Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan K L Bagian 20
Sebab kalau mereka mengusirnya dalam keadaan
demikian, jadinya mereka pasti akan ikut terjun di medan tempur. Dan kalau Sam-yu maju, pasti juga tokoh-tokoh
Ma-kau akan ikut campur pula. Dan kalau pimpinan kedua
pihak sudah sama-sama ikut bertempur, anak buah kedua
pihak pasti akan panik dan turun tangan juga. Kalau cuma urusan Coh Cu-jiu, akibatnya terjadi pertempuran sengit
secara beramai-ramai dan akhirnya kedua pihak akan rugi
bersama, sebaliknya yang untung adalah Say-koan.
Karena pertimbangan ini, mereka tambah jelas akan
muslihat keji Coh Cu-jiu, demi keamanan umum terpaksa
mereka tidak menghiraukan ikut campur Coh Cu-jiu itu,
apalagi biarpun Coh Cu-jiu cukup lihay juga belum pasti
mampu mengalahkan Sau Peng-say dan Tonghong Put-pay
berdua. Karena itulah kedua pihak lantas sama-sama menunggu
dan melihat perkembangan selanjutnya. Tapi pertarungan
di atas panggung telah bertambah ramai.
Tonghong Put-pay dan Coh Cu-jiu adalah musuh
bebuyutan, seperti api dan air yang tidak mungkin
didamaikan. Maka begitu Coh Cu-jiu terjun ketengah
kalangan, sebagian tenaga dan perhatian Tonghong Put-pay lantas disisihkan untuk melayani dia.
Peng-say kini sudah tahu bukan Ting Tiong dan Liok
Pek yang membunuh segenap anggota perguruannya, maka
dia tidak pandang Coh Cu-jiu sebagai musuh pembunuh
ayahnya lagi, tekadnya sekarang adalah membunuh
Tonghong Put-pay.
Tapi kalau Coh Cu-jiu menyerangnya, bila tidak
menangkis, tentu dirinya akan binasa, dan kalau dirinya
binasa. lalu cara bagaimana dapat menuntut balas lagi
terhadap Tonghong Put-pay" Karena itulah terpaksa ia pun membagi setengah tenaganya untuk melayani Coh Cu-jiu.
Di tengah pertarungan segi tiga itu, sekonyong-konyong
Coh Cu-jiu berseru, "Sau Peng-say, bagaimana kalau
kubantu kau membalaskan sakit hatimu?"
Teringat orang she Coh ini bersama Ciamtay Cu-ih
membikin celaka Toapek atau Pamannya, yaitu Sau Cengin, seketika Peng-say naik pitam, bentaknya murka, "Enyah kau! Manusia yang tak tahu malu!"
"Caci-maki yang tepat!" seru Tonghong Put-pay dengan tertawa. "Bocah she Sau, jika kau ingin menuntut balas kematian ayahmu, harus berdasarkan kepandaianmu
sendiri untuk membunuh aku, dengan begitu barulah kau
benar-benar seorang gagah sejati!"
"Jika demikian," tukas Coh Cu-jiu, "bagaimana kalau kubantu kau, Tonghong-kaucu?"
"Baik, silakan!" jawab Tonghong Put-pay.
Tapi ketika Coh Cu-jiu menyerang Sau Peng-say, tahutahu golok Tonghong Put-pay malah membacok Coh Cujiu. "He, apa-apaan kau"!" teriak Coh Cu-jiu kaget cepat ia menangkis, karena tidak berjaga-jaga tampaknya dia rada
kelabakan. "Bila kau bantu aku membunuh dia, aku sangat
berterima kasih," ucap Tonghong Put-pay dengan tertawa.
"Tapi kita adalah musuh turun temurun. jika tidak kubunuh kau, apakah aku harus menunggu setelah dia kau bunuh,
lalu aku akan kau binasakan pula?"
Ia berhenti sejanak, kemudian berkata pula "Kalau sudah terjun dimedan tempur, maka keluarkanlah segenap
kemahiranmu, jangan kau harap akan main tipu 'sekali
timpuk dua burung'. Pendek kata, pertempuran hari ini kita bertiga mewakili tiga kekuatan besar di dunia persilatan saat ini, coba saja siapa yang roboh lebih dulu!"
Dalam pada itu, karena dia baru terjun, dengan
sendirinya tenaga Coh Cu-jiu lebih kuat daripada Peng-say dan Tonghong Put-pay. Tapi pertempuran segi tiga, yang
paling kuat tentu juga akan mendapat tekanan lebih hebat daripada dua pihak yang lain, hal ini adalah logis bagi
kedua pihak yang lebih lemah itu yang ingin mempertahankan diri. Maka Tonghong Put-pay dan Sau
Peng-say telah menyisihkan tujuh bagian tenaganya untuk
melayani Coh Cu-jiu, sebaliknya cuma menggunakan tiga
bagian sisa tenaga untuk saling labrak.
Dengan demikian, impian Coh Cu-jiu akan menjagoi
dunia persilatan dengan menumpas kedua lawannya
menjadi buyar. Sebaliknya karena 14 bagian tenaga kedua orang itu telah mendesaknya hingga hampir tak dapat bernapas, terpaksa ia melawan mati-matian, karena itu tenaganya juga terkuras
lebih cepat, tidak lama kemudian. keadaannya sudah samasama payahnya seperti Peng-say dan Tonghong Put-pay.
Daya tekanan pedang kanan Peng-say tidak selihay
pedang kiri, pada waktu satu lawan satu menghadapi
Tonghong Put-pay tadi, pedang kirinya dapat membantu
kelemahan pedang kanannya. Tapi sekarang dia harus
melayani dua orang, pedang kiri tidak sempat membantu
pedang kanan lama-lama jurus serangan ciptaannya sendiri kelihatan cirinya bila dibandingkan jurus serangan golok dan pedang kedua lawannya.
Melihat kelemahan Peng-say itu, dengan sendirinya
Tonghong Put-pay dan Coh Cu-jiu memanfaatkan titik
kelemahan itu dengan baik, mereka selalu menyerang
bagian Peng-say yang lemah itu dan menghindari pedang
kirinya. Keruan Peng-say rada kelabakan dan kewalahan,
apalagi jurus serangan ciptaannya sendiri itu memang juga belum terlatih dengan baik.
Pertarungan sengit itu terus berlangsung hingga lohor,
keadaan Peng-say paling runyam, kedua lawannya belum
ada yang terluka, tapi bahu kanan dan dibawah ketiaknya
sudah tersayat oleh golok Tonghong Put-pay hingga darah
bercucuran. Untung lukanya tidak parah. Walaupun begitu, melihat
gelagatnya, setiap orang yakin orang pertama yang akan
roboh pastilah Sau Peng-say.
Saking asyiknya menonton pertarungan sengit yang
jarang terdapat didunia persilatan, maka semua orang sama lupa lapar meski hari sudah lewat lohor. Pandangan semua orang sama terpusat keatas panggung, tiada seorang pun
yang bersuara, hanya terdengar suara gemerincing
beradunya senjata.
Di tengah kesunyian itu, tiba-tiba terdengar suara
seorang perempuan lagi bersenandung, "Barang apa sebagai keemasan kehidupan manusia, cahaya sang surya ...."
Perhatian semua orang terpusat ke panggung pertandingan, tiada seorang pun yang urus suara senandung itu. Hanya Sau Peng-say saja yang kegirangan demi
mendengar suara itu.
Ia tahu Soat-koh telah datang. Orang lain tidak paham
arti syair itu, tapi dia tahu bahwa syair itu adalah petunjuk cara mengerahkan tenaga dalam guna memainkan Siang-liu-kiam-hoat.
Di antara ke 49 jurus Siang-liu-kiam-hoat, untuk gerakan tangan kanan dan kiri seluruhnya ada 98 bait syair petunjuk pengerahan tenaga. Untuk itu Peng-say hanya tahu delapan bait saja bagi Pedang kanan, ke-41 bait lainnya belum
diajarkan oleh Soat-koh kepadanya.
Lantaran itulah, meski dia berhasil menciptakan sendiri
41 jurus serangan Pedang Kanan sebagai pelengkap Pedang
Kiri, tapi sayang dia tidak tahu cara bagaimana
mengerahkan tenaga dalam, padahal daya serangan Siangliu-kiam-hoat itu terletak pada cara mengerahkan tenaga
menurut petunjuk setiap bait syair yang berbeda itu. Kalau tidak, biarpun dapat memainkan pedangnya. paling-paling
hanya indah dipandang tapi tidak berguna untuk bertempur, bila ketemu lawan tangguh dengan mudah akan
dipatahkan. Untung Lwekang Peng-say diperoleh dari Cihe-kang ayahnya, tenaga dalamnya lebih kuat daripada
kedua lawannya, maka dia sanggup bertahan sampai
sekarang. Kini demi mendengar senandung Soat-koh, tanpa pikir
iapun yakin pasti Soat-koh sedang memberi petunjuk cara
mengerahkan tenaga serangan pada jurus kesembilan.
Maka ketika tiba jurus kesembilan, segera ia mengikuti
petunjuk itu, tenaga dikerahkan pada lengan kanan. kontan Coh Cu-jiu yang sedang menyerangnya didesak mundur.
Menyusul didengarnya pula Soat-koh lagi menembang,
"Pikiran jernih seterang kaca, air mengalir. . . ."
Saat itu Peng-say telah memainkan pedangnya sampai
jurus keempat-belas, tapi dia tidak mengikuti urutannya
lagi, ia paksakan jurus kesepuluh sesuai petunjuk Soat-koh itu sebagai jurus kelima-belas, "trang", tahu-tahu golok Tonghong
Put-pay yang sedang membacok dapat ditangkisnya ke samping dan hampir saja Coh Cu-jiu yang
terbacok. Dalam pada itu Soat-koh menyambung pula tembangnya, begitu habis mendengarkan, segera Peng-say
melancarkan serangannya, jurus kesebelas ini membuat
Tonghong Put-pay terdesak mundur juga satu langkah.
Begitulah dalam waktu lima jurus serangan Peng-say
didengarnya Soat-koh menembang satu bait syairnya, maka
setiap lima jurus lantas keluar satu jurus serangan Peng-say yang maha dahsyat dari Siang-liu-kiam-hoatnya.
Sudah tentu para penonton terheran-heran menyaksikan
serangan Peng-say itu, mereka tidak mengerti mengapa baru sekarang
orang ini mengeluarkan tipu serangan simpanannya" Kalau saja sejak tadi dia mengeluarkan tipu serangan lihay ini, tentu dia tidak perlu terluka. Kalau dikatakan tipu serangan simpanan juga sukar dipercaya
sebab pertarungan itu setiap saat dapat merenggut jiwanya, masakah dia bergurau dengan jiwanya sendiri dan sengaja
mengalah pada lawan"
Betapapun mereka tidak mengerti bahwa kepandaian
sejati Peng-say itu baru sekarang dipahaminya melalui
tembang seorang anak perempuan.
Bahwa ada orang langsung mengajarkan ilmu dimedan
tempur, hal ini sungguh sukar untuk dipercaya siapa pun.
Meski Tionggoan-samyu juga curiga terhadap tembang
perempuan itu, tapi mereka tidak menyangka dan
membayangkan bahwa tembang itu dapat memperkuat
daya serang Sau Peng-say, mereka mengira Thian yang
telah memberkati anak muda itu dan memberi kemenangan
padanya. Bahwa setiap lima jurus serangan Peng-say pasti timbul
suatu serangan dahsyat, hal ini tak diketahui oleh orang lain kecuali Tionggoan-samyu, para tertua Ma-kau dan sedikit
jago kelas tinggi.
Diam-diam Tonghong Put-pay dan Coh
Cu-jiu mengeluh, mereka pun bersyukur bahwa hanya setiap lima
kali serangan barulah Peng-say melancarkan satu kali
serangan lihay, biarpun rada kelabakan mereka masih dapat bertahan mati-matian.
Mereka tidak tahu bahwa bila bait syair terakhir sudah
ditembangkan Soat-koh, maka jurus serangan terakhir juga akan dilancarkan Peng-say dan celakalah bagi mereka.
Terdengarlah Soat-koh lagi menembang bait terakhir:
"Jika sudah terikat tanpa ketahuan. . . .Alangkah sedih tuan rumah mengenyahkan tamu!"
Pada kalimat terakhir itu, mendadak Peng-say membentak dan juga mengulangi kalimat tersebut,
"Alangkah sedih tuan rumah mengenyahkan tamu!"
"Cret-cret", sekaligus kedua pedangnya menusuk ke dada kedua lawan.
Untung Tonghong Put-pay dan Coh Cu-jiu masih
mempunyai jurus penyelamat simpanan, yang satu dengan
gerakan "Kip-liu-yong-de" atau air mengalir menyurut cepat, seorang lagi dengan jurus "Si-lay-to-seng" atau menyelamatkan diri di tengah ancaman maut, berbareng
kedua orang itu melompat mundur. Ketika mereka
memeriksa dada sendiri, dada masing-masing ternyata
sudah luka tersayat. Keruan muka mereka menjadi pucat.
"Wah, tampaknya tamu sukar dienyahkan!" demikian Peng-say bergumam sambil menggeleng.
Melihat gelagat tidak menguntungkan, cepat Coh Cu-jiu
putar haluan, sambil menyengir ia berkata, "Pertarungan ini memangnya urusan kalian dan tidak ada sangkut-pautnya
dengan diriku. biarlah kumohon diri saja!"
Tapi sebelum dia melangkah pergi, mendadak Peng-say
membentak: "Mau kemana"!" Berbareng itu pedang kirinya lantas melintang untuk menghalangi kepergian orang.
"Kan lebih penting kau menuntut balas padanya, kenapa kau meributkan diriku?" kata Coh Cu-jiu.
Dengan pedang kanan menuding Tonghong Put-pay,
dengan suara kereng Peng-say berkata, "Akan kubunuh kau untuk membalas sakit hati pembunuhan segenap anggota
perguruanku!" Lalu dengan pedang kiri ia tuding Coh Cu-jiu dan menyambung pula, "Dan akan kubinasakan kau
untuk membalas sakit hati kematian Toapek!"
"O, jika demikian jadi hari ini sekaligus hendak kau selesaikan dua kasus sakit hatimu?" tanya Coh Cu-jiu.
"Betul, agar setelah kubunuh Tonghong Put-pay tidak perlu lagi kupergi mencari dirimu," jawab Peng-say. "Kau sendiri yang mengantarkan jiwamu kesini, maka aku dapat
menghemat tenaga dan tidak perlu bersusah payah mencari
kau lagi."
"Wah, Tonghong-heng, tampaknya mau-tak-mau kita
harus bersatu untuk menghadapi dia," ujar Coh Cu-jiu kepada Tonghong Put-pay.
Namun Ma-kau-kaucu itu menolaknya dengan tegas,
jengeknya, "Hm, siapa yang sudi berkomplot dengan kau"!"
Tanpa bicara lagi, langsung ia mendahulu menyerang
Sau Peng-say. Dengan pedang kiri menangkis serangan Tonghong Putpay, pedang kanan Peng-say tetap melintang di depan Coh
Cu-jiu sambil membentak, "Kau tidak boleh pergi!"
"Tidak boleh pergi juga tidak menjadi soal, memangnya kujeri padamu?" teriak Coh Cu-jiu, dari malu ia menjadi gusar. Segera ia pun melancarkan serangan terhadap Peng-say dengan sekuat tenaga.
Tonghong Put-pay tidak sudi menarik keuntungan
daripada main kerubut itu, setelah dia menyerang Peng-say satu kali, berikutnya ia pun menyerang Coh Cu-jiu satu kali.
Coh Cu-jiu menjadi gemas, damperatnya, "Tua bangka, bila Siang-liu-kiam-hoatnya sudah lancar, ajalmu pun sudah di depan mata masakah kau masih berlagak gagah segala?"
Akan tetapi Tonghong Put-pay tidak gubris padanya dan
tetap menyerang kesana dan kesini, terpaksa Coh Cu-jiu
harus membagi perhatiannya untuk melayani dua orang.
Namun sekarang setiap daya serangan Peng-say sudah
tambah kuat. belasan jurus kemudian, Tonghong Put-pay
tidak sempat lagi menyerang Coh Cu-jiu, terpaksa ia
menghadapi Peng-say dengan sepenuh tenaga.
Kekuatan Coh Cu-jiu lebih lemah daripada Tonghong
Put-pay, tentu saja dia lebih2 payah, apalagi menghadapi keadaan gawat yang menentukan mati dan hidup, ia pun
tidak sempat lagi menyerang Tonghong Put-pay dan
terpaksa harus menangkis serangan Peng-say sekuatnya.
Dengan demikian, posisi sekarang sama dengan
Tonghong Put-pay dan Coh Cu-jiu berdua mengerubuti Sau
Peng-say sendirian.
Maka para pengikut Tionggoan-samyu lantas mencacimaki, "Huh. keparat. dua lawan satu. tidak tahu malu!"
Tapi meski mereka mencaci maki dan penasaran, namun
Sam-yu tetap melarang mereka memberi bantuan kepada
Peng-say. Dengan satu lawan dua, Peng-say memperlihatkan
keperkasaannya angin pedang mendesis-desis dan dapat
Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan K L di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
didengar oleh para penonton, Segenap kemampuannya
telah dikeluarkannya.
Tonghong Put-pay dan Coh Cu-jiu terdesak mundur
melulu. Pada jurus terakhir Siang-liu-kiam-hoat yang disebut "Ki-ih-san-lim" atau tirakat digunung sepi, ditengah suara tembang "alangkah sedihnya tuan rumah mengenyahkan
tamunya", pedang Peng-say menyambar secepat kilat, baik Tonghong Put-pay maupun Coh Cu-jiu, kedua-duanya
tidak sempat. menggunakan jurus penyelamat masingmasing, Sekali pedang kanan Peng-say menabas, kontan kepala
Coh Cu-jiu berpisah dengan tubuhnya. Waktu pedang kiri
ditimpukkan, tembuslah dada Tonghong Put-pay.
Kedua orang itu hanya sempat menjerit ngeri, lalu roboh
dan binasa. Tanpa menjemput kembali pedang kirinya, hanya
memegang satu pedang saja Peng-say berdiri di tengah
kedua sosok mayat itu dan menengadah sambil tertawa
terbahak-bahak.
Kebanyakan orang menganggap tertawa anak muda ita
terlalu latah, tapi jeri kepada kesaktiannya, tiada seoraug pun berani bersuara.
Hanya ada seorang saja yang merasa gemas terhadap
sikap temberang Peng-say itu. Orang ini adalah anak
perempuan berbaju ringkas berwarna kuning telur, dengan
pedang terhunus ia melompat ke atas panggung sambil
membentak, "Sau Peng-say, Goay-hoat-kiam keluarga Beng menantang duel padamu!"
Anehnya Peng-say tidak berani memandang anak dara
itu, mendadak ia mendekap muka sendiri dan menangis
sedih. Kiranya anak dara itu ialah Beng Siau-gi, cucu
perempuan Beng Eng-kiat sebagaimana sudah kita kenal
pada permulaan cerita ini.
Sampai sekian lama Peng-say menangis, katanya
kemudian sambil mengusap air mata, "Nona Siau-gi. aku tidak mau bertempur dengan kau,"
"Apa katamu?" Beng Siau-gi menegas.
"Aku tidak mau bertempur dengan kau," Peng say mengulangi ucapannya.
"Kau tidak berani?" Beng Siau-gi sengaja berteriak.
"Baik, jika demikian kuampuni jiwamu!"
Maka bergemuruhlah suara tertawa para penonton di
bawah panggung.
"Tertawa apa"!" tanya Beng Siau-gi sambil menyapu pandang para penonton dengan sebelah tangan bertolak
pinggang. "Apa artinya Siang-liu-kiam-hoat bagiku" Dahulu Leng-hiang-caycu Sau Ceng-in, si pencipta Siang-liu-kiam
ini. bukankah pernah dikalahkan oleh kakekku, Beng Engkiat, Beng-loenghiong. Jika kalian tidak percaya, tanyakan saja langsung kepada bocah ini, Siapakah yang melukai
muka Sau Ceng-in sehingga meninggalkan codet yang tak
pernah terhapus dimukanya" Hm, ketahuilah, justeru
kakekku yang melukai dia. Nah, kalau benar Siang-liukiam-hoat nomor satu di dunia, kenapa pencipta ilmu
pedang sakti itu bisa dilukai oleh kakekku"!"
Codet di muka Sau Ceng-in memang betul dilukai oleh
Beng Eng-kiat, itu terjadi sewaktu Sau Ceng-in masih
muda, tatkala mana Beng Eng-kiat sendiri sudah menjadi
guru silat ternama dan telah menciptakan sendiri ilmu
pedang yang disebut Goay-hoat-kiam, ilmu pedang gembira
ria. Beng Eng-kiat sendiri asalnya juga murid Pak-cay,
terhitung Suhengnya Sau Ceng-in. Keduanya tidak akur
dan berlain paham.
Pernah satu kali mereka berlatih, didepan sang guru
Beng Eng-kiat sengaja melukai Sau Ceng-in. Sudah tentu
gurunya, yaitu ayah Sau Ceng-in, menjadi gusar, Beng Eng-kiat dipecat dari perguruan. Setelah mengalami luka itu, Sau Ceng-in pikir ilmu pedang perguruannya sudah dikenal seluruhnya oleh Beng Eng-kiat, untuk mengalahkan Goay-hoat-kiam ciptaan Beng Eng-kiat dan untuk membalas
dendam, ia sendiri harus juga menciptakan semacam ilmu
pedang yang dapat mengalahkan Goay-hoat-kiam.
Beberapa tahun kemudian, ayah Sau Ceng-in wafat,
sebagai ahliwaris Sau Ceng-in menggantikannya sebagai
Leng-hiang-caycu. Tatkala mana Siang-liu-kiam-hoat buah
pemikirannya sudah mulai ada kemajuan, maka dia
menyatakan akan menggunakan ilmu pedang baru itu
untuk melukai muka Beng Eng-kiat.
Diantara saudara seperguruan tentu ada juga yang pro
Beng Eng-kiat, maka diam2 pernyataan Sau Ceng-in itu
disampaikan pada Beng Eng-kiat. Hal ini tentu saja
diperhatikan oleh Beng Eng-kiat. Tapi sebegitu jauh dia
tidak melihat datangnya Sau Ceng-in.
Lewat beberapa tahun lagi, tersiar hilangnya Sau Cengin. Beng Eng-kiat mengira sakit hati sang Sute juga tidak perlu dipikirkan lagi.
Tak tersangka secara kebetulan muncul seorang Tio Taypeng yang mahir setengah bagian Siang-liu-kiam dan
akhirnya Eng-kiat dan puteranya, Beng Si-hian berturutturut terbinasa di bawah ilmu. pedang Sau Ceng-in itu.
Karena Beng Eng-kiat berasal dari Pak-cay, meski dia
tidak tahu sampai di mana lihaynya Siang-liu-kiam-hoat
ciptaan Sau Ceng-in itu, tapi ia yakin Siang-liu-kiam pasti juga bersumber dari intisari ilmu pedang Pak-cay dan hanya Sau Ceng in saja sebagai satu-satunya ahliwaris yang dapat menciptakan ilmu pedang maha lihay yang tak dapat
ditandinginya itu.
Untuk menjaga pembalasan dendam sang Sute,
sebelumnya Beng Eng-kiat telah menceritakan riwayat
hidupnya kepada anaknya sendiri. Malahan ia kuatir sang
Sute tidak puas hanya menuntut balas padanya, bisa jadi
puteranya juga akan ikut menjadi korban, maka dia tidak
berani secara terbuka mengajar Kungfu kepada Beng Sihian. ia pikir kalau umum mengetahui anaknya tidak mahir silat. betapa kejamnya sang Sute tentu takkan mengganggu seorang Suseng atau pelajar yang lemah.
Padahal kekuatiran Beng Eng-kiat itu hanya berlebihan.
Sau Ceng-in bukan seorang yang berjiwa sempit, lebih-lebih setelah
berhasil menciptakan Siang-liu-kiam-hoat,
betapapun jadilah dia seorang maha-guru persilatan, mana
dia sudi mengingat sakit hati yang tidak ada artinya.
Terbunuhnja Beng Eng-kiat dan Beng Si-hian oleh Tio Taypeng hanya terjadi secara kebetulan saja.
Tapi lantaran kematian kakek dan ayahnya itu. Beng
Siau-gi bersumpah akan menuntut balas dan membunuh
habis setiap orang yang mahir Siang-liu-kiam.
Akan tetapi Sau Peng-say, yaitu yang dahulu dikenalnya
sebagai Soat Peng-say, kenal baik dengan dia, masa dia tega membunuh seorang yang diam-diam disukainya dan
sebenarnya juga tidak bersalah apa pun terhadap dirinya
ini" Apalagi kalau bertempur sungguhan, dengan Siang-liu-kiam-hoat yang maha sakti itu, biarpun sepuluh orang
dirinya juga bukan tandingan anak muda itu.
Begitulah maka hapuslah hasrat Beng Siau-gi akan
membunuh Sau Peng-say, untuk kepuasan, Peng-say hanya
dihina dan dicemoohkannya saja di depan orang banyak.
Dalam pada itu para pengikut Tionggoan-samyu di
bawah panggung lantas menanggapi ucapan Beng Siau-gi
tadi dengan gelak tertawa, ada yang berteriak, "Seumpama betul kakekmu pernah melukai si pencipta Siang-liu-kiam-hoat, tapi jelas bukan kau yang melukainya. Jika mampu.
coba kau pun menyayat muka Sau-tayhiap hingga terluka,
untuk apa kau sebut kakekmu yang sudah mati itu?"
Siau-gi terus mengangkat pedangnya dan membentak
terhadap Sau Peng-say, "Nah. apa kau berani terima
tantanganku"!"
Peng-say menghela napas, jawabnya, "Terbunuhnya
kakek dan ayahmu adalah kesalahan guruku. . . ."
"Jangan banyak omong, kalau berani bertempur ayolah kita mulai!" teriak Siau-gi sambil mendesak maju satu langkah.
Mendadak Peng-say angkat pedangnya, semua orang
mengira anak muda itu akan terima tantangan Beng Siau-gi.
Tak terduga, mendadak tangan Peng-say yang lain
memegang batang pedang terus ditekuk, "ple-tak", pedang itu patah menjadi dua.
"Nona Siau-gi, Sau Peng-say tidak berani terima
tantanganmu!" kata Peng-say kemudian sambil menggeleng.
Jawaban Peng- say ini seketika membikin gempar para
penonton. "Huh, terhitung ahliwaris Lam-han macam apa itu?"
"Hah, pahlawan kita ternyata bernyali kecil seperti tikus!"
"Wah, sungguh sangat penasaran Tonghong kaucu
terbunuh oleh pengecut macam begini!"
Begitulah macam-macam sindiran dialamatkan kepada
Sau Peng-say, sudah tentu semuanya itu datang dari anak
buah Ma-kau. Maklum, Kaucu
mereka terbunuh,
mumpung ada kesempatan, sedikit banyak terlampias
dendam mereka dengan mencaci-maki.
Tapi bagi orang yang dapat berpikir, mereka tahu Pengsay tidak suka bertempur dengan Beng Siau-gi karena dia
merasa gurunya memang bersalah, biarpun kehilangan
pamor, tapi tindakannya itu sungguh bijaksana dan patut
dipuji. "Fuh" Beng Siau-gi meludah, karena maksudnya
menghina Sau Peng-say sudah tercapai, maka pergilah dia
dengan puas. " 00O00"d w"00O00Dalam waktu sebulan. sesuai dengan perjanjian rahasia
yang ditanda tangani bersama, di bawah pimpinan
Tonghong Kui-le, segenap kekuatan Ma-kau di daerah
Tionggoan telah ditarik keluar ke Kwan-gwa.
Coh Cu jiu sudah binasa, kekuatan Say-koan banyak
berkurang, apalagi Ma-kau telah mundur ke Kwan-gwa,
kedua golongan yang merupakan musuh bebuyutan itu
harus selalu berjaga-jaga segala kemungkinan, maka Saykoan di bawah pimpinan Ting Tiong dan Liok Pek juga
sukar mengembangkan lagi pengaruhnya ke daerah Tionggoan, Kalau di Kwan-gwa terjadi persaingan terus menerus
antara Ma-kau dan Say-koan, sebaliknya di daerah
Tionggoan suasana menjadi tenang, kecuali tindakan
perorangan sampah persilatan, pada umumnya tidak terjadi lagi permusuhan dan bunuh membunuh antar golongan dan
aliran. Soh hok-han dengan sendirinya bangkit kembali dan
diketuai Sau Peng-say, namanya bertambah jaya dan
disegani, bahkan jauh lebih cemerlang daripada masa hidup Sau Ceng hong.
Mestinya ada maksud Say Peng-say hendak mencari
Ban-li-tok-heng Thio Yan-coan untuk menolong Sau Penglam, kalau guru Thio Yan-coan. yaitu Tonghong Put-pay,
juga terbunuh olehnya. tentu golok kilat Thio Yan-coan
tidak perlu ditakuti lagi.
Akan tetapi kemudian Peng-say menerima sepucuk surat
dari Sau Peng-lam yang dikirim dari daerah selatan yang
jauh, katanya penyakit syaratnya sudah berhasil disembuhkan oleh Thio Yan-coan dan Peng-say diminta
jangan menguatirkan dia.
Rupanya Thio Yan-coan tidak bermaksud jahat terhadap
Sau Peng-lam, bahkan
dia telah mengobati dan menyembuhkan penyakit gilanya. Tentu saja Peng-say
sangat senang, kalau ketemu lagi dengan Thio Yan-coan
tentu bukan lagi melabraknya melainkan akan mengucapkan terima kasih atas kebaikannya.
Meski Sau Peng-lam sudah waras, tapi dia tidak pernah
muncul lagi di daerah Tionggoan, bahkan di daerah selatan juga tidak dikenal nama Sau Peng-lam, di dunia ini seolah-olah sudah tiada terdapat lagi orang yang bernama Sau
Peng-lam. Satu kali Peng-say dapat menemukan Thio Yan-coan,
orang she Thio ini sudah tidak pernah berbuat jahat lagi, tapi watak bangor sukar diperbaiki, ketika ditemui Peng-say, Thio Yan-coan lagi foya-foya di rumah lampu merah.
Dari Thio Yan-coan barulah Peng-say mengetahui
keadaan kakak angkatnya. Kiranya Sau Peng-lam sekarang
telah cukur rambut dan menjadi Hwesio, nama agamanya
"Bong-tim", artinya melupakan dunia fana ini. Pantas nama Sau Peng-lam tidak dikenal oleh khalayak ramai.
Bong-tim tidak tinggal di suatu biara tertentu, dia adalah Hwesio
pengembara. sebangsa fakir yang jejaknya tak menentu. Setiap kali Peng-say menyusulnya ke suatu tempat bila diterima kabar, selalu jejak Bong-tim
sudah hilang. Sampai tua tidak pernah lagi Peng-say
bertemu dengan dia.
OoO d w OoO Sepuluh tahun kemudian, Peng-say mempunyai tujuh
anak lelaki dan lima anak perempuan. tahun kesebelas
isterinya hamil lagi.
Tentu pembaca akan merasa beran dan ber-tanya2
mengapa cuma dalam sepuluh tahun Peng-say mempunyai
12 orang anak, padahal anaknya tidak ada yang lahir
kembar. Begini ceritanya, setiap tahun isterinya pasti melahirkan.
Dan dua tahun diantara kelahiran itu terjadi lahir dua kali, yakni dalam bulan pertama melahirkan, pada bulan 12 atau akhir tahun lahir lagi anak berikutnya.
Makanya dalam sepuluh tahun isterinya melahirkan 12
anak. Dan pada kehamilan yang kesebelas ini entah akan
lahir anak lelaki atau perempuan, entah lahir satu anak atau kembar dua atau mungkin juga kembar lima. Rekor
melahirkan demikian ini entah akan terus berlangsung
hingga kapan. Maklumlah, pada masa itu belum dikenal
KB atau Keluarga Berencana alias pembatasan melahirkan
anak. Dan siapakah nyonya Sau Peng-say"
Ialah Soat-koh yang Peng-say pernah bersumpah takkan
memperisterikannya dengan upacara nikah itu.
Tanpa upacara kan juga dapat menikah" Untuk
melahirkan anak kan tidak harus melalui upacara nikah"
Dan bilakah pendekar besar kita Sau Peng-say kawin"
Tidak ada yang tahu. Yang jelas dan nyata, perempuan
yang melahirkan anak baginya itu bernama Tio Soat-koh.
Meski Tio Soat-koh adalah isteri Sau Peng-say tanpa
upacara nikah alias isteri tidak resmi, tapi keduanya dapat hidup bahagia sampai hari tua.
= T A M A T =
Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan K L di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lentera Maut 3 Peristiwa Bulu Merak Karya Gu Long Anak Harimau 16
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama