Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu Bagian 15
Mereka melihat dengan jelas bahwa yang mementalkan pemimpin mereka itu
adalah kuda yang sedang di naiki nona cantik tersebut.
Langsung ketujuh orang tersebut maju mengerubutinya.
Kemampuan silat ketujuhnya tidak sebaik si botak. Tetapi karena telah nekat,
mereka berkerubut maju saja tanpa memikirkan apa lagi. Ingin rasanya mereka
menangkap gadis tersebut dan menghinanya secara beramai-ramai. Tetapi...
Ketika ketujuh orang tersebut datang mengeroyoknya telah dekat. Mereka hanya
melihat sinar hijau yang sangat terang saja. Sungguh sangat kontras warna hijau dengan keadaan salju putih disana.
Tetapi keadaan salju putih yang luar biasa luas tersebut telah ternoda oleh
beberapa barang yang terjatuh. Warna putih yang sungguh luar biasa terang
telah ternoda warna merah.
Warna merah darah...
Begitu ketujuhnya terjatuh dan terjerembab. Mereka telah kesakitan luar biasa.
Dilihatnya di tanah bersalju itu untuk melihat apa yang terjadi. Dan lantas dengan kaget, ketujuhnya seakan merasa rohnya telah terbang. Sebab 7 pasang
pergelangan tangan mereka telah terpotong oleh sebuah senjata tajam yang
sangat hebat. Hanya Qiang Ru dan 1 pemuda lainnya saja yang tidak pingsan menyaksikan
kejadian tersebut. Qiang Ru menatap ke arah nona kecil ini dengan sangat
ketakutan. "Kalian telah menangkap 17 nona dari daerah di dekat pegunungan Hua dalam 1
tahun terakhir. Kesemuanya telah kalian bunuh setelah kalian melampiaskan
nafsu kepada mereka. Sekarang kalian telah mendapat pelajaran." tutur nona ini dengan dingin.
"Kita mengakui kesalahan.. Mohon pendekar wanita mengampuni..." tutur Qiang Ru dengan memohon. Qiang Ru dan pemuda lainnya sambil khe thou
(menyembah) terus menerus di depan nona kecil ini.
"Aku tidak akan membunuh karena orang lain tiada berdaya. Kalian pergilah, bawa mereka semua." tutur Nona kecil seraya menjalankan kudanya ke depan.
"Ini... Kuda...
Kuda... Bintang biru!!!!" teriak seorang pemuda di samping Qiang Ru sambil terbata-bata.
Qiang Ru kontan terkejut.
"Ini adalah kuda-nya Pahlawan selatan. Kenapa berada padamu?"?" tutur Qiang Ru seakan tidak percaya.
Yumei, gadis kecil ini tidak menjawabnya. Dia tetap menjalankan kudanya
dengan pelan melewati dari samping.
"Kau!!! Kau bermarga Wu" Kaukah Wu Yunying?" Salah satu dari 3 wanita
tercantik di kolong langit?"?"" tutur Qiang Ru seakan tidak percaya.
Gadis kecil tidak menjawab sama sekali pertanyaan Qiang Ru. Melainkan dia
tetap menatap ke depan saja, menoleh pun tidak. Dia tetap diam seribu bahasa.
Kemudian setelah gadis kecil berkuda terpisah 20 kaki dari mereka. Dengan
cepat, Qiang Ru telah merubah warna wajahnya. Dari warna ketakutan segera
muncul wajah liciknya. Maka dengan segera dia mengeluarkan senjata rahasia
dari balik mulutnya dan memuntahkan ke arah Nona kecil di depannya.
(Orang sering bilang bahwa "penjudi" yang telah haus berjudi. Tangan kaki di potong sekalipun tetap akan berjudi. Begitu-lah keadaan Qiang Ru yang ingin
membokong Yumei dari arah belakang. Tanpa sepasang tanganpun dia tetap
memakai mulutnya)
Qiang Ru tentu sangat girang sebab lawan sekarang sedang "terbuka" daerah serangan punggungnya.
Tetapi, kegirangan di wajahnya betul terus dan untuk selamanya. Sebab sebelum
senjata rahasianya menyentuh punggung gadis kecil ini. Dia telah tewas sambil
berlutut. Wajahnya terlihat kegirangan yang luar biasa sambil menatap ke langit.
Nona kecil ini sempat berpaling dengan samping matanya ke belakang.
Tangannya membentuk dua jari yang di arahkan dari samping pinggangnya ke
belakang. Ternyata saat itu, kontan saja sinar merah telah menembuh ke ulu hati Qiang Ru.
"Ilmu... Ilmu... Jari... Dewi... Pemusnah.....?"?" tutur pemuda lainnya yang tetap berlutut sambil terbata-bata dan gemetar ketakutan.
"Aku lupa memberitahu..
Aku bermarga Xia, bukan Wu...." tutur nona kecil ini dengan suara kecil dan terbawa angin yang menderu hebat itu.
Sesaat kemudian setelah lumayan jauh, kembali terdengar nona kecil ini
menyanyi kembali dengan suaranya yang merdu sekali sambil berlalu.
*** Di perkemahan utara kota Shandang...
Zhao kuangyi telah mengatur sebuah tempat yang cukup bagus dan strategis
bagi Zhao kuangyin dan kawan-kawannya. Bahkan dia sengaja menempatkan
1000 pasukan di sana dan dipimpin oleh kakak kandungnya sendiri.
Tempat perkemahan cukup asri dengan sebelah selatan adalah sungai kecil
yang mengalir. Dan sebelah barat laut cukup dekat dengan hutan kecil. Disini,
acapkali Zhao sengaja menyembunyikan 200 orang pasukan di hutan kecil dan
meronda secara bergantian dalam 24 jam.
Zhao kuangyin dengan cepat mengatur apa pesan Jieji di kain surat kedua. Isi
kain surat kedua cukup sederhana saja. Yaitu jieji meminta kepada kakak
pertamanya untuk mendukung Zhao kuangyi mengusir Liao. Dan pesan kedua
adalah menjaga Yunying dengan baik.
Yunying masih "tertidur" saja setelah 3 minggu. Sepertinya dia dalam kondisi mati suri. Semua nadi dalam tubuhnya telah di periksa dewa ajaib. Dan dewa
ajaib mengklaim bahwa Yunying telah sehat sekali. Tetapi hanya tunggu waktu
yang baik saja untuk dirinya siuman. Kekhawatiran pihak Sung telah lepas
setengah. Tetapi bagaimanapun, Zhao dan kawan-kawan masih sangatlah berkhawatir
akan keadaan Xia Jieji. Tidak pernah ada kabar berita dari Liao bahwa Xia Jieji telah tewas. Maka daripada itu, mereka berpikir bahwa mungkin Jieji masih
berada di suatu tempat dalam keadaan hidup.
Zhao beberapa kali bahkan mengirim mata-mata ke Liao untuk mendengarkan
apa yang terjadi di tembok kota Beiping tersebut. Namun, dalam 3 minggu telah
dikirim belasan orang mata-mata. Herannya, tiada seorang pun yang kembali. Ini
telah mencemaskannya siang malam.
"Aku merasa aneh sekali. Kenapa tiada kabar berita dari Liao." tutur Zhao kuangyin kepada kawan-kawannya di kemah besar dalam satu kesempatan.
"Tidak perlu kakak seperguruan merasa khawatir. Pasti tidak terjadi apa-apa hal."
tutur Sun Shulie mencoba menenangkannya.
"Betul.. Pendekar Xia adalah orang jenius di zaman ini. Maka kesulitan kecil belum tentu berarti apa-apa baginya." tutur Pei Nanyang seraya menghibur Zhao.
Dalam 3 minggu, mereka melihat Zhao sungguh tiada nafsu makan dan tidur.
Acap kali, dia terlihat meneguk arak sendirian di tengah malam buta. Dan tidak
jarang terlihat dia tidak tidur dalam kemah, melainkan jalan-jalan saja sekitar wilayah perkemahan.
Justru ketika mereka membicarakan hal ini. Telah datang seorang yang
memberikan kabar. Zhao segera dengan cepat menyilakannya masuk.
"Panglima...
Mata-mata kita telah kembali... Tetapi...." tutur seorang dengan berlutut di depan kemah.
"Tetapi apa?"" tutur Zhao kuangyin dengan cepat.
"Mereka kembali dengan kondisi telinga telah terbabat putus...." tutur utusan pembawa berita itu sambil terlihat ketakutan.
Zhao kuangyin yang mendengarnya lantas geram. Dia beranjak cepat maju ke
depan. Ketika dia telah sampai di depan kemahnya sendiri. Telah nampak
belasan orang yang berbalut kain putih yang kemerahan langsung berlutut di
depannya. "Panglima...
Maafkan kita... " tutur mereka serentak.
Zhao dengan cepat membimbing mereka berdiri.
"Apa yang terjadi sebenarnya?"" tutur Zhao kuangyin dengan kaget.
"Kami mendengar kabar dari dalam kota Beiping. Kabar tentang pendekar Xia
tidak pernah kita dapati. Hanya saja...
Hanya saja kabarnya Hikatsuka Oda telah meninggalkan Liao. Selain itu...
Selain itu..."
"Selain itu apa kejadian lainnya?" tutur Zhao yang terlihat tidak sabar lagi.
Salah satu utusan di belakang segera mengangkat sebuah kotak.
Sebuah kotak yang cukup besar. Kotak itu cukup aneh meski bentuknya hanya
kotak biasa. "Kami tertangkap semua. Kemudian Yelu Xian... Yeluxian ingin kita
mengembalikan kotak ini kepada panglima..." tutur utusan itu sambil menangis.
Zhao heran kenapa utusan itu menangis dan dengan segera mengambil kotak
itu. Dengan cepat pula, dia masuk ke dalam kemahnya. Lalu di letakkan di atas
meja besarnya. Di atas kotak telah terdapat sebuah kertas yang sengaja di tempelkan.
Terlihat dengan sangat jelas tulisan di atas kotak itu.
"Naga yang mati...
Ini hadiah untuk anda... Selamat menikmati...."
Zhao yang melihatnya kontan lemas lututnya. Dahinya langsung berkeringat
dingin. Tangannya sungguh gemetaran.
Sun yang di sebelahnya segera membimbingnya untuk berdiri dengan benar.
Sementara itu, di dalam kemah memang terdapat dewa ajaib. Dewa ini adalah
seorang yang sifatnya selalu ingin tahu. Dia tidak mengerti apa tulisan yang
tertulis disana meski telah di bacanya berulang-ulang.
Dengan segera saja, dia beranjak maju dan membuka kotak besi tersebut.
Tetapi, kotak besi tersebut sungguh susah terbuka. Sepertinya sedang terkunci.
Pei Nanyang yang melihat kotak tersebut langsung memeras otak. Dia sedang
memikirkan sesuatu. kotak seperti ini pernah dilihatnya. Tetapi dimana" Dia
lantas terus berpikir saja.
Namun Dewa ajaib sepertinya tidak tahan lagi. Dia langsung membuka "paksa"
kotak tersebut. Dengan tenaga dalamnya dia mencoba mencungkilnya ke atas
dengan jari-jarinya.
Maka ketika kotak tersebut hampir terbuka, dan bersamaan terdengar suara
gesekan. Dewa ajaib kontan mundur karena terkejut. Begitu pula Zhao kuangyin,
Sun Shulie, Pei Nanyang.
Mereka beranjak 5 langkah ke belakang. Suara gesekan besi ternyata tidaklah
berhenti, melainkan muncul kembali suara "baru". Suara "Ssshhh" sungguh terdengar cukup memekik telinga.
Saat itu juga, Pei Nanyang teringat sesuatu. Langsung dia meneriaki semuanya.
"Awas!!!! Itu bisa meledak!!!" tuturnya seraya ingin keluar bersama mereka semua.
Pei, Dewa Ajaib, Zhao kuangyin dan Sun Shulie memang masih berada di dalam
kemah. Sedangkan Wei Jindu bersama Huang Xieling memang sedang
berpergian untuk meninjau lokasi utara kota Shandang tersebut. Mereka
berempat dengan sangat cepat ingin keluar. Namun, ketika mereka telah
mendekati pintu luar kemah. Langsung saja mereka teringat sesuatu secara
serempak. Ternyata Yunying yang masih tidak sadarkan diri masih terbaring di ujung kemah
tersebut. Kontan tak ayal, kesemuanya langsung kembali menuju ke tempat tidur Yunying
yang berada di sudut. Namun semua sudah terlambat.
Dan ledakan dahsyat di dalam kemah segera saja terjadi.
Bahkan utusan yang tadinya di depan itu segera terlempar kebelakang puluhan
kaki. Wajah mereka terbakar ledakan dengan sangat mengerikan. Dan belasan
orang tersebut telah tewas seketika.
Tetapi... Di dalam kemah justru sebaliknya. Hawa mendesir di dalam kemah terasa luar
biasa hebatnya.
Zhao kuangyin, Sun Shulie, Pei Nanyang, dan Dewa Ajaib memang berdiri di
dekat ranjang tempat Yunying mati suri itu. Tetapi keempatnya merasakan hawa
yang luar biasa dahsyat di belakangnya. Hawa mendesir yang mirip sekali
dengan hawa petarungnya Xia Jieji. Kontan keempatnya segera bermandi
keringat. Hawa "hebat" itu seakan membungkus keempat orang sehingga
keempatnya bukan saja terluka ringan, tetapi malah sedikit cedera pun tidak.
Keempatnya yang merasakan fenomena hebat langsung berpaling ke belakang.
Mereka melihat seorang wanita dengan wajah yang cantik dan terang berada di
belakang mereka.
Entah kegembiraan atau terkejut mereka menyaksikan hal tersebut. Wanita yang
di belakang mereka tiada lain benar adalah Yunying. Wanita cantik tersebut telah terbangun dari tidurnya yang hampir 1 bulan tersebut. Wanita cantik ini seakan
telah terlahir kembali.
BAB CI : Pria Bertopeng Aneh
Semua orang yang melihatnya terkejut tidak karuan.
"Bagaimana mungkin?"?" tutur Dewa ajaib yang heran luar biasa.
Zhao, Pei Nanyang, berikut Sun Shulie memang berdiri seakan tiada percaya
bahwa Yunying-lah orang yang menyelamatkan mereka semua.
"Tetapi... tetapi... " tutur Dewa ajaib seakan tiada percaya mendapati Yunying yang tersadar telah penuh oleh hawa energi Xia Jieji dan Yue Liangxu. Tentu
keadaan seperti ini tidak mungkin bagi Dewa ajaib yang merupakan tabib no. 1
sejagad sekarang.
Yunying hanya diam saja sambil mengamati ke depan dengan kosong. Setelah
beberapa lama, dia berkata.
"Mengapa" Mengapa kamu ingin membunuhku?" tuturnya berulang-ulang
dengan pelan-pelan dan tatapan kosong.
Zhao berempat terkejut juga mendengar apa kata-kata Yunying. Tetapi
keempatnya juga tidak menjawab pertanyaan Yunying yang memang sudah
diketahui maksudnya.
Yunying sepertinya masih berada dalam alam bawah sadar. Yang teringat dia
hanyalah saat terakhir ketika Xia Jieji menghantamkan jurus terakhirnya ke
arahnya sendiri.
Keempat orang ini diam saja seribu bahasa mendengar ungkapan yang terus
menerus keluar dari bibir wanita nan cantik tersebut. Tetapi ini tiada berlangsung lama.
Karena dengan tiba-tiba, kedua mata wanita cantik tersebut meredup. Dan
dengan pelan pula, dia terbaring kembali ke ranjang kecil itu.
Zhao yang melihat kondisi Yunying segera menghampirinya.
"Kenapa" Bagaimana bisa terjadi lagi?" tuturnya.
"Tidak... Dia tidak apa-apa..." tutur Dewa Ajaib kemudian setelah dia meraba nadi pergelangan wanita cantik tersebut.
Zhao berpikir sebentar kemudian dia terasa cukup heran.
"Kenapa ketika dia mati suri pertama kalinya, kamu tidak sanggup mengetahui ada energi yang begitu besar bersembunyi dalam dirinya?" tuturnya kepada
Dewa ajaib. "Itu karena energi-nya adalah energi asli dari Pemusnah raga. Bisa disimpan dan bisa diledakkan setiap saat. Tadinya tertidur seiring "tidur" -nya majikannya.
Maka daripada itu, ketika Yunying terbangun sisa energinya langsung meluap
hebat. Untunglah, dengan begitu kita semua tertolong dari ledakan itu." tutur Sun Shulie dari sebelahnya.
"Betul... Itu maksudku. Sebenarnya jika kita meraba nadi Xia Jieji ataupun Yue Liangxu
tentunya juga sama saja keadaannya." tutur Dewa ajaib sambil menggoyangkan kepalanya.
"Jika begitu, Yunying sekarang telah tergolong pendekar nomor 1" Tenaga
dalamnya sudah tiada tandingannya sejagad..." tutur Zhao kuangyin sambil
menghela nafasnya yang panjang.
"Semua sudah di rencanakan pendekar Xia. Jika begitu...
Jika begitu..." tutur Pei Nanyang seketika saat dia menyadari sesuatu di dalam benaknya sendiri.
"Jadi, maksud anda..." tutur Zhao kepadanya sambil terkejut.
"Tidak mungkin. Tidak begitu...." tutur Sun Shulie sambil menggoyangkan kepalanya.
Kata-kata mereka memang cukup membingungkan. Apalagi untuk Dewa Ajaib.
Tentu kata-kata yang terputus putus tersebut segera memancing
keingintahuan-nya.
"Mengapa ngomong terputus seperti ini?"?" tuturnya seperti dalam keadaan yang tidak sabar.
"Tidak mungkin... Sdr Xia tidak akan ada apa-apa... Tenang saja kakak
seperguruan. Kekhawatiranmu betul berlebihan." tutur Sun kepadanya dengan
perlahan. "Kenapa begitu" Bagaimana kamu bisa begitu yakin dik?" tutur Zhao kuangyin kepadanya.
"Ini karena... Jika Xia Jieji telah tewas, maka tidak mungkin mereka tidak menunjukkan asli kepala -nya di kotak tersebut. Melainkan hanya sengaja untuk
di bom sampai hancur biar kita tidak bisa mengenalinya...." tutur Pei Nanyang.
"Betul kak... Jika mereka langsung saja mengirim kepala saudara Xia, maka itu sangatlah bermanfaat, yaitu membuat moral kita menjadi hancur dan merosot.
Tetapi itu tidak dilakukannya, sebab menurutku saudara Xia pasti tidaklah
mengalami celaka.
Apakah kamu tidak akan bertaruh ketika kamu sudah tahu bahwa kamu adalah
pemenangnya?" tutur Sun Shulie kembali kepadanya.
Apa kata-kata para pendekar Sung disini memang sangatlah beralasan. Jika XIa
Jieji telah tewas. Maka mereka tidak perlu lagi mengirim BOM kotak besi
tersebut. Melainkan hanya sebuah kotak biasa saja dengan berisi kepalanya Xia
Jieji. Maka hal ini tentu akan membuat pasukan Sung telah merosot moralnya. Namun
sengaja diperbuat kotak BOM yang tujuannya adalah untuk menghancurkan
mereka semua. Sedang baik dari semua pendekar Sung, tiada seorang pun yang
mampu menandingi Yue Liangxu jika benar Xia Jieji telah tewas.
Mengapa harus bercapai lelah mengirim kotak BOM tersebut kepada mereka"
"Semoga saja analisa kalian benar tepat... Semoga..." tutur Zhao kuangyin sambil menatap ke atas tenda sambil menghela nafas berkali-kali.
Namun Sun Shulie segera berjalan melihat pecahan kotak tersebut yang telah
berantakan. Ternyata di dalam kotak sepertinya tiada isinya. Sebab menurut
perkiraan mereka pertama kali, mungkin itulah kotak untuk mengisi "kepala"
orang. Tetapi setelah di cek, ternyata tiada benda yang mirip organ kepala manusia
yang berserakan. Sesaat, Sun memberi tanda kepada Zhao yang menyatakan
bahwa tiada terjadi apapun.
"Kita perlu menunggu sekitar 2 bulan lebih lagi untuk membuka bungkusan ini."
tutur Zhao kemudian sambil mengeluarkan benda pemberian adik angkat kedua
kepadanya. "Hm..."
Mereka semua serentak mengiyakan.
*** Perjalanan gadis cantik ke barat
Nada suara seorang gadis kecil yang sangat merdu selalu mengiring
Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
perjalanannya kemana saja. Suara nan merdu darinya ketika di dengar setiap
orang, maka orang tersebut terasa sangat bergembira. Nyanyian nona cantik
tersebut selalu membuat orang yang mendengarnya terasa bersemangat. Sebab
bukan suaranya saja yang terasa sangat merdu, tetapi kelembutan suara
tersebut seakan membuat setiap pendengarnya berada dalam alam ilusi yang
sangat indah sekali.
Gadis kecil dengan kuda bintang biru masih berkuda dengan perlahan saja.
Masih Xia Yumei-lah penunggang kuda tersebut. Dia selalu mengencangkan
kudanya setiap menemui jalan yang bagus dan lempang, sementara dia akan
berkuda perlahan ketika sampai di suatu tempat yang perjalanannya cukup
payah, ataupun tempat yang cukup menarik hatinya. Tidak pernah ingin baginya
melewati saat yang cukup bergembira dengan menikmati pemandangan yang
sungguh bagus tersebut.
"Kakak kelima memintaku untuk mengambil kuda bintang biru ini untuk
sementara ketika dia berada di utara kota Shandang menuju Ji. Memang terasa
aneh. Tetapi jika dia tidak bertemu denganku, mungkin kuda ini akan dibiarkan
saja, toh kuda bintang biru pasti akan kembali kepada kakak kelima." Beberapa pikiran sedang mengganggu gadis kecil tersebut. Tetapi dia tetap berusaha ceria saja.
"Dan kakak kelima hanya berkata kepadaku untuk pergi ke barat. Entah apa
maksudnya... Yang terpenting pasti kakak kelima akan menyusulku kesana. Dia
telah berjanji kepadaku, tidak mungkin akan mengingkarinya." pikir gadis tersebut kembali sambil tersenyum-senyum.
Sesaat, kembali dia melanjutkan nyanyiannya lagi.
Pada suatu hari...
30 li sebelum kota Xi ping, atau lebih dari 200 li sebelah barat pegunungan Hua Shan. Tanah di sini telah terasa cukup tandus. Cuaca pun sudah terasa cukup
panas. Sebab daerah ini cukup dekat dengan daerah gurun tua Mongolia di arah
utara. Gadis ini memang dalam keadaan cukup santai, nyanyiannya cukup terdengar
sejak siang tadi sampai sekarang. Wajahnya yang ayu tersebut telah
bermandikan beberapa butiran keringat mengingat udara di sana telah berubah
panas. Tetapi ketika dia berkuda melewati sebuah tanjakan menyamping, dia dikejutkan
ada seorang pria yang berpakaian hitam sedang berdiri seakan menunggunya.
Lantas, Yumei langsung berhenti dan melihat ke depan. Melihat seorang pria
yang sedang menantikannya. Jaraknya dengan pria tersebut tidaklah dekat.
Hampir 10 tombak lebih.
Seorang pria yang menampilkan sisi kharismatik di kedua bola matanya yang
bersinar terang. Wajahnya terasa sungguh tidak asing bagi Yumei sendiri ketika
dia telah datang cukup dekat.
Tanpa perlu lama, Xia Yumei segera turun dari kuda bintang birunya.
"Kakak kelima?"?"" teriaknya sungguh sangat bahagia dan senang mendapati seorang pemuda yang sedang bersilang tangan itu menghalangi jalannya.
Sementara itu, di sampingnya. Kuda bintang biru segera meloncat
berjingkrak-jingkrak ketika dia melihat orang yang berada di depannya tersebut.
Tetapi, pria tersebut tidaklah menyahutinya.
"Kamu.... Kamu..." tutur Yumei sambil melangkah ke depan.
Yumei cukup heran, kenapa kakaknya sendiri tidak mengenalnya. Oleh karena
itu, dia berjalan lebih dekat lagi.
Ketika hanya terpaku 2 tombak jarak mereka berdua.
Pemuda tersebut melihat dengan tajam kepadanya. Dia melihat seorang gadis
kecil yang cantik sedang memakai baju khas Tongyang. Berkaus kaki putih dan
memakai sandal dari kayu. Ini bukanlah hal yang luar biasa yang pernah
dilihatnya. Tetapi ketika matanya sedang diayunkan ke arah pinggang si gadis
kecil, dia kontan terkejut.
"Kau... Kau berasal dari Tongyang" Darimana pedang itu kau dapatkan gadis
kecil?" tuturnya ke arah Yumei.
Baru setelah pria ini mengeluarkan suara, Yumei menyadari. Orang ini meski
mirip dengan kakak kelimanya. Tetapi pria paruh baya tersebut bukanlah Xia
Jieji. Mengingat perjumpaan dengan kakak kelima beberapa minggu lalu, dia
telah melihat perawakan-nya sejak terakhir meninggalkan Tongyang. Xia Jieji
memang telah berubah, banyak hal dialaminya dalam perjalanan kembali ke
China daratan setelah 3 tahun "mendekam" di lembah Gunung Fuji, Wisma Oda.
Yumei tidak menjawab orang paruh baya tersebut, melainkan dia sapu seluruh
perawakan orang tersebut dengan bola matanya yang seakan-akan menari-nari.
"Aku menanyaimu. Darimana pedang ini berasal nona kecil?" tutur orang paruh baya tersebut kembali kepadanya.
Baru sekarang, Yumei tersadar dari angan-nya.
"Ini pedang diberikan seseorang kepadaku..." tuturnya.
"Ha Ha Ha.............."
Pemuda paruh baya tersebut tidak berkata apa-apa selain tertawa panjang saja.
"Kenapa anda tertawa tetua?" tutur gadis kecil tersebut setelah melihat orang di depannya terus-terusan tertawa tiada henti-hentinya.
Sesaat kemudian, pemuda paruh baya tersebut menghentikan tawanya. Dia
kembali melihat ke arah gadis kecil tersebut. Tetapi sorot matanya telah berbeda.
Sorot mata pemuda tersebut terkandung semacam firasat pembunuhan.
Yumei memang juga beradu pandang kepadanya. Melihat orang paruh baya ini
memandangnya dengan cara begitu. Dia malah tidak takut, dia terus
memandangnya saja.
"Gadis kecil... Kamu memiliki pedang satria, pedang tersebut hanya dimiliki keluarga kerajaan Tongyang. Kalau begitu, tentunya kamu adalah gadis dari
istana Edo. Dengan Kaisar Enyu, apa hubunganmu?" tutur pemuda tersebut.
"Oh.. Maksud anda pedang ini?" tutur Yumei seraya mencabut-nya dari
pinggangnya. Dia tidak melepas sarung pedang tersebut.
"Pedang ini diberikan Kaisar Enyu kepada seseorang. Tetapi orang tersebut
menghadiahkannya kepadaku." tuturnya.
"Pantas saja. Tidak mungkin Kaisar Enyu berani memberikannya kepadamu.
Kamu ini gadis kecil, tidak cocok dengan pedang tersebut. Pedang ini adalah
pedang Ksatria sejati." tuturnya kemudian.
"Anda menginginkan pedang tersebut?" tutur Yumei kembali kepadanya.
Pemuda paruh baya tidak menjawab pertanyaan Yumei. Namun dari sinar
matanya, Yumei sudah mampu menebak keinginan pemuda paruh baya tersebut.
Lalu dia berkata.
"Kalau mau pedang ini, nah kuberikan saja." tutur Yumei seakan acuh tak acuh sambil membalikkan gagang pedang ke arahnya.
Kontan pemuda paruh baya tersebut terheran luar biasa melihat tingkah gadis
kecil tersebut.
"Kamu ini adalah adik kecilnya Xia Jieji. Keberanianmu juga tidak di bawahnya."
tutur pemuda paruh baya tersebut setelah menghela nafas. Tidak berapa lama,
dia kemudian tertawa panjang lagi.
"Sungguh mengherankan anda ini. Kenapa dari tadi hanya tertawa saja?" tutur Yumei kembali dengan alis berkerut.
"4 Benda pusaka Tongyang. Utara : Tombak naga menebas (tonbo-giri), Selatan
: Pedang ksatria, Timur : Tombak Otegine dan Barat : Tombak Nihongo..." tutur pemuda paruh baya tersebut dan sebelum dia berkata lebih, Yumei
melanjutkannya.
"Ini diibaratkan 3 san-kong menunjang seorang Kaisar."
(3 san-kong adalah istilah. Maksudnya adalah 3 orang kepercayaan Kaisar yang
memiliki kekuasaan paling tinggi yaitu Perdana menteri, Jenderal besar, dan
Penasehat Kaisar).
"Betul.. Betul... Dahulu, ayahku dan aku tidak pernah mendapatkan pedang
tersebut. Melainkan Xia Jieji-lah orang yang bisa menerimanya." tutur pemuda paruh baya tersebut sambil menggoyangkan kepalanya.
"Pedang ini meski tajam luar biasa dan unik. Tetapi tidak memiliki keistimewaan lainnya. Dan penuh hasrat membunuh, oleh karena itu aku tidak berniat
memilikinya. Maka daripada itu, ada orang yang betul menginginkannya,
bagaimana tidak kuberikan?" tutur Yumei sambil tersenyum mengawasi pemuda
paruh baya tersebut.
"Hm...."
Waktu terdahulu, ada yang pernah kunasehati untuk membunuhmu. Tetapi orang
tersebut terlalu lemah, tidak berani turun tangan. Maka hari ini kebetulan
nasibmu sangat sial berjumpa denganku. Mau atau tidak, hari ini yang tidak
boleh lewat selain pedangmu, tentu juga dirimu." tutur pemuda paruh baya
tersebut dengan mata menyala-nyala.
Sebenarnya, maksud Yumei untuk menyerahkan pedang karena dia tahu benar
bahwa orang di depannya bukan orang sembarangan. Dengan kekerasan, gadis
kecil ini tidak yakin akan menang melawannya. Maka daripada itu, dia berniat
menyerahkan pedang ksatria kepadanya. Tetapi begitu mendengar, apa
kata-kata pria di depannya, dia tidak akan berbanyak bicara lagi.
Hanya diperlukan bertarung saja untuk menyelamatkan nyawanya sendiri.
Melihat beberapa lama kearah Yumei, pemuda paruh baya tersebut mencoba
memalingkan bola matanya ke arah belakangnya. Dilihatlah kuda bintang biru itu
diam dan melihat lurus ke arahnya. Sepertinya kuda bintang biru juga sedang
mengancamnya di sana.
"Kuda bintang biru. Pantas saja aku tidak melihatmu ketika seharusnya kamu berada di Beiping. Pantas saja..." tuturnya kemudian.
"Anda adalah Hikatsuka Oda. Ayah dari kakak kelimaku. Kenapa kalian ayah dan anak sungguh berbeda sifatnya?" tutur Yumei melihat ke arah matanya kembali.
"Betul... Tidak disangka berkat didikan anakku, kamu betul telah terlatih. Pantas kamu berani turun ke dunia persilatan meski umurmu masih sangat hijau." tutur orang ini yang ternyata adalah Hikatsuka Oda adanya.
Kenapa Hikatsuka Oda bisa berada ribuan li jauhnya dari perkemahan Liao di
arah timur laut" Hal tersebut memang cukup mengherankan.
"Kalau begitu, ada yang perlu kutanyakan." tutur Yumei kemudian.
"Kamu ingin bertanya dimanakah anakku itu?" tanya Hikatsuka kepadanya.
Yumei tidak menjawab, dia menganggukkan kepalanya pelan.
"Dia tidak mati, dia sedang menuju ke arah barat. Tetapi...." tutur Hikatsuka.
"Tetapi aku tidak akan hidup, paman ingin mengatakan ini kepadaku?" tutur Yumei kepadanya.
"Bukan... Memang kamu tidak bisa hidup lebih lama lagi. Bukan karena kakak kelimamu. Tetapi ada sesuatu hal yang sejak dahulu harus kukerjakan. Ternyata
hari ini kesempatan itulah yang datang mencariku." tutur Hikatsuka Oda
kepadanya dengan tajam.
"Apa paman tidak malu" Membunuhku yang gadis kecil tersebut?" tutur Yumei sambil tertawa geli ke arahnya.
"Kamu memang benar mirip sekali dengan ibumu. Ajal di depan mata, tapi bukan saja takut. Tetapi malah bisa bercanda ria.
Bagus... Bagus..." Kata Hikatsuka seraya tertawa memujinya.
Yumei tidak mengambil pusing apa kata-kata Hikatsuka. Dia merasa ibunya
memang-lah seorang wanita pemberani. Istri Xia Rujian tersebut memang
terkenal sifat keberaniannya. Tidak pernah dia tidak mengikuti Xia Rujian pergi berperang dalam masa dekade 30 tahunan lalu. Dia selalu mendampingi
suaminya tersebut kemanapun perginya. Perkiraan Yumei kali ini memang betul
salah besar. Dia mengira bahwa Hikatsuka memaksudkan isteri Xia Rujian.
Tetapi sesungguhnya bukanlah hal ini yang sedang dikatakan Hikatsuka Oda.
"Maafkanlah aku nona kecil. Kalau suatu hari, aku telah berada di akherat. Maka disanalah aku meminta maaf kepadamu." tutur Hikatsuka seraya merapal
tapaknya. Sementara itu, Yumei juga telah siap. Dia mau tidak mau haruslah sangat serius.
Meski tiada keyakinan sanggup menang, tetapi jika sanggup bertahan saja. Maka
dia berniat mencari kesempatan sesekali untuk membalas ataupun melarikan
diri. Hikatsuka langsung saja menerjang dengan hawa energi tinggi untuk di
hantamkan ke arah gadis kecil tersebut.
Tetapi... Ketika dia telah berada dekat dengan gadis kecil, dia merasa ada yang aneh.
Sebuah energi yang tidak lemah mengikutinya dari belakang. Kontan, dia
membalikkan kepalanya untuk melihat apa yang sedang terjadi. Matanya
langsung melihat sebuah tapak yang besar. Sebuah hawa tapak yang dahsyat
sedang mengancam punggungnya.
Dan tidak perlu menunggu lama, Hikatsuka langsung berbalik melayani tapak
yang datang tersebut terlebih dahulu dengan sebelah tapak. sedang tapak yang
lainnya tetap mengancam Yumei yang berada di depannya.
"Blarr...."
Tapak kedua berlaga menghasilkan perpendaran energi yang hebat. Hikatsuka
Oda berhasil mengeliminasi jurus yang datang dari belakangnya tersebut. Tetapi
karena dahsyatnya tenaga dalam lawan di belakang, dia kembali menarik energi
dari depan untuk melindungi dirinya sendiri.
Dengan posisi punggung yang telah terbuka, sebenarnya bisa saja Yumei
mencuri serang kepadanya. Namun gadis kecil ini tidak melakukannya. Dia
memang telah mencabut pedang ksatria dari tangannya. Tetapi dia tidak sempat
membacokkan ke arah Hikatsuka yang tadinya sedang mengancamnya.
Hikatsuka terdorong 2 langkah ke belakang. Sesaat, dia menyapu seluruh
penjuru arah untuk melihat siapa yang sedang membokongnya. Tetapi dia belum
mampu melihat siapa yang membokongnya tersebut.
Namun tidak perlu lama, suara di depan segera memanggil.
"Tidak disangka penasehat nomor 1 Liao bisa bergebrak hebat dengan seorang gadis kecil yang tidak ternama sama sekali."
Dan tidak lama, suara lain berkumandang kembali.
"Kalau terdengar di dunia persilatan, bagaimana jadinya?"
Hikatsuka langsung melihat setelah mendengar arah suara itu muncul. Di
depannya dan di atas gunung pasir kecil nampaklah 4 orang yang sedang berdiri
mengawasi. "Siapa kalian?"?" tutur Hikatsuka Oda yang agak heran. Sebenarnya jurus tapak tadi adalah jurus yang sangat dahsyat. Bagaimana mungkin dia yang terpaut
hampir 1/2 Li tersebut bisa diserang dan begitu tepat. Dan siapa penyerang di
antara keempat orang tersebut tidaklah diketahuinya.
Keempat pendekar dari atas gunung segera saja seperti berlari menuju ke
bawah. Keempatnya memiliki ilmu ringan tubuh yang sakti.
Tidak perlu lama, keempatnya telah muncul di hadapannya.
"Rupa-rupanya ketiga tetua dunia persilatan." tutur Hikatsuka Oda sambil tertawa.
Yumei yang dari arah belakang segera melihat ke arah mereka berdiri. Dia
mengenal ketiganya. Tetapi 1 orang lagi terlihat memakai topeng. Sebuah topeng
yang aneh. "Kakek guru, nenek guru..." tutur Yumei sambil memberi hormat kepada mereka.
Tiga orang tersebut kontan tertawa saja.
Memang benar, ketiganya tiada lain adalah Dewa Sakti, Dewa Semesta, dan
Dewi Peramal. Hanya seorang yang memakai topeng yang tidak di kenalnya.
Tetapi karena mereka datang bersama-sama. Yumei juga memberi hormat
dengan dalam kepadanya. Dia memanggilnya tetua saja karena memang tidak
mengenalnya. "Kalian berdua telah kehabisan tenaga dalam saat pertarungan silat di tembok kota Beiping. Dan kamu, Dewi peramal. Kungfu-mu hanya biasa-biasa saja.
Bagaimana berani kalian menunjukkan diri kepadaku?" tutur Hikatsuka
kemudian. "Tidak.. Tidak.. Yang menyerangmu tadinya bukanlah kita bertiga. Melainkan orang inilah." tutur Dewa Semesta kepadanya.
Hikatsuka memalingkan wajahnya ke arah yang ditunjukkan Dewa Semesta.
Dia melihat perawakan orang tersebut. Tingginya juga seimbang Dewa Semesta
maupun Dewa Sakti. Dia memakai topeng "hantu" dari barat yang cukup
menakutkan. Rambutnya putih dan agak cepak.
"Hm... Jurus yang hebat. Tidak disangka ada jurus yang sanggup dipancarkan dalam
jarak 1/2 li(200 meter) selain Ilmu jari dewi pemusnah. Hebat... Hebat..." tutur Hikatsuka Oda sambil tersenyum.
"Jurus ini pernah kau lihat beberapa minggu lalu juga. Masa kau sudah lupa?"
tutur Dewa Sakti kepadanya sambil membalas senyumannya.
"Oh?"" tutur Hikatsuka sambil terkejut. Kembali dia melihat ke arah si topeng dengan serius. Tiada berapa lama kemudian, dia tertawa keras sekali. Tidak
lama, dia berjalan membelakangi dan dengan langkah biasa dia berlalu. Tetapi
sama sekali dia tidak berpaling lagi namun ketawanya tiada berhenti.
Hikatsuka memang pergi dari lokasi tersebut. Dan hebatnya, si topeng ataupun
Dewa Sakti dan Dewa Semesta tidak mengejarnya.
Yumei memang seorang gadis yang pintar. Dia bisa menebak beberapa hal
disini. Dia ingin menanyakan kepada kakek gurunya. Tetapi karena dia merasa
cukup keterlaluan, dia tidak berkata apa-apa lagi. Melainkan dia segera memberi hormat.
"Kamu segeralah menuju ke barat. Semoga perjalananmu mengenakkan." tutur Dewi Peramal saja. Melainkan ketiga orang tersebut tidak menyahutinya apapun.
Yumei ingin berterima kasih kepada si topeng tersebut, dia berusaha untuk
memanggilnya. "Tetua... Terima kasih atas bantuannya..."
Namun, si topeng sama sekali tidak berkata apapun. Dia berjalan perlahan ke
depan saja. Seiring dengan angin yang bertiup cukup sepoi, si topeng telah
menghilang. Yumei yang melihatnya kontan terkejut. Dia tidak menyangka ada ilmu yang bisa
membuat orang menghilang bagai di telan bumi. Dia memang masih melihat
Dewa Sakti, Semesta dan Dewi peramal sedang berlalu. Tetapi si topeng sama
sekali tidak pernah mengeluarkan energinya dan mampu menghilang sebegitu
cepat. Meski Xia Jieji belumlah mampu melakukannya.
BAB CII : Kasus Pembunuhan Di Persia
Dua tahun kemudian...
Iran / Persia...
(Negara Iran dahulu disebut Persia. Sebenarnya daerah Persia sekarang telah
terbagi menjadi 7 negara. Salah satunya adalah Iran di masa sekarang. Dalam
sejarah China. Tang Taizong sempat menguasai sebagian dari Persia ketika
melakukan penyerangan ke barat.)
Semenjak 200 tahun lebih, budaya di Persia telah berbaur dengan daratan
tengah. Meski agama dan budaya Persia saat itu mayoritas adalah Muslim.
Beberapa rumah di sana banyak yang mirip dengan perumahan daratan tengah.
Sebelah selatan dari wilayah Persia, kota Pelabuhan...
Sebuah rumah penginapan yang tidak kecil terlihat rapi. Penginapan berikut
restoran tersebut memiliki lebih dari 20 meja, dan di lantai atas terdapat sekitar 10 ruangan untuk menginap.
Sejak 10 tahun lalu, daerah ini cukup ramai dikunjungi. Baik penduduk asli
ataupun penduduk dari luar daerah semuanya berbaur satu sama lainnya.
Pas di sudut ruangan restoran yang tidak seberapa mewah ini terlihat seorang
pemuda. Dengan rambut memutih yang agak lusuh, pakaian tidak teratur rapi.
Dia sedang meneguk arak yang berasal dari guci dengan sinting.
Sementara itu, di ruangan telah cukup banyak orang. Sekitar 12 meja telah di
duduki setiap orang. Baik itu terdiri dari 2 orang ataupun lebih membuat suasana di sana telah sibuk.
Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Nona... Mie daging 3 porsi dan arak... Cepatan.." teriak seorang dari meja luar.
"Iya..."
Mendengar apa kata-kata dari tamunya. Nona tersebut dengan cepat
membawakan pesanannya. Tetapi baru saja dia meletakkan 3 porsi mie dan
arak, tamu yang lain telah berteriak kembali.
Sungguh dia sangat sibuk. Meski begitu, nona ini sangat menikmatinya. Dia
mengangkat dengan teliti pesanan tamu-tamunya dan menghapal semuanya
dengan cekatan dan tidak pernah salah sekalipun banyak teriakan dari
meja-meja yang berlainan. Suara ramai sekali tidaklah membuatnya lupa atau
salah memberikan pesanan makanannya.
Tidak berapa lama...
Beberapa orang yang telah masuk ke kedai makanan dan arak. Kali ini sangatlah
jarang dijumpai manusia seperti begituan. Mereka adalah pasukan pesilat dari
daratan China. Pakaian mereka, senjata mereka langsung bisa diketahui oleh
siapapun jika orang tersebut pernah berada di daratan tengah.
Tamu "istimewa" ini sepertinya cukup buru-buru.
"Pelayan.... Sediakan makanan!!!" teriak seorang dari mereka setelah mengambil tempat duduk.
Tempat yang diambil beberapa orang adalah dekat jendela luar. Tidak satupun
yang berkonsentrasi terhadap apa yang akan dikerjakan di rumah makan ini.
Melainkan kesemuanya seperti hanya melihat keluar melalui jendela yang cukup
besar tersebut.
"Tuan-tuan... Ingin pesan apa anda sekalian?"
Tutur suara seorang gadis yang membuat mereka semua melihat ke arahnya.
Tamu dari daratan China ini jumlahnya sekitar 5 orang. Kesemuanya tergolong
memiliki perawakan yang jelek. Ada yang botak, berewokan, gemuk luar biasa.
"Makanan!!! Kau tidak dengar?"?" teriak salah seorang yang perawakannya botak dan gendut luar biasa itu.
"Kita memiliki Mie... Apa itu saja yang perlu kubawa?" tutur nona ini sambil tersenyum melihat ke arah mereka.
Si botak dan gendut langsung melihat ke arah gadis kecil. Dia tersenyum mesum
melihat gadis kecil ini. Dilihatnya si gadis dari ujung rambut sampai ke kakinya. Si botak ini tanpa sadar mengiler melihat gadis pelayan tersebut ternyata cantik
sekali. "Kau berasal dari daratan tengah?"" tutur seorang yang berewok dari samping.
"Tidak... Aku terlahir disini. Tuan sekalian, biar kubawa dahulu pesanan kalian." tutur gadis ini sambil hendak berlalu.
Tetapi baru saja dia berjalan membelakangi 2 tindak. Dia dihalangi seseorang.
Orang ini gerakannya cepat sekali, karena desiran angin adalah berasal dari arah belakangnya.
Nona berusaha untuk melihat siapa yang menghalanginya, ternyata apa yang
dilihat di depannya hanya sebuah bentuk tubuh yang besar sekali. Dia
mengangkat kepalanya.
Dilihatnya si gendut dan botak telah berada di depannya. Pandangan mata si
gendut sangat mesum. Sepertinya ingin sekali menelannya bulat-bulat.
"Tuan.. Maaf tuan.. Harap minta jalan..." tutur Nona sambil merendahkan kepalanya.
Melihat tingkah si gendut, semua teman-temannya tertawa saja.
"Nona.. Siapa namamu"
Bagaimana kutawarkan kerja di rumahku saja" Berapa gaji ditawarkan pemilik
kedai" Aku membayarmu 100 kali lipat" Bagaimana?" tutur si gendut kepadanya.
"Hamba hanya seorang pelayan. Hanya berharap dapat makan dan minum saja,
tidak mengharapkan banyak." tutur Nona kecil ini sambil menunduk.
"Ha Ha.........
Kamu dengar kakak pertama" Dia setuju ikut denganku..."
Seorang dari meja tersebut berdiri.
"Kamu ikuti saja dia. Dijamin tidak akan merugikanmu. Kalau adik ketigaku sudah tertarik melihat seorang wanita. Tidak ada lagi yang sanggup
menghentikannya..." tutur seorang yang berwajah berewok. Umurnya mungkin 50
tahunan. Mendengar adanya keributan, pemilik kedai yang tadinya sedang
menghitung-hitung uang di kasir segera saja datang kesana.
"Tuan sekalian... Mau pesan apa" Biar aku yang bawakan saja..." tutur pemilik kedai tersebut.
Si botak yang mendengar apa kata-kata pemilik kedai, kontan gusar. Dengan
cepat, dia mengangkat tubuhnya dan membantingkannya keras ke lantai.
"Brukkk!!!!"
"Kau jangan campuri urusanku...." tutur si botak dengan marah.
Pemilik kedai bukanlah seorang yang kuat. Umurnya telah mencapai 50 tahun
lebih. Dibanting keras seperti itu tentu membuatnya telah susah berdiri.
Sepertinya beberapa tulang belakangnya telah patah.
Dengan cepat, si botak hendak memeluk nona di belakangnya dengan kedua
tangannya. Tetapi dengan cekatan, nona segera beranjak ke samping. Terakhir
si botak hanya memeluk angin. Tetapi ini tidak membuatnya marah.
"Ha Ha... Ternyata nona cantik ini sungguh cerdik juga." tuturnya sambil tertawa.
Melihat si botak tertawa, teman-teman semejanya juga tertawa besar.
Apa yang dilakukan mereka, tidak luput dari penglihatan seorang pemuda di
ujung restoran tersebut. Meski wajahnya telah kehilangan sinarnya, dia juga
beranjak bangun. Dengan langkah yang serampangan, dia berjalan mendekati
meja kelima orang tersebut.
Si botak memang bukanlah pesilat biasa.
Ada yang berjalan mendekatinya tentu di rasakan dengan pasti. Sesaat, dia
berbalik. "Ada apa denganmu?" tutur si botak yang melihat pemuda yang berambut putih berjalan mendekati dengan langkah sempoyongan. Tetapi melihat tiada lama, si
botak kontan tertawa besar.
"Ini jurus mabuk dari barat. Rupanya benar ada jurus begitu. Kalian lihatlah..."
tuturnya menghina dan tertawa besar.
Tetapi si pemuda tiada berkata apa apa. Tangan kanannya masih tetap meneguk
arak dengan perlahan saja. Matanya tidak pernah memandang orang yang
"besar" ini.
Cukup lama juga diperlukan untuk berjalan ke tempatnya mengingat langkah si
pemuda lebih banyak menyamping ke kiri dan sebentar menyamping ke kanan.
Ternyata melihat kelakuan pemuda tersebut, siapapun disana tertawa. Tentunya
terkecuali pemilik kedai yang telah pingsan akibat lemparan keras si gendut
botak ini. Bahkan si nona pelayan tertawa kecil melihat kelakuannya yang sinting.
"Kau... Lepaskanlah gadis itu..." tutur pemuda tua ini.
"Ha Ha...." kontan si botak tertawa beberapa lama.
"Kau mau seperti pemilik kedai?" tutur si botak dan gendut.
"Baik.. Baiklah..
Aku mau.. Tetapi jika aku masih bisa bangkit, kau serahkan gadis itu kepadaku.
Bagaimana?" tutur pemuda tua dengan sinting-sinting akibat arak.
"Baik.. Baik... Kita lihat!!!" tutur si botak yang segera menangkap baju pemuda tua yang lusuh ini.
Dengan gerakan secepat kilat, dia segera membantingnya ke lantai dengan
keras. Lebih keras dari ketika dia menghantam pemilik kedai itu. Kontan lantai
tersebut retak sedikit akibat kerasnya lemparan si botak gendut.
Semua orang di dalam ruangan terkejut melihat tingkah si botak. Semuanya tahu
bahwa orang tua yang dibanting itu pasti telah tewas.
"Ha Ha.... Sudah 2 bulan lebih tidak membunuh. Kali ini yang kubunuh malah seorang tua tak berguna, seorang tua yang mencari mati...." tutur si botak gendut dengan tertawa gembira.
"Orang mengatakan di selatan pelabuhan persia, banyak sekali petarung
tangguh. Ternyata hanya gosip bualan belaka.. Phuii..." tutur pemuda berewok yang duduk di kursi samping sambil meludah ke tanah.
Ini adalah hal yang sangat menghina.
Beberapa orang di dalam kedai kontan marah melihat perlakuannya. Tetapi tidak
ada seorang pun yang berani mencampuri urusan di sana. Maka mereka hanya
diam saja. "Ayok.. Ikut dengan kita..." tutur si botak seraya ingin mendekap nona cantik di sampingnya.
Tetapi, suara seseorang menghentikannya.
"Aku belum mati... Bagaimana bisa kau bawa nona itu?" tutur pemuda tua sambil memegang tangan nona cantik.
"Kau?"?" teriak si botak gendut dengan terkejut luar biasa.
Bagaimana tidak"
Si botak gendut terkejut karena bukan saja lawannya itu dengan cepat sanggup
berdiri. Dan dengan cepat pula, nona cantik tersebut telah di tarik di sampingnya.
"Siapa kau sebenarnya?"
"Aku adalah seorang pemabuk. Tidak lebih dari itu." tutur pemuda tua tanpa melihatnya.
Si botak kontan gusar.
"Aku adalah Bao Sanye dari daratan tengah. Kau berani main gilak denganku?"
Pemuda tua yang mendengar apa kata-kata si botak langsung membuka suara.
"Bao si kura-kura" Bukankah dia sudah tewas" 5 atau 4 tahun. Eh, mungkin
sudah 7 tahun lalu dia sudah jadi hantu.
Apa... Jangan-jangan aku sudah di akherat?" tutur pemuda tua seraya
menghitung-hitung dengan jarinya. Kelakuannya masih tetap seperti seorang
pemabuk. Tingkah pemuda tua kontan membuatnya gusar tidak kepalang. Segera di angkat
tangannya untuk menghantam kepala pemuda tua ini. Tetapi ketika baru saja dia
mengangkat tangan, rasa dingin telah menempel ke lehernya.
Botak langsung menghentikan tangannya untuk menghantam ke bawah.
Dilihatnya pelan ke arah lehernya.
Ternyata sebilah pedang telah menggores sedikit di urat lehernya. Langsung saja si botak gendut ketakutan. Dilihatnya siapa pemegang pedang tersebut.
Ternyata nona kecil tadi yang mengangkat pedang ke arah lehernya.
Semuanya kontan heran luar biasa. Semua tahu bahwa si nona tiada bersenjata.
Dan mengapa dari tadi nona kecil yang diam ini telah mempunyai pedang
ditangannya. Setelah ditilik oleh teman si botak. Mereka tahu bahwa salah satu temannya telah kehilangan senjatanya.
"Kalian tahu bahwa di sebelah selatan, semuanya adalah jago silat. Kenapa
berani mencampuri urusan disini?" tutur pemuda tua itu.
"Maaf..... Maaf.... " tutur si gendut botak sambil ketakutan.
"Apa maksud kalian kemari?" tutur nona kecil ini kepadanya.
Karena sedang ditodongkan senjata ke titik "mati-nya". Mau tidak mau, si botak menyahut.
"Kami baru saja sampai melalui pelabuhan dari arah timur, daratan
tengah."tuturnya.
"Ha" Aku tidak percaya. Kau berani berbohong" " tutur gadis cantik ini sambil menggores perlahan pedang tersebut ke lehernya.
Darah segar segera saja mengalir.
Kontan teman-temannya botak terkejut. Mereka berdiri dengan cepat.
"Tahan!!!" teriak nona kecil tersebut ke arah mereka.
Kesemuanya kontan tidak bergerak.
"Apa maksud kalian kemari?" tutur nona kecil menanyai mereka lagi.
Si botak gendut pertama bungkam. Tetapi melihat kenekatan nona kecil. Dia
bersuara. "Kita semua berasal dari Bao Jiazuang. Disana kita... Kita..."
"Aku menanyaimu kenapa kau dan teman-temanmu kemari. Bukan menanyaimu
darimana kau berasal..." tutur Nona kecil yang kelihatan marah.
"Baik.. Baik..
Kita diusir oleh seseorang. Sehingga tiada tempat bagi kita semua di daratan
China lagi." tutur si botak gendut sambil ketakutan.
"Oh" Kabarnya pendekar di Bao Jiazuang semuanya jagoan. Kenapa bisa kalian terusir?" tutur pemuda tua ini dengan wajah yang agak heran.
"Ini karena seorang wanita. Yah, seorang wanita. Dalam semalam saja dia
menjatuhkan Bao Jiazuang. Kita berlima terusir malam itu, sebab tiada yang
sanggup bertarung meski 1 jurus dengannya." Jawab Bao gendut.
"Lalu apa hubunganmu dengan Bao Sanye?" tanya pemuda tua kembali.
"Dia sebenarnya adalah kakak ketigaku. Karena sudah tewas, aku mendapat
posisi ketiga." tutur Bao gendut.
"Jadi begitu?" tutur pemuda tua ini seraya berpikir. Tetapi dia tidak sanggup berpikir jernih. Arak yang diteguknya memang terlalu banyak. Di mejanya terlihat ada belasan guci ukuran sedang yang telah kosong.
"Di daratan China muncul pendekar wanita hebat" Sejak kapan kemunculannya.
Lalu pasti kalian semua berbuat jahat, makanya pantas sekali pendekar wanita
itu menghabisi kalian." tutur nona kecil kembali menanyai mereka.
"Kemunculan pendekar wanita tersebut telah setahun lalu. Tiada orang yang
pernah melihat wajahnya seperti apa. Sebab kemanapun dia memakai topeng.
Hanya ada gosip sebelumnya yang mengatakan bahwa pendekar wanita ini
memakai pakaian serba putih..." tutur Bao gendut kembali.
"Lalu bagaimana dengan pasukan Liao?" tanya nona kecil.
"Pasukan Liao" Pasukan Liao dan Sung telah berperang dalam 2 tahun terakhir.
Kemenangan total belum dipastikan." tuturnya.
"Baik.. Kalian boleh pergi..." tutur si nona seraya melemparkan pedang itu ke arah kayu jendela.
Lemparan nona kecil memang tidaklah keras. Melainkan santai saja. Tetapi
pedang seperti tertancap ke lumpur lunak, bukan ke kayu samping jendela itu.
Kesemuanya melihat gerakan lemparan pedang yang penuh tenaga dalam
tersebut kontan terkejut. Terutama kelima pendekar dari rumah kediaman Bao.
Mereka langsung saja beranjak cepat berlari.
Tetapi mereka dihentikan oleh suara seseorang.
"Bagaimana dengan pendekar Sung dan pendekar Liao?" tutur pemuda tua
kembali kepada mereka.
"Pendekar Sung masih dipimpin oleh Jenderal Yang bersama Sun Shulie.
Mereka menggabungkan diri dengan Kaybang. Sedangkan pendekar Liao, Yue
Liangxu kabarnya telah tewas.." tutur seorang berewok yang merupakan
pemimpin/ ketua mereka semua.
"Apa" Yue Liangxu tewas?" tutur pemuda tua yang merasa sungguh heran.
"Itu hanya kabar saja dan mungkin hanya gosip..." tuturnya kembali.
"Lalu bagaimana dengan Wei Jindu dari Sung" Kaybang masih dipimpin Yuan
Jielung?" tanya Pemuda tua ini kembali.
"Wei Jindu tidak pernah ku dengar. Sedangkan Kaybang masih dipimpin oleh
Yuan Jielung, pendekar besar Yuan."
"Baiklah...
Kalian pergilah..." tutur pemuda tua tersebut seraya meneguk araknya.
Kelimanya segera beranjak cepat keluar. Ketika telah keluar dari penginapan itu.
Seorang lainnya yang tadinya kehilangan pedang tersebut segera mengajukan
sesuatu. "Kakak pertama. Kenapa kita tidak melawan. Mungkin kita bisa menang?"
"Menang" Pernahkah kau merasa heran" Adik ketiga hanya dikalahkan 1 jurus
saja. Nona kecil tadi mencuri pedangmu, tetapi tidak pernah kita berlima
merasakannya barang sedikitpun. Bagaimana kita bisa melawan manusia yang
mirip hantu itu?" tutur kakak pertama mereka.
Kelimanya tiada beragumen lebih lanjut setelah kakak pertama mereka memberi
alasan dan dengan segera saja mengambil langkah seribu.
Setelah semua agak beres. Semua tamu-tamu kembali duduk di kursi
masing-masing. Tetapi keadaan telah berubah, tadinya suara ramai-ramai masih
terdengar. Sekarang keadaan telah sepi betul. Tentunya mereka semua cukup
takut, dan tidak disangkanya bahwa kedua orang tersebut memiliki ilmu silat yang tinggi.
Beberapa yang sebelumnya bahkan meneriaki nona pelayan merasa sungguh
ketakutan karena nona kecil juga adalah seorang jago kungfu hebat.
"Kakak kelima... Kamu sengaja ingin menanyai mereka keadaan di China
daratan kan" Kenapa tidak saja kembali kak?" tutur nona kecil yang tiada lain tentunya adalah Yumei.
"Tidak.. Aku tidak bisa kembali lagi. Jika aku kembali maka..." tutur pemuda tua tersebut tiada lain tentu adalah Xia Jieji.
"Kakak kelima sudah merahasiakan kepadaku dalam 1 tahun terakhir. Kenapa
tidak mengatakannya saja?" tutur Yumei kepadanya.
"Hm....." Xia Jieji tidak menjawabnya. Tetapi dia mengalirkan air matanya. Dia merasa sangat sedih ketika dia mengingat kembali saat terakhir dia pergi dari
tembok kota Beiping itu.
Yumei membiarkannya beberapa saat dalam keadaan diam saja. Dan terakhir
dia mengeluarkan suara lagi.
"Kakak kelima... Ada sesuatu yang benar mengganjal di hatimu" Kenapa tidak menceritakannya?"
"Hm...."
Jieji hanya berpikir saja. Arak membuat dirinya pusing, kepalanya terasa sakit
luar biasa. Tetapi justru saat seperti inilah yang membuat seorang pemabuk
berani berterus terang. Dia berusaha untuk tidak mengatakannya. Terakhir
karena di desak Yumei kembali. Dia menjawabnya.
"Dahulu ketika diriku masih bayi, aku bisa hidup berkat seluruh pengorbanan 7
tetua dan setengah nyawa dari Kyosei dan Lan Ie.
Ketika diriku telah mulai dewasa, aku bisa hidup kembali berkat pengorbanan
seluruh nyawa Xufen dan separuh usaha kakekku. Sekarang, setelah begini. Aku
bisa hidup karena pengorbanan nyawa ibuku,separuh nyawa ayahku,
pengorbanan kamu dan tetua Zeng. Apakah hidupku ini hanya menyusahkan
orang lain saja?" tuturnya dengan lirih.
Yumei yang mendengarnya tentu terkejut.
Saat Jieji masih bayi, dan setelah kepergian Xufen. Memang Yumei telah
mendengar semua ceritanya ketika dia telah beranjak dewasa di Tongyang.
Tetapi tidak pernah sekalipun adik kecil Jieji tersebut menanyainya secara
langsung. Mendengar bahwa ibunya telah mengorbankan nyawa untuk Jieji, tentu Yumei
hanya terdiam saja. Dia tidak bisa berkata apa-apa lagi. Hatinya sekarang serba susah, karena sering sekali pertanyaan inilah yang selalu ditanyakan kepadanya
setahun terakhir.
Sekarang dia tahu bahwa kakak kelimanya tidak ingin menceritakan hal tersebut
karena tiada lain hanya mengoyak kembali luka hatinya.
"Kalau begitu, kita tidak usah kembali kakak kelima. Bagaimana" Kita disini saja hidup seperti ketika setahun lalu kita sampai disini." tutur Yumei untuk mengganti topik pembicaraan.
"Hm..." tutur Jieji dengan menganggukkan kepalanya pelan saja. Dia langsung berjalan menaiki tangga menuju ke dalam penginapan.
Yumei terdiam terpaku. Dia berpikir sejak hampir 2 tahun lalu kedatangannya ke
Persia. Dia telah menjumpai banyak hal yang unik sekali. Dia masih teringat
bagaimana saat dia menolong Xia Jieji, kakak kelimanya serta Pei Nanyang alias
Zeng Qianhao dari cengkraman Huo Xiang. Angannya tertembus ke saat 2 tahun
lalu dia sampai di Persia.
Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dia berjumpa dengan si topeng kembali disini. Si topeng sendiri setelah didesak, dan memberitahu bahwa Xia Jieji telah dikurung di lantai bawah penjara besi.
Tetapi di dalam hatinya dia merasa ada hal yang janggal sekali. Kakak kelima
yang dikenalnya dahulu tidaklah sama lagi. Sepertinya kakak kelimanya kali ini
telah kehilangan jiwanya. Rasa putus asanya sangat tinggi, kekecewaan di dalam
dirinya memuncak. Tidak seperti dahulu, kakak kelimanya yang penuh rasa
percaya diri tersebut sepertinya telah hilang.
Baru dia hendak beranjak, kemudian dia dikejutkan oleh suara seseorang.
"Tuan muda Ping... Tuan muda Ping..."
Yumei berbalik untuk melihat orang yang datang dengan tergesa-gesa tersebut.
Seorang yang cukup tua dengan pakaian pelayan segera masuk ke dalam.
Lantas, seorang yang duduk di sana segera berdiri. Seorang pemuda dengan
usia 20 tahunan cukup terkejut melihat kedatangan pelayan rumahnya.
Pelayan ini langsung saja menghadap kepadanya. Sambil berlutut dia menangis.
"Ada apa pak tua Shan?"tuturnya sambil membimbingnya berdiri.
"Tuan besar.... Tuan besar......" tuturnya terbata-bata.
Perubahan muka pemuda tersebut tertampak pucat.
"Ada apa dengan ayah?"
"Dia telah meninggal. Dia tewas dibunuh...." tutur pelayan itu sambil menangis sejadi-jadinya.
Baru saja mendengar suara pelayan tersebut, sepertinya seorang dari atas
kemudian beranjak turun dengan langkah yang cukup cepat menuruni tangga.
Yumei segera melihat keatas.
Sesaat, dia tersenyum sangat girang.
"Kakak kelima?"
"Hm...." tutur Jieji yang kelihatan telah cukup bersemangat.
Setelah bertahun-tahun, dia tidak pernah menjumpai kasus pembunuhan lagi.
Ternyata kali ini, disini telah terdengar adanya pembunuhan. Hal tersebut kontan membuatnya bersemangat.
Mengikuti Tuan muda Lu Ping, Xia Jieji dan Yumei segera menuju ke kediaman
keluarga Lu. Keluarga Lu termasuk keluarga yang cukup kaya. Dia tinggal belasan Li ke utara
dari tempat penginapan tempat Xia Jieji dan Yumei tinggal.
Saat mereka sampai, polisi memang telah sampai. Xia Jieji berjalan menyamping
untuk melihat kondisi jenajah yang katanya telah tewas.
"Dia sudah meninggal sekitar 3 jam yang lalu." tutur polisi yang di tengah kepada atasannya.
"Kalau begitu, coba kumpulkanlah semua orang di rumah ini untuk ditanyai alibi masing-masing." tutur kepala polisi.
Xia Jieji segera menerobos untuk sampai di pintu kamar tempat terbunuhnya
orang tersebut. Dilihatnya posisi jenajah adalah menyamping. Kakinya
menghadap ke samping dekat pintu. Sebuah pedang panjang langsung
menembus perutnya. Bisa di katakan orang ini mati kehilangan darah.
Xia Jieji mencoba masuk ke dalam. Tetapi baru beranjak empat langkah, dia di
tarik seorang polisi.
"Siapa kau" Kenapa kau masuk ke dalam?" tutur polisi ini kepadanya.
"Aku adalah salah satu saksi kasus. Dia adalah kakakku..." tutur seorang gadis dari belakang polisi.
"Saksi?" tutur kepala polisi yang sedang berdiri menghadapnya.
"Betul... Aku bisa menjadi saksi bahwa Tuan muda Lu Ping tidak bersalah jika ditanyai alibinya. Sebab 3 jam yang lalu dia sudah berada di penginapan tempat
aku bekerja..." tutur Yumei kepada kepala polisi.
Sebelum polisi lain hendak menghalangi Xia Jieji, dia telah melompat sekali
dengan ilmu ringan tubuh ke atas. Sambil menjinjit, Jieji memandang daerah
palang loteng yang berabu tersebut. Dia melihat adanya sesuatu di sana selain
jejak sepatunya sendiri.
Maka sebelum polisi memintanya untuk turun, dia sudah meloncat ke bawah.
Belum lagi polisi ingin menghalanginya, Jieji sudah berada di depan kamar.
Melihat kegesitan Jieji, para polisi menjadi bingung. Tetapi karena Jieji telah berada di depan kamar, para polisi hanya diam saja.
"Mintalah alibi semua orang di rumah." tutur kepala polisi setelah terlihatnya para keluarga, pelayan telah berkumpul di depan kamar.
Yumei berjalan mendekati kakak kelimanya.
"Bagaimana kakak kelima?" tuturnya sambil tersenyum.
"Aku sudah tahu siapa pembunuhnya. Sekitar 8 bagian pasti adalah orang itu...."
tuturnya sambil tersenyum.
BAB CIII : Kecerdasan Luar Biasa Seorang Gadis Kecil
Tetapi baru saja Jieji selesai berkata-kata, dengan tiba-tiba dia merasa tubuhnya bergoyang hebat. Isi perutnya seakan memanas luar biasa dan ingin dikeluarkan.
Hawa panas dari dalam perutnya telah termuntah keluar sesaat kemudian.
Kedua kakinya juga tidak mampu lagi untuk menopang tubuhnya, lantas dengan
muntah darah hebat dia rebah di lantai tepat samping pintu depan.
Kontan siapapun yang melihatnya terkejut karena pemuda tua tersebut terlihat
muntah darah tiba-tiba dan jatuh tidak sadarkan diri secara langsung.
Melihat keadaan, para polisi kontan menghampiri pemuda berambut putih
tersebut. Sebelum para polisi benar ingin menyentuhnya, Yumei segera membopongnya.
"Maaf.. Kepala polisi.. Jika anda ingin mendapatkan informasi, aku hanya berada di sana saja." tutur Yumei kepadanya sambil menunjuk taman kecil di depan ruangan
kamar tersebut.
Kepala polisi mengangguk perlahan.
"Kamu bawalah dia untuk mengaso terlebih dahulu."
Sebenarnya Yumei tidak terkejut lagi melihat kondisi Jieji. Tenaga dalamnya
sepertinya telah sangat kacau semenjak kepergiannya dari tembok kota Beiping
2 tahun lalu. Meski hanya sedikit gerakan tenaga dalam dikeluarkan, Jieji telah mengalami kondisi payah sekali.
Siapapun disana tiada yang tahu seluk beluknya selain Yumei. Beberapa kali
dalam 1 tahun terakhir dia sering menyaksikan Jieji mengalami peristiwa
demikian. Lalu, dia hanya mengangkatnya saja secara perlahan untuk
direbahkan di taman kecil untuk beristirahat sejenak.
Yumei memeriksa kondisi nadi Jieji dengan segera. Tidak lama dia telah tahu
bahwa karena hanya 2 lompatan dengan menggunakan tenaga dalam hebat
tadinya, Jieji kembali diserang oleh tenaga 4 unsur tambahannya Yue Liangxu
ketika dia menyerap energinya di tembok kota Beiping.
Jieji seperti dalam keadaan tiada sadar. Sebenarnya alam bawah sadarnya
seperti sedang terbang indah. Dia bisa merasakan dan mendengar suara-suara
ataupun hembusan angin yang cukup sepoi di siang nan terik tersebut. Dia
merasa sungguh nyaman untuk beberapa saat sampai dia kemudian merasa
ngeri. Keadaan di sampingnya seakan telah gelap gulita. Dia merasakan dirinya
sedang rebah di sebuah tanah yang sungguh gelap. Hawa kematian di daerah
sekitar sudah sangat mendekatinya.
Dalam keadaan yang cukup lama, dia merasakan dirinya sedang terbaring.
Dan ketika suatu saat dia berusaha bangkit, lalu dirasakannya sebuah hawa
yang dahsyat sedang menuju ke tengkuknya yang membuat dirinya cukup
terkejut. Keadaan seperti sekarang adalah sebuah keadaan seperti seseorang sedang
mimpi buruk. Namun, mimpi buruk tersebut bukanlah pertama kali dialaminya.
Mungkin sudah puluhan kali sejak 2 tahun terakhir. Namun kali ini mimpi tersebut kembali datang menggeluti seluruh tubuh dan jiwanya.
Belum rasa terkejutnya sirna akibat hawa dingin di tengkuk.
Dia telah merasa dirinya telah terbang tinggi, dan tak lama kemudian dia merasa telah turun kembali.
"Kau!!!! Kau!!!!"
Terdengar suara teriakan serak seorang wanita yang telah berumur. Dengan
posisi bertiduran, Jieji berusaha membuka matanya.
Dilihatnya kondisi tembok kota Beiping yang sedang siang-siangnya. Disana
telah terdapat 6 orang. 2 diantaranya sedang dalam posisi duduk bersila.
Sedangkan seorang wanita paruh baya sedang dilihatnya dalam kondisi
terlungkup. Wanita ini jugalah yang tadinya berteriak dua buah kata "Kau".
"Maafkan aku, suamiku... Di dekat tempat ini juga aku pernah kehilangan
puteraku. Sekarang, dia hanya satu-satunya. Aku... Aku...." tutur wanita di sampingnya.
Jieji berusaha menoleh meski dirinya dalam posisi terlungkup. Dilihatnya seorang wanita tua yang adalah ibunya sendiri. Di tangan kanannya sedang dipegang
sebuah golok. Sedang tangan kirinya sedang merapal tinju.
"Yueling... Berhenti...
Kembali!!!!" teriak Hikatsuka Oda dengan menatap tajam ke arahnya.
"Maafkan aku... Suamiku... Aku akan kembali hanya setelah memastikan
keselamatannya..." tutur Yueling sambil berlinang air mata ke arah tembok kota.
Hikatsuka diam saja setelah isterinya mengatakan hal tersebut. Dia melihat ke
arah isterinya dengan wajah yang sungguh sukar dilukiskan. Hatinya terasa
berdebar debar, entah itu rasa terkejut, mendongkol, marah, ataupun kasihan.
Atau semacamnya.
Dia terlihat tiada mampu bersuara saja, dan kakinya pun terasa gemetaran.
"Tidak ada gunanya...
Xia Jieji telah habis meski dia mampu lolos dari sini..." tutur Yue Liangxu yang sambil menutup mata dan mengumpulkan energinya yang telah terserap hampir
habis tadinya. Semua pendekar di sana tahu benar apa maksud kata dari Yue Liangxu. Jieji
meyakini ilmu tapak berantai yang hanya terdiri dari 4 unsur utama : Air, Tanah, Angin dan Api. Sedangkan energi yang disalurkan melalui tubuhnya tadi ke tubuh
Yunying adalah tambahan 4 energi unsur tambahan : Cahaya, kegelapan,
matahari dan rembulan. Sekarang 4 energi unsur tambahan telah bergelut hebat
dalam tubuhnya.
Asalkan Xia Jieji menggunakan sedikit tenaga dalam saja, maka ketika imbal
balik tenaga tersebut tidak seimbang, maka 4 unsur tambahan lain dari energi
Yue Liangxu akan berbalik menyerangnya sendiri.
Meski dia mampu lolos dari tembok kota, tetapi untuk berjaya kembali pasti
sudah barang tiada mungkin. Karena dengan adanya 4 unsur tambahan, maka
selamanya Jieji tidak mampu menggunakan tenaga dalamnya lagi.
Begitulah maksud Yue Liangxu.
Tetapi disini, ada orang yang berpendapat lain.
"Adik... Cepat bunuh anakmu itu. Hanya kamu yang masih tiada terluka dalam.
Kamu pasti sanggup melakukannya." tutur seorang yang sedang bersemedi juga yang tiada lain adalah Yelu Xian.
Hikatsuka tentu tahu bahwa orang yang dipanggil Yelu Xian adalah dirinya.
Namun seperti tadinya, dia hanya diam dan gemetaran melihat tingkah isterinya
tersebut. Dari dahinya mengalir keringat dingin, dia hanya memandang ke depan.
Sedang Hwa Yueling telah bergerak lebih lanjut, dengan sebuah siulan darinya.
Kuda peliharaannya sendiri telah mendekat cepat sehabis keluar dari tembok
kota. Dengan tiada banyak bicara, dia mengangkat tubuh Jieji lantas dilemparkan ke pelana kuda tersebut.
"Ibu......." tutur Jieji dengan lirih sambil menatap ke matanya.
Hwa Yueling melihat seberapa lama ke arahnya, sambil meneteskan air mata,
dia memukul pantat kuda untuk menyuruh kudanya berlari ke arah selatan.
Melihat bahwa Hikatsuka masih diam, Zhu Xiang yang tergolong terluka dalam
tiada berapa parah langsung mengambil inisiatif tersendiri. Dengan loncatan
cepat, dia langsung menghampiri Hwa Yueling. Bersama dia, di kuti pula Xia
Rujian. Xia Rujian meski terluka dalam, tetapi dia merasa bahwa Zhu Xiang dan dirinya
masih sanggup menghadapi Hwa Yueling meski Yueling masih dalam kondisi
segar bugar. Dan tanpa banyak bicara, keduanya lantas melancarkan tenaga dalam tinggi
untuk menghentikan Yueling terlebih dahulu dan kemudian baru mencari urusan
dengan Xia Jieji yang telah kepayahan tersebut.
Beberapa puluh jurus memang telah dimainkan ketiga pihak. Tetapi karena
ketiganya terasa masih seimbang. Maka Zhu Xiang mengambil inisiatif yang keji,
tanpa banyak bicara dia merapal jurus tapak Buddha tingkat kedelapan. Meski
terluka dalam yang cukup parah, Zhu Xiang mengadu nasib dengan sangat
berani. Hikatsuka yang menyaksikan bahwa isterinya sedang "dikeroyok" oleh rekannya langsung berniat mendekati daerah pertarungan tersebut. Tetapi kembali dia
mendengar teriakan dari Yelu Xian kembali.
"Adik.... Kau sudah lupa dengan janji sehidup semati kita dahulu" Kakak pertama telah
tewas, kau berjanji apa saat itu" Hah?"?"
Berbareng tutupnya suara dari mulut Yelu Xian. Dia mendengar sesuatu suara
berkumandang keras dari arah depannya. Langsung saja di arahkannya kembali
kepalanya yang tadinya sedang melihat ke arah belakang.
Hwa Yueling / isterinya sendiri sedang dalam kondisi melayang ke arah selatan.
Sesaat, dilihatnya bersamaan dengan melayangnya sang isteri. Darah juga
bertetesan dari atas ke bawah. Keadaan ini membuatnya sungguh sangat
terkejut. Lalu tanpa menghiraukan apa-apa hal lagi, dengan cepat Hikatsuka
melayang dengan ilmu ringan tubuhnya ke arah selatan untuk menjemput
isterinya. Jieji sempat berpaling sesaat ke belakang dari pelana kudanya. Dilihatnya sang
ibu sedang terlempar hebat ke arahnya yang sedang berkuda cepat
meninggalkan tembok kota tersebut.
"Ibu!!!!!!!!!!!"
Teriakan keras tersebut membuat semua orang di wisma Lu terkejut. Lalu
bersamaan dengan teriakan sebuah kata "ibu". Jieji terbangun dari "alam mimpi"-nya.
Kepala polisi, penghuni wisma juga sangat terkejut sebab teriakan Xia Jieji bukan teriakan orang biasa. Melainkan teriakan pilu yang amat panjang.
Jieji akhirnya sadar kembali. Dengan mata yang agak buram karena air mata, dia
melihat ke arah sekeliling. Ternyata dia telah "kembali" ke wisma Lu yang tadinya sempat tidak sadarkan diri beberapa saat.
"Kakak kelima... Kamu tidak apa-apa?"
Jieji melihat ke arah sampingnya, suara seorang wanita kecil tersebut hanya
dijawabnya dengan menggelengkan kepalanya perlahan.
"Bagaimana perkembangan kasus?" tanya Jieji sambil melihat ke arah Yumei.
"Pembunuhnya sudah tertangkap..." tutur Yumei sambil tersenyum manis.
"Apa?"
"Betul.. Pembunuhnya sudah mengakui perbuatannya." tutur Yumei kembali ke arahnya sambil tertawa kecil.
"Jangan-jangan... Kamu-lah orang yang menangkapnya?" tutur Jieji yang agak heran melihat senyuman cilik di wajah nona cantik tersebut.
Yumei tidak menjawabnya.
Melainkan kepala polisi di samping yang datang kepadanya.
"Betul... Pendekar...
Nona pendekar ini telah mengungkapkan kasus pembunuhan tersebut dengan
sangat baik. Terima kasih atas niat kedua pendekar untuk datang kemari."
tuturnya kembali.
Jieji memang agak heran. Tetapi tiada berapa lama berpikir, dia tersenyum.
"Kamu dengan tindakan keras menindaknya kan?"
"Bagaimana kakak kelima bisa tahu" Jangan-jangan kakak tadinya masih
sadar?" Tutur Yumei yang agak heran. Tetapi tanpa perlu berpikir lama, dia sudah tahu penyebab kenapa Jieji mengetahuinya.
"Pantas saja... Kakak kelima heran kenapa kepala polisi menyebut kita sebagai seorang pendekar kan" Padahal dilihat darimana, aku tidak mirip pendekar
melainkan seorang pelayan saja"
Begitu maksud kakak kelima?" tutur Yumei kepadanya sambil agak jengkel.
Nona kecil ini memang sungguh termasuk sangat pintar. Bahkan kepintarannya
saat dia masih balita saja sudah diakui oleh Yuan Xufen.
Di masa kecil, saat Yumei hanya berumur 3 tahun lebih.
*** Saat itu, Jieji masih belum kehilangan Xufen.
Saat itulah termasuk dalam 3 bulan kesenangannya dengan isteri pertamanya
tersebut. Mereka berdua terlihat sering berpergian ke Jiangnan menikmati keindahan
alamnya. Bahkan keduanya bisa duduk di pesanggrahan ujung gunung Heng
selatan seharian.
Keindahan khas persanggrahan adalah sanggup melihat matahari terbit dan
matahari terbenam dengan sangat indah. Selain itu, di saat tiada berkabut maka
daerah tersebut telah menggantung sebuah jembatan yang seakan memisahkan
"langit" dan "bumi".
Di saat hujan, tempat tersebut seperti sebuah lokasi yang bisa langsung
merasakan "surga" di dunia. Sebab yang terlihat disini adalah awan-awan yang berlewatan di sisi orang disana.
Beberapa puisi dari Dinasti Sui ataupun Tang sering menyebut keindahan asri
tempat ini. Namun setiap mereka pulang, Yumei cilik selalu menanyai kakak kelimanya
tentang keindahan "Thien Xia Ti Yi Jiang Shan" tersebut.
("Thien Xia Ti Yi Jiang Shan" artinya Negara No. 1 di jagad. Kata-kata untuk
"Jiangnan" tersebut yang meliputi 12 kota pernah disebut oleh Liu Bei dari kisah tiga kerajaan, San Guo Chih Yen)
Suatu hari, ketika Jieji baru saja pulang. Dia diikuti Xufen untuk menjumpai
ibunya (isterinya Xia Rujian). Dan seperti biasa, Yumei cilik telah berada di
ruangan tamu. Saat itu, umurnya hanya 3 tahun lewat saja. Melihat kepulangan
kakak kelimanya, dia tentu sangat senang.
Sambil menenteng bola kecil, dia berlari kecil ke arah Jieji.
"Kakak kelima, apa mainan yang kamu bawa kepadaku kali ini?"
"Ini..." tutur Jieji sambil tersenyum sangat manis kepadanya sambil
mengeluarkan sebuah bola kecil.
"Aku sudah punya sebiji. Kenapa memberiku lagi?" tutur Yumei cilik tersebut dengan wajah yang kurang senang ke arahnya.
Xufen yang melihat adik kecil Jieji yang kelihatan kurang senang, segera
mengeluarkan benda lainnya dari kantung bajunya.
Ternyata barang yang dikeluarkan Xufen adalah sebuah kain halus yang terbuat
dari sutera dengan sedikit motif kotak dan agak keabu-abuan warnanya.
Yumei yang melihatnya, segera mengambilnya dari tangan Xufen. Tetapi tidak
berhenti sampai sini, setelah melihatnya beberapa saat. Dia kembali memberikan
komentarnya. "Kak Xufen sungguh baik...
Apakah kakak merelakan kain sutera nan cantik ini kepadaku" Padahal
seharusnya kan kain ini akan dibuatkan baju untuk kakak kelima kan?" tutur Yumei yang merasa heran dengan alis yang berkerut memandangnya.
Yuan Xufen adalah seorang gadis yang cerdas luar biasa. Mendengar apa yang
sedang dibicarakan, dia mau tidak mau terkejut juga.
Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Bagaimana adik kecil bisa tahu bahwa kain ini bakal dibuat untuk jadi baju, dan bagaimana pula adik kecil bisa tahu bahwa baju tersebut adalah untuk kakak
kelimamu?" tutur Xufen yang mukanya kontan memerah.
Xufen memang membeli kain sutera ini di salah satu kota ternama di daerah
Jiang-nan untuk membuatkan baju kepada orang yang dicintainya. Tetapi nona
kecil yang hanya berumur 3 tahun sudah mampu mengatakan isi hati Xufen
dengan sangat baik.
Jieji yang mendengarnya tentu terkejut juga, selain rasa kejut dia juga sangat
mengagumi adik kecilnya itu. Lantas dengan tersenyum puas, dia tetap
memandang ke arah gadis cilik.
"Ini tidak susah... Kain sutera ini tentu bukan untukku, karena aku belum bisa menyulam. Lantas kakak Xufen tentu membelinya di Jiangling. Sebab Jiangling
terkenal dengan sutera bagus, sebab aliran sungai dari hulu Chengdu akan
mampu mencapai Jiangling. Selain itu, kain sutera terlihat bermotif yang agak
muda. Tidak mungkin untuk ayah kakak sendiri kan?" tutur Yumei memberi
alasan. (Chengdu adalah daerah barat, terkenal dengan sutera no. 1 di seluruh daratan
China. Aliran sungai Yang Tzekiang / Chang Jiang daerah hulunya adalah
Chengdu, tentu bagi penduduk Chengdu untuk mengantarkan ke daratan tengah
maka pelayaran-lah yang diperlukan. Sungguh kebetulan, Jiangling adalah kota
pelabuhan pertama sampai dari Chengdu dan yang masih terbesar di seluruh
daratan China dari daerah hulu sungai di Chengdu.)
"Dan... Kabarnya kakak hanya mempunyai 2 saudara wanita lainnya. Tentu sutera
terbagus tersebut yang bermotif kelakian tidak akan diberikan kepada mereka
kan?" tutur Yumei sambil tersenyum sangat manis kepadanya seraya
mengembalikan sutera bagus tersebut ke arah Xufen.
"Apa kamu tidak mengingkannya lagi?" tutur Xufen yang agak heran mendapati bahwa sutera tersebut dikembalikan.
"Tidak kak... Aku benar tidak membutuhkannya." tuturnya sambil tersenyum manis, kemudian dengan ceria sambil memegang bola kecil gadis cilik
meninggalkan ruangan utama.
Mengawasi kepergian gadis cilik, sambil menghela nafas panjang Xufen
mengatakan. "Anak ini...
Jelas bakal jauh lebih cerdas dari padaku suatu hari nantinya..."
Jieji hanya tersenyum saja melihat kelakuan adik kecilnya tadi, kemudian dia
memandang ke arah Xufen penuh arti.
"Jika sudah besar, ingin sekali kuwariskan kemampuanku yang tiada seberapa itu kepadanya. Entah dia mau atau tidak?" sambung Xufen sambil tersenyum.
"Kita lihat saja nantinya...." tutur Jieji sambil tersenyum kepadanya.
Karena beberapa kata-kata Xufen inilah, Jieji mewariskan Ilmu Jari Dewi
Pemusnah kepada adik kecilnya itu. Dalam 3 tahun kehidupan di Tongyang, Jieji
memberikan wejangan yang sangat tekun kepada Yumei.
Sedangkan dalam ilmu pedang, jelas bahwa Yumei adalah berasal dari keluarga
Xia, maka dia mendapatkan warisan ilmu pedang ayunan dewa. Karena rasa
sayangnya kepada adik kecil-nya, Jieji bahkan mengajari 2 tambahan jurus dari
Ilmu pedang ayunan dewa.
Hal ini tentu membuat Yumei telah menjadi seorang pesilat yang ulung di dunia
persilatan yang tidak bisa dipandang remeh.
*** "Tentu bukan begitu maksudku...
Apa benar Lu Ping itu melawan ketika dia tidak punya jalan lain lagi?" tanya Jieji untuk memecah rasa dongkol adik kecilnya.
Sebelum Yumei menjawab, kepala polisi menyahut.
"Tadi pendekar wanita telah memancingnya dengan beberapa kalimat saja.
Lantas seakan tiada percaya, Lu Ping seakan tiada percaya ingin beranjak. Lu
Ping sebenarnya adalah seorang jagoan dari utara. Tetapi dalam 1 jurus saja,
pendekar wanita berhasil menghentikannya."
"Meski kakak kelima tadinya mabuk, tetapi masih ingat dengan jernih apa
kata-kata Lu Ping kan?" tutur Yumei sambil tersenyum menggoda ke arahnya.
Jieji mengangguk saja. Dia kemudian tersenyum setelah mengingat kembali
kejadian di rumah makan.
"Lu Ping hanya datang sendirian. Tadinya dia meminta mie daging 3 mangkok
dan sungguh sangat mengherankanku. Ternyata setelah di tunggu demikian
lama pasti tamunya tidaklah datang. Setelah turun dari tangga tadinya, sempat
kulihat bahwa 3 mangkok mie telah habis dilahapnya. Dari sinilah aku menebak
tepat bahwa pembunuhnya kemungkinan besar adalah Lu Ping." tutur Jieji sambil berpikir.
"Betul... Tidak mungkin seorang yang seberapa lapar pun tidak akan meminta pesanan
sekaligus 3 mangkok. Ini namanya kejanggalan yang berakibat fatal." tutur Yumei tanpa melepaskan senyum di wajahnya.
"Tadinya pendekar wanita juga berkata hal yang sama. Pendekar wanita hanya menanyai apakah dia pernah datang ke rumah makan tersebut. Tetapi Lu Ping
menjawab "tidak pernah". Dari sinilah pendekar wanita menjalankan aksinya lebih lanjut." tutur kepala polisi menyambung.
"Dengan kata lain, tidak mungkin seseorang yang belum pernah masuk ke rumah makan lantas meminta porsi yang sungguh aneh baginya yang seorang diri saja.
Tidak akan aneh jika dia sengaja memesan berlebih jika orangnya royal, tetapi
yang anehnya adalah dia menghabisi ketiga mangkok mie untuk membuat alibi
bahwa dia telah lama sekali disana...
Sebuah tipu yang bagus jika tidak ada orang yang betul melihatnya." tutur Jieji sambil tersenyum.
"Ketika kutanya hal tersebut kepadanya. Dia kontan terkejut bermandikan
keringat, jadi bisa kupastikan bahwa dialah pelakunya. Dengan kutakut-takuti
sedikit lagi kupikir bisa membuatnya mentalnya jatuh. Dan ternyata benar." tutur gadis kecil tersebut.
"Untunglah tadinya pendekar wanita sengaja memancingnya dengan
berkata-kata bahwa di atas atap penuh debu, kenapa ada beberapa jejak kaki
serta terbukanya jendela kecil di atas." tutur kepala polisi melanjutkannya.
"Itu adalah analisis untung-untungan. Sebenarnya aku juga tidak yakin bahwa dia benar pernah berada di atas." tutur Yumei sambil berpikir pikir.
"Tidak adik kecil...
Itu bukan untung-untungan...." tutur Jieji sambil melihat ke arahnya dengan senyuman menggoda.
Yumei melihat sekilas ke arah kakak kelimanya. Dia lantas cukup bingung
mendengar penuturan kakak kelimanya itu. Dengan cepat, dia kembali berpikir.
Jieji sengaja membiarkan adik kecilnya itu berpikir dahulu oleh karena itu, dia tidak memberikan penjelasan lebih lanjut.
Begitu pula kepala polisi, dia juga segera memeras otak mendengar kata-kata
Jieji. Tiada lama, Yumei terlihat berteriak tertahan.
"Aduh..."
Jieji yang melihat tingkah adik kecil yang kelihatan cukup polos lantas tertawa terbahak-bahak.
"Benar... Aku sudah tahu...
Jika tidak melalui jendela tentu jejak kaki di bawah akan jelas karena sudah jelas bahwa tiang penyangga sangat kotor oleh debu. Kenapa tiba-tiba aku bisa begitu
bodoh dan tidak pernah terpikir?" tutur Yumei dengan alis mata yang berkerut.
"Betul.. Betul...." tutur Kepala polisi sambil tersenyum hangat.
"Oyah kepala polisi. Belum kuketahui siapa nama anda?" tutur Jieji kepadanya.
"Namaku Shan thong, tiada tahu nama pendekar besar. Sungguh maaf..." tutur Kepala polisi tersebut sambil memberi hormat kepadanya.
Jieji memberi hormat kepadanya.
"Namaku Zhang Ji. Dia adalah adik kecilku, namanya Zhang Mei.."
Kepala polisi Shan Thong memberi hormat kembali kepadanya dan dilanjutkan
ke arah Yumei. "Sungguh terima kasih atas semua kejadian yang merepotkan kedua pendekar
besar...."
"Jika ada lagi kasus hebat, tolong hubungi kita saja di rumah makan selatan "An Hao"..." tutur Yumei sambil tersenyum kepadanya.
"Tidak berani merepotkan ketenangan kedua pendekar... Terima kasih sekali
lagi..." tutur Kepala polisi itu kemudian dengan memberi hormat dan meminta pamit.
Jieji yang sedari tadi sudah berdiri bersama Yumei juga melakukan hal sama.
Mereka bersama-sama meninggalkan wisma Lu setelah kasus tersebut telah
selesai. Dalam perjalanan pulang setelah berpisahan dengan para polisi,
Yumei membisiki Jieji.
"Lu Ping ternyata penguasa tombak pengejar nyawa. Tidak disangka antek-antek Huo Xiang sangat banyak disini..."
"Tidak heran...
Dari dahulu, Huo itu sudah ingin menelan daerah selatan. Bahkan..." tutur Jieji.
"Bahkan kaisar Persia sepertinya sudah berada di bawah perintahnya dalam
setahun terakhir. Sungguh hebat dan alot orang ini..." tutur Yumei sambil
menghela nafas panjang.
"Kita usahakan jangan bergebrak dengannya disini..."
"Apa kakak kelima bisa takut juga kepadanya?"
"Tidak... Aku mengkhawatirkan keselamatanmu disini..." sahut Jieji kemudian dengan memandangnya.
"Tidak mengapa...
Seorang pesilat yang terlahir di dunia persilatan, bahaya apapun sudah menjadi
kewajiban pertemuannya." tutur Yumei sambil memandangnya dengan serius
pula. "Tidak... Sementara kita diam saja disini. Setahun terakhir aku telah
merepotkanmu. Bahkan adik kecil rela menjadi pelayan sebuah rumah makan
saja untuk mendapatkan makan dan minum-nya kakak. Sungguh sangat
memalukan..." tutur Jieji menggelengkan kepalanya sambil menghela nafas
panjang. "Tidak... Bukan begitu kakak kelima. Bagaimanapun sementara kita akan lebih aman di daerah selatan ini kan" Setidaknya dari kejaran orang utara. Kita tinggal dahulu seperti biasa disini. Jika ada perubahan, maka untuk menghindar pun
masih sanggup..." tutur Yumei.
Jieji hanya mengangguk pelan kepadanya sambil menghela nafas panjangnya.
Dia kembali memandang adik kecilnya yang sangat kuat mentalnya itu. Sambil
menghela nafas panjang tiada putusnya, mereka berdua kembali ke penginapan
atau rumah makan An Hao.
BAB CIV : Menuju Ke Lin Qi
Bagian Utara dari Persia...
Kediaman Raja kera / Huo Wang ataupun Huo Xiang, Partai Bunga Senja...
Dengan mentereng dan agung-agungan terlihat seorang pria yang berambut
putih sudah duduk disana. Di kursi kebesaran yang mirip singgasana, terdengar
tawa yang sungguh sangat ngeri adanya. Tawa pria tua tersebut tidak begitu
cepat berhenti, bahkan sudah beberapa saat suara balai utama partai masih
"ditarikan" suara tawa licik orang tua itu.
Beberapa saat kemudian, segera terlihat datangnya seseorang yang berjalan
tenang menuju balai utama.
"Ayah...."
Terdengar sebuah suara kemudian memecahkan suara tawa pria tua tersebut.
"Ha Ha.... Puteriku yang cantik dan manis...
Kemarilah..."
Gadis usia 20 tahunan yang terlihat berpostur cukup tinggi dan cantik dengan
kulit putih yang halus, serta hidung yang mancung segera beranjak ke dalam
ruangan dengan langkah perlahan dan sekilas terlihat cukup menggairahkan.
Pakaian yang dipakai gadis cantik tiada lain masih pakaian yang terbuka
pusarnya, sedang bagian atas hanya terlihat memakai selendang yang cukup
tipis untuk menutupi aurat tubuhnya.
"Ayah... Kenapa terus-terusan tertawa saja sejak siang tadi?" tutur puteri Huo Xiang ini dengan agak keheranan.
"Thing-er (Nak Thing)...
Kaisar Persia ternyata orang yang bodoh luar biasa. Jika dari dahulu kutahu,
pasti ketawaku ini sudah sejak dahulu kulakukan." kata Huo Xiang menjawab
pertanyaan puterinya itu.
"Jadi ayah sudah berhasil?" tutur puterinya tersebut yang kelihatan rasa senangnya sesaat berbareng terkejut.
"Betul... Betul..." tutur Huo Xiang dengan senyuman liciknya kembali.
"Lalu dimana Kaisar tolol yang dikatakan ayah itu sekarang?"
"Dia sudah kukurung di dalam penjara bawah tanah kita. Dan lihatlah ini..." tutur Huo Xiang sambil mengeluarkan sesuatu dari balik bajunya.
Benda yang dikeluarkan Huo Xiang tiada lain adalah sebuah Cap atau stempel.
Benda yang terbuat dari emas asli dan bertahtakan 7 batu mustika tersebut
segera dijemput puterinya.
Sesaat, Dia tentu terkejut. Benda yang dipegangnya adalah stempel asli kerajaan Persia.
Sambil terkagum-kagum dia melihat benda seperti itu. Lantas, tiada lama
mengamati, dia pun tertawa sendiri.
Huo Xiang yang melihat puterinya tertawa, juga melanjutkan tawa liciknya
kembali. Tetapi kesenangan keduanya sebenarnya tidaklah lama...
Sebab langsung saja terdengar langkah suara berpuluh orang disana yang
mendekati ruang balai utama.
Huo Xiang kontan melihat ke arah pintu dan Thing-thing langsung saja menoleh
ke belakang. Beberapa puluh orang langsung berlutut.
"Hormat kepada Ketua....."
Gerakan kesemuanya dilakukan dengan sangat rapi dan serentak.
"Baik.. Berdirilah..
Apa penasehatku sudah pulang?" tutur Huo Xiang dengan tersenyum ke arah
mereka semua. Fu Sha, seorang yang memiliki postur tubuh pendek dan jidat besar segera
berjalan dari arah pintu untuk masuk ke dalam. Segera dia memandang ke arah
tempat duduk-nya ketua Partai bunga senja itu.
Di wajahnya terlihat garis yang cukup mendalam. Tetapi sinar matanya terlihat
sedang menyinarkan perasaan yang ngeri. Sepertinya telah terjadi sesuatu hal.
"Bagaimana perjalananmu kali ini ke Sung?" tutur Huo Xiang kepadanya.
"Apakah rencana kita berhasil?" tutur Thing-thing juga seraya menanyainya.
Fu Sha terlihat memberi hormat perlahan.
"Ketua... Perjalanan kali ini ke Sung membawa berita yang cukup bagus."
"Jadi Zhao kuang-yi bersedia berserikat dengan kita" Ataukah Liao yang jadi berserikat dengan kita?" tanya Huo Xiang.
"Hm... Kedua pihak baik Liao ataupun Sung bersedia untuk berserikat. Liao bahkan
menyambutku dengan sangat baik sekali." tutur Fu Sha dengan riang.
"Lalu bagaimana dengan Sung menyambutmu" Bukankah dahulu China daratan
sempat "mengasingkan" dirimu kemari?" tanya Huo Xiang kembali seraya bangkit dari kursinya.
"Tidak terjadi hal apa-apa pun. Sung juga sama menyambutku dengan baik.
Yang Ying yang menjadi jenderal perbatasan juga sangat menghormati kita.
Hanya saja...."
Kata-kata Fu Sha tidaklah dilanjutkan lagi. Sepertinya dia enggan
memberitahukan lanjutannya.
Huo Xiang yang melihat penasehatnya diam, kontan segera emosi.
"Hanya saja apa?"?"teriaknya dengan keras.
"Hanya saja..." tutur Fu Sha kembali dengan menggelengkan kepala. Dia berbalik ke arah para murid lainnya yang sedang berlutut menghadap ke arah Huo Xiang
itu. Maksud Fu Sha adalah meminta para murid-murid lainnya untuk mengatakannya.
"Kamu... Katakan... " tutur Huo Xiang seraya menunjuk salah satu murid perguruannya itu.
Sambil ketakutan, orang yang ditunjuk segera menyampaikan kata-katanya.
"Semua pendekar di Sung... Yang Ying, Dewa Ajaib, Yuan Jielung serta
orang-orang dari Kai Bang sangat menghormati anda. Hanya saja..."
kembali murid perguruan tersebut diam tanpa berani melanjutkan.
"Katakan!!!! Atau kubunuh kau!!!" teriak Huo Xiang dengan sangat marah kepada salah satu muridnya itu.
"Baik.... Hanya saja Sun Shulie yang mengatakan bahwa Ketua orang yang licik, dan
tiada berguna juga tidak perlu ditakutkan.
Kelak ketua... ketua.... Ketua akan mati oleh orang yang rendahan saja...."
tuturnya memberanikan diri.
Mendengar penuturan anak buah sekaligus muridnya itu, lantas Huo Xiang
marah besar. "Kau!!! Kau sudah melakukan hal yang murtad!!! Pengawal!!!
Bawa keluar dan penggal kepalanya!!!" tutur Fu Sha yang sedari tadi diam
menyaksikan itu.
Fu Sha adalah orang yang licik luar biasa. Dia tahu bahwa dengan mengatakan
kabar seperti ini kepada Huo Xiang, tentu dia bahkan marah luar biasa ketika
mendengarnya. Maka dengan licik, dia "melemparkan" kesalahan tersebut ke anak buahnya sendiri.
Tanpa peduli teriakan muridnya, Huo Xiang masih tetap marah luar biasa.
"Sun Shulie... Sun Shulie... Akan kubuktikan kalau aku akan menyerang China daratan..."
Tuturnya berulang-ulang.
Sementara itu, wajah puteri Thing-thing terlihat memerah. Dia sedang mengingat
sebuah hal. Sebuah hal yang sudah lama sekali, sekiranya telah 5 tahun yang
lalu. Dia tidak mempedulikan marahnya sang Ayah. Malah terlihat dia tidak berani melihat ke depan, melainkan hanya melihat ke bawah lantai.
"Ketua... Harap jangan terlalu emosi lagi. Aku mempunyai sebuah berita yang cukup bagus juga selain itu ada sebuah kabar yang kurang mengenakkan di
dengar." tutur Fu Sha kemudian kepadanya.
"Nah... Apa itu"Coba kau katakan yang tidak enak didengarkan dahulu." tutur Huo Xiang sambil melihat kepadanya.
"Di daratan China kali ini, perjalananku kembali terhambat sedikit..."
"Apa" Siapa yang sanggup menghalangi 20 orang terbaik muridku yang kukirim bersamamu?" tutur Huo Xiang seakan tiada percaya.
"Kita dirintangi oleh seorang wanita bertopeng aneh..."
"Wanita bertopeng aneh?" jawab Huo Xiang dan puterinya secara serempak.
"Betul... Wanita ini sangatlah sakti. Kemampuannya mungkin setingkat dengan ketua.." tutur Fu Sha yang kembali mengingat kejadian itu.
"Apa benar di daratan China ada seorang wanita bertopeng yang sangat lihai?"
tanya Huo Xiang kembali kepadanya.
"Tiada orang yang tahu nama sesungguhnya. Tetapi baru bergebrak 3 jurus, 20
orang pendekar kita sudah dikalahkannya. Namun anehnya dia tidak melakukan
pembunuhan." tutur Fu Sha.
"Lantas apa hal yang ingin kau katakan dari sini?"
"Dia menanyaiku keberadaan Xia Jieji.. Hanya itu..." jawab Fu Sha.
"Tentunya kamu tidak memberitahunya kan?" tanya Huo Xiang sambil tersenyum penuh arti.
"Tidak mungkin kukatakan. Sebab kita pun tidak tahu dimana dia berada... Hanya ini hal yang ingin kusampaikan kepada ketua." tutur Fu Sha sambil tersenyum.
Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Melihat cara senyumnya Fu Sha, Huo Xiang mengira bakal ada berita bagus.
Langsung saja dia menanyakannya.
"Baiklah... Sekarang apa hal bagus lainnya yang ingin kau katakan?"
"Sinar emas itu...
Kabar dari daerah China daratan mengatakan bahwa Xia Jieji ingin mencari itu
dan tentunya sudah diketahui ketua di hari-hari sebelumnya. Tetapi ketua pasti
tidak tahu bahwa sebenarnya Xia Jieji dari jauh hari sudah berada di sini, di
Persia..." tutur Fu Sha.
Huo Xiang terlihat cukup kaget mendengar berita dari Fu Sha.
"Jangan-jangan?"?"
"Betul... Orang yang kita tawan sekitar 2 tahun lalu tiada lain benar adalah Xia Jieji..."
jawab Fu Sha. Huo Xiang seakan tiada percaya kata-kata dari Fu Sha, penasehat andalannya
itu. Dia segera mengingat kembali kejadian 2 tahun lalu.
*** Jieji berkuda dengan cepat, tujuannya tiada lain benar Persia. Sebuah tempat
yang disarankan oleh Xue Hung kepadanya jika di daratan China dia mengalami
masalah. Tetapi dia tertangkap ketika hampir mencapai wilayah perbatasan Iran dengan
India oleh Thing-thing.
Sungguh beruntung, saat Jieji bergebrak beberapa jurus dengan nona cantik itu,
ruangan aula utama Shaolin tidaklah terang.
Bagaimana rupa Xia Jieji yang sesungguhnya tidaklah dilihat dengan benar
olehnya. Meski begitu, Jieji dijebloskan di dalam penjara bawah tanahnya Huo Xiang. Di
dalam penjara, Jieji mengalami berbagai siksaan selama 7 bulan lebih.
Sampai suatu hari...
Suara terbukanya pintu penjara terdengar.
Di dalamnya terdapat 2 orang pria yang masing masing sedang terikat kedua
tangannya di borgol besi. Seluruh ruangan adalah terbuat dari besi baja yang
sangat alot dan kuat. Disinilah Huo Xiang mengurung kedua pendekar hebat di
China daratan. Di sisi kiri terlihat Jieji sedang kepayahan, wajahnya penuh memar dan bibirnya terlihat berdarah. Rambut memutihnya terurai seiring dengan tunduknya
kepalanya. Sedangkan di sebelah kanan terlihat seorang pemuda tua yang
umurnya 60-an sedang mengerahkan tenaga di kedua tangannya yang juga
terborgol. Wajah pemuda tua tersebut telah putih, tenaganya seakan telah habis.
Kedua kakinya acapkali terlihat gemetaran.
"Tidak ada gunanya..." terdengar suara seorang wanita yang lembut dan merdu.
Seorang pria tua lainnya selain Jieji hanya memandang sekilas ke arah wanita
muda tersebut. Lantas dengan berpaling muka dia tidak melihatnya lagi.
"Nona cantik!!!
Kapan-kapan kau layani kita berdua dong... Terkurung di tempat sesepi ini
sungguh sangat membuatku bosan sekali... Apalagi sepertinya sudah 7 bulan
aku tidak bermain-main wanita. Sungguh membosankanku...."
Suara nada yang terkesan sangat menghina segera mengalihkan pandangan
nona cantik tersebut ke arah pemuda yang berbicara.
Pandangan mata nona cantik kontan berubah menjadi memerah. Sinar matanya
seakan terlihat menyala memerah di dalam keadaan penjara yang cukup gelap
itu. Pembuka suara tiada lain adalah Jieji. Tujuannya tiada lain adalah untuk
menghindarkan orang tua tersebut berbuat masalah lebih lanjut terhadap nona
cantik nan keji ini.
Dengan cepat, si nona beranjak ke tempat Jieji. Lantas ditamparkan tangannya
ke pipi Jieji dengan sangat keras.
Suara tamparan benar membuat semua orang bakal merinding jika
mendengarnya. Melainkan Jieji, dengan bibir yang berdarah banyak dia masih bisa mencandai
Thing-thing. "Nona... Kau bersudi bermain denganku" Hebat sekali permainan nona cantik ini.
Dia memilih untuk memainkan tangannya terlebih dahulu untuk sekedar
hitung-hitung pemanasan." tutur Jieji kembali kepadanya dengan amat kasar.
Kali ini, Thing-thing bukannya marah. Dia melihat tajam ke arah tatapan mata
Jieji. Setelah beberapa lama, dia kemudian terlihat berpikir.
Angannya tertembus ke beberapa waktu lalu. Ketika dia sedang bergebrak
dengan Jieji di ruangan balai utama Shaolin. Di ngatnya semua tindakan satria
dari seorang Jieji. Kata-katanya yang terkesan bijaksana teringat olehnya.
Apakah mungkin orang di depannya betul adalah Xia Jieji. Beberapa pertanyaan
sepertinya sedang menggeluti pikirannya.
Beberapa saat kemudian, terlihat kembali dia memandang Jieji.
Dia sedang berpikir, tidak mungkin bahwa orang di depannya adalah Xia Jieji
yang terkenal di dunia persilatan tersebut.
Jelas tindakan pemuda di depannya sangatlah berbeda 180 derajat dengan
orang yang benar-benar pernah dijumpainya. Mengenai wajah, Thing-thing juga
hanya melihatnya sekilas saja.
"Kalau kau bukan Xia Jieji. Maka besok adalah kematianmu. Hari ini adalah hari terakhir aku menjumpaimu..." tutur Thing-thing dengan tatapan mata yang buas sekali kepadanya.
Sementara itu, Jieji memang sedang memandangnya. Tanpa getar sedikitpun,
pemuda ini malah tersenyum tertawa secara jenaka.
"Kau masih bisa tertawa?" tutur Thing-thing yang marah secara langsung.
"Belum melihat maut sepertinya kau tidak akan senang..."
Kata-kata itu ditutup dengan melangkahnya kaki si nona cantik ke depannya. Jieji memang heran dengan tindakan si nona tersebut. Dan tidak berapa lama, rasa
heran Jieji makin menjadi.
Sebab Thing-thing segera memeluknya.
Tentu hal ini sangat mengejutkan siapapun di dalam ruangan tersebut. Orang tua
di sampingnya tidak tahu apa hal yang sedang terjadi. Dia merasa bahwa ini
adalah mimpi yang luar biasa hebatnya.
Beberapa bulan, Jieji benar disiksa secara terus menerus oleh Thing-thing.
Tetapi dengan berusaha membelanya, orang tua sering juga mengucapkan
kata-kata yang tidak selayaknya kepada nona cantik itu dan ini berakibat
beberapa pukulan serta tamparan di mukanya. Maka daripada itu, kali ini melihat nona nan keji memeluk pemuda tersebut kontan membuatnya luar biasanya
heran. Jieji sedang berputar otaknya merasakan Thing-thing yang sedang memeluknya.
Darah pemudanya kontan berdesir hebat dibuatnya. Tetapi tanpa perlu waktu
lama, Jieji sudah mampu menguasai dirinya.
"Ha Ha....
Akhirnya nona cantik ini telah jatuh ke tanganku. Apa kubilang kan" Aku sudah
bertaruh denganmu, bukan begitu orang tua bermarga Zeng" Kalau begitu sudah
barang tentu diriku yang menang. Malam ini aku akan menikmati tidur dengan
gadis secantik peri di langit tingkat ketujuh...." tutur Jieji sambil tertawa terbahak-bahak.
Thing-thing ternyata tidak berhenti sampai disini. Segera dia membuka pakaian
pemuda di depannya. Dengan gerakan yang masih tetap memeluk, dia
melekatkan bibirnya ke bahu si pemuda.
Jieji sudah bisa mengira apa maksud dari nona cantik tersebut. Dan tidak
mungkin kalau Thing-thing dengan mudah jatuh cinta kepadanya. Kata-kata
terakhir dari Jieji adalah sengaja di katakan dengan kasar kembali. Tujuannya
tentu bakal dilihat sebentar lagi.
Sedangkan tujuan Thing-thing tiada lain adalah untuk memancing Xia Jieji. Jieji yang pintar tentu sudah mengira sebahagian besar maksud nona cantik ini. Oleh
karena itu dengan mengucapkan kata-kata kasar, Jieji tentu berusaha menipu
melanjutkan permainan sandiwaranya itu.
Dengan terkejut berbareng sakit, Jieji terdengar berteriak sangat keras.
Suara yang aneh yang belum pernah terdengar mengikuti teriakan pilunya Xia
Jieji. Hanya sebentar saja, dilihatnya ke arah nona cantik yang telah mundur beberapa
langkah ke belakang. Sambil kesakitan, Jieji kembali memaki.
Beberapa sumpah serapah keluar dari pemuda untuk menghina nona cantik itu
kembali. Dengan gerakan meludah, Thing-thing sepertinya membuang sesuatu benda dari
mulutnya. Yang mengerikan adalah mulut nona cantik ini telah penuh darah yang
berwarna merah.
Orang tua yang berada di sebelahnya Jieji tiada lain adalah Zeng Qianhao alias
Pei Nanyang. Dia juga tertangkap oleh dedengkotnya Huo Xiang ketika dia
sampai di Persia.
Sebenarnya Pei adalah jago kelas wahid yang luar biasa tingkatan kungfunya.
Meski Huo Xiang bertarung satu lawan satu, dia sendiri tiada keyakinan untuk
menang akan jurus 18 telapak naga mendekamnya. Pei tertangkap dengan cara
liciknya Huo Xiang yaitu menaburkan racun di hulu sungai tempat Pei minum
untuk melepas dahaga dari perjalanan panjangnya menuju ke Persia.
Pei Nanyang terkejut melihat benda yang diludahkan oleh Thing-thing ke lantai
kotor tersebut. Ternyata adalah sepotong daging kecil dari bahunya Xia Jieji.
Sesaat, dia tahu dengan benar. Tidak mungkin bahwa nona kejam luar biasa
tersebut tanpa alasan lantas sudah tunduk. Dia hanya terlihat menghela nafas
panjang. "Kau juga mau merasakannya" Orang tua tidak berguna....." tutur Thing-thing dengan wajah yang menyeramkan. Tatapan mata ganasnya sudah mengarah ke
arah Pei Nanyang.
"Tidak perlu... Masih sebagian dari sebelah sini yang belum kamu gigit... Ayok..
Gigitlah!!!" teriak Xia Jieji yang sedang kesakitan luar biasa tersebut ke arahnya.
Thing-thing tidak menghiraukan Xia Jieji. Melainkan dia tetap memandang ke
arah Pei Nanyang.
"Besok adalah hari kematianku. Lepaskanlah pemuda yang tiada hubungan
apapun ini. Bagaimana nona pendekar?" tutur Pei Nanyang yang seakan
melemah. "Kamu sudah tiada berguna. Tenaga dalammu semua telah terhisap oleh
ayahku. Aku menginginkan kematian dia karena sudah terlalu menghinaku. Jika
dia tidak mati, apa kata orang nantinya."
"Tidak... Tidak akan terjadi apa-apa. Aku menjaminnya..." jawab Pei.
"Kalau aku sudah keluar dari sini. Akan kukatakan ke seluruh penduduk Persia bahwa aku sudah meniduri wanita no. 1 di Partai Bunga Senja, namanya Huo
Thing-thing. Dan ini adalah buktinya." tutur Xia Jieji dengan melihat ke arah bahunya yang tergigit olehnya tadi sambil tertawa terbahak-bahak kembali.
Thing-thing yang mendengarnya kali ini tiada marah. Tentu dengan tiada marah,
maka Thing-thing jauh lebih ganas dari ketika dia meluapkan emosi sesaatnya
itu. Pandangannya seakan tersenyum mengerikan kepada Jieji. Tetapi dasar Jieji
tidak pernah gentar akan pandangan seperti itu. Baginya dipandang oleh
seorang nona ganas tentu tidak semengerikan daripada pandangan manusia no.
1 kesaktiannya sejagad yaitu Yue Liangxu. Lantas seakan tetap tertawa dia
melanjutkan memaki.
"Kalau kau bunuh aku, maka semua penduduk neraka dan Dewa neraka akan
kuberitahu. Aku sudah meniduri wanita secantik bunga dari Partai bunga senja
ini..." "Kalau begitu...."
tutur Thing-thing dengan tersenyum sambil mencabut sebilah pisau dari
pinggangnya. "Akan kupotong dahulu lidahmu.. Biar di nerakapun kau tidak bisa memberitahu orang lain..."
Sambil berkata-kata, Thing-thing maju selangkah demi selangkah. Matanya
terkandung kebuasannya binatang. Senyum di wajahnya sungguh sangatlah
mengerikan. Pei Nanyang kontan sangat terkejut ketika melihat aksi Thing-thing. Dia ingin
memaki kembali. Tetapi sebelum dia melakukannya.
Dia mendengar suara pilu para pemuda penjaga penjara bawah tanah itu.
Kontan mengurungkan niatnya, dia bermaksud keluar dari pintu baja.
Namun sungguh sial nasib Thing-thing. Sebelum dia mampu menoleh melihat
apa yang terjadi, sebuah sinar hijau terang telah dilihatnya. Bersamaan dengan
redupnya cahaya hijau, di lehernya telah terasa hawa dingin yang menakutkan.
Dengan menoleh ke arah pembawa pedang, dia terkejut.
Seorang gadis muda yang cantiknya tidak kalah dengannya sedang
menawankan pedang ke arahnya.
Jieji dari dalam melihat jenis pedang tersebut kontan bergembira. Dia ingin
berteriak, tetapi setelah dipikir-pikir dia mengurungkan niatnya.
Dengan berjalan mundur, terlihat Thing-thing tidak mampu bergerak. Dia hanya
mengangkat kedua tangannya sambil melihat ke ujung pedang yang sangat
dekat dengan lehernya itu.
"Wah.... Ada nona cantik yang lainnya juga. Hari ini betul beruntung sekali diriku!!!!" teriak Jieji kemudian setelah melihat siapa yang datang tersebut.
Nona kecil langsung melihat ke arah Xia Jieji. Meski kata-katanya sungguh aneh
untuk kakak kelimanya, tetapi Yumei sungguh tahu bahwa sebenarnya orang di
depannya tiada lain tentu kakak kelimanya. Menurutnya, kakak kelimanya itu
sedang bermain sandiwara. Lantas dia mengikutinya.
"Siapa kau" Sungguh jorok mulutmu itu...." tutur Yumei dengan nada
berpura-pura marah.
Sedang Jieji hanya menggelengkan kepalanya dengan keras kesamping untuk
memberi tanda kepadanya.
Tindakan Jieji dilihat jelas maksudnya oleh Yumei yang sangat cerdas itu. Lantas dengan tangan kirinya, dia segera menghantamkan tapak yang tidak keras ke
arah tengkuknya Thing-thing. Segera saja, Thing-thing melorot kebawah dan
tidak sadarkan diri.
Inilah cara Xia Jieji dan Pei Nanyang melarikan diri dari ketatnya penjara bawah tanah Huo Xiang.
*** "Benarkah orang di penjara adalah Xia Jieji?" tutur Thing-thing setelah mengingat kembali semua kejadian itu.
"Benar... Dialah orangnya..." tutur Fu Sha seraya mengangguk.
"Tetapi aneh sekali... Tidak mungkin ketika kukerahkan Ilmu dewa pembuyar
tenaga dalam, tidak ada reaksi tenaga dalam yang keluar dari tubuhnya." Huo Xiang berkata sambil mengingat kembali.
"Itu karena tenaga dalam Xia Jieji telah berbaur dengan tenaga dalam Yue
Liangxu. Seperti yang kita ketahui, Ilmu pemusnah raga adalah gabungan unsur
tenaga dalam. Baru-baru ini ketika berada di Sung, aku mendengar banyak
pesilat yang mengatakan bahwa Xia Jieji telah tidak mampu berjaya lagi. Itulah
alasannya...." sahut Fu Sha memberi jawaban kepada Huo Xiang.
"Jadi begitu" Kalau begitu kitalah yang melepaskan harimau kembali ke
gunung..." tutur Thing-thing yang terlihat kecewa.
"Tidak.. Harimau kali ini bisa kita tangkap kembali.." tutur Fu Sha dengan wajah yang tersenyum ngeri.
Fu Sha segera menuju ke arah Huo Xiang, lantas dengan berbisik pelan dia
mengatakan sesuatu di telinganya. Berbareng munculnya kata-kata dari mulut Fu
Sha, Huo Xiang kontan tertawa terbahak-bahak.
Meski si puteri tidak tahu apa maksud sang ayah, tetapi melihat bahwa ayahnya
sangat senang. Maka dia juga ikut senang karena dia tahu tipu dari Fu Sha kali
ini memang cukup brilian.
Di sebelah selatan...
Dua hari setelah selesainya kasus di kediaman Lu.
Jieji pagi-pagi telah berdiri di sebuah tanah datar sebelah selatan. Dia terlihat sedang menyiramkan arak di tangannya ke tanah. Tiada lama, terlihat dia
berlutut untuk menyembah sebuah papan kuburan.
Sebuah nama yang terukir secara dalam dan jelas.
"Pendekar besar Yun-nan, Zeng Qianhao Pei Nanyang"
"Adalah kesalahanku... Perginya tetua adalah kesalahanku... Sudah berselang 1
tahun lamanya, semua janjiku kepada tetua masih belum sanggup
kulaksanakan..." Selesai berkata-kata, dari wajahnya terlihat tetesan air mata.
"Kakak kelima..." terdengar suara seorang wanita nan merdu. Rupanya Yumei juga telah berada di sana.
Dengan berpaling, Jieji memberikan senyuman kepadanya.
Melihat Jieji tersenyum, nona cantik ini juga melemparkan senyuman manis
kepadanya. "Ada apa" Sepertinya kakak kelima punya sesuatu yang hendak dikatakan?"
tanya Yumei sambil mengerutkan dahinya.
Jieji tidak menjawabnya terlebih dahulu. Dia tetap tersenyum kepadanya
beberapa saat. Melihat senyuman di wajahnya yang telah terang kembali, Yumei lantas
menanyainya balik.
"Hari ini adalah 1 tahun tepat hari perginya tetua no. 1 di dunia persilatan China daratan. Kenapa kakak kelima terlihat begitu optimis?"
Sambil menggelengkan kepalanya, Jieji menjawab pertanyaan adik kecilnya.
"Bukan begitu... Hari ini sudah kuputuskan. Aku tidak akan hidup dengan cara begini rupa lagi..."
Mendengar apa perkataan Jieji, Yumei merasa girang. Tetapi dalam girangnya,
dia juga terasa heran.
"Maksud kakak kelima?" tanyanya kembali dengan mengerutkan dahinya.
"Sebelum tetua Pei menghembuskan nafasnya penghabisan. Dia memberiku
salinan 18 telapak naga mendekam. Ini adalah menjadi tugas serta kewajibanku."
tutur Jieji kepadanya.
"Tetapi bukankah di daratan China, pendekar besar Yuan telah menguasainya
dengan sangat sempurna?" tutur Yumei yang agak heran.
"Bukan begitu... Ilmu 18 telapak naga mendekam pemberian lisan tetua Pei lebih lengkap. Dan ada beberapa perubahan jurus terakhirnya. Aku akan
menyampaikannya secara lisan kepada pendekar Yuan begitu kita sampai China
daratan..." tutur Jieji sambil tersenyum kepada adik kecilnya.
Mendengar penjelasan Jieji, Yumei kontan girang tidak kepalang. Dia sangat
senang mendengar perkataan Jieji yang sepertinya ingin kembali ke daratan
tengah. "Lalu kapan kita berangkat?" tanya dengan penuh semangat.
"Kita tidak kembali ke China daratan terlebih dahulu..." jawab Jieji sambil tersenyum.
"Jadi" Jadi... Kita akan menuju ke arah barat?" tanya Yumei yang kontan bergembira.
Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Jieji mengangguk sambil tersenyum. Lalu dia angkat kepalanya ke langit.
"Aku akan mencoba mencari sinar emas itu. Kabarnya hanya sinar emas itu-lah yang sanggup menolongiku meski sebenarnya aku tidak yakin. Kita sudah
sampai kesini. Mustahil kita pergi begitu saja dan kembali, bukan begitu adik
kecil?" "Tetapi apa kakak kelima sudah tahu lokasi sesungguhnya dari daerah barat?"
"Sebahagian saja... Konon, Qin Shih Huang pernah membuat makam wanita
paling dicintainya disini. Yaitu di arah barat, namanya Lin Qi..."
"Lin Qi" Kenapa tidak pernah kudengar?" tanya Yumei kembali.
"Lin Qi adalah kebalikan dari Qi Lin (hutan misteri) di daerah Mongolia kuno.
Disitulah mayat Qin Shih Huang sebenarnya di temukan. Jadi di sebelah barat,
kita hanya perlu mencari tempat yang mirip dengan daerah hutan misteri-nya
Mongolia kuno." tutur Jieji sambil tersenyum optimis.
Melihat kakak kelimanya telah bisa bergembira tentu adalah barang yang sangat
bergembira baginya. Selama 1 tahun terakhir, dia berharap kakak kelimanya
BAB CV : Identitas Pendekar Wanita Pemakai Topeng
Daratan tengah...
Sebelah utara dari kota Shandang...
Perkemahan besar dari Jenderal Besar Yang Ying...
Dari sebuah meja yang besar dan panjang, telah terpampang sebentuk kain yang
panjang. Setelah ditilik dengan jelas, maka kain yang lebar panjang tersebut
tiada lain adalah peta bumi daerah utara.
Seorang pemuda tua dengan rambut yang mulai memutih sedang mengamatinya
dengan sangat serius bersamaan dengan adanya seorang pemuda berusia 30
tahunan juga ikut menyaksikannya.
Beberapa kali terlihat pemuda tua mengelus jenggotnya yang indah dan
sepanjang dada itu.
Mata pemuda tua tajam bagaikan elang yang hendak menyantap mangsanya.
Dari sisa guratan wajahnya, terlihat kharisma yang luar biasa tersisa.
"Kakak seperguruan... Bagaimanakah peta tersebut menurut kamu?" tutur seorang pemuda berusia 30 tahunan di sampingnya.
"Hm...." Pemuda tua hanya mendehem sekali. Matanya masih tetap serius melihatnya.
Tidak berapa lama kemudian, dia menyahut.
"Peta belum tentu adalah benar sepenuhnya. Tetapi dengan adanya peta
tersebut, maka kita ada keyakinan menang dalam perang kali ini."
"Setiap letak pasukan Liao ataupun Han utara disini terlihat sangat jelas.
Sepertinya memang Langit sedang berpihak kepada kita." tutur pemuda yang
lebih muda yang tiada lain tentunya adalah Sun Shulie alias Ming Ta.
"Kabarnya Chang GuiZhuang-lah orang yang mendapatkan peta tersebut dari
wilayah Han utara. Hanya saja orang bermarga Chang tiada pernah kita kenal,
melainkan kabarnya dia adalah murid dari teman pendekar Yuan. Menurutmu
bisa kita percaya seluruhnya dik?" tutur Yang Ying alias Zhao kuang yin.
"Chang asli orang partai Giok utara. Karena dulunya ketua partai bersahabat rapat dengan Yuan Jielung, maka ketua partai Giok utara meminta muridnya
Bagus Sajiwo 3 Perguruan Sejati Karya Khu Lung Pendekar Riang 5
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama