Panji Sakti (jit Goat Seng Sim Ki) Panji Hati Suci Matahari Bulan Karya Khu Lung Bagian 4
Betapa terkejutnya Gin Tie. Ia memandang Taytie seraya berkata.
"Gie peh, Mei Kuei Ling Cu itu begitu tinggi bu kangnya. Apakah sudah tiada tanding di
kolong langit?"
Taytie menggelengkan kepala.
"Itu belum tentu, sebab dia cuma seorang diri." Taytie menjelaskan. "Yang sulit dilawan
adalah gabungan kita semua, karena masing-masing memiliki kepandaian tinggi."
"Apakah Yang mulia tahu asal usul Mei Kuei Ling Cu?" tanya Kim Tie mendadak.
"Tentunya kalian masih ingat, lo hu pernah menyuruh Si Macan tutul menyampaikan
perintah, agar kalian jangan cari gara-gara dengan orang marga Se dan pemuda berbaju
ungu itu kan?"
"Hay ji ingat." Gin Tie mengangguk. "Maka hay ji selalu menghindari bentrokan dengan
mereka." "Ngmm!" Taytie manggut-manggut.
"Gie peh, mungkinkah Mei Kuei Ling Cu adalah orang marga Se atau pemuda berbaju
ungu itu?"
"Kemungkinan besar dia. Mulanya memang dugaan, tapi kini dapat di pastikan
kebenarannya."
"Apakah dia pewaris Mei Kuei Ling Cu yang seratus tahun lampau itu?" tanya Kim Tie.
"Pemuda berbaju ungu itu juga marga Se, maka seharusnya dia turunan Mei Kuei Ling Cu
itu." 212 "Jadi".." Gin Tie menatap Taytie. "Mei Kuei Ling Cu itu marga Se?"
"Betul." Taytie mengangguk.
"Kini bagaimana menurut gie peh?" tanya Gin Tie.
"Untuk sementara ini, jangan menghiraukannya," jawab Taytie.
"Apa"!" Gin Tie tertegun. "Jangan menghiraukannya?"
"Ya." Taytie mengangguk sekaligus menegaskan, "Untuk sementara ini memang jangan
menghiraukannya."
"Kalau begitu, Toan Beng Thong dan lain sebagainya"..." Gin Tie tidak berani
melanjutkan ucapannya.
"Kalau tidak bisa bersabar, justru akan merusak rencana besar," ujar Taytie bernada
dingin. "Urusan itu harus kita biarkan begitu saja, bahkan juga harus melepaskan rumah
makan Empat Lautan itu."
"Gie peh...."
"Lo hu berani mengatakan, bahwa dia masih berada di Kota Ling Ni untuk mengawasi
keadaan rumah makan itu," lanjut Taytie. "Maka kalau engkau membawa orang ke sana,
justru akan masuk perangkapnya, bisa pergi tak bisa pulang lagi. Mengertikah engkau?"
"Hay ji mengerti."
"Yang mulia!" Kim Tie memberi hormat. "Bolehkah hamba bertanya sesuatu?"
"Tentu boleh. Tanyalahl"
"Yang Mulia menyuruh kami agar jangan menghiraukan Mei Kuei Ling Cu, kami semua
pasti patuh. Tapi seandainya dia mencari kami, itu harus bagaimana?"
213 "Asal kita tidak mengusik Mei Kuei Ling Cu, lo hu yakin, dia tidak akan tahu kita sedan
menyusun rencana untuk menghadapinya. Oleh karena itu, dia tidak akan cari kalian
sementara ini."
"Tapi bagaimana selanjutnya?"
"Sesungguhnya lo hu sudah punya suatu rencana untuk menghadapi mereka, namun kini
rencana itu tidak bisa dilaksanakan lagi, maka lo hu harus menyusun rencana lain."
"Bagaimana rencana lain itu?" tanya Gin Tie.
Taytie tampak berpikir, kemudian mengarah pada Kim Tie seraya bertanya dengan nada
serius. "Pernahkah engkau dengar, bahwa dalam bu lim terdapat sebuah Jit Goat Seng Sim Ki?"
"Hamba pernah dengar." Kim Tie mengangguk. "Pemegang panji itu adalah Kian Kun Ie
Siu, tapi dia sudah lama menghilang dari bu lim. Tiada seorang pun yang tahu kabar berita
maupun jejaknya, kemungkinan besar Kian Kun Ie Siu itu telah mati."
"Kalaupun dia sudah mati, panji itu pasti masih ada," ujar Taytie. "Lo hu yakin panji itu
disimpan di suatu tempat rahasia, menunggu orang yang berjodoh memperolehnya."
"Oooh!" Kim Tie manggut-manggut mengerti. "Apakah Yang Mulia akan berusaha
memperoleh panji itu, lalu menundukkan Mei Kuei Ling Cu dengan panji itu?"
"Betul." Taytie tertawa gelak. "Lo hu memang bermaksud begitu. Panji hati suci matahari
bulan berkembang, bu lim di kolong langit bergabung menjadi satu. Nah, tentunya Mei
Kuei Ling Cu pun harus tunduk pada panji itu."
"Bagaimana seandainya Mei Kuei Ling Cu berani melawan?" tanya Gin Tie mendadak. Ia
sama sekali tidak pernah mendengar tentang panji tersebut, maka tidak tahu bagaimana
kewibawaan panji itu.
Mendengar pertanyaan itu, Taytie tertawa ringan.
"Hay ji! Mungkin engkau belum dengar bagaimana kewibawaan dan kekuasaan panji itu,
kan?" 214 "Betul, gie peh." Gin Tie mengangguk. "Hay ji baru dengar hari ini tentang panji itu."
"Jit Goat Seng Sim Ki muncul pada seratus lima puluh tahun yang lampau. Berbagai partai
besar dan beberapa pendekar aneh yang membuat panji tersebut dimasa itu, maka siapa
yang tidak tunduk pada panji itu, akan menjadi musuh bu lim di kolong langit ini. Nah,
siapa yang berani tidak tunduk pada panji itu?"
"Gie peh, kalau begitu, lebih baik kita pusatkan perhatian pada jejak Kian Kun Ie Siu, agar
bisa memperoleh panji itu!" ujar Gin Tie.
"Hay ji"..." Taytie tertawa. "Kalau begitu gampang, gie peh sudah mencari panji itu dari
dulu." "Gie peh"..." Gin Tie ingin mengatakan sesuatu, namun kemudian dibatalkannya.
"Hay ji, tidak gampang mencari jejak Kian Kun Ie Siu," ujar Taytie, lalu memandang Kim
Tie. "Engkau yang bertanggung jawab tentang itu, perintahkan semua bawahanmu
mencari jejak Kian Kun Ie Siu! Kalau ada kabar beritanya, kau harus segera melapor pada
lo hu! Tidak boleh terlambat!"
"Hamba terima perintah!" ucap Kim Tie sambil memberi hormat.
"Hay ji!" Taytie menatap Gin Tie. "Engkau harus membawa beberapa orang ke Siu Gu
San untuk mencari anjing kecil itu! Mencari anjing kecil itu di Siu Gu San adalah tugas dan
tanggung jawabmu, laksanakanlah dengan baik!"
"Ya." Gin Tie mengangguk. "Hay ji pasti melaksanakan tugas itu sebaik-baiknya dengan
penuh tanggung jawab."
"Kedua urusan itu sangat penting, maka kalian berdua harus berhati-hati dalam
melaksanakan tugas, jangan sampai bocor masalah kedua urusan itu!" pesan Taytie lagi.
"Ya, gie peh." Gin Tie mengangguk.
"Ya, Yang Mulia." Kim Tie memberi hormat.
"Kalian berdua masih ada pertanyaan lain?" Taytie menatap mereka berdua.
215 "Hamba ingin mohon penjelasan mengenai suatu masalah." jawab Kim Tie sambil
menjura. "Masalah apa?"
"Kini Ekspedisi Kim Ling semakin maju, maka hamba ingin memilih seseorang jadi kepala
pemimpin di sana. Bagaimana menurut Yang Mulia?"
"Ekspedisi Kim Ling berada di kota penting di Kang Lam, itu memang harus di jadikan
salah satu kekuatan kita di sana." Taytie tertawa. "Mungkin dalam hatimu telah memilih
seseorang untuk ke sana."
"Benar, Yang Mulia."
"Siapa orang itu?"
"Kepala pemimpin ekspedisi Yang Wie yang di kota ini!"
"Ng!" Taytie manggut-manggut. "Sia Houw Kian Goan memang cocok untuk tugas itu. Dia
berpengalaman dan luas pergaulannya di kang ouw. Tapi"..."
"Kenapa?" tanya Kim Tie.
"Walau engkau memilihnya, tapi tetap tidak mempercayainya kan?" Taytie tertawa.
"Betul, Yang Mulia."
"Kalau begitu, apa rencanamu?"
"Hamba ingin mengutus seseorang untuk mengawasi gerak geriknya."
"Bagus." Taytie tertawa lagi. "Siapa yang akan kau utus?"
"Kim To Khuai Ciu (Si Tangan cepat golok emas) Cih Siau Cuan itu, namun hamba masih
mempertimbangkannya."
216 "Kalau begitu, urusan ini terserah bagaimana keputusanmu saja," ujar Taytie, lalu
memandang Gin Tie. "Hay ji, engkau masih ada pertanyaan?"
"Hay ji tidak ada pertanyaan lagi."
"Baiklah. Sampai di sini hari ini, kalau masih ada pertanyaan lain yang sangat penting,
boleh segera pergi menemui lo hu. Pertanyaan yang tidak penting, tidak perlu merepotkan
lo hu. Mengertikah kalian?"
"Mengerti?" sahut Kim Gin Siang Tie serentak sambil menjura.
"Nah! Lo hu mau pergi!" Taytie melangkah pergi dan di kuti empat pengawal pribadinya.
Sedangkan Kim Gin Siang Tie masih berdiri sambil memberi hormat.
* * * Bagian ke 24: Selidik Gunung
Kini sudah saatnya musim semi, bunga memekar indah dan kupu-kupu pun menari-nari di
atas bunga-bunga itu. Betapa indahnya daerah Kang Lam"...
Akan tetapi, di daerah utara masih tetap dingin. Terutama Siu Gan San yang berada di
daerah Hwa Pak, masih tampak salju berterbangan terhembus angin utara yang amat
dingin itu. Di dalam sebuah goa, Pek Giok Liong alis Hek Siau Liong sedang melatih ilmu silat yang
diturunkan Kian Kun Ie Siu.
Walau cuma satu bulan, Hek Siau Liong telah mengalami kemajuan pesat dalam hal bu
kang. Thai Ceng Sin Kang (Tenaga sakti pelindung badan) yang dimilikinya pun telah
mencapai tingkat keenam. Bahkan kini ia pun telah menguasai tiga jurus sakti pelindung
panji itu, hanya saja belum mencapai tingkat kesempurnaan, karena lwee kangnya masih
dangkal. Meskipun begitu, Kian Kun Ie Siu sangat puas akan kemajuan yang dicapai Hek Siau
Liong. 217 Itu tidak perlu heran, sebab Hek Siau Liong berotak cerdas dan berkemauan keras untuk
belajar, maka cuma dalam waktu sebulan, ia sudah maju pesat.
Betapa gembiranya Kian Kun Ie Siu. Orang tua buta itu yakin, bahwa kelak Hek Siau
Liong pasti menjadi seorang tayhiap yang menegakkan keadilan dalam bu lim.
Ketika sang surya mulai tenggelam di ufuk barat, tampak seseorang sedang berlatih bu
kang di luar goa, yakni Hek Siau Liong. Ia sedang melatih tiga jurus sakti pelindung panji.
Usai berlatih, ia duduk beristirahat di bawah sebuah pohon rindang. Mendadak ia
mendengar suara aneh. Cepat-cepat ia menengok ke arah suara itu, tampak sembilan
orang sedang berjalan menghampirinya.
Orang yang pertama mengenakan baju putih perak, muka ditutupi dengan kain putih perak
pula. Dua orang mengenakan baju merah dengan kain penutup muka warna merah, di
belakang mereka berdua tampak enam orang yang mengenakan baju kuning dengan kain
penutup muka warna kuning pula.
Siapa mereka itu" Ternyata Gin Tie bersama dua pelindung dan enam pengawal khusus.
Gin Tie tidak membawa senjata apa pun, namun kedelapan orang itu membawa pedang
panjang bergantung di pinggang masing-masing.
Gin Tie dan delapan orang itu berhenti di hadapan Hek Siau Liong, sepasang matanya
menyorot tajam memandangnya.
"He he he!" Gin Tie tertawa terkekeh-kekeh. "Pek Giok Liong, aku kira engkau telah
menyusup ke dalam bumi atau terbang ke langit, tidak tahunya engkau bersembunyi di
sini! Nah, kini engkau mau kabur ke mana?"
Siau Liong terkejut bukan main, namun masih berusaha setenang mungkin.
"Siapakah engkau" Dan siapa pula Pek Giok Liong itu?" tanyanya kemudian.
"Aku adalah aku, engkau tidak perlu tanya!" sahut Gin Tie sambil tertawa dingin.
"Engkau mau mencari siapa?"
"Mencarimu!" Gin Tie menudingnya. "Engkau pasti Pek Giok Liong!"
218 "Engkau telah salah mencari orang!" Siau Liong menggelengkan kepala. "Aku bukan Pek
Giok Liong."
"Oh?" Gin Tie menatapnya dingin. "Engkau masih menyangkal?"
"Kalau engkau tidak percaya, aku pun tidak bisa apa-apa," sahut Siau Liong acuh tak
acuh. "Engkau tidak mengaku Pek Giok Liong, itu tidak jadi masalah!" Gin Tie tertawa licik.
"Yang penting engkau Hek Siau Liong!"
Siau Liong tersentak, lalu menatap Gin Tie dengan alis terangkat.
"Kenalkah engkau denganku?"
"Meskipun engkau jadi abu, aku tetap mengenalmu!"
Siapakah orang itu" Tanya Siau Liong dalam hati. Kenapa nada suaranya mengandung
dendam" "Siapakah engkau?" tanya Siau Liong.
"Mau tahu siapa aku?" Gin Tie balik bertanya.
"Ya." Siau Liong mengangguk.
"Kalau begitu, dengar baik-baik! Aku anak angkat bu lim Cih Seng Tay Tie (Maha raja
tersuci rimba persilatan), juga salah satu Kim Gin Siang Tie, tahu?"
Siau Liong sama sekali tidak tahu. Apa itu Cih Seng Tay Tie dan Kim Gin Siang Tie, ia
tidak pernah mendengar nama-nama itu.
"Maaf, aku tidak mengerti!" ujarnya. "Ohya, apakah kita pernah bertemu?"
"Tentu pernah. Kalau tidak, bagaimana mungkin aku akan mengenalmu?" sahut Gin Tie
sambil tertawa gelak.
219 "Oh?" Siau Liong mengerutkan kening. "Tapi aku tidak ingat lagi. Bolehkah aku tahu nama
besarmu?" "Engkau ingin tahu namaku?"
"Kalau tidak, bagaimana mungkin aku mengenalmu?"
"Tidak sulit engkau tahu namaku!" Gin Tie tertawa gelak lagi. "Engkau boleh bertanya
pada seseorang!"
"Siapa orang itu?"
"Giam ong (Raja akhirat)!"
Air muka Siau Liong langsung berubah, kemudian ujarnya dingin.
"Ada urusan apa engkau mencariku, harap dijelaskan!"
"Aku ke mari mencarimu, untuk meminta sesuatu padamu!"
"Apa yang kau pinta dariku?"
"Ha ha ha!" Gin Tie tertawa. "Tidak lain adalah nyawamu!"
"Oh" Kalau begitu, harap engkau menjelaskan! Kenapa engkau meminta nyawaku?"
"Tanyakan saja pada giam ong nanti! Engkau akan mengetahuinya!"
"Hm!" dengus Siau Liong dingin. "Kenapa engkau tidak berani beritahukan?"
"Bukan tidak berani, melainkan tidak perlu!"
"Tidak perlu atau tidak berani?" Siau Liong tertawa dingin. "Mukamu ditutup dengan kain,
itu pertanda engkau malu bertemu orang lain. Maka aku pun malas berbicara denganmu."
220 "He he he!" Gin Tie tertawa terkekeh-kekeh. "Engkau anjing kecil, tidak perlu aku turun
tangan sendiri mencabut nyawamu!"
"Hei!" bentak Siau Liong. "Manusia tak punya muka! Tidak gampang engkau mencabut
nyawaku!" "Oh?" Sekujur badan Gin Tie bergetar saking gusar, lalu mengarah pada enam pengawal
khususnya. "Pengawal khusus nomor lima, nomor enam, cepat tangkap anjing kecil itu!"
"Ya," sahut kedua pengawal khusus itu serentak, lalu bersama mendekati Siau Liong.
"Anjing kecil!" bentak pengawal khusus nomor lima. "Cepatlah engkau menyerah, agar
toaya (Tuan besar) tidak perlu turun tangan sendiri!"
Sementara Siau Liong telah mengambil keputusan dalam hati, ia ingin mencoba
bagaimana kemajuan bu kangnya dalam sebulan ini, terutama tiga jurus sakti pelindung
panji itu. "Ha ha ha!" Siau Liong tertawa terbahak-bahak. "Sobat! Kalian berdua cuma menjalankan
perintah! Maka aku pun tidak akan begitu menyusahkan kalian. Nah! Cepatlah kalian turun
tangan!" Usai berkata begitu, Siau Liong pun segera menghimpun tenaga dalamnya, siap
menangkis serangan yang akan dilancarkan kedua orang itu.
Kedua pengawal khusus itu gusar bukan kepalang. Mereka berdua memekik keras sambil
menyerang Siau Liong secepat kilat.
Begitu tubuh kedua pengawal khusus itu bergerak, tubuh Siau Liong pun melayang ke
belakang dengan ringan sekali, bahkan sekaligus tangan kirinya berputar membentuk
sebuah lingkaran, lalu menyerang dengan jurus Ti Tong San Yauw (Bumi bergetar gunung
bergoyang), yaitu salah satu jurus dari tiga jurus sakti pelindung panji.
Betapa dahsyatnya angin pukulan itu, sehingga dedaunan yang ada di sekitar tempat itu
rontok beterbangan ke mana-mana.
Kedua pengawal khusus itu tidak menyangka bahwa Siau Liong memiliki kepandaian yang
begitu tinggi. Mereka menyadari hal itu, namun sudah terlambat.
"Aaaakh"..!" Jerit kedua pengawal khusus itu.
221 Ternyata tubuh mereka telah melayang sejauh lima meteran, kemudian jatuh gedebuk
dengan mulut memuntahkan darah segar.
Mereka berdua telah terluka dalam, tapi masih mampu bangkit berdiri dan kemudian
mencabut pedang masing-masing.
Trang! Trang! Kedua pengawal khusus itu sudah siap menyerang Siau Liong dengan
Panji Sakti (jit Goat Seng Sim Ki) Panji Hati Suci Matahari Bulan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pedang. Sementara itu, Thian Suan Sin Kun (Malaikat pemutar langit), salah seorang pelindung
yang berdiri di samping Gin Tie, langsung berteriak.
"Harap kalian berdua jangan menyerang dulu!"
Dua pengawal khusus itu menurut. Mereka tidak jadi menyerang Siau Liong yang sudah
siap siaga itu. Kenapa dua pengawal khusus itu begitu menurut" Tidak lain karena
kedudukan pelindung itu lebih tinggi.
"Lapor pada Gin Tie!" ucap Thian Suan Sin Kun pada Gin Tie. "Barusan anjing kecil itu
menyerang dengan salah satu jurus dari tiga jurus sakti pelindung panji. Itu berarti dia
pewaris Kian Kun Ie Siu. Bagaimana kalau hamba bertanya padanya?"
"Oh?" Sepasang mata Gin Tie tampak bersinar terang. "Kalau begitu, silakan engkau
bertanya padanya!"
"Hamba menerima perintah!" Thian Suan Sin Kun menjura memberi hormat pada Gin Tie,
lalu berkelebat ke hadapan Siau Liong.
Sementara Siau Liong masih berdiri tenang di tempat, Thian Suan Sin Kun sudah berdiri
di hadapannya. "Bocah!" bentak Thian Suan Sin Kun. "Engkau pewaris Kian Kun Ie Siu, tua bangka itu?"
"Tidak salah, kenapa?" sahut Siau Liong dengan alis terangkat.
"Apakah dia gurumu?"
"Betul."
222 "Bagus!" Thian Suan Sin Kun tertawa gelak. "Katakan, di mana gurumu sekarang?"
"Siapakah kau sebenarnya?"
"Aku Thian Suan Sin Kun, salah seorang pelindung Gin Tie!"
"Oh?" Siau Liong menatapnya tajam. "Engkau kenal guruku?"
"Ha ha ha!" Thian Suan Sin Kun tertawa terbahak-bahak. "Lo hu dan dia adalah teman
lama, bukan cuma kenal!"
"Phui!" Mendadak terdengar suara buang ludah. "Tak tahu malu! Bagaimana mungkin
yaya (kakek)ku kenal orang yang menutup muka! Kakak Liong, jangan meladeninya,
seranglah dia dengan jurus Ceng Thian Sin Ci (Telunjuk sakti penggetar langit), agar dia
tahu rasa!"
Suara itu belum sirna, sudah tampak sosok bayangan berkelebat ke samping Siau Liong.
Ternyata Cing Ji, cucu Klan Kun Ie Siu.
Begitu mendengar Cing Ji menyuruhnya menyerang Thian Suan Sin Kun dengan jurus
tersebut, hati Siau Liong pun tergerak. Segeralah ia menghimpun lwee kangnya untuk
menyerang Thian Suan Sin Kun dengan jurus Ceng Thian Sin Ci.
Hati Thian Suan Sin Kun tersentak, dan seketika juga ia menggoyang-goyangkan
sepasang tangannya.
"Tunggu, bocah!" serunya.
"Kenapa?" tanya Siau Liong sambil membuyarkan lwee kang yang dihimpunnya barusan.
"Engkau mau bicara apa?"
Ketika Thian Suan Sin Kun baru mau buka mulut, mendadak terdengar suara tawa Cing Ji
yang nyaring. "Hi hi hi! Kakak Liong, dia mana ada pembicaraan" Dia cuma takut Kakak Liong
menyerangnya dengan jurus Ceng Thian Sin Ci itu." Usai berkata begitu, gadis itu pun
memandang Thian Suan Sin Kun. "Apo yang kukatakan tidak salah kan?"
223 Betapa gusarnya Thian Suan Sin Kun, dan seketika juga ia membentak sengit dengan
suara mengguntur.
"Gadis liar! Engkau harus dihajar!"
Sambil berkata demikian, Thian Suan Sin Kun juga menggerakkan ujung jubahnya, dan
segulung angin yang amat dahsyat langsung menyerang ke arah Cing Ji.
Gadis itu tertawa cekikikan, tubuhnya pun melayang ke belakang menghindari angin yang
dahsyat itu. "Tak tahu malu!" Ejek Cing Ji sambil tertawa. "Tidak berani menyambut serangan Liong
koko, tapi malah......" Mendadak Cing Ji menjerit. "Akkh!"
Ketika Cing Ji melompat mundur, justru dekat pada tempat Gin Tie berdiri. Karena tadi
Cing Ji menyebut yaya pada Kian Kun Ie Siu, maka Gin Tie yakin gadis itu cucu Kian Kun
Ie Siu dan hatinya pun tergerak sambil membatin. Kalau dapat menangkap gadis itu
dijadikan sandera, Kian Kun Ie Siu pasti akan muncul! Gadis itu akan ditukar dengan Jit
Goat Seng Sim Ki......
Pada waktu ia membatin, kebetulan Cing Ji melayang turun dekat tempat ia berdiri.
Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh Gin Tie. Ia bergerak cepat menangkap
pergelangan tangan Cing Ji.
Cing Ji memiliki kepandaian yang cukup tinggi, karena sejak kecilnya sudah dibimbing
oleh kakeknya. Namun masih kalah jauh dibandingkan dengan Gin Tie, apa lagi serangan
itu merupakan serangan gelap.
"Lepaskan!" teriak Cing Ji gusar dengan mata melotot.
Bagaimana mungkin Gin Tie akan melepaskannya" Sebaliknya malah tertawa terkekehkekeh, kemudian menotok jalan darah gadis itu agar jadi lumpuh.
Begitu cepat kejadian itu, sehingga Siau Liong tidak keburu menolongnya. Seketika juga ia
menghimpun lwee kangnya, siap untuk menyerang Gin Tie. Akan tetapi, mendadak Gin
Tie tertawa dingin.
"Hek Siau Liong! Engkau harus diam di tempat! Kalau engkau bergerak sedikit, nyawa
gadis ini pasti melayang!" bentak Gin Tie sambil mengangkat tangannya ke arah
punggung Cing Ji.
224 Melihat ancaman itu, hati Siau Liong tersentak, sebab di punggung terdapat jalan darah
Ling Thai. Apabila jalan darah itu tertotok, maka Cing Ji akan mati seketika juga.
"Cepat lepaskan dia!" bentak Siau Liong dengan wajah merah padam saking gusarnya.
"He he he!" Gin Tie tertawa licik. "Aku akan melepaskannya, tapi......"
"Kenapa?"
"Tidak begitu gampang!"
"Engkau mau apa?"
"Jawab dulu pertanyaanku!"
"Kalau kujawab, engkau akan melepaskan- nya?"
Gin Tie menggelengkan kepala, ia menatap Siau Liong tajam.
"Tentunya tidak begitu gampang, sebab aku punya syarat!"
"Syarat apa?"
"Syarat yang amat sederhana! Engkau harus pergi memanggil gurumu untuk bicara
dengan aku!"
"Itukah syaratmu?"
"Betul! Tapi"..." Gin Tie tertawa gelak. "Sebelumnya engkau harus menjawab
pertanyaanku!"
Demi keselamatan Cing Ji, maka Siau Liong terpaksa mengangguk.
"Baiklah! Silakan tanya!"
225 "Betulkah engkau Pek Giok Liong?" Gin Tie mulai mengajukan pertanyaannya.
"Betul. Saya memang Pek Giok Liong, lalu kenapa?"
"Tidak kenapa-kenapa!" Gin Tie tertawa. "Engkau cukup mengaku, tidak perlu bertanya
apa pun!" "Hm!" Dengus Siau Liong dingin.
"Jangan mendengus! Ingat! Gadis ini berada di tanganku!" Gin Tie tertawa lagi. "Kian Kun
Ie Siu si tua bangka itu berada di mana sekarang" Cepatlah panggil dia ke mari!"
Pek Giok Liong, alias Hek Siau Liong diam saja. Ia sama sekali tidak tahu harus berbuat
apa" "Liong koko!" seru Cing Ji. Meskipun badannya tidak bisa bergerak, namun mulutnya
masih bisa berbicara. "Jangan dengar dia dan jangan panggil yaya ke mari! Dia tidak
berani berbuat apa-apa terhadap diriku!"
"Diam!" bentak Gin Tie, lalu menotok darah gagunya, sehingga mulut Cing Ji diam
seketika, sama sekali tidak bisa bicara lagi.
"Engkau"..." Kegusaran Pek Giok Liong telah memuncak, tapi ia tidak bisa berbuat apaapa. "Pek Giok Liong! Cepatlah engkau pergi dan panggil Kian Kun Ie Siu ke mari! Kalau tidak,
aku pasti menyakiti gadis ini! He he he!"
Setelah tertawa terkekeh-kekeh, Gin Tie pun segera mengarahkan telunjuknya pada jalan
darah Khi Bun di tubuh Cing Ji.
Pek Giok Liong tahu, apabila jalan darah Khi Bun itu tertotok, Cing Ji pasti tersiksa sekali.
Oleh karena itu, ia segera berteriak.
"Tunggu!"
"Ha ha ha!" Gin Tie tertawa terbahak-bahak. "Kalau engkau tidak tega menyaksikan gadis
ini tersiksa, cepatlah pergi panggil Kian Kun Ie Siu, si tua bangka itu ke mari!"
226 Pek Giok Liong berpikir, lama sekali barulah membuka mulut.
"Engkau memang kejam!"
"Ha ha ha! Lelaki tidak kejam bukanlah ho han (orang gagah)."
"Hm!" dengus Pek Giok Liong dingin. Ketika ia baru mau memasuki goa itu, mendadak ia
mendengar suara yang parau dari dalam goa.
"Liong ji (Nak Liong), suhu sudah keluar!"
Tiba-tiba berkelebat sosok bayangan abu-abu, dan seketika juga Pek Giok Liong berseru.
"Suhu! Liong ji berada di sini! Cing Ji......"
Kian Kun Ie Siu sudah berdiri di samping Pek Giok Liong, dan kepalanya manggutmanggut. "Suhu sudah tahu," ujarnya sambil melangkah ke tempat Gin Tie.
Walau matanya buta, tapi Kian Kun Ie Siu dapat mengetahui bagaimana keadaan di
sekitarnya. Ketika Kian Kun Ie Siu menghampiri Gin Tie, orang baju perak itu pun tampak gentar.
Maklum, Kian Kun Ie Siu adalah pewaris panji generasi keempat, tentu saja memiliki
kepandaian yang amat tinggi.
"Tua bangka!" bentak Gin Tie. "Cepat berhenti!"
Kian Kun Ie Siu menghentikan langkahnya, kemudian ujarnya parau dan perlahan.
"Jangan melibatkan anak kecil, cepatlah engkau melepaskan dia! Ada urusan apa, bicara
langsung saja pada lo hu!"
"Tua bangka!" Gin Tie tertawa. "Tentunya gadis ini bukan cucu angkat kan?"
"Jadi engkau mau apa?"
227 "Kalau aku mau melepaskannya memang tidak sulit!"
"Kalau begitu, cepat lepaskan dia!"
"Tapi"..." Gin Tie tertawa licik.
"Kenapa?"
"Tua bangka! Aku akan melepaskan cucumu ini, asal engkau mengabulkan syaratku!"
"Oh" Ternyata engkau menggunakan dirinya untuk menekan lo hu?"
"Tidak salah!"
"Hmmm!" dengus Kian Kun Ie Siu dingin. "Engkau bertindak demikian, apakah engkau
masih terhitung ho han?"
"Kenapa tidak?"
"Masih mengaku sebagai ho han?" ujar Kian Kun Ie Siu dingin. "Engkau telah menyandera
gadis itu, itu adalah perbuatan siau jin (Orang rendah)!"
"Ei! Tua bangka! Engkau sudah berpengalaman dalam bu lim, masa tidak tahu tindakanku
ini" Demi mencapai tujuan, haruslah bertindak keji!"
"Tidak perlu banyak bicara! Sebetulnya apa tujuanmu?"
"He he he!" Gin Tie tertawa terkekeh-kekeh. "Tua bangka, engkau mengabulkannya?"
"Katakan dulu apa maumu?"
"Engkau ingin mempertimbangkannya?"
"Tentu!" Kian Kun Ie Siu manggut-manggut. "Lo hu memang harus
mempertimbangkannya! Lagi pula lo hu belum tahu maksud tujuanmu, bagaimana
mungkin"..."
228 "Tua bangka!" potong Gin Tie. "Mau tidak mau engkau harus mengabulkan maksud
tujuanku! Engkau mengerti, tua bangka?"
Kian Kun Ie Siu tersentak, keningnya berkerut-kerut.
"Lo hu mau pertimbangkan atau tidak, lebih baik kau beritahukan dulu maksud tujuanmu!"
"Tujuanku tidak lain kecuali Jit Goat Seng Sim Ki! Tua bangka, engkau sudah mengerti
kan?" "Oh! Ternyata engkau demi panji itu!" Kian Kun Ie Siu manggut-manggut sambil
melanjutkan. "Maksudmu, dengan nyawanya agar lo hu menyerahkan Jit Goat Seng Sim
Ki itu?" "Betul!" Gin Tie tertawa gelak. "Itu memang tidak salah, lagi pula sangat adil sekali!"
"Bagaimana kalau lo hu tidak mau?"
"Kalau tidak mau"..." Gin Tie tertawa dingin. "Engkau akan tahu bagaimana akibatnya!"
"Katakan, bagaimana akibat itu?"
"Mulai hari ini engkau akan kehilangan cucu, bahkan nyawamu pun akan melayang!"
"Oh?" Kian Kun Ie Siu mengerutkan kening. "Apakah engkau yakin mampu menerima tiga
jurus sakti pelindung panji?"
"Tiga jurus sakti itu memang merupakan bu kang yang teramat tinggi dan lihay, tapi aku
tidak percaya diriku tidak mampu menyambutnya!"
"Kalau begitu, engkau berasal dari perguruan yang memiliki bu kang tingkat tinggi juga?"
"Itu sudah pasti!"
"Katakan, siapakah engkau sebenarnya?"
229 "Aku adalah Gin Tie, anak angkat Cih Seng Tay Tie masa kini! Tua bangka, engkau sudah
dengar jelas?"
"Lo hu sudah dengar jelas, tapi kenapa engkau tidak berani menyebut namamu?"
"Tua bangka!" Gin Tie tertawa dingin. "Aku ke mari bukan ingin jadi mantu, maka tidak
perlu menyebut namaku! Lagi pula aku pun jarang berkelana dalam bu lim, kalau pun aku
memberitahukan namaku, belum tentu engkau kenal!"
"Kalau begitu".." tanya Kian Kun Ie Siu setelah berpikir sejenak. "Siapa Cih Seng Tay Tie
itu?" "Ayah angkatku!"
"Lo hu tanya namanya!"
"Maaf, aku sendiri pun tidak tahu namanya, hanya tahu dia adalah Cih Seng Tay Tie!"
"Lo hu ingin bertanya, untuk apa engkau menghendaki Jit Goat Seng Sim Ki?"
"Ingin mendirikan Seng Sim Kiong (Istana hati suci), menggunakan Jit Goat Seng Sim Ki
untuk menegakkan keadilan dalam bu lim! Itu agar bu lim jadi tenang, aman dan damai!"
Ucapan itu penuh mengandung kebenaran, maka siapa yang mendengarnya pasti akan
tergerak hatinya.
Akan tetapi, Kian Kun Ie Siu sudah berpengalaman dalam bu lim, maka hatinya tidak
gampang tergerak oleh ucapan tersebut. Lagi pula Gin Tie itu telah menyandera cucunya,
itu pertanda orang berbaju putih perak tersebut bersikap licik dan berakal busuk.
"Benarkah begitu?" tanya Kian Kun Ie Siu mengandung maksud lain.
"Memang benar! Engkau percaya atau tidak, terserah!" sahut Gin Tie.
"Tujuan yang mulia itu adalah kemauanmu atau kemauan Cih Seng Tay Tie itu?" tanya
Kian Kun Ie Siu mendadak.
"Tentu kemauan ayah angkatku itu!"
230 "Oh?" Kian Kun Ie Siu tertawa. "Kalau begitu, ayah angkatmu itu pendekar besar yang
berhati bajik dan berbudi luhur, kan?"
"Tua bangka!" Gin Tie tertawa gelak. "Apa yang engkau katakan itu memang benar! Ayah
angkatku memang pendekar besar masa kini, bahkan pengasih dan penyayang pula!
Kalau tidak, bagaimana mungkin beliau mau memperhatikan keadaan bu lim?"
"Oh?"
"Seandainya ayah angkatku bukan orang yang penuh kasih sayang, tentu tidak
membutuhkan Jit Goat Seng Sim Ki!"
"Maksudmu?"
"Beliau berkepandaian amat tinggi, mampu membunuh siapa pun untuk menundukkan bu
lim! Setelah itu, barulah mendirikan Seng Sim Kiong!"
"Oooh! Ternyata begitu!"
"Tua bangka!" bentak Gin Tie. "Engkau serahkan atau tidak panji itu?"
"Kalau engkau mau memberitahukan nama ayah angkatmu, mungkin lo hu masih akan
mempertimbangkan! Kalau tidak, jangan harap!"
"Oh?" Gin Tie tertawa dingin. "Tua bangka, engkau tidak memikirkan nyawa cucumu ini?"
"Ha ha ha!" Kian Kun Ie Siu tertawa. "Engkau ingin menekan lo hu dengan nyawa cucu lo
hu itu?" "Betul!" Gin Tie juga ikut tertawa. "Bagus engkau tahu, tua bangka!"
"Kalau begitu, engkau telah salah!"
"Kenapa salah?"
"Engkau harus tahu! Jit Goat Seng Sim Ki merupakan barang wasiat dalam bu lim. Lo hu
adalah pemegang panji itu, bagaimana mungkin membiarkan panji itu jatuh ke tangan
231 orang jahat" Berapa nilai harga cucu lo hu itu dibandingkan dengan Jit Goat Seng Sim Ki"
Oleh karena itu, lo hu bersedia mengorbankan nyawa cucu lo hu itu!"
Apa yang dikatakan Kian Kun Ie Siu, itu membuat Gin Tie tertegun dan tidak habis
berpikir. Pada waktu bersamaan, mendadak Pek Giok Liong tertawa terbahak-bahak.
"Aku sudah tahu, aku sudah tahu engkau siapa!"
Ucapan Pek Giok Liong itu sangat mengejutkan semua orang, termasuk Gin Tie atau
orang berbaju putih perak itu.
"Pek Giok Liong, engkau jangan bicara dalam mimpi!" bentak Gin Tie, namun hatinya
tersentak. "Ha ha!" Pek Giok Liong masih tertawa. "Aku tidak dalam mimpi, aku sudah tahu siapa
dirimu!"
Panji Sakti (jit Goat Seng Sim Ki) Panji Hati Suci Matahari Bulan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Oh?" Gin Tie menatapnya dingin. "Coba katakan, aku ini siapa?"
"Ketika engkau muncul di tempat ini, aku sudah mulai curiga! Sekarang aku sudah berani
memastikan siapa dirimu!"
"Sungguhkah engkau tahu siapa aku?" tanya Gin Tie dingin.
"Sungguh! Aku sudah tahu!"
"Nah! Cepat katakan siapa aku?"
"Engkau Tu Ci Yen!"
Badan Gin Tie tampak bergetar, tapi dalam sekejap ia telah tenang kembali.
"Siapa Tu Ci Yen itu?" tanyanya sambil tertawa dingin.
"Tu Ci Yen!" Pek Giok Liong menatapnya dingin. "Engkau masih pura-pura bodoh?"
232 "Aku tidak pura-pura bodoh!" Gin Tie menggelengkan kepala. "Sungguh aku memang
tidak tahu siapa Tu Ci Yen itu!"
"Engkau pandai berpura-pura!" Pek Giok Liong tertawa dingin. "Engkau memang licik"..."
"Oh! Aku sudah mengerti!" Gin Tie manggutmanggut. "Ini pasti karena bentuk badanku
seperti Tu Ci Yen itu! Ya, kan?"
"Sudahlah! Tu Ci Yen, engkau tidak perlu berpura-pura lagi! Aku sudah tahu dan berani
memastikan bahwa engkau Tu Ci Yen! Engkau tidak usah menyangkal lagi! Kecuali
engkau berani membuka kain penutup mukamu itu!"
"Pek Giok Liong!" ujar Gin Tie dengan suara dalam. "Aku bukan Tu Ci Yen, engkau tidak
percaya, terserah!"
"Hm!" dengus Pek Giok Liong dingin. "Engkau pengecut, tidak berani mengaku namanya
sendiri!" Gin Tie tidak menimpalinya, melainkan mengarah pada Kian Kun Ie Siu seraya
membentak keras.
"Tua bangka! Cepat serahkan Jit Goat Seng Sim Ki!"
"Engkau jangan bermimpi!"
"Tua bangka buta!" Gin Tie tertawa licik. "Benarkah engkau tidak menyayangi nyawa
cucumu lagi?"
"Lo hu tadi sudah mengatakan dengan jelas, engkau tidak bisa menekan lo hu dengan
nyawanya! Sebaliknya lo hu malah memperingatkanmu, lebih baik engkau
melepaskannya! Kalau tidak, kalian semua jangan harap bisa pergi dari sini!"
"Tua bangka buta!" Gin Tie tertawa dingin. "Jangan bertingkah! Belum tentu engkau
mampu melawan kami!"
"Hmm!" dengus Kian Kun Ie Siu. "Cepatlah lepaskan anak itu!"
"Tua bangka buta! Masih ingatkah engkau apa yang kukatakan?" Gin Tie menatap Kian
Kun Ie Siu. 233 "Apa?"
"Tiga jurus sakti pelindung panji itu memang hebat dan lihay, namun aku masih dapat
menyambutnya!"
"Oh?" Kian Kun Ie Siu mengerutkan kening. "Engkau yakin bisa menyambut tiga jurus
sakti itu?"
"Tua bangka buta!" Gin Tie tertawa.Engkau harus tahu, kalau aku berkepandaian rendah,
tentunya tidak berani ke mari! Seandainya aku tidak bisa menyambut tiga jurus saktimu
itu, bagaimana mungkin aku berani menantang?"
"Tu Ci Yen!" bentak Pek Giok Liong. "Kalau engkau merasa dirimu berkepandaian tinggi,
cepatlah melepaskan Cing Ji, lalu kita bertarung!"
"Pek Giok Liong, engkau tidak usah memanasi hatiku!" Gin Tie tertawa. "Saat ini, aku
justru ingin kalian mendengar sebuah lagu yang menggetarkan hati!"
Pek Giok Liong dan Kian Kun Ie Siu tertegun, kenapa Gin Tie berkata begitu" Tipu
muslihat apa lagi yang akan dilakukannya"
* * * (Bersambung bagian 23)
Bagian ke 25: Adu Mental
Pek Giok Liong mengerutkan kening. Ia sama sekali tidak mengerti maksud Gin Tie.
"Tu Ci Yen, jangan membuang waktu! Cepat lepaskan Cing Ji!"
"Pek Giok Liong, aku tidak membuang waktu! Aku justru ingi mempersembahkan sebuah
lagu untuk kalian dengar! Mau tidak mau engkau pun harus mendengar, sebab lagu itu
amat menggetarkan hatimu!"
Usai berkata begitu, Gin Tie segera membuka jalan darah gagu Cing Ji, sekaligus
menotok tiga jalan darah pada bagian dada gadis itu.
234 Itu adalah totokan yang amat keji. Siapa yang terkena totokan itu, dada akan terasa sakit
sekali seperti tertusuk ribuan jarum.
Badan Cing Ji tidak bisa bergerak, namun tampak menggigil dengan wajah pucat pias. Ia
berkertak gigi menahan sakit, sama sekali tidak mengeluarkan suara rintihan.
Kini Kian Kun Ie Siu dan Pek Giok Liong baru mengerti, apa yang dimaksudkan Gin Tie
mempersembahkan sebuah lagu yang menggetarkan hati, ternyata adalah ini.
Demi Jit Goat Seng Sim Ki, Kian Kun Ie Siu memang rela mengorbankan nyawa cucunya,
akan tetapi"...
Cing Ji yang terkena totokan itu, semula masih bisa bertahan, tapi lama kelamaan mulai
tak kuat bertahan lagi, dan ia pun mulai merintih menyayatkan hati.
Kian Kun Ie Siu tetap bertahan seakan tidak mendengar sama sekali, tapi wajahnya telah
berubah. Bagaimana dengan Pek Giok Liong" Walau ia berotak cerdas, namun usianya baru lima
belas, tentu tidak tahan mendengar suara rintihan Cing Ji yang menyayat hati itu.
Wajahnya pucat pias, namun sepasang matanya membara dengan alis terangkat tinggi.
"Tu Ci Yen!" bentaknya gusar. "Cepat buka jalan darah itu! Kalau tidak, aku bersumpah
akan mencincang dirimu!"
"Oh?" Gin Tie tertawa sinis. "Engkau begitu sayang pada gadis ini, baiklah! Aku akan
membuka jalan darahnya, asal"..."
"Apa?"
"Percuma!" Gin Tie tertawa sinis lagi. "Perkataanmu tidak berbobot"..."
"Maksudmu harus guruku yang berbicara?" tanya Pek Giok Liong sengit.
"Betul!" Gin Tie manggut-manggut. "Sebab gurumu adalah kakeknya, maka harus tua
bangka itu yang membuka mulut bermohon padaku!"
235 "Tu Ci Yen!" Betapa gusarnya Pek Giok Liong, ia tidak bisa berbuat apa-apa, karena Cing
Ji masih berada di tangan Gin Tie.
"Hei!" bentak Gin Tie. "Tua bangka buta, engkau dengar tidak!"
"Hmm!" dengus Kian Kun Ie Siu, orang tua buta itu tampak tenang sekali. "Lo hu sudah
dengar!" "Kalau begitu, bagaimana menurutmu?"
"Tidak mau bagaimana! Karena lo hu tidak mau omong apa-apa!"
"Engkau tidak menghendaki aku membuka jalan darah cucu kesayanganmu ini?"
"Lo hu memang bermaksud begitu, tapi".. apakah engkau sudi membuka jalan darahnya
itu?" "Kok engkau tahu aku tidak sudi membuka jalan darahnya?"
"Tiada syarat?"
"Ha ha ha!" Gin Tie tertawa. "Tua bangka, itu pertanyaan anak kecil!"
"Kalau begitu, engkau punya syarat?"
"Tentu!" Gin Tie mengangguk. "Tanpa syarat bagaimana mungkin aku bersedia membuka
jalan darah cucumu ini?"
"Lo hu sudah bilang dari tadi, kalau ada syarat, lo hu tidak setuju!" tandas Kian Kun Ie Siu.
"Oh, ya?" Gin Tie tertawa terkekeh-kekeh. "Tua bangka, setelah engkau mendengar
rintihan yang menyerupai lagu itu, bagaimana perasaanmu?"
"Seperti angin lalu!"
236 Mulut berkata begitu, tapi hati seperti tersayat sembilu sambil membatin. Cing Ji, maafkan
yaya! Pokoknya yaya pasti membalas sakit hatimu!
Sikap Kian Kun Ie Siu acuh tak acuh itu, membuat Gin Tie terperangah dan tertegun. Ia
sama sekali tidak menyangka, bahwa Kian Kun Ie Siu berhati sekeras batu.
"He he he!" Gin Tie tertawa dingin. "Sungguh tak disangka, hatimu lebih keras dari batu!"
"Betul!" Kian Kun Ie Siu tertawa gelak dan menambahkan, "Sebab hati lo hu terbuat dari
baja!" "Tua bangka"..." Gin Tie tampak kehabisan akal menghadapi Kian Kun Ie Siu.
"Tie Kun! Jangan bersilat lidah dengan tua bangka itu!" ujar Thian Suan Sin Kun. "Anak
gadis itu lebih baik bunuh saja! Lalu kita mengeroyok tua bangka dan anjing kecil itu!"
Usai berkata begitu, Thian Suan Sin Kun pun tampak siap. Apabila Gin Tie mengangguk,
ia pasti segera menyerang Kian Kun Ie Siu.
Sungguhkah Thian Suan Sin Kun berani seorang diri melawan Kian Kun Ie Siu" Yang
tahu jelas adalah dirinya sendiri.
Thian Suan Sin Kun memang berkepandaian tinggi, namun masih tidak bisa dibandingkan
dengan Kian Kun Ie Siu, terutama menghadapi tiga jurus saktinya.
Untung Gin Tie tidak mengangguk, kalau mengangguk, Thian Suan Sin Kun pasti
menyerang Kian Kun Ie Siu dan dirinya yang akan berakibat fatal.
"Sin Kun harus sabar!" ujar Gin Tie sambil tertawa, lalu memandang Kian Kun Ie Siu
seraya membentak, "Tua bangka! Aku berikan sedikit waktu, kalau engkau masih tidak
mau menyerahkan Jit Goat Seng Sim Ki itu, maka engkau jangan menyalahkan aku
berhati keji! Aku pasti mencabut nyawa cucumu, setelah itu baru mencabut nyawamu!"
"Percuma engkau berikan waktu pada lo hu! Sekarang pun lo hu akan menegaskan!"
"Oh" Jadi engkau bersedia menyerahkan panji itu padaku?"
"Kalau lo hu masih punya sedikit nafas, tentu tidak akan membiarkan panji itu jatuh ke
tangan orang sesat!"
237 "Tua bangka!" bentak Gin Tie mengguntur. "Engkau tidak akan menyesal?"
"Ha ha!" Kian Kun Ie Siu tertawa gelak. "Lo hu adalah pemegang panji, sekaligus harus
menjaganya pula! Maka lo hu rela mengorbankan nyawa cucu lo hu, itu tidak akan
membuat lo hu menyesal!"
Gin Tie termangu, bahkan kewalahan menghadapi Kian Kun Ie Siu. Haruskah ia
melepaskan Cing Ji, kemudian bertarung dengan Kian Kun Ie Siu" Tapi mampukah ia
melawan orang tua buta itu"
Gin Tie betul-betul kehabisan akal. Pada waktu bersamaan, telinganya menangkap suara
yang amat kecil, ternyata ada orang yang mengirim suara padanya.
"Bagaimana" Kebentur masalah ya?"
Begitu mendengar suara itu, Gin Tie pun bergirang dalam hati, dan segera menjawab
dengan ilmu mengirim suara.
"Bagaimana menurut sang coh" Shia coh mohon petunjuk."
Gin Tie menyebut orang yang mengirim suara itu sebagai sang coh (Atasan), maka dapat
diketahui orang itu pasti Kim Tie, atau orang berbaju kuning emas.
"Biasanya engkau sangat cerdik, kok urusan kecil ini malah membuatmu kehabisan akal?"
"Shia coh memang kehabisan akal, itu karena dua hal."
"Jelaskan!"
"Kesatu, shia coh tidak yakin mampu menyambut tiga jurus sakti pelindung panji."
"Oleh karena itu, engkau tidak berani melawan tua bangka itu?"
"Ya. Shia coh tidak berani bertindak ceroboh, itu agar tidak berakibat fatal."
"Bagus! Dalam situasi begitu, engkau masih bisa berpikir panjang. Engkau tidak
mengecewakanku dan Taytie. Lalu hal yang kedua, jelaskanlah!"
238 "Seandainya Jit Goat Seng Sim Ki itu disimpan di suatu tempat rahasia, bukankah
percuma kita tangkap tua bangka itu?"
"Engkau begitu teliti, itu sungguh bagus." puji Kim Tie. "Engkau tahu tua bangka itu sangat
keras hati, tentu juga tidak akan memberitahukan di mana panji itu disembunyikan."
"Maka".. shia coh kehabisan akal menghadapinya."
Sementara itu, Pek Giok Liong sudah beranjak mendekati Kian Kun Ie Siu. Mereka ingin
cepat-cepat menolong Cing Ji, tapi tidak berani bertindak gegabah.
Sesungguhnya Kian Kun Ie Siu sangat cemas, namun tetap berlaku tenang dan acuh tak
acuh. Itu agar Gin Tie tidak turun tangan jahat terhadap cucunya.
Kian Kun Ie Siu dan Pek Giok Liong sama sekali tidak tahu bahwa Gin Tie sedang
berbicara dengan Kim Tie yang bersembunyi, karena mereka berbicara dengan ilmu
penyampai suara.
"Tu Ci Yen!" bentak Pek Giok Liong yang tidak sabaran. "Engkau......"
"Pek Giok Liong, sudah kukatakan, aku bukan Tu Ci Yen!" Gin Tie balas membentak.
"Kalau engkau masih menyebut diriku Tu Ci Yen, aku tidak akan menyahut lagi!"
"Ha ha!" Pek Giok Liong tertawa. "Kalau engkau bukan Tu Ci Yen, bukalah kain penutup
mukamu itu, agar aku bisa menyaksikan mukamu!"
"Kini belum waktunya!" sahut Gin Tie sambil tcrtawa dingin. "Kalau sudah waktunya,
engkau pasti akan tahu siapa diriku!"
"Kapan waktunya?"
"Ketika nafasmu sudah mau putus!"
"Seandainya engkau lebih cepat mati dari padaku, bukankah aku tidak akan tahu siapa
dirimu?" "Jangan khawatir!" Gin Tie tertawa gelak. "Aku tidak akan begitu cepat mati!"
239 "Bagaimana kalau engkau cepat mati?"
"Itu tidak mungkin!" Gin Tie tertawa terkekeh-kekeh.
"Engkau yakin dirimu tidak akan cepat mati?" tanya Pek Giok Liong sambil tertawa dingin.
"Yang jelas, engkaulah yang akan mati duluan!"
"Oh, ya?" Pek Giok Liong menatapnya. "Apa sebabnya aku akan mati duluan?"
"Sebab kematianmu sudah di depan mata!"
"Jadi"..." Alis Pek Giok Liong terangkat tinggi. ?".. engkau ingin membunuhku?"
"Tidak salah!" Gin Tie tertawa. "Tentunya engkau telah menduga itu!"
"Apa sebabnya engkau mau membunuhku?"
"Engkau ingin tahu sebabnya?"
"Kecuali engkau tidak berani memberitahukan!" sindir Pek Giok Liong.
"Pek Giok Liong!" Gin Tie tertawa gelak. "Percuma engkau memanasi hatiku! Kalau
engkau ingin tahu sebabnya, lebih baik bertanya pada Giam Lo Ong (Raja akhirat)!"
"Jadi engkau sungguh mau membunuhku tanpa berani memberitahukan alasannya?"
tanya Pek Giok Liong sambil menatapnya tajam.
"Betul!" Gin Tie tertawa dingin.
"Kalau begitu, kenapa engkau masih belum turun tangan?" sindir Pek Giok Liong. "Engkau
takut tidak mampu melawanku?"
"Pek Giok Liong! Kepandaianmu itu masih tidak dalam mataku, maka tidak perlu aku turun
tangan sendiri! Tunggu saja, aku pasti akan mengutus orang untuk membunuhmu!"
240 "Ha ha!" Pek Giok Liong tertawa. "Itu pertanda engkau tidak berani bertarung denganku!
Kalau berani, tentunya engkau tidak akan menyuruh orang lain!"
"Hmm!" dengus Gin Tie.
"Engkau cuma berani terhadap anak gadis, tapi tak punya nyali untuk melawanku!"
"Pek Giok Liong!" bentak Gin Tie. "Percuma engkau memanasi hatiku, karena engkau
belum berderajat bertarung denganku!"
Pek Giok Liong memang sengaja memanasi hati Gin Tie. Maksudnya apabila Gin Tie
bertarung dengannya, otomatis Kian Kun Ie Siu akan menolong Cing Ji. Namun Gin Tie
sangat licik dan cerdik, ia tidak termakan oleh siasat Pek Giok Liong.
Sementara itu, Cing Ji sudah tidak merintih lagi, ternyata gadis itu telah pingsan.
Wajahnya pucat pias, nafasnya pun empas-empis.
* * * Bagian ke 26: Iblis Pencabut Nyawa
Begitu melihat Gin Tie tidak termakan oleh siasatnya, Pek Giok Liong menjadi gusar
sekali. "Aku bersumpah, pokoknya akan membeset kulitmu!" bentak Pek Giok Liong dengan
suara keras. "Sudah tiada kesempatan bagimu!" Gin Tie tertawa terkekeh-kekeh. "Sebab sebentar lagi
nyawamu akan melayang ke akhirat!"
"Hm!" dengus Pek Giok Liong. Ia tidak mau mengadu mulut lagi dengan Gin Tie, cuma
menatapnya dengan mata berapi-api.
Pada waktu bersamaan, Kim Tie mengirim suara lagi pada Gin Tie, tentunya Pek Giok
Liong tidak mengetahuinya.
241 "Gadis itu telah pingsan, lebih baik engkau membuka jalan darahnya dulu!"
Gin Tie menurut, lalu segera membuka jalan darah Cing Ji. Setelah itu ia bertanya pada
Kim Tie dengan ilmu menyampaikan suara.
"Apakah sang coh sudah punya rencana untuk menghadapi mereka?"
"Setelah kupikir berulang kali, hanya ada satu cara."
"Cara apa?"
"Menangkap orang tua buta itu dan merebut panji."
"Shia coh juga berpikir begitu, tapi......" Berselang sesaat Gin Tie melanjutkan. "Tiga jurus
saktinya sangat hebat dan lihay, shia coh belum tentu dapat menyambutnya."
"Engkau menghendaki aku memunculkan diri untuk membantumu?"
"Kalau bergabung, mungkin kita mampu menyambut tiga jurus sakti pelindung panji itu!"
"Engkau yakin itu?"
"Walau tidak yakin, namun masih bisa bertahan."
"Tahukah engkau apa yang kupikirkan sekarang?"
Tertegun Gin Tie, kemudian tanyanya.
"Sang coh pikir kita tidak bisa bertahan dari tiga jurus sakti pelindung panji itu?"
"Tidak salah! Kalaupun kita bergabung, tetap tidak mampu menyambut tiga jurus sakti itu!"
"Oh, ya?"
Panji Sakti (jit Goat Seng Sim Ki) Panji Hati Suci Matahari Bulan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
242 "Kalau kita berdua bergabung, memang mampu mengalahkan siapa pun. Kecuali dua
orang." "Salah seorang pasti tua bangka buta itu, lalu siapa yang satu lagi?"
"Nanti engkau akan mengetahuinya."
"Kalau begitu, kita harus bagaimana?"
"Terpaksa harus menunggu."
"Menunggu?"
"Ya, harus menunggu."
"Apa yang kita tunggu?"
"Menunggu seseorang," sahut Kim Tie sambil tertawa ringan.
"Siapa orang itu?" Gin Tie heran. Ia tidak menyangka Kim Tie begitu serius sekali.
"Orang itu sangat tinggi kepandaiannya, tentunya engkau tahu siapa dia."
"Dia".. dia gie peh?"
"Terus terang, aku sudah kirim kabar pada Taytie."
"Oh?" Gin Tie girang bukan main. "Apakah gie peh akan segera tiba di sini?"
"Mungkin tidak lama lagi, maka engkau harus bersabar."
"Ohya! Sang coh belum memberitahukan, siapa yang satunya lagi yang mampu melawan
kita berdua?"
"Tentunya engkau masih ingat, untuk apa kita harus merebut Jit Goat Seng Sim Ki itu?"
243 "Itu demi menghadapi"..." Gin Tie teringat sesuatu. "Oooh, orang itu Mei Kuei Ling Cu!"
"Betul. Kepandaian Mei Kuei Ling Cu masih di atas Kian Kun Ie Siu, maka harus dengan
panji itu menekannya agar mau bergabung dengan kita."
Sementara Kian Kun Ie Siu yang diam itu merasa heran, karena Gin Tie sama sekali tidak
bersuara. "Hei!" bentak Kian Kun Ie Siu. "Apakah engkau sudah mengambil keputusan?"
"Tua bangka buta, dari tadi aku sudah mengambil keputusan!"
"Bagaimana keputusanmu?"
"Keputusanku tetap seperti tadi!"
"Jadi engkau masih berkeras?"
"Apakah aku akan melepaskan kesempatan baik ini?"
"Engkau menghendaki pertumpahan darah di sini?"
"Ha ha!" Gin Tie tertawa gelak. "Tua bangka, aku bukan orang yang gampang ditakuti!"
"Oh?" Kian Kun Ie Siu tertawa dingin.
"Hm!" dengus Gin Tie. "Jangan tertawa, tua bangka! Gadis liar ini masih berada di
tanganku, namun saat ini aku masih belum menginginkan nyawanya! Tapi kalau engkau
berani bertindak, gadis liar ini pasti menghadap Giam Lo Ong!"
"Engkau pasti masih ingat, apa yang lo hu katakan tadi"..."
"Tua bangka buta!" potong Gin Tie sambil tertawa dingin. "Aku masih ingat demi panji itu,
engkau rela mengorbankan nyawa cucu sendiri! Begitu kan?"
"Bagus engkau masih ingat!"
244 "Tapi"..." Gin Tie tertawa licik. "Aku tidak percaya engkau begitu tega mengorbankan
nyawa cucu sendiri, maka engkau tidak akan memaksaku untuk turun tangan jahat
terhadap gadis liar ini kan?"
Kian Kun Ie Siu tersentak. Ia tidak menyangka Gin Tie begitu licik dan cerdik.
"Tua bangka buta!" Gin Tie tertawa terbahak-bahak. "Orang yang akan menghadapimu itu
telah datang!"
Kian Kun Ie Siu terkejut, karena pada waktu bersamaan, ia pun mendengar suara yang
amat aneh. Makin lama suara itu makin dekat dan jelas, yaitu suara siulan yang amat nyaring
menusuk telinga. Begitu mendengar suara siulan itu, air muka Kian Kun Ie Siu langsung
berubah dan mendengus.
"Hm, ternyata iblis tua itu!" Kemudian Kian Kun Ie Siu bertanya pada Gin Tie. "Ada
hubungan apa engkau dengan iblis tua itu?"
"Eh" Tua bangka buta, siapa iblis tua itu?" Gin Tie balik bertanya dengan suara dingin.
"Cit Ciat Sin Kun (Iblis pencabut nyawa)!"
"Aku tidak tahu itu, yang datang adalah ayah angkatku!"
"Oooh!" Kian Kun Ie Siu manggut-manggut.
Tak seberapa lama kemudian, muncul ah serombongan orang. Mereka adalah anak gadis
yang mengenakan gaun panjang warna-warni, dan dandanan mereka mirip dayangdayang istana. Empat gadis meniup suling, dan empat gadis lainnya memainkan piepeh
(semacam alat musik mirip gitar). Paduan suara suling dengan piepeh, sangat
menggetarkan kalbu, ditambah langkah gadis-gadis yang melayang indah itu sungguh
mempesonakan. Di belakang gadis-gadis itu terdapat dua belas pemuda berbaju kuning, pada pinggang
masing-masing bergantung sebuah pedang panjang. Menyusul empat orang yang
mengenakan baju merah, keempat orang itu adalah Si Naga, Si Harimau, Si Singa dan Si
Macan tutul, empat pengawal pribadi Cing Seng Tay Tie, mereka semua memakai kain
penutup muka. 245 Gin Tie segera menyerahkan Cing Ji pada enam pengawal khususnya, lalu memberi
hormat pada Taytie.
"Hay ji memberi hormat pada gie peh!"
Taytie mengibaskan tangannya, dan dengan langkah lebar mendekati Kian Kun Ie Siu,
lalu berdiri di hadapannya dengan jarak beberapa meter.
"Ha ha ha!" Kian Kun Ie Siu tertawa gelak. "Apa kabar, Sin Kun?"
"He he he!" Taytie tertawa terkekeh-kekeh. "Aku baik-baik saja! Sudah hampir dua puluh
tahun kita tidak bertemu, kukira engkau sudah menghadap Giam Lo Ong, ternyata tidak,
malah menikmati hidup yang tenang di tempat terpencil ini! Huaha ha ha!"
Ketika mereka berdua mulai berbicara, suara suling dan piepeh pun berhenti seketika.
"Sin Kun masih hidup, bagaimana mungkin aku mendahuluimu?" sahut Kian Kun Ie Siu
dan tertawa gelak juga.
"Sama-sama."
"Sudah berpisah hampir dua puluh tahun, namun hari ini Sin Kun berkunjung ke mari,
tentunya ada sesuatu penting."
"Huaha ha ha!" Taytie cuma tertawa.
"Kini Sin Kun sudah berbeda dengan dulu. Jauh lebih bergaya, bahkan diiringi para anak
gadis pula."
"Itu biasa. Aku senang dengar musik."
Ternyata Cing Seng Tay Tie ini adalah Cit Ciat Sin Kun (Iblis pencabut nyawa) yang telah
terkenal pada lima puluhan tahun yang lampau. Pada masa itu, dia membunuh para
pendekar pek to (Golongan putih) dengan mata tak berkedip, sehingga menimbulkan
banjir darah dalam bu lim masa itu.
"Maaf! Mataku telah buta, selain para gadis itu, engkau masih bawa siapa ke mari?"
246 "Hanya membawa empat pengawal pribadi dan Hui Eng Cap Ji Kiam (Dua belas pedang
elang terbang)."
"Oooh!" Kian Kun Ie Siu manggut-manggut. "Tentunya mereka semua berkepandaian
tinggi. Bolehkah aku mengetahui siapa mereka itu?"
"Engkau tidak perlu tahu." Taytie tertawa. "Bukankah engkau boleh mencoba kepandaian
mereka" Dengan cara itu, engkau akan tahu siapa mereka."
"Wuah! Kalau begitu, tanganku sudah mulai gatal!" sahut Kian Kun Ie Siu sambil tertawa.
"Namun aku merasa sayang"..."
"Kenapa merasa sayang?" Cit Ciat Sin Kun atau Taytie tertegun.
"Kini engkau tidak seperti dulu lagi."
"Tidak seperti dulu lagi" Jelaskan apa maksudmu?"
"Bagaimana kalau aku tidak mau menjelaskan?"
"Berdasarkan kedudukanmu di bu lim, tentunya engkau tidak berani ngawur."
"Kalau begitu"..." Kian Kun Ie Siu tertawa hambar. "Mau tidak mau aku harus
menjelaskannya?"
"Tidak salah."
"Lima puluh tahun lampau, Cit Ciat Sin Kun mengganas dalam bu lim cuma seorang diri,
tapi kini"..."
"Membawa begitu banyak orang ke mari?" tanya Cit Ciat Sin Kun dingin.
"Memang begitu." sahut Kian Kun Ie Siu sambil tertawa dingin. "Bahkan"..."
"Apa lagi?" tanya Cit Ciat Sin Kun gusar.
247 "Orang berbaju putih perak itu punya hubungan apa denganmu?" Kian Kun Ie Siu balik
bertanya. "Dia anak angkatku."
"Bagus." Kian Kun Ie Siu tertawa dingin. "Anak angkatmu itu siau jin (Orang rendah), dia
mengadakan serangan gelap terhadap cucuku, itu perbuatan apa?"
"Ternyata adalah urusan itu!" Cit Ciat Sin Kun tertawa.
"Memang urusan itu."
"Tapi itu tiada kaitannya dengan diriku."
"Apa" Tiada kaitannya dengan dirimu?"
"Tidak salah." Cit Ciat Sin Kun tertawa gelak.
"Perbuatan itu sudah pasti punya alasan tertentu."
"Jelaskan!"
"Alasanku, dia adalah dia, aku adalah aku. Sama sekali tiada hubungannya. Engkau
mengerti kan?"
"Tapi dia adalah"..."
"Dia tahu tidak bisa melawanmu, maka dengan cara itu demi menghadapimu." Cit Ciat Sin
Kun tertawa. "Ha ha! Anak angkatku itu sungguh cerdik, aku merasa bangga atas
tindakannya."
"Tapi kurang pantas."
"Engkau menghendaki aku menyuruhnya melepaskan cucumu itu?"
"Apakah tidak harus?"
248 Cit Ciat Sin Kun berpikir sejenak, lalu mengarah pada Gin Tie seraya berkata,
"Lepaskan gadis itu!"
"Hay ji turut perintah!" Gin Tie memberi hormat, kemudian membuka jalan darah Cing Ji
yang tertotok itu.
Begitu bebas, Cing Ji langsung memekik......
Ketika mendengar suara pekikan itu, Kian Kun Ie Siu sudah tahu apa yang akan dilakukan
cucunya. "Cing Ji!" seru Kian Kun Ie Siu. "Jangan bertindak sembarangan, cepat kemari!"
Cing Ji tidak berani membantah, dan segera menghampiri Kian Kun Ie Siu.
"Yaya! Orang itu jahat sekali."
"Cing Ji!" Kian Kun Ie Siu membelainya. "Yaya tahu dia sangat jahat, tapi engkau bukan
lawannya. Kalau engkau bertarung dengannya, itu berarti engkau cari penyakit."
"Yaya"..." Cing Ji cemberut.
"Aku mengucapkan terima kasih padamu, Sin Kun!" Kian Kun Ie Siu menjura memberi
hormat pada Cit Ciat Sin Kun.
"Tidak usah sungkan-sungkan!" Cit Ciat Sin Kun tertawa hambar. "Itu urusan kecil."
"Ng!" Kian Kun Ie Siu manggut-manggut.
"Nah! Kini sudah saatnya kita membicarakan masalah pokok." Cit Ciat Sin Kun mulai
serius. "Sudah lama aku mengundurkan diri dari kang ouw, engkau masih ada masalah apa ingin
berbicara denganku?" tanya Kian Kun Ie Siu. Padahal orang tua buta itu sudah menduga
apa yang akan dibicarakannya.
249 "Kian Kun!" Cit Ciat Sin Kun menatapnya tajam. "Jit Goat Seng Sim Ki berada di mana
sekarang?"
"Untuk apa Sin Kun menanyakannya?"
"Kian Kun! Jangan pura-pura bodoh lagi!" bentak Cit Ciat Sin Kun. "Mau engkau serahkan
sendiri, ataukah harus aku yang turun tangan?"
"Oooh!" Kian Kun Ie Siu manggut-manggut. "Jadi engkau ingin merebut panji itu?"
"Kalau engkau tidak mau menyerahkan secara baik-baik, apa boleh buat! Aku terpaksa
harus turun tangan merebutnya!"
"Sin Kun, apakah engkau tidak takut akan membangkitkan kemarahan bu lim."
"Ha ha!" Cit Ciat Sin Kun tertawa. "Jit Goat Seng Sim Ki berkembang bu lim di kolong
langit bergabung menjadi satu! Kalau panji itu berada di tanganku, siapa berani
melawanku?"
"Kalau begitu, engkau benar-benar ingin merebut panji itu?"
"Tidak salah!"
"Hm!"
"Kian Kun, jangan sampai aku turun tangan! Kalau aku turun tangan"..."
"Bagaimana?"
"Tentunya tiada kebaikan bagimu!"
"Engkau yakin bisa menang?"
"Kalau tidak yakin, bagaimana mungkin aku berani ke mari" Nah, engkau mengerti kan?"
"Aku bertanggung jawab atas panji itu! Selagi aku masih bernafas, aku pasti
mempertahankannya!"
250 "Oh" He he he!" Cit Ciat Sin Kun tertawa dingin. "Kalau begitu, sebelum melihat peti mati,
engkau tidak akan mengucurkan air mata?"
"Betul!"
"Engkau tidak akan menyesal?"
"Aku tidak pernah menyesal!"
"Baiklah!" Cit Ciat Sin Kun manggut-manggut, kemudian serunya lantang. "Singa, Macan,
kalian berdua dengar perintah!"
"Kami terima perintah!" sahut kedua pengawal pribadi itu serentak sambil memberi
hormat. "Kalian berdua cepat tangkap Kian Kun Ie Siu!"
"Ya." sahut kedua pengawal pribadi itu.
Mereka lalu menghampiri Kian Kun Ie Siu dan berhenti dalam jarak beberapa meter.
Setelah itu, mereka berdua pun mencabut pedang masing-masing, lalu menatapnya
tajam. "Tua bangka buta, terima serangan kami!" hentak Si Macan tutul.
Crinnng! Kedua pedang itu berbunyi nyaring memekakkan telinga, memancarkan sinar
putih berbentuk lingkaran mengarah pada Kian Kun Ie Si u.
"Ha ha ha!" Kian Kun Ie Siu tertawa gelak. "Kalian berdua ternyata Cit Khong Mi Im Kiam
(Pedang penyesat pendengaran)!"
Usai berkata begitu, Kian Kun Ie Siu pun menggerakkan tangan kirinya seraya
membentak. "Sambutlah jurusku ini!"
Jurus itu adalah salah satu dari tiga jurus sakti pelindung panji. Dapat dibayangkan,
betapa dahsyatnya jurus tersebut. Angin pukulan itu bagaikan hembusan angin topan
menghantam dada kedua orang itu.
251 Mereka berdua terpental mundur beberapa langkah. Dada mereka terasa sakit sekali dan
nyaris memuntahkan darah segar.
Menyaksikan kejadian itu, Cit Ciat Sin Kun tampak terkejut, lalu berbisik pada Si Naga dan
Si Harimau. "Kelihatannya lwee kang Kian Kun Ie Siu bertambah maju. Si Singa dan Si Macan tutul
bukan lawannya, kalian berdua harus bantu mereka! Jangan membiarkan tua bangka itu
bernafas! Kalian kuras tenaganya, dan tangkap hidup-hidup!"
"Ya," kedua pengawal pribadi itu mengangguk, lalu mencabut pedang masing-masing dan
menghampiri Kian Kun Ie Siu.
Tiga jurus sakti pelindung panji memang amat hebat dan lihay, boleh dikatakan tiada
banding di kolong langit. Namun kalau keempat pengawal pribadi itu melawannya dengan
taktik menguras tenaganya, itu sungguh membahayakan. Walau Kian Kun Ie Siu memiliki
lwee kang tinggi, tapi kalau bertempur lama, itu akan membuat lwee kangnya berkurang,
dan akhirnya pasti menjadi lemas.
"Hei! Kalian tak tahu malu!" bentak Pek Giok Liong mendadak, lalu mendadak pula ia
mencabut pedangnya sekaligus menyerang Si Naga dan Si Harimau.
Sinar pedang berkelebat dan mengeluarkan hawa dingin. Dalam sebulan ini, Pek Giok
Liong terus menerus berlatih sehingga memperoleh kemajuan yang sangat pesat.
Kedua pengawal pribadi itu tersentak ketika melihat serangan yang amat dahsyat itu.
Namun mereka berdua memiliki kepandaian tinggi, maka serangan Pek Giok Liong tak
dipandang dalam mata.
Mereka berdua membentak keras, sekaligus mengibaskan pedang masing-masing
membentuk lingkaran mengarah pada Pek Giok Liong.
Trang! Trang! Terdengar suara benturan pedang yang memekakkan telinga, tampak pula
bunga api berpijar.
Pek Giok Liong yang masih dangkal tenaga dalamnya, seketika juga terpental ke
belakang. 252 Setelah Pek Giok Liong terpental, Si Naga dan Si Harimau itu pun mulai menyerang Kian
Kun Ie Siu. Pek Giok Liong ingin membantu Kian Kun Ie Siu, tapi sudah terlambat, karena dua orang
dari Hui Eng Cap Ji Kiam telah menyerang orang tua itu atas perintah Cit Ciat Sin Kun.
Maka Pek Giok Liong terpaksa bertarung dengan mereka.
Kian Kun Ie Siu diserang empat penjuru oleh keempat pengawal pribadi itu, namun masih
tampak berada di atas angin. Walau sudah lewat belasan jurus. Kian Kun Ie Siu masih
tampak gagah. Akan tetapi, karena sering mengeluarkan tiga jurus sakti itu, otomatis
sangat menguras hawa murninya, lagi pula orang tua buta itu mengidap penyakit,
maka".. peluh mulai merembes keluar dari keningnya.
Panji Sakti (jit Goat Seng Sim Ki) Panji Hati Suci Matahari Bulan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Itu tidak terlepas dari mata Cit Ciat Sin Kun.
"Si buta itu sudah mulai payah! Kalian berempat harus menekannya dengan hawa
pedang! seru Taytie itu.
Bukan main terkejutnya Kian Kun Ie Siu, ia tahu kalau dilanjutkan, hawa murninya pasti
buyar. "Liong Ji, Cing Ji! Cepat mundur!" teriaknya.
Ketika berseru, Kian Kun Ie Siu pun menyerang keempat orang itu dengan tiga jurus sakti
pelindung panji secara beruntun.
Dapat dibayangkan, betapa dahsyatnya serangan tersebut sehingga membuat keempat
orang itu terpental.
Sementara Pek Giok Liong pun sudah tampak lelah melawan kedua pemuda berbaju putih
perak. Maklum, usia Pek Giok Liong masih sangat muda.
Sreet! Lengan kiri Pek Giok Liong tergores pedang. Itu membuat Pek Giok Liong terkejut
bukan main. Pada waktu bersamaan, terdengarlah suara seruan Cing Ji.
"Kakak Liong, cepat mundur!"
Seketika juga Pek Giok Liong melompat mundur ke tempat Cing Ji. Tidak ayal lagi, Cing Ji
segera menariknya ke dalam goa.
253 Mendadak berkelebat sosok bayangan memasuki goa, ternyata Kian Kun Ie Siu.
Keempat pengawal pribadi juga melompat ke arah goa, tetapi mendadak terdengar suara
yang amat keras.
Buuum! Pintu goa itu telah tertutup, keempat pengawal pribadi itu segera menghimpun lwee kang
masing-masing, lalu mendorong pintu goa itu. Namun, pintu goa itu tidak bergeming
sedikit pun. Cit Ciat Sin Kun mendekati pintu goa itu, lalu meraba-rabanya. Ia menggeleng-gelengkan
kepala. Ternyata pintu goa itu terbuat dari baja yang amat tebal.
"Pasti ada tombol untuk membuka pintu goa ini!" gumamnya, lalu memberi perintah pada
Hui Eng Cap Ji Kiam. "Kalian cari, mungkin ada tombol rahasia untuk membuka pintu goa
ini!" "Ya." sahut Hui Eng Cap Ji Kiam serentak sambil memberi hormat, setelah itu mereka pun
mulai memeriksa tembok batu di kanan kiri pintu itu.
Di dalam ruang rahasia, Kian Kun Ie Siu duduk bersila dengan wajah pucat pias. Orang
tua buta itu duduk beristirahat untuk memulihkan tenaganya, Pek Giok Liong dan Cing Ji
berdiri di samping Kian Kun Ie Siu dengan wajah cemas.
Berselang beberapa saat kemudian, wajah orang tua buta itu tampak mulai kemerahmerahan, kemudian ia pun menarik nafas dalam-dalam.
"Nak Liong!" Kian Kun Ie Siu memanggil Pek Giok Liong. "Kemarilah kau!"
Pek Giok Liong segera mendekatinya, setelah itu tanyanya dengan hormat.
"Suhu mau berpesan sesuatu?"
"Nak Liong, kini adalah saat yang gawat. Cit Ciat Sin Kun ingin menguasai bu lim, maka
dia berusaha merebut Jit Goat Seng Sim Ki......" Kian Kun Ie Siu berhenti ucapannya
sejenak, berselang sesaat baru melanjutkannya. "Panji Hati Suci Matahari Bulan
254 merupakan benda wasiat dalam bu lim, maka tidak boleh terjatuh ke tangan iblis itu. Suhu
sudah tua, engkaulah yang harus bertanggung jawab atas panji itu"..."
"Tapi kepandaian teecu masih rendah, bagaimana mungkin......"
"Giok Liong!" bentak Kian Kun Ie Siu mendadak dengan wibawa. "Berlututlah!"
Hati Pek Giok Liong tergetar. Kemudian segera berlutut di hadapan Kian Kun Ie Siu
dengan kepala tertunduk.
Kian Kun Ie Siu bangkit berdiri, kemudian mengeluarkan sebuah panji berbentuk segi tiga,
bergambar jantung hati. Pada kedua belah panji itu terdapat tulisan emas berbunyi
demikian: Jit Goat Seng Sim (Hati Suci Matahari Bulan) dan Ko Khi Ciang Cun
(Kewibawaan Selamanya).
Setelah memegang panji tersebut, wajah Kian Kun Ie Siu pun berubah serius, lalu ujarnya
dengan penuh wibawa.
"Mulai saat ini, engkau sebagai pemegang Panji Hati Suci Matahari Bulan generasi
kelima. Tegakkanlah keadilan dalam bu lim, jangan mencemarkan nama couwsu (Kakek
guru)!" "Teecu menerima perintah!" ucap Pek Giok Liong. "Mati hidup bersama panji!"
"Bagus! Bagus!" Kian Kun Ie Siu tertawa gembira. "Nak, engkau mengucapkan mati hidup
bersama panji, aku merasa gembira dan puas." ujar Kian Kun Ie Siu, lalu menyodorkan
panji itu ke hadapan Pek Giok Liong.
"Giok Liong, kuserahkan panji ini kepadamu, terimalah!"
Dengan hormat, Pek Giok Liong menerima panji tersebut, lalu menyimpannya dalam
bajunya. "Panji ada orang hidup, panji hilang orang mati!" ucap Pek Giok Liong.
"Bagus! Ha ha ha!" Kian Kun Ie Siu tertawa gelak. "Kini aku sudah bisa tenang. Kalau pun
mati, mataku pasti merem!"
"Guru"..."
255 "Nak Liong, di bawah meja sembahyang terdapat sebuah jalan rahasia, engkau dan Cing
Ji harus pergi melalui jalan rahasia itu!"
Usai berkata begitu, Kian Kun Ie Siu segera menekan sebuah tombol rahasia yang ada di
meja sembahyang.
Kraaak! Sebuah pintu rahasia di kolong meja sembahyang terbuka, itu sungguh di luar dugaan Pek
Giok Liong. "Nak Liong, engkau dan Cing Ji harus segera pergi melalui pintu rahasia itu, cepat!"
"Guru"..." Pek Giok Liong mengerutkan kening. "Kenapa Guru tidak mau pergi bersama
kami?" "Aku harus tetap tinggal di sini menunggu kedatangan Cit Ciat Sin Kun. Biar
bagaimanapun aku harus bertarung dengan mereka!"
"Tapi Guru cuma seorang diri"..."
"Nak!" Kian Kun Ie Siu tersenyum getir. "Sebetulnya aku telah terluka dalam yang amat
parah, cuma bisa hidup tiga hari lagi."
"Oh?" Pek Giok Liong terkejut.
"Kakek!" Mata Cing Ji sudah bersimbah air. "Biar bagaimanapun, Kakek harus pergi
bersama kami!"
"Cing Ji, aku sudah mengambil keputusan. Engkau dan Giok Liong harus cepat pergi,
tidak usah memikirkan aku!"
"Tapi......" Air mata Cing Ji mulai mengucur.
"Nak Liong, kini kuserahkan Cing Ji padamu," ujar Kian Kun Ie Siu. "Engkau harus baikbaik menjaganya."
256 "Ya, Guru." Pek Giok Liong mengangguk. "Harap Guru berlega hati, aku pasti baik-baik
menjaga Cing Ji."
"Ngm!" Kian Kun Ie Siu manggut-manggut sambil tersenyum. "Kalau begitu, aku pun dapat
berlega hati."
"Kakek"..."
"Cing Ji, selanjutnya engkau harus mendengar kata Siau Liong, tidak boleh nakal dan
bandel." "Baik, Kek......"
Kian Kun Ie Siu mengibaskan tangannya, agar Cing Ji tidak melanjutkan ucapannya.
"Jangan bersuara!" Kian Kun Ie Siu pasang kuping mendengar dengan penuh perhatian.
Kemudian air mukanya tampak berubah. "Iblis itu sedang berusaha membuka pintu goa.
Nak Liong! Cepatlah kau bawa Cing Ji pergi! Kalau terlambat, kita semua pasti celaka!"
Pek Giok Liong berlutut di hadapan Kian Kun Ie Siu dengan mata basah. Cing Ji pun
segera berlutut sambil menangis terisak-isak.
"Guru......"
"Kakek"..."
"Cepatlah kalian pergi!" Kian Kun Ie Siu mengibaskan tangannya. "Cepaat!"
* * * Bagian ke 27: Pertarungan Sengit
Setelah menutup kembali pintu rahasia itu, Kian Kun Ie Siu pun meninggalkan ruang
sembahyang tersebut dengan hati berat.
257 Kian Kun Ie Siu duduk bersila dalam ruang goa, ia yakin sebentar lagi pintu goa itu akan
terbuka, karena mendengar suara hiruk pikuk di luar.
Braaaak! Blaaam! Pintu goa itu roboh.
Berselang sesaat, tampak Cit Ciat Sin Kun beserta empat pengawal pribadinya berjalan
memasuki goa, kemudian menyusul lagi Hui Eng Cap Ji Kiam.
"He he he!" Cit Ciat Sin Kun tertawa. "Hei, Kian Kun, bagaimana keputusanmu sekarang?"
"Sin Kun, silakan duduk!" ucap Kian Kun Ie Siu.
"Kian Kun, aku datang bukan untuk bertamu! Maka engkau tidak perlu berbasa-basi!"
bentak Cit Ciat Sin Kun.
"Itu tidak salah." Kian Kun Ie Siu tersenyum, orang tua buta itu tampak tenang sekali.
"Silakan duduk dan mari kita bercakap-cakap!"
"Oh?" Cit Ciat Sin Kun menatapnya tajam. "Engkau jangan coba macam-macam!"
"Aku macam-macam?" Kian Kun Ie Siu tertawa. "Sin Kun, engkau takut?"
"Takut?" Cit Ciat Sin Kun tertawa licik. "Takut padamu yang telah buta itu" He he he!"
"Kalau engkau tidak takut, kenapa tidak berani duduk?"
"Kita adalah musuh, tentunya aku harus berhati-hati, agar tidak terjebak."
"Sin Kun!" Kian Kun Ie Siu tersenyum. "Aku tidak pernah menjebak siapa pun, tidak
seperti dirimu yang sangat licik!"
"Dalam situasi ini, memang harus bertindak licik. Maka aku tidak percaya engkau tidak
menjebak diriku!"
"Kenapa engkau berpikir begitu?"
"Karena aku harus waspada!"
258 "Oh" Huaha ha ha!" Kian Kun Ie Siu tertawa gelak. "Sin Kun, engkau terlampau curiga!"
"Lebih baik aku curiga dari pada mempercayaimu!" sahut Cit Ciat Sin Kun, iblis pencabut
nyawa itu pun tertawa. "Kian Kun, bagaimana dengan Jit Goat Seng Sim Ki itu?"
"Engkau harus tahu, aku pemegang panji tersebut, maka".. aku pun tidak akan bertindak
licik terhadapmu. Nah, duduklah dan mari kita bercakap-cakap sejenak!"
"Baiklah!" sahut Cit Ciat Sin Kun setelah berpikir sejenak. "Tapi aku mau
memperingatkanmu."
"Mau peringatkan apa?"
"Engkau harus duduk diam." Suara Cit Ciat Sin Kun bernada dingin. "Apabila engkau
bergerak sembarangan, nyawamu pasti melayang!"
Kian Kun Ie Siu tertawa hambar, ancaman itu seakan tidak masuk ke telinganya.
"Aku tahu, engkau memiliki Pit Lek Yam Hua Tang (Geledek api), siapa yang terkena
geledek api itu, pasti mati hangus berkeping-keping."
"He he he! Bagus engkau tahu!" Cit Ciat Sin Kun tertawa terkekeh-kekeh, kemudian
memberi isyarat pada empat pengawal pribadinya.
Keempat pengawal pribadinya mengangguk, sekaligus mengurung Kian Kun Ie Siu.
Kemudian masing-masing pengawal itu mengeluarkan sebatang besi yang berisi
semacam obat peledak.
Itu adalah Pit Lek Yam Hua Tang. Pada batang besi itu terdapat sebuah tombol kecil,
yang apabila ditekan akan menyembur keluar bunga-bunga api. Begitu kena tubuh orang,
bunga-bunga api itu pun meledak menghancurkan. Sementara Kian Kun Ie Siu masih
tetap duduk bersila dengan tenang.
"Bagaimana" Sudah bereskah mengatur orang-orangmu?" tanya Kian Kun Ie Siu sambil
tertawa. "He he he!" Cit Ciat Sin Kun tertawa licik. "Sudah beres, empat batang Pit Lek Yam Hua
Tang mengarah pada tubuhmu."
259 "Oooh!" Kian Kun Ie Siu manggut-manggut. "Baguslah begitu!"
"Memang bagus!"
"Ohya! Di mana anak angkatmu dan Hui Eng Cap Ji Kiam?"
"Mereka menjaga di luar!" sahut Cit Ciat Sin Kun dan bertanya. "Cucumu dan anjing kecil
itu pergi ke mana?"
"Ada apa Sin Kun menanyakan mereka berdua?"
"Karena aku tidak melihat mereka, maka aku jadi khawatir, apakah mereka baik-baik
saja?" "Terimakasih atas perhatian Sin Kun!" Kian Kun Ie Siu tersenyum. "Mereka baik-baik
saja." "Berada di mana mereka sekarang?"
"Mereka berada di mana, nanti akan kuberitahukan?"
"Kenapa tidak mau memberitahukan sekarang?" Cit Ciat Sin Kun menatapnya. "Itu agar
aku tidak mengkhawatirkan mereka!"
"Engkau tidak usah mengkhawatirkan mereka." Kian Kun Ie Siu tertawa. "Lebih baik
membicarakan masalah pokok saja."
"Kau anggap masih perlu membicarakan masalah pokok?" sahut Cit Ciat Sin Kun sambil
tertawa gelak. "Oh" Engkau telah berubah pikiran?"
"Sama sekali tidak."
"Kalau begitu, kenapa tidak perlu membicarakan masalah pokok?"
260 "He he!" Cit Ciat Sin Kun tertawa licik. "Engkau tidak berpikir akan situasimu sekarang?"
"Maksudmu aku sudah berada di tanganmu?"
"Apakah tidak?"
"Emmh!" Kian Kun Ie Siu tersenyum. "Memang begitu, tapi aku yakin engkau masih tidak
berani bertindak apa-apa!"
"Sin Kun, tentunya engkau tidak akan lupa apa yang telah kukatakan tadi!"
"Maksudmu geledek api itu?"
"Hm!" dengus Cit Ciat Sin Kun. "Kalau aku memberi isyarat, engkau pasti mati hangus
berkeping-keping!"
"Oh, ya?" Kian Kun Ie Siu tertawa hambar. "Engkau tidak usah menakuti diriku!"
"Kau anggap aku takut?"
"Untuk sementara ini, aku yakin engkau masih belum mau membunuhku!"
"Kenapa engkau beranggapan begitu?"
"Engkau tahu dalam hati!" Kian Kun Ie Siu tertawa gelak. "Bahkan juga tidak berani
membunuhku!"
"Jelaskan!" bentak Cit Ciat Sin Kun. "Kenapa engkau mengatakan aku tidak berani
membunuhmu?"
"Kalau membunuhku, engkau pun tidak akan memperoleh Panji Hati Suci Matahari Bulan!"
"Di mana panji itu sekarang?" tanya Cit Ciat Sin Kun cepat. "Cepat katakan!"
"Berada di suatu tempat yang amat rahasia!"
261 "Engkau tidak mau bilang?"
"Ha ha!" Kian Kun Ie Siu tertawa. "Kalau aku mau bilang, dari tadi sudah kubilang!"
"Katakan sekarang!"
Kian Kun Ie Siu diam saja.
"Asal engkau bersedia beritahukan".." lanjut Cit Ciat Sin Kun. "Setelah aku mendapat
panji itu, tentunya ada manfaatnya bagimu!"
"Bagaimana manfaatnya?"
"Aku mengundangmu ke istana untuk menikmati hidup yang tenang dan nyaman selamalamanya!" "Seandainya aku tidak bersedia memberitahukan?"
"Itu berarti engkau cari penyakit!"
"Kau mau membunuhku?"
"Tiada gunanya membunuhmu!" Cit Ciat Sin Kun tertawa dingin. "Aku ingin menangkapmu
hidup-hidup, lalu menyiksamu secara perlahan-lahan!"
Kian Kun Ie Siu tersentak mendengar ucapan itu.
' Bisakah engkau menangkapku hidup-hidup?" tanyanya.
"He he he!" Cit Ciat Sin Kun tertawa terkekeh-kekeh. "Aku sudah melihat dengan jelas,
engkau mengidap penyakit berat, ditambah lagi tadi bertarung di luar, itu sangat menguras
hawa murnimu! Oleh karena itu, dalam sepuluh jurus aku pasti mampu menangkapmu!"
Kian Kun Ie Siu terkejut, sungguh tajam mata iblis pencabut nyawa itu, bahkan juga amat
licik dan lihay.
"Tua bangka!" bentak Cit Ciat Sin Kun. "Lebih balk engkau beritahukan di mana panji itu!"
262 Kian Kun Ie Siu berpikir sejenak. "Baiklah, akan kuberitahukan! Tapi panji itu tidak berada
di sini, aku akan mengajak kalian pergi mengambilnya." ujarnya kemudian.
"Oh?" Cit Ciat Sin Kun tampak girang sekali. "Kau simpan di mana panji itu?"
"Pek Yun San (Bukit Awan Putih)."
"Pek Yun San?"
"Ya." Kian Kun Ie Siu mengangguk. "Di bukit itu terdapat sebuah goa yang amat rahasia.
Kalau aku tidak menunjukkan jalan, tiada seorang pun tahu letak goa itu!"
"Kalau begitu".." ujar Cit Ciat Sin Kun setelah berpikir sejenak. "Ajak juga cucumu dan
anjing kecil itu!"
"Tidak perlu mengajak mereka!"
Cit Ciat Sin Kun menatapnya. "Engkau akan membiarkan mereka tetap di sini?"
"Tidak salah!" Kian Kun Ie Siu mengangguk.
"Kenapa?" Cit Ciat Sin Kun mulai bercuriga.
"Urusan ini tiada sangkut pautnya dengan mereka, maka alangkah baiknya mereka tetap
di sini saja!"
"Engkau bisa berlega hati, apabila mereka ditinggal di sini?"
Panji Sakti (jit Goat Seng Sim Ki) Panji Hati Suci Matahari Bulan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Mereka sangat aman berada di sini, tentunya aku bisa berlega hati!"
"Tidak perlu memberitahukan pada mereka, bahwa engkau mau ke mana?"
"Itu tidak perlu!"
"Oh ?" Cit Ciat Sin Kun tertawa. "Aku ingin bertemu bocah marga Pek itu. Suruh dia ke
mari sebentar!"
263 "Ada urusan apa engkau mau bertemu dia?"
"Ingin bicara beberapa patah kata dengannya."
"Dia masih bocah, kau mau bicara apa dengan dia?"
"Dia bocah luar biasa." Cit Ciat Sin Kun tertawa. "Tentunya engkau mengerti kan?"
"Aku justru tidak mengerti!"
"Huaha ha ha!" Cit Ciat Sin Kun tertawa gelak. "Tua bangka buta, sudah ketahuan!"
Diam-diam Kian Kun Ie Siu tersentak dalam hati, namun wajahnya masih tampak tenang.
"Ketahuan apa?"
"Hmm!" dengus Cit Ciat Sin Kun dingin "Engkau masih berpura-pura, tua bangka buta?"
"Aku sungguh tidak mengerti!"
"Cucumu dan bocah marga Pek itu berada di mana sekarang?"
Kian Kun Ie Siu tidak menyahut, melainkar ujarnya mengalihkan pembicaraan yang
semula. "Bagaimana" Aku harus segera mengajak kalian pergi mengambil Jit Goat Seng Sim Ki
itu?" "Kini aku malah berubah pikiran!"
"Tidak mau mengambil panji itu lagi?"
"He he!" Cit Ciat Sin Kun tertawa. "Tua bangka buta, bocah marga Pek itu berada di mana
sekarang?"
264 "Aku sungguh tidak tahu!" Kian Kun Ie Siu mengerutkan kening. "Kenapa engkau berkeras
mau mencarinya?"
"Tua bangka buta, percuma engkau berpura-pura lagi! Aku sudah tahu akalmu itu!"
"Akal apa?"
"Engkau memang pandai berpura-pura, tapi"..." Cit Ciat Sin Kun tertawa terkekeh-kekeh.
"Sayang sekali.....!"
"Kenapa engkau katakan sayang sekali?"
"Akalmu ingin memancing kami agar meninggalkan tempat ini, namun aku sudah tahu
akalmu itu!"
"Oh?"
"Aku yakin panji itu berada pada bocah marga Pek itu. Dia pasti bersembunyi di tempat
rahasia dalam goa ini! Asal ketemu dia, pasti bisa memperoleh panji itu!"
Kian Kun Ie Siu diam saja, namun ia membatin. Saat ini Liong Ji dan Cing Ji mungkin
sudah berada tiga puluhan li jauhnya......
"Tua bangka buta, kenapa diam saja?" tanya Cit Ciat Sin Kun sambil tertawa dingin.
"Aku mau bicara apa lagi?"
"Kalau begitu, dugaanku tidak meleset kan?"
"Benar!" Kian Kun Ie Siu mengangguk. "Tapi juga tidak benar!"
"Maksudmu?"
"Jit Goat Seng Sim Ki memang ada padanya, bahkan dia pemegang panji generasi
kelima! Yang tidak benar"..."
"Apa yang tidak benar?"
265 "Dia tidak berada di dalam goa ini!"
"Oh?" Cit Ciat Sin Kun menatapnya. "Dia telah meninggalkan goa ini?"
"Tidak salah!" Kian Kun Ie Siu tersenyum. "Kini dia telah berada di tempat yang jauh,
ratusan li dari sini!"
"Ha ha ha!" Cit Ciat Sin Kun tertawa gelak. "Kau kira aku akan percaya omong kosongmu
itu?" "Percaya atau tidak, itu terserah engkau!" Kian Kun Ie Siu tertawa dingin. "Yang jelas, dia
telah berada di tempat yang jauh!"
Cit Ciat Sin Kun termangu beberapa saat lamanya, kemudian ia mengarah pada Hui Eng
Cap Ji Kiam. "Geledah!" serunya.
"Ya!" sahut Hui Eng Cap Ji Kiam serentak, lalu mulai menggeledah seluruh goa itu.
"Ha ha ha!" Kian Kun Ie Siu tertawa terbahak-bahak.
"Tua bangka buta, kenapa engkau tertawa?" tanya Cit Ciat Sin Kun dengan suara dalam.
"Sin Kun!" Kian Kun Ie Siu masih tertawa. "Aku mentertawakan Hui Eng Cap Ji Kiam itu!"
"Kenapa?"
"Mereka akan sia-sia menggeledah goa ini!"
Hati Cit Ciat Sin Kun tergerak, ia menatap Kian Kun Ie Siu tajam.
"Di dalam goa ini apakah masih terdapat jalan rahasia?" tanyanya.
"Bagaimana anggapanmu?" Kian Kun Ie Siu balik bertanya.
266 "Di mana jalan rahasia itu?" tanya Cit Ciat Sin Kun cepat.
"Iblis tua!" Kian Kun Ie Siu tertawa gelak. "Kau pikir aku akan memberitahukan?"
'Hmm!" dengus Cit Ciat Sin Kun dingin.
Hui Eng Cap Ji Kiam sudah usai menggeledah, pemimpin Hui Eng Cap Ji Kiam itu
menghampiri Cit Ciat Sin Kun.
"Yang Mulia!" Pemimpin itu menjura. "Kami telah menggeledah seluruh goa ini, namun
tiada orang lain bersembunyi di sini."
"Apakah kalian menemukan tempat rahasia?" tanya Cit Ciat Sin Kun.
"Ada sebuah ruang rahasia, tapi juga kosong," jawab pemimpin itu dengan hormat.
"Tidak menemukan jalan rahasia"':
"Tidak."
Cit Ciat Sin Kun berpikir lama sekali, setelah itu ia memberi perintah.
"Kalian harus memeriksa lebih teliti, apakah terdapat jalan rahasia?"
"Ya." Pemimpin itu memberi hormat, lalu menyuruh saudara-saudaranya memeriksa goa
itu lagi. Berselang beberapa saat kemudian, pemimpin Hui Eng Cap Ji Kiam itu balik menghadap
Cit Ciat Sin Kun.
"Yang Mulia, di dalam goa ini tidak terdapat jalan rahasia." lapor pemimpin itu.
Cit Ciat Sin Kun mengerutkan kening, sepasang matanya menatap tajam pada Kian Kun
Ie Siu. "Tua bangka buta! Di mana jalan rahasia itu?"
267 Kian Kun Ie Siu diam, cuma tertawa dingin.
"Tua bangka buta! Engkau tidak dengar pertanyaanku?" bentak Cit Ciat Sin Kun gusar.
"Aku memang buta, tapi telingaku tidak tuli! Apa yang kau tanyakan, aku mendengar
dengan jelas sekali!"
"Kalau begitu, kenapa engkau tidak menjawab?"
"Kenapa aku harus menjawab?"
"Hmm!" dengus Cit Ciat Sin Kun dingin. "Tua bangka buta, engkau betul-betul ingin cari
penyakit!"
"Mati pun aku tidak takut, apa lagi cuma sakit!"
"Oh" He he he!" Cit Ciat Sin Kun tertawa, kemudian bentaknya. "Tua bangka buta, engkau
mau jalan sendiri ataukah harus kuseret?"
"Engkau ingin menyandera diriku?"
"Tidak salah!" Cit Ciat Sin Kun manggut-manggut. "Kecuali bocah marga Pek itu tidak
punya nurani, maka akan membiarkanmu di sini!"
"Justru aku yang menyuruhnya pergi!" Kian Kun Ie Siu tersenyum. "Lagi pula engkau
harus tahu, penyakitku sudah parah, aku cuma bisa hidup tiga hari"..."
"Itu tidak apa-apa! Aku punya obat mujarab untuk menyembuhkan penyakitmu itu, agar
engkau bisa tetap hidup!"
"Terimakasih!" Ucap Kian Kun Ie Siu. "Namun biar bagaimana pun, engkau tidak bisa
membawaku pergi!"
"Oh?" Cit Ciat Sin Kun tertawa gelak, kemudian memberi isyarat pada keempat pengawal
pribadinya. "Tangkap dia, tapi jangan kalian lukai!"
268 "Ya." Keempat pengawal pribadi itu menyahut serentak, lalu selangkah demi selangkah
mereka menghampiri orang tua buta itu.
Suasana mulai tegang mencekam, sedangkan Kian Kun Ie Siu mulai menghimpun tenaga
dalamnya, untuk siap bertarung sampai nafas penghabisan.
"Hiyaaat!" Si Naga mulai menyerang dengan jurus Keng Thian Tong Ti (Mengejutkan
Langit Menggetarkan Bumi), jurus itu amat dahsyat.
Si Singa juga menyerang dengan jurus San Pang Ti Lak (Gunung Runtuh Bumi Retak),
disertai dengan tenaga dalam yang hebat.
Kian Kun Ie Siu tidak diam lagi, ia segera bersiul panjang sekaligus melompat ke atas
menghindari serangan-serangan itu, kemudian berputar-putar dan membalas menyerang
dengan jurus Hok Mo Cam Yau (Menaklukkan Iblis Membunuh Siluman).
Si Naga dan Si Singa tidak menghindar. Mereka menangkis jurus itu dengan jurus Tok
Liong Tam Jiau (Naga Beracun Menjulurkan Kuku) dan jurus Ngoh Sai Khim Yo (Singa
Lapar Menerkam Kambing).
Bum! Terdengar benturan dahsyat.
Si Naga dan Si Singa mundur beberapa langkah, sedangkan Kian Kun Ie Siu terpental ke
belakang. Belum juga orang tua buta itu berdiri, Si Harimau dan Si Macan tutul telah
menyerangnya. Kian Kun Ie Siu menarik nafas dalam-dalam, mengerahkan tenaga dalamnya sekaligus
menangkis kedua serangan itu dengan salah satu jurus dari tiga jurus sakti pelindung
panji. Daar! Tenaga dalam beradu dengan tenaga dalam.
Si Harimau dan Si Macan tutul terpental. Sedangkan Kian Kun Ie Siu mundur beberapa
langkah dengan wajah pucat pias, mulutnya telah mengeluarkan darah, kemudian jatuh
duduk. "Huaha ha ha!" Cit Ciat Sin Kun tertawa gelak. "Tua bangka buta! Bagaimana" Masih
belum mau menyerah?"
269 "Iblis tua, aku pantang menyerah!" sahut Kian Kun Ie Siu dengan nafas memburu,
keadaannya memang sudah payah sekali.
"Hmm!" dengus Cit Ciat Sin Kun dingin. "Engkau tidak kuat menahan setengah jurus
dariku, lebih baik engkau menyerah saja!"
"Aku masih mampu membunuhmu, iblis tua!" sahut Kian Kun Ie Siu sambil mengerahkan
tenaga dalamnya. Mendadak diserangnya Cit Ciat Sin Kun dengan jurus-jurus sakti
pelindung panji.
"He he he!" Cit Ciat Sin Kun tertawa gelak sambil mengibaskan ujung lengan jubahnya, itu
adalah jurus Hwe Sau Ceng Kun (Menyapu Ribuan Prajurit).
Daaar! Kian Kun Ie Siu terpental membentur dinding goa, sedangkan Cit Ciat Sin Kun
cuma termundur tiga langkah. Seandainya Kian Kun Ie Siu tidak mengidap penyakit, Cit
Ciat Sin Kun pasti tidak berani menyambut serangannya.
"He he he!" Cit Ciat Sin Kun terkekeh-kekeh. Tua bangka buta, engkau yang cari
penyakit!"
Kian Kun Ie Siu diam saja, ternyata ia telah menderita luka dalam yang sangat parah.
Mendadak Cit Ciat Sin Kun menggerakkan jemari tangannya ke arah Kian Kun Ie Siu, itu
adalah Ilmu Peng Khong Tiam Hiat (Totok Darah Jarak Jauh).
Begitu terkena totokan itu, Kian Kun Ie Siu langsung tidak bisa bergerak sama sekali.
"Ha ha ha!" Cit Ciat Sin Kun tertawa gelak. "Bawa dia!"
* * * (Bersambung bagian 28)
Bagian ke 28: Pantai Laut Selatan
Pek Giok Liong menggandeng tangan Cing Ji sambil melangkah di jalan rahasia itu.
Walau amat gelap, Pek Giok Liong bisa melihat secara jelas, sebab matanya telah terlatih
sejak kecil. 270 Setelah melewati beberapa tikungan, di depan tampak ada sedikit cahaya menerobos ke
dalam. Sayup-sayup terdengar juga suara arus air. Ternyata mereka telah mendekati
ujung terowongan. Maka mereka mempercepat langkah masing-masing.
Begitu sampai di ujung terowongan, Pek Giok Liong pun memandang ke luar. Di luar
tampak agak terang, kebetulan malam bulan purnama.
"Cing Ji, aku keluar duluan!"
"Kakak Liong, tunggu! Aku ikut!"
Pek Giok Liong terpaksa keluar bersama Cing Ji. Ternyata di tempat itu terdapat sebuah
sungai. Cing Ji menengok ke sana ke mari, kemudian manggut-manggut.
"Oooh! Tempat ini!"
"Cing Ji, berapa jauh dari sini ke goa kakekmu itu?" tanya Pek Giok Liong mendadak.
"Kira-kira sepuluh Ii."
"Hah?" Pek Giok Liong terkejut. "Begitu jauh?"
"Ya." Cing Ji mengangguk dan memberitahukan, "Kalau tidak melalui jalan rahasia, tidak
gampang kita ke mari."
"Memangnya kenapa?"
"Kalau menempuh jalan biasa, kita harus melalui sebuah bukit, maka sulit mencapai
tempat ini."
"Oooh!" Pek Giok Liong manggut-manggut, kemudian mengerutkan kening dengan wajah
tampak cemas. "Entah bagaimana keadaan guru?"
"Itu memang sangat mencemaskan." Cing Ji menarik nafas panjang.
"Adik Cing, mari kita kembali ke sana untuk melihat-lihat!" ajak Pek Giok Liong yang
mencemaskan gurunya itu.
271 "Kak Liong!" Cing Ji menggelengkan kepala. "Tidak boleh."
"Kenapa?" Pek Giok Liong tertegun.
"Kakak Liong harus tahu, bahwa demi panji itu tidak terjatuh ke tangan iblis itu, maka
kakek menyerahkan padamu. Lagi pula engkau harus melindungi panji itu, dan
menghindar dari iblis itu. Maka kalau engkau kembali ke sana, bukankah mengantar diri
ke mulut macan" Lagi pula engkau tidak menepati amanat guru."
"Tapi"..." Kening Pek Giok Liong berkerut-kerut. "Guru cuma seorang diri, bagaimana
aku bisa tenang?"
"Percayalah!" potong Cing Ji. "Kakek masih bisa melindungi dirinya."
Bibir Pek Giok Liong bergerak, kelihatannya ingin mengatakan sesuatu, namun Cing Ji
telah mendahuluinya.
"Kakak Liong, kakek seorang diri melawan mereka, itu memang sangat mencemaskan,
namun kita harus memikirkan seluruh bu lim," ujar Cing Ji dan melanjutkan dengan suara
rendah. "Menurutku Cit Ciat Sin Kun hanya ingin memperoleh Panji Hati Suci Matahari
Bulan, maka sebelum memperoleh panji itu, dia tidak akan melukai kakek."
Apa yang dikatakan Cing Ji memang beralasan dan masuk akal, maka Pek Giok Liong
manggut-manggut.
"Adik Cing, kita harus ke mana sekarang?" tanyanya kemudian.
"Bukankah Kakak Liong mau ke Lam Hai?"
"Oh!" Mata Pek Giok Liong berbinar. "Maksudmu berangkat sekarang menuju ke Lam
Hai?" "Ya." Cing Ji mengangguk. "Berangkat sekarang akan memperoleh dua kebaikan."
"Oh, ya?" Pek Giok Liong heran.
"Pertama Kakak Liong bisa mengurusi urusan sendiri, bahkan sekaligus menghindari Cit
Ciat Sin Kun. Nah, bukankah itu merupakan dua kebaikan bagimu?"
272 "Betul. Tapi"..." Pek Giok Liong mengerutkan kening. "Bagaimana dengan guru" Apakah
kita akan membiarkannya?"
"Kakak Liong, mampukah kita mengurusi itu?"
"Itu......" Pek Giok Liong menggeleng-gelengkan kepala.
"Percayalah Kakak Liong!" Cing Ji tersenyum. "Kakek tidak akan terjadi apa-apa atas
dirinya. engkau tidak usah memikirkannya."
"Tapi"..."
"Kakak Liong, kenapa kakek menyuruh kita pergi melalui jalan rahasia itu?" Cing Ji
menatapnya. "Dan kenapa kakek menyerahkan Jit Goat Seng Sim Ki padamu" Pikirlah
Kak, jangan mengecewakan kakek!"
"Ya." Pek Giok Liong mengangguk.
"Yang penting sekarang, kita harus memburu waktu menuju Lam Hai, jangan sampai
terkejar oleh para anak buah Cit Ciat Sin Kun."
"Benar." Pek Giok Liong manggut-manggut. "Adik Cing, mari kita berangkat!"
* * * Di pantai Lam Hai, muncul seorang pemuda dan seorang gadis berusia lima belasan
tahun. Siapa mereka itu" Tidak lain Pek Giok Liong dan Cing Ji.
Mereka berdiri di pantai Lam Hai sambil memandang ombak yang menderu-deru,
keduanya tampak termangu. Berselang beberapa saat kemudian, Cing Ji mengarah pada
Pek Giok Liong seraya bertanya,
"Kak Liong, bagaimana kita sekarang?"
Pek Giok Liong mengerutkan kening, "Kita harus cari kapal," jawabnya.
"Kalau tidak ada kapal?"
273 "Yah!" Pek Giok Liong menarik nafas. "Kita mengadu untung."
"Mengadu untung?" Cing Ji tercengang. "Maksud Kakak Liong?"
"Mudah-mudahan ada kapal! Kita sewa kapal itu dengan harga tinggi, agar pemiliknya
mau menyewakan kapalnya pada kita."
"Kakak Liong, aku punya akal yang jitu," ujar Cing Ji sambil tersenyum manis.
Panji Sakti (jit Goat Seng Sim Ki) Panji Hati Suci Matahari Bulan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Akal apa?"
"Lebih baik kita membeli sebuah kapal saja."
"Beli sebuah kapal?"
"Ya. Bagaimana?"
"Emmh!" Pek Giok Liong manggut-manggut. "Itu memang baik, tapi......"
"Kenapa?"
"Kita mana punya uang sebanyak itu untuk membeli sebuah kapal?"
"Kakak Liong!" Cing Ji tersenyum serius. "Tentang ini aku punya akal, pokoknya beres."
"Adik Cing, kau punya akal apa?"
Cing Ji tertawa, kemudian melepaskan kalungnya dan diberikan pada Pek Giok Liong.
"Jual ah kalung ini!" ujarnya.
Itu seuntai kalung emas berbandul sebuah mutiara yang bergemerlapan.
Pek Giok Liong tidak menerima kalung itu, melainkan menggelengkan kepala.
274 "Ini mana boleh?" katanya.
"Kenapa tidak boleh?"
"Adik Cing, kalau pun kalung ini dijual, belum tentu cukup untuk membeli sebuah kapal."
"Kakak Liong, tahukah kau mutiara apa ini?"
"Entahlah!" Pek Giok Liong menggelengkan kepala. "Apakah mutiara ini sangat
berharga?"
"Kakek bilang, mutiara ini berharga di atas tiga ribu tael perak." Cing Ji memberitahukan.
"Oh?" Pek Giok Liong terkejut. "Mutiara apa itu, kok begitu berharga?"
"Kakek bilang, ini adalah Pit Hwe Cu (Mutiara anti api)."
"Oh?" Pek Giok Liong menatapnya, kemudian tanyanya serius. "Guru yang berikan kalung
ini padamu?"
"Bukan." Cing Ji memberitahukan. "Ketika aku ulang tahun, ibu yang berikan padaku."
"Kalau begitu, kalung ini tidak boleh dijual," tegas Pek Giok Liong. "Harus disimpan baikbaik." "Kenapa?"
"Itu barang kenangan dari almarhumah, maka biar bagaimanapun tidak boleh dijual."
"Aku mengerti, tapi"..."
"Adik Cing, kau tidak usah berkata apa lagi, aku mengerti dan sangat berterimakasih
padamu. Namun aku tidak setuju kalau kalung itu dijual."
"Kakak Liong"..."
275 "Lagi pula percuma kita beli kapal."
"Kenapa?"
"Apakah engkau bisa mengayuh?"
"Tidak bisa."
Pek Giok Liong tersenyum.
"Aku pun tidak bisa. Lalu apa gunanya kita beli kapal?"
"Kakak Liong, bukankah kita bisa membayar seseorang untuk mengayuh" Aku yakin tidak
sulit mencari seseorang yang pandai mengayuh."
"Adik Cing"..." Ketika Pek Giok Liong ingin mengatakan sesuatu, mendadak muncul
seseorang, berpakaian seperti nelayan. Orang itu memandang mereka dan kemudian
bertanya, "Kalau tidak salah, kalian berdua membutuhkan kapal kan?"
"Betul." Pek Giok Liong mengangguk. "Dapatkah Saudara membantu kami?"
"Tuan Muda marga dan bernama siapa?" Orang itu balik bertanya.
"Siaute marga Hek, bernama Siau Liong." Pek Giok Liong menatapnya. "Bolehkah aku
tahu nama toako?"
"Namaku Se Kua Hai." Orang itu menatap Cing Ji. "Nona kecil ini?"
"Dia adikku, namanya Siau Cing!"
"Oooh!" Se Kua Hai manggut-manggut.
"Saudara Se, sudikah kau membantu kami?" tanya Cing Ji.
276 "Sekarang belum bisa dipastikan," jawab Se Kua Hai sambil memandang Pek Giok Liong
dengan penuh perhatian. "Tuan Muda membutuhkan kapal mau ke mana?"
"Mau cari sebuah pulau kecil."
"Pulau kecil apa?"
"Aku tidak tahu nama pulau kecil itu."
"Banyak pulau kecil di tengah laut, kalau tidak tahu nama pulau kecil itu, bagaimana
mencarinya?"
"Aku memang tidak tahu nama pulau kecil tu, tapi setelah melihat bentuknya......"
"Ha ha!" Se Kua Hai tertawa. "Tuan Muda berkata sesungguhnya?"
"Mungkinkah Saudara bercuriga dan tidak percaya?" Kening Pek Giok Liong berkerut
sambil menatapnya.
"Bercuriga sih tidak, namun"..." Se Kua Hai tersenyum. "Kelihatannya Tuan Muda tidak
berkata sesungguhnya!"
"Saudara Se"..."
"Pulau kecil yang Tuan Muda tuju itu, aku sudah dapat menduganya."
"Oh?" Mata Pek Giok Liong tampak bersinar. "Menurut Saudara, aku mau menuju ke
pulau yang mana?"
"Tuan Muda mau ke pulau"..." Se Kua Hai merendahkan suaranya. ?"... Cai Hong To
(Pulau Pelangi) kan?"
Pek Giok Liong tersentak, kemudian tertawa seraya berkata.
"Aku pun sudah tahu, bahwa Saudara bukan seorang nelayan biasa." Pek Giok Liong
menatapnya. "Saudara Se, bersediakah kau membantu kami?"
277 "Tuan Muda percaya adanya Pulau Pelangi itu?" tanya Se Kua Hai mendadak.
"Itu memang seperti pulau khayalan, sulit dipercaya. Tapi aku yakin pulau itu ada."
"Oh" Apa alasan Tuan Muda?"
"Tiada angin pasti tiada ombak, kang ouw yang memberitakan itu, tentunya tidak hanya
merupakan dongeng."
"Oh, ya?"
"Lagi pula"..." Pek Giok Liong memandangnya sambil tersenyum. "Saudara telah
membuktikan bahwa itu nyata, bukan khayalan."
"Eh?" Se Kua Hai tertegun. "Kapan aku membuktikan itu?"
Pek Giok Liong tersenyum.
"Kalau Pulau Pelangi merupakan pulau khayalan, tentunya Saudara tidak akan menduga
bahwa aku akan menuju ke pulau itu."
"Oh?" Se Kua Hai tertawa. "Seandainya sekarang aku mengatakan Pulau Pelangi itu tidak
ada. Tuan Muda pasti tidak percaya kan?"
"Kira-kira begitulah."
"Tuan Muda!" Se Kua Hai menatapnya dalam-dalam. "Sebetulnya ada urusan apa engkau
ingin Pulau Pelangi?"
"Ingin belajar ilmu silat tingkat tinggi pada tocu (Majikan pulau)," jawab Pek Giok Liong
jujur. "Sudikah Tuan Muda mendengar nasihatku?"
"Dengan senang hati."
278 "Percuma Tuan Muda ke Pulau Pelangi itu."
"Itukah nasihat Saudara?"
"Ya."
"Kenapa Saudara mencetuskan nasihat itu?"
"Karena dalam seratusan tahun ini, entah berapa banyak orang-orang bu lim ke mari
dengan harapan seperti Tuan Muda, bertekad mencari pulau itu, namun akhirnya"..."
"Bagaimana?"
"Banyak diantaranya terdampar ke pulau lain, bahkan ada pula yang mati digigit binatang
berbisa. Tiada seorang pun yang dapat menemukan Cai Hong To itu."
"Maksud Saudara pulau itu masih merupakan suatu teka-teki?"
"Aku memberitahukan dengan sejujurnya. Tuan Muda percaya atau tidak, itu terserah
Tuan Muda sendiri."
"Terima kasih atas maksud baik Saudara. Tapi".." lanjut Pek Giok Liong kemudian. "Aku
telah membulatkan tekad, kalau pun harus mati di tengah laut, aku tetap harus mencari
pulau itu."
"Tuan Muda begitu tampan dan punya masa depan yang gemilang, kenapa harus
menempuh bahaya itu" Seandainya"..."
"Aku tahu akan maksud baik Saudara, tapi segala itu tidak akan menggoyahkan tekadku."
"Oh?" Se Kua Hai menatapnya tajam. "Tuan Muda begitu nekad, bolehkah Tuan Muda
memberitahukan alasannya?"
"Aku memikul dendam berdarah kedua orang tua, maka harus belajar ilmu silat tingkat
tinggi, agar dapat menuntut balas."
"Oooh!" Se Kua Hai manggut-manggut "Kalau begitu, musuh-musuh Tuan Muda pasti
penjahat yang berkepandaian tinggi kan?"
279 "Betul." Pek Giok Liong mengangguk. "Kalau tidak, aku pun tidak akan menempuh bahaya
ini." "Siapa para penjahat itu?"
"Saudara Se!" Pek Giok Liong menatapnya seraya balik bertanya. "Pernahkah Saudara
mendengar tentang Bu Lim Pat Tay Hiong Jin (Delapan orang buas bu lim)?"
"Maksud Tuan Muda salah seorang di antara mereka itu?"
"Mungkin semuanya."
"Hah?" Se Kua Hai tampak terkejut. "Maksudmu Pat Hiong bergabung?"
"Itu memang mungkin." Pek Giok Liong mengangguk. "Nah, bagaimana menurut
Saudara" Harus atau tidak aku menempuh bahaya untuk mencari pulau itu?"
"Itu harus, tapi ada atau tidaknya pulau itu......"
"Saudara Se, bolehkah aku mengajukan satu pertanyaan?"
"Tentu boleh." Se Kua Hai tersenyum. "Pertanyaan apa?"
"Saudara Se, tahukah engkau tentang keluarga bu lim di Lam Hai?"
"Kalau keluarga itu terkenal, para nelayan asti tahu."
"Apakah Saudara tahu tentang keluarga Se yang di Lam Hai ini?"
"KeHuarga Se"..?" Se Kua Hai tampak tercengang.
"Saudara Se, apakah engkau tidak tahu?"
"Maaf!" ucap Se Kua Hai. "Tidak pernah dengar tentang keluarga itu, maka aku tidak
tahu." 280 "Heran!" gumam Pek Giok Liong. "Apakah saudara Se itu......"
"Tuan Muda kenal seseorang bermarga Se?" tanya Se Kua Hai cepat.
"Ya." Pek Giok Liong mengangguk. "Dia yang memberitahukan padaku bahwa rumahnya
berada di Lam Hai dan termasuk keluarga bu lim."
"Tuan Muda tahu namanya?" tanya Se Kua Hai sambil menatapnya tajam.
"Tahu. Dia bernama Se Pit Han."
"Haah"..?" Se Kua Hai tampak terperanjat, dipandangnya Pek Giok Liong dengan mata
terbelalak. Menyaksikan reaksi Se Kua Hai, hati Pek Giok Liong pun tergerak.
"Saudara Se, pernahkah engkau mendengar nama tersebut?" tanyanya cepat.
Se Kua Hai diam saja, lama sekali barulah ia manggut-manggut seraya berkata dengan
suara dalam. "Pernah. Keluarga Se itu memang terkenal sekali."
"Kalau begitu......"
"Di mana Tuan Muda berkenalan dengan Tuan Muda Se itu?" tanya Se Kua Hai
memutuskan ucapan Pek Giok Liong.
"Di Kota Ling Ni di Lo Ham."
"Apakah Tuan Muda Se cuma seorang diri?"
"Dia tidak seorang diri, melainkan ada Sek Khi, Pat Kiam dan Siang Wie mendampingi
saudara Se itu."
Se Kua Hai tampak berpikir, beberapa saat kemudian ia bertanya.
281 "Tuan Muda Se tahu bahwa Tuan Muda pergi ke Lam Hai?"
Pek Giok Liong mengangguk.
"Tahu. Bahkan dia pula yang menyuruhku mencoba mengadu untung untuk mencari
Pulau Pelangi."
Sepasang mata Se Kua Hai bersinar sekelebatan, lalu ujarnya serius.
"Kalau begitu, Tuan Muda Se memberitahukan pada Tuan Muda bahwa memang ada
Pulau Pelangi!"
"Dia tidak bilang secara terang-terangan, hanya memberi petunjuk dengan isyarat."
"Bagaimana isyarat Tuan Muda Se?"
"Asal aku tidak takut bahaya dan tidak takut usah, pasti dapat menemukan pulau itu. Dia
bilang demikian."
"Oooh!"
"Kenalkah Saudara dengan saudara Se itu?"
Se Kua Hai tertawa gelak.
"Kenal memang kenal, aku kenal dia, tapi dia tidak mengenalku."
"Eh?" Pek Giok Liong tertegun. "Maksud Saudara?"
"Tuan Muda Se itu sangat tinggi derajatnya, sedangkan aku cuma seorang nelayan. Nah,
Tuan Muda mengerti maksudku?"
"Saudara Se!" sela Cing Ji mendadak. "Berediakah sekarang Saudara membantu kami?"
Se Kua Hai mengangguk sambil tersenyum.
282 "Tuan Muda Hek kenal Tuan Muda Se, bagaimana mungkin aku tidak mau membantu?"
Tapi Se Kua Hai tampak ragu.
"Kenapa?"
"Aku hanya mengijinkan Tuan Muda seorang diri naik ke kapalku, maka nona tidak boleh
ikut." "Kenapa?" Pek Giok Liong heran.
"Ini merupakan pantangan."
"Pantangan?" Pek Giok Liong terbelalak. "Kapal Saudara pantang ada penumpang
wanita?" "Kapal nelayan memang begitu, kecuali kapal dagang."
"Maukah Saudara menolong mencarikan kami kapal dagang?"
"Maaf, Tuan Muda!" Se Kua Hai menggelengkan kepala. "Aku sama sekali tidak bisa
membantu."
"Tapi"..." Pek Giok Liong memberitahukan. "Dia anak gadis dan seorang diri pula,
bagaimana mungkin......"
"Tuan Muda tidak perlu mengkhawatirkan nona. Di daerah sini terdapat sebuah Peng An
Khe Can (Rumah penginapan Peng An). Asal memberitahukan bahwa Tuan Muda teman
Tuan Muda Se, maka makan dan tidur di sana pun tidak usah bayar."
Pek Giok Liong memandang Cing Ji, setelah itu tanyanya dengan suara rendah.
"Adik Cing, bagaimana menurutmu?"
"Saudara Se sudah berkata begitu, jadi lebih baik aku tinggal di rumah penginapan itu
menunggumu."
283 "Adik Cing, aku akan segera pulang kalau tidak menemukan Pulau Pelangi. Namun kalau
menemukannya, mungkin akan lama baru pulang."
"Kakak Liong!" Cing Ji tersenyum. "Aku tahu itu, pokoknya setiap sore aku akan ke mari
menunggumu."
"Adik Cing!" Pek Giok Liong menatapnya. "Engkau tinggal seorang diri di sini, maka harus
berhati-hati."
"Kak Liong tidak usah mencemaskan diriku." Cing Ji tersenyum lagi. "Aku bisa menjaga
diri." "Adik Cing"..." Pek Giok Liong ingin mengatakan sesuatu, namun mendadak
dibatalkannya. Sedangkan Cing Ji mengarah pada Se Kua Hai, kemudian tanyanya sambil tersenyum.
"Saudara Se, di mana Peng An Khe Can itu?"
"Di Kota Pian An. Aku sekarang akan menyuruh orang ke mari untuk menjemput Nona,"
ujar Se Kua Hai, lalu melangkah pergi.
Cing Ji memandang punggung orang itu, kemudian mendadak berkata pada Pek Giok
Liong dengan suara rendah.
"Kakak Liong sudah melihat belum?"
Pertanyaan Cing Ji itu membuat Pek Giok Liong tertegun.
"Melihat apa?"
"Saudara Se itu pasti ada hubungan dengan keluarga Se."
"Itu tidak mungkin."
"Kakak Liong!" Cing Ji tersenyum. "Apakah engkau tidak melihat bagaimana reaksinya
ketika engkau menyebut nama Tuan Muda Se" Air mukanya tampak luar biasa sekali."
284 "Bukankah dia sudah bilang, bahwa keluarga Se sangat terkenal di Lam Hai ini" Maka dia
tahu mengenai keluarga itu."
"Menurutku tidak begitu sederhana, melainkan pasti ada sesuatu di balik itu." Cing Ji
tampak serius. "Maksudmu?"
"Aku sudah bercuriga dalam hati, hanya aku belum berani memastikannya." Usai Cing Ji
berkata, tiba-tiba muncul Se Kua Hai dengan seorang nelayan yang berusia lima puluhan.
"Chu toasiok! Ini nona Cing!" ujar Se Kua Hai memperkenalkan. "Harap Chu toasiok
(Paman Chu) mengantarnya ke rumah penginapan Peng An!"
Nelayan tua itu manggut-manggut, ia memandang Cing Ji sambil tersenyum ramah.
"Hek kouw nio (Nona Hek), harap ikut lo ciau (Aku yang tua) pergi!"
"Terima kasih, Saudara tua!" ucap Cing Ji.
*
Panji Sakti (jit Goat Seng Sim Ki) Panji Hati Suci Matahari Bulan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
* * Bagian ke 29: Orang Penjaga Jalan
Tampak sebuah kapal nelayan kecil dengan layar yang tidak begitu besar, melaju
melawan ombak di laut.
Di dalam kapal nelayan itu hanya terdapat dua orang, yakni Se Kua Hai dan Pek Giok
Liong. Se Kua Hai memang ahli mengemudikan kapal nelayan, maka kapal itu tidak sampai
terombang-ambing, sebaliknya malah begitu tenang melaju.
Sudah tiga hari kapal nelayan tersebut berlayar. Dalam tiga hari ini, sudah ada lima buah
pulau kecil yang dilewatinya, namun belum juga menemukan Pulau Pelangi.
285 Sementara hari sudah mulai sore, Pek Giok Liong berdiri tegak sambil memandang jauh
ke depan, tampak sebuah pulau di sana.
"Saudara Se!" Pek Giok Liong menoleh memandang Se Kua Hai. "Tahukah engkau pulau
apa itu?" "Maaf Tuan Muda!" jawab Se Kua Hai. "Banyak pulau kecil di tengah laut ini, aku tidak
tahu nama-nama pulau itu. Alangkah baiknya kalau pulau yang di depan itu Pulau
Pelangi." "Betul." Pek Giok Liong manggut-manggut.
Tak seberapa lama kemudian, mendadak Se Kua Hai bersorak kegirangan sambil
menunjuk ke depan.
"Tuan Muda, lihatlah! Apa itu?"
Pek Giok Liong segera memandang ke arah yang ditunjuk Se Kua Hai, seketika juga ia
terbelalak dan tampak tertegun.
Ternyata ia melihat pelangi melingkar di atas pulau yang di depan itu. Pelangi itu tampak
indah dan begitu mempesona.
"Itu ".. itu Cai Hong To! Itu Cai Hong To!" seru Pek Giok Liong girang. "Tidak salah, itu
pasti Cai Hong To, akhirnya kita menemukan juga!"
"Kelihatannya memang tidak salah." sahut Se Kua Hai dengan wajah berseri. "Hanya
pulau itu yang dilingkari pelangi, itu pasti Pulau Pelangi."
* * * Hari sudah mulai gelap, Se Kua Hai menurunkan layar. Ternyata kapal nelayan itu sudah
hampir mencapai pantai pulau itu. Tak lama kapal nelayan itu sudah membentur pantai
tersebut. Pek Giok Liong segera melompat ke pantai. Ketika sepasang kakinya menginjak pantai
itu, terdengar pula suara gemuruh. Pek Giok Liong cepat-cepat menoleh, sungguh di luar
dugaan, kapal nelayan itu mulai meninggalkan pantai itu.
286 "Se toako, jangan pergi dulu!" teriak Pek Giok Liong.
"Tuan Muda Hek!" Se Kua Hai tertawa. "Engkau telah menemukan Cai Hong To, maka
tidak membutuhkan kapal lagi, untuk apa aku berada di pantai itu?"
"Saudara Se! Tolong beritahukan pada adikku, bahwa aku sudah sampai di Pulau Pelangi!
Suruh dia berlega hati dan harap Se toako baik-baik menjaganya!" Teriak Pek Giok Liong
lagi. "Harap Tuan Muda tenang!" sahut Se Kua Hai. "Aku pasti memberitahukannya, dan
sekaligus menjaganya baik-baik."
"Terima kasih, Saudara!" ucap Pek Giok Liong.
"Sama-sama!" Se Kua Hai melambaikan tangannya. Sementara kapal nelayan itu terus
melaju, akhirnya lenyap dari pandangan Pek Giok Liong.
Pek Giok Liong menarik nafas dalam-dalam, lalu membalikkan badannya dan mulai
melangkah memasuki pulau itu.
Berselang beberapa saat kemudian, mendadak terdengar suara seruan yang parau.
"Bocah, cepat berhenti!"
Pek Giok Liong terkejut, ia segera berhenti seraya bertanya dengan suara nyaring.
"Lo jin keh, siapa kau sebenarnya?"
"Aku penjaga jalan di pulau ini," terdengar suara sahutan. "Bocah, siapa engkau?"
Pek Giok Liong tidak segera menyahut, melainkan mengarah pada suara itu, ternyata
berasal dari sebuah goa.
"Cahye (Aku yang rendah) bernama Hek Siau Liong. Kalau aku boleh tahu, siapa nama lo
jin keh?" Pek Giok Liong menatap goa itu.
Penjaga jalan itu tidak menjawab, sebaliknya malah balik bertanya.
287 "Bocah! Engkau datang dari mana?"
"San Si!"
"Mau apa datang di sini?"
"Ingin bertemu tocu (Majikan pulau)."
"Tahukah engkau nama pulau ini?"
"Cai Hong To."
"Hmm!" dengus penjaga jalan itu dingin. "Siapa yang memberitahukan padamu?"
"Tidak ada yang beritahukan, melainkan aku sendiri yang menemukan pulau ini."
"Cara bagaimana engkau menemukan pulau ini?"
"Ketika hari mulai senja, aku melihat pelangi melingkar di atas pulau ini."
"Maka engkau menganggap pulau ini Pulau Pelangi?"
"Benar."
"Engkau tidak berdusta?"
"Kenapa aku harus berdusta?"
"Kalau begitu, bukan Se Kua Hai yang memberitahu padamu?"
Tergerak hati Pek Giok Liong mendengar pertanyaan itu.
"Apakah Se Kua Hai tahu bahwa ini Pulau Pelangi?" tanyanya.
288 "Hmm!" dengus penjaga jalan itu. "Hek Siau Liong, ada urusan apa engkau ingin bertemu
tocu?" tanyanya.
"Ingin belajar bu kang yang tiada taranya."
"Apa"!" penjaga jalan itu tertawa gelak. "Bocah! Engkau ingin menjagoi bu lim dan agar
dirimu tiada tanding di kolong langit?"
"Aku sama sekali tiada maksud begitu."
"Kalau begitu untuk apa engkau ingin belajar bu kang yang tiada tara itu?"
"Aku memikul dendam berdarah, kalau tidak berhasil belajar bu kang tingkat tinggi yang
tiada taranya, berarti tiada harapan untuk menuntut balas dendam berdarah tersebut."
"Apakah musuh-musuhmu itu berkepandaian tinggi?"
"Tidak salah, mereka rata-rata memiliki kepandaian yang amat tinggi masa kini."
"Bocah!" tegur penjaga jalan itu. "Kalau bicara harus berpikir dulu, jangan bicara
sembarangan!"
"Aku tidak bicara sembarangan, apa yang kukatakan itu, semuanya benar."
"Kalau begitu, berapa banyak musuh-musuhmu?"
"Ada beberapa orang."
"Lebih dari dua?"
"Mungkin tiga empat orang, namun mungkin juga tujuh delapan orang."
"Kok mungkin" Itu pertanda engkau tidak tahu jelas?"
"Benar."
289 "Tahukah engkau siapa musuh-musuhmu itu?"
Pek Giok Liong tidak menyahut, malah balik bertanya.
"Pernahkah lo jin keh dengar tentang Pat Tay Hiong Jin?"
"Ha ha ha!" penjaga jalan tertawa gelak. "Hek Siau Liong, sungguh berani engkau
membohongiku."
"Aku tidak membohongi lo jin keh. Lagi pula tiada gunanya aku berbohong."
"Oh?" Penjaga jalan tertawa dingin. "Pat Tay Hiong Jin itu telah mati di Im San Ok Hun
Nia, bagaimana mungkin mereka hidup lagi?"
"Tiga bulan yang lalu, Siang Hiong Thai Nia pernah muncul di Kota Ling Ni."
"Engkau melihat dengan mata kepala sendiri?"
"Aku tidak melihat, namun ada orang lain melihat mereka berdua."
"Siapa yang melihat mereka?"
"Thai Hang Ngo Sat bersaudara."
"Ha ha ha!" Penjaga jalan tertawa. "Omongan Thai Hang Ngo Sat itu bisa dipercaya?"
"Harus dilihat mereka berbicara dengan siapa?" sahut Pek Giok Liong hambar.
"Mereka berlima bicara dengan siapa?"
"Sin Cang Kui Kian Chou, Si Tongkat Sakti."
"Oh...!" Penjaga jalan diam, kelihatannya ia mulai percaya.
Pek Giok Liong juga ikut diam, namun berselang sesaat ia bertanya.
290 "Apakah lo jin keh sudah percaya?"
"Kalau engkau berkata sesungguhnya, aku tentunya percaya! Tapi ".." Penjaga jalan
berhenti sejenak, setelah itu dilanjutkan. "Bocah, percuma engkau ke mari."
"Mengapa?" Pek Giok Liong tertegun.
"Bu kang di pulau ini memang tiada duanya di kolong langit." Penjaga jalan
Jaka Lola 8 Pedang Ular Merah Karya Kho Ping Hoo Kisah Pengelana Di Kota Perbatasan 6
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama