah, banyak tontonan menarik tidak kau ikuti, lekas lihat dulu dan bicara nanti."
Kiranya si baju kuning yang duduk di pantai tadi setelah termenung-menung memandang langit, sejenak kemudian mendadak ia mengangkat kecapinya terus dibanting hingga hancur pada batu karang yang didudukinya tadi.
Dan begitu kecapi dibanting hancur, serentak dari balik batu karang itu muncul beratus orang pengemis yang berbaju compang-camping.
Jelas kawanan pengemis itu sudah sembunyi di situ sejak tadi, daripada dikatakan mereka bersembunyi di situ untuk menikmati suara kecapi si baju kuning, lebih tepat dikatakan mereka sedang mengintai gerak-gerik orang itu.
Sekarang demi menyaksikan si baju kuning membanting hancur kecapinya, kawanan pengemis itu sama terperanjat.
Tiga orang pengemis berambut ubanan lantas mendekati si baju kuning dengan hormat, mereka bicara apa-apa kepada si baju kuning, tapi orang itu seperti enggan mendengarkan, ia memberi tanda agar kawanan pengemis itu enyah.
273 Koleksi Kang Zusi
Sisa pengemis yang lain tampak berwajah murung, mereka saling bisik-bisik, entah apa yang dipersoalkan mereka, tampaknya seperti berusaha untuk bicara apa-apa agar si baju kuning bisa merasa senang.
Sekonyong-konyong dua orang pengemis ubanan membawa tiba seguci arak dan diaturkan ke depan si baju kuning, lalu beberapa pengemis anak kecil melompat keluar dan mengelilingi si baju kuning dengan tertawa riang gembira sambil berkeplok dan menari, terkadang ada yang menarik ujung baju si baju kuning, kelakuannya kurang hormat, tampaknya bukan hendak membikin senang sebaliknya seperti sengaja hendak memancing kemarahannya.
Namun si baju kuning tetap berdiri diam saja tanpa bergerak, malahan tidak menggubrisnya sama sekali, terkadang ia angkat guci arak dan minum seceguk.
Waktu Po-ji dan Ciu Hong berpaling, apa yang terjadi ini dapat dilihatnya.
Dengan mata terbelalak Po-ji berkata dengan heran, "Apa yang sedang dilakukan kawanan pengemis itu" Mengapa si baju kuning diam saja dan tidak mengusir mereka?"
"Mungkin kawanan pengemis itu adalah anak murid si baju kuning," kata Ciu Hong.
Po-ji tambah terkejut, katanya dengan gusar, "Jika benar kawanan anak nakal itu anak murid si baju kuning, mengapa mereka bersikap kurang ajar terhadap orang tua" Sungguh terlalu dan perlu dihajar adat!"
Kening Ciu Hong juga bekernyit, "Pikiran si baju kuning baru saja dapat ditenteramkan, jika apa yang terjadi ini terus berlangsung, mungkin dia akan terpancing marah lagi, dan bila sebentar bertempur dengan orang tentu takkan menguntungkan dia."
Selang sejenak, si baju kuning tampak masih tenang saja.
Dengan wajah murung ketiga pengemis ubanan tadi muncul lagi, satu di antaranya yang bertubuh kurus kecil mendadak berseru, "Musibah yang menimpa Pangcu sekali ini, bilamana Ong-locunjin tidak pulang tepat pada waktunya, sungguh nasib Kay-pang kita sukar dibayangkan. Maka budi pertolongan Ong-locunjin ini selamanya tidak boleh kita lupakan."
Serentak para pengemis mengiakan dengan penuh semangat. Namun si baju kuning tetap bersikap dingin dan tak acuh sama sekali.
Si pengemis kurus lantas menyambung lagi, "Tapi pertarungan Ong-locunjin dengan iblis perempuan itu hari ini sungguh menyangkut mati-hidup kaum kita. Bila Ong-locunjin kalah, maka ... ai, akibatnya sungguh tidak berani kubayangkan. Sebab itulah, maaf, jika kubicara setulusnya, menghadapi pertempuran besar ini, hendaknya Ong-locunjin jangan ... jangan terus bersikap demikian, kalau tidak ... kalau tidak, ai ...."
Ia menghela napas panjang, lalu menunduk dengan sedih.
Ciu Hong termenung sambil mengelus jenggotnya, ucapnya perlahan, "Pikiran si baju kuning sekarang sedemikian tenangnya, inilah tanda baik sebelum bertempur, tapi mengapa si pengemis tua ini minta dia jangan bersikap demikian" Memangnya dia sengaja memancingnya marah sebelum bertempur dengan orang" .... Aneh, sungguh aneh dan sukar dimengerti."
Sementara itu terdengar si baju kuning juga sedang menghela napas dan berkata, "Aku pun tahu bilamana begini terus-menerus, aku pasti akan kalah, namun apa daya, seketika aku pun tidak punya jalan lain."
Mendadak pengemis kurus itu berlutut dan menyembah kepada si baju kuning, lalu melompat bangun dan berseru, "Ya, terpaksa kulakukan ini, mohon Ong-locunjin jangan marah."
274 Koleksi Kang Zusi
Berbareng ia terus menampar, "plak", dengan tepat muka si baju kuning digamparnya dengan keras.
Tindakan ini sama sekali di luar dugaan Po-ji dan Ciu Hong, mereka menyaksikan kawanan pengemis itu memohon sesuatu dan juga sedemikian hormat terhadap si baju kuning, sungguh mimpi pun tidak menyangka si pengemis kurus justru berani menamparnya, sedang pengemis lain juga menyaksikan dengan tenang saja tanpa heran atau terkejut.
Yang lebih mengherankan adalah si baju kuning, setelah digampar, bukannya marah, sebaliknya ia malah terbahak-bahak, suara tertawa yang penuh rasa senang dan bukan cuma pura-pura.
Sambil mengangkat guci arak, dia malahan bernyanyi diiringi tepuk riuh kawanan pengemis anak-anak itu sehingga suasana berubah riang gembira.
Keadaan demikian sebenarnya menjadi pantangan tokoh dunia persilatan pada waktu sebelum bertempur, sebab rasa gembira paling gampang membuat lemah semangat, bila berhadapan dengan musuh tentu tidak tega lagi turun tangan.
Meski Po-ji tidak paham seluk-beluk hal ini, tidak urung ia pun bekernyit kening, katanya, "Ai, seperti orang gila saja mereka ini ...."
Mendadak si baju kuning menoleh, dan baru sekarang Po-ji dapat melihat jelas siapa dia, kiranya orang ini adalah tokoh aneh dunia Kangouw, Ong Poan-hiap adanya.
Melihat perubahan air muka Po-ji, Ciu Hong bertanya lirih, "Apakah kau kenal dia?"
"Ya, dia inilah Ong Poan-hiap, paman Ong ...." jawab Po-ji, segera ia bermaksud berteriak, tapi keburu dicegah Ciu Hong.
"Ssst," desis Ciu Hong. "Banyak menggunakan mata dan sedikit memakai mulut, masakah sudah kau lupakan pesanku" Apa pun yang kita lihat hanya boleh kita pandang secara diam-diam dan tidak boleh banyak urusan dengan membuka mulut."
Po-ji menjulur lidah, ucapnya, "Baiklah, apa pesan Loyacu pasti kuturut."
Ciu Hong mengangguk dengan tertawa. Selang sejenak ia berkata pula, "Jika orang ini Ong Poan-hiap, maka segala urusan aneh apa pun tentu dapat kau pahami."
"Sebab apa?" tanya Po-ji heran.
"Ong Poan-hiap itu selain terkenal latah juga pendekar, namun ilmu silatnya kalah kuat daripada latahnya, maka orang-orang ini sama berusaha menimbulkan jiwa latah Ong Poan-hiap untuk mencapai kemenangan, sebab bila sifat latahnya kumat barulah ilmu silatnya dapat dikembangkan sehebatnya. Haha, Ong Poan-hiap memang manusia aneh zaman ini, sebab itulah terjadi peristiwa aneh seperti sekarang yang sukar dimengerti orang awam."
Po-ji berkedip-kedip, katanya kemudian, "Oo, jika begitu, sebabnya dia memetik kecapi di tepi sungai tadi mungkin ingin mengobarkan sifat latahnya dengan suara kecapinya, apabila senar putus dan kecapi hancur, saat itu berarti tercapailah maksudnya. Jadi maksudmu membantunya tadi sebenarnya berbalik bisa membikin susah dia."
"Haha, diberi keterangan satu segera kau tahu tiga, sungguh anak baik," ucap Ciu Hong dengan tertawa.
Tengah bicara, tiba-tiba dari hulu sungai sana meluncur tiba sebuah kapal aneh, dikatakan
"kapal aneh", sebab kapal ini memang luar biasa.
275 Koleksi Kang Zusi
Tubuh kapal ini adalah kapal besar kaum pembesar yang biasa berlayar, haluan kapal tampak besar dan megah, meski catnya sudah banyak yang terkelupas, namun masih tampak kukuh.
Namun di atas geladak kapal yang luas itu ternyata tidak ada anjungan, hanya dipasang gubuk yang tak teratur sehingga serupa kapal tambangan atau atap kapal barang yang dipretel dan dipasang darurat di kapal ini, sebagian gubuk malahan serupa tenda, malahan ada yang cuma ditutup dengan beberapa helai tikar dan beberapa potong papan saja sehingga mirip kapal kaum pengungsi.
Yang lebih aneh lagi, di antara gubuk-gubuk itu terpasang pula belasan tiang layar yang tidak teratur, besar-kecil tiang layar itu pun tidak sama, layar yang terkerek juga aneka ragam, ada yang terbuat dari layar asli yang sudah rusak, ada yang terbuat dari berbagai warna baju bekas, malahan ada yang serupa kain seprai.
Yang lebih lucu lagi adalah antara tiang-tiang kapal itu digandeng dengan tali, di atas tali banyak tergantung macam-macam peralatan seperti wajan bobrok, panci rusak dan beberapa ekor ikan asin, beberapa potong dendeng, tiga potong sayur putih, seekor kodok hijau, belasan potong lobak kering, sepotong mantel tua warna merah, belasan potong baju butut dan gaun penuh tambalan serta puluhan pasang sepatu yang beraneka warna dan berukuran berbeda, ada lagi beberapa renceng mata uang, beberapa buah cermin rusak, puluhan dompet kain dan macam-macam lagi yang aneh dan lucu.
Sepintas pandang kapal ini benar-benar semarak, ketika angin meniup, maka berbunyilah berbagai peralatan bobrok itu bersentuhan satu sama lain menimbulkan paduan suara yang aneh.
Thi-wah terbelalak dan melongo heran, ia pun sangat tertarik oleh adegan yang aneh itu, rasanya ingin melihat dan ikut main di atas kapal yang lucu itu.
Po-ji juga heran dan geli, katanya sambil menggeleng, "Kusangka kapal Thi-wah ini merupakan kapal paling aneh di dunia ini, siapa tahu masih ada kapal lain yang beratus kali lebih aneh daripada kapal ini."
"Wah, jika kita memiliki kapal begitu, sungguh senang sekali," gumam Thi-wah seperti orang linglung.
Tiba-tiba, di dalam gubuk yang memenuhi geladak kapal aneh itu timbul serentetan suara pletak-pletok serupa bunyi mercon, menyusul lantas menguap gumpalan asap tebal yang berwarna-warni sehingga seluruh kapal tertutup rapat oleh asap.
Melihat kedatangan kapal aneh ini, kawanan pengemis di pantai itu sama berubah tegang.
Ketiga pengemis tua tadi serentak tampil ke depan dan berdiri di tepi pantai.
Pengemis yang paling kurus tadi berseru, "Yap Ling bersama Ong-locunjin Pang kami beserta para anak murid kaum rudin sudah lama menunggu kedatangan Anda, diharap Ong-toanio sudi keluar untuk berjumpa."
Ia bicara perlahan, namun setiap katanya berkumandang jauh dan terdengar cukup jelas.
Maka terdengarlah jawaban suara merdu genit dari tengah asap warna-warni itu dengan tertawa, "Hihi, buat apa tergesa-gesa, Yap Tua" Baju kami saja belum terpakai dengan baik, memangnya kau minta kami keluar berjumpa begini saja?"
Suaranya genit dan dibuat-buat serupa anak wayang di atas pentas.
Air muka si pengemis tua kurus alias Yap Ling kelihatan mengunjuk rasa marah, namun ditahannya dan tidak menanggapi lagi.
276 Koleksi Kang Zusi
Dalam pada itu di tengah gumpalan asap berwarna sana terdengar suara tertawa cekikikan diseling suara merdu sedang berkata, "Hei, Siu-siu, kenapa kau pakai gaunku" Ayo lekas kembalikan padaku."
"Aduhh, kenapa kau injak kakiku"!" terdengar seorang lagi mengomel.
"Ini bajuku ... wah, coba, jadi robek ditarik-tarik olehmu!"
"Tolong! lihatlah Toanio, setan cilik Jing-jing ini merampas bajuku!"
Meski tebal asap berwarna-warni itu, namun samar-samar terlihat juga beberapa sosok tubuh yang telanjang sedang berlarian kian kemari, ditambah lagi suara tertawa merdu yang menggiurkan dan kata-kata yang menarik ....
Muka kebanyakan kawanan pengemis di pantai menjadi merah jengah melihat adegan luar biasa itu.
Sebaliknya Thi-wah tambah melotot, ucapnya dengan tertawa, "Buset! Kiranya kawanan nona di atas kapal itu semuanya tidak pakai baju."
"Ya, sungguh terlalu dan pantas dipukul pantatnya," omel Po-ji.
Tanpa disuruh Thi-wah terus berdiri dan berseru, "Jika Toako memberi perintah, bagaimana kalau kuberi hajaran kepada mereka?"
Tapi Ciu Hong lantas mendelik dan mendamprat perlahan, "Kalian jangan mengacau. Meski urusan ini kelihatan lucu, tapi di dalamnya mengandung mara bahaya yang sangat besar. Kita hanya boleh mengintip secara diam-diam dan jangan sembarang mencari perkara, bila banyak bicara dan cari gara-gara, akibatnya bisa runyam seperti kejadian dulu."
Thi-wah menjulur lidah dan tidak berani sembarang bicara lagi.
Sementara itu kapal aneh tadi sudah menepi, tiba-tiba dua sosok bayangan meloncat keluar dari balik tabir asap berwarna, keduanya sama berbaju compang-camping, rambut kusut dan muka kotor, dari bentuknya jelas mereka kaum minta-minta alias pengemis.
Ketika mendengar suara nyaring merdu dan tertawa genit penumpang kapal aneh itu, semula Po-ji mengira mereka pasti semuanya anak perempuan cantik molek. Sekarang demi melihat kedua orang yang muncul ini, ia terkejut.
Akan tetapi setelah diperhatikan baru diketahui dugaan sendiri memang tidak salah. Meski kedua orang ini bermuka kotor dan rambut kusut, namun mata jeli dan hidung mancung, perawakannya ramping, betapa kotor pun sukar menutupi kecantikan mereka.
Lebih-lebih yang sebelah kanan, bajunya yang singsat dan celana yang ketat, pakai sepatu bersulam, sebagian betisnya kelihatan putih bersih dan membuat jantung orang berdebur dan tidak berani memandang lebih lama lagi.
Gadis yang sebelah kiri juga tidak kurang cantiknya, cuma berkaki telanjang, sekilas pandang ia lantas memberi salam dan berseru, "Ngo Jing-jing, Liok Siu-siu, atas perintah Ong-pangcu, semua anak murid Pang kita yang hadir di sini hendaknya berlutut menyambut kedatangan Pangcu."
Seketika sebagian anak murid Kay-pang merasa gusar, si pengemis tua ubanan sebelah kiri lantas menjawab dengan mendongkol, "Hm, berdasarkan apa Ong-toanio minta disambut dengan berlutut" Hm, aku orang she Ciok yang pertama-tama tidak ...."
"Ciok King," damprat si gadis alias Ngo Jing-jing, "jangan kau lupa, Ong-toanio sudah menjadi 277
Koleksi Kang Zusi
Pangcu kita, caramu bicara ini apakah tidak khawatir dihukum potong lidah?"
Dengan gusar Ciok King menjawab, "Hm, Ong-toanio boleh menjadi Pangcu kalian, tapi bukan Pangcu kami."
Gadis yang lain bernama Liok Siu-siu menukas dengan tertawa genit, "Apa pun kami juga kaum pengemis, dengan sendirinya kami pun anggota Kay-pang. Meski ada perbedaan antara lelaki dan perempuan, namun, sejak Kay-pang berdiri kan tidak ada peraturan yang menentukan orang perempuan dilarang menjadi anggota" ...."
Sampai di sini mendadak ia tepuk paha dan berteriak, "Aduh, nyamuk berengsek ...."
Ia celup air liur dengan jarinya dan dipoles pada paha yang digigit nyamuk, lalu menyambung pula, "Kalian tentu sudah hafal membaca peraturan Kay-pang dan tentu kalian mengakui kebenaran ucapanku ini."
Yap Ling, Ciok King dan seorang tua lagi bernama Nyo Han, ketiganya saling pandang tanpa bisa menjawab. Ketiganya sudah kenyang asam garam kehidupan, mereka tidak menyangkal ucapan nona cilik itu.
Maklumlah, apakah orang perempuan boleh menjadi anggota Kay-pang atau tidak sudah menjadi persoalan selama berpuluh tahun. Cuma pengemis perempuan yang berkepandaian tinggi memang jarang ada di dunia Kangouw, sebab itulah urusan ini tidak pernah dipelajari oleh para tokoh Kay-pang.
Siapa duga titik lemah ini sekarang digunakan oleh Ong-toanio untuk melatih serombongan anak murid perempuan untuk dijadikan pengemis, lalu diperalat untuk berebut kekuasaan dengan kawanan pengemis lelaki yang memegang pimpinan Kay-pang sekarang.
Liok Siu-siu melirik kian kemari dengan genitnya, lalu berkata pula dengan tersenyum, "Jika tidak ada peraturan yang melarang orang perempuan menjadi anggota pengemis, dengan sendirinya, juga tidak ada peraturan yang melarang orang perempuan menjadi Pangcu, sebab itulah bila kalian keberatan, boleh coba pihak lelaki kalian menampilkan seorang jago untuk berebut kedudukan Pangcu dengan Ong-toanio kami. Kalau ilmu silat dan kecerdasan pihak lelaki tidak lebih hebat daripada orang perempuan, maka perkembangan Kay-pang selanjutnya biarpun dipimpin oleh orang perempuan, hal ini kan layak dan adil?"
Ia berhenti sejenak sambil menggaruk perlahan pahanya yang digigit nyamuk tadi, karena tidak ada yang menanggapi, ia menyambung pula, "Dan sekarang Pangcu lelaki kalian jelas tidak dapat melebihi Ong-toanio kami, baik ilmu silat maupun kecerdasannya, maka kedudukan Pangcu seyogianya diserahkan kepada Ong-toanio, dalil ini kan cukup sederhana dan harus kalian terima."
Mendadak Ciok King membentak, "Sungguh anak perempuan yang ceriwis, kepandaianmu bicara sungguh bisa menghidupkan orang mati. Akan tetapi orang she Ciok justru tidak dapat menerima ocehanmu, nah, boleh kita tentukan dalam pertempuran saja ...."
"Hihi, apabila kau anggap aku sembarang mengoceh, kan seharusnya kau bantah dengan ucapanmu yang lebih masuk di akal .... Aduh, kenapa pahaku makin lama makin gatal," seru Siu-siu mendadak. "Eh, tanganmu kasar dan besar, maukah kau garuk pahaku yang gatal ini?"
Sembari bicara pahanya yang putih mulus itu terus diangkat dan disodorkan ke depan Ciok King.
Jantung Ciok King berdetak, cepat ia menyurut mundur dua tindak.
Siu-siu terkikik, katanya, "Hah, jika pahaku saja tidak berani kau pegang, masakah kau berani bicara tentang bertempur segala, kukira lebih baik ...."
278 Koleksi Kang Zusi
Belum lanjut ucapannya mendadak sesosok orang melayang tiba sambil berseru dan tertawa,
"Haha, kau bilang pahamu gatal" Baik, biar kugaruk pahamu, bagian mana yang gatal?"
Suara tertawanya aneh, kelakuannya kocak, siapa lagi dia kalau bukan Ong Poan-hiap. Dan paha Siu-siu lantas dipegangnya.
"Kau berani"!" bentak Siu-siu gugup, paha ingin ditarik kembali, tapi entah cara bagaimana, tahu-tahu tumit kaki telah kena dicengkeram orang.
"Ehh, bagian mana yang gatal?" tanya pula Ong Poan-hiap dengan tertawa.
"Singkirkan tanganmu yang kotor?" bentak Siu-siu pula, berbareng kedua tangan lantas menebas ke depan, cepat dan jitu serangannya, kesepuluh jari yang lentik laksana sepuluh belati, asalkan kena tertebas, sukar dibayangkan bagaimana akibatnya.
Akan tetapi suara tertawa Ong Poan-hiap tambah nyaring, meski cepat serangan Siu-siu tetap tidak mampu menyentuhnya.
Mendadak Ngo Jing-jing juga membentak, sebelah kaki melayang, langsung menendang bagian iga Ong Poan-hiap.
Tendangan ini datangnya cepat tanpa suara, serupa tendangan kilat tanpa bayangan, semacam kungfu andalan Siau-lim-pay. Padahal Siau-lim-pay sekte selatan selamanya tidak ada murid perempuan, entah dari mana pengemis perempuan ini belajar kungfu Siau-lim-pay yang lihai ini.
Melihat kelihaian tendangan Jing-jing, Yap Ling dan lain-lain sama menjerit kaget. Siapa tahu, mendadak tangan Ong Poan-hiap yang lain meraih ke bawah dan tumit kaki Ngo Jing-jing juga kena dipegangnya.
"Kungfu hebat," sorak Ciok King sambil berkeplok.
Belum lenyap suaranya, terdengar seorang mengeluh perlahan di tengah kabut berwarna, "Ah, juga tidak terlalu hebat, paling-paling cukup untuk menganiaya seorang nona cilik."
Meski kaki terpegang orang dan tidak dapat berkutik, namun Ngo Jing-jing dan Liok Siu-siu tidak memperlihatkan rasa gentar atau gugup, mendengar ucapan itu, ujung mulut mereka malahan menampilkan senyuman gembira.
Asap berwarna mulai lenyap, serombongan gadis jelita melompat ke pantai sambil tertawa riang, ada yang telanjang kaki, ada yang kelihatan pahanya, kebanyakan baju yang mereka pakai sudah rombeng, sambil berkeplok mereka berolok-olok setengah menyanyi, "Ong Tua, tidak tahu malu, bau busuk kaki, enak bagimu!"
Empat gadis jelita lain membawa sebuah meja bundar tua, di atas meja penuh tertaruh pita kain sutra yang berwarna-warni.
Di tengah onggokan pita aneka warna itu duduk seorang nyonya cantik bersolek berlebihan, alisnya panjang hingga mendekati pelipis, meski sudah jelas mulai kelihatan keriput tua, namun lirikan matanya masih menggiurkan serupa gadis remaja dan membuat orang lupa pada kelakuannya yang aneh dan dandanannya yang rombeng.
Melihat nyonya cantik ini, tanpa terasa kening Ciu Hong bekernyit, gumamnya, "Ong-toanio"
Hm, Ong-toanio ...."
Sementara itu dendang kawanan gadis tadi sudah mereda, Ong-toanio melirik Ong Poan-hiap, katanya sambil menggeleng kepala, "Hah, tokoh angkatan tua terkemuka kenapa memegangi 279
Koleksi Kang Zusi
kaki nona cilik dan tidak mau dilepaskan, apakah tidak memalukan?"
"Memang agak memalukan, biarlah kulepaskan dia," ucap Ong Poan-hiap.
Mendadak dari tubuhnya timbul suara seorang lain, "Tidak, tidak boleh, lepaskan mereka begitu saja, aku si Ong latah yang pertama keberatan."
"Oo, lantas kau mau apa?" suara Ong Poan-hiap menanggapi.
Suara si latah yang timbul dari perut Ong Poan-hiap menjawab, "Asalkan Ong-toanio membebaskan Pangcu kita, segera kita pun melepaskan kedua budak ini, jual-beli yang adil dan tidak merugikan siapa pun."
Ong-toanio terkekeh, "Hehe, jika demikian, jadi kau gunakan kedudukan Pangcu untuk dibandingkan dengan kedua budak cilik ini" Wah, kan terlampau menilai rendah bekas Pangcu kalian."
"Habis apa kehendakmu?" tanya Ong Poan-hiap.
"Begini," kata Ong-toanio dengan mengerling genit. "Aku hanya duduk di atas meja ini tanpa bergerak, bilamana dalam 300 jurus dapat kau tangkap kakiku, segera kubebaskan Pangcu pujaan kalian. Sebaliknya, maka urusan ini tidak boleh lagi kau sebut-sebut dan harus mengangkatku sebagai Pangcu, memangnya aku tidak lebih unggul daripada tua bangka kecil itu?"
Sinar mata Ong Poan-hiap mencorong terang, teriaknya, "Baik, sekali berjanji ...."
"Betapa pun tidak boleh dijilat kembali!" sambung Ong-toanio dengan tertawa.
Ong Poan-hiap lantas membentang kedua tangannya, Ngo Jing-jing dan Liok Siu-siu terlempar ke sana, serunya, "Jadi!"
Serentak para pengemis juga penuh semangat dan tegang.
Hendaklah maklum, gerak tangan Ong Poan-hiap justru terkenal cepat dan jitu, kungfu andalannya "Hun-kong-ciok-eng-jiu", gerak tangan menangkap bayangan secepat kilat, adalah ilmu menangkap paling lihai di dunia persilatan, selama ratusan tahun ini memang banyak orang yang berlatih ilmu tangkap itu, namun sejauh ini hanya Ong Poan-hiap saja dianggap sebagai jago nomor satu dalam hal kungfu tersebut. Maka kalau Ong-toanio benar cuma duduk tanpa bergerak, tentu sangat mudah bagi Ong Poan-hiap untuk menangkap kakinya. Namun Ong-toanio hanya tertawa nyaring serupa bunyi genta, katanya kemudian, "Baik, silakan mulai!"
Tangan bergerak, onggokan pita warna-warni yang menutupi tubuhnya diungkapnya ke samping.
Serentak Ong Poan-hiap menubruk maju, kedua tangan terjulur cepat, seperti hendak mencengkeram, serupa pura-pura juga, akan tetapi gerak susulannya yang sukar diduga membuat orang tidak tahu cara bagaimana harus mengelak.
Siapa tahu, baru saja kedua tangan terjulur, seketika ia melongo kaget.
Kiranya dapat dilihatnya kedua kaki Ong-toanio dimulai dari batas dengkul, ternyata sudah buntung. Jadi pada hakikatnya Ong-toanio itu tidak punya kaki, lalu cara bagaimana Ong Poan-hiap akan dapat menangkap kakinya"
Kejadian ini sungguh sama sekali di luar dugaan Ong Poan-hiap, seketika ia tidak sanggup bersuara, dengan terkesima ia pandang pita warna-warni yang berserakan di atas meja.
280 Koleksi Kang Zusi
Kawanan gadis sama berkeplok tertawa dan berdendang lagi, "Haha, Ong tua, licin seperti setan, akhirnya kau termakan juga oleh akal Ong-toanio!"
Setiap anggota Kay-pang menjadi panik, maklumlah, pertaruhan yang telah disepakati tadi sungguh terlampau penting bagi mereka. Apabila Ong Poan-hiap mengalami kekalahan, maka beribu anggota Kay-pang yang tersebar di seluruh negeri harus tunduk di bawah pimpinan perempuan tua yang misterius dan tidak jelas asal usulnya ini. Dan nama baik Kay-pang yang sudah bersejarah ratusan tahun kan juga akan hanyut begitu saja.
Ong-toanio tertawa terkial-kial, katanya kemudian, "Nah, Poan-hiap saudaraku, sekali ini kau terperangkap olehku, lekas panggil Pangcu padaku."
Belum lagi Ong Poan-hiap menjawab, anak murid Kay-pang serentak ribut.
Ong-toanio melirik genit, ucapnya dengan tertawa, "Seharusnya kalian merasa gembira mendapatkan Pangcu serupa diriku ini, apa yang kalian ributkan?"
Lembut suaranya, namun dapat didengar jelas oleh setiap anggota Kay-pang, ia cuma melirik sepintas, namun seakan-akan menyapu pandang muka setiap anak murid Kay-pang. Setiap orang yang merasa dilirik seketika lupa pada usia Ong-toanio dan juga melupakan kakinya yang buntung.
Bahwasanya seorang perempuan cacat badan dapat membuat orang lupa atas kekurangan badannya, maka dia selain perlu mahacantik juga harus mempunyai kecerdasan yang memesona serta daya tarik yang mahabesar.
Karena terkesima oleh lirikan maut Ong-toanio itu, tiada seorang pun anak murid Kay-pang yang bersuara ribut lagi.
Lirikan Ong-toanio akhirnya hinggap pada wajah Ong Poan-hiap, kerlingannya semakin genit, senyumnya semakin menggiurkan, bisiknya lirih, "Nah, bagaimana" Kau mengaku kalah?"
Pandangan Yap Ling bertiga tanpa terasa sama teralih kepada Ong Poan-hiap, wajah mereka kelihatan cemas dan prihatin, maklumlah, jawaban Ong Poan-hiap sungguh sangat besar pengaruhnya bagi mereka.
Terdengar Ong Poan-hiap menjawab sekata demi sekata, "Ya, aku menyerah kalah!"
Tubuh Yap Ling bertiga tergetar, hampir saja mereka jatuh terkulai.
"Bagus ...." ucap Ong-toanio dengan tertawa senang.
Siapa tahu, baru saja suara tertawa Ong-toanio bergema, tiba-tiba dari perut Ong Poan-hiap juga bergema suara tertawa orang, tertawa yang lebih nyaring daripada Ong-toanio dan berkata, "Ong-toanio, rupanya kau juga terperangkap olehku!"
"Apa katamu?" Ong-toanio menegas dengan bingung.
Suara kasar aneh itu menjawab, "Kau tahu, tubuh ini hanya separuhnya milik Ong Poan-hiap, meski dia mengaku kalah, tapi aku Ong si latah kan belum pernah menyerah"!"
Air muka Ong-toanio berubah seketika, tapi segera ia tertawa genit pula. Perubahan air mukanya yang cepat sungguh sukar diraba orang apa kehendaknya.
"Huh, dalam keadaan demikian kau masih bisa tertawa, sungguh hebat," kata Ong Poan-gong alias Ong setengah latah.
281 Koleksi Kang Zusi
Ia lantas mengelilingi meja bundar itu, mendadak ia menyerang secepat kilat, mengincar "Koh-ceng-hiat" kedua bahu Ong-toanio. Dan ternyata Ong-toanio sama sekali tidak mengelak sehingga tutukan Ong Poan-gong tepat mengenai sasarannya.
Anak murid Kay-pang terkejut dan bergirang, siapa tahu kawanan gadis itu tidak kaget atau khawatir, sebaliknya malah tertawa senang.
Meski terkesiap juga, namun Ong Poan-gong terus menyerang lagi, ia tutuk pula Hiat-to hampir seluruh tubuh Ong-toanio sambil berkata dan tertawa, "Haha, sergapan mendadak memang bukan perbuatan yang gemilang, tapi aku Ong Poan-gong memang juga bukan orang baik.
Maka janganlah Ong-toanio marah atas perbuatanku."
Sembari bicara, kedua tangan bekerja cepat, hanya sekejap saja puluhan Hiat-to pada tubuh Ong-toanio sudah ditutuknya secara rata.
Melihat itu, selain kawanan pengemis Kay-pang merasa girang, Po-ji juga ikut senang, soraknya sambil berkeplok, "Haha, paman Ong memang hebat."
"Hm, belum tentu," jengek Ciu Hong tiba-tiba.
Benar juga, tiba-tiba terdengar Ong-toanio menarik napas panjang dan berkata, "Bagaimana, sudah puas kau tutuk diriku?"
Ong Poan-gong tertawa, jawabnya, "Aku hendak menutuk pula Hiat-to bisumu, supaya kau tidak dapat memaki orang lagi."
Habis berucap, secepat kilat ia menutuk lagi. Caranya menutuk seperti sangat umum, malahan serupa perkelahian orang jalanan dan rada kasar.
Namun dalam pandangan kaum ahli, jurus serangannya itu justru sangat hebat, dalam keadaan tertutuk, sebenarnya Ong-toanio sudah tidak bisa berkutik. Tapi waktu menyerang lagi, Ong Poan-gong tetap berlaku sangat hati-hati, serangan susulan masih terus dilancarkan, kawanan pengemis juga ikut bersorak memberi semangat.
Ketika tutukan Ong Poan-gong tampaknya hendak mencapai sasaran lagi, mendadak Ong-toanio juga angkat sebelah tangannya, bukan untuk menangkis melainkan untuk membetulkan rambutnya, lalu berucap dengan tertawa, "Masih mau serang lagi?"
Ong Poan-gong melengak, beratus pengemis tidak dapat bersorak lagi. Beratus pasang mata dapat melihat dengan jelas menyaksikan Ong-toanio tertutuk puluhan kali dan tepat mengenai Hiat-to, seharusnya nyonya cantik itu tidak bisa lagi berkutik, tahu-tahu dia masih dapat mengangkat sebelah tangan, hal ini membuat kawanan pengemis itu lebih kaget daripada melihat setan.
Po-ji juga terbelalak heran, desisnya, "Rasanya Hiat-to ditutuk pun pernah kurasakan, dalam keadaan begitu, biarpun mengerahkan segenap tenaga pun sukar menggerakkan sebuah jari, tapi sekarang Ong ... Ong-toanio ini masih dapat bergerak bebas, apakah dia menguasai ilmu sihir atau karena kepandaian tutuk paman Ong yang tidak manjur?"
"Ilmu tutuk Ong Poan-hiap meski bukan kepandaian khas yang mahalihai, namun juga agak berbeda daripada kungfu dunia Kangouw umumnya, caranya menutuk cepat dan tepat, namun juga terdapat suatu kelemahan besar."
Po-ji mendengarkan dengan penuh perhatian, nyata pandangannya terhadap ilmu silat sudah banyak berubah, tidak jemu lagi seperti dulu, malahan mulai menaruh minat, buktinya ia lantas tanya. "Apa kelemahannya?"
"Gerak tutukan Ong Poan-hiap itu cepat tapi kurang kuat, tidak dapat membuat sasarannya 282
Koleksi Kang Zusi
mengalami cedera apa pun," tutur Ciu Hong.
"O, kiranya dia menutuk kurang keras, pantas Ong-toanio tidak cedera," kata Po-ji.
"Biarpun begitu, orang biasa bila terkena tutukan Ong Poan-hiap itu, sedikitnya perlu 12 jam kemudian baru dapat bergerak," kata Ciu Hong.
"Jika begitu, mengapa Ong-toanio dapat ...."
"Ini tentu ada sebabnya lagi," gumam Ciu Hong sambil menengadah, "dan sebabnya juga suatu rahasia."
Po-ji mengangguk dan tidak bertanya lagi.
"Kenapa tidak tanya pula" Memangnya kau tidak ingin tahu?" tegur Ciu Hong heran.
"Jika itu merupakan rahasia orang lain, meski kuingin tahu, kukira tidak pantas kutanya lebih jauh," sahut Po-ji.
Ciu Hong tersenyum, "Ehm, anak baik ...."
Waktu ia berpaling, dilihatnya Gu Thi-wah sedang memandang ke sana dengan termangu, ia coba ikut memandang ke arah yang diperhatikan Thi-wah, terlihatlah pertarungan sengit yang menggetar sukma.
Meski sehari-hari Thi-wah tidak menaruh perhatian terhadap sesuatu urusan, tapi sekarang ia justru memandang terkesima akan pertarungan itu, walaupun kelakuan Thi-wah masih kekanak-kanakan, namun sekarang ia kelihatan khidmat dan prihatin, ini menandakan anak lugu seperti dia juga gemar dan dapat memahami ilmu silat yang lebih mendalam.
Kiranya selagi Ciu Hong bicara dengan Po-ji, akhirnya Ong-toanio dan Ong Poan-gong juga telah saling gebrak, terlihat dua bayangan orang, yang satu diam dan yang lain bergerak.
Bayangan yang diam itu tegak serupa gunung yang kukuh, juga seperti tiang baja yang terpancang di tengah arus air yang deras, menghadapi gempuran apa pun tetap bergeming.
Sedang bayangan yang bergerak itu justru melayang kian kemari serupa burung terbang dan seperti kupu-kupu menari di atas bunga, gerak-geriknya aneh, tiada seorang pun dapat meraba ke mana arah gerakannya.
Yang paling aneh adalah bayangan orang yang diam saja itu justru adalah Ong Poan-hiap dan bayangan yang bergerak adalah Ong-toanio yang buntung.
Kedua tangan Ong-toanio kelihatan memegang sepotong tongkat pendek warna hitam, tongkat digunakan sebagai kaki dan dapat berputar secepat terbang, bila tongkat kanan menahan di tanah, tongkat kiri lantas digunakan menyerang dan begitu pula sebaliknya. Bedanya serangan tongkat kanan cepat dan ganas, sedang tongkat kiri gesit dan lincah. Sungguh kungfu yang istimewa dari seorang cacat badan yang tidak ada bandingannya.
Hendaklah maklum, setiap jenis ilmu silat, gerak perubahannya berpangkal pada kekuatan anggota badan. Tapi sekarang karena kedua kaki Ong-toanio sudah buntung, gerak tubuhnya harus mengandalkan dukungan anggota tubuh bagian atas untuk membantu gerakan paha dan dengkul.
Dan karena kakinya buntung, jarak lingkup pertahanannya juga tambah sempit, karena itu juga lebih hemat tenaga.
Yang sukar dibayangkan adalah entah cara bagaimana Ong-toanio dapat meyakinkan kungfu 283
Koleksi Kang Zusi
sehebat ini, betapa susah payah yang ditempuhnya sungguh sukar dimengerti dan membuat orang heran dan kagum pula.
Untuk melayani kungfu aneh ini, dengan sendirinya Ong Poan-gong harus lebih banyak menggunakan tenaga dan pikiran daripada menghadapi lawan biasa. Sekarang ia gunakan diam untuk menghadapi gerak, nyata ia pun dapat menemukan cara yang paling tepat.
Tapi meski dia diam saja tanpa bergerak, setiap jurus serangannya tetap membawa sifat latah, ada jurus serangan yang biasanya tidak berani digunakan orang, Ong Poan-gong justru berani menggunakannya.
Begitulah kedua orang terus serang-menyerang dengan sengit. Anak murid Kay-pang menonton di sekeliling mereka, semuanya ikut berdebar-debar dan merasa prihatin. Kawanan gadis itu berlagak tak acuh dan sembari bersenda gurau pula, tapi sebenarnya mereka pun kebat-kebit menyaksikan pertarungan seru itu.
Di sebelah sana Thi-wah bergumam sendiri, "Keparat, entah cara bagaimana perempuan itu meyakinkan kungfu setinggi itu, begitu pula orang tua itu. Jika aku dapat menguasai kungfu sehebat itu, mati pun aku rela."
Ciu Hong tersenyum dan berucap, "Di dunia ini tidak ada urusan sulit, soalnya cuma tekad orangnya saja ...."
Dia seperti bicara terhadap Thi-wah, namun pandangannya tertuju ke arah Po-ji.
Anak itu juga sedang memerhatikan pertarungan yang mendebarkan itu dengan sinar mata berkelip terang.
"Po-ji, apakah dapat kau lihat di mana letak kehebatan kungfu kedua orang itu?" tanya Ciu Hong.
Po-ji berpikir sejenak, jawabnya kemudian, "Meski Ong-toasiok diam saja, namun setiap jurus serangannya membawa sifat latah yang mendesak dan sukar dibandingi siapa pun. Sebaliknya gerak tubuh Ong-toanio enteng dan lincah, meski jurus serangannya sangat gencar, namun membawa gaya lunak ...."
"Betul," potong Ciu Hong sambil mengangguk. "Kungfu Ong Poan-gong memang diperoleh berkat pembawaannya, sebaliknya sebagian besar kungfu Ong-toanio berkat latihan ... lalu apa lagi?"
Po-ji berkedip-kedip, katanya pula, "Jurus serangan tangan kiri Ong-toanio gesit dan lincah, serangan tangan kanan keras dan kuat, tampaknya dia menggunakan tangan kanan sebagai serangan utama, tapi ... dari suara yang timbul waktu tongkatnya menyentuh tanah, suara tongkat kiri lebih berat daripada suara tongkat kanan, jelas hal ini disebabkan tongkatnya yang sebelah kiri jauh lebih berat daripada tongkat kanan ...."
Ia seperti berusaha menemukan istilah yang tepat sehingga merandek sejenak, lalu menyambung lagi, "Ia gunakan tongkat yang lebih berat untuk melancarkan serangan yang gesit, sebaliknya menggunakan tongkat ringan untuk menyerang dengan jurus maut, jelas dia sengaja hendak mengelabui pandangan lawan, padahal daya serangnya yang utama terletak pada tongkat yang kiri, tongkat kanan hanya untuk kembangan saja, cuma sayang ... sayang hal ini belum dapat dilihat oleh paman Ong."
Mau tak mau Ciu Hong menampilkan rasa heran, ucapnya, "Tidak nyana anak sekecil dirimu, juga tidak mahir ilmu silat, tapi dapat kau lihat sebab musababnya yang tidak dapat dilihat Ong Poan-gong, sungguh kecerdasanmu harus dipuji."
"Apa yang kuketahui ini kan kupelajari dari Loyacu," ujar Po-ji.
284 Koleksi Kang Zusi
"Dan sekarang tentunya kau tahu juga, sama-sama satu urusan, bilamana diperhatikan secara sungguh-sungguh dan tidak, kan sangat besar bedanya?" kata Ciu Hong dengan tersenyum.
Po-ji mengiakan.
"Baik, sekarang marilah kita pergi," kata Ciu Hong.
Melengak Po-ji, ucapnya, "Tapi ... tapi kalah menang mereka belum lagi ketahuan ...."
"Sekalipun dapat kita lihat kalah menang mereka, lalu mau apa?" sela Ciu Hong. "Melulu tenaga kita kan juga tidak mampu membantunya."
"Tapi ...."
"Sebelum Ci-ih-hou meninggal, dia serupa saka guru dunia persilatan, segala macam huru-hara dunia Kangouw dapat diatasinya, ia disegani dan dihormati orang. Namun sekarang tokoh utama ini sudah meninggal, orang-orang yang dulu menghilang mulai bergerak lagi, belum si jago pedang baju putih itu pun akan muncul pula tujuh tahun kemudian, bayangan gelap kini meliputi seluruh dunia persilatan dan membuat perasaan tidak tenteram. Selama tujuh tahun ini pasti akan terjadi kekacauan yang luar biasa, bilamana kita ikut terseret ke dalam kekacauan itu, rasanya sama sekali tidak bermanfaat dan cuma akan mengorbankan diri sendiri saja.
Sebab itulah kuharapkan sepanjang jalan hendaknya kau lebih banyak menggunakan mata dan sedikit memakai tangan."
Sementara itu pertarungan Ong-toanio dan Ong Poan-hiap masih terus berlangsung dengan sengit. Ketika galah Ciu Hong menolak, kapal kotak itu meluncur beberapa tombak jauhnya, rupanya orang tua yang misterius ini ternyata cukup menguasai kehidupan di perairan dan tidak kalah daripada Gu Thi-wah.
Po-ji coba merenungkan uraian Ciu Hong tadi, ia merasa persoalannya cukup rumit, ia menghela napas dan tidak bicara lagi.
Sebaliknya Gu Thi-wah masih mengomel karena tidak rela meninggalkan tempat ini, tapi demi melihat Po-ji sudah menurut, terpaksa ia tidak berani bersuara lagi, hanya berulang-ulang ia masih menoleh, mengikuti pertarungan di sana.
Jarak kedua tempat makin jauh dan akhirnya tidak jelas terlihat lagi, mendadak segumpal asap tebal berwarna membanjir ke arah mereka, makin lama makin tebal asap itu sehingga bumi seakan-akan tertutup seluruhnya.
Akhirnya Po-ji dan Thi-wah tidak dapat melihat apa pun kecuali asap berwarna itu. Perasaan Po-ji sangat tertekan, ia menunduk tanpa suara.
Sebaliknya Thi-wah masih terus menggerundel, "Mestinya kita tidak perlu pergi, kan menarik tontonan yang seru itu. Betul tidak, Toako?"
"Setelah kau lihat tontonan itu, mungkin kau pun tidak dapat pergi lagi," jengek Ciu Hong.
"Sebab apa?" tanya Thi-wah.
"Memangnya kalian mengira mereka tidak tahu kehadiran kita di sana?" kata Ciu Hong.
"Soalnya mereka sendiri lagi repot sehingga tidak sempat mengurus kita. Sebabnya kubiarkan kalian melihat pertarungan mereka hanya supaya kalian tambah pengalaman. Mengenai bagaimana kesudahan urusan mereka nanti, begitu Ong-toanio muncul segera kutahu."
"Oo, Loyacu sudah tahu akhir dari sengketa mereka itu nanti?" Po-ji menegas dengan heran.
"Memangnya Loyacu dapat nujum" Sungguh aku ingin tahu bagaimana akhir urusan mereka?"
285 Koleksi Kang Zusi
"Ong Poan-gong pasti kalah dan Ong-toanio pasti menjadi Pangcu Kay-pang," jawab Ciu Hong.
"Apa benar?" Po-ji menegas dengan terperanjat. "Sebab apa?"
"Apakah dapat kau terka siapa Ong-toanio sebenarnya?" tanya Ciu Hong.
Po-ji termenung sejenak, lalu menggeleng tanpa bersuara.
Sebaliknya Thi-wah lantas berteriak, "Ong-toanio ialah Ong-toanio, kenapa ditanyakan?"
Ciu Hong tidak menggubrisnya, katanya pula, "Ong-toanio ini tak lain tak bukan adalah istri kawin Ong Poan-hiap alias Ong Poan-gong, dahulu namanya terkenal sebagai Go So dengan julukan "Hou-li" (si Perempuan Rase)."
"Hah, dia ... dia istrinya?" seru Po-ji kaget.
"Betul," jawab Ciu Hong. "Go So pada waktu dulu adalah perempuan binal terkenal di dunia persilatan, sedang Ong Poan-hiap adalah jago muda yang baru menonjol di dunia Kangouw, ketika mereka mendadak kawin, hal ini pernah terjadi kegemparan di dunia persilatan.
Kebanyakan tokoh Kangouw waktu itu sama merasa sayang bagi Ong Poan-hiap, hanya aku saja yang berpendapat lain, sebab sudah kuketahui kemunafikan Ong Poan-hiap, berkat kepandaiannya yang khas, yaitu bicara dengan perut, mata telinga orang dapat dikibulinya.
Meski dia dianggap tokoh kosen setengah pendekar dan setengah latah, yang benar dia seorang jahat, licik dan munafik."
"Tapi ... tapi selama berpuluh tahun konon dia memang suka berbuat hal-hal yang bajik, namanya juga tidak pernah tercemar, tentunya Loyacu cukup mengetahuinya," ujar Po-ji.
"Hanya bagian luar saja orang ini berbuat baik, yang benar segala sesuatu ia lakukan demi kepentingan pribadi," jengek Ciu Hong. "Misalkan sekarang, karena urusan si jago pedang baju putih dia kelihatan mondar-mandir dengan giat, tampaknya dia ingin menyelamatkan dunia persilatan dari malapetaka, padahal sejauh ini ia sendiri merasa takut terhadap Ci-ih-hou, banyak urusan yang tidak berani dilakukannya karena khawatir diketahui Ci-ih-hou. Sekali ini dia justru ingin memperalat si jago pedang baju putih itu untuk melenyapkan Ci-ih-hou."
Misteri Kapal Layar Pancawarna Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Masa betul begitu?" Po-ji menegas.
"Kenapa tidak betul?" jawab Ciu Hong. "Belasan tahun yang lalu Go So pernah menggerayangi istana raja Hunlam dan bermaksud mencuri resep obat putih yang sangat terkenal mujarab itu.
Kebetulan saat itu Thi-kiam-siansing dari Tiam-jong-pay juga bertamu di istana, dengan ilmu pedangnya yang lihai kedua kaki Go So tertebas buntung dan melemparnya ke jurang, sejak itu orang Kangouw sama mengira Go So sudah mati dan Ong Poan-hiap tentu akan menuntut balas terhadap Thi-kiam-siansing, siapa tahu Ong Poan-hiap justru menyiarkan berita, katanya kelakuan Go So memang tidak baik, apa yang dilakukannya tidak ada sangkut pautnya dengan dia, ia malah berterima kasih kepada Thi-kiam-siansing yang telah menumpas kejahatan bagi dunia persilatan itu."
"Wah, tak tersangka dia ... dia berhati sekeji itu," kata Po-ji.
"Orang keji serupa dia memang jarang ada," tukas Ciu Hong. "Tapi di dunia Kangouw justru banyak manusia yang sok mengaku terhormat berbalik memuji keluhuran budi Ong Poan-hiap, katanya dia lelaki yang jarang ada bandingannya, dapat membedakan antara yang benar dan salah tanpa membela orang sendiri. Karena itu, seterusnya namanya tambah cemerlang, seumpama dia berbuat sesuatu kesalahan juga orang menganggap itulah kelatahannya, dan tidak ada sangkut paut dengan kependekarannya.
"Namun selama Ci-ih-hou masih hidup, selama itu pula Ong Poan-hiap tidak berani 286
Koleksi Kang Zusi
sembarangan berbuat. Sekarang Ci-ih-hou sudah mati, sudah kuperhitungkan pasti akan timbul intrik tertentu Ong Poan-hiap, tapi tidak terduga bahwa Go So ternyata belum mati, tapi dengan nama Ong-toanio malah muncul untuk bersekongkol dengan Ong Poan-hiap untuk rebut kedudukan Pangcu Kay-pang."
Po-ji sampai menahan napas mendengarkan cerita itu, selang sejenak barulah ia berucap dengan menyesal, "Ah, kiranya mereka bersekongkol. Pantas sekaligus Ong Poan-hiap menutuk puluhan tempat Hiat-to Ong-toanio dan tetap nyonya itu tidak mengalami cedera apa pun, tadinya kusangka kungfu Ong-toanio yang terlampau hebat, rupanya mereka sudah berkomplot dan apa yang diperbuat mereka hanya sandiwara belaka."
Ia berhenti sejenak, lalu ia menambahkan, "Begitu licik dan jahat Ong Poan-hiap, setelah tahu perbuatannya, apakah kita menyaksikan saja berlangsungnya intrik kejinya itu?"
"Banyak urusan tidak adil di dunia ini, hanya tenaga kita saja dapat berbuat apa?" dengus Ciu Hong. "Memangnya mau apa kalau tidak cuma melihat apa adanya saja?"
"Kita kan dapat membongkar tipu muslihatnya?" ujar Po-ji.
"Keterangan anak sekecil dirimu siapa yang mau percaya," sahut Ciu Hong. "Apalagi nama kebesaran Ong Poan-hiap saat ini sedang gilang-gemilang, jika kau bermaksud membongkar intriknya kan serupa capung hinggap di pilar, mana dapat membuatnya bergerak sedikit pun"
Mungkin sebelum selesai kau beri keterangan kau sudah dipukul mati orang tanpa dia turun tangan sendiri."
Muka Po-ji merah padam menahan gusar, tangan terkepal erat, tapi tidak dapat bicara lagi.
"Jika kau ingin ikut campur urusan orang lain, ingin orang lain tunduk kepada ucapanmu, untuk itu kau harus menguasai dulu ilmu silat yang paling tinggi agar orang sama menghormat dan segan padamu," tutur Ciu Hong. "Dan kau sendiri jika ingin menguasai kungfu yang tinggi, pertama harus bercita-cita dan bertekad bulat untuk itu, dengan perkataan lain kau harus mengesampingkan segala urusan lain, kemudian baru dapat menggunakan kepandaianmu itu untuk ikut campur segala ketidakadilan di dunia ini."
Po-ji berkedip-kedip, katanya tiba-tiba, "Untuk meyakinkan ilmu silat yang mahatinggi kan juga diperlukan guru yang mahapandai. Dalam pandanganku memang ada seorang guru yang mahahebat, entah Loyacu sudi membantuku untuk menemukan beliau atau tidak?"
Kedua matanya terpentang lebar dan gemerdep, ia tatap Ciu Hong dengan sorot mata tajam.
Ciu Hong memandangnya sekejap, ucapnya perlahan, "Siapa yang bisa lebih besar dibandingkan langit dan bumi, siapa yang bisa lebih kuat daripada segala benda di jagat ini"
Siapa pun yang bisa tahu lebih banyak daripada setiap perubahan alam" Maka bumi dan langit dengan segala bendanya serta perubahan alam itulah merupakan gurumu yang paling baik, memangnya siapa pula yang akan kau cari?"
Sambil menatap wajah orang tua itu, perlahan Po-ji bertanya, "Timbul tanda tanya dalam benakku, mungkinkah Loyacu sendiri adalah calon guruku mahahebat yang kubayangkan itu?"
Ciu Hong tersenyum dan tidak menanggapi.
Bola mata Po-ji berputar, katanya pula, "Kukira, bilamana aku adalah tokoh kosen masa lampau, agar jejakku tidak diketahui orang dan harus mengundurkan diri pula dari dunia ramai, maka aku pasti takkan mengasingkan diri di hutan sunyi atau di pegunungan terpencil, sebab selalu akan kesepian, juga mudah ditemukan orang, maka aku lebih suka menyamar dan ganti rupa serta mencampurkan diri di tengah khalayak ramai, bahkan akan sengaja menyaru sebagai seorang penipu yang dibenci orang. Sebab seorang penipu menyamar sebagai tokoh persilatan juga kejadian biasa, namun juga mudah terbongkar kedoknya, sebaliknya tokoh persilatan 287
Koleksi Kang Zusi
menyaru sebagai penipu, inilah yang tidak pernah terjadi di dunia Kangouw, dan orang lain mimpi pun takkan menyangka akan hal ini.
"Sungguh anak yang pintar," ucap Ciu Hong sambil tertawa menengadah. Ia tetap tidak menyangkal atau membenarkan pertanyaan Po-ji tadi, tapi sengaja tertawa untuk menutupi perubahan air mukanya.
Po-ji tidak berhenti sampai di situ, ia coba mendesak lagi, "Jika demikian halnya, entah Loyacu sudi menceritakan kisah sendiri masa lampau kepada Po-ji atau tidak?"
"Kisah masa lampau" .... Ah, sudah lama kulupa," ucap Ciu Hong.
"Benar sudah lupa?" Po-ji menegas.
Ciu Hong memandang jauh ke awang-awang, sahutnya perlahan, "Ya, sudah lupa .... Kau tahu betapa bagus ingat terhadap sesuatu, melupakan sesuatu terlebih baik pula. Hanya saja, ada sementara urusan meski orang ingin melupakannya, namun justru sulit untuk melupakannya."
Kapal kotak mereka itu tampaknya jelek dan lamban, namun sebenarnya enteng dan gesit, meski berlayar menempuh arus, satu hari juga dapat menempuh ratusan li. Malamnya mereka berlabuh di suatu tempat tambangan yang tidak dikenal namanya.
Waktu meninggalkan rumah Thi-wah, Po-ji telah membawa kertas dan alat tulis, setelah Ciu Hong dan Thi-wah sama tidur, perlahan Po-ji bangun, ia mengasah tinta dia membentang kertas ia asyik menulis hingga belasan helai kertas namun setiap helai yang tertulis ternyata serupa, yaitu "Ong-toanio adalah Hou-li Go So".
Dengan tergesa-gesa ia menulis sekian banyak, lalu perlahan menyelinap ke anjungan sana, ditemukannya belasan botol arak yang kosong, itulah bekas botol arak yang disiapkan ibu Thi-wah bagi Ciu Hong.
Ia jejalkan kertas yang ditulisnya itu ke dalam setiap botol kosong itu, sumbat botol ditutup rapat dan diikat lagi dengan kain. Habis itu ia menghela napas lega, ia menengadah dan berdoa, "Semoga botol-botol ini ada sebagian jatuh ke tangan orang Kangouw yang berhati baik sehingga rahasia Ong-toanio diketahui umum, supaya maksud keji orang jahat selekasnya terbongkar."
Setelah berdoa, ia lemparkan botol kosong itu ke sungai. Arus sungai yang bergolak tanpa kenal siang dan malam itu menghanyutkan berpuluh botol kosong itu entah ke mana.
Memandangi arus yang bergerak tiada hentinya itu, wajah Po-ji tersembul senyuman puas, gumamnya, "Meski apa yang kukatakan mungkin tidak dipercaya orang lain, tapi dengan demikian urusan mungkin akan berubah. Bila tulisan dalam botol itu dilihat orang, tentu mereka akan tertarik dan merasakan sesuatu yang misterius, dan biasanya terhadap sesuatu yang misterius orang suka mencari tahu sejelas-jelasnya."
Dengan membawa senyuman kemudian ia tidur lagi, hanya sebentar saja ia sudah lelap. Tidak diketahuinya beberapa botol itu kelak akan menimbulkan gelombang mahabesar di dunia Kangouw ....
***** Air sungai masih terus mengalir, suasana sudah banyak berubah. Kapal kotak itu semakin tua, namun Po-ji justru semakin tumbuh besar.
Dalam sekejap, tanpa terasa setengah tahun sudah lalu.
Meski setengah tahun bukan waktu yang lama, namun dalam setengah tahun ini jelas ada 288
Koleksi Kang Zusi
perubahan nyata pada diri Po-ji.
Ditiup angin, ditimpa sinar matahari yang terik, di bawah hujan lebat, menangkap ikan dan berbagai pekerjaan sehari-hari, kehidupan di perairan harus giat dan menderita, semua gemblengan kehidupan demikian telah membuat perawakan Po-ji bertambah kukuh dan kuat.
Tubuhnya tumbuh tinggi besar, kulit badannya kehitaman terjemur terik matahari.
Terkadang bilamana bercermin air sungai, ia sendiri pun pangling pada diri sendiri.
Selama setengah tahun ini telah sering ia menyaksikan pertarungan sengit tokoh dunia persilatan, juga banyak melihat perbuatan keji dan culas orang Kangouw yang suka menipu dan dusta.
Terhadap urusan duniawi kini dia sudah lebih mengerti, dan yang paling menarik baginya tetap mengenai perubahan alami.
Terkadang ia suka memandang air sungai yang mengalir tanpa berhenti itu dengan termenung-menung, memandangi gerak pohon yang tertiup angin, melihat bintang di langit, memandang awan yang berarak .... Bilamana ia termenung memandangi semua itu bisa berjam-jam tanpa bicara dan tidak bergerak.
Lalu Ciu Hong akan tanya padanya, "Dari macam-macam perubahan alami itu, sesungguhnya kau mendapat penemuan apa?"
Bola mata anak itu serentak mencorong terang, sebab dari berbagai perubahan alami itu memang telah banyak ditemukan kebenaran dan adanya sesuatu, samar-samar dapat ditemukan pula arti sejati ilmu silat, namun dia belum lagi merasa puas.
Selama setengah tahun itu pun terjadi perubahan atas diri Gu Thi-wah, tubuhnya yang memang kuat bertambah kekar dan sekeras baja. Selama itu ia pun seperti keranjingan ilmu silat.
Pada siang hari bila ia melihat sesuatu pertandingan antara tokoh dunia persilatan, maka dari berbagai jurus serangan yang hebat itu lantas diingatnya dengan baik. Malamnya, sendirian ia lantas menyingkir ke tempat sepi untuk berlatih. Orang lain cuma mendengar suaranya, waktu pulang sekujur badannya basah kuyup air keringat.
Namun sesungguhnya berapa banyak ia dapat mengingat jurus serangan yang pernah dilihatnya dan berapa banyak yang dapat dipelajarinya" Orang lain tidak tanya, dia juga tidak menerangkan.
Terkadang ia pun suka menengadah dan merenung sampai sekian lama diseling senyum seperti orang sinting. Acap kali ia suka komat-kamit sendiri, sering pula pada waktu makan ia bisa mendadak melompat bangun dan berlari keluar, lalu giat berlatih.
Orang yang tidak berubah hanyalah Ciu Hong.
Ia masih tetap minum arak tanpa bosan, sering berdendang sendiri, sering pula bicara hal-hal yang sukar dimengerti orang. Tapi bila dipikirkan dengan cermat, apa yang dibicarakan memang sangat luas artinya.
Ia tetap tidak mau bicara mengenai riwayat sendiri, terkadang ia masih berbuat sesuatu yang tidak dibenarkan, misalnya dusta dan menipu.
Bilamana perbekalan mereka sudah habis, duit juga sudah tidak ada, atau kapal mereka perlu diperbaiki, maka dia akan pergi ke salah satu kota yang berdekatan. Pulangnya tentu dia membawa segala keperluan dan berbau arak, saku pun penuh duit.
Bila Po-ji tanya dia semua itu diperoleh dari mana, maka Ciu Hong akan menjawab terus 289
Koleksi Kang Zusi
terang, yaitu hasil menipu.
Tapi pernah juga terjadi pulangnya tidak membawa sesuatu, sebaliknya dia dikejar orang dan diteriaki sebagai maling dan hendak dihajar.
Dalam keadaan kepepet, segera dia melompat ke atas kapal kotak dan cepat diluncurkan ....
Keadaan demikian persis seperti apa yang pertama kali dia dilihat Po-ji.
Namun apa pun juga yang diperbuatnya, Po-ji tetap menghormati orang tua itu.
Hari ini cuaca cerah, tanpa terasa kapal mereka berlayar sampai di dekat Wi-ho-lau atau Loteng Bangau Kuning, suatu tempat tamasya yang sangat terkenal.
Akan tetapi hari ini Wi-ho-lau bukan lagi tempat tamasya yang santai, sebab sekarang tempat ini berjubel dengan beratus orang, semuanya gagah tangkas, semuanya orang dunia persilatan.
Dari kapalnya yang masih jauh Ciu Hong bertiga sudah dapat melihat suasana di Wi-ho-lau ini.
Thi-wah lantas berkeplok tertawa dan berkata, "Aha, bagus, tampaknya sebentar ada lagi tontonan yang menarik."
"Ya, mungkin selanjutnya akan banyak jurus serangan bagus dapat kau pelajari lagi," tukas Po-ji dengan tertawa.
"Dan kau sendiri bagaimana?" tanya Ciu Hong dengan tersenyum. "Apakah jurus serangan orang tidak pernah kau ingat-ingat?"
"Tentu saja kuingat dengan baik," jawab Po-ji.
"Bagus," Ciu Hong mengangguk. "Jurus serangan orang harus kau ingat, habis itu kalau terlupa lagi tentu tidak menjadi soal daripada tidak pernah ingat sesuatu."
Hati Po-ji tergerak pula, belum lagi ia bicara, terlihat sebuah kapal besar mewah berlayar tiba, dari anjungan kapal terdengar suara tertawa riuh ramai, jelas penumpangnya sedang bersuka ria.
Kapal kotak yang ditumpangi Po-ji itu bila dibandingkan kapal layar besar mewah ini sungguh seperti langit dan bumi bedanya, segera Thi-wah mengomel, "Keparat, penumpang kapal itu entah hartawan atau pembesar macam apa, padahal isi perut mereka kan juga serupa dengan isi perut Gu Thi-wah ini."
Ketika kedua kapal berpapasan, tiba-tiba dari anjungan kapal itu terjulur sebuah kepala dan meludah ke sungai, lalu sebuah tangan yang putih bersih dan pakai gelang kemala menyodorkan sebuah saputangan kepada peludah itu, setelah mengusap muka, orang itu mengomel dengan kening bekernyit, "Sialan, mengapa air sungai ini tambah lama tambah kotor saja."
Mendadak Ciu Hong juga memaki, "Huh, justru orang sialan semacam dirimu ini terlampau banyak, suka meludah ke sungai, mengapa air sungai yang kau salahkan malah?"
Dengan gusar orang itu balas memaki, "Kurang ajar, siapa itu berani ...."
Sekilas pandang mengenali Ciu Hong, segera ia terbahak-bahak dan berseru, "Aha, kukira siapa, tak tersangka Ciu-heng adanya. Selamat bertemu kembali, ayo lekas naik kemari, biar kita minum beberapa cawan bersama."
Ternyata penumpang kapal mewah ini bukan lain daripada Pek-ma-ciangkun Li Beng-sing.
Segera Ciu Hong merapatkan kapal kotak dan menambatnya di samping kapal mewah itu, ia 290
Koleksi Kang Zusi
bawa Po-ji dan Thi-wah ke atas kapal orang. Dengan baju yang perlente dan kopiah berhias mutiara Li Beng-sing sendiri menyambut kedatangan mereka.
Ternyata pajangan di dalam kapal juga sangat mewah, penuh barang antik dan benda mestika.
Beberapa anak dara bersolek berlebihan tampak sedang memetik kecapi dan main seruling, ada yang sedang menyisir kuaci dan sebagian lagi bersenda gurau, ketika melihat seorang tua, seorang bocah gede dan seorang lagi anak tanggung yang aneh dibawa masuk Li Beng-sing dengan penuh hormat, kawanan gadis itu sama melongo heran.
Setelah memandang kawanan gadis itu sekejap dengan suara lantang Li Beng-sing berseru, "Ini Ciu-loyacu, hartawan terbesar di daerah Kanglam, hanya perangainya agak aneh, suka pesiar dalam samaran sebagai orang miskin ...."
Belum habis uraiannya, serentak kawanan gadis itu sama berdiri dan memburu maju dengan tertawa riuh, ada yang langsung merangkul pinggang Ciu Hong, ada yang merangkul lehernya, ada pula yang mengangkat Ciu Hong dan didudukkan di kursi, cepat ada yang menuangkan teh dan arak, sebagian lagi memijatnya, diberinya pelayanan kelas utama.
Tanpa sungkan Ciu Hong menerima pelayanan itu, Thi-wah juga tidak permisi lagi, ia ambil tempat duduk terus makan minum sendiri.
Li Beng-sing menepuk bahu Po-ji dan tanya padanya dengan tertawa, "Baik-baik, adik cilik?"
Melihat baju orang yang perlente dan wajah terang, kelihatan tambah gagah perkasa, dengan tertawa Po-ji menjawab, "Meski lariku lambat, untung tidak sampai mati terbakar."
Li Beng-sing tergelak dan tidak berani banyak tanya lagi, ia coba duduk di depan Ciu Hong dan mengajak bicara lagi, "Selama setengah tahun apa saja yang dikerjakan Ciu-heng?"
"Kerja apa?" sahut Ciu Hong. "Hanya terluntang-lantung kian kemari, tentu jauh dibandingkan Li-heng."
"Ah, masa?" kata Li Beng-sing dengan tertawa. Tiba-tiba ia mendesis perlahan, "Eh, konon Pui-kongcu ini sekali ini membawa dua juta tahil perak sebagai biaya perjalanan untuk menambah pengalaman, entah mengapa Ciu-heng dapat seperjalanan dengan dia...."
Belum habis ucapannya, kembali kawanan gadis tadi berlari mengerumuni Pui Po-ji, ada yang mencium pipinya, ada yang memegang tangannya, semuanya menyanjung puji, "Ai, mengapa adik cilik ini sedemikian cakapnya?"
Jilid 12. Misteri Kapal Layar Pancawarna
"Haha, bagus sekali!" seru Ciu Hong dengan tertawa. "Cukup ucapanmu yang singkat ini dapatlah menyelamatkan diriku dari kerubutan kaum betina ...."
"Ini namanya pucuk dicinta ulam tiba dan seharusnya Ciu-heng bergembira," desis Li Beng-sing.
"Tapi apa yang kulakukan tentu saja ada maksudnya. Apakah Ciu-heng tahu akhir-akhir ini di dunia persilatan telah terjadi lagi beberapa peristiwa penting. Suasana dunia Kangouw terasa mulai guncang lagi. Inilah saatnya kaum kita harus bertindak. Bilamana Ciu-heng bersedia bekerja sama denganku, kuyakin segala sesuatu pasti akan berjalan lancar."
Ciu Hong tersenyum sambil mengelus jenggot, katanya, "Coba ceritakan dulu, peristiwa penting apa pula yang terjadi di dunia Kangouw?"
"Peristiwa paling akhir yang paling menggemparkan dunia Kangouw adalah tentang pergantian 291
Koleksi Kang Zusi
Pangcu Kay-pang," tutur Li Beng-sing. "Pangcu lama konon tidak diketahui ke mana perginya, Pangcu yang sekarang tidak dikenal asal usulnya. Sebuah organisasi Kangouw terbesar dan bersejarah lama kini mengalami kekacauan, karena kejadian dalam Kay-pang ini sehingga berbagai kelompok kaum jembel di berbagai daerah juga kena pengaruhnya, bagian dalam berbagai kelompok kaum jembel itu juga terjadi huru-hara dan setiap orang sama merasa tidak aman, konon Pangcu Kay-pang yang baru sangat besar ambisinya dan bermaksud menggabungkan berbagai kelompok kaum jembel itu supaya semuanya berada di bawah pimpinan Kay-pang."
Meski Po-ji berada di tengah kerumunan nona cantik, namun dia selalu pasang telinga mengikuti pembicaraan Li Beng-sing dan Ciu Hong, sekarang ia tidak tahan dan ikut bicara katanya dengan menyesal, "Ai, tak tersangka Ong-toanio benar menjadi Pangcu Kay-pang dan kini mulai membuat huru-hara .... Lantas bagaimana nasib Ong Poan-hiap dan para sesepuh Kay-pang?"
Li Beng-sing melototinya sekejap, seperti heran mengapa anak kecil ini sedemikian paham akan urusan dunia Kangouw, di mulut ia pun menjawab, "Ong Poan-hiap, Yap Ling dan lain-lain sebenarnya merupakan pendukung Pangcu lama, seharusnya mereka berdiri menghadapi usaha perebutan Pangcu dari pihak Ong-toanio, tapi tindakan Ong-toanio ini selain keji juga dilakukan dengan sangat cermat, sudah lama ia memasang jaringan di sana-sini sehingga pihak lawan sama sekali tidak bisa berkutik."
Ia menyapu pandang sekejap semua orang, lalu menyambung, "Lebih dulu ia gunakan akal untuk menculik Pangcu lama dan sama sekali tidak mengumumkan mati-hidupnya sehingga setiap anggota Kay-pang lama waswas, kemudian ia gunakan berbagai akal lain untuk menundukkan para pimpinan cabang Kay-pang di berbagai tempat, akhirnya ia mengundang Ong Poan-hiap, Yap Ling dan lain-lain untuk bertemu di tepi pantai agar mengadakan pertandingan untuk menentukan kedudukan Pangcu, dan dalam pertarungan ini, Ong-toanio yang sudah buntung kedua kakinya itu ternyata dapat menjatuhkan Ong Poan-hiap dan membuatnya terluka parah."
"Hah, terluka parah" ...." Po-ji berseru kaget. "Wah, caranya sungguh sangat lihai. Dengan tindakan begitu, tentu tidak ada yang menyangsikan tipu muslihat mereka."
"Menyangsikan tipu muslihat apa?" tanya Li Beng-sing heran.
Cepat Ciu Hong menyela, "Tidak ada apa-apa, harap Li-heng teruskan ceritamu."
Kening Li Beng-sing bekernyit, sambungnya kemudian, "Meski Yap Ling dan lain-lain merasa penasaran, tapi pertama karena sudah ada janji lebih dulu, kedua, bila Ong Poan-hiap saja tidak dapat menandinginya, apalagi mereka sendiri. Ai, Ong Poan-hiap juga seorang lelaki perkasa, meski sudah mandi darah, namun sebelum roboh ia masih sempat memberi pesan kepada Yap Ling dan lain-lain agar menepati janji supaya Kay-pang tidak ditertawai sesama kawan Kangouw sebagai kaum yang tidak dapat dipercaya."
Diam-diam Po-ji terkesiap, pikirnya, "Lihai amat Ong Poan-hiap ini, setiap perbuatannya yang kotor ternyata selalu menggunakan keluhuran budi sebagai selubung."
Ia lihat Li Beng-sing juga sedemikian kagum terhadap Ong Poan-hiap, dengan sendirinya tidak enak baginya untuk mengemukakan pikirannya itu.
Terdengar Li Beng-sing menyambung lagi, "Dalam keadaan begitu, biarpun Yap Ling dan kawannya tidak rela, terpaksa juga harus tunduk kepada Ong-toanio. Segera pula Ong-toanio mengangkat Ong Poan-hiap sebagai Hou-hoat Tianglo (sesepuh pelindung), kedudukannya hanya di bawah Pangcu. Ai, Ong-toanio itu sungguh tokoh yang lihai dan licin, ia tahu jika segala sesuatu dilakukan atas nama pribadinya, tentu akan timbul pembangkangan orang banyak. Tapi bila setiap perintah Pangcu diteruskan oleh Hou-hoat Tianglo, terpaksa anggota Kay-pang harus menurut. Kasihan Ong Poan-hiap yang telah dikalahkan itu, akhirnya masih 292
Koleksi Kang Zusi
harus melaksanakan segala perintah Ong-toanio. Rasanya lelaki keras hati seperti Ong Poan-hiap kini sudah jarang ada di dunia persilatan."
Makin mendengarkan makin gemas Po-ji sehingga mukanya merah padam, pikirnya, "Sialan, yang kau puji selalu kebaikan, Ong Poan-hiap saja, padahal semua itu tidak lain adalah sandiwara yang telah diatur oleh mereka suami istri."
Mestinya hal itu hendak diucapkannya, namun mulutnya keburu disumbat oleh sebiji kuaci yang dijejalkan oleh sebuah tangan yang halus.
Terdengar Li Beng-sing berkata pula, "Jika keadaan begitu terus berlangsung, untuk sementara Kay-pang rasanya akan aman tenteram. Siapa tahu, baru-baru ini dunia Kangouw kembali timbul suatu peristiwa aneh yang berpengaruh besar terhadap Kay-pang."
Ia sengaja berhenti, ia menduga orang yang asyik mendengarkan ceritanya itu pasti akan bertanya kejadian aneh apa, siapa tahu sampai sekian lama tiada seorang pun yang bersuara.
Terpaksa Li Beng-sing menyambung lagi, "Kejadian aneh itu adalah ditemukannya sebuah botol arak yang terjaring oleh kaum nelayan di dekat pantai."
"Aha, itu dia ...." seru Po-ji di dalam hati.
Sekali ini Ciu Hong tidak tahan, cepat ia tanya, "Memangnya apa pengaruhnya sebuah botol arak terhadap Kay-pang?"
Li Beng-sing tersenyum, katanya, "Botol arak saja memang tidak ada artinya, yang aneh adalah botol arak yang tertutup rapat itu di dalamnya terdapat secarik kertas dengan tulisan yang berbunyi "Ong-toanio adalah Hou-li Go So"."
Bekernyit kening Ciu Hong, segera ia menoleh dan memandang sekejap ke arah Po-ji.
Cepat Po-ji menunduk dan terbenam di tengah pelukan kawanan nona cantik.
Li Beng-sing menyambung lagi ceritanya, "Mendingan jika kertas tulis itu jatuh di tangan kaum nelayan biasa, siapa duga nelayan yang menemukan pamflet itu bukan lain daripada Ting bersaudara dari Ting-keh-wan."
"Ting bersaudara itu mempunyai ibu yang sangat mereka takuti, peraturan rumah tangga mereka sangat keras, biasanya tidak boleh ikut campur urusan dunia Kangouw, memangnya apa yang terjadi setelah mereka menemukan kertas tulis itu di dalam botol arak yang masuk jaring mereka?" tanya Ciu Hong.
"Memang betul Ting bersaudara terkenal tidak suka ikut campur urusan tetek bengek di luar,"
ujar Li Beng-sing. "Namun segala sesuatu terkadang sangat kebetulan. Waktu itu di rumah keluarga Ting justru bertamu seorang yang biasanya paling suka cari tahu urusan orang lain.
Jika kukatakan orang ini, kuyakin Ciu-heng pasti juga kenal namanya."
Meski tidak ingin tanya, melihat sikap Li Beng-sing yang serbamisterius itu, tidak urung Ciu Hong menegas, "Siapa dia?"
"Siapa lagi kalau bukan Ban-tayhiap yang namanya sejajar dengan Ong Poan-hiap dan akhir-akhir ini namanya cukup termasyhur di dunia Kangouw," tutur Li Beng-sing.
Po-ji tidak tahan dan coba bertanya lagi, "Ban-tayhiap yang kalian maksudkan apakah putra Ban-lohujin yang suka berbaju penuh saku itu?"
Diam-diam Li Beng-sing merasa heran pula dari mana anak kecil ini kenal nama tokoh Kangouw terkemuka itu, tidak urung ia pun menjawab, "Ya, betul, putra Ban-lohujin itulah."
293 Koleksi Kang Zusi
"Kabarnya Ban-tayhiap ini berbeda watak dengan ibunya, jika kertas tulis itu ditemukan olehnya, maka harus bersyukurlah kita," demikian pikir Po-ji.
Meski merasa air muka anak itu agak aneh, namun tidak diperhatikan oleh Li Beng-sing, ia menyambung lagi, "Setelah Ban-tayhiap membaca tulisan itu, meski dia tidak memperlihatkan sesuatu reaksi, namun diam-diam ia mulai mengadakan penyelidikan. Bagaimana hasilnya tidak diketahui, hanya sebulan kemudian Ban-tayhiap telah menyebarkan kartu undangan kepada para kesatria untuk berkumpul di Wi-ho-lau untuk berunding urusan besar, mengenai urusan besar apa yang akan dirundingkan sama sekali tidak dijelaskan dalam kartu undangan, tapi menurut dugaanku, tentu ada sangkut pautnya dengan persoalan Kay-pang."
"Oo, pantas hari ini Wi-ho-lau sedemikian ramai," kata Ciu Hong dengan tertawa.
"Keramaian Wi-ho-lau hari ini selain urusan pertemuan yang diadakan Ban-tayhiap, konon juga akan terjadi beberapa hal yang tak terduga .... Kabarnya akan hadir juga Thi-kim-to dan hendak mengadakan perang tanding dengan musuh bebuyutannya."
"Aha, ternyata benar ada tontonan menarik, kita harus ikut meramaikannya," ujar Ciu Hong.
Dengan suara tertahan Li Beng-sing berkata pula, "Dengan sendirinya kita harus melihat keramaian ini, bisa jadi kesempatan ini dapat kita gunakan untuk bekerja."
"Ya, tepat," tukas Ciu Hong.
"Tapi sekarang peranan utamanya belum muncul, untuk menjaga gengsi, kita pun tidak perlu menunggu di sana, bagaimana kalau kita pesiar dulu di sepanjang sungai ini," kata Li Beng-sing.
Ciu Hong mengiakan dengan tertawa.
Segera Li Beng-sing tepuk tangan dan berkata kepada kawanan nona, "Ai, baru sekarang kutahu, sangu yang dibawa tuan muda kita itu sudah habis, jika kalian ingin persen, lekas kemari saja."
Kembali terjadi keributan antara kawanan nona jelita itu, ada yang tertawa dan ada yang mengomel, serentak mereka pun mendekati Li Beng-sing dan berusaha merayunya.
Po-ji menghela napas lega, bilamana kawanan nona itu tidak pergi, sungguh ia tidak tahan lagi.
Ia betulkan bajunya, lalu mendekati jendela dan coba melongok keluar. Terlihat kapal layar berlalu-lalang dengan ramainya. Ketiga kota di muara Bu-han ini merupakan pusat perdagangan sepanjang sungai Tiangkang, dengan sendirinya jauh lebih makmur daripada tempat lain.
Angin meniup sejuk, semangat Po-ji terbangkit. Didengarnya kawanan nona tadi sedang menyanyi dan menghibur tetamunya. Li Beng-sing bertepuk tangan dan bergelak tertawa sambil merangkul sini dan mencium sana.
Po-ji merasa mual, sungguh ia ingin menyumbat telinga, sedapatnya ia melongok keluar jendela sebisanya.
Dilihatnya datang lagi sebuah kapal besar menyongsong angin, empat perahu nelayan tampak mengawal di kedua sisi kapal megah itu.
Bentuk keempat perahu nelayan itu sangat aneh, tubuh perahu sempit, kepala runcing, jelas pada waktu meluncur sekencangnya pasti secepat anak panah terlepas dari busurnya. Di atas perahu itu masing-masing berdiri delapan lelaki kekar berseragam baju ungu ketat, pakai ikat kepala warna ungu juga, semuanya membawa kaitan yang tersandang di punggung dihias pita 294
Koleksi Kang Zusi
merah yang berkibar tertiup angin. Pada dada baju setiap lelaki itu bersulam sebuah huruf
"Ting" yang besar.
Di haluan kapal megah itu terdapat sebuah kursi besar beralaskan kasuran bersulam, seorang nenek beruban duduk di situ asyik udut dengan cangklongnya yang panjang berwarna zamrud.
Empat pelayan cilik, ada yang memegang payung, ada yang membawa kantong tembakau, semuanya berdiri di belakang si nenek. Lalu ada lagi dua pemuda cakap gagah berpedang berdiri di samping dan terkadang menunjuk sesuatu pemandangan indah sambil memberi penjelasan kepada si nenek.
Diam-diam Po-ji membatin, "Entah orang macam apa pula nenek ini" Melihat lagaknya, jelas bukan tokoh sembarangan."
Terdengar Li Beng-sing sedang berkata kepada Ciu Hong dengan tertawa, "Coba lihat, Ciu-heng, Lohujin (nyonya tua) ini tak-lain-tak-bukan adalah Ting-lohujin yang terkenal dari Ting-keh-wan. Sudah lama sekali nyonya tua ini tidak pernah meninggalkan Ting-keh-wan, tak tersangka sekarang dia juga muncul di sini, maka dapat diperkirakan keramaian hari ini pasti lain daripada yang lain."
"Konon Ting-lohujin ini selain masih tetap cantik molek serupa sediakala, bahkan tinggi ilmu silatnya juga sukar dibandingi orang," kata Ciu Hong.
"Ya, wajah secantik bunga, ilmu pedang semolek orangnya, inilah pemeo yang terkenal masa lampau untuk memuji kehebatan Ting-lohujin alias Liu Ih-jin ini," kata Li Beng-sing dengan tertawa.
"Bunga mekar akhirnya tentu layu, perempuan cantik pun akhirnya akan tua," tukas Ciu Hong dengan gegetun. "Sebabnya dia jarang lagi muncul di dunia Kangouw, mungkin karena dia tidak suka orang mengetahui wajahnya yang kini sudah mulai layu itu."
"Namun kisah masa muda Ting-lohujin konon sangat menarik, entah Ciu-heng mau mengisahkannya kembali?"
"Keluarga Ting sebenarnya keluarga persilatan turun-temurun, waktu mudanya Ting Biau terkenal gagah dan tampan, sekian tahun dia tergila-gila kepada Liu Ih-jin, namun Liu Ih-jin sama sekali tidak menggubris padanya. Sampai akhirnya Ting Biau bertemu dengan musuh ketika dia habis mabuk arak, dalam pertarungan di sungai meski musuh dapat dibunuhnya, tidak urung ia pun kena suatu pukulan dahsyat musuh sehingga segenap ilmu silatnya punah, walaupun masih dapat bergerak, namun keadaannya sudah serupa orang cacat. Sejak itu hidup Ting Biau tambah tidak terkontrol, setiap hari hanya tenggelam dalam mabuk, sejak itu pamor Ting-keh-wan pun runtuh dan sukar berbangkit lagi."
"Ah, sungguh menyedihkan dan harus disesalkan," ucap Li Beng-sing sambil menenggak arak.
"Keadaan Ting Biau itu sungguh mengenaskan, anak buah sama meninggalkan dia, sanak keluarga pun menjauhi dia, hidupnya miskin dan merana. Siapa tahu pada saat begitulah Liu Ih-jin yang pernah digilainya tahu-tahu datang ke Ting-keh-wan dan hendak menikah dengan dia."
"Hah, Liu Ih-jin yang bagus!" seru Li Beng-sing sambil menghabiskan secawan arak pula.
Karena tertarik oleh cerita itu, Po-ji telah duduk di samping Li Beng-sing dan tanpa terasa ia pun mengiringinya minum dua cawan arak sehingga mukanya kelihatan merah.
Terdengar Ciu Hong melanjutkan ceritanya, "Ting Biau itu seorang lelaki sejati, dalam keadaan merana begitu mana ia mau menikah dengan perempuan yang sangat dicintainya itu. Ia justru semakin tenggelam dalam dunia mabuknya. Jika perempuan lain, biarpun dahulu pernah dicintai dan sekarang Ting Biau kelihatan rusak sedemikian tentu akan ditinggal pergi. Namun 295
Koleksi Kang Zusi
Liu Ih-jin ini memang perempuan aneh, dengan sukarela ia tinggal bersama Ting Biau dan merawatnya siang dan malam, Ting-keh-wan diperbaruinya kembali, sepuluh tahun kemudian, nama Ting-keh-wan berbangkit lagi, namun Liu Ih-jin sendiri pun tambah tua dan mulai layu, sebaliknya Ting Biau yang tenggelam mabuk selama sepuluh tahun akhirnya sadar juga dan terharu terhadap kesungguhan hati Liu Ih-jin, keduanya lantas menikah, cuma waktu sepuluh tahun yang berharga pun terbuang sia-sia ...."
Po-ji sangat terharu oleh cerita itu, ia coba tanya, "Kemudian bagaimana lagi?"
"Kemudian Ting Biau belajar sastra dengan tekun dan jadilah dia seorang sastrawan ternama di daerah Kanglam dengan syairnya yang terkenal."
"Ah, sungguh menarik kisahnya," ucap Po-ji dengan gegetun, tanpa terasa secawan arak ditenggaknya lagi.
"Orang Kangouw sama tahu Ting bersaudara terdiri dari seorang mahir ilmu silat dan seorang lagi sastrawan, meski sang adik gagah perkasa, sebaliknya sang kakak lemah tak bertenaga.
Hal ini mungkin disebabkan Ting-lohujin ingin mengenangkan mendiang suaminya, maka Ting-toakongcu disuruh belajar ilmu silat."
Dalam pada itu Ting-lohujin alias Liu Ih-jin bersama kedua anaknya sudah meninggalkan kapal dan mendarat. Li Beng-sing memandang ke daratan melalui jendela kapalnya dan bergumam,
"Aha, Congpiauthau Thian-wi-piaukiok dari Han-yang, Siang Hoay-wi akhirnya datang juga ....
Itu dia Sin-ci-jiu Poa Ce-sing juga tiba .... Hah, bagus, jago muda Kim Co-lim juga tidak mau ketinggalan ...."
Dengan sendirinya Po-ji tertarik dan ingin tahu tokoh-tokoh yang disebut itu, ia juga mendekati jendela dan memandang ke sana, dilihatnya Siang Hoay-wi itu bertubuh tinggi besar dan berewok, namun kegagahannya tidak kalah dibandingkan anak muda.
Diam-diam Po-ji membatin, "Bila Thi-wah sudah tua, bisa jadi juga segagah ini."
Dilihatnya pula Poa Ce-sing itu adalah seorang pemuda berbaju perlente dan bermuka pucat, pemuda ini berdiri di haluan kapalnya seperti sedang menikmati pemandangan alam di daratan, tapi yang benar hanya anak perempuan cantik yang diincarnya, kedua matanya tampak sepat, seperti orang yang selalu kurang tidur.
Po-ji merasa geli dan berpikir, "Sin-ci-jiu (si Panah Sakti) ini tampaknya selalu kurang tidur, entah cara bagaimana dia mampu membidik panahnya dengan jitu?"
Ternyata bentuk Kim Co-lim itu paling spesial, bajunya juga paling perlente, lagaknya juga jauh lebih angkuh daripada siapa pun.
Ia menumpang sebuah kapal besar dan megah, ia pun duduk di haluan dengan jubah sulam warna-warni, kancing baju semuanya terbuat dari emas dan tampak gemerdep di bawah sinar matahari. Dua genduk cantik tampak berdiri di belakangnya, yang seorang memegang sebatang tombak panjang, seorang lagi membawa seguci arak.
Usia Kim Co-lim belum terlampau tua, yang besar adalah hidungnya, di bawah hidung yang besar itu bernaung mulut yang kecil dan tiada hentinya menenggak arak sehingga mata pun tambah merah dan berat, tiba-tiba ia mengeluarkan sebuah kotak emas, dari dalam kotak dikeluarkan pula sesuatu benda aneh terus dipasang pada mukanya, sekilas pandang benda itu serupa semacam kerudung mata sehingga kedua matanya tertutup.
"Hei, apa ini?" ucap Po-ji terkejut.
Ia coba mengawasi, akhirnya baru diketahui benda penutup mata itu adalah dua potong kristal hitam yang dibingkai dengan lingkaran emas, kedua sisi diberi benang emas untuk dicantolkan 296
Koleksi Kang Zusi
pada kedua daun kuping. Dengan begitu cahaya matahari pun takkan membuatnya silau.
Po-ji tidak tahu itulah yang dinamakan kacamata masa kini, ia tertawa geli dan bergumam,
"Pantas dia juga berjuluk si raja mata empat ...."
"Orang ini juga anak murid keluarga persilatan turun-temurun dan kaya raya. Sayang dia gemar minum arak dan tidak pandai berusaha, sehingga harta benda tinggalan orang tua hampir ludes dibuatnya minum," tutur Li Beng-sing.
"Ya, namun kungfu orang ini juga sangat hebat, apalagi kalau sudah mabuk, keperkasaannya sungguh jarang ada bandingannya," kata Ciu Hong. "Dahulu Coa Lo yang terkenal lihai dan jarang menemukan tandingan selama hidup, waktu bertarung dengan dia juga tidak lebih unggul. Pula orang ini juga berbudi luhur dan setia kawan, kelak bila kau berkelana di dunia Kangouw bolehlah mengikat persahabatan dengan dia."
"Tentu saja," kata Po-ji.
Dilihatnya si gadis yang membawa guci arak sedang menuangkan arak pula, Kim Co-lim tertawa dan memegang tangan si gadis yang putih. Agaknya gadis itu selain takut dan hormat terhadap sang majikan, agaknya juga rela diperlakukan sesukanya, maka dengan malu-malu ia manda saja dipegang.
Tiba-tiba dari dalam anjungan suara seorang perempuan membentak, "Apa itu" Berani main gila"!"
Seketika si gadis menyurut mundur dengan muka pucat, Kim Co-lim juga menyengir rikuh, agaknya juga merasa takut sehingga cawan arak yang dipegangnya jatuh berantakan.
Lalu seorang perempuan cantik bergaun warna ungu lari keluar dari anjungan, telinga Kim Co-lim dijewernya terus diseret masuk ke dalam anjungan.
"Hah, kiranya orang ini takut bini," ujar Po-ji dengan tertawa.
Ciu Hong juga tertawa, katanya, "Orang yang takut bini justru besar rezekinya."
Seterusnya banyak pula berdatangan tokoh-tokoh persilatan yang tidak dikenal, semuanya menumpang kapal dan menuju ke Wi-ho-lau.
"Jika kita hadir sekarang kiranya sudah cukup terhormat," kata Ciu Hong. "Kukira tidak perlu buang-buang waktu lagi."
"Bagus, bolehlah kita putar kembali ke Wi-ho-lau," seru Li Beng-sing kepada awak kapalnya.
Wi-ho-lau yang merupakan bangunan bertingkat itu meski cukup luas juga tidak dapat menampung beribu orang kesatria yang datang sekaligus, lantaran itulah di luar Wi-ho-lau masih berjubel pendatang yang berlapis-lapis.
Sesudah mendarat, rombongan Ciu Hong dan Li Beng-sing juga sukar naik ke atas loteng Wi-ho-lau.
Thi-wah berlagak orang kuat, katanya, "Biar kubuka jalan, mari kita mendesak ke depan!"
Segera ia pentang kedua tangannya yang besar terus hendak menerobos ke tengah kerumunan orang banyak.
"Huh, memangnya kau sangka mereka ini orang udik semua dan akan terjungkal sekali kau terjang?" ucap Po-ji.
297 Koleksi Kang Zusi
Belum lenyap suaranya, benar juga Thi-wah telah didorong kembali oleh orang, dengan menyengir ia angkat pundak. Agaknya ia sendiri kesakitan, cuma tidak enak untuk bicara.
Tiba-tiba Ciu Hong mendapat akal, serunya, "Li-heng, racun aneh yang kau derita meski cuma dapat diobati oleh Ban-tayhiap, tapi sekarang tempat ini terkurung seketat ini, hendaknya jangan sembarangan kau main desak-mendesak, sebab kalau tanpa sengaja racun pada tubuhmu juga menyentuh tubuh orang lain, kan bisa bikin susah orang?"
Serentak Li Beng-sing tahu maksud ucapan Ciu Hong, ia pun berseru, "Ya, tapi apa daya jika keadaan berjubel seperti ini. Biarlah kita mendesak maju dengan hati-hati, asalkan tidak menyentuh orang lain kan tidak apa-apa."
Sembari bicara ia terus melangkah ke depan. Dengan sendirinya pembicaraan mereka didengar orang banyak, maka sebelum dia mendekati orang banyak, beramai-ramai orang di depan sana menyingkir, semuanya merasa khawatir, ada yang mendesis, "Ssst, awas! Tubuh orang ini beracun, jangan sampai tersentuh!"
Hal ini terus diberitahukan orang lain sehingga dalam sekejap saja kerumunan orang banyak itu lantas terbuka sebuah jalan, dengan bebas dapatlah Li Beng-sing maju ke depan dibuntuti oleh Ciu Hong, Po-ji, dan Thi-wah.
Tanpa susah payah dapatlah keempat orang masuk ke Wi-ho-lau. Di bawah tangga loteng berjaga dua lelaki kekar, mereka merintangi kedatangan mereka sambil menegur, "Hanya tamu yang membawa kartu undangan saja diperbolehkan naik ke atas."
"Tentu saja kami membawa kartu undangan," kata Ciu Hong dengan tertawa. "Eh, Li-heng, perlihatkan kartu undangan yang berada padamu."
Mendadak ia berlagak bekernyit kening dan menyambung, "Tapi, ah, mungkin ... mungkin pada kartu undangan juga ketularan racun tubuhmu ...."
"Hanya diperlihatkan saja kukira tidak beralangan," ujar Li Beng-sing sambil berlagak meraba saku baju seperti hendak mengeluarkan kartu undangan.
Kedua lelaki itu saling pandang sekejap, lalu berkata, "Sudahlah, tidak perlu periksa lagi, silakan kalian naik ke atas."
Cepat mereka menyingkir agak jauh seperti khawatir ketularan racun.
Tentu saja Po-ji merasa geli, begitu naik ke atas loteng, Li Beng-sing menoleh dan berkata kepada Ciu Hong, "Akal Ciu-heng sungguh sangat bagus."
"Sst, jangan keras-keras, kalau didengar orang kan bisa runyam," ujar Ciu Hong dengan tertawa.
Kalau di luar orang berkerumun dengan padat, di dalam Wi-ho-lau ternyata tidak banyak orang yang hadir, hanya puluhan orang duduk mengelilingi ruangan tengah. Diam-diam Ciu Hong berempat mengitar ke sana dan mencari tempat luang di pojok.
Dilihatnya Ting-lohujin duduk di tengah barisan meja sana, kedua Ting bersaudara berdiri dengan sikap prihatin di samping sang ibu. Kelihatan Siang Hoay-wi, Poa Ce-sing dan Kim Co-lim juga sudah hadir. Agaknya belum sempat minum arak, maka Kim Co-lim kelihatan agak lesu. Sebaliknya perempuan cantik berbaju ungu kelihatan berseri-seri, jelas sangat gembira karena diketahuinya perempuan yang hadir di Wi-ho-lau ini tidak ada yang lebih muda dan lebih cantik daripada dia.
Po-ji coba memandang kian kemari, ia berusaha menemukan beberapa wajah yang sekiranya dikenalnya. Sayang yang duduk di depannya adalah seorang lelaki kekar dengan kopiah tinggi 298
Koleksi Kang Zusi
sehingga mengalingi pandangan bocah ini. Tentu saja Po-ji mendongkol, kalau bisa ia ingin tanggalkan kopiah orang dan digamparnya tiga kali.
Hanya Thi-wah saja yang dapat memandang seluruh ruangan dengan leluasa, cuma para kesatria dunia persilatan baginya sungguh terlampau asing, boleh dikatakan tiada seorang pun yang dikenalnya.
Terlihat para kesatria yang hadir itu sedang bisik-bisik sendiri dan ramai membicarakan apa yang akan terjadi nanti.
"Dalam pertempuran nanti, mungkin Thi-kim-to akan kalah lagi," demikian seorang mendesis.
"Belum tentu," ujar seorang lagi. "Sejak dia berkunjung pada kapal layar pancawarna, konon kungfunya sudah jauh lebih maju. Pertempuran nanti mungkin dapat melampiaskan dendamnya yang sudah tertahan sekian tahun."
"Ayo kita bertaruh, 500 tahil perak, kutaruh dia pasti kalah!"
"Lima ratus tahil perak" .... Baik, jadi!"
Lalu ada kelompok lain yang lagi bicara dengan suara tertahan.
"Hei, mengapa Ban-tayhiap belum lagi tiba" Jangan-jangan ada ... ada sesuatu kejadian dalam perjalanan?"
"Dengan nama dan kungfu Ban-tayhiap, mustahil bisa mengalami sesuatu kejadian apa, andaikan terjadi sesuatu juga pasti dapat diselesaikannya seketika."
"Habis kenapa ... kenapa sampai saat ini beliau belum lagi datang?"
"Siapa tahu ...."
Di sudut lain ada juga yang bicara dengan suara agak keras.
"Konon apa yang akan terjadi di tempat ini sangat mungkin di luar dugaan siapa pun, apakah saudara dapat menerka sesungguhnya ada urusan apa?"
"Jika dapat kuterka, tentu kejadian nanti takkan disebut urusan yang tak terduga."
"Tapi sedikit banyak rasanya dapat kuterka, kabarnya urusan ini ada ...."
"Ssst, kan kau sudah berjanji takkan sembarangan omong, masa lupa?"
Seketika yang duluan tidak jadi meneruskan ucapannya.
Selain itu juga ada yang membicarakan Ban-lohujin dan anaknya.
"Ban-tayhiap dan ibunya sudah cukup lama tidak pernah berkumpul, entah apa sebabnya."
"Ya, entah hari ini Ban-lohujin akan muncul di sini atau tidak?"
Misteri Kapal Layar Pancawarna Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Pihak Siau-lim-pay dan Bu-tong-pay tidak akan mengirim utusan ke sini, jelas mereka tidak ingin ikut campur urusan ini, tapi Tiam-jong-pay ...."
"Sst, itu dia, orang Bu-tong-pay sudah datang."
"Ya, dan yang itu adalah orang Siau-lim-pay, anak murid keluarga swasta ...."
299 Koleksi Kang Zusi
Seketika berjangkit suara berisik di sana-sini serupa pasar.
Sekonyong-konyong suara langkah yang berat timbul dari tangga loteng, dari suara langkah orang itu dapat dibedakan langkah kaki kiri agak ringan dan langkah kaki kanan lebih berat meski selisihnya tidak banyak.
Perlahan Po-ji berkata, "Pendatang ini pasti terluka."
"Toako belum melihatnya, dari mana tahu...." ujar Thi-wah dengan heran.
Belum habis ucapannya, muncul seorang lelaki kekar di ujung tangga.
Orang ini memakai jubah panjang yang sangat sederhana, mukanya lebar, mulutnya besar, alisnya tebal, mukanya agak kuning, sekujur badan dari atas ke bawah tiada sesuatu pun yang istimewa. Cuma gerak-geriknya sekarang kelihatan agak gelisah, cara melangkahnya juga terincang-incut, nyata dia memang benar terluka.
Orang ini tidak menarik, tapi demi melihat kedatangannya, serentak sebagian besar hadirin sama berdiri, bahkan beberapa orang di antaranya lantas memburu maju untuk memayangnya dan bertanya dengan khawatir, "Apakah Ban-tayhiap terluka?"
"Ah, tidak apa-apa," sahut lelaki berjubah panjang itu dengan tersenyum.
Senyumannya membuat orang yang sederhana dan wajah yang semula kaku itu berubah menjadi penuh daya tarik, bahkan baju panjang warna biru yang sudah luntur itu pun berubah menjadi menarik.
Bahwa orang inilah "Ban-tayhiap" yang termasyhur, semula Po-ji agak kecewa, tapi demi melihat senyumannya, rasa kecewanya seketika berubah menjadi gembira. Ia pikir, "Cara tertawa Ban-lohujin itu terasa seram, tak tersangka senyuman putranya justru sedemikian menyenangkan."
Beberapa orang mengiringi Ban-tayhiap mendekati Ting-lohujin dan duduk di sampingnya.
Setelah Ban-tayhiap memberi hormat kepada nyonya tua itu, kedua Ting bersaudara juga lantas menegur sapa dengan dia, pertanyaannya serupa orang lain, yaitu, "Kenapa engkau terluka"
Apakah bertemu dengan musuh di tengah perjalanan" Siapa yang melukaimu?"
"Mendingan, cuma bertemu dengan beberapa orang dan terjadi sedikit keributan ...." tutur Ban-tayhiap dengan tersenyum.
Ting bersaudara yang muda bernama Ting Yu-hong, ia menimbrung, "Jika cuma beberapa penyamun kecil saja dapat melukai Ban-toako, apakah keterangan ini dapat dipercaya."
"Ya, tidak mungkin terjadi," seru orang banyak.
"Sesungguhnya siapa yang melukai Ban-toako, mengapa tidak sudi kau katakan?" tanya Ting Yu-hong.
Ban-tayhiap tersenyum, katanya, "Urusan penting masih harus kita hadapi, untuk apa memikirkan urusan kecil ini" ...." ia merandek, lalu bertanya, "Bagaimana, apakah Ong-locianpwe sudah tiba?"
Belum lenyap suaranya, beberapa orang yang duduk di dekat jendela berseru, "Aha, itu dia, baru disebut segera muncul orangnya."
Selang sejenak, seorang naik ke atas loteng dengan tergesa-gesa, siapa lagi dia kalau bukan Ong Poan-hiap.
300 Koleksi Kang Zusi
Dia kelihatan lelah dan agak kurus, ternyata benar seperti seorang yang suka bekerja bakti bagi orang lain tanpa pamrih. Gemas sekali hati Po-ji melihat manusia munafik ini, ia sengaja tidak mau memandangnya lagi.
Hadirin di atas loteng menjadi gempar pula, meski di dunia Kangouw sudah tersiar desas-desus yang tidak baik terhadap Ong Poan-hiap, namun orang masih tetap menghormat padanya.
Begitu sampai di atas loteng, dengan cepat Ong Poan-hiap mendekati Ban-tayhiap dan bertanya dengan khawatir, "Apakah engkau terluka, apakah parah" Ai, syukurlah atas bantuanmu dalam pertarungan tadi ...."
"Sesungguhnya apa yang terjadi dalam pertarungan tadi?" sela Ting Yu-hong. "Eh, barangkali Ong-locianpwe sudah tahu apa yang terjadi, sudilah engkau mengisahkan ...."
"Oo, apakah Ban-heng belum bercerita kepada kalian" ...." sahut Ong Poan-hiap dengan menyesal. "Ai, dalam perjalanan tadi kudapat laporan bahwa ada 17 orang lelaki berkedok yang dikenal asal usulnya telah mencegat perjalanan Ban-heng, katanya kungfu ke-17 orang itu sangat aneh dan tinggi."
"Kungfu aliran mana?" tanya Ting Yu-hong.
"Entah, anak buah kami belum sempat mengenalinya, cuma dapat diduga mereka berasal dari luar perbatasan, setiap jurus serangan mereka berbeda daripada kungfu daerah Tionggoan.
Yang luar biasa adalah kungfu setiap orang itu boleh dikatakan tergolong jago kelas satu."
Semua orang sama melengak, pandangan mereka kembali terpusat ke arah Ban-tayhiap.
"Waktu kuterima laporan itu, sementara itu keadaan Ban-tayhiap sudah terancam bahaya,"
tutur Ong Poan-hiap pula. "Meski dua orang pihak lawan dapat dirobohkan, namun Ban-tayhiap sendiri juga sudah terluka dan tidak sanggup tahan lama lagi. Dengan sendirinya laporan itu sangat mengejutkan aku, cepat kususul ke sana, siapa tahu ...."
Ia menghela napas panjang, lalu menyambung dengan rasa lega, "Syukurlah berkat perlindungan Thian, Ban-heng ternyata dapat lolos dari bahaya."
Tanpa terasa para kesatria juga menghela napas lega. Diam-diam Po-ji memuji, "Ban-tayhiap ini sungguh seorang kesatria sejati, meski mengalami bencana, namun tetap dihadapinya dengan tersenyum tanpa banyak memberi komentar ...."
Dalam pada itu terdengar suara langkah orang banyak disertai suara tertawa nyaring, Ong-toanio tampak muncul di ujung tangga dalam pondongan kawanan gadis jelita, dengan tertawa ia berkata, "Bukan Ong Poan-hiap saja yang khawatir, kami pun ikut khawatir bagi Ban-tayhiap.
Cara bagaimana Ban-tayhiap meloloskan diri dari bahaya, sudikah engkau ceritakan pengalamanmu."
Sudah lama para kesatria mendengar nama tokoh aneh yang baru muncul di dunia Kangouw dan segera akan menjadi pimpinan organisasi terbesar, meski tidak ada yang kenal dia, tapi setelah mendengar ucapannya dan menyaksikan Ong-toanio duduk dalam kasuran yang didukung kawanan gadis serta tertawanya yang merdu, segera mereka dapat menduga siapa dia, tanpa terasa pandangan mereka terpusat kepada nyonya buntung itu. Po-ji juga merasakan Ong-toanio sekarang seperti sudah banyak lebih muda daripada tempo hari.
Ban-tayhiap tersenyum, katanya, "Terima kasih atas perhatian Pangcu. Tentang ke-17 orang itu, mereka memang tokoh yang jarang ada, bilamana tidak ada orang yang membantuku, mungkin saat ini jiwaku sudah melayang dan tidak mungkin dapat bertemu lagi dengan Pangcu dan tentu akan membuatku mati pun penasaran."
"Hehe, apa benar engkau sedemikian ingin menemuiku?" kata Ong-toanio dengan tertawa.
301 Koleksi Kang Zusi
"Wah, sungguh senang hatiku oleh ucapanmu ini. Tampaknya aku kan belum terlampau tua?"
Ban-tayhiap tersenyum, jawabnya, "Sebabnya terburu-buru ingin kutemui Pangcu bukanlah karena ingin melihat wajah Pangcu yang molek melainkan karena ada suatu urusan perlu kuminta bantuanmu."
"Oo, urusan apa" Apa minta kujadi comblang bagimu?" tanya Ong-toanio.
Sebagian para kesatria bekernyit kening, ada yang tertawa geli. Hanya Ban-tayhiap saja tetap berlaku tenang, katanya perlahan, "Entah Pangcu kenal asal usul ke-17 orang pengerubut diriku itu atau tidak?"
Ong-toanio berkedip-kedip dan mengerling kian kemari, katanya kemudian dengan tertawa,
"Gaya ilmu silat aliran luar perbatasan sama sekali tidak kukenal, apalagi aku pun tidak menyaksikan permainan mereka, dari mana kutahu siapa mereka, pertanyaanmu sungguh sulit kujawab."
"Gaya kungfu luar perbatasan yang dimainkan ke-17 orang itu tidak lain hanya untuk kedok penutup identitas mereka saja," sela Ban-tayhiap.
"Oo, jika begitu, aku terlebih tidak tahu siapa mereka," sambung Ong-toanio.
Ban-tayhiap tersenyum, katanya, "Untung beberapa orang di antaranya dapat kukenal, waktu kusingkap kedok mereka yang kurobohkan itu, ternyata mereka adalah anak murid Kay-pang."
Keterangan ini seketika membuat para kesatria melengak.
Diam-diam Po-ji membatin, "Sungguh perempuan yang mahakeji, sampai Ban-tayhiap juga hendak dibinasakannya agar pertemuan ini gagal sama sekali. Sekarang tipu muslihatnya telah terbongkar, entah cara bagaimana dia akan memberi alasan?"
Siapa duga nyonya buntung itu kelihatan tenang-tenang saja, katanya tetap dengan tersenyum genit, "Setiap ucapan Ban-tayhiap tentu berdasar, apa yang kau katakan tidak mungkin bohong."
Kembali semua orang melenggong, siapa pun tidak menduga dia mau mengaku begitu saja.
Terdengar Ong-toanio berucap pula dengan menyesal, "Anak murid Kay-pang memang campur aduk dari golongan mana pun, aku sendiri belum lama menjabat Pangcu, biarlah nanti akan kuselidiki hal ini, bilamana terbukti benar, tentu yang menjadi biang keladinya akan kujatuhi hukuman setimpal."
Nyata, hanya dengan beberapa patah kata saja kembali ia dapat mengelakkan tanggung jawab dengan bersih.
Tentu saja semua orang dibuat tercengang pula. Meski mereka tahu orang perempuan ini sengaja putar lidah, tapi sukar juga untuk membantahnya.
Wajah Ban-tayhiap tampak marah, katanya dengan mendongkol, "Jika demikian, jadi Pangcu sendiri sama sekali tidak tahu-menahu akan urusan ini?"
"Ai, bilamana kutahu akan terjadi demikian tidak nanti kubiarkannya terjadi," ujar Ong-toanio dengan tertawa. "Memangnya aku sampai hati membiarkan pendekar berbudi serupa Ban-tayhiap menjadi korban kerubutan mereka?"
"Bilamana kumati, kan tidak ada orang lain lagi yang dapat mengusut asal usulmu"!" jengek Ban-tayhiap.
302 Koleksi Kang Zusi
Air muka Ong-toanio berubah merah padam, tapi cepat berubah dingin pula, jawabnya,
"Memangnya asal usulku apa yang harus kusembunyikan sehingga takut akan diusut orang"
Dengan kedudukan Ban-tayhiap yang terhormat, hendaknya setiap perkataanmu perlu memberi pertanggungjawaban dan memberi buktinya, apabila segala sesuatu cuma berdasarkan desas-desus saja dan sembarangan menuduh, biarpun aku bukan tandinganmu juga akan kuminta keadilan kepada para pahlawan sedunia."
Saking gusar Ban-tayhiap berbalik tertawa malah, serunya, "Haha, sungguh perempuan yang pintar putar lidah. Biarlah orang she Ban ingin belajar kenal dengan kungfumu apakah sama lihainya serupa lidahmu."
Berbareng ia lantas berdiri dan siap tempur.
Mendadak terdengar Ting-lohujin membentak, "Nanti dulu! Jika kau tidak dapat memberi buktinya, dengan sendirinya orang banyak akan mencari dan membikin perhitungan denganmu, buat apa orang bergebrak denganmu sekarang?"
Suaranya perlahan tapi mantap, setiap katanya cukup berbobot, diam-diam para kesatria sama memuji bahwa jahe memang lebih pedas jahe yang tua.
Ban-tayhiap melengak, lalu duduk dengan lemas.
Ong-toanio tertawa dan berkata, "Yang ini tentunya Ting-lohujin adanya" Ucapan Lohujin sungguh cocok benar dengan jalan pikiranku."
Ting-lohujin tersenyum, katanya, "Tapi urusan yang tidak ada bukti ini, jika diharuskan memberi pembuktian terang sangat sulit, sebab orang yang pernah melihat wajah asli Hou-li Go So dahulu memang tidak banyak, kalau ada sebagian sudah mati terbunuh olehnya ada yang hidup merana dan akhirnya juga binasa."
"Aduh, masakah di dunia ini ada perempuan selihai itu?" kata Ong-toanio dengan tertawa. "Eh, Ting-lohujin, pada waktu mudamu entah lebih lihai tidak daripada dia?"
Ting-lohujin tidak menghiraukannya, ia cuma tersenyum dan berkata, "Tapi meski orang-orang itu hampir seluruhnya sudah mati, untung masih sisa sebelas orang."
"Oo, di mana?" tanya orang banyak serentak.
"Di antara ke-11 orang itu, kecuali dua orang yang tidak diketahui jejaknya, empat orang lagi jauh tinggal di luar perbatasan, sisa lima yang lain sudah kuundang kemari, sekarang mungkin sudah dalam perjalanan dan hampir tiba di sini."
Keterangan Ting-lohujin ini dengan sendirinya menimbulkan kegemparan pula, bahkan beramai-ramai sama melongok ke luar jendela untuk melihat barangkali ada kedatangan tamu baru lagi.
Tiba-tiba Ong-toanio mendengus, "Hm, apabila Ting-lohujin sembarangan mendatangkan beberapa orang bajingan tengik untuk menuduh aku inilah Go So, itu kan memfitnah namanya."
"Kelima orang ini adalah tokoh persilatan setempat, juga terkenal jujur dan setia kawan, mereka adalah Jian-kin-tan Ciok Bing, Thi-ciang Lim Kiang, Sian-jin-kiam Song Ki-kong, Wi-tin-pat-hong Go Lip-tek dan Hwe-leng-koan Ong Beng. Berdasarkan keterangan kelima tokoh terkemuka ini, memangnya siapa yang menyangsikannya?"
Ini memang terbukti, sebab setiap kali ia sebut nama tokoh-tokoh itu, setiap kali pula mendapat sorakan orang banyak.
Ong-toanio tersenyum, katanya, "Jadi kelima orang itulah yang kau maksudkan" Baik, kuyakin, mereka pasti takkan memfitnahku, rasanya aku pun tidak perlu khawatir."
303 Koleksi Kang Zusi
Melihat sikap Ong-toanio tetap tenang saja, sedikit pun tidak gugup, mau tak mau para kesatria menjadi ragu, "Jangan-jangan dia memang bukan Hou-li Go So, tapi Ban-tayhiap sendiri yang berlebihan membayangkan hal yang tidak berdasar."
Tiba-tiba terlihat Ting-lohujin berdiri dan berucap dengan suara berat, "Sebelum kelima orang yang kusebut tadi datang, ada suatu urusan juga ingin kukatakan pada kesempatan ini."
Melihat cara bicara nyonya yang jarang berkecimpung di dunia Kangouw ini sedemikian serius tentu urusan yang akan disinggungnya pasti sesuatu yang penting, maka semua orang sama menahan napas dan siap mendengarkan.
Dengan perlahan Ting-lohujin lantas berkata, "Setelah pertarungan di laut timur dan Ci-ih-hou kehabisan tenaga dan gugur, si tokoh baju putih berjanji akan datang lagi tujuh tahun kemudian. Selama ini memang tidak banyak terdapat tokoh muda di dunia Kangouw, namun setiap jago muda yang ada hampir semuanya bertekad ingin menempur si tokoh baju putih pada tujuh tahun yang akan datang, soalnya bilamana kalah dalam pertarungan ini, paling banter juga terbunuh saja dan habis perkara, dan mengadu jiwa biasanya memang bukan soal bagi orang muda, sebaliknya kalau dia menang, jelas namanya akan tersiar ke seluruh jagat dan beribu jiwa kaum kesatria dunia Kangouw juga akan diselamatkan olehnya."
Ia bicara dengan penuh semangat dengan sinar mata mencorong terang, kegagahan masa mudanya dapatlah dibayangkan.
Setelah menghela napas, Ting-lohujin melanjutkan lagi, "Cuma kaum muda ini, baik mengenai ilmu silatnya maupun mengenai pengalamannya jelas sangat sukar untuk dapat mengalahkan tokoh baju putih itu. Untuk bisa mengatasi lawan misterius itu, kukira hanya satu-satunya orang yang pernah bergebrak dengan si baju putih dan masih hidup sampai sekarang, kalau dia dapat menguraikan di mana letak rahasia dan ciri ilmu pedang si baju putih untuk dipelajari bersama, kalau tidak, jelas pedang si baju putih pada tujuh tahun kemudian tetap akan menimbulkan banjir darah di dunia persilatan. Tentang siapa orang yang masih hidup itu, tanpa kujelaskan tentu kalian pun tahu."
Tanpa berjanji para kesatria sama mendesis dan menyebut nama seorang, "Pek Sam-kong ....
Cuma sayang, bukan saja dia tidak dapat menceritakan rahasia dan ciri ilmu pedang si tokoh baju putih, bahkan sekarang Pek Sam-kong pun menghilang."
Tergetar hati Po-ji mendengar keterangan itu.
Terdengar Ting-lohujin berkata pula, "Ya, memang betul Pek Sam-kong tidak diketahui ke mana perginya, tapi di seluruh dunia ini masih ada satu orang yang tahu jejaknya ...."
"Siapa?" tanya orang banyak serentak.
Sorot mata Ting-lohujin yang tajam mendadak beralih ke arah Kim Co-lim. Tampak tubuh Kim Co-lim tergetar dan cepat menunduk.
Pada saat itulah seorang lelaki berlari ke atas loteng sambil berseru dengan cemas, "Wi-tin-pat-hong Go Lip-tek, Go-tayhiap semalam kehilangan buah kepala, siapa pembunuhnya tidak diketahui. Tadi anak buahnya baru saja datang menyampaikan berita duka itu, katanya mohon
... mohon Ban-tayhiap sudi membalaskan dendam bagi Go-tayhiap."
Keruan suasana menjadi gempar, namun Ting-lohujin tetap tenang saja, ucapnya perlahan, "Ya, sudah tahu. Suruh pesuruh keluarga Go itu menunggu sebentar di bawah."
Lalu ia menoleh dan menatap Kim Co-lim pula dengan tajam dan bertanya, "Di mana Pek Sam-kong berada"!"
304 Koleksi Kang Zusi
Kim Co-lim menggaruk kepalanya yang tidak gatal, dengan menyengir jawabnya, "Locianpwe tanya padaku kiranya" Tentang di mana beradanya Pek Sam-kong, dari mana ... dari mana kutahu?"
"Kim-toasiauya kita kembali berlagak pilon lagi," jengek Ting-lohujin. "Seorang lelaki sejati harus berani berbuat berani bertanggung jawab, jika berlagak pilon itu namanya bunglon."
Mendadak Kim Co-lim membusungkan dada dan berteriak, "Betul, kutahu ke mana perginya Pek-tayhiap, akan tetapi kalau dia memercayai diriku, tidak layak bila kubocorkan rahasianya."
Kembali terjadi kegemparan antara orang banyak, si nyonya cantik baju ungu diam-diam menggerutu, "Goblok, sok kesatria, hanya dipancing begitu saja lantas bicara ...."
Tiba-tiba seorang lari naik ke atas loteng dan berseru, "Itu dia kereta Ciok-keh-ceng sudah datang ...."
Semua orang merasa senang, siapa tahu orang itu lantas melanjutkan, "Tapi isi keretanya adalah mayat Ciok Bing Ciok-tayhiap, tubuhnya ditembus oleh sebatang pedang panjang."
Seketika suasana Wi-ho-lau berubah ribut, di tengah berisik orang banyak Ting-lohujin berseru dengan suara lantang, "Ya, sudah tahu. Lekas sampaikan berita kilat ke Ciok-keh-ceng tentang berita duka Ciok-tayhiap, cepat!"
Mendadak suaranya berubah bengis dan menghardik terhadap Kim Co-lim, "Kim Co-lim, apa betul jejak Pek Sam-kong tidak mau kau katakan?"
"Tidak," jawab Kim Co-lim tegas.
"Tidakkah kau tahu saat ini hanya dia saja yang memegang setitik sinar harapan bagi dunia persilatan kita. Jika tidak kau katakan di mana dia berada, mungkin segenap kesatria akan bertindak padamu," bentak Ting-lohujin pula.
Mata Kim Co-lim melotot lebar, teriaknya, "Pek-tayhiap tidak sudi menjadi manusia pengecut yang tidak setia, aku Kim Co-lim juga bukan pengecut yang tidak tahu budi, sekali kukatakan tidak tetap tidak dapat kukatakan."
Ada beberapa orang lantas mencaci maki dan menubruk maju. Kim Co-lim berbangkit dan siap menghadapinya. Tapi si nyonya cantik baju ungu lantas menggebrak meja dan membentak,
"Jika dia menyatakan tidak mau bicara, itulah haknya, kalian berani paksa dia" Barang siapa memusuhi Kim Co-lim, boleh dia menghadapiku Hoa Jing-jing dulu."
Entah siapa menanggapi dengan gusar, "Sungguh perempuan bedebah!"
Belum lenyap suaranya, serentak Hoa Jing-jing menjungkirkan meja di depannya sehingga mangkuk piring berhamburan.
Di tengah jerit kaget orang banyak dan berusaha menghindari benda pecah belah itu, cepat Ting-lohujin berteriak mencegahnya, namun Hoa Jing-jing tetap mencaci maki dan tetap melemparkan segala benda yang dapat diraihnya.
Sekonyong-konyong seorang lari datang lagi sambil berteriak, "Wah, celaka ... celaka ...."
Seketika suara caci maki dan lemparan meja kursi berhenti serentak.
Dengan napas terengah orang itu berteriak pula, "Baru saja datang laporan, katanya Thi-ciang Lim Kiang, Sian-jin-kiam Song Ki-kong, keduanya sebenarnya datang bersama, tapi di tengah jalan sama-sama menemui ajalnya. Pada tubuh kedua pendekar besar itu penuh luka, biarpun malaikat dewata pun tidak mampu menyelamatkannya."
305 Koleksi Kang Zusi
Belum habis ucapannya, kembali seorang berlari ke atas loteng lagi sambil berteriak keras,
Pendekar Panji Sakti 20 Pendekar Satu Jurus Karya Gan K L Rahasia 180 Patung Mas 8
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama