Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu Bagian 8
dari Dinastinya akan digusur ke tanah kegelapan yang nan tandus.
Perumpamaan ini tentu diberlakukan kepada Kaisar Dinasti Sui, Yang jian yang
artinya naga telah sampai ke ekor. Atau telah kehilangan derajat kekaisarannya.
"Tidak juga... Ini dikarenakan pertemuan kita dengan nenek Du yang berasal dari Hei Longjiang. Jika tidak, maka tidak akan begitu cepat saya mampu mengerti
arti puisi tersebut." kata Jieji.
"Lalu dari baris lainnya sebenarnya apa?" tanya Yunying memotong.
"Baris yang ketiga dan keempat memang terlihat sangatlah aneh, karena
keduanya saling berlawanan adanya. Tetapi harus diingat, disana sama sekali
tidak disebutkan adanya "Air". Jadi tentu bisa dikatakan selain air yang tidak mampu naik ke tempat tinggi, maka ada unsur lain adanya selain itu..." kata Jieji sambil tersenyum.
Wei Jindu yang mendengarkan kata-kata Jieji segera girang. Dia telah
mendapatkan arti seluruhnya dari baris puisi tersebut.
"Betul... Selain air, unsur yang bisa naik ke puncaknya sesuka hati adalah angin adanya. Kabar yang pernah kudengar, di daerah nan tandus sering muncul angin
dahsyat sekali. Jadi maksud dari baris ketiga dan keempat harus kita teliti kesana terlebih dahulu untuk mendapatkan sutra?"
"Ha Ha... Betul... " Jawab Jieji sambil tersenyum dengan girang kepadanya.
"Kalau begitu, apakah kakak akan ikut bersama kita kesana?" tanya Wei kepadanya.
"Tidak bisa dik... Ada sesuatu hal lagi yang harus kukerjakan. Setelah berhasil disana, carilah aku di Wisma Wu di kota Hefei..." kata Jieji kemudian.
Yunying yang melihatnya segera heran.
"Hei... Kenapa harus ke Hefei" Apa kamu akan menyeretku pulang kesana?"
"Tentu tidak gadis bodoh... Ada masalah yang harus kurundingkan dengan
ayahmu. Sebenarnya tadinya tidak jadi, tetapi setelah berpikir harus juga aku
pergi kesana. Memang sebagai tamu tidak boleh aku kunjungi rumahmu?" tanya Jieji sambil mengerutkan dahi.
"Tentu saja boleh... Rumahku selalu terbuka untukmu..." katanya girang.
"Tentu boleh... Rumahku tentu terbuka besar luas untuk suamiku tercinta..." kata Wei yang mengikuti kata-kata si gadis sambil tersenyum geli kepadanya.
"Hush....."
Lantas mereka tertawa deras...
Keesokan harinya pas, mereka kembali berpisah adanya. Jieji meminta Wei
untuk menemuinya di Hefei. Kenapa Jieji tidak langsung pulang ke Dongyang"
Melainkan meminta Wei untuk menuju ke Hefei setelah perjalanannya ke Hei
Longjiang"
Selain itu, Jieji juga telah menulis sebuah surat untuk langsung di antarkan ke Ibukota, Kaifeng kepada Kakak pertamanya. Jieji meminta Kyosei untuk
mengantarkannya sendiri, jika pekerjaannya telah selesai. Kyosei juga diminta
menuju ke Wisma Wu.
Yunying yang melihat tindakan Jieji yang serba aneh tentu heran sekali adanya.
Dia berulang kali menanyai Jieji, tetapi tidak sekalipun Jieji menjawabnya. Jieji hanya memintanya sabar adanya. Tetapi memang dasar gadis kecil, dia terus
mendesaknya untuk memberitahukan maksud sesungguhnya Jieji.
"Tunggu saja... Begitu sampai ke Hefei kamu akan tahu sendirinya kok...." kata Jieji sambil tersenyum kepadanya.
"Memang ada apa" Kok misterius sekali... Kasih tahu sekarang dong.... Aku
sudah penasaran sekali... " Katanya memohon kepada Jieji.
"Nanti saja ahh.... Nantinya kamu sudah tahu malah tidak enak.. Ini kejutan!!!
Selain itu kamu harus pulang kan" Jika tidak nantinya orang tuamu malah
menganggap aku menculikmu pergi..." Kata Jieji yang terlihat muncul keringat dingin.
Dia tidak mampu mengatakan hal sesungguhnya kepada si gadis. Karena
tujuannya ke He Fei tentu meminta izin restu dari Wu Quan untuk menikahi si
gadis. Tentu dia yang terus menerus di desak Yunying yang tidak tahu apa-apa
malah merasa kaget dan hatinya makin berdebar adanya.
Lalu tanpa berargumentasi lebih lanjut, Jieji segera mengambil perjalanan cepat ke arah timur.
Dalam 5 hari, akhirnya Jieji dan Yunying telah sampai ke Hefei...
Wu Quan sangat girang mendapati puterinya kembali juga ke rumah dalam
jangka waktu yang telah hampir 1 tahun adanya. Wu Quan asyik mendengar
kisah pengalamannya dengan Jieji selama hampir 1 tahun. Lantas dengan
segera dia membuka perjamuan makan malam untuk kembalinya sang puteri
dan Jieji. "Nak Jieji... Terima kasih telah melindungi puteriku dengan sangat baik adanya.
Apakah dalam perjalanan ada informasi mengenai istriku?" tanya Wu Quan
kepadanya. "Tidak apa-apa paman, memang sudah seharusnya hal tersebut kulakukan.
Belum ada titik terangnya sampai sekarang. Tetapi hal yang pasti adalah bibi
masih hidup adanya di dunia..." kata Jieji.
"Baguslah jika begitu. Dengan begitu, masih ada kesempatan untuk
menemuinya." kata Wu Quan dengan sinar mata yang terlihat agak pahit.
Di luar dugaan saat perjamuan dilakukan, Jieji tiba-tiba berlutut ke orang tua
tersebut. Semua orang yang melihatnya tentu sangat heran, terlebih lagi Yunying.
Orang tua ini segera membimbingnya untuk berdiri sambil menanyainya.
Tetapi Jieji yang melakukan hal spontan tersebut langsung bungkam, dia seakan
sulit mengatakan bahwa dia akan memperistri Yunying kepadanya.
Wu Quan sepertinya bisa menebak isi hati Jieji yang terlihat agak malu.
Lantas dia tertawa keras seakan berpaling ke arah Yunying.
Jieji hanya melihat ke arah orang tua tersebut, sambil mengangguk pelan.
Orang tua ini segera memandangnya penuh arti. Setelah beberapa lama, dia
mengangguk pelan sambil tersenyum manis. Jieji tentu girang, tidak disangka
sang orang tua sangat mengertikan dirinya. Tanpa melalui kata-kata, ternyata
Wu Quan telah menyetujui pernikahan puterinya tersebut.
"Lalu kapan?" tanya Wu Quan kepadanya.
"Terserah kepada paman adanya. Untuk masalah waktu tidak perlu terlalu
mendesak." kata Jieji.
Yunying dan kakak-kakaknya tentu tidak mengerti sama sekali arti pembicaraan
ayah mereka dengan Jieji. Tetapi mereka tidak ingin menanyai dan memotong
pembicaraan sang ayah lebih lanjut.
"Baik ... Baik ... Kamu tinggal disini saja terlebih dahulu selama 3 bulan.
Bagaimana?" Kata Wu Quan sambil tersenyum manis kepadanya.
"Baik paman. Terima kasih..." kata Jieji dengan sopan dan penuh hormat kepadanya.
Setelah selesainya perjamuan...
Yunying terlihat luar biasa penasaran. Dia tidak mampu menahannya lebih lanjut.
Dengan menarik lengan bajunya Jieji, dia menuju cepat ke arah taman
rumahnya. "Ada apa sih" Kok sampai sekarang tidak kamu mau beritahukan hal
sesungguhnya" Kamu dari tadi membicarakan hal apa sih dengan ayah?"tanya
dengan luar biasa penasaran.
"Uhmm... Sebenarnya..." kata Jieji yang tertunduk.
Yunying yang melihat ekspresi Jieji yang lain daripada lain tentu merasa agak
heran. Di dalam hatinya dia bisa menebak sekitar 3 bagian hal itu. Lalu dengan
langsung dia terlihat tertunduk malu akan angan-angannya.
Jieji yang melihatnya melamun sedemikian rupa lantas berkata langsung
kepadanya. "Ying.... Kamu tahu, terhadap urusan sebegitu sebenarnya saya tidak mampu
berkemampuan...." kata Jieji yang memancingnya saja. Dia tidak bisa
menyebutkan hal pernikahan secara langsung.
"Jadi" Apa benar hal itu?" tanyanya sambil malu.
Jieji mengangguk saja, tetapi setelah itu dia datang ke arah Yunying dan
memegang kedua tangannya.
"Bisakah kamu percayakan kehidupanmu kepadaku?" tanya Jieji dengan penuh pengertian kepadanya.
Yunying yang tadinya sangat malu langsung menganggukkan kepalanya
perlahan dan mendekapnya. Di wajahnya tentu terbit senyuman yang sungguh
indah, seindah cahaya matahari pagi.
Hari-hari selanjutnya dilewati Jieji dan Yunying dengan bahagia. Selang waktu 3
bulan, memang benar Jieji menikahi Yunying di kediaman Wu.
Sedangkan tamu yang di undang sama sekali tidaklah banyak. Keluarga Xia dan
Oda yang telah menetap di Dongyang tanpa kecuali semuanya datang ke Wisma
Wu. Meski Yunying adalah puteri terakhir dari keluarga mereka, tetapi kali ini dia-lah orang pertama dari keluarganya yang menikah dahulu.
Wei dan Xieling yang telah kembali dari perjalanan ke Heilong Jiang juga ikut
bergabung. Bahkan kakak pertama Jieji dan Jindu, Zhao kuangyin juga hadir disana.
Pesta tidak dibuat sampai luar biasa meriah dan megah. Pesta dibuat cukup
seadanya saja mengingat permintaan Jieji yang tidak ingin terlalu berlebihan.
Karena nama persilatan Jieji telah rusak adanya, maka dia menikahi Yunying
dengan status Jenderal besar Kawashima Oda. Hal tersebut tentu untuk
melindungi keluarga Wu dari kejaran para Pesilat.
Setelah pernikahan, Jieji membawa Yunying untuk pulang ke Dongyang. Mereka
berdua bersama puluhan penghuni lainnya serta keluarga Xia yang di Changsha
hidup rukun di sebelah selatan Gunung Fuji...
BAB LXV : Tiga Tahun Kemudian
*** 3 Tahun kemudian. Tahun 976, Musim panas...
Di puncak pegunungan Dai / ThaiShan...
Dewa Sakti, Dewi Peramal, Dewa Semesta dan Dewa Ajaib kembali berkumpul
merundingkan masalah yang pernah mereka selesaikan 3 tahun yang lalu. Tetapi
kali ini sangatlah berbeda.
Keempat orang Maha sakti tersebut memandang langit yang penuh dengan
bintang. Wajah mereka berempat terlihat penuh kecemasan sangat. Sepertinya sesuatu
yang sangat tidak baik akanlah terjadi.
"Kali ini mungkin tidak bisa kita hentikan lagi..." Kata Dewa Sakti.
"Apa benar" Bagaimana sekali lagi kita coba?" tanya Dewi Peramal yang terlihat sangat cemas.
Dewa Semesta hanya menggelengkan kepalanya.
"Ini takdir... Muridku pernah kuberitahukan... Semoga dia bisa selamat dari kekacauan kali ini...."
Dewa Ajaib yang mengetahui sedikit masalah tersebut langsung menanyai Dewa
Semesta. "Kakak... Apa ada cara untuk lolos dari bahaya" Kita masih bisa meminjam
kedua bilah pedang itu. Disini kita kembali melakukan penyembahan langit
seperti yang kita lakukan tiga tahun lalu..."
"Tidak ada gunanya Dik... Sepertinya semua kita serahkan saja ke takdir.
Semoga nantinya 3 orang yang kita harapkan bisa mengubahnya." kata Dewa
Semesta yang penuh rasa duka.
"Sebentar lagi sepertinya kita sudah boleh menuju ke Dongyang..." Kata Dewi peramal.
Terdengar suara 3 orang lainnya mengiyakan.
Setelah itu, keempat orang yang berdiri di puncak Gunung Dai hanya bisa
menghela nafas panjang...
*** Dongyang... Tiga tahun pernikahan antara Jieji dan Yunying membawa rasa damai yang luar
biasa di Dongyang. Sepertinya mereka tidak pernah mengalami masalah yang
berarti. Bahkan Yunying telah memberikan seorang putera kepada Jieji.
Jieji tentu bahagia tak terkira karena telah menjadi seorang ayah. Dia bahkan
sanggup untuk lupa makan seharian karena melihat putera kesayangannya lahir
dengan sangat sehat.
Putera Jieji diberi nama China, Xia JienFei. Nama khusus yang diberikan oleh
Yunying yang diambil dari arti pertemuan mereka berdua di kota Hefei. Jien
artinya pertemuan, sedangkan Fei diambil dari kata terakhir kota He Fei.
Sedangkan dalam bahasa Dongyang, putera mereka diberi nama Kawashima
Oda, sebuah nama karangan Jieji sendiri yang akhirnya menjadi nama
puteranya. Keluarga Oda tanpa terasa telah memperluas pengaruhnya di selatan Gunung
Fuji. Jieji bahkan mendirikan perguruan untuk mengajarkan silat kepada rakyat jelata
asal Dongyang. Dia tidak pernah membeda-bedakan status dalam pengajaran
silatnya. Semua orang yang ingin belajar haruslah melatih dasar kungfu terlebih dahulu.
Wisma Oda yang dulunya hanya kecil, sekarang justru telah diperluas.
Halamannya bahkan telah sampai ke makam Xufen, istri pertamanya.
Jadi bisa dikatakan makam Xufen telah menjadi rumahnya sendiri yang terletak
di sebelah kiri gerbang depan pas Wisma besarnya.
[Wisma Oda asli berada di selatan Gunung Fuji, dan sampai sekarang Wisma itu
tetap ada adanya meski kelihatan tidak terawat. Dan di pekarangan depan
gerbang masuk, ada papan peringatan makam seorang wanita. Pengarang
hanya mengambil fiksinya saja, dan tentu saja makam seorang wanita disana
bukanlah Xufen adanya.]
Hari menyenangkan Jieji dan Yunying terus berlanjut sampai suatu ketika...
Seperti biasa...
Setiap pagi-pagi Jieji dan Yunying selalu melakukan hal pertamanya yaitu
menjenguk makam Xufen pas di depan rumah mereka sendiri.
Barusan saja mereka hendak bersembahyang, mereka berdua agak terkejut
karena mendengar suara orang yang agak kepayahan dari arah belakang
mereka berdua. Sebenarnya suara orang tersebut tidaklah keras, namun karena pendengaran
Jieji dan Yunying di atas manusia biasa. Mereka segera mendapati suara itu.
Lalu dengan segera diajaknya Yunying menuju ke arah suara.
Dengan gerakan cepat dan sambil berlari pesat, akhirnya Jieji dan Yunying
sampai juga ke tempat dimana datangnya suara. Begitu melihatnya, Jieji dan
Yunying sangatlah kaget luar biasa mendapati seseorang yang sangat dikenal
mereka sedang rebah di bawah pohon.
"Kakak pertama?"?"" Teriak Jieji karena mendapati orang tersebut tidak lain adalah Zhao Kuangyin, Kaisar Sung Taizu adanya.
"Adikk..... Syukurrlah.. Akhirnya aku bisa sampai juga di tempatmu...." kata Zhao yang terlihat sangatlah kepayahan.
Tanpa berbicara lebih banyak, Jieji segera mengangkat Zhao dengan cepat dan
melesat kencang ke Wismanya sendiri.
"Cepat panggil tabib!!!" Teriak Jieji begitu dia sampai di Wisma.
Penghuni Wisma Oda semuanya heran, tetapi dengan sesegera mungkin
mereka memanggilkan tabib untuknya.
Zhao terlihat terluka dalam sangat parah. Di seluruh wajah dan pakaiannya telah membekas darah yang luar biasa banyaknya meski telah kering.
Jieji yang melihat keadaan kakak pertamanya tentu sangatlah masgul.
Selang beberapa saat tabib yang dipanggil segera datang untuk memeriksa
Zhao. Terlihat Jieji berjalan hilir mudik di depan kamar karena tabib masih memeriksa Zhao.
"Bagaimana keadaannya?" tanya Jieji yang melihat tabib yang telah keluar dari kamar.
"Tuan Oda... Sepertinya nasib pendekar di dalam kamar sudah di ujung tanduk.
Hanya bisa berharap munculnya keajaiban." kata tabib itu dengan
menggelengkan kepalanya.
"Apa katamu?"" Tabib... Mohon carilah cara untuk mengobatinya.. Sebenarnya apa hal yang terjadi padanya?" tanya Jieji dengan sangat cemas luar biasanya.
"Pendekar di dalam selain terluka dalam, di tubuhnya masih terdapat 7 jenis racun yang aneh. Jika dia tidak mempunyai tenaga dalam yang tinggi mungkin
belasan hari yang lalu dia telah tewas." kata Tabib memberi penjelasan.
"Jadi apakah ada cara yang lain untuk menyelamatkannya" Apakah ada obat
yang bisa membuatnya pulih?" tanya Jieji kemudian.
Tabib hanya menggelengkan kepalanya perlahan sambil berjalan pergi.
Tetapi belum sampai tabib itu meninggalkan tempat, tiba-tiba dia berbalik ke arah Jieji dan berkata.
"Mungkin tabib Dewa Chen Shou bisa menyelamatkannya..."
Jieji hanya mengangguk perlahan. Tetapi dia segera meminta para pelayan
keluarga Oda untuk mencari Chen Shou, tabib dewa.
Setelah itu Jieji hanya diam seribu bahasa tidak mampu berucap kata-kata. Di
dalam hatinya dia sungguh sangat masgul. Beberapa kali dia terlihat menghela
nafas panjang. Yunying yang disana segera menghiburnya karena melihat keadaan Jieji yang
serba susah. "Jangan terlalu berkhawatir. Nasib kakak pertama tentu akan sangat bagus
sekali. Dia tidak akan meninggalkan kita dengan cara begitu.." kata Yunying dengan pengertian kepadanya.
Jieji mengangguk perlahan. Lantas dia segera masuk ke kamar kakak
pertamanya. "Kakak pertama" Bagaimana keadaanmu sekarang?" tanya Jieji dengan wajah penuh duka. Dan tanpa terasa air matanya telah mengalir.
"Tidak apa dik... Saya masih baik-baik saja..." kata Zhao pendek dengan kepayahan.
Jieji bermaksud mengalirkan tenaga dalamnya kepada sang kakak. Tetapi dia
khawatir sekali, sebab takutnya peredaran tenaga dalam dapat membuat jalan
darah semakin tidak teratur mengingat kondisi Zhao memang sudah sangat
kepayahan adanya.
"Dik... Ada yang perlu saya sampaikan kepadamu..." kata Zhao sambil melihat wajah Jieji.
"Bagusan kakak istirahat dahulu... Setelah sembuh, baru berbicaralah
kepadaku..." kata Jieji dengan susah.
"Tidak... Ini adalah hal yang sangat penting. Kamu dengarkanlah baik-baik. Di Istana telah terjadi bahaya. Penyerang yang menyerangku jumlahnya sekitar 20
orang lebih. 15 orang adalah pendekar hebat yang bertarung dengan formasi aneh. Setahuku
mereka menamakan diri mereka 15 pengawal sakti. Sedangkan 5 orang lainnya
semua berpakaian gelap dan menutup muka mereka dengan topeng.
Selain itu terlihat 1 orang yang hanya berdiri tanpa mengucapkan kata-kata,
orang itu juga bertopeng adanya. Sepertinya dialah pemimpin mereka. Adik...
Kamu harus hati-hati, kemungkinan mereka akan datang kemari mengincarmu..."
Jelas Zhao meski agak kepayahan.
Sebelum Jieji menjawab. Pintu kamar Zhao segera di dobrak seseorang dengan
sangat keras. Jieji segera berpaling, dia terkejut dan berbareng girang adanya karena
mendapati 4 orang tua telah masuk.
Orang tua yang mendobrak pintu segera menuju ke arah Zhao, dia berteriak.
Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tidak tahu gelagat.... Kau tahu sebentar lagi akan mati tidak?" Masih berbicara panjang lebar?"
Jieji segera melihatnya dengan wajah yang agak kesal. Orang ini tidak lain
adalah Dewa Ajaib yang urak-urakan itu.
Dengan segera, Jieji menuju ke arah Dewa Sakti bertiga. Dia memberi hormat
dengan sopan. "Para Guru sekalian, apakah anda mempunyai cara menyelamatkan kakak
pertama?" tanyanya.
Mereka hanya diam sambil tersenyum adanya.
Sedangkan Dewa Semesta segera menuju ke arah Zhao.
"Kamu tidak apa-apa?" tanyanya dengan welas asih kepada Zhao.
"Tidak guru...." jawab Zhao sambil tersenyum.
"Akhirnya kamu bisa melewatinya. Saya bangga kepadamu..." kata Dewa
Semesta dengan tersenyum sangat manis kepada Zhao.
Yunying yang di luar tadinya juga telah masuk ke dalam kamar mengikuti 4 orang
sakti ini. "Apakah guru sekalian telah bertemu Tabib Dewa?" tanya Yunying kepada mereka.
Dewi Peramal hanya melihatnya dengan tersenyum penuh arti.
Yunying tentu heran adanya. Tetapi sebelum dia bertanya lebih lanjut, Dewi
peramal berkata.
"Ini.. Dia lah gurunya dari Tabib dewa. Sepertinya Zhao kuangyin tidak akan ada masalah lagi..." kata Dewi peramal.
Jieji dan Yunying tentu sangatlah senang adanya. Mereka baru tahu kalau Dewa
Ajaib, orang yang urak-urakan tersebut adalah gurunya Chen Shou, Tabib Dewa.
*** Di Xi Zhang / Tibet...
Wei JinDu tiga tahun yang lalu telah berhasil melaksanakan tugasnya dengan
sangat baik sekali di Hei Longjiang.
Sesuai dengan petunjuk yang diberikan Jieji kepadanya di Kota Xiang yang. Dia
telah berhasil mendapatkan salinan buku dari jurus ke 8 tapak Buddha Rulai.
Seperti kata Jieji adanya, salinan kitab itu pasti ada di sebuah tempat yang
dimana terdapat putaran angin yang menuju ke atas.
Setelah meneliti dengan baik selama 1 bulan. Wei dan Xieling akhirnya
menemukannya pas di tanah sebuah gundukan pasir yang tinggi.
Gundukan pasir yang tinggi tersebut seperti gua pada gunung adanya. Tetapi
yang berbeda hanya gundukan itu memiliki banyak lubang.
Setelah menelitinya dengan baik benar, ternyata setiap hari pas jam 12 siang
dimana matahari pas di kepala.
Angin selalu bertiup berdesir dengan kencang dan seakan akan berputar di
tengah gua pasir.
Dengan segera mereka menggali tepat pada putaran angin. Hanya sekitar
dalamnya 10 kaki, Wei telah mendapatkan sebuah buku dengan judul "Sutra
kedelapan Tapak Buddha Rulai".
Tetapi sutra tersebut sangat aneh. Kertasnya sangat tebal seperti halnya kulit, namun yang lebih heran adalah sutra tersebut tidak berisi kata-kata melainkan
hanya kertas yang kosong.
Setelah itu, mereka berdua membawanya kepada Jieji di Hefei. Jieji melihat
kertas semacam itu lantas tersenyum.
Dia mengajak Wei dan Xieling ke arah kolam depan wisma Wu. Dengan tanpa
ragu Jieji menceburkannya ke dalam air.
Wei dan Xieling yang melihatnya tentu luar biasa terkejut.
Tetapi... Ketika Jieji mengangkatnya kembali dari air. Dia membuka buku tersebut, dan
benarlah adanya. Tulisan segera nampak sangat jelas disana.
"Kenapa kakak kedua bisa tahu kalau perlu di celupkan ke air terlebih dahulu?"
tanya Wei yang heran.
"Tidak susah.. Masih ingat puisi yang diberikan Sang dewa puisi?" tanya Jieji dengan senyuman penuh arti.
"Tentu..." jawab Jindu.
"Namamu dan Nama Xieling yang lengkap...." kata Jieji.
"Oh... Jadi begitu...." kata Wei tertawa keras dan girang adanya.
"Betul... Setiap puisi yang diberikan puisi dewa adalah refleksi orangnya.
Kabarnya guru Ba Dao adalah seorang yang sangat sabar dan tenang bagaikan
air yang mengalir. Jadi yang kurang tentu hanya Ba Dao seorang saja..." Kata Jieji sambil tersenyum puas kepadanya.
Nama Wei JinDu ( Artinya adalah Emas dan Tanah ).
Sedangkan Huang Xieling yang di ambil hanya marganya yaitu Huang / Kuning
yaitu refleksi dari "Api", Api disini tentu apinya- Cahaya matahari yang berwarna kuning.
Sedangkan masalah "Angin" dalam puisi telah dijelaskan Jieji ketika di Xiangyang.
Yang perlu dilihat terakhir adalah takdir mengiyakannya yang juga bisa diartikan dunia mengiyakannya. Dengan adanya "Dunia mengiyakan", maka makhluk
hidup terbentuk di dunia.
Dunia terbentuk tentu oleh 4 unsur utama yang menjadi "Emas". Semuanya telah ada dalam nama mereka berdua kecuali "AIR". Oleh karena itu, Jieji segera mencelupkannya kepada air untuk menyempurnakan semuanya.
Wei dan Xieling sangat senang karena mendapati kepintaran Jieji yang dengan
mudah mampu mengartikan semua arti puisi dan membuka misteri buku
tersebut. Tapak Buddha Rulai tingkat kedelapan langsung diwariskan oleh Ba Dao kepada
Wei Jindu sesampainya dia di Xizhang. Dan tentunya tidak begitu susah untuk
dipelajari oleh Wei yang memang sangat berbakat terhadap ilmu silat.
Dalam 3 tahun, kemajuan kungfu Wei sangat mempesona. Tingkat ke delapan
dari tapak Buddha Rulai sangatlah dahsyat. Jurus ini bisa dikatakan tiada
tandingannya lagi jika didalami dengan sungguh sungguh. Dan anehnya jurus
tapak Buddha Rulai tingkat kedelapan sangat mirip dengan Tapak berantai
tingkat keempatnya Xia Jieji karena sama-sama menghasilkan ribuan serangan
hebat yang datang sekaligus adanya.
Rasa pilih kasih dari Guru Ba Dao sepertinya mulai akan mengundang bahaya
kepadanya sendiri. Zhu Xiang, murid pertama dari Ba Dao jelas adalah orang
yang sangat tidak senang adanya.
Dia merencanakan pembunuhan terhadap Ba Dao, selain itu dia juga
berkeinginan merebut semua kitab sutra yang belum dipelajarinya.
Tetapi karena mengingat kungfu Wei sudah jauh di atasnya, dia tidak berani
bertindak semberono terlebih dahulu. Dia masih bertindak sesuai gelagat sambil
menunggu adanya kesempatan.
Suatu hari... Xieling sepertinya kurang betah tinggal di Xi Zhang, dia ingin mengajak Wei ke
Dongyang untuk mencari Jieji dan Yunying. Lantas dia berkata kepada Wei.
"Kak Wei... Sudah lama sekali kita tidak punya kabar dari guru dan Yunying.
Apakah sebaiknya kita mengunjungi mereka?"
"Baik... Nanti saya akan meminta perkenan guru. Sudah lama kita tidak berjumpa dengan kakak kedua. Semoga saja mereka hidup bahagia di Dongyang." kata
Wei sambil tersenyum mengingat kakak keduanya.
Wei dan Xieling segera meminta perkenan gurunya, Ba Dao untuk pergi ke
Dongyang mencari Jieji. Ba Dao sepertinya tidak begitu mengizinkan kepergian
Wei kali ini, tetapi karena dia sangat menyayangi JinDu, dan selain itu dia juga tahu Wei telah tinggal 3 tahun di Xi zhang pasti akan merindukan kakak kedua
dan kakak pertamanya.
Terakhir dia memberikan izin meski dengan berat hati...
Ba Dao tidak tahu kalau kepergian JinDu dan Xieling kali ini akan menjadi yang
terakhir kalinya. Tidak ada kesempatan bagi mereka untuk bertemu lagi satu
sama lain. BAB LXVI : Penyempurnaan Ilmu Silat Dari Empat Dewa
Dongyang... Tiga hari kemudian setelah kedatangan Zhao Kuangyin yang terkena racun dan
terluka parah di Wisma Oda.
Jieji tetap cemas menyaksikan kakak pertamanya yang belum kunjung sembuh.
Sementara Dewa Ajaib selama 24 jam penuh terus berada di kamar Zhao untuk
mengobati luka dalam dan racun yang di tubuhnya.
Luka dalam Zhao kuangyin memang termasuk sangatlah parah. Jika tabib biasa,
selamanya tidak akan sanggup mengobatinya. Tetapi yang mengobatinya kali ini
adalah Dewa Ajaib, gurunya Chen Shou. Tentu seharusnya tidak ada masalah
yang berarti lagi.
Jieji, Yunying, Dewa Sakti, Dewa Semesta dan Dewi Peramal sejak pagi terus
duduk di depan taman tepat pada kamar dimana Zhao dan Dewa Ajaib berada.
"Seharusnya tidak ada lagi masalah yang berarti..." kata Dewa Sakti kepada semuanya.
"Semoga saja begitu...." kata Jieji yang masih terlihat cemas.
"Kamu tahu kira-kira siapa yang menyerangnya?" tanya Dewa Semesta kepada Jieji.
"Mmm.." Jieji mengangguk.
"Memang siapa yang menyerang kakak pertama" Apakah orangnya juga sangat
hebat?" tanya Yunying.
"Orang yang pernah mencegat kalian di perjalanan menuju Changsha serta
dedengkotnya. Mereka betul tidak bisa dipandang remeh..." kata Dewi peramal sambil menengadahkan kepalanya.
"Kalau begitu, kak Jie.. Bagaimana kita kembali ke Daratan tengah, Kaifeng. Kita akan menentukan nasib dengan mereka.." kata Yunying.
Jieji hanya diam saja, dia tidak bisa menjawab pertanyaan Yunying yang
mengajaknya ikut ke Kaifeng. Dalam hatinya terasa masgul sekali, dia sama
sekali tidak berharap 5 orang yang mereka jumpai di Changsha adalah
pelakunya. Karena dia tahu dengan sangat pasti, orang yang dimaksud tentu
memiliki hubungan erat dengannya dan Yunying.
Karena daripada semua hal itu, dia segera menanyai Dewa Sakti.
"Guru... Apakah perkiraanku adalah benar adanya?" tanya Jieji yang terlihat mengerutkan dahinya ke arah Dewa Sakti.
Dewa Sakti hanya diam saja memandangnya dalam-dalam tanpa menjawab
apapun. Selang berapa lama, Jieji hanya menghela nafas yang panjang karena
mengerti apa maksud dari diamnya Dewa Sakti.
Yunying yang melihatnya tentu heran, tetapi dia tidak ingin menanyai Jieji lebih lanjut.
Selama kehidupan dia dalam 3 tahun tersebut, terasa bahwa makin lama dia
makin memahami Jieji adanya.
Jika Jieji terlihat diam dan berpikir keras, maka masalah yang ditemuinya
bukanlah masalah yang gampang. Dia hanya diam sambil melihat ke arah
suaminya dengan tersenyum manis.
"Kabarnya kungfumu telah maju sangat pesat?" tanya Dewa Semesta yang
melihat ke arah Jieji setelah diam beberapa lama.
"Tidak juga Tetua...." kata Jieji memberi hormat kepadanya.
"Ha Ha.... Betul... Kabarnya kamu telah menyempurkan beberapa jurus yang
dulunya diciptakan oleh kita berempat." kata Dewa Sakti sambil tertawa keras.
"Untuk beberapa ilmu, memang ada yang telah kutambah demi penyaluran
tenaga dalam yang tinggi." kata Jieji.
Memang benar, jika tenaga dalam yang telah terlalu tinggi dan jurus tidak mampu mengimbanginya maka haruslah dicari penyaluran yang pas betul. Oleh karena
itu, dalam setiap Ilmu yang dipelajari Jieji, dia berusaha memaksimalkan semua
Ilmu itu dengan menciptakan jurus baru dari Ilmu-ilmu tersebut.
Ilmu yang diciptakan para Dewa sebenarnya adalah ilmu yang telah sangat sakti.
Untuk menguasainya secara sempurna semua, haruslah memperkuat tenaga
dalam sehingga sampai batas maksimum. Sehingga tenaga dalam pemakai
haruslah dapat sejalur dengan jurus yang dikeluarkan.
Dulunya sebelum menciptakan tapak berantai dengan menggabungkan semua
aliran tenaga dalam semua Ilmu. Dia sering mendapatkan bahwa setiap jurus
yang dikeluarkan tidaklah maksimal dan memadai, karena tenaga dalamnya tidak
mampu dimaksimalkan dengan jurus sakti tersebut.
Lain halnya dengan sekarang, semua Ilmu itu berkembang dengan sangat pesat
mengingat tenaga dalam Jieji telah maju pesat karena Tenaga dalam tapak
berantai yang sakti telah membaur dalam dirinya.
"Hebat......" kata Dewa Semesta dengan bertepuk tangan sambil memujinya.
Jieji memberi hormat dalam-dalam kepada orang tua tersebut.
Barusan dia menyelesaikan hormatnya, dari dalam kamar Zhao segera terdengar
pintu didobrak.
Dewa Ajaib segera keluar dengan lari cepat ke arah Jieji.
"Apa?" Kamu menambah jurus pedang ayunan Dewa" Coba kamu jelaskan
bagaimana kamu menambahnya?"
Rupanya Dewa Ajaib mendengar apa percakapan mereka. Dengan tidak tahan
karena mendengar adanya tambahan jurus baru dari 7 Jurus pedang ayunan
Dewa, dia segera lari keluar untuk mendengar percakapan mereka.
"Bagaimana kakak pertamaku?" tanya Jieji yang agak heran adanya melihat Dewa Ajaib telah keluar dari kamar Zhao.
Dewa Ajaib hanya diam, di wajahnya tampak senyuman menggoda.
"Bagaimana?" Cepat beritahukan dahulu. Kenapa tetua dengan cepat keluar dari sana?" tanya Jieji yang seraya berdiri dan mulai berjalan ke arah kamar.
Tetapi dengan tiba-tiba dia dicegat Dewa Ajaib.
"Katakan dulu... Kamu menambah berapa jurus pedang itu?" tanya Dewa Ajaib.
"Dua...." Jawab Jieji pendek.
Tetapi di luar dugaan, Dewa Ajaib segera berlutut kepadanya.
Tentu Jieji terkejut tidak terkira. Wajah Dewa Ajaib seperti anak-anak yang ingin meminta sesuatu.
"Tetua... Berdiri dahulu... Akan saya beritahukan dengan segera...."
"Terima aku sebagai muridmu dahulu, ajarkan aku 2 jurus yang lain. Aku akan menyelamatkan Zhao kuangyin. Bagaimana" Pertaruhan yang adil bukan"
"tanya Dewa Ajaib penuh harap dengan berlutut.
Jieji tentu sangat heran melihatnya. Jurus pedang ayunan dewa adalah
ciptaannya, sekarang dia malah ingin belajar darinya.
"Baik ... Baik ... Tapi kumohon tolonglah kakak pertamaku dahulu..."
Sementara itu Dewa Semesta dan Dewa Sakti segera tertawa keras.
"Nah... Ini janjimu kan. Apa yang dijanjikan seorang lelaki tentu pantang
dilanggar, bukan begitu?" tanya Dewa Ajaib.
"Aku akan mengajarimu, tetapi tolong tetua berdiri dahulu. Dan mengenai
masalah murid, tentu itu tidak mungkin. Sangat tidak mungkin...." kata Jieji dengan kesal kepadanya.
Setelah selesai Jieji menyelesaikan kata-katanya. Terlihat Zhao kuangyin telah
keluar dari kamarnya dengan langkah yang telah bagus dan mantap, tidak
terlihat dia sedang terluka sangat parah. Jieji yang melihatnya tentu sangatlah gembira.
"Ha Ha... Kamu tertipu olehku juga kan" Jangan kira aku ini tolol..." teriak Dewa Ajaib yang berhasil akan siasatnya memancing Jieji untuk mengajari 2 jurus baru ilmu ciptaannya sendiri.
Lantas mereka semua tertawa keras adanya.
Ilmu pedang ayunan dewa ciptaan Dewa Ajaib terdiri dari 7 tingkat. Semuanya
sebenarnya telah termasuk jurus yang sangat hebat. Tetapi Jieji menambah 2
jurus adanya di dalam.
2 Jurus itu tak lain adalah Ayunan Dewa musim semi dan Ayunan Dewa musim
gugur. Dua jurus ini tak lain adalah hanya bisa dipelajari dan dimantapkan orang yang
mempunyai tenaga dalam yang sudah sangat tinggi. Kedua jurus mengutamakan
serangan maha dahsyat, tidak seperti 7 jurus lainnya yang sering terlihat
banyaknya perubahan serangan.
Selain itu, Jieji juga menambahkan 1 jurus dalam Ilmu Jari dewi Pemusnah yang
tadinya hanya 6 tingkatan saja. Jurus Ilmu Jari dewi pemusnah 1 jurus terakhir
juga adalah jurus yang Maha Sakti. Tenaga dalam yang keluar dari Jari
dipertajam, dan jurus ini bahkan bisa membunuh dengan tusukan maha tajam
seperti layaknya tajamnya pedang. Dan yang paling berbahaya adalah jarak
serangannya yang sangat jauh. Dia mendapat ilham setelah melihat Ilmu Pedang
bulan sabit-nya Dewa Bumi.
Selain itu, Langkah Dao-nya Dewa Semesta juga ditambah 1 jurus. Jurus yang
diciptakan Jieji dari langkah Dao yang terakhir adalah untuk memantapkan
gerakan Tapak berantainya dan mendukungnya sehingga menjadi sangat kokoh
adanya. Terutama untuk jurus ke 2, 4 dan 5 dari Tapak berantai.
Sedangkan Ilmu Tendangan Mayapada Jieji disempurnakan adanya.
Dia menyempurnakan jurus tendangan mayapada dan meleburnya dengan
tendangan matahari yang pernah dilihatnya sendiri ketika Wang Sungyu
mengeluarkannya dalam pertarungan di sungai Changjiang 3 tahun yang lalu.
Jieji sangatlah tertarik akan Jurus tendangan matahari yang tanpa celah adanya.
Jurus tendangan mayapada baru ini tertampak paling jelas di antara semua jurus
yang ditambahkan. Tendangan yang disempurnakan terlihat sangatlah kokoh,
bahkan jika pilar yang kokoh dan sangat keras sekalipun jika ditendang akan
patah menjadi dua.
Dalam 3 tahun belakangan, kungfu Jieji juga maju pesatnya sama seperti Wei
JinDu adanya yang telah mematapkan jurus ke 8 tapak Buddha Rulai.
Keesokan harinya pagi-pagi...
Zhao telah terlihat sangat sehat adanya. Dia bahkan sanggup berjalan seperti
biasa lagi seperti orang yang tidak terluka dalam adanya. Dewa Ajaib melakukan
tugasnya dengan sangat berhasil. Oleh karena itu sesuai janjinya, Jieji mengajari dewa Ajaib 2 jurus lainnya dari Ilmu pedang ayunan dewa.
Zhao berjalan ke arah taman, tetapi dia langsung disapa oleh Jieji.
"Kakak pertama" Kamu sudah sehat dan baikan?" tanya Jieji yang puas melihat keadaan kakak pertamanya yang barusan 3 hari ditangani Dewa Ajaib.
"Tidak apa-apa lagi Adik kedua... Saya merasa sangat baikan... Dewa Ajaib
benar adalah Tabib luar biasa sekolong langit meski tenaga dalamku belumlah
pulih sepenuhnya..." Tutur Zhao dengan tersenyum sangat puas.
"Betul, tidak disangka orang tua aneh seperti dia mampu melakukan hal sebaik ini. " kata Jieji dengan tersenyum puas pula.
"Ohya kakak pertama, Memang di istana telah terjadi sesuatu hal yang hebat?"
tanya Jieji kembali setelah beberapa saat.
"Betul... Hal ini sangatlah serius, sepertinya tidak lama lagi kita harus kembali ke Kaifeng." Kata Zhao yang berubah menjadi sangat serius adanya.
"Memang bagaimana hal sesungguhnya yang terjadi?" tanya Jieji sambil
mengerutkan dahinya.
Zhao mulai bercerita kepada Jieji...
*** Sebulan yang lalu...
Istana kaisar di Kaifeng...
Zhao terlihat duduk dengan santai sendirian di taman istananya. Sambil
meneguk teh, dia menikmati keindahan taman. Zhao sangat senang hatinya
setiap menikmati keindahan taman Istana sehabis melaksanakan tugas
negaranya. Tidak berapa lama, terlihat adiknya Zhao kuangyi datang menemuinya disana.
Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kakanda kaisar... Saya membawa arak istimewa dari wilayah utara... Mari kita minum bersama..." katanya sambil tersenyum.
Zhao sebenarnya bukanlah tipe orang yang sangat mencintai arak. Tetapi karena
arak dari Wilayah utara sangat terkenal, dia ingin mencicipinya lagi karena
teringat akan dirinya sewaktu muda dia tinggal di daerah utara padang pasir.
Zhao Kuangyi menuangkan arak yang cukup penuh di cawan keduanya.
Seraya memberi hormat, Kuangyi langsung meneguk arak itu sampai habis.
Zhao hanya tersenyum melihat tingkahnya. Tanpa bercuriga, Zhao kuangyin juga
meneguk habis semua arak susu kuda dari padang pasir itu.
Disana, selang beberapa saat Kuangyi segera menanyainya.
"Ada sesuatu yang harus kukatakan kepada Huang Siung/kakanda kaisar..."
"Ada apa" Apa ada hal yang penting adanya?" tanya Zhao kuangyin yang
lumayan heran melihat keseriusan Kuangyi, adiknya.
"Bagaimana jika kita beraliansi dengan pasukan Liao?"
Zhao kuangyin yang mendengarnya segera tidak senang, perubahan di wajahnya
segera tertampak.
"Kamu tahu dik... Pasukan Liao sangatlah kejam, mereka belum beradab seperti kita sekarang. Beraliansi sepertinya tidak akan ada gunanya. Selain itu, kamu
masih ingat" Peperangan setahun yang lalu, mereka menindak pasukan tawanan
kita dengan sangat ganas. Dan juga mereka bahkan sembarang membunuh
rakyat jelata yang tidak berdosa"
Kenapa kamu selalu..........." Barusan Zhao kuangyin ingin menyelesaikan
kata-katanya, dia menyadari sesuatu yang telah terjadi dengan dirinya sendiri.
"Ada apa Huangsiung?" tanya Zhao kuangyi.
"Tidak apa... Mungkin terlalu capek adanya..." Kata Zhao kuangyin yang memegang kepalanya yang telah terasa pusing.
Dia belum bercuriga terhadap arak yang diberikan oleh adiknya sendiri. Zhao
kuangyin terus memegang kepalanya dengan mata yang tertutup.
Lalu ketika dia sempat membuka matanya, dia sangat terkejut.
Karena disana telah hadir puluhan orang. Jumlahnya mungkin sekitar 20 orang
lebih. Tetapi dia segera tahu, kedatangan mereka bukanlah untuk hal yang baik
adanya. "Bagaimana Yang Mulia" Apakah arak itu rasanya sangat bagus" Sampai baru
minum seteguk saja sudah mulai mabuk?" tanya seorang pria yang bertopeng.
"Kalian....." Teriak Zhao kuangyin yang segera sadar sesuatu yang terjadi padanya adalah akibat ulah adiknya sendiri.
Dengan segera, Zhao menutup matanya sendiri. Dia menarik nafas panjang
untuk mencegah penyaluran racun itu dengan tenaga dalam.
"Itu adalah Racun bubuk 7 serangga. Tidak mungkin kau bisa sanggup
menahannya.." kata Pria itu kembali.
Zhao kuangyin hanya diam tanpa berjawab apapun padanya. Dia sedangn
mengkonsentrasikan dirinya untuk menghalau racun itu bekerja lebih lama.
Pria itu segera beranjak ke arahnya.
"Kakak... Dahulu kamu mengkudeta Zhou. Apakah kamu sudi memberikan
kekuasaan negara kepadaku?" tanya Zhao kuangyi.
Zhao kuangyin hanya diam seribu bahasa. Dia tidak menjawabnya.
"Kalau begitu, kita kurung dia sahaja. Dengan begitu, sama saja kan" Kekuasaan tetap di pegang olehmu." kata pemuda itu.
Zhao Kuangyin selama berekspedisi ke wilayah lain, Adiknya Zhao kuangyi
adalah orang yang terus memegang jabatan tertinggi jika dia tidak ada di Istana.
Maka daripada itu, usul pemuda itu cukup masuk akal bagi Zhao kuangyi. Dia
mengangguk pelan kepadanya.
Pemuda itu segera mendekati Zhao kuangyin yang masih bermeditasi
menghalau racun.
Dengan tangannya, dia hendak mengangkatnya bangun.
Tetapi tanpa disadarinya...
Zhao kuangyin yang masih menutup matanya segera melancarkan serangan
terkuatnya ke arah dada pemuda itu.
"Dhuakkk!!!"
Suara tertinju sangatlah jelas terdengar. Pemuda itu segera terlempar sangat
jauh dengan pesat.Semua orang disana sangatlah terkejut adanya. Mereka sama
sekali tidak menyangka Zhao kuangyin yang telah terkena racun malah masih
begitu hebat. Dengan segera, tertampak 15 orang di depan Zhao Kuangyin dan seraya
mengurungnya. Sementara itu Zhao kuangyi telah beranjak mundur dari
tempatnya. "Hebat... Kamu masih bisa melancarkan serangan setelah terkena racun bubuk 7
serangga." Terdengar suara seorang pria disana.
Lima belas orang itu memperkenalkan diri sebagai 15 Pengawal sakti.
Zhao hanya diam di tengah dengan mata yang masih tertutup adanya. Dia
berpikir inilah saatnya menentukan hidup-matinya.
Lima belas pengawal sakti segera melancarkan serangan sekaligus.
Serangan lima belas pengawal terlihat sangatlah aneh, sementara itu Zhao
kuangyin hanya menghindar semua serangan dengan Langkah Dao. Dia tidak
mampu untuk membalasnya lagi karena jika menggunakan tenaga dalam sekali
saja seperti tadi, maka akan sangat berbahaya bagi penyebaran racun 7 bubuk
dalam dirinya. Zhao kuangyin bukanlah pesilat yang lemah sama sekali. Meski dirinya terkena
racun, masih dengan lumayan mudah baginya untuk menghindari semua
serangan dari 15 pengawal sakti itu.
Semua orang disana sangat heran dan terkagum-kagum akan kemampuan asli
dari Zhao kuangyin.
Tetapi 5 orang yang bertopeng aneh segera maju untuk mengeroyoknya juga
karena melihat Zhao masih lumayan kuat.
Zhao kuangyin sangatlah terkejut, dia mendapatkan jurus yang sangat
dikenalnya. Jurus pedang ayunan dewa, tendangan mayapada dan ilmu golok belibis jatuh
adalah 3 Ilmu yang sedang dikerahkan ketiga penyerangnya.
Dengan menyeret kakinya cepat, Zhao kuangyin bermaksud untuk lari dari
tempat pertarungan. Tetapi tanpa disadarinya, dari arah belakang dia telah
terkena sebuah tinju yang cukup kuat adanya.
Dia terlempar ke depan cukup jauh...
Setelah berdiri dia mendapati dirinya muntah darah hitam.
*** Jieji mendengarnya dengan sangat serius. Dalam pemikirannya, dia mendapati
sesuatu. "Jadi kakak yakin Zhao Kuangyi mengkhianati kakak adanya?"
"Betul... Sepertinya dia ditekan oleh beberapa orang tersebut..." kata Zhao yang terlihat mengerutkan dahinya.
Dalam pemikiran Jieji, dia membayangkan Zhao Kuangyi yang pernah
berbincang langsung dengannya beberapa kali. Dia merasa Zhao Kuangyi
bukanlah seorang yang takut akan ancaman, selain itu Kuangyi juga tipe
pemimpin yang sangat hebat dan tidak kalah dari Zhao kuangyin, kakaknya
sendiri. Lalu kenapa dia bisa menuruti kata-kata pendekar-pendekar tersebut.
Jika ingin melakukan kudeta, mungkin ini juga merupakan salah satu caranya...
Ataukah"......
BAB LXVII : Kembali Ke China Daratan
Jieji berpikir tanpa mampu mengerti maksud sebenarnya dari Zhao kuangyi.
Apakah memang benar Kuangyi telah tunduk dengan 5 pendekar dan
kawan-kawannya yang pernah bertarung melawannya di dekat kota Changsha.
Semuanya masih menjadi pertanyaan dalam hatinya.
"Kak... Saya harus pulang ke China daratan untuk melihat-lihat keadaan
sebentar."Kata Jieji.
"Jadi maksud adik, adik tidak bersamaku pulang tetapi hanya sendirian?" tanya Zhao yang agak heran.
Dalam hatinya dia berpikir, kesehatannya memang belumlah pulih sepenuhnya.
Tetapi membiarkan adik keduanya pergi sendiri tentu cukup berbahaya.
"Betul kak... Tiada jalan lain... Aku harus menyelidikinya dengan pasti terlebih dahulu sebenarnya apa hal yang terjadi." kata Jieji kemudian.
"Tetapi....." Zhao hanya berpikir dalam-dalam.
"Tidak usah kuatir kak.. Saya masih mampu menjaga diri dengan baik.. Tanpa mengetahui maksud sesungguhnya dari Kuangyi, kita tidak mampu bertindak
dengan pasti.." kata Jieji.
Zhao tidak menjawabnya lagi, tetapi dalam hatinya dia merasa apa yang
dikatakan adik keduanya adalah hal yang benar adanya. Tanpa adanya
kebenaran sesungguhnya dari kejadian tersebut, siapapun pasti susah bertindak
apalagi Zhao kuangyi adalah adik kandungnya sendiri.
Setelah berpikir beberapa lama, Zhao kembali menanyainya.
"Dik... Kamu tahu apa hal yang terjadi dari dunia persilatan belakangan ini?"
"Beberapa hal bisa kutebak.. Tentu yang ingin kakak pertama katakan adalah nama-ku yang dipakai orang untuk melakukan hal yang jahat?" kata Jieji.
Zhao sangat terkejut, dia tidak mengira adik keduanya bisa menebak dengan
begitu benar. Memang benar, selang 3 tahun "hilang-nya" Xia Jieji dari dunia persilatan.
Banyak sekali gosip telah beredar seiring kematian beberapa tokoh dunia
persilatan. "Kamu tahu" Yue Fuyan telah tewas?" tanya Zhao kemudian kepadanya.
Jieji hanya diam saja, dia berpikir keras. Dia tahu pasti, tentu kematian Ketua Dunia persilatan itu juga ditimpakan kepadanya. Setelah beberapa saat, dia
menjawab kakak pertamanya kembali.
"Mengenai masalah ketua dunia persilatan, saya benar tidaklah tahu adanya.
Apa kakak melihat ciri-ciri kematian Yue Fuyan?" tanya Jieji.
"Betul... Saya sempat melihatnya karena saya tidak berada jauh dari tempat kejadian waktu itu, luka goresan di tubuhnya ada empat. Tetapi yang paling
mematikan adalah di urat lehernya. Selain itu, di tubuhnya sama sekali tidak
terdapat racun ataupun luka dalam lainnya." tutur Zhao.
"Kalau begitu, dia tidak dibunuh dengan pedang..." kata Jieji kemudian sambil tersenyum kepada kakak pertamanya.
"Ha" Bagaimana kamu bisa tahu" Aku memang sempat bercuriga adanya, tetapi
aku tidak pernah mendapatkan buktinya..." kata Zhao.
"Tidak susah kak.. Goresan pedang itu tujuannya adalah menfitnahku, tentu jurus yang dipakai untuk menggores urat lehernya adalah Jurus pedang ayunan Dewa.
Semua insan dunia persilatan tahu kalau "Xia Jieji" menguasai dengan baik Ilmu pedang ayunan dewa. Otomatis maka semua kesalahan akan ditimpakan
kepadaku... Mengenai dia tidak dibunuh dengan pedang, tentu aku tahu benar.
Pedang ayunan dewa tidak akan mampu membunuh Yue Fuyan yang menguasai
9 tingkatan tapak penghancur jagad..."
Zhao sangat senang mendengar penjelasan adik keduanya. Dia tidak pernah
mengira dengan hanya berbincang, Jieji telah tahu seperti halnya dia melihat
kejadian itu sendiri.
"Kak, besok pagi-pagi saya akan berangkat. Aku akan menunggumu di Kaifeng, bagaimana?" tanya Jieji.
Zhao tersenyum sambil mengangguk pelan kepadanya.
Jieji langsung mencari istrinya, Yunying untuk mengatakan kepadanya akan
kepergiannya ke China daratan kembali. Tetapi kali ini, Jieji tidak akan membawa Yunying. Tentu alasan Jieji adalah keselamatan Yunying yang barusan
melahirkan puteranya sekitar lima bulan lalu. Selain itu, Jieji juga ingin Yunying tinggal untuk menjaga puteranya dan sekaligus menjaga Wisma Oda.
Yunying menyatakan kesediaannya tetap di Dongyang bersama keluarga Xia
yang tinggal disana, dia memberikan Pedang Ekor Api kepada suaminya untuk
berjaga-jaga akan kemungkinan yang buruk. Jieji menerimanya dengan senang
hati. Keesokan paginya...
Dewa Semesta dan Dewa Sakti serta Dewi peramal minta pamit juga pada
mereka semua, mereka ikut Jieji ke China daratan. Tetapi bukan dengan tujuan
yang sama dengan Jieji adanya. Mereka bertiga yang telah mendapatkan Zhao
kuangyin sehat adanya lantas pulang kembali ke "gunung" mereka
masing-masing. Sementara itu Dewa Ajaib menyatakan suka tinggal di Dongyang karena masih
dalam tahap mempelajari ilmu pedang ayunan dewa.
Dalam perjalanan menuju ke China daratan...
Dewa Sakti bertiga duduk di dalam kapal, sementara Jieji duduk di ujung depan
sambil meneguk guci arak yang kecil. Dia terlihat sedang memikirkan sesuatu di
ujung kapal. Dewa Sakti segera menghampirinya.
"Kamu yakin dengan apa yang akan kamu lakukan?" tanya Dewa Sakti yang melihat Jieji termenung seorang diri.
"Tidak tahu... Kakek pernah juga menanyaiku hal yang serupa.. Ternyata dengan kekerasan hati tidak mudah melakukan sesuatu...
"Ha Ha.... Benar... Benar... Lantas apa jawabanmu kepada kakekmu?" tanya Dewa Sakti penuh arti kepadanya.
Jieji melihat orang tua ini dengan dalam-dalam. Tidak berapa lama, lantas dia
juga tertawa terbahak-bahak di kuti oleh Dewa Sakti.
Dewa Sakti adalah seorang yang sangatlah pintar adanya, kepintarannya tentu
tidak dibawah Jieji adanya. Dia sengaja memberikan pertanyaan dengan tujuan
memberikan jawaban kepadanya.
Jieji pernah berjanji pada kakeknya sendiri, dia ingat benar... Begitu pula janjinya yang pernah diungkapkan kepada Xufen. Oleh karena itu, dalam hatinya lantas
terbit sebuah jawaban yang pasti yaitu -Jika terpaksa, maka dia baru akan ambil tindakan-.
Seperti biasa, perjalanan dari Dongyang menuju ke China daratan perlu waktu 15
hari. Setelah lima belas hari...
Mereka berempat lantas berpisah menuju ke daerah masing-masing. Dewa Sakti
dan Dewi peramal tentu sangat dekat dengan Gunung Dai, sedangkan Dewa
Semesta menuju ke arah barat ke Gunung Jin Bing. Jieji hanya diam beberapa
saat di sana untuk mengawasi kesibukan pelabuhan sambil berpikir. Setelah satu
jam lamanya, dia segera mengambil arah barat juga tetapi tidak ke utara.
Dalam perjalanannya yang baru lima jam...
Jieji kali ini tidak memakai kuda bintang birunya tetapi memakai kuda biasa saja, tentu karena tujuannya ke China daratan adalah untuk menyelidik, dia tidak ingin ketahuan oleh kaum persilatan bahwa dia adalah "Xia Jieji". Selain itu, dia memilih berpakaian sastrawan sejak keluar dari Dongyang. Di tangannya sengaja
dia pegang sebuah kipas layaknya seorang sastrawan.
Sebelum sampai di kota Chen Liu, Jieji melihat ada sesuatu hal yang aneh di
depannya.. Di daerah yang masih tergolong hutan terlihat lumayan banyak pengemis yang
berpakaian compang-camping. Di tangan setiap pengemis terpegang sebuah
tongkat, mereka berjalan dengan gagah secara berkelompok ke arahnya.
Dia melihat mereka dengan sambil berpikir, para pengemis itu bukanlah orang
sembarangan. Setidaknya dalam langkah bisa membuktikan mereka adalah jago
silat juga. Apalagi orang yang memimpin mereka, seorang paruh baya yang memiliki
kharisma yang lumayan tinggi di wajahnya.
Cara berjalan orang ini tidaklah aneh seperti orang biasa layaknya, tentu hal
tersebut adalah berlaku untuk orang biasa yang melihatnya.
Tetapi Jieji tidak melihatnya begitu, dia merasa orang di tengah itu memiliki
Nei-kung(tenaga dalam) yang cukup tinggi.
Suara hembusan nafasnya terdengar cukup bertenaga. Selain itu gerakan
kakinya yang mantap membuktikan bahwa pengemis di tengah memiliki kekuatan
tubuh yang hebat.
Setelah mereka hampir berpapasan. Pemuda paruh baya yang berada di tengah
itu segera memandang Jieji. Pandangan mata mereka berdua bertemu, selang
beberapa saat orang di tengah segera tersenyum kepadanya sambil
mengangguk pelan. Senyum ini juga dibalas oleh Jieji sambil mengangguk.
Jieji menghentikan kudanya sambil berpikir.
Tetapi belum sampai mereka lewat semuanya, Jieji merasakan adanya hawa
orang yang mendekati tempat tersebut. Dia berpura-pura tidak tahu akan adanya
hawa tersebut, tetapi orang tua di tengah segera berhenti. Sepertinya dia
menantikan orang yang datang dengan ringan tubuh.
Selang beberapa saat, seorang tampak berlari ke arah mereka. Jieji berpaling ke belakang untuk melihat orang yang datang itu.
Juga seorang pengemis adanya, pengemis yang datang juga lumayan tua.
Mungkin umurnya sekitar 50-an, jenggot dan kumis menutupi hampir separuh
wajahnya. "Tetua Wu... Ada kabar yang datang tiba-tiba dari Beihai..."
Pemuda paruh bayu ternyata bermarga Wu pikir Jieji. Tetapi untuk apa dia
datang dengan cara tergesa-gesa seperti itu.
"Ada apa tetua Han?" tanya tetua Wu kepada orang yang baru datang tersebut.
Tetapi para pengemis di belakang segera melihat ke arah Jieji.
Jieji yang melihat pandangan mereka segerombolan segera mengerti, lantas
dengan menarik tali kudanya, dia berniat meninggalkan tempat tersebut.
Tidak ada yang tahu, jika bisikan ringan sekalipun bisa di dengar Jieji dengan
jelas adanya dalam jarak sekitar 50 kaki
"Tetua Wu... Kabarnya pasukan Liao akan melewati tapal batas Sung sesegera mungkin..."
"Apa" Kamu yakin akan informasimu?"
"Betul... Tidak salah lagi. Tetua Chen dan tetua Lu sudah berada di kota Ye untuk menunggu ketua."
"Kalau begitu, kita harus secepatnya mengejar kesana. Mengenai masalah timur, sepertinya tidak perlu kita kerjakan terlebih dahulu." kata tetua Wu dengan segera.
Di ajaknya para pengikutnya yang terdiri dari belasan orang untuk segera
mengambil arah utara.
Jieji diam dan berpikir, dia mendengar dengan jelas kedua orang tetua berbicara.
Hanya dia heran, dari manakah "pengemis berkungfu" ini berasal. Diam-diam dia berniat mengikuti mereka untuk menuju ke kota Ye. Tetapi dipikirkannya tujuan
dia yang sebenarnya adalah untuk menuju ke Kaifeng. Lantas Jieji tetap
melanjutkan perjalanannya ke Chenliu terlebih dahulu. Dia memacu kudanya
lantas dengan kecepatan tinggi menuju ke kota Chenliu.
Jieji tidak segera mengambil jalan menuju Kaifeng, tak lain adalah untuk
mengecoh pasukan Istana.
Jieji tahu dengan pasti, jika ada yang berniat mengikutinya maka mereka akan
menunggu di pelabuhan timur Xiapi. Jika mereka mendapatkan orang yang
persis ciri-cirinya dengannya dan sedang mengambil perjalanan ke utara, maka
orang itu tentu tidak lain adalah dia. Maka dia segera mengambil ke arah barat
terlebih dahulu. Dan diam-diam baru menuju ke utara.
Tidak sampai malam, dia telah tiba di kota Chenliu..
Jieji menyewa sebuah kamar yang biasa saja di penginapan besar yang cukup
ramai. Dia merasa penginapan yang biasanya ramai pasti banyak juga gosip
dunia persilatan. Meski Jieji tidak pernah tertarik akan gosip begituan, tetapi kali ini dia bertujuan untuk menyelidik. Maka mau tidak mau dia juga ingin
mendengar sedikit petunjuk akan sesuatu hal di istana dan ada tidaknya
Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berhubungan dengan dunia persilatan.
Sementara itu Pedang ekor apinya tidak digantungkan di pinggang, melainkan
dia bungkus bersama buntalan pakaiannya. Karena pedang Ekor api bukanlah
jenis pedang panjang, maka setelah dirapikan bahkan tidak tampak adanya Jieji
sedang membawa pedang.
Sekitar jam 8 malam, Jieji telah keluar dari kamarnya yang lantai kedua gedung
belakang untuk mencari makan di depannya yang merupakan restoran.
Apa yang di tebak Jieji benar adanya. Penginapan yang luas tersebut memiliki
sebuah restoran yang luas juga. Disana terlihat lumayan banyak orang dari kaum
persilatan yang sedang duduk sambil minum arak dan mengobrol lumayan keras.
Dia memilih sebuah tempat yang agak sudut dekat tangga. Disana dia duduk
seorang diri sambil mencuri dengar.
"Kak Feng... Kabarnya setan pembantai kembali mengambil mangsa.. Kali ini
adalah tetua partai Hua Shan, Mo LieTze. Dia juga sama dibantai dengan ilmu
pedang ayunan dewa sebulan lalu. Luka mematikannya adalah tepat segaris di
leher. Sebenarnya apa hal yang diinginkannya?" tanya seorang pemuda yang
berpakaian warna emas juga dengan ikat kepala emas.
"Betul... Jika ketemu, kita akan habisi dia... Setelah membunuh biksu Wujiang, dia membantai pengkhianat Liao, Dewa Bumi untuk bersekutu dengan mereka.
Setelah itu, sepak terjangnya makin menjadi. Dia membantai saudara
seperguruan kita 6 nyawa di Panggung batu 1000 cermin. Baru 2 bulan lalu, dia
kembali beraksi di Huiji dengan membunuh ketua dunia persilatan. Sekarang
kemudian terdengar hal terbunuhnya tetua partai Hua Shan... Dia tidak dapat
diampuni..." kata seorang lainnya yang juga berpakaian sama dengan gusar.
Suara kedua orang tersebut sebenarnya tidaklah benar-benar besar. Namun Jieji
bisa mendengarnya dengan sangat jelas. Dalam pikirannya.
"Setan pembantai... Mengerikan sekali julukan baruku itu..." pikirnya dengan geli juga.
Jieji juga berpikir, apa yang dikatakan mereka berdua adalah sangat tidak
beralasan adanya. Tidak mungkin seorang sanggup mencapai wilayah Hua Shan
dari Huiji dalam jangka waktu sebulan. Karena jarak antara Huiji ke Hua Shan
sangatlah jauh adanya. Lain halnya jika dia memakai kuda bintang biru. Tetapi
sungguh tidak masuk akal benar-benar.
Tetapi Jieji tidak ingin berargumentasi lebih lanjut, karena semenjak di Dongyang dia sendiri juga telah tahu bagaimana kira-kira dirinya bakal di fitnah kaum
persilatan. Jieji mencoba mencari informasi lainnya di meja lainnya, dia mengkonsentrasikan apa yang sedang dibicarakan orang lainnya.
"Lie Hui... Lie Hui.... Sungguh cantiknya engkau bagai bidadari..." terdengar seseorang yang berkata kepada temannya.
"Lie Hui meski adalah wanita dari rumah bordir Yuen Hua, tetapi kecantikannya betul tanpa tanding. Seumur hidup jika ada pria yang bisa mendapatkan hatinya
maka dia adalah lelaki yang paling beruntung...." kata lainnya.
Jieji muak sekali mendengar apa hal yang sedang di ucapkan mereka berdua.
Ternyata keduanya adalah penggemar wanita di rumah bordir Yuen Hua. Tentu
dia tersenyum sangat geli sekali. Sesekali terlihat dia menggelengkan kepalanya.
Sekali lagi dia mencoba mendengar pembicaraan dari meja lainnya.
Dia mendapatkan adanya 2 orang yang duduk di meja, tepatnya di belakang 2
orang penggemar wanita rumah bordir tersebut, seorang pemuda dan pemudi.
Jieji menyapu ke arah mereka sambil pura-pura minum arak dan makan.
Dilihatnya si pria, pemuda yang tergolong tampan dan berpakaian sastrawan,
umurnya paling hanya 20 tahun. Sedangkan si wanita terlihat cantik dengan
wajahnya yang putih, si nona juga tergolong muda jika dilihat dari
penampilannya. Jieji juga bermaksud mendengar apa yang mereka bicarakan.
"Racun pemusnah raga... Racun yang sungguh kejam... Tiga orang saudara
seperguruan kita dibunuh 10 tahun yang lalu oleh racun tersebut.. Sekarang
malah kabarnya Xia Jieji telah menyempurnakan racun ini. Dia mengurangi
dahsyatnya racun, tetapi memperbahaya cara penularannya. Ini justru lebih
mengerikan daripada racun yang sebelumnya." kata yang pria.
"Betul Sesiung(Kakak seperguruan)... Hanya gosip dunia persilatan sepertinya sangat menjelek-jelekkan Xia Jieji. Sebenarnya hal ini ada atau tidak, kita belum bisa memastikannya..." kata yang wanita dengan pengertian.
"Apa yang adik bilang cocok dengan pemikiranku. Mengenai Xia Jieji,
sebenarnya jarang sekali ada orang yang melihatnya. Kita memang benar tidak
bisa mengambil kesimpulan seperti itu langsung..." kata yang lelaki.
Jieji yang mendengar percakapan kedua orang tersebut, merasa terharu. Tidak
disangkanya ada yang masih bisa melihat kebenaran, setidaknya mereka tidak
percaya langsung terhadap hal yang belumlah pasti adanya.
Ketika Jieji sedang berpikir, wajahnya sebentar terlihat mengerutkan dahinya,
sebentar terlihat tersenyum manis, sebentar terlihat dia kesal, sebentar terlihat dia tersenyum geli adanya.
Tetapi tidak disangkanya sama sekali ada seorang pria umur 30 tahunan yang
duduk sendiri dan berseberangan meja dengannya melihat semua tingkah Jieji...
BAB LXVIII : Ketua Perkumpulan Pengemis, Yuan Jielung
Jieji juga merasakan adanya pandangan "khusus" dari seseorang kepadanya kemudian. Dia hanya pura-pura tidak tahu. Tetapi dia tahu dengan pasti, orang
yang berseberangan meja dengannya bukanlah lelaki biasa.
Setelah beberapa saatnya makan dan minum, Jieji berniat keluar dari restoran
untuk menuju kembali ke kamarnya. Dia berjalan pelan-pelan layaknya dia tidak
tahu apa-apa. Dengan tenaga dalam tinggi, dia menyimpan semua tenaga
dalamnya supaya tidak terlihat mencurigakan oleh orang yang sedang duduk
dengan sebuah kaki di atas kursi tersebut.
Tetapi baru berjalan melewati taman belakang penginapan, dia sudah tahu
bahwa dia sedang diikuti. Lalu, dengan berbalik badan Jieji melihat pria tersebut.
Mereka bertatapan tanpa berbicara banyak hal. Keadaan belakang yang sunyi
menambah keangkeran pandangan keduanya.
Lantas tidak berapa lama, pemuda itu segera bersuara.
"Siapa anda" Sangat mengagumkan sekali kemampuan anda...." katanya
dengan sopan dan penuh hormat.
Jieji memandangnya, pakaian orang ini tidaklah bagus bahkan terlihat telah
luntur. Beberapa bagian pakaiannya sepertinya telah koyak.
Wajahnya cakap dan gagah. Gaya dan kharismanya tinggi dengan tinggi tubuh
hampir 6 kaki. Dadanya bidang dan tangannya panjang hampir mencapai
lututnya. "Saya hanya seorang sastrawan yang kebetulan tinggal di penginapan ini...." kata Jieji merendah sambil memberi hormat.
"Ha Ha........"
Pemuda itu hanya tertawa mendengar jawaban Jieji.
Tetapi Jieji tersenyum melihat tindakan orang tersebut.
"Margaku Yuan. Namaku Jielung." katanya memperkenalkan dirinya.
Jieji berpikir cukup aneh, setidaknya adalah nama depannya sama dengannya.
Lalu dengan berbohong Jieji menjawabnya.
"Margaku Zhang, orang-orang memanggilku FeiRung..."
"Tidak disangka kemampuan tuan Zhang sangatlah luar biasa..." kata Jielung dengan tersenyum kepadanya.
"Tidak... Aku tidak mengerti apa yang anda maksudkan.." kata Jieji kemudian dengan berpura-pura tidak tahu.
Tetapi apa yang dilakukannya tidak luput dari pandangan Yuan. Yuan mampu
melihat kemampuan Jieji adalah sangat tinggi. Dia berpikir mungkin mereka
berdua adalah sekelas dalam hal silat. Karena dia tahu orang yang mampu
mendengar dengan baik suara yang jauhnya 50 kaki lebih dengan jelas meski
adanya keributan, maka orang tersebut adalah orang yang kungfunya sangat
tinggi. "Ha Ha... Sesekali kita akan ngobrol-ngobrol sambil minum arak, bagaimana
saudara Zhang?" tanyanya.
"Tentu...." kata Jieji kepadanya.
"Aku masih ada urusan yang maha penting adanya. Lain kali aku ingin mencoba kungfu saudara Zhang juga..." katanya sambil memberi hormat dalam-dalam
kepadanya. Jieji juga melakukan hal yang sama.
Tidak berapa lama, di tempat itu segera hadir seorang pengemis. Sambil
memberi hormat ke arah Jielung, dia berkata.
"Yuan Pangcu (Ketua Yuan)... Kita akan berangkat malam ini juga?"
"Betul.. Secepatnya paling bagus..." kata Jielung, setelah itu dia memandang ke arah Jieji.
"Saudara Zhang... Ingat janjimu kepadaku....." katanya sambil tersenyum.
Jieji membalasnya dengan tersenyum manis sambil mengangguk.
Dia sedang berpikir seiring perginya ketua Yuan. Di dunia ini banyak hal yang
aneh adanya, tetapi dia belum pernah tahu adanya Ketua dari perkumpulan
pengemis. Lalu apa pula sebenarnya yang menjadi tujuan perkumpulan
pengemis itu"
Keesokan harinya...
Jieji kembali bersiap untuk meninggalkan Kaifeng. Dari sini dia berniat menuju ke kota Puyang. Kota besar yang paling dekat dengan kaifeng. Dia memacu
kudanya ke arah utara dari Chenliu.
Kota Puyang sebenarnya telah lumayan dekat dengan kota Chenliu. Paling
hanya dalam 4 jam dia bisa sampai kesana. Tetapi kali ini Jieji kembali
meningkatkan kewaspadaannya, dia tidak ingin dirinya diketahui oleh orang lain
dari dunia persilatan lagi. Perjumpaan dengan Yuan Jielung semalam adalah hal
yang sangat khusus baginya. Dia juga tahu, Jielung memiliki kepandaian yang
tinggi. Tidak pernah disangkanya, selama 3 tahun dia mengasingkan diri dari
dunia persilatan China daratan, disana telah muncul lumayan banyak jago silat.
Perjalanan yang seharusnya 4 jam, tidak ditempuh Jieji dengan cepat. Melainkan
dia sengaja berlambat-lambat. Dia berniat memakai waktu sekitar 8 jam untuk
sampai, karena jika dia terlihat memacu kudanya cepat maka akan lebih
mencurigakan bagi orang yang melihatnya.
Sambil menikmati pemandangan sawah dan tanah lapang yang luas, sesekali
Jieji berpuisi sambil membuka kipasnya di atas kuda. Puisi yang dibacakannya
adalah puisi Hui Zhong dan Tang Tufu. Beberapa petani disana yang melihatnya
tentu heran, tetapi tanpa mempedulikan semuanya dia terus bersajak meski
dalam hati dia merasa sangatlah konyol.
Ketika dia melewati sebuah lembah...
Dia mendengar dengan samar suara pertarungan. Suara pedang berlaga sangat
jelas adanya. Dengan segera, Jieji berniat melihat apa yang sedang terjadi.
Sambil memacu kudanya lumayan cepat ke arah utara, dia telah sampai ke
daerah pertarungan.
Tanpa turun dari kuda, Jieji melihat pertarungan tersebut dari depan bukit. Di
arahkanlah pandangannya ke tanah lapang pas di bawahnya.
Dia mengenal 2 orang yang sedang bertarung di tengah tanah lapang. 2 Orang
tersebut tak lain adalah pemuda pemudi yang dia temui di penginapan semalam.
Sedangkan lawannya terdiri dari 30 orang lebih yang berpakaian putih semua,
tetapi di wajahnya mereka memakai topeng yang lumayan aneh.
"Kalian tidak akan sempat pulang ke Luoyang... Partai Giok utara telah
musnah..."
Kedua orang yang mendengarnya segera gusar. Mereka melancarkan serangan
yang lebih berbahaya ke arah lawan mereka yang sedang mengepung mereka.
Sementara itu, Jieji hanya memandang dengan serius ke arah 30 orang lebih
yang memakai pakaian aneh tersebut.
Jurus pedang dari partai Giok utara tidak dapat dipandang remeh. Jurus
pedangnya cukup mematikan. Sedangkan kedua orang tersebut terlihat lumayan
lihai mengeluarkan jurus partai mereka.
Hanya berselang beberapa lama, terlihat 5 orang telah roboh dengan luka
bacokan. Tetapi seperti tidak mau memberikan kesempatan, mereka malah makin gencar
menyerang. Kali ini penyerang yang terdiri dari 20 orang lebih membuas. Jurus
mereka kelihatan langsung meningkat. Jieji yang di atas melihat dengan pasti,
jurus pedang yang baru di keluarkan pasukan aneh itu adalah jurus pertama
pedang ayunan dewa. Mereka semua melakukannya secara serentak. Jieji
merasa kedua orang itu pasti segera dalam bahaya besar.
Kedua orang dari partai Giok utara sebenarnya bukan lagi pesilat kelas
menengah, tetapi karena banyaknya keroyokan dari pihak lawan. Sepertinya
mereka mulai terdesak.
Dalam sebuah kesempatan, wanita cantik yang berwajah putih itu terlihat
kewalahan, dia tertendang lawannya dan jatuh. Sementara orang yang lain
segera menotok nadinya. Sesaat si wanita tidak mampu lagi bergerak.
Sementara itu, pria yang bertarung terlihat gusar.
"Lepaskan adik seperguruanku...." teriaknya sambil melancarkan jurus baru.
Jurus barunya tersebut sangat hebat. Jieji bahkan terkagum melihat jurus
pedang ini, sepertinya jurus pedang pemuda adalah jurus pedang yang tertinggi
dari partai mereka.
Semua jurus mengancam penyerangnya dengan sangat cepat, ketika bacokan
pemuda hampir sampai di kepala penyerangnya.
Seseorang terdengar berteriak...
"Hentikan!!! Jika tidak, kubunuh adik seperguruanmu...." kata orang yang segera menawannya dengan pedang di leher.
Pemuda segera terkejut, jurus yang sempat dikeluarkannya langsung
disimpannya balik. Tetapi tidak ayal, dengan cepat dia mendapat sebuah
tendangan dari arah belakang dan jatuh tersungkur ke depan sambil muntah
darah. "Tendangan mayapada" Kalian dedengkotnya Xia Jieji?" tanya pemuda yang jatuh dengan luka lumayan parah.
"Betul.... Ha Ha... Sekarang aku ingin kalian memilih... Siapa yang harus mati di antara kalian berdua?" tanya orang dengan topeng aneh yang di tengah.
Pemuda itu segera menghela nafas panjang.
"Tentu saja aku.... Lepaskan adik seperguruanku...." katanya.
Tetapi adik seperguruannya segera berteriak.
"Mau bunuh, bunuh saja... Hidup bukan bisa dijadikan alat jual beli bagi orang hina...."
Jieji sangat kagum mendengar suara wanita kecil itu yang membahana seakan
tidak takut akan kematian. Di dalam hatinya dia sangat kagum.
"Majikan kita Xia Jieji tidak ingin pasangan pemuda pemudi yang hidup bahagia, karena melihat keakraban kalian berdua. Kita beri kalian kesempatan, segera
kalian tentukan siapa yang harus mati." kata seorang yang lainnya.
"Keparat!!" Damprat si lelaki muda.
Dia ingin berdiri untuk bertarung kembali, tetapi luka dalamnya malah
membuatnya jatuh tersungkur. Dengan segera, seorang bertopeng menotok jalan
darahnya. "Baik... Baiklah... Kalau begitu, kubunuh saja yang perempuan.. Jika kamu
berkemampuan carilah Xia Jieji, majikan kita di Dongyang. Disana kamu bisa
membalas dendam kematian adik seperguruanmu..." kata Seorang bertopeng
yang sedang menawan nona cantik tersebut.
Orang bertopeng telah siap dengan pedang di tangannya yang sedang mengarah
ke lehernya. Dengan gerakan cepat, si topeng berniat memutuskan urat leher si gadis dengan
jurus pedang ayunan Dewa.
Tetapi.... Sebelum pedang sempat menggores, si topeng segera merasakan hal yang
sangat aneh adanya, yaitu tangannya yang memegang pedang seperti sangat
ringan. Sebelum dia merasa kesakitan, dia sempat melihat sebelah tangannya
yang memegang pedang itu telah buntung melayang sekepalanya.
Dalam sesaat, dari lengan yang buntung segera memuncratkan darah yang
sungguh banyak ke wajah si nona. Si nona karuan sangat terkejut, hampir saja
dia pingsan melihat keanehan di depannya.
"Siapa?"?"
Semua orang segera berpaling untuk mencari siapa yang melukai temannya.
Mata mereka semua menyapu ke segala arah tempat tersebut. Lalu Mereka
melihat dengan sekilas ke tempat tinggi yang jauhnya telah 200 kaki itu. Seakan tidak percaya melihat hal barusan, mereka sangat terkejut.
Sebab tidak ada seorang pun disana yang merasakan adanya hawa
penyerangan datang. Tahu-tahu tangan temannya telah buntung. Sesaat mereka
merasakan kengerian yang sangat.
Jieji-lah orang yang membuntungkan tangan orang yang menawan nona cantik
tersebut dengan jurus baru dari Ilmu Jari dewi pemusnah. Seakan bukan sedang
berada dalam keadaan pertarungan, dia memacu kudanya lambat untuk menuju
ke arah pasukan bertopeng aneh.
"Kau!!!...." teriak mereka.
"Betul... Akulah pelakunya..." kata Jieji pendek.
"Siapa kau sebenarnya?"" tanya seorang di antara mereka.
"Akulah orang yang akan datang membunuh Xia Jieji. Katakan dimana dia
sesungguhnya?" tanya Jieji.
"Dia ada di Dongyang.... Kau carilah disana..." terdengar teriakan keras dari mereka.
"Sekarang aku tiada kerjaan, lagian dendam kesumatku telah lumayan tinggi
pada Xia Jieji. Maka sekarang kalianlah orang yang akan kubantai..." kata Jieji seraya menakut-nakuti mereka semua.
Apa yang dikatakan Jieji sepertinya membuahkan hasil, semuanya terlihat cicing
juga. "Jangan takut... Dia hanya sendiri.. Kita keroyok dia.. Ayok cepat!!!" terdengar seseorang yang berteriak karena merasa tidak bisa bertindak apapun lagi selain
bertempur mati-matian.
Dengan tanpa berancang lebih lanjut, penyerang segera mengepungnya.
Sementara itu, Jieji hanya duduk diam di kudanya tanpa bergerak. Semua
penyerang ingin mengambil kesempatan jeleknya posisi Jieji.
Dengan serentak dan tanpa aba-aba mereka langsung menyerang dengan
pedang dan menikam ke arahnya. Suara pedang mengoyak angin terdengar
sangatlah jelas. Inilah ilmu pedang ayunan dewa yang termahsyur itu.
Tetapi sebelum pedang mereka sanggup melukai Jieji, sekitar 30 orang
sepertinya telah jatuh melayang dengan cepat ke tanah. Beberapa bahkan
terpelanting seperti sedang di banting oleh sebuah tenaga yang sungguh aneh.
Setelah bangun dengan cepat, beberapa orang di antara mereka mendapati jejak
kaki pas di dada, karena baju mereka putih.
Semuanya segera heran, dengan luka dalam yang tidak ringan mereka
bermaksud menyerangnya kembali.
Tetapi kali ini mereka mendapati hal yang sama... Belum sempat mereka melihat
tendangan bekerja, mereka telah terpental semuanya.
Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pemuda dan pemudi yang disana tentu lebihlah heran. Gerakan Jieji bisa dilihat
samar oleh mereka berdua. Gerakan tendangan yang sangat cepat luar biasa
sedang menendang 1 lingkaran penuh di atas kuda. Tidak berapa lama,
dilihatnya kesemua penyerang jatuh kembali ke tanah.
"Kalian pergilah, katakan pada Xia Jieji kalau aku Zhang Feirung mencarinya...."
kata Jieji dengan datar dan tawar.
Semua penyerang tahu mereka tidaklah mampu bertarung lagi, sebab sebelum
serangan mereka betul kena malah mereka semua telah roboh. Dengan tiada
berkata lebih banyak, semuanya segera meninggalkan tempat tersebut dengan
berlari kencang.
Jurus tendangan yang dikeluarkan Jieji tentu adalah tendangan mayapadanya
yang baru dengan menggabungkan kecepatan tendangan mayapada dan
kesempurnaan tendangan matahari. Sungguh sebuah tendangan luar biasa yang
tidak bisa dipandang remeh pesilat kelas tinggi sekalipun.
Dengan segera, Jieji turun dari kuda dan membuka totokan nadi si pemuda.
Sambil mengalirkan energi, dia mengobati pria tersebut. Energi dewa
penyembuh tenaga dalam segera masuk dengan cepat dan mengobati si
pemuda. Pemuda kali ini lebih heran, dia tidak menyangka orang di depannya adalah
orang yang sangat luar biasa. Tenaga dalamnya mungkin sudah 20 kali lipat atau
30 kali lipat di atasnya.
Hanya berselang sesaat, wajahnya kembali memerah. Ini tandanya si pemuda
telah baikan dan telah pulih dari luka dalamnya.Dengan segera dia memberi
hormat kepada Jieji.
"Terima kasih atas pertolongan anda, Tuan Zhang...."
"Tidak perlu... Cepatlah kamu membuka totokan nadi adik seperguruanmu...."
kata Jieji dengan tersenyum.
Si nona cantik segera tersenyum manis kepadanya, dia tahu Jieji adalah pemuda
sopan. Jieji tidak segera membuka totokan nadinya adalah karena gadis itu
adalah seorang yang tidak dikenal. Jika Jieji sengaja membuka totokannya
terlebih dahulu, maka bagi seorang wanita yang tidak dikenal tentu akan sangat
rugi adanya. Sebab bersentuhan bagi orang yang tidak dikenal tentu merugikan
para wanita. Dengan segera, pemuda itu menghampiri adik seperguruannya dan membuka
totokan nadinya.
"Terima kasih pendekar Zhang..." katanya dengan lembut dan sopan.
Jieji hanya merangkapkan kedua tangan sambil memberi hormat pelan
kepadanya. Setelah itu, pemuda tampan segera memberi hormat kepada Jieji sambil berkata.
"Namaku adalah Chang Guizhuang. Aku adalah murid ke 4 dari partai Giok utara di Luoyang... Ini adalah adik seperguruanku, Yu Xincai."
Jieji juga membalasnya dengan sopan.
Dia tidak pernah tahu adanya partai Giok utara dari Luoyang, tetapi mengetahui
keduanya yang teramat sopan maka Jieji cukup senang juga. Setidaknya partai
Giok utara lumayan hebat dalam mendidik murid partai mereka.
Karena Yu Xincai terkena percikan darah yang lumayan banyak di wajah, dia
segera meminta pamit pada kakak seperguruannya dan Jieji untuk pergi
membersihkan mukanya.
Selang beberapa saat, Jieji segera menanyai Guizhuang.
"Bagaimana perjalanan saudara-saudari sekalian, kalian ingin menuju kemana?"
tanya Jieji. "Kami berniat ke Puyang, untuk dilanjutkan langsung ke kota Ye..." kata Guizhuang dengan sopan.
"Ooo?" Memang ada sesuatu yang terjadi di kota itu?" tanya Jieji yang agak heran.
"Betul... Anda pasti bukan berasal dari daratan tengah adanya.. Gosip
menggemparkan tentu tidaklah di ketahui pendekar Zhang..."
"Betul... Saya berasal dari Wilayah Edo di Dongyang...." kata Jieji sambil memberi hormat.
"Dongyang" Jadi anda pernah bertemu dengan Xia Jieji atau pewaris
satu-satunya dari keluarga Oda?" tanya Chang.
"Keluarga Oda sama sekali tidak pernah kudengar disana. Apalagi anda
mengatakan kalau Xia Jieji berada disana, tentu sangat mustahil karena
beberapa kali saya sempat meneliti di daerah gunung Fuji...." kata Jieji yang berbohong.
"Dan apa hal yang sedang terjadi sebenarnya di kota Ye?" tanya Jieji seraya mengalihkan pembicaraannya.
"Pasukan Liao kabarnya akan beraliansi dengan Sung. Mereka berniat
memposisikan 5 laksa pasukan di perbatasan kota Ye." kata Chang.
"Liao" Aneh sekali... Lalu bagaimana dengan Han utara?" tanya Jieji yang sangat heran adanya.
Setahunya, 3 tahun lalu Han utara beraliansi dengan Liao. Letak negara Han
utara adalah pas di tengah antara Liao di utara dan Sung di selatan.
Lalu bagaimana Liao bisa dengan mudah melewati Han utara" Ini menjadi
pertanyaan yang sangat aneh baginya.
"Ini hanya kabar saja yang belum bisa dipastikan. Kabar tersebut mengatakan kalau Liu Jiyuan telah ditawan oleh Yelu Xian dari Liao. Sebenarnya semenjak 1
1/2 tahun lalu, Negara han utara seharusnya telah musnah adanya." kata Chang.
Bagai geledek di siang hari Jieji mendengarnya. Dia tahu dengan jelas, pada
pertempuran 3 tahun lalu Yelu Xian telah tewas dibunuhnya. Lalu kenapa Yelu
Xian, raja Liao itu kedapatan masih hidup dan sedang mengancam Sung adanya.
Tentu hal tersebut menjadi seribu pertanyaan bagi Jieji.
BAB LXIX : Kasus Di Kota Puyang
"Benarkah" Aneh sekali.... Sungguh aneh...." kata Jieji sambil mengerutkan dahinya sambil menggelengkan kepalanya.
"Apa yang pendekar Zhang rasakan aneh adanya?" tanya Chang.
"Mengenai Yelu Xian... Tiga tahun yang lalu saya pernah mendengar bahwa dia telah tewas pada pertempuran kacau di bawah kota Ye." kata Jieji.
"Apa benar adanya" Kalau mengenai hal tersebut, saya tidak pernah
mengetahuinya sama sekali. Tetapi yang bisa dipastikan, Yelu Xian masih hidup
adanya. Perkumpulan KaiBang adalah perkumpulan pertama yang menginginkan
kepalanya..." kata Chang.
"KaiBang (Partai pengemis)" Apa itu?"" kata Jieji yang heran, tetapi dia bisa berpikir dengan jernih. Mungkin orang yang semalam ditemuinya adalah ketua
perkumpulan pengemis. Jieji tidak tahu kalau pengemis-pengemis tersebut telah
mendirikan perguruan silat. Pantas mereka setidaknya memiliki Neikung yang
lumayan tinggi.
"Benar... KaiBang adalah sebuah partai yang didirikan oleh Yuan Jielung lebih setahun yang lalu. Tujuan utama KaiBang adalah mengusir bangsa utara, yaitu
Liao. Dalam 1 tahun, Yuan Jielung melakukan hal yang sangat menggemparkan
dunia persilatan. Sering terlihat dia membela kebenaran, menindas pengacau
dan membela yang lemah. Selain itu, kabarnya kungfu Yuan Jielung sangatlah
tinggi, belum ada yang bisa memastikan sehebat apa dirinya sesungguhnya."
kata Chang menjelaskan.
"Lalu bagaimana muridnya bisa bertambah begitu banyak dengan kurun waktu
yang hanya sekitar satu tahun.." kata Jieji yang agak heran.
"Kabarnya dulu Yuan Jielung adalah seorang yang sangat kaya raya, dia
meletakkan semua kekayaannya dan mendirikan perkumpulan pengemis. Semua
hartanya dia sumbangkan pada pengemis, sehingga banyak pengemis yang
berdatangan kepadanya untuk menjadi anak buahnya. Dengan cepat, namanya
telah menghebohkan dunia persilatan. Beberapa tetua yang mengikutinya
sesungguhnya adalah pesilat kelas tinggi sebelumnya. Hanya hal ini yang
kuketahui pendekar Zhang..." tutur Chang menjelaskan kepadanya.
Jieji hanya diam sambil berpikir keras. Tidak disangkanya pertemuan dia dengan
para pengemis kemarin telah terjawab adanya. Jika cita-cita mereka adalah
mengusir Liao, maka tentu cita-cita ini sangatlah mulia adanya.
Sepertinya, Yu Xincai telah siap membersihkan wajahnya yang berlepotan darah
tadinya. Dengan segera mereka mengajak Jieji untuk meninggalkan tempat itu.
"Pendekar Zhang, anda juga menuju Puyang" Bagaimana jika kita mengambil
perjalanan sama-sama?" tanya Chang.
Jieji tentu mengangguk kepadanya.
Dengan adanya 2 orang tersebut yang bersamanya, dia tidak perlu merasa
berhati-hati terlalu banyak lagi. Setidaknya, bagi orang biasa yang belum pernah melihatnya pasti tidak akan mengenali dirinya.
Perjalanan kembali dilanjutkan...
Selang 3 jam kemudian, mereka telah sampai di kota Puyang.
Sebuah kota yang luar biasa ramainya. Populasi kota tersebut tidak kalah
dengan kota Ye.
Mungkin sekitar 300 ribu lebih penduduk yang menduduki kota besar ini.
Ketika mereka berkuda dengan pelan masuk ke kota. Mereka segera melihat
keramaian yang sangat. Banyak khalayak sedang berkumpul dan sesekali
berteriak sangat keras.
Jieji sebenarnya sangat suka akan hal tersebut, Baginya ini adalah salah satu
"pengasahan otaknya" karena ini adalah bau kasus. Bau yang tidak pernah lagi diciumnya sejak tiga tahun yang lalu.
Dia segera menghampiri khalayak ramai tersebut.
Terdengar seorang pria yang berumur sekitar 40 tahunan berteriak dengan
sangat marah. "Kalian... Ibu dan anak... Ikut aku ke pengadilan.. Kalian telah mencuri uangku..."
"Tidak tuan.. Apa yang kukatakan sangat jelas adanya. Uang itu ditemukan
anakku di jalan saat pagi. Uang itu hanya dipakai anakku untuk membeli 1 kilo
daging adanya." kata seorang ibu yang umurnya juga sekitar 40 tahunan sambil menangis.
Sementara itu, anaknya yang hanya berumur sekitar 7 tahun terlihat menangis
tersedu-sedu. Jieji segera turun dari kudanya. Dia hampiri seorang nenek tua yang juga berada disana.
"Nek, sebenarnya apa hal yang sedang terjadi?" tanya Jieji.
Si nenek melihat Jieji, dia terlihat sungguh terkejut adanya.
Sepertinya nenek ini mengenali Jieji. Dilihatnya dengan sangat cermat sekali lagi, mungkin juga bukan orang yang dikenalinya. Sebab orang tersebut tidaklah
semuda ini, orang ini hanya sekitar 30 tahun. Sesaat dia terlihat bengong.
"Nek... Ada hal apa?" tanya Jieji yang lumayan heran melihat tingkah nenek yang diam saja.
"Tidak.... Tidak..." kata nenek tersebut sambil menggelengkan kepalanya.
"Ibu di tengah mengatakan anaknya menemukan buntalan uang di pagi hari yang masih gelap. Uang itu berada dalam kantung kain yang lumayan besar adanya.
Setelah itu, si anak segera membelikan daging 1 kilo dengan 1/2 tail dari kantung tersebut. Begitu pulang, si ibu segera memarahinya. Dia mengatakan darimana
si anak mendapati duit yang sangat banyak karena jumlahnya telah ribuan tail.
Ibunya berpikir bahwa si anak mencurinya karena keluarganya yang hanya dua
orang tersebut sangatlah miskin adanya. Mereka bahkan hanya memakan daging
dalam jangka waktu setahun sekali saja.
Setelah beberapa lama, si anak juga mengaku akhirnya dan mengatakan bahwa
uang tersebut dia dapat di depan restoran ini. Ibunya segera menyeret anaknya
kemari untuk mengembalikan duit itu, mereka berdua duduk selama beberapa
jam sampai tuan ini lewat yang kelihatan sedang mencari uangnya. Si ibu
langsung memberikan duit tersebut kepadanya. Tetapi bukannya tuan ini
berterima kasih, dia malah menuntut ibu tersebut. Katanya duitnya telah kurang
1000 tail perak dari sana. Dia meminta si ibu miskin segera
mengembalikannya...." Jelas nenek tua tersebut.
Jieji hanya diam saja sambil berpikir. Tanpa perlu waktu yang lama, dia telah
mendapatkan jawabannya. Tetapi dia tidak ingin menyelesaikannya karena dia
tahu posisinya sekarang.
"Sungguh keterlaluan orang tersebut. Tidak tahu terima kasih...." kata Chang yang mendengarkan dengan sambil marah.
Jieji yang mendengarnya segera tersenyum. Dia segera mendatangi Chang.
Dengan berbisik pelan padanya beberapa lama. Lantas terlihat Chang
mengangguk sambil tersenyum ceria adanya.
Chang langsung menghampiri kerumunan di tengah.
Dilihatnya si ibu telah menangis tersedu sedu sambil memeluk anaknya.
Bukannya pemuda itu merasa kasihan, tetapi malah makin mengancam adanya.
Lantas dengan pura-pura berjalan sempoyongan ke tengah, Chang segera
merebut kantung uang dari tangan pemuda.
Pemuda itu segera terkejut, dengan marah dia berniat merebutnya kembali.
"Keparat!!! Orang muda sinting!!!" teriaknya sambil gusar.
Tetapi bukannya Chang diam, dia malah bertambah marah adanya.
"Kau Keparat!!!! Bagaimana kau berani mencuri duitku?"
"Mencuri?"" Jelas sekali kau terlihat merebut kantung itu dari tanganku... Kau mengatakan aku mencuri?"?" teriak pemuda itu kembali.
"Kau bilang bahwa kantung itu milikmu... Kau ada bukti" Coba kutanya kau
adanya, berapa jumlah uang di dalamnya" Kamu harus jawab dengan jujur...."
tanya Chang. Pemuda itu tanpa ragu-ragu menjawab.
"3099 1/2 tail.. Karena 1/2 tail telah dipakai anak ini..." katanya sambil menunjuk si anak yang sedang menangis.
Dengan segera, Chang mengeluarkan semua isi duit itu. Duit segera jatuh di
lantai dan pas di tengah kerumunan orang.
Dengan berjongkok, dia segera menghitungnya. Ternyata jumlahnya adalah
kurang 1000 tail adanya. Semua khalayak juga ikut menghitungnya.
"Nah..." kata Chang.
"Kau mengatakan kalau duitmu jumlahnya 3099 1/2 tail. Tetapi disini hanya 2099
1/2 tail, jadi ini bukan karungmu, karung uangmu jatuh di tempat lain. Kau
pergilah cari di tempat lain.... Uang ini adalah pemberian Yang kuasa di langit untuk seorang ibu dan anaknya yang sangat miskin... Bukankah begitu semua?""
kata Chang sambil memberikan buntalan uang kepada Ibu dan anaknya.
Perkataan Chang langsung disambut meriah oleh semua orang yang disana.
Semuanya bertepuk tangan sambil tertawa puas.
Sementara itu, Jieji yang melihatnya tersenyum puas.
"Kau!!!!" Tunjuk pemuda itu sambil geram.
"Kalau begitu, kita pergi ke pengadilan... Bagaimana?" tanya Chang dengan senyuman penuh arti.
Pemuda itu telah tahu kalau dia dijebak dengan sangat mudah. Semua
kata-katanya telah dikatakan dengan sangat jelas dan terdengar dengan jelas
pula oleh semua orang disana.
Jikapun sampai di pengadilan, maka hakim juga tidak akan mengatakan uang itu
adalah miliknya. Sebab jumlah yang dikatakannya sangatlah melenceng adanya.
Dia hanya mendongkol dan marah besar sambil meninggalkan tempat tersebut.
Semua khalayak tentu bertepuk tangan sangat meriah dan sangat mengagumi
Chang. Sedangkan ibu dan anak berniat mengembalikan duit kepadanya. Oleh
Chang, dia tolak dengan mengatakan sambil tersenyum.
"Uang ini adalah pemberian Thien/Langit kepada anda berdua..."
Kedua orang segera memberi hormat dan berterima kasih dengan sangat dalam
kepadanya. Chang segera membimbing mereka berdua berdiri.
Sementara itu Chang segera menuju ke arah Jieji. Dia memberi hormat dengan
sangat dalam. "Tidak disangka pendekar adalah orang yang sangat pintar adanya...." katanya sambil memuji Jieji tinggi.
Jieji membalas hormat itu, dan tersenyum sangat manis.
Sementara itu nenek yang menyapanya tadi, segera menuju ke arahnya.
"Tuan... Anda mirip sekali dengan seseorang..." katanya dengan suara agak parau.
Jieji segera berpaling. Dia memandang si nenek dalam-dalam, dari sinar
matanya Jieji mendapatkan sesuatu.
Sesuatu kerinduan yang dalam...
Dengan tanpa bertanya kepada si nenek. Jieji menariknya ke arah lain menjauhi
Chang dan adik seperguruannya.
"Nek... Nanti setelah aku tidak dalam tugasku, aku akan mencarimu kembali...."
kata Jieji yang setengah yakin akan perkiraannya.
Si nenek memandangnya sambil mengangguk pelan.
Jieji berpikir mungkin dia adalah Lan Ie(bibi Lan). Orang yang bersama Kyosei
yang melindunginya saat pertarungan di lembah ShouChun sekitar 30 tahun
lebih lalu. Tetapi Jieji sangat yakin akan tugasnya. Dia tidak berani berterus
terang terlebih dahulu kepada nenek tua tersebut.
"Aku masih tinggal di Dongyang, tempat tinggal anda 30 tahun lebih lalu..." kata Jieji kemudian.
Si nenek seakan tersambar geledek...
Tidak disangkanya orang yang di rindukannya selama puluhan tahun benar
adanya ada disini.
"Jadi?"?" tanyanya.
Jieji hanya mengangguk pelan. Dia meminta kepada nenek tersebut untuk
menuju ke Dongyang saja karena Kyosei juga ada disana sekarang.
Nenek tentu girang bukan kepalang.
"Aku adalah Dekisaiko Oda.. Orang yang anda lindungi mati-matian...." kata Jieji menjelaskan dengan terharu.
"Tidak disangka tuan muda kecil telah dewasa.... Kamu sangat mirip dengan tuan besar..." kata si nenek dengan suara yang parau.
"Betul nek... Sekarang saya minta anda tidak menceritakan akan pertemuan kita kepada siapapun terlebih dahulu. Segeralah kembali ke wisma Oda, dan carilah
Kyosei disana... Saya masih ada tugas yang maha penting disini..." kata Jieji kemudian.
Si nenek tersenyum sangat girang sambil menganggukkan kepalanya.
Lalu setelah berpisah, Jieji segera menuju ke arah Chang.
"Bagaimana saudara Chang" Anda ingin menginap terlebih dahulu disini?" tanya Jieji.
"Betul... Tetapi ada sesuatu hal yang penting yang akan kukerjakan disini..." kata Chang sambil melirik ke arah adik seperguruannya.
Xincai segera tersenyum sambil mengangguk pelan.
Chang segera mengajak Jieji mencari tempat yang agak aman dan tidak
banyaknya orang disana.
Sambil memberi hormat, dia berkata.
"Pendekar Zhang, sebenarnya ada sesuatu hal yang masih kurahasiakan..."
katanya. Jieji hanya mengangguk pelan.
"Sebenarnya guruku meminta kita berdua untuk menyusul ke Puyang karena
adanya rapat dari Kaibang disini. Guru meminta kita berdua untuk
menghadirinya, dan menggabungkan diri dengan pasukan Kaibang untuk
melawan Liao...." kata Chang.
Chang yakin Jieji bukanlah orang jahat, maka daripada itu dia menceritakannya
kepadanya. Jieji mengangguk pelan kembali dan berkata.
"Saudara Chang ingin aku juga ikut di dalam pasukan Kaibang disana?"
"Betul... Dengan adanya pendekar Zhang, pasti tidak akan susah untuk
memberikan beberapa petunjuk..." kata Chang seraya tersenyum manis. Chang
Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tahu Jieji bukanlah orang sembarangan, selain kungfu tinggi. Jieji juga sangatlah pintar adanya.
"Baik... Untuk malam ini, aku akan ikut anda hadir disana... Bagaimana?" kata Jieji kemudian.
Chang dan adik seperguruannya segera tersenyum manis sambil mengangguk.
Tengah malamnya...
Terdengar beberapa kali tentengan suara besi yang di adukan ke tiang.
Ini adalah tanda ronda jaga malam yang ketat di kota besar Puyang.
Tampak sekilas tiga bayangan sedang beranjak cepat dengan ilmu ringan tubuh
yang tinggi menuju ke arah sebuah kuil tua yang telah rusak di pinggiran kota
Puyang. Tiga orang tersebut adalah Jieji, Chang dan Xincai.
Dengan ilmu ringan tubuh, mereka melesat ke kuil tua. Tetapi sebelum sampai di
gerbang depan kuil tersebut, mereka segera dihadang beberapa orang. Jieji
sempat melihat sekilas ke arah mereka meski sangat gelap. Dia melihat dengan
pasti, mereka adalah pengemis yang terdiri dari 5 orang.
"Aku Chang Guizhuang dari partai giok putih ingin masuk ke dalam..." kata Chang dengan suara pelan.
"Sandinya?" tanya pengemis di tengah.
"Kepala beralaskan air sungai...." kata Chang pendek.
Dengan segera, kelimanya mengajak mereka untuk masuk ke dalam.
Chang berjalan mengikuti kelima pengemis itu. Dan di kuti oleh adik
seperguruannya.
Jieji berjalan paling belakang di antara mereka semua.
Sesampainya mereka disana, Jieji melihat ruangan telah lumayan terang
benderang. Di antara mereka, terlihat 2 tetua yang pernah ditemuinya di hutan
dekat kota Chenliu. Tetapi, sepertinya kedua orang tersebut tidak mengenalinya.
Di dalam ruangan, terdapat banyak pengemis. Mungkin jumlahnya sekitar 20
orang lebih. Sepertinya mereka sedang menantikan dengan siaga. Ketika
mereka masuk, pengemis tersebut segera berdiri dan memberi hormat dengan
sangat sopan. Jieji terkejut juga, tidak disangkanya para pengemis tersebut sudah sangat
sopan. Tidak seperti pengemis-pengemis biasa adanya yang terlihat sangat
menyeramkan tingkah lakunya.
"Selamat datang... Maaf merepotkan anda yang datang jauh-jauh kemari..." kata Orang di tengah yang adalah tetua Wu.
Chang membalas sambil memberi hormat dalam kepadanya. Mereka di
persilahkan untuk duduk di lantai yang sudah dilapisi jerami yang lumayan tebal.
Jieji hanya mengikuti mereka dari belakang.
Para pengemis tidak tahu siapa Jieji, mereka berpikir mungkin dia juga adalah
salah seorang murid dari partai Giok utara. Oleh karena itu, mereka tidak
menanyainya sama sekali.
Meski pengemis terlihat sangat sederhana, tetapi mereka juga minum arak yang
lumayan terkenal. Jieji yang mengawasi ke arah mereka tentu menggelengkan
kepalanya. Tetapi sebelum dia bosan, dia telah ditawari arak oleh orang yang
disampingnya. "Tuan... Cobalah arak kita.. Inilah arak pengemis... Enaknya luar biasa..."
katanya sambil terkekeh-kekeh.
Karena tiada kerjaan, Jieji segera menerimanya. Dia meminum sedikit untuk
mencoba rasanya. Jieji lumayan terkejut, tidak disangkanya arak pengemis
malah begitu lezat adanya.
Sebelum dia meminum tegukan ketiga, kelihatan ada seseorang yang sedang
terburu-buru masuk ke dalam.
"Ketua telah datang... Ketua telah datang.... " Katanya dengan suara yang tidak keras.
Segera, dengan berdiri para pengemis itu telah berbaris sangat rapi.
Sementara itu, Jieji segera mengikuti barisan tersebut sambil berdiri menunggu
ketua partai pengemis.
Tidak berapa lama, Jieji telah merasakan hawa kehadiran seseorang yang
mendekati depan pintu kuil tua ini. Hawa yang cukup dikenalinya, sebuah hawa
petarung tingkat tinggi. Setiap langkahnya bahkan bisa dirasakan Jieji yang
cermat. Langkah yang hebat, seperti langkah yang dirasakannya 2 hari lalu di
penginapan Chenliu.
Tanpa berapa lama, seorang pemuda segera masuk dari pintu luar. Pemuda itu
tidak lain tentunya adalah Yuan Jielung adanya. Sifat gagahnya memang terlihat
sangat mempesona, di tangannya terpegang sebuah tongkat tipis yang lumayan
panjang. "Ketua....." kata mereka secara serentak.
BAB LXX : Pertarungan Hebat di Perbatasan Sung-Han Utara
"Yah... Silakan..." Kata Yuan pendek kepada mereka.
Jieji hanya diam sambil menundukkan kepalanya. Dia tidak ingin dirinya
ketahuan dahulu oleh pimpinan Kaibang. Tetapi seiring masuknya Yuan, di
belakangnya juga ikut 2 orang. Sepasang pemuda-pemudi.
Dan hebatnya, kedua orang tersebut sangat dikenal oleh Jieji.
Jieji tidak ingin menyapa mereka terlebih dahulu, sebab dia harus mendengar
apa yang sedang terjadi dengan adanya rapat Kaibang yang kelihatan cukup
serius. Kedua pemuda-pemudi terlihat cukup serius, mereka juga diam saja dan tidak
bergerak. Jieji berpakaian sastrawan yang tidak begitu mencolok. Keduanya
memang sempat melirik ke arahnya, tetapi pandangan keduanya hanya lewat
dan tidak berhenti padanya.
Cukup untung karena di dalam ruangan telah terdapat sekitar 30 orang pengemis
bersamanya. Tetua Wu disana segera berjalan ke arah Yuan, dia memberi hormat dengan
sangat sopan. Yuan juga melakukan hal yang sama, dia membungkukkan
tubuhnya untuk memberi hormat ke orang tua tersebut.
"Ketua... Informasi mengatakan tidak lama lagi Liao akan memasuki batas tapal utara Sung. Selain itu, kabarnya Zhao kuangyi adik kaisar Sung Taizu akan
menyambut mereka semua."
"Betul... Hal ini juga telah kudengar... Mengenai masalah yang cukup serius seperti ini, kita tidak dapat berpangku tangan adanya... Tetua Wu, bagaimana
penyelidikan kamu di timur?" tanya Yuan.
"Belum ada juga informasi.. Sekarang kapal yang berlabuh dari Dongyang ke
China juga cukup banyak. Untuk mencari orang yang ketua bilang tidaklah
mudah. Tetapi beberapa saudara-saudara kita belum menemukan informasi
berarti di pelabuhan..." kata Tetua Wu.
Barusan tetua Wu menyelesaikan pembicaraannya, disana segera muncul
seorang pengemis yang berlutut dengan segera ke arah Yuan.
"Ketua.... Mengenai masalah timur janganlah dipandang remeh... Menurutku
seorang Xia Jieji lebih berbahaya dari 10,000 pasukan Liao.."
Semua orang melihat ke arah pengemis yang sedang berbicara. Pengemis ini
juga adalah salah satu tetua yang posisinya cukup tinggi, setidaknya tetua
tersebut setingkat dengan posisi tetua Wu.
Yuan yang mendengarnya segera membimbingnya berdiri.
"Memang apa yang tetua Liang katakan benar adanya. Tetapi sekarang musuh
telah di depan mata, bagaimanapun kita harus mengutamakan hal yang besar
terlebih dahulu...." kata Yuan dengan pengertian kepadanya.
Tetapi tetua Liang yang mendengarnya segera menangis tersedu-sedu.
"Ketua....... Xia Jieji telah membunuh semua keluargaku 3 tahun lalu. Untuk itu aku sangat penasaran adanya... Maaf sekali ketua, hamba akan berusaha
mengesampingkan dendam pribadi dan melaksanakan kepentingan negara
terlebih dahulu."
"Hm... Baik... Kamu kembalilah terlebih dahulu..." kata Yuan dengan menghela nafas.
Jieji berpikir sambil menunduk. Dia merasa dirinya disini cukup berbahaya
adanya, tetapi orang yang bakal melindungi dirinya mungkin adalah sepasang
pemuda-pemudi yang baru datang tadi. Setidaknya hal yang mengherankan
dirinya adalah terbukanya sayap yang luar biasa lebar dari nama pembunuh "Xia Jieji". Dia tidak tahu apakah Yuan juga merasa begitu atau tidak.
"Jadi maksud ketua kita harus menempati posisi garis depan dan memecah
belah pasukan Liao terlebih dahulu?" tanya tetua Wu kembali kepada Yuan.
"Tentu.. Hanya inilah caranya... Di dalam pasukan Liao terdapat beberapa jago kungfu yang hebat. Ini bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan. Mungkin akan
sangat berbahaya....." kata Yuan sambil berpikir.
"Tetapi inilah tugas kita sebagai bangsa Sung. Kita tidak bisa melihat rakyat jelata yang dibantai sesuka hatinya oleh Liao...." kata tetua Wu. Dari sinar matanya langsung terlihat kegusaran yang tinggi luar biasa.
Dahulu, tetua Wu adalah seorang bos dari biro keamanan Xianya. Xianya
terletak di utara kota Nanpi, yaitu kota Xumu. Ketika peperangan setahun yang
lalu, pasukan Liao sempat masuk ke perbatasan utara Nanpi. Seluruh
keluarganya tewas dibantai oleh pasukan Liao. Oleh karena itu, dia masuk partai pengemis tentu tujuannya adalah membalaskan dendam keluarganya kepada
bangsa beringas Liao.
"Betul... Yelu Xian kabarnya adalah pemimpin yang hebat, selain jago berperang dia juga adalah seorang jago kungfu tingkat tinggi. Semua saudara disini
diharapkan berhati-hati jika bertemu dengannya. Aku tidak ingin lagi saudara kita yang berkorban sia-sia ketika menghadapi pasukan Liao...." kata Yuan dengan nada berwibawa.
Semua pengemis segera memberi hormat dengan sangat sopan dan hikmad
kepadanya. "Ketua... Saudara Kaibang kita telah berjumlah 800 orang lebih totalnya dan sudah berkumpul di utara Kota Ye... Jadi kita kapan akan berangkat kesana?"
tanya Wu. "Besok pagi kita harus berangkat semuanya. Tidak boleh ada yang lalai.
Pencarkanlah orang-orang kita dari seluruh daerah. Buat 10 kelompok kecil
untuk menuju ke kota Ye." kata Yuan kemudian.
"Baik... " jawab pengemis itu secara serentak.
"Saudara Chang dan saudari Yu... Bagaimana menurut anda berdua?" tanya Yuan sambil memandang ke arah mereka berdua.
"Baik... Semua hal kita akan menuruti ketua saja...." kata Chang sambil tersenyum.
Yuan Jielung membalas senyuman Chang sambil memberi hormat pendek.
Setelah itu, Yuan segera mengambil langkah membelakangi, sepertinya dia akan
berangkat pergi. Tetapi suara seseorang segera mengatakan sesuatu
kepadanya. "Apa menurut kakak seperguruan, Xia Jieji-lah penyebab semua hal tersebut?"
tanya seorang wanita yang tadinya datang bersamanya.
"Tidak tahu... Itu belum bisa kupastikan... Guru juga sangat menghormati pria ini adanya. Setidaknya dalam pertarungan utara kota Ye yang menjadi fitnahan
baginya dan pembunuhan pesilat di panggung batu 1000 cermin 3 tahun lalu
tidaklah dilakukannya karena kalian berdua juga berada di sana kan?" kata Yuan dengan bijaksana.
"Betul... " jawab mereka berdua.
2 Orang tersebut tak lain tentunya adalah Chonchu dan Wang Sungyu. Mereka
ikut Yuan datang kali ini ke utara. Dan tak disangka, ternyata Yuan adalah murid dari Pei Nan Yang alias Zeng Qianhao.
Teka-teki dalam hati Jieji telah terjawab adanya. Kehebatan Yuan yang luar biasa tentunya adalah karena didikan Zeng Qianhao. Jieji tersenyum puas melihatnya.
"Lalu kita akan menuju kemana kak sekarang?" tanya Chonchu.
"Kita akan menginap di penginapan Puyang saja..." kata Yuan pendek seraya meninggalkan kuil tua.
Suara pengemis yang serentak mengiringi kepergian Yuan.
"Ketua harap jaga diri......"
Begitulah terdengar suara dari mereka semua.
Chang, Yu dan Jieji juga segera meninggal tempat itu. Jieji lumayan senang
karena Yuan tidak mendapatinya disana. Setidaknya identitas dirinya belumlah
bocor, karena disana telah hadir Chonchu bersama dengan Wang Sungyu,
kedua orang yang sangat dikenalnya.
Keesokan harinya...
Jieji, Chang dan Yu Xincai segera berangkat ke arah kota Ye. Jieji yang
mendengar Zhao kuangyi berada di kota Ye tentu membatalkan niatnya ke
ibukota Kaifeng. Setidaknya di Ye, Jieji pasti akan mencarinya untuk
membincangkan masalah kakak pertamanya. Perjalanan mereka sepertinya kali
ini lumayan mulus. Tetapi perjalanan istimewa kali ini sangatlah aneh.
Ternyata banyak pesilat juga ingin melihat "keramaian" tersebut. Perjalanan mereka yang pendek tersebut bahkan mengalami beberapa pertemuan dengan
lumayan banyak pesilat.
Setidaknya dalam "pasukan" pesilat. Beberapa orang dari partai terkenal seperti Shaolin, Kunlun, Khongtong, Heng Shan, Hua Shan, Beiming, Hanxue, dan
BeiYu(Giok utara) juga ikut.
Entah apa saja tujuan mereka, tetapi kali ini pertemuan para pesilat pasti ada
hubungan dengan "Jieji" dan "Liao".
Hanya selang 5 jam perjalanan, mereka telah sampai di kota Ye. Sebuah kota
terakhir yang berbatasan dengan Han utara.
Kota ini sepertinya telah seram adanya, banyak penduduk telah mengungsi
karena mendengar pasukan Liao akan masuk. Sedang pasukan kerajaan
tertampak angker di dalam.
Para pesilat yang datang kesana sepertinya tidak mendapat halangan. Karena
mereka semua rata-rata menyampaikan maksud untuk balas dendam kepada
"Jieji" dan Liao. Jieji dan kedua temannya juga ikut masuk ke dalam tanpa halangan. Tetapi Jieji belum melihat adanya pengemis yang berada disana.
Sesaat, dia merasa aneh...
Zhao kuangyi mempersilakan mereka masuk dengan sangat sopan.
Zhao kuangyi berdiri di atas kota selatan, sementara para pesilat juga berdiri di bawah kota selatan bagian dalam. Di atas, kuangyi menyambut mereka dengan
sopan. "Pangeran kuangyi... Kami disini ingin menanyaimu... Apa maksudnya anda
beraliansi dengan Liao yang ganas itu.. Hal itu benar mencelakakan banyak
rakyat Sung yang tidak berdosa..." teriak seseorang yang tiada lain adalah Ketua perguruan Hua Shan.
"Mengenai masalah tersebut, Huangsiung(kakanda kaisar)-lah yang
memutuskannya. Saya tidak dapat berbuat banyak..." kata kuangyi di atas
tembok kota. Jieji yang melihat dan mendengarnya tentu lumayan gusar. Selain dirinya yang
difitnah kaum persilatan, ternyata kakak angkatnya juga mengalami hal yang
sama. Entah apa maksud semuanya, Jieji juga sangat heran adanya mendengar
kuangyi mengatakan hal seperti ini. Kuangyi terasa sangat berbeda, dia terasa
sangat kejam dan ganas.
Tetapi Jieji tahu gelagat, oleh karena itu dia diam saja.
"Katakan dimana Sung Taizu?"" Kami sangat tidak puas akan hal ini..... Selain itu, kami juga akan mencari Xia Jieji dalam pasukan Liao.. Pangeran tidak akan
menghentikan langkah kami kan?" tanya Ketua Huashan kembali.
Ketua Huashan bernama Yang Xiu. Julukannya adalah "Yi Jien Bu Bai", yang artinya 1 pedang tanpa tanding. Ilmu kungfu pedangnya kabarnya adalah tanpa
tanding adanya. Jurus pedang dari leluhurnya kabarnya sangatlah sakti sehingga
dia mendapat julukan 1 pedang tanpa tanding. Oleh karena itu, dia berani
berbicara langsung dengan pangeran tanpa basa-basi.
Selain itu, tetua Huashan Muo LieTze adalah paman gurunya. Tentu dia sangat
marah dan ingin mencabik Xia Jieji.
"Seperti perjanjian Sung dengan para pesilat terdahulu. Untuk masalah dunia persilatan, maka saya akan berpangku tangan dan membiarkan para pesilat
untuk menindaknya sesuai aturan persilatan." kata kuangyi sambil tersenyum.
Tentu kata-katanya mendapat sambutan yang luar biasa meriah dari para pesilat.
Mereka berbahagia akan keputusan Zhao kuangyi.
"Bantai Setan pembantai!!!!" teriak mereka berulang-ulang.
Jieji hanya diam saja tanpa mampu berkata-kata. Sekalipun banyak hal yang
ingin dikatakannya, tentu tidak mungkin di saat begitu. Dia hanya menghela
nafas beberapa kali.
Chang yang dibelakangnya segera menyapanya.
"Pendekar Zhang, Apa anda tahu dimana ketua Yuan" Sepertinya mereka sama
sekali tidak terlihat. Tiada 1 pengemis pun disini...." kata Chang yang agak heran.
"Betul... Ini sangat aneh..." kata Jieji sambil memegang dagunya sambil berpikir.
Sesaat kemudian, sepertinya dia terkejut juga. Dia ingin segera meninggalkan
tempat tersebut, mungkin dirasanya ada hal yang cukup janggal di dalamnya.
"Saudara Chang dan saudari Yu, saya harus pergi menyelidiki terlebih dahulu...."
kata Jieji sambil memberi hormat.
Keduanya langsung mengiyakan. Dengan cepat, Jieji mencari lubang kosong dari
ramainya pesilat untuk meloloskan diri.
Sementara itu, Chang terlihat tersenyum sangat sinis atas kepergian Jieji. Entah apa yang sedang bergelut dalam pikirannya saat itu.
Jieji dengan licin menerobos semua orang persilatan, setelah sampai dia di
tembok utara kota Ye yang gerbangnya tertutup. Dengan segera, dia meloncat
pesat tinggi ke atas.
Para penjaga sangat terkejut mendapati seorang pesilat hebat yang sedang
menerobos utara kota Ye. Tetapi sebelum mereka menghalanginya dari atas
tembok kota, Jieji telah hilang bagaikan setan.
Di dalam pikiran Jieji terdapat sesuatu hal yang janggal mengenai partai
pengemis tersebut. Mengapa di dalam kota Ye, tidak terdapat barang 1 pengemis
pun. Ini adalah hal kecil yang terasa luar biasa aneh baginya.
Dengan ringan tubuh, Jieji bermaksud menuju ke arah pasukan Liao untuk
meneliti.... 2 jam kemudian...
Jieji telah sampai di perbatasan pertama pasukan Sung.
Dia meneliti dengan baik-baik di tanah datar yang gersang tersebut. Dia sempat
melihat beberapa jejak kaki yang datangnya bergerombolan dari selatan ke arah
utara. Hal tersebut membawa Jieji untuk mengikuti jejak kaki yang tertinggal.
Selang beberapa Li kemudian,
disana segera terdengar suara pertarungan yang hebat. Dengan gerakan cepat,
dia menuju ke arah suara pertarungan.
Jieji kali ini tidak muncul terlebih dahulu, dia bermaksud meneliti siapa yang
sedang bertarung hebat di sana.
Dari arah semak yang lumayan tinggi, sambil berjongkok dia mengamati
pertarungan. Pertarungan yang telah mirip dengan pertempuran, nampak tetua Wu dan Han
sedang melayani banyaknya "pasukan" berpakaian putih dan bertopeng aneh.
Ketiga orang yang di tengah sangat dikenal Jieji. Rupanya apa yang dikiranya
betul adanya. Para pengemis telah bertarung hebat dengan pesilat aneh yang diceritakan oleh
Zhao kuangyin ketika berada di Dongyang.
15 orang sepertinya sedang menghimpit Chonchu dan Wang Sungyu.
Sedangkan Yuan Jielung di tengah sedang bertarung hebat melawan 5 pesilat. 5
pesilat tersebut adalah pesilat bertopeng aneh dan berpakaian hitam. Kelima
orang ini juga pernah bertarung melawannya.
Jieji tidak berniat keluar dahulu. Dia ingin melihat bagaimana berlangsungnya
Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pertarungan. 15 orang yang dikatakan Zhao adalah 15 pengawal sakti. Ke 15 orang sedang
membuat formasi untuk mengurung Chonchu dan Sungyu yang berada di
tengah. Mereka semua sedang membentuk formasi aneh.
Di antara ke 15 orang memang terlihat angker. Tetapi ternyata 2 orang
diantaranya adalah wanita cantik sekali. Sedangkan 10 orang terlihat pemuda
berbadan tegap dan sangat angker. 3 orang lainnya adalah wanita tua.
Kesemuanya tidak dikenali oleh Jieji.
"Serahkan nyawa kalian.... Kalian tidak akan lolos lagi.. " terdengar seorang pria berkata.
Sementara itu, Chonchu dan Sungyu hanya diam. Keduanya siap dengan
ancang-ancang jurus. Chonchu mengancangkan tapak, sedangkan Sungyu telah
siap dengan jurus tendangannya.
Dengan segera, mereka berlima belas langsung berpindah posisi satu sama lain.
Gerakan mereka pertama-tama terlihat biasa saja.
Tetapi.... Lama kelamaan, gerakan mereka sangat cepat. Perubahan posisi seperti itu
sangat dikenal oleh Jieji. Inilah 8 diagram untuk mengunci lawan. 8 Diagram Dao.
8 Diagram Dao terdiri dari 8 pintu keluar masuk. yaitu pintu hidup, mati, luka, tewas, hancur, selamat, aman dan terkurung.
Ternyata apa yang dikatakan Zhao kuangyin sungguh benar adanya.
Tetapi kenapa harus 15 orang saja"
Jika tambah seorang yang mengisi ruang 16 posisi dari 8 diagram. Mungkin
lawan tidak akan mampu bertindak lagi. Jieji berpikir sesaat akan posisi mereka yang ditengah. Tanpa lama berpikir, dia telah melihat jawabannya.
Semua penyerang menggunakan pedang. Jika hanya 8 Diagram, maka ruang
lolos masih banyak. Dan formasi seperti ini tidaklah begitu membahayakan.
Tetapi jika dikali 2 yaitu jadi 16 ruang. Tentu hanya perlu 1 ruang untuk
meninggalkan tempat karena format ini terdiri dari 15 orang yang melakukannya.
Tetapi inilah hal yang khas dari formasi tersebut.
Formasi ini memancing lawan untuk "masuk" ke arah formasi yang dikiranya aman. Tetapi jika semua orang disini menguasai Ilmu pedang ayunan dewa,
Memanah Burung Rajawali 29 Kuda Putih Karya Okt Pendekar Riang 3
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama