Ceritasilat Novel Online

Pahlawan Dan Kaisar 7

Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu Bagian 7


manusia yang ingin menemui orang yang telah mati. Dan berdoa dengan khusuk
sekali, maka roh orang tersebut akan muncul di cermin. Beberapa orang
mengatakan bahkan bisa berbicara langsung dengan roh tersebut." kata Kyosei menjelaskan.
Jieji lumayan heran tetapi dia tetap diam saja. Dalam hatinya langsung
mendapatkan sesuatu ganjalan. Yunying yang melihat sikapnya langsung
tersenyum manis.
Sementara Kyosei bermaksud mengajak tuan mudanya kesana untuk
melihat-lihat. Mana tahu dia sanggup bertemu dengan majikannya sendiri jika
majikannya telah meninggal. Jika tidak, maka dalam hatinya pasti sangat lega.
"Kalau begitu kita harus menuju kesana sesegera. Semoga gosip itu adalah
benar adanya." kata Jieji dengan agak bersemangat kemudian.
Yunying tetap memandangnya dengan tersenyum penuh arti. Dia tahu, jika benar
ada tempat seperti itu, tentu yang pertama yang akan ditemuinya adalah wanita
yang telah berada lama di dalam hatinya itu.
Anehnya, Yunying sama sekali tidak cemburu. Tentu bukan karena Xufen telah
tiada, maka daripada itu dia tidak cemburu. Di dalam hatinya, dia merasa adanya ikatan dengan gadis yang telah tiada dan tidak pernah ditemuinya itu.
Dengan cepat Jieji dan Yunying serta Kyosei minta pamit pada seluruh keluarga
Xia yang tinggal di Kediaman keluarga Oda tersebut.
*** Di Wilayah barat dari Xi Zhang (Tibet) 7 bulan yang lalu...
Wei Jindu telah sampai ke Xi Zhang bersama Xieling. Mereka disambut oleh guru
Jindu, Biksu Ba Dao yang pernah bergebrak dengan Jieji di Xi zhuan beberapa
tahun yang lalu. Selama 7 bulan juga mereka tinggal di sana. Biksu Ba Dao tidak mengambil masalah adanya seorang wanita/ Xieling yang tinggal di biaranya di
bawah gunung Xima Laya( Mount Everest ) karena berbeda dengan adat biara di
China daratan yang melarang seorang wanita yang tinggal di biara khusus
laki-laki saja.
Ba Dao memungut Jindu dari kekacauan yang pernah terjadi pada saat perang
menyatukan Sung di sebelah barat wilayah Gui Yang. Jindu kehilangan
keluarganya dalam perang tersebut kecuali kakak perempuannya yang sekarang
telah menjadi istri pejabat kota Guiyang.
Ba Dao amat menyayangi Jindu, pemuda yang amat tampan, selain itu dia
sangat berbakat, berbakti, lembut dan nan sabar. Semua muridnya tidak pernah
diturunkan Ilmu terdahsyatnya Tapak Buddha Rulai sampai tingkat 7 kecuali
Jindu. Meski timbul rasa yang kurang sreg dan cemburu antara semua murid, tetapi
mereka juga tidak berdaya. Di antaranya, penguasa tapak itu yang tertinggi di
bawah Jindu adalah kakak seperguruannya yang pertama adalah Zhu Xiang,
yang merupakan cucu asli dari Zhu Zhen yaitu Kaisar Dinasti Liang akhir. Zhu
Xiang menguasai 5 tingkatan tapak Buddha Rulai, tenaga dalamnya jauh lebih
tinggi dari Jindu. Tetapi mengenai jurus, Jindu unggul 2 jurus darinya.
Zhu Xiang termasuk seorang yang memiliki bakat, tetapi ambisinya terlalu tinggi.
Sampai sekarang dia berniat untuk membangkitkan kembali Dinasti Liang yang
dulunya runtuh di tangan kaisar Zhu Zhen. Ba Dao memang mengetahui
ambisinya, setiap hari dia hanya membimbing murid pertamanya untuk mampu
melupakan kejayaan keluarganya sendiri dengan mengajarkan dhamma tingkat
tinggi kepadanya.
Biksu Ba Dao semenjak remaja adalah seorang biksu di Biara Wu Xiang.
Beberapa tahun belajar dhamma disana, dia ingin beranjak ke Shaolin untuk
mendalami ilmu dan kungfu. Tetapi di tengah jalan dia bertemu dengan seorang
biksu yang lumayan tua, pakaian biksu sangat berbeda dengan pakaian biksu
China daratan. Biksu tua itu yang melihat penampakan Ba Dao, segera mengangkatnya sebagai
murid dan membawanya langsung ke India ke Vihara Veluvanaa. Disana selama
20 tahun, Ba Dao mendalami tapak Buddha Rulai hingga tingkat ke 7 di bawah
arahan biksu tua India itu.
Sebelum biksu itu wafat, Dia pernah berpesan kepadanya untuk mencari sutra
tapak buddha Rulai tingkat terakhir yang kabarnya berada di China daratan. Oleh karena itu sering terlihat Ba Dao mengembara di China daratan. Di China
daratan dia berteman dengan beberapa jago kungfu kawakan seperti Dewa
Semesta, Dewa Sakti dan Dewi peramal serta Puisi Dewa yang sangat terkenal
itu. Ba Dao mendirikan biara sendiri di sebelah timur dari India tepat pada wilayah Xi Zhang di bawah lembah gunung Himalaya yang tertutup salju.
Kembali kepada Jindu dan Xieling...
Setiap hari Jindu dan Xieling terlihat sering melatih kungfu dan memantapkan
tenaga dalam. Keduanya terlihat sangat cocok satu sama lainnya, Ba Dao juga
bermaksud untuk memperikat hubungan keduanya. Sepertinya pemikiran Ba Dao
juga hampir sama dengan Jieji. Tetapi keputusannya, Ba Dao juga mengambil
langkah yang sama seperti yang pernah di lakukan Jieji. Menurutnya sangat
bagus jika segala sesuatu dibiarkan secara alami saja.
Suatu hari... Seperti biasa, Jindu dan Xieling terlihat santai sambil duduk di Batu dekat sungai lereng gunung Himalaya.
"Bagaimana dengan kungfumu sekarang?" tanya Wei kepada Xie Ling.
"Sudah lumayan bagus kak Jindu..." kata Xieling.
"Bagus... Sepertinya tidak lama lagi kita akan ke Dongyang, Bagaimana?" kata Wei sambil tersenyum.
"Baik.. Sudah lama saya tidak menjumpai guru dan Yunying..." kata Xieling sambil membalas senyumannya.
"Baiklah, kalau begitu besok kita minta pamit pada guru terlebih dahulu.
Perjalanan memang cukup jauh sekali. Mungkin dalam 2 bulan kita bisa sampai
di Dongyang..." kata Jindu.
Keesokan harinya di dalam kamar Biksu Tua Ba Dao.
Wei Jindu dan Xieling memberi hormat untuk minta pamit kepada Ba Dao. Ba
Dao memang menyetujui mereka yang ingin menuju ke Dongyang. Tetapi kali ini
dia berbisiki untuk memesankan sesuatu hal yang lumayan penting kepadanya.
"Nak... Kamu tahu" Tapak Buddha Rulai tingkat tertinggi bukan tingkat 7." kata Ba Dao kepadanya sambil berbisik agak pelan.
"Apa" Jadi masih ada jurus yang lainnya lagi?" tanya Wei yang agak heran.
"Betul.. Dahulu guruku sebelum wafat mengatakan kepadaku untuk mencari
Sutra Tapak buddha tingkat ke 8 di China daratan. Tetapi sudah 20 tahun lebih
berlalu, namun tidak dapat kutemukan..." kata Ba Dao mengenang dengan
perasaan yang bercampur aduk.
:"Guru.... Kenapa sutra tapak buddha Rulai tingkat 8 bisa sampai ke China
daratan" Bukankah jurus ini asli dari daerah barat?" tanya Wei kepada Ba Dao.
"Ini bisa kuceritakan karena saya berharap kamu juga mampu menemukannya
dan mengambilnya untuk disimpan kembali ke biara kita." kata Ba Dao
mengenang kembali pesan gurunya sendiri.
Sekitar 400 tahun lalu, Yang Jian seorang bhiksu dari daratan China
mengembara ke India untuk mempelajari Ilmu Tapak Buddha Rulai tersebut.
Saat itu Biksu kepala biara Jiang Dang, Fu To menerimanya sebagai seorang
murid. Yang Jian sangatlah berbakat, dia mampu mempelajari semua jurus tapak
Buddha Rulai hanya dalam jangka 10 tahun. Setelah itu, dia mengundurkan diri
sebagai biksu disana.
Dia kembali ke daratan China dan memimpin pasukan untuk menaklukkan
perang antara Dinasti Utara dan selatan di China.
Dalam 5 tahun, dia berhasil menyatukan China dan menjadi Kaisar pertama
dinasti Sui dengan gelar Kaisar Wen Di. Tetapi Yang Jian bukanlah seorang
yang bijaksana dalam memerintah kerajaan.
Setelah dia menjadi Kaisar Sui, dia terlalu semena-mena. Rakyat banyak yang
membencinya, pajak dipungut dengan biaya sangat tinggi dan setiap 2 bulan
rakyat di wajibkan membayar pajak itu.
Hingga suatu hari...
Biksu Fu To dari India yang merupakan gurunya Yang Jian mengunjunginya
untuk mampu menyadarkannya atas kesalahan yang telah diperbuatnya. Fu To
datang untuk memberikan ajaran dhamma kepadanya untuk saling mengasihi
sesamanya. Bukannya Yang Jian bertobat atas kesalahan-kesalahannya, dia gusar luar
biasa. Di dalam Istananya, dia bertarung habis-habisan melawan Fu To. Akhirnya Fu To
tewas di tangannya yang kalah di jurus terakhir.
Sepak terjang Yang Jian makin menjadi, dia memerintahkan 1000 pasukannya
untuk langsung menuju ke Biara Jiang Dang dan memerintahkan untuk
meratakan biara tersebut.
Tidak lama telah terdengar kabar kalau Biara itu telah habis dibakar tak bersisa.
Tetapi Yang Jian yang sayang dengan kitab tapak Buddha Rulai segera
membuat replikanya.
8 Jurus tapak Buddha Rulai masing-masing di bagi menjadi 8 buku sutra. Ke 8
buku tersebut di simpannya di dalam Istana.
Beberapa puluh tahun setelah wafatnya Kaisar Sui, Yang Jian. Kembali
pergantian singgasana terjadi. Li Yuan naik tahta menjadi Kaisar pertama Dinasti Tang. Hanya memerintah 8 tahun, dia digantikan oleh Tang Taizong, Li Shih Min.
Li Shih Minlah orang pertama yang menemukan 7 jilid buku di dalam tanah dari
kolong dapur Istana. Saat itu, Agama Buddha menyebar dengan sangat cepat di
seluruh daratan China. Adik angkat Li Shih Min yang merupakan seorang biksu
dari China daratan, Tang Shanzang bermaksud ke India untuk mengambil
salinan kitab suci asli agama Buddha.
Li Shih Min menitipinya ke 7 Jilid buku tersebut untuk dikembalikan. Alhasil, Tang Shanzang berhasil sampai disana dan menitipinya di vihara Veluvana. Namun,
dalam catatan sejarah vihara Veluvana. Jurus tersebut ternyata memiliki 8
tingkatan. Kabarnya salah satu sutra lagi mungkin masih tertinggal di dalam
Istana. Beberapa kali saya pernah menjumpai Zhao Kuangyin bersama Dewa Semesta
gurunya sendiri. Kami di izinkan untuk mencari. Tetapi alhasil tetap kosong
adanya. Oleh karena itu, sekarang saya ingin kamu mengemban tugas berat ini.
Saya pernah menanyai Puisi Dewa tentang hal tersebut. Namun dia memberi
beberapa petunjuk yang cukup membingungkan. Saya ingin dia lebih
menjelaskan petunjuk keberadaan Sutra jurus itu, tetapi karena itu adalah
masalah takdir. Dia tidak berani menceritakannya lebih jauh.
Kamu harus mengingat dengan baik puisi yang diberikan padaku tersebut karena
dalam puisi terkandung daerah tempat di simpannya sutra kitab itu.
"Hati tulus nan Indah...
Di ujung naga dia terpendam...
Terbawa aliran menuju ke hulu...
Apakah aliran bisa mencapai puncak"
Takdir mengiyakannya..."
Mungkin di China daratan nantinya kamu bisa meminta petunjuk dari kakak
keduamu yang sangat pintar. Semoga kelak kamu berjodoh dengan Ilmu yang
telah hilang dari jagad persilatan selama 400 tahun."
Jelas Ba Dao sambil tersenyum kepada Jindu.
Wei Jindu memberi hormat kepada Sang gurunya dalam-dalam. Dia berjanji
semua pesannya tidak akan dilupakan.
Wei dan Xieling memulai kembali petualangannya. Dari daerah Xi Zhang, mereka
langsung menuju ke arah timur untuk kembali ke China daratan.
Bab LVIII : Dewa Ajaib
Jieji, Yunying dan Kyosei kali ini bertualang kembali ke China daratan untuk
menuju ke Panggung batu 1000 cermin di Propinsi Xi Zhuan, sebelah barat dari
negeri China. Dalam perjalanan, mereka bertiga mendengar banyak sekali gosip dunia
persilatan dalam 7 bulan terakhir ini. Salah satunya yang paling heran adalah
tewasnya Dewa bumi, gosip dunia persilatan kali ini adalah mengenai tewasnya
orang tua itu di tangan pemuda dari Dongyang.
Para insan dunia persilatan hanya mendapat kabar bahwa yang membunuh
Dewa bumi adalah keturunan terakhir dari keluarga Oda. Selain itu kabarnya
keturunan keluarga Oda pernah membunuh Biksu kepala Shaolin, Wu Jiang.
Oleh karena itu, semua insan dunia persilatan diharapkan hati-hati jika bertemu dengannya.
"Apa mungkin dewa bumi tewas saat itu?" tanya Yunying yang juga penasaran akan hal tersebut.
Jieji berpikir sambil mengusap bibir,
"Tidak mungkin, hanya tusukan ke bahu dengan kekuatan tidak seberapa itu
tidak mungkin sanggup membunuhnya. Mungkin hanya gosip saja, atau......."
kata Jieji dengan tidak melanjutkan lagi kata-katanya.
"Atau apa?" Bikin penasaran saja kamu ini...." kata Yunying yang memang kelihatan agak penasaran kepadanya.
"Entahlah... Tetapi yang bisa kupastikan dia tidak mati saat tusukan tombak itu telah sampai ke bahunya. Buktinya dia masih bisa lari sambil menggendong anak
muridnya lagi." kata Jieji kembali yang berwajah pura-pura kesal sambil melihat Yunying.
Yunying yang melihatnya hanya tersenyum geli kepadanya.
Ada juga gosip baru dari dunia persilatan mengenai munculnya kembali racun
pemusnah raga. Tetapi kabarnya racun ini memiliki sifat ganas yang baru,
kabarnya orang tidak langsung tewas begitu terkena racun. Tetapi akan menjadi
gila dahulu dan sembarang menyerang orang dengan gigitan. Ini sangat
berbahaya. "Kalau ada hal seperti itu, mungkin sangat riskan sekali. Saya pikir seiring tewasnya Dewa Bumi maka racun itu juga punah...." kata Yunying seraya
berpikir. "Tidak... Saya sedang memikirkan 5 orang yang pernah bertarung dengan saya di dekat kota Changsha itu.." kata Jieji kepadanya.
"Iyahhh.... Betull ..... Pasti mereka...." kata Yunying yang agak girang karena tahu sebabnya.
"Semoga saja tidak begitu......." kata Jieji seraya berpikir keras. Mimik wajahnya segera tampak sangat jelek. Dia tidak berharap 5 orang itulah pencipta racun
baru tersebut. "Kenapaaa" Kamu ini kok misterius sekali sih?" tanya Yunying yang balik kembali penasaran.
"Tidak apa...." Jawab Jieji dengan tidak bermaksud berargumen lebih lanjut.
Perjalanan terus dilanjutkan, tanpa terasa telah 1 bulan mereka melanjutkan
perjalanan. Akhirnya mereka telah dekat dengan kota Shangyong. Sebelah barat dari kota
Wanshia. Jieji, Yunying dan Kyosei berjalan lumayan pelan di dekat rimba yang sekitar kiri kanannya terdapat jurang yang lumayan terjal.
Samar-samar mereka mampu mendengar suara pertarungan yang cukup jauh.
"Ada yang sedang bertarung hebat di depan..." kata Jieji.
"Iya.. Sepertinya hawa itu bisa kurasakan meski sangat lembut saja..." kata Yunying yang berkonsentrasi di depan rimba yang lebat itu.
"Kalau begitu bagaimana tuan muda" Apa kita pergi kesana segera?" tanya Kyosei yang sedari tadi hanya diam.
"Tentu...." kata Jieji.
Mereka kemudian turun dari kudanya masing-masing. Setelah menambatkan
kuda di pohon, dengan segera ketiganya berlari ke arah suara pertarungan itu.
Setelah hampir dekat, mereka tidak langsung memunculkan diri terlebih dahulu.
Melainkan hanya sembunyi sambil melihat apa yang sedang terjadi.
Di daerah yang lumayan lapang dari rimba mereka melihat 3 orang sedang
mengeroyok seorang pemuda paruh baya dan seorang pemuda paruh baya
lainnya hanya diam menyaksikan. Ketiga orang yang sedang mengeroyok
pemuda paruh baya itu sangat dikenal Jieji dan Yunying.
Ketiganya adalah He Mengzeng(ketua partai Laut timur), Wang Gezhuan (ketua
partai Kunlun) dan Lu Ji (ketua partai Sungsan). Pemuda paruh baya yang
sedang dikeroyok tidak dikenal Jieji bertiga.
Pertarungan lumayan dahsyat disana. Ketiganya sepertinya seimbang melawan
pemuda paruh baya tersebut. Sedang di samping, terlihat Yue Fuyan hanya diam
dan senyum licik sambil mengawasi.
"Guruku itu kurang ajar sekali..." kata Yunying kepada Jieji sambil berbisik pelan.
"Betul... Dia hanya diam seperti raja yang mengawasi budaknya bergulat.
Sepertinya orang yang dikeroyok bakal menemui bahaya." kata Jieji sambil
memandang ke arah Yue Fuyan.
Pertarungan terus berlanjut. Nampak jelas pemuda paruh baya itu menggunakan
tongkat, dia menyapu ke sana kemari. Tiga orang lainnya sepertinya tidak
mampu mendekatinya.
"Cepat katakan..... Dimana baju legendaris itu?" tanya Yue Fuyan dari arah jauh.
"Keparat!! Sudah kukatakan, tidak pernah aku melihat barang seperti itu....." kata pemuda paruh baya itu dengan marah sambil bertarung menghadapi ketiga
ketua dari partai itu.
Lalu ketika jurus pedang ketua Sungsan, Luji hampir mengenai tubuhnya.
Dengan gesit, dia mengelak dan dengan tongkat dia bermaksud menghantamkan
kepadanya. Tetapi, He Mengzeng telah sampai duluan dengan tinju halilintarnya
dari arah belakang punggungnya.
Tongkat diputar balik dengan setengah lingkaran, lalu dengan gerakan cepat luar biasa tongkat langsung menggebuk wajah He.He terlempar jauh dengan keras.
"Hebat.... Itu jurus pedang ayunan dewa yang di rapal ke tongkat." kata Jieji dengan tersenyum.
Melihat He jatuh terjerembab, keduanya tidak memberi waktu kepada pemuda
paruh baya untuk bernafas sejenak. Dengan merapal jurus tingkat tinggi, mereka
langsung menyerang dengan buas.
Sepertinya pemuda paruh baya itu bakal menemui kesulitan tinggi. Meski
kungfunya lumayan tinggi, tetapi menghadapi dua jurus yang cukup termahsyur
sekaligus, dia cukup kewalahan.
Saat jurus pedang mengoyak angin yang dahsyat di depan mata. Dia bermaksud
mengayunkan tongkat untuk menghantam dari samping. Ketika tongkat dan
pedang berlaga, terlihat jelas tongkat berputar cepat penuh 1 lingkaran dengan
lembut dan seakan tiada tenaga. Sedang tangan pemuda paruh baya sepertinya
tidak menggenggam tongkatnya lagi. Namun, dia mengancangkan tendangan.
"Itu salah satu jurus dalam jurus pedang golok belibis jatuh." kata Yunying sambil girang.
Tetapi sebelum tendangan dikeluarkan, dari arah belakang punggung pemuda
paruh baya itu segera tersengat dengan luar biasa sakit. Dia jatuh terjerembab
ke depan dengan berguling beberapa kali.
Orang yang menyerang dari belakang tak lain adalah Yue Fuyan.
"Licik.. Orang rendahan... " Kata Jieji sambil marah.
Yue Fuyan yang menjatuhkan pemuda paruh baya itu langusng tertawa keras,


Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seakan hal yang dilakukannya sangatlah benar.
"Keparat!! Kau binatang rendahan...." teriak pemuda paruh baya itu.
"Gan Ze.... Kau tahu 5 benda keramat di dunia itu" Kau bersama dengan gurumu demikian lama, tidak mungkin kau tidak tahu itu kan" Dimana gurumu menaruh
Baju pusaka sakti itu" Katakanlah, jika tidak kau tidak akan hidup lebih lama...."
kata Yue Fuyan.
"Kau pikir tidak ada yang tahu tindakanmu itu" Bangsat! Kau lebih licik dari seekor Anjing piaraanku di rumah." kata Gan Ze mendampratnya.
Yue segera marah, dengan gerakan amat cepat dia menendang perut Gan Ze
yang masih berbaring.
"Dhuakkk....."
Terlihat Gan Ze terseret sambil muntah darah yang banyak dan menabrak pohon
di belakangnya.
Sepertinya pemuda paruh baya ini pingsan langsung.
"Bagaimana" Kita harus menolongnya tidak?" tanya Yunying yang agak cemas.
"Betul..." kata Jieji seraya bangkit.
Tetapi sebelum dia memunculkan diri, dia merasa hawa dahsyat lain dari arah
depan yang cukup jauh telah terasa.
"Tunggu dulu... " Kata Jieji yang melarang Yunying untuk jalan ke depan.
Yue Fuyan-lah orang yang juga merasakan hawa dahsyat itu muncul dengan
cepat ke arah tempat pertarungan . Dia diam sambil mengawasi ke depan.
Selang beberapa saat, terlihat dari jauh seorang tua yang berpakaian putih
dengan jenggot dan kumis yang sangat panjang nan putih. Dia berlari dengan
tindakan yang sangat lucu. Larinya orang tua itu sepertinya sebentar-bentar
menggoyang pantat dan menunggingkannya. Tetapi kecepatannya termasuk
tinggi. Yue yang melihatnya cukup terkejut.
Selang tidak lama, orang tua itu telah sampai.
"Siapa anda?" tanya Yue sambil mengerutkan dahinya.
"Keparat.... Kau ini mau cari mati" Aku kakekmu saja tidak kau kenal?" tanyanya sembari marah kepada Yue.
"Maaf.. Tapi kakekku telah tewas dalam peperangan sekitar 80 tahun yang lalu..."
kata Yue yang menyindirnya.
"Kurang ajar......" kata Orang tua itu sambil menunjuk dengan sikap yang marah kepada Yue.
Sedang 3 ketua partai lainnya langsung tertawa dengan sangat keras menghina
orang tua tersebut.
"Siapa sih orang tua itu" Kelihatannya lucu sekali dan sedikit bodoh." kata Yunying sambil tersenyum geli ke arah kakek tua itu.
"Itu mungkin adalah leluhurmu..." kata Jieji sambil tersenyum geli kepada Yunying.
Sesaat, Yunying sepertinya mengerti apa ucapan Jieji.
Orang tua itu mungkin adalah Dewa Ajaib. Seorang pendekar tua yang kabarnya
konyol luar biasa. Tetapi apa benar dia juga tolol?""
Sebelum ketiga ketua partai itu tutup mulut akibat rasa tawanya, tiba-tiba mereka masing-masing merasakan sesuatu yang panas di pipi mereka. Dengan tak ayal,
ketiganya jatuh terguling, di bibir mereka mengalir darah segar.
Yue Fuyan yang melihatnya segera terkejut. Dia tidak menyangka kecepatan
kakek konyol ini bisa meningkat sangat tajam dalam keadaan yang sesaat itu.
Tanpa terasa Yue juga merinding dan diam seribu bahasa.
"Kau... Ketua dunia persilatan.... Menurutku lebih cocok kau jadi ketua rumah duka di Kaifeng...." Katanya dengan tingkah yang seperti anak kecil sambil menunjuk ke Yue.
Yue sangat marah mendengar hinaan itu.
"Siapa kau kakek keparat?"
"Aku yang kau cari-cari kan" Begitu ketemu, kau tidak ingat" Apa kau itu
pura-pura?" tanyanya sambil sangat marah.
"Jadi kau..... Dewa ajaib?" kata Yue yang terpaku.
"Betul... Ha Ha..... Sekarang kau tahu rasa. Akan kugoreng dagingmu untuk
kujadikan penelitian..." kata Dewa Ajaib sambil menjilat-jilat kan lidahnya.
Yunying yang melihatnya begitu, tentu sangat geli sambil tertawa.
Yue melihat angin tidak berpihak kepadanya sama sekali.
Dia bermaksud untuk lari, dengan gerakan pura-pura melihat ke belakang. Dia
mengambil langkah seribu.
Di luar dugaan, orang tua ini tidak mengejarnya. Tetapi dengan gerakan cepat,
dia menuju ke arah Gan Ze. Dengan mengeluarkan 7 batang jarum perak
panjang. Dia menusuk dengan sangat cepat dan teliti ke tubuhnya. Sesaat,
sepertinya Gan Ze telah bangun.
"Guru...... Maafkan aku merepotkanmu...." kata Gan dengan rasa tidak enak hati.
"Tidak apa... Hush... Kau pulang dahulu... Aku.. Aku...." Katanya terbata-bata, dan dengan gerakan cepat sekali dia menuju ke arah semak.
Entah tindakan apa yang dilakukan orang tua itu. Tetapi dengan segera, semua
sudah tahu penyebabnya.
Suara perut yang berbunyi dengan kentut yang sangat keras terdengar.
Jieji, Yunying dan Kyosei sangat geli melihatnya. Mereka tahu benar, kenapa
dalam buku Kisah Ilmu pemusnah raga disebutkan Dewa Ajaib adalah orang
yang konyol luar biasa.
Dengan sikap Dewa Ajaib, ketiga ketua partai segera meninggalkan tempat
tadinya dengan luka dalam yang lumayan parah.
Setelah beberapa saat, Dewa ajaib telah lega. Dia menuju ke arah muridnya,
Gan Ze. "Guru, kenapa mereka semua mengincar baju pusaka itu?" tanyanya kepada Dewa Ajaib sambil berlutut.
Tetapi Dewa ajaib tidak segera menjawabnya.
"Keluar kalian... Kucing, tikus dan .... Dan apa yah?"?" katanya yang tadi berteriak, tetapi sekarang dia malah berpikir.
Tindakan orang tua tersebut segera menggelikan Jieji bertiga yang sedari tadi
bersembunyi. Ketiganya segera keluar dari pohon besar tempat mereka bersembunyi tadinya.
Dewa ajaib yang melihat mereka bertiga segera seperti gusar dan menunjuk.
"Kau... Kau juga mengincar baju itu?" tanya orang tua itu.
"Tentu tidak.. Saya cuma lewat disini saja..." kata Jiejie merendah sambil tersenyum.
Dewa ajaib dengan gerakan cepat, langsung ke depan Jieji. Dia berdiri
mengawasi Jieji lumayan lama. Saat itu tak sengaja matanya beralih ke arah
pinggangnya. Dia karuan terkejut melihat benda yang terselip di pinggang Jieji.
"Pedang...... Ha Ha...." katanya tertawa sangat ceria.
"Betul...... Anda pernah melihat pedang ini?" tanya Jieji sambil tersenyum kepadanya.
"Tidak... Sama sekali tidak...." Katanya dengan sikap urak-urakan sambil memandang sekeliling.
Dengan tanpa sengaja kembali, dia memandang adanya pedang yang terselip
kembali di belakang Jieji. Dilihatnya dengan seksama, tetapi dia tidak berani
mendekati. Saat dia menengadahkan kepalanya. Dia melihat seorang wanita
berbaju putih yang sangat cantik.
"Wah.. Wanita cantik... Tidak disangka pedang ini juga ada padamu?"" katanya heran dan girang.
"Betul... Apa Tetua mengenalinya?" tanya Yunying kepadanya.
Di luar dugaan, orang tua ini malah marah-marah.
"Keparat!! Binatang.... Adoooo...." katanya sambil memegang kepalanya dengan tingkah seperti anak-anak.
Jieji yang melihatnya segera mengetahui sebabnya.
"Betul... Pedang inilah yang akan kalian rebutkan dalam pertarungan berpuluh tahun yang lalu di utara Mongolia kan?" tanyanya.
Dewa Ajaib segera melihatnya dengan dalam-dalam. Sesaat itu, terlihat
senyuman di bibirnya.
BAB LIX : Pertemuan Tiga Tetua sakti
"Kamu pintar sekali seperti Dewa Sakti..." kata Dewa Ajaib dengan senang.
Tetapi senangnya hanya terlihat sebentar, kemudian dia gusar kembali.
"Jangan-jangan kau itu muridnya Dewa Sakti..." katanya dengan tidak senang.
"Tentu bukan kok..." kata Jieji yang tersenyum geli melihat tingkahnya.
"Baguslah kalau begitu..." Katanya dengan wajah tersenyum kembali.
Reaksi Dewa Ajaib dianggap sangat aneh oleh mereka semua, karena terlihat
sebentar dia marah, sebentar lagi tertawa, sebentar senyum manis, sebentar
ngambek. "Kakek... Saya ada pertanyaan kepadamu..." tanya Yunying kepadanya tiba-tiba.
"Kakek" Aku ini masih kakak seperguruanmu. Mana bisa kamu panggil aku
kakek?" katanya dengan wajah tidak senang.
Yunying sangat geli melihat tingkahnya, tetapi dia tetap melayaninya.
"Kakak seperguruanku hanya 1 orang, dan dia adalah anak dari Yue Fuyan itu."
"Ha" Kurang ajar. Kalau begitu, kalian guru dan murid mengeroyokku?" katanya dengan wajah yang langsung gusar.
"Bukan begitu kek..." kata Yunying yang serba salah.
Tetapi belum sampai siapnya Yunying, Dewa ajaib mengambil ancang-ancang
untuk menyerangnya.
Maksud Dewa ajaib sendiri tentu ingin melihat bagaimana kemampuan gadis
cantik tersebut.
Dengan gerakan cukup cepat, dia mengancangkan tapak untuk menghantam ke
arah bahu si nona ini.
Yunying yang melihatnya, segera beranjak mundur cepat sambil tangannya
merapal jurus Ilmu memindah semesta.
Tapak berlaga dengan keras dan dahsyat. Dalam 30 jurus, Yunying terlihat
seimbang dengan Dewa Ajaib.
Lalu dengan cepat, Dewa Ajaib menarik diri. Kali ini dia kembali gusar tanpa
dibuat, sambil menunjuk ke Yunying dia berteriak.
"Bangsat Dewa Sakti...... Dia mengangkat kamu sebagai murid...."
"Bukan kek... Saya bukan murid Dewa Sakti kok..." kata Yunying yang agak heran.
Tetapi Dewa Ajaib segera mendekatinya. Dia pandang wajah nona ini kembali
dengan serius. "Dulu kudengar Dewa sakti pernah mengangkat 1 murid saja. Murid itu kabarnya sangat pintar, berbakat, dan sangat cantik. Dia hanya mengajarinya Ilmu jari dewi pemusnah. Kenapa malah kamu bisa menguasai jurus Ilmu Memindah
semesta?" tanyanya dengan heran.
"Itu...." kata Yunying.
Jieji yang dari tadi hanya tersenyum segera beranjak kesana. Dia menceritakan
beberapa garis besar kejadian yang sesungguhnya kepada Dewa Ajaib.
Setelah mendengarnya, Dewa Ajaib langsung tersenyum manis penuh arti
kepada Jieji. Jieji yang melihat mimik wajahnya segera mengerti apa maksudnya.
"Tuan, mana mungkin saya ini sanggup melayanimu dalam pertarungan."
katanya dengan ramah.
"Tidak..... Tidak...... Hari ini mau kucoba kembali kemampuan Ilmu jari dewi pemusnah yang dulunya sanggup mengalahkanku dalam 5 jurus. Dan gara-gara
itu aku kalah tanpa sempat bergebrak dengan 3 dewa lainnya. Huh......" Jelas Dewa Ajaib sambil mendongkol.
Barusan menyelesaikan kata-katanya, dari arah depan segera terdengar suara
gaib yang sangat sakti.
"Ha Ha..... Dewa Ajaib... Apa kabarmu" Kabarnya makin lama kamu itu makin
gilak. Saudara tuamu datang untuk menengokmu....."
Semua yang disana heran akan suara hebat menggema itu. Tetapi lain halnya
dengan Dewa Ajaib. Meski dia marah, tetapi dia tidak mengeluarkan kata-kata
untuk berargumen.
"Siapa itu?" tanya Yunying kepada Dewa Ajaib.
Dewa Ajaib hanya diam tidak menjawab.
"Ada 3 orang yang datang kemari... Ke semuanya mempunyai ilmu ringan tubuh yang sangat sakti..." kata Jieji sambil tersenyum manis.
"Ha" Jadi siapa mereka?" tanya Yunying.
"Kamu akan segera tahu..." kata Jieji kembali kepadanya.
Memang benar, selang beberapa saat segera muncul 3 orang. Dua orang
diantara tiga sangatlah dikenal Jieji dan Yunying.
Ketiga orang tersebut memang sudah sangatlah tua. Tetapi dari wajah mereka,
tidak tampak seperti kakek dan nenek. Melainkan seperti pemuda pemudi yang
mengecat rambut mereka menjadi putih. Wajah ketiganya sangat merah merona,
seperti Dewa dan Dewi yang turun ke bumi.
Sementara Dewa ajaib yang melihatnya segera berpaling, dia pura-pura tidak
melihat ketiga orang tersebut.
Ketiganya segera turun melayang dari udara ke bawah dengan sangat santai.
Jieji dan Yunying yang melihatnya segera memberi hormat kepada mereka
dengan sangat sopan.
"Apa kabar guru berdua?""
2 Orang tersebut tentu adalah Dewa Sakti dan Dewi Peramal, mereka berdua
juga memberi hormat pendek kepada Jieji dan Yunying yang disana.
Sedang seorang lagi kelihatan sangat aneh. Dia berpakaian serba putih,
wajahnya tidak kalah agungnya dengan Dewa Sakti, di pinggangnya terselip
sebuah alat musik khas timur yang lumayan di kenal Jieji. Alat musik itu seperti seruling dari daratan tengah, hanya bentuknya lebih lebar dan sangatlah pendek.
Sedari turun dia terus mengelus jenggot putihnya yang panjang ke pinggang
sambil tersenyum melihat ke arah Jieji.
Jieji dan Yunying heran melihat tindakannya.
Sedang Dewi peramal sendiri terus mengamati Yunying dengan wajah yang
sangat welas asih.
"Adik... Kenapa kamu ngambek lagi" Melihat kakakmu kenapa tidak beri hormat atau ngomong-ngomong kek tuk senangin hati kita berdua..." kata Dewa Sakti sambil tersenyum sangat manis kepadanya.
"Kau!!!!....." katanya sambil menunjuk. Setelah itu, dia berpaling kembali ke arah lain dengan pura-pura tidak melihat.
Dewa Sakti segera berpaling ke arah Jieji dan menanyainya.
"Kamu tahu mengapa Dewa Ajaib itu marah?"
"Tentu...." Jawab Jieji dengan tersenyum pulak sambil memberi hormat
kepadanya. Dewa Ajaib yang mendengarkan segera berpaling ke arah Jieji. Dia membentak
sambil marah. "Kau tahu apa anak muda" Cepat kau katakan!! Jika tidak kau akan kucabik dan kutusuk dengan jarum 1000 nadi."
"Ha Ha......" Dewa Sakti tertawa sangat keras.
"Betul... Anda marah karena mungkin dulunya ada perjanjian mengenai cara
waris dari ilmu kungfu terhebat dari masing-masing 5 Dewa kan?" Kata Jieji kepadanya.
"Ha" Kenapa kau bisa tahu?" kata Dewa Ajaib dengan sangat heran kepadanya.
"Hanya anda sendiri yang mengganggap ilmu kungfu anda tidak ada apa-apanya di antara mereka semua. Tetapi dalam ilmu pengobatan, anda tidak ada
tandingannya bagi 4 Dewa lainnya." Kata Jieji sembari memujinya.
Dewa Ajaib yang sedari tadi marah besar langsung tersenyum sangat senang.
Dia sangat bahagia dipuji oleh Jieji.
"Tapi....." katanya dengan kerut dahi kembali.
"Tidak masalah.... Anda menganggap kungfu anda tidak ada ahli warisnya yang hebat lagi di dunia persilatan. Tetapi mengenai ilmu pengobatanmu itu tiada
duanya sungguh...Selain itu di antara 5 Dewa tentu kesemuanya mempunyai
kemampuan yang berbeda masing-masingnya kan?" kata Jieji kembali.
Dewa Ajaib kembali sangat senang setelah mendengarnya.
"Betul.... Dewa Manusia memang telah meninggal berpuluh tahun yang lalu.
Tetapi sekarang sainganku juga tidak banyak lagi. Setelah 2 orang ini, masih ada lagi Dewa Bumi....." kata Dewa Ajaib yang tidak mengetahui tentang telah
tewasnya Dewa Bumi.
Jieji segera mengetahui orang tua yang lainnya yang bersama Dewa Sakti dan
Dewi Peramal itu. Tentu dia adalah tak lain Dewa Semesta, guru silatnya Zhao
Kuangyin, Sung Taizu.
Jieji segera memberi hormat dalam-dalam kepadanya.
Dewa Semesta yang melihatnya juga membalas dengan senyuman manis.
"Ada apa sebenarnya" Kenapa sangat kau hormati pemuda itu" Emang apa
yang hebat darinya?" tanya Dewa Ajaib dengan heran kepada mereka.
"Dia adalah cucu satu-satunya dari Dewa Manusia.." Kata Dewa Semesta
sembari menunjuk ke arah Jieji.
Dewa Ajaib yang melihatnya segera gusar, tetapi selain gusar dia juga terlihat
sangat senang. Jieji tentu bisa menebak dengan pasti apa yang ada di dalam otak orang tua ini.
Dengan memberi hormat kepadanya dia berkata.
"Tetua.... Tidak mungkin aku yang masih muda ini sanggup menerima pelajaran dari anda..."
"Apa" Kamu cucu asli darinya.... Ilmu apa yang telah diturunkan si tua itu kepadamu?" kata Dewa Ajaib yang kelihatan mulai marah kembali.
Sebelum Jieji menjawab, Dewa Sakti memotongnya.
"Ha Ha...... Mana bisa kau itu bertarung dengannya... Kamu masih ingat, berapa hebat kemampuan Dewa Bumi dulu?"
"Tentu... Dia lumayan hebat di antara kalian berempat, selain Dewa Manusia tidak ada yang sanggup mengalahkannya." jawab Dewa Ajaib.
"Kalau begitu, bagaimana kungfu Dewa Bumi sekarang?" tanya Dewa Sakti kembali.
"Mungkin sudah sangat hebat. Aku dengar dia telah melatih Ilmu Pembuyar
tenaga dalam dan tendangan mayapadanya si Tua itu dengan sangat lihai.
Sekarang tidak mungkin aku melawannya." kata Dewa Ajaib sembari agak malu.
"Baik... Baik.... Tetapi si tua itu tidak ada bandingnya dengan pemuda ini..." kata Dewa Sakti sambil menunjuk ke arah Jieji dengan tersenyum.
"Apa katamu?"?"?" tanya Dewa Ajaib yang heran luar biasa.
"Ha Ha... Betul... Di utara Kota Ye, dia bertarung hebat dengan Dewa Bumi dan 2
muridnya. Hasilnya, dengan ilmu pamungkas ketiga orang itu bahkan tidak mampu
menyentuh pemuda ini sehelai rambut pun.." Kata Dewa Sakti kemudian.
Dewa Ajaib hanya terheran-heran saja. Dia tidak percaya kemampuan Jieji
sangatlah tinggi.
"Tetapi Dewa Bumi telah tewas...." kata Dewa Semesta dengan tenang.
"Apa" Jadi dia dibunuh oleh pemuda ini?" tanya Dewa Ajaib kemudian.
"Bukan... Dia masih sangat sehat ketika meninggalkan daerah Ye...." kata Dewa Semesta sambil melirik ke arah Jieji.
Jieji yang melihatnya segera memberi hormat.
"Tetua, boleh anda katakan siapa yang membunuhnya" Meski gosip dunia
persilatan mengatakan pembunuhnya adalah diriku. Tetua pasti tahu sedikit
banyak hal tersebut." kata Jieji kepada Dewa Semesta.
Dewa Semesta hanya diam saja tidak menjawabnya.
"Itu akan kau ketahui sendiri nantinya." Kata Dewa Sakti yang melihat tindakan Dewa Semesta.
"Boleh saya tanya kenapa anda berdua datang kemari?" tanya Dewa Ajaib kepada Dewa Sakti dan Dewa Semesta.
"Ini menyangkut kehidupan yang akan datang. Kau tahu ada 5 Benda sakti di
dunia ini?" tanya Dewa Sakti kepadanya.
"Kehidupan yang akan datang" Mengenai itu barang pusaka tentu saya
sangatlah tahu..." Kata Dewa Ajaib.
"Sekarang kedatangan kita berdua untuk meminjam Jubah saktimu dan 2 bilah
pedang." kata Dewa Sakti seraya melirik ke arah Jieji.
Jieji yang melihatnya segera mengerti. Dia mengangguk.
"Coba kau jelaskan dahulu.... " Kata Dewa Ajaib.
"Baiklah... Beberapa bulan lalu, saya melihat fenomena langit. Ada sedikit perubahan yang sama sekali tidak menguntungkan. Hal yang bisa saya pastikan


Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

adalah adanya beberapa orang yang sedang menembus batas langit untuk
mengubah semesta..." kata Dewa Sakti.
Jieji dan Yunying serta Kyosei terkejut mendengarnya. Begitu pula Dewa Ajaib.
"Memangnya ada masalah apa dengan itu?" tanya Dewa Ajaib.
"Tentu ada.... Bintang naga sepertinya telah dirubah oleh seseorang yang
mampu bertindak gaib. Selain itu, sepertinya ada yang sedang menciptakan
sebuah ilmu terlarang di jagad." kata Dewa Sakti kembali.
"Apa katamu" Yang benar" Kalau begitu sangat berbahaya...." Kata Dewa Ajaib.
"Betul... Dahulu, Huang Yuzong(kakek dari Huang Shanniang(istri dari Wu Quan, atau ibu dari Yunying))-lah orang yang meneliti ilmu tersebut. Ilmu itu sangat
dahsyat dan sangat sesat. Sebagian kaum persilatan menyebutnya adalah Ilmu
pemusnah raga tetapi tentu sangat lain sekali. Kita mau tidak mau harus
menghentikannya untuk jiwa yang damai di seluruh negeri meski kita tidak lagi
terlibat di dunia persilatan." kata Dewa Sakti menjelaskannya.
Yunying yang mendengarnya tentu sangat terkejut. Tidak disangka kakek tua
luar-nya adalah tetua sesat.
"Betul.. Sewaktu muda, kita berlima bertarung melawan Huang Yuzong. Alhasil, dalam jurus terakhir dia tewas dibunuh oleh Dewa Manusia. Tetapi itu pun
untung-untungan kita saja karena dia kerurupan pada akhirnya. Mengenai
masalah itu, kita semua terluka sangat parah sehingga dalam waktu 10 tahun
baru bisa pulih." kata Dewa Ajaib mengenang.
"Betul.. Mengingat hal itu, saya tentu masih merinding..." kata Dewa Sakti.
"Dewa Ajaib... Kita ingin meminjam Jubah saktimu dengan sesegera mungkin
karena perlu kita bangun altar 7 tingkat formasi dewa untuk menghancurkan
fenomena gaib Bintang kaisar." kata Dewa Semesta segera.
Jieji segera melihat Dewa Semesta. Di wajahnya seperti terlihat kecemasan, dia
takut sesuatu telah terjadi pada kakak pertamanya.
Tetapi sebelum dia menjawab, Dewa semesta memotongnya.
"Tidak usah kamu takut... Tidak ada sesuatu yang terjadi pada anak muridku untuk sementara..." Katanya dengan wajah tersenyum kepada Jieji.
"Baiklah.. Kalau begitu saya ikut dengan kalian saja. Kita kembali dahulu ke Gunung Heng, disana saya ambil itu jubah." kata Dewa Ajaib kemudian.
Meski tindakan Dewa Ajaib urak-urakan, tetapi terhadap hal serius dia tidak
pernah main-main.
"Baik.... " kata Dewa Sakti sambil mengangguk.
Tetapi Yunying yang sedari tadi diam segera menanyai Dewa Ajaib.
BAB LX : Nenek Du Dari Tanah Hei Longjiang
"Kakek... Boleh kutanya bagaimana jurus ciptaanmu bisa sampai ke keluarga Xia dan Wu?"
Dewa ajaib memandangnya sebentar. Kelihatannya dia tidak berniat untuk
menjawab pertanyaan nona cantik ini. Dia tertunduk agak malu dengan wajah
yang lumayan mendongkol.
"Ha Ha.... Kamu mau mendengar ceritanya?" tanya Dewa Sakti kepada Yunying karena dia melihat Dewa Ajaib enggan untuk menceritakannya.
Yunying tersenyum sambil mengangguk kepada orang tua ini.
"Sebenarnya kakekmu dan ayah dari Xia Rujian adalah saudara angkat dari
Dewa Ajaib..."
Baru Dewa Sakti menceritakan. Dewa Ajaib segera memotong perkataannya
sambil marah-marah.
"Dua saudara angkatku itu tidak dapat dipercaya..... Sialan......" Teriaknya, tetapi dia bergegas menutup mulutnya dengan kedua tangannya dan tidak mau
berbicara lebih lanjut.
Dewa Sakti hanya tertawa saja mendengar marahnya Dewa Ajaib dan sikap
kekanak-kanakannya. Setelah itu dia melihat ke arah Jieji sambil tersenyum.
Jieji kembali mengerti apa maksud Dewa Sakti.
"Hm.... Kalau begitu, berarti Jurus pedang ayunan dewa dan Golok belibis jatuh diciptakan kalian bertiga. Jadi dengan begitu, mereka juga mendapat
salinannya... Begitu kan?" tanya Jieji yang berpikir sambil memegang dagunya.
Bukan main marahnya Dewa Ajaib mendengar kata-kata Jieji barusan. Dia yang
sedari tadi menutup mulutnya langsung berteriak. Sementara itu maksud Jieji
tentu untuk memancingnya, tidak susah ternyata untuk memancing Dewa Ajaib
yang sifatnya seperti kanak-kanak itu.
"Keparat!!! Mereka mencuri salinan ilmu yang kucipta selama 10 tahun dengan memeras otak luar biasa sulit. Bangsat!!!"
Dewa Sakti dan Dewa Semesta karuan tertawa luar biasa.
Mereka mengerti kata-kata Jieji tadinya hanya untuk memancingnya berbicara
jujur. Karena kata-kata Dewa Ajaib, semua menjadi tertawa deras.
"Kedua saudara angkatku itu tidak berbudi. Masing-masing mencuri satu kitab saat aku tidak ada di gunung Heng, kemudian mereka diam-diam
mempelajarinya. Saat aku tahu kitabku dicuri, aku mencari mereka. Eh...
Keduanya ternyata telah meninggal karena sakit. Kurang Ajar!!!!" teriak Dewa Ajaib yang tidak puas.
Semua yang disana memang tertawa lucu mendengar apa yang di uraikan Dewa
Ajaib, hanya sang murid saja yang tidak berani tertawa seperti mereka berenam.
"Dewa Ajaib... Kamu sudah siap ikut dengan kita?" tanya Dewa Semesta
kemudian. "Tentu... Secepatnya lebih bagus." kata Dewa Ajaib yang amarahnya kontan reda.
Jieji yang melihat mereka sudah siap untuk berangkat segera mengeluarkan
pedang yang terselip di pinggangnya dan memberikan kepada Dewa Sakti.
Tindakan Jieji juga di kuti oleh Yunying yang melihatnya. Dewa Sakti menerima
kedua bilah pedang tersebut seraya mengucapkan terima kasih.
"Setelah semuanya beres, kedua bilah pedang ini akan kukembalikan padamu."
Kata Dewa Sakti sambil tersenyum.
Jieji dan Yunying memberi hormat kepada Dewa Sakti.
"Kita harus cepat menuju ke Gunung Heng, setelah itu kita menuju ke Gunung Dai." kata Dewi Peramal.
Sebenarnya diantara 5 benda sakti, 2 di antaranya telah dimiliki oleh Dewa
Semesta dan Dewa Sakti yaitu Plat 8 Ba Gua Semesta dan Sabuk Naga Sejati.
Kegunaan Plat 8 Ba Gua semesta adalah untuk mengubah fenomena alam.
Sedangkan Sabuk Naga Sejati adalah semacam sabuk yang berfungsi untuk
memperdalam Ilmu meringankan tubuh.
Sabuk ini sangat hebat dan sakti, bagi seorang pemula dan tidak jago bersilat
jika memakai sabuk tersebut, maka ilmu ringan tubuhnya akan diperoleh
langsung tanpa melatihnya.
"Kamu akan ikut?" tanya Dewa Sakti kepada Jieji.
"Tidak guru... Di Xi Zhuan saya masih ada sesuatu masalah yang harus ku
selesaikan..." kata Jieji.
Dewa Sakti dan Dewi peramal hanya tersenyum manis kepadanya.
Setelah semua hal dirasain telah beres, maka kelima orang tersebut minta pamit
pada Jieji dan kawan-kawan.
Jieji bertiga memandang mereka yang beranjak dari sana sampai tidak nampak
lagi bayangannya.
"Apa kita akan melanjutkan perjalanan?" tanya Yunying.
Jieji melihatnya sebentar dan mendorong pelan kepalanya.
"Tentu, memang mau kita bermalam disini?"
Yunying hanya tersenyum manis kepadanya.
Keesokan harinya...
Mereka telah sampai di hulu sungai Yang Tze yang terletak di timur dari kota
ChengDu, Xi Zhuan.
Tidak seperti biasanya, kali ini di sana hadir lumayan banyak pesilat.
Jieji bertiga cukup bingung melihatnya, kenapa daerah yang telah termasuk
terpencil tersebut banyak di datangi pesilat.
Kyosei segera pergi menanyai apa hal yang sedang terjadi sebenarnya disana.
Jieji dan Yunying hanya duduk tidak beranjak dari kuda mereka. Sedang
beberapa saat kelihatan Kyosei telah kembali ke arah Jieji.
"Ada hal apa?" tanya Jieji kepada Kyosei.
"Para pesilat semua ingin pergi ke panggung batu 1000 cermin karena di sana kabarnya ada harta Dinasti Tang yang tersembunyi." jawab Kyosei kepada
majikan mudanya.
"Hm...." Jieji tidak menjawab lebih lanjut.
"Apa kita akan pergi juga?" tanya Yunying.
"Tentu... Tidak mungkin kita mundur hanya karena hal seperti itu..." kata Jieji seraya tersenyum.
Penyeberangan sungai Chang Jiang di sana terhambat karena terlalu sedikitnya
kapal mengingat daerah tersebut sangat jarang dikunjungi orang daratan tengah
secara gerombolan.
Menunggu selama 5 jam, akhirnya Jieji dan temannya berhasil juga mendapat
kapal. Sementara di antara pesilat yang naik, ternyata ada beberapa orang yang
mengangkut peti ataupun beberapa barang yang lumayan besar. Maksud para
pesilat itu mungkin jika harta Dinasti Tang ditemukan, maka peti itu bisa di isi barang berharga.
Di kapal yang lumayan besar, Jieji bermaksud berlayar bersama puluhan orang
dari dunia Jianghu.
Tetapi sebelum kapalnya berlayar jauh. Dari arah daratan terdengar teriakan
seseorang pemuda.
"Berhenti........ Berhenti....... Berhenti.........!!!"
Semua orang yang di atas perahu segera menengok ke arah pemuda yang
berteriak dari daratan tersebut.
"Ada hal apa?" tanya nahkoda kapal yang melihatnya berteriak berulang-ulang.
Seraya menunjuk ke arah kapal. Dia berteriak.
"Di kapal ada pembunuh berdarah dingin...... Saya datang dengan maksud
membalas dendam...."
Jieji yang melihatnya segera heran. Jangan-jangan pembunuh yang dimaksud
adalah dia. Mengingat namanya yang sudah buruk di dunia persilatan.
Tetapi sebelum Jieji hendak beranjak maju, dari arah belakang muncul seorang
nenek tua yang sambil berjalan perlahan ke depan. Perawakan nenek tua itu
tidak besar, dia bongkok dengan tubuh yang kecil. Wajahnya terlihat sangat
menyeramkan dan bengis.
"Ha Ha... Tidak disangka kau mengejarku sampai disini..." teriak nenek tua itu seraya terkekeh-kekeh.
Orang yang berada di daratan tersebut segera mematahkan beberapa kayu
dermaga yang sengaja di pancangkan tersebut.
Dengan menendang semua tongkat sampai ke sungai ke arah kapal, dia
langsung menggunakan ilmu ringan tubuh untuk menginjak kayu yang telah
terapung di atas sungai.
"Mustahil dia mampu melakukannya...." kata Yunying yang agak heran
mengingat jarak mereka yang telah terpaut lebih dari 100 kaki.
Sedangkan Jieji hanya melihatnya sambil tersenyum.
"Oya, itu nenek kenapa asyik memandangku saja dari tadi" Sampai rada-rada
aku takut dibuatnya..." kata Yunying yang merasa risih.
"Apa benar?" tanya Jieji dengan heran ke arah nenek yang telah berada di depannya.
Yunying memandang Jieji sambil mengangguk pelan.
Ilmu ringan tubuh orang yang berada di daratan tadinya tidaklah rendah. Dia
menginjak dengan sangat pas semua kayu yang telah terapung tersebut. Dan
tanpa terasa dia hanya terpaut sekitar 10 kaki saja dengan kapal.
Semua melihat gaya orang tersebut, tetapi ketika dia hampir sampai... Sesaat dia tiba-tiba kehilangan keseimbangannya.
Dengan tak ayal, dia mengeluarkan sesuatu benda di balik bajunya yang ternyata
adalah cemeti dan menghujamkannya keras ke arah kayu penyangga di
belakang kapal tersebut.
Dengan sekali menghentak, dia bermaksud loncat tinggi ke kapal.
Tetapi nenek tua itu tidak memberikannya kesempatan.
Dia mengeluarkan sesuatu benda yang ternyata adalah senjata rahasia dari balik
bajunya. Namun sebelum sempat dia melempar, tangannya tiba-tiba dipegang lumayan
keras oleh seseorang.
Nenek itu langsung terkejut.
Dia berpaling ke arah orang yang memegang tangannya.
Ternyata adalah seorang pemuda yang hanya berusia paling 30 tahunan.
Pemuda itu tak lain tentu adalah Jieji adanya.
Dan tidak berapa lama, orang yang di bawah tadi telah mendarat di atas kapal.
Jieji juga melepaskan tangan nenek tua yang tampak gusar karena ulahnya.
"Terima kasih Daxia...." kata orang itu dengan hormat dan sopan kepada Jieji.
Jieji membalas hormat kepadanya. Dilihatnya pemuda itu tidaklah tua, palingan
seumur dengannya saja.
"Kau nenek busuk.... Kau menculik banyak gadis cantik, kemudian kau
manfaatkan mereka , terakhir malah kau membunuh mereka. Sekarang kau mau
lari, tidak semudah itu...." katanya sambil menunjuk pada nenek itu.
"Apa?" Kau nenek Du dari Heilong Jiang?" Para pesilat sangat heran.
Nenek Du adalah seorang pesilat yang kungfunya sangat tinggi. Semua pesilat
rada ketakutan mendengar nama besarnya yang muncul dalam 2 tahun terakhir.
Tindakannya yang paling kejam di dunia persilatan kabarnya adalah menculik
semua gadis cantik di desa maupun kota.
"Ha Ha... Betul.. Akulah orangnya. Kali ini kalian akan tahu rasa akan
kehebatanku." Katanya sambil pamer, dia melihat ke arah Jieji.
Jieji hanya melihatnya dingin.
Tidak seperti pesilat lain yang langsung gugup, Jieji memandangnya dengan
mata yang penuh hawa dingin luar biasa.
Si nenek terlihat lumayan gugup akhirnya.
Dia tidak menyangka adanya orang yang tidak takut kepadanya, melainkan
berani memandangnya dengan penuh hawa "pembunuhan".
Yunying yang di belakangnya segera menanyai Jieji.
"Kenapa nenek ini menculik para gadis" Apa maunya sebenarnya?"
Pemuda yang tadinya segera menjawab.
"Dia menculik gadis baik-baik. Kabarnya dia membawanya pulang ke Heilong
Jiang. Disana gadis itu di garap oleh anak buahnya selama berbulan-bulan.
Sebelum melahirkan, dia akan mengorek isi janin dari para gadis itu dengan
pisau sampai gadis itu mati. Janin yang belum jadi itu akan diperjual belikan yang kabarnya bisa membuat orang awet muda karenanya..."
Yunying memang tidak tahu menahu soal tersebut. Dengan polos dia bertanya
pada Jieji. "Digarap itu sebenarnya apa sih?"
Semua orang di kapal tertawa besar sekali melihat kepolosan gadis cantik
tersebut. Sementara Jieji hanya memegang jidatnya dan menggoyang kepalanya
perlahan, kemudian dia meminta Yunying untuk diam saja.
Nenek itu yang melihat sikap polos Yunying segera terkekeh-kekeh, dari sorot
matanya mengandung sinar pembunuhan kepada gadis tersebut. Tentu si nenek
ingin korban berikutnya adalah Yunying.
"Kalau begitu, teman-temanmu di kapal ini pasti tidaklah sedikit...." kata Pemuda itu kepada si nenek.
Memang benar perkiraan pemuda itu, di antara puluhan pesilat. 8 Orang segera
berjalan ke arah si nenek sambil tertawa besar.
Sedang si nenek hanya memandang ke arah Yunying dengan penuh hawa
pembunuhan yang mengerikan.
"Huh... Seharusnya aku tahu dari awal. Jika tanpa anak buah, bagaimana kau bisa culik gadis yang lumayan banyak...." katanya sambil tersenyum pahit.
"Kali ini kau gawat pemuda...." kata salah seorang di antara 8 orang kepada pemuda tersebut.
Pemuda itu memang terlihat lumayan gugup. Dia tidak menyangka komplotan si
nenek masih banyak di sana. Dia tidak yakin sanggup selamat dari kapal yang
berlabuh lumayan jauh.
Jieji yang sedari tadi diam segera berbicara.
"Rupanya begitu... Tujuanmu sebenarnya hanya gadis kecil ini, kau pura-pura naik kapal bersama kami. Setelah di tengah sungai, kau akan menculik gadis ini
dengan diam-diam..."
"Ha Ha... Pemuda hebat..." teriak si nenek dengan tertawa.
"Tetapi nyawamu juga tidak akan lama lagi mengingat kau juga telah turut
campur urusanku disini."
Jieji hanya tertunduk dengan wajah penuh senyuman dan menggelengkan
kepalanya. Kemudian terdengar suara yang lumayan berisik, sepertinya ada yang menyeret
peti di sana dengan lumayan kasar. Sesaat itu terlihat 4 orang yang menyeret
dua buah peti yang lumayan besar. Ukurannya tidak lebih kecil dari peti mati
umumnya ke arah nenek Du.
Jieji yang melihatnya segera tahu apa isinya nantinya.
"Jadi itu adalah peti dimana bisa kau sembunyikan orang" Berarti pasti peti itu berisi dua gadis?" tanya pemuda itu.
"Tidak... Isinya hanya 1 orang...." kata Jieji yang memandang pemuda itu dengan senyum penuh arti.
"Ha Ha... Kau pintar sekali nak...." kata si nenek kepadanya.
Sementara itu, pemuda tersebut malah heran dibuatnya.
"Jangan-jangan...." katanya sambil memandang ke arah Yunying.
Jieji yang melihatnya segera mengangguk pelan.
"Dia menarik peti itu untuk memasukkan seorang gadis lagi ke dalam." kata Jieji.
"Ha Ha... Betul... Selain ini, yang itu isinya juga seorang gadis yang sangat cantik. Kecantikannya tidak kalah dengan gadis ini, tetapi kungfunya juga sangat tinggi...." kata si nenek sambil tersenyum menyeramkan.
Jieji sepertinya bisa menebak siapa di dalam peti itu. Tetapi dia hanya
mengira-ngira tanpa bisa memastikan.
"Para pesilat yang masih ingin hidup.... Segera loncat ke sungai, atau tidak ada 1
pun yang bisa lolos lagi..." teriak salah seorang di antara 12 orang pengawal Nenek Du.
Pesilat-pesilat yang di sana langsung tanpa banyak bicara segera meloncat
mencebur ke dalam sungai Chang Jiang untuk menyelamatkan diri.
Sekarang di atas kapal hanya tinggal Jieji, Yunying, Kyosei dan pemuda itu
dengan Nenek Du dan 12 orang pengawalnya.
"Kau mau bunuh diri atau bertarung?" kata si nenek.
Pemuda itu segera berancang-ancang untuk menyerang si nenek.
"Ha Ha.. Tidak tahu diri..."
Sesaat itu, si nenek yang sedari tadi bersiap segera melemparkan bubuk yang
mirip bedak ke arah Jieji dan Yunying yang tidak terpaut jauh.
Bubuk putih itu langsung melesat sangat kencang ke arah mereka bertiga.
Jieji yang melihatnya segera terkejut, dengan tangan yang menggenggam
Yunying dan Kyosei. Dia menarik diri dengan cepat sambil menyeret kaki ke arah


Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

belakang. Bubuk memang tidak sempat mengenai mereka bertiga.
Tetapi sepertinya Yunying dan Kyosei mulai bergoyang-goyang karena sempat
menghirup bau bedak melalui hidung.
Tanpa sadar, keduanya seperti lemas dan terkulai. Sementara itu, Jieji malah
tidak mengapa-mengapa.
Si Nenek kontan terkejut.
"Ha Ha.. Tidak disangka disini juga ada pesilat kelas tinggi. Tetapi tidak akan ada gunanya...." Katanya dengan mata berbinar-binar penuh hawa pembunuhan.
Jieji yang melihat tindakan nenek itu kontan gusar. Di matanya segera
terkandung hawa pembunuhan. Angin sungai sepertinya mulai bertiup kencang
mengelilingi tubuhnya. Hawa tenaga dalam dahsyat segera membungkus.
BAB LXI : Wang Sungyu, Pewaris Tendangan Matahari
Nenek Du terkejut melihat fenomena di depannya. Dia tidak menyangka pesilat di
depannya ternyata bukanlah pesilat yang lemah.
"Kau....." tunjuknya sambil sedikit gugup.
"Kau tidak bisa dibiarkan hidup lebih lama. Semakin lama hidupmu, maka
semakin banyak orang yang kau celakakan." kata Jieji dengan sangat serius
kepadanya. 12 Orang pengawal berniat maju dengan sama-sama untuk mengeroyok pemuda
yang berada di belakang nenek Du.
Nenek Du yang melihat keadaan Jieji, segera bergaya sangat aneh. Tangannya
menghempas ke kanan dan ke kiri ataupun ke atas. Mulutnya seakan berkomat
kamit sesuatu. Dia mengeluarkan ilmu pamungkasnya karena dia tahu, dengan
kungfu biasa tidak akan sanggup melawan Jieji yang kungfunya jauh di atasnya.
Jieji hanya diam dan memandangnya dengan sangat serius.
Di ketika itu, langsung langit terlihat agak gelap. Mulut si nenek terus
berkomat-kamit, dia menghempas tangannya ke segala arah. Sepertinya
perubahan cuaca tiba-tiba itu akibat tindakan nenek tua itu.
12 Orang pengawal sudah bergebrak dengan si pemuda yang berdiri di ujung
kapal. Jurus pemuda itu tidaklah sangat asing bagi Jieji, hanya Jieji tidak tahu jurus apa yang di rapalnya. Si Pemuda juga menggunakan tendangan, tendangannya
terlihat sekilas lambat dan tidak bertenaga sama sekali. Tetapi...
Ketika tendangan hampir mengenai seseorang di depan. Seseorang lain berniat
menolongnya, namun tanpa di ketahui tendangan ke depan itu malah
menghantam orang di belakangnya.
Jurus tendangan yang sangat hebat, sekelas tendangan mayapadanya Jieji.
"Jurus tendangan matahari?" kata Si nenek yang heran.
Jieji juga heran. Tidak disangka jurus tendangan matahari yang pasti telah hilang seiring meninggalnya Dewa manusia kembali muncul di jagad persilatan.
Jieji juga kagum akan jurus ciptaan kakeknya. Berbeda dengan tendangan
mayapada yang keras dan cepat. Tendangan matahari justru sekilas malah
terlihat lambat, tetapi hampir tiada celah.
Luar Biasa... Tanpa terasa di antara 12 orang, 6 orang sudah di jatuhkannya. Bahkan 4 orang
tercebur ke sungai nan deras.
Si nenek yang tahu keadaannya semakin tidak menguntungkan segera menuju
cepat maju ke arah Jieji sambil mencabut sesuatu barang dari dalam bajunya.
Jieji sempat melihat sekilas, benda yang di cabutnya adalah pisau yang sangat
pendek. Tidak disangka, nenek reyot ini gerakannya malah cukup cepat.
Ketika hampir sampai kedua pisau itu ke dadanya, Jieji menghindar dengan gesit
seraya mengancangkan tendangan ke arah rusuk si nenek.
Nenek yang melihatnya, segera berguling di udara dengan cepat sambil memutar
kedua tangannya.
Posisinya sekarang cukup bagus, dia berputar di udara lumayan cepat dengan
memutar kedua pisaunya.
Jieji yang melihat keadaan itu, segera mundur 3 langkah ke belakang sambil
mengancangkan jarinya untuk di arahkan ke nenek Du yang sedang berputar
cepat ke arahnya.
Sesaat, sinar cemerlang segera muncul.
Dari arah jari Jieji segera keluar hawa pedang nan dahsyat.
Dan benturan segera terjadi...
Nenek Du segera terpental jatuh di kapal cukup jauh. Sementara Jieji hanya
diam dan tidak bergerak.
Nenek Du memang masih sanggup bangun, tetapi dari mulutnya segera muntah
darah segar. "Keparat!!! Ilmu jari dewi Pemusnah?"
"Betul..." kata Jieji mengangguk.
"Kau!!!! Kau pembunuh Dewa Bumi?"?"" teriaknya sangat keras dengan
penasaran. "Tidak... Dewa Bumi memang pernah ku kalahkan di utara Kota Ye. Tetapi bukan aku yang membunuhnya." kata Jieji dengan dingin.
"Bangsat!!!! Hari ini akan kubalas dendam atas terbunuhnya suamiku...." teriak nenek Du.
Sementara pemuda itu sangatlah terkejut. Dia tidak menyangka pemuda di
depannya itu tak lain adalah "Pahlawan dari Selatan" sekaligus Pewaris satu-satunya keluarga Oda di Dongyang.
Nenek Du segera melempar beberapa barang aneh ke udara sambil
berkomat-kamit.
Sesaat itu, hujan segera turun. Angin terhempas makin deras. Kapal terasa
goyang sangat cepat.
Hempasan air hujan dan air dari sungai ke arah Kyosei dan Yunying membuat
mereka berdua tersadar akan bius, mereka berdua langsung bangun. Sambil
memegang kepala mereka yang masih pusing, mereka melihat keanehan
fenomena tersebut.
Jieji hanya diam sambil mengawasi ke arah Nenek Du.
"Pemuda keparat..... Hari ini kita adu nyawa!!!"
Dengan cepat, fenomena itu seakan menyatu dengan Nenek Du yang berdiri
sambil merapal jurus hebat.
Sekali lagi terlihat dia berkomat-kamit membaca mantera dengan keras sambil
melihat ke arah belakang.
Pengawal dari Nenek Du yang sedari tadi bertarung segera menarik diri ke
arahnya untuk berkumpul. Semuanya mengambil sikap yang sama untuk
berkomat-kamit keras. Sepertinya si nenek bermaksud menyerangnya secara
gaib. Ketika di rasa siap, si nenek menunjuk ke arah Jieji sambil terus berkomat kamit.
Sepertinya inilah serangan kegelapan. Jieji yang hanya berdiri disana segera
menyadarinya. Di sekililingnya tidak terlihat apapun, selain kegelapan.
"Ha Ha... Kali ini selamat tinggal pemuda.... Istrimu itu yang tolol akan kusiksa dengan sangat hebat...." Terdengar teriakan si nenek Du yang yakin jurus
kegelapannya telah berhasil.
Di ketika itu, ke 12 orang pengawal segera mengeluarkan senjata pedang
pendek. 4 Orang lainnya juga ikut bertarung kembali karena telah keluar dari
sungai nan deras.
Dengan gerakan cepat 12 orang segera menyerang Jieji yang sedang diterpa
kuasa "kegelapan".
Sementara itu, Yunying yang tidak terpengaruh kegelapan segera meneriakinya.
"Awas Kak Jiee........"
Jieji sebenarnya tahu apa maksud serangan kegelapan ini. Dia hanya diam dan
menantikan serangan hebat lainnya yang datang.
Ketika suara pedang yang mengoyak angin menuju ke arahnya. Dia berusaha
menghindari semuanya dengan hanya mengandalkan perasaannya.
Dengan gerakan Dao yang nan lembut, Jieji berputar seraya menghindari
bacokan ataupun tusukan pedang dari 12 Pengawal Nenek Du. Dalam puluhan
jurus, terlihat Jieji memang agak kepayahan menghindari hawa pedang yang
datang sangat rapat tanpa bisa membalasnya.
"Tidak ada gunanya... Aku mau lihat seberapa lama kau sanggup bertahan anak muda.. Ha Ha...." teriak si nenek yang melihat keadaan jelek dari Jieji.
Tetapi sebelum tawanya berhenti. Dia terkejut luar biasa.
Sebuah sinar pedang tajam kembali menuju ke arahnya.
"Blammmmm...."
Tanpa ayal, si nenek langsung terpental sangat jauh menabrak tiang kayu kapal
sampai patah. Dia terjerembab dalam posisi yang sangat jelek.
"Bodoh... Saya sengaja memancingmu untuk berbicara supaya tahu posisimu..."
kata Jieji dengan dingin. Fenomena gelap dan angin keras telah hilang seiring
jatuhnya nenek Du.
Nenek Du sekarang sangat kepayahan, dia muntah darah yang sangat banyak.
Dia sudah tidak sanggup untuk berdiri dengan benar lagi.
Sedang ke 12 pengawal yang sedang mengeroyoknya malah semakin buas. Ke
dua belas orang itu langsung membacok dari atas ke bawah ke arah Jieji.
Jieji yang melihatnya segera merapal tapaknya setengah lingkaran sambil
mundur teratur dengan sangat cepat. 12 Orang yang kesemuanya tadi
mempunyai sasaran Jieji seorang, entah kenapa pedang yang datang membacok
kepadanya semua mengenai ke sasaran lain.
Sepertinya ke 12 orang itu malah saling membacok. Keadaan sungguh sangat
mengerikan. Pedang pendek nan tajam ada yang membelah leher, kepala, tubuh
ataupun tangan.
Ketika mereka semua turun dari udara, kedapatan 10 orang telah tewas. Sedang
2 orang masing-masing buntung tangan.
Darah membanjiri kapal seperti telaga saja. Banyak daging serta bentuk tubuh
yang tidak utuh lagi jatuh ke kapal.
Yunying yang masih pusing kepalanya melihat keadaan ini segera muntah.
Sementara itu, Jieji telah sampai kepadanya sambil mengelus punggungnya
dengan lembut. "Maaf... Jangan dilihat lagi..." katanya dengan penuh perhatian kepadanya.
Yunying hanya mengangguk pelan seraya berputar ke belakang.
Pemuda yang melihat keadaan, segera memuji Jieji.
"Hebat.. Benar benar seorang pahlawan yang hebat!!"
"Nenek Du... Kekejamanmu tiada tandingan di jagad yang damai seperti
sekarang. Tidak ada yang bisa kukatakan lagi kepadamu. Jumpailah Dewa Bumi
di neraka sana." Kata Jieji dengan sangat dingin kepadanya.
Dengan gerakan yang sangat cepat, Jieji menuju ke arahnya.
Ketika itu, nenek Du segera membacok dengan pedang pendek yang masih
tergenggam. Tetapi dengan gerakan pergelangan yang berputar, Jieji segera
mengayunkan telapaknya mengikuti arah pedang pendek.
Alhasil, keadaan nenek tua itu sama seperti Bao Sanye. Pedang pendek
langsung berbalik menggores urat lehernya.
"Ilmu pedang ayunan Dewa".........." katanya dengan lirih sambil rebah ke bawah.
Saat inilah nenek Du telah tewas.
Kedua pengawalnya yang telah buntung tangan melihat kedaaan disana segera
bunuh diri dengan melompat dari kapal.
Nahkoda kapal terlihat sangat pucat mendapati kenyataan di depannya. Tetapi
Jieji berjalan ke arahnya sambil menghiburnya. Dikeluarkannya beberapa tail
perak kepadanya untuk memintanya membersihkan kembali kapalnya supaya dia
tetap mampu berusaha kembali.
Pemuda yang sedari tadi mengamati, segera menghampiri Jieji sambil memberi
hormat. "Terima kasih Nan Ying Siung...."
"Ini hanya sebutan yang tidak pantas untukku. Namaku adalah Jieji. Boleh tahu siapa nama besar anda tuan?" tanya Jieji dengan sangat ramah kepadanya.
"Namaku Wang Sungyu. Jadi anda benar adalah Detektif dari Changsha itu?"
tanyanya kepada Jieji dengan sangat girang.
"Betul.. " kata Jieji sambil memberi hormat kepadanya.
"Terima kasih hari ini anda menolongku untuk lolos dari maut....Dari dulu saya sangat menghormati anda." katanya dengan sangat senang.
Jieji memberi hormat sopan kepadanya.
"Ohya Saudara Wang, Bole saya tahu ilmu tendanganmu dari mana dipelajari?"
tanya Jieji yang cukup penasaran akan Ilmu tendangan ciptaan Kakeknya itu.
"Ilmu tendanganku di turunkan oleh ayahku yang telah meninggal 7 tahun yang lalu. Nama ayahku adalah Wang Yanzheng."
"Jadi anda adalah keturunan dari Dinasti Min?" kata Jieji yang agak heran.
"Betul... Ayahku terakhir membaurkan pasukan dengan Kaisar Sung Taizu yang sekarang." katanya sambil tersenyum manis.
Dinasti Min disebut juga Dinasti Yin sebelum mereka menggabungkan pasukan
dengan pasukan Zhou Akhir yang terakhir menjadi Sung. Dinasti Min/Yin
bukanlah Dinasti yang kuat, selain itu Wang Yanzheng bukanlah tipe seorang
yang suka akan kekuasaan. Dia menawarkan diri untuk bergabung dengan Zhou
Akhir. "Jadi kakak kandung anda adalah Wang Sunghao, raja dari HanZhong" Dengan
begitu berarti ayahmu juga sahabat ayahku Wu Quan." Kata Yunying yang sedari tadi diam mengamatinya saja.
"Betul Nyonya Xia...." kata Sungyu.
Tentu kata-katanya segera memalukan Yunying. Sungyu tidak tahu jika Yunying
bukanlah istrinya Jieji. Hanya dia sempat mendengar kata-kata dari Nenek Du
tadinya. Sambil memberi hormat ke arah Jieji. Sungyu mengatakan.
"Kakekku Wang Yanxi dulu pernah akrab dengan Dewa manusia, kakeknya Xia
Daxia. Dia yang menurunkan Ilmu tendangan matahari secara langsung kepada
kakekku. Kemudian kakekku menurunkan langsung kepada Ayah, dan terakhir
kita 3 orang putera semuanya mempelajari jurus tendangan matahari."
"Jadi begitu..." kata Jieji kemudian sambil tersenyum manis.
Setelah itu, dia berjalan ke arah peti nenek Du dan pengawalnya yang masih
berada di sudut kapal bersama Sungyu, Yunying dan Kyosei.
Dengan kedua tangan, Jieji membuka dan mendorong perlahan tutupnya.
Ketika melihat ke dalam, Jieji cukup terkejut. Sedang Yunying tentu sangat
terkejut. Karena orang di dalamnya cukup di kenal mereka.
Wanita secantik rembulan yang bersinar terang sedang tidur dengan sangat
pulas di dalamnya.
Wanita di dalam peti itu tak lain adalah Puteri Koguryo, Chonchu adanya.
Kenapa nona nan cantik ini bisa berada dalam peti" Lalu bagaimana dia yang
sangat jago bersilat dan sangat pintar bisa ditangkap dengan mudah oleh nenek
Du yang kemampuan sebenarnya tidaklah seberapa.
Sungyu yang melihatnya tentu juga terkejut. Dia tidak menyangka Nenek Du
akan menangkap Nona secantik ini untuk di jadikan tumbal. Desiran darah dalam
dirinya seakan naik dengan sangat tinggi.
"Keparat nenek itu. Gadis secantik ini pun tidak di ampuninya. Nenek itu dari dulu memang mencari gadis secantik bunga untuk dijadikan korbannya." kata Sungyu sambil menghela nafas panjang akibat emosi sesaatnya itu.
Yunying yang melihatnya segera menggodanya.
"Jangan-jangan kau menyukai puteri ini?"
"Ha" Tidak.. bagaimana kamu bisa berpendapat demikian?" tanya Sungyu yang heran kepadanya.
"Tentu.. Begitu melihatnya, kamu langsung emosi tak karuan kan" Tidak usah berbohong... Tetapi bagus juga jika kamu mampu menggaetnya..." kata Yunying dengan senyum geli.
"Tapi..... Jadi dia adalah seorang puteri" Boleh saya tahu dia puteri dari keluarga kerajaan mana?" tanya Sungyu yang terlihat memiliki maksud dengan Chonchu
yang sedang tertidur sangat manis.
Sementara itu, Jieji hanya memandang Yunying dengan samping matanya.
Yunying yang melihatnya langsung tersenyum geli. Maksud Yunying tentu tidak
susah di tebak. Jika Chonchu menyukai pemuda bernama Sungyu ini, maka
setidaknya dia tidak ada saingan dalam cintanya karena Chonchu sangat
mengagumi Jieji.
"Dia puteri dari Kaisar Gwangjong dari negeri Koguryo...." kata Yunying.
"Pantas saja... Saya pernah dengar kabar, katanya Puteri Chonchu sangat pintar dan kecantikannya tiada 2 nya." kata Sungyu seraya berpikir.
"Bagus... Kalau begitu, cepat kau belajar bahasa Koguryo dari kakakku Jieji.
Setelah itu, kamu melamarnya saja..." kata Yunying dengan geli.
Sementara itu, Jieji segera memotong.
"Hush.... Cepat kau angkat dia dahulu...."
Yunying yang mengerti sikap Jieji segera membopong tubuh Chonchu yang
sedang tertidur.
Di letakkannya dalam posisi bersila. Yunying yang berada di belakangnya segera
menempelkan kedua telapak tangannya ke punggung Chonchu seraya
mengeluarkan energi untuk menyadarkan Chonchu yang sedang terbius.
Selang beberapa saat, sepertinya Chonchu telah sadar dan siuman.
"Kau tidak apa?" kata Jieji dalam bahasa Koguryo menanyainya.
Chonchu yang telah siuman segera terkejut. Dia tidak menyangka Jieji ada disini, dan dia juga tidak tahu menahu kenapa dia bisa berada di atas kapal yang
sedang berlayar.
BAB LXII : Fenomena Aneh Panggung Batu 1000 Cermin
"Aku tidak apa-apa..." kata Chonchu sambil memegang kepala dan
menggoyangkan perlahan karena rasa pusing masih bergelut di kepalanya.
Sikap Chonchu yang sangat manis tentu sangat mendesirkan darah Sungyu
yang melihatnya dengan sangat cermat.
Wajar saja, sebenarnya Chonchu sangatlah cantik adanya.
Yunying yang melihat keadaan Sungyu kembali menggodanya.
"Nah, Bagaimana tawaranku yang tadi?"
Sungyu yang mendengarnya tentu karuan terkejut. Dia hanya diam dan tertunduk
malu. "Hush... Jangan banyak berbicara aneh..." kata Jieji.
"Puteri... Bagaimana kamu bisa sampai di China daratan dan sempat ditangkap oleh Nenek Du?"
Chonchu yang mendengar pertanyaan Jieji lantas sedikit heran.
"Nenek Du maksudnya nenek Du dari Hei Longjiang yang sangat kejam itu?"
"Betul...." kata Jieji.
"Jadi saya di tangkap olehnya" Kamulah orang yang menolongku?" tanyanya kepada Jieji dengan tatapan penuh arti.
Yunying yang melihat tindakan Chonchu segera cemburu. Tetapi dia hanya diam
dan menunduk.

Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Jieji sempat melihat perubahan wajah Yunying yang tiba-tiba itu segera berkata.
"Bukan... Yang menolongmu adalah pemuda ini..." katanya sambil menunjuk ke arah Sungyu.
Chonchu langsung melihat ke arah Sungyu. Dia memberi hormat dengan sangat
sopan kepadanya.
"Terima kasih atas pertolongan tuan....." katanya dengan bahasa China.
Tentu Jieji, Yunying dan Sungyu sangat terkejut.
Bahasa Chinanya sangatlah fasih, dan tidak kelihatan Chonchu dalam proses
belajar bahasa Daratan tengah. Setidaknya Chonchu sudah sangat jago dalam
bahasa China layaknya orang Daratan tengah umumnya.
Sungyu langsung memberi hormat kepadanya dengan pelan. Lantas berkata.
"Bukan... Yang menolong anda adalah Xia Yingsiung...."
Segera dia menceritakan kejadian di atas kapal yang sedang berlayar melewati
sungai Changjiang tersebut.
Chonchu segera berpaling ke arah Jieji. Sepertinya dia mengerti maksud Jieji
mengatakan hal tersebut. Dia hanya tersenyum manis kepadanya tanpa bertanya
lebih lanjut kembali.
"Lalu kenapa puteri bisa keluar dari Koguryo" Apa anda masih mengingatnya?"
tanya Jieji kembali kepadanya.
Chonchu melihatnya dengan tersenyum.
"Sebenarnya aku datang ke daratan tengah untuk mencari ayah dan ibuku...."
"Ha" Apakah Kaisar Gwangjong dan permaisuri datang ke daratan tengah?"
tanya Jieji yang sangat heran adanya.
"Bukan... Ayah dan Ibuku sebenarnya tinggal di daerah Yunnan...." kata Chonchu sambil tersenyum penuh arti padanya.
Jieji langsung heran. Tetapi dia masih mampu berpikir jernih.
"Jangan-jangan ayahmu sesungguhnya adalah..........."
Chonchu hanya tersenyum manis tanpa menjawabnya lebih lanjut lagi.
Jieji telah mengetahuinya karena dia kembali mengingat dengan benar
kejadian-kejadian ketika berada di Koguryo.
Zeng Qianhao atau Pei Nanyang-lah ayah dari Chonchu sebenarnya.
"Jadi bagaimana kamu bisa jatuh ke tangan nenek Du?" tanya Jieji.
"Itu karena....." kata Chonchu seraya berpikir kejadiannya.
Sekitar 1 bulan lalu, Chonchu berniat mencari ayah dan ibunya yang di daratan
tengah. Ketika dia melewati kota Jiangling, dia sempat menginap semalam
disana. Pada waktu malam tiba, dia mendengar adanya suara di atas atap genteng
penginapannya. Lalu dengan mencabut pedangnya, dia berjalan keluar untuk melihat situasi.
Sesampainya dia di depan taman penginapan, dia sempat melihat seorang
pemuda tampan muda yang memakai baju sastrawan.
"Siapa anda?" tanya Chonchu.
Tetapi si pemuda tidak menjawabnya lebih lanjut. Dia hanya memandang puteri
Chonchu dengan sikap dingin, dari sorot matanya seperti bukanlah orang yang
ingin berkawan dengannya.
Chonchu yang melihatnya, segera mengancangkan jurus untuk menyerang
pemuda tampan itu.
Tetapi baru bergerak 2 langkah ke depan. Dia seperti telah kehilangan
tenaganya dan terjerembab.
Di lihatnya sekilas si pemuda tampan berjalan ke arahnya bersama dengan
belasan orang. Setelah itu, dia tidak sadarkan diri lagi.
"Jadi saya ditangkap oleh nenek Du" Syukurlah kalian disini menyelamatkanku.
Jika tidak saya tidak tahu apa yang akan terjadi padaku selanjutnya." katanya dengan sangat hormat kepada Jieji dan Sungyu.
Yunying yang diam di belakang segera menanyai Chonchu.
"Kak Chonchu, apa sebenarnya hal yang dilakukan Nenek Du terhadap
gadis-gadis itu selain membunuhnya sih" Dan apa pulak maksud menggarap
gadis muda?"
Yunying yang menanyai Chonchu tentu sangat tidak tahu apa arti sesungguhnya
dari keinginan Nenek Du. Namun Chonchu sangat tahu artinya dengan jelas.
Chonchu sekilas terlihat sangatlah malu. Wajahnya tertunduk tidak sanggup
berbicara. Jieji yang melihatnya segera menariknya. Dia membisiki sesuatu di telinga
Yunying. Yunying sebenarnya bukanlah gadis yang bodoh, hanya dia tidak tahu
sebenarnya maksud dari Nenek Du mengingat sejak usia sangat muda dia telah
di tinggalin ibunya.
Dan tidak mungkin ayahnya Wu Quan menjelaskan hal seperti itu kepadanya.
Yunying yang mendengar kata-kata Jieji segera kaget.
"Apa" Jadi gadis cantik itu dikeroyok oleh semua pemuda yang tadinya 12 orang sampai hamil dahulu" Baru janinnya di korek untuk dijual belikan?"
Semua orang tertawa mendengar kata-kata polos Yunying. Tetapi Yunying
sebaliknya malah malu adanya. Dia tidak mampu berujar kata-kata lagi karena
dia baru mengerti apa maksud sesungguhnya dari Nenek Du.
"Sudah.. Sudah... Jangan kau bicara lagi..." kata Jieji yang tersenyum geli kepadanya.
Sungyu segera menghampiri Jieji.
"Da Xia, apa perjalanan anda selanjutnya?" tanyanya.
"Saya akan menuju panggung batu 1000 cermin di Xi Zhuan..." kata Jieji kepadanya.
Chonchu yang mendengarnya segera bertanya.
"Apa boleh saya juga ikut denganmu?"
"Tidak ada masalah sama sekali... Tetapi bukankah kamu ingin mencari ayah
dan ibumu di Yunnan?" tanya Jieji.
"Selatan dari Xi Zhuan juga adalah Yunnan. Setelah ke panggung batu, saya
akan menuju ke Yunnan." kata Chonchu.
"Baiklah.. Bagaimana dengan Saudara Wang?" tanya Jieji kepada Sungyu.
"Mumpung saya juga tiada kerjaan, saya juga akan ikut..." katanya.
Sementara itu, Yunying sepertinya tidak begitu senang. Tetapi sikapnya tidak dia tunjukkan.
2 Jam berlayar, mereka hampir sampai di daratan.
Jieji hanya duduk di ujung kapal sendirian, di belakangnya berdiri Kyosei dengan sangat setia.
Sedangkan Yunying mengambil samping kapal sambil bertopang dagu melamun
melihat sungai Changjiang yang luas itu selang beberapa lama. Lalu di
belakangnya tiba-tiba muncul seorang.
"Apa kabarnya anda?" tanya orang yang tak lain adalah Chonchu adanya.
"Baik kak... Lalu kabar anda sendiri bagaimana?" tanya Yunying yang cukup terkejut juga.
"Baik saja tentunya.Bagaimana pertualanganmu belakangan dengan Xia Daxia?"
tanya Chonchu kepadanya.
"Biasa saja kak... Tidak ada yang istimewa...." jawab Yunying pendek.
Chonchu segera mengerti sikap nona cantik di depannya. Dia hanya tersenyum
manis dan geli kepadanya.
Yunying yang melihatnya segera mengerutkan dahinya.
"Ada masalah apa sih kak Chonchu?"
"Tidak... Sepertinya kamu sangat menyukai dia kan?" tanya Chonchu.
"Ah... Tidak... Siapa yang bilang..." kata Yunying acuh tidak acuh kepadanya, tetapi wajahnya segera kelihatan memerah.
Chonchu segera tertawa deras.
"Kalau begitu, kenapa menampakku langsung kamu terlihat sangat cemburu?"
tanya Chonchu kepada Yunying.
"Siapa bilang aku cemburu..." jawab Yunying dengan muka yang memerah
karena isi hatinya bisa di tebak Chonchu.
"Dengarkanlah... Saya memang mengagumi pemuda itu, tetapi dia dan aku tidak ada hubungan apa-apa yang lainnya. Saya rasa kamu mengerti maksud saya.
Ketika di Koguryo, saya pernah menanyainya beberapa hal mengenaimu. Dan
saya yakin di dalam hatinya sudah ada dirimu. Lantas kenapa kamu bisa
cemburu kepadaku?" tanya Chonchu yang tersenyum geli.
"Apa Benar kak" Kamu tidak membohongiku?" tanya Yunying dengan polos
kepadanya. "Tentu tidak... " kata Chonchu dengan manis kepadanya.
Selanjutnya mereka sanggup ngobrol dengan akrab layaknya kakak dan adik.
Tanpa terasa telah waktunya mendarat...
Panggung batu 1000 cermin tidaklah jauh lagi. Sekitar beberapa puluh li, maka
panggung tersebut telah sampai.
Perjalanan tidak sanggup dilanjutkan dengan memakai kuda, karena
pegunungan disini sangatlah terjal adanya.
Mereka berlima segera berjalan kaki menyusuri setapak kecil dari pegunungan
yang sangat licin.
Sungyu memang sangat pintar memperlakukan wanita. Dia perlakukan Chonchu
dengan sangat baik sepanjang perjalanan.
Tidak seperti Jieji yang hanya jago membuat analisis serta jago kungfu.
Sebaliknya dia susah menunjukkan rasa kehangatan meski kepada orang yang
disayangi sekalipun.
Yunying yang melihat keakraban Chonchu dengan Sungyu segera membisiki
Jieji. "Lihat... Itu orang romantis sekali, tidak seperti dirimu...."
Jieji hanya memandang wajahnya sambil kesal.
"Kamu mau kugendong" Biar tampak lebih romantis dari mereka...."
"Tidak..... Huh.. Kakiku belum pincang dan mataku belum buta.... Digendongmu tentu sangat merugikanku...." katanya dengan geli kepadanya.
Mereka berdua akhirnya tertawa dengan deras.
Dari arah Jauh, mereka melihat ke bawah tanah lapang. Segera tampak 5 Batu
yang menjulang tinggi. Sedang sepertinya banyak sekali orang yang berada di
sana. "Ternyata pesilat-pesilat telah sampai juga disana...." kata Jieji.
"Apa kita harus menggabungkan diri dengan mereka?" tanya Yunying.
"Kenapa tidak?" kata Jieji sambil tersenyum.
Jieji berlima segera datang kesana sambil menggabungkan diri mereka dengan
para pesilat. Terdengar suara lumayan berisik yang keluar dari para mulut pesilat.
"Ayok kita gali saja.... Kita lihat apa harta pusaka ada di bawah batu batu itu?"
Kemudian terlihat seorang berteriak kepada semua pesilat.
"Baik...." kata mereka secara serentak.
Sedang Jieji hanya diam saja melihat tingkah mereka. Mereka berlima
mengambil jarak yang lumayan jauh kemudian dari para pesilat untuk menengok.
Kerja para pesilat sepertinya sangat rajin, mereka giat untuk menggali ke 5 buah batu yang letaknya seumpama lingkaran besar.
"Sepertinya itu batu ada yang janggal yah?" tanya Yunying.
"Betul... Batu itu sepertinya kurang 2 biji...." kata Chonchu yang ikut meneliti dari tempat tinggi.
"Kyosei... Fenomena yang kamu dengar itu apa saja?" tanya Jieji kepada Kyosei kemudian.
"Kabarnya semua batu bisa berkelap-kelip ketika bulan purnama pas. Sedangkan semua penduduk sekitar mengatakan batu itu bersifat magis sebab batu bisa
memanggil roh orang yang telah meninggal..." kata Kyosei menjelaskan.
Waktu itu sudah hampir gelap, rembulan cukup besar dan bersinar lumayan
terang. Jieji hanya berpikir sambil diam dan mengamati ke arah pesilat.
Sepertinya dia kembali mendapatkan sesuatu.
"Gawat!!!" teriak Jieji.
Tetapi barusan dia berkata, para pesilat telah merasa heran adanya.
Penggalian memang sudah lumayan dalam. Batu menjulang tinggi seakan
berubah posisinya saling berputar menghasilkan desiran angin yang kuat.
Para pesilat yang takut akan fenomena tersebut hendak naik dari lubang tengah
di antara 5 batu.
Sebelum mereka sampai ke atas, mereka sangatlah terkejut.
5 Batu segera bersinar terang.
Saat itu segera muncul sinar yang terang sekali dari arah 5 batu menuju ke arah tengah. Bentuk sinar terlihat sangat jelas, yaitu banyak aksara orang yang
berlatih kungfu segera muncul.
Pesilat yang melihatnya selain heran langsung berniat mempelajarinya.
Jieji yang melihatnya segera meminta Yunying, Kyosei, Sungyu, dan Chonchu
untuk berpaling supaya tidak melihat aksara gambar orang berlatih kungfu
tersebut. Dengan segera, Jieji berlari ke depan untuk menyelamatkan para pesilat yang
disana. Tetapi telah terlambat, semuanya seperti telah kesurupan.
Dengan mencabut senjata dari pinggang, semua pesilat seakan saling bunuh
disana. Jieji yang melihat fenomena tersebut berniat untuk menghentikannya. Tetapi apa
dayanya, semua pesilat telah kesurupan sangat luar biasa. Beberapa di antara
mereka telah tewas dengan sadis.
Dengan segera dia mengeluarkan jurus Ilmu jari dewi pemusnah untuk menotok
nadi para pesilat yang masih hidup.
"Gawat...." kata Jieji seraya mengancangkan tapak berantainya. Dia melayang di tengah sambil menggunakan jurus tapak berantai tingkat ketiga untuk memutar
semua batu itu dengan tenaga dalam.
Pergeseran batu terdengar sangatlah jelas oleh semua orang. Batu tergeser
membalik 360 derajat.
Sesaat, para pesilat yang masih hidup segera sadar. Mereka melihat sekeliling
dan sungguh terkejut.
Tadinya jumlah pesilat telah mencapai sekitar 50 orang. Sekarang yang
terselamatkan tidak lebih dari 10 orang. Karena tidak tahu diri mereka kesurupan, mereka berpikir orang yang membunuh semua pesilat adalah Jieji adanya.
"Keparat!!! Kenapa kau bunuh semua pesilat" Kau mau mengangkangi harta
benda Dinasti Tang."
Jieji hanya melihat mereka tanpa berargumen. Dia tahu tidak ada gunanya
memberi alasan kepada mereka yang tidak tahu menahu.
Sedang teman-temannya segera turun dari bukit kecil ke arah 5 batu tersebut.
"Apa kau bilang" Jelas-jelas kalian kesurupan dan di tolong pemuda ini. Kalian tidak tahu budi malah sembarang menfitnah." kata Yunying yang gusar.
"Tidak ada gunanya... Mereka tentu tidak tahu hal yang sebenarnya..." kata Jieji dengan pengertian kepada Yunying.
"Oya" Kenapa kamu bisa tahu hal yang aneh yang akan muncul dari 5 Batu?"
tanya Chonchu heran kepada Jieji.
"Saya pernah mengalaminya di Koguryo beberapa tahun lalu. Semua kejadian
hampir mirip. Oleh karena itu saya meneriaki kalian untuk tidak melihat lagi lebih jauh... Yang tadi adalah fenomena Ilmu pembuyar tenaga dalam. Ilmu tersebut
terlalu dahsyat untuk di pelajari orang yang tenaga dalamnya rendah, maka
daripada itu mereka semua pasti kesurupan." kata Jieji seraya berjalan untuk mengamati batu-batu tersebut sambil berpikir.
Setelah beberapa lama, senyum segera tampak dari bibir Jieji.
BAB LXIII : Pertemuan Kembali Di Alam Kegelapan
Dengan segera dia membalikkan kembali batu yang tadinya telah bergeser.
Tetapi yang dia balikkan hanya 2 batu, tidak kelimanya sekaligus. Batu besar
dibiarkan berhadapan satu sama lain, tetapi tentu hanya 2 buah saja, yang
lainnya dibiarkan tetap terbalik.
Setelah itu, fenomena sinar terang kembali muncul. Tetapi dengan cepat kembali
Jieji memutarnya kembali.
Dia ulang beberapa kali pemutaran batu untuk mencocokkannya.
Ketika pemutaran yang ketiga kalinya, Batu tidak memunculkan sinar terang lagi.
Melainkan timbul fenomena baru, kegelapan langsung muncul dengan segera.
Jieji yang melihatnya segera tersenyum manis. Dia masih ingat dengan pasti
keadaan tersebut, selain itu kata-kata Kyosei memberikannya sedikit inspirasi.
"Ying dan Kyosei... Kalian konsentrasikanlah masing-masing terhadap orang
yang ingin kalian cari sesegera mungkin..." Kata Jieji.
Yunying dan Kyosei yang mendengar suara Jieji walaupun tidak bisa melihat
dengan jelas karena kegelapan, segera mengiyakannya. Seraya mengambil
posisi meditasi, Yunying mengingat ibunya sedangkan Kyosei mengingat
Hikatsuka Oda. Sedang Jieji tentu menutup matanya untuk mengingat istrinya tercinta, Yuan
Xufen. Pengkonsentrasian mereka lumayan lama...
Sepertinya Yunying dan Kyosei gagal, karena mereka tidak merasakan adanya
apapun selain kegelapan.
Melainkan Jieji sangat aneh, dirinya seakan sedang melayang terbang di
kegelapan nan pekat, kemudian di dalam hatinya seperti ada yang sedang
memanggil padanya.
"Jie....... Jie......."
Suara yang sangat dikenal Jieji. Suara yang telah memabukkannya belasan
tahun. Suara yang memberikan semangat dalam hatinya. Suara yang bahkan
bisa membuat setiap mimpinya menjadi sangat indah. Suara yang membuat
hidupnya kembali berarti.
"Xufen....... Kaukah itu?" kata Jieji dengan lirih.
"Betul Jie.... Aku telah datang...." kata suara itu.
Jieji segera berpaling ke segala arah untuk mencarinya. Dia lari dengan cepat ke arah suara tersebut. Jalan di depan seakan tiada ujung. Dia terus berlari kencang untuk mengejar tetapi dia sama sekali tidak mendapati istrinya.
"Xufen..... Dimana kau adanya?"" Teriaknya.
Setelah beberapa saat, suara itu muncul kembali.
"Aku hanya di sampingmu... Kenapa kau kejar aku tanpa tujuan?" tanya suara itu.
Jieji telah banjir air mata di wajahnya. Dia seperti orang yang telah kehilangan akal.
"Tetapi kenapa aku tidak mampu melihatmu" Kenapa?"" Tunjukkanlah
dirimu...." teriak Jieji.
Dia menengok ke kiri dan kanannya untuk mencari Xufen sambil meraba dalam
kegelapan. Tetapi rabaan itu sama sekali tidak mengenai sesuatu.
Sesaat itu, segera di samping kiri Jieji muncul cahaya yang lumayan terang yang membuat matanya sangatlah silau karena tadinya sangat gelap.
Jieji sempat menutup matanya yang kesilauan akan cahaya tersebut.
Lalu ketika dia membuka matanya dengan perlahan. Dia melihat sesuatu...
Dia melihat seorang gadis yang berpakaian putih yang sangat dekat dengan
jarak paling 1 kaki saja. Wajahnya tentu sangat tidak asing baginya, wajahnya
yang sangat terang. Wajah yang paling ingin dilihatnya selang belasan tahun.


Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Lirih" Tidak juga...
Senang" Juga tidak...
Sedih" Sama sekali tidak...
Gembira" Tentu tidak...
"Kamu telah muncull .... Akhirnya kamu telah muncul untuk melihatku..." teriak Jieji yang dengan perasaan yang sangat bercampur aduk.
Xufen terlihat seperti dulu, terlihat seperti saat dia meninggalkannya belasan
tahun lalu. Dia bahkan tidak berubah sama sekali.
Sinar matanya sangatlah terang. Bagaikan matahari yang menyinari dunia.
Bagaikan Maha Cahaya yang memberikan sinarnya tanpa pamrih ke seluruh
jagad. Pandangan Xufen kepadanya dipenuhi dengan kasih yang luar biasa...
Kasih yang Maha sempurna, seakan tiada hal yang meragukan, tiada hal yang
mencemaskan. Sedangkan pandangan Jieji kepadanya sangat lirih, dia
menangis dengan sangat deras. Perasaan bahagianya tertampak jelas karena
masih bisa melihat istrinya yang tercinta itu datang kepadanya.
Mereka hanya terpaku, keduanya tidak mengucapkan sepatah katapun.
Sebenarnya banyak hal yang ingin dikatakan Jieji langsung kepadanya. Tetapi
entah kenapa ketika berjumpa dengan Xufen, Jieji seakan telah lupa segalanya.
Dia tidak tahu apa yang ingin dibicarakan kepadanya.
Rindu" Cinta" Rasa sakit hati"
Semuanya tercampur di dalamnya.
Karena sangat girang mendapati Xufen di depannya, Jieji tidak melihat adanya 2
orang di belakang Xufen. Sesaat itu, suara tersebut menegurnya.
"Kau anak tidak berguna...." kata suara itu.
Jieji yang hanya terpaku pada Xufen tadinya segera terkejut.
Dia segera melihat ke arah suara yang muncul. Seseorang yang dilihatnya
adalah seseorang yang cukup dikenalnya.
Seorang tua yang berpakaian putih...
Sangat kontras sekali keadaan disana. Kegelapan yang nan pekat dengan orang
tua yang berpakaian serba putih. Jieji juga sempat melihat ke samping orang tua tersebut, seorang tua yang lainnya juga ikut berada disana. Orang tua ini tidak dikenali oleh Jieji. Dia juga berpakaian serba putih adanya. Dari wajahnya
tampak keagungan yang tinggi dengan jenggot putih yang lumayan panjang.
Tetapi dia hanya diam tanpa mengucapkan sepatah kata apapun. Dia
memandang Jieji dengan tersenyum penuh arti.
"Paman Yuan?"?" Kata Jieji yang agak heran setelah berpaling ke arah orang tua yang dikenalnya itu.
Tetapi si orang tua segera gusar.
"Kau sudah menikahi puteriku. Tetapi hari ini kau memanggilku Paman" Kurang ajar....."
Jieji segera terkejut. Dia langsung berlutut dan memberi hormat kepadanya.
"Maafkan aku ayah mertua...."
Yuan segera membimbingnya berdiri. Saat dia memegang tangan Jieji.
Jieji merasakan hal yang cukup aneh. Tangan orang tua itu dingin, sangat dingin sekali.
"Tidak perlu terkejut nak. Kita hidup di alam tersebut dengan sangat senang.
Lupakanlah masa lalumu. Jadilah orang yang berguna, jangan terus hidup tanpa
melangkahkan kakimu ke depan." kata Yuan dengan pengertian kepadanya.
Orang tua yang tadinya tidak bersuara, segera datang menghampiri Jieji.
"Kamu sangat hebat... Aku sangat gembira mendapati kenyataan itu sekarang...."
katanya dengan tersenyum sangat gembira kepadanya.
Sesaat kemudian setelah berpikir, Jieji segera terkejut. Dia mengenali suara
orang tua ini, sama seperti suara orang tua yang pernah memanggilnya saat dia
pingsan di dalam gua di negeri Koguryo.
"Kakek tua?"?"?" tanya Jieji dengan sangat heran.
"Betul...... Akulah Dewa manusia....." katanya sambil tersenyum sangat manis.
"Kakek..... Tidak disangka kamu juga ada disini?" kata Jieji yang sangat gembira mendapati Dewa Manusia ternyata juga disana.
"Sekarang kamu telah menjadi pendekar tanpa tanding sejagad. Sebagai
kakekmu saya sangat bangga sekali. Tidak disangka kamu mampu mewarisi
kemampuan kakek...." katanya.
"Tidak kek... Semua bisa terjadi hanya karena adanya petunjuk kakek...." kata Jieji merendah memberi hormat kepadanya.
Dewa Manusia berpaling ke arah Xufen.
"Kamu sangat hebat nak. Demi kamu, cucuku telah mampu menjadi seorang
yang sangat hebat dan menjadi manusia sejati. Saya bangga kepadamu...."
"Tidak kek... Semua hal melainkan adalah usaha ketekunan dan kepintarannya.
Saya mana sanggup membuatnya menjadi begitu." Kata Xufen seraya tersenyum
sangat manis. "Tetapi ingatlah... Musuh di depanmu masih sangatlah banyak, semuanya
sedang mengincarmu...." kata Dewa Manusia.
Jieji mengiyakan.
"Jadi kamu juga tahu musuhmu yang sesungguhnya sekarang?" tanya Dewa
Manusia yang cukup heran.
"Iya... Saya bisa menebak lebih dari 5 bagian...." kata Jieji.
"Ha Ha Ha....... Kamu betul pantas menjadi cucuku tetapi kamu harus ingat.
Keluarga kita, keluarga Oda adalah keluarga yang mementingkan kebenaran di
atas segalanya. Ingatlah hal itu baik-baik karena tidak ada sesuatu yang ingin
kupesankan kepadamu lagi selain ini....." kata Dewa Manusia kemudian.
Jieji memberi hormat kepadanya. Dia berjanji pesan kakeknya akan diingat
selamanya. Setelah itu, Dewa manusia mengajak Yuan untuk meninggalkan tempat tersebut.
"Tetapi kek.... Kenapa begitu cepat perginya?"
Dewa Manusia dan Yuan hanya tertawa keras seraya berjalan
membelakanginya.
Hanya berselang sesaat, keduanya telah ditelan kegelapan.
Keduanya tentu ingin memberikan kesempatan kepada mereka berdua yang
tidak berjumpa sekian lamanya.
Setelah keduanya lenyap, Jieji tetap melihat kepergian mereka dengan bengong.
Beberapa saat kemudian, Xufen berjalan menghampirinya.
Jieji memandangnya kembali dengan sinar mata yang sangat hangat. Lalu
dengan segera dia memeluknya, dia mendekapnya dengan lumayan erat.
Tetapi yang dirasakan Jieji sama seperti ketika ayah mertuanya memegang
tangannya. Dingin.... Sangat dingin sekali....
Xufen hanya memeluknya dengan penuh kasih dalam beberapa saat.
"Maafkan aku.... Aku tidak berguna sama sekali.... Seharusnya kamu sama sekali tidak perlu mati. Aku dan kamu telah dipermainkan sedemikian rupa." kata Jieji kemudian dengan suara lirih.
Kedua matanya segera tumpah air mata yang deras.
Xufen segera memalingkan pandangannya ke mata Jieji. Dia usap perlahan air
matanya, tangan yang mengusap wajahnya terasa sangatlah dingin.
"Bukanlah kesalahanmu sama sekali. Inilah takdir... Takdirlah yang memisahkan kita.... Jangan sedih lagi yah..." kata Xufen dengan pengertian kepadanya.
"Tetapi.... Saya tidak ingin meninggalkan tempat ini lagi selamanya....Aku ingin tetap disini bersamamu, melayanimu, mencintaimu...." Kata Jieji dengan berurai air mata kepadanya.
"Tidak bisa.... Inilah pertemuan kita yang pertama, dan juga yang terakhir kalinya." kata Xufen sambil tersenyum sangat manis kepadanya.
"Kenapa" Kenapa bisa begitu" Saya akan tinggal disini, setiap hari saya akan datang kepadamu..... Apa kamu tidak suka akan kedatanganku?" tanya Jieji
kepadanya dengan heran.
"Tidak.. Tentu bukan begitu.. Kamu tahu kan, kita ini dari dunia yang berbeda.
Jika saya terlalu sering mendekatimu, hawa Yin dalam tubuhku bisa buyar.
Begitu pula dirimu, hawa Yang dalam tubuhmu bisa kacau. Selain itu...." kata Xufen yang mulai menangis.
Jieji mengerti sebabnya. Dia tahu, manusia dan roh tidak mungkin bisa bersatu.
Sebab dalam beberapa ajaran Dao yang menembus gaib mengatakan jika setan
terlalu sering bertemu manusia, maka setan akan "mati" dan begitu pula dengan manusia.
"Lalu apa ada cara lain untuk menemuimu lagi?" tanya Jieji yang agak
penasaran. "Tentu tidak... Kamu tahu.... Memunculkan diriku saja memerlukan banyak sekali tenaga." kata Xufen dengan pengertian kepadanya.
"Apakah selamanya saya tidak mampu lagi bertemu denganmu?" kata Jieji dengan lirih.
Xufen hanya menggelengkan kepalanya. Dia tidak menjawabnya lebih lanjut,
melainkan langsung merebahkan dirinya di pelukan pemuda tersebut.
Mereka berdua sangat menikmati kebersamaan ini. Mereka tidak berbicara
apapun sama sekali, hanya diam terpaku disana sambil berpelukan. Sesekali
Jieji mencium rambutnya yang harum dan mengelusnya dengan perlahan.
Selang beberapa lama, Xufen menanyainya kembali.
"Bagaimana dengan orang tua-ku" Apakah kamu sudah tahu hal
sesungguhnya?"
Jieji hanya mengangguk. Dia bisa memastikan hampir sebagian besar hal itu.
"Jadi.... Apakah kamu juga akan melakukan hal yang sama seperti yang kamu
ucapkan pada Dewa Manusia?" tanya Xufen dengan mengerutkan dahinya.
"Saya tidak tahu....." kata Jieji sambil menghela nafas panjang.
"Untukku... Demiku dan gadis itu... Janganlah mengambil langkah terakhir jika tidak terpaksa.. Bagaimana?" tanya Xufen memberi saran kepadanya.
Jieji yang mendengar dengan cermat kata-kata Xufen segera mengiyakan.
"Aku berjanji kepadamu.. " katanya.
Xufen segera bergembira, dia memeluk Jieji dengan sangat erat.
"Ohya, bagaimana kelanjutanmu dengan gadis itu?" tanyanya kemudian.
Jieji hanya diam tidak mampu menjawab.
"Nikahilah dia... Jangan pernah menyesal, jangan pernah mengingat kejadian yang lampau. Dia memang ditakdirkan untukmu sebagai penggantiku...." kata
Xufen dengan hati yang senang.
"Untuk masalah ini, izinkanlah aku berpikir dahulu." kata Jieji.
Tetapi Xufen langsung menggelengkan kepalanya.
"Jangan... Jangan buat gadis lain menderita. Bahagiakanlah dia... Aku sangat tulus. Jangan hanya karena diriku, kamu terus menyiksa dirimu. Berjanjilah
kepadaku untuk hal ini...." kata Xufen yang seakan merengek kepadanya.
Jieji hanya diam saja sedemikian lama. Tetapi Xufen memandang matanya terus
tanpa mengucapkan kata-kata.
Selang beberapa lama, Jieji akhirnya juga mengiyakan.
"Aku berjanji kepadamu. Aku tidak akan menyia-nyiakannya sama seperti kamu."
kata Jieji dengan penuh pengertian kepadanya.
"Ingatlah... Kamu adalah lelaki sejati, jangan terpaku sangat lama akan masa lalumu. Kamu seharusnya mencari kebahagiaan yang telah kamu tinggalkan
dalam waktu yang sangat lama. Cobalah berjalan ke depan, janganlah melihat ke
belakang terus menerus." kata Xufen kepadanya.
Jieji mengangguk pelan kepadanya sambil tersenyum.
Setelah itu, mereka berdua memilih duduk berduaan. Jieji memeluk Xufen dari
belakang. Mereka tidaklah lagi berbicara banyak, melainkan hanya menikmati kesenangan
karena mampu bertemu lagi setelah sekian lama.
Keduanya menutup matanya menikmati kenangan akan rasa rindu yang telah
menggantungi hati masing-masing selama belasan tahun.
Sementara itu.....
Di luar, Yunying dan Kyosei telah keluar dari rancangan batu 1000 cermin.
Mereka melihat ke arah Jieji yang masih berdiri. Tetapi kedua matanya telah
tertutup, tidak sedikitpun mereka melihatnya beranjak. Dia diam seribu bahasa
seperti sedang ketiduran.
"Tuan muda pasti telah bertemu dengan istrinya..." kata Kyosei sambil tersenyum.
"Betul... Semoga saja pertemuan itu menyenangkannya yah..." Kata Yunying dengan wajah tersenyum sambil memandang ke arah Jieji.
Jieji masih tertutup matanya. Rohnya sebenarnya sedang berada di alam lain.
Setelah cukup lama...
Akhirnya Xufen berbicara kepadanya.
"Aku akan pergi...."
Jieji segera terkejut, dia mempererat pelukannya.
"Aku tidak akan membiarkanmu pergi.... Aku..." katanya dengan lirih kemudian.
"Kamu tidak bisa begitu. Banyak hal yang harus kamu lakukan lagi. Ingatlah...
Janganlah kamu kembali lagi kesini kecuali nantinya kamu telah meninggal..."
kata Xufen dengan pengertian kepadanya.
Jieji hanya mengiyakannya pelan dengan hati yang sangat perih.
"Janganlah terus terpaku kepadaku. Wanita yang pantas kamu cintai ada di
depanmu. Kita tidak pernah ditakdirkan untuk bersatu Jie......" kata Xufen kemudian.
"Izinkanlah diriku bersamamu sebentar lagi.... Hanya sebentar...." kata Jieji yang sedikit memaksanya.
"Tidak bisa.... Sepertinya hawa dalam tubuhku mulai sangat kacau. Jika terlalu lama, aku akan kehilangan banyak dan bahkan bisa lenyap selamanya. Mungkin
selanjutnya aku tidak bisa...." kata Xufen yang terlihat mulai melemah.
Jieji yang melihatnya segera melepaskan genggamannya. Dengan perlahan dia
membimbingnya berdiri.
"Baiklah..." kata Jieji sambil mengangguk. Tetapi air matanya kembali sangat deras mengalir.
"Bodoh... Jangan begitu terus lagi yah... Saya akan pergi... Semoga kamu
berhasil dan menjadi orang yang sangat berguna nantinya. Aku sangat bangga
kepadamu di alam baka... Dan terakhir, ingatlah semua janjimu kepadaku
tadinya." Kata Xufen dengan tersenyum sangat manis kepadanya.
Jieji hanya terpaku bengong tanpa bisa berucap kata-kata lagi.
Sesaat, dia melihat Xufen berjalan membelakanginya.
Dia bermaksud dengan segera mengejar istrinya tersebut.
"Jangan beranjak lagi... Ingatlah semua janjimu kepadaku. Aku sangat
mencintaimu." Kata Xufen yang seraya berbalik melihatnya sambil menangis
deras. "Kenapa?"?" tanya Jieji.
Dalam hatinya dia tentu tidak ingin melepaskan istrinya tercinta pergi
selama-lamanya. Tetapi dalam pikirannya, dia sadar sekali. Tidak mungkin
baginya lagi untuk bisa bersama-sama dengannya.
Akhirnya Jieji hanya mengangguk pelan. Dia tidak beranjak maju lagi, dia hanya
terpaku. Xufen yang melihatnya, segera tersenyum manis. Perlahan, dia membalikkan
badan dan berjalan. Setelah itu, Xufen telah lenyap dalam kegelapan nan pekat.
Jieji hanya terpaku. Hatinya bercampur aduk dengan hebat. Setelah beberapa
saat berpikir keras akhirnya dia berteriak keras.
"Aku bersumpah kepadamu.... Semua janjiku kepadamu akan kutepati sama
seperti cintaku yang tidak pernah layu kepadamu...."
Sekarang hati Jieji telah baikan setelah teriakannya di ruang gelap ini. Hatinya berbunga-bunga seindah fajar menerangi bumi di pagi hari.
Dengan segera, dirinya terasa melayang. Jieji tahu, dirinya akan kembali ke
tubuh asalnya. Roh yang telah keluar dalam dirinya segera kembali terbang dengan pesat.
Tidak berapa lama, Jieji yang tadinya berdiri di tengah batu 1000 cermin segera membuka matanya.
Dia menegakkan kepalanya memandang ke atas sambil menarik nafas panjang.
Dari bibirnya menungging senyuman yang sangat bahagia...
BAB LXIV : Pernikahan
Mereka yang melihat Jieji berdiri lumayan lama dalam keadaan yang mirip tidur,
segera menghampirinya karena melihat Jieji sudah mulai bergerak.
Yunying-lah orang pertama yang beranjak ke tempatnya. Dia segera
menanyainya. "Bagaimana" Sudah ketemu dengan kak Xufen?"
Jieji melihatnya dengan dalam-dalam sambil menyunggingkan bibirnya. Dia
hanya mengangguk perlahan tanpa menjawab.
Sementara Kyosei segera bertanya kepada Jieji.
"Tuan muda, saya tidak mendapatkan fenomena apapun" Kenapa begitu"
Apakah...?""
Jieji beralih pandangan ke arah Kyosei.
"Memang benar. Saya sudah tahu dari awal jika ayahku masih hidup adanya..."
tetapi pandangan matanya malah terlihat lumayan sayu.
Kyosei yang melihat tuan mudanya memandang dengan cara begitu segera
terkejut. "Apa yang terjadi sebenarnya?" tanyanya kemudian.
"Tidak... Saya hanya mampu mengiranya sedemikian rupa. Tetapi hal yang bisa saya pastikan adalah ayah masih hidup dengan baik di dunia ini...."
"Jika begitu, ibuku tentu masih hidup di dunia ini dong?"" tanya Yunying yang seraya memotongnya.
"Betul...." kata Jieji.
"Syukurlah... Dengan begitu, maka masih ada kesempatan bagiku untuk bertemu dengannya." kata Yunying dengan girang.
Sementara itu Jieji malah tidak berpikir demikian. Ingin sekali dia mengatakan
tidak perlu berharap terlalu banyak kepadanya. Namun karena melihat
kegirangan si gadis, dia tidak jadi mengatakan kepadanya. Dia hanya diam
membisu. Sementara itu, Chonchu sepertinya bisa menebak beberapa bagian isi hati Jieji
dari melihat wajahnya saja. Langsung dia beralih menanyainya.
"Bagaimana perjumpaanmu?"
"Bagus... Sungguh baik sekali..." Kata Jieji yang melihat Chonchu sambil tersenyum.
"Baguslah jika begitu... Pasti banyak pesan yang dia nyatakan kepada kamu
kan?" tanya Chonchu penuh arti kepadanya.
"Betul... Ada beberapa yang masih menggaung di hatiku sampai sekarang..."
kata Jieji dengan tersenyum.
Chonchu lalu mengalihkan pandangannya ke arah Yunying. Dia tersenyum
kepadanya. Jieji yang melihat tingkah Chonchu segera mengetahui. Dia tahu Chonchu
mengerti bagaimana cara perjumpaannya, bagaimana kira-kira percakapannya
dengan istrinya.
"Kalau begitu, kamu harus melaksanakan dahulu yang pertama janji itu kan?"
tanya Chonchu kemudian dengan tersenyum manis penuh arti.
"Tidak tahu... Tetapi mungkin pesan itulah yang paling mudah kujalankan saat ini..." Jawab Jieji yang tahu Chonchu mengetahui isi hatinya.
"Semua wanita di dunia ini pemikirannya pasti sama kepada orang yang
dicintainya. Jadi tidaklah perlu merasa heran adanya kenapa aku bisa
mengetahuinya...." kata Chonchu.
Jieji mengagumi gadis ini. Dia memujinya tinggi sekali.
Sementara itu, Yunying malah merasa heran. Dia segera bertanya kepadanya.
"Ada apa sih" Maksud kalian itu apa?"


Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tidak apa-apa... Nanti kamu akan mengerti dengan sendirinya..." kata Jieji sambil tersenyum.
Wang Sungyu yang sedari tadi diam segera maju menanyai Jieji.
"Xia Daxia.... Jadi anda akan pulang kembali" Atau bagaimana?"
"Tentu... Kita akan pulang ke Dongyang." Jawab Jieji.
"Kalau begitu, kita berpisah disini sajalah..." kata Chonchu kemudian kepadanya.
Wang Sungyu ingin sekali ikut dengan Chonchu ke Yunnan. Tetapi tidak berani
dia mengatakan kepada gadis tersebut. Dari wajahnya terlihat dia berpikir namun sambil ragu. Jieji yang melihat tindakan pemuda ini segera menghampiri
Chonchu dan Sungyu.
"Saya rasa bagus sekali jika Saudara Wang mengantar Chonchu ke Yunnan.
Bagaimana menurutmu puteri?" tanya Jieji.
"Saya tidak masalah, tetapi sangat tidak enak hati merepotkan kak Sungyu..."
Sungyu sepertinya terlihat agak malu. Dia tidak berani berkata apapun pada si
gadis tetapi dia berterima kasih atas tindakan Jieji yang sepertinya membuka
jalan kepadanya.
"Tidak juga... Di perjalanan tambah seorang kan lebih aman daripada hanya
sendiri." kata Jieji kemudian sambil berjalan ke arah pesilat tadinya yang telah tertotok nadi. Dengan gerakan cepat, nadi para pesilat yang tertotok segera
terbuka. Chonchu mengangguk sambil tersenyum kepadanya. Sedangkan Sungyu
memberi hormat kepada Jieji dan berterima kasih.
Para pesilat yang masih hidup itu, segera lari dan tidak mempedulikan Jieji dan kawan-kawannya disana.
Wang Sungyu dan Chonchu segera memberi hormat kepada Jieji dan
kawan-kawannya sambil meminta pamit.
Disinilah mereka berpisah...
Dari tempat panggung batu 1000 cermin, Wang Sungyu dan Chonchu
mengambil ke arah selatan. Sedangkan Jieji dan Yunying serta Kyosei segera
berangkat menuju ke timur ke arah datangnya mereka.
2 Hari kemudian...
Jieji dan kawan-kawan telah sampai ke kota Xiangyang.
Sepertinya Jieji setelah pertemuan dengan Xufen mulai sedikit berubah,
setidaknya adalah pandangan dia terhadap Yunying adanya.
Dia ingin menjalankan pesan Xufen kepadanya, tetapi seperti biasa. Dia tidak
mampu mengucapkannya dengan jujur kepadanya.
Pagi hari yang cukup cerah...
Jieji dan Yunying berjalan ke samping kota. Mereka memutuskan mencari makan
untuk sarapan. Setelah berjalan melewati beberapa blok, mereka memutuskan untuk makan mie
yang berada di samping tembok kota.
Tetapi ketika hampir dekat kesana. Jieji dan Yunying melihat sepansang
muda-mudi yang tampan dan cantik adanya.
Tanpa melihat terlalu lama, Jieji dan Yunying segera mengenali kedua orang
tersebut. "Adik ketiga" Xieling?"?" tanya Jieji yang penuh kegembiraan.
Ternyata kedua orang yang sedari tadi telah duduk di warung makan segera
menyapanya dengan sangat girang pula.
"Kakak kedua... Apa kabarmu" Kenapa bisa sampai kesini?" tanya Wei yang agak heran mendapati Jieji.
"Baik..." kata Jieji yang langsung menceritakan perjalanannya kepada Wei dan Xieling yang disana.
Wei yang mendengarnya menghela nafas panjang saja. Tetapi dengan segera
dia menanyai Jieji.
"Guruku di Xizhang, guru Ba Dao sebenarnya menitipkan beberapa pesan
kepadaku..."
katanya seraya menceritakan kejadiannya beberapa bulan terdahulu.
Jieji mendengarnya dengan seksama. Dia terlihat tertarik akan puisi yang sempat disampaikan puisi dewa kepada Ba Dao.
"Hati tulus nan Indah...
Di ujung naga dia terpendam...
Terbawa aliran menuju ke hulu...
Apakah aliran bisa mencapai puncak"
Takdir mengiyakannya..."
Jieji asyik berpikir 5 baris bait dari puisi tersebut. Sepertinya dia mendapatkan sesuatu bagian arti puisi tersebut.
"Bagaimana" Kamu sudah tahu artinya?" tanya Yunying yang agak penasaran melihat cara berpikir Jieji yang kadang tersenyum, kadang mengerutkan dahinya.
"Sedikit..." Jawab Jieji yang tersenyum.
"Lalu apa itu kak" Apakah ada sedikit petunjuk mengenai keberadaan sutra?"
tanya Wei. "Jika kita pisahkan baris pertama dan baris kelima, maka artinya orang yang berhati tulus adanya yang mampu mendapatkan sutra tersebut. Baris kedua
menyatakan di ujung naga, kamu juga tahu arti naga adalah Kaisar. Kaisar disini tentu maksudnya adalah Yang jian, Kaisar Dinasti Sui yang menyembunyikan
benda itu. Sedang maksud menuju ke hulu, sangat bertolak belakang adanya.
Sebab air selalu menuju ke hilir dan bukan hulu.
Jika kita bandingkan dengan baris keempat, maka juga sama adanya. Aliran air
seharusnya dari puncak mengalir ke bawah. Dan bukan aliran air itu bisa
mencapai puncak adanya."
kata Jieji menjelaskan dengan tersenyum.
"Apa sih maksudnya" Kok makin lama makin rumit?" tanya Yunying yang agak heran.
Jieji hanya tersenyum penuh arti. Sepertinya kali ini dia telah mendapatkan
semua arti yang diberikan Sang puisi dewa.
"Kamu masih ingat" Pada saat menyeberangi sungai Changjiang menuju ke
panggung batu" Kita bertemu siapa disana?" tanya Jieji penuh arti kepada
Yunying. "Tentu... Si Nenek Du dari Heilong Jiang itu kan?" kata Yunying.
"Nah, lantas hubungkanlah dengan puisi yang di atas..." kata Jieji melirik sambil tersenyum ke Jindu.
JinDu yang sedari tadi berpikir lantas tiba-tiba girang.
"Apakah sutra itu ada di tanah utara Hei Longjiang" Kakak kedua hebat, hanya membaca puisi sebentar sudah mengerti cara pemecahannya."
Hei Longjiang sebenarnya artinya adalah Sungai Naga kegelapan. Dalam sastra
kuno sering disebutkan bahwa Kaisar yang telah kehilangan pamor dan
kekuasaannya akan di masukkan ke sungai naga kegelapan. Bahwa Heilong
Jiang diberi nama sedemikian rupa tentu artinya bahwa Kaisar yang telah jatuh
Kisah Sepasang Rajawali 15 Pendekar Satu Jurus Karya Gan K L Harpa Iblis Jari Sakti 19

Cari Blog Ini