Kitab Ilmu Silat Kupu Kupu Hitam Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira Bagian 1
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Karya Seno Gumira
Naga Bumi III Preview Text edit : Dewi KZ, Arief K, Niken L
Ebook pdf oleh : Dewi KZ
http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
http://kangzusi.info/ http://cerita-silat.co.cc/
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Preview NagaBumi III
KITAB 11 : KITAB ILMU SILAT KUPU
KUPU HITAM Episode 201: [Kitab yang Diperebutkan]
DARI puncak tebing di sisi barat Sungai Nu, tampaklah
ketiga puncak yang gemilang dalam cahaya matahari.
Dipandang dalam kesejajarannya, ketiga puncak itu bagaikan
tiada berjarak, tetapi sebenarnyalah di antara puncak satu
dengan puncak lain, dari arah barat ini terdapatlah di
bawahnya berturut-turut Sungai Nu, Sungai Lancang, dan
Sungai Jinsha, yang terhampar di bawah sana bagaikan tiga
naga malas yang bergolek dan mendesis, kadang meraung
dan mengaum hanya untuk mendesis kembali.
Kami berdua, aku dan Golok Karat, saling berpandangan.
Benarkah penduduk setempat menyeberang dari puncak ke
puncak dalam kegiatan sehari-hari" Aku tidak bertanya
tentang orang-orang rimba hijau dan sungai telaga yang
mampu berkelebat menunggang angin, dan tentu aku tidak
bertanya tentang para manusia terbang yang dengan
peralatan dan perlengkapannya mampu memanfaatkan daya
angin, yang bertiup kencang tanpa hentinya di puncak-puncak
tebing pada T iga Sungai Sejajar ini.
Langit biru bagaikan tenda raksasa yang tiada melingkupi
melainkan membebaskan, mega-mega terserak, bertebaran di
segala sudut bagaikan bunga a lang-alang berhamburan. Tiada
manusia lain selain kami di puncak. Angin dingin terus
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
menerus bertiup tanpa henti. Bertiup, berembus, bertiup,
bagaikan makhkluk pengembara semesta raya tak berwujud
tetapi kudengar mendesir dan berlalu melewati kami. Kulihat
tebing-tebing curam yang tergerus angin. Dunia tanpa
manusia bergerak, beredar, berdetak, berdenyut, dan lalu
seperti angin itu, mengeluarkan suara-suara yang seperti
berkisah... Ya, dunia tanpa manusia, hidup dalam kehidupannya
sendiri. Namun kami lihat juga titik-titik kecil para peziarah di
Gunung Kawagebo. Sebagian di antara mereka datang dan
pergi melewati tiga puncak menjulang ini, yang memang
dapat menjadi jalan pintas menuju jalur peziarahan dari
Shangri-La di selatan, sementara Gunung Kawagebo terletak
di utara, yang masih harus dicapai me lalui Degen yang
berlanjut dengan dua pilihan, apakah melalui T erusan Do Khel
ataukah melalui Terusan Shu. Semua itu masih merupakan
jalan yang berat, tetapi lebih memungkinkan daripada turun
ke bawah dari tempat kami sekarang, dan menuju Gunung
Kawagebo dengan menyusuri Sungai Nu, karena meski
jaraknya tampak dekat, belum tentu ada jalan yang dapat
dilalui para peziarah itu.
Gunung Kawagebo terletak di utara, tetapi tujuan kami
terletak di selatan setelah menyeberangi Tiga Sungai Sejajar
ini. Tampaknya masih sehari lagi sebelum kami dapat sampai
ke Shangri-La, itu pun jika segala rintangan dapat kami atasi.
Padahal kami telah menghabiskan waktu dua hari sejak dari
sumber air panas itu menuju kemari, karena merayapi sisi
tebing sampai di puncak ini tanpa ilmu meringankan tubuh,
betapapun memang membutuhkan waktu. Tebing itu begitu
curam, sehingga kami nyaris hanya dapat mengandalkan
pegangan jari tangan sahaja.
TIDAK mungkin bagiku memperagakan ilmu cicak di depan
Golok Karat, apalagi melenting-lenting
dengan ilmu meringankan tubuh agar segera sampai ke puncak, karena itu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
jelas akan membuka penyamaran. Kepadanya dengan sangat
hati-hati telah berusaha kujelaskan, betapa dengan sejumlah
keberuntungan dan kebetulan, telah kudengar perbincangan
kedua petugas rahasia yang disewa Golongan Murni itu, dan
mendapatkan suatu gambaran bahwa keempat suku di
wilayah Tiga Sungai Sejajar ini sengaja diadu domba, agar
perhatiannya teralihkan dari pengepungan Mahaguru Kupukupu Hitam. Tanpa menunjukkan kecurigaan apapun Golok Karat
tampak mengerti, dan kami sepakat bahwa sebagai orang
yang bermaksud untuk berguru, adalah sepantasnya kami
menunjukkan bakti dengan memberi tahu Mahaguru Kupukupu Hitam atas rencana pengepungan, dan barangkali juga
pembunuhan, yang akan dilakukan golongan hitam dan para
pendekar yang bersedia dibayar. Kami sebut rencana, karena
memang telah mendengar akan terdapatnya suatu rencana,
tetapi kurasa kini kami berlomba dengan waktu untuk
memberitahukannya kepada Mahaguru Kupu-kupu Hitam.
"Kedua orang yang dikau dengar percakapannya itu, wahai
saudaraku yang takbernama, mungkinkah memiliki yang
disebut sebagai ilmu meringankan tubuh, sehingga barangkali
kini mereka telah bersua dengan orang-orang yang
menunggunya?"
"Mereka bisa berkelebat, Golok Karat, jadi tentunya mereka
miliki ilmu meringankan tubuh, setidaknya yang tentu sangat
mereka butuhkan untuk mengendap-endap tanpa suara dalam
tugas rahasia mereka. Mungkin mereka sehari lebih cepat."
"Apakah itu berarti kita terlambat?"
"Belum tentu Golok Karat, karena mengepung dan apalagi
membunuh seseorang yang memiliki Jurus Impian Kupu-kupu
dan tamat mempelajari Kitab Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam
tidaklah mungkin dilakukan tanpa rencana yang matang."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Aku terkejut dengan kata-kataku sendiri. Mengapa aku
harus mengatakan soal tamatnya Mahaguru Kupu-kupu Hitam
mempelajari Kitab Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam seperti yang
diberitahukan Mahaguru Kupu-kupu kakaknya itu" Aku bahkan
menyebut-nyebut tentang Jurus Impian Kupu-kupu!
Ia menoleh kepadaku. Aku sudah waswas, tapi agaknya
bukan itulah yang menjadi perhatiannya.
"Jadi apakah kita akan menyeberang sekarang sebelum
angin menjadi besar, ataukah menunggu para peziarah itu
sampai di sini?"
Dari puncak tebing yang satu ke puncak tebing yang lain
sebetulnya terdapat tali tambang dengan roda-roda bertali
yang dapat digelayuti dan membawa seseorang menyeberang.
Roda-roda bertali yang sama itu juga membawa barangbarang dan binatang peliharaan seperti babi, kambing, dan
sapi; dan tentu juga para ibu dengan bayi. Para ibu yang
anaknya banyak juga menggantungkan anak-anak mereka
pada roda-roda bertali itu, ada kalanya yang masih bayi
berada di dalam keranjang dan bayi-bayi itu tertawa-tawa
dengan tangan menunjuk mega-mega di langit ketika
keranjangnya meluncur bersama roda-roda bertali itu yang
ketika sampai di tengah akan bergoyang-goyang.
Seharusnya terdapat sepasang tali tambang penyeberangan
dari tebing ke tebing, artinya sepasang tali tambang
penyeberangan untuk pergi dan pulang, tetapi hanya tali
tambang yang menyeberangi Sungai Jinsha saja yang masih
lengkap. Tali tambang yang menyeberangi Sungai Lancang,
dan kemudian yang menyeberangi Sungai Nu sampai di
tempat kami berdiri sekarang, masing-masing tinggal satu,
sehingga untuk pergi dan pulang harus dipakai secara
bergantian. Para peziarah yang masih berupa titik-titik baru
mulai menyeberangi Sungai Jinsha, jadi kami bisa
menyeberangi Sungai Nu sekarang. Siapa yang lebih dulu
sampai ke tebing barat atau tebing timur Sungai Lancang,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dialah yang berhak lebih dahulu menggunakan roda-roda
bertali untuk menyeberang dengan satunya tali tambang.
Kami segera menempatkan dan mengikatkan diri pada tali
roda-roda itu dan membuang tubuh kami sendiri agar rodaroda itu meluncur dan roda-roda itu memang segera meluncur
kencang sekali. Pada ketinggian 12.000 kaki janganlah ditanya
lagi rasanya menggelantung dan meluncur pada sebuah tali
tambang seperti itu, meskipun tali tambang itu memang kuat
sekali. Roda-roda itu me luncur cepat sekali, karena pada
awalnya tali tambang itu memang menurun, sehingga tangan
yang berada di belakang harus bisa mengendalikan
kecepatannya dengan selalu siap berada pada tali tambang,
untuk memperlambat maupun membiarkannya kencang.
DEMIKIANLAH kami berdua meluncur dan bersama itu juga
ditelan pemandangan. Kami seperti terbang di antara jurang,
meluncur dan meluncur menembus angin, memburu waktu
untuk menemukan Mahaguru Kupu-kupu Hitam yang tentu
tidak menyangka sama sekali akan terdapatnya suatu rencana
untuk mengepungnya. Namun tali tambang itu tidak
selamanya menurun, sehingga roda-roda bertali itu pun tidak
selamanya meluncur. Ketika sampai di tengah, tali tambang
itu menjadi lurus, yang para penyeberang harus menggunakan
tangannya untuk menghela dirinya sendiri, sementara kakinya
menjepit roda bertali yang membawa bawaan mereka, apakah
itu memang barang atau sapi atau bayi, agar terhela pula
mengikuti mereka. Apabila tali itu kemudian naik menuju
tebing di seberangnya, maka terlihatlah betapa penyeberangan Tiga Sungai Sejajar dapat menjadi berat.
Namun aku dan Golok Karat tidak membawa apa pun.
Golok Karat hanya membawa senjata golok karatnya yang
menyilang telanjang di punggung, sedangkan aku terpaksa
membuang tongkat pengembaraku dan menyilangkan
buntalan bekal itu ke punggung, dari kiri ke kanan, dengan
simpul ikatan berada di dada.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Golok Karat yang meluncur di depanku, karena tubuhnya
lebih besar dan lebih berat, kecepatannya jauh lebih tinggi
daripadaku. Golok Karat memanfaatkan daya dorong saat roda
bertali meluncur dengan kecepatan tinggi ke bawah, untuk
tetap meluncur pada bagian tali tambang penyeberangan di
tengah yang lurus. Rentangan tali tambang dari tebing ke
tebing itu jaraknya sangat jauh, begitu rupa sehingga tali
tambang yang tebal itu di ujungnya bisa tampak setipis
benang lantas menghilang.
Berada di tengah-tengah tali tambang penyeberangan,
pemandangan terbentang dengan cara amat sangat berbeda.
Sungai memantulkan langit, berkilat dan berkilat, tetapi juga
menampakkan mega. Di atas langit biru, di bawah langit biru,
dan kami di tengah-tengah alam raya bergantung dan
tergantung kepada seutas tali, yang berbelat dan berbelit di
sekujur tubuh kami, digulirkan roda-roda nasib menuju
penemuan dan kehilangan silih berganti.
Segalanya penuh pesona bagi mata, punggung-punggung
pegunungan dalam keunguan di kejauhan, elang gunung yang
berbulu kelabu mengincar kelinci putih di balik salju ketika
sayapnya yang membentang diam selalu dan selalu
merupakan pesona segala pesona bagiku. Dalam cuaca yang
cerah, penyeberangan itu bisa berubah jadi tamasya, sebelum
akhirnya tali tambang yang lurus itu mulai menaik, sehingga
penyeberangan hanya bisa diselesaikan dengan bantuan
tangan yang menarik tubuh sendiri. Kulihat Golok Karat
dengan sigap tangannya mencekal tali tambang silih berganti
yang membuat mencapai tebing dalam waktu. Aku pun
menyusulnya tanpa kesulitan, karena dengan mencuri-curi
kubantu tenaga otot lenganku dengan tenaga dalam.
Kini kami berada di tebing timur Sungai Nu yang sudah
kami belakangi, tetapi yang merupakan tebing barat Sungai
Lancang. Di sini, tali tambang penyeberangan juga hanya
satu, dan para peziarah yang paling depan pun belum usai
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
menyeberangi Sungai Jinsha, yang berarti kami bisa segera
menyeberangi Sungai Lancang ini. Golok Karat sendiri tidak
membuang waktu lagi. Langsung diraihnya tali pada roda dan
membelitkannya ke badan dalam kedudukan berbaring dan
segera menjejakkan kaki meluncur. Tentu aku pun segera
menyusulnya sahaja.
Namun pada saat itulah, ketika dengan roda-roda bertali itu
kami meluncur dengan lancar sampai ke tengah, angin
mendesak tiba-tiba, bertiup begitu kencang sampai tali
tambang itu miring ke samping. Dalam kejadian seperti inilah
tali tambang itu biasanya putus, dan apabila saat itu terdapat
penyeberang di tengah-tengahnya, jika tidak lepas terpental
tentu ikut jatuh ke samping bersama tali dan tewas setelah
membentur dinding yang bertonjolan dengan batu-batu tajam.
Angin yang bertiup di tempat terbuka seperti ini memiliki
daya dorong dengan kekuatan yang luar biasa, dan apabila
datangnya pun menyentak dan tiba-tiba akan terasa sebagai
pukulan raksasa. Tali tambang mendadak miring ditarik angin
dan Golok Karat nyaris terpental.
"Awas!"
Ia memperingatkan diriku. Semangat melindunginya
sungguh mengharukan bagiku.
Sebetulnyalah tubuh Golok Karat sudah hampir lepas,
karena tali pada roda telah terurai dari tubuhnya yang seperti
disedot angin, dan hanya kedua tangan sajalah yang masih
berpegang pada tali tambang.
"Jangan lepaskan!" Aku berteriak di antara deru angin.
Sebenarnyalah keadaan sungguh gawat. Golok Karat tidak
menguasai ilmu meringankan tubuh, karena itu jika pegangan
tangannya lepas, ia akan jatuh ke bumi seperti karung dari
Kitab Ilmu Silat Kupu Kupu Hitam Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ketinggian sekitar 12.000 kaki ini.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
KALAU saja tali pada roda itu tidak terurai lain soalnya,
tetapi kini hidupnya tergantung kepada sepasang tangannya
yang menggenggam tali tambang itu saja, sementara angin
terus menyentak-nyentak dan menyedotnya, bagaikan di
ujung sana terdapat mulut naga raksasa menganga. Aku harus
menolongnya, tapi bagaimana caranya tanpa mempergunakan
tenaga dalam atau ilmu meringankan tubuh, dan hanya
mengandalkan akal sahaja"
Aku sendiri berada dalam sedotan angin yang sama, tubuh
miring bersama tali tambang penyeberangan yang tersedot ke
samping. Tali tambang itu sampai melengkung sejajar dengan
tubuh-tubuh kami di ujungnya. Apa yang harus kulakukan"
Tubuhku masih terikat tali pada roda. Jadi meski pegangan
tangan dan kakiku sudah terlepas sama sekali dari tali
tambang, aku tidak terpental melayang karena tubuhku masih
terjerat tali pada roda. Melalui tali itulah aku mulai merayap,
berusaha membawa kembali tubuhku menuju tali tambang
penyebarangan itu, sementara pegangan Golok Karat sudah
merenggang! Aku harus cepat!
Wajah Golok Karat sudah merah karena mengejan.
"Hhhhhhhhh!!!!"
Ia mengerahkan seluruh kekuatannya.
"Tahan Golok Karat! Tahan!"
Aku pun mengerahkan seluruh tenaga otot lenganku agar
dapat mencapai tali tambang yang sebetulnya berada di
atasku, tetapi sekarang karena sedotan angin menjadi miring
dan sejajar itu. Aku harus berteri makasih untuk dapat
menggunakan tenaga dalam secara sembunyi-sembunyi di
sini, meski dengan itu pun perayapan tidak menjadi lebih
mudah. Sedepa demi sedepa aku merayapi tali melawan daya
alam yang luar biasa.
Betapapun akhirnya kucapai juga tali tambang itu, baik
dengan tangan maupun dengan kaki, sama seperti kedudukan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
semula, hanya saja dengan kedudukan miring karena tiupan
angin yang tanpa ampun dan tanpa pandang bulu sungguh
seperti ingin membunuh itu.
"Tanpa Nama!"
Golok Karat berteriak bagai sudah sampai tenaga
terakhirnya. Kupadukan tenaga dalam untuk melawan angin dan ilmu
cicak untuk menjamin lengketnya tubuh pada tali. Aku merayap
bersama roda-roda bertali itu mendekati tangan-tangan
terkepal Golok Karat yang bukan hanya mulai merenggang
tetapi sebentar lagi terlepas!
Tangan dan kepalaku sudah sangat dekat kepada tangan
Golok Karat, wajahnya merah padam karena pengerahan
tenaga pada puncak kemampuan. Pegangan tangannya lepas!
Namun saat itu tangan kananku sudah menyambar tangan
kanannya! Hap! "Tahan Golok Karat! Tahan!"
Bagaikan sebuah permainan, tiupan angin mendadak reda,
sehingga tali tambang yang miring sejajar kini berayun turun
dengan tubuh Golok Karat yang tinggi besar sebagai
pemberatnya! Tali tambang itu kini berayun bagai bandul. Kedudukan
Golok Karat sama sekali belum aman, karena meski tanganku
sudah memegangnya, masih sangat mungkin untuk kemudian
terlepas. Sedikit banyak ayunan ini mengurangi beban
tubuhnya pada tanganku, tetapi jika ayunan ke utara dan ke
selatan ini nanti berhenti, bebannya akan menjadi sangat
nyata, dan belum tentu pula kekuatan tanganku tanpa tenaga
dalam mampu melakukan sesuatu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Namun itu tidaklah berarti demi penyamaran aku akan tega
mengorbankan jiwa Golok Karat, sementara Golok Karat itu
sendiri sangatlah penting bagi penyamaranku untuk berpurapura menjadi murid Mahaguru Kupu-kupu Hitam. Maka segera
kukerahkan ilmu cicak ke telapak tangan kananku untuk
menjamin rekatnya tangan kanan Golok Hitam ke tangan
kananku itu, bahkan kemudian dalam keterayunan tali
tambang itu ke selatan dan ke utara, tangan kiriku pun
kulepaskan untuk meraih tangan kanan Golok Karat dengan
kedua tangan, dan dengan hanya bergantung pada kaki,
memanfaatkan daya dorong keberayunan untuk mengayunkan
seluruh tubuh kami berdua sampai ke atas tali tambang itu!
Dalam keberayunan bandul, terdapat saat dan titik ketika
bandul tidak bergerak sama sekali pada titik tertinggi sebelum
berayun kembali -saat itulah kusentak dan kutarik Golok Karat
ke arah tali tambang, sehingga Golok Karat justru dapat
melepaskan pegangannya dan dengan kedua tangan meraih
tali tambang itu kembali!
Ketika bandul kembali berayun, Golok Karat dengan sigap
sudah berada pada tali tambang dalam kedudukan
semestinya: telentang dengan kepala menghadap langit,
dengan tangan dan kaki pada tali tambang, sementara
tubuhnya berada pada tali dari roda, yang kini ikut me luncur
bersamanya melanjutkan penyeberangan, sebelum angin
ganas itu datang kembali!
KAMI masih setengah jalan, tepat berada di tengah-tengah
tali tambang penyeberangan di atas Sungai Lancang. Dari
kejauhan terdengar seperti siulan yang makin lama makin
mendekat, yang tampaknya bagaikan suatu janji betapa angin
yang jauh lebih kencang akan datang lagi.
"Tanpa Nama! Cepat! Jangan sampai kita diterbangkan
melayang tak tahu sampai ke mana!"
Golok Karat bergerak cepat. Aku menyusul di belakangnya.
Tanpa daya dorong dari peluncuran sebelumnya karena
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
terpotong angin, otot-otot lengan kami mesti bekerja keras
sepenuhnya agar segera sampai ke tepi tebing sebelum angin
yang masih terdengar hanya sebagai siulan kembali menguji
kekuatan tali tambang ini. Konon, tali tambang ini tinggal satu
karena yang lain putus oleh angin semacam ini, dan ketika
berlangsung memang telah menghamburkan para penyeberang ke udara, hanya untuk jatuh ke Sungai Lancang
yang berbatu-batu besar dengan kederasan arus yang
mengerikan. Begitulah kami bergerak secepat-cepatnya
dengan mengandalkan otot lengan, dan meski angin keras dan
kencang itu tiba sebelum kami mencapai tepi timur,
kedudukan kami sudah cukup aman untuk tetap merayap
menyelesaikan penyeberangan. Adapun karena ujung tali
tambang penyeberangan ini tidak berakhir tepat di puncak,
kami masih harus merayapi tebing yang masih saja curam ini
sampai ke puncak.
Tiba di atas Golok Karat langsung memelukku.
"Terima kasih saudaraku! Dikau telah menyelamatkan
nyawaku! Daku berutang budi kepadamu!"
"Itu sudah kewajibanku Golok Karat! Kita adalah teman
seperjalanan!"
Bukankah pernah kusampaikan, betapa dalam kehidupan
para pengembara kedekatan teman seperjalanan dapat
melebihi kedekatan persaudaraan, terutama apabila mendapatkan pengalaman menghadapi marabahaya bersama"
Aku sendiri merasa sedih dengan kenyataan betapa
pengalaman ini kudapatkan demi kepentingan penyamaran.
Tiada dapat kubayangkan kehidupan petugas rahasia yang
tenggelam dalam penyamaran sampai ajal merenggutnya.
Namun Golok Karat tidak bisa lebih lama lagi mengumbar
perasaannya, karena kami betapapun harus bergerak cepat
secepat-cepatnya dalam keterbatasan gerak kami, dan karena
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tali tambang penyeberangan dengan roda-roda bertali di atas
Sungai Jinsha ini masih lengkap, kami tidak usah menunggu
para peziarah yang masih sampai di tengah, melainkan
langsung meluncur setelah kedudukan sempurna pada tali
yang bergantung kepada roda-roda itu.
Para peziarah masih berada di tengah, bukan sekadar
karena tenaga mereka adalah tenaga awam, melainkan karena
tenaga awam mereka yang bukan pesilat itu memang terkuras
oleh perjalanan peziarahan yang pada berbagai upacara juga
menuntut mereka untuk berpuasa, setidak-tidaknya tak makan
daging, sengaja melemaskan badan. Maka dengan segera
kami yang meluncur turun, bahkan dengan tangan dan kaki
terlepas dari tali tambang, hanya badan bergantung pada tali
roda, segera berpapasan dengan mereka yang berada pada
tali tambang lainnya.
Kepala kami menengadah langit, tetapi bisa menengok ke
kiri, ke arah mereka ketika berpapasan. Aku memperhatikan
mereka baik-baik. Wajah mereka yang merah itu tentu karena
udara yang dingin di dataran tinggi, tetapi ketulusan dan
penyerahan atas jalan yang ditempuhnya untuk berziarah
mengagumkan aku. Meskipun arak-arakan perziarahan
mengalir menuju Gunung Kawagebo, pada saat berangkat dan
pada saat kembali banyaklah kuil, besar maupun kecil, yang
juga akan mereka ziarahi. Berbagai macam dewa dalam
berbagai macam menerima pemujaan dan persembahan
masing-masing, meski semuanya berakhir tetap dengan
Kebuddhaan tertinggi.
Mereka merayap seperti kami, wajah telentang ke langit
dengan tangan bergerak pada tali tambang menyeret tubuh
yang berbaring pada tali roda, tetapi kadang dengan kaki
menyeret roda di belakangnya yang tali-talinya digelantungi
atau keranjang bayi. Lelaki perempuan tua muda dan kanakkanak lewat satu persatu menuruti kecepatan roda di
hadapanku yang menengok ke kiri. Aku kagum dengan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kehidupan perziarahan. Mereka melakukannya setiap tahun,
bertahun-tahun tanpa putus, setiap kali pulang hanya untuk
berangkat kembali. Berjalan, berdoa, dan berjalan lagi, dan
kini menyeberangi Sungai Jinsha yang arusnya menggaung
dengan wajah menatap langit bagaikan bagian dari upacara
itu sendiri. Bukan hanya satu atau dua orang menyeberang pada tali
tambang dengan wajah menatap langit, karena rombongan
demi rombongan muncul pada ujung tali tambang
penyeberangan itu.
KAMI masih setengah jalan, tepat berada di tengah-tengah
tali tambang penyeberangan di atas Sungai Lancang. Dari
kejauhan terdengar seperti siulan yang makin lama makin
mendekat, yang tampaknya bagaikan suatu janji betapa angin
yang jauh lebih kencang akan datang lagi.
"Tanpa Nama! Cepat! Jangan sampai kita diterbangkan
melayang tak tahu sampai ke mana!"
Golok Karat bergerak cepat. Aku menyusul di belakangnya.
Tanpa daya dorong dari peluncuran sebelumnya karena
terpotong angin, otot-otot lengan kami mesti bekerja keras
sepenuhnya agar segera sampai ke tepi tebing sebelum angin
yang masih terdengar hanya sebagai siulan kembali menguji
kekuatan tali tambang ini. Konon, tali tambang ini tinggal satu
karena yang lain putus oleh angin semacam ini, dan ketika
berlangsung memang telah menghamburkan para penyeberang ke udara, hanya untuk jatuh ke Sungai Lancang
yang berbatu-batu besar dengan kederasan arus yang
mengerikan. Begitulah kami bergerak secepat-cepatnya
dengan mengandalkan otot lengan, dan meski angin keras dan
kencang itu tiba sebelum kami mencapai tepi timur,
kedudukan kami sudah cukup aman untuk tetap merayap
menyelesaikan penyeberangan. Adapun karena ujung tali
tambang penyeberangan ini tidak berakhir tepat di puncak,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kami masih harus merayapi tebing yang masih saja curam ini
sampai ke puncak.
Tiba di atas Golok Karat langsung memelukku.
"Terima kasih saudaraku! Dikau telah menyelamatkan
nyawaku! Daku berutang budi kepadamu!"
"Itu sudah kewajibanku Golok Karat! Kita adalah teman
seperjalanan!"
Bukankah pernah kusampaikan, betapa dalam kehidupan
para pengembara kedekatan teman seperjalanan dapat
melebihi kedekatan persaudaraan, terutama apabila mendapatkan pengalaman menghadapi marabahaya bersama"
Aku sendiri merasa sedih dengan kenyataan betapa
pengalaman ini kudapatkan demi kepentingan penyamaran.
Tiada dapat kubayangkan kehidupan petugas rahasia yang
tenggelam dalam penyamaran sampai ajal merenggutnya.
Namun Golok Karat tidak bisa lebih lama lagi mengumbar
perasaannya, karena kami betapapun harus bergerak cepat
secepat-cepatnya dalam keterbatasan gerak kami, dan karena
tali tambang penyeberangan dengan roda-roda bertali di atas
Kitab Ilmu Silat Kupu Kupu Hitam Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sungai Jinsha ini masih lengkap, kami tidak usah menunggu
para peziarah yang masih sampai di tengah, melainkan
langsung meluncur setelah kedudukan sempurna pada tali
yang bergantung kepada roda-roda itu.
Para peziarah masih berada di tengah, bukan sekadar
karena tenaga mereka adalah tenaga awam, melainkan karena
tenaga awam mereka yang bukan pesilat itu memang terkuras
oleh perjalanan peziarahan yang pada berbagai upacara juga
menuntut mereka untuk berpuasa, setidak-tidaknya tak makan
daging, sengaja melemaskan badan. Maka dengan segera
kami yang meluncur turun, bahkan dengan tangan dan kaki
terlepas dari tali tambang, hanya badan bergantung pada tali
roda, segera berpapasan dengan mereka yang berada pada
tali tambang lainnya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kepala kami menengadah langit, tetapi bisa menengok ke
kiri, ke arah mereka ketika berpapasan. Aku memperhatikan
mereka baik-baik. Wajah mereka yang merah itu tentu karena
udara yang dingin di dataran tinggi, tetapi ketulusan dan
penyerahan atas jalan yang ditempuhnya untuk berziarah
mengagumkan aku. Meskipun arak-arakan perziarahan
mengalir menuju Gunung Kawagebo, pada saat berangkat dan
pada saat kembali banyaklah kuil, besar maupun kecil, yang
juga akan mereka ziarahi. Berbagai macam dewa dalam
berbagai macam menerima pemujaan dan persembahan
masing-masing, meski semuanya berakhir tetap dengan
Kebuddhaan tertinggi.
Mereka merayap seperti kami, wajah telentang ke langit
dengan tangan bergerak pada tali tambang menyeret tubuh
yang berbaring pada tali roda, tetapi kadang dengan kaki
menyeret roda di belakangnya yang tali-talinya digelantungi
atau keranjang bayi. Lelaki perempuan tua muda dan kanakkanak lewat satu persatu menuruti kecepatan roda di
hadapanku yang menengok ke kiri. Aku kagum dengan
kehidupan perziarahan. Mereka melakukannya setiap tahun,
bertahun-tahun tanpa putus, setiap kali pulang hanya untuk
berangkat kembali. Berjalan, berdoa, dan berjalan lagi, dan
kini menyeberangi Sungai Jinsha yang arusnya menggaung
dengan wajah menatap langit bagaikan bagian dari upacara
itu sendiri. Bukan hanya satu atau dua orang menyeberang pada tali
tambang dengan wajah menatap langit, karena rombongan
demi rombongan muncul pada ujung tali tambang
penyeberangan itu.
LIMA, tujuh, dua belas, dua puluh, tiga puluh, mereka
meluncur pelahan dengan roda-roda bertali itu, sesuai
kekuatan tangan seadanya, dengan wajah menatap langit dan
kepasrahan takterhingga, sehingga meski membawa keranjang bayi yang terikat di punggungnya, tidak tampak
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sama sekali kekhawatiran akan mati. Mengingatkanku kepada
suatu bagian dalam Kitab Kematian Tibet.
O sekarang inilah saat-saat kematian
dengan melampaui kematian ini
aku juga akan bertindak
demi kebaikan segenap makhluk yang peka
menempatkan ketakterbatasan ruang langit
seperti meraih Kebuddhaan Sempurna
dengan penetapan atas cinta dan keharuan
menuju Kesempurnaan Tunggal
Aku pun menatap langit, mencoba menatap seperti mereka
menatap dan melihat apakah kiranya yang dapat mereka tatap
dan adalah mega-mega yang lewat tertatap, dengan segala
bentuk yang tidak menunjuk apa pun bahkan tidak
menunjukkan mega-mega itu sendiri.
Menatap mega, meluncur tanpa hambatan, tenggelam
dhyana, langit menjadi bagian dalam diri dan diri menjadi
bagian dari langit.
Namun betapa mendadak langit bagaikan terkuak, dan
seorang penyamun terbang datang berkepak langsung
membacokku! (Oo-dwkz-oO) Episode 202: [Membasmi Penyamun Terbang]
PENYAMUN terbang itu muncul begitu mendadak, bagaikan
langsung membedah tirai langit dan menjatuhiku. Namun
rupanya angin yang mendadak pula bertiup kencang kembali
menerpa sayapnya begitu rupa sehingga bacokannya melewati
kepalaku, bahkan ia sendiri terjerat ta li pada roda tempat aku
berbaring menghela diriku. Akibatnya tubuh penyamun itu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
menimpa tubuhku sampai pegangan tanganku pada tali
tambang terlepas!
Kami bergulat di atas tali pada roda yang jadinya mundur
kembali ke tengah karena peganganku terlepas itu. Tali
tambang bergoyang-goyang karena pergulatan kami maupun
karena angin, yang dapat menjadi sangat berbahaya bagi para
peziarah pada tali tambang di sebelah utara, karena tenaga
mereka yang lemah oleh perjalanan dan puasa. Penyamun itu
berusaha bangkit agar bisa membacokku lagi, tetapi aku
menangkap tangan kanannya yang terayun dengan tangan
kiriku, berusaha membuat goloknya lepas. Namun ketika
goloknya lepas, ternyata tangan kirinya sempat mengambil
pisau terbang dari pinggangnya dan menusuk jantungku
dengan bernafsu, tetapi tangan kananku segera memegang
pergelangan tangan kirinya itu pula.
"Ggggrrrhhhh!"
Rupanya penyamun terbang yang beringas itu penasaran
sekali tidak bisa segera menghabisiku. Sekilas sempat kulihat
di pinggangnya terdapat sabuk pisau terbang, setidak-tidaknya
terdapat dua belas pisau terbang melingkari pinggang pada
sabuk semacam itu. Maka tangan kiriku bergerak cepat
mengambil salah satu pisau terbang dari sabuk itu, dan
menusuk perutnya yang menindih perutku tanpa sempat
ditahan tangan kanannya.
"Hhhhgggh!"
Tamat sudah riwayat hidupnya dan sebelum mendorong
tubuhnya kulepas dahulu sabuk pisau terbang itu, karena
dalam penyamaran menghadapi para penyamun terbang yang
muncul di mana-mana ini diriku tak mungkin menggunakan
pukulan jarak jauh atau berkelebat melenting ke sana kemari
di atas tali tambang penyeberangan ini.
Seorang penyamun terbang menyambar Golok Karat, tetapi
bukan saja sambaran goloknya luput, melainkan Golok Karat
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
berhasil menangkap pergelangan tangannya, menarik dan
membantingnya, tetapi tidak me lepasnya sebelum ia pukul
kepala penyamun itu dengan kepalan sampai pingsan.
Penyamun itu tergelantung dengan kepala di bawah dan
sayapnya yang kaku terkulai.
BUKAN hanya pisau terbang kini yang melesat, tetapi juga
anak panah berujung besi yang telah direndam racun dan
dilepaskan dengan busur-busur silang yang luar biasa kuat
tenaga dorongnya, yang akan membuat anak panahnya bukan
hanya menancap, melainkan menembusi badan!
Di tangan Golok Karat sudah terpegang golok berkaratnya
yang besar, yang langsung diputarnya seperti baling-baling,
tetapi aku tidak memegang senjata apapun! Dalam dunia
persilatan, bertangan kosong bagiku adalah pilihan, karena
dengan tenaga dalam dan ilmu meringankan tubuh,
bersenjata atau tidak bersenjata tidak terlalu menentukan;
tetapi semua kelebihan itu tidak mungkin kugunakan sekarang
dalam penyamaran. Pisau terbang dan anak-anak panah yang
dilepaskan busur-busur silang itu melesat secepat kilat siap
merajam tubuhku!
Apakah yang masih dapat dilakukan kewajaran awam
dalam keadaan segenting itu" Golok Karat dengan golok
karatnya yang berputar seperti baling-baling merontokkan
segenap pisau terbang dan anak panah yang dilepaskan
busur-busur silang. Aku sendiri dengan sekuat tenaga
memanfaatkan keterayunan tali tambang yang dihempaskan
angin itu untuk mengangkat tubuhku ke atas kembali, bahkan
sampai berputar ke bagian atas tali, sehingga segenap pisau
terbang dan anak-anak panah yang dilepaskan busur silang itu
tidak hanya melesat tanpa mengenai sasaran di tempat
tubuhku tadi berada, melainkan dapat kuraih penyamun yang
datang menyambar dengan maksud membacokku.
Penyamun itu kebingungan berkepak meninggalkan tali
tambang dengan diriku bergelantungan memegang kedua
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
batang sejajar pada alat terbang di bawah perutnya. Ketika ia
mencoba membacokku lagi, dalam kacaunya keseimbangan,
sekali lagi kumanfaatkan keberayunan alat terbang yang oleng
untuk mengayun tubuhku berputar ke atas punggungnya yang
tertutupi selaput penghubung kedua sayap. Dengan segera
sambil menduduki punggungnya, kujepit pinggangnya dengan
kedua kaki, sementara tangan kiriku meraih tali tambang
penyeberangan di sebelah utara yang penuh peziarah.
Tali tambang itu bergoyang-goyang dalam keterayunan,
kupegang tepi kerangka sayapnya dengan tangan kanan
sehingga takbisa bergerak lagi, lantas dengan cepat tangan
kananku itu pula yang menotok tengkuknya dari belakang.
Penyamun itu terkulai pingsan, goloknya melayang jatuh,
tetapi dengan hanya tangan kiri bergantung pada tali tambang
seperti ini dengan beban tubuh penyamun pingsan beserta
segenap peralatan terbangnya, meskipun peralatan itu ringan,
kedudukanku sangat tidak menguntungkan ketika para
penyamun lain datang menyambar.
"Tanpa Nama!"
Kulihat di tali tambang penyeberangan sebelah selatan
Golok Karat masih bertahan dengan golok karatnya yang
sudah menjadi merah dan meneteskan darah. Namun itu tidak
mengurungkan niat para penyamun untuk tetap menyingkirkan siapa pun yang tampaknya berani melawan
dan akan menjadi penghalang, sehingga mereka masih terus
menyerang Golok Karat meski takkunjung juga bisa mereka
kalahkan, sebaliknya justru pada pihak merekalah banyak
jatuh korban. Penyamun terbang yang berhasil ditewaskan
dengan dada terbelah dan cucuran darah segar langsung jatuh
melayang ke Sungai Jinsha dengan teriakan panjang.
"Pakai sayapnya!"
Memang itulah yang akan kulakukan dengan tidak
melepaskan penyamun pingsan yang membebani tangan
kananku. Aku harus mengangkatnya sekuat tenaga dengan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sebelah tangan dan menyangkutkannya ke dalam tali pada
roda, bersama dengan segenap perlengkapannya, sebelum
melucutkannya dari sana dan ganti memasukkan diriku ke
dalam perlengkapan terbang itu. Namun sekarang aku ini
sedang diserang! Dengan tangan kiri memegang tali tambang
penyeberangan dan tangan kanan dibebani penyamun
bersayap yang pingsan, aku sudah kehilangan akal mengatasi
serangan ini dengan ilmu s ilat awam. Haruskah aku membuka
samaranku dan mengatasinya dengan ilmu silat sebenarnya
kukuasai sekarang" Penyamun terbang yang menyambar itu
sudah berada di hadapanku!
Namun pada tali tambang penyeberangan di sebelah utara
ternyata aku tidak sendiri, karena semua peziarah memang
melewati bagian ini, dan kita tidak pernah bisa tahu s iapa saja
yang berada di antara para peziarah itu. Maka suatu bayangan
berkelebat di belakangku. Terdengar suara orang berdahak
dan meludah. "Cuh! Cuh!"
Kulihat wajah kejam penuh kehendak membunuh itu
mendadak berteriak kesakitan karena pada kedua matanya
tiba-tiba saja berkobar api!
Penyamun terbang yang meluncur ke arahku itu bahkan
menabrakku! Hanya untuk merosot terpuntir-puntir bersama
sayapnya yang menangkup sambil masih berteriak-teriak
dalam bahasa Tibet, meski Sungai Jinsha di bawah sana akan
segera membungkamnya.
AKU menoleh ke belakang. Ternyata seorang pengemis!
Dialah yang rupanya telah meludahi penyamun terbang itu
tepat pada matanya yang segera berubah menjadi api dan
membakar mata itu!
Tangannya menyentuh tali tambang penyeberangan
dengan ringan dan bergerak mendekati aku dengan gerakan
seperti kera. Tanpa berbicara ia bergelantungan di sebelahku
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
pada kakinya dan langsung meraih kerangka sayap yang
kupegang itu dengan ringan pula ke atas. Tenaga dalamnya
tentu tinggi sekali, tetapi pengemis, atau lelaki tua berbusana
dekil dan compang-camping
seperti pengemis itu, melakukannya seperti menjalankan pekerjaan sehari-hari
sahaja. Penyamun terbang yang masih pingsan lengkap dengan
peralatannya itu telah tergeletak pada tali roda. Para
penyamun terbang lain masih menyambar-nyambar dari
segala jurusan sambil mengayunkan golok, melemparkan
pisau terbang, dan melepaskan anak panah dengan busur
silang. Setidak-tidaknya terdapat dua puluh lima peziarah
bergelayutan pada tali roda-roda yang seharusnya meluncur di
atas tali tambang, tetapi kini terhenti karena angin kencang
maupun serbuan para penyamun terbang. Pengemis itu
bergelantungan seperti kera sepanjang tali tambang, untuk
mendorong roda-roda bertali yang ditumpangi para peziarah
itu agar meluncur kembali.
Kitab Ilmu Silat Kupu Kupu Hitam Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Beberapa di antara mereka bahkan telah terluka, ada yang
hampir jatuh, tetapi ada juga yang mampu bertahan dan
menangkis, tetapi tidak ada yang membalas, karena mereka
telah berada dalam peziarahan, yang berarti membebaskan
diri mereka dari cara berpikir kehidupan sehari-hari. Namun
para penyamun itu tidak peduli. Kepasrahan dan ketulusan
para peziarah tidaklah berarti akan membuat para penyamun
itu terharu dan jatuh iba, sebaliknya hanya membuat para
penyamun memandang para peziarah sebagai makanan
empuk. Itulah sebabnya peziarahan ke berbagai kuil dan
tempat suci di wilayah Tiga Sungai Sejajar dikenal sebagai
tempat terberat bagi pengujian ketabahan, karena begitu
banyak marabahaya yang mengancam, baik datangnya dari
manusia maupun alam.
"Tanpa Nama! Cepat! Bunuh saja! Buang!"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Golok Karat tidak sabar me lihat bagaimana aku bersusah
payah melucutkan penyamun pingsan itu dari alat terbang.
Namun tidak mungkinlah aku membuangnya ke bawah untuk
ditelan kederasan arus Sungai Jinsha. Sebaliknya kuikatkan tali
ke tubuhnya agar tetap berada di sana dan tidak jatuh
melayang ke bawah. Lantas aku pun memasangkan diriku
kepada alat terbang itu, dan melepaskan diri dari tali pada
roda untuk mencoba terbang.
Aku pun segera meluncur, berkepak, dan melayang.
Semenjak diserang gerombolan penyamun terbang untuk
kali pertama, sebelum akhirnya Pedang Kilat datang menolong
kami, telah kuperhatikan baik-baik cara bekerja alat terbang
yang meniru sayap berkepak ini. Alat ini menuntut seseorang
berbaring tengkurap di angkasa, tetapi dengan alas hanya
untuk dada sampai perut, karena kedua tangannya memegang
pengendali sayap untuk berkepak yang terhubungkan dengan
tali, sedangkan kedua kakinya bergerak naik dan turun untuk
meninggi rendahkan sayap tersebut. Adapun di punggung
terpasang batang kayu dari kaki sampai belakang kepala, yang
ketika sampai di bahu di bawah leher terikat pada penerbang
yang berada di hadapan pengendali terbang --suatu kerangka
kayu melengkung seperti busur, yang didukung suatu
kerangka penopang, dengan bentangan dua tali kencang ke
arah kaki batang kayu di punggung penerbang. Jadi kepala
penerbang bagai kepala kuda yang terikat kendali, tetapi kali
ini melalui kepala yang naik turun itulah penerbangan
dikendalikan. Aku telah mengambil sabuk pisau terbang pada pinggang
penyamun yang pingsan itu. Para penyamun menyesuaikan
alat terbang itu dengan kebutuhan mereka sendiri, yakni
merampok, menjarah, dan bertarung, sehingga tangan yang
seharusnya memegang pengendali sayap harus bebas, dan
karena itu pengendalian sayap dibuat agar dapat dilakukan
pangkal lengan. Demikianlah kedua tanganku pun sekarang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
bebas, dan memegang dua bilah pisau terbang, masingmasing di tangan kiri dan tangan kanan.
Aku melayang berpapasan dengan dua belas penyamun
terbang di hadapanku. Dari mana saja para penyamun
terbang ini" Mereka muncul dari mana-mana dengan begitu
tiba-tiba, bagaikan langsung menguak dari balik tirai langit
yang biru. Melesat dan melesat, langsung menujuku. Aku
terbang merendah, dua belas penyamun berkepak lewat di
atasku. Aku membubung naik dan berbalik. Kedua belas
penyamun itu rupanya juga membubung dan akan berbalik,
tetapi aku telah meluncur seperti elang sambil melepas kedua
belas pisau terbang itu serempak yang langsung menancap di
setiap dahi penyamun terbang itu.
GOLOK Karat memang pernah bergabung dengan pasukan
kerajaan, sehingga mengenal siasat pertempuran.
Namun saling pengertian ini juga terbentuk karena
kebersamaan kami dalam perjalanan yang penuh dengan
perbincangan. Maka para penyamun terbang ini memang
akhirnya terjebak untuk menyerang terus menerus, dan kami
tunggu saja sampai terbuka kelemahan. Seorang penyamun
terbang dirontokkan sayapnya oleh Golok Karat, sementara
bandul bertaliku meretakkan kening penyamun terbang lain,
dan keduanya pun segera jatuh terpuntir-puntir ke bawah.
Namun para penyamun terbang ini juga bukan sembarang
orang kasar. Para pemimpinnya mungkin saja bekas anggota
pasukan Kerajaan Tibet yang kecewa, yang karena menyingkir
keluar dari perbatasan, maka bergabung dan akhirnya bahkan
merebut kedudukan sebagai pemimpin gerombolan.
Akibatnya, gerombolan penyamun yang hanya mengandalkan keberingasan pun akhirnya mengenal sedikit
siasat pertempuran, yang menjadi sangat berguna untuk
mengatasi perburuan pasukan Negeri Atap Langit, yang secara
berkala melakukan peny isiran dan pembersihan berbagai
gerombolan di perbatasan.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Begitulah, rupanya siasat kami terbaca, sehingga para
penyamun itu hanya terbang berputar mengepung kami,
tanpa menyerang sama sekali, tetapi tetap melepaskan anak
panah dari segala jurusan. Jika kedudukan terus bertahan
seperti ini, keadaannya akan sangat berbahaya bagi kami,
karena rupanya para penyamun terbang ini menyadari ujaran
Sun Tzu yang lain dari bagian Sembilan Kedudukan.
jika ia memasuki wilayah musuh
tetapi tidak dalam
ia dalam kedudukan ringan
Ini disambung lagi dengan nasihat:
dalam kedudukan ringan
jangan berhenti
Dalam keadaan ini, jelas kemampuan terbang kami tidak
sebanding dengan para penyamun terbang yang betapapun
hidup di wilayah ini. Jika angin kencang datang kembali,
niscaya kamilah yang akan ikut terbawa tanpa kemampuan
mengatasinya, dan para penyamun terbang itu dengan leluasa
akan segera menyambar para peziarah kembali. Maka aku pun
teringat ujaran Sun Tzu sendiri:
dalam keadaan terkepung
bersiasatlah Golok Karat memandangku dan aku mengerti belaka
maksudnya, karena kami memang pernah memperbincangkan
bagaimana buku Seni Perang Sun Tzu yang ditujukan untuk
peperangan dengan balatentara besar, dapat digunakan untuk
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
pertarungan dengan cukup sedikit orang seperti berlangsung
sekarang. Aku pun menekuk sayapku ke atas agar dapat menukik ke
bawah, dan setelah lolos dari kepungan mereka langsung
melesat ke selatan; sementara Golok Karat melakukan
tindakan yang sama, hanya saja lantas melesat ke utara.
Itulah memang siasat yang pernah kami bicarakan dalam
perjalanan, kami pancing agar musuh terpecah menjadi dua
bagian, tentu hanya untuk kami lumpuhkan satu demi satu.
Jika siasat ini terbaca, seharusnya mereka tidak mengejar
kami, makanya masing-masing kami sebelum lepas dari
kepungan sengaja melukai penyamun terdekat agar darah
mereka jadi panas.
Kebetulan sekali kami pernah membicarakan tentang
pengembangan siasat-siasat Sun Tzu bagi kedudukan lemah
dan terdesak, sehingga kami sama-sama sepakat betapa luka
yang ditimbulkan itu haruslah luka yang menghina dan
menyinggung harga diri.
Dalam hal itu Golok Karat yang meluncur cepat ke utara
dengan golok karatnya telah memapas putus dua tangan
seorang penyamun, tepat pada pergelangan tangannya.
Darahnya mengucur seperti air cucuran atap ke pelimbahan,
mengucur untuk terbawa angin tak jelas ke mana, tetapi
penyamun itu masih bisa menjaga kendali alat terbangnya
melalui kedua lengan.
MEMANG pemandangan yang selain menimbulkan rasa iba
juga menaikkan darah, sehingga Golok Karat langsung dikejar
dan diburu, seperti juga yang separuh lagi mengejarku karena
sekadar telah kusabetkan bandul bertaliku ke wajah seorang
penyamun, dengan tenaga terjaga agar hanya hidungnya saja
yang patah, tetapi cucuran darahnya cukup banyak bagaikan
mengalir ke pelimbahan jua.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Demikianlah mereka mengejarku di atas Sungai Jinsha ke
utara, dan kubiarkan satu persatu mendekat, karena itulah
memang cara terbaik mengalahkan para penyamun terbang
yang luar biasa ini.
Kudengar jeritan para korban golok karatan yang pastilah
menyakitkan itu, jauh, jauh di selatan sana.
(Oo-dwkz-oO) Episode 203: [Mahaguru Kupu-kupu Hitam]
Sudah lama sekali rasanya tidak kusaksikan matahari senja
yang begitu merah membara seperti di Javadvipa tercinta,
tetapi kini masih sempat terlihat olehku piringan bara raksasa
itu telah tenggelam separo dan terus membenam perlahanlahan ke balik Gunung Merah. Namun langit senja di s ini tidak
pernah bisa berkobar kemerah-merahan seperti yang bisa
kusaksikan di Yavabhumipala. Senja hanyalah kekelabuan
yang rata ketika aku dan Golok Karat terus memacu langkah,
menurun, mendaki, menurun, mendaki, dan menurun lagi
menuju ke Danau Biwa.
Sepanjang perjalanan dari Tiga Sungai Sejajar menuju
Shangri-La, semakin banyak kami berpapasan dengan para
peziarah, yang melangkah pelan tapi pasti ke arah Gunung
Kawagebo. Para peziarah dengan tongkat pengembara dan
buntalan kain di punggungnya, datang dari dan pergi ke arah
Gunung Kawagebo, sebagian akan berusaha menyingkat jalan
dengan menyeberangi Tiga Sungai Sejajar, tetapi para
penyamun terbang yang selalu menjadi ancaman untuk
sementara tidak akan mengganggu perjalanan mereka lagi.
Para penyamun terbang yang menyerang kami dan para
peziarah di sepasang tali tambang penyeberangan di atas
Sungai Jinsha itu tidak seorang pun akan kembali ke
sarangnya. Ketika akhirnya kami berdua mendarat di tepi
timur pun tebing Sungai Jinsha, kami saksikan para peziarah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
yang selamat sampai ke tepi barat telah menyembahnyembah kami dari jauh, mengetuk-ngetukkan dahi mereka ke
dataran batu berkali-kali. Kami tanggapi pernyataan terima
kasih mereka yang tulus dengan menjura. Dari kejauhan kami
saksikan juga pengemis sakti itu ikut mengetuk-ngetukkan
dahinya ke dataran batu.
Pendekar dengan ilmu silat setinggi itu! Rambutnya yang
putih menunjukkan betapa dia sudah berumur. Betapa sudi
dan rendah hati dirinya mampu melakukan hal itu...
"Agaknya tanpa sengaja kita telah berjumpa dengan
Pendekar Ludah Api," kata Golok Karat, "semenjak mendalami
Buddha aliran T ibet ia menghilang dari dunia persilatan. Siapa
sangka bersua dalam perjumpaan seperti ini..." Dalam
perjalanan Golok Karat bercerita betapa sebetulnya Ludah Api
pernah malang melintang dalam dunia persilatan Negeri Atap
Langit. "Kemudian ia jatuh cinta kepada seorang perempuan
pendekar asal Tibet, yang kemudian mengajaknya pulang ke
kampung halamannya di pedalaman. Namun agaknya di sana
istrinya itu tercerahkan oleh ujaran-ujaran para bhiksu, dan
lantas memilih jalan hidup sebagai bhiksuni. Pendekar Ludah
Api berusaha mengikuti jejak istrinya dengan menjadi bhiksu,
yang seperti juga istrinya kemudian juga menggunduli
kepalanya. "Suatu ketika ia mendengar istrinya dilarikan seorang
bhiksu yang tiada dapat menolak gejala cintanya meski istri
Ludah Api itu sudah menjadi bhiksuni. Bhiksu ini adalah juga
seseorang yang mengundurkan diri dari dunia persilatan dan
menenggelamkan diri dalam jalan yang ditempuh Sang
Buddha, sehingga ia dapat melumpuhkan iseri Ludah Api yang
telah menjadi bhiksuni itu.
"Semenjak itu Ludah Api keluar dari kuil, memanjangkan
rambut, dan tidak mau lagi menjadi bhiksu. Ia mencari istrinya
ke segala penjuru, hanya untuk menemukan betapa istrinya
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tersebut ternyata jatuh cinta kepada penculiknya, dan
keduanya juga tidak lagi menjadi bhiksu dan bhiksuni, bahkan
membuka perguruan silat. Ludah Api lantas menantang
penculik istrinya itu bertarung dan berhasil membunuhnya.
Istri Ludah Api mendengar berita tersebut lantas bunuh diri.
"Maka hilanglah Pendekar Ludah Api sekali lagi dari dunia
persilatan, dan rupanya kita secara kebetulan telah berjumpa
dengannya. Ludah yang bila mengenai sasarannya menjadi api
itu membuatnya terkenal di dunia persilatan sebagai Ludah
Api, selain gerakan seperti kera yang kita lihat dalam
gerakannya di tali. Rupanya dia bahagia menjadi pengemis
peziarah yang mengembara dari kuil yang satu ke kuil yang
lain..." "SEMENJAK itu Ludah Api keluar dari kuil, memanjangkan
rambut, dan tidak mau lagi menjadi bhiksu. Ia mencari istrinya
ke segala penjuru, hanya untuk menemukan betapa istrinya
tersebut ternyata jatuh cinta kepada penculiknya, dan
keduanya juga tidak lagi menjadi bhiksu dan bhiksuni, bahkan
membuka perguruan silat. Ludah Api lantas menantang
penculik istrinya itu bertarung dan berhasil membunuhnya.
Istri Ludah Api mendengar berita tersebut lantas bunuh diri.
"Maka hilanglah Pendekar Ludah Api sekali lagi dari dunia
persilatan, dan rupanya kita secara kebetulan telah berjumpa
dengannya. Ludah yang bila mengenai sasarannya menjadi api
itu membuatnya terkenal di dunia persilatan sebagai Ludah
Api, selain gerakan seperti kera yang kita lihat dalam
gerakannya di tali. Rupanya dia bahagia menjadi pengemis
peziarah yang mengembara dari kuil yang satu ke kuil yang
lain..." Bahagia" Sejauh diriku tadi sempat melihat kilasan tatapan
matanya, tidaklah kulihat mata seseorang yang bahagia. Mata
itu bercahaya suram, wajahnya sejauh terlihat di balik rambut
Kitab Ilmu Silat Kupu Kupu Hitam Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang berjuntai panjang dalam kegimbalan pun selalu muram.
Hanya jiwa pendekarnya sajalah kukira, yang membuat ia tak
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
bisa berdiam diri melihat perilaku menindas dari yang kuat
kepada yang lemah, yang membuatnya terlibat dalam
pertarungan kami melawan para penyamun terbang itu. Jelas,
bukan sepenuhnya karena kami, melainkan terutama karena
para peziarah, meski para peziarah itu sendiri telah begitu
pasrah menerima keadaan...
Kami melangkah dengan cepat ke Danau Biwa. Sambil
berjalan kami telah memperbincangkan
sejumlah kemungkinan. Terutama sejak kepala penyamun yang
menyerang sebelum kami tiba di dekat sumber air panas di
kaki Gunung Gaoligong menyebutkan nama Mahaguru Kupukupu Hitam. Kami ingat dengan jelas kata-katanya, betapa Mahaguru
Kupu-kupu Hitam akan membunuh siapapun yang mengaku
datang untuk berguru, karena yang terjadi kemudian adalah
usaha pencurian Kitab Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam, meski
pencuri itu selalu tertangkap dan dihukum mati.
Baiklah urusan pencurian dan akibatnya bisa dimengerti.
Namun kenapa kepala penyamun terbang, yang wajahnya
penuh bulu itu, berkata bahwa semua hal yang berhubungan
dengan Mahaguru Kupu-kupu Hitam adalah urusan mereka"
Apakah kiranya yang menghubungkan para penyamun
terbang dengan Kupu-kupu Hitam" Dari kedua petugas
rahasia yang kuintip dan kucuri dengar percakapannya, tidak
disebut-sebut perkara penyamun terbang, bahkan dipertanyakan oleh petugas rahasia yang muda apakah
kiranya yang menjadi kesalahannya.
Apakah ia dianggap bersalah karena menjadi pelindung
para penyamun" Sejauh bisa kusimpulkan, rupa-rupanya
keempat suku terasing di wilayah ini, suku Han, suku Y i, suku
Lisu, dan suku Naxi, dianggap sebagai pengikut Mahaguru
Kupu-kupu Hitam. Mengingat segenap usaha pengepungan itu
tampaknya diusahakan Golongan Murni, tampaknya musabab
pertentangan cukup jelas. Golongan Murni yang menganggap
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Negeri Atap Langit hanya layak dihuni dan dikuasai bangsa
Negeri Atap Langit saja, tentulah menganggap keberadaan
suku-suku terasing itu di wilayah yang secara resmi termasuk
di dalam batas Negeri Atap Langit ini sebagai kebersalahan.
Keempat suku itu dianggap sebagai suku-suku liar yang
seharusnya berada di wilayah T ibet, musuh bebuyutan Negeri
Atap Langit. Namun yang terjadi sebetulnya adalah selalu
terdapatnya perubahan batas dari masa ke masa sepanjang
sejarah, sehubungan dengan permainan kekuasaan antara
Negeri Atap Langit dan Kerajaan Tibet, sehingga dari
perjanjian satu ke perjanjian lain, garis batas terus berubahubah antara kedua pihak. Padahal keempat suku itu sudah
berabad-abad tinggal di tempatnya sekarang, kadang menjadi
bagian dari wilayah Kerajaan Tibet, kadang menjadi bagian
dari wilayah Negeri Atap Langit, dan di bawah kekuasaan
manapun, mereka takpernah merasa harus mengakui
kekuasaan itu. TENTU aku harus berhati-hati juga dalam pembicaraan
seperti ini, karena diriku harus bersikap sebagai orang yang
sedang menyamar, yakni menyamar sebagai pesilat awam
yang datang dari jauh untuk berguru kepada Mahaguru Kupukupu Hitam. Jika caraku menyebutnya kurang menunjukkan
penghormatan, bukan takmungkin Golok Karat pun akan
mencurigaiku pula, dan bila itu terjadi maka aku tahu akan
mengalami kesulitan.
"Tampaknya tidak mungkin wahai saudaraku," kata Golok
Karat, "bahwa seorang Mahaguru Kupu-kupu Hitam yang
berpihak kepada yang lemah, sehingga berada di belakang
keberhasilan empat suku itu mempertahankan wilayahnya dari
serbuan pasukan pemerintah, pada waktu yang sama
berhubungan dengan gerombolan penyamun terbang, yang
langganan mangsanya termasuk warga empat suku itu.
Bukankah para peziarah ini banyak di antaranya berasal dari
berbagai pemukiman di sekitar sini?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Aku tidak langsung menjawab, bukan sekadar karena
kepada Golok Karat takbisa kujawab hidup ini penuh dengan
kejutan, melainkan juga karena tidak bisa kukatakan
kepadanya apa yang kuketahui dari kakak seperguruan
Mahaguru Kupu-kupu Hitam yang juga merupakan kakak
kandungnya, Mahaguru Kupu-kupu yang telah menyandera
Yan Zi dan Elang Merah, bahwa mempelajari Kitab Ilmu Silat
Kupu-kupu Hitam tanpa Pengantar dan Cara Membaca Kitab
Ilmu Silat Kupu- kupu Hitam membuat seseorang cenderung
kejam dan jahat.
"Kita harap saja ini memang usaha Golongan Murni untuk
menjauhkan Mahaguru Kupu-kupu dari keempat suku itu,
Golok Karat saudaraku, karena kita pun sama-sama
mengetahui terdapatnya siasat menutupi kejahatan dengan
kebaikan."
Hanya itu yang kukatakan, sembari mengutip pepatah
Tibet. dosa dan pahala manusia
laksana bayang-bayangnya
meskipun tidak selalu kentara
mengikutinya di mana-mana
Sepanjang perjalanan kami terus menerus berpapasan
dengan rombongan peziarah. Di depan kami peziarah, di
belakang kami juga peziarah, bila keduanya berpapasan di
jalan setapak pegnnungan yang sempit, kadang sampai
perjalanan terhenti, dan harus saling bergantian lewat satu
persatu supaya arus segera dapat mengalir lagi.
Keadaan seperti ini membuat perjalanan menjadi lambat
dan aku pun menjadi khawatir. Aku sudah memasuki hari ke14 dari batas 30 hari yang diberikan Mahaguru Kupu-kupu.
Untunglah para peziarah banyak yang tetap meneruskan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
perjalanan pada malam hari, selain mereka yang bermalam di
berbagai kuil di sepanjang jalan, sehingga terasa wajar saja
aku mengajak Golok Karat terus berjalan, langsung ke Danau
Biwa dan bukan ke Shangri-La, karena Mahaguru Kupu-kupu
Hitam lebih bisa dipastikan keberadaannya di sana. Jika kami
menuju Shangri-La terlebih dahulu, ada kemungkinan
Mahaguru Kupu-kupu Hitam itu sudah pergi dan jika tidak pun
belumlah kami ketahui bermukim di sebelah mana Shangri-La.
Mengingat ancaman bahaya yang selalu tertuju kepadanya,
belum tentu tokoh yang menjadi perbincangan ini mudah
dicari. Kami pun memutuskan untuk langsung menuju Danau
Biwa, meski belum mengetahui pula yang akan dapat kami
lakukan di sana. Jika benar apa yang kudengar tentang
pengepungan dan penjebakan saat berlangsung upacara,
maka rencana itu pasti dibuat berdasarkan perhitungan atas
keterangan-keterangan yang matang. Tidak salah jika kami
ikuti saja rencana itu, kecuali jika memang terdapat sesuatu
yang tidak kami ketahui.
Rembulan bersinar terang menembus kabut malam
menjelang Hari Magha Puja. Inilah hari yang berlangsung
pada malam purnama bulan ketiga setiap tahun, untuk
memperingati suatu peristiwa dalam kehidupan Buddha, pada
awal masa mengajarnya, ketika masa Perenungan Musim
Hujan atau Vassa pertama berlalu, yakni saat para bhiksu
boleh keluar sete lah lama mendekam di wihara. Selama
musim hujan, segala ulat dan serangga keluar dari sarangnya,
sehingga para bhiksu takboleh keluar selama dua sampai tiga
bulan, agar jangan sampai taksengaja menginjaknya ketika
melangkah di hutan.
Dari Taman Rusa di Sarnath, Buddha menuju Kota
Rajagaha, saat 1250 murid Buddha yang telah tercerahkan
dan disebut arahat, tanpa perjanjian bersama-sama kembali
dari pengembaraan mereka untuk memberi penghormatan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kepada Buddha. Peristiwa itu dikenang sebagai Pasamuan
Sangha Agung atau Pertemuan Empat Lipatan, karena1250
murid itu adalah arahat, semuanya ditahbiskan oleh Buddha
sendiri, mereka datang bersama tanpa perjanjian, dan
berlangsung pada malam bulan purnama di bulan Magha.
BANYAK sekali kuil mengadakan upacara pada hari itu dan
kami tidak tahu upacara yang akan melibatkan Mahaguru
Kupu-kupu Hitam. Jika ia tidak berada di antara para bhiksu,
bagaimana pula para pendekar itu akan menjebaknya" Namun
bagaimana pula Mahaguru Kupu-kupu Hitam akan diketahui
keberadaannya jika ia bukan seorang bhiksu" Atau
mungkinkah Mahaguru Kupu-kupu Hitam ternyata telah
menjadi seorang bhiksu" Upacara ini hanya diikuti para
bhiksu, itu pun yang sudah cukup berusia. Mungkinkah
terdapat pengertian berbeda yang tidak dapat kupahami,
karena para petugas rahasia yang kucuri dengar percakapannya menggunakan bahasa rahasia"
(Oo-dwkz-oO) Menjelang pagi kami tiba juga di tepi Danau Biwa. Hari
masih gelap. Pada sebuah kuil terlihat seorang bhiksu
meletakkan hio baru di atas altar. Para peziarah yang
bermaksud menuju maupun pulang dari Gunung Kawagebo
bergeletakan di mana-mana, baik di berbagai kuil maupun
bangsal penampungan yang sengaja disediakan bagi para
peziarah untuk bermalam. Namun para peziarah yang tidur
semalaman justru bangun dan bersiap-siap pergi, pada
berbagai dapur umum terdengar persiapan memasak, tetapi
peziarah yang bermaksud menyiapkan sarapannya sendiri juga
terdengar mulai beranjak.
Hari memang masih betul-betul gelap. Bulan terlihat
mengambang di atas danau. Kami berdua menyuruk dan
menyusup mencari kehangatan di antara para pengungsi, di
samping juga ingin beristirahat sambil menyembunyikan diri.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kelelahan luar biasa membuat kami langsung tertidur pulas.
Golok Karat sempat memperingatkan.
"Sebaiknya kita tidur bergantian saudaraku," katanya, "kita
tidak pernah tahu perkembangan apa yang akan terjadi."
Namun meski dirinyalah yang mengatakan hal itu, dirinya
pula yang tertidur setelah aku tidur. Ia bermaksud untuk
berjaga lebih dulu, tetapi aku sangatlah maklum jika kami
langsung tertidur begitu saja setelah menyusup di antara
peziarah. Lagipula suasana yang begitu aman, tenteram, dan
damai di sekitar danau, dalam musim peziarahan yang suci,
bagaikan suatu janji betapa tiada bahaya yang akan
mengancam di tempat ini. Bunyi air yang berkecipak perlahan
di tepian memberikan rasa tenang yang langsung mengantar
ke alam mimpi. Dalam kenyataannya, waktu kami terbangun tangan kami
sudah terikat erat ke belakang. Hari sudah terang dan kami
dikelilingi sejumlah orang berwajah keras dan sangar. Mungkin
waktu tidur mereka memukul kepala kami, sehingga dari
keadaan tidur kami langsung pingsan dan bisa diculik serta
dibawa ke tempat ini. Pantas kepala rasanya sakit dan
berdentang-dentang bagaikan baru dipukul dengan besi.
Belum jelas bagiku ini tempat apa, tetapi tampaknya jauh dari
keramaian, karena di dalam bangunan bertembok yang
tampaknya sudah tidak dihuni ini tidak kudengar sama sekali
dengung percakapan maupun langkah para peziarah yang
berduyun-duyun itu.
Suasana sunyi sekali. Hanya terdengar angin yang
membawa udara dingin. Kami tidak mengatakan apa pun,
meski aku dan Golok Karat sudah saling memandang, dan
kami mengerti bahwa sebaiknya kami bersikap sabar dan
menunggu. Betapapun, jika mereka ingin membunuh kami,
tentunya sudah bisa kami lakukan dari tadi.
Dengan penyaluran hawa panas ke pergelangan tanganku,
tali ini dapat kuretas dengan mudah, tetapi kuingatkan diriku
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
selalu betapa aku ini sedang menyamar. Sedangkan jika
penyamaranku gagal, semakin sulitlah jalanku mendekati K itab
Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam, apalagi untuk mencurinya.
Seseorang yang tampak seperti pemimpinnya mengambil
sebuah bangku kecil dan duduk menghadapi kami yang
terkapar. Ia memegang senjata Golok Karat dan dengan ujung
golok yang seluruhnya memang sudah berkarat itu ia
mengelus-elus janggutnya yang lebat.
Lantas ia memegang golok itu dan memandanginya.
"Jadi inilah senjata yang telah menjagal kawan-kawan
kami," katanya dalam bahasa Tibet yang masih bisa kuikuti,
"belum pernah kulihat senjata seperti ini. Orang lain sudah
akan membuangnya begitu saja...
Golok berkarat itu semestinya memang hancur begitu
beradu dengan senjata lawan, tetapi ternyata tidak, jadi
tentunya itu bukan sembarang golok berkarat.
"Siapa nama dikau," katanya lagi, "dan siapa nama teman
dikau yang tidak jelas asalnya ini?"
Dataran tinggi yang penuh bercak-bercak salju ini adalah
wilayah terpencil. Sedikit perbedaan telah membuat siapapun
menjadi orang asing, bahkan meski terletak di dalam wilayah
Negeri Atap Langit, orang-orang Negeri Atap Langit pun
mereka anggap sebagai orang asing yang harus diusir.
PERHITUNGANKU, jika memang orang-orang yang kami
hadapi ini tidak ada hubungannya dengan Mahaguru Kupukupu Hitam, setidak-tidaknya mereka akan berbicara tentang
orang yang kami cari itu; tetapi jika ada hubungannya, dan
Kitab Ilmu Silat Kupu Kupu Hitam Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
memang Mahaguru Kupu-kupu Hitam akan membunuh siapa
pun yang ingin berguru kepadanya, maka setidak-tidaknya aku
berharap kami akan dibawa kepadanya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Jawaban Golok Karat untuk sejenak membuat mereka
terdiam. Namun serentak di tangan mereka, sepuluh orang
semuanya, tergenggam sebuah pedang.
"Hmm, apakah kalian termasuk di antara para penyusup
itu?" Aku dan Golok Karat sekali lagi saling berpandangan, dan
Golok Karat segera mengerti bahwa ia harus bisa memancing
banyak penjelasan.
"Penyusup" Apa maksud kalian?"
"Jangan berpura-pura tidak tahu! Akhir-akhir ini bukan
hanya pencuri kitab ilmu silat yang mengaku datang untuk
berguru, melainkan mata-mata busuk yang terlalu bodoh
menyamarkan maksudnya, sehingga dengan mudah kami
tangkap dan hukum bunuh pula!"
Orang-orang lain menukas. Mereka mondar mandir di
dalam ruangan seperti tak sabar lagi menetakkan pedangnya
ke leher kami. "Bunuh saja mereka sekarang! Kita bunuh siapa pun yang
mencurigakan! K ita tidak pernah benar-benar tahu, siapa yang
sungguh ingin menjadi murid dan siapa yang sebetulnya
penyusup! Betapapun keduanya harus mati juga!"
Orang yang berbicara itu lantas mengayunkan pedangnya
ke leher Golok Karat!
"Jangan!"
Pemimpinnya yang berbicara dengan Golok Karat itu
berteriak, sambil mengayunkan pedang berkarat yang
dipegangnya. Terdengar benturan keras dan lelatu api berpijar karena
perbenturan itu. Mereka nyaris bertarung, tetapi meskipun
keduanya sudah mengangkat pedang, ternyata untuk sejenak
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mereka berdiri kaku, sebelum ambruk ke lantai dengan panah
menembus punggung sampai ke dada!
Belum lagi kedua tubuh yang ambruk itu sampai ke lantai,
terdengar aba-aba serbuan dan teriakan serempak diiringi
berlesatannya sejumlah bayangan ke dalam bangsal. Segera
berlangsung pertarungan seru yang hiruk-pikuk sekali di
dalam bangunan dan darah bercipratan ke mana-mana,
termasuk menciprat sebagai bercak-bercak pada tembok
bangunan tua. "Bunuh!"
"Bunuh!"
"Bunuh!"
Kudengar berbagai teriakan
dalam bahasa Tibet.
Pertarungan tanpa tenaga dalam dan ilmu meringankan tubuh
seperti ini jauh lebih kejam, ganas, dan buas, karena
berlangsung tanpa seni persilatan sama sekali. Dengan susah
payah diriku dan Golok Karat yang masih terikat dan
tergeletak di lantai mencoba bergeser dan berguling
menghindari injakan-injakan kaki, tubuh-tubuh tanpa nyawa
yang ambruk bersimbah darah, maupun senjata-senjata tajam
beracun yang terpental ke atas dan jatuhnya mungkin saja
menancap di tubuh kami.
Sebetulnya ini kesempatan besar kami untuk melepaskan
diri, tetapi Golok Karat kuberi tatapan yang menyatakan
betapa kami lebih baik diam. Telah kami alami tidak ada yang
dapat kami lakukan dengan berada di antara para peziarah
yang berduyun-duyun dan terus menerus bergerak seperti
barisan semut hitam itu. Lagi pula baru kemudian kusadari,
bahwa para peziarah itu banyak yang bukan sekadar puasa
makan dan minum, melainkan juga puasa berbicara. Apalah
yang bisa dilakukan dengan orang-orang yang secara sadar
tidak ingin berbicara"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Betapapun hanya setelah kami tertawan, terkuaklah sedikit
dunia Mahaguru Kupu-kupu Hitam, yang jika tidak
berlangsung pertarungan ini mungkin berhasil kami ketahui
lebih banyak lagi. Maka sekarang ini lebih baik kami diam dan
menunggu dan bersikap sebagai orang tidak berdaya,
daripada melepaskan diri dan pergi, tetapi tidak terjamin akan
mendapatkan hasil yang lebih baik lagi.
"Aaaaaarrgghhh!"
Orang terakhir ambruk dengan belati panjang menancap
dalam di punggungnya dan menimpa diriku. Kubiarkan saja
begitu, sampai seseorang dari para penyerbu yang agaknya
meraih kemenangan karena jumlahnya lebih banyak itu
menendangnya. Darah pastilah memenuhi wajahku.
"Apakah kalian juga bermaksud mencuri Kitab Ilmu Silat
Kupu-kupu Hitam yang dikuasa i Mahaguru Kupu-kupu Hitam?"
Mereka lebih banyak lagi sekarang dan memenuhi ruang di
bangunan tua ini. Mayat bergelimpangan di sebelah
menyebelah kami. Juga busana Golok Karat penuh bercak
darah karena cipratan dari luka pembacokan.
GOLOK Karat belum sempat menjawab, ketika seseorang
mengangkat golok karatnya, yang masih dipegang pemimpin
penyamun terbang yang telah menjadi mayat itu.
"Lihat, inilah senjata karatan yang telah membantai temanteman kita! Mereka mati karena racun dari karat ini!"
Mungkinkah" Mungkin saja. Jika tidak kenapa pula Golok
Karat sampai merasa harus memilikinya" Meskipun sudah
sangat banyak bercerita, Golok Karat belum pernah bercerita
tentang riwayat goloknya yang memang berkarat dan tidak
pernah ingin digantinya itu. Aku pun tidak pernah bertanya,
karena Golok Karat pasti sudah bercerita jika memang ingin.
"Apakah kita gantung saja mereka sekarang?" kata
seseorang yang sama sangarnya dengan para penyamun itu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Orang yang ditanya mengangkat tangannya, meminta
mereka diam. "Coba jawab pertanyaanku," katanya sambil mengambil
golok karatan tersebut dari tangan temannya, "apakah kalian
memang bermaksud mencuri Kitab Ilmu Silat Kupu-kupu
Hitam yang dikuasai Mahaguru Kupu-kupu Hitam?"
Dua kelompok yang bentrok ini keduanya mengenali
senjata Golok Karat yang membantai kawan-kawan mereka,
jadi keduanya adalah gerombolan penyamun terbang yang
bersaingan. Gerombolan pertama yang habis dibantai memang
tampaknya terhubungkan dengan Mahaguru Kupu-kupu
Hitam, meski belum jelas bentuk hubungannya bagaimana,
dan tentunya mereka itulah yang telah dihabisi oleh Pedang
Kilat; sedang gerombolan kedua, yang sebetulnya juga sudah
habis kami bantai di atas Sungai Jinsha, meski tidak memiliki
hubungan dengan Mahaguru Kupu-kupu Hitam, dari nada
pertanyaannya kutangkap memiliki suatu kepentingan.
"Siapa yang bermaksud mencuri?"
Golok Karat terpancing untuk menjadi berang.
"Kalau tidak terikat seperti ini kalian semua juga sudah
habis kubantai!"
Aku juga tidak mengerti. Jika mereka, seperti kusaksikan
sendiri, memang sudah habis, maka siapakah kiranya yang
mengenali kami sebagai pembantai mereka" Bahwa di antara
begitu banyak peziarah yang berduyun-duyun, berpapasan
atau mengikuti dari belakang, bahkan barangkali saja tidur di
sebelah kami, terdapatlah seorang petugas rahasia, adalah
sesuatu yang wajar. Namun siapakah kiranya yang telah
memberitahu petugas rahasia tersebut, jika setelah para
penyamun terbang itu tewas semuanya, memang hanya
tinggal kesunyian yang tersisa" Betapapun, pastilah ciri-ciri
kami diberitahukan kepada petugas rahasia itu oleh saksi yang
tidak kami ketahui! Siapa"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Ayo lepaskan! Marilah kita bertarung dengan nyali!"
Golok Karat berontak seperti binatang buas, tetapi
pemimpin kelompok itu tenang sekali.
"Kami memang akan melepaskanmu Golok Karat," katanya,
"tetapi justru jika dirimu berjanji tetap mencurinya, meski kali
ini untuk kam i."
Sudah kuduga bagaimana Golok Karat akan bertambah
berang. "Tetap mencuri! Tuduhan ini bisa membuat kalian
kehilangan kepala! Belum pernah aku berniat mencuri kitab
dan tidak akan pernah aku mencuri kitab untuk kepentingan
siapa pun!"
Begitu besar kemarahan Golok Karat, sehingga tenaganya
bertambah, dan ia berhasil memutuskan tali pengikatnya!
"Huaaahhh!":
Bahkan sampai kedua tangannya terpentang ke atas. Meski
pada saat yang sama seluruh pedang yang dipegang dalam
ruangan itu sudah menempel di lehernya.
"Tidak perlu marah-marah Golok Karat," katanya,
"berjanjilah dikau akan melamar sebagai murid Mahaguru
Kupu-kupu Hitam atas petunjuk kami, dan dikau akan mencuri
Kitab Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam itu untuk kami."
Golok Karat meludah.
"Siapakah kalian yang merasa begitu hebatnya sehingga
bisa memberi perintah kepada Golok Karat," katanya, "selain
penyamun-penyamun busuk tidak punya nyali!"
Pemimpin kelompok itu tersenyum sambil mengelus
janggutnya. "Dikau tidak takut mati, Golok Karat, tapi bagaimana kalau
temanmu yang takbernama ini yang kubunuh?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Mendadak ujung golok karatan itu sudah berada di bawah
daguku, sedikit goresan saja sudah cukup untuk memindahkan
seluruh racunnya ke tubuhku. Golok Karat terbelalak dan
berteriak. "Jangan!"
AKU tidak berkutik, bukan karena tidak mampu melepaskan
diri, tetapi karena perkembangan luar biasa cepat yang sama
sekali tidak terduga, yang tidak terlalu mudah kutanggapi
secepatnya karena kedudukanku sebagai orang yang
menyamar. Dengan tujuanku melakukan penyamaran,
bagaimana pun caranya, tentunya bagiku semakin berhasil
mendekati Mahaguru Kupu-kupu adalah semakin baik. Namun
aku tidak mungkin mendorong Golok Karat untuk mengikuti
permintaan orang-orang ini, sekadar dengan alasan agar tidak
membunuhku, karena Golok Karat telanjur mengenalku tidak
seperti itu. Sebaliknya, aku harus berusaha mendukung
usahanya untuk menolak, meski ancamannya bagiku adalah
mati. Sangat memusingkan bagiku untuk memutuskan bagaimana harus bersikap dalam keadaan seperti ini.
Sementara aku pun belum tahu apa yang membuatnya begitu
yakin, bahwa kami akan bisa diterima untuk berguru kepada
Mahaguru Kupu-kupu Hitam.
"Jadi dikau bersedia, Golok Karat?"
"Jangan mau Golok Karat," kataku dalam bahasa Negeri
Atap Langit, "lebih baik mati daripada tetap hidup karena
menuruti kehendaknya."
"Tidak! Demi apa pun daku tidak akan mengorbankan
nyawamu, saudaraku," katanya, lantas berujar dalam bahasa
Tibet , "lepaskan dia..."
Namun belum selesai dia bicara, penyamun yang
menodongku dengan golok berkarat itu tiba-tiba terjengkang
dan menggelepar.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Para penyamun yang lain terbelalak.
Seekor kupu-kupu hitam tampak berkepak di dalam
ruangan. (Oo-dwkz-oO) Episode 204: [Di Balik Cahaya Berkilauan]
"Hah"!"
Semua orang di ruangan ini berteriak serentak. Semua
orang menarik pedangnya dari leher Golok Karat. Dan seperti
sudah tidak peduli lagi sama sekali kepadanya, mereka lantas
sibuk menetak-netak kupu-kupu hitam yang beterbangan kian
kemari itu, tetapi tiada seorang pun berhasil mengenainya.
Mereka saling berpandangan dengan wajah pucat, tetapi
masih juga berusaha menetak kupu-kupu hitam itu dengan
panik, sampai pedang mereka saling berbenturan dengan
keras, bahkan nyaris saling melukai pula.
Kupu-kupu itu terbang dengan lincah menghindari
sambaran pedang, bagaikan angin sambaran setiap pedang itu
justru mendorongnya keluar dari jalur ayunan pedang yang
sebetulnya mematikan.
Bagi mereka yang terlatih memainkan pedang, kupu-kupu
selincah apa pun dapat mereka babat menjadi dua, tepat di
tengahnya. Namun kupu-kupu hitam ini bergerak lebih cepat
dari pedang yang mana pun, dan dalam waktu singkat melesat
keluar jendela.
Golok Karat, begitu pedang para penyamun itu lepas dari
lehernya, langsung melepaskan tali ikatanku, dan mengambil
golok berkaratnya yang tergeletak di lantai. Namun baru saja
aku melompat berdiri, para penyamun kembali lagi berteriak
serentak. "Hah"!"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Tidak kurang dari dua puluh kupu-kupu hitam mendadak
masuk lewat jendela, dan setiap kupu-kupu hitam itu sete lah
dengan mudah menghindari tetakan pedang, segera
menyambar wajah seorang penyamun.
Kupu-kupu tidak bersengat, maka ia pun tidak menyengat,
tetapi dengan berkepak di depan wajah, sayap-sayapnya
menyebarkan bubuk racun, yang tidak menunggu waktu lama
untuk segera berpindah ke dalam paru-paru. Dengan segera
pula terjengkanglah para penyamun itu di lantai dan langsung
kejang-kejang. "Mahaguru Kupu-kupu Hitam...," Golok Karat mendesis.
Tentu telah diketahuinya apa yang disebut sebagai Jurus
Impian Kupu-kupu, tetapi aku telah mengalami bagaimana
Kitab Ilmu Silat Kupu Kupu Hitam Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
rasanya menghadapi jurus itu. Bagaimana harus menghadapi
ribuan bahkan puluhan ribu kupu-kupu beracun, ketika pada
saat yang sama masih harus bertahan dari serangan-serangan
rahasia secepat kilat seseorang yang berilmu silat sangat
tinggi. Namun itu berarti harus menggunakan ilmu silat yang
sangat tinggi pula, yang gerakannya tidak bisa diikuti oleh
mata, yang artinya tidak bisa kulakukan sekarang, bukan
sekadar karena sedang melakukan penyamaran di hadapan
Golok Karat, tetapi barangkali pula bahkan Mahaguru Kupukupu Hitam itu sendiri ada di sini!
Padahal duapuluih kupu-kupu itu sekarang seperti telah
diperintahkan berbalik dan terbang menuju ke arah kami!
Dua puluh kupu-kupu hitam itu melesat amat sangat cepat,
jelas tak mungkin menghentikannya tanpa membuka
penyamaran, dengan cara bergerak secepat kilat. Aku belum
tahu, mesti mengatakan apa kepada Golok Karat setelah
penyamaran terbuka, betapapun kupastikan ini lebih baik
daripada melihatnya jatuh terjengkang dan mati dalam
keadaan kejang-kejang.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Aku sudah memastikan diri akan bergerak untuk menepuk
hancur kedua puluh kupu-kupu hitam itu menjadi abu, ketika
dua puluh kupu-kupu itu mengablur dalam cahaya matahari,
lenyap diserap tiang-tiang cahaya yang menerobos jendela
seketika, terpancang dan bergerak-gerak menyilaukan. Aku
mengangkat tangan kiriku untuk menghalangi cahaya agar
dapat melihat sesuatu, kualihkan pandanganku dari jendela ke
arah pintu, tiada dapat kulihat sesuatu pun di sana kecuali
tabir cahaya menyilaukan dan bayangan sosok kehitaman
yang memunggungi kami.
Cahaya melesat-lesat dari balik bayangan, sehingga
keseluruhan sosoknya bagaikan tidak mungkin untuk dilihat,
karena hanya kilauan berkeredap memenuhi ruang, tetapi
tampaknya bagi Golok Karat ini lebih dari cukup untuk
membuatnya bersimpuh dan mengetuk-etukkan kepalanya ke
lantai sampai tiga kali.
"Guru!"
Golok Karat berujar dan tidak bangkit lagi. Aku yang
bersamanya sedang menyamar untuk berguru kepada
Mahaguru Kupu-kupu Hitam segera mengikutinya.
"Guru!"
Demikianlah rupa-rupanya tanpa sengaja kami telah
berhadapan dengan Mahaguru Kupu-kupu Hitam yang
ternama. Dadaku berdebar-debar,
mungkinkah aku mendapatkan Kitab Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam itu"
Bagaimana jika seperti kepada semua orang yang meminta
untuk berguru kepadanya, seperti dikatakan setiap, ia hanya
akan memberi kematian"
Sosok itu masih di sana dan kepala kami masih menempel
di lantai rumah tua yang kotor itu. Debu musim dingin tidak
mengepul, tetapi membentuk lapisan hitam di lantai. Memang
seperti inilah upacara permohonan menjadi murid kepada
seorang guru dalam dunia persilatan. Jika seorang guru sejak
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
awal cenderung ingin menerima seseorang menjadi murid, ia
akan memberikan pertanyaan atau tugas yang mudah untuk
diselesaikan, sedangkan jika tidak, maka pertanyaan atau
tugas yang diberikannya akan begitu sulit, sehingga memang
tidak mungkin dipenuhi.
Namun ada kalanya juga seorang guru bersikap adil. Suka
atau tidak suka kepada orangnya, jika mampu memenuhi
syarat yang diberikannya maka ia akan diterima. Masalahnya,
dalam hal Mahaguru Kupu-kupu Hitam, ia ternyata belum
pernah menerima seorang murid pun. Siapa pun yang ingin
berguru kepadanya akan dia bunuh, karena dengan suatu cara
memang lantas diketahuinya, mereka hanya ingin mencuri
Kitab Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam...
Memang itulah masalahnya, aku pun bermaksud mencuri
kitab yang sama, yang sebenarnyalah sama seperti
meletakkan diriku sendiri pada ambang kematian.
Kudengar Mahaguru Kupu-kupu Hitam itu mendesah.
Lantas berujar, lebih seperti kepada dirinya sendiri daripada
kepada kami, dalam bahasa T ibet yang diucapkannya dengan
cukup lambat, sehingga meski dengan susah payah masih
dapat kuikuti. "Pada pagi yang cerah seperti ini, mengapa sudah mesti
bergelimpangan mayat tiga puluh orang..."
Suaranya serak dan berat, seperti datang dari masa lalu
yang jauh. Angin bertiup dingin, melalui jendela yang satu dan
melintasi jendela yang lain. Terdengar daun jendela
membentur-bentur tembok. Bangunan tua ini seperti bekas
sebuah kuil, agak aneh jika di wilayah yang penuh dengan
peziarah berduyun-duyun ini sebuah rumah doa bisa tidak
terurus sama sekali.
"Mungkin benar bekas kuil ini berhantu, karena selalu
berlangsung pembantaian di s ini," katanya lagi.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kami berdua masih menempelkan dahi pada lantai. Jika
percaya kepada dongeng tentang dunia persilatan yang
beredar dari kedai ke kedai, maka sikap seperti ini bisa
berlangsung berhari-hari sampai seseorang diterima sebagai
murid. T entu saja aku menjadi sangat khawatir.
"Kalian berdua tentu tidak mengetahui apa yang pernah
terjadi di kuil ini pada masa lalu. Tidakkah kalian perhatikan
dinding-dinding hitam bekas kebakaran itu" Ya, kuil ini pernah
terbakar bersama sejumlah bhiksu dan bhiksuni yang sedang
melangsungkan upacara di dalamnya. Kebakaran berlangsung
begitu cepat, sehingga tidak seorang pun selamat, dan begitu
hebatnya kebakaran itu, membuat seluruh tubuh para korban
tinggal abu. Kejadian itu berlangsung sudah lama sekali,
mungkin sudah limapuluh tahun berselang, dan sudah tidak
banyak lagi yang tahu apa sebenarnya yang sudah pernah
terjadi..."
"Hhhhh... Sejarah, selalu mendasarkan dirinya kepada
segala sesuatu yang tercatat, padahal catatan-catatan itu
sama saja kacaunya dengan segala warta yang beredar secara
lisan..." Kami berada dalam keadaan menyembah dengan dahi
menyentuh lantai. Seorang calon murid yang bersungguhsungguh tidak akan mengubah kedudukan itu sampai ia
diterima atau ditolak, atau setidak-tidaknya dipersilakan
mengikuti ujian-ujian berikutnya. Namun kami tidak berada di
depan sebuah perguruan, dan cerita tentang kuil terbakar itu
tidak kami ketahui maksudnya, sehingga kami sunggguh
tenggelam dalam kebingungan. Padahal dengan alasan kami
masing-masing, sungguh kami sangat berkepentingan untuk
menjadi murid Mahaguru Kupu-kupu Hitam.
"Tidak ada yang tahu betapa kebakaran itu sebenarnya
bukan suatu kecelakaan..."
"Hhhhh... TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"...Seberapa lama beban perasaan berdosa dan bersalah
bisa ditanggung seseorang selama hidupnya..."
Aku tidak berani mengangkat muka, tetapi aku bisa melirik
lantai di kiri dan kananku, dan kusaksikan hamparan cahaya di
lantai berdebu itu selalu terganggu oleh bayangan hitam dari
sebentuk jubah yang selalu tertiup angin. Ia berdiri pada pintu
dan matahari yang masih rendah membuat bayangan
tubuhnya memenuhi ruang.
"Tidaklah semestinya bukan, segala sesuatu yang berbeda
dan tidak kita kenal harus dianggap sebagai sesat?"
Kalimat yang terakhir ini diucapkannya dengan tegas, meski
segera disusul desah yang sama lagi.
"Hhhhh....
"Tapi mereka semua sudah telanjur mati....
"Seandainya saja kudengar kata-kata guruku dulu itu,
tidaklah mesti terjadi segala kebersalahan yang mengorbankan nyawa ini...
"Hhhhhhh!"
Ia masih di sana. Tidak berkata apa-apa lagi. Tentulah ia
mendengar bahwa kedua orang yang telah diselamatkannya
itu meneriakkan kata "Guru!" sambil menyembah seperti ini,
yang tiada lain dan tiada bukan adalah permohonan untuk
berguru, yang haruslah ia putuskan untuk diterima atau
ditolak dan dibunuhnya!
Maka meskipun berada dalam keadaan menyembah dengan
dahi menyentuh lantai, kewaspadaanku luar biasa tinggi,
bahkan dengan pertimbangan bahwa aku tidak bisa
melihatnya, kupejamkan sekalian mataku dan kupasang ilmu
Mendengar Semut Berbisik di Dalam Liang, karena jika
seseorang dengan ilmu silat setinggi Mahaguru Kupu-kupu
Hitam ingin membunuh, tentu akan melakukannya dengan
sangat amat cepat, mungkin hanya dengan sekali kibas,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
melalui gelombang udara yang bisa berubah menjadi setajam
pisau. Suasana tenang, sangat tenang, tetapi juga sangat tegang,
mengingat mayat-mayat yang baru saja bergelimpangan.
Kemudian ia berbicara kepada kami, masih tetap dengan
serak, tetapi dengan nada yang tidak lagi begitu berat.
"Daku mendengar kalian ingin mempelajari I lmu Silat Kupukupu Hitam, benarkah?"
"Benar Guru," kami menjawab serempak dengan dahi
masih menyentuh lantai.
Aku mendengar helaan napas yang panjang.
"Hhhh. Murid-murid mencari guru, tetapi para guru tidak
bisa mengajar."
Kami diam saja. Jelas ucapan itu pun untuk dirinya sendiri.
Aku berpikir keras. Jika setiap orang yang datang untuk
berguru memang dibunuhnya, masih adakah sesuatu alasan
agar kami tidak dibunuhnya" Mungkin saja Mahaguru Kupukupu Hitam tidak akan membunuh jika seseorang tidak berniat
mencuri Kitab Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam itu. Namun
mengapa, jika memang semua benar dibunuhnya, semuanya
begitu nekat mencuri kitab itu dengan taruhan nyawa"
Maka kemudian memang kudengar jawabannya.
"Karena hanya ada kalian berdua di sini, baiklah kalian
dengar jawaban sejujurnya, tetapi berjanjilah bahwa apa pun
keputusannya kalian mesti menerimanya."
"Baik Guru!"
Namun hanya Golok Karat yang menjawab. Aku tidak tahu
apakah Mahaguru Kupu-kupu Hitam itu memperhatikannya,
tetapi ia melanjutkan perbincangan.
"Sesungguhnyalah daku tidak mempunyai hak untuk
mengajarkan Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam itu kepada
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
siapapun," katanya, "aku telah mempelajarinya dengan cara
yang salah."
INI tentu cocok dengan penjelasan Mahaguru Kupu-kupu
Hitam, bahwa Kitab Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam tidak bisa
dipelajari tanpa kitab lainnya, yakni Pengantar dan Cara
Membaca Kitab Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam. Mahaguru Kupukupu Hitam pada masa mudanya telah mencuri kitab itu,
karena tidak sabar menunggu kakak seperguruan yang
merupakan kakak kandungnya sendiri mempelajari dahulu
sampai tamat, untuk kemudian baru mengajarkannya.
Memang hanya bagi mereka yang ditunjuk untuk mengajar
akan diberitahu keberadaan Pengantar dan Cara Membaca
Kitab Ilmu Silat. Kukira sampai sekarang pun ia tidak tahu
keberadaan kitab itu.
Dengan keadaan seperti ini, aku mengetahui betapa Kitab
Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam ternyata belum pernah dipelajari
dengan sempurna. Sebelum Mahaguru Kupu-kupu tamat
mempelajarinya, adiknya telah mencurinya, dan meski
kemudian mempelajarinya sampai tamat, tanpa Pengantar dan
Cara Membaca Kitab Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam, bahkan
pembelajarannya menjadi tersesat.
Dengan demikian Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam sampai
sekarang belum pernah terwujudkan secara sempurna,
sebagaimana digubah
dan dikuasai penemunya yng
menuliskan kedua kitab itu, Mahaguru Kupu-kupu Hitam Tua,
yang namanya diambil Mahaguru Kupu-kupu Hitam itu.
Terlintas dalam pikiranku, peluang untuk mewujudkan
kesempurnaan itu sebenarnya masih terbuka!
Masalahnya, apakah diriku masih memiliki peluang, meski
sekadar untuk mengatakannya"
"Sampai sekarang daku memang tidak terkalahkan, tetapi
itu sekadar karena diriku tidak pernah mendapatkan lawan
yang tangguh," katanya lagi, "sebetulnya jika daku sedang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
melatihnya dalam olah pernapasan, sering daku rasakan
terdapatnya daya yang menolak dan berbalik, dan jika
dipaksakan pastilah akan membunuh diriku. Namun selama
malang melintang di dunia persilatan, daku belum pernah
membutuhkan jurus begitu banyak untuk dapat mengalahkan
lawan. Jika suatu ketika terdapat lawan yang begitu tinggi
ilmu silatnya, sehingga daku harus mengerahkan jurus-jurus
dari halaman terakhir Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam, sangat
mungkin diriku rontok dengan sendirinya di tengah
pertarungan. "Jadi, meskipun daku mengetahui kalian berdua telah
melakukan perjalanan yang jauh, bahkan sangat amat
jauhnya, bagaikan berada di ujung dunia sana, daku tidak
dapat dan tidak mungkin menerima kalian sebagai murid,
karena baik hak dan kemampuan untuk mengajarkan Ilmu
Silat Kupu-kupu Hitam itu tidak ada padaku."
Aku terkesiap, dari apa yang dikatakannya, tampak betapa
Mahaguru Kupu-kupu Hitam itu sangat mengerti siapa diriku.
Kitab Ilmu Silat Kupu Kupu Hitam Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Apakah sebaiknya aku berterus terang akan maksud
sebenarnya dari perjalananku sampai ke tempat ini"
Betapapun kitab itu harus kubawa dan kuserahkan kepada
Mahaguru Kupu-kupu, sebagai syarat pembebasan Yan Zi dan
Elang Merah. Jika untuk itu diriku harus bertarung, biarlah
diriku bertarung dengannya. Namun sebelum itu aku harus
mengetahui dengan tepat di mana kitab itu berada.
"Kitab Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam itu sendiri tidak pernah
daku simpan seperti pusaka di tempat tertutup, karena
memang tidak ada rahasia yang daku perlu sembunyikan.
Bukankah kitab itu sendiri masih merupakan rahasia bagiku"
Jadi kubiarkan saja kitab itu tergeletak di tengah ruang secara
terbuka, bahkan jika ada yang berminat membuka-bukanya
pun akan kupersilakan," katanya lagi, disambung dengan
tegas, "meskipun itu tidak berarti daku mempersilakan siapa
pun untuk mencurinya."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Demikianlah sedikit demi sedikit kudapatkan gambaran
kepribadian Mahaguru Kupu-kupu Hitam yang sebenarnya,
yang tidaklah begitu kejam seperti digambarkan dari mulut ke
mulut dari kedai ke kedai, bahkan juga tidaklah begitu jahat
seperti penggambaran Mahaguru Kupu-kupu, kakak seperguruan dan kakak kandungnya sendiri, karena setiap
pencerita memang memiliki sudut pandang dan kepentingannya sendiri. Aku belum melupakan pula tekadku,
bahwa betapapun Mahaguru Kupu-kupu yang menyandera
Yan Zi dan Elang Merah itu harus kubunuh.
"Jika memang itulah tujuan kalian berdua datang kemari,
daku kira kalian bisa pergi dengan damai sekarang, tidak usah
mengharapkan untuk berguru kepadaku lagi. Jika kalian tidak
ingin pulang kembali ke tempat asal kalian, maka kalian bisa
melanjutkan pengembaraan, mencari guru silat lain yang
bertebaran di mana-mana dari Tibet sampai Negeri Atap
Langit. Dunia persilatan masih luas terbentang, dan masih
banyak perguruan besar terkenal maupun guru yang
tersembunyi di pojok-pojok peradaban, yang mampu
memberikan ilmu seluas langit dan sedalam laut bagi siapapun
yang datang dengan minat belajar yang besar. Pergilah, daku
bukan guru yang pantas bagi kalian."
Golok Karat dengan segera menyahut.
"Guru!"
Ia masih tetap menyembah dengan dahi menempel ke
lantai. Itu berarti apa pun yang terjadi dirinya ingin tetap
berguru, meski untuk itu harus menyerahkan hidupnya.
Namun kurasa inilah saatnya bagiku untuk bangkit dan
menjelaskan segalanya, bahwa betapapun Kitab Ilmu Silat
Kupu-kupu Hitam itu harus kudapatkan, apa pun yang harus
kulakukan untuk itu, meskipun itu termasuk jika aku harus
menempurnya dalam pertarungan antar hidup dan mati!
Bahkan jika pertarungan antara hidup dan mati itu akan
terjadi, aku pun harus menyatakan dengan tegas betapa aku
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tidak dapat membiarkan diriku ditewaskan olehnya, yang
hanya berarti bahwa Mahaguru Kupu-kupu Hitam itulah yang
harus mati! Dengan tekad bulat aku pun bangkit, dan Mahaguru Kupukupu Hitam di balik cahaya berkilauan yang membelakangi
kami berbalik untuk menghadapiku, tetapi saat itulah
terdengar rentetan ledakan dahsyat di sekeliling bangunan,
dengan daya penghancuran ke segala arah yang langsung
menghancurkan bangunan tua itu. Namun sebelum bangunan
itu runtuh, aku sudah berkelebat keluar sebelum bunyi
ledakan berakhir, yang ternyata juga dilakukan Mahaguru
Kupu-kupu Hitam.
Segalanya berlangsung lebih cepat dari kejapan mata,
ketika belum lagi menapak bumi di antara pijar ledakan,
sejumlah bayangan berkelebat menyerbu Mahaguru Kupukupu Hitam. "Mahaguru Kupu-kupu Hitam! Menyerahlah! Dirimu sudah
terkepung!' Tentu bukan penyerahanlah yang dikehendaki oleh
segenap bayangan yang berkelebat menyerang Mahaguru
Kupu-kupu Hitam dalam kepungan, karena jurus-jurus maut
mereka jelas mematikan. Di antara debu yang mengepul dan
berhamburan, mendesis pula serangan jarum-jarum beracun
yang mencapai ribuan jumlahnya. Betapa serangan ini
memang ditujukan untuk menjamin kematian Mahaguru Kupukupu Hitam! Aku pun berkelebat lebih cepat dari cepat menyapu ribuan
jarum-jarum beracun itu dengan kibasan lengan bajuku,
bahkan tanpa membuang waktu kibasan itu mengembalikan
jarum-jarum penuh bisa itu menuju pemiliknya, jauh lebih
cepat dari sebelumnya!
"Aaaaaahhh!"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Bisa ular senduk yang membakar tertancap di seluruh
badan, membuatnya langsung tewas dengan tubuh membiru
dan kejang. (Oo-dwkz-oO) Episode 205: [Pertarungan di Atas Danau]
Setidak-tidaknya dua puluh bayangan berkelebat tanpa bisa
diikuti mata ke arah Mahaguru Kupu-kupu Hitam, yang dalam
sekali putaran telah melepaskan kupu-kupu hitamnya ke
segala arah. Namun para pengepungnya serentak melenting,
sehingga tiada satu pun kupu-kupu yang sayapnya
melepaskan serbuk racun itu menelan korban. Bahkan
sebaliknya, segala senjata yang sangat berbahaya dari dua
puluh pengepung yang berkelebat tak terlihat itu sekarang
terarah langsung kepada Mahaguru Kupu-kupu Hitam dari
segala penjuru.
Tampak betapa pengepungan ini telah dengan cermat
dipersiapkan, dan jelas telah memperhitungkan segenap
kemampuan Mahaguru Kupu-kupu Hitam dengan Jurus Impian
Kupu-kupu yang tidak terkalahkan itu. Kematian Mahaguru
Kupu-kupu Hitam menjadi tujuan utama seluruh rencana dan
sekarang tampak betapa rencana itu memang matang. Para
pendekar maupun orang-orang golongan hitam yang
melakukan pengepungan telah mengetahui kunci perbedaan,
mana kenyataan dan mana impian dari Jurus Impian Kupukupu, sehingga Mahaguru Kupu-kupu Hitam memang
terancam dan bagai terpastikan berada di ambang kematian.
Aku berkelebat lebih cepat, karena kematian Mahaguru
Kupu-kupu Hitam betapapun tidak dapat kuterima. Jika tadi
aku siap bertarung antara hidup dan mati, tetapi hanya
dengan kemungkinan Mahaguru Kupu-kupu Hitam yang mati,
maka sekarang justru aku harus memastikan betapa dirinya
harus tetap hidup!
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Memang benar telah dikatakannya bahwa Kitab Ilmu Silat
Kupu-kupu Hitam tidak disembunyikan dan berada di ruang
terbuka, tetapi tiada jaminan jika dirinya berhasil kutewaskan
dalam pertarungan, bahwa akan berhasil kutemukan juga
kitab itu. Untunglah pertarunganku dengan Mahaguru Kupu-kupu
Hitam belum sempat terjadi karena ledakan itu, sebab kutahu
dirinya akan menyerangku lebih dahulu ketika aku telah siap
dengan Jurus Penjerat Naga, yang hanya berarti bahwa dia
akan mati. DEMIKIANLAH pertimbanganku kadang terganggu, oleh
kepentinganku sendiri untuk menewaskan setiap lawan dalam
pertarungan, padahal tujuanku mencarinya adalah pembebasan Yan Zi dan Elang Merah.
''Siapa kamu! Jangan ikut campur!'' Teriak salah seorang
dalam bahasa Negeri Atap Langit, setelah kepungan mereka
kupecahkan, dan setelah cerai berai kuburu mereka satu per
satu. ''Tidak ada gunanya bertanya,'' jawabku, ''diriku tidak
mempunyai nama!''
Kami berkelebat dan berkelebat sampai ke tepi danau.
Pertarungan begitu cepat, sampai tak pernah bisa kutegaskan
sosok mereka, dan mereka pun tidak pernah bisa menegaskan
sosokku. Dalam pertarungan pada tingkat seperti ini,
bayangan berkelebat bertarung menghadapi bayangan
berkelebat, sehingga hanya nalurilah yang bekerja, senjata
membabat ke sasarannya hanya berdasarkan kepekaan rasa.
Aku hanya bertangan kosong, jadi kulayani mereka dengan
angin pukulan dari pukulan jarak jauh. Sementara Mahaguru
Kupu-kupu juga bergerak dan berkelebat nyaris tanpa terlihat,
dan terus mengerahkan daya penampakan kupu-kupu hitam.
Pertarungan terus bergeser ke tengah danau, atau tepatnya
ke atas danau, karena kami memang bertarung dengan ilmu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
meringankan tubuh yang tinggi sekali tingkatnya. Permukaan
danau tak terpengaruh sama sekali oleh sentuhan-sentuhan
ujung sepatu kami.
Suatu saat dalam waktu yang begitu singkat, berhasil
kutotok jatuh salah seorang pengepung sehingga jatuh
tercemplung ke dalam danau. Ia tidak langsung tenggelam,
melainkan mengambang, dan tubuhnya pun sering termanfaatkan sebagai tempat pijakan.
Saat berpapasan dalam kelebat gerakan, Mahaguru Kupukupu Hitam meninggalkan kata-kata dalam udara.
''Siapakah dikau anak muda tanpa nama" Pergilah, tidak
ada gunanya mati konyol bagiku seperti temanmu.''
Jadi Golok Karat sudah tewas karena serangan dengan bolabola ledak berdaya tinggi itu. Memang tidak ada yang bisa
dilakukan oleh siapa pun jika sudah terjebak dalam ruangan
seperti itu, dalam serangan yang melingkari seluruh bangunan
tua itu pula. Mahaguru Kupu-kupu Hitam dapat menghindarinya karena berdiri di pintu dan tidak pernah
memasuki bangunan, sedangkan diriku sempat melesat
sebelum bangunan runtuh dan ledakan berakhir, sehingga
busana yang kupakai terbakar sebagian. Ledakan itu begitu
keras, yang mengakibatkan telingaku untuk beberapa saat
menjadi pekak, tetapi dengan pengerahan ch'i menuju
sepasang telinga, pendengaranku segera pulih kembali.
''Daku memiliki suatu kepentingan, Mahaguru Kupu-kupu
Hitam, itulah sebabnya daku turut campur, karena dikau harus
tetap hidup demi kepentinganku.''
Kutinggalkan kata-kata itu ketika kami berpapasan kembali,
yang segera dijawabnya lagi lewat udara yang kulewati.
''Tetap saja pergilah,'' katanya, ''hidup dan matiku milikku
sendiri!'' Demikianlah pertarungan terus berlangsung di atas Danau
Bita yang sunyi. Lapisan es di permukaan danau itu sudah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
retak-retak, bahkan sebagian besar sudah mencair, sehingga
tingkat ilmu meringankan tubuh yang digunakan mengacu
kepada tingkat yang dibutuhkan untuk melenting dan melesat
di permukaan air.
Kecepatan pertarungan yang amat sangat tinggi tidak
mengganggu kesunyian karena tiada terlihat mata orang
awam dan suaranya pun hanya sejauh desir dan desisan yang
tiada pernah tertegaskan. Maka para peziarah di tepi danau,
penduduk yang memasang bubu, atau memancing dengan
perahu sampai ke tengah, juga tidak mendengar jika tidak
menguasai ilmu persilatan tingkat tinggi seperti ini. Hanya
kilau senjata logam yang memantulkan cahaya matahari saja
kadang berkeredap, yang tidak akan mereka ketahui asalnya
dari mana. Namun lain halnya jika seseorang terbunuh dalam
pertarungan ini. Seperti yang terjadi ketika kapak bertali yang
menyambarku kupantulkan kembali, untuk menancap tepat
membagi dua wajah pelontarnya. Tubuhnya yang tersentak
dan terlempar akan seperti muncul begitu saja dari balik
udara, mendadak jatuh melayang dan tercebur ke dalam
danau. Saat itu siapa pun yang berada di dekat tempat
pertarungan tentu akan mendengarnya, dan memang
mungkin sahaja suasana akan menjadi gempar, tetapi
pertarungan memang berlangsung pada bagian tersuny i di
danau yang luas ini. Para korban pun seperti melayang jatuh
dengan tahu diri, tidak tercebur dengan suara keras melainkan
seperti ikan yang dilemparkan, begitu menyentuh air langsung
menghilang... Mahaguru Kupu-kupu Hitam telah menjatuhkan dua orang,
tetapi ia tetap saja terdesak menghadapi delapan lawan
tangguh yang menyerangnya dengan persiapan matang.
Tampaknya menghadapi Mahaguru Kupu-kupu Hitam dengan
Jurus Impian Kupu-kupu yang tidak terkalahkan, lawanlawannya mengujikan suatu s iasat agar jurus yang impian dan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
jurus yang nyata dapat dipisahkan, karena hanya dalam
kesatuan Jurus Impian Kupu-kupu sangat berdaya dalam
pengaburan. KELEBIHAN Jurus Impian Kupu-kupu adalah jurus-jurus
gerak tipunya yang sungguh tak dapat dibedakan, dan
Kitab Ilmu Silat Kupu Kupu Hitam Naga Bumi 3 Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sebaliknya, sesuai dengan kutipan dari f ilsafat Zhuangzi ini:
apakah kupu-kupu itu Zhuangzi
yang bermimpi jadi kupu-kupu
ataukah kupu-kupu
yang bermimpi jadi Zhuangzi"
mungkinkah Zhuangzi adalah kupu-kupu
dan kupu-kupu adalah Zhuangzi"
Bahkan dari pengalamanku menghadapi Pendekar Kupu-kupu
waktu itu, jurus-jurus gerak tipu tidak dapat dianggap gerak
tipu sama sekali, jika impian sama nyatanya dengan
kehidupan, maka impian pun bisa membunuh dengan sama
nyatanya seperti kehidupan. Itulah landasan filsafat Jurus
Impian Kupu-kupu, yang hanya mungkin kuatasi dengan Jurus
Naga Kembar Tujuh, yang membuat diriku bergerak begitu
cepat sampai seperti berubah menjadi tujuh ribu sosok
sekaligus. Namun para pengepung Mahaguru Kupu-kupu
Hitam ini menjalankan siasat yang berbeda, dan yang hanya
berjalan karena meskipun Mahaguru Kupu-kupu Hitam
mempelajari Kitab Ilmu Silat Kupu-kupu Hitam sampai tamat,
tetapi tanpa membaca Petunjuk dan Cara Membaca Kitab Ilmu
Silat Kupu-kupu Hitam sama sekali.
Kekurangan ini ternyata membuat jurus-jurus impian tetap
tinggal impian, yang meski sangat mengecoh, tetapi tidak
mungkin membunuh tanpa jurus-jurus yang nyata. Jurus
impian dalam Jurus Impian Kupu-kupu menjadi sama dengan
jurus-jurus ilmu silat lainnya, yakni jurus gerak tipu sahaja,
meski tetap saja jurus impian itu tentu saja bukanlah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sembarang jurus gerak tipu. Setelah kelebat gerak dalam
pandangan kulambatkan, dapat kusaksikan bagaimana
Mahaguru Kupu-kupu Hitam bergerak berputar-putar dengan
kedua tangan terbentang di atas danau dalam kedudukan
sejajar permukaan danau. Tengkurap dan berputar-putar
sepanjang danau dengan jarak hanya sedepa di atas
permukaan danau seperti itu rupanya mempersempit ruang
serangan, dan menyulitkan lawan-lawan yang karenanya
hanya bisa menyerang dari atas.
Dalam kecepatan sesungguhnya yang tidak tampak oleh
mata, dengan kedudukan seperti itu yang sepintas lalu tampak
lemah dari atas, ketika diserang Mahaguru Kupu-kupu Hitam
justru menepukkan tangan ke permukaan air dan berkelebat
ke arah penyerangnya secara tak terduga dengan liukan
badan seperti ikan menggeliat yang tampak indah, tetapi
dengan hasil kejam sekali yang tidak mungkin diceritakan di
sini. Jurus Impian Kupu-kupu membuat Mahaguru Kupu-kupu
Hitam bisa melakukannya serentak kepada para pengepungnya, sehingga bukan hanya penyerang yang
disambutnya dengan serangan pula akan terkejut, melainkan
yang berkelebat dan melesat mengelilinginya terus menerus
dalam pengepungan pun akan dikejar dan dihabisinya tanpa
ampun. Demikianlah dalam kesunyian pagi yang dingin berlangsung
pertarungan antara hidup dan mati. Danau Bita tampak biru
muda dengan kabut tipis di atasnya yang kebiru-biruan pula,
sementara Gunung Merah dan Gunung Salju Haga yang
menjepitnya memberi latar biru tua di kejauhan sana.
Permukaan danau memantulkan langit pagi yang lembut.
Tapak sepatu para pendekar yang bertarung tidak
menggoyangkan permukaan danau sama sekali, karena
dengan ilmu meringankan tubuh, berat tubuh mereka tidak
akan melebihi berat seekor anggang-anggang, serangga air
yang bisa berjalan di atas permukaan air tanpa
menggerakkannya sama sekali.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Dengan kematian Golok Karat, tiada terdapat ilmu silat
yang perlu kusamarkan lagi. Aku berlari di atas danau dengan
Jurus Naga Berlari di Atas Langit, yang kecepatannya kuatur
sedemikian rupa sehingga sepuluh
lawan terpancing
mengejarku semua. Caranya adalah setiap orang kuserang
sampai terdesak, dan kubiarkan menyerang asal tetap
mengejarku. Permukaan danau bergeming, bahkan pencari
ikan yang melemparkan jala dengan tenang itu tiada
menyadari di dekatnya terdapat pertarungan antara hidup dan
mati. Aku bertarung seperti menari, terbang jungkir balik dan
berselancar di atas permukaan danau seperti anak kecil
bermain di atas lantai yang licin. Kesepuluh lawan berkelebat
satu per satu di depanku, menyerang dengan jurus
mematikan, mungkin dengan pikiran untuk mempercepat
pertarungan. Aku berputar-putar dua kali lebih cepat mengitari
setiap lawan sembari mengirimkan pukulan-pukulan jarak
jauh. Dengan Jurus Tangan Pedang setiap sentuhan
menimbulkan patah tulang, sehingga gerakan mereka menjadi
sangat lamban. DEMIKIANLAH satu per satu kuhabiskan lawan-lawanku.
Seseorang yang menggunakan golok bertali kutangkap
goloknya dan kutarik sehingga ia me luncur ke arahku di luar
kendali, hanya untuk bertemu Jurus Kaki Kuda Menyepak ke
Belakang. Jurus ini sebetulnya jurus pesilat awam, tetapi
dalam ilmu silat sebenarnya tiada jurus tinggi dan jurus
rendah, karena jurus yang mana pun hanya berdaya dalam
rangkaian susunan penuh ketepatan. Itulah yang membuat
tingginya ilmu silat seseorang tidak menjadi jaminan
kemenangan dalam pertarungan, karena jurus yang terarah
dengan tepat kepada setiap kelengahan, meski dilakukan
Bukit Pemakan Manusia 6 Kisah Pengelana Di Kota Perbatasan Karya Gu Long Neraka Hitam 4
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama