Pahlawan Harapan Karya Tang Fei Bagian 7
hari-hari biasa, tapi kalau sekarang kira alihkan pandangan
mata dari puncak yang tinggi ke bawah, puncak yang
biasanya seperti berlutut itu kini bangun menentang
mengubah bentuknya seperti iblis yang siap akan menelan.
Berantai sepanjang bukit dan puncak penuh dengan
orang orangnya jahanam Louw Eng. Ong Djie Hai berempat
belum pernah menyaksikan situasi yang demikian
menegangkan urat syaraf, demikian juga dengan kedua
saudara Wan walaupun mempunyai kepandaian tinggi serta
ketabahan yang luar biasa tak urung merasakan cemas
juga. Hanya Yauw Tjian Su dan Ho San Kie Sau yang masih
dapat berpikir secara tenang. Lemah dan kuat dari keadaan
masing masing pihak sudah nyata kelihatan. Louw Eng tidak
henti-hentinya mengeluarkan suara "ha .... ha ... . ha"
kegirangan. 342 Dengan wajah ramai dihias kepuasan napsu iblisnya
dipandang Tju Hong yang masih berada di udara sambil
tertawa mengejek tidak henti-hentinya. Tju Hong yang
masih berada di tengah udara, masih tetap hilang daya
ingatnya, dengan wajah yang harus dikasihani ia terdiam
dengan tak mengetahui apa yang sudah terjadi di
sekelilingnya. Matanya masih tetap tidak dapat dibuka,
karena terlampau lama diam di dasar jurang yang sangat
gelap. Agaknya sang mata itu tidak tahan menerima
sorotan matahari yang demikian terang, dalam
kesilauannya itu, ia tak dapat melibat sesuatu. Sedangkan
pikirannya masih tetap mengambang tak keruan, inilah
akibat goncangan otak yang diderita delapan belas tahun
sewaktu jatuh dari atas jurang. Ia mengingat sesuatu, tapi
tidak ada jalan untuk mengusutnya tak heran selalu kandas
akan daya mengingatnya yang lemah ini. Hari ini ia
merasakan tubuhnya seperti melayang di udara, perasaan
ini agaknya merangsang daya ingatnya sewaktu jatuh dari
jurang dengan tubuh melayang pula. Tapisebabapa ia jatuh,
tidak dapat diingatnya. Dalam saat ini ia mendengar suara
tertawa Louw Eng yang keras, walaupun ia tak dapat
melihat orangnya tapi suara ini cukup dikenalnya. Suara
siapakah" Perasaannya tertusuk dan tergoncang sampai ke
alam pikirannya,karena ini tubuhnya merasa tidak keruan
demi didengarnya suara tawa yang sangat menusuk ini,
dalam jiwa raganya merasakan sesuatu pikiran dongkol dan
geram yang sangat. Tiba tiba dalam jiwa kecilnya ia
mengingat suara ini. Tanpa terasa lagi ia membuka
mulutnya sesaat mungkin; "Louw Eng! Hai! Louw Eng Ha ha
ha. .." entah kehapa ia tertawa menggila, sedangkan
ingatannya masih tetap kabur, tapi agakny. sudah dapat
juga mengingat sesuatu dengan samar-samar.
Suara jeritannya ini bagai palu yang besar menimpa
kecongkakan sang jahanam, tanpa kuasa lagi Louw Eng
melompat kaget Orang yang dikira sudah menjadi tulang
belulang selama delapan belas tahun, kini mengeluarkan
suara, tak ubahnya suara ini sebagai suara malaikat elmaut
untuk pendengarannya. Mukanya. segera berubah kaku.
tanpa berkata kata, perlahan lahan terlihat tangannya
343 bergerak menerbangkan sebuah pisau kecil yang putih dan
mengkilap seperti perak menghajar burung garuda yang
berada di atas kepalanya Tju Hong.
Tangannya yang ganas ini dikerjakan dengan cepat dan
di luar pikiran orang. Terdengar suara Tjen Tjen yang
menjerit melengking: "Tia! ! ! Kau membunuh burung ku ! !
!" Sedangcan OngDjie Hai menjerit pula "Tju Siok siok ! ! "
Mereka tahu sekali burung itu mati Tju Siok sioknya pasti
akan jatuh ke dalam jurang lagi. Sedangkan garuda itu
berada tiga empat tumbak dari tepi puncak, dengan
sendirinya mereka tidak dapat menolongnya. Tapi dalam
keadaan segenting itu terlihatlah sehelai daun kering
menyampok jatuh senjata perak itu, sedangkan piau yang
dilepas kemudian di jatuhkan pula oleh rumput kering dan
sekuntum bunga. Kiranya tak perlu diterangkan lagi,
kesemua ini adalah kerjaan dari orang tua she Yauw itu.
"Hei Louw Eng! Kelakuanmu sungguh gila, terang terang
di dalam banyak mata yang menyaksikan kau masih berani
menurunkan tangan jahat untuk mencelakakan orang?"
tegur Yauw Tjian Su dengan bengis. Kata-kata orang tua ini
membuat Louw Eng mencelat ke tempat beradanya Hek
Liong Lo Kuay: " Hee . . . he . . .he yang kau maksud dengan
mencelakakan orang" Aku menerima firman dari Sri
Baginda untuk menumpas kaum pemberontak. Dari itu apa
yang ku lakukan sekali kali tidak melanggar wet negara.
Biar bagaimana Tjen Tjen adalah seorang gadis yang baik,
hatinya tidak seperti ayahnya yang demikian busuk. Dengan
menangis ia berkata: "Tia tia, perbolenkanlan aku menolong
orang itu, kemudian baru Kita bicara."
"Kalau begitu kau memaksa aku untuk membunuh
burungmu itu, bukan?" tanya Louw Eng dengan gusar.
"Tia-tia, itupun bukan, yang kumaksud tolonglah orang
itu." Saat ini tiba-tiba Tju Hong mengeluarkan lagi suaranya,
344 tapi berlainan sekali dengan yang semula. Ia berteriak:
"Apakah Sie tee Louw Eng berada di situ" Sie tee, Sie tee
aku yang jadi kakak berada di sini!"-Kiranya daya ingatnya
yang kena tusukan membuat pikirannya agak baikan. Tapi
tak dapat ia mengingat sesuatu dengan serempak,
melainkan satu demi satu. Saat ini ia ingat bahwa Louw Eng
adalah saudara angkatnya yang keempat. Tabiat dari Tju
Hong sangat mementingkan kebajikan, dari itu antara
perhubungan saudara ini sangat keras dipegangnya, tapi
baru ia mengingat ini seduit kembali pikirannya menjadi
keruh dia tak dapat mengingat kembali. Suaranya sekali ini
membuat orang orang yang berada di situ menjadi heran,
karena suaranya ini mengandung nada yang mesra sekali.
Sidangkan Lou Eng sendiri turut merasa aneh juga.
Tiba tiba orang mendengar suara Tju Sie Hong yang baru
kembali dari dasar jurang: "Tia tia, apakah kau dapat
mengingatnya kejadian yang lalu" Lekaslah kau .
ceriterakan kejadian delapan belas tahun berselang di Oey
San ini" Tia tia apakah kau ingat tidak?"
"Kau siapa?" tanya Tju Hong.
"Tia aku adalah Sie Hong puteramu sendiri Yang kau
tinggalkan sejak kecil dan baru bicara."
"Oh!" kata-katanya terdiam, agaknya jalan pikirannya
kembali hilang dan ngawur lagi.
Louw Eng adalah manusia licik dan jahat. Melihat wajah
dari Tju Hong yang kurang ingatan ini, segera pikirannya
kembali bekerja untuk mengacaukan pikiran orang, ia ingin
menangkap ikan di air Keruh, agar dosanya yang sudah
diperbuat dapat dicuci bersih! Kemudian ia berpikir untuk
mencelakakan Tju Hong masih belum terlambat. Sesudah
berdehem membersihkan riak yang menyumbat
kerongkongannya segera ia berkata:
"Tju Sah ko aku Louw Eng, kau jangan kuatir," sambil
bicara sambil ditatapnya wajah Tji Hong dengan penuh
perhatian tampak olehnya wajah orang yang masih belum
sadar betul daya ingatnya. Ia menjadi girang. "Sah ko
345 apakah kau masih ingat sewaktu kita mengangkat saudara
dengan Wan TieNo dipuncak Thian Tou ini?" Tampak sudut
bibir Tju Hong agak tergerak, tapi kata katanya tak kunjung
ke luar. "Apakah kau ingat siapa yang memberi lihat dua bilah
pedang mustika dikala itu" Ingat bagaimana senjatamu
diputuskan, dengan pedang pusaka itu, sehingga kau jatuh
ke dalam jurang" Sahko kau ingatlah bak baik siapa yang
mencelakakan kau itu?" Kata katanya ini semata mata
mengalutkan dan mengeruhkan daya ingat orang saja.
sehingga ia berharap menarik keuntungan dari kata
katanya. Tju Hong yang masih dalam keadaan lupa ingat kena
terganggu jalan pikirannya. Daya ingat Tju Hong kena
dipengaruhi kata kata dari Louw Eng, sehingga otaknya
berbayang seperti di depan mata keadaan waktu mereka
mengangkat saudara, di mana Wan Tie No memperlihatkan
dua bilah pedang mustika, la ingat bahwa tambang dan
kaitannya itu kena dipapas pedang mustika, sedangkan
pedang itu adalah kepunyaan Wan Tie No bukankah kalau
begitu jiwanya ini dicelakakan Wan Tie No. Dengan gugup ia
berkata-kata sendiri : 'Ya - - ya Wan Tie No" Wan Tie No"
untuknya kata kata ini belum terang benar, tapi untuk Louw
Eng mengena sekali di dalam hatinya. Tiba tiba ia berkata
dengan santer: "Memang Wan Tie No! Dengarlah ramai
ramai!" Dengan perasaan bangga Louw Eng menghadap kepada
dua saudara Wan sambil berkata: "Bagaimana" Nyatanya
kata kata yang diucapkan kalian di dalam goa itu tidak
cocok dengan kenyataan ! Nah, jalankanlah sumpahmu
yang kau pernah kau ucapkan!" Ong Djie Hai dan lain lain
memandang kepada dua saudara Wan, mereka percaya
perkataannya, apa mereka mendebat perkataan dari Louw
Eng ini, sehingga mereka menjadi gelisah tampak oleh
mereka Wan Thian Hong tersenyum dingin kearah Louw
Eng, dengan tenang ia berkata.
"Waktu di dalam goa kau pernah mengatakan bahwa
346 pedang itu adalah kepunyaan kau sendiri yang didapat dari
luar tembok besar, betul tidak" Tapi sekarang kau
mengatakan apa kepada Tju Siok siok" Kau mengatakan
bahwa pedang itu kepunyaan ayahku. dari kata kata ini
sudah terang bahwa pedang itu bukan kepunyaanmu, enak
saja menggoyangkan lidah membuat ceritera burung,
sehingga kau terkecoh sendiri Dari itu perkataanmu yang di
dalam goakah atau seKarang yang dapat dipercaya?"
Louw Eng tidak akan mengira bahwa pemudi ini otaknya
masih berjalan dengan terang sehingga masih ingat apa
yang telah dikatakannya di dalam goa. Ia diam termangu
tidak bisa mendebat.
"Tak perlu gelisah kau boleh memikirnya secara tenang
untuk mendapatkan jawaban. Pokoknya lepaskan dahulu
Tju Siok siok. Baru kau membahasakan diri sebagai saudara
dengan mesra bukan" Nah, kau pikir apakah sudah menjadi
adat sang adik membiarkan kakaknya terkatung di udara"
Lekas turunkan! Atar kita dapat membicarakan Kejadian
tahun yang lalu secara terang." Dari malu Low Eng menjadi
gusar, dengan geram ia berkata: "Baik, baik, kita bicara
perlahan lahan, Tjen djie lekas kamu turun gunung!"
Katanya ditutup dengan mencelatnya tiga batang piau dari
tangannya, sebuah menuju dada Tju Hong, sebuah lagi ke
tambang yang menahan Tju Hong dan ketiga menuju
kepada garuda itu tak perlu di katakan lagi Yauw Tjian Su
yang diam di samping segera merintangi jalannya piau itu,
Tapi sungsuh di Juar dugaan, tiba tiba datang tiga butir biji
Siong yang merintangi jalannya senjata yang dilepas orang
tua she Yauw, Senjata ini tak perlu diragukan lagi Hek Liong
Lo Kuaylah yang melepasnya.
Dengan gugup Kie Sau melepaskan tiga buah anak
caturnya, untuk menjatuhkan senjata rahasia Louw Eng
Empat orang berilmu tinggi ini dalam sekejap saja sudah
saling melepaskan senjata rahasianya, walau pun tidak
berbareng, tapi seolah olah dalam waktu yang sama,
sehingga membuat yang melihatnya menjadi berkunang
kunang. Diantara empat orang Yauw Tjian Su dan Hek Long
Lo Kuay kepandaiannya berimbang, Louw Eng dan Kie Sau
347 dapat dikatakan sekilas pula. Senjata ranasia Louw Eng
berjalan paling dahulu, tapi kena dirintangi senjata- Yauw
Tjian Su. Hek Liong Lo Kuay melepas senjatanya agak
terlambat setindak, sedangkan Kie Sau walau pun lebih
lambat ia sudah mempunyai persiapan. Sehingga jangka
waktunya tidak berapa berselisih. Dalam waktu sekejap saja
dua belas senjata rahasia saling bentur di tengah udara,
benda benda itu kecil adanya tapi suara benturannya itu
cukup keras dan membuat orang terkejut. Kemudian hancur
dan berpencar ke empat penjuru: Pecahan pecahan ini
masih tetap bertenaga, hampir hampir mengenai mata sang
garuda. Tjeu Tjen berseru kaget: "Garuda lekas kau
berlalu!" Kegaduhan dan jeritan Tjen Tjen ini membuat
garuda terkejut sekonyong konyong, sayapnya
bergelepakan terbang sedangkan kukunya yang
mencengkeram tambang penyangga terlepas sehingga Tju
Hong jatuh menuju ke dalam jurang dengan cepatnya.
Orang orang tidak berdaya untuk menolong sebab
jaraknya tidak mungkin kena dijangkau oleh lengan.
Pokoknya biar bagaimana tingginya kepandaiannya
seseorang tetap tidak bisa menolongnya! Apakah harus
dibiarkan dan dilihati saja" Sebelum orang banyak berdaya
untuk memikirkanya, tiba tiba dari batang Siong yang
terdapat di tepi jarang berkelebat sinar emas mengait
datang! Sekembalinya Sie Hong dari dasar jarang,
dilihatnya sang ayah masih tetap bergelantungan di udara,
hal ini sangat mencemaskan dirinya, dari itu ia menyiapkan
diri di samping jurang untuk memberikan pertolongan
andaikata terjadi hal yang tidak diinginkan. Dugaannya
benar sekali tambangnya terbang mengait waktu melihat
tubuh ayahnya jatuh kebawah, malang baginya tambang itu
tidak cukup panjang, tanpa banyak pikir dan tak perlu
mengadakan percobaan lagi tambang berikut tubuhnya
sekalian menyambar dengan cara ini ia berhasil mengait
tambang yang berada pada punggung ayahnya.
Perbuatannya ini membuat tubuhnya hilang pegangan,
untung baginya sebelum tubuhnya jatuh hancur, terlebih
dahulu terdengar seruan panjang berbareng dengan
348 berkelebatnya seseorang yang seperti seekor walet
menyambar lengan kirinya dengan erat. Penolong itu
Pahlawan Harapan Karya Tang Fei di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
demikian lincah dan indah gerak geriknya. Terlihat waktu ia
terbang mencelat ikat pinggangnya yang berwarna merah
dan lain lain mengeluarkan sinar yang beraneka ragam
dengan indahnya, tak ubahnya seperti dewi turun dari
kahyangan. Siapakah orang ini, tak lain dari Wan Thian
Hong adanya. Bukankah dengan demikian Wan Thian Hong pun
kehilangan pegangan, ya memang demikian. Tapi tak perlu
dikuatirkan sebelum itu sang kakak sudah turun dan berada
di batang Siong, dengan cepat ikat pinggang sang adik itu
kena ditangkapnya. Dalam waktu yang demikian cepat
perasaan sekalian orang yang putus harapan hilang
sebagian, "Djie Liong, tunggulah, aku membantu!" seru Yauw Tjian Su sambil mencelat kesisi tubuh sang murid. Kie Sau dan
lain-lain sudah sedia kalau kalau musuh - musuhnya
menurunkan tangan jahat.
Dengan sebuah lengan Yauw Tjian Su menarik ikat
pinggang Wan Tnian Hong sambil berkara:
"Naiklah!" begitu lengannya mengedut, Wan Thian Hong,
Tju Sie Hong, Tju Hong kena diangkat seperti ikan di atas
tali joran. Sedangkan lengannya dengan cepat mengempit
tubuh Tju Hong dan berbalik mencelat ke atass puncak
dengan selamat. Begitu Tju Hong menginjak bumi, jalan
pikirannya banyak majuan, tapi matanya itu tetap tak dapat
terbuka, sambil memutar badan ia membentak: "Hei, Louw
Eng jangan kau lari!" Tapi orang yang dibentak itu sudah
menggunakan kekalutan orang menghilang diri tanpa
berbekas. Begitu akalnya gagal, Louw Eng takut kebusukannya
terbongkar di hadapannya sekalian orang, untuk
menghindarkan ini terpaksa ia berlalu sambil berpikir:
"Pokoknya orang orang di atas puncak ini sudah berada di
dalam tanganku, untuk apa gelisah dan terburu-buru."
Anak-anak muda sibuk mengelilingi Tju Hong dan tak
349 sempat pula untuk mengejarnya. Saat ini Tju Hong
menunjukkan paras yang gusar,, lengannya mennyabetkan
tambangnya pergi datang seraya menjerit jerit "Louw Eng!
Jangan kau lari jawablah pertanyaanku, kenapa kaitan emas
ku kau putuskan" Kenapa tambangku di putuskan" Kenapa
kau diam saja, hendak mungkirkah" Toa ko Djie ko.Sah ko
kalian di mana" Lekaslah tangkap bangsat itu, dengari apa
yang hendak dikatakan!" Mendengar ini semua orang
menjadi girang, mereka tahu bahwa kesadarannya agak
maju Dari kata katanya itu ia masih belum mengetahui
bahwa Ong Tie Gwan. Tjiu Tjian Kin, Wan Tie No dan isteri
sudah meninggal, bahkan tidak mengetahui pula bahwa
waktu sudah berlalu delapan belas tahun lamanya. Dari
kata katanya ini membuktikan bahwa kejahatan Louw Eng
terbongkar sampai ke akar akarnya dan tak perlu diragukan
lagi. Ia masih tetap memaki maki Louw Eng dengan
geramnya, sedangkan lengannya menabrak sana menubruk
sini dengan terhuyung huyung seolah olah ingin menangkap
orang Tju Sie Hong mencelat untuk memayangnya sambil
berseru seru. "Tia tia Istirahatlah!" Sebaliknya daripada mendengar Tju Hong mendorong tubuh anaknya, sehingga yang tersebut
belakangan dibuatnya tunggang langgang. Memang sudah
menjadi kebiasaan orang yang lupa ingatan mempunyai
tenaga lebih besar dari tenaga aslinya. Ong Djie Hai, Tjiu
Piau Ong Gwat Hee dengan cepat maju menahan tubuh
sang paman. Demi didengarnya suara angin dari banyak
orang Tju Hong menggerakkan kaki tangannya, sehingga
tambangnya berputar putar tanpa arah tujuan menyerang
sekalian anak muda. Untunglah matanya tidak melihat
orang, tambahan anak anak muda itu sangat lincah dan
gesit, mengegos ke sana-ke mari menyusup kesamping
tubuhnya Tjiu Piau berada di samping kirinya sedangkan
Gwat Hee berada di sebelah kanannya, dengan serentak
mereka maju merangkul sambil berseru:
"Tju Siok siok istirahatlah!" Tju Hong tidak tahu apa yang harus diperbuat, kakinya secara tiba tiba ditekuk
mengeluarkan jurus Po In Kia Djit (mengusik awan
350 memandang matahari) tangannya serentak bergerak
kekanan kiri, tenaganya bukan main besarnya, sampai
muda-mudi ini kena ditolaknya sejauh dua tumbak lebih,
hal ini terjadi karena mereka tidak berani melayani secara
sungguh - sungguh takut melukakan sang paman.
Ong Djie Hai berpikir: "Kalau begini, harus berlaku
kurang ajar juga! Untuk menotok jalan darahnya." Baru
saja ia akan tuiun tangan. Tju Hong sudah mengetahuinya,
segera ke luar bentakannya: "Hei budak! kau ingin
melukakan diriku?" Tambangnya mengiringi berputar
menderu-deru, Djie Hay secepat kilat menghindarkan diri
dan serangan itu. Biar bagaimana gesitnya ia mengelak tak
urung bahu kirinya kena kepukul lengan sang Siok-siok
yang demikian cepat datangnya. Ia merasakan pukulan Siok
sioknya ini bukan main kerasnya, untuk menyambut
serangan ini secara otomatis ilmu Im Yang Kangnya
berputar ke sebelah kiri tubuhnya. Sehingga pukulan itu
seperti membentur kapas layaknya. Sedangkan tubuh di
sebelah bawah dari penyerang menjadi gempur dan ambruk
seperti pohon kering tertiup angin! Sekali jatuh ini agak
berat, Tju Hong jatuh pingsan tak sadarkan diri.
Ong Djie Hay yang siap menyanggahnya sudah tak
sempat untuk memberi pertolongan lagi. Tapi sungguh
mengherankan adanya, sekali jatuh ini membuat wajahnya
menjadi kelihatannya senang dan normal seperti biasa,
ramai ramai orang memayangnya, sedangkan jalan
napasnya sama sekali tak terganggu seperti orang pingsan,
melainkan seperti orang tidur nyenyak!
"Suhu. lekaslah kau obati Tju Siok-siok!" pinta Wan Djin Liong pada gurunya.
"Baik, baik akan kucoba." jawabnya singkat.
Tangannya orang tua ini segera jalan memijit seluruh
tubuh si sakit, kemudian di ulang sekali lagi dari mula
sampai akhir. Akhirnya ia mengernyitkan keningnya dan
berkata: "Aku adalah orang tua yang tidak berguna."
Mendengar katanya ini Tju Sie Hong menjadi kaget,
351 belum sempat ia bertanya orang tua ini sudah melanjutkan
lagi kata katanya: "Aku dapat menyembuhkan segala
penyakit tapi untuk menyembuhkan orang yang sakit syaraf
sama sekali tidak mampu. Sudah kuperiksa jalan darahnya,
semua baik dan tak perlu diobati. Hanya penyakit kurang
ingatannya saja yang perlu diobati, tapi mengenai sakit itu
sudah kukatakan seperti tadi, yakni aku tidak mampu
mengobati."
"Suhu kau mengenal banyak orang, dapatkah kau cari
salah satu dari mereka untuk mengobatinya?" tanya Wan
Thian Hong. "Sembarangan tabib biasa mana bisa mengobatinya, tapi
ada seorang yang bisa menyembuhkannya."
"Siapa?" tanya Thian Hong.
"Pang Kim Hong!" serunya, "tapi entah di mana sekarang ia berada aku tak tahu."
"Kulihat mata dari Tju Sah-tee masih takut sinar
matahari, dari itu kita pindahkan saja ke dalam goa agar ia
dapat beristirahat secara tenang dan sekalian mendamaikan
bagaimana caranya untuk ke luar dari kepungan musuh.
Yauw Tjian pwee bagaimana pendapatmu?"
"Suatu pendapat yang baik sekali, kenapa tidak dari
siang-siang kau katakan!" Tubuh Tju Hong segera diangkat
menuju ke goa. sedang yang lain lain mengikuti dari belakang.
Pada saat ini orang banyak ini baru tahu bahwa keadaan
suasana di Oey San sudah berubah puncak puncak gunung
yang merantai demikian banyaknva sudah hilang dalam
tutupan kabut yang membanjir entah sedari kapan. Puncak
Lian Hoa yang berhadapan dengan Thian Tou Hong seolah
olah merapung dalam lautan awan yang demikian indahnya.
"Laut Kabut." dari Oey San yang sangat kenamaan. Hoa
San Kie Sau yang sudah sering menyaksikan segala
pemandangan gunung yang luar biasa, tak luput dari rasa
kagumnya. lebih-lebih sekalian pemuda semua terpaku
352 mendelong keheranan. Dalam keadaan liputan kabut dan
awan ini terlihat seorang muda yang tidak turut masuk ke
dalam goa Pemuda ini adalah Ong Djie Hay. Kenapa ia
berdiam seorang diri" Kiranya waktu ia mendengar penyakit
Tju Hong hanya dipat disembuhkan Pang Kim Hong, hatinya
tergerak ia tahu di mana adanya orang berilmu itu. karena
ilmu Im Yang Kang yang diperolehnya adalah Pang Kim
Hang sendiri yang memberikannya. Tapi biar bagaimana ia
tak berani membuka mulut untuk mengatakan
kediamannya, sebab ia mempunyai dua macam perjanjian
dengan orang berilmu itu yang tidak boleh dibuka di muka
umum. Suasana perkelahian dan haus darah hilang di bawah
selimut awan. Keadaan ini membangkitkan ingatan Djie Hiy
pada sepuluh hari yang lalu. Saat itu ia berpisah dengan
adiknya, dengan terpaksa ia mendaki Oey San seorang diri,
untuk melewatkan waktu tidak henti hentinya ia melatih
diri. Pada suatu hari ia melatih diri di Kiu Lioug Po (air
terjun Kiu Liong) dengan ilmu Kong Sim Tjiang, sebenarnya
ilmu ini harus dilatih berdua sayang kini adiknya tidak ada
terpaksa ia berlatih seorang diri dengan memegang peranan
dua orang.. Sewaktu-waktu ia menyerang dengan keras,
kemudian melatih memancing musuh.. Dua gerakan ini satu
bertenaga satu tidak, satu keras satu lemah ttau sebaliknya
Ilmu ini sudah biasa dipelajarinya sedari Kecil, dari itu
walaupun sangat sukar dapat dimainkannya secara mahir.
Tengah asyiknya ia berlatih, tiba tiba dari jeram yang
berdekatan itu memercik tetesan air itu lalu menuju ke
dadanya. Sebuah lengannya tengah mempergunakan Kong
Sim Tjiang yang bertenaga, sebuah lengan lainnya
melindungi dada dan mendorong ke depan menyambut
tetesan air. Air itu dapat dibuatnya muncerat ke empat
penjuru tapi lengannya sendiri sudah menjadi merah. Saat
ini ia sudah letih dan segera menghentikan latihannya.
Hari kedua Djie Hay datang lagi di tempat yang sama
untuk berlatih, kejadian seperti kemarin kembali terulang.
Saat itu air mercik menghantam dadanya lagi. serangan itu
tidak disambut dengan tenaga. tapi dengan pukulan
353 kolongnya sehingga air itu dapat dielakkan ke samping. Ia
berpikir jeram air ini mempunyai keanehan alam yang gaib
dan sembarang waktu bisa memercikkan air. Siapa tahu
secara tiba tiba sekali teidengar suara orang memuji:
"Bagus, bagus!" Ia terkejut dan mengamat-amati sekeliling dengan heran. Hatinya berpikir: "Suara ini agaknya dari
dalam jeram itu, mungkinkah di dalamnya ada jejadian air?"
"Kakinya mundur beberapa langkah tanpa terasa, tiba
tiba dari jeram itu ke luar nenek berbaju hitam yang
bertambajan. Diawasinya orang itu, hal yang lebih
mengherankan lagi bahwa nenek itu walaupun ke luar dari
dalam air tapi bajunya sedikit juga tidak basah. Orangkah
atau jejadian, pikirnya.
Nenek nenek itu menghampiri Djie Hay sambil
mengawasi dengan matanya yang sayu. mulutnya
berkemak kemik: "Pukullah bahu kiriku barang sekali!"
"Lo poao (sebutan untuk nenek nenek secara hormat)
aku tidak berani " kata Djie Hai sambil memberikan
hormatnya. "Kalau aku mempunyai kesalahan yang tidak di
sengaja harap kuminta dimaafkan."
"Kalau kau tidak mau memukulku, aku akan
memukulmu! Dapatkah kau menahan pukulanku" Pukullah
lekas!" kata nenek nenek itu dengan gusar.
Oag Djie Hay tak dapat berbuat apa apa, perlahan lahan
lengannya terangkat mengirimkan pukulannya perlahan.
Pukulan itu terang terang mengenai sasarannya tapi heran
sekali seperti mengenai tempat kosong! Untunglah ia tidak
mempergunakan tenaga dengan keras kalau tidak pasti
terjungkal sendiri. Nenek itu menahan dirinya yang
terhuyung mengeluarkan sinar girang. Tidak salah mataku
masih tajam bahwa kau adalah anak yang beibakat baik.
Hay tju (anak) angkatlah. aku menjadi gurumu, nanti akan
ku turunkan ilmu Im Yang Kang yang terkenal di dunia ini
kepadamu!"
Djie Hay menjadi bingung, hatinya berpikir: "Mungkinkah
nenek ini ahli waris dari Pang Kim Hong. kalaupun ia sudah
354 tua masih dapat memunahkan ilmuku secara mudah,
sungguh lihay sekali. Lagi pula ia dapat ke luar dari dalam
jeram air tanpa menderita basah barang sedikit, pasti ia
mempergunakan cara Im Yang Kang untuk memisahkan air.
im Yang Kang sangat terkenal dan jarang yang bisa, kini
kudapat dengan cara yang mudah pasti tidak akan
kulewatkan kesempatan ini dengan begitu saja." Selesai
berpikir segera ia berkata. "Mohon tanya, apa hubungannya
antara Popo dengan pencipta Im Yang Kang. yakni Pang
Kim Pang Lo-tjian pwee?"
Jilid 12 Nenek itu mendelikkan matanya sambil berkata:
"Kau mengetahui juga Pang Kim Hong" Pang Kim Hong
itu bukan lain dari pada aku sendiri!"
Ong Djie Hay menjadi kaget, karena dalam penuturan
gurunya bahwa Pang Kim Hong sudah berusia lebih kurang
delapan puluh tabun tapi nenek ini baru berusia lebih
kurang enam puluh tahun. Sesudah dipikir lagi ia ingat
memang orang yang berkepandaian tinggi sangat awet
muda, segera ia memberi hormat.
"Aku sungguh bodoh dan tidak berguna, mempunyai
mata tidak melihat gunung Thay San. harap mohon maaf
atas ketololanku ini."
Pang Kim Hong segera membanguninya sambil berkata:
"Peradatan semacam ini aku tidak berani menerimanya,
pokoknya kau menerima atau tidak menjadi muridku?"
"Pasti mau "
"Nah lekaslah panggil aku Su tjuan!"
"Su tjuan," kata Djie Hay sambil Kou tou.
Dengan cepat upacara pengangkatan murid sudah
selesai, Ong Djie Hay merasa heran sekali dijadikan murid
secara paksa kalau caranya begini pasti muridnya banyak
Pahlawan Harapan Karya Tang Fei di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
355 sekali, tapi yang nyata ia tidak bermurid, hanya satu
satunya orang yang mewariskan ilmunya itu ialah Lu Kang
di Bu Beng To. Belum selesai ia memikir Pang Kim Hang
sudah berkata lagi mengajukan dua syarat yang aneh
kesatu, sesudah mempelajari Ilmu Im Yang Kang tidak
boleh dipergunakan untuk kejahatan juga tidak boleh
mengaku muridnya. Ditentukan pula pada suatu masa harus
mengasingkan diri dari dunia bebas seperti yang
dilakukannya. Kedua hari untuk mengasingkan diri ke dalam
gunung tidak ditentukan, pokoknya asal sudah sedia boleh
lantas melakukannya. Sepuluh tahun kemudian tidak
terlambat, setahun tidak kecepatan. Dalam mengasingkan
diri ini tidak boleh menemukannya, kalau bertemu muka
seumur hidup tidak boleh nikah dan turun ke dunia Kang
ouw lagi. Pada saat itulah ia akan mendapat ilmu ini yang
sesungguhnya dan menjadi ahli waris yang benar benar.
Djie Hay menganggap dua syarat ini luar biasa sekali,
tapi ia tidak berani berkata, semuanya disanggupi. Dengan
begitulah ia diajak pergi ke dalam goa untuk
mempelajarinya, seperti yang kita sudah ketahui pada pasal
terdahulu. Kini penyakit Tju Hong hanya Pang Kim Hong seorang
yang dapat mengobatinya. Hatinya menjadi risau, pergi
atau jangan" Kalau menemuinya penyakit dari Tju Siok siok
pasti dapat disembuhkan, tapi dirinya sendiri harus
mengasingkan dunia bebas. Sedangkan ia masih
mempunyai banyak hal yang belum dapat diselesaikan.
Ke satu hal sakit hati ayahnya dan negara belum dapat
diselesaikan, dari itu bagaimana bisa ia mengasingkan diri"
Kedua hal Gwat Hee adiknya, kini orang tuanya sudah
meninggal "Kakak harus menjadi orang tua," untuk sang
adik. karena itu harus mengatur untuk hari kemudian dari
sang adik. Beberapa hari ini dilihatnya pergaulan Tjiu Piau
drn adiknya yang demikian intim sehingga hatinya menjadi
merasa lega. tetapi ia belum sempat untuk
menanyakannya hal ini karena dua hal ini ditambah
dengan jiwa remaja yang masih senang akan pergaulan
umum Matinya menjadi tidak bisa mengambil ketetapan
356 yang positif. Ia tengah berpikir, sedangkan kabut yang
berada di Oey San sudah naik sampai di atas puncak dan
lewat di samping tubuhnya. Dalam keadaan kabut yang
demikian tebal pohon pohon Siong yang berada di situ
menjadi guram dan merupakan seperti naga yang tengah
melingkar menembus mega. Sesaat kemudian segala benda
sudah tak tampak lagi kena diselimuti awan, dunia yang
luas ini kelihatannya hanya putih saja. Segala
pemandangan yang indah indah menjadi hilang, hal ini
membuat Djie Hay berpikir. "Manusiapun seperti ini tidak
perlu ada yang diberatkan. Aku akan pergi secara diamdiam ke Kiu Liong Po menjumpakan guruku, agar ia bisa
turun tangan menyembuhkan penyakitnya dari Tju Siok
siok, aku sendiri boleh turut dengannya mengasingkan diri
sambil melatih diri hal mi apa susahnya?" Tengah ia berpikir dengan asyiknya tiba-tiba di atas kepalanya menggelepak
dengan suara sayap burung, ia menengadah dan melihat
bayangan hitam dari burung garuda. Ia merasa heran dan
tidak mengerti garuda itu untuk apa datang ke situ.
pedangnya dicabut menantikan serangan, tiba riba burung
itu melewat di atas kepalanya, disambutnya dengan pedang
sudah terhunus, tapi burung itu sudah terbang pergi sambil
menjatuhkan sebuah bungkusan yang menerbitkan suara
"pluk".
Bungkusan itu. walaupun kecil tapi berat, entah apa di
dalamnya. Ia tahu bahwa kedatangan burung itu pasti
menerima titah dari majikannya. Tanpa membuang waktu ia
lari ke dalam goa untuk menyerahkan bungkusan
itu kepada gurunya. Begitu ia masuk ke dalam goa
dilihatnya Tju Hong sudah sadar dari tidurnya. Matanya
dapat dibuka dengan sorot yang aneh, ia merasakan asing
tempat sekeliling ini. di balik itu merasakan sudah kenal
pula, diamat amatinya sekeliling. Nanti ia memandang
ke sebelah kiri. kemudian melihat lihat sebelah kanan
sambil mengernyitkan keningnya. Sesaat kemudian ia
lari ke dinding goa kedua lengannya meraba raba, seolah
olah tengah cari sesuatu. Tapi tanpa mendapat hasil, ia
duduk lagi dengan perasaan kesal dan mabuk. Semua orang
tahu ia tengah mengingat ingat kejadian yang lalu. dari itu
357 di biarkan saja tidak mengganggu. Tapi Tju Hong kembali
sudah berubah lagi, kini kembali ia angin-anginan lagi
tambangnya mulai dikebutkan ke kiri kanan secara gila
gilaan! Djie Hay menjadi sedih dan merasa kesal, sampai
bungkusan yang dipegangnya jatuh lepas. dirasa lagi.
Jatuhnya benda ini membuatnya sadar dari Kesedihannya,
sedangkan bungkusan itu begitu jatuh segera terbuka
ikatannya. Bermacam macam benda terdapat di situ.
melihat ini ia menjadi kaget sekali, waktu ia mengangkat
kepala untuk mengawasi suhunya dan lain lain, tampak
mereka sudah menatap mengawasi benda benda yang
berserakan di tanah. Pemuda pemudi merasa aneh.
sebaliknya dengan Kie Sau menggoyangkan kepalanya,
sedangKan Yauw Tjian Su memandang benda itu dengan
jemu. la berkaia: "Bagus, sekalian musuhku sudah datang!"
Yauw Tjian Su maju ke depan mengambil sebilah pedang
kecil sambil tertawa. "Hmmm inilah Tjie Sang Kiam (
pedang jeriji Lauw Tjiok Sim, bocah itu menamakan dirinya
salah satu pendekar dari Go Bie. sampai senjata
rahasianyapun berbentuk pedang, kini diberikan untuk
dibanggakan barangkali" Baik pedang ini kusimpan."
Pedang kecil itu dimasukkan ke dalam sakunya, kemudian
dikorek korek kumpulan senjata senjata rahasia, sesudah
memilih kembali ia tertawa: "Ha ha ha, Thay Ouw Hu Lui
pun datang, terkecuali dari Ong Hie Oag orang lain mana
suka memain tulang ikan ini. Baik tulang ikanpun ingin
kutelan," sambil menyimpan barang itu. Kembali ia
memeriksa benda-benda lain. Sebuah besi persegi
mengkilap yang berat diangkatnya. Orang tua itu kembali
berkata: "Senjata ini adalah kepunyaan Bok Tiat Djin." Besi itu diberikan kepada Kie Sau untuk diperiksa. "Kau periksa, masih terdapat apa yang aneh disitu!" Begitu Kie Sau
melihat ia menjadi kaget. "Kiranya Pangeran Baju mas Kim
Dju Kie pun ada di sini! Tadipun aku Kie Sau segera
memberikan besi itu untuk di periksa mereka sambil
berkata. "Lihat ! di besi itu terdapat tanda apa" Tanda itu adalah peninggalan dari paku emasnya yang dipukulkan ke
358 situ!" Orang banyak bergiliran mengawasi, benar saja di
papan besi tertancap dengan tegas sebatang paku yang
hampir menyerupai kelingking. Dari sudut ini sudah dapat
dibayangkan betapa lihaynya orang itu.
Yauw Tjian Su kembali memeriksa benda lain yang
menyerupai bendera, di atasnya berlukisan sebuah gambar
Pat-kwa "Hek Liong Lo Kuay rupanya kau ingin menakut nakutkan
orang dengan bendera Pat-kwamu! Lihat akan kugunakan
untuk menghapus ingus!" Baru saja bendera ini akan
dimasukkan ke dalam sakunya tiba-tiba dilihatnya di atas
bendera itu tertera lima liang kecil peninggalan dari jeriji
wanita. Sesudah ditelitikan orang tua itu, berkata; "Tak
kupikir Niko ( paderi perempuan ) kecil ini ilmunya maju
demikian pesat lihatlah jerijinya dapat menembus
benda yang demikian tipis dan ringan, Kepandaiannya
sungguh aneh bukan?"
Sedangkan di tanah masih banyak sekali senjata rahasia
lain dari Louw Eng, Ouw Yu Thian. Tam Tjiu Liong. Ku To
Hoo Pun. Wie Lie Hay. Poa Toa Hong tujuh kauw. Pek Sek
Sie Seng le Kim Wan. . , dan lain-lain semua semata mata
untuk menunjukkan kekuatan yang besar.
Kie Sau menghitung jumlah dari seluruh senjata rahasia
ada tujuh delapan puluh. Terkecuali dari Hek Liong Lo Kuay.
Ong Hie Ong. Bu Beng Nie. Lauw Tjiok Sim. Kim Dju Kie.
Bok Tiat Djin yang termasuk jago aliran kelas satu. masih
terdapat Louw Eng. Tong Long, Ie Kim Wan dan yang
sekelas dengan mereka sebaryak dua puluh lebih.
Terkecuali itu yang lainnya terdiri dari senjata rahasia
orang-orangnya undangan Louw Eng yang pasti berilmu
tinggi pula. Dengan jumlahnya yang banyak ini tak heran
musuh bisa mengurung mereka dari segala penjuru.
Kie Sau sadar bahwa Louw Eng sudah berhasil membuat
satu jaring yang kokoh, dengan maksud sekali tebar dapat
menangkap semua orang. Dalam situasi yang berbahaya
ini, biar Yauw Tjian Su yang tinggi, ilmu kepandaiannya
belum tentu dapat menerjang ke luar. lebih lebih anak anak
359 muda lainnya lebih sukar pula, sedangkan ia sendiri pating
banter hanya bisa menghadapi Bu Beng Nie seorang. Pikir
pikir keadaannya terap kurang jauh dari jumlah musuh.
Terkecuali itu masih terdapat Tju Hong yang masih lupa
ingat dan menjadi beban. Kie Sau terdiam sambil menarik
napas. hatinya berpikir: "Cara yang terbaik, harus dapat
meninggalkan puncak ini tanpa diketahui musuh"
Tapi hal ini masih belum memastikan pikirannya, dari itu
ia bertanya kepada Yauw Tjian Su: "Yauw Lauw, kau lihat
bagaimana baiknya untuk menyelesaikan urusan hari ini?"
"Menurut hematku, kita jaga puncak ini, kalau mereka
datang satu kita tangkap satu. Karena tempat ini sukar
untuk didaki mereka, sebaliknya untuk turun pun bukan hal
y*ng mudah. Kalau mereka tidak mau naik kita jangan
turun, kita diam terus di sini sambil menikmati
pemandangan yang indah menangkapbeberapa ekor
burung untuk memain, seumur hidup tntuk tetap tinggal di
sini akupun ridlah. Sampai kita sudah tidak betah tinggal di
sini, musuh sudah bosan pula menantikan kita. pasti di
antara mereka sudah ada yang pergi, saat itulah kita turun
pasti tidak ada berani yang merintangi!" Orang tua ini
mempunyai pandangan yang ringan dan mengambil
ketetapan untuk tinggal terus di sini untuk selamanya. Pikir
Kie Sau kata katanya itu memang masuk di akal juga.
Wan Tnian Hong adalah anak yang cerdik dengan segera
ia pendapat perkataan gurunya: "Suhu, kau boleh
mengatakan begitu, tapi dari mana kita mendapatkan
makanan untuk waktu yang demikiaa lamanya itu?"
"Ah, semua karena gara garamu yang mengundang
mereka datang ke sini, kini masih berani banyak bicara!"
kata orang tua itu sambil bangun berdiri dan lari ke luar,
"Suhu kau ingin ke mana?" tanya Wan Djin Liong.
"Di sini tidak ada makanan, untuk apa berdiam lama
lama" Pergunakan waktu kabut menutup gunung dan tak
terlihat tegas kita menerjang turun, mereda berjumlah
banyak belum tentu bisa bergerak semuanya dalam cuaca
360 demikian buruk, marilah kita terjang!"
"Yauw Louw kata katamu sungguh baik sekali! Tapi
sebelum turun kita harus membuat rencana dahulu!" kata
Kie Sau. "Bagus, cobalah kau katakan!"
"Ke satu, kita tidak boleh berpencar, harus berkumpul
untuk sampai di bawah gunung. Musuh berjumlah banyak
kalau kita berpencar pasti tidak dapat melawan kekuatan
mereka, kerugian pasti akan kita derita!"
"Kata katamu sungguh baik, tapi sesampainya di bawah
gunung kalau kehilangan aku sendiri kalian tidak perlu
kuatir dan menghiraukan!" sela Yauw Tjian Su.
"Kedua, kita harus mengatur sebuah barisan, depan dan
belakang tidak boleh berpencar. Kalau tidak dapat turun
harus mencari kawan jadi berdua." Sekalian pemuda
menganggukkan kepalanya.
"Yang ketiga. Sie Hong kau harus menggendong ayahmu,
aku akan menjaga di sisi tubuhmu." Saat ini Tju Hong
sudah tidur dan mudah dibawa. "Yang ke empat. andaikata
usaha kita gagal semua harus balik kembali ke puncak ini
untuk membuat rencana lain." Kie Sau memesan sekalian
pemuda sekali lagi, kemudian ia berkata kepada Yauw Tjian
Su. "Yauw Lauw, kau harus berada di belakang barisan
untuk memutar dari belakang, bagaimana pendapatmu?"
Orang tua itu membenarkan siasat Kie Sau. Sesudah
barisan beres diatur Tjiu Piau yang sangat awas matanya
jalan di depan selanjutnya Djie Hay, Gwat Hee, dan saudara
Wan. Kie Sau, Sie Hong menggendoag ayahnya, dan yang
terakhir adalah Yauw Tjian Su. Sesudah mereka ke luar dari
goa segera naik ke atas puncak Thian Tou, tampaklah
sekeliling sudah menjadi putih tertutup kabut, hanya sinar
surya senja saja yang kelihatan menjadi merah menembus
kabut itu. Sesudah dilihatnya di bawah puncak tidak
terdapat gerakan Tjiu Piau segera berseru. "Terjang!"
tubuhnya segera masuk ke dalam kabut dan hilang tidak
kelihatan. 361 Ong Djie Hay mendengari arah kaki Tjiu Piau dan
menyusul dari belakang. Kedua bayangan hampir hilang
ditelan kabut, tapi belum terdengar gerakan apa apa dan
musuh. Selanjutnya Gwat Hee, Wan Thian Hong dan Wan
Djin Liong menyusul dari belakang.
Baru saja beberapa orang yang tersebut belakangan ini
memasuki kabut, segera mendengar suara saling bentak
dengan kerasnya, satu suara Tjiu Piau satu lagi suara
menggeledek dari musuh, menyusul terdengar suara saling
labrak dengan hebatnya, tapi hal ini tidak kelihatan dari
belakang. Siapakah yang lagi berkelahi dengan Tjiu Piau" Kiranya
adalah seteru lamanya, ialah Tong Leng Ho Sang!
Paderi itu mengandalkan pada tebalnya kabut,
menyandar di tebing yang cekung ke dalam untuk
menyembunyikan dirinya. Siasat ini adalah Hek Liong Lo
Kuay yang mengatur, bukan saja Tong Leng bahkan
semuanya mengambil tempat yang demikian untuk
menyembunyikan dirinya, menjaga kelalaian lawan dan
menangkapnya. Tjiu Piau selalu berlaku hati-hati sesudah berjalan agak
lama tampak olehnya di depan terdapat tikungan, ia
berhenti sebentar untuk mengamat amati, ia tahu di balik
Pahlawan Harapan Karya Tang Fei di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tikungan itu terdapat masuk yang sedang bersembunyi.
Walaupun demikian ia tidak bisa berbuat apa apa karena
sekelilingnya penuh kabut, tengah ia bingung mendadak
timbul akal bagus diambilnya pohon yang agak panjang
bajunya dibuka dan ditaruh di atas kayu lalu dikosongkan
ke depan, dalam keadaan remang remang baju itu tidak
ubahnya seperti orang.
Sementara itu Tong Leng sudah mendengar suara kaki
orang datang mendekat hatinya teramat girang, pikirnya
pasti akan berhasil menangkap orang yang datang. Siapa
tahu tiba-tiba suara kaki itu tiba tiba hilang, sang paderi
menjadi gelisah, ia takut orang itu tidak datang dan tidak
patut kiranya kalau ia memanggil orang itu agar datang.
Sedang ia cemas tiba-tiba terdengar lagi derak sepatu
362 orang, sesosok tubuh berkelebat di depan matanya
menerjang turun. Tak banyak rewel lagi sang paderi
mengulurkan kedua lengannya yang panjang dengan ganas
untuk menangkap, sambil membentak: "Kena!" ya,
memang kena . . . sebatang kayu dengan baju. Sebenarnya
begitu orang itu kena dipegang segera akan dibantingkan
ke bawah kini ia diam mendelong keheranan, sambil
mengangkat kedua lengannya memegangi kayu itu,
sedangkan di samping tubuhnya berkelebat dengan
gesitnya seorang muda sambil menghajar perutnya yang
gendut dengan telak sekali, Tong Leng berteriak kesakitan.
Untunglah pukulan itu adalah ilmu silat luar yang tidak
berapa lihay, walau pun keras seperti batu tak berfaedah
terlalu besar menghajar perutnya yang seperti kapas
Walaupun sakit tidak sampai melukakannya sang paderi
segera balik badan melancarkan serangan dengan ilmu Sian
Wun Pay Gwat, lengan kanannya yang besar terbuka
lebar menyampok miring dengan maksud memotes batang
kepala orang. Tapi sang musuh itu sangat lincah sekali ia
sudah berhasil memutar badan lari ke arah jalan yang
sempit, sambil merapatkan diri di lembing gunung
sehingga tidak kelihatan. Terkecuali itu sewaktu membalik
badan musuh itu sudah melepaskan dua butir batu sambil
membentak: "Hwee shio gemuk, makanlah batu ini!"
Tong Leng berniat membuka mulutnya untuk menyambut
serangan itu, tapi segera dibatalkan karena batu itu
datangnya terlalu keras segera ia mengegos sehingga batu
itu lewat disampingnya dan langsung menghajar tebing
gunung dan mengeluarkan bunyi yang keras sekali Gerakan
tangan dan batu cukup di kenal Tong Lenp, sehingga ia
menjadi gusar: "Hei Tjiu Piau sekali ini kalau kena
kutangkap tak ada ampun lagi!"
Suara saling bentak ini terdengar nyata sekali di dalam
kabut yang sunyi, Pihak Tjiu Piau sudah mendengar,
demikian juga dengan pihak Louw Eng. Mereka saling tidak
melihat, tapi pihak yang rugi adalah Tjiu Piau sekalian,
karena mereka tidak mengetahui apa yang sudah diatur
musuh di tengah perjalanan turun ini. Orang banyak
menjalankan siasat Kie Sau, begitu melihat musuh segera
363 diam tidak bergerak sambil menahan napas agar tidak
diketemukan musuh. Sesudah bersembunyi Tjiu Piau segera
menahan napasnya. demikian juga dengan yang lain. Dalam
waktu sekejap saja kesunyian Oey San kembali seperti
semula, kesunyian ini mendebarkan orang orang dipihak Kie
Sau. mereka menahan napas dengan engapnya. Sebelum
turun gunung Kie Sau sudah memesan, kaiau ketemu
musuh harus menggabungkan tenaga, untuk
memusnahkan dengan cara ini baru tidak terhambat
perjalanannya, Dalam kesunyian yang mengandung
suasana pembunuhan TjiU Piau sudah melewati Tong Leng,
sedangkan Djie Hay masih berada di belakang dengan dua
tenaga ini bisa mengapit Tong Leng. Mereka berdua
mengawasi terus gerak geriknya musuh dengan maksud
sekali serang membinasakannya.
Tjiu Piau menahan napas sambil menghampiri musuh,
tiba tiba didengarnya suara berderaknya sepatu dengan
halus bergerak di atas kepalanya, secara cepat sekali.
Mungkin di atas itu terdapat pula jalan gunung, Tjiu Piau
dongak ke atas untuk melihat, di situ masih tetap tampak
kabut putih sedangkan bayangan orang tidak kelihatan Ia
berpikir : "Walaupun di dalam kabur yang demikian tebal
orang itu dapat lari dengan pesatnya, agaknya sekali
langkah ada beberapa tumbak jauhnya. ditambah dengan
gerak geriknya yang demikian halus dan lincah, entah jago
kelas berat dari mana?" Suara langkah kaki itu berhenti
tepat di atas kepalanya seolah olah sudah mengetahui ada
orang bersembunyi di bawahnya.
"Wah celaka," keluh Tjiu Piau, "kalau Tong Leng datang menyerang aku harus melawan, kalau dalam keadaan
begitu orang yang di atas datang menyerang pasti aku
dapat celaka Lebih baik menyerang dahulu!"Lengannya
segera melontarkan dua butir batu kesebelah atas, serentak
kakinya maju melompat ke dekat Tong Leng. Tui Ia To Gwat
keluar menghantam musuh, berbareng dengan serangannya
ia berseru nyaring' "Ong Toa ko. mari kita hajar binatang
in!" Djie Hay sudah siap dengan lengannya, sesudah
mengetahui di mana musuh berada segera menyerbu
364 dengan Kie Hong Hui Lay. ia sudah mempelajari Im Yang
Kang dan sudah mengerti cara menggunakannya sekaligus,
serangannya sekarang berbeda jauh dengan dahulu,
tenaganya keras dan berat sukar ditangkis.
Begitu mereka bergerak, di atas kepala Tjiu Piau
berkelebat sebuah bayangan langsing yang tiba di hadapan
Tong Leng Ho Siang. Sedangkan Tjiu Piau dan Ong Djie Hay
masing masing merasakan di mukanya mengebas dengan
perlahan tangan yang berhawa dingin seperti es, sehingga
serangan mereka menjadi buyar. Djie Hay masih
dapat mempertahankan kebasan itu., tapi Tjiu Piau sudah
jungkir balik dibuatnya kebasan yang demikian halus itu
Secara cepat mereka kembali bersiap dan menerjang lagi,
dalam jarak yang dekat mereka melihat tegas orang itu
adalah seorang Niko yang kurus kecil berusia kurang lebih
lima puluh tahun, sedangkan mukanya pucat tak berdarah,
matanya sayu dan dingin, bajunya yang berwarna putih,
sangat bersih sekali. Di lehernya bergantung seuntai
mutiara Buddha yang panjangnya sampai di perutnya.
Melihat oranh ini Djie Hay segera membentak. "Hei! Bu
Beng Nie. kau juga datang!"
"Hei bocah kemarin dulu. kenapa kau bisa tahu namaku"
Lekas kau wartakan ke pada gurumu, agar datang ke mari
untuk kutabok!" katanya dengan tawar. Sehabis bicara jeriji tangannya ke luar satu secara perlahan - lahan disabetkan
kepada Djie Hay. Melihat serangan datang pemuda ini
mengebaskan lengan bajunya, tapi kebasannya ini tidak
membuat jeriji lawan bergerak barang sedikit, bahkan
masih tetap maju menyerang. Djie Hay kaget dan mundur
ke belakang. Musuh tidak memberikan kelonggaran terus
merangsak maju. Mereka saling desak, sepuluh tindak
kemudian hilang dalam liputan kabut. Tertinggal Tjiu Piau
dengan Tong Leng sepasang lawan lama, masih tetap saling
mendelik. Sepasang sarung tangan yang terbuat dari kulit
rusa dipakai Tjiu Piau di depan mata Tong Leng, ia berkata:
"Tong Leng! Apa kau berpikir untuk menikmati mutiara
beracun seperti Louw Eng dan Bok Tiat Djin?" Tong Leng
memang sangat segan terhadap senjata rahasia lawan, dari
365 itu ia berlaku sangat hati hati sekali, lebih lebih dilihatnya
lawan sudah menggunakan sarung tangan, sembarang
waktu bisa melepaskan Tok Tju. Diperhatikannya lengan
kanan Tjiu Piau dengan kedua matanya yang besar kalau
kalau tangan iiu melepaskan senjata rahasia. Tiba tiba ia
menyerang waktu sang pemuda tidak siap sedia, jurusnya
tidak lain dari Sian Wan Pay Gwat.Pukulan lengannya
menimbulkan angin yang keras, Tjiu Piau tidak berani
menyambut, ia segera berkelit sekilat mungkin kesebelah
samping sejauh beberapa kaki
Dalam jarak tujuh delapan kaki, tubuh orang dapat
dilihat seperti ada seperti tidak, inilah kesempatan untuk
Tjiu Piau melepas senjata rahasianya yang ampuh.
Sebaliknya musuh tak akan melihat senjata rahasianya
yang dilepasnya. Segera disiapkannya mutiara yang
berkilap kilap digapaikannya musuh: "Hei Hweeshio,
mutiara ini sudah pasti ku berikan kepadamu sambutlah!"
Tangannya terangkat menggertak, Tong Leng ketakutan
dan mencelat ke belakang sebanyak dua tumbak. Pemuda
kita mendesak terus dan menjaga jarak antara tujuh
delapan kaki, menantikan ketika yang baik untuk
membereskan jiwa lawan. Ho Siang mundur selangkah ia
maju selangkah. Suasana sudah menjadi terang, walaupun
keadaan ini baru berjalan sebentar dirasakan mereka sudah
lama sekali. Tjiu Piau melempar senjata secara menggertak,
lengannya ditaruh di belakang tubuhnya dengan niatan
melepas senjata dari bawah ketiak kiri agar Tong Leng tidak
menduga duga, tapi baru akan bergerak lengannya sudah
ada yang pegang dengan erat.
Kekagetan Tjiu Piau bukan alang kepalang dengan cepat
tubuhnya berbalik dari sebelah kanan, kaki kirinya
menendang orang Dalam waktu sekejap mata, dilihatnya
dengan tegas orang yang memegang dan datang tanpa
suara itu, kiranya adalah seorang gadis besar yakni Tjen
Tjen adanya. Tendangan Tjiu Piau itu lebih keras dari
tenaga tangannya sepuluh kali, sehingga menimbulksn
angin tenaga yang mendesak lawan. Tjen Tjen berseru
dengan heran: "Ah, hei ilmu silatmu kenapa bisa maju
366 demikian pesat!" lengannya melepaskan lengan orang
sedangkan tubuhnya berbalik kebelakang dan hilang dalam
kabut yang tebal. Dalam sejenak saja Tong Leng sudah
menyerang punggung belakang Tjiu Piau dengan jurus Sian
Wan Po Su (malaikat kera memeluk pohon) dua tangannya
itu seperti sendok garpu dicocokkan kepada tenggorokan
lawan Pemuda ini tidak menantikan serangan lawan
bersarang di tubuhnya sudah menundukkan kepalanya dan
berguling di tanah sambil mengayunkan lengan kanannya
untuk menghadiahkan Tong Leng mutiara beracun.
Tjiu Piau sebenarnya akan menpergunakan jurus 'Naga
rebah menyemburkan mustika' tapi jalanan di gunung
sangat sempit dan tak rata. Tak heran begitu ia berguling
segera tak kuasa menahan tubuh nya yang langsung
berguling guling kebawah! Bagian kaki Tong Leng sama
sekali tidak gesit, begitu dilihatnya sinar mutiara yang
mengkilap menuju ke perut membuatnya kaget dan
menggunakan seluruh kekuatan tenaganya mencelat ke
samping. Malang baginya jalanan gunung sangat buruk
sehingga kakinya tak kuasa menahan tubuhnya, ia terguling
guling jatuh ke bawah. Jalanan gunung ini licin sekali dalam
waktu sekejap mereKa belum bisa memperbaiki diri.
sehingga yang tertampak hanya dua gulungan besar
bergelindingan sama sama menuju ke bawah.
Kini kita tengok Djie Hay yang sedang bergebrak dengan
Bu Beng Nie. Saat ini Djie Hay tengah kena terdesak, dan
tidak tahu harus bagaimana menghadapi lawan yang aneh
dan lihay ini. Sebenarnya pemuda ini sudah mendapat
didiKan baik dan Kie Sau sehingga ilmu silatnya tidaklah
buruk, ditambah im Yang Kang yang baru dipelajarinya,
kepandaiannya ini sudah boleh disebut cukup tangguh Tapi
kalau dibanding dengan musuh, tenaga dan kepandaiannya
ini masih kurang beberapa angka. Walaupun ia bisa ilmu lm
Yang Kang tapi belum berapa lama dipelajarinya, sehingga
tenaga yang berada di dalamnya belum dapat digunakan
secara sempurna. Tambahan nama "Bu Beng Nie sangat
terkenal, belum belum hatinya menjadi gugup Dilihatnya
ilmu lawan yang kukuay. sampai ia tidak mengenal jurus
367 apa yang digunakan, apa yang tampak hanya terangkatnya
kaki tangan musuh secara bersamaan menghajar bagian
berbahaya dari tubuhnya.
Dalam waktu sekejap ini membuatnya gugup dan terus
mundur untuk siap mengadakan serangan balasan, sesaat
ia mundur lagi beberapa tindak terdengar suara Gwat Hee :
"Koko. kau di mana?" Dengan cepat ia mencelat ke arah
suara adiknya, sambil berkata : "Moy tju, hati hati musuh
lihay sekali, mari kita gabungkan tenaga untuk
menghajarnya." Belum suara ini habis bayangan musuh
sudah terlihat mengejar
Dua saudara Ong sudah biasa bekerja sama untuk
menghadapi lawan, begitu dilihatnya musuh datang mereka
secara otomatis menggeser kakinya memisahkan diri. Ong
Djie Hay ke timur Gwat Hee keutara menyambut
kedatangan musuh dari barat daya, Bu Beng Nie melangkah
masuk ke tengah tengah, lengan kirinya dilepaskan dari
dadanya menyampok Gwat Hee yang berada di utara dan
sekalian jerijinya ke luar menotok Djie Hay. Dengan cepat
Gwat Hee mengeluarkan jurus Tian In Tjut Siu (awan pagi
ke luar dari celah celah gunung) mengebutkan lengan
bajunya memukul serangan musuh, disusul dengan
serangan balasannya dengan jurus Soa Tiong Leng Tiap (
gunung besar bukit bertumpuk ) menuju ke bahu kiri lawan
dengan ganas dan cepat. Ong Djie Hay yang berada di
sebelah timur begitu melihat jeriji lawan, tak berani lambat
lambatan lagi. diemposnya tenaga di seluruh tubuhnya
kedua lengannya yang diangkat tinggi dan diserangnya
musuh dengan jurus Thian Hu Pek San (Kapak langit
membelah gunung) kalau kepala terpukul bila terbelah dua.
kalau tulang yang menangkis akan hancur berantakan,
pokoknya pukulan ini ganas dan membahayakan, Bu Beng
Nie semula tidak memandang mata kepada sepasang muda
mudi ini, siapa tahu sesudah dihimpitnya dengan serangan
bersama baru tahu kelihayan orang. Lebih lebih serangan
Oag Djie Hay ini bukan saja bertenaga besar menindih dan
terasa anginnya, bahkan dilengkapi pula dengan suatu gaya
Im Yang kang yang sukar diraba Kiranya Im Yang Kang ini
368 di luar tahu Djie Hay sendiri sudah menambah tenaganya
demikian mengagumkan.
Pahlawan Harapan Karya Tang Fei di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Bu Beng Nie berpikir : "Aku sudah biasa malang
melintang di dunia Kang ouw, masa takut menyambut
lenganmu" Biar ku sambut!" Lengan kanannya terangkat
menangkis lengan lawan, sehingga dua tangan bentrok,
aneh. tak menimbulkan suara barang sedikit. sedangkan
tenaga yang mereka gunakan bukan main besarnya.
Kepandaian Bu Beng Nie berdasarkan pada Kang (keras)
yang sudah sampai di batas maunya, sampaipun sutera
halus yang menggeleber di udara dapat dibuat berlobang
oleh jerijinya. Demikian juga dengan ilmu BukitBerantai
dariOng Djie Hay berdasarkan kepada keras, tetapi
sejak ia faham Im Yang Kang, tenaga di telapak tangannya
itu kalau ketemu keras segera berubah lunak, ketemu lunak
berubah keras. Ong Djie Hay merasakan kekerasan lawan
melebihkan kekerasannya beberapa lipat, Telapak tangan
itu tanpa dirasa sudah beralih menjadi lunak untuk
menghindarkan dari luka. Tak heran begitu lengannya
beradu tak terdengar suara, sehingga membuat Bu Beng
Nie keheran heranan. Tangannya ditarik pulang mengubah
permainannya, jeriji telunjuk dari sepasang lengannya
ditegakkan ke luar sedang empat jeriji lainnya ditekuk dan
ditotokkan kepada dua lawannya. Pukulannya ini bukan
merupakan kepalan atau telapak tangan, sehingga
mengherankan dua lawannya yang belum pernah melihat
pukulan semacam itu. Mereka menyambut serangan ini
secara maksimum dengan ilmu pukulan Bukit Berantai yang
paling mahir dimainkannya.
Sepuluh jurus sudah berlalu, jeriji Bu Beng Nie yang
tegak tak ubahnya seperti belati pendek, mengeluarkan
jurus bermain belati bercampur ilmu pukulan tangan
kosong, berubah ubah secara aneh Dua saudara Oag tidak
berani mendekatkan tubuhnya pada lawan. mereka
bertahan terus dari jarak agak jauh. Supuluh jurus kembali
berlalu dua saudara Ong masih belum berhasil menyelami
ilmu lawan sehingga kedudukannya berada di bawah angin.
369 "Ha ha ha," Bu Beng Nie tertawa, "kira nya kalian adalah murid murid Hoa San Kie Siu, tak heran berilmu demikian
baik. Sepuluh tabuh yahg lalu aku mengetahui Kie Sau
mempunyai ilmu Bukit Berantai sebanyak delapan jurus, tak
kira kini sudah bertambah menjadi duapuluh empat jurus
banyaknya. Masih adakah jurus keduapuluh limanya?"
sambil bicara tangannya terpecah kedua jurusan menghajir
dada dua musuhnya. Tinpa berjanji lagi dua saudara Ong
mengeluarkan jurus Hud Siu Djie Kie mengebut dengan
lengan bajunya untuk menangkis serangan, sedangkan
lengannya bersembunyi di balik lengan baju dan dapat
dipakai menyerang atau bertahan. Jurus ini dimainkan
demikian baiknya* tapi lawan sudah mengetahuinya. "Ha na
ha." Bu Beng Nietemwa mengejek* "rupanya sudah
kehabisan ilmu. ini lagi.ini lagi!"
Saat itu juga ssudara Ong merasakan lengan baju
mereka kena ditarik lawan. Matanya terbuka mengawasi,
lengan baju itu sudah ditembusi jeriji sang Niko sampai
berlubang dan terkait dengan eratnya, sehingga lengan baju
itu tidak dapat ditarik pulang.
Gwat Hee cukup tenang, dikeluarkannya pisau belati dari
pinggangnya lengan baju itu disabet menjadi pecah, sambil
lalu belatinya menyerang lawan dengan jurus Kim Liong
Hiat (naga emas ke luar dari guna) menusuk kerongkongan
lawan. Bu Beng Nie cukup tangguh, bergerakpun tidak,
dinantikan belati lawan sampai di dekat badannya sebera
dipentil oleh jari jarinya yang tertekuk, "ting" bersuara, belati itu kena disentil mundur. Bukan saja ia berhasil
mematahkan serangan lawan bahkan telapak lengan si
gadis tergetar secara keras, hampir hampir belatinya itu
terlepas jatuh. Ong Djie Hay juga sudah berhasil mencabut
senjata dan memutuskan lengan bajunya, dengan senjata
yang berkilat kilat dua saudara Ong membuat pertandingan
bertambah seru dan seimbang.
Semakin bertarung Gwat Hee semakin gelisah. Menurut
siasat yang sudah ditentukan. dua saudara Wan sudah
harus sampai untuk membantu, kenapa sampai sekarang
belum kelihatan bayangan-bayangannya"/ Ia pun kuatir
370 kepada Tjiu Piau yang berada seorang diri di muka. entah
kalah entah menang tidak diketahuinya. Begitu ia merasa
gelisah akalnya segera ke luar, tiap kali menyerang atau
menangkis selalu diiringi suara bentakannya. Hal ini
dilakukan dengan maksud saudara saudara lainnya
mengetahui mereka ada di situ dan datang membantu.
Kenapa dua saudara Wan belum kunjung datang. tidak
tahunya merekapun tengah berkelahi mati-matian dengan
lawannya, Takala mereka mengetahui saudara yang berada
di depan sudah bergebrak dengan musuh segera maju
membantu, siapa tahu baru kakinya melangkah beberapa
tindak tiba-tiba didengarnya suara "ber... 'siuttt!" dari sebuah rantai yang berkilau kilau. Wan Djin Liong yang
berada di depan segera merebahkan dirinya menghindarkan
serangan gelap itu. waktu ia bangun untuk mencari si
penyerang sedikit juga tidak tertampak
Sedangkan Wan Thian Hong pun berhasil mencelat
beberapa tindak menghindarkan serangan itu, tepi iapun
heran melihat penyerangnya. Mereka berdiri dengan heran,
Djin Liong memanggil: "Moy-tju!" baru suaranya keluar dari belakang tubuhnya kembali terdengar suara 'Ber . . ?
siuuutt!" rantai ini datangnya dari atas udara. Djin Liong
menubruk dari mana suara mendatang, dalam kabut yang
tebal terlihat di depannya sebuah bayangan hitam, tidak
kasian lagi diserangnya bayangan itu dengan tendangan
kakinya, bayangan itu tetap tidak bergerak. Waktu
diawasinya ia menjadi kaget sebab bayangan itu bukannya
orang melainkan sebuah pohon Siong tua! Kakinya ditarik
sambil memutarkan badan, baru ia berdiri kembali datang
serangan rantai emas dari belakang pohon Siong tua itu.
Djin Liong mengegos, tapi tetap belum bisa mengetahui di
mana musuh berada. Rantai emas itu mengeluarkan deru
yang hebat sekali, tiba tiba di belakang tubuhnya terlihat
berkelebat sesosok tubuh dengan lincah dan gesit, sebelum
Djin Liorg dapat menyerang bayangan itu sudah sampai di
sampingnya sambil tersenyum kiranya adalah adiknya
sendiri yang habis berkelit dari serangan rantai musuh.
Kedua orang ini merasa mangkel sekali, penyerang gelap
371 yang tak menunjukkan diri itu memang terlalu licik
berkelahinya dan tidak tahu malu.
Rantai itu lebih kurang panjangnya ada sepuluh tumbak,
orang yang menyabetkan berdiri sepuluh tindak di luar
garis, sehingga tidak kelihatan mata hidungnya karena
terhalang kabut yang tebal. Rantai itu selalu menyerang
kalau lawan bergerak ingin saudara Wan membalas
menyerang" tapi tidak diKetahuinya di mana kedudukan
lawan. Rantai itu nanti berada di sebelah kiri, nanti di
sebelah kanan sewaktu waktu di tengah udara dan tak
dapat ditentukan, sabetannya demikian bertenaga dan
membahayakan sekali, untung dua saudara Wan cukup
lincah dan lihay. kalau tidak siang siang sudah kena
dikerjakan musuh.
Sesudah mereka meigelakkan sepuluh sabitan musuh,
baru mengetahui bahwa musuh bukan terdiri dari seorang,
mungkin ada dua tiganya, tapi bersenjatakan rantai emas
yang serupa, hanya tenaga menyerangnya saja yang
berbeda. Mereka kesal dan mendongkol tidak dapat dengan
seeera mengetahui di mana musuh bersembunyi,untuk
menyerangnya dan mengadu jiwa.
Orang-orang yang berjalan duluan sudah masuk dalam
pertarungan yang sengit. Sedangkan Tju Hang yang masih
berada di belakang mendengar ini menjadi kumat lagi
penyakitnya, kaki tangannya bekerja, ingin maju ke depan
untuk berkelahi. Tju Sie Hong sekuat tenaga menahannya di
atas punggung d&n tidak berani maju Yauw Tjian Su
sesudah bersungut-sungut segera lari menerjunkan diri ke
dalam kepulan mega yang putih dan tebal dengan tujuan
menolong orang. Dengan kepandaiannya yang tinggi
telinganya bisa menggantikan mata terus berjalan dicuaca
yang buruk dengan leluasa, tapi apa mau dikata begitu ia
masuk ke dalam kabut segala jurusan tidak dapat
dibedakannya. Hoa San Kie Sau menahan napasnya untuk menerjang
musuh, ia diam tidak bergerak seperti patung batu
layaknya, telinganya mengikuti terus jalannya pertandingan
372 dengan tenang. Dari itu ia sudah mengetahui Tjiu Piau. Djie
Hiy, Gwat Hee dan dua saudara Wan di tiga tempat. Hanya
Yauw Tjian Su tidak diketahuinya lari ke mana, sebab tidak
menimbulkan suara barang sedikit.
Saat ini hari hampir magrib, kabut-kabut masih tetap
menyelimuti puncak-puncak yang berada di Oey San
dengan tebalnya.
Melihat keadaan dari pertandingan ini Kie Sau Sadar
bahwa musuh sudah mempunyai persiapan untak
menghadang, tentu saja mereka tidak dapat menerjang
turun, ia sudah bertekad untuk menarik orang orangnya.
Dari itu dikumpulkannya napasnya dari dalam pusar dan
diemposkan ke luar dengan siulan panjang tanda
memanggil pulang. Pemuda pemudi yang tengah bergulat
seru walaupun sudah mendengar ini mereka belum berhasil
untuk melepaskan diri dari libetan musuh untuk kembali
keatas. Begitu. Yauw Tjian Su terjun ke dalam kabut yang tebal,
segera menuju ke tempat datangnya suara petarungan.
Tapi orang orang yang tengah berkelahi di dalam kabut itu
tak ubahnya seperti main kucing kucingan bergebrak
sebentar lantas diam tak bergerak. Sesudah orang tua ini
berjalan beberapa tindik tiba tiba keadaan perkelahian
menjadi sunyi, sehingga membuatnya kehilangan
penuntun jalan. Dipasang telinganya dengan penuh
perhatian untuk menantikan lagi suara-suara itu, tibatiba dari tempat yang jauhnya seratus tindak lebih
terdengar suara. "Oahhh. . . kek!" dua kali, orang tua ini mengenai betul suara itu, yakni batuk khas dan Hek
Liong Lo Kuay. berbareng dengan itu ia mendengar
suara Wan Thian Hong yang lemah. "Suhu tolong!" agaknya mulutnya disumpal orang dan memaksakan diri untuk
berteriak. Orang tua ini jadi berpikir. "Wah, Hek Liong Lo
Kuay menangkap muridku, biar bagaimana aku harus
membebaskannya!" Segera ia menyusul dengan ilmu
mengentengkan tubuh yang lihay, tubuhnya seperti
terbang dalam sekejap mata sudah sampai di tempat
yang dituju Samar samar terlihat olehnya sesosok tubuh
373 orang berkelebat, tak salah lagi HeK Liong Lo Kuay
adanya, dalam tangannya mengempit seseorang.
Sebalik Lo Kuay begitu melihat Yauw Tjian Su datang
segera berteriak. "Wadun celaka, seteru lama
datang, lebih baik menyingkir." Tubuhnya segera hilang di
balik kabut putih yang menutup mata. Pada saat ini hanya
terdengar suara berderak sepatunya saja dan rintihan dari
Wan Thian Hong,
"Suhuuu !"
Yauw Tjian Su tidak mau melepas begitu saha. dikejar
terus seteru lamanya itu. Dua orang ahli persilatan terlihay
untuk jamannya saling kejar kejaran, dalam sekejap waktu
saja sudah banyak puncak dan jurang yang dilaluinva. kini
di hadapan mereka tanpak sebuah puncak yang tinggi dan
sangat megah menghadang di depan mata, makin lama
mereka sudah berada di tempat yang semakin tinggi, di sini
keadaan kabut agak tipis, sehingga mata dapat memandang
agak jauh. Begitu mereka lari lagi seketika, puncak gunung sudah di
depan mata sedangkan awan awan dan kabut berada di
bawah kaki mereka. Kala mereka menoleh tampak puncak
Thian Tou Hong berada di hadapannya. Yauw Tji n Su sadar
bahwa mereka sudah sampai di puncak Lian Hoa. Tak
diperdulikan segala sesuatu, paling utama adalah menolong
muridnya, dipercepat langkah kakinya sehingga dalam
sekejap mata dirinya sudah berada di tempat tertinggi
dari Liang Hoa Hong. Begitu matanya memandang, tak
terasa lagi membuatnya menjadi tepaku seperti patung
kayu yang terdapat di rumah berhala.
Tidak tahunya di atas puncak tapi di bawah pohon Siong
yang rindang dilihatnya dua orang tengah duduk dengan
menganggur sekali sambil minum arak Satu Lo Kuay lainnya
adalah Siseratu Lidah Ie Kim Wan. Yauw Tjian Su mengenal
orang ini dan sadar bahwa muridnya tidak terjatuh di
lengan musuh, ia terjebak datang ke situ disebabkan gara
gara le Kim Wan yang meniru suara muridnya.
"Tjian Su heng lama kita tidak bersua, mari kita
374 bercakap-cakap sambil duduk menuturkan pengalaman kita
selama berpisah." kata Lo Kuay.
"Apa lagi yang perlu dipercakapkan! Bukankah kata kata
kita sudah habis dipercakapkan dua puluh tahun berselang!"
jawab Yauw Tjian Su dengan gusar.
Hek Liong Lo Kuay ini memang sesuai benar dengan
namanya yang aneh itu. Pundaknya demikian lebar,
perutnya luar biasa besarnya, mukanya seperti raut daun
sirih yang terbalik di bawah besar diatas lancip. Lebih lebih
kepalanya panjang berbentuk kerucut dan botak di tengah
tengahnya sehingga mengkilap., dan seperti tanduk kalau
dilihat dari tempat yang agak jauh. Sedangkan pakaiannya
yang berwarna hitam tidak mengena di tubuhnya.
Sesudah Hek Liong mendengar perkataan itu, ia berkata:
"Aaya, Lo-heng kenapa masih aseran saja seperti duapuluh
tahun yang lalu!"
"Apa kau ingat waktu kuputuskan persahabatan kita
pada tahun itu" Ingatlah apa yang kukatakan kepadamu?"
tanya Yauw Tjian Su dingin.
"PLSti ingat, tapi waktu itu aku tidak membuat sesuatu
kesalahan yang menyakitkan hati loheng bukan" Pikirlah
betapa baik hatiku untuk memberikan suatu kemuliaan
hidup untukmu, tapi kebaikan ini tidak kau terima, bahkan
aku diusirnya pergi! Terkecuali itu kau masih mengatakan
segala urusan negara serta kebangsaan yang tidak masuk
di akalku. Kau pikir ada kesenangan tidak dinikmati
bukankah sama dengan cari susah sendiri?"
Pahlawan Harapan Karya Tang Fei di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kata-kataku pada tahun itu masih tetap tidak berubah
seujung rambut, karena sedikitpun tidak salah!"
"Kenapa tidak salah! Apakah raja yang bertahta kini
masih she Tji(she dari raja Beng) Kalau dahulu kau
mendengar kataku, Kini sudah dapat berdiri di samping raja
untuk menikmatkan kebahagiaan hidup, sehingga tidak
perlu susah susah mencari penyakit ke Oey San ini! H.nmm
dasar bodoh!"
375 "Jabatan Menteri anjing yang kau dapat dari raja anjing
itu boleh kau nikmati sesukamu untuk apa kau membujuk
aku pula! Lo Kuay! Ingatlah dua puluh tahun berselang apa
yang kukatakan sewaktu kita berpisah, yakni kalau tetap
kau menjadi anjing bangsa asing, begitu ketemu muka lagi
denganku salah satu harus lenyap dari muka bumi!"
Tentu aku ingat, tapi kata-katamu itu terang salah
adanya. Ambillah ibarat sekarang, kenapa kita harus
menjadi seteru besar" Pokoknya asal kau. masih dapat
mengubah kelakuanmu, kesenangan yang kuperoleh tetap
akan kubagi untuk kau nikmati!"
Mendengar sampai di sini kesabaran Yauw TjianSu habis
maunya. Dengan kasar ia membentak: "Lo Kuay, hari ini
aku tidak sempat untuk menemani, lain hari nyawamu baru
akan kucabut!" Targannya bergerak menopok pohon Siong
yang berada di samping tubuhnya, daun daun yang runcing
seperti jarum itu rontok dan berhamburan seperti anak
panah menuju pada Hek Liong Lo Kuay, "Bagus," puji Lo
Kuay sambil menghirup arak dan menyembur kepada daun
daun Siong yang lebih kurang lima enam puluh helai itu.
Semburannya itu mengandung tenaga yang keras pula,
membuat daun daun yang seperti jarum itu tertahan
jalannya. Berikutnya Lo Kuay mengebaskan lengan bajunya
memukul semua daun daun itu ke tanah. Tubuhnya segera
mencelat ke hadapan lawan, ia berkata: "Yauw Lo heng,
apa halangan kita mengobrol tiga empat hari lagi, dan
jangan tergesa gesa untuk berlalu!"
"Lo Kuay aku tahu maksudmu memancing aku ke sini tak
lain untuk melibat aku. agar kawan kawanmu yang tidak
kenal malu dapat mengeroyok bocah bocah kecil yang
sedikit jumlahnya. Lo Koay lekas minggir! Kalau kubilang
jalan pasti jalan!
"Tidak begitu mudah seperti kau goyangi lidahmu!"
sambil memalangkan kedua lengannya menghadang jalan:
"Lo Yauw Tauw hari ini aku tidak niat untuk bertarung matimatian denganmu. Kau mau pulang dengan selamat itu
mudah saja, pokoknya kita bergebrak dulu barang sejurus.
376 Ingatlah dua puluh tahun lamanya kita tidak bertemu,
dalam waktu selama itu tentu kau banyak mendapat
kemajuan. Pergunakanlah kesempatan yang jarang itu
untuk mencoba coba keahlianmu itu!"
"Baik, dengan cara apa kau mau?"
Lo Kuay mengulurkan kaki kanannya, sedangkan kaki
kirinya tetap tidak berubah, tubuhnya berputar membuat
satu lingkaran yang berjari jari satu kaki setengah. Ia
menggapaikan lengannya sambil berkata: "Mari, mari kita
mengadu kekuatan sebelah tangan, di dalam lingkaran ini,
barang siapa jatuh din ke luar dari bulatan ini berarti
kalah!" "Kalau kau kalah lantas bagaimana?"
"Ha.ha ha." LoKuay tertawa keras 'kalau aku yang kalah pasti kau boleh berlalu. Sepuluh tahun lamanya aku belum
pernah menderita kalah, sehingga membuat aku rindu
untuk merasakan kekalahan itu. Sebaliknya kalau kau yang
kalah, tidak kuijinkan meninggalkan tempat ini, kau harus
tetap di sini semalaman penuh minum minum arak
denganku, setuju tidak?"
"Setuju." jjwab Yauw Tjian Su dengan singkat.,
sedangkan tubuhnya sudah mencelat ke dalam lingkaran
itu. Dua orang masuk dalam lingkaran, sehingga merasakan
kesempitan: Masing-masing mengambil kedudukan di
tepian garis lingkaran sebelah dalam, mereka saling
berhadapan, pokoknya asal mau mengangkat kaki atau
tangan pasti akan sampai di tubuh lawan. "Siap!" seru Lo Kuay. "apakah akan mengadu kekuatan telapak lengan atau
kekuatan jeriji?"
"Mengadu jeriji kelingking ( jeriji yang terkecil ) setuju?"
"Setuju." jawab Lo Kuay dengan girang.
Mereka mulai menekuk lengan bawahnya ketiak,
sedangkan jempol, telunjuk jari tengah dan "jari manis
ditekuk ke dalam yang dikeluarkan hanya kelingking saja,
satu. Mereka tidak berkata kata lagi. matanya saling
377 pandang seperti harimau lapar dan mengumpulkan seluruh
ambekannya guna merobohkan musuh. Dua manusia
berkepandaian tertinggi di dunia persilatan menunjukkan
pertarungannya yang luar biasa, sungguh suatu
pemandangan yang jarang dapat di lihat, hal ini membuat le
Kim Wan yang berdiri di samping bengong terpaku.
Selanjutnya dua Lo tjian pwee ini menekuk sedikit
anggota bawahnya memasang kuda kuda, tampaknya
mereka seperti pohon yang berakar, Teguh tak bergerak
gerak. Lengan kanannya mereka mulai terlihat maju
kemuka dengan perlahan lahan, belum kedua kelingking ini
bentrok, masing masing sudah mengeluarkan suatu tenaga
penghalang yang tidak dapat dilihat mata. mereka
mengempos semangatnya, jeriji itu baru bisa maju sedikit.
Hek Liong Lo Kuay mengernyitkan kedua alisnya menjadi
bersambungan satu. dengan lain. sedangkan kedua bibirnya
melar ke samping, matanya seperti meram, Yauw Tjian Su
matanya bulat, semakin melotot semakin besar. Kedua
lengan itu sudah hampir terjulur habis dan rata, sedangkan
ke dua jari kelingking mereka hampir bertemu. Semua
kekuatar sudah dialihkan kepada jari kecil ini. kalau jari ini
beradu entah bagai mana jadinya" Sedangkan le Kim Wan
yang berada di samping makin lama nganganya semakin
lebar sehingga liurnya sudah keluar dari mulutnya belum
dirasa. Tiba tiba mereka membenturkan jerijinya masing masing
kepada jeriji lawan, kedua jeriji kecil itu tidak miring tidak
ke samping, tepat beradu pada tempatnya. Dengan
bentroknya jeriji ini. kedua Lo tjian pwee sudah
menunjukkan ilmu dan kekuatan masing masing. Mereka
tak kuasa menahan getaran keras dari tenaga lawan,
tubuhnya masing masing tergelat ke belakang. Harus
diketahui di belakang tubuh mereka sudah tidak ada tempat
lagi. asal bertindak kebelakang sedikit saja sudah harus ke
luar dari lingkaran dan kalah. Hek Liong Lo Kuay walaupun
mempunyai kuda kuda yang ampuh, tapi bagian atas dari
tubuhnya sudah tergempar desakan tenaga lawan yang
maha dahsyat, sehingga kepalanya terkulai ke belakang dan
378 tak kuat mengangkat pinggangnya. Sebaliknya dengan
Yauw Tjian Su sama juga keadaannya, pinggangnya sudah
lekuk ke beiakang sedangkan tubuhnya bergerak gerak
sedikit. Sedari dahulu Hek Liong Lo Kuay mendapat nama
dan terkenal dengan ilmu yang kukuay, sedangkan ilmunya
yang benar dan wajar tidak ada yang luar biasa. Sebaliknya
ilmu yang aneh dan tidak wajar dimilikinya dengan baik.
Saat ini pinggangnya sudah berapa kali hendak
diluruskannya, tapi tetap nihil, walaupun demikian ia tak
menjadi gelisah, tubuhnya terus menggeliat kebelakang.
Seolah olah tubuhnya ini tidak bertulang, ditekuk beberapa
kali sampai kebawah, sedangkan kepalanya sampai berada
di bawah kakinya dan menempel pada tanah. Pinggang dan
pantatnya merapat menjadi satu, punggungnyapun merapat
pula dengan pangkal pahanya. Keseimbangan tubuhnya
terletak di atas kepala, kedua kakinya perlahan lahan
diangkat naik, menyusul tubuhnya jadi berbalik kepala di
bawah kaki di atas. hal ini dilakukan untuk menghindarkan
tubuhnya ke luar dari lingkaran yang menjadi batas menang
dan kalah. Dengan ini tubuhnya dapat tegak tidak bergerak
dan tidak kalah.
Sebaliknya Yauw Tjian Su agak tidak tahan serangan itu.
tubuhnya tidak bisa melihat seperti Lo Kuay dari itu
tubuhnya yang menuju ke belakang itu dengan cepat
diputar membuat satu jungkiran besar. Menurut perkiraan
biasa orang tua ini pasti kalah, karena sehabis jungkir
tubuhnya pasti berada di belakang lingkaran sejauh tiga
empat kaki. Tapi dalam hal ini ia mempunyai kepandaian
yang cukup mengagumkan, begitu tubuhnya berada di
udara kepalanya berada di bawah, sedangkan anggota
bawahnya berada di atas, seperti merapung miring bagai
burung layang layang.. Terdengar ia berseru sekali,
tubuhnya dari udara mengeluarkan tenaga dan turun
menukik menerjang bumi, lengan kanannya ke luar sambil
menjulurkan jeriji telunjuknya, dengan tepat sekali jeriji itu
jatuh di garis lingkaran, menyusul tubuhny berbalik masuk
ke dalam lingkaran, sambil mengeluarkan angin yang keras
tubuhnya sudah berdiri dengan anteng di tengah lingkaran
lagi.. Hal ini dilakukan dengan cepat dan indah, sehingga
379 membuat Lo Kuay berseru "bagus" "Apa bagusnya?" seru Yauw Tjian Su. "lain hari masih ada yang akan
kupertunjukkan kepadamu! Sekarang aku tidak sempat
lagi untuk menemani kau bermain!" belum bicara habis
tubuhnya sudah berlalu. Orang tua ini mengetahui ilmu Lo
Kuay tidak di sebelah bawah dari kepandaiannya, dari itu
tidaK ingin kena di libat: sebaliknya Lo Kuay pun
menganggap orang tua ini tidak dapat dibakal main, karena
Itu ia tak mau menghadapinya dan dibiarkan seterunya itu
kembali pulang.
Yauw Tjian Su menjadi bingung dan cemas memikiri
keadaan buruk di pihaknya hanya semakin cepat, dan
seperti terbang. Saat ini awan awan perlahan lahan tertiup
angin pindah bergeser. Waktu ia hampir tiba di lereng
puncak, awan awan itu sudah menipis sekali, mata mulai
dapat memandang kembali sejauh dua tigapuluh depa.
Telinganya mendengar suara perkelahian, buru buru ia
menuju ke tempat itu. dilihatnya seorang anak muda
sedang mati matian melawan belasan dari Hweeshio
Hweeshio. Pemuda itu bukan lain dari Tjiu Piau adanya. Ia
tengah mengerjakan kakinya menerbangkan batu batu
memaksa Hweeshio yang jumlahnya banyak ini tidak bisa
mendekat kepada tubuhnya.
Hal ini baiklah kita lihat kembali sesudah Tjiu Piau jatuh
terguling terguling. Ia cukup gesit begitu kakinya menginjak
tanah tubuhnya segera mencelat bangun, di usap usap
tubuhnva untung tidak menderita luka. Tiba-tiba dari jarak
dua tiga tumbak terdengar suara Tong Leng. "Hai bocah
mati tidak kau?"
Tjiu Piau bsrpikir: "Aku seorang diri, lebih baik aku
pulang kembili dan tidak melayaninya." la diam tidak
membuat gerakan atau suara, dengan bertameng kabut ia
berjalan perlahan-lahan Tiba tiba menjadi kaget karena
didepan matanya berkelebat seorang Hweshio yang
membentaknya. "Bagus! kau mengantarkan diri sendiri
untuk dibelenggu!" Sedangkan tangannya disembahkan
mengeluarkan jurus Siam Wan Pay Gwat. Tjiu Piau lekas
lekas mencelat ke belakang, hatinya berpikir, "Aneh,
380 Hweeshio iai pasti bukan Tong Leng, tapi siapa," baru saja
ia mundur beberapa tindak angin pukulan dari lawan sudah
datang dari belakang! Ia menekuk kakinya dan melompat
seperti kodok, dan menoleh ke belakang,kembali dilihatnya
seorang Hweeshio, tapi bukan yang tadi.
Hanya paderi lain yang mengeluarkan ilmu pukulan Sian
Wan Pay Gwat. Ia mengeluh dan tahu musuh sudah
mempunyai barisan tersembunyi, untuk menangkap dirinya.
Lebih lebih Hweeshio Hweeshio itu serupa benar pukulannya
dengan Tong Leng tidak salah lagi mereka adalah murid
murid dari Hweeshio gemuk itu. Tiba tiba terbit akalnya,
tubuhnya dibungkuk bungkukkan jalan seperti kera. dengan
cara ini ia dapat melihat orang terlebih dahulu sebelum lain
orang melihatnya. Begitu tampak bayangan orang
tangannya segera bekerja mengirimkan batu batu.
sedangkan tubuhnya segera mencelat lagi ke samping
bersembunyi di balik awan. Dengan caranya ini ia mutar
mutar dan melihat kurang lebih delapan sampai sepuluh
Hweeshio sudah dapat dilewatkan. Tapi sayang sekali
walaupun akalnya baik. akan jalanan untuk kembali tidak di
ketemukannya. lebih lebih sesudah berputar beberapa kali,
segala arah angin sudan tidak dikenalnya. Hatinya sedikit
gugup, tatkala mendetigar siulan panjang dari Kie Sau.
Kala ini angin berhembus membawa awan berlalu!
keadaan semakin terang, sehingga keadaan sekeliling dapat
dilihat dengan baik. Hal ini membuatnya semakin sukur
untuk meloloskan diri. Hweeshio Hweeshio yang sudah letih
bermain petak dengannya menjadi girang bisa melihat
dirinya. Mereka segera maju mengurung Hweeshio
Hweeshio ini adalah ahli ahli tenaga dalam sehingga
serangannya cukup berisi, jangan dikatakan lagi pemuda ini
pasti bukan tandingan mereka, sedangkan Tong Leng
berdiri di samping sambil tersenyum dan mengomandokan
murid muridnya untuk menangkap orang. Dalam gugupnya
dikeluarkannya Bwee Hoa Tok Tju, sehingga sinar emas
berkilauan menusuk mata. Dibentaknya paderi paderi itu
dengan geram. "Mutiara beracun berada di tanganku, siapa
yang bosan hidup boleh maju kesini!" Gerakan ini membuat
381 sekalian Hweeshio terkejut dibuatnya mereka mundur agak
jauh ke belakang dengan berbareng, sehingga lingkaran
kurungan semakin besar.
Tjiu Piau loncat ketengah tengah lingkaran, begitu
kakinya memijak tanah hampir hampir saja jatuh sebab
kakinya menginjakbatu batu koral yang licin, akibat diri
inimembangkitkaningatannyakepada kepandaian
kakinya. Dengan mutiara beracun sebagai senjata gerakan
kakinya mulai menerbangkan batu batu kolar keempat
penjuru. Batu batu yang kena tendangan itu berserabutan
dengan dahsyatnya dan berhasil membendung serangan
musuh yang besar, tapi hal ini hanya dapat dilakukan
sementara Saja sebab batu batu yang berada di situ
Pahlawan Harapan Karya Tang Fei di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
jumlahnya tidak berapa banyak, ia menjadi gelisah sekali,
untunglah dalam keadaaa yaing genting ini Yauw Tjian Su
keburu datang menolongnya.
Sambil memperhatikan jalannya perkelahian, orang tua
ini berbicara sendiri : "Ilmu kakinya anak ini sebenarnya
tidak lemah, tapi sayang sekali tidak mempunyai aturan,
apa yang dilakukan hanya sembarangan saja. sehingga
tidak berapa lihay. Kalau ia dapat mencipiakan aturannya
dan jurus dari kaki ini, dirinya boleh menjagoi di kolong
langit!" Orang tua ini semakin melihat semakin senang, kala ia mau memberikan petunjuknya bagaimana menyerang
dan bagaimana bertahan, otaknya sadar dengan mendadak,
paling betul lebih baik lekas lekas kembali ke atas untuk
sekalian menolong anak anak yang lain. Dan itu ia segera
membentak "Hei Hweeshio Hweeshio hentikan tanganmu!
Kami tidak mempunyai banyak waktu untuk nenemani
kalian Liam keng (membaca mantera)!" Kakinya maju
melangkah ke dalam lingkaran dengan, seenaknya.
Hweeshio hweeshio itu tidak mengenal pada orang tua
ini, dilihat laga orang yang semau mau ini dengan gusar.
Tak dapat di hindarkan lagi kaki dan tangan bekerja maju
merintang. Lo Yauw tidak memperdulikan sama sekali,
setiap kaki lawan mengenai tubuhnya segera terpental
sejauh satu tumbak lebih, hal ini membuat yang lain
bengong dan memandang Tong Leng yang menjadi
382 pemimpin, siapa tahu Tong Leng sudah sedari tadi
membungkukkan badan memberi hormat ke Lo tjian pwee
ini. "Anak yang baik kau terhindar dari kematian, anakku ini
sudah bermain dengan kalian setengah harian lebih,
sekarang akan kuajak pulang, kau lepas atau tidak."
"Pasti, pasti kulepas!" jawab Tong Leng tergesa-gesa.
"Enyahlah kau dari sini dan bawalah barisan kotakmu
itu!" sedangkan lengannya menarik Tjiu Piau untuk diajak
berlalu. Tong Leng dan belasan anak buahnya sedikit juga
tidak berani bergerak, ia tahu orang itu bukan tandingannya
dari itu ia menghormat dan membiarkan berlalu.
Yauw Tjian Su dan Tjiu Piau dengan cepat kembali ke
atas gunung, belum lama mereka berjalan sudah melihat
dua saudara Ong yang tengah berkelahi dengan Bu Beng
Nie. Walaupun mereka menggabungkan tenaga dengan ilmu
Kong Sin Tjiang yang baik masih tetap tidak dapat
mengalahkan lawan, perkelahian itu masih tetap seimbang.
Kini kabut putih sudah berlalu, keadaan sekeliling sudah
dapat dilihat dengan tegas, melihat keadaan begini sang
Bikuni tertawa dengan dingin: "Budak kecil, kalian dapat
melawan Lo nie dalam lima enam puluh jurus menandakan
ilmu silat kalian sudah boleh juga. Tapi untuk bertanding
lama lama aku tidak mempunyai cukup waktu, dari itu
terpaksa aku harus menurunkan lengan jahat guna
mempercepat jalannya pertandingan ini! Nah siaplah!"
Terlihat lengannya membuka Hud tju yang berada
di lehernya, mulutnya membaca mantera sambil
menghitung mutiara mutiara dari rantainya, agaknya ia
tidak menghirukan Ong Gwat Hee yang berada di belakang
tubuhnya, tubuhnya menghampiri pada Djie Hay. Dari
pertandingan tadi ia mengetahui bahwa anak laki laki ini
berilmu lebih tinggi dari yang perempuan beberapa lipat,
pikirnya asal dapat kukalahkan dahulu yang ini. satunya lagi
sudah tidak menjadi soal. Tapi dasar nasibnya masih gelap,
tanpa diketahuinya Yauw Tjian Su sudah berada di belakang
tubuhnya. 383 Djie Hay tidak tahu musuh akan mengeluarkan ilmu yang
macam apa. diawasinya lengan bikuni yang memegang
mutiaranya yang terbuat dari pada kumala hijau yang
bernaas dan bersinar itu dengan tajam. Pikirnya rantai
kumala itu adalah benda keras, kalau dijadikan senjata
untuk menyerangku sungguh mengherankan dan agak
ganjil, sesaat ini ia tidak tahu harus bagaimana
menghadapinya, sedangkan kakinya melangkah ke
belakang beberapa tindak. Pada saat inilah ia melihat
datangnya Yauw Tjian Su dan Tjiu Piau sehingga hatinya
jadi besar dan tambah semangat. baru saja ia akan
memanggilnya serangan dari bikuni itu sudah sampai
kedadanya, dirasainya serangan itu tidak mengandung
tenaga yang terlalu hebat Dengan seenaknya rantai kumala
hijau disampoknya dengan tujuan meminggirkan, tapi ia
tidak mengetahui sampokan ini mengakibatkan sesuatu
yang di luar dugaan.. Rantai itu bukan saja tidak kena
dikepinggirkan, bahkan berbalik melilit lengannya dengan
keras, diiring dengan tertawa yang dingin bikuni itu menarik
rantainya, sehingga lawan tak kuasa mempertahankan
kuda-kudanya, tubuhnya terhuyung ke muka dengan keras,
kalau sampai tubuhnya ini kena beradu dengan batu yang
keras, pasti luka di dalam akan diderita. Tapi dalam
kekagetan dan jeritan Gwat Hee, Djie Hay merasakan suatu
tenaga yang besar menyelak masuk di antara batu batu dan
tubuhnya, sehingga dirinya tersangga dan terluput dari
bencana itu. Sedangkan kepandaian yang sudah lihay
begitu mendapat pertolongan segera dapat menguasai lagi
tubuhnya dan berdiri dengan tetap. Sebaliknya sang lawan
menjadi keheranan, matanya menatap dengan mendelong
kepadanya. Tiba tiba didengarnya suara tertawa dari belakang
tubuhnya. "Kenapa" Herankah"
Budak ini tetap bukan menjadi lawanmu, ia dapat
menghindarkan kecelakaan yang kau buat berkat
bantuanku." Sang bikuni merasakan suara ini datangnya
dari tempat sejauh tiga kaki. tapi dirinya tidak mendengar
suara dari langkah kaki orang itu, ia tahu tahwa kalau
384 bukan Yauw Tjian Su tidak yang lain Tanpa menoleh ia
berkata: "Yauw Lo-tauw! Kenapa kau tidak turun tangan!"
"Untuk apa memukul orang dari belakang, menang juga
tidak berarti. Terkecuali itu akupun tidak mempunyai waktu
terluang untuk melayani kamu, lekaslah kau pergi!"
"Baik. kapan waktu ada ketika aku ingin menerima
pengajaran darimu,"kata Bu Beng Nie dengan aseran dan
bernada congkak. Sedangkan tubuhnya berlalu dari
hadapan orang banyak tanpa menoleh lagi. Saat ini magrib
sudah mendatang, cuaca sudah menjadi agak gelap.
Sesudah mereka berjalan beberapa tindak, terlihat oleh
mereka dua saudara Wan yang seperti naga dan harimau
galak melawan tiga laki laki berjubah merah, laki laki itu
kira - kira berusia tiga puluhan tubuhnya mengenakan
perhiasan yang berkilauan.
Sedangkan yang seorang berdiri di sampingnya
memperhatikan jalan pertandingan, dua yang lain
menggunakan rantai emas mengebut pergi datang dengan
gila gilaan, sehingga dalam cuaca magrib senjatanya itu
merupakan ular emas yang sedang menari nari. Dua
saudara Wan sedikitpun tidak merasa gugup menghadapi
mereka, dengan tubuhnya yang gesit mencelat dan molos di
sela sela sinar emas, sehingga rantai itu tidak dapat berbuat
apa apa pada diri mereka. Pergumulan ini sudah
berlangsung sedari kabut putih berpencar. Hanya seorang
yang tidak turun tangan, orang ini tak lain dari Kim DjuKie
si Pangeran Berbaju Emas, sedangkan kedua orang yang
bertarung dengan saudara Wan adalah Su tee nya. Sewaktu
kabut masih tebal mereka berdiri di atas pohon sambil
menyabetkan rantai emasnya, tidak heran kalau dua
saudara Wan tidak dapat menemuinya. Sementara ini
pertarungan berjalan semakin seru dan hebat, dua saudara
Wan sudah dapat merangsak musuhnya dan menempatkan
dirinya di atas angin. Tiba tiba Kim Dju Kie membuka
mulutnya; "Hentikan tangan, kita setop pertandingan
sampai di sini!"
385 Dua saudara seperguruannya itu segera mencelat
ke luar dari kalangan perkelahian. Sedangkan dua saudara
Wan berdiri di samping lain sambil tersenyum mengejek
: "Begini saja Takut?"
"Saudara kecil, kita tokh sudah cukup lama bermain
main, dari itu kami melepaskan kalian untuk pulang," habis
berkata tubuhnya berlalu ke atas gunung, dua saudara Wan
dengan cepat mengikuti dari belakang Kira kira sudah
sampai di atas gunung, dari belakang batu besar berkelebat
beberapa bayangan orang yang disusul dengan tubuhnya,
orang orang ini adalah Hek Liong Lo Kuay, Louw Eng, Bok
Tiat Djin dan lain lain.
Lo Kuay menunjuk kepada sekalian orang gagah dengan
sombong dan tersenyum mengejek : "Bagaimana" Mau
menerjang lagi" Dipersilahkan" Tapi ingat, suuggubpun
kami tidak mempunyai pasukan besar dan ribuan kuda, tapi
mempunyai cukup orang untuk melayani kalian melatih
tenaga atau melemaskan urat urat!" Louw Eng yang diam di
sampingnyapun tidak ketinggalan :
"Hari sudah malam, perut tentu sudah lapar sekali,
kembalilah ke gunung untuk masak dan makan sepuas
puasnya, sesudah tidur nyenyak semalam penuh esok boleh
kembali lagi untuk bermain main lagi. Kalian tidak perlu
kuatir nanti kami naik ke atas untuk mengganggu!" Mereka
antara puncak dan lembah tak lama kemudian suara
tertawa ini mendapat sambutan dari kawan kawanrya yang
berada di jurang dan puncak sehingga seluruh gunung mi
tengah tertawa.
Saat ini Tjiu Piau sudah lapar sekali, tambahan kena
ejekan pihak lawan yang mengetahui bahwa persediaan
makanan dari mereka tinggal sedikit sekali sehingga
laparnya menjadi jadi, didekatinya Gwat Hee sambil
berkata: "Tahukah maksud dari Louw Eng?" "Tentu saji aku tahu."
"Biar bagaimana kita harus mati matian menerjang
turun." 386 "Untuk menerjang, harus berencana dan berdamai
dengan yang lain." Tengah mereka bicara, terdengar
kembali siulan dari Kie Sau. Yauw Tjian Su tidak tahan
mendengar ocehan dari pihak lawan, mulutnya terbuka
sambil berludah: "Cuehhr! Binatang busuk, jangan banyak
sombong, besok kita berkelahi lagi sampai puas!" kepalanya
menoleh kepada putera puterinya: "Anak anak mari kita
pulang!" Lo Kuay tidak menjawab, hanya tertawa sambil
menekan perutnya. Dengan perlahan lahan orang banyak
kembali ke puncak gunung dengan perasaan tidaK tenang.
Sesampai di puncak mereka melihat Kie Sau sedang
menantikan sambil berduduk. Sesudah sekalian orang
berduduk dengan baik. Kie Sau mulai mengeluarkan
perkataan: "Coba periksa makanan masing masing masih
cukup untuk berapa hari?"
"Anak anak dengar! Makanan tinggal dua hari lagi,
karenanya kita harus berhemat betul betul untuk
menjadikan tiga hari. Dalam tiga hari setindakpun jangan
turun gunung!"
"Aku tahu memang kau mempunyai daya yang baik,"
kata Yauw Tjian Su, "selanjutnya tindakan apa yang akan
kau ambil."
"Sebenarnya akupun tidak mempunyai daya apa apa,
tapi dalam tiga hari ini masakan kita tak dapat
memikirkannya untuk mencari jalan keluar?"jawab Kie Sau
dengan meringis.
"Aku sudah tua, otakku sudah berkarat dari itu kalian
saja yang memikir daya daya dan rencana untuk turun
gurung." "Tidak bisa biar bagaimana kami mengandalkan
sekali bantuanmu ini!"
Yauw Tjian Su tersenyum tidak menjawab.
Pemuda dan pemudi sudah memusatkan pikirannya
mencari daya yang baik untuk mengatasi kesulitan yang
tengah dihadapinya kini. Keadaan menjadi sunyi, hanya
suara daun Siong tertiup angin yang terdengar. Malampun
387 sudah mendatang diiringi bulan bulat di balik gunung
sebelah timur. Gwat Hee baru mengetahui bahwa Tju Siok
siok dan Tju Sie Hong tidak berada dengan mereka, ia tahu
mereka pasti sudah turun ke dalam goa untuk beristirahat.
Tanpa berkata kata ia berlalu meninggalkan saudara
saudaranya yang tengah berpikir keras untuk menuju
kedalam goa. Tjiu Piau melihat, segera mengikuti dari
belakang. Jilid 13 Keadaan dalam goa gelap gulita, tapi mereka sudah agak
biasa dengan keadaan ini. sesudah melalui beberapa
tikungan mereka melihat sesosok tubuh kurus berduduk
dalam kegelapan.
"Siapa itu" Sah-ko atau Siok-siok?".
"Sah komu," jawab Sie Hong, "Sie moy tepat sekali kau datang ke sini kami tengah berkuter dengan suatu hal."
"Hal apa?"
"Dalam dua hari ini aku mengetahui sesuatu yakni setiap
ayahku masuk ke goa ini selalu berdiam diri seperti
memikiri sesuatu yang aneh. Sewaktu waktu ia berdiri
dengan girang dan meraba raba dinding goa seperti tengah
mencari sesuatu barang. Pikirku tentu ada sebab
sebabnya."
"Sebabnya apa, apa kau tahu?" "Justru aku tidak
mengerti dan minta bantuan darimu." "Di mana Siok-siok sekarang?" Masih tetap meraba raba dinding didalam, aku
tidak mau mengganggunya dan berdiam di sini untuk
menjaga. Gwat Hee menarik lengan Tjiu Piau sambil berkata: "Mari
kita lihat dengan diam diam."
Mereka melihat Siok sioknya tengah meraba raba dinding
tembok dengan hati hati dan cermat, seolah olah sesenti
demi sesenti tidak mau dilewatkan. Kelakuannya ini
388 mengherankan sekali dan tidak mengandung sesuatu
tujuan. Sebegitu lamanya mereka mengawasi masih tetap
tidak mengetahui dan menyadari apa yang tengah
Pahlawan Harapan Karya Tang Fei di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dilakukan Siok siok itu. Kembali mereka menemukan Tjiu
Sie Hong. "Pernahkah kau bertanya apa yang tengah dicarinya?"
tanya Gwat Hee.
"Ah, sukar sekali kutanya segera membengong.
Kemudian ia balik bertanya kepadaku apa yang kau cari"
Sedangkan pikirannya kembali lupa ingat dan segera
menghentikan pekerjian rabanya itu. Sesudah ia istirahat
dan ingatannya kembali, lagi lasi dinding itu diraba rabanya
tanpa jemu jemu. Kau pikir heran tidak?"
"Agaknya Siok siok mengenal sekali tempat ini. mungkin
juga di dinding ini terdapat sesuatu barang yang pernah
dilihatnya pada masa yang lalu."
"Mungkin di dinding ini terdapat huruf timbul?" sela Tjiu Piau.
"Djie ko Sie moy, marilah kita membantunya untuk
meraba dinding ini, bagaimana?"
"Memang aku mengandurg maksud ini!" jawab mereka
serentak. Msreka segera menyingsingkan Jengan mulai meniru Tju
Hong meraba dengan cermat dinding goa yang gelap. Tapi
usaha mereka ini sekian lamanya tidak membawa hasil
yang diharapkan. Pernah Gwat Hee meraba yang berlekuk
lekuk dan tidak rata, tapi begitu dilihat dengan sinar api
tidak terdapat suatu apa apa, sekali Tjiu Piau terkejut waktu
meraba benda yang licin dan basah, tapi waktu ditegasi
nyatanya hanya lumut yang tumbuh di situ. bahkan di sela
sela goa masih terdapat rumput hutan yang jarang terlihat.
Tiba tiba Tja Sie Hong berkata: "Djie ko, Sie onoy,
dengan cara ini paling paling kita dapat mereka tempat
setinggi tangan kita, sedangkan bagian atas dan tubuh kita
tidak kena diperiksa!"
389 "Betul, marilah kita usahakan untuk merabanya seluruh
dinding goa ini dari bawah sampai ke atas dengan cermat."
jawab Gwat Hee.
"Sah tee lekaslah kau naik ke atas pundak ku. untuk
memulai memeriksa bagian atas dari dinding ini," kata Tjiu
Piau. "Baik siapkah."
Gwat Hee seorang bertugas memeriksa bagian bawab.
Tju Sie Hong bagian atas, Tjiu Piau bagian tengah. Kasihan
sekali mereka ini, sekian lamanya berusaha tapi tidak
mendapat hasil, sesudah satu tikungan goa kena di raba
habis tanpa yang diharap semangat mereka mulai kendur.
Sementara itu orang orang yang berada di puncak Thiau
Tou sudah kembali ke dalam goa, Tjiu Piau bertiga segera
istirahat menghentikan usaha mereka.
Kie Sau dan sekalian sekian lamanya merundingkan dan
mencari siasat untuk memecahkan kesulitan tanpa berhasil,
mereka kembali ke goa untuk istirahat.. Terkecuali itu ia
mengatur pula penjagaan malam agar Louw Eng tidak bisa
naik ke atas dan membuat serangan gelap Giliran pertama
yang mendapat tugas ini adalah dua saudara Wan.
Sedangkan yang lain dititahkan untuk beristirahat
sepenuhnya guna memelihara semangat, dengan cara ini
sesuatu diaturnya dengan baik. Sedangkan ia sendiri
berdiam di salah sebuah sudut sambil memusatkan
pikirannya. Betapapun dimeramkan matanya, Sie Hong tetap tak
dapat tidur, pikirannya selalu mengingat ayahnya yang
tengah meraba raba dinding. Tengah malam ia ke luar
untuk melihat keadaan ayahnya, hatinya menjadi girang
melihat ayahnya tertidur dengan nyenyak. Dalam
nganggurnya ia berjalan jalan mundar mandir di tikungan
goa yang ke delapan belas berbalik balik. Tiba tiba
dilihatnya sinar yang halus mencelos masuk kedalam goa.
Keheranannya menjadi-jadi, tubuhnya berdiri dengan tegak
mengawasi dengan cermat, tetapi tiada yang dilihatnya
390 terkecuali dinding yang gelap. Dalam tenangnya ini
hidungnya merasakan suatu wewangian yang menyegarkan
tubuh! Tanpa lerasa ia menghirup udara segar dengan
panjang, sehingga wewangian ini terasa harumnya yang
demikian halus dan tak terkatakan dengan kata kata. Hawa
harum ini membuatnya seperti bukan berada di dunia lagi.
ia mabuk dalam keheranan, biar bagaimana sumber harum
ini tidak dapat diketahui, tapi membangkitkan hasrat orang
untuk mencarinya. Dengan tenang ia mengendus mencari
sekeliling. Ditatapnya sinar halus yang tipis dan bersemu
merah yang seperti ada seperti tidak itu. Wewangian yang
semerbak harumnya ini seolah olah datangnya dari situ.
Tanpa banyak pikir lagi ia mencelat ke atas dan
menjambret ke arah sinar itu. lengannya berhasil
memegang rumput, tapi malang baginya rumput itu
tercabut sehingga tubuhnya jatuh ke bawah sambil
mengeluarkan bunyi "blukk." suara ini membanguni seluruh orang yang berada di dalam goa. Yauw Tjian Su, Kie Sau
dan lain-lain segera menghampirinya, dilihatnya Sie Hong
yang tengah duduk di tanah tidak bergerak-gerak.
"Sah-tee, kenapa kau berada di sini, lukakah?" tanya Tjiu Piau.
Dengan wajah yang mengherankan bercampur
kegirangan Sie Hong menunjuk ke atas dinding sambil
berkata. "Kalian lihat, apakah yang terdapat di situ!"
Sekalian orang memalingkan pandangan nya kepada
arah yang ditunjuk. Ah. benar saja di atas dinding itu
terdapat liang kecil. Di dalam liang yang kecil itu terdapat
benda yang berwarna merah dan berbentuk aneh.
Berkepala seperti jamur, sedangkan batangnya bengkokbengkok dan panjang, tak ubahnya seperti rantai kumala.
Seluruh bagian dari benda itu bening seperti kaca dan
mengeluarkan sinar merah yang halus, sehingga dapat
terlihat dengan tegas dimalam gelap.
Sekalian orang terpaku dengan mulut terbuka. tidak
terkecuali Yauw Tjian Su atau Hoa San Kie Sau. Sesudah
sunyi seketika lamanya baru terdengar suara dan Yauw
391 Tjian Su. "Ah. dalam seumur hidupku baru pernah melihat
dua kali benda yang jarang iri, kalian harus tahu benda ini
adalah Leng tjah atau rumput obat yang sakti. Pertama kali
kulihat enam puluh tahun yang lalu, tapi tidak sebesar yang
ini, benda ini mnungkin sudah berumur ribuan tahun! Anak
yang baik bagaimana caranya kau dapat mencarinya?" Tju
Sie Hong menuturkan apa yang dialami barusan, kemudian
ia menambah: "Barusan aku merayap dan mencabut
rumput ini, terkecuali dari ini terdapat pula batu yang jatuh,
yang membuat kuheran benda ini seolah olah sengaja
ditaruh orang, sedangkan batu ini untuk, menutupnya"
Orang orang melihat lagi pada Leng tjah yang terdapat di
sela sela itu, benar saja memang taruhan orang karena
tidak mungkin Leng tjah bisa hidup di sini.
Hal ini membuat teka teki yang gawat untuk sekalian
orang, sehingga suasana menjadi sunyi kembali, masing
masing diam memutar otak untuk mencari jawaban. Kie sau
berkata dengan tiba tiba: "Sie Hong lekas kau ambil Leng
tjah itu, tak perduli benda ini simpanan siapa pokoknya
lekas kau ambil untuk menolong ayahmu! '
"Betul, paling perlu menolong orang sakit," sambung
Yauw Tjin Su. "Untuk diberikan kepada ayahku?" tanya Sie Hong
bingung. "Betul, kau harus tahu Leng tjah ini adalah benda sakti
yang jarang terdapat dikolong langit, menurut kata orangorang dahulu barang siapa bisa makan Leng tjah segera
akan menjadi dewa. ini hanya kata-kata yang mengatakan
bahwa Leng tjah ini adalah obat yang sangat mujarab
sekali. Sesudah berobat dengan ini ayahmu pasti akan lekas
sembuh. Dengan baiknya ayahmu bukan saja dirinya tidak
menjadi beban dari kita, sebaliknya akan menjadi pembantu
yang sangat berharga, sehingga untuk turun dari Oey San
ini lebih mudah adanya." Kata kata penjelasan dari Kie Sau
ini membuat yang lain bertambah semangat. Dengan cepat
Sie Hong merayap seperti cecak mengambil Leng tjah.
begitu ia turun seluruh goa terasa semerbak diliputi
392 harumnya Leng tjah ini, sehingga setiap orang yang
menghirup udara di goa ini menjadi segar dan bersemangat
sekali. Yauw Tjian Su menitahkan Tju Sie Hong untuk
mengambil air embun, dan meminumkan obat itu kepada
Tju Hong. Tiga hari sudah berlalu, segala makanan sudah habis
termakan. Mau tidak mau Kie Sau dan lain lain harus turun
gunung sambil mengatur segala daya dan persiapan.
Keputusan terakhir ialah harus menerjang musuh dengan
paksa. Diaturnya Kie Sau barisan, ke satu harus saling
bantu dan tidak boleh berpencar kedua menyerang dan
memukul musuh yang diketemukan. Ketiga, kalau ketemu
Louw Eag seorang diri harus menggabungkan seluruh
tenaga untuk menawannya. Andaikata tidak dapat
menangkap Hek Liong Lo Kuay, tapi Lo Kuay lebih susah
kena ditangkap, pokoknya harus menangkap yang menjadi
otak musuh untuk dijadikan jamiran turun gunung. Buru
rencana ini sampai di sini tiba tiba dari dalam goa terdengar
teriakan Tju Sie.Hong: "Tia tia sudah baik! Tia-tia sudah
baik!" Kie Sau dan lain lain segera menghampiri.
Sesudah memakan Leng-tjah kesehatan dan daya
ingatnya Tju Hong sudah pulih seperti sediakala. Waktu ia
terbangun segera diLputi keheranan. dilihatnya Su hengnya
Ong Tie Gwan yakni Nio Tjay sudah menjadi tua belasan
tahun, dilihatnya anak anak muda yang mengelilinginva,
kemudian dilihat dirinya sendiri dan senjatanya yang tinggal
separuh Ia menarik napas kebingungan. Saat inilah Kie Sau
maju ke muka sambil memperkenalkan sekalian orang yang
berada di situ. Kemudian menceritakan apa yang sudah
terjadi selama delapan belas tahun berselang dan keadaan
sebarang yang sangat gawat. Tju Hong mendengari
penuturan ini dengan penuh perhatian, sehingga ia tersadar
betul betul dari impiannya selama delapan belas tahun.
Perlahan lahan ia berkata: "Menurut hematku cuma cuma
saja kalau menerjang dengan kekerasan!"
"Kenapa?" tanya Kie Sau.
"Aku ingat, ada jalanan yang langsung ke bawah
393 gunung! Kalau kita mengambil jalan ini pasti tidak diketahui
musuh!" "Di mana letaknya jalanan itu" Kenapa kau tahu?" tanya Kie Sau.
"Untuk menuturkan ini memerlukan waktu yang panjang
tapi keadaan kita tengah terdesak dari itu singkatnya saji
kuceritakan, tahun yang lalu itu aku turun ke bawah jurang
untuk mencari pohon obat mustika. Dengan girang aku
berhasil mendapatkan Leng tjah yang sangat besar.aku
segera naik ke atas untuk mempersembahkan benda ini
guna dinikmati beramai ramai. Siapa tahu di tengah
perjalanan pulang aku mendengar suara menangisnya anak
kecil. Dengan perasaan ingin tahu aku mencari suara itu,
akhirnya aku dapat menemukan goa rahasia ini. Di dalam
goa aku menemukan dua bayi kembar yang tengah
menangis...", sampai di sini Tju Hong memandang dulu
kepada dua saudara Wan,
"tidak kira anak bayi yang kecil itu dalam sekejap saja
sudah demikian besar. Saat itu aku berpikir kenapa hal
kegirangan ini tidak diberitahukan kepada kami! Akhirnya
aku ingat Wan Djie ko sibuk mengurus negara dan lupa
memberi tahu hal ini. Tapi biar bagaimana aku harus
mengucapkan selamat lahir dan memberikan bingkisan.
Tanpa banyak ribut lagi Leng tjah yang sudah kupetik itu
kuletakkan di samping tubuh anak kembar itu. Sedangkan
akan segera keluar. tapi baru jalan beberapa tindak aku
kembali lagi dan mengambil Leng tjah dan kusimpan di atas
liang goa sambil kututup dengan sebilah batu, maksudku
berbuat begitu yakni untuk membuat surprise kepada yang
lain. Tak kukira Leng tjah yang sudah delapan belas tahun
kusimpan di situ tidak menjadi rusak, bahkan dapat
menolong jiwa tuaku ini." Tju Hong tertawa, yang lain pun
turut tertawa. Kemudian ia berkata lagi: "Mengenai jalan
iuran dari sini itu ada di luar, marilah kita lihat!"
Orang orang mengikutinya ke luar dari goa dengan tiba
tiba Tju Hong berdiri di batang pohon Siong yang berada di
luar goa. lengannya menunjuk ke bawah : "Kalian lihat,
394 bukankah itu sebuah jalanan yang sudah tersedia!" Semua
mata menuju ke tempat yang ditunjuk, tampaklah tempat
itu demikian curam, sedangkan batu batu cadas yang tajam
berserakan seperti rebung muda ditambah batu gunung
berlumut dan licin sekali kali tidak bisa dipakai berjalan, apa
yang dimaksud dengan jalan itu"
"Sie Hong kalau kau ingin ke sana dapat memutar lereng
gunung, apa kau sanggup?" tanya Tju Hong.
"Sanggup." kata Sie Hong sesudah mengamat amati
keadaan. "Kalau kau sanggup, yang lain pun sanggup!"
Orang banyak yang berada di samping nya jadi bingung
melihat keadaan ini mata saling berpandangan tak berkata
kata. Mereka mengetahui bahwa ilmu dari dua beranak itu
sangat lihay dan dapat pergi ke sana, tapi untuk yang lain
belum pernah mempelajari ilmu semacam yang dimiliki
mereka, karenanya mana bisa mengikuti mereka. Lebih
lebih Kie Sau menganggap Tju Hong baru baik dari sakitnya
dan belum putih betul, sehingga ngaco tidak keruan,ia ingin
mengajukan usul, tapi tidak keburu sebab Tju Hong sudah
menunjuk kesebatang pohon Siong: "Di antara dua batang
pohon Siong itu terdapat sebuah rantai besi yang
tergantung seperti jembatan kelihatan tidak?" Sesudah
sekalian orang memusatkan pandangan matanya ke arah
yang ditunjuk, terlihat sebuah benda hitam yang
bergantung. "Nah itulah yang kumaksud dengan rantai besi yang
merupakan jembatan! Ya kalau dikatakan memang
mengherankan, entah siapa yang menggantungkannya. di
situ! Kalau dipikir tidak tahu berapa banyak orang orang
gagah dari jaman dahulu hingga sekarang yang mundar
mandir di gunung ini, kita harus mengucapkan terima kasih
Pahlawan Harapan Karya Tang Fei di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kepada mereka yang meninggalkan jalan yang luar biasa
ini!" Kemudian Tju Hong mengawasi senjatanya yang tinggal
separuh, dengan sedih ia berkaca: "Saat ini diriku tidak
395 ubahnya seperti seekor burung yang kehilangan sayap,
sehingga harus mengandalkan rantai besi untuk
menyeberang ke sana. Tapi tidak demikian pada delapan
belas tahun yang lalu, di bawah sinar bulan yang terang
cemerlang aku naik ke sebatang pohon Siong yang tua,
dengan secara kebetulan sekali aku menemuKan rantai besi
yang panjang itu. Dengan girang aku mendekatinya dan
berlarian di atasnya berbalik-balik, tidak kira rantai ini akan
menolong kita. Sie Hong pergilah kau ambil rantai itu bawa
ke sini. Sedangkan pohon Siong yang banyak itu
merupakan batu loncatan yang dibuat alam, kita dapat
melaluinya halte demi halte, dengan cara ini kita bisa
meninggalkan gunung ini tanpa ada yang mengetahui!"
"Aku pergi," kata Sie Hong
"Sabar dahulu!" seru Kie Sau.
Tju Hong mengawasi Kie Sau tidak mengerti.
"Coba lihat apa yang tengah datang?" tanya Kie Stu.
Semua mata memandang ke arah yang ditunjuk, tanpa
terasa mereka berseru secara berbareng. "Lautan awan!"
Kiranya benar saja lautan awan yang demikian tebal itu
kembali datang seperti air bah.
"Sekali ini Thian membantu kita, nantikan sesudah kabut
meliputi puncak dan gunung baru kita bergerak, dengan ini
bukan saja kita dapat melarikan diri tanpa diketahui orang,
bahkan setanpun tidak mengetahui! Louw Eng dan
pengikutnya boleh menantikan kita seumur hidup di Oey
San ini! Sie Hong kau sabar, nantikan sebentar baru kau
ambil rantai besi itu. Kalau tidak begini bisa bisa kita
diketahui orang orang yang berada di gunung, akibatnya
jalan turun kita bisa dijaga mereka, bukankah kalau sampai
gagal kesempatan yang baik ini cuma cuma Saja kita
dapati!" Semua orang muda sangat kagum atas Kie Sau
yang dapat memikir demikian baiknya, sehingga hatinya
merasa senang dan lapang ....
Seketika berlalu, seluruh puncak indah masuk dalam
pelukan kabut putih yang demikian banyaknya.
396 "Tia tia segera aku berangkat!"
'Hay-tju (anak kabut) demikian tebalnya, dapatkah kau
menunaikan tugasmu?"
"Tia, legakan hatimu, bertahun tahun aku berdiam di
jurang, kabut ini sekali kali tidak dapat mempersukar
aku!"Selesai bicara lengannya bergerak melontarkan
tambangnya, dalam sekejap tubuhnya hilang dalam kabut
yang tebal, berikutnya suara geraknya semakin jauh dan
hilang tidak terdengar..
Kira kira sepemakan nasi .sie Hong sudah kembali
dengan rantai besi yang dibawanya. Di kedua ujung ramai
itu berkaitan yang cukup besar. Orang banyak kegirangan
dengan cepat khitan rantai jtu dicantelkan kepada batang
pohon Siong, sedangkan Sie Hong membawa ujung satunya
lagi untuk dikaitkan kepada pohon Siong lain dengan
kokohnya. Dalam tempo sebentar sebuah jembatan sudah
terbentang di depan mata.
"Nah sekarang kita dapat mulai meninggalkan tempat
celaka ini, Sie liong menjadi pembuka jalan, yang kedua
harus Yauw Lo yang untuk melindunginya, kalau ketemu
musuh . . " baru ia sampai di sini tiba-tiba ia menoleh ke
kiri kanan: "Ihh, Yauw Lo ke mana?"
Betul saja di situ tidak terdapat Yauw Tjian Su, entah ia
pergi ke mana" Orang orang tengah sibak dao tidak
memperhatikannya, sehingga la menghilang tanpa
diketahui! "Moy tju mari kita cari!" kata Wan Djin Liong Baru kedua orang ini akan mengangkat kaki, tiba tiba Gwat Hee
berseru: "Sabar! Coba dengar suara apa itu?"
Semua orang diam memasang telinganya. Dari atas
puncak mendatang suara yang halus bening dan merdu dan
suara burung berkicau. Kie Sau dan Tjiu Piau serentak
berkata. "Ah, suara walet sakti!" Memang suara ini adalah suara burung kecil berwarna ungu yang sudah pernah
dilihat Tjiu Piau dan Kie Siu, tak perlu diragukan lagi orang
tua yang cinta pada burung itu pasti berada di atas puncak.
397 "Kasilah aku menemuinya orang tua ini!" kata Gwat Hee
sambil lari menuju ke puncak tak lama kemudian Gwat Hee
Pedang Asmara 15 Pendekar Remaja Karya Kho Ping Hoo Tusuk Kondai Pusaka 17
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama