Ceritasilat Novel Online

Pedang 3 Dimensi 2

Pedang 3 Dimensi Lanjutan Pendekar Rambut Emas Karya Batara Bagian 2


Inilah omongan bagus. Dengan begitu pangeran otomatis akan mendengar pula apa yang hendak dibicarakan Kim-mou-eng kepada ayahnya, jadi Kim-taijin melenyapkan kekecewaan pangeran itu sekaligus menolong Kim-mou-eng mempercepat urusannya. Dua-duanya merasa girang karena kata kata ini memang tepat. Dan ketika saat itu juga Kim-taijin mengantar Kim-mou-eng dan banyak mata memandang was-was ke arah tiga orang ini maka mereka langsung menuju pusat istana.
Pengawai diberi tahu bahwa Kim-mou-eng bersama Kim-taijin dan pangeran mahkota ingin menghadap, ternyata kaisar sudah menunggu mereka di ruang dalam, kiranya menanti berita akan keributan di luar, mendengar datangnya Kim-mou-eng. Dan ketika dengan pengawalan ketat tapi penjaga berdiri secara tidak kentara di sudut-sudut ruangan dan segala penjuru maka Kim-mou-eng dan dua temannya itu memberi hormat.
"Sri Baginda, maafkan gangguan hamba malam-malam begini. Kim-taijin mengajak hamba untuk menemui paduka."
Sri Baginda duduk dengan muka marah. Dia tidak membalas penghormatan orang, sedikit pun juga tidak mengangguk. Kemarahan memancar di wajahnya. Tapi ketika Kim taijin duduk di dekat Sri Baginda dan pangeran mahkota juga menempatkan diri di samping ayahnya maka Kim-taijin berseru meredakan ketegangan ini, "Sri Baginda, Kim taihiap datang untuk menolak tuduhan mencuri Sam-kong kiam. Dan lagi dia pun membawa urusan pribadi dengan paduka!"
"Hmm" kini kaisar bersuara, para penjaga bersiap-siap. "Apa yang hendak kaukatakan, Kim mou-eng" Bagaimana kau menolak membawa Sam kong-kiam kalau semua orang melihatnya begitu?"
"Maaf," pendekar ini penasaran. "Kalau hamba mencuri pedang itu tentu hamba tak akan ke sini, Sri Baginda. Dan untuk menunjukkan itikad baik hamba maka malam ini hamba siap menerima tuduhan untuk membela diri!"
"Sekarang apa bicaramu?"
"Hamba tak tahu-menahu tentang pencurian itu. Hamba berada di tengah tengah suku hamba ketika peristiwa terjadi. Ini tentu perbuatan seseorang untuk merusak nama hamba!"
"Kau dapat membuktikan bahwa itu memang bukan perbuatanmu?"
"Tentu saja. Bangsa hamba menjadi saksi, Sri Baginda. Paduka dapat bertanya mereka kalau itu dikehendaki!"
"Tapi itu suku bangsamu, tentu saja mereka akan membelamu!" kaisar menyergah.
"Jadi maksud paduka bagaimana?" Kim-mou-eng terkejut.
"Hm, tentu saja perbuatan nyata, Kim-mou-eng. Kim taijin memberiku jaminan bahwa bukan kau orangnya yang mencuri Sam-kong-kiam. Tapi karena namamu telah dituduh dan kau satu-satu nya orang yang berambut keemasan di seluruh dunia kang ouw maka kau harus membersihkan namamu ini dengan menangkap orang yang katamu sendiri telah merusak namamu itul"
"Baik, hamba memang akan melakukannya!" Kim-mou-eng tegas bicara, mata pun mulai berkilat. "Tapi hamba juga mempunyai suatu tuduhan terhadap paduka, Sri Baginda. Karena itu mohon keadilan pula agar paduka menjawab pertanyaan hamba"
Kaisar terkejut. "Apa?"
"Ya, hamba datang untuk keperluan penting ini, Sri Baginda. Bahwa sebelum hamba dituduh mencuri Sam-kong-kiam sebenarnya hamba juga membawa sebuah tuduhan untuk paduka. Masalah pribadi!"
Kaisar semakin terkejut. Tiba-tiba ketegangan mencekam tempat itu, secara aneh kaisar siap menjadi "terdakwa". Kalau bukan Kim-mou-eng tentu orang yang berani bicara seperti ini sudah ditangkap! Kaisar terbelalak, tanpa terasa merubah duduknya. Dan ketika kaisar bertanya apa tuduhan itu dan kesalahan apa yang dilakukan kaisar ini maka Kim-mou-eng melirik bayangan-bayangan di dekat mereka.
"Harap pengawal pengawal disuruh menjauh, Sri Baginda. Ini urusan pribadi paduka."
"Hmmm" Kaisar tak sabar. Dia menepuk tangan, bayangan-bayangan itu menjauh dan Kim-mou-eng lega. Sejenak melirik Kim-taijin dan pangeran mahkota tapi kaisar sudah memberi isyarat. Mereka bukan orang orang lain. Dan ketika Kim-mou-eng menjelaskan bahwa tuduhan itu berupa penghinaan kaisar atas perkara Bi Nio karena urusan itu dianggap merendahkan bangsa Tar-tar mendadak kaisar tertegun dan kaget bukan main.
"Apa, Bi Nio hamil sebelum kuberikan kepada mendiang suhengmu?"
"Begitu menurut yang hamba dengar, Sri Baginda. Karena itu mohon kejujuran paduka untuk berterus terang masalah ini. Hamba menyatakan sanggup unruk menangkap pencuri Sam-kong kiam sebagai bukti kebersihan hamba. Dan harap paduka juga menyatakan sanggup untuk membuktikan kebersihan padukal"
"Ha ha!" kaisar tiba tiba tertawa hergelak, begitu hilang kagetnya "Tentu saja aku dapat menyatakan diri bahwa tuduhanmu tidak benar, Kim-mou eng. Dan saat ini juga kujawab dengan jujur bahwa selir yang telah kuberikan pada mendiang suhengmu itu memang benar-benar hamil dengan suhengmu sendiri. Bahkan, sampai saat ini pun Bi Nio tidak pernah kusentuh dan tetap mendapat pelayanan istimewa sebagai tanda hormatku kepada bangsa Tar-tar!".
Kim-mou-eng tak begitu saja percaya. "Darimana hamba dapat membuktikannya?"
"Dari sini!" kaisar tiba-tiba bertepuk tangan, memanggil seorang pengawal. Lalu memerintahkan pengawal itu memanggil Bi Nio segera Kim-mou-eng disuruh menunggu. Kim-mou-eng berdebar, kaisar menyuruh Bi Nio membawa bayinya. Kiranya Bi Nio telah melahirkan. Kaisar mengatakan bahwa bayi Bi Nio adalah seorang anak laki2 yang sehat berkulit hitam, persis bapaknya. Mendiang Gurba memang hitam. Tapi ketika pengawal datang dengan muka pucat dan Bi Nio yang ada di belakang menangis tersedu-sedu seorang diri maka kaisar dan semua orang tertegun tak mengerti, tak melihat bayi yang disuruh bawa
"Bi Nio, mana bayimu" Tidakkah pengawal memberi tahu bahwa kau harus datang bersama bayimu?"
"Ampun....!" Bi Nio menjatuhkan diri berlutut, tangisnya tak dapat ditahan "Hamba mengalami hal yang aneh, Sri Baginda. Bayi hamba berubah ujud dan tak mampu hamba bawa ke mani"
"Apa" Berubah ujud bagaimana?" kaisar terkejut.
"Anak itu.... bayi itu.... kulitnya berubah, Sri Baginda. Hamba merasa seseorang telah menukar bayi hamba. Togura lenyap terganti anak lain....!" dan Bi Nio yang mengguguk tak dapat berkata kata tiba-tiba roboh dan pingsan di hadapan kaisar. Tentu saja mengejutkan kaisar dan yang lain-lain. Kaisar marah. Cepat menyuruh orang menolong bekas selirnya itu dan seorang dayang, dipanggil menghadap. Dayang ini mendapat tugas mengambil anak di kamar Bi Nio, tak lama kemudian muncul dan membawa seorang bayi laki2 yang putih dan montok, tidak hitam seperti kata kaisar tadi. Dan ketika kaisar tertegun dan Kim mou-eng mengerutkan kening curiga peda kaisar maka Sri Baginda menggigil memandang anak laki laki di gendongan dayang itu.
"Ini bukan anak Bi Nio. Kau salah ambil!"
"Ampun," dayang itu gemetar. "Hamba mengambil bayi ini di kamar Bi Nio, Sri Beginda. TaK ada bocah lain di kamar itu selain bocah ini...."
"Tapi ini bukan anaknja. Kau bodoh, cari lagi yang benar!" tapi ketika sang dayang menangis dan mencari lagi tapi kembali menyatakan tak ada anak lain selain anak di gendongannya itu akhirnya Kaisar tertegun sementara Kim-taijin dan lain-lain membelalakkan mata.
"Nah, paduka tak dapat membuktikan omongan paduka, Sri Baginda. Anak yang dilahirkan Bi Nio ternyata putih bukannya hitam!" Kim mou-eng tampil bicara, kata-katanya mulai dingin karena Kim-mou-eng mulai curiga pada kaisar. Jangan-jangan kaisar mempermainkannya. Entah apa maksud kaisar itu. Keadaan tiba-tiba menjadi tidak enak.
Kim-taijin merasakan ketidak nyamanan itu, mulai khawatir melihat kilatan di mata Pendekar Rambut Emas. Ada sesuatu yang tidak beres! Dan ketika kaisar membelalakkan mata dan tertegun tak dapat menjawab maka Kim-mou-eng kembali bertanya, "Sri Baginda, apa yang akan paduka katakan tentang hal ini?"
Sri Baginda mengepal tinju. "Itu tidak benar: Ada yang main gila di dalam istana. Biar ku tanya Bi Nio!" dan kaisar yang melihat Bi Nio sudah sadar tiba-tiba berseru, "Bi Nio, apa yang sesungguhnya terjadi" Bagaimana anakmu bisa berubah begini?"
"Hamba tak tahu," Bi Nio menggigil. "Hamba semalam terlelap pulas, Sri Baginda. Dan ketika pagi harinya hamba bangun tahu-tahu anak hamba telah berubah...."
"Tak ada yang masuk ke kamarmu?"
"Hamba telah mengunci pintunya, Sri Baginda. Hamba kira tak ada."
"Lalu bagaimana bisa begini" Kenapa kau demikian bodoh?"
Bi Nio menangis, kaisar malah menyalahkan dirinya. Dan ketika kaisar melotot dan Bi Nio mengguguk maka selir yang masih cantik ini tersedu sedu. "Sri Baginda, hamba memang bodoh. Kalau hamba dianggap bersalah biarlah paduka membunuh hamba!"
"Hm, kau bukan selirku lagi. Sekarang jawab saja apakah benar sebelum kau kuserahkan pada mendiang suamimu kau telah mengandung'"
Bi Nio terbelalak. "Apa maksud paduka?"
"Bangsa Tar-tar menuduhku menghina mereka, Bi Nio. Bahwa ada kabar burung yang menganggap dirimu hamil sebelum kuberikan pada pemimpin mereka, mendiang suamimu itu. Sekarang Kim-mou-eng datang, jawablah anak siapa sebenarnya yang telah kaulahirkan dan tertukar itu. Anak dengan mendiang suamimu ataukah anak dari keturunanku!"
Bi Nio tiba-tiba menghentikan tangisnya. "Anak yang hamba kandung memang benar dari benih suami hamba sendiri. Kalau tuduhan mengatakan begitu maka itu tidak benar!"
"Nah, kau dengar, Kim-mou-eng" Kau boleh bertanya pula pada wanita ini apakan selama di sini dia pernah kusentuh!"
Kim-mou-eng mengerutkan kening. "Sri Baginda, apapun yang paduka katakan terus terang hamba tak puas. Sebenarnya bukti satu satunya untuk memperkuat omongan paduka adalah anak itu. Sekarang anak itu tertukar, begitu menurut paduka dan Bi Nio. Tapi karena hamba sangsi karena ini bisa saja diatur maka maaf jika sementara ini hamba masih tak mempercayai paduka"
Hebat kata-kata itu. Kaisar sampai terbelalak lebar, melotot. Kalau bukan Kim-mou-eng mungkin kaisar sudah berteriak menyuruh pengawalnya menangkap orang yang berani bicara seperti ini. Kaisar tak dipercaya, bukau main!
Dan ketika kaisar terhenyak dan saking marahnya tak dapat bicara maka Kim-mou-eng sudah berkata lagi, "Nah, sekarang hamba minta buktinya, Sri Baginda. Kalau benar anak Bi Nio adalah keturunan suheng hamba dan bukan anak ini maka hamba minta paduka menunjukkan buktinya. Waktu satu minggu kiranya cukup, paduka tentu dapat menyuruh orang-orang paduka mencari anak yang hilang itu. Tapi, kalau paduka bohong dan tak dapat menunjukkan buktinya maka hamba, mewakili bangsa Tar-tar mohon agar paduka berkunjung ke perkemahan kami untuk meminta maaf. Bangsa Tar-tar menuntut ini, hamba sebagai perantara keinginan mereka hanya diminta menyampaikannya pada paduka. Sekian!"
Kim-mou-eng membungkukkan tubuhnya, memberi hormat dan tiba2 berkelebat pergi. Urusan dianggapnya selesai dan dia tak mau berpanjang lebar lagi. Sekarang kaisar dituntut untuk memberi jawaban, dapai memberi bukti atau tidak. Baru kali ini kaisar dituduh orang!
Tapi ketika kaisar sadar dan Kim-mou-eng lenyap dari ruangan itu tiba tiba kaisar berteriak, "Hei, kau sendiri bagaimana dengan persoalan Sam-kong-kiam. Kim-mou-eng?"
Dari jauh. jelas dan nyaring ternyata terdengar jawaban Pendekar Rambut Emas, "Hamba akan mencarinya didalam waktu satu minggu ini pula, Sri Baginda. Jadi setelah itu masing-masing dapat memberikan buktinya!"
Lenyaplah Pendekar Rambut Emas itu. Sekarang istana geger oleh ancaman ini. Kim-taijin sampai pucat melihat semuanya itu. Ternyata persoalan memang benar benar penting Kaisar dituduh menghina bangsa Tar-tar sementara Kim-mou-eng sendiri dituduh mencuri Pedang Tiga Sinar. Pembesar itu yakin benar kedua duanya tak bersalah. Masing-masing sama terfitnah dan kini keduanya terjebak dalam perangkap yang membingungkan, juga mendebarkan. Kaisar dan Kim-mou-eng tiba tiba harus berhadapan sebagai lawan. Dan ketika malam itu kaisar mencak-mencak menyuruh orang mencari anak Bi Nio karena anak itu dianggap ditukar seseorang maka di lain pihak Kim-mou-eng sendiri sudah terbang dan meninggalkan kota raja untuk kembali ke tengah tengah suku bangsanya.
Menjelang pagi tiba di sana, langsung mencari sumoi nya tak mau diketahui orang lain. Sumoi nya terkejut tapi girang, suheng nya ini hanya beberapa saat saja, persis ketika kemarin Bu-ciangkun dan teman-temannya datang. Dan ketika suhengnya duduk menarik napas dan belum memulai ceritanya maka Salima sudah mendahului dengan cerita tentang Bu-ciangkun itu. Betapa Bu-ciangkun menuduh suhengnya mencuri pedang. Betapa orang-orang itu dianggapnya kurang ajar karena melepas tuduhan membabi-buta. Suhengnya mendengar dengan muka gelap, alis berkerut-kerut, sudah tahu. Dan ketika Kim-mou-eng ganti bercerita tentang hasil perjalanannya ke kota raja maka Salima tertegun ketika suhengnya menutup cerita begini:
"Sekarang aku harus pergi lagi, sumoi. Waktu satu minggu yang kujanjikan pada kaisar harus kupergunakan baik-baik. Aku akan mencari pencuri itu, menangkap dan membekuknya serta menyerahkannya pada kaisar"
"Sedang kaisar sendiri?" Salima bertanya, seluruh kekecewaan dan kemarahannya tak dapat disembunyikan lagi. "Apakah kaisar akan datang ke sini, suheng?"
"Aku tak tahu, sumoi. Tapi kaisar telah ku ikat janji dengan waktu yang sama pula. Katanya bayinya Bi Nio tertukar, aku tak tahu apakah itu benar ataukah sekedar bohong saja?"
"Hm. kalau begitu kita tunggu. Sekali kabar berita itu tak datang pada kita maka bangsa Tar-tar akan kulepas kendalinya!"
"Jangan dulu. Janji semingguku pada mereka masih tersisa. Kuharap sisa waktu ini dapat luselesaikan dengan tepat!" Kim-mou-eng teringat, dalam waktu yang sesingkat itu dia harus mengerjakan dua hal. Dia kelupaan dengan janji pada suku bangsanya, sedikit menyesal kenapa dia buru buru berjanji satu minggu pula pada kaissr. Kini sadar dan berkerut-kerut, kiranya urusan itu membuat dia lelah dan berat berpikir. Tapi ketika sumoi nya mencibir dan dagu yang runcing itu terangkat maka Salima tak perduli omongannya. "Kau harus kembali dalam batas waktu itu, suheng. Kalau tidak aku akan mencarimu dan menyusul!"
"Baiklah, baiklah...." Kim-mou-eng penat. "Kau jaga dulu di sini, sumoi. Tunggu sampai aku kembali, dan jangan ceritakan kedatanganku pada Siga maupun Bora"
Dan Kim-mou-eng yang pagi itu juga meninggalkan sumoi nya untuk mencari pencuri Sam kong-kiam akhirnya dengan geram dan marah berkelebat lenyap kembali ke dalam tembok besar. Tak tahu ancaman lain akan susul-menyusul. Satu kesulitan besar akan menghadang pendekar ini. Dan begitu pagi itu juga Kim-mo eng meninggalkan perkemahan suku bangsanya maka di lain tempat, di dunia persilatan geger tentang Sam-kong-kiam yang dicuri pendekar itu telah menyebar bagai wabah penyakit.
Pertama-tama, pagi itu juga ketika Kim-mou-eng memasuki wilayah Tiong-goan (pedalaman) dia sudah dihadang tiga laki-laki pendek bertubuh kekar. Kim-mou-eng terkejut melihat tiga laki laki ini, mengenalnya sebagai Sin-to Sam-eng hiong (Tiga Laki-laki Gagah Bergolok Sakti).
Cepat menghampiri dan menyapa mereka dengan girang. Barangkali tiga orang ini tahu tentang jejak pencuri. Tapi ketika tiga laki-laki itu tertawa mengejek dan mendengus ke arahnya maka Beng Kwan, orang tertua dan Sin to Sam Hiong itu mendamprat, "Kim-mou-eng, sungguh tak kukira kalau sekarang kau pun pandai bersandiwara. Siapa tak tahu pencuri itu sekarang ada di depan kami. Kaulah pencurinya, dan sekarang serahkan Pedang Tiga Sinar itu kepada kami!"
Kim-mou-eng kaget. "Kalian gila?"
"Ha ha, yang gila adalah dirimu, Kim-mou-eng. Dari seorang pendekar tiba2 Kau berobah menjadi seorang penjahat. Serahkan Sam-kong-kiam atau kami akan membunuhmu...."
"sing!" golok dicabut, tiga orang itu berdiri gagah dalam tiga sudut
Kim-mou-eng sudah dikepung dan pendekar ini terbelalak, melihat lawan maju setindak dengan golok bergetar. Tahulah dia lagi-lagi orang tak main main dengannya, persis seperti sikap Lauw-ciangkun dulu. Dan ketika Kim-mou-eng menyeringai pahit ke arah orang-orang ini maka Beng Kwan sudah kembali membentaknya. "Kau tak mau menyerahkan Sam-kong-kiam?"
"Hm....!" perdekar ini akhirnya menghela napas. "Aku tak tahu di mana pedang itu, saudara Beng Kwan. Kalau kalian menuduh diriku maka kalian keliru. Aku betul betul bukan pencurinya, justeru aku sedang mencari pencuri itu untuk kubekuk"
"Bohong, kalau begitu mampuslah!" dan Beng Kwan yang membentak menerjang ke depan tiba-tiba memutar tangannya menggerakkan golok. Senjata itu sudah mendesing di kepala lawan, Kim-mou-eng mengelak tapi Beng San di sebalah kiri menubruk, golok di tangan orang kedua dari Sin-to Sam Enghiong itu juga berkelebat. Dan ketika Kim-mou-eng melompat tapi Beng Kwi di sebelah kanan juga membentak membantu dua kakaknya tiba tiba tiga sinar golok sudah saling menyilang membacok Pendekar Rambut Emas ini.
"Plak plak plak!" Pendekar Rambut Emas terpaksa menangkis, marah tapi juga mendongkol karena dia dituduh mencuri, korban dari kekeliruan yang tidak dapat ditolerir. Dan ketika tiga kakak beradik Beng itu berseru keras mengeroyoknya dari segala perjuru tiba tiba pendekar ini berseru, "Sin-to Sam-enghiong, kalian salah menuduh orarg. Minggirlah!"
Namun tiga kakak beradik itu menggeram. Mereka justeru memperhebat serangan, sekarang tubuh mereka beterbangan dengan melepas golok-golok kecil pula, itulah hui-to (golok terbang) yang membantu mereka merobohkan lawan.
Pendekar Rambut Emas marah. Dan ketika seruannya kembali tak digubris dan tiga laki laki pendek itu tetap menyerangnya dengan semakin buas saja, tiba-tiba dia menggerakkan lengan kirinya mengerahkan Tiat-lui-kang.
"Baiklah, sekarang aku terpaksa meminggirkan kalianl" berkata begitu pendekar ini membentak, golok dipapak dengan tangkisan tangan telanjangnya, sinar merah berkelebat. Itulah Pukulan Petir. Dan ketika tiga golok bertemu keras dengan lengan pendekar ini mendadak tiga kakak beradik itu berteriak kaget karena senjata mereka patah patah sementara hui to-hui to yang mereka hamburkan juga runtuh mengenai tubuh Kim-mou-eng.
"Tak-tak-tak!"
Sin-to Sam enghiong terkejut. Mereka memang bukan tandingan pendekar ini. Kim-mou-eng terlalu lihai bagi mereka. Dan ketika golok patah2 dan mereka pun roboh terpelanting maka Pendekar Rambut Emas sudah berseru melompat tinggi keluar dari kepungan, berjungkir balik dan tiba2 sudah berada jauh di depan.
Dan ketika pendekar itu mengembangkan lengannya dan lari dengan lompatan-lompatan panjang tiba tiba pendekar itu sudah meluncur meninggalkan mereka.
"Sin-to Sam-enghiong, kalian orang-orang bodoh. Kalau aku penjahatnya tentu kalian sudah kubunuh....!"
Tiga laki-laki gagah ini bengong. Mereka meujublak melompat bangun, lawan sudah jauh dan lenyap di sana. Dan ketika Kim-mou-eng mengeluarkan kata katanya itu dan mereka memang tak diapa apakan mendadak ketiganya terkesima dan tertegun di tempat. Beng Kwan sadar lebih dulu, patahan golok di tangannya dibuang. Tapi begitu lawan menghilang di depan tiba tiba dia mengejar. "Kejar, tangkap dia....!"
Dua adiknya tersentak mengikuti. Mereka tahu memang bukan tandingan Kim mou-eng, meskipun begitu toh tetap tiga kakak beradik ini mengejar. Ada kesan tak tahu diri. Tapi karena Kim mou-eng telah lenyap dan kepandaian tiga kakak beradik itu jauh bila dibanding Pendekar Rambut Emas maka ke manapun mereka mengejar tetap saja bayangan lawan tak kelihatan.
Kim-mou-eng sudah jauh dari tempat itu, berlari cepat menggaruk-garuk telinga sendiri. Ada perasaan gatal di situ, bukan di telinganya melainkan di hatinya.
Dia menjadi gemas olah perbuatan pencuri Sam-kong-kiam itu. Dan ketika hari itu dia melanjutkan perjalanannya dan mendongkol oleh tuduhan mencuri maka hari kedua tiba tiba dia dikepung lima puluh orang lebih di atas sebuah bukit.
"Kim-mou-eng, serahkan Sam-kong-kiam kepada kami....!"
Kim-mou-eng tertegun. Dia terkejut melihat begitu banyaknya orang, bermacam macam mereka itu. Ada yang tinggi besar dan ada yang kurus ceking. Semuanya membawa senjata, sebagian besar tak dikenal. Tapi mudah diduga mereka adalah orang orang kang ouw.
Dan ketika Kim-mou-eng menjublak dengan kening berkerut kerut maka pembentak yang berewokan itu melompat maju berseru kembali, "Kim-mou-eng, serahkan Sam-kong-kiam kepada kami!"
Kim mou-eng tiba tiba teringat. Dia sekarang tahu siapa gerangan si brewok ini, bukan lain Si Kapak Hitam seorang bajak sungai yang dulu pernah dirobohkannya ketika bajak itu mengganggu seorang hartawan, kini dapat mengetahui pula rombongan apa yang ada di belakang Si Kapak Hitam ini, orang-orang hek-to (golongan sesat).
Kim-mou-eng tiba tiba tersenyum dan tawar memandang lawannya itu. Dan ketika Si Kapak Hitam mengacungkan senjatanya dan tertegun melihat senyum Pendekar Rambut Emas maka Pendekar Rambut Emas berkata kepadanya,
"Kapak Hitam, sudah lama kita tidak bertemu. Sekarang bertemu datang-datang kau meminta Sam-kong-kiam. Apa kalian mau merampok" Aku tak membawa pedang. Barang yang kau sebut-sebut itu justeru aku sendiri belum pernah melihatnya."
"Bohong!" bentakan nyaring di belakang Si Kapak Hitam melengking mengejutkan. "Kau tak perlu banyak bicara lagi. Kapak Hitam. Ayunkan senjatamu dan kita bunuh si Rambut Emas ini"
"Benar!" yang lain tiba tiba berteriak. "Serang dia, Kapak Hitam. Ayunkan senjatamu dan bunuh si Tar-tar ini"
Kapak Hitam terkejut. Kawan-kawan di belakangnya menyuruh dia menyerang, padahal mereka sendiri berkaok-kaok tak ada yang maju. Orang-orang sesat itu menunggu yang lain untuk menyerang di belakang, betapapun mereka mengetahui benar kelihaian Kim-mou-eng ini. Kim-mou-eng tersenyum lebar. Kapak Hitam ragu, terang tak berani menyerang pendekar itu. Dan ketika kawan-kawan di belakang mendorong-dorong Si Kapak Hitam ini dan mereka mulai memaki laki laki itu pengecut mendadak Kapak Hitam membalik menghadapi pemakinya itu.
"Seng Cui, coba kau dulu yang maju ke sana. Ingin kulihat apakah kau berani atau tidak. Jangan cuap cuap saja!"
"Kenapa tidak berani" Aku bukan pengecut macam dirimu, lihat..!" dan Seng Cui yang marah ditantang begitu dan belum mengenal sendiri kepandaian Kim-mou-eng tiba tiba dengan galak dan sombong melompat ke depan, senjatanya sebatang golok pipih yang luar biasa tajam, tajamnya melebihi silet! Dan ketika dia membentak dan teman temannya menyoraki tiba-tiba Seng Cui sudah menubruk dan menyabet kepala lawan.
"Ciitt.....!" suara golok seperti tikus mencicit, tipis namun tajam didahului angin dinginnya yang meluncur ke depan. Agaknya angin suaranya saja cukup menabas buntung leher seseorang. Kim mou-eng tenang tidak mengelak, tubuh pun tidak bergerak kecuali lengan kiri diangkat, menangkis pukulan itu. Tentu saja pendekar ini mengerahkan sinkangnya di lengan kiri, siap menghadapi sabetan senjata tajam. Dan ketika golok mendesing keras dan lengan itu ganti dibacok tiba-tiba senjata di tangan laki-laki itu patah dan mental menyambar tuannya sendiri.
"Pletak..."
"aduuh...!" Seng Cui menjerit bergulingan, ujung goloknya sendiri menancap di bahu kanan. Terus saja dia menjerit dan kaget bukan main. Orang-orang lain terbelalak melihat kelihaian Pendekar Rambut Emas. Tapi begitu Seng Cui meringis kesakitan dan melompat bangun sambil mendesis desis mendadak semuanya tertawa melepas ejekan.
"Seng Cui, golokmu terlalu rapuh. Agaknya terbuat dari plastik hingga tidak mempan membacok orang!"
"Ha ha, barangkali dia kelelahan, Lam-twa ko. Semalam dari rumah bunga menikmati pacarnya!"
"Benar, barangkali dia kelelahan. Atau memang tidak becus, ha ha....!" dan ejekan sana sini yang membuat laki laki itu merah padam akhirnya dihentikan seseorang yang berkumis melintang dengan bentakannya yang parau,
"Kawan kawan, tak ada guna mengejek teman sendiri. Pendekar Rambut Emas ini tak boleh dihadapi satu lawan satu, kita semua harus maju bersama!"
Orang-orang terkejut. Mereka seketika sadar, berkurangnya seorang dari mereka memang berarti berkurangnya tenaga, seberapa lemah pun tenaga itu. Maka begitu si kumis melintang ini berseru dan ejekan terhadap Seng Cui hilang dengan sendirinya maka laki-laki itu sudah menggerakkan kedua lengannya, lengan yang hitam dan kokoh, maka berkerotok terdengar dari situ. "Bagaimana, kawan-kawan" Kalian siap?"
"Kami siap!"
"Kalau begitu mari maju, serang dan bunuh Kim-mou-eng ini" dan si lengan hitam yang sudah berputar dan menubruk dari belakang tiba-tiba diikuti semua temannya yang bersorak menggegap gempita. Kim-mou-eng seolah seekor harimau diantara kerumunan srigala-srigala buas. Senjata dan pukulan pun terayun. Si Kapak Hitam sendiri sudah menggerakkan kapaknya itu dengan ayunan keras, juga dan belakang, tak berani berdepan karena gentar menghadapi pendekar itu. Dan ketika yang lain berteriak dan Kim-mou-eng diserang dari segala penjuru maka Pendekar Rambut Emas sudah dihujani bermacam pukulan dan senjata yang meluncur bagaikaan hujan deras.
Pendekar ini terbelalak. Orang orang itu seperti iblis-iblis haus darah saja, tentu saja dia tak mau menjadi korban. Maka begitu lawan menerjang dan si lengan hitam serta si Kapak Hitam juga menyerangnya dari belakang mendadak pendekar ini berseru keras menjejakkan kakinya, mumbul dan mencelat ke atas tinggi sekali. Lawan-lawannya terkejut karena sasaran di tengah hilang, Kim-mou-eng mendadak lenyap. Dan ketika mereka berseru kaget karena senjata dan pukulan beradu sesama teman sendiri mendadak Kim-mou-eng meluncur turun menyapukan kakinya.
"Kalian tikus-tikus busuk"
"Des des dess!"
Orang-orang itu berteriak. Mereka kaget mendapat sapuan keras dan atas ke bawah, semuanya menjerit dan separuh dari pengeroyok terlempar bergulingan. Tentu saja mereka terkesiap. Dan ketika yang separuh lagi terbelalak dan melotot dengan mata tak percaya sekonyong konyong pendekar ini telah berkelebatan dan menyapu mereka pula dangan dorongan lengannya yang mengeluarkan angin dahsyat, mereka terjungkal dan berteriak menyusul teman-temannya yang terdahulu, tubuh tubuh berpelantingan dan kepungan itu pun hancur total. Tak ada yang sanggup menahan. Dan ketika mereka menjerit tunggang-langgang oleh balasan Pendekar Rambut Emas sekonyong-konyong pendekar itu telah lolos dan.... turun bukit meluncur jauh di sana.
"Heii.....!"
"Aaah...!"
Orang-orang terkesima. Gebrakan cepat yang berlangsung tak lebih sepuluh detik itu membuat mereka bengong, kaget dan gentar tapi juga kagum kepada pendekar sakti itu. Kim-mou-eng betul betul hebat. Tapi begitu mereka sadar dan bayangan badan Kim-mou-eng di pelupuk mata mendadak si lengan hitam yang menemani Kapak Hitam dan tadi terjungkal oleh tendangan Kim-mou-eng berteriak.
Dia pun sudah mendahului orang2 ini rupanya penasaran dan marah oleh gebrakan yang cepat itu. Sekarang mengejar dan mengajak teman-temannya menuruni buku, yang lain mengangguk dan timbul keberanian karena mereka ternyata tak apa apa. Sama sekali tak ada luka atau cidera, mereka menganggap Kim-mou-eng kurang kuat merobohkan mereka padahal sebenarnya Pendekar Rambut Emas itu memang tak suka menurunkan tangan besi, lain dengan sumoi nya yang tentu sekali pukul akan membunuh atau melukai lawan, pendekar ini memang amat lemah hati. Dan ketika si lengan hitam itu sudah mengejar dan lain-lainnya berteriak teriak menuruni bukit pula maka bagai seekor tawon dikejar puluhan kumbang pendekar ini sudah disusul dan diteriaki dari belakang.
Kim-mou-eng gemas. Sebenarnya kalau dia mau orang orang itu dapat dibunuhnya dengan pukulan sinkangnya yang ampuh. Dia tak mau melakukan itu karena dia memang bukan type pembunuh. Pendekar ini terlampau welas asih untuk menurunkan tangan maut. Maka melihat lawannya mengejar tak tahu diri dan teriakan mereka itu membuat dia mendongkol tiba-tiba pendekar ini mengerahkan ginkang dan terbang dengan luar biasa cepat. Sebentar saja dia sudah merupakan titik kecil di kejauhan sana. Lawan-lawannya sudah tertinggal. Dan ketika lawan melongo berseru "ah-eh" maka pendekar ini telah lenyap tak nampak bayangannya lagi.
Orang orang itu bingung. Mereka tak tahu kemana harus mengejar. Pendekar Rambut Emas tak diketahui ke barat atau ke timur. Tapi karena mereka orang orang sesat dan kelemahan hati pendekar ini diterima salah oleh orang-orang yang tak tahu diri itu maka mereka akhirnya mencar dan mencari ke mana saja pendekar itu dapat dicari. Berita di atas bukit itu sudah menyebar dari mulut ke mulut, kian santer saja berita pencurian ini merugikan Kim-mou-eng. Orang orang menambahinya dan membubuhinya sedemikian rupa, Kim-mou-eng tak tahu akan itu. Dia sudah lolos dari kepungan ini, merasa sedikit aman. Tapi ketika pada hari ketiga Kim-mou-eng memasuki wilayah Hok kian dan mencari cari jejak pencuri mendadak gangguan baru datang.
Dia sedang enak-erak menyusuri sebuah telaga kecil, pandangan termenung sementara hati pun gelisah. Batas waktu perjanjiannya dengan bangsanya kian mendekat. begitu pula janji pada sumoi nya. Dia harus pulang, padahal jejak pencuri belum terungkap. Dan ketika dia mencari cari dengan pandangan geram dan harus kucing kucingan dengan orang-orang pemerintah tiba-tiba tujuh bayangan beekelebat mengepungnya.
"Kim-mou-eng serahkan sam kong-kiam"
Kim-mou-eng tertegun. Dia melihat mereka terdiri dari lima laki-laki dan dua wanita. Yang wanita berbaju kembang dan cantik. Mata mereka tajam dan pedang berselinap di belakang punggung, gagah mereka itu. Dan ketika Kim-mou-eng terheran memandang yang lain karena lima laki laki itu juga berpakaian aneh karena tiga di antaranya mengenakan pakaian tambalan meskipun bersih dan rapi maka dua yang terakhir merupakan dua orang tosu yang rambutnya digelung ke atas. Sekilas, mereka orang baik baik.
Maka Kim-mou-eng yang tertegun dan terheran tak mengenal mereka tiba-tiba menjura dan coba tersenyum dengan sapaan manis, "Cuwi enghiong (orang-orang gagah), siapakah kalian dan bagaimana datang-datang mengepung diriku" Apakah kesalahanku?"
"Hm, kau tak perlu berpura pura, Kim-mou-eng. Aku datang diutus pemimpinku untuk meminta Sam-kong-kiam" seorang di antara tiga yang bertambalan membentak.
"Sam wi (kalian bertiga) siapakah?"
"Kami dari Pek-tung-pang (Perkumpulan Tongkat Putih). Pangcu (pemimpin) kami meminta agar kau menyerahkan pedang keramat itu"
"Hmm, dan si-wi (kalian berempat) yang lain ini?"
"Kami tosu dari Koang-san, kami berdua wakil wakil yang diutus untuk mencarimu!"
"Dan kami dari Hwa-i-pai (Partai Baju Kembang). Kim-mou-eng, meskipun kita belum pernah jumpa tapi perbuatanmu di kota raja telah terdengar di mana mana. Pangcu (ketua) kami menyuruh agar kau menyerahkan kembali Sam-kong-kiam. Atau kalau tidak, terpaksa kami menyeretmu ke Hwa-i-pai dengan paksaan!"
Kim-mou-eng tiba-tiba tertawa lebar. "Nona, adakah kalian lihat aku membawa-bawa pedang" Justeru kalian yang membawa pedang, aku tak tahu apa-apa tentang Sam kong-kiam dan sesungguhnya aku telah difitnah. Kalian keliru. Sebaiknya kalian bantu aku karena akupun sedang mencari pencuri sialan itu!"
"Jangan bohong!" wanita cantik di sebelah kiri menghardik. "Kau tak perlu mempermainkan kami, Kim-mou-eng. Sekarang hanya dua pilihan bagimu, serahkan Sam-kong-kiam baik-baik atau kami akan memaksamu mengeluarkan pedang itu!"
"Baiklah," Kim-mou-eng tertawa getir. "Kalau benar itu ada padaku dan kini kuserahkan pada kalian lalu hendak kalian kemanakan pedang itu" Apa maksud kalian menyuruhku menyerahkan Sam-kong-kiam?"
Dua wanita cantik itu tertegun. "Kami akau menyerahkannya kepada ketua kami di Hwa-i-pai."
"Tidak," pengemis dari Pek-tung-pang membantah. "Pedang itu harus diserahkan dulu pada pangcu kami, Kim-mou-eng. Baru setelah itu yang lain berhak melihatnya!"
"Oh, kalian ingin memilikinya sendiri?"
Tiga pengemis itu tertegun. Tapi belum mereka ribut-ribut sendiri dengan sesama teman maka tosu dari Koang san sudah memalangkan toyanya. "Ngo wi enghiong (lima orang gagah), jangan terjebak oleh pertanyaan-pertanyaan Kim-mou-eng ini. Sekarang kita semua ditugaskan merampas pedang itu, sebaiknya tak perlu kita bertengkar dan hati-hati dengan omongannya. Tak ada satu pun di antara kita yang ingin memiliki pedang secara pribadi, kita masing-masing diperintah ketua kita untuk mengambil Sam-kong-kiam. Nah, hindari pertikaian sendiri sebelum pedang itu tampak di depan matai"
"Ha-ha!" Kim mou-eng tertawa geli. "Kau cerdik, totiang. Tapi rupanya sekarang dapat kutangkap maksud ketua-ketua kalian itu. Rupanya mereka ada ambisi pribadi, kalian tak ingin tapi ketua kalian yang bakal berebut. Ah, kalian pun rupanya sama saja dengan orang orang sesat itu. Ingin merampas Sam-kong-kiam tapi demi kemilikan pribadi. Baiklah, itu urusan kalian tapi kukatakan terus terang bahwa aku tak membawa-bawa atau mencuri Sam-kong-kiaml"
Kim mou-eng tiba-tiba kecewa, teringat orang orang sesat yang ditinggalkannya itu dan kini melihat bahwa urusan ini mulai berkembang sebagai urusan "hak milik".
Orang2 itu menghadangnya dan ingin merampas Sam-korig-kiom bukan untuk dikembalikan ke istana melainkan ingin dimiliki sendiri. Jadi mereka mulai keluar dari rel kebenaran, padahal dia sendiri mencari Sam-kong kiam untuk dikembalikan peda kaisar, bukannya dikangkangi untuk diri sendiri. Maka begitu kekecewaan mengusik hatinya dan sikapnya mulai tidak ramah maka dua wanita cantik dari Hwa-i-pai dan tiga pengemis dari Pek-tung-pang mulai beringas, sementara tosu dari Koangsan rupanya nasih tenang-tenang saja meskipun pandang mata mereka mulai berkilat, agaknya dua orang tosu ini memiliki kepandaian paling tinggi diantara kawan kawannya.
"Kau tak mau menyerahkan Sam-kong-kiam?" seorang di antara dua wanita cantik itu membentak.
"Apa yang harus kuserahkan?" Kim-mou-eng tersenyum pahit. "Aku tak membawa Sam-kong-kiam atau memiliki pedang itu!"
"Kalau begitu kami harus memaksamu, rupanya nama besarmu membuat dirimu sombong...."
"srat!"
Dan dua wanita cantik dan Hwa-i-pai yang mencabut pedangnya itu tiba-tiba bersiap-siap dengann satu kaki di depan, mata mereka bersinar-sinar, sementara tiga pengemis dari Pek-tung-pang juga mencabut tongkat mereka, tongkat putih yang bergetar di jari jari yang kokoh dan Kim-mou-eng tahu pertandingan tak mungkin dielakkan lagi. Dia jadi tak senang tapi tiba-tiba timbul keinginannya untuk mengetahui kepandaian dari orang-orang itu. Mereka merupakan tokoh-tokoh baru baginya, memang baru kali ini dia menginjakkan kakinya di kota Hok-kian. Dan ketika dua tosu dari Koang-san mengusap usap toya mereka dan toya itu mengebulkan asap maka Kim-mou-eng gembira dan tahu dugaannya kiranya betul. Dua tosu itu rupanya harus mendapat perhatian istimewa.
"Ha-ha, kalian akan mengeroyokku, cuwi enghiong" Bagus, aku tak ingin bertanding tapi kalian yang rupanya memaksa. Baiklah, majulah!"
Kim-mou-eng menggosok gosok tangannya, sinar kemerahan menyala karena dia mengerahkan Tiat-lui-kangnya (Tenaga Petir), semua lawan terkejut dan terbelalak. Mereka sudah mendengar kelihaian Tiat-lui-kang. Tapi karena belum bertempur memang belum mengenal maka wakil dari Hwa-i-pai tiba-tiba melengking dan mulai melancarkan serangannya.
(Oo-dwkz-smhn-abu-oO)
Jilid: III "HAIITT....!" pekik tinggi itu sudah disusuli loncatan tubuh ke depan, pedang berkelebat dan ujungnya pun sudah menusuk tenggorokan, cepat dan kuat menandakan wanita ini memiliki kepandaian cukup hebat. Ujung pedang bergetar menjadi belasan, jadi sekali terang seolah-olah tenggorokan diancam belasan mata pedang yang amat cepat. Kim-mou-eng memuji serangan lawan. Tapi karena pendekar ini tak mengelak mau pun menggeser kepalanya dari serangan maut itu maka yang dilakukan adalah sampokan lengan kiri yang bergerak dari bawah ke atas.
"Plak!"
Suara ini perlahan tapi mengejutkan. Wanita cantik itu terpekik, pedangnya mental dan lengan yang memegang pun terasa pedas, hampir saja terpelanting tapi temannya yang satu sudah maju membantu, pedang kedua berkelebat dari samping menyambar pinggang. Kim-mou-eng memutar tubuhnya dan kali ini mengelak. Dan ketika tiga pengemis Pek-tung-pang juga membantu dan maju menyerang maka lima tubuh tiba-tiba berkelebatan susul-menyusul di sekeliling tubuh Pendekar Rambut Emas ini, membuat sang pendekar sibuk tapi mulai melindungi diri dengan sin-kangnya. Tangan dan kaki mulai bergerak gerak menyampok atau menangkis senjata lawan.
Dua tosu dari Koang-san belum maju menyerang. Rupanya mereka ini cerdik, ingin melihat dulu kehebatan Pendekar Rambut Emas itu sebelum membantu. Terkejut dan membelalakkan mata karena dengan tangan telanjang pendekar itu mampu menolak senjata tajam maupun tongkat, pedang dan senjata di tangan pengemis pengemis Pek-tung-pang itu selalu terpental bertemu tangkisan lawan, dua tosu ini saling pandang. Dan ketika gebrakan-gebrakan berikut semakin mengejutkan mereka karena pengemis-pengemis Pek-tung-pang itu maupun wakil wakil dari Hwa-i-pai mulai berseru kaget karena mereka mulai terpelanting dan roboh menerima tamparan Tiat-lui-kang akhirnya dua tosu ini berseru keras menggerakkan toya mereka.
"Hong-te, maju....!"
Dua tosu ini mendadak melengking tinggi. Mereka sudah bergerak cepat memutar toya. senjata panjang itu berkelebat mengemplang dengan kecepatan tinggi. Ayunannya dahsyat dan hampir berbareng mengeluarkan deru angin bagai tiupan topan. Kim-mou-eng terkejut tapi gembira karena semua lawan sudah tak ada lagi yang diam, dia tertawa dan tiba tiba mendorong, kedua lengan mengembang menolak dua serangan toya itu.
Dan ketika toya tergetar tapi tidak terpental seperti yang lain lain maka Kim-mou-eng terbahak memuji lawan. "Bagus, kalian orang-orang lihai, ji-wi totiang (dua tosu berdua). Sekarang mari kita adu cepat siapa yang menang!"
Kim-mou-eng tiba tiba berseru perlahan, tubuh berkelebat dan tahu tahu sudah bergerak naik turun seperti sambaran rajawali, menyelinap dan beterbangan di antara tujuh senjata lawan. Kian lama kian tinggi hingga akhirnya tubuh pendekar ini berada di luar lingkaran. lawan-lawannya terkejut karena mereka justru "terkepung" bayangan Kim-mou-eng. Begitu cepat gerak Pendekar Rambut Emas itu. Dan ketika mereka terbelalak dan heran serta kaget oleh kejadian ini mendadak mereka tersedot pusaran arus tenaga dari gerakan Kim-mou-eng yang beterbangan mengelilingi mereka
"Hei, awas...!" tosu dari Koang-san berseru lebih dulu, menyadari keadaan yang tidak beres ini karena mereka satu sama lain tiba-tiba serang menyerang, mereka terjebak di tengah dan lawan mengendalikan mereka dari luar. Tamparan serta dorongan Tiat-lui-kang yang berhawa panas membuat mereka pucat, keringat bercucuran membasahi tubuh dan karena itu pun tenaga mereka menurun cepat. Dan ketika pedang dan tongkat serta toya berbenturan sendiri menyerang dan menangkis mendadak tujuh orang ini mengeluh dengan bingung dan kaget karena mereka terseret arus putaran Kim-mou-eng yang mengelilingi tubuh mereka seakan laba laba yang mengeluarkan tali jaringnya untuk membungkus korban.
"Kim-mou-eng, kau curang....!"
"Ini ilmu siluman....!"
Kim-mou-eng tertawa saja di luar. Dia terus bergerak tiada henti mengandalkan ginkangnya yang luar biasa itu, ilmu meringankan tubuh yang membuat pendekar ini seakan capung beterbangan. Tangan mendorong dan terus melakukan tamparan agar lawan di tengah menggerakkan senjatanya tanpa sadar, siku atau pundak mereka seakan dilejit kekuatan aneh, tentu saja senjata menyambar tanpa arah yang dikehendaki, menyerang teman sendiri. Dan karena mereka bercucuran peluh dan banyak tenaga hilang oleh panasnya sinkang Pendekar Rambut Emas dan mereka tak dapat membebaskan diri dari pengaruh pusaran itu maka satu demi satu tujuh orang ini roboh mendepkok bagai kain basah.
Yang mula-mula roboh adalah dua wanita cantik dari Hwa-i-pai. Mereka ini kelelahan dikuras tenaganya, pedang diantara keduanya berbenturan sendiri dan terlepas dari tangan. Masing-masing terpelanting, Kim-mou-eng telah menotok mereka hingga mereka tak dapat bangun berdiri, dua wanita ini pucat. Dan ketika tiga pengemis dari Pek-tung-pang juga berteriak keras karena tongkat di tangan mereka terpental dan mencelat entah ke mana maka Kim-mou-eng juga menggerakkan jarinya menotok mereka ini, disusul kemudian dengan terampasnya toya di tangan kedua tosu Koang-san, mereka ini berusaha mempertahankan senjata tapi malah didorong terjengkang. Dua tosu itu kaget dan coba bergulingan tapi toya ditangan Kim-mou-eng telah menyentuh jalan darah di pundak mereka, tentu saja keduanya roboh tak berkutik dengan seruan tertahan, melotot melihat senjata mereka terampas lawan. Dan ketika Kim-mou-eng tertawa dan pertempuran berhenti karena tujuh orang itu telah roboh malang melintang di atas tanah maka Kim-mou-eng melompat mundur menancapkan toya rampasan itu.
"Nah, bagaimana, cuwi enghiong, kalian masih mau meneruskan pertempuran?"
Tujuh orang itu terbelalak.
"Aku tak akan membunuh kalian, karena itu kalau kalian tahu diri sebaiknya kalian kembali dan laporkan bahwa aku betul-betul tidak tahu menahu tentang Sam-kong-kiam!"
Pendekar Rambut Emas menggerakkan jarinya, dari jauh dia menotok bebas tujuh orang lawannya itu. Mereka semua melompat bangun dengan muka merah padam. Dan ketika Kim-mou-eng tersenyum dan melempar toya rampasan pada dua tosu Kiong-san tiba-tiba pendekar ini membalik dan berkelebat lenyap.
"Cuwi enghiong, sekarang kita berpisah. Sampai ketemu lagi"
Tujuh orang itu tiba tiba sadar. Mereka tadi diselimuti bengong dan kaget yang amat mencekam, kini Pendekar Rambut Emas pergi dan mereka pun menyambar senjata masing masing. Dan ketika pendekar itu jauh di sana meninggalkan telaga itu dan pengemis dari Pek-tong pang merasa penasaran tiba tiba pengemis ini berteriak, "Kim-mou-eng, kau memang dapat merobohkan kami. Tapi para ketua kami tentu akan mencarimu dan tak akan membiarkanmu pergi"
"Baiklah, kalian boleh laporkan kegagalan kalian pada ketua kalian, sobat sobat. Tapi betapapun aku bukan pencurinya!" Kim-mou-eng ternyata menjawab dari jauh, sebentar kemudian lenyap dan tujuh orang itu termangu. Mereka harus mengakui kehebatan lawan dan begitu lawan meniinggalkan mereka dan rasa malu yang besar menyelimuti orang-orang ini, akhirnya tujuh orang wakil dari masing-masing partai itu memutar tubuh dan kembali ke tempatnya masing-masing. Mereka merasa tak ada gunanya melakukan pengejaran, betapapun mereka harus mengakui kelihayan lawan, apalagi Kim-mou-eng tak membunuh mereka. Ini tanda pendekar itu bukan seorang telengas yang berwatak kejam. Tapi karena tugas dibebankan di atas pundak mereka dan kini tugas itu merasa gagal dilaksanakan akhirnya tujuh orang ini meninggalkan telaga itu untuk melapor pada ketua masing masing.
Kim mou-eng sendiri telah jauh meninggalkan telaga kecil itu. Dia tersenyum pahit, tak enak benar kejadian itu. Kecemasannya pada sang pencuri pedang semakin bertambah. Dia semakin berhati hati melakukan perjalanannya, kini banyak bersembunyi untuk menghindarkan diri dari bentrokan langsung dengan orang orang kang-ouw. Tapi ketika malam itu, memasuki hari ke empat ia termenung di sebuah hutan membuat api unggun mendadak belasan orang mendatanginya dengan gerakan cepat.
Mula-mula Kim-mou-eng mendengar desir seperti hembusan angin malam, telinganya seketika bergerak dan tegak seperti telinga kelinci. Desir angin itu agak mencurigakan, api unggun tertiup dan hampir padam. Dan ketika Kim-mou-eng terkejut dan melihat dua sinar berkeredep menyambar tenggorokannya dan belasan bayangan imam melompat mengepungnya di tengah tiba tiba dua sinar putih itu sudah mendekati lehernya di susul bentakan seseorang yang parau menyeramkan
"Kim-mou-eng, serahkan Sam-kong-kiam!"
Kim-mou-eng cepat menyampok. Dia memukul runtuh dua sinar putih itu, ternyata dua bola biji yang meluncur ditepis tangannya. Pendekar itu tercekat karena telapak tangannya pedas. Pelontar itu seorang ahli lweekeh yang kuat. Dan ketika dia tertegun dan membelalakkan matanya memandang ke segala penjuru maka tujuh belas orang telah mengepungnya dalam barisan yang rapi diiring tujuh orang tosu dan pengemis serta wanita-wanita cantik dari Hwa-i-pai itu.
"Ah, kalian kiranya?" Kim-mou-eng mengerutkan kening, tiba-tiba berdebar karena lawan-lawan yang mengepung kali ini tampaknya bukan orang-orang sembarangan.
Tiga di antara mereka menyolok sebagal orang2 macam tosu dan pengemis serta wanita dari Hwa-i-pai. Masing-masing tosu bergelung tinggi berbaju longgar dan seorang kakek bermuka pucat yang pakaiannya tambal-tambalan, di punggungnya terselip buli-buli tempat air, atau mungkin arak, sementara orang ketiga adalah wanita baju kembang-kembang yang usianya sekitar tigapuluh enam tahun, cantik dan berseri-seri namun pandang matanya ganas. Di punggungnya terselip sebatang pedang beronce bunga melati. Mereka ini tentu orang2 dari Koang-san dan Pek-tung-pang serta Hwa-i-pai, mungkin ketuanya. Melihat tujuh orang pertama di belakang tiga orang ini bersikap hormat. Bisa jadi!
Dan ketika Kim-mou-eng tersenyum pahit dan bertanya apa maksud orang-orang itu mengepungnya maka dua wanita cantik dari Hwa-i-pai yang dirobohkan pendekar itu berseru menjawab, "Mereka ini adalah ketua ketua kami, Kim-mou-eng. Sekarang mereka datang untuk menuntut pertanggungjawabanmu!"
"Aha, begitukah" Pertanggungjawaban tentang apa?" Kim-mou-eng berdetak, dugaannya tepat.
Dan ketika tiga orang itu maju selangkah dan wanita tigapuluhan enam tahun itu tampil dengan suaranya yang nyaring merdu maka Pendekar Rambut Emas tertegun, menenangkan detak jantungnya.
"Kim-mou-eng, dua anggauta kami telah mendapat hinaan darimu. Aku Hwa-i-paicu (ketua Hwa-i-pai) datang untuk menuntut pertanggung-jawabanmu ini. Kau sombong, katanya menantang aku dan karena itu aku datang!"
"Benar, dan aku Pek-tung Lo-kai, Kim-mou-eng. Tiga anggotaku melapor bahwa kau pun menghina mereka, karena itu aku datang untuk meminta pertanggungjawabanmu!"
"Dan pinni adalah Koang-san Tojin. Datang untuk memenuhi tantanganmu lewat dua anggauta Koang-san!"
Dan ketika semuanya sudah menyatakan suaranya sendiri sendiri sementara Sam-kong kiam tidak disebut sebut maka seorang laki laki tinggi besar yang berdagu segi empat maju melompat, menyusul dengan suaranya yang parau, kiranya dia inilah yang tadi melempar dua bola baja "Dan aku Sin-houw Yak Gu Bang. Kim mou-eng. Datang bersama teman-teman karena ingin mencari Sam-kong-kiam".
"Bagus, sekarang kalian semua sudah bicara," Kim-mou-eng tertawa getir "Tapi semua dari kalian kuanggap mencari-cari alasan. Sam-wi pangcu (tiga ketua), yang pertama tidak benar kalau menuntut pertanggungjawaban tentang murid-muridnya. Aku tidak menghina mereka. Aku tidak mengapa-apakan mereka. Kenapa harus dicaqi dan diajak ribut" Kalau aku telah merobohkan mereka dan kini kalian penasaran untuk membalas kekalahan tentu ini bisa kuterima, tapi itu pun harus berdasar kenyataan yang benar. Mereka yang mulai dulu mengganggu, mereka menyerang dan kurobohkan, salahkah aku" Dan masalah Sam-kong-kiam sudah kuberitahukan pada murid-murid ketiga partai bahwa aku tidak tahu-menahu dan sungguh tidak memilikinya!"
"Hmm, tak bisa dipercaya!" Sin-houw Yak Gu Bang membentak. "Semua orang tahu kau pencurinya, Kim-mou-eng. Sekarang berani kau mengelak dan tidak mengaku" Kau pencuri hina yang tidak segan-segan pula mungkir. Keparat!"
Kim-mou-eng merah mukanya. "Aku memang tak tahu tentang pedang itu, sobat. Kalau kau tidak percaya itu terserah dirimu. Tapi aku juga tak takut pada segala macam Sin-houw (Harimau Sakti) maupun Sin-ci (Tikus)!"
Yak Gu Bang mendelik. "Kau memaki aku?"
"Siapa memaki" Aku hanya mengatakan isi hatiku saja. Aku memang tak takut pada Sin houw maupun Sin ci atau Sin-yo (kambing)!"
Dan Kim-mou-eng yang tertawa membalas makian orang tiba-tiba melihat si tinggi besar itu menggereng, melompat marah dan mengayun kedua lengannya yang sebesar bambu beliung, angin pukulannya sudah mendahului tiba tapi Kim-mou-eng tidak takut, menggerakkan lengan kanan dan cepat mengerahkan Tiat-lui-kangnya. Dan ketika dua lengan beradu dan benturan keras mengguncangkan tempat itu maka si Harimau Sakti ini terpental sementara Kim-mou-eng sendiri tergetar.
"Dess!"
Kim-mou-eng memuji lawan. Si Harimau Sakti sudah berjungkir balik, turun dan kembali menggeram dengan mata melotot lebar, dia mau menerjang lagi. Tapi empat bayangan lain yang berkelebat ke depan menahan laki-laki ini tiba-tiba berseru,
"Sin-houw, tahan. Kita datang bukan untuk main-main. Kalau Kim-mou-eng tak mau menyerahkan pedang maka kita semua akan menangkapnya"
"Hmm, kalian mau mengeroyok?" Kim-mou-eng tertawa mengejek. "Kalau begitu majulah, tuan-tuan yang gagah. Aku selamanya tak takut menghadapi siapapun!"
"Tidak!" Koang-san Tojin tiba tiba mengebutkan bajunya yang longgar. "Kami datang bukan untuk melakukan keroyokan. Pendekar Rambut Emas, kalau kau jujur dan tidak melarikan diri tentu kami akan menghadapimu baik-baik. Sekarang penuhi saja tuntutan kami!"
"Tuntutan apa?"
"Kau ikut kami ke Bangsal Agung. Di sana kami akan memeriksa salah tidaknya dirimu!"
"Ha-ha" Pendekar Rambut Emas tak dapat menahan tawa "Kau licin, Koang-san Tojin. "Buat apa aku harus ikut kalian ke Bangsal Agung atau tidak agung" Salah benarnya diriku aku sendiri yang buat, tak ada yang berhak menghakimi aku karena aku tak melakukan sesuatu terhadap kalian!"
"Tapi kau telah menghina murid-murid tiga partai!"
"Dan juga mencuri Sam-kong kiam!" Sin-houw menyambung, suaranya marah.
Dan Kim-mou-eng yang tak dapat menahan senyumnya kembali unjuk tertawa tiba tiba batuk batuk merasa geli oleh tingkah laku orang orang ini. Betapapun yang diincar mereka adalah Sam-kong-kiam. Dia tahu itu. Usaha mengelak dari Koang-san Tojin yang menonjolkan masalah murid muridnya mau pun yang lain hanyalah sekedar kedok saja, tentu saja dia tahu itu. Dan ketika orang mengepungnya rapat dan gerakan-gerakan di antara mereka menunjukkan sikap mencurigakan akhirnya pendekar ini berkata mengejek dengan suara hambar,
"Sin-houw, dan kau juga, Koang-san Tojin. Untuk terakhir kalinya aku tak merasa bermusuhan dengan kalian. Urusan Sam-kong-kiam sebenarnya aku pun tak tahu-menahu, bahkan aku mencari cari pencuri ini. Aku terfitnah. Karena itu kalau kalian percaya sebaiknya kalian pergi dan biarkan aku mengaso!"
"Sraaaaat" pedang beronce melati itu dilolos dari sarungnya. "Kita tak perlu berpantang lebar lagi, Koang-san lojin. Kalau Kim-mou-eng tak mau jujur kepada kita dan tak mau ikut ke Bangsal Agung sebaiknya kita ringkus dan geledah dia. Kim-bi, mundur!" ketua Hwa-i-pai itu membentak dua muridnya, dua wanita cantik yang ada di belakang.
Gerakannya ini disusul oleh berkelebatnya tongkat di tangan Pek-lung Lo-kai, rupanya kakek itu setuju dan sependapat dengan rekannya, Koang-san Tojin tertegun. Tapi ketika Sin-houw Yak Gu Bang juga mengangguk dan orang-orang lain di sekelilingnya mencabut senjata mengitari Kim-mou-eng tiba-tiba tosu berbaju longgar ini menarik napas.
"Siancai, rupanya teman-teman menghendaki lain. Pendekar Rambut Emas, Pinto tak dapat membantumu kalau kau keras kepala!"
"Tak ada yang perlu disesalkan, hinaan terhadap murid-murid Pek-tung-pang juga harus segera dibayar lunas sebelum urusan Sam-kong-kiam dimulai!"
"Benar, dan kami akan membantumu, Pek-tung Lo-kai. Kudengar Pendekar Rambut Emas memiliki Tiat-lui-kang yang ampuh. Kita harus berhati hati"
Dan ketika semua setuju dan dua murid Hwa-i-pai mundur disusul murid-murid Koang-san dan Pek-tung-pang maka sepuluh orang yang mengelilingi pendekar ini mulai bersiap siap.
"Kau tetap dengan pendirianmu Kim-mou-eng?"
Kim-mou-eng menghela napas, sorot matanya mulai tajam. "Aku tak akan menyerang kalau kalan tak menyerang. Pergilah, aku tak ingin merobohkan kalian sebelum semuanya terlanjur hebat."
"Sombong, kalau begitu ingin kulihat seberapa kepandaianmu!" dan Hwa-i-paicu yang tak sabar menutup kata-katanya ini tiba-tiba sudah membentak dan maju menggerakkan pedangnya, tubuh berkelebat dan sinar putih pun menyambar, tanpa desing dan suara tapi tahu-tahu mata pedang sudah menusuk tenggorokan lawan.
Kim-mou-eng terkejut karena dalam waktu yang hampir serempak pula yang lain-lain maju menubruk, tongkat di tangan Pek-tung-Lokai menderu menyambar punggungnya, Sin houw Yak Gu Bang juga melompat dengan cengkeraman kesepuluh jarinya. Hebat orang-orang ini. Dan ketika Koang-san Tojin juga menampar dan angin bersiut dari kedua lengannya yang terkembang tiba tiba sepuluh orang itu susul-menyusul menyerang pendekar ini.
"Plak-plak-dess!"
Kim-mou-eng terpaksa bergerak, lengan menangkis dan kaki pun bekerja dengan cepat. Sepuluh setangan yang bertubi-tubi itu dihadapinya dengan pengerahan Tiat-lui-kang, pedang di tangan Hwa-i-paicu terpental tapi wanita cantik itu sudah melengking, membalik dan tiba-tiba berkelebatan lenyap menghujani serangan deras. Sambaran pedangnya berobah menjadi gulungan sinar putih yang naik turun bagaikan pelangi perak, mencoba membungkus dan sebentar kemudian membelit Perdekar Rambut Emas. Dan ketika Pek-tung Lo-kai juga tertolak tongkatnya tapi membalik dan mainkan silat aneh dengan tongkat mendengung-dengung mengelilingi tubuhnya tiba tiba, pendekar ini menjadi repot dan satu dua pukulan lawan menghantam tubuhnya.
"Des dess!" Kim-mou-eng tergetar. Pendekar ini cepat melindungi dirinya dengan sinkang, tubuh menjadi kebal menerima gebukan tongkat bahkan bacokan pedang. Lawan terkejut karena senjata di tangan tetap mental mengenal kulitnya yang atos. Tapi karena serangan bertubi-tubi dari lawan yang begitu banyak membuat Kim-mou-eng kewalahan dan mereka mulai mengarahkan tusukan maupun sodokan pada tempat-tempat yang berbahaya seperti mata dan ulu hati akhirnya pendekar ini berseru keras membentak lawan lawannya itu.
"Cuwi enghiong, sekarang terpaksa aku membalas....!"
Sepuluh lawan terbelalak. Tubuh Kim-mou-eng tiba-tiba mencelat, kedua lengan mendorong sana sini sementara kaki menendang hujan senjata.
Suara "das-des" berulang mengguncangkan tempat itu. Dan ketika Kim-mou-eng melengking dan mengerahkan ginkangnya (ilmu meringankan tubuh) pula menghadapi bacokan pedang maupun tongkat yang bertubi-tubi menghujani tubuhnya mendadak tubuh pendekar ini lenyap beterbangan menyelinap di antara hujan pukulan maupan tusukan pedang.
"Awas....l"
Seruan ini diucapkan dua tosu di luar kepungan. Itulah tosu Koang-san ying telah dirobohkan Kim-mou-eng, melihat bahwa Kim-mou-eng mengulang perbuatannya untuk keluar dari kepungan, mencoba menerobos untuk akhirnya ganti berkelebatan di luar. Sekali pendekar ini berhasil tentu lawan di dalam bakal dikendalikan, seperti mereka. Disetir dan diserang dari luar untuk saling menyerang sesama teman, tentu saja dia khawatir dan seruannya itu lebih ditujukan pada ketuanya, Koang-san Tojin. Tapi karena Koang-san Tojin dan teman-temannya adalah orang-orang lihai dan mereka itu setingkat dua tingkat diatas kepandaian tosu di luar kepungan maka Koang-san Tojin tertawa menyambut seruan dua anggotanya itu.
"Hong-sute, tak perlu khawatir. Kami dapat menjaga diri agar dia tetap di dalam!"
Benar juga. Kali ini Kim-mou-eng mendapat kesulitan. Tubuhnya yarg berkelebatan coba menerobos ternyata gagal. Pukulan maupun gebukan tongkat di tangan Pek-tung Lo-kai dan teman-temannya cukup hebat. Mereka itu dapat bekerja sama untuk tidak kebobolan, sekali yang depan didorong maka yang belakang menyerbu melakukan serangan, cukup sibuk juga pendekar ini. Perhatian dan sinkangnya terpaksa dipecah, ini menyulitkan.
Dan ketika Tiat-lui-kang harus dibagi untuk bertahan melindungi tubuh dan menyerang atau menangkis lawan maka akibatnya tamparan maupun tolakan pendekar itu dapat dihadapi sepuluh lawannya yang benar-benar merupakan orang2 kosen. Mereka itu seolah menghadapi sepersepuluh bagian saja dari tenaga Kim mou-eng. Tentu saja menguntungkan mereka merugikan pendekar ini. Kim-mou-eng kian banyak menerima pukulan sementara dinding serangan lawan tak dapat diterobos. Dan ketika dia kebingungan dan lawan tertawa mengejek maka sebuah babatan pedang mengenai pundaknya.
"Bret!" baju pendekar ini menjadi korban.
Tubuhnya memang tidak apa apa, sinkangnya melindungi tubuh pendekar itu hingga pedang mental kembali. Diam-diam Hwa-i-paicu kagum dan pucat melihat kekebalan lawan. Sudah sekian kalinya pula Kim-mou-eng dibacok tapi kesekian kalinya itu pula senjatanya mental. Matanya bersinar sinar di samping kagum juga penasaran. Kini kulit tubuh pendekar itu nampak, halus dan bersih namun kuat. Betapa indahnya kulit tubuh itu. Wanita ini tiba-tiba jengah dan hati pun berdebar. Entah kenapa kekaguman di hatinya berubah menjadi perasaan yarg aneh, wanita ini belum menikah meskipun usianya sudah tiga puluh tahun lebih. Dan ketika tongkat di tangan Pek-tung Lo-kal juga menyambar dan kurang cepat dielak hingga menggebuk pendekar ini maka baju di bagian itu robek pula.
"Dess!"
Kim-mou-eng tergetar. Baju di bagian ini terkoyak lebar, punggung yang putih dan halus kembali membuat pipi ketua Hwa-i-pai ini memerah. Serangan pedangnya mulai kacau tapi serangan kawan-kawannya yang lain semakin ganas. Cengkeraman Sin-houw Yak Gu Bang pun membuat Pendekar Rambut Emas mengeluh, kalau bukan dia yang menerima cengkeraman itu tentu kulit dagingnya hancur. Harimau Sakti ini pun kagum di samping penasaran
Dan ketika Kim-mou-eng mulai terhuyung huyung dan beberapa pukulan serta gebukan menimpa tubuhnya maka empat laki laki di belakang tertawa padanya.
"Kim-mou-eng, menyerahlah saja. Kami akan mengampunimu baik-baik kalau Sam-kong-kiam kau berikan kepada kami!"
"Atau kau cabut Sam-kong-kiam itu, Kim-mou-eng. Ingin kami lihat seberapa hebat keampuhannya yang disohorkan orang!"
"Atau kau mampus, dan kami akan merampas pedang itu dari mayatmu!" yang berkata begini adalah Sin houw Yak Gu Bang, dia paling beringas dibanding yang lain-lain. Terkamannya berkali kali meleset seolah Kim-mou-eng adalah seekor belut, di samping kebal ternyata juga licin, entah oleh keringat atau oleh kepandaiannya yang tinggi.
Dan ketika Harimau Sakti itu ter-bahak2 dan Kim-mou-eng terbelalak marah maka pendekar ini berseru menimpali lawan lawannya, "Cuwi enghioiig, sebaiknya kalian tak perlu mendesak. Aku tak mau pertumpahan darah disini"
"Wah, kau bicara sombong" Sudah terdesak masih juga bermulut besar" Ha.. ha, kau benar-benar tak tahu malu, Kim mou-eng. Kalau kami dapat kaurobohkan biarlah sedikit tumpahan darah tak apa. Aku boleh menjadi korban pertama!" si Harimau Sakti kembali tertawa bergelak, merasa omongan pendekar ini dianggap sombong dan mengelikan.
Kim-mou-eng sesungguhnya tak bicara besar karena dia dapat membuktikan. Pit nya yang ampuh itu belum dicabut dan dia pun belum mengeluarkan Pek Sin-ciang nya (Pukulan Hawa Putih) yang teramat dahsyat itu. Semua ini belum dilakukan Kim-mou-eng karena pendekar itu ragu-ragu. Dia memang terdesak tapi belum payah benar, coba memperingatkan lawan agar mundur mengalah. Tapi ketika lawan tertawa dan ejekan serta cemoohan terlontar di sana-sini tiba-tiba pendekar ini bangkit kemarahannya dan melihat lawan semakin ganas saja.
"Baiklah. aku telah memperingatkan, cuwi enghiong. Kalau kalian tak tahu diri dan terus mendesak maka maafkan jika satu dua di antara kalian harus roboh"
Kim-mou-eng tiba-tiba mengeluarkan pit-nya, senjata itu berkelebat merupakan sinar hitam, langsung mencuat dan menangkis tongkat di tangan Pek-tung Lo-kai, kali ini tiga perempat bagian dari tenaga Tiat-lut kang dikerahkan, yang lain-lain sedetik dibiarkan karena Kim-mou-eng harus membuka jalan darah. Hal itu terpaksa dilakukan kalau dia ingin keluar kepungan. Dan ketika tongkat bertemu alat tulis (pit) dan getaran Tiat-lui kang tersalur dan langsung menyengat pergelangan Pek-tung Lo-kai yang memegang senjata mendadak kakek ini berteriak tinggi karena tongkatnya patah.
"Hei... pletakl"
Pek-tung Lo-kai melempar tubuh bergulingan. Pit di tangan Kim-mou-eng terus menyambar dadanya, tentu saja dia kaget bukan main, serangan itu terlampau berbahaya. Dan Sin-houw Yak Gu Bang yang ada di sebelah kanan kakek ini dan otomatis menggantikan kedudukan ketika Pek-tung Lo-kai bergulingan tiba-tiba memapak sambaran pit dengan cengkeraman tangannya, tertawa bergelak karena sambaran pit itu perlahan saja. Begitu tampaknya dan heran kenapa Pek-tung Lo-kai harus ketakutan. Tapi begitu pit di tangan Kim-mou-eng tercengkeram dan arus yang luar biasa panas menyengat telapaknya dan terus menembus ke tulang sumsumnya tiba tiba si tinggi besar ini menjerit dan melepas senjata lawan. Namun terlambat. Kim-mou-eng telah membuat lawan terkejut, telapak Harimau Sakti melepuh dan bengkak. Dan, ketika orang terhuyung mundur dan terbelalak kepadanya tahu tahu sinar hitam berkelebat dan leher si tinggi besar menjadi sasaran.
"Awas!"
Sin-houw Yak Gu Bang kaget bukan main. Saat itu dia sedang menahan sakit, tertegun. Pit menyambar lehernya tak dapat dielak. Seruan Koang-san Tojin di belakang membuat dia terkesiap. Delapan temannya yang lain berteriak memperingatkan dan semua menghantam Kim-mou-eng.
Tapi karena Kim-mou-eng bertekad untuk merobohkan seorang dua orang di antara lawan-lawannya dan mengerahkan tenaga menahan bacokan maupun pukulan maupun senjata ditangannya tetap meluncur dan mengenai leher Sin-houw
"Tukk!"
Harimau Sakti itu mengeluh. Dia terbanting dengan luka di urat leher, jalan darahnya pecah karena Kim-mou-eng tak dapat berbuat lain, menyesal tapi saat itu juga dia menerima pukulan dan bacokan di belakang. Dan ketika Harimau Sakti itu terguling dan Kim-mou-eng terguncang menerima pukulan yang bertubi-tubi di belakang tubuhnya maka pendekar ini pun terpelanting namun sudah bergulingan melompat bangun, tidak terluka kecuali tergetar saja oleh kerasnya pukulan pukulan di belakang. Semua lawan terbelalak karena pendekar itu benar-benar hebat. Dan ketika Sin-houw tak bangun lagl entah pingsan entah tewas mendadak Kim mou-eng berkelebat pergi karena telah lolos dari kepungan.
"Cuwi enghiong, maaf. Sekarang harus kita akhiri...!"
Koang-san Tojin dan teman-temannya terkejut. Mereka sadar, tiba-tiba marah dan mengejar Kim-mou-eng telah berada jauh di depan dan mereka kaget karena lolosnya pendekar itu berarti lolosnya pedang Sam-kong-kiam. Tentu saja mereka tak membiarkan. Dan ketika Kim-mou-eng berlari keluar hutan dari malam yang gelap bisa membantu pendekar itu untuk melarikan diri maka Pek-tung Lokai membentak dan menyambar senjata baru di tangan seorang muridnya, mengejar disusul yang lain-lain.
"Kim-mou-eng, berhenti. Atau kau serahkan pedang keramat itu dulu!"
Kim mou-eng gemas. Gerakan pit-nya telah menumbangkan seorang musuh, sungguh dia menyesal karena korban pertama harus jatuh. Kini orang tak tahu diri dan belasan musuh di belakang mengejar, dia mengerahkan ginkang tapi orang orang itii tak mau melepaskannya. Dan ketika menjelang fajar dia tiba di sebuah lapangan berumput mengingatkannya pada tempat suku bangsanya sendiri mendadak dari mana-mana muncul orang beraneka ragam membentaknya untuk menyerahkan Sam-kong-kiam, sama seperti pengejar-pengejar di belakang pada rombongan Koang-san Tojin dan teman temannya itu.
"Kim-mou-eng, serahkan Sam-kong-kiam.!"
Pendekar ini pucat. Di depannya menghadang tigaratus lebih orang-orang bersenjata, mereka itu dipimpin dua kakek cebol yang tertawa bergelak, di sampingnya berdiri pula seorang kakek yang bertelanjang kaki. Tubuhnya sedang tapi seluruh mukanya hampir tertutup oleh rambut yang kasar bagai rambut singa, sorot matanya buas, kipas bulu di tangan kirinya dikebut-kebutkan sambil menyeringai.
Tiga orang di depan ini mengejutkan Kim-mou-eng. Dan karena di belakang sudah tertutup oleh rombongan Koang-san Tojin sementara di depan muncul ratusan orang dipimpin dua kakek cebol itu bersama si kakek bermuka singa maka Kim-mou-eng berhenti bagai disentak jantungnya.
"Hek-bong Siang-lo-mo....!" dia berseru tertahan.
"Ha-ha, kau masih mengenal kami, Kim-mou-eng" Bagus, kami memang Hek-bong Siang-lo-mo (Sepasang Iblis Kuburan). Kami telah menunggumu dan tentunya kau tak lupa pada sahabat kami ini!"
Dan iblis cebol itu menunjuk teman di sebelahnya. Kim-mou-eng tertegun karena tentu saja dia pun mengenal kakek bermuka singa itu, bukan lain Sai-mo-ong adanya, iblis yang tak kalah mengerikan dengan sepasang iblis cebol pertama. Dan ketika Kim mou-eng terkejut dan berhenti menghadapi orang orang ini maka rombongan di belakang telah tiba dan langsung mengepung.
"Kim-mou-eng, sekarang kau tak dapat lari lagi!"
Pendekar ini terbelalak. Sekarang dia memang tak dapat lari lagi, lawan mengepung dari mana mana. Seluruh penjuru sudah dipagar rapat tak mungkin dia lolos lagi. Tapi Kim-mou-eng yang marah mengepal tinju tiba-tiba membalik menghadapi rombongan Koang-san Tojin ini. "Koang-san Tojin, apakah kalian akan mengeroyokku bersama iblis-iblis ini" Kalian mengepung bersama orang orang sesat itu?"
"Ha-ha!" Hek-bong Siang lo-mo terbahak memotong. "Kali ini tak ada yang sesat atau yang tidak sesat, Kim-mou-eng. Kami kebetulan saja bertemu untuk maksud yang sama. Kau mencuri Sam-kong-kiam, karena itu, keluarkan pedang itu dan biar kami urus bagaimana baiknya!"
"Benar, dan kami tak akan membunuhmu, Kim-mou-eng. Kau dapat lolos kalau pedang itu kau berikan kepada kami. Keluarkanlah!"
Yang berkata begini adalah kakek bermuka singa itu, matanya berkilat sementara bibir ditarik kian menyeringai. Inilah hinaan bagi Kim-mou-eng. Tapi Koang-san Tojin dan teman temannya yang ternyata tak rela pedang itu diserahkan pada Hek-bong Siang lo-mo dan kawan kawan tiba-tiba membentak,
"Tidak, pedang harus kau serahkan pada ku ini, Kim mou-eng. Sam-kong kiam tak boleh jatuh pada orang sesat karena mereka tak berhak!"
"Hm, kau siapa?" Toa-lo-mo, orang tertua dari Hek-bong Siang lo mo mengejek bertanya pada tosu ini, melihat Koang-san Tojin mewakili teman temannya bicara tentang pedang.
Tapi Sai-mo-ong yang rupanya mengenal tosu itu tiba-tiba tertawa. "Dia Koang-san Tojin, lo-mo. Ketua Koang-san-pai bersama teman temannya. Mereka itu Pek-tung Lokai dan Hwa-i-paicu!"


Pedang 3 Dimensi Lanjutan Pendekar Rambut Emas Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hm, bagus! Lalu kalian mau mengangkangi pedang?"
"Ah," Sai mo-ong lagi-lagi bicara. "Sebaiknya masalah itu jangan diributkan dulu, lo mo. Kita hadapi saja Kim-mou-eng ini dan lain-lain belakangan. Urusan itu bisa diatur, jangan kehilangan ikan kalau harus berebut tulang!"
Toa-lo-mo tiba-tiba sadar. Memang yang menjaring ikan adalah Kim-mou-eng ini, mereka tak perlu ribut ribut kalau Kim-mou-eng belum mengeluarkan pedang. Dia tidak takut pada rombongan Koang-san Tojin itu tapi harus menghemat tenaga kalau tak mau kehilangan Sam-kong kiam. Pendekar Rambut Emas itulah yang harus dihadapi lebih dulu dan bukannya rombongan Koang-san Tojin ini. Maka terbahak membenarkan omongan teman sendiri akhirnya iblis cebol ini menghadapi Kim-mou-eng.
"Kim-mou-eng, keluarkan Sam-kong-kiam itu untuk kami lihat!"
"Tidak, kau harus mengeluarkannya untuk kami, Kim-mou-eng. Jangan serahkan pedang itu, pada orang-orang sesatl" Pek tung Lokai kali ini bicara. Hwa-i-paicu dan lain lain juga melompat. Mereka khawatir Kim-mou-eng memberikan pedang pada lawan.
Hek-bong Siang-lo-mo melotot, pihak Koang-san Tojin mencari ribut!
Tapi Kim-mou-eng yang mengangkat lengannya tinggi-tinggi ke atas tiba tiba berseru, "Hek bong Siang-lo mo, dan kalian, Pek-tung Lokai. Sekali lagi kuberitahukan pada kalian bahwa aku tidak memiliki pedang itu. Sam-kong-kiam tak ada padaku, pedang itu dicuri orang lain!"
"Heh.... heh...." Ji-lo-mo (iblis kedua) kali ini terkekeh. "Kau masih menipu kami, Kim-mou-eng" Memangnya kami anak-anak kecil" Kalau kau tak mau mengeluarkan pedang terpaksa kami akan mencarinya di mayatmu!"
"Benar, dan kau mencelakai seorang rekan kami, Kim-mou-eng. Karena itu serahkan pedang dan biar kami melindungi dirimu dari orang-orang sesat ini!"
Hwa-paicu sekarang membuka suara, diam2 khawatir dan semakin kagum saja pada Pendekar Rambut Emas ini. Kalau tak ada rombongan Hek-bong Siang lo-mo dan teman-temannya itu mau rasanya dia memberi bantuan secara diam diam. Mencarikan jalan keluar umpamanya, atau apa saja yang dapat ia lakukan.
Tapi Hek-bong Siang lo mo yang tertawa mengejek tiba-tiba mengibaskan lengannya ke belakang. "Kalian jaga baik baik, orang-orang dari Hwa-i-pang dan Pek-tung pang itu rupanya mau berbalik haluan!"
Hwa-i-paicu semburat merah. Dia dilirik teman-temannya yang lain, omongannya tadi memang tidak salah tapi getaran perasaannya tertangkap. Koang-san Tojin sudah memandangnya dengan alis berkerut. Tapi belum lagi wanita baju kembang itu bicara lagi, tiba-tiba Sai-mo-ong sudah mengosok kakinya dan menggoyangkan kipas dua kali.
"Kim-mou-eng, kau tak mau menyerahkan Sam kong kiam?"
"Hm, kalian rupanya tak percaya, Mo-ong. Kalau pedang itu ada di tanganku tentu sudah kucabut sekarang!"
"Bagus, kalau begitu mari maju. Ayo serang, Siapa dapat membunuhnya dialah yang memiliki pedang!" dan Sai-mo-ong yang terkekeh mencelat ke depan tiba-tiba mengajak dua temannya melakukan pukulan dahsyat. Tangan dan kaki sudah bergerak disusul lain-lainnya pula.
Ratusan orang itu berteriak membuat suasana gaduh, mereka sebelumnya sudah tak sabar oleh banyak bicara yang dianggap kosong. itulah orang orang yang berhasil dikumpulkan Sai Mo-ong dan Hek-bong Siang-lo-mo. Lima puluh diantaranya adalah orang orang pertama yang dulu disewa Kapak Hitam. Kapak Hitam sendiri tampak di situ bersama Seng Cui, si pongah yang dibuat jatuh bangun dalam segebrakan itu. Dan ketika semua orang meluruk dan pukulan serta hantaman menghujani tubuh pendekar ini dan Kim-mou-eng marah oleh kecurangan mereka tiba-tiba Pek-tung Lokai dan teman temannya yang khawatir mendengar seruan Mo ong tadi tiba-tiba juga menerjang dan tak mau kehilangan Sam-kong-kiam di tangan orang orang sesat.
Cemas dan gelisah karena Mo-Ong tadi bicara siapa dapat membunuh Kim-mou-eng dialah yang berhak atas Sam-kong-kiam. Maka begitu mendengar aba aba dan melihat bahwa ini pun kesempatan baik bagi pihaknya untuk menyerang Kim mou-eng tiba-tiba Pendekar Rambut Emas itu sudah diterjang dari segala penjuru diiringi bentakan dan teriakan di sana sini.
"Plak plak dess!" Kim-mou-eng berseru keras, berkelebat melompat tinggi menghadapi hujan serangan yang begitu banyak, menangkis dan tentu saja membalas mengeluarkan Tiat-lui-kangnya.
Lima lawan memekik ngeri karena mereka roboh terjungkal, muntah darah disambar Pukulan Petir. Dahsyat pukulan pendekar itu, tak dapat lagi menahan tenaganya karena musuh seperti setan kelaparan. Mereka itu menyerbu sambil berkaok-kaok, Pendekar Rambut Emas dijadikan kelinci sararan manusia-manusia haus darah, korban pertama roboh dan tewas.
Tapi karena musuh begitu banyak dan pukulan Sai-mo-ong serta Hek bong Siang-lo mo paling berbahaya diantara semua hujan serangan maka Pendekar Rambut Emas lebih mencurahkan perhatiannya ke sini, mengelak dan menangkis.
Sementara rombongan Pek-tung Lokai juga sudah mulai bergerak. Mereka itu tak tahu diri, marah benar Kim mou eng. Dan ketika musuh di depan tunggang-langgang tersapu angin pukulannya tapi kipas dan pukulan di tangan Sai-mo-ong dan Sepasang Iblis Kuburan menyambar dahsyat maka Kim-mou-eng menghadapi serangan tiga orang itu dengan bentakan melengking.
"Des-dess!"
Empat orang itu tergetar. Hek-bong Siang-lo-mo dan Mo-ong terpental, mereka masih kalah tenaga. Geram dan kagum bukan main tiga kakek iblis itu. Tapi karena mereka sudah berkali-kali bertemu muka dan kehebatan Pendekar Rambut Emas sudah mereka ketahui baik maka tiga iblis ini tertawa bergelak dan maju kembali, menyuruh orang orangnya menerjang tak gentar.
"Ayo, bunuh dia. Maju....!"
Kim-mou-eng dikeroyok. Pendekar sakti itu menghadapi terjangan lawan dari segala penjuru, kini dengan amat licik dan curang Mo ong mau pun Lo-mo menyerang dari belakang, mereka itu tertawa-tawa. Dan karena ratusan orang mengeroyok sementara Kim-mou-eng seorang diri maka pendekar ini kewalahan menghadapi sekian banyak orang yang dipimpin tiga iblis licik itu.
Menampar dan melindungi dirinya dengan pukulan-pukulan Tiat-lui-kang, terpaksa mencabut pit nya dan belasan orang roboh terpelanting oleh totokan maupun pukulannya. Sebentar kemudian tubuh tubuh bergelimpangan dan pendekar itu membentak menyuruh lawan-lawannya mundur, orang-orang tolol itu seperti laron saja yang mendekati api, tak ada lain jalan bagi pendekar ini kecuali merobohkan mereka.
Sebentar kemudian tiga puluh tubuh terbanting kesakitan di atas tanah. Cukup mengerikan keadaan mereka itu, ada yang gosong kulitnya dan ada pula yang patah-patah tulangnya. Pendekar ini dikepung dan membuka jalan darah. Tapi karena yang roboh itu adalah orang kelas rendahan dan mereka itu masih juga didorong dorong Hek-bong Siang-lo-mo maupun Mo ong yang terus bergerak di belakang dan melancarkan serangan curang maka kipas maupun pukulan tiga kakek iblis itu mendarat di tubuh Pendekar Rambut Emas, kian lama kian banyak dan Hek bong Siang-lo-mo bahkan mengeluarkan sabitnya, senjata melengkung yang amat mengerikan itu. Dan ketika rombongan Pek-tung Lokai juga melakukan keroyokan dan satu dua pukulan berat menghantam pendekar ini akhirnya Kim-mo-eng terhuyung huyung dan mulai jatuh bangun.
"Lo-mo, kalian pengecut pengecut busuk. Kalian tak tahu malu!"
"Ha ha, malu atau tidak itu bukan urusanmu, Kim mou-eng. Sekarang keluarkan saja Pedang Tiga Sinar mu dan kau serahkan baik2 kepada kami!" Hek-bong Siang-lo-mo tak perduli.
Mereka bahkan dapat membalas dendam atas kekalahan beberapa waktu yang lalu (baca: Pendekar Rambut Emas). Ini merupakan kesempatan baik bagi mereka kalau ingin membunuh Kim-mou-eng. Dan karena Kim-mou-eng kewalahan dan sedikit atau banyak pertahanan tubuh mulai guncang oleh serangan-serangan tiga kakek iblis ini akhirnya Pendekar Rambut Emas pucat mukanya menerima pukulan bertubi-tubi.
Hal itu bahkan menyenangkan Mo-ong dan dua iblis cebol ini. Rombongan Pek-tung Lokai mengerutkan alis, mereka melihat kegagahan Pendekar Rambut Emas itu, betapapun mereka tak dapat menyembunyikan kagum dan Hwa-i-paicu bahkan terisak. Ketua Hwa-i-paicu ini rupanya malu mengerubut, kegagahannya tersinggung. Tapi karena teman temannya terus bergerak dan ia juga khawatir Pedang Tiga Sinar itu jatuh di tangan orang orang sesat maka ketua Hw-i-pai yang cantik Ini tiba-tiba berseru,
"Kim-mou-eng, serahkan saja pedang keramat itu kepada rombongan kami. Biar kami yang mengambil alih tanggung jawabmu!"
Kim-mou-eng menahan sakit. "Aku tak membawa pedang itu, nona Kenapa menuduh saja tak percaya" Kalau benar kubawa tentu sudah kukeluarkan. Kalian orang-orang tolol!"
"Ha-ha, ada yang jatuh hati rupanya. Bagaimana, Kim-mou-eng" Kau mau menerima bujukan ketua Hwa-i-pai yang cantik ini?"
Hwa i-paicu marah. Yang mengeluarkan kata2 itu adalah Sai-mo-ong, dia telah mendengar kehebatan iblis tua ini namun tidak takut. Mereka memang baru pertama kali itu ketemu. Maka mendengar ejekan ini dan sikap Mo-ong dianggap menghinanya tiba-tiba wanita ini memekik menggerakkan pedangnya menusuk kakek iblis itu.
"Mo-ong, jaga mulutmu. Jangan kira aku takut!"
"Wah" Kau membela Kim-mou-eng" Bagus. semakin tampak belangnya...."
"plak!" dan Sai-mo-ong yang mengelak dan menangkis tusukan pedang itu tiba-tiba diserang lagi dengan pekik tinggi menandakan kemarahan ketua Hwa-i-pai ini. Dua orang itu sejenak baku hantam sendiri, Kim mou-eng secara tak langsung berkurang dua lawannya yang tangguh, terutama si kakek iblis. Dan ketika Sai-mo ong harus berlompatan dan terbelalak memandang lawannya maka Kim-mou-eng mendapat jalan keluar.
Saat itu tujuh puluh lima orang sudah menggelimpang mengaduh-aduh, Kim-mou-eng terkoyak pakaiannya dan lelah. Berlari semalam suntuk dikejar rombongan Koang-san Tojin membuat dia letih, kini ditambah lagi keroyokan Hek bong Siang-lo-mo dan antek-anteknya itu. Betapapun hebat dirinya tetap saja tak mungkin menghadapi lawan sekian banyak. Kini Mo-ong diserang Hwa-i-paicu dan kesempatan itu tak boleh disia-siakan.
Dan ketika dua orang itu menarik diri untuk berkelahi di luar maka Pendekar Rambut Emas mengeluarkan bentakan tinggi mengibas sabit di tangan Hek-bong Siang-lo-mo. Dua senjata iblis cebol itu terlalu berbahaya, yang lain dia biarkan menimpa tubuhnya yang dilindungi sinkang. Dan begitu sabit tertolak dan tubuhnya menjadi bulan-bulanan pukulan yang lain maka pendekar ini terpelanting sekaligus menggulingkan tubuh menyerampangkan kaki, dan bawah dia membabat lawan lawannya yang berteriak kaget. Dan begitu lawan menjerit dan tujuh di antaranya terlempar ke belakang maka Kim-mou-eng melompat bangnn melarikan diri.
"Heii....!"
Orang-orang terkejut. Mereka yang terlempar tak dapat bangun kembali, tapi rombongan Koang-san Tojin dan Hek-bong Siang lomo yang terkejut oleh lolosnya Kim-mou-eng tiba-tiba berteriak. Mereka marah mengejar Kim-mou-eng. Hek-bong Siang-lo mo bahkan menimpukkan sabitnya dari jauh, senjata ini menyambar punggung Kim-mou-eng, ditangkis dan Kim-mou-eng sudah melarikan diri lagi. Dan ketika pendekar itu lolos dan Hek-bong Siang lo-mo mencak-mencak maka dua iblis cebol itu memungut sabit mereka kembali sambil memaki Mo-ong dan Hwa-i-paicu.
"Mo-ong, dia lolos. Kau bodoh sekail meninggalkan pertempuran!"
"Ya, dan Hwa-i-paicu ini menjadi gara-gara, toa-heng (kakak). Kalau beres urusan ini sebaiknya dibunuh saja dia itu!" Ji-lo-mo, orang ke dua juga mencak-mencak. Mereka memaki dan mendorong Hwa-i-paicu, tentu saja ketua Hwa-i-pai ini terpental dan perkelahiannya bersama Mo-ong terputus. Teman-temannya juga menegur agar dia tidak melayani kakek iblis itu. Dan ketika Mo-ong terkekeh dan sadar mengejar Kim-mou-eng maka Koang-san Tojin berseru pada rekannya ini,
"Paicu, tunda dulu urusan dengan iblis-iblis ini. Kejar Kim-mou-eng, jangan biarkan dia lolos membawa Sam kong-kiam!"
Hwa-i-paicu tertegun merah. Dia sudah melihat teman-temannya mengejar, Mo-ong meninggalkannya dan bersama Hek-bang Siang-lo mo memburu Kim-mou-eng, lain lain juga mengikuti dan berteriak-teriak marah. Pengeroyok masih berjumlah separuh lebih, masih dua ratusan orang. Dan ketika teman-temannya mengejar dan Kim-mou-eng di sana tertatih tatih melarikan diri maka terpaksa ketua Hwa-i-pai ini mengikuti dan mengejar Pendekar Rambut Emas. Dan Pendekar Rambut Emas kepayahan. Dia sudah mulai luka-luka, kekebalan tubuhnya kian berkurang menghadapi demikian banyak lawan, terutama menerima hantaman bertubi tubi dari Hek-bong Siang lo-mo dan Mo-ong. Dan karena lawan masih segar dibanding dirinya sendiri yang sudah terlalu lelah maka di dekat sebuah jurang pendekar ini tersusul.
"Ha ha, kau tak dapat melarikan diri, Kim-mou-eng. Keluarkan Sam-kong kiam dan serahkan kepada kami!"
Hek-bong Siang lo-mo yang ada di depan menubruk, Sai-mo-ong yang juga sudah memburu tiba melepas pukulan tangan kanannya, angin berbau amis meluncur dari tangan kakek iblis itu. Kim-mou-eng tak dapat mengelak kecuali menangkis. Dan ketika dia menangkis dan terpaksa berhenti maka tiga pukulan kekek iblis ini bertemu lengannya yang seketika terpenral dan dia roboh terbanting, tanda tenaga benar-benar sudah terkuras.
"Dess!" Kim-mou-eng mengeluh pendek, di ejek dan diburu lagi oleh tiga kakek iblis itu, pendekar ini terdesak. Dan ketika yang lain juga tiba dan melancarkan pukulannya maka Kim-mou-eng menggigit bibir menggeram marah.
"Mo-ong, kalian manusa manusia keji Kalau begitu terpaksa kubunuh kalian!" Pendekar Rambut Emas menggerakkan pit-nya, kembali menangkis tapi tangan kiri tiba-tiba berkerotok, sinar putih berkeredep dan Mo Ong serta Hek bong Siang lo mo terbelalak.
Dan ketika tangan kiri itu menyambar dan mereka jatuh terjengkang maka tiga kakek iblis itu berteriak gentar membanting tubuh bergulingan.
"Awas Pek-sian-ciang.....!"
Yang lain-lain juga terkejut. Mereka merasakan sambaran angin dahsyat itu, sepuluh orang disambar roboh menjerit ngeri. Mereka tewas sebelum terbanting! Dan ketika yang lain tunggang langgang dan Mo ong serta Lo mo melompat bangun tahu-tahu tiga kakek iblis ini melontar senjata mereka menyerang dari jauh, ditangkis dan mereka sudah menubruk, gerakannya cepat dan Kim-mou-eng tak dapat menghindar lagi.
Tiga iblis tua itu tahu-tahu menangkap kakinya, mencengkeram dan menarik hingga Kim-mou-eng kesakitan. Pendekar ini kaget karena lawan hendak merobek tubuhnya menjadi dua. Dan ketika dia berseru keras dan tiga kakek itu tertawa bergelak tiba tiba Lo-mo dan Mo ong menggerakkan jari menusuk bola matanya.
"Aaah....!" Kim-mou-eng bergerak cepat. Dia melengking tinggi membebaskan tubuhnya, meronta dan melempar kepala seraya menggerakkan kedua lengannya, pit di tangan kanan bahkan menusuk telapak Ji lo mo. Tapi karena tenaganya sudah berkurang banyak dan seluruh kekuatan dipusatkan untuk membebaskan diri tiba tiba Kim-mou-eng mengeluh pendek ketika jari-jari Lo mo dan Mo eng masih juga menyambar telinganya dan menghantam begitu dahsyat. Bola mata memang dapat diselamatkan tapi tamparan disisi kepala itu serasa dipukul godam. Kim-mou-eng mencelat dan seketika pingsan, terlempar dan secara kebetulan masuk ke mulut jurang yang ada di belakangnya itu. Dia tak tahu apa2 tapi Lo-mo dan Mo-ong berseru kaget, mereka tertegun dan tersentak memandang peristiwa itu. Kim-mou-eng terjeblos dan kemudian lenyap dalam waktu begitu cepat. Dan ketika mereka sadar dan yang lain lain juga berteriak kecewa tiba-tiba semua orang bengong dan Hek bong Siang-lo-mo membanting kaki.
"Keparat, dia lolos. Kita kehilangan Sam-kong kiam....!"
"Tidak, kita masih dapat mencarinya di bawah jurang, Lo mo. Ayo kita turun!" Mo-ong berseru, tiba-tiba berkelebat dan Lo mo kakak beradik terkejut.
Kawan mereka itu sudah berjungkir balik di sana, seutas tali diayun berkali kali menggaet batu batu runcing, berbahaya perbuatan itu. Semua orang ngeri. Tapi karena Mo-ong merupakan datuk sesat yang kepandaiannya tinggi sekali dan ginkang yang dimiliki kakek muka singa itu juga hebat maka sebentar kemudian Mo ong sudah lenyap ke bawah dan Lo-mo kakak beradik tertegun. Mereka saling pandang sejenak, tapi karena Mo ong sudah berani turun ke jurang dan mereka pun merasa mampu tiba-tiba sepasang iblis cebol ini berkelebat ke jurang dan tertawa aneh.
"Toa-heng, kita berpegangan dan saling lonrtr!"
Semua orang terbelalak. Sepasang iblis cebol ini tidak menuruni jurang seperti Mo-ong, yang mempergunakan tali Melainkan saling ayun dan ganti berganti memempel di dinding jurang seperti cecak. Mereka begitu lincah dan bergerak amat mengagumkan. Orang-orang pun terpana. Dan karena mereka tak mau didahului Mo-ong dan dua iblis cebol ini berpindah-pindah dan merayap turun dengan cepat tiba-tiba keduanya pun sudah menghilang dan lenyap di bawah jurang berkabut.
Rombongan Koang-san Tojin saling pandang. Mau tak mau mereka mendecak melihat kepandaian dua iblis cebol itu, juga Mo-ong yang meluncur turun seperti monyet besar, ketiganya lenyap dan tak kelihatan lagi dari atas.
Koang-san Tojin dan rombongannya ragu untuk mengikuti jejak tiga iblis itu. Tapi ketika mereka menunggu setengah jam dan kasak-kusuk mulai terdengar di sana sini mendadak mereka melihat tiga kakek iblis itu muncul sambil berteriak-teriak. "Setan! Di bawah ada setan....!"
"Hiih, itu hantu. Mo-ong. Kim-mou-eng menjadi hantu dan mengejar-ngejar kita....!"
Koang-san Tojin dan rombongannya terkejut. Mereka melihat tiga kakek iblis itu berteriak-teriak dengan muka penuh keringat, pakaian basah penuh peluh dan muka mereka pun kedinginan. Gigi berkatrukan dan tiga kakek iblis itu tampak ketakutan. Aneh sekali. Dan ketika mereka melompat ke atas dan rombongan Koang-san Tojin tertegun mendadak ketiganya kabur dan Ji-lo mo maupun Toa lo-mo baret-baret kulitnya tak perduli kanan kiri lagi.
"Setan, Kim-mou-eng menjadl Setan....!"
Rombongan Koang-san Tojin melongo. Mereka melihat tiga kakek iblis itu dibelit ular besar yang sudah tidak berkepala, darah menetes-netes dan tampaknya tiga orang itu tak sadar. Entah apa yang terjadi. Tapi ketika mereka merasa geli dan heran serta bingung oleh sikap Mo-ong dan Lo-mo mendadak segumpal asap muncul dari dalam jurang menyambar mereka, asap yang berbentuk kepala dewa dengan enam pasang lengan.
"Kalian pergilah, tak ada apa-apa lagi di sini!"
Koang-san Tojin dan teman-temannya kaget. Asap itu dapat bicara, serangkum angin dahsyat menghantam mereka dengan lembut namun kuat. Koang-san Tojin terpelanting dan teman temannya juga terjungkal, tentu saja mereka pucat bukan main dan berseru keras. Dan ketika mereka melompat bangun namun asap itu bergerak ke sana-sini dan enam pasang lengan itu mendorong-dorong mendadak mereka semua terlempar dan tak ada satu pun yang dapat menahan gerakan "asap" aneh ini.
"Setan....!"
"Iblis....!"
Rombongan Koang-san Tojin kalut. Mereka gentar dan coba melawan, Koang-san Tojin sudag memberanikan hatinya mengelak dan membalas. Tapi ketika pukulannya membalik dan sekuat itu pula dia tertolak oleh angin pukulannya sendiri akhirnya ketua Koang-san-pai ini terbanting berguling dan pucat serta gentar bukan main. Pengikut Lo-mo maupun Mo-ong jangan ditanya lagi, mereka itu sudah roboh menjerit-jerit dengan muka ketakutan. Bagai ditiup angin taufan saja mereka terguling-guling menjauhi jurang, sekejap saja sudah terlempar puluhan tombak. Dan karena tak ada satu pun yang mampu menahan gerakan asap dewa ini dan semua orang melarikan diri akhirnya Koang-san Tojin dan teman-temannya juga membalik dan memutar tubuh mengambil langkah seribu.
Mereka seolah menghadapi mahluk aneh. Suara di balik asap itu menakutkan sekali. Dan karena Kim-mou-eng dianggap tewas dan urusan Sim-kong kiam dianggap selesai maka Koang-san Tojin dan rombongannya tunggang tenggang menjauhi jurang. Sekarang mereka mengerti ketakutan yang dialami Mo-ong dan Lo-mo itu, betapa mahluk yang dianggap setan ini memang luar biasa. Tak ada pukulan atau serangan yang mampu mengalahkannya, justeru mereka sendiri yang roboh disambar asap tanpa ujud yang jelas itu. Dan ketika semua orang lari terbirit-birit dan tempat itu pun sunyi seperti sedia kala akhirnya "asap" ini kembali dan "masuk" ke dalam jurang darimana tadi dia berasal.
Tak ada yang tahu betapa seorang kakek keluar dari balik tabir asap ini. menggeleng kepala dan berkali-kali menghela napas. Dan begitu dia mengembangkan lengan menggerakkan sedikit kakinya tahu-tahu kakek ini "amblas" dan hilang di bawah jurang!
===0d0w0=== Siapa kakek ini" Bagaimana dia muncul dalam bentuk asap yang aneh itu" Untuk mengetahuinya marilah kita ikuti sejenak apa yang dialami Mo-ong dan Lo-mo itu ketika mereka mencari Kim-mou-eng di bawah jurang.
Seperti diketahui, Kim-mou-eng pingsan menerima pukulan keras yang menghantam kedua sisi kepalanya. Pendekar Rambut Emas terlalu lelah dikeroyok begitu banyak orang, biarpun seorang berkepandaian tinggi dengan kesaktian hebat. Dan karena pukulan tiga kakek iblis itu mengguncang isi kepalanya dan Kim-mou-eng pingsan maka dengan tepat dan tanpa sengaja dia terlempar ke dalam jurang dimana lawan lawannya yang lain merasa kaget dan terkejut karena itu berarti lenyapnya Sam-kong-kiam.
Pedang Tiga Sinar ini memiliki daya tarik yang begitu besar. Pedang itu seolah jauh lebih beeharga daripada nyawa sendiri. Mo-ong dan Lo-mo nekat mengejar, mereka menuruni jurang dan mencari mayat Kim-mou-eng. Tapi ketika mereka tiba di tengah dan kabut yang tebal mengambang di tengah-tengah jurang ini mendadak sebuah suara tanpa ujud menegur mereka.
"Lo-mo, kalian dua orang tua mau apa begini nekat" Kalian mencari penyakii?"
Lo-mo dan Mo-ong terkejut. Mereka bertiga sudah tiba di bagian dinding yang bercelah, jurang itu dalam dan dasarnya masih belum kelihatan. Dari gaung suara yang menegur itu dapat diukur betapa dalamnya jurang itu. Mungkin ratusan tombak. Tapi karena Lo-mo dan Mo-ong bukan orang-orang penakut dan mereka merupakan tokoh tokoh sesat yang terkejut sedetik oleh teguran ini mendadak mereka membalik memandang sebuah lubang di celah-celah jurang itu.
"Kau siapa" Siluman dan mana ini berani bicara kepala kami?"
Tak ada jawaban. Gema suara Ji-lo-mo memantul balik, kakek iblis itu dan dua temannya penasaran, terbeliak di samping was was karena mereka baru tahu bahwa di tengah jurang kiranya terdapat manusia lain. Mereka tak percaya pada setan dan hantu. Maka membentak dan melompat ke mulut lubang ini tiba-tiba Ji-lo-mo melepas pukulan.
"Hei, kau tak dapat bicara" Kalau begitu terimalah, mampuslah di dalam...."
"wut!" pukulan Ji-lo-mo menderu dahsyat, langsung menghantam dan memenuhi lubang di dalam. Iblis ini jelas merasa bahwa seseorang ada di dalam sana. Tapi ketika terdengar desis keras dan tiga ekor ular keluar menyambut pukulan Ji-lo-mo mendadak ketiga binatang melata itu menyerang dan memagut iblis cebol ini.
"Wah, keparat..!" Ji-lo-mo terkejut, mundur setindak dan tangannya bergerak menangkis. Ular yang ada di depan sendiri ditangkap kepalanya, mengegos tapi kalah cepat oleh gerakan kakek ini. Dan ketika ular di depan tertangkap dan menggeliat kuat tiba tiba Ji-lo-mo tertawa meremas kepala ular.
"Kres!" ular itu hancur, besarnya sepaha orang dewasa tapi dua temannya yang lain menyerang lagi, meluncur ke bawah dan memagut kaki kakek ini. Tapi ketika Ji-lo-mo menendang dan ular besar itu bertemu kakinya tiba-tiba mereka terlempar dan jatuh tersungsang di bawah jurang dimana sebatang pohon besar melintang sepuluh tombak di bawah kaki Ji-lo-mo.
"Ha-ha, kita mendapat daging segar, toa-heng. Bisa buat sarapan di atas nanti" Ji-lo-mo terkekeh, melempar bangkai ular di tangannya dan memandang bersinar sinar pada dua ular di bawah pohon, mereka menggeliat-geliat dan tersungsang di sana, setengah tubuh mereka menggantung, tak dapat naik maupun turun. Tapi Mo-ong yang terbelalak ke depan menuding kaget tiba tiba berseru,
"Hei, awas....!
Ji-lo-mo juga merasa sesuatu yang tidak beres itu. Dia merasakan kesiur angin dingin, dalam lubang ternyata tak ada apa apanya kecuali tiga ekor ular besar tadi. Dia sudah menghilangkan kewaspadaan pada lubang ini. Maka ketika temannya menuding dan dari celah-celah itu muncul sesosok bayangan dan Ji lo-mo menolgo mendadak iblis ini hampir terjungkal karena sesosok bayangan putih yang ujudnya tidak jelas telah berdiri di hadapannya dengan kaki tidak menginjak tanah.
"Setan....!" tanpa terasa Ji-lo-mo memekik tentu saja tangannya bergerak menampar sesosok tubuh yang mirip hantu itu. menghantam dan ngeri karena bayangan itu mengambang di atas bumi. telapak kakinya menggantung. Tapi muka bayangan itu terpukul dan pukulan Ji-lo-mo meluncur begitu saja seolah "menembus" bayangan itu mendadak pukulan itu membalik dan Ji-lo-mo terbanting menerima daya tolak angin pukulannya! Sendiri!
"Waoo.....!" Ji lo-mo kaget, berseru keras dan berjungkir balik menghindari angin pukulannya sendiri. Tapi karena dia berada di tengah jurang dan lupa bahwa saat itu dia bukan di atas tanah tiba-tiba iblis ini terjeblos dan jatuh ke dasar jurang, tentu saja terkejut dan segera sadar bahwa dia dalam bahaya. Tapi kakaknya yang sudah merenggut tali di tangan Mo-ong dan melecut ke bawah tiba-tiba berseru, "Tangkap!"
Toa-lo-mo mengeletarkan talinya, ujung meledak di samping tubuh adiknya dan Ji lo-mo menangkap, dalam saat-saat kritis, begitu iblis cebol ini bergerak cepat. Pertolongan kakaknya disambut, Ji-lo-mo menyambar tali itu dan tubuhnya tertahan, sedetik berputar bagai kera bermain roda. Dan ketika Ji-lo-mo berseru keras dan kakaknya menyentak maka iblis cebol ini berjungkir balik dan telah hinggap di pohon di mana dua ekor ular besar masih tersungsang dengan tubuh setengah menggantung.
"Keparat! Jahanam bedebah....!" Ji lo-mo memaki-maki tak jelas. Entah siapa yang dimaki, bayangan yang mirip hantu itu ataukah Mo-ong yang menyeringai saja melihat kejadian tadi, sama sekali tak berniat menolong dan malah agaknya senang kalau Ji-lo-mo terbanting di dasar jurang sana. Mungkin mengharap iblis kedua dari Hek-bong Siang-lo-mo ini tewas. Dan ketika Lo-mo menggeram dan bayangan itu masih berdiri di mulut lubang, maka suara pertama tadi menegur mereka kembali,
"Lo-mo, kalian tak juga naik ke atas" Mau apa berkeliaran di sini?"
Hek bong Siang-lo mo dan Mo-ong kini memperhatikan bayangan itu. Mereka berdesir, diam-diam terkejut dan ngeri karena bayangan itu tak kelihatan ujudnya. Hanya sepasang kaki menggantung di bumi sementara badan dan bagian atas yang lain tak jelas. Mereka jadi teringat pada cerita cerita hantu, tentu saja gentar dan ada rasa takut di hati mereka. Tapi karena mereka bertiga dan Ji lo-mo paling marah gara-gara robohnya tadi maka iblis ini meloncat naik berendeng dengan kakaknya, membentak, "Kau siapa" Siluman jadi-jadian dari mana?"
Mendadak, sedikit menguak tabir sekonyong konyong sepasang mata kelihatan. Hek-bong Siang lo-mo terkejut bukan main karena sepasang sinar tiba-tiba menyorot bagai api yang terang, dua ibiis ini berseru tertahan dan mereka mundur selangkah. Mo-ong juga tersentak karena cahaya terang yang amat luar biasa tajam itu menusuk matanya. Sekilas dan kemudian lenyap lagi, terdengar tawa yang aneh. Bayangan itu tak menjawab. Dan ketika Ji-lo-mo gusar dan merasa dipermainkan tiba-tiba iblis ini mencelat menghantam bayangan itu.
"Kau rupanya iblis. Mampuslah!"
Bayangan ini tak mengelak. Pukulan Ji-lo-mo mendarat di tubuhnya, Ji-lo-mo menghantam sekuat tenaga tapi lagi-lagi pukulannya itu menembus keluar, seolah dia menghadapi kapas dan kini kapas itu terdorong, membalik lagi dan pukulan Ji-lo-mo menyerang tuannya, entah bagaimana Ji-lo-mo seolah menghadapi bayangan hampa. Kakek iblis ini kaget. Dan karena pengalaman pertama tadi menunjukkan kepadanya akan tolakan tenaga sendiri tiba tiba iblis ini berseru keras menghindari angin pukulannya sendiri.
"Bress!" dinding di belakang Ji-lo-mo ambrol, pukulan Ji-lo mo jelas bukan main-main dan kakek itu terjungkir balik turun ke bawah, menghantam lagi dan kini mengarah bagian tengah, berteriak agar kakaknya membantu. Dan ketika Toa-lo mo juga bergerak dan menyerang bayangan itu tiba tiba, seperti tersedot benda aneh. Toa-lo-mo dan Ji-lo-mo saling tumbuk di udara.
"Hei, awas.... plak-bluk!" dua iblis cebol itu tak dapat menghindari tumbukan, tetap saja saling bentur dan mereka mencelat keluar, jatuh tunggang-langgang dan tersungsang ke bawah pohon sana. Mereka memaki-maki, ular yang ada di dekat mereka menyerang dan Toa-lo mo serta adiknya geram, ular disambar dan seketika ditarik. Dan ketika mereka meloncat lagi dan ular sudah diputar maka ekor ular dibalik dan mereka menyerang bayangan aneh itu membabi-buta.
"Mo-ong, bantu kami. Atau kau akan kami tarik ke sini dengan paksa!"
Mo-ong terbelalak. Sebenarnya dia sendiri kaget melihat dua kali pukulan Ji-lo-mo lenyap tanpa bekas. Bayangan itu tak dapat diserang dan semua pukulan seolah tembus begitu saja, seolah mereka menyerang roh. Mengerikan! Dan ketika Toa-lo mo membentak dan marah-marah kepadanya agar menyerang bayangan itu akhirnya Mo-ong berkelebat mercabut kipasnya.
"Baik, ini barangkali arwah Kim-mou-eng, Lo-mo. Bebaskan dia dan basmi agar lenyap ke dasar neraka!"
Tiga kakek iblis itu melepas pukulan pukulan berbahaya. Mereka sudah menyerang gencar tanpa perhitungan lagi. Dua ekor ular yang dipakai Siang lo-mo sebagai senjata dipergunakan baik-baik, ular itu mendesis desis dan tampak ketakutan menghadapi bayangan ini Bayangan itu tak mengelak. Semua pukulan Siang-lo-mo mau pun Mo-ong mengenai tubuhnya Tapi ketika setiap pukulan maupun kebutan selalu amblas dan "menembus" bayangan ini tiba tiba saja Lo mo maupun Mo ong berteriak gentar. Ular yang dipakai pun tak mau memagut. ular itu bahkan melingkar-lingkar dan membalik menyerang Siang-lo-mo sendiri, mungkin mereka kesakitan ekor mereka dipergunakan Siang-lo-mo, dihentak dan ditarik. Dan ketika kipas di tangan Mo-ong juga satu per satu patah ruji-rujinya dan semakin keras Siang-lo-mo menyerang semakin keras pula angin pukulan mereka membalik mendadak dua iblis ini mulai pucat berseru pada Mo oog.
"Kita menghadapi sukma gentayangan. Ini bukan manusia!"
Mo-ong menggigil. Dia juga mulai ketakutan melihat lawan yang luar biasa ini, padahal bayangan seperti roh itu belum membalas.
Seruan Ji-lo-mo membuat kakek ini pucat. Mo-ong pun gentar. Dan ketika dua iblis itu melompat dan ular di tangan mereka memagut, sekonyong-konyong Ji-lo-mo maupun kakaknya gemas menggigit dua ular ini, tepat di tengah2 leher hingga ular itu putus, kepalanya dimakan Siang-lo-mo. Dua kakak beradik itu tampaknya kalap Dan ketika kepala ular dikeremus dan Mo-ong terbelalak ngeri mendadak bayangan itu menampar perlahan ke arah mereka.
"Pergilah, kalian tak perlu lagi ada di sini!"
Mo-ong dan Siang-lo-mo terpekik. Mereka itu seakan dihempas tenaga yang kuat bukan main, Ji-lo-mo mencelat sementara kakaknya juga terangkai naik. Mo-ong sudah berteriak karena dia dikebut seperti gumpalan kapas ringan dan ketika mereka jatuh bangun menabrak dinding tiba-tiba Toa-lo mo melarikan diri merayap ke atas, disusul adiknya yang berkaok kaok karena mengira menyerang hantu. Tak ayal Mo-ong pun mengikuti dan bersicepat mendaki jurang. Dan ketika rombongan Koang-san Tojin terheran-heran oleh teriakan mereka maka seperti diketahui di depan tiga iblis ini melarikan diri dengan terbirit-birit meninggalkan jurang, tak perduli lagi pada Sim-kong-kiam maupun Kim-mou-eng. Kejadian itu terlampau mengerikan bagi mereka Belum pernah seumur hidup ada lawan yang tak dapat dipukul, Pukulan-pukulan mereka amblas dan lenyap begitu saja. Dan karena Koang-san Tojin juga bertemu bayangan ini yang ujudnya seperti kepala dewa bertangan enam akhirnya Koang-san Tojin dan teman temannya pun menyingkir cepat menjauhi mahluk yang luar biasa ini, melarikan diri dan meninggalkan pertempuran tanpa ingat kanan kiri lagi. Mereka pun gentar. Dan ketika bayangan itu masuk kembali ke dalam jurang dan lenyap tanpa meninggalkan jejak jejaknya di luar maka Kim-mou-eng sendiri yang terlempar ke dalam jurang dianggap tewas oleh orang-orang yang mengeroyoknya.
Tapi betulkah begitu" Ternyata tidak. Pendekar Rambut Emas saat itu menggeletak di dalam lubang di celah-celah dinding jurang ini. Saat dia terlempar ke dasar jurang tiba-tiba seseorang menolongnya, menangkap dan membawanya ke celah-celah dinding jurang itu. Itulah si bayangan sakti yang disangka hantu oleh Siang-lo-mo. Bayangan itulah yang menyelamatkan pendekar ini. Dan ketika Mo-ong dan teman temannya pergi dan bayangan itu kembali ke bawah jurang, maka seperempat jam kemudian Kim-mou-eng sadar.
Yang terasa mula-mula adalah rasa dingin di atas kepala. Kim-mou-eng serasa mimpi. Dia belum membuka mata sepenuhnya dan pikirannya melayang layang. Ada perasaan pening sedikit. Tapi ketika pening itu hilang dan rasa yang segar memasuki tubuhnya tiba-tiba Kim-mou-eng terkejut karena baru merasa bahwa sebuah telapak yang lunak menempel di dahinya yang menyalurkan hawa yang membuat dia segar tadi.
"Bangunlah, kau sekarang sehat!"
Kim-mou-eng tersentak. Dia melompat bangun dengan kaget, telapak yang menempel sekonyong-konyong lepas dan dia mendengar suara yang dekat sekali di pinggir telinganya. Tapi ketika dia bangun berdiri dan tidak melihat siapa siapa mendadak pendekar ini tertegun dan lagi-lagi pikirannya mengira dia di alam lain.
"Ah, masih hidupkah aku ini?" Kim-mou-eng teringat pertempurannya dengan Mo ong dan teman-temannya, menggigit jari dan merasa jari itu sakit. Jelas dia masih hidup. Dan ketika dia tertegun dan heran memandang sekeliling tiba-tiba suara yang didengar pertama kali tadi berbicara lagi.
"Kau masih hidup. Kau berada di Jurang Malaikat!"
"Aaah" tiba-tiba Kim-mou-eng sadar. Sekarang dia mengenal suara itu, suara yang tidak asing. Cepat menoleh dan melihat sesosok bayangan berdiri di sudut. Bayangan seorang kakek yang wajahnya tertutup halimun. Itulah gurunya, Bu-beng Sian-su!
Dan ketika Kim-mou-eng berseru tertahan dan menjatuhkan dirinya berlutut maka tawa yang lembut menggugah perhatiannya pada alam yang nyata.
"Suhu...!" Kim-mou-eng girang bukan main, membenturkan dahinya peda lantai yang dingin sementara wajah berseri seri penuh kegembiraan. Tidak dia sangka bahwa dia tiba di Jurang Malaikat, satu dari beberapa tempat yang menjadi "sarang" gurunya. Bu-beng Sian-su memang memiliki berbagai tempat bersunyi diri. Satu di antaranya adalah Jurang Malaikat itu.
Dan ketika Kim-mou-eng menjatuhkan diri berseru girang dan Bu-beng Sian-su tersenyum maka kakek dewa itu mengangkat lengannya. "Bangunlah, kita berada di tempat yang aman, Kim-mou eng. Sekarang ceritakan bagaimana kau dikejar-kejar begitu banyak lawan!"
Kim-mou-eng bangkit duduk. Sekarang dia gembira sekali bertemu gurunya itu, teringat lawan lawan di luar jurang. Orang-orang yang memusuhinya karena Sam-kong-kiam. Maka begitu sang guru menyuruh dia bercerita dan Kim-mou-eng merasa gemas maka pendekar ini segera menceritakan pada gurunya apa yang sesungguhnya terjadi.
Bahwa di kota raja dia dianggap mencuri Sain-kong kiam, berita ini menyebar dari mulut ke mulut dan dia dianggap maling hina, padahal sama sekali wujud pedang itu pun dia tak tahu. Dan ketika urusan tiba pada penghadangan orang-orang kang ouw yang ingin merebut pedang itu dari tangannya Kim-mou-eng berseru mengepal tinju.
Istana Kumala Putih 9 Amanat Marga Karya Khu Lung Pedang Berkarat Pena Beraksara 5

Cari Blog Ini