Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu Bagian 2
yang sedari tahu mengapa orang ini begitu terkejut, segera menariknya.
Setelah agak jauh ke taman. Dia berkata,"Tuan tidak usah takut, yang
anda lihat bukanlah hantu atau semacamnya. Dia cuman mirip dengan orang
yang anda temui 10 tahun yang lalu bersamaku."
Setelah dijelaskan sedemikian rupa. Tamu tua ini baru lega. Dia
berjalan kembali ke dalam ruangan.
Tanpa membuat tamunya menunggu. Wu Quan segera keluar. Para pesilat
yang menyaksikan tuan rumah ini, semuanya beranjak berdiri dari tempat
duduk dan memberi hormat.
Lantas Wu Quan mengatakan.
"Tuan-tuan, anda datang dari jauh untuk mengunjungi orang tua ini.
Sungguh sebuah kehormatan yang berlebihan."
"Tidak perlu sungkan, Tuan besar Wu." Jawab seorang pemuda paruh baya yang tidak lain adalah Ketua dunia persilatan.
Setelah mempersilahkan mereka semua duduk kembali. Wu Quan meminta para
pelayannya segera menyiapkan hidangan. Namun sebelum hidangan di
keluarkan. Terdengar suara gempar di luar.
Seorang pemuda berlumuran darah mendatangi ke dalam,"Hati-hati
kesemuanya. Baru berkata pemuda ini langsung jatuh terkulai."
Banyak pesilat ingin mendekati pemuda ini. Namun di cegah oleh
seseorang yang berjangkut tipis. Orang ini mempunyai sepasang mata
seperti elang. Pemuda yang telah terkulai ini memiliki ciri ciri, baik kedua mata,
telinga, hidung,dan mulut mengeluarkan cairan aneh.Dahinya telah hitam
kebiruan. Mulutnya mengeluarkan busa berwarna hijau, Telinganya
mengeluarkan cairan bening, Hidungnya mengeluarkan darah berwarna merah
jernih. Seluruh kukunya telah membiru.
"Hentikan, tidak ada yang boleh mendekatinya."
Semua orang berpaling ke arah suara itu. Ternyata dialah Si Kamus
kungfu, Yan Jiao.
Yan Jiao sebenarnya adalah seorang peneliti ilmu silat di bawah kolong
langit. Dia membuat buku yang mengurut kungfu nomor 1 yang pernah
dilihatnya secara langsung. Mengenai kondisi orang ini, dia sudah
memastikan apa yang sedang terjadi.
"Segera kalian cari sarung tangan, angkat kedua tangan dan kaki orang
ini. Dan bakarlah mayatnya. Perintah ini harus segera dilakukan."
Beberapa pesilat kelas bawah mengangsurkan mayat pemuda tadi.
"Ada apa" Sebenarnya apa yang terjadi?" Tanya tuan rumah.
"Ini adalah racun terdahsyat di zaman ini." Kata Yan Jiao.
Semua khalayak terkejut melihatnya.
Sementara Jieji yang semenjak tadi berada di ruangan ini sudah tidak
nampak. BAB XIII : Pertarungan pertama setelah sekian lama
Sesaat setelah melihat kondisi pemuda itu, Jieji sudah tahu apa yang
terjadi. Dengan segera dia mengejar ke depan. Tidak ada satupun yang
melihat tingkah Jieji sebab semua orang disini sedang terpaku melihat
kondisi pemuda yang tewas itu. Adalah kecuali seorang yang memandang
tindakannya terus.
Setelah berlari beberapa saat, Jieji meloncat ke atap. Disana masih
terdapat jejak darah. Dengan segera dia menyusul.
Begitu sampai di utara kota, dia menanyai penjaga pintu disana. Memang
benar, ada seorang pria aneh yang memakai sorban hitam di atas
kepalanya. Penjaga bermaksud menahannya, namun dengan sekali
berkelebat. Entah dia hilang kemana. Dengan segera Jieji menyusulnya.
Pemuda aneh bersorban hitam itu sedang berlari dengan ilmu ringan
tubuhnya, dan sesekali dia meloncat di tengah rimba. Namun dengan
tiba-tiba dan tanpa diketahuinya. Ada seorang pria disana yang sedang
menunggu pas di depannya.
"Kenapa" Sepertinya anda sedang takut dan merasa sedang dikejar?"
"Minggir, atau kau tidak dapat menginjak tanah dengan benar lagi." Kata pemuda bersorban hitam di kepalanya.
"Sorban hitam di kepalamu itu tujuannya adalah menutup wajah ketika
melakukan aksimu. Namun, aksimu ketahuan olehku. Kamu juga tahu, yang
sanggup mengejarmu mungkin cuma Yue Fuyan. Namun dia tidak akan
mengambil urusan mudah dan tidak berhubungan dengannya. Karena itu
mungkin kamu merasa akan aman-aman saja. Bukan begitu?" Tanya pemuda
ini. "Siapa kau?" Tanya pemuda bersorban hitam.
"Kamu sudah melupakanku, tapi tidak denganku. Kamu kan Tuan Bao
kura-kura itu?"
Terkejut juga Bao melihatnya. Orang yang pernah terkena racun pemusnah
raga itu masih hidup. Bao, terlihat terkesima seakan melihat setan.
10 tahun lalu, Bao memang mengejar Xufen dan Jieji dan sampai di sebuah
lembah. Ketika berada di DongYang, Jieji pernah berpikir tentang masalah ini.
Setelah beberapa tahun, dia makin sadar. Orang yang mau dibunuh
seharusnya adalah dia. Sebaliknya, mungkin Xufen adalah orang yang
ingin diculiknya 10 tahun yang lalu. Mengingat orang yang mempunyai
hubungan dengan Ilmu pemusnah raga telah hilang satu-persatu.
Di depan bukit, nampak seorang wanita berumur 50-an sedang menyaksikan
dengan asyik percakapan dua orang ini.
"Ha Ha.... Kamu ternyata tidak mati. Tapi ada yang perlu saya
beritahukan. Orang yang mengejarmu itu memang aku. Namun orang yang
melemparkan racun ke bahumu bukanlah diriku. Ini kuberitahu supaya kamu
tidak mati penasaran." Kata Bao Sanye.
Hal ini membuat Jieji lumayan terkejut.
"Lalu siapa yang melemparkan jarum itu ke aku?" tanya Jieji.
"Itu kamu pasti tahu, jika sudah berada di dunia lain sana. Selamat
tinggal pemuda bodoh. Selamat bergabung dengan istrimu di surga sana."
Kata Bao Sanye dengan angkuh.
"Bodoh, 10 tahun yang lalu saja saya tidak menganggapmu sebagai seorang
pendekar. Apalagi sekarang. Kepandaianmu itu tidak berkembang
sedikitpun. Pantas muridmu yang berasal dari keluarga Ma itu bisa bodoh
seperti mu."
Kata-kata Jieji sungguh membuat amarah Bao itu meluap. Jika bukan
karena dia, maka Ma Yu , muridnya itu tidak perlu di bawa ke pengadilan
dan dijatuhi hukuman mati.
"Kamu tahu, anda berada jauh di depanku saat terjadinya pembunuhan
dengan racun Pemusnah raga itu. Lantas bagaimana anda terkejar olehku"
Dasar bodoh!" Kata Jieji seraya senyum kecil.
Tanpa basa-basi, Bao mengeluarkan pedang dari pinggangnya. Dengan cepat
dia menusuk ke arah Jieji. Sasarannya kali ini adalah sedikit lebih
kebawah daripada yang pernah dilakukan Ma Yu. Dia langsung mengincar
titik jantung Jieji.
Pedang sekitar 2 inchi telah sampai di depannya. Dengan sedikit gerakan
kaki, Jieji menghindarinya. Pedang yang menusuk itu membentur wilayah
kosong. Jurus pertama sanggup di hindarinya dengan mudah, namun ketika
jurus ke dua datang. Betapa terkejutnya Jieji, Sebab jurus ini
dikenalnya. Ini adalah jurus memenggal iblis, jurus kedua dari jurus
pedang ayunan dewa milik keluarganya.
Karena sudah terbiasa melatih jurus ini, jurus ini juga mudah dihindari
Jieji. Berangsur jurus ke 3, Pedang yang menyabet segera diubah menjadi
tusukan setelah berputar penuh. Pedang tusukan ini sekilas terlihat
banyak titik lemah. Jieji tidak mengincar titik lemah lawan, Karena dia
tahu pasti. Ini adalah jurus ke 4 dari Ayunan dewa. Begitu diserang,
pedang yang menusuk itu akan berbalik arah menyerang titik vitalnya.
Ini juga dipelajari Jieji beberapa kali. Sehingga dia menunggu dengan
diam saja. Setelah jurus itu sampai, kembali dia menghindarinya.
"Kamu cuma menghindari setiap jurusku. Dengan begitu kamu pasti mati.
Karena tidak berupaya melawan." Kata Bao Sanye seraya mengejek.
Ini juga adalah taktiknya. Dia menginginkan Jieji mengeluarkan jurus
untuk bergebrak dengannya.
Jurus pedang ayunan dewa adalah jurus yang sangat aktif. Tidak
terkondisi. Jurus ini sanggup mematahkan setiap jurus yang ada. Dan
berbalik. Sementara, Jieji cuma diam dan hanya menghindar. Hal ini
membuat Bao salah langkah.
Namun karena kondisi emosinya masih lumayan tinggi, dengan segera dia
menghujam kan pedangnya. Kali ini Jurus pedangnya aneh, ditambah sebuah
tangannya dalam kondisi siap mengeluarkan tapak.
Jieji sadar dengan posisi seperti itu. Tujuannya adalah jika Jieji
menghindari serangan pedang, berikutnya tapaknya yang akan sampai.
Dengan mengikuti gerakannya Jie berputar sedikit menghindari Ujung
pedang. Bao segera mengeluarkan tapaknya untuk di hujamkan ke dada lawannya.
Dengan gerakan mundur sedikit, Jieji mengeluarkan tapaknya. Kedua tapak
segera beradu. Bao yang berada dalam posisi melayang segera terdorong mundur cukup
jauh. Ketika mendarat, dia tidak sanggup mendarat dengan benar. Dia
jatuh ke belakang.
"Mustahil, itu adalah jurus tapak Mayapada tingkat ke 3. Kenapa dengan
mudah kamu bisa mengeliminasinya?"
Tanpa menjawab,Jie ji kali ini mengeluarkan serangannya. Setelah
berlari agak cepat ke arah Bao. Tangan kanannya mematahkan ranting
bambu yang cukup panjang. Dengan segera Bao bangkit. Tusukan ranting
itu ditahan dengan sabetan pedangnya.
Bao mengira ranting itu akan patah menjadi dua, namun perkiraannya
meleset sama sekali. Ranting yang sempat beradu sebentar langsung
memutar perlahan. Pedang yang dipegang Bao tanpa sadar mengikuti arah
ranting panjang Jieji. Dan mengarah ke lehernya. Sebelum sempat
terkejut. Bao telah kehilangan kepalanya.
"Inilah pertama kali saya melakukan pembunuhan. Namun segalanya belum
berakhir. Ini cuma permulaan saja. Dengan merogoh kantung baju Bao.
Jieji menemukan sebuah botol keramik. Dibukanya sebentar. Ternyata
disana terdapat beberapa jarum panjang. Jarum yang sama yang pernah
dilempar seseorang kepadanya 10 tahun lalu. Namun anehnya jarum ini
tidak keras,melainkan lunak sekali.
Setelah menutup botolnya, Jieji berteriak keras.
"Jika anda mengenal orang ini, kuburkanlah dia!!!"
Wanita tua yang sedari tadi memandang pertarungan itu cukup terkejut.
Namun dia tidak keluar dari sana. Dengan beranjak meninggalkan tempat
itu, Jieji berjalan ke arah tadi dia datang. Setelah beberapa ratus
langkah. Dia menegur, " Kenapa harus bersembunyi" Keluar lah."
Dari samping rumput yang cukup tinggi. Berdiri seorang wanita muda,
yang tak lain adalah Wu YunYing.
"Anda mengikuti dari belakang semenjak di Wisma Wu. Mana mungkin saya
tidak tahu?"
"Tidak, bukan begitu. Saya cuma merasa heran kenapa saat kegemparan,
kamu malah meninggalkan ruangan."
"Mungkin kamu berpikir, saya terlibat dalam masalah ini, atau
jangan-jangan engkau mengira akulah pelakunya ?" Tanya Jieji.
"Tidak....Maksudku.. bukan begitu..." Jawab Yunying dengan
terbata-bata. "Iya,tidak apa-apa, sekarang mari kita kembali,"kata Jieji.
Setelah berjalan pelan selama 1 jam, mereka sampai kembali di Wisma Wu
di Hefei. Liangxu adalah orang pertama yang melihat Yunying pulang. Lalu ketika dia
melihat di belakang Yunying ada Jieji. Langsung dia gusar. Namun karena
disini masih banyak pesilat, dia tidak berani menunjukkan aksinya.
Dengan segera, Jieji mencari Orang yang yang tadi ditemuinya di depan
pintu Wisma Wu, saat Jieji melayani tamu untuk masuk.
"Tuan, lihat ini.. saya menemukan sesuatu." Kata Jieji.
Dari balik bajunya Jieji mengeluarkan botol kendi kecil yang terbuat
dari keramik ini.
Orang tua ini segera menyiapkan sapu tangan. Setelah mengeluarkan
isinya, sambil terkejut dia berkata.
"Inilah.... akhirnyaaa...." katanya sambil girang.
"Coba tuan cari apa jenis racun yang terkandung di dalamnya. Jika racun
ini bisa di tawarkan, maka dunia tidak perlu takut lagi. Namun, setelah
anda membuat penawarnya. Berjanjilah kepadaku, segeralah musnahkan
semua jarum racun ini." kata Jieji kembali.
Orang tua inilah Tabib Dewa, Chen Shou. Dialah satu-satunya orang yang
bersama Jieji 10 tahun lalu saat menyaksikan Xufen menutup mata.
BAB XIV : Perjalanan kembali setelah 10 tahun
Setelah memberikan jarum racun itu. Jieji bergegas menuju ruang tamu
tadi. Dari sana nampak banyak petugas polisi yang menanyai kematian
pemuda dari kalangan pesilat itu.
Kamus kungfu Yan Jiao yang menjawab semua pertanyaan polisi. Mayat
orang mati itu telah dibakar di luar kota bagian selatan kota Hefei.
Jieji yang kembali kesana memandang sekelilingnya. Di tempat mayat
tergeletak itu, seorang pemuda berusia sekitar 40 tahunan sedang
jongkok mengamati. Dengan segera, Jieji menyapanya.
Begitu pemuda itu menoleh, betapa terkejutnya dia melihat Jieji. Namun
segera Jieji menariknya keluar untuk bicara. Beberapa pesilat heran,
kenapa seorang pelayan bisa mengenal kepala polisi wilayah ini.
Orang ini tak lain adalah Han Yin. Kepala kepolisian yang pernah
bertugas di Changsha. Kepala polisi yang dulunya sangat mengandalkan
Jieji dalam memecahkan kasus.
Setelah sampai di depan, Jieji berkata kepadanya.
"Ini adalah mutlak perbuatan orang JiangHu. Jadi tidak perlu diselidiki
lebih lanjut lagi."
"Tuan Jieji, apa kabarnya anda dalam sepuluh tahun terakhir ini" Saya
sangat sedih ketika mendengar kabar bahwa anda telah tewas. Syukurlah,
anda masih hidup dengan selamat." Kata Kepala Polisi itu.
"Tidak ada yang baik dalam 10 tahun terakhir ini. Tetapi, dalam kasus
ini saya telah menyelesaikannya. Pembunuhnya adalah Bao Sanye. Di
daerah utara, sekitar 10 li dari sini. Aku membunuhnya. Bisakah anda
membantuku?"
"Tentu, tidak pernah saya menolak anda kan?" Tanya polisi ini dengan
gembira. "Kamu tunggulah sebentar". Seraya masuk ke dalam, dalam jangka waktu
pendek. Jieji keluar kembali.
Dia mengeluarkan surat dari tangannya. Surat yang baru ditulisnya untuk
diangsurkan kepadanya.
"Bawalah ini ke ibukota. Carilah Perdana menteri Yuan. Serahkan surat
ini kepada orang yang bernama Yang ying."
"Baik, tuan. Pesan anda akan saya laksanakan sebaik-baiknya." kata
kepala polisi Han Yin.
"Oya, kenapa anda tidak pulang ke Changsha" Ibu anda sangat
merindukanmu..." Tanya kepala polisi ini.
Setelah pertanyaan ini, Pikiran Jieji segera melayang. Dipikirkan
ibunya yang telah lanjut usia itu. Tanpa sadar air matanya meleleh. Dia
menjawab. "Saya akan pulang. Tapi tidak sekarang. Jika ada yang menanyaiku. Mohon
anggap kalau anda tidak pernah bertemu denganku. Tetapi jika anda
ditanyai ibuku, bilang kepadanya kalau aku masih hidup, ini untuk
menyenangkan hatinya. Dan tidak membuatnya cemas."
Seraya mengeluarkan giok kecil dari bajunya. Jieji mengangsurkannya ke
kepala polisi Han Yin.
"Terima kasih sebesar-besarnya kepada anda." Jieji memberi hormat
kepadanya. Setelah itu, semua perwira polisi meninggalkan Wisma Wu. Jieji segera
berjalan ke kamarnya.
"Anda akan pergi" Bukan begitu?" tanya Pak tua Zhou kepadanya.
"Betul, saya akan menuju ke Kaifeng terlebih dahulu. Ada hal yang
mendesak luar biasa disana."
"Lalu kapan kita bisa bertemu lagi?" tanya pak tua itu kembali.
"Entahlah," jawab Jieji sambil tersenyum.
Setelah membungkus semua barang bawaannya. Dia menuju ke depan pintu
depan wisma Wu.
Dia berjalan dengan lumayan pelan ke arah tengah kota.Setelah itu
terdengar Jieji bersuara,"Kenapa kamu ikuti aku lagi?"
Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Di belakangnya nampak seorang perempuan muda, tak lain adalah YunYing.
"Anda sudah mendapatkan sedikit petunjuk kan" Saya juga sedari 10 tahun
lalu sangat heran. Kenapa ibuku meninggalkan wisma dan sampai sekarang
tidak kunjung pulang."
"Mengenai hal ini, saya akan berterus terang. Saya memasuki wisma Wu
dengan tujuan untuk mengetahui apakah orang di Wisma Wu ini terlibat
dengan ilmu pemusnah raga atau tidak. Sekarang saya telah mengerti,
kalau yang terlibat seharusnya adalah ibumu. Jadi saya bermaksud
meninggalkan wisma Wu."
"Kalau begitu, bawalah serta diriku. Siang malam aku merindukan ibuku
yang tidak kunjung pulang itu. Daripada diam di rumah, saya ingin ikut
denganmu untuk mencari ibuku."
Jieji menatapnya sebentar.
Teringat akan Xufen yang menunggunya di pintu Utara Kota Changsha lebih
dari 10 tahun yang lalu,hatinya terasa sakit. Dan tanpa menghiraukan
wanita muda ini. Jieji segera berpaling dan melanjutkan perjalanan.
Sementara wanita ini mengikutinya dari belakang.
Seminggu setelah terjadinya pembunuhan dengan racun di Wisma wu.
Di Kaifeng, seorang pemuda yang berumur 40-an berjalan dengan langkah
pelan. Di tangannya terpegang kipas, pemuda dengan tinggi 6 kaki ini
terlihat berkharisma luar biasa. Sambil berjalan, dia berpikir
sebentar. Begitulah hal yang dilakukannya berulang-ulang. Namun sampai
di sebuah sudut kota Kaifeng, seorang yang berkuda segera melihatnya
dan turun. Sambil berposisi berlutut. Pemuda ini memberi hormat.
"Yang Mulia, ada surat penting dari kota Hefei."
Pemuda yang memegang kipas tadi tak lain adalah Yang Ying / Zhao
Kuangyin. Setelah membuka sampul surat itu dan membacanya. Wajah pemuda ini
segera bersinar dan girang.
Ini adalah surat dari Jieji. Isinya selain mengatakan kalau kabarnya
baik-baik saja, Jieji juga memperingatkan adanya sesuatu hal yang cukup
berbahaya yang pernah diselidikinya. Zhao diminta waspada.
Dalam surat itu, juga mengatakan bahwa Jieji akan tiba dalam waktu 1
bulan ini. Yang ying segera menuju ke istananya.
Dia memanggil pesilat pesilat yang pernah ikut dengannya ketika masih
berada di ChangAn, pada kasus pembunuhan Jenderal besar Ma Han.
"Coba kalian selidiki....." sambil berbisik Zhao kuangyin mengatakan
sesuatu pada 10 pesilat itu.
Dengan segera, ke 10 orang ini meninggalkan ruangan utama Kaisar. Dan
segera menyiapkan kuda untuk seterusnya dipacu ke selatan kota Kaifeng.
Sementara dari Utara kota Hefei. Jieji langsung menuju JiangXia. Dia
tidak menempuh jalan ke utara. Tidak menempuh jalan menuju Xiapi
melainkan ke arah barat.
Jieji kali ini di kuti seorang nona yang mirip istrinya. Perjalanan
kali ini mirip dengan perjalanannya 10 tahun lalu. Tetapi, dalam
perjalanan ini Jieji yakin tidak ada orang yang mengejarnya seperti
perjalanan 10 tahun yang lalu.
Setelah berjalan cukup lama, Yunying mengeluarkan suaranya.
"Hei, kenapa kita tidak mencari kuda saja" Kenapa harus berjalan kaki?"
Pertanyaan ini belum habis dikeluarkan. Yunying telah sadar. Jalanan di
gunung sangat licin. dan Jalanan juga tidak besar seperti yang
diperkirakan. Jieji tenang saja dan tidak segera menjawabnya.
Setelah melewati tiga tanjakan. Mereka turun di sebuah lembah.
Di Lembah itu, Jieji terus berjalan. Sementara Yunying sepertinya telah
capai. Dia berjalan dengan pelan dan sesekali dia kepayahan. Jieji yang
menoleh ke belakang, langsung tahu. Mereka telah berjalan lebih dari 4
jam. Jieji berkata, "Sekitar 3 Li dari sini. Ada sebuah rumah kecil. Disana
bisa kita beristirahat. Tetapi mungkin anda sudah kepayahan. Kita
istirahat saja disini sebentar. Jika terlalu lama, sore akan datang."
Yunying yang merasa seakan diejek itu kesal.
"Tidak perlu, kita jalan kaki saja. Orang toh 3 Li lagi kan?"
"Betul.. Kalau begitu kita lanjutkan saja." Kata Jieji
Yunying memang telah kepayahan. Meski dia tergolong pesilat, namun dia
sangat jarang keluar dari rumah. Dia tidak tahu bagaimana sesungguhnya
kehidupan para pesilat. Namun karena sifatnya, dia tidak mau
mengakuinya di depan Jieji.
Sambil berjalan pelan, Jieji menanyainya," Bagaimana caramu keluar dari
rumahmu" Seharusnya kamu tidak menanyai orang tua mu terlebih dahulu
kan?" "Iya, Saya cuma meninggalkan sepucuk surat. Dalam surat saya mengatakan
akan mencari ibu. Hanya sesederhana ini kok." Jawab YunYing.
"Kalau begitu, pasti gempar nantinya." kata Jieji pendek.
Yunying tidak mengerti, tetapi tanpa peduli dia melanjutkan perjalanan
bersama Jieji. Dan benar setelah 3 Li, nampak sebuah rumah yang sederhana. Rumah ini
cukup untuk ditinggali paling banyak 5 tamu. Mempunyai 5 kamar yang
selayaknya. Setelah membereskan semuanya, Jieji memesan makanan pada pak tua
pemilik kedai. Kelihatan Yunying segera keluar menyantap makanannya dengan sangat
lahap. Jieji cuma tertawa geli melihatnya. Setelah semua selesai. Yunying
penasaran pada Jieji lantas menanyainya," Oya, tadi mengapa kamu bilang
akan terjadi kegemparan?"
Jieji memandangnya sekilas dan berkata," Kamu masih ingat kakak
seperguruanmu" Jika dia tahu kamu tidak ada ditempat. Pasti
memerintahkan banyak orang mencarimu. Ayahnya Yue fuyan adalah ketua
dunia persilatan. Dia punya banyak mata-mata sepanjang jalan,jika dia
menemukanmu. Masalahnya akan jadi sulit."
"Benar juga. Lalu bagaimana?" tanya Yunying.
"Kalau begitu, pulang saja. Besok kuantarkan kamu balik ke Hefei.
Bagaimana?"
"Tidakkk.. Mana bisa aku pulang dengan cara begitu sih?" jawab Yunying dengan lantang.
"Iya, betul juga. Hilang gengsi dong kalau kamu segera pulang seperti
itu." Jieji tertawa geli juga. Nona ini meski romannya mirip dengan
Xufen, tetapi tingkah lakunya sama sekali tidak. Nona ini sangat polos
dan keras kepala.
"Oiya, boleh tahu tahun ini nona berumur berapa?" tanya Jieji.
"Tahun ini aku berumur 17 tahun."
Jieji memandangnya lagi dan berkata,"Kamu baru berusia 17 tahun, tetapi
berani sekali kamu mengikutiku yang tidak jelas seluk-beluknya, Apa
kamu tidak takut kalau saya adalah seorang penyamun?"
Kata-kata Jieji ini sengaja dilontarkan untuk membuat nona ini takut.
Memang reaksinya terlihat jelas, sepertinya dia cicing juga mendengar
kata Jieji ini. Setelah melihat jelas wajah Yunying. Jieji tertawa
besar. "Tidak mungkin pak Zhou salah menilaimu." kata Yunying.
"Oh" Jadi pak Zhou orang yang minta kamu ikut denganku?" HaHa.. pantas saja... Sekarang kamu boleh pergi tidur. Kamu sudah kecapekan kan"
Tidak perlu menyembunyikannya dariku. Terus terang saja."
Yunying mengangguk. Dia berjalan menuju ke kamarnya. Sesaat setelah
Yunying masuk ke kamar, Jieji keluar dari ruangan itu dan menuju ke
depan. Memesan 2 botol arak, sendirian dia duduk di meja depan.
Baru beberapa teguk dia minum araknya. Terlihat dari jauh 4 pria masuk
ke kedai dan memesan 4 kamar. Namun, pemilik penginapan mengatakan
kalau dia cuma mempunyai 3 kamar kosong. Nampak 4 pria ini kurang
senang. Dia menuju ke tempat Jieji minum dan berkata.
"Hei, bisakah kamu memberikan ruangan kamarmu kepadaku?"
Jieji memandangnya sekilas. Orang ini sangat pendek, tingginya mungkin
4 kaki lebih saja.
"Boleh, silahkan saja." Kata Jieji pendek.
Malam itu Jieji tidak masuk ke kamar. Melainkan dia duduk di depan
Kedai, memesan 3 botol arak lagi. Dan duduk disana sambil menikmati
rembulan. Setelah menghabiskan sebotol arak itu, dia berjalan ke depan.
Di depan kedai ini terdapat air terjun kecil. Dia berjalan beberapa
langkah ke depan. Setelah sampai, Jieji mengeluarkan sesuatu di balik
bajunya. Ini adalah lukisannya Xufen. Sambil meneguk arak sisa itu
Jieji memandangnya kembali dengan rasa kesepian yang dalam.
Setelah menatapnya di bawah sinar rembulan dengan puas. Jieji tertidur,
dia tertidur di salah sebuah batu besar di bawah pohon rindang dekat
air terjun. Keesokan harinya, Teriakan seorang wanita membuat Jieji yang tidur di
batu itu segera bangun. Dia lari kecil ke arah kedai itu. Setelah
melihat keadaan, dia cukup terkejut juga. Dari deretan kamar 5 pintu
itu. Salah satu yang terujung, dari bawah pintu keluar darah yang
banyak. BAB XV : Pedang Ekor Api
Dengan cepat Jieji langsung mendobrak pintu ke 5 ini, ternyata pintu
tidak dikunci. Pemandangan di dalam jelas tidak sedap dipandang mata.
Pemuda pendek itu telah tewas.
Dia terduduk di ranjangnya. Sebuah lubang jelas terlihat di daerah
jantungnya. Ke 3 orang lainnya yang merupakan teman yang sama-sama datang dengannya
ini lumayan terkejut melihat salah satu temannya tewas dalam kondisi
yang menakutkan.
"Pak tua, segera panggil polisi. 2 Li sebelah barat dari sini. Ada
istal kuda. Carilah orang yang bernama Wen Zhou. Berikan ini kepadanya".
Kata Jieji yang segera memberikan sesuatu di balik bajunya. Ini adalah
sebuah plat kecil.
"Setelah itu paculah kuda ke kota San chou, carilah petugas polisi
untuk datang kemari menyelidiki kematiannya."
Tanpa menunggu,pak tua itu segera berangkat.
3 Orang teman dari korban berniat masuk. Namun dicegah Jieji. Ke 3 nya
jelas kurang senang. Lantas mereka mengatakan akan pergi ke depan, ke
air terjun itu untuk mandi. Namun Jieji juga mencegahnya. Ini membuat
ke 3nya gusar. Salah satu temannya segera menyerang Jieji dengan tinju.
Tetapi begitu tinju mengenai dada Jieji. Penyerang itu terpental.
Ketiganya sadar, orang yang didepannya ini bukan orang sembarangan.
Sehingga mereka cuma duduk saja dan tidak berani lagi meninggalkan
tempatnya. Dengan memberi pesan kepada Yunying. Jieji seraya masuk ke dalam kamar.
Dilihatnya keadaan kamar. Darah di ranjang tidak banyak namun terlihat
seakan mengalir ke pintu.Jendela terlihat terbuka dengan paksa. Jieji
memeriksa keadaan jendela, disana sama sekali tidak terdapat jejak
darah. Dia melihat keluar. Di sana cuma tanah lapang.
Segera Jieji meloncat keluar. Diperiksanya sesuatu di tanah sambil
jongkok. Setelah bangun, Dia beranjak ke samping, disana didapati
sesuatu barang yang menarik. Namun baru berjalan beberapa tindak. Para
polisi telah tiba, ini mengejutkan Jieji.
Rupanya orang tua tadi memang telah sampai di istal kuda yang
diceritakannya. Namun, baru dia memesan kuda. Dari jauh tampak
segerombolan orang yang memakai pakaian kepolisian. Orang tua ini
mengajak para polisi itu segera menuju ke lokasi kejadian.
Jieji langsung masuk ke dalam. Dipesannya kuah panas dari nyonya tua
itu. Ketiga orang itu masih duduk di satu meja. Sementara Yunying duduk
di meja lain. Jieji masuk diikuti oleh petugas polisi. Setelah memesan kuah panas
itu, Jieji segera menuju ke tempat 3 orang itu duduk. Dan dengan
berpura-pura jatuh dia menumpahkan kuahnya ke kaki 3 orang ini.
"Aduuh.. Maaf, maaf."
Ketiganya gusar, mereka segera melepas sepatu mereka yang telah basah
oleh sup. Begitu mereka membuka sepatunya. Jieji langsung dengan cepat
mencuri ketiga sepatu ini. Dilihatnya tapak kaki sepatu masing-masing,
setelah itu wajah tersenyumnya nampak.
Para petugas polisi itu terkejut juga melihat kematian tragis si pendek
itu. Namun petugas senior itu keluar dari kamar dan berkata,"Pelakunya
mungkin orang luar yang dendam terhadapnya. Lihatlah jendela itu,
terbuka dengan paksa bukan?"
"Bukan, ini bukan pembunuhan orang luar. Tetapi pembunuhan orang di
dalam rumah ini." Sambung Jieji.
"Siapa kamu?"
"Saya juga sama seperti mereka, saya menyewa kamar ini kemarin."
"Kalau begitu, kamu juga bisa dijadikan tersangka."
"Jika anda datang sebelum aku masuk kesana, dan melihat keadaan kamar
dengan seksama. Tentu orang yang pantas anda curigai itu saya." Kata
Jieji. Setelah berbicara, Jieji menatap ke pemuda yang lumayan tinggi yang
duduk bersama 2 orang lainnya.
"Anda adalah pembunuhnya." Kata Jieji singkat.
Pemuda dengan tinggi 6 kaki lebih ini sangat tidak puas.
Sebelum dia beranjak dari tempatnya. Jieji mengeluarkan sepatunya yang
telah di ambil tadi.
"Lihatlah tapak dari Sepatumu ini, ada jejak darah bukan" Bisa kamu
jelaskan. Bagaimana jejak darah ini ada?" Tanya Jieji.
"Ini mungkin saya dapat dari wilayah Huiji."
"Huiji" Kalian berdua. Saya tanyain kalian, Apa ketika kalian berada di
Huiji. kalian melihat darah yang banyak sehingga tanpa sengaja kalian
menginjaknya?"
"Tidak ada,"keduanya jawab dengan pasti.
"Apa karena jejak darah itu saja kamu menuduhku?" Kata pemuda tadi yang sudah lumayan gusar.
"Tentu saja tidak, Dengan jejak darah itu. Kita tidak mampu menuduhmu
begitu." Kata Jieji.
"Namun ada sebuah kesalahan besar dari dirimu. Sesuatu yang masih
kamubawa sampai sekarang. Anehnya, setiap pembunuh merasa lebih aman
membawa-bawa senjata pembunuhnya daripada membuangnya."
Jieji meminta petugas polisi memeriksa bagian belakang rumah. Dan
disana terdapat selimut yang lumayan besar yang bercipratkan darah.
Merasa tidak ada angin, orang yang lumayan tinggi ini segera berlari.
Karena semenjak tadi, setelah membunuhnya. Dia masih membawa pisau
kecil dari balik bajunya. Dia berlari ke belakang dan menuju pintu
belakang rumah kecil ini. Namun baru sampai ke daun pintu, dia
terjerembab. Dia ditotok oleh Jieji yang jauh di belakangnya. Ini
adalah jurus yang pernah dikeluarkan Xufen ketika terjadinya penyusup
di Kota Xiangyang.
Petugas segera meringkusnya. Mencari pisau itu dari dalam bajunya.
Petugas senior segera menanyai Jieji.
"Bagaimana kamu bisa tahu dia masih menyembunyikan pisau itu?"
Seraya membawa selimut itu, Jieji membentangkannya.
"Orang itu dibunuh dengan cara begini, setelah menyelimutinya. Pisau
ditusuk pas ke jantung. Itu dilakukannya sekitar 1/2 jam sebelum kami
belum menemukan mayatnya. Namun dia kembali datang. Kembali datang
untuk mencabut pisaunya, pada saat dia rasa pas supaya orang mampu
menemukan darah yang keluar dari pintu. Cipratan darah yang belum
membeku itu menembak ke selimut. Lalu seiring mencabutnya, dia keluar
dari pintu. Tetapi tidak jendela. Berjalan melalui pintu belakang, dan
membuang selimut ini. Juga berjalan ke arah jendela paling ujung ini.
Dan merusaknya seakan pembunuh adalah orang luar. Setelah itu dia
kembali ke kamar. Tinggal menunggu siapa yang menyadari adanya darah
yang keluar dari pintu.
"Lalu bagaimana bisa darah itu mengalir sedemikian rupa?"Tanya polisi itu lagi.
"Ini bukan mengalir. Sebenarnya setelah menusuknya dia memindahkan
korban ke lantai. Dan kembali mencabut pisaunya. Darah akan perlahan
mengalir. Setelah dia tunggu beberapa saat, pelan-pelan mayatnya
dipindahkan ke ranjang dan membuatnya dalam posisi duduk ini dilakukan
supaya darah mengalir itu lebih wajar di banding orang ini dalam posisi
tertidur. Sehingga seakan akan dia dibunuh di ranjang. Tanah dekat pintu tidak
mengarah ke bawah. Jadi sangat sulit darah bisa mengalir seperti air.
Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dia menggunakan cara ini, karena dia tidak pernah menyangka. Darah
orang ini begitu banyak. Jika darahnya keburu mengalir dan ada yang
menyadarinya. Maka dia tidak akan sempat mencabut pisau yang menusuk ke
jantung korban. Pisau itu miliknya, tentu dia pasti dicurigai."
"Huh.. Darah yah... Memang, aku tidak menyangka darah orang ini begitu
banyak. Sehingga mau tidak mau harus saya pindahkan ke ranjang. Dan
gara-gara darahnya saya ditangkap." Kata pemuda tinggi yang terlentang
di tanah ini. "Tidak, sebenarnya juga ada sesuatu yang lebih menguatkan kalau kamu
adalah pembunuhnya."
"Apa itu" " Tanya petugas polisi.
"Lihat lah kembali dengan seksama selimut itu."
Petugas segera membalikkannya. Disana terlihat jelas, bekas darah yang
dihapus di selimut itu. Bekas memanjang dan terukir dengan jelas oleh
darah. "Jika pisau kecil itu dicocokkan, maka jelaslah." Kata Jieji.
"Hebat, anda mirip dengan Xia Jieji, detektif terkenal itu." Kata
polisi senior ini dengan girang.
Jieji memberi hormat kecil sambil tersenyum, "Kepandaianku mana bisa
dibandingkan dengannya."
Dengan cepat petugas polisi ini membawa pergi tersangka pembunuh.
Sesaat setelah memberesi bajunya. Jieji keluar dan memberikan sedikit
uang kepada Pak Tua dan segera berangkat bersama YunYing.
Jieji meminta Yunying untuk menduduki kuda yang dibawa pulang oleh Pak
tua pemilik kedai.
Kuda yang diambil dari Istal kuda Wen Zhou ini aneh, Warna bulunya
merah kebiruan. Tinggi punggung kuda ini hampir 6 kaki. Otot kuda ini
gagah lebih daripada biasanya.
Yunying yang naik diatas kuda segera mengatakan.
"Ini adalah kuda dalam legenda. Kuda Bintang biru, kabarnya kuda ini
bisa berlari kencang dan menempuh ribuan li dalam sehari. Apa benar?"
"Benar, inilah kuda Bintang biru. Tentu kuda ini bukan kuda dalam
legenda itu. Mungkin kuda ini masih termasuk turunannya." Jawab Jieji.
Mereka berjalan pelan. Dan tidak berapa lama telah sampai di Istal kuda
milik Wen Zhou.
Jieji membeli kuda yang lain untuk dirinya sendiri. Siang itu mereka
segera memacu kudanya ke Jiang Xia.
Beberapa Li sebelum memasuki kota. Jieji menuju ke salah satu bukit.
Turun dari kudanya dia berjalan perlahan. Yunying juga melakukan hal
yang sama. "Ada apa?" tanyanya.
"Saya akan mengambil sesuatu yang tertinggal disini. Tunggulah
sebentar."
"Baik."
Yunying duduk bersandar di bawah pohon. Tidak berapa lama, Jieji sudah
muncul. Di tangannya terpegang sebuah pedang aneh. Pedang yang memiliki
genggaman warna perak. Sarung dari pedang ini juga lumayan aneh.
Sepertinya dibalut oleh kertas, atau kain. Tidak jelas.
Seraya mengangsurkan pedang ini kepada Yunying dia berkata.
"Peganglah pedang ini. Jika kesulitan, kamu bisa menggunakannya."
Yunying menerima pedang aneh ini. Panjangnya sekitar 2 kaki beberapa
inchi saja. Pedang ini termasuk pendek. Lalu perlahan dibukanya sarung
pedang ini. Namun sedikitpun sarung ini tidak mampu bergerak. Merasa
dikerjain, Yunying kesal juga.
"Tidak, membuka sarung pedang bukan begitu. Saya tidak sedang
mengerjaimu. Coba tutup matamu, konsentrasilah. Setelah itu baru buka
perlahan sarungnya."
Yunying menuruti kata-kata Jieji. Dia menutup matanya,sebentar dia
langsung merasa pergerakan sarung itu melorot. Setelah terbuka
semuanya, Yunying membuka matanya. Begitu terkejutnya dia melihat
pedang ini. Pedang ini bersinar kemerahan. Terasa hawa hangat mengalir ke seluruh
tubuhnya. Inilah pedang Ekor Api yang termashyur di dunia persilatan.
"Ini pasti pedang pusaka yah?" tanya Yunying.
"Inilah pedang Ekor api, mungkin di dunia ini tidak ada orang yang
mengenal pedang ini lagi. Namun pedang ini sangat tajam luar biasa.
Kamu menguasai beberapa jurus keluarga Wu. Jika pedang ini dipakai.
Kamu juga telah termasuk jago silat kelas atas."
"Terima kasih... Tidak disangka kamu juga lumayan peduli kepadaku yah."
Kata Yunying dengan girang.
"Bukan begitu, kali ini bencana seperti apa yang akan muncul tidak kita
ketahui. Memegang pedang ini mungkin akan berguna kelak. Tetapi
berjanjilah, jika tidak terdesak. Jangan sekalipun mengeluarkan pedang
ini dari sarungnya. Dengan begitu keadaan mungkin akan aman." Kata
Jieji kemudian.
"mmm.. " Yunying mengangguk.
Perjalanan terus dilanjutkan.
BAB XVI : Pertemuan kembali
Dengan menaiki kuda, Jieji dan Yunying menuju ke Kota Perairan
JiangXia, kota ini letaknya tidak jauh dari Sungai Changjiang. Selama
perjalanan, Yunying banyak menanyai Jieji. Tentang asal usulnya,
identitas, ataupun yang lainnya. Namun semua dijawabnya dengan seadanya
saja. Setelah itu, Yunying bermaksud menanyainya. Kenapa dia bisa memiliki
pedang Ekor api itu" Bukankah pedang ini juga hanya ada dalam gosip"
Mengenai masalah ini, Jieji sebenarnya enggan bercerita kepadanya.
Disebabkan pedang ini bakal membawa bencana kepadanya jika ia tahu
terlalu banyak. Tetapi karena Yunying memaksanya, akhirnya dia
bercerita juga.
Sekitar 9 tahun lalu. Saat dia berada di Dongyang. Setelah menjaga
kuburan Xufen selama setahun. Jieji bergegas kembali ke China. Karena
dipikir inilah saatnya untuk kembali. Jieji juga merasa kungfunya sudah
termasuk mahir dan kelas atas. Orang yang mampu mencelakainya pun tidak
banyak lagi. Setelah mempersiapkan segalanya, dia hendak berangkat.
Namun, tiba-tiba daerah sana terjadi gempa kecil. Wajar saja, Jieji
mengubur Xufen dekat dengan pegunungan Fuji di Dongyang. Kadang terjadi
gempa-gempa setiap dia menjaga kuburannya. Namun gempa kali ini aneh.
Setelah gempa mulai surut, terlihat cahaya hijau dari arah utara.
karena penasaran,di kutinya cahaya ini sampai ke puncak gunung, cahaya
tersebut masuk di sebuah kawah. Dengan pelan pelan dia turun ke bawah.
Mengikuti dan menelusuri lorong yang agak panjang. Namun sinar itu
masih sekilas nampak.
Sampai pada ujungnya, terdapat pintu dari batu. Digesernya pintu ini,
dari dalam dia menemukan sebuah ruangan yang luas. Sinar hijau itu
masih nampak di sebelah kanan ruangan ini. Jieji mencoba melihat dari
mana sesungguhnya sinar muncul, ternyata dari sebuah rak buku yang
cukup besar. Di rak buku ini, terdapat 2 kitab di kanan dan kirinya.
Kitab yang sebelah kiri adalah Kitab kungfu Ilmu tendangan Mayapada.
Sedang kitab yang sebelah kanan adalah Kitab Ilmu dewa Penyembuh tenaga
dalam. Dicobanya untuk dilihat kedua kitab ini. Saat dia mengangkat buku Kitab
Ilmu dewa penyembuh. Lalu muncul sinar yang terang. Bagian tengah dari
ruangan itu muncul sebuah benda yang tertancap. Jieji yang melihatnya
segera beranjak ke tempat benda tertancap itu. Di bawah benda tertancap
tertulis,"Ekor Matahari berkobar, Menguasai dunia persilatan."
Tentu Jieji cukup terkejut. Dicabutnya benda itu dari tempatnya
berasal. Rupanya benda tertancap ini panjangnya kurang dari 4 kaki.
Gagangnya berwarna perak. Dengan melihat sebentar, Jieji sudah tahu
kalau ini adalah pedang Ekor Api, pedang yang terkenal di dunia
persilatan, namun pedang ini hanya ada dalam gosip. Sebab tidak
seorangpun yang pernah melihatnya.
Setelah mengambil ke 3 benda pusaka ini, Jieji segera berlutut di
tengah ruangan. Jieji menyatakan akan mengembalikan benda ini ke tempat
semula, jika benda-benda tersebut telah tidak diperlukannya lagi.
Setelah itu, Jieji tidak meninggalkan Dongyang dengan segera. Tetapi
kembali ke gubuk kecil di kuburan Xufen. Disana dia mempelajari 2 jenis
kungfu baru ini. Namun tidak sampai 2 bulan. Jieji sudah mampu
menghapalnya. Walaupun belum semua ilmu ini mampu diterapkannya dengan
baik. Jieji merasa urusannya sudah mendesak, dia kembali ke goa tadi.
Mengembalikan kedua kitab pusaka ke tempatnya, namun tidak Pedang
pusaka itu, karena pedang ini menyangkut akan masalah Ilmu pemusnah
raga. Dan dengan segera menuju ke China daratan.
Yunying yang mendengar dengan asyik. Sesekali dia heran, sepertinya
Jieji sedang mengarang cerita klasik untuk menghiburnya. Namun dia
senyum-senyum saja.
Perjalanan berjalan cukup mulus. Mereka telah sampai di JiangXia.
"Ohya, ada suatu hal lagi yang pengen kutanyakan. Sebenarnya kita ini
mau menuju kemana sih?" Tanya Yunying.
"Kaifeng." Jawab Jieji.
"Mengapa tidak mengambil jalan dari utara kota menuju Xiapi saja" Kan
lebih dekat?" tanya Yunying.
Jieji memandangnya sebentar. Lalu hendak berkata. Namun sudah dipotong
Yunying. "Oh... Saya tahu. Kamu ingin mengambil pedang ini."
"Betul."
Yunying sangat senang, dia tidak menyangka pemuda dingin ini ternyata
memiliki hati yang sangat hangat. Sedikit banyak mungkin Jieji
memikirkan keselamatannya. Sehingga dia beranjak keluar dari kota barat
menuju ke JiangXia, tetapi bukan dari utara menuju ke Xiapi.
Setelah keesokan harinya mereka mulai berangkat. Dari Jiangxia mereka
langsung menuju ke arah utara.
"Kita harus cepat. Saya pernah berjanji dengan seseorang di ibukota.
Dalam 1 bulan, saya harus sampai kesana. Sekarang tinggal 18 hari
lagi." "Mmm.. " Angguk Yunying.
Perjalanan memakan waktu hanya sekitar 12 hari. Mereka telah sampai di
ibukota China, Kaifeng.
Ibukota Negeri Sung ini sangat Luas. Banyak orang lalu-lalang.
Aktivitas di kota ini luar biasa padat. Dengan segera, Jieji mengajak
Yunying ke kediaman Perdana menteri.
Sesampainya di depan pintu, Jieji memberitahukan kalau dia ingin
bertemu dengan Perdana menteri Yuan. Penjaga di depan pintu segera
menyampaikan pesannya. Tidak berapa lama, Perdana menteri ini telah
keluar menyambutnya.
"Siapa anda tuan" Apa kepentingan anda disini?" Tanya Yuan.
"Hamba Jieji, datang dari Hefei."
"Oh.. Anda datang mencari saudara anda, Yang Ying?" tanya Yuan.
Dengan cepat Yuan mempersilahkan kedua tamu ini masuk.
Menyediakan 2 buah kamar yang cukup besar kepada dua tamunya. Yunying
yang telah sampai segera berberes. Mandi dan mengganti bajunya.
Sementara Jieji sedang menunggu di kamarnya sendiri.
Tidak berapa lama,seseorang mengetuk pintunya.
Jieji membuka pintunya, rupanya dia adalah Perdana menteri sendiri.
"Tuan Yang sudah menunggumu di ruang tamu."
Jieji bergegas memanggil Yunying. Yunying keluar dari kamar, harum
semerbak wangi tercium dari dirinya. Ini dikarenakan Yunying baru
mandi. "Tuan Jieji dan nona Xufen, sudah lama saya mendengar nama besar anda
berdua. Hamba datang memberi hormat." Tiba-tiba suara orang yang muncul
dari belakang Perdana menteri.
Pemuda yang menyapa mereka berdua ini, adalah puteranya Yuan. Umurnya
sekitar 20 tahun. Beroman cakap dan sopan.
"Hamba mana ada sesuatu yang pantas dibanggakan. Dan nona ini bukanlah
Nona Xufen. Dia bernama Yunying." Jelas Jieji.
"Ha" Tidak mungkin, tuan Yang yang disana mengatakan nama nona ini
adalah Xufen khan" Ketika saya menceritakan kalau anda datang dengan
seorang wanita nan elok." Kata Perdana Menteri.
Jieji tidak segera menjawabnya. Namun, mengalihkan pembicaraan.
"Ayok, kita segera bertemu dengannya. Tidak mungkin anda ingin Tuan
Yang menunggu terlalu lama kan?" Kata Jieji.
"Iya."
Mereka berempat segera menuju ke ruang tamu.
Begitu sampai di daun pintu. Terdengar suara seorang pria.
"Adikku... Sudah lama saya tidak berjumpa denganmu. Semenjak kejadian
10 tahun lalu, setiap hari saya memikirkanmu. Mendengar gosip yang
menyatakan kau sudah tewas membuatku hidup selama 10 tahun ini tidak
tenang lagi." Kata Yang Ying yang berurai air mata.
Dipeluknya adiknya ini. Sekilas nampak wajah adik ke 2 nya. Terlihat
makin tua, makin dewasa. Sinar matanya telah berbeda dengan sinar
matanya yang terdahulu. Sinar matanya mengandung kepahitan yang dalam.
"Kakak. Saya meminta maaf yang sebesar-besarnya kepadamu. Bukannya aku
memberitahukan diriku telah selamat kepadamu dulu. Melainkan malah
tidak ada kabar, untuk masalah ini saya memohon maaf." Kata Jieji
seraya berlutut.
Namun dengan segera Yang ying membantunya berdiri.
"Adikku. Kamu tampak tua. Apa hal yang berlaku setelah 10 tahun yang
lalu?" Mendengar percakapan dua orang ini, Yunying yang sedari tadi berada di
belakang merasa geli juga. Dilihatnya kedua orang lelaki ini berpelukan
sambil menangis.
Suara tertawa kecil segera didengar Yang ying. Namun begitu terkejutnya
dia melihat nona ini. Yang mengiranya adalah Xufen. Segera dia
menegurnya. "Nona , lama tidak jumpa. Anda justru berbeda dengan adikku ini. Anda
malah kelihatan jauh lebih muda dari saudaraku. Mengapa bisa begitu?"
tanya Yang Ying.
"Ha" Memangnya kita pernah bertemu?" tanya Yunying agak keheranan.
Dengan segera Jieji memotong pembicaraannya,"kak, nona ini bukanlah
Xufen." "Mustahil, ini mustahil. Lalu dimana Xufen berada sekarang?"tanya Yang ying.
Jieji meminta semua orang disini mengundurkan diri. Di dalam ruangan
kecuali Yang Ying, Jieji yang tinggal cuma Yunying.
Dia mengatakan bahwa Xufen telah tewas. Dia menceritakan bagaimana dia
terkena racun pemusnah raga. Dan Xufen dengan nekad menghisap darahnya
semua. Sehingga terakhir, Jieji selamat. Sedang Xufen harus membayar
dengan nyawanya.
Begitu mendengar kejadiannya, Yang Ying meneteskan air mata. Begitu
pula Yunying yang disana. Mereka terharu akan pengorbanan wanita itu.
Sementara Jieji kembali terkenang masa susahnya.
Sampai disitu, Jieji mengenalkan Yunying pada Yang Ying, dan berkata
bahwa dia adalah puteri ketiga dari Wu Quan.
"Wah, pantas saja. Beberapa hari yang lalu. Saya menerima surat dari
Yue fuyan. Yang menyatakan puteri Wu Quan hilang, ternyata kamu diculik
adik angkatku ini." kata Yang Ying seraya bercanda untuk menghangatkan
kembali suasana yang dingin tadi.
"Diculik" Memangnya dalam surat guruku mengatakan kalau aku ini
diculik?" Tanya Yunying.
"Tidak juga sih, saya cuma bercanda. Oya, dik. Bisa saya tahu mengapa
kamu mencurigai Jenderal besar He Shen?"
"Iya kak, sekitar setengah tahun lalu saya berada di Wuwei. Menyelidiki
Ilmu pemusnah raga. Namun tanpa sengaja saya mendengar gosip, Setelah
kuselidiki. bisa kupastikan kebenarannya." Kata Jieji.
Jenderal besar He Shen adalah panglima yang bertugas menjaga perbatasan
barat laut China. Dia dikabarkan Jieji akan berontak. Jenderal He shen
terkenal jago dalam ilmu perang. 5 Tahun lalu dia pernah ditugaskan
menghadapi pasukan Liao di timur laut China. Keberhasilannya membuat
Zhao mengangkatnya menjadi raja muda yang memimpin pasukan menjaga
perbatasan di sebelah barat laut. Jabatannya adalah panglima besar
penumpas daerah barat.
Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kalau begitu apa yang harus kita lakukan?" Tanya Zhao.
zhao merasa bimbang juga. Jika dia yang berontak, maka sangat sulit
untuk dipadamkan. Mengingat letak daerah yang sangat jauh, maka sangat
beresiko. Selama belum ada tanda pasti dia berontak. Dia tidak dapat
berbuat apa-apa.
Jikapun Kaisar mengutus seorang untuk mencabut jabatannya, takutnya
malah akan membawa masalah yang lebih besar.
"Tidak usah takut, kak. Anda bisa berpura-pura menaikkan pangkatnya
terlebih dahulu. Ini untuk mencegah dia segera berontak. Sementara
pasukan dari Wilayah Chengdu, Hanzhong, Changan bisa dikumpul dahulu.
Utus salah seorang Jenderal tidak ternama, dan jago dalam berperang
dari sini untuk memegang jabatan disana." Kata Jieji.
Yang ying cukup kagum mendengar penjelasan Jieji. Tetapi untuk mengutus
Jenderal seperti yang dikatakan Jieji sangat sulit. Karena tidak ada
orang yang benar bisa dipercayai yang sanggup mengatasi He Shen.
BAB XVII : Meneliti Lukisan 7 Bidadari
"Ini memang masalah yang tidak gampang. Dengan mengatasnamakan Chai
Zongxun (Putera Chai Rong, yang merupakan Raja dari salah satu diantara 5
Dinasti terdahulu. Dinasti Zhou), He Shen berontak." Kata Jieji.
Setelah berpikir Yang ying berkata,"Memang salahku, seharusnya dia kukirim ke kota raja saja biar gampang diawasi, atau lebih baik dulu saya tidak merebut
tampuk kekuasaannya dan mendukung putera satu-satunya Chai Rong."
Sebenarnya Zhao kuangyin adalah salah satu Jenderal pasukan Dinasti Zhou.
Seiring kematian Chai Rong, Dia dianjurkan mengkudeta Dinasti Zhou, banyak
Jenderal dan para menteri yang berpihak padanya. Ini disebabkan Chai Rong
bukanlah orang yang pandai memakai orang. Kelemahan utamanya adalah
Emosinya yang labil. Sering anak buahnya yang di jatuhi hukuman mati, meski
hanya karena hal kecil. Para Jenderal dan Menteri tidak begitu suka padanya.
Namun karena dia adalah kaisar Zhou, maka semua harus tunduk padanya.
Setelah wafat, Chai rong digantikan puteranya yang baru berumur 6 tahun.
Para menteri dan jenderal segera meminta Zhao Kuangyin melakukan kudeta.
Zhao adalah Jenderal yang sangat sukses. Sejak kecil dia menguasai ilmu silat,
dan ilmu perang. Kemampuannya memimpin pasukan membuatnya terpilih dan
terfavorit diantara para jenderal maupun menterinya. Sifat Zhao juga sangat
terbuka, tidak pernah dia menolak kritikan dari para bawahannya. Setiap kritikan dan saran yang sampai, semua dipelajarinya dengan benar.
Zhao kelahiran kota Hebei. Di kota ini dia pernah menjadi seorang pengemis,
sampai terakhir dia bertemu dengan gurunya. Seorang Daoist yang memiliki
kungfu yang hebat. Selama 2 tahun lebih dia belajar ilmu silat dari guru Dao ini.
Setelah benar-benar mahir, dia dilepas gurunya. Gurunya berpesan kepadanya
untuk segera menuju ke utara. Tempat terjadinya peperangan. Dengan segera
dia berangkat, dan meminta pekerjaan pada Guo Wei atau Kaisar pertama Zhou.
Guo Wei wafat digantikan putera angkatnya, Chai Rong.
"Tidak kak, jika anda tidak merebut kekuasaan Zhou. Mungkin sampai sekarang perang saudara masih berlanjut. Dalam perang ini, rakyat sangat kesusahan.
Selama 53 tahun perang berlangsung terus-menerus. Banyak anak menjadi
yatim piatu, orang tua bersedih hati menantikan puteranya pulang dari medan
perang." Kata Jieji.
Yunying yang sedari tadi mendengarkan cukup terkejut juga. Dia baru sadar
orang yang bermarga Yang ini ternyata adalah Kaisar Sung, Zhao kuangyin.
Namun reaksinya tidak diperhatikan oleh Jieji dan Yang Ying yang asyik berpikir tentang masalah pemberontakan barat laut China ini.
Sebenarnya masalah pemberontakan semacam ini bukan hal yang perlu
dikhawatirkan jika pemberontakan dilakukan di dekat atau di tengah China.
Namun pemberontakan ini berada di propinsi Xi Liang. Propinsi sebelah barat
laut yang terujung.
Setelah menyatukan China, Zhao memutuskan untuk memberhentikan banyak
prajurit, tujuannya kepada prajurit adalah supaya mereka dapat menikmati hasil
perjuangannya. Supaya mereka dapat pulang kampung dan berkumpul bersama
keluarga mereka kembali.
Seiring kekacauan pertempuran yang hebat, banyak anggota keluarga prajurit
yang hilang, atau mati terbunuh. Oleh karena itu, pasukannya yang sekarang
kebanyakan adalah orang yang sudah tidak punya rumah dan keluarga.
Diantara para prajuritnya, sekitar 70 persen sudah pulang ke rumah keluarganya.
Dan 30 persen yang lain di tempatkan masing-masing di kotaraja, sisanya di
tempatkan di kediaman Raja muda,Jenderal besar serta Menteri yang
berkedudukan di tempat lain.
Jikapun ada diantara mereka yang memberontak, pasti jumlah pasukan mereka
tidak banyak. Dan jika mereka mengumpulkan pasukan, pasti akan ketahuan.
Maka daripada itu, Zhao merasa akan aman dengan tindakan seperti ini.
Tetapi adapun kelemahannya adalah Jenderal besar wilayah perbatasan.
Jenderal besar wilayah perbatasan jika mengumpulkan pasukan dari wilayah lain
di luar China, ataupun yang bersekutu sangat membahayakan kelangsungan
Dinasti. He Shen adalah seorang Jenderal kelahiran Propinsi Xiliang. Propinsi ini
berbatasan dengan barat laut China. Pasukan nomaden yang menamakan
dirinya Pasukan Qiang sangat berbahaya. Selain pasukan ini ganas, mereka juga
menciptakan banyak alat perang yang hebat.
Oleh karena kesemua hal ini, Zhao juga merasa khawatir.
"Hanya 1 orang yang pantas menurutku untuk dikirim kesana. Mengenai hal ini, mungkin sangat susah baginya." Kata Yang selanjutnya.
"Maksudnya?" tanya Jieji.
"Menurut mu siapa lagi?" Tanya Yang dengan wajah senyum penuh arti.
Segera Jieji memberi hormat. "Saya bukanlah seorang Jenderal, mengenai ilmu perang, saya juga tidak begitu tahu. Saya membaca semua ilmu perang cuma
dari buku. Tentu ini tidak bisa dijadikan patokan untuk melawan He Shen,
seorang Jenderal besar yang tenar."
"Adikku, tidak perlu terlalu rendah hati. Anda ini seorang detektif yang punya pemikiran cemerlang. Saya rasa kamu pasti sanggup mengatasinya." Balas sang kakak.
"Tidak bisa.. " Kata Jieji.
"Adikku, tidak usah menolak terlalu jauh lagi. Saya akan memilihmu menjadi Jenderal besar untuk menjaga Wilayah dari kota Changan ke arah barat." Kata Yang kemudian.
"Tentu, saya akan mengirim utusan ke WuWei untuk menyenangkan hati He
Shen terlebih dahulu. Lantas kamu bawa pasukan sekitar 5000 orang dari sini
untuk segera ke Changan. Mengenai pasukan disana, akan saya kumpulkan
terlebih dahulu." Kata Yang.
"Kalau kakak terlalu memaksaku, Adik mau tidak mau harus menerimanya lagi.
Tetapi dari ibukota, saya tidak perlu membawa pasukan yang begitu banyak.
Cukup 500 orang saja." kata Jieji.
"Oh, betul juga. Jika terlalu banyak pasukan yang kamu bawa, malah akan terjadi kekacuan dan mungkin He Shen itu segera berontak, begitu maksudnya dik?"
"Betul, saya rasa tidak perlu banyak membawa pasukan dari sini. Saya punya akal yang lumayan bagus." Kata Jieji menimpali.
"Baiklah, jika begitu. Kamu hadirlah ke persidangan besok." Kata Yang.
Setelah perbincangan ini, Yang meminta pamit pada adiknya. Namun sebelum
mencapai pintu, Yang segera berbalik dan menanyai Jieji.
"Dik, apa yang membunuh Bao Sanye itu kamu?"
"Betul kak." kata Jieji.
"Berarti kemajuan kungfumu sangat luar biasa, dalam 10 tahun ini kamu sudah melampaui kungfu Bao Sanye." Kata Yang lagi.
"Tidak juga, saya cuma mujur kak." Kata Jieji sambil tersenyum.
"Oya, ada hal yang mau saya sampaikan kepadamu. Beberapa tahun yang lalu,
sering saya melihat seorang berpakaian hitam yang menuju ke ruang
penyimpanan harta istana, namun dia cuma mengawasi dari atas atap, kakakmu
ini juga ingin mengejarnya, namun anehnya dia cuma berada di atas atap. Entah,
apa maksud kedatangannya." Kata Yang kembali.
"Itu pasti Bao Sanye. Kenapa harus ke ruang penyimpanan harta istana?"
Jieji berkata. "Inilah anehnya, ketika saya mengetahuinya. Lantas kuutus orang lebih banyak menjaga disana. Tetapi hal yang sama juga dilakukannya. Dia tidak beranjak dari atap." Kata Yang kembali.
"Kak, boleh saya masuk melihatnya?" Tanya Jieji kembali.
"Tentu, ayok kita berangkat sekarang." Kata Yang.
"Aku juga pengen ikut." Wanita ini yang sedari tadi diam lantas bersuara juga.
Jieji melihat ke arah Yang, Yang cuma mengangguk.
Tidak sampai setengah jam mereka telah sampai ke istana dan segera menuju
ke ruangan penyimpanan harta.
Ketiga orang ini masuk ke dalam.
Ruangan ini lumayan luas. Jieji memandang sekitarnya, ruangan ini memiliki 3
kamar utama. Di kamar yang pertama lantas Jieji melihat ke seluruh ruangan.
Ruangan ini menyimpan benda pusaka tak ternilai. Setelah melihatnya sebentar,
Jieji menuju ke ruangan yang sebelah. Ruangan ini menyimpan banyak senjata
pusaka terdahulu. Ruangan ini juga dilihat Jieji dengan seksama. Disana banyak
senjata pedang, pisau, golok, serta yang lainnya yang merupakan peninggalan
Kaisar terdahulu. Senjata disini tidak ternilai harga sejarahnya.
Setelah itu, Jieji beranjak ke kamar sebelah. Ruangan ini berisi banyak Lukisan dan tulisan-tulisan karya pengarang terdahulu. Diantaranya banyak terdapat puisi dan lukisan Tang TuFu, Seorang sastrawan terbesar yang pernah hidup di masa
Dinasti Tang. Semua tulisan disini sangat dikagumi Jieji, namun tidak ada
sesuatu yang aneh dibaliknya. Sampai dia mendapati sebuah lukisan.
Lukisan tujuh bidadari yang sedang mandi. Dia lihat lukisan ini dengan seksama.
Di lukisan ini tertulis sajak pendek.
"Sepuluh hari turun ke dunia
Bidadari bermandikan cahaya
Surga dunia demikian menggoda
Kesenangan tiada taranya."
Yunying yang melihatnya meneliti lukisan itu lantas berkata.
"Emang ada yang aneh dari lukisan itu" Padahal semua dewi itu kan telanjang.
Sebagai seorang lelaki yang belum menikah sepuluh dan tiga puluh tahun,kamu
cukup tidak tahu malu."
Jieji memandangnya sebentar. Sesaat setelah itu, Jieji loncat kegirangan.
Langsung didekatinya Yunying. Dengan memegang bahunya dia berkata,"
Terima kasih, kamu sungguh bidadariku...."
Yang Ying cukup heran melihat tingkah adik ke duanya ini. Lantas menanyainya.
"Apakah adik mengerti maksud dari lukisan itu?"
"Tidak, tetapi jika digabungkan ini pasti jelas." kata Jieji seraya mengeluarkan sesuatu di balik bajunya.
Benda itu tak lain adalah lukisan pendeknya. Di depan tergambar Wajah Xufen.
Tetapi yang akan dilihatnya kali ini bukanlah wajah Xufen, namun lukisan di
belakangnya. Lukisan ini sama persis dengan lukisan yang pernah dilihat Xufen
ketika terjadinya Kasus pada Keluarga Ma di Changan.
"Lukisan ini kan?"" Tanya Yang ying.
"Betul, ini lukisan yang sama persis dengan lukisan yang terdapat di rumah keluarga Ma di Changan. Kak, coba lihatlah dan cocokkan keduanya. Xufen
tertarik melihat lukisan ini. Hanya berdasarkan ingatannya, dia menggambarnya
kembali." Kata Jieji.
Yang meneliti dengan cermat lukisan tersebut yang bergambarkan 5 orang
menunggang Onta. Puisi disini adalah,
"Angin keras menerpa
Kehidupan bagaikan kuburan
Air jernih susah dicari
Tidak ada beda Dunia dan Akhirat"
Kedua puisi ini sangat kontras. Yang 1 melambangkan surga dunia, yang lainnya
melambangkan neraka dunia.
Lantas dengan meminjam pedang yang terdapat pada pinggang Yunying. Jieji
mengeluarkan sarungnya. Yang ying cukup terpesona melihat pedang pendek
ini. Cahayanya merah menyala.
"Jadi ini..." Kata Yang.
"Inilah pedang Ekor Api yang terkenal di dunia persilatan. Aku menemukannya di gunung Fuji di Dongyang." Kata Jieji.
Setelah itu Yang ying kembali meneliti kedua lukisan ini. Dan dia juga telah
mendapatkan petunjuknya.
Jieji yang melihatnya tersenyum langsung berkata.
"Kata "sepuluh" bisa jadi petunjuk. Karena kedua lukisan ini sangat kontras.
Maka cobalah balikkan huruf "Sepuluh"."
Sepuluh disini menyatakan 5 orang ditambah 5 onta jadi jumlahnya adalah
sepuluh. Huruf sepuluh jika di balikkan akan muncul sebuah simbol. Simbol itulah yang
menggambarkan pedang.
Sementara dari puisi yang terdapat pada lukisan Gurun adalah bersifat
kebalikannya yang menggambarkan kondisi Gunung Fuji yang nan asri.Yaitu
dimana terdapatnya Pedang Ekor Api.
Jieji yang tinggal di Dongyang cukup lama tentu mengetahui keadaannya.
Penduduk Dongyang sering mengatakan bahwa di Gunung Fuji hidup para
Dewa-dewi karena tingginya gunung ini, hampir mencapai ke cakrawala.
Sedang penggambar dan pencipta puisi itu sengaja membalikkan keadaan yang
sesungguhnya. Jika tidak salah satu lokasi pedang itu ditemukan terlebih dahulu. Maka puisi dan lukisan ini sangat samar dan beberapa orang menganggapnya tidak berguna.
"Jadi lukisan Bidadari inilah petunjuk untuk mencari Pedang Es rembulan?"
Tanya Yang. "Betul, dan saya sudah mendapatkan kira-kira dimana posisi pedang berada."
Kata Jieji. "Berarti keberadaan pedang ini juga di salah satu gunung di China" Ataupun bisa ditempat yang sangat panas yang merupakan kebalikan dari gambar 7 bidadari
ini" Tanya Yang.
"Iya, malah keberadaan pedang ini mungkin juga di salah satu gunung tinggi China. Namun mengenai hal ini saya belum berpikir sejauh itu." Kata Jieji
kemudian. "Oya kak, jika sudah kudapatkan pedang Es Rembulan. Akan kuserahkan ke
kakak saja." Kata Jieji.
"Tidak bisa, Pedang itu lebih baik bersamamu. Kamu ingin mencari petunjuk
Pemusnah raga. Seharusnya pedang ini dipegang olehmu." Kata Yang Ying
dengan penuh pengertian.
BAB XVIII : Perjalanan kilat menuju ChangAn
Setelah membahas kedua lukisan itu, Jieji bertiga meninggalkan ruangan
Penyimpanan harta.
Pedang Ekor api telah dimasukkan ke dalam sarung dan dipinjamkan kembali
kepada Yunying.
"Dik, besok pagi hadirlah ke persidangan. Saya akan mengumumkan
pengangkatan Jenderal besar." Kata Yang.
"Baik kak. Adik mohon pamit." Kata Jieji.
"Hamba juga mohon pamit, Yang Mulia." kata Yunying.
Segera Jieji dan Yunying meninggalkan Istana.
Dari kejauhan, Yang masih menatap Adiknya. Namun, dia tersenyum sangat
puas. 10 tahun yang lalu, begitu tahu kalau adiknya minggat bersama Xufen. Yang
tidak dapat tidur dengan tenang. Beberapa kali dia bermimpi sangat buruk
tentang adik ke 2 nya ini. Karena tidak kunjung ketemu, Yang dalam 10 tahun
terakhir menyelidiki keberadaan adik ke 2 nya ini sendiri. Sering ditinggalkannya istana, dan menyerahkan tugas kenegaraan pada adik kandungnya, Zhao
Kuangyi. Namun sepuluh tahun ini, batang hidung adiknya tidak juga nampak. Sekarang
adiknya pulang dengan selamat. Dia merasa sangat lega sekali.
Jieji dan Yunying segera menuju kediaman Perdana Menteri Yuan.
Setelah sampai, mereka berdua berjalan menuju kamar masing-masing. Tetapi,
sebelum sampai ke kamarnya. Yunying menegurnya.
"Boleh saya pinjam lihat lukisan yang ada dalam balik bajumu gak?"
"Boleh."
Dikeluarkannya Lukisan dari balik bajunya.
Yunying membentangkan lukisan pendek itu. Namun yang dilihatnya bukanlah
Lukisan gurun. Tetapi lukisan di belakangnya, Lukisan Xufen.
Setelah mengamatinya sebentar. Yunying mengatakan.
"Apa saya ini sungguh mirip dengan perempuan cantik di lukisan ini?"
"Banyak yang salah mengira mu adalah Dia. Tidak mungkin mata orang lain
salah kan?" Kata Jieji.
"Apa mungkin saya dengan wanita di lukisan ini berhubungan?" tanya Yunying kembali.
Jieji cuma memandangnya, namun tidak menjawabnya.
Karena penasaran, Yunying berkata,"Pasti sedikit banyak kamu tahu sesuatu
kan?" "Tidak, hal ini baru bisa dijelaskan jika kita sudah bertemu dengan ibumu." Kata Jieji.
Sampai disini, Yunying juga tidak menanyainya lebih lanjut lagi. Dan setelah
sampai di kamar. Mereka pun masing-masing tidur.
Keesokan harinya,
Di Balairung istana, nampak banyak sekali pejabat yang datang. Semua
berkumpul, berbaris dan berdiri menurut pangkat mereka masing masing.
Tidak berapa lama, muncul ah Kaisar.
"Yang Mulia, Panjang umur. Panjang Umur. Panjang Umur."
"Berdiri. Hari ini saya mempunyai informasi yang cukup penting. Saya akan
mengangkat seorang Jenderal untuk ditempatkan di perbatasan untuk membantu
He Shen." Di antara para Jenderal yang hadir disana, semua merasa was-was. Jangan
jangan merekalah yang terpilih. Ini berarti kenaikan pangkat yang cukup tinggi.
Sesaat itu, Yang Mulia mempersilahkan seorang masuk.
"Kepada Tuan Oda dari Dongyang dipersilahkan masuk." Terdengar suara kasim memanggil dengan suara cukup keras.
Seorang pemuda masuk dengan santai. Setelah sampai, dia berlutut sambil
memberi hormat.
"Hari ini saya mengangkat Tuan Oda yang berasal dari Dongyang ini sebagai
Jenderal besar dengan gelar Panglima pendamai wilayah Barat. Untuk itu,
segeralah berangkat menuju ke pos baru. Bersamamu akan diberi 500 pasukan
pengawal supaya selamat tiba di Changan." Kata Kaisar.
"Terima kasih Yang Mulia. Yang Mulia panjang umur, panjang umur dan panjang umur."kata pria tadi.
Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Mendengar bahwa seorang pria dari Dongyang diangkat menjadi Jenderal besar.
Para Jenderal yang lain tentu tidak puas. Mereka tidak menyangka yang akan
menjadi jenderal besar ini adalah seorang yang tidak ternama dari Dongyang.
Selain itu, pemuda ini juga tidak pernah terdengar keberadaannya, dan tidak
punya latar belakang yang jelas.
Setelah mengangkat Jieji menjadi Jenderal. Kaisar menanyai para menteri,
apakah masih ada urusan yang perlu didamaikan dengannya atau tidak. Para
Menteri senior mengatakan tidak ada masalah yang serius yang perlu meminta
pendapat kaisar lagi. Oleh karena itu sidang segera dibubarkan.
Jieji yang sudah keluar sedari tadi, langsung menuju ke kediaman Perdana
Menteri, lalu menyiapkan segala benda yang perlu dibawanya kesana. Setelah
berkemas, dia beranjak keluar. Namun dia telah disambut oleh 5 pengawal.
Semua pengawal ini berpakaian dinas, Dan ke 5 orang inilah yang akan menjadi
pengawalnya menuju ke Changan.
Setelah segala dirasa siap, Jieji segera meninggalkan kediaman Perdana
Menteri. Sebelum sampai ke pintu depan dia ditegur seseorang.
"Hei... Kenapa tidak membawaku serta?"
Jieji berpaling. Dan mengatakan.
"Menjadi jenderal perang tidak bisa dijadikan barang main-main. Kamu tetaplah disini saja."
"Tidak, jika kamu tidak mau aku ikut. Maka dengan diam-diam aku akan
mengikutimu."
Jieji tahu perangai wanita kecil ini bagaimana. Oleh karena itu, dia tidak
melarang dia lebih jauh lagi.
Perjalanan cepat pun segera dilakukan.
Jieji menaiki kuda bintang birunya, dengan pakaian seorang Jenderal dia terlihat sangat gagah.
Di Wu Wei, He Shen yang menerima gelar dan pangkat barunya ini cukup
merasa heran. Dia bertanya pada puteranya, He Yan.
"Kenapa tiba-tiba kaisar memberiku gelar baru" Gelar kali ini sangat bergengsi.
Ini cukup aneh."
"Iya, mungkin juga. Anehnya, kabarnya di ibukota telah diangkat Jenderal baru untuk membantu ayah."
"Ha" Lalu siapa Jenderal tersebut?" tanya He Shen.
"Dia adalah seorang yang berasal dari Dongyang. Umurnya hanya sekitar 30 an.
Namanya kalau tidak salah Kawashima Oda." Kata He Yan.
"Oda" Ha Ha... " Tertawa besar He Shen mendengarnya.
"Kalau begitu, tidak usah khawatir. Kabarnya dia cuma membawa 500 pasukan
menuju ke Changan." Kata He Yan.
"Ha Ha Ha... Si kaisar tolol itu kali ini bisa juga melakukan kesalahan besar.
Pasukan Qiang kita itu sudah mencapai hampir 100 ribu orang. Dengan 500
pasukan si tolol itu mana bisa bentrok dengan kita." Tertawa geli dan keras He Shen mendengar pernyataan puteranya.
Sampai disini, mereka tidak membahas lebih jauh masalah ini lagi.
Dan tidak disangkanya, hal ini sudah dipersiapkan Jieji terlebih dahulu.
Perjalanan Jieji sungguh cepat. Pada malam hari mereka beristirahat, dan
paginya langsung berangkat dengan cepat. Mereka sampai dalam Luo yang
dengan tempo 1 1/2 hari saja.
Di bagian timur tembok kota Luoyang. Jieji dan Yunying serta pasukan yang
datang terlihat gagah. Sesampainya di depan kota, mereka mulai jalan perlahan.
"Nona ke tiga....." teriak seorang pemuda yang berpakaian pengemis.
Yunying segera berpaling, karena dia biasa di panggil begitu.
"Ada apa" Siapa kamu?" seru Yunying.
"Saya adalah pengawal dari tuan Yue, begitu melihat kamu mau masuk ke
kota,saya langsung mengenali anda.
"Ada apa anda mencariku?" tanya Yunying lagi.
"Saya diperintahkan Tuan muda untuk menjemputmu pulang. Disana ada kereta
yang sudah dipersiapkan." Kata pengemis ini lagi.
"Tidak, saya tidak akan pulang. Bilanglah pada kakak seperguruanku, jika
nantinya urusan disini telah selesai. Saya akan pulang dengan sendirinya." Kata Yunying.
"Tetapi, dalam jangka waktu setengah tahun lagi anda akan bertunangan kan"
Bagaimana nantinya saya mempertanggung jawabkan hal ini pada Tuan Muda?"
"Ini tidak usah kamu khawatirkan. Saya bisa pulang sendiri. Enyahlah dari sini."
kata Yunying. Pengemis ini merasa tidak mampu menjemput nona ke 3 ini pulang. Lantas
ditengoknya ke sekitar. Dilihatnya orang yang berpakaian perang, duduk di atas
kuda yang sangat gagah. Pemuda ini sedari tadi tidak memandangnya. Lantas
setelah mohon pamit, pengemis ini pergi.
"Benar kan" Dunia sebentar lagi akan kalut." kata Jieji mengejek Yunying.
"Ahh.. Kamu ini ada saja." Kata Yunying.
"Kamu lari dari nikahmu. Tidak takut nantinya tidak bisa mendapat jodoh lagi?"
Kata Jieji kembali mengejeknya.
"Dasar.. Huh... Males aku meladenimu." Yunying kesal, namun sekilas dia tampak malu juga.
Seraya tidak menghiraukannya, Yunying segera memacu kudanya pelan ke
depan. Malamnya, Setelah berberes beres dan siap beristirahat. Tiba-tiba pintunya
diketuk dengan cukup kasar oleh beberapa orang.
Jieji segera keluar. Di pelataran Penginapan, dia melihat ada lima orang disana.
Dandanan orang-orang ini cukup aneh. Selain itu, roman mereka juga lumayan
jelek. Mereka menegurnya.
"Apa kamu orang yang sekitar bulan lalu tinggal di Hefei kediaman Wu?" tanya salah satu orang yang berjenggot pendek, dan matanya buta sebelah.
"Benar." kata Jieji pendek.
Barusan mengucapkan kata-katanya. Terdengar dampratan orang yang lain.
"Perintah tuan muda, Jika ada yang melihat pemuda ini. Hajar dulu sampai babak belur, baru bawa ke hadapannya."
Segera senjata mereka dikeluarkan. Di antara 5 orang ini, masing-masing
memakai senjata yang berbeda. Orang pertama yang menyerang adalah yang
memakai golok. Dengan mudah, Jieji menghindarinya. Begitu pula yang kedua.
Orang ini menggunakan toya. Toya yang menyambar dengan cepat, namun tidak
ada satu pun gerakannya yang mengenai Jieji. Orang ke 3 segera maju
mengeroyoknya. Kali ini dia memakai pedang pendek, segera dengan cepat dia
menusuk. Namun, tusukannya sia-sia belaka. Orang ke 4 dan ke 5 juga
melakukan hal yang sama. Salah seorang diantara mereka memakai tombak
pendek. Semua jurus mematikan, namun tidak ada satupun yang mengenai Jieji. Jieji
mengeluarkan Langkah Dao-nya menghindari serbuan para pendekar ini.
Barusan berganti jurus, kelimanya kembali mengeroyok Jieji, namun belum
sempat jurus itu sampai. Tiba-tiba terdengar teriakan seorang wanita.
"Hentikan. Kalian lima singa dari Wu ling. Kenapa begitu tidak sopan?"
Rupanya suara ini berasal dari Yunying. Kelimanya sempat melihat Yunying
sebentar. Langsung salah satu bersuara.
"Perintah tuan muda tidak dapat ditolak."
Mereka berlima segera melancarkan aksi jurusnya.
Namun sebelum sampai, kelimanya langsung terpental. Dan parahnya,
semuanya tertotok nadi geraknya. Mereka sangat heran, kenapa dari jarak lebih
10 kaki nadi geraknya sanggup ditotok orang ini.
Sampai disitu, Jieji memerintahkan 5 pengawalnya.
"Ringkus mereka, tidak usah membawa mereka kemana-mana. Biarkan mereka
berlima tidur berpelukan saja. Besoknya lepaskan semua."
Segera ke 5 pengawalnya melakukan hal yang diminta.
Yunying yang melihat posisi lima orang ini juga tertawa geli. Bagaimana Jieji bisa punya ide yang konyol seperti ini.
Setelah membereskan mereka berlima, Jieji dan kawan-kawannya mulai tidur.
Keesokan harinya, memang benar ke 5 orang ini tidur sambil berpelukan. Jieji
memerintahkan segera melepaskannya. Setelah selesai, segera dia berangkat
bersama pasukannya. Namun 5 singa ini tidak puas. Mereka ingin mencoba
menyerangnya sekali lagi. Jieji yang tahu gelagat, langsung berpaling. Kelimanya tidak berani bertindak duluan.
"Kalian lihat tiang di ujung jalan itu." Kata Jieji seraya menunjuk.
Mereka mendapatkan sebuah tiang yang cukup tinggi. Dengan mengambil
ancang-ancang jari, Jieji segera mengeluarkan jurusnya. Samar-samar terdengar
suara, setelahnya tiang itu roboh.
"Jika kalian berani mengikutiku lagi, maka selanjutnya nasib kalian seperti tiang itu."
BAB XIX : Munculnya Dewa sakti dan Dewi Peramal
Jieji bersama pasukannya segera berangkat ke arah barat.
"Jika kalian berani mengikutiku lagi, maka selanjutnya nasib kalian seperti tiang itu." Kata Yunying seraya meniru ucapan Jieji untuk mengejeknya.
"Sudah, sudah..." kata Jieji pendek.
Perjalanan cepat, kembali dilakukan.
Kira-kira 100 Li sebelum sampai ke Changan. Mereka melewati lembah dari
Gunung Hua yang nan asri. Kecepatan perjalanan diubah Jieji menjadi lambat.
Dia ingin menikmati pemandangan tersebut.
Sambil berjalan dengan pelan dia menghirup udara nan segar ini. Namun, tanpa
disadarinya. Ada 2 orang tua yang telah muncul di depannya. Begitu melihatnya,
Jieji terkejut luar biasa.
Jieji adalah seorang jago kungfu yang hebat. Mungkin dirasa, di dunia ini tidak ada orang lain yang mampu menandinginya lagi. Namun munculnya 2 orang tua
ini sama sekali tidak dirasakannya.
2 Orang tua ini berjalan cukup pelan ke depan. Yang satu laki-laki dan seorang
lagi wanita. Setelah dekat, Jieji terkejut. Sebab wajah kedua orang ini luar biasa. Jika dilihat dari rambut mereka yang telah memutih semua, mungkin usia mereka sudah
diatas 70 tahun. Namun wajah kedua orang ini tidak berkeriput. Apalagi wajah si wanita tua ini, masih sangat mulus dan jika dibandingkan dengan Yunying.
Kehalusan wajah mereka seimbang.
"Tuan Jenderal. Apa kabarnya?" Tanya yang laki-laki.
Jieji segera turun dari kudanya. Dan membalas memberi hormat.
"Saya sendiri sangat baik. Boleh tahu nama besar anda berdua?" tanya Jieji.
"Hamba cuma orang pegunungan. Datang untuk menikmati pemandangan nan
indah ini bersama istriku." katanya kembali.
Sementara yang wanita sedari tadi memandang ke arah Yunying. Tanpa
berkedip dia memandanginya dengan penuh perasaan.
Yunying merasa cukup risih dipandangi begitu juga. Dia segera turun dari kuda.
Maksudnya, untuk menanyai orang tua ini. Mengapa dia memandanginya dengan
begini. Tak disangkanya, wanita tua ini segera beranjak ke depan. Dengan kecepatan
luar biasa. Dia memeluk Yunying. Yunying serba bingung diperlakukan begitu.
Orang tua wanita ini terlihat menangis memeluknya.
Setelah itu, wanita tua ini memandang wajahnya dengan penuh welas asih. Air
matanya masih mengalir deras.
Jieji yang berpaling ke belakang merasa sangat aneh.
Setelah membisikinya, wanita tua ini segera meninggalkan Yunying yang serba
heran. Pria tua itu juga dengan sopan memohon pamit dengan Jieji. Jieji membalasnya
dengan penuh hormat.
Jieji merasakan ada yang janggal dengan hal yang aneh ini. Berpaling dia
menanyai pria tua itu.
"Senior, mohon katakan nama besar anda." teriak Jieji.
Sepasang orang tua ini telah cukup jauh. Namun yang lelaki segera berpaling.
Dari jauh Jieji melihatnya. Orang tua ini mengambil ancang-ancang jari. Jieji yang melihatnya sangat terkejut. Tiba-tiba dengan kecepatan yang luar biasa hawa
pedang telah mengarah kepadanya.
Dengan kedua tangan yang tidak siap, Jieji memutarnya penuh lingkaran. Hawa
pedang itu langsung melesat melewati samping bahunya dan mengenai pohon
yang jauhnya hampir 80 kaki di belakangnya. Pohon yang terkena hawa pedang
itu langsung terbelah dua di tengahnya.
Lalu terdengar orang tua ini bersuara.
"Tapak berantai memang tiada tandingannya di dunia ini. Ha Ha Ha Ha...."
Seraya tertawa, ke 2 orang tua itu lenyap.
Para pasukan yang dibawa Jieji ini sangat heran. Namun mereka kagum pada
atasannya. Dalam jarak yang sedikit itu, mampu membelokkan jurus jari yang
berbahaya itu. Jieji cukup bengong akan kejadian barusan.
Setelah terpaku cukup lama, Jieji segera melanjutkan perjalanannya. Dalam
jangka waktu yang pendek mereka telah sampai di Changan.
Jieji segera menempati kantor barunya yang lumayan luas.
Yunying yang sedari mengikutinya segera mengeluarkan sebuah buku.
"Siapa yang memberikan buku ini kepadamu?" Tanya Jieji.
"Orang tua wanita yang tadi memelukku, Kamu tahu siapa mereka?" Kata
Yunying. "Hm.. " Jieji mengangguk.
"Lantas siapa mereka?" Tanya Yunying.
"Mereka adalah Dewa sakti dan Dewi peramal dari gunung Dai." Kata Jieji.
"Kenapa kamu bisa tahu?"
"Mereka adalah guru Xufen. Mungkin dia memelukmu karena sangat rindu
kepada Xufen yang merupakan muridnya."
"Jadi begitu" Aku jadi heran dibuatnya. Tetapi buku apa yang diberikannya
kepadaku ?"
"Inilah kitab ilmu Memindah semesta. Dia memberikannya kepadamu supaya
kamu mampu mempelajarinya." kata Jieji.
"Wah, apa ilmu ini hebat?" tanya Yunying yang agak girang.
"Tentu, Lihatlah jurus jari pak tua itu. Jurusnya mungkin 2 kali lipat lebih hebat dari jurus yang mampu kukeluarkan." kata Jieji.
"Tapi mengapa dia mengatakan Tapak berantai memang tapak yang tiada
tandingan di dunia ini." tanya Yunying kembali
"Jurus yang tadi kukeluarkan tidak lain adalah tapak berantai." kata Jieji.
"Tapak berantai" kenapa tidak pernah kudengar?" tanya Yunying.
"Karena ini adalah jurus ciptaanku." kata Jieji.
"Ha Ha.. Yunying tertawa. Kenapa jurus ini jelek kali namanya?" kata Yunying.
"Sebenarnya jurus ini bukanlah jurus yang mengada-ada. Jurus ini kugabungkan dari 5 jurus yang pernah kupelajari. Dan kesemuanya itu kugantikan ke tapak.
Maka kunamakan tapak berantai. Tapak ini memiliki 5 tingkat. Yang tadi adalah
jurus yang pertama." kata Jieji menerangkan.
Dari kesemua Ilmu kungfu yang pernah dipelajari Jieji yaitu Pedang Ayunan
dewa, Langkah Dao, Ilmu jari Dewi Pemusnah, Ilmu dewa Penyembuh tenaga
dalam dan Tendangan Mayapada. Tidak ada satupun yang merupakan Jurus
tapak. Jieji mendalami ke 5 ilmu ini dengan sempurna. Dan menciptakan jurus tapak
Berantai. Ilmu ini diciptakannya sekitar 6 tahun yang lalu.
Ilmu ini pernah dikeluarkannya saat menghadapi Bao Sanye. Jurus tapak
mayapada tingkat ke 3 langsung sanggup dipatahkan oleh tapak berantai tingkat
1 nya. "Kamu sungguh beruntung, Ying. Pelajarilah ilmu ini baik-baik. Ini juga untuk dirimu." Kata Jieji.
"Yah.. Saya akan berusaha." Kata Yunying sambil tersenyum.
Setelah beristirahat, Esoknya Jieji segera mengumpulkan pasukannya dari 5
wilayah. Yaitu, Changan, Hanzhong, Wudu, Anding, dan ChengDu. Dengan
berpura-pura mengucapkan selamat. Para Jenderal wilayah membawa pasukan
ke Changan. Sebenarnya ini juga bertujuan menghilangkan kecurigaan He Shen.
Dihitungnya sesegera, pasukan yang terkumpul dari 5 wilayah ini berjumlah
sekitar 50 ribu orang.
"Bawalah 20 ribu orang masing masing dibagikan, dan kembalilah ke tempat
masing masing." Kata Jieji.
Para Jenderal heran, karena setelah mereka mengumpulkan pasukan. Mereka
disuruh pulang kembali. Tanpa bertanya terlalu banyak, Jenderal maupun
menteri segera pulang ke daerah masing masing. Mereka membagi pasukannya
masing-masing 4 ribu. Namun mereka dititip pesan supaya berhati-hati, jika
terjadi sesuatu. Mereka dilarang untuk keluar kota. Untuk ini, Jieji mengancam
akan dihukum mati.
Setelah itu dari antara 30 ribu pasukan, 3000 orang ditempatkan ke Changan.
Masing-masing diantara 5 pengawal membawa pasukan sebanyak 5000 orang
menuju ke pos masing masing. Jieji menetapkan pos pertamanya adalah
Gunung Qi. Kedua ditempatkan di kota YinPing. Ketiga ditempatkan di Wu
Zhang. Ke empat di tempatkan di Chen cang. Dan yang kelima di tempatkan di
Gunung Jie Ding.
Sementara itu Jieji segera membawa pasukannya 2000 prajurit ke HanZhong
utara. Dia mendirikan perkemahannya disana.
Semua pengawal juga mendapat pesan,dilarang bertempur meski mereka
mendapat dampratan atau hujatan yang sangat tidak enak didengar. Untuk ini.
Mereka juga di ancam hukuman mati.
Sesampainya di kemahnya, Jieji membuka peta wilayah Xi Liang. Dilihat dan
ditiliknya sebentar. Yunying dari tadi asik memperhatikannya. Lantas
menanyainya. "Apa ada hal yang aneh" Kenapa kamu cepat sekali menetapkan pos penjagaan
" Padahal Si tua He itu tidak bergerak. Oya, kota DianShui, mengapa kamu tidak
menempatkan pasukan disana?"
"Sebentar lagi, Si tua itu tidak akan sabar lagi. Lihatlah beberapa hari lagi.
Dianshui jauh hari sudah menjadi milik pemberontak."
"Ha" Tidak mungkin." Yunying terkejut mendengarnya.
"Dian Shui adalah perbatasan semua kota dari Xi Liang. Si tua itu tidak mungkin begitu bodoh. Jika kita menempatkan pasukan di Dian Shui. Si tua itu susah lari.
Pasukan depan dan belakangnya akan susah menolong 1 sama lain, ini tidak
mungkin tidak dipikirkannya."
"Hebat.... Kamu sepertinya membaca pikiran si tua itu seperti membaca buku saja." Kata Yunying yang kagum padanya.
Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Malam ini aku akan melakukan penyelidikan ke DianShui. Kamu tetap di kemah yah." kata Jieji.
"Tidak..." Kata Yunying.
Jieji tahu wanita ini sulit dilarang. Dia mengiyakannya pergi. Namun dia ingin
Yunying berjanji.
Tanpa banyak macam, Yunying langsung mengiyakannya.
Malam hari, Rembulan tidak terang. Sepasang bayangan hitam segera menuju
ke atap kantor utama pejabat di kota DianShui.
Dengan pelan, Jieji membuka atap untuk dapat melihat ke dalam. Dari sini
nampak seorang tua yang sedang berbicara dengan seorang yang berpakaian
dinas. Suara mereka terdengar cukup jelas.
"Sepertinya Kaisar sudah mencium bau pemberontakan kita." kata Pejabat DianShui itu.
"Tidak usah takut, meski dia mengirimkan pasukan yang banyak, kita tidak akan kalah." Kata seorang pemuda.
"Jangan memandang enteng Zhao Kuangyin, dia bukan orang sembarangan.
Masih ingatkah anda saat menjadi Jenderal perang di bawah Zhou, dia sangat
hebat." Kata Orang tua tadi.
Jieji mengenali orang ini, yang tak lain adalah He Shen.
"Kita punya pasukan Qiang sekitar 100 ribu orang, ditambah anak buahku dan prajuritmu semuanya jumlahnya hampir 200 ribu orang. Selain itu kita juga
mempunyai Wen Dun. Sepertinya pemberontakan ini akan berhasil." Kata
Seorang pemuda.
"Bagaimana pun kita harus berhati-hati dahulu". Suara mereka agak pelan.
Dengan tiba-tiba Jieji menyuruh YunYing untuk tunduk.
Seorang pemuda segera masuk ke dalam. Setelah pemuda ini masuk, hal yang
dibicarakan tadi telah diganti ke topik lain, topik yang dibicarakan sekarang
adalah mengenai puisi dan sastra.
Jieji berpikir mungkin 3 orang tadi tidak ingin pemuda yang baru masuk ini
mengetahui apa yang sedang direncanakan.
Setelah mendapat beberapa bukti, Jieji berniat meninggalkan atap.
Tetapi...... BAB XX : Tapak berantai
Yunying yang tanpa sengaja menginjak atap terlalu keras. Sebenarnya suara ini
tidak dapat diketahui jika didengar oleh ketiga orang yang sudah berada di dalam sebelumnya.
Tetapi dari dalam langsung terdengar teriakan.
"Siapa itu?"
Pemuda yang baru masuk tadi segera beranjak keluar dari ruangan.
Jieji segera turun ke bawah. Dengan langkah Dao segera dia meninggalkan atap
dan menuju Tanah lapang di depan kamar.
Sesampainya dia dibawah. Pemuda tadi sudah keluar dari ruangan. Melihat
gelagat yang tidak baik.
Dengan tenaga dalam, dia melemparkan Yunying ke belakang. Dan segera
beranjak untuk meninggalkan tempat ini. Namun belum sampai dia di atap yang
tingginya hanya 10 kaki. Desiran tenaga dalam terasa sangat jelas
dipunggungnya. Sambil berputar, dia mengeluarkan tapaknya. Sebelum kedua
tapak beradu, telah terdengar dentuman suara yang keras. Jieji melayang keluar
bagai layang-layang yang talinya putus.
"Kejar!!!" Teriak He Shen.
Saat itu semua prajurit yang menjaga,segera berlari keluar menuju ke rumah
sebelah. "Tidak Usah!!!" Teriak pemuda yang mengeluarkan jurus ini.
Namun penjaga yang keburu mengejar tidak mendengarkan suara pemuda ini
lagi. "Kenapa" Mungkin orang itu bukan orang baik-baik. Di tengah malam memakai
cadar hitam. Mungkin dia bermaksud mencelakaiku." Kata He Shen.
"Ayah angkat tidak perlu khawatir."
Pemuda ini tahu. Bagaimana mungkin sanggup mengejar orang itu. Dia
menggunakan jurus tapak buddha Ru lai tingkat ketiga untuk menghalangi
penyusup itu. Namun saat benturan terjadi, tangannya terasa sangat kesemutan.
Ini membuktikan kungfu orang bercadar itu mungkin sudah diatasnya.
Jieji yang melempar Yunying keluar segera mengejar ke arah lemparannya tadi.
Tanpa disangka Yunying, dirinya melayang melesat itu bisa terpaut sampai 100
kaki lebih. Jurus tapak buddha Ru lai benar menghantam keras, Jieji yang
berputar itu mengeluarkan jurus tapak berantai tingkat 1 nya untuk meminjam
tenaga itu dan segera melayang keluar.
Di depan kota Dian Shui, dekat dengan rimba An-lim, Jieji segera menaiki
kudanya bersama kuda Yunying yang sengaja ditambatkan disana.
Tidak sampai 2 jam, mereka telah kembali ke tangsi.
"Wah, hebat. Lemparan kamu luar biasa sekali yah." Kata Yunying.
"Tidak, Aku bahkan bisa melemparnya lebih jauh." Kata Jieji.
"Apakah pemuda tadi yang menghalangimu hebat?" tanya Yunying.
"Itu jurus tapak Buddha Rulai. Jurus yang kukenal dengan baik sekali." kata Jieji.
Jieji berpikir sebentar, mungkin orang yang bertarung dengannya adalah Wei
JinDu atau adik ketiganya.
"Kenal baik" Emang siapa yang pernah mengeluarkan jurus ini lagi?" tanya Yunying kembali.
"Saudara ketigaku. Selain itu sekitar 3 tahun lalu, di dekat kota ChengDu saya pernah bertarung dengan seorang biksu tua dari India." Kata Jieji menjelaskan.
"Lalu bolehkah saya minta sesuatu?" tanya Yunying dengan tersenyum.
"Kamu ingin saya menceritakannya kan?" tanya Jieji kembali.
Yunying mengiyakan.
Sekitar 3 tahun yang lalu. Di timur ChengDu. Jieji sedang dalam perjalanannya
menuju kota itu. Namun di tengah jalan, dia bertemu dengan seorang biksu tua
yang cukup aneh penampilannya. Di tengah jalan pegunungan itu, biksu tua ini
menyapanya. "Tuan Muda, ada apa anda menuju ke kota Chengdu."
"Sedikit urusan, tapi tidak terlalu penting kok." jawab Jieji.
"Anda sedang berbohong." Jawab biksu itu singkat.
"Tidak, terserah apa pikiran anda. Tetapi saya harus cepat." kata Jieji kembali.
"3 tahun yang akan datang. Datanglah ke kota Hefei, disana pasti ada sedikit petunjuk tentang hal yang ingin dicarimu bertahun-tahun." kata Biksu.
Jieji cukup terkejut mendengarnya. Namun, dia tidak menunjukkannya sedikitpun
di wajahnya. Namun tanpa banyak berbicara,biksu itu segera mengambil ancang-ancang
menyerangnya. Biksu itu melesit cepat, hanya selang beberapa saat dia telah sampai.
Biksu mengeluarkan tapak, sekilas tampak sinar yang cukup terang.
Jieji melayaninya. Tapak dilayani dengan Tapak.
Karena dalam posisi yang kurang menguntungkan, Jieji terdesak mundur
beberapa langkah. Dia pernah melihat jurus seperti ini, namun sudah terlupa, dia sama sekali merasa tidak asing akan jurus tersebut.
Setelah itu, Kembali mengambil posisi yang lebih bagus. Jieji mulai melancarkan serangannya.
Mereka bertarung dalam 100 jurus lebih dalam waktu yang sangat singkat,
beberapa kali terdengar tapak beradu namun keadaan masih tampak seimbang.
Setelah itu, biksu tua segera merapal jurus baru. Dan seraya memperingatinya.
"Tuan muda, anda harus serius kali ini."
Jieji yang melihat gaya bertarung itu segera sadar. Itulah jurus tapak Buddha
Rulai. Tapak yang pernah diceritakan adik angkatnya, Wei JinDu.
Dengan mengambil kuda-kuda pas, Jieji membuka tapaknya dengan santai dan
memutarnya satu lingkaran penuh.
Hawa pertempuran disekitar terasa sangat menusuk. Kedua tenaga dalam ini
telah beradu satu sama lainnya. Dengan teriakan ringan,keduanya segera
melesat. Tapak keduanya kembali beradu. Namun kekuatannya sangat luar
biasa. Pohon disekitar langsung tumbang akan desakan tenaga dalam nan
dahsyat. Setelah tapak keduanya menyatu beberapa lama. Hasilnya nampak juga, Biksu
terpental beberapa langkah ke belakang. Sementara Jieji tetap berdiri tegak.
Sambil memberi hormat biksu itu mengatakan," Tuan Muda, kungfumu ini telah no 1 sejagad. Yang mampu menandingimu di dunia ini mungkin semuanya sudah
tidak ada lagi."
Seraya memberi hormat, Jieji juga membalas dengan sopan.
"Adalah biksu yang mengalah kepadaku. Kepandaian ku tidak bisa dibuat
terkejut."
"Jurus ku tadi adalah jurus tingkat ke 7 dari Tapak Buddha Rulai. Namun tetap bukan tandingan Tapak tuan."
Sampai disini, Biksu itu segera memohon diri. Namun dia tetap memesankan
kepadanya untuk mencari sesuatu di Kota Hefei 3 tahun kemudian. Jieji berjanji
akan menuruti pesan ini dengan baik. Setelah itu dia menuju ke ChengDu.
Yunying mendengarkan dengan asyik apa yang sedang dibicarakannya. Kembali
dia bertanya. "Lalu, tapak berantai tingkat berapa saat itu kamu keluarkan?" tanya Yunying.
"Tingkat 3." Jawab Jieji singkat.
Yunying yang mendengarnya juga sangat terkejut. Dia tidak menyangka tapak
berantai itu sangat lihai. Dia sangat mengagumi orang ini.
"Satu pertanyaan lagi. Apakah benar ketika di Hefei kamu yang melempar ranting pohon itu?"
"Benar." kata Jieji.
"Hebat, luar biasa hebat. Kamu melemparnya dari kamar pelayan kan?" Tanya Yunying kembali.
"Iyah. Saat itu,di atap kamar ayahmu. Bao Sanye sedang meneliti sesuatu.
Makanya saya cuma mengejutkan ayahmu, untuk segera keluar dari kamarnya
untuk memergoki pengintip itu." Jieji menjelaskan.
Yunying tersenyum puas mendengar pernyataan Jieji.
"Ying, besok adalah saatnya untuk mengatur pasukanku menuju utara. Saya
ingin kamu tidak banyak menayaiku saat itu. Karena dalam peperangan, terlalu
banyak berbicara kadang sangat tidak baik terhadap moral pasukan."
"Baik, akan kuturuti. Selama dalam pasukan, saya akan menjadi patung."
"Tidak bisa juga, bagaimana jika pasukan pemberontak itu mengejarmu?"
"Iya, betul juga. Saya akan mencoba tidak berbicara." kata Yunying seraya tertawa kecil.
Keesokan harinya.
Jieji memajukan pasukannya sebanyak 500 orang menuju ke selatan DianShui.
Tinggal 2 Li lagi sampai di Gerbang selatan kota itu.
Disana telah siap semua pasukan, He Shen nampak dari atas kota bersama Chai
Zongxun serta panglima dan pejabat kota Dian Shui.
"Ada apa Jenderal baru datang?" tanya He Shen dari atas tembok kota.
"Hamba datang memberi selamat atas penganugerahan pangkat anda yang
baru, Selain itu, hamba juga diminta Kaisar untuk membantu anda mengusir
pemberontak Qiang." kata Jieji.
"Tidak perlu! Pasukan Qiang sudah mundur kembali ke daerahnya. Anda bisa
tenang dan pulang menempati pos barumu itu." Kata He Shen.
"Yang mulia juga mengatakan, Jenderal besar He Shen telah membasmi semua
pemberontak yang ada dengan baik sekali. Sehingga pejabat kota Dian Shui
sendiri juga sudah merasa tenang dan aman." Kata Jieji.
He Shen di atas kota yang menerima kata-kata aneh ini tidak tahu apa maksud
Jenderal baru itu. Tetapi jika dia dilarang langsung memasuki kota, maka "CAP"
Pemberontak pasti langsung ketahuan. Oleh karena itu, Setelah berbisik dengan
pria di belakangnya. Dia mempersilahkan Jieji membawa pasukannya untuk
menuju ke gerbang kota.
Jieji bisa menebak apa yang dalam pikiran Jenderal He Shen. Segera dia
memacu kudanya dengan agak lambat menuju gerbang. Semua prajuritnya
dilarang bergerak dari posisi awal sedikitpun.
Setelah 1/2 Li sebelum mendekati kota. Pemuda berumur sekitar 30 an lebih dari
atas kota terlihat mentereng. Di tariknya busur panah dengan kuat.
Lalu dengan kecepatan yang luar biasa cepatnya, Panah telah terlepas menuju
ke dada Jieji. Sesaat setelah itu, Jieji terlihat jatuh dari kudanya telungkup
membelakangi He Shen.
"Ha Ha Ha... Para pasukan disana dengarkan baik-baik. Sebaiknya semua
menyerah kepadaku. Semua akan diberi ganjaran setimpal. Jika tidak maka
semuanya akan kubasmi." Teriak He Shen yang kegirangan.
BAB XXI : Adu Strategi
He Shen kegirangan, mengira Jenderal yang roboh tadi telah tewas.
Tetapi, kegirangan ini tidak kembali berlanjut ketika dia melihat
Jenderal ini bangkit.
"Hebat anak muda, kamu lah orang pertama yang tidak mati setelah
dipanah oleh Dewa panah, Wen Dun." Teriak He Shen.
Panah sempat tergores sedikit di baju perang Jieji. Namun sebelum
menembus, Jieji sempat menangkapnya.
"Ha Ha.. Kenapa anda pura-pura jatuh?" Teriak seorang pemuda disamping He Shen, yang ternyata adalah puteranya sendiri, He Yan.
He Shen yang disebelahnya berbisik,"Dia menunggu kata-kata yang baru
kuucapkan tadinya, pemuda ini tidak bisa dipandang remeh."
"Semua pasukan... Serang!! Tangkap hidup-hidup orang yang jatuh ini."
Teriak He Shen.
Jieji yang sudah bangkit segera menaiki kudanya dan mundur dengan
cepat. "Sii uuuttt..." Suara panah kembali terdengar.
Namun dengan gesit, kuda bintang biru mengelak terus sambil membawa
majikannya. "Itu kuda langka, saya harus mendapatkannya." kata He Yan.
Pasukan dari kota Dianshui segera keluar.
Jieji yang terpaut tidak jauh dengan 500 pasukannya segera mengambil
langkah lari. "Kamu tidak akan jadi boneka khan?" tanya Jieji seraya lewat di sebelah Yunying.
Dengan berputar, 500 orang pasukan segera kabur.
Pengejaran seru pun di lakukan, setelah 20 Li. Pasukan yang mengejar
Jieji ini cukup bingung. Disana terdapat jalan bercabang 5. Jieji dan
pasukannya berpencar 5 ke arah tadi. Sementara Jieji dan Yunying berdua
menuju ke Wu Du.
Sesampainya di kota Wu Du. Jieji segera memerintahkan semua pasukannya
untuk bersiap-siap. Karena malam ini, mereka akan menggebrak.
Pasukan yang sengaja dipisahkan dari jalan tersebut menuju ke 5 pos
penjagaan lainnya. Mereka memberikan surat tertanda Jieji kepada para
Hu Jiang yang sudah ada di pos penjagaan sebelumnya.
Surat Jieji kepada mereka dirasa sangatlah aneh. Mereka diminta untuk
membawa tiga ribu pasukan dari pos masing-masing. Dan harus sampai ke
kota DianShui sebelum tengah malam. Jika salah satu pasukan mereka
bertemu musuh, harus segera kembali ke pos. Dan mereka dilarang untuk
bentrok lebih lanjut dengan pasukan musuh.
Sementara 2000 pasukan lain harus tetap pada posisi pos masing-masing.
Jieji mengancam bagi pasukan yang meninggalkan pos selangkah selain
3000 pasukan, sekeluarga harus dihukum mati. Mereka diminta hanya
menjaga pos, dan tidak boleh keluar sampai dapat perintah lebih lanjut.
Di kemahnya Jieji telah selesai mengatur persiapannya, hanya menunggu
sampai malam tiba.
Sebelum malam, Jieji mendapat tamu dari ibukota. Tamunya tidak lain
adalah putera Perdana menteri Yuan, dan 2 Jenderal berpangkat menengah.
"Bagus, kalian cepat juga sampai disini," kata Jieji.
Putera Perdana menteri Yuan, Yuan FeiDian. Semenjak 10 tahun lalu,
sangat mengagumi Jieji. Setiap kasus yang dipecahkan Jieji, selalu
dibacanya berulang-ulang. Yuan FeiDian juga termasuk orang yang ahli
dalam ilmu perang. Sebab ayahnya, Perdana Menteri Yuan ShangPen adalah
seorang ahli militer terkenal dari Kekaisaran Sung. Kali ini dia datang
untuk meminta pengajarannya. Jieji menerimanya dengan baik.
"Kalian bertiga, saya ingin kalian tetap di kota Wudu. Salah satu dari
kalian setelah malam tiba, harus segera mengangsurkan penduduk Wudu ke
Hanzhong. Lewat tengah malam menuju pagi, jika pasukan pemberontak
tiba. Segera lepaskan kota ini dan menuju ke HanZhong. Jika 1 hari
setelahnya kalian melihat tanda api dari kota Wudu, segera bawa pasukan
untuk mengepung kota Wudu dari gerbang selatan." kata Jieji menjelaskan
lebih lanjut. Mereka bertiga segera mengiyakan, meski tidak tahu apa yang akan
diperbuatnya. Setelah rapat selesai, Jieji segera menuju ke kantornya.
"Apa kita harus tengah malam bergerak?" tanya Yunying.
"Tentu, kali ini saya akan memancing ikan yang besar sekali." Kata
Jieji seraya tersenyum.
"Bisa tolong beritahu tidak rencana mu?" tanya Yunying kembali.
"Tidak bisa... Kamu ikut denganku saja. Nanti akan kupertunjukkan sulap
yang hebat." kata Jieji dengan tersenyum.
Pasukan He Shen yang mengejar Jieji, tidak berani berbuat lebih lanjut.
dan mendirikan kemah di tengah jalan bercabang 5 itu.
He Shen bersama panglimanya segera sampai di kemahnya.
"Malam ini kita akan menyerang kota Wudu. Saya rasa dengan 1 gebrakan
kita akan mampu merebut kota." Kata He Shen menjelaskan.
"Jenderal He, Izinkan saya menjadi Xian Fung (Pasukan pelopor)." kata seorang pemuda yang berlogat agak kasar. Dia bernama Qian Long,
berpangkat Jenderal keamanan saat dia memimpin pasukan Qiang.
"Baik. Bawalah pasukan sebanyak 5 laksa ( 50 ribu ). Malam ini segera
mengepung kota Wudu." Kata He Shen mengiyakan.
"Penjagaan dari gunung Qi harus diwaspadai." kata putera He Shen, He
Yan. "Mustahil aku tidak tahu akan hal semacam ini. Saya sudah menempatkan
Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
10 ribu pasukan disana. Tenang saja Nak." Kata He Shen dengan yakin.
Lewat tengah malam, rembulan sama sekali tidak terang. Pasukan
pemberontak telah sampai di utara kota Wudu. Dengan sekali gebrak,
pasukan dalam kota segera menyingkir dari pintu kota timur.
Dengan gampang, Qian Long masuk ke kota. Segera dia melaporkan keadaan
kota yang sudah kosong itu kepada He Shen.
He Shen yang menerima kabar itu cukup terkejut. Namun puteranya tidak
merasa heran. "Gawat, PASUKAN... Segera bongkar perkemahan. Kita segera menuju ke
kota DianShui." teriak He Shen.
Tidak ada orang yang mengetahui apa yang dipikirkan He Shen saat ini,
puteranya juga lumayan bingung dibuat sang Ayah.
Dengan gerak cepat, He Shen menuju ke Kota DianShui. Sekitar 10 Li
sebelum mendekati tembok kota. Dia memeriksa keadaan sekitar, tetap
tampak sunyi senyap. Karena sunyinya, dia sendiri cukup merinding.
Baru hendak berangkat. Dia mendapati luar biasa banyaknya obor di
sekeliling pasukannya. Dari arah timur, tenggara, barat daya, dan
barat. Seiring itu, terdengar dentuman meriam yang dahsyat sekali.
Suara pasukan yang berteriak terdengar sangat jelas.
Tanah disana seakan gempa seketika. Pasukan yang dipimpin Jieji
langsung menggebrak.
He Shen yang belum sempat memberi komando lebih lanjut, segera ambil
langkah seribu. Di tujunya kota Dian Shui. Sampai di bawah kota, segera
disuruhnya gerbang dibuka. Namun terlambat, pasukan Jieji menyusul
dengan luar biasa cepat. He Shen cuma bisa lari ke arah barat laut dan
melepaskan kota DianShui di tangan lawannya.
Setelah memasuki kota, Jieji langsung menghibur rakyat disana.
ke 5 pengawalnya segera bertanya kepadanya.
"Jenderal, posisi kita sangat mencil. Ini adalah posisi yang sangat
berbahaya. Kenapa anda memilih untuk mengambil kota DianShui ini
terlebih dahulu?"
Memang, posisi DianShui ini adalah tepat berada antara WuWei, Xiping di
utara dan Wudu di sebelah selatan.
Wudu tadinya masih milik Sung, tapi kota itu dilepas oleh Jieji. Ke 5
pengawal ini semakin tidak mengerti.
"Tidak usah terlalu banyak bertanya dahulu. Kalian berdua, segera
pimpin pasukan 500 orang. Masing-masing harus bersembunyi 5 Li di utara
kota Dian Shui ini. Sebelah kiri dan kanan dekat pegunungan adalah
tempat yang bagus untuk menempatkan pasukan. Ingat, besok adalah hari
yang sangat penting. Jadi, kalian tidak boleh lalai. Jika nampak ada
orang berkuda lewat, segera sergap dan bawa kepadaku."
Perintah ini juga diperuntukkan untuk 2 pengawal lainnya. Sedang 1 lagi
pengawal harus tetap di kota untuk meronda.
Keesokan harinya....
He Shen yang di Wuwei merasa sangat masgul. Pasukan yang
dipimpinnya,1/2 telah rusak berat akibat terjangan pasukan Sung
semalam. Salah satu hal yang membikinnya cemas adalah pasukan Qian Long
yang telah putus kontaknya.
"Siapa yang berani menerobos Dian Shui" Ada sesuatu yang perlu saya
kabarin ke Qian long." Kata He Shen.
"Ananda dan Wen Dun akan melakukannya. Berikan kami pengawal 20 orang
sudah cukup." kata He Yan.
"Kita harus segera memberitahu Qian Long. Aku ingin pasukan kita disini
dan pasukan Qian Long menyerang Dian Shui dari utara dan selatan. Kita
harus berhasil menangkap Jenderal Kawashima Oda itu." kata He Shen.
Dengan segera, Wen Dun dan He Yan berangkat. Namun setelah beberapa Li
mendekati kota DianShui. Mereka dengan mudah dikepung, dan akhirnya
mereka di tangkap hidup-hidup dan diangsurkan ke Jieji.
"Kamu puteranya He Shen, namamu He Yan kan?" tanya Jieji.
"Mau bunuh, bunuh saja. Tidak perlu banyak bicara." kata He Yan.
"Ha Ha Ha..." Jieji tertawa mendengarnya.
"Pengawal, segera siapkan kamar yang bagus untuk melayani tamu kita
ini." Kata Jieji.
Wen Dun dan He Yan tidak di masukkin ke penjara. Mereka malah
ditempatkan di kamar pejabat DianShui. Namun ruangan ini sudah dikepung
lebih dari 50 prajurit.
He Shen yang di kota Wuwei menanti dengan tidak sabar, telah 3 hari
berlanjut. Akhirnya, Beberapa pasukan pulang ke WuWei. Mereka mengabari
kalau puternya telah sampai ke WuDu, dan tidak pulang sebab mereka
sedang bersama dengan QianLong disana.
"Saya tidak membawa surat, karena sangat berbahaya jika melewati kota
DianShui sekali lagi. Kata QianLong, tanda api-lah yang akan menjadi
petunjuk. Saat di sebelah selatan kota DianShui kebakaran, Jenderal
diminta segera mengepung Utara kota Dianshui."
He Shen cukup girang mendengar kabar utusan ini. Sedikitpun dia tidak
merasa curiga. Pada tengah malam hari keesokan harinya. He Shen telah memimpin pasukan
sekitar 30 Li mendekati kota DianShui. Dan benar saja, dari kejauhan
nampak api berkobar dengan terang. Segera pulak, dia memimpin
pasukannya menerjang utara DianShui.
Tampak kota sangat kalut akan kebakaran di pintu selatan. Dengan
membawa pasukannya, He Shen masuk ke dalam kota. Maksudnya untuk
membasmi pasukan Jieji. Namun sesampainya di dalam kota. Dia sangat
terkejut, disini tidak nampak pasukan. Melainkan hanya para warga sipil
yang berusaha memadamkan kebakaran itu.
Sesegera itu, dia tahu telah terjebak. Warga sipil yang memadamkam api
ini sebenarnya adalah Prajurit Jieji yang menyamar. Sedang penduduk
kota kembali diungsikan 5 Li dari kota Dianshui. Karena kota DianShui
ini lumayan kecil dan populasinya tidak banyak, maka tidak susah untuk
diungsikan sementara waktu.
Di samping kiri dan kanan tembok kota, para pemanah muncul.
Jieji dan Yunying berada di atas tembok kota, ditegurnya He Shen.
"Kura-kura tua, jika kamu bisa keluar, maka anakmu akan kukembalikan
dengan selamat. Kita bertaruh, bagaimana?" kata Jieji sambil tertawa
besar. He Shen segera memimpin pasukan keluar dari pintu dimana tadi dia
masuk. Namun dari pintu itu, masuk lumayan banyak prajurit. Dengan
memimpin pasukannya dia berusaha menerjang. Setelah pertempuran kalut
selama 1 jam, He Shen berhasil meloloskan diri. Namun pasukannya kali
ini benar-benar hancur. Dia cuma kembali dengan 1000 orang saja. Itupun
semuanya dalam kondisi terluka. He Shen terkena panah di lengan
kirinya. Memasuki kota WuWei, dia sangat merasa masgul. Dia terus
berpikir bagaimana seorang Jenderal muda sanggup mengalahkannya dengan
begitu mudah. BAB XXII: Orang hebat membunuh dengan pena
Pasukan He Shen yang mendapat perintah untuk menuju Gunung Qi, sejak
awal sudah dibereskan Jieji.
Yuan Fei Dian melaksanakan tugasnya dengan baik. Sebanyak 10 ribu
pasukan yang berjalan di lereng dicegat oleh pasukan Yuan dari arah
samping dua bukit. Pasukan panah yang tidak terhitung banyaknya
mengancam, jika mereka tidak menyerah. Maka panah akan dilepaskan
segera. Sementara dengan keadaan di Wudu . Di antara pasukan dari Gunung Qi
yang menyerah kepada Jieji. Jieji memberikan tugas kepada mereka, juga
menyusupkan beberapa orang dari pasukannya sendiri.
Sehingga tanpa sadar, Qian Long ditipu keluar kota dengan mudah.
Pasukan Qian Long yang keluar hendak menyerang selatan kota Dianshui,
Langsung disergap di tengah jalan. Ketika ia melewati rimba An-Lim, 2
Jenderal lain telah siap di jalan ini dengan 10,000 pasukan pemanah
api. Qian Long menyerah tanpa syarat.
Sesuai dengan janjinya, Jieji melepaskan puteranya. He Yan dilepaskan
pulang sendiri dengan kedua tangan terborgol besi, tertotok nadi Dan
dinaikkan ke kuda. Di wajahnya, tercoreng arang. Gambar pipi kanannya
adalah Kura-kura sedang di pipi kirinya tulisan "HE" yang tak lain
adalah marga He Shen.
Betapa gusarnya He Shen melihat keadaan puteranya. Dia memaki Jieji dan
mendampratnya habis-habisan. Namun, karena usia He Shen lanjut, serta
luka di lengannya. Sesaat itu, dia muntah darah dan pingsan.
Di Kota Dian Shui.
Semua Jenderal, pengawal telah berkumpul di ruangan pejabat DianShui.
Sementara pejabat sebelumnya dikirim ke ibukota untuk diadili.
Pasukan Qiang yang menyerah semua segera dilepaskan kembali ke kampung
mereka. Tidak ada satupun di antara mereka yang tidak bersyukur akan
keputusan Jieji ini. Jieji meminta mereka berjanji untuk tidak membantu
pemberontakan lagi. Hanya 2 orang yang tertinggal dan diawasi oleh
Jieji yaitu Wen Dun dan Qian Long.
"Inilah saatnya, kita akan merebut kota WuWei dan Xiping." kata Yuan.
"Tidak, tidak perlu. Kota WuWei dan Xiping tidak perlu kita rebut.
Mereka akan kembali dengan sendirinya." kata Jieji.
Orang yang berkumpul disana sangat heran.
"Beberapa hari yang lalu anda merasa tenang ketika kita dikepung dari 2
arah. Sekarang apa yang sedang anda pikirkan?" tanya 2 Jenderal itu
serentak. "Saat itu, saya tahu keadaan pasukan QianLong. Mereka tidak akan
membawa banyak perbekalan. Karena merasa bahwa kita tidak akan
menyerangnya, saya tahu dengan pasti bahwa setelah mereka mendapat Wudu
yang kosong itu, pasti mereka dengan cepat akan menerjang kemari.
Dengan sedikit tipu, aku mendapatkan kembali kota Wudu."
Wudu setelah diungsikan penduduknya telah kosong. Sementara Qian Long
dan pasukannya sekitar 50 ribu orang. Dengan perbekalan sendiri, paling
mereka bisa bertahan kurang dari 10 hari. Oleh karena itu, mereka harus
merebut jalan yang terputus itu sesegera mungkin.
Untuk itu, mereka harus mengadakan kontak. Jieji sudah menyadarinya
dari awal. Dan segera meminta 2 pengawal menjaga utara dan 2 pengawal
lainnya menjaga selatan. Supaya para pembawa surat ini bisa tertangkap.
Setelah tertangkap, maka Jieji meminta anak buah kepercayaannya untuk
ke Wudu menyampaikan informasi kepada QianLong, tentu dengan memakai
surat asli dari He Shen. Sedang saat menyampaikan informasi kembali ke
WuWei, Jieji memakai semua anak buahnya yang menyamar sebagai anak buah
QianLong. Jieji memesan kepada Jenderalnya, apabila nampak tanda api mereka harus
segera mengepung WuDu yang sudah tidak ada panglima perangnya. Maka
dengan mudah, Wudu dirampas kembali.
Setelah mengingat kembali kejadiannya, Para jenderalnya dan pengawalnya
sangat mengagumi Jieji.
"Anda benar seorang malaikat hidup." Kata mereka serentak.
"Aku akan membebaskan Wen Dun, tetapi dia harus dibekali surat.
setelah He Shen melihat suratnya. Maka WuWei dan XiPing akan aman."
Para Jenderalnya bingung mendengar apa yang dikatakan Jieji. Namun
mereka juga tidak bertanya lebih lanjut,karena tidak mungkin di
jelaskan olehnya.
Jieji segera memberi perintah rahasia kepada 5 Pengawalnya untuk segera
menuju ke perbatasan Di Dao.
"Apa malam ini kita harus bersiaga?" tanya Jenderalnya kembali.
"Tidak perlu, cukup 500 orang saja yang menjaga di dalam kota. Sedang
yang lainnya tidur. Dengan bergiliran masing-masing 4 jam." Kata Jieji.
Qian Long yang tertinggal di dalam kota, segera dipersilahkan ke
ruangan pejabat. Di sini Jieji menjamunya dengan luar biasa mewah.
Jieji berbicara sangat sopan terhadapnya. Dia, yang diperlakukan begitu
tentu sangat senang luar biasa.
"Junjunganku dari Dinasti Sung yang besar selalu ingin bersahabat
dengan pasukan Qiang. Mohon Jenderal bisa mengabulkan permintaannya."
Kata Jieji "Maaf, ini kesalahan saya membawa pasukan sehingga merepotkan Tuan
Jenderal. Setelah kembali ke Qiang, hamba akan mati-matian mengusulkan
untuk mengikat persahabatan dengan Dinasti Sung, Ini adalah janji saya
untuk membalas kebaikan Anda." kata Qian Long yang sangat bersyukur
akan kemurahan hati Jieji.
"Baik, saya sangat berterima kasih atas niat anda Tuan." kata Jieji
kemudian. "Oya, ada yang mau saya tanyakan. Dimana pemuda bernama Wei JinDu itu
berada sekarang?" tanya Jieji.
Qian Long merasa aneh kenapa dia bisa menanyai putera angkat dari He
Shen. Namun dia tetap menjawabnya, "Sehari sebelum anda datang ke kota
DianShui. Malam-malamnya atas perintah He Shen, dia segera berangkat ke
ibukota." Jieji berpikir sebentar, dia sudah tahu maksud kedatangan JinDu ke
ibukota. Lantas Yuan yang sedari tadi berdiri menanyainya.
"Jenderal, kenapa anda membiarkannya pulang?"
Jieji hanya tersenyum dan tidak menjawabnya lebih lanjut.
Setelah itu Qian Long dipulangkan bersama prajuritnya yang masih
tertinggal di Dianshui.
Tengah malam ...
Di depan kamar pejabat, Nampak Jieji sendiri duduk di tangga. Sambil
meneguk sebotol arak. Dia sedang mengamati Lukisan Xufen.
Lukisan wanita ini yang sedang tersenyum selalu menggoda hatinya. Dalam
keadaan setengah mabuk dia menggumam,"Xufen.. Kenapa kamu tinggalkan
aku sendiri?" Ingin rasanya aku ikut denganmu.. Kamu tidak tahu, betapa
aku kehilangan dirimu.. "
Seorang wanita kecil sedang memperhatikannya. Dia terpaku tanpa gerak
memandang ke pria yang sudah berlaku sinting ini. Setelah beberapa
lama, dia datang menyapanya juga, sambil duduk berduaan di tangga.
"Kamu rindu sama Xufen lagi yah?" tanya wanita kecil itu tak lain
adalah Yunying.
Jieji menatapnya. Sesekali dia menggoyang kepala, untuk menghentikan
rasa mabuk yang sudah menjalarinya.
"Kalau kamu rindu kepadanya, tidak usah pandangi lukisan itu.
Pandangilah aku. Kan sama saja .. " kata Yunying dengan tersenyum.
Jieji segera berpaling ke wajah Yunying, melihatnya dengan penuh
perasaan, matanya mengandung rasa kepahitan dalam.
Yunying tidak pernah tahu, kata-katanya malah jadi bumerang bagi
dirinya. Dia tampak tertunduk malu.
Jieji segera sadar. Dia meminta maaf terhadap kelakuannya yang kurang
Pendekar Panji Sakti 13 Kisah Para Pendekar Pulau Es Karya Kho Ping Hoo Golok Yanci Pedang Pelangi 3
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama