Seruling Gading Lanjutan Pecut Sakti Bajrakirana Karya Kho Ping Hoo Bagian 7
Serial Silat Tanah Jawa
19 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 10 "Nini, aku menghalangi engkau melakokan pengejaran karena kalau kubiarkan, tidak urung engkau akan terjatuh lagi ke tangan mereka. Mereka itu orang-orang berbahaya sekali, nini. Apalagi kalau Harya Baka Wulung berdiri di belakang mereka!"
"Ki Harya Baka Wulung?" Muryani bertanya heran, tidak berniat mengejar karena iapun teringat bahwa kalau ia melakukan pengejaran, selain belum tentu dapat menyusul karena hutan itu lebat sekali, juga siapa tahu ia akan terjebak dan tertangkap lagi seperti tadi. "Siapakah itu, eyang (nenek)?"
"Dia itu datuk yang sakti mandraguna dari Madura, dan orang tinggi kurus yang bernama Ki Darsikun tadi adalah muridnya. Juga yang seorang lagi"... "
"Si Wiroboyo itu?" Muryani memotong.
"Hemm, jadi engkau sudah mengenalnya nini?"
"Tentu saja! Dia itu musuh besarku, orang jahat yang telah membunuh ayahku," jawab Muryani. Nenek itu tersenyum melihat sikap Muryani yang keras. Gadis cantik jelita yang keras hati ini mengingatkan ia akan keadaan dirinya sendiri dahulu puluhan tahun lalu ketika ia masih jadi seorang gadis muda. Hatinya tertarik dan ia lalu duduk di atas sebuah batu yang berada di tepi jalan itu.
"Nah, kalau begitu cepat ceritakan kepadaku mengapa engkau bermusuhan dengan mereka dan bagaimana engkau tadi sampai tertangkap. Dan ini tentu kudamu, bukan?" Ia menuding ke arah bangkai kuda yang rebah di situ.
Muryani mengerutkan alisnya. Ia menyadari bahwa laki-laki jangkung bernama Darsikun tadi tentulah orang yang memantu Wiroboyo sehingga sampai berhasil membunuh ayahnya dan dulu melukainya.Orang itu sakti dan dua orang musuhnya itu berbahaya sekali. Akan tetapi betapa mudahnya tadi ia melihat nenek ini mengalahkan mereka. Setelah berpikir sejenak, ia lalu menjatuhkan diri berlutut depan batu yang diduduki nenek itu dan berkata,
"Saya akan menceritakan semua kalau eyang sudah menerima saya menjadi murid. Eyang, sudilah kiranya eyang menerima saya sebagai murid!"
Sejenak nenek itu termangu, memandang kepada gadis yang berlutut sambil menundukkan mukanya itu.
"Coba angkat mukamu dan pandang aku!" perintahnya.
Muryani mengangkat muka dan memandang wajah nenek itu dengan sinar mata tajam. Matanya yang mencorong itu agaknya menyenangkan hati nenek itu. Sejenak dua pasang mata itu bertemu pandang saling selidik. Nenek itu mengamati wajah yang ayu manis itu dan ia tersenyum. Bukan Serial Silat Tanah Jawa
20 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 10 hanya sikap keras gadis itu yang menarik hatinya, juga wajah ayunya pun menyenangkan hatinya.
"Agaknya engkau seorang gadis yang pernah mempelajari ilmu kanuragan. Murid siapakah engkau?"
"Saya pernah belajar ilmu silat di perguruan Bromo Dadali, eyang."
"Ah, heh-heh-heh! Kiranya engkau murid Ki Ageng Branjang ketua Bromo Dadali di Gunung Muria" Coba kauperlihatkan apa yang pernah kaupelajari di sana.agar aku mengetahui sampai di mana tingkatmu. Hayo mulai!" kembali nenek itu memerintah.
Muryani yang merasa yakin bahwa nenek ini seorang sakti mandraguna, tidak ragu-ragu lagi.
Setelah menyembah, ia lalu bangkit berdiri dan rnulai bersilat di depan nenek itu. Ia membuka gerakannya dengan pasangan kuda-kuda Dadali Anglayang, kemudian mulai bersilat dan sengaja mengerahkan seluruh kecepatan dan tenaganya. Bahkan beberapa kali ia memukul dengan dengan Aji Bromo Latu sehingga terasa oleh nenek itu hawa panas keluar dari pukulan itu.
"Cukup!" nenek itu berseru dan Muryani menghentikan gerakannya, lalu menjatuhkan diri lagi duduk bersimpuh di depan batu yang diduduki nenek itu.
"Kemampuan saya masih rendah, eyang," kata Muryani merendah.
"Hemm, memang masih belum dapat diandalkan dan mengandung banyak kelemahan. Ki Ageng Branjang agaknya masih belum pandai mengajarkan ilmu silat pada muridnya, atau memang barangkali hanya sampai sekian saja tingkat kepandaiannya." Ucapan nenek itu mengandung ketinggian hati yang memandang rendah kemampuan orang lain sehingga diam-diam Muryani merasa tidak senang dan mengerutkan alisnya. Ia menganggap nenek itu terlalu sombong dan merendahkan gurunya yang menjadi ketua Bromo Dadali. Akan tetapi tentu saja ia diam saja, tidak berani menyatakan perasaan tidak senangnya dengan kata-kata.
"Aha, engkau tidak percaya padaku dan menganggap aku membual?" tiba-tiba nenek itu bertanya.
Muryani menjadi terkejut. "Ah, bukan begitu, eyang, akan tetapi... "
"Sudahlah, hayo bangkitlah, cepat!" Perintah ini mengandung suara sedemimikian penuh wibawa sehingga mau tidak mau Muryani bangkit juga.
"Hayo serang aku dengan ilmumu yang paling ampuh, pergunakan pukulanmu yang mengandung hawa panas tadi!"
Muryani terkejut. "Akan tetapi...."
"Tidak ada tapi! Apa kau tidak percaya bahwa aku akan mampu menahan pukulanmu" Hayo Serial Silat Tanah Jawa
21 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 10 cepat pukul!"
Terpaksa Muryani lalu mengerahkan Aji Bromo Latu, yaitu ilmu pukulan yang merupakan aji pamungkas yang menjadi andalan perguruan Bromo Dadali, kemudian memukul ke arah dada nenek itu. Akan tetapi ia hanya mengerahkan sebagian dari tenaganya saja karena ia tidak ingin melukai nenek tua renta itu.
"Awas serangan saya, eyang!" Ia masih memperingatkan dan pukulan tangan kanannya yang terbuka itu menyambar ke depan.
"Wuuutttt..., dess.... !!" Tubuh Muryani terpental ke belakang dan ia terhuyung-huyung.
Hawa pukulannya yang mengandung panas tadi seperti membentur sesuatu yang lunak namun lentur, yang membuat tenaga pukulannya membalik sehingga ia tak datat mempertahankan diri lalu terhuyung. Muryani terkejut sekali.
"Ke sinilah kau!" nenek itu membentak dan Muryani melangkah maju menghampiri.
"Hemm, bocah tolol! Kalau engkau tidak percaya akan kemampuanku, mau apa engkau ingin menjadi muridku" Engkau memukul hanya dengan tenaga sebagian saja. Engkau takut kalau, aku terluka. Begitu rendahkah engkau menilai aku?"
Muryani beradu pandang dengan nenek itu dan ia terkejut. Sinar mata nenek itu mencorong seolah menembus sampai hatinya!
"Saya tidak berani, eyang," katanya lirih.
"Kalau tidak berani memandang rendah hayo pukul lagi aku dengan seluruh tenagamu. Aku ingin mengukur tingkatmu, tahu?"
Muryani lalu memasang kuda-kuda mengumpulkan seluruh tenaganya. Ia kini percaya penuh akan kesaktian nenek itu. Setelah mengerahkan seluruh tenaga, memukul dengan dorongan kedua tela pak tangannya ke arah tubuh nenek yang masih duduk di atas batu itu sambil berseru, "Maafkan saya, eyang!"
Dahsyat sekali Aji Bromo Latu yang dipergunakan Muryani untuk melakukan pukulan itu. Dari kedua telapak tangannya menyambar hawa yang amat panas, mendahului tenaga pukulan yang dahsyat.
"Wuuuttt.... blarrr....!" Tubuh Muryani tepental jauh dan ia terbanting jatuh, tidak dapat bangkit kembali karena ia telah jatuh pingsan lagi!
Nenek itu turun dari atas batu, menghampiri Muryani dan berjongkok di dekatnya, menggunakan jari tangan kanan menotok tiga kali ke arah ulu hati, di antara sepasang Serial Silat Tanah Jawa
22 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 10 payudaranya, kemudian mengurut bagian tengkuknya. Muryani mengeluh lirih dan membuka matanya. Ketika melihat nenek itu berjongkok di dekatnya, ia cepat bangkit lalu duduk menyembah dengan hormat.
"Maafkan saya yang bodoh dan lemah," katanya lirih.
"Hik-hik, sekarang aku telah mengukur tingkatmu. Engkau boleh juga, sudah mewarisi dasar-dasar aji kesaktian yang lebih tinggi. Tidak sukar bagimu untuk melatih dan menguasai ilmu-ilmuku yang tinggi."
"Ah, kalau begitu eyang menerima saya menjadi murid?"
Nenek itu tersenyum dan mengangguk. Muryani girang sekali dan ia lalu menyembah-nyembah.
"Eyang guru, terimalah sembah sujud saya!" katanya.
Nenek itu menyentuh pundaknya dan bagaikan kemasukan hawa yang amat kuat Muryani tersentak bangun berdiri. Nenek itupun sudah berdiri lalu duduk kembali di atas sebuah batu.
"Duduklah di sini dan sekarang ceritakan semua tentang dirimu, siapa engkau dan apa yang terjadi denganmu sampai kita saling berjumpa di sini."
Muryani lalu mengambil tempat duduk di atas batu, di sebelah nenek itu. "Eyang guru yang mulia. Nama saya Muryani. Mendiang ayah saya tinggal di dusun Pakis di Gunung Lawu. Sejak kecil saya ikut nenek saya di Demak sedangkan mendiang ayah meninggalkan Demak dan pergi merantau sampai ke Gunung Lawu. Ketika saya ikut nenek itulah saya menjadi murid perguruan Bromo Dadali.
Ketika saya berusia enam belas tahun, baru setahun lalu, nenek saya di Demak sakit dan meninggal dunia. Ayah lalu membawa saya ke Pakis."
Muryani lalu bercerita tentang Ki Demang Wiroboyo yang hendak mengambilnya sebagai selir dan betapa ia memberi pelajaran kepada Ki Wiroboyo yang mata keranjang itu. Diceritakannya pula tentang warok Surobajul yang diundang Ki Wiroboyo untuk menculiknya dan betapa akhirnya Warok Surobajul tewas dikeroyok penduduk dan Ki Wiroboyo diusir dari dusun.
"Akan tetapi ternyata Wiroboyo menaruh dendam. Pada suatu malam, kurang lebih sebulan yang lalu, rumah kami kedatangan penjahat yang telah membunuh ayah dan melukai saya. Ayah saya, Ki Ronggo Bangak, tewas oleh pukulan jarak jauh. Setelah saya sembuh, saya lalu pergi meninggalkan Pakis untuk mencari Wiroboyo, dan saya menduga bahwa tentu dia yang berdiri di belakang pembunuhan terhadap ayah dan penyerangan terhadap saya itu. Dari rumah mendiang Warok Surobajul saya mendapatkan keterangan tentang rumah Wiroboyo dan ketika saya mengunjungi rumahnya, saya mendapat keterangan bahwa Wiroboyo baru saja meninggalkan rumahnya menuju ke Serial Silat Tanah Jawa
23 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 10 utara. Saya lalu mengejarnya dan di hutan ini saya melihat dia berlari di depan. Saya mengejar, akan tetapi tiba-tiba kuda saya roboh terkena anak panah. Saya ikut terbanting dan tidak ingat apa-apa lagi.
Ketika siuman, saya melihat eyang guru berkelahi melawan mereka dan mengusir mereka.
Demikianlah eyang, keadaan saya. Menyaksikan kesaktian eyang, maka saya mohon menjadi murid agar saya memiliki kesaktian seperti eyang sehingga dapat membalas dendam kematian ayah saya dan membasmi penjahat-penjahat yang berkeliaran di permukaan bumi ini."
"Hemm, setelah engkau menjadi muridku, Muryani, engkau harus dapat memenuhi syarat-syarat yang harus kautaati."
"Apakah syarat-syarat itu, eyang guru?"
"Yang pertama, walaupun dalam berapa tahun ini aku ingin mewariskan semua ilmuku kepadamu, akan tetapi terlarang keras padamu untuk memperkenalkan aku sebagai gurumu.
Orang menyebut aku Nyi Rukmo Petak (Rambut Putih) dan namaku sendiri dulu adalah Ken Lasmi. Akan tetapi hanya telingamu saja yang mendengar nama dan julukanku itu. Engkau tidak boleh mengatakannya kepada siapapun juga sebelum aku mati!"
"Perintah eyang guru ini aneh sekali, akan tetapi saya berjanji untuk mematuhinya," kata Muryani dengan tegas dan janji ini memang keluar dari lubuk hatinya.
"Syarat kedua, engkau tidak boleh sekali-kali mempergunakan ilmu-ilmu yang kau pelajari dariku untuk melakukan kejahatan."
"Saya bukan orang jahat yang suka melakukan kejahatan, eyang guru!" kata Muryani tegas karena kata-kata ini menyinggung perasaannya.
"Bagus kalau begitu. Syarat ketiga, kau tidak boleh jatuh cinta kepada seorang pria yang tidak mencintaimu. Kalau engkau memaksakan cintamu kepada seorang pria yang tidak mencintaimu, hidupmu akan terkutuk dan selama hidupmu engkau akan menderita sengsara!"
Wajah Muryani menjadi kemerahan. Entah mengapa, tiba-tiba saja wajah Parmadi membayang di depan pelupuk matanya. Ia mengeraskan hatinya dan berkata, "Saya bukan seorang wanita yang tidak tahu malu, eyang. Saya tidak akan sudi memaksakan cinta saya kepada seorang pria yang tidak mencintai saya!"
(Bersambung jilid XI)
Serial Silat Tanah Jawa
24 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 11 SERULING GADING
Jilid 11 (Lanjutan "Pecut Sakti Bajrakirana")
Karya: Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid XI NENEK itu tersenyum. "Heh,
mudah saja berkata begitu. Akan tetapi
sekali engkau jatuh cinta dan tergila-gila
kepada seorang pria, baru engkau tahu apa
yang kumaksudkan. Sekarang syarat yang
keempat atau yang terakhir. Ingat baikbaik pesanku yang terakhir ini. Aku ingin
agar engkau tidak melupakan dua nama,
yaitu Retno Susilo dan suaminya yang bernama Tejomanik atau Sutejo. Mereka itu, terutama Retno Susilo, adalah orang yang kukasihi, bahkan wanita itu dahulu pernah menjadi muridku yang terkasih. Karena itu aku berpesan padamu, kalau engkau kelak bertemu Retno Susilo, bantulah ia dalam segala hal seperti engkau membantu aku sendiri."
"Baik, eyang guru. Akan saya ingat selalu pesan eyang guru."
"Nah, mulai sekarang engkau ikut denganku ke manapun aku pergi, dan engkau harus mentaati semua perintahku, dengan tekun melatih semua aji kanuragan yang kuajarkan,"
kata nenek itu dan nada suaranya masih mengandung kekerasan yang tidak dapat dibantah lagi. Muryani mengikuti nenek itu menuju ke timur dan ternyata nenek yang berjuluk Nyi Rukmo Petak itu tinggal sebagai seorang pertapa di Bukit Ular yang terletak di Pegunungan Anjasmoro.
Nyi Rukmo Petak ini dahulu bernama Ken Lasmi, seorang gadis cantik jelita dan terkenal di mana-mana sebagai seorang gadis yang sakti mandraguna. Kemudian Ken Lasmi bertemu dengan seorang pemuda gagah perkasa bernama Harjodento yang kemudian menjadi ketua perguruan Nogo Dento di daerah Ngawi. Ken Lasmi tergila-gila kepada Serial Silat Tanah Jawa
1 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 11 Harjodento. Akan tetapi pemuda yang semula mencintanya, akhirnya meninggalkannya setelah mengetahui Ken Lasmi memiliki watak yang kejam dan mudah membunuh orang yang dia nggap bersalah atau menentangnya. Harjodento meninggalkannya, kemudian pendekar ini menikah dengan seorang gadis lain bernama Padmosari yang juga seorang wanita yang digdaya. Ken Lasmi merasa sakit hati sekali ditinggalkan Harjodento yang dicintanya, apalagi mendengar pemuda itu menikah dengan gadis lain. Pada malam pengantin, Ken Lasmi menyerbu rumah Harjodento dan berusaha membunuh Padmosari dianggap telah merebut kekasihnya. Akan tetapi ia dapat dikalahkan oleh Harjodento yang membantu isterinya. Ken Lasmi masih penasaran. Berulang kali dicobanya untuk
membunuh Padmosari, namun selalu gagal karena selain Padmosari juga bukan wanita lemah, terutama karena tingkat kepandaian Harjodento lebih tinggi daripada tingkat kepandaian Ken Lasmi. Hal ini membuat Ken Lasmi jengkel, sakit hati dan berduka serta mendadak rambut di kepalanya berubah putih semua! Sejak saat itulah ia lebih dikenal dengan sebutan Nyi Dewi Rukmo Petak! Ia mendendam sakit hati yang amat mendalam dan meningkatkan ilmu kepandaiannya. Namun tetap saja ia tidak dapat mengungguli suami isteri itu. Empat tahun telah lewat sejak Harjodento menikah dengan Padmosari dan suami isteri ini mendapatkan seorang anak laki-laki ya diberi nama Tejomanik yang telah beru tiga tahun. Dan terjadilah malapetaka bagi suami isteri itu. Tejomanik yang baru berusia tiga tahun itu pada suatu hari lenyap! Tentu saja penculiknya adalah Rukmo Petak.
Akan tetapi, anak itu ditolong oleh orang pendeta sakti bernama Bhagawan Sindusakti yang kemudian merawat mendidik anak itu karena tidak diketahui siapa orang tuanya.
Adapun Nyi Rukmo Petak lalu mengambil seorang anak perempuan bernama Retno
Susilo sebagai murid. Ia menyayangi anak itu dan menurunkan semua ilmunnya. Setelah Retno Susilo menjadi gadis Nyi Rukmo Petak mengutusnya untuk membunuh Harjodento dan Padmosari!
Akan tetapi apa yang terjadi" Retno Susilo bertemu dan saling jatuh cinta dengan seorang pemuda bernama Sutejo yang bukan lain adalah Tejomanik! Mengetahui ini, Nyi Rukmo Petak berhasil membujuk Sutejo, menceritakan betapa jahatnya Harjodento dan Padmosari, sehingga Sutejo mau membantu Retno Susilo untuk membunuh suami isteri yang sesungguhnya orang tuanya sendiri itu. Nyi Rukmo Petak merasa girang dan puas bukan main. Ia dapat mengadu suami isteri musuh besarnya itu dengan anak mereka Serial Silat Tanah Jawa
2 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 11 sendiri! Dan usahanya itu hampir berhasil. Namun kemudian gagal karena ulahnya sendiri.
Ia mengintai dan menonton pertempuran itu. Melihat betapa Harjodento dan Sutejo sama-sama terluka, ia keluar dan menertanwakan suami isteri itu! Setelah Sutejo dan Harjodento tahu bahwa mereka adalah ayah dan anak, mereka menandingi Nyi Rukmo Petak. Biarpun sudah terluka, mereka berempat, Sutejo, Harjodento, Padmosari dibantu Retno Susilo yang menentang gurunya sendiri yang dianggapnya jahat.
Nyi Rukmo Petak kalah dan melarikan diri. Sejak saat itulah ia menjadi pertapa dan perlahan-lahan dapat menyadari kesalahannya dan ia bertaubat tidak lagi mau berbuat kejam, tidak mau membunuh orang, biarpun wataknya yang keras masih ada bekasnya.
Kebetulan pada hari itu ia melihat Muryani tertawan oleh Wiroboyo dan Darsikun. Ia marah, akan tetapi tidak mau membunuh mereka. Melihat Wajah dan watak Muryani yang keras, timbul rasa sukanya dan ia lalu mengambil gadis itu sebagai muridnya, mengajaknya pulang ke Bukit Ular di Pegunungan Anjasmoro,
Kurang lebih empat tahun lamanya! Muryani digembleng oleh Nyi Rukmo Petak di
Bukit Ular. Ia belajar dengan tekin sekali dan mewarisi berbagai aji kesaktian yang hebat.
Nyi Rukmo Petak terkenal sekali dengan ilmunya meringankan tubuh sehingga ia dapat bergerak cepat seperti menghilang. Ilmu ini disebut Aji Kluwung Sakti yang kini dapat dikuasai Muryani. Selain itu iapun menguasai Aji Gelap Sewu, semacam pukulan tenaga sakti dahsyat dan juga ilmu pukulan yang mengerikan, yang disebut Aji Wiso Sarpo, (bisa Ular). Pukulan ini kalau dipergunakan dengan aji tersebut, mengandung hawa racun sehingga akibatnya, yang terkena pukulannya akan keracunan seperti tergigit ular berbisa!
Selain tiga ilmu yang dahsyat ini, Muryani juga diberi ilmu pawang ular. Semua ular, betapa liar dan berbisapun, akan menjadi jinak dan tunduk kepadanya!
Setelah ia tamat belajar, pada suatu malam Nyi Rukmo Petak mengajukan permintaan yang amat aneh bagi Muryani. "Muryani, malam ini aku ingin engkau menemaniku. Aku ingin tidur sepembaringdan sebantal denganmu!" Tentu saja Muryani merasa heran sekali.
Akan tetapi ia tidak berani membantah. Ketika malam tiba, ia merebahkan diri di samping gurunya, tidur berbagi bantal. Muryani merasa terharu sekali ketika Nyi Rukmo Petak merangkul dan menciuminya sambil berulang kali berbisik, "Anakku..., cucuku..., yang terkasih".!" Dan ia merasa betapa pipinya basah terkena air mata, yang keluar dari mata nenek itu. Gurunya, Nyi Rukmo Petak yang berhati sekeras baja itu menangis! Muryani Serial Silat Tanah Jawa
3 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 11 teringat akan keadaan dirinya sendiri. Neneknya telah meninggal dunia. Ibunya telah meninggal dunia sejak ia kecil, dan ayahnya juga meninggal dunia dibunuh orang. Ia menyadari bahwa pada saat itu ia tidak mempunyai siapa-siapa lagi di dunia ini kecuali Nyi Rukmo Petak sebagai gurunya dan pengganti nenek atau ibunya! Maka, keharuan
mendorongnya untuk balas memeluk tubuh nenek itu dan keduanya bertangisan!
Setelah reda tangisnya, Muryani bertanya kepada Nyi Rukmo Petak yang masih
merangkulnya. "Eyang guru, apakah eyang tidak mempunyai anak atau cucu?"
"Aku?" aku tidak pernah menikah Muryani," jawab nenek itu lirih dan suaranya menjadi parau karena tangis.
"Akan tetapi kenapa, eyang" Eyang dahulu tentu seorang wanita yang amat cantik.
Sekarangpun masih tampak bekas kecantikan eyang, tentu banyak pria yang jatuh cinta kepada eyang."
Nenek itu menghela napas dan melepaskan rangkulannya untuk menyusut air matanya.
"Pria yang kucinta membelakangiku.... dia menikah dengan wanita lain dan sejak itu aku tidak pernah berdekatan dengan pria lain. Aku tidak mau menikah dengan pria lain."
"Ah, dia jahat sekali, membikin hidup eyang merana dengan menolak cinta eyang!"
kata Muryani penasaran. Ingin ia menghajar laki-laki yang membuat eyang gurunya patah hati dan sengsara seperti itu.
"Tidak, Muryani. Dia sama sekali tidak jahat. Bahkan dia seorang pendekar gagah perkasa dan bijaksana. Akulah yang jahat. Dahulu aku seorang gadis yang galak, liar dan kejam. Aku yang jahat dan karena itulah dia menolak cintaku. Masih ingat akan syarat ketiga yang kuajukan kepadamu?"
Muryani mengangguk. "Saya tidak boleh jatuh cinta kepada seorang pria yang tidak mencintaiku. Ah, jadi itukah sebabnya mengapa eyang mengajukan syarat seperti itu?"
"Benar, Muryani. Aku sangat sayang kepadamu dan aku tidak ingin engkau kelak hidup menderita seperti aku. Muryani, muriqku, anakku, cucuku, peluk dan ciumlah aku sekali lagi setelah itu tinggalkan aku, tidurlah di kamarmu sendiri."
Muryani memeluk dan menciumi kedua pipi gurunya. "Eyang, saya ingin menemani eyang semalam penuh, tidur di sini. Saya juga amat sayang kepada eyang."
"Tidak, Muryani. Cukup sudah bagiku Kasih sayangmu membahagiakan aku.
Sungguh. Aku berterima kasih kepada Gusti Allah yang mempertemukan aku denganmu.
Serial Silat Tanah Jawa
4 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 11 Aku lelah sekali. Tinggalkanlah aku sendiri, aku akan bersamadhi." '
Terpaksa Muryani turun dari atas pembaringan. Akan tetapi sebelum ia keluar dari kamar itu, gurunya berkata, suaranya lirih dan tersendat, agaknya napasnya sesak.
"Muryani, jangan lupa... besok, setelah sinar matahari menyentuh pondok, kaubakarlah pondok ini sampai semua menjadi abu."
Muryani terkejut bukan main. "Eyang guru! Apa artinya ini" Kenapa saya harus membakar pondok ini?"
"Sudahlah, jangan banyak bertanya. Taati saja semua pesan dan perintahku. Engkau akan mengerti sendiri besok. Tidurlah, Muryani, sayangku...."
Muryani ingin merangkul lagi, akan tetapi takut kalau gurunya yang keras hati itu marah. Ia lalu keluar dari kamar itu, dengan hati-hati menutupkan daun pintunya, kemudian memasuki kamarnya sendiri. Akan tetapi semalam itu ia tidak dapat tidur pulas. Ia selalu ingat kepada gurunya, ingat kepada keadaan diri sendiri, ingat akan semua pesan gurunya dan bertanya-tanya apa yang akan dilakukan gurunya besok. Kenapa ia harus membakar pondok!
Pagi-pagi sekali ia keluar dari kamarya, dengan tubuh terasa lesu karena kurang tidur.
Ia melangkah dengan hati-hati agar jangan mengagetkan gurunya yang sedang tidur. Ia pergi mandi di pancuran air yang berada di belakang pondok. Berganti pakaian lalu memasak air untuk membuatkan minuman bagi gurunya.
Ia tidak melihat Nyi Rukmo Petak keluar dari kamarnya. Padahal, biasanya nenek itu sudah bangun pagi-pagi sekali dan kesukaannya duduk di luar pondok, di atas bangku menikmati kesejukan udara pagi. Setelah, ia menyelesaikan semua pekerjaan pagi dan melihat sinar matahari mulai mengintai dari balik puncak dan menyinari pondok, Muryani menjadi kaget karena ia teringat akan pesan gurunya agar ia membakar pondok setelah sinar matahari menyentuh pondok! Jantungnya berdebar tegang dan cepat ia memasuki pondok. Ada perasaan tidak enak di hatinya. Di depan pintu kamar gurunya ia meragu.
Biasanya, ia tidak pernah berani memasuki kamar gurunya tanpa dipanggil. Akan tetapi hatinya merasa tidak enak dan jantungnya berdebar. Diketuknya pintu kamar itu perlahan.
"Tok-tok-tok" Muryani menunggu, mengerahkan pendengarannya. Tidak ada jawaban, bahkan tidak terdengar gerakan sedikitpun juga di dalam kamar itu.
Muryani merasa semakin tegang dan tidak enak hatinya. Biasanya, gurunya itu
Serial Silat Tanah Jawa
5 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 11 memiliki pendengaran yang peka sekali. Dalam keadaan tidur sekalipun, kalau terdengar suara yang tidak wajar gurunya pasti terbangun. Setelah mengetuk pintu sekali lagi dan tetap tidak ada jawaban, ia memberanikan diri mendorong daun itu perlahan. Daun pintu yang tak pernah diganjal, selalu hanya ditutup begitu saja dengan mudah terbuka. Muryani melangkah masuk. Cuaca dalam kamar masih gelap remang-remang karena jendela kamar itu masih tertutup dan tidak ada lampu penerangan di dalam kamar. Setelah pandang matanya dapat disesuaikan dengan keremangan kamar itu, Muryani dapat melihat sosok tubuh gurunya duduk bersila menghadap ke luar. Sepasang mata nenek itu terpejam, agaknya tenggelam ke dalam samadhinya. Muryani tidak berani mengganggu gurunya yang tampaknya sedang bersamadhi itu. Akan tetapi, perasaan tidak enak dalam hatinya memaksa ia memberanikan diri melangkah maju menghampiri pembaringan itu.
"Eyang". " panggilnya lirih. Sosok tubuh nenek itu tidak menjawab, tidak bergerak dan yang membuat hati Muryani berdebar tegang dan gelisah adalah ketika ia mengerahkan pendengarannya, ia tidak menangkap pernapasan gurunya!
"Eyang". ?" ia memanggil lagi, agak keras.
Nenek berambut putih itu tetap tidak menjawab dan tidak bergerak, seolah tubuhnya telah menjadi arca.
"Eyang".
" ia menghampiri dan menyentuh pundak nenek itu. Ketika ia
mendorongnya, tubuh Nyi Rukmo Petak terjengkang dan roboh telentang dalam keadaan kedua kaki masih bersila dan kedua tangan menyembah di depan dada!
"Eyang". !" Muryani merangkul dan ternyata tubuh gurunya itu telah kaku dan dingin.
Gurunya telah mati dalan keadaan duduk bersila! "Eyanggg..... ah, eyang telah mati?".. !"
Muryani menangis sambil memeluk tubuh nenek itu dan menciumi mukanya sehingga muka jenaza nenek itu basah oleh air matanya. Setelah tangisnya mereda, ia teringat akan pesan nenek itu.
"Eyang guru ingin mati dalam keadaan duduk bersamadhi dan ingin jenazahnya dibakar bersama pondok ini." Setelah berkata kepada dirinya sendiri, Muryani lalu merangkul kedua pundak nenek itu dan membangkitkannya kembali, duduk bersila seperti tadi. Jenazah itu kaku dan ketika didudukkan, seperti arca, tidak terguling kembali. Kamar itu mulai terang dan Muryani melihat bahwa nenek ilu telah berganti pakaian, mengenakan pakaian serba putih yang bersih. Rambutnya yang putih digelung rapi, dan tongkat ular Serial Silat Tanah Jawa
6 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 11 kobra kering berada di dekatnya. Betapa hebat gurunya, pikir Muryani kagum. Pasti sudah tahu bahwa saat kematiannya segera tiba, maka ia berpesan kepada muridnya untuk membakar pondok itu.
Muryani berlutut di depan pembaringan, di depan jenazah nenek yang duduk bersila itu, menyembah dengan sikap hormat. "Baiklah, eyang. Saya akan mentaati pesan dan perintah eyang. Saya akan membakar pondok ini." Setelah memberi hormat, Muryani berkemas, mengumpulkan pakaiannya, membungkusnya dengan kain, memasukkan
perhiasan-perhiasan emas, milik yang dibawanya ketika meninggalkan Dusun Pakis dan selama ini tak pernah dipakainya. Kemudian ia menggendong buntalan itu dan kembali memasuki kamar Nyi Rukmo Petak. Je'nazah itu masih duduk bersila seperti arca.
Muryani menjatuhkan diri berlutut lagi di depan jenazah itu.
"Eyang, saya akan melaksanakan pesan dan perintah eyang, membakar pondok ini.
Selamat tinggal, eyang." Ia meragu, masih berlutut karena pada saat itu ia teringat akan wejangan mendiang ayahnya, Ki Ronggo Bangak. Ayahnya dulu pernah berkata bahwa kematian merupakan kelanjutan daripada kehidupan Yang mati dan akhirnya lenyap menjadi tanah hanyalah jasadnya, badannya. Namun rohnya tidak akan lenyap, melainkan ke alam lain, ke alam baka. Jadi, bukan ia yang meninggalkan gurunya. Yang akan ia tinggalkan hanyalah bekas tubuh yang tadinya dihuni roh gurunya dan kini tubuh itu ditinggalkan karena sudah lapuk, sudah tua. Roh gurunyalah yang meniggalkannya!
"Selamat jalan, eyang".. !" la berkata lagi, bangkit dan mencium wajah jenazah itu lalu keluar dari situ, keluar dari pondok yang didiaminya bersama Nyi Rukmo Petak selama kurang lebih empat tahun.
Setelah tiba di luar pondok, Muryani menggantungkan buntalan pakaiannya
padasebatang pohon, kemudian ia mengumpulkan daun dan kayu kering, ditumpuk di dalam dan sekeliling pondok. Setelah merasa cukup, ia menyalakan api dan membakar tumpukan daun dan jerami serta kayu kering di luar pondok. Pondok itu segera terbakar.
Api bernyala, berkobar, membubung ke atas disertai bunyi ledakan-ledakan kayu dan bambu yang dimakan api.
Muryani menonton dari bawah pohon, hatinya terharu dan ketika atap pondok yang terbakar itu runtuh, ia memejamkan matanya. Suara menggelegarnya guntur membuat Muryani membuka matanya dan baru ia melihat bahwa di angkasa terdapat banyak awan Serial Silat Tanah Jawa
7 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 11 mendung. Ia tadi tidak memperhatikan dan tidak merasa bahwa cuaca semakin gelap. Hal ini tidaklah aneh karena memang pada waktu itu sudah ada musim hujan. Melihat mendung yang bergumpal tebal di atas itu timbul kekhawatiran dalam hati Muryani. Diam-diam ia berdoa dalam hatinya agar hujan jangan turun dulu sebelum jenazah gurunya terbakar sempurna menjadi abu.
Mungkin doanya terkabul. Kenyataanya, hujan belum juga turun sedangkan nyala api semakin lahap memakan pondok dan semua isinya. Akhirnya, nyala api padam dan yang tinggal hanya asap yang makin lama semakin berkurang. Muryani melihat bahwa bekas pondok itu kini telah menjadi abu semua, rata dengan tanah. Tentu jenazah gurunya sudah menjadi abu dan hancur ketika tertimpa atap yang runtuh. Ia belum dapat mencari abu jenazah gurunya karena asap masih mengepul di sana-sini tanda bahwa masih terdapat api yang membara.
Ketika asap mulai menipis dan ia sudah melangkah dari bawah pohon hendak
menghampiri tumpukan puing dan abu itu, tiba-tiba tampak kilat menyambar disertai geledek yang menggelegar. Muryani sudah mendengar cerita tentang bahayanya kilat dan geledek itu, maka cepat ia surut kembali ke bawah pohon besar. Pada saat itu, hujan turun dari langit seperti dituangkan. Kandungan mendung agaknya sudah terlampau berat sehingga akhirnya bobol dan air yang berjatuhan merupakan tetesan yang besar-besar dan deras sekali. Melihat ini, Muryani menyambar buntalannya dan larilah secepatnya ke arah barat. Tak jauh dari situ terdapat sebuah guha yang cukup besar dan ke guha inilah ia berlari untuk berlindung. Dalam hujan sederas itu, pohon takkan mampu melindunginya dan ia akan basah kuyup, termasuk pakaian dalam buntalannya.
Hujan turun dengan deras sekali dan cukup lama. Muryani melihat betapa air yang berwarna kuning kemerahan, air hujan bercampur tanah, membanjir di depan guha, mengalir ke bagian yang lebih rendah. Ia tidak dapat melihat bekas pondok gurunya dari dalam guha itu. Hatinya gelisah. Ia tahu bahwa pondok itu didirikan di bagian paling tinggi dari puncak Biasanya, di waktu turun hujan deras, ia sering melihat air hujan menjadi sunga yang membanjir turun dari sekeliling pondok. Ia tidak dapat membayangkan apa yang terjadi dengan puing dan abu pondok yang terbakar habis itu sekarang.
Hampir setengah hari lamanya hujan turun. Deras dan tiada hentinya. Ketika akhirnya hujan reda dan langit sudah mulai bersih dari awan mendung, tampak sinar matahari yang Serial Silat Tanah Jawa
8 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 11 sudah mulai condong ke barat. Sudah lewat tengah hari. Muryani meninggalkan buntalan pakaiannya dalam guha ketika ia keluar dari tempal perlindungan itu karena masih turun gerimis kecil mengakhiri hujan lebat. Ia langsung menuju ke tempat di mana pondok itu terbakar.
Ketika ia tiba di situ, ia tercengang terpukau berdiri seperti berubah menjadi arca.
Matanya terbelalak, mulutnya te nganga. Pondok itu tak tampak bekasn sama sekali! Puing dan abu pondok itu tidak ketinggalan sedikitpun juga! Agaknya semua disapu bersih oleh banjir, terhawa hanyut air hujan yang menjadi seperti sungai itu. Habis sama sekali, tinggal bekas lantai pondok dari tanah liat yang tampak mengkilap licin dicuci air hujan! Abu jenazah Nyi Rukmo Petak sudah lenyap, tidak ada bekasnya sedikit pun juga.
Akhirnya Muryani dapat mengatasi guncangan hatinya dan ia menjadi sadar dan
tenang kembali. Ia berdiri dan merangkap kedua tangan dalam bentuk sembah, menyentuh ujung hidungnya dengan sepasang ibu jari dan berbisik, "Selamat jalan, eyang".. !"
Hujan telah berhenti sama sekali. Matahari tersenyum cerah. Hawa udara menjadi demikian hangat, nyaman dan bersih. Semua kotoran telah disapu bersih oleh air hujan.
Daun-daun pohon berkilauan dalam warna hijau yang segar dan bersih. Bau tanah dan tanam-tanaman menghambur sedap dan menyehatkan.
Muryani menuruni puncak sambil menggendong buntalan pakaiannya. Ia harus
berjalan hati-hati sekali karena banya tanah lereng yang longsor dan hujan membuat tanah menjadi licin. Terpeleset dapat membawa maut karena terjerumus ke dalam jurang!
Akan tetapi Muryani sekarang berbeda sekali dari Muryani empat tahun yang lalu.
Kalau dulu Muryani sudah merupakan seorang gadis murid Perguruan Bromo Dadali yang digdaya, sekarang ia adalah seorang gadis dewasa yang sakti mandraguna! Nyi Rukmo Petak telah mewariskan seluruh aji kesaktiannya kepada Muryani. Ilmu meringankan tubuh yang amat terkenal dari Nyi Rukmo Petak, yang membuat ia dapat bergerak cepat sekali yaitu Aji Kluwung Sakti, telah dikuasai Muryani. Juga pukulan jarak jauh berdasarkan tenaga sakti, yaitu Aji Gelap Sewu, dan pukulan yang mengandung hawa beracun, yaitu Aji Wiso Sarpo.
Bukan saja kesaktian gadis itu yang bertambah hebat, akan tetapi juga kecantikannya.
Bagaikan bunga, ia telah mekar indah. Bagaikan buah, ia telah masak. Ia telah menjadi seorang gadis dewasa berusia duapuluh satu tahun. Sepasang matanya yang seperti bintang Serial Silat Tanah Jawa
9 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 11
Seruling Gading Lanjutan Pecut Sakti Bajrakirana Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu kini dapat mencorong penuh wibawa yang amat kuat.
Begitu sempurna Muryani menguasai Aji Kluwung Sakti sehingga licinnya tanah yang dilaluinya ketika ia menuruni puncak, tidak merupakan halangan baginya. Kedua kakinya demikian ringan melangkah, bahkan makin lama tubuhnya meluncur turun semakin cepat bagaikan terbang saja!
*** Muryani menuruni Bukit Ular di Pegunungan Anjasmoro. Bukit Ular itu merupakan bukit yang ditakuti orang. Tidak ada orang berani mendaki bukit itu, baik dia pemburu atau pencari kayu, karena bukit itu terkenal dihuni banyak ular. Ada ular yang besar sekali yang mampu menelan tubuh seekor babi hutan, dan banyak ular-ular kecil yang berbisa. Ketika menuruni bukit, Muryani melihat banyak ular. Agaknya mereka itu hanyut terbawa air yang membanjir. Akan tetap ia sama sekali tidak merasa takut atau ngeri. Setelah ia menguasai ilmu pawing ular yang diajarkan oleh Nyi Rukmo Petak, ia sudah biasa bermain-main dengan ular-ular berbisa.
Karena ia menuruni Bukit Ular dengan menggunakan Aji Kluwung Sakti maka
sebentar saja ia sudah tiba di kaki bukit. Tiba-tiba ia mendengar suara jerit ketakutan seorang anak kecil. Cepat berlari menuju ke arah suara itu. Ia melihat seorang anak lakilaki yang usianya sekitar delapan tahun dan agaknya tadi bermain-main dan mandi di air hujan yang tergenang di selokan tepi sawah. Anak laki-laki itu telanjang bulat dan dia berdiri terbelalak dengan muka pucat. Di depannya, hanya dalam jarak kurang dari dua meter, tampak seekor ular kobra sebesar lengan orang dewasa, mengangkat kepala dan lehernya yang mekar itu ke atas, moncongnya mendesis-desis dan binatang itu siap mematuk. Pengetahuannya tentang ular membuat Muryani maklum bahwa ular berbisa itu sedang marah dan siap untuk menyerang. Cepat sekali tubuh Muryani berkelebat ke depan dan in sudah mengerahkan Aji Wiso Sarpo.
Ular itu terkejut dan menjadi semakin marah ketika melihat ada orang menghadapinya dan melindungi bocah itu. Akan tetapi ketika Muryani menggerak-gerakkan kedua lengannya yang melenggok seperti dua ekor ular, ular kobra itu tiba-tiba menurunkan kepalanya. Muryani berjongkok di depan anak itu, menghadapi ular yang berada dekat Serial Silat Tanah Jawa
10 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 11 sekali di depannya. Agaknya ular kobra itu seperti terpesona, lalu dengan perlahan merayap mendekati Muryani yang mengulurkan tangan kirinya dengan telapak tangan terbuka. Ular itu menghampiri tangan kiri Muryani lalu menjilati telapak tangan itu! Muryani tahu bahwa ular itu tentu terbawa hanyut oleh air hujan dan ketika tiba di selokan, tanpa sengaja anak laki-laki itu menginjaknya sehingga ular itu menjadi marah dan hendak mematuknya.
Muryani memegang leher ular itu, mengangkatnya ke depan mukanya, matanya
mencorong memandang muka ular itu dan ia berkata lirih, "Tidak boleh engkau menyerang manusia yang tidak mengganggumu. Hayo pergi, kembali ke bukit!" Setelah berkata demikian, ia melepaskan ular itu yang segera merayap naik ke atas bukit dengan cepat, sepertl ketakutan!
Muryani memandang anak lak-laki yang masih ketakutan itu.
"Di mana rumahmu, le (nak)?"
Anak laki-laki itu menunjuk ke arah belakangnya di mana terdapat sebuah dusun. Atap rumah-rumah sederhana di dusun itu tampak dari situ.
"Cepatlah pulang dan katakan kepada teman-temanmu agar jangan bermain-main dulu di tempat ini. Banyak ular hanyut oleh air hujan turun dari bukit."
Anak itu mengangguk-angguk dan dia pun lari ke arah dusun sambil membawa
pakaian yang belum dikenakannya. Muryani mengikuti larinya anak itu sambu tersenyum geli.
Muryani melanjutkan perjalanann,ya, Setelah ditinggal mati ayahnya, kini ditinggal mati gurunya, ia tidak mempunyai siapa-siapa lagi di dunia ini. Neneknya di Demak juga sudah meninggal dunia dan selain nenek itu, tidak ada sanak keluarga lain. Ia benar-benar hidup seorang diri di clunia ini. Kembali ke Pakis" Ah, di sana ia hanya akan terkenang kepada ayahnya yang telah tiada. Parmadi juga tidak ada di dusun itu. Tidak, ia tidak akan kembali ke Pakis, entah kalau kelak ada kesempatan untuk itu dan ada keinginan untuk mengunjungi makam ayahnya. Sekarang ia harus melaksanakan tugas pertamanya, yaitu mencari pembunuh ayahnya! Ia tahu bahwa Wiroboyo berdiri di belakang layar
pembunuhan ayahnya dan bekas demang itu dibantu seseorang yang digdaya. Ia harus mencari Wiroboyo dan memaksa orang itu mengaku siapa orang yang telah menjadi algojo ayahnya dan yang telah menyerangnya dengan pukulan ampuh.
Dengan hati penuh dendam ia segera pergi ke Ponorogo. Ia akan membunuh
Serial Silat Tanah Jawa
11 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 11 Wiroboyo! Tiba-tiba Muryani yang sedang berlari cepat itu menahan kakinya dan berhenti berlari. Sebuah pikiran seperti cahaya kilat memasuki benaknya. Ia hendak membunuh orang. Jahatkah ini" Gurunya meninggalkan pesan kepadanya agar ia tidak menggunakan ilmunya untuk berbuat jahat. Ia harus membela kebenaran dan keadilan dan ia harus membela orang-orang yang namanya Sutejo dan Retno Susilo. Tidak, ia tidak berbuat jahat.
Ia bahkan hendak menentang dan membasmi seorang penjahat besar yang membahayakan kehidupan banyak orang tak berdosa, terutama sekali kaum wanita. akan menentang dan membunuh Wiroboyo dan kawan-kawannya, bukan hanya karena Wiroboyo dan para
pembantunya telah membunuh ayahnya dan telah menyerang, dan melukainya, bahkan ia telah dijebak ditangkap dan nyaris diperkosa kalau tidak ditolong gurunya. Ia akan membasmi Wiroboyo dan kawan-kawannya seperti membasmi segerombolan binatang
yang amat berbahaya dan jahat bagi manusia. Mereka itu merupakan sampah dunia yang memang sudah semestinya disapu bersih dari permukaan bumi! Dengan membunuh orangorang macam Wiroboyo dan kawan-kawannya, ia tidak melakukan kejahatan. Sebaliknya, ia bahkan akan membasmi kejahatan dan melakukan kebaikan!
Jalan pikiran Muryani seperti ini adaIah akibat pengaruh pendidikan mendiang Nyi Rukmo Petak yang selama empat tahun menjadi gurunya dan membimbingnya. Nyi Rukmo Petak adalah seorang wanita yang sejak mudanya berwatak keras dan pernah menjadi datuk yang ditakuti karena kekerasan dan kekejamannya. Ia pernah menderita kekecewaan besar yang membuat hatinya diracuni dendam walaupun di hari tuanya dengan susah payah ia sudah dapat meredakan dendamnya. Namun sisa kekerasan yang menjadi dasar wataknya sejak muda masih ada dan kekerasan inilah yang kini menguasai hati Muryani. Balas kebaikan orang dengan kebaikan, berikut bunganya! Juga balas kekerasan orang dengan kekerasan pula berikut bunganya! Orang jahat harus diperlakukan jahat pula. Orang kejam harus diperlakukan kejam. Ini namanya adil! Beginilah seharusnya pendirian seorang gagah, seorang pendekar demikian jalan pikirannya yang dianggapnya sudah tepat dan benar.
Muryani agaknya sudah lupa akan wejangan-wejangan mendiang ayahnya. Mendiang
Ki Ronggo Bangak, biarpun tidak dapat mengajarkan aji kanuragan, namun telah mengajarkan ilmu-ilmu yang jaul lebih indah dan lebih bermanfaat sebaga bekal untuk perjalanan di sepanjang jalan raya yang dinamakan hidup ini. Dia mengajarkan kesusastraan, kesenian, Serial Silat Tanah Jawa
12 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 11 dan terutama sekali, pengertian tentang kehidupan, tentang isi kehidupan dan bagaimana sebaiknya mengisi kehidupan ini. Bukan sekedar pelajaran menghafal filsafat-filsafat jiplakan yang sudah mapan dan sudah ada, kemudian hanya untuk dihafal di luar kepala sehingga kemudian hanya menjadi semacam peribahasa atau motto.
Ki Ronggo Bangak memaklumi bahwa puterinya telah menguasai aji kanuragan telah menjadi seorang gadis yang sakti mandraguna, penuh dengan kekuatan dan kekerasan.
Karena itu dia pernah menasihati puterinya ketika Muryani mengatakan bahwa kekerasan harus dihadapi dengan kekerasan pula, pembunuhan harus dibalas dengan pembunuhan juga. Ki konggo Bangak ketika itu berkata,
"Muryani, kalau kita membalas kekerasan dengan kekerasan, membalas pembunuhan dengan pembunuhan pula, lalu apa bedanya di antara kita dengan mereka yang melakukan kekerasan dan pembunuhan itu" Kalau kita membunuh seorang pembunuh, bukankah kita menjadi pembunuh juga?"
"Akan tetapi jelas tidak sama, ayah!" bantah Muryani. "Kita membunuh karena ia seorang yang jahat sedangkan dia...."
"Diapun tentu mempunyai alasan terentu untuk membenarkan perbuatannya itu, anakku. Semua itu hanya alasan yang dicari dan dipergunakan orang untuk menutupi kesalahannya atau perasaan bersalahnya."
Muryani masih merasa penasaran. "Kalau begitu, lalu untuk apa orang bersusah payah belajar aji kanuragan selama bertahun-tahun dan menjadi pendekar?"
"Nah, di sinilah letak salah pengertian yang harus dipahami semua orang yang mempelajari aji kanuragan dan yang menganggap dirinya sebagai pendekar. Aji kanuragan berarti ilmu olah raga yang tujuannya jelas untuk manfaat raga, yaitu kesehatan. Jadi aji kanuragan adalah untuk membuat raga menjadi sehat dan kuat menolak serangan penyakit, dan intinya yang lebih mendalam adalah menyehatkan lahir dan batin. Ilmu pencak silat adala ilmu bela diri sebagai pelindung dan penyelamat diri terhadap ancaman serangan dari luar yang kuat. Bela diri ini dapat dikembangkan menjadi membela orang lain yang terancam kekerasan sehingga orang yang terancam itu luput dari tindak kekerasan. Jadi ilmu pencak silat adalah ilmu membela diri, bukan ilmu memukul orang! Sekarang mengenai arti pendekar. Pendekar berarti seorang yang berani membela kebenaran dan keadilan yang bersifat umum, bukan kebenaran dan keadilan menurut penilaian sendiri atau Serial Silat Tanah Jawa
13 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 11 penilaian golongan sendiri. Membela kepentingan pribadi atau kepentingan golongan sendiri. Siapa saja dapat menjadi pendekar asal dia berjiwa pembela rakyat dan berani berkorban untuk tindakannya itu tanpa penyesalan. Dia harus berprinsip berdasarkan bimbingan Gusti Allah, berlandaskan kebenaran dan kalau perlu berani menentang arus.
Kalau orang hanya mengandalkan kekuatan main pukul dan main bunuh, belum tentu dia pendekar. Tukang pukul dan penjahat tukang bunuh juga berbuat seperti itu dengan dalih dan alasan masing-masing. Mengertikah engkau, Muryani" Sungguhpun aku tahu bahwa engkau memiliki kebaktian, aku tidak ingin anakku menjadi tukang pukul atau pembunuh!"
Pada waktu mendengar petuah itu, Muryani terkesan sekali. Nasihat itu diucapkan ayahnya setelah terjadinya peristiwa pengusiran Wiroboyo dari Dusun I'akis, dan ia amat memperhatikan nasihat itu. Akan tetapi sejak ayahnya terbunuh, kemudian ia terluka parah oleh pembunuh ayahnya, apalagi setelah ia menjadi tangkapan dan nyaris diperhina Wiroboyo, semua itu mendatangkan rasa sakit hati yang mendalam. Ditambah lagi selama empat tahun ia menjadi murid Nyi Rukmo Petak yang masih berwatak keras walaupun sudah mampu mengatasi kekejamannya, hati Muryani penuh kekerasan dan tekadnya membulat untuk mencari dan membunuh Wiroboyo.
Dengan melakukan perjalanan cepat tanpa menanggapi atau melayani segala macam gangguan atau penghalang, ia menuju ke Ponorogo. Kalau ada yang menghalanginya dalam perjalanan, ia menggunakan Aji Kluwung Sakti untuk menghindar dan aji itu dapat membuat ia berkelebat menghilang dari para penghalangnya. Ia tidak ingin terganggu dan tertunda oleh hal-hal yang dianggapnya tidak ada artinya dibandingkan usahanya mencari Wiroboyo yang amat dibencinya.
Pada suatu pagi tibalah ia di depan pintu gerbang kota Kadipaten Ponorogo. Tak tampak banyak perubahan pada kota itu. Bangunan-bangunannya masih seperti empat tahun yang lalu. Ia langsung saja melangkah menuju ke rumah Wiroboyo yang pernah dikunjunginya empat tahun yang lalu. Begitu ia melihat rumah itu, jantungnya berdebar tegang. Seolah-olah ia telah melihat musuh besarnya telah menantinya di depan rumah!
Akan tetapi bukan! Bukan Wiroboyo yang dilihatnya, melainkan lima orang perajurit yang duduk di atas bangku sebuah gardu yang berdiri di dekat pintu gerbang pekarangan rumah itu. Keadaan rumah besar itu telah berubah! Lima orang itu berpakaian seragam. Mereka adalah perajurit! Apakah Wiroboyo kini telah menjadi seorang pembesar dan berpangkat Serial Silat Tanah Jawa
14 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 11 tinggi sehingga rumahnya dijaga perajurit" Tak mungkin, pikirnya. Wiroboyo adalah bekas demang yang telah diusir rakyat dusun yang dipimpinnya. Namanya tentu telah dicoret oleh pemerintah sebagai seorang ponggawa yang tidak baik. Tak mungkin kini diangkat menjadi seorang yang berpangkat tinggi.
Namun Muryani sekarang berbeda dengan empat tahun yang lalu. Biarpun hatinya
sudah merasa tegang dan panas berada di depan rumah musuh besarnya, namun ia tidak mau sembrono menggunakan kepandaiannya memasuki rumah itu. Bagaimanapun juga, ada kemungkinan rumahi itu tidak dihuni Wiroboyo lagi. Ia harus mendapat keterangan pasti lebih dulu. Ia lalu memasuki pekarangan, menghampiri para penjaga yang duduk di atas bangku panjang yang berada di luar gardu. Lima orang penjaga yang masih muda-muda itu serentak bangkit berdiri melihat masuknya seorang gadis cantik jelita ke dalam pekarangan. Sikap mereka seolah menyambut kedatangan seorang pembesar tinggi yang harus mereka hormati!
"Selamat pagi, nona," kata seorang antara mereka.
"Nona ada keperluan apakah?" sambung orang kedua.
"Nona mencari siapakah?" tanya orang ke tiga.
"Apa yang dapat saya lakukan untukmu, nona?" orang keempat tidak mau ketinggalan.
Dari sikap dan pandang mau mereka, jelas bahwa empat orang itu saling berebutan mencari muka dan perhatian. Hanya orang kelima yang usianya sudah kurang lebih limapuluh tahun, diam dan hanya tersenyum geli menyaksikan ulah rekan-rekannya. Namun sepasang matanya memandang penuh selidik.
Melihat sikap mereka, Muryani lalu memilih orang kelima yang diam saja itu untuk bertanya. "Paman, tolong paman memberi keterangan kepadaku apakah Ki Wiroboyo berada di rumah?" Ia menuding ke arah bangunan besar itu.
Yang ditanya memandang heran. "Wiroboyo" Siapakah itu, nona?"
"Wiroboyo dan keluarganya penghuni rumah itu. Bukankah itu rumah Wiroboyo?"
tanya Muryani penasaran.
Penjaga itu menggeleng kepalanya. "Nona salah alamat. Penghuni dan pemilik rumah ini adalah Raden Tumenggung Jatisurya, senopati Ponorogo."
Tentu saja Muryani menjadi terkejut dan heran, juga ragu. "Akan tetapi empat tahun yang lalu rumah ini masih menjadi tempat tinggal Ki Wiroboyo bersama keluarganya.
Serial Silat Tanah Jawa
15 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 11 Apakah dia sudah pinpah" Kalau dia . sudah pindah, katakanlah kepadaku ke mana dia pindah, paman."
Orang itu menggeleng kepala. "Kami tidak tahu, nona. Kami adalah anggauta pasukan pengawal Raden Tumenggung Jatisurya yang menerima tugas Kanjeng Gusti Sultan Agung untuk diperbantukan di Kadipaten Ponorogo dan kami datang tiga tahun yang lalu. Rumah ini ketika kami datang sudah kosong lalu menjad tempat tinggal atasan kami itu."
Bingung juga hati Muryani mendengar keterangan ini. Tak disangkanya, jahanam itu telah pergi lagi dan ia tidak tahu harus mencarinya ke mana. Ia menjadi jengkel dan seperti biasanya, kalau hatinya kesal, tanpa disengaja ia membanting kaki kanannya sambil berseru, "Sialan!!' Akan tetapi saking jengkel dan marahnya, ia lupa diri dan ketika membantin kakinya, ia mengerahkan tenaga saktinya seolah-olah kakinya itu sedang menginjak-injak tubuh Wiroboyo. Tentu saja kekuataan bantingan kakinya itu hebat sekali dan akibatnya, lima orang penjaga yang berdiri di depannya itu terpelanting roboh! Mereka terkejut dan berteriak-teriak.
Pada saat itu dari luar masuk seorang laki-laki yang usianya sekitar empatpuluh tahun.
Tubuhnya tinggi besar dan kulitnya gelap. Wajahnya ganteng gagah seperti Sang Bimasena tokoh Pandawa. Dia tadi melihat semua peristiwa yang terjadi dan diam-diam hatinya terkejut bukan main melihat seorang gadis muda cantik jelita membuat lima orang prajurit-nya berpelantingan hanya dengan membanting kaki kanan ke atas tanah. Sebagai seorang ahli aji kanuragan, maklumlah dia bahwa gadis itu tentu seorang yang sakti mandraguna.
Pria gagah perkasa ini adalah Raden Tumenggung Jatisurya. Dia adalah seorang
senopati muda Mataram yang digdaya. Melihat munculnya seorang gadis muda yang memiliki tenaga sakti sehebat itu Lentu saja dia menjadi tertarik sekali dan curiga.
"Heii! Apa yang terjadi di sini?" Ia membentak, suaranya nyaring penuh wibawa.
Lima orang petugas jaga tadi sudah berhasil bangkit berdiri kembali. Mereka masih terkejut dan heran ketika terpelanting jatuh tanpa diserang tadi. Melihat munculnya Raden Tumenggung Jatisurya mereka merasa lega. Seorang di antara mereka segera membuat laporan.
"Raden, ketika kami sedang berjaga datang gadis ini. Ia bertanya kepada kami tentang orang bernama Ki Wiroboyo. Kami menjawab bahwa kami tidak tahu. Dia agaknya
marah". lalu membanting kakinya. Entah mengapa kami berlima terpelanting roboh."
Serial Silat Tanah Jawa
16 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 11 Kecurigaan dalam hati Tumengguni Jatisurya menjadi semakin besar. Dia menatap wajah yang cantik jelita itu dengan penuh selidik. Dia sendiri mengenal betul siapa Ki Wiroboyo. Bekas demang Dukuh Pakis yang diusir oleh penduduknya itu dan kemudian tinggal di Ponorogo. Orang itu telah diusir oleh Adipati Ponorogo karena diragukan kesetiaannya kepada Mataram. Bahkan ada penyelidik kadipaten yang melaporkan bahwa beberapa kali Ki Wiroboyo menerima tamu-tamu orang Madura dan orang Surabaya.
Ketika pada suatu hari Sang Adipati mendengar bahwa Wiroboyo menerima secara diam-diam di waktu malam kehadiran Ki Harya Baka Wulung, sebagai tamu kehormatan, Sang Adipati memerintahkan agar Wiroboyo diusir keluar dari Ponorogo. Pada waktu itu sepak terjang Ki Harya Baka Wulung sebagai seorang yang menentang Mataram sudah amat dikenal. Adipati Ponorogo sendiri sudah pernah dibujuk-bujuk oleh tokoh Madura itu untuk memberontak terhadap Mataram dan bekerja sama dengan Madura untuk melawan
Mataram. Tentu saja bujukan itu ditolaknya dengan keras. Maka, Ki Wiroboyo dianggap sebagai orang berbahaya yang diragukan kesetiaannya terhadap Ponorogo dan Mataram.
Setelah dia diusir dari Ponorogo, bekas rumahnya ditempati oleh Tumenggung Jatisurya, senopati muda Mataram yang diperbantukan ke Ponorogo dalam persiapan Mataram untuk menyerbu ke Surabaya dan Madura.
Dengan sepasang matanya yang lebar dan mencorong, Tumenggung Jatisurya
memandang wajah Muryani dan bertanya, suaranya nyaring dan langsung tanpa basa-basi lagi.
"Nona, ada urusan apakah antara andika dan Wirpboyo maka andika mencarinya?"
Muryani sedang jengkel mendengar bahwa Wiroboyo tidak tinggal di situ ia dan tidak ada yang tahu ke mana perginya. Maka, mendengar pertanyaan yang nadanya kasar dari pria tinggi besar itu ia memandang dengan mata galak dan alis berkerut.
"Aku mencari Wiroboyo adalah urusanku sendiri dan tidak ada sangkut pautnya sedikitpun dengan siapa juga termasuk kamu!"
Tumenggung Jatisurya tertegun. Belum pernah ada wanita, masih muda lagi berani bersikap sedemikian galak terhadap dirinya, apalagi setelah dia menjadi seorang senopati.
Akan tetapi pandangan matanya bersinar gembira. Gadis ini memiliki semangat berapi-api, sifat yang di kaguminya. Dia tidak suka melihat kelemahan dan kecengengan. Mungkin karena inilah maka setua ini dia masih belum dapat menemukan jodohnya untuk dijadikan Serial Silat Tanah Jawa
17 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 11 isterinya. "Hemm, kalau tidak ada urusannya. dengan kami, lalu kenapa kamu datan mencari keterangan ke sini?"
Jawaban yang sama kerasnya ini mem buat Muryani tertegun pula. Biasanya para pria menghadapinya dengan sikap lembut, bahkan menjilat. Akan tetapi pria yang satu ini demikian kasarnya! Kalau dipikir, benar juga apa yang dikatakan pria ini. Ia pun lalu berkata dengan mulut cemberut yang di luar kesengajaannya malah membuat wajahnya tampak semakin cantik.
"Aku mencari Wiroboyo karena ada urusan pribadi yang tak perlu kuceritaka kepada orang lain. Katakan saja kalau andika mengetahui di mana dia kini berada."
"Nanti dulu! Jawab dulu, andika mencari dia sebagai kawan atau lawan" Sebagai sahabat atau musuh?"
Muryani tidak tahu siapa pria ini sahabat Wiroboyo atau bukan. Ia tidak perduli.
Andaikata sahabat musuhnya dan hendak membela Wiroboyo, akan dihajarnya sekalian.
"Sebagai musuh besar! Aku akan membunuhnya!" ia berkata tegas dan lantang.
Kembali tumenggung itu terkejut. Gadis ini benar-benar seorang pemberani. Tidaklah mudah membunuh seorang seperti Ki Wiroboyo. Bukan saja karena dia mendengar berita bahwa akhir-akhir ini Wiroboyo telah mendapatkan seorang guru dan menjadi seorang yang digdaya, namun juga dia bergabung dengan orang-orang yang sakti mandraguna. Dia pernah mengirim orang-orangnya untuk melakukan penyelidikan atas gerombolan
Wiroboyo itu untuk melihat keadaan mereka. Kalau sekiranya gerombolan itu akan mengadakan kerusuhan dan mengancam keamanan Ponorogo, tentu dia akan mengerahkan pasukan untuk membasminya. Akan tetapi para penyelidiknya melaporkan bahwa
Wiroboyo dan teman-temannya tidak melakukan hal-hal yang mencurigakan. Mereka hanya mendirikan semacam perguruan pencak silat dan kini mendiami bekas
perkampungan perguruan Welut Ireng yang sudah meninggalkan perkampungannya di lereng Gunung Wilis itu. Karena mereka tidak membuat keributan, maka Raden
Tumenggung Jatisurya tidak dapat berbuat apa-apa, juga Sang Adipati Ponorogo tidak ingin mengganggu dan mencari keributan. Dan kini, gadis ini seorang diri hendak mencari dan membunuh Wiroboyo!
"Andika hendak membunuh Wiroboyof" Hemm, kalau begitu sebaiknya kita bicara di Serial Silat Tanah Jawa
18 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 11 dalam. Aku akan dapat memberi keterangan kepadamu di mana adanya orang itu!" Setelah berkata demikian, tanpa bicara apa-apa lagi Raden Tumenggung Jatisurya lalu memutar tubuh meninggalkan Muryani pergi ke arah bangunan besar itu. Muryani merasa girang dan tanpa rasa takut sedikitpun ia lalu melangkah dan mengikuti laki-laki tinggi besar itu.
Agaknya Raden Tumenggunj Jatisurya memang hendak menguji gadis itu. Kedua kakinya yang panjang itu melangkah lebar dan cepat sekali. Akan tetapi ketika dia tiba di pendapa rumah itu dan menoleh, ternyata Muryani berada tepat di belakangnya.
"Silakan masuk!" kata Raden Tumenggung Jatisurya, mengajak Muryani memasuki sebuah ruangan di sebelah kiri pendapa. Ruangan itu agaknya ruangan tamu, luas dan bersih.
"Duduklah, nona," kata tuan rumah.
Muryani duduk di atas kursi, berhadapan terhalang meja besar dengan laki-laki tinggi besar itu. Sejenak mereka saling pandang dan Raden Tumenggung Jatisurya berkata, suaranya tetap tenang dan tegas, sama sekali tidak terdengar ramah.
"Sebelum kita bicara, kita perlu tahu lebih dulu dengan siapa kita saling berhadapan.
Siapakah andika, nona?"
"Nama saya Muryani dan seperti sulah kukatakan tadi, Wiroboyo musuh besarku dan aku mencarinya untuk membunuhnya! Nah, kalau andika tahu di mania dia, beritahukanlah kepadaku!"
"Nanti dulu, nimas Muryani. Aku boleh menyebutmu nimas, bukan?"
"Sesukamulah!"
"Sebelum kita bicara tentang Wiroboro, perkenalkan dulu diriku. Aku Raden Tumenggung Jatisurya yang sekarang menjadi senopati di Ponorogo. Tadinya aku adalah seorang senopati muda Mataram."
"Baiklah, paman Tumenggung, sekarang kita sudah saling mengenal nama. Harap segera ceritakan di mana aku bisa mendapatkan tempat tinggal Wiroboyo."
"Wah, nimas Muryani, jangan sebut aku paman! Biarpun usiaku sudah empatpuluh tahun, akan tetapi aku belum menikah. Andika mencari Wiroboyo dan bermaksud
membunuhnya" Tidak begitu mudah, nimas. Andika akan mendapatkan keterangan yang sejelas-jelasnya tentang Wiroboyo dariku, akan tetapi ada syaratnya."
"Hemm, apa syaratnya?" tanya Muryani, tidak mau menyebut apapun.
Serial Silat Tanah Jawa
19 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 11 "Syaratnya hanya satu, yaitu andika harus dapat mengalahkan aku dalam pertandingan adu kanuragan, sekarang dan sini juga."
Muryani mengerutkan alisnya dan, sepasang matanya mencorong.
"Hemm, apa artinya ini" Mengapa andika mengajukan syarat itu" Apakah in berarti bahwa Wiroboyo adalah seorang sahabatmu yang akan andika bela?"
Tumenggung tinggi besar seperti Bimasena itu terkekeh dan jari-jari tangannya menyentuh kumisnya yang tebal. "Semua pertanyaan itu baru akan dapat kujawab kalau andika sudah memenuhi syarat itu, ialah mengalahkan aku. Kalau andika tidak mampu mengalahkan aku, maaf, terpaksa semua itu tidak dapat kujawab."
Muryani bangkit berdiri dan mengepal kedua tangannya. "Baik, aku terima syarat itu!
Mari kita mengadu kanuragan. Kapan dan di mana kita mulai?"
Raden Tumenggung Jatisurya terkekeh girang. Dia adalah seorang senopati, seorang gagah yang paling suka mengadu kesaktian.
"Sekarang juga dan di sini, nimas Muryani. Tempat ini cukup luas dan tak seorangpun akan berani mengganggu kita." Dia lalu mendorong meja kursi ke tepi ruangan itu agar lebih lega. Setelah itu dia berdiri di tengah ruangan itu dengan sikap gagah, kedua kakinya terpentang lebar, kedua tangan bertolak pinggang dan dia berkata dengan lantang.
"Karena kita tidak berkelahi sebagai musuh, melainkan saling menguji kepandaian, maka kita tidak perlu mempergunakan senjata, cukup dengan kaki tangan kita saja."
"Sudahlah, tidak perlu berpanjang tutur kata, mari kita mulai, aku sudah siap!" kata Muryani, suaranya mengandung ketidaksabaran.
Dengan senyum lebar tak pernah meninggalkan mulutnya, Jatisurya berkata, "Andika adalah seorang wanita, masih amat muda, dan sebagai tamu pula. Oleh karena itu, tidak pantaslah kalau aku sebagai pria dan tuan rumah membuka serangan. Silakan, nimas!"
Muryani tidak sabar lagi. "Lihat seranganku!" bentaknya dan tangan kirinya sudah meluncur dalam sebuah tamparan kilat yang diarahkan ke pipi kanan lawan.
Tumenggung yang sudah kaya akan pengalaman bertanding itu memandang rendah.
Diapun menggerakkan lengan kanannya untuk menangkis dan maksudnya dia hendak
menangkis sekalian menangkap lengan yang berkulit halus dan kecil mungil itu.
"Wuuuttt dukkk!!" Dua lengan yang berbeda jauh besarnya itu beradu dan seruan kaget terlepas dari mulut Jatisurya. Pertemuan lengan itu membuat kuda-kudanya gempur Serial Silat Tanah Jawa
20 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 11 dan tubuhnya terhuyung ke belakang sampai lima langkah! Padahal, gadis itu masih tampak senyum dan sama sekali tidak terguncang. Maklumlah senopati yang
berpengalaman ini bahwa gadis lawannya sungguh-sungguh seorang yang "berisi", memiliki tenaga sakti yang amat kuat. Tidak heranlah kalau lima orang perajuritnya terpelanting roboh begitu gadis itu membanting kakinya.
"Bagus!" Dia memuji untuk menutupi rasa malunya dan diapun melanjutkan berseru,
"Lihat seranganku!"
Tumenggung itu tidak ragu-ragu lagi untuk mengeluarkan kepandaian dan
mengerahkan tenaganya. Serangannya dahsyat sekali, sesuai dengan tubuhnya yang tinggi besar dan kokoh.
Muryani menghadapinya dengan tenang saja. Maklum bahwa serangan lawan ini tidak boleh dipandang ringan, iapun mengerahkan Aji Kluwung Sakti dan tubuhnya berkelebatan cepat sekali bagaikan bayang-bayang saja. Permainan pencak silat Tumenggung Jatisurya sungguh dahsyat. Tubuhnya bergerak dengan cepat dan kuat, serangannya sambung-menyambung dan bertubi-tubi. Tamparan, tonjokan, tendangan, serangan dengan siku, dengan lutut, semua bagian tubuhnya dapat melakukan serangan yang berbahaya. Diam-diam Muryani harus mengakui bahwa tingkat kepandaian senopati Ponorogo ini cukup hebat. Andaikata ia belum mendapat bimbingan ilmu dari mendiang Nyi Rukmo Petak, agaknya akan sukar baginya untuk dapat mengalahkan Raden Tumenggung Jatisurya ini.
Tingkatnya jelas jauh lebih tinggi daripada tingkat kepandaian Wiroboyo.
Setelah merasa cukup mempermainkan lawan dengan kecepatan gerakannya, Muryani membuat lawan terputar-putar mengejar bayangannya dan tubuh tinggi besar ini mulai berkeringat dan napasnya mulai memburu, Muryani menyudahi pertandingan itu. Tangan kirinya yang dimiringkan menyambar tengkuk dan kakinya menendang belakang lutut.
"Plak! Desss?" !" Tanpa dapat dicegah lagi, tubuh tinggi besar itu ambruk seperti sebatang pohon jati ditebang.
Raden Tumenggung Jatisurya jatuh mendeprok, menggunakan tangan kanan menekannekan tengkuknya dan tangan kirinya mengurut-urut lutut, mengeluh lirih.
Muryani berdiri bertolak pinggang dengan tangan kirinya. "Bagaimana, paman Tumenggung. Apakah andika masih belum puas dan ingin melanjutkan pertandingan ini?"
Pria itu mengguncang-guncang kepala untuk mengusir kepeningan, kemudian berkata, Serial Silat Tanah Jawa
21 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 11 "Sudah"..sudah?"aku mengaku kalah. Andika hebat sekali, nimas Muryani". Aku"..
sungguh kagum sekali..." Dia bangkit dengan susah payah, lalu menghampiri kursi dan duduk.
"Aku tidak butuh pujianmu, paman. Aku butuh keteranganmu tentang Wiroboyo,"
jawab Muryani. "Duduklah, akan kuceritakan semua."
Mereka duduk lagi berhadapan, terhalang meja. Setelah mengamati wajah yang cantik itu dengan sepasang mata penuh kagum, Raden Tumenggung Jatisurya menghela napas dan berkata,
"Nimas Muryani, ketahuilah. Ketika tadi bertemu denganmu dan mendengar bahwa andika hendak membunuh Wiroboyo, aku diam-diam mendukungmu karena kami semua di sini juga tidak suka kepada manusia itu."
"Hemm," Muryani mengerutkan alisnya dan menatap wajah tumenggung itu penuh selidik. "Kalau begitu, kenapa andika tadi menantangku bertanding?"
"Terus terang saja, aku melakukan itu untuk mengujimu, nimas Muryani. Aku khawatir akan keselamatanmu. Tidak mudah membunuh si Wiroboyo itu, bahkan
berbahaya sekali. Karena itulah maka aku sengaja menantangmu untuk menguji. Kalau andika tidak mampu menandingi aku, sama saja dengan membunuh diri kalau andika pergi menentang Wiroboyo. Maka, andaikata tadi andika kalah olehku, tentu aku tidak memberi tahu agar andika tidak mengantar nyawa dengan sia-sia ke sana."
"Akan tetapi aku melihat bahwa tingkat kepandaian andika jauh lebih tinggi daripada tingkat kepandaian jahanam itu, paman. Dia sama sekali tidak berbahaya bagiku dan aku pasti dapat membunuh dia!"
Tumenggung Jatisurya mengangguk-angguk dan tersenyum, matanya menatap wajah
jelita itu dengan penuh kagum. "Aku harus mengakui bahwa andika masih muda dan sakti mandraguna, juga amat pemberani. Akan tetapi agaknya andika kurang pengalaman.
Wiroboyo itu orangnya licik dan dia memiliki sekutu dengan orang-orang sakti
mandraguna, bahkan dia kini menjadi murid seorang datuk besar."
"Maaf, paman Tumenggung!" kata Muryani dengan alis berkerut, dan matanya menatap tajam penuh wibawa. "Aku sama sekali tidak ingin mendengar andika memuji-muji keparat jahanam Wiroboyo itu. Aku hanya ingin mendengar darimu di mana sekarang Serial Silat Tanah Jawa
22 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 11 dia berada!"
Raden Tumenggung Jatisurya menghela napas panjang. Biarpun pada saat pertama kali bertemu dengan Muryani dia merasa tertarik sekali dan diam-diam telah jatuh hati, namun kini sadarlah dia sepenuhnya bahwa dia tidak dapat mengharapkan gadis seperti ini menjadi isterinya. Gadis ini sakti mandraguna dan berwatak keras dan angkuh sehingga dia tidak akan mampu menundukkan hati gadis itu melalui kedudukannya sebagai senopati sekalipun! Gadis seperti ini hanya dapat ditundukkan oleh perasaan cintanya sendiri, bukan oleh bujuk rayu dari luar dirinya.
"Sungguh, aku tidak memuji-muji Wi roboyo untuk menakut-nakutimu, nimas
Muryani. Akan tetapi biarlah aku menceritakan keadaan yang sebenarnya. Wiroboyo itu pada tiga tahun yang lalu telah diusir keluar dari Ponorogo karena Gusti Adipati meragukan kesetiaannya. Dia dikabarkan melakukan hubungan dengan orang-orang yang memusuhi Mataram dan agaknya dia mengumpulkan orang-orang dari golongan sesat. Setelah diusir keluar dari Ponorogo, menurut penyelidikan kami, dia menguasai perkampungan yang dulu menjadi pusat perkumpulan Welut Ireng, di lereng Gunung Wilis. Agaknya dia menguasai bekas para anggauta Welut Ireng yang sudah bubar. Menurut hasil penyelidikan kami, dia mendirikan sebuah perkumpulan di sana, yang diberi nama perkumpulan pencak silat Kelabang Wilis. Kedudukannya kuat sekali karena dia telah menjadi murid seorang datuk besar yang bernama Wiku Menak Koncar, seorang datuk besar dari Blambangan yang sakti mandraguna. Bahkan kakek itu kini tinggal bersama Wiroboyo. Selain datuk ini, Wiroboyo dibantu pula oleh Warok Surosingo dan seorang sakti lain bernama Darsikun yang pernah menjadi murid Ki Harya Baka Wulung yang terkenal itu. Nah, andika bayangkan betapa kuat kedudukan Wiroboyo, nimas Muryani. Kami tidak dapat berbuat apa-apa kepada Wiroboyo karena tidask ada bukti bahwa dia melakukan pelanggaran atau kejahatan, walaupun kami semua tidak suka padanya dan tahu bahwa dia bukan orang baik-baik."
Diam-diam Muryani harus mengakui betapa kuatnya kedudukan musuh besarnya itu.
Keterangan yang jelas dari tumenggung itu amat penting baginya. Setelah mengetahui keadaan musuh, ia dapat berhati-hati. Ia memang tidak boleh sembrono. Mendiang gurunya, Nyi Rukmo Petak juga telah memperingatkan kepadanya agar ia berhati-hati berhadapan dengan para datuk besar. Kini Wiroboyo telah menjadi murid seorang datuk besar dari Blambangan yang bernama Wiku Menak Koncar. Tentu ilmu kepandaian bekas Serial Silat Tanah Jawa
23 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 11 demang Pakis itu kini tidak seperti dulu lagi, sudah meningkat tinggi. Memang ia tidak perlu takut menghadap musuh besarnya itu, karena sekarang ia sendiripun sudah mewarisi ilmu-ilmu yang hebat dari mendiang Nyi Rukmo Petak. Akan tetapi Wiroboyo kini memiliki banyak anak buah. Apalagi di sana ada gurunya, datuk besar dari Blambangan itu Bahkan ada pula pembantu-pembantunyo yang bukan orang lemah, yang bernama Warok Surosingo dan Darsikun. Ia dapat menduga bahwa yang dulu membunuh ayahnya dan melukainya tentu orang bernama Darsikun itu, yang bersama Wiroboyo telah menjebaknya, membunuh kuda dan menangkapnya kemudian dua orang itu dikalahkan mendiang Nyi Rukmo Petak. Keadaan Wiroboyo amat kuat dan ia hanya seorang diri! Ia harus berhati-hati.
Muryani bangkit berdiri dan membungkuk dengan hormat kepada tuan rumah. "Paman Tumenggung, keterangan andika ini sungguh amat berharga bagi saya, maka saya
mengucapkan banyak terima kasih atas kebaikan paman."
Tumenggung Jatisurya cepat bangkit berdiri. "Kenapa terburu-buru hendak pergi nimas Muryani" Andika hendak pergi kemanakah?"
"Saya hendak pergi mencari Wiroboyo, paman." Sikap Muryani sekarang menghormat karena ia tahu betapa bangsawan berniat baik ketika menantangnya bertanding.
"Ah, nimas! Mengapa tergesa-gesa. Duduklah dulu, kita belum berkenalan. Aku ingin sekali mengenalmu lebih baik, mengetahui dari mana andika berasal, siapa keluarga andika dan mengapa andika memusuhi orang macam Wiroboyo itu?"
"Terima kasih, paman Tumenggung, Maafkan, saya tidak dapat menunda lebih lama lagi, harus segera. mencari jahanam itu. Mohon pamit." Ia melangkah hendak keluar dari ruangan itu.
"Nimas Muryani, tunggu sebentar," kata Raden Tumenggung Jatisurya. Dia melangkah mengejar dan Muryani menghentikan langkahnya, membalikkan tubuh dan mereka berdiri saling berhadapan.
"Ada apakah, paman?"
"Nimas, aku amat mengkhawatirkan keselamatanmu. Biarlah aku akan memimpin pasukan menyertai dan membantumu menghadapi mereka!"
Muryani mengerutkan alisnya dan menggeleng kepalanya. "Tidak, paman. Jangan bantu aku. Ini adalah urusan pribadi, sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan paman Serial Silat Tanah Jawa
24 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 11 atau dengan Kadipaten Ponorogo. Sudah, selamat tinggal, paman Tumenggung!" Setelah berkata demikian, Muryani melompat keluar dengan cepat dan meninggalkan rumah itu.
Raden Tumenggung Jatisurya mengikuti bayangan gadis, itu dengan pandang matanya dan dia menggeleng-geleng kepalanya. Kalau saja dia mampu mengalahkan kedigdayaan gadis itu, pikirnya, mungkin ada harapan baginya untuk memenangkan hati Muryani sehingga gadis itu dapat menjadi pendamping hidupnya.
***
Seruling Gading Lanjutan Pecut Sakti Bajrakirana Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Bukit di belakang perguruan silat Jausumo yang letaknya di daerah Pacitan itu sepi sekali. Apalagi waktu itu malam hari. Biarpun bulan purnama tampak terang, memandikan seluruh permukaan bukit dengan cahayanya yang lembut, namun tak tampak seorangpun manusia di tempat itu. Apalagi di waktu malam, bahkan di waktu siang haripun, tidak ada murid Jatikusumo yang berani berkeliaran di bukit itu. Sebuah sumur tua yang berada di puncak bukit itulah yang menjadi sebabnya. Sumur tua yang menyimpan peristiwa-peristiwa mengerikan di masa yang lalu. Sumur tua penuh rahasia, yang pernah menjadi tempat tahanan seorang tokoh Jatikusumo puluhan tahun yang lalu.
(Bersambung jilid XII)
Serial Silat Tanah Jawa
25 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 12 SERULING GADING
Jilid 12 (Lanjutan "Pecut Sakti Bajrakirana")
Karya: Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid XII TOKOH besar Jatikusumo ini menjadi sesat dan
jahat seperti iblis setengah giIa. Dia adalah mendiang
Resi Ekomolo. Karena kejahatannya dia bentrok
dengan adik seperguruannya sendiri yang bernama
Resi Limut Manik dan setelah melalui pertandingan
mati-matian yang berlangsung lama, akhirnya Resi
Ekomolo dapat dirobohkan sehingga kedua kakinya
lumpuh. Karena maklum bahwa Resi Ekomolo amat jahat dan bahkan tidak waras otaknya, terpaksa Resi Limut Manik yang menjadi ketua perguruan Jatikusumo memasukkannya dalam sumur tua di atas bukit di belakang perguruan Jatikusumo itu. Di dasar sumur itu terdapat sebuah terowongan dan ruangan bawah tanah, Bertahun-tahun Resi Ekomolo hidup di dasar sumur itu, tidak mungkin, dapat keluar dari situ karena kedua Kakinya yang lumpuh. Namun setiap hari dia mendapat kiriman makan minum dari Real Limut Manik dan kebiasaan ini masih dilanjutkan ketika ketua Jatikusumo itu sudah digantikan oleh muridnya yang tertua, yaitu Bhagawan Sindusakti.
Pada suatu hari, seorang murid Jatikusumo, murid Sang Bhagawan Sindusakti, dapat turun ke dalam sumur dan bertemu dengan Resi Ekomolo. Dia membantu sang resi yang amat sakti akan tetapi gila itu keluar dari sumur dan diam-diam menjai muridnya sehingga Priyadi, demikian nama murid Jatikusumo itu, berubah menjadi seorang yang sakti mandraguna melebihi semua tokoh Jatikusumo, akan tetapi wataknya menjadi jahat dan setengah gila! Priyadi bentrok sendiri dengan para murid Jatikusumo dan para pendekar lainnya. Akhirnya guru dan murid yang gila itu bermusuhan sendiri. Priyadi dengan licik telah memukul jatuh Resi Ekomolo ke dalam sumur kembali! Dia sendiri akhirnya kalah melawan seorang murid muda Resi Limut Manik yang bernama Sutejo atau Tejomanik. Ketika kedua orang ini bertanding di atas bukit, dekat sumur tua, Serial Silat Tanah Jawa
1 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 12 Priyadi terpukul jatuh ke dalam sumur. Di dasar sumur, dia disambut oleh Resi Ekomolo yang ternyata belum tewas dan kedua orang ini bergumul sehingga akhirnya mati sampyuh. Priyadi mati dicekik dan Resi Ekomolo mati ditusuk keris pusaka Ilat Nogo.
Demikianlah riwayat singkat sumur tua yang menyeramkan itu, yang seolah-olah berhantu dan tempat ini menjadi tempat yang tidak pernah dikunjungi orang. Seperti telah diceritakan di bagian depan kisah ini, Satyabrata, pemuda keturunan Portugis yang amat cerdik itu, yang oleh Willem Van Huisen, seorang perwira Kumpeni Belanda, ditugaskan menjadi mata-mata, berhasil menyusup ke perguruan Jatikusumo dan diterima menjadi murid perguruan itu. Kini yang menjadi ketua Jatikusumo adalah Ki Cangak Awu, seorang pendekar gagah perkasa yang berwatak jujur dan kasar. Ki Cangak Awu yang jujur dapat dikelabui sikap Satyabrata yang amat pandai membawa diri sehingga pemuda itu diterima menjadi murid.
Setelah menjadi murid Jatikusumol perlahan-lahan dengan cerdik Satyabrato menyebar cerita, memburuk-burukkan Mataram yang menindas dan menaklukkan daerah-daerah, dan memuji-muji kebaikan Kumpeni Belanda. Saking pandainya dia bercerita, banyak murid Jatikusumo yang terpengaruh.
Mendengar tentang keanehan sumur itu, dia tertarik dan pada suatu hari dia nekat memasuki sumur itu dan menemukan kerangka Resi Ekomolo dan Priyadi. Dia menemukan pula gambar-gambar dan ukiran pada ruangan bawah tanah itu dan mengambil keputusan untuk mempelajari semua ilmu itu.
Akan tetapi perbuatannya yang memburuk-burukkan Mataram dan memuji-muji Kumpeni Belanda itu akhirnya ketahuan juga oleh Ki Cangak Awu dan isterinya, Pusposari, dan tentu saja Ki Cangak Awu menjadi marah sekali lalu menyerang dan mereka bertanding di dekat sumur.
Akhirnya pemuda yang menjadi mata-mata Kumpeni Belanda itu terpukul dan terjatuh ke dalam sumur tua itu. Semua mengira bahwa dia telah tewas. Padahal sebetulnya pemuda itu sama sekali tidak tewas, bahkan dia dapat mempunyai kesempatan besar sekali untuk mempelajari semua ilmu peninggalan Ki Ekomolo tanpa gangguan sedikitpun juga.
Ilmu-ilmu yang aneh membuat pemuda itu menjadi amat sakti, akan tetapi juga membuat pikirannya menjadi tidak waras dan setengah gila. Setelah tamat mempelajari semua ilmu aneh itu, pemuda itu pada malam hari terang bulan purnama itu mengambil keputusan untuk keluar dari sumur dan seterusnya meninggalkan lempat itu.
Sesosok bayangan seperti terbang keluar dari sumur itu. Kalau pada saat itu ada orang Serial Silat Tanah Jawa
2 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 12 melihatnya, tentu akan mengira bahwa iblis sendiri yang keluar dari sumur itu. Seperti bukan manusia lagi, karena gerakannya amat cepatnya seperti terbang keluar dari dalam sumur.
Setelah bayangan itu berhenti di dekat sumur dan sinar bulan purnama menerangi wajahnya, barulah dapat dilihat : bahwa dia adalah seorang pemuda yan amat tampan. Pemuda yang matanya agak kebiruan dan memiliki ketampanan yang bahkan mendekati kecantikan seorang wanita. Dia bukan lain adalah Satyabrata!
Satyabrata kini telah menjadi seorang yang amat sakti. Ilmu-ilmu yang telah dikuasainya adalah antara lain Aji Jerit Nogo, dan ilmu menghimpun tenaga sakti dengan jalan bersamadhi jungkir balik yang diberi nama Aji Waringin Sungsang, dan selain dari itu diapun mendapatkan keris pusaka Ilat Nogo, peninggalan dari Priyadi. Setelah tiba di atas dan memandang bulan purnama, tiba-tiba pemuda itu berdongak dan dia mengeluarkan pekik melengking yang menggetarkan seluruh permukaan bukit itu. Kalau sekiranya ada orang yang berada di situ dan mendengarkan pekik itu, orang itu dapat roboh dan tewas seketika. itulah Aji Jerit Nogo yang dapat membuat lawan roboh dan hancur jantungnya karena tekanan suara yang melengking tinggi.
Akan tetapi pada saat itu, tidak ada seorangpun di puncak bukit. Betapapun juga, jeritnya itu terdengar sampai ke bawah bukit. Tentu saja jerit itupun terdengar dari perkampungan Jatikusumo, di mana tingal semua murid Jatikusumo. Mereka ada yang terkejut dan terbangun dari tidurnya, akan tetapi merasa seperti dalam mimpi. Hal ini adalah karena Aji Jerit Nogo itu asing bagi mereka semua. Mereka mengira bahwa itu adalah jerit yang keluar dari mulut hewan liar.
Bahkan Ki Cangak Awu dan isterinya, Pusposari juga terbangun dari tidurnya. Ki Cangak Awu menggeliat dan bangun terduduk. Dia memandang ke kanan kiri dan melihat isterinya sudah terbangun pula.
"Kau juga dengar itu tadi?" tanyanya kepada Pusposari.
"Ya, aku mendengarnya. Apakah itu, kakangmas" Suara apakah yang remeh itu" Dan masih terasa jantungku berdebar mendengarnya," tanya Pusposari dengan heran.
Ki Cangak Awu menghela napas panjang dan dia menggeleng kepalanya. "Aku tidak tahu, diajeng. Aku juga mendengar dan aku dapat merasakan suatu tenaga yang amat kuat terkandung dalam pekik melengking itu. Akan tetapi, rasanya tidak mungkin kalau suara seperti itu keluar dari kerongkongan seorang manusia Akan tetapi andaikata keluar dari mulut seekor binatang, lalu binatang apa yang dapat memekik seperti itu" Setahuku, hanya singa dan harimau saja yang suaranya mengandung daya melumpuhkan dan pengaruh yang menyerang jantung."
Serial Silat Tanah Jawa
3 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 12 "Ibliskah yang bersuara tadi, kakang-mas" Dan rasanya suara itu datang dari belakang sana, dari bukit. Jelas tampak betapa wanita gagah perkasa yangi memiliki kesaktian itu bergidik.
Padahal, Pusposari adalah anak angkat dari ketua perguruan Nogo Dento yang bernarna Ki Harjodento. Pusposari telah mewarisi ilmu-ilmu dan aji kesaktian dari ayah angkatnya dan ia memiliki tingkat kepandaian yang tidak kalah hebat dibandingkan suaminya sendiri. Akan tetapi, mendengar suara jerit melengking tadi, ia merasa ngeri!
"Perasaanmu tidak keliru, diajeng. Aku sendiri juga merasakan sesuatu yang tidak beres.
Walaupun tidak masuk akal, akan tetapi suara itu seolah, menurut perasaanku, keluar dari sumur tua itu!" kata Ki Cangak Awu kepada isterinya.
"Ihh! Mana mungkin, kakangmas" Bukankah semua orang yang memasuki sumur itu telah mati" Resi Ekomolo, Priyadi, dan lima tahun yang lalu si Satya itu mereka semua telah mati. Tak mungkin mereka yang mengeluarkan jerit seperti , tadi, kecuali.... kecuali kalau.... kalau ada yang masih hidup, atau boleh jadi arwah mereka yang penasaran."
Ki Cangak Awu mengangguk-angguk. "Setan penasaran memang dapat saja mengganggu manusia, diajeng. Bagaimanapun juga, kita harus waspada malam mi. Mari kita bersamadhi dan mengerahkan tenaga batin kita, siap dan waspada menghadapi hawa dan pengaruh jahat. Siapa tahu roh jahat berkeliaran dan hendak mengganggu kita."
"Benar sekali, kakang-mas. Akupun mempunyai perasaan yang amat tidak enak."
"Karena itu kita harus berhati-hati, diajeng. Apalagi keadaanmu sekarang inl, Engkau mengandung sudah tiga bulan, kita harus berhati-hati menjaga anak kita yang baru akan muncul setelah sepuluh tahun kita menikah dan menanti-nanti."
Pusposari mengelus perutnya. "Semoga Hyang Maha Esa melindungi kita, melindungi anak kita " katanya penuh haru.
Malam semakin larut. Bulan semakin tinggi dan semakin tegang. Tiba-tiba terdengar suara ada benda-benda kecil menjatuhi genteng rumah itu dan suami isteri itu merasa ada semacam pengaruh yang amat kuat, yang seolah memaksa mereka agar tidur. Mata mereka terserang rasa kantuk yang hebat. Suami isteri yang sudah berpengalaman itu segera tahu bahwa ada pengaruh yang sama sekali tidak wajar. Ada sesuatu yang menyerang mereka dan membuat mereka mengantuk. Ilmu hitam, ilmu sihir. Aji penyirepan, pikir mereka! Dari pengalaman dan pelajaran aji kesaktian, mereka segera tahu bahwa hal tidak wajar itu disebabkan oleh aji penyirepan yang amat luat, yang hendak memaksa mereka agar tidur! Keduanya maklum dan cepat mereka Serial Silat Tanah Jawa
4 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 12 mengerahkan kekuatan batinnya, mengerahkan tenaga saktinya untuk menahan dan melawan pengaruh kantuk yang menekan perasaan mereka itu.
Dugaan suami isteri itu memang tidak keliru. Pada saat itu, diluar bangunan induk di perkampungan Jatikusumo, berdiri sosok tubuh yang menengadahkan kedua tangannya ke atas. Tadi dia mengambil sekepal tanah dan dilempar-lemparkan ke atap seluruh bangunan di perkampungan itu, bibirnya bergerak-gerak membaca mantera. Bayangan itu bukan lain adalah Satyabrata dan dia sedang mempergunakan satu di antara ilmu hitam yang dipelajarinya di dalam sumur. Ilmu hitam ini adalah aji penyirepan Begonondo, satu di antara ilmu-ilmu yang dipelajarinya dalam sumur tua.
Sebetulnya, agar ilmu hitam Aji Penyirepan Begonondo ini mencapai kekuatan sepenuhnya, yang dipergunakan untuk disebarkan ke atas atap rumah orang-orang yang hendak disirep haruslah dipergunakan tanah yang diambil dari kuburan. Akan tetapi dengan mempergunakan tanah biasa juga sudah memiliki daya yang ampuh sekali untuk membuat semua penghuni rumah itu tidur pulas.
Satyabrata ingin melihat apakah aji penyirepan yang dilakukannya itu berhasil. Dia menghampiri pondok yang berjajar-jajar itu dan menendangi daun pintunya. Terdengar suara gaduh berturut-turut dan daun-daun pintu beberapa buah rumah jebol. Satyabrata menanti sejenak dan ternyata tidak ada suara seorangpun, Dia merasa yakin bahwa semua penghuni rumah perkampungan itu telah terpengaruh aji penyirepannya dan telah tertidur pulas semua. Perasaan girang memenuhi hatinya dan dia bertolak pinggang, menengadah lalu tertawa bergelak dengan lagak sombong.
"Hua-ha-ha-ha-ha!"
Tiba-tiba tampak dua sosok bayangan yang berkelebat keluar dari pintu rumah induk yang terbuka dari dalam dan di lain saat Ki Cangak Awu dan Pusposari telah berdiri di depan Satyabrata. Sinar bulan purnama saat itu sedang terang sekali sehingga segera dapat saling mengenal.
"Ah, engkau".Satya"!" Pusposari berseru, kaget dan heran karena semua orang menduga bahwa pemuda itu telah tewas, terjatuh ke dalam sumur tua.
"Jahanam busuk! Kiranya kamu, keparat!" Ki Cangak Awu juga membentak, marah sekali mendapat kenyataan bahwa yang memasang aji penyirepan dan yang membuat gaduh adalah Satya, pemuda yang menyusup menjadi murid Jatikusumo dan telah menyebar bujukan memusuhi Mataram dan memuji-muji Kumpeni Belanda.
Serial Silat Tanah Jawa
5 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 12 Satyabrata agak terkejut ketika tiba-tiba melihat suami isteri pimpinan Jatikusumo itu muncul secara tidak terdua-duga. Akan tetapi dia segera dapat menguasai kekagetannya, maklum bahwa tentu suami isteri yang memiliki kesaktian itu telah mampu menolak daya aji penyirepannya tadi.
"Ha-ha-ha-ha, Ki Cangak Awu! Bagus sekali engkau tidak jatuh tidur. Kebetulan sekali karena aku akan membunuhmu dan engkau dapat melihat kematian datang di depan matamu!"
"Setan alas! Engkaulah yang akan mati!" bentak Pusposari sambil mencabut kerisnya.
"Diajeng, biar aku yang menghadapinya," kata Cangak Awu yang mengkhawatirkan keadaan isterinya yang sedang mengandung dan dia sudah melompat ke depan isterinya, menghadapi Satyabrata. Ki Cangak Awu mengamangkan sebatang tongkat penggada yang tadi memang dibawanya keluar karena dia maklum bahwa ada orang sakti datang mengacau Jatikusumo.
"Keparat Satya, manusia curang. Engkau pasti antek Kumpeni Belanda, maka bersiaplah untuk menerima hukuman dariku!"
Satyabrata masih menyeringai dengan senyumnya yang mengejek, lalu tangan kanannya mencabut sebatang keris, yang berkarat dan berwarna kehitaman. Itulah keris pusaka Ilat Nogo peninggalan mendiang Priyadi yang tewas dalam sumur. Karena keris itu sudah terpendam dalam tubuh mendiang Resi Ekomolo sampai tubuh itu membusuk dan hancur, maka kini menjadi semakin ampuh, racunnya semakin kuat dan ada hawa menyeramkan meliputi keris Ilat Nogo itu.
Sekali tendang saja Ki Cangak Awu teringat bahwa keris itu adalah milik bekas kakak seperguruannya yang menyeleweng, yaitu Priyadi yang tewas dalam sumur tua. Kiranya keris itu kini telah dimiliki Satya, pemuda yang amat tampan dan pandai membawa diri, akan tetapi ternyata aneh dan jahat itu.
"Ha-ha, Cangak Awu, bagaimana engkau dapat menghukum aku kalau sebentar lagi engkau mati oleh pusakaku ini!"
Ki Cangak Awu marah sekali. "Manusia sombong sekali engkau! Bagaimana engkau dapat menentukan kematian seseorang" Awas, lihat senjataku!" Setelah berkata demikian, Ki Cangak Awu lalu menerjang dengan senjatanya yang berat. Senjata itu menyambar ke arah kepala Satyabrata, dan kalau mengenai kepala, maka kepala itu pasti akan hancur lebur karena bukan saja senjata itu amat berat dan keras, akan tetapi juga tenaga yang menggerakkan itu amatlah kuatnya sehingga andaikata bukan kepala yang dihajar, melainkan batu karang, maka batu karang itupun akan hancur lebur, tidak mungkin kuat menahan pukulan sehebat itu. Akan tetapi Satyabrata dapat mengelak dengan kecepatan kilat sehingga serangan pertama itu luput dan menyambar di samping Serial Silat Tanah Jawa
6 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 12 kepalanya. Setelah penggada itu lewat, secepat kilat Satyabrata membalas dengan tusukan kerisnya ke perut lawan. Hampir saja Ki Cangak Awu terkena keris pada perutnya, akan tetapi sebagai seorang yang banyak sekali pengalaman bertanding, dia dapat melompat ke belakang dan kembali penggada dan menyambar dari samping, kini menyerampang ke arah kaki lawan.
"Heiiiiit !" Ki Cangak Awu membentak keras sekali ketika penggadanya menyambar, akan tetapi kembali Satyabrata dapat mengelak dengan lompatan ke samping lalu tangan kirinya yang menyambar dengan pukulan ke arah kepala. Pukulan itu adalah pukulan yang mengandung tenaga sakti sehingga anginnya menyambar ke arah dada Ki Cangak Awu, akan tetapi Ki Cangak Awu juga mampu menghindarkan pukulan sakti itu dengan menggulingkan tubuh ke kanan. Dia memutar tubuh ke kiri dan kembali penggadanya menyambar, kini didorongkan ke perut dengan kekuatan yang dahsyat.
"Haaiiitt !" Kini Satyabrata yang rnengeluarkan.teriakan keras karena penggada itu sungguh merupakan ancaman maut baginya. Kakinya diangkat ke kanan dan sambil mengubah kedudukan kaki dia telah mengirim tendangan ke arah lambung lawan. Kalau tendangan itu mengenai sasaran, tentu akan membahayakan nyawa Ki Cangak Awu.
Melihat suaminya terserang dan terdesak, Pusposari cepat maju dan menggerakkan kerisnya membantu, sehingga kini pemuda itu dikeroyok dua oleh suami isteri itu.
Satyabrata menggerakkan keris dengan pengerahan tenaga sakti, dua kali keris menyambar dan menangkis dua senjats lawan.
"Trang ! Tranggg !!" Tiga orang itu terdorong mundur sampai terhuyung saking kuatnya senjata-senjata itu bertemu. Karena gerakan mereka didukung tenaga sakti yang amat kuat, maka ketiganya terhuyung ke belakang. Akan tetapi yang lebih terkejut adalah suami isteri itu karena bukan saja mereka terhuyung ke belakang, bahkan senjata merekapun terlepas dari pegangan.
Satyabrata cepat menyarungkan kerisnya dan sambil melompat berdiri dia mengerahkan tenaga sakti yang mujijat, yang terbentuk dari latihan Aji Waringin Sungsang, yaitu cara bersamadhi dengan jungkir balik, kepala di bawah dan kaki di atas. Begitu dia memukulkan kedua tangannya yang terbuka, didorongkan ke arah dua orang suami isteri yang sudah berdiri berhadapan dengannya itu, dari kedua tangannya menyambar hawa pukulan yang amat dahsyat!
"Ciaaaaattt".!!" Itulah pukulan Aji Margopati yang amat dahsyat.
Ki Cangak Awu dan Pusposari terkejut bukan main. Karena maklum bahwa mereka menghadapi serangan pukulan jarak jauh yang amat berbahaya, keduanya cepat mengerahkan tenaga Serial Silat Tanah Jawa
7 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 12 sakti mereka. "Haiiiittt"!" Pusposari mendorong dengan tangan kanannya untuk menyambut serangan lawan dan ia mengerahkan aji pukulan Nogodento!
"Aaarrhhhhhh".!" Ki Cangak Awu juga mengeluarkan teriakan nyaring dan mengerahkan tenaga sakti dalam tangan kanannya yang didorongkan menyambut serangan Satyabrata dengan aji pukulan Gelap Musti.
"Wuuuuttt blaaarrr !!" Tenaga dahsyat Aji Margopati bertemu di udara lengan Aji Gelap Musti dan Aji Nogodento! Hebat bukan main pertemuan antara tiga tenaga sakti itu. Tenaga yang menggetarkan sekeliling tempat itu terasa. Akibatnya juga hebat. Ki Cangak Awu dan Pusposari terjengkang dan roboh telentang keras, sedangkan Satyabrata terhuyung-huyung ke belakang.
Satyabrata merasa dadanya sesak dari agak nyeri. Ketika dia merasa bibirnya basah, dia mengusap dengan tangannya dan melihat bahwa yang membasahi bibirnya itu adalah darah. Dia terluka dalam. Akan tetapi melihat suami isteri itu roboh telentang tak bergerak, dia menjadi girang dan bangga sekali. Diat mengeluarkan suara tawanya yang me, nyeramkan, lalu mencabut keris pusakq Hat Nogo dan melangkah maju, maksudnya hendak menyusulkan serangan dengan tikaman kerisnya pada dua orang suami isteri yang sudah tak berdaya itu.
"Heii! Apa yang terjadi di sini?" Tiba-tiba terdengar suara dan tampak dua sosok bayangan berkelebat cepat sekali menuju tempat itu. Satyabrata terkejut. Maklum bahwa dua orang yang datang itu memiliki ilmu kepandaian tinggi dan dia dalam keadaan terluka. Maka, tanpa banyak cakap lagi dia memutar tubuhnya dan melompat jauh lalu berlari cepat meninggalkan perkampungan Jatikusumo itu.
"Hei, siapa kamu" Berhenti!" terdengar bentakan suara wanita melengking dan satu di antara dua sosok bayangan itu hendak mengejar larinya Satyabrata.
"Diajeng, jangan kejar! Lihat ini, kita harus menolong mereka!" kata bayangan kedua yang sudah berjongkok dekat tubuh Cangak Awu dan Pusposari.
Wanita itu menahan langkahnya lalu menghampiri laki-laki yang berjongkok itu. Iapun ikut berjongkok.
"Mereka siapakah, kakangmas?" tanyanya.
"Lihat baik-baik. Mereka adalah kakang Cangak Awu."
"Ah, benar! Dan ini mbakayu Pusposari!"
"Mereka terluka dan pingsan. Mari kita bawa mereka masuk," kata laki-laki itu. Dia lalu Serial Silat Tanah Jawa
8 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 12 memondong tubuh Cangak Awu yang tinggi besar itu dengan ringannya seperti memondong seorang bayi saja. Wanita itupun memondong tubuh Pusposari dan mereka membawa suami isteri yang pingsan itu memasuki rumah induk. Ruangan dalam rumah itu masih diterangi sinar lampu.
Siapakah pria dan wanita itu" Mereka adalah seorang pendekar perkasa dan pembela Mataram yang setia dan berjasa besar, bernama Sutejo atau Tejomanik, putera Ki Harjodento ketua perguruan Nogodento. Adapun wanita itu adalah isterinya yang bernama Retno Susilo, juga seorang pendekar wanita yang sakti karena ia adalah murid Nyi Rukmo Petak yang kemudian mematangkan ilmunya di bawah bimbingan suaminya. Sutejo berusia kurang lebih tiga puluh tiga tahun dan Retno Susilo berusia dua puluh sembilan bilan tahun. Biarpun kedua orang ini seperti juga para pendekar lain telah membantu Sultan Agung dalam menundukkan semua daerah, terutama sekali daerah Jawa Timur, namun suami isteri ini juga tidak mau menerima anugerah pangkat. Setelah perang selesai dan Jawa Timur dapat ditundukkan dan menakluk, suami isteri ini lalu meninggalkan Mataram dan berdiam di lereng Gunung Kawi. Sutejo memilih tinggal di lereng Gunung Kawi, yang menjadi tempat tinggalnya dahulu ketika masih hidup bersama gurunya, mendiang Bhagawan Sidik Paningal. Mereka hidup tenteram di lereng gunung itu sebagai petani.
Setelah memondong tubuh Cangak Awu dan Pusposari masuk ke dalam rumah, mereka merebahkan tubuh suami isteri pimpinan Jatikusumo itu di atas pembaringan. Setelah keduanya memeriksa keadaan suami isteri yang pingsan itu, tahulah mereka bahwa suami isteri itu tidak terluka parah, hanya terguncang sehingga pingsan oleh hawa pukulan yang amat dahsyat. Untung bahwa mereka berdua memiliki tenaga sakti yang cukup kuat sehingga daya pukulan lawan itu dapat tertangkis dan tidak membuat mereka terluka parah. Sutejo dan Retno Susilo tahu apa yang harus mereka lakukan. Akan tetapi agar tidak keliru, Retno Susilo bertanya kepada suaminya.
"Kakangmas, kita harus membantu mereka, menggunakan tenaga sakti untuk memulihkan tenaga mereka sehingga jalan darah mereka menjadi lancar kembali. Benarkah?"
Sutejo mengangguk. "Benar, diajeng. Mari kita bantu mereka."
"Aku harus berhati-hati, kakangmas, karena kulihat bahwa mbakayu Pusposari tampaknya sedang mengandung."
"Begitukah" Kalau begitu, jangan meng gunakan tenaga terlalu besar, cukup untuk meng-hangatkan dan melancarkan jalan darahnya saja."
Retno Susilo lalu menempelkan tangan kanannya ke pundak kiri Pusposari dan ia mengerahkan tenaga saktinya sehingga keluar getaran tenaga memasuki tubuh Pusposari yang Serial Silat Tanah Jawa
9 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 12 pingsan, menggetarkan jantung dan jalan darahnya. Sutejo juga menempelkan tangannya ke dada Cangak Awu dan mengalirkan hawa sakti ke dalam tubuh pendekar tinggi besar itu.
Tidak sampai lima menit, suami isteri itu telah siuman. Mereka mengeluh dan membuka mata mereka. Mula-mula mereka terkejut mendapatkan diri mereka rebah di atas pembaringan dan ada orang duduk dekat mereka. Akan tetapi ketika mengenal Sutejo den Retno Susilo, keduanya menjadi girang sekali, lalu bangkit duduk.
"Ah, adi Sutejo...!" seru Cangak Awu,
"Retno Susilo...!" kata pula Pusposari.
"Tenanglah, kakang Cangak Awu dan mbakayu Pusposari," kata Sutejo lembut, "Andika berdua baru saja siuman dari pingsan, agaknya terkena pukulan yang ampuh. Mari kita duduk dan bicara." Mereka berempat lalu turun dari atas pembaringan dan duduk di kursi-kursi dalam ruangan di luar kamar itu.
Pada saat itu terdengar suara gaduh dan beberapa orang murid Jatikusumo memasuki ruangan itu. Wajah mereka memperlihatkan ketegangan. Lima orang itu adalah murid-murid kepala atau adik-adik seperguruan Ki Cangak Awu.
"Syukurlah kalau kakang Cangak Awu berdua dalam keadaan selamat," kata seorang dari mereka dengan lega ketika melihat Cangak Awu dan Pusposari duduk di situ dalam keadaan sehat.
Cangak Awu memandang kepada mereka dan bertanya, "Wiro, apa yang telah terjadi?"
Wiro mewakili saudara-saudara seperguruannya, menjawab, "Kami juga tidak tahu apa yang telah terjadi, kakang. Kami semua serentak terbangun seperti dibangunkan sesuatu dan kami keluar. Ternyata ada beberapa buah pondok yang daun pintunya jebol, juga daun pintu rumah andika sudah jebol dan terbuka. Kami tidak tahu apa yang telah terjadi, maka kami berlima memasuki rumah andika untuk melapor. Apakah yang telah terjadi, kakang?"
"Besok saja kami ceritakan. Sekarang keluarlah dan malam ini atur penjagaan yang ketat.
Malam ini kami tidak ingin diganggu," kata Cangak Awu dan lima orang itu mengangguk lalu keluar lagi dari rumah itu.
Setelah mereka keluar, Retno Susilo berkata, "Kakang Cangak Awu dan mbakayu Pusposari, sebetulnya apakah yang telah terjadi?"
Cangak Awu menghela napas berulang-ulang. Wajahnya membayangkan kemarahan dan penyesalan, kemudian diapun bercerita. "Peristiwa malam ini merupakan akibat dari kebodohan dan kecerobohanku sendiri. Sekitar lima tahun yang lalu, seorang pemuda yang mengaku bernama Serial Silat Tanah Jawa
10 Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Seruling Gading
Created by syauqy_arr@yahoo.co.id
Jilid 12 Satya datang ke sini dan mohon kepadaku agar dia diterima menjadi murid Jatikusumo. Dia pandai membawa diri, tampan sopan dan lembut; dan ketika aku mencoba memukulnya, dia sama sekali tidak dapat melawan seolah dia sama sekali tidak pernah mempelajari ilmu kanuragan. Akan tetapi baru beberapa lama di sini, dia telah menyebar bujukan kepada para murid Jatikusumo, memburuk-burukkan Gusti Sultan Agung dan memji-muji Kumpeni Belanda! Mendengar laporan ini, aku menjadi marah. Tentu dia itu seorang telik sandi Kumpeni Belanda, Aku mencarinya dan mendapatkan dia berada di bukit larangan, di belakang perkampungan kami. Aku menyerangnya dan dia juga menyerangku dengan senjata api. Akan tetapi diajeng Pusposari menolongku dengan lemparan batu pada tangannya dan aku berhasil menyerangnya sehingga dia terjatuh ke dalam sumur setelah dia berhasil menembak mati seorang murid Jatikusumo. Dia terjatuh ke dalam sumur tua. Karena sumur itu merupakan sumur maut yang berhantu, maka kami mengganggap dia sudah mati."
Kisah Pedang Bersatu Padu 11 Naga Kemala Putih Karya Gu Long Pukulan Naga Sakti 19
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama