Ceritasilat Novel Online

Buddha Pedang Dan Penyamun 13

Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira Bagian 13


aku memang menyuruhnya begitu. Kubayangkan aku bisa
kembali berada di punggungnya dengan segera karena
pertarungan yang kuketahui memang akan berlangsung
dengan amat sangat singkat.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Angin seperti ribuan jarum yang berusaha mencabik kain
pembungkus tubuhku. Kulit tangan dan pipiku begitu sakit
oleh kuatnya tarikan angin itu sehingga aku mau takmau
akhirnya membiarkan diriku diterbangkan angin pula,
melayang-layang seperti daun kering di langit malam,
berharap angin akan menjadi lebih lemah di tempat berbeda
sehingga bisa kulawan atau kugunakan daya dorongnya untuk
mendarat. Begitulah aku melayang-layang, melayang-layang, dan
melayang-layang dalam kegelapan malam sambil masih
menggenggam kedua belati melengkung yang kuambil dari
anggota kelompok rahasia Kalakuta itu. Sembari melayang
sempat kupikirkan apakah keduanya dikirim karena memang
mengejar diriku atas perintah Harimau Perang yang berhasil
mengendus keberadaanku, ataukah keduanya hanya kebetulan mengenaliku sebagai ujung tombak perjalanan
rahasia untuk berjaga terhadap segala ancaman. Terhadap
kedua kemungkinan itu, tiada kembalinya mereka akan
meningkatkan kewaspadaan dan mengundang kecurigaan.
Pada suatu titik tertentu dalam pendekatan keamanan ini
mereka pasti harus bertemu kembali, sedangkan hal itu tidak
akan terjadi! Kuperkirakan pengejaranku berlangsung bukan karena
jejak yang kutinggalkan karena pertarungan melawan para
penyamun, termasuk Sepasang Elang Puncak Ketujuh yang
tangguh itu, melainkan dari apa yang mereka temukan di
sekitar kedai. Tak akan sempatlah kiranya aku maupun pemilik
kedai menyapu bersih tumpukan selaksa kupu-kupu yang
terbelah dua sebagai penanda kehadiran Pendekar Kupu-Kupu
yang tak kusadari ternyata sangat termasyhur itu. Aku pun tak
tahu apakah setelah kutinggalkan bapak kedai sempat
mengurus mayat delapan penyoren pedang yang takkurang
dari tujuh pedangnya menancap pada tubuh Pendekar KupuKupu dan mayatnya juga masih terdapat di lapangan itu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
CEROBOH! Sungguh ceroboh diriku telah membiarkan
semua itu! Namun kutahu bahwa betapapun bapak kedai itu
belum punya waktu saat kutinggalkan, dan seandainya pun
aku masih tinggal untuk membakar, membuang, atau
mengubur mayat-mayat itu, pastilah kedua orang itu telah tiba
dan langsung menyerangku. Maka rombongan Harimau
Perang mungkin berjalan lambat, tetapi kedua perintisnya
menderap secepat-cepatnya, dan karena mereka sudah tidak
lagi dicegat atau diserang para penyamun seperti aku, maka
mereka dengan cepat dapat melaju menyusulku. Masalahnya,
ketika mereka seharusnya memecah diri untuk memberi
laporan dan menunggu perintah selanjutnya, mereka mungkin
takdapat menahan diri untuk segera membunuhku setelah
gagal melakukannya di Kuil Pengabdian Sejati.
Mungkin tak lama aku melayang-layang tetapi rasanya
bagaikan terlalu lama berada di lorong angin yang panjang,
amat sangat panjang, bagaikan tiada lagi yang bisa lebih
panjang, dalam siulan yang lirih merintih tetapi serasa begitu
membahana dalam kemelayang-layanganku, di dalam siulan
dan bukan di luarnya, menjadi siulan lirih itu sendiri yang
merintih-rintih berkepanjangan, sepanjang-panjang angan
dalam bayangan kepahitan yang dalam kemelayangmelayangan berkepanjangan tinggal terasa sebagai torehan
luka menggiriskan... O berapa banyak luka telah kusayatkan"
Berapa banyak penderitaan" Tidakkah pernah kubayangkan
betapa sebenarnya tidak setiap orang sebatang kara seperti
diriku yang dapat melayang-layang bebas dalam kehidupan
tanpa ikatan tanpa beban tanpa perjanjian tanpa kesetiaaan
tanpa pengabdian dan tanpa tujuan" Tidakkah setiap kali
kuhilangkan nyawa seseorang sebenarnya telah kuruntuhkan
sesuatu semacam bangunan yang begitu berharga seperti
cinta dengan begitu banyak pengorbanan yang sungguh
menjadi amat mulia ketika memang takpernah dikatakan"
Aku melayang dalam luka, berguling-guling dalam luka,
sampai terbuka sebuah dunia... Terang seperti siang, padahal
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
hanya malam yang terang karena cahaya rembulan yang
dipantulkan dinding-dinding berkilauan bak berlian ke angkasa
raya! Angin telah menyeret, mendorong, dan menekanku sampai
ke Celah Dinding Berlian! Dengan sangat amat cepat diriku
akan segera menabrak dinding yang takbisa dihancurkan
meski oleh tenaga dalam tingkat sempurna. Apakah aku akan
mati dengan kepala pecah berantakan dan jatuh sebagai
gumpalan daging bertulang remuk berdarah-darah ke dasar
jurang" Angin bagaikan mulut naga yang mencengkeram dan
berusaha membenturkanku ke dinding bercahaya yang jelas
mahakeras itu! (Oo-dwkz-oO) Episode 159: [Pantulan Bayangan Masa Silam]
Aku dilontarkan angin, tetapi aku merasa terhisap oleh
suatu daya yang luar biasa. Apakah yang harus kulakukan"
Pantulan cahaya serba terang yang sangat menyilaukan
membuat aku semakin tidak dapat berpikir. Celah Dinding
Berlian yang cahayanya dari jauh tampak lembut karena
cahaya yang dipantulkannya adalah cahaya keperakan
rembulan, ketika mendadak begini dekat ternyata menjadi
sangat cemerlang, begitu berkilauannya sehingga membutakan. Jika dalam kebutaan bermakna gelap dapat
kukerahkan ilmu pendengaran Mendengar Semut Berbisik di
Dalam Liang yang akan menampilkan garis-garis cahaya
kehijauan dalam keterpejaman, maka dalam kebutaan
bermakna terang seperti kesilauan garis-garis cahaya
kehijauan dalam keterpejaman menjadi tidak kelihatan. Dalam
keterpejamanku hanya terdapat cahaya berkilau-kilauan, yang
justru membuatku tenggelam dalam kebutaan.
Demikianlah peristiwa ini berlangsung cepat sekali, begitu
cepatnya, sehingga lebih cepat dari pikiran. Aku merasa diriku
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
lenyap di telan cahaya dan hanya cahaya. Kilas-kilas cahaya
berkelebat menelan dan menggulungku, mengunyah dan
meremukkan diriku. Aku tak bertulang, aku tak berdaging,
rasanya diriku tiada bertubuh. Aku menjadi cahaya dan hanya
cahaya, tetapi tetap diriku, ditelan cahaya demi cahaya...
Darah melepaskan diri dari tubuh, juga daging dan tulang
saling berpisah, anggota badan terpencar-pencar, jangan
dikatakan lagi mata, hidung, lidah, telinga, rambut, usus,
ginjal, limpa, dan entah apa lagi...
Ke mana diriku. Ke mana diriku. Ke mana diriku.
Aku hanya cahaya tanpa mata sehingga tidak bisa melihat
apa-apa. (Oo-dwkz-oO) AKU seperti hidup di dalam mimpi. Namun jika setiap mimpi
datang dari dalam diri, apakah makna mimpiku kali ini"
Aku adalah bayi dalam buaian. Tenang dan tenteram dalam
tatapan mata terindah yang memang begitu indahnya
sehingga tiada dapat dirumuskan. Mata yang indah dan suara
yang merdu... Tak kutahu betapa itu terdapat dalam diriku.
SEMULA hanya sosok baur yang selalu bergerak,
merengkuhku dalam jaminan kehangatan yang menenteramkan, sosok baur kekelabuan yang setiap kali
mengendap ketika diriku menangis dalam keterasingan
memberikan keakraban dan keteduhan.
Mengapa begitu jauh segala kedamaian itu kini, ketika
kutempuh jalan menuju kesempurnaan, yang ternyata begitu
sepi dan sunyi, karena siapa pun yang bertujuan sama harus
disingkirkan" Jika kesempurnaan hanya memberi tempat bagi
satu manusia sempurna, berapa banyakkah manusia harus
menjadi korban sepanjang jalan persilatan dalam perebutan
tempat di puncak kesempurnaan itu"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Tangisan itu tidak pernah pergi dariku. Setiap kali aku
merasa terasing, sendirian, dan ditinggalkan, aku menangis,
dan setiap kali menangis sosok kelabu itu selalu datang lagi
dan datang lagi.
Tangisan itu selalu datang lagi kemudian, ketika sosok
kelabu itu berganti tiba-tiba, menjadi sosok kelabu lain, yang
juga mendekapku setiap kali perasaan terasing yang
mengilukan itu tiba, yang juga mendekap dan menghangatiku,
sangat amat menyayangiku, bagaikan masih terasa olehku
belaiannya yang begitu lembut dan sungguh meneduhkan
itu... Namun aku kemudian diberi pelajaran agar membiasakan
diri dengan keterasingan dan kesendirian itu.
''Dikau tidak harus menjadi seorang pendekar, Anakku,
meski segenap ilmu silat yang kami miliki juga telah menjadi
milikmu, tetapi sekali dikau menempuh jalan persilatan,
Anakku, ketahuilah betapa itu merupakan jalan yang sangat
sepi, karena dikau akan selalu berjalan sendiri. Dikau hanya
akan dicari oleh lawan yang akan menantangmu bertarung
dan membunuhmu pada kesempatan pertama, dan karena itu
dikau harus membunuhnya sehingga dikau akan selalu
berjalan dalam sepi. Begitulah akan selalu terjadi sampai
suatu ketika seorang pendekar mengalahkanmu. Namun tak
dapat kami bayangkan ilmu s ilat macam apa yang akan dapat
mengalahkan dirimu, Anakku, apabila telah dikau pelajari
segala kitab ilmu silat yang juga telah kami pelajari....''
Demikian pula kini aku merasa sendiri, melayang-layang
sendiri dalam dunia kelabu masa laluku yang tak pernah
kuketahui meski kualam i. Memang besar perbedaan antara
kenangan yang terabadikan dengan naluri dibanding yang
sengaja diabadikan dengan kesadaran bukan" Maka sebelum
mampu menerjemahkan ap apun yang kualami dalam pustaka
ingatanku, hanya sosok kelabu, suara merdu, dan dekapan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
hangat itu yang terasa kembali olehku, tanpa pernah
kuketahui semua itu ternyata mengendap dalam diriku.
Jadi apakah yang membuat aku tiba-tiba tenggelam ke
dalam ingatan yang sebetulnya tak pernah kuingat itu"
Kenapa aku mendadak melayang di suatu semesta yang
seperti impian penuh dengan bayangan maupun bayangbayang baur yang membaur dan terus menerus berbaur-baur
membuatku setiap kali seperti dapat mengingat sesuatu
segera kembali menjadi kabur"
Dalam keterbauran kudengar pula suara-suara. Kadang
seperti suara senandung, semacam senandung yang akan
membuatku tertidur dan bermimpi indah, tetapi yang segera
disusul dan berbaur dengan suara-suara lainnya, seperti derap
kaki-kaki kuda, derik roda kereta, teriakan-teriakan yang
takkuketahui persisnya apa, dentang-dentang logam, lantas
kembali sunyi, tetapi dalam kesunyian yang manapun sayupsayup suara angin selalu kembali, kembali, dan kembali,
kadang memang hanya sayup-sayup sahaja tetapi kadang
juga membadai tiba-tiba menghilangkan takhanya suara-suara
lainnya melainkan juga segala bayangan dalam kekelabuan
yang maya... Aku tidak melihat bayangan dan tidak mendengar suara
melainkan aku berada di dalam bayangan dan di dalam suara.
Sejak kapan mata melihat sejak kapan telinga mendengar dan
sejak kapan urat syaraf yang mengabadikan kenangan di
kepala bekerja"
Apakah aku mendengar sebuah nama" Apakah kudengar
suara menyebutkan sebuah nama" Seperti kutatap sosok
dalam bayangan yang mendekap seluruh diriku itu, sosok
yang tercium kembali harum tubuhnya, tubuh yang selalu
kurindukan kembali kedamaian dan keteduhannya, kehangatan nyata tubuh yang sungguh begitu mesra,
mengendap dan mendekap untuk membisikkan sebuah nama.
Siapa" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kudengar sebuah bisikan, kudengar bisikan sebuah nama,
siapa" Apakah yang dibisikkannya itu sebuah nama dan apakah
yang dibisikkannya itu namaku"
Siapa" Apakah aku bernama"
Apakah aku pernah mempunyai nama"
Apakah aku pernah dipanggil dengan suatu nama"
Namaku siapa"
Siapa" Siapa" Siapa"
Mereka menyebutku Pendekar Tanpa Nama, tetapi itu
bukan namaku meski tampaknya dimaksudkan untuk
menandaiku, untuk membedakan aku dengan yang lainnya.
Suatu tanda bahwa aku tidak punya nama.
Apakah bisikan itu memang namaku" Kalau bisikan hanya
terdengar sebagai bisikan, kenapa diriku harus menduganya
sebagai suatu nama dan itu namaku pula"
Mengapa aku harus mempunyai nama" Benarkah manusia
harus bernama"
Kurasakan diriku bagaikan sedang bermimpi, tetapi ini
bagaikan mimpi dengan makna nyata tentang masa lalu yang
tersembunyi di dalam relung kenangan tanpa bahasa,


Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sehingga apa pun yang akan kukatakan tentang gambaran
yang berkelebat di dalam kepalaku mungkin keliru tetapi aku
akan tetap mengatakannya.
Bisikan itu mungkin menyebutkan sebuah nama, tetapi aku
tak bisa menyebutkannya. Mungkin itu namaku, meski tiada
dasar apa pun dalam diriku untuk meyakininya sebagai
namaku. Bisikan lembut ketika sosok bayangan kelabu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mendekapku dengan keharuman dan kehangatan akrab yang
terasakan sangat melindungi.
Lantas senandung yang merdu itu lagi...
Lantas suara lelaki. Suara banyak sekali laki-laki, dan
gambaran kacau sosok-sosok tak jelas yang berhamburan kian
kemari. Lantas sekali lagi suara ringkik kuda dan roda-roda gerobak
dan langit biru.
Dalam gambaran langit biru kudengar suara pedang
berdentang-dentang.
Ya, kini aku tahu, bunyi logam yang terus menerus beradu
diseling suara jerit kesakitan tertahan itu adalah suara pedang
yang berbenturan dengan pedang lainnya.
(Oo-dwkz-oO) Waktu kubuka mataku kusaksikan betapa diriku sudah
terkapar di Celah Dinding Berlian. Dinding-dinding
memantulkan cahaya menyilaukan ke segala arah siap
membutakan mata siapapun yang menatapnya, sehingga
siapa pun yang menuju dan melewati celah itu harus
memejamkan mata, dan hanya bisa melewatinya dengan
bergantung kepada naluri kuda. Menjadi buta di sini bukanlah
menjadi mati urat syaraf pada matanya, melainkan karena
kesilauan yang luar biasa memang tidak akan membuat
seseorang dapat melihat apa pun jua.
Kulihat jalan setapak berliku-liku mengikuti lekak-lekuk
pinggang jurang yang menuju kemari, dan kulihat pula betapa
dari sini jalan terpecah menjadi sekian percabangan yang
semuanya juga hanya setapak dan juga berliku-liku mengikuti
lekak-lekuk pinggang jurang semakin lama semakin jauh
sebelum akhirnya menghilang. Siapa pun yang mau tidak mau
harus melewati tempatku terkapar sekarang ini, jika tidak
ingin buta memang harus memejamkan matanya atau
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
menutup matanya dengan kain, dan setelah melewatinya bisa
segera membuka mata atau penutup kain itu asal jangan
menoleh ke belakang untuk beberapa saat lamanya.
Dari tempatku ini, aku membelakangi dinding yang
memantulkan cahaya menyilaukan itu, sehingga aku dapat
melihat ke segala arah tanpa menjadi silau sama sekali. Hari
telah menjadi siang, tetapi dingin masih tetap mencengkam.
Apakah yang telah terjadi" Tidakkah aku seharusnya mati
dengan tubuh remuk takberwujud lagi" Aku yang semula
memanfaatkan angin untuk mengatasi serangan mendadak
kedua anggota perkumpulan rahasia Kalakuta itu, akhirnya
terseret oleh tarikan angin yang luar biasa dan melayanglayang bagaikan berada di lorong angin dengan takberdaya
sampai akhirnya terbanting menuju dinding bercahaya
menyilaukan yang merupakan dinding pada Celah Dinding
Berlian yang ternama.
Kuingat betapa cahaya menyilaukan yang membutakan itu
telah menelanku, dan semakin menghilangkan segala dayaku
untuk mengatasinya, ketika dengan cepat dan pasti, aku
meluncur secepat kilat menuju dan semestinyalah menabrak
dinding berkilauan itu. Apakah aku memang telah menabrak
dinding keras tak terperi itu, jatuh dengan tubuh remuk dan
semakin remuk ketika membentur lantai batu tempat aku
seharusnya menunggu rombongan Harimau Perang dan kini
sudah mati" Segera telapak tanganku meraba lantai batu,
terasa kasar dan berpasir, tentu saja ini masih alam jasmani
tempat dapat kurasakan segala sesuatu dengan pancainderaku. Aku belum mati. Namun bagaimana mungkin"
Aku beranjak bangkit. Tubuhku tidak kurang suatu apa.
Jika aku membentur dinding karena bantingan angin dan jatuh
meluncur untuk membentur lantai batu dasar dinding tentu
aku tidak dapat beranjak dan melenting ringan seperti ini.
Apakah yang telah terjadi"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"ILMU Berlari Kencang Menunggang Angin membuat
sahaya bisa berkelebat lebih cepat dari angin itu, bahkan
dengan mata terpejam, karena mata yang terbuka sangat
mungkin dibutakan pantulan cahaya berkilauan dari Celah
Dinding Berlian. Sahaya menyambar Tuan sebelum menabrak
dinding dan meskipun tubuh sahaya pun tidak urung terbentur
ke dinding, dalam keadaan seringan bulu burung benturan itu
tidak ada artinya..."
Napasnya mendadak tersengal. Aku tahu dirinya akan
segera meninggal.
"Yang sahaya berikan kepada Tuan adalah riwayat kami,"
bisiknya lirih, "mohon tak berprasangka kepada kami..."
Lantas penolongku ini tidak bergerak lagi.
Aku menghela nafas karena dapat membayangkan apa
yang telah dilakukannya. Aku tidak terlalu keliru ketika
menimbang dari caranya bergerak dan melangkah, bahwa
pemilik kedai yang seperti selalu tergopoh-gopoh melayani
segala pesanan adalah seseorang yang ilmu silatnya tidak bisa
diabaikan. Namun taksekadar berilmu silat tinggi ia adalah
seorang prajurit yang tampaknya berjuang sampai titik darah
penghabisan. Meskipun merendahkan diri sebagai orang-orang
kalah, ia dan mereka yang berada bersamanya sama sekali
bukan para pecundang.
Pernah kudengar sebuah siasat yang berasal dari masa
kekuasaan Musim Semi dan Musim Gugur, ketika penguasa
Yue yang bernama Chu Chien, dipaksa untuk menandatangani
perdamaian memalukan di Gunung Hui Chi setelah dikalahkan
penguasa Wu yang bernama Fu Chia. Ia diampuni dan
diizinkan pulang kembali, tetapi kehormatannya runtuh dan
semangatnya pudar, dan justru hanya dengan bersumpah
untuk tidak me lupakan kekalahan pahit itulah jiwanya masih
tetap hidup. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Bahwa kemudian digunakannya gadis Hsi Shih yang
dididiknya takkurang dari tiga tahun untuk memikat hati Fu
Chia, dan dalam kelengahan Fu Chiaoyang hanya peduli
kepada selir barunyaomaka Chu Chien balas menggempur
sampai Wu hancur lebur, itu perkara lain yang merupakan
bagian dari Siasat Perempuan Cantik dalam kitab Lu Tiao.
Betapapun itu memang siasat yang dianjurkan kepada pihak
yang kalah perang.
jika pasukan kuat, serang panglimanya
jika panglimanya bijak, serang jiwanya
jika panglima lemah
dan pasukan terpecah belah
kekuatannya akan hancur sendiri
adalah bermanfaat untuk menekan musuh
inilah pertahanan yang lentur dan serasi
Kiranya cukup jelas bahwa tanpa harus membawa-bawa
perempuan, siasat yang dijalankan masih sama, yakni
menghadapi kekuatan bukan dengan kekuatan, tetapi dengan
kelenturan tanpa sama sekali mengurangi tekanan terhadap
lawan. Kubayangkan dengan ilmu meringankan tubuhnya yang
luar biasa itu, ilmu Berlari Kencang Menunggang Angin, ia
bukan sekadar dapat berkelebat mendahului angin, tetapi juga
menyambarku yang sedang terempas menembus cahaya
berkilauan nan membutakan sebelum membentur dinding
sekeras berlian itu. Untuk menyambarku ia mesti mendahuluiku, lantas berbalik sambil me layang mundur,
sehingga adalah telapak kakinya yang dengan segera
menempel ke dinding sementara kedua tangannya membawaku yang sudah tidak sadarkan diri.
BAGIAN yang tersulit adalah melepaskan diri dari jebakan
angin, karena tekanannya yang dahsyat membuat siapapun
bagai akan menempel selamanya pada dinding, dan hanya
karena angin tekanannya berubah-ubah maka peluang untuk
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
lepas dapat ditunggu meski kepastiannya takbisa ditentukan.
Sedangkan ketika tekanan berkurang, benda maupun manusia
akan segera melayang jatuh, kecuali bobotnya seringan kapas
atau bulu ayam.
Demikianlah bapak kedai yang belum kuketahui namanya
tentu juga akan turun perlahan-lahan dengan tubuh seringan
kapas, tetapi saat itulah lima bayangan yang telah
berkekelebat mendahuluinya sedang menanti, bahkan sangat
mungkin telah menyerangnya dengan tujuan membunuhku
sebelum sampai di
lantai batu tempatku sekarang
menghadapinya tanpa nyawa lagi.
Pertarungan bisa berlangsung lama, tetapi juga bisa
berlangsung cepat sekali. Melihat bagaimana senjata rahasia
cakra itu tertanam pada dahi kelima anggota Kalakuta itu,
kukira penolongku baru me lepaskannya setelah terluka lebih
dahulu, karena ketika masih membawaku tak mungkinlah ia
memegang apa pun selama diserang kelima orang yang tentu
mengurungnya dengan jurus-jurus berpasangan tersebut.
Kulihat lengan bajunya robek dan terlihat darah kering di
sepanjang sisi robekannya. Ia tak bisa menghindar atau
menangkis karena membawaku. Aku marah kepada diriku
sendiri karena telah membuat seseorang kehilangan nyawa
demi kehidupanku. Padahal s iapakah aku! Sedangkan namaku
sendiri pun aku taktahu, bahkan tak punya!
Kukira memang itulah yang terjadi. Mereka melayang
dalam suatu jurus berpasangan ke atas, ketika penolongku
melayang turun sambil membawa diriku.
Prajurit pemberontak lanjut usia itu jelas menghindari
empat sambaran belati melengkung yang sangat beracun,
tetapi salah satu dari lima sambaran, entah berturutan entah
serempak pasti mengenainya dalam papasan di udara itu.
Hanya setelah tiba di bawah dan meletakkan diriku sempat
dilontarkannya kelima senjata rahasia berbentuk cakra yang
langsung menancap pada jidat kelima penyerangnya itu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Aku mendongak. Angin masih kencang, tetapi tidak begitu
kencang seperti semalam sehingga mampu menerbangkan
manusia seperti debu beterbangan. Dinding itu adalah sisi
pipih tonggak raksasa menjulang yang bukan alang kepalang
luar biasa tingginya.
Dinding yang memantulkan cahaya menyilaukan siang dan
malam, baik cahaya matahari maupun rembulan, yang
membuatnya dari tempat amat jauh pun sudah kelihatan. Aku
tahu bagaimana diriku akan jatuh terbanting dan tubuhku
remuk redam jika tiada seseorang yang menolongku seperti
itu. Kuperiksa kelima mayat maupun senjata kelompok rahasia
Kalakuta itu, dan pada salah satu belatinya terdapat darah
yang juga sudah mengering. Kuambil belati me lengkung
tersebut dan ketika kuangkat agar kena cahaya tampak suatu
pantulan redup kuning kehijauan karena rendaman racun
bertahun-tahun yang sangat mematikan.
Seperti semua senjata, racun sebetulnya hanyalah sesama
alat pembunuh, tetapi terdapat semacam kesepakatan tanpa
pernah dikatakan bahwa hanya golongan hitam yang akan
menggunakannya sebagai senjata, seperti yang juga
digunakannya untuk penyerangan secara gelap.
Saat kelima penyerang mendarat kembali di tanah saat itu
pula mereka tergelimpang dengan dahi tertancap.
Mungkin mereka sempat me-nangkis tetapi senjata rahasia
cakra itu terlalu cepat, mungkin juga mereka taksempat
menyadarinya ketika senjata rahasia itu menancap, sampai
terbenam setengahnya ke dalam kepala. Jelas lebih dari cukup
untuk mengakhiri riwayat hidup mereka.
Namun sementara itu racun yang merasuk melalui luka
pada lengan bapak kedai tersebut juga langsung bekerja, dan
hanya karena tingkat tenaga dalamnya saja seolah ia sempat
menungguku tersadar dan berbicara. Kukira aku harus
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mengingat dengan baik segenap kata-katanya. Siapakah dia
sebenarnya"
Setidaknya dua perkara teringat dengan baik olehku.
Pertama, bahwa ia bercerita cukup banyak tentang peranan
orang-orang kebiri dalam permainan kekuasaan di istana
Wangsa Tang; kedua, bahwa ia mengakui dirinya sebagai
orang-orang kalah, suatu pengertian merendah dari para
pemberontak yang gagal dan mengungsi ke perbatasan.
Bahwa ia beberapa kali menyebut istilah kami membuktikan
betapa dugaanku tidak terlalu tepat. Semula aku mengira
dirinya seorang penyoren pedang, seorang pendekar silat
yang mengundurkan diri dari dunia

Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ramai dan menenggelamkan diri dalam perenungan, yang membuka
kedai sekadar untuk mempertahankan kehidupan.
NAMUN karena kedai itu bagaikan satu-satunya kehidupan
di sepanjang lautan ke-labu gunung batu, aku sempat
mencurigainya sebagai tempat yang sengaja dibangun sebagai
bagian dari jaringan mata-mata, bahwa dari pengamatannya
atas para pe-ngembara dan rombongan yang singgah, ia akan
menjual keterangan kepada para penyamun tentang siapa
kiranya yang layak dirampok karena membawa banyak uang
atau harta berharga.
Perkiraanku kemudian bergeser, bahwa jika tidak bekerja
demi kepentingan para penyamun, yang tidak semuanya
merupakan penjahat kambuhan, melainkan para pelarian yang
tersingkir dari pertarungan kekuasaan, mungkin saja ia
memang mata-mata, tetapi bukan untuk tujuan perampokan,
melainkan perkembangan keadaan. Untuk siapa dia bekerja,
untuk pemerintah atau untuk salah satu kelompok pemberontak, sangatlah sulit ditentukan. Meskipun lautan kelabu
gunung batu itu seolah tak pernah terlihat ada manusianya,
sebetulnya dari abad ke abad terus didatangi orang-orang
yang tersingkir dalam perebutan kekuasaan, tetapi yang terus
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mempertahankan impian bah-wa dengan menghimpun
kekuatan suatu saat bukan tak mungkin meraih kemenangan.
Mayat kelima anggota kelompok rahasia Kalakuta itu dalam
waktu s ingkat telah melayang jatuh ke kedalaman jurang yang
bagai tiada berdasar. Seluruh belati melengkung mereka
kuambil, karena merasa akan ada gunanya nanti menghadapi
saat-saat takterduga yang rasanya terus menerus datang.
Namun kubawa jenazah bapak kedai itu melenting ke atas
dinding. Kulihat ada sebuah tonjolan batu pipih di situ, dan
seperti yang kuduga batu pipih yang menjorok lebar itu
bagaikan serambi bagi sebuah gua kecil. Di sini akan
kutinggalkan jenazahnya agar dimakan usia, tetapi untuk
sementara aku akan berada bersamanya, karena dari tempat
ini aku dapat mengawasi keadaan dengan sangat baik.
Sekarang aku mengerti arti petunjuk Iblis Suci Peremuk
Tulang bahwa diriku harus secepatnya tiba di Celah Dinding
Berlian. Dari sini aku dapat mengawasi ke kedua jalan itu
sekaligus, melihat siapa datang dan siapa pergi tanpa
diketahui, dan memang sangat penting untuk tiba di sini lebih
dahulu dari rombongan Harimau Perang yang suidah
berkurang tujuh orang itu, sebab jalan yang meninggalkan
tempat ini langsung terbagi ke arah Dali dan Kunming. Dari
Kunming, demikianlah aku diberi tahu, jalan memang menuju
Chengdu, dan dari sana ke Chang'an. Namun arah perjalanan
rombongan itu tidak dapat dipastikan, karena meski dari Dali
pun jalannya bersambung ke Chang'an, bagaimana jika
Harimau Perang tidak ditemui pengundangnya itu di
Chang'an" Memang benar maharaja sendirilah yang telah
mengundangnya ke istana, tetapi jika Harimau Perang
diundang sebagai tokoh jaringan rahasia, mengapa ia tidak
disambut di suatu tempat entah di mana secara rahasia pula"
Meski akhirnya ia akan tiba di Chang'an, apa saja yang
berlangsung sebelum itu harus dianggap sama pentingnya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Maka dalam beberapa hari segera kukuasa i keadaan di
sekitar Celah Dinding Berlian ini. Kedudukanku di gua itu
sangat menguntungkan, karena tentunya tiada seorang pun
mengira ada manusia bermaksud tinggal di sana meski hanya
untuk sementara. Celah Dinding Berlian memang terdiri dari
celah-celah sempit yang menuju dan datang dari setiap arah,
yang semuanya bertemu di pelataran batu luas tempat
tubuhku semestinya jatuh dan hancur jika tidak ditolong itu.
Namun pelataran batu itu sebenarnyalah hanya jalan di
pinggang gunung yang mendadak saja melebar, dan
karenanya berhadapan dengan dinding menjulang tetaplah
jurang mahadalam bagai takberdasar tempat telah kubuang
lima mayat ke balik mega mengambang.
Pada hari pertama ternyata yang datang adalah kuda
Uighur itu. Kuda itu memang cerdas, karena meskipun aku
tidak segera keluar dari tempat persembunyianku bagaikan
tahu saja aku ada di sekitarnya. Ia bahkan tidak seperti
mencari-cari karena memang seperti tahu saja dan juga tidak
menunggu, mencari sekadar rumput di celah batu. Justru aku
yang harus segera keluar karena merasa amat lapar. Pada
selempang kain yang tergantung di leher kuda itulah
perbekalan daging asapku berada. Begitu juga kitab gulungan
yang diberikan bapak kedai tersebut.
Maka sambil makan kubaca kitab itu. Aku masih juga belum
lancar membaca aksara Negeri Atap Langit, belum lagi
bahasanya yang sungguh amat berbeda, sehingga isinya tentu
kubaca dengan kemampuan seadanya. Rupanya sambungan
cerita tentang orang kebiri yang terputus itu dulu. Aku teringat
mayat orang kebiri yang terpotong-potong tersebut. Lantas
teringat pula duka mendalam dan rasa penasaran yang
tergambar pada wajah bapak kedai yang harus ditahannya,
mengingat kepemilikan segala barang di atas keledai-keledai
beban tersebut yang menurutnya sendiri menjadi hakku.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kami berdua menemukan mayat orang kebiri yang
terpotong-potong, dan setelah itu diceritakannya segala
perkara tentang orang kebiri dalam sejarah Negeri Atap
Langit. Apakah artinya" Di Jawadwipa pun pernah kudengar
tentang orang kebiri ini, tetapi tidaklah begitu jelas dan tegas
seperti sekarang, karena dulu tidak kupikirkan betapa hal
semacam itu adalah mungkin.
(Oo-dwkz-oO) Episode 160: [Tulisan, antara Peristiwa dan Makna]
PEMBACA yang Budiman, untuk kese-ki-an kali izinkan aku
berhenti sebentar, de-ngan alasan yang mungkin sudah
sangat membosankan, bahwa menjadi tua itu tidaklah
mungkin kiranya berlangsung tanpa akibat. Tanpa terasa hari
sudah senja. Langit semburat jingga di balik dedaunan pohon
ke-lapa. Nanti ketika langit menjadi gelap, ke-lelawar akan
beterbangan di mana-mana. Aku telah menulis berhari-hari
tanpa tidur, kurasa sudah waktunya untuk tidur, mengembalikan pemusatan perhatian, karena jika tidak begitu,
apa jaminannya diriku akan menuliskan sesuatu yang agak
dapat dipercaya"
Pernah kukatakan betapa aku ingin me-nyelesa ikan seluruh
riwayat hidupku ini secepat-cepatnya, dan karena itulah aku
menulis terus-menerus tanpa tidur seolah-olah tiada waktu
lagi. Namun setelah untuk beberapa lama melakukannya,
tidakkah kekurangan tidur itu, yang akan selalu membuatku
menulis dalam keadaan mengantuk, akan berakibat kepada
kesadaranku" Aku ingin menulis dengan sadar, bukan asal
panjang apalagi asal jadi, dan pertaruhanku jelas sangat
tinggi, yakni nyawaku sendiri.
Bukankah aku berusaha menuliskan kembali segala sesuatu
sampai sekecil-kecilnya, dengan selengkap-lengkapnya dari
saat ke saat sampai terjamin tiada akan ada yang lolos lagi,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
karena aku tidak me-ngerti mengapa negeriku sendiri menginginkan aku mati" Kupikir takdapat ku-jamin diriku mengingat
segala sesuatu yang memang penting dan wajib kutuliskan
kembali, jika aku menulis berhari-hari tanpa tidur karena
justru akan kehilangan kendali terhadap masa lalu yang ada
hubungannya dengan masa kini. Jadi sekarang kukira aku sebaiknya tidur. Aku hanya bisa menulis-kan--nya seperti yang
kuinginkan jika aku menuliskannya dalam keadaan sangat
amat cukup tidur, yang berarti aku menuliskannya dalam
keadaan sehat dan sadar.
Itulah yang menjadi pikiranku kini, mes-kipun kutahu kalau
aku nanti bangun tidur masih ada masalah dengan ketuaanku.
Ya, rasanya aku masih dapat mengingat banyak peristiwa dari
masa yang sudah jauh berlalu, tetapi rasanya cukup sulit
mengingat yang baru saja terjadi. Namun jika telah kuhabiskan masa 25 tahun terakhir dari hidupku da-lam samadhi,
apakah yang masih mung-kin akan terjadi" Aku tidak perlu
mengingat apapun dari masa hidup antara ketika aku berumur
75 sampai 100 tahun, karena selama itu aku tenggelam dalam
samadhi dan tentunya tiada suatu peristiwa pun harus terjadi.
Bukankah selama 25 tahun aku telah terus menerus
melakukan samadhi" Mes-kipun begitu, segala sesuatu yang
terjadi hari ini sangat mungkin juga ditentukan berbagai
peristiwa yang berlangsung antara tahun 846 sampai 871
yang bagiku gelap sama sekali.
Apakah itu berarti setelah kutulis riwayatku sampai tahun
846, saat aku mengundurkan diri dari dunia persilatan, masih
harus kuperiksa segala macam kejadian yang berlangsung
sampai tahun 871, saat pasukan pemerintah bermaksud
menangkap dan membunuhku di dalam gua itu"
Tanpa kusadari aku mendesah, memang berkesah, karena
merasa khawatir tidak akan pernah kuselesaikan maksud
penulisanku, yakni mengetahui sebab mengapa pemerintah
dengan segala hadiah yang dijanjikannya membuat banyak
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
orang memburuku. Jika penulisan riwayat hidupku sampai
tahun 846 belum bisa memberi jawaban, apakah itu juga
berarti aku harus membaca banyak kitab dan bertemu banyak
orang yang akan menjelaskan apa pun yang berlangsung
sampai 871" Bagaimana pula caranya aku bertemu banyak
orang entah di berapa banyak tempat ketika mestinya aku
bersembunyi" Pengalamanku menyamar dan meleburkan diri
dalam kehidupan awam sehari-hari sete lah Pembantaian
Seratus Pendekar, juga selama 25 tahun dari tahun 821
sampai tahun 846, terbukti selalu dipergoki, karena mata yang
tajam memang sangat mampu membedakan orang-orang
sungai telaga dengan orang-orang awam. Adapun rimba hijau
dan sungai telaga dunia persilatan penuh dengan manusia
bermata tajam! Sudah beberapa lama aku merebahkan diri di dalam
pondok. Malam baru saja turun. T ernyata aku tidak bisa tidur.
Dalam gelap mataku terbuka. Hhhh. Sekarang sudah tahun
872 dan umurku sudah 101. Bayangan masa lalu berkelebat.
Namun aku harus menghentikan gerak setiap bayangan yang
berkelebat itu. Menghentikan, menatap, dan membongkarnya.
Mengingat masa lalu tidak cukup hanya dengan menyusun
kembali urutan peristiwa, melainkan ibarat menghentikan
langkah seorang tokoh dari masa lalu itu dan memperhatikannya. Apakah aku masih ingat setiap kata yang
diucapkannya" Adakah yang kulupakan dari pandangan
matanya" Memang masa lalu bukan sekadar urutan peristiwa,
melainkan suatu makna. Mungkinkah aku menggalinya"
MALAM merayap lambat, begitu lambat, seolah tiada akan
pernah ber-gerak. Namun bagaikan terasa bagiku bumi
berputar dan semesta beredar, yang membuat waktu 101
tahun menjadi tidak terlalu lama, bahkan amat singkat sahaja,
begitu singkat, kata orang-orang tua seperti sekadar mampir
minum. Apakah masih ada artinya kehidupan yang begitu
singkat seperti itu" Aku ingat pernah memperhatikan
kehidupan kupu-kupu yang umurnya hanya satu hari itu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Apakah ada artinya kehidupan singkat kupu-kupu" Se-belum
menjadi kupu-kupu ia adalah ulat yang lamban dan tidak
menarik, yang suatu hari menjadi kepompong yang lebih tidak
menarik lagi, dan hanya setelah bertapa begitu lama dan
dilupakan maka suatu ketika kepompong itu terkuak dan dari
dalamnya keluar kupu-kupu.
Memang ada kupu-kupu buruk yang sayapnya bulukan dan
sama sekali tidak menarik, tetapi kupu-kupu terburuk pun
adalah bentuk yang jauh lebih indah daripada ulat maupun
kepompongnya. Tentu ada pula ke-pompong berwarna perak
atau keemasan yang indah, tetapi seandai-nya pun kupu-kupu
yang menjelma daripadanya bukanlah kupu-kupu yang
cemerlang keperakan atau ke-emasan, takdapat diingkari
betapa kupu-kupu terandaikan sebagai wujud yang lebih
sempurna, jika bukan penjelmaan amat sangat sempurna dari
ulat nan lamban dan buruk rupa itu. Namun tidakkah begitu
menyedihkan dan mengharukan jika bentuk sempurna yang
harus dicapai melalui pengorbanan ulat menjadi kepompong
itu hanya berumur singkat sahaja"
Kupu-kupu yang terbang bagaikan lambang terbaik
penjelmaan sebuah impian, impian yang kemudian menjadi
nyata, tetapi yang segera hilang lenyap entah ke mana. Setiap
manusia juga mempunyai impiannya sendiri, seperti ulat yang
merayap lamban tetapi bermimpi terbang, begitulah manusia
memiliki keterbangannya masing-masing, yakni sesuatu yang
bagaikan mustahil dilakukannya, tetapi tetap dikerjakannya
juga karena seluruh pertaruhan hidupnya dimaksudkan
menuju ke sana, sesuatu yang seperti m impi dengan segenap
kemustahilannya...
Bilik ini bagaikan semakin meng-gelap. Malam terasa sejuk,
padahal sebetulnya memang selalu sejuk, ha-nya diriku saja
yang karena menulis tanpa henti baru menyadarinya bahwa
menulis terus-menerus tanpa pernah tidur tidak akan tujuan
penulisanku berhasil. Sekarang aku mendapatkan kesadaran
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
bahwa aku justru harus terjamin tidur dengan cukup seperti
ulat yang menjadi kepompong dan tu-lisanku menjelma kupukupu... Na-mun meski tampaknya mudah dika-takan,
mengalaminya kadang bisa membingungkan.
Maklumlah aku bukan seorang penulis yang telah
mendapatkan segala pelajaran. Aku menulis tanpa pernah
mengetahui bagaimana caranya menu-lis dengan baik, aku
hanya berusaha menuliskan segala sesuatu yang telah kualami
secara runtut, tetapi itu pun ternyata tidak mudah, karena
dalam setiap usaha mengingat, seribu satu kenangan saling
berdesak minta dituliskan. Meskipun aku mengerti betapa
tidak segalanya sampai sekecil-kecilnya dapat dan perlu


Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dituliskan semua, justru merupakan kesulitan bagiku untuk
menentukan mana yang tak bisa tidak harus diceritakan
kembali, dan mana yang lebih baik ditinggalkan saja.
Tumbuh dan dibesarkan dalam dunia persilatan membuat
dunia tulis-menulis cukup asing bagiku, meski untunglah
sepasang pendekar yang mengasuhku itu telah mengumpulkan banyak kitab dalam peti kayu, dan mengajari
aku dengan pengertian bahwa membaca tidaklah patut
ditinggalkan oleh seorang pendekar. Memang benar, Sepasang
Naga dari Celah Kledung bukan hanya membaca, tetapi juga
mengundang banyak orang berpengetahuan dalam berbagai
bidang untuk bertukar pikiran, karena mereka selalu
menganggap silat sebagai kebudayaan, sehingga usaha
memahaminya adalah mustahil jika tidak merujukkannya
kepada berbagai bidang pengetahuan. Dari berbagai
perbincangan yang kudengar itulah aku sampai kepada
pemikiran untuk selalu menghubungkan gerakan dengan
pemikiran, artinya silat dengan filsafat, sehingga dapat
kumainkan jurus s ilat yang belum terlawan, yakni Jurus Tanpa
Bentuk yang tidak pernah terkalahkan. Bahkan untuk
memahaminya saja masih merupakan suatu persoalan.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Aku masih belum tertidur meski sangat menginginkannya.
Telah kupejamkan mataku tetapi justru karena itu kudengar
segala suara dengan lebih jelas dari biasa. Antara lain
kudengar suara seruling yang dimainkan Rangga.
Suara seruling itu sudah sangat kukenal. Rangga sering
memainkannya pada malam hari bila bulan purnama membuat
segalanya tampak keperakan. Namun tiada bulan purnama
malam ini, hanya bulan sabit dan segalanya tampak seolaholah hanya hitam. Rangga dahulu mengikuti rombongan
pemain topeng dan selalu memainkan lagu-lagu riang, tetapi
setelah ia tidak kuat berjalan lagi dan lebih banyak tinggal di
pondoknya maka lagu yang dimainkannya pun berubah. Ia
lebih sering meniup seruling pada malam hari seolah dirinya
pun berada dalam keadaan malam dan siap mati. Sangat
menarik betapa suara seruling dapat menyampaikan suara
hati. NAMUN Rangga sebetulnya jauh lebih muda dariku, karena
usianya sekitar 80 tahun. Ia masih pergi ke kebun, ia ju-ga
membaca kitab, tetapi mengaku su-dah ingin mati. Kini yang
dima inkannya adalah lagu teramat mengharukan itu...
Di antara suara seruling itulah kudengar langkah yang amat
sangat halusnya. Terlalu halus, begitu halus, sehingga
mestinya telingaku tidak dapat mendengarnya. Sementara dari
rumah salah satu tetangga terdengar pelajaran igama.
"Di dalam ajaran Buddha terdapat kewajiban tertentu yang
disusun bertingkat-tingkat, sesuai dengan tingkatan kesucian
yang telah dicapainya. Tingkatan terendah dan karenanya
menjadi kewajiban mutlak setiap orang adalah dana atau
pemberian, yang ini pun ada tingkatan-tingkatannya."
"Apakah yang terendah itu Bapak?"
"Yang terendah adalah memberikan suatu benda,
betapapun kecilnya. De-ngan dana ini orang menghimpun
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
punya, dan punya inilah yang menentukan gati manusia atau
wujud kehidupan lebih tinggi dalam kelahiran kembali."
Aku tersenyum mendengar ajaran ini karena teringat
pembangunan Kamulan Bhumisambhara yang belum selesai
juga. Dengan alam pemikiran seperti itu, maka untuk
pendirian bangunan suci seperti itu setiap orang diandaikan
akan berlomba-lomba untuk menyumbang.
"Misalnya apa Bapak?"
"Untuk membantu pembangunan candi misalnya, biarpun
sekadar pasir atau kerikil dari sungai yang terdekat, atau
sekadar makanan dan minuman pada waktu tertentu. Itu
semua akan sangat membantu, Anakku..."
"Bisakah tenaga kita diganti uang, Bapak?"
"Mereka yang memiliki kekayaan cukup dan jauh tempat
tinggalnya akan menyumbangkan uang, yang sangat
diperlukan untuk pembeayaan atas kebutuhan yang tidak
mungkin dipenuhi dengan kerja bakti, seperti biaya bagi para
pemahat-halusnya."
Pembangunan candi itu di beberapa bagian memang
mencapai tahap akhir, karena tinggal menghias dan mengukir,
yang tidak bisa dikerjakan ramai-ramai secara gotong royong,
sebagai suatu pekerjaan yang membutuhkan keahlian.
"Tapi," rahib itu menyambung, "ada juga seniman yang
bekerja sukarela sebagai dana dari tingkat lebih tinggi."
Aku mengerti, kehidupan yang berpangkal kepada usaha
dana dan pengumpulan punya diatur dengan suatu cara,
bahwa ada yang bertanggung jawab atas bangunan suci, yang
juga telah menentukan bagaimana terdapat bagian hasil bumi,
sawah maupun kebun, menjadi milik bangunan suci tersebut.
Adapun untuk mendapat kedudukan penanggungjawab setiap
kesatuan wilayah pemukiman, setiap orang dari kasta yang
diizinkan ternyata dapat mencalonkan diri, karena TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
penghimpunan punya dari penguasa adalah kesempatan yang
dianggap baik. "Kehidupan bersama seperti ini mencakup kebutuhan
jasmani dan rohani, perdagangan dan keigamaan, menjadikan
kebersamaan sebagai pemersatu daya khalayak ke satu
tujuan, yakni mengabdikan diri untuk kepentingan bersama,"
katanya lagi. Aku tak tahu apakah kanak-kanak dan remaja di depannya
manggut-manggut atau tidak, tetapi aku tahu saja betapa
dengan sikap hidup dan kebersamaan pengaturan seperti itu,
pembangunan candi dan tempat-tempat suci lainnya tidak
akan melemahkan, apalagi melumpuhkan perdagangan.
Padahal begitu besar Kamulan Bhu-misambhara ini,
penyusunan batu-batu-nya dilakukan dengan kait, berupa
tonjol-an pada batu yang satu untuk dimasukkan ke dalam
lubang pada batu lainnya, dan juga dengan pasak yang juga
terbuat dari batu. Aku belum lupa bagai-ma-na kait dan pasak
ini baik ke samping maupun ke atas, ke bawah dan ke belakang, terjalin begitu rupa sehingga batu-batunya tidak dapat
bergeser dari tempatnya, menjadi suatu dinding yang amat
sangat kokoh. Kukira menatah kait dan pasak agar tepat
berpasangan bukanlah sesuatu yang mudah, begitu juga
pema-sangannya. Sampai kemarin masih kulihat sejumlah
orang membawa alat-alat untuk membuat prancah1, gunanya
untuk mencapai bagian-bagian yang tinggi. Memang tidak
mungkin para pekerja berada di puncak dan seluruh
bangunannya secara berangsur-angsur ditimbun tanah.
Begitulah, sejauh kuikuti pembangunannya, yang masih
belum selesa i meski telah kutinggal pergi mengembara dan
setelah kembali menghilang ke dalam gua, Kamulan
Bhumisambhara yang kelak akan berdiri bukanlah bangunan
sebagaimana direncanakan semula. Aku pernah berada di
candi raksasa yang belum jadi itu tanpa diketahui orang pada
suatu malam, ada stupa-stupa yang dipindah di sudut-sudut
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
pelataran bujur sangkar yang paling atas, tepatnya di luar
pelataran bundar yang pertama.
DI kaki bangunannya malah ada pelataran tambahan,
berupa timbunan batu-batu yang menutupi kaki semula
seluruhnya. Akan kuceritakan apa yang kuketahui sehubungan
dengan masalah tersebut kelak, sekarang aku hanya
memastikan bahwa memang terdapat perubahan dalam
pembangunan Kamulan Bhumisambhara.
Masih terdengar suara seruling Rangga. Suara langkah
yang sangat amat tipis itu pun masih terdengar juga. Pada
saat aku ingin sekadar beristirahat!
Aku memang tetap berbaring, aku ingin segera tidur dan
bangun lebih segar besok pagi supaya bisa menulis dengan
kesadaran dan kecermatan tinggi, tanpa dibawa oleh sekadar
perasaan atas kenangan, karena celakanya memang hanya
perasaan itulah yang kumiliki sebelum dapat menyadari
sesuatu pun jua. Maka semakin cukup tidur dan bugar
tubuhku semakin mungkin kesadaran mengusahakan kecermatan, tetapi semakin kurang tidur dan semakin redup
kesadaranku semakin kuat perasaan meruyak dan menguasai
kenangan. Mungkinkah kiranya manusia membebaskan
kenangan dari perasaan" Benarkah aku akan harus
menuliskan segala sesuatu hanya dari sudut pandangku
dengan segenap perasaanku sahaja"
Untuk sementara ini setidaknya dua pihak telah mengetahui
tempat tinggalku. Pihak pertama tentu para anggota kelompok
rahasia Kalapasa, atau yang kuduga Kalapasa, karena kudakuda mereka lebih pantas dimiliki pengawal rahasia istana;
pihak kedua adalah perempuan yang telah membunuh orangorang tersebut, dan tampaknya terus berusaha berada di
dekatku. Tahukah, atau tak tahukah ia betapa diriku
mengetahui gerak-geriknya"
Apabila aku sedang tenggelam dalam penulisan, sebetulnya
kewaspadaan yang telah mengendap berpuluh-puluh tahun
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
selama mengarungi sungai telaga dunia persilatan tetaplah
bekerja, yakni bahwa serangan gelap dapat muncul setiap
saat tanpa pernah bisa diduga. Para pendekar golongan putih
akan mengajak bertarung secara ksatria, dan apabila para
pendekar golongan merdeka menyerang tiba-tiba karena
keajaiban perilakunya pun tidak akan pernah dimaksudkan
sebagai serangan gelap tanpa perkara; tetapi orang-orang
golongan hitam akan sangat mungkin me lakukan serangan
gelap dengan senjata rahasia beracun mereka yang sering
tidak ada obatnya, dan banyaklah sudah para pendekar tewas
bahkan tanpa sempat bertarung karenanya.
Maka ketika aku mengguratkan pengutik pada lembaran
lontar, aksara demi aksara, aku sungguh tahu menahu sahaja
apabila sesosok bayangan berkelebat amat sangat cepatnya
tanpa suara pada pucuk-pucuk kelapa, untuk suatu ketika
diam dan bertengger menahan nafasnya, mengawasiku dari
atas sana. Halaman di depan pondokku itu, yang juga menjadi
halaman pondok-pondok lain di dalam pura, dinaungi berbagai
macam pohon di sekitarnya sehingga menjadi rimbun, tetapi
terdapat sebuah celah di antara kerimbunan itu yang langsung
menampakkan serambi tempatku bersila di depan meja
pendek ketika menuliskan segenap cerita yang telah diikuti
sekalian Pembaca yang Budiman ini.
Namun sebegitu jauh aku mendiamkannya saja selama
bayangan berkelebat itu tidak menggangguku. Telah
kukatakan betapa sekarang ini diriku mengutamakan
penyelesaian tulisanku dan semestinyalah tidak ada yang perlu
kuanggap lebih penting dari itu.
Malam ini langkah-langkah itu terdengar lagi. Kuakui
betapa kecepatan dan keringanan tubuhnya memang luar
biasa, sehingga aku bertanya-tanya siapakah kiranya yang
menjadi gurunya atau kitab ilmu manakah kiranya yang telah
dipelajarinya. Tentu dia bukan seorang pencuri kitab, karena
jika dirinya seorang pencuri kitab maka seluruh tumpukan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
gulungan lontar ini tentu telah dilarikannya. Sebaliknya, justru
dibunuhnya anggota Kalapasa, atau seseorang yang kukira
anggota perkumpulan rahasia Kalapasa, yang bermaksud
membawa pergi tulisanku itu.
Seruling Rangga berhenti. Ia pun tampaknya mau tidur.
Suara langkah itu hilang. Rupanya ia berlindung dibalik suara
seruling Rangga. Itu suatu cara berpikir yang masuk akal,
sementara perhatian kita tertarik oleh suatu suara, kita tidak
terlalu peduli terhadap suara-suara lainnya. Namun ia tentu
tiada mengira betapa jika kupejamkan mataku dan memasang
ilmu pendengaran Mendengar Semut Berbisik di Dalam Liang
maka kulihat sosoknya sebagai garis cahaya sesuai bentuk
tubuhnya. Jadi meski ia tidak melangkah lagi, suara napasnya
masih memberikan gambaran dirinya kepadaku, dan jika ia
menahan napas masih juga detak jantungnya akan
menjelaskan keberadaannya, sementara jika detak jantungnya
berhenti, udara yang tersibak tubuhnya tetap saja memberi
gambaran yang terbaca.
MAKA dalam keterpejamanku terlihat jelas dari garis cahaya
hijau kekuningan yang membentuk tubuhnya, bahwa yang
mencoba berdiam tak bernapas itu adalah seorang
perempuan. Kuingat Pendekar Melati yang hanya kuingat
aroma wewangiannya itu. Ketika terakhir kali bentrok
dengannya begitu melayang keluar dari gua, ia telah muntah
darah karena pukulan Telapak Darah. Sayang aku tidak
mengenalinya sebelumnya, karena ia menyerangku dengan
membabi buta dari balik kabut.
Mengingat hubunganku dengan Pendekar Melati itu di masa
lalu, yang memang belum kuceritakan seluruhnya, tentu akan
sangat bersedih jika dirinya tewas karena pukulanku itu.
Meskipun aku hanya mengibas, tetapi pukulan Telapak Darah
tidak pernah gagal, setidaknya ia akan meninggalkan dunia ini
dalam sehari dan semalam. Mengapa ia harus menyerangku
dari balik kabut seperti itu"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Mengapa tidak ada penjelasan apapun juga jika
menurutnya aku mesti tewas di tangannya" Urusan pribadi
kami setahuku sudah selesai, hanya sesuatu yang luar biasa
mestinya membuat Pendekar Melati di masa tuanya turun
gunung dan mencariku yang sudah menghilang 25 tahun
pula... Namun kehadiran perempuan yang telah berhari-hari
mengintaiku itu tentu tidak harus ada hubungannya dengan


Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pendekar Melati bukan" Sejauh yang kuketahui, persaingan
antarperempuan pendekar ini jauh lebih ketat, lebih tajam,
dan lebih sengit daripada para laki-laki pendekar.
Meskipun kuketahui Pendekar Melati mendapatkan ilmu
silatnya dari seorang perempuan, itu tidaklah harus berarti ia
akan menurunkan ilmunya kepada seorang perempuan pula.
Betapapun harus kuakui bahwa jumlah perempuan pendekar
itu sangat sedikit. Di antara mereka, jika tidak saling
mengenal, setidaknya tentu saling mengetahui...
Maka layaklah aku menjadi penasaran dengan gerakan
yang luar biasa cepatnya dengan nyaris tanpa suara itu.
Setelah mengembara, berguru, maupun bertarung dengan
begitu banyak pendekar dari begitu banyak aliran persilatan,
aku tidak merasa mengenali ciri-ciri ilmu meringankan tubuh
yang satu ini. Namun aku tentu merasa
bersyukur masih bisa
memergokinya. Tidak hanya di balik pucuk-pucuk pohon
kelapa, tetapi juga di balik batang pohon, di balik dinding
rumah, dan bila aku melangkah keluar untuk mengerjakan
pembuatan lembaran lontar, ia berkelebat ke balik gerbang.
Aku bisa berkelebat mencegatnya, tetapi selain tidak kulihat
ia bermaksud jahat, juga aku merasa waswas dengan buntut
panjang urusan yang belum dapat kuperkirakan, ketika
menyelesaikan tulisan bagiku kini menjadi satu-satunya tujuan
dalam kehidupan.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Ke manakah hilangnya suara tapak itu kini" Ia menahan
nafas dan detak jantungnya tiada terdengar lagi. Padahal tidak
mungkin ia tiba-tiba mati. Sedangkan bila berkelebat
menghilang tentu diriku akan mengetahui. Aku bangkit
dengan mata terpejam karena masih kupasang ilmu
Mendengar Semut Berbisik di Dalam Liang.
Jika memang benar ia mendadak lenyap tanpa terlacak, itu
berarti dirinya bisa membunuhku setiap saat! Pernah
kukatakan hanya perlu satu titik lemah terbuka dalam sekejap
mata, untuk melumpuhkan seseorang betapapun saktinya
dalam dunia persilatan, yang antara lain membuat orangorang golongan hitam sangat mengandalkan jarum beracun
sebagai senjata rahasia dalam serangan gelapnya.
Kini tinggal udara yang bisa dibaca telinga, untuk diubah
menjadi pemandangan dalam keterpejaman mata. Dengan
segera kuketahui bagaimana ia telah membuat langkahnya
tidak terlacak, karena ia telah mengambang di udara tanpa
bergerak sama sekali. Ia tentu mengambang dengan tubuh
seringan kapas, bahkan lebih ringan dari kapas, karena kapas
pun perlahan-lahan turun ke bumi.
Ia membiarkan tubuhnya mengambang dalam keadaan
melayang dengan dua tangan terentang bagai tengkurap di
atas pembaringan, tetapi yang melayang terbawa a liran udara
malam dalam angin yang bertiup sangat amat pelahan. Ini
berarti ia mengetahui bahwa aku telah melacak kehadirannya
dan ia bermaksud melarikan diri!
Aku berkelebat secepat kilat. Namun ketika aku berada di
tempatnya hanya kegelapan yang kutemui. Aku me lenting ke
atap rumah dan memang kulihat sesosok bayangan berkelebat
ke balik malam dan menghilang.
Tinggal kelelawar beterbangan di mana-mana di sekitar
pepohonan. Kuputuskan untuk tidak mengejarnya karena
mungkin saja ia sudah menghilang lagi di tempat yang kulihat
itu, dan yang lebih membuatku tidak mengejarnya adalah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tumpukan lontar itu. Sudah jelas ada pihak yang berusaha
mencurinya, jika waktu itu saja sudah hampir hilang, bukan
tak mungkin terjadi lagi sekarang.
Aku melompat turun dari atas atap dengan ringan dan
berjalan kaki ke pondokku. Ternyata Nawa sudah
menungguku di serambi.
'NAWA! Kenapa kamu di sini"''
''Aku tidak bisa tidur, aku mau tidur sama Kakek,'' katanya.
Ia langsung masuk ke bilikku dan menggeletak tidur di
balai-balai bambu.
Pikiranku masih berada di atas atap ketika melihat
bayangan hitam itu berkelebat menghilang. Aku seperti
mengenali gerakannya, tetapi tidak bisa kuingat pernah kulihat
sebagai gerakan siapa, ataukah gerakannya berasal dari ilmu
meringankan tubuh yang mana.
Kulihat Nawa sudah tertidur pulas. Aku kehilangan minat
untuk tidur. Maka kuambil lagi pengutik dan setumpuk
lembaran lontar yang masih kosong.
Aku kembali duduk di serambi. Di bawah cahaya api dari
damar itu aku mulai menulis lagi.
(Oo-dwkz-oO) Episode 161: [Dari Dunia Tanpa Kelamin]
UDARA yang sangat amat dingin membuat jenazah bapak
kedai itu membeku. Kukira aku bisa meninggalkannya di gua
ini nanti, ketika tiba saatnya mengikuti rombongan Harimau
Perang dari belakang saat mereka lewat, mungkin hari ini,
mungkin besok, mungkin beberapa hari lagi, tetapi aku yakin
tidak akan lama lagi. Kudaku kulepas dan setiap saat bisa
kupanggil dengan suitan. Kuda itu seperti tahu, bahwa seperti
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
diriku ia pun harus bersembunyi dari pandangan siapa pun
juga. Catatan bapak kedai itu memberi penjelasan tentang
orang-orang kebiri, yang telah menjadi bagian dari kehidupan
istana Negeri Atap Langit selama ribuan tahun lamanya. Di
dalam istana yang penuh dengan putri-putri dan ribuan selir
maharaja, adat hanya mengizinkan orang-orang tanpa kelamin
untuk melayani mereka. Kehidupan semacam ini berlangsung
di dalam tembok istana yang sangat tertutup, tetapi begitu
luasnya bagaikan sebuah kota di dalam kota.
Adat pemeliharaan orang-orang kebiri di dalam istana
terdapat di berbagai negara besar di muka bumi, tetapi adat
yang berlangsung di Negeri Atap Langit adalah yang sudah
berlangsung paling lama. Mengikuti ujaran Kong Fuzi, bahwa
kemurnian seorang perempuan sangat penting, maka istanaistana perempuan milik maharaja hanya bisa dilayani orang
kebiri tak hanya untuk menghindarkan perselingkuhan, tetapi
juga karena terjaganya kesucian itu dianggap penting sebagai
dukungan terhadap keabadian takhta. Orang-orang kebiri itu
merupakan jaminan bahwa setiap bayi yang dilahirkan adalah
anak langsung maharaja, sebab jika perma isuri tidak dapat
memberikan seorang putra mahkota, maka putra selir pertama
berhak dan wajib mengisi tempatnya, dan begitulah
seterusnya jika selir pertama pun tidak memberikan anak lakilaki. Setiap bayi yang dilahirkan di dalam istana haruslah
darah daging maharaja.
Maka orang-orang kebiri bagai diandalkan untuk menjaga
lingkar cahaya kesucian dan kerahasiaan istana itu sendiri.
Kedudukan maharaja sebagai Putra Surga atau Putra Langit
dilindungi oleh tabir yang akan membuatnya terhindar dari
urusan sehari-hari manusia biasa, karena ia diandaikan tidak
boleh terganggu supaya tidak gagal dalam tugasnya.
Pengertian tabir tidak sekadar ditafsirkan sebagai perumpamaan, karena tirai-tirai bambu memang dipasang di
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tepi jalan apabila tandu maharaja yang diusung orang-orang
kebiri lewat, agar pandangan mata sang maharaja tak harus
menyaksikan pemandangan kota dunia awam yang kasar.
Telah diketahui bahwa para pejabat tinggi pun apabila
menghadap maharaja di
istana harus mengarahkan
pandangan matanya ke bawah, karena tatapan langsung
sangat dilarang. Siapa pun yang menghadap maharaja,
termasuk perwakilan negara bawahan, di hadapan maharaja
harus berlutut dan mengetukkan kepala mereka sembilan kali
ke lantai sebagai tanda penghormatan. Dalam dunia seperti
itu, orang-orang kebiri diandaikan mendapat kepercayaan
penuh, karena kerelaan untuk kehilangan bagian tubuh yang
membuatnya disebut lelaki itu dihargai sebagai pengorbanan
yang tinggi. Dalam adat dan kepercayaan dunia Negeri Atap
Langit, kehilangan sebagian anggota tubuh membuat jiwa
seseorang ikut tercacatkan untuk mati dengan sempurna.
Itulah yang membuat potongan tubuh mereka tersebut selalu
dibawa dan disimpan baik-baik, untuk ikut dikuburkan sebagai
manusia bertubuh lengkap setelah mereka meninggal dunia.
Seorang maharaja Negeri Atap Langit pernah menyebut
orang-orang kebiri sebagai, ''makhluk jinak dan setia seperti
binatang terkebiri'', meskipun orang-orang cacat tubuh di
masyarakat Negeri Atap Langit cenderung terasing dan yang
cacatnya dianggap memalukan bahkan di-asingkan.
KEPERCAYAAN diberikan kepada mereka bukanlah sekadar
karena kerelaannya, melainkan karena dalam keadaan
terkebiri itu mereka tidak mungkin mempunyai anak, sehingga
diandaikan tidak akan memiliki kepentingan politik maupun
kerakusan akan kekayaan. Dunia di dalam istana yang penuh
dengan rahasia, berpeluang membuat seseorang yang
mengetahui dan menguasai rahasia akan menjual rahasia itu
dengan imbalan tinggi. Orang kebiri, karena keadaannya,
dianggap tidak ada gunanya menjual rahasia maupun mencuri
barang-barang berharga dari dalam istana.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Dalam kenyataannya anggapan dan pengandaian itu sangat
sering keliru. Sejarah Negeri Atap Langit membuktikan berkalikali bahwa kepercayaan atas keterbungkaman dan kesetiaan
orang-orang kebiri itu tidak selalu benar. Pergunjingan tentang
orang-orang kebiri ini bahkan melibatkan Kong Fuze sendiri,
yang banyak pemikirannya menjadi tulang punggung
kebudayaan Negeri Atap Langit, yang menyatakan keberatannya atas penerimaan orang kebiri dalam jajaran
kekuasaan, membuat setiap penganut Kong Fuze akan selalu
merendahkan orang-orang kebiri di istana. Dalam catatan
sejarah yang tentunya ditulis para cendekiawan, orang-orang
kebiri memang selalu dipandang rendah.
Para cendekiawan maupun kaum terpelajar yang berhak
menjadi pegawai pemerintah dianggap masuk akal jika merasa
iri hati dan benci terhadap orang-orang kebiri, karena
kedekatan mereka dengan istana, bahkan sebagai bagian tak
terlepaskan dari istana, membuat orang-orang kebiri ini
kekuasaannya melebihi para menteri.
Barangkali iri hati dan kebencian itulah yang membuat para
cendekiawan menjadi kurang cendekia dan kaum terpelajar
bagai kehilangan keterpelajarannya, sehingga selama terus
menerus dari abad ke abad menuliskan gambaran tentang
orang-orang kebiri sebagai pengkhianat asli dan tidak peduli
kepada rakyat. Dalam cara berpikir kebudayaan Negeri Atap Langit,
segenap keberdayaan maupun segala sesuatu merupakan
lingkaran yin dan yang nan selalu berulang, setiap kali
mencapai puncak sebagai yin akan tak tertahan meluncur ke
kedalaman sebagai yang. Segala sesuatu yang berlawanan
adalah keberimbangan. Kelelakian, kekuatan, dan kebajikan
berada di bawah pengaruh yang, sementara kewanitaan,
orang kebiri, dan kejahatan diatur oleh yin. Cara memandang
dunia dengan yin-yang ini jelas membuat orang kebiri
terbawahkan dan terendahkan.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Maka bagaimana caranya keberadaan orang-orang kebiri
bisa diterima di istana" Bayi-bayi lelaki yang diminati maharaja
untuk berperan besar disendirikan dalam pengasingan ketat di
istana, dirawat dan disusui oleh dayang-dayang sampai
disapih, setelah itu mereka dibesarkan dan menerima
pendidikan di tangan orang-orang kebiri, yang berharap
bahwa diri mereka selamanya akan selalu dekat dengan kursi
kekuasaan. Sampai titik itu, dengan caranya sendiri banyak
orang kebiri berusaha memenangkan kecintaan maharaja
pada masa depan dalam waktu yang sangat lama. Bahkan
sering memanfaatkan asuhan muda mereka itu demi tujuan
dan cita-cita mereka sendiri.
Banyak pangeran menjadi maharaja ketika masih kanakkanak. Pada saat ia menjadi dewasa, orang-orang kebiri
pengasuhnya memperkenalkan ia kepada kelemahan- kelemahan menonjol persetubuhan dan berbagai kebiasaan
yang melemahkan. Sekali tubuh dan jiwa terkikis, penguasa
baru menjadi alat dengan kehendak yang juga lemah di
tangan para penampungnya, yang dengan mudah membuatnya percaya betapa musuh dan pengkhianat
tersembunyi di mana-mana di istana seluas kota itu. Maka
kepercayaan sang penguasa kepada penasihat pemerintahan
yang resmi pun menjadi hancur. Satu-satunya jalan adalah
menggantungkan diri kepada keterangan, nasihat, dan
dukungan jaringan orang kebiri.
Kadang-kadang orang kebiri bermain pada persaingan
sengit, kecemburuan, dan kehendak dangkal yang lazim
terdapat di istana keputrian. Di sana ribuan wanita berlomba
merebut perhatian maharaja, sebagai satu-satunya jalan
menuju kekayaan dan kekuasaan bagi mereka sendiri,


Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

marganya, maupun yang sangat diharapkan, yakni putra-putra
mereka. Lebih dari satu orang kebiri bergabung dalam
kesatuan perencanaan jahat seorang permaisuri atau selir,
dalam alur gelap untuk mengenyahkan pewaris kekuasaan,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dan menempatkan putra atau siapa pun yang disukainya
dalam antrian pengganti.
Bahkan seorang penguasa muda sendiri akan sangat
bergantung kepada orang-orang kebiri, yang telah meng-ambil
alih kekuasaan begitu rupa sehingga membuat mereka bisa
mendudukkan dirinya di atas takhta, daripada memilih
pesaingnya. DALAM masalah seperti itu, orang-orang kebiri nyaris tidak
mungkin disingkirkan dari kekuasaan, karena memegang
segenap pengawasan di tangan mereka dari pemerintahan
singkat yang satu ke pemerintahan singkat selanjutnya. Dalam
beberapa hal, maharaja sungguh takut kepada orang-orang
kebiri ini. Harus diketahui bahwa beberapa maharaja Negeri Atap
Langit, yang tidak didukung orang-orang kebiri, akan tidak
berdaya di hadapan berbagai kelompok pejabat maupun
marga para kerabat yang berusaha menguasai takhta.
Betapapun, meski banyak maharaja dipengaruhi oleh orangorang kebiri, banyak juga maharaja sepanjang sejarah Negeri
Atap Langit yang sangat berdaya dan menentukan
keputusannya sendiri, serta memimpin bangsanya menuju
kebesaran dan tingkat kebudayaan yang jauh lebih maju dari
bangsa-bangsa lain di dunia.
Aku berhenti membaca sebentar, menebarkan pandanganku kepada keluasan pemandangan. Betapa berbeda
kesan yang ditinggalkan langit dan puncak-puncak batu
menjulang, sementara burung elang melayang lepas di
antaranya, dibandingkan gambaran tentang seluk beluk
istana, yang meskipun begitu besarnya, tak akan pernah
cukup besar bagi sebuah nafsu kuasa. Teringat kepada ujaran
Han Fei Tzu lebih dari seribu tahun lalu yang kubaca di Kuil
Pengabdian Sejati.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
negara besar dan kecil menderita cacat sama
penguasa dilingkari pribadi tak berharga
mereka yang mengawasi penguasa
akan jadi orang pertama
menemukan rahasia ketakutan dan harapan mereka
Kuamati sekitarku, kupejamkan mataku, berusaha menangkap sesuatu. Adakah suara kaki kuda" Ada suara
sosok tubuh berkelebat meski nyaris tanpa suara" Memang
benar mereka yang sangat tinggi ilmu meringankan tubuhnya
akan mampu bergerak nyaris tanpa suara. Namun nyaris
tanpa suara adalah suara juga, karena suara adalah desakan
daya kepada udara, sehingga meskipun seorang pendekar
membentangkan tangan seperti elang melayang tanpa
mengepakkan sayapnya, udara yang bergelombang karena
desakan benda padat tetaplah dapat dibaca sebagai getaran,
tergantung tinggi rendahnya ilmu s ilat yang akan menentukan
kepekaannya. Memang tidak kudengar suara apa pun di dalam udara,
hanya suara angin, mengirimkan dingin yang berpentalan dari
dinding ke dinding. Namun kemudian, di kejauhan yang amat
sangat, kudengar juga suara langkah-langkah kuda itu...
Mereka muncul dari ujung celah, bukan rombongan
Harimau Perang, melainkan kuda-kuda yang telah ditinggalkan
para penunggangnya karena mengejarku itu. Kuda-kuda yang
sungguh setia, meneruskan perjalanan sete lah penunggangnya berkelebat memburuku.
Berarti keberuntungan ada di pihakku, karena dengan tidak
melihat kuda yang kehilangan penunggang, Harimau Perang
masih akan mempertimbangkan kemungkinan mereka hidup
dan tiada masalah yang harus dianggap mengkhawatirkan.
Tentu jika Harimau Perang berpikiran seperti itu!
Ini bagaikan suatu perjudian jarak jauh. Harimau Perang itu
mungkin saja mengira tidak ada sesuatu yang terlalu penting
dan tidak mencurigai apapun, tetapi mungkin saja ia begitu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
waspada sehingga kemungkinan apapun tidak ada yang dapat
lolos dari pertimbangannya.
Kuperhitungkan bahwa kedua orang yang menyerang
pertama kali seharusnya hanya menyampaikan apa yang
dianggapnya penting kepada lima orang yang berada di
belakangnya. Namun kelima orang yang hanya melihat dua
kuda kosong tanpa penunggang segera berkelebat menyusul
dan mati semua. Jika kelima orang ini harus berhubungan
dengan rombongannya secara berkala, jelas bahwa kewaspadaan Harimau Perang akan segera meningkat. Jika
tidak, aku masih punya waktu sampai ia akhirnya akan curiga
juga. Betapapun kurasa ia sudah terlalu dekat dengan Celah
Dinding Berlian ini untuk kembali, kecuali kalau ternyata
menginap di kedai yang telah ditinggalkan itu.
SEPANJANG perjalanan memang tidak pernah kutemui
desa-desa itu, tetapi sepanjang jalan berkuda di lereng-lereng
serba curam ini, yang kadang melebar dan kadang menyempit
tak tentu, memang sering kulihat jalan setapak di tepi jalan
yang lebih sempit lagi. Betul-betul setapak, tidak seperti jalan
utama yang meski tak lebar ada kalanya masih cukup juga
untuk lima kuda berjajar, tentu untuk setiap saat menyempit,
melebar, dan menyempit lagi berganti-ganti.
Sambil lalu aku memang sudah lama memikirkan jalan
sempit menuruni jurang di tepi jalan utama yang selalu
menghilang di balik semak dan kabut itu. Aku sudah lama
berpikir bahwa jalan itu tentunya menuju ke suatu tempat.
Itulah yang luar dari yang disebut jalan bukan"
Menghubungkan satu tempat ke tempat lainnya. Manusia yang
ingin mengembara dengan atau tanpa tujuan tinggal
menapaki suatu jalan, maka ia akan sampai ke suatu tempat
yang menjadi tujuan maupun tidak menjadi tujuannya. Setiap
kali melihat suatu jalan, besar maupun kecil, kecil maupun
kecil sekali, di percabangan, pertigaan, maupun perempatan,
aku memang selalu penasaran untuk menapak dan melangkah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
di atasnya, untuk mengetahui seperti apa tempat jalan ini
menuju. Namun begitulah persoalan manusia dalam hidup ini
bukan" Setiap kali aku melihat jalan setapak yang menghilang
di balik kabut, dan tentu saja ingin mengarunginya, aku harus
tetap bertahan untuk mengarungi jalan yang sedang
kutempuh karena memang terdapat suatu tujuan. Itulah
maksudku dengan persoalan manusia, kita selalu berhadapan
dengan pilihan untuk tetap atau tidak setia...
Mereka masih tertawa-tawa bagaikan tiada persoalan yang
terlalu berat di dunia. Sejauh dapat kutangkap dari
perbincangannya, mereka memang sudah biasa mengadakan
pertunjukan dari desa ke desa, karena diundang untuk ikut
memeriahkan berbagai macam upacara seperti pesta
perkawinan dan semacamnya. Aku tertegun mendengarnya,
meskipun desa-desa di lautan kelabu gunung batu ini begitu
terpencil, bahkan tidak kelihatan sama sekali bangunan
maupun penduduknya, dan karena itu kukira kehidupannya
cukup sederhana, ternyata tetap ingin merayakan segala
sesuatu dengan semeriah-meriahnya.
Rombongan sandiwara ini sudah biasa berkeliling kian
kemari untuk memeriahkan berbagai macam upacara adat,
tentu setiap kali menyewa pengawal perjalanan, karena
tentunya pula pembegalan, perampokan, penjarahan, pemerkosaan, dan pembunuhan tetap berlaku sebagai bagian
dari kehidupan sehari-hari. Dalam hati aku menggelenggelengkan kepala. Gairah manusia merayakan kehidupan
sungguh luar biasa. Angin yang menderu semakin
menegaskan kesunyian lautan kelabu gunung batu, tetapi
kutahu kehidupan di wilayah yang nyaris selalu tersembunyi di
balik kabut ini tidaklah sesunyi itu.
Kuperhatikan para pengawal perjalanan yang membuat
dadaku bagai tergores sembilu itu, meskipun pernah kubaca
Kong Fuze berkata:
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
orang bijak bebas dari keraguan
orang saleh bebas dari kecemasan
orang berani bebas dari ketakutan
orang hebat selalu bahagia
orang kerdil selalu susah
Artinya meskipun para pengawal perjalanan tergolong
sebagai orang bernyali yang hanya membanggakan ilmu
silatnya, seharusnya mereka menerima nasibnya dengan jiwa
besar, dan tampaknya memang demikian, jika diingat bahwa
betapapun mereka menerima peran mereka yang merangkap
sebagai pengangkut beban. Kemiskinan di wilayah ini
tampaknya sengaja diperparah, sebagai akibat berkumpulnya
para pemberontak dari masa ke masa, yang semakin banyak.
Aku sangat menghargai penerimaan mereka itu, karena jika
tidak merekan tentu sudah bergabung sebagai penyamun,
yang hanya akan semakin memberatkan kehidupan rakyat
jelata. Aku memikirkan sesuatu, bahwa mereka mestinya tidak
tersinggung jika kuberi hadiah tujuh kuda piluhan ini, yang
meskipun tidak setangguh dan secerdik kuda Uighur, tentunya
lebih dari cukup untuk kebutuhan mereka sekarang. Di sini
terdapat tujuh kuda tanpa penunggang yang dapat kubagikan
kepada mereka, lima bagi para pengawal itu agar tidak
tampak terlalu mengenaskan, dan dua ekor kuda lagi yang
dapat dimanfaatkan sebagai pembawa beban yang kini
mereka panggul itu.
TAK dapat kubayangkan bagai-mana kelima pengawal
perjalanan itu dapat menjalankan tugasnya, jika penyamun
menyerang rombongan sandiwara ini ketika mereka juga
bertugas sebagai kuli barang seperti itu. Atau, dan inilah yang
melentikkan gagasan dalam kepalaku, mengapa tidak
kupikirkan betapa ilmu mereka sudah begitu tingginya,
sehingga bersedia menerima beban pekerjaan seperti, karena
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
memang akan mampu mengatasi serangan para penyamun
dengan mudahnya" Aku tidak harus merasa pertimbanganku
meragukan, karena mempertaruhkan nyawa kurasa belum
akan dilakukan sekadar karena kelaparan, meski kelaparan
yang amat sangat juga akan mematikan.
Dengan kuda-kuda yang akan kuberikan itu, aku
mempunyai sebuah rencana. Namun sementara menunggu
mereka yang masih jauh, aku kembali membaca catatan
tentang orang-orang kebiri.
Aku melompati beberapa bagian, tetapi aku nanti akan
kembali lagi, karena perhatianku tertarik kepada cerita berikut:
"Orang kebiri yang lari dari istana dengan berbagai cara
tertangkap para pengawal istana dan dikembalikan. Mereka
yang melakukan pelanggaran untuk pertama kalinya akan
dikurung selama dua bulan, disamping dicambuk, lantas
dipekerjakan lagi. Mereka yang melakukan pelanggaran untuk
kedua kalinya, akan dikenakan cangue selama dua bulan,
yakni sebuah bingkai kayu besar yang dipasang ke leher,
membuat terhukum takbisa berbaring maupun makan dengan
tangannya. Mereka yang lari untuk ketiga kalinya, dan
tertangkap lagi, dibuang ke luar batas negeri selama dua
setengah tahun, sama seperti orang kebiri yang terpergok
mencuri. Jika barang yang dicuri dinilai sebagai berharga oleh
maharaja, maka kepalanya akan dipenggal di tempat istimewa
jauh di luar kotaraja.
"Begitulah penolakan tugas atau kemalasan akan dihukum
cambuk. Kepala orang kebiri akan memerintahkan satu orang
dari antara 48 bagian dalam rumah tangga istana, untuk
melaksanakan pencambukan dengan batang bambu. Yang
bersalah menerima delapanpuluh sampai seratus cambukan,
lantas dikirimkan kepada tabib yang juga seorang kebiri untuk
mengobati lukanya. Setelah tiga hari, orang kebiri yang
dihukum itu akan dicambuk lagi, hukuman itu bernama
'mengangkat koreng"'
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Aku mengangkat pandanganku dari gulungan naskah. Aku
memang belum terlalu lancar membaca aksara Negeri Atap
Langit, sehingga tulisan sependek itu baru setelah kubaca
cukup lama bisa kupahami. Hanya keinginan tahu yang besar
saja membuat aku tahan menghadapi aksara itu lama-lama.
Betapapun aku sadar, dalam makna yang terungkap oleh
aksara yang jika belum akrab tampak ruwet itulah
pengetahuan berharga akan tersingkapkan.
Rombongan itu semakin dekat. Aku menggulung kembali
naskah itu dan melayang turun dengan ringan untuk
mencegatnya. (Oo-dwkz-oO) Episode 162: [Memperdayai Harimau Perang]
AKU melayang turun dengan ringan bagaikan mampu


Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menahan tubuhku sendiri di udara, dan memang aku mampu
menahan tubuh di udara seperti itu, tetapi yang tidak akan
kulakukan jika hanya demi pameran.
Rombongan yang semenjak tadi terus-menerus tertawatawa sampai mendekati celah, mendadak menghentikan
tawanya dan ternganga melihatku turun perlahan seperti
kapas dari udara. Namun kelima pengawal tidak ternganga
dan kuperhatikan bahkan tidak mencabut senjatanya, tentu
kepercayaan diri yang besar terhadap ilmu silat mereka yang
tinggi. Mereka bahkan tidak meletakkan barang bawaan mereka
dari punggungnya, meski memang mata mereka menatap
dengan tajam. Namun lima perempuan dan lima lelaki yang keperempuanperempuanan itu tawanya kembali pecah berderai-derai.
Sungguh aku kagum dengan nyali mereka!
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Hahahahahaha! Tubuhnya mengambang tanpa bobot!
Hahahahaha!"
"AWAS! Diterbangkan angin nanti! Hihihihihihi!"
"Ilmu meringankan tubuh! Seperti cerita silat! Huhuhuhuhu!"
"Bisa diajak pertunjukan keliling! Hehehehehe!"
Setiba di pelataran batu yang menghubungkan semua jalan
itu aku pun bersoja dengan sopan, dan berbicara dengan
bahasa Negeri Atap Langit sebisanya.
"Selamat berjumpa wahai Puan-puan dan Tuan-tuan!
Perkenalkanlah saya, seorang pengembara tidak berharga,
menawarkan kuda dengan harga sangat murah kepada T uantuan dan Puan-puan. Saya lihat lima orang dalam rombongan
berjalan kaki naik turun gunung tanpa kuda, masih membawa
barang pula, tepatlah kiranya saya tawarkan tujuh kuda, lima
untuk ditunggangi dan dua lagi untuk membawa beban. Saya
jamin murah untuk kuda-kuda terbaik yang pernah saya
tawarkan. Silakan!"
Dari wajah dan cara berbahasaku, jelas aku tampak
sebagai orang asing.
Salah seorang lelaki yang keperempuan-perempuanan,
yang tampaknya menjadi pemimpin rombongan, bicara
dengan sisa senyum, mungkin karena banyak yang salah
dalam kata-kataku, tetapi ia pun bersoja dengan sopan.
"Selamat berjumpa pula Kawan, seberapa murahnyakah
kuda-kuda dikau itu Kawan, dan mengapa pulakah bisa
menjadi murah seperti itu, karena kami tidak akan membeli
kuda-kuda curian, atau kuda manapun yang akan menjadi
masalah di hari kemudian. Tapi sebelum itu siapakah diri dikau
itu Kawan, datang dari mana dan hendak ke manakah
kiranya?" TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sebetulnya kalimat itu pun kutangkap sepotong demi
sepotong. Kadang aku hanya mampu memperkirakan saja
maksudnya, tetapi tetap kujawab juga.
"Saya hanyalah seorang pengembara yang tidak memiliki
nama, Tuan, datang dari sebuah pulau nun jauh di selatan
yang disebut Jawadwipa, kuda-kuda ini dapat kujual murah
Tuan, karena para pemiliknya telah terbunuh."
"Hah" Dikau yang membunuhnya?"
"Hanya dua orang yang saya bunuh sendiri Tuan, lima
orang sisanya dibunuh teman saya yang sudah terbunuh
pula." Lelaki yang keperempuan-perempuanan itu manggutmanggut. "Hmm. Banjir darah rupanya di s ini," katanya, "dan kenapa
dikau dan teman dikau itu harus membunuh para penunggang
kuda-kuda yang akan dikau jual ini, Kawan?"
"Ah, Tuan, mereka memang bermaksud membunuh saya,
dan saya berhasil membunuh dua orang karena membela diri,
Tuan. Adapun yang lima lainnya, adalah teman saya yang
membunuhnya untuk melindungi saya, Tuan..."
Ia manggut-manggu terus, dan sekilas tampak saling
melirik dengan salah seorang pengawal yang kukira juga
menjadi kepala pengawal, yang tampak mengangguk tanpa
berusaha menutupinya dariku.
"Jadi, Kawan, apakah kiranya yang membuat para
penunggang kuda itu begitu bersemangat membunuh seorang
pengembara tanpa nama seperti dikau?"
Sampai di sinilah agaknya kejujuranku kucukupkan, bukan
demi sebuah kebohongan, me lainkan karena jawaban
manapun tak bisa disingkatkan. Akan terlalu panjang untuk
menjelaskan masalah Amrita, maupun perananku dalam
berbagai pertempuran antara pasukan pemberontak dengan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
pasukan pemerintah Daerah Perlindungan An Nam kepada
mereka. "Itulah yang saya tidak mengerti juga Tuan," kataku, "kata
mereka sudah kewajiban untuk menantang saya bertarung...."
Itulah pilihan yang masuk di akalku agar tampak seperti
kejujuran. Lelaki keperempuan-perempuanan yang menjadi kepala
rombongan itu kali ini menoleh dengan tegas kepada kepala
pengawal, seperti menyerahkan persoalan.
Kepala pengawal itu pun mendadak berkelebat sangat amat
cepat. Takkulihat bagaimana ia meletakkan barang dan
mencabut senjatanya, tetapi tiba-tiba saja ancaman bahaya
pencabutan nyawa datang dari segala arah dengan kecepatan
yang tidak bisa diikuti mata.
Namun dalam kecepatan yang amat sangat tinggi, segala
sesuatunya kini tampak amat sangat lambat. Berhadapan
dalam jarak dekat, dengan mudah tanganku masuk ke dalam
kantong rahasia yang berada di balik bajunya, dan kutahu
kantong yang seharusnya berisi uang itu ternyata kosong.
Sembari terus saling berkelebat, dalam kejernihan gerak
terlambatkan, aku berpikir tentang nasib para pengawal gagah
berani yang menghambakan diri kepada tujuan menyelamatkan hidup ini.
Bukanlah bahwa nasib jadi mengenaskan karena pengawal
perjalanan turun derajat sebagai pengangkat barang,
melainkan kerelaan dan kesudian menerima segala pekerjaan
dalam keunggulan kemampuan. Dengan ilmu silat setinggi ini
mereka bisa menjadi kepala para penyamun yang berlimpah
kemewahan, menjadi anggota kelompok rahasia yang serba
berkecukupan meski harus hidup dalam kerahasiaan, atau
menjadi pembunuh bayaran yang meski terpaksa mengucilkan
diri akan hidup sesuai kemampuan.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
NAMUN mereka memilih untuk menjadi pengawal
perjalanan, yang meskipun lebih dari layak dibayar semahalmahalnya, di wilayah terpencil seperti ini memang tidak akan
pernah mendapatkannya. Sementara itu, karena wilayah
perbatasan ini memang penuh pelarian pemberontak yang
menjadi penyamun maupun penyamun yang berasal dari
penjahat kambuhan, keberadaan mereka tetap diperlukan.
Sering juga terdengar cerita tentang dua saudara
seperguruan yang berpisah jalan, ketika yang satu menjadi
penyamun, maka yang lain memilih untuk menjadi pengawal
perjalanan, dan pada suatu hari saling berbunuhan. Alangkah
menyedihkannya menjadi tak berdaya, tetapi dalam hal
pengawal perjalanan ini justru keberdayaannya untuk memilih
pengabdian lebih dari patut mengundang penghargaan.
Maka aku tentu tak berniat melu-kai-nya. Namun harus
menunjukkan bahwa aku pun layak ditantang meski mungkin
hanya gerakanku yang menyebabkannya. Jadi ke dalam
kantongnya yang kosong itu kumasukkan sejumlah uang
perak dan emas.
Lantas sambil menghindari sambaran kelewang aku
melenting ke atas dan menempel ke langit-langit batu alam
yang terbentuk di atas pelataran dengan ilmu cicak. Aku tidak
pernah turun kembali, punggungku menempel karena tekanan
udara dari pori-pori yang terlalu kuat. Ia bisa menyusul ke
atas, tetapi tentu saja kedudukannya akan menjadi lemah.
Jadi ia sarungkan senjatanya dan berkata kepada kepala
rombongan yang keperempuan-perempuanan itu.
"Kawan kita tidak berbohong," katanya, "banyak pendekar
yang pasti akan penasaran untuk mengujikan ilmu silatnya
kepada anak muda ini. Siapa gurumu, Kawan?"
Pertanyaan ini membuatku terhenyak, karena aku tidak
pernah siap menjawabnya. Tentu aku mendapatkan Ilmu
Pedang Naga Kembar yang tiada tandingannya itu dari
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sepasang Naga Celah Kledung yang mengasuhku, tetapi aku
tidak akan pernah menyebutkan pasangan pendekar yang
telah menjadi orangtuaku itu sebagai guru, karena dalam
pandanganku sendiri ilmu silatku belumlah akan terlalu
membanggakan mereka. Sepasang Naga dari Celah Kledung
itu telah menolak untuk menggenapkan Pahoman Sem-bilan
Naga, jelas menunjukkan keya-kin-an bahwa tingkat ilmu s ilat
mereka tidak berada di bawah masing-masing pendekar yang
telah mencapai taraf naga. Menolak bergabung sebetulnya
bisa juga ditafsirkan sebagai penghinaan atau tantangan,
meski kedua orangtuaku tidak mungkin bermaksud seperti itu,
sehingga itu juga berarti Sepasang Naga dari Celah Kledung
itu siap berhadapan dengan para naga yang sembilan
jumlahnya itu bersama-sama.
Adapun aku yang telah diburu oleh Naga Hitam begitu rupa
saja belum juga menghadapinya. Kurasa belum pantaslah aku
mengaku sebagai murid Sepasang Naga dari Celah Kledung.
Aku merasa betapa tingkat ilmu silatku masih akan
memalukan bagi mereka. Selain itu, bukankah aku juga
belajar dari berbagai macam sumber ilmu dalam dunia
persilatan, termasuk dari seseorang yang mengajariku secara
rahasia" Jika aku mendapatkan Jurus Penjerat Naga dari kitab
yang ditulis Pendekar Satu Jurus, maka bukankah aku
menemukan Jurus Dua Pedang Menulis Kematian dengan
segala percabangannya, Jurus Bayangan Cermin yang kuolah
menjadi bangunan ilmu silat tersendiri, maupun yang selalu
kupikirkan setiap saat, yakni Jurus Tanpa Bentuk, tanpa dapat
menyebutkan nama seorang guru"
Aku bukan hanya tidak dapat menyebutkan namaku, aku
juga tidak mungkin menyebut nama seorang guru! Namun
meski tidak bisa menyebutkan nama seorang guru, aku
tetaplah seorang murid yang betapapun belajar dari sesuatu!
"Saya tidak mempunyai guru, Tuan," jawabku, "saya
belajar ilmu silat sekadar untuk membela diri dari para
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
penjaga keamanan di desa-desa yang saya lalui. Sekadar ilmu
silat yang diperlukan seorang pengembara lata..."
Mereka saling memandang. Kepala rombongan itu
melambaikan tangannya kepadaku seperti lambaian seorang
perempuan. "Turunlah ke sini pengembara! Jangan bergelantungan di
sana! Biar kami beli kuda dikau! Mau dijual berapa?"
"Ya, turunlah kemari," kata lima perempuan yang berbaju
warna-warni itu ramai-ramai, "untuk apa menempelkan
punggung di langit-langit seperti itu."
Aku pun melompat turun, tetapi kali ini cepat sekali.
Setidaknya bagi sepuluh orang berbaju warna-warni yang
seperti tidak pernah menyadari adanya bahaya ini, padahal
mereka tentunya sangat mengerti, tentu aku seperti tiba-tiba
saja muncul di depan mereka.
KUKATAKAN mereka seperti tidak menyadari adanya
bahaya, ya, hanya seperti, karena sebetulnya tentu sangat
memahami, apa artinya hidup sebagai pemain sandiwara
keliling di wilayah seperti ini. Dengan pengertian semacam
inilah orang-orang awam kukagumi. Tidak bisa bersilat dan
tidak mengenal ilmu beladiri sama sekali tidaklah menjadi
halangan untuk melangkah keluar dari pintu rumah dan pergi.
Mereka selalu berpentas keliling dari desa ke desa di daerah
ini dengan riang hati, dan tentu bukan tidak pernah
mengalami betapa kehadiran para penyamun menjadi masalah
sehari-hari. Betapa bahkan untuk hidup wajar pun dibutuhkan
perjuangan yang nyaris abadi...
Bahwa dengan segala kesederhanaan masih mereka sewa
juga para pengawa.
Aku langsung turun ke dekat pe-nam-batan ketujuh kuda,
kemudian ku-bawa ketujuhnya mendekati mereka.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Bayarlah dengan berapa pun uang yang berada di kantong
baju Bapak sahaja," kataku, "saya sudah cukup bahagia dapat
membantu."
Sambil mengucapkan kata-kata itu, mataku menatap tajam
dengan penuh arti.
Seperti mengerti, ia meraba kantong bajunya, meski tetap
terkejut juga. Kepala pengawal perjalanan itu tentu mengerti,
jika aku bermaksud membunuhnya itu semudah membalik
telapak tangan.
Ia sekarang mengerti bahwa aku ingin mereka membeli
ketujuh kuda ini dariku dengan uangku sendiri. Ini akan
memastikan bahwa ketujuh kuda ini dibeli, dan bahwa ketujuh
kuda ini masih akan berada bersama mereka ketika
berpapasan dengan rombongan Harimau Perang.
"Kalau begitu akan kubeli dengan uang sejumlah ini,"
ujarnya kemudian sambil memberikan uangku sendiri.
Aku sengaja tidak menghitung dan langsung memberikan
ketujuh kuda itu setelah menerima uangnya.
"Semoga perjalanan Tuan-tuan dan Puan-puan lancar,"
kataku, "ketujuh kuda ini sekarang sah milik Tuan-tuan dan
Puan-puan, pengembara yang lata ini hanya mohon didoakan
keselamatannya dan jangan dilupakan, bahwa dia sudah tidak
bertanggung jawab lagi atas kepemilikan ketujuh kuda ini."
Aku mengucapkan kata-kata itu begitu rupa, sekuat bisa


Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dalam bahasa yang aku sendiri belum lancar bicara, yang
menekankan kepentinganku untuk tidak dilibatkan lagi sebagai
penjual ketujuh kuda tersebut, dan tampaknya ini disetujui.
Bukan hanya aku dengan suatu cara telah membayar
kepentinganku dengan tujuh ekor kuda perkasa yang biasa
ditunggangi pengawal rahasia istana, tetapi bahwa aku pun
telah membiarkannya tetap bernyawa.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sikap yang barangkali tidak terlalu adil, tetapi untuk
sementara aku tidak menemukan cara lain untuk mengelabui
Harimau Perang.
Akan menjadi masalah besar jika diketahuinya, bahwa
ketujuh pengawal tersebut mati karena keberadaanku sejak
awal di depan rombongannya.
Memang mereka akan bertemu dengan rombongan ini dan
mempertanyakannya, tetapi tidak ada sesuatu pun yang dapat
mereka paksakan kepada rombongan sandiwara keliling
dengan lima pengawal perjalanan yang tangguh ini. Sejauh
telah kuuji ilmu s ilat kepala pengawal perjalanan itu, kuketahui
Harimau Perang dan rombongannya pun tidak akan bertindak
gegabah --dan pesanku jelas agar dalam keadaan apa pun
keberadaanku jangan disebut-sebut.
Kuanggap ini merupakan siasat yang baik, termasuk satu di
antara enam siasat bagian dari Siasat untuk Keadaan Mendua
dalam kitab Yi Jing yang disebut siasat Kacaukan Air-nya,
Ambil Ikannya yang berbunyi seperti ini:
ambil peluang dari kekacauan kubu musuhmu
ambil keuntungan dari kelemahan
dan kurangnya pemusatan pengawasan
dengan mengikutinya,
dikau melewati malam dengan tenang
Tujuan utamaku adalah mengikuti rom-bongan Harimau
Perang diam-diam agar dapat mengetahui segala sesuatu
yang berhubungan dengan kematian Am-rita. Tujuan
perjalanan Harimau Pe-rang adalah istana kemaharajaan di
Changian, karena memang ia berangkat berdasarkan
panggilan pusat pemerintahan Wangsa Tang itu, yang juga
membawahkan Daerah Perlindungan An Nam. Diperkirakan
keberhasilan menggagalkan pengepungan, bahkan melakuTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kan serangan balik, terhadap pasukan pem-berontak
gabungan, merupakan ala-san utama pemanggilannya, karena
pe-merintah Wangsa Tang juga tidak habis-habisnya
mengalami pemberontakan, mulai dari yang besar sampai
yang kecil. Se-dangkan perjalanan itu dilakukan diam-diam
tentunya untuk menjamin ke-rahasiaan. Bahwa perjalanan
dengan kapal me lalui laut yang lazim ternyata dihindari,
memang dapat diterima demi kerahasiaan. Namun apakah
yang harus dipertimbangkan jika lautan kelabu gu-nung batu
ini penuh dengan penyamun yang berasal dari pemberontak
pula" Di satu pihak memang itulah tuntutan kerahasiaan, tetapi di
pihak lain, menurut dugaanku, ia sengaja diminta datang ke
Negeri Atap Langit justru untuk mengenali wilayah yang dihuni
para pembe-rontak itu, yang telah mengacaukan ketenangan
dan merongrong kewiba-waan, dan ditakutkan setiap saat
bertambah kuat, jika para pemberontak itu dari tahun ke
tahun bergabung menyatukan perbatasan.
Jika para pemberontak bersekutu dengan musuh-musuh Negeri Atap
Langit di luar perbatasan, jelas ke-duduk-an pemerintah
Wangsa Tang di kotaraja bagaikan ikan di dalam bubu. Jika
dugaan ini benar, maka keahlian seorang Harimau Perang
sangatlah hebat.
HARIMAU Perang adalah seorang ahli siasat. Terbaca
olehnyakah siasat-ku" Aku tentu menyerahkan ketujuh kuda
itu kepada rombongan sandiwara tersebut, dengan perkiraan
bahwa mereka memang akan bertemu dengan rombongan
Harimau Perang. Ke-beradaan ketujuh kuda itu akan
mengejutkan mereka, dan tentu mereka akan bertanya ke
mana pemilik ketujuh kuda tersebut. Jawaban mana pun,
apakah mereka menunjuk diri mereka sendiri, atau
menyataikan pemiliknya sudah mati, tidaklah akan membawabawa diriku. Harimau Perang akan sibuk mempertimbangkan
apakah para pengawal perjalanan ini memiliki urusan dengan
tugasnya, dan sengaja membunuh para anggota kelompok
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
rahasia Kalakuta tersebut, ataukah bahwa suatu bentrok telah
berlangsung tanpa dikehendaki, tanpa harus ada hubungan
juga dengan tugasnya.
Apa pun yang dipikirkan Harimau Perang, tidak akan ada
hubungannya dengan diriku. Bagiku itu sudah cukup.
Sementara jika para pengawal rahasia yang menjadi sisa
pengawalnya itu mencoba menerapkan cara-cara pe-nyik-saan
mereka untuk mendapat keterangan sejujurnya, telah
kuketahui bahwa mereka tidak akan mampu mengalahkan
para pengawal perjalananan. Untuk tujuan itulah memang
telah kupancing kepala pengawal perjalanan itu agar
menyerang, dan tingkat ilmu silatnya memberikan kepada
diriku suatu keyakinan.
"Semua kuda ini milik Tuan-tuan, bawalah," kataku
menegaskan bahwa aku tidak menyebut Puan-puan, karena
maksudku memang hanya untuk para pengawal perjalanan,
bukan lima lelaki dan lima perempuan yang berbaju warnawarni. Sudah kukatakan betapa aku terharu dengan kesetiaan
mereka terhadap tugasnya, dengan tidak beralih menjadi
penyamun yang serba mencelakakan, meskipun hidup dalam
kemiskinan begitu rupa sehingga harus merangkap pekerjaan
sebagai pembawa barang. Dengan tujuh kuda dari istal istana,
aku yakin hidup mereka akan lebih bahagia, dan itu memang
terlihat dari wajah mereka.
Mereka segera memindahkan barang-barang dari punggung
mereka ke punggung dua kuda. Adapun sisa barang yang
tinggal sedikit masih dapat mereka bawa bersama kuda
masing-masing. Suatu ketika di antara karung tempat barang
itu tersembul peralatan bunyi-bunyian yang mereka bawa.
Tidak dapat kutebak apa yang berada di dalam pikiran kepala
pengawal perjalanan itu sebelumnya, ketika kudengar ia
berkata kepada pemimpin rombongan sandiwara.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Kawan pengembara yang tidak memiliki nama ini telah
menjual ketujuh kuda mahal ini dengan harga semurahmurahnya kepada kami, dan ini sangat membantu perjalanan
kita," katanya,"mengapa Tuan tidak memberikan kepadanya
pertunjukan yang tiada ternilai harganya pula, sekadar
sebagai tanda terima kasih kita?"
(Oo-dwkz-oO) TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
KITAB 9: JARINGAN RAHASIA
ISTANA Episode 163: [Tarian Pohon Yangliu]
Tarian Luyao disebut juga sebagai Tarian Pinggang Hijau.
Makna sebenarnya mungkin harus dicari sendiri, ketika setiap
orang mendapatkan penemuannya masing-masing, karena
bukan saja tidak mungkin terdapat satu saja kebenaran dalam
pembermaknaan, melainkan juga bagaimana caranya menceritakan kembali gerak tarian dan bunyi-bunyian"
di selatan sana diturunkan kein-dahan surgawi
ia menari dengan pinggang yang langsing
berayun indah sekali
Kalimat itulah yang selalu dikatakan tentang tarian
tersebut, yang masih juga merupakan tarian kata itu sendiri.
Istilah Pinggang Hijau tampaknya lebih ditujukan kepada
pohon yangliu yang sering terlihat di tepi sungai dengan
daunnya yang kecil-kecil dan ranting-rantingnya yang lemas
kalau tertiup angin tampak bergerak-gerak gemulai seperti
para penari ini. Kelima perempuan penari mengganti busana
warna-warni mereka itu dengan kain tipis untuk menari
berwarna hijau. Busana itu pada bagian pinggangnya
terputus, sehingga menjadi dua bagian, atas dan bawah,
maksudnya tentu agar dalam segala gerakannya dapatlah
terlihat pinggang yang langsing itu, yang se-bentar tertutup
sebentar terlihat begitu putih begitu mulus seperti pualam.
Busana itu rupanya sudah mereka kenakan, sehingga
memang tinggal mereka buka saja busana terluar warna-warni
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
yang juga merupakan penahan dingin itu. Mungkin karena
tarian ini memang sudah sangat terkenal dan disukai rakyat
Negeri Atap Langit semasa pemerintahan Wangsa Tang, maka
mereka harus selalu siap me-mainkannya selama melewati
pemukiman demi pemukiman sepanjang lautan kelabu gunung
batu, dan karena itulah busana untuk Tarian Luyao berwarna
hijau itu sudah mereka kenakan di balik baju dingin mereka
yang berwarna-warna.
LIMA perempuan bergerak rampak, kadang pelahan penuh
penghayatan menjatuhkan kepala ke belakang dengan tangan
meraih dan melambai ke belakang, yang membuat pinggang
ramping mereka terlihat dari depan, kadang pula cepat ketika
melompat-lompat riang, dalam iringan bunyi-buny ian yang
dipetik, ditabuh, digesek, dan ditiup kelima lelaki yang
keperempuan-perempuanan.
Sangatlah sulit bagiku menceritakannya dengan jaminan bahwa akan terbayang
kembali pertunjukan itu, jadi lebih baik kuceritakan bagaimana
Tarian Luyao yang berusaha menggambarkan pohon yangliu
itu bermakna kepadaku.
Telah kusebutkan bagaimana pohon yangliu sepanjang tepi
sungai terpandang bergerak lemah gemulai seperti penari
ketika tertiup angin, karena bukan hanya daun-daunnya tetapi
juga ranting-rantingnya memang akan bergerak-gerak seperti
lambaian tangan penari yang lemah gemulai. Tentulah suatu
tarian alam yang penuh pesona. Namun agaknya lebih penuh
dengan pesona lagi bagiku adalah kemampuan penari-penari
tersebut menggambarkan lemah gemulainya daun-daun
bahkan sampai ke ranting-rantingnya. Tentu bukanlah
bagaimana manusia bisa menjadi mirip seperti pohon yangliu
tertiup angin yang melambai-lambai lemah gemulai, melainkan
betapa keindahan pohon-pohon yangliu yang merunduk
tertiup angin sepanjang tepi sungai itu dapat ternyatakan
kembali dalam tarian manusia.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Apalagi ditambah suara bunyi-buny ian yang meskipun tentu
tidak sama ternyata dapat mengembalikan suasana deru
angin, kerisik dedaunan yang tertiup angin, maupun gambaran
permukaan sungai mengalir yang seolah-olah terseret
embusan angin. Sekali lagi bukanlah kemiripannya, melainkan
betapa keindahan alam dapat terpindahkan dalam keindahan
seni gerak dan bebunyian yang dibuat manusia. Kecapi yang
dipetik, seruling yang ditiup, tambur yang ditepuk, dan
gesekan pada dawai tiadalah terdengar lagi sebagai angin
menderu dan dedaunan gemerisik itu, melainkan sebagai
keindahan dan hanya keindahan itu sahaja, yang ketika saling
jalin menjalin dengan gerak Tarian Luyao bagai membuatku
sedang berada entah di mana.
Alam memang sangat penting dalam pemikiran Kaum Dao,
yang meskipun tidak menganjurkan dalil tertentu tentang seni,
tetapi kekaguman mereka atas gerakan sukma yang bebas
dan pemujaan terhadap alam menjadi sumber gagasan para
seniman Negeri Atap Langit. Dalam berbagai lukisan
pemandangan yang pernah kulihat di Kuil Pengabdian Sejati,
selalu terlihat di kaki gunung atau di tepi sungai, seseorang
sedang duduk menghayati keindahan pemandangan dan
merenungkan Dao atau Jalan yang mengatasi baik manusia
maupun alam. Sebuah puisi ditulis Dao Jie yang hidup sekitar seribu tahun
sebelum masaku ini, seperti yang pernah kupelajari juga di
Kuil Pengabdian Sejati.
kubangun pondokku di wilayah pemukiman manusia
tetapi di dekatku tak kudengar suara kuda atau kereta
inginkah kau tahu bagaimana itu mungkin"
hati yang berjarak ciptakan keliaran di sekitarnya
kupetik bunga serunai di bawah pagar timur
dan lama menatap perbukitan jauh di musim panas
udara pegunungan segar pada senja hari
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sepasang demi sepasang burung beterbangan pulang
dalam semua ini terdapat makna yang dalam
tetapi ketika dinyatakan, kata-kata mendadak tinggalkan
kita Terbayang olehku pengembaraan rombongan ini berbagi
keindahan, dari pemukiman yang satu ke pemukiman lainnya
di sepanjang lautan kelabu gunung batu. Jalan setapak yang
hanya sempat kulihat ujungnya karena segera menghilang di
balik kabut dan semak-semak di tepi jurang. Itulah jalan
menuju berbagai pemukiman terpencil dan tersembunyi di
wilayah ini. Mereka bukan penyamun dan bukan pula
pemberontak, melainkan penduduk asli yang hidup dengan
sangat sederhana, yang akan menyambut gembira rombongan
sandiwara keliling yang membawakan segala macam cerita.
Saat kutatap pertunjukan mereka yang hanya untukku saja,
terbayang bagaimana penduduk di berbagai pemukiman itu
akan menjadi bahagia, menyaksikan tarian dan bebunyian
yang diterima sebagai warta, karena tidaklah setiap orang di
dunia ini adalah pengembara. Barangkali telah mereka jelajahi
lautan kelabu gunung batu, tetapi besar kemungkinan tidak
pernah meninggalkannya. Aku sangat ingin mengenal
penduduk asli lautan kelabu gunung batu ini, yang karena
banyaknya pemberontak berdatangan dan meneruskan
kehidupan sebagai penyamun pula, terdesak semakin dalam di
wilayahnya sendiri, bagaikan binatang terpaksa bersembunyi
di dalam liang agar tidak dimangsa binatang yang lebih buas
dan ganas. ALIH-ALIH menyaksikan tarian, dalam kepalaku terbayang


Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dugaan tentang berbagai pemukiman lautan kelabu gunung
batu, yang tidak hanya terdiri atas penduduk asli, melainkan
juga para pemberontak yang melarikan diri dari hukuman
mati, maupun penjahat kambuhan dari kota, yang tidak punya
tempat lain lagi untuk hidup dalam perburuan para petugas
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
pemerintah, maupun para pemburu hadiah uang yang sangat
bernafsu memenggal kepala mereka. Selama perjalanan
mengarungi lautan kelabu gunung batu ini, memang tidak
pernah kulihat maupun kuketahui sesuatu seperti pemukiman
dari orang-orang yang kujumpai di tengah jalan. Para
penyamun muncul dan menghilang di balik kabut, sementara
tujuan perjalanan menjauhkanku dari segala jalan setapak
yang lenyap di balik semak. Hanya kedai itu saja semacam
pondok yang pernah kujumpai, tetapi itu bukanlah pemukiman
sama sekali. Mereka menyambung Tarian Luyao dengan Nyanyian
''Chunjianghuayueye'' yang artinya Rembulan di Atas Sungai
pada Malam Musim Semi, dengan hanya sebatang xi'an atau
seruling bambu mengiringinya. Kulihat mereka membawakannya dengan sangat khusyuk, dan para pengawal
perjalanan yang seperti hanya mengerti urusan kekerasan dan
tenaga kasar tampak sangat mampu memahami. Kata-kata
berbau sastra yang dinyanyikannya, bagiku yang baru mulai
belajar bahasa Negeri Atap Langit sedikit demi sedikit,
sangatlah sulit untuk dimengerti. Namun suara tunggal
seruling besar, yang mengiringi gerak amat sangat perlahan
itu, memang menerjemahkan kembali ketenangan permukaan
sungai mengalir yang memantulkan bulan di langit. Terbayang
kembali olehku suasana malam yang membiru. Pantulan
cahaya rembulan di mana pun yang keperak-perakan selalu
bersemu kebiru-biruan.
Permukaan sungai berkilat kebiru-biruan, dedaunan di tepi
sungai berkilat kebiru-biruan, kelelawar berkelebat di tengah
malam juga kebiru-biruan. Tentu pengalaman batin setiap
orang sangat menentukan dalam penafsiran. Aku mengerti
betapa siapa pun yang mendengarkan tentu akan sangat
terbawa kepada kejernihan dan kelembutan seperti juga
tampak dalam cara membawakan nyanyian. Namun bagi
mereka yang hanya mengenal anak-anak sungai kecil melintas
jalan sempit dan celah jurang di antara batu-batu besar,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
bagaimanakah akan dapat membayangkan pantulan rembulan
yang kebiru-biruan di atas permukaan sungai besar yang
mengalir perlahan" Entah kenapa aku lantas teringat Harini
yang sudah lama kutinggalkan. Kukira dia sudah kawin,
beranak, dan bahagia di Balingawan. Tentu telah dibacanya
pula segala kitab dalam peti kayu yang kutinggalkan di
rumahnya. Aku menghela napas panjang. Udara kembali pekat dan
kelabu. Rombongan itu telah siap untuk melanjutkan
perjalanannya. Mereka semua kini telah berada di atas
kudanya. Mereka semuanya menjura.
''Selamat tinggal Kawan, maafkan bahwa kami harus
berangkat, karena kehadiran kami dinantikan oleh sebuah
upacara dan pesta, yang jauhnya masih satu hari perjalanan
lagi dari sini. Terima kasih atas segalanya,'' ujar kepala
rombongannya. Aku pun menjura juga.
''Pengembara yang tidak bernama inilah yang sangat
berterima kasih kepada Tuan-tuan dan Puan-puan. Mohon
dimaafkan jika ketujuh kuda sungguh tidak ada harganya,
dibandingkan hadiah lagu dan tarian terindah yang tiada dapat
dinilai dengan uang. Selamat jalan Tuan-tuan dan Puan-puan!
Semoga lancar perjalanan dan tiba dengan selamat di tempat
tujuan!'' Memang, tiada yang lebih tepat selain ucapan seperti itu di
tempat seperti ini. Semoga perjalanan dan tiba dengan
selamat di tempat tujuan, mengingat rintangan takterhitung
menghadapi segala kemungkinan di depan. Dalam wilayah
yang penuh dengan begal mencegat di tengah jalan, tiada doa
yang lebih tepat lagi bisa diberikan.
Kusaksikan mereka berjalan menjauh, menjauh, dan
menjauh, sampai hilang di balik kelokan. Tinggal aku sendiri
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
lagi di Celah Dinding Berlian bersama pemandangan. Meski
ternyata aku tidak sendiri, ketika terasa sebuah benda tajam
menekan punggungku dari belakang.
(Oo-dwkz-oO) Aku tentu saja terkesiap, tapi tentu saja aku harus tenang.
Tidak sembarang manusia dapat menempelkan ujung
pedangnya di punggungku tanpa kuketahui seperti itu. Semula
kukira aku hanya sendirian di Celah Dinding Berlian. Bahkan
telah kutempati suatu kedudukan tempat dapat kupandang
Pendekar Kelana 1 Pendekar Satu Jurus Karya Gan K L Pedang Berkarat Pena Beraksara 11

Cari Blog Ini