Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira Bagian 21
di tempat, duduk di atas batu itu, menjuntai-juntaikan kaki,
dan setelah bersenandung sebentar, berlagak mengantuk,
menguap beberapa kali, lantas merebahkan diri di atas batu,
dan pura-pura tertidur...
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
SAMPAI beberapa saat tidak terdengar suara apa pun.
Hanya kericik air yang menimpa batu, desis uap yang setiap
kali terbawa angin selalu muncul kembali, dan gaung arus
sungai yang dipantulkan dinding-dinding menjulang. Dengan
ilmu Mendengar Semut Berbisik di Dalam Liang aku berusaha
keras memisahkan suara-suara itu dan menembus permukaan
sungai untuk melacak jejak.
Dia masih di sana untuk beberapa lama. Tepatnya di bawah
kakiku yang tetap menjuntai ke bawah meskipun telah
kurebahkan tubuhku.
Namun terdengar suara air tersibak. Rupanya ia telah
memutuskan untuk muncul dari dalam air, dan naik ke atas
dengan diam-diam, tidaklah dapat kuduga untuk sekadar
melihat, ataukah untuk membunuhku!
(Oo-dwkz-oO) Episode 196: [Mencoba Berpikir seperti Pencuri]
NYARIS tidak terdengar, kepalanya muncul perlahan-lahan
dari balik permukaan sungai. Betapapun ilmu Mendengar
Semut Berbisik di Dalam Liang mampu membedakan suara air
tersibak kepala itu dari suara-suara lain. Namun pengintai ini
memang cukup hati-hati, dengan bergerak amat sangat
perlahan sekali.
Ia mengitari dahulu batu ini, dan baru mulai merayap naik
setelah berada di arah belakangku. Setelah seluruh tubuh
keluar dari air, ia berhenti dahulu dengan menempel di batu
dengan ilmu cicak, kukira untuk menghabiskan tetesan air dari
tubuh lebih dahulu. Namun masih kudengar napasnya, karena
ia tidak bernapas melalui pori-porinya, meskipun jika ia
melakukannya, masih akan kudengar pula detak jantungnya.
Mungkin ia mengira segala suara di tempat ini, termasuk angin
yang bernyanyi, akan menutupinya. Tentu tiada yang mengira
betapa ilmu pendengaran Mendengar Semut Berbisik di Dalam
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Liang bukan hanya mampu membedakan suara satu dari suara
lain, tetapi bila perlu memisahkan suara-suara itu, sehingga
suara yang menjadi perhatian akan terdengar lebih jelas
daripada suara-suara lain.
Aku tetap berpura-pura tidur nyenyak, tidak bergerak sama
sekali, tetapi kewaspadaanku sungguh amat sangat tinggi.
Dengan tubuh terlentang, kaki terjuntai ke bawah, dan kedua
tangan terbuka lebar di samping kiri dan kanan kepala,
sebenarnyalah pertahananku tampak sangat amat terbuka,
tetapi itu adalah jebakan kelemahan dalam Jurus Penjerat
Naga. Jika ia bermaksud membunuhku, aku tidak siap mati
sekarang dan kehilangan peluang membebaskan Yan Zi dan
Elang Merah. Mereka akan mati dibunuh Mahaguru Kupu-kupu
jika aku tidak muncul dengan Kitab Ilmu Silat Kupu-kupu
Hitam pada hari ketiga puluh. Dengan Jurus Penjerat Naga,
seperti yang selalu dilakukan Pendekar Satu Jurus, siapa pun
lawanku akan mati justru tepat pada saat menyerang.
Begitu tubuhnya kering ia melenting ke atas dataran batu
dan hinggap tanpa suara sama sekali. Ia mendekam agak
lama, dan baru setelah ditungguinya aku tidak bangun juga,
maka ia pun berdiri tegak di belakang diriku yang sedang
terlentang. Mungkinkah ia berpikir betapa mudahnya kini
membunuhku"
Pastilah ia sedang menatapku. Lantas melangkah lebih
dekat untuk melihat wajahku dengan lebih jelas. Ia diam agak
lama. Pernahkah ia melihat orang berkulit sawo matang" Jika
ia belum pernah ke Chang'an, atau ke kota-kota pelabuhan,
mungkin sekali inilah untuk pertama kalinya ia me lihat orang
berkulit sawo matang. Siapakah kiranya orang ini, yang ketika
semua orang di wilayah ini mengejutkan diriku dengan
kemampuannya terbang, tetapi dirinya justru tahan berlamalama di dalam air yang begitu, yang kukira bahkan siapa pun
di s ini belum tentu mampu menjalaninya"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Apakah ia juga seorang pengembara seperti diriku, yang
mengikutiku dengan penuh rasa ingin tahu, ataukah seorang
petugas rahasia bayaran yang disewa salah satu suku di sini,
yang mungkin saja saling memata-matai" Meski mataku
terpejam, aku dapat merasakan sesuatu yang lain, tetapi sulit
kujelaskan seperti apakah kiranya sesuatu yang lain itu.
Kemudian kudengar tanpa sadar ia terkejut dan mulutnya
mengeluarkan suara.
"Hhhh!"
Lantas dengan cepat, ia berjalan mundur. Dapat kurasakan
bagaimana ia melayangkan tubuhnya ke belakang dan lenyap
ditelan permukaan sungai nyaris tanpa suara.
Aku membuka mata, segera bangkit dan siap membuntutinya, tetapi begitu kutatap permukaan air, tahulah
aku betapa sudah tidak mungkin menyusulnya lagi. Apakah
aku ternyata dikenali" Dalam arti apakah ia tahu aku bukan
hanya berpura-pura tidur, tetapi juga sebetulnya akan dapat
membunuhnya setiap saat dia menyerangku"
AKU tidak menganggap diriku mungkin dikenali, karena
dengan alasan apakah kiranya seseorang dapat mengenaliku
di Negeri Atap Langit, apalagi di daerah terpencilnya seperti
sekarang. Di wilayah lautan kelabu gunung batu yang berbatasan
dengan Daerah Perlindungan An Nam, aku masih bisa
mengerti jika sepak terjang Amrita sebagai panglima
gabungan para pemberontak menjadi perbincangan, dan aku
yang selalu berada di dekatnya ikut tersebut-sebut pula.
Namun tentunya tidak di daerah amat sangat terpencil seperti
ini, mendekati tempat di balik dunia yang dipercaya para
bhiksu Tibet sebagai tempat suci yang dalam sutra tertulis
sebagai Shambala.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Tidak ada sesuatu pun dariku, pikirku, yang membuat
seseorang berilmu tinggi seperti itu harus menghilang begitu
rupa sampai tidak dapat disusul lagi.
(Oo-dwkz-oO) Setelah melewati kaki Gunung Laowo, dalam waktu sepuluh
hari tibalah aku di kaki Gunung Gaoligong. Menuruti saran
Elang Merah, aku telah menggunakan Jurus Naga Berlari di
Atas Langit dengan menyusuri jalan angin, dalam hal ini yang
berhembus di atas Sungai Nu, agar cepat sampai ke Tiga
Sungai Sejajar. Namun aku memilih jalan angin terbawah,
tempat bisa kusamarkan diriku dalam kabut, yang makin ke
utara dan makin ke atas bukan lagi kabut yang berasal dari
uap di permukaan sungai, tetapi karena suhu yang begitu
dingin memadatkan udara kembali menjadi kelabu yang rata.
Jalan itu kupilih, untuk menghindari pertemuan yang tidak
perlu dengan para manusia terbang, yang terbukti berkeliaran
terlalu jauh sampai di luar wilayahnya seperti yang kusaksikan
sendiri. Sengketa antarsuku yang tampaknya sedang
berkecamuk, telah membuat mereka berusaha saling mematamatai melalui berbagai jalan memutar yang jauh, tetapi yang
ternyata masih saling bersimpang jalan, sehingga melahirkan
persoalan-persoalan baru. Jika tidak ingin menambah
persoalan kepada masalahku yang juga sudah bertumpang
tindih, kukira aku harus menghindar dari kemungkinan untuk
terlihat dan mengendap ke bawah permukaan, dan itulah yang
memang telah kulakukan sampai tiba di kaki Gunung Laowo.
Aku mengikuti jalan angin di dalam kabut di atas sungai
dengan tenang, karena dengan menjulangnya lereng-lereng di
samping kiri dan kanan sungai maka nyaris tiada manusia,
apalagi pemukiman, yang kutemui sepanjang perjalanan. Alam
yang beku, dingin, dan sunyi. Hanya terdengar suara angin
bertiup dan desis kabut berjalan-jalan. Permukaan sungai
semakin banyak yang membeku dan ada kalanya kulihat juga
manusia, dengan tongkat dan buntalan pengembara di
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
bahunya. Ini bukanlah alam tempat tinggal manusia, tetapi
para pengembara tidak selalu puas dengan jalan yang belum
pernah dilaluinya saja, karena jiwa petualangan akan
membawanya keluar dari jalan peradaban dan menjelajahi
alam yang belum pernah diinjak manusia.
Sembari mengalir bersama angin, kulewati mereka yang
melakukan perjalanan sendirian, melangkahkan kaki satu
persatu dari batu ke batu di tepi sungai, melangkah,
melangkah, dan melangkah lagi, di tengah alam raya luas
bagaikan tiada bertepi. Jarak mereka saling berjauhan begitu
rupa bagaikan tiada kemungkinan akan saling berpapasan,
sehingga memandang masing-masing mereka dari kejauhan
sebagai titik-titik berjalan memberikan perasaan yang sedikit
rawan. Siapakah kiranya masing-masing mereka" Dari manakah
datangnya dan sedang menuju ke mana" Apakah mereka
memiliki suatu tujuan ketika berangkat, ataukah hanya
berjalan dan berjalan dalam suatu pengembaraan yang akan
menjadi amat sangat panjang tanpa habisnya sampai datang
kematian" Ada yang sedang melangkah, ada yang sedang
membuat api, ada yang sedang duduk diam di tepi jurang
menatap pemandangan, ada juga yang sedang tidur melingkar
seperti udang di atas batu.
Aku jadi teringat puisi Du Fu yang berjudul "Mengembara
Lagi": aku teringat kuil dan jembatan
yang telah kulalui, bukit dan jeram
segalanya tampak terhampar
seperti menantiku; bunga-bunga
dan pohon siong begitu hangat terbuka,
keindahan sambutan; menyeruak
di dataran, asap terlihat samar;
cahaya terakhir matahari tertahan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
di pasir hangat; lantas kekhawatiran pejalan
terhenti, ketika di mana pun
tempat istirah yang lebih baik
tak bisa ditemukan
NAMUN sesampainya di kaki Gunung Laowo, aku
melepaskan diri dari embusan angin, melenting dari pucuk
pohon yang satu ke pucuk pohon yang lain, turun lagi dengan
melenting dari batu ke batu, lantas setelah kulihat suasana
masih sepi tanpa manusia, maka hinggaplah aku di sebuah
jalan setapak, dengan hanya disaksikan sekeluarga kambing
gunung. Mulai dari sini kuputuskan berjalan kaki sampai ke kaki
Gunung Gaoligong. Mengingat tujuanku kali ini adalah mencuri
Kitab Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam yang tentu telah
dipindahkan, disimpan, disembunyikan, bahkan mungkin
dijaga dengan ketat setelah Mahaguru Kupu-kupu hampir saja
berhasil mengambilnya kembali, aku harus mulai berpikir
seperti pencuri. Namun aku sama sekali belum pernah
melakukan pencurian, tidak pernah ingin mencuri, dan karena
itu kini agak menyesal tidak pernah memperhatikan ilmu
pencurian, terutama untuk mencuri kitab ilmu silat, dengan
baik. Kini aku harus membayar mahal keteledoranku itu,
karena memang sebetulnya pencurian kitab ilmu silat
merupakan gejala yang sangat umum dalam dunia persilatan.
Meskipun selalu dikutuk dan siapa pun pencurinya jika
tertangkap dianggap layak dibunuh, pencurian kitab ilmu silat
masih terus dilakukan.
Bukankah pernah kuceritakan betapa di Javadvipa pun ilmu
pencurian kitab ilmu silat berkembang pesat dengan segala
macam siasat, sehingga kemudian dikenal adanya pekerjaan
seperti pencuri kitab ilmu silat yang menerima pesanan untuk
mencuri dengan bayaran yang sangat mahal"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Bukankah pernah kuceritakan betapa di Javadvipa pun ilmu
pencurian kitab ilmu silat berkembang pesat dengan segala
macam siasat, sehingga kemudian dikenal adanya pekerjaan
seperti pencuri kitab ilmu silat yang menerima pesanan untuk
mencuri dengan bayaran yang sangat mahal" Mencuri kitab
ilmu silat tidaklah sama dengan pencurian biasa, karena kitab
ilmu silat bukan saja tersimpan di tempat yang paling aman
dalam suatu perguruan, tetapi juga berada di tengah orangorang berilmu silat yang tinggi. Mencuri kitab ilmu silat
sebenarnya merupakan tindakan nekad, ibarat kata bisa
masuk belum tentu bisa keluar lagi.
Sering terjadi para pencuri kitab ilmu silat ini nasibnya
sungguh buruk. Hukuman gantung atau penggal kepala masih
dianggap terlalu ringan. Banyak yang jika tertangkap hiduphidup akan dikutungi anggota badannya, lantas tubuhnya
yang sudah tidak berkaki dan tidak bertangan, tetapi masih
berkepala, dan diusahakan masih hidup, dibuang ke dalam
hutan agar dimangsa binatang buas. Namun dengan ancaman
hukuman kejam seperti itu, para pencuri kitab ilmu s ilat masih
berkeliaran di dunia persilatan, dan masih menerima pesanan
untuk mencuri kitab ilmu silat, baik dari perguruan maupun
dari ruang pustaka penyimpanan kitab kuil-kuil tua. Semakin
langka kitab yang dicuri dan semakin tinggi ilmu silat yang
dikandungnya, semakin tinggi bayaran yang akan diminta.
Dalam perkembangannya, seperti pernah kuceritakan pula,
justru para pencuri ini yang bertindak melakukan pencurian
kitab lebih dahulu, lantas menawarkannya ke dunia persilatan
dengan harga tertentu, atau seperti melelangnya dan hanya
akan menjualnya kepada penawar dengan harga tertinggi. Ini
semua menunjukkan betapa dalam dunia persilatan terdapat
kehausan atas ilmu-ilmu silat, yang bagi setiap perguruan
justru merupakan ilmu rahasia yang terlarang untuk dibagikan
setelah menerimanya berdasarkan sumpah setia. Seperti juga
yang berlaku di Perguruan Shaolin, tidaklah mudah untuk bisa
diterima di perguruan manapun, terutama perguruanTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
perguruan ternama dengan ilmu silat yang tinggi, karena
Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
setiap perguruan seperti berlomba menerapkan syarat yang
berat. Keadaan ini menimbulkan gagasan kepada para pencuri
yang berjiwa pedagang, untuk menggandakan kitab-kitab
yang dicurinya itu, dan menjualnya dengan harga lebih murah,
sehingga peminat kitab-kitab ilmu silat hasil penggandaan ini
pun menjadi banyak. Bahkan hasil penjualan dari penggandaan ini menjadi lebih menguntungkan daripada
menjual satu saja kitab asli, meskipun harganya lebih tinggi.
Bagi mereka yang ingin belajar ilmu silat tanpa harus
menggosok lantai rumah perguruan, membeli kitab-kitab hasil
penggandaan yang murah ini sungguh merupakan jalan
pintas. Begitulah kitab-kitab ilmu silat terkadang terlihat
diperjualbelikan, terkadang bahkan sebagai kitab bekas oleh
seseorang yang merasa sudah menguasai ilmu silat yang
berada di dalamnya.
Maka bagi permintaan untuk mencuri kitab-kitab ilmu silat
langka yang hanya terdapat satu saja di dunia ini, para
pencuri kitab ini akan meminta bayaran yang amat sangat
tinggi. Ternyata, permintaan untuk mencuri kitab ilmu silat ini
juga tetap ada dan tetap ada pula yang bersedia melayaninya,
karena dalam dunia pencurian kitab ilmu silat, bukan hanya
bayaran tinggi yang membuatnya berani menempuh bahaya,
melainkan karena mencuri kitab ilmu silat itu sendiri telah
dihayati sebagai suatu seni.
SEMAKIN sulit dan semakin besar ancaman bahaya yang
dihadapi, semakin merasa tertantang seorang pencuri untuk
mengambil suatu kitab ilmu silat, bukan terutama demi
bayaran yang tinggi, melainkan kebanggaan seorang pencuri.
Dengan begitu perguruan silat mana pun akan menjaga
kitab ilmu s ilat yang merupakan rahasia perguruan itu dengan
penuh kerahasiaan pula, apalagi dalam hal Kitab Ilmu Silat
Kupu-kupu Hitam yang hampir berhasil dicuri pula.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Aku bukan seorang pencuri, apalagi pencuri kitab ilmu s ilat,
tetapi tanpa pengalaman apapun kini aku harus berpikir
sebagai seorang pencuri. Salah satu caranya, menurut
perkiraanku, adalah mendapatkan pengetahuan sebanyakbanyaknya mengenai Mahaguru Kupu-Kupu Hitam. Hanya
dengan keterangan secukupnya aku bisa mempertimbangkan
sesuatu tentang cara mendapatkan kitab itu. Jika ia memang
terkenal di daerah ini, kurasa aku sudah bisa mulai
mengumpulkan keterangan sejak mendarat di kaki Gunung
Laowo sampai ke kaki Gunung Gaoligong.
Maka aku pun mulai melangkah sebagaimana layak seorang
pengembara yang berjalan kaki. Telah kupatahkan dahan
pohon siong yang agak lurus, dan menjadikannya sebagai
tongkat pengembara dengan beban buntalan di ujungnya,
yang kubuat dari lapisan bajuku yang berada di bagian dalam.
Kukira aku tidak akan merasa terlalu kedinginan selama masih
mengenakan baju luarku yang tebal itu. Aku masih
mengenakan capingku, sekadar untuk melindungi mataku agar
perbedaan dengan mata orang-orang di sini, yang kadangkadang begitu sipit sehingga hanya merupakan suatu garis
saja, tidak terlalu mengundang perhatian. Sebagai beban,
kuletakkan sebuah batu pada ikatan kain buntalanku.
Setelah berjalan cukup lama dan hanya berpapasan dengan
beberapa orang saja, sampailah aku ke sebuah kedai di luar
sebuah kampung. Segera kupesan daging rusa bakar dan
secawan arak. Hari menjelang sore. Sudah ada beberapa
orang di situ. Bersama pemilik kedai, mereka semua
memandangiku dengan wajah kosong. Ah! Aku lupa! Mungkin
saja tidak ada yang mengetahui bahasa Negeri Atap Langit!
Namun seseorang segera mengucapkan sesuatu kepada
pemilik kedai, dan pemilik kedai itu pun mengangguk. Setelah
menuangnya ia segera membawa secawan arak untukku. Aku
belum membuka capingku. Kudengar desis daging rusa yang
sedang dipanggang dalam kayu bakar itu. Orang yang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
menerjemahkan kata-kataku, yang tadi duduk agak jauh
mendatangiku. Ia pindah duduk di dekatku sambil juga
menggenggam secawan arak. Tubuhnya tinggi besar, tetapi
wajahnya ramah sekali.
''Tidak semua orang mengerti bahasa Negeri Atap Langit di
sini,'' katanya dalam bahasa Negeri Atap Langit, ''kalau bahasa
Tibet sebagian besar mengerti.''
''Bahasa mereka sendiri apa namanya"''
''Daku juga tidak mengerti, apakah bahasa orang Lisu,
Naxi, Han, atau Yi, tetapi kampung mereka masih jauh dari
sini. Kurasa bahkan orang-orang Pagan, para penyembah
berhala itu, wilayah mereka berbatasan juga dengan Tibet.
Tapi mungkin aku salah. Daku juga orang asing di sini.
Perkenalkan, daku Si Golok Karat dari Chang'an.''
Aku pernah mengetahui keberadaan orang-orang Pagan di
antara pasukan pemberontak gabungan di Daerah Perlindungan An Nam, tetapi kurasa saat itu pun diriku tidak
mempunyai kesempatan untuk mengenalnya. Namun jika
memang benar mereka berasal dari Pagan, atau keturunan
orang-orang Pagan, kurasa perpindahan mereka ke daerah
dingin ini sangat jauh. Meskipun begitu, Changian yang
resminya satu negeri dengan wilayah ini sebetulnya lebih jauh
lagi. Kulihat ia tidak menyorenkan pedangnya di pinggang
atau di punggung.
''Chang'an" Bukankah itu jauh sekali"''
Ia memandangku dengan penuh perhatian.
''Apalah artinya jarak yang jauh demi sebuah tujuan bukan"
Daku telah berjalan jauh dengan tujuan mempelajari ilmu s ilat
di bawah bimbingan Mahaguru Kupu-kupu Hitam...''
Belum selesa i kalimatnya, aku sudah tersentak di dalam
hati. Mendadak saja aku seperti mendapatkan cara
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
penyamaran dan jalan masuk terbaik ke dalam lingkungan
Mahaguru Kupu-kupu.
''....dan siapakah dikau, kiranya dari mana hendak menuju
ke mana"''
''Daku hanyalah seorang pengembara tanpa nama, Tuan
Golok Karat, datang jauh-jauh dari Ho-ling juga untuk
mendapatkan setetes ilmu dari pengetahuan silat Mahaguru
Kupu-kupu Hitam yang ternama.''
Kukira lelaki tinggi besar yang menyebut dirinya Golok
Karat ini agak kurang mengerti di mana letak Ho-ling, bahkan
tampak seperti belum pernah mendengarnya. Bahkan ia tidak
terlalu peduli. Ho-ling baginya sama saja dengan Lisu atau
Naxi yang kurang dipahaminya itu.
''AH! Jadi tujuan kita sama! Kita bisa jadi teman
seperjalanan!''
Golok Karat berseru sambil menepuk-nepuk bahuku.
''Mari kita bersulang!''
Ia berkata lagi sambil mengadukan cawan arak ke cawan
arak yang kupegang, lantas aku pun mengikutinya menenggak
arak itu sampai habis.
''Tambah lagi!''
Golok Karat mengangkat cawannya, dan karena pemilik
kedai masih memanggang daging rusa untukku, anak
perempuannya yang datang dengan kendi arak itu ke tempat
kami. ''Sudahlah,'' kata Golok Karat, ''tinggalkan semua di sini!''
(Oo-dwkz-oO) Episode 197: [Sandhyabhasa atau Bahasa Senja]
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Akhirnya Golok Karat yang tinggi besar menjadi teman
seperjalananku. Kami tidur di kedai itu karena Golok Karat
minum arak begitu banyak sampai tidak bisa bangun lagi.
Pemilik kedai membolehkan kami bermalam di kedai itu
dengan bayaran. Aku membayarnya dengan matauang Negeri
Atap Langit dari bekal yang diberikan oleh para bhiksu Kuil
Pengabdian Sejati. Jadi meskipun tidak mengerti bahasa
Negeri Atap Langit, pemilik kedai bersedia menerima mata
uang Negeri Atap Langit.
Kudengar sebentar pemilik kedai itu bicara dengan Golok
Karat sebelum kami berangkat. Mereka berbicara dengan
bahasa Tibet. Kutangkap pandangan mata pemilik kedai itu
yang mengamati wajahku, yang tentu terlihat jelas karena
sejak semalam telah kubuka capingku.
''Dikau memang tidak mempunyai nama, bukan"''
Golok Karat bertanya setelah kami berada di jalan.
''Betul.'' ''Pemilik kedai itu bertanya siapakah dikau, kukatakan
kepadanya dirimu tidak bernama, lantas ketika dia bertanya
dari mana asalmu dan kujawab seperti dikau katakan
kepadaku bahwa dikau berasal dari Ho-ling. Ketika dia
bertanya tentang tujuan perjalananmu, kujawab kita berdua
ternyata searah, ingin berguru ilmu silat kepada Mahaguru
Kupu-kupu Hitam.''
Dalam dunia persilatan, pengakuan ingin berguru atau
mencari guru bukanlah sesuatu yang mengherankan, dan
mengucapkannya di depan orang lain tidak dianggap sebagai
kesombongan melainkan kerendahan hati. Bahkan juga bagi
orang awam, pengakuan semacam itu dihargai tinggi, apalagi
jika diketahui seseorang telah me lakukan perjalanan yang
sangat jauh untuk menambah pengetahuan. Termasuk untuk
belajar ilmu silat.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Namun perasaanku tentang pemilik kedai ini tidak seperti
itu. Aku ingat kembali, bagaimana pemilik kedai itu segera
berbicara kepada anak perempuannya setelah berbicara
dengan Golok Karat, dengan cara berbisik cepat, sebelum
akhirnya anak perempuannya itu menghilang. Aku memang
mengerahkan ilmu Mendengar Semut Berbisik di Dalam Liang
sehingga meski berbisik suara keduanya dapat kutangkap
dengan jelas, yang tentu saja tiada berguna karena aku tidak
mahir herbahasa Tibet.
Mungkinkah aku terlalu dipengaruhi pengalaman, bahwa
kedai merupakan tempat terbaik bagi seorang mata-mata
untuk menjaring keterangan, terutama dengan menyamar
sebagai pemiliknya" Jika aku sendiri juga mengandalkan kedai
sebagai salah satu tempat menjaring keterangan, mengapakah aku tidak harus berpikir bahwa pemilik kedai ini
sama seperti pemilik kedai Si Cerpelai di lautan kelabu gunung
batu, yang ternyata memang bukan sembarang pemilik kedai"
Pikiran ini hanya menggangguku selintas sepuluh hari yang
lalu, karena setelah itu perhatianku tersita oleh cerita Golok
Karat yang rupanya dengan atau tanpa arak, sangat suka
berbicara. Ini menguntungkan untuk mengurangi kebosanan
dalam perjalanan, tetapi sangat melelahkan dalam perjalanan
naik turun gunung yang terjal. Betapapun aku merasa
beruntung, karena sedikit demi sedikit aku diajarinya bahasa
Tibet. ''Orang Tibet selalu menganggap Negeri Atap Langit
sebagai musuhnya. Di daerah perbatasan, meski berada di
wilayah Negeri Atap Langit, orang Tibet tidak mengakui
kekuasaan Negeri Atap Langit, antara lain dengan tidak sudi
menggunakan bahasanya,'' kata Golok Karat, ''jadi akan
sulitlah bagi dikau jika hanya mengandalkan bahasa Negeri
Atap Langit.'' Golok Karat juga tidak lupa menjelaskan perihal bagaimana
ajaran Buddha telah ditafsirkan oleh aliran T ibet.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
''SEKITAR 747,'' katanya, ''jadi 52 tahun lalu masuklah Guru
Padma-Sambhava dari Jambhudvipa, tepatnya dari Benggala,
dan mengajarkan Tantrayana kepada khalayak menghendaki
bimbingan kesukmaan, dan menurut ajaran ini jiwa dan dunia
tidak terpisahkan, sehingga seseorang hanya perlu melihat ke
dalam diri jika ingin menemukan kebenaran.
''Di antara semua aliran, Tantrayana termasuk yang paling
sulit dimengerti dan paling sering salah ditanggapi, terutama
bukan hanya karena penerapan yang salah, dalam dugaan
maupun kenyataan, yang berasal dari bentuk tanpa budi adat
Hindu akhir, tetapi juga karena kitab-kitabnya, seperti Hevajra
Tantra, tidak bisa dipahami kecuali dari sudut pandang
pengalaman yoga.
''Apalagi kitab-kitabnya juga tertulis dengan istilah
tersendiri, bahasa dengan makna ganda, dan kesepakatan
rahasia, bersama dengan gambar-gambar dan lambang
seperti mandala, atau lingkaran kemenangan, yang
menampilkan kembali, antara lain, keseimbangan daya lelaki
dan perempuan.''
Saat itu, sedikit banyak aku sudah mendengar tentang
Hevajra Tantra disebut-sebut para bhiksu di Mataram, tetapi
belum pernah sempat mempelajarinya.
Golok Karat menjelaskan semua itu sambil mendaki gunung dengan cepat,
membuatku tergeleng-geleng dengan tenaga kasarnya yang
luar biasa. ''Dengan tergolong sebagai Mahayana, Tantrayana terbagi
menjadi dua aliran, yakni Tangan Kanan dan Tangan Kiri,''
katanya lagi, ''jika yang pertama mengandalkan filsafat
Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pengembangan Iddhis atau daya jiwa adiwajar, maka yang
kedua disebut menekankan penerapan sanggama sebagai
sesuatu yang penting.
''Namun hati-hati menafsirkan Tantrayana, karena bahasanya adalah Bahasa Senja atau Sandhyabhasa, yang
maksudnya selain melindungi ajaran dari pengintaian
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kelompok-kelompok tertutup lain maupun penyalahgunaan
yoga, juga justru diciptakan karena bahasa biasa diandaikan
tak mampu menyatakan pengalaman kesukmaan. Sanggama
dalam Tantrayana menggantikan keberlangsungan
pencerahan, penyatuan lelaki dan perempuan, yang
merupakan unsur upaya, yakni kebertindakan lelaki dan
prajna, yakni penerimaan perempuan, menyarankan keberlangsungan yang mengetahui atau Buddha yang
menyatu dengan pengetahuannya.
''Jadi sosok lelaki dan perempuan di sini jangan dilihat
sebagai sosok manusia, melainkan perlambangan yang
mewujudkan pengalaman dan pandangan dalam dhyana.''
Namun seperti yang terjadi di Yavabhumipala, banyak
orang berlindung di balik kesalahan menafsirkan Tantrayana,
untuk memuaskan kehendak berahinya sendiri. Antara salah
mengerti, tidak ingin mengerti, dan sengaja tidak mengerti,
dikaburkan oleh tujuan dan kehendak serbaduniawi. Di
berbagai tempat sejumlah kelompok berhasil mengumpulkan
banyak orang yang menjadikan sanggama sebagai tujuan
hidupnya, yang merasa mendapat pembenaran oleh ajaran
tentang peleburan daya upaya dan prajna, yang sebetulnya
menjadikan sanggama hanya sebagai perlambangan sahaja.
Kesalahan yang dinikmati dan tersebar sebagai kabar angin,
yang sungguh memberi gambaran keliru tentang Tantrayana.
Menurut Golok Karat, Padma-Sambhava mendirikan aliran
Nyingma dalam Buddha, yang sebetulnya merujuk kepada
aliran Yogacara di Jambhudvipa. Hmm. Yogacara lagi, aliran
yang pernah kuduga, karena tidak memiliki bukti apapun,
sama-sama dipelajari Penjaga Langit dari Perguruan Shaolin
dan Pemangku Langit dari Kuil Pengabdian Sejati, ketika
keduanya berguru di Nalanda. Tentu aku belum lupa betapa
pendekatan para bhiksu yang bersilat, dengan acuan kepada
pengalaman langsung dalam mencapai pencerahan, yang
disebut Chan, sangatlah berbeda dengan pendekatan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Yogacara yang mengandalkan ketenangan dan penglihatan
dalam dhyana. Penyebutan kembali Yogacara membuatku merasa wajib
menuntaskan tanda tanya di kepalaku, sehububungan dengan
bisikan Pemangku Langit waktu itu kepadaku sebelum
berpura-pura mati. Ya, aku pernah membaca perihal Y ogacara
dari salah kitab salinan berbahasa Jawa dari peti kayu yang
kutinggalkan di Desa Balingawan itu. Disebutkan bahwa
Asanga dan Vasubandhu semula termasuk dalam suatu
keluarga Brahmana dari Purusapura di Gandhara sekitar
empat ratus tahun lalu, yang berasal dari aliran Sarvastivada.
Asanga, yang merupakan murid Maitreyanatha, pendiri aliran
Yogacara atau Vijnanavada, menjadi pemikir utama aliran itu
dan mengajak adiknya bergabung.
YOGACARA, meski berhaluan Mahayana, dalam beberapa
hal berbeda dari pendekatan Jalan Tengah atau Madhyamika,
yang membedakan bukan adanya dua kebenaran atau
pengetahuan seperti Nagarjuna, melainkan tiga, dan yang
ketiga itu disebut Kesalahan yang Baik. Dapat dikatakan jika
Madhyamika itu tidak merasa ada yang kurang jika tidak ada
kebenaran, maka bagi Yogacara kebenaran itu harus
dimutlakkan dalam pikiran, karena mengandalkan yang
disebut pikiran langit atau alaya-vijnana, yang berisi segenap
gejala semesta dalam pengungkapan berlangsungnya perubahan terus menerus yang abadi. Dunia teramati
dipikirkan sebagai diisi seluruhnya oleh berkas pikiran, dan
khayalannya, yang disebabkan oleh pengabaian, yang
menggambarkan semesta luar.
Dengan penjelasan semacam ini, Tantrayana yang bahasa
penjelasannya serba rahasia, memang tampak membedakan
diri dengan berbagai aliran Buddha lain yang justru
menggunakan bahasa penalaran untuk memperkenalkan
pemikiran masing-masing sejelas-jelasnya. Maka bagaimana
caranya aliran Tibet yang disebut terujukkan kepada Y ogacara
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
itu kemudian menjadi Tantrayana yang diselimuti bahasa
rahasia" (Oo-dwkz-oO) KAMI mendaki dan kami menurun, dan setelah menurun
kami mendaki lagi. Masih lama lagi mencapai sumber air
panas di kaki Gunung Gaoligong, karena Gongshan saja belum
kami lewati. Perjalanan kami sungguh mengharukan sebagai
orang yang mencari ilmu, karena memanglah dari sudut
pandang awam pastilah berat sekali. Sedemikian pentingnyakah ilmu itu, sehingga segala derita dan
marabahaya harus ditempuh untuk mendapatkannya"
Benarkah ilmu itu berada di atas segalanya" Mahaguru
Kupu-kupu Hitam telah mendapatkan ilmunya dengan jalan
mencuri, dan karena itu meski belum terkalahkan sampai
sekarang, sebetulnya telah mempelajari K itab I lmu Silat KupuKupu Hitam dengan semangat keliru, yakni hanya ingin
menguasai tanpa menghayati, sehingga tidak diperhatikannya
betapa kitab itu tidak mungkin dipelajari dengan sempurna
tanpa dilengkapi Pengantar dan Cara Membaca Kitab Ilmu
Silat Kupu-kupu Hitam. Bahkan, meski tanda-tandanya belum
kelihatan, berdasarkan peringatan yang terdapat pada Kitab
Ilmu Silat Kupu-Kupu Hitam maka tanpa pengantar ilmu itu
akan berbalik menghantam yang belajar itu sendiri. Setidaktidaknya menjadi gila, dan karena itu akan membingungkan
murid-muridnya. Bukan tidak mungkin murid-murid itu akan
menjadi gila pula seperti gurunya. Setidak-tidaknya itulah
cerita Mahaguru Kupu-kupu yang kuingat kembali.
Tahukah Golok Karat soal ini" Tentu tidak. Namun
bagaimana cara memberitahukan" Di satu pihak diriku
berperan sebagai seorang pencari ilmu yang datang dari jauh
untuk berguru, di pihak lain aku adalah seorang penyusup
yang datang dengan tujuan mencuri kitab dengan segala cara,
dan bilamana perlu membunuhnya, karena aku datang atas
dasar penyanderaan. Seandainya hanya soal Mahaguru KupuTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kupu Hitam yang menjadi masalah, menantangnya bertarung
adalah cara terbaik bagiku, tetapi yang dibutuhkan adalah
mencuri Kitab Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam, dan dalam hal itu
pertarungan bukanlah jalan keluar. Dalam dunia persilatan,
kitab ilmu silat dianggap lebih penting daripada nyawa
manusia. Nyawa boleh hilang, tetapi kitab ilmu silat tidak
boleh jatuh ke pihak lawan. Akan sangat sulit kedudukanku
jika Mahaguru Kupu-kupu Hitam terbunuh olehku, tetapi K itab
Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam tidak bisa ditemukan.
Golok Karat masih melangkah dengan gagah. Tanpa ilmu
meringankan tubuh, harus kuakui tenaga kasarnya besar
sekali. Dalam hal itu Golok Karat tergolong orang awam, tetapi
yang di antara orang awam pastilah luar biasa. Kami
melangkah di puncak-puncak Pegunungan Hengduan dan
tidak pernah turun kembali semenjak naik ke puncak Gunung
Laowo sampai nanti ke puncak Gunung Gaoligong. Artinya
kami turun hanya karena puncaknya merendah, dan naik lagi
karena puncak berikutnya memang lebih tinggi.
Di atas kami hanya langit, dan selalu berada di tempat
tertinggi, seolah mega-mega bisa disentuh jika kami angkat
tangan kami. "Lihat, kita berada di tempat tertinggi di dunia," kata Golok
Karat sambil mengangkat kedua tangannya.
Lantas ia menangkupkan tangan di depan mulut dan
berteriak. "Hoooooooiiiiiiiiiiiiiiii!"
Cuaca terang, matahari bersinar terang, dipantulkan oleh
lapisan-lapisan salju tipis. Suara itu pasti sampai ke manamana dan siapapun yang mencari arah suaranya pasti akan
melihat kami. Berteriak seperti itu, dalam dunia persilatan,
sebetulnya merupakan tindakan yang gegabah. Namun tidak
kuingkari betapa suasananya memang membuat siapa pun
ingin berteriak bebas.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Golok Karat melihat kepadaku sambil tersenyum lebar. Di
balik bulu-bulu wajahnya yang lebat dan tubuhnya yang tinggi
besar, tampak betapa sebetulnya ia masih cukup kekanakkanakan. Ia tidak lagi membawa buntalan goloknya dalam
buntalan, melainkan menyorenkannya seperti seorang anak
bermain pendekar. Golok itu besar, mungkin golok paling
besar yang pernah kulihat, dan golok itu pun tanpa sarung
dan memang berkarat, hanya dikunci ujung dan gagangnya
oleh sebuah cincin bertali kulit, sehingga tampak seperti besi
tua diselempangkan. Agaknya dari sanalah ia mendapatkan
namanya, atau ia namakan dirinya sendiri seperti itu.
Betapapun, usahanya mencari guru sampai bersusah payah
seperti ini, mengingat di Changian pun sudah banyak
perguruan gong fu terkenal, telah menimbulkan kekagumanku. Orang awam menikmati dunia persilatan
sebagai dongeng, tetapi kenyataan yang sungguh-sungguh
berat dijalani Golok Karat dengan hati riang.
Bila siang kami melangkah tanpa henti, bila malam kami
mencari gua untuk beristirahat. Dengan cara awam, aku tidak
bisa melenting dengan ilmu meringankan tubuh dan
berkelebat mendahului angin, sehingga ini menjadi tantanganku yang lain dalam penyamaran. Seperti ketika
berlangsung kejadian berikut, ketika setelah sepuluh hari kami
sampai juga ke puncak Gunung Gaoligong. Saat itulah
menukik berbagai sosok dari angkasa menyambar kami
berdua. "Awas! Penyamun terbang!"
Golok Karat berteriak sambil menghunus senjatanya. Aku
menengok ke atas dan tanpa kami ketahui darimana
datangnya ternyata langit sudah penuh dengan para
penyamun terbang. Aku teringat bagaimana Golok Karat telah
berteriak mengungkapkan keriangannya mencapai puncak dan
kini kami harus menerima akibatnya. Seperti di puncak tiang
kapal selalu ada pengawas cakrawala, maka kemudian akan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kuketahui betapa di kalangan gerombolan penyamun terbang
selalu terdapat seorang pembaca angin, yang dapat
mengetahui apakah dari segala tempat yang dilewati angin itu,
dalam jarak tertentu, terdapat sesuatu yang dapat mereka
mangsa. Rombongan pengangkut beban barang-barang
adalah sasaran empuk yang mereka nanti-nantikan.
Namun para penyamun terbang melakukan pembacaan
angin, sebetulnya juga untuk menghadapi ancaman yang
mungkin saja datang membasmi mereka, yang bisa datang
dari para pemukim dari suku Lisu, Naxi, Han, dan Y i, maupun
pasukan Negeri Atap Langit yang bertugas membersihkan
perbatasan dari para pengacau liar seperti para penyamun
terbang ini. Adapun karena dengan pasukan yang besar pun
tugas mereka tidak pernah berhasil di daerah pegunungan
salju ini, maka pemerintah Negeri Atap Langit kemudian lebih
sering mengutus kelompok kecil pengawal rahasia yang hanya
terdiri dari lima sampai tujuh orang, atau bahkan menyewa
orang-orang bayaran, untuk memusnahkan atau setidaknya
membakar pemukiman para penyamun itu.
Memang pernah terjadi betapa para penyusup dalam
kelompok kecil ini berhasil mengacaubalau, mengobrakabrik,
dan membakar pemukiman para penyamun terbang ini,
bahkan terutama membakar dan menghancurkan segenap
peralatan serta perlengkapan terbangnya, meskipun para
penyusup itu sendiri pada akhirnya juga ditewaskan.
Pengalaman ini membuat para penyamun mengatur
penjagaan dan pengawasan wilayahnya setiap saat, juga pada
saat matahari terang benderang seperti ini, dalam lingkup
wilayah yang sangat luas, yang hanya bisa dilakukan me lalui
pembacaan angin. Kukira kami berdua, dan terutama karena
Golok Karat menyoren pedang telanjang seperti itu, dicurigai
sebagai penyusup yang jika dugaannya keliru pun tidak
masalah untuk tetap dimusnahkan.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Maka mereka pun datang beterbangan dalam jumlah besar,
tentu karena pengalaman mengajarkan, betapa kelompok kecil
yang dikirimkan jauh lebih berbahaya dari kepungan pasukan
berjumlah besar. Pengawal rahasia istana ataupun orang
Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
orang bayaran dari perkumpulan rahasia dengan ilmu s ilat dan
kemampuan tempur yang tinggi jelas lebih lincah daripada
pasukan besar di wilayah yang alamnya berat seperti ini.
"Awas!"
Aku berteriak sambil menangkiskan timpukan gada yang
datang dari atas dan hampir saja meremukkan kepala Golok
Karat dengan tongkat kayu siong itu. Dalam waktu singkat
para penyamun itu berlesatan dari atas menyambar-nyambar.
KEPAK perlengkapan terbang mereka terdengar mengerikan, tetapi bahaya yang sebenarnya justru akan
datang dari mereka yang berselancar di atas angin tanpa
suara dan melesat dengan kecepatan luar biasa. Kami
menangkis sebisa-bisanya, tetapi kemudian hanya bisa
berguling dan bertiarap, sementara para penyamun terbang
menyambar dari angkasa silih berganti dengan senjata-senjata
terhunus mereka.
Dalam keadaan biasa aku bisa melenting-lenting di atas
tubuh mereka, bahkan bergerak lebih cepat dari cepat untuk
mendahului mereka, tetapi kuingatkan diriku terus menerus
bahwa aku sedang berada dalam kedudukan menyamar. Jika
aku menunjukkan tanda-tanda yang hanya terdapat dalam
dunia persilatan, seperti menggunakan ilmu meringankan
tubuh, menghantam dengan tenaga dalam, atau berkelebat
lebih cepat dari kilat, maka jelas penyamaranku akan terbuka.
Kepada Golok Karat aku terlanjur mengaku sebagai
pengembara awam, yang datang jauh-jauh dari suatu tempat
bernama Ho-ling hanya untuk belajar ilmu silat kepada
Mahaguru Kupu-kupu Hitam. Artinya aku harus bersikap
seperti itu pula menghadapi serangan para penyamun
terbang. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Jika aku berkelebat ke atas punggung-punggung mereka
misalnya, dan mendorongkan pukulan Telapak Darah, bukan
saja Golok Karat akan menjadi bertanya-tanya tentang siapa
sebenarnya diriku, yang sudah cukup menimbulkan pertanyaan dengan tidak memiliki nama, tetapi juga beritanya
akan segera tersebar ke mana-mana, sebagaimana setiap
persilatan yang menjadi dongeng di dunia awam. Apabila
beritanya sampai pula kepada Mahaguru Kupu-kupu Hitam,
maka akan gagal pula diriku masuk ke dalam perguruannya
sebagai murid, dan pupus pula harapanku untuk mencuri K itab
Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam sebagai syarat pembebasan Yan
Zi dan Elang Merah.
Maka dengan membatasi diri pura-pura berilmu silat tak
lebih dari Golok Karat, menghadapi para penyamun terbang
yang sangat mahir melakukan sambar menyambar dari
angkasa itu, kami menjadi sangat terdesak. Mereka berkelebat
dengan penuh perhitungan, bahwa jika kami menghindari atau
menangkis suatu serangan, akan terdapat serangan lain pada
saat yang sama dari arah berbeda. Jika mengikuti aturan,
yakni bahwa hanya bisa mengandalkan ilmu silat Golok Karat,
kurasa kami tidak akan dapat bertahan. Sepintas lalu sempat
kupikirkan, bahwa aku bisa saja bergerak secepat kilat tanpa
terlihat, tetapi lantas bersikap seperti tidak tahu menahu
betapa lawan sudah bergelimpangan, tetapi segera kusadari
betapapun itu berarti membuka samaran sendiri.
Bukan berarti dengan ilmu silat tanpa tenaga dalam kami
tidak bisa melakukan perlawanan. Golok Karat yang tinggi
besar dan golok berkaratnya sungguh besar itu sangat pandai
membuat gerak tipu. Sepertinya ia menyerang dan ditangkis,
tetapi saat lawan menangkis sambil me layang di udara
ternyata tiada apapun yang ditangkisnya, karena golok
berkarat itu telah membelah tubuhnya. Darah berhamburan di
mana-mana di atas hamparan salju. Tenaga kasar Golok Karat
sangatlah besar. Bagaikan jagal ia membabat ke sana kemari
membuat hamparan salju putih menjadi merah. Begitu besar
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tenaga kasarnya, sehingga bahkan ketika tertangkis pun maka
penyamun terbang itu bisa terpental ke angkasa lagi, dan
jatuh terjerembab dengan peralatan terbang yang rusak.
Akulah yang akan menyambut mereka yang jatuh dengan
ayunan dahan siong yang kupegang dua tangan, agar ketika
mengenai kepala mereka yang berada di bawah dalam
kejatuhannya dan mengakibatkan kematian, tiada akan
menimbulkan keheranan.
Para penyamun ini rupanya sudah sangat menguasai
peralatan terbang mereka, sama seperti seekor burung yang
memiliki sayapnya. Papan luncur mereka bagaikan menyatu
sebagai bagian telapak kakinya, dan mereka mampu
berselancar di udara bagaikan hatinya mampu mengendalikan
segala arah gerak mereka. Setiap kali serangannya gagal, para
peselancar angin ini bisa berbalik lagi seperti papan luncurnya
itu berada di atas puncak ombak, untuk kembali meluncur dan
menyerang. Demikianlah kami membabat dan membabat,
darah terus menciprat, dan sesekali sempat pula diriku
tersambar dan terbawa ke udara, dengan maksud dilemparkan
dari udara, tetapi segera kulicinkan kulit tanganku dengan
ilmu belut, supaya pegangannya seperti terlepas tanpa
sengaja dan aku melayang jatuh dari tempat yang tidak terlalu
tinggi. Namun para penyamun terbang ini tidaklah terus menerus
menghantarkan nyawa. Setelah saling memberi tanda, sekitar
tiga puluh orang yang masih hidup dari limapuluh penyamun
hanya terbang berputar-putar tanpa menyerang, sebelum
turun mengepung kami. Aku dan Golok Karat berdiri dengan
beradu punggung ketika mereka semua akhirnya mendarat,
melingkari kami, dan maju perlahan-lahan.
GOLOK berkarat yang dipegang Golok Karat itu tampak
menghitam karena bersimbah darah, aku memegang tongkat
pengembara dahan siong itu sewajar-wajarnya, agar tidak
tampak seperti memiliki tenaga dalam. Maklumlah, biasanya
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
ch'i itu mengalir sendiri sesuai dengan kebutuhannya, tetapi
kali ini aku justru harus menahan-nahannya, termasuk pada
saat bahaya mengancam dan sangat membutuhkannya.
Mereka tidak juga maju menyerang, padahal kami telah
terkepung. Namun kedudukan kami yang berada di puncak,
dalam terang matahari seperti ini, sebetulnya cukup bagus.
Mengingatkan diriku kepada Sun Tzu:
di medan yang curam
jika kita lebih dulu mendudukinya
dudukilah tempat yang tinggi letaknya
banyak sinar mataharinya
dan nantikanlah kedatangan musuh;
jika musuh lebih dahulu mendudukinya,
janganlah kita kejar,
melainkan tinggalkan
dan jauhilah dia
Jadi meskipun kedudukan kami terkepung, memang benar
kami sulit diserang, bahkan setiap penyerang seperti
mengantarkan nyawa. Meskipun begitu kedudukan kami
hanya bagus jika diserang. Begitulah kami tidak diserang dan
kami juga tidak menyerang.
(Oo-dwkz-oO) Episode 198: [Sesosok Bayangan dari Angkasa]
Para penyamun terbang ini mungkin tidak berbicara dalam
bahasa Negeri Atap Langit, tetapi ilmu perang Sun Tzu tentu
merupakan satu-satunya ilmu perang yang barangkali saja
dalam bentuk kitab terjemahan bahasa Tibet beredar di
wilayah ini. Sun Tzu menulis kitab Seni Perang pada Masa
Musim Semi dan Musim Gugur, setidaknya 1200 tahun
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sebelum masa Wangsa Tang sekarang ini. Tidak aneh jika
para panglima pasukan tentara Kerajaan Tibet sebagai musuh
bebuyutan Negeri Atap Langit merasa wajib menguasainya
pula dari kitab terjemahan berbahasa Tibet, dan dari sini
hanya soal waktu untuk mencapai pedalaman, untuk dibaca
atau dibacakan kepada setiap orang yang merasa
berkepentingan menguasai siasat atau seni perang.
Demikianlah para penyamunterbang ini tidak maju
menyerang meski telah melakukan kepungan. Golok Karat
mengambil kesempatan ini untuk berbicara dalam bahasa
Tibet. Aku yang telah diajarinya berbahasa Tibet sepanjang
perjalanan tentu susah payah berusaha menangkap
perbincangannya, tetapi dapat juga kuperkirakan maksudnya.
''Kami bukan pedagang yang membawa banyak barang
berharga,'' katanya, ''tidak ada gunanya merampok kami yang
miskin ini.'' Kepala penyamun yang hampir seluruh tubuh dan
kepalanya tertutup bulu tebal itu mendengus, matanya
menatap dengan tajam.
''Oh, kami tentu saja bisa membedakan antara pedagang
kaya dan pengembara miskin gelandangan seperti kalian,''
katanya. ''Jadi apalagi yang mesti membuat kalian mesti menahan
kami di sini,'' tukas Golok Karat, ''teman-teman kalian mati
dengan adil, mereka menyerang kami dan kami harus
membela diri.''
Kepala penyamun itu meludah.
''Hmhh! Bahasa pendekar! Kami penyamun, tidak peduli
dengan keadilan mana pun...''
''Jadi kenapa kalian menyerang kami yang tidak berurusan
dengan kalian"''
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
''Tidak berurusan dengan kami" Apa yang kalian kerjakan di
wilayah ini"''
Golok Karat menghela napas.
''Apa yang kalian curigai dari kami" Kami bermaksud
mencari Mahaguru Kupu-Kupu Hitam.''
HAMPIR serentak para penyamun ini mengangkat
senjatanya, seperti siap untuk bertarung kembali.
''Mencari Mahaguru Kupu-kupu Hitam" Untuk apa"''
Golok Karat cepat sekali menjawab dengan mantap.
''Kami datang dari jauh untuk belajar ilmu s ilat.''
Mendadak kepala penyamun untuk menunjuk kami dengan
goloknya. ''Penyusup! Tangkap mereka!''
Aku belum tahu apa yang akan mereka lakukan ketika
suatu jala yang liat tiba-tiba saja sudah menangkupi kami.
Mereka sudah biasa melakukan penangkapan dengan jala
seperti ini rupanya. Dengan tarikan serentak, kami seperti
sudah terkurung dalam karung.
''Belajar silat kalian bilang" Mahaguru Kupu-kupu Hitam
tidak pernah menerima murid. Siapa pun yang mengaku ingin
menjadi murid selama ini, pada akhirnya selalu mencuri kitab
dan mati digantung.''
Golok Karat mengayunkan goloknya berusaha membedah
jala liat ini, tetapi jangankan terbedah, tergores pun tidak
sama sekali. Tidak ada lagi yang dapat kulakukan dengan
masih berpura-pura menjadi seorang awam seperti sekarang.
''Kami benar-benar ingin berguru!'' Golok Karat berteriak
dengan marah dari dalam jala, ''Siapa kalian yang ikut
mencampuri urusan kami"''
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
''Mencampuri" Semua hal yang berhubungan dengan
Mahaguru Kupu-kupu Hitam adalah urusan kami! Kalian akan
kami tawan dan hadapkan kepada Mahaguru Kupu-kupu
Hitam! Janganlah menyesal bahwa pikiran mencuri Kitab Ilmu
Silat Kupu-kupu Hitam itu pernah berada di kepala kalian!''
Siapakah orang-orang ini" Jika mereka memang para
penyamun terbang seperti mereka akui sendiri, dan Mahaguru
Kupu-kupu Hitam memang tidak pernah menerima murid,
apakah hubungan di antara mereka" Aku hanya teringat cerita
Mahaguru Kupu-kupu tentang adik seperguruan yang juga
adik kandungnya itu, bahwa tanpa Pengantar dan Cara
Membaca Kitab Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam maka ilmu silat
yang dipelajarinya langsung dari Kitab Ilmu Silat Kupu-kupu
Hitam akan memberikan pengaruh buruk. Dalam hal
Mahaguru Kupu-kupu Hitam, menurut kakaknya itu, ia menjadi
kejam sekali, yang menjadikan pembunuhan sebagai
kesenangan, dan bukan kesepakatan terhormat dalam
pertarungan antara para pendekar.
Mungkinkah pengaruh buruk itu adalah menjadi semacam
pelindung dari para penyamun" Bukanlah cerita baru jika
seseorang yang semula menjadikan penguasaan ilmu silat
sebagai tujuan hidupnya, kemudian juga tergoda untuk
menikmati kesenangan memiliki harta benda, kekuasaan, dan
wanita... Mereka sedang berusaha meringkus dan mengangkut diri
kami seperti babi hutan tangkapan, ketika dalam keadaan
terkapar, di antara lubang-lubang tali temali jala, kulihat dari
angkasa sesosok bayangan meluncur di atas bentangan kulit
selancar ke arah kami.
Bayangan ini berkelebat sebagaimana layaknya pendekar
silat. Sepuluh orang terpental seketika, ke udara maupun
menggelinding ke bawah terguling-guling di atas salju
menuruni tebing untuk akhirnya melayang ke jurang, dengan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
luka sayatan pedang di dada maupun pukulan ke dada yang
membuat korbannya memuntahkan darah.
Pertarungan berlangsung cepat diiringi teriakan-teriakan,
mungkin makian, berbahasa Tibet yang tidak kumengerti.
Pedangnya berkelebat cepat berkilat-kilat dalam cahaya
matahari membuat lawan-lawannya kebingungan apakah yang
berkilat menyambar itu pantulan cahaya dari pedang ataukah
pedang itu sendiri, dan tentu saja kesadaran akan terlambat
dalam pertarungan dengan gerak berkelebat serba cepat,
amat sangat cepat, bagaikan tiada lagi yang bisa lebih cepat,
sehingga barangkali baru akan tiba hanya ketika nyawanya
lepas dan melihat tubuhnya ambruk ke atas salju sambil
menyemburkan darah.
Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sepuluh orang lagi tewas dan kini tinggal sepuluh orang
lagi mengepungnya. Sekarang terlihat jelas sosok yang tiba
dari angkasa dengan alat selancar angin yang terbuat dari
bentangan kulit itu. Tentu saja aku dan Golok Karat terkejut.
''Lihat! Anak pemilik kedai!''
Memang, dialah anak perempuan pemilik kedai itu! Baru
kuperhatikan betapa busananya memang ringkas seperti
pesilat. Rambutnya seperti dipotong dengan tutup batok di
atas kepalanya, bagaikan tirai melambai-lambai menutupi
dahi. Mereka saling bertukar kata dengan cepat, sehingga
dengan pengetahuan bahasa Tibet yang masih amat sedikit
aku tidak bisa mengikutinya sama sekali.
"IA mengusir mereka," kata Golok Karat, "bahkan
mengancam akan membunuhnya jika melihat mereka masih
berkeliaran lagi."
Perempuan pendekar itu masih sangat remaja, tapi kulihat
nyalinya besar sekali. Ia tampak memainkan pedangnya dalam
suatu jurus yang indah, untuk berhenti dalam suatu kudakuda yang menunjukkan betapa dirinya siap untuk bertarung
kembali. Namun para penyamun yang sudah penuh dengan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
luka pada tubuhnya itu, tampaknya justru menghindari
pertarungan sampai mati. Seperti juga telah diakui sendiri,
tentang kehormatan para pendekar mereka tidak peduli.
Mereka lantas melangkah pergi tanpa bisa terbang lagi. Alat
dan perlengkapan mereka sebagian telah rusak dalam
pertarungan, dan karena mereka tidak menguasai ilmu
meringankan tubuh maka perlengkapan terbang mereka tidak
dapat digunakan berboncengan.
Ia mengarahkan pedangnya ke arah jala yang meringkus
kami dan seketika terpotong-potonglah jala itu terkulai ke
samping. Kami berdua bangkit dan menjura. Golok Karat yang
berbicara dengan bahasa Tibet bukan sebagai bahasa ibu,
masih bisa kuikuti kata-katanya.
"Kami berdua pengembara lata mengucapkan terima kasih
sedalam-dalamnya kepada Puan Pendekar yang mulia atas
terselamatkannya nyawa," ujar Golok Karat, "sudilah kiranya
memberikan kepada kami sekadar kehormatan untuk
mengenal nama. Kami yang bodoh juga mohon maaf karena
telah menjadi buta dan tidak mampu mengenali pelayan kedai
sebagai pendekar perkasa."
Bahasa Tibet yang dikuasai Golok Karat sebenarnya tidak
sebaik yang kupikir, mungkin itulah yang membuat
perempuan pendekar remaja itu merasa lebih baik berbicara
dalam bahasa Negeri Atap Langit saja!
Jadi ia sebetulnya mengerti! Begitu juga tentunya pemilik
kedai yang menjadi ayahnya itu! Bukankah di kedainya waktu
itu, ketika aku berbicara kepadanya dalam bahasa Negeri Atap
Langit, ayahnya itu bersikap seperti tidak mengerti, sehingga
Golok Karat yang menyampaikan maksudku dalam bahasa
Tibet" "Ah, Paman! Janganlah terlalu berlebihan! Sudah
semestinya kita sesama manusia saling tolong menolong!"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Perempuan pendekar itu seperti masih berumur 19 tahun.
Namun aku mengingatkan diriku sendiri bahwa di pelosok
seperti ini seseorang terpaksa menjadi dewasa lebih cepat dari
seharusnya. "Daku mendengar dari pemilik kedai itu...," katanya.
Berarti pemilik kedai itu bukan ayahnya! Aku mulai
menangkap sesuatu yang sebetulnya telah menjadi firasatku.
"...bahwa kalian adalah pengembara yang bermaksud
mempelajari ilmu silat dari Mahaguru Kupu-kupu Hitam, dan
kami tahu betapa jalan ke sana sangatlah berbahaya. Bukan
saja karena keadaan alamnya yang kadang-kadang menjadi
sangat berat, tetapi juga karena kami tahu para penyamun
terbang berkeliaran di s itu."
Tentu saja ia belum mengatakan semuanya. Namun betapa
tiada terduga segenap perbincangan yang akan kudengar
berikutnya. "... tetapi sebetulnya daku ingin menyampaikan hal lain."
Golok Karat kembali menjura sembari menunduk dalam.
"Dan apakah kiranya itu wahai perempuan pendekar yang
perkasa?" Perempuan muda remaja itu tertawa.
"Sudahilah basa-basi ini Golok Karat," katanya, "daku biasa
dipanggil Pedang Kilat."
Golok Karat mengangkat kepalanya dengan tersentak,
matanya memandang dengan terpesona.
"Jadi Puan kiranya Pedang Kilat yang sangat tersohor itu!
Alangkah beruntungnya nasib kami! Diselamatkan dan
bertemu muka dengan pendekar ternama pula!"
Kiranya nama itu memang sesuai dengan gerakan
pedangnya yang begitu cepat seperti kilat. Namun bagiku
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
yang lebih mengagumkan justru kemampuannya untuk
menyembunyikan kependekarannya itu. Ketika perempuan
muda ini berpura-pura menjadi anak pemilik kedai yang
melayani kami, aku sama sekali tidak membaca gerakan apa
pun yang menunjukkan dirinya berkemampuan sebagai
Pedang Kilat. Dalam dunia para pendekar, tempat para petarung selalu
mencari lawan agar dapat mati dalam kesempurnaan itu,
sebuah gerakan yang menunjukkan seseorang berilmu sangat
tinggi, meskipun ia menutupinya, sudah lebih dari cukup
membuat seseorang beralasan untuk langsung menyerangnya!
Maka bagi seorang pendekar yang menghindar atau
mengundurkan diri dari dunia persilatan, menyamar dalam
dunia pekerjaan orang-orang awam saja belum cukup, karena
tanpa mampu menutupi gerakannya yang serba terlatih dari
pembacaan tajam, itu hanya mengundang tantangan, atau
lebih buruk lagi serangan takterduga yang bukan takmungkin
akan membunuhnya!
Semakin tinggi tingkat ilmu silat seseorang, semakin
mampu ia menutupinya; tetapi tentu saja semakin tinggi ilmu
silat seseorang maka semakin mampu pula ia menyingkap
ketinggian ilmu silat seseorang yang disembunyikannya.
Demikianlah dalam dunia para pendekar, pertarungan telah
berlangsung jauh sebelum para petarung memasuki
gelanggang pertarungan. Setiap langkah kaki dan setiap
gerakan tangan bagi orang berilmu adalah kitab terbuka yang
sangat jelas aksaranya.
Jadi kukira Pedang Kilat berilmu silat sangat tinggi,
sehingga diriku takdapat menyingkap penyamarannya, tetapi
masalahnya apakah Pedang Kilat mengetahui penyamaranku"
Namun kini Pedang Kilat menatap tajam kepadaku, meski ia
berbicara kepada Golok Karat.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Dengarkanlah baik-baik tentang apa yang akan daku
katakan ini," ujarnya tegas, "pikirkanlah kembali niat kalian
berguru kepada Mahaguru Kupu-kupu Hitam itu."
Golok Karat tertegun. Aku yang sebenarnya tidak
bermaksud menjadi murid, tetapi mencuri Kitab Ilmu Silat
Kupu-kupu Hitam, bersikap diam dan menunggu.
"Dan kenapakah kiranya itu, Puan pendekar?"
"Tindakkah dikau ketahui Golok Karat, bahwa Mahaguru
Kupu-kupu Hitam itu sangat kejam, dan membunuh hanya
demi kesenangan membunuh itu sendiri?"
"Daku memang pernah mendengarnya wahai Pendekar
Pedang Kilat," sahut Golok Karat, "tetapi dalam dunia
persilatan, kabar angin banyak sekali beredar, dan dalam hal
berguru, sebaiknya kabar seperti itu tidaklah terlalu perlu
diperhatikan lebih dulu."
"Itu memang benar Golok Karat, seorang murid rela
melakukan apapun demi mendapatkan ilmu dari gurunya,
tetapi ingatlah betapa tidak akan ada asap jika tidak ada api,"
kata Pedang Kilat dengan senyum tersembunyi.
Senyum tersembunyi! Aku melihatnya! Apakah perempuan
pendekar yang disebut Pedang Kilat ini hanya menguji"
"Betapapun Mahaguru Kupu-kupu Hitam itu belum
terkalahkan, wahai Pedang Kilat," kata Golok Karat yang lugu
itu menunjukkan tekadnya, "dan kepada yang tiada
terkalahkan itulah daku ingin belajar ilmu silat, di samping
ingin kupelajari pula filsafat Zhuangzi."
Golok Karat telah menunjukkan dengan tepat, bahwa hanya
pendekar yang menguasai Jurus Impian Kupu-kupu akan
menguasai pula filsafat Zhuangzi, yang mempertanyakan
apakah dirinya Kupu-kupu yang bermimpi sebagai Zhuangzi
ataukah Zhuangzi yang bermimpi sebagai Kupu-kupu, dengan
baik. Artinya tidak terbantah lagi betapa ia harus mencari
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Mahaguru Kupu-kupu Hitam yang memiliki Kitab Ilmu Silat
Kupu-kupu Hitam, dan bukan Mahaguru Kupu-kupu yang
meskipun telah mendirikan Perguruan Kupu-kupu sebetulnya
belum menamatkan seluruh isi kitab ilmu silat tersebut.
Namun Mahaguru Kupu-kupu Hitam telah mempelajarinya
tanpa Pengantar dan Cara Membaca Kitab Ilmu Silat Kupukupu Hitam. Menurut Mahaguru Kupu-kupu, inilah yang
membuat jalan pembelajarannya tersesat, dan bukannya
menjadi cendekia sebagai pendekar, melainkan menjadi
pembunuh kejam.
Alangkah sulitnya mencapai kesempurnaan!
Kukira Golok Karat tidak mengetahui latar belakang cerita
itu dan kukira Pedang Kilat juga tidak, tetapi justru yang
menjadi pengetahuan Pedang Kilat inilah yang sekarang
menjadi masalah.
"Terserahlah kepadamu jika ingin mencari kematian, wahai
Golok Karat," ujar Pedang Kilat, yang dengan pedangnya tibatiba menuding diriku, "tetapi kawanmu yang mengaku tidak
mempunyai nama ini harus bertarung melawanku!"
Golok Karat sangat terperanjat, diriku meskipun seperti
telah berfirasat pun tetap juga terperanjat. Jika aku tidak
dapat menyingkapkan samarannya sebagai orang awam,
sementara dirinya dapat mengungkap samaranku, tidakkah itu
berarti ilmu silat perempuan pendekar berusia 19 tahun ini
lebih tinggi dariku" Bagiku itu agak aneh, karena meskipun ia,
seperti namanya sebagai Pedang Kilat, mampu bergerak
secepat kilat, aku mampu bergerak lebih cepat dari kilat.
"Ia telah berusaha mengelabui kita semua!"
Pedang Kilat berkata dengan geram.
"Apa maksud Puan?"
Golok Karat ternganga sambil melihat diriku. Betapa ia tidak
akan terkejut, jika selama ini mungkin saja ia merasa telah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
menjadi pemandu dan pelindung diriku, di daerah yang
tentunya memang sangat asing bagiku"
''DAKU mengikuti kalian,'' ujar Pedang Kilat, ''sebenarnya
untuk melindungi kalian dari ancaman bahaya penyamun
terbang, sambil memperingatkan tentang apa yang akan
kalian hadapi jika tetap bersemangat untuk mencari Mahaguru
Kupu-kupu Hitam. Namun rupanya aku telah membuang
tenaga sia-sia!''
''Dan kenapakah itu Puan"''
''Golok Karat, tidakkah dikau tahu betapa nyawamu telah
berkali-kali diselamatkan oleh orang asing tanpa nama tetapi
berilmu sangat tinggi ini"''
Golok Karat semakin ternganga, menoleh kepadaku.
Pedang Kilat terus berbicara.
''Setiap kali pedang karat dikau itu membabat seorang
penyamun, sebetulnya selalu ada senjata penyamun lain yang
siap membabatmu pula, tetapi mereka selalu luput dan dikau
mengira dirimu selalu beruntung bukan" Ada yang luput, ada
yang mendadak pedangnya terpental, ada yang mendadak
terpeleset ke arah golokmu yang berayun, dan ada pula yang
mendadak tidak bergerak ketika meluncur dari atas. Tidakkah
itu sebetulnya mencurigakan"''
Golok Karat menatapku dengan pandangan tidak percaya.
''Sebetulnya ia berusaha keras untuk tetap tampak bodoh
dan segala sesuatunya berjalan seperti biasa,'' Pedang Kilat
masih mengambung, ''tetapi serangan para penyamun terbang
bukanlah sekadar serangan biasa.''
Aku harus berpikir cepat, tetapi ini sama sekali bukan soal
yang mudah. Semula sangat pentinglah bagiku mendapat
jalan masuk ke lingkaran dalam Mahaguru Kupu-kupu Hitam
untuk mendekatkan diriku kepada kitab yang harus kucuri itu,
tetapi kini terbuka kemungkinan Golok Karat memahami diriku
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sebagai orang yang akan memanfaatkannya. Artinya jalan
terbaik adalah tetap berpura-pura bodoh.
''Daku sama sekali tidak mengerti...''
Golok Karat seperti berbicara kepada dirinya sendiri.
''Dikau memang tidak mungkin mengetahuinya, Golok
Karat, karena ia sangat pandai berpura-pura, padahal
kecepatannya bergerak bukan saja lebih cepat dari pikiran,
melainkan lebih cepat dari cepat, bagaimana mungkin dikau,
dengan tingkat ilmu silat yang masih mengandalkan tenaga
kasar itu, akan bisa mengerti" Kita semua telah dikelabuinya,
wahai Golok Karat!''
Akhirnya Golok Karat menatapku.
''Benarkah wahai saudaraku yang tiada bernama, tolong
katakanlah yang sejujurnya.''
Kami telah berjalan bersama selama sepuluh hari
menghadapi keganasan alam bersama. Bukan hanya suhu
dingin luar biasa di atas gunung seperti ini, yang terutama
tentulah menjadi masalah bagiku, melainkan juga serangan
binatang buas, longsoran salju, dan terakhir kali serbuan
penyamun terbang, telah kami hadapi atas nama kehendak
mencari guru yang sama bersama-sama. Maka bukan hanya
suratan nasib sebagai dua pengembara yang disatukan
jalannya, melainkan kesamaan cita-cita mempelajari ilmu silat
yang sama itulah yang semestinya menyatukan kami lebih dari
saudara. Ia tidak layak mengalami kekecewaan begitu rupa.
Aku pun menggeleng.
''Daku tidak memiliki kemampuan semacam itu Golok Karat,
dikau pun tahu itu,'' kataku, ''daku tidak mengerti apa yang
dikatakan Puan Pendekar ini!''
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Pedang Kilat mendadak berkelebat, meski aku mampu
melihatnya sebagai gerak yang sangat lambat. Betapapun aku
Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bersyukur, karena bukan di kedai itulah Pedang Kilat mampu
menyingkap penyamaranku, ketika aku tidak mampu
mengungkap penyamarannya, melainkan dalam pertarungan
melawan para penyamun terbang itu.
Benarkah yang dikatakan Pedang Kilat, bahwa diriku secara
tersembunyi telah membantu, bahkan menyelamatkan nyawa
Golok Karat, dan ketika itulah Pedang Kilat dapat membaca
gerakanku"
Sebetulnya tidak, ketika kami bertarung melawan para
penyamun terbang itu, bukan saja Pedang Kilat takterlihat,
dan bahkan takmungkin mengikuti kami tanpa kuketahui,
mengingat ilmu silatnya yang tidak akan lebih tinggi dari ilmu
silatku; tetapi juga aku tidak pernah memainkan ilmu silat
lebih tinggi dari ilmu silat Golok Karat, yakni ilmu silat tanpa
tenaga dalam. Namun memang jangan terlalu cepat menilai
rendah ilmu silat dengan tenaga kasar, karena dengan
tiadanya tenaga dalam maupun ilmu meringankan tubuh yang
membuat seseorang seolah-olah dengan mudahnya dapat
berkelebat secepat kilat, maka mereka yang berilmu silat
dengan tenaga kasar dituntut untuk membuat penalarannya
jauh lebih berdaya.
Meskipun tenaga dalam dapat melipat gandakan daya
tenaga seseorang, tanpa siasat terbaik maka kelebihan daya
itu tiada akan ada gunanya sama sekali, karena memang
adalah akal dan tiada lain selain akal yang telah membuat
siput dan kura-kura mengalahkan kijang dan kelinci dalam
lomba lari bukan" Itulah sebetulnya yang kulakukan ketika
menghadapi serangan bertubi-tubi para penyamun terbang
dengan ilmu silat setingkat yang dimiliki Golok Karat.
SIASAT yang tepat betapapun telah dapat mengunggulkan
pihak yang tampaknya lemah terhadap pihak yang berlebihan
daya. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sementara itu, kemampuan Golok Karat sendiri, meski tidak
bertenaga dalam, sama sekali tidaklah rendah. Jadi tanpa
tenaga dalam pula dengan tongkat dahan pohon siong dapat
kuisi setiap kekosongan yang diberikan jurus-jurus Golok
Karat, sehingga bukan saja pertahanan kami tidak dapat
ditembus, tetapi bahkan ternyata mampu membalas dan
melumpuhkan para penyamun terbang itu pula. Laozi berkata:
pendekar yang terampil
melakukan serangan penentuan
dan berhenti ia tidak melanjutkan serangan
untuk menunjukkan keunggulan
ia akan menyerang, tetapi menjaga
agar tidak sombong
atas keberhasilannya
ia menyerang sebagai kebutuhan
bukan kehendak menjadi unggul
Di sanalah memang kata kuncinya, penentuan dan
kebutuhan, sehingga pertahanan dan serangan kami menjadi
serba menentukan dan penuh dengan ketepatan. Golok Karat
dengan tenaga kasarnya yang besar, dan jurus-jurus ilmu
pedangnya yang sederhana, justru dengan begitu melaksanakan hanya yang dibutuhkan saja, dengan gerakan
yang menentukan. Aku hanya tinggal menyesuaikan diri
sahaja. Agaknya keterpukauan atas keunggulan pihak yang
dianggap lemah itu, membuat Pedang Kilat mendapat
pembenaran atas kecurigaannya yang lain.
Aku teringat ungkapan wajahnya ketika berbicara dengan
pemilik kedai, yang semula kukira ayahnya itu, setelah Golok
Karat menjelaskan dalam bahasa Tibet bahwa diriku adalah
seorang pengembara tanpa nama yang berasal dari Ho-ling.
Waktu itu karena tidak mengetahui sama sekali bahasa T ibet,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
aku tidak dapat menduga makna pandangan mereka. Aku
memang memikirkan sesuatu, setelah Golok Karat menceritakan percakapannya dengan pemilik kedai yang
bertanya tentang diriku, tetapi baru dapat melanjutkan apa
yang menyeruak dalam kepala setelah Pedang Kilat
menyatakan kecurigaan atas ilmu silatku.
Kabar angin dari dunia persilatan beredar dari kedai ke
kedai karena dihubungkan oleh para pengembara, dan
tidaklah mustahil jika kabar tentang munculnya seorang
pendekar asing yang tidak memiliki nama dan telah
menerbangkan banyak sekali nyawa sepanjang jalur dari
Thang Long sampai ke Celah Dinding Berlian, sampai pula ke
tempat ini. Mungkin juga mereka telah mendengarnya dalam
pengembaraan mereka sendiri. Ini berarti kemungkinan besar
Pedang Kilat mengira diriku adalah diriku! Dengan dugaan
seperti itu, me lihat kami berdua takjuga bisa dikalahkan oleh
para penyamun terbang, apalagi dengan cara yang mangkus
dan sangkil seperti itu, hanyalah membenarkan dugaannya!
Ia berkelebat sambil berteriak.
"Akuilah bahwa dirimu adalah Pendekar Tanpa Nama!"
Pedang jian berkilat itu ujungnya terarah langsung ke
tenggorokanku! Jika aku tetap berpura-pura dalam penyamaranku, ujung pedang itu akan segera menembusnya!
(Oo-dwkz-oO) Episode 199: [Tiga Sungai dan Tiga Puncak]
PEDANG Kilat melesat secepat kilat dengan ujung pedang
terarah langsung ke tenggorokanku, tetapi dengan kemampuanku bergerak bukan hanya lebih cepat dari kilat,
tetapi juga lebih cepat dari pikiran, bahkan lebih cepat dari
cepat, maka aku dapat melihatnya sebagai gerakan yang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sangat lambat dan sangat mudah dihindari, sehingga
memberiku kesempatan untuk berpikir panjang.
Pertama, sudah jelas aku tidak ingin menyakiti perasaan
Golok Karat sekarang ini, dengan mengungkap kenyataan
betapa aku telah mengelabuinya, yang tentu saja membuat
diriku harus tetap berada dalam peranku semula; lagipula,
terutama, bersama Golok Karat ini pula mendadak kutemukan
jalan terbaik mendekati Mahaguru Kupu-kupu Hitam.
Pernyataan Pedang Kilat yang menyatakan bahwa Mahaguru
Kupu-kupu Hitam selalu membunuh siapapun yang melamar
untuk jadi muridnya tidak dapat kujadikan pegangan,
meskipun nama Mahaguru Kupu-kupu Hitam diambil saja dari
nama gurunya. Setidaknya boleh dianggap kami berdua
memberanikan diri untuk menjadi dua muridnya yang
pertama! Kedua, betapapun Pedang Kilat tidak dapat kuanggap
mengetahui siapa diriku sesungguhnya. Dia jelas belum
menyingkap penyamaranku, baik ketika melihatku di kedai,
maupum di sini ketika melihat sekilas gerakanku menghadapi
para penyamun terbang, yang betapapun memang kubatasi;
dan hanya terpengaruh oleh cerita tentang Pendekar Tanpa
Nama itulah maka keunggulan siasatku seperti membenarkan
dugaannya bahwa diriku yang tanpa nama tentulah berarti
diriku adalah Pendekar T anpa Nama.
NAMUN itu bukanlah bukti yang cukup, dan karena itu ia
tidaklah memberiku kesempatan meneruskan penyamaran
dengan membiarkan diriku teringkus jala liat para penyamun
terbang. Pedang Kilat membebaskan kami terutama karena
ingin menguji diriku lebih lanjut, dan aku tidak boleh
membiarkan percobaannya itu terbukti. Aku harus tetap diam
seperti pesilat awam, yang tidak akan mungkin mampu
menangkap kecepatan kilat suatu gerakan.
Pedang Kilat masih me lesat tetapi yang dimataku tetaplah
terlihat lamban sekali. Jika ingin berubah pikiran, aku masih
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
memiliki kesempatan, karena aku menghadapi suatu keadaan
dengan pertaruhan: kutempuh penyamaran penuh kesulitan
ini demi pembebasan Yan Zi dan Elang Merah; termasuk
dalam penyamaran itulah aku harus bersikap tiada berdaya
menghadapi serangan secepat kilat ini, tetapi jika Pedang K ilat
yakin diriku memang diriku seperti yang didengarnya, dan
meneruskan tusukannya, tentu aku akan tewas dengan darah
menyembur, dan tetap tidak bisa membebas Yan Zi dan Elang
Merah. Ujung pedang jian yang dibuat hanya demi ilmu pedang itu
tinggal sedepa dari tenggorokanku dan aku masih tetap diam!
Ujung pedang itu berhenti tepat di depan tenggorokanku
hanya dalam jarak satu jari!
Pedang Kilat berhenti dengan tubuh masih mengambang
seperti ketika meluncur dengan pedang terhunus ke depan.
"Hah?"
Aku pura-pura terperanjat dan melangkah mundur.
"Puan Pendekar sungguh mau membunuhku?"
Golok Karat tertahan nafasnya.
Pedang Kilat mengubah kedudukannya dan menurunkan
kedua kakinya menginjak salju.
"Pendekar Tanpa Nama pun kukira tidak akan dan tidak
perlu menyamar sampai seperti ini," katanya sambil
menyimpan pedangnya ke sarung di punggung, "barangkali
jika kalian tidak dibunuh oleh Mahaguru Kupu-kupu Hitam dan
mampu menamatkan pelajaran,
kita bisa melakukan pertarungan."
Pedang Kilat berujar sambil menatapku penuh pandangan
selidik. Ia tampak masih ragu, tetapi memang hanya pesilat
awamlah yang akan diam dan tiada tahu betapa ujung pedang
lawan sudah sampai sedekat itu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Dengan sedikit senyum seperti melihat sesuatu yang lucu,
tetapi juga antara menghina dan merendahkan, Pedang Kilat
berkelebat menghilang.
Golok Karat datang berlari memelukku. Aku bagaikan
tenggelam ke dalam tubuhnya yang tinggi besar itu.
"Saudaraku! Untunglah Pedang Kilat itu pendekar yang
masih menganggap membunuh orang tidak berdaya dan tidak
melawan adalah tabu!"
Aku sungguh terharu dengan kebaikan hatinya itu. Belum
terbayang apa yang harus kukatakan kelak jika aku berhasil
mencuri Kitab I lmu Silat Kupu-kupu Hitam itu.
(Oo-dwkz-oO) Masih dua hari lagi kami berdua berjalan dan merayap
sepanjang Pegunungan Hengduan sebelum akhirnya pada hari
kesepuluh tiba di sumber air panas di kaki Gunung Gaoligong.
Golok Karat mewajibkan dirinya untuk mandi di sana sebelum
meneruskan perjalanan, tetapi ketika kami tiba di sana sumber
air panas itu dipenuhi oleh perempuan-perempuan muda.
Mereka sedang merayakan datangnya musim panas, yang
dalam ketinggian seperti ini, betapapun memang tidak akan
pernah terasa sebagai panas.
Namun sumber air panas itu hangat airnya. Golok Karat
harus menunggu hari berakhir jika ingin tetap mandi di situ.
Aku membayangkan perjalanan berat yang masih harus
ditempuh. "Kita adalah pengembara yang menuruti ke mana pun kaki
kita melangkah," kata Golok Karat, "kita tidak pernah tahu
kapan lagi akan melewati tempat ini, dan juga daku tidak akan
melewatkan kesempatan untuk mandi."
Betapapun kami memang tidak pernah mandi dalam udara
yang begini dingin, dan juga belum tahu kapan akan pernah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mandi jika melewatkan kesempatan mandi air panas sekarang
ini. Kami berada di wilayah orang-orang Lisu dan kami tidak
ingin membuat kekeliruan yang tidak kami pahami jika ikut
bergabung mandi begitu saja bersama perempuan-perempuan
muda itu. Kampung mereka tentu tidak jauh dari s ini dan kami
tidak ingin perjalanan kami tertunda-tunda lagi.
"Kalau perlu kita tunggu sampai malam tiba," kata Golok
Karat, "dan biarlah kalau perlu kita mandi dalam gelap."
Dan begitulah kami menunggu. Kami duduk pada sebuah
ketinggian yang memperlihatkan puncak-puncak Pegunungan
Hengduan menutupi garis cakrawala di kejauhan sambil
bercakap-cakap.
Kami sempat membeli daging bakar dan arak panas dalam
guci dari sebuah kedai di dekat pemandian, dan kami
menikmatinya sambil menatap pemandangan.
Golok Karat mengutip sebuah pepatah Tibet:
jika lembah dicapai sebuah celah yang tinggi
kawan-kawan terbaik
atau musuh-musuh terjahat
sajalah akan jadi pengunjung
"Coba dikau lihat bagaimana alam seperti ini membentuk
cara berpikir mereka,i katanya, isegalanya hanya dilihat
sebagai kawan atau lawan, dalam rangka permusuhan."
"Tetapi daku kira itu bukan satu-satunya pepatah Tibet,i
kataku, itentu ada yang lain, yang tidak berhubungan dengan
kawan-lawan atau permusuhan."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Maka sambil menuang kembali arak ke dalam cawan dan
menenggaknya, meluncurlah berturut-turut tiga pepatah T ibet
lainnya:
Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
di mana ada hidup, di s itu ada maut
"Lihat bagaimana kita tidak bisa bernapas sedikit
lega,"katanya.
waspadailah madu dihidangkan pada pisau tajam
"Perhatikanlah bagaimana mereka selalu hidup dalam
keadaan curiga mencurigai," katanya lagi.
kata-kata adalah gelembung air
perbuatan tetesan emas atau darah
"Lihat saja perumpamaannya," kata Golok Karat, "kenapa
harus darah jika tidak ada hubungan dengan penumpahannya?"
Aku mengangguk-angguk mengerti, karena aku pun pernah
mendengar pepatah Tibet seperti ini:
belang harimau jadi pakaian dan pengenalnya
sedang jubah hanya pakaian manusia
Artinya kepercayaan kepada ketulusan seorang bhiksu pun
mereka tunda, dengan tidak sekadar mempercayai seseorang
karena pakaiannya.
"Pepatah muncul dari pengalaman bersama," kataku
sekadar menimpali.
Dalam hatiku kuhitung hari yang masih kumiliki untuk
menyelamatkan Yan Zi dan Elang Merah. Mahaguru Kupukupu memberiku waktu 30 hari untuk mengambil Kitab Ilmu
Silat Kupu-kupu Hitam, belum termasuk menunggunya ketika
menamatkan kitab itu dan bertarung menghadapinya dalam
waktu seminggu, sebelum kedua perempuan itu dibebaskan,
siapapun yang akan menang dalam pertarungan. Sudah 12
hari kulalui semenjak meninggalkan lautan kelabu gunung
batu dan itu berarti aku tinggal memiliki 18 hari lagi.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Cukupkah itu untuk menempuh sisa perjalanan yang masih
penuh kesulitan, yakni menyeberangi Tiga Sungai Sejajar
melalui puncak-puncak tebing yang membatasinya, untuk
turun ke Shangri-La dan mencari Mahaguru Kupu-kupu Hitam"
Dari puncak tebing di atas Sungai Nu, secara berturut-turut
kami akan menyeberangi Sungai Nu, Sungai Lancang, dan
Sungai Jinsha melalui puncak-puncak tebingnya yang curam
dan turun ke kaki Gunung Merah. Dari sini kami harus berjalan
lagi menuju Shangri-La yang diapit Gunung Qianhu, Gunung
Salju Haba, Danau Bita, dan Gunung Merah itu sendiri. Ini
semua kuketahui dari Elang Merah maupun Golok Karat yang
telah mempelajarinya, tetapi tiada seorang pun dari kami
berdua pernah menempuhnya. Padahal, sekali tersesat, bisa
berakibat terbuangnya waktu berhari-hari lamanya, sementara
sebelum kitab itu berada di tangan, aku tidak dapat berkelebat
secepat kilat atau melesat di dalam angin seenaknya, karena
dalam penyamaran ini diriku harus menjalani hari demi hari
dengan ruang dan waktu orang awam.
Arak membuat Golok Karat bicara makin lancar, dan tidak
penting lagi baginya apakah perbincangannya akan ditanggapi
atau tidak ditanggapi, karena sebagai pesilat kurasa ia
memang kurang peduli terhadap dirinya sendiri. Ia terlalu
ramah dan terlalu baik hatinya, sehingga kurasa ia telah dan
masih akan sering tertipu. Namun sebagai pesilat, meski
hanya memiliki tenaga kasar, dengan tubuhnya yang tinggi
besar itu betapapun harus kukatakan betapa ia sangat trampil.
Selain itu pun ia selalu menggunakan akalnya dengan baik
sekali dalam pertarungan, seperti yang telah kusaksikan
sendiri, sehingga meski tidak memiliki tenaga dalam, belum
tentu siapapun yang memiliki tenaga dalam dengan sendirinya
akan mampu mengalahkan Golok Karat. Seperti dikatakan
pepatah tua tentang gung fu dari Negeri Atap Langit:
bukanlah kepalan dahsyat yang bertarung
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
atau kata-kata bertuah yang mengutuk
Sampai mendadak seperti tiba-tiba saja gelap. Pemandian
m enjadi senyap dari tawa para gadis dan hanya terdengar
desis aliran air panas dengan uapnya yang mengepul. Tanpa
menunggu lebih lama lagi Golok Karat bergegas menuju kolam
tempat pemandian air panas itu.
"Marilah!" Golok Karat mengajakku.
Namun aku melihat bayangan berkelebat, seperti sedang
mengintai kami.
Jadi memang kuikuti langkah Golok Karat, tetapi kuberi
isyarat agar mandi sendiri saja karena aku harus menyelidiki
sesuatu. Untunglah ia cepat mengerti. Bahkan langsung mandi
sambil bernyanyi-nyanyi, sementara aku menyelinap dalam
gelap dengan sangat lambat, karena tidak mungkin berkelebat
dalam pandangan mata Golok Karat.
Lepas dari pandangannya barulah aku berkelebat. Dengan
segera aku berada di belakang dua sosok manusia yang
berbicara dengan bahasa Negeri Atap Langit. Dari suaranya
segera kukenali kembali dua orang sewaan Golongan Murni
yang bermaksud mengadu domba Suku Naxi dan Suku Lisu
itu. K ini mereka berada di wilayah Suku Lisu, mungkinkah ada
sesuatu yang berhubungan dengan adu domba itu"
"Mengapa Kakak tiba-tiba berhenti?"
Sosok yang dipanggil Kakak mengangkat tangannya, tanda
agar kawannya itu diam. Suasana sunyi senyap. Suara angin
gemuruh di antara tebing sepanjang sungai terdengar di
kejauhan. Hanya nyanyian Golok Karat di pemandian
terdengar jelas sekali.
Terlihat ia menggeleng-geleng.
"Orang itu ceroboh sekali," katanya, "dia pikir seperti
sedang mandi di kampungnya sendiri saja."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Jadi kenapa Kakak berhenti?"
Kakak ini menoleh dengan agak gusar, meski ia bisa
menjaga dirinya dengan tetap berbisik-bisik.
"Tidak usah Adik pertanyakan lagilah kenapa daku
berhenti," katanya, "sudah pasti karena ada sesuatu yang
kuanggap penting."
"Tapi Kakak, kita sudah ditunggu."
"Biar saja mereka menunggu, Adik, kita sudah menjalankan
semua tugas kita dengan baik, tidak ada salahnya mereka
menunggu kita agak sedikit lama lagi, apalagi berhasil
tidaknya pengepungan itu sangat ditentukan oleh keterangan
yang akan kita berikan. Biarlah mereka menunggu!"
Aku terhenyak. Pengepungan" Pengepungan oleh pihak
mana kepada pihak mana" Aku merasa sangat penasaran dan
untunglah yang disebut Adik itu juga masih penasaran akan
sesuatu. "Kakak, kalau aku boleh bertanya, apa sebetulnya
kesalahan Mahaguru Kupu-kupu Hitam itu, sehingga begitu
banyak orang dikerahkan untuk mengepungnya ke ShangriLa?" Sekali lagi yang disebut Kakak itu mengangkat tangannya,
dan yang disebut Adik itu diam lagi.
"Aneh," katanya sambil mendengarkan nyanyian Golok
Karat, "kenapa hanya ada satu orang" Aku percaya telah
melihat dua orang, dan aku merasa salah seorang di
antaranya bersosok seperti bayangan berkelebat yang tidak
bisa kukenali waktu itu."
"Begitukah, Kakak" Kenapa tidak tengok saja ke pemandian
itu" Bahkan kita bisa berpura-pura mandi jugaO"
Sosok yang disebut Kakak kembali menukas.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Adik, kalau Adik bermaksud jadi petugas rahasia yang
baik, Adik harus lebih sering menggunakan akal Adik,"
katanya, masih tetap berbisik, dengan nada mengajari,
"misalnya kita harus tahu pasti apakah orang yang kita selidiki
ilmu silatnya lebih rendah atau lebih tinggi daripada ilmu silat
kita." Adik itu diam mendengarkan.
"Kalau ilmu s ilatnya lebih rendah, boleh diandaikan ia tidak
akan mengetahui kehadiran kita," ia melanjutkan, "tetapi jika
ilmu silatnya lebih tinggi, kita harus bersikap sangat berhatihati dan lebih baik menunggu, karena jika kita gegabah,
bukan kita yang akan mengawasinya, melainkan dialah yang
mengawasi dan menyelidiki kita!"
"Dan Kakak merasa sosok yang berkelebat itu ilmu s ilatnya
lebih tinggi dari ilmu s ilat kita?"
"Sebetulnya jika seseorang berkelebat dan kita tidak dapat
mengikutinya, itulah tanda kecepatan bergerak kita ada di
bawahnya, jika tidak dalam ilmu silat, setidaknya dalam ilmu
penyusupan."
Memang bisa saja ilmu penyusupan seseorang sangat
tinggi, tetapi ilmu silatnya tidak seimbang dengan ilmu
penyusupannya itu; dan sebaliknya ilmu s ilat yang tinggi tidak
menjamin kemampuan dalam penyusupan yang juga tinggi.
Jelaslah dalam keduanya kemampuan berkelebat tanpa
terlihat menjadi andalan utama.
Adik itu tampak mengangguk-angguk.
"Jadi apa yang akan kita lakukan sekarang, Kakak"
Permusuhan Suku Lisu dan Suku Naxi sudah berhasil Kakak
kobarkan, begitu pula permusuhan antara Suku Yi dan Suku
Han, sehingga tidak akan mengganggu rencana penangkapan
Mahaguru Kupu-kupu Hitam itu"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
BANYAKLAH tanda tanya belum terjawab dalam berbagai
peristiwa itu, meski aku sendiri pun tidak merasa perlu
mewajibkan diri mencari segenap jawabannya. Betapapun aku
hanyalah pengembara yang selalu melakukan perjalanan
mencari daerah baru dan sepertinya tidak akan pernah
kembali. Ketika memutuskan untuk bergabung dengan kapal
Srivijaya, yang ternyata adalah kapal bajak laut budiman Naga
Laut yang justru selalu mengganggu armada Sriv ijaya, diriku
dipenuhi semangat petualangan melihat dunia, tanpa berpikir
betapa dalam setiap langkah dan tindakan terdapatlah
jaringan peristiwa yang akan mengikutinya. Adapun dalam
setiap peristiwa dalam jaringan itu akan terlibatlah manusia
dengan siapa kita bersua, sedangkan hubungan antarmanusia
itu jika di satu pihak bisa hanya berlalu seperti debu
diterbangkan angin menderu, di pihak lain dapat mengikat
erat seperti ular naga yang melibat dan melekat.
Maka ternyata aku tidak dapat sepenuhnya bersikap
sebagai pengembara, yang meninggalkan setiap peristiwa
berkecamuk di wilayahnya sahaja, tanpa harus bertanggung
jawab sebagaimana orang asing yang akan menghindarkan
dirinya untuk terlibat, karena berbagai peristiwa itu sendiri
seperti dengan sengaja bukan hanya melibatkan tetapi bahkan
menjebakku untuk berada dan berperan di dalamnya.
Lagipula, kemudian manusia di daerah manapun tidak akan
pernah menjadi terlalu asing bagiku. Setiap manusia
sebetulnya bersaudara di atas bumi yang sama.
Tentu tidak bisa kutinggalkan tanggung jawabku atas tanda
tanya gugurnya Amrita yang berada di tangan Harimau
Perang. Ke mana pun ia pergi, ke ujung dunia sekali pun, ke
seberang benua maupun ke puncak gunung, aku akan selalu
mencarinya, bukan hanya atas nama segala makna yang telah
kudapatkan dari Amrita; tetapi juga atas gagalnya
pengepungan dan perebutan Kota Thang-long, yang hanya
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mungkin terjadi karena pengkhianatan, yang telah mengakibatkan banyak korban jiwa kawan-kawan seperjuangan para pemberontak gabungan.
Tidak bisa dilupakan tentu utang budiku kepada orang
kebiri yang telah menyelamatkan jiwaku itu, yang menyamar
sebagai pemilik kedai di lautan kelabu gunung batu, yang
disebut Si Cerpelai dan menyimpan sepertiga dari rahasia
penting yang berhubungan keamanan Kemaharajaan Negeri
Atap Langit. Segala keterangan yang telah diberikannya
kepadaku, sebagai cerita lisan maupun tertulis dalam
gulungan kitab, tentang seluk beluk kehidupan orang kebiri di
istana dalam sejarah Negeri Atap Langit, haruslah kuanggap
mengandung suatu pesan, bahwa aku akan terlibat
memecahkan persoalan. Untuk itu bahkan telah dikorbankannya nyawa sendiri agar diriku tetap hidup, dengan
menghadapi para pembunuh kelompok racun Kalakuta. Ini
hanya terjadi setelah ia menyaksikan sikapku terhadap orangorang Uighur yang memintaku jadi guru itu dan bagaimana
aku bertarung melawan Pendekar Kupu-kupu.
Belum selesa i dengan semua itu, aku terlibat pula dengan
urusan Yan Zi yang meski sama sekali tiada kuminta, jelas
tiada mungkin kutinggalkan pula. Menyusup masuk ke dalam
istana di kotaraja Chang'an untuk mengambil Pedang Mata
Cahaya untuk tangan kiri jelas bukan sembarang tugas yang
dapat dilakukan, tetapi Angin Mendesau Berwajah Hijau
seperti juga Si Cerpelai itu agaknya menangkap sesuatu dalam
gerakanku, yang membuat mereka berpikir aku dapat
menyelesaikan masalah mereka yang takterpecahkan oleh
mereka sendiri itu. Seingatku aku tidak pernah memperagakan
Jurus Tanpa Bentuk di hadapan Si Cerpelai maupun Angin
Mendesau Berwajah Hijau, tetapi agaknya jejak-jejaknya
tertangkap juga oleh orang yang berilmu tinggi. Kuketahui
inilah jurus impian para pendekar untuk dikuasai, tetapi
meskipun aku masih mengolahnya telah kuyakini bahwa tiada
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
seorang pun akan bisa menguasainya, selama masih
memikirkannya sebagai suatu bentuk.
Kini, di sini, meski bercak salju masih terdapat di sana-sini,
bahkan masih pula membentang bagaikan padang memutih,
sebenarnyalah sekarang ini sudah memasuki musim panas.
Aku masih berada di tahun 796, tetapi sudah memasuki bulan
Caitra. Hanya karena berada di dataran yang amat tinggi
sajalah maka salju bagaikan enggan mencair. Dahan dan
ranting masih berselimutkan embun membeku, yang ketika
sedang bergerak menetes ternyata menjadi kaku. Betapapun
belum lama aku meninggalkan Daerah Perlindungan An Nam,
tetapi rasanya sudah banyak peristiwa yang kualami dalam
waktu singkat. Di antara semua itu yang terakhir ini sangatlah rawan.
Urusan Harimau Perang dan rahasia yang dipegang orangorang kebiri masih bisa ditunda tanpa pertaruhan nyawa,
tetapi kini jika Mahaguru Kupu-kupu Hitam terbunuh dalam
pengepungan golongan hitam dan para pendekar yang telah
menjual jiwanya sebagai pembunuh bayaran, kecil peluangku
mendapatkan Kitab Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam sebagai
jaminan agar Yan Zi dan Elang Merah tetap hidup. Dengan
menyamar sebagai pesilat awam dengan jurus-jurus
sederhana untuk berguru kepada mahaguru yang akan
dikepung itu, apakah kiranya yang bisa kulakukan" Perjalanan
yang tersisa saja belum kuketahui apakah bisa kutempuh
dengan sedikit kecepatan.
PARA pendekar tinggal me lenting dari puncak ke puncak
atau berselancar di atas angin, tetapi pendatang yang awam
dan tidak mengenal perlengkapan terbang harus bergelantung
pada tali dan merayapinya dengan bantuan roda. Penduduk
setempat membawa barang-barang dan binatang piaraannya
melalui tali itu juga, dan ke sana jugalah para penyamun
terbang seperti pernah kudengar biasa mencari mangsanya.
Akibat penyamaranku sebagai pesilat awam, aku tidak
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mungkin mengatasi semua ini tanpa tenaga dalam maupun
ilmu meringankan tubuh dengan mudah.
Kami berdua masih bernyanyi-nyanyi di dalam kolam, tetapi
Golok Karat memberi isyarat kepadaku bahwa ia melihat dua
sosok manusia berkelebat pergi. Berhasil kami kelabui kedua
petugas rahasia itu, untuk mengira betapa kami bukanlah
orang yang patut dicurigai. Aku segera berhenti bernyanyi dan
melompat keluar kolam. Segera kukeringkan tubuh dengan
bagian luar busana yang itu juga.
''Marilah kita segera berangkat Golok Karat,'' kataku,
''banyak sekali yang masih harus kita kerjakan.''
''Apakah kiranya itu, saudaraku yang tidak bernama"''
Aku diam sejenak sebelum menjawab, tidak tahu jawaban
apa yang paling tepat.
''Marilah! Kujelaskan semuanya dalam perjalanan!''
(Oo-dwkz-oO) Episode 200: [Korban Manusia bagi Parambrahma] TAMAT Pembaca, izinkan aku berhenti sebentar. Untuk seorang tua
yang sudah memasuki umur 101 tahun dan belum mati juga,
usaha mengingat secara runtut ternyata bukanlah sesuatu
yang selalu mudah. Kadang ingatanku kuat akan suatu
peristiwa sampai kepada pernik-pernik rincian yang sekecilkecilnya, tetapi lupa sama sekali akan suatu peristiwa lain
yang tidak dapat kuketahui sekarang ini sebetulnya penting
atau tidak penting, karena jika teringat pun bagaikan hanya
berupa gambar samar-samar dari masa lalu, kadang tampak
dan kadang tidak terlihat sama sekali, bahkan kadang seperti
semesta gelap yang hanya tetap dan akan tetap tinggal gelap
untuk selama-lamanya. Bagaimana jika ternyata peristiwa
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
yang kulupakan itu penting untuk memecahkan masalahku
sekarang" Ada kalanya suatu peristiwa teringat kembali karena
berlangsungnya peristiwa lain yang seperti tidak ada
hubungannya sama sekali.
Pengepungan atas pondok Rangga Tua itu misalnya, yang
telah membuatku menyaksikan dengan mata kepalaku sendiri
untuk kali pertama bentuk pengungkapan Jurus Naga Api oleh
sosok yang berkelebat tak terlihat itu, justru mengingatkan
diriku atas suatu peristiwa yang berhubungan dengan
Sivagrha atau Rumah Siva yang sebagai Tanah Suci
dipersembahkan kepada Parambrahman atau Yang Mutlak di
bagian selatan sana.
Setelah peristiwa Pembantaian Seratus Pendekar pada
tahun 821, aku menghilang dari dunia persilatan dan melebur
ke dunia ramai, dunia kehidupan orang-orang awam yang
meskipun jauh dari kesaktian dan kedahsyatan para pendekar
yang bagaikan tidak masuk akal, tidak kalah menariknya dari
dunia persilatan itu sendiri. Aku akan terus berada di dunia
awam itu selama 25 tahun, dengan segala pengalaman yang
dimungkinkan oleh kehidupan, dan pada masa itulah, pada
tahun 832, kudengar dimulainya pembangunan Rumah Siva
yang luar biasa itu.
SIVAGRA dibangun dengan mengerahkan tenaga manusia
yang sangat banyak, sehingga selesa i hanya dalam waktu 24
tahun, dan diresmikan pada 856, yang juga menjadi penanda
jatiningrat Rakai Pikatan, yang telah mangkat setahun
sebelumnya. Sivagrha itu sendiri mulai dibangun pada masa
pemerintahan Dyah Gula atau Rakai Garung, yang terus
berlanjut pada masa Rakai Pikatan, yang berarti mendapat
dukungan sepenuhnya dari Wangsa Syailendra, yang telah
membangun Kamulan Bhumisambhara, dengan rancangan dan
awal pembangunan tahun 755.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Saat itu usiaku masih lima atau enam tahun, dan hidup
terpencil bersama pasangan pendekar yang mengasuhku di
Celah Kledung. Adapun ketika Sivagrha hampir lengkap
berdiri, aku sudah tenggelam dalam samadhi di sebuah gua,
dan Wangsa Sanjaya telah mengusir Wangsa Sailendra ke
Samudradvipa, sehingga Balaputra bisa membangun Sriv ijaya
sebagai raja. Namanya bahkan pernah kudengar dibicarakan
sebagai tercatat dalam sebuah prasasti pada 860 di Nalanda,
Jambhudvipa bagian utara, ketika meminta kepada Raja
Benggala Dewapaladewa untuk membangun sebuah wihara,
tentunya bagi para bhiksu yang datang belajar dari
Suvarnadvipa. Dengan kehidupanku yang selalu mengembara, menyamar,
bersembunyi, dan hanya mendapat keterangan tidak selalu
dari sumber pertama, bahkan kadang berupa kabar angin dari
kedai ke kedai, aku tidak selalu merasa pasti akan
pengetahuanku sendiri akan permainan kekuasaan di istana.
Rakai Pikatan misalnya yang jelas memuja Siva, memang
disebut dalam prasasti permaisurinya beragama Buddha,
tetapi Sri Kahulunan yang meresmikan Kamulan Bhumisambhara pada 842, dan memang kudengar ketika
menyamar di dunia awam, mungkin justru adalah ibundanya.
Aku memang menganggap kerincian adalah penting, tetapi
berita simpang siur lebih sering membingungkanku, yang
betapapun memang tidak menguasai ilmu surat sebaik ilmu
silat. Meski begitu memang banyak tanda-tanda pada Sivagrha
yang bisa kubaca, sejauh pernah kulihat ketika juga
menyamar sebagai pekerja pada masa pembangunannya.
Sesuai namanya, Sivagrha adalah percandian dengan Siva
sebagai dewa utamanya, tetapi di sana dibangun pula dewadewa lain dalam Hindu seperti Visnu dan Brahma.
BEGITULAH arca Siva bukan hanya ditempatkan di candi
tengah yang ukurannya lebih besar daripada kedua candi yang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mengapitnya, yang berisi arca kedua dewa Trimurti yang lain
itu, tetapi dalam candinya sendiri ia didampingi arca Durga
Mahisasuramardini, Ganesha, dan Agastya yang masingmasing ditempatkan di ruang tersendiri. Kedua dewa lain itu
tidak diberi pendamping.
Dari pengembaraanku pada masa muda yang masih akan
kuceritakan nanti, kuketahui bahwa sejak beberapa ratus
tahun lalu di Jambhudv ipa para penganut Hindu terbagi dalam
berbagai aliran yang bersaingan. Adapun yang merupakan
aliran besar adalah Saiva, yakni mereka yang mengunggulkan
pemujaan kepada Siva; Vaisnava, yakni mereka yang memilih
untuk lebih memuja Visnu; dan Sakta, yakni mereka yang
menganggap Sakti, yaitu Dev i pasangan dewa utama, adalah
lambang kekuasaan Yang Tertinggi. Terutama antara kaum
Saiva dan kaum Vaisnava, di Jambhudvipa berlangsung
persaingan ketat, tetapi di dalam Sivagrha yang puncak candi
utamanya menjulang ke langit di Javadvipa ini, jelas bukan
hanya Visnu, melainkan juga dewa-dewa lain diberi tempat.
Bahkan gambar pahatan sekeliling ketiga bangunan utama
bercerita tentang Rama dan Krishna, yang jelas merupakan
avatara Visnu. Namun sebetulnya bukan hanya kebersamaan dewa-dewa
Hindu itu saja tanda-tanda yang terbaca pada Sivagrha,
melainkan persamaan ragam seni dan cara pemahatannya
yang sama dengan candi-candi Buddha. Dalam bangunannya
pun pembuatan relung pada dinding candi, dan penyematan
hiasan yang terpahat di atas pintu dan relung, yang sering
disertai penggambaran awan dan makhluk-makhluk
kahyangan di atasnya, memperlihatkan betapa cara
memandang dunia dari kedua agama itu sama. Pernah
kudengar istilah Siva-Buddha Tattwa yang mempertemukan
keduanya, yang tampaknya menampung berbagai upacara
yoga-tantra yang pernah kulihat pula.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Justru upacara itulah yang teringat olehku ketika para raja
pariraksa bermaksud menangkap, dan nyaris membantai,
Rangga Tua, karena mengingatkanku kepada kegemparan
yang ditimbulkan para pengelola Sivagrha tersebut, saat
sebagai persembahan kepada dewa, ternyata mereka disebutsebut mengorbankan manusia!
(Oo-dwkz-oO) MAAFKANLAH diriku wahai Pembaca, bahwa aku tidak
meletakkan bagian cerita ini dalam urutan semestinya, karena
cerita ini berlangsung pada hari-hari akhirku di dunia ramai
antara 846 dan 847, jadi menjelang Rakai Pikatan tampil dan
kemudian mulai memerintah di Mataram, sekitar limabelas
tahun dari awal pembangunan Sivagrha, dan sepuluh tahun
sebelum diresmikan pada 856, tiada lebih dan tiada kurang
karena diriku yang sudah tua ini takut menjadi lupa dan
bagian cerita ini hilang untuk selama-lamanya.
Kupikir Pembaca juga dapat mengurutkan sendiri nanti,
ketika riwayat hidupku sampai kepada tahun-tahun itu, ketika
Parambhrahma atau Jiwa Alam Semesta di Sivagrha
diwartakan mendapat persembahan jiwa manusia selain
binatang-binatang korban lainnya. Betapapun, pengepungan
pondok Rangga Tua itu tanpa bisa kujelaskan ternyata
mengingatkan diriku kepada cerita seseorang di masa lalu
pada sebuah kedai, tentang apa yang berlangsung di
Sivagrgha tersebut, percandian indah dengan 224 candi
perwara yang mewakili 224 dunia dalam tatacara semesta
Saiva Siddhanta sesuai dengan Bhuvanakosha itu, yang
bahkan jika candi-candi perwara ini dipadankan dengan
gunung Chakravada, maka delapan candi di halaman
dalamnya terbandingkan juga dengan delapan puncak
pegunungan Manasa di Jambhudvipa.
Saat itu seseorang bercerita di sebuah kedai, tentang
seorang pemuda tampan yang telah hilang diculik pada suatu
malam, ketika sedang memeriksa pengairan sawahnya setelah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
hujan, oleh suatu gerombolan berkuda yang wajahnya ditutup
kerudung hitam. Diceritakannya bahwa kejadian itu sebetulnya
diketahui juga oleh sejumlah saksi mata, dan meskipun
gerombolan berkuda itu mengetahui betapa diri mereka
terpergok melakukan penculikan tersebut, tindakan itu mereka
lanjutkan juga. Disebutkan bahwa para saksi mata lain, yang
juga sedang berada di sawah untuk memeriksa pengairannya
sehabis hujan lebat yang kadang merusak pembatasnya itu,
mengenali gerombolan tersebut dari kuda yang mereka
tunggangi. "MEREKA mengenalinya sebagai s isa-sisa paksha Kapalika,"
katanya, "mereka juga memburu anjing dan trenggiling."
"Untuk persembahan mereka?" tanya orang-orang di kedai
lainnya. Orang yang bercerita itu mengangguk sambil menoleh ke
kiri dan ke kanan dengan wajah menyiratkan ketakutan.
"Bahkan di Jambhudvipa katanya mereka sudah punah,"
seseorang berkata, "tetapi di sini pengaruhnya masih terasa."
Aku berada di antara mereka sebagai pendengar saja,
tidaklah perlu kukatakan kepada mereka bagaimana aku
mengenali keberadaan penganut Kapalika di Jambhudv ipa dan
penganut Kalamukha di Nepal, yang juga disebut kaum
Kapalika Saiva, yang seharusnyalah sudah punah dan tidak
menjalankan peribadatannya yang kejam itu lagi.
Namun yang berlangsung di Yavabhumipala dengan lomba
pembangunan candi-candi besar Mahayana maupun Siva saat
itu keadaannya memang berbeda. Di sini Mahayana dan Siva
tidak bersaing apalagi bermusuhan, melainkan hidup bersama,
bahkan nyaris saling menyerupa, tetapi yang hanya dapat
berlangsung dengan suatu cara.
"Mereka yang belajar begitu jauh sampai Nalanda," ujar
seseorang yang lain pula, "kembali hanya untuk membuat
Buddha sama dengan Siva."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Saat itu aku teringat pembacaanku di ruang pustaka Kuil
Pengabdian Sejati di Thang-long, tentang bagaimana Xuan
Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Zang menceritakan kembali keberatan para bhiksu Hinayana di
Orissa tentang ajaran Mahayana yang dianggap sebagai aliran
sesat atau viparita-drsti.
"Ya, mereka yang kembali dari Nalanda tiada bedanya
dalam hal apapun dari kaum Kapalika!"
Kedai itu menjadi ramai, ketika semua orang bicara tentang
agama, padahal semuanya tidak paham agama, dan kukira
tidak banyak pula yang bisa membaca. Bahkan bagiku, yang
bisa dan cukup banyak membaca di banding orang-orang
awam yang berdebat di kedai itu, betapapun terbukti tiada
cukup cendekia untuk memahami segenap tanda yang tertera
di Kamulan Bhumisambhara maupun Sivagrha, ketika dalam
candi Buddha terdapat pengaruh Hindu, dan pada candi Hindu
terdapat unsur-unsur Buddha --yang rupanya juga menjadi
bahan perdebatan orang-orang awam semasaku ini.
"Cangkir-cangkir tengkorak!" Seseorang berkata.
"Kenapa" Itu disebut-sebut jatuh tanpa sengaja dari beban
bawaan yang tutupnya terbuka itu bukan?"
Aku pun pernah melihatnya, meski bukan di Mataram ini,
melainkan pada sebuah kuil Tantrayana di perbatasan Negeri
Atap Langit dan Kerajaan Tibet. Cangkir tengkorak yang
terbuat dari perunggu. Rupanya memang pengaruh Kapalika
terdapat di sini!
''ITULAH! Itulah bukti mereka berasal dari paksha Kapalika!
Bagaimana mungkin adhikara dapat membiarkan mereka
dengan peribadatannya yang kejam itu merajalela"''
''Karena Tantrayana membiarkannya!''
''Urusan Tantrayana adalah candi Mahayana, Kamulan
Bhumisambhara, bukan candi pemuja Barambhahna seperti
Sivagrha!'' TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
''Begitukah kata dikau" Tetapi tidakkah dikau dengar cerita
para pemahat tentang tugas mereka dalam pembangunan
Sivagrha itu"''
''Apa yang dikau dengar"''
''Mereka harus memahatkan gambar-gambar tarian
Tandava!'' ''Hah!'' ''Tarian mabuk Tantrayana di Candi Siva!''
''Hah!'' ''Dan tahukah saudara-saudaraku apalagi"''
''Masih ada"''
''Ini belum dilakukan, tetapi sudah direncanakan.''
''Katakan!'' ''Gambar pahatan para brahmana makan ikan!''
''Hah!'' ''Mungkinkah ejekan untuk orang Hindu dibuat orang
Hindu"'' ''Hah!'' "Tantrayana di mana-mana! Mempengaruhi Mahayana!
Mempengaruhi Siva!"
Semua suara tinggi nadanya, sahut menyahut seperti
burung berkicau, sampai terdengar nada yang rendah, tetapi
terdengar jelas dan penuh wibawa.
"Sabar dahulu saudara-saudaraku," katanya, "sabarlah dan
berpikirlah dengan jernih dan tenang..."
Saat itu aku pun mencoba berpikir tenang, karena tidak
semua hal dari yang kudengar bisa kucerna dengan baik.
Sejauh yang kuketahui, di dalam kitab ajaran Sang Hyang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kamahayanikan tiada disebutkan bahwa masalah yang
kemudian akan dijelaskan orang itu merupakan bagian yang
disebut sebagai Tantrayana. Namun karena sebelumnya ia
membicarakan sepuluh paramita dan karena itu disebut
Paramitayana, yang empat bagian terakhirnya tidak diuraikan
sesusai dengan Mahayana Sutra, tetapi lebih cenderung
kepada Tantrayana, maka dapatlah kuanggap bagian itu
diungkapkan sebagai bagian yang mengantar peralihan dari
ajaran Paramitayana ke ajaran Tantrayana.
"Setelah menghayati dengan baik sepuluh paramita sebagai
jalan yang agung atau maha-marga, hayatilah sekarang
rahasia yang agung dan yang utama," orang itu masih terus
berbicara. Orang-orang mengerutkan kening, aku juga mengerutkan
kening. Kami tidak berada di sebuah wihara, kami semua
berada di sebuah kedai yang ramai. Apakah dia bersungguhsunggguh dalam maksudnya menjelaskan suatu ajaran rahasia
atau guhya"
mahaguhya merupakan karana
atau sebab dari perpaduan dengan bharala
yang terdiri dari yoga dan bhavana
Sementara ia terus berbicara, kuingat lagi betapa
Tantrayana memang selalu dikaitkan dengan kerahasiaan,
dalam arti dirahasiakan kepada mereka yang belum
dipersiapkan untuk menerima ajaran itu. Kerahasiaan itu
dipertahankan bukan karena mengandung keajaiban maupun
sihir, melainkan justru dimaksudkan agar mencapai Kebuddhaan, supaya dapat menolong orang lain, dan bukan
menanggung akibat buruk karena tidak siap menjalankan
ajaran dan tenggelam dalam samsara.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
yoga terdiri dari empat jenis
menurut ajaran Hang Acarya Sri Dignaga yang terhormat
yaitu mula-yoga, madhyayoga,
vasana-yoga, anta-yoga
ANAK! Janganlah berlebihan! Upacara Kapalika jangan
disamakan dengan upacara Tantrayana! Yang terjadi
sebetulnya adalah..."
"Janganlah berkilah Bapak! Cirinya sudah jelas sama!"
"Berarti kalian gegabah dan kurang periksa!"
"Ah kita semua tahu Bapak, tidak semua yang mengaku
pengikut T antrayana memahami ajaran rahasia!"
Mereka berdebat sampai lama, sampai lupa berpikir tentang
bagaimana korban penculikan itu mungkin masih bisa
diselamatkan. Saat itulah aku berkelebat menghilang. Memang
tidak jelas bagiku, apakah cerita tentang kelompok atau aliran
atau paksha Kapalika di Kerajaan Mataram ini hanyalah
dugaan tanpa dasar, sekadar kabar angin simpang siur,
ataukah memang ada hubungannya dengan sisa-sisa paksha
yang nyaris punah itu di Jambhudvipa; tetapi betapapun
sudah jelas seseorang telah diculik dan meskipun berada
dalam penyamaran dan peleburan dalam kehidupan awam,
bukan berarti diriku tidak harus mencari jalan untuk
Tokoh Besar 3 Rajawali Hitam Karya Kho Ping Hoo Panji Sakti ( Jit Goat Seng Sim Ki) 6
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama