Ceritasilat Novel Online

Pahlawan Harapan 9

Pahlawan Harapan Karya Tang Fei Bagian 9


kenapakah kena dipermainkan lawan demikian macam"
Tidak tahunya Wan Djin Liong memainkan pedangnya
menurut pada jurus - jurus yang tertulis dalam buku Kiam
Pu (ilmu pedang), sehingga membuatnya seperti bertanding
pedang juga seperti main Kim, Pokoknya asal jurus pertama
ia bisa dapat mengetahui di bagian mana dapat
menimbulkan nada irama, selanjutnya sudah mudah sekali.
Jurus pertamanya tadi demikian mendesak dan
memaksakan Louw Eng menangkis dengan pedangnya,
waktu pedang bentrok segera mengeluarkan bunyi,
selanjutnya ia menggetarkan lagi beberapa kali dari pedang
lawas sehingga timbul bunyi irama yang tidak henti
hentinya, sedangkan Louw Eng dibuatnya tidak berdaya
untuk membebaskan diri dari libatan lawan. Perasaan
hatinya semakin tidak keruan mendengar irama medang ini,
nada nada ini seperti mengandung tenaga yang kian lama
kian hebat, dan semakin cepat, hatinya seperti kena
453 pengaruh lawan dan mendengar kata. Kini hatinya seperti
disuruh menari nari saja.
Dengan kekuatan batin ingin hatinya mengubah jurus jurusnya agar irama iblis untuk telinganya itu menjadi
kabur, tapi siapa kira setiap usahanya untuk mengubah
jurus-jurusnya selalu gagal. Bahkan hatinya menjadi
terlebih tak keruan rasa.
Wan Thian Hong yang menghitung jurus jurus
pertandingan, sudah sedari tadi menghentikan mulutnya.
Walaupun demikian ia sudah apal buku pelajaran pedang
ini, nada bagaimana dan sampai di mana ia sudah
mengenalnya karena ia mengingatnya dengan matang. Kini
mulutnya meningkah suara dari pedang yang merupakan
musik itu dengan nyanyian. Semakin ia menyanyi dengan
cepat gerak pedang kakaknya pun seperti semakin cepat,
padahal Wan Djin Liong menggerakkan pedangnya semakin
lambat, untuk kesenangannya dua saudara Wan, Louw Eng
sudah mengucurkan keringat yang luar biasa banyaknya.
Nada bunyian sudah berubah sepera kacau. Louw Eng
berkata di dalam hati: "Tidak salah lagi mereka
menggunakan ilmu siluman biar bagaimana aku harus
berdaya memecahkannya." Sesudah mengambil ketetapan
kakinya ingin meninggalkan gelanggang pertarungan,
kasihan sekali jahanam yang biasanya jahat ini dalam
keadaan begini tidak ada dayanya usahanya sama sekali
tidak bisa dijalankan. Sebaliknya dari berbasil, dirinya
semakin kena dilibat, kaki tangannya, tubuhnya tak dapat
dikuasai lagi. seluruhnya sudah berada dalam pengaruh
musik, kalau musik cepat gerakannya menjadi cepat, kalau
lambat iapun menjadi lambat dan seterusnya.
Jilid 15 Peluh dingin sudah sedari tadi membasah dan membanjir
dari tubuhnya. Untunglah mempunyai ilmu dalam yang
cukup mempunyai dasar, sampai saat ini ia masih bisa
bertahan dan belum putus napas. Tapi kalau pertandingan
454 ini dilanjutkan terus, mau tidak mau ia harus mati juga.
Waktu begini gugupnya semakin menjadi jadi. Saat ini
telinganya mendengar seruan Wan Thian Hong:
"Louw Eng kalau kau ingin terbebas dari kesusahan ini,
hanya ada satu jalan, lepas kaulah pedang cendrawasih
yang kau cekal itu!"
Louw Eng menjadi semakin kacau jalan pikirannya,
perkataan sang gadis didengarnya, tapi otaknya sudah
membatu dan tidak bisa menangkap apa yang dimaksud
dengan kata-kata itu, lengannya terus menggerakkan
pedangnya sejadi jadinya.
"Koko, setoplah permainanmu !" Wan Djin Liong meluluri permintaan adiknya, dengan cepat pedangnya ditarik, tapi
suara yang masih mengiang ngiang masih terus bergema di
tempat yang suci ini. Begitu bunyi pedang hilang, terlihat
Louw Eng diam mematung secara menyedihkan !
Wan Thian Hong mengulangi lagi kata katanya tadi ;
"Louw Eng seharusnya kau sudah mengetahui kelihayan
dari Liong Hong Kiam ini ! Kau bukan pemilik dari pedang
ini. kalau kau tetap ingin mempunyai pedang ini, berarti
pedang itu menjadi seterumu. Kalau kau tetap tidak mau
melepaskan pedang itu, kau bisa mati lemas dibuatnya!"
Sekali ini kata kata itu baru masuk ke dalam otaknya. ia
berpikir. "Sesudah kau menghentikan pedangmu, kini
meminta pedangku dengan cara demikian, mana ada aturan
semacam ini!" Tanpa banyak komentar lagi penasarannya
memaksakan ia untuk menusukkan pedangnya lagi pada
Wan Djin Liong. Pikirnya ia sudah mengenal dan
mengetahui cara berkelahi, dan merasa tidak mungkin kena
dimabukkan lagi lagu iblis semacam tadi. Siapa tahu belum
pikirannya hilang dari otaknya pedangnya yang menusuk
kemuka sudah di pentil lawan dengan pedang lagi dan
mengeluarkan bunyi seperti tadi. saat itu pulalah ia menjadi
tidak keruan rasa.. sekali ini Wan Djin Liong mempercepat
irama nada dari pedang, sehingga membuat lawannya
menjadi kalang kabut dan tak kuasa menghadapi lawan.
455 "Louw Eng! menunggu apa lagi" Lekaslah lepas pedang
itu!" seru Wan Tniaa Hong lagi dengan keras.
Louw Eng berpikir; 'Wah celaka, pedang ini terpaksa
harus kulepaskan juga" Tapi ia tidak tahu harus bagaimana
caranya melepaskan itu. karena iapun takut kalau sampai
pedangnya terlemas, lawannya pasti dapat menamatkan
riwayatnya. Sesudah lama ia berpikir" baru berani
mengamari ketetapan, serentak serangan ganas dilancar
kan sekuat tenaga untuk menabas kepala lawan
Dinantikannya musuh menangkis segera membarengi
melepas pedangnya. Begitu pedang terlepas, dirinya segera
terbebas dari irama pedang dan dapat mencelat
meninggalkan gelanggang.
Wan Djin Liong dengan cepat mencongkel pedang
cendrawasih dan melemparkan kepada adiknya sambil
berseru. "Moy-tju sambutlan!" Dengan cepat Thian Hong
menjulurkan lengannya menyambut pedang yang sangat
disenanginya itu, sedangkan Louw Eng tidak dihiraukan lagi
oleh mereka. "Koko, marilah kita bunyikan lagi irama pedang!'"
Pedang itu segera akan diadukan dan mengeluarkan
bunyi yang demikian lain dengan yang tadi, suaranya halus
rasa sayang menyayangi, halus mengalun dan membuat
puas setiap pendengarnya.
Louw Eng berpikir. "Mereka hanya bermaksud merampas
pedangku, sesudah berhasil segera lupa kepada diriku,
waktunya sudah sampai untuk kutinggalkan tempat ini!"
Kakinya melangkah dan bergeser secara perlahan, ia tidak
lari takut menimbulkan kecurigaan lawannya, sesudah
berhasil menggeser tubuhnya melewat dua saudara Wan,
baru, ia mempercepat langkah kakinya
Dua saudara Wan tidak menghiraukan, mereka tengah
asyik dengan pedangnya, sehingga membuatnya menjadi
girang dan merasa dilepas dengan begitu saja.
Sesudah ia berjalan lebih kurang sejauh tujuh delapan
tumbak, hatinya berpikir lagi: "Kalau kalian tidak waspada
456 lagi, aku akan melarikan diri dengan lekas, biar bagaimana
lihay ilmu mengentengkan tubuhmu jangan harap dapat
mengejar!" Sambil berpikir sambil melangkah dan diam di
belakang dirinya, terkecuali itu di lihatnya pula dua anak
muda yang sedang berdiri tidak berjauhan dari dirinya,
seorang memegang seutas tambang sedang yang satu lagi
memainkan mutiara emas yang bersinar sinar.
Saat ini ia sadar sudah masuk dalam kurungan sekalian
para pemuda dalam gugupnya ia merasa heran kenapa
sekalian anak muda yang terkurung di atas Thian Touw
Hong bisa berada dan berkumpul di sini.
Ia berpikir di dalam hatinya: "Jalan terakhir untuk
manusia ini hanya aku yang mengetahui dari peta rahasia
yang kumiliki. Ia ingat peta itupun menerangkan di balik air
terjun yang besar itu masih ada jalan gunung, tapi jalan
itulah yang bernama Jalan terakhir untuk manusia. Tapi
mengapa mereka dari Thian Touw Hong bisa berada di sini,,
sedangkan jalan lain untuk sampai di tempat ini tidak
tertulis di buku peta rahasia. mungkinkah peta ini tidak
dapat dipercaya" Mungkin anak - anak muda ini mempunyai
peta rahasia yang lebih baik?" Ia berhenti berpikir untuk
melihat lihat Keadaan lain, tampak olehnya ibunya Tjiu Piau
dan Tju Hong sedang berdiri sambil mengawasinya dengan
benci. "Wah. celaka tiga belas, biar bagaimana aku harus dapat
meninggalkan tempat yang celaka ini. sedangkan Tjen djie
terpaksa harus kubiarkan saja untuk berusaha sendiri." Ia
dongak ke langit dan dilihatnya awan hitam tengah
mendalang dengan cepatnya seperti gelombang air bah,
Hatinya mendoa: "Oh Thian, Giok Hong Siang Tee (dewa
langit yang berkedudukan hampir sama dengan Bhatara
Guru dalam dunia perwayangan) Liong Ong (raja naga)
lekaslah turunkan hujan yang lehat, guna menolong jiwaku
ini. Kalau aku berhasil menyelamatkan diri segera akan
kudirikan tempat pemujaan kalian dikota Pak Kia. (Pekking)
sedangKan rumah rumah berhala yang sudan rusak akan
kuperbaiki seluruhnya yang terdapat dan Oey San sampai
457 ke Pak Kia!"
Doanya ini mungkin manjur juga. karena awan hitam
semakin tebal saja. Inilah yang dinamai kehendak alam.
Sama sekali tidak berhubungan dengan doanya Louw Eng.
Dengan girang sang jahanam mempunyai jalan hidup yang
tidak diketahui lawan lawannya.melihat. Tampak olehnya
dua saudara Wan masih tetap tidak bergerak, dengan
perasaan girang ilmu mengentengkan tubuhnya
dibentangkan untuk melarikan diri.
Siapa tahu begitu ia balik badan, segera mengeluarkan
kata "celaka!"
Kiranya di depan tubuhnya kembali berkelebat sepasang
muda mudi menghadang jalan. Pasangan ini adalah Ong
Djie Hay dan Ong Gwat Hee yang sudah cukup dikenalnya
dan menjadi seteru besarnya pula. Ia menjadi kaget dan
mengawasi sekeliling untuk mencari jalan ke luar, malang
baginya dua saudara Wan sudah datang dan Sedang para
seterunya semuanya berwajah dingin dan tak berkata kata
menatap kepadanya. Agaknya mereka tengah menghadapi
suatu hal yang maha berat, kalau semakin lama mereka
menunggu hatinya pasti akan semakin tenang, demikianlah
keadaan para muda-mudi yang berada di situ. Mereka
semuanya mempunyai dendam yang maha besar pada
dirinya, siang malam menantikan ketika untuk
membalasnya, kini saat ini sudah tiba dan berada di depan
mata, Louw Eng mengetahui bahwa dirinya sudah tak dapat
tertolong lagi dengan cara biasa.
Dalam diamnya seteru seterunya ini seperti juga
malaikat Jibrail yang sedang menentukan vonisnya. Pastilah
sesaat lagi akan pecah suara ledakan amarah yang maha
hebat dan berlainan dengan suasana sepi seperti sekarang!
Delapan orang dengan kedelapan pasang mata membara
menatap Louw Eng. Dalam waktu sekejap para muda mudi
melangkah maju mendekati sang jahanam dalam keadaan
berbahaya yang mengancam jiwanya Loaw Eng tidak
bergerak gerak maupun berkata kata, wajahnya Seperti
tidak berubah, matanya mengawasi keenam anak muda
458 yang menghentikan kakinya sejauh enam langkah dari
dirinya. Ong Djie Hay menatap terus dengan matanya yang
merah, membuat sang jahanam yang biasa menggunakan
sinar matanya mengawasi orang kini tidak berani
menentang mata lawannya, tiap kali bentrok ia membuang
pandangannya ke tempat lain.
"Long Eng! Gunakanlah matamu melihat kepadaku!"
bentak Ong Djie Hay dengan keras seperti petir, sehingga
membuat lawannya loncat terkejut.
Dengan terpaksa Louw Eng melihat pada anak muda itu,
telinganya kembali mendengar suara yang lantang ke luar
dari mulut seterunya: "Louw Eng. bukti bukti dari
pertanyaanmu sewaktu di dalam goa kini sudah ada.
pokoknya kami akan menjawab setiap pertanyaanmu.
kesatu kau minta bukti tentang dirinya dari saudara Wan.
Kami sudah mendapat saksinya yakni Tju Siok siok. masih
berani membantahkah akan kebenarannya?"
Louw Eng dengan gugup mengeluarkan kata 'ehh'. tidak
tahu kata apa sebenarnya yang diucapkan. Tidak terang!
"Yang kedua kau mengatakan bahwa pedang naga dan
cendrawasih bukan kepunyaan keluarga Wan.
Kini dua saudara Wan menggunakan ilmu pedang Keng
Liong dan In Hong, secara bertangan kosong dapat
merampas senjatamu, dengan ini sudah membukukan
bahwa mereka adalah pemilik dari dua bilah pedang itu.
Mengenai buku dari ilmu pedang itu berada di sini apakah
kau berani membantah?" 'Dengan serampangan Louw Eng
mengeluarkan kata kata yang kurang terang.
"Louw Eng! Apa yang kau katakan" Kalau kau jantan
sejati bicaralah dengan keras agar kami dapat
mendengarnya. Mengaku berdosa atau tidak" Kuberi tahu,
biar bagaimana sukar untukmu melewatkan kesusahan
sekali ini. Kalau kau mengakui semua kedasaanmu, kami
akan membuatmu mati dengan jenazah yang baik. kalau
tidak tubuhmu ini akan kami hancurkan!"
459 "Sekali ini mau tidak mau aku harus mengaku," pikir
hatinya, "kalau tidak, mereka bisa menjadi panas dan bisa
menamatkan hidupku." Dengan perlahan bergoyanglah
lidahnya dan berkata dengan keras: "Aku mengaku,
semuanya kuakui!"
Pengakuan Lauw Eng yane demikian polos membuat
semua orang merasa heran, sungguh di luar dugaan
Dengan begini kejahatannya yang sudah di per buat pada
delapan belas tahun berselang semuanya di akui.


Pahlawan Harapan Karya Tang Fei di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mendengar ini sekalian dari anak muda menjadi
terkesiap. kegusaran di dalam dadanya yang seperti gunung
akan meletus, mendadak menjadi hilang seperti ban
kempes. Om Djie Hiy adalah yang tertua di sekalian anak
muda. biar bagaimana ialah yang harus berkata, tapi
katanya dengan mudah dibenarkan oleh Louw Eng sehingga
rencana yang akan dijalankan kalau sampai sang jahanam
tidak mengaku tidak perlu lagi untuk dikeluarkan,
sebelumnya mereka menduga bahwa sang jahanam pasti
tidak akan mengaku dosanya, mereka sudah mupakat
untuk mendesaknya sampai ia mengaku Hal ini tidak
berlaku lagi. apa yang harus dilakukan pada saat ini" Di
tabaskah dengan pedang" Tidak! Hal ini mengenakkan sang
jahanam saja! Djie Hay menoleh kepada Tju Hong dan
ibunya Tjiu Piau sambil berkata: "Tjiu Siok bo Tju Siok siok, binatang dilaknat ini sudah mengakui dosa dosanya, kau
pikir harus bagaimana menghukumnya" Adik adik apakah
kalian mempunyai pendapat juga?"
Ibu Tjiu Piau sepeiti tertawa bukan tertawa dan menangis
bukan menangis mengeluarkan suara
'"Heu . . . heu" dua kali, selanjutnya berkemak kemik
sendiri: "Hemm, Louw Eng. akhirnya kau mengakui juga akan
dosamu! Delapan belas tahun lamanya aku menantikan hari
ini. akhirnya kini tiba di depan mata! Tjian Kin Tjian Kiu kau
pasti yang berada di alam baQa pasti akan merasa terhibur.
Waktu sudah berjalan lama. aku dapat menjaga dan
membesarkan anak. bahkan sudah bisa membalas sakit
460 hati!' Ia berkata dan berpaling pada Tjiu Piau sambil
melanjutkan kata katanya dengan terang:
"Piau djie, ke luarkanlah Bwee Hoa Tok Tju!" Dengan hati hati Tjiu Piau mengambil mutiara beracun dan memberikan
kepada ibunya: '"Bu. untuk apa mutiara ini"*
"Hay-djie. delapan belas tahun lamanya aku berpikir dan
memastikan bahwa hari yang dinantikan akan tiba. kini
saatnya untuk membalas dendam! Kau kugunakan Bwee
Hoa Tok Tja untuk menghajar jahanam ini, agar ia mati
dengan racun dari mutiara ini! Sekarang . . . Sekarang . . ' "
Ia berkata sampai di sini, segera berhenti demi melihat
mutiara yang berkilauan, hatinya seperti melihat sang
suami yang sangat di cintai, tanpa disadari lagi
kerongkongannya seperti disumbat, sementara itu air
matanya sudah turun membasahi kedua pipi tuanya.
Sedangkan Tjiu Piau pun turut menangis, demikian pula
dengan anak muda yang lain tidak terkecuali.
Ibu Tjiu Piau menahan air matanya, lengannya segera
mengenakan sarung tangan yang terbuat dari kulit rusa.
dengan bengis mengawasi ia berkata. "Anakku, marilah
mutiara itu!" Sesudah lengannya menerima mutiara
matanya segera mengawasi sang jahanam, dengan heran ia
berkata. "Loaw Eng apakah kau tengah tangisi?"
Mendengar ini. semua orang memalingkan muKa melihat
pada sang jahanam, benar saja dilihat mereka Louw Eng
tengah nangis dengan sedihnya, hal ini sungguh di luar
dugaan sama sekali.
"Djie so, selama dua puluh tahun aku melakukan
kejahatan melewati dari batas. aku mengakui pada waktu
yang lalu hatiku tak ubahnya seperti binatang. Tapi pada
saat akan menutup mata, mungkin aku masih mempunyai
kebaikan sedikit. Kini akupun merasakan kesusahan akibat
perbuatanku yang jahat pada masa yang lalu. Djie so tak
perlu kau menggunakan Bwee Hoa Tok Tju, aku bisa
mencari Kematian sendiri. Kalau kau mau menggunakannya
461 aku tidaK perlu mengegos, tapi Djie so harus tahu aku
mempunyai sesuatu hal yans sangat mengganjel di lubuk
hatiku, yakni mengenai tulang tulang dari Tjiu Djie ko
hingga kini belum dikubur, sebelum hal ini diselesaikan aku
tidak tenang meninggalkan dunia ini Tenpat di mana ia
jatuh ke dalam cadas hanya aku seorang yang mengetahui,
pokoknya sebelum aku mati hal ini perlu kuberi tahu dahulu
kepada kalian. Djie so kalau kau suka boleh kuajak ke
tempat itu!"
Mendengar kata ini, lengannya istri Tjiu Tjian Kin yang
sudah terangkat untuk melepaskan mutiara beracun,
berhenti secara tiba-tiba hatinya menjadi sedih, air matanya
mengalir dengan deras seperti mata air di pegunungan.
Lengannya turun dengan lengan bajunya air mata diusap,
pikirnya ingin menahan kesedihan, sebaiknya dari berhasil
kesedihannya menjadi jadi.
Sesudah ia menangis cukup lamanya baru membuka
mulut: "Louw Eng aku tidak percaya bahwa kau masih
mempunyai hati yang baik, tapi kalau kau benar benar
dapat menepatkan perkataanmu, mungkin dosamu akan
berkurang sesampainya di dunia baqa. Jalan, kini aku turut
padamu ke tempat yang kau sebut!"
Louw Eng menarik napas seperti benar-benar merasa
sedih dan insyaf atas kesalahannya. Dengan menundukkan
kepalanya ia memutar badan berjalan dengan perlahanlahan. Dari gerak langkah kakinya agaknya benar benar
bahwa ia mempunyai hati kesal dan tak habisnya menyesali
dirinya yang sesat. Tjiu Piau dengan langkah cepat maju
melompat sambil berseru: "Bu, aku turut!"
"Kami tidak terkecuali, marilah semua turut untuk
menyaksikan tempat di mana manusia berhati binatang ini
melakukan kekejian pada delapan belas tahun berselang!"
Mendengar ini Louw Eng yang berjalan di muka kembali
menarik napas serta menggeleng gelengkan kepalanya,
seperti dalam kesedihan yang benar benar.
Dua saudara Wan tetap menghunus pedangnya, dengan
mata gusar mengawasi sang jahanam ingin hati mereka
462 dengan sekali tikam untuk menamatkan riwayat manusia
yang dibenci. Saat ini Louw Eng berjalan melewati mereka
dan melihat bahwa dua anak muda ini berwajah penuh
dengan amarah. Ia tertawa meringis sambil membusungkan
dadanya pura pura berani. 'Untuk apa kalian gelisah,
dadaku ini lambat atau cepat akhirnya akan kau tubles juga
bukan?" "Louw Eng kau jangan kuatir. kami tidak mau menikam
dadamu, paling paling juga menusukmu dari punggung
belakang !" jawab Djin Liong dengan kecut. Katanya ini
membuat punggung sang jahanam terasa panas dingin.
Tahun yang lalu Louw Eug membokong Wan Tie No suami
isteri dari punggung belakang, kini dua saudara Wan akan
membalasnya berbuat demikian, hal ini membangkitkan
rasa takut sang jahanam, dengan menenangkan dirinya
sejadi jadinya ia lewat di depan dua saudara Wan
didengarnya suara pedang Yang sengaja diadukan oleh
mereka, menyusul irama sedih yang memilukan hati
terdengar dari pedang itu. Louw Eng menjadi kaget, dengan
cepat ia mencelat, karena ia menduga dua saudara Wan
menikam punggungnya dari belakang,
Sesudah irama sedih mereda baru berani kepalanya
menole ke belakang, dengan tersenyum malu ia berkata
"Aku tahu kalian tergah bermain pedang lagi "
"Jangan banyak mulut lagi, lekas jalan!" bentak Djin
Liong. Louw Eng berjalan di depan sambii menarik napas lagi
sedangkan seteru seterunya mengikuti dari belakang
dengan perasaan benar benar sedih Mereka semua ingin
menemukan tulang belulang dan mendiang Tjiu Tjian Kin.
Tiba tiba hati Wan Djin Liong tergerak dan mempunyai
sesuatu firasat, begitu hatinya tergerak kontan sang adik
pun mempunyai firasat yang serupa dengannya, kedua
perasaan yang sama ini membuatnya mereka maju
melompat kedepan tanpa berunding lagi. Mereka
membentak secara berbareng. "Louw Eng. hentikan
kakimu!" Dengan cepat Louw Eng membalik badan dan
463 mengeluarkan paras seperti kaget. "Kenapa?" tanyanya
heran. Sebelum Louw Eng selesai berkata, dua saudara Wan
sudah melesat maju ke muka dan menghadang
perjalanannya, mereka menunjuk nunjuk sambil memaki,
"Hei jahanam, jangan harap kau dapat mengelabui kami
lagi, kebusukanmu sudah ada di kantong kami! Kau
mengetahui perasaan kami lantas sengaja menggerakkan
perasaan ini untuk memancing kami ke luar, ya memancing
sampai pada telapak tanganmu, agar kami merupakan ikan
yang masuk ke dalam perangkap!"
Kalimat yang diucapkan ini menyadarkan yang lain.
bahkan membuat Louw Eng berdiri mendelong karena
ka^et. Ia mendongkol bukan main rahasia hatinya kena
dibongkar bila tidak ia niat melarikan diri waktu musuh
musuhnya lengah, kemudian membawa bala bantuan untuk
menumpas mereka. Hal ini hampir berhasil, terbukti dengan
ibu Tjiu Piau yang kena diingusi dalam keadaan sedih.
Untunglah usaha duri sang jahanam kena dipecahkan
sebelum berhasil melalui mulut ke luar dari jalanan buntu
itu. Dari malu Louw Eng menjadi putus asa dari putus asa
berbalik menjadi nekad dari neKad menjadi gusar. tapi
adatnya yang diumbar ini tertekan kembali karena suasana
tidak mengijinkan. Akalnya tetap berpura-pura tunduk, ia
tertawa. "Kau boleh mengatakan begitu, sehingga
kebaikanku dianggap kejahatan. Kalau kalian tidak percaya,
bolehku Kembali. Untuk apa hidup sudah tidak dipercaya
orang, jiwa yang busuk ini lebih baik mati saja!"
Ong Gwat Hee sedari tadi memang sudah merasa curiga
dan mengetahui bahwa ibu Tjiu Piau disebabkan goncangan
jiwa dalam kesedihan sehingga kena diakali lawan, kini ia
merasa girang bahwa dua saudara Wan sependapat juga
dengan pikirannya, dengan cepat kakinya melangkah maju
seraya berKata. "Louw Eng! berkatalah dengan jujur untuk
apa kau berpura-pura' lagu lama itu sudah tak mujarab lagi!
Katakanlah di mana, tempat Tjiu Siok-siok kau celakakan!
464 Oey San ini sekelilingnya dikenal Tju Sah ko kami, sebutlah
lekas di bukit mana, di lembah mana, menghadap ke mana,
di dekat pohon apa" Katakanlah lekas dan jangan
mendusta. Kalau kau membandel dan berani mengeluarkan
sepatah kata bohong berarti kau akan menerima siksaan
lebih berat setikal! Lekas bicara!" Sedikitpun Louw Eng tidak menunjukkan perubahan pada wajahnya, ia berkata dengan
cepat: 'Baik, segera aku berkata." Kata katinya baru ke luar sedikit, tiba tiba lengannya terjulur dengan cepat
menangkap Gwat Hee. Jarak mereka berdua sangat dekat,
tamtahan sang gadis tidak bersiaga dan berlaku alpa, dalam
bingungnya ia menjadi gugup dan kena dicekat lengan
kanannya, sehingga tidak bisa bergerak lagi. Siang-siang
Louw Eng sudah mempunyai niat untuk melarikan diri. kini
ia bisa berbuat cepat dan berhasil menjalankan langkah
pertama untuk menolong dirinya. Tubuh Gwat Hee yang
sudah tak berdaya d putar ke arah kanan dan membalik
punggung kepadanya. Lengannya ini bekerja dengan cepat
sekali, sehingga yang lain tidak sempat berbuat apa apa.
Dalam kagetnya Ong Djie Hty maju melangkah. Lolw Eng
membentak: "Jangan bergerak! Kalian jangan
mengandalkan jumlah yang banyak untuk menghina diriku.
kalau aku mau dengan sekali jungkir dapat segera meluncur
ke bawah jurang untuk bersama sama menemui ajal
dengan bocah ini, siapanun tidak dapat merintangkan
perbuatanku!" Kata katanya ini dapat menggertak lawanlawannva menjadi diam tidak bergerak. Ibu Tjiu Piau
menjadi gusar dengan amarah yang meluap luap ia
berkata: "Kau--kau.. kau -" Dalam sekejap saja ia
merasakan tiJak ada kata kata yang tepat untuk memaki
kejahatan dari sang jahanam. Segala sumpahan dan nistaan
yang paling berat di dalam dunia, agaknya terlalu ringan
guna memaki Louw Eng.
"Maafkanlah aku,'* kata Louw Eng sambil nyengir jahat,
"aku segera akan membawanya berlalu!"
Gwat Hee dijadikan tameng dan dipaksa jalan di hadapan
mukanya melalui pada dua saudara Wan.
465 Dua saudara Wan masing masing menghunus pedang,
tetap merintang tak memberikan jalan. Louw Eng
mendorong Gwat Hee pada ujung pedang dua saudara
kembar, sehingga membuat yang tersebut belakangan
terpaksa mundur. Louw Eng maju selangkah mereka
mundur setindak!
"Jangan dikasih lolos jahanam ini! Majulah semua, sekali
kali jangan menghiraukan diriku!" seru Gwat Hee dengan
lantang tanpa takut sedikit juga
"Mau mampus kau! Aku tidak niat tergesa gesa, jangan
bersuara!" bentak Louw Eng dengan kasar. Tepat kata
katanya habis, menderu semacam benda secara mendadak
dibelakang tubuhnya.
Louw Eng memegang Gwat Hee di sebelah depannya,
dengan cepat kepalanya menoleh ke belakang, tampak
olehnya semacam benda yang merupakan ular bergulung
datang mengarah kepada tubuhnya,sedang ujungnya
berkilau kilauan seperti emas kuning, benda itu tak lain dari
kaitan emas Tju Sie Hong yang menyerang secara cepat.
"Lepaskan tambangmu!" bentak Louw Eng. jerijinya
terjulur ke luar sebanyak dua, merupakan jepitan kepiting
menjepit tambang itu. Dengan cepat tambang yang kaku itu
dikendurkan oleh pemegangnya sehingga terkulai, Louw
Eng yang memegangi Gwat Hee biar bagaimana tidak dapat
bergerak dengan bebas, begitu dilihat tambang terkulai
pikirnya sang lawan sudah tidak bertenaga, karenanya ia
tidak merampas tambang itu. melainkan melangkahkan
kakinya maju kemuka. Tju Sie Hong menggerakkan
tangannya, sehingga tambangnya itu seperti hidup, kaki
lawan yang melangkah maju disambernya, sambil dibarengi
dengan seruan. "Kena!"
Tambang ini tidak membuat Louw Eng menjadi kaget,
kaki Kanannya diangkat dengan ujung sepatunya ditendang
tambang itu sambil memaki. "Enyahlah! Janganlah
mempergunakan permainan anak kecil untuk mengikatku!"
Kata katanya baru terhambur ke luar, ia merasa sedikit


Pahlawan Harapan Karya Tang Fei di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tidak benar pada kakinya yang baru terangkat itu. Karena
466 tambang Sie Hong suaah beruban menjadi lunak kembali.
Sesudah melilit beberapa kali, Kaitannya mencantel dan
membuat suatu ikatan mati, sedangkan ujung lain dari
tambang itu tetap berada di lengannya
"Louw Eng, ingin kulihat apa kau masih bisa jalan
tidak"!" tanya Sie Hong sambil menarik-narik tambangnya.
Louw Eng segera duduk di tanah, kedua lengannya
mengangkat tubuh Gwat Hee. Mulutnya mengeluarkan
ancaman. "Bocah she Tju! Kalau kau tidak melepaskan
tambangmu, terlebih dahulu mustika ini kulempar ke dalam
jurang!' Sebenarnya lengan kirinya tidak bekerja apa-apa.
asal ia mau melepaskan ikatan tambang masih dapat, tapi
hal ini tidak dilakukan, ia takut Ong Djie Hay dan Wan Djin
Liong datang menyerang dan merampas Gwat Hee.
Kalau hal ini sampai terjadi dirinya pasti berada dalam
kekuasaan musuh lagi. Tjn Sie Hong tidak mempunyai
pendirian yang teguh, dilepaskan atau tidak" Dilihatnya Djie
Hay yang tengah gusar dan membentak sang jahanam:
"Louw Eng, jangan banyak tingkah! Jagalah serangan ku!"
Kakinya menotol dan tubuhnya melesat seperti burung
menubruk pada seterunya. Waktu sampai di tengah udara
kembali terdengar bentakannya; "Aku akan mencelakakan
kau, seperti kau mencelakakan ayahku! Rasakanlah ilmu Im
Yang Kang yang akan kupukulkan di punggung dirimu!"
Melihat serangan Djie Hay yang menggila ini Louw Eng
mengetahui bocah ini akan menyerangnya dengan pukulan
yang ganas. Tanpa banyak pikir lagi tubuh Gwat Hee
dilemparnya ke dalam jurang!
"Louw Eng! Walaupun sudah menjadi setan aku tetap
akan mengganggumu!" seru Gwat Hee dari tengah udara
dengan nada yang luar biasa geramnya, dan seruannya ini
membuat pula yang lain menjerit kaget. Dalam kegaduhan
suara jeritan, terdapat seseorang yang masih tetap tenang,
orang ini menggerakkan lengannya menerbangkan
semacam benda. Orang ini bukan lain dari pada Tju Sie Hong. Lengannya
467 yang memegang tambang, seujung sudah melibat kaki
musuh, ujung satunya lagi masih tetap di dalam lengannya.
Dalam keadaan yang demikian mendesak, tak sempat
untuknya melepaskan libatan tambang yang berada di kaki
lawan sehingga tambang yang tengah dipegangnya
dilempar untuk mengait Gwat Hee.
"Sie-moy, peganglah tambang ini!" Tju Sie Hong
bertubuh kurus tapi seruannya ini cukup mendengungkan
setiap pendengar, Gwat Hee mengeluarkan lengan
menjangkau tambang begitu mendengar seruan
saudaranya. Dengan suatu gerakan yang luar biasa
indahnya berhasillah ia memegang dengan erat tambang
yang datang itu.
Kalau ujung tambang satu lagi berada didalam lengan Sie
Hong segala urusan segera akan menjadi beres. Tapi ujung
satunya lagi masih melibat di kaki lawan. Sedangkan sang
jahat yang sudah melempar Gwat Hee segera memasang
besinya dengan teguh sambil menyedot hawa segar guna
mengkokohkan pertahanan kakinya, lengannya berada di
dadanya menguasai ketenangan. Ia hanya memperhatikan
semangan Djie Hay dan menantikan kekosongan lawan
untuk mengirimkan serangan kematian. Pada saat Inilah
tubuh Gwat Hee jatuh ke bawah, walaupun cukup keras
sedikitpun kakinya tidak bergerak, berkat persiapannya
sudah baik. Ilmu Djie Hay bukan lain dari Bukit Berantai yang
bernama Bukit Aneh Terbang Mendatang, gaya serangannya
menyergap dari atas ke bawah serta dilengkapi Im Yang
Kang vang lihay langsung menyerang kelemahan dan
tempat berbahaya lawan. Dengan tenang Louw Eng
mengawasi setiap gerak gerik lawan, begitu serangan
hampir tiba, tubuhnya mengegos dengan cepat, dan
memaksa musuh menyerang tempat kosong. Sedangkan
lengannya dijulurkan sambil mengeluarkan dua jerijinya
yang ditekuk merupakan belencong yang siap mengait mata
lawannya, jurus ini dapat dilakukan dengan cepat seperti
ular mengeluarkan lidahnya.
468 Djie Hay merasakan hawa dingin menyerang kepalanya,
secara otomatis lengannya menyampok ke atas dengan
keras, malang baginya, lengan ini kembali mengenai angin.
Terkecuali begitu, dengan berbuat begini bagian bawahnya
menjadi kosong waktu lengannya berada di udara.
Kekosongan ini segera tidak dibiarkan lawan, kakinya
terangkat naik menjurus pada dada.
Sebenarnya Diie Hay sedang menyiapkan serangannya
yang bernama San Tjiong Sui Kin (air kering di tanah
tandus) menjaga dengan rapat seluruh tubuhnya. begitu
dilihat kaki lawan menendang dadanya, tubuhnya segera
mencelat mundur. Louw Eng menurunkan lengan dengan
cepat membuka tambang yang mengikat kakinya, dan
memegangnya dengan erat di dalam lengannya, dengan
berbuat begini kembali sang jahanam berbasil
menggantungkan mati hidupnya Gwat Hee dalam
lengannya. Hasilnya ini membuat wajahnya berseri seri
secara girang sekali.
Orang banyak sekali lagi di buat mengeluarkan keringat
dingin! Tjiu Piau menggenggam mutiara emasnya tanpa
mempunyai pendirian sama sekali, akan dihajarkan bangsat
tua celaka itu" Takut mendatangkan musibah untuk Gwat
Hee. Kalau dibiarkan begini saja., hatinya sudah merasa
muak atas sikap lawan yang licik dan menjemukan.
"Semua orang tidak kuijinkan melangkahkan kakinva
mendekat padaku! Barang siapa melanggar kata kataku
tambang ini segera kulepaskan! Kalau hal ini kugunakan
jangan sesalkan diriku yang tidak mempunyai
perikemanusiaan lagi "seru Louw Eng dengan delak deliknya
menyapu pandangan semua seterunya dengan kepuasan
yang berlimpah limpah
Dengan amarah meluap Djie Hay melangkahkan kakinya
sedikit, dengan niat untuk mengadu jiwa.
"Kulepas tambang ini!* seru Louw Eng sambil benar
benar melepaskan tambang itu dari lengan kanannya,
sedang tangan kirinya buru buru menuju ke tanah dan
469 memegang tambang lagi dengan erat. Gertakannya yang
cukup baik ini mengejitkan seteru seterunya dan membuat
Djie Hay tidak berani melangkahkan kakinya barang
setengah tindak. Kejadian membuat orang banyak bengong
mematung seperti batu gunung di Ban Liu Tjung.
"Louw Eng, katakanlah apa maksudmu berbuat begini!"
tanya Djie Hay.
"Tidak apa-apa," jawab Louw Eng dengan dingin,
"aku mengambil jalanku sendiri dan kalian mengambil
jalan kalian, satu sama lain tidak mengganggu. Dari itu
kalau aku maju melangkah setindak, kalian harus mundur
setindak! Siapa berani merintang, terpaksa aku akan
melawannya secara mati matian, sedang tambang ini pasti
harus ku lepaskan!" Habis berkata lengan kanannya
memegang tambang, kakinya maju melangkah menuju
jalan ke tabir air terjun dari mana tadi ia masuk.
Dengan terpaksa dua saudara Wan mundur beberapa
tindak. Louw Eng maju lagi dua tindak, dua saudara Wan
kembali kena dipaksa mundur sebanyak dua tindak
"Jangan hiraukan diriku, jangan kasih binatang Louw Eng
meloloskan diri!" seru Gwat Hee dengan Keras dari tebing di mana ia berada.
"Moy tju tak perlu kau gelisah, bangsat tua ini pasti
tidakkan kulepaskan dan tidak mungkin mencelakakan
kau." jawab Tjiu Piau dengan gagah.
"Kalau kalian tetap akan melepaskan bangsat Louw Eng.
lebih baik aku sendiri melepaskan peganganku, kalau tidak
begini sakit hati negara dan ayah mana bisa di balas !"
Louw Eng tak menghiraukan percakapan mereka,
kakinya tetap melangkah maju, melangkah menyusuri
tepian tebing, sehingga Gwat Hej yang berada di bawah
terus dibawa-bawa Ibu Tjiu Piau merasa iba sekali atas
nasib sang gadis, ia bertata pada Tju Hong: "Asal saja
bangsat itu mau melepaskan dirinya Gwat Hee dirinya boleh
juga kita bebaskan!" Tju Hong yang sependapat dengan
470 Djie so nya. tentu saja tidak senang melibat keponakannya
hidup-hidup kena disiksa musuh, ia menganggukkan
kepalanya mendengar kata kata sang Djie so. kakinya maju
melangkah dan mengeluarkan bentakan:
"Luw Eng hentikan kakimu ! Kau dengar ! . . . "
Tju Hong baru saja akan melanjutkan kata katanya. tapi
menjadi urung waktu melihat Louw Eng menunjukkan wajah
gusar dan mengeluarkan bentakan:
"Bocah gila kau bersembunyi di mana!" Tambang yang
dipegang dengannya terkulai menunjukkan tidak ada
orangnya di sebelah bawah. Kepalanya melongkok ke
bawah, benar saja di ujung tambang itu sudah tidak terlihat
bayangan dari Gwat Hee.
Tanpa terkendalikan lagi Djie Hay dan Tjiu Piau menjerit
"Moy tju Moy-tju!" Suara mereka ini demikian keras dan menggema lagi. '"Moy-tju, Moy-tju." Semua orang berputus asa, kira mereka Gwat Hee benar benar sudah melepaskan
pegangannya dan meninggal di bawah lembah. Untunglah
hal ini berjalan tidak lama, karena orang banyak ini segera
mendengar suara Gwat Hee yang keras dari bawah.. "Koko
aku berada di sini dengan selamat, tangkaplah dahulu
bangsat itu baru menolong diriku!" Semua kepala
memandang ke bawah, tapi tidak melihat bayangan
bayangan dari Gwat Hee. Kiranya di samping tebing,
terdapat celah celah lekuk ke dalam, bahkan ada pula
rumput dan semak semak, Louw Eng yang keenakan
menjerit-jerit sang gadis, terlalu memusatkan pikirannya
kepada Djie Hay dan kawan kawan, sehingga tidak
memperhatikan keadaan di tebing itu. sehingga Gwat Hee
dapat melepaskan lengannya sesudah melihat tempat yang
kuat untuk menempatkan dirinya.
Suatu ketika yang bukan main baiknya kembali terlepas
dengan begitu saja, hatinya menjadi sedih dan kesal, diam
diam ia meratap. "Louw Eng, mungkin hari matimu sudah
sampai pada waktunya, hari ini selalu jalan jalannya tidak
baik, segala kesempatan yang bagus sudah berlalu seperti
impian!" Sang jahanam ini sebenarnya diam diam sedari
471 semula sudah merencanakan diri untuk kabur, pertama
menggunakan penipuan, tapi hai ini gagal, kedua
menangkap salah seorang untuk dijadikan jaminan, sayang
ketika ini kembali menjadi kandas, harus bagaimanakah"
Menggunakan kekerasankah" Wah. semuanya sukar dan tak
mungkin. Sekelilingnya berdiri Wan Djin Liong dan adiknya. Ong
Djie Hay. Tjiu Piau dan lain lain. Ia mengharapkan hujan
cepat cepat tapi sampai saat ini masih belum ada tandatandanya hujan akan turun, pokoknya kalau sampai hujan
datang ia mempunyai suatu rahasia yang dapat meloloskan
diri. tapi sayang sekail yang diharap harap ini belum datang
juga. Louw Eng mengertaklan giginya, hatinya merasa
mendongkol sekali, diam diam hatinya menggerutu.
"Baik! Segala dayaku sudah habis, tapi tidak halangan
untuk mengadu sabar dengan kalian. Aku diam disini tidak
bergerak, kamu juga tidak dapat mengurung untuk
mengerubuti aku sebab jalan gunung sangat sempit sekali,
kalau Satu satu yang maju bukan main baiknya, aku belum
tentu dapat dikalahkan. Datang satu kuhajar satu, kalau
dua boleh kugeprak keduanya jatuh ke jurang!" Sesudah
pikirannya tetap ia mengambil kedudukan yang baik untuk
menyiapkan kuda kudanya.
Sedangkan senjata Sie Hong yang masih berada di
lengannya dibuang ke dalam jurang. Sie Hong membuat
senjatanya dengan susah payah, kini mentah mentah
melihat benda kesayangannya itu dibuang seperti benda
tidak berharga. dengan sendirinya menjadi gusar.
"Kurang ajar, harus kau ganti!" Tubuhnya mencelat maju menerjang. Dengan satu gerakan Sian Hong Tiau Yang
(cendrawasih tunggal menengadah ke langit) Louw Eng
memiringkan tubuhnya.
Kepandaian silat Sie Hong tidak seberapa dan jauh sekali
kalau dibandingkan dengan musuhnya, kepergiannya ini
kebanyakan celakanya dari pada untungnya. Djie Hay
472 dengan cepat merintangi terjangan sang adik sambil
menarik tubuhnya :
"Sah tee sabarlah, biarlah aku yang membereskan!"
Terjangan Sie Hong demikian kuatnya, tapi dengan
mudah kena dirintangi kakaknya, sehingga tidak dapat
bergerak lagi.. Toako ini benar benar mempunyai ilmu yang
lebih tinggi dari saudara saudaranya.
Djie Hay menggertak dengan lengan kiri, sambil
berusaha untuk mendekat pada tubuh lawan, sedangkan
lengan kanannya menyodok dengan hebat ke ulu hati
musuh. Tempat yang diserang ini adalah suatu tempat yang
berbahaya sekali, kalau kena Kesodok pasti akan muntah
darah dan luka parah.
Louw Eng berbuat sengaja membiarkan lawannya
merangsak dan mendekat tubuhnya, begitu dilihatnya
serangan lawan, jurusnya segera berubah menjadi Oey Eng
Lok Tjia (burung kenari jatuh dari sarang),kanan kiri dari
lengannya tertekuk di depan dadanya, lengan kiri
melindungi dada. lengan kanan berbalik menghajar lengan
lawan yang menuju pada dirinya, lima jerijinya terbuka
seperti kuku garuda siap mencengkeram jalan darah di
lengan lawan. Djte Hay mengetahui kelihayan lawan. lengan kanannya
segera berubah arah ke sebelah kiri sambil membuat suatu
lingkaran besar, sedangkan telapak lengan kirinya
menerobos ke luar dari sikut kanannya, melindungi lengan
kanannya dari lima jariji lawan.
Gerak dari Djie Hay ini dikira Louw Eng terlalu lambat,


Pahlawan Harapan Karya Tang Fei di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sehingga ia menganggap pemuda ini hanya bisa bertahan
dan tidak mampu untuk menyerang, geraknya segera
diubah lagi menjadi Liu Seng Kan Guat (meteor mengejar
rembulan) dengan cepat, menghajar ke arah muka dari
pemuda kita. Ong Djie Hay tidak berani secara berdepan untuk
473 menangkis serangan lawan, ia tahu akan kekuatan sejati
dari ilmu dalamnya menandai kekuatan lawan, kini keadaan
sudah memaksa karena tiada tempat untuk berkelit.
Setakar tenaganya - dikumpulkan pada lengannya untuk
menangkis serangan lawan, dua pasang lengan beradu
dengan keras "pung" berbunyi. Djie Hay tidak kuasa
menahan dirinya. sehingga terhuyung-huyung beberapa
kali. "Hambuslah kau dari sini!" bentak Louw Eng sambil
mendorong lagi dengan maksud menggulingkan lawan
masuk ke jurang.
"Lihatlah siapa yang harus terjun kejurang!" balas Djie Hay dengan lantang, serangkan lengannya kembali
menangkis, pukulan ini lebih cepat dan lebih hebat dari
yang tadi begitu bentrok kaki Djie Hay tergetar lebih hebat
dari semula. Louw Eng mengirimkan lagi serangannya yang
ketiga. Djie Hay tetap tidak mundur, kembali ia menyambut
serangan ini. Sekali ini lengannya dilengkapi ilmu Im Yang Kang, agar
lawannya yang menyerang dengan keras terbang ke
samping dan terjerumus jatuh ke kaki gunung.
Louw Eng adalah manusia yang licin dan licik serta
banyak akal bulusnya, sedari tadi sudah bersiaga atas ilmu
Im Yang Kang lawan yang ampuh Serangannya selalu
hanya mempergunakan delapan bagian tenaganya. Tenaga
yang delapan bagian ini walaupun mengenai angin tidak
mungkin membuat dirinya jatuh terjerumus. Bentrokan ini
membuat lengan Louw Eng seperti mengenai kapas,tapi
kakinya masih tetap teguh tidak bergerak setengah
langkahpun. Tju Piau pada saat ini sudah mempunyai pendapat baik,
tanpa berkata kata matanya mengawasi gerak gerik dari
Djie Hay sedangkan lengannya sudah siap dengan mutiara
beracun. Begitu dilihatnya sang kakak menyerang lagi.
lengannya bergoyang sambil berseru: "Kena!" dua butir
mutiara dengan cepat mengarah kepada kedua lutut kaki
duri sang jahanam. Tempat yang dihajar benar benar
474 merupakan kelemahan lawan! Louw Eng tengah berkelahi
mati matian untuk mempertahankan jiwanya dengan Djie
Hay yang tidak kenal takut, dengan penuh perhatian kudakudanya dipasang demikian kokoh, akan ilmu di lengan
dapat dikuasainya dengan bebas, mau berapa bagian
tenaga dapat digunakan berapa bagian. Kini mendapat
serangan mutiara yang mengarah pada lututnya,
memaksanya membuat ia meloncat setinggi tiga kaki.
Dengan gugup kerling matanya melihat mutiara. tubuhnya
yang berada di atas udara dilengkapi daya tahan berbau
menyerang. Kakinya terangkat naik menendang dengan
ganas pada lengan kanan musuh, serangan ini kalau
berhasil pasti dapat mematahkan tulang dari lengan lawan.
Dengan terpaksa Djie Hay menghentikan serangannya dan
menarik dengan cepat akan tetapi dengan perbuatannya ini
membuat sang musuh berada kembali di pihak aktip.Hal ini
tidak membuat dan menjadikan Louw Eng girang, karena di
punggungnya merasa angin dingin, agaknya ada semacam
benda tajam mengancam punggungnya. Ia menjadi kaget
dan berjingkrakan, pikirnya memastikan bahwa Wan Djin
Liong sudah menyerang Kalau kakinya hinggap pada bumi
dan diserang lagi dua mutiara beracun, ditambah dengan
serangan Djie Hay dan tabasan dari pedang Djin Liong,
kalau sampai hal ini terjadi biar Louw Eng mempunyai tiga
kepala dan tujuh lengan jangan harap dapat menghindarkan
bencana maut ini..
Ia sadar jalan mati sudah berada di depan matanya, dari
itu tubuhnya yang masih berada di udara tidak diinjakkan
ke bumi melainkan digeliatkan dengan suatu salto yang luar
biasa dan langsung menukik menyerang Djie Hay dengan
kedua lengan lurus, angin dari serangannya ini belum belum
sudah memaksa Djie Hay mundur dan memberikan
tempatnya kepada lawan. Sungguh mengherankan tenaga
dorongannya yang maha hebat tiba tiba Kena tertahan
semacam tenaga dalam yang luar biasa hebatnya, bahkan
tenaga ini masih mengandung daya keras dan ganas, ia
merasakan dan membedakan bahwa serangan ini
mengandung tenaga dalam yang melebihi tenaganya
sendiri. 475 Dengan kaget Louw Eng menolehkan kepalanya, tanpa
terasa ia berteriak;
"Habislah jiwaku!"
Kiranya yang berdiri di hadapannya kini bukan Ong Djie
Hay lagi melainkan seorang berilmu lain yang sudah
berhasil datang tanpa bersuara.
Orang ini berjenggot panjang dan bergoyang goyang,
dengan wajah yang welas asih. Tapi matanya sangat tajam
dan mengeluarkan sinar yang tidak dapat ditentang.
Siapakah" Tak lain dari Hoa San Kie Sau adanya!
Louw Eng berniat menarik sepasang lengannya. akan
tetapi sudah tidak keburu. Saat ini kakinya belum memijak
tanah, mundur maju serba salah. Sedangkan pukulan Kie
Sau sudah tiba, bentrokan sepasang lengan ini tak dapat
dicegah, walaupun hanya bersentuhan secara ringan tubuh
Louw Eng seperti kena dilontarkan orang dan terbang
miring-miring ke arah jurang.
Adapun kepandaian Louw Eng sebenarnya tidak terpaut
jauh dengan lawannya, tapi saat ini tubuhnya masih di
udara, begitu lengannya mengeluarkan tenaga tubuhnya
terpental semakin jauh, semata-mata kena tenaga balikan
sendiri ! Tanpa terkendalikan lagi tubuh sang jahanam melintang
dan sudah melalui tebing, matanya sudah melihat dasar
jurang yang demikian dalam, keringat dinginnya ke luar
bersamaan dengan gugur semangatnya. Dalam saat yang
menentukan hidup matinya tiba tiba kakinya terasa kena
dipegang orang.
Lengan Kie Sau itu mempunyai tenaga yang maha besar,
begitu kena memegang kaki lawan serentak jerijinya
menotok lima jalan darah sekaligus. Walaupun terhalang
sepatu dan kaos kaki, totokannya cukup tepat, lebih-lebih
urat nadi yang berada di atasan tumit kaki. Kena tertotok
secara mutlak dan ditekan demikian keras sehingga saat itu
juga dapat melumpuhkan orang.
476 Orang orang yang berilmu tinggi sebenarnya tidak
merasa takut walaupun tubuhnya terkatung di udara,
pokoknya asal dapat memijak sesuatu segeia dapat
meminjam untuk mencurahkan seluruh tenaga badannya
guna berjungkir dan berdiri, Louw Eng pun menggunakan
cara ini waktu merasa kakinya dipegang orang, tapi ia
terlambat, sebelum tenaganya dicurahkan untuk berjungkir
kakinya sudah lemas terlebih dahulu kena totokan lawan,
sehingga tubuhnya tidak berdaya lagi dan terkulai ke
bawah. "Djie Hay kau berdiri di sebelah sana, kalau dia berbalik
badan segera kau serang,"Piau djie siapkan mutiaramu,
kalau dia berani berbuat gila segera kau hajar. Djin Liong.
Thian Hong bersiaplah dengan pedangmu, jagalah di kiri
kanan, todongkanlah ujung pedangmu pada dirinya, jangan
kasih bergerak! Sie Hong jagalah baik baik akan ayahmu
dan Tjiu Peh bomu. Sekarang kalian boleh bertanya apa
yang hendak ditanyakan kepada jahanam berhati anjing ini.
Selesai bertanya, kerjakanlah apa yang kalian kehendaki!"
Mendengar kata kata ini Gwat Hee yang berada di
bawah, sudah mengetahui bahwa Louw Eng sudah dapat
ditangkap, hatinya menjadi girang. Begitu ia menengadah
ke atas tempat di mana tubuh sang jahanam tepat berada
di atas kepalanya, hal yang serba kebenaran ini membuat
hatinya bertambah girang, dengan cepat ia berteriak ke
atas: "Suhu, kasihlah aku naik dahulu ke atas!"
"Tunggulah sebentar untuk kudayakan agar kau bisa naik
ke atas," "Tak perlu lama lama, balikkanlah tubuh Louw Eng
kepadaku, aku segera bisa naik ke atas."
Kiranya Gwat Hee sudah memikir untuk naik ke atas
dengan cara menarik lengan musuh dan berjungkir ke atas,
tapi ia takut musuh menurunkan lengan jahat, kalau
mukanya menghadap pada dirinya. Kie Sau menurut, tubuh
Louw Eng yang tidak berdaya dibalikkan menurut kehendak
477 muridnya. Gwat Hee mencelat memegang nadi di lengan
lawan, sedangkan tubuhnya segera membal dengan
gerakan ringannya, dengan ringan badannya sampai di
atas. Orang orang yang berada di atas hanya menampak ia
mencelos ke luar dari selanglah tebing, segera
menyambutnya sambil mengulurkan lengan. Sesampainya
di atas dengan geram ia membuka mulutnya
Bangsat ini banyak sekali akal bulusnya, ingin hatiku
mencungkil hatinya guna kulihat sebenarnya berbentuk.
bagaimana! Sementara ini Louw Eng yang sudah mati kutu, diam
tidak bergerak dan tidak berkata kata barang sepatah.
Waktu tubuhnya diperhina dan diinjak Gwat Hoe sebagai
tangga, ia tidak melakukan perlawanan. membiarkan
lawannya mencapai tujuannya dengan selamat. Ia sudah
mempunyai sesuatu rencana dan pendapat, sekali-kali
tidak berniat untuk memancing amarah lawannya yang
demikian banyak.
Begitu Tjiu Piau melihat Gwat Hee tidak kurang suatu
apa, segera menoleh pada Louw Eng sambil membentak:
"Louw Eng. katakanlah lekas di mana kau mencelakakan
ayahku!" Louw Eng tidak menjawab, tetap membungkam.
"Tjiu Piau membentak lagi dengan sengit. Louw Eng
tetap tidak membuka mulutnya. Tjiu Piau membentak sebali
lagi: "Kalau kau tidak berkata, mutiara emas ini tidak
sungkan sungkan lagi untuk menamatkan riwayatmu!" Louw
Eng tetap tidak menjawab.
"Awas dengan mutiara ini!" Bertak Tjiu piau dengan tiba tiba. serentak melepaskannya di depan matanya sang
persakitan. "inginkah kau mengecap lagi rasanya mutiara
ini?" Louw Eng merapatkan matanya, sedangkan mulutnya
tetap tidak menjawab.
478 Orang yang semacam Louw Eng ini semakin dirinya
berada di dalam bahaya, akal gilanya semakin banyak. Saat
ini kelakuannya demikian tenang, ia tahu kalau selesai
bertanya segera bakal mati. Sebab ini ia terus memelihara
semangatnya untuk mencari ketika lagi guna meloloskan
diri. Thian Hong sudah tidak sabaran lagi, dengan belakang
pedang, dada sang jahanam dipukul sekali, ia membentak:
"Kalau kau tetap membungkam, pedang ini segera akan
membelah dadamu!"
Louw Eng merasakan dadanya sakit, tapi tetap
membungkam, ia berpikir. "Kalau bocah ini benar benar
mau mengambil jiwaku, tentu ia menabas dengan mata
pedang yang tajam dan tidak dengan belakang pedang
untuk menggertak orang! Hemm kalau aku terus
membungkam kalian bisa apa!"
Waktu ia berpikir, tiba tiba semacam perasaan dingin
menyerang ulu hatinya. Matanya dibuka sedikit, tampak
olehnya Djin Liong dengan pedangnya tengah menggeret
geretkan pedangnya di depan dadanya, tiba tiba pedang itu
seperti lidah ular, terjulur dan tertarik "brekkk" menggores didadanya sehingga membuat bajunya pecah, sedangkan
kulit dagingnya sedikit juga tidak menderita luka. Dari
caranya ini dapat dimengerti bahwa putera Wan Tie No
dapat melakukan suatu serangan dan dapat
mengendalikannya dengan tepat.
Djin Liong membuka baju orang, bulu dada yang lebat
memenuhi sekujur badan bagian muka dari Louw Eng.
Pedang yang luar biasa tajamnya diletakkan di depan bulu
bulu yang lebat : "Louw Eng! Kalau kau tetap tidak bicara
dadamu ini akan ku belek perlahan lahan. Sekali-kali tidak
ku perbuat untuk menusuk dari punggungmu!"
Habis berkata pedang itu dikebas Kebaskan di depan
dada orang, membuat beberapa bulu dada yang lebat
berhamburan putus!
Kalau bukan orang yang luar biasa licinnya, dalam
479 keadaan yang demikian macam pasti tiga dari tujuh sin hun
(ruh) sudah hilang entah ke mana, tapi Louw Eng bukan
sembarangan orang ia tetap membisu dan merapatkan
matanya lagi Di balik lain Tju Hong menjadi tertegun
menampak sesuatu benda di dada lawan, benda ini
menimbulkan kecurigaan besar dalam sanubarinya.
Semakin dipikir semakin tidak benar, dengan cepat kakinya
melangkah dan meminggirkan sekalian yang lain, lengannya
menarik Djin Liong sambil berkata:
"Keponakanku yang baik. sabarlah sebentar, aku
mempunyai pertanyaan padanya!" Tubuhnya segera
membungkuk, membuka baju Louw Eng sambil mengamat
amati dengan seksama. Terlihatlah tattoo (cacahan tinta)
dari seekor burung yang besar. Tju Hong mengetahui
bahwa burung itu bukan elang, melainkan Tiau (garuda)
dalam sekejap saja ia sudah dapat memikir sesuatu, tibatiba lengannya memegang dada orang yang penuh dengan
bulu bulu, bentakannya menyusul keluar: "Bangsat! Kau
bukan Louw Eng! Kau siapa.! Lekas katakan."
Bentakannya ini benar benar membuat Louw Eng
terkejut secara wajar. Matanya terbuka, tampak olehnya
mata merah dan Tju Hong menatap pada dirinya,
sedangkan yang lain menunjukkan paras heran dan


Pahlawan Harapan Karya Tang Fei di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bingung, karena tidak mengetahui apa yang sudah terjadi.
Louw Eng menutupkan lagi matanya, pikirannya
ditenangkannya untuk memberikan sematu jawaban.
Tiba tiba mudanya merasakan semacam tetesan air yang
dingin ah, kiranya hujan sudah datang, sekejap saja pikiran
untuk hidup memenuhi lagi jiwanya., Biar bagaimana jalan
yang terbaik mereKa dapat melepaskan dirinya untuk tidaK
mati. Sesudah ia mengambil Ketetapan yang mutlak,
mulutnya berkata. "Memang aku bukan Louw Eng, kalian
sungguh lihay sehingga mengetahui hal ini!" Kata-katanya
ditutup dengan tarikan napas yang benar benar
menyedihkan, keluh kesan ini agaknya benar benar ke luar
dari lubuk hatinya.
Tanya jawab yang singkat antara Tju Hong dan Louw Eng
480 membuat para pendengarnya menjadi kaget. Terkecuali dan
Tju Hong dan Louw Eng palsu yang lain tidak mengetahui
sebab sebabnya.
Ibu Tjiu Piau dengan suara gemetar segera berkata:
"Bagaimana" Ia bukan Louw Eng" Setengah mati kita
mengalami penderitaan menantikan hari ini, baru bisa
mengetahui keadaan sekarang kiraku segala sakit hati
negara dan pribadi Sudah dapat dibalas, tapi binatang ini
bukan Louw Eng?"
Hoa San Kie Saupun lekas lekas campur biara '"Sah tee,
sebenarnya apa yang sudah terjadi?"
Tju Hong seperti tidak mendengar perkataan mereka,
dirinya masih tetap berpikir dengan tenang untuk
memecahkan suatu rahasia yang terpendam. Semakin
berpikir tampak wajahnya semakin gusar, mukanya menjadi
pucat lesi. giginya bekertakan. matanya menunjukkan
kebencian yang lebih hebat dari tadi tadi, tiba-tiba lima
jarinya terjulur ke luar. sambil membentak dengan kasar.
"Bangsat! Ingin hatiku mencungkil hatimu, untuk
melampiaskan sakit hatiku' Kiranya kau bukan Sie tee ku.
kau pasti sudah mencelakakan Sie teeku. kemudian
mencelakakan tiga saudaraku!"
"Empat saudara angkatku, semua sudah kau celakakan
secara keji!" Suara gemetar terlalu dikendalikan oleh
perasaannya, kerongkongannya kering dan tidak dapat
melanjutkan lagi kata katanya. Sesudah berdiam sejenak,
baru ia menoleh kepada ibu Tjiu Piau. "Djie so bangkit,
bangsat ini bukan Louw Eng! Kejahatannya yang diperbuat,
di banding dengan yang kita ketahui entah berapa total
banyaknya!"
Maka sekalian orang banyak, menunjukkan keheranan
yang semakin menjadi jadi sesudah mendengar perkataan
Tju Hong. ia tahu banwa perkataannya diucapKan terlalu
beremosi sehingga tidak tegas didengar yang lain. la
menyedot napas dalam dalam . sesudah beberapa kali
menghirup, hatinya menjadi agak tenang, suaranya baru
keluar lagi: 481 "Kalian mungkin merasa bahwa kata kataKu agak tidak
Keruan. betul tidak" ah, aku merasa menyesal tidak dapat
menggunakan sepatah kata untuk menjelaskan, berbicara
terburu buru berbalik membuat orang tidak mengerti.
Dengarkanlah penuturanKu, kami empat saudara angkat
sangat akur situ sama lain. Pada suatu hari aku bersama
Sie tee pergi pesiar. Saat itu tepat pada musim panas bawa
udara sangat panas sekali membuat orang merasa gerah
dan engap. Sesampainya di sebuah lembah dari bukit yang
kecil, tiba tiba turun hujan besar seperti dituang tuang, di
situ tidak terdapat rumah untuk dijadiKan tempat meneduh,
tak ampun lagi baju kami menjadi basah kuyup. Sesudah
hujan reda cuacapun menjadi terang tapi keadaan kami
sudah seperti ayam kecebur dikecomberan. Saat itu Sie tee
berkata, lebih baik kita jemur baju kita di atas pohon, untuk
melewatkan waktu kita boleh mandi di sungai. Aku setuju
dengan pendapatnya. Sesudah membuka baju, kami segera
mandi dengan enaknya. Pada saat itulah aku melihat
sesuatu benda, di dada Sie tee yakni tatto dari seekor
burung Eng ( elang ) yang gagah. Hal itu pada masa itu
adalah biasa sekali, tidak kira sekarang menjadi benda yang
sangat penting."
Mendengar kata kata ini semua orang tanpa dirasa lagi
memalingkan pandangannya kepada dada Louw Eng palsu.
Mereka hanya melihat di dadanya jahanam itu tercocok
burung garuda yang tengah membentangkan sayap.
Tju Hong melanjutkan penuturannya; "kami berdua
duduk di tepian sungai sambil mengobrol. Aku bertanya
kepadanya., bahwa burung elang yang dicacahkan
didadanva itu sangat indah sekali. Sie-teeku dengan senang
mengatakan bahwa mereka,menyuruh Ong Djie Ma Tju
mentattoo elangnya itu. Ia mengatakan kalau mau
mentattoo boleh pergi pada Ong Djie Mi Tju"! Dari
pembicaraan itu. aku mengetahui bahwa Sie-tee menpunyai
seorang kakak. Katanya kakaknya itu adalah seayah
berlainan ibu, usianya berbeda dua tahun, akan wajahnya
satu sama lain sangat bersamaan dan tak ubahnya seperti
terlahir kembar. Kakaknya itu bernama Louw Tiau. dari itu
482 di dadanya ditattoo seekor burung Tiau (garuda)."
Semua orang kembali memandang kepada Louw Eng
palsu beberapa kali. hatinya masing masing berpikir "Kalau
begini, binatang ini pasti Louw Tiau dan bukan Louw Eng.
Tapi kenapa bisa bertukar semacam ini" Sungguh sukar
untuk diselami."
"Mereka dua saudara tidak mempunyai kerukunan yang
harmonis. Kakaknya itu sedari Kecil sudah gadungan dan
tidak mempunyai pekerjaan yang baik, kemudian ia pergi
ke Kwan Tong tanpa kabar cerita. Sedangkan sang adik
adalah seorang yang baik dan sangat cinta pada negara,
karenanya dapat menjadi saudara angkat kami." Tju Hong
menyedot napas sejenak: "Sesudah mendengar
perkataannya itu, sedikit juga aku tidak menaruh di dalam
hati. dan melupakannya. Kemudian Sie tee mendapat kabar
bahwa kakaknya menderita penyakit keras di Kwan Tong."
"Perhubungan saudara antara mereka biar bagaimana
tetap tebal, karenanya ia pergi untuk menyambangi
saudara tuanya. Hal ini tidak dapat kami rintangi.
Sekembalinya ia dari Kwan Tong. kami merasa ia sudah
berubah demikian macam dan seperti berganti orang, Louw
Eng mengatakan bahwa kakaknya sudah meninggal. Kira
kami karena kematian saudaranya ia menderita kesedihan
dan menjadi berubah. Siapa tahu rahasia ini baru sekarang
dapat dibongkar Dapat dipastikan orang yang kembali dari
Kwan Tong itu adalah Louw Tiau yang memalsu Louw Eng
dan bercampur dengan kami untuk mengetahui sesuatu
rahasia pergerakan di dalam tanah, bahkan jahanam ini
berhasil membunuh Win toa Ko, dan dua saudara lain."
Penuturannya sampai di sini, Tju Hong menoleh pada Louw
Tjiau sambil membentak. "Hei bangsat, betul tidak!"
Louw Tiau memeramkan matanya terus sambil
mendengari penuturan Tju Hong. Tapi perhatiannya tidak
sebanyak orang lain atas kata kata itu. Sedangkan
perhatian sepenuhnya dicurahkan untuk mencari daya guna
menyelamatkan dirinya. Saat ini tetesan hujan sudah
semakin terasa membasah di atas mukanya, ia sadar bahwa
483 harapan untuk hidup terbentang lebar di hadapan mukanya.
Kala Tju Hong membentaknya, ia baru menjawab dengan
ayal ayalan "Segala kata katamu benar belaka!"
"Kalau begitu orang yang mencelakakan aku di Oey San
itu engkau adanya, benarkah?"
"Perlu apa lagi diulang ulang pertanyaan itu. siang siang
sudah kuakui!"
"Begitupun baik. tapi kau harus menerangkan dimana
beradanya Louw Eng!"
Louw Tiau tersenyum tidak menjawab. Melihat ini Tju
Hong menjadi gusar kembali, beberapa kali bentakannya
kembali ke luar mendesak agar Louw Tiau menerangkan di
mana keadaannya sang adik.
"Segala apa dapat kuterangkan dengan seterang
terangnya asal kamu dapat melulusi sebuah permintaanku."
"Permintaan apa?"
"Aku tahu bahwa kalian biar bagaimana tidak akan
mengampuni dosaku ini, akupun tidak memikir untuk hidup
lagi, tapi berikanlah kelonggaran untuk aku menemui ajal
dengan menerjunkan diri kedalam jurang!" kata Louw Tiau
dengan serius sekali..
"Nyatanya engkau sudah mengetahui doSa yang sudah
diperbuat itu sudah terlalu besar, sehingga tidak mengharap
hidup lagi. Tapi mati ya mati, untuk apa memilih milih
tempat!" kata Gwat Hee dengan dingin.
"Nona yang baik. kau sungguh baik bisa mencarikan aku
tempat yang baik guna aku mati secara utuh!"
"Mengaco!"
"Kalian dapat membuat aku mati dengan penasaran,
akupun dapat membuat kalian hidup seumur hidup dengan
perasaan tidak tenteram!"
Semua pandangan diarahkan pada Hoa San Kie Sau,
sebaliknya Kie Saupun memandang orang banyak,
484 semuanya mengangguk anggukkan kepala, menandakan
melulusi permintaan Louw Tiau.
"Baik, permintaanmu itu kami lulusi. katakanlah lekas
bagaimana mulanya kau menyamar menjadi Louw Eng"
Sedangkan Louw Eng kau apakan" Masih hidupkah atau
sudah kau binasakan" Delapan belas tahun yang lalu
bagaimana kau merencanakan untuk mematikan saudara
saudara kami" Sedangkan Tjiu Djie ko di mana kau
celakakan" . . . semuanya ini kuminta kau lekas lekas
ceritakan. asal kau berani membohong, permintaanmu itu
tidak akan kukabulkan!"
"Pasti kukatakan, tapi kamu tidak mengijinkan aku naik
ke atas. aku tidak mau kena tipu! Kalau aku sudah
menuturkan kalian akan menyukarkan diriku kembali!"
Kie Sau menggerakkan lengannya mengangkat dia ke
atas dan membantingnya dengan keras: "Apa lagi.
katakanlah!"
Louw Tiau menoleh ke kiri kanan, sekelilingnya berdiri
lapisan musuh, ia tahu biar bagaimana rahasia harus
dibongkar juga, kalau tidak kesulitan yang dihadapinya
pasti sukar dilalui,
"Baiklah, segalanya akan kututurkan!" katanya sambil
menghirup udara.
Dengan jelas Louw Tiauw menceritakan kejadian delapan
belas tahun. Kiranya bahwa dirinya sejak kecil sudah tidak
karuan, belakangan sesudah dewasa segera meninggalkan
kampung halamannya mengembara ke daerah Kwan Tong..
dalam menempuh perjalanan hidup di rantau orang ia
bertemu dengan Lo Kuay. Saat itu Hek Liong lo Kuay sudah
menjadi budaknya bangsa Tjeng dengan kedudukan yang
tinggi. Pertemuannya ini membuat mereka menjadi intim
karena berpikiran dan bertujuan sama. Louw Tiau yang
kemaruk akan kesenangan hidup, berniat keras untuk
mendirikan jasa jasa terhadap pemerintah Bsan, dan itu
tidak segan segan untuk mencelakakan sesama bangsanya
asal saja dirinya menjadi senang.Ia memikir bahwa adiknya
485 adalah seorang patriot bangsa yang memusuhi pemerintah
penjajah dan mempunyai hubungan sangat luas di kalangan
orang orang Kang ouw pencinta negara, dengan bertekad
bulat menjadikan adiknya sebagai pancingan dikirimkannya
surat kepada adiknya, mengatakan bahwa dirinya
menderita sakit berat dan mengharapkan benar kedatangan
sang adik. Louw Eng adalah seorang budiman, biar
bagaimana tidak akurnya antara mereka, ia tetap sayang
pada kakaknya, dengan menempuh bahaya yang besar ia
pergi juga ke Kwan Tong mencari kakaknya. Pertemuan
antara dua saudara ini menggirangkan hati masing-masing.
Louw Tiau menceritakan bahwa dirinya sudah insyaf dan
ingin mengikut jejak sang adik guna membela tanah air.
Tentu saja bal ini membuat yang menjadi adik girang sekali,
tanpa curiga lagi. satu demi satu hal yang bersangkutan
dengan penggerakan di bawah tanah dituturkan kepada
kakaknya dengan jelas. Dari kata kata sang adik Louw Tiau
mendapat tahu bahwa Ong Tie Gwan dan saudara saudara
angkatnya adalah saudara angkat dari adiknya. Hal ini
membuat hatinya girang dan timbul daya untuk menyamar
menjadi adiknya guna memasuki daerah Tionggoan dan
bercampur dengan Ong Tie Gwan, ditanyainya sesuatu yang
mengenai paras dan keistimewaan, adat tabiat pengawakan
dari Ong Tie Gwan, Tjiu Tjian Kin, Tju Hong dan lain-lain,
kemudian pergi ke Tionggoan.
Sesampainya di tempat tujuan kebetulan sekali ia
bertemu dengan Ong Tie Gwan yang mendapat surat
undangan dari Wan Tie No guna mendaki Oey San pada
malaman Tiong Tjiu, tanpa ragu-ragu ia pergi mengikut
dengan mereka. Dan menggunakan ketika untuk
mencelakakan Wan Tie No dan lain lain.
Louw Tiau selesai menceritakan sesuatu dengan singkat,
tapi mengenai di mana ia mencelakakan dirinya Tjiu Tjian
Kin dan di mana kediamannya Louw Eng tidak disebutkan.
Saat ini hujan sudah semakin besar. Air hujan sudah
berkumpul dan merupakan mata air mengalir ke bawah
gunung seperti air terjun. Louw Tiau berkata pada dirinya:
"Saatnya sudah sampai!" Ia berontak dan menggunakan
486 tenaga dalamnya untuk membuka semua jalan darahnya
yang dikunci Kie Sau tadi. Matanya memandang keadaan
situasi gunung, dirinya menghadap pada jalan terakhir
untuk manusia, langkahnya diangkat setindak demi
setindak. Gwat Hee dan Tju Piau serentak mengeluarkan bentakan
gusar; "Louw Tiau hentikan langkahmu!"
"Bangsat! Penuturanmu itu belum selesai!" kata Tju Hong sambil mengangkat tangan merintang di jalan.
"Kamu sudah mengatakan kalau segala sesuatu sudah
habis kuceritakan, aku bebas untuk mencari tempat guna


Pahlawan Harapan Karya Tang Fei di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membuang diriku ke dalam jurang."
"Kami adalah jantan sejati, kalau sudah mengatakan
putih tetap putih!" kata Kie Sau
"Kalau begitu baik,tapi kamu semua harus mundur
sebanyak tiga tombak. Agar diriku darat memilih tempat
kemitian secara bebas dan tenang."
"Jangan banyak ribut lagi, kami tidak mempunyai niat
untuk mencelakakan dirimu secara menggelap! Katakanlah
di manakau mencelakakan Tjiu Tjian Kin" Sedangkan Louw
Eng di mana rimbanya?"
"Tempat di mana Tjiu Tjian Kin jatuh ialah di puncak Tian
Tou sebelah selatan tepat di dekat pohon Siong yang
delapan batang banyaknya. Carilah ke sana, pasti dapat
kamu ketemukan tulang tulangnya."
"Dapatkah keteranganmu dipercaya?" tanya Tjiu Piau.
"Orang yang akan mati, kata katanya selalu betul
belaka!" Kie Sau berpikir: "Dalam hal ini agaknya Louw Tian
menuturkan dengan betul dan jujur." Dari itu ia
melanjutkan Dertanyaannya dengan tak sabar: "Louw Eng
berada di mana?"
"Ia sudah meninggal!"
487 Tiga patah itu membuat sekalian orang terkejut
dibuatnya, lebih - lebih Tju Hong merasakan dadanya
menjadi sesak sekali. Ia tak habis pikir saudara angkatnya
semua menjadi korban dan mati konyol di tangan jahanam
ini, sehingga tinggal ia seorang dirinya yang masih dapat
hidup. Sesudah ia menenangkan diri, segera menanya:
"Karena apa ia meninggal?"
"Makan racun!"
"Siapa yang mencelakakannya?" tanya Tju Hong semakin
dongkol. "Tak perlu ditanya lagi, tentu perbuatan diriKu!"
Tju Hong merasakan dadanya terbakar, dipandangnya
bangsat yang dibenci itu. ingin hatinya menusuk dan tusuk
dengan ratusan dan ribuan pedang agar sakit hatinya
terbalas, tapi ia sudah menyanggupi sang jahanam mati
membunuh diri. saat ini bagaimana pula ia tidak boleh turun
tangan, Telinganya saat ini mendengar suara Louw Tiau
yang bicara dengan Hoa San Kie Sau: "Kie Sau. semuanya
sudah kukatakan!"
Kie Sau memandang sekalian orang, ia tahu mereka
diliputi perasaan kesal dan geram, tapi biar bagaimana
semuanya adalah bangsa satria yang pantang ingkar pada
janji. Lengannya digoyangkan memberi tanda agar
semuanya menepati janji dan memberikan kelonggaran
pada sang jahanam untuk memilih tempat guna seumur
hidup. Sekalian orang tidak membuka mulut semuanya
mundur menjadi dua baris ke kiri dan kanan sejauh tiga
tumbak. Louw Tiau melangkahkan kakinya terus ke arah jalan
terakhir untuk manusia', setiap ia melangkah setindak yang
lain pun mengikuti maju selangkah, sekali kali tidak
memberi kesempatan untuknya melarikan diri. Sesudah
melewati beberapa belokan kecil, tibalah di suatu tebing
yang menonjol seperti bukit kecil. Dari tempat yang tinggi
ini terlihat. 488 'Tjoat Djin Tja Louw' (jalan terakhir bagi manusia),
melihat ini Louw Tiau menghentikan kakinya dan
memandangkan matanya ke sekeliling. Tampaklah di depan
tebing mengalir air hujan yang merupakan selokan kecil
dengan suara kerucukannya yang merdu, air ini tidak
berapa banyak mungkin sesudah hujan saja baru
berkumpul menjadi satu dan merupakan selokan. Diamdiam Louw Tiau menjadi senang :
Jilid 16 "Ah, tak kukira peta rahasia dari bukit kuning (Oey San)
ini sedikitpun tidak salah. Benar saja di sini terdapat
selokan air, menurut peta rahasia terjunkanlah diri dari atas
ke selokan ini, segera bisa mengikuti arus air dan hanyut
sampai di kaki gunung. Hal inipun pasti benar adanya.
Ehem, ehem. hari ini di langit tidak ada jalan, tapi di bumi
ada pintu." Tubuhnya berbalik dan memberi hormat pada
sekalian anak muda, kemudian ia bicara dengan kata kata
dingin; "Tju Wie marilah! sampai berjumpa kembali!"
"Tia tia! Tia-tia!" Tjen Tjen ber teriak teriak dengan tiba-tiba. Sebenarnya gadis ini disembunyikan Djie Hay, tapi
kala Louw Tiau menuturkan kejadian yang lalu, Gwat Hee
membebaskannya, agar ia bisa mendengari cerita dari yang
menjadi bapak. Semakin mendengar Tjen Tjen semakin
bingung, ia tak habis pikir bahwa ayahnya bisa melakukan
perbuatan Keji yang tidak berperikemanusiaan sama sekali
Walaupun dirinya dibesarkan di dalam rumah yang jahat,
biar bagaimana Tjen Tjen adalah seorang anak perempuan
yang jujur dan baik, untuk menjadikan dirinya seperti sang
ayah sedikit juga tidak berani, paling paling hanya
mengganggu orang! Hatinya menjadi sedih dan duka
mendengar kisah ayahnya.
Ia berpikir. "Kalau begini aku anak siapa" Apakah anak
kandung dari Louw Tiau atau dari Louw Eng" Sekali ia
berpikir begini, segera membuat pikirannya menjadi kacau
dan diam tidak membuka mulut. Saat inilah ia melihat Louw
Tiau akan menerjunkan diri ke dalam jurang, tanpa terasa
489 lagi mulutnya terbuka untuk memanggil Tapi apa yang
dikatakan tidak lain dan "tia-tia, tia-tia" sedangkan kata kata lain tidak di ingat untuk diucapkan.
Mendengar teriakan dari sang anak ini Lou Tiau menoleh
dengan mendadak, sambil memesan. "Tjen Djie rawatlah
dirimu baik baik, aku tidak berdaya untuk membawamu!"
Sedangkan tubuhnya segera melesat seperti burung walet
menuju selokan air gunung
Orang banyak baru sadar dari impiannya, bahwa Louw
Tiau bukan mencari mati melainkan melarikan diri. Serentak
semuanya mengeluarkan seman tertahan. Tjiu Piau
menggenggam mutiaranya dan menghajarkan kepada sang
jahanam. "Bangsat jangan kau memikir dapat selamat!"
Mutiara mutiara itu tak ubahnya seperti kuntuman bunga
emas turun dari kahyangan mengejar pada Louw Tiau yang
sudah nerhasil menggelincir sejauh tiga empat tumbak. Ia
menjrdi terkejut demi melihat mutiara mutiara emas yang
mengurung dirinya sepasang kakinya tidak berani berpisah
pada tujuan, begitu berpisah pasti menerjang cadas cadas
dan menemui ajal.
Dengan terpaksa dan mangkel ia mengegos ke samping,
menyusul terdengar suafa "brek" dari bajunya yang sobek tersangkut pohon dan sebagian besar tersangkut di atas
ranting pohon. Dengan sobeknya baju ini sebagian dari
bahu kirinya terlihat tegas, pada saat inilah salah sebutir
dari mutiara beracun tepat bersarang di pangkal lengannya
yang tidak berbaju.
"Bangsat! Akhirnya kau tidak terhindar dari kematian!"
seru Tjiu Piau dengan girang melihat hasil baik dari
mutiaranya. Walau pun sudah kena mutiara Louw Tiau
masih tetap tidak menjadi gugup, dengan cepat ia
mencabut pisau belati dari pinggangnya dan menabaskan
kepada pangkal lengannya, sebingga lengan itu putus dan
jatuh entah ke mana. Dengan menahan sakit tubuhnya
terjun ke dalam air dan hilang di balik cadas yang berada di
gunung itu. Perubahan yang berjalan secara mendadak dan cepat ini
490 membuat sekalian orang menjadi termenung menung tidak
keruan. 'Bangsat itu dapat turun ke bawah, masakan kita tidak!'*
kata Ong Djie Hay sambil maju melangkah ke depan.
Sebelum kehendaknya tercapai Kie Sau sudah
merintanginya sambil tnenasehatkan. "Anak anak! Sekali
kali jangan sembarangan turun, lebih banyak celakanya dan
selamat!" "Dapatkah kita melihati saja sang jahanam merat dari
hadapan kita?" tanya Djie Hay.
"Sepandai pandai tupai melompat akhirnya terjerat
pula." kata Kie Sau. Larangannya Kie Sau dipatuhi sekalian
anak anak muda. sehingga tidak ada yang berani mencoba
coba untuk mengejar sang bangsat.
"Sie Hong." panggil Kie Sau.
"Ya, Su pee aku menantikan perintahmu!'
"Kau lihat," kata Kie Siu sambil menunjuk pada sobekan baju Liuw Tiau. "Ambillah bawa ke mari sobekan baju itu."
"Baik Su pee!" Kata Sie Hong sambil memperhatikan,
pikirnya kalau masih mempunyai senjata dengan mudah
sobekan baju itu dapat diambil tapi senjatanya kini sudah
tidak ada, hal ini agak menyukarkannya juga. Sesudah
berpikir pulang pergi, akhirnya ia berkata.
"Bisa, tapi kuminta bantuan dari saudara-saudara. Aku
akan belajar dengan caranya Sie moy tadi pasti dapat turun
dan dapat naik."
Permintaan Sie Hong dengan serentak diterima dengan
baik. Djte Hay dan Gwat Hee berdiri di atas dengan teguh,
lengannya memegang Wan Djin Liong sedang Djin Liong
memegang pula Thian Hong, Sie Hong baru memegang
lengan Thian Hong dan turun ke bawah, dengan cepat
sobekan baju itu kena dijangkau dan dibawa ke atas.
Sesudah sobekan itu diperiksa, membuat orarg-orang
menjadi heran, karena sobekan baju itu terbuat dari dua
491 lapis kain, lapis luar adalah baju lapis dalam adalah dari
peta yang teramat indah dilukisnya. Sesudah diperhatikan.
orang banyak mengerti bahwa peta itu adalah peta Oey
San. sayang hanya sebagian saja.
Tju Hong mematung dengan heran melibat peta itu,
agaknya ia teringat pada sesuatu hal. Tiba tiba ia menuju
ke depan. mulutnya berkata kata."Biarlah aku periksa peta
itu!" Lengannya memegang peta itu dan memeriksa dengan
teliti, sedangkan kepalanya manggut manggut seperti
mengerti "Aku tahu bahwa peta ini adalah buah tangan dari
Sie tee Louw Eng!" Kemudian peta itu diperlihatkan lagi
pada Kie Sau. "Su ko. coba kau perhatikan tinta di atas peta ini. ada yang sudah lama ada pula yang baru ditulis. Dua
sajak ini agaknya baru ditulis, heran ya?"
"Memang tulisan ini masih baru" kata Kie Sau, "paling lama baru setahun.
dengan ini kita dapat memastikan bahwa Louw Eng pada
tahun ini masih berada di dalam dunia!"
"Akupun berpikir demikian," jawab Tju Hong sambil
mengangguk-anggukkan kepala. "Tapi mungkinkah ia masih
hidup sekarang?" Kie Sau berpikir, bahwa peta ini pasti
mempunyai rahasia yang besar sekali, dan harus diperiksa
dengan teliti. Sedangkan hal yang utama mereka harus
turun gunung dengan segera. Ia ingat bagaimana Louw Tiau
turun gunung mungkin di dalam peta itu ada tertulis
caranya. Akhirnya ia menemukan juga perkataan, 'Jalan
terakhir untuk manusia di atas peta, dan melihat suatu
jalan rahasia yang sangat kecil, yakni yang di mana mereka
berada. Terkecuali itu di sisi jalan tertera tulisan dari hurufhuruf yang kecil sekali.
Mulai tabir air terjun, langsung ke utara memutar
menurut gunung. Tampaklah sebuah batu bertulis 'jalan
terakhir untuk manusia' menghadang perjalanan. Di sini
terdapat tebing gunung yang menonjol, setiap hujan dapat
melihat selokan air di sebelah kanannya, Di samping air
terlihat batu cadas yang putih dan licin. Terunlah ke arah
ini. Kalau tidak hujan sekali-kali jangan mencoba sebab bisa
492 binasa badan. Kie Sau mengangguk kepalanya sambil berkata :
"Kiranya Louw Tiau menurut petunjuk dari peta ini dan
turun ke bawah, jahanam itu sekali kali tidak akan mengira
bahwa sebagian dari petanya bisa terjatuh di tangan kita.
Kita harus lekas - lekas turun gunung, tapi Yauw Lo belum
tampak datang, siapa yang mau memanggilnya datang?"
"Aku!" jawab sekalian anak-anak muda dengan
serempak. "Djie Hay, Djin Liong. Thian Hong saja yang pergi,
cepatlah!" Tiga orang dengan cepat melangkahkan kakinya
menurut perintah untuk mencari Yauw Tjun Sa.
Ketiga anak muda dengan keras melarikan kakinya,
mereka kuatir sesudah hujan reda air selokan akan menjadi
surut. Mereka hampir sampai di tabir air terjun, jauh jauh
dilihatnya sesosok tubuh yang tengkurap di tanah tidak
bergerak. Ketiga orang merasa heran, pikir mereka, jangan
jangan orang tua itu sudah letih dan tidur di sana" Sesudah
dekat menjadi heran karena orang itu adalah Lo Kuay yang
sudah menjadi kaku. Sedangkan bayang bayang dari Yauw
Tjian Su tidak tampak berada disitu mereka berteriak
memanggil, terkecuali mendengar suara mereka yang
menggema di lembah, tak terdengar suatu jawaban.
Kita tahu di mana Lo Kuay dan Yauw Tjian Su bertarung
hanya diketahui Louw Tiau seorang, sedangkan yang lain
tidak mengetahuinya. Dengan sendirinya tiga anak muda ini
tidak mengetahui apa yang sudah terjadi di dalam goa ini.
Dua saudara Wan berpikir "Pasti ShuLu yang membuatnya
mati pada Lo Kuay ini. Tapi ke mana gerangan perginya
Shuhu" Mungkinkah ia tengah girang dan mengamuk ke
sarang lawan" Atau- - - - - atau. ah, mungkinkah Shuhu
bisa jatuh ke jurang dan binasa" Ah biar bagimana hal ini
tidak bisa terjadi!"
Acak acakan pikiran ketiga orang menduga duga
kejadian di dalam goa tanpa mendapat hasil, Djie Hay tidak
berputus asa, dengan teliti dicari bekas bekas dan jejak dari
493 orang tua itu. Tiba tiba kepalanya dongak dan berseru
heran. "Ah, guruku pernah datang ke sini!" Dua saudara Wan memandangkan matanya ke mana Djie Hay melihat,
kiranya di atas dinding goa terlihat tulisan dengan huruf
besar. Hek Liong Lo Kuay menemui ajal di sini, Yauw Tjian Su
menderita luka parah disini, Pang Kim Hong menolong
orang di sini. Huruf huruf itu nyata adalah goresan tangan
dan masih baru. Dalam jaman ini terkecuali dari Hek Lioug
Lo Kuay, Yauw Tjian Su hauya Pang Kim Hung yang
mempunyai daya kekuatan seperti itu, karenanya tak perlu
diragukan lagi kebenaran dari kata kata itu.
"Entah bagaimana dengan luka Suhu" Kini ia berada di


Pahlawan Harapan Karya Tang Fei di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mana?" tanya Wan Djin Liong pada Djie Hay
"Lekaslah kau laporkan kepada guruku dan katakan
bahwa kau akan pergi mencari Pang Kim Hong. Terkecuali
itu kalian harus lekas lekas turun gunung, jangan sampai air
selokan menjadi kering!"
Dalam kata katanya Djie Hay menyebutkan beberapa kali
kata Shuhu, sehingga membuat dua saudara Wjn menjadi
bingung, karena mereka tidak mengetahui bahwa Toa ko ini
sudah menjadi murid dari Pang Kim Hong.. Tapi mereka
tidak sempat untuk menanyakan hal itu .mereka berbareng
memegang iengan dari Djie Hay.
"Toa ko di luar banyak sekali musuh-musuh, kau seorang
diri ingin Ke luar. kiraku sangat berbahaya! Sebaliknya kita
kembali dahulu dan minta pendapat dari Su pee!"
Djie Hay berpikir. "KaJau dapat menemukan Pang Kim
Hong segala sesuatu tidak perlu ditakuti, tapi kalau tidak,
bahaya memang banyak, karenanya lebih baik menurut
kata kata dari saudara saudara Wan."
Tiga orang menjadi gelisah, tanpa menghiraukan lagi
mayat dari Lo Kuay mereka meninggalkan tempat itu. untuk
pulang kembali ke tempat semula dengan berlarian.
Hari sudah menjadi terang, hujan masih tetap turun
494 dengan rintik rintik, sedangkan air selokan agaknya hampir
surut. Kie Sau menjadi kaget mendengar kabar tentang
hilangnya Yauw Tjian Su, dengan cepat ia menghibur
sekalian orang: "iMengenai diri Yauw Tjian Su pasti tidak
kurang suatu apa, kalau benar mendapat pertolongan dari
Pang Kim Hong Kini yang penting kita harus turun gunung
sebelum air menjadi kering!"
Tju Sie Hong membuka jalan menerjunkan girinya
dengan cepat, tak lama kemudian dirinya segera hilang
terbawa arus air. Dalam sekalian orang banyak hanya ibu
Tjiu Piau yang berkepandaian paling rendah, dari itu harus
digendong oleh sang anak, demikian seorang demi seorang
menerjunkan diri dengan cepat.
Jalan rahasia ini sungguh luar biasa dan mengherankan,
pokoknya begitu kami memijak bumi dari udara dan berdiri
dengan kokoh, dengan sendirinya bisa menggelesar dengan
cepat mengikuti arus air. Selokan ini berlekuk-lekuk seperti
huruf Z dan sangat licin sekali. Pada hari biasa jalanan air
ini tidak berair dan penuh ditumbuhi lumut sehingga
menjadi bertambah licin, kini di aliri air hujan yang banyak
dengan sendirinya orang orang yang berkepandaian silat
seperti Hoa San Kie Sau dan lain lain di tambah dengan
keberanian hatinya, dengan tenang dapat turun dari atas
gunung seperti malaikat malaikat turun ke dunia.
Mereka beriring iring seperti main sky di atas salju
menggelesar dengan cepatnya! Turun dari gunung yang
berbahaya dan menyeramkan, Kie Sau memandang dengan
penuh perhatian dan berkata: "Orang dahulu berkata,
kembali dari Oey San tak melihat bukit! Kalau dunia aman
dan makmur, pasti kulewatkan hari tua ku di gunung yang
indah dan menarik ini!" Sehabis berkata ia menarik napas
dengan perlahan.
Tidak lama kemudian, jalanan rahasia ini sudah agak
rata, sedangkan air selokan sudah semakin surut. Andaikata
mereka ter lambat setengah jam saja. pasti tak dapat turun
gunung. Begitu air selokan surut licinnya pun berkurang.
seningga sukar untuk mengimbangi tubuh. Kie Sau
495 menampak di hadapannya terbentang tanah datar yang luas
dengan pohon pohon Siong yang tinggi tinggi, ia menoleh
pada Tju Hong "sebaiknya kita beristirahat di sini!"
Tju Sie Hong mendahului yang lain melompat dan disusul
yang lain, mereka ramai ramai berlarian dengan cepat
memasuki pohon-pchon Song untuk istirahat. Semuanya
mereka girang dan mereka habis bangun dari impian yang
aneh, kala membalik kepala menoleh pada Oey San
tampaklah Thian Tou Hong yang terkatung katung di atas
awan dengan megahnya. Sedangkan jalan turun yang
mereka gunakan semuanya terhalang batu batu gunung
sehingga tidak kelihatan sama sekali!
Kie Sau berseru, agar anak anak muda berduduk dengan
baik, guna merundingkan lagi siasat yang digunakan untuk
membekuk Louw Tiau yang sudah berhasil melarikan diri.
Dengan tenang Kie Sau mengatakan bahwa mereka harus
lekas lekas meninggalkan Oey San, karena musuh masih
tetap mengurungnya dengan rapat, kini menggunakan
musuh belum mengetahui, dapat dengan aman
meninggalkannya, sehingga membuat musuh menjaga
angin. Tju Hong tidak berapa memperhatikan perkataan Kie Sau
pikirannya dan matanya dicurahkan pada peta yang sedari
tadi berada di lengannya. Ia tahu bahwa Louw Eng adalah
seorang yang berbakat tentang ilmu bumi ia pernah melihat
dengan matanya sendiri sang adik melukis peta peta dari
gunung gunung karenanya ia tahu benar bahwa peta yang
dipegangnya ini adalah kepunyaan sang adik. Tapi tulisan
yang baru itu membuatnya menjadi heran dan ragu ragu,
pikirnya mungkinkah Louw Eng sudah seperti kakaknya
mengabdi pada pemerintah Tjeng"
Kalau tidak kenapa peta yang dilukisnya ini diberikan
pada Louw Tiau sehingga dapat digunakan oleh musuh
untuk menumpas bangsa sendiri"....Jalan satu satunya
untuk memberikan jawaban soal yang menyesak dadanya
mi, harus mencari dan menemui Louw Eng. Saat itu juga ia
496 membuka mulut. "Kita harus mencari Louw Eng Sie tee,
jalan pengusut satu satunya terletak pada peta Oey San
yang tinggal separuh ini. Sayang sudah sobek sehingga
sajaknyapun tidak lengkap!"
"Sajak apa?" tanya Kie Sau.
Tju Hong yang meneliti sedari tadi pada peta itu
memperlihatkan dua baris sajak yang tidak lengkap :
Hilang hubungan dengan dunia luar.
Tak ada musim semi dan musim rontok.
Kie Sau berkata:
"Kalimat pertama sudah terang mengatakan bahwa ia
tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar, tentu
dirinya berada dalam penjara."
"Ya, memang kalimat pertama mudah di mengerti tapi
bagaimana dengan kalimat yang kedua" Mungkinkah berarti
bahwa dirinya Sie-tee terkurung di dalam suatu tempat
yang gelap sehingga ia tidak dapat membedakan waktu" Ia
mengatakan tidak mengenal musim semi dan musim
rontok, tempat apa yang didiami, menurut hematku biar ia
tinggal di tempat gelap tetap dapat membedakan keadaan
udara yang panas dan dingin dalam pergantian musim
dalam setahun yang sebanyak empat kali !"
"Betul!" seru Kie Sau, "marilah kita pergi ke tempat yang tidak mempunyai musim semi dan musim rontok untuk
menyelidikinya!" Kata katanya ini memang benar dan
masuk di akal, tapi di mana akan dicari tempat yang tidak
mempunyai musim semi dan musim rontok, hal ini
membuat orang bungkam tak berkata kata.
Kie Sau berpikir sejenak, dan mengambil keputusan.
untuk sementara waktu mengajak sekalian orang menetap
dahulu selama beberapa bulan di Hoa San untuk mengatur
siasat yang lebih sempurna. Dengan berdiam di Hoa San
beberapa bulan, banyak sekali faedahnya, kesatu sekalian
anak muda dapat memperdalam ilmunya. Kedua kalau
memaksakan untuk bekerja sekarang, tenaga musuh masih
497 terlalu besar dan sukar di hadapinya dengan kekerasan.
Dengan berlalunya waktu tenaga musuh pasti sudah
terpencar dan menjadi tipis hingga mudah untuk
melawannya.. Ke tiga merencanakan untuk menyelidiki di
mana beradanya louw Eng dengan jalan terpencar.
Sedikitnya harus menyelidiki lagi Ban Liu Tjung, mengacau
di Thay Quw mendaki Go Bie San. pergi ke Kwan Tong.
masuk ke kota raja dan membayangi Ouw Yu Thian. Ong
Hie Ong. Lauw Tjiok Sim. Bu Beng Nie,Louw Tiau.. Bok Tiat
Djin. Kim Dju Kie dan lain lain. Hal ini tidak mudah
dilaksanakan dengan serampangan, semua harus teratur
rapi dan mempunyai banyak persiapan serta bantuan dari
orang orang berilmu.
Mengingat hal yang harus dilakukan terlalu banyak dan
berat, lebih lebih merasa kekurangan tenaga diri sendiri,
sehingga orang orang yang sudah banyak masih terlalu
kurang untuk digunakan.
Kie Sau sudah berpikir tetap dan segera akan
mengemukakan pendapatnya. Tiba tiba dilihatnya Louw
Tjen yang masih muda dibawa bawa, ia bingung untuk
menempatkan gadis itu. Dipanggilnya Tjen Tjen.
"Hay Djie. kau masih muda dan tidak mengetahui hal di
dunia yang rumit ini. kini ku tetaskan engkau secara hati
terbuka!" Tjen Tjen masih tetap tidak bergerak dari tempat
duduknya. "Kau sudah merdeka, lekaslah kau cari ayahmu itu!" kata Kie Sau.
"Aku tidak mempunyai ayah!" kata Tjen Tjen dengan
murang maring Sedang air matanya mengalir ke luar
dengan sedihnya. Sedangkan hatinya tengah curiga dan
geram, hal yang mencuriga ialah ia tidak mengetahui bahwa
ayahnya yang sejati itu Louw Eng atau Louw Tiauw, kalau
Louw Tiau sebagai ayahnya ia benci dengan kelakuan
498 jahatnya dan tidak mempunyai perasaan sayang atas
dirinya. "Hay djie." kata ibu Tjiau Piau maju mendekatinya,
"kau tidak ingin turut pada ayahmu, tetapkanlah
pikiranmu untuk turut dengan kami, kau pikir bagaimana?"
"Aku tidak mau turut dengan kamu!" jawab Tjen Tjen
sambil melotot dan mengangkat dada. Anak gadis yang
kecil ini berpikir, bahwa mereka adalah musuh, bahkan baru
bertanding dengannya belum lama berselang kini dirinya
disuruh mengikut, bukankah berarti harus tunduk dan
menyerah" Hal ini biar bagaimanapun tidak boleh terjadi! Ia
berpikir. "Aku tidak mau turut dengan siapapun dan tidak
mau mencari siapa juga. aku akan menjelajah dunia Kang
ouw seorang diri. ke mana ku suka ke mana kupergi!-"
berpikir sampai di sini tiba-tiba, hatinya merasa bahwa
dirinya sangat sepi dan sebatang kara, betapa ia
merindukan ibunya, tapi sang ibu sudah lama
meninggalkannya kealam baQa. Pikirnya ibupun pasti
sangat kesepian berada di tempat jauh! Mengingat ini. tak
kuasa pula ia menggoak nangis secara memilukan sekali.
Tanpa berkata dan menoleh lagi ia berjalan lurus.
"Kau hendak ke mana?" tanya ibu Tjiu Piau.
Dengan suara parau ia menjawab: ''Kalian sudah
membebaskan aku, untuk apa mengetahui ke mana kumau
pergi!" Agaknya kesedihannya belum hilang, dengan
mendadak ia menangis lagi. sedangkan mulutnya kemak
kemik: "Tidak ada orang yang mencinta aku dan tidak ada
yang kucintai lagi. aku akan pergi jauh-jduh mendaki
gunung melintasi lautan!" Habis berkata kakinya dipercepat
maju ke muka seperti terbang. Kie Sau memberi tanda
kepada sekalian orang, sambil berkata perlahan: "Antaplah
sesuka hatinya!"
Semua pandangan dari sekalian orang banyak menatap
menghantar kepergian gadis yang nakal. Hari ini ia
mengenakan baju yang berwarna kuning, dalam cuaca
senja dan surya yang menyorotkan sinar emas
499 membuatnya ia hilang dalam ribuan benang halus dari
surya yang kuning. Tanpa mupakatan lagi semua orang
menarik napas perlahan untuk kepergiannya. Sesuatu
perasaan simpatik terhadap Tjen Tjen menenuhi dada setiap
orang, tapi apa mau dikata, ia sudah pergi membawa
caranya, mudah mudahan saja kapan waktu akan bertemu
pula! Tak lama kemudian sekalian patriot bangsa, turun
tergesa gesa meninggalkan Bukit Kuning (Oey San) untuk
pergi ke Hoa San. Dalam perjalanan, mereka menyamar
sebagai pelancong dan berpencaran seperti tidak mengenal
satu sama lain, tapi diam diam mereka tetap berhubungan.
Untunglah sesuatu dapat berjalan lancar, sehingga dapat
mencapai Hoa San dengan cepat dan selamat, Hoa San
adalah salah sebuah dan lima gunung yang kenamaan di
Tiongkok, sedangkan keangkarannya melebihi yang lain.
Gunung ini kebanyakan adalah tempat bersembunyinya
kaum pencinta negara yang berilmu tinggi, sehingga segala
penghianat bangsa atau mata mata dari pemerintah Boan
jarang yang berani datang menyelidiki ke sini. Karenanya
Kie Sau sekalian dapat dengan aman melatih diri dan
membuat sesuatu senjata baru yang hilang atau habis
terpakai. Sedangkan orang orang Louw Tiau dan pengawal
pengawal bangsa Tjeng tetap diam di Oey San selama dua
hari, selanjutnya mereka tidak menampak lagi pada Louw
Tiau dan Hek Liong Lo Kuay, Kira mereka dua orang itu
tengah melakukan sesuatu yang tidak boleh diketahui
mereka. Akhirnya Bok Tiat Djin merasa ada sesuatu hal
yang kurang beres, karenanya ia berdamai dengan 0w Yu
Thian mencari sekeliling, tapi hasilnya nihil! Sedangkan
orang yang dikurung mereka di atas Thian Tou Hong tidak
menampakkan gerak gerik barang sedikit, tanpa sabar lagi
mereka menerjang naik ke atas, lapi sepotong dari
bayangan orang tidak diketemukan. Mereka diliputi rasa
bingung dan tidak mengerti, akhirnya terpaksa mereka
bubar sendiri, karena kesal.
500 Thay Ouw adalah sebuah telaga yang sangat masyhur di
Tiongkok, letaknya di lereng gunung yang permai,
sekelilingnya adalah tanah pertanian yang subur, sehingga
merupakan daerah yang makmur sejak dulu sampai
sekarang. Saat ini adalah permulaan dari musim panas, keadaan di


Pahlawan Harapan Karya Tang Fei di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Thay Ouw makin indah dan permai Nelayan nelayan yang
tingga1 menetap di pesisirnya, beriring iring dengan
perahunya yang beraneka macam menuju ke tengah
tengah. Penghidupan nelayan adalah berat sekali, setiap
hari membanting tulang menangkap ikan, hasil yang
diperoleh dibawa ke kota untuk d dagangkan, akan
untungnya sekedar cukup menangsal perut tidak kelaparan.
Saat ini belasan perahu sudah tiba di tengah tengah telaga,
dari jauh mereka memandang sebuah pulau kecil yang jauh
di mata sambil menghentikan perahu perahunya.
Nelayan nelayan tua yang berada di atas perahu dengan
cepat menebarkan jalanya, semuanya mengharapkan akan
mendapat ikan yang besar besar tapi hasilnya hanya
beberapa ikan kecil kecil saja. Padahal mereka cukup
berpengalaman, sedikit banyak mengherankan sekali atas
hasilnya yang mengecewakan.
Salah sebuah dari perahu nelayan itu bermuatan seorang
tua dan dua anak muda. Seorang anak muda yang
berpakaian nelayan itu, agaknya bukan anak bungsu dari
orang tua itu, melainkan anak Sulungnya. Sedangkan yang
seorang lagi. berpakaian rapi dan menunjukkan wajah yang
gagah. usianya lebih kurang biru dua puluhan. Rupanya
anak orang hartawan yang tengah menyewa perahu untuk
pesiar di danau yang terkenal ini sambil menyaksikan
caranya menangkap ikan serta menik nay pemandangan.
Sesudah lama orang tua di perahu kecil ini menjala
hanya memperoleh beberapa ekor yang kecil kecil,
sedangkan yang paling besar tidak melebihi sebesar lengan.
Orang tua itu menarik napas panjang sambil menggerutu:
"Ah, hari ini sungguh malang sekali, kalau begini terus hari demi hari dilewatkan semakin susah!" Nelayan muda itu
501 tidak menjawab dan tidak berkata kata, tubuhnya berdiri,
mendayung perahunya melewati batas air yang sudah
ditandai langsung menuju pada pulau yang jauh di muka.
"Berhenti, stop! Siau Sim. apa kau gila!" seru si orang tua. Pemuda itu seperti menahan hawa amarahnya, tetapi
tidak berkata kata. malahan ia mengayuh semakin cepat.
Perahu perahu nelayan lain mengejar sejauh beberapa
tumbak untuk merintangi, tapi tidak berhasil mereka
berteriak teriak dengan keras. '"Siau Sam tju.. Siau Sam
tju, kalian ayah beranak akan ke mana?"
Orang tua itu melangkahkan kakinya memegang ke dua
lengan anaknya sambil memaki: "Binatang! Apa kau sudah
bosan hidup!" Sedangkan lengannya mengirimkan sebuah
tamparan pada sang anak. Pendayung direbutnya dari
lengan sang anak sambil membentak. "Lekas balikkan
perahu! Ingatlah perbuatanmu ini bisa merembet rembet
dan menyukarkan nelayan nelayan lain! Kalau sampai hal
ini terjadi, apa ktu bisa menanggung beban ini?"
Siau Sam mengenakkan giginya, matanya mendelik
sambil berkata dengan terpaksa. "Danau yang begini luas
dan banyak ikan, udangnya, habis dikangkangi! Sungguh
keterlaluan" Agaknya ia mendorgkol sekali,nyata dari
parasnya yang merah padam. Tampak lengannya bergerak
perlahan lahan, mengayun dan memutarkan perahu ke
tempat semula. Sesudah mengomel pergi datang . orang
tua itu baru ingat menarik jalanya, yang sudah lama sekali
ditebarkan, begitu jala ditarik membuatnya menjadi kaget
sekali! Kiranya jala itu di penuhi dengan ikan yang benar benar,
sisik ikan yang berkilauan kena sinar matahari membuat
orang menjadi senang. Orang tua itu tertegun sebentar,
entah girang entah bingung. Alisnya berkerut menjadi satu,
sudut bibirnya terbuka sedikit mengeluarkan senyuman
juga. Tiba tiba orang tua itu mengambil kepastian sesudah
diam sejenak, lengannya ditarik, jalanya sudah hampir
diangkat. Nelayan muda itu menutup mulutnya tidak bicara,
menatap pada ayahnya, sesudah lama baru membuka
502 mulutnya: "Tia tia. kau lihat, kalau tidak pergi ke sana
mana bisa memperoleh hasil yang baik ini! Kau lihat ikan
yang besar itu sedikitnya berharga . . Kalau nelayan muda
itu tidak membuka mulut mungkin tidak mengapa, tapi
begitu ia bicara seolah-olah menyadarkan si orang tua.
tampak orang tua itu menoleh dan membentak: "Binatang,
tutup mulutmu! Ikan ini tidak seharusnya kita peroleh!"
Sambil menge1uh panjang lengannya dikendurkan dan
dibukanya jaring yang berisi ikan. sehingga ikan sudah
masuk dalam jala terlepas semua. Pemuda gagah yang
berada di perahu melihat kejadian ini dengan heran diam
diam merasa sayang, tapi ia merasa belum waktunya
membuka mulut. "Tia tia, apa kau lepas semua!"
"Semua!" bentaknya.
"Bukankah kita sudah menyanggupi Siau ya ini untuk
menangkap ikan yang besar besar dan segar?" "tanya
nelayan muda sambil menatap bulak balik pada ayahnya
dan anak muda. "Sebaiknya kita tidak melakukan hal yang berbahaya !"
"Di sana mana ada ikannya?" Baru suaranya ke luar.
terdengarlah suara teriakan teriakan dari para nelayan lain,
sedangkan perahu perahu kecil itu berpencaran dengan
cepatnya menuju pada tempat mereka semula, Orang tua
dan anak muda yang berada di perahu kecil segera
berpaling, tampaklah oleh mereka mendatang sebuah
perahu kecil panjang dengan cepatnya dari balik pulau.
Ayah dan anak menjadi pucat mukanya, serentak mereka
berkata: "Celaka! Kita dipergoki anjing jahanam itu!"
Belum suaranya habis, terdengar berdesirnya suara anak
panah tepat menancap di perahu kecil sang nelayan Dengan
wajah pucat, orang tua itu memaki anaknya.
"Binatang! Atas kelakuanmu membuat kita sukar terlolos
dari bencana ini!" Kemudian ia berpaling kepada anak
muda: "Siau-ya apa kau bisa berenang" Anakku ini sudah
membuat bencana besar, kalau bisa lekaslah kau berenang
503 ke pinggir agar jangan tersangkut dengan perkara ini!"
'"Lo-tiang, kau tidak bersalah, tak mungkin
mendatangkan bencana untuk dirimu?" Kata anak muda
yang gagah itu.
"Siau ya, Kau harus tahu kami tidak boleh menjala
melewati batas itu. Kini sudah kami langgar, sebaiknya
pergilah leKas lekas!"
"Siapakah yang membuat batas itu?" tanya anak muda
itu dengan tenang.
"Okpa (orang jahat) yang sangat bengis!"
"Lo tiang, aku tidak bisa berenang, Kupikir bagaimana
baiknya?" Mendengar ini orang tua itu bertambah gelisah.
Sedangkan anak muda itu tetap menunjukkan ketenangan
yang luar biasa. Tengah mereka bicara anak nelayan itu
sudah menghentikan perahunya, karena sudah mengetahui
tak berguna untuk melarikan diri. Sedangkan perahu
nelayan lain saat ini sudah kabur jauh sekali. Perahu
pengejar sudah semakin dekat, di atas perahu ada dua
orang, seorang berusia kira kira empat puluh tahun,
matanya menunjukkan kebengisan dan kekejamannya.
Sedangkan yang seorang lagi baru berusia lebih kurang
tujuh delapan belas tahun, ia berdiri di haluan perahu
dengan garang, dadanva tidak berbaju sehingga jelas
terlihat otot ototnya yang kekar dan besar. Belum perahu
mereka merapat yang muda itu sudah membentak bentak:
"Bangsat gila dari mana berani menjala ikan keluarga Ong!"
Dengan cara Kim Kee Tok Lip (ayam jantan berdiri
dengan kaki tunggal) ia berdiri dengan tegak dan
menunjukkan bahwa dirinya adalah seorang yang mengerti
ilmu silat dan menakut nakutkan. Tapi dalam pandangan
seorang ahli segera mengetahui bahwa anak muda yang
temberang laganya ini tidak lebih tidak kurang adalah
seorang yang baru mengerti ilmu silat kampungan saja.
Walaupun tampaknya ia berdiri dengan kokoh, sebenarnya
seluruh ototnya digunakan terlalu berat, sehingga kaku
504 kelihatannya, kalau kena serangan jeriji orarg berilmu pasti
membuatnya jungkir balik. Sungguh kodok dalam
tempurung yang tidak mengenal tingginya langit, dan
tebalnya bumi !
"Hui Tay djin." kata nelayan tua dengan hormat.
"Yang rendah sedikit juga tidak berani mencuri ikan
keluarga Ong."
Kodok dalam tempurung itu membentak dengar gusar :
"Sungguh berani mati! Apa kau berani membantah apa
yang kukatakan" Kami melihatnya dengan tegas apa yang
kau lakukan!"
"Tay djin jangan menjadi gusar, anakku salah memasuki
perairan Tay djin, benar kami memperoleh banyak ikan,
tapi semuanya sudah dilepas kembali! Periksalah apa yang
ada dalam perahu kami." Sambil berkata orang tua ini
memperlihatkan tempat ikannya pada 'kodok dalam
tempurung ' Sesudah bocah itu melirik, segera berkata
"Untung kau mengenal gelagat, dan kubebaskan diri
tuamu!" Sedangkan matanya melirik lagi pada nelayan
muda. Orang tua itu buru buru berkata. "Hui Tay djin,
maafkanlah anakku yang tidak kenal urusan ini, ia
mengayuh perahunya dengan terburu-buru sehingga
melewati batas perairan tanpa disengaja. Aku sudah
memakinya dan akan menghajarnya lagi sesampai di
rumah." "Boleh kubebaskan, tapi jempolnya yang kuat mengayuh
itu harus dipotong!" serunya sambil melemparkan pisau itu
ke atas perahu.
"Potong lenganku saja yang sudah besar ini," pinta orang tua itu sambil meratap "anakku masih kecil, jempolnya
masih kecil,kasihanilah anakku ini, bagaimana kelak ia
mencari penghidupan dan menjala kalau tidak mempunyai
jari jempol?"
"Jangan banyak bacot lagi!" bentak orang muda itu,
505 "Kalau kau tidak memutuskan jempolnya, akan kucungkil
hatinya!" Orang tua itu tidak berani berkata kata lagi,
dengan mata mengembeng dipandang anaknya yang masih
kecil itu dengan perasaan sedih, dengan gemetar pisau
belati dipungutnya. "Siau Sam. ke lu. , . ar, . . kan . .
jejempolmu. . . popotong. . .lah!" Dari ke dua matanya
dapat di bayang kan,ia menyesalkan perbuatan anaknya
"Binatang aku lihat bencana sudah datang. untung
jiwamu tidak diminta!" Ia mengharap anaknya lekas lekas
melakukan apa yang disuruh agar bencana yang lebih besar
tidak menimpa dirinya. Siau Sam yang berdarah muda dan
barangasan, saat ini tidak kurang kagetnya dari sang ayah,
mukanya pucat lesi. la menyambut belati yang di berikan
ayahnya, matanya dirapatkan, di diberanikan hatinya dan
ditabaslah jempol kanannya sendiri. Tiba tiba terdangar
'tang' belati tergetar dan terlepas dari lengannya. Sebilah
belati itu segera menjadi dua sesudah terbang ke udara ke
dua duanya sama sama mengkilap dan mengeluarkan sinar
putih. Yang sebilah dengan cepat masuk ke dalam air.
sedangkan yang sebilah lagi bisa bergerak gerak di udara
dan menbalik badan, kemudian baru turun kedalam air dan
segera berenang. Sesudah di awasi, orang baru tahu bahwa
yang sebilah itu adalah seekor ikan kecil. Entah bagaimana
ikan itu mementalkan belati tiada orang yang
mengetahui.Hanya pemuda itu saja yang masih tetap
tenang, sedangkan orang setengah umur yang datang
dengan perahu pesat mengeluarkan bunyi 'hemm..hemm'
dua kali dan hidungnya, karena ia seoranglah yang melihat
bagaimana ikan itu terbang, yakni diterbangkan oleh anak
muda yang berpakaian pelajar.
Sedangkan anak muda konyol yang pandai menakut
nakuti orang, benar benar seperti kodok di dalam sumur.
Kakinya terangkat dan naik di perahu orang sambil memaki
seenaknya: "Bagus ya belatiku yang indah itu, berani kau
buang kini kau harus merasakan sesuatu dan perbuatanmu
itu!" Lengan Kanannya diangkat tinggi tinggi dan
menggamparkan Kepada nelayan muda itu. Plak terdengar
suara gamparan, menyusul terlihat pemuda konyol itu
506 berbalik kena dibikin mundur dan hampir terguling ke dalam
air. Kiranya pada saat itu kembali terdapat ikan terbang
merintangi lengannya, begitu kena tamparan ikan itu segera
menggoyang ekornya menggebes. seperti melawan dan
berhasil memundurkan lawan. Sedangkan anak nelayan
tetap diam dengan baik tanpa menderita kerugian apa-apa.
Pemuda yang berada di perahu tetap tenang sambil
menggosok gosok lengannya yang basah. Sebaliknya
pemuda konyol tidak mengenal gelagat, sesudah
serangannya tidak menbawa hasil jadi geregetan sekali,
matanya mengawasi ke sekeliling untuk mengetahui dari
mana datangnya ikan, matanya hanya menampak pada
anak muda pelajar itu. Si konyol berpikir "Anak sekolah
paling enak dibakal main!" Ia tidak memikir bahwa kaum
pelajar banyak yang berilmu tinggi sehingga disegani orang,
yang lucu otaknya tidak menduga sama sekali bahwa dua
ikan yang sudah mengganggu dirinya adalah perbuatan
pelajar itu. Sebaliknya dari hati hati, si konyol justru ingin
mengganggu orang.
Dilihatnya ikan besar yang menggebesnya masih
terdapat di atas papan perahu dengan cepat diambil dan
dilempar pada pemuda pelajar itu. Pikirnya dengan sekali
gebot ini, pelajar itu pasti akan muntah darah! Siapa tahu
pelajar itu tanpa bergerak, mengeluarkan sehelai sapu
tangan dan melilit ikan itu dengan secara mudah sekali.
Kemudian jerijinya bergerak ikan itu kembali ke tempatnya.
Sedangkan pelajar itu seperti tidak melakukan apa apa.
matanya tetap memandang ke tenpat jauh seperti tengah
menikmati pemandangan alam dengan asyiknya.
Pemuda konyol itu semakin penasaran, bukannya ia
sadar sebaliknya langkah gilanya tidak dihentikan, dengan
setakar tenaga diangkatnya ikan besar sambil ngedenngeden dan dilemparkan lagi pada dada orang. Pelajar itu
tidak gugup, dengan cepat dari sakunya mengeluarkan


Pahlawan Harapan Karya Tang Fei di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sepucuk surat sambil dibacanya.
Sesudah surat itu dikeluarkan, seperti sengaja dan tidak
sengaja ikan itu ditangkisnya dengan perlahan memakai
507 kertas yang tipis itu. ikan yang besar dan ditambah dengan
tenaga besar hilang gayanya dan kena ditangkis mundur!
Pelajar itu seperti tidak mengetahui sudah terjadi sesuatu,
dengan tetap memejang surat ia bertanya kepada nelayan
tua: "Lo tiang aku ingin bertanya, di Thay Ouw ini bukankah terdapat seorang she Ong bernama Hie Ong yang cukup
terkenal?"
Nelayan tua itu sedari tadi mukanya sudah berubah
pucat, ia duduk termenung memikirkan nasib anaknya,
sama sebali tidak memperhatikan perkataan pemuda
pelajar itu, ia hanya menjawab: "Eh.... eh."
"Lo tiang, kalau ingin menemui Ong Hie Org harus
mengambil jalan mana?"
Suara anak muda yang lantang dan terang ini. kedua
kalinya didengar dengan tegas oleh orang orang keluarga
Ong. Dengan cepat orang yang, setengah umur itu
mengawasi kepada pemuda pelajar, sedangkan si konyol itu
melirik dengan tidak memandang sebelah mata. seolah olah
tengah bicara: 'Dengan jiwamu yang demikian, mau
menemui majikan kami!" Sedangkan anaK muda nelayan
demi mendengar 'nama Ong Hie Ong' wajarnya
menunjukkan suatu perasaan mendongkol yang
bermusuhan sekali. Orang tua itu mendengar mi,
mengambil kesimpulan bahwa penumpang perahunya itu
kiranya adalah kawan dari si Raja Sungai, hatinya berpikir.
"Habislah sudah, mereka sekomplotan!" Tanpa berayal lagi ia membuka mulut secara hormat. "Hui Tay djin ini adalah
orang dari Ong Tay djin. Apakah tuan famili dan Ong Toi
ya.'" "Bukan, aku hanya ingin mengantarkan sepucuk surat!"
"Kalau begitu kasihkan saja pada Djie-wie Tay djin ini,"
Saat ini pemuda pelajar baru memandang pada pemuda
konyol sambil bicara: "Adik kecil. apa kau bisa mengantar
aku?" suaranya diucapkan secara mengejek, seolah olah
pemuda konyol itu tidak dihargai sama sekali.
Si konyol meajadi tak senang hati. dengan kasar
508 lengannya dikeluarkan. "Marikan surat itu!" Pelajar itu tidak menghiraukan sana sekali, mulutnya tersenyum dan
berkata pada orang setengah umur: "Bolehkah aku
menyusahkan pada Toa ko unruk mengantar aku" Karena
surat ini adalah dari keluarga Louw di kota raja yang harus
kuantarkan sendiri."
Orang yang setengah umur sedari tadi diam saja
menatap dengan dingin, kini mendengar disebutnya
.keluarga Louw dari kota raja lekas lekas bangun dan
berkata. "Oh. kiranya tuan dari kota raja! Marilah pindah ke
perahu kami." Pelajar itu dengan mudah melangkahkan
kakinya pindah perahu, dengan dingin ia berkata,
"Bagaimana dengan perahu nelayan itu?" Belum orang
setengah umur membuka mulut, 'kodok dalam sumur'
sudah mendahului. "Mereka harus ikut dengan kami!" nyata ia masih penasaran dan niat untuk menyiksanya nelayan
itu. Dengan segera pemuda itu berubah wajahnya, ia
membentak: "Kiranya kau adalah kurcaci yang sewenangwenang dan membuat rusak nama baik dari Ong Toa ya."
Lengahnya dijulurkan menangkap bahu kanan si pemuda
konyol. Si konyol biasa berbuat sewenang wenang, mana mau
menerima penghinaan ini, dengan cepat ia berpikir pula
untuk menunjuk gigi di hadapan orang baru ini. Tampak ia
menguatkan kuda kudanya sambil mengembungkan
dadanya menahan supaya tidak bergoyang kena betotan
orang. Siapa tahu lengan pelajar itu bukan main kuatnya,
begitu berhasil memegang segera menggunakan tenaganya
dan menggencetnya, kasihan si konyol, tak kuasa lagi untuk
tidak menjerit aduh aduhan' beberapa kali sambil meminta
ampun. Sedangkan kuda kudanya siang-siang sudah
menjadi gempur dan menunjukkan bahwa dirinya adalah
benar benar Kodok dalam Sumur yang baru ke luar!
"Begini tidak berguna, masih berani menghina orang!
Kau harus berlutut dan kou tou pada ya ya mu (tuan
besar)!" Lengan kanannya segera dikendurkan, dengan dua
509 jeriji ditariknya tubuh orang, hanya terdengar "bluk" sekali, tubuh si konyol segera menyeruduk dan ambruk ke depan
membertur papan perahu, sampai perahu dibuatnya agak
tertekan ke dalam air. Waktu ia bangun lagi mukanya sudah
berlumuran darah. Sedangkan pemuda pelajar
mengusapkan lengannya memberi tanda agar nelayan itu
boleh berlalu, sedangkan dirinya sendiri duduk dengan
seenaknya dan memerintahkan orang setengah umur itu:
"Silahkan Toa ko mengantar aku!"
Orang setengah umur itu, cukup berpengalaman dan
mengerti bahwa pelajar ini bukan orang sembarangan,
ditambah mau mengantar surat pada majikannya, ia
berpikir.. "Aku tidak mau menerima kerugian di depan
mata. sebaiknya kuajak dahulu menemui Tay djin baru
mengambil tindakan." Karenanya dengan laku hormat ia
membuka mulut. "Baik. silahkan tuan duduk dengan
tenang." Sedangkan matanya melirik memberi tanda pada
si konyol agar yang tersebut belakangan jangan membuat
onar lagi. sementara itu perahu sudah pesat maju ke
depan. Pelajar itu menarik napas panjang panjang matanya
dirapatkan, diam tidak bergerak entah memikir apa - - Jalan
pikirannya ini hanya diketahui seorang saja, orang itu tidak
ada di sampingnya melainkan jauh di tempat lain.
Siapa gerangan dari pemuda pelajar ini" Kiranya tak lain
dan tak bukan adalah Wan Djin Liong adanya! Segala
sesuatu yang terkandung di dalam hatinya ini dengan
segera terasa pada adiknya yang berada di tempat jauh.
Saat ini Wan Thian Hong tengah, duduk di atas loteng
penjual arak yang letaknya di tepi danau Sesudah ia
termenung menung dengan lama, tiba tiba merasa sesuatu
perasaan yang mendebarkan hati, ia diam memahami
pergerakan jantungnya. Sesudah lama, baru ia merasa lega
berkata pada pemuda yang berada di sampingnya.
"Toa-ko, saat ini kakakku belum mendapat kesukaran,
agaknya ia belum sampai di sarang musuh!" Pemuda itu
adalah Ong Djie Hai. Mereka bertiga dijadikan seregu untuk
510 menyelidiki sarang Ong Hie Ong guna mengetahui jejak dari
Louw Tuu dan sekalian mercari Louw Eng.
Baiklah kita kembali lagi pada Wan Djin Liong yang
berada di tengah tengah danau. Dengan cepat perahu
membawa mereka ke perairan Thay Ouw yang terdalam.
Mereka merasa seperti berada di samudera yang besar,
bedanya samudera bergelombang di danau tidak. Sewaktu
waktu dari permukaan air mencelat ikan Le Hie yang besar.
Wan Djin Liong melihat ini menjadi kagum, hatinya berpikir:
"Kiranya ikan yang berada di sini demikian banyak dan
besar besar. tapi sudah dikangkangi oleh Ong Hie Ong.
sehingga membuat penghidupan para nelayan terjepit, tak
heran kalau Siau Sam ingin menerjang batas air dengan
secara nekad."
Perahu itu berjalan dengan pesatnya sebentar belok ke
timur, kemudian ke barat berputar dan berbelok beberapa
kali. Wan Djin Liong kehilangan arah tujuan, ia tak tahu lagi
dari mana tadi ia datang dan kini sudah sampai di mana.
Perjalanan mi terus berlangsung, hari pun sudah menjadi
Pendekar Panji Sakti 7 Hancurnya Sian Thian San Seri Pengelana Tangan Sakti Seri Ke Iv Karya Lovelydear Pendekar Pemetik Harpa 33

Cari Blog Ini