Panji Sakti (jit Goat Seng Sim Ki) Panji Hati Suci Matahari Bulan Karya Khu Lung Bagian 5
memberitahukan. "Namun setelah berhasil belajar semua bu kang itu, juga tiada
gunanya." "Aku sama sekali tidak mengerti, mohon dijelaskan!" ujar Pek Giok Liong.
"Karena kau tidak bisa meninggalkan pulau ini."
"Karena tiada kapal?"
"Bukan."
"Kalau bukan karena itu, lalu dikarenakan apa?"
"Peraturan yang berlaku di pulau ini."
"Peraturan apa?"
"Harus melewati tiga rintangan. Kalau tidak, sama sekali tidak boleh meninggalkan pulau
ini." "Apakah sulit sekali melewati tiga rintangan itu?"
"Sudah tiga puluh tahun aku menjaga di sini, selama itu tidak pernah menyaksikan ada
orang yang mampu melewati tiga rintangan itu. Maka ".." lanjut penjaga jalan kemudian.
"Aku menasehatimu, lebih baik engkau sampai di sini saja. Segeralah pulang ke Tiong
Goan dan mencari guru lain untuk belajar bu kang tingkat tinggi, lalu menuntut balas
dendam berdarah itu."
291 "Sebetulnya aku harus menuruti nasihat lo jin keh, akan tetapi ".." Pek Giok Liong
menarik nafas dalam-dalam dan melanjutkan. "Tekadku tidak mengizinkan diriku
meninggalkan pulau ini."
"Jadi ".. engkau berkeras ingin bertemu tocu untuk belajar bu kang tingkat tinggi yang
tiada tara itu?"
"Ya." Pek Giok Liong mengangguk. "Oleh karena itu, aku menempuh bahaya menuju
kemari, karena ini satu-satunya harapanku untuk membalas dendam berdarah itu."
"Hek Siau Liong, kalau pun engkau berhasil dan mampu melawan Pat Tay Hiong Jin
namun engkau sama sekali tidak mampu melewati tiga rintangan itu. Maka percuma juga."
"Di mana ada kemauan, di situ pasti ada jalan," sahut Pek Giok Liong. "Oleh karena itu,
aku yakin pasti ada suatu jalan untuk melewati tiga rintangan tersebut."
Penjaga jalan berada di dalam goa, maka Pek Giok Liong tidak bisa melihatnya. Namun
orang itu bisa melihat Pek Giok Liong dengan jelas, juga air mukanya. Oleh karena itu,
hati penjaga jalan itu pun tergerak, ketika berbicara suaranya pun berubah lembut.
"Nak, engkau berpendirian dan memiliki tekad yang begitu teguh, aku sungguh kagum
padamu." "Terima kasih atas pujian to jin keh!"
"Begini, aku punya akal yang baik. Bersediakah engkau mendengarnya?"
"Bagaimana akal yang baik itu?"
"Terus terang, aku ingin menyempurnakanmu. Engkau tetap tinggal di sini, bagaimana?"
"Lo jin keh ingin menerimaku sebagai murid?"
Mendadak penjaga jalan itu menarik nafas ringan, tentunya sangat mengherankan Pek
Giok Liong. "Kenapa lo jin keh menarik nafas?" tanya Pek Giok Liong.
292 "Di pulau ini, aku sama sekali tidak punya hak untuk menerima murid," jawab penjaga
jalan. "Walau aku tidak berhak menerima murid, namun akan mewariskanmu seluruh
kepandaianku."
"Apakah kepandaian lo jin keh dapat memenangkan Pat Tay Hiong Jin?" tanya Pek Giok
Liong. "Ha ha ha!" penjaga jalan tertawa terbahak-bahak. "Nak, asal engkau giat belajar, dalam
waktu sepuluh tahun, aku berani menjamin engkau mampu melawan Pat Tay Hiong Jin.
Pokoknya tidak akan kalah."
"Haruskah sampai sepuluh tahun?"
"Kau anggap terlampau lama?"
"Kalau bisa, diperpendek saja waktunya!"
"Diperpendek pun harus delapan tahun."
Kening Pek Giok Liong tampak berkerut, berselang sesaat ujarnya sambil menggelenggelengkan kepala.
"Delapan tahun kemudian, bu lim di Tiong Goan sudah berubah tidak karuan."
"Nak!" Penjaga jalan tercengang. "Kenapa engkau mengatakan begitu, apakah ada
sebabnya?"
"Memang ada sebabnya." Pek Giok Liong memberitahukan. "Saat ini keadaan bu lim di
Tiong Goan sudah mulai gawat, mungkin tidak lama lagi ".."
"Nak!" Penjaga jalan terkejut. "Jelaskanlah!"
"Ada orang ingin menguasai bu lim bahkan orang itu telah mulai bergerak dengan para
anak buahnya."
"Siapa orang itu?"
"Cit Ciat Sin Kun Cih Hua Ni."
293 "Hah" Iblis pencabut nyawa?"
"Ya."
"Nak, maksudmu ingin menyelamatkan bu lim?"
"Ya. Maka aku harus berhasil dalam waktu pendek, lalu kembali ke Tiong Goan untuk
membasmi para iblis itu."
"Nak, engkau memang memiliki hati pendekar. Tapi ".."
"Kenapa?"
"Nak!" jawab penjaga jalan setelah berpikir cukup lama. "Aku tidak bisa langsung
mempercayaimu, harus mohon tocu mengutus seseorang ke Tiong Goan untuk
menyelidiki masalah itu."
"Harus berapa lama?"
"Sekitar setengah bulan."
"Kalau begitu, aku harus membuang waktu setengah bulan." Pek Giok Liong menggelenggelengkan kepala.
"Engkau tidak akan membuang waktu setengah bulan, Nak," ujar penjaga jalan lembut.
"Dalam setengah bulan ini, aku akan memberi petunjuk padamu dalam hal bu kang."
"Baiklah. Aku menurut!"
"Nak, sekarang engkau boleh ke mari!"
"Terima kasih, lo jin keh!" Pek Giok Liong mengayunkan kakinya menuju ke goa tersebut,
ia yakin orang penjaga jalan itu sudah berusia lanjut.
* * * 294 Bagian ke 30: lstana Pelangi
Sepuluh hari kemudian ketika tengah malam, tampak sebuah kapal yang cukup besar,
indah dan mewah melaju menuju Pulau Pelangi. Kapal itu belum mencapai pantai, namun
di pantai telah berbaris puluhan orang, termasuk penjaga jalan.
Sementara kapal itu sudah mulai mendekati pantai, penjaga jalan segera berdiri dengan
sikap hormat. Tak seberapa lama kemudian, kapal itu telah berlabuh, seketika juga penjaga jalan
berseru dengan hormat.
"Hamba, Bu Bun Yang menyambut Kiong Cu!"
"Bu Bun Yang tidak usah banyak peradaban, harap ikut aku ke istana!" Terdengar suara
sahutan, yang menyambut itu ternyata Se Khi. Maka dapat diketahui siapa mereka yang
mendarat di Pulau Pelangi. Tentunya Se Pit Han, Siang Wie, Pat Kiam dan Se Khi.
Sungguh di luar dugaan, ternyata Se Pit Han adalah siau kiong cu di pulau Pelangi.
Namun sayang sekali, Pek Giok Liong telah ditotok jalan darah tidurnya oleh penjaga
jalan, maka tidak menyaksikan semua itu. Kalau ia menyaksikan, mungkin "..
Bu Bun Yang berusia empat puluhan begitu mendengar suara seruan Se Khi, ia segera
menjura. "Hamba turut perintah!"
* * * Di dalam Cai Hong Kiong (Istana Pelangi), Se Pit Han bersujud pada kedua orang tuanya,
lalu duduk sambil menatap ayahnya.
"Ayah! Pek piaute (adik misan Pek) berada di mana, kok tidak kelihatan?" tanya Se Pit
Han. 295 Cai Hong kiong cu (Majikan istana Pelangi), Se Ciang Cing tampak tertegun, kemudian
tanyanya dengan nada heran.
"Engkau bilang apa, Nak" Di mana adik misanmu Pek?"
"Eeeh?" Se Pit Han tersentak, ia menatap ayahnya dengan mata terbelalak. "Hek Siau
Liong adalah Pek Giok Liong, apakah ayah belum tahu?"
"Oh?"
"Yang Hong tidak memberitahukan pada Ayah?"
"Dia sudah beritahukan."
"Adik misan Pek sudah datang di pulau ini, kok Ayah belum tahu?"
"Ayah sama sekali belum melihatnya."
"Apa"!" Kening Se Pit Han tampak berkerut. "Se Kua Hai memberitahukan, dia yang
mengantar adik misan Pek ke mari."
"Oh?" Se Ciang Cing tercengang. "Itu kapan?"
"Sepuluh hari yang lalu di tengah malam."
"Oh?" Cai Hong kiong cu Se Ciang Cing tampak bingung. "Ini ".. sungguh aneh sekali."
Se Pit Han tertegun, kemudian berpikir keras akan kejadian itu. Berselang sesaat ia
mengarah pada sepasang pengawal yang berdiri di belakangnya.
"Giong Cing, cepat perintahkan pada cong koan (Kepala pengurus), agar dia mengundang
Si Bun lo jin ke mari!"
"Ya, Majikan muda!" Giok Cing menjura memberi hormat, lalu segera pergi.
Se hujin Hua Ju Cing menatap Se Pit Han dengan heran, kemudian tanyanya perlahan.
296 "Han, kau pikir Si Bun Kauw mungkin tahu tentang itu?"
"Ya." Se Pit Han mengangguk. "Han Ji pikir harus bertanya padanya, mungkin dia tahu
jelas tentang itu."
"Itu bagaimana mungkin?" Se Ciang Cing, tuan istana Pelangi itu mengerutkan kening.
"Ada orang luar memasuki pulau, dia kok berani tidak melapor?"
"Itu mungkin."
"Han, coba jelaskan!" ujar Se Ciang Cing pada Se Pit Han.
"Pikir baiknya, Adik misan Pek memiliki bakat yang luar biasa, cianpwe mana yang
melihatnya, pasti berniat menerimanya sebagai murid." Se Pit Han menjelaskan. "Ketika
pertama kali melihat adik misan Pek di sebuah penginapan di Kota Ling Ni, paman
pengemis pun ingin menerimanya jadi murid, bahkan juga berjanji dalam sepuluh tahun,
adik misan Pek akan diangkat jadi kepala pengemis."
"Oh?" Se Ciang Cing tertegun. "Pengemis tua itu termasuk salah satu tujuh orang aneh,
hingga kini masih belum punya murid. Tapi begitu melihat Nak Liong, langsung ingin
menerimanya sebagai murid, itu pertanda Nak Liong memiliki tulang dan bakat yang luar
biasa." "Memang begitu, Ayah."
"Han!" Se Ciang Cing menatapnya. "Kau pikir kemungkinan besar Si Bun Kauw berniat
menerimanya sebagai murid?"
"Menurut Han Ji, itu memang mungkin."
"Apakah masih ada kemungkinan lain?" tanya Se Ciang Cing mendadak.
"Adik misan Pek memiliki sifat angkuh, luar dan dalam justu ".." Se Pit Han tidak
melanjutkan ucapannya.
"Itu sifat bibimu." sela Hua Ju Cing sambil tersenyum.
297 "Itulah yang Han ji cemaskan," ujar Se Pit Han. "Mungkin piaute bertemu Si Bun Kauw,
mereka bertengkar dan akhirnya terjadi pertarungan. Karena kepandaian piaute masih
dangkal, maka ".."
Se Pit Han berhenti, namun Se Ciang Cing dan Nyonya Hua Ju Cing sudah mengerti, itu
membuat mereka tersentak.
"Mungkin itu tidak akan terjadi." ujar Se Ciang Cing.
Pada waktu bersamaan, Giok Cing telah masuk dan sekaligus melapor.
"Lapor Majikan Muda! Houw cong koan sudah menunggu di luar bersama Si Bun Kauw!"
"Suruh mereka masuk!" sahut Se Pit Han.
"Ya." Giok Cing mengangguk, lalu membalikkan badannya dan berseru. "Siau kiong cu
menyuruh kalian berdua masuk!"
Tak seberapa lama kemudian, cong koan Houw Kian Guan bersama Si Bun Kauw
melangkah ke dalam ruang Istana Pelangi. Setelah berada di hadapan mereka, cong koan
Houw Kian Guan dan Si Bun Kauw segera menjura memberi hormat.
"Hamba memberi hormat pada kiong cu, Hujin dan Siau Kiong Cu!" ucap mereka berdua
serentak. "Silakan duduk!" sahut Se Ciang Cing.
"Terimakasih," ucap cong koan Houw Kian Guan dan Si Bun Kauw serentak lagi dengan
hormat, lalu duduk.
"Siau Kiong cu memanggil hamba, ada sesuatu penting?" tanya Si Bun Kauw. Siapa Si
Bun Kauw itu, ternyata penjaga jalan.
"Si Bun Kauw!" Se Pit Han tersenyum ramah. "Baru-baru ini apakah Se Kua Hai pernah
datang di pulau ini?"
"Pernah datang sekali, tapi tidak mendarat." jawab Si Bun Kauw.
298 "Oh?" Se Pit Han menatapnya. "Dia mengantar seseorang ke mari kan?"
Tergerak hati Si Bun Kauw, ia memandang Se Pit Han seraya balik bertanya.
"Apakah Se Kua Hai telah melapor pada Siau Kiong cu?"
"Ng!" Se Pit Han mengangguk. "Siapa nama orang itu?"
"Hek Siau Liong ."
Begitu mendengar jawaban Si Bun Kauw, seketika juga sepasang mata Se Pit Han
berbinar-binar.
"Dia berada di mana sekarang?"
"Dia ".." mendadak Si Bun Kauw balik bertanya. "Apakah Siau kiong cu ingin tahu
maksud tujuannya datang di pulau ini?"
"Betul. Dia berada di mana sekarang?"
"Berada di tempat hamba."
Wajah Se Pit Han berseri, bahkan diam-diam menarik nafas lega. Tapi wajah Se Ciang
Cing malah berubah dan bertanya dengan suara dalam. "Sudah berapa lama dia berada
di Pulau ini?"
"Sekitar sepuluh hari."
"Kenapa engkau sama sekali tidak melapor?" tegur Cai Hong kiong cu Se Ciang Cing. Itu
membuat hati Si Bun Kauw tersentak.
"Mohon ampun kiong cu." ucap Si Bun Kauw. "Hamba melihat dia memiliki bakat yang luar
biasa, maka ".."
"Ingin menerimanya sebagai murid kan?" Sela Se Pit Han.
299 "Hamba tidak berani melanggar sumpah, hanya ingin bersahabat dengannya sekaligus
menyempurnakannya saja."
"Kenapa engkau ingin menyempurnakannya?" tanya Se Ciang Cing.
"Dia memikul dendam berdarah kedua orang tuanya, lagi pula dia bertekad membasmi
para iblis yang ingin menguasai bu lim."
"Oooh!" Se Pit Han manggut-manggut. "Jadi dia telah memberitahukan mengenai musuhmusuhnya?"
"Ya." Si Bun Kauw mengangguk. "Musuh-musuhnya adalah Pat Tay Hiong Jin."
"Tidak menjelaskan siapa-siapa dalam Pat Tay Hiong Jin itu?" tanya Se Pit Han.
"Dia bilang mungkin Siang Hiong, mungkin juga Sam Kuai atau Pat Tay Hiong Jin gabung.
Dia sendiri tidak begitu jelas."
"Engkau percaya?" tanya Se Pit Han sambil menatapnya.
"Lima belas tahun yang lampau, Siang Hiong Sam Kuai telah terpukul jatuh di Ok Hun Nia
oleh Pek Kouw Ya dengan tenaga sakti Thai Ceng Sin Kang. Semua orang bu lim
mengetahui tentang itu, maka tidak mungkin ".."
"Mereka tidak mungkin hidup kembali kan?"
"Ya." Si Bun Kauw mengangguk dan melanjutkan, "Tapi tampaknya dia tidak berdusta,
oleh karena itu, hamba pun jadi percaya dan ragu."
Se Pit Han tersenyum lembut, lalu tanyanya serius.
"Engkau tidak berpikir lebih seksama, bu lim masa kini siapa orang marga Hek mampu
melawan Pat Hiong yang bergabung itu?"
"Hamba sudah berpikir tentang itu, justru tidak tahu siapa orang marga Hek itu?"
"Si Bun Kauw!" Se Pit Han tersenyum. "Apa kebalikan dari kata Hek (Hitam) itu?"
300 Si Bun Kauw tertegun, ia memandang Se Pit Han seraya menjawab.
"Kebalikan dari kata Hek adalah Pek (Putih)." Usai menjawab, Si Bun Kauw sendiri pun
tersentak. "Apakah dia marga Pek yang adalah ".."
"Tidak salah. Dia memang marga Pek!" Se Pit Han memberitahukan. "Dia putera bibi Hui."
"Haah ".."!" Si Bun Kauw segera bangkit berdiri, kemudian menjura sambil berkata,
"Hamba memang harus mati, mohon ".."
"Tidak usah berkata begitu." Se Pit Han tersenyum. "Duduklah!"
"Terimakasih atas kemurahan hati Siau kiong cu yang tidak menghukum hamba!" ucap Si
Bun Kauw lalu duduk kembali.
"Dalam sepuluh hari ini, engkau menurunkan kepandaian apa padanya?" tanya Se Pit Han
mendadak. "Hanya dua belas jurus tangan kosong yang biasa saja."
"Bukankah engkau ingin menyempurnakannya, kok malah menurunkan jurus-jurus biasa
padanya?" "Hamba memang berniat menyempurnakannya, namun sebelum tahu jelas sifat dan
Panji Sakti (jit Goat Seng Sim Ki) Panji Hati Suci Matahari Bulan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
wataknya maka ".." lanjut Si Bun Kauw kemudian. ?".. Hingga hari ini, hamba masih
belum menurunkan bu kang lain padanya."
"Bagaimana pengamatanmu dalam sepuluh har ini?" tanya Se Pit Han.
"Mengenai apa?"
"Sifat dan wataknya."
"Sifatnya memang agak angkuh, tapi berhati bajik dan berbudi luhur, bahkan sangat
cerdas." Si Bun Kauw memberitahukan. "Oleh karena itu hamba telah mengambil
keputusan, akan mulai menurunkan bu kang tingkat tinggi padanya. Akar tetapi, dia justru
Tuan muda Pek, tentunya urusar pun jadi lain."
301 "Emmh!" Se Pit Han manggut-manggut, lalu memandang Se Ciang Cing. "Bagaimana
Ayah akan mengatur adik misan?"
"Han!" Se Ciang Cing tersenyum. "Bukankah dalam hatimu telah punya suatu rencana?"
"Benar! Tapi harus disetujui Ayah."
"Asal tidak melanggar amanat leluhur, ayah pasti setuju," ujar Se Ciang Cing sungguhsungguh. "Terimakasih, Ayah!" ucap Se Pit Han dengar wajah berseri.
"Han!" Se Ciang Cing menatapnya. "Bagaimana rencanamu itu?"
"Rencana Han Ji ".." Se Pit Han tersenyum. "Pokoknya Han ji tidak akan melanggar
amanat leluhur, nanti Ayah akan mengetahuinya."
"Kok dirahasiakan?" Se Ciang Cing menggeleng-geleng kepala.
"Han ji ingin bikin kejutan." sahut Se Pit Han, lalu memandang Si Bun Kauw seraya
berkata. "Aku ingin minta bantuan, boleh kan?"
"Bantuan apa" Hamba pasti melaksanakannya dengan baik," ujar Si Bun Kauw sambil
menjura. "Kalau begitu, terlebih dahulu aku mengucapkan terimakasih." Se Pit Han tersenyum
ceria. "Engkau sangat menyukai Adik misan Pek dan berniat menyempurnakan dirinya,
maka alangkah baiknya kalau engkau mewariskannya semacam kepandaian tingkat tinggi
padanya. Bagaimana?"
"Maksud Siau kiong cu?"
"Aku sangat tertarik pada Thian Liong Pat Ciu (Delapan Jari Naga Langit) milikmu."
"Oh" Ha ha!" Si Bun Kauw tertawa gelak. "Siau kiong cu mengira hamba begitu pelit ya?"
"Kalau begitu, engkau setuju kan?"
302 "Setuju."
"Nah, untuk sementara ini, dia tetap bersamamu untuk belajar Thian Liong Pat Ciu. Dalam
sepuluh hari, dia sudah harus dapat menguasai kepandaian tersebut. Ohya! Engkau
jangan memberitahukan padanya tentang hubungannya dengan pulau Pelangi ini!"
"Ya." Si Bun Kauw mengangguk lalu bertanya. "Apakah Adik misan Tuan belum tahu
tentang ini?"
"Kalau dia tahu, dia sudah beritahukan."
"Itu agak tidak masuk akal," sela Hua Ju Cing mendadak.
"Ibu, apa yang agak tidak masuk akal?" tanya Se Pit Han heran.
"Kalau benar dia adik misanmu, tidak mungkin dia tidak tahu asal usul ibunya," jawab Hua
Ju Cing. "Mengenai ini, Han ji, Se Khi dan paman pengemis telah menganalisanya," ujar Se Pit
Han sambil tersenyum.
"Oh?"
"Kami anggap ayah ibunya tidak mau memberitahukan, itu karena usia adik misan Pek
masih kecil. Oleh karena itu mereka khawatir adik misan Pek akan membocorkan rahasia
tersebut." ujar Se Pit Han.
"Memang masuk akal!" Hua Ju Cing manggutmanggut.
"Si Bun Kauw!" Se Pit Han menatapnya. "Di hadapannya jangan singgung tentang diriku,
Se Khi, Siang Wie dan Pat Kiam! Kalau dia bertanya, engkau jawab tidak tahu saja!"
"Ya, Siau kiong cu."
"Baiklah! Kini engkau boleh kembali ke tempat," ujar Se Pit Han.
"Ya." Si Bun Kauw segera bangkit berdiri. Ia memberi hormat pada Se Ciang Cing, Hua Ju
Cing dan Se Pit Han, lalu mengundurkan diri dari ruangan itu.
303 Houw Kian Guan, kepala pengurus itu pun bangkit berdiri, lalu memberi hormat pada
mereka seraya berkata.
"Kalau kiong cu tiada urusan lain lagi, hamba mau mohon diri."
"Tunggu!" Se Pit Han mencegahnya pergi.
"Siau kiong cu ada perintah apa?" tanya cong koan itu dengan hormat.
"Si Bun Kauw telah berjanji akan menurunkan Thian Liong Pat Ciu pada adik misan Pek,
bagaimana dengan cong koan?"
Houw Kian Guan tertegun, kemudian tersenyum.
"Siau kiong cu menghendaki hamba mewariskannya semacam kepandaian tingkat tinggi?"
"Engkau cong koan Pulau Pelangi, kalau cuma mewariskannya satu macam kepandaian,
itu berarti pelit."
"Maksud Siau kiong cu?" Cong koan Houw Kian Guan tersenyum lagi.
"Paling sedikit pun harus dua macam kepandaian. Sudikah engkau mewariskannya?"
"Tentu sudi." Cong koan Houw Kian Guan mengangguk. "Menurut Siau kiong cu dua
macam kepandaian apa yang harus hamba wariskan padanya?"
"Jelas dua macam kepandaian simpananmu."
"Kalau begitu ".." Pikir cong koan. "Bagaimana hamba mewariskannya Toh Thian Sam
Ciang (Tiga Pukulan Pencuri Langit) dan ginkang Hui Hun Phian Su (Awan Terbang
Capung Melayang) padanya?"
"Terimakasih!" ucap Se Pit Han sambil tersenyum.
"Siau kiong cu jangan mengucapkan terima-kasih, hamba tidak berani menerimanya,"
ucap cong koan hormat.
304 "Aku memang harus mengucapkan terima-kasih." Se Pit Han masih tersenyum.
"Ohya, kapan hamba akan mulai mengajarnya?" tanya cong koan itu.
"Begini, kalau sudah waktunya, aku akan beritahukan padamu," jawab Se Pit Han.
"Sekarang engkau boleh pergi mengurusi pekerjaanmu."
"Ya." Cong koan Houw Kian Guan memberi hormat pada mereka, kemudian
mengundurkan diri.
Setelah cong koan itu pergi, Se Ciang Cing pun terus menerus memandang Se Pit Han.
"Ha, apakah dengan cara demikian engkau mengatur adik misanmu?" tanya Se Ciang
Cing. "Ini baru sebagian," jawab Se Pit Han sambil tertawa kecil.
"Oh?" Se Ciang Cing tertegun. "Cuma sebagian saja?"
"Ya." Se Pit Han mengangguk. "Han Ji masih ingin bermohon pada Bu Sian Seng, Sioh
pelindung pulau, Liok pengontrol pulau dan Ku nai-nai, termasuk Se Khi untuk mewariskan
kepandaian simpanan masing-masing pada adik misan Pek."
"Mereka semua memiliki kepandaian yang amat tinggi, engkau tahu kan?" Se Ciang Cing
menatapnya. "Han Ji tahu!"
"Engkau justru tahu, tapi mengapa menghendaki mereka masing-masing mewariskan
kepandaian simpanan mereka pada misanmu itu?" tanya Se Ciang Cing dengan wajah
serius. "Apakah engkau menginginkannya jadi pendekar yang tiada tanding di kolong
langit?" "Han Ji memang bermaksud begitu. Bagaimana menurut Ayah, cara Han Ji mengatur itu?"
"Memang baik sekali." Se Ciang Cing mengerutkan kening. "Tapi ".."
305 "Kenapa?" tanya Se Pit Han heran. "Seandainya dia bukan adik misanmu, itu
bagaimana?" Se Ciang Cing menatapnya tajam.
"Jangan khawatir Ayah!" Se Pit Han tersenyum. "Mengenai persoalan ini, Han ji pun punya
suatu rencana."
"Rencana apa?"
"Pokoknya tidak lewat tiga hari, Han ji sudah berani memastikan bahwa dia adik misan
Pek atau bukan."
"Han." Hua Ju Cing menatapnya dalam-dalam. "Kalau begitu, engkau masih punya suatu
cara pengaturan yang lain?"
"Ya." Se Pit Han mengangguk, kemudian bertanya pada Se Ciang Cing. "Mengenai
dendam berdarah kouw peh dan Hui kouw-kouw, bagaimana Ayah mengurusinya?"
"Mengenai itu, ayah telah memikirkannya. Tapi ".." Se Ciang Cing mengerutkan kening.
"Setelah engkau memastikan asal-usulnya, barulah dibicarakan kembali."
"Baiklah!" Se Pit Han mengangguk.
* * * (Bersambung bagian 31)
PANJI SAKTI (JIT GOAT SENG SIM KI)
(Panji Hati Suci Matahari Bulan)
Karya: Khu Lung
Bagian ke 31: Majikan Muda
Malam sudah larut, di luar goa Si Bun Kauw itu tampak Pek Giok Liong sedang berlatih
Thian Liong Pat Ciu yang diajarkan Si Bun Kauw. Walau cuma tiga hari, Pek Giok Liong
sudah dapat menguasai ilmu itu dengan baik, itu sungguh di luar dugaan siapa pun.
Betapa gembiranya Si Bun Kauw yang duduk menyaksikannya, wajahnya berseri-seri.
306 "Tidak lewat tiga tahun, anak itu pasti menjadi pendekar nomor satu di rimba persilatan
".." batinnya.
Mendadak sosok bayangan melayang turun di hadapan Si Bun Kauw. Sosok bayangan itu
ternyata seorang nenek berusia delapan puluh lebih, tangannya menggenggam sebatang
tongkat. Begitu melihat nenek itu, Si Bun Kauw segera bangkit berdiri, dan sekaligus menjura
hormat. "Oh, Ku nai-nai! Kok sudah larut malam masih ke mari" Ada sesuatu yang menarik
perhatianmu?" tanya Si Bun Kauw sambil tertawa.
"Kenapa?" Ku nai-nai (Nenek Ku) melotot. "Lo sin (perempuan tua) tidak boleh ke mari?"
"Eh" Jangan marah-marah Nenek Ku!" Si Bun Kauw masih tertawa. "Aku tidak bermaksud
melarang Ku nai-nai ke mari ".."
"Kalau begitu, apa maksudmu?"
"Tiada bermaksud apa-apa." Si Bun Kauw tertawa gelak. "Cuma merasa heran. Sebab
Nenek Ku datang tengah malam ".."
"Hmm!" dengus perempuan tua itu dingin. "Kenapa heran" Hatiku sangat kesal malam ini,
maka keluar untuk jalan-jalan sebentar. Engkau mengerti?"
"Oh!" Si Bun Kauw mengangguk. "Aku mengerti."
Saat ini, Pek Giok Liong sudah berhenti berlatih, ia berdiri tegak di tempat.
Nenek Ku mengarah pada Pek Giok Lion lalu mendengus dingin seraya bertanya pada Si
Bun Kauw. "Dia muridmu?"
"Nenek bercanda!" Si Bun Kauw tertawa "Aku mana berani melanggar peraturan untuk
menerima murid?"
307 "Yang dia latih tadi bukankah Thian Liong Pat Ciu kepandaian simpananmu?"
"Betul. Aku memang mengajarnya Thian Liong Pat Ciu, namun kami tiada hubungan guru
dan murid."
"Kalau begitu, apa hubungan kalian?"
"Sebagai sahabat."
"Oh?" Nenek Ku melotot. "Siapa dia?"
"Namanya Hek Siau Liong."
Perempuan tua tampak tertegun dan di luar dugaan.
"Dia bernama Hek Siau Liong?"
"Betul." Si Bun Kauw mengangguk. "Nenek kenal dia?"
Nenek Ku tidak menjawab, hanya menatap Pek Giok Liong dengan tajam.
"Nak! Ke mari sebentar!" panggilnya.
Pek Giok Liong segera menghampininya, lalu memberi hormat.
"Boan pwe memberi hormat pada Nenek!" Nenek Ku terus-menerus menatap Pek Giok
Liong, lalu manggut-manggut.
"Persis seperti ayahnya. Nak, bagaimana kabarnya kedua orang tuamu?"
Ditanya demikian, wajah Pek Giok Liong langsung berubah murung.
"Kedua orang tua boan pwe sudah meninggal ".."
"Apa" Kok meninggal?"
308 "Terbunuh oleh penjahat."
"Oh?" Nenek Ku mengerutkan kening. "Siapa pembunuh itu?"
"Mungkin Pat Tay Hiong Jin."
"Mungkin" Jadi engkau belum begitu jelas?"
"Ya." Pek Giok Liong mengangguk. "Masih harus diselidiki."
"Ngmm!" Perempuan tua itu manggut-manggut.
"Nenek kenal kedua orang tua boan pwe?" tanya Pek Giok Liong sambil menantapnya.
Nenek Ku tersenyum lembut.
"Nak, ayahmu bernama Hek Cian Li. Ya, kan?"
"Nenek, kau telah salah mengenali orang, almarhum bukan bernama Hek Cian Li." Pek
Giok Liong memberitahukan.
"Oh?" Nenek Ku tertegun. "Nak, almarhum bernama siapa?"
"Almarhun bernama ".." Tiba-tiba Pek Giok Liong teringat sesuatu. "Hek Mang Ciok."
Sekelebatan sepasang mata perempuan tua itu tampak bersinar.
"Nak, di mana rumahmu?" tanyanya lagi.
"San Si Ciok Lau."
"Kota Ciok Lau atau Ciok Lau San?"
"Di dalam Kota Ciok Lau."
309 "Oooh!" Nenek Ku tersenyum. "Nak, aku ingin bertanya, disebelah timur Kota Ciok Lau
terdapat Ciok Lau San Cung, engkau mengetahuinya?"
Pek Giok Liong tersentak, ia manggut-manggut.
"Boan pwe pernah mendengarnya."
"Engkau tahu cung cu itu marga apa?"
"Marga Pek."
"Nak!" Nenek Ku menatapnya tajam. "Betulkah engkau marga Hek?"
Pek Giok Liong terkejut ditanya demikian, namun kemudian balik bertanya.
"Nenek tidak percaya?"
"Kalau dugaanku tidak salah, engkau adalah siau cung cu dari Ciok Lau San Cung itu! Ya,
kan?" Air muka Pek Giok Liong langsung berubah.
"Nek ".."
"Pek Giok Liong, engkau berani tidak mengaku"!" bentak Nenek Ku dengan suara dalam.
"Nek, Kenapa boan pwe tidak berani mengaku?" Sepasang alis Pek Giok Liong terangkat
tinggi. "Kalau begitu ".." Wajah perempuan tua itu tampak berseri. "Engkau telah mengaku?"
"Ya. Boan pwe mengaku. Boan pwe memang Pek Giok Liong, siau cung cu dari Ciok Lau
San Cung di San Si."
"He he he!" Nenek Ku tertawa gembina. "Nak, ini barulah anak jantan ".."
310 Mendadak Nenek Ku berkelebat pengi. Sungguh aneh perempuan tua itu, datang dan
pergi begitu mendadak.
Tentunya membuat Pek Giok Liong tenmangu-mangu di tempat, lama sekali barulah ia
mengarah pada Si Bun Kauw.
"Si Bun lo koko, apa gerangan yang terjadi?" tanyanya heran.
Si Bun Kauw menggeleng-geleng kepala.
"Aku sungguh tidak mengenti, tapi nenek peot itu memang aneh sifatnya. Sulit didekati
dan sering marah-marah tidak karuan."
"Dia pergi begitu saja, tidak akan ada suatu masalah?", tanya Pek Giok Liong dengan
kening berkerut.
"Tidak usah khawatir!" Si Bun Kauw tertawa. "Tentunya tidak akan ada masalah apa pun."
* * * Di dalam Istana Pelangi, siau kiong cu Se Pit Han duduk dekat jendela di lantai atas,
tampak Giok Cing dan Giok Ling berdiri di belakangnya.
Mendadak sosok bayangan melayang turun di hadapan mereka, ternyata adalah Nenek
Ku. "Nek!" tanya Se Pit Han cepat. "Bagaimana?"
"Beres," sahut Nenek Ku sambil tersenyum.
"Beres bagaimana?" tanya Se Pit Han bernada tegang. "Katakan! Jangan sok mahal!"
"Dia sudah mengaku."
"Oh?" Se Pit Han tampak girang sekali. "Cara bagaimana dia mengaku?"
311 "Sesuai dengan dugaan Siau kiong cu." Nenek Ku tertawa. "Begitu dipanasi hatinya, dia
pun langsung mengaku dirinya adalah siau cung cu dari Ciok Lau San Cung bernama Pek
Giok Liong."
"Bagus!" Wajah Se Pit Han berseri. "Ketika Nenek sampai di sana, dia sedang berbuat
apa?" "Sedang berlatih Thian Liong Pat Ciu yang diajarkan Si Bun Kauw."
"Bagaimana latihannya?" tanya Se Pit Han penuh perhatian.
"Sungguh di luar dugaan, dia telah menguasai jurus-jurus Thian Liong Pat Ciu itu dengan
baik, yang kurang hanya tenaga dalamnya."
"Oh" Sungguhkah begitu cepat kemajuannya?" Se Pit Han kurang percaya.
Panji Sakti (jit Goat Seng Sim Ki) Panji Hati Suci Matahari Bulan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Sungguh." Nenek Ku mengangguk. "Oleh karena itu, besok Siau kiong cu sudah boleh
memerintah cung koan mengajarnya Toh Thian Sam Ciang dan Hui Hun Phiau Su
ginkang itu!"
"Emmh!" Se Pit Han manggut-manggut. "Lalu bagaimana dengan ilmu tongkat Nenek itu?"
"He he he!" Nenek Ku tertawa. "Tentunya harus diwariskan juga padanya!"
"Terimakasih, Nek!" ucap Se Pit Han sambil tertawa gembira.
"Eh" Kenapa Siau kiong cu begitu gembira" Wuah! Jangan-jangan ".."
"Nek!" Se Pit Han cemberut dengan wajah kemerah-merahan.
* * * Dua bulan kemudian, dibawah pengaturan Se Pit Han, Pek Giok Liong telah menguasai
ilmu-ilmu andalan Si Bun Kauw, Houw Kian Guan, Bu sian seng, Liok Sun To, Sioh Hu To,
Ku nai-nai dan Se Khi. Namun yang kurang adalah tenaga dalamnya. Maklum, usia Pek
Giok Liong masih kecil, maka tenaga dalamnya pun masih dangkal.
312 Ketika hari sudah malam, di saat Pek Giok Liong sedang berlatih di luar goa, tiba-tiba
muncul beberapa orang dengan langkah ringan, tak lama sudah berada di hadapan Pek
Giok Liong. Salah seorang adalah pemuda yang memakai jubah kuning, sepasang matanya menyorot
tajam menatap Pek Giok Liong.
Sementara Pek Giok Liong sudah berhenti berlatih, ia pun membalas menatap pemuda itu
dengan tajam pula.
"Siapa engkau?" tanya pemuda itu setengah membentak.
Sepasang alis Pek Giok Liong tampak bergerak, kemudian mendengus dingin tanpa
menyahut. "Engkau bisu ya?" Pemuda itu tampak tidak senang.
"Engkau sendiri yang bisu!" sahut Pek Giok Liong ketus.
"Bocah!" Pemuda itu melotot. "Kalau bicara, sopanlah sedikit!"
Pek Giok Liong tertawa dingin, lalu sahutnya dingin pula.
"Kalau tidak sopan kenapa?"
"Hei! Tahukah engkau tempat apa ini?"
"Tentu tahu!" sahut Pek Giok Liong. "Cai Hang To."
"Kalau sudah tahu, kenapa engkau tidak menjawab pertanyaan siau tocu?" Pemuda itu
menatap Pek Giok Liong dengan sikap angkuh.
Hati Pek Giok Liong tergetar, ia tidak menyangka bahwa pemuda itu majikan muda Pulau
Pelangi ini. "Oh! Ternyata engkau adalah siau tocu, maaf, aku kurang hormat padamu!" ucap Pek
Giok Liong. 313 "Jangan banyak omong kosong!" Tandas muda itu. "Cepat jawab pertanyaanku tadi!"
"Eh" Aku harus menjawab apa?"
"Engkau siapa?"
"Namaku Hek Siau Liong!"
"Mau apa engkau datang di pulau ini?"
"Menengok teman!"
"Siapa temanmu itu?"
"Si Bun Kauw!"
"Benarkah kalian teman?"
"Engkau tidak percaya?"
"Di mana Si Bun Kauw" Aku ingin bertanya padanya!"
"Maaf! Dia tidak berada di tempat!"
Pek Giok Liong memang bersifat angkuh, sudah tahu bahwa pemuda yang berdiri di
hadapannya itu siau tocu namun ia justru tidak menghormatinya, karena sikap tocu itu
sangat jumawa. "Dia ke mana?" tanya pemuda itu ketus.
"Engkau bertanya padaku lalu aku harus bertanya pada siapa?" sahut Pek Giok Liong
dingin. "Apa"!" Wajah pemuda itu berubah dingin. "Engkau tidak mau beritahukan?"
"Aku tidak tahu, bagaimana memberitahukan?"
314 "Hm!" dengus pemuda itu. "Aku tidak percaya bahwa engkau tidak tahu!"
"Itu terserah! Yang jelas aku tidak mengetahuinya," ujar Pek Giok Liong dan
menambahkan, "Dia tidak meninggalkan pulau ini, engkau boleh mengutus seseorang
pergi mencarinya!"
"Itu sudah tentu!" sahut pemuda itu. "Bahkan harus menghukumnya!"
Pek Giok Liong tersentak mendengar ucapan itu.
"Dia salah apa" Kenapa harus dihukum?" tanyanya dengan nada tidak senang.
"Eh?" Pemuda itu menatapnya dingin. "Ini peraturan di sini, sedangkan secara pribadi dia
telah berani menampung orang luar di pulau ini. Itu kesalahannya, maka ia harus
dihukum!" "Aku ingin bertanya, apakah pulau ini milik pribadi keluargamu?" tanya Pek Giok Liong
dengan kening berkerut.
"Pulau ini memang bukan milik pribadi, namun sudah beberapa turunan tinggal di pulau
ini, lagi pula sudah ada peraturan berlaku dari dulu!"
"Itu peraturan yang keterlaluan!"
"Oh" Hek Siau Liong, ini adalah peraturan di sini! Tiada kaitannya dengan dirimu, tahu?"
"Urusan di kolong langit, justru harus diurusi oleh orang di kolong langit pula! Engkau
mengerti?"
"Oh, ya?" Pemuda itu tertawa hambar. "Engkau percaya dirimu mampu mengurusi urusan
di pulau ini?"
"Aku tidak percaya, kalau urusan di kolong langit tidak bisa diurusi." tegas Pek Giok Liong.
"Justru engkau tidak mampu mengurusinya!" Pemuda itu tertawa.
315 Tidak salah dan memang nyata! Pek Giok Liong pun tahu akan hal itu, maka kemudian
ujarnya dingin.
"Kelak aku pasti punya kemampuan itu!"
"Kelak?" Pemuda itu tertawa lagi. "Kapan?"
"Paling juga cuma setengah tahun!"
"Engkau yakin?"
"Yakin!"
Pemuda itu tertawa ringan, lalu ujarnya dengan mata bersinar-sinar.
"Kalau begitu, lebih baik dibicarakan kelak saja!"
"Baik!" Pek Giok Liong mengangguk.
"Ohya!" Pemuda itu menatapnya tajam. "Aku ingin bertanya, engkau datang di pulau ini
mempunyai maksud tujuan apa?"
"Bukankah aku tadi telah memberitahukan" Kok masih bertanya?" sahut Pek Giok Liong
dingin. "Hm!" dengus pemuda itu. "Aku tidak percaya kalau engkau tidak punya maksud tujuan
lain!" "Percaya atau tidak, terserah engkau!"
"Hek Siau Liong!" Pemuda itu menudingnya. "Engkau berani bersikap angkuh di
hadapanku?"
"Kenapa tidak?"
"Kalau begitu, kenapa engkau tidak berani berterus terang mengenai maksud tujuanmu?"
316 Mendadak Pek Giok Liong tertawa ringan, setelah itu balik bertanya.
"Engkau pikir aku punya maksud tujuan apa?"
"Aku tidak suka menerka, lebih baik engkau yang bilang!"
"Kenapa tidak mau coba menerkanya?" Pek Giok Liong tertawa hambar.
"Aku tidak tertarik akan itu!" sahut pemuda itu singkat. "Ayoh, cepat katakan!"
"Engkau tidak tertarik, aku tidak berniat mengatakan!"
"Apa"!" Pemuda itu melotot. "Engkau menghendaki aku menerka?"
"Telah kukatakan dengan jelas, apakah engkau tidak mendengarnya?" Pek Giok Liong
tertawa dingin. "Mau menerka atau tidak, terserah!"
"Bagaimana seandainya aku dapat menerka dengan jitu?" tanya pemuda itu mendadak.
"Kalau engkau dapat menerka dengan jitu ya sudahlah! Tentunya aku tidak akan
menggelengkan kepala!"
"Oh?" Pemuda itu tertawa ringan. "Kalau begitu, engkau telah mengaku?"
Tertegun Pek Giok Liong, seketika juga ia mengerti ucapan pemuda itu dan tahu bahwa
dirinya telah terpedaya. Sungguh cerdik siau tocu itu! Ujarnya dalam hati.
"Aku telah mengaku apa?"
"Mengaku punya maksud tujuan lain."
"Aku tidak mengaku apa pun!" Pek Giok Liong menggeleng kepala. "Lagi pula itu tidak
perlu, maka engkau jangan sok pintar!"
"Kalau begitu ".." Pemuda itu tersenyum. "Aku yang keliru kan?"
317 "Keliru atau tidak, engkau tahu dalam hati! Saya tidak perlu mengatakannya!" sahut Pek
Giok Liong. "Hek Siau Liong!" Pemuda itu menatapnya tajam dan wajahnya pun berubah serius.
"Engkau datang di pulau ini dengan maksud tujuan belajar bu kang yang tiada taranya di
pulau ini, kan?"
Pek Giok Liong tersentak, namun kemudian mengangguk.
"Benar, itu maksud tujuan semula, tapi kini pikiran ku telah berubah."
"Tidak mau belajar lagi?" Pemuda itu tampak tercengang.
"Ya!" Pek Giok Liong mengangguk. "Aku memang tidak mau belajar lagi!"
"Oh?" Pemuda itu terperangah. "Kenapa?"
"Engkau setuju aku belajar, lalu menjadi anak buahmu?" tanya Pek Giok Liong sambil
menatapnya. Pemuda itu menggelengkan kepala.
"Aku tidak bermaksud begitu!" ujarnya.
"Walau engkau tidak bermaksud begitu, lebih baik aku tidak belajar, maka engkau pun
tidak perlu banyak bertanya!"
"Emmh!" Pemuda itu manggut-manggut. "Aku justru ingin tahu, kenapa pikiranmu bisa
berubah mendadak" Itu karena apa?"
"Alasanku sangat sederhana sekali. Aku merasa Cai Hong To, ini tidak sesuai dengan apa
yang ku bayangkan!"
"Apa maksudmu?"
"Kalau aku belajar bu kang Pulau Pelangi ini, otomatis aku terikat peraturan yang berlaku
di sini. Nah, engkau mengerti?"
318 "Oh?" Pemuda itu tertawa, lalu mendadak mengalihkan pembicaraan. "Hek Siau Liong,
aku mulai terkesan baik padamu!"
"Terimakasih!" Pek Giok Liong tertawa dingin. "Tapi ".."
"Kenapa?"
"Sebaliknya aku terkesan buruk padamu!"
"Oh, ya?" Pemuda itu tidak gusar, sebaliknya malah tertawa, itu sungguh mengherankan.
"Kalau begitu, aku pun semakin terkesan baik padamu!"
"Eh?" Pek Giok Liong bingung. "Ada alasan tertentu?"
Pemuda itu manggut-manggut.
"Ada. Walau alasan itu sangat aneh, namun cukup masuk akal." ujar pemuda itu sambil
tersenyum. "Maukah engkau beritahukan alasan yang aneh itu?"
"Tentu mau!" Pemuda itu menatapnya. "Karena engkau lain dari yang lain."
"Lain dari yang lain?" Pek Giok Liong terbelalak. "Aku tidak mengerti maksudmu!"
"Banyak orang setelah mengetahui diriku adalah siau tocu, mereka pun sangat
menghormatiku, bahkan berusaha mengangkat-angkat diriku pula. Sebaliknya engkau
tidak begitu, oleh karena itu, aku katakan engkau lain dari yang lain!"
"Oooh!" Pek Giok Liong manggut-manggut, sekilas sepasang matanya tampak bersinar,
namun tertawa hambar. "Ternyata begitu, aku harus berterimakasih atas kesan baikmu
pada diriku!"
"Karena itu, akupun bersedia bersahabat denganmu," ujar pemuda itu sungguh-sungguh.
"Bahkan ".. aku akan mengabulkan satu permintaanmu."
"Oh?" Pek Giok Liong merasa heran.
319 "Engkau punya permintan apa?" tanya siau tocu.
"Aku memang punya satu permintaan, tapi tidak akan mengajukannya berdasarkan
persahabatan!"
"Lalu engkau ingin mengajukan berdasarkan apa?"
"Seharusnya engkau bertanya dulu padaku!"
"Eh?" siau tocu itu tercengang. "Apa yang harus kutanyakan?"
"Bertanya padaku apakah aku bersedia menjadi temanmu" Engkau harus bertanya
demikian padaku!"
"Hah?" siau tocu itu tertegun. "Jadi engkau tidak bersedia menjadi temanku?"
"Bukan tidak bersedia, melainkan ".." Lanjut Pek Giok Liong kemudian. "Kita baru
berkenalan, mau menjadi teman mungkin terlampau cepat."
"Oh?" siau tocu itu mengerutkan kening. "Engkau ingin mengetes diriku dengan waktu
untuk mengetahui apakah aku berharga menjadi temanmu kan?"
"Apakah tidak harus begitu?" tanya Pek Giok Liong hambar.
"Harus! Itu memang harus!" siau tocu itu manggut-manggut sambil melanjutkan
ucapannya dan tersenyum. "Saya setulus hati ingin berteman denganmu, walau engkau
ingin mengetes diriku dengan waktu. Kini kita belum jadi teman, namun aku tetap
mengabulkan permintaanmu."
"Kalau begitu ".." Pek Giok Liong menjura. "Sebelumnya aku mengucapkan terimakasih
padamu!" "Tidak usah sungkan-sungkan!" Siau tocu balas menjura: "Katakan apa permintaanmu."
"Permintaanku yakni janganlah engkau menghukum Si Bun Kauw. Bagaimana" Engkau
mengabulkan?"
"Aku mengabulkan permintaanmu itu," Siau tocu mengangguk.
320 "Terimakasih!" ucap Pek Giok Liong setulus hati.
"Hek Siau Liong!" siau tocu menatapnya. "Aku merasa sayang sekali."
"Engkau merasa sayang sekali?" Pek Giok Liong tertegun. "Memangnya kenapa"
Bolehkah engkau menjelaskan?"
"Engkau telah membuang suatu kesempatan emas!" Siau tocu menggeleng-gelengkan
kepala. "Kesempatan emas apa?" Heran Pek Giok Liong.
"Tidak seharusnya engkau mengajukan permintaan yang tak berarti itu," jawab siau tocu
memberitahukan.
"Kalau begitu, aku mohon tanya! Aku harus mengajukan permintaan apa yang berarti?"
"Engkau harus meminta suatu kepandaian tingkat tinggi yang luar biasa, itu baru berarti."
Pek Giok Liong tertawa terbahak-bahak, tentunya membuat siau tocu itu terheran-heran.
"Kenapa engkau tertawa?" tanyanya.
"Engkau harus tahu," jawab Pek Giok Liong serius. "Itu adalah pemikiranmu, namun
bagiku lebih penting bermohon pengampunan untuk Si Bun Kauw dari pada bermohon
suatu kepandaian tinggi untuk diriku."
"Apakah masih ada alasan lain?"
"Ada."
"Katakan!"
"Solider."
321 "Bagus!" Siau tocu itu menatap Pek Giok Liong dengan mata berbinar-binar. "Engkau
memang lain dari yang lain, bahkan berbudi luhur. Aku kagum padamu."
"Terimakasih atas pujianmu!"
"Hek Siau Liong, maukah engkau menetap sementara di dalam Istana Pelangi?" tanya
siau tocu mendadak.
"Tidak." Pek Giok Liong menggelengkan kepala. "Maaf, kalau tiada urusan lain, aku mau
pergi." "Apa?" Siau tocu melongo. "Kenapa engkau terburu-buru pergi?"
"Masih banyak urusan yang harus kubereskan."
"Oh?" Siau tocu tertawa. "Seandainya aku melarangmu pergi?"
"Melarangku pergi?" Pek Giok Liong mengerutkan alisnya. "Engkau ingin menahan aku di
sini?" "Menahanmu di dalam Istana Pelangi sebagai tamu. Pertimbangkan, mau atau tidak
bersahabat denganku?"
"Maaf, tiada waktu bagiku!" tolak Pek Giok Liong.
"Kalau begitu "..," siau tocu menatapnya dalam-dalam. "Engkau pasti mau pergi?"
"Lain kali kalau ada waktu, aku pasti ke mari merepotkanmu."
"Hek Siau Liong!" Siau tocu tertawa dingin. "Apakah engkau tidak punya nyali untuk
menetap sementara di dalam Istana Pelangi?"
"Tidak punya nyali?" Pek Giok Liong menatapnya tajam. "Engkau jangan memandang
rendah diriku!"
"Kalau begitu kenapa engkau tidak berani bertamu di Istana Pelangi" Itu pertanda engkau
tidak punya nyali."
322 "Sudah kukatakan tadi, masih banyak urusan yang harus kubereskan. Maka aku tiada
waktu untuk bertamu di Istana Pelangi."
"Yang jelas ".." Siau tocu tersenyum dingin. "Engkau tidak punya nyali, penakut,
pengecut!"
"Apa"!" Pek Giok Liong mengerutkan kening. "Engkau tidak perlu memanasi hatiku ".."
"Aku tidak memanasi hatimu, nyatanya memang engkau tidak punya nyali," potong Siau
Panji Sakti (jit Goat Seng Sim Ki) Panji Hati Suci Matahari Bulan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tocu cepat. "Baiklah. Aku akan bertamu tiga hari di Istana Pelangi!"
"Bagus." Siau tocu tertawa. "Mari ikut aku ke Istana!"
"Maaf!" Pek Giok Liong menggelengkan kepala. "Saat ini aku tidak bisa."
"Kenapa?"
"Silakan siau tocu kembali ke istana dulu! Setelah Si Bun lo koko ke mari, aku pasti
menyusulmu ke istana."
"Engkau tidak ingkar janji kan?"
"Jangan khawatir! Aku bukan orang yang suka ingkar janji."
"Baiklah." Siau tocu manggut-manggut. "Aku menunggumu di istana."
* * * Bagian ke 32: Terkurung
Lewat tengah malam, Pek Giok Liong berjalan perlahan menuju Istana Pelangi. Tak
seberapa lama kemudian, ia sudah sampai di depan istana tersebut.
323 Cong koan Houw Kian Guan bersama empat orang berdiri di situ. Begitu melihat cong
koan itu, Pek Giok Liong segera menyapanya sambil tersenyum.
"Saudara Houw, sudah larut malam kok belum tidur?" tanya Pek Giok Liong heran.
"Saudara Hek!" Cong koan Houw Kian Guan tersenyum. "Aku diperintahkan untuk
menyambutmu di sini!"
"Terimakasih, saudara Houw." ucap Pek Giok Liong sambil menjura memberi hormat.
"Saudara Hek, kau jangan sungkan-sungkan! Mari ikut aku ke dalam istana!"
Cong koan Houw Kian Guan menjura, lalu membalikkan badannya melangkah ke dalam
istana, ke empat orang itu segera mengikutinya dari belakang.
Namun kemudian cong koan Houw Kian Guan berhenti membiarkan keempat orang itu
jalan duluan, ternyata ia mendampingi Pek Giok Liong.
Akan tetapi, tiba-tiba cong koan Houw Kian Guan menjulurkan tangannya menotok Pek
Giok Liong dijalan darah lumpuh. Totokan itu membuat Pek Giok Liong kehilangan tenaga
dan lumpuh seketika, tapi mulutnya masih bisa bicara.
"Houw lo koko!" seru Pek Giok Liong terkejut. "Apa artinya ini?"
"Saudara Hek!" Cong coan Houw Kian Guan tersenyum. "Maaf, aku cuma menjalankan
perintah!"
"Perintah dari siau tocu?"
"Betul."
"Apa tujuannya berbuat begitu?" Pek Giok Liong tampak gusar. "Dia ".."
Mendadak terdengar suara yang amat nyaring.
"Hek Siau Liong, seharusnya engkau bertanya padaku!"
Menyusul melayang turun sosok bayangan, tidak lain adalah siau tocu. Ia tampak
tersenyum-senyum.
324 Begitu melihat siau tocu, Pek Giok Liong langsung naik darah sehingga matanya melotot.
"Apa artinya semua ini" Ayoh bilang!"
"Karena engkau sangat angkuh, maka harus diberi sedikit pelajaran," sahut siau tocu
sambil tertawa.
"Oh" Tiada alasan lain?"
Siau tocu menggelengkan kepala.
"Tidak ada." jawabnya.
"Siau tocu! Engkau manusia bukan?"
"Eh?" Siau tocu tertawa. "Lihatlah sendiri, aku ini manusia bukan?"
"Engkau bukan manusia, bahkan juga telah menghina kedudukanmu sendiri sebagai siau
tocu!" "Oh, ya?" siau tocu tersenyum. "Harus bagaimana baru terhitung manusia dan tidak
menghina kedudukanku sebagai siau tocu?"
"Buka totokan ini!" bentak Pek Giok Liong. "Lalu bertarung denganku. Kalau mau
menangkapku, harus berdasarkan kepandaian!"
"Engkau ingin bertarung denganku?"
"Ya." Pek Giok Liong mengangguk. "Apakah engkau tidak malu, menyuruh bawahanmu
menotok diriku?"
Sungguh mengherankan, siau tocu yang jumawa itu justru tidak tersinggung maupun
gusar, sebaliknya malah tertawa-tawa.
"Yakinkah engkau dapat mengalahkan aku?"
325 "Walau harus kalah, saya pun merasa puas!" sahut Pek Giok Liong.
"Emmh!" siau tocu manggut-manggut. "Namun ".."
"Kenapa?"
"Aku tidak ingin bertarung denganmu."
"Engkau takut tidak bisa mengalahkan aku?"
"Berdasarkan tenaga dalammu sekarang ".." Majikan muda pulau tertawa. "Dalam
sepuluh jurus engkau pasti roboh!"
"Kalau begitu, mari kita bertarung!" tantang Pek Giok Liong.
Akan tetapi, siau tocu itu malah menggelengkan kepala.
"Hek Siau Liong, engkau jangan bermimpi! Aku tidak akan bertarung denganmu!"
"Kalau begitu, mau kau apakan diriku?" tanya Pek Giok Liong gusar.
"Engkau akan kukurung di dalam ruang batu, agar tidak angkuh lagi."
"Engkau ".." Pek Giok Liong betul-betul gusar, sehingga matanya membara. "Engkau
sungguh tak tahu malu!"
"Lebih baik engkau diam!" Wajah siau tocu berubah dingin. "Kalau tidak, engkau akan
tahu rasa!"
"Siau tocu!" Pek Giok Liong berkertak gigi. "Kelak kau pasti kubunuh!"
"Itu urusan kelak." siau tocu tertawa dingin. "Yang jelas sekarang engkau harus dikurung."
"Engkau tidak tahu malu!" bentak Pek Giok Liong.
326 "Totok jalan darah bisunya!" siau tocu memberi perintah pada cong koan Houw Kian
Guan. "Lalu kurung dia di dalam ruang batu!"
"Ya." Cong koan Houw Kian Guan mengangguk. Ia segera menotok jalan darah bisu Pek
Giok Liong, kemudian mengangkatnya menuju ruang batu.
* * * Tak terasa, waktu sudah lewat setengah tahun. Mendadak pintu ruang batu itu terbuka
dan seseorang melangkah masuk.
Dia seorang pemuda baju ungu. Begitu melihat pemuda itu, Pek Giok Liong sangat
terkejut tapi juga gembira.
"Saudara Se, ternyata engkau!"
Siapa pemuda baju ungu itu, tidak lain adalah Se Pit Han. Ketika melihat Pek Giok Liong,
Se Pit Han tampak girang sekali.
"Hah! Saudara Hek, engkau juga berada di sin i?"
"Ya." Pek Giok Liong manggut-manggut. "Saudara Se, kok engkau juga dikurung di sini?"
"Aku naik kapal pesiar bersama Giok Cing dan Giok Ling, tanpa sengaja mendarat di
pulau ini. Kami bertengkar dengan penghuni pulau ini, akhirnya aku tertangkap dan
dibawa ke mari."
"Oh! Di mana Giok Cing dan Giok Ling?"
"Mereka mungkin dikurung di tempat lain."
"Tahukah Saudara Se pulau apa ini?"
Se Pit Han manggut-manggut.
"Semula aku tidak tahu, namun sekarang sudah tahu," ujar Se Pit Han. "Ini Pulau
Pelangi!" 327 "Betul."
"Saudara Hek, sudah berapa lama engkau dikurung di sini?"
"Aku tidak begitu jelas, mungkin ".. sudah ada setengah tahun."
"Kenapa engkau dikurung di sini?"
"Siau tocu memerintahkan cong koan Houw Kian Guan menotok jalan darahku kemudian
aku dibawa ke mari."
"Oh" Kenapa dia berbuat begitu?"
"Dia bilang aku sangat angkuh, maka harus dikurung agar hilang keangkuhanku."
"Hanya karena itu, dia mengurungmu di sini" Itu sungguh keterlaluan!" Se Pit Han
menggeleng-gelengkan kepala.
"Dia memang keterlaluan."
"Ohya! Dia tidak bilang kapan akan melepaskanmu?"
"Tidak."
"Kalau begitu, dia benar-benar ingin menghabiskan keangkuhanmu, setelah itu barulah
melepaskan dirimu."
"Saudara Se, tahukah engkau ada pepatah mengatakan ".."
"Mengatakan apa?"
"Gunung dapat diratakan, tapi sifat manusia sulit diubah. Sifatku memang angkuh, maka
itu tidak mungkin diubah."
"Emmh!" Se Pit Han manggut-manggut. "Ohya! Sudah sekian lama dia mengurungmu di
sini, apakah engkau membencinya?"
328 Pek Giok Liong tertawa.
"Semula aku memang sangat membencinya, bahkan bersumpah ingin membunuhnya.
Tapi ".."
"Kenapa?"
"Kini pikiranku telah berubah."
"Oh" Jadi engkau tidak membencinya lagi?"
"Ya." Pek Giok Liong mengangguk. "Aku telah memaafkannya."
"Lho?" Se Pit Han heran. "Itu ".. kenapa?"
"Karena ".." Pek Giok Liong tidak melanjutkan, melainkan mengalihkan pembicaraan.
"Saudara Se, engkau lihat diriku sekarang berbeda tidak dibandingkan dengan dulu?"
Se Pit Han segera memandangnya dengan penuh perhatian, kemudian manggut-manggut
seraya berkata, "Benar, engkau memang sudah berbeda dibandingkan dengan dulu.
Kalau engkau tidak bilang, aku sama sekali tidak tahu."
Pek Giok Liong tersenyum.
"Bagaimana perbedaanya?"
"Sepasang matamu bersinar terang, wajahmu pun segar dan cerah. Itu pertanda tenaga
dalammu sudah mengalami kemajuan pesat."
"Oleh karena itu, aku pun tidak membencinya lagi." Pek Giok Liong tersenyum-senyum.
"Bahkan juga telah memaafkannya."
"Saudara Hek, ucapanmu membuatku semakin bingung. Kemajuan tenaga dalammu ada
kaitan apa dengan dirinya?"
"Justru punya kaitan yang erat sekali."
329 "Maukah engkau menjelaskan?"
Pek Giok Liong mengangguk, lalu mendadak menggerakkan jari telunjuknya ke arah
sebuah batu yang menonjol di sisi kiri goa itu.
Kraaak! Sekonyong-konyong di dekat tempat Pek Giok Liong berdiri muncul sebuah lubang yang
cukup besar. "Hah?" Se Pit Han terkejut. "Lubang apa itu?"
"Saudara Se, turunlah melihat-lihat, engkau akan mengetahuinya!"
"Saudara Hek, lebih baik engkau yang beritahukan!"
"Saudara Se ".." Wajah Pek Giok Liong berubah serius. "Seratusan tahun yang lampau,
dalam bu lim muncul Mei Kuei Ling Cu, engkau pernah mendengarnya?"
"Pernah." Se Pit Han mengangguk. "Mei Kuei Ling Cu itu memiliki kepandaian yang amat
tinggi, boleh dikatakan tiada tanding di kolong langit."
"Betul." Pek Giok Liong manggut-manggut. "Pernahkah Saudara Se mendengar tentang
marganya?"
Se Pit Han menggelengkan kepala.
"Tidak."
Betulkah Se Pit Han tidak tahu marga Mei Kuei Ling Cu" Padahal "..
"Saudara Se!" Pek Giok Liong tertawa. "Dia satu marga denganmu."
"Oh" Ternyata Mei Kuei Ling Cu marga Se. Itu membuatku merasa bangga sekali." Wajah
Se Pit Han berseri-seri.
330 "Saudara Se, beliau adalah murid padri sakti masa itu." Pek Giok Liong memberitahukan.
"Kok saudara tahu tentang itu?" Se Pit Han heran. "Apakah di dalam lubang itu terdapat
bu kang pit kip (Kitab silat) peninggalan Mei Kuei Ling Cu?"
"Betul." Pek Giok Liong mengangguk. "Lubang itu merupakan sebuah jalan ke bawah.
Ternyata di bawah sana terdapat sebuah ruang rahasia. Bukan cuma terdapat kitab ilmu
silat peninggalan lo cianpwe itu, bahkan juga terdapat salinan kitab silat bu lim kiu pay it
pang (Sembilan partai dan satu perkumpulan)."
"Oh! Ternyata begitu ".." Se Pit Han manggut- manggut.
Se Pit Han memang pandai bersandiwara. Padahal ia yang mengatur semua itu, tapi
berpurapura tidak mengetahuinya.
"Kalau begitu, aku harus mengucapkan selamat padamu." Se Pit Han tampak gembira
sekali, sepasang matanya pun berbinar-binar.
"Terimakasih!" ucap Pek Giok Liong. "Secara tidak sengaja aku memperoleh
keberuntungan itu, memang sungguh di luar dugaan."
"Benar." Se Pit Han tersenyum. "Ohya! Cara bagaimana Saudara Hek menemukan lubang
itu?" "Ketika dikurung di ruang batu ini, aku berusaha meloloskan diri." ujar Pek Giok Liong
menutur. "Ketika aku melihat ke sana ke mari, tanpa sengaja melihat batu yang menonjol
itu. Karena merasa heran aku mencoba menggeserkan batu itu. Siapa sangka, justru
mendadak muncul sebuah lubang di lantai. Oleh karena itu aku pun masuk ke dalam, lalu
belajar semua yang ada di dalam ruang rahasia itu."
"Saudara Hek!" Se Pit Han menepuk bahunya. "Itu memang jodohmu."
"Ya." Pek Giok Liong mengangguk.
"Namun ".. aku justru tidak habis berpikir tentang satu persoalan." Se Pit Han
menatapnya heran.
"Persoalan apa?"
331 "Dalam waktu setengah tahun, kok tenaga dalammu bisa mencapai tingkat yang begitu
tinggi?" Sesungguhnya Se Pit Han tahu jelas tentang itu, namun ia tetap masih bersandiwara,
seakan tidak mengetahui tentang itu semua.
"Saudara Se!" Pek Giok Liong tersenyum. "Kalau aku tidak menjelaskan, engkau pasti
merasa heran. Tapi setelah kujelaskan, itu tidak mengherankan lagi."
"Kalau begitu, jelaskanlah!" desak Se Pit Han.
"Saudara Se, di dalam ruang rahasia itu terdapat sebotol kim tan (Pil emas) berjumlah
tujuh butir." Pek Giok Liong menjelaskan. "Bagi orang yang belajar silat, makan sebutir pil
itu dapat menambah lima belas tahun latihan tenaga dalamnya.
"Oh?" Se Pit Han terbelalak. "Saudara Hek, kau telah memakan tujuh butir Kim tan itu?"
Pek Giok Liong menggelengkan kepala.
"Aku cuma makan lima butir, masih tersisa dua butir." Pek Giok Liong mengeluarkan
sebuah botol porselin kecil, lalu diberikan pada Se Pit Han. "Saudara Se, ini untukmu."
Se Pit Han tidak segera terima, melainkan bertanya. "Botol itu berisi kim tan."
"Ya. Masih ada dua butir." Pek Giok Liong memberitahukan. "Saudara Se, makanlah kim
tan ini!" Se Pit Han tersenyum sambil menggelengkan kepala. "Aku tidak mau."
Pek Giok Liong tertegun, penolakan Se Pit Han membuat Pek Giok Liong tidak habis
berpikir. "Kenapa?"
"Kim tan itu berjodoh dengan dirimu, maka aku tidak bisa menerimanya."
"Eh?" Pek Giok Liong mengerutkan kening. "Saudara Se, kau sudah ke mari, itu berarti
berjodoh juga. Nah, terimalah kim tan ini!"
332 "Maaf, aku tetap tidak mau!"
"Saudara Se!" Pek Giok Liong menatapnya tajam. "Apakah karena terlalu sedikit maka
kau tidak mau menerima?"
"Saudara Hek!" Se Pit Han tersenyum. "Kim tan itu merupakan obat langka, bisa
memperoleh sebutir pun sudah beruntung, apa lagi dua butir."
"Kalau begitu, kenapa Saudara Se menolak?"
"Saudara Hek ".."
"Saudara Se, terimalah!" desak Pek Giok Liong.
Karena di desak, Se. Pit Han terpaksa menerimanya.
"Terimakasih!" ucapnya, lalu menyimpan botol itu ke dalam bajunya.
"Eh?" Pek Giok Liong menatapnya dengan heran. "Kenapa saudara tidak langsung
memakannya?"
Se Pit Han tersenyum.
"Lebih baik di simpan saja. Kelak kalau perlu, barulah dimakan."
"Oooh!" Pek Giok Liong manggut-manggut. "Saudara Se, maukah engkau ke ruang
rahasia itu untuk melihat-lihat?"
Se Pit Han menggelengkan kepala.
"Saudara Hek, aku tidak tertarik pada kepandaian tersebut, maka tidak perlu ke ruang
rahasia itu."
"Saudara Se, menurut pandanganku, engkau telah memiliki kepandaian yang amat tinggi."
"Sejak kecil, aku belajar pada kedua orang tuaku."
333 "Oooh!"
Panji Sakti (jit Goat Seng Sim Ki) Panji Hati Suci Matahari Bulan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Saudara Hek, kini engkau telah memiliki kepandaian yang begitu tinggi, seharusnya
engkau cari jalan untuk meloloskan diri dari sini."
"Aku telah memikirkan itu, namun tiada jalan untuk meloloskan diri dari sini."
"Saudara Hek!" Se Pit Han tampak serius. "Aku punya akal, entah engkau setuju tidak?"
"Akal apa?" tanya Pek Giok Liong bernada girang.
"Begini, engkau pura-pura sakit. Tentunya ada orang ke mari membuka pintu ruang batu
ini. Kita segera menangkap orang itu, kemudian menerjang ke luar. Bagaimana akal ini?"
"Akal ini memang baik, tapi ".." Pek Giok Liong menggelengkan kepala.
"Kenapa?"
"Aku tidak mau berbuat curang, karena akan menjatuhkan harga diri kita."
"Oh?" Se Pit Han tertegun. "Jadi engkau menjaga harga diri?"
"Ya." Pek Giok Liong mengangguk, kemudian wajahnya berubah serius. "Terus terang,
setelah kita berpisah di Kota Ling Ni, kebetulan aku menemukan sesuatu, maka kini aku
sebagai generasi kelima pemegang Jit Goat Seng Sim Ki."
"Apa"!" Se Pit Han terbelalak. "Engkau telah bertemu Kian Kun Ie Siu?"
Pek Giok Liong mengangguk, ia memandang Se Pit Han seraya bertanya, "Saudara Se,
engkau kenal orang tua itu?"
Se Pit Han menggelengkan kepala.
"Tidak kenal, namun pernah dengar," ujarnya dan melanjutkan, "Jadi engkau telah
memperoleh Panji Hati Suci Matahari Bulan itu?"
334 "Ya." Pek Giok Liong mengangguk. "Ketika itu keadaan sedang gawat, maka aku
menerima perintah sekaligus diangkat sebagai generasi kelima pemegang panji tersebut."
"Ketika itu keadaan sedang gawat?" Se Pit Han mengerutkan alis. "Apa gerangan yang
telah terjadi" Apakah Kian Kun Ie Siu telah meninggal?"
"Tidak, hanya jejaknya diketahui oleh Cit Ciat Sin Kun, maka dipaksanya untuk
menyerahkan panji itu. Guru tahu bahwa dirinya tidak mampu melawan mereka, maka
segera menyuruhku masuk ke goa. Di saat itulah guru menyerahkan Jit Goat Seng Sim Ki
padaku, bahkan juga menyuruhku kabur bersama cucunya melalui jalan rahasia yang
terdapat di dalam goa itu."
Se Pit Han manggut-manggut. "Kalau begitu, tiga jurus sakti itu tidak keburu diwariskan
padamu?" tanyanya.
"Sebelumnya, guru telah mewariskan tiga jurus sakti itu padaku."
"Oooh!" Se Pit Han manggut-manggut lagi. "Selanjutnya bagaimana keadaan orang tua
itu, engkau sama sekali tidak mengetahuinya?"
"Setelah keluar dari jalan rahasia itu, aku bermaksud kembali ke goa untuk menengok
guru, tapi ".."
"Kenapa?"
"Cing ji mencegahku kembali ke sana."
"Saudara Hek!" Se Pit Han menatapnya. "Kini panji itu bersamamu?"
"Ya." Pek Giok Liong mengangguk.
"Bolehkah aku melihat panji itu?"
"Tentu boleh." Pek Giok Liong segera mengeluarkan Jit Goat Seng Sim Ki dari dalam
bajunya, kemudian dikembangkannya panji tersebut seraya berkata. "Saudara Se, silakan
lihat!" Begitu melihat Jit Goat Sing Sim Ki itu tiba-tiba Se Pit Han menjatuhkan diri berlutut.
335 "Melihat panji seperti melihat kakek guru. Teecu Se Pit Han memberi hormat pada kakek
guru!" Pek Giok Liong tertegun dan melongo. Cepat-cepat digulungnya panji itu, lalu memandang
Se Pit Han dengan penuh keheranan.
"Saudara Se, apa gerangan ini" Apakah panji ini milik kakek gurumu?"
"Adik misan!" ujar Se Pit Han sambil bangkit berdiri. "Apakah Kian Kun Ie Siu tidak
memberitahukan tentang pemilik panji ini?"
"Guru pernah beritahukan, bahwa panji ini milik Seng Sim Tayhiap (Pendekar Hati Suci)!"
"Betul." Se Pit Han mengangguk. "Seng Sim Tayhiap adalah leluhur kami!"
"Oooh!" Pek Giok Liong manggut-manggut, mendadak ia teringat sesuatu. "Eh" Tadi
saudara Se memanggilku apa?"
Se Pit Han tertawa ringan.
"Sesungguhnya engkau marga Pek, namamu Giok Liong. Siau cung cu dari Ciok Lau San
Cung. Betulkan?"
"Saudara Se ".." Pek Giok Liong terkejut. "Ibumu adalah bibiku. Maka engkau adalah
adik misanku mengerti?"
Pek Giok Liong termangu-mangu, ia memandang Se Pit Han dengan mata terbelalak
lebar. "Kalau begitu, sudah lama engkau tahu asal-usulku?"
"Setelah kita berpisah di Kota Ling Ni, barulah aku tahu. Tapi itu cuma menduga saja,
belum berani memastikan. Sesudah setengah bulan engkau berada di pulau ini, barulah
aku tahu jelas tentang asal-usulmu."
"Sesudah setengah bulan aku berada di pulau ini?" Pek Giok Liong bingung, ia menatap
Se Pit Han dengan penuh keheranan.
336 "Ya." Se Pit Han mengangguk dan kemudian tersenyum. "Adik misan, kini aku punya jalan
yang terang-terangan untuk melepaskan diri dari ruang rahasia ini."
"Jalan yang terang-terangan" Maksudmu?"
"Adik misan, tahukah engkau, Jit Goat Seng Sim Ki berkembang, bu lim di kolong langit
bergabung menjadi satu. Pernahkah engkau mendengar ucapan ini?"
"Pernah." Pek Giok Liong mengangguk. "Jadi dengan panji ini kita bisa melepaskan diri
dari ruang rahasia ini?"
"Betul." Se Pit Han manggut-manggut, mendadak ia membentak. "Siapa di luar?"
"Ada urusan apa?" terdengar suara sahutan.
"Cepat panggil cong koan ke mari!" ujar Se Pit Han.
"Ada urusan apa, beritahukan aku saja!" terdengar suara sahutan lagi.
"Cepat pergi panggil cong koan ke mari! Ini adalah perintah!" seru Se Pit Han.
"Ya. Harap tunggu sebentar!" kali ini suara sahutan itu bernada gemetar.
"Eh?" Pek Giok Liong menatapnya heran. "Kakak misan Se, kenalkah kau dengan cong
koan Houw Kian Guan?"
Se Pit Han tersenyum. "Nanti engkau akan mengerti semua."
Berselang beberapa saat kemudian, terdengar suara langkah tergesa-gesa di luar ruang
rahasia itu. "Aku sudah datang, ada urusan apa?" Itu suara congkoan Houw Kian Guan.
"Cong koan, segera kau buka pintu!" sahut Se Pit Han. "Kau harus segera melapor pada
kedua orang tua, agar siap menyambut panji!"
337 Kraaak! Pintu ruang rahasia itu terbuka, tampak Houw Kian Guan, kepala pengurus itu
berdiri hormat di situ.
"Di mana panji itu?" tanya cong koan Houw Kian Guan.
Se Pit Han menunjuk Pek Giok Liong seraya berkata.
"Pek Piau siaunya telah bertemu Kian Kun Ie Siu, memperoleh Jit Goat Seng Sim Ki, dan
sekaligus diangkat sebagai generasi ke lima pemegang panji itu."
"Haah "..?" cong koan Houw Kian Guan terbelalak, lalu memberi hormat pada Pek Giok
Liong. "Houw Kian Guan menghadap Ciang Ki (Pemegang panji)!"
Pek Giok Liong segera balas memberi hormat. "Cong koan, kau tidak perlu banyak
peradaban!"
"Terimakasih!" ucap cong koan Houw Kian Guan.
"Cong koan! Cepatlah pergi melapor pada kedua orang tua!" Se Pit Han memberi perintah
pada kepala pengurus itu.
"Ya." Cong koan Houw Kian Guan segera melangkah pergi.
"Kakak misan Se, siapa kedua orang tua itu?" tanya Pek Giok Liong heran, karena Se Pit
Han menyebut dua kali 'Kedua orang tua', pertama kali Pek Giok Liong tidak mendengar
jelas, tapi kedua kalinya ia mendengar dengan jelas, maka ia bertanya sambil menatap Se
Pit Han. "Kedua orang tua yang kumaksud itu adalah Cai Hong Tocu dan Tocu Hujin." jawab Se Pit
Han memberitahukan. "Juga adalah ku peh dan ku bo mu. Piaute sudah mengerti?"
Pek Giok Liong tertegun dengan mulut ternganga lebar.
. "Kalau begitu, engkau ".."
"Aku adalah siau tocu, juga adalah ".." Se Pit Han membuka kain pengikat rambutnya,
seketika juga rambut yang hitam panjang terurai ke bawah. "Adik misan, sudah
mengertikah engkau sekarang?"
338 "Haah "..?" Pek Giok Liong terbelalak. Itu memang sungguh di luar dugaannya. Ia
menatap Se Pit Han dengan mata tak berkedip.
"Adik misan!" Se Pit Han tertawa geli. "Di luar dugaanmu kan?"
Pek Giok Liong manggut-manggut.
"Ini sungguh di luar dugaan!" ujarnya. "Piauci (Kakak misan), ternyata siau tocu yang
mengurungku di sini, adalah ".."
"Adik misan, aku tidak punya saudara lain, di sini cuma ada satu siau tocu." Se Pit Han
memberitahukan.
"Kalau begitu, dia adalah ".."
"Dia adalah aku," sambung Se Pit Han sambil tertawa.
"Oooh!" Pek Giok Liong menepuk keningnya sendiri. "Ternyata engkau!"
"Tidak salah."
"Kalau begitu, semua ini engkau yang mengaturnya?"
"Kalau tidak, bagaimana mungkin kepandaianmu bisa mencapai tingkat yang begitu
tinggi?" "Sungguh baik engkau terhadap aku, entah bagaimana aku ".."
"Adik misan, aku paham bagaimana perasaanmu, tidak usah kau utarakan." potong Se Pit
Han. "Ayolah! Mari ikut saya menemui kedua orang tua!"
* * * (Bersambung bagian 33)
Bagian ke 33: Hubungan Famili
339 Di depan pintu Cai Hong Kiong, tampak puluhan orang berdiri dengan wajah serius,
termasuk Pat Kiam.
Di dalam pintu Cai Hong Kiong berdiri Cai Hong Tocu Se Ciang Cing, Tocu Hujin Hua Ju
Cing, dan cong koan Kian Guan. Mereka berdiri dengan sikap hormat, tercium pula harum
dupa. Se Ciang Cing dan istrinya telah melihat Pek Giok Liong dari jauh, Tocu itu manggutmanggut. "Hujin, kini aku tahu kenapa Han Ji! begitu memperhatikan Giok Liong." ujarnya sambil
tersenyum. "Sebelumnya ".." Hua Ju Cing tersenyum lembut. ?".. aku sudah menduga."
"Anak itu memang luar biasa, aku gembira sekali." ujar Se Ciang Cing lagi dengan wajah
berseri. Hua Ju Cing manggut-manggut.
"Tampaknya dia lebih gagah dibandingkan dengan ayahnya."
"Betul." Se Ciang Cing tersenyum.
Sementara Se Pit Han dan Pek Giok Liong sudah berdiri di hadapan mereka, dan Pek
Giok Liong segera memberi hormat.
"Giok Liong memberi hormat pada Paman dan Bibi!"
Se Ciang Cing dan istrinya manggut-manggut, kemudian mempersilahkan Pek Giok Liong
masuk. "Terimakasih, Paman, Bibi!" ucap Pek Giok Liong lalu melangkah ke dalam.
"Nak Liong, silakan duduk!" ucap Se Ciang Cing.
Pek Giok Liong mengangguk lalu duduk. Se Ciang Cing dan istrinya juga duduk, menyusul
Se Pit Han, ia duduk di sisi ibunya.
340 "Nak Liong!" Se Ciang Cing memandangnya. "Di mana engkau bertemu Kian Kun Ia Siu?"
"Di Siu Gu San!"
"Bagaimana kabarnya" Apakah baik-baik saja?"
Pek Giok Liong menarik nafas panjang.
"Sepasang matanya telah buta, karena terserang pukulan beracun dari musuh ".."
"Oh?" Se Ciang Cing mengerutkan kening. "Bagaimana kepandaiannya, apakah ikut
musnah?" "Tidak, hanya tenaga dalamnya berkurang," jawab Pek Giok Liong dan menutur mengenai
kejadian di Siu Gu San, kemudian menambahkan, "Liong ji dan Cing ji meloloskan diri
melalui jalan rahasia itu, selanjutnya bagaimana keadaan guru, Liong ji sama sekali tidak
mengetahuinya."
"Sungguh berani Cit Ciat Sin Kun itu ingin merebut Jit Goat Seng Sim Ki, apakah dia
berniat menundukkan seluruh bu lim."
"Betul. Dia memang berniat menundukkan seluruh bu lim dengan panji ini."
"Kalau begitu, entah bagaimana keadaan gurumu itu?" Se Ciang Cing menarik nafas
panjang. "Pada waktu itu, Liong ji juga mengajak guru meninggalkan goa itu! Tapi ".."
"Kenapa?"
"Guru tidak mau, katanya tidak bisa hidup lebih dari tiga hari ".."
"Oh?" Wajah Se Ciang Cing berubah murung.
341 "Tocu!" ujar cong koan Houw Kian Guan dengan hormat. "Lebih baik suruh piau siau ya
memperlihatkan panji itu!"
Se Ciang Cing manggut-manggut, lalu memandang Pek Giok Liong.
"Nak Liong, perlihatkan Jit Goat Seng Sim Ki itu!"
"Ya!" Pek Giok Liong mengangguk, ia merogoh ke dalam bajunya mengambil panji
tersebut, lalu menaruhnya di atas meja.
Begitu melihat panji itu, mereka semua segera memberi hormat pada Pek Giok Liong.
"Teecu menghadap Cang Ki (Pemegang panji)!" ujar mereka serentak.
"Paman, Bibi dan lainnya silakan duduk!" sahut Pek Giok Liong.
Se Ciang Cing, Hua Ju Cing dan lainnya segera duduk. Berselang beberapa saat
kemudian, Se Ciang Cing berkata.
"Nak Liong, tahukah kau bahwa panji itu punya hubungan erat dengan Pulau Pelangi?"
"Kakak misan sudah memberitahukan."
"Oleh karena itu, kami semua harus mentaati peraturan panji itu." ujar Se Ciang Cing.
"Oooh!" Pek Giok Liong manggut-manggut.
"Nak Liong!" Se Ciang Cing menatapnya dalam-dalam. "Kini kepandaianmu telah
mencapai tingkat yang begitu tinggi, lalu apa rencanamu selanjutnya?"
"Menegakkan keadilan dalam bu lim." jawab Pek Giok Liong. "Dan membasmi para setan
iblis." "Bagus." Se Ciang Cing tertawa gelak. "Kalau begitu, tentunya engkau tidak akan
mengecewakan gurumu. Ohya, bagaimana dengan dendam berdarah kedua orang
tuamu?" 342 "Harus dibalas! Namun Liong ji belum tahu jelas siapa pembunuh kedua orang tua Liong
ji, maka Liong ji harus menyelidiki dulu."
"Menyelidiki dulu?" tanya Se Ciang Cin.
"Liong ji bermaksud menemui Pat Hiong itu?"
"Ya." Pek Giok Liong mengangguk.
"Seandainya mereka tidak mau mengaku?"
"Kalau benar itu perbuatan mereka, Liong ji yakin mereka pasti mengaku."
"Kalau mereka bukan pembunuh kedua oran tuamu, apakah engkau akan melepaskan
mereka?" tanya Se Ciang Cing mendadak.
"Itu tergantung pada perbuatan mereka baru-baru ini."
"Ngmm!" Se Ciang Cing manggut-manggut "Mengenai Cit Ciat Sin Kun, cara bagaiman
engkau menghadapinya."
"Liong Ji akan bicara langsung menemuinya setelah itu barulah memutuskan harus
bagaiman menghadapinya."
"Adik misan ingin menasehatinya dulu?" tany Se Pit Han.
"Ya." Pek Giok Liong mengangguk. "Lebil baik menasehati orang dari pada membunuh."
"Adik misan, kau, kau kira dia akan dengar nasehatmu?" tanya Se Pit Han lagi.
"Biar bagaimana pun, aku harus mencoba. Itu agar tidak terjadi pertumpahan darah."
"Bagus." Se Ciang Cing tersenyum. "Nak Liong hatimu sungguh mulia dan bu lim pun
akan aman selanjutnya."
"Nak Liong!" Hua Ju Cing menatapnya sambil tersenyum. "Kedua orang tuamu tidak
memberitahukan tentang semua ini, apakah engkau sudah paham sekarang?"
343 "Menurut Liong ji, kedua orang tua Liong ji tidak mau melanggar amanat leluhur."
"Betul." Se Ciang Cing manggut-manggut. "Ketika itu, demi membasmi Pat Tay Hiong Jin,
kedua orang tuamu meninggalkan Pulau Pelangi ini. Walau berhasil membasmi Pat Hiong
itu, tapi kedua orang tuamu justru tidak boleh pulang, karena telah melanggar amanat
leluhur!" "Oooh!" Pek Giok Liong manggut-manggut. "Menurut Liong ji, amanat leluhur itu ".."
Pek Giok Liong diam, tidak berani melanjutkan ucapannya, Se Ciang Cing tersenyum
sambil menatapnya.
"Nak Liong, lanjutkanlah!"
"Liong ji tidak berani ."
"Tidak apa-apa." Se Ciang Cing tersenyum lagi. "Lanjutkan saja!"
"Menurut Liong ji ".." lanjut Pek Giok Liong dengan suara rendah. "Amanat leluhur itu
agak keterlaluan."
"Oh?" Se Ciang Cing menatapnya tajam. "Nak Liong ji mengatakan begitu?"
Panji Sakti (jit Goat Seng Sim Ki) Panji Hati Suci Matahari Bulan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Semua penghuni dilarang memasuki bu lim harus tetap tinggal di pulau. Bukankah itu
merupakan semacam belenggu" Seumur hidup tidak tahu dunia luar."
"Kelihatan memang begitu, namun sesungguhnya tidak," ujar Se Ciang Cing sambil
tersenyum. "Maksud Paman?"
"Karena kini sudah ada jalan keluarnya."
"Bagaimana jalan keluarnya?"
"Itu berada padamu, Nak Liong."
"Apa?" Pek Giok Liong tertegun. "Paman, Liong ji sama sekali tidak mengerti, mohon
dijelaskan!"
344 "Setelah Jit Goat Seng Sim Ki muncul di pulau ini, maka seluruh penghuni pulau ini harus
bergabung dan di bawah perintah panji itu."
"Oooh!" Pek Giok Liong sudah mengerti. "Kalau begitu, apakah Paman bermaksud ".."
"Nak Liong!" Se Ciang Cing tertawa. "Lebih baik engkau bertanya pada kakak misanmu!"
"Ayah!" Wajah Se Pit Han kemerah-merahan. "Itu urusan Ayah dengan adik misan, kok
dikaitkan dengan diri Han ji?"
"Tapi ".." Se Ciang Cing tertawa lagi. "Bukankah lebih baik engkau yang mengambil
keputusan?"
"Kalau begitu ".." Se Pit Han serius. "Bagaimana kalau Han ji minta pada adik misan agar
mencabut peraturan itu atas nama Jit Goat Seng Sim Ki" Ayah tidak melarang?"
"Tentu tidak melarang. Justru menurut ayah, engkau yang harus mengambil keputusan,"
ujar Se Ciang Cing dan melanjutkan. "Tapi usia ayah dan ibu sudah hampir enam puluh,
maka tidak akan menginjak kang ouw lagi!"
"Jadi Ayah dan Ibu tidak mau meninggalkan pulau ini?"
"Setelah engkau dan Nak Liong meninggalkan pulau ini, ayah dan ibu pun akan pergi."
"Oh?" Se Pit Han tercengang. "Ayah dan Ibu mau pergi ke mana?"
"Ingin pergi menikmati keindahan alam."
"Kalau begitu, bagaimana dengan pulau ini?"
"Akan diurusi cong koan Houw Kian Guan!"
"Ayah dan Ibu tidak mau pulang?"
"Tentu harus pulang, hanya saja ".. tidak bisa dipastikan waktunya, sebab ayah dan ibu
ingin pesiar sepuas-puasnya."
345 "Oooh!" Se Pit Han manggut-manggut, kemudian mengarah pada Pek Giok Liong. "Adik
misan, sekarang engkau harus mempergunakan panji itu untuk mencabut semua
peraturan di pulau ini. Sekaligus perintahkan beberapa orang menyertaimu ke Tiong
Goan!" "Kakak misan, ini ".." Pek Giok Liong tertegun.
"Nak Liong! Jangan ragu!" ujar Se Ciang Cing sambil tersenyum. "Begitu perintahkan
pencabutan peraturan itu, engkau pasti akan mendengar suara sorak sorai yang
gemuruh." Pek Giok Liong berpikir lama sekali, setelah itu barulah ia mengambil Jit Goat Seng Sim Ki
yang di atas meja. Ia lalu memerintahkan pencabutan peraturan-peraturan di Pulau
Pelangi. Seketika juga terdengar suara sorak sorai yang riuh gemuruh, bahkan diantaranya ada
pula yang berjingkrak-jingkrak saking girang.
"Han!" Se Ciang Cing juga tertawa gembira. "Sudah lama mereka ingin pergi ke Tiong
Goan, namun terikat oleh peraturan. Oleh karena itu, mereka tidak berani meninggalkan
Pulau Pelangi ini!"
"Oooh!" Pek Giok Liong tersenyum.
"Nak Liong!" Mendadak wajah Se Ciang Cing tampak serius. "Sekarang aku akan
bercerita sedikit tentang Seng Sim Tayhiap itu."
Pek Giok Liong merasa girang sekali, karena memang ingin tahu riwayat pendekar itu.
"Kalau tidak salah, kira-kira dua ratus tahun yang lampau, bu lim masa itu telah
digemparkan oleh kemunculan seseorang yang amat jahat. Dia sering melakukan
pembunuhan terhadap orang-orang golongan putih, tiada seorang pun mampu
melawannya. Karena itu, sembilan partai besar langsung bergabung demi membasmi
penjahat itu. Akan tetapi, sembilan patai yang bergabung itu masih tidak mampu
melawannya. Banyak anggota partai terbunuh dan para ciangbun jin pun terluka parah
".." "Paman, siapa penjahat itu?" tanya Pek Giok Liong.
346 "Dia Kiu Thian Mo Cun (Maha Iblis Langit Sembilan)," jawab Se Ciang Cing
memberitahukan.
"Kemudian bagaimana?"
"Justru pada waktu itu, muncul seorang pendekar," lanjut Se Ciang Cing. "Pendekar itu
melawan Kiu Thian Mo Cun sampai tiga hari tiga malam, akhirnya Kiu Thian Mo Cun itu
terpukul jatuh ke dalam jurang."
"Pendekar itu ".."
"Tidak lain adalah Seng Sim Tayhiap." sambung Se Ciang Cing sambil tersenyum.
"Setelah berhasil memukul jatuh Kiu Thian Mo Cun, maka sembilan partai besar
bersepakat untuk membuat panji Jit Goat Seng Sim Ki bersama Seng Sim Tayhiap."
"Oooh!" Pek Giok Liong manggut-manggut. "Jadi Seng Sim Tayhiap itu adalah kakek guru
kita?" "Betul." Se Ciang Cing mengangguk. "Setelah panji itu usai dibuat, tidak lama Seng Sim
Tayhiap itu pun menghilang entah ke mana" Jit Goat Seng Sim Ki pun tidak pernah
muncul di bu lim. Namun orang-orang bu lim tahu tentang panji tersebut."
"Paman, Liong ji ingin bertanya, sebetulnya siapa Mei Kuei Ling Cu itu?"
"Beliau ayah Paman." Se Ciang Cing memberitahukan.
"Oooh!" Pek Giok Liong manggut-manggut, semua itu sungguh di luar dugaannya,
sehingga ia merasa dirinya seakan berada dalam mimpi.
* * * Hari mulai senja, setiap saat ini, di pantai Lam Hai pasti tampak seorang gadis berdiri di
situ sambil memandang laut nan biru. Dia adalah Cing Ji.
Tidak seberapa lama kemudian, terdengar suara langkah mendekatinya. Cing Ji menoleh,
ia melihat Se Kua Hai sedang mendekatinya.
347 "Saudara Se! Hari sudah senja, kenapa tidak tampak pelangi?" tanya Cing Ji heran. "Apa
gerangan yang telah terjadi?"
Se Kua Hai menggelengkan kepala. "Entahlah, aku pun merasa heran."
"Saudara Se, apakah telah terjadi sesuatu?"
"Itu tidak mungkin."
"Bagaimana kalau kita berangkat ke Pulau Pelangi?"
"Nona Cing, itu tidak boleh. Engkau bersabarlah! Tidak lama lagi Tuan Muda Pek pasti
kembali." "Tapi ".."
"Nona Cing!" Mendadak Se Kua Hai menunjuk ke depan. "Lihatlah! Ada sebuah kapal
menuju ke mari."
Cing Ji segera memandang ke arah laut yang ditunjuk Se Kua Hai, memang tampak
sebuah kapal sedang melaju menuju pantai tempat mereka berdiri.
Tampak sosok bayangan berdiri di atas kapal itu, namun Cing ji tidak bisa melihat dengan
jelas siapa orang itu.
Sementara kapal itu semakin mendekat. Begitu melihat jelas orang berdiri di atas kapal
itu, seketika Cing ji berseru dengan penuh kegirangan.
"Saudara Se! Itu kak Liong! Kakak Liong sudah kembali!"
Se Kua Hai manggut-manggut seraya tersenyum.
"Tidak salah, dia memang kakakmu Liong."
Kapal itu telah berlabuh, Cing ji pun berteriak sekeras-kerasnya.
"Kakak Liong. Aku berada di sini!"
348 Pek Giok Liong yang sudah mendarat itu segera menoleh, seketika wajahnya berseri.
"Adik Cing! Aku sudah melihat dirimu!" serunya.
Usai berseru, Pek Giok Liong pun mengembangkan ginkangnya, dalam sekejap ia sudah
berada di hadapan Cing ji.
"Haah "..?" Cing ji terbelalak. "Kakak Liong ".."
"Adik Cing!" Pek Giok Liong memeluknya.
"Kakak Liong, aku ".. aku terkejut sekali."
"Oh?" Pek Giok Liong tertawa.
"Kakak Liong, kau sudah berhasil belajar kepandaian tinggi di Pulau Pelangi?" tanya Cing
ji. "Bagaimana menurut Adik Cing?" Pek Giok Liong balik bertanya sambil tersenyum.
"Kakak Liong pasti sudah berhasil. Kalau tidak, bagaimana mungkin tubuhmu bisa
melayang ringan sampai di sini" Itu adalah ginkang tingkat tinggi!"
"Betul." Pek Giok Liong manggut-manggut sambil memandangnya dengan penuh
perhatian. "Adik Cing, engkau agak kurus, sakit ya?"
Cing ji menggelengkan kepala.
"Kakak Liong, aku tidak sakit, aku baik-baik saja."
"Adik Liong, setiap harikah engkau ke mari?"
"Ya." Cing ji mengangguk. "Se toako juga setiap hari ke mari menemaniku."
"Oh!" Pek Giok Liong segera menghampiri Se Kua Hai, dan sekaligus menjura.
"Terimakasih, saudara Se, aku cukup merepotkanmu selama ini!"
349 "Jangan sungkan-sungkan!" Se Kua Hai membalas menjura dengan hormat. "Itu memang
harus." "Saudara Se, terimakasih untuk semua itu! Kelak aku pasti membalas budi kebaikanmu,
kini aku mau mohon pamit!" Pek Giok Liong menjura lagi.
"Ha ha ha!" Se Kua Hai tertawa gelak. "Aku tidak berani menerima dua kali ucapan
terimakasihmu. Ohya, kebetulan aku sempat, bagaimana ku antar saudara ke
penginapan?"
"Terimakasih, itu akan merepotkan saudara Se!" tolak Pek Giok Liong.
"Tidak apa-apa." Se Kua Hai tertawa lagi.
"Tapi saudara Se, lihatlah!" Pek Giok Liong menunjuk ke arah kapal itu.
Se Kua Hai segera berpaling ke sana, seketika juga ia tersentak, karena melihat barisan
orang sedang turun dari kapal itu.
"Hah" Apakah siau kiong cu juga datang?"
"Ya." Pek Giok Liong mengangguk.
Pada waktu bersamaan, melayang turun dua sosok bayangan di hadapan mereka,
ternyata sepasang pengawal Se Pit Han, Giok Cing dan Giok Ling.
Begitu melihat mereka berdua, Se Kua Hai langsung menjura memberi hormat.
"Se Kua Hai memberi hormat pada Nona!" ucapnya.
"Se Kua Hai, engkau tidak usah banyak peradaban!" sahut Giok Cing, lalu memberi
hormat pada Pek Giok Liong. "Hamba mengundang ketua panji ke penginapan untuk
beristirahat."
Sikap Giok Cing dan Giok Ling yang begitu hormat serta menyebut dirinya sebagai hamba
itu membuat Se Kua Hai tertegun dan tidak habis berpikir. Kenapa bisa jadi begitu" Lagi
pula ".. kenapa Pek Giok Liong dipanggil ketua panji" Se Kua Hai bertanya-tanya dalam
hati. 350 "Di mana penginapan itu?" tanya Pek Giok Liong pada Giok Cing. "Apakah berada dalam
kota?" "Ya." Giok Cing mengangguk. "Itu adalah penginapan istimewa, khusus untuk menyambut
kedatangan ketua panji."
Pek Giok Liong manggut-manggut, kemudian mengarah pada Cing ji.
"Adik Cing, semua barangmu masih berada di penginapan itu?" tanyanya.
"Ya, Kakak Liong." Cing ji mengangguk. "Ohya, siapa kedua kakak itu?"
"Mereka berdua adalah sepasang pengawal siau kiong cu." Pek Giok Liong
memberitahukan.
Giok Cing dan Giok Ling sudah tahu asal usul Cing ji, maka mereka berdua segera
menjura. "Hamba, Giok Cing dan Giok Ling memberi hormat pada Nona!"
"Eh?" Cing ji terbelalak. "Jangan begitu menghormati diriku, namaku Cing Ji, panggil saja
Cing ji!" "Ya." Giok Cing dan Giok Ling mengangguk serentak.
"Kakak Liong, kita ke penginapan itu mengambil buntalan bajuku dulu. Setelah itu, barulah
kita ke penginapan istimewa itu," ujar Cing ji dengan wajah cerah ceria. Tentu, sebab
gadis itu telah bersama Pek Giok Liong lagi.
"Nona Cing!" ujar Giok Ling. "Engkau dan ketua panji langsung ke penginapan istimewa
itu saja! Mengenai barang-barangmu yang di penginapan, nanti ada orang mengantar ke
sana." "Baiklah." Cing ji mengangguk. "Terimakasih, Kak Ling!"
* * * 351 Bagian ke 34: Kembali Kedaratan Tengah
Seekor kuda berbulu hitam mengkilap berjalan santai, tampak seorang pemuda berbaju
hitam pula duduk di punggung kuda hitam itu.
Sebelum tiba di tempat ini, kuda hitam itu telah berlari kencang siang dan malam. Dari Siu
Gu San menuju Kota Ling Ni, dari Kota Ling Ni terus menuju utara, akhirnya tiba di Kota
Teng Hong. Kuda hitam itu pun mulai berjalan santai. Tak seberapa lama kemudian, pemuda berbaju
hitam itu menarik tali kendali, menghentikan kudanya di depan sebuah rumah megah.
Pintu rumah itu tertutup rapat, di depannya terdapat sepasang singa batu, itu adalah
rumah keluarga Siauw.
Siapa pemuda baju hitam itu" Tidak lain adalah Pek Giok Liong. Ia duduk di punggung
kuda sambil membatin.
"Sudah setahun, segala apa yang di luar sini masih tetap seperti dulu. Entah bagaimana
keadaan di dalam rumah itu?"
Setelah membatin, Pek Giok Liong pun melompat turun dari punggung kudanya.
Selangkah demi selangkah ia mendekati pintu rumah itu, lalu menggedor pintu dengan
gelang besi yang tergantung di pintu tersebut.
Berselang beberapa saat kemudian, terdengar suara yang kasar dan parau di dalam.
"Siapa yang menggedor pintu?"
"Aku," sahut Pek Giok Liong. "Harap segera buka pintu!"
Pintu itu terbuka, tampak seorang berbaju hijau berdiri di situ. Sepasang mata orang itu
menatap tajam pada Pek Giok Liong.
"Mau apa engkau ke mari?"
352 "Mau cari orang."
"Cari siapa?"
"Cari seorang tua yang pincang kakinya."
"Oh?" Orang berbaju hijau itu tertawa dingin. "Orang tua pincang itu telah mati."
Tergetar hati Pek Giok Liong, sepasang matanya langsung menyorot tajam dan wajahnya
pun berubah. "Dia sudah mati?"
Orang berbaju hijau itu tampak tidak sabar, namun mengangguk.
"Tuan besar tidak bohong, sudah tiga bulan dia mati." Usai berkata demikian, orang
berbaju hijau itu sekaligus menutup pintu.
Akan tetapi, Pek Giok Liong pun cepat-cepat mengayunkan sebelah kakinya ke dalam
pintu, sehingga pintu itu tidak bisa ditutup.
Orang berbaju hijau melotot, kemudian membentak kasar.
"Hei! Bocah sialan! Mau apa engkau?"
"Aku tidak mau apa-apa," sahut Pek Giok Liong sambil tersenyum. "Hanya ingin tahu
dengan jelas!"
Orang berbaju hijau mengerutkan kening, ia menatap Pek Giok Liong dengan tajam.
"Apa yang ingin kau tanyakan?"
"Kawan!" Suara Pek Giok Liong mulai bernada dingin. "Aku ingin bertanya, bagaimana
orang tua pincang itu mati?"
Sepasang bola mata orang berbaju hijau itu berputar-putar, kemudian balik bertanya,
"Bocah! Engkau ke mari untuk menyelidiki kematiannya?"
353 "Aku ke mari sebetulnya ingin menengoknya tapi dia sudah mati. Sebagai kenalan,
tentunya aku boleh bertanya mengenai kematiannya!"
"Oh, begitu!" Orang berbaju hijau itu manggut. "Jadi engkau bukan sengaja ke mari untuk
menyelidiki kematiannya?"
Pek Giok Liong menggelengkan kepala. "Tentu bukan."
Orang berbaju hijau itu tertawa.
"He he! Kalau begitu, aku akan memberitahukan, dia mati karena sakit."
"Oh?" Pek Giok Liong mengerutkan kening "Kawan! Dulu sepertinya aku tidak pernah
melihatmu, sudah berapa lama engkau berada di keluarga Siauw ini?"
"Hampir setengah tahun. Kenapa?"
"Oh, tidak." Pek Giok Liong tersenyum. "Kawan, betulkah orang tua pincang itu mati
karena sakit?"
"Bocah! Engkau tidak percaya" Dia adalah orang tua pincang, tentunya tidak mungkin
mati dibunuh orang!"
"Oooh! Kawan, aku ingin bertanya ".."
"Mau bertanya apa lagi?" Orang berbaju hijau itu tampak mulai tidak sabar.
"Jenazahnya dimakamkan di mana?"
"Di sebelah barat perkampungan ini, kira-kira lima li, di sana terdapat pekuburan," ujar
Panji Sakti (jit Goat Seng Sim Ki) Panji Hati Suci Matahari Bulan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
orang berbaju hijau dan menambahkan. "Bocah, engkau sudah boleh pergi, pintu mau
kututup." Pek Giok Liong menggelengkan kepala dan kakinya masih mengganjal di pintu itu.
"Kawan, jangan cepat-cepat tutup pintu, aku masih ada sedikit urusan." katanya.
354 "Eh?" Orang baju hijau itu tampak tidak senang. "Masih ada urusan apa?"
"Kawan!" Pek Giok Liong menatapnya. "Tolong laporkan, bahwa aku ingin bertemu cung
cu!" Air muka orang berbaju hijau itu berubah, ditatapnya Pek Giok Liong dengan mata
menyorotkan sinar tajam.
"Engkau kenal cung cu?"
Pek Giok Liong manggut-manggut sambil tersenyum.
"Kalau tidak kenal, untuk apa aku menemuinya?"
"Kenal pun percuma." Orang berbaju hijau itu menggelengkan kepala.
"Kenapa?" tanya Pek Giok Liong heran.
"Sebab cung cu tidak mau bertemu dengan siapa pun."
"Oh?" Pek Giok Liong tersenyum. "Engkau harus tahu, aku ini merupakan tamu istimewa!
Cung cu kalian pasti mau bertemu denganku, kawan. Cobalah engkau masuk untuk
melapor!" "Tidak usah dicoba!" sahut orang berbaju hijau itu dingin. "Meskipun engkau tamu
istimewa, namun cung cu tetap tidak akan menerimamu."
"Kalau begitu, aku ingin bertemu nona kalian," ujar Pek Giok Liong. "Tentunya boleh kan"
Air muka orang berbaju hijau itu berubah, itu tidak terlepas dari mata Pek Giok Liong.
"Engkau juga kenal nona?"
Pek Giok Liong tersenyum dan manggut manggut.
355 "Kawan aku bukan cuma kenal nona, bahkan aku pun kenal semua orang di sini, kalau
masih tetap orang-orang yang setahun lalu."
"Oh" Bolehkah aku tahu namamu?"
"Hek Siau Liong!"
Orang berbaju hijau itu mengerutkan kening seakan sedang berpikir, kemudian
menggelengkan kepala.
"Aku tidak pernah mendengar namamu!"
"Kawan!" Pek Giok Liong tertawa. "Baru setengah tahun engkau di sini, sedangkan aku
sudah setahun meninggalkan rumah Siauw ini, tentunya engkau tidak pernah dengar
namaku." "Oh?"
"Nah, kawan! Cepatlah engkau masuk dan melapor pada nona, bahwa aku Hek Siau
Liong ingin bertemu dengannya."
Orang berbaju hijau itu tampak serba salah.
"Maaf!" ucapnya. "Aku tidak bisa melapor."
"Lho, kenapa?" Pek Giok Liong tercengang.
"Nona dalam keadaan sakit, tidak bisa bertemu siapa pun." Orang baju hijau
memberitahukan.
"Oh?" Pek Giok Liong terkejut. "Parahkah sakitnya?"
"Entahlah." Orang berbaju hijau menggelengkan kepala. "Aku kurang jelas. Lebih baik lain
hari engkau balik ke mari lagi!"
Pek Giok Liong diam sambil berpikir. Mendadak sepasang matanya menyorotkan sinar
tajam, lalu mengajukan pertanyaan yang mengejutkan.
356 "Di mana Gin Tie (Raja perak)?"
Orang berbaju hijau tertegun, bahkan tampak kaget.
"Gin Tie" Siapa dia?"
"Kawan!" Pek Giok Liong menatapnya tajam seakan menembus ke dalam hatinya.
"Sungguhkah engkau tidak tahu?"
"Aku sungguh tidak tahu," jawab orang berbaju hijau itu tidak pura-pura.
Dia sungguh tidak tahu atau dugaanku keliru" Pek Giok Liong membatin. Apakah Gin Tie
itu bukan Tu Ci Yen"
"Ohya!" tanya Pek Giok Liong mendadak. "Tu Ci Yen ada?"
"Tuan muda Tu sudah pergi."
"Engkau tahu dia pergi ke mana?"
"Tidak tahu."
"Di mana Siauw Peng Yang?"
"Tuan muda Yang dan Tuan muda Kiam ada di dalam."
"Emmh!" Pek Giok Liong manggut-manggut. "Kalau begitu, aku ingin bertemu mereka
berdua." Mendadak, terdengar suara bentakan yang amat dingin.
"Hu Piau, siapa di luar?"
Hu Piau, orang berbaju hijau itu segera memberi hormat seraya menjawab.
"Cong koan (Kepala pengurus), yang di luar adalah seorang tamu istimewa."
357 Yang membentak dengan suara dingin itu, ternyata adalah cong koan. Justru membuat
Pek Giok Liong tidak habis berpikir. Setahunya dulu tidak ada cong koan di keluarga
Siauw ini. Tapi kini "..
Siapa orang itu" Pek Giok Liong bertanya dalam hati. Walau suaranya begitu dingin,
namun amat bertenaga. Itu pertanda orang itu memiliki tenaga dalam tingkat tinggi "..
Pek Giok Liong memandang ke dalam, tampak seseorang berdiri. Orang itu berusia empat
puluhan, sepasang matanya berkilat-kilat.
Tampang orang itu tidak jahat, namun wajahnya amat dingin dan kelihatan tidak
berperasaan. Siapa yang melihatnya, pasti bergidik.
"Mau apa dia ke mari?" tanya kepala pengurus itu dingin.
"Mau menengok orang tua pincang," jawab Hu Piau memberitahukan.
"Hu Piau!" bentak kepala pengurus itu. "Orang tua pincang sudah mati, engkau tidak
memberitahukan padanya?"
"Hamba sudah beritahukan."
"Kalau engkau sudah beritahukan, kenapa dia masih belum pergi?"
Mendadak Pek Giok Liong menyela.
"Aku ingin bertemu cung cu atau nona. Bolehkah?"
"Sebetulnya boleh, tapi kedatanganmu tidak tepat pada waktunya," sahut kepala pengurus
dingin. "Maksud cong koan?"
"Cung cu dalam keadaan kesal dan risau, maka tidak akan mau bertemu dengan siapa
pun. Sedangkan nona masih sakit berbaring di tempat tidur, juga tidak bisa bertemu siapa
pun." 358 "Kalau begitu ".." Pek Giok Liong tertawa ringan. "Kedatanganku sungguh tidak pada
waktunya?"
"Tidak salah." sahut cong koan sambil tertawa hambar.
"Kalau begitu, bolehkah aku bertemu Peng Yang dan Kiam Meng?"
"Ada urusan apa?"
"Engkau ingin tahu?"
"Ada urusan apa, bilang padaku! Itu sama saja."
"Oh?" Pek Giok Liong mengerutkan kening.
"Engkau bisa mengambil keputusan?"
Cong koan itu tertawa gelak.
"Aku cong koan di sini, tentunya berhak mengambil suatu keputusan. Nah! Engkau ada
urusan apa, katakanlah!"
Pek Giok Liong tidak segera menyahut, melainkan tertawa dingin.
"Sungguhkah engkau bisa mengambil suatu keputusan?"
"Tentu," sahut cong koan itu lalu tertawa dingin pula.
"Kawan!" Pek Giok Liong tertawa. "Aku sarankan, lebih baik engkau jangan paksa diri
untuk mengambil suatu keputusan!"
Cong koan itu tertegun, ia tidak mengerti akan ucapan Pek Giok Liong.
"Mengapa?"
"Sebab tiada manfaatnya bagimu." sahut Pek Giok Liong dingin.
359 "Oh?" Sepasang mata cong koan itu menyorot dingin. "Kalau begitu, engkau adalah ".."
"Kawan! Aku tamu jauh, begitukah sikapmu terhadap tamu?"
Cong koan itu terperangah, kemudian tertawa terbahak-bahak.
"Maaf, aku kurang hormat! Silakan masuk!" katanya.
"Terimakasih! Kalau begitu, aku pun tidak berlaku sungkan-sungkan lagi," ujar Pek Giok
Liong, lalu melangkah ke dalam.
"Ha ha ha!" Cong koan itu tertawa lagi. "Silakan duduk!"
Pek Giok Liong duduk, sedangkan cong koan itu duduk di hadapannya. Seorang
pembantu segera menyuguhkan dua cangkir teh. Setelah itu, segera pula mengundurkan
diri. "Sobat!" Cong koan menatap Pek Giok Liong. "Bolehkah sekarang aku tahu maksud
tujuan kedatanganmu?"
"Aku memang harus memberitahukan." Pek Giok Liong manggut-manggut sambil
tersenyum. "Kalau tidak, engkau pasti terus bercuriga."
"Ha ha!" Cong koan itu tertawa. "Aku tidak akan bercuriga apa pun."
"Bagus." Pek Giok Liong menatapnya. "Aku ingin bertanya, sungguhkah engkau bisa
mengambil suatu keputusan?"
"Sudah kukatakan tadi, aku adalah cong koan di sini. Tentunya berhak mengambil suatu
keputusan."
"Walau urusan apa pun?"
"Tidak salah."
"Juga tidak akan menyesal?"
360 Cong koan itu tertegun sejenak, kemudian tertawa terbahak-bahak.
"Pasti tidak akan menyesal," jawabnya tegas.
"Bagus." Pek Giok Liong manggut-manggut dan memberitahukan. "Aku ke mari untuk
menagih hutang."
"Oh?" Cong koan itu terbelalak, lalu tertawa gelak. "Kukira ada urusan penting, tidak
tahunya cuma mau menagih hutang! Sobat, berapa banyak hutang padamu?"
"Jumlah yang mengejutkan. Kalau aku beritahukan, mungkin engkau tidak sanggup
membayarnya."
"Kekayaan keluarga Siauw berlimpah, pasti mampu membayar. Sobat, tentunya engkau
mengerti."
"Aku memang mengerti." Pek Giok Liong tertawa hambar. "Tapi ".."
"Lho" Kenapa lagi?"
"Itu bukan hutang yang biasa."
"Oh" Beritahukanlah!"
"Itu bukan hutang uang, melainkan hutang berdarah."
"Apa"!" Cong koan itu tersentak, wajahnya pun langsung berubah. "Hutang berdarah?"
"Tidak salah," sahut Pek Giok Liong dingin. "Cong koan merasa di luar dugaan kan?"
"He he he!" Cong koan itu tertawa terkekeh-kekeh. "Itu memang sungguh di luar dugaan!"
"Emmh!" Pek Giok Liong manggut-manggut.
"Aku ingin bertanya, Siauw cung cu punya hutang berdarah padamu?" Cong koan itu
menatap Pek Giok Liong dalam-dalam.
361 "Tidak salah. Nah, apakah engkau dapat mengambil keputusan mewakilinya untuk
membayar hutang itu?"
"Ini ".." Cong koan itu mengerutkan kening. "Bolehkah aku tahu namamu?"
"Sebelum bertanya, jawablah dulu pertanyaanku barusan!"
"Sobat! Aku harus tahu dulu asal-usulmu, barulah bisa mengambil suatu keputusan."
"Oh?" Pek Giok Liong tertawa hambar. "Apakah engkau merasa sedikit menyesal?"
"Bukan menyesal, melainkan aku harus tahu jelas urusan itu." tegas cong koan itu. "Tidak
bisa sembarangan mengambil suatu keputusan, terutama terhadap hutang berdarah itu.
Engkau paham kan?"
"Tentu paham. Kalau begitu, engkau memang tahu diri dan tahu aturan." Pek Giok Liong
terawa-tawa. "Karena itu ".." Cong koan itu tertawa dingin. ?".. diriku bisa terpilih jadi cong koan di
sini." "Oooh!"
"Sobat! Engkau belum memberitahukan namamu berikut asal-usulmu."
"Seandainya aku tidak sudi memberitahukan?"
Kening cong koan itu berkerut-kerut.
"Itu tidak jadi masalah, aku pun tidak akan memaksamu memberitahukan. Tapi ".."
"Kenapa" Lanjutkanlah ucapanmu!"
"Sobat!" Cong koan itu tertawa dingin. "Maaf, sudah waktunya aku mengantarmu."
"Kau kira aku tamu yang begitu gampang diantar?"
362 "Jadi ".. engkau tidak mau pergi?"
"Bukan masalah pergi atau tidak, melainkan engkau tiada cara untuk mengusirku."
"Oh, ya?" Sepasang alis cong koan terangkat. "Engkau beranggapan begitu?"
"Betul," sahut Pek Giok Liong dingin.
"Ada satu cara untuk mengusirmu." tegas cong koan.
"Tidak salah." Pek Giok Liong manggut-manggut. "Cara yang amat sederhana sekali!"
"Tepat!" Cong koan itu tertawa gelak. "Coba katakan, cara apa itu?"
"Lepaskan kedokmu, biar aku melihat wajah aslimu!" sahut Pek Giok Liong.
Itu sungguh mengejutkan cong koan tersebut, namun ia masih bisa tertawa
menghilangkan rasa kejutnya.
"Ha ha! Ucapanmu sungguh menggelikan!"
"Memang menggelikan, namun nyata." tandas Pek Giok Liong sambil menatapnya tajam.
"Kau anggap mukaku mengenakan kedok?"
"Engkau tidak mau mengaku, aku pun tidak bisa apa-apa. Tapi, dalam waktu sekejap aku
akan membuatmu harus mengaku."
"Oh?" Cong koan itu tertawa. "Engkau begitu yakin?"
"Tentu." Pek Giok Liong mengangguk. "Berani ke mari berarti sudah yakin. Kalau tidak,
bagaimana mungkin aku berani ke mari?"
"Ngmm!" Cong koan itu manggut-manggut. "Aku pun sudah tahu, bahwa engkau memiliki
kepandaian yang lumayan. Namun ".. masih berada di bawah tingkat kepandaianku."
363 "Oh, ya?" Pek Giok Liong tertawa lebar. "Percuma omong kosong, engkau akan tahu
setelah mencobanya."
"Tidak salah. Itu memang harus dicoba baru bisa tahu." sahut cong koan itu dan sekaligus
mengangkat sebelah tangannya siap menyerang.
"Tunggu!" Cegah Pek Giok Liong.
"Ha ha!" Cong koan itu tertawa jumawa. "Engkau takut?"
"Takut?" Pek Giok Liong tersenyum dingin. "Ada orang datang!"
Cong koan tersentak dan membatin. Sungguh tajam pendengaran pemuda itu!
"He he! Tajam juga pendengaranmu!" Ujarnya seakan meremehkan Pek Giok Liong.
Pek Giok Liong cuma tersenyum-senyum, sama sekali tidak menyahut. Tak lama
terdengarlah suara langkah yang amat ringan, muncul seorang pemuda yang memakai
baju putih. * * * Bagian ke 35: Pukulan Penghancur Hati
Siapa pemuda berbaju putih itu" Ternyata keponakan Siauw cung cu yang bernama
Siauw Peng Yang.
Ketika melihat Pek Giok Liong, Siauw Peng Yang tampak tertegun, namun kemudian
sepasang matanya berbinar-binar penuh mengandung kegembiraan.
Akan tetapi, pada waktu bersamaan, wajah Pek Giok Liong berubah dingin dan sekaligus
membentak. "Siauw Peng Yang! Engkau tetap berdiri di situ, jangan ke mari! Kalau engkau berani ke
mari, aku akan mencabut nyawamu!"
364 Bentakan Pek Giok Liong membuat Siauw Peng Yang termangu-mangu di tempat. Ia
sama sekali tidak menyangka kalau Pek Giok Liong berubah menjadi begitu. Padahal
ketika Pek Giok Liong berada di keluarga Siauw ini, Siauw Peng Yang cukup baik
terhadapnya. "Siauw Peng Yang, aku ke mari untuk menagih hutang berdarah! Sebelum hutang
berdarah itu dibayar, aku tidak akan pergi! Nanti kita pun akan membuat perhitungan!" ujar
Pek Giok Liong dingin, kemudian mengarah pada cong koan. "Engkau harus tahu, Siauw
Peng Yang juga punya hutang padaku! Karena dia telah muncul, maka aku pun
memberitahukan padamu, namaku Seng Sin Khi! Keluarga Siauw berhutang tujuh nyawa
padaku, Siauw cung cu dan putrinya, ditambah Siauw Peng Yang serta tiga saudara
seperguruannya hanya berjumlah enam orang! Kini ditambah engkau, jadi cukup
berjumlah tujuh orang! Tentunya engkau paham akan maksudku kan?"
Apa yang dikatakan Pek Giok Liong, sungguh membuat Siauw Peng Yang tidak mengerti
dan tidak habis berpikir. Apa gerangan yang telah terjadi" Kenapa saudara Hek Siau
Liong mengganti nama menjadi Seng Sin Khi" Lagi pula dengan keluarga Siauw ".."
Akan tetapi, Siauw Peng Yang adalah pemuda yang cerdas. Dalam waktu singkat ia telah
bisa menduga maksud Pek Giok Liong. Oleh karena itu, ia pun menatap Pek Giok Liong
dengan tajam. Sementara itu, cong koan sudah tertawa terbahak-bahak, suara tawanya bergema ke
mana-mana. "Huaha ha ha! Kelihatannya engkau pandai berhitung."
"Tidak salah!" Pek Giok Liong tersenyum. "Hanya saja aku tidak menghitung bunganya!"
Panji Sakti (jit Goat Seng Sim Ki) Panji Hati Suci Matahari Bulan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Sobat! Kuanggap engkau tidak dapat menagih hari ini, bahkan kemungkinan besar
engkau pun tidak bisa meninggalkan tempat ini dengan selamat! Percayakah engkau?"
"Itu harus lihat bagaimana kepandaianmu!"
"Betul! Kalau begitu, lihatlah kepandaianku!" ujar cong koan dan sekaligus mendorongkan
sebelah telapak tangannya ke arah dada Pek Giok Liong.
Tampak begitu tidak berarti, namun sesungguhnya dorongan itu penuh mengandung
tenaga dalam yang amat dahsyat.
365 Hati Siauw Peng Yang tersentak, ia sangat mencemaskan Pek Giok Liong, sehingga
wajahnya pun berubah tegang.
Sedangkan Pek Giok Liong cuma tertawa ringan.
"Pukulanmu itu cukup lumayan, namun masih jauh untuk menghadapiku!" ujarnya.
Mendadak Pek Giok Liong mengibaskan tangannya, sekaligus menyentil dengan jari
telunjuknya. Betapa terperanjat cong koan itu, sebab sentilan telunjuk Pek Giok Liong telah
memunahkan pukulannya.
"Engkau murid Siau Lim?" tanyanya terbelalak.
"Cukup tajam matamu, yang kupergunakan adalah Kim Kong Ci (Jari Sakti Arhat), ilmu
tingkat tinggi Siau Lim! Namun, aku bukan murid Siau Lim!"
"Oh?" Cong koan itu tercengang.
"Engkau tidak percaya" Nah, saksikanlah jurusku ini berasal dari partai mana?"
Pek Giok Liong yang masih tetap duduk, mendadak menjulurkan tangannya ke atas, tapi
sungguh mengejutkan karena sekonyong-konyong tangan Pek Giok Liong mengarah pada
muka cong koan itu.
Betapa terperanjat cong koan itu, tanpa banyak pikir lagi ia langsung mundur bersama
kursi yang didudukinya.
"Liu Sing Hui Jiau (Cakar terbang) dari partai Bu Tong!" serunya dengan hati terkesiap.
"Tidak salah!" Pek Giok Liong mengangguk. "Berdasarkan jurus ini, apakah engkau masih
percaya bahwa aku murid Siau Lim?"
"Jadi ".." Cong koan itu menatapnya dengan mata tak berkedip. "Engkau murid partai Bu
Tong?" Pek Giok Liong menggelengkan kepala. "Aku bukan murid Bu Tong!"
366 "Kalau begitu, engkau adalah ".."
"Sekarang aku akan perlihatkan satu jurus lagi, ingin tahu engkau mengenali jurus ini
tidak?" ujar Pek Giok Liong. Pada waktu bersamaan, Pek Giok Liong pun mendorongkan
telapak tangannya ke depan, arahnya pada sebuah patung batu yang jaraknya sekitar dua
meter. Dorongan telapak tangan Pek Giok Liong persis seperti pukulan cong koan tadi. Akan
tetapi, patung batu itu sama sekali tidak bergeming.
Pek Giok Liong menarik kembali tangannya. Pada saat itulah patung batu tersebut telah
berubah seperti tepung terbang ke mana-mana terhembus angin.
Terbelalak Siauw Peng Yang, namun wajahnya tampak berseri-seri. Sungguh hebat
tenaga dalamnya. Hanya berpisah satu tahun, tapi dia justru telah berhasil belajar
kepandaian tingkat tinggi. Siauw Peng Yang membatin dengan kagum.
Lain halnya dengan cong koan itu, ia tampak bodoh dan sukmanya seakan terbetot keluar
oleh pukulan Pek Giok Liong.
Siapa pemuda ini, bagaimana dia bisa Chui Sim Ciang (Pukulan Penghancur Hati)" tanya
cong koan itu dalam hati.
"Bagaimana dengan pukulanku itu" Engkau kenal pukulan apa itu?" tanya Pek Giok Liong
sambil tertawa ringan.
"Sebetulnya engkau siapa?" Cong koan itu balik bertanya dengan mata terbelalak lebar.
"Bukankah aku telah beritahukan tadi, bahwa namaku Seng Sin Khi!"
"Dari perguruan mana?"
"Maaf! Tidak bisa kuberitahukan."
"Kalau begitu, aku bertanya, dari mana engkau belajar pukulan itu?"
"Engkau tidak perlu bertanya, nanti akan kuberitahukan," sahut Pek Giok Liong dingin.
"Jawab dulu, engkau kenal pukulan itu?"
367 Cong koan itu menggelengkan kepala. "Tidak kenal." katanya.
"Oh?" Pek Giok Liong menatapnya dingin. "Sungguhkah engkau tidak kenal pukulan itu?"
"Aku menjawab sejujurnya. Kalau engkau tidak percaya, itu terserah."
"Bagaimana tenaga pukulanku dibandingkan dengan tenaga pukulanmu tadi?" tanya Pek
Giok Liong mendadak.
Cong koan itu mengerutkan kening, namun air mukanya tampak aneh.
"Sulit dikatakan."
"Kenapa sulit dikatakan?"
"Karena tenaga pukulan berbeda."
"Oooh!" Pek Giok Liong tertawa hambar. "Ternyata begitu!"
"Memang begitu."
"Cong koan!" Pek Giok Liong menatapnya tajam. "Engkau punya hubungan apa dengan
Liok Tay Coan?"
Hati cong koan itu tergetar keras, tapi wajahnya tampak dingin.
"Aku tidak kenal."
Wajah Pek Giok Liong tampak berubah. "Engkau masih tidak mau mengaku?"
Cong koan itu tertawa ringan, kemudian ujarnya acuh tak acuh.
"Aku tidak mengerti maksudmu, engkau menghendaki aku mengaku apa?"
"Engkau tidak mau mengaku ya sudahlah!"
368 Pek Giok Liong tertawa dingin dan menambahkan, "Sekarang aku memperbolehkanmu
mengerahkan kepandaian untuk menyerang diriku, namun hanya batas sepuluh jurus.
Dalam sepuluh jurus itu, aku sama sekali tidak akan membalas menyerangmu. Asal
engkau mampu mendesak diriku mundur, itu terhitung aku yang kalah. Kalau tidak ".."
"Tentunya aku yang kalah! Ya, kan?" Cong koan itu tertawa gelak.
"Engkau mau mengaku kalah atau tidak itu terserah." Sahut Pek Giok Liong sambil
tertawa hambar. "Karena engkau bukan tandinganku dalam satu jurus."
Hati cong koan itu tersentak, tapi kemudian ia malah tertawa seakan tidak percaya.
"Engkau sungguh jumawa!" katanya.
"Hm!" dengus Pek Giok Liong. "Jangan banyak bicara, cepatlah serang diriku!"
Sepasang mata cong koan itu menyorot tajam, diam-diam ia mulai mengerahkan tenaga
dalamnya. Mendadak ia memekik keras dengan tubuh melambung ke atas, lalu secepat
kilat diserangnya Pek Giok Liong dengan sepasang telapak tangannya.
Pada waktu bersamaan, Pek Giok Liong mengibaskan tangannya. Seketika juga cong
koan itu terpental mundur beberapa langkah.
Cong koan itu penasaran sekali. Ia berdiri tegak lurus, diangkatnya sepasang tangannya,
kemudian diputar-putarkan dan makin lama makin cepat, sehingga muncul entah berapa
puluh pasang tangan. Meja yang terletak di sisi kiri ruangan itu pun mulai tergoncang
hebat. Tak lama terdengarlah suara yang menderu-deru. Itu adalah Suan Hong Ciang
(Pukulan Angin Puyuh) yang amat dahsyat, siapa yang terkena pukulan itu, pasti mati
seketika. Sementara Pek Giok Liong masih tetap duduk di kursi, namun ia telah menghimpun Thai
Ceng Sin Kang (Tenaga Sakti Pelindung Badan)nya.
Mendadak cong koan itu memekik keras dan secepat kilat menyerang Pek Giok Liong.
Betapa dahsyatnya angin pukulan itu, begitu Pek Giok Liong mengibaskan tangannya,
seketika juga badan berikut kursi yang didudukinya berputar melambung ke atas.
Cong koan itu masih terus menerus menyerangnya. Tiba-tiba Pek Giok Liong membentak
mengguntur. 369 "Berhenti!"
Cong koan itu segera berhenti, ia tahu telah menyerang Pek Giok Liong sebanyak sebelas
jurus. "Sudah sepuluh jurus ya?"
"Hm!" dengus Pek Giok Liong dingin. Ia telah melayang turun bersama kursi itu. "Jangan
pura-pura bodoh, aku tidak percaya engkau tidak tahu sudah berapa jurus engkau
menyerang diriku!" Cong koan itu pura-pura tertegun, kemudian menggeleng-gelengkan
kepala. "Aku sungguh tidak tahu, sudah berapa jurus aku menyerangmu?"
"Sebelas jurus!"
"Hah "..?"
"Sekarang engkau harus bagaimana?"
"Memangnya harus bagaimana?"
"Perlukah aku turun tangan?"
"Eh?" Cong koan itu tercengang. "Apa maksudmu" Aku sama sekali tidak mengerti!"
"Tidak mengerti?" Pek Giok Liong menatapnya dingin.
"Aku memang tidak mengerti."
"Cepat lepaskan kedokmu, kemudian aku akan menotok jalan darahmu, setelah itu akan
kuserahkan dirimu pada Liok Tay Coan!"
"Engkau ".." Cong koan itu menatap Pek Giok Liong dengan mata tak berkedip. "Engkau
sudah tahu siapa diriku?"
370 "Aku tidak tahu siapa engkau!"
"Kalau begitu, kenapa engkau ingin menyerahkan diriku pada Liok Tay Coan?"
Pek Giok Liong tertawa.
"Tentu ada alasannya!"
"Apa alasan itu?"
"Chui Sim Ciang (Pukulan Penghancur Hati) merupakan ilmu simpanan Liok Tay Coan.
Engkau mahir pukulan itu, tentunya punya hubungan dengan orang itu! Mengerti?"
"Dia ".. dia berada di mana sekarang?"
"Saat ini mungkin dia sudah berada di Kota Ling Ni!"
"Oh?" Kening cong koan itu berkerut. "Kalau aku tidak mau menyerah?"
"Kalau sampai aku turun tangan menangkapmu, itu akan membuat dirimu celaka!"
"Kenapa celaka?"
"Aku pasti melenyapkan kepandaianmu!"
Cong koan itu terkejut bukan main, tapi kemudian malah tertawa dingin seraya bertanya,
"Dalam berapa jurus engkau mampu menangkap diriku?"
"Cukup satu jurus!"
"Oh?" Cong koan itu tertawa. "Bagaimana kalau engkau tidak mampu menangkap diriku
dalam satu jurus?"
"Aku akan melepaskanmu!"
"Sungguh?"
371 "Aku tidak pernah ingkar janji!"
"Ngmm!" Cong koan itu manggut-manggut. "Kalau begitu, aku ingin melihat cara
bagaimana engkau menangkapku dalam satu jurus!"
Sekonyong-konyong cong koan itu menyerang dada Pek Giok Liong. Itu merupakan
serangan yang tak terduga.
Begitu menyerang, cong koan itu pun segera meloncat ke arah pintu. Ia yakin ketika ia
menyerang secara mendadak, Pek Giok Liong pasti membalas menyerangnya, maka ia
bergerak cepat meloncat ke arah pintu.
Pek Giok Liong pasti menyerang tempat kosong, itu berarti sudah satu jurus. Perhitungan
yang sungguh matang, akan tetapi, sungguh di luar dugaannya, sebab pada waktu
bersamaan di hadapannya telah muncul sosok bayangan. Pek Giok Liong sudah berdiri di
situ sambil tertawa dingin.
"Bertemu aku, lebih baik engkau menyerah saja!" ujar Pek Giok Liong dan sekonyongkonyong menyerang cong koan itu dengan It Ci Tiam Hoat (Ilmu Totok Satu Jari).
Serangan itu secepat kilat, sehingga cong koan itu tidak sempat mengelak.
"Aaakh...!" Cong koan itu terkulai lalu pingsan.
Begitu melihat cong koan itu pingsan, Siauw Peng Yang terkejut bukan main. Ketika ia
baru mau membuka mulut, Pek Giok Liong telah menggoyangkan tangannya dan segera
pula berbicara dengan ilmu menyampaikan suara.
"Saudara Peng Yang, sekarang jangan omong apa-apa! Malam ini harap ke tempat Hui
Ceh menungguku! Ingat jangan memberitahukan pada siapa pun, bahwa aku telah
kembali!" Usai berbicara dengan ilmu menyampaikan suara, mendadak Pek Giok Liong pun
Bukit Pemakan Manusia 3 Kisah Si Bangau Putih Bu Kek Sian Su 14 Karya Kho Ping Hoo Pendekar Kembar 5
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama