Ceritasilat Novel Online

Pahlawan Dan Kaisar 24

Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu Bagian 24


Duan tidak langsung menjawab pertanyaan Jieji. Dia memandang sambil
tersenyum saja kepadanya.
Yunying yang melihat ke arah Jieji dan Duan Taizi sesaat merasa heran sekali.
Keduanya lempar senyum dengan alis yang sedikit ditekukkan.
Yunying bukanlah termasuk orang yang pikirannya lamban. Demi mendengar
perkataan sang suami, sesaat dia mengerti juga pokok permasalahannya.
Rupanya Duan sengaja memancing keduanya untuk "menolong". Hanya Wu
Shanniang dan Huang Qian yang sebenarnya memiliki hubungan dekat dengan
mereka berdua. Dengan hendak mencelakai Wu, maka kemungkinan keduanya
bakal datang menolong. Entah apa maksud dari putera mahkota negeri Tayli
terdahulu itu. "Kalian pergilah." sahut Duan Taizi segera melempar wajah ke arah Chen Yang bertiga yang berdiri di dekatnya.
Chen mau tidak mau terkejut mendengar perkataan Duan Taizi. Tetapi, jika tidak
pergi. Maka mereka hanya mengantar nyawa saja jika terus berdiri. Namun,
mendengar lawan memberinya satu jalan hidup. Ketiganya memang terasa
bingung sesaat, namun segera saja mereka berempat kabur dengan cepat.
Huang Qian terlihat mengangkat Xia Rujian yang tadinya duduk dengan
perlahan, tanpa banyak berkata mereka serentak bergegas meninggalkan tempat
nan asri tersebut.
Xia Rujian yang dibopong Huang sempat berbalik melihat ke arah Jieji. Dia
melihat Jieji melihatnya dengan tatapan alis berkerut. Karena tatapan demikian, Xia Rujian akhirnya memalingkan wajahnya ke depan lagi tanpa berbicara
sepatah kata apapun. Begitu keempatnya meninggalkan tempat, tentu membuat
semua pengawal-pengawal juga melakukan hal yang sama. Sekarang hanya
tinggal 5 orang yang berada di sana. Kesemuanya terpaku sebentar setelah
menyaksikan segerombolan orang pergi.
"Kita akan meninggalkan tempat ini?" tanya Yunying tiba-tiba kepada Xia Jieji.
Jieji melihatnya sesaat, lantas berpaling ke arah Duan Taizi. Dia melihatnya
dengan tatapan mata serius.
"Ada yang hendak kutanyakan."
Duan, yang melihat keseriusan Jieji malah tersenyum saja. Dia menjawab
perlahan. "Silakan."
"Mengenai kitab Tapak Buddha Rulai tingkat kesembilan. Engkau sudah
menggantinya sejak pertama bukan?" tanpa basa basi, Jieji menanyainya.
Duan yang mendengar perkataan Jieji, terlihat terkejut sebentar. Lantas
wajahnya berubah tersenyum. Kemudian dia tertawa terbahak-bahak dengan
sangat senang sekali. Tenaga dalam dirinya tanpa sadar mengalir membahana
seiring suaranya.
Gao Jianshen ataupun wanita cantik disebelahnya terkejut mendapati hal
demikian. Mereka tahu bahwa putera mahkota Tayli tersebut sangat tinggi ilmu
silat dan tenaga dalamnya, namun melihat sikap tertawa yang tidak sengaja
mengeluarkan tenaga dalam saja bisa sebegini dahsyat, tentu keduanya seakan
tidak percaya. Jieji juga sedemikiannya, dia melihat ke depan. Meski tenaga dalam sedemikian
tidak mengganggu dirinya terlebih lagi Yunying, namun dia merasa salut juga
kemampuan tingkatan tenaga dalam orang.
"Betul sekali...
Kitab tapak buddha Rulai tingkatan sembilan sebenarnya sudah hilang sejak
awal di jagad." jawab Duan dengan tenang.
"Tetapi...
Bukankah engkau memberikannya untuk pinjam lihat Meng Yangchu yang
terakhir adalah pamanku, Huang Qian?" tanya Yunying yang agak heran.
Duan memandangnya dengan tersenyum.
"Betul... Intisari dari kitab tapak buddha Rulai tingkatan kesembilan sebenarnya adalah
latihan mendalam tentang tenaga dalam. Buku sudah terbakar semenjak ayahku
wafat. Tetapi tingkatan kesembilan sudah kupelajari dengan sangat baik waktu
itu." Sementara Duan bercerita, Jieji berpikir keras. Kemajuan pemikiran Jieji
memang luar biasa. Duan baru bercerita sampai di sini, Jieji sudah berhasil
menyelami apa yang bakal diceritakannya kemudian.
"Tiada yang hebat betul dari tapak buddha tingkatan kesembilan, tetapi saudara angkatku itu sangat tertarik kepada buku itu. Dengan tingkat kepintaran
saudaraku, aku tidak yakin bahwa dia mampu mempelajarinya dalam waktu
beberapa hari saja. Maka daripada mengecewakannya dengan mengatakan
bahwa kitab sudah terbakar, aku membuat salinannya dengan meniru tulisan
tangan ayahku. Tetapi, kesemuanya sudah kuubah menjadi lebih sederhana.
Aku menulis disana bahwa hanya menguasai dari tingkat 1 hingga 8, baru bisa
memantapkan energi guna mempelajari tingkat selanjutnya. Terang tapak
buddha memang tidak pernah menguasai cara membalikkan nadi seperti yang
kutulis. Tetapi setiap serangan tapak buddha membutuhkan ketenangan hati,
dan justru setelah memantapkan 8 jurus, maka jurus kesembilan jika benar
dibalikkan maka kekuatan jurus tersebut benar tidak berada di bawah
kemampuan jurus ke sembilan yang aslinya."
"Tunggu...
Apa efeknya jika benar dipelajari oleh seorang yang betul melatih tapak buddha
tingkat pertama hingga kedelapan..." baru Jieji hendak bertanya. Duan sudah menyambungnya.
"Jika ada orang sedemikian, dia mempunyai 2 pilihan takdir." sahut Duan sambil mengangkat jarinya.
Jieji terkejut juga. Biasanya 2 pilihan tentu 1 baik dan 1 buruk. Mengingat siapa yang berkemampuan mempelajarinya tersebut, tentu tanpa terasa dia berkeringat
dingin. "Yang pertama, jika dia sanggup menguasai dirinya. Maka dia terang telah
mengerti apa yang kutulis. Yang kedua...
Meski dia bertambah kuat, tetapi nyawanya betul di ujung tanduk.
Sama seperti keadaan anda dan atau bisa lebih parah, seperti ketika setelah
anda mengalahkan Li Zhu beberapa tahun yang lalu." tutur Duan dengan serius.
Jieji terkejut sebentar. Dia membayangi kembali masa lalu yang sudah lewat
sekitar 6 tahun lalu.
Saat itu, Jieji terlalu memaksakan tenaga tapak berantainya. Memang benar
terakhir dia unggul atas Li Zhu di jurus terakhir. Alhasil, bukan saja dirinya yang terlalu memaksakan dirinya sesaat segera "memakan" usianya dengan pesat.
"Tapak berantai... Jurus yang hebat dan dahsyat sekali. Meski mirip ilmu
pemusnah raga, latihan awalnya terlihat sama. Tetapi pada latihan akhir, kedua
ilmu cenderung berbeda sekali. Namun, ilmu ini bisa dikatakan sesat." sahut Duan dengan memalingkan wajah ke samping.
Jieji menyadari apa perkataan dari Duan memang benar sekali. Tenaga dalam
orang yang berlatih memang sangat kuat jika mendalami ilmu tersebut, namun
karena 4 unsur selalu bertambah kuat setiap harinya. Maka lama kelamaan
bukan saja meluber energi itu. Dan jika raga tidak tahan akan kemampuan
tenaga dalam yang terus bertambah setiap saat, maka kebalikannya malah akan
mengancam jiwa sendiri. Disebut Ilmu pemusnah raga awalnya karena pencipta
Ilmu (Qin Shi Huang Di) sudah menyadari akibatnya. Artinya Ilmu ini bakal
memusnahkan raga sendiri lama kelamaan.
Membayangkan bahwa orang yang melatih tapak buddha tingkat sembilan
secara terbalik nadi, Jieji kembali berkeringat dingin. Tetapi, Yunying yang
mendengar tuturan keduanya tentu tidak senang. Dia menghadap ke Jieji,
dengan menarik pelan lengan baju pemuda, dia bertanya dengan berkerut
kening. "Kalau begitu, tapak berantai yang dipelajari olehku benar berbahaya?"
Jieji tersenyum mendengar pertanyaan isterinya.
"Tentu tidak. Karena sudah mendapat pelajaran sebegini, aku sudah tahu benar bahwa ada beberapa kekurangan dalam Ilmu yang kucipta sendiri itu. Dengan
sengaja setiap jurus baru yang kuciptakan selalu menghasilkan daya serangan
meluber tentunya adalah mencegah hal sedemikian."
Yunying kurang puas mendengar jawaban Jieji. Meski kungfu barunya itu lihai
luar biasa ditambah tenaga dalam pemberian Jieji dan Yue Liangxu, sebenarnya
kemampuan Yunying sudah tiada tandingan sejagad jika benar dalam adu
tenaga dalam. Lantas segera dia menanyainya kembali.
"Kalau begitu, aku harus bertarung setiap saat. Tidak boleh membiarkan
energinya terus meluber" Dan tentunya lama kelamaan jika diriku tidak bertarung maka akan berubah menjadi nenek tua sebelum umurnya?" dengan terlihat kesal dia memandang ke Jieji.
Kesemua orang tertawa melihat cara berbicara dan kepolosan Yunying. Jieji
tersenyum sangat riang demi mendengar perkataan Yunying. Lantas dia
menjawabnya begini.
"Ketika kamu benar melepaskan Qi ke seluruh tubuh. Apa pernah dirasakan
bahwa energi meluber keluar dan penarikan nafas kedua menimbulkan ledakan
energi yang lebih dahsyat?"
Yunying sering sekali melakukan gerakan awal pernafasan yang merupakan
gerak awal setiap tingkatan Ilmu tapak berantai. Dia segera menjawab dengan
menggelengkan kepalanya.
"Itu karena 4 unsur hanya sekali berjalan dan tidak saling bertindih. Kemajuan tenaga dalam sebegini memang agak lamban. Tetapi justru tidak
membahayakan." tutur Jieji sambil menepuk pundaknya ramah.
Yunying girang. Rupanya sejak awal Jieji memang sudah memperhitungkan efek
bahaya Ilmu yang dilatihnya tersebut. Oleh karena itu, dia menciptakan kembali
ilmu baru dengan daya tekanan yang berkurang dahsyat namun justru tidak
menimbulkan efek bagi pemakai sama sekali.
"Wei Jindu sekarang sudah berubah. Seharusnya kau sudah benar tahu?" tanya Duan tiba-tiba kepada Jieji.
Ini adalah pertanyaan paling tidak suka didengar oleh Jieji. Tetapi mendengar
Duan menanyainya begitu, dia berpaling sambil menghela nafas panjangnya.
"Sekarang...
Meski tidak pernah kau berikan salinan kitab tapak berantai. Toh, benar dia
mendapatkannya. Sudah dia dapatkan sejak awal." Duan bercerita sambil
menggelengkan kepala.
Yunying tidak mengerti dengan jelas perkataan Duan. Dia terlihat berkerut
kening. Namun, Jieji mengerti apa perkataan orang.
"Aku harus bertemu dengannya secepatnya."
"Kalau begitu, pergilah secepatnya." sahut Duan dengan pendek dan serius.
Jieji baru saja mau memberi hormat sambil memutar badan. Tiba-tiba putera
mahkota berkata kembali.
"Untuk anda pendekar Xia...
Sesungguhnya harus agak berhati-hati dalam perjalanan-mu kali ini..."
Jieji sempat berpaling sebentar, dia mengangguk pelan sambil mengucapkan
sepatah kata terima kasih.
Duan dan 2 orang temannya memandang lurus ke depan beberapa saat. Sampai
kemudian mantan putera mahkota segera melirik ke arah gadis di sampingnya.
"Sepertinya kamu harus mengikutinya."
Gadis itu tersenyum manis. Kecantikannya memang luar biasa apalagi
tersenyum seperti demikian. Dia memberi hormat pendek.
"Aku akan berusaha semaksimal mungkin melindungi mereka."
Duan mengangguk pelan dan berbalik sambil berjalan ke belakang dengan
tenang saja. Sementara itu, si gadis sepertinya sudah beranjak berjalan mengikuti ke arah
perginya Jieji dan isterinya, Wu Yunying.
"Meng Yangchu... Saudaraku...
Tidak disangka bahwa kamu sudah pergi puluhan tahun lalu. Tetapi tidak pernah
kusadari sama sekali." sahut Duan yang terlihat mengangkat kendi arak yang berada di meja belakang pohon.
"Tuanku...
Kenapa anda tidak membunuh Huang?" tutur Gao menanyainya.
Selang cukup lama juga, akhirnya Duan berbicara.
"Huang Qian...
Orang yang pintar luar biasa. Dia sudah menyamar menjadi 2 orang dalam 1
saat. Dan dirinya sendiri malah dianggap telah mati. Aku benar salut kepadanya."
Sambil melirik sebentar ke arah Gao, Duan melanjutkan kembali.
"Huang akan terkena akibat dari ulahnya sendiri. Setidaknya sekarang sudah ada 1 orang yang betul-betul menginginkan nyawanya." Duan berkata sambil
tersenyum hambar saja.
"Tetapi.. Tuan muda..
Sepertinya Xia Jieji tidak menyadari bahwa..." sahut Gao dengan agak
bersemangat. "Dia mungkin tidak menyadarinya, hanya saja..." tutur Duan sambil mengerut keningnya.
Jieji yang beranjak pergi bersama Yunying menuju ke arah utara. Yunying asyik
menghujani Jieji dengan berbagai pertanyaan yang sulit dimengertinya.
"Kamu tahu" Sebenarnya saat kukatakan pada Lie Hui bahwa Meng Yangchu
bukanlah ayahnya. Maka saat itu sebenarnya sudah kutahu bahwa dia adalah
pamanmu." jawab Jieji.
"Loh" Bukankah kalau dia adalah pamanku berarti dia adalah ayahnya Lie Hui?"
tanya Yunying terus menerus karena tidak sabaran.
"Tidak.. Sebenarnya Lie Hui bukanlah puterinya." jawab Jieji sambil tersenyum.
"Benar!! Lie Hui bukanlah puterinya. Tetapi adalah isterinya!" teriak suara merdu seorang wanita.
Mendengar adanya teriakan semacam demikian, membuat Jieji dan Yunying
berpaling ke arah sumber suara yang muncul. Mereka kemudian melihat seorang
wanita cantik dengan wajah bersih terang, langsing semampai mendatangi.
"Pendekar Xia, bagaimana perjalananmu kali ini kalau kuikuti?" tanyanya seraya bercanda tertawa.
Jieji menatapnya agak bengong. Kemudian dia tersenyum.
"Puteri Nan-an Duan Yenphing bersedia berjalan bersama kita. Tentu adalah
sebuah kehormatan."
Gadis cantik ini tertawa kembali. Dia mengangguk pelan sambil berjalan ke
depan. "Jadi Lie Hui itu isterinya pamanku?" tanya Yunying tidak begitu menggubris kedatangan puteri Tali tersebut.
"Betul sekali. Sesungguhnya dia bukanlah puterinya. Sahabatku itu seorang yang sangat pintar luar biasa, tidak disangka dengan "matinya" dirinya. Dia mengubah dirinya menjadi 2 orang lain yang pernah hidup di dunia. Sungguh luar biasa
sekali kalau dipikir-pikir.
"Jadi... Meng Yangchu dan Lie Fei, Ketua partai Jiu Qi juga adalah dia?" tanya Yunying.
Jieji mengangguk pelan saja. Kemudian dengan suara sayu dia berkata kepada
Yunying. "Jika suatu saat, aku sangat yakin akan apa yang kupikirkan dalam 1 kasus.
Maka sebutlah "Yunnan Meng Yangchu", maka aku akan sangat berterima kasih kepadamu."
Dua hari kemudian...
Di jalanan pendek dan agak sukar terlihat 3 orang sedang memacu kudanya ke
depan dengan agak hati-hati. Daerah jalanan pegunungan Sizhuan memang sulit
untuk dijalani. Jalan sempit, jurang di samping acap kali menanti. Dan beberapa daerah disini memang terlihat pegunungan yang tinggi mengapit.
"Ini adalah daerah yang sungguh berbahaya." sahut suara seorang pria datar.
"Mengapa kamu pilih jalan ini?" tanya suara seorang wanita di belakangnya.
"Ini adalah lembah naga terbang." sahut pemuda sambil meluruskan pandangan ke depan.
"Sebelah barat berseberangan dengan Xiaguo. Dahulu Cao-Cao pernah
menyerang kemari, tetapi dia tertipu habis-habisan oleh Zhuge Kungming karena
memanfaatkan situasi medan perang yang sangat berbahaya." jawab wanita di
belakang. "Sebentar... Lihat ke depan!" teriak pemuda yang agak terkejut. Segera, dia turun dari kudanya. Meloncat ke depan dengan ringan tubuh yang sangat luar biasa.
Kedua orang di belakangnya tiada lain adalah Yunying dan gadis yang
merupakan puteri kerajaan Tali.
Keduanya, melihat gerakan Jieji yang maju ke depan secara pesat. Tanpa ayal,
juga mengikutinya. Ilmu ringan tubuh kedua wanita tersebut tidaklah rendah,
bahkan bisa dikatakan sangatlah bagus.
Melewati 3 belokan, akhirnya kedua wanita berhenti karena melihat pria tersebut sudah jongkok untuk memeriksa.
"Darah!" sahut pria tersebut terkejut. Dia berjalan cepat kesana dan kemari.
Melihat cukup banyak darah yang belepotan meski sudah luntur karena hujan
semalam. Terakhir darah yang cukup banyak disana mengantarkannya ke sebuah jurang
yang terlihat dalam. Sebab tidak bisa terlihat dasar dari tempatnya berdiri.
Pria ini termangu-mangu sambil berpikir kemudian.
Dia tidak lain tentu Jieji. Melihat ke bawah jurang dan mengerutkan keningnya.
Sebenarnya, Jieji tidak pernah tahu benar pesan yang diberikan oleh putera
mahkota Duan. Sesuai pesan dari Duan, sesungguhnya artinya adalah bahwa
Zhao kuangyin mendapat bahaya. Meski saat itu, Jieji betul menyadarinya. Maka
kesempatan untuk menolong Zhao sudah tidak ada lagi.
"Menurutmu, ada yang jatuh ke jurang?" tanya Yunying kemudian sambil
menoleh ke dalam.
"Aku akan turun..." jawab Jieji dengan datar.
Keduanya terkejut mendengar perkataan Jieji. Saat ini, sebenarnya cukup cerah.
Dan dasar dari jurang saja tidak bisa terlihat oleh mata mereka. Tentu mereka
tahu bahwa jurang tersebut sangatlah dalam sekali. Mungkin ribuan kaki untuk
sampai ke dasarnya. Mendengar Jieji ingin turun, keduanya tentu heran luar
biasa. Jieji melirik ke arah kedua wanita tersebut.
"Kalian memiliki pisau?"
Puteri Nan-an segera merogoh kantung bajunya. Dengan segera dia
mengeluarkan pisau pendek yang tidak sampai 1 kaki panjangnya. Namun,
terlihat pisau sangatlah indah genggamannya. Sepertinya pisau tersebut
bukanlah pisau biasa-biasa.
Jieji segera membuka sarung dengan segera. Kilatan cahaya pisau segera
muncul. "Kalian berdua bisa membantuku?" tanya Jieji dengan serius.
Tanpa perlu lama, keduanya sudah mengiyakan.
Jieji meminta keduanya menuju ke arah timur. Sekitar 30 li dari sana, terdapat


Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sebuah desa. Mereka berdua diminta membeli tali sebanyak-banyaknya.
Dalam 2 jam, keduanya akhirnya kembali dan membawa tali sepanjang yang
diperlukan. Jieji segera mengikatkan tali tersebut kepohon besar yang terdekat. Sambil ujung tali di katkan ke batu yang agak besar. Dia melemparkannya ke bawah jurang.
Alhasil, ketiga orang cukup bengong ketika batu besar yang telah dilemparkan
tersebut tidak mencapai dasar meski panjang tali yang mereka bawa sudah
hampir mencapai ratusan kaki.
Dari atas, Jieji menarik ulur sebentar tali tersebut. Sehingga dia ingin tahu
apakah sesungguhnya batu yang dilempar tersebut telah mencapai dasar jurang
atau tidak. Mendapati jurang teramat dalam, mau tidak mau Jieji juga terkejut.
"Kali ini aku harus turun untuk melihat. Kalian berdua jagalah di atas saja." sahut Jieji kemudian. Meminjam pisau dari puteri Nan-an sebenarnya sejak awal sudah
diketahui Jieji manfaatnya. Dia yakin bahwa tali terpanjang sekalipun tidak akan sanggup untuk mencapai dasar.
"Hati-hati..." sahut Yunying kepadanya dengan serius.
Jieji hanya mengangguk pelan saja. Namun, segera dia bekerja cepat.
Dengan meloncat ke bawah sambil memegang tali, Jieji telah menuruni dengan
pesat. Diperlukan waktu yang lama juga ketika dia sudah mendapati batu yang memang
sedang mengambang di udara. Sebab panjang tali benar tidak sanggup
mencapai dasar jurang. Tetapi Jieji yang sedang berada di antara langit dan
bumi, cukup girang. Karena sekarang jarak sampai ke dasar jurang sudah benar
tidaklah jauh lagi. Dari sini, dia mampu melihat bahwa dasar jurang sepertinya
ditumbuhi pohon yang sangat lebat sekali.
Segera, dia mengeluarkan pisau yang tadinya diselip ke ikat pinggangnya.
Dengan sebelah tangan mencengkram dinding batu tebing. Sebelahnya dia
tusukkan pisau ke dalam.
Jieji menjadikan pisau kecil nan kuat dan tajam tersebut untuk menjadi pegangan saja. Sementara, kakinya dengan sangat lincah menuruni tebing yang curam
sekali itu. Dalam waktu sekitar setengah jam kemudian, Jieji sudah turun ke bawah. Dia
loncat ke salah satu ranting pohon yang cukup besar tersebut. Memandang ke
bawah bahwa di bawahnya adalah tanah yang tidak seberapa tingginya dari
pohon. Sekali lagi dia meloncat turun ke bawah.
Jieji memandang sekitarnya. Jurang yang dalam tersebut ternyata di bawahnya
terdapat pemandangan yang sungguh asri. Cahaya matahari seperti mengintip di
antara daun-daun pepohonan yang menjulang tinggi.
Tetapi, Jieji bukan datang untuk menikmati pemandangan. Dia segera bekerja
cepat. Memeriksa setiap sudut yang dikiranya penting. Luas daerah jurang
tersebut mungkin sekitar 1 li persegi.
Tidak ada tanda-tanda darah dimana-mana, Jieji sebenarnya sangat lega
mendapati hal demikian. Setidaknya jika ada orang yang jatuh ke jurang maka
dipastikan belumlah tewas. Untuk memastikan, acap kali dia meloncat ke atas
pohon, dan dari atas dia memeriksa semua pepohonan dengan sangat teliti.
"Sepertinya tidak ada orang yang jatuh kesini." Jieji berpikir sejenak sambil berjalan ke depan. Namun, ketika dia sampai ke tebing seberang. Dia agak
terkejut. Sebab ketika dia menoleh ke atas ranting, dia mendapati sesuatu
benda. Sebuah kain berwarna ungu keemasan terlihat melambai di antara ranting pohon
yang cukup lebat.
Sepertinya, Jieji mengenali benda tersebut. Maka dengan pesat, dia meloncat
kembali ke atas dan meraih kain berwarna ungu itu.
Ketika turun, dia mengamati sebentar benda ini. Langsung saja, wajahnya terlihat buram. Dia berpikir dengan sangat pesat kemudiannya sambil memejamkan
matanya. Kerutan kening di dahinya membuatnya terlihat sangat sayu.
"Kakak pertama sempat berada di sini. Tetapi dia jatuh dengan siapa?"
"Tidak mungkin...."
"Jika dia jatuh ke sini bersama dengan adik ketiga... Maka...."
Sesaat, dia tersadar. Tangannya memang sedang memegang sebuah kain
berwarna ungu keemasan. Senyumannya tampak di bibirnya dengan segera.
Sepertinya dia sudah tahu sebenarnya apa yang sedang terjadi di dalam jurang
tersebut pada saat itu.
Dengan cekatan, Jieji mengikatkan kain berwarna ungu keemasan di
pinggangnya. Sekali loncat dalam 1 tarikan nafas, tubuh Jieji segera mencelat
tinggi di tebing seberang. Dan dengan bantuan tangan, Jieji memanjat pelan
sambil mengamati tebing. Mendapati batu tebing terlihat bekas cakar yang cukup
dalam, membuatnya tersenyum bahagia.
Memang, tebing seberang lebih landai jika dibandingkan dengan tebing tempat
dia turun tadinya. Sesudah menyaksikan apa yang perlu dilihatnya, Jieji segera
meloncat turun dengan meminjam pijakan tebing.
Dengan bergerak terakhir kalinya, dia sudah meyakini benar sesungguhnya
analisisnya tadi. Dan karena sudah tidak ada lagi yang perlu dicari di dasar
jurang. Jieji kembali mendatangi ke arah dimana dirinya turun tadinya.
Dengan melihat ke atas cukup lama, dia menarik nafasnya dalam-dalam sekali.
Dan sekali dirinya terlihat berjongkok pelan, dan sekali lagi dirinya "terbang"
meluncur ke atas dengan sangat pesat sekali.
Sebenarnya benda berupa kain berwarna ungu keemasan tiada lain adalah
pusaka luar biasa di jagad. Benda ini adalah Sabuk naga sejati. Sabuk yang
dipakai untuk melatih ilmu ringan tubuh. Bagi pemakai meski hanya orang biasa,
namun dalam meloncat biasa tidak layaknya orang tersebut seperti telah menjadi
seorang pesilat. Sepertinya pusaka tersebut benar telah dimiliki oleh Zhao
Kuangyin. Jieji seperti terbang ketika mendaki jurang yang teramat dalam tersebut. Tenaga dalamnya sudah tergolong sangat dahsyat, ilmu ringan tubuh yang diperolehnya
dari ilmu 10,000 langkah dewa saja sudah demikian sakti, kali ini dia memakai
sabuk, maka dirinya sama sekali tiada kesusahan. Tidak lama kemudian, dia
sudah meloncat ke atas dengan bantuan tali yang di kat ke batu tadinya.
Namun, sesudah dia sampai ke atas. Dia sangat terkejut.
Karena Yunying dan puteri Nan-an sudah tidak berada di sana.
Jieji sempat menengok ke kanan dan ke kiri. Dia melihat adanya sebuah kain
putih yang terpotong dan sepertinya diletakkan di atas batu yang sebesar
genggaman tangan.
Sambil meraihnya, Jieji membaca sebentar.
"Kita menuju ke Tongyang. Ada kabar yang katanya cukup berbahaya. Segeralah menyusul..."
Mendapati tulisan Yunying di kain bajunya tersebut, Jieji cukup bingung. Dia
berpikir sebentar dengan serius. Namun, karena dirinya cukup kacau dan
pikirannya kurang bisa berkonsentrasi, maka Jieji tidak mendapat jawaban yang
pasti hanya berdasarkan surat tersebut.
BAB CXXXIV : Tiga Setan Kunlun - Tewasnya Zui Wang
Di sebuah perempatan, sebelah selatan kota Zi tong...
Terdapat lima orang yang sedang berdiskusi tentang sesuatu yang cukup serius.
Empat pria terlihat berdiri kokoh, sementara seorang gadis kecil berdiri paling samping.
"Jadi benar kakak kelima sedang menuju ke utara" Kita kehilangan jejaknya
sekarang. Bagaimana ayah?" tanya seorang gadis kecil kepada orang paruh
baya yang berambut pendek putih.
"Anak muridku sekarang tiada masalah. Aku rasa sebaiknya kita pulang saja ke perkemahan segera." jawab orang tua yang tentunya adalah Dewa Lao.
"Tetapi... Sungguh rumit sekali apa yang telah terjadi selama ini. Lie Hui yang dikira saudara Xia adalah puteri dari Huang Qian. Sekarang ternyata adalah
isterinya sendiri. Apakah benar Lie Hui sedang mengincar nyawa Huang Qian?"
tanya pria yang berdiri gagah di samping Dewa Lao.
Senyum tersungging di wajah seseorang yang berdiri tepat di depan pria tadinya
yang adalah ketua partai Kaibang, Yuan Jielung.
"Lie Hui, seorang wanita yang memiliki 1000 keanehan. Xia Jieji mungkin tidak pernah tahu pada awalnya bahwa wanita tersebut adalah isterinya Huang Qian.
Demikian juga diriku yang tertipu mentah-mentah oleh taktik detektif no. 1
(maksudnya Huang) sejagad itu."
"Namun segalanya betul berjalan dengan lancar dan sangat baik sekali akhirnya.
Kasus Meng Yangchu dan keluarganya betul membuat dunia ini kacau sekali."
jawab Dewa Lao menengadah.
"Tidak ayah... Ini bukan hal yang memusingkan sekali. Dengan singkat kita bisa merincikannya begini.
Huang Qian, meninggalkan Lie Hui demi sesuatu hal. Terakhir diketahui adalah
Ilmu silat tingkat tinggi. Dia rela merubah dirinya menjadi 2 orang yaitu Meng
Yangchu dan Lie Fei. Demi cita-citanya, tentunya dia sudah bersekongkol benar
dengan Yelu Xian dan dedengkotnya. Namun, ada satu yang benar tidak
kumengerti. Seharusnya mereka semua memiliki pemimpin..." sahut Yumei
dengan wajah yang kusut seakan sedang menyelidiki sesuatu yang sangat rumit.
Baru berkata sampai di sini. Putera mahkota Duan langsung tertawa
terbahak-bahak mendengar perkataan gadis kecil yang sangat pintar ini.
"Benar sekali... Benar sekali...
Kepintaran anda benar beberapa kali lipat di atasku dan bahkan sudah di atas
Xia Jieji...."
Pujian putera mahkota membuat Yumei si gadis kecil tersenyum malu-malu.
"Tahukah kalian...
Mereka semua adalah orang yang memiliki kemampuan dan derajat yang tidak
rendah di dunia. Jika tidak diperintah oleh seseorang, mana mungkin bisa satu
sama lainnya mempunyai cita-cita yang seakan sama" Kata-kata nona kecil
masuk akal sekali. Tolong lanjutkan..."
Yumei yang masih tersenyum, kembali melanjutkan.
"Pertama-tama mungkin adalah Dewa Bumi yang merupakan sesepuh dunia
persilatan yang memiliki pengalaman yang sangat kaya. Namun, lama kelamaan
sepertinya orang-orang tersebut tidak begitu menyukai gaya kepemimpinannya.
Karena itu, mereka "mengadakan" pertarungan antara kakak kelimaku dengan Dewa Bumi dan berharap Dewa itu bisa terbunuh oleh kakak kelima. Namun,
segalanya tidak berjalan lancar ketika kakak kelimaku tidak membunuhnya.
Tetapi dia juga tewas akhirnya oleh Yue Liangxu, yang sesungguhnya betul ada
orang yang sedang bermain di belakang layar. Lama kelamaan, mereka
berkomplot dengan Huo Xiang di barat untuk menguasai daratan tengah.
Sesungguhnya Huo tidak lain dan tidak lebih hanyalah biji catur mereka.
Meng Yangchu di selatan, mungkin menunggu waktu untuk melahap Ta-Li yang
besar tersebut. Dia merencanakan sesuatu tentang "obat ilusi" yang seharusnya diberikan kepada putera mahkota dan membunuhnya. Setelah 1 halangan
tersebut hilang, maka dia berniat mencaplok Ta-Li...."
Putera mahkota sangat kagum akan penjelasan Yumei semenjak tadinya.
Sesungguhnya, apa yang ada dalam pikirannya beberapa bulan lalu sudah
dibeberkan oleh Yumei secara jelas sekali.
"Tentu mengganti Kaisar Duan dengan dirinya(Huang Qian). Dia bisa bertindak mengancam daratan tengah dari beberapa arah.
Tetapi, anda(putera mahkota) sudah mengetahuinya dan duluan menjalankan
siasat anda. Mungkin karena kematian puteranya, anda betul sadar bahwa
sesungguhnya Huang-lah orang yang bermain di belakang layar dari awalnya."
Putera mahkota tertawa mendengar penjelasan nona kecil ini. Lantas dia
menjawab. "Betul sekali, apa yang kulakukan jelas terucap seperti anda benar berada
bersamaku saat itu."
"Huang sengaja memancing kakak kelimaku. Dan terakhir benar dia masuk ke
dalam jebakan. Semua yang diketahui kakak kelima ku pada awalnya adalah hal
yang samar samar dan kabur luar biasa. Yang mengira bahwa pelaku
pembunuhan sebenarnya adalah anda sendiri. Namun, anda sudah menyiapkan
sejak awal pencegahannya. Anda mempunyai hubungan erat dengan partai Jiu
Qi, dan juga tentunya dengan wanita bernama Lie Hui itu. Karena itu, anda tidak pernah membunuh Huang Qian bukan?"
"Kamu sudah tahu semuanya. Benar-benar ajaib...
Dahulu... 30 tahun yang lalu muncul seorang Yuan Xufen yang cerdasnya tiada
tandingan. Sekarang... Kamu layak sekali menggantikannya." tutur putera
mahkota Tuan dengan bernafas lega sekali.
"Lie Hui tiada lain adalah benar adik kandungku. Sifatnya luar biasa aneh. Dia memiliki seorang puteri yang bernama Lie Xian. Demi balas dendam karena
Huang meninggalkannya, dia berusaha dengan banyak sekali cara-cara. Saat
pertama kali Huang menginjak Yun-nan, aku tidaklah tahu menahu masalahnya.
Oleh karena itu, kudiamkan saja.
Ketika kuketahui bahwa adik kandungku mencarinya untuk balas dendam, aku
membantunya. Namun, saat itu Huang sudah hilang tanpa jejak. Sungguh,
Huang bukanlah lawan yang enak untuk ditantang."
"Dengan begitu, jelas sekali dia mencari kakak kelimaku untuk memanfaatkan otaknya. Namun, dia tidak mendapatkan apa-apa. Bukan begitu, paman Gao
Jianshen" Atau bisa kusebut Lie Hui?" tanya Yumei sambil tersenyum.
Seorang pemuda paruh baya yang berdiri tepat putera mahkota tertawa
terbahak-bahak. Suaranya lama kelamaan berubah meninggi seperti suara
seorang perempuan.
"Kamu pintar sekali nak. Gao sudah berangkat ke arah lembah naga terbang
sejak kemarin-kemarin. Akulah orang yang menyamar sebagai dirinya. Lalu apa
kamu tahu kenapa aku mendampingi kakak kandungku?"
"Dengan begitu, dialah memberi kalian informasi bahwa Zhao Kuangyin
aman-aman saja" Oleh karena itu, kalian tidak memaksa kakak kelimaku untuk
segera menuju ke sana, bukan begitu" Untuk itu, aku benar tidaklah tahu." jawab Yumei dengan menunduk malu-malu.
Sejak tadi, baik Dewa Lao maupun Yuan Jielung sangat kagum akan keterangan
Yumei yang sangat luar biasa.
"Saudara Guo, anda memiliki seorang puteri yang sangat pintar. Sungguh luar biasa sekali dia mendapat pendidikan." tutur Tuan dengan memberi hormat ke arah Dewa Lao.
Dewa Lao tersenyum saja, lantas dia memberikan keterangan.
"Saudara Lie... Aku rasa tidak perlu kusembunyikan lagi identitas anda. Benarkah 3 bersaudara setan Kun tidak pernah mencari masalah denganmu lagi?"
"Mereka selalu bertindak ketika tiada orang sama sekali di sekitar mangsanya.
Selama puluhan tahun, sungguh memalukan sekali. Aku terpaksa meminta orang
berada di sampingku. Tetapi, sekarang sepertinya semuanya sudah lain sekali."
jawab Tuan alias Lie.
"Jangan-jangan sudah ada target baru mereka?" tanya Dewa Lao dengan agak heran.
"Betul sekali...
Begini, aku mendapat kabar yang kurang pasti. Kabarnya 3 setan itu mendapat
tawaran untuk membunuh Zhao Kuangyi dan digantikan dengan Zhao Kuangyin.
Namun, sepertinya selama Zhao Kuangyin belum tewas. Maka Zhao Kuangyi
akan aman-aman dari serangan 3 orang brutal itu.
Dahulu... Nyawaku ditawarkan dengan 7 turunan keluarga Meng. Sampai sekarang aku
masih hidup sehat sekali. Ini adalah kegagalan yang pertama bagi mereka..."
"Tetapi.. Bukankah Dewa Bumi sudah tewas" Perjanjian lama itu seharusnya
sudah dihapus?" tanya Yumei tiba-tiba menengahi.
Duan melihat dengan terkejut kagum ke arah Yumei.
"Anda juga tahu bahwa Dewa Bumilah orangnya" Tentunya karena Dewa Bumi
sendiri takut aku bakal mencarinya. Sejak awal dia sudah berniat membinasakan
keluarga Meng karena tetua Pei Nanyang, namun begitu kesempatan bahwa
ketiga orang tersebut meminta nyawa seluruh keluarga Meng, tentu dilaksanakan
sekaligus oleh Dewa Bumi dengan mudah sekali."
"Dengan begitu, ketiga orang tersebut main tawar menawar dengan imbalan
yang layak sekali. 7 turunan keluarga Meng diganti nyawa putera mahkota TaLi.
Itu karena mereka tidak pernah tahu bahwa anda adalah pesilat yang luar biasa
handal." tutur Yumei dengan wajah penasaran.
"Kamu benar sekali. Namun, aku nyaris tewas saat itu. Aku bertarung lebih dari 100 jurus dengan mereka bertiga. Hingga saat aku benar terdesak, seseorang
menolongku. Mereka memiliki etika dalam membunuh yaitu tidak ada
seseorangpun di samping target mereka, baru mereka akan melakukan
pembunuhan gelap tersebut." sahut Tuan berpikir.
"Kalau begitu, kakak kelima betul dalam keadaan bahaya?" tanya Yumei seraya berteriak.
Kesemua orang kurang mengerti maksud Yumei.
"Ayah! Seharusnya transaksi untuk membunuh Zhao Kuangyin diganti Zhao
Kuangyi itu dibuat oleh seseorang yang sangat membenci kakak pertama(Zhao
Kuangyin) bukan" Lantas, aku sama sekali tidak yakin kalau tidak ada orang lain yang melakukan transaksi untuk membunuh kakak kelima juga. Bukan begitu?"
"Perkataanmu sungguh masuk akal. Namun sampai saat ini..." Tuan melihat ke arah Lie Hui atau Gao Jianshen.
"Tidak ada informasi pertukaran tentang nyawa Xia Jieji. Aku mendapat informasi terbaru bahwa kedua jenderal besar Liao akan ditukar kepalanya dengan kakak
pertama(Putera makota Tuan) baru-baru ini." jawab Lie Hui.
"Wei Jindu membenci Zhao Kuangyin sedalam lautan. Zhao Kuangyi ingin
melenyapkan nyawa kedua jenderal besar Yelu dari Liao karena serangannya
yang sering gagal ke utara. Lalu siapa saja orang yang mengincar kepala
pendekar Xia?" tanya Yuan Jielung.
"Tentu salah satunya adalah Yelu Xian atau Wu Shanniang" Mereka berdua
bukankah sangat membenci kakak kelimaku?" teriak Yumei dengan sangat
cemas. "Kalau begitu. Kita harus susul dia secepatnya. Seharusnya dia masih berada di lembah naga terbang atau sudah jauh dari sana." tutur Tuan dengan sesegera.
*** Xia Jieji masih berdiri tegap di lembah naga terbang yang sangat sunyi sekarang.
Deru angin masih terdengar hebat di telinga dan suara rumput menebas angin
juga terdengar merinding.
"Hm.. Seharusnya aku juga pulang ke Tongyang saja." demikianlah pikiran Xia Jieji.
Tidak ada seekor kuda pun disana. Jalanan susah membuat Jieji berpikir akan
melalui mana terlebih dahulu.
"Puteri Nan-an tahu jalanan di sini dengan baik karena dia adalah orang Ta-Li.
Sekarang akan kuikuti saja jejak kuda mereka yang tertinggal."
Dengan mengikuti jejak kaki kuda, Xia Jieji melangkah cepat berlari untuk
menyusul. Sekira 10 Li ke arah barat, Jieji akhirnya menemukan desa. Desa tersebut tidak
bisa dikatakan kecil, karena ini adalah penyeberangan terakhir menuju daerah
kerajaan Sung. Jieji menengadah di depan gapura pintu masuk desa yang
terlihat asri dan permai tersebut.
"Desa keluarga Yang" terpampang jelas. Jalanan di desa tidaklah kecil, bahkan cukup lebar. Di samping terlihat beberapa kedai yang menjual makanan. Jieji
segera menghampiri salah satunya seraya bertanya.
"Paman, apakah anda melihat 2 orang wanita cantik luar biasa yang lewat"


Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Salah satunya membawa kuda yang berwarna biru merah terang?"
Orang yang ditanya berumur sekitar 60 tahunan. Dia menjawab tidak.
Jieji makin penasaran. Lantas dia berjalan ke dalam desa, lantas menanyai
beberapa orang disana. Namun, tiada satupun yang mengetahui adanya lewat 2
orang wanita cantik.
Jieji dengan cepat berjalan keluar desa, dan mengamati kembali jejak kaki kuda.
Yang diamati tiada lain adalah jejak kaki kuda bintang biru yang besar dan
mendalam, tanda bahwa kuda tersebut kokoh dan gagah. Dia mendapati
beberapa jejak keluar desa dengan langkah pendek atau kuda sedang dijalankan
dalam keadaan lambat.
"Kenapa tidak ada yang melihat bahwa Yunying maupun puteri Nan-an melewati desa" Jangan-jangan?"?" terdengar Jieji menggumam pelan. Lantas dia
mengamati tajam ke depan ke arah semak yang cukup lebat.
Setelah selesai membeli beberapa bekal, dia menanyai seorang bibi yang
berdagang di sana.
"Apa nama tempat di depan bi?"
"Di jalanan depan terbagi 2 arah. ke arah utara dan timur. Arah utara dinamakan jalan Emas berbagi. Sedang ke arah timur dinamakan jalan kebersamaan yang
runtuh." jawab bibi itu sambil tersenyum.
"Jalan Emas berbagi pernah kulewati beberapa tahun yang lalu, dari jalan itu akan tembus ke Chang-an beberapa ratus li jauhnya. Bagaimana jalan
kebersamaan yang runtuh itu?" tanya Jieji kembali.
"Jalanan itu lebarnya 3 tombak dan luas. Di samping kiri kanan terdapat gunung yang tinggi. Anda akan sampai ke Jiangling melalui 5 desa dalam 2 malam."
jawab bibi tersebut.
Jieji mengucapkan terima kasih kepada bibi itu. Dan beranjak meninggalkan
tempat setelah membeli seekor kuda cepat.
"Aku sudah tertipu oleh seseorang. Tidak... Beberapa orang tepatnya. Aku harus lebih hati-hati." Demikianlah pikir Jieji.
Dia memacu kudanya dengan kencang ke arah timur. Tetapi baru lebih dari 3 li
saja. Jieji merasa aneh sekali.
"Jejak kaki itu hilang di jalanan demikian. Di depan adalah tebing tinggi dengan sampingnya adalah gunung. Tempat seperti demikian sungguh sangat
berbahaya."
Dengan duduk di atas kuda, Jieji memandang sekeliling. Sinar matahari sore
sepertinya masih cukup menyengat.
"Ini bukanlah jalan yang harus kulewati sekarang."
Lantas dia turun dari kuda, dan berjalan pelan ke belakang kembali. Tetapi, ada sesuatu yang sepertinya menggodanya ketika dia mengamati tebing di depan
sana yang jauhnya tidak seberapa.
Jauh memandang, dia melihat aliran sungai Changjiang yang sejuk dan sangat
sedap dipandang. Pandangannya terhenti di sebuah rumah yang kecil tepat di
bawah kakinya. Lalu, seraya menambatkan kuda Jieji segera meloncat turun
untuk mengamati.
Sekarang, Jieji memiliki sabuk maha sakti yang sedang melekat di pinggangnya.
Maka sekali loncat, Jieji bagaikan terbang atau bagaikan anak panah yang
melesat dari busur.
Dalam menyelidik kali ini, Jieji berusaha ekstra hati-hati sekali. Dia usahakan mengikuti pergerakan angin tanpa melawan ketika hendak turun. Dia mendarat
tepat di sebuah pohon yang besar. Dengan mengamati sekeliling sebentar,
akhirnya Jieji melompat turun santai tepat pada depan gerbang rumah yang
tidaklah kecil tersebut.
Di samping, aliran sungai sedang mengalir perlahan dengan air terjun kecil di
belakangnya. Kembali Jieji mengamati dengan sangat serius ke depan. Pintu
terlihat cukup bersih, daerah ini sangatlah asri sekali dengan hembusan angin
sepoi-sepoi. Ketika hendak melangkah ke depan, dia mendapati sesuatu.
Suara nafas seseorang dari dalam yang terdengar sangat perlahan di
rasakannya. Karena mendapati suara nafas demikian, Jieji tertegun hebat.
"Orang di dalam rumah adalah tokoh maha sakti. Dia menyembunyikan dirinya
entah dengan tujuan apa. Sepertinya bukan hal yang baik sama sekali." Namun, Jieji tidak beranjak dari tempatnya berdiri. Dia selalu bernafas mengikuti
hembusan angin yang pelan.
Pemuda ini terpaku sungguh lama di sana. Mungkin sudah 2 jam lebih, namun
masih tidaklah bergerak sama sekali.
"Aku tidak bisa pergi sekarang. Sepertinya begitu aku bergerak sedikit saja, orang di dalam rumah bakal menyerang. Namun, jika aku berdiri terus menerus,
bukanlah cara yang paling baik." Jieji berpikir keras.
Demikianlah kira-kira dimana pesilat maha tangguh bertemu satu sama lainnya.
Satu gerakan saja bisa berakibat fatal sekali. Orang yang berada di dalam rumah mungkin sangat menyadari kesalahannya, kenapa tidak langsung saja
menyerang orang di luar tadinya. Namun, memberi kesempatan sampai
mangsanya mengetahui dirinya di dalam. Jieji tidak kehabisan akal, dengan
perlahan sekali tangannya bergerak mengambil sebuah roti yang tadinya dibeli di desa.
Dengan mengikuti gerakan angin, Jieji sudah bersiap-siap.
Denga sebuah sentilan ringan, roti mencelat dengan kecepatan tinggi ke arah
pintu rumah. Tetapi... Sebelum benar roti tersebut sampai ke pintu, kedua pintu sudah terbuka lebar.
Seiring sebuah sinar terang keluar bersama terbukanya daun pintu.
Jika Jieji bukanlah seorang pesilat berpengalaman, mungkin dia bakal tewas
dengan satu gerakan tadinya. Energi maha dahsyat yang keluar segera
mengincar ulu hatinya tanpa segan-segan.
Secepat gerakan lawan, Jieji menepis sinar putih gemilang yang menuju ke arah
dadanya dengan tangan kanannya. Seiring gerakan lengan, sinar putih gemilang
menuju ke arah aliran sungai kecil yang sesegera menimbulkan ledakan.
Tetapi gerakan demikian tidaklah sampai berhenti. Ketika Jieji baru saja menepis serangan sinar, lantas beberapa sinar lainnya ikut dari belakang dengan
kecepatan yang tinggi pula. Jieji menyadari bahwa lawan pasti akan bertindak
lebih jauh. Sebab, dia tahu benar lawannya tentu sudah tahu dengan pasti bahwa
jurus pertama yang datang tidak akan sanggup membunuhnya.
Dengan mencabut kipas dari pinggang, Jieji segera menyapok dengan gerakan
pelan seperti menari. Sinar cemerlang tiada satu pun yang tidak berhasil di
sampok oleh kipas yang hanya berukuran 1 kaki tersebut.
"Tidak disangka Xia Jieji menguasai ilmu pedang sesat yang tiada tandingan itu!"
terdengar suara berteriak keluar dari dalam rumah seiring dengan mencelatnya
seseorang dengan pesat sekali.
Jieji terkejut sekali. Dalam 3 jurus yang luar biasa cepat, dia sudah kalah cepat betul-betul.
Tidak ada minat Jieji menjawab pertanyaan penyerangnya sama sekali.
Langsung saja gerakan kipasnya di arahkan ke arah suara yang muncul tadinya.
Kipas di arahkan cukup tinggi karena Jieji mengincar arah suara yang berasal
dari mulut penyerangnya.
Tetapi penyerangnya bukanlah orang sembarangan. Gerakan kipas meski tidak
diperhatikannya dengan betul, tetapi dia merasakan ujung kipas sedang
mencucuk tenggorokannya.
Dalam keadaan mencelat ke depan, dia memutar badannya sekali dan
mengarahkan kakinya menampar rusuk tangan kiri Jieji yang sedang di arahkan
kedepan. Dengan gerakan secepat kilat, Jieji melayani serangan lawan. Dia meloncat
sambil tiduran di udara untuk menghindari "tamparan" kaki lawannya yang sangat kuat dan cepat. Namun, gerakan tangan Jieji tidak berhenti karena di serang.
Tusukan dari ujung kipas di ubah menjadi tamparan ke arah yang sama.
Alhasil, lawan yang tidak tahu menahu adanya jurus nekad sedemikian
"tertampar" secara cepat di mukanya. Sementara itu, kaki lawan yang
sebenarnya sedang di arahkan meninggi tidak sempat mencapai tubuh Xia Jieji.
Dengan ayunan kaki menyepak keluar, Jieji berdiri dengan tegak kembali dengan
kipas di tangannya.
Sementara lawan terlihat terseret 20 kaki lebih ke belakang. Tamparan kipas
memang tidaklah sekuat tenaga tusukan tadinya. Namun, lawan memang
sungguh seorang pesilat luar biasa. Bukan saja tidak terluka, namun sepertinya
dia tidak apa-apa.
Jieji memandang ke arah lawan dengan serius. Seorang pria tua dengan umur
diatas 60 tahun. Wajahnya bengis dengan tinggi tubuh hanya 5 kaki lebih saja.
"Gerakan yang sungguh luar biasa..." puji pria tua ini dengan wajah bengis dan tertawa terkekeh-kekeh.
"Anda benar luar biasa... Siapa sesungguhnya tetua?" tanya Jieji sambil tersenyum namun dia tetap serius dan berkonsentrasi.
"Aku pernah mendengar kelihaian ilmu silatmu. Ternyata hanya sebegini saja"
Kedua saudaraku bakal menyusul kemari. Kau tidak akan hidup lama." tutur si tua dengan bersemangat.
"Hm... Kita tiada permusuhan, kenapa anda bertindak sangat kejam?" tanya Jieji yang agak heran.
"Ada yang meminta nyawamu. Cukup itu saja." jawab pria tua.
"Wah... Lalu apa tebusan yang anda dapat karena membunuhku" Kedua saudara anda
seharusnya sedang menunggu di bukit sana." jawab Jieji sambil menunjuk.
"Baiklah...
Karena kamu akan tewas disini. Aku akan mengatakannya...
Kita 3 setan Kunlun. Namaku Zui Wang(mengejar harapan), mungkin kamu
belum pernah mendengarnya. Nyawa Xia Jieji ditukar dengan 7 pemimpin
barisan utama pasukan Sung. Setimpal bukan?" tutur pria tua.
"Anda sekalian terlalu menghargaiku..." tutur Jieji segera merapal jurus dengan kedua telapak tangannya.
"Ilmu tapak pemusnah raga sudah kita ketahui kelemahannya. Tiada gunanya
jika kamu menggunakannya melawan kita bertiga." jawab si tua Zui Wang seraya tenang saja.
Tetapi Jieji segera menerjang luar biasa secepat kilat. Dengan tangan kiri
memegang kipas, sedang tangan kanan diancangkan ke depan. Karena
kecepatan luar biasa-nya, membuat si tua terkejut sebentar. Belum sempat dia
bertahan, kipas telah menuju ke mukanya dengan sangat cepat sekali.
"Plok!" terdengar kipas menampar sekali lagi ke arah muka Zui Wang. Sebelum dia terkejut, tapak Jieji menghantam ke ulu hati lawannya dengan cepat. Namun,
kali ini gerakan Jieji lambat dan keras.
Lawan tidak pernah mengira bahwa Jieji sanggup melepaskan jurus di saat
dirinya "mundur" karena tertampar kekuatan kipas.
Ini adalah salah satu serangan jarak jauh 18 telapak penakluk naga-nya. Pria tua ini terlihat terdorong belasan kaki ke belakang. Namun, ketika dia memeriksa
kondisi tubuhnya. Dia tidak merasakan dirinya terluka dalam atau apapun.
"Jurus pedang-mu memang hebat anak muda. Ilmu pedang surgawi tingkat
berapa yang kamu perlihatkan kepadaku?" tanya Zui Wang.
"Ini adalah tingkat kelima. Aku belum mendapatkan orang yang
sungguh-sungguh sampai membuatku mengerahkan jurus kelima." jawab Jieji
sambil menggelengkan kepalanya.
Si tua terkejut sekali. Bukan saja dia terkejut karena dirinya tidak sanggup
menahan gerakan jurus pedang yang disalurkan lewat kipas yang teramat aneh
itu. Tetapi dia merasakan keanehan di wajahnya, serasa siraman air hangat
tiba-tiba turun dari pipinya. Ketika dia memeriksa maka dia terkejut luar biasa.
Karena ini adalah darah yang mengucur dengan sangat deras.
"Tidak mungkin!!!
Kertas di kipasmu mana mungkin bisa melukaiku. Bambu biasa?"?" teriaknya
terkejut. Namun, dia hanya sanggup berteriak sampai demikian saja. Langsung,
Zui Wang roboh bersimbah darah di wajahnya.
"Ternyata...." tuturnya dengan lirih.
"Telapakmu lebih ber... berbahaya.... Itu... bukan... Tapak pemusnah...." baru saja dia berbicara sampai demikian. Si tua sudah tewas dengan mata
membelalak. Sinar matanya bukan saja mengerikan tetapi terlihat sinar yang
seakan sangat menakutkan dirinya sendiri.
18 telapak penakluk naga Xia Jieji sebenarnya adalah sama kuatnya setiap jurus.
Semua jurus dari tingkat ke tingkat adalah saling melengkapi tiada satu pun jurus yang lebih kuat dari jurus lainnya. Baik itu berupa serangan jarak jauh maupun
dekat, kesemuanya adalah sama berbahayanya. Berbeda dengan 18 telapak
naga mendekam-nya Yuan Jielung maupun Pei Nanyang, dimana jurus
terakhir-lah yang paling kuat yaitu jurus ke 18. Tadinya, Jieji memainkan jurus ke 10 dari total 18 jurusnya.
"Aku tidak berniat membunuh anda. Jika kedua saudaramu tiba, maka saat itu akulah yang berbaring di tempatmu." sahut Jieji sambil menunduk sebentar.
Langsung, dia beranjak ke dalam rumah sesegera.
Jieji tidak pernah tahu, bahwa dengan membunuh Zui Wang si orang tua, bakal
bermasalah yang berbuntut sangat panjang dalam kehidupannya.
"Siapa di dalam?" teriak Jieji dengan keras. Namun tidak ada jawaban sama sekali, tetapi tarikan nafas seseorang benar di rasakannya saat dia sudah berada di dalam rumah.
Dia segera mengamati sekeliling sambil berhati-hati. Ditiliknya kamar belakang
rumah yang terbuka sedikit itu. Lewat cahaya matahari yang tembus ke jendela.
Jieji terkejut karena melihat seorang wanita yang setengah terbuka baju di arah dadanya.
Dengan was-was sekali, Jieji berjalan pelan ke depan. Alangkah terkejutnya
ketika dia mengetahui siapa wanita yang berada di ranjang tersebut. Seorang
wanita yang dengan matanya terbuka melotot ke arahnya, wanita berwajah putih
sekali dengan hidung mancung.
Jieji tahu benar bahwa wanita di ranjang tersebut paling tidak sedang tertutuk
nadinya. Maka dengan gerakan tangan ringan, dia melepas tutukan di nadi
utama di ubun-ubun.
Wanita tersebut langsung duduk dengan wajah menunduk malu sambil
membetulkan pakaiannya.
"Kamu tidak apa-apa?" tanya Jieji ke arah nona tersebut. Dia tidak lain adalah Huo Thing-thing, puterinya Huo Xiang.
Sambil berwajah yang kusam sekali, dia menggelengkan kepalanya saja.
"Kamu mengenal siapa pria tua itu?" tanya Jieji kembali.
Huo Thing-thing kelihatan marah, dia segera berteriak.
"Dia... Dia...
Dimana dia?"
"Dia sudah kubunuh..." jawab Jieji pendek.
Thing-thing melongo melihat ke arah Jieji seakan tidak percaya.
"Dia itu salah satu setan kunlun. Dia termuda diantara kedua saudaranya,
namanya Zui Wang."
"Berarti kedua saudaranya tentunya lebih tinggi silat darinya?" tanya Jieji sambil mengerut kening.
"Aku pernah melihat mereka bertiga ketika mereka bertamu ke rumahku. Tetapi, bedebah Zui Wang sudah dari dulu tertarik kepadaku. Aku dicegat di tengah jalan olehnya...." baru sampai di sini si nona kelihatan enggan menceritakannya.
"Sudahlah... Kita harus pergi secepatnya sebelum kedua saudaranya menuju
kemari." tutur Jieji seraya bergerak cepat menuju ke arah belakang rumah.
"Anda tidak mencurigaiku" Tidak mencurigaiku hendak mencelakakanmu?"
tanya Huo Thing-thing dengan wajah yang seakan-akan tidak percaya menatap
ke arah punggung si pemuda.
Jieji hanya menjawab tanpa membalik.
"Sewaktu di Persia, bukankah kau sendiri yang tidak ingin membunuhku" Lantas dengan alasan apa aku mencurigaimu akan bertindak?"
Huo Thing-thing tersenyum kagum kepada musuh lamanya tersebut. Dia
langsung bergerak mengikuti Jieji dengan cepat.
BAB CXXXV Beberapa saat kemudian...
Sesuai perkiraan Xia Jieji, kedua teman dari orang tua yang terbunuh sudah
sampai. Mereka berdiri terpaku menghadap ke arah mayat yang menyeramkan
tersebut. Wajah keduanya sangat dingin, namun sinar matanya sama sekali
tidak. Membara seperti api, seperti arang terbakar yang sedang ditiup oleh angin deras.
"Pelakunya benar adalah Xia Jieji?"
Tanya seorang tua, berpakaian hitam pekat dengan jenggot dan kumis putih.
"Adik ketiga...
Sudah lebih 1/2 abad kita bersama bertiga-tiga. Hari ini kau bernasib sial, dan tewas di tangan seorang anak muda berbau kencur. Bagaimana mungkin kita
tidak membalas dendam?" sahut seorang yang ditanyai dengan wajah memerah
langsung. Terlihat orang tua ini menggertakkan giginya dan seluruh tubuhnya
bergetar. Pandangannya menyaratkan kebencian mendalam begitu dia
berkata-kata. "Lalu, bagaimana sesungguhnya cara adik ketiga tewas?" tanya seorang tua yang lain.
Dengan segera, orang tua disebelahnya berjongkok, memeriksa tubuhnya dan
wajah yang terkoyak akibat gesekan senjata tajam beberapa saat lamanya.
Sambil berpikir, dia menjawab.
"Adik ketiga...
Dia tewas bukan karena luka gores di wajahnya. Luka gores di pipi sampai bibir
memang dalam, tetapi ini adalah siasat salah satu jurus pedang setan : Membuat
lawan terluka / terkejut supaya lawan lengah sesaat. Dan akibatnya, pukulan
keras luar biasa ke arah tulang rusuk sebelah kirinya. Hantaman inilah yang
mengenai jantung dan mengakibatkannya tewas dalam sekejap..."
"Kakak pertama...
Apakah ilmu pemusnah raga atau tapak berantai-nya Xia Jieji yang melenyapkan
nyawa adik ketiga?" tanya orang kedua yang tentunya adalah sebagai saudara kedua.
"Bukan... Xia Jieji tidak menggunakan Ilmu tapak berantai-nya. Entah ilmu setan apa lagi
yang digunakan. Jika hanya ilmu pemusnah raga, maka tidak mungkin adik
ketiga bisa tewas dalam sejurus saja." jawab orang tertua.
"Satu jurus" Bagaimana kakak bisa tahu?"tanya orang kedua ini dengan heran.
"Satu pukulan yang mematikan saja bagi Xia Jieji sudah sangat cukup karena langsung mengenai jantung. Tidak ada bekas luka lain selain luka di pipi, ini
pertanda bahwa sebenarnya dalam 2 gerakan atau 1 jurus saja adik ketiga sudah
tewas. Sepertinya orang bernama Xia Jieji itu sangat menarik sekali..." jawab orang tua ini sambil tertawa terkekeh-kekeh.
Sementara mendengar suara tertawa, orang tua lainnya marah.
"Jika tahu kita akan kehilangan adik ketiga di sini, maka kita tidak pernah menyanggupi pertukaran pembunuhan terhadap ketujuh pemimpin barisan
utama pasukan Sung yang sama sekali tidak bermanfaat bagi kita bertiga!"
"Hm,... Xia Jieji tidak akan kita biarkan lolos. Kita akan memulai pengejaran sebentar
lagi. Aku tidak yakin dengan Ilmu ringan tubuhku, otakku dan daya menganalisa
milikku bisa kalah dari Xia Jieji."
"Tidak! Kenapa kakak pertama tidak menjawab dengan benar pertanyaanku tadinya?"?"
Orang ini terlihat marah luar biasa melihat ketenangan kakak pertamanya yang
seakan tidak peduli masalah berat tersebut.
"Salah sekali adik kedua...
Kematian adik ketiga adalah salah dari dirinya sendiri. Sudah kita bilang
sebelumnya bukan" Untuk melepaskan saja wanita yang di ncarnya, puterinya
Huo Xiang itu. Tetapi dia tidak mendengar perkataan kita sama sekali.
Dan sekarang...
Tidak ada lagi yang sanggup kita katakan, selain membalas dendam adik ketiga.


Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hanya itu!" Sahut orang tua terlihat tenang.
"Baik... Sekarang kita berangkat, mungkin masih bisa mengejar karena
sepertinya kita berdua hanya ketinggalan tidak lebih dari setengah jam."
Orang itu mengangguk sekali. Namun seiring anggukkan kepalanya, dia segera
meloncat tinggi ke sebuah pohon di belakang tubuhnya. Sambil mengucapkan
beberapa patah kata, dia meloncat lagi ke atas tebing.
"Adik kedua, kalau bisa kita jangan berpisahan. Sepertinya Xia Jieji yang kita ketahui berdasarkan informasi sudah jauh beda sekali kemampuan silatnya. Aku
takut ada perangkap! Seseorang sepertinya sedang menjaring ikan!"
Hanya beberapa loncatan yang luar biasa, sepertinya orang tua tertua sudah
sampai di jalan setapak, menunggu adik keduanya yang cukup lama juga yang
kemudian akhirnya sampai di puncak dimana jalan yang tadinya hampir di lewati
Xia Jieji. "Apa mereka berdua bakal ke Tongyang?" tanya adik kedua bermarga Zui
kepada kakak pertamanya.
"Tidak..." tutur orang tua ini sambil tersenyum penuh arti.
"Tidak" Bukankah isterinya, Wu Yunying sudah kita pancing bersama seorang
wanita cantik ke arah timur?" tanyanya dengan keheranan.
"Xia Jieji...
Bukanlah sama sekali orang yang bodoh. Mereka tidak akan menuju timur,
karena dia tahu benar bahwa kita berdua akan mengejarnya ke sana. Jalan yang
dia ambil adalah..." berkata sambil membalik badan, orang tua ini menunjuk ke desa. Desa Yang yang tadinya di lewati Jieji.
"Tidak mungkin! Apakah mereka mengambil jalan utara?"
"Betul sekali adik kedua...
Dari arah menuju Desa Yang, mereka akan mengambil utara. Menuju Han
Zhong, dan langsung ke Chang-an. Dari Chang-an lah mereka bakal menuju
timur. Melewati 4 kota besar : Luo Yang, Chen liu, Hubei, dan Beihai. Dari Beihai mereka akan menuju Tongyang melalui kapal laut."
"Tidak mungkin!"
"Percayalah adik kedua... Akan kubuktikan penuturanku di sepanjang perjalanan.
Ikan besar tangkapan kita tidak bakal lolos." sahutnya sambil tertawa keras.
*** "Menurut kak Jieji... Apakah cukup aman kita menggunakan arah utara?" tanya Huo Thing-thing tidak begitu jauh dari lokasi kedua orang tua bermarga Zui.
Terlihat Jieji maupun Huo Thing-thing sedang menuju ke arah utara melalui jalan emas berbagi. Keduanya duduk di atas punggung kuda yang dijalankan cukup
kencang melewati jalanan yang datar dan bagus tersebut.
"Aku betul tidak tahu...
Aku merasa beberapa hal yang cukup aneh. Apakah mereka bisa tertipu
demikian mudah"
Tetapi, di Mianzhu nantinya kita sudah tahu apakah mereka menyusul kita atau
tidak?" sahut Jieji.
Dalam pemikirannya, dia justru berharap adanya 2 hal atau 2 jalan jika disebut.
Dia berharap bahwa kedua orang tua bermarga Zui akan mengejarnya ke arah
utara atau ke arah kembali ke Desa Yang.
Jika keduanya mengejar ke arah timur, inilah yang membuatnya serba susah.
Karena jalan ini sudah pasti dilewati isterinya dan puteri Nan-an dari Ta li.
"Jadi... Kak Jieji juga akan kembali ke Tongyang?" tanya Thing-thing kemudian.
"Aku akan menuju ke Shandang dahulu dari Luo Yang. Menitipkan kamu ke adik Sun. Setelah itu mengambil jalan ke timur melalui Chen Liu menuju ke Beihai,
dari sanalah aku akan menuju Tongyang. Sepertinya inilah jalan yang paling
baik." jawab Jieji.
Huo Thing-thing tidak begitu tahu benar jalanan daratan tengah. Oleh karena itu dia percaya penuh kepada Jieji saja. Kemudian terlihat dia tidak begitu banyak
bertanya lagi. "Sekitar malam atau langit sudah gelap nantinya. Seharusnya kita bisa sampai ke kota Mianzhu." tutur Jieji sambil memacukan kudanya cepat.
Seperti yang diperkirakan, ketika malam benar tiba. Langit sudah gelap, dan Jieji serta Thing-thing telah sampai di gerbang kota Mianzhu. Kota penuh sejarah dari awal dinasti Han, sampai dinasti Sung sekarang.
Angin malam sepertinya saat ini tidaklah ramah, tidak lama lagi mungkin akan
turun hujan deras.
Ketika keduanya sampai ke dalam kota, mereka merasa ada hal yang terasa
janggal. Sebab jalanan besar dipadati banyak orang meski saat ini sudah gelap.
Lampu-lampu di sepanjang kota terlihat sangat terang.
Seperti biasa, Jieji sangat tertarik melihat keramaian semacam demikian.
Sepasang mata setiap orang seperti tertarik melihat ke dalam sebuah rumah
yang besar dan luas meski terlihat dari luar.
Suara desas-desus di sekitar terdengar sangat jelas sekali. Dasar Jieji sangat
suka akan hal demikian, maka dia memasang telinganya dengan baik-baik.
Mendengarkan apa yang sedang dibicarakan penduduk beramai-ramai tersebut.
Dari apa yang telah terdengar, Jieji mengambil kesimpulan bahwa di rumah
sudah terjadi kasus. Rumah yang tergantung papan besar bertuliskan "Tong
Thian Zhuang / Wisma langit dingin"
Wisma langit dingin adalah sebuah wisma yang dihadiahkan oleh Zhao Kuangyin
buat Zhao Xieshan, seorang famili dari keluarga kaisar Sung. Zhao Xieshan
berumur sekitar 70-an, dan merupakan pensiunan menteri kehakiman semasa
dinasti Zhou akhir dan awal Sung. Dia mendapat gelar kehormatan "Keadilan
timbangan" karena rasa keadilannya yang sangat tinggi. Rumah besar tersebut adalah pemberian Sung Taizu, Zhao kuangyin untuk membalas jasa-jasa secara
sipil maupun militer dalam era kepemimpinannya belasan tahun lamanya di
bagian barat daratan tengah.
Jieji termenung sebentar mendengar perkataan para penduduk. Lantas dia
bertanya kepada salah seorang pemuda yang berdiri di samping rumah.
"Saudara...
Apa yang sedang terjadi?"
"Tuan Zhao mengalami musibah. Dia dibunuh baru saja."
"Tuan Zhao" Maksud anda Zhao Xieshan sang "Keadilan timbangan" yang sangat terkenal itu?"?" tanya Jieji dengan terkejut.
"Bukan... Yang terbunuh adalah putera pertamanya, Zhao Jianya."
Jieji terkejut mendengarnya. Ingin segera dia masuk ke dalam untuk melihat
situasi. Tetapi berpikir bahwa dirinya cukup berbahaya, dan jika saja kedua orang tua bermarga Zui itu mengejar kemari, maka dirinya sulit lolos.
Pemuda segera melihat ke arah Huo Thing-thing sebentar. Dia melihat wanita
tersebut diam sambil terbengong-bengong.
Lalu dengan segera dia menaiki kudanya dan bergerak cepat ke arah dalam
kota. Meski gerakannya terlihat pasti dan tenang, dia sama sekali tidaklah
setenang kelihatannya. Seakan-akan keringat dingin membasahi wajahnya, gaya
duduknya sama sekali tidaklah santai. Pikirannya sedang memikirkan 1 hal yang
terpusat dan membuatnya sungguh merasa cemas.
"Ada apa kakak Jieji?" tanya Thing-thing yang melihat perubahan tingkah laku dan wajah pemuda.
"Tidak apa-apa. Kita cari penginapan terlebih dahulu." jawab Jieji pendek seadanya saja.
Setelah sampai di salah satu penginapan, Jieji hanya meminta Thing-thing tidak
keluar dari sana. Karena sifat ingin tahu dan penasaran yang berlimpah ini, dia segera menuju ke tempat kejadian setelah berpamitan. Thing-thing tidak banyak
menanyakan kemana perginya Xia Jieji. Tetapi sedikit banyak dia sudah tahu
maksud kepergiannya kali ini. Thing-thing hanya terlihat tersenyum bangga saja
melihat pemuda beranjak meninggalkannya.
Dengan berlari kecil, Jieji kembali menghampiri Wisma Langit Dingin. Kumpulan
orang-orang sama sekali belum reda. Bahkan sepertinya lebih banyak daripada
tadinya. Tetapi ada sesuatu hal yang berubah, yaitu sudah terdapat tandu
berwarna coklat tua. Beberapa penjaga sudah berdiri di samping tandu. Biasanya
hal sedemikian adalah karena sudah sampainya kepala polisi daerah ataupun
seorang bangsawan dan bisa juga seorang kepala kehakiman.
Dari wajah, Jieji terlihat cukup heran. Dia berpikir apakah kasusnya sudah
berakhir" Apa betul hakim ataupun polisi telah datang untuk memberikan
keputusan apakah tersangka bakal ditahan atau tidak"
Sesaat, pemuda terlihat memandang sekeliling. Luas wisma tersebut tidaklah
kalah dengan Wisma Wu yang terdapat di kota Hefei / tempat tinggal Wu Quan.
Luasnya mungkin sebesar 5 hektare lebih beserta pekarangannya jika dilihat dari luar. Dengan beranjak pelan, Jieji mencari tempat untuk bersembunyi nantinya.
Hingga terakhir dia sampai ke sebuah pohon besar yang terdapat di dalam
pekarangan wisma. Tanpa banyak berpikir, Jieji meloncat ringan dan mendarat di
salah satu batang pohon yang terbesar. Dia segera mengamati situasi di tengah
lapangan. Memang benar sudah banyak sekali orang-orang yang berkumpul di sini. Di
tengah terlihat seseorang berlutut dan ditemani seseorang yang merupakan anak
kecil. Sedang di samping yang tidak begitu jauh, terlihat dua orang yang duduk
diam, salah satunya adalah seorang wanita karena dilihat dari bentuk rambutnya
yang terurai. Seseorang yang sedang berlutut terlihat menangis dan suara tangisannya makin
lama makin memilukan. Jieji sanggup mendengar semua percakapan secara
jelas karena kemampuan tenaga dalamnya yang sudah sangat luar biasa. Meski
sesungguhnya cukup jauh tempat dia berada dengan kerumunan orang-orang.
"Bukan tuan... Kami ayah dan anak sama sekali tidak melakukannya. Percayalah kepada kami..." terdengar teriakan seorang paruh baya, berumur sekitar 50-an secara berulang-ulang.
"Sudah ayah... Mereka-mereka adalah para budak setan. Mereka sengaja untuk menindas kita lantaran kita bukan orang kaya yang sanggup membayar hakim."
terdengar suara anak kecil yang tegas dan berani.
Seiring selesainya si anak kecil berkata-kata. Terlihat dia disepak oleh seseorang dari samping. Tenaga sepakan ini bukanlah tenaga main-main. Anak kecil
tersebut terlihat terlempar, terseret cukup jauh.
Sesaat, suasana terlihat gempar karena anak kecil tersebut terlihat jatuh
terjerembab dan muntah darah. Dia tidak sanggup bangun kelihatannya sebab
ditendang dengan tenaga yang cukup kuat.
Jieji yang melihatnya dari atas pohon terdengar menghela nafas sambil
menggelengkan kepala.
"Masih adakah pengadilan seperti demikian" Menindak orang tanpa
membeberkan kesalahannya?" Tiba-tiba suara bergema cukup kuat di antara
hiruk pikuk orang-orang yang ada kelihatan terkejut, marah, atau merasa senang.
Suara yang memecah tersebut membuat orang-orang memperhatikan dari mana
suara itu berasal. Tiada lain adalah 2 orang yang duduk dekat dengan mereka
kesemuanya. Memang kedatangan kedua orang ini sudah diketahui semua
orang disana sebelum-sebelumnya.
Dua orang tersebut terlihat compang camping sekali. Yang 1 adalah pria dan
yang lainnya mungkin adalah wanita. Karena teriakan tersebut bersumber dari
mereka, dan suara yang dikeluarkan adalah suara seorang wanita. Maka bisa
dipastikan salah satu dari orang berpakaian compang-camping tersebut benarlah
seorang wanita.
Kedua orang tersebut sebelumnya sama sekali tidaklah dipandang orang-orang
yang berada di sana karena penampilan mereka berdua yang sebenarnya
tidaklah begitu sedap dipandang. Seorang pemuda berwajah yang tidak jelas
terlihat sebab seluruh rambut kelihatan menutup seluruh wajahnya. Sedang yang
perempuan, berpakaian keabu-abuan juga sama saja, yaitu seluruh wajahnya
seperti tertutup rambut tebal dan terlihat selalu menunduk saja.
"Oh" Jadi kalian berdua jago" Kalau begitu turun tangan saja?" tanya pesilat yang menendang anak kecil tadinya sampai muntah darah.
Jieji melihat semua kejadian tersebut dengan rada terkejut. Lantas dia menanyai dirinya sendiri.
"Wanita itu tidak berbicara lewat mulutnya. Itu adalah suara perut dan kelihatan memiliki tenaga dalam cukup tinggi. Sedangkan yang laki-laki terlihat membisu.
Apakah?" Dia berpikir hanya sesaat saja, kemudian tersenyum manis.
"Ini bukanlah hal yang pantas dan harus kupikirkan..." Tetapi baru saja dia ingin melihat ke depan, dia merasakan hawa kehadiran seseorang di pohon tempatnya
berada dari arah belakang.
Jieji melihat ke bawah sambil memutar, dan dia mendapati adalah Thing-thing
adanya. Sambil tersenyum dia menjemput Thing-thing yang loncat ringan ke
pohon. Wanita ini mengambil batang pohon lainnya untuk berpijak dan melihat ke
arah keramaian sesegera.
"Bukan demikian...
Kau bernama Lin Kuangye yang berasal dari partai Yi Jian?" tanya wanita itu kemudian, tetapi dia tetap menunduk saja.
"Namaku benar Lin Kuangye. Dan aku sekarang telah menjadi ketua partai Yi
Jian." jawab pemuda ini dengan angkuh. Orangnya memakai baju lebar, kumis
dan janggut menghiasi wajahnya. Umurnya mungkin sekitar 40 saja.
Dengan sebilah pedang terselip di pinggang membuatnya terlihat angker.
"Partai Yi Jian terdahulu kabarnya mengutamakan kesatriaan. Sayangnya
sekarang malah berubah total. Kalau begitu, tentunya ada sesuatu yang terjadi
dengan kepala perkumpulan itu. Bukan begitu?" jawab wanita tersebut dengan acuh tak acuh.
Ketua partai hanya terlihat diam saja, meski dari pembawaannya terlihat dia
sedang marah. Tutur kata wanita yang lembut memancing pesilat lainnya yang berada di sana
segera berkata-kata.
"Mengenai tendanganmu terhadap anak kecil tadinya memang kamu yang
bersalah."
Pemuda bermarga Lin tersebut diam saja. Dia tidak berkata apa-apa. Tetapi
temannya yang baru saja berbicara tadinya segera menuju ke arah anak kecil
tersebut. Dia berjalan tenang saja dan membimbing anak yang sudah terluka
parah untuk duduk. Dengan sekali hentakan tenaga dalam lewat telapak, dia
mengobati anak kecil tersebut dengan sungguh-sungguh.
Semua pesilat yang berada di sana dan pemilik wisma berdiri menantikan
pengobatan seperlunya lewat energi tenaga dalam untuk anak kecil tersebut.
Tidak berapa lama, seseorang yang berada di tengah keramaian berkata
demikian. "Setelah anak kecil tersebut benar sadar, maka kami pihak berwajib yang
menahannya."
Tetapi kata-kata demikian ternyata malah tidak menenangkan semua pesilat
yang berada di sana. Dengan marah beberapa orang terlihat maju ke depan
sambil berteriak.
"Kalian yang menahannya" Lantas bagaimana dengan rahasia harta karun itu?"
"Oh" Aku tahu! Berarti kalian... Pihak kerajaanlah yang ingin mendapatkan harta karun itu?"?"
"Benar! Kalau begitu... Kalian para pengawal serta polisi atau segala nenekmu!!!!
Jangan meninggalkan tempat ini sebelum semua jelas kebenarannya!"
Jieji dan Thing-thing yang berada di atas pohon merasa janggal. Thing-thing
yang terlihat ingin tahu, segera menanyai Jieji.
"Apa mereka bentrok gara-gara harta karun?"
Jieji diam saja, tidak menjawab perkataan Thing-thing.
Lalu terlihat seorang pesilat, botak tinggi dan besar. Berjalan ke arah anak kecil tadinya. Dengan sorot nada marah, dia berbisik ke arah anak kecil.
"Wilayah puncak pegunungan Wuling Yuan. Dengan cara apa kita pergi"
Beritahu, maka aku jamin keselamatan kalian ayah anak."
Kata-kata orang botak tersebut sangat jelas sekali di dengar oleh Jieji. Meski
dalam keadaan berbisik, namun kemampuan pemuda memang sudah ratusan
kali lipat mungkin di atas pesilat-pesilat di sana.
Semua pesilat melihat si botak menanyai anak kecil tersebut, namun tidak ada
yang tahu persis kata-kata yang disebutkan olehnya.
Jieji memang terkejut sekali mendengar perkataan si botak. Dia lantas segera
berpikir keras.
"Wu Lingyuan" Itu adalah daerah pegunungan yang dekat dengan kota
Changsha. Kalau dipikir-pikir" Tidak mungkin...
Aku berkali-kali berada di sana. Saat dahulu aku pesiar, beberapa kali pun
pernah berpegian kesana. Bermain catur, belajar sastra atau berdiskusi segala
hal-hal yang unik dengan para tetua desa di sana. Mana mungkin wilayah seperti
demikian terdapat harta karun?"" Dan......"
Tiba-tiba saja Jieji terkejut bukan main. Lantas terlihat dia mengeluarkan telapak tangannya, menggambarkan sesuatu di sana. Mengoceh pelan dan berbisik
sendiri. Thing-thing yang melihat tingkah laku Jieji pertama merasa heran. Tetapi
lama-lama tindakannya membuat dirinya tersenyum manis menatap pemuda. Di
dalam hatinya dia berpikir.
"Xia Jieji...
Dia selalu berpikir terus terhadap sebuah masalah yang masih samar-samar dan
terakhir sanggup menyusun kembali segala masalah menjadi satu kesatuan. Dari
sini, tidak mungkin ada orang yang sanggup menandinginya dari cara
berpikirnya."
Khalayak di sini telah terlihat tidak begitu sabar. Mereka sudah main teriak-teriak terhadap orang yang mengobati anak kecil tersebut.
"Marga Yang" Kau itu main-main atau bodoh?"
"Kau sengaja memperlambat pengobatannya?"
Sebelum benar-benar terjadi keributan, akhirnya pemuda yang mengobat anak
kecil tersebut telah terlihat menarik kembali kedua tangannya. Sedangkan anak
kecil tersebut telah sadar kembali.
Sang Ayah yang sedang berlutut tersebut menatap puteranya dengan hati yang
iba. Namun, dia tidak sanggup bergerak sama sekali karena pesilat-pesilat
tersebut terlihat mengancam dirinya.
"Tuan Zhao... Kami akan membawa ayah dan anak tersebut ke pengadilan
sesegera. Dan kami akan memberikan tanggung jawab yang baik terhadap
pembunuh putera anda." Jawab seorang yang berpakaian dinas merah yang
tiada lain adalah kepala polisi daerah kota Mianzhu.
Zhao Xieshan hanya menghela nafas panjang saja. Wajah tuanya terlihat begitu
kusam sebab baru saja dia menangis tersedu-sedu karena kehilangan puteranya
sendiri. Tetapi kata-kata kepala polisi ini tentu saja mengundang kemarahan para pesilat di sana.
"Tidak akan!!! Jangan berharap kalian para polisi bisa keluar dari sini dengan membawa kedua orang ini."
Si botak tadinya duduk di samping anak kecil. Tetapi dia langsung berdiri, lalu berjalan menghampiri penindak hukum tersebut.
"Ini adalah masalah Jianghu(dunia persilatan). Hanya kita-kita saja, orang dunia persilatan berhak mengurusnya."
Suaranya mirip guntur, dan sangat tegas. Sungguh sangat berbeda ketika dia
berbisik pelan tadinya. Kata-kata si botak mendapat tanggapan yang cukup
meriah dari para pesilat. Dan terlihat satu orang terlihat juga berjalan keluar yang ternyata seorang biksu. Dia mengatupkan kedua tangannya sambil memberi
hormat kepada khalayak.
"Amitabha...
Masalah hari ini memang haruslah di selesaikan. Begini saja, apakah bagus jika
anak kecil ini mengatakan dimana sesungguhnya letak tempat harta karun bagi


Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dunia itu?"
Tentu semua pesilat mengiyakan apa yang dikatakan biksu tersebut.
"Betul sekali apa kata Biksu besar Mao Shu..." terdengar teriakan beramai-ramai bagai lebah yang mendengung-dengungkan telinga.
Tetapi kepala polisi terlihat marah. Dia berjalan ke depan mendekati biksu
tersebut. Lantas dia menunjuk sambil marah-marah.
"Kalian! Aku datang kemari karena terjadi pembunuhan terhadap pejabat dari kerajaan. Aku menanyai kau!" tunjuk kepala polisi sambil marah ke arah biksu yang berdiri dekat dengannya.
"Kau seorang biksu. Seharusnya tidak memikirkan kekayaan. Tetapi, masih
berani kau mempunyai muka untuk berdebat tentang kekayaan harta negara?"
Biksu yang dituding itu pun diam seribu bahasa. Keributan pun hampir terjadi di sana. Sampai tiba-tiba ada suara seseorang yang memecahkan suara ribut-ribut
tersebut. Suara kali ini juga sama dengan tadinya. Suara wanita yang terduduk serta
melihat ke arah lantai tadinya.
"Hanya berdasarkan anak kecil ini memiliki sebuah sutra peta. Kalian sudah menganggapnya mengetahui semua hal. Sungguh memalukannya kalian semua
pernah terlahir sebagai pesilat."
Kata-kata menghina kembali keluar dari wanita berbaju abu dan compang
camping tersebut membuat semua pesilat-pesilat berhenti gaduh. Lantas mereka
semua mengamat ke arah wanita ini.
"Bagaimana jika aku mengajukan cara menyelesaikan masalah tersebut?"
tanya wanita tersebut dengan tetap terlihat tidak bergerak.
Sebenarnya baik para pesilat maupun polisi yang berada di sana ingin
mengetahui cara penyelesaian yang paling baik. Jika terus bergaduh, lantas
terjadi pertumpahan darah. Sebenarnya pesilat-pesilat lebih rugi. Karena jika
dipikir-pikir, mereka membunuh orang-orang pemerintahan, maka niscaya hidup
setelahnya tidak akan baik lagi. Meski belajar silat, tetapi nyali mereka sama saja dengan nol.
Jieji yang berada di atas mengetahui apa yang dipikirkan para pesilat tersebut.
Dia terdengar mendengus pelan sambil tersenyum sinis saja.
"Begini saja... Aku ada pengajuan cara paling bagus dan adil. Dan penyelesaian selanjutnya bakal memuaskan masing-masing pihak." sahut wanita itu kembali.
Tentu mereka sempat girang sebentar, baik dari pihak kepolisian maupun pihak
pesilat. "Kalian sama-sama berniat membawa anak kecil dan orang tua di sebelah sana.
Apakah kalian ada menanyai mereka mau atau tidak?"
Tentu pesilat yang mendengar kata-kata mereka geram. Mereka berpikir telah
ada cara dan penyelesaian yang bagus. Tetapi ternyata sepertinya di
undur-undur waktu berharga mereka semua. Tetapi sebelum ada yang berbuka
suara, wanita ini kembali melanjutkan.
"Anak kecil itu tidak berdaya. Kalian para polisi juga akan menangkapnya bukan"
Lalu begini saja, karena kita sama-sama hidup di dunia yang penuh kecamuk.
Bagaimana jika dari pesilat di ajukan seorang dan demikian halnya dari pihak
polisi diajukan seorang. Kemudian kedua orang ini bertarung melawan anak kecil
tersebut. Siapa yang duluan menjatuhkan anak kecil itu, maka anak kecil itu ikut siapa" Bukankah adil?"
Ini bukanlah keadilan sama sekali jika dipikir-pikir. Kepala polisi dan para
bawahannya adalah orang pertama yang tidak setuju. Sebab kepala polisi
beserta anak buahnya bukanlah seorang pesilat ulung. Mereka tentunya tidak
akan berhasil membawa pulang anak kecil tersebut. Merekalah orang yang
dirugikan benar.
Tetapi kali ini sama seperti sebelumnya, sebelum kepala polisi menjawab
"menolak". Wanita kembali berkata-kata kepadanya.
"Tetapi para polisilah orang pertama yang akan bertarung. Dalam 5 gerakan jika para polisi tidak sanggup menjatuhkan anak kecil, maka para pesilat sudah boleh maju. Dan arenanya adalah seluruh luas lantai pekarangan tersebut."
Kepala polisi terdiam sejenak begitu juga para pesilat. Dia sedang berpikir.
Anak kecil memang bukanlah lawannya. Tetapi dalam 5 gerakan dia mempunyai
keyakinan tinggi untuk membuat anak kecil itu tidak mampu bergerak. Kali ini
pesilat-pesilat di sana malah terlihat bimbang. Namun, jika tidak ada
penyelesaian, maka pertikaian di sini tidak akan berakhir. Akhirnya kedua pihak mengajukan seseorang.
"Sebentar... Jika saja anak kecil itu sanggup mengalahkan kedua pihak di sini.
Lantas bagaimana?" tanya wanita itu kembali.
Suara pertanyaan yang terlihat bodoh membuat semua pesilat-pesilat tertawa
bebas mendengar kekonyolan tersebut.
"Jika saja anak kecil itu sanggup menghadapi seseorang dari orang yang
diajukan kami, maka dia pantas untuk meninggalkan tempat ini tanpa diganggu."
Wanita itu terlihat menganggukkan kepalanya pelan dengan terus menatap
lantai. Kepala polisi mengajukan asistennya untuk bertarung. Dia adalah seorang
pemuda berumur 30-an, memakai baju dinas, menyelipkan pedang panjang di
pinggangnya. Anak kecil tadinya sudah dibimbing naik. Sepertinya dia agak bingung
menghadapi situasi demikian. Tetapi ini menyangkut hidup mati dirinya dan
ayahnya. Mau tidak mau dia harus berani. lantas dia bergerak pelan ke depan
sampai sudah dekat wanita yang tidak bergerak itu. Dia terlihat mengucapkan
terima kasih untuknya sambil membungkuk dan tersenyum.
Tetapi wanita ini menghadangnya.
"Kamu akan bertarung, tetapi apa senjatamu?"
Anak kecil tersenyum, dia memandang ke kiri dan ke kanan. Sebelum dia ingin
meminjam sebuah senjata. Pemuda yang diam dan membisu ini mengangkat
tangannya dan memberikannya sebuah pedang.
Anak kecil ini terkejut sesaat, sebab gagang pedang itu sudah dekat dengan
wajahnya ketika dia ingin berpaling kemudian ke arah wanita. Dia melihat
seorang pemuda yang berpakaian sangat compang camping, duduk tenang
menghadap ke lantai. Wajahnya tidaklah jelas sama sekali, tetapi di dekat tempat duduknya terlihat adanya sebuah kecapi.
Dengan tersenyum manis, anak kecil menjemput gagang pedang dan
menghanturkan terima kasih kepada pemuda. Tetapi dia sendiri kemudian
terkejut bukan main, sebab gerakan pemuda sangatlah aneh. Dari jari-jari tangan yang tadinya kuat itu terlihat melemah seakan tidak ada tenaga sama sekali
darinya. "Jangan takut..." sahut pemuda itu yang bersuara perut yang sangat serak.
Anak kecil ini kemudian memberi hormat sekali. Lantas dengan pedang yang
tadinya di berikan. Dia berniat maju. Tetapi ketika dia melihat pedang yang
dipegangnya, dia sangatlah terkejut.
Sebab pedang terlihat berkarat tiada karuan. Penutup pedang juga bahkan
sangat kotor akan karat. Dia berniat mencabut pedang, tetapi usaha anak kecil
ini sia-sia saja. Dia berpaling ke arah wanita itu, tetapi wanita hanya mengangguk pelan-pelan saja. Hal ini membuatnya sungguh bingung.
"Bertarunglah sesuai gerakan pedang. Bertarunglah sesuai gerakan hati. Maka kamu akan menang..." Sahut pemuda dengan suara serak.
Anak kecil yang tadinya bimbang luar biasa ini telah mendapatkan keberaniannya
kembali. Dia terlihat sudah siaga benar. "Lingkaran" dibuat sedemikian rupa dengan jarak tempat yang lumayan luas. Polisi berpakaian dinas merah sudah
mengeluarkan pedang dari sarungnya. Dia arahkan ke arah kepala anak kecil
seraya mengancam. Sedangkan anak kecil ini, tanpa membuka sarung pedang
menyilangkan pedang untuk bertahan.
"Anakku... Hati-hati!!!!"
terdengar teriakan orang tua yang merupakan ayahnya sendiri. Tetapi anak kecil
ini tidak menyahut sama sekali. Dia sudah sangat serius sekali.
Dengan satu hentakan keras, polisi duluan menyerang ke arah anak kecil. Dia
membacokkan pedang keras ke arah pinggul anak kecil.
Sesungguhnya gerakan polisi itu adalah gerakan nekat. Jika saja dia
menghadapi ahli pedang, maka posisi jeleknya tentu akan membuatnya di
serang demikian mudah. Tetapi...
Menghadapi anak kecil" Mana mungkin anak kecil mempunyai nyali untuk
menyerangnya di saat serangannya juga datang.
Namun, apa yang menjadi perkiraan polisi ini jauh berbeda dengan pikiran anak
kecil tersebut. Karena bacokan lawan termasuk rendah, anak kecil terlihat melaju sambil menelungkup untuk melancarkan tusukan ke arah atas yaitu daerah
kemaluan polisi.
Sungguh tidak ternyanya oleh para pesilat dan polisi itu. Anak kecil yang
kelihatannya tidak memiliki kemampuan apa-apa itu sanggup menggunakan
gerakan pedang demikian hebat.
Untuk orang biasa. Maka gerakan anak kecil tentu harus di hindari. Sebab
serangan awalnya bukan saja gagal. Untuk menarik dan menggantikan ke
bacokan bawah tentu sangat beresiko sebab gerakan maju dan kencang si anak
kecil tidak bisa diperkirakan. Jangan-jangan sebelum bacokan sampai ke lawan,
maka tusukan lawan sudah mengambil alat vitalnya. Untuk mengganti jurus
bacokan ke jurus tusukan, maka waktu yang diperlukan sungguh sangat tipis.
Hanya seorang yang tinggi ilmu pedangnya yang sanggup melakukan hal
demikian. Kepala polisi dengan refleks segera berguling salto ke belakang. Tidak pernah
dia tahu hasil akan pertarungan demikian lagi. Dan dia tidak berniat untuk
mengetahuinya sama sekali. Sebab...
Sesudah salto 1/2 tubuhnya tidak begitu berhasil. Dalam posisi terbaring, anak
kecil sudah melekatkan pedang ke arah lehernya.
Sungguh tidak dinyanya, bahwa anak kecil ini menang dalam 2 gerakan.
Kepala polisi yang melihat kegagalan asistennya bukannya marah. Dia hanya
menggeleng kepala dan menghela nafas tanda kecewa saja.
"Babak pertama dimenangkan anak kecil barusan. Sedang babak kedua akan
dimulai. Pesilat-pesilat, kalian boleh memilih siapa yang akan bertanding." sahut wanita misterius itu.
Para pesilat-pesilat mengajukan seseorang di antara mereka yang bermarga
Yang. Seorang pesilat berumur paruh baya yang tadinya menolong anak kecil itu
dengan memberikan sumbangan tenaga dalam ketika anak kecil itu tiada
sadarkan diri. Tetapi, orang ini kemudian menolak keras. Dia terdengar berkata.
"Aku akan meninggalkan tempat ini. Kalian saja yang bertarung." sahut orang bermarga Yang yang tiada lain adalah Yang Xiu, ketua partai Hua Shan itu.
Jawaban darinya membuat pesilat kembali bergaduh. Semua pesilat disini
merasa bahwa anak kecil tadi hanya menang karena nasib saja. Bukanlah
dengan kemampuan.
Tetapi, cukup jauh dari sana. Ada seseorang yang berpikiran sangat lain.
"Anak kecil itu... Nasibnya benar mujur yah?" tanya Thing-thing di atas pohon.
"Tidak... Itu bukanlah kemujuran. Melainkan ilmu pedang luar biasa..." sahut Jieji melihat ke arah Thing-thing sambil tersenyum.
"Tidak mungkin. Aku tidak melihat adanya hal yang istimewa dari ilmu pedang kacau anak kecil tadi." jawab Thing-thing yang heran.
"Itu salah satu jurus di antara 9 gerakan kesinambungan Ilmu pedang tingkat pertama surgawi membelah..." sahut Jieji kalem.
Thing-thing terkejut.
"Gerakan kesinambungan ilmu pedang surgawi membelah tingkat pertama
adalah dari geraskan tusukan, bacokan(horizontal), membelah(vertikal) yang
terbagi menjadi 3 gerakan kecil lainnya. Anak kecil itu tadinya hanya
mengeluarkan 1/3 jurus tingkat pertama Ilmu pedang yang dikatakan ilmu
pedang setan itu. Tetapi anehnya dia mengenggam pedangnya dengan tangan
kanan dan bukan di tangan kiri." sahut Jieji sambil tersenyum masam.
Jieji merasa-rasa. Dia selalu menggenggam pedang terbalik dari biasanya untuk
merapal jurus pedang surgawi membelah. Sedangkan anak kecil ini sanggup
menggunakan tangan kanan untuk merapal gerakan pedang yang sama. Ini
membuatnya merasa kemampuannya dalam berpedang jelas kalah dengan anak
kecil itu. Karena tidak ada yang mengajukan diri. Maka tentunya ketua partai Yi Jianlah
yang maju mengajukan dirinya. Sebab yang ditanding adalah jurus pedang, maka
seorang ketua dari partai pedanglah yang akan menghadapinya.
Partai Yi Jian adalah partai turunan yang sudah bercokol ratusan tahun di dunia persilatan. Wilayah kekuasaan partai Yi Jian adalah dekat ke arah Tali.
Dahulu, masyarakat pengembara dari Tali selalu ingin menguasai utara yaitu
daerah Xi Zhuan daratan tengah. Tetapi Liao Thaisun, tetua yang mendirikan
partai Yi Jian selalu membela negera dengan mengumpulkan pahlawan gagah
untuk memberantas pasukan kecil dari negeri Tali.
Sekarang penerusnya yang ke-11, Lim Kuangye malah mengajukan dirinya untuk
bertarung dengan anak kecil dan berharap mendapat harta karun segala. Ini hal
sangat mencoreng muka para leluhur partai Yi Jian tersebut.
Partai Yi Jian yang berarti partai "Hujan pedang" sangat terkenal di daerah barat.
Karena rapatnya gerakan pedang akibat dari jurusnya, maka leluhur partai
menamakan dirinya "Partai Hujan pedang".
Lim sudah maju sambil memutar-mutar pedangnya. Gerakan pedangnya
memang indah. Terlebih lagi sudah malam, dan obor-obor api malah menambah
keangkeran jurus pedang yang hanya terlihat kelebat bayangannya saja. Lim
memang sengaja pamer, memperlihatkan bahwa apa yang dipelajarinya tidak di
bawah ketua partai Hua Shan, Yang Xiu. Semua khalayak dari pesilat kontan
bertepuk tangan ramai menyaksikan gerakan pedang yang indah namun penuh
maut tersebut. Huo Thing-thing adalah salah satu orang yang cemas melihat gerakan pedang
orang bermarga Lim. Dia bertanya saja kepada Jieji.
"Aku melihat bahwa bocah itu tidak mempunyai kemampuan untuk
menghancurkan jurus pedang demikian. Bagaimana kakak Jieji?"
Jieji melihat ke arah Thing-thing sambil tersenyum.
"Jika bocah itu menguasai jurus kedua Ilmu pedang surgawi membelah, maka
tidak akan ada masalah. Masalahnya adalah apa dia benar menguasai ilmu
pedang rumit luar biasa itu?"
"Apa jurus kedua Ilmu pedang surgawi membelah sangat rumit?" tanya
Thing-thing yang terlihat tidak sabar. Dia merasa jika dia harus bertarung dengan orang marga Lim tersebut, belum tentu dia penuh keyakinan bisa menang.
"Ilmu pedang tingkat kedua namanya "Gerakan pedang memayung seluruh
surga". Sesuai jurusnya, Ilmu pedang ini khusus untuk menghadapi ratusan
serangan yang mengancam meski terhadap senjata yang tidak tampak mata
sekalipun." Jieji menjawab tenang saja meski dia mencemaskan nyawa bocah
itu. Bocah terlihat cukup bingung sesaat melihat pameran gaya pedang lawan.
Tetapi dengan wajah serius, dia mengganti pegangan pedang dari tangan kanan
ke tangan kiri. Berdiri menyamping sambil mengacungkan pedang menusuk ke
arah leher lawan.
Jieji yang melihat perubahan gerakan bocah, segera tersenyum manis.
BAB CXXXVI : Rahasia Sesungguhnya Racun Pemusnah Raga
200 li lebih, Sebelah timur kota Luo Yang...
Cuaca terlihat agak mendung pada malam harinya dan angin terasa bertiup tidak
kencang. Di sebuah hamparan tanah yang luas. Tanah luas yang sekelilingnya di tumbuhi
pohon-pohon pendek ini terlihat sangatlah asri.
Tengah daerah ini terlihat sebuah panggung yang tingginya 2 kaki lebih,
berbentuk persegi, di sekeliling panggung persegi terlihat terdapat 4 buah obor besar yang menerangi panggung seakan terlihat siang hari di sananya.
Dan masing-masing segi terlihat besi tinggi yang terlihat menggantungkan
selembar bendera yang sedang tertiup angin sepoi-sepoi. Lembar bendera yang
cukup lebar ini terlihat tulisan yang besar yakni "Pertandingan Silat Sedunia".
Di sekitar panggung terlihat cukup banyak manusia-manusia yang berpakaian
perang lengkap. Terdiri dari 3 baris utama dan masing-masing terlihat
memegang pedang panjang di pinggang. Dan di setiap sepuluh langkah terlihat
sebuah obor besar berapi yang terpacak.
Sedangkan di tengah panggung cukup menarik perhatian bagi siapapun yang
melihatnya karena disini terlihat 3 orang manusia. Dua orang adalah pria dan
seorang lagi wanita.
Pria pertama memakai baju dinas kerajaan yang terlihat lebar dengan topi
berwarna perak. Sedangkan Pria kedua memakai baju "agung" kekaisaran
berwarna emas dan memakai topi tinggi yang juga berwarna keemasan.
Sedangkan di samping, terlihat seorang wanita cantik yang berpakaian anggun
panjang. "Yang Mulia...
Harap Yang Mulia segera kembali ke perkemahan. Berada di sini sungguh tidak
begitu menguntungkan Yang Mulia..."
sahut seseorang dengan sikap yang menghormat kepadanya. Orang ini adalah
Perdana Menteri dari kerajaan Sung, Cao Bin.
Orang yang berada di tengah, segera berbalik ke arahnya. Dia tersenyum
sebentar, lantas menjawab perlahan.
"Tidak apa-apa...
Kamu terlalu mengkhawatirkan diriku..."
Cao Bin selalu sangat sabar melayani semua orang pada umumnya. Lantas dia
bertutur. "Pesilat-pesilat Liao kabarnya berada di daratan tengah. Oleh karena itu..."
Zhao Kuangyi memotong pembicaraan Cao Bin dengan mengangkat sebelah
tangannya. "Benar pesilat-pesilat Liao sedang berada di daerah daratan tengah. Tetapi dengan kawalan pasukan yang jumlahnya 5 laksa. Serta kawalan
pendekar-pendekar tangguh yang baru saja kudapatkan tidak berapa lama. Dan
dengan dirimu di sini...
Apa yang kukhawatirkan?"
Jawab Zhao Kuangyi sambil tersenyum.
"Benar sekali...
Anda terlalu berkhawatir. Aku dan Yang Mulia sudah sependapat. Kita harus
hadir lebih cepat, untuk membuktikan bahwa kita-kita orang dari pemerintahan
sangat menghargai pesilat-pesilat dari seluruh daratan tengah dengan bertujuan
untuk membela negara. Memang kita lebih cepat 10 hari dari hari perayaan,
tetapi di sini Yang mulia sendirilah yang akan menyambut pesilat-pesilat dan
mengenali satu sama lainnya dengan kita semua." tutur siapa lagi jika bukan Permaisurinya Sung Taizong.
Cao Bin tidak berkata lebih banyak lagi mendengar perkataan Permaisuri.
Segera, dia berniat mengganti ke topik lainnya.
"Yang Mulia bertujuan untuk menyingkirkan kedua jenderal besar dari Liao. Aku merasa kenapa tidak kita panggil saja Xia Jieji untuk melaksanakan tugas
demikian"

Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Yang Mulia bisa memberinya gelar tinggi dan jabatan seorang Raja
menggantikan Xia Rujian, maka mau tidak mau dia harus membalas jasa negara
kepadanya. Selain itu, kakak seperguruanku juga bisa melakukannya bersama hamba.
Selain itu, Jin telah berserikat dengan kita sekarang, kita bisa meminta Jin untuk menyerang Liao bersamaan dengan 3 serangan pasukan daerah kita kerahkan
secara bersama sama. Dengan begitu, bukankah jauh lebih menguntungkan?"
Cao Bin mengeluarkan ide cemerlangnya kali ini. Sesungguhnya perkataannya
memang sangatlah masuk di akal bagi siapapun. Tidak ada guna sesungguhnya
sama sekali mengadakan Lomba persilatan dan saling bertarung seperti
demikian untuk mencari jago nomor 1 daratan tengah. Tetapi ternyata Zhao
Kuangyi memiliki perhitungan lain.
Sung Taizong berpikir sebentar sambil menutup matanya menengadah ke langit.
Dia berpikir sungguh-sungguh akan perkataan Cao. Tidak lama kemudian, dia
menjawab dengan mata yang sayu seiring helaan nafasnya.
"Ada penyebab aku melakukan perlombaan persilatan seperti demikian..."
tuturnya seiring suaranya yang melemah.
"Kita-kita orang-orang pemerintahan sudah cukup jauh terpisah dengan para
pendekar dunia persilatan. Semenjak berlakunya sistem rimba-nya persilatan
dan sistim hukum pemerintahan. Maka banyak rakyat yang terasa tidak puas
sama sekali. Dengan adanya perlombaan persilatan, aku ingin mengangkat
seorang ketua dunia persilatan kembali. Memberinya gelar tinggi sebagai pejabat pemerintahan, dengan begitu aku merasa kekompakan antara rakyat-rakyat
jelata, pendekar-pendekar dunia persilatan dan kita-kita akan semakin kuat. Ini adalah penyebab pertama.
"Yang kedua, memang benar sekali aku ingin mencari pendekar tangguh untuk
melenyapkan kedua Jenderal besar Liao. Mengenai Xia Jieji, dia memiliki sifat
yang sangatlah aneh. Dia bertindak sesuai hati dan pemikirannya jauh dari
jangkauan orang biasa. Yang sanggup mengontrol dirinya di dunia hanya 1 orang
saja. Dialah Zhao Kuangyin atau kakak kandungku sendiri.
Mengenai Kakak seperguruanmu, memang dia sanggup untuk membereskan
kedua jenderal Liao. Tetapi jangan lupa, kita sudah berjanji dengan 3 setan
Kunlun untuk membereskannya. Dia memiliki informan yang cukup banyak di
seluruh negeri, tentu dia tidak akan datang menemuiku. Mengenai dirimu, aku
merasa kamu terlalu berharga melebihi 2 orang Jenderal besar Liao tersebut...
Mengenai kekejaman Liao yang sudah keterlaluan...
Kamu juga melihat sendiri bukan" Penduduk kota Shandang, Ye, Nanpi,
Pingyuan bagaikan bertemu dengan setan ketika melihat pasukan Liao. Mereka
menginginkan saat-saat yang damai kembali. Meski sekarang Liao sudah
menarik pasukannya pulang ke negeri mereka dan menjaga ketat setiap tempat
kekuasaan mereka. Namun, suatu saat mereka pasti kembali menuju ke selatan.
Rakyat-rakyat tidak berdosa ditindas, dirampok, dijarah, diperkosa, disiksa, dan dibunuh seakan nyawa tidak ada harganya. Dengan ini, semua kemarahan
rakyat dan pendekar-pendekar sudah tertuju kepada Liao. Di sini, aku
membangun panggung demikian dan membagi undangan kepada para pendekar
dengan tujuan untuk mendukung Sung mencapai kemakmuran dengan
menyingkirkan pasukan biadab Liao itu. Ini adalah alasan ketiga aku mendirikan
panggung yang meski terlihat konyol ini..." sahut Zhao Kuangyi dibarengi dengan menunjuk ke sekitarnya.
"Mengenai Jin, anda sendiri juga benar tahu. Mereka bersikap sama saja dengan Liao. Mereka sangatlah sok dan memandang rendah kesemua bangsa lain.
Suatu hari, mungkin Jin juga akan menjadi "Liao" yang baru. Mengenai hal ini, tidak mungkin aku tidaklah tahu-menahu sama sekali... Aku hanya dihadapkan
sesuatu yang namanya "tiada pilihan" maka daripada itu, mau saja aku diminta berserikat dengan Jin yang sementara bisa menyingkirkan Liao dari arah barat..."
Cao Bin memuji kebijaksanaan Sung Taizong yang menjelaskan segera perihal.
Namun, dia tetap tidak tenang. Dia merasa, apakah betul ada pendekar hebat
lagi yang sanggup datang kepada mereka untuk membela negara" Lantas
dengan helaan nafas pendek, dia menatap ke langit yang nan gelap.
*** Selatan nan jauh, mungkin ribuan li jaraknya dari tempat berdirinya Zhao kuangyi
dan pasukan-pasukannya. Daerah Jiangnan(selatan sungai), tepatnya adalah
sebuah tanjakan terakhir puncak gunung Heng selatan bagian timur. Langit
memang sangat gelap karena saat itu sudah beranjak ke jam 7 malam lewat.
Di sebuah persanggrahan yang dipisah melalui sebuah jembatan yang panjang
telah berkabut cukup tebal. Tetapi di tengah persanggrahan yang memiliki
belasan nama ini terlihat sebuah obor kecil tepat di meja yang cukup besar.
Persanggrahan demikian memang sangat unik sekali, sebab terletak di tanjakan
yang sangat sulit didaki oleh orang-orang biasa. Keindahan dan ketentraman
Heng Shan selatan memang tidak tampak karena di sekitar sana sudah gelap
dan berkabut tebal. Bahkan misteri kabut yang menari sungguh terasa sangat
menyesatkan. Di tempat yang tiada orang bakal kesana pada saat demikian, terlihat 2 orang
yang berdiri cukup jauh satu sama lainnya. Seseorang yang berdiri dekat obor
kecil adalah seorang wanita paruh baya. Dengan wajah yang tenang dia
mengamati goresan-goresan yang terdapat di meja besar persanggrahan.
"Tempat ini dinamakan "Persanggrahan balas budi" pada awalnya. Di namakan oleh seorang gadis yang sangat berbakti kepada ibunya. Dia rela loncat dari
jurang ini kebawah demi menuntut pembebasan ibunya dari ayah tirinya yang
biadab. Dan sejak saat itu, tidak pernah lagi terdengar kabar gadis tersebut.
Namun, namanya menggelegarkan langit dan membuat ayah tirinya sadar kasih
sayang mereka berdua hingga memutuskan untuk mencintai kembali ibunya
dengan segenap hati. Ini kisah terdengar pada awal dinasti Han atau sudah 1000
tahun yang lalu.
Kemudian setelah beberapa ratus tahun yang akan datang. Yang Chuyan
kehilangan isterinya yang terbunuh akibat dirinya dalam pertarungan terakhir di sini juga. Dia mendekam hampir 1 tahun lamanya. Dan memberi nama
"Persanggrahan Perpisahan Menyakitkan". Dia mengutuk semua pasangan yang pernah datang kemari untuk berasmara memandang keindahan. Tetapi, sebelum
datangnya Yang Chuyan kemari, persanggrahan ini selalu meninggalkan luka
bekas yang tiada henti-hentinya sampai sekarang..."
Orang yang menutur demikian adalah wanita cantik yang berumur paruh baya.
Sebelah lengannya seperti telah hilang. Ini terlihat jelas ketika angin menyapu seluruh pakaiannya, dan pakaian di sebelah lengannya sudah tidak berisi sama
sekali. Dia adalah Wu Shanniang.
Dia menuturkan kesemuanya kepada seorang. Seseorang juga yang merupakan
wanita. Dia berdiri membelakangi Wu Shanniang dengan diam-diam saja.
"Apakah kamu sudah mengerti arti musik yang sedang mengalun-alun disini?"
tanya Wu shanniang kemudian kepadanya.
Tidak lama, wanita ini menjawab dengan suara yang sangat lembut sekali.
"Tidak... Terlalu banyak kejanggalan. Untuk membuka tempat rahasia di sini bukanlah hal
yang sangat gampang. Tetapi...
Anehnya, bocah kecil bermarga Bao sanggup melihat fenomena yang katanya
ilmu pedang tingkat tinggi. Setelah ditiru-tiru gerakan Bao, ternyata itu bukanlah ilmu pedang hebat sama sekali. Bahkan kekonyolan terlihat jelas ketika dia
memperlihatkan gerakan menyerang pedang itu."
"Kalau tidak bisa menemukannya, kita masih bisa kembali kemari. Memang
musik yang mengalun di sini terdengar sangat aneh sekali. Ada suara musik
gesek, tiup dan gong keras yang tiada henti-hentinya. Selain itu, juga fenomena yang hanya bisa dilihat oleh Bao kecil juga merupakan hal yang janggal sekali.
Untuk memecahkan kesemuanya, perlu waktu yang sungguh sangat lama
sepertinya. Besoknya pagi-pagi, kita berdua segera berangkat ke utara. Dalam 2 hari, kita
sudah bisa menjumpai kekasihmu yang sudah kamu nanti-nantikan." sahut Wu
Shanniang. Wanita masih tetap membelakangi Wu shanniang. Dia tidak begitu peduli
perkataan Wu. Tetapi dia bertutur ke hal lainnya.
"Xia Jieji telah mencelakaiku...
Tidak lama lagi, aku akan membalaskan dendamku kepadanya. Aku akan
menyelesaikan satu demi satu hal 2 bulan kemudiannya."
"Tidak perlu...
Bukankah kamu sudah mengatur 5 penyerangan yang datang bersamaan
menghadapi dirinya" Dengan begitu, dia tidak akan berkutik lagi sama sekali..."
sahut Wu Shanniang yang terlihat heran sebentar.
"Kunci terletak pada diriku... Aku yang akan menancapkan belati penuh
kebencian ini ke dadanya, menembus jantungnya. Itulah harapanku sampai hari
ini sejak aku tertidur sedemikian lamanya." sahut wanita berpakaian putih sambil menengadah ke langit. Suara yang dikeluarin oleh wanita meski lembut, tetapi
terasa bergetar karena penuh dengan kebencian luar biasa.
Entah dimana Xia Jieji menyinggung perasaan wanita yang memiliki suara yang
demikian lembut. Sampai-sampai wanita yang diperkirakan masih gadis umur
20-an ini begitu benci terhadapnya.
"Benar sekali...
Akalmu memang sangat luar biasa... Jauh lebih mematikan daripada Huang
Qian, kakak kandungku.
Pasukan kerajaan atau pemerintahan, Para pendekar dunia persilatan, Pesilat
bermarga Zui yang terdiri dari 3 orang, dirimu...
Dan 1 lagi, kita akan mengusahakan terciptanya pada 2 hari kemudian. Tepatnya
di perbatasan sebelah timur kota Jiangling..." tutur Wu Shanniang sambil
tersenyum kegirangan.
Tetapi gadis ini tidak tersenyum. Masih tetap diam tak bergerak seperti semula.
Sikapnya terlihat dingin sekali bagi Wu Shanniang meski dia hanya bisa melihat
punggungnya. Seakan gadis ini tidak mempunyai ingatan ataupun perasaan
apa-apa, berdiri tetap tidak bergerak sama sekali.
*** Dikisahkan Dewa Lao sudah berpisahan dengan Duan Taizi di Tali... Keduanya
berpikir untuk mengambil jalan masing-masing secara terpisah. Duan mengambil
daerah timur laut dari posisi mereka menuju ke Changan. Sedangkan Dewa Lao,
Yumei mengambil sebelah timur untuk segera menyusul jalan yang diambil oleh
Xia Jieji. Dalam perjalanan, Yumei adalah orang yang kelihatan tidak begitu tenang. Tentu
saja, sebab dikabarkan 3 tetua bermarga Zui memiliki kemampuan yang sangat
luar biasa. Sedangkan Xia Jieji dinilainya belum begitu tahu pokok
permasalahannya.
"Ayah... Sebenarnya kemampuan ketiga tetua bermarga Zui itu bagaimana menurut
ayah?" tanya Yumei tiba-tiba memperlambat laju kudanya. Mereka sedang
melewati tanjakan datar menuju ke desa Yang sekitar puluhan Li lagi.
Dewa Lao tidak segera menjawab. Dia memandang ke arah langit sambil
berkuda lamban.
"Tiga orang tetua bermarga Zui...
Yang pertama namanya Zui Shen(Mengejar Dewa), orang luar biasa di zaman
sekarang. Baik penampilan, emosi serta wibawanya terkontrol baik sekali.
Kemampuan yang paling utamanya adalah 3 hal.
Ilmu ringan tubuh, Serangan jarak dekat tiada bercelah dan cara berpikirnya
yang masih no. 1 sesungguhnya. Dia sudah hilang lama sekali semenjak terakhir
terdengar kabarnya di Xiangyang. Terakhir terdengar kabar burungnya adalah
orang yang membunuh utusan jenderal Han dari Xi'an (Changan) di sungai
Changjiang adalah dia sekiranya 18 tahun yang lalu. Tetapi tidak ada yang bisa
mengkonfirmasinya dengan benar karena kabarnya utusan itu terbunuh oleh kaki
tangan Bao ketiga(Bao Sanye - yang sudah terbunuh oleh Xia Jieji).
Sedangkan orang yang kedua bernama Zui Mung (Mengejar mimpi), memiliki
sifat emosi yang labil dan sering marah-marah tidak karuan. Kemampuan silatnya
sesungguhnya biasa saja. Tetapi dia amat lihai dengan serangan segala jenis
senjata di dunia. Dia pernah mempelajari Ilmu senjata yang beratus macam di
seluruh dunia selama 30 tahun di partai Jiu Qi. Mendengar kabar dunia
persilatan, dia menguasai "Ilmu pedang Neraka Menyatu" sebanyak 8 tingkatan yang merupakan lawan dari "Ilmu pedang surga(surgawi) Membelah" ciptaan leluhur partai-ku. Dia pernah muncul di dunia persilatan belakangan, dan
kabarnya dia merupakan salah satu dedengkot pasukan Liao.
Mengenai tetua yang ketiga. Namanya adalah Zui Wang. Gemar minum dan
paras elok. Mengenai kabar daratan tengah sesungguhnya tentang penangkapan
wanita cantik, malah kupikir adalah kerjaan dia. Tetapi... Entah benar atau tidak kabarnya...
Yang jelas orang ketiga ini menguasai Ilmu silat senjata rahasia dari segala
jagad. Dia amat jago dalam hal melemparkan senjata rahasia baik itu beracun
ataupun tidak. Dia adalah master serangan gelap yang belum ada bandingnya
sejak dunia persilatan tercipta."
"Dengan begitu, pantas saja ketiganya sangatlah berbahaya satu sama lainnya.
Ketiganya selalu bersilat saling mendukung satu sama lain. Jika benar kakak
kelima bertemu dengan mereka, sungguh sangat berbahaya sekali."tutur Yumei sambil mengamati ayahnya, dewa Lao. Tetapi dia melihat hal yang cukup aneh
dari garis mata serta wajahnya. Lantas dia bertanya segera.
"Ada sesuatu yang ayah sembunyikan?"
Dewa Lao melihat ke arah Yumei sebentar, dia lantas menghela nafas panjang.
"Takdir kakak kelima-mu itu luar biasa sekali. Tidak disangka, apa yang kita lakukan selama bertahun-tahun juga tidak sanggup membendung segala
kejadian langit yang seharusnya tidak pernah terjadi..."
Pernyataan samar-samar dari Dewa Lao, membuat Yumei agak penasaran.
Dengan segera menghentikan kuda tunggangannya. Dia mengamati wajah
ayahnya sendiri seberapa lama tanpa berani berkata-kata.
Dewa Lao segera melanjutkan perkataannya.
"Racun pemusnah raga atau obat pemusnah raga... Sesungguhnya tidak
benar-benar diketahui artinya."
Yumei segera heran. Kenapa Dewa Lao segera mengalihkan topik
pembicaraannya. Lantas dia menanyai ayahnya kembali.
"Sebenarnya ayah tahu asal usul dari racun pemusnah raga" Mengapa di
makam puteri Han Ming dari Koguryo memunculkan fenomena racun pemusnah
raga yang aneh" Hal ini belum bisa dijawab oleh kakak kelimaku...
Ayah tentu sudah tahu apa sesungguhnya yang terjadi?"?"
Dewa Lao menatap langit sungguh lama sekali tanpa menjawab. Dia terdengar
hanya menghela nafas saja. Tetapi sebelum Yumei kembali menanyainya, Dewa
Lao langsung membuka perkataan.
"Ayahmu ini sesungguhnya berasal dari Partai Surga Menari. Tetua terakhir dari semua tetua yang tersisa di partai. Aku jugalah yang melaksanakan tugas
sebagai ketua semenjak diriku pensiun dari hiruk-pikuknya kekacauan dunia.
Sebagai ketua baru...
Aku dititipi pesan begini:
Puteri Han Ming dari Koguryo adalah cinta sejatinya Kaisar Qin Shih Huang,
sekiranya 1000 tahun yang lalu. Dia menjadi sangat ekstrim pada saat masa
remajanya ketika dia ditolak mentah-mentah oleh puteri itu.
Disinilah sesungguhnya segala penyebab masalah terjadi...
Hal yang utama adalah Puteri Han Ming tidaklah pernah mencintai Ying
Zheng(nama asli Kaisar Qin). Dia selalu mencintai putera mahkota negara Tan.
Mengenai cinta segitiga semacam demikian, sesungguhnya tidak perlu dibahas
lagi. Mengenai Ying Zheng mencari rahasia obat panjang umur dan keabadian
juga tidaklah perlu kita bahas lagi.
Yang teramat penting...
2 tahun Menjelang ajal Ying Zheng, dia selalu merindukan puteri Han Ming yang
sudah dikuburkan jauh ke barat. Lantas suatu hari...
Dia mendapat informasi begini dari seorang dukun barat.
Di gunung terakhir daerah barat dan merupakan sumber segala jenis racun di
dunia terdapat obat panjang umur itu.
Selengkapnya diceritakan detailnya yaitu cara menggunakan racun sehingga
menjadi obat. Racun yang terserap di tubuh segera membuat penderitanya tewas
dalam sekejap dan penularannya sangat berbahaya. Sebab jantung memompa
darah dan terkontaminasi ke seluruh tubuh. Melalui nafas sekalipun bisa tertular akan kerja racun demikian. Mendengar sampai hal demikian, sepertinya Ying
zheng segera menuju ke arah barat. Melaksanakan praktek pertamanya di Lin Qi
yang mengakibatkan tindakannya sama sekali tidaklah berhasil karena Puteri
Han Ming sudah meninggal puluhan tahun lamanya. Mayatnya sudah tinggal
tulang belulang.
Tetapi... Dengan sebuah jarum yang ditusuk ke arah kening menembus dengan tenaga
dalam tinggi bisa membuat penderita sembuh. Tetapi dia harus tidur selama 20
tahun mungkin tanpa sadarkan diri dan rohnya sudah mengambang diantara
langit dan bumi. Penderita bisa hidup kembali, tetapi kehilangan memori otaknya kesemuanya. Penyembuhan seperti demikian adalah untuk "menghidupkan
kembali orang yang mati". Disini...
Yang terpenting adalah cara menaruh mayatnya. Racun di tubuh membuat tubuh
awet karena tidak ada serangga ataupun sesuatu yang bisa merusak tubuh
aslinya sebab keganasan racun malah membuat penderita bertahan akan bentuk
fisik meski jiwanya sudah tiada.
Sedangkan ada juga cara penyembuhan jika terkena racun tersebut yang
lainnya. Satu hal yang lainnya kamu pasti sudah tahu bukan" Ini sesungguhnya
rahasia di luar dunia dan merupakan rahasia partai surga menari. Menepis
segala kebohongan santer serta gosip yang tidak menentu tentang racun
pemusnah raga."
Ditutur sampai bagian ini, Yumei terkejut luar biasa. Dia tidak pernah percaya
apa perkataan ayahnya sendiri. Hanya 1 hal yang di benak gadis kecil ini ketika ayahnya menyebut demikian. Yaitu tentang sesuatu di daerah Tongyang, Wisma
Oda. "Tidak mungkin! Jika ayah tahu...
Apa orang lain tidak pernah tahu?"?"" teriak Yumei sambil tidak percaya.
Matanya terasa basah akibat linangan air matanya sesegera mungkin.
Dewa Lao menghela nafas saja.
"Ini adalah rahasia langit yang tidak boleh diungkapkan sesungguhnya. Tetapi...
Semua nasi sudah menjadi bubur..."
Burung Hoo Menggetarkan Kun Lun 7 Bunga Ceplok Ungu Karya Herman Pratikto Hati Budha Tangan Berbisa 14

Cari Blog Ini