Ceritasilat Novel Online

Pasangan Naga Dan Burung Hong 6

Pasangan Naga Dan Burung Hong Karya S D Liong Bagian 6


Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Diam-diam heran Tok-ko Ing dibuatnya, pikirnya: "Menilik gelagatnya, mungkin pergaulannya dengan Toan Khik Sia itu hanya biasa saja. Ia aneh juga, biasanya peribahasa
mengatakan "warna itu tentu mencari warna" Tapi rupanya hal itu tak berlaku baginya. Ia tinggal disatu markas dengan Toan Khik Sia, tapi mengapa tak mau mencari kesempatan untuk bergaul rapat?"
Dalam menimang begitu, dilihatnya pintu kamar dari
engkonya (Tok-ko U) yang berada disebelah muka sudah
terbuka. Dan masuklah Tok-ko U dengan tertawa: "Moay moay, kiranya kau sudah lebih pagi datang kemari."
"Siapa yang mau meniru kemalasanmu" Hari sudah begini siang kau masih dekam dipembaringan. Sikap begitu berarti tidak memperdulikan tetamu," Tok-ko Ing jebikan bibirnya,
"Mempunyai seorang adik seperti kau, masakan aku masih perlu membanting tulang?" Tok-ko U membantah disertai tertawa.
Mendengar dalam nada tertawa engkohnya itu
mengandung sesuatu yang dalam artinya tanpa terasa
berdebarlah hati Tok-ko Ing.
"Bagaimana Su toako, apa sudah baikan?" tanya Tok-ko U.
Yak Bwe mengiyakan: "Ya. sudah banyak baikan, lihatlah aku sudah makan begini banyak?"
"Ya, sekarang bolehlah anak panah itu dicabut. Ing moay, kau cermat dan tangkas. Mencabut panah dilengan Su toako nanti, lagi lagi mesti minta tolong padamu." kata Tok ko U.
Tok ko Ing tahu bahwa sang engkoh memang sengaja
supaya ia bergaul rapat dengan pemuda cakap itu. Iapun sungkan menolaknya: "Ko enak saja segala apa suruh aku yang mengerjakan. Baiklah, tapi kaupun harus kerja sedikit.
Harap kau sediakan obat2 yang akan dipakai."
"Siang-siang aku sudah menyediakannya," sahut Tok-ko U.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Yak Bwe merasa tak enak hatinya: "Nona Tok-ko, aku sungguh banyak merepoti kau saaja!"
Tok-ko Ing tertawa: "Su toako, aku hanya bergurau dengan koko, harap kau jangan menaruh dihati. Kau adalah sahabat baik dari koko, kau terluka dan seharusnya aku merawatnya."
"Ing-moay, kau seharusnya berterima kasih juga
kepadaku!" Tok-ko U menggodanya.
"Terima kasih" jangan ngaco?" teriak Tokko Ing.
"Ya, terima kasih karena kubawa Su toako kemari. Kau belajar pedang pada sucimu, tetapi selama ini tak ada orang lain yang mengujimu. Su toako adalah seorang akhli pedang yang jempolan, nanti kau boleh banyak belajar darinya," kata Tok ko U.
Bermula Tok ko Ing kuatir kalau sang koko akan
menggodanya lebih lanjut, tapi mendengar keterangan itu, ia bergirang hati. Dengan hal itu dapatlah ia lebih banyak mendekati Yak Bwe.
"Ya, benar, memang akupun mempunyai hasrat begitu.
Mudah2an Su-toako lekas sembuh," sahut Tok-ko Ing.
"Kau adalah murid kesayangan Kong-sun toanio, akulah yang selayaknya mengangkat guru padamu. Mengapa kau
begitu sungkan kepadaku?" kata Yak Bwe.
"Ai, janganlah kalian berdua saling sungkan. Begitu nanti Su toako sudah sembuh, kalian boleh saling uji kepandaian, agar akupun dapat menikmati," kata Tok-ko U menengahi.
Walaupun kurang pengalaman, namun Yak Bwe tahu juga
akan gelagat, sikap dan ucapan orang. Diam-diam ia geli dalam hati. "Agaknya nona ini ada maksud kepadaku.
Engkohnya pun setuju, malah mendorong. Tapi sayang
mereka salah alamat."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Yak Bwe kuatir kalau sampai rahasianya terbongkar oleh kedua kakak beradik itu. Tapi setelah mendengar pembicaraan kedua saudara itu, ia merasa lega. Walaupun geli tapi ia merasa terhibur juga!
Begitulah dengan hati-hati sekali Tok-ko Ing mulai
mencabut panah yang mengeram dilengan Yak Bwe. Karena kepalanya menunduk, rambut sidarapun terurai jatuh kemuka Yak Bwe. Begitu dekat sehingga keduanya sama
mendengarkan denyut napas masing-masing. Pipi si dara makin merah dan berbisiklah dia: "Sakitkah Su-toako?"
"Tidak, terima kasih," sahut Yak Bwe.
Tok-ko Ing merasa bahagia. Ia mempunyai suatu perasaan yang sukar dilukiskan. Padahal pujian Yak Bwe itu bukan karena sungkan melainkan benar-benar Tok-ko Ing itu
seorang dara yang cekatan. Setelah mencabut panah lantas melumuri obat. Yak Bwe tak merasa sakit dan amat berterima kasih kepada dara itu.
Sejak itu, berhari hari boleh dikata Tok-ko Ing tak pernah berpisah dengan Yak Bwe. Ia merawat dan melayaninya
dengan tekun sekali. Sebaliknya Tok-ko U jarang sekali kelihatan. Hubungan Yak Bwe dengan Tok-ko Ing makin
akrab. Luka Yak Bwe itu sebenarnya memang tak berat.
Mendapat perawatan dari Tok-ko Ing dengan istimewa,
sembuhnya cepat sekali. Pada suatu hari ketika bangun, Yak Bwe coba gerak gerakan lengannya. Ternyata sudah pulih seperti sedia kala. Tok ko Ing merasa girang serunya. "Su toako, dalam beberapa hari ini kau merasa kegerahan. Mari kuantar jalan-jalan kekebun bunga. Ya, Su toako, nanti kau boleh memberi petunjuk tentang ilmu pedang kepadaku."
Kala itu adalah pada permulaan musim semi. Ketika Yak Bwe ikut Tok-ko Ing kedalam kebun bunga, dilihatnya bunga2
sama mekar. Taman disitu tak berapa besar, tapi diatur indah sekali. Disana sini tampak batu-batu berjajar, pagoda tempat peristirahan dan jalanan yang melingkar lingkar. Setiap
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kuntum bunga, setiap batang pohon dan setiap gunduk batu, diatur dengan sangat serasi. Apabila orang berjalan didalam taman tampaknya mirip dengan orang didalam lukisan.
Sudah beberapa hari Yak Bwe terkurung di dalam kamar.
Berada didalam taman yang indah itu, seketika longgarlah perasaannya, semangatnya nyaman segar. Dasar Yak Bwe itu seorang nona rupawan, dalam keadaan riang gembira, ia kelihatan makin cantik lagi. Ketika keduanya lewat diempang teratai, permukaan empang itu muncul sepasang muda mudi yang cakap. Tok-ko Ing mengawasi 'lukisan' yang terpantul dalam permukaan air itu, lalu berpaling memandang 'pemuda'
cakap yang berada disampingnya itu. Pikirannya melayang-layang: "Ia benar2 seorang pemuda yang serba cakap. Tak nyana bahwa dalam dunia loklim terdapat seorang tokoh semacam dia. Po An yang disanjung orang sebagai tokoh Arjuna, rasanya belum tentu lebih tampan seperti dia."
"Nona Tok-ko, apa yang sedang kau pikirkan?" tiba2 Yak Bwe menegur sambil tertawa,
Tok-ko Ing tersentak kaget dan buru buru menyahut. "Aku menimbang nimbang akan minta kau mengajarkan ilmu
pedang, entah maukah engkau?"
"Mana aku berani unjuk kepandaian jelek. Lebih baik nona yang bermain dulu," kata Yak Bwe,
"Baiklah, karena kau baru sembuh, bolehlah beristirahat dulu. Biarlah aku yang memulai," Tok-ko Ing mengiakan.
Setelah mencabut pedang, nona itu memutar tubuh. Sinar pedangnya tampak mengembang seperti untaian tali.
Selanjutnya waktu pedang tergentak, mirip dengan gerak burung kuntul yang tersentak kaget, lincahnya seperti naga bermain. Gerakannya menimbulkan angin dingin yang
menderu deru ningga bungai sama bertaburan jatuh
terbawanya. Benar2 hebat, indah dan mempersonakan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Yak Bwe bertepuk tangan memujinya dan mulutnya segera mendeklamasikan syair Tu Fu yang menyanjung puji
keindahan ilmu pedang Li Sip-ji Nio itu....
To-ko Ing menghentikan permainannya. Dengan setengah
girang, setengah aleman, ia berseru: "Hmm pedang suciku, mungkin dapat disejajarkan dengan syair pujian itu. Tetapi aku, mana bisa memadai!"
"Aku belum pernah melihat permainan pedang sucimu. Tapi menyaksikan permainanmu tadi saja, mataku sudah
berkunang-kunang dan semangatku terasa terbang!' Yak Bwe tertawa.
"Mulutmu itu hanya pandai merangkai kata-kata untuk menyenangkan hati orang saja. Ko ko mengatakan, permainan pedangmu itulah baru tepat disebut sakti. Aku sudah
mengunjuk permainan jelek, masakah kau masih tak mau
memberi pelajaran?" To-ko Ing mengomel.
Yak Bwe juga terpikat semangatnya. Sebenarnya iapun
ingin mengunjukan kepandaian. Katanya: "Sebenarnya tak ingin aku mengunjukkan diri, tapi kuatir mulutmu yang lancip itu akan berhamburan; maka terpaksa aku akan menuruti juga. Nona Tok-ko, biarlah kuberi jurus umpan padamu, tapi harap kau menaruh kasihan."
"Aku mempunyai cara bermain yang baru. Kita masing-masing berdiri tiga tombak jauhnya, kemudian saling
melontarkan serangan. Dengan begitu dia dapat menghindari salah melukai. Kita boleh keluarkan seluruh kepandaian masing-masing. Nah, bagaimana?" kata To-ko Ing.
Yak Bwe tahu kalau nona itu masih menguatirkan dirinya yang baru saja sembuh. Diam2 Yak Bwe berterima kasih akan nona yang bijaksana itu.
"Ya, silahkan memulai lebih dulu," katanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sebagai tuan rumah, Tok-ko Ing tak mau sungkan lagi.
Segera ia lancarkan jurus giok li tho soh atau bidadari lemparkan tali. Untuk itu Yak Bwe menyambut dengan jurus tho thau po li atau lemparkan buah tho membalas buah peer.
"Ah, Su toako, kau terlalu banyak peradatan. Jangan sungkanlah," seru To-ko Ing tertawa.
Memang jurus tho thau po li itu mengandung maksud
menghaturkan terima kasih atas kebaikan tuan rumah dan menyatakan hendak membalas budi.
Kini Tok-ko Ing kisarkan langkah dan menderu-derulah
pedangnya. Sikapnya itu mirip dengan orang yang bertempur secara merapat dan jurus yang dilancarkan itu adalah jurus serangan yang lihay untuk melukai musuh.
"Ganas betul!" seru Yak Bwe dengan tertawa. Iapun mengisai kesamping dan bolang-balingkan pedangnya. Sekali sang ujung kaki berputar, ia kembali ketempatnya yang semula.
"Bagus, indah benar tangisanmu itu!" Tok ko Ing berteriak memuji.
Keduanya dengan tetap terpisah pada jarak tiga tombak, saling serang menyerang. Keduanya sama mengeluarkan
jurus-jurus permainan pedang yang istimewa. Sekalipun terpisah jauh tapi mereka sama bermain dengan sungguh, seperti orang yang sedang bertempur mati-matian. Dan
justeru karena terpisah itu keindahan gerak permainan mereka dapat kelihatan dengan jelas.
Dalam sekejap saja mereka sudah bertempur sampai tiga puluh jurus. Yak Bwe merasa heran demi melihat wajah Tokko Ing seperti sedang melamun. Pikirnya: "Saat ini sudah menginjak detik detik yang meruncing. Mengapa ia tak
pusatkan perhatian dan seperti orang melamun?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Awas, serangan ini!" cepat ia membentak. Pedang ceng-kong-kiam diguratkan keudara. Begitu ujungnya tergetar, sinar pedang segera berobah menjadi berkuntum-kuntum
rangkaian bunga. Jurus itu disebut hud-kong-boh-ciau (sinar Budha memancar luas). Jurus ini merupakan jurus yang paling lihay dari ajaran ilmu pedang Biau Hui sin-ni.
Tok-ko Ing tersentak kaget. Ia mundur sampai tiga
langkah. Tiba-tiba ia berseru: "Hati, hati serangan ini!"
Tubuhnya melambung keudara, pedangnya berkembang
menjadi sebuah lingkaran untuk mengurung tubuh Yak Bwe.
"Ilmu pedang yang indah!" mulut Yak Bwe meluncur pujian, tubuhnyapun berdiri tegak. Ia ganti permainannya dengan jurus tiau-thian it-cut-hiang atau menghadap kelangit dengan sebatang dupa. Untuk itu tubuhnyapun turut berputar-putar.
Tok-ko Ing melayang ketanah lagi. Kini ke duanya tegak, berhadapan. Pedang masing-masing saling ditudingkan tapi tidak melanjutkan serangannya lagi. Kiranya sampai pada babak itu, apabila dalam pertempuran sesungguhnya, pedang mereka tentu saling menempel dan disitulah pertandingan adu lwekang dimulai. Barang siapa yang lwekangnya lebih unggul, dialah yang menang sebaliknya barang siapa yang cooa
berusaha merobah gerakannya, ia tentu akan menderita.
"Ilmu pedang Kong-sun toanio, benar-benar tak bernama kosong. Aku sungguh kagum dan rela menyerah kalah," kata Yak Bwe.
"Mana bisa. Kau seorang lelaki, dalam hal tenapa tentu lebih kuat dari aku. Jika dalam hal pertempuran yang
sesungguhnya, kalau sudah mencapai babak seperti ini, akulah yang seharusnya kalah," sahut Tok ko Ing.
Keduanya segera sama menyimpan pedangnya.
Tiba-tiba Tok-ko Ing bertanya: "Su, toa ko, siapa suhumu itu?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Yak Bwe terkesiap, sahutnya: "Pelajaranku tak becus, malu aku untuk mengatakan nama suhuku."
"Su toako, ada sesuatu hal yang menjadi keherananku,"
kata Tok-ko Ing.
"Dalam ha! apa?" tanya Yak Bwe.
"Konon kabarnya Biau Hui Sin-ni itu tak mau menerima murid lelaki, mengapa beliau mau melanggar pantangan itu?"
kata Tok-ko Ing.
Diam-diam Yak Bwe terperanjat sekali. Kini ia baru insaf bahwa Tok-ko Ing telah mengetahui aliran sumber
perguruannya. Diam-diam ia menyesali dirinya sendiri: "Ah, benar benar limbung aku ini. Ia adalah anak murid Kong sun toanio, sudah tentu akhli dalam ilmu pedang. Mengapa tadi aku sampai terlepas mengeluarkan permainan pedang
sehingga ia dapat mengetahuinya?"
Setelah memutar otak sebentar, dengan tertawa meringis ia berkata:- "Nona Tok-ko, matamu itu sungguh jeli sekali.
Kalau begitu mungkin sekali permainan pedangku tadi adalah berasal dari ajaran Biau Hui Sin-ni!"
Keheranan Tok-ko Ing makin menjadi-jadi. Tanyanya:
"Aneh sekali ucapanmu itu. Masa kan kau tak tahu sendiri ilmu pedang apa yang kau mainkan tadi?"
Yak Bwe tetap tertawa: "Ya, terus terang saja
kuberitahukan padamu bahwa ilmu pedangku itu kuperoleh dari seorang wanita, tetapi bukan Biau Hui Sin-ni!"
"Siapakah wanita itu?" desak sidara.
"Cici misanku yang bernama Sip In-nio," jawab Yak Bwe.
Dalam ini ia memang tidak berdusta seratus prosen. In-nio lebih tua dua tahun darinya dan lebih dahulu yang belajar pada Biau Hui Sin-ni. Ilmu pedang Yak Bwe sebagian besar In-nio yang mengajarkan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Karena In-nio sering berkelana didunia kang ouw maka
meskipun belum pernah berjumpa tapi Tok-ko Ing mendengar juga akan namanya. Tahu ia pula bahwa In-nio itu anak murid Biau Hui Sin-ni.
"Oh, kiranya kau ini adik misan dari Sip In nio. Ah, tak heran kiranya," kata dara itu dengan tiba-tiba nadanya berobah tawar, hatinya kecewa dan sikapnya berobah tak wajar.
"Aku adik misannya yang jauh urutannya. Sejak masih kecil ayah bundaku meninggal, maka aku lantas tinggal pada
keluarganya belajar ilmu surat. Setempo piau-ci (taci besar) itu mengajak aku berlatih ilmu pedang. Aku menyaksikan dari samping saja, tapi lama kelamaan akupun bisa juga. Pernah piauci mengatakan bahwa pelajarannya ilmu pedang itu di dapatinya dari seorang rahib tua. Tetapi aku tak tahu kalau rahib tua itu ternyata adalah Biau Hui sin-ni adanya." Yak Bwe menjelaskan.
Dingin dingin sidara berkata: "Baik benar, piaucimu itu kepadamu. Ia sampai berani mengajarkan ilmu pedang
padamu diluar tahu subonya. Kabarnya piaucimu itu adalah puteri dari seorang ciangkun. Tentunya kau enak tinggal ditempat kediamannya, mengapa tega meninggalkannya?"
"Aku tak ingin selama hidupku menjadi bennalu
(mengandalkan orang). Itulah makanya aku meninggalkah rumah keluarga Sip dan berkelana. Tak berapa lama aku berkenalan dengan thaubak dari Kim-ke-nia. Kutahu bahwa pemimpin Kim-ke-nia itu Thiat Mo Lek itu bukan penyamun biasa. Lalu aku masuk dalam perserikatan mereka," kata Yak Bwe.
Masih dengan nada tawar Tok ko Ing mengoloknya: "Kau mempunyai cita2 tinggi, tapi tidakkah dengan berbuat begitu berarti kau sudah mengabaikan kebaikan piaucimu?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sebenarnya Yak Bwe hendak menggodanya lebih lanjut
yaitu akan mengatakan sekali bahwa ia sudah bertunangan dengan In nio tapi demi melihat mata sidara sudah mulai mengembang air mata, ya tinggal tunggu saatnya saja tentu akan 'hujan' (menangis), ia merasa tidak sampai hati. Pikirnya:
"Biarlah nanti kalau diam kupergi dari sini, kutinggalkan sepucuk surat untuk menjelaskan diriku yang aseli, Tapi kalau sekarang kuberitahukan siapa diriku ini, rasanya tak leluasa bagiku."
"Ah, harap nona jangan memperolok diriku. Aku dengan piauci adalah ibarat loyang dengan mas. Aku hanya seorang kacung, ia seorang puteri ciangkun. Mana layak aku dituduh mengabaikan kebaikannya?" katanya.
Dengan bantahan itu hati sidara agak longgar, katanya:
"Sewaktu masih hidup, suhuku itu baik sekali hubungannya dengan Biau Hui Sin-ni, Dua jurus paling akhir yang kau mainkan tadi adalah jurus yang dikeluarkan ketika mereka berdua saling menguji kepandaian. Hal itu kudengar dari cerita suciku. Aku sendiri belum pernah bertemu dengan Biau Hui Sin-ni."
"Oh, makanya tadi kau tampak melamun, kiranya aku dengan suhunya masih ada sedikit ikatan!" demikian kata Yak Bwe.
Tok-ko Ing berkata pula: "Su toako, jika kelak ada kesempatan, ingin sekali aku berkenalan dengan piaucimu itu.
Ah, betapa senangnya melihat seorang jelita yang memiliki ilmu pedang yang sakti!"
Dalam berkata kata itu nada sidara terdengar risau,
beberapa butir air mata menetes turun. Yak Bwe tahu bahwa sidara itu mengandung hati cemburu. Diam2 ia merasa geli.
Tiba tiba seorang bujang perempuan datang Setelah
memberi hormat kepada Tok ko Ing dan Yak Bwe, lalu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melapor: "Ada seorang tetamu datang. Kongcu minta siocia dan Su siang kong suka keluar menyambutnya."
Diam2, Yak Bwe merasa heran. Dan Tok ko Ing lantas
menanyakan siapakah tetamu itu.
"Seorang lelaki yang bertubuh kekar. Kong cu
memanggilnya Lu tayhiap," sahut sibujang
"Al, tak perduli siapa, asal orang kangouw tentu disebut tayhiap atau siauhiap," Tok-ko Ing tertawa, "Su toako, mari kita melihat-lihat 'tayhiap' itu bagaimana orangnya."
"Kalau ia (Tok-ko U) suruh adiknya turut menyambut tetamunya, itu sih tak mengapa. Tapi mengapa juga minta aku ikut menyambutnya. Rasanya aku tidak kenal dengan orang she Lu itu," pikir Yak Bwe.
Rupanya Tok ko Ing tahu apa yang dipikirkan Yak Bwe.
Ujarnya: "Koko itu seorang yang cermat. Kalau ia minta kau keluar menemui tetamu itu, rasanya tentu tak apa-apa!"
Bermula Yak Bwe enggan pergi, tapi mendengar penjelasan sidara itu, ia merasa kalau tak ikut tentu bisa menimbulkan kecurigaan tuan rumah. Apa boleh buat terpaksa iapun segera ikut keluar.
Diruangan tetamu tampak Tok ko U sedang menemani
seorang lelaki pertengahan umur. Begitu tampak Tok ko Ing dan Yak Bwe datang buru buru ia berbangkit.
"Ini adalah tokoh termasyur didunia kang ouw, Sin cian chiu Lu Hong jun tayhiap. Dan ini adalah Su Ceng to toako dan adikku Tok ko Ing." Tok ko U memperkenalkan mereka satu sama lain.
"Ing-moay, pendekar wanita Lu Hong chiu yang kau kagumi itu, ialah adik perempuan dari Lu tayhiap ini," kata Tok-ko U lebih lanjut.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ah, aku sungguh tak berani menerima pujian setinggi itu.
Kalian berdua kakak beradik barulah pantas disebut sepasang pendekar yang dikagumi orang," buru2 Lu Hong-jun merendah.
"Oh, kiranya Sin-cian-chiu Lu Hong-jun pantaslah kalau mendapat kehormatan disebut 'hiap' (pendekar). Hanya saja sorot matanya itu sungguh memuakkan orang." diam-diam Tok ko Ing membathin.
Ya, memang tak salah sidara mengatakan sang tetamu
tidak sopan. Tapi siapakah orangnya yang terkesiap melihat kecantikan sidara itu" Pun tak terkecuali dengan Sin Cian Chiu Lu Hong Jun. Sampai dua kali memandang lekat lekat pada Tok ko Ing. Waktu sidara melirik kepadanya, buru buru dia membetulkan tempat duduknya lagi.
Lain Tok ko Ing lain penerimaan Yak Bwe. Kalau sidara tak senang akan sikap sitetamu, adalah Yak Bwe terperanjat melihat siapa yang datang itu. Pikirnya: "Ah, kiranya dia itu engkoh dari Lu Hong Jiu. Celaka, aku pernah berkelahi dengan adiknya, entah apakah engkohnya ini sudah mengetahui atau belum. Atau mungkinkah ia sudah mengetahui jejakku, lalu suruh Tok-ko U minta aku supaya keluar menemuinya?"
"Mengapa leng-moay (adikmu) tak ikut serta?" tanya Tokko Ing pada tetamunya.
Memang biasanya kakak beradik she Lu itu selalu bersama kemana mereka pergi. Itulah sebabnya maka Tok-ko Ing
menanyakannya. "Justeru kepergianku kali ini ialah karena hendak mencari adikku itu!" jawab Lu Hong-jun.
Mendengar jawaban itu, legalah hati Yak Bwe. Nyata Hongjun itu belum bertemu dengan deagan adiknya.
"Sayang, tak bisa berjumpa dengan cici Hong chiu," kata Tok ko Ing.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bulan yang lalu dia hadir dalam pertemuan orang gagah digunung Kim-ke-nia, tapi kabarnya pada waktu itu tentara negeri mengadakan serangan besar-besaran. Itulah sebabnya aku menjadi kuatir," menerangkan Hong ju.
"Ha, kebenaran sekali Su toako ini seorang hohan dari Kim ke nia juga," seru Tokko U.
"Oh, kiranya ia ingin mencari keterangan tentang adiknya kepadaku," pikir Yak Bwe.
Suru2 ia berkata: "Aku hanya seorang keroco Kim-ke-nia.
Lu-lihiap seorang tetamu terhormat, mana aku berharga untuk melayaninya. Yang dapat kusaksikan hanyalah nona Lu itu sering bersama-sama Toan Khik Sia."
"Ya, benar. Ia berjumpa dengan Toan siau hiap dikota Tong Kwan. Karena ia membantu sedikit kerepotan Toan
siauhiap, maka Toan siauhiap telah mengajaknya pergi ke Kim-ke-nia." sahut Hong jun.
"Turut keterangan Su toako tadi, Thiat Mo Lek, Shin Thian Hiong. Toan Khik Sia dan beberapa pemimpin Kim ke nia telah berhasil meloloskan diri. Menilik hal itu rasanya enci Hong chiu tentu juga telah lolos." kata Tok-ko Ing. Tapi kesimpulan dara itu telah disambut dengan buah tertawaan dari sang engkoh.
"Salahkah omonganku tadi?" sudah tentu Tokko Ing heran dan bertanya.
"Ha, ha, Lu toako bukan hendak mencari keterangan, sebaliknya ia malah hendak memberi khabar pada kita," kata Tokko U.
"Ai, kabar apa?" tanya Tok ko Ing.
"Dia telah bertemu dengan Thiat Mo Lek dan Bo Se Kiat,"
sahut Tok ko U.
Kejut Yak Bwe bukan kepalang. "Kalau ia sudah bertemu dengan mereka berdua, berarti tentu sudah mengetahui
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
rahasiaku. Apakah kedua orang itu minta tolong padanya untuk mencari aku?" pikirnya.
Tapi ia sekarang sudah terlanjur menyaru jadi anak buah Kim-ke-nia. Maka terpaksa ia kuatkan urat syarafnya dan berkata: "Oh, bagus. Aku yang tertinggal dari barisan ini, ku ingin sekali mengetahui tempat tinggal Thiat ceeu, agar lekas-lekas dapat menggabungkan diri. Apakah Thiat cecu
memberitahukan pada Lu tayhiap?"
"Benar, aku bersahabat baik dengan Thiat Mo Lek, tapi aku ini bukan orang loklim. Ke mana pergi mereka, tak leluasa bagiku untuk menanyakannya," katanya. Dalam pada itu timbul kecurigaannya terhadap Yak Bwe: "Aneh, dia seorang thaubak dari Kim-ke-nia, mengapa tak mengerti sama sekali akan pantangan kaum loklim?"
Tapi segera ia melanjutkan ceritanya: "Setelah berjumpa dengan mereka, barulah kuketahui bahwa adikku tak kurang suatu apa. Itu sudah cukup melegakan hatiku. Tentang lain-lain urusan, aku tak punya banyak waktu untuk menanyakan.
Tetapi ada sebuah berita yang boleh kusampaikan pada Su toako, bahwa sekalipun markas Kim-ke-nia pecah, namun kerugian jiwa anak buahnya tak seberapa besar!"
"Pernahkah Lu toako bertemu dengan Khik Sia?" tiba2 Tokko U mengajukan pertanyaan.
Memang walaupun belum lama muncul di-dunia kangouw
tapi nama Toan Khik Sia itu sudah cukup tenar, ya boleh dikata menjadi buah bibir tiap orang loklim. Dalam hubungan itulah maka Tok-ko U mengajukan pertanyaannya.
"Belum pernah. Konon kabarnya ia sedang mencari bakal isterinya," sahut Hong-jun.
"Siapakah calon isterinya itu?" tanya Tokko Ing.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Memang rasanya kalian tentu tak bakal menduga bahwa bakal isterinya itu adalah puteri dari Sik Ko. Ciat-tosu dari Lo-cu." jawab Hongjun dengan tertawa.
"Ya, memang diluar dugaan! Toan Khik Sia adalah seorang loklim. mengapa bisa tersangkut dalam perkawinan semacam itu?" kata Tok ko Ing dengan heran.
"Kabarnya nona itu bukan anak sesungguhnya dari Sik Ko.
Dahulu ayah bunda nona itu bersahabat baik dengan orang tua Toan Khik Sia, maka mereka menetapkan perjodohan
anak-anak mereka. Nona itu sudah tinggalkan rumah Sik Ko dan berkelana didunia kang ouw. Turut cerita Thiat Mo Lek, tali perjodohan kedua anak muda itu mengalami kejadian yang mengherankan. Ya, jika hendak diceritakan satu hari satu malam rasanya takkan habis. Karena waktu itu tak mempunyai banyak waktu, jadi akupun tak mendengarkan dengan jelas."
menerangkan Lu Hong-jun.
Sejak awal, Yak Bwe menjublek saja dengan perasaan
kebat kebit. Demi Hong-jun sudah mengakhiri keterangannya, barulah ia longgar napasnya. Pikirnya: "Ya, ketika aku ribut2
dengan Khik Sia, telah merembet adiknya (Lu Hong-chiu).
Rupanya Thiat toako dan Se Kiat sungkan menceritakan
kepadanya."
"Khik Sia mencari aku" Hm, apakah hal itu bukan alasan kosong agar ia dapat meninggalkan rombongan supaya dapat menemani Lu Hong-chiu" Hm, bukan sekali dua Khik Sia selalu menghina aku. Taruh kata ia sadar dan menyesali
kekhilapannya, akupun tak sudi menghiraukannya lagi".
demikian pikirnya pula. Namun dalam hatinya sebenarnya ia mengharap agar benar-benar Toan Khik Sia itu sedang
mencarinya. Kedua saudara Tok-ko dan kedua saudara Lu merupakan
dua pasang kakak beradik yang terkenal didunia Kang-ouw.
Satu sama lain saling mengagumi. Sebenarnya pertemuan dua pasang pendekar kakak beradik itu akan menggembirakan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sekali, tetapi sayang Lu Hong chiu tak ikut serta. Namun hal itu tak mengurangi kegembiraan mereka. Rupanya Tok-ko U
cocok sekali dengan Hong jun. Mereka berbicara dengan asyik sekali.
"Masih ada sebuah soal lain yang bagus sekali untuk kalian bertiga dengarkan. Soal itu timbul dari soal perkawinan Toan Khik Sia," kata Hong-jun.
Kembali Yak Bwe terkesiap, dan bertanya:
"Bukankah tadi telah kukatakan tentang cerita Thiat Mo Lek mengenai pernikahan Toan Khik Sia itu" Pada waktu itu tiba-tiba Thiat Mo Lek berhenti bercerita. Ini bukan karena panjangnya cerita yang dibawakan itu, pun karena ia sedang memikirkan suatu hal lain. Hal itu ia minta tolong akan bantuanku. Dengan mereka aku hanya berbicara selama dua jam. Kuatir waktunya tak cukup, maka Thiat Mo Lek terpaksa menunda cerita tentang Toan Khik Sia dan mengganti dengan lain cerita yaitu tentang pernikahan dari seorang lain lagi."
Ternyata Tok-ko Ing itu gemar sekali mengetahui tentang urusan pernikahan orang. Maka cepat2 ia menanya: "Urusan pernikahan siapakah yang hendak dimintakan bantuan pada Lu tayhian itu?"
"Bo Se Kiat" sahut Hong Jun. "Hal itu tak kurang menariknya. Ya, entah bagaimana secara kebetulan terdapat persamaan dengan pernikahan Toan Khik Sia. Gadis yang menjadi idaman Se Kiat itu juga puteri dari seorang Ciangkun kerajaan. Walaupun kedudukan Ciang kun itu tidak setinggi Sik Ciat tosu, tetapi juga tak seberapa terpautnya."
"Ha, Lu toako, jangan main teka-teki, terangkanlah siapakah gadis itu?" kata Tok ko Ing.
"Ialah puteri dari Sip Hong, berpangkat Tin Siu-su dari Pok Ong-teng. Dalam dunia kangouw nama nona itu sudah tidak asing lagi, yaitu Sip In-nio,"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Meskipun Sip In-nio itu puteri seorang Ciangkun tapi ia lebih banyak berkelana diluaran, jadi juga termasuk golongan puteri kang ouw, sepadan dengan diri Bo Se Kiat," kata Tok-ko U.
"Tetapi bagaimananapun kenyataannya itu puteri seorang Ciangkun dan Se Kiat kuatir kalau ciangkun itu tak menyetujui pernikahan puterinya. Mendiang ayahku bersahabat baik dengan Sip Ciangkun, malah pernah berbuat suatu kebaikan kepada ciangkun itu. Thiat Mo Lek tahu akan hal itu, maka ia lantas dapat akal, minta tolong aku supaya menjadi
perantaranya. Coba kalian pikir, bukankah hal itu cukup menarik?" tanya Hong-jun.
"Hebat, sungguh menarik sekali!" entah apa sebabnya Tokko Ing serentak berseru girang.
"Hai mengapa kau begitu kegirangan atas pernikahan orang lain?" Tok-ko U menjadi heranan melihat sikap adiknya yang kurang layak itu. Sudah tentu ia tak mengetahui bahwa didalam taman bunga tadi, adiknya itu telah 'minum cuka'
alias cemburu kepada Sip In-nio.
Ya, memang dara itu tak mengetahui bahwa dirinya
dibohongi oleh Yak Bwe yang begitu lihay merangkai cerita. Ia cemburu pada In-nio yang diduganya tentu ada hubungan dengan Yak Bwe. Bahwa ternyata kekasih In-nio itu adalah Se Kiat, sudah tentu membuat Tok-ko Ing girang setengah mati.
Harapannya untuk merebut kekasih pemuda cakap Yak Bwe, menjadi besar.


Pasangan Naga Dan Burung Hong Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Menarik sih, cukup menarik. Tetapi akulah yang runyam.
Pertama aku tak mempunyai pengalaman menjadi comblang.
Kedua kah, sejak mendiang ayah menutup mata aku berdua dengan adikku berkelana didunia kangouw. Setitikpun tidak ada minatku untuk menginjak lantai gedung kaum pembesar lagi. Dengan begitu hubungan kami dengan keluarga Sip sebenarnya sudah lama terputus," kata Hong-jun.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tok-ko Ing buru-buru menganjurkan: "Ah. Lu toako, itu adalah suatu perbuatan mulia. Sekalipun menghadapi
rintangan kiranya tak seharusnya kau mundur."
"Ah, memangnya tidak sukar. Paling banyak hanya gagal sebagai comblang saja," sahut Lu Hong-jun,
Tok-ko U tertawa. "Ing-moay, dalam urusan pernikahan itu rupanya kau begitu ngotot seperti Thiat Mo Lek dan Bo Se Kiat sendiri,"
Tiba-tiba Tok-ko Ing teringat sesuatu, serunya: "Hai, Su toako, kau adalah adik misan Sip In-nio, Agar Lu toako mendapat sukses dalam tugasnya nanti, lebih baik kau
ceritakan tentang kegemaran nona Sip itu."
Lu Hong jun tertegun, ujarnya: "Kiranya Su toako itu adik misan dan Sip In-nio" Kalau begitu kuserahkan saja tugasku itu kepada Su toako. Bukankah itu lebih leluasa?"
"Jangan begitu ah! Su toako justru diam2 tinggalkan rumah keluarga Sip, kalau pulang tentu kurang enak. Dan lagi ia pernah muda, jadi tak leluasa terhadap Sip Ciangkun." cepat cepat Tok-ko Ing menyanggupi. Ia lalu menuturkan cerita yang dirangkai oleh Yak Bwe di dalam taman bunga tadi.
Kiranya dara itu mempunyai maksud tertentu. Sebelum
pernikahan Sip In-nio berlangsung dengan Se Kiat, ia tak menghendaki pemuda 'Yak Bwe' itu bertemu dengan In-nio.
Habis mendengar penuturan Tok-ko Ing, timbullah rasa
curiga dalam hati Hong-jun. Tetapi ia tak mau mengatakan.
Hanya saja matanya selalu memperhatikan gerak-gerik Yak Bwe. Karena kuatir rahasianya akan ketahuan buru buru Yak Bwe memutuskan ocehan Tok ko Ing, ujarnya; "Sip piaupehku itu seorang yang lapang dada, perangaipun penurut. Jika berhadapan padanya, lebih baik jangan mengajukan tentang urusan pernikahan itu lebih dahulu. Tetapi banyak-banyaklah menceritakan tentang perbuatan mulia dari Bo Se Kiat selama
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ini. Satelah Sip piaupeh mempunyai kesan baik, barulah kau bicarakan urusan selanjutnya."
"Ah, Thiat Mo Lek juga menasehati aku begitu. Malah ia menambahkan, bahwa Sip Hong itu seorang yang setia akan budi dan perbuatan mulia. Mendiang ayahku pernah melepas budi padanya, dirasa tentu ia suka mendengarkan kata-kataku," kata Hong-jun.
"Bagus, kalau begitu lekaslah laksanakan tugas itu?" seru Tok-ko Ing.
"Ai, mengapa kau mendesak orang begitu macam" Untung Lu toako itu bukan orang, yang sempit dada, kalau tidak tentu ia mengira kau seperti hendak mengusirnya." Tok-ko U
menegur sang adik.
"Ah, memang sudah lama mengobrol disini sudah
seharusnya aku pergi!" kata Hong-jun,
Mendapat teguran sang koko. Tok-ko Ing merasa tak enak.
Buru buru ia mencegahnya: "Lu toako, mendengar kata kataku tadi kau lintas mau pergi. Bukankah itu menandakan kau sempit dada" Duduklah sebentar lagi dan ceritakanlah kepada kami tentang beberapa peristiwa yang menarik didunia kangouw."
Semula Tok-ko Ing tak menyukai Hong jun. malah ia
merasa jemu melihat sikap anak muda yang plintat plintut suka melirik muka orang lain. Tapi setelah mengetahui Hongjun hendak menjadi perantara dalam pernikahan Se Kiat-In nio, sikapnya lantas berubah seratus derajat. Dari tak suka menjadi suka.
Sebaliknya melihat sikap yang manis dari dara itu, entah bagaimana, nyamanlah rasanya perasaan Hong-jun. Sungkan juga ia untuk pergi dan terpaksa duduk lagi.
"Masih ada lagi sebuah berita. Kabarnya setelah palang ke Tiang-an, Cin Siang, itu panglima dari pasukan Gi-lim-kun juga
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berniat hendak mengadakan Eng Hiong hwe. Katanya niatnya itu timbul setelah ia mengetahui tentang pertemuan orang gagah digunung Kim-ke nia. Rencananya itu mengandung
maksud untuk menampung sekalian orang gagah dalam dunia kangouw agar jangan sampai terjerumus dalam kalangan
loklim," kata Hong-jun.
"Sekarang ini kekuasaan berada didalam tangan para panglima daerah. Kerajaan dalam keadaan gelap. Bagi kaum kangouw yang menjunjung cita-cita luhur, sukar rasanya mau bekerja untuk kerajaan," demikian Tok-ko U memberi pandangannya.
"Mungkin tidak demikian kenyataannya. Turut pendapatku, kini kaum persilatan dapat digolongkan dalam empat kategori (golongan). Pertama, golongan Ceng-pay yang bercita-cita luhur. Golongan ini pun masih dapat dibagi menjadi tiga kelas: kesatu, yang tak mau bekerja untuk kerajaan dan benci kepada sepak terjang kaum panglima daerah. Karena hal itu mereka terpaksa masuk dalam loklim menjadi penyamun.
Dalam nal itu, Thiat Mo Lek dan Bo Se Kiat adalah contohnya.
Kedua ialah kaum yu-hiap (pendekar kelana) dalam dunia kangouw. Misalnya, kalau dulu, ialah mendiang Toan Kui Cing tayhiap dan kalau sekarang ialah pengemis sakti Wi Gwat, Gong gong-ji yang termasyur itu dapat dimasukan dalam kelas ini....."
"Bukankah Gong-gong-ji itu sudah berganti haluan dari jahat menuju kejalan yang lurus?" Tok-ko Ing menyeletuk.
"Gong-gong-ji adalah suheng dari Toan Khik Sia. Perangai orang itu memang aneh sekali. Juga sepak terjangnya dahulu itu bukan termasuk jahat, melainkan ditengah-tengah antara jahat dan baik."
-od0o-ow0o- Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid IX "KHABARNYA dalam beberapa tahun terakhir ini,
kejahatannya sudah banyak berkurang. Dia sudah dapat
digolongkan dalam kelas sebagai yu-hiap," Hong-jun menerangkan.
Ia menghirup cawan tehnya lalu menyambungnya lagi:
"Dalam kalangan tokoh2 aliran Ceng-pay itu masih terdapat lagi golongan yang kedua yang suka bekerja pada kerajaan.
Tujuan mereka bukan karena hendak merebut kedudukan
menjadi pembesar negeri, melainkan dengan mendapat
kepercayaan dari pemerintah itu, nantinya mereka hendak mengembangkan cita-cita mereka. Mungkin juga mereka itu hendak membantu fihak kerajaan untuk melucuti kekuasaan kaum panglima daerah. Turut yang kuketahui, dalam pasukan Gi-lim-kun tak sedikit jumlahnya tokoh-tokoh seperti itu.
Misalnya, opsir yang pernah bertempur dengan Su toako, yaitu An Ting-wan, adalah juga dari golongan itu."
Tok-ko U tertawa: "Ya memang kutahu seyakni kaum Bulim in-su (tokoh-tokoh bulim yang mengasingkan diri). Karena putus asa melihat keadaan negara, mereka lari dari
masyarakat ramai, Mo Kia-lojin dan Se gak sin liong Honghu Ko locianpwe, adalah contohnya," kala Hong Jun.
Diam diam Tok ko U kagum akan analisa yang dibuat oleh tetamunya itu, ujarnya: "Pengetahuan Lu loako ternyata amat luas. Berdasarkan hal itu, maka Eng-hiong hwe (rapat para orang gagah) yang akan diselenggarakan Cin Siang itu, juga pentingkah?"
Hong Jun mengucap kata merendah hati lalu ia menyahut:
"Pada hematku, menilik kedudukan dan kewibawaan Cin Siang, rapat yang akan diselenggarakan itu, kecuali golongan Bu lim ini, ketiga golongan kaum bulim yang lain itu, tentu akan banyak yang datang. Malah dikuatirkan akan lebih
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mendapat sambutan hebat dari Eng hiong tay hwe yang
diadakan di gunung Kim ke nia itu."
"Apakah rapat itu sudah ditetapkan harinya?" tanya Tok ko U
"Kabarnya akan diadakan pada hari Tiong. ciu tahun ini diistana Li san hing kiong," kata Hong Jun.
"Kalau begitu hanya kurang tiga bulan lagi. Sayang aku seorang gadis jadi tak leluasa batang kesana. Apakah Lu toako bermaksud hendak kesana?" tiba2 Tok-ko Ing bertanya.
Hong Jun tertawa: "Aku hendak ke Peh Ong dulu menemui Sip Hong untuk menyelesaikan urusan Bo Se Kiat. Setelah itu pulang. Jika masih keburu, ingin juga aku melihat keramaian itu. Dalam rapat itu, rasanya Su toako tak leluasa datang tetapi jika kalian, engkoh adik mempunyai minat, besok kita boleh kita pergi bersama,"
Dalam Eng-hiong-hwe itu, yang penting ialah mengadu
kepandaian silat. Tentang yang boleh menghadiri itu siapa, baik wanitakah atau priakah semua diperbolehkan.
"Aku pernah bertempur dengan pasukan Gi lim kun.
Walaupun pada waktu itu aku memakai kerudung muka, tapi rasanya tentu diketahui juga," kata Tok-ko U.
Jawab Hong Jun: "Cin Siang mempunyai banyak sahabat kangouw. Sudah tentu ia mengetahui juga tentang pantangan orang kangouw. Kabarnya untuk Eng hiong hwe itu ia telah membuat pengumuman. Barang siapa yang hadir, takkan
diselidiki tentang perbuatannya yang sudah2, sekalipun pernah memusuhi kerajaan. Syaratnya hanyalah mereka itu jangan sekali kali membuat onar dikota Tiang An. Dalam pertandingan silat, tak ada paksaan bahwa yang menang nanti akAn diharuskan bekerja pada kerajaan. Untuk pemenang pertama sampai dengan pemenang kelima, akan diberi hadiah sebatang golok pusaka dan seekor kuda pilihan. Aku sih tak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menginginkan hadiah itu, melainkan hanya ingin menambah pengalaman saja."
"Ya. nanti apabila sudah tiba waktunya, kita putuskan lagi,"
sahut Tok-ko U.
Mendengar itu tampaknya Hong Jun agak kecewa. Ia
mendongak kelangit dan tertawa "Ai, tanpa terasa sudah terlalu lama mengobrol, kini aku betul-betul hendak pergi?"
Karena tahu orang mempunyai urusan penting, maka Tokko U tak mau mencegahnya.
"Koko, apakah kau benar benar berhasrat untuk hadr dalam Eng-hiong-hwe di Tiang An?" tanya Tok-ko Ing kepada kokonya setelah Hong Jun pergi.
"Dan kau bagaimana?" tanya Tok-ko U.
"Aku kepingin sekali menambahi penglihatan, ai
sayang......"
"Sayang apa?" tukas Tok-ko U.
"Sayang Su toako tak leluasa ikut pergi. Dan akupun tak ingin pergi juga menghadiri semacam pertemuan begitu, baru menggembirakan kalau banyak kawan," kata sidara.
Yak Bwe tertawa: "Bukankah tadi Lu Hong Jun mengajak kalian?"
"Aku tak begitu kenal dengan dia." sahut Tok-ko Ing.
Tok-ko U mengolok tertawa: "Oh, jadi kalau Su toako tidak pergi, kaupun tak mau ikut pergi" Kalau begitu, karena kau tak pergi maka akupun tak mau pergi."
Begitulah setelah bercakap-cakap beberapa waktu lagi, mereka lalu sama masuk tidur. Ketika berada dikamarnya, hati Yak Bwe menjadi gelisah. Bukan disebabkan karena tak dapat menghadiri pertemuan di Tiang An itu, melainkan karena memikirkan Toan Khik Sia.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Teringat dalam perjumpaannya beberapa kali dengan Toan Khik Sia itu selalu terjadi salah faham, diam-diam Yak Bwe menghela napas, keluhnya: "Kalau aku memang tak berjodoh padanya mengapa aku ditakdirkan lahir sehari dengan dia.
Dan begitu lahir lantas dijodohkan" Tapi jika berjodoh, mengapa setiap kali berjumpa selalu bertengkar" Ataukah hanya karena ia tak berani melanggar pesan mendiang orang tuanya saja" Kalau dikata ia tak menaruh hati padaku, mengapa ia marah marah ketika mendegar aku dipasangkan pada putera Tian Seng su" Namun bila benar benar menaruh hati, tak selayaknya ia bersikap dingin padaku, walaupun ia sudah mengetahui bahwa aku sudah meninggalkan keluarga Sik!... Keterangan Lu Hong Jun tadi bahwa kini ia sedang mencari aku, apakah boleh dipercaya" Bagaimanakah
hubungannya dengan Lu Hong-chiu" Sudah menginjak
perjanjian kasih ataukah hanya sebagai kawan biasa..... Hmm, Yak Bwe, Yak Bwe! Jangan kau pikirkan dia lagi! Tidakkah ia sudah cukup banyak menghina padamu! Persetan dengan
pemuda gagah atau perwira. Dia memperlakukan kau begitu macam, masakah kau sudi tunduk kepadanya?"
Makin sang pikiran melayang, makin bergolak amarah Yak Bwe. Tapi makin ia berusana menghapus bayangan Toan Khik Sia dalam hatinya makin bayangan anak muda itu tergores jelas. Dan tahu-tahu kala itu sudah lewat tengah malam, namun ia tak merasa ngantuk.
Jendela kamarnya yang sebelah belakang itu kebetulan
menghadap kearah taman. Dari jendela itu melongok keluar, dilihatnya sang dewi malam memancarkan sinarnya yang
gilang gemilang. Taman bunga seolah-olah bermandikan
cahaya rembulan. Permukaan empang bening laksana kaca, pohon pohon, batu-batu dan bunga bunga bersemarak
bagaikan terbungkus dalam kabut perak. Sungguh suatu
pemandangan yang permai.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Diruang sebelah depan sana, ternyata masih tampak
penerangannya. Itulah kamar yang di tempati Tok-ko Ing.
"Kiranya ia masih belum tidur," kata Yak Bwe seorang diri.
Menyebut nama Tok-ko Ing, teringatlah Yak Bwe akan diri dara itu. Ya, teringat akan sikap dara itu kepadanya. Diam2 ia merasa geli sendiri: "Baik rupa, perangai dan ilmu silat nona Tok-ko Ing itu, bukan sembarangan nona dapat menandingi.
Sayang aku ini sekaum dengannya....... Mereka berdua kakak beradik amat baik kepadaku, tapi bagaimanapun aku terpaksa tak dapat lama tinggal disini. Hmm, kini lukaku sudah sembuh.
Seharusnya kutinggalkan tempat ini."
Sebenarnya Yak Bwe merencanakan untuk pergi secara
diam-diam. Ia akan tinggalkan sepucuk surat menjelaskan tentang dirinya yang sebenarnya. Tapi demi teringat akan budi kebaikan Tok-ko Ing, ia merasa sungkan untuk berbuat
begitu. Setelah beberapa hari bergaul timbullah rasa sukanya kepada dara itu.
Ia putar otak untuk mencari jalan yang lebih sempurna.
Tiba tiba ia mendapat akal. Hanya saja akal itu sedikit bersifat nakal. "Lebih baik sekarang aku menjenguk kekamarnya.
Melihat kedatanganku pada tengah malam begini ia tentu terkejut. Pada saat itu ia murka, aku segera menerangkan diriku. Ha, entah bagaimana reaksinya nanti, kecewa atau girangkah ia?" demikian akal yang direkanya itu.
Membayangkan akan reaksi sidara nanti, ia merasa gembira sekali.
Ia melangkah keluar menuju kekamar cat merah itu. Tapi waktu hampir dekat, tiba2 dari kain jendela kamar itu tampak dua bayangan orang, seorang wanita dan seorang pria. Yang pria adalah Tok-ko U.
"Kiranya mereka berdua masih belum tidur. Karena Tok-ko U berada didalam, aku tak leluasa masuk," pikirnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Waktu Yak Bwe hendak angkat kaki, tiba tiba kedengaran Tok-ko U berkata: "Ing-moay hal ini menyangkut nasibmu seumur hidup. Harap kau pikir-pikir masak-masak."
Geli Yak Bwe dibuatnya. Karena ingin mencuri dengar apa yang dipercakapkan kedua saudara itu, ia batalkan maksudnya pergi.
Tok ko Ing diam saja. Beberapa saat kemudian Tok ko U
berkata pula: "Kiranya sudah menjadi layaknya apabila kau berjodoh dengan... Hong Jun. Seperti kau ketahui, ilmu siiat Lu Hong Jun itu amat tinggi dan orangnyapun baik."
Yak Bwe terkesiap mendengar ucapan itu. "Kiranya bukan memperbincangkan diriku. Kokonya hendak menjodohkan dia pada Lu Hong Jun. Bagus, aku terlepas dari kesulitan. Hanya sayang sekalipun Lu Hong Jun itu orangnya baik, tapi adiknya itu seorang gadis yang katak. Kalau Tek-ko Ing jadi menikah dengan keluarga Lu, jangan-jangan ia bakal setori dengan iparnya itu," pikirnya.
"Apa" Jadi kedatangan Lu Hong Jun kemari tadi, akan meminang sendiri?" tiba2 Tok-ko Ing berseru.
"Bukan meminang melainkan berkenalan," Tok-ko tertawa.
Dengan nada agak marah, Tok-ko Ing berseru; "Kau mulanya tak mengatakan apa-apa, masakan datang-datang lantas mau nontoni orang. Aturan macam apa itu" Jika tahu, sudah tentu aku tak sudi keluar!"
"Ai, memang sebelumnya sudah mengatakan tetapi aku tak memberitahukan padamu. Ketika aku bepergian baru-baru ini, telah berjumpa dengan Hong-git Wi Gwat. Locianpwe ini seorang yang suka mengurusi perkara orang. Ia mengobrol panjang lebar dan menanyakan juga tentang dirimu. Ia
mengatakan, kita berdua adalah sepasang saudara pendekar.
Jika dapat terungkap dalam perjodohan, tentulah bakal menjadi buah pujian dunia bulim!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Lu Hong Jun kan mempunyai seorang adik. Pinang
sajalah!" Tok-ko Ing menyeletuk,
Wajah Tok-ko U berobah merah. Memang pada waktu itu
Hong-git Wi Gwat juga mengatakan hal itu, yaitu agar
sepasang saudara itu saling mengikat jodoh.
"Yang kubicarakan sekarang ini ialah tentang urusan pernikahanmu, perlu apa menyangkut tentang diriku?" Tok-ko U membantah.
Kata Tok-ko U lebih jauh: "Locianpwe itu mengatakan, apabila kita setuju, ia akan segera akan mencari Lu Hong-jun, suruh ia datang, kerumah kita untuk berkenalan dengan kau.
Biasanya locianpwe itu suka ugal-ugalan, jadi aku tak berani pastikan sungguh tidaknya omongannya itu. Jawabanku pada saat itu ialah akan menyerahkan hal itu padamu sendiri.
Maksud kunjungan Hong Jun, kita sambut dengan senang
hati, tetapi soal pernikahan itu urusan yang tidak boleh dipaksakan, biar kau sendiri yang memutuskan,"
Tok-ko Ing menghela napas, ujarnya: "Benarlah, kau telah memberi jawaban tepat!"
"Oleh karena tak terlalu kumasukkan dalam hati kata kata locianpwe itu, maka waktu pulang akupun tak mau buru buru mengatakan kepadamu. Apalagi karena kita sibuk merawat Su toako, jadi tak keburu memberitahukan. Sungguh tak terduga bahwa Lu tayhiap itu benar-benar datang kemari. Sebelum kau keluar, ia sudah beberapa kali menanyakan tentang dirimu. Sebenarnya ia itu seorang yang berwatak terus terang, tapi ketika menanyakan dirimu ia sudah berlaku likat. Sudah tentu kuketahui maksudnya. Rupanya Hong-git Wi Gwat telah menyuruhnya datang kemari, Ing-moay, apakah kau tak
mengetahui bagaimana beberapa kali ia melirik kepadamu?"
"Ya, justeru sinar matanya itulah yang ku benci!" sahut Tok ko Ing
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tok ko U tertawa: "Ya, aku tahu ada seorang yang tak kau benci, Dan diapun suka bergaul dengan kau!"
"Su toako dalam keadaan sakit. Ia adalah tetamu yang kau undang kemari. Bahwa jerih payahku mewakili kau untuk merawatnya bukan mendapat terima kasihmu, sebaliknya kau malah mengejek padaku," demikian Tok ko Ing mengomel.
"Kaulah yang harus berterima kasih padaku. Moay moay, jangan kira aku tahu isi hatimu, ya" Memang aneh ini. Aku yang lebih dulu dan lebih kenal lama dengan Su toako tak dapat bergaul dengan rapat, sebaliknya begitu bertemu denganmu ia lantas jatuh hati. Ai, mungkin sudah menjadi kehendak nasib. Hanya saja, hanya saja........"
Sebenarnya Tok-ko Ing tengah tundukkan kepala. Tapi
begitu mendengar ucapan sang engkoh itu, serentak
dongakan kepala.
"Hanya apa?" ia tanya dengan cepat.
Tenang-tenang saja Tok-ko U menyahut: "Meskipun Su toako itu tidak tercela, tapi asal usulnya tak ketahuan.
Bagaimana keturunan keluarga Lu rasanya kita sudah cukup mengetahui."
"Apanya yang tidak jelas" Ia sudah menuturkan asal-usulnya kepadaku." cepat2 Tok ko Ing menukas.
"Tapi aku tetap bercuriga," sahut Tok-ko U.
"Ah, memang kau ini banyak curiga. Tapi aku menaruh kepercayaan penuh padanya!" bantah Tok-ko Ing.
Dengan nada bersungguh Tok-ko U berkata: "Moay moay urusan pernikahan itu suatu hal yang serius. Coba kau bilang terus terang tentang keputusanmu, biar kudapat memberi keterangan pada orang."
"Baik, berilah jawaban pada orang itu dengan
membilang.... dengan membilang...."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Membilang bagaimana?" tukas Tok-ko U.
Selebar wajah Tok ko Ing bertebar warna merah. Tiba-tiba berhamburanlah kata-kata dari mulutnya: "Bilang sajalah padanya, bahwa aku sudah dijodohkan pada lain orang.
Pemuda she Lu itu terlambat datangnya. Dan habis perkara!"
Tok-ko U terbeliak tanyanya dengan suara berbisik:
"Apakah kau sudah mengikat janji dengan Su toako?"
"Ha, koko, kau sungguh pintar. Kalau satu waktu kukatakan kau tolol, itu hanya karena keserentakan dari pikiranku saja.
Silahkan kau kembali untuk memberi jawaban pada pemuda she Lu itu," ujar Tok-ko Ing.
"Moay moay, kau lebih suka menikah dengan Su toako.
Sayang tiada comblang yang memperantarakan. Turut
katamu, rupanya kau sudah mengambil keputusan yang
masak. Kau tentu bermaksud mengatakan bahwa Su toako itu dapat diandalkan daripada Lu Hong Jun," kata Tok-ko U.
Tok-ko Ing berkobar semangatnya. "Ilmu sastera dan ilmu silat dari Su toako amat menonjol, belum temu kalah daripada Lo Hong Jun. Sekalipun taruh kata, ia nempil dengan Lu Hong Jun, tapi aku sudah kenal pribadinya dan cocok perangainya.
Biarpun Lu Hong Jun sepuluh kali lebih lihay dari dia, aku..aku..!"
"Kau akan tetap memilih Su toako bukan?" Tok-ko U
menukas sambil tertawa.
Tok-ko Ing tundukkan kepala. Ia tak menyahut dan sikap begitu berarti ia menerimanya.
"Bagaimana kau mengetahui kalau ilmu silat Su toako itu lihay" Ai, mungkin ketika kalian berdua keluar untuk
menyambut kedatangan Lu Hong Jun, kalian sama-sama
menyelinapkan pedang. Apakah kalian sebelumnya sudah
menguji kepandaian didalam taman?" tanya Tok-ko U.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Benar, kau tentunya hanya mengetahui ilmu pedangnya lihay, tapi tentu belum mengerti siapa suhunya. Dengarlah, ilmu pedangnya bukan ajaran dari Biau Hui Sin ni." sahut Tok ko ing.
Dengan bersemangat dara itu menceritakan tentang
permainan pedang Yak Bwe. Setiap gerak dan setiap jurus dari ilmu pedang Su toako nya, ia lukiskan dengan gairah sekali.
"Oo, o, hm, hm," selama mendengarkan cerita sang adik, mulut Tok-ko U selalu menghamburkan nada heran dan
kagum. "Mengapa ilmu pedang Biau Hui Sin-ni dapat diturunkan kepada seorang lelaki, itu sungguh mengherankan sekali!", akhirnya Tok-ko menyatakan keheranannya.
"Piauci-nya yang bernama Sip In-nio yang
mengajarkannya." To-ko Ing memberi keterangan. Ia lantas menceritakan keterangan yang di rangkai oleh Yak Bwe.
Anehnya kesangsian Tok-ko U makin jelas menampil pada wajahnya.
"Ai, kau ini bagaimana koko" Apakah kau curiga Su toako menyintai piaucinya?" tanya Tok-ko Ing.
Tok-ko U tertawa: "Omitohud, berdosa, berdosa! Tidaklah kau mendengar ucapan Lu Hong Jun" Sip In-nio sudah
tertambat hatinya dengan Bo Se Kiat. Thiat Mo Lek dkk mengetahui hal itu. Dan untuk urusan itulah, malah sudah minta tolong Lu Hong Jun menjadi comblangnya. Sip In-nio seorang jelita perkasa, seorang pendekar wanita. Masakan ia bermoral tipis?"
"Ya, habis mengapa wajahmu lain" Terus terang, aku sendiripun bermula juga menaruh kecurigaan. Tapi setelah mendengar keterangan Lu Hong Jun, hilanglah segala
prasangkaku," kata To-ko Ing.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tok-ko U merenung beberapa saat, kemudian berkata
tenang-tenang: "Moay-moay, percayakah kau akan
omongannya?"
Tok-ko Ing membeliakan matanya lebar lebar dan
menyentak: "Apa?"
"Kulihat didalam situ terdapat sesuatu yang mencurigakan,"
kata Tok-ko U. "Apanya yang mencurigakan?" cepat-cepat Tok-ko Ing mendesak.
"Bahwa ilmu pedang dari Biau Hui Sin-ni itu hanya diajarkan pada kaum wanita dan tidak boleh kepada kaum pria, itu sudah menjadi peraturan dari perguruannya.
Sekalipun Sip In-nio mempunyai ikatan keluarga dengan Su toako, tapi tak mungkin nona itu berani melanggar pantangan suhunya secara diam-diam mengajarkan kepada Su toako,"
kata Tok U. Mendengar itu timbul juga keheranan Tok-ko Ing. Dengan ragu-ragu ia berkata: "Mungkin, ia mungkin karena Sip In nio itu masih kecil maka ia tak menyadari perbuatannya.
Terdorong rasa kegembiraannya bermain-main dengan Su
toako, ia lupa pantangannya itu."
Tok-ko U gelengkan kepala: "Meskipun aku belum pernah bertemu dengan Sip In-nio, tapi khabarnya ia itu seorang nona yang bijaksana, kalau tidak, masakan Bo Se Kiat penuju padanya. Pantangan suhunya, merupakan suatu hal yang
penting. Meskipun usianya masih muda, tak nantinya ia naif akal itu."
"Ha, aku sampai lupa. Su toako mengatakan pada setiap hari Sip In nio berlatih pedang, ia tentu melihat disamping!"
kata Tok ko Ing.
'Ilmu pedang ajaran Biau Hui sin-ni Itu bukan olah sukar dan anehnya. Tanpa ada guru yang memberi petunjuk,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bagaimanapun cerdasnya, rasanya tetap tak mungkin mampu mencuri belajar. Apakah ia mengatakan pada muka lau ilmu pedangnya itu bolehnya mencuri?" tanya Tok-ko U.
Tok-ko Ing sendiri juga seorang ahli ilmu pedang. Ia cukup mengetahui bagaimana sukarnya orang belajar ilmu pedang itu. Tapi anehnya karena terpengaruh oleh rasa pancaran kalbunya, in main telan saja akan obrolan Su Yak Bwe tadi.
Ketika saat itu engkohnya mengingatkan hal itu, barulah ia timbul rasa kecurigaannya.
Tiba2 dengan suara menggumam Tok-ko U berkata:
"Jangan-jangan, hem, jangan-jangan."
"Jangan2 apa?" cepat Tok-ko Ing menyeletuk .
"Jangan2 ia itu seorang gadis," sahut Tok-ko U.
Tok-ko Ing tercengang. Sesaat kemudian ia membentak
sang engkoh: "Ngaco saja kau ini! Mana bisa ia seorang gadis"!"
"Ah, aku akan hanya meraba-raba dalam dugaan saja.
Jangan kesusu" sahut Tok-ko U.
Kedua saudara itu amat baik sekali hubungannya. Tok-ko Ing merasa menyesal juga tadi sudah membentak sang
engkoh dengan kata-kata kasar. Buru-buru ia tertawa: "Jika ia memang benar seorang gadis, itu malah kebenaran sekali.
Bisalah ia menjadi ensoh-ku nanti. Maukah kau kujodohkan padanya?"
Sebenarnya olok2 Tok-ko Ing itu hanya sekedar untuk
memperbaiki kesalahannya tadi. Siapa tahu, waktu
mendengarnya Tok-ko U juga tercengang. Beberapa saat
kemudian baru ia dapat berkata: "Kalau ia benar seorang gadis istimewa yang jarang terdapat didalam dunia. Mana aku layak menjadi pasangannya?"
"Ai, kalau begitu kau anggap dirimu itu lebih rendah dari aku?" tanya sidara.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kembali setelah termenung beberapa saat, barulah Tok-ko U dapat berkata: "Ah, sudah tentu ia itu bukan seorang gadis ya, tak mungkin, tak mungkin! Akulah yang mengadakan
dugaan secara serampangan."
Walaupun mulutnya mengatakan begitu, namun tahu juga
Su Yak-bwe ditempat persembunyian, se-olah2 mendapat
kesan bahwa pemuda itu merasa getun karena Su-toako itu seorang lelaki.
Yak-bwe berpikir: "Tok-ko U sudah menaruh kecurigaan.
Kalau aku sampai menceritakan kepadanya bahwa aku ini seorang nona, jangan-jangan bisa menimbulkan kerunyaman.
Jika Tok-ko U sampai mengajukan pinangannya, apakah aku dapat menolaknya?"
Tiba-tiba terdengar suara tertawa mengikik dari Tok-ko Ing, lalu katanya:
"Ah, memang sungguh sayang bahwa Su toako bukan
seorang nona. Kalau pembicaraan kita saat ini didengar Su toako, wah tentu runyam sekali."
"Apakah kau sungguh tak mengetahui kalau ia itu seorang gadis yang menyaru jadi lelaki?" tanya Tok-ko U, Sahut Tok-ko Ing: "Sudah tentu aku mengetahui. Ia....


Pasangan Naga Dan Burung Hong Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ia...." Tok-ko U terbeliak kaget, serunya: "Moay, moay, kau, kau dengan dia:...."
"Koko, jangan menduga sembarangan. Ia hanya
menyatakan padaku, menyatakan..."
"Oh, ia tentu menyatakan isi hatinya kepadamu, bukan?"
tanya Tok-ko U.
Kedua belah pipi sidara bersemu merah. Ia tersipu-sipu tundukkan kepala kemaluan sambil memainkan ikat
pinggangnya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Yak Bwe juga terkesiap, pikirnya: "Bilakah aku menyatakan isi hatiku kepadanya"
Tiba tiba ia teringat ketika sidara menjenguk sakitnya, ia telah memuji dara itu berilmu tinggi dan pintar bekerja. Ya, ya, ia pernah mengatakan kepada Tok-ko Ing. "Siapakah hai, gerangan yang berbahagia mempersuntingkan nona?"
"Ah, apakah ia kira aku menaruh hati pada saya?" Demikian pikir Yak Bwe lebih lanjut.
Didalam ruangan kedengaran Tok-ko U tertawa: "Su toako bukan seorang wanita, ah itulah memang rejekimu. Baiklah, biarlah ku jadikan kehendakmu itu. Besok akan kuselidiki lagi sikapnya kepadamu. Biar kujadikan perjodohanmu itu, agar dirimu mendapat tempat. Nah, tidurlah baik-baik, aku hendak pergi.'"
"Mengapa aku gelisah" Asal kau tak merecoki aku dengan urusan Lu Hong Jun, aku pun tak punya keresahan apa-apa lagi," sahut Tok-ko Ing.
Karena Tok-ko hendak tinggalkan ruangan itu, Yak Bwe
pun segera mendahului pergi. Tapi baru ia melangkah sampai dirumpun pohon bunga sekonyong-konyong sesosok
bayangan hitam loncat melampaui tembok dan melayang
tepat diatas batu gunung-gunungan yang berada
disebelahnya. Ketika mengawasi, kejut Yak Bwe bukan
kepalang. Saking kagetnva, tubuhnya sampai gemetar dan bunga-bunga yang tersentuhnya jadi berhamburan jatuh.
Orang yang tiba-tiba datang itu bukan lain ialah manusia yang dibencinya tapipun yang paling dirindukannya, Toan Khik Sia!
Kiranya Toan Khik Sia telah menempuh jarak tujuh ratus li menyusur jalan raya Tiang an, tapi tetap tak dapat
menemukan Yak Bwe. Ia terpaksa kembali dan hendak
membalik haluan kearah selatan. Kebetulan ia berjumpa dengan Lu Hong Jun.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sebenarnya Lu Hong Jun sudah mempunyai kecurigaan
terhadap Yak Bwe. Dalam pembicaraan selanjutnya, ia
menceritakan juga diri Yak Bwe itu kepada Khik Sia. Demi mendengar bahwa 'pemuda' itu orang she Su dan mengaku masih adik misan dari Sip In-nio, girang Khik Sia bukan kepalang. Ya, siapa pemuda gadungan itu kalau bukan Yak Bwe! Cepat cepat Khik Sia minta alamat tempat tinggal Tok ko dan malam itu juga ia segera berangkat.
Ketika tiba dipintu gedung keluarga Tok-ko, haripun sudah lewat tengah malam. Menurut peraturan, jika hendak bertamu itu seharusnya pada siang hari. Tapi Khik Sia sudah tidak tahan lagi. Apalagi Lu Hong Jun juga menyinggung-nyinggung tentang hubungan rapat antara pemuda she Su itu dengan adik perempuan Tok-ko U. Maka tanpa dapat mengendalikan diri lagi. Khik Sia segera mengambil keputusan. Lebih dulu masuk menyelundup kedalam gedung untuk mencari Yak Bwe sesudah itu baru ia menghaturkan maaf kepada tuan rumah.
Dan sungguh kebetulan sekali, ketika ia melayang masuk keatas batu gunung-gunungan, ia kesamplokan dengan orang yang dicari-cari nya. Karena 'tertangkap muka' Yak Bwe menjadi gelagapan, sebaliknya Khik Sia terkejut dan girang sekali!
"Adik Yak Bwe........!" tanpa ragu-ragu lagi Khik Sia meluncurkan tegur salam manis.
Tapi wajah Yak Bwe sedingin es. Tanpa memandangnya
lagi, ia terus kebutkan lengan bajunya dan pergi. Khik Sia memburunya, dan terus menjambret lengan baju Yak Bwe, bisiknya dengan lirih: "Adik Bwe, kau, kau dengarlah perkataanku......."
Yak Bwe kebas lengannya dan membentak dengan dingin:
"Tahulah sopan sedikit! Siapa adikmu itu?"
Rasa cinta Khik Sia itu hangat membara tapi kulit mukanya tipis. Dibentak sedingin begitu, merahlah telinganya, ribuan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kata-kata yang hendak dirangkainya, menjadi kacau balau lagi. Dengan gerak hun-hoa-hud-liu atau bunga tersiak mengebut pohon liu, Yak Bwe lanjutkan langkahnya. Khik Sia makin bingung. Dengan besarkan nyali ia tekan ujung
tumitnya. Dengan gerak ginkang istimewa Ing-hun jong, ia melambung melampaui kepala Yak Bwe dan melayang jatuh dihadapan sinona untuk menghadangnya.
"Minggir!" bentak Yak Bwe. Dan tanpa hentikan langkah, ia terus maju menerjang.
Tapi Khik Sia lantas menghadangkan kedua tangannya.
Bagaimanapun Yak Bwe henak mencoba menerobos, tetap
kena terhadang.
"Toan Khik Sia, kau terlalu menghina orang!" akhirnya meluncurlah kata-kata kemarahan dari mulut Yak Bwe.
"Yak Bwe, kau marah padaku, aku tak sesalkan padamu.
Harap kau mengingat akan hubungan antara keluarga kita dahulu," demikian buru-buru Khik Sia berkata.
"Bagaimana?" Yak Bwe menegas.
"Sejak dilahirkan, kita lantas, lantas.....ah sudahlah jika kita sampai tidak rukun, arwah ayah bunda kita dialam baka tentu tak dapat tenteram." Khik Sia melanjutkan kata-katanya.
Sebenarnya betapa inginnya Yak Bwe 'rujuk' dengan
pemuda yang dikenangkan itu. Tapi ia sudah biasa dibesarkan sebagai seorang siocia yang beradat tinggi. Teringat beberapa kali Khik Sia pernah menghinanya, api amarah Yak Bwe masih belum reda. Jika kedatangnya tadi Khik Sia lantas meminta maaf, mungkin Yak Bwe dapat diredakan kemarahannya.
Adalah karena Khik Sia itu memang tak pandai merangkai kata2, walaupun sudah merancangkan lama, tapi hasilnya tetap tak seperti diharapkan. Ia kira dengan mengingatkan Yak Bwe akan hubungan keluarga mereka dahulu, dapatlah ia mendinginkan hati sinona. Siapa tahu sebaliknya Yak Bwe malah lain penerimaannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pikirnya: "Ha, ha, kiranya kau hanya takut dicap tak berbakti kepada orang tua, maka terpaksa mencari aku. Jadi sekali-kali bukan karena kau suka kepadaku."
"Thiat toako juga amat perhatikan terhadap urusan kita. Ia pesan wanti-wanti kepadaku harus mengajakmu pulang. Adik Bwe, sukalah kiranya kau perkenalkan aku kepada tuan rumah agar dapat kujelaskan duduk perkaranya. Dan besok pagi kita lantas berangkat pulang," demikian kata Khik Sia pula.
Kali ini pun Khik Sia membuat kesalahan pula. Dengan
membawa-bawa nama Thiat Mo Lek ia kira dapat
mempengaruhi tunangannya siapa tahu Yak Bwe malah makin muring2.
"Apa pedulikan kepada omongan lain orang" Yang kuingat hanyalah satu, ialah kau sudah menyatakan memutuskan
hubungan padaku. Sejak ini, kau kerjakan urusanmu sendiri dan aku lakukan kehendakku sendiri. Tali pertunangan kita sudah putus, jadi aku dan kau tiada hubungannya sama
sekali. Harap kau hormati kata-katamu itu sendiri dan janganlah terus mengganggu diriku," demikian semprot Yak Bwe dengan tertawa dingin.
Keruan Khik Sia menjadi kikuk, ia menyengir. Dengan
terputus-putus ia menerangkan. "Hal itu, adalah
kelimbunganku dahulu, aku, aku....."
Baru ia hendak mengakui kesalahannya, Yak Bwe sudah
membentaknya dengan keras-keras: "Kau menyingkir tidak"
Jika kau tak mau menyingkir, biarlah aku yang pergi!"
Tiba-tiba terdengar suara Tok-ko Ing berseru: "Su toako, ada apakah" Dengan siapa kau bicara?"
Menyusul Tok-ko U pun berseru keras: "Sahabat
darimanakah itu" Tengah malam buta datang kemari, hendak bermaksud apa?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kiranya kedua kakak beradik itu mendengar juga
pertengkaran mulut Khik Sia dan Yak Bwe tadi. Mereka kira kawanan ko chiu (jago lihay) fihak pemerintah telah
mengetahui bahwa Tok-ko U telah menyembunyikan 'seorang hohan dari Kim-ke-nia'.
Bergegas-gegas kedua kakak beradik itu memburu datang.
Pada saat itu Khik Sia tengah pentang lengannya menghadang Yak Bwe. Jalanan didalam taman bunga situ berliku-liku dan saat itu Khik Sia tepat berada ditengah tengah gunung-gunungan palsu. Malam itu rembulan remang. Dari kejauhan orang tentu mengira bahwa Khik Sia hendak menangkap Yak Bwe sementara Yak Bwe tengah berusaha menghindar diri.
Melihat itu, Tok-ko Ing gugup sekali. Ia kuatir kalau terlambat sedikit saja, tentulah 'Su toakonya' itu kena tertangkap lawan. Begitu sang tubuh melesat maju, belum kakinya sempat menginjak bumi, pedangnya sudah maju
menusuk Khik Sia,
Ilmu pedang ajaran Kong Sun toanio itu bukan main
hebatnya. Apalagi Tok-ko Ing begitu buru-buru hendak
menolong Yak Bwe. Ia keluarkan jurus serangannya yang lihay. Kecepatannya laksana kilat menyambar. Khik Sia hanya sempat berteriak kaget, karena belum lagi ia dapat
menyerukan supaya Tok-ko Ing hentikan serangannya dulu.
Sidara sudah menyerang beruntun-untun tiga kali. Terpaksa Khik Sia gunakan ginkangnya yang lihay untuk berputar menghindar. Satu demi satu ia kelit ketiga serangan kilat itu.
Jangankan orangnya, sedang ujung bajunyapun Tok-ko Ing tak mampu menyerempetnya. Tapi sekalipun begitu, Khik Sia menjadi keripuhan juga. Mata dan seluruh perhatiannya terpaksa ia curahkan kearah gerak ujung pedang sidara. Oleh karena itu terpaksa ia tak dapat bicara.
Juga Tok-ko Ing tak kurang terkejutnya demi mengetahui kelihayan 'musuh'. Ia perhebat lagi serangannya itu. Derasnya seperti ombak disungai Tiang-kang. Bergulung-gulung tiada
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
putusnya. Dan setiap jurus serangannya itu mengandung penuh perobahan-perobahan yang tak terduga. Ayal sedikit saja. Khik Sia pasti kena diganyang.
Tok-ko U hanya mengikuti permainan adiknya itu dari
samping saja. Dalam hal kesabaran, ia memang lebih sabar dari sang adik. Setelah lewat beberapa gebrak, tahulah bahwa tetamu yang tak diundang itu jauh lebih lihay beberapa kali dari adiknya. Diam-diam ia membathin: 'Luka Su toako itu baru saja sembuh. Kepandaiannya tak jauh dari Ing-moay.
Dengan memakai pedang saja, Ing-moay tak mampu
menandingi orang itu. Apalagi Su toako tadi hanya dengan tangan kosong saja. Kalau orang itu sungguh-sungguh hendak menangkapnya, tentu tadi sudah kena,"
Baru To-ko U hendak meneriaki adiknya supaya berhenti agar dapat menanyai tetamu itu tiba-tiba terdengar suara bergemerincing. Kiranya setelah mendapatkan ilmu pedang Tok-ko Ing bukan olah2 hebatnya, kalau hanya mengandalkan ilmu ginkang saja, Khik Sia merasa kuatir. Dan kedua kalinya, anak muda itu marah juga.
Demikian akhirnya ia ambil putusan hendak balas
menyerang. Menggunai kesempatan Tok-ko Ing hendak
merobah gerakannya, secepat kilat Khik Sia maju merapat dan gunakan dua jarinya untuk menutuk batang pedang sidara.
Tutukan itu hanya menggunakan 5 - 6 bagian tenaganya saja, namun Tok-ko Ing sudah tak kuat menahannya. Kuda-kuda kakinya tergempur dan tubuhnya sempoyongan kemuka.
Justeru tepat dimuka sidara itu terdapat sebuah batu kerucut yang menonjol tajam. Hal itu mengejutkan Khik Sia juga.
Buru-buru ia ulurkan tangan hendak menyambret punggung baju sinona.
Tapi bagi Tok-ko U hal itu diartikan lain. Ia mengira Khik Sia tentu hendak turunkan tangan ganas kepada adiknya.
Tempat Tok-ko U berdiri itu memang baik sekali posisinya.
Sembarang waktu ia dapat menolongi adiknya. Tanpa banyak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pikir lagi, ia terus enjot tubuhnya keudara. Ditengah udara itu berjumpalitan dalam gerak kok-cu-hoan-sin atau burung merpati berjungkir tubuh. Tahu-tahu kipasnya sudah maju menutuk punggung Khik Sia.
Sejak tadi memangnya Yak Bwe hanya berpeluk tangan
mengawasi saja. Kini setelah di ketahui Tok-ko Ing bakal terbentur batu kerucut, ia menjadi gugup dan terus maju memburu untuk menarik tubuh sidara kesamping.
Perbuatan Yak Bwe itu tak terduga sama sekali oleh Khik Sia. Tangan kirinya bergerak menangkis tutukan kipas Tok-ko U, sedang tangan kanannya masih tetap menjulur
kepunggung Tok-ko Ing. Maksudnya hendak menjamjambret baju sidara, tapi karena Tok-ko U mengira sang adik bakal dicelakai, ia cepat putar kipasnya untuk diteruskan menutuk jalan darah cu-ping-hiat dipinggang Khik Sia.
Karena dihalang oleh Tok-ko U itu, ia kalah dulu dengan Yak Bwe yang sudah berhasil menarik Tok-ko Ing kesamping.
Tapi baru saja Yak Bwe berputar tubuh, astaga tangan Khik Sia tadi sudah tiba didadanya! Segera muka Yak Bwe menjadi merah padam. Adalah suatu hinaan bagi seorang kaum
persilatan kalau sampai tak dapat menjaga diri dari serangan lawan. Tanpa banyak pikir lagi, Yak Bwe kontan menangkis tangan Khik Sia itu.
Sudah disebutkan diatas, bahwa jambretan tangan Khik Sia itu adalah untuk menolong Tok-ko Ing, sudah tentu ia tak menggunakan tenaga. Maka begitu didorong oleh Yak Bwe Khik Sia menjadi terhuyung kebelakang dan dengan begitu termakanlah pinggangnya oleh kipas Tok-ko U. Untung ia dapat berpikir sebat, Membarengi tubuhnya menjorok kemuka ia lantas menggelincir dua langkah. Tapi biar pun jalan darahnya tak terkena tepat, tidak urung ia merasa kesakitan juga. Dan yang lebih runyam lagi, berbareng itu kipas Tok-ko U pun sudah tiba. Dilain fihak karena mendapat kekalahan, marahlah Tok-ko Ing. Begitu tubuhnya dapat berdiri tegak ia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
cepat menyerang dengan pedang lagi. Dengan demikian Khik Sia yang bertangan kosong itu kini terkepung oleh kedua saudara Tok-ko. Benar ia masih dapat berusaha untuk
menghindari, namun tak urung menjadi kelabakan juga.
Sampai disini tak dapat Khik Sia mengendalikan
kemarahannya lagi. Ia deleki mata ke arah Yak Bwe: "Mereka membabi buta menyerang aku dan aku tak sempat memberi penjelasan lagi. Mengapa kau berpeluk tangan mengawasi saja dan tak mau menjelaskan duduk perkaranya?"
Padahal sebenarnya sekalipun taruh kata Khik Sia sempat bicara sendiri, tapi dikarena kan kulitnya tipis (pemaluan), jadi ia sungkan juga dihadapan orang yang tak dikenalnya,
mengaku-aku kalau Yak Bwe itu sebenarnya adalah calon isterinya.
Itu hanya penoropongan Khik Sia secara sefihak dari
sudutnya sendiri. Coba pikirkan, Yak Bwe adalah seorang gadis, apalagi ia masih mendongkol kepadanya (Khik Sia).
Mana ia mau menerangkan kalau Khik Sia itu adalah bakal calon suaminya"
Dideleki mata oleh Khik Sia, kemarahan Yak Bwe makin
berkobar. Menyaksikan pertandingan beberapa gebrak tadi, ia mendapat kesimpulan bahwa kedua kakak beradik she Tok-ko itu tak mampu melukai Khik Sia. Jadi ia tak perlu
menguatirkan keselamatan anak muda itu. Jika mau, anak muda itu {Khik Sia) berkat ilmu ginkangnya yang tinggi tentu dapat meloloskan diri. Dirangsang oleh rasa kemangkelannya terhadap Khik Sia, Yak Bwe ambil putusan untuk menggebah anak muda itu pergi. Dan sekarang inilah kesempatannya.
"Su toako, siapakah bangsat ini" Apakah kau
mengenalnya?" tiba2 Tok-ko U bertanya kepadanya.
Pertanyaan diajukan, karena Tok-ko U heran melihat Yak Bwe sejak tadi hanya tinggal diam dan mengawasi saja.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya, tentunya seorang penjahat. Tok-ko-heng, beri hajaran yang keras, jangan kasih dia lari!" sahut Yak Bwe. Iapun cabut pedangnya dan turut menyerang.
"Hai, Su toako, penjahat itu lihay sekali. Kau, kau jangan turut maju. Kita sudah cukup dapat mengatasinya." seru To-ko Ing dengan tergopoh-gopoh. Terang ia menguatirkan
keselamatan 'pemuda she Su' itu karena tahu lukanya baru saja sembuh, kalau dibuat bertempur tentu akan merekah lagi.
Dalam pada itu. diam-diam Tok-ko U membathin bahwa
penjahat itu sedemikian lihay itu tentu bukan sebarang penjahat, melainkan tetamu jago pilihan dari istana. Ia tahu Yak Bwe itu masih hijau dalam dunia kang-ouw, jadi tak dapat menilai kekuatan musuh. Mengingat bahwa anak muda she Su itu baru saja sembuh dari lukanya, iapun turut kuatir juga.
Bermula memang ia curiga jangan-jangan Yak Bwe itu kenal dengan sipenjahat. Tapi kini setelah melihat sikap Yak Bwe sedemikian garangnya, kecurigaannya itupun lenyaplah.
Khik Sia mendengar juga tentang ucapan kedua saudara
Tok-ko yang begitu memperhatikan sekali kepada Yak Bwe.
Tiba-tiba ia berpikir: "Hampir sepuluh hari Yak Bwe tinggal dirumah ini. Masakan selama merawat lukanya itu, kedua saudara Tok-ko tak mengetahui kalau ia seorang gadis?"
Karena memikir begitu, pikirannya buyar. Dan terlambatlah ia untuk menghindari sebuah kibasan kipas Tok-ko U yang ditujukan ke mukanya. Bret Bret, pakaiannya berlubang termakan rangka kipas yang tajam.
Mendapat hasil itu, semangat Tok-ko U makin berkobar.
Kipas besi dimainkan lebih gencar, sebentar dimainkan sebagai poan-koan-pit untuk menutuk jalan darah, sebentar juga dijadikan sebagai pedang ngo-heng-kiam untuk
membabat. Tangannya yang gagah dan gerakan tubuhnya
yang tangkas lincah, benar-benar seperti air mencurah dari langit. Dia memang dari keturunan keluarga berada. Dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memainkan kipas itu, sikapnya makin indah, gayanya makin menarik.
Sebaliknya perasaan Khik Sia makin tak karuan, hatinya timbul penasaran. Tiba-tiba ia berpikir: "Ketika aku tadi datang, ia tengah mundar-mandir dibawah pohon bunga.
Malam begini larut, mengapa ia seorang diri didalam taman"
Apakah sedang menunggu seseorang?" Pikirnya lebih jauh:
"Ah, maka ia tak memperdulikan aku lagi, Kecakapan Tok-ko kong-cu ini jauh sepuluh kali lipat dari aku!"
Hatinya menjadi tawar dan menyusul lantas putus asa serta kecewa. Pikirnya: "Ah, memang aku sendiri yang tak baik. Aku telah salah faham dan memperlakukan kasar padanya. Malah pernah menyatakan memutuskan pertunangan dengannya.
Mendapat hinaan begitu. Masakan ia tak marah" Kalau ia kini sudah mencari lain pilihan lagi, masakan aku dapat
menyalahkannya tak setia janji?"
Terbit pertentangan dalam bathin Khik Sia. Makin
dibayangkan, makin mendekati kebenaran dan menarik
kesimpulan kalau Yak Bwe itu sudah berobah hatinya.
"Seorang lelaki harus lapang dada. Pemuda she Tok-ko itu tentulah juga seorang hiap-gi. Jika Yak Bwe suka padanya dan tidak suka padaku, mengapa tak kujadikan saja kehendak mereka itu?" akhirnya ia tiba pada kesimpulan seperti itu.
Seketika bersuitlah ia dengan nyaring, lalu enjot tubuhnya keatas. Tutukan kipas Tok-ko U menemui tempat kosong.
Justeru pada saat itu Tok-ko Ingpun menusuk dengan jurus ki-hwe-liau-thian atau mengangkat obor membakar langit.
Dengan tangkasnya Khik Sia segera gunakan dua jari untuk menutuk dan kali ini tutukannya itu tepat sekali. Tiing, pedang sidara menjadi melengkung kesamping dan tepat membentur kipas engkohnya. Dalam saat kedua kakak beradik itu
terkesiap kaget, Khik Sia sudah melayang melampaui pagar tembok. Yang terdengar hanya suara suitan nyaring seperti
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membelah angkasa. Pada lain kejab suitan itu sudah beberapa li jauhnya.
Wajah kedua saudara Tok-ko itu berobah. Kata Tok-ko U:
"Kepandaian orang itu tinggi dan ginkangnya lihay sekali.
Jarang sekali terdapat jago muda seperti dia. Tapi mengapa ia mendadak pergi?"
"Lebih baik biarkan ia pergi saja. Su toako apakah kau tak terluka"', kata Tok-ko Ing yang selalu memperhatikan keadaan Yak Bwe.
Yak Bwe ternyata tegak membisu seperti patung. Setelah sidara mengulangi lagi pertanyaannya, barulah ia mendengar dan menyahut kalau ia tak kena apa-apa. Sebenarnya Yak Bwe saat itupun menyesal dalam bati. Khik Sia ia gebah pergi dengan semena-menanya. Dengan berbuat begitu, ia sudah puas menumpahkan kemarahannya. Tapi setelah itu, kini ia jadi getun sendiri.
Bagi Tok-ko Ing, sikap Yak Bwe itu diartikan lain. Ia mengira kalau 'pemuda gadungan' itu tentu terbeliak kaget mengetahui kepandaian sipenjahat yang begitu lihay.
"Rupanya orang itu adalah dari golongan Gong-gong-ji.
Setiap kali Gong-gong-ji gagal menyerang, ia tentu tinggalkan sasarannya dan tak mau kembali lagi," kata Tok-ko U.
"Mudah-mudahan saja ia tak balik lagi!" kata Tok-ko Ing.
Memang pada waktu bertempur tadi kedua saudara Tok-ko itu tak kenal takut. Tapi kini demi membayangkan kelihayan
'sipenjahat' diam2 mereka menjadi gelisah. Ya, kalau Khik Sia sampai kembali, bagaimanakah mereka hendak menghadapi.
Demikian bayang2 kecemasan yang meliputi perasaan kedua kakak beradik itu.
"Su toako, apakah kau sudah pergi ke Tiang An?" tiba-tiba Tok-ko U bertanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Waktu kecil aku pernah kesana. Mengapa?" sahut Yak Bwe.
"Kami belum pernah pergi kesana. Cio Siang akan
menyelenggarakan sebuah pertemuan besar dari orang gagah dikota Tiang An. Ayuh besok pagi kita bersama-sama kesana?"
kata To-ko U. "Hm, koko." Tok-ko Ing mendengus, "bukankah kau sebenarnya tak berhasrat pergi ke sana" Mengapa sekarang berobah haluan?"
Dalam pada itu sidara merasa heran sendiri mengapa
mendadak sontak engkohnya berpikiran demikian. Hal yang penting ( urusan Tok-ko Ing dengan Yak Bwe ) tak
dibicarakan, sebaliknya memikirkan urusan lain.
Tok-ko U melirik sekejap pada adiknya, katanya dengan tertawa. "Moay-moay, apakah kau tak kepingin ikut pergi"
Tujuanku inipun untukmu juga!"
Tok-ko Ing yang cerdas segera mengerti kemana jatuhnya perkataan engkohnya itu. sahutnya: "Benar, memang itu sebuah pertemuan besar yang jarang terjadi. Tak usah turut, cukup ikut melihat saja juga dapat menambah pengalaman kita. Su toako. jangan kuatir. Cin Siang pernah menjanjikan, asal jangan bikin onar didalam kota Tiang An, siapa saja dan bagaimanapun perbuatannya yang lalu, ia tak akan menarik panjang. Seorang tokoh Seperti Cin Siang, apa yang ia janjikan tentu takkan dingkarinya."
"Jika Su toako masih kuatir, aku mempunyai pil ih-yong-tan (merobah air muka). Pil itu dapat merobah air muka. Dengan begitu dapatlah Su toako leluasa kesana Hanya sayangku kudamu itu sudah tak dapat dinaiki lagi. Didalam kota Tiang An, aku mempunyai beberapa orang kenalan yang dapat
menyambut kedatangan kita. Tapi aku belum pernah ke Tiang An, jadi nanti akan minta tolong Su toako menunjukkan jalan,"
kata Tok-ko U. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Waktu Yak Bwe tetap tak mau bicara, mata Tok-ko Ing
berkeliaran. Ia tertawa: "Takutkah Su toako untuk menyerempet sedikit bahaya" Kalau memangnya kuatir tak apalah tak jadi pergi ke Tiang An, Aku mempunyai seorang kohkoh (bibi) yang tinggal dikota Hong Siang daerah Liong Se.
Pamanku itu ialah tokoh kangouw yang ternama yakni Tong Pi Sin Kun Ko Tay Hau. Sudah beberapa tahun aku tak berjumpa dengan kohkoh itu. Bagaimana kalau kita pergi kesana saja"
Disana alam pemandangan indah permai. Jika Su toako tak berhasrat untuk mengikat persahabatan dengan orang2
gagah, baiklah kita pesiar kesana."
Sebenarnya enggan rasa hati Yak Bwe. Ia heran mengapa kedua saudara itu begitu memperhatikan sekali pada dirinya.
Tiba-tiba ia tersadar. Sahutnya: "Terima kasih atas kebaikan budi kalian berdua. Tetapi lebih baik kalian jangan tinggalkan rumah. Aku seorang diri berkelana, tak jadi soal. Jika orang tadi (Khik Sia) hendak membikin perhitungan, ia tentu mencari aku, tak nanti mencari perkara pada kalian."
Dugaan Yak Bwe itu memang kena. Kiranya kedua saudara Tok-ko itu tetap akan meresahkan buntut dari peristiwa malam itu. Orang yang datang tadi keliwat lihay, mereka merasa bukan lawannya. Betul mereka percaya kalau orang itu takkan datang lagi, tapi mereka tak berani memastikan seratus persen. Ini disebabkan karena mereka tak mengetahui sama sekali bahwa orang lihay itu sebenarnya adalah Toan Khik Sia dan Toan Khik Sia itu bakal suami dari Yak Bwe sendiri. Mereka kira Khik Sia itu tentu salah seorang jago kelas satu dari istana. Demi untuk menjaga keselamatan Yak Bwe dan melindungi juga jiwa mereka, kedua saudara Tok-ko itu hendak menyingkir untuk sementata waktu. Dikota Tiang An mereka mem ....
-------------------------------------------------------------------ada Hal yang hilang :(
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
-------------------------------------------------------------------Kamar yang dipakai Yak Bwe itu, adalah kamar tulis dari Tok-ko Ing: Disitu alat-alat tulis serba lengkap. Setelah bolak-balik memikir, akhirnya ia memuluskan untuk menulis surat dan kemudian tinggalkan rumah itu. Tapi ternyata tak mudah untuk menarikan pit-nya. Beberapa kali, ia terpaksa harus mengganti kertas. Setelah setengah harian, kemudian barulah ia dapat menyelesaikan surat itu. Tapi ketika dibacanya sekali lagi, ia masih belum puas. Isinya masih belum dapat
mencangkum kehendak hatinya.
Bermula ia hendak memaparkan keadaan dirinya yang
sebenarnya agar Tok-ko Ing jangan sampai berlarut-larut jatuh hati. Tapi lain saat ia berpikir lagi: "Entah bagaimanakah hubunganku dengan Toan Khik Sia besoknya itu. Jika tejadi suatu perobahan sehingga perjodohan kita itu sampai batal, bukankah akan menjadi buah tertawaan orang" Ah, tak boleh kutulis bahwa aku akan pergi untuk mencari bakal suamiku itu.... Tapi jika menyebut-nyebut hal itu, apakah yang hendak kutulis" Apakah hanya menyebut kalau diriku ini seorang gadis saja" Ah, itu juga kurang sempurna. Jika Tok ko Ing nanti akan melamar aku untuk engkohnya. Bagaimana aku harus menghadapinya?"
Akhirnya Yak Bwe memaparkan tiga buah hal dalam
suratnya itu. Pertama, menyatakan terima kasih kepada kedua saudara Tok-ko itu-Kedua, ia menyatakan tak mau merembet-rembet kedua saudara itu. Kemudian yang ketiga ialah
menenteramkan hati mereka, Ia menjamin, seperginya dari rumah itu, tentu rumah saudara Tok-ko itu tak akan
kedatangan musuh. Dan akhirnya ia memberikan isyarat
kepada Tok-ko Ing dengan kata-kata yang tegas: "maaf tak dapat menerima kasih, dikemudian hari tentu mengetahui".
Demikianlah ia menyudahi suratnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendongak kemuka, ia lihat diluar jendela cuaca masih gelap remang. Sebenarnya berat juga Yak Bwe akan isi
suratnya itu, tapi apa boleh buat.
"Lebih baik Tok-ko U memaki aku sebagai sahabat culas dan Tok-ko Ing mencaci aku sebagai manusia yang buta cinta, aku menerimanya. Kuberdoa semoga kita diberkahi Allah, agar aku selekasnya dapat berjumpa dengan Khik Sia dan
menyelesaikan salah faham ini, kemudian dapatlah aku
kembali kesini untuk menghaturkan terima kasih dan meminta maaf kepada kedua saudara Tok-ko. Pada waktu itu mereka tentu takkan mempersalahkan aku!" pikirnya.
Setelah mengambil ketetapan, ia segera letakkan surat itu diatas meja tulis, dan setelah membuka jendela ia loncat keluar. Untung karena semalam lelah bertempur dengan Khik Sia, Tok-ko U tidur dengan pulasnya. Jadi sedikitpun Yak Bwe tak mengalami gangguan.
Sewaktu melalui kamar Tok-ko Ing, tiba-tiba didengarnya dara itu berteriak memanggil 'Su toako', Kejut Yak Bwe bukan kepalang. Buru-buru ia tahan napas. Tapi selang beberapa saat tak kedengaran dara itu bersuara apa-apa lagi. Kini ia baru sadar bahwa dara itu kiranya sedang mengigau. Diam-diam ia geli,
"Dalam tidurnya ia tetap teringat padaku. Sebaliknya aku sendiri pun sedang memikirkan lain orang."
Teringat sampai disitu, hatinya menjadi tawar. Ia memaki dirinya sendiri keliwat katak. Dahulu Toan Khik Sialah yang jerih payah mencarinya, tetapi kini menjadi sebaliknya ialah yang memburu Khik Sia. Bagi Khik Sia dulu mudahlah untuk mencarinya, tapi sekarang ia sukar untuk mencari pemuda itu.
Memapg demikianlah jalannya kisah kasih kedua mudamudi itu. Mereka harus mengalami cobaan derita yang
berbelit-belit.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kini marilah kita ikuti perjalanan Khik Sia. Anak muda itu, pergi dengan hati yang tak karuan rasanya. Ia lanjutkan perjalanan tanpa arah tujuan lagi, asal sang kaki dapat membawanya saja. Tahu-tahu haripun terang tanah. Ketika melihat paoa sebuah papan jalanan, ternyata kini ia sudah tiba dikota Lu-liong tin yang terletak ditapal batas residensi Pak-koan. Kiranya dalam sejam saja, ia sudah lari sejauh dua ratusan li. Karena lari sekian jauh itu, kesesakan dadanya pun agak longgar dan kegelisahanpun reda. Sebagai gantinya kini perutnya terasa minta diisi. Untung ditepi jalan situ terdapat sebuah warung arak yang kebetulan sudah mulai buka
pintunya. Warung arak itu tentunya diperuntukan orang-orang yang kebetulan melalui situ. Tapi pada saat hari baru mulai terang tanah itu, masakan ada orang yang datang" Mestinya warung arak itu tak perlu sepagi itu buka. Diam-diam Khik Sia merasa heran. Tapi karena perutnya meronta-ronta, iapun tak banyak pikir lagi terus menghampiri.
Didalam warung itu terdapat sepasang laki perempuan
setengah umur dan seorang anak perempuan berusia
sepuluhan tahun lebih. Rupanya mereka itu suami isteri dan seorang anaknya. Begitu tampak Khik Sia melangkah masuk, anak perempuan itu cepat berteriak: "Yah, tuan besar pengemis datang!"
Ayahnya melihat juga akan kedatangan Khik Sia itu. Benar pakaian anak muda itu penuh debu tapi tidak compang
camping. Heran juga dibuatnya orang lelaki itu.
"Hus, jangan omong sembarangan!" bentaknya kepada sibocah perempuan, "harap tuan jangan taruh dihatilah.
Selamat pagi tuan."
Ternyata warung itu hanya mempunyai sebuah ruangan
tetamu. Ruangan dalam diperuntukan kamar tidur. Dapurnya terletak disudut ruangan. Bahwa warung itu amat sederhana dan jelek, itu tak mengherankan. Tapi yang mengherankan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
diatas meja dapur tertumpuk belasan ekor ayam gemuk yang sudah dibului bersih, sedang dilantai tertumpuk bergumpal-gumpal tanah liat dan daun teratai. Sedang tungku dapur api tengah menyala. Biasanya warung ditepi jalan itu tak banyak dagangannya. Setempo tak sedia ikan atau daging. Maka anehlah kalau warung sekecil itu mempunyai persediaan ikan yang sedemikian banyaknya.
Tapi karena laparnya. Khik Sia tak berbanyak tanya lagi.
Begitu duduk ia segera berseru: "Bagus, bagus! Berikan aku seekor ayam dan dua kati arak!"
Wajah pemilik warung itu berobah meringis, Ia memberi hormat dan berkata dengan terbata-bata: "Tuan persediaan ayam disini semuanya hendak dibuat kiau-hoa-ke!"
Khik Sia kerutkan alisnya: "Membuat kiau hoa-ke makan waktu terlalu lama, aku tidak mau menunggu. buatkan aku pik-kiap-ke sajalah!" Diam-diam Khik Sia heran mengapa pemilik warung itu hendak membuat masakan kiau-hoa-ke (ayam pengemis).
Pemilik warung itu paksakan tertawa: "Aku belum
menerangkan jelas. Ayam2 itu sudah di pesan orang lain, tak boleh dijual."
Khik Sia makin keheranan. Warung begitu hanyalah
melayani orang-orang jalan yang setiap harinya tentu ganti-berganti. Mengapa ada orang yang pesan makanan disitu.
Apalagi mereka pesan masakan kiau-hoa-ke" Bukankah hal itu aneh" Tapi Khik Sia sedang resah. Ia tak punya tempo untuk bertanya ini itu lagi. Seketika ia kerutkan alisnya dan berkata.
"Sekarang masih pagi sekali, kau toh beli lagi beberapa ekor ayam. Ayam yang sudah siap dimasak itu toh tak mengapa kalau diberikan seekor saja, bukan?"
Pemilik warung itu tertawa: "Ah, tuan tak tahu. Semua ayam2 didesa ini sudah diborong oleh restoran dikota dan warung2 dipinggir jalan. Aku yang sudah berusaha untuk


Pasangan Naga Dan Burung Hong Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membeli hanya dapat belasan ekor saja. Kukuatirkan tak mencukupi keperluanku nanti! Tuan, kupercaya tuan ini seorang pelajar yang bijaksana. Biarlah kuhidangkan tuan sekati daging kerbau!"
Karena laparnya. Khik Sia tak ambil pusing: "Baiklah, lekas berikan aku sekati daging kerbau!"
Sewaktu menghirup arak, tetap ia masih heran akan
kejadian tadi. Tak dapat ia menahan keinginannya bertanya lagi "Turut keterangan-mu radi, rupanya nanti bakal ada rombongan besar tetamu yang datang kemari, ya?"
Sahut sipemilik warung: "Jumlahnya sih tak banyak, tapi, tapi tuan yang terhormat.......:"
Berkata sampai disini, isterinya tiba2 berseru: "Ai. kui-khek (tetamu terhormat) sudah datang!"
Diam-diam Khik Sia ingin tahu juga siapakah yang
dikatakan sebagai tetamu yang terhormat itu. Ketika
mendongak kemuka, dilihatnya ada tiga orang lelaki
melangkah masuk. Kiranya yang dijunjung-junjung sebagai kui-khek itu hanyalah tiga orang pengemis yang pakaiannya penuh dengan tambalan.
Anehnya sipemilik warung begitu menghormat sekali
melayani ketiga pengemis itu. Ujarnya: "Selamat pagi ketiga toaya! Yang matang baru ada dua ekor ayam, tetapi tak ada sayuran yang baik, harap toaya bertiga sudi memaafkan."
Ketiga pengemis itu melirik kearah Khik Sia sebentar.
Mereka agak keheranan: "Mengapa budak kecil itu begini pagi sudah nongkrong disini?" Tapi karena dilihatnya Khik Sia masih begitu muda, mereka tak memandang mata.
Pun Khik Sia juga memandang kearah mereka. Cepat ia
mengetahui bahwa mereka itu ahli silat semua dan bukan pengemis sembarangan. Mereka sama memanggul apa yang
disebut hoa-cong (kantong pengemis) dibahunya, tapi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
warnanya berlainan. Sipengemis tua memanggul kantong dari kain merah, yang dihias dengan tiga buah bundelan.
Sementara kedua pengemis yang agak mudaan, masingmasing menggamblok kain kantong biru, tetapi tak ada
bundelannya. "Ah, kiranya thaubak dari Kang-pang." Kini barulah Khik Sia teringat. Kay-pang atau partai pengemis pada masa itu, mempunyai tanda pangkat dengan warna dan bundelan pada kantongnya. Yang tertinggi kedudukannya, membawa kantong kuning dengan tiga bundelan. Dibawahnya barulah kantong merah, biru hijau, putih dan hitam. Karena pengemis tua itu memanggul kantong merah dengan tiga bundelan,
kedudukannya dalam partai Kay Pang juga tinggi. Peraturan dan adat kebiasaan partai2 besar didunia kangouw Thiat Mo Lek pernah menceritakan dengan jelas pada Khik Sia. Jadi tahulah Khik Sia.
Maka terdengar sipengemis tua berkata: "Orang-orang mengatakan bahwa Ma-thocu pemimpin Kay-pang dari daerah Pah-koan sini, cakap sekali kerjanya. Nyata pujian itu tak kosong. Tentulah pagi2 sekali, ia sudah perintahkan pemilik warung ini untuk menyiapkan hidangan bagi kita. Bagus, ambillah guci arak yang besar."
Yang disebut hidangan itu bukan lain adalah kiau-hoa-ke yang merupakan masakan khas kaum pengemis.
Kata salah seorang pengemis yang mudaan: "Partai kita sudah hampir sepuluhan tahun tak pernah mengadakan rapat besar. Bahwa kini rapat itu akan diadakan didaerah kediaman Ma thocu, masakan ia tak berusaha untuk memberikan service sebaik-baiknya?"
"Tapi ibarat 'permadani kecipratan noda'. Belum tentu pangcu kita akan menjadi gembira dengan hal itu!" sahut sipengemis tua.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pengemis muda itu berkata: "Tapi kita telah menempuh perjalanan siang malam. Kalau bukan dia yang mengurus, apakah kita masih di suruh mengemis rumah-rumah orang lagi?" Rupanya ia amat puas sekali dengan perlayanan yang diberikan oleh Ma thocu itu.
Kini barulah Khik Sia mengetahui bahwa partai Kay-pang hendak menyelenggarakan rapat besar didaerah Pak-koan situ. Diam-diam ia membatin: "Ah, makanya semua ayam didesa sini habis diborong. Selama ini Kay Pang terpelihara baik. Tapi tindakan Ma thocu itu, uh, sungguh membikin orang tak puas. Apakah orang-orang yang kebetulan lalu disini, takkan menggerutu?"
Teringat ia akan cerita Thiat Mo Lek tentang partai Kaypang itu. Partai Kay Pang mempunyai tiga tianglo (tetua) yang termasyur. Mereka digelari sebagai "Kangouw Sam-ih-kay"
atau tiga pengemis luar biasa didunia persilatan. Yang satu disebut: Ciu-kay atau pengemis Arak Ki Ti. Satunya lagi Hong-kay atau Pengemis gila Wi Gwat dan yang terakhir Hong hu Ko bergelar Se Gak Sin Liong atau Naga Sakti dari gunung Se Gak. Ki Ti sudah meninggal dunia. Wi Gwat tak berketentuan beradanya sedang Hong-hu Ko mengasingkan diri di gunung Hoa San. Kedua orang itu sudah tak mau mengurusi Kay Pang lagi. Yang menjadi pangcu yang sekarang ini ialah Ciu Ko, sutit dari Wi Gwat. Ia seorang jujur serta ilmu silatnyapun tinggi.
Hanya sayang ia kurang waspada dan sembarangan, Itulah sebabnya banyak murid2 Kay Pang yang tak mengindahkan peraturan partai mereka.
Tiba pada pemikiran begitu, tanpa merasa Khik Sia merasa getun.
Sipengemis yang memanggul kantong hijau meneguk dua
buah cawan arak yang besar, menyambar sebuah paha ayam terus diganyangnya. Ujarnya: "Mengapa kali ini lo-ya-cu memanggilnya rapat besar, apakah kau orang tua ini
mengetahui sebabnya?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sipengemis tua itupun lagi mengunyah sebuah paha ayam.
Ia melirik kearah Toan Khik Sia dan berkata perlahan:
"Tentang itu, aku sendiripun kurang terang... aduh, fui!" Tiba tiba ia muntahkan sekerat tulang ayam.
Toan Khik Sia hanya terpisah satu meja dengan pengemis itu. Tulang ayam itu mendesing seperti gangsingan di udara, terus melayang kearah Khik Sia.
Diam-diam Khik Sia terperanjat dalam hati. "Ha, hebat benar kepandaian pengemis tua itu. Dapat menyemburkan tulang ayam sebagai senjata rahasia!" Tapi ia pura-pura tidak tahu. Disumpitnya seiris daging kerbau, ujarnya: "Ai, lezat benar daging kerbau ini. Hai bung, tambahi lagi satu kati!"
Ketika tiba dibelakang batok kepala Khik Sia, buk, tahu-tahu tulang ayam itu jatuh ke tanah. Sipengemis tua berteriak:
"Aya, celaka benar, Engkoh kecil, apakah tidak mengotori pakaianmu?"
Khik Sia menoleh kebelakang. Tampaknya ia baru saja
mengetahui tentang tulang ayam itu. Buru-buru ia menyahut:
"Tidak!" Habis berkata ia putar kepalanya lagi untuk lanjutkan makan dan minum.
Pengemis tua itu seperti berkata seorang diri: "Ayam ini kurang matang masaknya dan gigi pengemis tua ini tak
berguna lagi, tak kuat menggigit tulang, terpaksa
memuntahkannya."
Kiranya pengemis itu memang sengaja muntahkan tulang
untuk menguji Toan Khik Sia. Tulang itu diincarkan kearah jalan darah thian tho-hiat dibelakang kepala sianak muda.
Jalan darah itu merupakan jalan darah maut pada tubuh manusia. Jika Khik Sia mengerti ilmu silat, pasti akan cepat-cepat menyingkir atau menggunakan apa saja untuk
menangkisnya. Tapi sama di lihatnya Khik Sia tenang-tenang saja seperti tak mengetahui, diam diam pengemis itu menjadi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
girang, Pikirnya, anak muda itu ternyata tak mengerti ilmu silat.
Itulah dugaan sipengemis tua sendiri. Padahal sebenarnya telinga Toan Khik Sia mendengar juga akan desing tulang ayam itu. Diam-diam. ia sudah memperhitungkan bahwa
tulang ayam itu tak nanti mengenai jalan darah thian-tho hi it, sungguh-sungguh. Tapi ia pun juga sudah siap sedia. Apabila tulang itu sampai mengenai kepalanya, ia dapat
menyumpitnya dengan sumpit,
Setelah mengetahui hasil ujiannya kepada Khik Sia,
kecurigaannya sipengemis tua banyak berkurang. Tapi
sekalipun begitu, ia tak mau membocorkan rahasianya, maka pembicaraannya pun dilakukan dalam bahasa kangouw
katanya: "Partai kita sudah hampir sepuluh tahun tak pernah mengadakan rapat. Maka rapat kali ini sudah tentu luar biasa.
Kabarnya menyangkut suatu masalah penting mengenai jaya atau runtuhnya partai kita. Dalam hal itu pangcu sendiri juga tak dapat mengambil keputusan."
"Masalah apakah itu?" tanya sipengemis muda.
Dengan menghindar, pengemis tua memberi penjelasan :
"Aku sendiripun tak tahu jelas. Toh nanti kau bakal mengetahui sendiri, perlu apa kau begitu bernapsu ingin tahu."
"Kabarnya akan menghadapi seorang lawan yang kuat, benarkah?" tanya sipengemis muda yang bertanya lagi.
Tiba-tiba wajah sipengemis tua berobah keren, bentaknya:
"Kalau toh sudah tahu musuh itu teramat kuat, mengapa kau sembarangan mengomongkan?"
Sebenarnya pengemis muda itu penasaran. Tapi
dikarenakan pengemis tua itu kedudukannya lebih tinggi tiga tingkat, jadi ia tak berani membantah. Ia hanya menggerutu dalam hati: "Dalam warung ini kan hanya seorang anak muda
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang tak mengerti ilmu silat. Pemilik warung juga bukan orang kangouw. Mengapa kau ketakutan setengah mati?"
Toan Khik Sia belum lama keluar didunia persilatan. Ia tak mengerti akan bahasa orang kaugouw. Tapi apa yang
dibicarakan oleh ketiga pengemis itu. ia dapat mengerti enam-tujuh bagian. Diam-diam terkejut. dalam hati, pikirnya: "Kaypang adalah partai nomor satu di kangouw. Siapakah yang berani bermusuhan dengan mereka" Mengapa Kay-pang
sampai perlu mengadakan rapat besar untuk menghadapi
orang itu?"
Dalam pembicaraan selanjutnya, ketiga pengemis itu hanya membicarakan tentang urusan partai mereka. Khik Sia tak dapat menangkap jelas. Dengan susah payah ia coba
berusaha untuk mencuri dengar pembicaraan mereka itu. tapi karena amat susah, hatinyapun menjadi tawar. Pikirnya:
"Kedua locianpwe dari Kay-pang itu adalah sahabat baik dari almarhum ayahku. Kay Pang juga baik sekali hubungannya dengan Kim-ke-nia. Jika benar mereka bertemu dengan
musuh tangguh, mana boleh aku hanya berpeluk tangan
saja?" Tapi pada lain saat ia mempunyai pikiran lain: "Tokoh2
lihay dari Kay Pang, banyak sekali jumlahnya. Merekapun tak mengeluarkan surat undangan untuk minta bantuan. Jika aku sampai lancang membantu, jangan2 menimbulkan salah
faham dikira aku memandang rendah mereka..... Ah, urusanku sendiri belum beres, mengapa mesti urusi lain orang" Ai, sekarang sudah terang kalau hubunganku dengan Yak Bwe putus, bagaimana aku harus mempertanggung jawabkan
kepada Thiat toako nanti?"
Teringat akan Thiat Mo Lek, ia pun teringar akan sebuah urusan antara Toakonya dengan fihak Kay Pang. Hal itu bersangkutan dengan rapat besar orang gagah digunung Kim-ke-nia bulan yang lalu itu. Rapat di Kim-ke-nia itu yang terutama adalah bertujuan untuk memilih seorang Lok Lim
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Beng-cu. Yang diundang sebagian besar ialah tokoh-tokoh Loklim. Kay Pang bukan golongan loklim, seharusnya berdiri diluar garis. Hanya saja karena Kay Pang itu sebuah partai besar didunia kangouw, jadi sedikit banyak mereka itu mempunyai pergaulan dengan tokoh-tokoh loklim. Terutama dengan Thiat Mo Lek, mereka itu mempunyai hubungan yang intim sekali.
Oleh sebab itu, penyelengara dari rapat orang gagah itu, siang siang sudah mengirimkan surat undangan kepada fihak Kay Pang. Malah fihak Kay Pang yang terdiri dari Ciu pangcu dan belasan anak buahnya yang termuka, diangkat menjadi fihak ketiga yakni sebagai juri. Jika ada perselisihan, fihak Kay Pang lah yang diberi hak untuk memutuskan. Undangan itu sebagai bukti bagai mana orang-orang loklim menaruh
perindahan kapada partai Kay Pang.
Tapi dalam pembukaan rapat, ternyata bukan saja Ciu
pangcu pun keempat Tay Tay tianglo dan kedelapan Hiangcu mereka, sama tak datang semua. Menilik hubungan dunia lok lim dengan Kay Pang, apalagi pergaulan antara Ciu pangcu dengan Shin Thian-hiong dkk. itu, taruh kata Ciu pangcu tak sempat datang, seharusnya mengirimkan wakilnya. Tapi
kenyataannya tiada seorang anak buah Kay Pang pun yang muncul!
Hal itu mengherankan semua tokoh2 loklim. Sebenarnya
Thiat Mo Lek hendak mengirimkan orang untuk menanyakan kepada fihak Kay Pang, tapi sudah keburu disergap oleh tentara negeri. Kini semua tokoh-tokoh loklim yang ber kumpul di Kim-ke-nia itu sudah tercerai berai, Thiat Mo Lek dan Bo Se Kiat menghadapi bermacam2 urusan. Satelah
urusan itu beres, barulah mereka meminta penjelasan kepada fihak Kay Pang.
Teringat akan hal itu, timbullah gagasan pada Khik Sia:
"Thiat dan Bo kedua toako itu justeru hendak mengetahui berita dari Kay Pang. Kebetulan partai itu sekarang sedang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengadakan rapat ditempat ini. Kiranya tiada jeleknya aku datang kerapat itu sebagai wakil Thiat toako."
Sejak kecil ia digembleng oleh ayah dan suhunya, jadi rasa keperwiraan dan kejantanannya merasuk kedalam tulang
sumsumnya, Begitulah setelah ketiga pengemis itu pergi, Khik Siapun berbangkit dan membayar rekeningnya. Pemilik
warung menghaturkan maaf: "Tuan, Maafkan. Karena hari ini aku sibuk melayani para Hoa cu-toi-ya (tuan pengemis) yang sedang rapat disitu, maka sampai tak dapat melayani kau dengan baik."
"Ah, tak apalah. Berapa rekeningnya?" sahut Khik Sia.
"Satu kati daging kerbau dua kati arak, semua tujuh chi lima hun perak," kata sipemilik warung.
Sewaktu Khik Sia hendak mengambil uang, matanya
tertumbuk akan sebuah karung yang menggeletak dilantai.
Karung itu, karung beras, isinya sepuluh kati. Kiranya pedagang beras didaerah situ, kebanyakan suka meninggalkan barang2nya kepada rumah tangga. Mereka sama menaruh
kepercayaan. Karena pengambilan biasanya berjumlah
sepuluh kati, maka fihak pedagangpun sebelumnya sudah menyediakan setiap karung yang berisi sepuluh kati beras. Ini adalah untuk memudahkan pekerjaan.
-od0o-ow0o- Jilid X JUGA pemilik warung ditepi jalan itu saban harinya
membutuhkan sepuluh kati beras. Begitu berasnya sudah dituang, karungnya sembarangan dilemparkan disudut.
Diam-diam timbul suatu pikiran pada Khik Sia. Sambil
mengangsur dua tahil perak, ia tertawa: "Tiam-ke bolehkah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
karung itu kuambil" Dua tahil perak itu tak usah diberi kembalinya!"
Bagi sipemilik warung, karung itu tiada gunanya.
Harganyapun hanya beberapa hun perak saja. Kembalian
uang Khik Sia itu masih ada dua puluh lima hun. Sudah tentu sipemilik warung menjadi heran dan bertanya: "Tuan, buat apa kau menghendaki karung itu?"
Khik Sia tertawa: "Untuk hari ini, paling baik orang menjadi pengemis. Dengan menyanggul karung itu, dapatlah aku pergi kelain warung untuk makan ayam kiau-hoa-ke."
Sipemilik warung merasa kalau muda itu menyindirnya. Ia menyengir: "Ah tuan ini suka bergurau saja,"
Khik Sia memungut karung itu dan dipanggulnya
dibelakang pundak. Ujarnya: "Uang perak semua berada disini, siapa yang bergurau padamu?"
Sipemilik warung berbalik menjadi kuatir atas kesungguhan Khik Sia, katanya: "Tuan sebaiknya jangan menerbitkan perkara,"
"Aku kan tak gegares kiau-hoa-ke kepunyaanmu dengan cuma-cuma, mengapa kau ribut" Cukup asal kau jangan
memberitahukan pada lain warung."
Habis berkata Khik Sia lantas mengusap pantat kuali dan diulaskan kemukanya. Setelah itu pakaiannya dikoyaknya beberapa bagian. Karena pakaiannya itu penuh debu, maka setelah dikoyak dan membawa karung, kini Khik Sia benar2
berobah menjadi pengemis kecil.
Diluar jalan sana tampak ada beberapa pengemis
menghampiri kewarung situ. Khik Sia membisiki pemilik warung, minta dia jangan sampai buka rahasia. Ia percaya sipemilik warung itu tentu bernyali kecil dan tidak berani membocorkan rahasianya, Khik Sia lalu melangkah keluar dengan langkah lebar dan menyanyi! macam orang mabok.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Karung yang di panggulnya itu mirip dengan karung anggaota Kay Pang. Beberapa pengemis yang melihatnya mengira kalau Khik Sia itu seorang anak buah Kay Pang tingkat keroco, jadi merekapun tak menaruh perhatian.
Walaupun belum banyak pengalaman didunia kangouw,
tapi sebelumnya Khik Sia sudah banyak mendengar cerita Thiat Mo Lek tentang seluk beluk dunia persilatan. Maksudnya menyelundup kedalam anggauta Kay Pang itu, tak lain ialah hendak memberi bantuan pada fihak Kay Pang jika ternyata musuh mereka itu terlampau tangguh. Tapi dikarenakan
belum lama muncul didunia kangouw. jadi ia asing dengan orang-orang Kay Pang. Sudah tentu rapat anggauta Kay Pang itu, jika tak mendapat undangan, tentu tak seorang luarpun yang diperbolehkan datang. Jika sampai ketahuan, tentu orang-orang Kay Pang akan marah. Demikianlah akhirnya Khik Sia mengambil putusan untuk menyelundup dengan menyaru sebagai pengemis kecil.
Berjalan tak berapa lama, dilihatnya rombongan pengemis makin banyak jumlahnya. Khik Sia tak mau bicara apa. Ia hanya mengikuti saja rombongan pengemis yang berbondong-bondong itu saja. Diam-diam ia memperhatikan keadaan
mereka. Ternyata pengemis2 itu datang dari berbagai daerah, jadi satu sama lain tak kenal. Mereka tak memperdulikan Khik Sia.
Akhirnya setelah berjalan beberapa jam, pada saat itu sudah hampir tengah hari. Dan kini mereka mulai memasuki sebuah lembah gunung. Dikedua samping lembah itu,
berderet-deret batu-batu karang yang menjulang. Sedang dasar lembah itu sendiri merupakan sebuah tanah datar.
Ditengah-tengahnya terdapat sebuah altar batu. Para
pengemis itu menempatkan diri menurut pangkat mereka. Ada yang duduk, ada yang berdiri. Mereka mengelilingi altar batu itu. Khik Sia menyelundup ditempat rombongan pengemis
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang bertingkat paling rendah sendiri. Letaknya yang paling luar, dekat pada lamping gunung.
Anak murid Kay Pang berbondong-bondong masuk kedalam
lembah. Menjelang tengah hari ketika jumlah yang datang sudah cukup banyak, maka mulai berkuranglah jumlah orang orang baru yang datang. Saat itu, hampir daerah gunung dan lembah situ penuh dengan kaum pengemis. Tetapi diatas altar batu, tetap kosong.
Seorang pengemis yang duduk disebelah Khik Sia
kedengaran berkata: "Ai, aneh, mengapa pangcu belum juga datang?"
Dari pembicaraan yang didengar Khik Sia tadi, tahulah ia bahwa rapat besar itu akan dibuka tengah hari. Kini hari sudah naik tinggi. namun pangcu mereka tetap belum muncul. Hal ini menimbulkan banyak pertanyaan dan dugaan dikalangan anak buah Kay Pang. Khik Sia sendiripun turut merasa heran.
Bisik-bisik anak buah Kay Pang itu makin lama makin
santer. Sekonyong-konyong ada seorang pengemis tua
dengan karung kuning loncat keatas altar batu. Ia bertepuk tangan dan berseru: "Pangcu sudah terang takkan datang."
Nada suaranya rawan sekali. Orang-orang yang duduk
didekat altar situ, melihat mata pengemis tua itu bercucuran air mata. Seketika timbullah kegemparan dikalangan anak buah Kay Pang.
"Dimanakah pangcu kita?"
"Mengapa ia tidak dapat datang?"
"Apakah terjadi sesuatu dengan dia?"
Demikian ramai ucapan yang meluncur dari setiap bibir anak buah Kay Pang.
Pengemis tua itu adalah salah seorang tokoh Kay Pang
yang disebut Su-tay tiang-lo atau Empat Tetua Besar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kedudukan mereka hanya dibawah pangcu saja. Pengemis tua itu memberi isyarat tangan untuk menenangkan suara berisik.
Dan berkatalah ia dengan suara sedih:
"Ini adalah sebuah berita yang paling sedih. Kita takkan bertemu muka lagi dengan pangcu. Pangcu..... pangcu kita sudah tiada lagi di dunia!"
Berita itu sudah menggoncangkan seluruh persidangan.
Lembah seolah-olah bergetar dengan tangisan dan teriakan anak buah Kay Pang.
"Setengah bulan yang lalu, aku masih bertemu dengan pangcu. Tak ada khabar bahwa pangcu menderita sakit,
mengapa tahu2 dia meninggal dunia!"
"Mengapa pangcu meninggal, lekas, lekas beri penjelasan!"
Demikian susul menyusul anak buah Kay Pang berteriak
dengan kalap. "Uh-bun Jui, naiklah kemari untuk memberi penjelasan pada sekalian saudara," seru pengemis tua tadi:
Seorang pengemis muda yang habis menangis loncat
keatas altar batu. Umurnya disekitar dua puluh tahunan.
Wajahnya cakap berseri dan pakaiannya yang walaupun ada tambalannya, tapi hanya bagian-bagian yang tak kelihatan saja. Jika bukan menggerombol dengan kaum pengemis
tentulah orang takkan menyangka bahwa ia itu seorang
pengemis. "Siapakah dia?" bisik Khik Sia.
Pengemis yang berada disampingnya menjawab: "Ai, mengapa kau tak tahu siapa dia" Dia kan murid dari kepala dari pangcu kita. Beberapa tahun ini semua urusan partai dia lah yang mengerjakan."
"Aku baru saja masuk kedalam Kay Pang," cepat Khik Sia memberi penyahutan yang cerdik.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sebenarnya pengemis itu merasa aneh, tetapi tak punya waktu menanyai Khik Sia dengan melilit.
Sekonyong-konyong tampak Uh-bun Jui angkat tongkat
bambunya dan menangislah ia sekeras2nya. Tongkat bambu itu adalah tongkat kekuasaan dari Kay Pang. Semua anak buah Kay Pang tahu apa artinya gerakan Uh-bun Jui itu.
"Lekas bilang, lekas bilang, siapa yang mencelakai pangcu!"
mereka berebutan bertanya.
Pengemis tua yang memanggul karung kuning tadipun
membujuk Uh-bun Jui: "Uh-bun Jui, urusan takkan beres hanya ditangisi saja. Mari kita berunding dengan sungguh-sungguh."
Uh-bun Jui besut air matanya. Dengan kertek gigi ia
berkata keren. "Pangcu dibinasakan oleh kedua pembesar anjing Cin Siang dan Ut ti Pak!"
Suasana yang bermula amat berisik, tiba2 berubah menjadi hening lelap. Beberapa saat kemudian, baru terdengar orang2
berseru kaget dan heran;
"Ha, ai, ih, merekakah" Merekakah?"
Seperti diketahui kedua orang yang disebut oleh Uh-bun Jui tadi adalah pembesar2 militer tinggi dari kerajaan. Dengan kaum Kay Pang mereka itu tak mempunyai hubungan apa apa.
Maka ketika Uh-bun Jui mengatakan kedua orang itulah yang membunuh pangcu Kay Pang, orang-orang tersentak kaget.
Hanya Khik Sia seorang yang diam-diam mempunyai
kesangsian: "Cin Siang adalah seorang panglima yang gagah perwira. Seorang jantan yang berpambek mulia. Ia selalu melindungi tokoh-tokoh kangouw. Sekalipun belakangan ini menyerang markas Kim-ke-nia, tapi ia terpaksa melakukan hal itu karena perintah atasannya. Namun meskipun begitu, diam-diam ia telah membiarkan Thiat toako lolos. Seorang tokoh begitu, masakan mau membunuh pangcu dari Kay Pang" Juga
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ut ti Pak itu seorang jago yang jujur dan terus terang. Turut logikanya tak nanti ia melakukan perbuatan itu. Dan
keterangan Uh-bun Jui bahwa Cin Siang dan Ut-ti Pak itu berkumpul disatu tempat, lebih mencurigakan lagi. Taruh kata Ut-ti Pak itu amat berangasan, masakan Cin Siang tak dapat mencegahnya?"
Lain kecurigaan Khik Sia, lain kecurigaan anak buah Kay Pang. Benar mereka itu merasa heran dengan peristiwa itu, tapi karena yang memberi keterangan itu adalah anak murid kesayangan dari pangcu yang selalu mendampingi kemana saja pangcu itu berada, anak buah Kay Pang tak dapat
Pedang Naga Kemala 10 Kuda Putih Karya Okt Memanah Burung Rajawali 4

Cari Blog Ini